MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
49
PENYELESAIAN KEWAJIBAN PIUTANG TANPA JAMINAN BAGI ANGGOTA KOPERASI SIMPAN PINJAM Oleh: Reni Sulistyawati Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi A. ABSTRACT In this thesis the writer took the title of the finally of the law for the cooperative’s member in giving of the loan without the Guarantee that stressed in from discussions of the credit agreement without the guarantee the could be protected by regulations. The co-operative as an effort to together, must reflect the provisions as usual him in the life a family. Visible in a family that everything that was done together that was done together was aimed for the interests with all of his family’s member In number regulations 25 in 1992 about the Co-operative were not named firmly about the understanding of the Simpan Pinjam Co-operative, according to the article 15 were only stated that the co-operative could he formed by the primary co-operative and the secondary co-operative. The co-operative in undertaking his efforts to have to pay attention to the principle of caution because of the bank as the agency penyimpan the fund Irom the community that had responsibility that was big in the return of the community’s fund. Giving of credit without the careful collateral was not able to influence continuation of the life of banking dimasa came, especially in the matter o’ the debtor wanprestasi. In the writing of this thesis mepersoalkan about the finally of the law for the debtor in the implementation of the credit agreement as well as resolution efforts if the debtor happening wanprestasi. Key word : The protection of the Law, the Loan, the Member the Co-operate without the Guarantee B. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi yang mengelola kekuatan potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan memanfaatkan sarana pemodalan yang ada sebagai sarana pendukung utama dalam pembangunan tersebut membutuhkan penyediaan dana yang cukup besar.
Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Sesuai dengan apa yang tersebut dalam Undang Undang Republikm Indonesia No. 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian menimbang huruf (a). Bahwa pengembangn perekonomian nasional bertujuan
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
untuk meweujudkan kedaulatan politik ekonomi Indonesia melalui pengelolaan sumber daya ekonomi dalam suatu iklim pengembangan dan pemberdayaan koperasi yang memiliki peran strategis dalam teks ekonomi nasional berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam rangka menciptakan masyarakat maju, adil, dan makmur berdasarkan pancasila dan Undanguindang dasar 1945. dengan berasaskan kekelurargaan. Peran masyarakat dalam pembiayaan akan semakin besar, hal tersebut disebabkan dana yang diperlukan dalam pembangunan berasal atau dihimpun dari masyarakat melalui perbankan yang kemudian disalurkar kembali kepada masyarakat berupa pemberian kredit guna menuju kearah yang lebih produktif. Pembiayaan tersebut dan menjamin penyalurannya sehingga menjadi sumber pembiayaan yang riil, maka dana yang bersumber pada perkreditan merupakan sarana yang mutlak diperlukan. Koperasi merupakan suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota, dengan bekerjasama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan para anggotanya. Koperasi memiliki berbagai latar belakang usaha, salah satunya yaitu usaha koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam, yang merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat walaupun dalam ruang lingkup terbatas. Menghimpun dan
50
menyaIurkan dana masyarakat melalui kegiatan simpan pinjam (perkreditan) dari dan untuk anggota koperasi. Kegiatan usaha simpan pinjam sangat dibutuhkan oIeh para anggota koperasi karena banyak manfaat yang diperoleh terutama dalam rangka meningkatkan modal usaha. sehingga tercipta kesejahteraan hidup yang baik. Pada prinsipnya menurut hukum segala harta kekayaan debitur akan menjadi jaminan bagi perutangannya dengan semua kreditu. Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada pasal 1131 mengatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perserorangan. Hal ini berarti seluruh harta kekayaan milik debitur akan menjadi jaminan pelunasan atas utang debitur kepada semua kreditur. Kekayaan debitur dimaksud meliputi kebendaan bergerak maupun benda tetap, baik yang sudah ada pada saat perijanjian utang piutang diadakan maupun yang baru akan ada di kemudian hari yang akan menjadi milik debitur setelah perjanjian utang piutang diadakan. Dengan demikian, seluruh harta kekayaan debitur akan menjadi jaminan umum atas pelunasan perutangannya, baik yang telah diperjanjikan maupun tidak diperjanjikan sebelumnya. Jaminan umum ini dilahirkan karena undangundang, sehingga tidak perlu ada perjanjian jaminan sebelumnya.
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
Dalam jaminan yang bersifat umum ini, semua kreditur mempunyai kedudukan yang sama terhadap kreditur-kreditur lain, tidak ada kreditur yang diutamakan atau diistimewakan dari kreditur-kreditur lain. Karena jaminan umum kurang menguntungkan bagi kreditur, maka diperlukan penyerahan harta kekayaan tententu untuk diikat secara khusus sebagai jaminan pelunasan utang debiitu, sehingga kreditur yang bersangkutan mempunyai kedudukan yang diutamakan atau didahulukan dari pada krediturkreditur lain dalam pelunasan utangnya. Jaminan yang seprrti ini memberikan perlindungan kepada kreditur dan didalam perjanjian akan diterangkan mengenai hal ini. Jaminan khusus memberikan kedudukan mendahului (preferen) bagi pemegangnya. Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda, yang mempanyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapa pun, selalu mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan (contoh: hipotik, hak tanggungan gadai, dan lainIain). Sedang jaminan perseorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perseorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya (contoh: borgtoght). Jaminan kebendaan danat berupa jaminan benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda bergerak adalah kebendaan yang
51
karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan atau karena undangundang dianggap sebagai benda bergerak, seperti hak-hak yang melekat pada benda bergerak. Benda bergerak dibedakan lagi atas benda berwujud atau bertubuh. Pengikatan jaminan benda bergerak berwujud dengan gadai atau fiducia, sedangkan pengikatan jaminan benda bergerak tidak berwujud dengan gadai, cessie, dan account receivable. Jaminan kebendaan diatur dalam Buku II KUH Perdata serta Undang-undang lainnya, dengan bentuk, yaitu: 1) Gadai diatur dalam KUH Perdata Buku II Bab XX Pasal 1150 1161 , yaitu suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan oleh debitur untuk mengambil pelunasan dan barang tersebut dengan mendahulukan kreditur dari kreditur lain. 2) Hak tanggungan: UU No.4/1996, yaitu jaminan yang dibebankah hak atas tanah, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan suatu ketentuan dengan tanah untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan pada kreditur lain. 3) Fiducia, UU No. 42/1999, yaitu hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan utama terhadap kreditur lain.
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
Jaminan perorangan dan garansi, diatur dalam Buku III KUH Perdata, dalam bentuk: 1. Penanggungan hutang (Borgtoght) Pasal 1820 KUH Perdata, yaitu suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si berhutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berhutang mana hak orang tersebut tidak memenuhinya. 2. Perjanjian Garansi/indemnity (Surety Ship) Pasal 1316 KUH Perdata, yang berbunyi meskipun demikian adalah diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin seorang pihak ketiga, dengan menjanjikan hahwa orang ini akan berbuat sesuatu, dengan tidak mengurangi tuntutan pembayaran ganti rugi terhadap siapa yang telah menanggung pihak ketiga itu atau yang telah berjanji, untuk menyuruh pihak ketiga tersebut menguatkan sesuatu jika pihak ini menolak memenuhi perikatannya. Sesuai dengan namanya, kredit deberikan kepada debitur berdasarkan kepercayaan Si kreditur terhadap kesanggupan pihak debitur untuk membayar kembali utangutangnya kelak. Sementara jaminanjaminan lainnya yang bersifat kontraktual. seperti hak tanggungan atas tanah, gadai, hipotik, fiducia, dan sebagainya hanya dianggap sebagai “jaminan tambahan” semata-mata, yakni tambahan atas jaminan utamanya berupa jaminan atas barang yang dibiayai dengan kredit tersebut. lstilah peranjian kredit ditemukan dalam instruksi
52
pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat bahwa memberi kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib mempergunakan “akad perjanjian” instruksi demikian dimuat dalam instruksi presiden cabinet NO 15/EKA/10/1996 Jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia No.2/539/Upk/Pemb/ 1996 dan Surat edaran Bank Negara Indonesia No.2/643/UPKJ/Pemb/ 1960 tentang pedoman kebijaksanaan dibidang perkreditan. Unsur kepercayaan dalam suatu perjanjian kredit mutlak diperlukan sehingga dalam penyaluran kreditnya bank dan pihak-pihak pemberi kredit lainnya diwajibkan agar memiliki keyakinan atas kembalinya kredit yang diberikan kepada debitur tersebut tepat pada waktu yang telah diperjanjikan, sehingga dengan adanya keyakinan tersebut pihak kreditur dalam hal ini akan merasa terlindungi hak-haknya untuk memperoleh kembali uang atau barang yang diberikan kepada kreditur tersebut secara kredit. Dalam pembuatan perjanjian sekurang-kurangnya harus memperhatikan : keabsahan dan persyaratan secara hukum, juga harus memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit. jangka waktu, tata cara pembayaran kredit serta persyaratan lainnya yang harus diperhatikan dalam perjanjian kredit. Pihak-pihak yang akan memberikan kredit kepada masyarakat atau dalam hal ini debitur walaupun tidak ada satu peraturan pun yang mewajibkan bahwa pihak-pihak yang akan memberikan kredit harus
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
melaksanakan nilai-nilai atau dapat dikatakan sebagai norma didalam memberikan kredit. Namun secara rasional demi terciptanya suatu persetujuan antara kedua belah pihak yang menginginkan adanya kegiatan yang saling menguntungkan dan demi terciptanya perekonomian masyarakat yang sehat maka pihak-pihak atau Iembaga pemberi kredit harus melakukan penelitian terhadap debitur selaku penerima kredit pada factor-faktor yang harus dimiliki debitur sebelum menerima kredit. Berdasarkan latar belakang tersehut di atas, penulis akan mengupas Iebih lanjut, ditinjau dan sudut pandang yuridis yang dihubungkan dengan peraturanperaturan yang berlaku mengenai pemberian kredit terhadap masyarakat ole h lembaga-Iembaga non bank. Oleh karena itu uuntuk mengkaji lebih dalam mengenai pelaksanaan perjanjian kredit tanpa jaminan, penulis mengajukannva sebagai bahan, tesis dengan judul: “.Perlindungan Hukum Bagi Anggota Koperasi Dalam Pemberian Pinjaman Tanpa Jaminan” 2. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka. Permasalahan dalam paenelitian ini dapat dirumuskan yaitu: 1. Apa motivasi dan tujuan pemberian pinjaman uang bagi anggota koperasi tanpa jaminan? 2. Bagaimana upaya penyelesaian kewajiban piutang di dalam hukum tanpa jaminan bagi anggota koperasi yang wanprestasi?
