KEGIATAN KOPERASI SIMPAN PINJAM BINTANG JAYA ATAS PERJANJIAN KREDIT SIMPAN PINJAM DIMANA TANAH SEBAGAI JAMINAN HUTANG (studi kasus: Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor 03-03/JK/II/2013/BPSK.ska) Yohanes Dharmaly Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, 16424, Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak Peran Koperasi Simpan Pinjam merupakan suatu wadah sebagai landasan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup para anggota yang tergabung dengan mempunyai kesamaan nasib, kesamaan keadaan yaitu keadaan ekonomi yang lemah berdasarkan pada ekonomi kerakyatan dengan menghimpun serta menyalurkan dana kepada masyarakat. Dalam prakteknya timbul permasalahan khususnya mengenai koperasi yang menyimpang dalam pelaksanaan Perjanjian Kredit dimana Tanah sebagai Jaminan Hutang.Beberapa kasus Koperasi Simpan Pinjam yang menjadi latar belakang terjadinya penyimpangan dalam melakukan kegiatan usaha yaitu Koperasi Bintang Jaya di Solo.dalam Putusan Badan Penyelesaian Sengketa konsumen Nomor 03-03/JK/II/2013/BPSK.ska. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas mengenai pengaturan peraturan Perundang-undangan terkait dengan Perjanjian Kredit Koperasi Simpan Pinjam serta hubungan kreditur dan debitur terkait dengan putusan Badan Penyelesaian Sengketa. Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa dalam kegiatan usaha Koperasi memang terimplementasi aspek hukum perjanjian yangdiatur dalam KUH Perdata dan Koperasi yang menjadi objek penelitian bertanggung jawab pada setiap resiko kegiatan usaha yang ada. CREDIT COORPORATE ACTIVITIES OF BINTANG JAYA WITHIN THE CREDIT UNION'S AGREEMENT. SPESIFICALLY WHEREAS LAND AS THE COLLATERAL. (case study: the dispute of Consument settlement body board Number 0303/JK/II/2013/BPSK.ska) ABSTRACT Credit Union’s roles are as a facilitator and a foundation to improve the welfare of its members which have similarity in fortune and welfare. It is based on the civil’s economy which collecting, channeling and distributing funds evenly. In practice, the problem arises particularly on the deviation in implementation of Credit Agreement whereas land as a collateral debt. One of the credit union’s cases related to the deviation in the implementation is the Bintang Jaya corporative’s business activity in Solo. Specifically, the dispute of settlement decision’s board regarding consumers, No. 03-03/JK/II/2013/BPSK.ska.
Kegiatan koperasi simpan pinjam..., Yohanes Dharmaly, FH UI, 2014
Therefore, this thesis will elaborate and disscuss laws and regulations associated to the agreement of the credit unions’s credit as well as the relation between creditor and debitor regarding the dispute within the settlement body board. The result from this thesis shows a positive relationship between corporate or business activity and the implementation of laws and regulations are regulated in the civil code. The coorperative whereas the object research are responsible for any risks of existing business activities. Pendahuluan Pembangunan perekonomian di Indonesia dilakukan dengan asas kekeluargaan serta dengan cara menguasai cabang produksi dan sektor-sektor yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak.1 Hal ini didasarkan pada UUD 1945 yaitu pada Pasal 33 yang menjadi landasan bagi arah sistem ekonomi bangsa Indonesia. Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa: “(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara; (3) Bumi, air, beserta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”2 Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yaitu mengenai perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan mencerminkan pada suatu usahayaitu koperasi.3 Koperasi mencerminkan asas kekeluargaan karena koperasi sendiri berdiri karena keadaan ekonomi masyarakat yang memprihatinkan.4 Koperasi merupakan suatu wadah sebagai landasan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup para anggota.5 Berdasarkan pada prinsip ini maka yang tergabung dalam koperasi adalah orang yang tergabung dengan mempunyai kesamaan nasib, kesamaan keadaan yaitu keadaan ekonomi yang lemah sehingga mereka bergabung untuk mencapai suatu tujuan yang sama dalam hal untuk memajukan kesejahteraan para anggota yang tergabung dalam koperasi tersebut.
1 2
Indonesia (a), Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ps. 33. Ibid.
3
Berdasarkan penjelasan UUD 1945 sebelum amandemen dinyatakan secara tegas bahwa badan usaha yang dimaksud dalam pasal ini adalah koperasi. 4
Haymans, Adler Manurung, Modal untuk Bisnis UKM, Cet-2, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2008), hal 50. 5
Indonesia (b), Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, UU No. 25 Tahun 1992, LN No. 116 Tahun 1992, TLN. No. 3502, ps. 4.
