INFOKOP VOLUME 24 NO. 1 - Oktober 2014 : 34-47
KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI: PERKEMBANGAN DAN REALISASI PENGAWASANNYA
Prijadi Atmadja Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Kementerian Koperasi dan UKM Jalan MT Haryono Kav 52-53 Jakarta Selatan E-mail:
[email protected] Diterima 14 Juli 2014; direvisi 31 Agustus 2014; disetujui 24 September 2014
Abstrak Ketentuan tentang penyelenggaraan simpan pinjam yang saat ini berlaku berdasar pada PP nomor 9 tahun 1995 dimana pengawasan Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam (KSP/USP) dilakukan oleh Menteri Koperasi dan UKM, dan sesuai dengan UU nomor 34 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah jo PP nomor 38/2007 bahwa pembinaan dan pengawasan koperasi, merupakan urusan wajib yang harus dilaksanakan pemerintah daerah (pemerintah provinsi, kabupaten dan kota). Pada sisi yang lain, pembinaan dan pengawasan koperasi merupakan urusan yang ditugasperbantuankan oleh Menteri Koperasi kepada pemerintah daerah. KSP/USP merupakan lembaga perantara keuangan yang memiliki penyebaran yang lebih meluas dari pada lembaga keuangan lainnya, dengan aset pada tahun 2013 sekitar Rp 80,5 T atau dengan pangsa 1,3% dari total aset lembaga keuangan di Indonesia. Namun realisasi pengawasan masih rendah yaitu pada tingkat kabupaten/kota, pelaporan hanya dilakukan oleh 30% – 65% populasi KSP/USP, dan pengawasan pejabat hanya terhadap 20%-58% populasi KSP/USP. Tantangan utama penyelenggaraan pengawasan KSP/USP adalah bagaimana menjangkau pengawasan terhadap seluruh KSP/USP dan memastikan bahwa mereka sesuai dengan ketentuan atau standar yang berlaku. Upaya peningkatan kinerja penyelenggaraan pengawasan KSP/USP memerlukan peningkatan status unit organisasi pengawasan tingkat pusat, dan mendayagunakan tugas perbantuan kepada pemerintah pelayanan minimum pengawasan KSP/USP. kata kunci: perkembangan KSP/USP, dan pengawasan KSP/USP Abstract
institutions. Implementation of SLC/SLU supervision by authorities is still low. At district or city could be supervised by the authorities. The main challenge is how to keep reaching oversight of all 34
KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI: PERKEMBANGAN DAN REALISASI PENGAWASANNYA (Prijadi Atmadja)
SLCs/SLUs and make sure that they are comply with regulation. To improve performance of SLC and utilizing the assistance task of the local governments by setting the standard operation SLU supervisions.
Pendahuluan Salah satu perubahan mendasar dengan terbitnya UU nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian adalah bahwa pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dilakukan oleh Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam (LP KSP), dimana LP KSP tersebut dibentuk dengan Peraturan Pemerintah paling lambat 2 tahun setelah diundangkannya UU tersebut. Dengan keputusan Makamah Konstituasi yang membatalkan UU tersebut maka batal pula rencana untuk membentuk lembaga baru yang secara khusus mengawasi KSP. Meskipun demikian, dengan perangkat ketentuan perundangan yang berlaku, upaya untuk meningkatkan kinerja pengawasan KSP/ USP perlu terus dilakukan, sebagai bagian penting dari peran pemerintah dalam rangka menumbuh-kembangkan KSP/USP. Sebagai lembaga perantara keuangan, sebagaimana lembaga perantara keuangan lainnya, adanya pengawasan dari eksternal KSP/USP sangat penting dalam rangka melindungi kepentingan pihak yang mempercayakan penempatan dana kepadanya dan sekaligus guna mendukung keberlanjutan usaha KSP/USP secara keseluruhan. Tulisan ini dimaksudkan untuk menelaah mengenai perkembangan dan peran KSP/USP dan realisasi pengawasaanya agar KSP/USP sebagai lembaga perantara keuangan dapat lebih dipastikan kesehataanya sehingga kepercayaan kepada KSP/USP dapat dijaga dengan baik, dan dengan demikian memungkinkan tumbuh secara berkelanjutan. Cakupan analisis meliputi tinjauan Regulasi pengawasan KSP/USP, Kajian komparatif (benchmarking) lembaga nasional sebagai referensi bagi pengawasan
