SISTEM OPTIMASI PEMBEBANAN JARINGAN DENGAN KONEKSI INTERNET GANDA MENGGUNAKAN MIKROTIK Aldana Eka Maulana; Bayu Pawitra; Erick Setiawan; Robby Saleh; Daniel P.Hutabarat Computer Engineering Department, Faculty of Engineering, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480
[email protected];
[email protected]
ABSTRACT To support the performance of an internet connected network using more than one ISP, a dynamic system is needed for the network management. One example is connection management with the capability managing the traffic that goes through the multiple ISPs efficiently, as well as the capability to troubleshoot common problems effectively with no direct action from the network manager. This study is about solving these problems by applying method of load balancing with the combination of failover system. By using MikroTik router as gateway for the local network and multiple ISPs, connections to the Internet is then processed using per-connection-classifier method to spread the network traffic among the ISPs, followed with the failover method which takes advantage searching characteristic of nexthop done by the router using static routing, that make the system is capable of giving a solution for such network condition mentioned earlier. (AE,BP,ES) Keywords: load balancing, per-connection classifier, failover, static routing, mikrotik
ABSTRAK Untuk menunjang kinerja jaringan dengan koneksi Internet lebih dari satu ISP, dibutuhkan sistem yang mampu mengelola jaringan tersebut secara lebih dinamis. Contohnya adalah manajemen koneksi yang dapat mengelola traffic pada jalur ISP secara efisien dan kemampuan untuk menanggulangi masalah yang umum terjadi secara efektif tanpa adanya tindak lanjut secara langsung dari pengelola jaringan. Penelitian ini membahas solusi permasalahan tersebut dengan menerapkan metode load balancing dengan kombinasi sistem failover. Dengan menggunakan router MikroTik sebagai gateway untuk jaringan lokal dengan jumlah ISP ganda, koneksi ke Internet yang dijalin oleh host pada LAN diolah dengan metode per-connection classifier untuk melakukan pembagian beban ke beberapa ISP tersebut dan dipadukan dengan metode failover yang memanfaatkan karakteristik pencarian nexthop yang dilakukan oleh router dengan static routing sehingga menjadi sebuah sistem yang dapat memberikan solusi untuk kondisi jaringan tersebut. (AE, BP, ES). Kata kunci: load balancing, per-connection classifier, failover, static routing, mikrotik
48
Jurnal Teknik Komputer Vol. 21 No.1 Februari 2013: 48-59
PENDAHULUAN Peningkatan pengguna jaringan internet sekarang ini tidak didukung dengan peningkatan mutu jaringan Internet yang sebanding (Geiger, 2011). Oleh karena itu, banyak perusahaan penjual jasa Internet mencari solusi dengan menambah jumlah ISP untuk meningkatkan kapasitas bandwidth dan redundansi. Namun kemudian timbul masalah baru, yaitu alokasi jalur statis yang dapat menimbulkan masalah scalability, dan perpindahan jalur ISP jika terjadi fault pada salah satu jalur tersebut. Maka dari itu, solusi yang dapat digunakan adalah implementasi load balancing dan failover. Beberapa metode load balancing dan failove lain menggunakan dynamic policies menggunakan rule yang berasal dari pengembangan algoritma polling yang bersifat progresif seiring jumlah transaksi data (Jie Chang, et al., 2010). Metode yang lain menggunakan sarana probe sebagai sensor pendeteksi kondisi jalur dan Equal Cost Multipathing sebagai pembagi beban pada tiap jalur (Kang Xi, et al.,2011). Metode load balancing dalam penelitian ini akan menggunakan ICMP echo request sebagai sensor kondisi jalur ISP dan memanfaatkan metode mangle dan Per Connection Classifier(PCC) yang merupakan bagian dari firewall pada routerOS MikroTik. Mangle dan PCC merupakan metode penandaan berdasarkan kriteria yang ditetapkan user, parameter yang dapat digunakan terdapat pada header IP dan penandaan ini hanya berlaku di dalam router yang melakukan mangle. Dengan menggunakan fitur ini dapat dibuat algoritma load balancing dan failover yang dapat memenuhi kebutuhan user.