Kegiatan koperasi simpan pinjam..., Yohanes Dharmaly, FH UI, 2014
Kesejahteraan masyarakat luas dan bersama merupakan dasar pengembangan koperasi Indonesia.6 Koperasi merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat digunakan untuk memulai usaha baik yang berskala kecil maupun berkala menengah untuk menanggulangi pengangguran, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, membantu perekonomian masyarakat ekonomi lemah. Selain itu koperasi ini didirikan dengan gerakan ekonomi kerakyatan dengan asas serta prinsip kekeluargaan seperti yang tertuang dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.7 Tujuan didirikan koperasi adalah secara tidak langsung untuk memajukan sektor atau bidang usaha yang kurang berkembang dan kurang maju.8Keuntungan lainnya seperti dapat mengembangkan sumber daya manusia, pengembangankeahlian, mengembangkan perekonomian produsen skala kecil, mengembangkan inovasi dan dapat mendistribusikan pendapatan yang seimbang.9 Dalam rangka mengembangkan koperasi, para pengurus dan anggota selalu mencoba untuk dapat menjalankan koperasi tersebut dengan sebaik-baiknya dan mencoba untuk menempuh segala cara agar Koperasi tersebut terus berkembang. Namun sering kali dengan berjalannya perkembangan kegiatan koperasi tersebut tidak berjalan dengan baik. Debitur sebagai pengguna barang seriringkali tidak puas dengan layanan yang diberikan oleh koperasi sebagai kreditur. Ketidakpuasannya tersebut membawa permasalahan tersebut masuk sampai di jalur hukum karena dianggap telah adanya kerugian yang timbul oleh debitur karena kreditur. Adanya bukti nyata dalam kasus yang akan dijabarkan berikut ini membuktikan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, koperasi seringkali juga dihadapi oleh masalah-masalah dengan debitur. Hal ini dapat dilihat dalam kasus berikut Yuliani Mahmudah (debitur) sebagai PENGADU Melawan Koperasi Bintang
Jaya
dalam
Putusan
Badan
Penyelesaian
Sengketa
Kota
Solo
Nomor:
03-
03/JK/II/2013/BPSK.Ska. Bahwa pada tanggal 24 Juli 2012, PENGADU meminjam sejumlah uang kepada Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Bintang Jaya, yang beralamat di Jalan Kolonel Sutarto No. 86 Surakarta, berdasarkan Perjanjian membuka kredit, Nomor: 302.859.A.12.07.12. Di dalam Perjanjian tersebut 6
Thoby Mutis, Pengembangan Koperasi, Cet-4, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), hal. 7.
7
Arifin, Imarnul, Giana Hadi Wagiana, Membuka Cakrawala Ekonomi, Cet-1, (Bandung: PT Setia Purna Inves, 2007), hal. 78. 8
Yohanes Harsoyo, Ideologi Koperasi Menatap Masa Depan, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006),
9
Arifin Sitio dan Halomoan Tamba, Koperasi: Teori dan Praktik (Jakarta: Erlangga, 2001), hal. I dan 2.
hal. 116.
Kegiatan koperasi simpan pinjam..., Yohanes Dharmaly, FH UI, 2014
ditetapkan PENGADU memperoleh pinjaman sebesar Rp 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah), dimana PENGADU diwajibkan mengembalikan uang pinjaman yang telah diterima dalam tenggang waktu 12 bulan, dengan bunga 3% perbulan (diperhitungkan dari sisa pinjaman setiap bulan), sehingga setiap bulannya wajib membayar pokok dan bunga sebesar Rp.45.000. Untuk menjamin agar PENGADU melaksanakan kewajibannya, PENGADU menyerahkan jaminan kepada pihak KSP Bintang Jaya, berupa sebidang tanah beserta bangunan diatasnya dengan sertifikat HM. No, 1119, seluas ± 57 M2 yang terletak di Kelurahan Manahan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, atas nama Ny. Sri Sukarni Binti Wiryosemito. Pada saat pembayaran PENGADU telah membayar jasa/bunga selama tiga bulan, yaitu pada bulan Agustus, September dan Oktober 2012, masing (per-bulan) sebesar Rp. 45.000, tetapi