PENGEMBANGAN BERAS TIRUAN BERBASIS SORGUM
SKRIPSI
ANNISA KHARUNIA F24080115
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
SORGHUM BASE ARTIFICIAL RICE FORMULATION Annisa Kharunia Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone: +6285659689810, E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Rice is a staple food for Indonesians which still can not be replaced by another source of carbohydrate. This phenomenon is risky for national food security. There for goverment has done several program in food diversification but seems none of them works really success. Regarding these issue, this research is conduct to make an artificiall rice made from sorghum as one of solution to food diversification. The best formulation regarding hedonik rating test is the artificial rice made from 80% of sorghum flour, 20% mokaf of total flour needed, 40% water from total flour, and 1% of GMS of total flour needed. the proksimat analysis showed the best formulation contain water 6,48% , ash 0,775%(bb), protein content 6,53% (bb), fat contain 1,39% (bb), and carbohydrate contain 84,81% (bb). Key words: sorghum, artificial rice, extrusion
ANNISA KHARUNIA. F24080115. Pengembangan Beras Tiruan Berbasis Sorgum. Di bawah bimbingan Eko Hari Purnomo dan Slamet Budijanto. 2012
RINGKASAN Di dalam melakukan diversifikasi pangan, diperlukan pemilihan produk-produk diversifikasi yang dapat diterima secara baik oleh masyarakat dan tidak bertentangan dengan kebiasaan makan orang Indonesia. Salah satu adalah pembuatan beras tiruan dari sumber karbohidrat lokal seperti sorgum yang memiliki potensi besar di Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian untuk menentukan formulasi bahan baku terbaik Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mencari formulasi beras tiruan terbaik dengan menggunakan ekstruder ulir ganda yang dapat diterima konsumen secara sensori. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan air, CMC dan GMS pada beras tiruan berbasis sorgum jenis B-100 hasil pemuliaan yang dilakukan oleh BATAN. Penelitian ini dimulai dengan tahapan formulasi bahan baku utama yaitu tepung sorgum, mokaf dan ubi. Formulasi yang akan diujikan adalah formula A 100% sorgum, formula B 80% sorgum: 20% mokaf, formula C 80% sorgum: 10% mokaf: 10% ubi, dan formula D 80% sorgum: 20% ubi. Kemudian pada nasi dari formulasi yang telah dibuat, dilakukan uji rating hedonik dengan kriteria atribut secara keseluruhan, formula dengan penilaian tertinggi dari panelis akan dijadikan sebagai formula bahan baku pada tahapan selanjutnya. Tahapan selanjutnya adalah memformulasikan air, GMS dan CMC. Pada tahap ini akan dibuat 16 formulasi dengan metode mixture experiment, kemudian dilakukan uji rating dan pembedaan dari kontrol terhadap nasi dari beras tiruan untuk menentukan formulasi terbaik. Formulasi terbaik akan dikarakterisasi lebih lanjut dengan analisis proksimat, analisis tekstur dan analisis derajat putih. Pembuatan beras tiruan menggunakan metode ekstrusi panas (hot extrussion) dengan menggunakan ekstruder ulir ganda merk Berto BEX-DS-2256 (double screw extruder). Bahan baku kering berupa tepung-tepungan dan GMS juga CMC dicampurkan dengan menggunakan mixer, kemudian ditambahkan air sesuai dengan formulasi. Bahan baku yang telah tercampur kemudian dimasukan kedalam ekstruder melalui hopper. Bahan akan keluar dari ekstruder melalui dye yang telah dirancang khusus berbentuk beras. Kemudian, beras tiruan yang baru keluar dari ekstruder dikeringkan terlebih dahulu dengan menggunakan tray dryer pada suhu 60oC selama 4 jam. Formula beras tiruan terbaik yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 80% sorgum, 20% tepung mokaf pada basis 1 kg tepung. Kemudian air yang ditambahkan adalah 40% dari berat tepung dan ditambahkan 1% GMS dari berat tepung. Formula beras tiruan terbaik tidak menggunakan CMC. Hasil uji organoleptik dengan analisis linear berganda pada 16 formulasi optimasi air, GMS, dan CMC menunjukan bahwa air, GMS dan CMC tidak berpengaruh pada penilaian panelis pada atribut warna, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Hasil uji beda dari kontrol nasi komersil, menyatakan bahwa beras tiruan yang dihasilkan pada penelitian ini berbeda secara signifikan terhadap kontrol pada taraf kepercayaan 5%. Hasil analisis kimia menunjukan bahwa beras tiruan terbaik pada penelitian ini mengandung air 6,48% (bb), kadar abu 0,775% (bb), kadar protein 6,53% (bb), kadar lemak 1,39% (bb), kadar karbohidrat 84,81% (bb).
PENGEMBANGAN BERAS TIRUAN BERBASIS SORGUM
SKRIPSI Sebagai salahsatu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh ANNISA KHARUNIA F24080115
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi Nama NIM
: Pengembangan Beras Tiruan Berbasis Sorgum : Annisa Kharunia : F24080115
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Eko Hari Purnoo,STP, M.Si.) NIP. 19610502.198603.1002
(Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr) NIP. 19610502. 198603.10
Mengetahui: Ketua Departemen,
Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc NIP. 19680526.199303.1.004
Tanggal Ujian: 8 Mei 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengembangan Beras Tiruan Berbasis Sorgum adalah hasil karya saya sendiri dengan araha Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2012 Yang membuat pernyataan
Annisa Kharunia F24080115
© Hak cipta milik Annisa Kharunia, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Bandung tanggal 15 November 1990 dari pasangan Alex Taufik dan Diah Banyuni. Penulis mempunyai seorang adik laki-laki bernama Fachrul Hilman Ramadhan. Penulis mengenyam pendidikan di SD Islam Salman Al-Farisi (1996-20020, SMP Istiqamah Bandung (2002-2005), SMA Negeri 3 Bandung (2005-2008). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan S1 di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertainian Bogor melalui jalur penerimaan SNMPTN. Selama berkuliah di IPB, penulis sangat aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan di tingkat lokal, nasional dan internasional. Penulis aktif menjadi pengurus di bagian eksternal Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan selama dua tahun, dan bertanggug jawab sebagai ketua I-Visit 2010, Ketua Humas HACCP 2010, dan panitia berbagai kegiatan HIMITEPA lainnya. Penulis sejak 2009 bergabung dengan organisasi IAAS IPB ( International Association of Student in Agricultural and Related Sciences ), dan menjadi Ketua Divisi Eksternal IAAS IPB pada tahun 2011. Kemudian pada tahun 2012 Penulis diangkat menjadi Vice Director of Communication IAAS Indonesia membawahi 8 Universitas di Indonesia. Sejak 2011 Penulis juga bergabung sebagai Communication board IAAS World untuk bekerja mempromosikan IAAS ke seluruh Asia. Selain mengikuti berbagai organisasi penulis juga aktif dalam mengikuti berbagai seminar dan kongres kemahasiswaan. Penulis pada tahun 2010 pernah mengikuti IAAS World Congress ke 53 yang diadakan di Indonesia sebagai presentator karya ilmiah yang berjudul “Papeda as Functional Carbohydrate to Support Food Diversification”, kemudian pada tahun 2011 penulis terpilih sebagai delegasi IAAS Indonesia untuk IAAS World Congress ke 54 di Republik Macedonia, Eropa Selatan. Penulis memiliki ketertarikan yang tinggi dalam dunia bisnis, selama kuliah penulis pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa di bidang Kewirausahaan dengan proyek yang didanai D’Bloem jus rossela dan juga Pallete Tofu pada tahun 2009. Selain itu penulis juga pernah mengikuti berbagai pelatihan kewirausahaan diantaranya Social Entrepreunership Camp yang diadakan oleh Universitas Gadjah Mada (2011), dan pelatihan Program Mahasiswa Wirausaha yang diadakan oleh CDA IPB (2011). Pada program ini penulis mendapatkan bantuan modal untuk memulai usaha “Miristy Drink” sari buah pala. Selain mengikuti pelatihan dan terlibat diberbagai proyek kewirausahaan, penulis juga banyak menjuarai kompetisi Business Plan diantaranya juara 2 Business Plan Syariah “Season 7” yang diadakan oleh SES-C BEM FEM IPB (2011), juara 2 Inovasi Produk dan Business plan “UNIVATION” yang diadakan oleh Universitas Padjajaran Bandung (2011), dan juara 1 Business Plan pada “Festival Ekonomi Syariah” yang diadakan oleh Universitas Lampung (2011). Penulis melakukan penelitian yang berjudul “ Pengembangan Beras Tiruan Berbasis Sorgum” dibawah bimbingan Dr. Eko Hari Purnomo dan Dr. Slamet Budijanto. Penelitian ini telah mendapatkan penghargaan khusus dari Mentri BUMN dan banyak diberitakan di berbagai media cetak dan televisi nasional.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Pengembangan Beras Tiruan Berbasis Sorgum dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan sejak bulan September 2011 sampai April 2012. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua orang tua penulis, Ibu Diah Banyuni dan Bapak Alex Taufik yang telah menyekolahkan penulis sampai menjadi sarjana. Terimakasih atas segala doa dan usaha agar penulis selalu mendapatkan yang terbaik. Terimakasih atas kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan kepada penulis. Terimakasih atas cinta dan kasih nya yang tidak pernah kurang. 2. Dr. Eko Hari Purnomo, STP, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi pertama dan dosen pembimbing akademik penulis sejak masuk ke departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Terimakasih atas bimbingan moral, akademik dan segala dukungan yang diberikan kepada penulis. Terimakasih atas segala tantangan dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis. 3. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr sebagai dosen pembimbing skripsi kedua sekaligus pembimbin proyek beras analog. Terimakasih atas segala bimbingan Bapak dimulai ketika Bapak menjadi pembimbing PKM penulis. Terimakasih atas segala pelajaran hidup yang telah ditularkan, terimakasih telah dengan bebas memberikan pengalaman ‘bermain-main’ di F-Technopark. Terimakasih untuk selalu menginspirasi dengan segala kebijaksanaan Bapak. Terimakasih selalu memberi semangat kepada penulis dan apresiasi yang baik. Terimakasih atas segala kepercayaan dan tantangan yang diberikan kepada penulis. 4. Bapak Budi Nurtama atas masukannya dalam perancangan penelitian 5. Bapak Aziz Boing Sitanggang atas saran dan masukannya selama penelitian dilaksanakan 6. Ibu Waysima atas saran dan masukannya mengenai uji sensori 7. Mang Zaenal, Mang Asep, Mang Ujang, Pak Hendra sebagai teknisi atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian di F-Technopark. Terimakasih atas kekeluargaan yang diberikan selama penulis bekerja di F-Technopark. 8. Ibu Iin sebagai sekertaris F-Technopark “Ibu Direktur”, atas segala bantuan dan dukungan disaat penulis putus asa. Terimakasih atas kepercayaan yang diberikan panelis pada beberapa kesempatan. 9. Pak Yadi, Mba Vera, Pak Wahid, Ibu Rub, Ibu Sri sebagai teknisi di lab ITP, terimakasih atas segala bantuan yang diberikan. 10. Suba Santika dan Yullianti sebagai teman satu tim dalam penelitian beras analog. Terimakasih atas bantuannya selama penulis menyelesaikan penelitian ini, terimakasih atas dukungan, dan kerjasama yang harmonis selama penelitian ini. 11. Handy Prawira Apritama atas sarannya untuk melakukan penelitian. Terimakasih atas dukungan dan sayang nya. Terimakasih telah selalu menyemangati dan menemani penulis dalam situasi apapun. Terimakasih atas cintanya yang luar biasa sehingga penulis dapat termotivasi untuk selalu melakukan yang terbaik. 12. Nabila, Shafiyatul Ghina, dan Ira Agustina yang telah membuat penulis selalu waras dalam segala kesulitan. Terimakasih atas persahabatan yang telah dijalin sejak TPB. Terimakasih telah memberikan keluarga kedua bagi penulis. Semoga persahabatan ini akan bertahan selamanya.
iii
13. Desy Ayu, Ranti Rizka, Arini Indraprasta, Cindi Firiera, Niken Sujono, Maulina Sendy dan Ade Ayu Sinta yang telah membuat hari-hari yang buruk menjadi indah. Terimakasih telah membuat kehidupan di ITP menjadi menyenangkan dan penuh dengan kenangan indah. Terimakasih atas persahabatannya. Terimakasih untuk para “partner in crime”. 14. Bangun Marlina, Suba Santika, Yullianti, Dody, Icem, Sendy, Desy, Dika atas koreksinya pada skripsi penulis. 15. Keluarga Besar “TACOS” ITP 45 atas persahabatan dan dukungannya. 16. Adi Indra Permana, Daniel Wiguna, Adinda Rizkita, Argya Syambarkah, Andry Prayogi, Cheris Imbalo, Vendryana, Widita Wimala, Sari, Vita Ayu Oktavia, terimakasih karena telah menjadi kakak yang baik, selalu membimbing penulis dalam kondisi apapun. Terimakasih karena telah menjadi inspirasi penulis. Terimakasih atas persahabatannya. Terimakasih untuk membuat perjalanan penulis di ITP menjadi menyenangkan. 17. Keluarga besar Bapak Dudi Suganda atas segala dukungan yang diberikan dan semangat yang ditularkan. 18. Fachrul Hilman Ramadhan, adik kandung penulis, yang telah menjadi salah satu alasan penulis untuk selalu melakukan yang terbaik. Terimakasih atas dukungannya. 19. Keluarga besar IAAS LC IPB atas dukungannya. Terimakasih telah memberikan pengalaman hidup, berorganisasi, bekerja, dan keluarga kedua kepada penulis. Terimakasih telah menjadi wadah pengembangan diri penulis 20. Keluarga besar HIMITEPA 2011 yang telah mewarnai kehidupan penulis selama di ITP menjadi indah. 21. Keluarga besar IAAS Indonesia dan IAAS World yang selalu menjadi semangat penulis dalam menjalani hari. 22. Bapak Dekan Fateta, Dr. Sam Herodian, atas kepercayaannya. Terimakasih telah mengapresiasi dengan sangat baik hasil kerja semua tim peneliti. Terimakasih atas tantangan yang diberikan. 23. Bapak Dahlan Iskan yang telah mengapresiasi hasil karya penulis dan tim peneliti beras analog.
Bogor, Mei 2012
Annisa Kharuni
iv
DAFTAR ISI
Halaman
I.
II.
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL...............................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................................
ix
PENDAHULUAN...............................................................................................................
1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian.........................................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................
3
2.1 Beras Tiruan................................................................................................................
3
2.2 Sorgum........................................................................................................................
3
2.3 MOCAF (Modified Cassava Flour)............................................................................
6
2.4 Ekstrusi .......................................................................................................................
7
2.4.1 Hot Extrussion....................................................................................................
8
2.4.2 Cold Extrussion...................................................................................................
8
2.5 Ekstruder......................................................................................................................
8
2.6 Carboxy Methyl Cellulose...........................................................................................
9
2.7 Glycerol Monostearat..................................................................................................
10
2.8 Mixture Experiment....................................................................................................
11
III. METODOLOGI PENELITIAN........................................................................................
13
3.1 Bahan dan Alat .........................................................................................................
13
3.2 Tahapan Penelitian....................................................................................................
13
3.2.1 Pembuatan Beras Tiruan ..................................................................................
13
3.2.2 Formulasi Bahan Baku Utama..........................................................................
15
3.2.3 Formulasi Air, CMC dan GMS pada Bahan Baku Terpilih ............................
15
3.3 Prosedur Analisis.....................................................................................................
16
3.3.1 Uji Sensori Pemilihan Bahan Baku dengan Rating Hedonik (Meilgard et al. 2007)................................................................................................................. 3.3.2 Uji Rating Hedonik Metode Balance Incomplete Block ..................................
16
3.3.3 Analisis Regresi Linear Berganda....................................................................
16
3.3.4 Uji Beda dari Kontrol (Meilgard et. al, 2007)...................................................
17
3.3.5Analisis Kimia ....................................................................................................
17
3.3.6 Analisis Fisik......................................................................................................
19
3.3.7 Pengolahan Data dan Analisis Statistika............................................................
19
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................................
21
16
v
V.
4.1 Pembuatan Beras Artifisial ........................................................................................
21
4.2 Pemilihan Bahan Baku Utama....................................................................................
21
4.3 Formulasi Air, CMC dan GMS...................................................................................
22
4.3.1 Pengaruh Air, CMC dan GMS pada Atribut Warna, Aroma, Rasa, Tekstur dan Keseluruhan ............................................................................................... 4.3.2 Penilaian panelis terhadap ke 16 Formula Optimasi GMS, CMCM dan Air...
23 25
4.4 Penetapan Formula Terbaik.......................................................................................
29
4.4.1 Uji Rating Hedonik..........................................................................................
29
4.4.2 Uji Sensori Beda dari Kontrol .........................................................................
30
4.5 Analisis Kimia Beras Tiruan Terpilih..........................................................................
31
4. 6 Analisis Fisik Beras Tiruan Terpilih..........................................................................
32
4.6.1 Analisis Tekstur...............................................................................................
32
4.6.2 Analisis Derajat Putih .....................................................................................
33
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................................
34
5.1 Kesimpulan .................................................................................................................
34
5.2 Saran............................................................................................................................
35
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
36
LAMPIRAN.........................................................................................................................
39
vi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Kandungan kimia biji sorgum varietas B-100.............................................................
4
Tabel 2. Perbandingan gizi bahan pangan (per 100 gram bagian dapat dimakan)....................
5
Tabel 3. Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong.................................
6
Tabel 4. Perbedaan sifat fisik MOCAF dengan tepung singkong.............................................
6
Tabel 5. Formulasi pemilihan bahan baku beras tiruan ............................................................
15
Tabel 6. Kandungan kimia sorgum B-100 yang digunakan sebagai bahan baku......................
21
Tabel 7. Formulasi air, GMS dan CMC pada berbagai formulasi beras tiruan.........................
23
Tabel 8. Rataan nilai uji rating hedonik atribut keseluruhan pada penilaian nasi tiruan..........
