i
PENGEMBANGAN INDEKS GIZI SEIMBANG BAGI PRIA DEWASA INDONESIA
ATIKA PRIMADALA AMRIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
iii
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Indeks Gizi Seimbang bagi Pria Dewasa Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Atika Primadala Amrin NIM I151114051
iv
RINGKASAN ATIKA PRIMADALA AMRIN. Pengembangan Indeks Gizi Seimbang bagi Pria Dewasa Indonesia. Dibimbing oleh HARDINSYAH dan CESILIA METI DWIRIANI.
Indonesia saat ini sedang menghadapi masalah gizi ganda. Tahun 2011 disebutkan bahwa Indonesia menempati urutan kelima negara dengan jumlah balita stunting terbanyak. Selain itu masalah gizi lebih terus berkembang, contohnya prevalensi kegemukan pada pria dewasa terus meningkat menjadi sebanyak 19,7% pada tahun 2013 dari sebelumnya sebesar 13,7% pada tahun 2007. Peningkatan masalah gizi lebih berkaitan erat dengan kejadian penyakit tidak menular. Untuk mengendalikan perkembangan masalah gizi ganda, Indonesia telah mengembangkan pedoman gizi seimbang sebagai panduan makan bagi masyarakat agar mengonsumsi makanan yang bergizi, beragam dan berimbang. Meskipun telah memiliki pedoman makan, namun Indonesia belum memiliki instrumen untuk menilai mutu gizi konsumsi pangan secara praktis dan menyeluruh. Negara-negara lain seperti Amerika, Australia dan Thailand telah mengembangkan instrumen tersebut yang disebut dengan Healthy Eating Index (indeks gizi seimbang). Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan indeks gizi seimbang untuk pria dewasa di Indonesia. Tujuan khusus penelitian ini adalah: (1) Menganalisis pola konsumsi makanan pria dewasa di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2010; (2) Mengembangkan beberapa alternatif indeks gizi seimbang untuk pria dewasa di Indonesia; (3) Menguji validitas dari berbagai alternatif indeks gizi seimbang dan menentukan indeks gizi seimbang terpilih, dan (4) Menganalisis faktor determinan indeks gizi seimbang pria dewasa di Indonesia Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang mengembangkan suatu indeks. Penelitian ini diawali dengan pengembangan indeks gizi seimbang (IGS) untuk pria dewasa Indonesia. Pengembangan IGS dilakukan melalui penelusuran pustaka. Validasi IGS yang dikembangkan dilakukan dengan menggunakan data konsumsi pangan dari Riskesdas 2010. Pengolahan, analisis dan interpretasi data dilakukan pada bulan Juni-November 2013 di Bogor, Jawa Barat. Riskesdas 2010 berhasil mengunjungi 69300 rumah tangga dengan jumlah rumah tangga sebanyak 251388 anggota. Sebanyak 64448 anggota rumah tangga adalah pria dewasa dengan rentang usia 19-55 tahun. Kriteria cleaning subjek adalah: (1) Tidak ada data antropometri (BB & TB): 197 orang; (2) Tidak ada data konsumsi: 84 orang; (3) Subjek dengan kondisi konsumsi yang tidak biasa: 939 orang; (4) Subjek dengan IMT < 13 atau IMT > 40: 74 orang; (5) Subjek dengan asupan pangan < 0,3 atau > 3 kali kebutuhan energi basal: 2013 orang; dan (6) Subjek dengan tingkat kecukupan gizi > 400%: 12 orang. Subjek yang disertakan dalam penelitian ini adalah 61129 pria dewasa. Penelitian ini mengembangkan 10 alternatif IGS, yang perbedaannya terletak pada cara pemberian nilai serta komponen penilaian yang disertakan dalam indeks. Uji korelasi dilakukan antara alternatif IGS dengan nilai MGP, serta dilakukan penilaian terhadap sensitifitas dan spesifisitas untuk menentukan IGS
v
yang paling sesuai untuk menduga mutu konsumsi pangan pria Indonesia. IGS360 merupakan IGS yang paling sesuai dan praktis (r=0,64; Se & Sp = 145,1) untuk menilai mutu gizi konsumsi pangan pria dewasa Indonesia. IGS3-60 adalah indeks dengan cara penilaian tiga tingkat, terdapat 6 komponen penilaian yang seluruhnya berupa kelompok pangan. Faktor determinan IGS3-60 adalah: daerah tempat tinggal, status ekonomi, status kawin, pendidikan dan pekerjaan. Pria dewasa Indonesia berusia 20-49 tahun yang tinggal di pedesaan cenderun memiliki mutu gizi konsumsi pangan yang lebih baik. Demikian pula pria dewasa Indonesia dengan status ekonomi menengah ke atas, dengan tingkat pendidikan setara SMP atau lebih dan memiliku pekerjaan sebagai pegawai negeri atau pengusaha swasta cenderung memiliki mutu gizi konsumsi pangan yang lebih baik. Kata kunci: indeks gizi seimbang, mutu gizi konsumsi pangan, pria dewasa
vi
SUMMARY ATIKA PRIMADALA AMRIN. Development of Balanced Diet Index for Indonesian Adult Males. Supervised by HARDINSYAH and CESILIA METI DWIRIANI.
Indonesia’s having double burden of malnutrition. At 2011, it is stated Indonesia was at the 5th position of country with the largest number of stunted toddler. Meanwhile the overnutrition problem growed, at 2013 there were 19,7% obese Indonesian adult males. The increasing number of overnutrition was proved to be related with the increasing incidence of non-communicable diseases. To combat the double burden of malnutrtion, Indonesia has developed a food guideline. Although the food guideline has been developed, the instrument to asses the whole eating quality based on the food guideline has not been developed yet in Indonesia. Other countries such as America, Australia and Thailand had developed such instrument called Healthy Eating Index (balanced diet index). The study was aimed to develop the balanced diet index (BDI) for Indonesian adult males. The spesific purposes of this study were to asses food consumption pattern of Indonesian adult males, to develop several alternatives of BDIs and to select the most appropriate BDI for Indonesian adult males, and to analyse factors affecting the BDI. The design of the study was analytical study to develop an index. This study developed several alternatives of BDI through systematic review of literature. The food consumption data from Basic Health Research in 2010 were used to validate the index. This study were conducted on June-November 2013. The data of Basic Health Research 2010 covered 64448 male subjects, and 61129 of them were analyzed in this study. Subjects were excluded if they didn’t have any consumption or anthropometic data, if their BMI less than 13 or more than 40, if their energy intake less than 30% or more than 300% of their BMR and if their nutrient adequacy more than 400%. There were ten alternatives of BDIs developed based on the food group and their intake, and also their scoring systems. The gold standard used to validate the BDI is the mean adequacy ratio (MAR) measured by mean nutrient adequacy of 16 nutrients. The 16 nutrients consist of Energy, Protein, Fat, Carbohydrate, Fiber, Water, Sodium, Calcium, Iron, Phosphorus,Potassium, Zinc, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2 and vitamin C. The binary logistic test and the assesment of Sensitivity and Spesifity score were done to see which alternative of BDI was the most appropriate for adult males of Indonesia. The result showed the pearson correlation coefficient of the BDI and MAR range from 0.46 to 0.64; while the sensitivity and spesifisity score ranged from 120.3 to 147.0. The most appropriate and practical BDI to asses MAR is BDI3-60 (r=0.64; Se & Sp= 145.1). BDI3-60 consists of six food groups (cereal, legume, animal food, vegetable, fruit and milk) and implementing 3-level of scoring system. Determinant factors for BDI360 are place of living, economic status, marital status, education and occupation of subject. Subjects aged 20-49 years old and lived in rural area were more likely to
vii
have better diet quality. Subjects with better economic level, had higher education level and worked as civil servant or private businessman were more likely to have better diet quality. Key words: adult males, balanced diet index, mean adequacy ratio (MAR)
viii
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ix
PENGEMBANGAN INDEKS GIZI SEIMBANG BAGI PRIA DEWASA INDONESIA
ATIKA PRIMADALA AMRIN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
x
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
xi
Judul Tesis Nama NIM
: Pengembangan Indeks Gizi Seimbang bagi Pria Dewasa Indonesia : Atika Primadala Amrin : I151114051
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS Ketua
Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN.
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian : 17 Februari 2014
Tanggal Lulus :
Judul Tesis Nama NIM
: Pengembangan Indeks Gizi Seimbang bagi Pria Dewasa Indonesia : Atika Primadala Amrin : I151114051
Disetuj ui oleh
Komisi Pembimbing
-~~
Dr. Jr. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN.
Tanggal Ujian : 17 Februari 2014
Tanggal Lulus:
0 7 MAR 20 14
xii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulisan tesis yang berjudul ―Pengembangan Indeks Gizi Seimbang bagi Pria Dewasa Indonesia‖ dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulisan tesis ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS dan Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku komisi pembimbing atas arahan, masukan, kritikan, dan dorongan untuk menyelesaikan tesis; terimakasih kepada Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku penguji luar komisi dan kepada Dr. Dodik Briawan, MCN selaku kepala program studi S2 atas saran perbaikan yang diberikan dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan izin untuk menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Terimakasih kepada Lembaga Pengelola Dana Keuangan (LPDP) yang telah memberikan beasiswa program tesis kepada penulis. Penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada kedua orang tua tercinta, kedua adik, Bagus Wahyu F. Purnomo dan keluarga besar penulis yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat serta kepercayaan kepada penulis sehingga penulisan tesis ini dapat selesai dengan baik. Karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis memohon saran dan masukan dari pembaca karena pembelajaran adalah proses yang tidak pernah berhenti. Semoga karya ilmiah ini dapat membawa manfaat.
Bogor,
Maret 2014
Atika Primadala Amrin
xiii
DAFTAR ISI DAFAR TABEL ................................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv PENDAHULUAN Latar Belakang .............................................................................................. 1 Tujuan ........................................................................................................... 2 Manfaat ........................................................................................................ 3 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ Masalah Gizi Pria Dewasa Indonesia .............................................................4 Konsep Gizi Seimbang ................................................................................. 5 Penilaian konsumsi pangan........................................................................... 6 Mutu gizi konsumsi pangan (MGP)......................................................... 6 Pola pangan harapan (PPH) ..................................................................... 7 Healthy eating index (HEI) ...................................................................... 8 HEI Amerika ..................................................................................... 8 HEI Thailand ................................................................................... 10 HEI Australia ....................................................................................11 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan HEI .............................................12 KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................................14 METODE Desain, Waktu, dan Tempat..........................................................................16 Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek .........................................................16 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...............................................................17 Pengolahan dan Analisis Data ......................................................................18 Pengembangan indeks gizi seimbang ......................................................18 Karakteristik sosial ekonomi dan status gizi ............................................22 Kebutuhan energi dan zat gizi makro ......................................................23 Kebutuhan vitamin, mineral dan zat gizi lainnya ....................................24 Asupan zat gizi dan tingkat kecukupan zat gizi .......................................25 Perhitungan indeks gizi seimbang (IGS) .................................................25 Perhitungan mutu gizi konsumsi pangan (MGP) .....................................26 Uji statistika .............................................................................................26 Definisi Operasional .....................................................................................27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Pria Dewasa Indonesia .................................28 Pola Konsumsi Pangan Pria Dewasa Indonesia............................................30 Alternatif Indeks Gizi Seimbang (IGS) dan MGP ........................................33 Faktor-faktor yang mempengaruhi IGS ........................................................38 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .......................................................................................................40
xiv
Saran ............................................................................................................. 40 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 41 LAMPIRAN .......................................................................................................... 44 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 57
xv
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Bobot setiap kelompok pangan di PPH ..........................................................8 Komponen dan penilaian dalan HEI 1995 ....................................................10 Komponen dan penilaian dalam HEI 2005 ...................................................10 Komponen dan penilaian dalam THEI .........................................................11 Komponen Aust-HEI dan skor masing-masing komponen ..........................12 Jenis dan cara pengumpulan data .................................................................18 Alternatif indeks gizi seimbang ....................................................................20 Komponen dan kriteria penilaian IGS tiga tingkat .......................................21 Komponen dan kriteria penilaian IGS empat tingkat ...................................22 Perhitungan kebutuhan energi pria dewasa ..................................................23 Perhitungan kebutuhan protein pria dewasa .................................................24 Angka kecukupan gizi mikro pria dewasa ....................................................25 Sebaran subjek berdasarkan wilayah tempat tinggal dan status kawin ............................................................................................28 Sebaran subjek berdasarkan pendidikan, pendapatan dan status ekonomi ....................................................................29 Sebaran subjek berdasarkan status gizi.........................................................30 Rataan, standar deviasi, median konsumsi (gram) dan tingkat partisipasi konsumsi kelompok pangan .....................................30 Asupan gizi sehari pria dewasa Indonesia ....................................................32 Hasil uji korelasi indeks gizi seimbang dan MGP ........................................34 Nilai sensitifitas dan spesifisitas IGS terhadap MGP ...................................34 Indeks gizi seimbang IGS4-105....................................................................35 Indeks gizi seimbang IGS3-60......................................................................36 Skor indeks gizi seimbang IGS3-60 .............................................................36 Mutu konsumsi pangan subjek berdasarkan IGS3-60 ..................................37 Hasil regresi logistik faktor determinan indeks gizi seimbang .....................38
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Prevalensi obesitas pada pria di setiap kelompok usia ...................................4 Komponen-komponen HEI-1995 ...................................................................9 Kerangka pemikiran penelitian pengembangan indeks gizi seimbang ...........................................................15 Tahap-tahap cleaning subjek penelitian .......................................................17 Langkah-langkah pengembangan IGS ..........................................................19 Persentase tingkat kecukupan gizi pria dewasa Indonesia ...........................33
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2.
Cara pengumpulan data karakteristik, antropometri dan recall pangan 1x24 jam oleh tim Riskesdas 2010 ........................................44 Hasil perhitungan indeks gizi seimbang sistem tiga tingkat .........................46
xvi
3.
Hasil perhitungan indeks gizi seimbang sistem empat tingkat .................... 48
4. 5. 6. 7. 8. 9.
Berat badan, tinggi badan, dan IMT pria menurut kelompok usia ........... 50 Kebutuhan zat gizi pada pria dewasa menurut kelompok usia ................... 50 Pemenuhan kebutuhan gizi pria dewasa Indonesia ...................................... 51 Persentase tingkat kecukupan gizi pria dewasa Indonesia ........................... 51 Kategori pola makan pria dewasa Indonesia berdasarkan MGP .................. 52 Gambaran pola konsumsi pria dewasa Indonesia pada setiap kategori IGS3-60 ...................................................... 52 Hasil uji regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi IGS3-60 ...................................................................... 53 Hasil uji korelasi Pearson antara IGS3-60 dengan IMT ............................. 56
10. 11.
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mengalami beban ganda masalah gizi yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Indonesia menempati urutan kelima dengan jumlah balita stunting terbanyak di dunia setelah India, China, Nigeria dan Pakistan (Tarigan 2012). Sebanyak 35,6% balita di Indonesia mengalami stunting. Sementara itu masalah gizi lebih terus berkembang. Prevalensi berat badan lebih dan obesitas pada laki-laki dewasa di Indonesia mencapai 8,5% dan 7,8%; masalah ini lebih banyak ditemukan pada wanita dewasa Indonesia yaitu 11,4% wanita memiliki berat badan lebih dan 15,5% wanita dewasa obesitas. Masalah gizi lebih juga banyak ditemukan pada kelompok usia balita, sebanyak 14% balita di Indonesia termasuk pada kategori kegemukan (RISKESDAS 2010). Hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2013 menunjukkan prevalensi kegemukan pada pria dewasa meningkat menjadi 19,7%. Obesitas berkaitan erat dengan kejadian penyakit degeneratif. Peningkatan prevalensi obesitas akan meningkatkan angka kematian yang disebabkan hipertensi dan diabetes (Henry 2011). Data riset kesehatan dasar Indonesia pada tahun 2007 menunjukkan 3 dari 10 penduduk Indonesia yang berusia di atas 10 tahun menderita hipertensi. Hipertensi mulai banyak dijumpai pada kelompok usia yang lebih muda yaitu 15-17 tahun sebanyak 8,3%. Banyak faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker dan penyakit degeneratif lainnya merupakan bagian dari gaya hidup yang dapat dicegah. Gaya hidup yang dimaksud seperti rendahnya tingkat aktivitas fisik, rendahnya konsumsi buah dan sayur, konsumsi makanan cepat saji serta kebiasaan merokok (Khatib 2004). Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengendalikan perkembangan masalah gizi adalah melalui promosi gizi dan kesehatan. Promosi gizi dan kesehatan dapat dilakukan dengan cara menyebarkan informasi perilaku gizi dan kesehatan yang benar, sehingga dapat mendorong perubahan perilaku kesehatan di dalam masyarakat (Khatib 2004). Indonesia telah mengembangkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) dengan 13 pesan gizi seimbang. Secara umum PUGS memberikan informasi mengenai konsumsi makanan bergizi dan beragam dan berimbang, pentingnya aktivitas fisik dan menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta anjuran untuk memantau berat badan secara teratur. PUGS diharapkan dapat menggiring masyarakat Indonesia agar mengonsumsi makanan secara baik dan mencegah terjadinya masalah gizi ganda. Meskipun PUGS telah disosialisasikan sejak tahun 1994, namun instrumen untuk mengukur kualitas konsumsi pangan masyarakat Indonesia berdasarkan standar PUGS belum dikembangkan. Negara-negara maju dan berkembang selain Indonesia telah mengembangkan instrumen penilaian kualitas konsumsi pangan yang disesuaikan dengan pedoman makanan, contohnya adalah Amerika, Australia dan Thailand. Pada tahun 1995, Amerika melalui Center for Nutrition Policy and Promotion USDA telah mengembangkan Healthy Eating Index (HEI). HEI adalah alat ukur untuk mengukur kepatuhan konsumsi makanan dihubungkan dengan angka kecukupan berdasarkan piramida makanan di Amerika dan
2
berfungsi untuk menyediakan suatu kesimpulan pengukuran kualitas konsumsi makanan (Guenther et al. 2005). Australia dan Thailand telah mengembangkan instrumen serupa, mengadopsi pengembangan HEI dari Amerika dan disesuaikan dengan pedoman makanan yang ada di negara masing-masing. Lebih dari separuh penduduk Indonesia adalah pria (50,3%) dan lebih dari separuhnya berada pada rentang usia dewasa (54,7%) (BPS 2010). Kelompok pria dewasa merupakan penduduk dalam rentang usia produktif yang memiliki peranan besar dalam menggerakan roda pembangunan bangsa. Oleh karena itu, masalah gizi yang terjadi pada kelompok ini tidak dapat diabaikan. Data Riskesdas 2010 menunjukkan kejadian overweight dan obesitas pada pria, paling banyak ditemukan pada rentang usia dewasa. Prevalensi overweight dan obesitas pada pria di kelompok usia 25 hingga 50 tahun relatif lebih tinggi daripada pria di kelompok usia remaja maupun lansia. Analisis yang dilakukan berdasarkan data Riskedas 2007 menunjukkan ada korelasi antara pertambahan usia dengan kejadian obesitas sentral (Sugianti et al. 2009). Suatu penelitian di Amerika menunjukkan bahwa wanita cenderung memiliki sikap dan perilaku kesehatan yang lebih baik daripada pria, sehingga jumlah pria yang menderita penyakit kardiovaskular lebih banyak dan pria meninggal 7 tahun lebih cepat daripada wanita (Courtenay 2000). Mortalitas akibat penyakit jantung koroner lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita (Lawlor et al. 2001). Pengembangan indeks gizi seimbang untuk pria dewasa di Indonesia penting, selain karena indeks ini belum dikembangkan di Indonesia, juga agar kualitas konsumsi makanan secara keseluruhan pada pria dewasa dapat diketahui. Informasi ini dapat menjadi dasar untuk menentukan strategi perbaikan pola konsumsi makan pada pria dewasa serta merupakan bagian dari upaya mengendalikan masalah gizi ganda.