KSP/USP, perkembangan dan tantangan pengembangan dan pengawasan KSP, organisasi dan ketersediaan sumberdaya untuk pengawaasan KSP/USP. Regulasi Pengawasan KSP/USP Koperasi Pengawasan kegiatan simpan pinjam oleh koperasi diatur pada PP nomor 9/1995 tentang pelaksanaan kegiatan simpan pinjam oleh koperasi dan Peraturan Menteri (Permen) KUKM nomor 21 tahun 2008 tentang pedoman pengawasan KSP dan USP Koperasi. Menurut Permen nomor 21 tahun 2008 tersebut pengawasan adalah kegiatan pembinaan, pemantauan, pemeriksaan, dan penilaian kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi oleh pemerintah dalam hal ini Menteri di tingkat pusat dan pejabat yang diberi wewenang menjalankan tugas pembantuan di tingkat daerah dengan tujuan agar pengelolaan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi dilakukan secara baik dan terkendali sehingga menumbuhkan kepercayaan dari pihak terkait. Cakupan pengawasan KSP/USP meliputi: (a) Pembinaan pengendalian internal; (b) Pemantauan perkembangan KSP dan USP Koperasi secara berkala melalui laporan keuangan KSP dan USP Koperasi yang bersangkutan; (c) Pemeriksaan terhadap KSP dan USP Koperasi yang menyangkut organisasi dan usahanya, termasuk program pembinaan anggota sesuai Standar Operasional Manajemen (SOM) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) KSP dan USP Koperasi; dan (d) Penilaian kesehatan KSP dan USP Koperasi sesuai standar kesehatan KSP dan USP Koperasi. 35
INFOKOP VOLUME 24 NO. 1 - Oktober 2014 : 34-47
Pokok-pokok penting pengawasan dan pembinaan KSP/USP sesuai dengan ketentuan yang berlaku antara lain adalah : 1. Bentuk Organisasi Bentuk organisasi usaha koperasi yang melaksanakan kegiatan simpan pinjam semula (menurut PP nomor 9 tahun 1995) dapat berupa Koperasi Simpan Pinjam atau unit usaha simpan pinjam suatu koperasi primer maupun koperasi sekunder. 2. Ijin usaha Pada ketentuan PP nomor 9 tahun 1995, Pengesahan akte pendirian Koperasi Simpan Pinjam dan atau Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar yang menyatakan bahwa Simpan Pinjam merupakan salah satu unit usahanya, berlaku sebagai ijin usaha simpan pinjam. 3. Kegiatan usaha Pada Ketentuan PP nomor 9 tahun 1995, kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi meliputi menghimpun simpanan dari anggota, calon anggota serta koperasi lain dan anggotanya, memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggota, koperasi lain dan/atau anggota koperasi lain. Di samping itu, dalam hal terdapat kelebihan dana yang telah dihimpun, setelah melaksanakan pemberian pinjaman kepada anggotanya, KSP/USP dapat menempatkan dana dalam bentuk giro, deposito berjangka, tabungan,
4.
36
keuangan lainnya; pembelian saham melalui pasar modal; mengembangkan dana tabungan melalui sarana investasi lainnya. Pembinaan dan Pengawasan KSP Pembinaan dan pengawasan KSP/USP menurut Permen No 21 Tahun 2008 tentang Pengawasan KSP/USP dilakukan oleh Pejabat Pengawas Simpan Pinjam yang diangkat oleh Menteri. Menurut PP nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota. yang mengatur mengenai pembagian
urusan dalam bidang perkoperasian dinyatakan bahwa pengawasan terhadap KSP diserahkan penyelenggaraannya kepada Gubernur, Bupati dan Walikota berdasarkan asas tugas pembantuan. Posisi dan Perkembangan KSP dan Unit Simpan Pinjam Koperasi (USPK) KSP merupakan salah satu bentuk lembaga perantara (intermediary) keuangan yang menghimpun dana dari pihak yang mengalami surplus dana (penyimpan) dan menyalurkannya
sebagai lembaga perantara keuangan adalah baik penyimpan maupun peminjam dana adalah anggota KSP/USP. Lembaga keuangan non KSP/USP terdiri atas lembaga keuangan bank (bank umum dan BPR). Data Bank Indonesia (2012) mencatat bahwa Bank Umum dan BPR memiliki aset Rp 4.712 triliun pada 120 bank umum dan 1.672 BPR, dengan jumlah kantor pelayanan sebanyak 22.770 unit (BI, Oktober 2013). Sementara itu, Laporan OJK Tahun 2012, menyebutkan bahwa lembaga keuangan bukan bank berjumlah 608 perusahaan dengan total aset Rp 1.069 trilliun yang tersebar pada 200 perusahaan pembiayaan (Rp 341 triliun), 100 lembaga asuransi (Rp 573 triliun), dan 308 lembaga dana pensiun (Rp 155 triliun), serta lembaga keuangan mikro non koperasi lainnya. Bagaimana dengan lembaga keuangan koperasi? Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM hingga tahun 2013 tercatat ada 108.666 unit KSP/USP dengan nilai asset Rp 80,5 triliun dengan jumlah anggota 18,09 juta orang. Dengan demikian pangsa aset KSP/USP koperasi masih sangat kecil yaitu baru sekitar 1,3 % saja dari total aset lembaga keuangan yang berjumlah sekitar Rp5.945 triliun. Namun demikian sebagai lembaga keuangan, KSP/ USP memiliki kelebihan dalam hal jangkauan pelayanan, yang mampu menembus pelosokpelosok desa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang tidak dimiliki oleh lembaga keuangan bank. Pada kurun waktu tahun 2000-2004 (4 tahun), jumlah KSP/USP rata-rata meningkat
KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI: PERKEMBANGAN DAN REALISASI PENGAWASANNYA (Prijadi Atmadja)