53
3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengkaji dan menganalisis motivasi dan tujuan pemberian pinjaman uang bagi anggota koperasi tanpa jaminan 2. Untuk mengkaji dan menganalisis upaya penyelesaian kewajiban piutang di dalam hukum tanpa jaminan bagi anggota koperasi yang wanprestasi 4. Kegunaan Penelitian Dalam penulisan ini mengategorikan 2 manfaat penelitian yaitu dan segi teortis dan praktis yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Segi Teoritis Hasil penulisan ini diharapkan akan dapat menambah pengetahuan wacana dalam Ilmu Hukum khususnya mengenai Penyelesaian kewajiban piutang Bagi Anggota Koperasi Dalam Pemberian Pinjaman tanpa Jaminan. 2. Segi Praktis Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara tegas danjhelas bagi masyarakat secara umum tentang perlindungan HUKUM bagi anggota koperasi dalam pemberian pinjaman tanpa jaminan di sisi lain bagi pihak penegak HUKUM hendaknya hasil penulisan ini dapat menambah wawasan yang selanjutnya digunakan sebagai bahan pertimbangan sebelum menetapkan kebijakan. C. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanaan suatu hal. Dari kejadian ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Jadi, pengertian perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menutut suatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Perjanjian adalah sumber perikatan. disamping sumber-sumber lain..Suatu perjanjian itu menerbitkan sesuatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, peranjian itu berupa rangkaian perkataan yang mengandung janjijanji atau kesanggupan yang diucapkan atau dalam bentuk tulisan untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, dimana di dalamnya juga mengatur tentang perikitan. Buku Ill KUH Perdata menganut sistem terbuka, artinya memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak rnelanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-pasal dan hukum perjanjian merupakan apa yang dinamakan sebagai hukum pelengkap yang artinya bahwa pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala dikelienduki okh pihakpihak yang membuat peijanjian. Pada pihak yang membuat perjanjian diperbolehkan mengatur sendiri kepentingannya dalam perjanjian yang mereka mengadakan
54
itu. Apabila pada pihak tidak mengaturnya sendiri, maka mau tidak mau akan tunduk kepada undang-undang. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menjelaskan mengenai lahirnya suatu perikatan bahwa lahirnya perikatan berisal dari 2 (dua) sumber yaitu perikatan yang bersumber dari peruturan peraturanundangan dan peralatan yang bersumber dan perjanjian perikatan yang bersumber dari undang-undang oleh undang-undang diluar kemauan para pihak yang bersangkutan. Sedangkan perikatan yang lahir dari perjanjian terjadinya menghendaki oleh para pihak yang membuat suatu perjanjian. Dalam Buku III KUH Perdata disebutkan bahwa perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara 2 dua orang tau Iebih didalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lainnya berkewajiban atas sesuatu. Pada Buku III KUH Perdata juga memberikan rumusan mengenai pengertian perjanjian yaitu pada Pasal 1313 KUH Perdata, yaitu: “Perijinan adalah: Suatu perbuatan dengan mana atau orang atau iebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pasal 1313 KUH Perdata juga menjelaskan adanya perjanjian mengakibatkan para pihak saling terikat satu sama lainnya. Dengan kata lain, dalam perjanjian timbul kewajihan prestasi dan satu/lebih orang/pihak ke satu atau lebih orang/ pihak yang berhak atas prestasi tersebut. Suatu perjanjian dapal dapat menimbulkan prestasi dan kontra prestasi tersebut. Dengan kata lain, bahwa perjanjian
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
memberikan konsekuensi HUKUM bahwa perjanjian selalu dilakukan oleh 2 (dua) pihak dimaman pihak yang satu mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi disatu pihak, sedangkan pihak lainnya mempunyai hak prestasi tersebut sebagai subyek perjanjian. Membahas mengenai subyek dari perjanjian dapat terdiri dari manusia dan badan HUKUM. Dari penjelasan tersebut, dijelaskan bahwa perjanjian hanya mungkin teradi apabila ada suatu perbuatan yang nyata, baik dalam bentuk ucapan maupun berupa tindakan fisik dan ukurannya berupa pikiran semata-mata. Mesipun dalam HUKUM perjanjian menganut system terbuka, namun syarat syahnya perjanjian yang diharuskan oleh undang-undang haruslah dipenuhi agar berlakunya perjanjian tanpa terjadi kesalahan. Syaratsyarat yang terdapat dalam KUHP Perdata yaitu pada Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka yang meningkatkan dirinya: 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. suatu hat terentu: 4. suatu sebab yang halal keempat syarat sahnya perjanjian diatas, dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu: 1. syarat Subyektif Adalah suatu syarat yang menyangkut pada subyek perjanjian apabila yang menyangkut padaini tidak dipenuhi. maka salah satu pihak dapat meminta supaya perjanjian tersebut dibatalan. Pihak yang dapat.
55
meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap ataupun tidak sepakat . Syarat subyektif terdiri dari: a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Berkaitan dengan hal ini, Pasal 1330 KUHP Pe4rdata merumuskan tentang orang-orang yang tidak cakap membuat suatu perjanjian, yaitu: a. orang yang belum dewasa b. mereka yang ditaruh dibawah pengampunan c. orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjianperjanjian tertentu. Tetapi hal ini sudah dihapuskan berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3/1963 tanggal 4 Agustus 1963 kepada ketua pengadilan Negeri dan pengadilan Tinggi diseluruh Indonesia ternyata, hahwa Mahkamah Agung Menggap Pasal 108 dan Pasal 110 KUHP Perdata tentang wewenang seorang istri untuk melaukan suatu perbuatan HUKUM dan untuk menghadap didepan pengadilan tanpa ijin atau bantuan dari suaminya sudah tidak berlaku lagi. 2. Syarat Obyektif Syarat obyektif adalah syarat yang menyangkut pada obyek perjanjian, yang meliputi suatu hal tertentudan suatu sebab yang halal. Apabila syarat ini tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dianggap tidak pernah lahir suatu perjanjian dan tidak
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
ada perikatan dengan demikian tidak ada kata hukum untuk saling menutut kepada hakim. Syarat obyektif ini terdiri dari: a. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu maksudnya adalah obyek perjanjian. Obyek perjanjian biasanya berupa barang atau benda. Menurut Pasal 1332 KUH Perdata dirumuskan bahwa: “hanya barang-barang yang dapat menjadi pokok suatu barangyang paling sedikit ditentukan jenisnya”. Selain itu dalam Pasal 1333 ayat (1) KUHP Perdata dirumuskan bahwa: “suatu persetujuan harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya”. Jadi penentuan obyek perjanjian sangatlah penting untuk menentukan hak dan kewajiban para pihak dalam snatu perjanjian timbul peselesihan dalam pelaksanaannya. b. Suatu sebab yang halal Suatu sebab yang halal berhubungan dengan isi perjanjian menurut pengertiannya ”sebab causa” adalah isi dan tujuan perjanjian dimana hal tersebut tidak boleh bertentangan dengan undangundang ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 1337 KUHP Perdata). Sedangkan dalam Pasal 1335 KUH Perdata dirumuskan bahwa: “suatu perjumpaan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan”. Berkaitan dengan hal ini, maka akibat yang timbul dari perjanjian yang berisi sebab yang
56
tidak halal adalah batal demi hukum. Dengan demikian tidak dapat memenuhi pemenuhannya didepan hukum. Para pihak yang terkait dalam suatu perjanjian wajib pula memperhatikan asas-asas perjanjian. 1. Asas korsensualitas yaitu: Perjanjian terjadi ketika ada sepakat. Hal ini dapat dilihat dan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian (Pasal 1320 ayat KUH Perdata); 2. Asas kebehasan berkontrak: Setiap orang bebas untuk membuat peranjian apa saja asal tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang (Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata) 3. Asas pacta sunservanda : Perjanjian yang di buat secara sah hendaknya sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 ayat 1338 ayat 1 KUHPerdata ); 4. Asas itikad baik dibedakan dalam pengertian subyek dan obyektif: itikad baik dalam pengertian subyek adalah kejujuran dari pihak yang terkait dalam melaksanakan perjanjian, dan pengertian obyektif bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan normanorma yang berlau dimasyarakat (Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata); 5. Asas berlakunya suatu perjanjian bahwa suatu perjanjian itu hanya berlaku bagi pihak yang membuatnya saja kecuali telah diatur oleh undang-undang misalnya perjanjian garansi dan perjanjian untuk pihak ketiga (Pasal 1314 KUHPerdata(;
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
6. Adany akta perjanjian yang telah di sepakati bersama diharapkan bahwa isi berjanjian tersebut betul-betul dilaksanakan oleh para pihak, sehingga tujuan diadakannya perjanjian tersebut dapat tercapai dan terpenuhi. Namun ada kalanya suatu perjanjian terlambat pelaksanaannya. Perjanjian adalah sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak dalam mana suatu pihak berjanji untu melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melkaukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak melaksanakan janji itu. Pembuatan perjanjian sekurangnya harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum, juga harus memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kredit serta persyaratan lainnya yang harus diperhatikan dalam perjanjian kredit. Perjanjian kredit menurut hukum Perdata Indonesia merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatu dalam Buku Ketiga KUH Perdata yaitu pada Pasal 1754 sampai dengan Pasal KUH Perdata. Perjanjian kredit seperti diuraikan tersebut di atas, yang menunjukkan unsure pinjam meminjam di dalamnya yaitu pinjam – meminjam anatar bank dengan pihak debitur. Menurut Pasal 1754 KUH Perdata menyatakan Bahwa “pinjammeminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang
57
belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”. Pasal 1754 KUH Perdata intinya menyebutkan, bahwa perjanjian pinjam-meminjam merupakan perjanjian yang isinya pihak pertama menyerahkan suatu barang yang dapat diganti, sedangkan pihak kedua berkewajiban mengembalikan barang dalam jumlah dan kualitas yang sama. Menurut R. Subekti, dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan dalam semuanya itu pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam – meminjam sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769. Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata, tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan azad atau ajaran umum yang terdapat dalam KUH Perdata seperti yang ditegaskan bahwa semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam KUH Perdata. Dalam membuat perjanjian kredit terdapat beberapa judul dalam praktek perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian kredit, akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain sebagainya. Meskipun judul dari perjanjian tersebut berbedabeda tetapi secara yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman berbentuk uang.