belum membayar hutang pokoknya. PENGADU menerangkan, tidak membayar hutang pokoknya selama 3 (tiga bulan), karena pihak KSP Bintang Jaya (TERADU) tidak mau menerima dengan alasan masih dalam proses. Pada tanggal 24 Nopember 2012, PENGADU mendatangi KSP Bintang Jaya untuk melunasi seluruh hutang pokok (Rp. 1.500.000) dan bunga yang masih terhutang, dan bermaksud mengambil sertifikat yang telah diserahkan dan dijadikan jaminan hutang kepada pihak KSP Bintang Jaya. Pada saat itu Pihak KSP Bintang Jaya, tidak bersedia menerima pelunasan hutang dari PENGADU sebesar Rp 1.500.00 (ditambah bunga), karena menurut KSP Bintang Jaya, PENGADU memiliki pinjaman (hutang) kepada KSP Bintang Jaya sebesar Rp 7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) ditambah bunga. Dalam hal ini PENGADU tidak bersedia untuk mengembalikan uang sebesar Rp 7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) ditambah bunga, karena PENGADU selama ini hanya menerima pinjaman sebesar Rp. 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah), sehingga oleh karenanya PENGADU hanya bersedia mengembalikan sebesar Rp 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah) ditambah bunga. Dari pihak KSP Bintang Jaya sendiri pernah berjanji untuk mempertemukan PENGADU dengan pimpinan KSP Bintang Jaya, dan pernah pula berjanji akan menyelesaikan adanya perbedaan jumlah besarnya pinjaman yang diterima oleh PENGADU, akan tetapi sampai PENGADUAN ini diajukan ke BPSK, tidak pernah dilakukan (tidak pernah ditepati). Dalam kasus ini pihak PENGADU memang tidak dapat menunjukkan perjanjian membuka kredit, yang didalamnya terdapat tanda tangan dari kedua belah pihak (pihak PENGADU dan pihak KSP Bintang Jaya). Akan tetapi PENGADU dapat menunjukkan:Tanda bukti penerimaan pinjaman sebesar Rp. Rp 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah), dengan kertas yang berkepala Koperasi Simpan Pinjam Bintang Jaya, dan ditandatangi oleh Umi Fajarini, tertanggal 24 Juli 2012 serta tanda terima pembayaran jasa/bunga (tanpa pembayaran hutang pokok) pada bulan Agustus 2012, dari Yuliani Mahmudah kepada KSP Bintang Jaya, sebesar Rp. 45.000 (empat puluh lima ribu rupiah). Berdasarkan keadaan ini, maka PENGADUmengajukan permohonan kepada BPSK untuk menyelesaikan masalah ini, sesuai dengan hak
Kegiatan koperasi simpan pinjam..., Yohanes Dharmaly, FH UI, 2014
dan kewajiban yang dimiliki oleh pihak PENGADU yaitu: agar pihak KSP Bintang Jaya mengembalikan Sertifikat HM. No, 1119, seluas ± 57 M2 terletak di Kelurahan Manahan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, atas nama Ny. Sri Sukarni Binti Wiryosemito, yang dijadikan sebagai jaminan dalam Perjanjian membuka kredit, Nomor: 302.859.A.12.07.12.Dengan tidak dikembalikannya sertifikat milik PENGADU ini, maka PENGADU mengajukan gugatan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan salah satu bentuk karya tulis ilmiah, yang membutuhkan data penunjang. Untuk dapat memperoleh data tersebut maka dilakukan metode tertentu yaitu metode penelitian hukum. Fungsi dari metode penelitian hukum tersebut adalah menentukan, merumuskan, dan menganalisa serta memecahkan masalah tertentu untuk dapat mengungkapkan kebenaran-kebenaran. Adapun Tipologi penelitian dari sudut sifatnya merupakan penelitian hukum normatif yang terkait dengan keberlakuan atas syarat perjanjian kredit atas tanah sebagai objek hak tanggungan dalam perjanjian serta kemungkinan akibat yang akan ditimbulkannya. Penelitian hukum yang normative (legal research) biasanya“hanya”merupakan studi dokumen, yakni menggunakan sumber-sumber data sekunder saja yang berupa peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan pendapat para sarjana.
