PERANCANGAN VISUAL STORY ANIMASI TENTANG MALWARE UNTUK SISWA REMAJA SMK DI BANJARBARU DESIGNING AN ANIMATED VISUAL STORY ABOUT MALWARE FOR ADOLESCENT VOCATIONAL HIGHSCHOOL STUDENTS IN BANJARBARU Muhammad Hari Diputera1, Aris Rahmansyah, S.Sn., M.Ds.2, Teddy Hendiawan S.Ds., M.Sn.3 123
Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Industri Kreatif, Universitas Telkom
[email protected],
[email protected],
[email protected]
1
Abstrak
Masyarakat semakin hari semakin berhubungan dengan jaringan komputer dan piranti lunak pada zaman modern ini. Sayangnya, tidak semua orang sadar mengenai ancaman malware, dan cenderung lalai untuk mencegahnya, terutama bagi remaja SMK di Banjarbaru yang diharapkan berperan sebagai salah satu pendukung besar infrastruktur komputasi dan jaringan. Karena itu, diperlukan sebuah media informasi untuk mengomunikasikan bahaya malware kepada siswa remaja SMK di Banjarbaru. Perancangan meliputi penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi yang mencakup observasi, wawancara, dan survei siswa remaja di SMK Telkom Banjarbaru serta pihak yang berhubungan langsung dengan jaringan komputer. Media yang dirancang berbentuk sebuah visual story animasi pendek yang menjelaskan mengenai jenis-jenis, dampak, serta pencegahan malware dengan menggunakan pendekatan humor untuk menarik target audiens remaja. Dengan adanya sebuah visual story ini, maka siswa-siswa SMK di Banjarbaru lebih waspada dan siap menghadapi ancaman malware, baik dalam latar akademis, korporat, maupun pribadi. Kata kunci: malware, visual story, sekolah menengah kejuruan, Banjarbaru Abstract In this day and age, society becomes more and more interconnected with computer networks and software. Unfortunately, not all people realize the threat of malware, and are often-times negligent to prevent it, especially for the adolescent students at vocational high schools of Banjarbaru, wherein the graduates of the institutions are expected to be play a large role as one of the supporting factors of the development and sustainability of computing and computer networks. Therefore, there must be a form of information media to communicate about the dangers of malware to the students of these vocational high schools in Banjarbaru. The design being produced involves a qualitative approach using phenomenology as a method of research that encompasses observations, interviews and surveys of the students of Telkom Vocational High School as well as parties directly related to computer networks. The media designed is a short, animated visual story, explaining the types, impacts, and prevention of malware using humor as its creative approach to appeal more to its target audience. With this visual story, the students of Banjarbaru's vocational high schools are expected to be more aware and ready to confront the threat of malware, either in an academic, corporate, or personal environment. Keywords: visual story, malware, vocational high schools, Banjarbaru. 1.
Pendahuluan Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang IPTek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang berujung pada inovasi-inovasi yang memudahkan kehidupan masyarakatnya. Namun meski begitu, adapun pihak-pihak yang berniat untuk mengeksploitasi inovasi-inovasi tersebut untuk keuntungannya sendiri. Salah satu bentuk eksploitasi tersebut adalah malware. Malware, secara luas, merupakan suatu jenis piranti lunak yang berfungsi diluar kehendak atau deliberasi seorang user (pengguna). Malware memiliki dampak yang hampir tidak terbatas, dan mencakup dari pengrusakan sistem hingga pencurian harta. Menurut MENKOMINFO, Indonesia terserang sebanyak lebih dari 36.000 kali hanya dalam kuartil akhir tahun 2013; oleh karena itu diperlukan sebuah media yang menginformasikan mengenai bahaya malware. Salah satu kelompok sosial yang rentan terhadap serangan malware ini adalah remaja, terutama remaja SMK di Banjarbaru. Banjarbaru memiliki siswa tingkat SMA sebanyak 10.000 jiwa, dan mempunyai Indeks Perkembangan Manusia terbesar di Kalimantan Selatan, dan kedua di pulau Kalimantan (BPS Kota Banjarbaru), sehingga sangat optimal untuk dijadikan target audiens sebuah media informasi. Salah satu media informasi yang efektif adalah visual story, yakni sebuah media yang bertujuan
tidak hanya untuk menyampaikan pesan, tetapi juga untuk mendorong audiens untuk bertindak (Sykes, dkk. 2013:7). Untuk mengidentifikasi perilaku dan preferensi target audiens yang diambil, perancang mengangkat metode penelitian dan analisis fenomenologis dari berbagai studi yang meliputi studi literatur, observasi, wawancara, dan survei. Hasil dari penelitian dan analisis ini kemudian diaplikasikan pada visual story agar memikat target audiens. 2.
