PENGEMBANGAN PRODUK SEREAL SARAPAN SIAP SANTAP BERBASIS SORGUM (Sorghum bicolor L.) DENGAN METODE EKSTRUSI
SKRIPSI
DION SUGIANTO F 24063252
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN 2011
Development of Ready-to-Eat Cereal Product with Sorgum-based (Sorghum bicolor L.) Extrusion Method Dion Sugianto1 , B udiatman Satiawihardja1 , Subarna1,2 Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agriculture Un iversity, IPB Darmaga Campus, PO. Bo x 220, Bogor, West Java, Indonesia. 2 Southeast Asia Food and Agricultural Science and Technology Center, Bogor Agriculture Un iversity, IPB Darmaga Campus, PO. Bo x 220, Bogor, West Java, Indonesia. 1
ABSTRACT Nutritious, easy and fast to serve breakfast cereal is becoming a solution for urban people which has less time in the morning due to early business. Endogenous cereal, such as sorgum, would become an alternative to flour to produce breakfast cereal, with its superiority as dry climate resistant plant and having sustainable production, so as to support national food security. With high flexibility, control, and production, twin-screw extrusion method was used to produce the breakfast cereal. The preliminary research determines materials that would be suitable to create acceptable texture, color, and taste of the extrudate. The main research showed the suitable amount of tapioca and emulsifier might be used to produce well-textured and preferable product. Product with 100% sorgum, 15% flour sugar, 10% cocoa powder, 4% vegetable oil, and 1% salt was the best to produce acceptable texture, color, and taste of the extrudate. Replacement of 10% sorgum with tapioca and the addition of 1% emulsifier resulted in preferable product in hedonic rating and best characteristic in physical analysis. Acceptance test to target consumer with different social-economy level was done, resulting in good response of the panelist toward the product. Feasibility study was also done to provide a reference if small-scale industry of the product might be feasible. With the period of 5 years project for the production level of 5.5 tones/month, the NPV value is Rp 30.413.824-, the IRR value is 14% (at discount rate of 13%), the net Benefit Cost Ratio is 1.01, and Payback Period at 4 years 25 days, so as to conclude that the project is feasible. Keywords: sorgum, breakfast cereal, extrusion
DION SUGIANTO. F24063252. Pengembangan Produk Sereal Sarapan Siap Santap Berbasis Sorgum (Sorghum bicolor L.) Dengan Metode Ekstrusi. Di bawah bimb ingan Budiat man Satiawihardja dan Subarna. 2011
RINGKASAN Seiring dengan perkembangan jaman, tingkat kesibukan masyarakat semakin men ingkat, terutama di daerah perkotaan dan sekitarnya. Kesibukan yang diawali d i pagi hari menyebabkan waktu yang tersedia di pagi hari sangat terbatas. Hal ini menyebabkan terlewatnya sarapan. Karena kesibukan orang tua, anak-anak juga turut melewatkan sarapannya. Padahal, sarapan sangat penting untuk aktivitas sepanjang hari. Pada u mu mnya, sereal sarapan dibuat dari tepung terigu, sedangkan iklim d i Indonesia tidak cocok untuk menanam gandum. Sorgu m merupakan alternatif bahan pangan pengganti gandum yang dapat digunakan untuk memproduksi sereal sarapan dengan karakteristik yang mudah ditaman, tahan hama, tahan kekeringan, resistansi tinggi terhadap keasaman, dan tingkat produksi yang tinggi. Proses ekstrusi merupakan metode yang umum d igunakan untuk memp roduksi sereal sarapan dan makanan ringan. Dengan tingkat fleksibilitas, produksi, dan kontrol yang tinggi, ekstruder ulir ganda digunakan dalam penelit ian in i. Tujuan penelitian in i adalah mempero leh ko mposisi bahan -bahan yang tepat untuk menghasilkan sereal sarapan siap santap berbasis sorgum yang dapat diterima oleh konsumen. Penelit ian dilaku kan di laboratoriu m SEAFAST, Techopark, dan laboratoriu m Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan pada bulan Mei 2010 hingga Februari 2011. Penelit ian dilaku kan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitan utama. Penelit ian pendahuluan dilaku kan untuk menentukan ukuran partikel sorgum dan ko mposisi bahanbahan selain sorgum, antara lain tepung gula, bubuk coklat, minyak, dan garam, yang dapat menghasilkan produk yang memiliki tekstur, rasa, dan warna yang baik dan dapat diterima. Penentuan formula terbaik pada penelitian pendahuluan dilaku kan secara subjektif. Penelit ian utama dilaku kan untuk menentukan ko mposisi tapioka dan emu ls ifier terbaik yang menghasilkan produk dengan karakteristik produk terbaik. Ko mposisi tapioka yang dicoba adalah 10% dan 20%, sedangkan ko mposisi emulsifier yang dicoba adalah 0%, 1%, dan 2%. Penentuan produk terbaik diperoleh melalui hasil uji rat ing hedonik dan analisis fisik. Analisis kimia kemudian dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi produk. Analisis finansial juga dilakukan untuk mengetahui apakah industri skala kecil produk sereal sarapan sorgum layak d ilakukan. Penelit ian pendahuluan dilaku kan dua kali uji coba. Informasi yang diperoleh dari uji coba pertama menunjukkan bahwa ukuran partikel sorgum 60 mesh menghasilkan ekstrudat dengan tingkat pengembangan dan kerenyahan yang lebih baik dibandingkan sorgum 40 mesh. Ko mposisi bahan bahan selain sorgum dari hasil uji coba kedua antara lain 15% tepung gula, 10% bubuk coklat, 4% minyak, dan 1% garam, dinilai dapat menghasilkan ekstrudat dengan karakteristik terbaik dan dapat diterima. Ko mposisi dan ukuran partikel dari hasil penelitian pendahuluan digunakan dalam penelit ian utama. Dari hasil penelitian utama, 10% tapioka 1% emu lsifier merupakan ko mposisi yang menghasilkan produk dengan skor kesukaan tertinggi dan memiliki karakteristik derajat pengembangan dan kerenyahan terbaik. Hasil uji rating hedonik dengan 5 skala penilaian menunjukkan bahwa sampel dengan 10% tapioka 1% emu lsifier memiliki skor kesukaan terhadap tekstur (3.94), rasa (3.33), serta secara keseluruhan (3.56) yang paling baik. Hasil analisis fisik juga menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki derajat pengembangan (panjang = 118.09%; lebar = 130.93%), dan tingkat kekerasan (1100 gf) yang paling baik. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki kandungan air 2.66% (bk), abu 2.54% (bk), lemak 3.89% (b k), protein 7.50% (bk), karbohidrat 79.42% (bk), serta serat kasar 9.32% (b k). Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa industri kecil produk sereal sarapan sorgum layak untuk dilakukan dengan parameter-parameter sebagai berikut: Net Present Value (NPV) Rp. 30,413,824.-; Internal Rate of Return (IRR) 14% (pada tingkat suku bunga diskonto 13%); Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) 1.01; dan Payback Period (PP) 4 tahun 25 hari.
PENGEMBANGAN PRODUK SEREAL SIAP SANTAP BERBASIS SORGUM (Sorghum bicolor L.) DENGAN METODE EKSTRUSI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh DION SUGIANTO F 24063252
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi : Pengembangan Produk Sereal Sarapan Siap Santap Berbasis Sorgum (Sorghum bicolor L.) Dengan Metode Ekstrusi Nama : Dion Sugianto Nim : F24063252
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc.) NIP 19530815 197903.1.002
(Ir. Subarna, M.Si.) NIP 19600629 199803.1.001
Mengetahui : Plt. Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si.) NIP 19610802 198703.2.002
Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengembangan Produk Sereal Sarapan Siap Santap Berbasis Sorgum (Sorghum bicolor L.) Dengan Metode Ekstrusi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 24 Agustus 2011 Yang membuat pernyataan
Dion Sugianto F 24063252
BIODATA PENULIS
Penulis bernama lengkap Dion Sugianto, yang dilahirkan pada tanggal 2 Juni 1988 di Cilacap. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Purwokerto pada tahun 2006. Selama men jalan i penedidikan di tingkat SMA, penulis mengikuti ko mpetisi Olimp iade Astronomi hingga ke tingkat propinsi. Penulis juga aktif pada kegiatan organisasi sekolah dan luar sekolah. Setelah menyelesaikan pendidikan SMA, penulis memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPM B). Setelah melewati tahun pertama di Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis memutuskan untuk melanjutkan ke Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama men jalan i pendidikan, penulis juga turut aktif berpartisipasi pada berbagai keg iatan akademis maupun non akademis, serta mengikuti berbagai pelatihan. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul, “Pengembangan Produk Sereal Sarapan Siap Santap Berbasis Sorghum (Sorghum bicolor L.) dengan Metode Ekstrusi.”
KATA PENGANTAR
Ucapan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas hikmat, kasih, tuntunan, dan kekuatan yang diberikan kepada penulis, sehingga skripsi dengan judul, “Pengembangan Produk Sereal Sarapan Siap Santap Berbasis Sorghum (Sorghum bicolor L.) dengan Metode Ekstrusi” dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini d itulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Mei 2010 h ingga Februari 2011, yang dilaksanakan di Laboratoriu m Pilot Plant SEAFAST Center, Laboratoriu m Technopark Fakultas Teknolog i Pertanian, serta Laboratoriu m Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Pada kesempatan kali ini dengan penuh hormat d isampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Budiat man Satiawihardja, M.Sc. sebagai Pemb imbing yang telah banyak memberikan dukungan, koreksi, dan bimb ingan kepada penulis. 2. Ir. Subarna, M.Si. sebagai Pembimb ing yang telah banayak memberikan arahan dan saran serta bimbingan kepada penulis. 3.
4. 5. 6.
7. 8.
9.
Ir. Sutrisno Koswara, M.Si. sebagai Pembimb ing Proyek yang t elah banyak memberikan dukungan dan masukan kepada penulis untuk menyempurnakan penelitian in i sekaligus sebagai dosen penguji yang telah memberi pengarahan dan masukan kepada penulis. Papah, Mamah, Oh Dial, Dicky, Denny atas dukungan dan semagat, serta do a yang selalu menyertai penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Hana Anita Anasstasia atas dukungan, semangat, teguran, dan kasih sayang serta kesabaran yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis selalu berusaha untuk memperbaiki d iri. Bapak Jun, Bapak Deni, Bapak Iyas, Bapak Hendra, Ibu Rubiyah, sebagai teknisi laboratoriu m yang telah memberikan arahan, bantuan, dan dukungan serta semangat kekeluargaan kepada penulis. Seluruh dosen departemen ITP yang banyak memberikan ilmu dan nasehat berha rga kepada penulis selama kuliah dan staf departemen yang banyak membantu penulis. Wonojatun, Sandra, Nad ia, Zega, Riza, Arius, Steph GH, Jessica, Helen, Karleen, Selma, Kandhie, Yess, Syenni, Rich ie, Daisy, Nina, Felicia, Federika, Dhimas, Anto, Abdi, serta semua teman-teman ITP 43 yang selalu memberikan perhatian, semangat, dorongan, masukan, informasi, keceriaan, dan kebersamaan yang begitu berharga bagi penulis. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Akhirnya semoga skripsi ini akan menjadi inspirasi bagi saya pribadi dan semua yang sempat membaca, guna menyempurnakan pengetahuan di bidang Teknologi Pangan. Bogor, 9 Agustus 2011 Dion Sugianto
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.............................................................................. iii DAFTAR TABEL..................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ ix I.
PENDAHULUAN..................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG.......................................................................... 1 B. TUJUAN PENELITIAN .....................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3 A. SORGHUM....................................................................................... 3 B. EKSTRUSI........................................................................................ 7 1.
Proses Ekstrusi ............................................................................7
2.
Alat Ekstruder..............................................................................8
3.
Variabel Operasi Ekstrusi ........................................................... 10
C. SARAPAN SEREAL......................................................................... 14 D. ANALISIS FINANSIAL................................................................... 15 1.
NPV(Net Present Value)............................................................. 15
2.
IRR (Internal Rate of Return)......................................................16
3.
Net B/C (Net Benefit-Cost Ratio)................................................ 16
4.
PP (Payback Period)................................................................... 16
5.
BEP (Break Even Point)..............................................................17
III. METODE PENELITIAN ........................................................................ 18 A. ALAT DAN BAHAN........................................................................ 18 B. METODE PENELITIAN.................................................................. 19 1.
Penelitian Pendahuluan............................................................... 21
2.
Penelitian Utama......................................................................... 22
C. METODE ANALISIS....................................................................... 22 1.
Uji Rating Hedonik..................................................................... 22
2.
Analisis Fisik............................................................................... 23
3.
Analisis Kimia............................................................................. 24
iv
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 28 A. PENELITIAN PENDAHULUAN......................................................28 B. PENELITIAN UTAMA..................................................................... 35 1. Uji Rating Hedonik.......................................................................35 2. Analisis Fisik................................................................................ 39 3. Uji Penerimaan............................................................................. 45 4. Analisis Kimia.............................................................................. 48 5. Analisis Finansial......................................................................... 51 V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 54 A. KESIMPULAN.................................................................................. 54 B. SARAN.............................................................................................. 54 DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 55 LAMPIRAN.............................................................................................. 57
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Perbandingan kandungan nutrisi berbagai serealia (per 100 gr bagian yang dapat dimakan; 12% ka)....................................... 4
Tabel 2.
Perkiraan kandungan amilosa dan amilopektin serealia................ 5
Tabel 3.
Negara produsen utama sorgum dunia...........................................6
Tabel 4.
Formula uji coba pertama.............................................................. 21
Tabel 5.
Formula uji coba kedua................................................................. 22
Tabel 6.
Variasi tapioka dan emulsifier....................................................... 22
Tabel 7.
Ringkasan pengamatan ekstrudat uji coba pertama....................... 28
Tabel 8.
Ringkasan pengamatan ekstrudat uji coba kedua.......................... 32
Tabel 9.
Komposisi optimum bahan-bahan selain untuk digunakan dalam penelitian utama................................................................. 34
Tabel 10. Hasil uji rating hedonik..................................................................35 Tabel 11. Data derajat pengembangan...........................................................39 Tabel 12. Data waktu rehidrasi...................................................................... 40 Tabel 13. Data indeks kelarutan air............................................................... 42 Tabel 14. Data analisis kekerasan.................................................................. 43 Tabel 15. Data analisis nilai patah (breakage)...............................................44 Tabel 16. Komposisi kimia produk................................................................48 Tabel 17. Kandungan gizi produk sampel dan referen dalam satu takaran saji (50 g).......................................................................... 50 Tabel 18. Persentase pemenuhan energi berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal.............................................................................50 Tabel 19. Harga bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk...... 51 Tabel 20. Kriteria kelayakan usaha sorgum flakes........................................ 52
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Tanaman Sorgum......................................................................... 3
Gambar 2.
Penampang Melintang Biji Sorgum............................................ 4
Gambar 3.
Penampang Ekstruder Ulir Tunggal Sederhana.......................... 8
Gambar 4.
Jenis-Jenis Ekstruder Ulir Ganda Berdasarkan Konfigurasi Ulir...........................................................................9
Gambar 5.
Amilosa dan Amilopektin............................................................11
Gambar 6.
Pin Disc Mill; Ayakan Bergoyang; Rheoner............................... 18
Gambar 7.
Ekstruder Ulir Ganda...................................................................18
Gambar 8.
Tahapan Pelaksanaan Penelitian.................................................. 20
Gambar 9.
Tahapan Pembuatan Produk........................................................ 21
Gambar 10. Ekstrudat Formula 1 (Tepung Sorghum 40 Mesh) dan 4 (Tepung Sorghum 60 Mesh)...................................................................... 30 Gambar 11. Ekstrudat Semua Formula Pada Uji Coba Pertama..................... 31 Gambar 12. Ekstrudat dengan penambahan gula 10%, 15%, dan 20%.......... 33 Gambar 13. Ekstrudat Dengan Penambahan Coklat 5%, 10%, dam 15%...... 34 Gambar 14. Ekstrudat Dengan Penambahan Minyak 5%, 7,5%, dan 10%..... 34 Gambar 15. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emulsifier Terhadap Skor Kesukaan Tekstur........................................................................ 35 Gambar 16. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emulsifier Terhadap Skor Kesukaan Rasa.............................................................................37 Gambar 17. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emulsifier Terhadap Skor Kesukaan Secara Keseluruhan.................................................... 38 Gambar 18. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emulsifier Terhadap Derajat Pengembangan Dimensi Panjang................................... 40 Gambar 19. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emulsifier Terhadap Waktu Rehidrasi Awal................................................................ 41 Gambar 20. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emulsifier Terhadap Waktu Rehidrasi Akhir................................................................ 42 Gambar 21. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emulsifier Terhadap vii
Indeks Kelarutan Air................................................................... 43 Gambar 22. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emulsifier Terhadap Nilai Kekerasan........................................................................... 44 Gambar 23. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emulsifier Terhadap Nilai Patah................................................................................... 45 Gambar 24. Pengetahuan dan tingkat konsumsi sereal sarapan dari dua sekolah.................................................................................. 46 Gambar 25. Penerimaan terhadap atribut produk............................................47 Gambar 26. Keinganan konsumsi produk....................................................... 47
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Formula yang diujikan pada penelitian pendahuluan................60
Lampiran 2.
Kuesioner uji rating hedonik.....................................................61
Lampiran 3.
Analisis keragaman uji rating hedonik atribut tekstur........................................................................................62
Lampiran 4.
Analisis keragaman uji rating hedonik atribut warna......................................................................................... 63
Lampiran 5.
Analisis keragaman uji rating hedonik atribut rasa............................................................................................ 64
Lampiran 6.
Analisis keragaman uji rating hedonik terhadap atribut secara keseluruhan............................................................................... 64
Lampiran 7.
Analisis keragaman derajat pengembangan produk dimensi panjang........................................................................ 65
Lampiran 8.
Analisis keragaman derajat pengembangan produk dimensi lebar............................................................................. 66
Lampiran 9.
Analisis keragaman waktu awal rehidrasi.................................67
Lampiran10. Analisis keragaman waktu akhir rehidrasi................................ 67 Lampiran 11. Analisis keragaman indeks kelarutan air (WSI)....................... 68 Lampiran 12. Grafik analisis kekerasan dengan alat Rheoner........................ 68 Lampiran 13. Analisis keragaman dengan alat Rheoner................................. 70 Lampiran 14. Analisis keragaman dengan alat Rheoner................................. 71 Lampiran 15. Kuesioner uji penerimaan......................................................... 72 Lampiran 16. Pengolahan data uji penerimaan terhadap pengetahuan tentang sereal susu.....................................................................73 Lampiran 17. Pengolahan data uji penerimaan terhadap tingkat konsumsi sereal susu................................................................................. 74 Lampiran 18. Pengolahan data uji penerimaan terhadap atribut sensori sereal susu................................................................................. 75 Lampiran 19. Pengolahan data uji penerimaan terhadap keinginan konsumsi produk....................................................................... 78 ix
Lampiran 20. Dokumentasi kegiatan uji penerimaan di Sekolah Dasar..........79 Lampiran 21. Pengolahan data analisis kadar air............................................ 80 Lampiran 22. Pengolahan data analisis kadar abu........................................... 80 Lampiran 23. Pengolahan data analisis kadar lemak.......................................80 Lampiran 24. Pengolahan data analisis protein............................................... 81 Lampiran 25. Pengolahan data analisis serat kasar......................................... 81 Lampiran 26. Pengolahan data analisis karbohidrat........................................ 81 Lampiran 27. Perincian modal investasi sorghum flakes................................ 82 Lampiran 28. Perincian biaya operasional usaha menengah sorghum flakes.......................................................................... 84 Lampiran 29. Kebutuhan dana usaha menengah sorghum flakes....................86 Lampiran 30. Perhitungan pelunasan kredit.................................................... 87 Lampiran 31. Asumsi penjualan...................................................................... 90 Lampiran 32. Proyeksi laba-rugi..................................................................... 91 Lampiran 33. Perhitungan BEP (Break Even Point)....................................... 92 Lampiran 34. Proyeksi arus kas.......................................................................93 Lampiran 35. Analisis kelayakan usaha.......................................................... 94
x
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kondisi ekonomi bangsa Indonesia terus berubah seiring perkembangan zaman. Sistem agraris perlahan-lahan digantikan dengan sistem industri dan perkantoran. Waktu menjadi semakin berharga secara ekonomis, sehingga pengusaha, industri, dan perkantoran memperketat jam kerja para karyawannya demi men ingkatkan pendapatannya. Demi men ingkatkan kondisi ekonomi, masyarakat di daerah sekitar perkotaan pun rela menjadi pekerja dan karyawan di perusahaan yang berada jauh dari ru mah mereka. Hal tersebut menyebabkan kesibukan masyarakat semakin bertambah, berbeda dengan kondisi masy arakat agraris di daerah pedesaan yang belum terkena dampak industrialisasi. Perubahan-perubahan ini akhirnya berdampak pada perubahan gaya hidup masyarakat di perkotaan dan daerah sekitarnya. Enam h ingga sembilan jam kerja yang diwajibkan perusahaan atau kantor dimana mereka bekerja, diawali di pagi hari, mulai dari jam tujuh hingga jam sembilan pagi. Bagi pekerja atau karyawan yang tinggal di pinggiran kota atau bahkan luar kota, berangkat pukul setengah enam pagi merupakan suatu hal yang harus dilaku ka n agar t idak terlambat sampai d i tempat kerja. Dengan rutin itas pagi hari seperti in i, pekerja dan karyawan memiliki waktu yang sangat terbatas untuk melaku kan kegiatan -kegiatan lain, terutama menyiap kan makan pagi atau sarapan. Perubahan gaya hidup ini tidak hanya dialami oleh orang dewasa, namun anak-anak usia sekolah juga terkena dampaknya. Banyak alasan yang dilontarkan anak-anak untuk melewatkan sarapan, contohnya adalah terlambat bangun pagi, tidak ada selera makan di pagi hari, orang tua tidak menyiapkan sarapan, tidak biasa sarapan pagi, dan lain-lain. Hal in i menjadi masalah yang apabila tidak d itanggapi secara tepat, akan berakibat buruk pada kesehatan masyarakat daerah perkotaan dan sekitarnya. Sarapan pagi merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Energ i untuk melaku kan aktivitas selama sehari d iperoleh dari sarapan pagi. Untuk memenuhi kebutuhan gizi di pagi hari, para ahli mereko mendasikan bahwa sarapan pagi sebaiknya memenuhi 20-25% kebutuhan nutrisi harian (Mathews 1996; Vergara 2005). Menurut Mathews (1996), sarapan sebaiknya dapat memenuhi 400-500 kkal kebutuhan energi, jika dibandingkan dengan kebutuhan energi 2000 kkal seseorang. Selain itu, sarapan sebaiknya mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Melewatkan sarapan pagi dapat mengakibatkan hal-hal negatif, baik jangka pendek maupun jangka panjang (Sizer dan Whitney 2000). Bagi anak-anak usia sekolah, melewatkan sarapan pagi dapat menurunkan prestas i mereka di sekolah (Rahayuning 2004). Untuk mengatasi masalah ini, sarapan yang praktis, disukai, dan mampu memenuhi kebutuhan energi di pagi hari adalah solusi yang diperlukan. Salah satu jenis sarapan yang digemari di negara maju adalah sereal sarapan siap santap atau dikenal ready-to-eat cereals. Serel sarapan ini berbetuk flakes dengan ukuran dan bentuk yang sangat bervariasi, serta mudah disajikan, yaitu hanya dengan penambahan susu. Rasanya juga bervariasi, mu lai dari rasa coklat, buah-buahan, vanilla, madu, hingga rasa alami, seperti flakes jagung (corn flakes). Kombinasi penyajian yang mudah, rasa yang enak dan bervariasi, serta pemenuhan energi yang tepat di pagi hari menjadikan sereal sarapan siap santap salah satu solusi yang baik untuk pemenuhan sarapan masyarakat di daerah perkotaan dan sekitarnya.
1
Produksi sereal sarapan siap santap terus mengalami perkembangan. Saat ini, teknologi ekstrusi merupakan metode yang paling populer digunakan. Metode ini dikenal fleksibel, efisien, stabil, dengan volume produksi yang tinggi. Penambahan unit operasi lain juga dapat diintegrasikan dengan mudah untuk tujuan yang spesifik, seperti pengeringan, pelapisan (coating) flavor, atau pemanggangan (Owen 2001). Bahan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan seral sarapan adalah gandum. Namun, gandum merupakan tanaman seralia yang tidak cocok ditanam di Indonesia yang beriklim tropis. Untuk pemenuhan kebutuhan gandum, Indonesia masih mengimpor dari luar negeri. Akan lebih baik apabila dikembangkan seral sarapan yang bahan baku pembuatannya memanfaatkan ko modit i lo kal. Selain meningkatkan ketahanan pangan, penggunaan komoditi lokal juga dapat menurunkan biaya produksi yang berdampak pada menurunnya harga produk. Ko moditi lo kal yang saat ini sedang diteliti dan dikembangkan sebagai alternatif bahan pangan antara lain jagung, ubi jalar, ubi kayu, garut, kimpul, sorgum, kentang, dan sagu. Di dunia, sorgum adalah tanaman serealia kelima terpenting setelah beras, gandum, jagung, dan barley. Sorgu m menjadi makanan utama lebih dari 750 juta orang yang tinggal di daerah tropis setengah kering di A frika, Asia, dan A merika Lat in (FSD 2003). Sorgu m merupakan sumber pangan potensial bagi bangsa Indonesia karena memiliki berbagai keunggulan. Sorgum termasuk low-input crop yang dapat di budidayakan pada lahan kering dan dapat beradaptasi luas di lahan marginal. Biji sorgum dapat dimanfaatkan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri, sedangkan daunya digunakan untuk pakan ternak. Sorgu m dan produk-produk yang dihasilkannya memiliki harga yang lebih murah d ibandingkan makanan-makanan pokok yang lain seperti beras dan gandum (Arv i 2006). Dengan penjelasan seperti di atas, pengembangan produk sereal sarapan siap santap berbasis sorgum dengan memanfaat kan teknologi ekstrusi diharapkan menjad i suatu pertimbangan dalam mencari solusi terlewatkannya sarapan pagi oleh masyarakat di daerah perkotaan dan sekitarnya.
B. Tujuan Penelitian Secara u mu m, penelitian in i bertujuan untuk menghasilkan sereal sarapan siap santap (ready-to-eat cereal) berbasis sorgum dengan menggunakan ekstruder ulir ganda yang dapat diterima oleh konsumen. Secara lebih spesifik, penelitian in i bertujuan untuk menemukan ko mposisi bahan-bahan terbaik termasuk ko mposisi tapioka dan emulsifier terbaik untuk menghasilkan flakes sorgum terbaik dari segi karakteristik sensori produk, sertadapat diproduksi dengan nilai ekonomi yang positif sehingga dapat diserap dan diterapkan pada industri pangan di Indonesia.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sorgum Sorgum (Sorgum bicolor L.) merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama dengan padi, jagung, tebu, gandum, dan lain-lain. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sorgum dikenal dengan nama ‗jagung cantel‘, sedangkan di Jawa Barat dikenal dengan nama ‗jagung cantrik‘ dan ‗batara tojeng‘ di Sulawesi Selatan (Suprapto dan Mudjisihene 1987). Tanaman sorgum banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum d ibudidayakan pada ketinggian 0-700 m d i atas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh pada suhu lingkungan 23o -34o C tetapi suhu optimu m berkisar antara 23o -30o C dengan kelembaban relatif 20-40%. Sorgu m t idak terlalu peka terhadap keasaman (pH) tanah, tetapi pH tanah yang baik untuk pertumbuhannya adalah 5.5-7.5 (Ris munandar 1989). Tanaman sorgum tahan terhadap kekeringan. Sebagai perbandingan, 1 kg bahan kering sorgum hanya memerlu kan sekitar 332 kg a ir selama pembudidayaan, sedangkan pada jumlah bahan kering yang sama, jagung membutuhkan 368 kg, barley 434 kg, dan gandum 514 kg air (Suprapto dan Mudjisihene 1987). Gambar tanaman sorgum dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman Sorgu m (Barr 2007) Berdasarkan klasifikasi botaninya, Sorghum bicolor L.termasuk ke dalam : Genus : Sorghum Ordo : Cyperales Kelas : Liliopsida/Monokotiledon Div isi : Magnoliophyta Superdivisi : Spermatophyta Subkingdom : Tracheobionta Kingdom : Plantae. Secara u mu m, b iji sorgum dapat dikenali dengan bentuknya yang bulat lonjong atau bulat telur, dan terdiri dari tiga lap isan utama, yaitu kulit luar (8%), lembaga (10%), dan endosperma (82%). Ukuran bijinya kira-kira adalah 4.0 x 2.5 x 3.5 mm, dan berat bijinya berkisar antara 8 mg sampai 50 mg dengan rata-rata 28 mg. Berdasarkan bentuk dan ukurannya, biji sorgum dapat digolongkan sebagai biji berukuran kecil (8-10 mg), sedang (12-24 mg ), dan besar (25-35 mg). Kulit bijinya ada yang berwarna putih, merah, atau coklat (Suprapto dan Mudjisihene 1987) .