Itu pula sebabnya digunakan analisis secara kualitatif (normatif-kualitatif) karena datanya
bersifat kualitatif. Menurut tujuan penelitiannya adalah mencari fakta dari kontrak antara debitur dan kreditur. Penelitian ini ditujukan utama hanya kepada pasal-pasal dan butir-butir dalam perjanjian yang dianggap melanggar dengan ketentuan asas-asas perjanjian dan ketentuan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini juga menitik beratkan kepada teori-teori kepastian hukum serta norma norma yang berlaku umum di perjanjian sesuai dengan ilmu disiplin hukum. Data pendukung teori juga akan diambil melalui studi kepustakaan, sehingga dalam teknik pengumpulan data mulai mengumpulkan data, mempelajari literatur-literatur, buku-buku tulisan-tulisan dari para ahli yang berkaitan dengan objek penelitan. Mengingat objek penelitian masih merupakan hal baru di Indonesia maka metode pengumpulan data terbatas kepada wawancara dan kepustakaan untuk mendukung teori dan mencari kesimpulan dari hasil penelitian. Adapun bentuk lain dari penelitian ini menggunakan metode penelitian yang berdasarkan metode normatif (studi kepustakaan) artinya hanya dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang bersifat umum. Metode normatif dalam penulisan ini dilakukan dengan cara mengadakan
Kegiatan koperasi simpan pinjam..., Yohanes Dharmaly, FH UI, 2014
analistis terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan buku seperti artikel dan makalah yang berhubungan dengan penulisan ini. Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bahan Hukum Primer Adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, meliputi peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi. Bahan hukum primer yang dipakai dalam melakukan penelitian ini adalah ketentuan perundang-undangan mengenai hukum perdata, khususnya dalam bidang ekonomi dan koperasi. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau Burgelijk Wetboek.
2. Bahan Hukum Sekunder Adalah bahan yang menjelaskan bahan hukum primer, yang isinya tidak mengikat. Bahan sekunder tersebut antara lain meliputi jurnal, majalah, artikel, surat kabar, buku, serta hasil karya ilmiah lainnya yang membahas mengenai masalah perjanjian. Data sekunder yang akan diperoleh adalah salah satunya dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang Nomor tentang Koperasi, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetbok) yang diterjemahkan oleh Subekti dan menurut Lembaran Negara berlaku sebagai hukum positif di Indonesia dan Undang-undang Nomor tentang Hak Tanggungan. Data lain yang diperoleh dari penelitian surat perjanjian atau bahan pustakan tersebut akan dianalisa melalui pendekatan kualitatif dan untuk mendukung data dan bahan maka akan menggunakan alat pengumpul data lain yaitu wawancara dengan narasumber.
3. Bahan Hukum Tersier Adalah bahan yang menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain. Koperasi Simpan Pinjam menurut Undang-undang tentang Koperasi Menurut Fuad, Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang bergerak dalam penghimpunan dana dari para anggota, dan menyalurkannya kepada anggota yang memerlukan modal atau biaya untuk membiayai kehidupan sehari-harinya.10 Koperasi simpan pinjam mempunyai kegiatan usaha simpan pinjam dengan prinsip memiliki kegiatan ekonomi yang sama seperti koperasi simpan pinjam dengan anggota petani, 10
Fuad, M., Et al, Op.Cit., hal. 70.
Kegiatan koperasi simpan pinjam..., Yohanes Dharmaly, FH UI, 2014
nelayan atau karyawan.11 Koperasi ini lahir dari latar belakang kegiatan utama koperasi yaitu mengumpulkan simpanan uang dari para anggotanya kemudian setelah terkumpul dalam jumlah yang besar untuk dipinjamkan kepada para anggota yang membutuhkannya. Seperti halnya bank kredit maka masyarakat sehari-hari mengenal dengan koperasi kredit. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan kegiatan Usaha Simpan Pinjam I oleh Koperasi Pasal 1 angka 1 Kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya. Selanjutnya dalam angka 2 menyebutkan bahwa Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam. Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan.12 Kegiatan Usaha Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam adalah:13
a) menghimpun simpanan koperasi berjangka dan tabungan koperasi dari anggota dan calon anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya; b) memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya.
Dalam memberikan pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam wajib memegang teguh prinsip pemberian pinjaman yang sehat dengan memperhatikan penilaian kelayakan dan kemampuan pemohon pinjaman.14 Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dalam melayani koperasi lain dan atau anggotanya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan perjanjian kerjasama antar koperasi.15 11
Arifin, Imarnul, Giana Hadi Wagiana, Membuka Cakrawala Ekonomi, (Bandung: PT Setia Purna Inves, 2007), Cet 1, hal 78. 12
Indonesia (c), Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan kegiatan Usaha Simpan Pinjam I Oleh Koperasi, PP Nomor 9 Tahun 1995, ps. 1 angka 7. 13
Ibid., ps. 19 ayat (1).
14
Ibid., ayat (2).
15
Ibid., ayat (3).
