Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan Sri Widowati1, Rahmawati Nurjanah1 dan Wiwit Amrinola2
1
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor Alumnus Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
2
Abstrak Nasi sorgum instan merupakan pangan pokok cepat konsumsi yang diharapkan dapat meningkatkan citra sorgum sebagai sumber karbohidrat lokal. Selain sebagai produk pangan yang praktis, nasi sorgum instan berpotensi sebagai pangan darurat. Tujuan penelitian adalah mendapatkan teknik proses pembuatan nasi sorgum instan dan mengkarakterisasi mutunya. Dua metode yang digunakan dalam penelitian ini. Metode I, dilaukan praperlakuan penurunan tanin pada biji sorgum yaitu perendaman sorgum sosoh dalam 0,3% Na2CO3 selama 8 jam, dilanjutkan ke Metode II. Metode II, sorgum sosoh direndam selama 2 jam di dalam larutan perendam (Na-Sitrat 1 %, Na2HPO4 0,2%), rasio sorgum sosoh : perendam = 1 : 3, sushu 30, 40, dan 50ºC. Selanjutnya dilakukan pencucian, penanakan, pembekuan, thawing, dan prngeringan. Hasil penelitian menunjukkan teknologi terpilih adalah metode II, yaitu sorgum disosoh, direndam di dalam larutan Na 2HPO4 0.2 % pada suhu 30ºC selama 2 jam. Selanjutnya sorgum sosoh dicuci dan dimasak menggunakan rice cooker hingga matang, lalu dibekukan (suhu -40C, 24 jam) dan dithawing pada suhu 500C lalu dikeringkan. Karakteristik nasi sorgum instan adalah kandungan protein 9,31%, karbohidrat 89,5%, lemak 0,88%, amilosa 32%, serat pangan 8,8%, daya cerna pati 61,64% dan daya cerna protein 73.93%, serta energi 403 kkal/100 g. Waktu rehidrasi berkisar antara 4,1 – 4,4 menit. Kata kunci: Nasi sorgum instan, mutu fisik, komposisi kimia
utama amilase dan tripsin (Griffiths dan Moseley, 1980; Despandhe dan Salunkhe, 1982). Penurunan aktivitas enzim amilase tersebut akan berdampak pada penurunan daya cerna pati. Thompson et al. (1984) maupun Mueller-Harvey et al. (1986) memperkuat hasil penelitian tersebut, bahwa tanin dapat membentuk senyawa kompleks dengan protein maupun pati sehingga kedua komponen tersebut menjadi lebih sukar dicerna oleh enzim pencernaan. Fakta ini menunjukkan bahwa meskipun kandungan zat gizi, terutama kandungan protein dan karbohidrat sorgum cukup tinggi, namun nilai gizinya relatif rendah karena adanya tanin sebagai antigizi. Keberadaan tanin dapat menurunkan daya cerna pati (karbohidrat) maupun protein, sehingga tingkat absorpsi kedua komponen gizi tersebut di dalam tubuh
Pendahuluan Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan komoditas serealia yang belum banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Padahal kandungan zat gizi sorgum tidak kalah dengan beras. Bahkan sorgum mengandung protein (8-12%) setara dengan terigu atau lebih tinggi dibandingkan dengan beras (6-10%), dan kandungan lemaknya (2-6%) lebih tinggi dibandingkan dengan beras (0,51,5%). Namun kelemahan komoditas ini, terutama sorgum yang mempunyai testa atau kulit biji berwarna gelap (coklat), mengandung senyawa antigizi yaitu tanin. Tanin merupakan senyawa polifenolik, dapat membentuk kompleks dengan protein sehingga menurunkan mutu dan daya cerna protein. Senyawa polifenolik juga dapat menghambat aktivitas enzim pencernaan, ter-
35
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
rendah atau tidak sebanding karbohidrat dan protein tersedia di dalam biji sorgum. Meskipun demikian, dalam jumlah terbatas, tanin bermanfaat bagi tubuh karena bersifat antioksidan. Selain sebagai anti gizi, keberadaan tanin menyebabkan rasa agak pahit (atau “sepet”) pada produk sorgum. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab produk sorgum kurang disukai masyarakat. Upaya mereduksi tanin diharapkan dapat meningkatkan mutu gizi, terutama tingkat absorpsi pati dan protein, serta meningkatkan palatabilitas atau cita rasa produk sorgum. Kendala lain dalam pemanfaatan sorgum adalah penyosohan biji, meskipun telah dikembangkan alat penyosoh sorgum (Lando, et.al.,1995). Produktivitas sorgum cukup tinggi (2,56,0 ton/ha) dan dapat dibudidayakan di segala jenis tanah, termasuk di lahan marginal (Puslitbang Tanaman Pangan, 1993). Namun di tingkat petani produktivitas sorgum masih jauh dibawah potensi hasil penelitian, yaitu antara 0,37-1,80 ton/ha (Sirappa, 2003). Kenyataan ini merupakan peluang sekaligus tantangan agar produktivitas sorgum ditingkat petani dapat meningkat hingga setara dengan hasil yang diperoleh pada penelitian. Ketersediaan karbohidrat yang tinggi dalam sorgum dan daya cerna yang telah ditingkatkan sangat memungkinkan sorgum dijadikan sebagai pangan pokok harapan selain beras dan jagung. Penelitian pemanfaatan sorgum di Indonesia menjadi aneka produk makanan, seperti mi, roti, aneka cake, cookies dan brem serta makanan tradisional telah banyak dilakukan (Mudjisihono dan Damardjati, 1987; Ginting dan Kusbiantoro, 1995; Widowati, et.al., 1996; Suarni, 2004a). Perubahan mutu protein akibat proses pengo