sebesar 0,6% per tahun, jumlah anggota tumbuh dengan rata-rata 0,8% per tahun, sedangkan asetnya mengalami pertumbuhan yang tergolong tinggi yaitu rata-rata 11,3% pertahun jauh melampaui pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara dalam kurun waktu 2004-2013 (9 tahun), jumlah KSP/USP rata-rata meningkat jauh lebih besar yaitu menembus angka 20,6% per tahun, jumlah anggota meningkat 6,5%/tahun dan jumlah aset meningkat 89,4%/tahun. Peningkatan yang luar biasa besar ini pada kurun waktu tersebut diduga berkaitan dengan banyaknya program perkuatan dana, baik dana bergulir maupun hibah dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Meskipun apabila dilihat lebih jauh dari sekala bisnisnya, pada umumnya KSP/USP koperasi masih tergolong lembaga keuangan mikro skala kecil dengan rata-rata jumlah anggota baru 166 orang per koperasi, aset sebesar Rp 740 juta per koperasi, dan apabila disebarkan terhadap seluruh anggotanya maka rata-rata aset per anggota KSP/USP hanya sekitar Rp 4,4 juta saja. Lebih lanjut, apabila data tersebut dianalisis di tingkat provinsi, maka rataan jumlah KSP/USP per-provinsi adalah 3.186 unit, dengan jumlah KSP/USP terbanyak pada Provinsi Jatim sebanyak 24.916 KSP/USP dan Jabar 23.915 unit, dan jumlah KSP/USP terkecil pada Provinsi Sulbar dengan 237 unit KSP/USP. Angka rerata jumlah anggota KSP/USP adalah 558 383 orang perprovinsi, dengan jumlah anggota terbesar di Provinsi Jatim sebanyak 5.409.402 orang dan terkecil di Provinsi Papua dengan 3.718 orang. Sedangkan rerata jumlah asetnya adalah Rp 2.000,6 milyar per provinsi, dengan aset terbesar di provinsi Jatim sebesar Rp 24,3 Trilliun dan terkecil di Provinsi Papua sebesar Rp 14 milyar. Kinerja Pengawasan KSP/USP Lembaga keuangan merupakan lembaga yang mengemban amanah masyarakat penyimpan dana yang eksistensi dan keberlangsungannya sangat sensitif terhadap kepercayaan masyarakat. Karenanya untuk
menjaga amanah masyarakat dan sekaligus mendukung keberlangsungan bisnis lembaga keuangan maka keberadaan dan operasinya diawasi oleh lembaga pengawas. Untuk lembaga keuangan non-KSP, pengawasannya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lembaga yang bersifat independen dari pemerintah. Sedangkan untuk pengawasan KSP dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian yang membidangi Koperasi. Terhadap KSP, peran pemerintah tidak hanya mengawasi, tetapi juga membinanya sebagai bagian dari upaya untuk pemberdayaan masyarakat. Menurut Peraturan Menteri Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Permen) nomor 21 tahun 2008 tentang pedoman pengawasan KSP/USP Koperasi, pembinaan dan pengawasan KSP/USP, dalam rangka pembinaan dan pengawasan KSP/USP dinyatakan banwa pada satu sisi terdapat tugas pejabat pemerintah, dan pada sisi yang lain terdapat kewajiban dari pada KSP/USP. Tugas pejabat dilakukan oleh Pemerintah dengan tugas perbantuan pada Pemerintah Daerah. Tugas pejabat yang melakukan pembinaan, pengembangan dan pengawasan antara lain adalah pemantauan, perkuatan permodalan, penilaian kesehatan, pendidikan dan pelatihan dan pemberian tindakan administratif. Sementara kewajiban pengelola dan KSP/USP adalah melakukan pelaporan atas kegiatan usaha simpan pinjamnya. Menurut hasil studi Tim Kajian Strategi Pembentukan LP KSP (tahun 2013), realisasi dari pada KSP/USP Koperasi yang melakukan pelaporan adalah sebesar 30% sampai dengan 65% populasi KSP/USP pada tingkat kabupaten/kota. Hal ini berarti 35%-70% dari populasi KSP/USP di tingkat kabupaten/ kota tidak melaporkan kegiatannya, atau tidak diketahui kondisinya. KSP/USP yang tidak melaporkan dapat berarti mereka aktif melakukan kegiatan simpan pinjam, dan dapat pula KSP/USP tersebut memang tidak aktif melakukan kegiatan simpan pinjam.
37
INFOKOP VOLUME 24 NO. 1 - Oktober 2014 : 34-47
Tabel 1: KSP/USP dan KJS/UJKS Tahun 2000, 2004 dan 2013
Keterangan : 2013 a) adalah data KSP/USP dan KJS/UJKS Sumber Data : Kementerian Koperasi dan UKM(Tahun 2013)
Tabel 2: Realisasi KSP/USP Melakukan Pelaporan Di Kabupaten/Kota Contoh
Sumber Data: Pengumpulan Data Tim Kajian Strategi Pembentukan LP KSP (Tahun 2013)
Kunjungan kepada KSP/USP Koperasi oleh pejabat penilai kesehatan atau pembina dan pengawas koperasi dalam rangka penilaian kesehatan dan kegiatan pembinaan dan pengawasan lainnya, adalah 20 sd 58% dari populasi KSP/USPK. Hal ini berarti terdapat 42% sampai dengan 80% populasi KSP/USP Koperasi di tingkat kabupaten/kota tidak dapat dipastikan kondisinya.