Kegiatan koperasi simpan pinjam..., Yohanes Dharmaly, FH UI, 2014
Landasan Hukum Koperasi Landasan Hukum Koperasi diatur dalam Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut: a. Undang-Undang RI No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian khususnya pada Pasal 44 UU No. 25 Tahun 1992 mengatur mengenai Koperasi Simpan Pinjam; b. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi mengatur mengenai Organisasi, Pengelolaan, Kegiatan Usaha, Sanksi, dan Pembubaran Koperasi Simpan Pinjam; c. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi mengatur mengenai Pendirian, Pembagian, Penggabungan, Kepengurusan, Pengelolaan, Pengawasan, Pembinaan dan Pengembangan dalam Koperasi Simpan Pinjam. d. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 15/Per/M.KUKM/XII/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi mengatur mengenai Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 40 Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 19/Per/M.KUKM/XI/2008; e. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 20/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi mengatur mengenai ruang lingkup penilaian kesehatan koperasi Simpan Pinjam; dan f.
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 21/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi mengatur mengenai penyelenggaraan pengawasan terhadap koperasi simpan pinjam oleh pengawas yang berwenang dengan berbagai kriteria.
Pembebanan Hak Tanggungan Pembebanan hak tanggungan merupakan suatu proses yang terdiri atas dua tahap, yaitu diawali dengan tahap pemberian hak tanggungan dan akan diakhiri dengan tahap pendaftaran. Dimana tata cara pembebanan hak tanggungan ini wajib memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Kegiatan koperasi simpan pinjam..., Yohanes Dharmaly, FH UI, 2014
Tahap pemberian hak tanggungan dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang, dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, untuk memenuhi syarat spesialitas. Sedangkan tahap pendaftaran hak tanggungan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten setempat, dengan pembuatan buku tanah hak tanggungan dan Sertipikat Hak Tanggungan, untuk memenuhi syarat publisitas. Proses pembebanan hak tanggungan akan diuraikan sebagai berikut:16
•
Tahap pemberian Hak Tanggungan Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji akan memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu. Janji tersebut wajib dituangkan di dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya menimbulkan utang.
•
Pemberian hak tanggungan ini dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersifat autentik. Akta Pemberian Hak tanggungan ini dibuat oleh dan/atau dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang. Bentuk dan isi Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Formulir Akta Pemberian Hak Tanggungan berupa blanko yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Akta Pemberian Hak Tanggungan ini dibuat dua rangkap asli atau in originali yang masing-masing ditandatangani oleh pemberi hak tanggungan atau debitor atau penjamin, pemegang Hak tanggungan atau kreditor, dua orang saksi dan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Lembar pertama disimpan di kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah dan lembar kedua diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk keperluan penda ftaran hak tanggungan. Sedangkan para pihak hanya diberikan salinan dari Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut.
Pada dasarnya UUHT memperbolehkan dalam akta untuk membuat isi-isi perjanjian yang dikehendaki pra pihak, namun Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan terdapat janji yang dilarang untuk diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan, yaitu janji yang memberi wewenang kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki objek hak tanggungan secara serta merta, apabila debitor cidera janji. Larangan tersebut merupakan suatu pembatasan yang diadakan dalam rangka melindungi 16
Indonesia (d), Op.Cit., ps. 10 ayat (1).
Kegiatan koperasi simpan pinjam..., Yohanes Dharmaly, FH UI, 2014
kepentingan pemberi hak tanggungan, jika tetap diperjanjikan maka akan batal demi hukum. Berdasarkan asasnya pembebanan hak tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi hak tanggungan sebagai pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum untuk membebankan hak tanggungan atas objek yang dijadikan jaminan utang. Namun apabila pemberi hak tanggungan benarbenar berhalangan hadir, dalam hal ini pemberi hak tanggungan wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Penunjukan tersebut harus dilakukan dengan akta autentik yang dibuat oleh notaris. Selanjutnya dalam UUHT pasal 13 ayat (1) menyatakan
bahwa Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada kantor Pertanahan. Perjanjian Kredit menurut KUH Perdata
Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu dibagi dalam tiga macam, yaitu:17 perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang; perjanjian untuk berbuat sesuatu; dan perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu. Hal yang harus dilaksanakan tersebut dinamakan prestasi. Untuk mengetahui hal-hal apa yang wajib dilaksanakan oleh pihak yang terikat dapat dilihat dari beberapa sumber:18 1) Dari sumber undang-undang sendiri pada umumnya undang-undang hukum perjanjian telah
mengatur
beberapa
ketentuan
tentang
kewajiban-kewajiban
yang
mesti
dilaksanakan dengan sempurna. 2) dari akta/surat perjanjian yang dibuat berdasarkan persetujuan dari kehendak para pihak.