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
Mengenai pembakuan bentuk draft isi perjanjian kredit, antara bank sendiri belum terdapat kesepakatan. Namun mengenai isi perjanjian kredit seperti dikemukakan oleh Hasanuddin, pada pokoknya selalu memuat hal-hal berikut: a. Jumlah maksimum kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya. b. Besarnya bunga kredit dan biaya – biaya lainnya c. Jangka waktu pembayaran kredit d. Ada dua jangka waktu pembayaran yang digunakan yaitu jangka waktu angsuran biasanya secara bulanan dan jangka waktu kredit. e. Cara pembayaran kredit. f. Klausula jatuh tempo (opeisbaar) g. Barang jaminan kredit dan kekuasaan yang menyertainya serta persyaratan penilaian jaminan, pembayaran pajak dan asuransi atas barang jaminan h. Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh debitur, termasuk hak bank untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kredit. i. Biaya akta dan biaya penagihan hutang yang juga harus dibayar j. Debitur. Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam instruksi pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat bahwa member kredit dalam bentuk apapun bank – bank wajib mempergunakan “akad perjanjian” Instruksi demikian dimuat dalam instruksi presiden cabinet No.15/EKA/10/1996 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia No. 2/539/Upk/Pemb/ 1996 dan Surat edarab Bank Negara Indonesia No. 2/UPK/Pemb/1960
58
tentang pedoman kebijaksanaan di bidang perkreditan. Unsur kepercayaan dalam suatu perjanjian kredit mutlak diperlukan sehingga dalam penyaluran kreditnya bank dan pihak-pihak pemberi kredit lainnya diwajibkan agar memiliki keyakinan atas kembalinya kredit yang diberikan kepada debitur tersebut tepat pada waktu yang telah diperjanjikan, sehingga dengan adanya keyakinan tersebut pihak kreditur dalam hal ini akan merasa terlindungi hak-haknya untuk memperoleh kembali uang atau barang yang diberikan kepada kreditur tersebut secara kredit. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka (11) undang-undang nomor 10 tahun 1998, perjanjian kredit dibuat secara konstraktual berdasarkan pinjam meminjam yang diatur dalam Buku III Bab 13 KUH Perdata, oleh karena itu, ketentuan berakhinrya perikatan dalam pasal 1381 KUH Perdata berlaku juga untuk perjanjian kredit. Berdasarkan ketentuan pasal tersebu, maa perjanjian kredit bank berakhir karena peristiwa-peristiwa berikut: a. Pembayaran Pembayaran (lunas) ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur, baik pembayaran hutang pokok, bunga, denda maupun biaya-biaya lainnya yang wajib dibayar lunas oleh debitur. b. Subrogasi Subrogasi oleh pasal 1400 KUH Perdata disebutkan sebagai penggantian hak-hak siberutang oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada si berpiutang. c. Novasi
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
Pembayaran hutang atau novasi di sini adalah dibuatnya suatu perjanjian kredit yang baru untuk atau sebagai pengganti perjanjian kredit yang lama. Sehingga dengan demikian yang hapus/ berakhir adalah perjanjian kredit yang lama. d. Kompensasi Pada dasarnya kompensasi yang dimaksukan olh Pasal 1425 KUH Perdata, adalah suatu keadaan dimana dua orang/pihak saling beruntung satu sama lain, yang selanjutnya para pihak sepakat untuk mengkompensasikan hutang-piutang tersebut, sehingga perikatan hutang tersebut menjadi hapus. Definisi jaminan diatas adakesamaan dengan definisi yang dikemukakan oleh Hartono Hadisoeprapto dan M. Bahsan Hartono Hadisoeprapto berpendapat bahwa jaminan adalah “Sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan” definisi jaminan yang dipaparkan diatas adalah: 1. Difokuskan pada pemenuhan kewajiban kepada kreditur (bank) 2. Wujud jaminan ini dapat dinilai dengan uang (jaminan materiil) 3. Timulnya jaminan karena adanyaperikatan antara kreditur dengan debitur. Istilah yang diguanakan oleh M. Bahsan adalah jaminan. Beliau berpendapat bahwa jaminan adalah Segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur
59
untuk menjamin suatu utangpiutang dalam masyarakat”. Alasan digunakan jaminan karena : a. Telah lazim digunakan dalam bidang ilmu hukum dalam hal ini berkaitan dengan penyebutan – penyebutan, seperti hukum jaminan, lembaga jaminan, jaminan kebendaan, jaminan perorangan, hak jaminan dan sebagainya. b. Telah digunakan dalam beberapa peraturan perundang – undangan tentang lembaga jaminan, seperti yang tercantum dalam Undang – Undang Hak Tanggungan dan jaminan Fiducia. Pengertian jaminan dalam landasan teori ini yaitu sebagai suatu tanggungan yang mempunyai kata asal yaitu jamin yang dapat diartikan tanggungan. Dalam hal ini yang dimaksud adalah tanggungan atas segala perikatan dari seseorang seperti yang diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata maupun tanggungan atas perikatan tertentu dari seseorang seperti yang diatur dalam pasal 1139 – 1149 KUH Perdata mengenai piutang yang diistimewakan, Pasal 1150 – 1160 KUH Perdata mengenai Gadai, Pasal 1162 – 1178 KUH Perdata mengenai Hipotek, Pasal 1820 – 1850 KUH Perdata mengenai penanggungan utang dan akhirnya seperti yang ditetapkan oleh Yurisprudensi dan Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang hak tanggungan ialah fiducia, jaminan atau tanggungan disini dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a. Jaminan umum yaitu suatu jaminan atas segala perikatan seseorang.
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
b. Jaminan kusus yaitu suatu jaminan atau tanggungan atas perikatan tertentu dari seseorang. Dari pengertian tersebut mempunyai konsekuensi yang berbeda-beda karena di dalam pelaksanaan pemberian jaminan tersebut juga mempunyai perbedaan yang signifikan. Prestasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut juga dengan istilah “performance” dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal – hal yangbtertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengingatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “ condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Prestasi merupakan kewajiban yang tanggungan dan harus dilaksanakan oleh debitur dalam setiap perikatan Menurut Pasal 1234 KUH Perdata setiap atau tidak melakukan sesuatu. Dengan demikian wujud prestasi itu adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Prestasi adalah esensi dari perikatan, apabila esensi ini tercapai dalam arti dipenuhi oleh debitur maka perikatan tersebut berakhir dan agar esensi itu dapat tercapai maka artinya kewajiban itu telah dipenuhi oleh debitur. Wanprestasi (default atau non fulfilment, ataupun yang disebutkan juga dengan istilah breach of contact) yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang dimaksudkan dalam kontrak yang bersangkutan.
60
Ada berbagai model bagi para pihak yang tidak memenuhi prestasinya walupun sebelumnya sudah setuju untuk dilaksanakannya. Model – model wanprestasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi; 2. Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi; 3. Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi; 4. Wanprestasi melakukan sesuatu yang oleh perjanjian tidak boleh dilakukan. 5. Ada empat akibat wanprestasi yaitu sebagai berikut : a. Perikatan tetap ada Kreditur masih dapat memenuhi kepada debitur pelaksanaan prestasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi Disamping itu, kreditur berhak menuntut ganti rugi akibat keterlambat melaksanakan prestasinya. Hal ini disebabkan kreditur akan mendapat keuntungan apabila debitur melaksanakan prestasi tepat pada waktunya. b. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur ( Pasal 143 KUH Perdata ). c. Beban risiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa. d. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbale balik, kreditur dapat membebaskan
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan Pasal 1266 KUH Perdata. Dari segi bahasa secara umum koperasi berasal dari dari kata - kata latin, yaitu Cum yang berarti dengan Apreari yang berarti bekerja. Dari kedua kata tersebut dalam bahasa Inggris dikenal istilah Co dan Operation. Kata Co dan Operation kemudian diangkat menjadi istilah ekonomi sebagai koperasi yang dibakukan menjadi suatu bahasa ekonomi yang dikenal dengan istilah KOPERASI yang berarti organisasi ekonomi dengan keanggotaan yang sifatnya sukarela. Dengan demikian koperasi dapat didefinisikan sebagai berikut bahwa koperasi adalah: “Perkumpulan atau organisasi ekonomi yang ber anggotakan orang-orang atau badan-badan yang memberikan kebebasan masuk dankeluar sebagai anggota menurut peraturan yang ada dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan suatu usaha dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan para anggotanya. Dari definisi tersebut, maka dapat dilihat adanya unsur-unsur koperasi sebagai berikut: 1. Koperasi bukan suatu organisasi perkumpulan modal ( akumulasi modal) tetapi perkumpulan orang – orang yang berasaskan social. Kebersamaan bekerja dan bertanggung jawab; 2. Keanggotaan koperasi tidak mengenal adanya paksaan dan oleh siapapun, bersifat sukarela; 3. Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dengan cara bekerja kekeluargaan.
