MEDIA SOERJO Vol. 12 No. 1 April 2013 ISSN 1978 - 6239
93
PUTUSAN HAKIM SEBAGAI ALAT UNTUK MENGUBAH MASYARAKAT Oleh : Heru Drajat Sulistyo Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi A. ABSTRACT Constantly changing society, (Soerjono Soekamto , 1991: 18 ) changes required by intentionally , by the nature of the nature of the behaviors human society, human interaction with each other is always the necessary changes. Judge's ruling can be used as a tool to change society. Roscoe Pound refer to as a tool of social engineering. The purpose of this study is to explain the verdict Judge that can be used as a tool to change society (a tool of social engineering). This study is a normative legal research, and using qualitative descriptive analysis . The discovery of the law by the judge that a verdict in the trial court to fill a vacancy occurring in the legal norms of society and used against the concrete events in the community . Judge's decision as a tool to change society (a tool of social engineering ) consists of : The verdict has properties adjust legislation to changes in society , judge's decision that has filled the void nature of the rule of law , the judge's decision has changed the nature of the institution that exist in society . B. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Proses perubahan dapat secara evolusi maupun secara revolusi, dapat menyangkut soal-soal yang mendasar bagi kehidupan masyarakat yang bersangkutan atau hanya perubahan yang kecil saja, begitu juga hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekamto (Soerjono Soekamto, 1991 : 18) perubahan diperlukan dengan sengaja, oleh karena sifat hakikat dari pada perikelakuan-perikelakuan manusia dalam masyarakat,
manusia selalu mengadakan interaksi dengan sesamanya maka perubahan memang diperlukan. Hukum dapat dipakai untuk melakukan perubahan sosial masyarakat, yaitu menghapus kebiasaankebiasaan usang yang dipandang tidak sesuai lagi, mengarahkan masyarakat kepada tujuan yang dikehendaki, menciptakan pola-pola kelakuan baru yang dikehendaki dan sebagainya. Hukum merupakan sarana untuk mengatur kehidupan masyarakat, akan tetapi suatu hal yang menarik untuk dikaji secara filosofis adalah hukum senantiasa tertinggal di belakang objek yang diaturnya.
Heru Drajat Sulistyo, Putusan Hakim Sebagai Alat untuk Mnegubah Masyarakat
MEDIA SOERJO Vol. 12 No. 1 April 2013 ISSN 1978 - 6239
Oleh karena itu agar tujuan hukum dapat tercapai perlu diadakan perubahan untuk mewujudkan tatanan yang lebih baik dan lebih adil. Hukum itu berkembang dengan mengikuti tahap-tahap perkembangan masyarakat, selalu terjadi dalam kehidupan masyarakat hukum tertinggal dibelakang peristiwa dan perilaku manusia yang nyata. Di dalam kenyataan, peristiwa baru dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan di dalam masyarakat. Perubahanperubahan yang bersifat teknis banyak terjadi, seperti penemuanpenemuan baru (misalnya mesinmesin), namum yang lebih mendasar adalah perubahan dibidang kehidupan manusia itu sendiri. Suatu hal yang penting untuk dikemukakan adalah perubahan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dari bertani ke Industri. Dengan terjadinya perubahan semacam itu akan membawa terjadinya perubahan hukum dalam mengatur kehidupan manusia. Dalam makalah ini justru yang dibahas kebalikannya, bukan hukum mengikuti perubahan dalam masyarakat tetapi sebaliknya hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat. Roscoe Pound menyebut hukum berfungsi sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau a tool of social engineering. Ada banyak aturan hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat antara lain : undang-undang, peraturan
94
pemerintah, peraturan daerah, keputusan hakim dan lain-lain. Aturan-aturan hukum tersebut dapat dipakai untuk mengubah masyarakat. Dalam makalah ini yang dibahas adalah aturan hukum yang berupa putusan pengadilan, yaitu putusan pengadilan dibahas adalah putusan pengadilan yang secara subtansif dapat mengubah masyarakat. 2. Permasalahan a. Bagaimanakah penemuan hukum oleh hakim dalam putusan pengadilan ? b. Bagaimanakah Putusan Hakim dapat digunakan sebagai alat untuk mengubah masyarakat (a tool of social engineering) ? 3. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui penemuan hukum oleh hakim dalam putusan pengadilan b. Untuk mengetahui Putusan Hakim yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengubah masyarakat (a tool of social engineering) C. TINJAUAN PUSTAKA Hukum berfungsi sebagai alat untuk mengubah masyarakat yang disebut oleh Roscoe Pound, a tool of social engineering. Ada 4 (empat) faktor minimal yang perlu diperhatikan dalam dalam hal penggunaan hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat (Zainuddin Ali, 2008 : 38). Faktor dimaksud diungkapkan sebagai berikut : 1. Mempelajari efek sosial yang nyata dari lembaga-lembaga serta ajaran-ajaran hukum.
