MEDIA SOERJO Vol. 3 No. 2 Oktober 2008 ISSN 1978 - 6239
56
PERANAN HUKUM DALAM PENGIKATAN JAMINAN DAN PENGAMANAN PENYALURAN KREDIT BANK Oleh : H. Sunarto Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi ABSTRACT Binding guarantee in the credit agreement made by the bank is the right of a dependent who has the power his certificate grosses executorial. Rights dependents is used to ensure the interests of creditors in an effort to debt repayment to the debtor if the debtor defaults. The security efforts by the bank credit is included efforts to reduce the level of risk undertaken since the stage of the process of granting credit, then credit rescue efforts by re-scheduling (rescheduling), requirements re (reconditioning), setting back (restruc turing), and the efforts of credit settlement traffic through the District Court asking the bank by setting the execution of confiscation, or through the State Debt Affairs Committee. Keywords: binding guarantee in the credit agreement. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak bermunculan berbagai macam kredit yang diselenggarakan oleh lembaga perbankan milik pemerintah maupun swasta. Penyelenggara berbagai jenis kredit ini menunjukkan bahwa dunia perbankan telah mengalami kemajuan dalam menghimpun dana dari masyarakat. Di samping kemajuan tersebut, memang mengharapkan kredit tersebut dapat memenuhi kebutuhannya. Berawal dari kenyataan ini, maka hendaknya syarat untuk memperoleh kredit tidak memberatkan, baik mengenai jangka waktu pengembalian, bunga dan jaminannya. Pihak kreditur, dalam hal ini adalah bank dalam memberikan kredit kepada
debitor juga memperhatikan keamanan dan kepastian pengembalian kreditnya sehingga pihak bank tidak dirugikan. Langkah– langkah yang diambil bank dalam mengamankan kreditnya pada prinsipnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu mengamankan preventive dan pengamanan reprensif. Pengamanan preventive adalah berbentuk pengawasan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kemacetan kredit, sedangkan pengamanan reprensif adalah pengamanan yang dilakukan dalam menyelesaikan kredit yang telah mengalami ketidak lancaran atau kemacetan. “Ukuran untuk menentukan piutang tersebut mengalami macet/debius ialah sejak ditepatinya/ dipenuhinya ketentuan yang tercantum di dalam dalam ketentuan kredit itu.”
H.Sunarto,S.H.,M.M.,M.Hum : Peranan Hukum Dalam Pengikatan Jaminan dan Pengamanan Penyaluran Kredit Bank
MEDIA SOERJO Vol. 3 No. 2 Oktober 2008 ISSN 1978 - 6239
(Mariam Darus Badrulzaman, 1978:154). Dalam pasal Undang–unjdang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Unkdang–Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, disebutkan “ Bahwa dalam pemberian kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemaqmpuan dalam kesanggupan debitgur untuk meliunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan” (Sekertariat Negara, 1998: 15). Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghindari adanya kemacetan dalam pelunasan kredit. Untuk menghindari terjadinya kerugian yang akan diderita oleh pihak bank, maka pihak bank dalam memberikan kredit selalu meminta jaminan kepada debitornya, pemberian jaminan ini ditegaskan dalam penjelasan pasal 11 Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998, yang berbunyi “… untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahannya, bank diwajibkan membayar resiko dengan mengatur penyaluran kredit, pemberian jaminan atau fasilitas lain, sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada debitor atau kelompok tertentu.” (Sekertariat Negara, 1998: 15). Adapun yang dimaksud jaminan dalam hukum adalah jaminan dalam arti luas, yaitu jaminan–jaminan yang berifat materiil. Jaminan yang bersifat materiil misalnya bangunan, tanah, kendaraan, perhiasan. Jaminan yang bersifat immaterial misalnya jaminan
57
perorangan (borgtocht) atau penanggungan, yaitu persetujuan dari pigak ketiga guna kepentingan kreditnya mengikatkan diri untuk memenuhi kewajiban apabila debitor yang bersangkutan wanprestasi. Tujuan penanggungan adalah untuk melindungi kepentingan kreditur dan bersifat umum, artinya dapat mengakibatkan seluruhharta kekayaan penanggung menjadi jaminan dari debitor yang bersangkutan. Jaminan borgtocht karena sifatnya umum, maka tidak menimbulkan preferensi bagi kreditur dan penanggungan masih bebas memindahtangankan atau menjual harta kekayaan. Untuk mengikatkan diri kepada kreditur dibuatkan dibuatkan sebuah akta perjanjian penanggungan yang dibuat secara otentik. Dalam pembuatan akte penanggungan, selain komparisi minimal harus memperhatikan klausul yang menyatakan bahwa yang bersangkutan bertidak sebagai penanggunga menurut pasal 1820 KUH Perdata, klausul pemilihan domisili apabila terjadi sengketa. Di dalam Hukum Perdata Indonesia di kenal bermacam–macam lembaga jaminan yang dapat digolong–golongkan “Menurut cara tyerjadinya, menurut sifatnya, menurut obyeknya, dan menurut kewenangan menguasai benda jaminan” (Sri Soedewi Masjchowen Sofwan, 1980: 43). Dengan berbagai nmacam lembaga jaminan tersebut, maka