Tujuan Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan indeks gizi seimbang untuk pria dewasa di Indonesia. Secara khusus penelitian ini bertujuan: 1. Menganalisis pola konsumsi pangan pria dewasa di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2010 2. Mengembangkan beberapa alternatif indeks gizi seimbang untuk pria dewasa di Indonesia 3. Menguji validitas dari berbagai alternatif indeks gizi seimbang dan menentukan indeks gizi seimbang terpilih 4. Menganalisis faktor determinan indeks gizi seimbang pria dewasa di Indonesia
3
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pola konsumsi pria dewasa di Indonesia. Indeks gizi seimbang dapat digunakan untuk menilai mutu gizi konsumsi pangan secara keseluruhan serta dapat digunakan untuk memonitor perubahan pola konsumsi pangan yang terjadi pada kelompok usia ini. Jika informasi mengenai pola konsumsi pangan dapat diketahui maka dapat disusun langkah-langkah untuk mengatasi perkembangan masalah gizi ganda pada kelompok pria dewasa di Indonesia
4
TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Pria Dewasa Indonesia Indonesia saat ini sedang menghadapi beban ganda masalah gizi, yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Data Riskesdas 2010 menunjukkan 17,9% balita memiliki berat badan kurang, di mana 4,9% termasuk dalam kategori gizi buruk dan 13% lainnya gizi kurang. Sementara itu, terdapat 14% balita mengalami kegemukan. Meskipun demikian, masalah gizi tidak hanya terjadi pada kelompok rawan seperti balita, anak-anak maupun ibu hamil. Sensus penduduk pada tahun 2010 mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.641.326 juta jiwa, dimana 50,3% diantaranya berjenis kelamin pria. Hasil sensus menunjukkan dari seluruh penduduk pria di Indonesia 33,3% berada pada rentang usia 20-39 tahun, sedangkan 21,4% lainnya berada pada rentang usia 40-59 tahun. Lebih dari separuh penduduk pria Indonesia berada pada rentang usia dewasa (BPS 2010). Kelompok pria dewasa merupkan penduduk dalam rentang usia produktif yang memiliki peranan besar dalam menggerakan roda pembangunan bangsa. Oleh karena itu, masalah gizi yang terjadi pada kelompok ini tidak dapat diabaikan. Data Riskesdas 2010 menunjukkan prevalensi overweight dan obesitas penduduk Indonesia sebesar 8,5% dan 7,8%. Kejadian overweight dan obesitas pada pria, paling banyak ditemukan pada rentang usia dewasa (Gambar 1). Prevalensi overweight dan obesitas pada pria di kelompok usia 25 hingga 50 tahun relatif lebih tinggi daripada pria di kelompok usia remaja maupun lansia. Analisis yang dilakukan berdasarkan data Riskedas 2007 menunjukkan ada korelasi antara pertambahan usia dengan kejadian obesitas sentral (Sugianti et al. 2009).
Gambar 1. Prevalensi obesitas pada pria di setiap kelompok usia Kelebihan berat badan merupakan faktor resiko dari berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes tipe 2, hipertensi, penyakit jantung dan kanker. Individu yang mengalami obesitas memiliki peluang 1,5 kali lebih besar
5
mengalami hipertensi dibandingkan individu yang tidak obesitas (Pradono 2010). Sekitar sepertiga dari penduduk berusia di atas 18 tahun mengalami hipertensi (30,8%). Resiko mengalami hipertensi akan meningkat seiring dengan beratambahnya usia. Riskesdas 2007 menunjukkan peluang terkena hipertensi lebih tinggi 2,4 kali pada kelompok usia >45 tahun.
Konsep Gizi Seimbang Sejarah perkembangan ilmu gizi di dunia menunjukkan bahwa gizi sangat terkait dengan kesehatan dan penyakit. Namun, tidak ada satu jenis makanan yang dapat menyediakan seluruh zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Pemenuhan kebutuhan gizi dapat diperoleh dengan mengonsumsi berbagai jenis makanan. Oleh karena itu, diperlukan suatu pedoman yang memuat prinsip-prinsip memilih dan menyusun makanan yang seimbang untuk memenuhi kebutuhan tubuh manusia. Istilah ―gizi‖ di Indonesia baru mulai dikenal sekitar tahun 1952-1955 sebagai terjemahan dari bahasa Inggris nutrition. Kata gizi berasal dari bahasa Arab ―ghidza‖ yang berarti makanan. Sejak tahun 1950-an, Dokter Poorwo Soedarmo mengenalkan pedoman Empat Sehat Lima Sempurna (ESLS). Pedoman ini tidak jauh berbeda dengan pedoman kelompok makanan yng digunakan di negara lain, seperti Amerika (basic four food guide), Belanda (basic four food circle) dan Swedia (basic seven food circle). ESLS membagi makanan menjadi 4 kelompok utama, yaitu: 1) makanan pokok (sumber karbohidrat); 2) lauk pauk (sumber protein dan lemak); 3) sayur-sayuran; dan 4) buah-buahan (sumber vitamin dan mineral). Keempat kelompok ini dalam suatu hidangan disebut kelompok Empat Sehat, dan bila ditambahkan dengan segelas susu disebeut Empat Sehat Lima Sempurna. Pedoman ESLS sangat dikenal luas dalam masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan ESLS, antara lain: 1) dikemas dalam poster sederhana dan bunyi slogan yang menarik ; 2) pesan yang disampaikan mudah dimengerti dan mudah diingat oleh semua golongan masyarakat; 3) pengelompokan makanan ke dalam 4 sehat sesuai dengan komposisi dan fungsi dari masing-masing kelompok; dan 4) bahan makanan yang tercantum dalam poster adalah bahan makanan tradisional yang mudah diperoleh dan biasa dikonsumsi oleh berbagai golongan masyarakat di Indonesia (kecuali susu). Kelemahan ESLS terletak pada penekanan konsumsi susu. Susu merupakan sumber protein hewani dan tidak ada bedanya dengan makanan hewani lainnya seperti telur, daging dan ikan. Selain itu, ESLS juga tidak memberikan pesan mengenai porsi atau jumlah yang harus dimakan untuk masing-masing kelompok makanan. Seiring dengan perkembangan zaman, ESLS tidak lagi sesuai dengan paradigma baru pendekatan masalah gizi. Pemecahan masalah gizi tidak lagi hanya memperhatikan aspek makanan, melainkan juga memperhatikan aspek lainnya, seperti sanitasi lingkungan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok dan kebiasaan minum alkohol. Perlunya pedoman gizi seimbang di Indonesia telah dirasakan sejak tahun 1990-an. Diektorat Bina Gizi, Departemen Kesehatan, pada tahun 1995
6
menerbitkan buku panduan ―13 Pesan Dasar Gizi Seimbang‖. Ke-13 pesan adalah kesepakatan yang didasarkan pada beberapa hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Bogor. Ke-13 pesan tersebut adalah: (1) makanlah aneka ragam makanan; (2) makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi; (3) makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi; (4) batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi; (5) gunakan garam beryodium; (6) makanlah makanan sumber zat besi; (7) berikan ASI saja kepada bayi sampai usia 6 bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya; (8) biasakan makan pagi; (9) minumlah air bersih yang aman yang cukup jumlahnya; (10) lakukan aktivitas fisik secara teratur; (11) hindari minum minuman berakohol; (12) makanlah makanan yang aman bagi kesehatan; dan (13) bacalah label makanan yang dikemas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan gizi pangan. Pasal 60 sampai 62 menjelaskan bahwa penganekaragaman konsumsi pangan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman serta sesuai dengan potensi dan kearifan lokal yang dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Tercapainya penganekaragaman konsumsi pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 diukur melalui pencapaian nilai komposisi pola pangan dan gizi seimbang. Gizi seimbang yang dimaksud dalam UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 didefinisikan sebagai asupan gizi sesuai kebutuhan seseorang untuk mencegah risiko gizi lebih dan gizi kurang.
Penilaian Konsumsi Pangan Indeks yang secara khusus digunakan untuk mengukur gizi seimbang belum ada, namun untuk mengukur kualitas pola makan dapat didekati dengan menggunakan pengukuran mutu gizi pangan, pola pangan harapan (PPH) serta Healthy Eating Index.
Mutu gizi konsumsi pangan (MGP) Definisi pangan berdasarkan UU No. 18 Tahun 2012 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Peran pangan terhadap status gizi dan kesehatan tidak terlepas dari mutu gizi konsumsi pangan. Mutu gizi konsumsi pangan (MGP) merupakan suatu gambaran yang memperlihatkan apakah suatu makanan dapat memenuhi
7
kebutuhan dan tingkat ketersediaan biologis tubuh. MGP dapat diartikan sebagai persentase asupan zat gizi terhadap kecukupan atau kebutuhan individu. Pengukuran MGP didasarkan pada jumlah zat gizi yang tersedia untuk dikonsumsi relatif terhadap kebutuhan dan nilai biologisnya (Hardinsyah & Atmojo 2000, Jadhav & Vali 2010). Kandungan gizi dalam makanan yang dikonsumsi dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). DKBM adalah suatu daftar yang memuat berbagai jenis makanan beserta kandungan zat gizinya per 100 gram berat makanan yang dapat dimakan (BDD). Setelah diketahui total asupan zat gizi, dihitung pula tingkat kecukupan zat gizi individu tersebut. Selanjutnya perhitungan MGP dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
MGP = Keterangan : MGP = Mutu Gizi pangan TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi ke-i, yaitu (konsumsi zat gizi kei/kecukupan zat gizi ke-i) x 100 = Jumlah zat gizi yang dipertimbangkan dalam penilaian MGP n
Pola pangan harapan (PPH) Pola pangan harapan (PPH) atau Desirable Dietary Pattern adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama (baik secara absolut maupun relatif) dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan. FAO-RAPA mendefinisikan PPH sebagai berikut: ―Pola pangan harapan adalah komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya‖ (Hardinsyah et al. 2002). Pendekatan PPH memungkinkan untuk menilai suatu mutu pangan penduduk berdasarkan skor pangan (dietary score). Semakin tinggi skor mutu pangan, menunjukkan situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik komposisi dan mutu gizinya. Tujuan PPH adalah untuk menghasilkan suatu komposisi standar pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi penduduk, sekaligus juga mempertimbangkan keseimbangan gizi (nutritional balance) yang didukung oleh cita rasa (palatability), daya cerna (digestability), daya terima masyarakat (acceptability), kuantitas dan kemampuan daya beli (affortability). PPH berguna sebagai instrumen sederhana menilai situasi ketersediaan dan konsumsi pangan berupa jumlah dan komposisi pangan menurut jenis pangan secara agregat. PPH juga berguna sebagai basis untuk perhitungan skor PPH yang digunakan sebagai indikator mutu gizi pangan dan keragaman baik pada tingkat konsumsi maupun tingkat ketersediaan. Selain itu juga digunakan untuk perencanaan konsumsi dan ketersediaan pangan. Metode PPH dapat digunakan untuk menilai mutu pangan berdasarkan skor pangan (dietary score). Skor pangan ini diperoleh dari hasil perkalian antara tingkat kontribusi energi kelompok pangan dengan bobotnya. Bobot untuk setiap kelompok pangan didasarkan kepada konsentrasi kalori, kepadatan kalori, zat gizi
8
esensial, zat gizi mikro, kandungan serat, volume pangan dan tingkat kelezatannya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka bobot setiap kelompok pangan adalah sebagai berikut (Tabel 1.) (FAO-RAPA 1989, Hardinsyah et al. 2002). Tabel 1. Bobot setiap kelompok pangan di PPH No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelompok Pangan Padi-padian Umbi-umbian Pangan hewani Minyak dan lemak Buah/ Biji berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain
Bobot 0,5 0,5 2,0 1,0 0,5 2,0 0,5 2,0 0
Healty eating index (HEI) Healthy Eating Index (HEI) adalah suatu instrumen yang digunakan untuk menilai kualitas pola makan secara menyeluruh serta dapat digunakan untuk memonitor perubahan pola makan penduduk di suatu wilayah. HEI juga dapat digunakan untuk menilai kesesuaian pola makan penduduk dengan pedoman makan yang berlaku di wilayah tersebut. HEI pertama kali dikembangkan pada tahun 1995 oleh Center for Nutrition Policy and Promotion USDA. Negara lain yang telah mengembangkan HEI diantaranya adalah Thailand dan Australia 1. HEI Amerika Healthy Eating Index (HEI) pertama kali dikembangkan di Amerika pada tahun 1995 oleh U.S Department of Agriculture (USDA). Tujuan dari pengembangan indeks ini adalah untuk mengukur kesesuaian pola makan masyarakat Amerika terhadap pedoman makan yang telah ditetapkan. HEI yang dikembangkan pada tahun 1995 terdiri atas 10 komponen penilaian yang disusun berdasarkan Food Guide Pyramid yang berlaku saat itu (Gambar 2). Komponen 1-5 menilai kesesuaian jumlah konsumsi kelompok pangan utama terhadap anjuran Food Guide Pyramid yang meliputi kelompok: buahbuahan; sayur-sayuran; biji-bijian serta padi-padian; susu; dan daging. Komponen 6-9 menilai aspek pola makan tertentu yang harus dibatasi jumlah konsumsinya, meliputi: lemak total; lemak jenuh; kolesterol; dan sodium. Komponen 10 merupakan ukuran dari keberagaman pola makan seseorang. Setiap komponen dinilai dengan kisaran 0-10, sehingga nilai HEI akan berkisar dari 0 hingga 100. Nilai HEI diatas 80 dianggap pola makan sudah baik, nilai 51-80 dianggap perlu perbaikan dalam pola makan serta nilai di bawah 51 dianggap pola makan sangat buruk. Tabel 2 menyajikan komponen serta sistem penilaian HEI 1995.
9
Sumber: Guenther et al. 2007
Gambar 2. Komponen-komponen HEI – 1995 Pedoman makan di Amerika diperbaiki dan dikembangkan setiap 5 tahun sekali, sehingga HEI-2005 pun dikembangkan untuk menyesuaikan dengan The 2005 Dietary Guidelines for Americans. HEI-2005 terdiri atas 12 komponen yang telah disesuaikan dengan The 2005 Dietary Guideline for Americans. Komponen yang ditambahkan meliputi whole fruit; dark green and orange vegetables and legume; whole grain; oils; saturated fat; sodium; dan kalori yang berasal dari solid fat, alcohol and added sugar. Komponen whole fruit ditambahkan karena terdapat aturan tentang batasan konsumsi buah dalam bentuk jus hingga setengah dari konsumsi buah secara keseluruhan. Komponen dark green and orange vegetables and legume ditambahkan karena konsumsi sayuran jenis ini masih sangat kurang dari jumlah yang direkomendasikan. Komponen whole grain ditambahkan karena pada pedoman makan terdapat saran untuk mengonsumsi padi-padian dalam bentuk whole minimal setengah dari jumlah konsumsi padipadian secara keseluruhan. Komponen Oils ditambahkan karena pada 2005 Dietary Guideline for Americans telah mencantumkan rekomendasi konsumsi minyak, demikian pula dengan jumlah energi yang diperoleh dari asupan lemak padat, alkohol dan gula tambahan (SoFAAS). HEI 2005 menggunakan standar densitas, artinya jumlah asupan makanan diukur per 1000 kkal asupan energi. Keunggulan standar densitas ini adalah dapat diterapkan untuk setiap individu yang kebutuhan energinya berbeda satu sama lain (Guenther et al 2007). Tabel 3 menyajikan komponen dan sistem penilaian pada HEI 2005.