61
Koperasi sebagai usaha bersama, harus mencerminkan ketentuan-ketentuan sebagai lazimnya didalam kehidupan suatu keluarga. Nampak dalam suatu keluarga bahwa segala sesuatu yang dikerjakan secara bersama-sama ditunjukkan untuk kepentingan bersama seluruh anggota keluarga. Sedangkan fungsi dan peran koperasi sebagaimana diatur dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang perkoperasian adalah: 1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. 2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dn masyarakat 3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasionl dengan koperasi sebagai sokoguru. 4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Secara garis besar penjenisan koperasi dapat dilakukan dengan lapangan usaha anggota masyarakat yang berpadu untuk meningkatkan kesejahteraan dan golongan masyarakat itu sendiri yang berpadu dalam maksud dan kepentingan yang sama sebagai berikut: 1. Koperasi Konsumsi 2. Koperasi Simpan Pinjam
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
3. Koperasi Produksi 4. Koperasi Serba Usaha Dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Koperasi tidak disebutkan secara tegas tentang pengertian Koperasi Simpan “Pinjam, menurut Pasal 15 hanya dinyatakan bahwa koperasi dapat dibentuk koperasi primer dan koperasi sekunder. Sedangkan menurut Pasal 16 menyatakan bahwa jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. Dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya, termasuk dibidang perkreditan dengan membentuk koperasi simpan pinjam. Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1995 Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatanyn hanya usaha simpan pinjam. Dalam hal ini kegiatan usaha simpan Pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya meIaIui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koporasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan dan koperasi lain atau anggotanya dengan dibentuknya koperasi simpan pinjam para anggotanya hendanya menghilangkan pengertian-pengertian yang salah selama ini bahwa menjadi anggota koperasi semata-mata hanya bertujuan untuk menperoleh pinjaman. Pemberian pinjaman kepada anggota hendaknya diatur bahwa anggota yang diperbolehan menerima pinjaman adalah: 1. Anggota yang telah menunjukkan yang telah
62
menunjukan loyalitasnya pada koperasi, taat kepada peraturan dan kewajibannya; 2. minimal telah 12 (dua belas) bulan sebagai anggota yang loyal merupakan waktu mulainya anggota tersebut berhak mengajukan pinjaman; 3. pengurus harus dapat menguji tujuan pinjaman yang bermanfaat bagi anggota dan yang tidak bermanfaat yang akan merasakan kesejahteraan 4. pengurus harus dapat menguji tujuan pinjaman yang bermanfaat bagi anggota dan yang tidak bermanfaat yang akan merusakkan kesejahteraan anggota itu sendiri . Dalam hal ini kontrol pengurus terhadap para anggotanya mengenai kridit yang diberikan dan aktivitas pengurus sendiri dalam penarikan kembali kredit yang diberikan tersebut perlu ditingkatkan serta perlu dicari system yang lebih baik. Koperasi Indonesia bukan merupakan bentuk akumulasi, modal atau kumpulan modal, namun sebagai suatu badan usaha didalam menjalankan kegiatan usahanya koperasi memerlukan modal. Namun demikian pengaruh modal dan penggunaannya pada koperasi tidak boleh mengaburkan dan mengurangi makna koperasi yang penekannya pada kepentingan kemanusiaan lebih diutamakan dari pada kepentingaan kebandaan. Sebagai suatu badan usaha yang bergerak dibidang kegiatan ekonomi, koperasi sangat memerlukan modal sebagai pembiayaan dan usahanya tersebut. Mengenai modal koperasi indonesia diatur dalam
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
Undang-undang Nomor 255 tahun tentang Koperari Pasal 41 dan Pasal 42 beserta Penjelasannya modal tersebut adalah: 1. Simpanan Pokok Anggota Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan pada saat masuk menjadi anggota oleh setiap anggota kepada koperasi yang besarnya untuk masing-masing anggota adalah dama. Simpanan pokok ini tidak dapat diambil lagi oleh anggota selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. 2. Simpanan sukarela anggota Simpanan wajib adalah sejumlab simpanan tertentu yang wajib dibayar oleh setiap anggota koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu pula yang nilainya untuk masing-masing anggota tidak harus sama. Dengan demikian anggota yang lebih mampu dan segi keuangannya, dapat memberikan lebih kepada koperasi dibanding anggota lainnya. D. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekalan yuridis normative. Karena penelitian ini menggunakan data sekunder untuk menganalisa melihat bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat dalam menyelesaikan suatu masalah. Pendekaan sosiologis, digunakan untuk menganalisis kegiatan usaha yang dilakukan oleh koperasi dalam menghimpun dana dari masyarakat serta pengkajian berdasarlan pada teori-teori hukum, azas-azas hukum, peraturan perundang-undangan yang
63
terkait dengan rumusan masalah, bahwa penelitian ilmiah ini dilakukan secara sistematis dan terkontrol berdasarkan suatu pemikiran yang logis tentunya menggunakan logika. 2. Pendekatan Penelitian Berdasarkan spesifikasi penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis, karena dengan penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara rinci dari teori dan konsep-konsep mengenai perlindungan hukum, sistematik dan menyeluruh rnengenai segala hal yang berhubungan dengan kegiatan perlindungan nasabah koperasi ketika terjadi wanprestasi, khususnya dalam menghimpun dana masyarakat, karena penelitian ini juga menganalisa aspek perlindungan hukum kepada para debitur, melalui perangkat hukum perbankan yang berlaku. 3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Jenis bahan hukum dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder: a. Bahan hukum primer yaitu sumber hukum yang mempunvai kekuatan yang mengikat, meliputi: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan UndangUndang Kepailitan. 3) UU Perkoperasian No. 17 Tahun 2012 Tentang perkoperasian
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
4) UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998. 5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pelaksana Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi; 6) Keputusan Menteri Koperasi Nomor 226/Kep/M/V/ I 996 Tanggal 16 Mei 1996 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi : b. Bahan Hukum sekunder: Yaitu bahan hukum yang erat kaitannya menjelaskan bahan hukum primer yang dapat membantu menganalisa bahan hukum primer yang dapat membantu menganalisis bahan hukum primer, yang berupa karya ilmiah para sarjana, hasil penelitian, serta berbagai literature ilmu hukum yang berkaitan dengan penelitian ini. 4. Teknis Analisi Data Metode penelusuran bahan HUKUM yang dilakukan menggunakan Yuridis Quantitatif dan study dokumen yntuk mendapatkan landasan-landasan teoritis berupa pendapat-pendapat para pakar hukum serta untuk mendapatkan informasi yang tepat dalam bentuk ketentuan yang formal yang terkait dengan mengenai Polis Asuransi Jiwa Sebagai Jaminan Untuk Mendapatkan Kredit Pada Perbankan yang sesuai dengan permasalahan yang ada. Selanjutnya semua bahan HUKUM yang ada
64
diadakan klasifikasi secara sistematis kemudian mengusahan suatu pemecahan atas masalah tersebut. E. PEMBAHASAN MASALAH DAN ANALISA YURIDIS 1. Hak dan Kewajiban Koperasi Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Sebagaiamana kita ketahui bahwa ada Macam-macam koperasi, yaitu: a. Koperasi Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang. b. Koperasi Sekuader adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi. Dari segi bahasa secara umum koperasi berasal dan dan kata-kata latin, yaitu Cum yang berarti dengan dan apreari yang berarti bekerja. Dan kedua kata tersebut dalam bahasa inggris dikenal isiilah Co dan Operation. Kata Co dan Operation kemudian disingkat menjadi istilah ekonomi sebagal koperasi yang diharuskan menjadi suatu bahasa ekonomi yang dikenal dengan istilah KOPERASI yang berarti organisasi ekonomi dengan keanggotaan yang sifatnya sukarela. Dengan demikian koperasi dapat didefinisikan sebagai berikut bahwa operasi adalah: “Perkumpulan atau organisasi ekonomi yang beranggotakan orang-orang atau badan-hadan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sehagai
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
anggol menurut peraturan yang ada dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan suatu usaha dengan tujuan mempertinggi kesejahteram para anggotanya. Dan definisi tersebut maka dapat dilihat adanya unsur-unsur koperasi sehagai berikut: a. Koperasi bukan suatu organisasi perkumpulan modal (akumulasi modal), tetapi perkumpulan orang-orang yang berasaskan sosial kebersamaan bekerja dan bertanggung jawab: b. Kenggotaau koperasi tidak mengenal adanya paksaan apapun dan oleh siapapun bersifat sukarela c. Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dengan cara bekerja sama secara kekeluargaan. Koperasi sebagai usaha bersama. harus mencermin ketentuan sebagai lazimnya dalam kehidupan sebuah keluarga. Nampak dalan suatu keluarga babwa segala sesuatu yang dikerjakan secara bersama-sama di tunjukkan untuk kepentingan bersama untuk seluruh anggota keluarganya. Sedangkan fungsi koperasi dan perannya diatur dalam Pasal 4 undang-undang Nomor 12 tahun 1999 adalah sebagai berikut: a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya; b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kebidupan manusia dan masyarakat:
65