H.Sunarto,S.H.,M.M.,M.Hum : Peranan Hukum Dalam Pengikatan Jaminan dan Pengamanan Penyaluran Kredit Bank
MEDIA SOERJO Vol. 3 No. 2 Oktober 2008 ISSN 1978 - 6239
terbukalah kesempatan yang seluas–luasnya bagi pihak bank untuk meminta lembaga jaminan yang menguntungkan baginya, yaitu lembagi jaminan yang memberikan kedudukan kuat bagi pihak bank, mudah dalam tata cara pengikatanya, ringan biaya pengikatanya serta mudah cara pencairanya. Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga ldalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan tentang asas–asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiuko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi kreditnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan factor terpenting yang harus diperhatikan oleh bank, dan untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan kredit pihak bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitor. Dari sudut pandang yuridis kriteria terpenting dari kelima criteria tersebut adalah agunan, karena agunan inilah yang secara langsung dapat dipergunakan oleh bank untuk memperoleh pelunasan atas kredit yang telah disalurkannya. Pengikatan jaminan yang dituangkan dalam perjanjian kredit pada umumnya di buat secara akte notaris terhadap barang jaminan debitor diikatsecara sempurna, seperti dengan hak tanggungan.
58
Selanjutnya bank dengan grosse akte dapat langsung mengajukan permohonan penetapan sita eksekusi barang jaminan tanpa melalui proses lgugatan di Pengadilan. Jadi pengikatan jaminan dalam perjanjian kredit perlu mendapatkan perhatian dagi bank yang menyalurkan kredit kepada pihak debitor. Pengikatan jaminan yang kurang sempurna dapat menjadi penyebab sulitnya penyelesaian kredit macet. 2. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah diatas, perumusan masalah yang diangkat adalah : a. Bagaimanakah pengikatan jaminan dalam perjanjian kredit yang dilakukan oleh pihak bank ? b. Bagaimanakah untuk pengamanan penyaluran kredit oleh pihak bank ? c. Bagaimanakah peranan eksekusi terhadap benda jaminan dalam perjanjian kredit ? PEMBAHASAN 1. Pengikatan jaminan Perjanjian Kredit Undang–undang nomor 4 Tahun 1996 mengatur tentang Hak tanggungan Atas Tanah Beserta Benda–benda Yang berkaiotan Dengan Tanah (untuk selanjutnya disebut UUHT) merupakan pelaksanaan dari ketentuan dari pasal 51 Undang–undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok–pokok dasar Agraria (untuk selanjutnya disebut
H.Sunarto,S.H.,M.M.,M.Hum : Peranan Hukum Dalam Pengikatan Jaminan dan Pengamanan Penyaluran Kredit Bank
MEDIA SOERJO Vol. 3 No. 2 Oktober 2008 ISSN 1978 - 6239
UUPA). Haktanggungan ini timbul akibat dari suatu pewrjanjian jaminan hak atas tanah, yang bersifat accesoir (tambahan) dari suatu perjanjian pokok yaitu perjanjian hutang piutang. Hak tanggungan ini digunakan untuk menjamin kepentingan kreditur dalam upaya untuk pelunasan debitor apabila dibitur melakukan wanprestasi. Hal ini disimpukan dalam ketentuan pasal 1 angka 1 UUHT, yang berbunyi : Hak tanggungan atas tanah beserta benda – benkda yuang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagai mana dimaksud dengan Undangundang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda–benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur– kreditur lain” (Boedi Harsono, 1996:53 – 54). Dalam perjanjian kredit diperlukan adanya jaminan yang memiliki kepastian hukum, baik bagi pemegang hak atas tanah sebagai pemberi hak tanggungan maupun kreditur sebagai pemegang hak tanggunagn, yang nanjtinya memperoleh kedudukan yang diutamakan atau mendahului (droit de preference). Demi
59
kepastian hukum, maka hak tanggungan memiliki ciri – ciri sebagaimana yang disebut dalam penjelasan umum angka 3 UUHT, yaitu : a. memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemeganggnya. b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada. c. Memenuhi asas spealitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak – pihak yang berkepentingan. d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya (Boedi Harsono, 1996:69). Ciri yang pertana menandakan, bahwa hak tanggungan sebagai hak jaminan atas tanah milik droit de preference, artinya jika debitor wanprestasi pihak kreditur sebagai pihak pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelanganumum atas tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan perundang – undangan. Untuk dapat melaksanakan ciri tersebut, maka diperlukan pemasangan hak tanggungan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Berdasarkan penjelasan umum angka 7 UUHT dinyatakan bahwa [proses pengikatan atau pembebanan hak tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu :
H.Sunarto,S.H.,M.M.,M.Hum : Peranan Hukum Dalam Pengikatan Jaminan dan Pengamanan Penyaluran Kredit Bank
MEDIA SOERJO Vol. 3 No. 2 Oktober 2008 ISSN 1978 - 6239
a.