10
Tabel 2. Komponen dan penilaian dalan HEI 1995 No
Komponen
Skor 0
5
8
10 Poin
1
Total buah
0
2
Total sayur
0
3
Total grain
0
4
Susu
0
5
Daging (dan kacang-kacangan)
0
6 7 8 9 10
Natrium Lemak jenuh Lemak total Kolesterol Keragaman
≥4.8 ≥15 ≥45 ≥450 ≤6
2-4 takaran saji (sekitar 1-2 gelas) 3-5 takaran saji (sekitar 1.5-2.5 gelas) 6-11 takaran saji (sekitar 6-11 oz eq) 2-3 takaran saji (2-3 gelas) 2-3 takaran saji (sekitar 5.5-7.0 oz eq) ≤2.4 g ≤10% energi ≤30% energi ≤300 mg ≥16 makanan berbeda selama 3 hari
Tabel 3. Komponen dan penilaian dalam HEI 2005 No Komponen Skor 0 5 8 10 20 Poin 1 Total buah 0 ≥0.8 gelas eq/1000 kkal 2 Whole fruit 0 ≥0.4 gelas eq/1000 kkal 3 Total sayur 0 ≥1.1 gelas eq/1000 kkal 4 Sayuran berdaun hijau 0 ≥0.4 gelas eq/1000 kkal dan orange, serta legumes 5 Total grain 0 ≥3.0 oz eq/1000 kkal 6 Whole grains 0 ≥1.5 oz eq/1000 kkal 7 Susu 0 ≥1.3 gelas eq/1000 kkal 8 Daging dan kacang0 ≥2.5 oz kacangan eq/1000 kkal 9 Minyak 0 ≥12 g/1000 kkal 10 Lemak jenuh ≥15 10 ≤7% energi 11 Sodium ≥2.0 1.1 ≤0.7 g/1000 kkal 12 Kalori dari SoFAAS ≥50 ≤20% energi
2. HEI Thailand Healthy Eating Index for Thais (THEI) dikembangkan sebagai instrumen untuk menilai kualitas pola makan dan memonitor perubahan pola makan secara
11
keseluruhan. THEI dikembangkan berdasarkan modifikasi HEI yang dikembangkan oleh USDA Amerika. THEI terdiri atas 11 komponen, setiap komponen mewakili aspek pola makan yang sehat: Komponen 1-5 mengukur kesesuaian pola makan individu terhadap rekomendasi porsi sajian 5 kelompok pangan utama berdasarkan Thailand Nutrition Flag: beras dan sumber pati (beras, roti, sereal dan pasta), sayursayuran, buah-buahan, susu (susu, yogurt dan keju), dan daging (daging, unggas, ikan, kacang, telur) Komponen 6,7, dan 8 mengukur lemak total, lemak jenuh dan konsumsi gula tambahan, dalam bentuk persentase per total asupan energi makanan. Komponen 9 dan 10 mengukur total kolesterol dan asupan sodium Komponen 11 mengukur keragaman diet individu. Komponen THEI dan sistem penilaiannya dapat dilihat pada Tabel 4. Kriteria sistem penilaian dikembangkan berdasarkan rekomendasi yang ada pada pedoman makan Thailand, rekomendasi asupan harian Thailand (Thai RDI), referensi asupan pangan harian Thailand (DRI), serta berbagai bukti ilmiah tentang kaitan pola makan dengan penyakit kronis. Setiap komponen indeks memiliki nilai maksimal 10 dan nilai minimal 0. Nilai di antaranya dihitung secara proporsional. Total nilai THEI dikelompokan menjadi 3 tingkat: nilai THEI di atas 66 dianggap pola makan sudah baik, nilai 55-66 dianggap perlu perbaikan dalam pola makan serta nilai di bawah 55 dianggap pola makan sangat buruk. Tabel 4. Komponen dan penilaian dalam THEI No
Komponen
1
Konsumsi karbohidrat Konsumsi sayur Konsumsi buah Konsumsi susu Konsumsi daging Asupan lemak total Asupan lemak jenuh Konsumsi gula tambahan Asupan kolesterol Asupan sodium Keragaman makanan
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kisaran skor 0-10
Kriteria untuk skor maksimum (10) 8-12 sendok nasi
Kriteria untuk skor minimum (0) 0 dan 14-18 sendok nasi
0-10 0-10 0-10 0-10
4-6 sendok nasi 3-5 porsi 1-2 gelas 6-12 sendok makan
0-10
≤20% total energi
0 0 0 0 dan 12-18 sendok makan ≥35% total energi
0-10
≤10% total energi
≥15% total energi
0-10
<6% total energi
>10% total energi
0-10
≤300 mg/hari
≥400 mg/hari
0-10 0-10
≤2400 mg/hari ≥30 jenis/hari
≥3300 mg/hari ≤20 jenis/hari
3. HEI Australia Aust-HEI juga senada dengan HEI di Amerika dan Thailand yang menggambarkan kesesuaian pola makan dengan rekomendasi Dietary guidelines for Australian adults (NHMRC 2003). Komponen Aust-HEI terdiri atas
12
keragaman diet, konsumsi sayur dan buah, dan konsumsi lemak. Keragaman diet memiliki hubungan dengan terjadinya penyakit kronis (Wahlqvist et al. 1989; NHMRC 2003), konsumsi buah dan sayur dihubungkan dengan penyakit jantung, stroke, dan beberapa kanker (Lock et al. 2005), dan konsumsi lemak jenuh dihubungkan dengan peningkatan kolesterol low density lipoprotein (LDL) plasma yang berhubungan dengan penyakit jantung dan vascular (AIHW 2004). Komponen dari Aust-HEI dapat dilihat pada Tabel 5. No 1
2
3 4 5 6 7
Tabel 5 Komponen Aust-HEI dan skor masing-masing komponen Komponen Kriteria untuk skor Skor Skor Sumber maksimum minimum maksimum data Keragaman Jumlah makanan 0 (tidak 10 FFQ dari masing-masing ada) kelompok pangan biasanya dimakan minimal satu kali seminggu Pilihan makanan Makanan sehat 0 (tidak 10 FFQ sehat biasanya dimakan ada) minimal satu kali seminggu Konsumsi buah Dua porsi atau lebih 0 (tidak 10 SDQ per hari ada) Konsumsi sayur Empat porsi atau 0 (tidak 10 SDQ lebih per hari ada) Susu rendah Susu skim atau 0 (tidak) 5 SDQ lemak rendah lemak Daging rendah Biasanya (atau tidak 0 (tidak) 5 SDQ lemak makan daging) Konsumsi Jumlah makanan 0 10 (tidak FFQ makanan tinggi dimakan satu kali ada) lemak jenuh dan atau lebih seminggu rendah zat gizi lain Total 0 60
Keterangan: FFQ = food frequency questionnaire; SDQ = short dietary questions
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan HEI Suatu penelitian mengembangkan model untuk mengukur sejauh apa pengetahuan gizi serta kesadaran akan kesehatan dapat mempengaruhi Healthy Eating Index individu. Hasilnya menyatakan bahwa tingkat pengetahuan gizi individu memiliki pengaruh penting terhadap HEI-nya. Faktor lain yang mempengaruhi variasi HEI antar individu adalah tingkat pendidikan, ras dan etnis serta usia. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka individu akan membuat pilihan makanan yang lebih sehat (Variyam et al. 1998). Penelitian lain yang
13
dilakukan pada remaja menunjukkan individu yang terlalu menjaga berat badan, membatasi pola makan (diet) serta sering melewatkan sarapan memiliki nilai HEI yang lebih rendah daripada remaja yan tidak membatasi pola makannya (Woodruff et al. 2008). Penelitian yang menghubungkan antara kecakapan kesehatan dengan HEI menunjukkan peningkatan 1 poin pada kecakapan kesehatan maka akan meningkatkan nilai HEI sebesar 1,21 poin (Zoellner et al. 2011).
14
KERANGKA PEMIKIRAN Indonesia sedang mengalami masalah gizi ganda. Data Riskesdas 2010 menunjukkan prevalensi overweight dan obesitas penduduk pria Indonesia sebesar 8,5% dan 7,8%. Prevalensi overweight dan obesitas pada pria di kelompok usia 25 hingga 50 tahun relatif lebih tinggi daripada pria di kelompok usia remaja maupun lansia. Obesitas berkaitan erat dengan kejadian penyakit degeneratif. Peningkatan prevalensi obesitas akan meningkatkan angka kematian yang disebabkan hipertensi dan diabetes (Henry 2011). Data riset kesehatan dasar Indonesia pada tahun 2007 menunjukkan 3 dari 10 penduduk Indonesia yang berusia di atas 10 tahun menderita hipertensi. Kejadian overweight dan obesitas serta penyakit degeneratif erat kaitannya dengan gaya hidup, seperti rendahnya tingkat aktivitas fisik, rendahnya konsumsi buah dan sayur, konsumsi makanan cepat saji serta kebiasaan merokok. Indonesia telah mengembangkan PUGS sebagai pedoman makan untuk menggiring masyarakat Indonesia agar mengkonsumsi makanan yang beragam, bergizi dan berimbang. Namun instrumen yang praktis untuk menilai keseluruhan kualitas konsumsi pangan berdasarkan pedoman makan di Indonesia belum ada. Pengembangan indeks gizi seimbang untuk pria dewasa di Indonesia penting agar kualitas konsumsi makanan secara keseluruhan pada kelompok ini dapat diketahui. Nilai IGS pada dasarnya mencerminkan kualitas pola makan subjek, oleh karena itu nilai IGS pada subjek dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah karakteristik subjek tersebut yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, maupun jenis pekerjaan. Pengetahuan gizi dan kecakapan kesehatan yang baik akan menunjang subjek sehingga dapat melakukan pemilihan makanan yang lebih sehat, dengan demikian juga akan meningkatkan nilai IGS. Kebiasaan makan yang buruk, seperti membatasi makan secara berlebihan dan melewatkan sarapan juga akan menurunkan nilai IGS.
15
Karakteristik Individu: Usia Pendidikan Pendapatan
Pengetahuan gizi dan keterampilan kesehatan
Kebiasaan makan/ Pola makan
Gaya Hidup
Masalah Gizi Ganda
Pengembangan pedoman makan PUGS Tumpeng gizi seimbang
Alat ukur mutu gizi konsumsi pangan: MGP PPH IGS (belum ada)
Indeks gizi seimbang
Nilai indeks gizi seimbang (kualitas konsumsi pangan)
Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian pengembangan Indeks Gizi Seimbang
Keterangan: : Variabel yang tidak diamati : Variabel yang diamati
16
METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang mengembangkan suatu indeks. Indeks gizi seimbang dikembangkan melalui penelusuran pustaka. Pengujian validitas dari indeks yang dikembangkan menggunakan data konsumsi Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Riskesdas 2010 dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Indonesia. Pengumpulan data dilakukan oleh tim pengumpul data Riskesdas sejak bulan Mei-Agustus 2010. Pengolahan, analisis dan interpretasi data dilakukan pada bulan Juni-November 2013 di Bogor, Jawa Barat.
Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek Subjek Riskesdas 2010 berasal dari 441 kabupaten/kota yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Populasi dalam Riskesdas 2010 adalah seluruh rumah tangga biasa yang mewakili 33 provinsi. Subjek rumah tangga dalam Riskesdas 2010 dipilih berdasarkan listing Sensus Penduduk tahun 2010. Proses pemilihan rumah tangga dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan two stage sampling. Riskesdas mengambil sejumlah blok sensus dari setiap kabupaten/kota yang termasuk ke dalam kerangka subjek kabupaten/kota. Pemilihan blok sensus tersebut dilakukan sepenuhnya oleh BPS dengan memperhatikan status ekonomi dan rasio perkotaan/perdesaan. Blok sensus tersebut proporsional terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten/kota tersebut. Blok sensus yang dipilih untuk kesehatan masyarakat adalah sebesar 2800 blok sensus dengan 70000 rumah tangga Riskesdas 2010 berhasil mengunjungi 2798 blok sensus dari 441 kabupaten/kota jumlah rumah tangga dari blok sensus tersebut sebanyak 69300 rumah tangga dengan jumlah rumah tangga sebanyak 251388 anggota. Jumlah subjek dalam rentang usia dewasa (19-55 tahun) adalah 132934 orang, sebanyak 64448 di antaranya berjenis kelamin pria. Proses cleaning dilakukan terhadap subjek yang tidak memiliki data antropometri dan data asupan pangan. Cleaning juga dilakukan pada subjek yang memiliki IMT < 13 dan IMT > 40, asupan pangan < 0,3 atau > 3 kali energi basal, serta pada subjek dengan tingkat kecukupan zat gizi makro maupun mikro lebih dari 400%. Total subjek dalam penelitian ini adalah 61129 pria dewasa. Tahapan proses cleaning disajikan pada Gambar 4.
17
Jumlah anggota rumah tangga dalam kelompok usia dewasa (19-55 tahun) 132934 orang
Jumlah calon subjek 64448 pria dewasa
Kriteria proses cleaning: Tidak ada data antropometri (BB & TB): 197 orang Tidak ada data konsumsi: 84 orang Subjek dengan kondisi konsumsi yang tidak biasa: 939 orang Subjek dengan IMT < 13 atau IMT > 40: 74 orang Subjek dengan asupan pangan < 0,3 atau > 3 kali kebutuhan energi basal: 2013 orang Subjek dengan tingkat kecukupan gizi > 400%: 12 orang Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jumlah subjek yang digunakan 61129 pria dewasa Gambar 4. Tahap-tahap cleaning subjek penelitian
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder. Pengumpulan data telah dilakukan oleh Kementrian Kesehatan melalui Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 dengan kuesioner terlampir. Data diperoleh dalam bentuk electronic file dalam bentuk entry data Riskesdas 2010. Pengumpulan data karakterstik subjek dan karakteristik sosial ekonomi dilakukan dengan wawancara. Data antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan diperoleh dengan pengukuran langsung oleh enumerator Riskesdas. Data konsumsi pangan diperoleh dengan metode Recall 24 jam. Tabel 6 menyajikan jenis data yang digunakan serta cara pengumpulannya.
18
Tabel 6 Jenis dan cara pengumpulan data Peubah Karakteristik subjek 1. Usia 2. Jenis kelamin Karakteristik sosial ekonomi 1. Pendidikan 2. Pekerjaan 3. Daerah 4. Status kawin Antropometri
-
Keterangan Kuesioner Riskesdas (RKD10.IND) Blok IV No 7
Cara pengumpulan data Wawancara
Wawancara -
1. Berat badan
Blok IV No 8 Blok IV No 9 Blok I No 5 Blok IV Kuesioner Riskesdas (RKD10.IND) Blok X No 1a,1b
2. Tinggi badan
Blok X No 2a, 2b
Asupan pangan 1. Jumlah pangan 2. Jenis pangan
Kuesioner Riskesdas (RKD10.IND) Blok IX Blok IX
Pengukuran langsung - Diukur dengan timbangan berat badan digital (kapasitas 150 kg dan ketelitian 50 g) - Diukur dengan alat ukur tinggi badan multi fungsi (kapasitas ukur 2 m dan ketelitian 0.1) Food recall 1x24 jam
Pengolahan dan Analisis Data Pengembangan indeks gizi seimbang Pengembangan IGS di Indonesia mengacu pada pengembangan HEI di Amerika dan Thailand yaitu dengan penelusuran pustaka dan disesuaikan dengan panduan makan yang ada di Indonesia yaitu tumpeng gizi seimbang serta PUGS. Gambar 5 menampilkan langkah-langkah pengembangan suatu indeks, tahapan pengembangan tersebut merupakan modifikasi dari langkah pengembangan alat ukur keragaman pangan yang dilakukan oleh Hardinysah (1996). Pengembangan indeks gizi seimbang melalui penelusuran pustaka untuk melihat indeks atau alat ukur lain yang sudah pernah dikembangkan sebelumnya. Pada prinsipnya pengembangan IGS adalah dengan menentukan komponen penilaian dan cara pemberian nilainya. Setelah komponen penilaian dan cara pemberian nilai ditentukan, maka dilakukan serangkaian uji validitas untuk menentukan indeks mana yang paling valid. Jika indeks yang dikembangkan tidak valid, maka proses pengembangan indeks dimulai lagi dari awal penelusuran pustaka. Komponen penilaian pada indeks gizi seimbang secara umum terbagi dua, yaitu: konsumsi kelompok pangan dan aspek pangan yang harus dibatasi konsumsinya terkati dengan penyakit tidak menular (PTM). Kelompok pangan dalam indeks gizi seimbang adalah: kelompok pangan sumber karbohidrat, sayuran, buah-buahan, pangan hewani, dan lauk nabati. Aspek pangan yang harus dibatasi konsumsinya terkait PTM adalah: gula tambahan, lemak total, lemak jenuh dan sodium. Cara pemberian nilai untuk setiap kompnen juga terbagi dua, yaitu: 1) penilaian tiga tingkat (IGS3); dan 2) penilaian empat tingkat (IGS4).
19
Pengembangan Indeks Gizi Seimbang
Menentukan konsep dan tujuan Indeks Gizi Seimbang
Review instrumen pengukuran kualitas konsumsi pangan yang sudah ada
B. Identifikasi konsep pengelompokan makanan
A. Identifikasi kriteria pengukuran
C. Identifikasi konsep pemberian skor/nilai
Formulasi sistem pemberian skor/nilai
Formulasi pengelompokan makanan
Menganalisis validitas kriteria pengukuran
Valid
Tidak Valid
Indeks Gizi Seimbang
Gambar 5. Langkah-langkah pengembangan IGS Perbedaan dari setiap alternatif indeks gizi seimbang terletak pada kombinasi komponen penilaian dan cara pemberian nilainya. Setiap cara penilaian memiliki lima alternatif indeks gizi seimbang, IGS3 dan IGS4 masing-masing memiliki lima alternatif indeks gizi seimbang. Oleh karena itu terdapat sepuluh alternatif indeks gizi seimbang yang dikembangkan dalam penelitian ini. Setiap alternatif indeks gizi seimbang dinamakan sesuai dengan cara pemberian nilai, jumlah seluruh komponen yang dinilai dan jumlah aspek pangan terkait PTM yang disertakan. Contohnya penamaan IGS3-105, artinya alternatif indeks gizi seimbang ini dinilai dengan 3 tingkat, terdiri atas 10 komponen penilaian dan 5 di antaranya adalah zat terkait PTM. Tabel 7 menyajikan keterangan mengenai alternatif indeks gizi seimbang yang dikembangkan.
20
Tabel 7. Alternatif indeks gizi seimbang No. 1.
Nama Indeks IGS3-50
2.
IGS3-60
3.
IGS3-61
4.
IGS3-83
5.
IGS3-105
6.
IGS4-50
7.
IGS4-60
8.
IGS4-61
9.
IGS4-83
10
IGS4-105
Keterangan Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian tiga tingkat (3), terdiri atas lima komponen penilaian (5) dan tidak aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan(0) Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian tiga tingkat (3), terdiri atas enam komponen penilaian (6) dan tidak ada aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (0) Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian tiga tingkat (3), terdiri atas enam komponen penilaian (6) dengan satu aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (1) Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian tiga tingkat (3), terdiri atas delapan komponen penilaian (8) dengan tiga aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (3) Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian tiga tingkat (3), terdiri atas sepuluh komponen penilaian (10) dengan lima aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (5) Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian empat tingkat (4), terdiri atas lima komponen penilaian (5) dan tidak ada aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (0) Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian empat tingkat (4), terdiri atas enam komponen penilaian (6) dan tidak ada aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (0) Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian empat tingkat (4), terdiri atas enam komponen penilaian (6) dengan satu aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (1) Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian empat tingkat (4), terdiri atas delapan komponen penilaian (8) dengan tiga aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (3) Indeks gizi seimbang (IGS) dengan cara penilaian empat tingkat (4), terdiri atas sepuluh komponen penilaian (10) dengan lima aaspek pangan terkait dengan penyakit tidak menular disertakan (5)
Skor Komponen 0 - 20
0 – 16,7
0 – 16,7
0 – 12,5
0 - 10
0 – 20
0 – 16,7
0 – 16,7
0 – 12,5
0 - 10
Indeks gizi seimbang memiliki nilai total 0 hingga 100. Nilai untuk setiap komponen pada masing-masing alternatif indeks gizi seimbang disesuaikan dengan jumlah komponen penilaian. Sebagai contoh indeks dengan 10 komponen peniliaian artinya setiap komponen memiliki skor dengan rentang 0 hingga 10, kemudian indeks dengan 8 komponen penilaian maka setiap komponennya memiliki skor dengan rentang 0-12,5. Tabel 8 menyajikan komponen dan kriteria penilaian untuk sistem penilaian tiga tingkat.
21
Tabel 8. Komponen dan kriteria penilaian IGS tiga tingkat No 1 2 3 4
Komponen
5 6
Pangan karbohidrat Sayuran Buah Pangan Hewani (total) a. Lauk hewani b. Susu Lauk Nabati Asupan lemak total
7
Asupan lemak jenuh
8 9
Konsumsi gula tambahan Asupan kolesterol (mg)
10
Asupan sodium (mg)
Skor 0 < 4 porsi < 1 porsi < ½ porsi < 1¼ porsi < 1 porsi < ¼ porsi < 1 porsi >30%-e atau <10%-e >10%-e atau < 2%-e > 20%-e > 300 atau <100 >2000 atau < 500
5 4-8 porsi 1-3 porsi ½ - 2 porsi 1¼ - 4 porsi 1-3 porsi ¼ - 1 porsi 1-3 porsi 20-30%-e
10 ≥ 8 porsi ≥ 3 porsi ≥ 2 porsi ≥ 4 porsi ≥ 3 porsi ≥ 1 porsi ≥ 3 porsi 10-20%-e
6-10%-e
2-6%-e
5-20%-e 200-300
≤5%-e 100-200
1000-2000
500-1500
Keterangan: 1 porsi PH (selain susu) setara 50 g daging 1 porsi KH setara 100 g nasi 1 porsi sayur setara 100 g sayur 1 porsi susu:200 ml susu cair/30 g tepung susu 1 porsi PN setara 50 g tempe 1 porsi buah setara 100 g buah 10%-e artinya sama dengan 10% dari kebutuhan energi total.
Indeks gizi seimbang dengan sistem penilaian 3 tingkat, artinya indeks ini dinilai dengan 3 tingkatan, yaitu: skor minimal, skor tengah dan skor maksimal. Contohnya pada indeks dengan 10 komponen, setiap komponennya memiliki rentang skor 0-10, maka skor minimal adalah 0, skor tengah adalah 5 dan skor maksimal adalah 10 untuk setiap komponen. Contoh penilaian 4 tingkat pada indeks dengan 10 komponen, yaitu: 1) skor minimal adalah 0; 2) skor tingkat dua adalah 4; 3) skor tingkat tiga adalah 7; dan 4) skor maksimal adalah 10. Tabel 9 menyajikan komponen dan kriteria penilaian untuk indeks dengan sistem penilaian 4 tingkat. Anjuran standar porsi makan sehari untuk kelompok pangan sumber karbohidrat (8 porsi), lauk hewani (3 porsi), lauk nabati (3 porsi) dan susu (1 porsi) disesuaikan dengan anjuran PUGS untuk memenuhi kebutuhan gizi kelompok pria dewasa. Standar porsi untuk sayur (3 porsi) dan buah (2 porsi) sesuai dengan anjuran untuk memenuhi kebutuhan gizi orang dewasa berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2013). Orang dewasa dalam sehari dianjurkan mengonsumsi lemak tidak lebih dari 30% total energi sehari, dan maksimal sepertiga di antaranya (10%) berupa lemak jenuh. Anjuran konsumsi kolesterol bagi orang dewasa adalah tidak lebih dari 300 mg sehari (AHA 2013), sedangkan anjuran konsumsi sodium tidak lebih 2000 mg sehari (WHO 2012).