-lahan juga telah ditelitioleh Mudjisihono, et al.,(1986). Namun, hingga saat hasil-hasil penelitian pemanfaatan sorgum masih belum banyak diadopsi dan diterapkan oleh masyarakat. Faktor penyebabnya diduga adalah kesulitan dalam penyosohan dan rendahnya palatabilitas sorgum akibat adanya tanin. Kandungan tanin, mempunyai efek antigizi tetapi juga mempunyai sifat antiokasidan, sehingga dapat menghasilkan produk olahan sorgum sebagai pangan fungsional. Oleh karena itu perlu diteliti agar reduksi tanin dalam sorgum hingga taraf yang palatabilitasnya dapat diterima konsumen, namun masih mempunyai efek fungsional bagi kesehatan tubuh. Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memilih pola konsumsi pangan yang bermutu dengan gizi yang seimbang, merupakan momentum yang tepat untuk melakukan diversifikasi pangan. Pangan yang beragam menjadi penting mengingat tidak ada satu jenis pangan yang dapat menyediakan gizi yang lengkap bagi seseorang. Konsumsi pangan yang beragam, akan saling melengkapi kekurangan zat gizi dari satu jenis pangan dengan pangan yang lain (Khomsan, 2006). Pada dua dasa warsa terakhir ini telah terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan masyarakat, terutama di perkotaan. Saat ini konsumen lebih menyukai produk pangan yang praktis, bersifat instan atau cepat saji (ready to use atau ready to eat) dan memiliki nilai fungsional bagi kesehatan. Adopsi teknologi pemanfaatan sorgum masih terbatas karena citra sorgum sebagai komoditas inferior, palatabilitas rendah yang merupakan dampak dari kandungan tanin, dan belum tersedia teknologi penyosohan biji sorgum 36
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
yang tepat guna. Untuk mengubah citra sorgum menjadi komoditas superior, perlu dikembangkan produk pangan bergengsi dan mengikuti trend pasar, yaitu menjadikannya sebagai produk pangan instan fungsional, diantaranya adalah nasi sorgum instan dengan mengeksplorasi sifat fungsionalnya (misal kandungan serat pangan, antioksidan, dan daya cerna pati). Berdasarkan prospek seperti diuraikan diatas, maka BB Pascapanen mengembangkan produk olahan sorgum instan, antara lain nasi sorgum instan yang mudah untuk disajikan (ready to serve). Nasi sorgum instan memiliki kriteria yang sama seperti produk cepat saji lainnya, yaitu cepat dan mudah dalam penyajiannya. Produk tersebut harus dapat disiapkan dalam sungkat (sekitar 5 menit) dengan cara penyajian yang sederhana. Nasi cepat masak atau nasi instan dituntut harus memiliki karakteristik yang serupa dengan nasi biasa (tanpa proses instanisasi) dalam hal rasa, aroma, dan teksturnya. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan teknologi pembuatan nasi sorgum instan, dan menganalisis mutu fisik, kimia, fungsional dan organoleptik. Nasi sorgum instan dapat dikonsumsi sebagaimana nasi dari beras (padi) dengan waktu penyajiannya sangat singkat dan praktis.
Na2CO3 0.3%), aquadest, Na-sitrat 1%, Na2HPO4 0.2%, dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis yang berasal dari EMerk atau Sigma Aldrich. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat gelas dan non gelas. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah alat penyosoh sorgum tipe abrasive (Satake) dengan batu gerinda tipe Amril no. 50, pH-meter, chromameter, timbangan analitik, kiya hardness meter, alat tanak nasi konvensional skala laboratorium, oven, tanur pengabuan, hot plate, water bath, refrigerator, freezer, dan spektrofotometer. Proses pembuatan nasi sorgum instan Pemilihan sorgum yang digunakan dalam pembuatan nasi sorgum instan ini berdasarkan pada hasil analisis tepung sorgum, dimana sorgum yang dipilih memiliki hasil uji seduh dan waktu rehidrasi yang tercepat. Dua metode yang digunakan dalam penelitian ini. Metode I adalah proses pembuatan nasi instan yang didahului dengan metode penurunan tanin, sedangkan Metode II langsung proses pembuatan nasi instan. Untuk Metode I, penurunan tanin pada biji sorgum dilakukan sesuai metode terpilih dari penelitian sebelumnya, yaitu perendaman beras sorgum (sorgum sosoh) dalam 0,3% Na2CO3 selama 8 jam (Widowati et al., 2009). Beras sorgum selanjutnya direndam di dalam larutan perendam, yaitu Na-Sitrat 1 %, dan dalam Na2HPO4 0,2% dengan rasio beras sorgum : perendam = 1:3. Perendaman dilakukan selama 2 jam pada tiga suhu yang berbeda, yaitu 30, 40, dan 50ºC. Perendaman bertujuan untuk mendapatkan struktur fisik beras menjadi lebih porous, sehingga proses