30
Tabel 9. Penilaan uji beda dari kontrol nasi dari beras tiruan formula 7,12,14 dibandingkan dengan kontrol yaitu nasi Rojo Lele........................................................................ Tabel 10. Rataan analisis kimia beras tiruan formulasi 14 dibandingkan dengan beras...........
30 32
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Struktur kimia Carboxy Methyl Cellulose (Anonim 2008)...................................
10
Gambar 2. Struktur Kimia Gliseril Mono Stearat (Anonim 2010).........................................
11
Gambar 3. Alur pembuatan beras tiruan (Budijanto et al . 2011).........................................
14
Gambar 4. Hasil analisis sensorri dengan parameter atribut sensori secara keseluruhan pada tahap pemilihan bahan baku utama beras tiruan......................................... Gambar 5. Nilai respon panelis terhadap warna beras tiruan, error bar menunjukan standar mean of error ........................................................................................ Gambar 6. Nilai respon panelis terhadap rasa beras tiruan, error bar menunjukan standar mean of error ..................................................................................................... Gambar 7. Nilai respon panelis terhadap tekstur beras tiruan, error bar menunjukan standar mean of error ........................................................................................ Gambar 8. Nilai respon panelis terhadap aroma beras tiruan , error bar menunjukan standar mean of error ........................................................................................ Gambar 9 . Nilai respon panelis terhadap atribut secara keseluruhan beras tiruan, error bar menunjukan standar mean of error .................................................................... Gambar 10. Beras tiruan formula 7 ......................................................................................
22
Gambar 11. Beras tiruan formula 12.......................................................................................
29
Gambar 12. Beras tiruan formula 14......................................................................................
29
Gambar 13. Rataan gaya pada puncak maksimum , error bar menunjukan standar mean of error ............................................................................................................... Gambar 14. Nilai derajat putih nasi dari beras tiruan formula 14 dan nasi dari beras Rojo Lele, error bar menunjukan standar mean of error ..........................................
32
25 27 27 28 28 29
33
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Gambar beras tiruan dari berbagai formulasi.............................................................
39
Lampiran 2. Kuisioner uji rating hedonik formulasi pemilihan bahan baku .................................
41
Lampiran 3. Data skor rating hedonik pada tahap pemilihan bahan baku utama...........................
42
Lampiran 4. Hasil uji statistik data uji rating hedonik pemilihan bahan baku utama ...................
44
Lampiran. 5. Format Kuisioner Uji Rating Hedonik Formulasi Air, CMC, GMS.........................
45
Lampiran 6. Format susunan ke 16 Formulasi air, GMS dan CMC dengan Metode BIB (Balance Incomplete Block) uji rating hedonik...................................................... Lampiran 7. Tabulasi respon panelis terhadap warna beras artificiall tahap formulasi air, GMS dan CMC................................................................................................................. Lampiran 8. Tabulasi respon panelis terhadap aroma beras artificiall tahap formulasi air, GMS dan CMC.................................................................................................................. Lampiran 9. Tabulasi respon panelis terhadap rasa beras artificiall tahap formulasi air, GMS dan CMC.................................................................................................................. Lampiran 10. Tabulasi respon panelis terhadap tekstur beras artificiall tahap formulasi air, GMS dan CMC......................................................................................................... Lampiran 11. Tabulasi respon panelis terhadap atribut keseluruhan beras artificiall tahap formulasi air, GMS dan CMC.................................................................................. Lampiran 12. Hasil analisis regresi linear pada atribut warna uji rating hedoni k nasi dari beras tiruan .................................................................................................................... Lampiran 13. Hasil analisis regresi linear pada atribut aroma uji rating hedoni k nasi dari beras tiruan........................................................................................................................... Lampiran 14 . Hasil analisis regresi linear pada atribut rasa rasa rating hedoni k nasi dari beras tiruan........................................................................................................................... Lampiran 15. Hasil analisis regresi linear pada atribut tekstur uji rating hedoni k nasi dari beras tiruan............................................................................................................................ Lampiran 16. Hasil analisis regresi linear pada atribut secara keseluruhan uji rating hedoni k nasi dari beras tiruan................................................................................................... Lampiran 17. Format kuisioner uji beda dari kontrol 3 formula terpilih........................................
46
Lampiran 18. Tabulasi nilai uji beda dari kontrol 3 Formula terpilih.............................................
59
Lampiran 19. Perhitungan uji analisis varians dari uji beda dari kontrol nasi dari beras tiruan formula 7, 12 dan 12 dengan kontrol nasi dari beras rojo lele................................... Lampiran 20. Tabulasi nilai uji rating hedonik terhadap atribut secara keseluruhan 3 Formula terpilih......................................................................................................................... Lampiran 21. Data kadar air beras dari formula 14, sorgum, dan MOCAF....................................
60
Lampiran 22. Data kadar abu beras dari formula 14, sorgum, dan MOCAF..................................
62
Lampiran 23. Data kadar protein beras dari formula 14, sorgum, dan MOCAF............................
62
Lampiran 24. Data kadar lemak beras dari formula 14, sorgum, dan MOCAF..............................
63
Lampiran 25. Gaya maksimum pada nasi hasil beras tiruan formula 14........................................
63
Lampiran 26. Gaya Maksimum pada nas dari beras rojo lele.........................................................
63
Lampiran 29. Data pengukuran derajat putih beras tiruan formula 14 dan Nasi Rojo Lele...........
64
Lampiran 28. Kurva Pengukuran Kekerasan dengan Texture Analyzer pada nasi Rojo Lele........
64
Lampiran 27. Kurva Pengukuran Kekerasan dengan Texture Analyzer pada nasi hasil formula 14..............................................................................................................................
65
47 48 49 50 51 53 54 55 56 57 58
61 62
ix
x
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ketergantungan rakyat Indonesia terhadap beras saat ini cukup memprihatinkan. Banyak orang Indonesia merasa belum kenyang jika belum makan nasi dari beras. Kebiasaan ini berdampak serius pada permasalahan pangan nasional karena masyarakat menjadi sangat ketergantungan terhadap satu jenis sumber karbohidrat utama yaitu beras. Segala cara telah dilakukan pemerintah demi meningkatkan pasokan beras nasional dan dilain pihak pemerintah juga terus berupaya untuk melakukan penganekaragaman pangan (diversifikasi) khususnya sumber karbohidrat lain seperti ubi, singkong, sagu, jagung, sorgum dan lain-lain. Namun usaha diversifikasi pangan ini masih banyak menemui kendala. Kendala dalam upaya diversifikasi sumber karbohidrat berkaitan erat dengan budaya dan kebiasaan makan orang Indonesia yang sangat erat dengan nasi. Sulit bagi masyarakat untuk menggantikan nasi dengan makanan lain, misalnya jagung rebus, ubi goreng, atau singkong rebus misalnya. Oleh karena itu saat ini para ilmuan mencari cara bagaimana menciptakan suatu kendaraan diversifikasi pangan yang tidak bertentangan dengan budaya makan orang Indonesia. Salah satunya adalah menciptakan beras tiruan berbasis sumber karbohidrat selain beras. Indonesia memiliki kekayaan dan keanekaragaman sumber karbohidrat seperti ubi, talas, singkong, sagu, jagung dan sorgum. Diantara semua sumber karbohidrat yang ada di Indonesia, sorgum memiliki keunggulan tersendiri. Sorgum adalah salah satu tanaman serealia yang termasuk dalam famili yang sama dengan padi, jagung dan gandum yaitu Graminae. Sorgum sangat cocok untuk diversifikasi pangan karena bijinya mengandung karbohidrat yang relatif tinggi sebagai sumber bahan pangan utama, dan memiliki protein, kalsium, mineral dan vitamin yang tidak kalah dibanding beras. Di dunia, sorgum adalah tanaman serealia kelima terpenting setelah beras, gandum, jagung, dan barley. Sorgum menjadi makanan utama lebih dari 750 juta orang yang tinggal di daerah tropis setengah kering seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Lat in (FSD 2003). Sorgum merupakan sumber pangan potensial bagi bangsa Indonesia karena memiliki berbagai keunggulan. Sorgum termasuk low-input crop yang dapat di budidayakan pada lahan kering dan dapat beradaptasi luas di lahan marginal. Biji sorgum dapat dimanfaatkan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri, sedangkan daunnya digunakan untuk pakan ternak. Sorgum dan produk-produk yang dihasilkannya memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan makanan-makanan pokok yang lain seperti beras dan gandum (Arvi 2006). Metode pembuatan beras tiruan ini akan menggunakan teknik ekstruksi. Teknik ekstruksi dipilih karena paling efektif dari segi proses dan keseragaman produk. Bentuk produk hasil keluaran ekstruder juga dapat diatur sehingga diharapkan dapat menyerupai beras.
1
1.2 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mencari formulasi beras tiruan terbaik dengan menggunakan ekstruder ulir ganda yang dapat diterima konsumen secara sensori. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan air, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dan Glyceril Monostearat (GMS) pada beras tiruan berbasis sorgum.
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beras Tiruan Beras tiruan adalah beras yang dibuat dari sumber karbohidrat selain padi dengan kandungan karbohidrat mendekati atau melebihi beras (Samad 2003). Menurut Departemen Pertanian Republik Indonesia (2011), beras tiruan adalah pangan pokok yang berbentuk seperti butiran beras padi yang bahan bakunya dapat berasal dari kombinasi tepung pangan lokal dan atau padi. Pembuatan beras tiruan telah dilakukan dengan berbagai teknik. Diantaranya yaitu pembuatan dengan teknik granulasi seperti membuat sagu mutiara dan juga dengan teknik ekstrusi. Lisnan (2008) menyatakan proses pembuatan beras tiruan berbasis ubi kayu dan ubi jalar dengan menggunakan teknik granulasi, meliputi pencampuran tepung, pati, dan air, dilanjutkan dengan proses penghabluran menggunakan ayakan 8 mesh, proses pembutiran dengan mesin pembutir, penyangraian selama 5-7 menit pada suhu 45-50°C, dan pengeringan menggunakan oven selama 60°C selama 72 jam. Hasil rendemen pembuatan beras tiruan dari ubi kayu dan ubi jalar menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah pati dalam rasio formula maka rendemen produk semakin meningkat. Perbandingan tepung dan pati yang terbaik adalah 70:30 untuk beras tiruan dari ubi kayu dan 80:20 untuk beras tiruan dari ubi jalar. Menurut Hackiki (2012), beras tiruan dapat dibuat dari tepung ubi jalar dengan perbandingan terbaik sebanyak 65% tepung ubi jalar, 15% pati ubi jalar dan 20% tepung tempe. Semua bahan baku dimasukan kedalam ekstruder ulir tunggal dengan penambahan air sebanyak 70%. Parameter suhu yang digunakan pada ekstruder adalah 70 oC pada zona 1, 80oC pada zona 2, dan 85oC zona 3 dan 85oC pada zona 4. Kemudian adonan yang keluar dari mesin ekstruder akan dipotong secara manual dengan menggunakan pisau, sampai sepanjang 3-5 mm yang kemudian hasilnya dikeringkan menggunakan oven pengering pada suhu 60oC selama 6 jam.
2.2 Sorgum Sorgum adalah salah satu tanaman serealia yang termasuk dalam famili yang sama dengan padi, jagung dan gandum yaitu Graminae. Sorgum dengan nama spesies Sorghum bicolor (L.) Moench ini banyak tumbuh di Indonesia dan memiliki nama yang berbeda tiap daerahnya seperti ‘Cantel’ di Jawa Tengah dan Jawa Timur, ‘Jagung Cantik’ di Jawa Barat dan ‘ Batara Tojeng’ di Sulawesi selatan (Suprapto dan Mudjisihene 1987). Berdasarkan bentuk sekamnya, sorghum dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu sorghum biji, sorghum manis, sorghum rumput dan sorghum sapu. Pada umumnya biji sorghum berbentuk bulat agak lonjong atau bulat telur dan terdiri dari tiga bagian utama yaitu kulit luar, lembaga dan endosperm. Susunan dari bagian-bagian bijinya adalah kulit luar 7,9 %, lembaga 9,8 % dan endosperm 82,3 % (Hoseney 1998). Tanaman sorgum memang bukan berasal dari Indonesia, melainkan dari Ethiopia, Sudan dan Amerika. Namun saat ini sorgum banyak dibudidayakan di Indonesiadan diteliti oleh Badan Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi di Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR-BATAN), aplikasi Iptek nuklir banyak dilakukan, salah satu diantaranya adalah untuk pemuliaan sorgum. Di PATIR-BATAN, kegiatan pemuliaan mutasi sorgum diarahkan menjadi
3
tanaman sorgum yang tahan akan kekeringan. Galur sorgum yang tahan kekeringan diantaranya adalah varietas; B-100, B-95, B-92, B-90, B-83 , B-76 , B-75 , B-72 , B-69 , Zh30 dan Cty-33. Sorgum memiliki potensi sangat besar dan prospektif untuk dikembangkan sejalan dengan upaya peningkatan produktivitas lahan marginal karena sorgum memiliki daya adaptasi yang luas dan memerlukan jumlah air yang relatif sedikit dalam pertumbuhannya. Sorgum sangat tahan kondisi lahan kering karena domestikasinya memang berasal dari Afrika yang beriklim kering atau semi-arid (Toure et al. 2004; Borrell et al. 2005). Keunggulan lain, sorgum dapat ditanam dengan sistem ratun (ratooning system) yang memerlukan hanya sedikit tenaga kerja, karena tanaman dapat dipanen dua sampai tiga kali untuk sekali tanam. Daya adaptasi yang luas, kebutuhan air yang sedikit dan tahan terhadap kekeringan merupakan keunggulan utama sorgum untuk dapat dikembangkan di Indonesia. Lahan kering untuk pertanian di Indonesia tersedia seluas 144 juta hektar dan menutut Departemen Pertanian (2004) lahan pertanian yang potensial untuk sorgum ada seluas 19,91 juta hektar. Sorgum merupakan tanaman pilihan paling sesuai dalam upaya peningkatan produktivitas lahan-lahan kering marginal, lahan kosong atau lahan non-produktif lainnya. Oleh karena itu dengan menanam sorgum maka produktifitas lahan akan meningkat dan juga mendukung upaya pengembangan pertanian berkelanjutan dan peningkatan produksi pangan Indonesia. Negara penghasil sorgum utama adalah India, Cina, Nigeria, dan Amerika Serikat. Berdasarkan penelitian Sirrapa (2003) daerah penghasil sorgum utama di Indonesia adalah Jawa Tengah (Purwodadi, Pati, Demak, Wonogiri) dengan jumlah produksi 17.350 ton (19731983), Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul, Kulon Progo) dengan produksi 1.813 ton (1974-1980), Jawa Timur (Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Probolinggo) dengan produksi 5.963 ton (1984-1988), sebagian Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat dengan produksi 56 ton (1993-1994) .Menurut Beti et al. (1990), luas areal tanam sorgum di dunia mencapai sekitar 50 juta hektar dengan total produksi 68.40 juta ton dan rata-rata produktivitas 1.30 t/ha. Biji sorgum mengandung gizi yang tidak lebih rendah dari kandungan tanaman serealia lainnya. Kandungan kimia biji sorgum ditunjukan oleh Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan kimia biji sorgum varietas B-100 Kandungan Sorgum
Jumlah (% b.k)
Protein
12.55%
lemak
2.56 %
Abu
1.38%
karbohidrat
73.59 %
Air
7.44%
Serat kasar
2.20%
Tanin (% polifenol)
0.03%
Sumber: (LIPI 2010 diacu dalam Wijaya 2010)
Selain kaya akan vitamin dan mineral, sorgum juga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sumber karbohidrat lain. Pada Tabel 2 ditunjukan bahwa jumlah kalsium sorgum per 100 gram bagian yang dapat dimakan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah
4
kalsium pada beras, jagung dan gandum. Selain itu, jumlah vitamin B1 pada sorgum lebih tinggi jika dibandingkan dengan beras, jagung, dan gandum. Dari segi fosfor dan zat besi, kandungan kedua zat ini pada sorgum lebih tinggi dibandingkan dengan pada beras, namun lebih rendah jika dibandingkan dengan jagung.
Tabel 2. Perbandingan gizi bahan pangan (per 100 gram bagian dapat dimakan) Komoditi Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat Besi (mg) Vitamin B1 (mg) Beras
6
140
0.8
0.12
Jagung
9
380
4.6
0.27
Sorgum
28
287
4.4
0.38
Gandum
18
106
1.2
0.12
Sumber: (DEPKES 1992)
Semua varietas sorgum mengandung komponen fenolik, termasuk asam fenolat dan flavonoid. Beberapa varietas mengandung tanin dibagian testa, tetapi seringkali sorgum budidaya tidak mengandung tanin. Komponen ini dapat mempengaruhi warna, flavor, dan kualitas nutrisi produk. Meskipun demikian, tanin melindungi biji sorgum dari serangan serangga dan burung karena rasa pahit yang dikandungnya. Kandungan tanin pada biji menghambat aktivitas beberapa enzim sehingga menghambat pencernaan protein dan pemecahan selulosa. Uji coba pada hewan telah membuktikan bahwa tanin menghambat penyerapan protein, mengurangi pemanfaatan mineral dan menyebabkan penurunan pertumbuhan. Pemberian pakan pada babi yang mengandung 4.21% tanin menurunkan daya cerna protein sebesar 5.6%. Kandungan tanin sebelum biji matang (ripe) selalu lebih tinggi dibandingkan setelah biji matang. Kandungan tanin pada biji yang lebih gelap selalu lebih tinggi daripada biji yang lebih pucat. Beberapa tipe sorgum putih mengalami pigmentasi di bagian perikarp dan testa yang disebabkan oleh komponen fenolik (Leder 2004). Dalam beberapa penelitian mengkonsumsi sorgum telah banyak dilaporkan berhubungan dengan penurunan resiko kanker saluran pencernaan (gastrointestinal tratc) terutama kanker esofagus (Chen et al. 1993; Isaacson 2005; Van Rensburg, 1981). Chen et al. (1993), menemukan di beberapa wilayah di Provinsi Saxchi China, bahwa orang yang banyak mengkonsumsi sorgum memiliki resiko terkena kanker esofagus 1,4-3,2 kali lebih rendah dari pada orang yang mengkonsumsi tepung gandum dan jagung sebagai makanan utamanya. Sorghum memiliki komposisi 3-deoxyflavanoids (Awika dan Rooney 2004), lemak (Huang et al. 2004) dan komponen lainnya yang berbeda dengan yang ditemukan pada serealia lainnya. Bukti menunjukan bahwa ekstrak sorgum dan berbagai produk berbasis sorgum memiliki kemampuan mengikat komponen radikal bebas yang sangat kuat secara in vitro (Awika et al. 2003). Pemanfaatan sorgum saat ini masih lebih banyak untuk pakan ternak. Namun Suarni (2004), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa sorgum dapat dimanfaatkan menjadi tepung sorgum yang dapat digunakan untuk mensubtitusi tepung terigu pada produk cookies, mi kering, dan roti tawar.