3
Biji sorgum termasuk jenis kariopsis (caryopsis) dimana seluruh perikarp bergabung dengan endosperma. Perikarp terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikarp, mesokarp, dan endokarp. Tepat di bawah endokarp, terdapat lapisan testa yang mengelilingi endosperma.
Gambar 2. Penampang Melintang Biji Sorgu m (FSD 2003) Sorgum memiliki ko mposisi kimia yang mirip dengan jagung (Zea mays). Hal ini berarti bahwa sorgum memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan menjadi bahan baku berbagai produk pangan. Perbandingan gizi berbagai serealia ditampilkan pada Tabel 1. Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa protein sorgum lebih t inggi dibandingkan dengan jagung dan beras, dengan kandungan lemak yang lebih rendah daripada jagung. Serat pada sorgum juga lebih tinggi daripada beras . Tabel 1. Perbandingan kadungan nutrisi berbagai serealia (per 100 gr bagian yang dapat dimakan; 12% ka) Bahan Kalori Protein Lemak Karbohi drat Serat Air (g) Pangan (kal) (g) (g) (g) (g) Sorgu m
366
11.0
3.30
73.0
11.2
2.3
Beras
360
7.0
0.70
79.0
9.8
1.0
Jagung
361
9.0
4.50
72.0
13.5
2.7
Kentang
62
2.1
0.20
13.5
83.4
0.5
Ub i kayu
154
1.0
0.30
36.8
61.4
0.9
Ub i jalar
119
0.5
0.40
25.1
72.6
4.2
Terigu
333
9.0
1.00
77.2
11.8
0.3
Sumber : Beti et al. (1990); PAGI (2009)
Sebagian besar karbohidrat yang terdapat di dalam sorgum adalah pati. Endosperma dari tipe sorgum biasa mengandung 23 - 30% amilosa, sedangkan varietas waxy mengandung amilosa kurang dari 5%. Tepung sorgum mempunyai suhu gelatinisasi 68o - 78o C, sedangkan tepung jagung tergelatinisasi pada suhu 62o - 68o C. Hal ini menyatakan bahwa tepung sorgum merupakan bahan baku yang serbaguna karena tidak mudah menggumpal (tergelat inisasi) pada
4
saat mengalami pemanasan (Suprapto dan Mudjisihene 1987). Perbandingan komposisi amilosa dan amilopekt in serta derajat gelatin isasi dari berbagai jenis serealia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkiraan kandungan amilosa dan amilopektin serealia Rentang Derajat Ti pe Pati Amilosa (% ) Amilopektin (% ) Gel atinisasi (o C) Jagung
25
75
62-72
Jagung waxy
<1
>99
63-72
55-70 (atau lebih )
45-30 (atau kurang)
70-95+
Kentang
20
80
50-60
Beras
19
81
68-78
Beras ketan
<1
>99
68-77
Tapioka
17
83
52-61
Gandum
25
75
58-63
Sorgum
25
75
65-74
Sorgum waxy
<1
>99
64-73
<20
>80
64-73
Jagung tinggi amilosa
Sorgum heterowaxy Sumber : Lusas & Lloyd (2001)
Protein pada sorgum dapat dikategorikan menjadi empat jen is berdasarkan sifat kelarutannya, yaitu albumin (larut air), globulin (larut garam), prolamin/gliadin (larut alkohol), dan glutelin (larut asam atau basa). Meskipun tepung sorgum memiliki glutelin dan gliadin, akan tetapi protein tepung sorgum kurang memiliki kemampuan untuk membentuk g luten jika dib andingkan dengan terigu (Suarni 2004). Menurut Suarni (2004), kandungan gliadin dan glutenin terigu seimbang, sehingga dapat membentuk gluten yang memiliki sifat elasitisitas tinggi ketika ditambahkan air. Oleh karena tepung sorgum tidak memiliki gluten yang sama seperti gluten terigu, maka tepung sorgum dapat digunakan untuk pembuatan produk makanan yang bebas gluten atau gluten free (FSD 2003; NSP 2005; Rooney 2003). Rooney (1973) menyatakan bahwa ko mposisi kimia protein pada sorgum mirip dengan jagung, yaitu lisin sebagai ko mponen terbanyak, treonin, triptofan, dan metionin sebagai ko mponen paling kecil. Semua varietas sorgum mengandung komponen fenolik, termasuk asam fenolat dan flavonoid. Beberapa varietas mengandung tanin dibagian testa, tetapi seringkali sorgum budidaya tidak mengandung tanin. Komponen ini dapat mempengaruhi warna, flavor, dan kualitas nutrisi produk. Meskipun demikian, tanin melindungi biji sorgum dari serangan serangga dan burung karena rasa pahit yang dikandungnya. Kandungan tanin pada biji menghambat aktivitas beberapa enzim sehingga menghambat pencernaan protein dan pemecahan selulosa. Uji coba pada hewan telah membukt ikan bahwa tanin menghambat penyerapan protein, mengurangi pemanfaatan mineral dan menyebabkan penurunan pertumbuhan. Pemberian pakan pada babi yang mengandung 4.21% tanin menurunkan daya cerna protein sebesar 5.6%. Kandungan tanin sebelum b iji matang (ripe) selalu lebih t inggi dibandingkan setelah biji matang. Kandungan tanin pada biji yang lebih gelap selalu lebih t inggi daripada biji yang lebih pucat. Beberapa tipe sorgum putih mengalami pig mentasi di bagian perikarp dan testa yang disebabkan oleh ko mponen fenolik (Leder 2004). Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Sorgum mempunyai daerah adaptasi yang luas. Tanaman sorgum
5
toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama/penyakit. Biji sorgum dapat digunakan sebagai bahan baku di industri pangan seperti industri gula, monosodium glutamat (MSG), asam amino, dan industri minu man. Dengan kata lain, sorgum merupakan ko moditas pengembang untuk diversifikasi industri secara vertikal (Sirappa 2003). Di berbagai belahan dunia, sorgum telah d igunakan sejak lama sebagai bahan pangan terutama adalah pangan tradisional. Masyarakat Afrika dan India mengkonsumsi sorgum sejak ribuan tahun lalu dengan mengolahnya menjadi bubur dan panekuk. Di Afrika, terutama daerah Tanzania, Afrika Tengah, dan Afrika Utara, sorgum juga digunakan sebagai bahan pembuat bir (Dogget 1970). Tepung sorgum juga dapat berperan sebagai subtitusi tepung terigu pada pembuatan roti, mie, pasta, dan kue-kue kering. Suarni (2004) menyebutkan bahwa tepung sorgum dapat mensubtitusi tepung terigu hingga taraf 50-80% untuk membuat kue kering. Subtitusi perlu menambahkan maizena sebagai bahan perekat dan bumbu kue untuk menekan rasa sepat pada tepung sorgum. Areal yang berpotensi untuk pengembangan sorgum di Indonesia sangat luas, meliputi daerah beriklim kering atau musim hujannya pendek serta tanah yang kurang subur. Daerah penghasil sorgum dengan pola pengusahaan tradisional adalah Jawa Tengah (Purwodadi, Pati, Demak, Wonogiri), Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul, Ku lon Progo), Jawa Timur (Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Probolinggo), dan sebagian Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Sirappa 2003). Menurut Beti et al. (1990), luas areal tanam sorgum di dunia mencapai sekitar 50 juta hektar dengan total produksi 68.40 juta ton dan rata-rata produktivitas 1.30 t/ha. Negara penghasil sorgum utama adalah India, Cina, Nigeria, dan Amerika Serikat. Data produksi dan produktivitas sorgum di berbagai belahan dunia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Negara produsen utama sorgum dunia Negara Produksi Produkti vitas (2007/2008)
(000,000 t)
(t/ha)
Amerika Serikat
12.64
4.60
Nigeria
10.00
1.35
India
7.93
1.00
Meskiko
6.20
3.49
Sudan
4.50
0.68
Australia
3.07
2.99
Argentina
2.94
4.74
Brazil
2.00
2.35
Cina
1.92
3.84
Indonesia*
0.006
0.003
Dunia
63.26
1.60
Sumber : AgroStats (2009); *Deptan (2010)
Ketersediaan sorgum di Indonesia masih terbatas. Hal ini terkait dengan kesadaran petani dan kebijakan pemerintah terhadap upaya tanam sorgum. Permintaan terhadap sorgum untuk pangan masih sangat rendah. Saat ini, sorgu m masih dibudidayakan untuk dimanfaatkan sebagai
6
pakan ternak dan produksi etanol. Perusahaan belum tertarik untuk menggunakan sorgum sebagai bahan baku produksi. Keberadaan gandum masih sangat dominan karena gandum dianggap lebih mudah diterima masyarakat, karena sorgum belum banyak dikenal masyarakat. Akibatnya, petani pun enggan menanam sorgum dalam ju mlah besar karena dianggap tidak ada yang membeli. Untuk mengatasi hal ini, kebijakan pemerintah yang tepat dapat meningkat kan penerimaan sorgum sebagai bahan pangan sedikit demi sedikit. Perguruan tinggi memegang peranan yang penting untuk mendukung penerimaan sorgum oleh masyarakat sebagai upaya diversifikasi pangan. Dengan penelitian yang terarah, produk berbahan dasar sorgum dapat dikembangkan sehingga membuka peluang penggunaan sorgum pada produk ko mersial. Pengembangan pangan fungsional dari sorgum juga dapat dilakukan. Upaya-upaya ini dapat meningkatkan citra sorgum sehingga masyarakat dapat menerima sorgum sebagai bahan pangan alternatif.
B. EKSTRUSI 1. Proses Ekstrusi Ekstrusi adalah suatu satuan proses yang memaksa suatu bahan untuk mengalir pada suatu ruangan yang sempit dan akh irnya memaksanya untuk keluar melalui sistem bukaan (die) yang sempit juga, sehingga bahan mengalami beberapa satuan proses sekaligus meliputi proses pencampuran, pengadukan, pemasakan, pengulian, pembentukan, pengembangan, atau pengeringan tergantung dari desain esktruder dan kondisi proses (Dziezak 1989). Proses ekstrusi digunakan untuk memproduksi beberapa produk seperti pasta, sereal sarapan, biskuit, crackers, makanan bayi, makanan ringan (snack), p roduk-produk konfeksioneri, dan lain-lain (Linko et al. diacu dalam Dziezak 1989). Secara u mu m, Pontoh (1995) menyatakan bahwa proses ekstrusi memberi manfaat untuk merubah flavor, merubah protein (denaturasi) dan pati (gelatinisasi dan dekstrinisasi), menghasilkan makanan yang lebih mudah dicerna, merusak enzim yang merugikan, memperbaiki bent uk bahan dan menciptakan tekstur yang dikehendaki. Pemasakan dengan ekstrusi mempunyai banyak keuntungan, antara lain parameter fisik (suhu, tekanan) dapat dirubah-rubah, sehingga dengan mesin yang sama dapat memasak dan mengolah produk yang mempunyai formu la berbeda-beda. Keuntungan lainnya adalah memberi bentuk dan tekstur pada hasil produk, kemampuan produksi kontinyu, pengoperasian yang efisien dari segi tenaga, energi, dan luas pabrik, pasteurisasi produk akh ir, dan pros es dalam keadaan kering (Harper 1981). Lusas dan Llyod (2001) menambahkan bahwa di dalam proses ekstrusi, tindakan koreksi dapat dengan mudah dilakukan. Ekstrusi juga merupakan gabungan dari berbagai satuan operasi. Secara u mu m, satuan operasi yang terjadi pada proses ekstrusi antara lain pemanasan, pendinginan, pengaliran bahan, pemasukan bahan, penekanan, pencampuran, peleburan, pemasakan, pembentukan, teksturisasi, dan reaksi (Lusas dan Lloyd 2001). Pemasakan ekstrusi semakin populer pada dua dekade terakhir karena beberapa alasan , antara lain cakupan produk, biaya, produktivitas, kualitas produk, dan pengaruh terhadap lingkungan. Cakupan produk yang luas dapat dihasilkan oleh proses ekstrusi hanya dengan mengubah ingredien bahan, kondisi operasi ekstruder, dan lubang keluaran (die). Biaya proses yang dikeluarkan juga lebih rendah karena sifat berkelanjutan yang men ingkatkan produktivitas. Kualitas produk yang baik tercapai karena aplikasi suhu tinggi dalam waktu singkat. Retensi komponen pangan tidak tahan panas dapat diperthanakan sehingga menjaga kualitas produk. Proses ekstrusi ramah terhadap lingkungan yang berkaitan dengan proses
7
pemasakan ekstrusi dengan kelembaban rendah. Proses ini menghasilkan limbah dalam ju mlah yang tidak signifikan, mengurangi biaya pengolahan air dan tingkat polusi lingkungan.
2.
Alat Ekstrude r
Ekstruder adalah alat untuk melakukan proses ekstrusi (Harper 1981). Menurut Muchtadi et al. (1988), fungsi pengekstrusi meliputi gelatinisasi, pemotongan moleku ler, pencampuran, sterilisasi, pembentukan dan penggelembungan atau pengeringan. Ko mbinasi satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut di atas merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dalam proses ekstrusi. Terdapat empat komponen dasar di dalam ekstruder. Ko mponen pertama adalah sistem pengumpan (feeding system). Sistem pengumpan berfungsi untuk tempat bahan yang akan diekstrusi. Ko mponen kedua berupa sistem preconditioner, yaitu sistem yang berfungsi untuk menyeragamkan atau memod ifikasi kondisi bahan sebelum masuk ke dalam laras ekstruder. Sistem in i dapat berupa injeksi uap, maupun pencampuran dengan air. Ko mponen ketiga adalah ekstruder. Ko mponen terakhir berupa die pada ujung keluaran ekstruder. Die inilah yang berperan membentuk produk sesuai yang diinginkan (Lusas dan Lloyd 2001). Penggunaan motor berkekuatan tinggi akan membuat screw terus berputar, sehingga men imbulkan panas yang tinggi akibat gesekan antar bah an. Perputaran screw memaksa produk bergerak sepanjang laras (barrel) dan membangkitkan tekanan yang akhirnya digunakan untuk pembentukan produk (Miller 1993). Ekstruder terdiri dari ulir putar (screw), yang terpasang dalam laras tertutup rapat (barrel), dan sering kali dikelilingi oleh jaket pemanas (heating mantle). Dalam banyak kasus, pemasukan panas utama sering dihasilkan dari perputaran screw (friksi internal) atau disebut konversi energi mekanik. Su mber panas lain dapat berupa konduksi dari jaket p emanas, atau secara konveksi dari uap panas (steam) (Lusas dan Lloyd 2001). Maltz (1984) membagi ekstruder berdasarkan jumlah ulir yang digunakan dalam proses ekstusi, yaitu ekstruder ulir tunggal dan ekstruder ulir ganda. Menurut Bhattacharva dan Padmanabhan (1992), ekstruder ulir ganda memiliki kelebihan daripada ekstruder ulir tungal yaitu kontrol dan keseragaman produk yang leb ih baik, namun penggunaannya memerlukan investasi yang lebih besar dengan kapasitas produksi yang sama.
Gambar 3. Penampang Ekstruder Ulir Tunggal Sederhana
8
Menurut Muchtadi et al. (1988), ada lima jen is pengekstrusi berulir tunggal yang umu m digunakan di industri pangan, yaitu : a. Pengekstrusi Pasta. Alat ini dipakai untuk membentuk makaroni dan produk serupa dari suatu adonan. b. High Pressure Forming Extruder Alat in i dipakai untuk memadatkan dan membentuk adonan yang telah mengalami gelatinisasi terlebih dahulu, menjad i produk yang membutuhkan proses lanjutan, seperti makanan ringan (snack) dan sereal. c. Low Shear Cooking Extruder Alat ini dipakai sebagai pemasak yang kontinyu untuk adonan yang berkadar air tinggi. Produk kemudian diproses lebih lan jut dengan pembentukan, pengeringan, dan lain -lain. d. Collet Extruder Alat ini dapat mendinginkan, membuat gelembung, dan membentuk butiran -butiran kering seperti misalnya corn meal untuk produk-produk pangan bergelembung, seperti corn curl. e. High Shear Cooking Extruder Alat ini merupakan ekstruder yang berkerja pada rasio kompresi tinggi, laras yang panjang, dan kemampuan mendinginkan atau memanaskan produk secara eksternal. Ekstruder jenis ini memiliki kemampuan operasi yang luas. Bahan yang bervariasi dengan rentang kelembaban yang lebih luas dapat digunakan. Selain itu, kondisi proses seperti suhu dan pengembangan juga dapat dikendalikan. Ekstruder ulir ganda atau ulir kembar terdiri dari dua ulir yang sama panjang dan terletak berdampingan dalam satu barrel. Berdasarkan arah alirannya, ekstruder ulir ganda dapat dibedakan menjadi counter rotating dan co-rotating. Berdasarkan jarak antara dua sumbu kedua ulir tersebut, ekstruder ulir ganda dibedakan menjad i intermeshing dan nonintermeshing (Hariyadi 1996).
A
B
C
D
Keterangan : A : Counter rotating, intermeshing B : Co-rotating, intermeshing C : Counter rotating, non-intermeshing D : Co-rotating, non-intermeshing Gambar 4. Jenis-Jenis Ekstruder Ulir Ganda Berdasarkan Konfigurasi Ulir (Jensen 1978) Ekstruder berulir ganda merupakan alat yang dapat digunakan untuk membuat sereal sarapan dengan mengaplikasikan teknologi High Shear Cooking Extruder. Dengan dua ulir yang bekerja, pemotongan (shear) akan lebih merata dan lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap
9
partikel bahan akan diproses dengan lebih konsisten sehingga diperoleh struktur dan tekstur yang lebih homogen. Ekstruder ulir ganda memiliki fleksibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan ekstruder ulir tunggal. Pada ekstruder ulir tunggal, rancangan ulir, sistem pemasukan bahan (feeding), dan pola suhu di dalam ekstruder merupakan t iga faktor yang berkaitan erat. Pada ekstruder berulir ganda, ketiga faktor ini tidak berkaitan erat, sehingga operator dapat mengendalikan kondisi-kondisi tersebut untuk mengahasilkan tekstur produk akhir yang diinginkan (Muchtadi et al. 1987).
3.
Variabel Operasi Ekstrusi
Menurut Harper (1981), terdapat dua tipe variabel operasi pada proses ekstrusi, yaitu variabel dependen dan independen. Variabel independen adalah variabel-variabel yang dapat dikontrol oleh operator dan tidak tergantung pada faktor lain yang ada di dalam sistem. Sebaliknya, variabel dependen merupakan variabel-variabel yang dapat mencapai n ilai tertentu, tergantung dari nilai variabel independen. Variabel independen yang mempengaruhi suatu proses ekstrusi antara lain adalah ingredien bahan, kelembaban, desain ulir dan laras (screw and barrel design), desain cetakan (die), kecepatan putar ulir (screw speed), temperatur, p reconditioning, dan kecepatan masuk bahan. Sedangkan variabel dependen pada proses ekstrusi terdiri dari v iskositas, shear rate, flow rate, tekanan, tenaga (power), lama tinggal (residence time), temperatur, dan karakteristik produk. Guy (2001) men jelaskan bahwa sifat paling penting dari proses ekstrusi adalah sifat keberlan jutan yang beroperasi pada keseimbangan antara masukan (input) dan keluaran (output). Oleh karena itu, untuk mendapatkan karakteristik ekstrudat yang diinginkan , masukan harus diatur pada tingkat yang tepat untuk mencapai kondisi fisik dan perubahan proses kimia yang baik. Kondisi fisik dan kimia in i merupakan variabel dependen yang akan menentukan sifat produk, sedangkan masukan (input) merupakan variabel independen. Hubungan antara variabel dependen dan independen yang baik harus dijaga pada tingkat optimu m dengan celah perubahan proses sekecil mungkin untuk men jaga keseragaman produk. a. Variabel Bahan Ingredien bahan dengan komposisi yang tepat serta kondisi proses optimu m merupakan variabel independen yang menjadi perhatian utama pada penelitian ini. Ko mbinasi yang baik dari ingredien yang tepat serta kondisi proses optimu m d iperlukan untuk memperoleh karakteristik produk yang renyah, mengembang, tidak mudah larut dalam med ia saji, masak, dan siap dikonsumsi. Guy (1994) meng klasifikasikan bahan-bahan yang memiliki peran fungsional dalam pemasakan ekstrusi ke dalam tujuh grup yang dikenal sebagai Sistem Klasifikasi Guy. 1) Bahan-bahan pembentuk struktur Grup pertama adalah bahan-bahan yang berperan membentuk struktur, yang berupa biopolimer. Biopolimer dapat berupa pati-patian alami ataupun polimer pati. Pati-patian alami memiliki ukuran part ikel yang lebih besar dibandingkan polimer pati, sehingga tidak memberikan pengembangan optimu m. Oleh karena itu, ko mbinasi antara pati-patian alami dan polimer pati dengan komposisi yang tepat diperlukan untuk membentuk struktur dan pengembangan yang diinginkan. Pati terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilopketin dan amilosa. Amilopekt in merupakan ko mponen yang lebih besar karena memiliki struktur bercabang. Berat molekul amilopekt in lebih besar dari 108 Dalton dan memberikan pengembangan 1-2 ml/g. Namun demikian, pemotongan mekanik yang tinggi dapat
10
mengurangi berat mo lekulnya hingga 106 D dan memberikan pengembangan hingga 25 ml/g. A milosa memiliki ukuran yang leb ih kecil karena strukturnya yang lin ier. Berat mo leku lnya berkisar antara 2-105 D dan memberikan pengembangan yang paling besar pada pati-patian alami. Muchtadi et al. (1987) juga menjelaskan bahwa pati dengan kandungan amilosa tinggi akan menghas ilkan produk ekstrusi yang lebih pejal, padat, keras, tetapi kurang mengembang. Pati dengan kandungan amilopektin tinggi akan menghasilkan produk ekstrusi yang mengembang (puffing), ringan, porous, garing, dan renyah. Hal ini terjadi karena amilopekt in dengan struktur bercabang mengalami kerusakan yang lebih besar dan tidak mampu saling menyusun secara efektif di dalam laras maupun cetakan, sehingga membantu pengembangan produk. Amilosa lebih tahan terhadap kerusakan mekanik selama proses daripada amilopektin.
Amilosa
Amilopekt in
Gambar 5. A milosa dan Amilopekt in Sebagian besar pati yang akan diekstrusi memiliki kadar air dibawah 50%, sehingga apabila dipanaskan pada suhu tingi akan terjadi peleburan granula pati (Wirakartakusumah 1981). Peleburan granula pati ini dapat berupa terbentuknya ko mpleks pati dengan lemak, atau diduga sebagai akibat terjadinya perubahan ko mposisi ko mponen kimia pati karena perlakuan suhu yang terlalu tinggi. Muchtadi et al. (1987) menyatakan bahwa amilosa membentuk ko mpleks dengan lip ida-lip ida selama proses ekstrusi sehingga sangan membantu untuk mempertahankan struktur alamiahnya. Eastman et al. (2001) menyebutkan bahwa pati juga memiliki kemampuan untuk membentuk lapisan yang dapat memperlambat terserapnya susu ke dalam produk sereal. 2) Bahan-bahan pengisi fase terdispersi Grup kedua merupakan bahan-bahan pengisi yang terdispersi ke dalam lapisan pati, diantaranya adalah protein (gluten, albumin ) dan material berserat (selulosa, hemi selulosa, lignin, bekatul). Protein gluten dalam ju mlah lebih kecil dari 30% akan terhidrasi dalam air dan mengalami pengecilan ukuran oleh ulir ekstruder menjad i berukuran sekitar 5µm setelah proses. Protein larut air lainnya (albumin) terkoagulasi pada suhu tinggi dan kemudian akan rusak dan terpecah men jadi part ikel dengan ukuran yang sama. Material berserat tidak berubah ukurannya selama ekstrusi. Keberadaan fase terdispersi mempengaruhi proses ekstrusi dengan dua cara. Kehadiran material terdispersi secara fisik di d inding sel partikel mengurangi potensi pengembangan dari pati dengan cara penetrasi ke lapisan dinding sel. Kehadiran material terdispersi juga mempengaruhi pengembangan pada lubang keluaran (die) dengan sifat balik elastik (elastic recoil). Sifat ini juga akan mengurangi pengembangan produk.
11
3) Bahan-bahan yang berperan sebagai pelu mas dan plastisizer Bahan-bahan yang berperan sebagai plastisizer dapat berupa air dan lemak atau minyak. Penambahan air merubah bahan-bahan kering menjad i plastis. Lemak dan minyak dapat mengurangi pemotongan dengan cara melu masi part ikel yang saling berinteraksi di dalam adonan dan partikel yang bergesekan dengan permukaan logam dari ulir atau dinding laras. Penambahan satu atau dua persen lemak atau minyak dapat menghasilkan efek yang besar pada proses ekstrusi. Selama proses, lemak akan membentuk struktur baru dengan pati yaitu kompleks antara amilosa dan asam oleat (Hanna dan Bhatnagar 1994). Struktur baru yang terbentuk ini dapat menghambat pengembangan produk ekstrusi dan membuatnya lebih pejal dan renyah. Selain itu, lemak dapat melapisi bagian luar granula pati sehingga menghambat penetrasi air ke dalam granula. Hal in i akan menyababkan tingkat gelatinisasi yang lebih rendah (Po lina 1995). 4) Padatan terlarut Padatan terlarut meliputi gula dan garam yang berperan sebagai agen pemberi flavor dan humektan. Ko mponen-ko mponen ini akan terlarut dalam air bebas dalam adonan pada saat pengadukan awal. Efeknya terhadap proses ekstrusi tergantung pada konsentrasi dan interaksi kimia dengan polimer pati dan protein. Gu la juga akan berko mpetisi dengan pati untuk mendapatkan air yang tersedia. Hal ini dapat mempengaruhi hidrasi dan ekspansi optimal dari pati. Kadar gula internal bahan sebaiknya tidak melebih 16% (East man et al. 2001). Garam berperan untuk meningkat kan viskositas dalam laras ekstruder sehingga men ingkatkan konversi energi mekan is (mempercepat pemasakan) dan meningkatkan pengembangan produk. Garam juga mempengaruhi kelarutan dan kekentalan protein, karena itu ketegaran tekstur dan ekspansi produk ekstrusi akan meningkat (M iller 1995). 5) Bahan pembentuk sel Kalsiu m karbonat dan magnesium silikat merupakan contoh bahan pembentuk sel. Penambahan bahan tidak larut yang sangat halus dapat mengurangi energi yang diperlukan untuk membentuk gelembung dalam lap isan pati, dan men ingkatkan ju mlahnya dari ratusan hingga puluhan ribu per mililiter. 6) Bahan pemberi warna Penggunaan bahan-bahan pemberi warna diutamakan adalah yang tahan panas (stabil) ataupun yang berupa prekursor. 7) Bahan pemberi flavor Penambahan bahan pemberi flavor dapat dilakukan saat proses ekstrusi berlangsung maupun setelahnya. b. Variabel Proses dan Operasi Variabel proses yang dapat dikendalikan dengan mesin yang ada dan yang berperan dalam mempengaruhi karakteristik produk akhir antara lain suhu, kecepatan putar ulir, kecepatan masuk bahan, desain cetakan.