38
Terhadap KSP/USP yang tidak dapat dipastikan kondisi kesehatannya terdapat kemungkinan bahwa, baik yang aktif maupun tidak aktif melakukan kegiatan simpan pinjam, mereka bermasalah dengan pihak lain. Hal ini berarti bahwa sebagian besar, 42%-80%, KSP/USP belum dapat dipastikan tingkat kesehatannya yang dapat dipergunakan untuk menentukan seberapa jauh mereka
KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI: PERKEMBANGAN DAN REALISASI PENGAWASANNYA (Prijadi Atmadja)
dapat dipercaya untuk mengemban amanah mengelola dana anggota dan atau dana pihak lain. Sebagai lembaga perantara keuangan, agar kegiatan usaha simpan pinjam koperasi dapat tumbuh secara berkelanjutan, seluruh KSP/USP harus dapat dipastikan tingkat kesehatannya sehingga pihak terkait, anggota, masyarakat, maupun pihak lainnya memiliki informasi yang tepat untuk melakukan transaksi atau tidak melakukan transaksi dengan KSP dalam rangka memperoleh manfaat pada satu sisi, dan pada satu sisi yang lain terhindar atau memperkecil risiko yang mungkin terjadi. Kelembagaan Pengawasan KSP/USP Kelembagaan pengawasan KSP/USP pada tingkat pusat adalah berupa suatu unit di bawah Menteri Koperasi dan UKM, dimana unit yang secara khusus menangani KSP/USP adalah Asisten Deputi Urusan Pengembangan dan Pengendalian Simpan Pinjam, pejabat setingkat Eselon II yang berada pada Deputi pembiayaan. Sesuai dengan nomenkaltur jabatannya, tugas pokok dan fungsi jabatan ini tidak hanya mengawasi atau mengendalikan simpan pinjam, tetapi juga termasuk pengembangan simpan pinjam, yang berarti termasuk pendidikan dan pelatihan dan/ atau perkuatan permodalan dalam rangka pembinaan atau pengembangan. Pada tingkat provinsi pejabat yang menangani KSP/USP adalah setingkat Eselon III atau IV, dimana juga tidak secara khusus menangani pengawasan KSP/USP. Pada tingkat kabupaten/kota, pejabat yang menangani pengawasan KSP/USP berupa pejabat Eselon IV, namun juga tidak secara khusus hanya menangani pengawasan KSP/USP. Ketersediaan Sumberdaya Pembinaan dan Pengawasan KSP/USP Keterlaksanaan pembinaan dan pengawasan KSP/USP antara lain ditentukan oleh besarnya jumlah KSP/USP yang harus dibina dan diawasi, jumlah personil yang tersedia, besarnya dukungan anggaran, dan jauh dekatnya lokasi KSP/USP untuk dijangkau
dari dinas yang membidangi pembinaan dan pengawasan KSP/USP. Menurut hasil studi Tim Kajian Strategi Pembentukan LP KSP (Tahun 2013), pada tingkat kabupaten/kota, jumlah KSP/USP berkisar antara 53 unit KSP/USP sampai dengan 1.060 unit KSP/USP. Perkiraan proporsi volume usaha kegiatan KSP/USP terhadap total kegiatan koperasi secara keseluruhan berkisar pada tingkat kabupaten/kota antara 67% sampai dengan 90%, dengan rataan 72%. Jumlah personil yang menangani pembinaan dan pengawasan KSP/USP pada tingkat kabupaten/kota berkisar antara 4 orang sampai dengan 15 orang personil, dengan rataan 5,8 orang personil. Sedangkan rasio jumlah KSP/USP terhadap jumlah personil pembinaan dan pengawasan KSP/USP adalah antara 12,8 KSP/USP personil (Kota Singkawang) sampai dengan 134,5 KSP/USP personil (Kota Solo). Disamping jumlahnya harus memadai, personil pembinaan dan pengawasan KSP/USP perlu memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan KSP/USP. Pada dinas yang membidangi koperasi di tingkat kabupaten/kota pada umumnya belum atau tidak ada pelatihan atau pembekalan khusus mengenai penanganan pembinaan dan pengawasan KSP/USP bagi pejabat atau personil yang menangani KSP/ USP. Dukungan anggaran merupakan salah satu komponen penting terselenggaranya pembinaan dan pengawasan KSP/USP. Pada tingkat propinsi, anggaran tahunan untuk pembinaan dan pengawasan KSP/USP yang tersedia pada dinas yang membidangi koperasi adalah antara Rp 1 milyar (Propinsi Jawa Barat) sampai dengan Rp 34 milyar (Propinsi Jawa Timur). Anggaran pembinaan dan pengawasan yang dimaksudkan adalah di luar anggaran dana perkuatan permodalan bagi KSP/USP, dimana di beberapa propinsi, antara lain Provinsi Jawa Timur mengalokasikan dana perkuatan modal untuk KSP/USP lebih dari Rp 150 milyar pertahun.