Heru Drajat Sulistyo, Putusan Hakim Sebagai Alat untuk Mnegubah Masyarakat
MEDIA SOERJO Vol. 12 No. 1 April 2013 ISSN 1978 - 6239
2. Melakukan studi sosiologis dalam mempersiapkan peraturan perundangan-undangan serta dampak yang ditimbulkan dari undang-undang itu. 3. Melakukan studi tentang peraturan perundanganundangan yang efektif. 4. Memperhatikan sejarah hukum tentang bagaimana suatu hukum itu muncul dan bagaimana diterapkan dalam masyarakat. Faktor-faktor adanya perubahan masyarakat ditinjau dari sudut pandang sosiologi hukum antara lain: 1. Internalisasi Proses belajar kebudayaan, yaitu Manusia mempunyai bakat sendiri untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu, emosi, dan lainlain, semuanya akan menjadi kepribadian. Selanjutnya kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam pengaruh yang ada di sekitar lingkungan sosial dan budaya. Maka proses internalisasi yang dimaksud adalah proses panjang sejak seorang individu dilahirkan sampai meninggal, dimana la belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala hasrat, perasaan, nafsu, serta emosi dan pengaruh lingkungan social dan budaya. 2. Sosialisasi Proses ini berhubungan dengan proses belajar kebudayaan dalam sistem sosial. Dalam proses ini seorang individu belajar polapola interaksi dengan berbagai
95
macam individu di sekelilingnya yang menduduki berbagai peranan social dalam kehidupan sehari-hari. 3. Enkulturasi Enkulturasi diartikan sebagai "pembudayaan". Dalam proses ini seorang individu mempelajari dan menyesuaikan dengan adatistiadat, sistem norma, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.. Seorang individu senang meniru suatu tindakan setelah mendapat nilai budaya yang memberi motivasi dalam kepribadiannya. 4. Evolusi kebudayaan Diartikan sebagai perkembangan kebudayaan manusia dari bentuk kebudayaan yang paling sederhana hingga bentuk kebudayaan yang kompleks. Evolusi kebudayaan ini berhubungan dengan dilakukannya berulang kali suatu aktifitas dalam kehidupan sehari-hari yang secara sadar telah menyimpang dari aturan adat, sampai akhirnya masyarakat terbiasa dengan penyimpanganpenyimpangan tersebut. Masyarakat menerima perubahan tersebut sesuai keperluan baru dari individu-individu didalam masyarakat. Dalam jangka waktu yang lama maka akan terlihat perubahan-perubahan besar dalam adat tersebut. 5. Difusi (diffusion) Diartikan sebagai penyebaran kebudayaan yang terbawa oleh perpindahan bangsa-bangsa di muka bumi. Proses Difusi dapat
Heru Drajat Sulistyo, Putusan Hakim Sebagai Alat untuk Mnegubah Masyarakat
MEDIA SOERJO Vol. 12 No. 1 April 2013 ISSN 1978 - 6239
diartikan sebagai penyebaran manusia di muka bumi. Menurut Ilmu Paleoantropologi, manusia pertama hidup di daerah Sabana tropikal Afrika Timur, kemudian menyebar dan melakukan migrasi ke seluruh permukaaan bumi. 6. Penyebaran unsur-unsur kebudayaan secara individual Adnya penyebaran dan migrasi manusia di muka bumi, ikut serta tersebar unsur-unsur kebudayaan. Individu-individu dapat juga membawa unsur-unsur kebudayaan, misalnya para pedagang dan pelaut. Penyebaran unsur-unsur kebudayaan secara individual dilakukan secara individu dapat dilakukan melalui proses akulturasi (acculturation) dan asimilasi (assimilation). Akulturasi merupakan proses diterimanya suatu kebudayaan asing ke dalam suatu kebudayaan tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Asimilasi merupakan proses pencampuran budaya karena kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda-beda saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan dari kelompok-kelompok tersebut berubah sifatnya, dan unsurunsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan yang campuran. 7. Proses pembaharuan atau inovasi (innovation) yang berhubungan dengan penemuan baru