22
Tabel 9. Komponen dan kriteria penilaian IGS empat tingkat No 1 2 3 4
Komponen
5 6
Pangan karbohidrat Sayuran Buah Pangan Hewani (total) a. Lauk hewani b. Susu Lauk Nabati Asupan lemak total
7
Asupan lemak jenuh
8 9
Konsumsi gula tambahan Asupan kolesterol (mg)
10
Asupan sodium (mg)
Skor 0 < 1 porsi < ½ porsi < ½ porsi < ¾ porsi < ½ porsi < ¼ porsi < ½ porsi >50%-e atau <5%-e >15%-e atau < 2%-e > 25%-e > 400
4 1- 4 porsi ½ -1½ porsi ½ - 1 porsi ¾ - 2 porsi ½ -1 porsi ¼ - ½ porsi ½ -1½ porsi 30-50%-e atau5-10%-e 10-15%-e
7 4 - 8 porsi 1½ -3 porsi 1 – 2 porsi 2 – 4 porsi 1½ -3 porsi ½ - 1 porsi 1½- 3 porsi 20-30%-e
10 ≥ 8 porsi ≥ 3 porsi ≥ 2 porsi ≥ 4 porsi ≥ 3 porsi ≥ 1 porsi ≥ 3 porsi 10-20%-e
6-10%-e
2-6%-e
15-25%-e 300-400 atau <100 2000-2500
5-15%-e 200-300
≤5%-e 100-200
1500-2000
500-1500
>2500 atau < 500
Keterangan: 1 porsi KH setara 100 g nasi 1 porsi PH (selain susu) setara 50 g daging 1 porsi sayur setara 100 g sayur 1 porsi susu:200 ml susu cair atau 30 g tepung susu 1 porsi buah setara 100 g buah 1 porsi PN setara 50 g tempe 10%-e artinya sama dengan 10% dari kebutuhan energi total.
Penelitian ini melakukan uji korelasi Pearson antara berbagai alternatif indeks gizi seimbang dengan skor mutu gizi pangan (MGP) serta dengan perhitungan nilai Sensitivitas dan Spesifitas (Se+Sp) IGS terhadap MGP. Pemilihan indeks gizi seimbang akan dilakukan dengan mempertimbangkan nilai koefisien korelasi, nilai Se+Sp, kelengkapan serta kepraktisan indeks dalam menilai mutu gizi konsumsi pangan pria dewasa Indonesia.
Karakteristik sosial ekonomi dan status gizi Karakteristik sosial ekonomi yang diteliti adalah wilayah tempat tinggal subjek, pendidikan tertinggi, pekerjaan, status ekonomi dan status kawin subjek. Wilayah tempat tinggal subjek dibedakan atas wilayah perkotaan dan perdesaan. Pendidikan tertinggi subjek dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu: 1) tidak sekolah atau tidak tamat SD/ MI atau tamat SD/MI; 2) tamat SMP/MTS; dan 3) tamat SMA/MA atau tamat perguruan tinggi. Pekerjaan subjek dibedakan menjadi 6 kelompok, yaitu: 1) tidak kerja atau sekolah; 2) pegawai negeri (sipil dan militer); 3) wiraswasta atau layan jasa/profesi atau dagang; 4) petani atau nelayan; 5) buruh; dan 6) lainnya. Status ekonomi subjek telah dikategorikan menjadi 5 quintil. Status kawin subjek dibedakan menjadi 1) kawin dan 2) tidak kawin. Data karakterstik sosial ekonomi diolah dan disajikan secara deskriptif. Sebaran subjek berdasarkan karakteristik sosial ekonomi disajikan menurut setiap kelompok usia dan juga secara keseluruhan. Status gizi subjek dinilai dengan menggunakan indeks massa tubuh. Subjek dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan nilai IMT, yaitu: 1) kurus
23
jika IMT < 18,5; 2) normal jika IMT 18,5 – 24,9; dan 3) gemuk jika IMT > 25,00. Sebaran subjek berdasarkan status gizi diolah dan disajikan secara deskriptif.
Kebutuhan energi dan zat gizi makro Kebutuhan energi subjek dihitung dengan menggunakan oxford equation, dari Institiute of Medicine/IOM (Mahan & Escoot-stump 2008). Kebutuhan energi dihitung berdasarkan usia, faktor aktivitas, berat badan dan tinggi serta faktor aktivitas fisik. Perhitungan kebutuhan energi subjek dengan status gizi normal menggunakan berat badan aktual, sedangkan subjek dengan status gizi gemuk perhitungan kebutuhan energinya menggunakan berat badan estimasi. Total Energy Expenditure (TEE) atau Estimated Energy Requirement (EER) kemudian dikoreksi dengan Thermic Effect of Food (TEF). TEF atau efek termal pangan adalah pengeluran energi oleh tubuh yang berhubungan dengan konsumsi pangan, nilai TEF dihitung sebesar 10% dari EER. Aktivitas fisik dibedakan menjadi 4 kategori berdasarkan jenis pekerjaan subjek, yaitu: 1) sangat ringan (tidak bekerja); 2) ringan (wiraswasta/layan jasa/dagang dan lainnya); 3) aktif (sekolah); dan 4) sangat aktif (petani.nelayan, dan buruh). Secara rinci rumus perhitungan kebutuhan energi subjek disajikan pada tabel 10. Tabel 10. Perhitungan kebutuhan energi pria dewasa Rumus perhitungan kebutuhan energi
Kebutuhan energi (Kal)
EER Laki-laki 19 tahun keatas dengan status gizi normal EER = TEE EER = 662 – (9.53 x U) + PA x (15.91 x BBa + 539,6 x TB) Keterangan: EER + 10%TEE PA = 1.0 (sangat ringan) PA = 1.11 (ringan) PA = 1.25 (aktif) PA = 1.48 (sangat aktif) EER laki-laki 19 tahun keatas dengan status gizi overweight dan obese EER = TEE EER = 1086 – (10.1xU) + PA x (13.7xBBe + 416xTB) Keterangan: EER + 10% TEE PA = 1.0 (sangat ringan) PA = 1.12 (ringan) PA = 1.29 (aktif) PA = 1.59 (sangat aktif) Keterangan: U = usia (tahun), BBa = berat badan aktual (Kg), TB = tinggi badan (m)BBe = berat badan estimasi BMI = 25 Kg/m2(Kg) EER = estimasi kebutuhan energi (Kal) TEE = total pengeluaran energi (Kal) PA = koefisien aktivitas fisik Sumber: Mahan & Escoot-stump (2008)
Kebutuhan protein subjek dihitung dengan menggunakan formula estimasi angka kecukupan protein (AKP) yang terdapat di dalam Widyakarya Pangan dan Gizi (WNPG) 2012. Kebutuhan protein dihitung berdasarkan kelompok usia, berat badan subjek dan dikalikan dengan faktor koreksi mutu protein sebesar 1,3
24
(WNPG 2012). Berikut ini adalah formula untuk menghitung kebutuhan protein subjek: Kebutuhan protein = AKP x faktor koreksi mutu protein Keterangan: AKP : Angka kecukupan protein ( g/kgBB/hari) Faktor koreksi mutu protein : 1,3
Tabel 11. Perhitungan kebutuhan protein pria dewasa Kelompok usia
Laki-laki 0.85 g/kg BB/hr x 1.3 0.85 g/kg BB/hr x 1.3 0.85 g/kg BB/hr x 1.3
19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun Sumber : WNPG (2012)
Jenis kelamin Perempuan 0.85 g/kg BB/hr x 1.3 0.85 g/kg BB/hr x 1.3 0.85 g/kg BB/hr x 1.3
Kebutuhan lemak subjek dalam sehari sesuai dengan WNPG 2012, kelompok pria dewasa membutuhkan lemak sebanyak 25% hingga 30% dari total energi sehari. Selain kebutuhan dan asupan lemak total, penelitian ini juga memperhitungkan asupan lemak jenuh dan kolesterol. Sesuai dengan anjuran WNPG 2012, asupan lemak jenuh untuk orang dewasa tidak lebih dari 10% total kebutuhan energi sehari. Asupan kolesterol bagi orang dewasa tidak lebih dari 300 mg sehari. Kebutuhan karbohidrat dihitung setelah kebutuhan energi, protein dan lemak subjek dalam sehari diketahui. Selisih anatara kebutuhan energi dengan kebutuhan protein dan lemak merupakan kebutuhan karbohidrat. Berikut ini adalah formula untuk menghitung kebutuhan karbohidrat subjek dalam sehari: Kebutuhan Karbohidrat
=
Kebutuhan serat sesuai dengan anjuran WNPG 2012 untuk kelompok usia dewasa adalah sebanyak 14 g serat pangan untuk setiap 1000 kkal kecukupan energi. Asupan energi yang berasal dari gula tambahan dibatasi hingga 10% dari total energi sehari.
Kebutuhan vitamin, mineral dan zat gizi lainnya. Kebutuhan vitamin dan mineral subjek dalam sehari dihitung berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) 2012. Selain vitamin dan mineral, kebutuhan air juga diperhitungkan dengan menggunakan AKG. AKG pria dewasa disajikan pada Tabel 12.
25
Tabel 12. Angka kecukupan gizi mikro pria dewasa Kelompok usia Pria (tahun) 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun Sumber: WNPG 2012
Vit A (ug)
Vit B1 (mg)
600 600 600
1,4 1,2 1,2
Vit B2 Vit C Ca P Fe Zn K (mg) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg) 1,6 1,6 1,4
90 90 90
1100 1000 1000
700 700 700
13 13 13
13 13 13
Air (ml)
4700 2500 4700 2600 4700 2600
Asupan zat gizi dan tingkat kecukupan zat gizi Kandungan energi dan zat gizi dalam pangan yang dikonsumsi subjek, dihitung berdasarkan jenis dan jumlah pangan dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Formula yang digunakan adalah sebagai berikut: KGij = (Bj/100) x (BDDj/100) x Gij Keterangan : KGij = Kandungan zat gizi i dari pangan j yang dikonsumsi Bj = Berat pangan j (gram) Gij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j (per 100 g berat pangan) BDDj = % bahan makanan j yang dapat dimakan (Sumber: Gibson 2005)
Tingkat kecukupan (TK) energi dan zat gizi merupakan persentase perbandingan antara asupan energi dan zat gizi yang diperoleh dari makanan dengan kebutuhan energi dan zat gizi subjek. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi dihitung dengan menggunakan formula berikut ini: TK (%) =
Konsumsi zat gizi x 100% Kebutuhan zat gizi
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro (protein, lemak dan karbohidrat) kemudia digolongkan menjadi 4 kategori berdasarkan Depkes (1996), yaitu: 1) defisit tingkat berat (TK < 70% kebutuhan); 2) defisit tingkat sedang ( 70% < TK < 79% ); 3) defisit tingkat ringan ( 80% < TK < 89% ); 4) normal ( 90% < TK < 119% ); dan 5) kelebihan ( TK ≥ 120%).
Perhitungan indeks gizi seimbang Skor indeks gizi seimbang dihitung berdasarkan komponen penilaian yang ada. Setiap alternatif indeks gizi seimbang memiliki jumlah komponen penilaian yang berbeda, sehingga skor maksimal untuk setiap komponen juga berbeda. Namun seluruh alternatif indeks gizi seimbang memiliki skor total yang sama, yaitu berkisar antara 0 hingga 100. Penilaian terhadap konsumsi kelompok pangan dilakukan dengan mengelompokan pangan menjadi pangan sumber karbohidrat, sayuran, buah, pangan hewani (selain susu), pangan hewani total (termasuk susu), lauk nabati (kacang-kacangan) dan susu. Pengelompokan pangan hewani total, lauk hewani dan susu disesuaikan dengan alternatif indeks gizi seimbang yang digunakan.
26
Berat pangan pada setiap kelompok pangan kemudian dikonversi ke dalam bentuk porsi. Satu porsi pangan karbohidrat sama dengan 100 g nasi, satu porsi pangan hewani (selain susu) sama dengan 50 g daging, satu porsi susu sama dengan 200 ml susu cair atau 30 g susu bubuk dan satu porsi pangan nabati (kacang-kacangan) sama dengan 50 g tempe (PUGS 1995). Satu porsi sayuran dan buah-buahan sama dengan 100 g sayur maupun 100 g buah (Nurhayati 2013). Konsumsi pangan subjek dalam satuan porsi dibandingkan dengan standar, nilai maksimum diberikan kepada konsumsi yang sesuai dengan standar pedoman. Konsumsi pangan yang kurang dari standar akan dinilai secara proporsional. Demikian pula untuk penilaian terhadap asupan zat terakait PTM, apabila memenuhi standar diberi nilai maksimal dan jika melebihi batas standar akan diberi nilai 0. Skor setiap komponen dijumlahkan untuk memperoleh skor total.
Perhitungan mutu gizi konsumsi pangan (MGP) Mutu gizi konsumsi pangan dihitung berdasarkan rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi lainnya. Formula yang digunakan untuk menghitung mutu gizi pangan adalah sebagai berikut (Hardinsyah 2001): MGP % =
Σ TKGi n
Keterangan : TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi ke-i (konsumsi zat gizi ke-i/kecukupan zat gizi ke-i x 100) = Jumlah zat gizi yang dipertimbangan dalam penilaian MGP (Energi dan n 15 zat gizi lain yang meliputi protein, karbohidrat, lemak, air, serat, natrium, kalsium, besi, fosfor, kalium, seng, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, dan vitamin C) Nilai tingkat kecukupan zat gizi maksimal adalah 100 (truncated at 100) untuk mencegah terjadinya kompensasi antar nilai tingkat kecukupan zat gizi. Nilai mutu gizi pangan dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu: 1) sangat kurang (MGP < 55); 2) kurang ( MGP 55-70); 3) cukup (MGP 70-85); dan 4) baik (MGP ≥ 85) (Hardinysah 1996). Terdapat 16 zat gizi yang disertakan dalam perhitungan MGP pada penelitian ini, yaitu: energi, protein, lemak, karbohidrat, serat, air, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin C, natrium, kalsium, zat besi, fosfor, kalium, dan zink.
Uji Statistika Uji korelasi Pearson dilakukanantara berbagai alternatif indeks dengan nilai MGP. Faktor-faktor yang mempengaruhi indeks gizi seimbang diketahui dengan melakukan uji regresi logistic dengan model binary logistic regression. Analisis regresi logistik dilakukan untuk mengetahui nilai odd ratio (OR) dari faktor determinan indeks gizi seimbang terpilih. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
27
Keterangan: y = skor indeks gizi seimbang (skor IGS < 40: 0; skor IGS ≥ 40: 1) α = konstanta βn = koefisien regresi x1 = daerah tempat tinggal ( pedesaan: 0; perkotaan: 1) x2 = status ekonomi ( 40% terbawah: 0; 60% teratas: 1) x3 = status kawin (belum kawin: 0; sudah kawin: 1) x4 = pendidikan subjek ( pendidkan ≤ SD: 0; SMP/MTS: 1; SMA-PT: 1) x5 = pekerjaan subjek ( tidak bekerja: 0; pegawai negeri: 1; swasta, profesional, dagang: 1; petani, buruh, nelayan: 1) Definisi Operasional Indeks gizi seimbang (Healthy Eating Index) adalah instrumen penilaian kualitas konsumsi pangan yang mengukur kesesuaian konsumsi pangan individu dengan angka kecukupan berdasarkan piramida makanan/ pedoman makanan yang berlaku. Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dimakan oleh subjek dengan tujuan memenuhi kebutuhan baik fisiologis, psikologis maupun sosiologis. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Asupan zat gizi adalah kandungan zat gizi dari pangan yang dikonsumsi oleh subjek. Tingkat kecukupan zat gizi adalah persentase perbandingan asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi subjek. Mutu Gizi Pangan adalah adalah nilai yang mencerminkan tingkat pemenuhan asupan gizi terhadap kebutuhan gizi secara keseluruhan MGP (Energi dan 15 zat gizi lain yang meliputi protein, karbohidrat, lemak, air, serat, natrium, kalsium, besi, fosfor, kalium, seng, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, dan vitamin C) Subjek adalah individu dengan jenis kelamin pria yang memiliki usia dalam rentang 20-55 tahun Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang ditempuh oleh responden. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh subjek dan menjadi sumber utama pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Status gizi adalah kondisi keseimbangan antara asupan zat gizi dan penggunaannya yang dinilai dengan indeks massa tubuh subjek.