METODE Topologi pada penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 1):
Gambar 1Topologi jaringan
Router yang digunakan dalam penelitian adalah RB450G dengan routerOS MikroTik, dengan CPU sebesar 680MHz dan slot microSD sebagai memori tambahan menjadikan router ini cukup ideal untuk melakukan proses load balancing dan failover yang berkelanjutan. Metode load balancing dirancang menggunakan fitur dan kelebihan dari routerOS mikrotik, yaitu firewall dengan menggunakan stateful packet inspection (MikroTik, 2010) di mana setiap paket diinspeksi dan source(src) IP, destination(dst) IP, src port dan dst port dapat diketahui sehingga memungkinkan user untuk melakukan pengaturan dengan parameter yang spesifik.
Sistem Optimasi Pembebanan … (Aldana Eka Maulana; dkk)
49
Fitur selaanjutnya yanng dimanfaattkan adalah mangle, yaiitu proses peenandaan paaket yang masuuk dan keluaar melalui router r sesuaii dengan peengaturan yaang dibuat ooleh user (M MikroTik, 2011)). Proses pennandaan ini berdasar b padda hasil statef eful packet innspection, yaaitu src IP, dst d IP, src port dan d dst port.. Dari param meter tersebutt kemudian dapat d dilakukkan connectioon-mark dan n routingmarkk yang kemuudian dapat digunakan d unntuk pengolaahan paket yang y spesifikk. Selain itu u terdapat chainn yang meruppakan tahapaan dari prosees pengolahaan data, sehiingga penanddaan dapat dilakukan d dengaan lebih speesifik sesuai dengan chaain yang adaa. Berikut inni diagram aalur data pad da router (Gam mbar 2):
Gambbar 2 Diagram m alur data
Di dalam m proses maangle ini terdapat meetode PCC di mana peenandaan co onnection dilakuukan dengann menggunaakan hasil haashing dari src IP, dst IP, I src port,, dst port yaang akan mengghasilkan sebbuah nilai 32 bit. Nilai tersebut kem mudian dibaagi dengan ssebuah nilai pembagi yang ditentukan oleh user dan d sisa pem mbagian akaan digunakaan sebagai pparameter peenandaan conneection. Karenna hasil algooritma hashinng dari head der IP yang sama s akan m menghasilkan n nilai 32 bit yang y sama, connection yang terjaddi tidak ak kan terpecahh dalam prooses load balancing b (MikrroTik, 2010)). Sebuah fitur lain yang y dimannfaatkan adaalah proses pemeriksaaan gatewayy dengan menggirimkan ICM MP echo reqquest kepadaa sebuah alam mat yang daapat digunakkan untuk meendeteksi kegaggalan sebuahh jalur (MikrroTik, 2011)). Dengan caara ini kegaggalan jalur yyang disebab bkan oleh gagallnya sebuah hop dalam proses transsaksi data ju uga dapat terrdeteksi, bukkan hanya fault fa pada sebuaah interface. Dengan ICMP I echo reply r sebagaii parameter validitas v padda masing-masing jalur, rule r yang rekurrsif kemudiaan diimplem mentasikan dalam d peneliitian ini seccara berurutaan untuk melakukan m perpindahan jalurr seandainya terjadi kegaggalan pada salah satu jaluur. Penggunaaan fitur-fittur yang diisebutkan di d atas kem mudian dimoodifikasi ag gar dapat membberikan efekk load balanncing dan faailover yang g dinamis. Tahapan-taha T apannya dapat dibagi sesuaai dengan diaagram di baw wah ini (Gam mbar 3):
50
Jurnal Teknik ik Komputer Vol. V 21 No.1 Februari 201 13: 48-59
Gambar 3 Tahapan pengaturan
Dimulai dengan melakukan segmentasi pada transaksi data dalam (antar host pada jaringan LAN) dan transaksi data luar (antara host pada jaringan LAN dengan Internet), karena proses load balancing hanya akan diterapkan pada transaksi data luar. Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan penandaan pada connection yang berasal dari public interface atau Internet yang menuju ke alamat lokal. Pada tahap ini penandaan dilakukan berdasarkan penomoran pada interface, connection yang berasal dari interface 1 akan diberi tanda in.gw1.c, interface 2 akan diberi tanda in.gw2.c dan seterusnya. Kemudian connection yang berasal dari alamat lokal menuju Internet diarahkan menuju chain loadbalance dan connection yang berasal selain dari alamat lokal diarahkan menuju chain loadbalance-nl, di mana chain loadbalance dan loadbalance-nl merupakan chain yang dibuat agar pengolahan data dapat dilakukan dengan lebih