5
2.3 MOCAF (Modified Cassava Flour) MOCAF adalah singkatan dari Modified Cassava Flour yang berarti tepung singkong yang dimodifikasi. MOCAF adalah produk tepung dari singkong (Manihot esculenta Crantz) yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel singkong secara fermentasi, dimana mikroba BAL (Bakteri Asam Laktat) mendominasi selama fermentasi tepung singkong. MOCAF dapat digolongkan sebagai produk edible cassava flour berdasarkan Codex Standard, Codex Stan 176-1989 (Rev. 1 – 1995). Walaupun dari komposisi kimianya tidak jauh berbeda, MOCAF mempunyai karakteristik fisik dan organoleptik yang spesifik jika dibandingkan dengan tepung singkong pada umumnya (Tabel 4). Kandungan protein MOCAF lebih rendah dibandingkan tepung singkong, dimana protein ini dapat menyebabkan warna coklat ketika pengeringan atau pemanasan. Dampaknya adalah warna MOCAF yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung singkong biasa. Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong biasa ditunjukan pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong Parameter MOCAF Tepung Singkong Kadar Air (% b.k)
Max. 13
Max. 13
Kadar protein (% b.k)
Max. 1,0
Max. 1,2
Kadar abu (% b.k)
Max. 0,2
Max. 0.2
Kadar pati (% b.k)
85 – 87
82 – 85
Kadar serat (% b.k)
1.9 – 3.4
1.0 – 4.2
Kadar lemak (% b.k)
0.4 – 0.8
0.4 – 0.8
Kadar HCN (mg/kg)
tidak terdeteksi
tidak terdeteksi
Sumber: (GAKOPTRI 2009)
Tabel 4. Perbedaan sifat fisik MOCAF dengan tepung singkong Parameter MOCAF
Tepung Singkong
Besar Butiran (Mesh)
Max. 80
Max. 80
Derajat Putih (%)
88 – 91
85-87
52 – 55 (2% pasta panas), 75 – 77 (2%
20 – 40 (2% pasta panas),
Kekentalan (mPa.s)
pasta dingin) 30 – 50 (2% pasta dingin) Sumber: (GAKOPTRI 2009)
Menurut Subagio (2008), MOCAF dapat digunakan sebagai bahan baku, baik substitusi maupun seluruhnya, dari berbagai jenis produk bakery mulai dari muffin, bolu, cookies, brownish, spong cake sampai roti tawar. Namun demikian produk ini tidak sama persis karakteristiknya dengan tepung terigu, beras atau yang lainnya. Sehingga dalam aplikasinya diperlukan sedikit perubahan dalam formula, atau prosesnya sehingga akan dihasilkan produk
6
yang bermutu optimal. Misalnya untuk pembuatan muffin, pembuatan dengan campuran air, margarin dan garam perlu dipanaskan sampai mendidih. Keunggulan dari penggunaan MOCAF ini adalah daya kembang muffin yang lebih tinggi dari muffin yang terbuat dari tepung terigu. Normasari (2009), menyatakan bahwa dalam pembuatan cookies dari tepung MOCAF, hasil analisa kimia, fisik dan sensoris, cookies yang dapat diterima oleh konsumen adalah cookies yang dibuat dengan subtitusi tepung terigu : tepung MOCAF 55%:45% yang difortifikasi dengan tepung kacang hijau 5%. Cookies tersebut mengandung kadar air (4.69%), abu (1.55%), lemak (12.98%) dan protein (12.11%), karbohidrat (68.66%).
2.4 Ekstrusi Ekstrusi adalah suatu satuan proses yang memaksa suatu bahan untuk mengalir pada suatu ruangan yang sempit dan akhirnya memaksanya untuk keluar melalui sistem bukaan (die) yang sempit juga, sehingga bahan mengalami beberapa satuan proses sekaligus meliputi proses pencampuran, pengadukan, pemasakan, pengulian, pembentukan, pengembangan, atau pengeringan tergantung dari desain esktruder dan kondisi proses (Dziezak 1989). Proses ekstrusi digunakan untuk memproduksi beberapa produk seperti pasta, sereal sarapan, biskuit, crackers, makanan bayi, makanan ringan (snack), produk-produk konfeksioneri, dan lain-lain (Linko et al. dalam Dziezak 1989). Secara umum, Pontoh (1995) menyatakan bahwa proses ekstrusi memberi manfaat untuk merubah flavor, merubah protein (denaturasi) dan pati (gelatinisasi dan dekstrinisasi), menghasilkan makanan yang lebih mudah dicerna, merusak enzim yang merugikan, memperbaiki bentuk bahan dan menciptakan tekstur yang dikehendaki. Pemasakan dengan ekstrusi mempunyai banyak keuntungan, antara lain parameter fisik (suhu, tekanan) dapat dirubah-rubah, sehingga dengan mesin yang sama dapat memasak dan mengolah produk yang mempunyai formula berbeda-beda. Keuntungan lainnya adalah memberi bentuk dan tekstur pada hasil produk, kemampuan produksi kontinyu, pengoperasian yang efisien dari segi tenaga, energi, dan luas pabrik, pasteurisasi produk akhir, dan proses dalam keadaan kering (Harper 1981). Lusas dan Llyod (2001) menambahkan bahwa di dalam proses ekstrusi, tindakan koreksi dapat dengan mudah dilakukan. Ekstrusi juga merupakan gabungan dari berbagai satuan operasi. Secara umum, satuan operasi yang terjadi pada proses ekstrusi antara lain pemanasan, pendinginan, pengaliran bahan, pemasukan bahan, penekanan, pencampuran, peleburan, pemasakan, pembentukan, teksturisasi, dan reaksi (Lusas dan Lloyd 2001). Proses ekstruksi lebih mudah diprediksi dan memerlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan proses pemasakan batch. Pemasakan dengan ekstruksi mempunyai beberapa keuntungan meliputi keluaran produk yang tinggi, efisiensi energi, kontrol suhu yang mudah, dan mampu menyesuaikan varietas bahan untuk menghasilkan produk akhir yang sesuai dengan keinginan (Eastman et al 2001). Bahan baku yang dapat diproses dengan ekstruder umumnya berupa grits atau tepung. Komposisi bahan baku yang akan diekstruksi perlu diperhatikan. Kadar air memegang peranan penting terhadap pengembangan dalam proses ekstruksi. Holay dan Harper (1982) mengatakan bahwa kadar air sangat mempengaruhi derajat gelatinisasi dan air juga berfungsi sebagai reaktan dalam reaksi kompleks dengan komponen lainnya. Hasil ekstruksi dengan kelembaban tinggi mempunyai ukuran pori-pori lebih besar dan dinding sel lebih tebal. Bila hasil ekstruksi terlalu lembab, produk yang diperoleh dapat mengembang cukup besar setelah
7
keluar dari cetakan tetapi menyusut sebelum dingin, memadat dan menjadi produk dengan tekstur yang tidak disukai (Muchtadi et al 1988). Pada pembuatan beras ekstrusi ada dua teknologi ekstrusi yang dapat digunakan, yaitu teknik ekstrusi panas (hot exstrussion) dan teknik ekstrusi dingin (cold extrussion).
2.4.1 Hot Extrussion Hot extrussion atau Ekstrusi panas dilakukan dengan cara melewatkan adonan tepung beras, campuran bahan untuk fortifikasi, dan air melewati ekstruder ulir ganda atau ulir tunggal dan dipotong oleh pisau pada ekstruder menjadi butiran yang mirip butiran beras. Pada proses ini suhu yang digunakan adalah 70-110oC yang didapat dengan transfer panas yang melewati jaket pemanas. Pada suhu ini terjadi pemasakan sempurna atau pemasakan sebagian yang akan memicu butiran beras tiruan yang penampakannya (kilau dan transparansinya) seperti beras asli. Ekstrusi jenis ini saat ini telah di aplikasikan oleh Wuxi NutriRice Co. (DSM/Buhler) dan COFCO di China. Teknik pembuatan beras ekstrusi ini uga telah diaplikasikan di Philippina oleh perusahaan Superlative Snack Inc. Di Philipina peralatan lain yang digunakan dalam pembuatan beras fortifikasi selain ekstruder ulir ganda atau tunggal adalah hammer mill untuk menepungkan beras, mixer, dan mesin pengering. Sementara di Cina sendiri, menggunakan alat yang hampir sama yaitu double screw ekstruder yang dilengkapi dengan mesin uap dan sistem preconditioning udara yang diproduksi oleh Buhler yaitu sebuah perusahaan ternama yang memproduksi alat-alat penggilingan di Asia (USAID 2008).
2.4.2 Cold Extrussion Proses pembuatan beras dengan menggunakan teknologi ekstrusi dingin hampir mirip dengan teknologi ekstrusi yang digunakan dalam memproduksi pasta dengan teknologi cold extrussion. Adonan tepung beras, fortifican dan air dilewatkan pada ekstruder tanpa pemanasan kecuali panas yang dihasilkan dari proses itu sendiri yang biasanya dibawah suhu 70 oC. Dengan suhu ini adonan yang keluar dari ekstruder belum masak sempurna. Teknologi ini telah diaplikasikan di Costa Rica. Alat-alat lain yang digunakan adalah hammer mill, pasta press , perforated pre dried belt, dan mesin pengeringan akhir. Bahan baku yang digunakan sama dengan pada teknologi hot extrussion kecuali air yang ditambahkan lebih sedikit yaitu hanya 35% basis basah. Adonan yang basah itu kemudian dimasukan kedalam mesin pengepress pasta, dimana adonan akan melewati screw, die dan pisau yang berputar. Adonan yang sudah terpotong menjadi bulir kemudian akan didiamkan pada perforated belt (9 passes) dengan sistem kontinu menggunakan udara pada suhu 70oC selama 2-2.5 jam. Kemudian bulir ini akan memasuki tahap pengeringan akhir dengan menggunakan oven pengering selama 8 jam pada suhu 60-70oC. Berbeda dengan hasil yang didapat jika menggunaan teknologi hot extrussion, bulir yang keluar dari proses ekstrusi dingin masih berbeda dari bulir nasi alami (USAID 2008).
2.5 Ekstruder Ekstruder adalah alat untuk melakukan proses ekstrusi (Harper 1981). Menurut Muchtadi et al. (1988), fungsi pengekstrusi meliputi gelatinisasi, pemotongan molekuler, pencampuran, sterilisasi, pembentukan dan penggelembungan atau pengeringan. Kombinasi satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut di atas merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dalam proses ekstrusi. Ekstruder dapat digolongkan berdasarkan jumlah ulirnya menjadi dua kelompok yaitu ektruder berulir tunggal dan ekstruder berulir ganda (Fellows 2000). Ekstruder berulir tunggal
8
memiliki satu buah ulir silinder yang berputar pada barel. Ekstruder berulir tunggal banyak digunakan dalam menghasilkan produk pasta, permen, cookies dan pengembangan produk baru seperti snack, makanan bayi dan produk modifikasi pati. Ekstruder berulir ganda memiliki dua ulir silinder yang dapat bergerak searah, berlawanan arah, baik berkaitan atau tidak. Bersarkan suhu yang digunakan, proses ektrusi dapat digolongkan menjadi cold extrution dan hot extrution. Terdapat empat komponen dasar di dalam ekstruder. Komponen pertama adalah sistem pengumpan (feeding system). Sistem pengumpan berfungsi untuk tempat bahan yang akan diekstrusi. Komponen kedua berupa sistem preconditioner, yaitu sistem yang berfungsi untuk menyeragamkan atau memodifikasi kondisi bahan sebelum masuk ke dalam laras ekstruder. Sistem ini dapat berupa injeksi uap, maupun pencampuran dengan air. Komponen ketiga adalah ekstruder. Komponen terakhir berupa die pada ujung keluaran ekstruder. Die inilah yang berperan membentuk produk sesuai yang diinginkan (Lusas dan Lloyd 2001). Penggunaan motor berkekuatan tinggi akan membuat screw terus berputar, sehingga menimbulkan panas yang tinggi akibat gesekan antar bahan. Perputaran screw memaksa produk bergerak sepanjang laras (barrel) dan membangkitkan tekanan yang akhirnya digunakan untuk pembentukan produk (Miller 1993). Ekstruder terdiri dari ulir putar (screw), yang terpasang dalam laras tertutup rapat (barrel), dan sering kali dikelilingi oleh jaket pemanas (heating mantle). Dalam banyak kasus, pemasukan panas utama sering dihasilkan dari perputaran screw (friksi internal) atau disebut konversi energi mekanik. Sumber panas lain dapat berupa konduksi dari jaket pemanas, atau secara konveksi dari uap panas (steam) (Lusas dan Lloyd 2001). Maltz (1984) membagi ekstruder berdasarkan jumlah ulir yang digunakan dalam proses ekstusi, yaitu ekstruder ulir tunggal dan ekstruder ulir ganda. Menurut Bhattacharva dan Padmanabhan (1992), ekstruder ulir ganda memiliki kelebihan daripada ekstruder ulir tungal yaitu kontrol dan keseragaman produk yang lebih baik, namun penggunaannya memerlukan investasi yang lebih besar dengan kapasitas produksi yang sama. Dengan dua ulir yang bekerja, pemotongan (shear) akan lebih merata dan lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap partikel bahan akan diproses dengan lebih konsisten sehingga diperoleh struktur dan tekstur yang lebih homogen. Ekstruder ulir ganda memiliki fleksibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan ekstruder ulir tunggal. Pada ekstruder ulir tunggal, rancangan ulir, sistem pemasukan bahan (feeding), dan pola suhu di dalam ekstruder merupakan tiga faktor yang berkaitan erat. Pada ekstruder berulir ganda, ketiga faktor ini tidak berkaitan erat, sehingga operator dapat mengendalikan kondisi-kondisi tersebut untuk mengahasilkan tekstur produk akhir yang diinginkan (Muchtadi et al. 1987). Proses ektrusi yang terjadi pada ektruder terdiri dari tiga tahap yaitu pra ekstrusi, ekstrusi dan tahap setelah ekstrusi. Pada tahap pre ekterusi terjadi proses pencampuran, dan penambahan air. Pada tahap ekstrusi terjadi perlakuan shear dan stress pada adonan. Tahap terakhir adalah proses pemberian tekanan ke arah dye dan proses pencetakkan melalui dye. Setelah produk keluar dari dye, alat pemotong otomatis akan berputar dan memotong produk sehingga produk akhir akan memiliki bentuk seperti beras. Ekstruder yang akan digunakan pada penelitian ini adalah ektruder berulir ganda (double screw extruder).
2.6 Carboxy Methyl Cellulose Carboxy methyl cellulose atau yang dikenal dengan nama lain sodium carboxymethyl cellulose adalah cellulose gum sintetik yang terdiri dari garam dari carboxy methyl cellulose
9
tidak kurang dari 99.5% dengan substitusi maksimum 0.95% carboxy methyl grup setiap satu unit anhydroglucose-nya. CMC komersial dibuat dari mereaksikan alkali cellulose dengan sodium monochloracetate. Pada makanan CMC digunakan sebagai stabilizer pada es krim, sherbet, dan produk bakery. CMC juga ditambahkan pada pudding untuk mencegah sineresis. Pada produk kue dan produk yang di bakar lainnya CMC ditambahkan untuk meningkatkan volume dan menjaga kelembaban produk. Pada adonan roti CMC ditambahkan sebagai anti staling agent dan sebagai stabilizer dan texture modifier. CMC dilaporkan dapat meningkatkan water retaining capacity (Schuurink 1947 dalam Lund 1968). CMC juga dapat mempengaruhi perilaku dari adonan, memperbaiki retensi air dan kehalusan roti selama penyimpanan (Lund 1968). Nussinovitch (1997), kemampuan mengentalkan bahan, kemampuan megikat air, kemampuan berdisosiasi dan kemampuan membentuk tekstur-lah yang membuat CMC digunakan secara bervariasi dalam banyak produk pangan seperti produk ekstrudat, emulsi, dessert, dan lain-lain. CMC biasa digunakan sebagai bahan tambahan pangan sebagai stabilizer, thickener, extender, dan zat pengikat (Lewis, 1989). Pada penelitian yang dilakukan oleh Choy et al.( 2008), penambahan viariabel CMC dapat meningkatkan kekerasan dan adesivitas dari mi instan yang telah dimasak. Hasil electron microscopy juga menunjukan bahwa ada perkembangan struktur jaringan di dalam mi. Penambahan CMC dapat melemahkan struktur dalam mi dan memperkecil adesivitas mi instan yang telah dimasak. Peraturan penggunaan CMC sebagai bahan tambahan pangan termasuk kedalam GRASS (Generally Recognize as Safe) menurut FDA nomor 121.101. Gambar 1 menunjukan struktur kimia CMC.
Gambar 1. Struktur kimia Carboxy Methyl Cellulose (Anonim 2008)
2.7 Glycerol Monostearat Glycerol monostearat atau biasa dikenal dengan GMS adalah molekul organik yang digunakan sebagai pengemulsi pada makanan (Lauridsen 1976). GMS tidak berwarna, tidak berbau dan bubuknya bersifat hygroscopic. GMS adalah salah satu jenis emulsifier mono- dan digliserida. Mono- dan digliserida adalah jenis emulsifier yang sangat umum digunakan untuk makanan. Emulsifier ini terdiri dari ester yang disintesis dengan katalisasi transesterifikasi dari gliserol dengan trigliserida. GMS biasanya diproduksi dari minyak kedelai yang telah dihidrogenasi atau disintesis langsung dari gliserol dan asam lemak pada kondisi alkaline. Pada produk pangan berbasis sereal, sering menggunakan pengemulsi jenis ini. Pada produk berbasis karbohidrat, pengemulsi dapat berikatan dengan struktur heliks dari amilosa (Lewis 1989). Penggunaan GMS sebagai bahan tambahan pangan dikategorikan sebagai GRASS menurut peraturan Codex INS nomor 471.