28
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Pria Dewasa Indonesia Karakteristik sosial ekonomi subjek yang diteliti meliputi wilayah tempat tinggal, status kawin, pendidikan, pekerjaan dan status ekonomi. Tabel 13 dan Tabel 14 menyajikan sebaran subjek berdasarkan karakteristik sosial ekonomi tersebut. Tabel 13. Sebaran subjek berdasarkan wilayah tempat tinggal dan status kawin Usia Sosial Ekonomi
19-29
30-49
Total
50-55
n
%
n
%
n
%
n
%
Wilayah Perkotaan
10431
53,9
17762
51,7
3674
49,5
31867
52,1
Perdesaan
8906
46,1
16601
48,3
3755
50,5
29262
47,9
TOTAL
19337
100
34363
100
7429
100
61129
100
11916
61,6
2428
7,1
96
1,3
1440
23
Kawin
7421
38,4
31935
92,9
7333
98,7
46689
76,4
TOTAL
19337
100
34363
100
7429
100
61129
100
Status Kawin Belum kawin
Secara keseluruhan lebih dari separuh subjek (52,1%) tinggal di wilayah perkotaan. Subjek pada kelompok usia 19-29 tahun (53,9%) dan 30-49 tahun (51,7%), sebagian besar tinggal di wilayah perkotaan. Berbeda dengan kelompok usia lainnya, subjek berusia 50-55 tahun mayoritas tinggal di wilayah perdesaan (50,5%). Secara umum sebagian besar subjek penelitian ini sudah menikah (76,4%). Namun jika ditelaah menurut kelompok usia, subjek berusia 19-29 tahun sebagian besar belum pernah menikah (61,6%). Subjek pada kelompok usia 30-49 tahun (92,9%) dan 50-55 tahun (98,7%), hampir seluruhnya sudah pernah menikah. Pendidikan dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu: 1) tidak sekolah atau tidak tamat SD/ MI atau tamat SD/MI; 2) tamat SMP/MTS; dan 3) tamat SMA/MA atau tamat perguruan tinggi. Secara total, sebagian besar subjek termasuk dalam golongan 1 (42,7%) yaitu tidak sekolah atau tidak tamat SD/MI atau hanya tamat SD/MI. Hal serupa juga terjadi jika dilihat berdasarkan kelompok usia, subjek berusia 30-49 tahun (45,1%) dan 50-55 tahun (65,1) sebagian berpendidikan kategori 1. Sebagian besar subjek pada kelompok usia 1929 tahun (46,7%) menempuh pendidikan tinggi, yaitu tamat SMA atau perguruan tinggi. Pekerjaan subjek dibedakan menjadi 6 golongan, yaitu: 1) tidak kerja atau sekolah; 2) pegawai negeri (sipil dan militer); 3) wiraswasta atau layan jasa/profesi atau dagang; 4) petani atau nelayan; 5) buruh; dan 6) lainnya. Jika dilihat secara keseluruhan pekerjaan di bidang wiraswasta/layan jasa/dagang merupakan jenis pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh subjek (32,7%) dan petani/nelayan merupakan jenis pekerjaan terbanyak kedua yang dilakukan oleh
29
subjek. Subjek pada kelompok usia 19-20 tahun (29%) dan 30-49 tahun (36%) paling banyak bekerja di bidang wiraswasta/layan jasa/dagang. Sedangkan subjek pada kelompok usia 50-55 tahun (37,9%) mayoritas bekerja sebagai petani atau nelayan. Persentase subjek yang tidak bekerja lebih banyak terdapat pada subjek di kelompok usia 19-29 tahun (22,1%) dibandingkan kelompok usia lainnya. subjek yang bekerja sebagai pegawai negri, baik sipil maupun militer, hanya berkisar antara 8,2% hingga 13,2% di setiap kelompok usia. Tabel 14. Sebaran subjek berdasarkan pendidikan, pendapatan dan status ekonomi Usia Sosial Ekonomi
19-29 n
30-49
Total
50-55
%
n
%
n
%
n
%
5774
29,9
15496
45,1
4838
65,1
26108
42,7
Tamat SLTP/MTS Tamat SLTA/MA Tamat PT
4524
23,4
6156
17,9
909
12,2
11589
19,0
9039
46,7
12711
37,0
1682
22,6
23432
38,3
TOTAL
19337
100
34363
100
7429
100
61129
100
Tidak Kerja/ Sekolah
4265
22,1
885
2,6
223
3,0
5373
8,8
Pegawai negeri Wiraswasta/layan jasa/ dagang/profesi
1582
8,2
4191
12,2
980
13,2
6753
11,0
5617
29,0
12387
36,0
2003
27,0
20007
32,7
Petani/ Nelayan
3444
17,8
9856
28,7
2812
37,9
16112
26,4
Buruh
3563
18,4
5846
17,0
1175
15,8
10584
17,3
Lainnya
866
4,5
1198
3,5
236
3,2
2300
3,8
TOTAL
19337
100
34363
100
7429
100
61129
100
quintil 1
3942
20,4
6926
20,2
1500
20,2
12368
20,2
quintil 2
3980
20,6
7189
20,9
1501
20,2
12670
20,7
quintil 3
3887
20,1
7039
20,5
1523
20,5
12449
20,4
quintil 4
3864
20
6932
20,2
1456
19,6
12252
20
quintil 5
3664
18,9
6277
18,3
1449
19,5
11390
18,6
TOTAL
19337
100
34363
100
7429
100
61129
100
Status Pendidikan Tidak sekolah/ Tidak tamat SD/MI / Tamat SD/MI
Status Pekerjaan
Status Ekonomi
Status gizi subjek dinilai berdasarkan indeks massa tubuh. Subjek dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan nilai IMT, yaitu: 1) kurus jika IMT < 18,5; 2) normal jika IMT 18,5 – 24,9; dan 3) gemuk jika IMT > 25,00. Sebagian besar subjek di seluruh kelompok usia (72,3%) berstatus gizi normal. Demikian pula jika dilihat pada setiap kelompok usia, mayoritas subjek memiliki status gizi normal. Persentase subjek dengan status gizi gemuk paling banyak terdapat di kelompok usia 30-49 tahun (21,1%). Persentase subjek kurus paling banyak terdapat pada kelompok usia 19-29 tahun (15,2%). Sebaran subjek berdasarkan status gizi disajikan dalam tabel 15.
30
Tabel 15. Sebaran subjek berdasarkan status gizi Usia Status Gizi
19-29
Kurus
30-49
n
%
n
Total
50-55 %
n
%
n
%
2931
15,2
2684
7,8
692
9,3
6307
10,3
Normal
14576
75,4
24435
71,1
5200
70
44211
72,3
Gemuk
1830
9,5
7244
21,1
1537
20,7
10611
17,4
19337
100
34363
100
7429
100
61129
100
Total
Pola Konsumsi Pangan Pria Dewasa Indonesia Konsumsi pangan pria dewasa Indonesia dibedakan ke dalam beberapa kelompok pangan, yaitu pangan sumber karbohidrat, sayuran, buah, pangan hewani dan lauk nabati. Pangan hewani dilihat secara total maupun pangan hewani saja (selain susu) dan susu. Tabel 16 menyajikan gambaran konsumsi pangan pria dewasa Indonesia dalam bentuk rataan konsumsi (gram), standar deviasi dan median, serta data tingkat partisipasi konsumsi pada setiap kelompok pangan. Tingkat partisipasi adalah persentase jumlah subjek yang mengkonsumsi pangan tertentu dibandingkan dengan jumlah total subjek. Tabel 16. Rataan, standar deviasi, median konsumsi (gram) dan tingkat partisipasi konsumsi kelompok pangan Usia No
1 2 3 4
Kelompok Pangan
Pangan Karbohidrat Sayuran Buah Pangan hewani (total) Lauk hewani Susu
5
Lauk nabati
Total
19-29
30-49
50-55
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
(med) %
(med) %
(med) %
(med) %
606,5 ± 225,0
612,4 ± 229,1
596,2 ± 228,6
608,5 ± 227,8
(600) 99,9%
(600) 99,9%
(600) 99,9%
(600) 99,9%
90,9 ± 112,7
102,3 ± 121,5
105,2 ± 124.4
99,1 ± 119,3
(60) 64,7%
(75) 68,2%
(80) 67,3%
(75) 67%
38,2 ± 95,4
42,9 ± 99,4
45,2 ± 101,9
41,7 ± 98,5
(0,0) 24,4%
(0,0) 27,4%
(0,0) 28,8%
(0,0) 26,6%
117,2 ± 104,4
117,2 ± 107,6
107,8 ± 106,1
116,1 ± 107,6
(100) 81,1%
(100) 80,2%
(90) 77,1%
(100) 80,1%
114,0 ± 104,4
114,9 ± 105,2
105,6 ± 103,5
113,5 ± 104,8
(100) 80,6%
(100) 79,8%
(90) 76,6%
(100) 79,7%
3,2 ± 85,4
2,2 ± 19,4
2,3 ± 19,2
2,5 ± 21,5
(0,0) 0,05%
(0,0) 0,04%
(0,0) 0,04%
(0,0) 0,04%
53,6 ± 85,4
58,2 ± 89,9
62,8 ± 92,6
57,3 ± 88,9
(0,0) 45,7%
(0,0) 47,1%
(0,0) 48,7%
(0,0) 46,9%
Rata-rata konsumsi pangan sumber karbohidrat berkisar antara 596 g hingga 612.4 g. Tingkat partisipasi konsumsi pangan sumber karbohidrat adalah yang tertinggi bila dibandingkan dengan kelompok pangan lainnya, yaitu sebesar
31
99.9%. Jumlah konsumsi pangan sumber karbohidrat yang ada pada kisaran 600 g setara dengan enam porsi dan sudah mendekati anjuran konsumsi untuk pria dewasa, yaitu sebanyak delapan porsi per hari. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi pangan sumber karbohidrat baik di Indonesia antara lain adalah faktor ekologi yang meliputi ketersediaan pangan, pendapatan dan tingkat pendidikan subjek (Apriani & Baliwati 2011). Secara keseluruhan rata-rata subjek mengonsumsi 99.1 g sayuran, dengan tingkat partisipasi sebesar 67%. Lebih banyak subjek yang mengonsumsi sayuran dibandingkan buah-buahan, hanya 26,6% subjek mengonsumsi buah-buahan dengan rata-rata 41.7 g buah sehari. Konsumsi sayuran dan buah-buahan masih belum memenuhi standar yang dianjurkan bagi orang dewasa berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Nurhayati (2013), yaitu sebanyak 300 g untuk sayuran dan 200 g untuk buah-buahan. Demikian pula dengan standar yang telah ditetapkan oleh WHO yaitu sebanyak 400 g masing-masing untuk sayuran dan buah-buahan juga tidak terpenuhi. Konsumsi sayuran dan buah-buahan memiliki efek protektif terhadap kejadian berbagai macam jenis kanker, serpeti kanker di saluran pencernaan, kanker paru-paru serta kanker payudara (Riboli & Norat 2003). Konsumsi sayuran dan buah-buahan juga berkontribusi dalam menurunkan resiko kejadian penyakit jantung koroner (He et al. 2007). Meningkatkan konsumsi sayuran dan buah-buahan telah terbukti dapat menurunkan resiko penyakit tidak menular atau penyakit degeneratif. Oleh karena itu penting untuk menekankan peningkatan konsumsi sayuran dan buah-buahan pada kebijakan kesehatan masyarakat di setiap negara untuk mencegah perkembangan PTM atau penyakit degeneratif (Lock et al. 2005). Pria dewasa Indonesia mengonsumsi pangan hewati dengan jumlah ratarata 116,1 g, pangan hewani yang dimaksud termasuk dengan susu. Namun apabila susu dipisahkan dari pangan hewani, maka subjek mengonsumsi susu sebanyak rata-rata 2,5 g, dengan konsumsi terbanyak pada kelompok usia 19-29 tahun yaitu dengan rata-rata 3,2 g susu. Tingkat partisipasi konsumsi susu seluruh subjek hanya 0,04%. Susu merupakan salah satu jenis pangan hewani dengan kandungan kalsium yang tinggi. Suatu penelitian menujukkan bahwa frekuensi konsumsi susu berhubungan dengan berat badan dan kepadatan tulang (Hardinsyah et al. 2008). Berdasarkan data konsumsi masing-masing subjek, dapat diketahui asupan dan tingkat kecukupan gizi yang subjek. Tingkat kecukupan gizi merupakan perbandingan antara asupan gizi dengan angka kebutuhan gizi subjek yang dinyatakan dalam bentuk persentase (%). Tingkat kecukupan gizi menunjukkan sejauh mana makanan yang dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan zat gizi subjek. Tabel 17 menyajikan data asupan gizi subjek. Berdasarkan data konsumsi masing-masing subjek, dapat diketahui asupan gizi yang diperoleh subjek. Ratarata subjek mengasup 1475 kkal energi dari makanan dalam sehari, dengan jumlah asupan protein sebesar 43,8 g dan lemak sebesar 44,5 g. Asupan mineral cukup beragam, seperti rata-rata asupan zat besi yaitu 5,2 mg dan rata-rata asupan kalsium sebesar 321,4 mg. Asupan vitamin yang diketahui antara lain adalah vitamin A, vitamin B1, vitamin B2 dan vitamin C.
32
Tabel 17. Asupan gizi sehari pria dewasa Indonesia Usia Zat Gizi
19-29
Total
Energi (kkal)
mean ±SD 1448 ± 512
30-49 mean ± SD 1491 ± 526
Protein (g)
43,1 ± 23,1
44,3 ± 23,6
43,3 ± 23,2
Lem.total (g)
43,7 ± 22,2
44,9 ± 22,9
44,2 ± 22,2
44,5 ± 22,6
Lem. jenuh(g)
13,4 ± 9,9
13,9 ± 10,2
13,5 ± 9,8
13,7 ± 10,1
Koles (mg)
131,5 ± 96,3
129,5± 95,7
119,7 ± 88
128,9 ± 95,1
KH (g)
211,8± 80,7
217,9± 83,2
215,5±83,3
215,7±82,4
Serat (g)
50-55 mean ± SD 1471 ± 518
mean ± SD 1475 ± 521 43,8 ± 23,4
14,9 ± 6,8
15,5 ± 7,1
15,5 ± 7,2
15,3 ± 7
672,2 ± 256,8
693,4 ± 266,6
684,3 ± 267,4
685,6 ± 263,8
Natrium (mg)
3349,1 ± 2559,3
3485,3 ± 2666,6
3552,3 ± 2861,3
3450,3 ± 2658,7
Kalsium (mg)
309,6 ± 288,8
326,1 ± 304,6
330,2 ± 295,1
321,4 ± 298,6
Air (g)
Besi (mg)
4,9 ± 6,7
5,3 ± 7,2
5,4 ± 6,8
5,2 ± 7
Fosfor (mg)
636,3 ± 425,6
668.4 ± 454,4
669 ± 457,7
658,3 ± 446,2
Kalium (mg)
892,5 ± 660,6
938,3 ± 690,2
918,7 ± 690,1
921,4 ± 681,3
6,2 ± 9,4
6,4 ± 9,3
6,1 ± 8,6
6,3 ± 9,2
Vit A (mcg)
170,5 ± 397,2
180,11 ± 409,9
169,5 ± 376,2
175,8 ± 401,9
Vit B1 (mg)
3,9 ± 6,2
4,3 ± 6,5
4,2 ± 6,6
4,2 ± 6,4
Vit B2 (mg)
3,2 ± 5,8
3,4 ± 6,1
3,4 ± 6,2
3,3 ± 5,9
Vit C (mg)
9,2 ± 18
9,9 ± 20,6
10,3 ± 23,1
9,8 ± 20,1
Seng (mg)
Gambar 6 menyajikan data tingkat kecukupan energi dan zat gizi subjek. Konsumsi subjek telah memenuhi 52,5% kebutuhan energi dalam sehari. Kebutuhan protein terpenuhi sebesar 68.8% dan kebutuhan lemak terpenuhi sebesar 54,1%. Apabila persentase tingkat kecukupan gizi makro subjek dibandingkan dengan standar, maka rata-rata subjek tergolong defisit tingkat berat karena pemenuhan gizi makro masih kurang dari 70% kebutuhan gizi sehari. Data konsumsi dikumpulkan dengan metode recall 24 jam, di mana informasi tersebut hanya mengandalkan ingatan subjek tentang konsumsi sehari sebelumnya, sehingga dapat terjadi subjek lupa menyebutkan seluruh jenis maupun jumlah pangan yang dikonsumsi secara akurat. Bias pada data konsumsi juga dapat terjadi pada konversi satuan ukuran rumah tangga (URT) ke dalam satuan berat (g), hal ini karena terdapat perbedaan pada setiap daerah mengenai makna ukuran makanan seperti potong, iris, bungkus, batang dan ikat serta perbedaan pada alat makan yang menjadi ukuran makanan dalam rumah tangga (Handayati et al. 2008).
33
Gambar 6. Persentase tingkat kecukupan gizi pria dewasa Indonesia Konsumsi makanan subjek telah cukup memenuhi kebutuhan natrium (172.5%) dan kebutuhan fosfor (94.1%) dalam sehari, namun masih belum mencukupi kebutuhan kalsium (31.2%); besi (39.9%); dan kalium (19.6%). Demikian pula dengan vitamin, konsumsi makanan subjek dalam sehari telah mencukupi kebutuhan vitamin B1 (316.5%) dan vitamin B2 (211.8%), namun belum dapat mencukupi kebutuhan vitamin A (29.3%) dan vitamin C (10.8%). Kebutuhan vitamin dan mineral dikatakan cukup terpenuhi apabila tingkat kecukupannya lebih dari 65%. Tingginya asupan vitamin B1 dapat dikaitkan dengan tingginya konsumsi pangan sumber karbohidrat pada subjek. Pangan sumber karbohidrat utama yang dikonsumsi subjek berupa nasi, karena nasi merupakan pangan pokok masyarakat di Indonesia. Nasi atau beras merupakan kelompok serealia yang kaya akan vitamin B. Sedangkan rendahnya tingkat kecukupan vitamin C maupun vitamin A dapat dikaitkan dengan rendahnya konsumsi sayuran dan buah-buahan. Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat, vitamin dan mineral.