Maka dapat disimpulkan bahwa suatu prestasi dapat terlaksanakan karena memang diharuskan oleh undang-undang atau karena kehendak dari para pihak yang dituangkan dalam perjanjian selama hal yang dituangkan tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang. Sebagaimana pengaturan mengenai perjanjian kredit diatas dikaitkan dengan kasus, dimana adanya perbuatan hukum yang dilakukan oleh Yuliani Mahmudah dan Koperasi Bintang Jaya, maka jelas bahwa perjanjian kredit yang mereka buat tersebut secara tidak langsung juga tunduk kepada apa yang diaturdalam KUH Perdata. 17
R. Subekti, Op.Cit., hal. 36.
18
Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 56.
Kegiatan koperasi simpan pinjam..., Yohanes Dharmaly, FH UI, 2014
Selain itu juga dalam melakukan perbuatan hukum tersebut mereka juga perlu memperhatikan pengaturan mengenai perjanjian yang berlaku di KUH Perdata, dimana para pihak dalam mengikatkan diri kepada suatu perikatan tersebut harus memperhatikan syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata pasal 1320. Adapun ketentuan yang diatur dalam pasal ini yang terdiri atas syarat subjektif dan syarat objektif. Yuliani Mahmudah dan Koperasi Bintang Jaya telah memenuhi apa yang diatur dalam KUH Perdata pasal 1320. Dapat dilihat bahwa para pihak yang membuat perjanjian tersebut adalah subjek hukum yang sudah cakap hukum, mereka adalah orang dan badan hukum yang mengikatkan diri dalam perikatan tersebut berdasarkan kesepakatan. Adapun hal yang membuat mereka sepakat terikat dalam perjanjian tersebut dikarenakan adanya suatu sebab yaitu Yuliani Mahmudah meminjam uang dari Koperasi Bintang Jayadengan menjaminkan Sertifikat tanah miliknya agar Yuliani tetepa memenuhi kewajibannya. Maka berdasarkan hal ini jelas bahwa telah terpenuhinya syarat sahnya perjanjian yang ketiga. Syarat sahnya perjanjian yang terakhir adalah adanya suatu sebab hal yang halal, dimana maksud dari syarat ini menghendaki bahwa perjanjian yang dibuat para pihak tersebut adalah perjanjian yang tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana dilihat dari kasus ini perjanjian yang dibuat para pihak adalah perjanjian kredit diperbolehkan oleh peraturan yang berlaku. Melihat kepada ketentuan yang mengatur syarat sahnya perjanjian terkait dengan kasus diatas maka jelas perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut adalah perjanjian kredit yang sah menurut KUH Perdata pasal 1320. KUH Perdata tidak mengatur secara eksplisit mengenai perjanjian kredit namun hal ini dapat disimpulkan dari kata-kata dalam KUH Perdata Pasal 1754 bahwa “Perjanjian pinjammeminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang (uang) yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Sebagaimana Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., menyatakan bahwa perjanjian pinjam uang bersifat riil, tersimpul dari kalimat “pihak kesatu menyerahkan uang itu kepada pihak lain” dan bukan “mengikatkan” diri untuk menyerahkan uang.19 Oleh karena itu 19
Prodjodikoro (a), Op.Cit., hal. 137.
Kegiatan koperasi simpan pinjam..., Yohanes Dharmaly, FH UI, 2014
untuk yag berpendapat bahwa perjanjian kredit dianggap seperti perjanjian pinjam-meminjam dalam hal ini adalah pinjam meminjam uang maka sifat hukum dari perjanjian kredit adalah bersifat riil artinya perjanjian yang baru tercipta dengan diserahkan barang (uang) yang menjadi objek perjanjian. Marhainis Abdul Hay20 menyamakan antara perjanjian kredit dengan perjanjian pinjam mengganti yang diatur dalam Buku II KUH Perdata, maka konsekuensi logis dari pendiriannya adalah bahwa perjanjian kredit bersifat riil. Berdasarkan hal ini maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian kredit simpan pinjam yang dilakukan oleh Koperasi Bintang Jayaadalah perjanjian pinjam meminjam sebagaimana yang diatur KUH Perdata pasal 1754. Dengan sendirinya perjanjian kredit yang dibuat oleh para apihak tersebut juga tunduk kepada apa yang diatur oleh perjanjian pinjam meminjam dalam KUH Perdata pasal 1754. Sebagaimana pengaturan mengenai perjanjian pinjam meminjam mengharuskan pihak yang meminjam atau debitur untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang dipinjamkan kepadanya. Dalam halnya, pinjam meminjam, utang yang terjadi hanyalah terdiri atas jumlah uang yang disebutkan dalam perjanjian. salah satu kewajiban Peminjam dalam perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam KUH Perdata pasal 1763 bahwa orang-orang yang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama, dan pada waktu yang ditentukan. Dengan demikian maka untuk menetapkan jumlah uang yang terutang, kita harus berpangkal pada jumlaah yang disebutkan dalam perjanjian. Terkait dengan kasus diatas, apabila dilihat dari sisi dimana peminjam atau Yuliani yang meminjam uang kepada Koperasi Bintang Jaya sebesar Rp. 1.500.000,- ditambah dengan bunga 3% perbulan, maka yang menjaid kewajiban dari Yuliani tersebut adalah sejumlah Rp. 1.500.000,ditambah bunga 3% tersebut sesuai dengan apa yang tertera dalam perjanjian kredit tersebut. •
Perjanjian Kredit dimana Tanah sebagai Jaminan menurut UUHT Lahirnya pengaturan mengenai jaminan benda tidak bergerak yang diatur dalam KUH
Perdata tidak seluruhnya berlaku lagi sejak disahkannya Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT). Sebagaimana pengertian hak tanggungan yang diatur dalam UUHT Pasal 1 angka ke-
20
Hay, Op.Cit., hal. 148.