Dasar Teori
2.1
Visual Story Visual Story, menurut Sykes, Malik, dan West, tidak hanya sebatas mengomunikasikan sebuah ide, tetapi menggabungkan teknik-teknik storytelling dan desain visual untuk menyampaikan pesan yang telah diasah untuk target audiens tertentu (2013:7). Visual story memiliki berbagai macam bentuk, baik yang statis seperti infografis atau iklan, hingga yang dinamis seperti game, multimedia interaktif, dan film. Meski begitu, konsep fundamental dari visual story sama, yakni untuk menyampaikan sebuah pesan dengan efektif dan efisien. 2.1.1 C.A.S.T C.A.S.T merupakan sebuah proses yang dikembangkan oleh Sykes, Malik, dan West yang bertujuan akhir membuat sebuah visual story yang dapat menyampaikan gagasan sederhana ataupun kompleks ke audiens dengan efektif dan menyeluruh. C.A.S.T meliputi 4 tahap: Content, yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mereduksi pesan yang ingin disampaikan agar padat dan terstruktur; Audience, yaitu tahap identifikasi target audiens, serta bagaimana mereka akan menyerap dan berreaksi terhadap pesan yang disampaikan; Story, yakni penentuan detil-detil teknis dan konseptualisasi visual story itu sendiri; dan Tell, yakni menyampaikan pesan dan menanggapi umpan balik yang audiens berikan. 2.2
Animasi Animasi berasal dari kata Latin “animatio” yang berarti “tindakan memberi kehidupan”. Animasi menawarkan fleksibilitas dan cakupan gaya yang luas, tetapi ada beberapa prisip fundamental yang membedakan animasi dari bentuk seni, kriya praktis, ataupun sebagai bentuk ekspresi tersendiri (Wells, 2006:9). Menurut Johnston dan Thompson (1981:47), ada 12 prinsip animasi yang harus diperhatikan agar animasi yang dibuat lebih memikat secara visual, antara lain exaggeration, staging, slow-in & slow out, secondary action, dan timing. 2.3
Remaja Definisi remaja adalah tidak eksplisit ditentukan oleh hukum Indonesia. Namun remaja memiliki definisi yang telah ditentukan hingga zaman Yunani Kuno (Aristoteles& Plato), di mana berpendapat bahwa aspek besar keremajaan ialah kemampuan untuk memilih sendiri (self-determination). Mengutip Piaget (1952), Santrock (2012:95) mengemukakan bahwa remaja berada pada tahap perkembangan kognitif formal operational thought, yakni di mana remaja memiliki kemampuan untuk menciptakan keadaan abstrak untuk membantu mereka dalam pemrosesan lingkungan mereka. Selain itu, Piaget juga memiliki teori mengenai proses penyerapan informasi baru yang digunakan oleh anak-anak dan remaja, yakni proses akomodasi-asilimilasi. 2.2.3 Humor Humor adalah sebuah istilah yang, dalam pengertian umumnya, mengacu kepada sesuatu yang ditujukan untuk menyebabkan amusement (hiburan, kesenangnan, kelucuan) atau menyebabkan suatu kualitas yang berujung kepada hal yang amusing. Humor adalah suatu kualitas yang merupakan elemen umum yang ada pada farces, satir, absurdities, lelucon, witticicms, dan hal lain dapat yang menghibur. (Adrian, 2005:1). Menurut D.H. Monroe dalam karyanya The Argument of Laughter, ada 3 teori besar yang melatarbelakangi humor, yakni Superiority Theory, Incongruity Theory, dan Relief Theory. Menurut Superiority Theory, kelucuan muncul akibat munculnya perasaan lebih hebat (perasaan superioritas) terhadap seseorang yang mengalami bencana. Sementara itu, menurut Incongruity Theory, kelucuan muncul akibat adanya suatu perbedaan atau kejanggalan antara objek-objek humor (inkongruitas). Relief Theory mencoba menjawab humor dari segi psikologis, di mana ia berasal dari pelepasan tegangan emosional yang muncul dari sebuah keadaan atau peristiwa.
3.
Pembahasan
3.1
Analisis Data Setelah perancang melakukan penelitian meliputi observasi, wawancara, dan survei, perancang melakukan analisis data tersebut. Hasil yang didapatkan perancang mengenai perilaku dan preferensi siswa SMK Telkom Banjarbaru adalah sebagai berikut: 1.) Mayoritas siswa SMK Telkom Banjarbaru tahu mengenai malware, akan tetapi hanya sebagian yang benar-benar tahu bahaya malware. Bahkan lebih sedikit lagi yang mengaplikasikan sistem pencegahan penting, seperti antivirus yang telah diperbaharui atau firewall sistem. Pencegahan proaktif tidak perancang temukan sama sekali. 2.) Mayoritas mahasiswa berpengalaman menghadapi malware, akan tetapi pengalaman tersebut kurang mengesankan sehingga tidak cukup untuk mendorong siswa untuk mengaplikasikan bentuk pencegahan yang lebih proaktif. Dari hasil penelitian sebelumnya dan hasil analisis di atas, maka perancang mendapatkan beberapa kata-kunci (keyword) yang menjadi benang merah dari permasalahan, yakni “cuek”, “peduli”, dan “sosial”.