10
GMS bersifat tidak larut pada air, dan larut pada ethanol, benzena, dan kloroform. Struktur kimia GMS ditunjukan pada Gambar 2, terlihat bahwa GMS mempunyai gugus yang bersifat hidrofobik dan gugus hidrofilik. Dengan adanya gugus hidrofilik ini diharapkan GMS dapat mengikat air pada adonan sehingga adonan tetap lembab dan cooking loss bisa dihindari. Penelitian yang dilakukan oleh Kaur (2004) pada pembuatan mi berbasis tepung kentang dan jagung, GMS dapat menyebabkan penurunan cooking loss.
Gambar 2. Struktur Kimia Gliseril Mono Stearat (Anonim 2010)
2.8 Mixture Experiment Metode mixture experiment sering sekali diterapkan dalam mengoptimasi formula produk. Mixture experiment seringkali diterapkan dalam mengoptimasi formula suatu produk. Mixture experiment merupakan suatu kumpulan dari teknik matematika dan statistika yang berguna untuk permodelan dan analisa masalah suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dan tujuannya adalah mengoptimalkan respon tersebut. Respon yang digunakan dalam mixture experiment adalah fungsi dari proporsi perbedaan komponen atau bahan dalam suatu formula (Cornell 1990). Rancangan mixture design ini berfungsi menentukan formula optimum yang diinginkan formulator. Untuk mencapai kondisi tersebut harus ditentukan respon atau parameter produk yang menjadi input data yang kemudian selanjutnya diproses menjadi rancangan mixture design melalui optimasi dari setiap respon sehingga diperoleh gambaran dan kondisi yang optimal. Menurut Cornell (1990), mixture experiment terdiri dari enam tahap, yaitu menentukan tujuan percobaan, memilih komponen-komponen dari campuran, mengidentifikasi variabel respon yang akan dihitung, membuat model yang sesuai untuk mengolah data dari respon dan memilih desain percobaan yang sesuai. Mixture experiment digunakan untuk menentukan dan secara simultan menyelesaikan persamaan multivariasi. Persamaan tersebut dapat ditampilkan secara grafik sebagai respon yang dapat digunakan dalam menggambarkan bagaimana variabel uji mempengaruhi respon, menentukan hubungan antar variabel uji, dan menentukan bagaimana kombinasi seluruh variabel uji mempengaruhi respon. Penggabungan beberapa bahan baku untuk menghasilkan suatu produk pangan yang dapat dinikmat, dimana hasil akhir dari produk tersebut dipengaruhi oleh presentasi atau proporsi relatif masing-masing bahan baku yang ada didalam formulasi. Penggabungan beberapa bahan baku di dalam mixture experiment bertujuan untuk melihat apakah pencampuran dua komponen atau lebih dapat menghasilkan produk akhir dengan sifat yang lebih diinginkan dibandingkan dengan penggunaan bahan baku tunggalnya dalam menghasilkan produk yang sama (Cornell 1990). Terdapat relasi fungsional antara komponen penyusun dengan perubahan proporsi relatif bahan baku sehingga dapat menghasilkan produk dengan respon yang berbeda. Kombinasi bahan baku yang dipilih adalah kombinasi yang menghasilkan produk dengan
11
respon yang maksimal sesuai dengan yang diharapkan oleh perancang. Penggunaan mixture experiment dalam merancang percobaan untuk memperoleh kombinasi yang optimal ini mampu menjawab permasalahan jika dilihat dari segi waktu (mengurangi jumlah trial and error) dan biaya (Cornell 1990).
12
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah sorgum varietas B100 yang didapatkan dari BATAN. Selain itu bahan baku utama lainnya adalah MOCAF yang didapatkan dari koperasi Gemah Ripah Loh Jinawi, Trenggalek, CMC, dan GMS, serta bahan-bahan untuk analisis kimia. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan antara lain: ekstruder ulir ganda (Berto Industry BEX-DS-2256), alat sosoh, pin disc mill (type Y2112M-2 merk Bartex Electric Motor), alat bantu (baskom, mixer, sendok pengaduk), serta alat-alat yang digunakan untuk analisis fisik dan kimia. Alat-alat tersebut antara lain penggaris, mangkuk, oven, tanur, cawan alumunium, cawan porselen, desikator, neraca analitik, mortar, penyaring vakum, pendingin balik, sudip, gegep, penangas, sentrifuse, Whiteness Meter model C-100 dan texture analizer (Stabel Micro Systems LTD).
3.2 Tahapan Penelitian Penelitian ini dimulai dengan tahapan formulasi bahan baku utama yaitu tepung sorgum, MOCAF dan ubi. Kemudian pada nasi dari formulasi yang telah dibuat, dilakukan uji rating hedonik dengan kriteria atribut secara keseluruhan, formula dengan penilaian tertinggi dari panelis akan dijadikan sebagai formula bahan baku pada tahapan selanjutnya. Tahapan selanjutnya adalah memformulasikan air, GMS dan CMC. Pada tahap ini akan dibuat 16 formulasi dengan metode mixture experiment, kemudian dilakukan uji rating dan pembedaan dari kontrol terhadap nasi dari beras tiruan untuk menentukan formulasi terbaik. Formulasi terbaik akan dikarakterisasi lebih lanjut dengan analisis proksimat, analisis tekstur dan analisis derajat putih.
3.2.1
Pembuatan Beras Tiruan Pembuatan beras tiruan ini menggunakan teknologi hot extrussion dimana semua bahan baku akan di proses dengan mesin ekstrusi pada suhu diatas 70 oC. Sorgum yang digunakan berupa tepung sorgum dengan ukuran 60 mesh. Oleh karena itu sebelum pembuatan beras tiruan dilakukan persiapan pada sorgum yaitu penyosohan sorghum, dan penggilingan sorgum dengan menggunakan pin discmill dengan ukuran ayakan 60 mesh. Pembuatan beras tiruan mengacu pada formulasi pemilihan bahan baku dan formulasi air, CMC dan GMS. Semua bahan ditimbang sesuai formula. kemudian semua bahan baku di mixer selama 10 menit. Setelah itu bahan baku yang sudah tercampur, dimasukan kedalam ekstruder. Ekstruder yang digunakan adalah double screw ekstruder dengan spesifikasi sebagai berikut: Nama Alat : Ekstruder Ulir ganda Berto BEX-DS-2256 Tipe : Twin screw co-rotating intermeshing Die : tampak depan berbentuk lonjong dengan lancip di kedua ujung seperti bentuk beras.
13
Motor utama :
Daya : 36 KW
Voltase : 380 VAC Frekuensi : 50-60 Hz Parameter proses yang digunakan untuk setiap formula adalah sama karena proses pada penelitian ini dijadikan sebagai variabel tetap. Parameter-parameter pada ekstruder diset sebagai berikut : Suhu laras bagian I (feed) : 80oC Suhu laras bagian II (compression) : 80oC Suhu laras bagian III (metering) : 80oC Kecepatan putar ulir : 15,5 Hz Kecepatan putar auger (feeding screw) : 18 Hz Kecepatan putar pisau : 59,8 Hz Hasil dari ekstruder dikeringkan dengan menggunakan oven dryer dengan suhu 60 oC selama 4 jam sampai kering. Gambar 3 menunjukan alur pembuatan beras tiruan
Tepung Sorghum
Tepung Lain
Air
CMC
Timbang Sesuai Formulasi
GMS
Timbang Sesuai Formulasi
Campurkan dengan menggunakan Mixer
Campurkan air, CMC dan GMS dengan menggunakan blender
Campuran tepung Campuran air, CMC dan GMS
Pencampuran campuran tepung dan campuran CMC, GMS dan air menggunakan mixer
Pemasukan adonan ke dalam extruder Pengeringan hasil ekstrusi 60oC, 4 Jam
Beras tiruan Gambar 3. Alur pembuatan beras tiruan (Budijanto et al . 2011)
14
3.2.2 Formulasi Bahan Baku Utama Pada tahapan awal formulasi akan dilakukan pemilihan bahan baku utama pembuat beras tiruan yaitu sorgum, tepung MOCAF, dan tepung ubi. Tepung-tepungan selain sorghum ini dibatasi jumlahnya sebanyak 20%. Total tepung yang digunakan berjumlah 100%. Sedangkan air yang digunakan adalah sama untuk semua formulasi yaitu 45% dari berat total tepung yang digunakan. Beras tiruan hasil formulasi akan dipilih satu yang terbaik berdasarkan parameter atribut secara keseluruhan dinilai dengan menggunakan Uji Rating Hedonik oleh 75 Panelis. Hasil terbaik dari formulasi pemilihan bahan baku akan digunakan sebagai bahan baku dari tahapan selanjutnya yaitu formulasi Air, CMC dan GMS. Formulasi yang ditetapkan ditunjukan pada Tabel 5.
Tabel 5. Formulasi pemilihan bahan baku beras tiruan Bahan Sorghum Tepung MOCAF Tepung Ubi Air
A 100% 45%*
Jumlah % B C 80% 80% 20% 10% 10% 45%* 45%*
D 80% 20% 45%*
* dari berat bahan baku utama
3.2.3 Formulasi Air, CMC dan GMS pada Bahan Baku Terpilih Tahapan ini bertujuan untuk memformulasikan komposisi Air, CMC, GMS pada bahan baku terpilih. Parameter yang akan dinilai yaitu warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan atribut yang diukur dengan menggunakan uji rating hedonik. Tahap ini diawali dengan penetapan komponen bahan baku yang digunakan sebagai variabel tetap dan variabel berubah. Variabel tetap tidak dimasukan ke dalam pengaturan rancangan formula. Hal ini dikarenakan variabel tetap nilai nya tidak berubah pada setiap formula. Dalam hal ini yang dijadikan variabel tetap adalah formula bahan baku terpilih yang ditentukan pada tahapan pertama dan juga variabel proses. Variabel berubah adalah bahan baku yang akan berubah-berubah dan dicari responnya dari berbagai kombinasi. Variabel berubah akan dimasukan ke dalam pengaturan rancangan formula karena nilainya yang berubah-ubah pada setiap formula. Variabel berubah adalah komponen yang akan diasumsikan memberikan pengaruh terhadap respon yang dihasilkan pada masing-maising formula beras tiruan. Dalam penelitian ini variabel berubah adalah air, CMC, dan GMS. Penentuan variabel berubah kemudian diikuti dengan penentuan kisaran minimum dan maksimum dari penggunaan setiap bahan baku. Penentuan kisaran maksimum dan minimum ini dilakukan berdasarkan riset pra penelitian dan penelitian terdahulu. Nilai minimum maksimum air yang digunakan adalah 30-50% dari bahan baku tepung. Nilai ini diambil karena jika air yang digunakan dalam bahan baku kurang dari 30% akan menyebabkan puffing ketika di proses dalam ekstruder. Sedangkan jika lebih dari 50% bahan akan terlalu lembek dan tidak membentuk adonan yang solid ketika keluar dari ekstruder. GMS (Gliseril Monostearat) yang digunakan adalah 0-2% dari bahan baku tepung. Batas minimum penggunaan CMC yang ditetapkan adalah 0%-0,2%. Setelah dilakukan penentuan komponen formula, dilakukan
15
penetuan variabel respon yang dinginkan. Respon yang akan digunakan adalah respon sensori kesukaan panelis terhadap beragam formula yang dibuat. Atribut yang dinilai adalah warna, aroma, rasa, tekstur dan atribut secara keseluruhan dari setiap formulasi.
3.3 Prosedur Analisis
3.3.1 Uji Sensori Pemilihan Bahan Baku dengan Rating Hedonik (Meilgard et al. 2007). Pengujian sensori dalam pemilihan bahan baku ini dilakukan dengan uji rating hedonik pada atribut keseluruhan, dengan skala angka1-5: sangat suka(1), suka (2), moderat (3), tidak suka (4) dan sangat tidak suka (5) Atribut sensori yang diuji adalah atribut secara keseluruhan. Uji ini menggunakan panelis sebanyak 75 orang yang terdiri dari mahasiswa dan pegawai Institut Pertanian Bogor. Kuisioner pada uji ini ditampilkan pada Lampiran 2. Beras tiruan yang dihasilkan dari pemilihan bahan baku, di tanak dengan rice cooker dengan perbandingan beras dan air sebanyak 2:1. Uji sensori ini dilakukan di laboratorium evaluasi sensori PAU, Seafast IPB.
3.3.2
Uji Rating Hedonik Metode Balance Incomplete Block Pengujian sensori menggunakan uji rating hedonik dengan skala kategori (Meilgard et al. 2007). Teknik penyajian sampel akan menggunakan teknik BIB (Balance Incomplete Block) (Cochran 1950) . Setiap panelis menerima 6 sampel dari 16 sampel formula yang akan diuji. Urutan dari ke-enam sampel diacak sedemikian rupa sehingga pada satu blok lengkap dari pengujian, setiap sampel akan diuji dengan jumlah yang sama yaitu 9 kali (Lampiran 6). Kombinasi sampel antara panelis yang satu dengan panelis lainnya berbeda pada satu blok lengkap yang sama. Kombinasi akan mengalami pengulangan pada blok selanjutnya hingga didapat minimal 24 panelis. Atribut sensori yang akan diujikan ke panelis adalah rasa, aroma, tekstur, warna dan keseluruhan (over all), kusioner pengujian ditunjukan pada Lampiran 5. Keenam belas formula beras tiruan ditanak secara bersamaan dengan perbandingan 2:1 beras dengan air, menggunakan rice cooker. Kemudian sampel disajikan kepada panelis dengan porsi kecil. Panelis yang digunakan adalah civitas akademi Institut Pertanian Bogor.
3.3.3
Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi adalah persamaan matematik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel-variebel. Hubungan fungsional antara satu variabel prediktor dengan satu variabel kriterium disebut analisis regresi tunggal, sedangkan jika lebih dari satu variabel disebut analisis regresi berganda (Usman 2003). Manfaat analisis regresi linear berganda adalah: 1. Dapat untuk mengetahui besarnya pengaruh setiap variabel bebas (yang tercakup dalam persamaan) terhadap variabel tak bebas 2. Dapat untuk meramalkan nilai variabel tak bebas Y, jika seluruh variabel bebasnya sudah diketahui nilai nya dan semua koefisien regresi parsial nya sudah dihitung. Model regresi linear berganda adalah,
16
(1.1) Keterangan: Df= degree of freedom = n-(K+1) = banyaknya sampel observasi (elemen sampel) dikurangi banyaknya variabel dalam persamaan Bj = koefisien regresi parsial untuk mengukur besarnya perubahan nilai Y kalau Xj naik satu unit dan nilai X lainnya tetap (bj juga disebut besarnya pengaruh Xj terhadap Y kalau Xj naik 1 unit.
3.3.4
Uji Beda dari Kontrol (Meilgard et. al, 2007) Uji ini dilakukan untuk melihat adakah perbedaan antar sampel dengan kontrol dan juga untuk mengukur seberapa besar perbedaan itu antara sampel dan kontrol. Pada uji ini, panelis disuguhkan 4 sampel beras tiruan yang telah ditanak, dengan kode acak yang berbedabeda. Ke empat sampel ini terdiri dari tiga formulasi terpilih dan satu blind control yaitu nasi Rojo Lele. Kemudian ke empat sampel itu harus dibandingkan dengan kontrol yang ada dengan skala kategori. Hasil dari uji ini kemudian diolah dengan uji ANOVA dan Dunnet’s Multiple Comparison. Uji ini menggunakan 35 orang sebagai panelis yang berasal dari civitas IPB. Kuisioner yang digunakan pada uji ini ditunjukan pada Lampiran 17.
3.3.5
Analisis Kimia a.
Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 930.15) Analisis kadar air bahan baku tepung sorgum dan beras tiruan sorgum dilakukan dengan metode oven metode. Prinsip metode ini yaitu pengeringan dalam oven pada suhu 130 oC selama satu jam. Penetapan kadar air dengan metode oven diawali dengan pengeringan cawan alumunium pada suhu 130oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sekitar 1-2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 130oC selama kurang lebih satu jam. Kemudian cawan berisi sampel yang telah dikeringkan tersebut didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Cawan tersebut dikeringkan kembali dalam oven sehingga diperoleh berat sampel kering yang relatif konstan. Kadar air dihitung dengan persamaan (2.1) untuk basis kering dan (2.2) untuk basis basah . (2.1)
(2.2) Keterangan: W : Bobot sampel (gram) W1: Bobot cawan+ sampel kering (gram) W2: Bobot cawan (gram)
b. Analisis Kadar Abu Analisis kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering. Cawan porselin yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven bersuhu 105 oC selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2-3 gram sampel ditimbang di dalam cawan porselen tersebut. Selanjutnya cawan porselen berisi sampel dibakar sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550 oC sampai pengabuan
17
sempurna (berat konstan). Setelah pengabuan selesai, cawan berisi contoh didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan persamaan ( 3.1). W1 - W2 Kadar Abu (%bb) x100% W (3.1) Keterangan: W : Bobot sampel (gram) W1: Bobot cawan+ abu (gram) W2: Bobot cawan (gram)
c.