Kegiatan koperasi simpan pinjam..., Yohanes Dharmaly, FH UI, 2014
121 disimpulkan bahwa hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Pengaturan mengenai Hak Tanggungan yang terdapat dalam UUHT Pasal 8 ayat (1) ini menyebutkan bahwa pemberian hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Berdasarkan pasal ini maka jelas bahwa orang dan badan hukum dapat melakukan penjaminan atas suatu benda tidak bergerak. UUHT pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa “Hak Tanggungan atas tanah beserta bendabenda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain”. Selanjutnya UUHT Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa Kreditor adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu dan Debitor adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu;22 Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.23 dan Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan salah satunya adalah Hak Milik.24Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyekHak Tanggungan yang bersangkutan.25Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai 21
Indonesia (d), Undang-undang Tentang Hak Tanggungan, UU No. 4 Tahun 1996, ps. 1 ayat (1) berbunyi “Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain”. 22
Ibid., pasal 1 angka 3.
23
Ibid., pasal 3 ayat (2).
24
Ibid., pasal 4 ayat (1) huruf a.
25
Ibid., pasal 8 ayat (1).
Kegiatan koperasi simpan pinjam..., Yohanes Dharmaly, FH UI, 2014
pihak yang berpiutang.Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untukmemberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yangdituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjianutang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utangtersebut.26 Terkait dengan kasus diatas, maka jelas bahwa perbuatan hukum yang dilakukan oleh Penggugat dan Tergugat adalah perbuatan yang boleh dilakukan menurut UUHT. Sebagaimana hak tanggungan mengatur bahwa objek dalam UUHT adalah benda yang tidak bergerak, maka terkait dengan kasus diatas bahwa apa yang menjadi objeknya adalah tanah milik Penggugat yang menjadi jaminan dan melihat kepada subjek hukum hak tanggungan sebagaimana diatur dalam UUHT maka Yuliani dan Koperasi Bintang Jaya juga telah memnuhi subjek yang diatur dalam UUHT. Berdasarkan ketentuan-ketentuan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Perjanjian kredit koperasi dimana tanah menjadi jaminan juga mengacu kepada UUHT, karena segala sesuatu yang diatur mengenai tanah sebagai jaminan hutang tetap tunduk kepada UUHT. Dalam kasus ini perjanjian kredit yang dilakukan oleh Koperasi Bintang Jaya dan Yuliani dimana tanah sebagai jaminan hutang juga telah jelas diatur dalam UUHT yang berlaku. Maka jelas perjanjian kredit simpan pinjam dimana tanah sebagai jaminan hutang yang dilakukan koperasi maupun badan hukum lainnya serta perorangan juga tetap harus tunduk/diatur dalam UUHT yang tidak dapat dikesampingkan oleh siapapun. UUHT tidak mengatur mengenai perjanjian kredit, hal ini dikarenakan fungsi keberlakuan UUHT hanya sebagai pengaturan terhadap perjanjian tambahan dan bukan perjanjian pokok. Terkait dengan kasus diatas apabila diperhatikan bahwa perbuatan hukum yang dilakukan oleh Yuliani dan Koperasi Bintang Jaya dengan menjaminkan sertifikat Hak Milik atas Tanah tersebut bukanlah perjanjian pokok melainkan hanya sebatas perjanjian tambahan, karena pada kasus diatas jelas yang menjadi perjanjian pokok adalah perjanjian kreditnya. Maka dengan ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian untuk tanah sebagai jaminan yang dibuat para pihak tersebut adalah perjanjian tambahan sebagaimana diatur dalam UUHT. Oleh sebab itu perbuatan hukum diatas juga tunduk pada UUHT yang berlaku. 26
Ibid., pasal 10 ayat (1).