Bahan dan Metode Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian adalah biji sorgum non-waxes varietas G1.1 yang telah di sosoh selama 3 menit. Biji sorgum ini diperoleh dari Univesitas Padjajaran, Bandung. Bahan lain yang digunakan adalah larutan garam alkali (NaOH 0.3% dan
37
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
penyerapan air akan lebih cepat pada saat perendaman maupun waktu rehidrasi. Proses berikutnya yaitu pencucian, untuk membersihkan beras sorgum dari sisasisa bahan perendam, kemudian dilakukan proses penanakan menggunakan rice cooker. Perbandingan air dengan beras pada proses penanakan adalah 3 : 1 atau untuk 100 g be-ras maka dibutuhkan air pemasakan 300 ml. Tujuan pemasakan adalah mendapatkan nasi matang yang telah tergelatinisasi sempurna menjadi nasi, dan segera dibekukan di dalam freezer selama 24 jam pada suhu -4ºC, kemu-dian di lakukan proses thawing selama 5-10 menit pada suhu 50ºC. Pembekuan dan proses thawing dengan segera bertujuan agar beras sorgum instan yang dihasilkan tidak menggumpal. Selanjutnya, nasi sorgum dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100ºC selama 2 jam hingga bahan menjadi kering dan berbentuk seperti kristal bening dan keras, dengan kadar air nasi instan kering berkisar antara 912.5. Nasi sorgum instan siap santap dihasilkan dengan merehidrasi atau menyeduh nasi sorgum instan kering menggunakan air mendidih di dalam wadah tertutup. Analisis yang dilakukan terhadap nasi sorgum instan yang dihasilkan meliputi rendemen, kadar tanin, kadar karbohidrat, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, kadar serat pangan, kadar amilosa, suhu gelatinisasi, pengembangan volume dan penyerapan air. Selain itu, juga dilakukan analisis tingkat penerimaan panelis terhadap nasi sorgum instan melalui uji organoleptik terhadap tekstur, aroma, rasa, kelunakan, dan tingkat keputihan nasi. Diagram alir pembuatan nasi sorgum instan dapat dilihat pada Gambar 1.
SORGUM SOSOH Metode I Perendaman dalam 0,3 % Na2CO3 , 8 jam
Metode II (Perlakuan proses instanisasi) Jenis Bahan Perendam : Na-Sitrat 1 %, dan Na2HPO4 0.2 %
Pencucian Pemasakan Bertekanan Pembekuan Proses Thawing Pengeringan NASI SORGUM INSTAN Proses Rehidrasi
NASI SORGUM INSTAN SIAP
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan nasi sorgum instan
Rancangan Percobaan Nasi Sorgum Instan Rancangan percobaan yang digunakan pada proses pembuatan nasi sorgum instan adalah rancangan acak lengkap dengan dua perlakuan, yaitu jenis bahan perendam dan suhu perendaman. Perlakuan jenis bahan perendam terdiri dari 2 taraf yaitu Na-Sitrat 1 % dan Na2HPO4 0.1 % dan perlakuan suhu perendaman terdiri dari tiga taraf yaitu 30, 38
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
40, dan 50ºC. Model rancangan percobaan pada pembuatan nasi sorgum instan sebagai berikut : Yij = µ + Ai + Bj + ij Keterangan : Yij = Mutu hasil pengamatan dari faktor konsentrasi sodium polifosfat level ke-i, faktor waktu perendaman level ke-j µ = Nilai tengah populasi (rata-rata yang sesungguhnya) Ai = Pengaruh faktor konsentrasi sodium polifosfat level ke-i, Bj = Pengaruh waktu perendaman level ke-j
Ket: Bahan perendam a. Na-Sitrat 1 %, dan b. Na2HPO4 0.2 %
Gambar 2. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap persentase reduksi tanin
dan penyosohan kulit luar biji. Penurunan kandungan tanin dalam pembuatan nasi sorgum instan dapat mencapai 93 % (Metode II perlakuan Perendaman dalam Na2HPO4 0.2 % selama 2 jam pada suhu 30ºC). Hal ini berkorelasi positif dengan perlakuan penurunan kandungan tanin yang diberikan dan penurunan kandungan protein. Dimana tanin merupakan senyawa fenolik yang larut dalam air. Protein sorgum terdiri dari albumin, globulin, prolamin, dan glutelin. Albumin adalah protein yang dapat larut dalam air, globulin larut dalam larutan garam, prolamin larut dalam alkohol, dan glutelin larut dalam detergen. Proses perendaman dengan larutan garam (natrium) akan menyebabkan tanin yang berikatan dengan protein (terutama albumin dan globulin) menjadi larut. Sedangkan dengan pemanasan dan perendaman dalam larutan asam menyebabkan struktur protein menjadi rusak sehingga dapat merusak stabilitas tanin yang ada dalam bahan tersebut. Tanin merupakan polimer dari flavonoid. Tanin pada bahan pangan ada dalam bentuk tanin yang terkondensasi yang bentuk dasarnya ada dalam bentuk katekin, senyawa
ij = Faktor galat (sisa)
Data hasil pengamatan diolah menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Jika terjadi beda nyata pada faktor perlakuan pada selang kepercayaan 95%, dilanjutkan dengan uji beda Duncan.