Tahapan pembebanan hak tanggungan, dengan dibuat Akte Pemberian hak tanggungan (untuk selanjutnya disebut APHT) oleh Pejabat Pembuat Akte Tanah (untuk selanjutnya disebut PPAT), yang didahului dengan perjanjian hutang–piutang yang dijamin. b. Tahap pendaftarannya oleh kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya hak tanggungan yang dibebankan. Hak tannggungan menurut sifatnya merupakan perjanjian accessoir dari satu perjanjian pokok, yaitu perjanjian hutang – piutang atau perjanjian lain. Dengan demikian, sebelum proses pengikatan atau pembebanan hak tanggungan didahului lebih dahulu adanya tahapan pra pembebanan hak tanggungan, yaitu berupa tahap perjanjian konsensual – obligatoir. Tahap poerjanjian konsensual obligatoir adalah tahap timbulnya perjanjian pokok, misalnya perjanjian hutang piutang atau perjanjian kredit bank. Perjanjian ini disebut perjanjian konsensual karena keterikatan kontraktual baru ada setelah adanya kesepakatan para pihak (pasal 1320 KUH angka 1 KUH Perdata). Bersifat obligatoir, karena menimbulkan kewajiban obligatoir, sehingga pihak pribadi ( hak perorangan) yang timbul dari perjanjian ini. Pada dasarnya perjanjian initunduk pada asas kebebasan berkontrak.
60
Penerapan asas kebebasan berkontrak ditinjau dari sudut bentuk memberikan isyarat bahwa sahnya suatu perjanjian apabila terjadi kata sepakan diantara para pihak terlibat jdalam perjanjian itu dan dituangkan dalam bentuk tertulis, yang tidak lain untuk kepentingan pembuktian. Untuk asas kebebasan bentuk ini tidak dapat dilakukan pada pembuatan perjanjian pinjam meminjam uang disertai dengan jaminan hak atas tanah. Jadi untuk tercipta keterkaitan kontraktual tersebut tidak cukup hanya adanya kesepakatan, namun kesepakatan itu harus dituangkan dalam bentuk akte. Pejabat yang berwenang membuat akte sebagaimana disebutkan dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dinamakan Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT). Pada saat ini praktek perbankan mengenal dua jenis perjanjian kredit, yaitu perjanjian kredit dibawah tangan (dengan menggunakan akte dibawah tangan) dan perjanjian kredit yang dibuat dihadapan notaris (dengan menggunakan akte notariil/akte otentik). Untuk kepentingan bank, dalam hal menjamin pengembalian kredit yang disalurkan kepada debitor, maka terhadap jaminan atau agunan yang diserahkan kepada debitor haruslah dilakukan pengikatan atau pembebanan hak tanggungan. Pembebanan hak tanggungan hak atas tanah dilakukan dihadapan PPAT
H.Sunarto,S.H.,M.M.,M.Hum : Peranan Hukum Dalam Pengikatan Jaminan dan Pengamanan Penyaluran Kredit Bank
MEDIA SOERJO Vol. 3 No. 2 Oktober 2008 ISSN 1978 - 6239
yang berdarkan pasal 1 angka 4 UUHT, PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akte pemindahan hak atas tanah, akte pembebanan hak atas tanah, dan akte pemberian kuasa membebankan hak atas tanggungan menurut peraturan perundang– undangan yang berlaku, yaitu pasal 17 UUHT, dimana akte– akte tersebut bentuknya ditentukan kedalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 tentang bentuk Surat Kuasa membebankan Hak Tanggungan, Akte Pemberian hak Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan, dan Sertifikat Hak Tanggungan. UUTH menegaskan bahwa pemberian hak tanggungan ini didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu, yang dituangkan didalam dan merupakan bagian takterpisahkan dari perjanjian hutang-piutang yang bersanghkutan atau perjanjian lainya yang menimbulkan hutang tersebut. Sesuai dengan sifat accessoir dari hak tanggungan, maka pemberiannya haruslah merupakan ikutan dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang – piutang ini dapat dibuat dengan akte dibawah tangan atau harus dibuat dengan akta otentik, bergantung pada ketentuan hukumn yang mengatur menteri perjanjian itu (pasal 10 ayat (1) UUHT beserta penjelasannya).