Kegiatan koperasi simpan pinjam..., Yohanes Dharmaly, FH UI, 2014
Kesimpulan Ketentuan yang mengatur mengenai perjanjian kredit Koperasi Bintang adalah masuk kedalam jenis perjanjian pinjam meminjam sebagaiman KUH Perdata. UU Koperasi mengatur dari sifat perjanjian
ayang
Maju
ini
diatur
dalam
megenai apa itu perjanjian kredit, namun mengenai
kredit tersebut tidaklah dapat ditemukan dalam UU Koperasi melainkan
dalam KUH Perdata. Oleh sebab itu untuk mendapatkan jawaban mengenai sifat
dari
perjanjian kredit tersebut haruslah mengacu kepada KUH Perdata. Dalam hal tanah sebagai jaminan atas suatu hutang yang sebagiaman
timbul dari perjanjian kredit, maka memiliki akibat hukum
yang diatur dalam UUHT. Hal ini dikarenakan UUHT adalah satu-satu
positif yang mengharuskan kepada setiap subjek hukum untuk dalam suatu perjanjian menimbulkan
undang
tunduk pada UUHT apabila
pertanjian tambahan dimana tanah sebagai jaminan.
Oleh sebab itu maka perjanjian kredit Koperasi dalam hal tanah sebagai jaminan harus mengacu kepada apa yang diatur dalam UUHT sebagai pedoman perjanjian tambahan tersebut. Saran Kepada para pihak yang ingin membuat ikatan melalui perjanjian kredit,
khususnya
dalam hal tanah sebagai jaminan sebaiknya memperhatikan akibat hukum yang timbul yang diatur dalam beberapa peraturan, khususnya apa yang diatur dalam UUHT. Kepustakaan Buku Arifin, Imarnul, Giana Hadi Wagiana, Membuka Cakrawala Ekonomi, Cet-1,
Bandung: PT Setia Purna Inves,
2007. Badrulzaman. Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank (Beberapa Masalah Hukum Bank Dengan Jaminan Hypotheek Serta
Dalam Perjanjian Kredit
Hambatan-Hambatannya Dalam Praktek di Medan, Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 1991. Djumhana. Muhamad, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2006), hal. 505-506.
Fuad, M., Et al, Pengantar Bisnis, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006. Harsoyo. Yohanes, Ideologi Koperasi Menatap Masa Depan, Yogyakarta: Pustaka
Kegiatan koperasi simpan pinjam..., Yohanes Dharmaly, FH UI, 2014
Widyatama, 2006.
Hay. Marhainis Abdul, Hukum Perbankan di Indonesia Jilid II, Jakarta: Pradnya Indra. H. M. Ridhwan, Mengenal Undang-Undang Hak Tanggungan, Cetakan
Paramita, 1975. Pertama
(Jakarta:
Penerbit
Cv
Trisula, 1997), hal. 22. Manurung. Haymans Adler,Modal untuk Bisnis UKM, Cet-2, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2008. Muljadi. Kartini dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan (Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2005), hal.13. Projodikoro. Wiryono, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Cet. 1., Bandung: Sumur Bandung, 1981. Wirjono, Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi di Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat, 1985. Rahman. Hasanuddin, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di
Indonesia (Panduan Dasar: Legal
Officer), Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995. Satrio. J, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku Penerbit PT Citra aditya Bakti, 1997), hal.
Satu, Cetakan Pertama (Jakarta:
268.
Setiawan. R, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Cet. 1, Bandung: Bina Cipta, 1979. Sitio. Arifin dan Halomoan Tamba, Koperasi: Teori dan PraktikJakarta:
Erlangga, 2001.
Sumardiono, Fungsi, Tugas, Kewajiban, dan Tanggungjawab sebagai Pimpinan Departemen Perdagangan dan Koperasi Direktoral
Organisasi,
Jakarta:
Jenderal Koperasi, 1980.
Subekti. R, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Cet. 1, Bandung: Alumni, 1976. S. Salim H, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007. Syahdeini. Sutan Remy, Hak Tanggungan, Asas-asas, Ketentuan-ketentuan pokok dihadapi oleh Perbankan. Thoby Mutis,Pengembangan Koperasi, Cet-4, Jakarta: PT Grasindo, 2004.
Kegiatan koperasi simpan pinjam..., Yohanes Dharmaly, FH UI, 2014
dan
masalah
yang