96
(discovery dan invention) Pembaharuan atau Inovasi (innovation) merupakan suatu proses dengan menggunakan sumber-sumber alam, energi, modal, tenaga kerja, teknologi baru yang semua dalam satu kesatuan sistem produksi, sehingga menghasilkan produk baru. Proses inovasi berkaitan dengan teknologi dan ekonomi. Penemuan baru biasanya melalui dua tahap, yaitu discovery dan invention. Discovery merupakan suatu penemuan baru, dapat berupa ide baru atau alat baru. Discovery dapat menjadi menjadi invention apabila masyarakat sudah mengakui, menerima, dan menerapkan penemuan baru tersebut. Satjipto Raharjo (Satjipto Raharjo, 1986 : 168 – 169) menyebutkan salah satu ciri yang menonjol dari hukum pada masyarakat modern adalah penggunaan hukum secara sadar oleh masyarakatnya. Di sini hukum tidak hanya dipakai untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandangnya tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. Inilah yang disebut sebagai pandangan modern tentang hukum itu yang menjurus kepada penggunaan hukum sebagai suatu insterumen. Selanjutnya menurut Satjipto Raharjo (Satjipto Raharjo, 1986 : 171 – 172) langkah-
Heru Drajat Sulistyo, Putusan Hakim Sebagai Alat untuk Mnegubah Masyarakat
MEDIA SOERJO Vol. 12 No. 1 April 2013 ISSN 1978 - 6239
langkah yang diambil dalam social engineering bersifat sistematis, dimulai dari identifikasi problem sampai kepada jalan pemecahannya, yaitu : 1. Mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya. Termasuk di dalamnya mengenali dengan seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari penggarapan tersebut. 2. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini penting dalam hal social engineering itu hendaknya diterapkan pada masyarakat dengan sektor-sektor kehidupan majemuk seperti : tradisionil, modern dan perencanaan. Pada tahap ini ditentukan nilai-nilai dari sektor mana yang dipilih. 3. Membuat hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling layak untuk bisa dilaksanakan. 4. Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengukur efekefeknya. Langkah-langkah ini dapat dijadikan arah menjalankan fungsi hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat. Bagaimana supaya hukum dapat merombak pemikiran, kultur maupun sikap ataupun cara hidup seseorang agar dapat bertindak dan berbuat sesuai tuntutan kehidupan. Bagaimana hukum dapat mengubah orang yang selama ini “tertidur”, setelah ada hukum menjadi “terjaga” atau selama ini “tidak ada kepastian” setelah ada hukum menjadi “ada kepastian”. Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat ini terlihat
97
dalam fungsinya sebagai independent variabel, di mana masyarakat berfungsi sebagai dependent variabel. Masyarakatlah yang dipengaruhi hukum agar terbentuk. Jika demikian halnya maka perlu ada perencanaan tentang bentuk masyarakat yang dikehendaki. Pencapaian kepada bentuk masyarakat yang diinginkan itu diwujudkan melalui arah kebijaksanaan yang ditetapkan melalui peraturan hukum. Menurut Acmad Ali (Achmad Ali, 1995 : 142) Pengadilan dapat berperan dalam pembinaan hukum nasional dengan mewujudkan berbagai fungsi melalui putusannya, yaitu : 1. Putusan hakim sebagai perwujudan upaya restorasi dan pemulihan keseimbangan serta mencegah situasi panas atau tidak murni yang tidak sesuai dengan hukum. 