c. Memperkokoh perekonoimian rakyat sebagai dasar kckuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko guru; d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangakan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkanatas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Secara garis besar penjelasan ekonomi dapat dilakukan dengan lapangan usaha anggota masyarakat. yang berpadu untuk nieningkatkan kesejahteraan dan golongan masyarakat itu sendiri yang berpadu dalam maksud dan kepentingan yang sama sebagai berikut: a. Koperasi Konsumsi Koperasi yang berusaha untuk menyediakan barang barang yang dibutuhkan para anggotanya baik barang-barang keperluan sehari-hari maupun barangbarang kebutuhan sekunder yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup para anggotanya. Kesetiaan para anggota terhadap koperasinya harus selalu terpupuk, yaitu membiasakan diri membeli barang-barang yang dibutuhkannya langsung dari koperasinya sehingga para anggotanya memperoleh 2 (dua) keuntungan sekaligus: 1) memperoleh barang dengan harga yang murah diandingkan harga pasar, 2) memperoleh Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi tiap akhir tahun yang sebanding dengan jasa-jasanya. b. Koperasi Simpan Pinjam Koperasi yang berusaha untuk mencegah para anggotanya
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
terlihat dalam jeratan lintah darat pada ikuti mereka memerlukan seluruh uang atau barang keperluan hidupnya dengan jalan meningkatkan tabungan dan mengatur pemberian pinjaman uang atau barang dengan bunga yang serendah-rendahnya. c. Koperasi Produksi Koperasi yang berusaha untuk meningkatkan anggotanya dalam menghasilkan produk tertentu bisa memproduksinya serta sekaligus mengkoordinir pemasarannya dengan demikian para produsen akan memperoleh kesamaan harga yang wajar/ layak dan mudah memasarkannya. d. Kopersi Serba Usaha Koperasi yang berusaha dalam macam kegiatan ekonomi yang sesuai dengan kepentingankepentingan anggotanya, Dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Koperasi tidak disebutkan secara tegas tentang pengertian Koperasi Simpan Pinjam menurut Pasal 15 hanya dinyatakan bahwa koperasi dapat dibentuk koperasi primer dan koperasi suknder sedangkan menurut pasal 16 menyatakan bahwa jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. Dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya termasuk perkreditan dengan membentuk koperasi simpan pinjam. Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1995 Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam dalam
66
hal ini kegiatanusaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan dalam koperasi lain atau anggotanya. Dengan dibentuknya koperasi simpan pinjam para anggotanya hendaknya menghilangkan pengertian-pengertian yang salah selama ini bahwa menjadi anggota koperasi semata-mata hanya bertujuan untuk memperoleh pinjaman. Pemberian pinjaman kepada anggv’tn hcndaknya diatur hahwa anggota yang dipcrbolehkan menerirna pinjaman adalah: a. anggota yang telah melanjutkan yang telah menunjukkan loyalitasnya pada koperasi taat pada peraturannya dan kewajibannya. b. minimal telah 12 (dua belas) bulan sebagai anggota yang loyal merupakan waktu mulainya anggota tersebut berhak mengajukan pinjaman: c. pengurus harus dapat menguji ujian pinjaman yang bermanfaat bagi anggota dan yang tidak bermanfaat yang akan merusakkan kesejahteraan anggota itu sendiri. Dalam hal ini control pengurus terhadap para anggotanya mengenai kredit yang diberikan dan aktivita pengurus sendiri dalam penarikan kembali kredit yang diberikan perlu di tingkatkan serta perlu dicari sistem yang lebih baik. Koperasi Indonesia bukan merupakan bentuk akumulasi modal atau kumpulan modal namun
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
sebagai suatu badan usaha di dalam menjalankan kegiatan usahanya koperasi memerlukan modal, Namun demikian pengaruh modal dan penggunaannya pada Koperasi tidak boleh mengaburkan dan mengurangi makna koperasi yang penekannya pada kepentingan kemanusiaan lebih diutamakan dari pada kepentingan kebadanan. Sebagai badan usaha yang bergerak dibidang kegiatan ekonomi koperasi sangat memerlukan modal sebagai pembayaran dari usahanya tersebut. Mengenai Modal Koperasi Indonesia; diatur dalam UndangUndang Nomor 255 tahun tentang koperasi Pasal 41 dan Pasal 12 beserta Penjelasannya modal tersebut adalah: a. Simpanan Pokok Anggota Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan pada saat masuk menjadi anggota oleh setiap anggota Kepada koperasi yang besarnya untuk masing-masing anggota adalah sama. Simpanan pokok ini tidak dapat diambil selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. b. Simpanan Sukarela Anggota Simpanan wajib adalah simpanan tertentu yang wajib bayar oleh setiap anggota koperasi dalam waktu dan kesempatan terentu pula yang nilainya untuk masingmasing anggota tidak harus sama. Dengan demikian anggota yang lebih mampu dari segi keuangannya, dapat memberikan lebih kepada koperasi dibanding anggota lainnya. A. Hak Dan Kewajiban Anggota Koperasi
67
Organisasi koperasi adalah suatu cara atau sistem hubungan kerja sama antara orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama antara orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama dan bermaksud mencapai tujuan yang ditetapkan bersama-sama dalam suatu wadah koperasi. Sebagai organisasi koperasi mempunyai tujuan organisasi yang merupakan kumpulan dari tujuantujuan individu dan anggotanya, jadi tujuan Koperasi sedapat mungkin harus mengacu dan memperjuangkan pemuasan tujuan individu anggotanya, dalam operasionalnya harus sinkron. Selanjutnva dalam melaksanakan roda organisasinya koperasi harus tunduk pada tata nilai tertentu yang merupakan karakteristik koperasi tata nilai ini dapat kita baca di undang- undang RI No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian terutama pasal 2 s/d 5, yang lazim disebut Landasan Asas, Tujuan, Fungsi dan Peran serta Prinsipprinsip koperasi. Penjelasannya sebagai berikut: Landasan Dan Asas (Pasal 2) Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan tujuan (Pasal 3) Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Fungsi Dan Peran (Pasal 4) Fungsi dan peran koperasi adalah:
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan sosialnya. 2. Berperan secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. 3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya. 4. Berusaha mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Prinsip-Prinsip Koperasi (Pasal 5) 1 Koperasi melaksanakan prinsip koperasi sebagai berikut: a Keangotaan bersifat suka rela dan terbuka b. pengelolaan dilakukan secara demokratis c. Pembagian SHU dilakukan tecara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal c. Kemandirian 2. Dalam mengembangkan koperasi, maka koperasi melaksanakan pula prinsip koperasi sebagai berikut : a. Pendidikan perkoperasian b. Kerjasama antar koperasi. Tujuan individu koperasi adalah Ada beberapa teori tujuan individu anggota koperasi dalam keikutsertaannya di organisasi koperasi antara lain Teori Kebutuhan. M. Maslow yang menyebutkan bahwa” Setiap Manusia Mempunyai Lima Kebutuhan Yang Berjenjang “1) Kebutuhan Fisik
68
2)Kebutuhan Rasa Aman 3) Kebutuhan Bermasyarakat/ Sosialisasi & 4) Kebutuhan Penghargaan 5) Kebutuhan Aktualisasi Diri Secara umum teori kebutuhan tersebut dapat dilbagi menjadi dua : 1) Kebutuhan Fisik 2)Kebutuhan Rohani. Agar tujuan organisasi maupun tujuan individu dapat tercapai maka Manajemen Koperasi harus dilaksanakan dengan cara Tiga Pendekatan Kelembagaan / Tiga Wajah: 1. Koperasi sebagai lembaga organisasi ekonomi, artinya secara ekonomi koperasi harus: a. Mempunyai kegiatan usaha yang berkaitan dengan kepentingan anggotanya b. Memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. c. Dikelola secara layak, efisien, sehing;a ada nilai tambah yang dapat dinikmati oleh koperasinya maupun oleh anggotanya. d. Mempunyai aturan main yang jelas untuk mendukung keberhasilan usahanya, misalnya sistem dan prosedur manajemennya, akuntasinya dan sebagainya. 2. Koperasi sebagai lembaga organisasi kemasyarakan/social, artinya dan aspek sosialnya koperasi harus: a. Kanggotaan bersifat terbuka tidak diskriminatif. b. Pengelolaan bersifat terbuka terhadap anggotanya sebagai pemilik koperasi
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
c. Perlakuan yang adil terhadap anggotanya sesuai hak dan kewajibannya d. Adanya suatu wadah/Forum untuk mendampingi aspirasi anggota dan aspirasi tersebut harus didegarkan e. Mempunyai aturan main yang jelas untuk mendukung keberhasilan demokrasi dalam pelaksanaan organisasi koperasi 3. Koperasi sebagai lembaga organisasi pendidikan, artinya koperasi harus: Merupakan tempat pendidikan idiologi koperasi, berorganisasi dan berusaha/bisnis bagi anggota pada khususnva dan masyarakat pada umumnya. a. Melaksanakan kegiatan khusus yang berkaitan dengan pendidikan anggotanya sesuai dengan kebutuhan b. Memberikan kesempatan (promosi ) kepada anggotanya sesuai dengan persyaratan untuk menduduki formasi jabatan yang ada di koperasi. c. Mempunyai aturan main yang jelas untuk mendukung keberhasilan dibidang kependidikan/latihan. Sebagai organisasi koperasi yang bergerak dibidang usaha guna memuaskan kepentingan anggotanya, koperasi mempunyai 5 persyaratan yang harus dipenuhi koperasi: adanya orang/subuek HUKUM pendukung hak dan kewajiban. 2. Adanya pengelola, pengurus, direksi. Adanya harta kekayaan yang terpisah/equity (permodalan) 4. Adanya kegiatan 5. Adanya aturan main berdasarkan prinsip koperasi.