Alternatif Indeks Gizi Seimbang (IGS) Sepuluh alternatif indeks gizi seimbang telah dikembangkan dalam penelitian ini. Perbedaan dari setiap alternatif terletak pada cara pemberian nilai dan komponen peniliaian yang disertakan dalam indeks tersebut. Pemberian nama untuk setiap alternatif indeks gizi seimbang disesuaikan dengan cara pemberian skor serta komponen peniliaian yang disertakan. Tabel 18 menyajikan hasil uji korelasi antara IGS dan MGP
34
Tabel 18. Hasil uji korelasi Pearson indeks gizi seimbang dan MGP MGP MGP
IGS350
IGS360
IGS361
IGS383
IGS3105
IGS450
IGS460
IGS461
IGS483
IGS4105
1
IGS3-50
0,63*
1
IGS3-60
0,64*
0,93*
1
IGS3-61
0,59*
0,82*
0,87*
1
IGS3-83
0,51*
0,71*
0,76*
0,93*
1
IGS3-105
0,46*
0,63*
0,68*
0,84*
0,92*
1
IGS4-50
0,59*
0,92‖
0,92*
0,80*
0,69*
0,62*
1
IGS4-60
0,61*
0,88*
0,93*
0,82*
0,72*
0,66*
0,94*
1
IGS4-61
0,59*
0,83*
0,87*
0,94*
0,88*
0,79*
0,86*
0,91*
1
IGS4-83
0,53*
0,73*
0,77*
0,89*
0,92*
0,86*
0,76*
0,80*
0.93*
1
IGS4-105
0,54*
0,73*
0,75*
0,86*
0,89*
0,91*
0,72‖
0,78*
0,90*
0,97*
1
*korelasi signifikan pada tingkat 0,01
Tabel 18 menunjukkan bahwa seluruh alternatif IGS memiliki hubungan signifikan dengan MGP. Hubungan signifikan antara alternatif IGS dengan MGP, artinya seluruh alternatif IGS dapat mencerminkan mutu konsumsi pangan pria dewasa Indonesia. Alternatif IGS dengan nilai koefisien korelasi tertinggi terhadap MGP adalah IGS3-60 (r=0,64). Salah satu studi di Thailand yang mengembangkan instrumen serupa IGS, yaitu THEI (Thailand Healthy Eating Index), menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara total nilai THEI dan asupan zat gizi (k=0,3-0,5, p<0,01). Nilai total THEI dapat menggambarkan asupan lemak, lemak jenuh, kolesterol, natrium dan gula (Taechangam et al. 2008). Tabel 19 menyajikan hasil perhitungan nilai sensitifitas dan spesifisitas IGS dibandingkan dengan MGP. Tabel 19. Nilai sensitifitas dan spesifisitas IGS terhadap MGP
IGS3-50 IGS3-60 IGS3-61 IGS3-83 IGS3-105 IGS4-50 IGS4-60 IGS4-61 IGS4-83 IGS4-105
MGP Buruk
Baik
Buruk
41283
3467
Baik Buruk Baik Buruk Baik Buruk Baik Buruk Baik Buruk Baik Buruk Baik Buruk Baik Buruk Baik Buruk
9667 43752 7198 27585 23365 29980 20970 29200 21750 35608 15342 35296 15654 18517 32433 8962 41988 11721
6712 4153 6026 1675 8504 3630 6549 3579 6600 2451 7728 2349 7830 552 9827 131 10048 277
Baik
39229
9902
Se
Sp
Se+Sp
r Pearson
65,9
81,0
147,0
0,63
59,2
85,9
145,1
0,64
83,5
54,1
137,7
0,59
64,3
58,8
123,2
0,51
64,8
57,3
122,2
0,46
75,9
69,9
145,8
0,59
76,9
69,3
146,2
0,61
94,7
36,3
131,0
0,59
98,7
17,6
116,3
0,53
97,3
23,0
120,3
0,54
35
Alternatif IGS dengan nilai sensitifitas dan spesifisitas tertinggi adalah IGS3-50 yaitu sebesar 147,0 dan yang kedua terbesar adalah IGS3-60 yaitu 145,1. Artinya bila dibandingkan dengan alternatif IGS lainnya, IGS3-50 dan IGS3-60 lebih sensitif dan spesifik dalam menduga mutu gizi konsumsi pangan pria dewasa Indonesia. Apabila mempertimbangkan kelengkapan komponen penilaian, hasil uji korelasi serta perhitungan nilai sensitifitas dan spesifisitas, maka IGS yang sesuai untuk menduga mutu gizi konsumsi pangan pria dewasa Indonesia adalah IGS4105. IGS4-105 terdiri atas 10 komponen penilaian, sehingga penilaian dengan menggunakan indeks ini akan lebih menyeluruh dibandingkan dengan indeks yang haya terdiri dari lima, enam atau delapan komponen saja. IGS4-105 juga menggunakan cara penilaian empat tingkat, sehingga penialian dapat dilakukan lebih teliti dibandingkan cara penilaian tiga tingkat. Hasil uji korelasi Pearson IGS4-105 dengan MGP menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,54 dengan nilai sensitifitas dan spesifisitas 120,3. Hasil uji korelasi Pearson IGS4-105 lebih besar dari pada nilai koefisien korelasi IGS3-105 (0,46), serta nilai sensitifitas dan spesifitas IGS4-105 tidak jauh berbeda dengan IGS3-105 (122,2). Tabel 20. menampilkan komponen dan kriteria penilaian IGS4-105. Tabel 20. Indeks gizi seimbang IGS4-105 No
Komponen
1 2 3 4 5 6
Pangan karbohidrat Konsumsi sayur Konsumsi buah Konsumsi pangan hewani Konsumsi lauk nabati Asupan lemak total
7
Asupan lemak jenuh
8
Konsumsi gula tambahan
9
Asupan kolesterol
10
Asupan sodium
Skor 0 < 1 porsi < 0,5 porsi < 0,5 porsi < ¾ porsi < 0,5 porsi >50%-e atau <5%-e >15%-e atau < 2%-e >25%-e
4 1-4 porsi 0,5-1,5 porsi 0,5-1 porsi ¾ -2 porsi 0,5-1,5 porsi 30-50%-e atau 5-10%-e 10-15%-e
7 4-8 porsi 1,5-3 porsi 1-2 porsi 2-4 porsi 1,5-3 por 20-30%-e
10 ≥ 8 porsi ≥3 porsi ≥2 porsi ≥4 porsi ≥3 porsi 10-20%-e
6-10%-e
2-6%-e
15-25%-e
5-15%-e
≤5%-e
>400 mg
300-400 mg atau <100 mg 2000-2500 mg
200-300 mg
100-200 mg
1500-2000 mg
500-1500 mg
>2500 mg atau < 500 mg
Jika mempertimbangkan kepraktisan cara penilaian, hasil uji korelasi serta perhitungan nilai sensitifitas dan spesifisitas, maka IGS yang sesuai untuk menduga mutu gizi konsumsi pangan pria dewasa Indonesia adalah IGS3-60. IGS3-60 memiliki koefisien korelasi terbesar terhadap MGP serta nilai sensitifitas dan spesifisitas kedua terbesar. IGS3-60 merupakan indeks gizi seimbang dengan enam komponen penilaian yang seluruhnya berupa penilaian terhadap konsumsi kelompok pangan, cara penilaian dengan sistem tiga tingkat. Tabel 21 menampilkan komponen dan kriteria penilaian IGS3-60. Studi yang dilakukan oleh Anwar (2013) mengenai hubungan antara pola pangan harapan (PPH) dengan MGP pada kelompok orang dewasa Indonesia menunjukkan nilai korelasi antar PPH dan MGP sebesar 0,72. Terlihat bahwa jika dihubungkan dengan nilai MGP nilai korelasi antara PPH maupun IGS3-60 tidak berbeda jauh, baik PPH dan IGS3-60 dapat mencerminkan mutu konsumsi pangan. IGS memiliki keunggulan yaitu lebih sederhana penggunaannya sehingga
36
memudahkan penilaian kualitas konsumsi pangan pria dewasa. Penggunaan IGS3-60 cukup dengan menghitung porsi makan kelompok pangan tertentu dan tidak harus menghitung kandungan zat gizi yang dikonsumsi, sedangkan penggunaan PPH didasarkan pada jumlah asupan energi dari masing-masing kelompok pangan. Namun perlu diketahui bahwa cara perhitungan MGP pada kedua studi ini berbeda. Studi Anwar (2013) menggunakan 10 zat gizi, sedangakan MGP pada studi ini menyertakan 16 zat gizi. Zat gizi yang berbeda antara lain adalah vitamin B2, kalium, natrium, serat dan air. Tabel 21. Indeks gizi seimbang IGS3-60 No
Komponen
1 2 3 4 5 6
Pangan karbohidrat Konsumsi sayur Konsumsi buah Lauk hewani Lauk nabati Susu
Skor 0 < 4 porsi < 1 porsi < ½ porsi < 1 porsi < 1 porsi ≤ ¼ porsi
8,35 4-8 porsi 1-3 porsi ½ -2 porsi 1-3 porsi 1-3 porsi ¼ -1 porsi
16,7 ≥ 8 porsi ≥3 porsi ≥2 porsi ≥ 3 porsi ≥ 3 porsi ≥ 1 porsi
Tabel 22 menyajikan penilaian mutu gizi konsumsi pangan subjek berdasarkan IGS3-60. Setiap komponen memiliki nilai 0-16,7, sehingga jika dijumlahkan nilai dari enam komponen akan diperoleh nilai total yang berkisar antara 0-100. Secara keseluruhan rata-rata subjek masih memiliki nilai yang rendah untuk setiap komponen penilaian konsumsi pangan. Nilai yang paling tinggi ada pada komponen konsumsi pangan karbohidrat yaitu 7.6, hampir mendekati separuh dari nilai maksimal. Konsumsi pangan sumber karbohidrat memiliki nilai yang paling tinggi jika dibandingkan dengan penilaian kelompok pangan lainnya. Hal ini sejalan dengan data konsumsi pangan pada uraian sebelumnya, rata-rata subjek mengkonsumsi lebih dari 600 g pangan sumber karbohidrat atau setara dengan enam porsi. Konsumsi pangan sumber karbohidrat sebanyak enam porsi sudah mendekati anjuran pedomana makan (PUGS) untuk konsumsi pria dewasa, yaitu sebanyak delapan porsi dalam sehari. Tabel 22. Skor indeks gizi seimbang IGS3-60 Usia
Total
Pangan karbohidrat
19-29 mean ±SD (med) 7,5 ± 5,1 (8,4)
30-49 mean ±SD (med) 7,7 ± 5,1 (8,4)
50-55 mean ±SD (med) 7,4 ± 5,2 (8,4)
mean ±SD (med) 7,6 ±5,1 (8,4)
Konsumsi sayur
4,9 ± 6,4 (0,0)
5,4 ± 6,5 (0,0)
5,5 ± 6,6 (0,0)
5,3 ± 6,5 (0,0)
Konsumsi buah
2,4 ± 5,2 (0,0)
2,8 ± 5,5 (0,0)
2,9 ± 5,6 (0,0)
2,7 ± 5,4 (0,0)
Lauk hewani
6,9 ± 6,2 (8,4)
7,1 ± 6,3 (8,4)
6,7 ± 6,3 (8,4)
6,9 ± 6,3 (8,4)
Lauk nabati
4,4 ± 6,2 (0,0)
4,8 ± 6,4 (0,0)
5,1 ± 6,5 (0,0)
4,7 ± 6,3 (0,0)
Susu
0,7 ± 3,1 (0,0) 26,8 ± 12,8 (25,1)
0,5 ± 2,6 (0,0) 28,2 ± 12,0 (25,1)
0,5 ±2,7 (0,0) 28,1 ± 12,9 (25,1)
0,6 ± 2,8 (0,0) 27,8 ± 12,9 (25,1)
Komponen
TOTAL
Nilai paling rendah ada pada penilaian konsumsi kelompok susu dan buahbuahan, artinya konsumsi susu dan buah-buahan paling tidak sesuai dengan anjuran pedoman makan. Nilai pada komponen konsumsi sayuran dan lauk nabati juga rendah. Rendahnya nilai yang diperoleh pada penilaian konsumsi sayur dan
37
buah dapat menjelaskan tingkat kecukupan serat dan vitamin yang tidak terpenuhi, seperti vitamin A dan vitamin C. Secara total rata-rata nilai IGS3-60 adalah 27,8, atau hanya seperempat dari nilai maksimal yang dapat diperoleh setiap subjek. Hal ini menujukkan mutu gizi konsumsi pangan pria Indonesia pada tahun 2010 masih buruk dan jauh dari standar yang dianjurkan oleh pedoman PUGS. Tabel 21. menyajikan sebaran subjek berdasarkan mutu konsumsi pangannya. Tabel 23. Mutu konsumsi pangan subjek berdasarkan IGS3-60 Mutu Konsumsi Pangan
Usia (tahun) 19-29
30-49
Total
50-55
n
%
n
%
n
%
n
%
Kurang
15522 3353
80,3 17,3
26635 6681
77,5 19,4
5748 1468
77,4 19,8
47905 11502
78,4 18,8
Sedang
437
2,3
969
2,8
195
2,6
1601
2,6
Cukup baik
25
0,1
77
0,2
16
0,2
118
0,2
Baik sekali
0
0,0
1
0,0
2
0,0
3
0,0
19337
100,0
34363
100,0
7429
100,0
61129
100,0
Buruk
TOTAL
Keterangan Buruk Kurang Sedang Cukup baik Sangat baik
: < 40 : 40 -54 : 55 – 69 : 70 – 84 : ≥ 85
Sebagian besar subjek (78,4%) memiliki kualitas konsumsi pangan yang buruk, hanya 0,2% subjek dengan kualitas konsumsi pangan yang cukup baik. Hasil serupa juga diperoleh pada studi yang dilakukan Taechangam et al. (2008) yang menilai kualitas konsumsi pangan pada 121 orang pekerja dewasa dengan menggunakan THEI. Lebih dari separuh responden penelitian (69%) memiliki nilai THEI dibawah 55, artinya masih banyak subjek dengan mutu konsumsi pangan yang buruk dan hanya 8,3% subjek di Thailand dengan mutu konsumsi pangan yang sudah baik. Rendahnya mutu konsumsi pangan subjek paling utama ada pada komponen konsumsi susu, sayuran dan buah-buahan (Tabel 20). Subjek dengan kualitas konsumsi pangan sangat baik telah mengkonsumsi seluruh jenis kelompok pangan dengan jumlah yang cukup sesuai anjuran pedoman makanan. Pada kelompok subjek dengan kualitas konsumsi buruk, umunya jumlah konsumsi untuk kelompok pangan sayur, buah, lauk nabati dan susu masih jauh dari jumlah yang dianjurkan oleh pedoman makanan. Gambaran konsumsi pangan subjek pada setiap kategori kualitas konsumsi pangan terlampir.
38
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Gizi Seimbang Faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi indeks gizi seimbang adalah daerah tempat tinggal subjek, status ekonomi, status kawin, pendidikan, dan pekerjaan. Tabel 23. menyajikan nilai odd ratio (OR) dari setiap faktor-faktor yang mempengaruhi IGS3-60. Tabel 24. Hasil regresi logistik faktor determinan indeks gizi seimbang Peubah Constant Usia Daerah tinggal Status Ekonomi Status Kawin Pendidikan
Pekerjaan
0: 19-29 th 1 : 20-49 th 1 : 50-55 th 0 : pedesaan 1 : perkotaan 0 : 40% terbawah 1 : 60% teratas 0 : belum kawin 1 : sudah kawin 0 : ≤ SD 1 : SMP/MTS 1 : SMA - PT 0 : tidak bekerja 1 : pegawai negeri 1 : swasta/ profesional/ dagang 1 : petani / buruh / nelayan
B
S.E
Wald
P
OR (95% CI)
-1,82
0,04
1811,38
0,00*
0,16
0,09
0,03
12,18
0,00*
1,10
(1,04–1,16)
0,04
0,03
1,89
0,17
1,04
(0,98–1,11)
-0,05
0,02
5,39
0,02*
0,95
(0,91-0,99)
0,28
0,02
158,62
0,00*
1,32
(1,26-1,38)
0,15
0,03
21,75
0,00*
1,16
(1,09-1,23)
0,12
0,03
18,26
0,00*
1,13
(1,07-1,19)
0,25
0,03
85,86
0,00*
1,28
(1,22-1,35)
0,25
0,05
26,36
0,00*
1,28
(1,17-1,41)
0,09
0,04
4,92
0,02*
1,10
(1,01-1,19)
0,03
0,04
0,69
0,41
1,04
(0,95-1,13)
Subjek berusia 19-29 tahun memiliki peluang 10% lebih besar utnuk memiliki nilai IGS3-60 yang lebih baik daripada subjek berusia 19-29 tahun. Subjek yang tinggal di daerah pedesaan memiliki peluang 5% kali lebih besar untuk memiliki nilai IGS3-60 diatas 40 poin. Subjek dengan status ekonomi menengah ke atas, peluang memiliki nilai IGS3-60 ≥ 40 lebih besar 32% dibandingkan dengan subjek dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Subjek yang sudah menikah memiliki peluang 16% lebih besar untuk memiliki skor IGS3-60 yang lebih baik dibandingkan dengan subjek yang belum menikah. Subjek dengan pendidikan minimal setara SMP, memiliki peluang 13% lebih besar untuk memiliki mutu konsumsi pangan yang lebih baik dari pada subjek yang hanya menempuh pendidikan setara SD. Subjek dengan pendidikan lebih tinggi (setara SMA atau PT) bahkan memiliki peluang lebih besar untuk memiliki mutu konsumsi pangan yang lebih baik (OR=1,28). Subjek dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri, baik militer maupun PNS, memiliki peluang terbesar untuk mutu konsumsi pangan yang lebih baik (OR=1,28) dibandingkan subjek dengan pekerjaan sebagai wiraswasta (OR=1,10) terhadap subjek yang tidak bekerja. pekerjaan sebagai petani, nelayan maupun buruh tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan mutu gizi konsumsi pangan. Hasil uji korelasi nilai IGS3-60 terhadap status gizi subjek (IMT) menunjukkan terdapat hubungan signifikan positif antara nilai IGS3-60 dengan
39
nilai IMT (r=0,07). Artinya semakin baik mutu gizi pangan seseorang maka makin baik pula status gizinya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Gou et al. (2004) yang menelaah kaitan antara skor original-HEI dengan kejadian obesitas pada populasi Amerika, dimana subjek dengan nilai ori-HEI yang rendah berhubungan dengan peningkatan kejadian overweight dan obesitas. Bernstein et al. (2002) juga menyatakan bahwa pola makan yang lebih beragam berhubungan dengan status gizi dan komposisi tubuh yang lebih baik.
40
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Seluruh subjek mengonsumsi pangan sumber karbohidrat, namun jumlah subjek yang mengonsumsi buah, sayur, lauk nabati dan susu masih sangat rendah. Konsumsi makanan sehari subjek belum dapat memenuhi kebutuhan gizi sehari, terlihat dari tingkat kecukupan gizi makro yang tergolong defisit berat, dan masih terdapat kebutuhan vitamin dan mineral yang belum tercukupi. Terdapat 10 alternatif indeks gizi seimbang yang dikembangkan. Berdasarkan kelengkapan komponen penilaian maka IGS4-105 adalah IGS yang paling lengkap dan sesuai untuk menduga mutu gizi konsumsi pangan pria dewasa Indonesia. Berdasarkan hasil uji korelasi terhadap MGP, skor sesnsitivitas dan spesifisitas terpilih indeks gizi seimbang IGS3-60 dengan nilai korelasi tertinggi (r=0,64) dan nilai Se & Sp 145,1. IGS3-60 terdiri atas enam komponen penilaian dengan sistem penilaian tiga tingkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi IGS3-60 adalah daerah tempat tinggal, status ekonomi, status kawin, pendidikan dan pekerjaan subjek. Subjek yang tinggal di daerah perdesaan, memiliki status ekonomi menengah ke atas dan telah menikah serta memiliki pendidikan minimal SMP memiliki peluang yang lebih besar untuk memiliki mutu gizi konsumsi pangan yang lebih baik. Subjek dengan jenis pekerjaan pegawai negeri, swasta dan profesional memiliki peluang lebih tinggi untuk memiliki mutu gizi konsumsi pangan yang lebih baik daripada subjek dengan pekerjaan sebagai petani, buruh atau nelayan.
Saran Pria dewasa Indonesia perlu meningkatkan kualitas konsumsi pangan terutama dengan meningkatkan jumlah konsumsi kelompok pangan sayuran, buah-buahan, susu dan lauk nabati. Upaya promosi gizi untuk meningkatkan kualitas konsumsi pangan dapat diarahkan pada pria dewasa di daerah perkotaan yang memiliki tingkat pendapatan menengah ke bawah terutama yang memiliki profesi sebagai buruh. IGS4-105 merupakan metode yang lengkap untuk menduga mutu gizi konsumsi pangan pria dewasa Indonesia, sedangkan IGS3-60 merupakan metode praktis yang dapat digunakan untuk menilai kualitas konsumsi pangan pria Indonesia, karena penggunaan IGS3-60 hanya didasarkan pada jumlah konsumsi pangan harian. Studi lanjutan dapat dilakukan untuk mempelajari hubungan antara nilai IGS3-60 dengan outcome gizi dan kesehatan.
41
DAFTAR PUSTAKA [AHA] American Heart Association. 2013. Healthy diet guideline. [Internet]. [diunduh pada 2 September 2013]. Tersedia pada: www.heart.org. Anwar K. 2013. Konsumsi pangan dan gizi serta pola pangan harapan (PPH) pada dewasa usia 19-49 tahun di Indonesia. [Skripsi]. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, Bogor. Apriani S & Baliwati YF. 2011. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan sumber karbohidrat di perdesaan dan perkotaan. Jurnal Gizi dan Pangan, 6(3), 200—207. Australian Institute of Health and Welfare. 2007. Australian diet quality index project. AIHW cat. no. PHE 85.Canberra: AIHW. Bernstein MA, Tucker KL, Ryan ND, O’Neill EF, Clements KM, Nelson ME, Evans WJ & Singh MAF. 2002. Higher dietary variety is associated with better nutritional status in frail elderly people. Journal of the American Dietetic Association, 102(8), 1096-1104. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Sensus penduduk 2010. [Internet]. [diunduh 2013 Jan 24]. Tersedia pada: http//sp2010.bps.go.id. Courtenay WH. 2000. Constructions of masculinity and their influence on men’s well being: a theory of gender and health. Social Science and Medicine Journal; 50: 1385-1401. Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment 2nd ed. Oxford University Press: New York. Guenther PM, Reedy J, Krebs-Smith SM. 2008 Development of the healthy eating index. J Am Diet Assoc. 108: 1896-1901. Guenther PM, Reedy J, Krebs-Smith SM, Reeve BB, Basiotis PP. 2007. Development and evaluation of the healthy eating index-2005. Center for Nutrition Policy and Promotion, US Department of Agriculture. Gou X, Warden BA< Paeratakul S & Bray GA. 2004. Healthy eating index and obesity. European Journal of Clinical Nutrition, 58, 1580-1586. Hardinsyah. 1996. Measurement and determinants of food diversity [disertasi]. Australia (AU): University of Queensland. Handayati SP, Nasoetion A, & Sukandar D. 2008. Konversi satuan ukuran rumah tangga ke dalam satuan berat (gram) pada beberapa jenis pangan sumber protein. Jurnal Gizi dan Pangan, 3(1), 49—60.