2. Putusan hakim sebagai perwujudan upaya mencegah dan menyelesaikan konflik. Disini putusan hakim ditekankan pada fungsi mekanisme pengintegrasian masyarakat dengan mencegah konflik dan menyelesaikannya dengan cara damai. 3. Putusan hakim sebagai perwujudan upaya menstabilkan hukum dengan kebutuhan hukum masyarakat. Disini putusan hakim ditekankan pada fungsi harmonisasi antara penegakan hukum oleh hakim yang diarahkan pada upaya mengukuhkan hukum dan kepastian
Heru Drajat Sulistyo, Putusan Hakim Sebagai Alat untuk Mnegubah Masyarakat
MEDIA SOERJO Vol. 12 No. 1 April 2013 ISSN 1978 - 6239
hukum dengan kebutuhan masyarakat. 4. Putusan hakim sebagai perwujudan upaya penemuan hukum. Disini putusan hakim ditekankan pada hubungan fungsi dan tugas hakim dengan undang-undang yang ada. Arti penting pandangan ini terletak pada hubungan pelaksanaan tugas hakim dengan undangundang yang tidak selalu lengkap selengkapnya serta tidak selalu jelas sejelas-jelasnya, karena tertinggal oleh perkembangan masyarakat. 5. Putusan hakim sebagai perwujudan a tool of social engineering. Disini putusan hakim ditekankan pada fungsi menata suatu masyarakat yang didasarkan pada tatanan dan nilai-nilai tertentu dalam masyarakat. Selanjutnya menurut Achmad Ali (Achmad Ali, 1995 : 147 ) Putusan Hakim sebagai a tool of social engineering mempunyai potensi sebagai pengimbang antara kekuatan dan kestatisan hukum tertulis dengan keadaan tertinggalnya undang-undang, sehingga dengan judge Made Law (Putusan Hakim) lebih mudah menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat. Dalam keadaan demikian seperti halnya hukum tertulis, hukum produk hakim (Putusan Hakim) pun dapat difungsikan sebagai a tool of social engineering. Kenyataannya dalam masyarakat ada Putusan Hakim yang mengubah perilaku, cara pandang, nilai-nilai dalam masyarakat.
98
Dengan demikian putusan hakim berfungsi sebagai alat mengubah masyarakat atau sebagai a tool of social engineering. D. METODE PENELITIAN Menurut Setiono (Setiono 2005:3) metode adalah alat untuk mencari jawab. Jadi menggunakan suatu metode (alat) harus mengetahui dulu apa yang dicari. Abdul Kadir Muhammad (Abdul Kadir Muhammad 2004:7) penelitian adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris research, yang terdiri dari re dan search artinya mencari. Jadi research atau penelitia adalah kegiatan mencari ulang, mengungkapkan kembali gejala atau kenyataan yang sudah ada untuk direkontruksi dan diberi arti guna memperoleh kebenaran yang dipermasalahkan. Metode penelitian digunakan untuk mengumpulkan data guna mendapat jawaban atas pokok permasalahan, sehingga data yang diperoleh dari penelitian dapat dipertanggungjawabkan dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan. 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji (2004:13) penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 2. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka, dokumen dan arsip
Heru Drajat Sulistyo, Putusan Hakim Sebagai Alat untuk Mnegubah Masyarakat
MEDIA SOERJO Vol. 12 No. 1 April 2013 ISSN 1978 - 6239
3. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, yang terdiri : a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundangundangan yang terkait dengan putusan hakim sebagai alat untuk mengubah masyarakat yakni putusan putusan pengadilan. b. Bahan hukum sekunder, seperti buku-buku, jurnal. c. Tertier, yaitu kamus, ensiklopedi. 4. Teknik Analisa data Dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sitematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sitematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis. Sebelum analisis dilakukan terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan untuk megetahui validasinya. Setelah itu keseluruhan data akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan menguraikan, menjabarkan, dan menjelaskan konsep dan teori
99
E. PEMBAHASAN MASALAH 1. Penemuan hukum oleh hakim dalam putusan pengadilan. Hakim termasuk orang-orang profesional yang bekerja dengan diam-diam. Lingkungan dan suasana kerja hakim adalah suasana tenang, dan tentram, sangat berbeda dengan penegak hukum yang lain misalnya Kepolisian. Pekerjaan hakim dalam memeriksa dan mengadili lebih banyak menggunakan intelektual daripada otot. Tetapi keliru jika berpendapat pekerjaan hakim tidak dapat menghasilkan suatu kegoncangan yang besar, suatu perubahan sosial. Hakim dengan putusannya dapat menimbulkan suatu perubahan besar dalam menyarakat. Menurut Sudikno Mertokusuma, 1993 :5) dalam penemuan hukum oleh hakim dikenal adanya aliran progresif dan aliran konservatif. Aliran progresif berpendapat bahwa hukum dan peradilan merupakan alat perubahan-perubahan sosial, sedangkan aliran-aliran kenservatif berpendapat bahwa hukum dan peradilan itu hanya untuk mencegah kemerosotan moral dan nilai-nilai lain. Penemuan hukum oleh hakim berupa putusan hakim dalam sidang pengadilan untuk mengisi kekosongan norma hukum yang terjadi dalam masyarakat dan dipakai terhadap peristiwa konkrit dalam masyarakat. Menemukan hukum tidak sekedar mencari undang-undangnya untuk dapat diterapkan pada peristiwa konkrit. Kegiatan
Heru Drajat Sulistyo, Putusan Hakim Sebagai Alat untuk Mnegubah Masyarakat
MEDIA SOERJO Vol. 12 No. 1 April 2013 ISSN 1978 - 6239
penemuan hukum tidaklah mudah, karena peristiwa konkrit harus diarahkan ke undang-undang dan sebaliknya unadang-undang juga disesuaikan dengan peristiwa konkrit tersebut. Menurut Ahmad Ali (Ahmad Ali 1995: 183) putusan hakim sebagai wujud penemuan hukum, yaitu Putusan hakim yang hanya sekedar penerapan hukum terhadap peristiwa konkrit. Putusan hakim ini hanya sekedar menjadi jalan bagi hakim untuk menerapkan hukum dalam kasus konkrit, tetapi tidak mempunyai efek terhadap penyesuaian hukum pada perubahan masyarakat, maupun perekayasaan masyarakat. Jenis putusan hakim yang demikian antara lain : a. Penafsiran terhadap pasal 49 KUHP dengan putusan HR tanggal 27 Mei 1935. Dinyatakan : “Apabila dengan jelas ternyata bahwa Terdakwa tidak akan berbuat lain daripada yang dilakukannya maka ia tidak berbuat karena pembelaan terpaksa” b. Masih penafsiran pasal 49 KUHP dengan putusan, tanggal 24 Desember 1913. Dinyatakan : “Membalas suatu serangan dengan suatu balasan bukan merupakan bela diri” c. Penafsiran terhadap pengertian zina menurut pasal 289 KUHP dengan putusan Pebruari 1926. Dinyatakan : “Seorang laki-laki yang secara paksa memegang tangan seorang perempuan meskipun melawan dan menyentuhkan tangan
100