Analis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 960.52) Sebanyak 0,1-0.25 gram contoh ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0 + 0.1 gram K2SO4, 40 + 10 ml HgO, dan 2.0 + 0.1 ml H2SO4, selanjutnya contoh didihkan sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5% Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi. Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H 3BO3 jenuh dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian 0.2% metilen red dan 1 bagian 0.2% metilen blue dalam etanol 95%). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H 3BO3, kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Kadar protein kasar dapat dihitung dengan persamaan (4.1) dilanjutkan dengan persamaan (4.2). (4.1) (4.2)
d. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (SNI 01-2891-1992) Metode yang umum digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi soxhlet. Untuk produk beras kering sampel perlu dilakukan hidrolisis terlebih dahulu karena matriks bahan yang cukup komplek. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sebanyak 1-2 gram contoh ditambahkan dengan 20 ml air dan 30 ml HCl 25%. Kemudian dididihkan selama 15 menit dalam gelas piala yang ditutup gelas arloji. Kemudian larutan tersebut disaring dengan kertas saring, selanjutnya dicuci dengan air panas hingga pH netral bila diuji dengan kertas lakmus. Kertas saring tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C hingga kering. Kertas saring yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam selongsong dengan sumbat kapas. Selongsong tersebut kemudian dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut hexana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap. Kadar lemak dapat dihitung dengan persamaan (5.1).
18
Kadar Lemak (%bb)
W1 - W2 x100% W
(5.1)
Keterangan: W : Bobot sampel (gram) W1: Bobot labu+ lemak (gram) W2: Bobot labu (gram)
e.
Analisis Karbohidrat by difference Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference dengan persamaan
(6.1). Kadar karbohidrat = 100% - (% air + %abu + %protein + % lemak)
3.3.6
(6.1)
Analisis Fisik a.
Analisis Tekstur Nasi (Stabel Micro Systems LTD 1995) Analisis tekstur pada beras tiruan dilakukan pada beras tiruan yang telah ditanak menjadi nasi. Analisisi ini dilakukan dengan menggunakan alat TA-TXT2 Texture Analyzer , setting yang digunakan pada alat texture analyzer adalah sebagai berikut: Mode
: measure force compression
Option
:return to start
Pre-Test Speed
:0,5 mm/s
Test Speed
:0,5 mm/s
Post-Test Speed
:10,0 mm/s
Strain
:90%
Trigger Type
:auto- 3g
Data Acquisittion Rate
:400 pps
Probe
:35 mm cylinder probe (p/35) using 5 kg load cell
b. Pengukuran Derajat Putih Pengukuran derajat putih dilakukan dengan Whiteness Meter Model C-100. Standar yang digunakan dalam pengukuran derajat putih adalah MgO. Sampel dimasukan kedalam cawan contoh sampai merata, kemudian di tutup dan dimasukan ke dalam tempat pengukuran kemudian alat dinyalakan dengan menekan tombol ON. Hasil yang muncul pada alat belum merupakan angka derajat putih namun harus di konversi dengan menggunakan persamaan (7.1). (7.1)
3.3.7
Pengolahan Data dan Analisis Statistika Perhitungan dan pengolahan data uji rating hedonik dilakukan dengan menggunakan uji Analysis of Variance (ANOVA). Analisis varian dipergunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata nilai variabel tak bebas terkait dengan pengaruh dan variabel terkontrol. Pada dasarnya Analisis Varian dipergunakan untuk menguji rata-rata lebih dari dua populasi
19
(kategori/kelompok) (Supranto 2004). Jika hasil uji ANOVA menyatakan bahwa sampel yang diujikan berbeda nyata terhadap nilai kesukaan pada taraf kepercayaan 0.05, maka dilakukan uji lanjutan (post hoc). Uji lanjutan untuk skala hedonik menggunakan uji Duncan. Uji duncan digunakan untuk menentukan variabel mana yang memiliki perbedaan cukup berarti terhadap variabel lainnya. Dari beberapa kelompok sampel eksperimen yang berukuran ni, untuk mengukur ada tidaknya perbedaan antara kelompok sampel eksperimen dapat dilihat harga Rp (Rest Significance Range) dengan menggunaan persamaan (8.1) (8.1) Kriteria pengujian: Bila selisih nilai rata-rata absolut antar kelompok besar dari Rp, artinya terdapat perbedaan yang siginifikaan antara variabel, bila terjadi sebaliknya maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan yang nyata diantara ketujuh sampel yang diujikan.
20
VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Beras Artifisial Pembuatan beras tiruan ini menggunakan teknologi ekstrusi panas dengan menggunakan ekstruder ulir ganda. Bahan yang digunakan adalah tepung sorgum yang disubtitusi dengan MOCAF dan/atau tepung ubi. Sorgum yang didapatkan oleh peneliti masih berbentuk butiran dengan kulit. Oleh karena itu, sorgum sebelum ditepungkan disosoh terlebih dahulu untuk menghilangkan kulitnya. Tabel 6 menunjukan hasil analisis proksimat tepung sorgum yang digunakan sebagai bahan baku pada penelitian ini. Berdasarkan hasil uji proksimat, diketahui bahwa sorgum yang digunakan sebagai bahan baku memiliki karbohidrat yang sangat tinggi yang mencapai 82.04%, angka ini berbeda dengan literatur kandungan kimia sorgum pada Tabel 2. Kadar air, kadar abu, dan proteinnya lebih rendah dari pada yang ditunjukan pada literatur di Tabel 2. Hal ini kemungkinan dikarenakan sorgum yang diteliti berasal dari sumber yang berbeda. Hasil uji kimia ini mengindikasikan bahwa sorgum yang digunakan sangat baik sebagai bahan baku pembuatan beras tiruan karena memiliki karbohidrat yang tinggi.
Tabel 6. Kandungan kimia sorgum B-100 yang digunakan sebagai bahan baku Kandungan Sorgum
Jumlah (% b.k)
Kadar Air
4.05
Kadar Abu
0.87
Kadar Protein
7.61
Kadar Lemak
9.48
Kadar Karbohidrat
82.04
Sorgum yang telah disosoh kemudian ditepungkan dengan menggunakan pin disc mill guna mengecilkan ukuran sampai 60 mesh sehingga mudah bercampur dengan bahan baku tepung lain. Kemudian semua bahan baku di campurkan dengan menggunakan mixer. Ketika proses pencampuran ini lah dilakukan penambahan air sesuai dengan formula. Mixer yang digunakan adalah mixer yang biasa digunakan dalam pembuatan mi, karena keterbatasan alat yang ada. Kemudian setelah semua bahan tercampur, bahan dimasukan kedalam ekstruder melalui hoper. Adonan kemudian akan keluar melewati die pada ekstruder. Die yang digunakan didesain khusus agar hasil keluaran adonan menyerupai beras. Kemudian, butiran adonan ini dikeringkan dengan menggunakan oven dryer dengan suhu 60oC selama 4 jam.
4.2 Pemilihan Bahan Baku Utama Pada tahapan ini dibuat empat formulasi beras tiruan dengan air dan proses pembuatan beras tiruan sebagai variabel tetap. Jumlah air yang ditambahkan adalah 45% dari total berat
21
bahan baku utama. Bahan baku utama yaitu tepung sorgum, tepung MOCAF, dan tepung ubi jalar dijadikan sebagai variabel bebas. Pemilihan bahan baku utama untuk beras tiruan dilakukan berdasarkan nilai tertinggi pada uji rating hedonik dengan 75 panelis. Parameter yang dinilai oleh panelis adalah atribut sensori secara keseluruhan. Hasil dari uji rating hedonik oleh panelis ditunjukan pada Gambar 4.
Rataan Uji rating Hedonik
3,5
3,16q
3,33r 2,84q
3
2,53p 2,5 Keterangan Nilai: 1= sangat tidak suka 2=tidak suka 3=moderat 4=suka 5=sangat suka
2 1,5 1 0,5 0 A
B
C
D
Formula Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada uji Duncan (p>0.05) Gambar 4. Hasil analisis sensorri dengan parameter atribut sensori secara keseluruhan pada tahap pemilihan bahan baku utama beras tiruan
Analisis sidik ragam menunjukan terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan pada atribut sensori keseluruhan, kecuali antara formula A dengan formula C (Lampiran 4). Dari keempat formula yang diujikan, formula D yaitu kombinasi antara tepung sorgum, tepung ubi jalar mendapatkan nilai yang paling rendah yaitu 2,53 yang berarti sebagian besar panelis menyatakan tidak suka menuju moderat. Sementara penilaian tertinggi yaitu 3,33 yaitu moderat menuju suka terhadap atribut keseluruhan didapatkan oleh formula B yaitu kombinasi 80% sorgum dan 20% tepung MOCAF. Atas dasar ini, formula B selanjutnya dijadikan sebagai bahan baku utama pembuatan beras tiruan. Kemudian dengan formula B sebagai bahan baku, dilakukan formulasi air, CMC dan GMS pada tahapan selanjutnya.
4.3 Formulasi Air, CMC dan GMS Tahapan selanjutnya adalah menentukan penambahan air, CMC dan GMS. Kisaran air yang digunakan adalah 30-50% dari bahan baku tepung. Nilai ini diambil karena apabila air yang digunakan dalam bahan baku kurang dari 30%, akan menyebabkan puffing ketika di proses dalam ekstruder. Sedangkan jika lebih dari 50% bahan akan terlalu lembek dan tidak membentuk adonan yang solid ketika keluar dari ekstruder. Kadar air memegang peranan
22
penting terhadap pengembangan dalam proses ekstruksi. Harper (1981) mengatakan bahwa kadar air sangat mempengaruhi derajat gelatinisasi. GMS yang digunakan adalah 0-2% dari bahan baku tepung. Pada tahap ini akan dilihat apakah penggunaan dibawah 1% dan diatas 1% meberikan efek yang diinginkan. Batas minimum penggunaan CMC yang ditetapkan adalah 0% dan maksimum 0.1%. Selanjutnya batas-batas ini digunakan sebagai input pada optimasi formula yang akan dilakukan dengan menggunakan metode mixture experiment. Rancangan mixture experiment terdapat di dalam peranti lunak (software) program design Minitab. Hasil dari penyusunan formulasi dengan menggunakan mixture experiment ditunjukan pada Tabel 7. Beras tiruan yang dihasilkan dari formulasi air, CMC dan GMS ditunjukan pada lampiran 1.
Tabel 7. Formulasi air, GMS dan CMC pada berbagai formulasi beras tiruan Formula
Air (%)
GMS (%)
CMC (%)
1
30
0
0.2
2 3
33.33 43.29
1.34 0.34
0.03 0.03
4 5 6 7 8 9 10
30 30 30 50 30 36.67 39.99
2 2 1 0 1 0.67 0
0 0 0.1 0 0.1 0.06 0.10
11 12 13 14 15 16
50 30 46.59 40.00 39.99 33.34
0 0 0.34 0.99 0 0.33
0 0.2 0 0 0.10 0.13
4.3.1 Pengaruh Air, CMC dan GMS pada Atribut Warna, Aroma, Rasa, Tekstur dan Keseluruhan Pengaruh dari air, CMC dan GMS terhadap atribut warna, aroma, rasa tekstur dan keseluruhan dianalisis dengan menggunakan model analisis linear berganda. Analisis linear berganda digunakan untuk melihat hubungan antar variabel dan respon. a. Atribut warna Hasil dari respon warna terhadap ketiga peubah terikat yaitu % CMC , %GMS dan %air, didapatkan persamaan model regresi linear ganda sebagai berikut : Warna = 2.37 + 0.0008 air (%) + 0.011 GMS (%)
(9.1)
23
Variabel %CMC dalam model ini telah secara otomatis dihilangkan oleh software minitab, karena %CMC memiliki korelasi yang terlalu tinggi terhadap variabel terikat yang lain seperti GMS dan air, sehingga nilai pemodelan CMC sudah diwakilkan oleh viariabel terikat yang lain. Pada hasil analisis regresi linear respon warna, didapatkan nilai P > α 5% (0,05) yang artinya model regresi linear (9.1) tidak signifikan atau berpengaruh nyata terhadap respon panelis terhadap warna pada taraf 5% (Lampiran 12) . Hal ini mengindikasikan bahwa berapapun jumlah air dan GMS yang pada kisaran yang digunakan dalam penelitian ini, tidak akan berpengaruh nyata terhadap respon panelis terhadap warna beras tiruan pada taraf kepercayaan 5%. a.
Atribut Aroma Hasil dari respon terhadap ketiga peubah yaitu % CMC , %GMS dan %air, didapatkan persamaan model regresi linear ganda sebagai berikut : Aroma = 2.96 – 0.00303 air (%) + 0.141 GMS (%)
(10.1)
Variabel %CMC dalam model ini telah secara otomatis dihilangkan oleh software minitab, karena %CMC memiliki korelasi yang terlalu tinggi terhadap viariabel terikat yang lain seperti air dan GMS, sehingga nilai pemodelan CMC sudah diwakilkan oleh viariabel terikat yang lain. Pada hasil analisis regresi linear respon aroma, didapatkan nilai P < α 5% (0,05), artinya model persamaan regresi linear (10.1) signifikan atau berpengaruh nyata terhadap respon aroma. Uji lanjutan T menunjukan penggunaan GMS pada kisaran yang digunakan dalam penelitian ini paling berpengaruh terhadap respon panelis terhadap aroma (Lampiran 13). b.
Atribut Rasa Hasil dari respon terhadap ketiga peubah yaitu % CMC , %GMS dan %air, didapatkan persamaan model regresi linear ganda sebagai berikut : Rasa = 2.77 – 0.0018 air (%) – 0.094 GMS (%)
(11.1)
Variabel %CMC dalam model ini telah secara otomatis dihilangkan oleh software minitab, karena %CMC memiliki korelasi yang terlalu tinggi terhadap viariabel terikat yang lain seperti GMS dan air, sehingga nilai pemodelan CMC sudah diwakilkan oleh viariabel terikat yang lain. Pada hasil analisis regresi linear respon rasa, didapatkan nilai P > α 5% (0.05) yang artinya model regresi linear (11.1) tidak signifikan atau berpengaruh nyata terhadap respon panelis terhadap rasa pada taraf 5% (Lampiran 14). Hal ini mengindikasikan bahwa berapapun jumlah air dan GMS yang yang ditambahkan pada kisaran yang digunakan dalam penelitian ini, tidak akan berpengaruh nyata terhadap respon panelis terhadap rasa beras tiruan pada taraf kepercayaan 5%. c.
Atribut tekstur Hasil dari respon terhadap ketiga peubah yaitu % CMC , %GMS dan %Air, didapatkan persamaan model regresi linear ganda sebagai berikut : Textur = 2.64 – 0.0046 air (%) – 0.085 GMS (%)
(12.1)
24
Variabel %CMC dalam model ini telah secara otomatis dihilangkan oleh software minitab, karena %CMC memiliki korelasi yang terlalu tinggi terhadap viariabel terikat yang lain seperti GMS dan air, sehingga nilai pemodelan CMC sudah diwakilkan oleh viariabel terikat yang lain. Pada hasil analisis regresi linear respon tekstur, didapatkan nilai P > α 5% (0,05) yang artinya model regresi linear (12.1) tidak signifikan atau berpengaruh nyata terhadap respon panelis terhadap tekstur pada taraf 5% (Lampiran 15) . Hal ini mengindikasikan bahwa berapapun jumlah air dan GMS yang ditambahkan pada kisaran yang digunakan dalam penelitian ini, tidak akan berpengaruh nyata terhadap respon panelis terhadap tekstur beras tiruan pada taraf kepercayaan 5%. d. Atribut secara keseluruhan Hasil dari respon terhadap ketiga peubah yaitu % CMC , %GMS dan %Air, didapatkan persamaan model regresi linear ganda sebagai berikut : Keseluruhan = 2.62 + 0.0009 air (%) – 0.034 GMS (%)
(13.1)
Variabel %CMC dalam model ini telah secara otomatis dihilangkan oleh software minitab, karena %CMC memiliki korelasi yang terlalu tinggi terhadap viariabel terikat yang lain seperti GMS dan air, sehingga nilai pemodelan CMC sudah diwakilkan oleh viariabel terikat yang lain. Pada hasil analisis regresi linear respon atribut sensori secara keseluruhan, didapatkan nilai P > α 5% (0.05) yang artinya model regresi linear (13.1) tidak signifikan atau berpengaruh nyata terhadap respon panelis terhadap atribut sensori secara keseluruhan pada taraf 5% (Lampiran 16). Hal ini mengindikasikan bahwa berapapun jumlah air dan GMS yang ditambahkan dalam kisaran yang digunakan dalam penelitian ini, tidak akan berpengaruh nyata terhadap respon panelis terhadap atribut sensori secara keseluruhan beras tiruan pada taraf kepercayaan 5%. Berdasarkan uji regresi linear yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan sementara pada tahap ini bahwa penambahan CMC pada kisaran 0-0.1% tidak berpengaruh nyata pada penilaian konsumen terhadap atribut tekstur, aroma, rasa, warna, dan keseluruhan. Hal ini berlaku juga untuk air pada kisaran 30-50% tidak memberikan pengaruh nyata pada penilaian konsumen terhadap atribut tekstur, aroma, rasa, warna dan keseluruhan atribut. Sementara untuk GMS, penambahan GMS pada kisaran 0-2% hanya berpengaruh nyata pada penilaian konsumen terhadap atribut aroma.
4.3.2
Penilaian panelis terhadap ke 16 Formula Optimasi GMS, CMCM dan Air Pada atribut warna, formula yang menunjukan nilai tertinggi adalah formula 3, 7, 8, 13 yang semuanya mendapatkan rataan nilai yang sama yaitu 267. Hal ini berarti dari segi warna panelis cenderung tidak suka menuju moderat. Warna beras tiruan ini setelah di tanak cenderung kecoklatan sangat berbeda dengan warna nasi yang biasanya dikonsumsi yaitu putih. Masalah penerimaan konsumen terhadap warna sorgum merupakan salah satu masalah yang dihadapi pada pengembangan produk pangan berbasis. Warna sorghum adalah faktor utama yang sangat mempengaruhi minat konsumen untuk memutuskan suka atau tidak suka. Selain warna, konsumen juga melihat rasa yang dihasilkanya, jika rasanya enak maka tidak menutup kemungkinan untuk menarik minat pembeli, sedangkan karakter yang lain seperti
25
ukuran, bentuk, besar atau kecilnya hanya menjadi faktor sampingan (ICRISAT 1981). Warna kecoklatan pada beras tiruan berbasis sorgum ini, salah satunya disebabkan oleh tanin yang berada pada sorgum itu sendiri. Namun beras yang tidak berwarna putih ini masih mungkin untuk kedepannya diterima konsumen dengan adanya edukasi konsumen. Seperti layaknya nasi merah dan nasi hitam yang dapat diterima konsumen karena manfaatnya bagi kesehatan. Gambar 5 menunjukan rataan nilai yang diberikan oleh panelis pada masing-masing formula terhadap atribut warna.