69
Struktur Organisasi Koperasi merupakan wujud integrasi antar fungsi dan antar formasi jabatan/orang yang menjalankan roda organisasi koperasi ada struktur organisasi yang jelas tepat dan efisien. Struktur organisasi diluangkan dalam peraturan yang jelas dan tegas di dalam anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan peraturan lain. Perangkat organisasi koperasi Dalam Undang-undang RI No. 25 Tahun 1922 tentang Perkoperasi bahwa perangkat organisasi terdiri dari: 1. Rapat Anggota (RA) 2. Pengurus 3. Pengawas. Ketiga perangkat organisasi koperasi tersebut maupun yang bukan yaitu manajer merupakan tim manajemen yang mernpunyai ikatan kolektif dalam menjalankan fungsi organ. B. Pemberian Pinjaman Tanpa Jaminan Dari segi bahasa, kredit berasal dari kata credere yang diambil dari bahasa Romawi yang berarti kepercayaan. Bila seseorang atau badan usaha mendapat fasilitas kredit dari kreditur, berarti dia mendapat kepercayaan pinjaman dana dari kreditur pemberi kredit. Dengan demikian hubungan yang terjalin dalam kegiatan perkreditan di antara para pihak harus didasari oleh adanya rasa saling percaya, pemberi kredit (kredit) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan sanggup memenuhi kewajibannya baik pembayaran, bungan ataupun jangka waktu pembayaran yang telah disepakati bersama. Definisi kredit dalam Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
tahu 1998 tentang perubahan undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perhankan berhunyi sebagai berikut. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau hagi hasil. Dengan demikian akan lebih mudah dipahami bahwa kredit dilandasi oleh kepercayaan yang diberikan seorang pada Orang lain, kepercayaan yang pada hakekatnya bersifat timbal balik, tidak saja pihak pemberi kredit yang menaruh kepercayaan pada pihak penerima kredit, akan tetapi pihak penerima kredit ini juga menaruh kepercayaan terhadap pemberinya hanya berlandaskan kepercayaan timbale balik itulah baru mungkin seseorang menyerahkan sesuatu barang yang berharga kepada orang lain dengan perjanjian, bahwa yang menerima barang tersebut akan membayar harganya pada saat dikemudian hari. Barulah mungkin terjadi transaksi kredit. Pihak yang menerima barang tersebut harus sudah percaya pula bahwa yang diterima tersebut adalah betul-betul berang yang layak dan berharga seperti apa yang telah dikehendakinya dan sesuai dengan apa yang dinyatakan pemberi kredit kepadanya dan bahwa pemberi barang tidak akan memaksa pembayaran sebelum jatuh temponya, segala sesuatunya sesuai
70
dengan perjanjian yang telah disetujui kedua belah pihak. Demikian juga pemberian kredit yang dilakukan bank kepada nasabahnya, bank percaya bahwa nasabah akan mengembalikan kredit yang diberikan bank pada waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui bersama. Kredit sebenarnya adalah: kepercayaan, suatu unsure yang harus dipegang sebagai benang merah melintasi falsafah perkreditan dalam arti sebenarnya, bagaimanapun bentuk, macam dan ragamnya dan dari manapun asalnya serta kepada siapapun. Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan adanya sebab dan akibat dalam pemberian kredit “sebab” diartikan dengan peminjam kredit membayar hutang tepat pada waktu yang diperjanjikan, sedangkan “akibat” diartikan bahwa penerima kredit tersebut akan memperoleh kepercayaan dari pemberi kredit. Selain itu secara sederhana dapat pula dikemukakan ”bahwa” kredit adalah kepercayaan atau saling percaya antara kreditur dan debitur. Jadi apa yang telah disepakati wajib ditaati”. Hasanuddin Rahman mengemukakan empat unsur kredit sebagai berikut: 1. Kepercayaan, bahwa setiap pemberian kredit dilandasi oleh keyakinan bank bahwa kredit tersebut akan dibayar kembali oleh debitur sesuai dengan jangka waktu yang sudah dipeijanjikan. 2. Waktu, bahwa antara pemberian kredit oleh bank dengan perbayaran kembali oleh debitur tidak dilakukan pada waktu yang
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
bersamaan, melainkan dipisahkan oleh tenggang waktu. 3. Risiko, bahwa setiap pemberian kredit jenis apapun akan terkandung risiko dalam jangka waktu antara pemberian kredit dan pembayaran kembali ini berarti makin panjang jangka waktu kredit, makin tinggi risiko kredit tersebut. 4. Prestasi, bahwa setiap kesepakatan yang terjadi antara bank dan debitur rnengenai pemberian kredit, maka pada saat itu pula akan terjadi suatu prestasi dan kontra prestasi. Unsur-unsur tersebut di atas dapat selalu berkembang dan menjadi lebih luas terutama dalam perkembangan pelaksanaan perkreditan, maka unsur- unsurnya dapat berkembang diantaranya penatalaksanaan manajemen kredit, agunan dan cara penyelesaian sengketa. Menurut Thomas Suyatno, unsur yang terdapat dalam kredit adalah: 1. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, jasa akan benar-benar diterimanya dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. 2. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan dating. Degree of risk, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di kemudia hari.
71
Prestasi, atau obyek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi dapat dalam bentuk barang atau jasa (perbuatan memenuhi apa yang diperjanjikan). Macam kredit dapat dibedakan menurut berbagai criteria yaitu dari: 1. Tujuan Penggunaanya, menurut criteria ini, jenis kredit dapat digolongkan manjadi: a. Kredit Konsumtif, yailu kredit yang deberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta kepada perseorangan untuk membiayai keperluan konsumtif sehari - hari. b. Kredit Peoduktif, baik kredit investasi maupun kredit eksploitasi. Kredit investasi adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan modal tetap yaitu peralatan produksi, gedung dan mesin-mesin atau untuk membiayai rehabilitasi dan ekspansi. 2. Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif (semi konsumtif dan semi produktif) 3. Dari segi besar kecilnya aktifitas perputaran usaha, yaitu melihat dinamika sector yang digeluti, asset yang dimiliki, dan sebagainya. Maka jenis kredit dikelompokkan menjadi: a. Kredit kecil, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai pengusaha kecil. b. Kredit menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
pengusaha yang digolongkan pengusaha kecil. c. Kredit besar 4. Dari segi jangka waktunya a. Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum 1 (satu) tahun. Bentuknya dapat berupa kredit rekening Koran. Kredit penjualan, kredit pembili dan kredit wesel. b. Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang diberikan, dalam jangka waktu antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun. c. Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang diberikan lebih dari 3 tahun. 5. Dari segi jaminannya, dalam hal ini dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Kredit tanpa jaminan atau kredit blangko. b. Kredit dengan jaminan, dimana bentuk kredit yang diberikan pihak kreditur mendapat jaminan bahwa pihak debitur dapat melunasi hutangnya. Kredit dapat dikatakan mencapai fungsinya apabila secara sosial ekonomis baik bagi debitur, kreditur maupun masyarakat membawa pengaruh yang lebih baik seperti peningkatan kesejahteraan masyarakat, kenaikan jumlah pajak negara dan peningkatan ekonomi negara yang bersifat, mikro maupun makro. Dari manfaat nyata dan manfaat yang diharapkan maka sekarang ini kredit dalam kehidupan perekonomian, dan perdagangan mempunyai fungsi, sebagai berikut: 1. Meningkatkan daya guna uang
72
2. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang 3. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang 4. Salah satu alat stabilitas ekonomi 5. Meningkatkan kegairahan usaha 6. Meningkatkan pemerataan pendapatan 7. Meningkatkan hubungan internasional. Perjanjian Kredit menurut HUKUM Perdata Indonesia merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata yaitu pada Pasal 1754 sampai dengan pasal 1769 KUH Perdata. Perjanjian kredit seperti diuraikan tersebut di atas, yang menunjukkan unsur pinjam meminjam di dalamnya yaitu pinjam-meminjam antara bank dengan pihak debitur. Menurut Pasal 1754 KUH Perdata menyatakan bahwa “pinjammeminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakanganan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dan macam dan keadaan yang sama pula”. Pasal 1754 KUH Perdata intinya menyebutkan, bahwa perjanjian pinjam-meminjam merupakan perjanjian yang isinya pihak pertama menyerahkan suatu barang yang dapat diganti, sedangkan pihak kedua berkewajiban mengembalikan barang dalam jumlah dan kualitas yang sama.
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
Menurut R. Subekti, dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjammeminjam sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769. Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata, tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan azas atau ajaran umum yang terdapat dalam KUH Perdata seperti yang ditegaskan bahwa semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam KUH Perdata. Dalam membuat perjanjian kredit terdapat beberapa judul dalam praktek perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian kredit, akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain sebagainya. Meskipun judul dan perjanjian tersebut berbeda-beda tetapi secara yuridis isi penjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman berbentuk uang. Mengenai pemakuan bentuk draft isi perjanjian kredit, antara bank sendiri belum terdapt kesepakatan. Namun mengenai isi perjanjian kredit seperti dikemukankan dalam oleh Hasanudin, pada pokoknya selalu memuat hal-hal berikut: 1. Jumlah maksimum kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya. 2. Besarnya bunga kredit dan biaya-biaya lainnya.
73
3. Jangka waktu pembayaran kredit. 4. Ada dua jangka waktu pembayaran yang digunakan, yaitu jangka waktu angsuran biasaya secara bulanan dan jangka waktu kredit. 5. Cara pembayaran kredit. 6. Klausula jatuh tempo (opeisbaar). 7. Barang jaminan kredit dan kekuasaanyang menyertainya serta persyaratan penilaian jaminan, pembayaran pajak dan asuransi atas barang jaminan. 8. Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh dibitur, termasuk hak bank untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kredit. 9. Biaya akta dan biaya penagihan hutang yang juga harus dibayar debitur. Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam instruksi pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat bahwa memberi kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib mempergunakan “akad perjanjian“ instruksi demikian dimuat dalam instruksi presiden kabinet No. I 5/EKA/10/1996 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia No.2/539/Upk/Pemb/ 1996 dan Surat edaran Bank Negara Indonesia No.2/643/UPK/Pemb/ 1960 tentang pedoman kebijaksanaan dibidang perkreditan. Unsur kepercayaan dalam suatu perjanjian kredit mutlak diperlukan sehingga dalam penyaluran kreditnya bank dan pihak-pihak pemberi kredit lainya diwajibkan agar memiliki keyakinan atas kembalinya kredit yang diberikan kepada debitur tersebut
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
tepat pada waktu yang telah diperjanjikan, sehingga dengan adanya keyakinan tersebut pihak kreditur dalam hal ini akan merasa terlindungi hak-haknya untuk memperoleh kembali uang atau barang yang diberikan kepada kreditur tersebut secara kredit. Pihak-pihak yang akan memberikan kredit kepada masyarakat atau dalam hal ini debitur walaupun tidak ada satu peraturan pun yang mewajibkan bahwa pihak-pihak yang akan memberikan kredit harus melaksanakan nilai-nilai atau dapat dikatakan sebagai norma di dalam memberikan kredit. Namun secara rasional demi tercitanya suatu persetujuan antara kedua belah pihak yang menginginkan adanya kegiatan yang saling menguntungkan dan demi terciptanya perekonomian masyarakat yang sehat maka pihak-pihak atau lembaga pemberi kredit harus melakukan penelitian terhadap debitur selaku penerima kredit pada factor-faktor yang harus dimiliki debitur sebelum menerima kredit, faktor-faktor tersebut lazim disebut dengan The five C’5 of credit Analisys sebagai ukuran untuk menganalisis ketmampuan debitur tentang kesanggupan debitur agar dapat mengembalikan pinjamannya dalam suatu permohonan kredit. The Five C’5 Of Credit Analysis tersebut terdiri dari: 1. Character ( watak) Ialah keadaan watak dan sifat dari calon nasabah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usahanya. Penilaian character merupakan penilaian terhadap kejujuran, ketulusan,
74
2.