3.2 Segmentasi A. Geografis: Banjarbaru B. Demografis: Gender: laki-laki Usia: 14-18 tahun Pekerjaan: siswa C. Psikografis Status sosial: menengah ke atas Gaya hidup: terekspos dengan piranti lunak dan jaringan Kepribadian: inkuisitif, pemikiran terbuka. D. Perilaku konsumen: terbuka terhadap ide-ide baru; mampu memilih dan bertindak secara independen; dan bertipe intelegens matematis, interpersonal, dan naturalistik. 3.3 Konsep Pesan Perancangan visual story ini berdasarkan pandangan dan pengalaman perancang terhadap ketidaktahuan mayoritas masyarakat Indonesia mengenai bahaya malware, terutama bagi anak-anak muda yang memiliki eksposur lebih besar terhadap dunia maya. Melihat besarnya peran komputer pada dunia modern, maka suatu serangan besar oleh malware dapat mengancam fondasi dan fungsi fundamental yang tidak hanya pada tingkat individu, tetapi juga untuk organisasi dan perusahaan. Karena itu, perancang bertujuan untuk merancang sebuah visual story yang mengajarkan macam, dampak, dan pencegahan malware kepada siswa-siswa remaja. Siswa remaja merupakan target audiens yang optimal karena memiliki atau mampu dengan mudah membangun pemahaman terhadap hal kompleks (misalnya cybersecurity), tetapi masih mudah untuk menerima ide-ide baru. Dengan adanya visual story ini, diharapkan remaja-remaja – terutama yang di jurusan jaringan komputer, informatika, dan multimedia – lebih memahami dan sadar mengenai besarnya bahaya malware. Pemahaman ini kemudian diharapkan terbawa oleh siswa-siswa tersebut dan diterapkan pada lingkungan pekerjaan mereka. 3.4 Konsep Kreatif Perancangan visual story tentang malware ini akan dikemas menggunakan humor. Seperti yang telah dijelaskan pada bab 2, humor adalah sesuatu yang menyebabkan suatu amusement, atau kelucuan. Penggunaan humor sebagai pendekatan berdasarkan hasil penelitian dan analisis pada bab 3 di mana mayoritas target audiens lebih menyerap informasi dan ilmu jika berada pada lingkungan yang memiliki sosialisasi dan informalitas tinggi. Penggunaan humor sebagai pendekatan juga berangkat dari identifikasi keyword dari tema pada bab 3, terutama keyword “sosial”. Selain pendekatan kreatif, perancang menentukan pendekatan visual dan verbal untuk perancangan visual story ini. 3.4.1 Pendekatan Verbal Mengacu kepada karya referensi dan latar perancangan, animasi “Hah? Malware!” menggunaan diksi yang informal dan conversational. Pendekatan verbal tersebut dikarenakan hasil analisis pada bab 3 di mana mayoritas target audiens lebih responsif terhadap informasi jika pada keadaan sosial yang terbuka dan informal. 3.4.2 Pendekatan Visual Pendekatan visual yang digunakan pada animasi “Hah? Malware!” adalah esensialisme, yakni menonjolkan hal-hal yang paling relevan dan lebih penting. Pendekatan esensialisme digunakan agar
audiens tidak terganggu oleh elemen-elemen visual lain, terkecuali yang penting (esensial) seperti visualisasi malware dan behavior dari malware tersebut. 3.5 Konsep Media Media yang digunakan untuk menyampaikan informasi tentang malware ini berbentuk sebuah visual story animasi. Pemilihan media ini dilatarbelakangi oleh kurangnya media informasi yang mengajarkan publik, terutama remaja, tentang malware susah untuk ditemui. Oleh karena itu, perancang menggunakan sebuah visual story dengan mengaplikasikan proses C.A.S.T-nya Sykes, dkk. agar tidak hanya menyampaikan pesan mengenai ancaman malware, tetapi juga mendorong target audiens, yakni remaja di Banjarbaru, untuk memraktekkan sikap yang waspada terhadap malware ini. 3.6 Konsep Visual No.
Referensi
1
Deskripsi Visual umum dari karakter berdasarkan karakter utama pada karya referensi “Sequelitis”. Karakter utama (“Harun”) berdasar visual seorang sysadmin. Watak karakter utama mengambil sifat-sifat dari sysadmin dan juga stereotipe nerd.
Gambar 1: Referensi karakter perancangan. Sumber perancang.