Hasil dan Pembahasan Kandungan Tanin Nasi Sorgum Instan Perlakuan penurunan kandungan tanin dilakukan dengan 2 metode yang telah dimodifikasi. Metode I adalah kombinasi antara perlakuan penurunan kandungan tanin pada sorgum sosoh (perendaman dengan larutan Na2CO3 selama 8 jam) dengan perlakuan pembuatan nasi sorgum, sedangkan metode II hanya menggunakan perlakuan pembuatan nasi sorgum instannya saja. Pengaruh jenis bahan perendam yang digunakan dan suhu perendamnya terhadap persentase kandungan tanin nasi sorgum instan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 2. Kandungan tanin pada bahan makanan dapat diturunkan dengan berbagai cara seperti perendaman, perebusan, fermentasi, 39
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
flavonoid mempunyai ikatan gula yang disebut sebagai glikosida. Senyawa induk atau senyawa utamanya disebut aglikon yang berikatan dengan berbagai gula dan sangat mudah terhidrolisis atau mudah terlepas dari gugus gulanya. Meskipun tanin tergolong senyawa antioksidan, namun jika ada dalam jumlah banyak dapat berperan sebagai zat anti gizi yang mudah teroksidasi menjadi asan tanat. Dari kedua metode yang digunakan tersebut, metode terbaik yang dapat mereduksi kadar tanin lebih tinggi (kadar tanin menjadi lebih rendah) adalah metode 2 (perendaman dengan larutan asam selama 2 jam atau tanpa disertai perendaman dengan larutan 0,3 % Na2CO3, selama 8 jam).
Ket: Bahan perendam a. Na-Sitrat 1 %, dan b. Na2HPO4 0.2 %
Gambar 3. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap rendemen nasi sorgum instan
dan pengangkutan. Bahan pangan yang mempunyai densitas kamba kecil membutuhkan tempat yang lebih besar bila dibandingkan dengan bahan yang mempunyai densitas kamba besar. Densitas kamba dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan dengan volume bahan itu sendiri (g/ml). densitas kamba dipengaruhi oleh jenis bahan, kadar air, bentuk dan ukuran bahan. Semakin kecil densitas kamba maka produk tersebut makin porous (Suliantari, 1988). Bahan dinyatakan kamba jika densitas kambanya kecil, berarti untuk berat yang ringan membutuhkan ruang yang besar. Spesifikasi pemerintah Amerika dalam bidang kemiliteran dan pertahanan menetapkan standar untuk densitas kamba beras pasca tanak yang berkisar antara 0.40 sampai 0.42 g/ml. densitas kamba beras pasca tanak yang lebih rendah dari 0.36 g/ml akan menghasilkan produk yang lembek sperti bubur nasi pada waktu rekonstitusi (Carlson et al., 1976). Perendaman beras dalam larutan sodium sitrat dapat mengganggu dan meng-
Rendemen Nasi Sorgum Instan Perendaman dalam larutan kimia menurunkan rendemen dari nasi sorgum instan. Perendaman beras dalam larutan Sodium Sitrat dapat merusak atau menguraikan struktur protein beras, sehingga beras menjadi lebih porous dan menyebabkan rendemen dari beras instan menurun. Perendaman dalam larutan alkali dapat melunakkan jaringan perikap paling luar, sehingga kemungkinan ada bagianbagian dari beras yang keluar pada saat pemasakan yang ditandai dengan keruhnya air pemasakan. Hal ini yang menyebabkan penurunan dari rendemen beras instan yang dihasilkan. Rendemen nasi sorgum instan berkisar antara 54-59% (Gambar 3). Densitas Kamba Nasi Sorgum Instan Densitas kamba merupakan salah satu sifat fisik bahan pangan yang perlu diketahui terutama untuk pengemasan, penyimpanan 40
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
uraikan struktur protein sehingga butiran beras menjadi porous. Menurut Hubeis (1984), perendaman beras dalam larutan Na2HPO4 0.2% mengakibat kan struktur fisik beras pascatanak lebih porous, sehingga densitas kamba beras instan yang dihasilkan akan lebih kecil. Hasil penelitian ini menunjukkan densitas kamba nasi sorgum instan 0,36-0,44 g/ml (Gambar 4). Gambar 5. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap kecerahan (warna) nasi sorgum instan
Waktu Rehidrasi
Gambar 4. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap densitas kamba nasi sorgum instan
Derajat Putih (Whiteness) Warna pada beras dipengaruhi oleh beberapa factor seperti kemampuan menyerap air, tingkat penggilingan. Air yang terserap dapat melarutkan berbagai macam pigmen warna pada beras (Luh et al., 1991) sehingga beras menjadi lebih cerah. Derajat putih (W) diukur dengan menggunakan alat kromameter yang menghasilkan nilai L, a, dan b. Nilai L menunjukkan kecerahan warna nasi instan. Semakin tinggi nilai L menunjukkan warna nasi instan yang semakin cerah. Penurunan derajat putih yang terjadi pada beras pratanak kemungkinan disebabkan oleh adanya reaksi antara asam amino bebas dengan monosakarida selama proses pratanak (Gambar 5). Reaksi tersebut kemungkinan terjadi pada saat pengeringan.