42
Hardinsyah & Atmojo SM. 2000. Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan. Jakarta: PERGIZI PANGAN Indonesia. Hardinsyah, Damayanthi E, & Zulianti W. 2008. Hubungan konsumsi susu dan kalsium dengan densitas tulang dan tinggi badan remaja. Jurnal Gizi dan Pangan, 3(1), 43—48. Hardinsyah, Madanijah S & Baliwati YF. 2002. Analisis Neraca Bahan Makanan dan Pola Pangan Harapan untuk Perencanaan Ketersediaan Pangan. Bogor (ID): PSKPG-IPB dan Pusat Pengembangan Ketersediaan Pangan. He FJ, Nowson CA, Lucas M, & MacGregor GA. 2007. Increased consumption of fruit and vegetables is related to a reduced risk of coronary heart disease: meta analysis of cohort studies. Jounal of Human Hypertension, 21, 717— 728. Henry FJ. 2011. Obesity prevention: The key to non-comunicable disease control. West Indian Med J; 60 (4): 446-451. Jadhav K, Vali SA. 2010. Index of nutritional quality of foods served to preschool children under supplementary feeding programme in a health promoting school of ngapur city. J. Dairying, Foods & H.S 29(1) : 68-73. Kemenkes RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI Kemenkes RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI Khatib O. 2004. Non-communicable diseases: risk factors and regional strategies for prevention and care. Eastern Mediterranean Health Journal; 10 (6): 778-788. Lawlor DA, Ebrahim S, Smith GD. 2001. Sex matters: Secular and geographical trends in differences in coronary heart disease mortality. BMJ; 323;541. Lock K, Pomerleau J, Causer L, Altmann DR, & Mckee Martin. 2005. The global burden of disease attributable to low consumption of fruit and vegetables: implication for the global strategy on diet. Bull World Health Organ, 83(2), [NHMRC] National Health and Medical Research Council. 2003. Dietary Guidelines for Australian Adults. Australia (AU): Commonwealth. Nurhayati. 2013. Penentuan jumlah dan jenis anjuran konsumsi sayur dan buah penduduk Indonesia menurut kelompok umur dan jenis kelamin. [Disertasi]. FKM, Universitas Indonesia, Depok. Riboli E & Norat T. 2003. Epidemiologic evidence of the protective effect of fruit and vegetables on cancer risk. Am J Clin Nutr, 78(3), 5595—5695.
43
Pradono J. 2010. Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya hipertensi di daerah perkotaan (analisis data riskesdas 2007). Gizi Indon 33(1):59-66. Sugianti E, Hardinsyah, Afriansyah N. 2009. Faktor resiko obesitas sentral pada orang dewasa di DKI Jakarta: Analisis lanjut data Riskesdas 2007. Gizi Indon 32(2):105-116. Tarigan M. 2012. RI negara di urutan ke-5 yang warganya kurang gizi. [Internet]. [diunduh pada 1 Maret 2013]. Tersedia pada: http://www.tempo.co/read/news/2012/01/18/173378104/RI-Negara-diUrutan-ke-5-yang-Warganya-Kurang-Gizi Taechangam S, Pinitchun U, Pachotikarn C. 2008. Development of nutrition education tool: healthy eating index in Thailand. Asia Pac J Clin Nutrn 2008;17 (S1): 365-567 [USDA] US Departement of Agriculture. 1995. The Healthy Eating Index. Center for Nutrition Policy and Promotion. US Departement of Agriculture. [UU RI] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. [http://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/173598/UU0182012.pdf] 7 April 2013 Variyam JN, Blaylock, JR, Smallwood DM, Basiotis PP. 1998. USDA’s Healthy Eating Index and nutrition information. Center for Nutrition Policy and Promotion,USDA : Technical Bulletin 1866. [WHO] World Health Organization. 2012. Guideline: Sodium intake for adults and children. Geneva: WHO. [WNPG] Widyakarya Pangan dan Gizi X. 2012. Pemantapan Ketahanan Pangan Perbaikan Gizi Berbasis Kemandirian dan Kearifan Lokal. Jakarta: 20-21 November 2012. Woodruff SJ, Hanning RM, Lambraki I, Storey KE, McCargar L. 2008. Healthy Eating Index-C is compromised among adolescents with body weight concerns, weight loss dieting and meal skipping. Body Image 5(4): 404408. Zoellner J, You W, Connel C, Smith-Ray RL, Allen K, Tucker KL, Davy BM, Estabrooks PA. 2011. Health literacy is associated with Healthy Eating Index scores and sugar-sweetened beverage intake: finding from rural lower mississippi delta. J Am Diet Assoc 111(7): 1012-102.
44
LAMPIRAN Lampiran 1.
Cara pengumpulan data karakteristik, antropometri dan recall pangan 1x24 jam oleh tim Riskesdas 2010
Jenis data Cara pengumpulan data Keterangan Karakteristik subjek Usia Usia di hitung dalam hari, bulan Jika usia <1 bulan dicatat dalam hari dan tahun, sesuai dengan cara Jika usia <5 tahun dicatat dalam pengisian. Untuk umur dalam bulan bulan dan tahun dengan Jika usia ≥5 tahun dicatat dalam pembulatan ke bawah atau usia tahun pada waktu ulang bulan atau ulang Jika usia ≥97 tahun dicatat 97 tahun tahun yang terakhir. Perhitungan usia didasarkan pada kalender masehi. Status pendidikan Status pendidikan tertinggi yang Kode 1 = Tidak pernah sekolah ditamatkan ditanyakan kepada Kode 2 = Tidak tamat SD/MI setiap ART (khusus ART >5 Kode 3 = Tamat SD/MI tahun) Kode 4 = Tamat SLTP/MTs Kode 5 = Tamat SLTA/MA Kode 6 = Tamat D1, D2, D3 Kode 7 = Tamat Perguruan tinggi Status pekerjaan Ditanyakan kepada ART >10 Kode 1 = Tidak bekerja utama tahun. Kode 2 = Sekolah Kode 3 = TNI/Polri Pekerjaan utama adalah pekerjaan Kode 4 = PNS/pegawai (termasuk yang menggunakan waktu pegawai swasta) terbanyak responden atau Kode 5 = Wiraswasta/ pelayanan pekerjaan yang memberikan jasa/pedagang penghasilan terbesar Kode 6 = Petani Kode 7 = Nelayan Kode 8 = Buruh Kode 9 = Lainnya Status kehamilan Ditanyakan kepada ART Kode 1 jika ya dan kode 2 jika tidak perempuan 10-54 tahun Antropometri Berat badan Penimbangan berat badan Berat badan diisikan pada formulir menggunakan timbangan berat RKD 10.IND. blok X. nomor 1b. badan digital merek AND dengan Angka hasil penimbangan kapasitas 150 kg dan ketelitian 50 dibulatkan menjadi 1 digit. g. Penimbangan anak usia <2 tahun atau anak yang belum bisa berdiri adalah selisih antara berat badan ibu dan anak dengan berat badan ibu Tinggi badan Pengukuran tinggi badan Hasil pengukuran diisikan pada menggunakan alat multifingsi formulir RKD 10.IND. blok X. dengan kapasitas ukur 2 m dan nomor 2b. ketelitian 0.1 cm
45
1. 2.
3. 4.
5.
1.
2.
3.
4. 5.
6.
Cara pengumpulan data konsumsi pangan Penjelasan kepada yang mewakili keluarga bahwa wawancara mengenai konsumsi pangan akan dilakukan terhadap setiap anggota keluarga. Sebelum wawancara mengenai konsumsi pangan, terlebih dahulu diisi hari mengonsumsi pangan, yaitu sehari sebelum wawancara, dilingkari hari yang sesuai dan diisikan kodenya pada kotak yang disediakan. Kode ―1‖ = Senin-Jumat, ―2‖ = Sabtu-Minggu. Kondisi responden saat diwawancara diisi pada kotak yang disediakan. Kode ―1‖ = Biasa, ―2‖ = Hajatan, ―3‖ = Hari Raya, ―4‖ = Puasa, ―5‖ = Sakit, dan ―6‖ = Diit. Saat dilakukan wawancara mengenai konsumsi pangan anggota rumah tangga, informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi ditanyakan kepada sampel pada kurun waktu sehari sebelumnya. Semua jenis pangan yang dikonsumsi setiap anggota rumah tangga ditanyakan, kecuali bumbu. Cara pengumpulan data recall pangan 1x24 jam Sampel ditanya mengenai makanan (masakan) maupun minuman yang dikonsumsi pada pagi, siang dan malam pada hari kemarin, baik yang merupakan makanan utama (makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah-buahan), atau makanan selingan (kue jajanan, snack, dan lainnya) maupun minuman seperti kopi, susu, coca cola, dan lainnya. Makanan/masakan yang belum ada di buku kode pangan, dilakukan estimasi berat makanan yang dikonsumsi dengan cara menimbang masing-masing bahan makanannya. Kode yang diisikan adalah kode dari masing-masing jenis bahan makanannya. Contoh sate padang yang terdiri dari daging sapi dan tepung kanji. Perlu ditimbang berat daging dan berat tepung kanji yang dikonsumsi. Kode bahan makanan yang diisikan adalah kode bahan makanan daging sapi dan kode tepung kanji. Bahan makanan/masakan sudah ada di buku kode tidak dilakukan estimasi berat per masingmasing jenis bahan makanan yang dikonsumsi. Kode bahan makanan yang diisikan adalah kode masakan/makanan matang tersebut. Contoh sayur sop terdiri dari kentang, wortel, dan kol, maka kode yang dituliskan hanya kode sayur sopnya yaitu PF051 dan berat yang dituliskan adalah berat sayuran sop yang dikonsumsi tanpa kuah. Jenis bahan makanan/masakan yang tidak terdapat di buku kode, dicari makanan/masakan yang hampir menyerupai. Contoh empal gentong dari Cirebon menyerupai gulai daging sapi. Jumlah makanan disebutkan dalam ukuran rumah tangga, seperti 1 centong, sendok makan, sendok sayur, ikat, gelas dan sebagainya, perlu dicari padanan beratnya dengan cara menimbang bahan makanan sesuai jenis ukuran rumah tangga sampel atau dibeli dari warung terdekat. Contoh 1 potong tempe goreng sedang = 30 gram dan 1 centong nasi = 100 gram. Minuman yang dikonsumsi dicatat berdasarkan banyaknya gelas/botol setiap anggota rumah tangga yang meminumnya pada hari kemarin. Untuk memudahkan sampel mengingat jumlah minuman yang dikonsumsi, maka ditanyakan pada setiap waktu makan. Minuman yang dikonsumsi dicatat berdasarkan berat air bukan volumenya, maka disepakati berat 1 gelas sedang = 200 gram, 1 gelas besar = 300 gram. Bila yang diminum adalah air dalam kemasan, maka dicatat volumenya (mL) yang diterjemahkan untuk setiap mL setara dengan 1 gram. Jadi, 1 botol air kemasan yang berisi 200 mL beratnya setara dengan 200 gram.
46
Lampiran 2.
Hasil perhitungan indeks gizi seimbang sistem 3 tingkat
Skor indeks gizi seimbang IGS3-105 Umur Komponen
Total
19-29
30-49
50-55
mean ±SD (med)
mean ±SD (med)
mean ±SD (med)
mean ±SD (med)
4,6 ± 3,1 (5,0)
4,4 ± 3,1 (5,0)
4,5 ± 3,1 (5,0)
Pangan Karbohidrat
4,5 ± 3,1 (5,0)
Sayuran
2,9 ± 3,8 (0,0)
3,2 ± 3,9 (0,0)
3,3 ± 3,9 (0,0)
3,2 ± 3,9 (0,0)
Buah
1,4 ± 3,1 (0,0)
1,7 ± 3,3 (0,0)
1,8 ± 3,3 (0,0)
1,6 ± 3,2 (0,0)
Pangan Hewani
3,5 ± 3,4 (5,0) 2,7 ±3,7 (0,0)
3,6 ± 3,4 (5,0)
3,4 ± 3,4 (5,0)
3,5 ± 3,4 (5,0)
Lauk nabati
2,8 ± 3,8 (0,0)
3,1 ± 3,9 (0,0)
2,8 ± 3,8 (0,0)
Lemak total
5,7 ± 4,6 (10,0)
5,8 ± 4,6 (10,0)
6,0 ± 4,5 (10,0)
5,8 ± 4,6 (10,0)
Lemak jenuh
6,7 ± 4,3 (10,0)
6,7 ± 4,2 (10,0)
6,7 ± 4,2 (10,0)
6,7 ± 4,2 (10,0)
Gula Tambahan
0,4 ± 1,5 (0,0)
0,5 ± 1,8 (0,0)
0,5 ± 1,9 (0,0)
0,5 ± 1,7 (0,0)
Kolesterol
4,4 ± 4,7 (0,0)
4,4 ± 4,7 (0,0)
3,9 ± 4,6 (0,0)
4,3 ± 4,7 (0,0)
Sodium
1,7 ± 3,2 (0,0)
1,6 ± 3,2 (0,0)
1,6 ± 3,1 (0,0)
TOTAL
33,9 ± 12,8 (35,0)
1,5 ± 3,1 (0,0) 34,8 ±12,8
34,8 ± 12,6 (35,0)
34,5 ± 12,8 (35,0)
(35,0)
Skor indeks gizi seimbang IGS3-83 Umur Komponen
Total
19-29
30-49
50-55
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
Karbohidrat
5,6 ± 3,8 (6,2)
5,7 ± 3,8 (6,2)
5,5 ± 3,9 (6,2)
5,7± 3,8 (6,2)
Sayuran
3,7 ± 4,8 (0,0)
4,1 ± 4,9 (0,0)
4,1 ± 4,9 (0,0)
3,9 ± 4,8 (0,0)
Buah
1,8 ± 3,9 (0,0)
2,1 ± 4,1 (0,0)
2,0 ± 4,0 (0,0)
P. Hewani
4,4 ± 4,2 (6,2)
4,5 ± 4,3 (6,2)
2,2 ± 4,2 (0,0) 4,2 ± 4,3 (6,2)
mean ±SD
4,4 ± 4,3 (6,2)
Lauk nabati
3,3 ± 4,6 (0,0)
3,6 ± 4,8 (0,0)
3,8 ± 4,9 (0,0)
3,5 ± 4,7 (0,0)
Lemak total
7,2 ± 5,8 (12,5)
7,3 ± 5,7 (12,5)
7,5 ± 5,6 (12,5)
7,3 ± 5,7 (12,5)
Lemak jenuh
8,3 ± 5,4 (12,5)
8,4 ± 5,3 (12,5)
8,4 ± 5,3 912,5)
8,4 ± 5,3 (12,5)
Gula Tambahan
0,4 ± 1,8 (0,0)
0,6 ± 2,2 (0,0)
0,7 ± 2,3 (0,0)
0,6 ± 2,1 (0,0)
34,8 ± 15,1 (37,5)
36,2 ± 14,9 (37,5)
36,5 ± 14,7 (37,5)
35,8 ± 14,9 (37,5)
TOTAL
47
Skor indeks gizi seimbang IGS3-61 Umur
Total
19-29
30-49
50-55
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
(med)
(med)
(med)
(med)
Karbohidrat
7,5 ± 5,1 (8,4)
7,7 ± 5,1 (8,4)
7,4 ± 5,2 (8,4)
7,6 ± 5,1 (8,4)
Sayuran
4,9 ± 6,4 (0,0)
5,4 ± 6,5 (0,0)
5,5 ± 6,6, (0,0)
5,3 ± 6,5 (0,0)
Buah
2,4 ± 5,2 (0,0)
2,8 ± 5,5 (0,0)
2,9 ± 5,6 (0,0)
2,7 ± 5,4 (0,0)
P. Hewani Lauk nabati
5,9 ± 5,7 (8,4) 4,4 ± 6,2 (0,0)
5,9 ± 5,7 (8,4) 4,8 ± 6,4 (0,0)
5,6 ± 5,7 (8,4) 5,1 ± 6,5 (0,0)
5,9 ± 5,7 (8,4) 4,7 ± 6,3 (0,0)
Lemak total
9,6 ± 7,7 (16,7)
9,8 ± 7,6 (16,7)
34,7 ± 16,5 (33,4)
36,4 ± 16,5 (41,8)
10,1 ± 7,5 (16,7) 36,7 ±16,2 (41,8)
9,7 ± 7,6 (16,7) 35,9 ±16,5 (41,8)
Komponen
TOTAL
Skor indeks gizi seimbang IGS-50 Umur
Total
19-29
30-49
50-55
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
(med)
(med)
(med)
(med)
Karbohidrat
8,9 ± 6,2 (10,0)
9,2 ± 6,1 (10,0)
8,8 ± 6,2 (10,0)
Sayuran
5,9 ± 7,6 (0,0)
6,5 ± 7,8 (0,0)
6,6 ± 7,9 (0,0)
9,1 ± 6,2 (10,0) 6,3 ±7,8 (0,0)
Buah
2,9 ± 6,2 (0,0)
3,3 ± 6,6 (0,0)
3,6 ± 6,7 (0,0)
3,2 ± 6,5 (0,0)
PH + PN
7,4 ± 6,4 (10,0)
7,8 ± 6,5 (10,0)
7,8 ± 6,4 (10,0)
7,7 ± 6,4 (10,0)
0,6 ± 3,2 (0,0)
0,7 ± 3,3 (0,0)
Komponen
Susu TOTAL
0,8 ± 3,7 (0,0)
0,6 ± 3,1 (0,0)
26,0 ± 14,0 (20,0)
27,4 ± 14,1 (30,0)
27,5 ± 14,2 (30,0) 26,9 ± 14,1 (30,0)
Skor indeks gizi seimbang IGS3-60 Umur
Total
19-29
30-49
50-55
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
(med)
(med)
(med)
(med)
Karbohidrat
7,5 ± 5,1 (8,4)
7,7 ± 5,1 (8,4)
7,4 ± 5,2 (8,4)
7,6 ±5,1 (8,4)
Sayuran
4,9 ± 6,4 (0,0)
5,4 ± 6,5 (0,0)
5,5 ± 6,6 (0,0)
5,3 ± 6,5 (0,0)
Buah
2,4 ± 5,2 (0,0)
2,9 ± 5,6 (0,0)
Lauk hewani
6,9 ± 6,2 (8,4)
2,8 ± 5,5 (0,0) 7,1 ± 6,3 (8,4)
6,7 ± 6,3 (8,4)
2,7 ± 5,4 (0,0) 6,9 ± 6,3 (8,4)
Lauk nabati
4,4 ± 6,2 (0,0)
4,8 ± 6,4 (0,0)
0,6 ± 2,8 (0,0) 27,8 ± 12,9 (25,1)
Komponen
Susu TOTAL
0,7 ± 3,1 (0,0)
0,5 ± 2,6 (0,0)
5,1 ± 6,5 (0,0) 0,5 ±2,7 (0,0)
26,8 ± 12,8 (25,1)
28,2 ± 12,0 (25,1)
28,1 ± 12,9 (25,1)
4,7 ± 6,3 (0,0)
48
Lampiran 3.
