OLEH: MUCHAMMAD ZAIDUN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA
* POKOK PIKIRAN YANG DISAMPAIKAN DALAM SEMINAR PUBLIC INTEREST LAWYER NETWORK (PILNET) PADA TANGGAL 3‐5 AGUSTUS 2010 YANG DISELENGGARAKAN OLEH ELSAM (LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT) DI HOTEL HARRIS JAKARTA
1
PERKEMBANGAN HUKUM DAN LEMBAGA HUKUM SEHARUSNYA DIDASARKAN PADA KONSTITUSI DAN DIKEMBANGKAN BERDASARKAN SUATU KONSEP DAN STRATEGI POLITIK HUKUM NASIONAL POLITIK HUKUM NASIONAL HARUS DIDASARKAN PADA KONSTITUSI YANG MEMBERI LANDASAN TENTANG : 1. SISTEM HUKUM NASIONAL A. BERDASARKAN SISTEM LIBERALISME /KAPITALIS ATAU SOSIALISME B. CIVIL LAW, COMMON LAW ATAU CAMPURAN / MIXED 2. A. SISTEM KETATANEGARAAN : KESATUAN, FEDERASI ATAU KONFEDERASI B. SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL ATAU PARLEMENTER 2
SECARA FAKTUAL DARI SEGI PILIHAN SISTEM YANG DIANUT DAN KONSEP YANG DIKEMBANGKAN DALAM PEMBANGUNAN HUKUM DAN LEMBAGA HUKUM TIDAK JELAS, BANYAK YANG TUMPANG TINDIH DAN DALAM BEBERAPA HAL SALING BERTENTANGAN.
REALITAS INI SEBAGAI KONSEKUENSI ATAS KETIDAK TEGASAN DALAM MENENTUKAN PILIHAN SISTEM DAN KONSEP HUKUM YANG DIANUT DALAM PRAKTIK POLITIK HUKUM NASIONAL.
BANYAK UNDANG-UNDANG YANG KURANG SEJALAN / BERTENTANGAN DENGAN KONSTITUSI, BANYAK UNDANG-UNDANG YANG SALING BERBENTURAN DARI SEGI SISTEM DAN KONSEP, DEMIKIAN JUGA DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG LEBIH RENDAH.
3
PADA SAAT REFORMASI BERLANGSUNG TERMASUK UPAYA REFORMASI HUKUM YANG SECARA MENDASAR DIMULAI DENGAN AMANDEMEN KONSTITUSI (UUD 1945) TERLIHAT ADA BENTURAN DUA KEPENTINGAN YANG AKAN DIKOMPROMIKAN TETAPI TIDAK SECARA TERBUKA (TRANSPARANT) DAN ELEGANT.
BENTURAN-BENTURAN ITU ANTARA LAIN MENYANGKUT PILIHAN DALAM MASALAH : NEGARA KESATUAN DENGAN NEGARA FEDERAL, SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL DENGAN PARLEMENTER, IDEOLOGI NEGARA LIBERALISME / KAPITALISME DENGAN SOSIALISME.
4
PUBLIC INTEREST LAWYER MUNCUL SEBAGAI ISSUE UNTUK
MERESPONS PRAKTIK NEGARA‐NEGARA YANG TIDAK DEMOKRATIS YANG DI MASA LALU SERING DIKATEGORIKAN SEBAGAI NEGARA‐NEGARA SOSIALIS/KOMUNIS. PUBLIC INTEREST LAWYER JUSTRU MULAI BERKEMBANG DI
NEGARA‐NEGARA KAPITALIS LIBERAL KHUSUSNYA PADA SAAT MENGEMBANGKAN WELFARE STATE YANG KEMUDIAN DIADOPSI DAN DITIRU OLEH NEGARA‐NEGARA YANG SEDANG BERKEMBANG. RELASI ANTARA STATE DENGAN CIVIL SOCIETY DALAM KONSEP
WELFARE STATE MELAHIRKAN KONSEP TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP BANTUAN HUKUM BAGI WARGA NEGARA YANG MISKIN/TIDAK MAMPU, KHUSUSNYA DALAM MERESPON PERLINDUNGAN/PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA. 5
KARENA ITU NEGARA MEMPUNYAI TANGGUNG JAWAB UNTUK
MENGEMBANGKAN BANTUAN HUKUM BAGI MEREKA YANG TIDAK MAMPU / MISKIN DENGAN DIBIAYAI OLEH NEGARA SEBAGAIMANA YANG JUGA BERLAKU DALAM BIDANG KESEHATAN DAN PENDIDIKAN. PUBLIC INTEREST LAWYER DALAM SISTEM NEGARA YANG
DEMOKRATIS ADALAH SUATU LEMBAGA YANG DIBUTUHKAN NEGARA UNTUK MEMBANTU MASYARAKAT MISKIN / TIDAK MAMPU DENGAN BIAYA DITANGGUNG OLEH NEGARA. PUBLIC INTEREST LAWYER WALAUPUN BUKAN PROFESSIONAL
LAWYER TETAPI HARUS BEKERJA SECARA PROFESIONAL DALAM MAKNA KUALITAS JASA HUKUM YANG DIBERIKAN.