dengan alat kelaminnya, telah memaksa wanita tersebut untuk melakukan perbuatan cabul. d. Penafsiran kata “persetubuhan” dalam pasal 284 KUHP dengan putusan HR tanggal 5 Pebruari 1912. Dinyatakan : “Persetubuhan ialah beradunya antara kemaluan laki-laki dengan kemaluan wanita yang biasa dilakukan untuk menghasilkan anak, jadi kemaluan laki-laki harus masuk masuk kedalam lubang kemaluan wanita, sehingga mengeluarkan air mani. 2. Putusan Hakim dapat digunakan sebagai alat untuk mengubah masyarakat (a tool of social engineering) Undang-undang selalu ketinggalan dengan peristiwaperistiwa dalam perkembangan masyarakat. Hal ini disebabkan karena undang-undang itu bersifat statis, sedangkan masyarakat dinamis sesuai dengan berubahnya kemajuan jaman. Peristiwa yang terjadi namun belum dimasukan dalam peraturan hukum, maka mengharuskan hakim dengan putusannya memperbaiki peraturan hukum itu, agar sesuai dengan kenyataan dalam masyarakat. Putusan hakim sebagai alat untuk mengubah masyarakat (a tool of social engineering) dalam hubungan ini dipandang sebagai mekanisme yang menghubungkan antara kebutuhan dan kenyataan dalam masyarakat. Indonesia memakai Sistem Hukum Eropa Kontinental, maka
Heru Drajat Sulistyo, Putusan Hakim Sebagai Alat untuk Mnegubah Masyarakat
MEDIA SOERJO Vol. 12 No. 1 April 2013 ISSN 1978 - 6239
hakim tidak harus terikat pada keputusan hakim (Yurisprudensi) yang lebih tinggi maupun yang sederajat tingkatnya. Ada dua macam Yurisprodensi : a. Yurisprudensi tetap, yaitu keputusan hakim yang sering terjadi karena rangkaian keputusan serupa dan menjadi dasar pengadilan untuk mengambil keputusan. Contohnya pengambilan aliran listrik, termasuk tindakan pencurian menurut Yurisprodensi Hood Raad der Nederland 23 Mei 1921, meskipun aliran listrik tidak termasuk barang berwujud. Yurisprudensi tetap untuk kasus yang sama hakim cenderung memakai. b. Yurisprodensi tidak tetap, yaitu keputusan hakim yang cenderung tidak dipakai oleh hakim lain. Di Indonesia yang memakai Sistem Hukum Eropa Kontinental maka keputusan hakim (Yurisprodensi) tidak harus mengikat hakim lain, namun secara praktis hakim cenderung mengikuti putusan hakim lain yang lebih tinggi dalam perkara sejenis. Dalam kaitannya dengan penggunaan putusan hakim sebagai alat untuk mengubah masyarakat, hakim dapat melepaskan diri dari putusan hakim lain, jika dipandangnya keadaan masyrakat sudah berubah. Hakim harus mampu membuat putusan agar warga masyarakat bertindak sesuai keadaan masyarakatnya. Dengan keputusannya, hakim tidak hanya menyesuaikan dengan keadaan
101
masyarakat, tetapi lebih dari itu, yakni mampu mengarahkan dan mengubah perilaku warga masyarakat menuju pola yang diinginkan demi ketertiban, ketentraman dan keadilan sesuai dengan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Putusan hakim tidak hanya menyelesaikan suatu permasalahan tetapi selanjutnya menjadi pedoman masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang sejenis. Menurut Ahmad Ali (Ahmad Ali 1995: 183) putusan hakim sebagai Putusan yang memiliki sifat sebagai “a tool of social engineering” terdiri dari : a. Putusan hakim yang menyesuaikan undang-undang yang dianggap sudah usang atau ketinggalan terhadap masyarakat yang telah mengalami perubahan. Jenis putusan ini menyesuaikan undang-undang dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat, dapat dilihat antara lain pada : 1) Putusan Mahkamah Agung tanggal 13 April 1960 Nomor 10/K/SIP/1960. Dinyatakan : “Seorang Janda adalah ahli waris dari suaminya yang telah meninggal dunia” Putusan ini meninggalkan putusan Mahkamah Agung sebelumnya yang menetapkan seorang Janda hanya erfge rechtegde (yang berhak atas warisan). Putusan Mahmakah Agung ini jelas merupakan penyesuaian terhadap tuntutan