3,500 Rataan Rating Hedonik
3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 0,500 0,000 1
2
3
4
5
6
7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 Formula
Gambar 5. Nilai respon panelis terhadap warna beras tiruan, error bar menunjukan standar mean of error Pada atribut rasa, formula yang menunjukan tiga nilai tertinggi berdasarkan rataannya adalah formula nomor 13 (nilai 3.11) ,14 (nilai 3.22), dan yang tertinggi adalah formula 12 (nilai 3.33). Dari segi rasa panelis memberikan penilaian moderat menuju suka pada formula nomor 13, 14, dan 12. Penilaian moderat menuju suka ini diberikan karena beras tiruan dari sorgum ini pada dasarnya mempunyai rasa yang hambar, sama seperti sumber karbohidrat lainnya misalnya beras. Gambar 6 menunjukan distribusi nilai uji rating hedonik pada atribut rasa.
26
Rataan Rating Hedonik
4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 0,500 0,000 1
2
3
4
5
6
7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 Formula
Gambar 6. Nilai respon panelis terhadap rasa beras tiruan, error bar menunjukan standar mean of error
Pada atribut textur formula nomor 3 (nilai 2.750), 7 (nilai 2.778), 12 (nilai 3.0) menunjukan tiga formula dengan nilai rataan tertinggi. Panelis menilai kesukaan mereka terhadap formula 12 adalah moderat. Gambar 7 menunjukan distribusi nilai uji rating hedonik pada atribut tekstur.
Rataan Rating Hedonik
3,500 3,000
2,500 2,000 1,500 1,000 0,500 0,000 1
2
3
4
5
6
7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 Formula
Gambar 7. Nilai respon panelis terhadap tekstur beras tiruan, error bar menunjukan standar mean of error
Pada atribut aroma formula 2 ( nilai 3.250) , 4 (nilai 3.11) ,5 (nilai 3.11) ,9 (nilai 3.22) mendapatkan penilaian rataan tertinggi secara berurutan dari terendah sampai tertinggi. Penilaian panelis terhadap atribut aroma berkisar antara moderat sampai suka pada tiga formulasi dengan nilai rataan tertinggi. Distribusi nilai uji rating hedonik pada atribut aroma ditunjukan oleh Gambar 8.
27
Rataan Rating Hedonik
4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 0,500 0,000 1
2
3
4
5
6
7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 Formula
Gambar 8. Nilai respon panelis terhadap aroma beras tiruan , error bar menunjukan standar mean of error
Penilaian secara keseluruhan mengharuskan panelis memberikan penilaian berdasarkan semua atribut yang dirangkum dengan satu nilai. Berdasarkan rataan penilaian secara keseluruhan atribut, formula 7 (nilai 2.889) , 12 (nilai 3.00), 14 (nilai 3.00) adalah tiga formula dengan rataan nilai tertinggi. Ketiga formuladengan rataan nilai tertinggi ini mendapatkan penilaian moderat dari panelis.. Distribusi nilai penilaian secara keseluruhan oleh panelis ditunjukan pada Gambar 9.
Rataan Rating Hedonik
3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 0,500 0,000 1
2
3
4
5
6
7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 Formula
Gambar 9 . Nilai respon panelis terhadap atribut secara keseluruhan beras tiruan, error bar menunjukan standar mean of error
Berdasarkan hasil uji rating hedonik pada semua sampel diambil kesimpulan bahwa formula nomor 7 tertinggi pertama secara rataan dari atribut warna dan tertinggi kedua dari
28
atribut textur dan secara keseluruhan. Sementara formula nomor 12 tertinggi pertama secara rataan dari atribut rasa, textur, dan secara keseluruhan. Formula nomor 14 memiliki rataan tertinggi pertama dari atribut keseluruhan, dan terbaik kedua dari segi rasa. Pada tahapan ini, masih belum dapat terlihat mana formula terbaik berdasarkan penilaian panelis karena perbedaan rataan pada setiap atribut tidak signifikan. Oleh karena itu pada tahapan selanjutnya 3 formula yaitu formula 7, 12, 14 sebagai formula dengan rataan nilai tertinggi akan diuji rating hedonik dan beda dari kontrol untuk melihat formula mana yang terbaik. Gambar 10, 11, dan 12 menunjukan penampakan beras tiruan dari masing-masing formula.
Gambar 10. Beras tiruan formula 7
Gambar 11. Beras tiruan formula 12
Gambar 12. Beras tiruan formula 14
4.4 Penetapan Formula Terbaik Pada tahapan ini akan dipilih satu formula terbaik dari formula 7, 12 dan 14 untuk Penetapan formula terbaik dilakukan berdasarkan formula yang mendapatkan nilai rataan tertinggi dari panelis dengan uji rating hedonik, dan formula yang paling sedikit berbeda dengan kontrol nasi dari beras Rojo Lele.
4.4.1
Uji Rating Hedonik Uji hedonik saat ini merupakan alat pengukuran uji organoleptik yang paling popular karena sangat mudah digunakan, data dapat dengan cepat dan mudah dianalisis dengan menggunakan piranti lunak komputer, dan hasil statistik memungkinkan untuk analisis yang lebih kuat dan dapat memberikan wawasan luas serta kesimpulan yang lebih kuat (Moskowitz 2000). Uji rating hedonik pada tahap ini dilakukan hanya pada 3 formula terbaik dari pengujian sebelumnya sehingga didapatkan satu formula terbaik menurut panelis secara keseluruhan. Pada tahap ini terdapat 35 panelis tidak terlatih yang berasal dari civitas Institut Pertanian Bogor. Para panelis diberikan 3 sampel formulasi terbaik kemudian diharuskan untuk memberikan penilaian skala 1-5 untuk pada seluruh sampel dari segi atribut secara keseluruhan. Formula 14 mendapatkan rataan penilain tertinggi yaitu moderat menuju suka. Nilai uji hedonik secara keseluruhan ditunjukan pada Tabel 8.
29
Tabel 8. Rataan nilai uji rating hedonik atribut keseluruhan pada penilaian nasi tiruan
1. 2. 3. 4. 5.
4.4.2
Formula
Nilai Hedonik Secara keseluruhan
7 12
2,54 2,54
14 Keterangan : Sangat tidak suka Tidak suka Moderat Suka Sangat tidak suka
2,69
Uji Sensori Beda dari Kontrol Uji beda dari kontrol merupakan salah satu uji pembedaan diskriminasi secara keseluruhan, artinya uji ini digunakan untuk menilai keseluruhan perbedaan terhadap keseluruhan karakter sensori. Penggunaannya adalah untuk menentukan ada atau tidaknya perbedaan yang terdapat antara satu atau lebih sampel dengan kontrol yang dimiliki (Sudarmaji 1997). Pada tahapan ini dilakukan uji beda dari kontrol untuk formula terpilih yaitu 7,12, dan 14 dengan nasi yang biasa dikonsumsi sehari-hari yaitu nasi Rojo Lele. Pengujian dilakukan dengan menanak beras tiruan formula 7,12,14 dan sampel nasi Rojo Lele. Kemudian 35 orang panelis diberikan 4 sampel nasi dan 1 kontrol nasi Rojo Lele. Empat sampel nasi yang diberikan kode terdiri dari formula 7, 12, 14, dan nasi Rojo Lele sebagai blind control. Panelis diharuskan memberikan penilaian terhadap perbedaan antara setiap sampel dan kontrol secara keseluruhan. Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan antara formula 7, 12, dan 14 dengan kontrol nasi. Selanjutnya, analisis dilanjutkan dengan uji Dunnets Multiple Comparison Test (Meilgard et al. 2007) untuk melihat adakah perbedaan yang signifikan pada masing-masing formula dengan kontrol. Hasil penilaian pada Tabel 9, menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara masing-masing formula dengan kontrol dalam hal ini yaitu nasi Rojo Lele (lampiran 19). Berdasarkan nilai rataan uji beda dari kontrol, formula 14 mendapatkan nilai paling rendah yaitu 3.80 antara moderat sampai berbeda, sementara sampel 7, dan 12 dinilai berbeda oleh panelis. Beradarkan data penilaian uji beda dari kontrol, nasi formula 14 paling sedikit berbeda dengan nasi Rojo Lele sebagai nasi yang biasa dikonsumsi. Pada analisis selanjutnya beras tiruan dari formula 14 akan dianalisis secara fisik dan kimia.
Tabel 9. Penilaan uji beda dari kontrol nasi dari beras tiruan formula 7,12,14 dibandingkan dengan kontrol yaitu nasi Rojo Lele Keterangan: Formula Rataan Beda dari kontrol 1= tidak berbeda 2= sangat sedikit 7 4.11 berbeda 12 4.06 3=moderat 4=berbeda 14 3.80 5=sangat berbeda
30
4.5
Analisis Kimia Beras Tiruan Terpilih Analisis kimia dilakukan terhadap formula beras tiruan yang terbaik berdasarkan penilaian secara sensori. Formula yang dimaksud adalal beras tiruan formula 14, yang mengandung 40.00% air, 0.99% GMS dan 0% CMC. Analisis kimia pada formula terbaik ini kemudian dibandingkan dengan analisis kimia beras komersil. Hasil rataan analisis kimia formula terpilih dan beras ditampilkan pada Tabel 10. Kadar air menunjukan jumlah air yang terdapat didalam bahan pangan. Pada formula terpillih yaitu formula 14 kadar air nya adalah 6.48%, kadar air ini lebih rendah dibandingkan dengan kadar air beras, hal ini dikarenakan terdapat perlakuan pengeringan pada beras tiruan pada saat pembuatannya sehingga kadar air didalam beras menjadi rendah (lampiran 21). Kadar abu menunjukan jumlah mineral yang terdapat didalam suatu bahan. Kadar abu beras tiruan terbaik adalah 0.83% (basis kering) yang berarti lebih besar dibandingkan dengan kandungan mineral pada beras biasa yang hanya 0.23% (basis kering). Abu merupakan residu mineral yang tersisa setelah proses pembakaran dalam suhu tinggi (Winarno 1984). Umumnya mineral yang terkandung di dalam abu berada dalam bentuk metal oksida, senyawa sulfat, fosfat, nitrat, klorida, dan senyawa anorganik lainnya (Miller 1996). Camire dan Dougherty (1998) menjelaskan bahwa kandungan dan bioavailabilitas mineral tertahan dengan baik selama ekstrusi. Data lengkap pengukuran kadar abu berbagai ulangan ditunjukan pada lampiran 22. Protein merupakan makromolekul yang terdiri dari satu atau lebih polipeptida. Setiap polipeptida terdiri dari rantai asam amino dimana satu sama lain dihubungkan oleh ikatan peptida (Walsh 2002). Menurut FAO (1995), komponen terbesar kedua dari sorgum adalah protein. Protein sorgum terdiri dari albumin, globulin, prolamin, dan glutelin. Albumin adalah protein yang dapat larut dalam air, globulin larut dalam larutan garam, prolamin larut dalam alkohol, dan glutelin larut dalam detergen (Widowati et all 2010). Kadar Protein pada beras tiruan terpilih adaah 6.99% (basis kering), kadar protein pada beras tiruan ini lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein pada beras (lampiran 23). Kadar lemak pada beras tiruan terpilih adalah 1.49% (basis kering), nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan kadar lemak pada beras. Kadar lemak yang lebih besar pada beras tiruan ini dikarenakan kadar lemak pada sorgum native juga tinggi yaitu 3.6% (Balai Penelitian Pertanian Irian Jaya 1999). Namun pada beras tiruan kadar lemak turun karena terdapat pencampuran dengan tepung MOCAF yang memiliki kadar lemak rendah sehingga persentasi kadar lemak relatif cenderung menurun (Tabel 2). Lampiran 24 menunjukan data hasil pengukuran kadar lemak beras tiruan dan nasi Rojo Lele. Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia. Pada sorghum, bagian terbesar dari karbohidrat adalah pati. Sekitar 70-80 % pati sorghum adalah amilopektin, dan sisanya adalah amilosa. Kadar karbohidrat dapat ditentukan by difference, yaitu dengan menjumlahkan kadar protein, lemak, abu, air, lalu dikurangkan dengan 100%. `Hasil pengukuran jumlah karbohidrat beras tiruan formula 14 menunjukan persentase yang mendekati persentase beras yang biasa dikonsumsi.
31
Tabel 10. Rataan analisis kimia beras tiruan formulasi 14 dibandingkan dengan beras Basis Basah Parameter
Basis kering
Formula 14
Beras*
Formula 14
Beras *
Kadar Air (%)
6.48
12.58
3.09
14.39
Kadar Abu (%)
0.775
0.2
0.83
0.23
Kadar protein (%)
6.535
7.39
6.99
8.45
Kadar Lemak (%)
1.395
0.19
1.49
0.22
Kadar Karbohidrat (%)
84.815
79.64
90.69
91.10
*sumber: (Purwani et al., 2007)
4. 6 Analisis Fisik Beras Tiruan Terpilih 4.6.1 Analisis Tekstur Analisis tekstur dilakukan untuk mengukur profil kekerasan (hardness) beras tiruan berdasarkan gaya maksimum yang diberikan oleh alat texture analyzer pada titik puncak kurva setiap pengukuran. Pengukuran ini dilakukan pada beras tiruan formula 14 yang sudah ditanak, kemudian diambil 3 bulir nasi yang bentuk dan ketebalannya sama, kemudian ditempatkan berdampingan dibawah probe, pengukuran ini akan menghasilkan output berupa grafik gaya yang dikenakan pada contoh yang diujikan (lampiran 27 dan 28). Gambar 13, menunjukan rataan gaya pada puncak maksimum pengukuran tekstur nasi dari formulasi 14 dan nasi Rojo Lele sebagai kontrol. Rataan gaya nasi dari formula 14 pada puncak maksimum, lebih rendah dibandingkan dengan rataan gaya nasi dari beras Rojo Lele. Kekerasan didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk memperoleh perubahan bentuk. Gaya yang dibutuhkan untuk memperoleh perubahan bentuk pada nasi dari formula 14 lebih rendah dibandingkan gaya yang dibutuhkan untuk memperoleh perubahan gaya pada nasi dari beras Rojo Lele, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa nasi dari formula 14 kekerasannya lebih rendah dari pada nasi dari beras Rojo Lele.
10000
Force (g)
8000 6000 4000 2000 0 Formula 14
nasi Sampel
Gambar 13. Rataan gaya pada puncak maksimum , error bar menunjukan standar mean of error
32
4.6.2 Analisis Derajat Putih
% Derajat keputihan
Pengukuran derajat putih nasi dari beras tiruan dilakukan dengan menggunakan alat KETT Digital Whitenes Meter Moder C-100. Persentase derajat putih adalah perbandingan skala yang tertera pada alat ketika sampel diukur dan standar yang digunakan. Semakin tinggi persentase derajat putih artinya semakin putih sampel tersebut. Pengukuran derajat putih nasi dari beras tiruan dimaksudkan untuk melihat seberapa putih hasil nasi dari beras tiruan ini jika dibandingkan dengan nasi dari beras Rojo Lele, sebagai perbandingan dengan nasi yang biasa dikonsumsi. Gambar 14 menunjukan derajat putih putih nasi yang berasal dari beras tiruan formula 14 dan nasi Rojo Lele berbeda nyata terlihat dari error bar yang tidak saling bersinggungan. Lampiran 29 menunjukan data pengukuran derajat putih beras tiruan formula 14 dan nasi Rojo Lele. Derajat putih nasi Rojo Lele adalah 73.71% sedangkan derajat putih nasi dari beras tiruan sampel adalah 32.42%. Derajat putih yang rendah ini jika dibandingkan secara objektif dengan nasi Rojo Lele sangat jauh berbeda, hal ini menjadi salah satu alasan panelis memberikan penilaian yang rendah pada uji rating hedonik sebelumnya, terhadap warna beras tiruan seperti yang ditunjukan pada Tabel 8. Derajat putih yang rendah ini disebabkan oleh warna asli nasi beras tiruan yang kecoklatan. Warna kecoklatan nasi dari beras tiruan ini salah satunya disebabkan oleh tanin yang masih berada dalam sorgum meskipun telah disosoh sebelumnya pada tahap persiapan bahan baku, hal ini tegaskan oleh Suarni (2004), bahwa penurunan kadar tanin sorgum adalah 1.71-3.98% sebelum disosoh dan menjadi 0.30-1.72% setelah disosoh. Warna pada beras juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kemampuan menyerap air dan tingkat penggilingan. Air yang terserap dapat melarutkan berbagai macam pigmen warna pada beras (Luh et al., 1991) sehingga beras menjadi lebih cerah. Penyebab warna yang coklat pada beras tiruan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Diantaranya adalah mailard reaction, tanin dan enzymatic browning lainnya. Lea dan Hannan (1949) menyebutkan bahwa kondisi proses yang digunakan dalam proses ekstrusi—kombinasi dari penggunaan suhu tinggi dan kadar air yang rendah— diketahui dapat menyababkan reaksi mailard. Reaksi mailard adalah reaksi yang terjadi antara gula pereduksi dan asam amino bebas.
80 70 60 50 40 30 20 10 0
73,71 32,42
14
nasi Sampel
Gambar 14. Nilai derajat putih nasi dari beras tiruan formula 14 dan nasi dari beras Rojo Lele, error bar menunjukan standar mean of error
33
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Hasil uji organoleptik dengan analisis linear berganda menunjukan bahwa penambahan GMS pada kisaran 0%-2% tidak memberikan pengaruh pada penilaian panelis terhadap atribut warna, tekstur, rasa, dan hanya mempengarui penilaian aroma. Penambahan CMC pada kisaran 0%-0.2% tidak berpengaruh nyata terhadap penilaian panelis pada keseluruhan atribut sensori pada taraf kepercayaan 5% . Penambahan air pada kisaran 30%-50% tidak berpengaruh nyata terhadap penilaian panelis pada atribut sensori secara keseluruhan. Berdasarkan rataan uji rating hedonik dan beda dari kontrol, formula beras tiruan yang terbaik adalah formula dengan 80% tepung sorgum, 20% tepung MOCAF. Penambahan air yang terbaik adalah 40% dari berat tepung. Penambahan GMS yang terbaik adalah 1% dari berat tepung, tanpa panambahan CMC. Hasil analisis kimia menunjukan bahwa beras tiruan terbaik pada penelitian ini mengandung air 6.48% (bb), kadar abu 0.775%(bb), kadar protein 6.3% (bb), kadar lemak 1.39% (bb), kadar karbohidrat 84.81% (bb).