12
1) Suhu Suhu terutama berfungsi untuk memasak bahan sehingga saat keluar dari ektruder, produk siap d ikonsumsi. Selain itu, suhu juga mempengaruhi perubahan mo leku ler bahan. Ekstrusi pemasak (cooking extruder) pada umu mnya menggunakan suhu antara 150-200o C. Dengan suhu ini, bahan yang masuk ke dalam ekstruder akan mengalami proses pemasakan sehingga saat keluar produk sudah masak dan siap dikonsumsi. Ko mponen mikrobial yang terdapat pada bahan dapat dihilangkan, dengan memin imalkan kehilangan kandungan gizi p roduk mengingat bahwa proses yang digunakan adalah proses HTST. Selain itu, ko mponen anti nutrisi seperti tripsin inhibitor, hemaglutinin, dan gosipol juga dapat dihilangkan (Muchtadi et al. 1987) Di dalam laras ekstruder, air akan menguap dan menjadi uap air, namun tertahan di dalam bahan karena tekanan yang dihasilkan putaran ulir. Saat keluar dari cetakan, akan terjadi proses flashing dimana uap air segera meninggalkan bahan karena perbedaan tekanan, dan menyebabkan produk mengembang. 2) Ulir dan Kecepatan Putar Ulir Pada sebuah ekstruder biasanya terdapat tiga bagian ulir utama yang dapat diatur suhunya lewat pemanas eksternal. Bagian pertama adalah bagian masukan (feed section). Bahan mula -mula masuk ke dalam ulir lewat bagian ini. Fungsi utama bagian masukan adalah untuk memastikan bahwa bahan yang masuk cukup sehingga ulir tidak dalam keadaan kosong (starved). Bagian kedua adalah bagian ko mpresi (compression section). Bagian ini bahan mu lai dipanaskan dan ditekan oleh ulir akibat penurunan jarak antara ulir dengan dinding laras. Karakteristik bahan berubah dari bentuk granula ataupun partikulat menjadi bentuk amorf atau adonan plastis. Bagian terakhir adalah bagian pengendali (metering section), dimana bahan akan mengalami pemotongan dan pemanasan maksimal. Konversi energi mekanis menjadi besar yang menyebabkan peningkatkan suhu yang lebih cepat. Tingkat pemotongan yang tinggi akan men ingkatkan pengadukan internal sehingga suhu ekstrudat menjadi lebih seragam (Harper 1981). Kecepatan putar ulir akan menentukan tingkat pemotongan dan energi mekan is yang berpengaruh pada suhu bahan. Kecepatan ulir juga berpengaruh pada keseragaman pengadukan dan suhu, yang sangat penting untuk menjaga ―tit ik mat i‖ tidak terbentuk. Titik mat i adalah daerah-daerah/titik-titik di dalam ekstruder dimana aliran dapat terhenti sehingga menyebabkan aliran bahan yang terlampau panas dan bentuk fisik yang telah berubah (Muchtadi et al. 1987). Tingkat pemotongan bahan akan semakin meningkat dengan menambah kecepatan ulir bahan. Geo metri dan rancangan ulir juga mempengaruhi tingkat pemotongan bahan, yaitu bentuk ulir, jarak u lir dengan dinding laras, serta bentuk dan susunan tonjolan ulir. Akan tetapi, variabel in i telah ditetapkan pada mesin ekstruder, sehingga tidak leluasa untuk diubah. 3) Kecepatan Masuk Bahan Kecepatan masuk bahan dapat diatur dengan mengendalikan kecepatan auger atau ulir pengumpan. Ulir pengumpan berfungsi untuk menyeragamkan bahan serta melakukan pemotongan bahan sebelum masuk ke ekstruder. Hal ini penting untuk mencegah penyebaran air atau kelembaban yang tidak merata yang dapat menyebabkan distribusi suhu yang tidak merata dan ―titik mat i‖ di dalam ekstruder. Kecepatan masuk bahan juga mempengaruhi ju mlah aliran bahan di dalam laras. Ju mlah bahan yang
13
masuk sebaiknya cukup untuk mencegah terbentuknya kantong -kantong udara di dalam laras. Pembentukan kantong-kantong udara ini akan mempengaruhi ketidakseragaman produk yang dihasilkan (Harper 1981: Muchtadi et al. 1987). 4) Desain Cetakan Desain cetakan akan mempengaruhi bentuk produk yang dihasilkan. Pada beberapa desain cetakan yang memiliki lubang ganda dengan bentuk lingkar yang tidak simetris terhadap sumbu alat, dapat terjadi perbedaan tekanan diantara lubang cetakan. Hal ini dapat menyababkan aliran bahan yang tidak seragam sehingga produk yang dihasilkan t idak konsisten.
C. Sarapan Sereal Sereal sarapan pagi (breakfast cereal) adalah produk dengan tekstur cenderung rapuh yang sebagian besar terbuat dari serealia yang diubah menjad i bentuk yang lebih mudah dikonsumsi dan dicerna melalui proses mencakup pemasakan dan dehidrasi (Frame 1999). Di dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01—4270-1996, definisi susu sereal adalah serbuk instan yang terbuat dari susu bubuk dan sereal dengan penambahan bahan makanan lain dan atau tanpa bahan tambahan pangan yang diizinkan. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2000) yang dimaksud dengan makanan ringan ekstrudat ialah makanan ringan yang dibuat melalui proses ekstrusi dari bahan baku tepung dan atau pati untuk pangan dengan penambahan bahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lain yang diizin kan dengan atau tanpa melalui p roses penggorengan. Seiring dengan perkembangan zaman, waktu sarapan pagi semakin terbatas, sehingga diperlukan menu sarapan pagi yang praktis dan juga bergizi. Oleh karena itu, saat in i telah beredar berbagai produk sereal sarapan yang praktis penyajiannya dan hanya membutuhkan penambahan susu cair. Jen is sereal sarapan seperti in i menawarkan kepraktisan dan kandungan gizi ekstra. Menurut Tribelhorn (1991), produk sereal sarapan dapat dikelo mpokan berdasarkan sifat fisik alami dari produk. Jenis pertama adalah kelo mpok sereal tradisional yang memerlu kan pemasakan (Traditional cereal that require cooking). Sereal jenis ini dijual di pasaran dalam bentuk biji mentah yang sudah diproses. Jenis kedua adalah sereal tradisonal panas cepat saji (Instant traditional hot cereal). Sereal jenis in i dijual di pasaran dalam bentuk biji masak dan hanya memerlu kan air mend idih untuk dapat dikonsumsi. Jenis ketiga adalah Ready-to-eat cereal. Sereal jenis ini merupakan kelo mpok sereal yang dibuat dari biji yang sudah dimasak dan dimod ifikasi. Jenis sereal ini dapat dikelo mpokkan lagi men jadi produk flaked, puffed, atau shredded. Jenis keempat adalah Ready-to-eat ceral mixes. Sereal jenis ini merupakan ko mbinasi dari bermacam-macam b iji sereal, polong-polongan (legumes), atau oil seeds, serta buah-buahan kering. Jenis kelima, atau jenis yang terakhir adalah produk sereal lainnya (Miscellaneous cereal products). Jenis ini merupakan produk sereal yang tidak dapat dikelo mpokkan ke dalam empat jenis sereal sarapan di atas karena adanya pengkhususan dari proses astau pengguna akhir. Contoh sereal jenis ini adalah makanan bayi dan cereal nuggets. Saat ini, sereal sarapan yang paling digemari masyarakat adalah jenis ready -to-eat puffed cereal yang penyajiannya dengan cara mencampurkan sereal dengan susu dan dapat disajikan kurang dari 3 men it. Sereal sarapan jenis ini paling banyak jenisnya dibandingkan dengan sereal sarapan lainnya dan merupakan sereal sarapan yang akan dibuat pada penelitian ini.
14
Menurut Khomsan (2002), sarapan pagi menyumbang kurang lebih 25% zat gizi, yaitu sekitar 400-500 kkal untuk kecukupan energi 2000 kkal. Menurut Hand (2010), kisaran ju mlah asupan karbohidrat yang dapat mencukupi kebutuhan tubuh dan mencegah penyakit adalah 4565%. Ju mlah asupan protein yang dianjurkan adalah 10-35%, sedangkan asupan lemak yang dianjurkan adalah 20-35% dari total kebutuhan gizi harian. Jika dibagi rata, maka ju mlah energi dari karbohidrat yang harus dipenuhi pada saat sarapan adalah 180 -325 kkal, sedangkan dari protein adalah 40-175 kkal dan dari lemak adalah 80-175 kkal. Pada umu mnya, takaran saji produk sereal sarapan siap santap adalah berkisar 20 -80 gram yang menyumbangkan energi antara 80-160 kkal. Ju mlah energi seju mlah in i tentu belum mencukupi kebutuhan energi di pagi hari seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Namun demikian, penyajian sereal siap santap ini adalah dengan menambahkan susu. Ju mlah susu yang ditambahkan pada u mu mnya adalah setengah gelas hingga satu gelas susu, atau berkisar antara 150 h ingga 300 ml yang menyumbangkan antara 130 -260 kkal energ i. Dengan demikian, energi yang dihasilkan dengan mengkonsumsi sereal sarapan pagi dengan susu adalah berkisar 210-420 kkal energ i, yang diharapkan mencukupi kebutuhan energi di pag i hari.
D. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial merupakan suatu dasar pengambilan keputusan untuk melakukan investasi yang menyangkut sejumlah besar dana dengan harapan mendapatkan keun tungan jangka panjang (Soeharto 1999). Beberapa parameter untuk menguji kelayakan suatu proyek untuk dijalankan pada analisis finansial adalah NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit Cost Ratio), PP (Payback Period), dan BEP (Break Event Point). Parameterparameter tersebut dapat diperoleh melalui perhitungan dengan melaku kan perkiraan aliran kas masuk dan keluar. Soeharto (1999) menyebutkan aliran kas terbentuk dari perkiraan biaya pertama, modal kerja, biaya operasi, biaya produksi, dan pendapatan. 1. NPV (Net Present Value) Net Present Value adalah perbedaan antara nilai sekarang dari benefit (keuntungan) dengan nilai sekarang biaya (Kadariah et al. 1978 yang dikutip o leh Djazu li et al. 2009). Besarnya NPV (Net Present Value) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : n
NPV = t =1
𝐴𝐶𝐹𝑡 (1 + 𝑘) t
− 𝐼𝑜
Keterangan : ACFt = arus kas tahunan setelah pajak pada periode t n = usia proyek yang diharapkan (tahun) k = t ingkat bunga modal atau tingkat pengembalian yang disyaratkan (%) t = periode (tahun) Io = investasi awal (Initial Investment) Keown et al. (2005) menyebutkan suatu proyek dapat diterima atau layak dilaksanakan apabila NPV ≥ 0.0. Nilai 0.0 pada NPV menunjukkan setelah proyek berlangsung pada periode yang diharapkan, proyek tersebut memberikan pengembalian yang sama dengan tingkat pengembalian yang disyaratkan. 2. IRR (Internal Rate of Return) Internal Rate of Return dari suatu investasi adalah suatu nilai tingkat bunga yang menunjukkan bahwa nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh biaya investasi proyek (Djazuli 2009). IRR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
15
n
IO = t =1
𝐴𝐶𝐹𝑡 (1 + 𝐼𝑅𝑅) t
Keterangan : ACFt = arus kas tahunan setelah pajak pada periode t n = usia proyek yang diharapkan t = periode (tahun) Io = investasi awal (Initial Investment) Keown et al. (2005) menyebutkan kriteria keputusan parameter IRR adalah menerima proyek jika persentase IRR ≥ tingkat pengembalian yang disyaratkan. 3. Net B/ C (Net Benefit Cost Ratio) Net B/ C adalah angka perbandingan antara present value total bersih dari hasil keuntungan bersih terhadap present value dari biaya bersih (Kadariah et al. 1978 yang dikutip oleh Djazu li et al. 2009). Perh itungan Net B/C d ilakukan dengan terlebih dahulu menghitung PV (Present Value). PV (Present Value) merupakan nilai arus kas bersih (net cash flow) yang dikalikan dengan discount factor (DF). Arus kas bersih merupakan hasil pengurangan nilai manfaat (benefit) dengan nilai biaya (cost). Ru mus menghitung discount factor (DF) adalah : DF =
1 (1 + k) t
Keterangan : k = t ingkat bunga modal atau tingkat pengembalian yang disyaratkan (%) t = periode (tahun) Nilai Net B/ C dihitung dari perbandingkan jumlah semua PV yang positif dengan semua PV negatif. Ru mus untuk menghitung nilai Net B/ C dapat dinyatakan sebagai berikut : Net B/C =
+ NPV positif − NPV negatif
Djazu li et al. (2009) menyebutkan apabila Net B/ C>1 proyek dinyatakan layak, Net B/ C=1 proyek mencapai t itik impas, dan jika Net B/C<1 proyek d inyatakan tidak layak untuk dilanjutkan. 4. PP (Payback Period) Keown et al. (2005) menyebutkan PP (Payback Period) atau periode pembayaran kembali adalah ju mlah tahun yang dibutuhkan untuk menutupi pengeluaran awal. Perhitungannya dilakukan berdasarkan aliran kas, baik tahunan maupun merupakan nilai sisa. Periode pengembalian pada suatu tingkat pengembalian tertentu digunakan model formu la berikut : PP = n −
a b
Keterangan : n = tahun terakhir dimana keadaan Arus Kas Kumu latif bernilai negatif a = Ju mlah Arus Kas Ku mulat if negative di tahun ke-n b = Ju mlah Arus Kas Bersih d i tahun ke-(n +1)
16
Djazu li et al. (2009) menyebutkan apabila nilai PP leb ih besar dari pada umur proyek, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Proyek tersebut layak untuk dilaksanakan apabila nilai PP lebih kecil daripada u mur proyek. 5. B EP (Break Event Point) BEP (Break Event Point) atau titik impas merupakan t itik keseimbangan antara total penerimaan dan total pengeluaran (Ibrahim, 1998). Kapasitas produksi atau volume yang diproduksi pada titik in i tidak akan untung atau rugi (impas). Ju mlah unit yang diproduksi pada titik ini dapat dihitung dengan perumusan : Q (jumlah) =
Harga penjualan
Biaya tetap Biaya variabel unit − unit
17
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Alat Dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelit ian ini adalah ekstruder ulir ganda (Berto Industries), vibrating screen, pin disc mill, alat penyosoh, alat bantu (baskom, mixer, sendok pengaduk), serta alat-alat yang digunakan untuk analisis fisik dan kimia. Alat-alat tersebut antara lain penggaris, mangku k, Rheoner, oven, tanur, cawan alumuniu m, cawan porselen, desikator, neraca analitik, mortar, penyaring vakum, pendingin balik, sudip, gegep, penangas, sentrifuse, dan alat-alat gelas untuk analisis. Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.
(a) (b) (c) Gambar 6. Pin Disc Mill (a); Ayakan Bergoyang (b); Rheoner (c)
(a)
(b)
(c)
Gambar 7. Ekstruder Ulir Ganda {tampak samping (a); tampak depan (b); tampak keseluruhan (c)}
18
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian in i adalah sorgum, tepung gula, tapioka, minyak nabati, garam, bubuk coklat, emu lsifier (gliserol mono stearat). Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk analisis proksimat dan serat kasar antara lain K2 SO4 , Hg O, H2 SO 4 , NaOH, Na2 SO4 , H3 BO3 , HCl, d ietil eter, alkohol, indikator merah metil, kertas saring, dan akuades. Tapioka d ipilih sebagai pati yang ditambahkan ke dalam formu la karena harganya yang lebih mu rah dibandingkan pati lain, seperti maizena. Moscicki (2011) menyebutkan bahwa tapioka cukup terkenal sebagai bahan pembuat flakes di negara-negara Asia. Tapioka memiliki derajat gelatinisasi yang rendah (52-65o C), kandungan protein dan lemak yang rendah, karakteristik pengikat yang baik, warna putih, dan flavor manis, yang merupakan keunggulan dari tepung tapioka. Gliserol monostearat dipilih sebagai emulsifier karena sifatnya yang lipofilik dengan nilai HLB adalah 3.8, dan u mu m digunakan pada proses ekstrusi (Hui & Corke 2006; Kamel & Stauffer 1993).
B. Metode Penelitian Penelit ian yang dilakukan terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan memporoleh jen is dan jumlah bahanbahan yang digunakan untuk menghasilkan produk dengan karakteristik terbaik. Penelit ian pendahuluan dilakukan dalam dua kali uji coba produksi. Variabel yang diujicobakan adalah ukuran partikel sorghum, penambahan tepung kacang hijau, penambahan tepung gula, penambahan minyak, dan penambahan coklat bubuk. Jumlah dan jenis bahan yang digunakan dalam penelit ian utama ditetapkan berdasarkan penilaian subjektif terhadap rasa, tekstur, warna produk, serta biaya bahan yang digunakan. Penelitian utama dilakukan dengan tujuan mendapatkan produk dengan parameter terbaik dengan variasi penambahan tapioka dan emu lsifier. Penentuan produk terbaik dilakukan dengan uji organoleptik dan karakteristik fisik. Kandungan gizi produk d iukur dengan melakukan analisis kimia. Uji penerimaan dilaku kan untuk melihat respon dari target konsumen utama, yaitu anak-anak. Analisis finansial juga dilakukan untuk mensimu lasi kelayakan usaha sorgum flakes. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama penelit ian dapat dilihat pada diagram alir pada Gambar 8. Uji coba pembuatan produk (2 tahap)
Pengamatan subyektif terhadap rasa, warna, dan tekstur produk uji coba serta pertimbangan biaya
Flakes sorgum terbaik
Pembuatan produk dengan variasi tapioka dan emulsifier
A
19
A Uji organoleptik rating hedonik dan analisis fisik
Flakes sorgum terpilih
Analisis kimia produk terpilih
Uji penerimaan
Analisis finansial usaha sorgum flakes Gambar 8. Tahapan Pelaksanaan Penelitian Tahap-tahap pembuatan produk meliputi persiapan bahan, penimbangan, pencampuran, pengkondisian bahan (conditioning), ekstrusi, dan pengeringan. Persiapan bahan adalah tahap pengecilan sorgum dari biji sorgum menjad i grits sorgum yang dilakukan dengan penggilingan biji sorgum dan pengayakan. Penimbangan bahan-bahan dilakukan untuk mempersiapkan bahanbahan sesuai dengan jumlah dan komposisi formula yang diujicobakan. Pencampuran dilaku kan selama 15 men it dengan menggunakan mixer agar seluruh unsur bahan tercampur merata. Pengkondisian bahan dilaku kan dengan mendiamkan campuran bahan selama 10 men it agar kelembaban merata ke seluruh bagian adonan. Ekstrusi dilakukan dengan menggunakan alat ekstruder ulir ganda Berto dengan tipe BEX-DS-2256 dengan spesifikasi sebagai berikut : -
-
Tipe : Twin screw co-rotating intermeshing Motor utama : o Daya : 36 KW o Vo ltase : 380 VA C o Frekuensi : 50-60 Hz Die : o Tampak depan berbentuk bundar dengan sebuah lubang die di tengah o Lubang die berbentuk oval, diameter panjang 7,5 mm diameter lebar 11 mm 7,5 mm
11 mm
Tampak depan Lubang die Parameter-parameter pada ekstruder diset sebagai berikut : Suhu laras bagian I (feed) : 70o C Suhu laras bagian II (compression) : 100o C Suhu laras bagian III (metering) : 135o C Kecepatan putar ulir : 22 Hz Kecepatan putar auger (feeding screw) : 22 Hz Kecepatan putar pisau : 50 Hz Tahap selanjutnya setelah ekstrudat keluar dari ekstruder adalah pengeringan. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven yang diset pada suhu 115 o C selama 15 men it. Hal ini
20
dilakukan agar kadar air produk turun hingga 3% sesuai dengan standar SNI 01—4270-1996. Diagram alir dan kesetimbangan massa pembuatan produk dapat dilihat pada Gambar 9.
Penepungan (pin disc mill)
Sorgum
Pengayakan 60 mesh (vibrating screen)
Grits sorgum
100 kg
94.50 kg (R = 94.50%)
Tapioka Tpg. kcg hijau Tpg. gula Bubuk coklat Minyak Emulsifier Garam
Tepung sorgum 60 mesh
Pencampuran bahan (mixer)
Grits sorgum
65.43 kg (R = 69.24%)
Pengkondisian
Ekstrusi
Flakes sorgum
Pengeringan
(R = 85.00%)
Gambar 9. Diagram Alir dan Kesetimbangan Massa Pembuatan Produk
1. Penelitian Pendahuluan Penelit ian pendahuluan dilakukan dalam dua kali uji coba produksi dengan rancangan formula yang berbeda. Hasil dari tiap rancangan menjadi dasar modifikasi rancangan formu la pada uji coba berikutnya. Formu la pertama dan kedua berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Bahan
Tabel 4. Formu la uji coba pertama Juml ah (% ) 1
2
3
4
5
6
Tepung sorgum 40 mesh
100
80
70
-
-
-
Tepung sorgum 60 mesh
-
-
-
100
80
70
Tepung kacang hijau
0
0
10
0
0
10
Tapioka
0
20
20
0
20
20
Tepung gula
10
Minyak
4
Garam
2
Jumlah tepung sorgum, kacang hijau, dan tapioka adalah 100%. Ju mlah bahan-bahan lainnya ditentukan dari basis ini, yaitu dengan mengalikan persentase bahan tersebut dengan ju mlah dari tepung sorgum, kacang hijau, dan tapioka. Dari tabel d i atas dapat dilihat bahwa variabel yang digunakan pada uji coba pertama adalah sorghum 40 dan 60 mesh, penambahan kacang hijau, dan penambahan tapioka. Pada uji coba kedua, variabel yang menjadi perlakuan adalah gula, coklat, dan minyak. Penambahan coklat bubuk dilaku kan untuk memberi warna dan aro ma coklat. Garam yang digunakan diubah menjadi 1% dan ukuran partikel sorgum yang digunakan adalah 60 mesh berdasarkan hasil uji coba pertama.
21
Tabel 5. Formula uji coba kedua Bahan
Juml ah (% ) Std
G1
G2
C1
C2
M1
M2
100
100
100
100
100
100
100
Tepung gula
15
10
20
15
15
15
15
Coklat bubuk
10
10
10
5
15
10
10
Minyak
5
5
5
5
5
7.5
10
Garam
1
1
1
1
1
1
1
Tepung sorgum 60 mesh
Uji coba kedua dilaku kan dengan tujuan melihat pengaruh variasi penambahan tepung gula, coklat bubuk, dan minyak terhadap karakteristik produk akh ir. Tepung gula divariasikan pada taraf 10, 15, dan 20%. Co klat bubuk divariasikan pada taraf 5, 10, dan 15%. M inyak divariasikan pada taraf 5, 7,5, dan 10%. Penentuan produk terbaik d itetapkan berdasarkan pengamatan tekstur, rasa, aro ma dari produk tersebut serta biaya bahan yang digunakan. Formula produk terbaik akan digunakan pada penelitian utama.
2. Penelitian Utama Penelit ian utama dilaku kan dengan memvariasikan ju mlah tapioka dan penambahan emu lsifier. Tujuan dari penelitian utama adalah untuk memperoleh ju mlah emu lsifier dan tapioka yang tepat yang menghasilkan ekstrudat dengan karakteristik terbaik dan paling disukai. Emu lsifier yang digunakan adalah gliserol monostearat (GMS). Variasi tapioka terdiri dari dua taraf yaitu 10 % dan 20%, sedangkan variasi emu lsifier terdiri dari 3 taraf yaitu 0%, 1%, dan 2%. Variasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Jumlah bahan-bahan lain seperti gula, coklat, minyak, dan garam, serta parameter ekstruder ditetapkan dari penelit ian pendahuluan. Produk yang dihasilkan diuji secara organoleptik dan fisik. Hal in i bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap masing-masing formula dan karakteristik fisik ekstrudat dari masing-masing formu la. Pengujian dilanjut kan dengan melaku kan analisis kimia terhadap produk terbaik dan uji penerimaan terhadap kons umen yaitu siswa sekolah dasar. Referen atau produk ko mersial yang digunakan sebagai perbandingan adalah sereal sarapan siap santap dari gandum yang bermerek ‗Koko Krunch‘. Produk ini dijadikan referen atas pertimbangan bentuk, ukuran, warna yang serupa dengan produk yang dikembangkan. Sorgum
90%
80%
Tabel 6. Variasi tapioka dan emulsifier Tapioka Emulsifier*
10%
20%
Kode
0%
T1E1
1%
T1E2
2%
T1E3
0%
T2E1
1%
T2E2
2%
T2E3
*Persentase berdasarkan campuran sorgum dan tapioka
22
C. Metode Analisis 1. Uji Rating Hedonik (Waysima dan Adawiyah 2008) Analisis sensori merupakan analisis yang menggunakan indera manusia sebagai instrumennya. Analisis sensori yang dilaku kan adalah uji afektif berupa rating hedonik, yang menyangkut penerimaan terhadap sifat atau kualitas sampel yang diujikan dan melibatkan panelis tidak terlatih sebanyak 70 orang. Panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya dengan nilai skala terhadap warna, rasa, kerenyahan, dan kesukaan secara keseluruhan dari setiap sampel pada uji rating hedonik. Data yang diperoleh akan ditabulasi dan dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) yang dapat dilanjutkan dengan uji Duncan. Nilai yang digunakan pada uji rating adalah 1 sampai 5, yaitu nilai 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, dan 5 = sangat suka. Selain itu dilakukan juga uji penerimaan yang dilaku kan terhadap 40 siswa kelas 5 dari 2 Sekolah Dasar dengan perkiraan tingkat ekonomi yang berbeda, yaitu SDN Dramaga 4 sebagai golongan menengah ke bawah dan SDN Polisi V sebagai golongan menengah ke atas . Tingkat ekonomi ini ditetapkan berdasarkan asumsi lokasi sekolah dan tingkat popularitas dari sekolah. SDN Polisi V berada di pusat kota Bogor sementara SDN Dramaga 4 berada di kabupaten Bogor. Berdasarkan tingkat popularitasnya, SDN Polisi V lebih terkenal dibandingkan dengan SDN Dramaga 4. Rata-rata, Pengetahuan dan tingkat konsumsi panelis terhadap jenis produk juga ditanyakan untuk mengetahui relevansi data dan potensi pengembangan produk. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis dengan analisis deskriptif dengan metode tabulasi silang untuk mengetahui hubungan antara tingkat ekonomi kedua sekolah dengan tingkat kesukaan terhadap produk. Nilai yang digunakan pada uji penerimaan adalah 1 sampai 3, yaitu nilai 1 = menarik/enak/suka, 2 = cukup menarik/enak/suka, dan 3 = tidak menarik/enak/suka. Penggunaan tiga skala ini ditu jukan karena panelis adalah anak-anak.