Heru Drajat Sulistyo, Putusan Hakim Sebagai Alat untuk Mnegubah Masyarakat
MEDIA SOERJO Vol. 12 No. 1 April 2013 ISSN 1978 - 6239
jaman yang menghendaki adanya persamaan antara kaum pria dan wanita. 2) Putusan Mahkamah Agung tanggal 6 Pebruari 1975 Nomor 43/K/SIP/1975. Putusan ini menghapuskan “Lembaga Sandra”. Dinyatakan : “Praktek peradilan kini sudah sangat membutuhkan hukuman dalam bentuk uang paksa untuk mewujudkan rasa keadilan bagi pencari keadilan yang memenangkan perkara perdata” Putusan Mahkamah Agung ini menghapus Lembaga Sandra dengan diganti uang paksa bagi pihak yang menang dalam perkara perdata. Penghapusan Lembaga Sandra karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman, yaitu melanggar Hak Asasi Manusia. 3) Putusan Mahkamah Agung Nomor 38 K/G/1990 tanggal 22 Agustus 1991, tentang alasan-alasan perceraian. Dinyatakan : a) Hakim tingkat banding telah membatalkan putusan hakim tingkat pertama dengan pertimbangan hukum bahwa berdasarkan SEMA Nomor 3 Tahun 1981 pihak yang penyebabkan terjadinya perselisihan dan pertengkaran tidak dapat meminta cerai berdasarkan alasan
102
pasal 19 (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. b) Putusan hakim tingkat banding tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung dengan mengemukakan pendirian Mahkamah Agung, bahwa alasan perceraian sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang berbunyi : “Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga adalah semata ditujukan pada pecahnya perkawinan itu sendiri (marriage breakdown), tanpa mempersoalkan siapa yang menjadi penyebabkan adanya perselisihan dan pertengkaran tersebut, sehingga apabila judex facti telah yakin bahwa perkawinan tersebut telah “pecah”, terpenuhilah isi pasal 19 (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975”. Putusan Mahmakah Agung secara jelas dan tegas menyatakan alasan perceraian dapat terjadi berdasarkan pasal 19 (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, yaitu : “Antara suami
Heru Drajat Sulistyo, Putusan Hakim Sebagai Alat untuk Mnegubah Masyarakat
MEDIA SOERJO Vol. 12 No. 1 April 2013 ISSN 1978 - 6239
istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. Suami atau istri sebagai penyebab perselisihan dan pertengkaran dapat memakai alasan ini untuk perceraian. c) Putusan hakim yang memiliki sifat mengisi kekosongan peraturan hukum. Jenis putusan hakim yang demikian sebagai berikut : Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 546 tahun 1973 tanggal 14 Nopember 1973 tentang pergantian jenis kelamin, keputusan yang berupa penetapan ini, menunjukan bahwa hakim telah menciptakan hukum sesuai kebutuhan masyarakat. Penetapan hakim tersebut menjawab kesenjangan antara kemajuan tehnologi kedokteran dengan hukum. Dengan operasi kelamin diikuti penetapan hakim, maka “kritis identitas” seorang laki-laki bernama Iwan Rubianto Iskandar telah diselesaikan dengan menetapkan statusnya sebagai wanita dan mengganti namanya menjadi Vivian Rubiyanti
103