5.2 Saran Optimasi proses diperlukan pada tahapan pre ekstrusi dan pengaturan parameter suhu maupun kecepatan ulir ekstruder. Pisau yang digunakan pada ekstruder harus sangat tajam dan rapat dengan die sehingga bentuk beras tiruan keluaran ekstruder akan seragam. Modifikasi besar celah die juga diperlukan karenan mempengaruhi bentuk dan ukuran beras tiruan. Alat ekstruder yang sebaiknya digunakan adalah ekstruder yang khusus untuk membuat fortified rice, sehingga suhu lebih terkontrol. Penggunaan rancangan Respon Surface Analysis kurang baik digunakan pada penelitian dengan respon uji sensori karena beresiko tinggi data tidak cocok dengan model yang ditawarkan akibat insignifikansi data.
34
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Carboxymethyl Cellulose. http://en.wikipedia.org/wiki/Carboxymethyl_cellulose [29 April 2012] Anonim. 2010. Glyceril Monostearat. http://en.wikipedia.org/wiki/file:GlycMonoster-PlainSVG.svg [29 April 2010 A Felicia. 2006. Pengembangan produk sereal siap santap berbasis sorghum [skripsi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. AOAC.1984. Official Methods of Analysis The Association of Analitycal Chemist. Whasington DC: AOAC International AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Agriculture Chemist. 16th Edition. Virginia: AOAC International Artz, WE. 1990. Emulsifier. In: Fennema OR, Sanderson WG, Walstra P, Karel M, Tannenbaum SR, and Whitaker JR (eds). Food additives. New York: Marcel Dekker Inc Awika JM, Rooney L W and Waniska R D. 2005. Anthocyanins from black sorghum and their antioxidant properties. Food Chemistry, 90, 293–304 Awika JM and Rooney LW. 2004. Phytochemicals from sorghum and their impact on human health. Phytochemistry J 65, 1199–1221 Beti YA, A Ispandi, dan Sudaryono. 1990. Sorgum [monografi]. Malang : Balai Penelitian Tanaman Pangan. Borrell AK. dan Hammer G. 2005. The physiology of stay-green in sorghum. Brisbande : Hermitage Research Station, University of Quensland Budijanto S, dkk. 2011. Pengembang rantai nilai serelalia lokal (indegeunous sereal) untuk memperkokoh ketahanan pangan nasional. [Laporan Program Riset Strategi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Peranian Bogor Chen F, Cole P, Mi Z and Xing LY.1993. Corn and wheat-flour consumption and mortality from esophageal cancer in Shanxi, China. International Journal of Cancer (53) 902–906. Cornell JA. 1990. Experiments with Mixture: Design, Models, and The Analysis of Mixture Data. 2nd ed. New York: Jhon Wiley&Sons Daryl BL.1968. Hand Book of Food Additives. Ohio: The Chemical Rubber Co. [DEPKES] Departemen Kesehatan RI.1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Penerbit Bhratara [DEPTAN] Departemen Pertanian RI.2004. Program pengembangan tanaman sorgum. Makalah Sosialisasi Pengembangan Agribisnis Sorgum dan Hermada, Jakarta, 10-11 Okt. 2004. [DEPTAN] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2011. Pedoman umum gerakan penganekaragaman konsumsi pangan 2011. Jakarta: Badan Ketahanan Pangan Deptan. Dziezak JD. 1989. Single and twin screw extrudes in food processing. J. Food Technol 43(4): 164 – 174. Eastman J, F Orthoefer, and S Solorio, 2001. Using extrusion to create breakfast cereal products. J Cer Foods World 40(1): 469-471
35
Faridah DN, Kusnandar F, Herawati D, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Indrasti D. 2010. Penuntun Paraktikum Analisis Pangan.Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor [FAO] Food and Agriculture Organization. 1995. Sorghum and Millets in Human Nutrition Roma: FAO Food and Nutrition Series, No. 27. FAO [FSD] Food Security Department.. 2003. Sorghum post-harvest operations. http://www.fao.org/inpho/compend/test/ch07.htm. [12 Februari 2010]. [GAKOPTRI] Gabungan Koperasi Tepung Rakyat Indonesia. 2009. Bahan Pangan Lokal Berkualitas,Sebagai Alternatif Pengganti Peras dan Terigu Solusi Bermartabat Untuk Ketahanan Pangan Bangsa. http:// http://nl.com.com/ezRdr?u=gakoptri.wordpress.com/apa-itumocal/ [2 April 2012] Gallagher E. 2009. Gluten-Free Food Science and Technologi. United Kingdom: Jhon Wiley & Son Publisher Hackiki R. 2012. Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensori Beras Analog Berbasis Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L,.) dengan Penambahan Tepung Tempe [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor. Harper JM. 1981. Extrusion of Foods, vol I dan II. Florida: CRC Press, Inc. Hoseney RC. 1998. Principles of Cereal Science and Technology 2nd ed. Minnesota: American Association of Cereal Chemists, Inc Huang KT, Weller CL, Cuppett SL, and Hanna MA. 2004. Policosanol contents and composition of grain sorghum kernels and dried distillers grains. Cereal Chemistry J, 81, 345–349. Isaacson C. 2005. The change of the staple diet of black South Africans from sorghum to maize (corn) is the cause of the epidemic of squamous carcinoma of the oesophagus. Medical Hypotheses J 64, 658–660. Lauridsen JB .1976. Food emulsifiers: Surface activity, edibility, manufacture, composition, and application. Journal of the American Oil Chemists' Society 53 (6): 400–407. Laimeheriwa J. 1990. Teknologi Budidaya Sorghum. Irian Jaya: Balai Informasi Pertanian Lea CH and Hannan RS .1949. The effect of activity of water, of pH and od temperature on the primary reaction between casein and glucose. In: Bjork I, Asp NG (eds) Extrussion Cooking Technology. New York: Elsivier Applied Leder I. 2004. Sorghum and millets. Cultivated Plants, Primarily as Food Sources, Encyclopedia of Life Support System. Developed under Auspices of the UNESCO. USA: Eolss Publisher, Linko P, P Colonna and C Mercier. 1981. High temperature short extrusion cooking. J Cerea Food World 39(2): 99 – 102. Little RJA, Rubin DB. 1987. Statistical Analysis With Missing Data. New york: J Wiley Ludwig DS. 2000. Dietary glycemic index and obesity. J Nutr Supl 130: 280S- 283S.
36
Lovedeep K, Jaspreet S, Narpinder S. 2004. Effect of glycerol monostearate on the physico-chemical, thermal, rheological and noodle making properties of corn and potato starches. L. Kaur et al. / Food Hydrocolloids 19 (2005) 839–849 elsivier Luh BS, RL Robert and CF Li. 1980. Quick Cooking Rice. Di dalam Luh, B.S. (Ed). Rice Production and Utilization. Connecticus: AVI Publ Lusas, Raymond W. & Lloyd W. Rooney. 2001. Snack Foods Processing. Washington D.C.: CRC Press. Maltz SA. 1984. Snack Food Technology. Connecticut: The Avi Publ. – Company, Inc. Miller JCB, Powel KF, Colagiuri S. 1997.The GI Factor: The GI Solution.Hodder and Stoughton, Hodder Headline .Australia: Pty Limited. Muchtadi TR, P Hariyadi, dan AB Ahza. 1987. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Muchtadi TR, Purwiyatno, dan A Basuki. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Bogor: LSI Institut Pertanian Bogor Muchtadi TR., BAS Santoso, dan DS Damardjati. 1988. Struktur, Komposisi, dan Nilai Gizi Jagung. Bogor: Balai Penelit ian dan Pengembangan Pertanian Muslikatin. 2012. Pengembangan Beras Ekstrusi (Extruded Rice) Kaya Serat Dengan Penambahan Tepung Rumput Laut (Euchema cottonii) [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor. Normasari RY. 2009. Kajian Penggunaan Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) Sebagai Subtitusi Terigu yang Difortifikasi dengan Tepung Kacang Hijau dan Prediksi Umur Simpan Cookies [skripsi]. Semarang: Departemen Teknologi Pangan, Universitas Sebelas Maret Surakarta Nussinovitch A. 1997. Hydrocolloid Applications: Gum technology in the food and other industries. Ireland : Chapman & Hall Pontoh J. 1995. Mempelajari pembuatan dan sifat fisikokimia makanan ekstrusi sorgum dan kacang hijau [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Powel KF, Holt, SHA and Miller JCB. 2002. International table of index and glycaemic load value: 2002 Am J Clin Nutr. 76:5-56 Purwani, E.Y, dkk. 2007. Sifat Fisiko Kimia Beras dan Indeks Glikemiknya. Jurnal Technology dan Industri Pangan Vol XVIII No.1 Th 2007 Richard J. Lewis Sr. 1989.Food Additives Handbook. New York: Chapman & Hall Rismunandar. 1989. Sorghum Tanaman Serba Guna. Bandung: Sinarbaru. Sihono, Wijaya MI dan Soeranto. 2010. Perbaikan kualitas sorgum manis melalui teknik mutasi untuk bioetanol. Prosiding Pekan Serealia Nasional 2010. ISBN : 978-979-8940-29-3 Sri W, Nurjanah R dan Amrinola W. Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan. Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 balai besar pasca panen . ISBN : 978-979-8940-293 Sirrapa MP. 2003. Prospek pengembangan sorgum di indonesiasebagai komoditas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. J. Litbang Pertanian 22(4): 133-140.
37
Subagio A. 2008. MOCAF-HF Tepung lokal kaya serat dan bebas gluten. http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55993 Sudarmadji. 1997. Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Suprapto dan R Mudjisihene. 1987. Budidaya dan Pengolahan Sorgum. Jakarta: Penebar Swadaya. Toure A. dan Weltzien E.2004. Guinea sorghum hybrids: Bringing the benefits of hybrid technology to a staple crop of sub-Saharan Africa. IER-ICRISAT. [USAID] United States Agency International Development. 2008. Rice Fortification in Developing Countries: A Critical Review of the Technical and Economic Feasibility [Project Report]. http://www.a2zproject.org [15 April 2012]
38
LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar beras tiruan dari berbagai formulasi
Beras tiruan hasil dari formula 1
Beras tiruan hasil dari formula 2
Beras tiruan hasil dari formula 3
Beras tiruan dari formula 4
Beras tiruan hasil dari formula 5
Beras tiruan hasil dari formula 6
Beras tiruan dari formula 7
Beras tiruan dari formula 8
39
Lanjutan lampiran 1.
Beras tiruan dari formula 9
Beras tiruan dari formula 10
Beras tiruan dari formula 11
Beras tiruan dari formula 12
Beras tiruan dari formula 13
Beras tiruan dari formula 14
Beras tiruan dari formula 15
Beras tiruan dari formula 16
40
Lampiran 2. Kuisioner uji rating hedonik formulasi pemilihan bahan baku Nama: No. HP: Kuisioner Uji Rating Hedonik Sumber Karbohidrat Baru Dihadapan anda terdapat 4 sample sumber karbohidrat baru. Anda diminta untuk menilai kesukaan anda terhadap atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan semua atribut secara keseluruhan. Berikan penilaian kesukaan anda, terhadap sumber karbohidrat tersebut dengan memberikan angka 1 – 5 pada masing-masing atribut penilaian. Pengertian setiap angka di tunjukan pada kolom skala penilaian. Dibawah ini terdapat tabel untuk memberikan penialaian anda. Tuliskan dahulu kode sampel dari kiri ke kanan secara berurutan. Nilai setiap sampel nya tanpa membandingkan antar sampel. Atribut yang dinilai Warna Aroma Rasa Tekstur Kelengketan Atribut Secara keseluruhan
Kode
Skala Penilaian 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat suka Suka Moderat tidak suka sangat tidak suka
Komentar: ..................................................................................................................................................................
41
Lampiran 3. Data skor rating hedonik pada tahap pemilihan bahan baku utama Panelis
A
B
C
D
1
4
4
16
9
2
9
4
4
4
3
4
9
1
4
4
4
4
9
4
5
9
4
9
9
6 7
9 4
4 4
9 4
25 4
8
16
4
25
16
9
9
4
16
4
10
9
9
4
16
11
9
4
4
9
12
9
9
9
16
13
16
16
4
16
14
9
9
9
9
15
9
9
9
16
16
9
9
16
16
17
4
4
16
16
18
4
4
9
16
19
16
4
4
16
20
9
9
4
25
21
16
16
16
16
22
16
4
9
16
23
16
9
16
16
24
4
9
16
9
25
9
9
4
9
26
9
16
9
9
27
9
9
4
16
28
4
4
25
16
29
4
9
9
25
30
9
4
9
16
31
4
9
9
16
32
9
1
4
16
33
9
9
9
16
34
9
9
9
16
35
4
9
16
9
36
9
16
25
16
37
9
4
16
16
38
25
4
16
9
39
9
16
16
4
40
16
4
16
9
41
16
9
4
16
42
Lanjutan Lampiran 2. 42
16
4
9
16
43
16
9
9
16
44
9
4
9
16
45
16
4
16
16
46
4
4
4
16
47
9
9
16
16
48
4
4
16
4
49
4
16
9
16
50
9
9
9
16
51
16
4
9
25
52
16
9
25
25
53
16
9
9
16
54
4
9
16
16
55
9
9
9
9
56
16
9
25
4
57
1
1
1
1
58
9
9
9
9
59
4
9
16
4
60
4
16
16
16
61
4
9
9
16
62
9
9
9
9
63
9
9
9
9
64
9
9
16
16
65
9
16
9
4
66
9
4
9
4
67
16
16
16
16
68
9
4
9
4
69
4
4
9
9
70
9
4
9
16
71
4
4
9
4
72
9
9
9
9
73
9
9
9
16
74
9
9
16
16
75
4
4
16
16
43
Lampiran 4. Hasil uji statistik data uji rating hedonik pemilihan bahan baku utama
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
78
34.874
61.031
.000
Panelis
74.187
74
1.003
1.754
.001
Sampel
23.397
3
7.799
13.648
.000
Error
126.853
222
.571
Total
2847.000
300
Model
2720.147
a. R Squared = ,955 (Adjusted R Squared = ,940)
Skor Duncan Subset Sampel
N
1
2
3
D
75
C
75
2.84
A
75
3.05
B
75
Sig.
2.59
3.35 1.000
.085
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,571.
44
Lampiran. 5. Format Kuisioner Uji Rating Hedonik Formulasi Air, CMC, GMS Nama: No. HP: Kuisioner Uji Rating Hedonik Sumber Karbohidrat Baru Petunjuk penialaian: Dihadapan anda terdapat 6 sample sumber karbohidrat baru. Anda diminta untuk menilai kesukaan anda terhadap atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan semua atribut secara keseluruhan . Berikan penilaian kesukaan anda, terhadap sumber karbohidrat tersebut dengan memberikan angka : 1. Sangat tidak Suka 2. Tidak suka 3. Moderat 4. Suka 5. Sangat suka Dibawah ini terdapat tabel untuk memberikan penialaian anda. Tuliskan dahulu kode sampel dari kiri ke kanan secara berurutan. Berikan penilaian setiap sampel nya tanpa membandingkan antar sampel. Atribut yang dinilai Atribut Secara keseluruhan
Kode
Komentar: ..................................................................................................................................................................