2. Analisis Fisik Analisis fisik yang dilakukan terhadap produk flakes sorgum terpilih adalah uji derajat pengembangan produk, uji rehidrasi produk d i dalam med ia saji (susu), uji indeks kelarutan air, serta analisis tekstur dengan menggunakan alat Rheoner. a. Uji Derajat Pengembangan Produk (Muchtadi et al. 1987) Uji derajat pengembangan produk dilakukan untuk melihat rasio diameter ekstrudat yang keluar dari lubang keluaran (die) dengan diameter lubang keluaran itu sendiri. Derajat pengembangan produk dapat ditentukan menggunakan ru mus berikut : Rasio Pengembangan (%) =
Diameter produk (mm) Diameter die (mm)
× 100
b. Uji Rehi drasi Produk dal am Medi a Saji Uji rehidrasi produk dalam med ia saji d ilakukan untuk melihat berapa lama produk akan terehidrasi di dalam med ia saji yang berupa susu. Untuk produk jenis flakes yang disajikan dengan susu, konsumen cenderung lebih menyukai p roduk yang terehidrasi lebih
23
lama di dalam media saji karena kerenyahan produk dapat dinikmati lebih lama (Mannie 1999). Uji rehidrasi dalam media saji dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan produk mulai dari pertama dicampur susu hingga seluruh bagian produk terbasahi oleh susu. Sebanyak 5 gram sampel ditambahkan 100 ml susu (T=25 o C) kemudian dihitung waktu yang diperlukan hingga seluruh bagian sampel dibasahi oleh susu hingga tidak ada bagian yang keras. c. Analisis Indeks Kel arutan Air (Modifikasi Anderson 1969 di acu dal am Ganjyal et al. 2006) Analisis indeks kelarutan air dilakukan untuk melihat seberapa banyak bagian ekstrudat yang dapat terlarut dalam air. Langkah awal dari uji ini dilaku kan dengan menghancurkan ekstrudat hingga berukuran 100 mesh, kemudian ditimbang sebanyak 0.5 gram. Sampel disuspensikan kedalam 15 ml akuades dan diaduk dengan menggunakan stirrer selama 30 menit sampai semua bahan terdispersi merata. Sampel kemudian disentrifuse pada kecepatan 3000 rp m selama 10 menit pada suhu ruang. Supernatan sebanyak 2 ml d imasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya (C1). Cawan dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 100+5o C sampai semua air menguap (+ 4 jam). Cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C2) sebagai bahan kering yang terlarut dalam supernatan. Indeks kelarutan air (Water Solubility Index - WSI) ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 𝑊𝑆𝐼 𝑔/𝑚𝑙 =
𝐶2 − 𝐶1 2
d. Analisis Kekerasan dan Nilai Patah (Rheoner) Analisis tekstur secara objektif d ilakukan dengan menggunakan alat texture analyzer. Parameter yang diukur adalah kekerasan produk yang dilihat dari gaya maksimu m (puncak tertinggi) dan nilai patah (puncak pertama), dalam satuan gram force (gf) atau kilogram force (kgf). Semakin besar gaya yang dibutuhkan untuk menekan produk hingga patah, maka n ilai kekerasannya semakin besar, yang berarti produk semakin keras. Kekerasan dianggap berbanding terbalik dengan kerenyahan produk. Parameterparameter yang ditetapkan pada alat Rheoner adalah sebagai berikut : -
Jenis probe Skala maksimu m Kecepatan grafik Kecepatan probe
: jaru m : 20 (2000 gf) : 60 mm/s : 0,5 mm/s
3. Analisis Kimia Analisis kimia yang dilaku kan pada produk flakes sorgum terpilih adalah analisis proksimat yang meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein kasar, dan kadar lemak kasar. Penentuan kadar karbohidrat dilaku kan dengan metode by difference. Analisis kimia juga meliputi penentuan serat kasar dengan metode hidrolisis asam basa. a. Kadar Air Metode Oven (AOAC 1999) Penentuan kadar air dengan metode oven didasarkan pada berat yang hilang, sehingga sampel seharusnya memiliki kestabilan panas yang tinggi dan tidak mengandung ko mponen lain yang mudah menguap. Langkah awal analisis kadar air adalah persiapan cawan alu miniu m sebagai wadah sampel. Cawan alu miniu m d ikeringkan dalam oven,
24
didinginkan dalam desikator, kemud ian ditimbang. Seju mlah sampel (kurang lebih 5 g ) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta sampel dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100o C, didingin kan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai dipero leh bobot konstan. Kadar air (% BB) =
W−(W1 −W2 ) W
x 100%
Keterangan: W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) W1 = bobot contoh + cawan kering kosong (g) W2 = bobot cawan kosong (g) b. Kadar Abu (AOAC 1999) Prinsip analisis kadar abu yang digunakan, yaitu destruksi ko mponen organik sampel dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur pengabuan tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat tetap tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam udara bert indak sebagai oksidator. Residu yang didapatkan merupakan total abu dari suatu sampel. Persiapan yang dilakukan, yaitu cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600o C, kemudian didingin kan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel dit imbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala api dari pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600o C selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemud ian didingin kan dalam desikator, selanjutnya ditimbang. Kadar abu (% BB) =
W1 −W2 W
x 100%
Keterangan: W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) W1 = bobot contoh + cawan kering kosong (g) W2 = bobot cawan kosong (g) c. Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1999) Analisis kadar lemak dengan metode soxhlet merupakan analisis kadar lemak secara langsung dengan cara mengekstrak lemak dari bahan menggunakan pelarut organik non polar. Ekstraksi d ilakukan dengan cara refluks pada suhu yang sesuai dengan titik did ih pelarut yang digunakan. Selama proses refluks, pelarut secara berkala akan merendam sampel dan mengekstrak lemak yang ada pada sampel. Reflu ks dihentikan sampai pelarut yang digunakan untuk merendam sampel sudah berwarna jern ih (tidak ada lagi lemak yang terlarut). Ju mlah lemak pada sampel dapat diketahui dengan menimbang lemak setelah pelarutnya diuapkan. Ju mlah lemak per berat bahan yang diperoleh menunjukkan kadar lemak kasar (crude fat), artinya ko mponen yang terekstraksi oleh pelarut organik bukan hanya lemak, tetapi ko mponen lain yang larut dalam pelarut organik, seperti vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) serta karotenoid. Persiapan analisis kadar lemak yang dilakukan, yaitu labu lemak terlebih dahulu dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110o C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel dalam bentuk bubuk ditimbang sebanyak 5 gram, dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (so xhlet) yang telah berisi pelarut (diet il eter atau heksana). Refluks dilaku kan min imal selama 5 jam dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan
25
dalam oven pada suhu 100o C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Kadar lemak (% BB) =
W1 −W2 W
x 100%
Keterangan: W = bobot contoh (g) W1 = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g) W2 = bobot labu lemak kosong (g) d. Kadar Protein Metode Kjel dahl (AOAC 1999) Penentuan kadar protein dengan metode Kjeldahl didasarkan pada pengukuran kadar nitrogen total yang ada di dalam sampel dan metode ini dapat digunakan untuk analisis protein semua jenis bahan pangan. Kandungan protein dihitung dengan mengasumsikan rasio tertentu antara protein terhadap nitrogen untuk sampel yang dianalisis. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa kandungan nitrogen di dalam protein adalah sekitar 16%. Angka faktor konversi 100/16 atau 6.25 digunakan untuk mengonversi dari kadar nit rogen ke dalam kadar protein. Seju mlah kecil sampel sekitar 0.1-0.25 g ram (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl 0.01 N atau 0.02 N) ditimbang dan diletakkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml, kemudian ditambahkan 1.0 g K2 SO4 , 40 mg Hg O, dan 2 ml H2 SO4 . Jika bobot sampel lebih dari 15 mg, ditambahkan 0.1 ml H2 SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg. Sampel dididihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi, dib ilas dengan akuades, dan ditambahkan 10 ml larutan 60% NaOH-5% Na2 S2 O3 . Gas NH3 yang dihasilkan dari reaksi dalam alat destilasi ditangkap oleh 5 ml H2 BO3 dalam erlen meyer yang telah ditambahkan 3 tetes indikator (campuran 2 bagian methylene red 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0.2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H2 BO3 . Kondensat tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N yang sudah distandarisasi hingga terjadi perubahan warna kondensat menjadi abu -abu. Penetapan blanko dilaku kan dengan menggunakan metode yang sama seperti penetapan sampel. Kadar protein (N) dih itung dengan menggunakan rumus: N (%) =
ml HCl sampel −ml HCl blanko
x N HCl x 14 .007 x 100
mg sampel
Kadar protein (% BB) = %N x faktor konversi (6.25) e. Kadar Karbohi drat by difference (AOAC 1999) Penentuan kadar karbohidrat by difference diperoleh dari hasil pengurangan angka 100 dengan persentase komponen lain yang terkandung di dalam sampel, seperti air, abu, lemak, dan protein. Kadar karbohidrat by difference dapat ditentukan dengan rumus: Kadar kabohidrat (% BB) = 100% - (KA + A + L + P) Keterangan: KA = Kadar air (%) A = Kadar abu (%) L = Kadar lemak (%) P = Kadar protein (%) f. Analisis Serat Kasar (AOAC 1999)
26
Analisis serat kasar pada prinsipnya merupakan analisis untuk menentukan residu setelah sampel pangan direaksikan dengan asam dan basa kuat. Residu yang dihasilkan menunjukkan karbohidrat yang tidak dapat dicerna. Sampel dihaluskan sehingga dapat melalui saringan berdiameter 1 mm, kemudian dit imbang sebanyak 1-2 gram dan diekstraksi lemaknya dengan metode soxhlet. Setelah bebas lemak, contoh dipindahkan secara kuantitatif ke dalam erlen meyer 600 ml dan ditambahkan 200 ml larutan H 2 SO4 0.255 N. Labu Erlen meyer diletakkan pada pendingin balik dengan wadah harus dalam keadaan tertutup dan didihkan selama 30 menit. Setelah itu, did=tambahkan 200 ml NaOH 0.625 N ke dalam campuran dan didihkan kembali selama 30 men it dengan pendingin balik. Sampel disaring kembali melalui kertas saring yang telah diketahui beratnya sambil dicuci dengan larutan K2 SO4 10%. Residu di kertas saring dicuci dengan air mendid ih, kemudian alkohol 95%. Kertas saring beserta isinya dikeringkan di oven pada suhu 100o C sampai berat konstan, didinginkan dalam desikator kemud ian timbang. Kadar serat kasar dihitung berdasarkan rumus: Kadar serat kasar (% BB) =
W1 −W2 W
x 100%
Keterangan: W1 = berat kertas saring dan residu yang telah dikeringkan (g) W2 = berat kertas saring kosong W = berat sampel awal (g)
27
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian Pendahuluan Penelit ian diawali dengan persiapan bahan, yaitu pengecilan ukuran sorgum dan penimbangan bahan. Pengecilan ukuran dilakukan dengan menggunkan alat pin disc mill dan ayakan bergoyang (vibrating screen). Biji sorgum yang telah digiling dengan pin disc mill memiliki ukuran part ikel yang berbeda-beda. Ukuran part ikel dari endosperm biji-bijian serealia dan perlakuan yang diterapkan akan sangat mempengaruhi perubahan pada pati selama proses ekstrusi (Lusas dan Rooney 2001). Distribusi ukuran partikel dari bahan baku harus seragam untuk menghindari letupan ataupun sumbatan pada ekstruder dan menjamin kualitas yang diinginkan (Moscicki 2011). Oleh karena itu, ukuran partikel grits sorgum hasil penepungan diseragamkan dengan menggunakan ayakan bergoyang (vibrating screen). Untuk melihat pengaruh ukuran partikel terhadap produk, grits sorgum diayak dengan menggunakan dua ukuran yang berbeda, yaitu 40 dan 60 mesh. Tepung sorgum berukuran 40 mesh merupakan tepung yang lolos dari ayakan berukuran 40 mesh namun tidak lo los ayakan berukuran 60 mesh. Sebelu m masuk ke dalam esktruder, semua bahan dicampur dan diaduk terlebih dahulu dengan menggunakan mixer, kemudian did iamkan selama 15 menit untuk menyeragamkan kadar air (conditioning). Guy (2001) menyebutkan bahwa pengadukan perlu dilaku kan untuk menyeragamkan semua unsur bahan dan kelembaban dalam adonan. Hal in i penting agar kinerja ekstruder tetap stabil dan ekstrudat yang keluar seragam dan sesuai dengan yang diharapkan. Penelit ian pendahuluan dilakukan dalam dua kali uji coba. Uji coba pertama dilakukan dengan variabel tepung sorghum 40 dan 60 mesh, tepung kacang hijau, dan tapioka. Formu la yang diujicobakan pada uji coba pertama dapat dilihat pada Tabel 4. Ringkasan hasil pengamatan ekstrudat dari uji coba pertama dapat dilihat pada Tabel 7.
Formul a
1 (S40 100%)
2 (S40 T20%)
Tabel 7. Ringkasan pengamatan ekstrudat uji coba pertama Tekstur Rasa Kekerasan/kerenyahan
++
Padat/porous
++
Tingkat pengembangan
++
Permukaan
++
Kekerasan/kerenyahan
+++
Padat/porous
+++
Tingkat pengembangan
+++
Permukaan
3 (S40 T20%K10%)
+++
Padat/porous
+++
Permukaan
Agak asin
Putih kecoklatan
Agak asin
Putih kecoklatan
Agak pahit
Putih kecoklatan
++++
Kekerasan/kerenyahan
Tingkat pengembangan
Warna
++ +++
28
Formul a
Tabel 7. Ringkasan pengamatan ekstrudat uji coba pertama (lan jutan) Tekstur Rasa Warna Kekerasan/kerenyahan
4 (S60 100%)
Padat/porous Tingkat pengembangan Permukaan
5 (S60 T20%)
6 (S60 T20%K10%)
+++ ++ +++
Agak asin
Putih kecoklatan
Agak asin
Putih kecoklatan
Agak pahit
Putih kecoklatan
++
Kekerasan/kerenyahan
++++
Padat/porous
+++
Tingkat pengembangan
++++
Permukaan
++++
Kekerasan/kerenyahan
++++
Padat/porous
+++
Tingkat pengembangan
+++
Permukaan
+++
Keterangan : - S40 = Sorgu m 40 mesh; S60 = Sorgum 60 mesh - T20% = Tapioka 20% - K10% = Kacang hijau 10% - Kekerasan/kerenyahan : + = sangat keras; +++++ = sangat renyah (optimu m = ++++) - Padat/porous : + = sangat padat; +++++ = sangat porous (optimu m = +++) - Tingkat pengembangan : + = tidak mengembang; +++++ = sangat mengembang (optimu m = ++++) - Permukaan : + = sangat berpori; +++++ = tidak berpori (optimu m = +++++) Parameter dinilai berdasarkan pengamatan subjektif terhadap produk yang dihasilkan. Tingkat kekerasan/kerenyahan dinilai setelah produk dimakan dan dinilai tingkat kekerasan/kerenyahannya. Tingkat padat/porous dinilai dengan membelah flakes kemud ian diamati ju mlah pori di dalam flakes. Tingkat pengembangan dinilai dengan mengamat i ukuran flakes dibandingkan dengan ukuran die. Tekstur permu kaan dinilai dengan mengamat i ju mlah pori pada permukaan flakes. Sorgum merupakan bahan baku utama yang digunakan sebagai bahan pembentuk struktur. Sorgum yang digunakan adalah sorgum sosoh, yaitu sorgum yang telah dihilangkan bagian kulit dan perikarpnya. Hal in i bertujuan untuk meningkat kan proporsi fraksi pati dan menghilangkan bagian serat dan komponen polifenol, yang dapat menyebabkan rasa yang tidak diinginkan pada produk (Guy 2001). Menurut Rooney (2003), sorgum memiliki beberapa keunggulan seperti warna terang, flavor hambar, dan sifat pengembangan yang baik, yang menjadikannya bahan yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi produk ekstrusi. Pengamatan yang dilakukan terhadap produk yang keluar dari ekstruder meliputi tekstur, rasa, dan warna. Tabel 7 menunjukkan bahwa formu la 1 dan 4 hanya menggunakan sorgum saja tanpa penambahan tapioka atau kacang hijau. Formula 1 menggunakan tepung sorgum berukuran 40 mesh, sedangkan formula 4 menggunakan tepung sorgum 60 mesh. Tabel 7 menunjukkan bahwa formula 1 leb ih keras dan kurang mengembang daripada formula 4, sedangkan porositas dan teksur permukaan sama. Hal ini d iduga disebabkan karena ukuran partikel bahan yang lebih
29
kecil memungkinkan transfer panas yang lebih merata serta menyerap kelembaban yang lebih banyak, sehingga proses gelatinisasi yang lebih merata dan sempurna di seluruh bagian adonan (Guy 2001). Hasilnya, ekstrudat yang keluar lebih renyah dan mengembang. Gambar ekstrudat formula 1 dan 4 dapat dilihat pada Gambar 10.
Formula 1 Gambar 10.
Formu la 4
Ekstrudat Formula 1 (Tepung Sorgum 40 Mesh 100%) dan 4 (Tepung Sorgum 60 Mesh 100%)
Penambahan tapioka mengubah karakteristik pati dalam formu la dengan tujuan memperoleh produk yang lebih baik. Tapioka memiliki derajat gelatinisasi yang rendah (52-65o C), kandungan protein dan lemak yang rendah, karakteristik pengikat yang baik, warna putih, dan flavor manis (Moscicki 2011). Dari Tabel 7, penambahan pati tapioka mampu memperbaiki kerenyahan, tingkat pengembangan, dan tekstur permukaan ekstrudat. Hal in i dapat dilihat dengan membandingkan formu la yang menggunakan ukuran partikel yang sama, yaitu formula 1 dan 2, serta formu la 4 dan 5. Dengan penambahan 20% tapioka, fo rmula 2 memiliki tekstur yang lebih baik dari pada formu la 1. Tingkat kerenyahan, porositas, pengembangan, dan tekstur permu kaan ekstrudat menjadi lebih baik. Hal serupa juga terdapat antara formula 4 dan 5, yaitu tekstur ekstrudat formula 5 (penambahan 20% tapioka) leb ih baik daripada formula 4. Perubahan karakteristik tersebut mungkin disebabkan perubahan struktur sel ekstrudat dengan penambahan pati, yaitu tapioka, melalui proses retrogradasi yang kemudian membentuk lapisan film yuang cukup kuat untuk mencegah runtuhnya dinding sel dan membentuk sel dengan ketebalan yang lebih rendah dan ukuran rongga udara yang lebih kecil (Eastman 200; Gonzales 2005). Selain itu, ko mposisi amilosa dan amilopektin dalam adonan juga berpengaruh terhadap tingkat pengembangan dan kekerasan (Lusas dan Rooney 2001). Tapioka memiliki ko mposisi amilosaamilopektin yang berbeda dengan sorgum, sehingga penambahan tapioka dapat mengubah ko mposisi amilosa-amilopektin dalam adonan. Chinnaswamy dan Hanna (1988, 1990) diacu dalam Hanna dan Bhatnagar (1994) menyebutkan bahwa terdapat rasio optimu m antara amilosa dan amilopekt in untuk memperoleh ekstrudat dengan karakteristik tekstur terbaik. Perbandingan ekstrudat formu la 1 dan 2 serta 4 dan 5 dapat dilihat pada Gambar 11. Penambahan protein berupa tepung kacang hijau dilakukan pada formula 3 dan 6. Ekstrudat yang keluar memiliki rasa yang pahit dan ukuran ekstrudat yang lebih kecil dibandingkan dengan formula 2 dan 5. Rasa pahit ini diduga berasal dari hidrolisat protein akibat gaya potong ekstruder. Dalam ju mlah tertentu, hidrolisat protein ini akan menghambat pengembangan pati saat keluar dari die, sehingga menurunkan derajat pengembangan (Guy 2001).
30
Formula 1
Formu la 4
Formula 2
Fo rmula 5
Formu la 3
Formu la 6
Gambar 11. Ekstrudat Semua Formu la Pada Uji Coba Pertama Dari penjelasan di atas, dapat dilihat pengaruh ukuran partikel, penambahan tapioka, dan penambahan kacang hijau terhadap tekstur, rasa, dan warna. Dengan ukuran partikel yang berbeda, ekstrudat memiliki t ingkat kepadatan dan tekstur permukaan yan g sama. Perbedaannya, ekstrudat yang menggunakan sorgum 60 mesh memiliki t ingkat pengembangan dan kerenyahan yang lebih baik. Penambahan tapioka menunjukkan peningkatan karakteristik tekstur ekstrudat. Kerenyahan, porositas, tingkat pengembangan, dan tekstur permu kaan ekstrudat menjadi leb ih baik. Ketika ditambahkan kacang hijau, rasa menjadi lebih pahit dan tingkat pengembangan serta tekstur permu kaan ekstrudat menjadi menurun, meskipun masih lebih t inggi dibandingkan 100% sorgum. Oleh karena itu, kacang hijau tidak lagi d igunakan pada uji coba selanjutnya. Tepung gula ditambahkan untuk memberikan rasa manis pada ekstrudat. Selain itu, gula berperan sebagai agen pengikat, pembawa flavor, dan pemberi mouthfeel pada produk (Dobraszczyk et al. 2005). Ju mlah tepung gula yang ditambahkan pada semua formula adalah 10% dari ju mlah tepung sorgum, pati tapioka, dan tepung kacang hijau, atau sebanding dengan 8.7% dari total bahan yang digunakan. Dalam ju mlah tersebut, gula tidak berpengaruh signifikan terhadap proses ekstrusi. Namun, ju mlah yang lebih tinggi dapat berdampak negatif pada pemasakan ekstrusi, karena gula dapat mengurangi temperatur bahan sehingga energi panas yang dibutuhkan menjadi lebih besar, dan derajat pengembangan ekstrudat menjadi berkurang (Moscicki, 2011). Dari segi rasa, ekstrudat yang dihasilkan dari penambahan 10% gula belu m menunjukkan rasa manis. Sebaliknya, ekstrudat terasa agak asin, yang mungkin disebabkan penamabahan garam yang berleb ihan. Sama seperti gula, minyak juga ditambahkan dalam ju mlah yang sama untuk semua formula yang diujicobakan, yaitu 4%. Tujuan penambahan minyak adalah menghindari penyumbatan di dalam ekstruder. Penyu mbatan ini terjadi akibat pembentukan leburan adon an yang lengket akibat degradasi polimer pati, apabila ekstrusi dilakukan menggunakan bahan yang memiliki kandungan lemak dan kele mbaban rendah (Dobraszczy k et al. 2005). Penambahan minyak dapat mengurangi friksi adonan dalam ekstruder serta membantu pergerakan material
31
dalam adonan, sehingga penyumbatan dapat dihindari (Moscicki 2011). Selain itu, lemak atau minyak memiliki dampak positif terhadap kualitas dan kandungan gizi dari ekstrudat . Garam d itambahkan untuk memberi rasa dan sebagai penguat flavor (flavor enhancer). Penambahan garam sebanyak 2% pada semua formu la menyebabkan produk terasa agak asin saat dicicip. Oleh karena itu, ju mlah garam pada uji coba selanjutnya dikurangi menjadi 1%. Dari hasil uji coba pertama, uji coba kedua dilakukan untuk melihat pengaruh penambahan gula, coklat, dan minyak terhadap karakteristik ekstrudat. Beberapa variabel yang ditetapkan dari uji coba pertama antara lain ukuran partikel sorgum yang digunakan yaitu 60 mesh, ju mlah garam yang digunakan diturunkan yaitu 1%. Ringkasan pengamtan ekstrudat uji coba kedua dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Ringkasan pengamatan ekstrudat uji coba kedua Formul a
Tekstur Kekerasan/kerenyahan
Std (G15 C10 M 5 )
Padat/porous Tingkat pengembangan Permukaan Kekerasan/kerenyahan
G1 (G10 C10 M5 )
G2 (G20 C10 M5 )
Padat/porous Tingkat pengembangan
C1 (G15 C5 M 5 )
M1 (G15 C10 M7,5 )
++ +++
++
Tingkat pengembangan
++
Permukaan
++
Padat/porous Tingkat pengembangan
++ +++
Coklat
Agak pahit
Coklat
Agak manis
Sedikit coklat
Agak pahit
Coklat
Agak manis
Coklat
++ +++ ++ +++ ++
Kekerasan/kerenyahan
++
Padat/porous
++
Permukaan
Sedikit asin
+++
Permukaan
Tingkat pengembangan
Coklat
+++
Padat/porous
Tingkat pengembangan
Agak manis
++
++
Kekerasan/kerenyahan
(G15 C15 M5 )
+++
Kekerasan/kerenyahan
Permukaan
C2
++
++
Padat/porous
Warna
+++
Permukaan
Kekerasan/kerenyahan
Rasa
+++ ++
32
Tabel 8. Ringkasan pengamatan ekstrudat uji coba kedua (lan jutan) Kekerasan/kerenyahan ++ M2 (G15 C10 M10 )
Padat/porous
++
Tingkat pengembangan
++
Permukaan
++
Agak manis
Coklat
Keterangan : - G10 = gula 10%; G15 = gula 15%; G20 = gula 20% - C5 = coklat 5%; C10 = coklat 10%; C15 = coklat 15% - M5 = minyak 5%; M7,5 = minyak 7,5%; M10 = minyak 10% -
Kekerasan/kerenyahan
-
Padat/porous
-
Tingkat pengembangan
-
Permukaan
: + = sangat keras; +++++ = sangat renyah (optimu m = ++++) : + = sangat padat; +++++ = sangat porous (optimu m = +++) : + = tidak mengembang; +++++ = sangat mengembang (optimu m = ++++) : + = sangat berpori; +++++ = tidak berpori (optimu m = +++++)
Gu la ditambahkan dengan variasi 10%, 15%, dan 20%. Dari Tabel 8, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan antara ekstrudat dengan penambahan gula 10% dan 15%. Pada penambahan 20% gula, ekstrudat men jadi lebih keras dan ukurannya lebih kecil. Rasa ekstrudat men jadi lebih pahit yang diduga akibat reaksi karamelisasi saat ekstrusi berlangsung (Guy, 2001). Pada penambahan 10% gula, terasa sedikit rasa asin. Oleh karena itu, penambahan 15% gula merupakan ju mlah terbaik yang menghasilkan rasa dan tekstur terbaik.
.
10%
15%
20%
Gambar 12. Ekstrudat dengan penambahan gula 10%, 15%, dan 20% Variasi penambahan coklat bubuk dilakukan pada ju mlah 5%, 10%, dan 15%. Dari segi tekstur, tidak terlihat perbedaan diantara ketiga variasi penambahan. Perbedaan terlihat dari wana dan rasa ekstrudat yang dihasilkan. Warna terbaik din ilai dengan membandingkan produk dengan produk referen. Pada penambahan 5% coklat, warna coklat lebih pudar dibandingkan dengan penambahan 10% dan 15% coklat. Penambahan coklat sebanyak 15% menunjukkan warna coklat yang baik namun berdampak negatif pada rasa yang lebih pahit. Rasa pahit yang ditimbulkan berasal dari ko mponen alkalo id pada coklat, sehingga jumlah yang lebih tinggi akan menyebaban rasa pahit semakin nyata. Penambahan coklat ditetapkan pada jumlah 10% yang memberikan warna coklat, aro ma, dan rasa produk yang baik.
33
5%
10%
15%
Gambar 13. Ekstrudat Dengan Penambahan Co klat 5%, 10%, dan 15% Variasi penambahan minyak dilakukan pada jumlah 5%, 7,5%, dan 10%. Penambahan minyak dalam ju mlah yang lebih tinggi akan menyebabkan turunnya pengembangan produk (Guy 2001). Hal in i dapat diamat i dari ekstrudat yang dihasilkan, yaitu semakin kecilnya ukuran ekstrudat dengan bertambahnya jumlah minyak yang digunakan. Tekstur ekstrudat juga menjadi lebih keras dengan peningkatan jumlah minyak yang digunakan. Dibandingkan dengan uji coba pertama, 5% minyak menghasilkan ekstrudat yang lebih keras , dan ukuran ekstrudat menjadi leb ih kecil, begitu pula dengan penambahan 7.5% dan 10%. Oleh karena itu, ju mlah minyak yang ditambahkan d itetapkan pada taraf 4%.