3.
4.
5.
kepatuhan akan janji serta kemauan kembali untuk membayar hutang-hutangnya. Capacity ( kapasitas) Kapasitas adaiah kemampuan yang dimiliki oleh calon nasabah untuk membuat rencana dan mewujudkan rencana tersebut menjadi kenyataan, termasuk dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Sehingga pada nantinya calon nasabah tersebut dapat melunasi hutanghutangnya di kemudian hari. Capital (dana) Kapital adalah dana yang dimiliki oleh calon nasabah untuk menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya. Adapun penilaian terhadap kapital adalah untuk mengetahui keadaan, permodalan, sumbersumber dana dan penggunaanya. Condition Of Economi (kondisi ekonomi) Kondisi ekonomi adalah keadaan sosial ekonomi suatu saat yang mungkin dapat mempengaruhi maju mundurnya usaha calon nasabah. Penilaian terhadap kondisi yang dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana kondisi ekonomi itu berpengaruh terhadap kegiatan usaha calon nasabah dan bagaiman nasabah tersebut mengatasi atau mengantisipasinya sehingga usahanya tetap hidup dan berkembang Collateral (jaminan) Collateral adalah barang-barang yang diserahkan calon nasabah sebagai agunan dan kredit yang akan di terimanya. Tujuan penilaian collateral adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
resiko tidak dipenuhinya kewajiban financier kepada pihak pemberi kredit dapat ditutup oleh nilai agunan yang diserahkan Oleh calon nasabah terhadap barang agunan ini meliputi jenis atau macam barang, nilainya, lokasinya bukti pemilikan atau status hukumnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (11); undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. perjanjian kredit dibuat secara kontraktual berdasarkan pinjam-meminjam yang diatur dalam Buku III bab 13 KUH Perdata. Oleh karena itu. Ketentuan mengenai berakhirnya perikatan dalam Pasal 1381 KUH Perdata berlaku juga untuk perjanjian kredit. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka perjanjian kredit bank berakhir karena peristiwa peristiwa berikut: a. Pembayaran Pembavaran (lunas) ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur, baik pembayaran hutang pokok, bunga , denda maupun biaya – biaya lainnya yang wajib di bayar lunas oleh debitur. b. Subrogasi Subrogasi oleh Pasal 400 KUH Perdata disebutkan sebagai penggantian hak-hak si berutang oleh seorang pihak ketiga yang membayar keadaan si berpiutang. c. Novasi Pembaharuan hutang atau novasi disini adalah dibuatnya suatu perjanjian kredit yang baru untuk atau sebagai pengganti perjanjian kredit yang lama. Selingga dengan demikian yang hapus/ berakhir adalah perjanjian kredit yang lama. d. Kompensasi
75
Pada dasarnva kompensasi yang dimaksudkan oleh Pasal 1425 KUH Perdata adalah suatu keadaan dimana dua orang/pihak saling berutang satu sama lain, yang selanjutnya para pihak sepakat untuk mengompensasikan hutang-piutang tersebut, sehingga perikatan hutang tersebut menjadi hapus. Definisi jaminan di atas ada kesamaan dengan definisi yang dikemukakan oleh Hartono Hadioeprapto berpendapat bahwa jaminan adalah “Sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dengan uang yang timbul dari suatu perikatan” denifisi jaminan yang dipaparkan di atas adalah : 1. Difokuskan pada pemenuhan kewajiban kepada kreditur (bank). 2. Wujud jaminan ini dapat dinilai dengan uang (jaminan materiil). 3. Timbulnya jaminan karena adanya perikatan antara kreditur dengan debitur. Istilah yang digunakan oleh M. Bahsan adalah jaminan. Beliau berpendapat bahwa jaminan adalah “Segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat”. Alasan digunakan jaminan karena: 1. Telah lazim digunakan bidang ilmu hukum dalam hal ini berkaitan dengan penyebutanpenyebutan, seperti hukum jaminan dan sebagainya. 2. Telah digunakan dalam beberapa peraturan perundang-undangan
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
tentang lembaga jaminan, seperti yang tercantum dalam UndangUndang Hak Tanggungan dan Jaminan Fiducia. Pengertian jaminan dalam landasan teori ini yaitu sebagai suatu tanggungan yang mempunyai kata yaitu jamin yang dapat diartikan tanggungan. Dalam jal ini yang dimaksud adalah tanggungan atas segala perikatan dari seserang seperti yang diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata maupun tanggungan atas perikatan tertentu dari seseorang seperti yang diatur dalam Pasal 1139 – 1149 KUH Perdata mengenai piutang yang diistimewakan. Pasal 1150 – 1160 KUH Perdata mengenai Hipotek, Pasal 1820 – 1850 KUH Perdata mengenai penanggungan utang dan akhirnya seperti yang ditetapkan oleh Yurispridensi dan Undangundang Nomor 42 tahun 1999 tentang hak tanggungan ialah fiducia. Jaminan atau tanggungan disini dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Jaminan umum yaitu suatu jaminan atas segala perikatan seseotang; 2. Jaminan kusus yaitu suatu jaminan atau tanggungan atas perikatan tertentu dari seseorang. Dari pengertian tersebut mempunyai konsekuensi yang berbeda-beda karena di dalam pelaksanaan pemberian jaminan tersebut juga mempunyai perbedaan yang signifikan. C. Analisis Tentang Upaya Penyelesaian Piutang Bagi Anggota Koperasi Dalam Pelaksanaan Pinjaman Tanpa Jaminan.
76
Unsur kepercayaan dalam suatu perjanjian kredit mutlak diperlukan sehingga dalam penylauran kreditnya kreditur diwajibkan agar memiliki keyakinan atas kembalinya kredit yang diberikan kepada debitur tersebut tepar pada waktunya yang telah diperjanjikan, sehingga dengan adanya keyakinan tersebut pihak kreditur dalam hal ini akan merasa terlindungi hak – haknya untuk memperoleh kembali uang atau barang yang diberikan kepada kreditur tersebut secara kredit. Demi terciptanya suatu persetujuan antara kedua belah pihak yang menginginkan adanya kegiatan yang saling menguntungkan dan demi terciptanya perekonomian masyarakat yang sehat maka pihak – pihak atau lembaga pemberi kredit termasuk koperasi harus melakukan penelitian terhadap debitur selaku penerima kredit pada faktor – faktor yang harus memiliki debitur sebelum menerima kredit, faktor – faktor tersebut lazim disebut dengan The five C’5 of credit Analsys sebagai ukuran untuk menganalisis kemampuan debitur tentang kesanggupan debitur agar dapat mengembalikan pinjamannya dalam suatu permohonan kredit. The five C’5 Of Credit Analysis tersebut terdiri dari: 1. Character ( watak ) Ialah keadaan watak dan sifat dari calon nasabah , baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usahanya. Penelitian character merupakan penilaian terhadap kejujuran, ketulusa, kepatuhan akan janji serta
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
2.
3.
4.
5.