61
Untuk membuktikan telah ada/lahir hak tanggungan, maka kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat hak tanggungan. Sertifikat hak tanggungan ini membuat irah–irah yang berupa kata – kata : ”Demi Keadilan Berhdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dimaksudkan agar mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan sertyifikat hak tanggungan tersebut berlaku sebagai pengganti grosse akte hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah sebagai mana diatur dalam pasal 14 ayat (1), (2) dan (3) UUHT. Dengan demikian, apabila debitor cidera janji maka dapat dilakukan eksekusi melalui tata cara lembaga parate eksekusi sebagai mana yang diatur dalam pasal 224 HIR atau 258 RBg. 2. Upaya Pengamanan Penyaluran Kredit Fungsi utama bank adalah sebagai lembaga perantara keuangan, yaitu menghimpun ldana dari masyarakat yang mempunyai kelebihan dana, dan menyalurkan dana tersebut kepada pihak ;yang membutuhkan dana. Dengan demikian dana yang ada pada bank merupakan titipandari masyarakat yang pada waktunya harus dikembalikan kepada pemiliknya. Sejalan dengan pertumbuhan bank, maka harapan masyarakat terhadap bank juga semakin besar baik terhadap mutu pelayanan maupun
H.Sunarto,S.H.,M.M.,M.Hum : Peranan Hukum Dalam Pengikatan Jaminan dan Pengamanan Penyaluran Kredit Bank
MEDIA SOERJO Vol. 3 No. 2 Oktober 2008 ISSN 1978 - 6239
kemampuanya mengelola dan. Oleh kaarena itu bank sebagai lembaga yang memperoleh kepercayaan masyarakat perlu memperhatikan prinsikp kehati – hatian dalam mengelola dana yang dipercayakan masyrakat pada pihak, sehingga terjaga keamanannya. Adapun upaya pengamanan penyaluran kredit oleh pihak bank adalah meliputi : a. Upaya menunkan tingkat resiko Seperti diketahui kegiatan usaha yang lazim dilakukan oleh bank dalam mengamankan dana–dana yang dikelola bermacam–macam jenis penanaman antara lain pemberian kredit, penanaman ;dalam suiorat berharga, kegiatan transaksi pasar uang rupiah ;dan voluta asing, penempatan pada bank– bank lain, dan penyertaan. Berbagai macam penanaman dana tersebut tentunya tidak lepas dari resiko terhadap tidak kembalinya sebagian atau seluruh dana yang ditanamkan. Penanaman dana dalam bentuk kredit adalah merupakan kegiatan utam dari suatu bank yang mempunyai resiko tinggi, bahkan sering menjadi penyebab utama suatu bank menghadapi masalah sehingga upaya untuk memperkecil resiko kerugian karena tidak dilunasinya kredit oleh debitor perlu mendapatkan perhatian khusus. Kegiatan usaha disektor perkreditan harus memperhatikan unsur resiko, atau dengan perkataan lain kegiatan usaha di bidang perkreditan haruslah
62
memperhatikan keseimbangan antara faktor pendapatan (return) dengan faktor resiko (risk). Proses keputusan kegiatan selalu mempertimbangkan trade off antara return dan risk. Mengingat pentingnya kredit perbankan dalam pengendalian moneter dan kegiatan perekonomian, maka berbagai kebijakan telah ditempuh oleh pemerintah untuk menciptakan suatu sistem perkreditan yang sehat, yaitu kebijakan mengenai tingkat bunga, kebijakan tentang sektor – sektor ekonomi yang perlu didorong untuk memberikan kredit, maupun kebijaksanaan yang lebih menekankan pada prinsip – prinsip kehati – hatian. Kebijakan – kebijakan yang telah ditempuh oleh pemerintah antara lain mengatur : 1) ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit (legal leading limit) yang pada dasarnya dimaksudkan untuk mencegah terkonsentrasinya pemberian kredit hanya pada beberapa golongan saja, sehingga resiko kerugian kredit dapat diperkecil. Maksimum kredit yang diberikan oleh suatu bank kepada debitor individu adalah 20% dari modal bank yang bersangkutan, sedangkan untuk sekelompok nasabah group maksimum kredit yang dapat di berikan adalah 50% dari modal bank. Kemudian maksimum kredit yang dapat
H.Sunarto,S.H.,M.M.,M.Hum : Peranan Hukum Dalam Pengikatan Jaminan dan Pengamanan Penyaluran Kredit Bank
MEDIA SOERJO Vol. 3 No. 2 Oktober 2008 ISSN 1978 - 6239
diberikan kepada perusahaan yang 50% atau lebih hak kepentingannya dimiliki oleh bank adalah 10% dari pernyataan bank pada perusahaan yang bersangkutan. Dalam Undang – undang No 7 Tahun 1992 jo Undang – undang No 10 Tahun 1998, jumlah tersebut telah diubah menjadi 30% yang harus dipenuhi dalam waktu 5 tahun. 2) Penyempurnaan system perkreditan yang tertuang dalam Paket Januari (Pajan) 1990 lain ditujukan untuk mengarahkan penyaluran kredit kepada kegiatan– kegiatan yang lebih produktif dan menjamin penyediaan dana bahi usaha– usaha kecil dan koperasi. Selain itu dengan Pajan 1990 tersebut, resiko kerugian akibat pemberian kredit dapat diperkecil, karena kredit tidak hanya diberikan kepada golongan besar saja tetapi juga kepada golongan usaha kecil, atau dengan kata lain pelaksanaan risk spread dalam porto folio pemberian kredit. 3) Pengaturan mengenai system perbankan yang sehat dan efisien dalam Paket Pebruari (Pakfeb) 1991, yang mengatur cirri–ciri sistem perbankan yang sehat dan efisien antara lain adalah apabila perbankan itu dapat memelihara kepentingan deposan maupun debitor dengan baik.