spesifik. Seluruh connection pada chain loadbalance dan loadbalance-nl kemudian ditandai sesuai dengan hasil dari algoritma PCC sesuai dengan hasil bagi dari nilai yang sudah ditentukan, dalam penelitian ini nilai yang digunakan adalah tiga sesuai dengan jumlah ISP yang digunakan. Connection pada chain loadbalance dengan sisa pembagian x akan diberi tanda out.gw(x+1).c, sementara connection pada chain loadbalance-nl dengan sisa pembagian y akan diberi tanda in.gw(y+1).c. Setelah penandaan connection kemudian dilakukan penandaan routing dengan parameter penandaan connection sehingga connection dengan tanda out.gw(x+1).c dan in.gw(y+1).c ditandai dengan gw(x+1 atau y+1).r. Dengan penandaan connection dan routing yang sudah diberikan kemudian proses routing dilakukan berdasarkan penandaan routing sehingga transaksi data yang terjadi terbagi secara dinamis. Untuk masing-masing penandaan routing kemudian diberlakukan rule yang rekursif di mana tanda routing gw1.r akan memiliki gateway utama 202.146.4.100, 202.146.4.201 sebagai gateway kedua dan 202.146.4.250 sebagai gateway yang ketiga. Tanda routing gw2.r memiliki 202.146.4.201 sebagai gateway utama, 202.146.4.250 sebagai gateway kedua dan 202.146.4.250 sebagai gateway ketiga. Tanda routing gw3.r memiliki 202.146.4.250 sebagai gateway utama, 202.146.4.100 sebagai gateway kedua dan 202.146.4.201 sebagai gateway ketiga. Pengurutan gateway ini dilakukan dengan mengatur distance sebagai parameter prioritas. Untuk metode failover, digunakan pemeriksaan gateway dengan mengirimkan ICMP echo request secara berkelanjutan kepada tiga buah host dengan route yang statis di mana pengiriman ICMP echo request dikirim melalui masing-masing gateway untuk setiap host. Hasil dari ICMP echo reply kemudian merepresentasikan validitas dari tiap gateway. Seandainya hasil reply dari sebuah gateway adalah request timed out (RTO), rule pada connection dengan tanda routing yang berkaitan akan berpindah secara rekursif, dan connection tersebut akan diarahkan melalui gateway
Sistem Optimasi Pembebanan … (Aldana Eka Maulana; dkk)
51
lain sesuai dengan rule dengan prioritas di bawahnya. Flowchart dari kedua proses tersebut dapat dilihat di bawah ini (Gambar 4 dan 5):
Gambar 4 Flowchart loadbalance
52
Jurnal Teknik Komputer Vol. 21 No.1 Februari 2013: 48-59
Gambar 5 Flowchart failover
HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut ini adalah hasil dump dari routing rule yang diimplementasikan: # jan/24/2013 22:20:59 by RouterOS 5.21 # perangkat lunak id = V5L2-FEHH Flags: X - disabled, A - active, D - dynamic, C - connect, S - static, r - rip, b - bgp, o - ospf, m - mme, B - blackhole, U - unreachable, P - prohibit 0 A S ;;; POLICY-BASED ROUTING GATEWAY1 FAILOVER dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.100 gateway-status=202.146.4.100 rekursif via 192.168.20.254 ether1 check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw1.r
Sistem Optimasi Pembebanan … (Aldana Eka Maulana; dkk)
53
1
S
dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.201 gateway-status=202.146.4.201 rekursif via 192.168.21.254
ether2
2
S
check-gateway=ping distance=2 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw1.r dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.250 gateway-status=202.146.4.250 rekursif via 192.168.22.254
ether3
3 A S
check-gateway=ping distance=3 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw1.r ;;; POLICY-BASED ROUTING GATEWAY2 FAILOVER dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.201 gateway-status=202.146.4.201 rekursif via 192.168.21.254
ether2
4
S
check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw2.r dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.250 gateway-status=202.146.4.250 rekursif via 192.168.22.254
ether3
5
S
check-gateway=ping distance=2 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw2.r dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.100 gateway-status=202.146.4.100 rekursif via 192.168.20.254
ether1
6 A S