41
Beras instan adalah beras yang secara cepat dapat diproses menjadi nasi. Waktu pemasakan yang diharapkan adalah sekitar 510 menit, atau kurang dari 5 menit (Hubeis, 1984). Kunci utama terbentuknya nasi siap santap (nasi instan) adalah terbuka lebarnya pori-pori beras sehingga memudahkan rehidrasi dan diperoleh waktu rehidrasi sesingkat mungkin, maka dilakukan pembekuan dengan cepat sebelum nasi dikeringkan. Perendaman dalam larutan kimia mempengaruhi penyerapan air pemasakan. Perendaman dalam larutan kimia ternyata meningkatkan penyerapan air dan pengembangan volume beras instan. Perendaman dalam larutan Na-Sitrat dapat merusak atau menguraikan struktur protein beras, sehingga beras menjadi lebih porous. Struktur beras yang porous ini akan lebih mudah menyerap air dan mengembang volumenya pada waktu pemasakan. Menurut Hubeis (1984), Na2HPO4 (pH 5.2) dapat digunakan dalam pembuatan beras instan karena dapat menghasilkan beras pascatanak yang memiliki struktur yang lebih porous. Sedangkan penggunaan Na-
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
sitrat digunakan pada pembuatan dry soup untuk mengurangi waktu rehidrasi. Jenis bahan perendam dan suhu perendaman berpengaruh terhadap kecepatan waktu rehidrasi dari beras sorgum instan yang dihasilkan (Gambar 6). Semakin tinggi suhu perendaman beras sorgum, akan menyebabkan semakin tinggi kadar air bahan, sehingga semakin lama waktu pengeringan yang dibutuhkan. Bentuk nasi sorgum instan dapat dilihat pada Gambar 7, dan nasi instan setelah direhidrasi disajikan pada Gambar 8. Selain perlakuan kimia, pengeringan juga merupakan tahapan kritis dalam pembuatan nasi instan. Mutu nasi instan yang dihasilkan dipengaruhi oleh metode pengeringan yang tepat. Beberapa kerugian seperti penyimpangan bentuk, kerusakan dan hasil yang tidak bagus pada saat rehidrasi merupakan salah satu dampak prosedur pengeringan yang tidak tepat. Semakin cepat produk dikeringkan, semakin bagus kualitas proses rehidrasi. Proses pengeringan akan menghasilkan struktur porous yang akan memudahkan air untuk meresap ke dalam beras pada waktu rehidrasi.
Na-Sitrat
Na2HPO4
Gambar 7. Nasi sorgum instan yang dihasilkan dari dua jenis bahan perendam (NaSitrat dan Na2HPO4)
Na-Sitrat
Na2HPO4
Gambar 6. Pengaruh jenis bahan perendam dan suhu perendaman terhadap kecepatan waktu rehidrasi nasi sorgum instan
42
Gambar 8. Nasi sorgum instan siap santap (setelah rehidrasi) yang dihasilkan dari dua jenis bahan perendam yang berbeda
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Pada proses rehidrasi terjadi proses penyerapan air oleh butiran beras instan. Penyerapan air dan pengembangan volume berbeda-beda untuk setiap varietas. Kedua faktor ini juga menentukan kualitas dari nasi yang ditanak dan kepulenan nasinya. Waktu rehidrasi yang terlalu cepat dapat mengurangi karakteristik tekstur dan daya gigitnya. Laju rehidrasi beras tergantung pada kandungan air akhir. Nasi yang dikeringkan dengan kadar air yang sangat rendah dapat mengakibatkan nasi patah-patah, mungkin pecah dan mengakibatkan bubuk-bubuk halus pada produk akhir.
posisi kimia yang relatif kecil. Kadar karbohidrat (88,07-89,50%), protein (9,3110,84%), pati (79,88%) dan amilosa (29,7233,27%) masing-masing tidak berbeda nyata antar perlakuan (p>0,05).Sedangkan kadar lemak (0,62-1,05 %) dan abu (0,17-0,31%) berbeda nyata antar perlakuan (p<0,05) (Tabel 1). Energi Nasi sorgum instan terpilih yaitu formula B30, berdasarkan kadar taninnya terendah (tereduksi hingga 86,55%). Produk tersebut memiliki kadar protein 9,31%,
Tabel 1. Komposisi proksimat nasi sorgum instan Kode
Karbohidrat (% bk)
Protein (% bk)
Lemak (% bk)
Abu (% bk)
Air (% bb)
A30
88.07 a
10.71 a
0.96 ab
0.26 ab
8.67
79.88 a
32.22 a
B30
89.50 a
9.31
a
0.88 ab
0.31 b
8.27
78.97 a
33.27 a
A40
88.47 a
10.69 a
0.65 a
0.19 a
8.31
81.64 a
29.72 a
B40
89.27 a
9.93
a
0.62 a
0.17 a
8.72
79.57 a
32.02 a
A50
88.31 a
10.84 a
0.67 ab
0.19 a
7.76
79.98 a
31.91 a
B50
88.61 a
10.13 a
1.05
0.20 ab
8.78
80.13 a
33.03 a
b
Pati Amilosa (% bk) (% bk)
Keterangan : Perendam A : Na-sitrat 1%, B : Na2HPO4 0.2 %; suhu perendaman: 30, 40, 50ºC Angka-angka yang berada pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji beda Duncan, taraf nyata 5 %
Komposisi kimia
lemak 0,88%, dan karbohidrat 89,50%. Berdasarkan kandungan ketiga komponen gizi tersebut, energi nasi sorgum instan per 100 gram dapat dihitung, yaitu 4 kkal x (9,31 + 89,5) + 9 kkal x 0,88 = 403 kkal/100g.