39
INFOKOP VOLUME 24 NO. 1 - Oktober 2014 : 34-47
Dalam hal rasio antara anggaran dinas untuk pembinaan dan pengawasan KSP/USP terhadap jumlah KSP/USP adalah sebesar Rp 40 ribu perKSP/USP (provinsi Jawa Barat) sampai dengan Rp 1,365 juta per KSP/USP (provinsi Jatim). Sedangkan apabila dilihat dari rasio anggaran dinas untuk pembinaan dan pengawasan KSP/USP terhadap total anggaran dinas pada tingkat propinsi adalah 10,3 % sampai dengan 15%. Pada tingkat kabupaten/kota, rataan anggaran tahunan dinas yang membidangi koperasi untuk pembinaan dan pengawasan KSP/USP berkisar antara Rp 40 juta sampai dengan Rp 900 juta. Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa besar kecilnya anggaran untuk pembinaan dan pengawasan KSP/ USP pada khususnya, dan pembinaan dan pengembangan koperasi pada umumnya erat terkait, atau mencerminkan pandangan, kepentingan dan pogram kepala daerah dalam pengembangan koperasi. Di Kabupaten/kota tertentu, seperti Kota Singkawang, pada suatu tahun anggaran tidak ada anggaran khusus untuk pembinaan dan pengawasan koperasi pada khususnya maupun pengembangan koperasi pada umumnya. Di daerah tertentu lainnya, dapat terjadi anggaran pembinaan dan pengembangan koperasi cukup besar jumlahnya, baik secara absolut maupun secara relatif dibandingkan dengan anggaran untuk urusan dan program pembangunan sektor lainnya. Dibandingkan terhadap total anggaran tahunan dinas, anggaran untuk pembinaan dan pengawasan KSP/USP, adalah sebesar 0,7 % sampai dengan 36,5 %, dengan rataan 7,1 %. Sementara rasio anggaran dinas kabupaten/ kota untuk pembinaan dan pengawasan KSP/ USP terhadap jumlah KSP/USP berkisar antara Rp 38 ribu per-KSP/USP (Kabupaten Boyolali) sampai dengan Rp 1,67 juta per KSP/USP (kota Solo). Jarak Lokasi KSP/USP Lokasi KSP/USP yang menyebar di seluruh pelosok wilayah Indonesia memiliki 40
implikasi terhadap lamanya waktu dan besarnya biaya transportasi untuk menjangkau lokasi KSP/USP yang harus dipantau, dibina dan diawasi oleh pejabat dinas yang membidangi Koperasi atau KSP/USP. Hasil Tim Studi Strategi Pembentukan LP KSP menyatakan bahwa jarak terjauh KSP/USP dari kantor dinas yang membidangi koperasi, berkisar antara 180 km (Jabar) sampai dengan 800 km (Kalbar). Sedangkan lamanya waktu tempuh untuk menjangkau lokasi KSP/USP dari kantor dinas yang membidangi koperasi di tingkat Provinsi adalah antara 6 sampai dengan 18 jam. Hal ini berarti memerlukan waktu, biaya dan personi dinas yang cukup dapat menjangkau seluruh KSP/USP dalam rangka pembinaan dan pengawasan. Biaya transportasi secara riil untuk menjangkau lokasi KSP/USP dari kantor dinas provinsi adalah antara Rp 300 ribu sampai dengan Rp 1,8 juta. Sementara satuan biaya umum (SBU) yang disediakan dalam anggaran adalah berkisar antara Rp 250 ribu sampai dengan Rp 1,8 juta (at cost). Hal ini berarti bahwa dapat terjadi biaya riil yang diperlukan lebih besar dari pada satuan biaya yang disediakan anggaran yang dapat berakibat kurang lancarnya pembinaan dan pengawasan KSP/USP. Dalam jumlah tertentu, apabila anggaran tersedia, kekurangan biaya tranportasi diatasi dengan menggunakan alokasi biaya lumpsum bagi pejabat yang ditugaskan. Solusi lain adalah dengan menyerahkan pengawasan KSP/USP kepada dinas yang membidangi koperasi kabupaten/kota. Pada sisi yang lain juga berarti bahwa biaya yang diperlukan untuk menjangkau seluruh KSP/USP di wilayah provinsi merupakan jumlah yang Pada tingkat kabupaten contoh di Pulau Jawa, jarak terjauh dari kantor dinas yang membidangi koperasi ke lokasi KSP/USP adalah 40 km sampai dengan 80 km, dengan waktu tempuh antara 1,5 jam sampai dengan 2 jam dengan biaya antara Rp 40 ribu sampai dengan Rp 200 ribu. Sedangkan di Sumatera
KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI: PERKEMBANGAN DAN REALISASI PENGAWASANNYA (Prijadi Atmadja)
Tabel 3 : Jarak Lokasi Kantor Dinas Koperasi Dengan Lokasi KSP/USP dan Biaya Tranportasi dari Kantor Dinas Ke Kantor KSP/USP Tingkat Propinsi
Sumber Data : Pengumpulan Data oleh Tim Kajian Strategi Pembentukan LP KSP (Tahun 2013)
Tabel 4 : Jarak Lokasi Kantor Dinas Koperasi Dengan Lokasi KSP/USP dan Biaya Tranportasi dari Kantor Dinas Ke Kantor KSP/USP Tingkat Kabupaten Kota
Sumber Data : Pengumpulan Data oleh Tim Kajian Strategi Pembentukan LP KSP (Tahun 2013)
41
INFOKOP VOLUME 24 NO. 1 - Oktober 2014 : 34-47
dan Kalimantan, pada kabupaten contoh, jarak terjauh dari kantor dinas yang membidangi koperasi ke lokasi KSP/USP adalah antara 190 km sampai dengan 300 km dengan waktu tempuh antara 6 jam sampai dengan 12 jam, dan dengan biaya antara Rp 150 ribu sampai dengan Rp 200 ribu.
1.
Sistem
komparatif
efektif
Penguatan pengaturan mencakup aspekaspek : 1) entry point; 2) operasional dan; 3) . Sedangkan upaya meningkatkan pengawasan terdiri dari atas: 1) tindakan preventif/pencegahan dengan (analisis terhadap laporan); 2) tindakan kuratif melalui (pengecekan di lapangan) dan; 3) optimalisasi kelompok pengawas. Penguatan infrastruktur pendukung mencakup antara lain pengembangan asosiasi dan pemangku kepentingan lembaga keuangan yang diawasi (KSP/ USP) serta dukungan dan penggunaan teknologi informasi. Sedangkan
Sebagai Acuan bagi Organisasi atau Unit Pengawasan KSP/USP Kajian komparatif (benchmarking) terhadap lembaga pengawasan dan lembaga sertifkasi sebagai acuan bagi organisasi atau unit pengawasan KSP/USP dilakukan terhadap Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha
lain mencakup tindakan preventif (off site) yang meliputi sistem peringatan dini (early warning system), pemetaan KSP/USP berisiko tinggi, dan pengawasan internal, dan tindakan kuratif (on site) mencakup jaminan mutu (quality assurance) yang dapat meliputi panel ahli dan supervisi langsung atau supervisi lintas batas.