check-gateway=ping distance=3 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw2.r ;;; POLICY-BASED ROUTING GATEWAY3 FAILOVER dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.250 gateway-status=202.146.4.250 rekursif via 192.168.22.254
ether3
7
S
check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw3.r dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.100 gateway-status=202.146.4.100 rekursif via 192.168.20.254
ether1
8
S
check-gateway=ping distance=2 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw3.r dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.201 gateway-status=202.146.4.201 rekursif via 192.168.21.254
ether2
9 A S
10 A S
11 A S
54
check-gateway=ping distance=3 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw3.r ;;; INBOUND dst-address=0.0.0.0/0 gateway=192.168.20.254 gateway-status=192.168.20.254 reachable via ether1 check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10 routing-mark=line1.r dst-address=0.0.0.0/0 gateway=192.168.21.254 gateway-status=192.168.21.254 reachable via ether2 check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10 routing-mark=line2.r dst-address=0.0.0.0/0 gateway=192.168.22.254 gateway-status=192.168.22.254 reachable via ether3
Jurnal Teknik Komputer Vol. 21 No.1 Februari 2013: 48-59
check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10 routing-mark=line3.r 12 ADCdst-address=192.168.18.0/29 pref-src=192.168.18.1 gateway=ether5 gateway-status=ether5 reachable distance=0 scope=10 13 ADC dst-address=192.168.20.0/24 pref-src=192.168.20.4 gateway=ether1 gateway-status=ether1 reachable distance=0 scope=10 14 ADC dst-address=192.168.21.0/24 pref-src=192.168.21.4 gateway=ether2 gateway-status=ether2 reachable distance=0 scope=10 15 ADC dst-address=192.168.22.0/24 pref-src=192.168.22.4 gateway=ether3 gateway-status=ether3 reachable distance=0 scope=10 16 A S dst-address=192.168.23.0/24 gateway=192.168.18.2 gateway-status=192.168.18.2 reachable via ether5 distance=1 scope=30target-scope=10 17 A S dst-address=192.168.142.0/24 gateway=192.168.18.2 gateway-status=192.168.18.2 reachable via ether5 distance=1 scope=30 target-scope=10 18 A S ;;; NEXTHOP CHECKING dst-address=202.146.4.100/32 gateway=192.168.20.254 gateway-status=192.168.20.254 reachable via ether1 check-gateway=ping distance=1 scope=10 target-scope=10 19 A S dst-address=202.146.4.201/32 gateway=192.168.21.254 gateway-status=192.168.21.254 reachable via ether2 check-gateway=ping distance=1 scope=10 target-scope=10 20 A S dst-address=202.146.4.250/32 gateway=192.168.22.254 gateway-status=192.168.22.254 reachable via ether3 check-gateway=ping distance=1 scope=10 target-scope=10 Dari pengaturan di atas, apabila nilai dari parameter dst-address pada rule tersebut digunakan kembali pada rule yang lain, misalnya sebagai parameter gateway, router akan melakukan proses nexthop resolve dan menentukan immediate nexthop dari rule yang baru, yaitu gateway dari rule pada baris 18-20. Kemudian proses tersebut memberikan keterangan bahwa gateway untuk rule baru tersebut adalah gateway rekursif. Hal ini dimanfaatkan penulis untuk memperoleh efek failover untuk masing-masing routing-mark pada penelitian ini. Memanfaatkan efek yang dihasilkan dari algoritma tersebut, penulis menerapkan rule redundan dengan distance yang lebih besar dari rule yang digunakan untuk memberikan default gateway, sehingga apabila hasil dari proses check-gateway adalah tidak aktif, rule dengan distance lebih tinggi di bawahnya akan menjadi aktif dan proses routing untuk koneksi dengan routing-mark yang bersangkutan akan menggunakan rule yang baru saja menjadi aktif tersebut. Hasil dari mark-connection merupakan hasil dari penandaan dengan PCC dengan parameter klasifikasi berdasarkan src-address, dst-address, src-port dan dst-port. Efek dari konfigurasi tersebut akan menghasilkan penandaan yang cenderung tidak berpola. Dari
Sistem Optimasi Pembebanan … (Aldana Eka Maulana; dkk)
55
m ke pengaambilan data yang dapaat dilihat dii bawah, connection darri host 192..168.18.2 menuju 31.133.79.23 (Gam mbar 6) mem miliki beberappa connectio on-mark yangg berbeda, m mengingat baahwa port yang digunakan adalah a berbedda.