6
KARENA ITU MEREKA HARUS MEMILIKI BEBERAPA SYARAT
YAITU ANTARA LAIN MENGUASAI HUKUM NASIONAL MATERIIL DAN FORMIL SERTA MEMILIKI KOMPETENSI YANG STANDAR. SELAIN ITU JUGA HARUS MENGUASAI ADR (ALTERNATIVE
DISPUTE RESOLUTION) ATAU PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF (PSA). KARENA MEREKA BANYAK BERHUBUNGAN DENGAN
MASYARAKAT BAWAH / MISKIN MEREKA HARUS MEMPUNYAI KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI YANG BAIK. KARENA MEREKA SETIAP HARI HARUS MEMAHAMI MASALAH
DAN MENYELESAIKAN MASALAH MAKA MEREKA HARUS PAHAM TENTANG PROBLEM SOLVING THEORY DAN DECISSION MAKING THEORY. 7
PRASYARAT-PRASYARAT SEBAGAI PUBLIC INTEREST LAWYER TERSEBUT DI INDONESIA HINGGA SAAT INI BELUM SEMUANYA DAPAT DIPENUHI. MASIH ADA BEBERAPA REKAN YANG MEMPUNYAI KELEMAHAN DALAM PEMECAHAN SUBSTANSI HUKUM (KHUSUSNYA DALAM BIDANG HUKUM PIDANA, HUKUM PERDATA, HUKUM TATA NEGARA DAN HUKUM ADMINISTRASI), JUGA DALAM HAL PENGUASAAN HUKUM ACARA (PIDANA, PERDATA, TATA USAHA NEGARA DAN ACARA DI MAHKAMAH KONSTITUSI). DEMIKIAN JUGA DALAM PEMAHAMAN TENTANG ADR/PSA (NEGOSIASI, MEDIASI, KONSILIASI DAN ARBITRASE) MASIH ADA KELEMAHAN.
8
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA YANG DIBENTUK SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 SEBAGAI SUATU AUXILIARY BODIES BELUM TEGAS-TEGAS DIFUNGSIKAN DENGAN BAIK.
BELUM ADA KONSEP YANG TEGAS APAKAH AKAN BERSIFAT SEMENTARA DENGAN TUGAS MEMBANTU LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA MENURUT UUD 1945 YANG BELUM DAPAT BEKERJA DENGAN BAIK, ATAU BERSIFAT PERMANEN DENGAN MENGAMBIL BEBERAPA FUNGSI LEMBAGA NEGARA UNTUK MENGUATKAN KELEMBAGAAN NEGARA.
PENETAPAN KONSEP INI MEMPUNYAI KONSEKUENSI DALAM PENATAAN LEMBAGA NEGARA TERMASUK PENATAAN WEWENANG DAN FUNGSINYA AGAR TIDAK TERJADI OVERLAPING.
9
TETAPI SEMUANYA HARUS DIKEMBALIKAN DAN DIDASARKAN PADA KONSTITUSI / UUD YANG MENGANUT SISTEM DAN KONSEP HUKUM YANG TELAH DIPILIH SESUAI DENGAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA.
BELUM DAPAT BERFUNGSINYA LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA DAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA YANG DIBENTUK SETELAH AMANDEMEN UUD 1945, DALAM BANYAK HAL KARENA ADANYA MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN POLITICAL WILL PEMERINTAH.
SELAIN ITU JUGA DALAM RANAH POLITIK MASIH SANGAT KUAT SEMANGAT UNTUK TIDAK MEMFUNGSIKAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA SECARA PENUH KARENA ADANYA BEBERAPA KEPENTINGAN POLITIK DALAM PENYELENGGARAAN NEGARA. 10
PERUBAHAN SISTEM POLITIK YANG DIINGINKAN OLEH KAUM REFORMIS MEMBAWA KONSEKUENSI DIKEMBANGKANNYA GOOD GOVERNANCE YANG ANTARA LAIN MENONJOLKAN ASPEK TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS.
ASPEK INI MEMBAWA KONSEKUENSI BARU DALAM PELAKSANAAN KEWENANGAN PEMERINTAHAN YANG DI MASA LALU CENDERUNG OTORITER DAN TIDAK TRANSPARAN.
DARI ASPEK KULTURAL JUGA MEDORONG MASYARAKAT SUPAYA LEBIH RASIONAL, DEMOKRATIS DAN TOLERAN ATAS BERBAGAI PERBEDAAN PANDANGAN YANG TERCERMIN DALAM PERSPEKTIF PLURALISME.
UPAYA PEMERINTAH DAN SIKAP MASYARAKAT SECARA UMUM BELUM MENCERMINKAN SUATU PERUBAHAN KULTURAL YANG DIKEHENDAKI OLEH REFORMASI, MASIH PERLU WAKTU DAN KESADARAN, KESERIUSAN DAN USAHA KERAS UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN YANG SUNGGUH-SUNGGUH. 11
TERIMA KASIH
12