Nasi sorgum instan yang dihasilkan dari dua jenis bahan perendam (Na-Sitrat dan Na-fosfat) dan tiga tingkat suhu perendaman (30, 40, 50ºC) menunjukkan variasi kom-
43
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Sifat Fungsional
sampai 7 (sangat tidak suka), menggunakan 20 orang panelis. Kisaran nilai yang diperoleh pada uji organoleptik terhadap tekstur adalah 3.00 (agak suka) sampai 4.20 (netral), warna 2.40 (suka) sampai 4.05 (netral), rasa 3.00 (agak suka) sampai 3.60 (netral), aroma 2.80 (agak suka) sampai 3.05 (agak suka), kepulenan 3.60 (netral) sampai 4.50 (netral), dan penerimaan umum 3.10 (agak suka) - 3.70 (netral). Hasil analisis organoleptik dapat dilihat pada Tabel 3. Uji organoleptik dilakukan terhadap nasi instan yang telah direhidrasi. Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji he-
Nasi sorgum instan memiliki kadar serat pangan total berkisar antara 7,829,74% dan berbeda nyata antar perlakuan. Produk makanan dapat dikatakan sebagai sumber serat pangan jika mengandung serat pangan sebesar 3-6 gram/100 gram. Dengan demikian produk nasi sorgum instan ini dapat diklaim sebagai sumber serat pangan, bahkan produk nasi sorgum instan mengandung serat pangan lebih dari 6 gram/100 gram (Tabel 2). Nasi sorgum instan terpilih, yaitu perlakuan B30 memiliki kandungan serat pangan sebesar 8,80%, daya cerna pati 61.64% dan daya cerna protein 73.93%.
Tabel 2. Kadar serat pangan, daya cerna pati dan daya cerna protein nasi sorgum instan Perlakuan
Serat Pangan (%bk)
Daya Cerna Pati (%bb)
Daya Cerna Protein (%bb)
A30
9.74 c
63.92 d
76.27 c
B30
8.80 b
61.64 bc
73.93 ab
A40
8.94 b
59.43 a
74.72 bc
B40
7.82 a
59.84 ab
72.49 a
A50
8.63 b
60.84 abc
74.22 ab
B50
8.13 ab
62.46 cd
ab
Keterangan : Perendam A : Na-sitrat 1%, B : Na2HPO4 0.2 %; suhu perendaman: 30, 40, 50ºC Angka-angka yang berada pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji beda Duncan, taraf nyata 5 %
donic dengan skala 1 sampai 7 (skala 1 sangat suka dan skala 7 sangat tidak suka) dengan metode pembobotan (Meilgaard et al., 1999). Hasil uji sidik ragam pada uji organoleptik menunjukkan hasil bahwa dari segi rasa, aroma, kepulenan, dan penerimaan secara umum tidak berbeda nyata. Sedangkan dari segi warna, produk yang menggunakan
Sifat Organoleptik Uji organoleptik dilakukan terhadap nasi sorgum instan yang telah direhidrasi. Atribut mutu yang diuji meliputi tekstur, warna, rasa, aroma, kepulenan, dan penerimaan umum. Uji organoleptik hedonik dilakukan dengan skala 1 (sangat suka)
44
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 3. Hasil analisis organoleptik terhadap tekstur, warna, rasa, aroma, kepulenan, dan penerimaan umum nasi sorgum instan yang dihasilkan Kode sampel
Tekstur
Warna
Rasa
Aroma
Kepulenan Penerimaan umum
A30
3.85 ab
4.05
c
3.15
a
2.85
a
3.85
a
3.25
a
B30
3.45
ab
2.40
a
3.00
a
3.05
a
4.35
a
3.25
a
A40
4.20
b
3.75
bc
3.55
a
2.90
a
4.40
a
3.70
a
B40
3.75 ab
3.10
ab
3.45
a
2.80
a
3.95
a
3.15
a
A50
3.50
b
3.25
bc
3.15
a
2.95
a
4.50
a
3.40
a
B50
3.00
a
2.40
a
3.60
a
2.90
a
3.60
a
3.10
a
Keterangan : Perendam A : Na-sitrat 1%, B : Na2HPO4 0.2 %; suhu perendaman: 30, 40, 50 ºC Angka-angka yang berada pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji beda Duncan, taraf nyata 5 % Skor: 1=sangat suka, 2 =suka, 3 =agak suka, 4 =netral, 5 =agak tidak suka, 6 = tidak suka, 7 = sangat tidak suka
larutan Na2HPO4 lebih disukai dibanding dengan produk yang diproses menggunakan larutan Na-sitrat. Hasil uji sidik ragam dan hasil uji wilayah Duncan pada taraf 5 % menunjukkan bahwa dari segi rasa, aroma, kepulenan, dan penerimaan umum nasi sorgum instan yang telah direhidrasi tidak berbeda antara perlakuan. Parameter yang menunjukkan perbedaan nyata pada sidik ragam dan uji wilayah Duncan 5 % adalah parameter tekstur dan warna. Kepulenan merupakan salah satu atribut mutu indrawi nasi yang mempunyai arti beragam dan sulit diinterpretasikan secara sederhana. Kepulenan merupakan gabungan antara kelekatan dan kekerasan atau kelunakan nasi yang dihasilkan dan juga respon enak atau tidak enaknya nasi yang dicicip secara organoleptik. Penilaian kepulenan nasi umumnya didasarkan atas parameter kelengketan dan kekerasan dari sifat tekstur nasi. penilaian kepulenan nasi dengan pendekatan