Gambar 6 Hasil connecction trackingg
Hasil darri traceroutee dari sebuahh connection n juga akan memberikann hasil yang g berbeda walauupun digunakkan src-addrress dan dst-aaddress yang g berbeda (G Gambar 7). Tracerouute dilakukann dari routerr yang terhu ubung pada interface i LA AN pada sisttem pada tangggal 20 Januaari 2013 pukkul 17:02. Trraceroute dillakukan denggan mengguunakan perin ntah trace melallui telnet kee router warrnet DFS.nett dengan sellang waktu lima l detik uuntuk setiap eksekusi perinntah. Perbedaaan jalur muulai terlihat dari d hop ked dua pada outtput perintahh traceroute tersebut, perbeedaan jalur yang y ditemppuh tersebut merupakan akibat dari penerapan algoritma peenandaan PCC yang dikom mbinasikan deengan penerrapan routing g rule yang berbeda-bedda, seperti diipaparkan pada bagian penaandaan konekksi di atas. Data hassil pembebannan dari im mplementasi sistem adalaah sebagai berikut (Gaambar 8). Pembbebanan jaluur pada Gam mbar 8 diam mbil pada tan nggal 15 Deesember 2012 pukul 18::15. Data tersebbut menggam mbarkan konndisi pemakaaian jalur pad da tiga buah interface yaang mengarah h ke ISP. Grafiik tersebut merupakan m peenggambarann dampak peembebanan setelah s penerrapan load balancing b dengaan algoritmaa PCC, yangg menunjukkkan efektifitaas maksimal pembagian beban pada jam-jam sibukk. Ketidakseeimbangan pembagian p b beban padaa jam-jam tidak t sibuk merupakan dampak pengggunaan algooritma penanndaan PCC yang y tidak melakukan m p pemecahan ppaket, algorittma yang menyyebabkan kettidakseimbanngan tersebuut dikarenakaan pada saat jam tersebuut ada salah satu user yang membuat coonnection deengan transaaksi data yan ng besar, seddangkan userr yang lain membuat m conneection dengaan transaksi data d yang tiddak sebesar user u yang perrtama. Sebagai informasi taambahan, pihak ISP 2 dan ISP 3 sedang m melakukan perbaikan p (mainntenance) pada pukul 04..00 - 08.00. Pada P saat itu,, sistem failoover yang ditterapkan pen nulis telah bekerrja dan dapaat menyesuaaikan dengann kondisi gaangguan darii pihak ISP tersebut. Taabel 1 di bawaah memberikkan data perfoorma yang diberikan d sisttem ketika diilakukan sim mulasi pemutu usan hop, sebaggai representtasi dari ganngguan yangg terjadi pad da jaringan. Simulasi dilakukan den ngan cara melakkukan drop untuk semua paket dataa yang berassal dari interf rface router sistem padaa masing-
56
Jurnal Teknik ik Komputer Vol. V 21 No.1 Februari 201 13: 48-59
masinng gateway ISP, perlakuuan tersebutt mencermin nkan kondisii riil di manna gangguan jaringan yang terjadi mem miliki karateriisti kgagalnyya koneksi paada hop terteentu, tidak haanya disebab bkan oleh kegaggalan interfaace, misalnyaa kegagalan di d layer physsical.
