Beras Tiruan Berbasis Tepung Kimpul – Arisandy, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.253-261, Januari 2016
BERAS TIRUAN BERBASIS TEPUNG KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium): KAJIAN PUSTAKA Cocoyam Flour (Xanthosoma Sagittifolium) Based Artificial Rice: A Review Okky Mahendra Putra Arisandy1*, Teti Estiasih1 1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email:
[email protected] ABSTRAK Kebiasaan masyarakat Indonesia yang menjadikan beras sebagai makanan pokok dapat menjadi masalah dalam bidang ketahanan pangan. Berkurangnya lahan tani dan meningkatnya jumlah penduduk, membuat pemerintah harus mengimport beras sebanyak 1,927,563 ton. Ketergantungan masyarakat terhadap beras yang membuat meningkatnya kebutuhan akan beras tentu harus dikurangi. Hal ini membuat diversifikasi pangan sangat diperlukan. Salah satu upaya diversifikasi ini yaitu dengan membuat beras tiruan. Beras tiruan yang dihasilkan dapat menggunakan bahan baku umbi kimpul yang banyak terdapat di Indonesia. Namun dalam proses pengolahannya masih memiliki beberapa kendala yaitu beras yang dihasilkan rapuh atau mudah patah. Sehingga diperlukan alginat yang berfungsi sebagai senyawa pengikat dan pelapis beras tiruan. Untuk itu, diperlukan penambahan alginat agar produk beras tiruan memiliki karakteristik yang baik. Kata kunci: Alginat, Beras Tiruan, Tepung Kimpul, Umbi Kimpul ABSTRACT Habits of Indonesian society that makes rice as a staple food can be a problem in the field of food security. Reduced agricultural land and increasing population, make the government have to import rice about 1,927,563 tons. People's dependence on rice which make increased need for rice would have to be reduced. This makes food diversification is needed. One of these diversification efforts is by making artificial rice. Artificial rice produced can use raw materials cocoyam are widely available in Indonesia. However, in the treatment process still has some constraints, that is rice produced fragile or brittle. So, we need alginate which serves as a binder and coating compounds artificial rice. Therefore, required the addition of alginate so artificial rice products have good characteristics. Keywords: Alginate, Artificial Rice, Cocoyam Flour, Rice Flour PENDAHULUAN Tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia yang hanya terfokus pada satu sumber pangan saja secara bertahap harus dikurangi. Hal ini penting mengingat saat ini pemerintah sedang mencoba untuk mengurangi impor beras dan meningkatkan produksi beras nasional. Pada tahun 2012 pemerintah Indonesia mengimpor beras sebanyak 1,927,563 ton. Dan dalam setahun terakhir penduduk Indonesia mengkonsumsi beras berupa nasi sekitar 139 kg per kapita. Untuk mengurangi ketergantungan pada konsumsi beras, maka diversifikasi pangan sangat diperlukan. Beras tiruan merupakan salah satu bentuk diversifikasi makanan pokok 253
Beras Tiruan Berbasis Tepung Kimpul – Arisandy, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.253-261, Januari 2016 berbasis karbohidrat. Umbi kimpul (Xanthosoma sagittifolium) yang tinggi karbohidrat dapat digunakan sebagai bahan baku beras tiruan. Tetapi dalam pembuatan beras tiruan, umbi kimpul yang digunakan berupa tepung. Umbi kimpul mempunyai bau khas yang dapat menimbulkan after taste meski sudah ditepungkan sehingga perlu adanya penambahan tepung beras untuk meningkatkan cita rasa beras tiruan. Tepung beras juga berperan sebagai penyumbang amilosa yang berpengaruh terhadap beras tiruan. Beras tiruan yang baik mempunyai konsistensi yang kompak sehingga dalam pembuatannya perlu digunakan senyawa pengikat untuk merekatkan bahan baku menjadi massa yang kompak pada adonan yaitu dengan penambahan alginat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran karakteristik organoleptik, profil tekstur adonan, formulasi pembuatan beras tiruan, dan karakteristik fisik dan kimia beras tiruan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa adanya pengaruh nyata antara proporsi tepung kimpul dan tepung beras serta konsentrasi alginat terhadap kualitas mutu beras tiruan yang dihasilkan. Kimpul Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan berasal dari tanaman kimpul (Xanthosoma sagittifolium) yang