(BNSP), dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
42
yang
perlindungan nasabah.
(benchmarking)
Dari benchmarking terhadap kelima lembaga di atas, beberapa hal yang dapat dipertimbangkan sebagai acuan bagi organisasi pengawasan KSP/USP terutama menyangkut sistem pengawasan, tujuan pengawasan, kedudukan lembaga pengawasan, nilainilai dan asas-asas pengawasan, dan kantor operasional di daerah.
Pengawasan
membangun struktur lembaga yang diawasi menjadi sehat dan kuat. Strategi pengawasan guna mendukung terwujudnya lembaga yang diawasi menjadi sehat, kuat dan produktif atau mandiri mencakup: 1) penguatan pengaturan; 2) penguatan infrastruktur pendukung; 3) peningkatan
Sebagai akibat dari kurangnya biaya dan jauhnya lokasi serta kurang memadainya jumlah dana dan kualitas sumberdaya manusia, maka pengawasan dalam bentuk kunjungan dan/atau pengambilan tindakan yang bersifat preventif ataupun kuratif rendah realisasinya, baik mutu maupun frekuensi atau intensitasnya. Berkenaan dengan hal ini maka alternatif solusinya adalah pengawasan KSP/USP diserahkan kepada pejabat yang lokasinya berdekatan dengan lokasi KSP/USP, pengembangan dan penerapan standar kompetensi bagi pejabat pengawasan KSP/USP dan penggunaan teknologi informasi agar perkembangan kS perkembangan KSP/ USP yang tersebar dapat termonitor oleh unit atau pusat yang bertanggung jawab dalam pengawasan KSP/USP. Studi
Sistem Pengawasan menyangkut strategi pengawasan, penguatan pengaturan dan
2.
Tujuan pengawasan pada dasarnya adalah: 1) mewujudkan kesehatan individual dan sistem industri lembaga yang diawasi; 2) terselenggaranya sistem industri yang diawasi secara sehat, teratur, adil, tranparan dan akuntabel; 3) mampu mewujudkan sistem lembaga yang
KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI: PERKEMBANGAN DAN REALISASI PENGAWASANNYA (Prijadi Atmadja)
diawasi tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; 4) mampu melindungi kepentingan anggota, konsumen dan masyarakat. 3.
Kedudukan Lembaga Pengawasan. Dari lima lembaga sebagai acuan, terdapat lembaga pengawasan yang pembentukannya dengan Undangundang yaitu OJK (UU nomor 21/2011) dan BI (UU nomor 23/1999), dengan Keputusan Presiden yaitu KPPU (Keppres nomor 75/1999) dan dengan Peraturan Pemerintah yaitu BNSP (PP nomor 23/2004). Penunjukan pimpinan lembaga pengawasan adalah bahwa Gubernur BI diangkat dan diberhentikan Presiden atas persetujuan DPR, Dewan Komisioner OJK dipilih DPR atas usulan Presiden dengan membentuk panitia seleksi untuk menentukan calon Anggota Komisioner, pada KPPU anggota Komisi diangkat dan diberhentikan Presiden atas usul DPR, pada BNSP diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri yang membidangi Tenaga Kerja, sedangkan Pimpinan BPKP merupakan Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Presiden atas usulan Menteri Keungan. Sedangkan pertanggungjawabannya adalah bahwa BI melaporkan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR, OJK melaporkan tugasnya kepada DPR sebagai pertanggungjawabannya kepada masyarakat, KKPU bertanggung jawab atau laporan kepada Presiden dan DPR, BNSP bertanggung jawab kepada Presiden, dan BPKP bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.
4.
Nilai-nilai dan Asas-asas Pengawasan mencakup: 1) Lembaga Pengawasan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengawasan; 2) Lembaga Pengawasan dibentuk dan dilandasi dengan prinsipprinsip tata kelola yang baik, dan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
berlandaskan pada asas-asas: a) independensi, b) kepastian hukum, c) kepentingan umum, d) profesionalitas, e) integritas, f) akuntabilitas; 3) Setiap Eksekutif dan Tenaga Pengawas dari Lembaga Pengawas wajib memiliki nilainilai dasar yaitu: bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, jujur, adil, berani dan tegas, integritas, independen, profesional, dan bertanggung jawab. 5.
Wewenang pada dasarnya diberikan untuk dan tercapainya tujuan pembentukan lembaga pengawasan yang mencakup antara lain wewenang pengaturan, pengawasan, menetapkan kebijakan operasional pengawasan, pemeriksaan, memberikan dan mencabut izin usaha, penyidikan, perlindungan konsumen, pengenaan sanksi administratif terhadap pelanggar terhadap peraturan, memberikan perintah tertulis terhadap lembaga yang diawasi atau pihak tertentu. Wewewang dari Lembaga Pengawasan sebaiknya meliputi: a) menerima laporan dari masyarakat tentang lembaga yang diawasi; b) melakukan penelitian tentang dugaan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh lembaga yang diawasi; c) melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus penyimpangan yang dilakukan lembaga yang diawasi yang dilaporkan oleh masyarakat atau yang ditemukan oleh Lembaga Pengawasan sebagai hasil penelitiannya; d) menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktik penyimpangan yang dilakukan oleh lembaga yang diawasi; e) memanggil lembaga yang diawasi yang diduga telah melakukan penyimpangan/pelanggaran; f) meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap lembaga yang diawasi yang diduga melakukan penyimpangan/ pelanggaran; g) mendapatkan, meneliti, 43
INFOKOP VOLUME 24 NO. 1 - Oktober 2014 : 34-47
dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan h) memberitahukan putusan Lembaga Pengawasan kepada lembaga yang diawasi yang diduga melakukan praktek penyimpangan/pelanggaraan; j) menjatuhkan sanksi. 6.