45
Lampiran 6. Format susunan ke 16 Formulasi air, GMS dan CMC dengan Metode BIB (Balance Incomplete Block) uji rating hedonik panelis
urutan sampel
booth
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
1 3 5 7 1 3 1 3 1 2 5 6 2 1 2 1 1 2 5 1 1 6
2 4 6 8 2 4 2 4 3 4 7 8 4 3 4 3 4 3 8 4 4 7
5 7 9 11 9 11 7 5 6 5 9 10 6 5 10 9 5 6 9 6 9 10
6 8 10 12 10 12 8 6 8 7 11 12 8 7 12 11 8 7 12 7 12 11
11 9 13 15 15 13 13 15 13 14 13 14 9 10 13 14 10 9 13 13 14 14
12 10 14 16 16 14 14 16 15 16 15 16 11 12 15 16 11 12 16 16 15 15
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
23 24
2 2
3 3
10 5
11 8
13 14
16 15
3 4
46
Lampiran 7. Tabulasi respon panelis terhadap warna beras artificiall tahap formulasi air, GMS dan CMC Sampel 8 9
Panelis
1
2
3
4
5
6
7
Kode
862
223
756
544
653
749
522
1
3
3
2
3
1
1
2
3
2
3 5
3 2
7 9
2
10
3
3
2 2
1
14
3
15
3
2
1
2 2
3
16
2
17
2
18 2
2
21
4
3
2
21
24
3 4
3 2
3
2
1
1
2 4 4 2
1
2
2
3
24
2
3
3
3
4
2
1
2
2 2
3
3
2
1
2
2
3 1
1
3
2
23
3 2
2
21
2 3
1
2
2
24
2
4
19
3
3
1
1
2
2 23
2
2
4 3
3
21
3
3
3
2 22
2 3
3
3
1
21
829
3
4
3
22
Jumlah
2
4
20
2
973
3
2
4
2
138
3 4
2
3
24
116
2
19
4
593
1
4 2
4
2
636
2
3
23
591
3
2 3
16
2
3
12 2
15
3 2
11 13
14
2 2
2
13
2
2
8
12
2
2 4
1
3
2
6
228
11 2
3
4
475
10
24
23
2 2
2
21
19
17 47
Rataan
2,333
2,333
2,667
2,444
2,333
2,556
2,667
2,667
2,333
2,556
2,111
2,667
2,556
2,333
2,111
1,889
10
11
12
13
14
15
16
591
636
593
116
138
973
829
Lampiran 8. Tabulasi respon panelis terhadap aroma beras artificiall tahap formulasi air, GMS dan CMC Sampel 8 9
Panelis
1
2
3
4
5
6
7
Kode
862
223
756
544
653
749
522
1
3
3
2
2 4
4 2
3
2
5
6 7
3
10
3
4
4
3
2 3
15 2
17
4
18
2
3
4
4
4 4
2
1
4
3
2 2
4 3
2
21
4
3
4 2
3
3
2
2
5
3
2
2
3 3
2 3
4
1 2
2
3
3
3
2 3
3 2
3
2
3
2
4
3
2 2
2
3
2 3
3 1
3
4 4
2
4
20
3
3
2
4
22
3
2
2
4 1
5
3
4
1
1 2
4
3
19
23
4
3
3
3
2
4
16
3
3
4 3
12 14
3
4
2
11 13
3
2 2
4
9
3
4 3
8
3
4
4 5
3 4
4
228
2
4
3
475
4
4
3
3
3 3
1
3
4
3
3
3
3
1 2 48
24
4
3
2
4
3
4
Jumlah
29
26
26
28
28
26
25
26
29
27
25
26
26
26
23
26
rataan
2,900
3,250
2,889
3,111
3,111
2,889
2,778
2,889
3,222
3,000
2,778
2,889
2,889
2,889
2,556
2,889
Lampiran 9. Tabulasi respon panelis terhadap rasa beras artificiall tahap formulasi air, GMS dan CMC Sampel 8 9
Panelis
1
2
3
4
5
6
7
Kode
862
223
756
544
653
749
522
1
4
3
2
1 3
2 1 4
9 10
3
4
3 3
3
2
2
3
4
12 14
1 4
15
1 2
2
16
1
17
2
18
593
116
138
973
829
3
3
3
5
5
2
3 4
1
4 3
3
2
2 4
4 3
21
1
3
4
3 3
2
1
2
3 3
2 3
4
1 1
4
3
3
3
2 4
2
3
3
3
4 3 3
2 3
2
2 3
2
3
3 4
2 2
2
3
2
3
2
2
4
4
4
2
3
2
3
20
2 3
1 2
3
2
3 1
19
22
636
2
1 2
591
3 3
11 13
16
2 3
2 2
15
3
4
8
14
3
1 4
13
2
1
6 7
3
4
4 5
12 2
4 3
228
11
1
2
3
475
10
1
4
4
3
3 3
2
4
4 49
23
3
3
24
3
2
21
22
22
21
24
24
26
23
25
25
20
30
2,333
2,444
2,444
2,333
2,667
2,667
2,889
2,556
2,778
2,778
2,222
jumalah rataan
3 2
3
3
3
2
4
3
28
29
22
26
3,333
3,111
3,222
2,444
2,889
Lampiran 10. Tabulasi respon panelis terhadap tekstur beras artificiall tahap formulasi air, GMS dan CMC Sampel 8 9
Panelis
1
2
3
4
5
6
7
Kode
862
223
756
544
653
749
522
1
4
4
2
1 3
2 1 2
9
2
10
2
4
2
3
2
3
2
2 2
12 14
2 4
15 16
1
17
2
18 19
1
2
593
116
138
973
829
3
2
2 3 3
2
2
5
5
3 4
2
1
4 3
3
4
2 3
2
2
3
1
3
3
3 2
3
2 1
1
1
4 2
3 2
3 2
3
4
1 1
5
3
3
1 5
1 3
1
4
2
2
2 3
636
1
3 1
2
591
2 1
11 13
16
3 4
2
15
2
2
8
14
3
2 4
13
3
1
6 7
3
4
4 5
12 2
4 4
228
11
1
4
3
475
10
3
1 2
2 2
1
1
2
3
2
4
2
2 50
20
2
2
21
4
3
3 3
2
3
24
3
2
3 3
22 23
2 1
2
3
2 3
1
2
1
2
1
3
4
1
1
2
2
1
Jumlah
22
23
22
22
21
22
25
19
22
20
17
27
23
22
21
20
rataan
2,444
2,300
2,750
2,444
2,333
2,444
2,778
2,111
2,444
2,222
1,889
3,000
2,556
2,444
2,333
2,222
14
15
16
138
973
829
Lampiran 11. Tabulasi respon panelis terhadap atribut keseluruhan beras artificiall tahap formulasi air, GMS dan CMC Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Kode 1
862 3
223
756
544
3
2
653 2
3
749
3 2 3
9
2
10
4
2
3
3 4
2 2
11
14
2 4
15
2
3
2
1
17
2
18
1 2
3
16
3 3
3
3 3
3
2
4
5
3 4
3
2
1
4 3
3
3
2 4
3
1
2
3
2 3
3
3
1 3
3
3 3
4
3
4
2
1
2 3
2
3
3 2
2
2
3
3
3
3 1
4
2
2
1 3
3
116
3
2
2
12 13
3
593
3 2
3
636
2
3
8
2
2 4
591
3
2
6 7
3
4
4 5
228
3 4
3
475
2
2
3
522
3 2
2
1 3
3 51
19
2
20
2
2
21
4
3
3 2 2
3
24
3
3 3
22 23
3
2
3 2
3
2
3
3
3 2
1
3
3
3
3
3
3
2
2
2
3
2
3
2
jumlah
23
27
20
23
22
24
26
21
25
25
19
27
29
27
23
21
rataan
2,556
2,700
2,500
2,556
2,444
2,667
2,889
2,333
2,778
2,778
2,111
3,000
2,900
3,000
2,556
2,333
52
Lampiran 12. Hasil analisis regresi linear pada atribut warna uji rating hedoni k nasi dari beras tiruan
Regression Analysis: warna versus air (%); gms (%); cmc (%) * cmc (%) is highly correlated with other X variables * cmc (%) has been removed from the equation. The regression equation is warna = 2,37 + 0,0008 air (%) + 0,011 gms (%) Predictor Constant air (%) gms (%)
Coef 2,3717 0,00083 0,0115
S = 0,249374
SE Coef 0,4250 0,01026 0,1085
R-Sq = 0,1%
T 5,58 0,08 0,11
P 0,000 0,937 0,917
VIF 1,384 1,384
R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source air (%) gms (%)
DF 1 1
DF 2 13 15
SS 0,00075 0,80843 0,80919
MS 0,00038 0,06219
F 0,01
P 0,994
Seq SS 0,00006 0,00070
Unusual Observations Obs 16
air (%) 33,3
warna 1,8890
Fit 2,4033
SE Fit 0,0874
Residual -0,5143
St Resid -2,20R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,36590
53
Lampiran 13. Hasil analisis regresi linear pada atribut aroma uji rating hedoni k nasi dari beras tiruan
Regression Analysis: aroma versus air (%); gms (%); cmc (%) * cmc (%) is highly correlated with other X variables * cmc (%) has been removed from the equation. The regression equation is aroma = 2,96 - 0,00303 air (%) + 0,141 gms (%) Predictor Constant air (%) gms (%)
Coef 2,9567 -0,003025 0,14119
SE Coef 0,2450 0,005917 0,06257
T 12,07 -0,51 2,26
P 0,000 0,618 0,042
VIF 1,384 1,384
gms yg paling berpengaruh terhadap model ini karena nilai P valuenya (0,042 ) lebih kecil dari alfa (0,05) S = 0,143776
R-Sq = 41,2%
R-Sq(adj) = 32,1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source air (%) gms (%)
DF 1 1
DF 2 13 15
SS 0,18796 0,26873 0,45669
MS 0,09398 0,02067
F 4,55
P 0,032
Seq SS 0,08271 0,10524
Unusual Observations Obs 9 15
air (%) 36,7 40,0
aroma 3,2220 2,5560
Fit 2,9411 2,8357
SE Fit 0,0360 0,0491
Residual 0,2809 -0,2797
St Resid 2,02R -2,07R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,57432
54
Lampiran 14 . Hasil analisis regresi linear pada atribut rasa rasa rating hedoni k nasi dari beras tiruan
Regression Analysis: rasa versus air (%); gms (%); cmc (%) * cmc (%) is highly correlated with other X variables * cmc (%) has been removed from the equation. The regression equation is rasa = 2,77 - 0,0018 air (%) - 0,094 gms (%) Predictor Constant air (%) gms (%)
Coef 2,7722 -0,00182 -0,0937
S = 0,394861
SE Coef 0,6729 0,01625 0,1719
R-Sq = 2,5%
T 4,12 -0,11 -0,55
P 0,001 0,912 0,595
VIF 1,384 1,384
R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source air (%) gms (%)
DF 1 1
DF 2 13 15
SS 0,0530 2,0269 2,0799
MS 0,0265 0,1559
F 0,17
P 0,845
Seq SS 0,0066 0,0464
Durbin-Watson statistic = 1,78028
55
Lampiran 15. Hasil analisis regresi linear pada atribut tekstur uji rating hedoni k nasi dari beras tiruan
Regression Analysis: tekstur versus air (%); gms (%); cmc (%) * cmc (%) is highly correlated with other X variables * cmc (%) has been removed from the equation. The regression equation is textur = 2,64 - 0,0046 air (%) - 0,085 gms (%) Predictor Constant air (%) gms (%)
Coef 2,6435 -0,00460 -0,0852
S = 0,283088
SE Coef 0,4824 0,01165 0,1232
R-Sq = 3,6%
T 5,48 -0,39 -0,69
P 0,000 0,700 0,501
VIF 1,384 1,384
R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source air (%) gms (%)
DF 1 1
DF 2 13 15
SS 0,03842 1,04180 1,08023
MS 0,01921 0,08014
F 0,24
P 0,790
Seq SS 0,00010 0,03832
Unusual Observations Obs 11 12
air (%) 50,0 30,0
textur 1,8890 3,0000
Fit 2,4137 2,5056
SE Fit 0,1462 0,1565
Residual -0,5247 0,4944
St Resid -2,16R 2,10R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 2,18827
56
Lampiran 16. Hasil analisis regresi linear pada atribut secara keseluruhan uji rating hedoni k nasi dari beras tiruan
Regression Analysis: over all versus air (%); gms (%); cmc (%) * cmc (%) is highly correlated with other X variables * cmc (%) has been removed from the equation. The regression equation is over all = 2,62 + 0,0009 air (%) - 0,034 gms (%) Predictor Constant air (%) gms (%)
Coef 2,6207 0,00086 -0,0337
SE Coef 0,4646 0,01122 0,1187
R-Sq = 1,2%
S = 0,272635
T 5,64 0,08 -0,28
P 0,000 0,940 0,781
VIF 1,384 1,384
R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source air (%) gms (%)
DF 1 1
DF 2 13 15
SS 0,01124 0,96629 0,97753
MS 0,00562 0,07433
F 0,08
P 0,928
Seq SS 0,00525 0,00599
Unusual Observations Obs 11
air (%) 50,0
over all 2,1110
Fit 2,6635
SE Fit 0,1408
Residual -0,5525
St Resid -2,37R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 2,27736
57
Lampiran 17. Format kuisioner uji beda dari kontrol 3 formula terpilih
58
Lampiran 18. Tabulasi nilai uji beda dari kontrol 3 Formula terpilih Panelis
1-C
2-C
3-C
C-C
1
4
5
5
1
2
4
3
3
2
3
2
5
2
1
4
4
5
3
2
5
5
5
5
1
6
4
5
3
3
7
4
3
3
2
8
5
3
4
1
9
4
4
4
2
10
4
4
4
1
11
4
4
5
1
12
5
4
4
2
13
5
4
3
1
14
4
5
3
2
15
3
2
3
3
16
4
3
4
1
17
4
4
3
1
18
5
2
3
1
19
4
4
4
3
20
3
4
5
3
21
3
4
3
1
22
4
4
5
1
23
4
5
3
2
24
5
5
3
2
25
5
5
5
3
26
4
4
5
2
27
3
5
4
2
28
4
4
4
1
29
4
2
2
1
30
4
4
5
2
31
5
5
3
1
32
4
4
5
1
33
5
5
5
3
34
5
4
4
3
35
4
4
4
1
Rataan
4,114286
4,057143
3,8
1,714286
Jumlah
144
142
133
60
59
Lampiran 19. Perhitungan uji analisis varians dari uji beda dari kontrol nasi dari beras tiruan formula 7, 12 dan 12 dengan kontrol nasi dari beras Rojo Lele
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
38
47.637
77.390
.000
Panelis
33.386
34
.982
1.595
.039
Sampel
137.964
3
45.988
74.711
.000
Error
62.786
102
.616
Total
1873.000
140
Model
1810.214
a. R Squared = ,966 (Adjusted R Squared = ,954)
Multiple Comparisons Skor Dunnett t (2-sided) (J)
95% Confidence Interval
Mean Difference
(I) Sampel
Sampel
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
Formula 7
Kontrol
2.40
*
.188
.000
1.95
2.85
Formula 12
Kontrol
2.34
*
.188
.000
1.90
2.79
Formula 14
Kontrol
2.09
*
.188
.000
1.64
2.53
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,616.
*. The mean difference is significant at the 0,05 level.
60
Lampiran 20. Tabulasi nilai uji rating hedonik terhadap atribut secara keseluruhan 3 Formula terpilih Panelis
sampel 1
2
3
4
1
2
3
3
4
2
3
2
3
4
3
2
4
3
5
4
3
2
2
4
5
2
2
2
3
6
3
3
4
4
7
1
2
3
4
8
4
4
3
3
9
2
2
3
3
10
2
2
3
3
11
2
2
2
3
12
3
3
2
5
13
2
4
4
5
14
4
4
4
3
15
3
1
2
4
16
2
3
2
3
17
2
2
2
4
18
3
2
2
4
19
4
3
3
5
20
4
3
3
5
21
3
2
2
4
22
2
2
3
3
23
1
2
4
5
24
4
3
3
5
25
2
2
3
5
26
3
3
3
4
27
3
2
2
4
28
3
3
3
4
29
2
3
3
4
30
1
2
1
4
31
1
2
1
4
32
3
2
4
4
33
3
3
3
4
34
3
3
2
4
35
2
2
2
4
Rataan
2,542857
2,542857
2,685714
4
Jumlah
89
89
94
140
61
Lampiran 21. Data kadar air beras dari formula 14, sorgum, dan MOCAF Nama Sample
14
Kadar Air (%)
Ulangan Ulangan Perlakuan Ulangan Pengukuran
Sorgum
Ulangan Pengukuran
MOCAF
Ulangan Pengukuran
1
9,21
2
9,3600
1
3,5800
2
3,7700
1
9,27
2
9,2000
1
10,7200
2
10,9600
Rataan (%)
Standar Deviasi
6,48
3,240442
9,235
0,049497
10,8400
0,169706
Lampiran 22. Data kadar abu beras dari formula 14, sorgum, dan MOCAF Nama Sample
14
Kadar Abu (%)
Ulangan Ulangan Perlakuan Ulangan Pengukuran
Sorgum
Ulangan Pengukuran
MOCAF
Ulangan Pengukuran
1
0,78
2
0,7600
1
0,7700
2
0,7900
1
0,8
2
0,7800
1
0,9400
2
0,9100
Rataan (%)
Standar Deviasi
0,775
0,01291
0,7900
0,014142
0,9250
0,021213
Lampiran 23. Data kadar protein beras dari formula 14, sorgum, dan MOCAF
Nama Sample
14
Kadar protein (%)
Ulangan
Ulangan Perlakuan Ulangan Pengukuran
Sorgum
Ulangan Pengukuran
MOCAF
Ulangan Pengukuran
1
6,2600
2
6,1800
1
7,1400
2
6,5600
1
7,0800
2
6,7400
1
0,7800
2
0,9600
Rataan (%)
Standar Deviasi
6,5350
0,435239
6,9100
0,240416
0,8700
0,127279
62
Lampiran 24. Data kadar lemak beras dari formula 14, sorgum, dan MOCAF
Nama Sample
Kadar lemak (%)
Ulangan
Ulangan Perlakuan
14
Ulangan Pengukuran Sorgum
Ulangan Pengukuran
MOCAF
Ulangan Pengukuran
1
1,38
2
1,4500
1
1,3500
2
1,4000
1
8,66
2
8,5400
1
8,0500
2
7,4600
Rataan (%)
Standar Deviasi
1,395
0,042032
8,6000
0,084853
7,7550
0,417193
Lampiran 25. Gaya maksimum pada nasi hasil beras tiruan formula 14 Sample
Ulangan
14.1 (2)
1
3260,3
2,53
5,065
14.1(4)
2
3823,3
2,775
5,555
14.1 (5)
3
4739,7
2,773
5,55
14.2 (1)
4
3920,7
2,415
4,84
14.2(5)
5
4530
2,473
4,96
14.2 (2-1)
6
4385,7
2,5
5,005
4109,95
2,577666667
5,1625
545,702123
0,156726088
0,310978295
Rataan Standar defiasi
Force (g)
Distance (mm)
Time (sec)
Lampiran 26. Gaya Maksimum pada nas dari beras Rojo Lele Sample
Ulangan
Force (g)
Distance (mm)
Time (sec)
Nasi 1
1
8986,2
0,29
0,585
Nasi 2
2
7460,2
2,483
5,045
Nasi 3
3
7993,7
2,045
2,105
8146,7
1,606
2,578333333
774,4196214
1,160539961
2,267362638
Rataan Standar defiasi
63
Lampiran 27. Kurva Pengukuran Kekerasan dengan Texture Analyzer pada nasi hasil formula 14
Lampiran 28. Kurva Pengukuran Kekerasan dengan Texture Analyzer pada nasi Rojo Lele
64
Lampiran 29. Data pengukuran derajat putih beras tiruan formula 14 dan Nasi Rojo Lele
Nama Sample
Formula 14
Ulangan Perlakuan Ulangan Pengukuran
Nasi
Nilai Derajat Putih
% Derajat Putih
1
26,20
32,1078
2
26,80
32,8431
1
26,40
32,3529
2
26,40
32,3529
1
60,20
73,7745
2
60,10
73,6520
Ulangan
Ulangan Pengukuran
Rataan (%)
Standar Deviasi
32,4142
0,308408
73,7132
0,086655
65