Hasil perhitungan indeks gizi seimbang sistem 4 tingkat
Skor indeks gizi seimbang IGS4-105 Umur Komponen
Total
19-29
30-49
50-55
mean ±SD (med)
mean ±SD (med)
mean ±SD (med)
mean ±SD (med)
6,7 ± 1,9 (7,0)
6,6 ± 1,9 (7,0)
6,7 ± 1,9 (7,0)
Pangan Karbohidrat
6,7 ± 1,9 (7,0)
Sayuran
3,6 ± 3,9 (4,0)
3,9 ± 3,9 (4,0)
3,9 ± 3,9 (4,0)
3,9 ± 3,9 (4,0)
Buah
1,5 ± 3,2 (0,0)
1,8 ± 3,4 (0,0)
1,9 ± 3,5 (0,0)
1,7 ± 3,4 (0,0)
Pangan Hewani
4,4 ± 3,4 (4,0)
4,4 ± 3,4 (4,0)
4,2 ± 3,5 (4,0)
4,4 ± 3,4 (4,0)
Lauk nabati
3,1 ± 3,9 (0,0)
3,3 ± 3,9 (0,0)
3,5 ± 4,0 (0,0)
3,3, ± 3,9 (0,0)
Lemak total
7,3 ± 3,1 (10,0)
7,3 ± 3,1 (10,0)
7,5 ± 3,0 (10,0)
7,3 ± 3,1 (10,0)
Lemak jenuh
7,1 ± 4,1 (10,0)
7,2 ± 3,9 (10,0)
7,2 ± 3,9 (10,0)
7,2 ± 3,9 (10,0)
Gula Tambahan
9,8 ± 1,1 (10,0)
9,6 ± 1,4 (10,0)
10,0 ± 9,6 (1,5)
9,6 ± 1,4 (10,0)
Kolesterol
6,6 ± 2,9 (4,0)
6,5 ± 2,9 (4,0)
6,3 ± 2,9 (4,0)
6,5 ± 2,9 (4,0)
Sodium
2,8 ± 3,5 (0,0) 52,8 ± 10,7 (55,0)
2,5 ± 3,4 (0,0) 53,4 ± 10,7 (55,0)
2,6 ± 3,5 (0,0) 53,4 ± 10,7 (55,0)
2,6 ± 3,4 (0,0) 53,2 ± 10,7 (55,0)
TOTAL
Skor indeks gizi seimbang IGS4-83 Umur Komponen
Total
19-29
30-49
50-55
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
Karbohidrat
8,4 ± 2,3 (8,8)
8,4 ± 2,3 (8,8)
8,3 ± 2,4 (8,8)
8,4 ± 2,3 (8,8)
Sayuran
4,5 ± 4,9 (5,0)
4,9 ± 4,9 (5,0)
4,9 ± 4,9 (5,0)
4,8 ± 4,9 (5,0)
Buah
1,9 ± 4,0 (0,0)
2,2 ± 4,3 (0,0)
2,3 ± 4,3 (0,0)
2,1 ± 4,2 (0,0)
P. Hewani
5,4 ± 4,3 (5,0)
5,5 ± 4,3 (5,0)
5,2 ± 4,4 (5,0)
5,5 ± 4,3 (5,0)
Lauk nabati
3,9 ± 4,8 (0,0)
4,1 ± 4,9 (0,0)
4,4 ± 5,1 (0,0)
4,1 ± 4,9 (0,0)
Lemak total
9,1 ± 3,8 (12,5)
9,2 ± 3,8 (12,5)
9,3 ± 3,8 (12,5)
9,2 ± 3,8 (12,5)
Lemak jenuh
8,9 ± 5,1 (12,5)
8,9 ± 4,9 (12,5)
9,1 ± 4,9 (12,5)
8,9 ± 4,9 (12,5)
Gula Tambahan
12,2 ± 1,4 (12,5)
12,0 ± 1,8 (12,5)
11,9 ± 1,9 (12,5)
12,1 ± 1,7 (12,5)
TOTAL
54,3 ± 13,5 (56,2)
55,4 ± 13,4 (58,8)
55,6 ± 13,4 (58,8)
55,1 ± 13,5 (56,2)
49
Skor indeks gizi seimbang IGS4-61 Umur
Total
19-29
30-49
50-55
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
(med)
(med)
(med)
(med)
11,2 ± 3,1 (11,7)
11,3 ± 3,1 (11,7)
11,1 ± 3,2 (11,7)
11.2 ± 3,1 (11,7)
Sayuran
6,1 ± 6,5 (6,7)
6,6 ± 6,6 (6,7)
6,6 ± 6,6 (6,7)
6,4 ± 6,6 (6,7)
Buah
2,5 ± 5,4 (0,0)
2,9 ± 5,7 (0,0)
3,1 ± 5,8 (0,0)
2,8 ± 5,6 (0,0)
P. Hewani
7,3 ± 5,7 (6,7)
7,4 ± 5,7 (6,7)
6,9 ± 5,8 (6,7)
7,3 ± 5,7 (6,7)
Lauk nabati
5,2 ± 6,4 (0,0)
5,5 ± 6,6 (0,0)
5,9 ± 6,8 (0,0)
5,5 ± 6,6 (0,0)
Lemak total
12,2 ± 5,1 (16,7)
12,3 ± 5,1 (16,7)
12,4 ± 5,0 (16,7)
12,2 ± 5,1 (16,7)
TOTAL
44,4 ± 14,1 (45,1)
45,9 ± 14,2 (46,8)
46,2 ± 14,0 (46,8)
45,5 ± 14,2 (46,8)
Komponen
Karbohidrat
Skor indeks gizi seimbang IGS4-50 Umur
Total
19-29
30-49
50-55
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
(med)
(med)
(med)
(med)
13,4 ± 3,7 (14,0)
13,5 ± 3,7 (14,0)
13,3 ± 3,8 (14,0)
14,0 ±3,8 (14,0)
Sayuran
7,3 ± 7,8 (8,0)
7,9 ± 7,8 (8,0)
7,9 ± 7,9 (8,0)
7,7 ± 7,8 (8,0)
Buah
3,0 ± 6,4 (0,0)
3,5 ± 6,8 (0,0)
3,7 ± 6,9 (0,0)
3,4 ± 6,7 (0,0)
PH + PN
10,0 ± 5,7 (8,0)
10,4 ± 5,7 (8,0)
10,4 ± 5,8 (8,0)
10,3 ± 5,7 (8,0)
Susu
0,9 ± 3,9 (0,0)
0,6 ± 3,3 (0,0)
0,7 ± 3,5 (0,0)
34,6 ± 12,8 (34,0)
35,9 ± 12,8 (36,0)
0,7 ± 3,4 (0,0) 36,0 ±12,9 (36,0)
Komponen
Karbohidrat
TOTAL
35,5 ± 12,8 (36,0)
Skor indeks gizi seimbang IGS4-60 Umur
Total
19-29
30-49
50-55
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
mean ±SD
(med)
(med)
(med)
(med)
11,2 ± 3,1 (11,7)
11,3 ± 3,1 (11,7)
11,1 ± 3,2 (11,7)
11,2 ± 3,1 (11,7)
Sayuran
6,1 ± 6,5 (6,7)
6,6 ± 6,6 (6,7)
6,6 ± 6,6 (6,7)
6,4 ± 6,6 (6,7)
Buah
2,5 ± 5,4 (0,0) 8,5 ± 6,0 (6,7)
2,9 ± 5,7 (0,0) 8,6 ± 6,1 (11,7)
3,1 ± 5,8 (0,0)
Lauk hewani
2,8 ± 5,6 (0,0) 8,5 ± 6,1 (11,7)
Lauk nabati
5,2 ± 6,4 (0,0)
5,5 ± 6,6 (0,0)
5,9 ± 6,8 (0,0)
Susu
0,7 ± 3,3 (0,0)
0,5 ± 2,8 (0,0)
0,6 ± 2,8 (0,0)
5,5 ± 6,6 (0,0) 0,6 ± 2,9 (0,0)
34,2 ± 11,9 (35,1)
35,4 ± 12,1 (35,1)
35,4 ± 12,1 (35,1)
35,0 ± 12,1 (35,1)
Komponen
Karbohidrat
TOTAL
8,1 ± 6,2 (6,7)
50
Lampiran 4. No
Berat badan, tinggi badan, dan IMT pria menurut kelompok usia
BB, TB, dan IMT
1
Berat badan (kg)
2
Tinggi badan (cm)
3
IMT (kg/m2)
Lampiran 5 No
19-29 tahun mean ± SD (median) 56.8 ± 9,1 (55,5)
Kelompok usia 30-49 tahun mean ± SD (median) 59,6 ± 10,1 (59,0)
Total 50-55 tahun mean ± SD (median) 58,6 ± 10,2 (57,6)
mean ± SD (median) 58,8 ± 9,9 (57,7)
163,5 ± 6.7 (164,0)
162,8 ± 6,4 (163,0)
161,4 ± 6,6 (161,5)
162,9 ± 6,6 (163,0)
21,2 ± 3,0 (20,8)
22,6 ± 3,3 (22,2)
22,5 ± 3,4 (22,0)
22,1 ± 3,3 (21,7)
Kebutuhan zat gizi pada pria dewasa menurut kelompok usia
Zat gizi
19-29 tahun mean ± SD (median) 2898 ± 403 (2830)
Kelompok usia 30-49 tahun mean ± SD (median) 2865 ± 385 (2809)
50-55 tahun mean ± SD (median) 2741 ± 373 (2729)
Total mean ± SD (median) 2860 ± 392 (2807)
1
Energi (Kal)
2
Protein (g)
62,7 ± 10,0 (61,3)
66,2 ± 11,2 (65,2)
64,8 ± 11,3 (63,6)
64,9 ± 10.9 (63,8)
3
Lemak (g)
96,6 ± 13,4 (94,3)
79,6 ± 10,7 (78,0)
76,1 ± 10,4 (75,8)
84,6 ± 14,2 (83,6)
4
Lemak jenuh (g)
25,8 ± 3,4 (25,2)
25,5 ± 3,4 (24,9)
24,4 ± 3,3 (24,3)
25,4 ± 3,5 (24,9)
5
Kolesterol (mg)
300.0
300.0
300.0
300.0
6
Karbohidrat (g)
444,3 ± 67,3 (424,8)
470,8 ± 70,1 (451,8)
449,2 ± 68,1 (455,2)
459,9 ± 70,1 (443,5)
7
Serat (g)
40,6 ± 5,6 (39,6)
40,1 ± 5,4 (39,3)
38,4 ± 5,2 (38,2)
40,0 ± 5,5 (39,3)
8
Air (mL)
2500
2600
2600
2567,7
9
Natrium (mg)
2000
2000
2000
2000
10
Kalsium (mg)
1100
1000
1000
1033
11
Besi (mg)
13
13
13
13
12
Fosfor (mg)
700
700
700
700
13
Kalium (mg)
4700
4700
4700
4700
14
Seng (mg)
13
13
13
13
15
Vit A (mcg)
600
600
600
600
16
Vit B1 (mg)
1,1
1,1
1,0
1,1
17
Vit B2 (mg)
1,4
1,3
1,2
1,3
18
Vit C (mg)
90
90
90
90
51
Lampiran 6. Bahan Pangan
Pemenuhan kebutuhan gizi pria dewasa dalam sehari berdasarkan anjuran pedoman umum Kandungan zat gizi dari kons.pangan sehari
Jumlah Berat/porsi (porsi) (gram)
Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g)
Nasi
8
100
1424
16,8
0,8
324,8
Sayuran (bayam)
3
100
69
3,6
1,8
11,1
Buah (pepaya)
2
100
92
1
0
24,4
Daging
3
50
310,5
28,2
21
0
Tempe
3
50
223,5
27,45
6
19,05
Susu
1
30
152,7
7,38
9
10,86
Minyak
7
5
315,7
0
35
0
Gula
3
13
141,96
0
0
36,66
TOTAL
2730
84,43
73,6
426,87
AKG
2725
62
91
375
Lampiran 7.
Persentase tingkat kecukupan gizi pria dewasa Indonesia Usia
Tingkat kecukupan gizi
Total
19-29
30-49
50-55
Energi
mean ± SD 50,8 ± 19
mean ± SD 52,9 ± 20,1
mean ± SD 54,6 ± 20,5
mean ± SD 52,5 ± 19,8
Protein
69,9 ± 38,6
68,3 ± 38,1
68,3 ± 38,1
68,8 ± 38,3
Lemak total
46,1 ± 24,2
57,6 ± 30,6
59,1 ± 30,8
54,1 ± 29,3
Lemak jenuh
52,9 ± 39,9
55,6 ± 41,8
56,3 ± 41,8
54,8 ± 41,2
Kolesterol
43,8 ± 32,1
43,2 ± 31,9
39,9 ± 29,3
42,9 ± 31,7
Karbohidrat
48,6 ± 19,5
47,2 ± 19,4
48,9 ± 20,2
47,9 ± 19,5
Serat
37,2 ± 17,7
39,2 ± 18,5
41,1 ± 19,5
38,8 ± 18,4
Air
26,9 ± 10,3
26,7 ± 10,2
26,3 ± 10,3
26,7 ± 10,3
Natrium
167,4 ± 127,9
174,3 ± 133,3
177,6 ± 143,1
172,5 ± 132,9
Kalsium
28,1 ± 26,3
32,6 ± 30,5
33 ± 29,5
31,2 ± 29,2
Besi
38,1 ± 51,6
40,7 ± 55,4
41,4 ± 52,7
39,9 ± 53,9
Fosfor
90,9 ± 60,8
95,5 ± 64,9
95,6 ± 65,4
94,1 ± 63,7
Kalium
18,9 ± 14,1
19,9 ± 14,7
19,6 ± 14,7
19,6 ± 14,5
Seng
47,6 ± 72,3
49,6 ± 71,3
46,9± 66,5
48,7 ± 71,1
Vit A
28,4 ± 66,2
30,0 ± 68,3
28,3 ± 62,7
29,3 ± 66,9
Vit B1
284,4 ± 447,6
327,9 ± 501,4
347,2 ± 550,2
316,5 ± 491,9
Vit B2
198,4 ± 359,3
212,2 ± 377,9
244,2 ± 442,5
211,8 ± 380,9
Vit C
10,2 ± 20
11,1 ± 22,8
11,5 ± 25,7
10,8 ± 22,4
52
Lampiran 8. Kategori pola makan pria dewasa Indonesia berdasarkan MGP Kategori MGP Sangat kurang Kurang Cukup Baik TOTAL
19-29
Umur 30-49 n % 28244 82,2 5347 15,6 755 2,2 17 0,0 34363 100,0
n 16595 2441 293 8 19337
% 85,8 12,6 1,5 0,0 100,0
50-55 n % 6111 82,3 1164 15,7 148 2,0 6 0,1 7429 100,0
Total n 50950 8952 1196 31 61129
% 83,3 14,6 2,0 0,1 100
Lampiran 9. Gambaran pola konsumsi pria dewasa Indonesia pada setiap kategori IGS3-60 Konsumsi Kelompok Pangan (g) Pangan sumber KH
Sayursayuran
Buah-buahan
Pangan hewani
Pangan nabati
Susu
Mean±SD
Mean±SD
Mean±SD
Mean±SD
Mean±SD
Mean±SD
Median
Median
Median
Median
Median
Median
Sangat baik
766,7± 230,9
245,0± 100,4
353,3± 273,0
341,7± 67,5
278,3± 163,3
30,0± 10,0
900,0
200,0
400,0
340,0
260,0
30,0
Cukup baik
840,6± 245,6
228,8± 174,8
224,2± 186,5
231,3± 140,1
155,1± 96,4
44,1± 83,6
Kategori IGS3-60
Sedang Kurang Buruk
862,5
200,0
150,0
200,0
150,0
20,0
787,5± 241,2
201,3± 164,6
163,4± 183,8
190,0± 122,3
119,0± 109,0
19,0± 60,3
790,0
180,0
100,0
175,0
100,0
0,0
710,8± 230,6
158,1± 146,2
81,9± 132,5
151,6± 122,2
90,4± 107,0
5,6± 31,2
660,0
130,0
0,0
140,0
60,0
0,0
577,4± 216,0
81,1± 102,4
27,5± 75,9
101,5± 95,7
47,1± 79,9
1,1± 14,1
600,0
50,0
0,0
90,0
0,0
0,0
53
Lampiran 10. Hasi uji regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi IGS3-60 Case Processing Summary Unweighted Cases
a
Selected Cases
N Included in Analysis
Percent
61129
100.0
0
.0
61129
100.0
0
.0
61129
100.0
Missing Cases Total Unselected Cases Total
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
0
0
1
1
Classification Table
a,b
Predicted katIGS40 Observed Step 0
katIGS40
0
Percentage 1
Correct
0
47905
0
100.0
1
13224
0
.0
Overall Percentage
78.4
a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500
Variables in the Equation B Step 0
Constant
-1.287
S.E. .010
Wald 1.717E4
df
Sig. 1
.000
Exp(B) .276
54
Variables not in the Equation Score Step 0
Variables
df
kat3049Thd1929
60.477
1
.000
kat5055Thd1929
4.935
1
.026
33.476
1
.000
327.140
1
.000
66.946
1
.000
katPEndTSnSMP
2.739
1
.098
katPEndTSnSMA
223.517
1
.000
katPekTBnPN
191.951
1
.000
katPekTBnSW
23.851
1
.000
katPekTBnPBN
110.657
1
.000
617.425
10
.000
Daerah stEkonomi stNikah
Overall Statistics
Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
616.166
10
.000
Block
616.166
10
.000
Model
616.166
10
.000
Model Summary
Step 1
Sig.
-2 Log likelihood a
63229.748
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square .010
a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than ,001.
.015
55
Classification Table
a
Predicted katIGS40 Observed Step 1
katIGS40
0
Percentage 1
Correct
0
47905
0
100.0
1
13224
0
.0
Overall Percentage
78.4
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation 95,0% C.I.for EXP(B) B Step 1
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
kat3049Thd1929
.096
.028
12.180
1
.000
1.101
1.043
1.163
kat5055Thd1929
.043
.031
1.895
1
.169
1.044
.982
1.110
-.051
.022
5.391
1
.020
.950
.910
.992
a
Daerah stEkonomi
.279
.022 158.620
1
.000
1.321
1.265
1.380
stNikah
.147
.032
21.751
1
.000
1.159
1.089
1.233
katPEndTSnSMP
.123
.029
18.260
1
.000
1.131
1.069
1.197
katPEndTSnSMA
.249
.027
85.855
1
.000
1.282
1.217
1.352
katPekTBnPN
.250
.049
26.357
1
.000
1.284
1.167
1.412
katPekTBnSW
.093
.042
4.917
1
.027
1.098
1.011
1.192
katPekTBnPBN
.036
.043
.691
1
.406
1.036
.953
1.128
.043 1.811E3
1
.000
.162
Constant
-1.822
a. Variable(s) entered on step 1: kat3049Thd1929, kat5055Thd1929, Daerah, stEkonomi, stNikah, katPEndTSnSMP, katPEndTSnSMA, katPekTBnPN, katPekTBnSW, katPekTBnPBN.
56
Lampiran 11. Hasil uji korelasi Pearson antara IGS3-60 dengan IMT Correlations IGS360 IGS360
Pearson Correlation
IMT_mean 1
Sig. (2-tailed) N IMT_mean
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.070
**
.000 61129
61129
**
1
.070
.000 61129
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
61129
57
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Bapak Amrin dan Ibu Dewi Haryanti Kamil. Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 4 Oktober 1989. Penulis menempuh pendidikan sarjana di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB sejak tahun 2007 sampai 2011. Penelitian akhir yang dilakukan untuk memperoleh gelar sarjana berjudul ―Pengetahuan dan Sikap Gizi, Konsumsi Susu serta Status Gizi pada Ibu Hamil‖ Pada tahun 2012, penulis diterima di Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat pada Program Pascasarjana IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan akademis maupun non-akademis. Penulis merupakan asisten dari beberapa mata kuliah S1, seperti mata kuliah Konsultasi Gizi, Epidemiologi Gizi dan Gizi dalam Daur Kehidupan. Pada tahun 2013, penulis menjadi panitia penyelenggara Seminar Nasional Pangan dan Gizi yang diadakan oleh PERGIZI PANGAN Indonesia, pada tahun yang sama pula penulis manjadi panitia kegiatan Indonesian Young Food and Nutrition Leadership (DoYouLead) Training. Penulis adalah salah satu peserta dalam The IUNS Workhsop and Leadership Development in Nutritional Sciences yang diselenggarakan di Jepang pada bulan Maret 2014.