Kantor operasional atau kantor perwakilan di Daerah dari suatu lembaga dapat menjalankan fungsi administratif saja dan dapat pula sekaligus menjalankan tugas pokok organisasi. Kantor Perwakilan Lembaga pengawasan sebaiknya melaksanakan tugas pokok dan fungsi administratif Lembaga pengawasan.
2.
3.
Tantangan Penyelenggaraan Pengawasan KSP/USP Tantangan dalam penyelenggaraan pengawasan KSP/USP adalah mampu melaksanakan fungsi pengawasan guna mencapai tujuan pengawasan KSP/USP berhadapan dengan kondisi KSP/USP serta lingkungan strategis KSP/USP Indonesia pada saat ini dan pada masa yang akan datang. Tujuan pengawasan KSP/USP pada dasarnya adalah 1) mendukung terwujudnya kesehatan individual dan sistem industri KSP/USP; 2) mendukung terselenggaranya sistem industri KSP/USP secara sehat, teratur, adil, transparan dan akuntabel; 3) mampu mewujudkan sistem KSP, sebagai lembaga yang diawasi, tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; 4) mampu melindungi kepentingan anggota, konsumen dan masyarakat. Berkaitan dengan kondisi KSP/USP serta memperhatikan benchmark lembaga pengawasan di atas dan lingkungan strategis KSP/USP Indonesia maka beberapa aspek kritis yang perlu diperhatikan dalam rangka penyelenggaraan pengawasan KSP/USP secara 1.
44
Bagaimana menjangkau mengawasi seluruh KSP/USP yang besar jumlahnya, menyebar di seluruh pelosok dan kondisi KSP/USP yang beragam, yang selama
4.
5.
ini baru terjangkau pengawasan antara 20 %-58% populasi KSP/USP di tingkat kabupaten/kota; Bagaimana menyusun suatu struktur dan mekanisme kerjasama antara unit pengawasan KSP/USP sebagai unsur Pemerintah Pusat yang mendapat tugas melaksanakan pengawasan KSP dengan Dinas yang membidangi Koperasi di tingkat propinsi dan kabupaten/kota yang menurut UU nomor 34 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah wajib melaksanakan tugas perbantuan pembinaan dan pengawasan koperasi, termasuk KSP; Bagaimana mengadakan dan meningkatkan kompetensi pejabat fungsional pengawasan, mengadakan dan mengisi jabatan pimpinan tinggi dan jabatan lainnya untuk mendukung terlaksannanya tugas dan fungsi Unit Pengawasan KSP/USP; Unit organisasi pengawasan KSP/ USP harus memiliki kewenangan dan sumberdaya yang memadai, sesuai dengan tingkatan tugas pokok, fungsi dan volume tugasnya. Mengingat besarnya jumlah KSP/USP dan pentingnya peran KSP/ USP maka unit yang khusus menangani pengawasan KSP/USP di tingkat pusat perlu ditingkatkan statusnya menjadi setingkat Eselon I, yang berada di bawah Menteri Koperasi; Fungsi unit organisasi pengawasan KSP/ USP tingkat pusat sebaiknya mencakup: a. Menyelenggarakan sistem pengawasan KSP/USP; b. Memberikan rekomendasi dan fasilitasi kepada KSP/USP dalam rangka kegiatan usaha KSP/USP secara profesional, transparan, dan akuntabel; c. Memberikan rekomendasi dan fasilitasi kepada KSP/USP dalam rangka melindungi anggota; d. Melaksanakan koordinasi pengawasan dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI: PERKEMBANGAN DAN REALISASI PENGAWASANNYA (Prijadi Atmadja)
6.
e.
Membina jabatan fungsional pengawasan KSP/USP;
f.
Menyelenggarakan sistem data dan informasi KSP/USP.
Wewenang Unit organisasi pengawasan KSP/USP tingkat pusat baiknya meliputi : a. Menilai kepatuhan pelaksanaan nilai-nilai dan prinsip koperasi; b. Melakukan pengawasan mengenai kelembagaan KSP/USP yang meliputi perizinan usaha, anggaran dasar, rencana kerja, dan kepengurusan; c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan prinsip kehati–hatian; d. Melakukan penilaian tingkat kesehatan; e. Melaksanakan pemeriksaan laporan KSP/USP; f. Menetapkan dan mencabut status “KSP/USP dalam Pengawasan”; g. Memberikan rekomendasi pengenaan sanksi administratif kepada Menteri; dan h. Melakukan tindakan pengamanan terhadap kejadian yang dapat menimbulkan kerugian lebih besar baik terhadap KSP/USP maupun anggotanya dan pihak ketiga; i. Membina jabatan fungsional pengawasan KSP/USP; j. Melakukan kerjasama antar lembaga dan pengembangan sistem pengawasan KSP/USP; k. Melakukan sistem data dan informasi KSP/USP.
Penutup 1.