63
Salah satu upaya menurunkan tingkat resiko adalah dilakukan perlindungan resiko bagi yang dapat menjadi tumpuan hokum bank untuk mengambil tindakan – tindakan pengamanan yang diperlukan dalam hal tingkat resiko di anggap besar. Perlindungan tersebut dituangkan dalam perjanjian kredit yang pada umumnya dibuat secara akte notaris, dan terhadap barang jaminan debitor diikat secara sempurna, seperti hak tanggungan yang grosse aktenya mempunyai kekuatan eksekutorial. Dengan grosse akte tersebut bank dapat langsung mengajukan pemohonan penetapan sita eksekusi barang jaminan tanpa melalui proses gugatan di Pengadilan. Upaya menurunkan tingkat resiko pada hakekatnya tidak hanya ditentukan oleh perjanjian kredit yang dibuat oleh kedua belah pihak, namun harus dilakukan sejak tahap awal proses pemberian kredit itu sendiri. Dalam hal ini sebelum bank memberi kredit, bank melakukan penelitian secara seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitor. Penilaian watak debitor didasarkan pada hubungan yang telah terjalin antara bank dengan debitor yang bersangkutan atau informasi yang diperoleh dari pihak lain yang dapat dipercaya. Penilaian kemampuan adalah dengan meneliti kemampuan debitor dalam mengelola manajemen usahanya. Untuk
H.Sunarto,S.H.,M.M.,M.Hum : Peranan Hukum Dalam Pengikatan Jaminan dan Pengamanan Penyaluran Kredit Bank
MEDIA SOERJO Vol. 3 No. 2 Oktober 2008 ISSN 1978 - 6239
penilaian terhadap modal, bank menganalisa permodalan debitor yang bersangkutan. Agunan ialah jaminan materiil, surat berharga, garansi resiko yang disediakan oleh debitue untukmenampung pembayaran kembali apabila debitor tidak bisa melunasi kreditnya sesuai dangan perjanjian yang telah disepakati. Dalam hal ini pihak bank menilai apakah agunan tersebutt cukup memadai untuk menanggung pembayaran kembali kredit. Selanjutnya untuk penilaian terhadap prospek usaha debitor, bank melakukan analisis mengenai keadaan pasar didalam maupun diluar negeri sehingga dapat mengetahui prospek pemasaran dari proyek atau usaha pihak debitor. Sebagaimana mencegah timbulnya resiko, pihak pengelola bank diwajibkan untuk senantiasa memantau keadaan kualitas aktiva produktifnya termasuk dalam pemberian kredit didasarkan pada tingkat kolektibilitas kredit yang ukuraan utama didasarkan pada ketepatan waktu pembayaran kembali pokok dan bunga serta kemampuan debitor baik ditinjau dari dari keadaan usaha maupun nilai aguna krediot yang bersangkutan. b. Upaya Penyelamatan Kredit Kredit yang diberikan oleh bank kepada debitor tidak selamanya berjalan mulus, seperti yang direncanakan walaupun sebelumnya telah dilakukan analisa yang
64
mendalam dibidang fungsional maupun yuridisnya, didalam perjalanan ada saja faktor– faktor yang tidak terduga sebelumnya yang menyebabkan kredit menjadi bermasalah bahkan menjadi macet, karena kredit bermasalah ada;lah kredit yang mempunyai potensi tidak dapat memenuhi kewajibanya secara tepat waktu pada pihak bank. Jadi kredit macet adalah bagian dari kredit bermasalah dan kredit bermasalah itu belum tentu kredit macet. Bank akan selalu mengambil langkah – langkah penyelamatan atas krediot bermasalah supaya tidak menjadi kredit macet. Apabila kredit mengalami masalah dan menmgarah menjadi macet, bahkan mungkin telah tergolong kredit macet, maka bank pertama – tama akan berusaha untuk menyelamatkan agar menjadi kredit lancar, artinya dengan penyelamatan itu kredit diupayakan agar dapat lancar kembali dan tidak akan menjadi klredit macet. Yang dimaksud dengan penyelamatan kredit adalah usaha bank untuk : 1) Mencegah kredit yang bermasalah menjadi lancar/tidak macet. 2) Melancarkan kembali kredit yang tergolong tidak lancar atau diragukan atau bahkan telah tergolong macet untuk kembali menjadi kredit lancaryang mempunyai kemampuan membayar baik bunga maupun pokok kredit sesuai perjanjian yang telah disepakati.