merupakan makanan pokok alternatif di berbagai daerah Indonesia, baik dengan cara dikonsumsi langsung dengan cara dikukus, dipanggang, atau direbus. Tanaman kimpul termasuk salah satu komoditas sebagai sumber karbohidrat yang sampai sekarang masih belum mendapat perhatian baik dalam pembudidayaan atau dalam proses pengolahan. Umbi kimpul memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi berkisar antara 70-80% [1] . Ukuran dan bentuk kimpul bergantung pada jenis bahan tanam dan juga faktor ekologi, terutama karakteristik tanah. Di daerah dataran tinggi biasanya kimpul berbentuk bulat agak memanjang. Tanaman ini terdiri dari tiga bagian utama, yaitu kulit, korteks, dan inti. Kulitnya halus, berserat dan tertutup oleh sisik. Tanaman ini dapat tumbuh hingga dua meter atau lebih. Daunnya berbentuk seperti anak panah, tebal, dan tangkai daunnya panjang.Tanaman kimpul merupakan salah satu komoditi sumber pangan karbohidrat. tidak hanya itu saja umbi kimpul juga mengandung protein, lemak, serat, dan mineral. Dan salah satu keunggulan dari umbi kimpul yaitu memiliki senyawa bioaktif yang berfungsi melancarkan pencernaan. Permasalahan yang sering terjadi dalam pemanfaatan umbi kimpul adalah terdapat senyawa antigizi berupa kalsium oksalat yang dapat menimbulkan rasa gatal, sensasi terbakar dan iritasi pada kulit, mulut, tenggorokan dan saluran cerna pada saat dikosumsi. Konsentrasi asam oksalat dalam dosis tinggi bersifat merusak karena dapat menyebabkan gastroenteritis, shok, kejang, rendahnya kalsium plasma, tingginya oksalat plasma dan kerusakan jantung [2]. Efek kronis yang dapat disebabkan jika mengkosumsinya yaitu terjadinya endapan Kristal kalsium oksalat dalam ginjal dan membentuk batu ginjal [3]. Adapun dosis yang dapat menyebabkan efek kronis adalah antara 10-15 gram [4]. Sedangkan pada umbi kimpul kalsium oksalat yang terkandung masih dibawah titik aman yaitu 1.83 mg dalam 100 gram bahan [2]. Dalam penanganannya kalsium oksalat dapat dihilangkan dengan cara fisik, mekanis, dan kimiawi. Yang dimaksud dengan cara fisik yaitu dengan cara perebusan dengan api yang besar sampai kulitnya dapat dikelupas [5]. Sedangkan cara mekanis yaitu dengan menggunakan bantuan alat seperti Stamp Mill dan Blower dimana prinsip kerja dari alat tersebut yaitu menghancurkan bahan menjadi partikel berukuran kecil untuk mengekstrak komponen bahan pangan dari matriks bahan pangan utuh dan memisahkan kontaminan dari bahan campuran kering berdasarkan perbedaan ukuran dengan diberikan aliran udara yang bergerak [6]. Dan secara kimiawi dengan menggunakan garam dapur karena selama proses penggaraman akan terjadi proses osmosa yaitu air dalam jaringan bahan akan ditarik oleh larutan garam [7]
254
Beras Tiruan Berbasis Tepung Kimpul – Arisandy, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.253-261, Januari 2016 Tabel 1. Komposisi Gizi Umbi Kimpul dalam 100 gram bahan Komponen Gizi Jumlah (%)* Protein 2.81 Lemak 0.08 Air 67.26 Abu 1.19 Karbohidrat 28.66 Pati 20.87 Serat Kasar 0.56 Serat Pangan 1.31 Larut Air Serat Pangan 6.93 Tidak Larut Air PLA (Polisakarida 0.99 Larut Air) Diosgenin 0.00083 (mg/100g bahan) Sumber: *[8] Tepung Kimpul Semua umbi-umbian merupakan bahan pangan yang mempunyai kandungan air yang tinggi dan masih melakukan metabolisme meskipun setelah dipanen. Guna mencegah terjadinya kerusakan dan memperpanjang umur simpan, umbi disimpan dalam kondisi terkendali atau dibuat tepung. Tepung merupakan bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara penggilingan atau penepungan. Pada proses penggilingan umbi yang sudah dikeringkan berupa chip atau sawut diperkecil dengan cara ditekan dengan gaya mekanis dari alat penggiling. Pengolahan menjadi tepung, disamping memperpanjang umur simpan karena rendahnya kadar air juga dapat memberikan keuntungan seperti mudah dalam pengolahan lanjut atau dapat meningkatkan nilai ekonomisnya. Tabel 2. Komposisi Gizi Tepung Kimpul dalam 100 gram bahan Kompisisi Gizi Jumlah (%)* Protein 6.69 Lemak 0.18 Air 7.69 Abu 1.76 Karbohidrat 83.68 Pati 58.82 Serat Kasar 1.28 Serat Pangan Larut 1.92 Air Serat Pangan Tidak 4.97 Larut Air PLA 4.33 Diosgenin (mg/100g 0.02 bahan) Sumber. *[8] Dalam proses pembuatan tepung kimpul, umbi setelah diturunkan kadar kalsium oksalatnya dengan garam dapur kemudian direndam dengan natrium metabisulfit. Pada 255