tekstur dapat dilakukan dengan cara dicicip dan pijat (Hubeis, 1985). Kepulenan nasi secara dicicip didasarkan pada tekstur nasi yang dikunyah, sedangkan pada cara dipijat, nasi dikatakan pulen bila lekat diantara kedua jari dan pera bila tidak melekat diantara kedua jari (Hubeis, 1985). Kekerasan nasi mempunyai korelasi negatif dengan nilai rasa dan kepulenan, sebaliknya kelengketan nasi mempunyai korelasi positif. Aroma nasi tidak punya korelasi yang nyata dengan tekstur nasi kecuali dengan nilai rasa, sehingga nilai rasa nasi ditentukan oleh dua faktor utama yaitu tekstur (kekerasan/kelengketan) dan aromanya yang bebas satu sama lain. Mutu rasa nasi biasanya merupakan produk dari tekstur. Tekstur pada makanan bersama-sama dengan penampakan, flavor dan bau menentukan tingkat penerimaan konsumen. Tekstur merupakan penen -tu terbesar mutu rasa. Tekstur nasi telah dibuktikan berkorelasi dengan kandungan protein dan amilosa (Juliano et al., 1971). 45
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Kekerasan nasi mungkin disebabkan oleh retrogradasi amilosa setelah dingin. Retrogradasi berimplikasi keluarnya sejumlah cairan, peningkatan ikatan pati dan pembentukan kristalin. Pengaruh lemak terhadap kekerasan nasi nasi kemungkinan disebabkan adanya fraksi starch lipid yaitu kompleks amilosa dengan lipid (terutama asam lemak dan lipofosfatida). Dilaporkan bahwa starch lipid merupakan faktor penting pada tekstur nasi. Keberadaan monogliserida pada beras dapat menambah kepulenan nasi. Hidrolisis dari lemak kemungkinan merupakan fraksi asam lemak dari starch lipid. Interaksi nilai masing-masing atribut sensori dari nasi sorgum instan diilusterasikan pada Gambar 9.
losa tinggi mempunyai warna lebih cerah atau putih. Amilopektin bila tergelatinisasi sempurna memberikan warna yang transparan dan kusam sehingga kurang disukai. Kadar amilosa dan amilopektin berpengaruh terhadap rasa nasi. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa jenis bahan perendam memiliki korelasi dengan penerimaan terhadap nasi sorgum instan baik dari atribut tekstur, warna, aroma, rasa, aroma, dan kepulenan dari nasi yang dihasilkan. Perendaman dengan menggunakan larutan sodium fosfat memberikan tekstur yang lebih disukai dan warna yang lebih cerah dibanding dengan perendaman dalam larutan sodium sitrat. Namun dari segi rasa, aroma, dan kepulenan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Pemberian garam natrium mengakibatkan struktur fisik beras pasca tanak menjadi lebih porous, sehingga proses penyerapan air akan lebih cepat pada waktu perendaman maupun pada waktu rehidrasi. Penambahan phospat sebagai senyawa yang mengion pada produk yang berasal dari pati dapat mengakibatkan granula pati tersebut tahan terhadap retrogradasi selama pendinginan dan peningkatan suhu setelah pendinginan. Produk ini akan memiliki derajat putih yang tinggi, kapasitas pengikatan air yang tinggi dan tidak dapat membentuk gel.
Gambar 9. Interaksi nilai masing-masing atribut sensori nasi sorgum instan
Serat kasar pada beras dapat menurunkan tingkat kepulenan, karena keberadaan serat kasar pada dinding sel diduga menghambat pemasakan nasi, sehingga nasi yang dihasilkan kurang pulen. Kepulenan merupakan gabungan kelekatan, kelunakan, kekerasan, dan sifat remah nasi. Kadar amilosa dan amilopektin diduga berpengaruh terhadap rasa dan warna nasi. Selain itu, suhu awal gelatinisasi juga berpengaruh terhadap warna nasi. Beras yang mempunyai kadar ami-
Kesimpulan Teknologi terpilih dalam pembuatan nasi sorgum instan yaitu : biji sorgum disosoh (DS 100%), direndam di dalam larutan Na2HPO4 0.2 % pada suhu 30ºC selama 2 jam. Selanjutnya sorgum sosoh dicuci dan dimasak menggunakan rice cooker hingga matang, lalu dibekukan (suhu -40C, 24 46
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
jam) dan dithawing pada suhu 500C lalu dikeringkan. Karakteristik nasi sorgum instan adalah kandungan protein 9,31%, karbohidrat 89,5%, lemak 0,88%, amilosa 32%, serat pangan 8,8%, daya cerna pati 61,64% dan daya cerna protein 73.93%, serta energi 403 kkal/100 g.