H.Sunarto,S.H.,M.M.,M.Hum : Peranan Hukum Dalam Pengikatan Jaminan dan Pengamanan Penyaluran Kredit Bank
MEDIA SOERJO Vol. 3 No. 2 Oktober 2008 ISSN 1978 - 6239
Adapun upaya-upaya penyelamatan kredit yang dapat dilakukan oleh bank adalah 1) Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan persyaratan kredit yang berkaitan dengan jadwal [pembayaran dan atau jangka waktunya. 2) Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu upaya berupa perubahan atas sebagian atau seluruh syarat perjanjian kredit, yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran atau jangka waktu kredit saja, tetapi perubahan tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh maupan sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan. 3) Penataan kembali (restructuring), yaitu upaya berupa perubahan syarat – syarat perjanjian kredit dengan pemberian tambahan jumlah krdedit atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan (peyertaan dan perusahaan), yang dilakukan dengan atau tanpa recheduling dan/atau reconditioning. Aspek ligalitas yang berupa perjanjian kredit pada dasarnya merupakan salah satu upaya penyelamatan penyaluran kredit bank. Perjanjian kkredit yang sempurna harus memenuhio syarat – syarat seperti yang tercantum dalam pasal 1320
65
KUH Perdata yaitu mengenai sahnya perjanjian, dan juga mencantumkan teknis perjanjian secara rinci yang antra lain nama dan alamat peminjam, jumlah peminjam, jumlah waktu pinjaman, tingkat bunga, penggunaan pinjaman, jangka waktu pinjaman, tingkat bunga, penggunaan pinjaman, bentuk barang yang dijadikan jaminan, serta lokasi dari barang yang dijadikan jaminan. Pencantuman perjanjian kredit secara lengkap dan jelas dalam suatu akte notariil merupakan alat bukti bagi bank dalam rangka penyelamatan kredit apabila debitor wanprestasi. Upaya lain penyelamatan kredit adalah turut campurnya pihak bank dalam aliran dana dari penggunaan kredit dan pemasukan hasil usaha, sehingga dengan cara ini bank ldapat memastikan bahwa penggunaan dana yang berasal jdari kredit dilakukan dengan tertib sesuai dengan rencana dan kelayakan proyek. Cara lain adalah bank lturut serta dalam menejemensecara luas, termasuk menejemen dana sehingga bank dapat lebih yakin lagi akan penggunaan dana serta srtategi pelaksanaan proyek yang diperkirakan dapat menghasilkan dana pengembalian kredit. Upaya penyelamatan kredit tersebut diatas dapat dituangkan dalam perjanjian kredit jika diperlukan, sehingga penyelamatan kredit dapat lebih terjamin. Dalam hal – hal usaha atau proyek yang menyangkut
H.Sunarto,S.H.,M.M.,M.Hum : Peranan Hukum Dalam Pengikatan Jaminan dan Pengamanan Penyaluran Kredit Bank
MEDIA SOERJO Vol. 3 No. 2 Oktober 2008 ISSN 1978 - 6239
keikutsertaan dari usaha atau proyek induk, seperti skema sub contracting atau pola hubungan bapak angkat atau anak angkat dapat pula dibuat pinjaman tambahan yang dikaitkan denagn perjanjian kredit seperti brogtocht atau avalis. Hal ini sangat bermanfaat dalam memberikan kredit dan perlindungan bagi kredit bank yang lebih luas, terutama bagi [pemberian kredit kepada usaha – usaha kecil atau usaha – usaha yang belum dikenal oleh bank, dengan demikian jelas bahwa perjanjian kredit tidak hanya mencakup dalam lapangan penga,manan jaminan, tetapi dapat juga mencakup penyelamatan kredit secara menyeluruh melalui intervensi dalam proses kegiatan usaha. c. Upaya penyelesaian kredit macet Apabila debitor sudah tidak mampu untuk melunasi kewajiban pokok maupun bunganya, maka kredit ini sudah digolongkan kredit macet. Hal ini disebabkan oleh debitor sudah tidak mungkin dapat memperbaiki kualitas krditnya, karena prospek usaha debitor sudah tidak ada, usaha sudah tidak jalan atau bangkrut, karakter debitor tidak baik dan sudah tidak ada kemampuan melunasi kewajibannya pada bank. Menurut Bank Indonesia, kredit digolongkan macet apabila : 1. Tidak memenuhi kriteria lancar dan diragukan;
66