5%
7,5%
10%
Gambar 14. Ekstrudat Dengan Penambahan Minyak 5%, 7,5%, dan 10% Dari penelit ian pendahuluan ini, diperoleh ko mposisi bahan -bahan tambahan yang menghasilkan ekstrudat dengan karaktersitik paling baik. Sorgum yang digunakan adalah sorgum yang berukuran 60 mesh. Dari u ji coba pertama, 20% tapioka terbukt i mampu memperbaiki karakteristik tekstur ekstrudat. Namun, ko mposisi optimu m tapioka akan ditentukan pada penelitian utama. Ko mposisi bahan-bahan unutk digunakan pada penelitian utama dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Ko mposisi optimu m bahan-bahan untuk digunakan dalam penelit ian utama Bahan Tepung sorgum 60 mesh
Juml ah (% ) (relatif terhadap tapioka)
Tepung gula
15
Coklat bubuk
10
Minyak
4
Garam
1
34
B. Penelitian Utama Penelit ian utama dilakukan dengan memvariasikan ju mlah tapioka dan penambahan emu lsifier. Tujuan dari penelitian utama adalah menghasilkan tekstur ekstrudat yang baik. Kedua bahan yang digunakan memiliki karaktersit ik pembentuk tekstur. Dengan memvariasikan ko mposisi keduanya, diharapkan dapat diperoleh ju mlah yang tepat untuk membentuk tekstur yang baik. Fo rmula yang diujicobakan dapat dilihat pada Tabel 4. Produk yang dihasilkan kemudian d iuji secara organoleptik dan fisik. Uji organoleptik dilakukan untuk menilai tingkat kesukaan panelis terhadap masing -masing formu la. Data yang diperoleh dijad ikan dasar penentuan produk terbaik. Analisis fisik dilaku kan untuk melihat pengaruh masing-masing variasi bahan yang diujicobakan terhadap karakteristik fisik ekstrudat.
1. Uji Rating Hedonik Dasar penentuan formula optimu m ditetapkan dari uji rat ing hedonik, yaitu uji yang termasuk ke dalam uji afektif . Uji rating hedonik melibatkan 70 panelis tidak terlat ih, sesuai yang dikatakan oleh Waysima (2008). Kuesioner uji rating hedonik dapat dilihat pada Lamp iran 2. Data yang diperoleh dari rating hedonik diolah menggunakan program SPSS. Hasil dari uji rat ing hedonik dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil uji rating hedonik Penggunaan
Kode
Nilai Rata-Rata
Tapioka dan
Sampel
Emulsifier (% )
Tekstur
Warna
Rasa
Keseluruhan
T1E1
10%, 0%
2.60a
3.53a
2.50a
2.77a
T1E2
10%, 1%
3.94c
3.31a
3.33c
3.56d
T1E3
10%, 2%
3.66c
3.23a
3.34c
3.44c,d
T2E1
20%, 0%
3.20b
3.37a
3.09b,c
3.24b,c
T2E2
20%, 1%
3.06b
3.31a
2.90b
3.14b
T2E3
20%, 2%
3.01b
3.41a
2.83b
2.99a,b
3.06
3.66
3.2
3.94
2.9
3.01
3.00 2.00
1.00 20 0.00
10 0
1 emulsifier (%)
tapioka (%)
kesukaan tekstur
4.00
2
*Perbedaan signifikan ditunjukan dengan perbedaan warna Gambar 15. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emu lsifier Terhadap Sko r Kesukaan Tekstur
35
Pengolahan data (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara tapioka dengan emulsifier terhadap skor kesukaan tekstur ekstrudat (p<0.05). Uji lan jut terhadap variabel-variabel in i dapat dilihat pada Gambar 15. Dari gambar tersebut, perbedaan signifikan ditunjukan dengan perbedaan warna pada diagram batang. Penambahan tapioka dan emulsifier diharap kan dapat memperbaiki tekstur ekstrudat sehingga lebih disukai oleh konsumen/panelis. Namun dari hasil analisis yang didapat, penambahan emulsifier dan tapioka tidak menunjukkan hasil yang linier. Pada penambahan 10% tapioka, penambahan emulsifier men ingkatkan skor kesukaan, sedangkan pada penambahan 20% tapioka, penambahan emulsifier tidak menunjukkan perbedaan skor kesukaan. Tanpa penambahan emulsifier, peningkatan ju mlah tapioka menye babkan peningkatan skor kesukaan, sedangkan dengan penambahan emulsifier, peningkatan tapioka justru menurunkan skor kesukaan. Tapioka ditambahkan dengan tujuan mengubah karakteristik pati dalam adonan menjadi lebih baik sehingga diperoleh tekstur yang lebih baik dan leb ih disukai o leh konsumen. Sedangkan emu lsifier ditambahakan dengan tujuan meratakan pembentukan dan distribusi sel atau rongga udara sehingga diperoleh ekstrudat dengan tekstur yang lebih halus dengan ukuran pori-pori yang lebih kecil. Pemerataan pembentukan sel ini juga dapat berpengaruh terhadap men ingkatknya pengembangan (Gonzales 2005). Secara u mu m, konsumen lebih menyukai produk yang renyah, yang merupakan produk dengan tingkat pengembangan baik dan densitas rendah. Dari data yang diperoleh dapat diamat i bahwa tanpa penambahan emulsifier, penambahan 20% tapioka menunjukkan skor kesukaan yang lebih tinggi (3.20) dibandingkan 10% tapioka (2.60). Penambahan emulsifier memberikan pengaruh positif pada 10% tapioka, sedangkan tidak memberikan pengaruh s ignifikan pada penambahan 20% tapioka. Hal ini mungkin dapat dikait kan dengan pembentukan kompleks amilosa -lip id (dengan gliserol monostearat dari emulsifier) yang lebih cenderung terjadi pada penambahan 20% tapioka, karena ju mlah amilosa bebas (dari tapioka) yang lebih tinggi (Guy 2001; Hanna dan Bhatnagar 1994; Harper 1981; Muchtadi et al. 1987). Ko mpleks ini menyebabkan emu lsifier menjadi terikat dengan amilosa dan tidak dapat memberikan perannya untuk meratakan pembentukan sel, atau rongga udara mikro yang dapat membuat ekstrudat menjadi leb ih renyah, lebih mengembang, dan memiliki tekstur permukaan/tampak luar yang lebih merata atau halus (Harper 1981; Moscicki 2011). Sebaliknya, pembentukan komp leks ini jutru dapat menurunkan pengembangan, dengan merusak dinding sel sehingga tidak mampu mempertahankan strukturnya dan runtuh saat keluar melalu i die (Gon zales 2005). Pada penambahan 10% tapioka, kecenderungan pembentukan kompleks tersebut nampaknya jauh lebih kecil, sehingga emu lsifier dan tapio ka dapat berinteraksi positif menghasilkan karakteristik tekstur ekstrudat yang lebih baik. Dari hasil analisis derajat pengembangan (hal 39), penambahan emu lsifier pada 10% tapioka menunjukkan sedikit peningkatan meskipun tidak signifikan. Sebaliknya pada penambahan 20% tapioka, penambahan emulsifier menurunkan derajat pengembangan. Dari hasil analisis kekerasan (hal 43), penambahan emu lsifier pada 10% tapioka menunjukkan penurunan nilai kekerasan, sedangkan pada penambahan 20% tapioka, penambahan emulsifier tidak menunjukkan perbedaan. Apabila dibandingkan, terdapat kesesuaian antara hasil analisis dengan skor kesukaan tekstur, yaitu bahwa pembentukan kompleks pada penambahan 20% tapioka menyebabkan penurunan pengembangan dan tidak memberikan pengaruh terhadap kekerasan. Sebaliknya pada penambahan 10% tapioka, penambahan emulsifier sedikit
36
men ingkatkan pengembangan dan menurunkan kekerasan.
Dari penjelasan tersebut, dapat
dilihat bahwa panelis cenderung menyukai produk dengan tingkat kekerasan yang lebih rendah dan derajat pengembangan yang lebih tinggi. Pengolahan data ANOVA untuk atribut warna (Lampiran 4) tidak menunjukkan adanya interaksi antara variabel tapioka dan emulsifier terhadap skor kesukaan warna (p>0.05). Hal ini disebabkan ju mlah coklat yang ditambahkan pada semua formula sama. Meskipun demikian, diperoleh info rmasi bahwa esktrudat memiliki warna ya ng cukup disukai oleh panelis (skor rata-rata 3.36). Hasil pengolahan data atribut rasa dengan ANOVA (Lampiran 5) menunjukkan terdapat interaksi antara variabel tapio ka dan emulsifer terhadap skor kesukaan rasa (p<0.05). Gambar 16 menunjukkan bahwa sampel dengan penambahan 10% tapioka, penambahan emulsifier men ingkatkan skor kesukaan. Sedangkan pada penambahan 20% tapio ka, penambahan emu lsifier tidak memberikan pengaruh signifikan. Tanpa penambahan emulsifier, peningkatan ju mlah tapio ka men ingkatkan men ingkatkan skor kesukaan rasa. Sebaliknya, dengan penambahan emulsifier, peningkatan ju mlah tapio ka menyebabkan penurunan skor kesukaan.
3.09
3.00
3.34
2.9
3.33
2.83
2.5
2.00 1.00 20 0.00
10 0
1 emulsifier (%)
tapioka (%)
kesukaan rasa
4.00
2
Gambar 16. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emu lsifier Terhadap Skor Kesukaan Rasa Pengaruh penambahan emulsifier dan tapioka terhadap rasa terutama berkaitan dengan tingkat kematangan produk. Tapioka dengan kandungan amilopektin yang lebih tinggi memiliki sifat alir yang lebih baik daripada amilosa, sehingga dapat menurunkan friksi internal bahan untuk menghindari rasa gosong. dari pemasakan berlebih (Xie et al. 2009). Emu lsifier, yang memiliki sifat seperti lemak, juga berpengaruh terhadap friksi interna l bahan, sehingga interaksi keduanya akan berpengaruh terhadap rasa produk. Tanpa penambahan emulsifier, penambahan 20% tapioka memiliki skor kesukaan rasa yang lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan 10% tapioka. Hal in i disebabkan oleh kandungan total amilopektin yang lebih tinggi pada sampel tersebut, sehingga diduga mencapai tingkat kematangan yang lebih baik, atau tidak mengalami pemasakan berlebih (over-cooking), daripada sampel dengan 10% tapioka. Sebaliknya dengan penambahan emulsifier, peningkatan ju mlah tapioka justru menurunkan skor kesukaan terhadap rasa, meskipun tidak signifikan. Hal ini d iduga disebabkan penurunan friksi internal yang berlebihan dengan ditambahkannya kedua variabel
37
tersebut.
Pada penambahan 20% tapioka, penambahan emu lsifier, yang memiliki sifat
pelumasan seperti minyak, akan semakin mengurangi friksi internal. Hal in i menyebabkan turunnya suhu adonan sehingga proses gelatinisasi tidak berlangsung cukup sempurna. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan turunnya tingkat pengembangan pada sampel-sampel tersebut. Pada penambahan 10% tapioka, penambahan emulsifier justru meningkatkan skor kesukaan rasa yang diduga disebabkan tercapainya tingkat kematangan yang baik, atau tidak mengalami pemasakan kurang (under-cooking) ataupun pemasakan berlebih (over-cooking). Pengolahan data dengan ANOVA (Lamp iran 6) untuk atribut secara keseluruhan menunujukan adanya interaksi antara variabel tapioka dan emulsifier terhadap skor kesukaan secara keseluruhan. Gambar 17 menunju kkan bahwa tanpa penambahan emulsifier, peningkatan jumlah tapioka meningkat kan skor kesukaan, sedangkan dengan penambahan emu lsifier, peningkatan ju mlah tapioka menurunkan skor kesukaan. Pada penambahan 10% tapioka, penambahan emu lsifier cenderung meningkat kan skor kesukaan, sedangkan pada
3.24
4.00 3.00
3.56
3.14
3.44
2.99
2.77
2.00 1.00
tapioka (%)
kesukaan keseluruhan
penambahan 20% tapioka, penambahan emulsifier tidak memberikan pengaruh signifikan.
20 0.00
10 0
1 emulsifier (%)
2
Gambar 17. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emulsifier Terhadap Skor Kesukaan Secara Keseluruhan Dari gambar 17, terdapat diagram batang yang memiliki garis luar dengan warna yang berbeda dengan warna diagram batangnya, yang menunjukkan bahwa sampel tersebut tidak berbeda signifikan dengan sampel lain yang memiliki warna d iagram batang yang sama maupun dengan sampel dengan warna yang sama dengan garis luarnya. Hasil uji rating hedonik secara keseluruhan ini sesuai dengan hasil uji rat ing hedonik terhadap rasa dan tekstur. Dari pengolahan data uji organoleptik yang telah dilaku kan, dipero leh informasi mengenai sampel yang memiliki skor tertinggi yang paling disukai o leh panelis. Sampel dengan penambahan 10% tapioka dan 1% emu lsifier memiliki skor tertinggi dari pengujian sensori terhadap atribut tekstur, rasa, dan atribut secara keseluruhan. Oleh karena itu, sampel tersebut dipilih sebagai sampel yang memiliki karakteristik sensori terbaik.
38
2. Analisis Fisik a. Derajat Penge mbangan Derajat pengembangan produk diuji dengan memperhatikan dua dimensi produk. Hal ini dikarenakan ukuran produk yang tidak bulat merata, melainkan pipih lonjong. Dimensi yang diukur adalah panjang dan lebar. Pengolahan data ANOVA untuk derajat pengembangan dimensi panjang (Lamp iran 7) menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara variabel tapioka dan emulsifier terhadap derajat pengembangan dimensi panjang. Sementara pengolahan data ANOVA untuk derajat pengembangan dimensi lebar (Lampiran 8) tidak menunjukkan adanya interaksi. Uji lanjut Duncan menunjukkan terdapat dua subset yang berbeda. Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa sampel dengan kode T1E1, T1E2, T1E3, dan T2E1 memiliki derajat pengembangan yang tidak berbeda, dibandingkan dengan sampel T2E2 dan T2E3.
Sampel
Tabel 11. Data derajat pengembangan Derajat Pengembangan (%) Dimensi Panjang
Dimensi Lebar
T1E1
b
113,64
130,93a
T1E2
118,09b
130,93a
T1E3
114,00b
128,13a
T2E1
121,91b
134,13a
T2E2
102,63a
121,60a
T2E3
101,27a
133,07a
Dari Gambar 18, dapat dilihat bahwa pada penambahan 20% tapioka, derajat pengembangan sampel dengan penambahan emuls ifier (1% dan 2%) berbeda signifikan dengan sampel lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh pembentukan kompleks amilosalip id pada sampel tersebut yang dapat menurunkan derajat pengembangan. Kompleks amilosa-lip id in i diduga terbentuk antara amilosa bebas dari tapioka dan emulsifier yang berupa gliserol monostearat (Guy 2001; Hanna dan Bhatnagar 1994; Harper 1981). Saat ekstrusi berlangsung, pati dapat membentuk sebuah matriks yang dapat memerangkap uap air, sehingga membentuk gelembung-gelembung (Guy dan Horne 1988 diacu dalam Hanna dan Bhatnagar 1994; Harper 1981). Pembentukan ko mpleks dapat mengubah karakteristik viskoelastik dari matriks pati tersebut, sehingga tidak mampu memerangkap uap air dan menyebabkan penurunan derajat pengembangan serta peningkatan densitas kamba (Gonzales 2005; Hanna dan Bhatnagar 1994). Selain itu, pembentukan komp leks in i diduga dapat mengubah rasio amilosa-amilopektin dalam adonan dengan berinteraksinya amilosa dengan emulsifier, sehingga ras io amilosa-amilopektin yang optimu m untuk pengembangan tidak tercapai (Chinaswammy dan Hanna 1988 1990 d iacu dalam Hanna dan Bhatnagar 1994).
39
113.64
118.09
102.63 114
101.27
20 10 0
1 emulsifier (%)
tapioka (%)
derajat pengembangan (%)
121.91
140 120 100 80 60 40 20 0
2
Gambar 18. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emulsifier Terhadap Derajat Pengembangan Dimensi Panjang Pada penambahan 10% tapioka, penambahan emulsifier terlihat tidak menurunkan derajat pengembangan, bahkan meningkat kannya. Hal ini mungkin d isebabkan jumlah tapioka yang ditambahkan lebih sedikit, sehingga kemungkinan terbentuknya komp leks lebih kecil. Pembentukan komp leks dalam ju mlah yang lebih kecil ini mungkin juga menyebabkan tercapainya rasio amilosa-amilopekt in yang lebih baik untuk pengembangan. Peran emu lsifier untuk mengubah karakteristik tekstur dengan meratakan pembentukan dan distribusi rongga udara dan membantu pemotongan dalam ekstruder juga terlihat pada sampel tersebut, sehingga diduga dapat meningkatkan pengembangan dari ekstrudat (Mosciciki 2011).
b. Waktu Rehidrasi Waktu rehidrasi terbagi menjad i waktu rehidrasi awal dan waktu rehidrasi akhir. Waktu rehidrasi awal dapat dijelaskan sebagai waktu saat susu mulai membasahi ekstrudat, yaitu saat bagian tepi ekstrudat terlihat basah. Waktu akhir rehid rasi merupakan waktu saat susu membasahi seluruh bagian ekstrudat, yaitu saat seluruh permukaan ekstrudat terlihat basah. Waktu rehidrasi referen juga diukur untuk melihat perbandingan antara waktu rehidrasi sampel dengan referen. Tabel 12. Data waktu rehidrasi Waktu Rehidrasi (detik) Sampel Awal Akhir T1E1
2065a
2506a
T1E2
2650a
3210a
T1E3
2797a
3348a
T2E1
2390a
2794a
T2E2
2932a
3306a
T2E3
3131a
3493a
Referen
1375a
1510a
40
3131
3200 2800 2400 2000 1600 1200 800 400 0
2390
2650
2797
2065 1375
tapioka (%)
waktu rehidrasi awal (dtk)
2932
Ref 20
10
0
1
2 emulsifier (%)
Ref
Gambar 19. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emulsifier Terhadap Waktu Rehidrasi Awal Pengolahan data dilaku kan dengan ANOVA (Lampiran 9 dan Lampiran 10) menunjukkan bahwa t idak terdapat interaksi antara variabel tapioka dan emu lsifier terhadap waktu rehidrasi, baik awal dan akhir. Meskipun demikian, Gambar 19 dan Gambar 20 menunjukkan hubungan yang linier antara peningkatan ju mlah emulsifier dan tapioka terhadap waktu rehidrasi awal dan akhir. Semakin tinggi ju mlah tapioka yang ditambahkan, semakin tinggi waktu rehidrasinya. Begitu pula dengan emulsifier. Peningkatan waktu rehidrasi akibat peningkatan ju mlah tapioka disebabkan pati-patian, seperti tapioka, memiliki kemampuan membentuk film, sehingga memperlambat penyerapan susu ke dalam sereal (East man et al. 2001). Selain itu, peningkatan ju mlah amilopektin, yang dalam hal ini berupa tapioka, menyebabkan penurunan kemampuan serap air adonan, karena komponen amilopektin menyerap lebih sedikit air dibandingkan amilosa (Moscicki 2011). Emu lsifier memiliki sifat yang serupa dengan lipid. Penambahan emulsifier berart i peningkatan kandungan lipid dalam adonan. Semakin tinggi ju mlah lipid dalam adonan, semakin banyak granula pati yang terlapisi, sehingga sukar menyerap air (Harper 1981). Hal ini dapat meningkat kan waktu rehidrasi dari ekstrudat. Selain itu, efek pelu masan dari lip id dapat menyebabkan penurunan degradasi amilopekt in, yang sukar menyerap air. Hal ini menyebabkan semakin sedikit bagian yang terlarut dalam air, sehingga waktu rehidrasinya meningkat (Hanna dan Bhatnagar 1994). Referen memiliki waktu rehidrasi yang lebih singkat daripada semua sampel. Hal ini merupakan hal yang baik karena konsumen lebih menyukai sereal yang terehidrasi lebih lama karena kerenyahan dapat dipertahankan (Mannie 1999).
41
3000
2794
3493
3306
2506
2500
1510
2000 1500 1000 500
Ref 20
0
10
0
1 2 emulsifier (%)
tapioka (%)
waktu rehidrasi akhir (dtk)
3500
3348 3210
Ref
Gambar 20. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emulsifier Terhadap Waktu Rehidrasi Akh ir
c. Indeks Kelarutan Air Indeks kelarutan air atau Water Solubility Index (WSI) merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur kelarutan ekstrudat di dalam air. Indeks in i menunjukkan seberapa banyak bagian ekstrudat yang dapat terlarut dalam air, dan dinyatakan dalam gram per mililiter (g/ ml). Pengolahan data dengan ANOVA (Lamp iran 11) menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara variabel tapioka dan emulsifier yang ditambahkan terhadap indeks kelarutan air. Selain itu, tidak terdapat pengaruh penambahan tapioka dan penambahan emulsifier terhadap indeks kelarutan air. Data indeks kelarutan air sampel dapat dilihat dalam Tabel 13. Tabel 13. Data indeks kelarutan air Sampel Indeks Kelarutan Air (g/ ml) T1E1
0,0076a
T1E2
0,0076a
T1E3
0,0080a
T2E1
0,0082a
T2E2
0,0081a
T2E3
0,0076a
Referen
0,0208b
42
0.0200 0.0150
0.0100
0.0082 0.0076
0.0081 0.0076
0.0077 0.0080
0.0050
Ref 20
0.0000
10
0
1 2 emulsifier (%)
tapioka (%)
indeks kelarutan air (g/ml)
0.0208
0.0250
Ref
Gambar 21. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emulsifier Terhadap Indeks Kelarutan Air Gambar 21 menunjukkan bahwa indeks kelarutan air referen jauh leb ih tinggi daripada sampel. Hal in i menunjukkan bahwa sampel lebih sukar larut dalam air daripada referen. In i berarti bowl time sampel atau lamanya flakes mempertahankan kerenyahannya saat disajikan leb ih tinggi daripada referen. Hal in i lebih disukai oleh konsumen.
d. Analisis Kekerasan dan Nilai Patah (Rheoner) Analisis fisik dilakukan dengan menggunakan alat Rheoner, dan dibagi menjad i kekerasan maksimu m dan nilai patah (breakage). Ringkasan pengolahan data analisis kekerasan dapat dilihat pada Tabel 14.
Sampel
Tabel 14. Data analisis kekerasan Kekerasan (gf)
T1E1
1640,00d
T1E2
1100,00b
T1E3
1340,00c
T2E1
1670,00d
T2E2
1760,00d
T2E3
1760,00d
Referen
400,00a
Pengolahan data ANOVA untuk nilai kekerasan menunjukkan adanya interaksi antara variabel tapioka dan emulsifier terhadap nilai kekerasan. Gambar 22 menujukan bahwa penambahan emu lsifier memiliki pengaruh yang berbeda pada kedua tingkat penambahan tapioka. Pada 20% tapio ka, penambahan emulsifier tidak memberikan pengaruh signifikan. Sebaliknya, pada penambahan 10% tapioka, penambahan emulsifier justru menurunkan nilai kekerasan. Hal ini berhubungan dengan pembentukan komp leks amilosa-lip id pada sampel dengan penambahan 20% tapioka. Komp leks amilosa-lip id dapat menurunkan pengembangan dan densitas kamba, yang berarti produk menjadi padat dan keras (Hanna dan Bhatnagar 1994). Dibandingkan dengan skor kesukaan terhadap
43
tekstur, sampel dengan penambahan 10% tapioka 1% dan 2% emulsifier memiliki skor tertinggi (3.94 dan 3.66). Hal ini berarti panelis leb ih menyukai sampel dengan nilai kekerasan yang lebih rendah.
1670
1760
1760
1640
1500
1340 1100
1000
400
500 Ref 20
0
10
0
1 2 emulsifier (%)
tapioka (%)
kekerasan (gf)
2000
Ref
Gambar 22. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emulsifier Terhadap Nilai Kekerasan Pada sampel dengan penambahan 10% tapioka, penambahan emu lsifier justru menurunkan nilai kekerasan ekstrudat. Hal ini mungkin disebabkan tercapainya rasio amilosa amilopektin yang lebih baik dengan pembentukan kompleks amilosa-lipid yang lebih sedikit, seperti dijelaskan sebelu mnya. Rasio amilosa-amilopektin men jadi kurang optimu m pada penambahan 2% tapioka akibat pembentukan ko mpleks yang lebih banyak, yang ditunjukan dengan naiknya nilai kekerasan. Gambar 22 juga menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kekerasan produk lebih tinggi daripada tingkat kekerasan sampel referen. Hal in i d iduga akibat kandungan amilosa dalam sorgum lebih tinggi daripada jagung atau gandum yang digunakan pada produk ko mersial (Harper 1981) Tabel 15. Data analisis nilai patah (breakage) Sampel Nilai Patah (g f) T1E1
770,00a
T1E2
710,00a
T1E3
660,00a
T2E1
960,00a
T2E2
1200,00a
T2E3
1290,00a
Referen
300,00a
44
1000
1290
1200
1500
960
770
710
300
660
500 Ref 20
0
10
0
1
2 emulsifier (%)
tapioka (%)
nilai patah (gf)
2000
Ref
Gambar 23. Pengaruh Penambahan Tapioka dan Emulsifier Terhadap Nilai Patah Pengolahan data ANOVA untuk data nilai patah menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara variabel tapioka dan emulsifier terhadap nilai patah sampel. Meskipun demikian, dapat dilihat pada Gambar 23 bahwa terdapat perbedaan pengaruh penambahan emu lsifier antara sampel dengan 10% tapio ka dengan 20% tapioka. Penambahan emulsifier pada sampel yang ditambahkan 20% tapio ka menu jukan peningkatan nilai patah dengan peningkatnya jumlah emu lsifier. Sebaliknya pada sampel dengan penambahan 10% tapioka, penambahan emusifier justru menurunkan nilai patah. Hal in i dapat terjadi akibat pembentukan ko mpleks seperti dijelaskan sebelumnya.
3. Uji Penerimaan Dari uji rating hedonik dan uji fisik, sampel dengan penambahan 10% tapioka dan 1% emu lsifier dip ilih men jadi sampel terbaik. Karena target konsumen adalah anak-anak usia sekolah, uji organoleptik 2 atau uji penerimaan dilakukan kepada siswa kelas 5 SD di dua sekolah. Dua sekolah dasar yang dipilih adalah SDN Babakan IV Bogor dan SDN Polisi V Bogor. Dua sekolah ini memiliki tingkat ekono mi yang berbeda, yang bertujuan untuk melihat penerimaan produk pada tingkat ekonomi yang berbeda tersebut. Tingkat ekonomi kedua sekolah ditetapkan berdasarkan asumsi lo kasi sekolah dan tingkat popularitas dari sekolah. SDN Polisi V berada di pusat kota Bogor sementara SDN Dramaga 4 berada di kabupaten Bogor. Berdasarkan tingkat popularitasnya, SDN Polisi V lebih terkenal dibandingkan dengan SDN Dramaga 4 Kuesioner yang digunakan dapat dilihat pada Lamp iran 15. Pertanyaan tentang pengetahuan dan tingkat konsumsi siswa disertakan dalam kuesioner sehingga relevansi uji sensori dapat diketahui. Ringkasan uji penerimaan dapat dilihat pada Gambar 24. Pengolahan data dilakukan dengan analisis deskriptif dengan statistik chi-square. Informasi yang didapatkan menunjukkan bahwa hampir seluruh siswa kelas 5 dari kedua sekolah telah mengetahui mengenai sereal sarapan susu. Uji statistik chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tingkat ekonomi dengan pengetahuan tentang sereal susu. Hal ini dapat disebabkan sereal sarapan susu telah banyak beredar di masyarakat dan pemasarannya lewat media telev isi telah banyak bermunculan.
45
Secara garis besar, siswa kedua sekolah kadang-kadang mengkonsumsi sereal susu. Uji statistik chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tingkat ekonomi dengan konsumsi sereal susu. Nampaknya sereal susu telah cukup populer di masyarakat dan harganya telah cukup terjangkau sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat mengkonsumsinya. Hasil pengujian pengetahuan tentang sereal dan tingkat konsumsi dapat dilihat pada Gambar 24.
Pengetahuan Tentang Sereal 100
97.5
jumlah (%)
100 80 60 40 20
2.5
0
0
tahu
tidak tahu
Menengah ke bawah
Menengah ke atas
Tingkat Konsumsi 79.5
77.5
jumlah (%)
80 60 40
20
20.5 0
22.5
0
0 tidak pernah
kadang-kadang
Menengah ke bawah
sering
Menengah ke atas
Gambar 24. Pengetahuan dan tingkat konsumsi sereal sarapan dari dua sekolah Berdasarkan hasil yang diperoleh, tingkat kesukaan terhadap aroma dan kerenyahan siswa-siswa kedua sekolah serupa, yaitu sebagian besar menyatakan enak. Uji statistika dengan chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat ekonomi siswa dengan tingkat kesukaan terhadap aroma dan kerenyahan. Dari informasi in i, aro ma dan kerenyahan yang dimiliki produk sudah cukup baik dan diterima baik o leh konsumen. Tingkat ketertarikan terhadap warna dan tingkat kesukaan terhadap rasa siswa kedua sekolah menunjukkan perbedaan. SDN Po lisi V yang memiliki tingkat ekonomi rata-rata siswanya lebih tinggi cenderung memilih cukup enak, berbeda dengan SDN Dramaga IV yang banyak memilih enak. Uji chi-square menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat ekonomi dengan tingkat kesukaan rasa dan ketertarikan warna produk. Secara keseluruhan, tingkat kesukaan siswa semakin menurun dengan meningkatnya tingkat ekonomi. Penerimaan terhadap atribut produk dapat dilihat pada Gambar 25.
46
Penerimaan terhadap warna 71.8
60.0
71.8
80.0 52.5
45
60.0
25.6
40.0
67.5
jumlah (%)
jumlah (%)
80.0
Penerimaan terhadap aroma
28.2
40.0
20.0
2.6 2.5
25.0
20.0
0.0
0.0 menarik
cukup menarik
Menengah ke bawah
0.0
tidak menarik
enak
Menengah ke atas
80.0
27.5
35.9 32.5
jumlah (%)
jumlah (%)
64.1 65.0
60.0
60.0 40.0
tidak enak
Menengah ke atas
Penerimaan terhadap kerenyahan
67.5
66.7
cukup enak
Menengah ke bawah
Penerimaan terhadap rasa 80.0
7.5
30.8
40.0
20.0
2.6
20.0
5.0
0.0
2.5
0.0
0.0
enak
enak cukup enak tidak enak Menengah ke bawah Menengah ke atas
cukup enak
Menengah ke bawah
tidak enak
Menengah ke atas
Penerimaan terhadap keseluruhan atribut
jumlah (%)
100.0
82.1
80.0 60.0
55.0 37.5
40.0
17.9
20.0
0.0
7.5
0.0 enak
cukup enak
Menengah ke bawah
tidak enak
Menengah ke atas
Gambar 25. Penerimaan terhadap atribut produk
Keinginan konsumsi 100.0
jumlah (%)
100.0 70.0
80.0 60.0
30.0
40.0 20.0
0.0
0.0 mau Menengah ke bawah
tidak mau Menengah ke atas
Gambar 26. Keinginan konsumsi produk
47
Kecenderungan yang sama terlihat pada keinginan konsumsi produk. Pada Gambar 26 jelas terlihat bahwa jumlah siswa yang ingin mengkonsumsi produk lebih banyak pada sekolah menengah ke bawah. Uji chi-square juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat ekonomi dengan keinginan konsumsi produk.
4. Analisis Kimia Analisis kimia dilakukan untuk mengetahui ko mposisi kimia produk, seperti kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar serat kasar. Kandungan kimia produk telah dirangku m pada Tabel 16.
Ko mponen
Tabel 16. Ko mposisi kimia produk Jumlah (%) bb
bk
Air
2.59
2.66
Abu
2.47
2.54
Lemak
3.79
3.89
Protein
7.30
7.50
77.33
79.42
9.07
9.32
Karbohidrat (by difference) Serat kasar
a. Kadar Air Kadar air produk akhir adalah 2.59 (basis basah) dan 2.66 (basis kering). Basis basah merupakan perbandingan kandungan komponen yang diukur dengan berat sampel untuk analisis dengan kandungan air. Basis basah merupakan perbandingan berat kandungan komponen yang diukur dengan berat sampel untuk analisis diku rangi kandungan airnya (Singh dan Held man 2009). Kadar air produk dibawah 3% yang sesuai dengan SNI 01-4270-1996 tentang susu sereal. Kadar air ini tercapai setelah pengeringan dengan oven selama 15 men it. Kadar air yang rendah dapat menjaga produk tetap renyah saat disajikan dan memperpanjang umu r simpannya (Winarno 1984).
b. Kadar Abu Abu merupakan residu mineral yang tersisa setelah proses pembakaran dalam suhu tinggi (Winarno 1984). Umu mnya mineral yang terkandung di dalam abu berada dalam bentuk metal oksida, senyawa sulfat, fosfat, nitrat, klorida, dan senyawa anorganik lainnya (Miller 1996). Kadar abu hasil analisis adalah 2.47 (bb) dan 2.54 (bk). Guy (2001) mengatakan bahwa kandungan mineral pada ekstudat, khususnya besi, dapat meningkat akibat kontak intens dengan permukaan logam pada laras atau ulir ekstruder, seiring dengan peningkatan suhu. Camire dan Dougherty (1998) menjelaskan bahwa kandungan dan bioavailabilitas mineral tertahan dengan baik selama ekstrusi. Bioavailabilitas mineral juga dapat ditingkatkan apabila fitat pengikat mineral dih ilangkan.
48
c. Kadar Le mak Lemak merupakan sumber energi kedua setelah karbohidrat. Para ahli gizi mereko mendasikan agar 20-25% kebutuhan kalori dipenuhi dari le mak (Muchtadi et al. 1992). Lemak memiliki karakteristik mudah teroksidasi apabila terpapar oleh oksigen. Proses oksidasi ini menyebabkan kerusakan produk berupa penyimpangan flavor. Kadar lemak produk adalah 3.79% (bb) dan 3.89 (b k). Kadar lemak produk cukup rendah, dan dengan disertai rendahnya kadar air, maka kerusakan produk dapat ditekan semin imal mungkin sehingga umur simpan produk men jadi lebih lama. Dari segi nutrisi, kadar lemak produk termasuk rendah. Namun sesuai saran penyajian, produk disajikan dengan susu yang memiliki kandungan lemak cukup tinggi. Penyajian dengan susu ini akan membantu memenuhi kebutuhan lemak.
d.
Kadar Protein Protein merupakan zat gizi yang penting sebagai pembangun tubuh dan pengganti sel-sel yang rusak, serta berperan juga sebagai sumber energi ket iga setelah karbohidrat dan lemak (Muchtadi et al. 1992). Kadar protein pada produk adalah 7.30% (bb) dan 7.50% (bk). SNI 01-4270-1996 menyebutkan bahwa kandungan min imal protein pada susu sereal adalah 7%, yang berarti bahwa kandungan protein produk telah memadai. Kandungan protein hanya diperoleh dari biji sorgum. Kandungan pada biji sorgum adalah 11%. Kehilangan protein terjadi saat proses ekstrusi karena suhu dan tekanan tinggi yang menyebabkan rusaknya struktur protein (Guy 2001).
e. Kadar Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber energi utama. Sebanyak 50-60% kebutuhan energi harian sebaiknya dipenuhi dari karbohidrat. Kandungan karbohidrat by difference produk adalah 77.33% (bb) atau 79.42% (bk). Kandungan karbohidrat pada sorghum adalah sekitar 73%. Peningkatan kadar karbohidrat diperkirakan karena penghilangan bagian perikarp dan juga karena penambahan tapioka. Penghilangan bagian perikarp dengan penggilingan atau penyosohan akan mengurangi bagian dengan konsentrasi karbohidrat rendah dan meninggalkan bagian endosperm dengan kandungan karbohidrat lebih tinggi (Suarn i 2004). Menurunnya kadar protein juga dapat meningkat kan kadar karbohidrat secara relatif.
f. Kadar Se rat Kasar Serat merupakan ko mponen karbohidrat yang tidak dapat tercerna o leh enzimenzim pencernaan. Meskipun demikian, penelitian-penelit ian pada 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa serat memegang peranan penting pada kesehatan seseorang. Kadar serat kasar produk adalah 9.07 (bb) dan 9.32 (b k).
g. Kandungan dalam Satu Takaran Saji Satu takaran saji yang direncanakan adalah 50 gr. Kandungan gizi dalam satu takaran saji dapat dilihat pada Tabel 17.
49
Tabel 17. Kandungan gizi produk sampel dan referen dalam satu takaran saji (50 g) Nilai Gizi Satu Takaran Saji Komponen
Produk yang
Produk
Dikembangkan
Komersial*
Energ i total (kkal)
186
200
Lemak (g)
1.90
2
Protein (g)
3.65
4
Karbohidrat total (g)
38.66
40
*Label informasi nilai gizi produk komersial (50 gram takaran saji)
Berdasarkan Tabel 17, kandungan gizi produk dengan produk ko mersial tidak terlalu berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa produk dapat bersaing dengan produk ko mersial dalam segi kandungan gizi, tetapi dengan harga yang lebih murah. Energi total yang diberikan oleh produk baru mencukupi 10% energ i harian 2000 kkal. Namun apabila dikonsumsi dengan 200 ml susu, maka ju mlah energi yang dihasilkan dapat mencapai 380 kkal atau sebesar 19% kebutuhan energi 2000 kkal. Berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal t iap hari, pemenuhan kebutuhan energi sehari-hari produk tercantum pada Tabel 18. Tabel 18. Persentase pemenuhan energi berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal % AKG Komponen
Daily value*
Produk yang
Produk
Dikembangkan
Komersial**
Kadar lemak
65 g
2.92
3
Kadar protein
50 g
7.30
8
Kadar karbohidrat total
300 g
12.88
13
2000 kkal
9.30
10
Energ i
*CFR (2011) **) Label informasi nilai gizi produk komersial
5. Analisis Finansial a. Asumsi Dasar Pe rhitungan Asumsi yang digunakan dalam analisis finansial produk adalah: 1) 2) 3) 4) 5)
Analisis ekonomi d ilakukan dengan biaya investasi untuk pendirian usaha menengah baru. Tanah dan bangunan tempat produksi adalah sewa. Umur ekonomi p royek ditetapkan 5 tahun. Perhitungan waktu yang digunakan dalam analisis ditetapkan satu tahun sama dengan 12 bulan, satu bulan sama dengan 25 hari. Analisis dilaku kan pada harga konstan. Harga bahan baku yang ditetapkan dapat dilihat pada Tabel 19.
50
Tabel 19. Harga bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk
6)
Bahan
Satuan
Harga (Rupi ah)
Sorghum
kg
3,250.-
Tapioka
Kg
4,500.-
Tepung Gula
Kg
12,000.-
Bubuk Coklat
Kg
50,000.-
Minyak
Kg
10,000.-
Garam
Kg
2,000.-
Emu lsifier
Kg
150,000.-
Kemasan
Buah
300.-
Harga peralatan yang digunakan berdasarkan faktor perkiraan dengan dasar rancangan secara garis besar dan spesifikasi yang belum jelas.
7)
Biaya penyusutan peralatan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus.
8)
Biaya perawatan peralatan ditetapkan 2.5% dari biaya penyusutan
9)
Tingkat produksi dari tahun pertama hingga terakhir adalah 100% yaitu sebesar kurang lebih 40 kg bahan baku tepung sorgum dan tapioka per jam dengan 5 jam operasi perhari. Maka, vo lu me produksi dalam satu hari adalah adalah : 40 x 5 = 200 kg, dan dalam satu bulan adalah : 200 x 25 = 5000 kg (basis tepung sorgum dan tapioka).
10) Efisiensi produksi sebesar 85% dari total ju mlah bahan baku yang digunakan. 11) Vo lu me produk yang terjual ditetapkan sebesar 70% dari ju mlah produksi di tahun pertama. Pada tahun kedua dan seterusnya, volume produk terjual adalah 80% dari kapasitas produksi pada tahun yang sesuai. 12) Harga jual produk adalah Rp 2,500.- per kemasan (50 gr). 13) Modal investasi berasal dari pinjaman bank sebesar 70% dan modal sendiri sebesar 30%. 14) Bunga pinjaman sebesar 14% dan konstan selama pengembalian dengan perhitungan bunga tetap. 15) Discount rate/suku bunga sebesar 13%. 16) Kredit modal kerja ditetapkan sebesar biaya operasional dan produksi untuk satu tahun pertama dan dimulai pada tahun pertama. 17) Pembayaran angsuran kredit investasi dan kredit modal kerja dimulai pada tahun ke-1, dengan jangka waktu pembayaran untuk kredit investasi dan kredit modal kerja selama 4 tahun. 18) Perhitungan Pajak Penghasilan sebagaimana diatur oleh UU Perpajakan No mor 17 tahun 2000 yaitu keuntungan di bawah Rp. 50,000,000 d ikenakan pajak sebesar 10 persen, keuntungan antara Rp. 50,000,000 h ingga Rp. 100,000,000 d ikenakan pajak sebesar 15 persen, dan keuntungan di atas Rp. 100,000,000 dikenakan pajak sebesar 30 persen.
51
b. Modal Awal Usaha Modal awal usaha berupa biaya investasi dan modal kerja. Biaya investasi berupa biaya-biaya yang dibutuhkan untuk membeli ko mponen yang dibutuhkan untuk men jalan kan usaha seperti mesin, peralatan, perizinan, dan lain -lain. Investasi merupakan ko mponen yang memiliki u mur panjang. Modal kerja merupakan biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha sebelum perusahaan menperoleh pendapatan. Besarnya biaya modal kerja berupa biaya operasional selama 1 tahun pada tahun pertama (Soeharto 1999). Biaya investasi yang dibutuhkan untuk memulai usaha adalah Rp 746,100,000.-. Rincian biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran 27. Modal kerja yang dibutuhkan adalah Rp 1,661,143,333.-, yaitu biaya operasional selama 1 tahun (Lamp iran 28). Kebutuhan dana proyek pada tahun pertama sebesar Rp 2,407,243,333.- dan sebesar 70% dari dana ini diperoleh melalu i pinjaman bank, sedangkan sisanya berasal dari modal sendiri.
c.
Biaya Produksi Biaya produksi meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya operasional pabrik, dan biaya operasional kantor, yang rinciannya dapat dilihat pada Lamp iran 28. Biaya produksi yang diperlukan selama 1 bulan adalah Rp 138,428,611.- dan selama 1 tahun adalah Rp1,661,143,333.-. Biaya produksi diasumsikan sama dari tahun pertama sampai tahun kelima.
d.
Volume Produksi dan Proyeksi Penjualan Vo lu me produksi diasumsikan 85% dari total bahan baku yang digunakan perbulan. Jumlah produk yang dihasilkan adalah 111.350 kemasan perbulan atau 1,336,200 kemasan pertahun, dengan berat perkemasan adalah 50 gram. Penjualan pada tahun pertama diasumsikan sebesar 70% atau sebanyak 935,340 kemasan, dan meningkat pada tahun kedua dan seterusnya menjadi 80% atau sebanyak 1,068,960 kemasan. Harga pokok per kemasan dihitung dari kebutuhan dana usaha pada tahun pertama (Lamp iran 29) d ibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan pada tahun pertama, yaitu Rp 1,801.56. Harga jual produk adalah Rp 2,500.-, sehingga marg in keuntungan adalah sekitar 39%.
e.
Analisis Kriteria dan Break Even Point (BEP) Kriteria kelayakan usaha yang digunakan adalah Payback Period (PBP), Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Break Even Point (BEP). Untuk memperoleh nilai dari kriteria tersebut, diperlukan suatu arus kas (cash flow), yang dapat dilihat pada Lampiran 34. Hasil analisis finansial untuk kriteria kelayakan usaha dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Kriteria kelayakan usaha sorgum flakes Kriteri a Nilai NPV (Net Present Value)
Rp 30,413,824,-
IRR (Internal Rate Return)
14%
Net B/ C (Net Benefit Cost)
1.01
PP (Payback Period)
4 tahun 25 hari
52
Berdasarkan Tabel 20, nilai NPV lebih besar dari nol, nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga diskonto (13%), n ilai PP kurang dari u mur proyek (5 tahun), dan nilai Net B/C leb ih besar dari 1,00. Maka dapat disimpulkan bahwa proyek layak yang dilaksanakan atau investasi dapat dilakukan. Rincian proyeksi aliran kas dan perhitungan kriteria kelayakan dapat dilihat pada Lampiran 34 dan Lamp iran 35. Break Even Point atau Keadaan Pulang Pokok merupakan keadaan saat penerimaan pendapatan perusahaan (total revenue – TR) sama dengan biaya yang ditanggungnya (total cost – TC). BEP juga dapat menunjukkan ju mlah min imu m unit produk yang harus terjual agar perusahaan tidak merugi. Perincian perhitungan BEP dapat dilihat pada Lampiran 33. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa titik impas pada tahun pertama senilai Rp 939,300,334.46 dengan jumlah unit terjual minimal 375,720 unit. Pada tahun berikutnya, nilai BEP adalah Rp 767,896,416.22 atau 307,159 unit produk minimal terjual. Dari proyeksi penjualan, ju mlah unit terjual sudah di atas BEP sehingga perusahaan telah mendapat untung.
53
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan penelit ian yang dilaku kan, dapat diketahui ko mposisi bahan -bahan yang diperlukan untuk membuat sorgum flakes dengan karakteristik paling disukai. Tepung sorgum berukuran 60 mesh menghasilkan karakteristik renyah dan tekstur paling baik. Penambahan tepung tapioka memperbaiki karakteristik pengembangan dan tekstur produk. Perbandingan tepung sorgum 60 mesh dan tapioka yang paling disukai adalah 9 : 1. Penambahan emulsifier sebanyak 1% dari basis 100% ju mlah tepung sorgum dan tapioka menghasilkan produk dengan karakteristik tekstur terbaik dan paling disukai. Penambahan bahan-bahan lain seperti tepung gula (15%), coklat bubuk (10%), minyak (4%), dan garam (1%) berdasarkan 100% ju mlah tepung sorgum dan tapioka menghasilkan flakes dengan karakteristik terbaik. Ko mposisi bahan-bahan tersebut menghasilkan flakes sorgum dengan karakteristik yang paling disukai. Pengujian tingkat penerimaan produk oleh konsumen, yaitu anak-anak sekolah dasar, menunjukkan respon yang baik. Pengujian dilaku kan pada dua sekolah dasar dengan tingkat ekonomi yang berbeda, yang merepresentasikan ekonomi menengah ke bawah dan menengah ke atas. Secara keseluruhan, terdapat hubungan antara tingkat sosial ekonomi siswa dengan tingkat kesukaan terhadap produk. Hal ini teramati secara khusus pada atribut rasa dan warna. Hubungan yang sama juga ditunjukan dari tingkat keinginan konsumsi produk. Hal in i berart i, semakin men ingkatnya tingat sosial ekonomi konsumen, kesukaan dan keinginan konsumsi produk cenderung menurun. Meskipun demikian, secara umu m, produk dapat diterima konsumen, yang terlihat bahwa sangat sedikit yang mengatakan tidak suka terhadap atribut produk. Ko mposisi kimia produk yang dihasilkan dalam % basis kering, yaitu kadar air 2.66%, kadar abu 2.54%, kadar lemak 3.80%, kadar protein 7.50%, kadar karbohidrat by difference 79.42%, dan kadar serat kasar 9.32%. Produk ini memiliki derajat pengembangan 118.09% dimensi panjang dan 130.93% dimensi lebar, waktu reh idrasi selama 2650 detik saat mu lai terbasahi med ia susu dan 3210 detik saat semua bagian terendam dalam media. Indeks kelarutan air produk adalah 0.008 gr/ ml, tingkat kekerasan maksimal produk 1100 gf dan 820 gf saat patah. Satu takaran saji produk sebanyak 50 gram dapat memenuhi 13% kebutuhan karbohidrat harian, 8% kebutuhan protein, dan 6% kebutuhan lemak berdasarkan kebutuhan energi harian 2000 kkal. Analisis finansial terhadap proyek usaha sorgum flakes selama 5 tahun menunjukkan bahwa nilai NPV sebesar Rp 30,413,824.- yang leb ih besar dari nol, nilai IRR sebesar 14% yang lebih besar dari t ingkat suku bunga diskonto 13%, Net B/ C 1.01 yang lebih besar dari 1.00, serta nilai PP selama 4 tahun 25 hari yang kurang dari umur proyek, merupakan indikator bahwa usaha sorgum flakes layak untuk dilaksanakan.
B. Saran Pengembangan produk sorgum flakes dapat ditingkatkan untuk menghasilkan produk yang jauh lebih baik. Dari segi mutu, optimasi kadar air bahan dapat dilakukan untuk mencapai gelatinisasi optimu m dan pengembangan maksimal. Selain itu, pelapisan produk dengan flavor dan gula dapat meningkatkan flavor dan rasa produk. Demikian juga optimasi proses pelapisan (coating) dan komposisinya dapat dilakukan, sehingga cita rasa produk dapat bersaing dengan produk komersial lainnya. Dari hasil analisis finansial, nilai keuntungan proyek sereal sarapan sorgum sangat kecil. Peningkatan keuntungan dapat dilaku kan dengan meningkat kan efisiensi produksi maupun meningkatkan n ilai penjualan produk (>80%).
54
DAFTAR PUSTAKA AgroStats [online]. 2009. World Sorghum Production. http://www.agrostats.com/world-sorghumproduction.html. [3 Agustus 2011]. Anderson, R.A., Conway, H.F., Pfeifer, V.F., Griffin, E.L. 1969. Gelatinizat ion of Corn Grits by Roll and Ext rusion Cooking. J. Cereal Science 14 :4-12. AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of The Association of Official Agricultural Chemist. AOAC, Inc., Washington. Arvi, Felicia. 2006. Pengembangan produk sereal siap santap berbasis sorghum [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2000. SNI 01-2886-2000. Makanan ringan ekstrudat. Jakarta Barr D, Panuwet B, Nguyen P, Udunka JV, Needham S, Needham LL. 2007. Assessing exposure to atrazine and its metabolites using biomonitoring. http://www.environmentalhealthnews.org/newscience/2007/2007-1126barretal.ht ml. [18 Agustus 2010]. Bhattacharva, M. dan M. Pad manabhan. 1992. Extrusion processing : texture and rheology. In: Y.H. Hu i (ed.). Encyclopedia of Food Science and Technology. John Wiley & Sons, Inc. Toronto, Chichester, Brisbane, Singapore. Beti, Y.A., A. Ispandi, dan Sudaryono. 1990. Sorgum [monografi]. Malang : Balai Penelit ian Tanaman Pangan. Camire, M.E. dan Dougherty, M.P. 1998. Added phenolic compounds enhance lipid stability in extruded corn. J. Food Sci 63(4): 516-518. [CFR] Code of Federal Regulations [online]. 2011. Food and Drugs, Title 21, (101.9) Nutrition labeling of food. http://ecfr.gpoaccess.gov [13 April 2011] Chinnaswamy, R., dan Hanna, M. A. 1988. Relat ionship between amylose content and extrusionexpansion properties of corn starches. Cereal Chem 65:138-143. Deptan [Ho mepage of Direktorat Jendral Tanaman Pangan Kementrian Pertanian], [online]. 2010. http://www.deptan.go.id/ditjentan/index.php. [3 Agustus 2011]. Djazu li, N., M. Wahyuni, D. Monintja, dan A. Purbayanto. 2009. Analisis finansial pengolahan surimi dengan skala modern dan semi modern. J. Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 2(12) : 102-114. Dobraszczy k, Bogdan J., Paul Ainsworth, Senol Ibanoglu, Pedro Bouchon. 2005. Baking, extrusion, and frying. In: Brennan, James G. (ed). Food Processing Handbook (2006). Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA. Dogget, H. 1970. Sorghum. Longmans Green & Co. Ltd. Cambridge, USA. Dziezak, J.D. 1989. Single and twin screw extrudes in food processing. J. Food Technol 43(4): 164 – 174. Eastman, J., F. Orthoefer, S. So lorio. 2001. Using extrusion to create breakfast cereal products. Cereal Foods Worlds 46: 468 – 471. Frame, N.D. 1999. Extrusion Cooking. USA : Aspen Publishers, Inc. [FSD]
Food Security Depart ment [online]. 2003. Sorghu m. Post-harvest http://www.fao.org/inpho/compend/test/ch07.ht m.[12 Februari 2010].
Operations.
Ganjyal, M., Hanna, M.A., Supprung P., Noo mhorn, jones, D. 2006. Modelling Selected Properties of Extruded Rice Flour and Rice Starch by Neural Networks and Statistics. J. Cereal Chemist. 83 (3) : 223-227.
55
Gon zales, Alejandro J.P. 2005. Specialty sorghums in direct-expansion extrusion [thesis]. Texas : Master Program, Texas A&M University. Guy, R.C.E., dan Horne, A.W. 1988. Extrusion and co-ext rusion of cereals. In: J.M.V. Blanshard and J.R. Mitchell (eds). Food Structure-Its Creation and Evaluation. Butterworths: London. Guy, R.C.E. 1994. Raw materials for extrusion cooking process . In: Frame N.D. (ed). The Technology of Extrusion Cooking. London: Blackie Academic and Profesional, pp 52-72. Guy, Robin. 2001. Extrusion Cooking: Technologies and Applications. New Yo rk, Washington D.C: CRC Press, Boca Raton. Hand, Becky. 2010. Healthy Carb, Fat and Protein Ranges The Numbers You Need to Know. http://www.sparkpeople.co m/resource/nutrition_articles.asp?id=372 [23 April 2010] Hanna, M.A. dan S. Bhatnagar. 1994. A my lose-lip id comp lex formation during single screw extrusion of various corn starches. Cereal Chem 71(6): 582-587. Hariyadi, P. 1996. Pengenalan peraltan proses ekstrusi, bakeri, dan penggorengan. Makalah Pelatihan Produk-Produk Olahan Ekstrusi, Bakery, dan Frying, 2-3 Oktober 1996, Tambun, Bekasi. Harper, J.M. 1981. Extrusion of Foods, vol I dan II. Flo rida, USA: CRC Press, Inc. Ibrahim, Y. H. M. 1998. Studi Kelayakan Bisnis. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Jin, Z., F. Hsieh, dan H.E. Huff. 1995. Effects of soy fiber, salt, sugar, and screw speed on physical properties and microstructure of corn meal extrudate. J. Cereal Science 22(2): 185 194. Kamel, Basil S. dan Clyde E. Stauffer. 1993. Advances in Bakery Technology. London : Blackie Academic & Professional. Keown, A. J., D. F. Scott, J. D. Martin, and J. W. Petty. 2005. Financial Management Principles and Applications. India: Pearson Education Inc. Khomsan, A. 2002. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Leder, Iren. 2004. Sorghum and millets. Cultivated Plants, Primarily as Food Sources, Encyclopedia of Life Support System. Developed under Auspices of the UNESCO, Eolss Publisher, Oxford, USA. Linko, P., P. Co lonna, dan C. Mercier. 1981. High temperature short ext rusion cooking. J. Cereal Food World 39(2): 99 – 102. Lusas, Raymond W. & Lloyd W. Rooney. 2001. Snack Foods Processing. Washington D.C.: CRC Press. Maltz, S.A. 1984. Snack Food Technology. Westport, Connecticut, USA: The Avi Publ. – Co mpany, Inc. Mannie, Elizabeth. 1999. Breakfast cereal, kid style. http://www.foodproductdesign.com [8 Maret 2011]. Mathews, R. 1996. Importance of breakfast to cognitive performance and health. Perspectives in Applied Nutrit ion 3(3): 204-212. Mercier, C., dan P. Feillet. 1975. Modification of carbohydrate components by extrusion cooking of cereal product. Cereal Chem 52(3): 283-297. Miller, R.C. 1993. A primer on cooking ext ruders. Bu l. Sustain Notes 5(3). Miller, R.C. 1995. Raw material types and finished product characteristic. Snack Food and Breakfast Cereal Training Program [prosiding pelat ihan]. IUC for Food and Nutrit ion, Institut Pertanian Bogor.
56
Miller, D. D. 1996. M inerals. In: Fennema, O. R. (ed). Food Chemistry: Third Ed ition. New York: Marcel Dekker, Inc. Moscicki, Les zek. 2011. Extrusion-Cooking Techniques: Application, Theory, and Sustainability. Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA. Muchtadi, T.R., BAS. Santoso, dan D.S. Damard jati. 1988. Struktur, Ko mposisi, dan Nilai Gizi Jagung. Balai Penelit ian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Muchtadi, T.R., P. Hariyadi, dan A.B. Ahza. 1987. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Muchtadi, D., N. S. Palupi, dan M. Astawan. 1992. Metode Kimia Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Pusat Antar Universitas, IPB, Bogor. [NSP]
National Sorghum Producers [online]. 2005. Sorghu m’s Food Characteristics. http://www.sorghumgrowers.com\Uses+&+Products\Food. [20 Februari 2010].
Owen, Gav in. 2001. Cereal Processing Technology. Boston, New York, Washington, DC.: CRC Press, Boca Raton. [PA GI] Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: Elex Media Ko mputindo. Polina. 1995. Studi pembuatan produk ekstrusi dari campuran jagung, sorghum, dan kacang hijau [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Pontoh, J. 1995. Mempelajari pembuatan dan sifat fisikokimia makanan ekstrusi sorgum dan kacang hijau [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Rahayuning P.D. 2004. Formu lasi flakes trip le mixed ubi jalar-kecambah kedelai-wheat germ sebagai produk sarapan fungsional untuk anak-anak [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Rismunandar. 1989. Sorghum Tanaman Serba Guna. Bandung: Sinarbaru. Rooney, L.W. 1973. A review of the physical properties, co mposition, and kernel characteristics of sorghum. In : Rooney, L.W. dan D.S. Mury (ed). Proceedings of the International Symposiu m on Sorghu m Grain Quality, 28-31 October 1985. ICRISAT Center, Patancheru, India, 407 p. Rooney, L. W. 2003. Food and Nutritional Quality of Sorghum and Millet. Texas A&M: Pro ject TAM 226. Singh, R. Paul dan Dennis R. Held man. 2009. Introduction to Food Engineering. USA: Elsevier. Sirrapa, M.P. 2003. Prospek pengembangan sorgum di indonesiasebagai komoditas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. J. Litbang Pertanian 22(4): 133-140. Sizer, F. dan E. Whitney. 2000. Nutrition : Concept and Controversies (8th ed). USA: Thomson Learn ing. Soeharto, I. 1999. Manajemen Proyek . Jakarta: Penerbit Erlangga. Suarni. 2004. Peman faatan tepung sorgum untuk produk olahan. Jurnal Litbang Pertanian 23(4). Suprapto dan R. Mudjisihene. 1987. Budidaya dan Pengolahan Sorgum. Jakrata: Swadaya.
Penebar
Tribelhorn, R. E., 1991. Breakfast cereals. In : Lorenz, K. J. dan K. Kulp (Eds). Handbook of Cereal Science and Technology. New York: Marcel Dekker, Inc., pp : 741-762. Vergara, H. J. 2005. Breakfast is Important. El Paso http://www.borderlandnews.com/apps/pbcs.dll/article?AID=/20050914/LIV ING/ 509140325/ 1004. [28 Desember 2009].
Times.
Waysima, Adawiyah DR. 2008. Penuntun Prakt iku m Evaluasi Sensori. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
57
Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramed ia. Wirakartakusumah, M.A. 1981. Kinetics of starch gelatinization and water absorption in rice [Ph.D disertation]. Madison: Doctor Program, University of Wisconsin. Xie, Fengwei, Long Yu, Bing Su, Peng Liu, Jun Wang, Hongshen Liu, dan Ling Chen. 2009. Rheological properties of starches with different amylose/amylopect in ratios. J. Cereal Science 49(2009): 371-377. Hui, Yiu H. dan Harold Corke. 2006. Bakery Products : Science and Technology. USA: WileyBlackwell.
58
LAMPIRAN
Lampiran 1. Formula yang dicobakan pada penelitian pendahuluan a. Trial 1 Jumlah (%)
Bahan
1
2
3
4
5
6
Tepung sorghum 40 mesh
100
80
70
-
-
-
Tepung sorghum 60 mesh
-
-
-
100
80
70
Tepung kacang hijau
0
0
10
0
0
10
Pati tapioka
0
20
20
0
20
20
Tepung gula
10
10
10
10
10
10
Minyak
3
3
3
3
3
3
Garam
2
2
2
2
2
2
b. Trial 2 Bahan
Jumlah (%) 1
2
3
4
5
6
7
Tepung sorghum 60 mesh
100
100
100
100
100
100
100
Tepung gula
15
10
20
15
15
15
15
Coklat bubuk
10
10
10
5
15
10
10
Minyak
5
5
5
5
5
7.5
10
Garam
1
1
1
1
1
1
1
60
Lampiran 2. Kuesioner uji rating hedonik Produk : Flakes Sorghum Nama :....................................................
Tanggal:..............................................
Petunjuk Dihadapan Anda terdapat 6 sampel flakes sorghum. Anda diminta untuk menilai kesukaan terhadap tekstur, warna, rasa, dan keseluruhan (overall) dari keenam sampel. Kunyahlah masing- masing sampel berurutan dari kiri ke kanan. Berilah penilaian terhadap masing- masing sampel dengan nilai 1 (sangat tidak suka) hingga nilai 5 (sangat suka) dengan TIDAK membandingkan antar sampel. Netralkan mulut Anda dengan air sebelum mencicipi sampel berikutnya. Anda diperbolehkan untuk mencicip ulang sampel-sampel tersebut sebelum melakukan penilaian. Kode
Teksur
Warna
Rasa
Keseluruhan
274 448 685 363 912 121 Keterangan : 1 = sangat tidak suka ; 2 = tidak suka ; 3 = netral ; 4 = suka ; 5 = sangat suka Komentar : ......................................................................................................................................... ...............................................................................................................................
61
Lampiran 3. Analisis keragaman uji rating hedonik atribut tekstur Variabel dependen : skor Sumber
Tipe III Penjumlahan df Kuadrat
Rata-Rata Kuadrat
F
Sig.
16.288
19.250
.000
4423.260 5.228E3
.000
81.440a
5
4423.260
1
tapioka * emulsifier
44.462
2
22.231
Kesalahan
350.300
414
.846
Total
4855.000
420
Total Terkoreksi
431.740
419
Model Terkoreksi Intersep
26.274
.000
a. R Kuadrat = .189 (R Kuadrat Terkoreksi= .179) Uji Lanjut skor Duncan Subset
interaksi
N
tpk 10% - emu 0%
70
tpk 20% - emu 2%
70
3.01
tpk 20% - emu 1%
70
3.06
tpk 20% - emu 0%
70
3.20
tpk 10% - emu 2%
70
3.66
tpk 10% - emu 1%
70
3.94
1
2
3
2.60
Sig. 1.000 .170 1.000 Rerata untuk subset yang homogen terlampir. Berdasarkan tipe III penjumlahan kuadrat: Kesalahan = 0.846 a. Jumlah penguji sampel = 70 b. Tingkat signifikansi (α) = 0.05
62
Lampiran 4. Analisis keragaman uji rating hedonik atribut warna Variabel dependen : skor Sumber
Tipe III Penjumlahan df Kuadrat
Rata-Rata Kuadrat
F
Sig.
.741
1.098
.361
3.705a
5
Intersep
4747.010
1
tapioka
0.010
1
0.010
.014
.905
emulsifier
1.633
2
.817
1.211
.299
tapioka * emulsifier
2.062
2
1.031
1.528
.218
Kesalahan
279.286
414
.675
Total
5030.000
420
Total Terkoreksi
282.990
419
Model Terkoreksi
4747.010 7.037E3
.000
a. R Kuadrat = .013 (R Kuadrat Terkoreksi= .001)
Lampiran 5. Analisis keragaman uji rating hedonik atribut rasa Variabel dependen : skor Sumber
Tipe III Penjumlahan df Kuadrat
Rata-Rata Kuadrat
F
Sig.
7.311
10.008
.000
3774.002 5.166E3
.000
36.555a
5
Intersep
3774.002
1
tapioka
1.448
1
1.488
2.037
.154
emulsifier
8.862
2
4.431
6.065
.003
tapioka * emulsifier
26.205
2
13.102
17.935
.000
Kesalahan
302.443
414
.731
Total
4113.000
420
Total Terkoreksi
338.998
419
Model Terkoreksi
a. R Kuadrat = .108 (R Kuadrat Terkoreksi= .097)
63
Uji Lanjut Subset Homogen skor Duncan Subset
interaksi
N
tpk 10% - emu 0%
70
tpk 20% - emu 2%
70
2.83
tpk 20% - emu 1%
70
2.90
tpk 20% - emu 0%
70
3.09
tpk 10% - emu 1%
70
3.33
tpk 10% - emu 2%
70
3.34
1
2
3
2.50
3.09
Sig. 1.000 .093 Rerata untuk subset yang homogen terlampir. Berdasarkan tipe III penjumlahan kuadrat: Kesalahan = 0.731 a. Jumlah penguji sampel = 70 b. Tingkat signifikansi (α) = 0.05
.093
Lampiran 6. Analisis keragaman uji rating hedonik atribut secara keseluruhan Variabel dependen : skor Sumber
Tipe III Penjumlahan df Kuadrat
Rata-Rata Kuadrat
F
Sig.
5.890
8.201
.000
29.448a
5
Intersep
4275.238
1
tapioka
1.867
1
1.867
2.599
.108
emulsifier
8.348
2
4.174
5.812
.003
tapioka * emulsifier
19.233
2
9.617
13.391
.000
Kesalahan
297.314
414
.718
Total
4602.000
420
Total Terkoreksi
326.762
419
Model Terkoreksi
4275.238 5.953E3
.000
a. R Kuadrat = .090 (R Kuadrat Terkoreksi= .079)
64
Uji Lanjut Subset Homogen skor Duncan Subset
sampel
N
tpk 10% - emu 0%
70
2.77
tpk 20% - emu 2%
70
2.99
tpk 20% - emu 1%
70
3.14
tpk 20% - emu 0%
70
3.24
tpk 10% - emu 2%
70
tpk 10% - emu 1%
70
Sig.
1
2
3
4
2.99 3.24 3.44
3.44 3.56
.135
.090
.163
.425
Rerata untuk subset yang homogen terlampir. Berdasarkan tipe III penjumlahan kuadrat: Kesalahan = 0.718 a. Jumlah penguji sampel = 70 b. Tingkat signifikansi (α) = 0.05
Lampiran 7. Analisis keragaman derajat pengembangan produk dimensi panjang Variabel dependen : nilai Sumber
Tipe III Penjumlahan df Kuadrat
Rata-Rata Kuadrat
F
Sig.
344.732
5.242
.002
1723.659a
5
Intersep
375807.215
1
tapioka
550.524
2
275.262
4.186
.028
emulsifier
330.340
1
330.340
5.024
.035
tapioka * emulsifier
842.795
2
421.398
6.408
.006
Kesalahan
1578.196
24
65.758
379109.000
30
3301.855
29
Model Terkoreksi
Total Total Terkoreksi
375807.215 5.715E3 .000
a. R Kuadrat = .522 (R Kuadrat Terkoreksi= .442)
65
Uji Lanjut Subset Homogen nilai Duncan Subset untuk alpha = .05
sampel
N
tpk 20% - emu 2%
5
101.2720
tpk 20% - emu 1%
5
102.6340
tpk 10% - emu 0%
5
113.6380
tpk 10% - emu 2%
5
114.0000
tpk 10% - emu 1%
5
118.0880
tpk 20% - emu 0%
5
121.9100
1
Sig.
2
.793
.152
Rerata untuk subset yang homogen terlampir. a. Menggunakan Ukuran Rataan Sampel Harmonis = 5.000.
Lampiran 8. Analisis keragaman derajat pengembangan produk dimensi lebar Variabel dependen : nilai Sumber
Tipe III Penjumlahan df Kuadrat
Rata-Rata Kuadrat
F
Sig.
102.040
1.641
.187
510.200a
5
Intersep
505438.604
1
tapioka
206.023
2
103.012
1.657
.212
1.196
1
1.196
.019
.891
tapioka * emulsifier
302.980
2
151.490
2.436
.109
Kesalahan
1492.383
24
62.183
507441.187
30
2002.583
29
Model Terkoreksi
emulsifier
Total Total Terkoreksi
505438.604 8.128E3 .000
a. R Kuadrat = .255 (R Kuadrat Terkoreksi= .100)
66
Lampiran 9. Analisis keragaman waktu awal rehidrasi Variabel dependen : nilai Sumber
Tipe III Penjumlahan df Kuadrat
Rata-Rata Kuadrat
F
Sig.
47.705
.000
Model Terkoreksi
4.318E6a
6
719647.286
Intersep
7.006E7
1
7.006E7
tapioka
295474.083
1
295474.083
19.587
.003
emulsifier
1185398.167
2
592699.083
39.290
.000
1565.167
2
782.583
.052
.950
105597.500
7
15085.357
9.035E7
14
4423481.214
13
tapioka * emulsifier Kesalahan Total Total Terkoreksi
4.644E3 .000
a. R Kuadrat = .976 (R Kuadrat Terkoreksi= .956)
Lampiran 10. Analisis keragaman waktu akhir rehidrasi Variabel dependen : nilai Sumber
Tipe III Penjumlahan df Kuadrat
Rata-Rata Kuadrat
F
Sig.
44.654
.000
Model Terkoreksi
5.820E6a
6
969950.476
Intersep
9.399E7
1
9.399E7
tapioka
93104.083
1
93104.083
4.286
.077
1319654.000
2
659827.000
30.377
.000
tapioka * emulsifier
19744.667
2
9872.333
.454
.652
Kesalahan
152049.500
7
21721.357
1.222E8
14
5971752.357
13
emulsifier
Total Total Terkoreksi
4.327E3 .000
a. R Kuadrat = .975 (R Kuadrat Terkoreksi= .953)
67
Lampiran 11. Analisis keragaman indeks kelarutan air (WSI) Variabel dependen : nilai Sumber
Tipe III Penjumlahan df Kuadrat
Rata-Rata Kuadrat
F
Sig.
Model Terkoreksi
.000a
6
4.829E-5
22.359
.000
Intersep
.002
1
.002
725.208
.000
tapioka
2.133E-7
1
2.133E-7
.099
.762
emulsifier
1.667E-9
2
8.333E-10
.000
1.000
tapioka * emulsifier
5.817E-7
2
2.908E-7
.135
.876
Kesalahan
1.512E-5
7
2.160E-6
Total
.002
14
Total Terkoreksi
.000
13
a. R Kuadrat = .950 (R Kuadrat Terkoreksi= .908) Lampiran 12. Grafik analisis kekerasan dengan alat Rheoner a. T1E1
b. T1E2 2000 gf
2000 gf
1000 gf
1000 gf
0 gf
0 gf
68
c. T1E3
d. T2E1 2000 gf
2000 gf
1000 gf
1000 gf
0 gf
0 gf
e. T2E2
f. T2E3 2000 gf
2000 gf
1000 gf
1000 gf
0 gf
0 gf
g. Referen 2000 gf
1000 gf
0 gf
69
Lampiran 13. Analisis keragaman nilai kekerasan dengan alat Rheoner Variabel dependen : nilai Sumber
Tipe III Penjumlahan df Kuadrat
Model Terkoreksi
7.404E6a
6
Intersep
5.070E7
1
tapioka
1026750.000
emulsifier
Rata-Rata Kuadrat
F
Sig.
1234071.429 146.415 6.016E3
.000
1
1026750.000 121.818
.000
253500.000
2
126750.000
15.038
.000
tapioka * emulsifier
505500.000
2
252750.000
29.987
.000
Kesalahan
236000.000
28
8428.571
7.443E7
35
7640428.571
34
Total Total Terkoreksi
5.070E7
.000
a. R Kuadrat = .969 (R Kuadrat Terkoreksi= .962) Uji Lanjut Subset Homogen nilai Duncan sampel referen
N 5
Subset untuk alpha = .05 1
2
3
4
400.00
tpk 10% - emu 1%
5
tpk 10% - emu 2%
5
tpk 10% - emu 0%
5
1640.00
tpk 20% - emu 0%
5
1670.00
tpk 20% - emu 1%
5
1760.00
tpk 20% - emu 2%
5
1760.00
Sig.
1100.00 1340.00
1.000
1.000
1.000
.067
Rerata untuk subset yang homogen terlampir. a. Menggunakan Ukuran Rataan Sampel Harmonis = 5.000.
70
Lampiran 14. Analisis keragaman nilai patah dengan alat Rheoner Variabel dependen : nilai Sumber
Tipe III Penjumlahan df Kuadrat
Rata-Rata Kuadrat
F
Sig.
Model Terkoreksi
3.522E6a
6
586952.381
3.251
.015
Intersep
2.054E7
1
2.054E7
113.795
.000
Tapioka
1180083.333
1
1180083.333
6.537
.016
2666.667
2
1333.333
.007
.993
tapioka * emulsifier
424666.667
2
212333.333
1.176
.323
Kesalahan
5055000.000
28
180535.714
3.524E7
35
8576714.286
34
Emulsifier
Total Total Terkoreksi
a. R Kuadrat = .411 (R Kuadrat Terkoreksi= .284)
71
Lampiran 15. Kuesioner uji penerimaan Kuesioner Uji Pene rimaan Nama :
Tanggal : Januari 2011
Silanglah (x) pilihan yang adik-adik pilih. Apakah adik-adik pernah mendengar/mencoba produk sereal susu? a. Ya pernah
b. Tidak pernah
Seberapa sering adik-adik mengkonsumsi produk sereal susu? a. Sering
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
Setelah mencoba produk ini, menurut adik-adik : 1. Bagaimana warna produk ini? a. menarik
b. cukup menarik
c tidak menarik
2. Bagaimana bau/aroma produk ini? a. enak
b. cukup enak
c. tidak enak
3. Bagaimana rasa produk ini? a. enak
b. cukup enak
c. tidak enak
4. Bagaimana kerenyahan produk ini? a. suka
b. cukup suka
c. tidak suka
5. Secara umum, apakah adik-adik suka produk ini? a. Suka
b. cukup suka
d. tidak suka
6. Apakah adik-adik mau sarapan dengan produk ini? a. Ya mau
b. tidak mau
72
Lampiran 16. Analisis tabulasi silang uji penerimaan terhadap pengetahuan tentang sereal susu Tabulasi Silang Simpulan Pengolahan Data
sekolah * pengetahuan
Valid N Persen
Data Hilang N Persen
Total N Persen
79
0
79
100.0%
.0%
100.0%
Hubungan antara sekolah dengan pengetahuan terhadap jenis produk perhitungan
sekolah menengah ke bawah menengah ke atas Total
pengetahuan_sereal tidak tahu tahu 0 39 1 39 1 78
Total 39 40 79
Tes Chi-Square Nilai .988b .000 1.374 .975 79
df 1 1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) .320 1.000 .241 .323
Pearson Chi-Square Koreksi Kontinuitas(a) Rasio Kemiripan Hubugnan Linear dengan Linear N dari Data Valid a Dikomputasi hanya untuk tabel 2x2 b 2 sel (50.0%) memiliki hitungan yang diharapkan kurang dari 5. Jumlah minimum hitungan yang diharapkan adalah .49
73
Lampiran 17. Analisis tabulasi silang uji penerimaan terhadap tingkat konsumsi sereal susu Tabulasi Silang Simpulan Pengolahan Data
sekolah * konsumsi
Valid N Persen
Data Hilang N Persen
Total N Persen
79
0
79
100.0%
.0%
100.0%
Hubungan antara sekolah dengan tingkat kons umsi produk perhitungan
sekolah menengah ke bawah menengah ke atas Total
konsumsi_sereal kadangkadang sering 31 8 31 9 62 17
Total
39 40 79
Tes Chi-Square Nilai .046b .000 .046 .046 79
df 1 1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) .830 1.000 .830 .831
Pearson Chi-Square Koreksi Kontinuitas(a) Rasio Kemiripan Hubugnan Linear dengan Linear N dari Data Valid a Dikomputasi hanya untuk tabel 2x2 b 2 sel (50.0%) memiliki hitungan yang diharapkan kurang dari 5. Jumlah minimum hitungan yang diharapkan adalah 8.39
74
Lampiran 18. Analisis tabulasi silang uji penerimaan terhadap atribut sensori sereal susu Tabulasi Silang Simpulan Pengolahan Data
sekolah * warna sekolah * aroma sekolah * rasa sekolah * kerenyahan sekolah * kesukaan
N 79 79 79 79 79
Valid Persen 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
N 0 0 0 0 0
Data Hilang Persen .0% .0% .0% .0% .0%
Total Persen 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
N 79 79 79 79 79
Hubungan antara sekolah dengan penilaian terhadap warna produk perhitungan
sekolah menengah ke bawah menengah ke atas Total
menarik 28 18 46
warna cukup menarik 10 21 31
Total tidak menarik 1 1 2
39 40 79
Tes Chi-Square Nilai df Asymp. Sig. (2-sided) a Pearson Chi-Square 6.065 2 .048 Rasio Kemiripan 6.168 2 .046 Hubugnan Linear dengan Linear 4.685 1 .030 N dari Data Valid 79 a 2 sel (33.3%) memiliki hitungan yang diharapkan kurang dari 5. Jumlah minimum hitungan yang diharapkan adalah .99
75
Hubungan antara sekolah dengan penilaian terhadap aroma produk perhitungan
sekolah menengah ke bawah menengah ke atas Total
enak 28 27 55
aroma cukup enak 11 10 21
Total tidak enak 0 3 3
39 40 79
Tes Chi-Square Nilai df Asymp. Sig. (2-sided) a Pearson Chi-Square 3.054 2 .217 Rasio Kemiripan 4.212 2 .122 Hubugnan Linear dengan Linear .901 1 .342 N dari Data Valid 79 a 2 sel (33.3%) memiliki hitungan yang diharapkan kurang dari 5. Jumlah minimum hitungan yang diharapkan adalah 1.48
Hubungan antara sekolah dengan penilaian terhadap rasa produk perhitungan
sekolah menengah ke bawah menengah ke atas Total
enak 26 11 37
rasa cukup enak 12 27 39
Total tidak enak 1 2 3
39 40 79
Tes Chi-Square Nilai df Asymp. Sig. (2-sided) a Pearson Chi-Square 12.173 2 .002 Rasio Kemiripan 12.507 2 .002 Hubugnan Linear dengan Linear 10.509 1 .001 N dari Data Valid 79 a 2 sel (33.3%) memiliki hitungan yang diharapkan kurang dari 5. Jumlah minimum hitungan yang diharapkan adalah 1.48
76
Hubungan antara sekolah dengan penilaian terhadap kerenyahan produk perhitungan
sekolah menengah ke bawah menengah ke atas Total
enak 25 26 51
kerenyahan cukup enak 14 13 27
Total tidak enak 0 1 1
39 40 79
Tes Chi-Square Nilai df Asymp. Sig. (2-sided) a Pearson Chi-Square 1.044 2 .593 Rasio Kemiripan 1.430 2 .489 Hubugnan Linear dengan Linear .019 1 .889 N dari Data Valid 79 a 2 sel (33.3%) memiliki hitungan yang diharapkan kurang dari 5. Jumlah minimum hitungan yang diharapkan adalah .49 Hubungan antara sekolah dengan penilaian terhadap kesukaan secara keseluruhan perhitungan
sekolah menengah ke bawah menengah ke atas Total
enak 32 15 47
kesukaan cukup enak 7 22 29
Total tidak enak 0 3 3
39 40 79
Tes Chi-Square Nilai df Asymp. Sig. (2-sided) a Pearson Chi-Square 16.898 2 .000 Rasio Kemiripan 18.585 2 .000 Hubugnan Linear dengan Linear 16.369 1 .000 N dari Data Valid 79 a 2 sel (33.3%) memiliki hitungan yang diharapkan kurang dari 5. Jumlah minimum hitungan yang diharapkan adalah 1.4
77
Lampiran 19. Analisis tabulasi silang uji penerimaan terhadap keinginan konsumsi produk Tabulasi Silang Simpulan Pengolahan Data
sekolah * keinginan
Valid N Persen 79 100.0%
Data Hilang N Persen 0 .0%
Total N Persen 79 100.0%
perhitungan
sekolah menengah ke bawah menengah ke atas Total
keinginan tidak mau mau 39 0 28 12 67 12
Total 39 40 79
Tes Chi-Square Nilai df Asymp. Sig. (2-sided) a Pearson Chi-Square 13.796 1 .000 Koreksi Kontinuitas 11.565 1 .001 Rasio Kemiripan 18.437 1 .000 Hubugnan Linear dengan Linear 13.621 1 .000 N dari Data Valid 79 a 2 sel (33.3%) memiliki hitungan yang diharapkan kurang dari 5. Jumlah minimum hitungan yang diharapkan adalah 5.92
78
Lampiran 20. Dokumentasi kegiatan uji penerimaan di Sekolah Dasar SDN Dramaga IV Bogor
Suasana panelis saat mendengar penjelasan
Suasana panelis saat mencicip i
Suasana panelis saat mencicip i
SDN Dramaga IV Bogor
SDN Polisi V Bogor
Suasana panelis saat mendengar penjelasan
Suasana panelis saat akan mencicip i
Suasana panelis saat mencicip i
SDN Polisi V Bogor
79
Lampiran 21. Analisis kadar air Sampel Flakes
Duplo
Wsampel (gr)
Wcawan (gr)
Wakhir (gr)
Kadar air (%)
1
3.1268
3.0103
6.0549
2.7306
2
3.0584
3.1231
6.1051
2.4463
Rata-rata
SD
2.5885
0.2010
Rata-rata
SD
2.4709
0.0015
Lampiran 22. Analisis kadar abu Sampel Flakes
Duplo
Wsampel (gr)
Wcawan (gr)
Wakhir (gr)
Kadar abu (%)
1
3.0002
18.7776
18.8517
2.4698
2
2.9127
19.9298
20.0018
2.4719
Lampiran 23. Analisis kadar lemak Sampel Flakes
Duplo
Wsampel (gr)
Wlabu (gr)
Wakhir (gr)
Kadar lemak (%)
1
3.0665
107.0650
107.1822
3.8219
2
3.0128
115.9022
116.0155
3.7606
Rata-rata
SD
3.7913
0.0434
80
Lampiran 24. Analisis protein Sampel Flakes
Duplo
Wsampel (mg)
Vblanko (ml)
Vtitrasi (ml)
N HCl
%N
%P
1
115.7
0.1
18.8517
0.02484
1.1425
7.1407
2
59.8
0.1
20.0018
0.02484
1.1925
7.4532
Rata-rata
SD
7.2969
0.2230
Lampiran 25. Analisis serat kasar Sampel
Duplo
Wsampel (gr)
Wkertas (gr)
Wakhir (gr)
Kadar serat kasar (%)
1
0.5758
0.1984
0.2495
8.8746
2
0.5431
0.1976
0.2479
9.2616
Flakes
Rata-rata
SD
9.0681
0.2737
Lampiran 26. Analisis karbohidrat Sampel Flakes
Duplo
Kadar air (%)
Kadar abu (%)
Kadar lemak (%)
Kadar protein (%)
Kadar karbohidrat (%)
1
0.5758
0.1984
0.2495
8.8746
77.4383
2
0.5431
0.1976
0.2479
9.2616
77.2282
Rata-rata
SD
77.3332
0.1486
81
Lampiran 27. Perincian modal investasi sorghum flakes
No 1
2
S atuan
a. pendaftaran PIRT
1
kali
Rp
100,000
Rp
100,000
5
Rp
20,000
Rp
-
b. pendaftaran halal
1
kali
Rp
500,000
Rp
500,000
5
Rp
100,000
Rp
-
Rp
600,000
Rp
120,000
Rp
-
Harga/satuan
Total Harga
Penyusutan per Tahun
Nilai Sisa
Perizinan
sub jumlah Mesin / Peralatan a. mesin penepung/pengecil ukuran
2
b. ayakan bergoyang
buah
Rp
20,000,000
Rp
40,000,000
10
Rp
4,000,000
Rp
20,000,000
1
buah
Rp
50,000,000
Rp
50,000,000
10
Rp
5,000,000
Rp
25,000,000
c. varimixer
1
buah
Rp
20,000,000
Rp
20,000,000
10
Rp
2,000,000
Rp
10,000,000
d. ekstruder ulir ganda
1
buah
Rp 500,000,000
Rp 500,000,000
10
Rp
50,000,000
Rp
250,000,000
e. timbangan
2
buah
Rp
5,000,000
Rp
10,000,000
5
Rp
2,000,000
f. mesin pengemas
1
buah
Rp
40,000,000
Rp
40,000,000
10
Rp
4,000,000
g. wadah stainless (20 kg)
2
buah
Rp
250,000
Rp
500,000
5
Rp
100,000
Rp
67,100,000
Rp 660,500,000
sub jumlah 3
Umur Ekonomis (tahun)
Jumlah Fisik
Jenis Biaya
Rp Rp
20,000,000
Rp Rp
325,000,000
Instalasi Utilitas a. komputer
1
unit
Rp
4,000,000
Rp
4,000,000
5
Rp
800,000
Rp
-
b. printer
1
buah
Rp
1,000,000
Rp
1,000,000
5
Rp
200,000
Rp
-
c. telepon/fax/internet
1
buah
Rp
1,000,000
Rp
1,000,000
5
Rp
200,000
Rp
-
d. alat-alat kantor
1
paket
Rp
2,000,000
Rp
2,000,000
3
Rp
666,667
Rp
(1,333,333)
e. mobil pickup
1
buah
Rp
70,000,000
Rp
70,000,000
10
Rp
7,000,000
Rp
35,000,000
f. instalasi air
1
paket
Rp
2,000,000
Rp
2,000,000
10
Rp
200,000
Rp
1,000,000
g. instalasi listrik
1
paket
Rp
5,000,000
Rp
5,000,000
10
Rp
500,000
Rp
2,500,000
Rp
85,000,000
Rp
9,566,667
Rp
37,166,667
Rp 746,100,000
Rp
76,786,667
Rp
362,166,667
sub jumlah Jumlah Biaya Investasi
82
Keterangan :
Total Harga = Ju mlah Fisik x Harga/satuan Contoh (mesin penepung/pengecil) : Total Harga = 2 (buah) x 20,000,000 Total harga = 40,000,000
Penyusutan per Tahun = Total Harga/Umu r Ekono mis Contoh (timbangan) : Penyusutan per Tahun = 10,000,000/5 Penyusutan per Tahun = 2,000,000
Nilai Sisa = Total Harga/(Penyusutan per Tahun x Umur Proyek) Contoh (timbangan) : Nilai Sisa = 10,000,000/ (2,000,000 x 5) Nilai Sisa = 0.00
83
Lampiran 28. Perincian biaya operasional usaha menengah sorghum flakes No 1
Input
Harga Per S atuan
Jumlah
S atuan
Tepung Sorgum 60 mesh(*)
4500
kg
Biji Sorgum(**)
6900
kg
Rp
Pati Tapioka
500
kg
Nilai Per Tahun
Bahan Baku 3,250
Rp
22,425,000
Rp
Rp
4,500
Rp
2,250,000
12,000
Rp
9,000,000
Rp
108,000,000
Rp
269,100,000 27,000,000
Tepung Gula
750
kg
Rp
Coklat Bubuk
500
kg
Rp
50,000
Rp
25,000,000
Rp
300,000,000
M inyak
200
L
Rp
10,000
Rp
2,000,000
Rp
24,000,000
Garam
50
kg
Rp
2,000
Rp
100,000
Rp
1,200,000
150,000
Rp
7,500,000
Rp
90,000,000
300
Rp 33,405,000
Rp
400,860,000
Rp 101,680,000
Rp
1,220,160,000
Emulsifier
50
kg
Rp
Kemasan
111350
buah
Rp
sub jumlah 2
Nilai Per Bulan
Tenaga Kerja pegawai pabrik
6
orang, bulan
Rp
900,000
Rp
5,400,000
Rp
64,800,000
1,500,000
Rp
1,500,000
Rp
18,000,000
supervisor pabrik
1
orang, bulan
Rp
pegawai kantor
2
orang, bulan
Rp
900,000
Rp
1,800,000
Rp
21,600,000
manajer
1
orang, bulan
Rp
2,000,000
Rp
2,000,000
Rp
24,000,000
Rp 10,700,000
Rp
128,400,000
sub jumlah
84
No 3
Input
Jumlah
S atuan
sewa bangunan dan kantor biaya penyusutan mesin dan peralatan biaya perawatan mesin dan peralatan
1
bulan
biaya perawatan bangunan
1
biaya transportasi bahan
Harga Per S atuan
Nilai Per Bulan
Rp 8,000,000
Rp 8,000,000
Operasional Pabrik 1
Rp
96,000,000
Rp
5,591,667
Rp
5,591,667
Rp
67,100,000
Rp
139,792
Rp
139,792
Rp
1,677,500
bulan
Rp
50,000
Rp
50,000
Rp
600,000
1
bulan
Rp
1,000,000
Rp
1,000,000
Rp
12,000,000
sanitasi dan kebersihan
1
bulan
Rp
50,000
Rp
50,000
Rp
600,000
listrik
1
bulan
Rp
200,000
Rp
200,000
Rp
2,400,000
air
1
bulan
Rp
200,000
Rp
200,000
Rp
2,400,000
1
bulan bulan
sub jumlah 4
Nilai Per Tahun
Rp 15,231,458
Rp
182,777,500
Rp 8,000,000
Rp
96,000,000
Operasional Kantor biaya pemasaran
1
bulan
Rp 8,000,000
telepon/fax/internet biaya penyusutan peralatan kantor
1
bulan
Rp
1,000,000
Rp
1,000,000
Rp
12,000,000
1
bulan
Rp
797,222
Rp
797,222
Rp
9,566,667
biaya perawatan peralatan
1
bulan
Rp
19,931
Rp
19,931
Rp
239,167
biaya transportasi
1
bulan
Rp
1,000,000
Rp
1,000,000
Rp
12,000,000
Rp 10,817,153
Rp
129,805,833
subjumlah Jumlah Biaya Operasional
Rp 138,428,611
Rp 1,661,143,333
*jumlah tepung sorgum + tapioka yang digunakan, yaitu 5000 kg, diperoleh dari asumsi nomor 9 **Jumlah biji sorgum yang dibutuhkan dihitung melalui rendemen proses penepungan dan pengayakan untuk menghasilkan 4500 kg sorgum, yaitu : 4500 x (100/94,5) x (100/69,24) = 6877 ~ 6900 kg
85
Keterangan
Nilai Per Bulan = Ju mlah x Harga Per Satuan Contoh (pegawai pabrik) : Nilai Per Bulan = 6 x 900,000 Nilai Per Bulan = 5,400,000
Nilai Per Tahun = Nilai Per Bu lan x 12 Contoh (pegawai pabrik) : Nilai Per Tahun = 5,400,000 x 12 Nilai Per Tahun = 64,800,000
{Nilai Per Tahun Biaya Penyusutan Mesin dan Peralatan (No. 3 poin 2)} = {Sub ju mlah Penyusutan Per Tahun Mesin/Peralatan (No.2 Lamp iran 27)} {Nilai Per Satuan dan Nilai Per Bulan Biaya Penyusutan Mesin dan Peralatan} = {Nilai Per Tahun Biaya Penyusutan Mesin dan Peralatan}/12
{Nilai Per Satuan dan Nilai Per Bulan Biaya Perawatan Mesin dan Peralatan (No.3 poin 3)} = {Harga Per Satuan (Nilai Per Bu lan) Biaya Penyusutan Mesin dan Peralatan} x 2.5% (Asumsi No. 8 hal. 51) {Nilai Per Tahun Biaya Perawatan Mesin dan Peralatan} = {Nilai Per Bu lan Biaya Perawatan Mesin dan Peralatan} x 12
{Nilai Per Tahun Biaya Penyusutan Peralatan Kantor (No. 4 poin 3)} = {Sub ju mlah Penyusutan Per Tahun Instalasi Utilitas (No. 3 Lamp iran 27)} {Nilai Per Satuan dan Nilai Per Bulan Biaya Penyusutan Peralatan Kantor} = {Nilai Per Tahun Biaya Penyusutan Peralatan Kantor}/12
{Nilai Per Satuan dan Nilai Per Bulan Biaya Perawatan Pera latan Kantor (No.4 poin 4)} = {Harga Per Satuan (Nilai Per Bulan ) Biaya Penyusutan Peralatan Kantor} x 2.5% (Asumsi no. 8 hal. 51) {Nilai Per Tahun Biaya Perawatan Peralatan Kantor} = {Nilai Per Bu lan Biaya Perawatan Peralatan Kantor} x 12
86
Lampiran 29. Kebutuhan dana usaha menengah sorghum flakes No 1
Rincian Biaya Proyek dana investasi yang bersumber dari a. Kredit
Rp
522,270,000
b. Dana sendiri
Rp
223,830,000
Rp
746,100,000
a. Kredit
Rp
1,162,800,333
b. Dana sendiri
Rp
498,343,000
Rp
1,661,143,333
a. Kredit
Rp
1,685,070,333
b. Dana sendiri
Rp
722,173,000
Rp
2,407,243,333
jumlah dana investasi 2
dana operasional yang bersumber dari
jumlah dana operasional 3
Total Biaya
total dana proyek yang bersumber dari
jumlah dana proyek
Keterangan :
{Ju mlah dana investasi} = {Ju mlah Biaya Investasi (Lamp iran 27)} Mengacu Asumsi No. 13 hal.51 : {Dana investasi yang bersumber dari Kredit} = 70% x {Ju mlah dana investasi} {Dana investasi yang bersumber dari Dana Sendiri = 30% x {Ju mlah dana investasi}
{Ju mlah dana operasional} = {Ju mlah Biaya Operasional (Lamp iran 28)} Mengacu Asumsi No. 13 hal.51 : {Dana operasional yang bersumber dari Kredit} = 70% x {Ju mlah dana operasional } {Dana operasional yang bersumber dari Dana Sendiri = 30% x {Ju mlah dana operasional }
{Ju mlah dana proyek} = {Ju mlah dana investasi} + {ju mlah dana operasional} Mengacu Asumsi No. 13 hal.51 : {total dana proyek yang bersumber dari Kred it} = 70% x {ju mlah dana proyek} {total dana proyek yang bersumber dari Dana Sendiri} = 30% x {ju mlah dana proyek}
87
Lampiran 30. Perhitungan pelunasan kredit A. Angsuran Kredit Investasi Jumlah kredit
Rp 522,270,000.-
Jangka waktu kredit
4
tahun
Bunga per tahun
14%
tahun
Jumlah angsuran
48
bulan
Sistem Perhitungan Bunga
1
Menurun
Tahun
Angs uran Pokok
Angs uran Bunga
Total Angsuran
Saldo Awal
Saldo Akhir
1
130,567,500
64,739,719
195,307,219
522,270,000
391,702,500
2
130,567,500
40,460,269
177,027,769
391,702,500
261,135,500
3
130,567,500
28,280,819
158,748,319
261,135,500
130,567,500
4
130,567,500
9,901,369
140,468,869
130,567,500
0
Total
522,270,000
149,282,175
671,552,175
88
B. Angsuran Kredit Modal Kerja Jumlah kredit
Rp 1,162,800,333.-
Jangka waktu kredit
4
tahun
Bunga per tahun %
14%
tahun
Jumlah angsuran
12
bulan
Sistem Perhitungan Bunga
1
Menurun
Tahun
Angs uran Pokok
Angs uran Bunga
Total Angsuran
Saldo Awal
Saldo Akhir
1
290,700,083
144,138,791
434,838,875
1,162,800,333
872,100,250
2
290,700,083
103,440,780
394,140,863
872,100,250
581,400,167
3
290,700,083
62,742,768
353,442,851
581,400,167
290,700,083
4
290,700,083
22,044,756
312,744,840
290,700,083
0
Total
1,162,800,333
332,367,095
1,495,167,429
89
C. Angsuran Kredit Investasi dan Modal Kerja Tahun
Kredit
Angs uran
Angs uran
Total
Saldo
Saldo
Pokok
Bunga
Angs uran
Awal
Akhir
1,685,070,333
1,685,070,333
1,685,070,333 1 2 3 4
421,267,583
208,878,510
630,146,093
1,685,070,333
1,263,802,750
421,267,583
149,901,048
571,168,632
1,263,802,750
842,535,167
421,267,583
90,923,587
512,191,170
842,535,167
421,267,583
421,267,583
31,946,125
453,213,708
421,267,583
0
Keterangan :
Ru mus penghitungan angsuran kredit Angsuran pokok per bulan= ju mlah kred it / (tahun kredit x 12 bulan) Angsuran bunga per bulan = bunga pinjaman(14%)/ 12 x sisa kredit Total angsuran = angsuran pokok + angsuran bunga
Contoh perhitungan kredit investasi dan modal kerja (Po in C) Kredit investasi = Rp 1,685,070,333.Jumlah tahun angsuran = 4 Angsuran pokok tiap tahun = 1,685,070,333/4 = 421,267,583 Angsuran pokok per bulan = 421,267,583/12 = 35,105,631 Angsuran bunga per bulan (bulan 1) = (14%/12) x saldo awal bulan 1 = (0.14/12) x 1,685,070,333 = 19,659,154 Total angsuran perbulan = 35,105,631 + 19,659,154= 54,764,786 Cicilan bunga bulan 2= (14%/ 12) x saldo awal bulan 2 = (0.14/12) x ( 1,685,070,333 – 54,764,786) = 19,249,588
90
Lampiran 31. Asumsi penjualan % Penjualan 70 80 80 80 80
Tahun ke1 2 3 4 5
Hasil Penjualan 935,340 1,068,960 1,068,960 1,068,960 1,068,960
Keterangan :
Harga produk : Rp 2,500.-
Kapasitas produksi basis bahan karbohidrat per bulan (Asumsi No. 9 hal 51) = 40 kg x 5 jam x 25 hari = 5,000 kg bahan (karbohidrat) Jumlah total bahan (Vo lu me Produksi) per bulan dihitung dengan menju mlah kan bahan -bahan lain seperti tapioca, coklat bubuk, minyak, garam, dan emulsifier, atau sekitar 6,550 kg
Kapasitas produksi per bulan (efisiensi 85%; Asumsi no. 10 hal 51) = 0.85 x kapasitas produksi per bulan x 1000 (gr/kg) / 50 gr = 0.85 x (+) 6,550 kg x 1000 (gr/kg) / 50 g r = (+) 111,350 unit produk (50 gr)
Kapasitas produksi per tahun = ju mlah produksi per bulan x 12 bulan = 111,350 x 12 = 1,336,200 unit produk
91
Berdasarkan Asumsi No. 11 hal 51 :
Jumlah penjualan tahun 1
= volu me penjualan tahun 1 (70%) x kapasitas produksi per tahun = 0.7 x 1,336,200 = 935,340 unit produk terjual
Jumlah penjualan tahun 2 (dst)
= volu me penjualan tahun 2 (dst) (80%) x kapasitas produksi per tahun = 0.8 x 1,336,200 = 1,068,960
92
Lampiran 32. Proyeksi laba-rugi Tahun No
Uraian 1
1
Pendapatan
2
Pengeluaran
2
Rp 2,338,350,000
3
4
5
Rp 2,672,400,000
Rp 2, 672,400,000
Rp 2, 672,400,000
Rp 2, 672,400,000
Rp 1,661,143,333
Rp 1,661,143,333
Rp 1,661,143,333
Rp 1,661,143,333
a. Biaya operasional
Rp
-
b. Penyusutan
Rp
76,786,667
Rp
76,786,667
Rp
76,786,667
Rp
76,786,667
Rp
c. Angsuran pokok
Rp
421,267,583
Rp
421,267,583
Rp
421,267,583
Rp
421,267,583
d. Bunga bank
Rp
208,878,510
Rp
149,901,048
Rp
90,923,587
Rp
31,946,125
Rp
706,932,760
Rp 2,309,098,632
Rp 2,250,121,170
Jumlah
Jumlah
Rp
6,644,573,333
76,786,667
Rp
383,933,333
Rp
-
Rp
1,685,070,333
Rp
-
Rp
481,649,270
Rp 2,191,143,708
Rp 1,737,930,000
Rp
9,195,226,270
Rp
3,832,723,730
Laba sebelum pajak
Rp 1,631,417,240
Rp
363,301,368
Rp
422,278,830
Rp
481,256,292
Rp
934,470,000
e. Pajak
Rp
489,452,172
Rp
108,990,410
Rp
126,683,649
Rp
144,376,887
Rp
280,341,000
3
Laba/(Rugi)
Rp
1,141,992,068
Rp
254,310,958
Rp
295,595,181
Rp
336,879,404
Rp
654,129,000
4
Profit margin %
48.84%
9.52%
Rp 13,027,950,000
11.06%
12.61%
Rp Rp
1,149,817,119 2,682,906,611
24.48%
Keterangan :
Pendapatan (No. 1) = Hasil Pen jualan per tahun Contoh (Pendapatan per tahun (tahun 1)
= ju mlah penjualan (tahun 1) x harga produk = 935,340 x Rp 2,500.= Rp 2,338,350,000.-
Biaya Operasional (tahun 1) bern ilai nol karena dihitung sebagai Modal Awal Usaha pada tahun ke-0 Biaya Operasional (tahun 2, dst) merupakan Ju mlah Biaya Operasional (Lamp iran 28)
93
Penyusutan merupakan total nilai Penyusutan Pertahun (Lamp iran 27)
Angsuran Pokok merupakan n iai Angsuran Pokok Kred it Investasi Per Tahun (Lamp iran 30)
Bunga Bank merupakan nilai Angsuran Bunga Kredit Investasi Per Tahun (Lamp iran 30)
{Laba Sebelu m Pajak} = {Total Pendapatan} – {Total pengeluaran}
{Pajak} = {(Asumsi No. 18 hal 51)} x {Laba Sebelu m Pajak}
{Laba (Rugi)} = {Laba Sebelu m Pajak} – {Pajak} {Profit Marg in (%)} = {Laba(Rugi)} / {Pendapatan} x 100
94
Lampiran 33. Perhitungan BEP (Break Even Point) Wa ktu Bia ya Tetap Sewa Bangunan & Kantor
Rp
Tahun 1 120,000,000
Rp
Tahun 2 120,000,000
Rp
Tahun 3 120,000,000
Rp
Tahun 4 120,000,000
Rp
Tahun 5 120,000,000
Ga ji
Rp
134,400,000
Rp
134,400,000
Rp
134,400,000
Rp
134,400,000
Rp
134,400,000
Telepon/internet
Rp
12,000,000
Rp
12,000,000
Rp
12,000,000
Rp
12,000,000
Rp
12,000,000
Bia ya Penyusutan
Rp
76,786,667
Rp
76,786,667
Rp
76,786,667
Rp
76,786,667
Rp
76,786,667
Bia ya Transportasi
Rp
24,000,000
Rp
24,000,000
Rp
24,000,000
Rp
24,000,000
Rp
24,000,000
Rp
367,186,667
Rp
367,186,667
Rp
367,186,667
Rp
367,186,667
Rp
367,186,667
Ba han Baku
Rp
1,220,160,000
Rp
1,220,160,000
Rp
1,220,160,000
Rp
1,220,160,000
Rp
1,220,160,000
Operasional Pa brik
Rp
182,777,500
Rp
182,777,500
Rp
182,777,500
Rp
182,777,500
Rp
182,777,500
Bia ya Pemasaran
Rp
96,000,000
Rp
96,000,000
Rp
96,000,000
Rp
96,000,000
Rp
96,000,000
Rp
1,498,937,500
Rp
1,498,937,500
Rp
1,498,937,500
Rp
1,498,937,500
Rp
1,498,937,500
sub jumlah Bia ya Va riabel
sub jumlah Jumlah Produk (uni t)
935,340
1,068,960
1,068,960
1,068,960
1,068,960
Ha rga Jual
Rp
2,500
Rp
2,500
Rp
2,500
Rp
2,500
Rp
2,500
Hasil Penjualan
Rp
2,338,350,000
Rp
2,672,400,000
Rp
2,672,400,000
Rp
2,672,400,000
Rp
2,672,400,000
BEP (Rp/tahun)
Rp 939,300,334.46
Rp 767,896,415.95
Rp 767,896,415.95
Rp 767,896,415.95
Rp 767,896,415.95
375,720
307,159
307,159
307,159
307,159
BEP (unit produk)
Keterangan
Perhitungan BEP (rup iah)
= Ju mlah Biaya Tetap / (1-(Biaya Variabel per unit/Harga per unit)) = 367,186,667/ (1-(1,498,937,500/ 935,340)/2,500) = Rp 939,300,334.46
Perhitungan BP (unit)
= BEP rupiah / harga produk per unit
= 939,300,334.46 / 2500 = 375,720 unit
95
Lampiran 34. Proyeksi arus kas Tahun
Uraian
0
1
2
3
4
5
Inflow a. Pendapatan
Rp
-
b. Nilai sisa
Rp
-
Rp
Rp
-
Rp 2,338,350,000
Jumlah
Rp
2,338,350,000 -
Rp 2,672,400,000 Rp
-
Rp 2,672,400,000
Rp 2,672,400,000 Rp
Rp 2,672,400,000
-
Rp 2,672,400,000
Rp
-
Rp 2,672,400,000
Rp 2,672,400,000 Rp
362,166,667
Rp 3,034,566,667
Outflow a. Biaya investasi
Rp
746,100,000
b. Biaya modal kerja
Rp
1,661,143,333
Rp
1,500,000
Rp
1,500,000
Rp
1,500,000
Rp
1,500,000
Rp
1,500,000
c. Biaya operasional
Rp
-
Rp
1,661,143,333
Rp
1,661,143,333
Rp
1,661,143,333
Rp
1,661,143,333
d. Angsuran pokok
Rp
421,267,583
Rp
421,267,583
Rp
421,267,583
Rp
421,267,583
e. Biaya bunga bank
Rp
208,878,510
Rp
149,901,048
Rp
90,923,587
Rp
31,946,125
f. Pajak
Rp
489,452,172
Rp
108,990,410
Rp
126,683,649
Rp
144,376,887
Rp
1,121,071,265
Rp
2,342,802,376
1,217,278,735
Rp
Jumlah
Rp 2,407,243,333
Rp
Rp
280,341,000
Rp 2,301,518,152
Rp 2,260,233,929
Rp 1,942,984,333
329,597,624
Rp
370,881,848
Rp
412,166,071
Rp 1,091,582,333
Rp
(489,485,127)
Net Cashflow
Rp (2,407,243,333)
Saldo Kas Awal
Rp
-
Rp (2,407,243,333)
Rp (1,189,964,599)
Rp
(860,366,974)
Saldo Kas Akhir
Rp (2,407,243,333)
Rp (1,189,964,599)
Rp
Rp
(489,485,127)
(860,366,974)
Rp
(77,319,056)
Rp
(77,319,056)
Rp 1,014,263,277
Keterangan :
Nilai Pendapatan per tahun sesuai dengan nilai Pendapatan pada Proyeksi Laba/Rugi (Lampiran 32)
Nilai sisa merupakan total Nilai Sisa pada Perincian Modal Investasi (Lamp iran 27)
Biaya Investasi dan Modal Kerja tahun ke-0 merupakan Modal Awal Usaha (hal52) Biaya investasi tahun-1, dst merupakan biaya investasi rutin yang ditetapkan
Biaya Operasional, Angsuran Pokok, Biaya Bunga Bank, dan Pajak sesuai dengan perincian Proyeksi Laba/ Rugi (Lampiran 32)
{Net Cashflow} = {Ju mlah Inflow} – {Ju mlah Outflow}
96
Contoh (tahun-1) : Net Cashflow = 2,338,350,000 – 1,121,071,265 Net Cashflow = 1,217,278,735
Saldo Kas Awal merupakan nilai Saldo Kas Akhir pada tahun sebelumnya
{Saldo Kas Akhir} = {Saldo Kas Awal} + {Net Cashflow} Contoh (tahun-1) : Saldo Kas Akhir = (-2,407,143,333) + 1,217,278,735 Saldo Kas Akhir = 1,189,964,599
97
Lampiran 35. Analisis kelayakan usaha Arus Kas
Arus Kas
Bersih
Kumulatif
0
(2,407,243,333)
(2,407,243,333)
1
1
1,217,278,735
(1,189,964,599)
0.8850
1,077,237,818
(1,330,005,515)
2
329,597,624
(860,366,974)
0.7831
258,123,286
(1,071,882,229)
3
370,881,848
(489,485,127)
0.6931
257,039,725
(814,842,504)
4
412,166,071
(77,319,056)
0.6133
252,789,170
(562,053,334)
5
1,091,582,333
1,014,263,277
0.5428
592,467,157
30,413,824
Tahun
DF(
13%
)
NPV
NPV Kumulatif
(2,407,243,333) (2,407,243,333)
Krite ria Kelayakan: IRR
=
14%
NPV
=
Net B/C
=
1.01
PBP
=
4.07
tahun
4.95
tahun
Rp
Discounted PBP BEP (Rp / tahun)
=
tahun 1
30,413,824
=
Rp
939,300,334
tahun 2 dst =
Rp
767,896,416
98
Keterangan : 1. Perhitungan Internal Rate of Return (IRR) menggunakan fungsi IRR di dalam M icrosoft Excel menggunakan data pada kolom Present Value (PV) dari PV tahun ke-0 sampai tahun ke-5. Ru mus umu m (menggunakan iterasi) : n
𝐴𝐶𝐹𝑡
IO = t =1
(1 + 𝐼𝑅𝑅) t
Keterangan : ACFt = arus kas tahunan setelah pajak pada periode t n = usia proyek yang diharapkan t = periode (tahun) Io = investasi awal (Initial Investment) Ru mus (menggunakan program M icrosoft Excel) : =IRR(G5:G10,13%) Catatan : PV merupakan Present Value, yaitu nilai Arus Kas Bersih yang telah dikalikan dengan Discount Factor (DF). PV d isebut juga Arus Kas Terdiskonto. 2. NPV ku mulat if merupakan aku mulasi dari nilai PV (Present Value) dari tahun ke-0 sampai tahun ke-5 dan nilainya didapat dari kolo m NPV Ku mulatif tahun ke-5. Ru mus umu m : n
NPV = t =1
PVt =
𝐴𝐶𝐹𝑡 (1 + 𝑘) t
− 𝐼𝑜
ACFt (1 − k)t
Keterangan : ACFt = arus kas tahunan setelah pajak pada periode t n = usia proyek yang diharapkan (tahun) k = t ingkat bunga modal atau tingkat pengembalian yang disyaratkan (%) t = periode (tahun)
99
Io
= investasi awal (Initial Investment)
NPV = PV 0 + PV 1 + PV 2 + PV 3 + PV 4 + PV 5 = Rp 30,413,824.3. Perhitungan Net B/C Ratio adalah membagi ju mlah dari PV yang bernilai positif (dari tahun ke-1 sampai tahun ke-5) dengan nilai mutlak dari PV yang bernilai negatif (tahun ke-0) Ru mus umu m : Net B/C =
+ NPV positif − NPV negatif
Net B/ C Rat io
= Ju mlah pemasukan (PV1 +PV2 +PV3 +PV4 +PV5 ) / Ju mlah pengeluaran (PV0 ) = 2,437,657,157/ 2,407,243,333 = 1.0126 (1.01)
4. Perhitungan Payback Period adalah menambahkan angka tahun dimana Arus Kas Kumulat if bersifat negatif terakhir kali, dengan rasio antara nilai mutlak Arus Kas Kumu latif tahun tersebut dan Arus Kas Bersih tahun berikutnya. PBP dih itung menggunakan kolom Arus Kas Breish dan kolom Arus Kas Kumulat if, sedangkan Discounted PBP menggunakan kolo m PV dan NPV Ku mulat if. Contoh perhitungan PBP : PBP = n + (a/b) = 4 + (77,319,056/ 1,091,582,333) = 4.07 tahun (4 tahun 25 hari) Keterangan : n = Tahun terakhir di mana keadaan Arus Kas Kumulat if bernilai negatif a = Ju mlah Arus Kas Ku mulat if negatif di tahun ke-n b = Ju mlah Arus Kas Bersih d i tahun ke-n+1
100