2
3
Gambar 2: Referensi visualisasi pirantipiranti lunak lunak. Gambar 2: Referensi untuk visualisasi Sumber: images.google.com
Gambar 3: Referensi berbagai objek inspirasi jenis-jenis malware. Sumber: images.google.com
Sedangkan karakter kedua (“McAfee”) mengambil referensi dari stereotipe visual seorang nerd, yakni berpakaian rapi tetapi aneh, berkacamata, gigi tidak rapi, dan berdasi. Visualisasi piranti lunak berdasarkan keyword yang ditarik perancang dari mindmap. Mindmap dilaksanakan dari kata “program” dan “esensialisme”. Keyword tersebut yakni: abtrask, fleksibel, terstruktur, sederhana, dan akar. Visualisasi malware berdasarkan objek-objek asal nama malware itu (misalnya zombie, worm, rabbit, virus, trojan, dan bomb).
3.7 Hasil perancangan No. 1.
Hasil
Deskripsi Tahap pertama pada pembuatan visual story adalah take audio. Take audio dbagi menjadi 3 tahap, yakni rekaman, pembersihan, dan splitting. Rekaman audio dilakukan per-scene agar hasil audio yang direkam tidak memiliki variabilitas yang tinggi. Karena itu, rekaman audio menghasilkan 3 hasil take berbeda. Tahap kedua adalah pembersihan, di mana meliputi pengurangan noise pada instansi audio. Tahap terakhir merupakan splitting, dan berfungsi agar hasil pemotongan lebih gampang diproses pada tahap mixing.
Gambar 4: Pemrosesan file audio. Sumber: perancang. 1.
Hasil perancangan visualisai berbagai piranti lunak, antara lain piranti lunak umum, piranti lunak malware, serta piranti lunak anti-malware.
Gambar 5: Visualisasi berbagai piranti lunak. Sumber: perancang
3.
Frame di samping menunjukkan penggunaan prinsip staging dari 12 Prinsip Animasi Disney.
Gambar 6: Beberapa frame dari hasil perancangan. Sumber: perancang 4.
Hasil perancangan animasi by-frame untuk gerakan rotasi anti-malware dan piranti lunak terinfeksi virus. Gambar 7: 12 frame dari gerakan rotasi anti-malware. Sumber: perancang
Penggunaan animasi byframe digunakan sebagai cara menonjolkan elemen pada frame (melihat kecilnya beberapa elemen tersebut).
Gambar 8: 12 frame dari gerakan rotasi piranti lunak terkena virus. Sumber: perancang 5.
Setelah pembuatan elemenelemen audio dan visual, perancang memasukkan ke dalam berbagai composition After Effects. Ini merupakan tahap terakhir pada tahap Story, dan sebelum tahap Test.
Gambar 9: Produksi animasi pada aplikasi After Effects. Sumber: perancang. 4.
Kesimpulan Berdasarkan kegiatan identifikasi, penelitian, analisis, konseptualisasi, serta perancangan yang dilaksanakan, maka perancang dapat menyimpulkan hal sebagai berikut: Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar remaja meningkatkan sikap proaktif terhadap malware adalah dengan mengomunikasikan keseriusan dampak serta metode pencegahan malware yang lebih efektif menggunakan media informasi. Salah satu bentuk media informasi yang efektif adalah visual story animasi, di mana menggunakan pendekatan humor agar lebih memikat audiens perancang, yakni siswa SMK di Banjarbaru. Pendekatan humor ini dilatarbelakangi oleh hasil observasi di mana perancang mendapatkan bahwa lingkungan sosial yang terbuka dan informal dapat mendukung penyerapan dan penyebaran informasi. Perancangan tugas akhir ini bertujuan untuk menciptakan sebuah media visual story untuk membujuk dan mendorong remaja untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap bahaya yang dibawa oleh malware. Perancangan visual story ini mencakup penjelasan mengenai jenis-jenis umum malware, dampak, serta cara-cara pencegahan. Pembuatan perancangan melalui 3 tahap besar, yakni perekaman audio, pembuatan visual, dan pembuatan gerakan.
[1] [2] [3] [4] [5] [6]
Monro, David Hector (1951) An Argument of Laughter. Melbourne: Melbourne University Press. Santrock, John W. (2014) Adolescence, Fifteenth Edition. New York: McGraw-Hill Education Sykes, Martin, dkk. (2013) Stories That Move Mountains: Storytelling and Visual Design for Persuasive Presentations. Chichester: John Wiley & Sons Ltd. Thomas, Frank & Johnston, Ollie (1981) The Illusion of Life: Disney Animation. New York: Disney Hyperion. Wells, Paul (2006) The Fundamentals of Animation. Lausanne: AVA Publishing SA. Adrian, Bardon dkk. (2005) Comedy: A Geographic and Historical Guide. Connecticut: Greenwood Press.