2. Memenuhi kriteria diragukan, tetapi dalam jangka waktu 21 bulan sejak digolongkan belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan usaha kredit” (Bank Indonesia, 1993:124) Jika menurut pertimbangan bank, kredit yang telah menjadi macet tidak mungkin dapat diselamatkan untuk menjadi lancar kembali melalui upayaupaya penyelamatan kredit seperti yang telah dibahas di atas, maka bank akan melakukan tindakan-tindakan penyelesaian kredit macet ialah upaya pihak bank untuk memperoleh kembali pembayaran dari debitor atas kredit bank yang telah menjadi macet. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh bank sehubungan dengan penyelesaian kredit macet, dan upaya-upaya bank itu terganntung dari beberapa hal, yaitu : 1) Kemauan baik debitor untuk membayar kembali kreditnya 2) Tersedianya jaminan, jenis jaminan dan nilai jaminan 3) Penguasaan jaminan oleh bank berenaa dengan bentuk atau cara pengikatan Apabila debitor mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan kreditnya, bank tidak akan menempuh proses legitai melalui pengadilan, atau menyerahkan penyelesaian kredit yang merupakan piutang negara (dalam hal ini kreditdiberikan oleh bank pemerintah) kepada Badan
H.Sunarto,S.H.,M.M.,M.Hum : Peranan Hukum Dalam Pengikatan Jaminan dan Pengamanan Penyaluran Kredit Bank
MEDIA SOERJO Vol. 3 No. 2 Oktober 2008 ISSN 1978 - 6239
Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara (BPUPLN). Dalam praktek penyelesaian kredit macet selalu dengan penagihan langsung oleh bank terhadap debitor atau mengupayakan agar debitor bersedia menjual agunan kreditnya sendiri untuk pelunasan di bank. Dalam hal kredit tersebut di asuransikan kepada perusahaan asuransi kredit, maka kredit macet yang sulit ditagih oleh bank diajukan klaim kepada perusahaan asuransi tersebut untuk memperoleh ganti rugi untuk diperhitungkan dengan pelunasan kreditnya. Apabila penyelesaian tersebut tidak behasil dilaksanakan, maka upaya yang dilakukan oleh bank adalah melalui prosedur hukum sesuai dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku beberapa lembaga dan sarana hukum yang dipergunakan oleh bank untuk penyelesaian kredit macet melalui: 1) Pengadilan Negeri Penyelesaian sengketa kredit macet dapat diselesaikan melalui Pengadilan Negeri dengan cara meminta penetapan sita eksekusi sempurna, dengan syarat– syarat sebelum menngajukan penetapan sita eksekusi bank terlebih dahulu harus mendaftarkan barang jaminan tersebit ke Pengadilan Negeri untuk memenuhi prinsip open baar.Surat penetapa sita eksekusi pada pokoknya
67
berisi tentang penunjukkan nama pejabat yang diperintahkan dan rincian jumlah atau pertelaan barang yang akan di sita eksekusi. 2) Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat 1 Undang – undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960, bagi bank–bank milik negara penyelesaian kredit macet harus dilakukan melalui Paniti Urusan Piutang Negara. Dengan telah di serahkan piutng macet kepada Panitia Urusan Piutang Negara tersebut, maka secara wewenang penguasaan atas hak tagih dialihkan kepada lembaga tersebut. Pasal 8 Undang – undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 menentukan ”Instansi – instansi pemerintah dan benda – benda negara yang langsung atau tidak langsung di kuasai negara, wajib menyerahkan piutang – piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum kepada Panitia Urusan Piutang Negara” (Sekretariat Negara, 1960: 7). 3) Kejaksaan Negeri Ketentuan Undang – undang Nomor 5 tahun 1991 pasal 27 menyatakan bahwa ”didalam perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun diluar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.” (Sekretariat Negara, 1991: 4). Oleh
H.Sunarto,S.H.,M.M.,M.Hum : Peranan Hukum Dalam Pengikatan Jaminan dan Pengamanan Penyaluran Kredit Bank
MEDIA SOERJO Vol. 3 No. 2 Oktober 2008 ISSN 1978 - 6239
68
Karena itu peran kejaksaan dalam bidang hukum perdata tersebut dapat disejajarkan dengan Government Law Off Office atau Advokad atau Pengacara Negara. Dengan demikian Kejaksaan dapat mewakili bank pemerintah dalam penyelesaian masalah hukum termasuk hukum yang timbul dari hubungan pemberian kredit antara pihak bank dengan debitor, bilamana debitor tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi) kepada ppihak bank. Kejaksaan tetap harus menghormati rahasia kliennya.
hak tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akte Tanah yang didahului dengan perjanjian kredit yang dijamin, dan tahap yang kedua adalah pendaftaran hak tanggungan oleh kantor Pertahanan yang merupakan saat lahirnya hak tanggungan yang dibebankan. Peranan pengikatan jaminan dalam perjanjian kredit adalah untuk kepastian hukum bagi kreditur sebagai pemberi hak tanggungan maupun bagi debitor sebagai pemberi hak tanggungan maupun bagu kreditur sebagai pemegang hak tanggungan yang memperoleh kedudukan yang di utamakan.
PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan bab– bab terdahulu dapat dibuat kesimpulan : a. Pengikat jaminan dalam perjanjian kredit yang dilakukan oleh pihak bank adalah dengan hak tanggungan yang grosse aktenya mempunyai kekuatan eksekutorial. Hak tanggungan ini digunakan untuk menjamin kepentingan kreditur dalam upaya pelunasan hutang debitor apabila debitor melakukan wanprestasi. Proses pengikatan atau pembebanan hak tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu yang pertama adalah pembebanan hak tanggungan dengan dibuatkan akte pemberian
b. Upaya pengaman penyalur kredit oleh bank adalah meliputi upaya menurunkan tingkat resiko yang dilakukan sejak tahap proses pemberian kredit, kemudian upaya penyelamatan kredit dengan melakukan penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), penetaan kembali (restruc turing), dan upaya penyelesaian kredit macet melalui Pengadilan Negeri dengan cara bank meminta penetapan sita eksekusi, atau melalui Panitia Urusan Utang Negara yang dengan secara hukum mengalihkan wewenang atas hak tagihan kepada lembaga tersebut bardasarkan Undang – undang nomor 49 Prp.
H.Sunarto,S.H.,M.M.,M.Hum : Peranan Hukum Dalam Pengikatan Jaminan dan Pengamanan Penyaluran Kredit Bank
MEDIA SOERJO Vol. 3 No. 2 Oktober 2008 ISSN 1978 - 6239
Tahun 1960, atau melalui Kejaksaan Negeri yang dengan kuasa khusus dapat bertindak didalam maupun diluar pengadilan untuk dan atas nama bank pemerintahan menyelesaikan kredit macet. 2.Saran Berdasarkan uraian dan pembahasan bab–bab terdahulu serta kesimpulan diatas, perlu adanya saran: a. Aspek legalitas yang berupa pejanjian kredit pada dasarnya merupakan salah satu upaya an penyaluran kredit. Oleh karena itu agar pengikatan jaminan yang dilakukan oleh bank diikat secara sempurna dengan akte Pejabat Pembuat Akte Tanah dan tidak berhenti hanya sampai tahap surat kuasa untuk membebankan hak tanggungan, tetapi agar diikuti dengan pendaftaran di Kantor Pertanahan supaya memperoleh akte hak tanggungan. b. Dalam rangka upaya pengamanan penyaluran kredit oleh bank, agar di cegah terkonsentrasinya penyaluran kredit hanya pada beberapa golongan pengusaha, sehingga resiko kerugian penyaluran kredit dapat diperkecil, dan upaya yang di tempuh dlam penyelesaian kredit macet agar memilih jalan yang bijaksana, yaitu jangan langsung menempuh jalur
69
hukum tetapi mempertimbangkan terlebih dahulu kemungkinan penyelamatan kredit yang berupa penjadwalan kembali persyaratan kembali, dan penataan kembali, sehingga kredit menjai lancar kembali dan pihak debitor mempunyai kemampuan untuk membayar kreditnya kembali DAFTAR PUSTAKA Bank Indonesia,1993, Himpunan Ketentuan Perbankkan Yang Disempurnakan Bank Indonesia,Jakarta. Boedi Harsono, 1996, Hukum Agraria Indonesia,Himpunan Peraturan – peraturan Hukum Tanah, Djembatan, Jakarata. J.Satrio 1991, Hukum Jaminan, Hak – hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, bandung. Mariam Darus Badrul Zaman, 1978, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung Sekretariat Negara, 1960, Undang – undang Nomor 1949 Prp.Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, Setneg, Jakarata. ,1991, Undang – undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Setneg, Jakarta.
H.Sunarto,S.H.,M.M.,M.Hum : Peranan Hukum Dalam Pengikatan Jaminan dan Pengamanan Penyaluran Kredit Bank
MEDIA SOERJO Vol. 3 No. 2 Oktober 2008 ISSN 1978 - 6239
70
, 1996, Undang – undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Setneg, Jakarta. , 1998, Undang – uandang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang – undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,1980, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok–pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, Liberty,Yogyakarta. Subekti R. Dan Tjitrosudibio R., 1979, Kitab Undang – undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarata.
H.Sunarto,S.H.,M.M.,M.Hum : Peranan Hukum Dalam Pengikatan Jaminan dan Pengamanan Penyaluran Kredit Bank