kemauan kembali untuk membayar hutang – hutangnya. Capasity ( kapasitas ) Kapasitas dalah kemampuan ynag dimiliki oleh calon nasabah untuk membuat rencana dan mewujudkan rencana tersebut menjadi kenyataan, termasuk dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Sehingga pada nantinya calon nasabah tersebut dapat melunasi hutanghutangnya dikemudian hari. Capital ( dana ) Kapital adalah dana yang dimiliki oleh calon nasabah untuk menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya. Adapun penilaian terhadap kapital adalah untuk mengetahui keadaan, permodalan, sumber – sumber dana dan penggunaannya. Condition Of Ekonomi ( kondisi ekonomi ) Kondisi ekonomi adalah keadaan sosial ekonomi suatu saat yang mungkin dapat mempeengaruhi maju mundurnya usaha calon nasabah. Penilaian terhadap kondisi yang dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana kondisi ekonomi itu berpengaruh terhadap kegitaan usaha calon nasabah dan bagaimana nasabah tersebut mengatasi atau mengantisipasinya sehingga usahanya tatap hidup dan berkembang. Collateral ( jaminan ) Collateral adalah barang- barang yang diserahkan calon nasabah sebgai agunan dari kredit yang akan diterimanya. Tujuan penilain collateral adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana
77
resiko tidak dipenuhinya kewajiban financier kepada pihal pemberi kredit dapat ditutup oleh nilai agunan yang diserahkan oleh calon nasabah Penilaian terhadap barang agunan ini meliputi jenis atau macam barang, nilainya, lokasinya, bukti pemilikan atau status hukumnya. Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1995 Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi ynag kegiatannya hanya usaha simpan pinjam. Dalam hal ini kegiatan unsha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan , calon anggota koperasi yang bersangkutan dan koperasi lain atau anggotanya. Agar keberadaan suatu perjanjian diakui secara yuridis (Legally Coneluded Contrac) haruslah sesuai dengan syarat- syarat sahnya perjanjian atau persetujuan yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang meliputi 4 syarat yaitu : 1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya. Kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat mengenai hal – hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Sepakat mengandung arti apa yang dikehendaki pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. 2. Kecakapan untuk membuat sutau perikatan. Cakap artinya orang-orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Sorang telah dewasa atau akil balik, sehat
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
jasmani dan rohani dianggap cakap menurut hukum sehingga dapat membuat suatu perjanjian. Orang-orang yang dianggap tidak cakap menurut hukum ditentukan dalam pasal 1330 KHU Perdata , yaitu : a. Orang yang belum dewasa b. Orang yang ditaruh di bawah pengampun. 3. Suatu hal tertentu. Suatu hal atau pbjek tertentu artinya dalam membuat perjanjian apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bias ditetapkan. 4. Sutu sebab yang halal. Suatu perjanjian adalah sah bila tidak bertentangan dengan undang – undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian wajib pula memperhatikan asas-asas perjanjian : 1. Asas konsensualitas yatu : perjanjian terjadi ketika ada sepakat. Hal ini dapat dilihat dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian ( Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata); 2. Asas kebebasan berkontrak : Setiap orang bebas untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, dan 3. Asas pacta sunservanda: Perjajian yang dibuat secara sah berlakunya sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata): 4. Asas itikad baik dibedakan dalam pengertian subyek daun obyektif: Itikad baik dalam pengertian subyek adalah
78
kejujuran dari pihak yang terkait dalam melaksanakan perjanjian, dan pengertian obyektif bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata): 5. Asas berlakunya suatu perjanjian bahwa suatu perjanjian hanya berlaku bagi pihak yamg membuatnya saja kecuali telah diatur oleh undang-undang misalnya perjanjiangaransi dan perjanjian untuk pihak ketiga (Pasal 1315 KUHPerdata). Setiap perjanjian kredit maka posisi kreditur selalu lebih tinggi atau kuat apabila dibandingkan dengan posisi debitur, hal ini dalam kenyataan debiturlah yang membutuhkan dana atau modal sedangkan kreditur yang menyediakannya. Secara psikologis apabila debitur membutuhkan dana atau modal maka akan tunduk pada syarat yang telah ditentukan kreditur agar bisa mendapatkan uang atau modal. Adanya akta perjanjian yang telah disepakati bersama diharapkan bahwa isi perjanjian tersebut betulbetul dilaksanakan oleh para pihak, sehingga tujuan diadakanya perjanjian tersebut dapat tercapai dan terpenuhi. Unsur kepercayaan dalam suatu perjanjian kredit mutlak diperlukan sehingga dalam penyaluran kreditnya pihak-pihak pemberi kredit lainnya diwajibkan agar memiliki keyakinan atas kembalinya kredit yang diberikan kepada debitur tersebut tepat pada waktu yang telah deperjanjiakan, sehingga dengan adanya keyakinan tersebut pihak kreditur dalam hal ini
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
akan merasa terlindungi hak-haknya untuk memperoleh kembali uang atau barang yarg diberikan kepada kreditur tersebut secara kredit. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (11) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, perjanjian kredit dibuat secara kontraktual berdasarkan pinjam-meminjam yang diatur dalam Buku III Bab 13 KUH Perdata. Oleh karena itu, ketentuan mengenai berakhirnya perikatan dalam Pasal 1381 KUH Perdata berlaku juga untuk perjanjian kredit. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka perjanjian kredit bank berakhir karena peristiwaperistiwa berikut: 1. Pembayaran Pernbayaran (lunas) ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur, baik pembayaran hutang pokok, hingga denda maupun biaya-biaya lainnya yang wajib di bayar lunas oleh debitur. 2. Subrogasi Subrogasi oleh Pasal 1400 KUH Perdata disebutkan sebagai penggantian hak-hak si berutang oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada si berpiutang. 3. Novasi Pembaharuan hutang atau novasi di sini adalah dibuatnya suatu perjanjian kredit yang baru untuk atau sebagai pengganti perjanjian kredit yang lama. Sehingga dengan demikian yang hapus/berakhir adalah perjanjian kredit yang lama. 4. Kompensasi Pada dasarnya kompensasi yang dimaksud oleh pasal 1425 KUH Perdata, adalah suatu keadaan di mana dua orang/pihak saling berutang satu sama lain, yang
79
selanjutnya para puhak sepakat untuk mengkompensasikan hutang-piutang tersebut, sehingga perikatan hutang tersebut menjadi hapus. F. KESMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: a. Unsur kepercayaan dalam suatu perjanjian kredit mutlak diperlukan sehingga dalam penytaluran kreditnya kreditur diwajibkan agar memiliki keyakinan atas kembalinya kredit yang diberikan kepada debitur tersebut tepat pada waktu yang telah diperjanjikan, faktor –faktor tersebut lazim disebut The five C5 of credit analisys sebagai ukuran untuk menganalisis kemampuan debitur tentang kesangupan debitur agar dapat mengembalikan pinjamannya dalam satu permohonan kredit. b. Upaya yang dilakukan oleh koperasi apabila debitur wanprestasi adalah melalui mekanisme pemanggilan debitur. Pemanggilan tersebut dilakukan pihak koperasi selaku kreditur bertujuan untuk mengetahui alas an debitur belum melunasi hutangnya secara dialog antara kreditur dengan debitur. Apabila upaya tindakan persuasive melelui penyelamatan tidak membuahkan hasil maka pihak koperasi akan melakukan upaya selanjutnya adalah dengan cara staf dari koperasi mendatangi rumah debitur dan terakhir setelah dilakukan penagihan
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
secara langsung tetap tidak membuahkan hasil, maka tindakan tersebut digunakan oleh koperasi selaku kreditur sebagai alat bukti dalam membuat laporan kepada pihak kepolisian untuk dilakukan pemanggilan paksa. 2. Saran-saran Dalam penyaluran kredit diharapkan pihak koperasi selalu memperhatikan dan menerapkan prinsip kehati-hatian dan melakukan analisis kridit secara cermat, teliti dan mendalam dari berbagai aspek berdasarkan prinsip-prinsip yang berlaku secara universal dalam dunia perkoperasian. Hal ini dipandang perlu untuk menghindari atau mengantisipasi munculnya kridit bermasalah dikemudian hari. Apabila debitur wanprestasi sebaiknya koperasi senantiasa terlebih dahulu melakukan upaya persuasif untuk penyelamatan melalui penagihan secara kekeluargaan sebelum mengambil tindakan hukum. Hal ini disebabkan melalui upaya yang persuasif lebih efektif dari melakukan upaya-upaya hukum. Mengingat upaya hukum memerlukan biaya dan tenaga dan waktu yang cukup lama. Apabila upaya eksekusi terpaksa harus dilakukan maka dalam pandangan penulis, pihak koperasi harus mampu mengoptimalisasikan lembaga para eksekusi yaitu pelaksanaan yang tidak memerlukan penetapan pengadilan terlebih dahulu yang mudah, cepat dan pasti serta efisien dari sisi biayanya.
80
DAFTAR PUSTAKA Buku: Internet, Undang-undang No. 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian Indonesia Anwari, widjono. 1997. Pola Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam Jawa Timur. Surabaya: Departemen Koperasi dan Usaha Kecil KANWIL .JATIM Badrulzaman, M.D. 1987. Bab-bab tentang Crediverband, Gadai dan Viducia, Cetakan IV. Bandung: Alumni. ………..1991. Perjanjian Kredit Bank. Citra ditya Bakti Bahsan, M.2002. Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta: Rejeki Agung Djumhana, Muhammad. 1993. Hukum Perbankan Indonesia. Bandung. Citra Aditya bakti Fuady, Munir. 2001. Hukum kontrak (dari sudut pandangHukum Bisnis), Bandung. PT. Citra Aditya Bakti Hadikusuma, Rahardja Sutantya R.T.2000. Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hartono, H dan H. Salim H.S., M.S. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Meliala, A.Q.S1985. Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya. Yogyakarta: Liberty Muhammad, Abdulkadir.1992. Hukum Perikatan Bandung : Citra Aditya Bakti ………..1986. Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni Pramono, Nindyo. 1986. Beberapa Aspek Koperasi pada Umumnya dan
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam
MEDIA SOERJO Vol. 13 No. 2. Oktober 2014 ISSN 1978 – 6239
Koperasi Indonesia Di Dalam Perkembangan, Yogyakarta : TPK Gunung Mulia. Eahman, Hasanuudin. 1998. Aspek – Aspek Hukum Pemberian kredit Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti Satrio, J. 1996. Hukum Jaminan Hak – Hak Kebendaan, Bandung : Citra Aditya Bakti. ____Hukum Jaminan, Hak – Hak Jaminan Pribadi. Tentang Perjanjian Penanggungan Dan Perikatan Tanggung Menanggung. Setiawan, R., 1994. Pokok – pokok Hukum Perikatan. Bandung : Bina Cipta , Bandung : Citra Aditya Bakti Subekti, R., 1982. Jaminan – jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bhakti ____1991. Hukum Perjanjian Cetakan XIII. Jakarta : Intermasa ____1992. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradya Paramita ____, 1992. Aneka Perjanjian. Jakarta: Intermasa ____, 1995. Aneka Perjanjian, Bandung : Citra Aditya Bhakti. Sutrano. 2003. Aspek – aspek Hukum Perkreditan Bank, Bandung : Alfabeta. Suyanto, T. H. A. Chalik. Made. S. Tinon. Y. A. dan D T. Marala. 1999. Dasar – Dasar Perkreditan. Jakarta: FF Gramedia Pustaka Utama Tiong, O.H. 1985. Fidusia Sebagai Jaminan Unsur – Unsur Perikatan. Jakarta: Ghalia Indonesia
81
Hadikusuma, Hilman, 1995. Metode Pembuatan Kertas Kerja Atau Skripsi Ilmu Hukum, Jakarta : CV. Mandar Maju Patrik, Purwahid dan Khasadi, HUkum Jaminan edisi Revisi dengan UUHT, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro . ____ 1986. Asas – asas Itikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, Semarang, Badan Penerbit UNDIP. ____,1994. Dasar – Dasar Hukum Perikatan ( Perikatan yang lahir dari perjanjian dan dari Undang – Undang), Bandung : Mandar Maju ____1996. Hukum Jaminan, Semarang: Pusat Hukum Perdata dan Pembangunan. Soekanto, Soeryono, 1998. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, cetakan 3 Wiryono Projodikoro, R., 1993. Asas – asas Hukum Perjanjian, Bandung: Sumur
Reni Sulistyawati, Penyelesaian Kewajiban Piutang Tanpa Jaminan Bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam