OPTIMASI PROSES PEMBUATAN MI SORGUM KERING DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER ULIR GANDA
SKRIPSI
IVAN MUSTAKIM F 24080051
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
OPTIMIZATION OF DRY SORGHUM NOODLES PROCESSING USING TWIN SCREW EXTRUDER Ivan Mustakim and Subarna Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone 62 85711481791, e-mail:
[email protected]
ABSTRACT The Objective of this research was to optimize two processing variable i.e. extruder temperature (80, 85, and 90 oC) and screw speed (10, 15, and 20 Hz). The optimum process was chosen using Response Surface Method (RSM) in Design Expert 7.0 software. Optimization using response surface method (RSM) were based on 7 parameters, i.e., cooking loss, elongation, hardness, cohesiveness, gumminess, chewiness, and springiness. Result of this research showed that the optimum processing condition with desirability of 0.551, was resulted from the combination of the extruder temperature 85 oC and screw speed 10 Hz. The verification showed that the sorghum noodles from this optimum condition had cooking loss of 12.87 %, elongation of 234.84 %, hardness of 2094.82 gf, cohesiveness of 0.597, gumminess of -37.25 gf, chewiness of 33.492 gf, and springiness of 0.899. Keywords: Noodle, sorghum, optimization, RSM
iii
Ivan Mustakim. F24080051. Optimasi Proses Pembuatan Mi Sorgum Kering dengan Menggunakan Ekstruder Ulir Ganda. Di bawah bimbingan Ir. Subarna, MSi. 2013.
RINGKASAN
Salah satu kebijakan pembangunan pangan dalam mencapai ketahanan pangan adalah dengan diversifikasi pangan. Program diversifikasi pangan berbasis pangan lokal bertujuan mengurangi ketergantungan sumber pangan pada gandum yang masih tinggi. Salah satu komoditas lokal yang potensial dikembangkan menjadi produk pangan alternatif adalah sorgum yang dapat diolah menjadi produk pangan seperti mi. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi proses pembuatan mi sorgum dengan menggunakan ekstruder ulir ganda. Penelitian ini terdiri dari tahapan analisis bahan dan optimasi proses pembuatan mi sorgum kering. Program design expert 7.0 digunakan untuk mengoptimasi proses pembuatan mi sorgum kering. Rancangan metode yang digunakan adalah respon permukaan historical data.Variabel proses dalam rancangan ini terdiri dari suhu dan kecepatan ulir. Kisaran suhu yang digunakan adalah 80-90°C, sedangkan kisaran kecepatan ulir adalah 10-20 Hz. Respon-respon yang dianalisa meliputi KPAP, elongasi, kekerasan, daya kohesif, kelengketan, daya kunyah, dan elastisitas. Berdasarkan hasil analisis historical data, diperoleh persamaan polinomial reduced quadratic untuk kehilangan padatan akibat pemasakan dan respon elongasi, 2FI untuk respon kekerasan, serta mean untuk respon daya kohesif, kelengketan, daya kunyah, dan elastisitas. Proses optimum pembuatan mi sorgum adalah pada suhu 85°C dan kecepatan 10 Hz. Kondisi proses optimal memiliki nilai desirability sebesar 0.551. Proses tepilih ini diprediksikan memiliki nilai KPAP sebesar 11.93%, elongasi sebesar 227.52%, kekerasan sebesar 1829.88 gf, daya kohesif sebesar 0.64, kelengketan sebesar -24.22 gf, daya kunyah sebesar 22.36 gf, dan elastisitas sebesar 0.93. Berdasarkan verifikasi yang dilakukan dapat diketahui bahwa data hasil verifikasi masih sesuai dengan prediksi yang telah dibuat. Hal ini ditunjukkan oleh respon KPAP, elongasi, dan kelengketan memenuhi 95% confident interval yang telah diprediksikan oleh program design expert 7.0 . Sedangkan untuk daya kohesif, kekerasan, daya kunyah, dan elastisitas memenuhi 95% prediction interval yang telah diprediksikan oleh program design expert 7.0. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa produk dari proses terpilih memilki KPAP 12.87 %, elongasi 234.84 %, kekerasan 2094.82 gf, daya kohesif 0.60, kelengketan -37.25 gf, daya kunyah 33.49 gf, serta elastisitas 0.90. Hasil analisis proksimat mi sorgum kering menunjukkan bahwa mi sorgum kering hasil proses optimum mempunyai kadar air sebesar 11.74 %, kadar abu 2.23 %, kadar protein 5.11 %, dan kadar karbohidrat (by difference) 80.75 %. Berdasarkan analisis warna metode Hunter dengan menggunakan chromameter mi sorgum dari hasil optimasi proses pada suhu 85oC dan kecepatan 10 Hz mempunyai warna putih kekuningan dengan nilai L (61.17), a (1.35), b (10,39), dan oHue (82,62).
iii
OPTIMASI PROSES PEMBUATAN MI SORGUM KERING DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER ULIR GANDA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh IVAN MUSTAKIM F 24080051
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
iv
Judul Skripsi Nama NIM
: Optimasi Proses Pembuatan Mi Sorgum Kering dengan Menggunakan Ekstruder Ulir Ganda : Ivan Mustakim : F24080051
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
(Ir. Subarna, MSi) NIP. 19600629.198803.1.001
Mengetahui : Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.) NIP. 19680526.199303.1.004
Tanggal sidang : 4 Maret 2013
v
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Optimasi Proses Pembuatan Mi Sorgum Kering dengan Menggunakan Ekstruder Ulir Ganda adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2013 Yang membuat pernyataan
Ivan Mustakim F 24080051
iv
© Hak cipta milik Ivan Mustakim, tahun 2013 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulius dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi ,mikrofilm, dan sebagainya
v
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 Februari 1991 dari pasangan Munif Ghulamahdi dan Novi Diani. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2002 di SD Negeri Panaragan 1 Bogor. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Bogor hingga tahun 2005 dan menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 5 Bogor pada tahun 2008. Setelah tamat pendidikan menengah atas, pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor). Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (Himitepa) antara lain sebagai anggota divisi Humas dan Sponsorship “PLASMA 2010”, sebagai anggota divisi Logistik dan Transportasi “NSPC 2010”, dan sebagai anggota divisi Logistik dan Transportasi ”Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (LCTIP) XVIII 2010”. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “ Optimasi Proses Pembuatan Mi Sorgum Kering dengan Menggunakan Ekstruder Ulir Ganda” di bawah bimbingan Ir. Subarna, MSi.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT dan karunia-Nya sehinga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Optimasi Proses Pembuatan Mi Sorgum Kering dengan Menggunakan Ekstruder Ulir Ganda dilaksanakan di Laboratorium ITP IPB sejak bulan April hingga Oktober 2012. Skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan, dukungan, dan doa berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Ir. Subarna, MSi sebagai dosen pembimbing utama (pembimbing akademik) yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis. 2. Bapak Dr. Tjahja Muhandri, STP, MT dan Bapak Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr sebagai pembimbing proyek yang telah memberikan saran dan bimbingan kepada penulis. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis. 4. Kedua orang tua saya (Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS dan Ir. Novi Diani) yang selalu memberi doa, dukungan, dan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir. 5. Adik saya, Arif Dzulfikar yang telah membantu menyemangati saya. 6. Partner penelitian Shaffiyah Irmaharianty yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan, dan dukangan kepada penulis selama ini.. 7. Sahabat-sahabat saya; Rendy Maulana, Irfan Adiyatma, Randy Oktan Susilo, Ardi, Sofian Irianto, Bangkit, Putra, Nurul, Yuliyanti, Qamariyah dkk; atas dukungan morilnya. 8. Dosen-dosen ITP yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat. 9. Bu Rubiyah, Pak Gatot, Mbak Vera, Pak Wahid, Pak Iyas, Bu Antin, Pak Nurwanto, Pak Rozak, Pak Sobirin, Pak Junaidi, Pak Taufik, Mas Salim, dan teknisi serta laboran Departemen ITP dan SEAFAST atas segala bantuan, kesediaan berbagi ilmu dengan penulis selama penelitian. 10. Seluruh karyawan Unit Pelayanan Terpadu ITP: Mbak Anie, Bu Novi, dll. 11. Seluruh kepingan puzzle ITP 45 atas semangatnya. 12. Seluruh Staff Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. 13. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu pangan.
Bogor, Maret 2013
Ivan Mustakim
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................................................ DAFTAR TABEL .................................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ I. PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1.2 Tujuan ........................................................................................................................ 1.3 Manfaat ...................................................................................................................... II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 2.1 Sorgum ....................................................................................................................... 2.1.1 Botani sorgum ................................................................................................... 2.1.2 Struktur biji sorgum .......................................................................................... 2.2 Ekstrusi ....................................................................................................................... 2.3 Ekstruder .................................................................................................................... 2.4 Gelatinisasi .................................................................................................................. 2.4.1 Konsep dan Mekanisme gelatinisasi ................................................................. 2.4.2 Suhu Gelatinisasi .............................................................................................. 2.5 Mi Non Terigu ........................................................................................................... 2.6 Reologi Mi ................................................................................................................. 2.7 Metode Respon Permukaan ....................................................................................... III. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................................... 3.1 Alat dan Bahan ............................................................................................................ 3.2 Metode Penelitian ....................................................................................................... 3.2.1 Analisis Bahan .................................................................................................. 3.2.2 Optimasi Proses ................................................................................................ 3.2.2.1 Rancangan Percobaan ........................................................................... 3.2.2.2 Pembuatan Mi Sorgum Kering .............................................................. 3.2.3 Analisis Fisik .................................................................................................... 3.2.4 Analisis Kimia .................................................................................................. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................................... 4.1 Karakteristik Tepung Sorgum .................................................................................... 4.2 Pembuatan Mi Sorgum ............................................................................................... 4.3 Sifat Fisik Mi Sorgum ............................................................................................... 4.3.1 Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan ............................................................ 4.3.2 Elongasi ............................................................................................................. 4.3.3 Kekerasan .......................................................................................................... 4.3.4 Daya Kohesif ..................................................................................................... 4.3.5 Kelengketan ....................................................................................................... 4.3.6 Daya Kunyah ..................................................................................................... 4.3.7. Elastisitas .......................................................................................................... 4.4 Optimasi Proses dengan Design Expert 7.0 ..................................................................
iii iv vi vii viii 1 1 2 2 3 3 3 3 6 6 8 8 9 10 11 12 13 13 13 13 14 14 16 17 18 21 21 23 24 24 26 27 28 29 29 30 31
iv
4.5 Verifikasi Proses Hasil Optimasi .................................................................................. 4.6 Komposisi Kimia dan Warna Mi Sorgum ..................................................................... V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................... 5.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 5.2 Saran............................................................................................................................. Daftar Pustaka .......................................................................................................................... Lampiran .................................................................................................................................
32 33 34 34 34 35 39
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Perbandingan kandungan gizi berbagai jenis serealia ............................................... Tabel 2. Komposisi kimia biji sorgum ..................................................................................... Tabel 3. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati .......................................................................... Tabel 4. Definisi parameter tekstur .......................................................................................... Tabel 5. Rancangan proses pembuatan mi sorgum .................................................................. Tabel 6. Spesifikasi probe dan pengaturan pengukuran tekstur mi .......................................... Tabel 7. Parameter reologi yang dapat ditentukan dari kurva analisis profil tekstur................ Tabel 8. Hasil analisis proksimat varietas sorgum numbu ....................................................... Tabel 9. Profil gelatinisasi tepung sorgum numbu ................................................................... Tabel 10. Hasil uji coba penambahan air ke dalam adonan mi ................................................ Tabel 11. Daya serap air pada tepung jagung dan tepung sorgum ........................................... Tabel 12. Kriteria optimasi proses untuk tiap faktor dan respon ............................................. Tabel 13. Proses optimum terpilih ........................................................................................... Tabel 14. Poin prediksi dari solusi yang terpilih ...................................................................... Tabel 15. Hasil analisis proksimat mi sorgum hasil optimasi proses .......................................
5 6 9 12 14 17 18 21 22 23 24 31 31 32 33
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Penampang melintang biji sorgum ......................................................................... Gambar 2. Tipe ulir ekstruder ulir ganda ................................................................................. Gambar 3. Bagian samping ekstruder makanan ....................................................................... Gambar 4. Analisis profil tekstur ............................................................................................. Gambar 5. Tahapan optimasi proses ........................................................................................ Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan mi sorgum kering ................................................. Gambar 7. Grafik hubungan KPAP dengan suhu dan kecepatan ulir ....................................... Gambar 8. Grafik hubungan elongasi dengan suhu dan kecepatan ulir.................................... Gambar 9. Grafik hubungan kekerasan dengan suhu dan kecepatan ulir ................................. Gambar 10. Grafik hubungan daya kohesif dengan suhu dan kecepatan ulir ........................... Gambar 11. Grafik hubungan kelengketan dengan suhu dan kecepatan ulir ............................ Gambar 12. Grafik hubungan daya kunyah dengan suhu dan kecepatan ulir ........................... Gambar 13. Grafik hubungan elastisitas dengan suhu dan kecepatan ulir ............................... Gambar 14. Grafik hubungan desirability dengan suhu dan kecepatan ulir ............................. Gambar 15. Mi sorgum hasil proses optimum .........................................................................
4 8 8 11 15 16 25 26 28 28 29 30 30 32 32
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil analisis kadar air tepung sorgum ................................................................ Lampiran 2. Hasil analisis kadar abu tepung sorgum ............................................................... Lampiran 3. Hasil analisis kadar protein tepung sorgum ......................................................... Lampiran 4. Hasil analisis kadar lemak tepung sorgum ........................................................... Lampiran 5. Hasil analisis pati tepung sorgum ........................................................................ Lampiran 6. Kadar karbohidrat tepung sorgum ....................................................................... Lampiran 7. Hasil absorbansi kurva standar amilosa ............................................................... Lampiran 8. Kurva standar amilosa ......................................................................................... Lampiran 9. Hasil analisis kadar amilosa ................................................................................. Lampiran 10. Kurva RVA tepung sorgum ............................................................................... Lampiran 11. Daya serap air pada tepung jagung dan tepung sorgum ..................................... Lampiran 12. Rancangan kondisi proses dan nilai respon ....................................................... Lampiran 13. Hasil analisis kadar air mi sorgum ..................................................................... Lampiran 14. Hasil analisis kehilangan padatan akibat pemasakan ........................................ Lampiran 15. Hasil analisis elongasi mi sorgum...................................................................... Lampiran 16. Hasil analisis profil tekstur mi sorgum .............................................................. Lampiran 17. Grafik elongasi mi sorgum ................................................................................ Lampiran 18. Grafik TPA mi sorgum ...................................................................................... Lampiran 19. Hasil ANOVA KPAP ........................................................................................ Lampiran 20. Hasil ANOVA elongasi ..................................................................................... Lampiran 21. Hasil ANOVA kekerasan ................................................................................... Lampiran 22. Hasil ANOVA daya kohesif .............................................................................. Lampiran 23.Hasil ANOVA kelengketan ................................................................................ Lampiran 24. Hasil ANOVA daya kunyah .............................................................................. Lampiran 25. Hasil ANOVA elastisitas ................................................................................... Lampiran 26. Grafik normal plot of residuals.......................................................................... Lampiran 27. Hasil verifikasi KPAP mi sorgum ...................................................................... Lampiran 28. Hasil verifikasi elongasi mi sorgum................................................................... Lampiran 29. Hasil verifikasi profil tekstur mi sorgum ........................................................... Lampiran 30. Hasil analisis kadar air proses terpilih ............................................................... Lampiran 31. Hasil analisis kadar protein proses terpilih ........................................................ Lampiran 32. Hasil analisis kadar lemak proses terpilih .......................................................... Lampiran 33. Hasil analisis kadar abu proses terpilih .............................................................. Lampiran 34. Hasil analisis karbohidrat proses terpilih ........................................................... Lampiran 35. Hasil analisis warna proses terpilih.................................................................... Lampiran 52. Foto mi sorgum kering ....................................................................................... Lampiran 53. Foto mi sorgum setelah direhidrasi ....................................................................
40 40 40 40 41 41 41 42 42 43 43 44 45 47 49 50 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 66 66 66 67 67 67 68 68 68 69 70
viii
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketahanan pangan di Indonesia harus dijaga dan diperjuangkan karena hal ini merupakan bagian dari ketahanan nasional yang memiliki peranan yang sangat penting. Salah satu kebijakan pembangunan pangan dalam mencapai ketahanan pangan adalah dengan diversifikasi pangan. Program diversifikasi pangan berbasis pangan lokal bertujuan mengurangi ketergantungan sumber pangan pada gandum yang masih tinggi. Salah satu komoditas lokal yang potensial dikembangkan menjadi produk pangan alternatif adalah sorgum. Sorgum memiliki beberapa keunggulan antara lain dapat bertahan pada kondisi kering (Suprapto dan Mudjisihono 1987), umur tanam yang pendek (100-110 hari), daya adaptasi terhadap lahan yang tinggi, dan biaya produksi yang rendah (Suarni, 2004). Selain itu, sorgum tahan terhadap hama burung karena mengandung tanin. Sorgum mengandung senyawa-senyawa polifenol yang memilki daya antioksidan sangat besar, lebih besar dari vitamin E dan vitamin C yang selama ini dikenal sebagai antioksidan alami (Awika dan Rooney, 2004). Biji sorgum dapat dimanfaatkan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri, sedangkan daunnya digunakan untuk pakan ternak. Mi merupakan jenis makanan yang disukai konsumen Indonesia. Namun konsumsi mi ini dapat menurunkan devisa negara, mengingat mi merupakan produk yang dibuat dari tepung terigu, suatu komoditas impor. Berdasarkan data BPS tahun 2011 impor gandum sebesar 5.486.745 ton dan pada bulan januari hingga oktober tahun 2012 sebesar 5.298.114 ton. Tingginya angka impor gandum menyebabkan pengurangan devisa negara dan ketergantungan terhadap impor gandum yang nantinya dibuat tepung terigu. Oleh sebab itu, perlu adanya pengembangan teknologi mi berbahan baku selain tepung terigu, yaitu dengan memanfaatkan tepung sorgum. Dengan demikian, mi sorgum kering ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap produk-produk mi berbasis terigu sekaligus meningkatkan ketahanan pangan. Penelitian tentang mi sorgum telah dilakukan sebelumnya oleh suhendro et al. (2000) dan Wonojatun (2012). Suhendro et al. (2000) menggunakan tiga sorgum yang berwarna putih yaitu ATx631*RTx436, ATxARG*RTx436, dan SC283-14 kemudian menggilingnya menjadi tepung dan diproses menjadi mi sorgum 100%. Tepung dan air dicampur dengan cara menambahkan air distilata (90 ml) sedikit demi sedikit ke dalam tepung sorgum (100 gram) yang telah ditambah garam 1%, sambil diaduk dengan spatula karet. Campuran dipanaskan dengan dua metode pemanasan yaitu hotplate dan microwave oven. Campuran dilewatkan dalam ekstruder pembentuk sebanyak 3 kali. Mi hasil ekstrusi dikeringkan dengan tiga metode yaitu metode udara kering (23oC, 48 jam), metode satu tahap (60oC, kelembaban relatif 30%, 3 jam), metode dua tahap (60oC, kelembaban relatif 100%, selama 2 jam diikuti dengan 60oC, kelembaban relatif 30 %, selama 2 jam). Mi dievaluasi saat kering dan setelah pemasakan. Metode pemanasan microwave oven menghasilkan mi yang lebih baik dibandingkan dengan metode hot plate. Pengeringan dengan metode 2 tahap memberikan mi yang terbaik dengan kehilangan material padatan 10%. Wonojatun (2012) mengembangkan produk mi sorgum dengan menggunakan ekstruder pasta untuk mendapatkan formulasi produk pasta berbasis 100% sorgum yang disukai konsumen. Formulasi produk terdiri dari komposisi tepung sorgum (sosoh dan non sosoh) dan air dengan perbandingan 60:40; 70:30; dan 80:20 serta pengukusan adonan dengan suhu 80, 90, dan 100 oC. Tepung sorgum dan air dicampur, kemudian dikukus menggunakan steam box selama 30 menit. Adonan selanjutnya
1
diproses dengan ekstruder pasta sehingga menghasilkan untaian. Formula yang dapat membentuk untaian adalah formula yang dikukus pada suhu 100oC. Untaian mi kemudian dikukus kembali menggunakan kondisi proses yang sama dengan pengukusan pertama. Selanjutnya untaian mi sorgum digoreng dalam deep fat fryer dengan suhu 180oC, dengan lama penggorengan 1 dan 2 menit. Formula terpilih dari hasil uji organoleptik adalah formula tepung sorgum non-sosoh 60% untuk waktu penggorengan 1 menit dan formula tepung sorgum sosoh 60% untuk waktu penggorengan 2 menit. Penelitian ini ditujukan untuk optimasi proses pembuatan mi sorgum kering dengan metode ekstrusi menggunakan ekstruder ulir ganda dengan perlakuan suhu dan kecepatan ulir. Dengan dua ulir yang bekerja, shear akan lebih merata dan lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap partikel bahan akan diproses dengan lebih konsisten sehingga diperoleh struktur dan tekstur yang lebih homogen. Ekstruder ulir ganda memiliki fleksibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan ekstruder ulir tunggal (Muchtadi et al. 1987). 1.2 .
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk optimasi proses pembuatan mi sorgum kering dengan menggunakan ekstruder pemasak pencetak ulir ganda. 1.3.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan produk mi sorgum instan dengan teknologi ekstrusi pemasak-pencetak ulir ganda yang memiliki kualitas yang dapat diterima oleh konsumen dan dapat diaplikasikan di industri mi secara komersial.
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sorgum 2.1.1. Botani sorgum Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama dengan padi, jagung, tebu, dan gandum. Sorgum termasuk dalam genus Sorghum, ordo Cyperales, kelas Liliopsida/Monokotiledon, divisi Magnoliophyta, superdivisi Spermatophyta, subkingdom Tracheobinota, dan kingdom plantae. Sorgum memiliki istilah yang berbeda-beda di tiap daerah. Sorgum dikenal dengan nama „cantel‟ di Jawa Tengah dan Jawa Timur, „jagung cantrik‟ di daerah Jawa Barat dan „batara tojeng di Sulawesi Selatan (Suprapto dan Mudjisihene, 1987). Batang sorgum ada yang banyak mengandung air dengan kadar gula yang cukup banyak, namun ada pula yang berair tetapi tidak manis. Tinggi batang sorgum dapat mencapai lebih dari 2,5 meter (Rismunandar 1989). Tanaman sorgum banyak ditemukan di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh pada suhu lingkungan 23°-24°C dengan suhu optimum berkisar antara 23°-30°C dengan kelembaban relatif 20-40%. Sorgum dapat tumbuh di tanah yang berpasir hingga tanah yang berat. Rata-rata kemasaman tanah untuk sorgum adalah pH 5.5-6.5. Tanaman sorgum tahan terhadap kekeringan dan pemupukan berat. Karena kedua sifat ini, produksi sorgum memiliki prospek untuk ditingkatkan (Rismunandar 1989; Suprapto dan Mudjisihono 1987). Tanaman sorgum dibagi dalam dua kelompok, yaitu sorgum yang berumur pendek (musiman) dan sorgum tahunan. Sorgum musiman terdiri atas empat keluarga, yaitu sorgum makanan ternak (sweet sorghum) yang batangnya mengandung gula sehingga dapat digunakan untuk membuat sirup dengan cara memeras batangnya, kemudian hasil perasannya direbus; sorgum penghasil biji-bijian (grain sorghum), batang dan daunnya dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak; sorgum sapu (broom sorghum), banyak ditanam di Amerika Serikat, dapat dimanfaatkan untuk membuat sapu dan sikat; dan terakhir adalah sorgum rumput (grass sorghum), dikenal sebagai rumput Sudan di Indonesia memiliki sifat tahan kering. Sorgum tahunan tidak menghasilkan biji, namun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Rismunandar 1989). Sebagian besar sorgum digunakan di negara penghasilnya dengan tujuan yang berbeda. Di Amerika utara, Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Oseania banyak digunakan sebagai pakan ternak sementara di negara berkembang, seperti Afrika, banyak dikonsumsi oleh manusia. Sorgum dibuat menjadi sejumlah produk makanan tradisional dan sering dicampur dengan terigu, serealia lain atau singkong menjadi bubur, produk nasi, pancakes, tortilla, kue, biskuit dan roti, mi dan pasta, minuman fermentasi tradisional beralkohol dan non alkohol atau bir (dari sorgum malt), minuman hasil penyulingan (di china) (Evers et al. 2006).
2.1.2. Struktur Biji Sorgum Secara umum, biji sorgum dapat dikenali dengan bentuknya yang bulat lonjong atau bulat telur, dan terdiri dari tiga bagian utama, yaitu lapisan luar (8%), lembaga (10%), dan endosperma (82%). Lapisan luar biji terdiri dari gabungan perikarp dan testa. Lapisan paling luar adalah perikarp yang dikelilingi oleh waxy cuticle. Lembaga mengandung scutellum, embryonic axis, plumule, dan akar utama. Lembaga sorgum relatif kuat melekat dan sulit untuk dipisahkan melalui penggilingan kering
3
(Ramaswamy dan Riahi 2003). Scutellum merupakan jaringan penyimpanan yang kaya lemak, protein, enzim, dan mineral. Minyak pada lembaga sorgum kaya asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated) dan mirip seperti minyak jagung (FAO 1995). Endosperm merupakan bagian biji terbesar (81-84%) dan terdiri dari bagian corneous endosperm (lapisan luar) dan lapisan endosperma dalam (floury endosperm). Corneous endosperm keras dan bening seperti kaca, sedangkan floury endosperm lebih lembut dan agak keruh. Endosperma peripheral terdiri dari sel berbentuk persegi panjang yang mengandung granula pati dan terselubung oleh matriks protein (FAO 1995; Suprapto dan Mudjisihono 1987). Ukuran biji sorgum kira-kira adalah 4.0 x 2.5 x 3.5 mm, dan berat bijinya berkisar antara 8 mg sampai 50 mg dengan rata-rata 28 mg. Berdasarkan bentuk dan ukurannya, biji sorgum digolongkan sebagai biji berukuran kecil (8-10 mg), sedang (12-24 mg), dan besar (25-35 mg). Kulit bijinya ada yang berwarna putih, merah, atau coklat (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Biji sorgum di Pulau Jawa umumnya berukuran sedang dan besar. Biji sorgum yang kulitnya berwarna putih umumnya disebut kafir dan sorgum yang berwarna merah atau coklat termasuk varietas Feteria (Mudjisihono dan Damardjati 1985).
Gambar 1. Penampang melintang biji sorgum (FSD 2003) Biji sorgum termasuk jenis kariopsis (caryopsis) dimana seluruh perikarp bergabung dengan endosperma. Perikarp terdiri dari tiga lapisan yaitu epikarp, mesokarp, dan endokarp. Epikarp adalah bagian terluar yang tersusun atas dua atau tiga lapisan memanjang dan ada yang mengandung pigmen. Mesokarp merupakan lapisan tengah dan cukup tebal, berbentuk poligonal serta mengandung sedikit granula pati. Endokarp tersusun atas sel menyilang dan sel berbentuk tabung yang akan rusak selama proses penggilingan yang menghilangkan kulit luar (Rooney dan Miller 1982). Pada biji sorgum diantara kulit biji dan endosperm dibatasi oleh lapisan testa dan aleuron. Testa termasuk bagian dari kulit biji dan aleuron termasuk bagian dari endosperm. Perendaman biji cenderung menyebabkan lembaga menggelembung dengan sempurna dan dapat menekan jaringan kulit biji. Perlakuan perendaman biji sangat dipengaruhi oleh tebal lapisan lembaga serta daya ikat biji dalam keadaan basah. Perlakuan perendaman dengan larutan alkali pekat dapat melarutkan dan merusak jaringan sel tersebut. Oleh sebab itu, untuk memperoleh pemisahan kulit biji sorgum yang
4
baik biasanya dilakukan dengan proses pembasahan atau perendaman biji sebelum penggilingan. Biji dibasahi hingga mencapai kadar air tertentu, dibiarkan beberapa waktu. Pada umumnya pembasahan menaikkan kadar air sampai 19 % dengan jangka waktu 1-24 jam (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Pati pada biji sorgum sebagian besar terdapat pada bagian endosperm. Berdasarkan kandungan amilosanya, biji sorgum dapat digolongkan menjadi jenis ketan (waxy sorghum) dan jenis beras (non waxy sorghum). Kadar amilosa jenis beras rata-rata 25%, sedangkan untuk jenis ketan sebesar 2%. Sorgum jenis beras dapat dimakan sebagai nasi atau campuran dengan nasi beras pada perbandingan tertentu, sedangkan sorgum jenis ketan dapat dimanfaatkan sebagai makanan tradisional seperti tape dan wajik. Ukuran granula pati dari endosperm sorgum hampir sama dengan jagung yaitu sekitar 6-24 µ diameternya dengan rata-rata 15 µ untuk sorgum dan 10 µ untuk jagung. Bentuk dari granula pati dalam sorgum jenis horny (keras) adalah pilidral dan kompak, sedangkan jenis floury (lunak) bentuknya bulat dan tersebar (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Protein pada biji sorgum sekitar 10% dan sebagian besar adalah prolamin (kafirin) dan glutelin. Seperti serealia lainnya, sorgum kekurangan lisin, treonin, dan triptofan, tetapi sorgum yang tinggi lisin sudah diproduksi. Lembaga dari sorgum (sekitar 15 persen dari bobot sorgum) mengandung lemak sebagai nilai energi dan juga protein sebagai nilai nutrisi yang lebih tinggi. Fitur unik dari sorgum adalah produksi tannin, polimer polifenol yang berada pada lapisan perikarp dan testa dari kulit biji. Tannin menyediakan perlindungan terhadap serangga dan burung, dan melawan cuaca buruk oleh hujan pada saat panen (Wrigley dan Bekes 2004). Kandungan tannin dalam biji sorgum berkisar antara 0.4-3.6% yang sebagian besar berada di lapisan testa. Biji sorgum yang memiliki kadar tannin tinggi dicirikan dengan warnanya yang coklat gelap atau coklat kemerahan (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Protein pada biji sorgum dapat dikategorikan menjadi empat jenis protein berdasarkan sifat kelarutannya, yaitu albumin (larut air), globulin (larut garam), prolamin/gliadin (larut alkohol), dan glutelin (larut asam atau basa). Menurut Suarni (2004), meskipun tepung sorgum memiliki glutelin dan gliadin, akan tetapi protein tepung sorgum kurang memiliki kemampuan untuk membentuk gluten jika dibandingkan dengan tepung terigu. Sifat tepung sorgum yang tidak memiliki gluten yang sama seperti gluten terigu memungkinkan tepung sorgum dapat digunakan dalam pembuatan produk yang bebas gluten.Kandungan lemak pada biji sorgum utuh sekitar 3.60% dengan konsentrasi tertinggi pada bagian lembaga. Menurut Suprapto dan Mudjisihono (1987), lemak pada biji sorgum tersebut terdiri dari berbagai jenis asam lemak seperti asam palmitat (11-13%), asam oleat (30-45%), dan asam linolenat (33-49%). Lemak dalam biji sorgum sangat berguna bagi hewan dan manusia, tetapi dapat menyebabkan bau yang tidak enak pada produk makanan. Kandungan lemak ini dapat dihilangkan dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut. Kandungan nutrisi sorgum dibandingkan beras, jagung, dan gandum dapat dilihat pada Tabel 1. Komposisi kimia dari biji sorgum dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 1. Perbandingan kandungan gizi berbagai jenis serealia (per 100 g edible portion; kadar air 12%) Protein (g) Beras 7.9 Gandum 11.6 Jagung 9.2 Sorgum 10.4 Sumber : FAO (1995) Sumber
Lemak (g) 2.7 2 4.6 3.1
Serat kasar (g) 1 2 2.8 2
Karbohidrat (g) 76 71 73 70.7
Energi (kkal) 362 348 358 329
Kalsium (g) 33 30 26 25
Fe (g) 1.8 3.5 2.7 5.4
5
Tabel 2. Komposisi kimia biji sorgum Komposisi kimia biji sorgum (%) Pati Protein Lemak Biji utuh 73.80 12.3 3.60 Endosperm 82.50 12.30 0.63 Kulit biji 34.60 6.70 4.90 Lembaga 9.8 13.4 18.90 Sumber: Suprapto dan Mudjisihono (1987) Bagian biji
Abu 1.65 0.37 2.02 10.36
Serat 2.20 1.30 8.60 2.60
2.2. Ekstrusi Ekstrusi bahan pangan adalah suatu proses dimana bahan tersebut dipaksa mengalir di bawah pengaruh satu atau lebih kondisi operasi seperti pencampuran (mixing), pemanasan dan pemotongan (shear), melalui suatu cetakan yang dirancang untuk membentuk hasil ekstrusi yang bervariasi. Fungsi pengekstruksi meliputi gelatinisasi/pemasakan, pemotongan molekuler, pencampuran, sterilisasi, pembentukan dan penggelembungan atau pengeringan (puffing/drying). Kombinasi satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut merupakan hal yang tak terpisahkan dari proses ekstrusi (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010). Pada proses ekstrusi terdapat dua energi input utama pada sistem. Pertama, terdapat energi yang ditransfer dari rotasi ulir dan kedua energi yang ditransfer dari pemanas melalui dinding barrel. Kondisi dalam ekstruder mengubah bahan bubuk kering menjadi fluida dan oleh karena itu, karakteristik seperti friksi permukaan, kekerasan, dan daya kohesif dari partikel menjadi penting. Sistem ekstrusi mampu memproses bahan berviskositas tinggi yang sulit atau tidak mungkin menggunakan metode konvensional ( Debraszczyk BJ et al 2006). Dalam proses ekstrusi adanya aliran adonan adalah karena pengaruh tekanan shear (σ), dimana tekanan shear tergantung pada kecepatan shear dan viskositas bahan. Pada aliran newtonian terjadi hubungan linear antara tekanan shear dan kecepatan shear. Aliran seperti ini biasanya terjadi seperti aliran gas. Pada bahan pangan, karena mengandung senyawa biopolimer seperti pati dan protein, sifat alirannya mengikuti kaidah non-newtonian (Harper 1981). Pemasakan dengan ekstrusi mempunyai banyak keuntungan, antara lain parameter fisik (suhu, tekanan) dapat dirubah-rubah, sehingga dengan mesin yang sama dapat memasak dan mengolah produk yang mempunyai formula berbeda-beda. Keuntungan lainnya adalah memberi bentuk dan tekstur pada hasil produk, kemampuan produksi kontinyu, pengoperasian yang efisien dari segi tenaga, energi, dan luas pabrik, pasteurisasi produk akhir, dan proses dalam keadaan kering (Harper 1981).
2.3. Ekstruder Ekstruder adalah alat untuk melakukan proses ekstrusi (Harper 1981). Penentuan jenis ekstruder sangat penting untuk proses-proses ekstrusi. Ekstruder dapat diklasifikasikan berdasarkan metode operasinya, sifat fungsional, dan jumlah ulir. Berdasarkan metode operasinya, ekstruder diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pemasak ekstrusi (extrusion cooking) dan ekstruder non pemasak (cold extruder). Pada pemasak ekstrusi, bahan pangan dipanaskan oleh uap panas yang berada pada jaket yang menyelimuti laras. Pada beberapa jenis elemen pemanas, induksi elektrik digunakan untuk memanaskan barrel secara langsung. Selain itu, panas juga dihasilkan dari friksi yang disebabkan oleh aksi ulir. Suhu yang digunakan sekitar 100oC. Pada ekstruder non pemasak, bahan pangan diekstrusi
6
pada suhu di bawah 100oC. Ekstruder jenis ini memiliki ulir yang bergerak pada kecepatan lambat di dalam laras yang permukaannya licin atau halus untuk mengekstrusi material dengan sedikit friksi (Fellows 1990). Berdasarkan sifat fungsionalnya, Harper (1981) mengklasifikasikan ekstruder sebagai berikut: a. Ekstruder pasta Pada ekstruder pasta, energi input yang terbuang minimal, karena shear rate yang rendah ketika bahan pangan melewati permukaan barrel yang halus. Ekstruder jenis ini dapat digunakan untuk adonan pastri. b. High Pressure Forming Extruder Ekstruder ini memiliki desain ulir yang memiliki kompresi yang tinggi untuk menghasilkan tekanan yang tinggi pada die. Ekstruder ini dilengkapi lubang ulir atau jaket di sekeliling barrel tempat sirkulasi air untuk mencegah timbulnya panas yang berlebihan. c. Low shear cooking extruder Ekstruder ini memilki shear yang sedang, kompresi yang tinggi untuk meningkatkan pengadukan, dan barel yang beralur untuk mencegah slip pada dinding barel. Panas dapat diaplikasikan pada barel atau screw (ulir) untuk memanaskan produk. Ekstruder ini dapat digunakan pada pangan basah. d. Collet Extruder Ekstruder ini digunakan untuk mengekstrusi bahan pangan yang relatif kering dengan memanaskannya secara cepat pada temperatur yang melebihi 175oC sehingga pati dapat tergelatinisasi dan sebagian menjadi dekstrin. Bahan pangan yang biasa digunakan untuk ekstruder jenis ini adalah grit jagung. e. High shear cooking extruder Ekstruder ini dirancang untuk memproduksi berbagai jenis bahan pangan yang telah dilakukan pemasakan awal, pemanasan awal, dan telah digelatinisasi. Pada aplikasinya, bahan pangan diberi pemanasan awal dengan uap panas atau air panas, kemudian diproses lebih lanjut dengan high shear cooking extruder. Produk yang dihasilkan oleh alat ini meliputi pakan hewan piaraan dan makanan ringan. Berdasarkan jumlah ulirnya, ekstruder terbagi atas ekstruder berulir tunggal dan ekstruder berulir ganda. Ekstruder berulir tunggal terdiri atas ulir yang berputar pada barel silinder. Ekstruder ulir tunggal dapat diklasifikasikan menjadi: high shear extruder (untuk produk-produk sereal sarapan pagi dan makanan ringan), medium shear extruder (untuk produk-produk semi basah), dan low shear extruder (untuk pasta dan produk-produk daging). Biaya investasi dan biaya operasi ekstruder berulir tunggal lebih rendah daripada biaya ekstruder berulir ganda, selain itu tidak dibutuhkan tenaga ahli untuk pengoperasian dan perawatan ekstruder berulir tunggal (Fellows 2000). Ekstruder ulir ganda diperkenalkan ke industri makanan pada tahun 1970 dan digunakan secara luas pada produksi makanan. Ekstruder ulir ganda mempunyai aplikasi yang lebih luas pada industri makanan dikarenakan kegunaan dan kontrol proses yang baik, desain fleksibel memberikan pembersihan yang mudah, perubahan produk yang cepat dan kemampuan untuk menangani formulasi pada variasi yang luas (Debraszczyk BJ et al. 2006). Ekstruder ulir ganda dapat dibagi menjadi lima yaitu berputar searah saling berkaitan, berputar searah tidak berkaitan, berputar berlawanan saling berkaitan, berputar berlawanan tidak berkaitan, dan berbentuk kerucut berkaitan (Harper 1981). Pada sistem konfigurasi non-intermeshing, sumbu kedua ulir tersebut cukup berjauhan sehingga putaran ulir yang satu tidak saling mempengaruhi putaran ulir yang lain. Dalam hal ini, konfigurasi non-intermeshing dapat dianggap sebagai dua ekstruder ulir
7
tunggal dengan kapasitas yang lebih besar. Pada sistem intermeshing, kedua sumbu ulir tersebut cukup berdekatan sehingga flight dari ulir yang satu dapat masuk ke dalam channel pada ulir yang lain, sedemikian rupa sehingga saling terkait. Sistem demikian ini memungkinkan self-cleaning dan self wipping (flight dari satu ulir menyapu dan membersihkan bahan yang berada dalam channel ulir yang lain). Dengan demikian, maka kapasitas pengangkutan ekstruder ulir ganda meningkat. Kapasitas transport yang baik dapat digunakan membawa bahan yang lengket, yang tentunya sulit ditangani dengan ekstruder ulir tunggal (Hariyadi 1996).
Gambar 2. Tipe ulir ekstruder ulir ganda (Anonim 2010). Pada sebuah ekstruder biasanya terdapat tiga bagian ulir utama yang dapat diatur suhunya lewat pemanas eksternal. Bagian pertama adalah bagian masukkan (feed section). Bahan mula-mula masuk ke dalam ulir lewat bagian ini. Fungsi utama bagian masukkan adalah untuk memastikan bahwa bahan yang masuk cukup sehingga ulir tidak dalam keadaan kosong. Bagian kedua adalah bagian kompresi (compression zone). Pada bagian ini bahan mulai dipanaskan dan ditekan oleh ulir akibat penurunan jarak antar ulir dengan dinding laras. Karakteristik bahan berubah dari bentuk granula ataupun partikulat menjadi amorf atau adonan plastis. Bagian terakhir adalah bagian pengendali (metering section), dimana bahan akan mengalami pemotongan dan pemanasan maksimal. Konversi energi mekanis menjadi besar yang menyebabkan peningkatan suhu yang lebih cepat. Tingkat pemotongan yang tinggi akan meningkatkan pengadukan internal sehingga suhu ekstrudat menjadi lebih seragam (Harper 1981). Bagian-bagian ekstruder dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Bagian samping ekstruder makanan (Harper 1981)
2.4. Gelatinisasi 2.4.1. Konsep dan Mekanisme Gelatinisasi Gelatinisasi adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan serangkaian kejadian tidak dapat balik (irreversible) yang terjadi pada pati saat dipanaskan dalam air. Syarat utama terjadinya gelatinisasi adalah adanya pati, air, dan pemanasan. Namun tidak semua kombinasi ketiga faktor
8
tersebut menghasilkan gelatinisasi. Terdapat batas jumlah air dan suhu pemanasan minimum yang harus tercapai. Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi akan mengembang dalam air panas atau hangat. Pengembangan granula pati tersebut bersifat bolak-balik (reversible) jika tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi tidak bolak-balik (irreversible) jika telah mencapai suhu gelatinisasi (Greenwood dan Munro 1979). Beberapa perubahan selama terjadinya gelatinisasi dapat diamati. Mula-mula suspensi yang keruh mulai menjadi jernih pada suhu tertentu, tergantung jenis pati yang digunakan. Terjadinya translusi larutan pati tersebut biasanya diikuti dengan pembengkakan granula. Bila energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kuat daripada gaya tarik-menarik antar molekul pati di dalam granula. Hal inilah yang menyebabkan bengkaknya granula pati. Indeks refraksi butir-butir pati yang membengkak itu mendekati indeks refraksi air, hal inilah yang menyebabkan sifat translusen. Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air sangat besar. Peningkatan viskositas disebabkan air yang awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sudah berada di dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak bebas lagi (Winarno 2008). Hasil gelatinisasi adalah pengembangan pati dan pembentukan pasta kental yang buram atau tembus cahaya, tergantung sifat dasar suatu pati. Gelatinisasi biasanya diikuti oleh pembentukan gel, proses dimana granula yang mengembang terganggu dan amilosa dilepaskan ke media pati-air. Pelepasan amilosa dari granula yang tergelatinisasi berkontribusi terhadap karakteristik kental dari pati dan pembentukan gel yang merupakan dispersi koloid dari pati dalam air. Amilosa tersebut akan membentuk jaringan yang struktural untuk memerangkap granula dan menghasilkan pembentukan gel (Niba 2006). Menurut Harper (1981) mekanisme gelatinisasi yang terjadi adalah granula pati yang tersusun dari amilosa (berpilin) dan amilopektin (bercabang). Masuknya air merusak kristalinitas amilosa dan merusak helix sehingga granula membengkak. Adanya panas dan air menyebabkan pembengkakan tinggi. Amilosa berdifusi keluar dari granula. Sehingga sebagian besar granula mengandung amilopektin, rusak, dan terperangkap dalam matriks amilosa membentuk gel.
2.4.2. Suhu gelatinisasi Menurut Fennema (1996), suhu gelatinisasi adalah suhu dimana sifat briefringence dan pola difraksi sinar-X granula pati mulai hilang. Suhu gelatinisasi pati sorgum yaitu sekitar 68-76°C. Suhu gelatinisasi tidak sama pada berbagai jenis pati. Suhu gelatinisasi berbagai jenis pati dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati o Sumber pati Suhu gelatinisasi ( C) Beras Ubi Jalar Tapioka Jagung Gandum Sumber: Fennema (1996)
65-73 82-83 59-70 61-72 53-64
Dalam suatu larutan pati, suhu gelatinisasi berupa kisaran. Hal ini disebabkan karena populasi granula yang bervariasi dalam ukuran, bentuk, energi yang diperlukan untuk mengembang. Selain itu, suhu gelatinisasi juga dipengaruhi oleh ukuran amilosa dan amilopektin serta keadaan media
9
pemanasan. Menurut Wirakartakusumah (1981), keadaan media pemanasan yang mempengaruhi proses gelatinisasi adalah rasio air/pati, laju pemanasan, dan adanya komponen-komponen lain dalam media pemanasnya.
2.5. Mi Non Terigu Pasta dan adonan terigu memanfaatkan protein yang terkandung di dalamnya untuk memperkuat dan menahan bentuk selama pengeringan, pemasakan produk, dan mengurangi kehilangan selama pemasakan. Mi non terigu memanfaatkan pati untuk membentuk struktur mi. Proses pengolahan mi non terigu berbeda dengan pengolahan mi terigu. Prolamin gandum (gliadin) dan glutenin pada tepung terigu akan membentuk gluten yang menentukan sifat reologi adonan. Gluten berperan dalam membentuk adonan dengan masssa yang elastic-cohessive. Berbeda halnya dengan tepung jagung dan sorgum yang tidak mengandung gluten seperti gluten gandum perlu digelatinisasi terlebih dahulu. Pati yang tergelatinisasi dapat berfungsi sebagai zat pengikat sehingga menghasilkan adonan dengan massa yang elastic-cohessive. Gelatinisasi dapat dilakukan secara terpisah seperti dengan adanya pemanasan awal menggunakan microwave oven dan pengukusan terlebih dahulu maupun menyatu dalam ekstruder. Penelitian mi non terigu menggunakan teknik ekstrusi telah banyak dilakukan, seperti penelitian pembuatan mi jagung (Waniska et al. 1999) dan mi sorgum (Suhendro et al. 2000) . Pembuatan mi jagung dengan bahan baku jagung ukuran tepung (lolos ayakan 80 mesh) dan maize meal (lolols ayakan 40 mesh) telah dilakukan oleh Waniska et al. (1999). Proses pembuatan mi jagung diwali dengan pencampuran tepung jagung, garam, natrium metabisulfit, dan air. Campuran tersebut kemudian diberi pemanasan awal menggunakan oven microwave. Selanjutnya, campuran diekstrusi menggunakan ekstruder pasta sehingga membentuk mi. Setelah ekstrusi, mi dipotong sepanjang 25-30 cm dan dikeringkan. Mi terbaik diperoleh dari tepung jagung yang diberi perlakuan pemanasan awal 95oC, baik yang diberi sulfit maupun tidak. Mi jagung yang dihasilkan memiliki cooking loss yang sangat tinggi yaitu di atas 47%. Kelemahan pada teknik pembuatan mi jagung yang dikembangkan oleh Waniska et al. (1999) yaitu kesulitan untuk memasukkan adonan ke dalam zona pengumpanan di dalam ekstruder. Kondisi ini terjadi karena adonan sudah digelatinisasi terlebih dahulu sehingga memiliki sifat panas dan lengket. Kecepatan ulir bersifat konstan (tidak dapat diatur) dan desain ulir pada ekstruder pasta yang memiliki permukaan halus menyebabkan adonan mengalami selip dan tidak terdorong secara maksimal menuju die. Suhendro et al. (2000) membuat mi dari tepung sorgum dengan teknik yang diambil dari teknik pembuatan mi jagung yang dilakukan oleh Waniska et al. (1999). Tepung yang dipanaskan menggunakan microwave oven dan dikeringkan dengan metode 2 tahap menghasilkan mi yang terbaik dengan kehilangan material padatan 10%. Wonojatun (2012) mengembangkan produk mi sorgum dengan menggunakan ekstruder pasta untuk mendapatkan formulasi produk pasta berbasis 100% sorgum yang disukai konsumen. Formula terpilih dari hasil uji organoleptik adalah formula tepung sorgum non-sosoh 60% untuk waktu penggorengan 1 menit dan formula tepung sorgum sosoh 60% untuk waktu penggorengan 2 menit. Charutigon et al. (2007) meneliti pembuatan vermicelli dari bahan baku tepung beras dan menggunakan ekstruder ulir tunggal dengan dua buah die yang berukuran 0.6 mm. Vermicelli dari tepung beras yang diproses pada kecepatan ulir 30 dan 50 rpm (kecepatan aliran sekitar 750 gr/jam) dapat diterima oleh panelis terlatih. Pada kecepatan aliran 400-700 gr/jam, vermicelli tidak dapat diterima oleh panelis. Peningkatan suhu barrel dari 70oC ke 90oC dapat menurunkan cooking loss dari
10
14.2±1.6% menjadi 7.2±1.2 %. Kehilangan berat dari mi selama pemasakan disebabkan pati tergelatinisasi yang ikatannya lemah pada permukaan mi. Cooking loss bergantung pada derajat gelatinisasi pati dan kekuatan dari ikatan gel. Diameter mi berkisar dari 0.66 sampai 0.74 mm dan setiap helai mi berwarna putih dengan ukuran yang teratur dan permukaan yang halus.
2.6. Reologi Mi Menurut Bourne (1984) reologi adalah ilmu tentang deformasi dan aliran bahan. Pada bahan padat reologi merupakan hubungan antara gaya dengan perubahan bentuk, sedangkan pada bahan cair yaitu hubungan antara gaya dengan aliran. Perubahan bentuk (deformasi) suatu benda padat, semi padat, plastis, atau cair dapat terjadi apabila ada gaya yang mengenainya. Gaya yang diberikan berupa gaya tekan, gaya tarik, atau gaya geser. Gaya tekan dapat menyebabkan ukuran benda lebih menyusut, gaya tarik menyebabkan ukuran benda lebih panjang, sedangkan gaya geser menyebabkan benda bergeser dari posisinya semula dan memiliki bentuk yang berbeda dari bentuk aslinya (Andarwulan et al. 2011). Beberapa sifat reologi yang penting pada produk mi diantaranya adalah kekerasan, kekenyalan, elongasi, dan kekuatan tarik (tensile srength). Reologi mi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya bahan baku, proses pengolahan, bahan tambahan (terutama garam dan garam basa) yang digunakan dan proses pemasakan. NaCl dapat meningkatkan sifat reologi mi dengan mendorong terbentuknya asosiasi protein gluten pada tepung terigu. Selain itu, NaCl dapat memperkuat adonan dan mengurangi penyerapan air. Namun, di atas 3% dapat merusak reologi mi yaitu modulus elastisitas menurun sehingga mi menjadi kurang elastis, sehingga disarankan penggunaan NaCl tidak lebih dari 2 % (Wu et al. 2006). Dalam mengevaluasi tekstur produk seringkali dihadapkan untuk membuat korelasi yang baik antara pengukuran tekstur secara subjektif dengan indera manusia dengan pengukuran secara objektif dengan menggunakan instrumen. Salah satu pendekatan untuk mengkorelasikan antara tekstur yang dievaluasi dengan indera manusia dengan pengukuran instrumen adalah membuat simulasi pada saat proses pengunyahan. Metode pengukuran dengan Texture profile analyzer (TPA) dilakukan dengan menggunakan probe yang akan melakukan kompresi sebanyak dua kali terhadap sampel yang dianalogikan sebagai gerakan mulut pada saat mengunyah atau menggigit makanan. Analisis menggunakan TPA akan didapatkan nilai beberapa parameter tekstur seperti kekerasan, daya kohesif, elastisitas, kelengketan, dan daya kunyah.
Gambar 4. Analisis Profil Tekstur
11
Parameter tekstur Kekerasan Kohesivitas Elastisitas Kelengketan Daya Kunyah
Tabel 4. Definisi parameter tekstur Pengertian Gaya maksimum yang diperlukan hingga terjadi perubahan bentuk (deformasi) pada bahan. Kekuatan dari ikatan-ikatan yang berada di dalam bahan yang menyusun bentuk bahan. Kemampuan suatu bahan untuk kembali kebentuk semula jika diberi gaya, dan gaya tersebut dilepas kembali. Gaya yang dibutuhkan untuk menarik lempeng kompresi dari bahan dan memisahkannya. Tenaga yang dibutuhkan untuk mengunyah pangan padat menjadi bentuk yang siap untuk ditelan.
Sumber: Rosenthal (1999)
2.7. Metode Respon Permukaan Metode respon permukaan merupakan pendekatan permodelan empiris yang biasanya menggunakan polinomial sebagai pendekatan lokal untuk hubungan masukan/keluaran sistem. RSM juga merupakan alat untuk memahami hubungan kuantitatif antara beberapa variabel masukan dan satu respon keluaran, yang dapat diperluas menjadi beberapa respon, dengan penekanan pada pengoptimalan respon (Chen dan Chen 2009). Menurut Box dan Draper (2007), Response Surface Methodology meringkas sebuah kelompok teknik statistik untuk membangun model empiris dan eksploitasi model. Model ini menghubungkan sebuah respon atau variabel keluaran (output) dengan data masukkan (input) yang mempengaruhinya. Jika suatu daerah dengan respon optimum ditentukan maka dibuat suatu model untuk menghubungkan ke daerah tersebut sehingga analisis dapat dilakukan untuk mencapai daerah optimal tersebut. Metode respon permukaan terdiri dari kumpulan prosedur matematik dan statistik termasuk rancangan eksperimen, pemilihan model dan penyesuaian, dan optimasi model yang sesuai. Di dalam konteks metode respon permukaan, model-model empiris dibangun menggunakan teknik regresi dengan hasil berupa satu kesatuan percobaan terpilih. Model yang baik mempresentasikan semua percobaan yang mungkin dengan faktor-faktor eksperimentalnya di dalam rentang yang telah ditentukan. Melalui penggunaan teknik optimasi, model optimum dengan pendugaan hasil terbaik dapat ditentukan. Tahap terakhir adalah melakukan verifikasi percobaan berdasarkan kondisi optimal percobaan (Chen dan Chen 2009). Salah satu program yang digunakan untuk RSM adalah Program Design Expert version 7. Program ini adalah suatu program yang mempunyai berbagai metode rancangan percobaan dan analisis untuk data statistik. Metode rancangan penelitian tersebut terdiri dari desain faktorial, response surface methods, mixture design techniques, dan combined design. Response surface methods adalah suatu metode rancangan percobaan untuk menemukan proses yang paling optimal (Anonim 2006). Metode rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah response surface method historical data. Historical data merupakan salah satu rancangan untuk mendapatkan hasil proses yang paling optimal dengan cara memasukkan hasil trial berupa kombinasi variabel proses dan respon ke dalam program design expert 7.0.
12
III. 3.1.
METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstruder ulir ganda (Berto Industries), vibrating screen, pin disc mill, alat penyosoh satake grain mill, alat bantu (mixer, sendok pengaduk, baskom). Peralatan lainnya yang digunakan yaitu peralatan untuk analisis fisik berupa Texture Analyzer Stable Micro System TA-XT2i, chromameter, dan mikrometer sekrup. Peralatan untuk analisis kimia antara lain oven, tanur, cawan aluminium, cawan porselen, desikator, neraca analitik, mortar, sudip, gegep, penangas, dan alat-alat gelas untuk analisis. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sorgum numbu BIOTROP, NaCl, dan air . Bahan-bahan lainnya yang digunakan adalah bahan-bahan kimia untuk analisis proksimat.
3.2. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari tahapan analisis bahan dan optimasi proses pembuatan mi sorgum kering. 3.2.1. Analisis Bahan Analisis bahan tepung sorgum berupa analisis proksimat, profil gelatinisasi, dan daya serap air. Analisis proksimat Analisis proksimat berupa analisis kadar air metode oven (SNI 01-2891-1992), analisis kadar abu (SNI 01-2891-1992), analisis kadar protein (AOAC 960.52), analisis kadar lemak (SNI 01-28911992), analisis kadar karbohidrat (Nielsen 2010), analisis kadar pati (sakarosa) metode Luff Schoorl dengan modifikasi (Sudarmadji et al. 1997), dan analisis kadar amilosa dan amilopektin (Apriyantono et al. 1989). Analisis Profil Gelatinisasi Analisis dilakukan menggunakan rapid visco analyzer. Tepung sorgum yang telah diketahui kadar air basis basahnya dilarutkan dengan sejumlah air untuk mendapatkan 11.8 % suspensi pati pada basis kering (w/w) yang diinginkan. Suspensi tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat RVA untuk selanjutnya akan mengalami proses pemanasan dan pendinginan secara bertahap. Pemanasan akan dilakukan hingga mencapai suhu 95oC dengan kecepatan 5.6oC/menit, kemudian ditahan pada suhu tersebut selama lima menit. Selanjutnya, dilakukan tahap pendinginan hingga suhunya turun sampai 50oC dengan kecepatan 6.4oC/menit. Suhu tersebut juga akan dipertahankan selama dua menit. Profil gelatinisasi pati dapat diamati dari kurva yang terbentuk selama proses analisis yang meliputi suhu gelatinisasi, waktu gelatinisasi, waktu granula pecah, suhu granula pecah, viskositas setelah holding pada suhu 95oC, viskositas breakdown , viskositas setelah holding pada suhu 50oC, serta viskositas setback.
13
Analisis Daya Serap Air Metode Sentrifugasi (Modifikasi Anderson 1969 dalam Ganjyal 2006) Tepung ditimbang sebanyak 1 g (basis basah) (P1) kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan ditambahkan air destilasi sebanyak 5 ml. Larutan pati didispersi sepenuhnya selama 30 detik menggunakan vortex mixer hingga merata. Larutan ini kemudian disentrifugasi selama 15 menit pada 3000 rpm. Tabung kemudian dimiringkan dengan posisi 45 o selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dituang. Selanjutnya berat tabung ditimbang dan berat yang diperoleh digunakan sebagai nilai P2 yang akan digunakan dalam perhitungan persen daya serap air. Daya serap air (%) =
x 100%
3.2.2. Optimasi Proses 3.2.2.1. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah respon permukaan historical data. Historical data merupakan salah satu rancangan untuk mendapatkan hasil proses yang optimal dengan cara memasukkan hasil trial berupa kombinasi variabel proses dan respon ke dalam program design expert 7.0 yang kemudian akan dianalisa lebih lanjut. Variabel proses dalam penelitian ini terdiri dari suhu dan kecepatan ulir. Kisaran suhu yang digunakan adalah 80-90°C sedangkan kisaran kecepatan ulir adalah 10-20 Hz. Penentuan kisaran tersebut berdasarkan penelitian pada beras analog yang menggunakan suhu 85°C dan kecepatan 15 Hz. Kemudian suhu dan kecepatan tersebut menjadi titik tengah pada penelitian ini. Sehingga ditetapkan suhu minimal 80°C dan suhu maksimal 90°C, kecepatan ulir minimal 10 Hz dan kecepatan ulir maksimal 20 Hz. Setelah variabel dan kisaran tiap variabel ditentukan maka dihasilkan kombinasi-kombinasi kondisi proses. Proses yang dilakukan terdiri dari 18 proses kombinasi suhu dan kecepatan. Tabel 5. Rancangan proses pembuatan mi sorgum Suhu Formula (°C) 1 80 2 80 3 80 4 80 5 80 6 80 7 85 8 85 9 85 10 85 11 85 12 85 13 90 14 90 15 90 16 90 17 90 18 90
Kecepatan (Hz) 10A 10B 15A 15B 20A 20B 10A 10B 15A 15B 20A 20B 10A 10B 15A 15B 20A 20B
14
Parameter atau respon yang diukur terdiri dari cooking loss, elongasi, kekerasan, daya kohesif, kelengketan, daya kunyah, dan elastisitas. Analisis respon menggunakan piranti lunak design expert 7.0 memberikan suatu model polinomial yang mewakili respon tiap parameter. Model polinomial terdiri dari model rata-rata, linear, kuadratik, dan kubik. Model tersebut ditampilkan dalam bentuk plot kontur atau tiga dimensi. Model yang dipilih adalah model yang memenuhi kriteria sebagai berikut (Anonim 2006) yaitu: (1) Memiliki model yang signifikan yang ditandai dengan nilai p-value Prob>F kurang dari 0.05. Jika nilai Prob>F diantara 0.05 dan 1, maka nilainya signifikan yang marjinal, (2) Memiliki Lack of Fit yang “tidak signifikan” yang ditandai dengan nilai p-value Prob>F lebih dari 0.05, (3) Memiliki Pred R-Squared atau R2 prediksi yang “reasonable agreement” atau persetujuan yang beralasan dengan nilai Adj R-Squared dengan selisihnya kurang dari 0.2, (4) memiliki nilai adequate precision lebih dari 4, yang menunjukkan presisi yang baik. Model dari masing-masing respon yang diperoleh selanjutnya dioptimasi. Proses optimasi dipilih dengan desirability tertinggi berdasarkan penetapan target dan tingkat kepentingan yang diharapkan. Target dari respon KPAP, kekerasan, dan kelengketan adalah minimum. Target untuk elongasi, daya kohesif, daya kunyah, dan elastisitas adalah in range. Tingkat kepentingan mempunyai rentang nilai dari 1-5. Semakin besar nilainya semakin diutamakan untuk dioptimasi. Tahap selanjutnya adalah verifikasi, untuk membuktikan kesesuaian nilai respon aktual dengan nilai respon prediksi. Kesesuaian ditunjukkan oleh nilai respon aktual hasil verifikasi yang berada dalam selang kepercayaan atau selang prediksi.
Penentuan variabel dan range variabel
Rancangan kondisi proses
Pengukuran respon
Analisis respon
Optimasi respon
Kondisi proses optimal
Verifikasi Gambar 5. Tahapan optimasi proses
15
3.2.2.2.
Pembuatan Mi Sorgum Kering
Biji sorgum numbu
Penyosohan (25”)
Perendaman biji (2 jam)
Penjemuran 1 jam sampai kadar air ±35%
Penggilingan dengan pin disc mill
Pengeringan tepung menggunakan sinar matahari ( 2 jam)
Pengayakan 100 mesh
Tepung sorgum 100 %
Air 55%
Pembuatan mi basah (variabel suhu & kec ekstruder)
NaCl 2%
Pengeringan mi dengan kipas angin semalam
Mi sorgum kering
Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan mi sorgum kering
16
3.2.3. Analisis Fisik Analisis fisik yang dilakukan terdiri dari (1) analisis cooking loss (2) analisis elongasi dan profil tekstur dengan Texture Analyzer (3) Analisis warna dengan chromamometer. Analisis cooking loss Penentuan cooking loss dilakukan dengan merebus 5 gram mi dalam 150 mL air. Setelah mencapai waktu optimum perebusan, mi ditiriskan dan disiram air, kemudian ditiriskan kembali selama 5 menit. Mi kemudian dikeringkan pada suhu 100oC sampai beratnya tetap, lalu ditimbang kembali. Cooking loss dihitung dengan rumus berikut : Cooking loss = (
(
)
) x 100 %
Analisis Persen Elongasi menggunakan Texture Analyzer TA-XT2i Sampel dililitkan pada probe dengan jarak probe sebesar 2 cm dan kecepatan probe 0,3 cm/s. Persen elongasi dihitung dengan rumus : Persen elongasi =
( )
x 100%
Analisis profil tekstur Profil tekstur mi sorgum diukur menggunakan instrument Texture Analyzer Stable Micro System TA-XT2i dengan probe berbentuk silinder. Sampel ditekan oleh probe sejauh 75 % dari ukuran asal dengan kecepatan 1 mm/s, kemudian berhenti dengan jeda waktu 5 s, probe melakukan penekanan kedua sejauh 75 % ukuran asal dengan kecepatan 1 mm/s. Gaya yang dibutuhkan untuk kompresi diukur. Berdasarkan kurva didapatkan nilai yang berupa kekerasan, daya kohesif, elastisitas, daya kunyah, dan kelengketan. Spesifikasi probe dan pengaturan lainnya dapat dilihat pada tabel 6. Sedangkan cara penentuan parameter reologi dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 6. Spesifikasi probe dan pengaturan pengukuran tekstur mi. Spesifikasi Keterangan Type TA-XT2i Mode Measure force in compression Pre-test-speed 2.0 mm/s Test Speed 1.0 mm/s Post-test Speed 2.0 mm/s Distance 75.0% Probe 35 mm cylinder probe (P/35) Force 100 g Time 5.00 s
17
Tabel 7. Parameter reologi yang dapat ditentukan dari kurva analisis profil tekstur Parameter reologi Cara menentukan Kekerasan Ditentukan dari maksimum gaya (nilai puncak) pada tekanan / kompresi (hardness) pertama. Elastisitas (springiness) Ditentukan dari jarak deformasi produk pada tekanan kedua sampai tercapai nilai gaya maksimumnya (L2) dibandingkan dengan jarak deformasi produk pada tekanan pertama sehingga tercapai nilai gaya maksimumnya (L1) atau L2/L1. Daya Kohesif Diihitung dari luasan di bawah kurva pada tekanan kedua (A2) dibagi (cohesiveness) dengan luasan di bawah kurva pada tekanan pertama (A1) atau A2/A1 Kelengketan Dihitung dari peak force negatif pada kompresi pertama. (gumminess/stickiness) Daya kunyah Dihitung dari hasil perkalian nilai kelengketan dengan elastisitas, atau (chewiness) L2/L1*kelengketan. Analisis Warna (Hutching 1999) Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter Minolta CR-310. Sebelum dilakukan pengukuran nilai L, a, dan b perlu dilakukan kalibrasi dengan menggunakan pelat standar warna putih (L = 97.51; a = 5 35; b = -3.37). Pengukuran dilakukan dengan tiga kali ulangan untuk masing-masing sampel. Sampel diletakkan pada gelas kecil, kemudian tombol start ditekan dan akan diperoleh nilai L,a, dan b dari sampel. Hasil pengukuran dikonversi ke dalam sistem Hunter dengan L menyatakan parameter kecerahan dari hitam (0) sampai putih (100). Notasi a menyatakan warna kromatik merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik biru-kuning dengan nilai + (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai -b (negatif) dari 0 sampai –80 untuk warna biru. Sedangkan L menyatakan kecerahan warna. Semakin tinggi kecerahan warna, semakin tinggi nilai L. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung o Hue yang menunjukkan kisaran warna sampel. Nilai oHue dapat dihitung dengan persamaan: oHue = tan-1 3.2.4. Analisis Kimia Analisis kadar air metode oven (SNI 01-2891-1992) Analisis kadar air dilakukan dengan metode oven. Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit. Setelah itu, cawan didinginkan dalam desikator. Cawan kering yang telah didinginkan ditimbang (W2 g) kemudian sebanyak 1-2 gram sampel (W g) dimasukkan ke dalam cawan tersebut. Cawan yang berisi sampel dikeringkan kembali di dalam oven pada suhu 105 oC selama 3 jam. Setelah itu, cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W1 g) hingga diperoleh bobot konstan. Kadar air (% BB) = Kadar air (% BK) =
(
)
(
)
x 100 x 100
Analisis Kadar Abu (SNI 01-2891-1992) Analisis kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering. Cawan porselin kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 15 menit. Setelah itu, cawan didinginkan
18
dalam desikator. Cawan kering yang telah didinginkan ditimbang (W 2 g) kemudian sebanyak 2-3 gram (W g) sampel dimasukkan ke dalam cawan. Sampel diarangkan di atas nyala pembakar kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan suhu maksimum 550oC hingga pengabuan sempurna. Setelah itu, cawan sampel didinginkan di dalam desikator dan ditimbang (W 1 g). Kadar abu (% BB) =
x 100 (
Kadar abu (% BK) =
) (
)
x 100
Analisis Kadar Protein (AOAC 960.52) Analisis kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Pada tahap penghancuran 100-250 mg sampel dimasukkan ke dalam labu kjeldahl dan ditambahkan 1 gram K 2SO4, 40 mg HgO, 2 ml H2SO4, dan 2-3 butir batu didih. Larutan didihkan selama 1 jam sampai cairan jernih dan didinginkan. Pada tahap destilasi, isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dengan ditambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH dan 5% Na2S2O3. Sebanyak 5 ml larutan H3BO3 dan 2-3 tetes metilen merah-metilen biru dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan diletakkan di bawah kondensor. Destilasi dilakukan hingga diperoleh sekitar 15 ml destilat. Pada tahap titrasi, destilat diencerkan hingga 50 ml kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N terstandarisasi sampai perubahan warna menjadi abu-abu. %N =
(
)
x 100
Kadar protein (% BB) = % N x faktor konversi Kadar protein (% BK) =
(
)
(
)
x 100
Analisis Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992) Analisis kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet yang terdiri dari tahap hidrolisis sampel dan tahap analisis kadar lemak. Pada tahap hidrolisis sampel, sampel sebanyak 1-2 gram (W0 g) ditimbang dalam gelas piala kemudian ditambahkan 30 ml HCl 25% dan 20 ml air. Setelah itu, gelas piala ditutup dan dididihkan selama 15 menit di ruang asam kemudian larutan disaring dalam keadaan panas hingga tidak asam lagi. Kertas saring berikut isinya dikeringkan pada suhu 105oC. Untuk tahap analisis kadar lemak, labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W 2 g). Kertas saring hasil hidrolisis sampel dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring dan disumbat dengan kapas. Setelah itu, selongsong dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan ke labu lemak. Pelarut heksana dimasukkan sebanyak 150 ml. Ekstraksi dilakukan sekitar 6 jam kemudian heksan disuling dan ekstrak lemak dikeringkan pada suhu 105oC, diidinginkan pada desikator dan ditimbang ( W 1 g). Kadar lemak (% BB) = Kadar lemak (% BK) =
x 100 (
) (
)
x 100
Analisis Kadar Karbohidrat (Nielsen 2010) Kadar karbohidrat total by difference dapat diperoleh dari hasil pengurangan angka 100 dengan persentase komponen lain (air, abu, lemak, dan protein).
19
Analisis Kadar Pati (Sakarosa) Metode Luff Schoorl dengan modifikasi (Sudarmadji et al. 1997) Sampel sebanyak 0.1 gram ditambahkan dengan 5 mL HCl 25% dan 25 mL air destilata. Larutan kemudian dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 100 oC selama 2.5 jam. Lalu, larutan dinetralkan dengan NaOH 50% hingga pH larutan 7, kemudian ditera sampai 100 mL dan disaring menggunakan kertas saring. Sebanyak 5 mL larutan sampel ditambahkan dengan 5 mL larutan Luff b Schoorl. Selain sampel, dibuat juga blanko dengan menggunakan aquades untuk menggantikan sampel. Kemudian, didihkan larutan di atas hotplate selama 10 menit sampai terbentuk endapan merah bata. Setelah selesai, cepat-cepat dinginkan larutan, lalu tambahkan 3 mL KI 20% dan 5 mL H 2SO4 26.5% dengan hati-hati. Selanjutnya, titrasi menggunakan Na-thiosulfat 0.1 N dengan menggunakan indikator pati 23 tetes yang ditambahkan saat titrasi hampir berakhir. Kadar pati =
(
)
Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin (Apriyantono et al. 1989) Pembuatan kurva standar Sebanyak 40 mg amilosa murni ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu tambahkan 1 mL etanol 95% dan 9 mL NaOH 1 N. Tabung reaksi dipanaskan dalam air mendidih sekitar 10 menit sampai semua amilosa membentuk gel. Setelah didinginkan, larutan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 mL dan ditepatkan dengan air destilata sampai tanda tera. Larutan lalu dipipet masing-masing 1, 2, 3, 4, dan 5 mL ke dalam labu takar 100 mL, kemudian ditambahkan dengan asam asetat 1 N sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1 mL serta 2 mL larutan iod. Larutan kemudian ditepatkan dengan air destilata sampai tanda tera, selanjutnya didiamkan selama 20 menit dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Setelah itu, dibentuk kurva standar sebagai hubungan antara kadar amilosa (sumbu x) dengan absorbansi (sumbu y). Analisis Contoh Sampel sebanyak 100 mg ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan dengan 1 mL etanol 95% dan 9 mL NaOH 1 N. Tabung reaksi kemudian dipanaskan selama 10 menit untuk menggelatinisasi pati. Setelah didinginkan, pasta pati dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditepatkan hingga tanda tera dengan air destilata. Sampel lalu dipipet sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, selanjutnya ditambahkan dengan 1 mL asam asetat 1 N, 2 mL larutan iod, dan air destilata hingga tanda tera. Setelah didiamkan selama 20 menit, larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa ( % ) = C x V x FP x 100 W Keterangan : C = konsentrasi amilosa sampel dari kurva standar (mg/mL) V = volume akhir contoh (mL) FP = Faktor pengenceran W = berat contoh (mg) Kadar amilopektin (%) = kadar pati - kadar amilosa
20
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Tepung Sorgum Sorgum yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari varietas numbu BIOTROP. Biji sorgum utuh yang diperoleh disosoh terlebih dahulu selama 25 detik untuk menghilangkan bagian kulit dan perikarpnya. Lama penyosohan ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Yanuwar (2009) dengan lama penyosohan 20 detik. Kandungan tannin pada biji sorgum menurun setelah penyosohan. Begitu pula dengan protein yang ikut terbawa karena bagian endosperm yang dekat dengan aleuron juga ikut terkikis (Suarni 2004). Setelah disosoh biji sorgum berwarna putih kekuningan dan bersih dari kulit ari yang berwarna putih kecoklatan. Setelah menjadi biji sorgum bebas kulit, sorgum direndam dengan menggunakan air selama 2 jam. Proses ini bertujuan untuk memperlunak endosperma sehingga mudah digiling dengan menggunakan pin disc mill (Merdiyanti 2008). Kemudian, biji sorgum dijemur selama kurang lebih satu jam hingga kadar airnya sekitar 35% atau sorgum masih dalam keadaan setengah kering. Jika kadar air terlalu tinggi, maka biji akan menempel pada pin disc mill saat ditepungkan sehingga dapat menimbulkan kemacetan pada alat. Sebaliknya, jika kadar air terlalu rendah, endosperma akan kembali menjadi keras dan sulit digiling menjadi tepung (Merdiyanti 2008). Selanjutnya biji sorgum digiling dengan pin disc mill. Tepung sorgum hasil penggilingan dikeringkan menggunakan sinar matahari selama 2 jam. Langkah terakhir adalah pengayakan menggunakan vibrating screen dengan ukuran ayakan 100 mesh. Setelah diayak, tepung sorgum dikemas menggunakan plastik dan disimpan dalam refrigerator. Kemudian, tepung sorgum dianalisis proksimat dan profil gelatinisasi. Hasil analisis proksimat disajikan pada Tabel 8.
Varietas Sorgum Numbu
Tabel 8. Hasil analisis proksimat varietas sorgum numbu Air Protein Lemak Abu Karbohidrat (% BB) (% BK) (% BK) (% BK) (% BK) 13.52±0.09 8.50±0.27 2.42±0.11 0.84±0.06 88.23
Pati (% BK) 82.18±0.00
Amilosa (% BK) 22.46±1.23
Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat mempengaruhi kualitas bahan pangan itu sendiri. Peningkatan jumlah air dapat mempengaruhi laju kerusakan bahan pangan oleh proses mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatis. Berdasarkan hasil analisis proksimat, dapat dilihat kadar air tepung sorgum numbu yang dihasilkan adalah 13.52% bb. Menurut Suprapto dan Mudjisihono (1987), bagian lembaga biji sorgum selain mengandung lemak juga mengandung protein sebanyak 13.4%. Proses penepungan sorgum telah menurunkan kadar protein biji sorgum. Hal ini disebabkan adanya pemisahan lembaga sehingga mempengaruhi kandungan protein tepung sorgum yang dihasilkan. Kadar protein pada tepung sorgum adalah 8.50% bk. Nilai ini berada pada kisaran kandungan protein yang terdapat pada tepung sorgum hasil produksi balai besar penelitian dan pengembangan pasca panen pertanian, yaitu 7-9 %. Berdasarkan hasil analisis, kadar lemak pada tepung sorgum adalah 2.42% bk. Kandungan lemak yang rendah pada tepung sorgum disebabkan adanya proses pemisahan lembaga pada saat sorgum diproses menjadi tepung. Kadar abu menggambarkan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Abu merupakan residu yang tertinggal setelah bahan pangan dibakar hingga bebas karbon. Semakin besar kadar abu, semakin tinggi pula mineral yang terkandung di dalamnya.
21
Analisis kadar abu pada penelitian ini dilakukan melalui pengabuan kering di dalam tanur pengabuan. Nilai kadar abu pada tepung sorgum numbu adalah 0.84% bk. Berdasarkan analisis, kadar karbohidrat pada tepung sorgum numbu adalah 88.23% bk. Kandungan karbohidrat tepung sorgum ini tergolong tinggi. Oleh karena itu, potensial dikembangkan sebagai sumber energi melalui pemanfaatannya dalam bentuk mi sorgum. Pati merupakan suatu polisakarida yang berfungsi sebagai cadangan energi dan secara luas tersebar di berbagai macam tanaman. Pati beserta komponennya, yaitu amilosa dan amilopektin merupakan bagian karbohidrat. Pati tergolong karbohidrat polisakarida yang tersusun lebih dari 10 monomer monosakarida (Winarno 2008). Kadar pati dari tepung sorgum numbu adalah 82.18% bk. Menurut Guo et al. (2003) pada umumnya mi di Asia dibuat dari tepung dengan kandungan amilosa 1-29%, namun kandungan amilosa optimum yang memberikan kualitas mi terbaik adalah 21-24%. Berdasarkan hal tersebut, kadar amilosa pada tepung sorgum numbu masih cukup baik untuk diolah menjadi produk mi ekstrusi dengan kandungan amilosa sebesar 22.46 %. Selain dilakukan analisis proksimat, tepung sorgum numbu juga dilakukan analisis profil gelatinisasi. Alat yang digunakan untuk mengetahui profil gelatinisasi pati adalah Rapid Visco Analyzer. RVA memiliki prinsip pengukuran yang sama dengan Brabender Amilograph, hanya waktu pengukurannya lebih singkat. Granula pati bila disuspensikan dalam air dan dipanaskan akan mengalami proses gelatinisasi, yaitu dapat mengental selama proses pemanasan dan membentuk gel setelah didinginkan. Hal ini disebabkan granula pati dapat menyerap air ketika dipanaskan dan mengalami proses pengembangan yang menyebabkan viskositasnya meningkat. Fungsi dari analisis gelatinisasi pati adalah untuk mengetahui proses gelatinisasi pati ketika suspensi pati dipanaskan dan didinginkan dengan suhu dan waktu yang telah ditentukan. Hasil analisis profil gelatinisasi varietas tepung sorgum numbu dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Profil gelatinisasi tepung sorgum numbu Parameter
Nilai
Waktu gelatinisasi (menit) Suhu gelatinisasi (oC) Waktu granula pecah (menit) Viskositas maksimum (cP) Suhu granula pecah (oC) Viskositas setelah holding pada suhu 95oC (cP) Viskositas breakdown (cP) Viskositas setelah holding pada suhu 50oC (cP) Viskositas setback (cP)
5.30 77.53 8.24 3167.50 94.00 1743.50 1424.00 4101.00 2357.50
Waktu gelatinisasi menunjukkan saat granula pati mulai mengembang karena adanya penyerapan air sehingga viskositas suspensi pati mulai naik. Waktu gelatinisasi tepung sorgum numbu yaitu 5.30 menit. Selain waktu gelatinisasi, suhu gelatinisasi juga merupakan karakteristik yang dapat diamati saat kurva RVA mulai naik. Suhu gelatinisasi merupakan suhu ketika mulai terditeksi terjadinya peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pengembangan granula pati. Suhu gelatinisasi bahan dapat menentukan suhu yang paling baik digunakan selama proses ekstrusi karena pada proses ekstrusi diharapkan terjadi gelatinisasi pati. Suhu gelatinisasi tepung sorgum numbu yaitu 77.53oC. Viskositas maksimum merupakan kemampuan pati untuk mengembang dengan bebas sebelum mengalami breakdown. Viskositas maksimum pada tepung sorgum numbu adalah 3167.50 cP. Suhu pada saat tercapainya viskositas maksimum disebut suhu granula pecah sebesar 94 oC.
22
Setelah granula pecah, viskositas dari pasta pati akan menurun. Pemanasan tetap dilanjutkan hingga suhu adonan mencapai 95oC. Selanjutnya, suhu dipertahankan selama 5 menit tetap berada pada 95oC dan dibaca kembali viskositasnya. Viskositas setelah holding pada suhu 95oC dari tepung sorgum numbu adalah 1743.50 cP. Selisih antara viskositas maksimum dengan viskositas pasta pati setelah holding pada suhu 95oC disebut viskositas breakdown. Viskositas ini menunjukkan stabilitas granula pati selama proses pemanasan dan pengadukan. Semakin stabil pasta pati, maka nilai viskositas breakdown-nya akan semakin kecil. Viskositas breakdown pada tepung sorgum numbu adalah 1424.00 cP. Viskositas setelah holding pada suhu 50 oC adalah 4101.00 cP. Selisih antara viskositas setelah holding pada suhu 50oC dengan viskositas setelah holding pada suhu 95oC disebut sebagai viskositas setback. Viskositas setback adalah parameter yang dipakai untuk melihat kecenderungan retrogradasi maupun sineresis dari suatu pasta.Viskositas setback dari tepung sorgum numbu cukup besar (2357.50 cP) yang menunjukkan retrogradasi tepung sorgum numbu juga besar. 4.2.
Pembuatan Mi Sorgum
Pembuatan adonan mi sorgum kering dilakukan dengan mencampurkan tepung sorgum 100 %, garam 2%, dan air 55%. NaCl atau garam berfungsi mengikat air, menguatkan tekstur, meningkatkan elastisitas, dan meningkatkan fleksibilitas mi. Air berfungsi sebagai pengikat garam dan membantu proses gelatinisasi saat adonan mengalami pemasakan dalam ekstruder. Kadar garam yang ditambahkan adalah 2% dari berat tepung yang digunakan. Wu et al. (2006) menyatakan bahwa penggunaan sodium klorida sebaiknya tidak lebih dari 2 % karena dapat merusak reologi mi, yaitu mi menjadi kurang elastis. Banyaknya jumlah air yang digunakan dipengaruhi oleh kadar air tepung sorgum dan kemampuan tepung sorgum untuk menyerap air. Hasil percobaan penambahan air ke dalam adonan mi dapat dilihat pada tabel 10. . Tabel 10 . Hasil uji coba penambahan air ke dalam adonan mi Persentase air yang Karakteristik adonan ditambahkan 50% Adonan masih terlalu kering dan belum cukup basah, warna adonan cerah. Kemungkinan jumalah air tidak cukup untuk menggelatinisasi pati di dalam ekstruder 55% Adonan memiliki tingkat kebasahan yang cukup, warna adonan cukup cerah, mirip dengan konsistensi adonan mi jagung 60% Adonan basah, memiliki warna adonan yang gelap, kemungkinan menghasilkan produk yang lebih gelap 80% Adonan terlalu basah dan warna adonan gelap, kemungkinan menghasilkan produk yang lebih gelap Jumlah air yang ditambahkan memegang peranan penting demi tercapainya tingkat gelatinisasi optimum. Menurut penelitian Muhandri (2012), jumlah air yang ditambahkan pada adonan mi jagung adalah 80%. Berdasarkan penelitian tersebut, maka percobaan dimulai dengan penambahan air sebanyak 80% ke dalam 1 kg adonan, dihasilkan adonan yang terlalu basah dan gelap. Kemudian, dilakukan penambahan air sebanyak 50 % ke dalam 1 kg adonan. Hasilnya adalah adonan masih terlalu kering dan belum cukup basah. Kemudian dilakukan percobaan dengan menambahkan 60 % air ke dalam adonan. Hasilnya adalah adonan basah dan memiliki warna yang gelap. Akhirnya
23
ditambahkan tepung agar kadar air mencapai 55%. Hasilnya adalah adonan memiliki tingkat kebasahan yang cukup, warna adonan cukup cerah . Penambahan sebanyak 55% air untuk adonan mi sorgum menunjukkan bahwa sorgum membutuhkan lebih sedikit air untuk menghasilkan adonan yang memiliki fisik dan tingkat konsistensi yang sama dengan adonan mi jagung. Hal ini dibuktikan dengan adanya analisis daya serap air terhadap tepung jagung dan tepung sorgum yang dapat dilihat pada Tabel 11. Tepung sorgum memiliki daya serap air 20% lebih kecil dibandingkan tepung jagung. Daya absorpsi dari tepung perlu diketahui karena banyaknya air yang ditambahkan pada tepung akan mempengaruhi sifat-sifat fisik dari tepung. Air yang terserap dalam molekul disebabkan oleh absorbsi oleh granula yang terikat secara intramolekular (Kulp 1975). Menurut Gomez dan Aguilera (1983), nilai daya serap air tergantung pada ketersediaan grup hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel dari makromolekul pati, yaitu pati tergelatinisasi dan terdekstrinisasi. Semakin banyak yang tergelatinisasi dan terdekstrinisasi, semakin besar kemampuan produk menyerap air. Elliason dan Gudmundsoon (1981) menyatakan bahwa granula pati dapat basah dan secara spontan dapat terdispersi dalam air atau minyak. Hal ini menunjukkan bahwa granula dapat memberikan gugus hidrofilik atau hidrofobik. Daya serap air yang besar pada tepung jagung menunjukkan bahwa jagung memiliki grup hidrofilik yang lebih banyak dibandingkan tepung sorgum. Tabel 11. Daya serap air pada tepung jagung dan tepung sorgum Sampel
Daya serap air (%)
Tepung sorgum 100 mesh
94.35
Tepung jagung 100 mesh
118.92
Pembuatan mi sorgum dilakukan dengan mencampurkan bahan yaitu garam, air, dan tepung sorgum menggunakan mixer selama 5 menit. Pemasukan adonan ke dalam ekstruder dilakukan secara kontinyu dengan total tepung 7-8 kg . Untaian mi yang keluar sepanjang 1.5 meter pertama dibuang dan tidak digunakan dengan asumsi bahwa kondisi proses belum stabil. Untaian mi selanjutnya diambil untuk analisis lalu dipisahkan antar helai dan dicetak sesuai dengan berat yang diinginkan. Mi basah yang sudah dicetak kemudian dikeringkan menggunakan kipas angin selama semalam. Sampel mi yang telah didapatkan dari hasil pengolahan menggunakan variasi suhu dan kecepatan ekstruder selanjutnya dianalisis cooking loss atau KPAP-nya, persen elongasi, dan profil tekstur. Untuk mendapatkan ketiga data tersebut, mi kering harus terlebih dahulu dimasak hingga matang. Penentuan waktu masak atau cooking time dilakukan dengan memasak mi dan mencobanya tiap 1 menit hingga mi sudah matang sempurna. Mi yang diproses dengan suhu ekstruder 80 oC memiliki waktu masak 13 menit sedangkan mi yang diproses dari suhu ekstruder 85 oC memiliki waktu masak 13 menit 30 detik, dan mi yang diproses dari suhu ekstruder 90 oC memiliki waktu masak 14 menit pada air mendidih (100 oC).
4.3. Sifat Fisik Mi Sorgum 4.3.1. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan KPAP memiliki bentuk model kuadratik yang direduksi (reduced quadratic). Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa model tersebut signifikan (p<0.05). Lack of fit model tidak signifikan (p>0.05). Nilai lack of Fit yang tidak signifikan adalah syarat untuk model yang baik dan menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model.
24
R squared model dari KPAP sebesar 0.40 yang menunjukkan bahwa 40% dari data yang ada dapat dijelaskan oleh model tersebut. Nilai predicted R-squared dan adjusted R-squared untuk kehilangan padatan akibat pemasakan adalah 0.14 dan 0.32. Predicted R-squared menunjukkan kemampuan suatu model untuk memprediksi observasi selanjutnya sebesar 14% (Chen dan Chen 2009). Model yang mempunyai nilai adjusted R squared yang besar menunjukkan model yang bagus karena adanya kesesuaian antara data aktual dan prediksi (Montgomery et al 2008). Meskipun nilai adjusted R squred dan predicted R-squared tidak begitu besar, namun nilai Adj R-squared dan Pred R-Squared tersebut cukup berdekatan (selisih kurang dari 0.2, “reasonable agreement”) sehingga dapat dikatakan bahwa model tersebut cukup baik digunakan untuk memprediksi nilai KPAP. Nilai adequate precision yang lebih besar dari 4 menunjukkan presisi data tersebut baik. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada lampiran 19. Persamaan polinomial untuk respon KPAP adalah: KPAP = 611.645 – 14.184 (A) + 0.083867 (A)2 Berdasarkan persamaan polinomial tersebut terlihat bahwa nilai KPAP dipengaruhi oleh suhu dan kuadrat suhu. KPAP menurun dengan peningkatan suhu dari 80°C ke 85°C yaitu dari 13.67% menjadi 11.94%. Hal ini seperti yang dikatakan Charutigon et al. (2007) mengenai pembuatan mi beras dengan ekstruder ulir yang menunjukkan peningkatan suhu barel dapat menurunkan cooking loss mi beras. Menurut Charutigon et al. (2007), tingkat cooking loss tergantung pada tingkat gelatinisasi dan kekuatan struktur gel mi. Pada mi pati, kehilangan padatan selama pemasakan disebabkan oleh kelarutan pati tergelatinisasi yang ikatannya lemah di permukaan mi. Dengan meningkatnya suhu, maka ikatan gel menjadi semakin kuat sehingga KPAP menjadi kecil. Pada penelitian ini peningkatan suhu dari 85°C ke 90°C meningkatkan KPAP yaitu dari 11.94% menjadi 14.41%. Hal ini diduga karena ikatan antar pati tergelatinisasi dan struktur gel melemah sehingga pati banyak terlepas dan menyebabkan KPAP menjadi lebih besar. KPAP mi sorgum lebih tinggi (11.93%) dibandingkan KPAP spaghetti komersial (6.72%) dan mi jagung (4.56%) (Muhandri 2012). Hal ini menunjukkan KPAP mi sorgum masih tinggi, sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk menguranginya. Grafik normal plot of residuals untuk respon kehilangan padatan akibat pemasakan dapat dilihat pada lampiran 26. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antar komponen dapat dilihat jelas pada grafik tiga dimensi yang ditunjukkan pada gambar 7. Design-Expert® Software KPAP 15.86 9.72 15.90
X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir
KPAP
14.35
12.80
11.25
9.70
20
90 18
87.5 15
B: Kecepatan ulir
85 13
82.5 10
80
A: Suhu
Gambar 7. Grafik hubungan KPAP dengan suhu dan kecepatan ulir
25
4.3.2. Elongasi Elongasi memiliki bentuk model kuadratik yang direduksi (reduced quadratic). Hasil analisis keragaman (ANOVA), menunjukkan bahwa model tersebut signifikan (p<0.05). Lack of fit model tidak signifikan (p>0.05). Nilai lack of Fit yang tidak signifikan adalah syarat untuk model yang baik dan menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model. R squared model dari elongasi sebesar 0.55 yang menunjukkan bahwa 55% dari data yang ada dapat dijelaskan oleh model tersebut. Nilai predicted R-squared dan adjusted R-squared untuk respon elongasi adalah 0.35 dan 0.49. Predicted R-squared menunjukkan kemampuan suatu model untuk memprediksi observasi selanjutnya sebesar 35% (Chen dan Chen 2009). Model yang mempunyai nilai adjusted R squared yang besar menunjukkan model yang bagus karena adanya kesesuaian antara data aktual dan prediksi (Montgomery et al 2008). Meskipun nilai adjusted R- squared dan predicted Rsquared tidak besar, nilai Adj R-squared dan Pred R-Squared tersebut cukup berdekatan (selisih kurang dari 0.2, “reasonable agreement”) sehingga dapat dikatakan bahwa model tersebut cukup baik digunakan untuk memprediksi nilai elongasi. Nilai adequate precision yang lebih besar dari 4 menunjukkan presisi data tersebut baik. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada lampiran 20. Persamaan polinomial untuk respon elongasi adalah: Elongasi = -18842.75 + 448.78167 (A) - 2.64027 (A)2 Berdasarkan persamaan polinomial tersebut, dapat dilihat bahwa nilai elongasi dipengaruhi oleh suhu dan kuadrat suhu. Elongasi meningkat dengan peningkatan suhu dari 80 oC ke suhu 85oC yaitu dari 162.06% menjadi 227.74%. Hal ini seperti penelitian yang dilakukan oleh Muhandri (2012) mengenai pembuatan mi jagung dengan ekstruder ulir tunggal yang menunjukkan bahwa peningkatan suhu ekstruder dapat meningkatkan elongasi mi jagung. Menurut Muhandri (2012) suhu semakin tinggi menyebabkan gelatinisasi semakin tinggi. Gelatinisasi yang tinggi pada adonan selama proses ekstrusi menyebabkan kekuatan struktur gel semakin tinggi sehingga mi semakin tinggi elongasinya. Namun, elongasi menurun dengan peningkatan suhu dari 85oC ke 90oC yaitu dari 227.74% menjadi 161.41%. Penurunan elongasi diduga pada kisaran suhu 85oC ke 90oC suhu terlalu tinggi yang menyebabkan tekstur mi rusak sehingga elongasi menurun. Elongasi mi sorgum, spaghetti komersial, dan mi jagung sebesar 227.52%, 237%, 318.68% (Muhandri 2012). Hal ini menunjukkan elongasi mi sorgum lebih kecil dibandingkan elongasi mi jagung, namun nilainya sudah mendekati elongasi spaghetti komersial. Oleh karena itu, elongasi mi sorgum sudah cukup baik. Grafik normal plot of residuals untuk respon elongasi dapat dilihat pada lampiran 26. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antar komponen dapat dilihat jelas pada grafik tiga dimensi yang ditunjukkan pada gambar 8. Design-Expert® Software Elongasi 269.75 108.34 X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir
270.00
Elongasi
227.50
185.00
142.50
100.00
20
90 18
87.5 15
B: Kecepatan ulir
85 13
82.5 10
80
A: Suhu
Gambar 8. Grafik hubungan elongasi dengan suhu dan kecepatan ulir
26
4.3.3. Kekerasan Kekerasan memiliki bentuk model 2FI (interaksi antara dua faktor). Hasil analisis keragaman (ANOVA), menunjukkan bahwa model tersebut signifikan (p<0.05). Lack of fit model tidak signifikan (p>0.05). Nilai lack of Fit yang tidak signifikan adalah syarat untuk model yang baik dan menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model. R-squared model dari respon sebesar 0.48 yang menunjukkan bahwa 48% dari data yang dapat dijelaskan oleh model tersebut. Nilai predicted R-squared dan adjusted R-squared untuk respon kekerasan adalah 0.18 dan 0.37. Predicted R-squared menunjukkan kemampuan suatu model untuk memprediksi observasi selanjutnya sebesar 18%. Model yang mempunyai nilai adjusted R squared yang besar menunjukkan model yang bagus karena adanya kesesuaian antara data aktual dan prediksi. Meskipun nilai adjusted R-squared dan predicted R-squared tidak besar, namun nilai Adj R-squared dan Pred R-Squared tersebut cukup berdekatan (selisih kurang dari 0.2, “reasonable agreement”) sehingga dapat dikatakan bahwa model tersebut cukup baik digunakan untuk memprediksi respon kekerasan. Nilai adequate precision yang lebih besar dari 4 menunjukkan presisi data tersebut baik. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada lampiran 21. Persamaan polinomial untuk respon kekerasan dapat dilihat dibawah ini: Kekerasan = 140.84760 + 13.60412 (A) + 214.69897 (B) – 1.90121 (AB) Keterangan: A = Suhu; B = Kecepatan ulir Berdasarkan persamaan polinomial tersebut, dapat dilihat bahwa nilai kekerasan dipengaruhi suhu, kecepatan ulir, dan interaksi antara suhu dan kecepatan ulir. Kekerasan cenderung menurun dengan meningkatnya suhu terutama pada kecepatan ulir yang tinggi. Hal ini terlihat pada kecepatan 20 Hz peningkatan suhu dari 80oC ke 90oC menurunkan tingkat kekerasan dari 2481.221 gf ke 2237. 019 gf (penurunan sebesar 244.202 gf). Sedangkan pada kecepatan ulir 10 Hz peningkatan suhu dari 80oC ke 90oC menurunkan tingkat kekerasan dari 1855.199 gf ke 1801.119 gf (penurunan sebesar 54.08 gf). Peningkatan suhu ekstruder pada kecepatan ulir yang tinggi menyebabkan penurunan kekerasan mi sorgum setelah direhidrasi. Hal ini diduga semakin tinggi suhu ekstruder semakin menurun densitas atau kerapatan massa produk. Selain itu, peningkatan suhu ekstruder juga menyebabkan menurunnya ikatan antarmolekul dalam struktur pati sehingga kekerasan mi menurun. Peningkatan kecepatan ulir menyebabkan peningkatan kekerasan. Proses peningkatan kecepatan ulir secara simultan meningkatkan laju friksi, besarnya tekanan shear, dan meningkatnya intensitas proses pengadonan dalam laras ekstruder. Hal ini berakibat pada meningkatnya kepadatan mi sorgum sehingga mi menjadi lebih keras (Muhandri 2012). Kekerasan tertinggi terdapat pada suhu 80oC dan kecepatan 20 Hz, sedangkan kekerasan terendah terdapat pada suhu 90oC dan kecepatan 10 Hz. Kekerasan mi sorgum lebih tinggi (1829.88 gf) dibandingkan kekerasan spaghetti komersial (987.70 gf) dan lebih kecil dibandingkan mi jagung (3039.79 gf) (Muhandri 2012). Hal ini menunjukkan mi sorgum masih cukup keras dibandingkan spaghetti komersial, namun lebih lunak dibandingkan mi jagung. Grafik normal plot of residual untuk respon kekerasan dapat dilihat pada lampiran 26. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antar komponen dapat dilihat jelas pada grafik tiga dimensi yang ditunjukkan pada gambar 9.
27
Design-Expert® Software Kekerasan 2675.99 1620.16 X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir
2700.000
Kekerasan
2425.000
2150.000
1875.000
1600.000
20
90 18
88 15
B: Kecepatan ulir
85 13
83 10
A: Suhu
80
Gambar 9. Grafik hubungan kekerasan dengan suhu dan kecepatan ulir 4.3.4. Daya Kohesif Berdasarkan hasil analisis ragam yang dilakukan dengan menggunakan piranti lunak Design Expert 7.0, daya kohesif memiliki model mean yang berarti variabel tidak berpengaruh terhadap daya kohesif (p>0.05). Nilai rata-rata (mean) dari daya kohesif yaitu 0.64 dengan standar deviasi 0.036. Lack of fit model memiliki nilai yang tidak signifikan (p>0.05). Nilai lack of fit yang tidak signifikan tersebut menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada lampiran 22. Model yang dihasilkan untuk daya kohesif hanya dibuat berdasarkan nilai mean sehingga didapatkan persamaan berikut: Daya kohesif = 0.64 Nilai daya kohesif mi sorgum (0.64) lebih kecil dibandingkan daya kohesif spaghetti komersial (0.80) (Petitot et al. 2009). Hal ini menunjukkan mi sorgum kurang kohesif dibandingkan spaghetti komersial. Grafik normal plot of residuals untuk daya kohesif dapat dilihat pada lampiran 26. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antarkomponen tersebut dapat terlihat lebih jelas pada grafik tiga dimensi yang ditunjukkan pada gambar 10. Design-Expert® Software Daya kohesif 0.684 0.56 0.690
X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir
Daya kohesif
0.658
0.625
0.593
0.560
20
90 18
88 15
B: Kecepatan ulir
85 13
83 10
80
A: Suhu
Gambar 10. Grafik hubungan daya kohesif dengan suhu dan kecepatan ulir
28
4.3.5. Kelengketan Berdasarkan hasil analisis ragam yang dilakukan dengan menggunakan piranti lunak Design Expert 7.0, kelengketan memiliki model mean yang berarti variabel tidak berpengaruh terhadap kelengketan (p>0.05). Nilai rata-rata (mean) dari kelengketan sebesar -24.22 gf dengan standar deviasi 11.92. Lack of fit model memilki nilai yang tidak signifikan (p>0.05). Nilai lack of fit yang tidak signifikan tersebut menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada lampiran 23. Model yang dihasilkan untuk kelengketan hanya dibuat berdasarkan nilai mean sehingga didapatkan persamaan berikut: Kelengketan = -24.22 Nilai kelengketan mi sorgum (-24.22 gf) lebih kecil dibandingkan kelengketan spaghetti komersial (-37.25 gf) dan mi jagung (-116.26 gf) (Muhandri 2012). Hal ini menunjukkan mi sorgum kurang lengket dibandingkan spaghetti komersial dan mi jagung. Grafik normal plot of residuals untuk kelengketan dapat dilihat pada lampiran 26. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antarkomponen tersebut dapat terlihat lebih jelas pada grafik tiga dimensi yang ditunjukkan pada gambar 11. Design-Expert® Software Kelengketan -9.25 -56.95 -9.000
X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir
Kelengketan
-21.000
-33.000
-45.000
-57.000
20
90 18
88 15
B: Kecepatan ulir
85 13
83 10
80
A: Suhu
Gambar 11. Grafik hubungan kelengketan dengan suhu dan kecepatan ulir. 4.3.6. Daya Kunyah Berdasarkan hasil analisis ragam yang dilakukan dengan menggunakan piranti lunak Design Expert 7.0, daya kunyah memiliki model mean yang berarti variabel tidak berpengaruh terhadap daya kunyah (p>0.05). Nilai rata-rata (mean) dari daya kunyah sebesar 22.36 gf dengan standar deviasi 11.23. Lack of fit model memilki nilai yang tidak signifikan (p>0.05). Nilai lack of fit yang tidak signifikan tersebut menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada lampiran 24. Model yang dihasilkan untuk daya kunyah hanya dibuat berdasarkan nilai mean sehingga didapatkan persamaan berikut: Daya kunyah = 22.36 Grafik normal plot of residuals untuk daya kunyah dapat dilihat pada lampiran 26. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antarkomponen tersebut dapat terlihat lebih jelas pada grafik tiga dimensi yang ditunjukkan pada gambar 12.
29
Design-Expert® Software Daya kunyah 52.727 8.344 X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir
53.000
Daya kunyah
41.750
30.500
19.250
8.000
20
90 17.5
88 15
B: Kecepatan ulir
85 12.5
83 10
80
A: Suhu
Gambar 12. Grafik hubungan daya kunyah dengan suhu dan kecepatan ulir. 4.3.7. Elastisitas Berdasarkan hasil analisis ragam yang dilakukan dengan menggunakan piranti lunak Design Expert 7.0, elastisitas memiliki model mean yang berarti variabel tidak berpengaruh terhadap elastisitas (p>0.05). Nilai rata-rata (mean) dari elastisitas sebesar 0.93 dengan standar deviasi 0.026. Lack of fit memilki nilai yang tidak signifikan (p>0.05). Nilai lack of fit yang tidak signifikan tersebut menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model . Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada lampiran 25. Model yang dihasilkan untuk elastisitas hanya dibuat berdasarkan nilai mean sehingga didapatkan persamaan berikut: Elastisitas = 0.93 Mi sorgum sudah cukup elastis yaitu 0.93 tidak berbeda jauh dengan elastisitas spaghetti komersial (0.98) (Petitot et al. 2009). Grafik normal plot of residuals untuk elastisitas dapat dilihat pada lampiran 26. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antarkomponen tersebut dapat terlihat lebih jelas pada grafik tiga dimensi yang ditunjukkan pada gambar 13. Design-Expert® Software elastisitas 0.981 0.874 0.990
X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir
elastisitas
0.960
0.930
0.900
0.870
20
90 18
88 15
B: Kecepatan ulir
85 13
83 10 80
A: Suhu
Gambar 13. Grafik hubungan elastisitas dengan suhu dan kecepatan ulir.
30
4.4. Optimasi Proses Dengan Design Expert 7.0 Model dari masing-masing respon yang diperoleh kemudian dioptimasi. Proses optimasi dipih dengan nilai desirability tertinggi berdasarkan penetapan target dan tingkat kepentingan yang diharapkan. Untuk faktor suhu dan kecepatan ulir, tujuan penetapannya adalah in range atau solusi diharapkan memiliki suhu dan kecepatan yang berada pada kisaran 80-90oC dan 10-20 Hz seperti dalam rancangan percobaan. Pada bagian kriteria KPAP, nilai KPAP ditetapkan minimum dengan tingkat kepentingan 5. Hal ini didasarkan pada keinginan untuk mendapatkan produk mi dengan nilai KPAP yang paling rendah karena menunjukkan mi tersebut memiliki tekstur yang baik dan homogen. Manthey dan Twombley (2006) menyatakan bahwa produk pasta seharusnya tidak lengket saat dimasak, memiliki tekstur padat dengan cooking loss lebih kecil, dan tahan overcooking. Kekerasan ditetapkan minimum dengan tingkat kepentingan 4, karena mi yang terlalu keras tidak disukai konsumen. Kelengketan ditetapkan minimum dengan tingkat kepentingan 4, karena diinginkan produk mi yang tidak lengket. Untuk elongasi produk, tujuan penetapannya adalah “in range” dengan tingkat kepentingan 3 karena nilai elongasi dari produk mi sorgum secara umum sudah baik dan teksturnya tidak patah-patah sehingga elongasi produk tidak ditetapkan spesifik. Daya kunyah, daya kohesif, dan elastisitas ditetapkan in range dengan tingkat kepentingan 3. Tabel 12. Kriteria optimasi proses untuk tiap faktor dan respon Nama Goal Batas bawah Batas atas Importance* komponen/respon Suhu In range 80 90 3 (+++) Kecepatan ulir In range 10 20 3 (+++) KPAP Minimum 9.72 15.86 5 (+++++) Elongasi In range 108.34 269.75 3 (+++) Kekerasan Minimum 1620.161 2675.990 4 (++++) Daya kohesif In range 0.560 0.684 3 (+++) Kelengketan Minimum -56.950 -9.250 4 (++++) Daya kunyah In range 8.344 52.727 3 (+++) Elastisitas In range 0.874 0.981 3 (+++) Keterangan: * rentang nilai dari 1-5, semakin besar nilainya semakin diutamakan untuk dioptimasi Optimasi proses menghasilkan proses terpilih (selected) berdasarkan hasil analisis dan solusi dari design expert 7.0 seperti terlihat pada tabel 13. Tabel 13. Proses optimum terpilih Nomer
Suhu
Kecepatan Ulir
KPAP
Elongasi
Kekerasan
1
85
10
11.93
227.52
1829.88
Nomer
Suhu
1
85
Tabel 13. Proses optimum terpilih (lanjutan) Daya Kecepatan Ulir Kelengketan Elastisitas kunyah 10 -24.22 22.36 0.93
Daya kohesif 0.64
Desirability 0.551
31
Proses optimum pembuatan mi sorgum adalah pada suhu 85°C dan kecepatan 10 Hz. Proses optimum memiliki nilai desirability sebesar 0.551. Proses optimum tepilih ini diprediksikan akan memiliki nilai KPAP sebesar 11.93 %, elongasi sebesar 227.52%, kekerasan sebesar 1829.88 gf, daya kohesif sebesar 0.64, kelengketan sebesar -24.22 gf, daya kunyah sebesar 22.36 gf, dan elastisitas sebesar 0.93. Grafik tiga dimensi desirability dapat dilihat pada gambar 14. Area yang tinggi menunjukkan desirability yang tinggi sedangkan area yang rendah menunjukkan desirability yang rendah. Design-Expert® Software Desirability 1 0 0.570
X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir
Desirability
0.495
0.420
0.345
0.270
20
90 18
88 15
B: Kecepatan ulir
85 13
83 10 80
A: Suhu
Gambar 14. Grafik hubungan desirability dengan suhu dan kecepatan ulir
Gambar 15. Mi sorgum hasil proses optimum
4.5. Verifikasi proses hasil optimasi Tabel 14. Poin prediksi dari solusi yang terpilih Respons
Prediksi
KPAP Elongasi Kekerasan Daya Kohesif Kelengketan Daya Kunyah Elastisitas
11.93 227.52 1829.875 0.636 -24.222 22.362 0.929
Hasil Verifikasi 12.87 234.84 2094.82 0.597 -37.25 33.492 0.899
SE Mean 0.56 12.62 100.16 0.008568 2.81 2.65 0.006234
95 % CI Low High 10.73 13.12 200.62 254.42 1615.06 2044.69 0.62 0.65 -30.15 -18.30 16.78 27.94 0.92 0.94
SE Pred 1.48 33.47 286.05 0.037 12.24 11.53 0.027
95% PI Low High 8.76 15.09 156.17 298.87 1216.36 2444.38 0.56 0.71 -50.05 1.61 -1.97 46.70 0.87 0.99
32
Poin prediksi menampilkan nilai prediksi terhadap nilai respon yang diberikan pada proses terpilih. Nilai tersebut diverifikasi untuk mengetahui apakah model dapat memprediksi nilai respon dengan baik. Berdasarkan verifikasi yang dilakukan dapat diketahui bahwa data hasil verifikasi masih sesuai dengan prediksi yang telah dibuat oleh program design expert 7.0. Hal ini ditunjukkan oleh respon tekstur KPAP, elongasi, dan kelengketan memenuhi 95% confident interval yang telah diprediksikan oleh program design expert 7.0. Sedangkan untuk daya kohesif, kekerasan, daya kunyah, dan elastisitas memenuhi 95% prediction interval yang telah diprediksikan oleh program design expert 7.0. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa proses terpilih memiliki KPAP 12.87%, elongasi 234.84%, kekerasan 2094.82 gf, daya kohesif 0.60, kelengketan -37.25 gf, daya kunyah 33.49 gf, serta elastisitas 0.90.
4.6. Komposisi kimia dan warna mi sorgum Hasil analisis proksimat mi sorgum proses optimum dapat dilihat pada tabel 15. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptibility suatu bahan makanan, kesegaran, dan daya tahan suatu bahan/produk pangan tersebut (Winarno 1980). Kadar air produk mi hasil proses optimum sebesar 11.74% bb dan kadar protein sebesar 5.11 % bb . Berdasarkan SNI (01-2974-1996), kadar air pada mi kering persyaratan mutu 1 maksimal 8% bb dan maksimal 10 % untuk persyaratan mutu 2. Kadar protein untuk persyaratan mutu 1 minimal 11% dan persyaratan mutu 2 minimal 8%. Berdasarkan hasil tersebut maka kadar air dan protein dari mi sorgum belum memenuhi syarat mutu berdasarkan SNI. Manthey dan Twombley (2006) menyatakan bahwa biasanya industri akan mengeringkan pasta sampai kadar air 12%, namun Federal Code of Regulation memperbolehkan kadar air dalam pasta hingga 13%. Menurut Codex (2006), maksimum kadar air mi yang tidak digoreng adalah 14%. Hal ini menunjukkan kadar air mi sorgum memenuhi persyaratan CODEX dan Federal Code of Regulation. Kadar abu menunjukkan kandungan bahan mineral dari suatu produk. Kadar abu produk mi terpilih pada penelitian ini sebesar 2.23% (bb). Lemak mempunyai peranan penting dalam bahan pangan, misalnya untuk menambah cita rasa, memperbaiki tekstur, dan menambah nilai gizi. Lemak dalam makanan akan menimbulkan rasa kenyang, namun konsumsi lemak yang terlalu banyak akan memberikan perasaan mual (Winarno 1980). Kadar lemak pada produk mi hasil proses optimum sebesar 0.18% (bb). Kandungan tertinggi pada produk mi hasil penelitian ini adalah karbohidrat sebesar 80.75% (bb). Tabel 15. Hasil analisis proksimat mi sorgum hasil proses optimum Komponen Basis basah Basis kering Air (%) 11.74 13.31 Abu (%) 2.23 2.64 Protein (%) 5.11 6.06 Lemak (%) 0.18 0.21 Karbohidrat (%) 80.75 91.49 Berdasarkan analisis warna metode Hunter dengan menggunakan chromameter mi sorgum dari hasil proses optimum pada suhu 85oC dan kecepatan 10 Hz mempunyai nilai L (61.17), a (1.35), b(10,39), dan oHue (82,62). Hasil pengukuran warna menunjukkan warna mi sorgum adalah putih kekuningan.
33
V. 5.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
KPAP dan elongasi memiliki model kuadratik yang direduksi dengan variabel yang berpengaruh adalah suhu, kekerasan memiliki model interaksi antara 2 faktor dengan variabel yang berpengaruh adalah suhu dan kecepatan ulir, dan model mean untuk respon daya kohesif, kelengketan, daya kunyah, dan elastisitas. Proses optimum pembuatan mi sorgum adalah suhu 85°C dan kecepatan 10 Hz dengan target untuk KPAP, kekerasan, dan kelengketan adalah minimum. Sedangkan elongasi, daya kohesif, daya kunyah, dan elastisitas adalah in range. Proses optimum tersebut mempunyai nilai desirability yang masih rendah yaitu 0.551. KPAP mi sorgum lebih tinggi (11.93%) dibandingkan KPAP spaghetti komersial (6.72%) dan mi jagung (4.56%). Elongasi mi sorgum sudah cukup baik yaitu 227.52% tidak berbeda jauh dengan elongasi spaghetti komersial (237%). Kekerasan mi sorgum lebih tinggi (1829.88 gf) dibandingkan kekerasan spaghetti komersial (987.70 gf) dan lebih kecil dibandingkan mi jagung (3039.79 gf). Daya kohesif mi sorgum (0.64) lebih kecil dibandingkan daya kohesif spaghetti komersial (0.83). Kelengketan mi sorgum (-24.22 gf) lebih kecil dibandingkan kelengketan spaghetti komersial (-37.25 gf) dan mi jagung (-116.26 gf). Mi sorgum sudah cukup elastis yaitu 0.93 tidak berbeda jauh dengan elastisitas spaghetti komersial (0.98). Hasil analisis proksimat mi sorgum kering menunjukkan bahwa mi sorgum kering hasil proses optimum mempunyai kadar air sebesar 11.74%, kadar abu 2.23%, kadar protein 5.11%, dan kadar karbohidrat (by difference) 80.75%. Berdasarkan analisis warna metode Hunter dengan menggunakan chromameter mi sorgum dari hasil proses optimum pada suhu 85oC dan kecepatan 10 Hz mempunyai warna putih kekuningan dengan nilai L (61.17), a (1.35), b(10,39), dan oHue (82,62).
5.2.
Saran
Pembuatan mi sorgum dengan menggunakan ekstruder pemasak pencetak ulir ganda cukup potensial untuk dikembangkan. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengurangi cooking loss yang masih tinggi. Selain itu, perlu adanya perbaikan fisik mi terutama dari segi warna. Dalam perbaikan warna dapat dilakukan substitusi dengan tepung jagung sehingga dapat meningkatkan penerimaan konsumen.
34
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2006. Design-expert 7 user’s guide. [e-book] http:/stat-ease.com/ [31 Oktober 2012]. [Anonim]. 2010. Double Screw Ekstruder. http://plastics.com/extrusion-whatis-pg2.html. [2 November 2012]. [AOAC]. 1995. Official Method of Analysis 960.5, Chapter 12.1.07, hal 7. [B2P&P4] Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. 2010. Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Tepung Sorgum. Bogor: Kampus Penelitian Pertanian. [BPS]. 2011. Tabel Impor Menurut Komoditi Tahun 2011. www.bps.go.id/exim-frame.php [24 januari 2013]. [BPS]. 2012. Tabel Impor Menurut Komoditi Tahun 2012. www.bps.go.id/exim-frame.php [24 januari 2013]. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara uji makanan dan minuman SNI 01-2891-1992. http://websni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/3279. [31 Oktober 2012]. [BSN]
Badan Standarisasi Nasional. 1996. Mi kering SNI 01-2974-1996. http://websni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/3347. [31 Oktober 2012].
[FSD]
Food Security Department [online]. 2003. Sorghum. Post-harvest http://www.fao.org/inpho/compend/test/ch07.htm [5 Oktober 2012].
Operations.
Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat. Anderson RA, Conway HF, Pfeifer VF, Griffin EL. 1969. Gelatinization of corn grits by roll and extrusion cooking. J cereal Sci 14: 4-12. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarwati, Budijanto S. 1989. Analisis Pangan. IPB Press, Bogor. Awika JM, Lloyd WR. 2004. Sorghum phytochemicals and their potential impact on human health. J. Science Phytochemistry 65:1199-1221. Bourne MC. 1984. Food Texture and Viscosity: Concept and Measurement. New York: Academic Press. Box GEP, Draper NR. 2007. Response Surfaces, Mixtures, and Ridge Analysis. 2nd ed. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Charutigon C, Jintana J, Pimjai N, Vilai R. 2007. Effects of processing conditions and the use of modified starch and monoglyseride on some properties of extruded rice vermicelli. Swiss Society of F Sci Tech 41: 642-651.
35
Chen KN and Chen MJ. 2009. Statistical optimization: Response Surface Methodology. Di dalam: Erdogdu F (Ed). Optimization in Food Engineering. Florida: CRC Press. Debraszczyk BJ et al. 2006. Baking, extrusion, and frying. Dalam : Brennan JG (ed). Food Processing Handbook.Germany: Wiley-vch verlag gmbH & Co.KGaA pp:237-283. Elliason AC.1981. Effect of water content on the gelatinization of wheat starch. Starke 32:270-272 Evers A et al. 2006. Sorghum. Dalam : Black M, Bewley JD, Halmer P (eds). The Encyclopedia of Seeds : Science, Technology, and Uses. United Kingdom : Cromwell Press, Trowbridge pp:640-641 . Fellows P. 1990. Food Processing Technology: Principles and Practices.London: Ellis Horwood. Fellows P. 2000. Food Engineering. New York: Marcell Dekker Inc. Fennema O.R. 1996. Food Chemistry. Basel: Marcell Dekker Inc. Food and Agriculture Organization (FAO).1995. Sorghum and Millets in Human Nutrition. FAO. Food and Nutrition Series,No.27. Roma: FAO. Ganjyal M, Hanna MA, Supprung P, Noom horn, Jones D. 2006. Modelling selected properties of extruded rice flour and rice starch by neural networks and statistics. J cereal chem. 83(3): 223-227. Gomez, M.H. and J.M. Aguilera. 1983. Changes in the starch fraction during extrusion – cooking of corn. J Food Sci. 48: 378. Guo G, DS Jackson, RA Graybosch, and AM Parkhurst. 2003. Asian salted noode quality: Impact of Amylose content adjustments using waxy wheat flour. J cereal Chem 80:437-445. Greenwood, C.T. and D. N. Munro. 1979. Carbohydrates. Didalam: T.R. Muchtadi, P. Hariyadi, dan A.B. Ahza. 1987. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Hariyadi, P. 1996. Pengenalan peralatan proses ekstrusi, bakeri, dan penggorengan. Makalah Pelatihan Produk-Produk Olahan Ekstrusi, Bakery, dan Frying, 2-3 Oktober 1996, Tambun, Bekasi. Harper JM. 1981. Extrusion of Food vol I dan II. Bota Raton, Florida : CRC Press Inc. Hutching JB. 1999. Food Colour and Appearance. 2nd ed. Gatersburg: Aspen Publishing Inc. Kulp K, Joseph GP. Handbook of Cereal Science and Technology. 1975. New York: Marcell Dekker, Inc. Manthey FA, Twombly W.2006. Extruding and drying od pasta. Dalam: Hui YH (ed). Handbook of Food Science, Technology, and Engineering, Vol 4. Boca Raton: Taylor and Francis Group, CRC Press pp: 158.1-158.13
36
Merdiyanti A. 2008. Paket teknologi pembuatan mi kering dengan memanfaatkan bahan baku tepung jagung [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Montgomery DC, Jennings CL, Kulahci M. 2008. Introduction to Time Series Analysis and Forecasting. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Muchtadi, T.R dan Ayustaningwarno F. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bandung: Alfabeta. Muchtadi, T.R., P. Hariyadi, dan A.B. Ahza. 1987. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Mudjisihono R, DS Damardjati. 1985. Masalah dan hasil penelitian pascapanen sorgum.Di dalam Subandi et al. (Penyunting). 1985. Risalah Rapat Teknis Puslitbangtan : Hasil Penelitian Jagung , Sorgum, Terigu 1980-1984. Bogor : Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan : 165-185. Muhandri T. 2012. Karakteristik Reologi Mi Jagung dengan Ekstrusi Pemasak Pencetak [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Niba LL. 2006. Carbohydrates:Starch. Dalam : Hui YH (ed). Handbook of Food Science Technology and Engineering vol 1. Boca Raton: Taylor and Francis Group, CRC Press pp: 3.1-3.7. Nielsen SS. 2010. Food Analysis. 4th ed.USA: Springer. Petitot M, Brossard C, Barron C, Larre C, Morel MH, Micard V. 2009. Modification of pasta structure induced by high drying temperatures. Effects on the in vitro degistibility of protein and starch fractions and the potential allerginicity of protein hydrolisates. Food Chemistry 116, 401412. Rismunandar.1989. Sorghum Tanaman Serba Guna. Bandung: Sinarbaru. Rooney LW, Miller FR. 1982. Variation in the structure and kernel characteristics of sorghum. Di dalam: Proceeding of The Symposium on Sorghum, 28-31 Oktober 1981. Vol 1. ICRISAT Patancheru PO, Andhra Pradesh. Rosenthal AJ. 1999. Food Texture : Measurement and Perception. Maryland: Aspen Publisher. Inc. Suarni. 2004. Pemanfaatan tepung sorgum untuk produk olahan. J. Litbang Pertanian 23 (4). Sudarmadji S, Haryono B, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian Edisi Keempat. Liberty, Yogyakarta. Suhendro EL, Kunetz CF, Mc Donough CM, Rooney LW, Waniska RD. 2000. Cooking characteristic and quality of noodles from food sorghum. [Abstract]. Cereal Chemistry 77, 96-100. Suprapto HS dan Mudjisihono RS. 1987. 1987. Budidaya dan Pengolahan Sorgum. Jakarta: Penebar Swadaya.
37
Waniska RD, Yi T, Lu J, Xue PL, Xu W, Lin H. 1999. Effects of preheating temperature, moisture, and sodium metabisulfite content on quality of noodles prepared from maize flour or meal. J Food Sci. Technol 5 (4): 339-346. Winarno F.G. 1980. Kimia Pangan PUSBANGTEPA- Food Technology Development Center. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press. Wirakartakusmah, M.A. 1981. Kinetics of Starch Gelatinization and Water Absorption in Rice. PhD Disertation, University of Wisconsin, Madison. Wonojatun. 2010. Formulasi dan Analisis Nilai Gizi Produk Mi Berbasis Sorgum. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Wrigley CW, Bekes F. 2004. Processing quality requirements for wheat and other cereal grains. Dalam : Benech-Arnold RL, Sanchez RA (eds). Handbook of Seed Physiology : Application to Agriculture. New York : The Hawort Press, Inc pp:349-388. Wu J, Beta T, Corke H. 2006. Effect of salt and alkaline reagents on dynamic reological properties of raw oriental white noodles. J Cereal Chem. 83(2):211-217. Yanuwar W. 2009. Aktivitas Antioksidan dan Immunomodulator Serealia Non beras [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor .
38
LAMPIRAN
39
Lampiran 1. Hasil analisis kadar air tepung sorgum W sampel awal (g)
W cawan kosong (g)
W cawan+sampel kering (g)
Kadar Air (% BB)
1
2.0046
4.2640
5.9989
13.45
2
2.0097
4.2850
6.5037
13.58
Varietas Numbu
Lampiran 2. Hasil analisis kadar abu tepung sorgum W sampel W cawan W cawan+sampel Varietas awal (g) kosong (g) kering (g) Numbu
1
2.0837
21.0541
21.0748
0.76
2
2.1566
25.1805
25.1991
0.69
Lampiran 3. Hasil analisis kadar protein tepung sorgum V HCl V blanko Varietas W sampel (g) (mL) (mL) Numbu
1
0.1055
4.15
2
0.1096
4.50
Kadar Protein (% BB)
0.10
Lampiran 4. Hasil analisis kadar lemak tepung sorgum W sampel awal W labu lemak W labu+sampel Varietas (g) (g) kering (g) Numbu
Kadar Abu (% BB)
95.5718
2.16
2
1.5114
97.8738
97.9045
2.03
0.09
Rata-rata
SD
0.73
0.05
7.36
0.23
Kadar Lemak (% BB)
96.5390
13.52
SD
7.52
1.5206
SD
Rata-rata
7.19
1
Ratarata
Ratarata
SD
2.10
0.09
Kadar Air (% BK) 15.55 15.70
Kadar Abu (% BK) 0.88 0.80
Kadar Protein (% BK) 8.31 8.70
Kadar Lemak (% BK) 2.50 2.35
Ratarata
SD
15.63
0.11
Rata-rata
SD
0.84
0.06
Rata-rata
SD
8.50
0.27
Rata-rata
SD
2.42
0.11
40
Lampiran 5. Hasil analisis pati tepung sorgum W sampel (mg)
V Tiosulat 0.1 N (mL)
V blanko (mL)
Kadar Pati (% BB)
1
100.3
22.00
30.00
71.07
2
100.3
21.75
29.75
71.07
Varietas Numbu
Rata-rata
SD
71.07
0.00
Kadar Pati (% BK) 82.18 82.18
Rata-rata
SD
82.18
0.00
Lampiran 6. Kadar karbohidrat tepung sorgum Varietas
Karbohidrat (% BB)
Karbohidrat (% BK)
Numbu
76.3031
88.23
Lampiran 7. Hasil absorbansi kurva standar amilosa Konsentrasi (mg/mL)
Absorbansi
1
0.000
0.001
2
0.004
0.067
3
0.008
0.135
4
0.012
0.207
5
0.016
0.277
6
0.020
0.345
41
Lampiran 8. Kurva standar amilosa
Kurva Standar Amilosa 0,4 0,35 0,3
y = 17,3x - 0,001 R² = 0,9998
0,25 Absorbansi
0,2 0,15 0,1 0,05
0 -0,050,000
0,005
0,010 0,015 0,020 Konsentrasi (mg/mL)
0,025
Lampiran 9. Hasil analisis kadar amilosa W sampel (mg)
Absorbansi
Konsentrasi (mg/mL)
Amilosa (%BB)
1
113
0.196
0.0114
20.18
2
117.8
0.189
0.0110
18.68
Varietas Numbu
Ratarata
SD
19.43
1.06
Amilosa (%BK) 23.33 21.59
Ratarata
SD
22.46
1.23
42
Lampiran 10. Kurva RVA tepung sorgum numbu
Lampiran 11. Daya serap air pada tepung jagung dan tepung sorgum Sampel Tepung jagung 100 mesh Tepung sorgum 100 mesh
1 2 1 2
Daya serap air (%) 94.05 94.65 119.10 118.74
Rata-rata 94.35
SD 0.42
118.92
0.25
43
Lampiran 12. Rancangan kondisi proses dan nilai respon
1
Suhu (°C) 80
Kecepatan (Hz) 10A
Kekerasan (gf) 1858.544
Daya Kohesif 0.673
Kelengketan (gf) -19.350
Daya kunyah (gf) 17.983
Elastistas
180.66
KPAP (%) 14.57
2
80
10B
168.56
12.66
1766.764
0.650
-14.700
13.987
0.955
3 4
80
15A
153.81
15.68
1953.704
0.665
-18.800
17.087
0.923
80
15B
128.1
12.70
1972.342
0.618
-24.700
22.158
0.907
5
80
20A
167.46
14.20
2675.990
0.637
-37.900
35.209
0.941
6
80
20B
176.57
12.22
2576.070
0.593
-26.100
23.266
0.883
7
85
10A
254.46
12.38
2117.637
0.613
-16.050
14.555
0.915
8
85
10B
219.64
12.93
2081.172
0.607
-14.000
12.797
0.921
9
85
15A
203.25
11.05
2474.007
0.602
-17.350
15.643
0.905
10
85
15B
269.75
12.00
1783.319
0.682
-38.050
36.431
0.957
11
85
20A
233.63
9.72
2436.480
0.588
-18.200
16.730
0.929
12
85
20B
185.86
13.57
2074.810
0.652
-20.500
19.132
0.945
13
90
10A
166.14
15.86
1620.161
0.681
-56.950
52.727
0.918
14
90
10B
173.18
13.56
1972.471
0.649
-21.300
19.824
0.936
15
90
15A
217.73
12.70
1786.797
0.656
-9.250
8.344
0.934
16
90
15B
177.30
15.61
1689.998
0.684
-39.650
37.826
0.981
17 18
90 90
20A 20B
125.95 108.34
15.44 13.26
2646.535 2192.606
0.560 0.633
-27.200 -15.950
23.888 14.928
0.874 0.950
Formula
Elongasi (%)
0.943
44
Lampiran 13. Hasil analisis kadar air mi sorgum Run
Suhu (°C)
Kecepatan Ulir (rpm)
1
80
10-a
2
80
10-b
3
80
15-a
4
80
15-b
5
80
20-a
6
80
20-b
7
85
10-a
8
85
10-b
9
85
15-a
10
85
15-b
W cawan kosong (g)
W mi awal (g)
W mi + cawan kering (g)
Kadar air (%BB)
1
3,0862
1,0246
3,9897
11,82
2
3,1342
1,0132
4,0310
11,49
1
4,6120
1,0120
5,5197
10,31
2
2,1571
1,0117
3,0646
10,30
1
3,9312
1,0363
4,8460
11,72
2
2,1294
1,0286
3,0386
11,61
1
5,0868
1,0184
5,9872
11,59
2
2,8273
1,0210
3,7469
9,93
1
3,1359
1,0107
4,0112
13,40
2
2,8085
1,0034
3,6758
13,56
1
3,3813
1,0188
4,2797
11,82
2
3,1605
1,0081
4,0520
11,57
1
3,1109
1,0187
4,0211
10,65
2
3,2037
1,0041
4,0972
11,01
1
3,0119
1,0102
3,9044
11,65
2
3,2406
1,0105
4,1288
12,10
1
4,6194
1,0108
5,4690
15,95
2
2,8095
1,0132
3,6546
16,59
1
3,2659
1,0218
4,1805
10,49
2
3,1605
1,0090
4,0564
11,21
Ratarata
SD
11.67
0,23
10,30
0,00
11,67
0,08
10,76
1,17
13,48
0,12
11,69
0,18
10,83
0,26
11,88
0,32
16,27
0,45
10,85
0,51
45
Lampiran 13. Hasil Analisis Kadar Air Mi Sorgum (Lanjutan)
Run
Suhu (°C)
Kecepatan Ulir (rpm)
11
85
20-a
12
85
20-b
13
90
10-a
14
90
10-b
15
90
15-a
16
90
15-b
17
90
20-a
18
90
20-b
W cawan kosong (g)
W mi awal (g)
W mi + cawan kering (g)
Kadar air (%BB)
1
3,2426
1,0023
4,1430
10,17
2
3,1425
1,0324
4,0684
10,32
1
2,4384
1,0206
3,3361
12,04
2
5,5158
1,0319
6,4192
12,45
1
2,5281
0,9931
3,3847
13,74
2
2,1288
1,0110
3,0006
13,77
1
2,1288
1,0162
3,0370
10,63
2
2,0899
1,0075
2,9923
10,43
1
2,0899
1,0144
2,9650
13,73
2
2,1083
1,0015
2,9682
14,14
1
5,1583
1,0148
6,0657
10,58
2
3,1425
1,0143
4,0451
11,01
1
2,1571
1,0118
3,0594
10,82
2
3,1109
1,0101
4,0107
10,92
1
3,2426
1,0387
4,1576
11,91
2
3,3813
1,0269
4,2852
11,98
Ratarata
SD
10,24
0,11
12,25
0,29
13,76
0,02
10,53
0,14
13,94
0,29
10,80
0,30
10,87
0,07
11,94
0,05
46
Lampiran 14. Hasil analisis kehilangan padatan akibat pemasakan
SuhuKecepatan
Suhu
Kecepatan
1
80-10A
80
10-a
2
80-10B
80
10-b
3
80-15A
80
15-a
4
80-15B
80
15-b
5
80-20A
80
20-a
6
80-20B
80
20-b
7
85-10A
85
10-a
8
85-10B
85
10-b
9
85-15A
85
15-a
10
85-15B
85
15-b
W cawan kosong (g)
W mi awal (g)
W mi+cawan kering (g)
W mi kering (g)
KPAP (%)
1
5,5158
2,0150
7,0491
1,5333
13,85
2
3,2056
1,9944
4,6978
1,4922
15,30
1
3,3813
2,0932
5,0188
1,6375
12,78
2
2,8085
2,0753
4,4366
1,6281
12,54
1
3,0541
2,0193
4,5685
1,5144
15,10
2
2,1548
2,0784
3,6920
1,5372
16,27
1
2,3757
2,0497
3,9770
1,6013
12,46
2
3,2163
2,0568
4,8141
1,5978
12,95
1
3,1359
2,0953
4,7291
1,5932
12,13
2
4,6194
2,0850
6,1298
1,5104
16,28
1
3,1359
2,0834
4,7544
1,6185
12,03
2
2,1288
2,0664
3,7271
1,5983
12,41
1
3,2163
2,0070
4,7813
1,5650
12,55
2
3,0928
2,0478
4,6959
1,6031
12,21
1
3,0637
1,9105
4,5256
1,4619
13,17
2
3,3813
1,9332
4,8686
1,4873
12,70
1
2,8085
2,0922
4,3563
1,5478
11,65
2
2,4294
2,1085
4,0102
1,5808
10,46
1
3,0637
2,0770
4,6936
1,6299
11,98
2
3,0928
2,0673
4,7143
1,6215
12,02
Ratarata
SD
14,57
1,02
12,66
0,17
15,68
0,83
12,70
0,35
14,20
2,94
12,22
0,27
12,38
0,24
12,93
0,33
11,05
0,84
12,00
0,03
47
Lampiran 14. Hasil analisis kehilangan padatan akibat pemasakan (lanjutan) SuhuKecepatan
Suhu
Kecepatan
11
85-20A
85
20-a
12
85-20B
85
20-b
13
90-10A
90
10-a
14
90-10B
90
10-b
15
90-15A
90
15-a
16
90-15B
90
15-b
17
90-20A
90
20-a
18
90-20B
90
20-b
W cawan kosong (g)
W mi awal (g)
W mi+cawan kering (g)
W mi kering (g)
KPAP (%)
1
2,0899
2,0717
3,7736
1,6837
9,46
2
2,6542
2,0674
4,3247
1,6705
9,98
1
2,6542
2,0379
4,2177
1,5635
12,57
2
3,1050
1,9989
4,6035
1,4985
14,57
1
2,5281
2,0884
4,0329
1,5048
16,45
2
2,0899
1,9999
3,5512
1,4613
15,27
1
2,0899
2,0822
3,7058
1,6159
13,26
2
2,3757
2,0808
3,9793
1,6036
13,86
1
2,1288
2,0015
3,6153
1,4865
13,70
2
2,1083
2,0407
3,6590
1,5507
11,70
1
3,2163
2,1033
4,7879
1,5716
16,23
2
2,5281
2,0292
4,0668
1,5387
14,99
1
3,9312
2,1546
5,5863
1,6551
13,81
2
3,0780
2,1322
4,6541
1,5761
17,07
1
2,5281
2,0907
4,1176
1,5895
13,66
2
2,6542
2,0508
4,2281
1,5739
12,85
Ratarata
SD
9,72
0,37
13,57
1,41
15,86
0,83
13,56
0,43
12,70
1,41
15,61
0,88
15,44
2,30
13,26
0,58
48
Lampiran 15. Hasil analisis elongasi mi sorgum
SuhuKecepatan
Suhu
Kecepatan
1
80-10A
80
10-a
2
80-10B
80
10-b
3
80-15A
80
15-a
4
80-15B
80
15-b
5
80-20A
80
20-a
6
80-20B
80
20-b
7
85-10A
85
10-a
8
85-10B
85
10-b
9
85-15A
85
15-a
10
85-15B
85
15-b
11
85-20A
85
20-a
12
85-20B
85
20-b
13
90-10A
90
10-a
14
90-10B
90
10-b
15
90-15A
90
15-a
16
90-15B
90
15-b
17
90-20A
90
20-a
18
90-20B
90
20-b
Force (gf)
Waktu (s)
Elongasi (%)
1
16,80
12,230
183,45
2
15,00
11,858
177,87
1
13,80
11,440
171,60
2
12,60
11,035
165,53
1
13,90
10,610
159,15
2
14,50
9,898
148,47
1
12,50
8,767
131,51
2
7,70
8,313
124,70
1
12,10
10,940
164,10
2
11,80
11,028
165,42
1
12,80
11,083
166,25
2
16,10
12,460
186,90
1
17,60
16,468
247,02
2
16,10
17,460
261,90
1
18,00
14,882
223,23
2
16,70
14,403
216,05
1
13,80
13,800
207,00
2
13,92
13,300
199,50
1
14,40
17,497
262,46
2
11,10
18,470
277,05
1
21,70
15,752
236,28
2
21,00
15,398
230,97
1
12,70
12,333
185,00
2
9,80
12,448
186,72
1
15,40
11,185
167,78
2
14,80
10,967
164,51
1
11,50
11,445
171,68
2
10,20
11,645
174,68
1
17,50
14,280
214,20
2
18,30
14,750
221,25
1
17,00
11,788
176,82
2
19,80
11,852
177,78
1
14,90
8,438
126,57
2
14,00
8,355
125,33
1
10,90
8,030
120,45
2
11,80
6,415
96,23
Rata-rata
SD
180,66
3,95
168,56
4,30
153,81
7,55
128,10
4,82
164,76
0,93
176,57
14,61
254,46
10,52
219,64
5,08
203,25
5,30
269,75
10,32
233,63
3,75
185,86
1,22
166,14
2,31
173,18
2,12
217,73
4,99
177,30
0,68
125,95
0,88
108,34
17,13
49
Lampiran 16. Hasil analisis profil tekstur mi sorgum
No.
Suhu
Kecepatan
1
80
10-a
2
80
10-b
3
80
15-a
4
80
15-b
5
80
20-a
6
80
20-b
7
85
10-a
8
85
10-b
9
85
15-a
10
85
15-b
L2
L1
A2
A1
Kekerasan
Rata-rata
SD
Elastisitas
1 2
1,379 1,363
1,463 1,490
559,133 608,092
839,570 893,136
1834,233 1882,854
1858,544
34,38
0,943
1
1,327
1,390
479,260
743,912
1722,729
62,27
2
1,341
1,413
536,554
818,358
1810,799
1766,764
1
1,503
1,628
658,214
998,756
1965,078
1,443
1,620
628,746
936,862
1942,329
1953,704
16,09
2 1
1,273
1,403
520,321
833,551
1961,818
14,88
2
1,225
1,380
504,818
825,986
1982,866
1972,342
1
1,372
1,458
668,669
1067,345
2679,054
1,396
1,523
712,144
1100,671
2672,925
2675,990
4,33
2 1
1,320
1,495
636,384
1074,566
2504,909
100,64
2
1,353
1,508
652,422
1100,510
2647,230
2576,070
1
1,258
1,375
588,756
969,754
2177,592
1,243
1,388
525,587
849,248
2057,681
2117,637
84,79
2 1
1,257
1,365
562,033
908,029
2033,135
67,93
2
1,253
1,380
564,317
947,713
2129,209
2081,172
1
1,565
1,730
799,589
1338,547
2526,533
1,557
1,733
739,419
1219,366
2421,481
2474,007
74,28
2 1
1,168
1,220
411,774
605,225
1767,089
31,44
2
1,173
1,225
422,230
616,834
1811,548
1789,319
0,915 0,955 0,949 0,923 0,891 0,907 0,888 0,941 0,917 0,883 0,897 0,915 0,896 0,921 0,908 0,905 0,898 0,957 0,958
Rata-rata
SD
0,943
0,02
0,955
0,00
0,923
0,02
0,907
0,01
0,941
0,02
0,883
0,01
0,915
0,01
0,921
0,01
0,905
0,00
0,957
0,00
50
Lampiran 16. Hasil analisis profil tekstur mi sorgum (lanjutan)
No.
Suhu
Kecepatan
11
85
20-a
12
85
20-b
13
90
10-a
14
90
10-b
15
90
15-a
16
90
15-b
17
90
20-a
18
90
20-b
L2
L1
A2
A1
Kekerasan
1
1,510
1,625
731,735
1231,144
2438,909
2
1,475
1,620
721,067
1239,254
2434,051
1
1,345
1,423
587,184
894,458
2027,604
2
1,328
1,440
589,474
909,784
2122,015
1
1,081
1,178
390,011
574,717
1680,240
2
1,091
1,163
371,297
543,836
1560,082
1
1,379
1,473
541,016
846,890
1972,291
2
1,358
1,470
562,219
853,812
1972,651
1
1,550
1,660
555,215
831,257
1754,804
2
1,475
1,678
572,946
890,011
1818,789
1
1,217
1,240
432,128
622,329
1683,279
2
1,173
1,258
426,610
633,303
1696,717
1
1,455
1,665
737,131
1309,254
2626,250
2
1,432
1,620
699,724
1257,119
2666,819
1
1,525
1,605
735,361
1163,412
2288,280
2
1,567
1,703
707,929
1116,524
2096,931
Rata-rata
SD
Elastisitas
2436,480
3,44
0,929
2074,810
66,76
1620,161
84,96
1972,471
0,25
1786,797
45,24
1689,998
9,50
2646,535
28,69
2192,606
135,30
0,910 0,945 0,922 0,918 0,938 0,936 0,924 0,934 0,879 0,981 0,932 0,874 0,884 0,950 0,920
Rata-rata
SD
0,929
0,01
0,945
0,02
0,918
0,01
0,936
0,01
0,934
0,04
0,981
0,03
0,874
0,01
0,950
0,02
51
Lampiran 16. Hasil analisis profil tekstur mi sorghum (lanjutan)
No.
Suhu
Kecepatan
1
80
10-a
2
80
10-b
3
80
15-a
4
80
15-b
5
80
20-a
6
80
20-b
7
85
10-a
8
85
10-b
9
85
15-a
10
85
15-b
Daya Kohesif 1
0,666
2
0,681
1
0,644
2
0,656
1
0,659
2
0,671
1
0,624
2
0,611
1
0,626
2
0,647
1
0,592
2
0,593
1
0,607
2
0,619
1
0,619
2
0,595
1
0,597
2
0,606
1
0,680
2
0,685
rata-rata
SD
0,673
0,01
0,650
0,01
0,665
0,01
0,618
0,01
0,637
0,01
0,593
0,00
0,613
0,01
0,607
0,02
0,602
0,01
0,682
0,00
Kelengketan -20,300 -18,400 -12,700 -16,700 -21,000 -16,600 -23,600 -25,800 -38,500 -37,300 -21,200 -31,000 -18,800 -13,300 -13,300 -14,700
rata-rata
SD
Daya Kunyah
-19,350
1,34
19,134
-14,700
2,83
-18,800
3,11
-24,700
1,56
-37,900
0,85
-26,100
6,93
-16,050
3,89
-14,000
0,99
-17,700 -17,000
19,388 14,786 21,413 22,902 36,229 34,190 18,718 27,814 17,200 11,911 12,248 13,347
-17,350
16,012 15,274
1,77 -38,050
12,124 15,849
0,49
-39,300 -36,800
16,832
37,625 35,238
rata-rata
SD
17,983
1,63
13,987
2,63
17,087
3,25
22,158
1,05
35,209
1,44
23,266
6,43
14,555
3,74
12,797
0,78
15,643
0,52
36,431
1,69
52
Lampiran 16. Hasil analisis profil tekstur mi sorgum (lanjutan) No.
Suhu
Kecepatan
11
85
20-a
12
85
20-b
13
90
10-a
14
90
10-b
15
90
15-a
16
90
15-b
17
90
20-a
18
90
20-b
Daya Kohesif 1
0,594
2
0,582
1
0,656
2
0,648
1
0,679
2
0,683
1
0,639
2
0,658
1
0,668
2
0,644
1
0,694
2
0,674
1
0,563
2
0,557
1
0,632
2
0,634
rata-rata
SD
Kelengketan
0,588
0,01
-17,000
0,652
0,01
0,681
0,00
0,649
0,01
0,656
0,02
0,684
0,01
0,560
0,00
0,633
0,00
-19,400 -19,700 -21,300 -68,200 -45,700 -23,700 -18,900 -7,800 -10,700 -34,900 -44,400 -30,800 -23,600 -16,800 -15,100
rata-rata
SD
-18,200
1,70
-20,500
1,13
-56,950
15,91
-21,300
3,39
-9,250
2,05
-39,650
6,72
-27,200
5,09
-15,950
1,20
Daya Kunyah 15,797 17,664 18,620 19,643 62,584 42,871 22,188 17,460 7,283 9,406 34,253 41,400 26,915 20,861 15,963 13,894
rata-rata
SD
16,730
1,32
19,132
0,72
52,727
13,94
19,824
3,34
8,344
1,50
37,826
5,05
23,888
4,28
14,928
1,46
53
Lampiran 17.Grafik Elongasi Mi Sorgum Grafik elongasi 85 10A-1
Grafik elongasi 85 10A- 2
Grafik elongasi 85 10 B- 1
Grafik elongasi 85 10B- 2
Verifikasi 85 10 -1
Verifikasi 85 10- 2
54
Lampiran 18. Grafik TPA mi sorgum Grafik TPA 85 10 A- 1
Grafik TPA 85 10 A- 2
Grafik TPA 85 10 B- 1
Grafik TPA 85 10 B- 2
Verifikasi TPA 85 10- 1
Verifikasi TPA 85 10- 2
55
Lampiran 19. Hasil ANOVA KPAP Response
1
KPAP
ANOVA for Response Surface Reduced Quadratic Model Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Source Model A-Suhu A2 Residual Lack of Fit Pure Error Cor total Std. Dev Mean C.V. % PRESS
Sum of Squares 19.20 1.61 17.58 28.32 2.83 25.49 47.52
Df 2 1 1 15 6 9 17
1.37 13.34 10.30 40.78
Mean Square 9.60 1.61 17.58 1.89 0.47 2.83
F Value 5.08 0.85 9.31
p-value Prob>F 0.0206 0.3699 0.0081
Significant
0.17
0.9796
not significant
R-squared Adj R-Squared Pred R-Squared Adeq Precision
0.4040 0.3245 0.1418 4.391
Final Equation in Terms of Coded Factors: KPAP = +11.94 +0.37 *A +2.10*A2 Final Equation in Terms of Actual Factors KPAP = +611.64500 -14.18400 * Suhu +0.083867 * Suhu2
56
Lampiran 20. Hasil ANOVA elongasi
Response 2 Elongasi ANOVA for Response Surface Reduced Quadratic Model Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Source Model A-Suhu A2 Residual Lack of Fit Pure Error Cor Total
Std. Dev. Mean C.V. % PRESS
Sum of Squares 17428.74 1.22 17427.52 14419.35 8990.44 5428.90 31848.08
Df 2 1 1 15 6 9 17
31.00 183.76 16.87 20763.86
Mean Square 8714.37 1.22 17427.52 961.29 1498.41 603.21
F Value 9.07 0.001265 18.13
p-value Prob>F 0.0026 0.9721 0.0007
Significant
2.48
0.1062
not significant
R-squared Adj R-Squared Pred R-Squared Adeq Precison
0.5472 0.4869 0.3480 5.240
Final Equation in Terms of Coded Factors: Elongasi = +227.77 -0.32 *A -66.01 * A2 Final Equation in Terms of Actual Factors: Elongasi = -18842.75000 +448.78167 * Suhu -2.64027 * Suhu2
57
Lampiran 21. Hasil ANOVA kekerasan Response 3 Kekerasan ANOVA for Response Surface 2FI Model Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Source Model A-Suhu B-Kecepatan ulir AB Residual Lack of fit Pure error Cor total
Std.dev Mean C.V. % PRESS
Sum of Squares 9.305E+005 66729.11 8.457E+005 18073.09 1.005E+005 5.255E+005 4.796E+005 1.936E+006
Df 3 1 1 1 14 5 9 17
267.94 2093.63 12.80 1.587E+006
Mean Square 3.102E+005 66729.11 8.457E+005 18073.09 71791.55 1.051E+005 53290.63
F Value 4.32 0.93 11.78 0.25 1.97
p-value Prob>F 0.0236 0.3514 0.0040 0.6236
Significant
0.1773
Not significant
R-Squared Adj R-Squared Pred R-Squared Adeq Precision
0.4807 0.3695 0.1799 5.384
Final equation in Terms of Coded Factors: Kekerasan = +2093.63 -74.57 *A +265.48 *B -47.53 * A * B
Final equation in Terms of Actual Factors: Kekerasan = +140.84760 +13.60412 * Suhu +214.69897 * Kecepatan ulir -1.90121 * Suhu * Kecepatan ulir
58
Lampiran 22. Hasil ANOVA daya kohesif Response 4 Daya kohesif ANOVA for Response Surface Mean Model Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Source Model Residual Lack of fit Pure error Cor total
Std.dev Mean C.V. % PRESS
Sum of Squares 0.000 0.022 0.011 0.011 0.022
Df 0 17 8 9 17
0.036 0.64 5.72 0.025
Mean Square
F Value
1.321E-003 1.412E-003 1.241E-003
1.14
p-value Prob>F
0.4225
R-Squared Adj R-Squared Pred R-Squared Adeq Precision
Not significant
0.0000 0.0000 -0.1211
Final equation in Terms of Coded Factors: Daya Kohesif = +0.64 Final equation in Terms of Actual Factors: Daya Kohesif = +0.63572
59
Lampiran 23. Hasil ANOVA kelengketan
Response 5 Kelengketan ANOVA for Response Surface Mean Model Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Source Model Residual Lack of fit Pure error Cor total Std.dev Mean C.V. % PRESS
Sum of Squares 0.000 2413.61 935.96 1477.65 2413.61
Df 0 17 8 9 17
11.92 -24.22 49.19 2705.92
Mean Square
F Value
141.98 117.00 164.18
0.71
p-value Prob>F
0.6781
R-Squared Adj R-Squared Pred R-Squared Adeq Precision
Not significant
0.0000 0.0000 -0.1211
Final equation in Terms of Coded Factors: Kelengketan = -24.22 Final equation in Terms of Actual Factors: Kelengketan = -24.22222
60
Lampiran 24. Hasil ANOVA daya kunyah
Response 6 Daya kunyah ANOVA for Response Surface Mean Model Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Source Model Residual Lack of fit Pure error Cor total Std.dev Mean C.V. % PRESS
Sum of Squares 0.000 2142.44 813.74 1328.70 2142.44
Df 0 17 8 9 17
11.23 22.36 50.20 2401.91
Mean Square
F Value
126.03 101.72 147.63
0.69
p-value Prob>F
0.6948
R-Squared Adj R-Squared Pred R-Squared Adeq Precision
Not significant
0.0000 0.0000 -0.1211
Final equation in Terms of Coded Factors: Daya kunyah = +22.36 Final equation in Terms of Actual Factors: Daya kunyah = +22.36193
61
Lampiran 25. Hasil ANOVA elastisitas
Response 7 elastisitas ANOVA for Response Surface Mean Model Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III]
Source Model Residual Lack of fit Pure error Cor total Std.dev Mean C.V. % PRESS
Sum of Squares 0.000 0.012 4.357E-003 7.534E-003 0.012
Df 0 17 8 9 17 0.026 0.93 2.85 0.013
Mean Square
F Value
6.995E-004 5.446E-004 8.372E-004
0.65
p-value Prob>F
0.7221
R-Squared Adj R-Squared Pred R-Squared Adeq Precision
Not significant
0.0000 0.0000 -0.1211
Final equation in Terms of Coded Factors: Elastistas = +0.93 Final equation in Terms of Actual Factors: Elastisitas = +0.92872
62
Lampiran 26. Grafik normal plot of residuals Grafik normal plot of residuals cooking loss
Norm al Plot of Res iduals
Design-Expert® Software KPAP Color points by value of KPAP: 15.86
99
95
9.72
Normal % Probability
90 80 70 50 30 20 10 5
1
-1.85
-0.92
0.01
0.93
1.86
Internally Studentized R es iduals
Grafik normal plot of residuals elongasi Norm al Plot of Res iduals
Design-Expert® Software Elongasi Color points by value of Elongasi: 269.75
99
95
Normal % Probability
108.34
90 80 70 50 30 20 10 5
1
-1.37
-0.54
0.29
1.13
1.96
Internally Studentized R es iduals
Grafik normal plot of residuals kekerasan Norm al Plot of Res iduals
Design-Expert® Software Kekerasan Color points by value of Kekerasan: 2675.990
99
95
Normal % Probability
1620.161
90 80 70 50 30 20 10 5
1
-1.61
-0.62
0.38
1.38
2.38
Internally Studentized R es iduals
Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa titik-titik berada dekat sepanjang garis normal, sehingga dapat dikatakan bahwa data-data untuk respon KPAP, elongasi, dan kekerasan menyebar normal. Data-data respon yang menyebar normal menunjukkan adanya pemenuhan model terhadap asumsi dari ANOVA pada respon tersebut.
63
Lampiran 26. Grafik normal plot of residuals (lanjutan) Grafik normal plot of residuals daya kohesif Norm al Plot of Res iduals
Design-Expert® Software Daya kohesif Color points by value of Daya kohesif: 0.684
99
95
Normal % Probability
0.560
90 80 70 50 30 20 10 5
1
-2.14
-1.27
-0.39
0.49
1.37
Internally Studentized R es iduals
Grafik normal plot of residuals kelengketan Norm al Plot of Res iduals
Design-Expert® Software Kelengketan Color points by value of Kelengketan: -9.250
99
95
Normal % Probability
-56.950
90 80 70 50 30 20 10 5
1
-2.83
-1.80
-0.77
0.26
1.29
Internally Studentized R es iduals
Grafik normal plot of residuals daya kunyah
Norm al Plot of Res iduals
Design-Expert® Software Daya kunyah Color points by value of Daya kunyah: -8.344
99
95
Normal % Probability
-52.727
90 80 70 50 30 20 10 5
1
-2.78
-1.77
-0.75
0.27
1.28
I nternally St udentized R es iduals
Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa titik-titik berada dekat sepanjang garis normal, sehingga dapat dikatakan bahwa data-data untuk respon daya kohesif menyebar normal. Data-data respon yang menyebar normal menunjukkan adanya pemenuhan model terhadap asumsi dari ANOVA pada respon tersebut. Sedangkan untuk respon kelengketan dan daya kunyah terlihat titik-titik banyak yang menyebar jauh dari garis normal sehingga dapat dikatakan bahwa data untuk respon kelengketan dan dayakunyah tidak menyebar normal. Data yang tidak menyebar normal menunjukkan belum adanya pemenuhan model terhadap asumsi ANOVA pada respon tersebut.
64
Lampiran 26. Grafik normal plot of residuals (lanjutan) Grafik normal plot of residuals elastisitas
Norm al Plot of Res iduals
Design-Expert® Software elastisitas Color points by value of elastisitas: 0.981
99
95
Normal % Probability
0.874
90 80 70 50 30 20 10 5
1
-2.13
-1.09
-0.05
0.99
2.03
Internally Studentized R es iduals
Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa titik-titik berada dekat sepanjang garis normal, sehingga dapat dikatakan bahwa data-data untuk respon elastisitas menyebar normal. Data-data respon yang menyebar normal menunjukkan adanya pemenuhan model terhadap asumsi dari ANOVA pada respon tersebut.
65
Lampiran 27. Hasil verifikasi KPAP mi sorgum
Suhu 85
W cawan kosong (g)
W mi awal (g)
W mi+cawan kering (g)
W mi kering (g)
Kadar Air mi (%BB)
KPAP (%)
Ratarata
SD
1
2,4294
2,0273
4,0086
1,5792
11,67
11,81
12,87
1,49
2
2,1083
2,0705
3,6826
1,5743
11,67
13,92
Kecepatan 10
Lampiran 28. Hasil verifikasi elongasi mi sorgum Suhu
Kecepatan
85
10
Force (gf)
Waktu (s)
Elongasi (%)
Rata-rata
SD
1
17,9
16,6
249,00
234,84
20,03
2
17,10
14,712
220,68
Lampiran 29. Hasil verifikasi profil tesktur mi sorgum No.
Suhu
Kecepatan
1
85
10
1 2
L2
L1
A2
A1
Kekerasan
Rata-rata
SD
1,313 1,290
1,455 1,440
590,755 578,359
991,603 965,706
2092,486 2097,155
2094,821
3,30
Lampiran 29. Hasil verifikasi profil tekstur mi sorgum (lanjutan) No.
Suhu
Kecepatan
1
85
10
Elastisitas 1
0,902
2
0,896
Rata-rata 0,899
Daya Kohesif 0,596 0,599
Ratarata 0,597
Kelengketan -37,200 -37,300
Rata-rata -37,250
Daya Kunyah 33,569 33,415
Rata-rata 33,492
66
Lampiran 30. Hasil analisis kadar air proses terpilih W sampel W cawan Mi awal (g) kosong (g) Sorgum twin A Sorgum twin B
W cawan+sampel kering (g)
Kadar Air (% BB)
1
2,0346
5,1019
6,8974
11,75
2
2,0800
4,7958
6,6306
11,79
1
2,0693
4,3601
6,1871
11,71
2
2,0592
4,2406
6,0585
11,72
V blanko (mL)
Kadar Protein (% BB)
Ratarata
SD
11,77
0,03
11,72
0,01
Kadar Air (% BK) 13,32 13,36 13,26 13,28
Ratarata
SD
13,34
0,03
13,27
0,01
Ratarata
SD
5,84
0,03
5,74
0,04
Ratarata
SD
0,24
0,02
0,17
0,02
Lampiran 31. Hasil analisis kadar protein proses terpilih Mi
Sorgum twin A Sorgum twin B
W sampel (g)
V HCl (mL)
1
0,1220
3,55
5,17
2
0,1141
3,30
5,13
1
0,1204
3,45
2
0,1108
3,15
0,10
5,09 5,04
Ratarata
SD
5,15
0,03
5,07
0,04
Kadar Protein (% BK) 5,86 5,81 5,77 5,71
Lampiran 32. Hasil analisis kadar lemak proses terpilih W sampel awal (g)
W labu lemak (g)
W labu+sampel kering (g)
Kadar Lemak (% BB)
1
2,0184
102,6944
102,6985
0,20
2
2,0211
106,2066
106,2110
0,22
1
2,1456
107,0172
107,0748
0,14
2
2,1350
115,9001
115,9035
0,16
Mi
Sorgum twin A Sorgum twin B
Ratarata
SD
0,21
0,01
0,15
0,01
Kadar Lemak (% BK) 0,23 0,25 0,16 0,18
67
Lampiran 33. Hasil analisis kadar abu proses terpilih W sampel awal W cawan kosong Mi (g) (g)
W cawan+sampel kering (g)
Kadar Abu (% BB)
Sorgum twin A
1
2,0453
16,3340
16,3798
2,24
2
2,0734
17,5712
17,6179
2,25
Sorgum Twin B
1
2,0237
22,2805
22,3251
2,20
2
2,0463
20,4556
20,5410
2,22
Lampiran 34. Hasil analisis karbohidrat proses terpilih Mi Sorgum Twin A Sorgum Twin B
Karbohidrat (% BB) 80,63 80,86
Ratarata
SD
2,25
0,01
2,21
0,01
Kadar Abu (% BK) 2,54 2,55 2,50 2,51
Ratarata
SD
2,55
0,01
2,51
0,01
Karbohidrat (% BK) 91,39 91,59
Lampiran 35. Hasil analisis warna proses terpilih Suhu (°C)
85
Kecepatan ulir (rpm)
10
L
A
B
Hue
Warna
1
60,34
1,27
10,33
82,99
Kuning kemerahan
2
61,81
1,36
10,34
82,51
Kuning kemerahan
3
61,37
1,41
10,51
82,36
Kuning kemerahan
Rata-rata
61,17
1,35
10,39
82,62
Kuning kemerahan
68
Lampiran 36. Foto mi sorgum kering
a
b
c
d
g e
h e
i e
j
k
l
m
n
o
p
q
r
f e
e e
Keterangan:(a) suhu 80oC kecepatan 10 Hz A, (b) suhu 80oC kecepatan 10 Hz B, (c) suhu 80oC kecepatan 15 Hz A, (d) suhu 80oCkecepatan 15 Hz B, (e) suhu 80 oC kecepatan 20 Hz A, (f) suhu 80 oC kecepatan 20 Hz B, (g) suhu 85 oC kecepatan 10 Hz A, (h) suhu 85 oC kecepatan 10 Hz B, (i) suhu 85 oC kecepatan 15 Hz A, (j) suhu 85 oC kecepatan 15 Hz B, (k) suhu 85 oC kecepatan 20 Hz A, (l) suhu 85 oC kecepatan 20 Hz B, (m) suhu 90 oC kecepatan 10 Hz A, (n) suhu 90 oC kecepatan 10 Hz B, (o) suhu 90 oC kecepatan 15 Hz A, (p) suhu 90 oC kecepatan 15 Hz B, (q) suhu 90 oC kecepatan 20 Hz A, (r) suhu 90 oC kecepatan 20 Hz B
69
Lampiran 37. Foto mi sorgum setelah direhidrasi
a
b
g e
f e
k
p
l
q
c
d
e e
h e
i e
j
m
n
o
r
Keterangan:(a) suhu 80oC kecepatan 10 Hz A, (b) suhu 80oC kecepatan 10 Hz B, (c) suhu 80oC kecepatan 15 Hz A, (d) suhu 80oCkecepatan 15 Hz B, (e) suhu 80 oC kecepatan 20 Hz A, (f) suhu 80 oC kecepatan 20 Hz B, (g) suhu 85 oC kecepatan 10 Hz A, (h) suhu 85 oC kecepatan 10 Hz B, (i) suhu 85 oC kecepatan 15 Hz A, (j) suhu 85 oC kecepatan 15 Hz B, (k) suhu 85 oC kecepatan 20 Hz A, (l) suhu 85 oC kecepatan 20 Hz B, (m) suhu 90 oC kecepatan 10 Hz A, (n) suhu 90 oC kecepatan 10 Hz B, (o) suhu 90 oC kecepatan 15 Hz A, (p) suhu 90 oC kecepatan 15 Hz B, (q) suhu 90 oC kecepatan 20 Hz A, (r) suhu 90 oC kecepatan 20 Hz B
70