KSP/USP Koperasi merupakan lembaga perantara keuangan memiliki kelebihan dalam hal menjangkau daerah yang berada di pelosok, didirikan oleh anggotanya yang juga dilayaninya yang tersebar di seluruh wilayah; Jumlah unit KSP/USP merupakan jumlah yang lebih besar dari pada jumlah kantor lembaga keuangan
Non-KSP. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun 2013 tercatat 108.666 unit KSP/USP dengan asset Rp 80,5 T dan anggota 18,09 juta orang, Dengan pangsa aset KSP sekitar 1,3% terhadap total aset lembaga keuangan yang berjumlah sekitar Rp 5.945 T. 2.
Pelaksanaan ketentuan pengawasan KSP/ USP selama ini relatif masih rendah. Pelaporan kegiatan simpan pinjam oleh koperasi kepada dinas yang memberikan pengesahan akta pendirian koperasi, yang merupakan kewajiban koperasi dalam rangka pengawasan KSP/USP, hanya dilakukan oleh 30% sampai dengan 65% total KSP/USP pada tingkat kabupaten/ kota. Sementara penilaian kesehatan dan kunjungan ke KSP/USP oleh pejabat pembina dan pengawas KSP/USP diperkirakan baru dilakukan terhadap 20% sampai dengan 58% total KSP/USP di tingkat kabupaten/kota.
3.
Rendahnya realisasi pelaksanaan pengawasan KSP/USP seiring dengan rendahnya ketersediaan dukungan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan KSP/USP yang kurang sebanding dengan jumlah KSP/USP yaitu meliputi terbatasnya jumlah personil penilai kesehatan dan pengawasan KSP/USP, terbatasnya pembinaan kompetensi personil pembina dan pengawas KSP/ USP baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi dan terbatasnya anggaran dan masih lemahnya standar tata kelola pembinaan dan pengawasan KSP/USP di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi.
4.
Tantangan pengawasan KSP utamanya adalah menjangkau pengawasan terhadap seluruh koperasi yang memiliki usaha simpan pinjam, termasuk terhadap USP, yang berjumlah lebih dari 108.000 unit. Jangkauan terhadap seluruh koperasi yang memiliki simpan pinjam tersebut diperlukan untuk memastikan bahwa simpan pinjam koperasi sehat dan 45
INFOKOP VOLUME 24 NO. 1 - Oktober 2014 : 34-47
sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap industri simpan pinjam koperasi dapat dibangun, dan kondusif bagi berkembangnya KSP. 5.
6.
46
Untuk meningkatkan kapasitas pengawasan dan menjangkau seluruh KSP/USP koperasi, serta sinkron dengan ketentuan tentang pemerintahan daerah (otonomi daerah) maka tugas pembantuan kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam pengawasan koperasi perlu didayagunakan, sehingga pengawasan KSP di daerah dapat dilaksanakan pemerintah provinsi/ daerah istimewa dan kabupaten/kota. Dalam hal ini unit pengawasan KSP/USP tingkat pusat bertugas dan bertanggung jawab dalam penyiapan dan penetapan standar dan prosedur pengawasan KSP/ USP, koordinasi pelaksanaan pengawasan, menetapkan standar kompetensi pengawas KSP, termasuk mengadakan pembentukan jabatan fungsional pengawas yang bekerja sebagai pengawai pemerintah. Sedangkan pemerintah daerah antara lain bertugas dan bertanggung jawab dalam pembinaan KSP, dan pelaksanaan pengawasan KSP . Unit pengawasan yang menangani pengawasan KSP/USP pada tingkat pusat perlu ditingkatkan menjadi setingkat Eselon I sehingga sepadan
dengan besarnya tanggung jawab dan kewenangan yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. 7.
Guna mencapai sasaran pengawasan KSP/ USP yang besar jumlahnya dan tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota maka fokus upaya unit pengawasan KSP/USP tingkat pusat sebaiknya sebagai berikut : a. Menyiapkan strategi dan pola pengawasan KSP/USP b. Memperkuat kapasitas operasional pengawasan di daerah dengan : 1) Menetapkan standar perangkat, standar pengelolaan dan pelayanan minimum; 2)
Membangun kemitraan dengan dinas pemda dengan mengembangkan program pembinaan dan pengawasan KSP/USP secara terpadu dan kerjasama dalam penyediaan, pembinaan dan pendayagunaan personil, sarana dan anggaran operasional, serta kesempatan pengisian pejabat unit pengawasan KSP/USP berasal dari pejabat pemda dengan memenuhi standar kompetensi dan persyaratan jabatan yang ditentukan dan ketentuan perundangan yang berlaku.
KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI: PERKEMBANGAN DAN REALISASI PENGAWASANNYA (Prijadi Atmadja)
Daftar Pustaka Anonim. 2014. Model Peraturan Perundangan Tentang Simpan Pinjam Koperasi (Dikembangkan dan direkomendasikan oleh World Council for Credit Union Inc). Alih Bahasa Indonesia: Prijadi Atmadja, Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta.
............ 2006.Peraturan
Badan
Nasional
Tahun 2006 Tentang Syarat Pendirian
............2004.Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2004 Tentang Badan Nasional
............ 2014. Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
............2004.Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
............ 2012. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian.
............1992.Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.
............ 2011. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Bank Indonesia, Statistik Perbankan Indonesia, Vol 11 No 1, Desember 2012.
............ 2011.Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. ............ 2007.Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Prijadi Atmadja, Untung Tri Basuki, Ahmad Junaedi, Joko Sutrisno, dan Indra Idris, 2013. Strategi Pembentukan Lembaga Kementerian Jakarta.
Koperasi
dan
UKM.
47