Iskandar. Penetapan ini membawa akibat terhadap perubahan status hukum yang berkaitan dengan Vivian Rubiyanti Iskandar, misalnya perubahan dari laki-laki ke wanita, perkawinan dan lain-lain. d) Putusan hakim yang memiliki sifat mengubah lembaga yang ada dalam masyarakat. Jenis putusan hakim yang demikian sebagai berikut : Putusan Mahkamah Agung tanggal 15 Mei 1991 Nomor 1644K/ Pid/1991. Putusan ini membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara, dan menolak tuntutan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Kendari atas diri Terdakwa yang melakukan delik (adat), karena Terdakwa sebelumnya telah dijatuhi sanksi adat oleh Pemuka Adat, dan sanksi adat tersebut telah dilaksanakan oleh Terdakwa. Sanksi adat juga menghapuskan penuntutan Jaksa Penuntut Umum juga ditemukan dalam Putusan Mahkamah Agung tanggal 15 Nopember 1996 Nomor 984K/Pid/ 1996. Disini dinyatakan Penuntutan Jaksa, dari
Heru Drajat Sulistyo, Putusan Hakim Sebagai Alat untuk Mnegubah Masyarakat
MEDIA SOERJO Vol. 12 No. 1 April 2013 ISSN 1978 - 6239
Kejaksaan Negeri Poso Sulawesi Tengah ditolak karena Terdakwa yang melakukan delik (adat) juga sebelumnya telah dijatuhi sanksi adat oleh Kepala Adat dan sanksi adat tersebut telah dilaksanakan oleh Terdakwa. Putusan Mahmakah Agung ini secara jelas dan tegas telah mengubah lembaga adat dalam masyarakat yaitu Lembaga Pengadilan adat yang tadinya sudah mati (tidak berfungsi) menjadi hidup (berfungsi lagi). F. PENUTUP 1. Kesimpulan a. Penemuan hukum oleh hakim berupa putusan hakim dalam sidang pengadilan untuk mengisi kekosongan norma hukum yang terjadi dalam masyarakat dan dipakai terhadap peristiwa konkrit dalam masyarakat. b. Putusan hakim sebagai alat untuk mengubah masyarakat (a tool of social engineering) terdiri dari : a) Putusan hakim yang memiliki sifat menyesuaikan undangundang dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat;
104
b) Putusan hakim yang memiliki sifat mengisi kekosongan peraturan hukum; c) Putusan hakim yang memiliki sifat mengubah lembaga yang ada dalam masyarakat. 2. Saran-saran a) Penemuan hukum oleh hakim yang berupa putusan hakim dalam sidang pengadilan hendaknya untuk memperjelas peraturan perunndangan sehingga mudah diterapkan pada peristiwa kongkrit dalam masyarakat. b) Hakim dalam membuat suatu putusan yang memiliki sifat sebagai alat untuk mengubah masyarakat (a tool of social engineering) agar menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum Adat.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004. Achmad Ali, Menjawab Tantangan Problem Pembangunan Nonhukum Melalui Sarana Pengadilan dan Putusan Pengadilan. Bandung, Eresco, 1985.
Heru Drajat Sulistyo, Putusan Hakim Sebagai Alat untuk Mnegubah Masyarakat
MEDIA SOERJO Vol. 12 No. 1 April 2013 ISSN 1978 - 6239
105
Budiono Kusumo Hamidjojo, Filsafat Hukum, Problematika Ketertiban yang Adil, Grasindo, Jakarta, 2004 OK. Chairudin, Sosiologi Hukum,Jakarta, Sinar Grafika, 1991. Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum, terjemahan Mohammad Radjolo, Bhratara, Jakarta, 1996 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung, Alumni, 1986. -------,Sosiologi Hukum, Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, Muhammadiyah Universiotas Press, Surakarta, 2002 Setiono, Pemahaman Terhadap Metodelogi Penelitian Hukum, UNS, Surakarta, 2005 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1981. -------, Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial, cet. 3, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991. Soerjono Soekamto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, Jakarta, Rajawali, 1982. Sudikno Mertokusuma, Bab-Bab tentang Penemuan Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1993. Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2008.
Heru Drajat Sulistyo, Putusan Hakim Sebagai Alat untuk Mnegubah Masyarakat