Gam mbar 7 Hasil trraceroute
Gambar 8 Grafik G pembebanan jalur IS SP
Sistem em Optimasi Pembebana an … (Aldana na Eka Maula ana; dkk)
57
Tabel 1Waktu Respon Failover
ISP yang digunakan
Kondisi ISP
Waktu terjadinya fault
Waktu rule berpindah secara otomatis
Waktu response failover
ON >> OFF
13:56:29
13:57:03
00:00:34
OFF >> ON
13:57:07
13:57:13
00:00:06
ON >> OFF
13:57:22
13:58:05
00:00:43
OFF >> ON
13:58:17
13:58:22
00:00:05
ON >> OFF
13:58:37
13:59:03
00:00:26
OFF >> ON
13:59:13
13:59:22
00:00:09
C
B
A
Perbedaan signifikan yang terjadi pada dua jenis perlakuan kondisi, yaitu kondisi pada saat ISP dinyalakan, dan pada saat ISP dimatikan pada sistem failover ini disebabkan oleh pengecekan sebuah jalur menggunakan protokol ICMP, yang menghasilkan pesan ketika balasan dari perintah ping tidak dapat diterima setelah waktu yang ditentukan sesuai dengan standar RFC2925 halaman 12. Adapun batas waktu tersebut memiliki nilai yang jauh lebih besar dari waktu yang dibutuhkan untuk didapatkannya echo reply dari paket echo request yang bersangkutan, menyebabkan rentang waktu adaptasi sistem failover yang diterapkan memiliki perbandingan waktu yang berbeda signifikan.
SIMPULAN Dari hasil mark-connection dan traceroute dapat dilihat bahwa hasil penandaan dari algoritma PCC terlihat tidak beraturan dan seorang user dapat menggunakan gateway yang berbeda pada setiap connection baru yang dibuat. Namun, hasil pembebanan dari penandaan algoritma PCC menunjukkan pemerataan yang dilakukan secara dinamis. Permasalahan scalability dapat diselesaikan karena pembagian beban dilakukan dengan hasil algoritma PCC sehingga routing tidak lagi ditentukan dari src-address ataupun dst-address. Rata-rata perpindahan rule secara rekursif adalah 30 detik, yang mana nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan seorang network administrator untuk melakukan pemindahan gateway. Untuk pertimbangan penelitian lebih lanjut, metode pemeriksaan gateway dapat dilakukan dengan metode sensing untuk mendeteksi jalur yang memiliki beban terendah sehingga load balancing dapat dilakukan dengan lebih optimal. Perbandingan antara jumlah koneksi yang terjadi dengan besar koneksi serta dampaknya terhadap pembagian beban dengan dasar algoritma PCC juga dapat menjadi tinjauan yang lebih dalam.
58
Jurnal Teknik Komputer Vol. 21 No.1 Februari 2013: 48-59
DAFTAR PUSTAKA Geiger, Thierry. (2011). The Indonesia Competitiveness Report 2011. Geneva: World Economic Forum. Jie Chang, Wen’an Zhou, Junde Song, Zhiqi Lin. (2010). Scheduling algorithm of load balancing based on dynamic policies. Sixth International Conference on Networking and Services, 363 – 367. Kang Xi, Yulei Liu and H. Jonathan Chao. (2011). Enabling flow-based routing control in data center networks using probe and ECMP. IEEE INFOCOM 2011 Workshop on Cloud Computing, 614 – 619. MikroTik. (2010). How PCC Works. Diakses 27 http://wiki.mikrotik.com/wiki/How_PCC_works_(beginner).
Januari
2013
dari
MikroTik. (2010). MikroTik RouterOS. Diakses http://www.mikrotik.com/pdf/what_is_routeros.pdf.
Januari
2013
dari
27
MikroTik. (2011). Manual: IP/Firewall/Mangle. Diakses http://wiki.mikrotik.com/wiki/Manual:IP/Firewall/Mangle. MikroTik. (2011). Manual: IP/Route. Diakses http://wiki.mikrotik.com/wiki/Manual:IP/Route.
Sistem Optimasi Pembebanan … (Aldana Eka Maulana; dkk)
27
27
Januari
Januari
2013
2013
dari
dari
59