kompas-cetak/0612/21/opini/3190395.htm [09 Feb 2008] Lando, T., M. Yamin, Suarni dan B. Prastowo. 1995. Perancangan dan Pembuatan Penyosoh Sorgum. Lap. Hasil Penelitian dan Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian Tahun XV. Balit. Jagung dan Serealia Lain. Hal: 56-76. Luh, B.S., R.L. Robert and C.F. Li. 1980. Quick Cooking Rice. Di dalam Luh, B.S. (Ed). Rice Production and Utilization. AVI Publ. Comp. Inc. Westport. Connecticus.
Daftar Pustaka AOAC [Association of Official Analytical Chemist]. 2006. Official Methods of Analytical of The Association of Official Analytical Chemist. Washington, DC: AOAC
Meilgaard, M., G.C. Civille and B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Ed ke-3. Boca Raton: CRC Press. Mudjisihino, R., S. Widowati, D.S. Damardjati dan N. Widaningsih. 1986. Pengaruh Bentuk Olahan terhadap Mutu Protein Biji Sorghum (Sorghum vulgare). Med Penelitian Sukamandi. 1986 : 30-34.
Asp, N.G., C.G. Johanson, H. Halmer and Siljestrom. 1983. Rapid enzymatic assay of insoluble and soluble dietary fiber. J Agric Food Chem 31: 476-482. Carlson, R.A., R.L. Robert and D.F. Farkas. 1976. Preparation of Quick Cooking Rice Production Using a Centrifugal Fluidizied Bed. J Fd Sci 41:303-310.
Mudjisihono, R. dan D.S. Damardjati. 1987. Prospek Kegunaan Sorgum sebagai Sumber Pangan dan Pakan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian VI(I):1-5.
Deshpande, S.S. and D.K. Salunke. 1982. Interactions of Tannin Acid and Catechin with Legume Starches. J Food Sci 47:2080-2081.
Mudjisihono, R. 2008. Inovasi Teknologi Pengolahan Sorgum sebagai Bahan Pangan Alternatif. Bahan Pra Orasi Prof. Riset. Badan Litbang Pertanian.
Ginting, E. dan B. Kusbiantoro. 1995. Penggunaan Tepung Sorgum Komposit sebagai Bahan Dasar dalam Pengolahan Kue Basah (cake). Dalam Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Tanaman Industri. Edisi Khusus Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (4):256-263.
Mueller-Harvey, I., A.B. McAllan, M.K. Theodorou and D.E. Beever. 1986. Phe nolics in Fibrous Crop Residues and Plants and Their Effects on The Digestion and Utilization of Carbohydrates and Proteins in Ruminants. FAO Corporate Document Repository. http://www.fao.org/ Wairdocs/ILRI/x459E/ x5495e07
Griffiths, D.W. and G. Moseley. 1980. The Effect of Diets Containing Field Beans of High or Low Polyphenolic Content on The Activity of Digestive Enzymes in The Intestines Of Rats. J Sci Food Agric 31:255-259.
Puslitbangtan. 1993. Deskripsi Varietas Unggul Padi dan Palawija. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Sirappa, M.P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia sebagai Komoditas Alternatif untuk Pangan, Pakan dan Industri. Jurnal Litbang Pertanian 22 (4):133-140.
Hubeis, M. 1984. Pengembangan Metode Uji Kepulenan Nasi. Tesis, Pascasarjana IPB, Bogor. Khomsan A. 2006. Beras dan diversifikasi pangan. Kompas. http://kompas.com/ 47
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Suarni. 2004a. Evaluasi Sifat Fisik dan Kandungan Kimia Biji Sorgum setelah Penyosohan. Jurnal Stigma XII (1): 88-91.
Widowati, S., D.S. Damardjati dan Y. Marsudiyanto.1996. Pemanfaatan Sorgum sebagai Bahan Baku Industri Brem Padat. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri. Balitkabi.
Suarni. 2004b. Pemanfaatan Tepung Sorgum untuk Produk Olahan. Jurnal Litbang Pertanian. 23(4):145-151.
Widowati, S., B.A.S. Santosa, H. Herawati, S. Lubis dan Rahmawati. 2009. Peningkatan Mutu Penyosohan (80%) dengan Kandungan Tanin Turun Hingga 1% Dalam Tepung Sorgum dan Pengembangan Produk Sorgum Instan. Laporan Hasil Penelitian. BB Pascapanen 2009.
Thompson, L.U., J.H. Yoon, D.J.A. Jenkins, T.M.S. Wolever and A.L. Jenkins. 1984. Relationship between Polyphenol Intake and Blood Glucose Response of Normal and Diabetic Individuals. Am J Clin Nutr 39:745-751.
48