Beras Tiruan Berbasis Tepung Kimpul – Arisandy, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.253-261, Januari 2016 konsentrasi 200 ppm bahan pengawet ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, dan khamir. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah sulfit yang tak terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH dibawah 3. Selain sebagai pengawet sulfit dapat dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat melanoid sehingga mencegah timbulnya warna coklat [9]. Batas maksimum penggunaan natrium metabisulfit dalam makanan yang dikeringkan yaitu antara 2000-3000 ppm. Jumlah penyerapan dan penahan (residu) natrium metabisulfit dalam bahan yang dikeringkan dipengaruhi oleh varietas, kemasakan, dan ukuran bahan, konsentrasi natrium metabisulfit yang digunakan, waktu sulfuring, suhu, kecepatan aliran udara dan kelembaban udara selama pengeringan serta keadaan penyimpanan [10] Beras Tiruan Beras tiruan merupakan salah satu produk hasil diversifikasi makanan pokok yang diolah dari bahan baku berbasis karbohidrat dengan penambahan zat-zat tertentu. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pangan pokok tiruan dapat berasal dari beras (nasi) yang diperkaya dengan komponen nutrisi lain maupun yang berasal dari komoditas lain berbasis karbohidrat [11]. Beras tiruan merupakan salah satu bentuk upaya diversifikasi makanan pokok yang diolah dari bahan baku berbasis karbohidrat dengan penambahan zat-zat tertentu untuk memperbaiki kualitas makanan pokok. Pangan olahan pengganti beras, adalah semua jenis olahan pangan yang menggunakan bahan baku non-beras, dapat berupa makanan pokok, makanan ringan, atau bentuk olahan lainnya, yang apabila dikosumsi dapat menggantikan beras dalam hal kecukupan kalori. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan beras tiruan antara lain memiliki sifat praktis, mudah diperoleh, enak (pulen), warna dan aroma menyerupai nasi [12] Dalam proses pembuatan beras tiruan meliputi beberapa tahapan, yaitu tahap pencampuran komponen pati, hidrokoloid, dan bahan lain, pengulenan dengan menggunakan air hingga mencapai kadar air 25-55%, pencetakan dengan granulator untuk membentuk butiran granula menyerupai beras, pengukusan pada suhu 70°-105°C selama 3-30 menit, serta pengeringan hingga didapatkan produk dengan kadar air kurang dari 20% [13]. Selain itu, produk pangan pengganti beras tersebut juga harus memiliki nilai gizi yang cukup. Beberapa parameter penting dalam menentukan mutu rasa makanan pokok antara lain meliputi rasio amilosa-amilopektin, kandungan protein, suhu gelatinisasi pati, pengembangan volume, penyerapan air, viskositas gel, dan konsistensi gel pati [12]. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin dapat menentukan tekstur, pera atau lengketnya nasi, dan cepat atau tidaknya nasi mengeras. Semakin tinggi kadar amilosa dalam beras maka semakin keras dan pera nasi yang dihasilkan. Sebaliknya, semakin tinggi kadar amilopektin beras maka semakin pulen dan lengket nasi yang dihasilkan [14] Bahan Pembuat Beras Tiruan 1. Air Air merupakan komponen yang penting dalam proses pembuatan beras tiruan yang berperan dalam pembuatan adonan dan melarutkan bahan-bahan lain yang dibutuhkan. Kekurangan air menyebabkan partikel tepung tidak terhidrasi bersama, dan ini akan menyebabkan permasalahan dalam proses selanjutnya seperti pada saat pencampuran dan pencetakan. Suhu air yang digunakan dalam pencampuran adonan juga berpengaruh terhadap sifat adonan. Pencampuran adonan dengan air panas mengakibatkan terjadinya gelatinisasi pati sehingga dapat mengembangkan daya adhesi adonan. Air sangat berfungsi dalam konsistensi dan karakteristik rheologi adonan yang sangat menentukan sifat adonan selama proses dan akhirnya menentukan mutu produk yang dihasilkan [15]
256
Beras Tiruan Berbasis Tepung Kimpul – Arisandy, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.253-261, Januari 2016 2. Minyak Sawit Minyak merupakan medium pengolahan bahan makanan yang berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, dan menambah nilai kalori bahan pangan. Minyak sawit merupakan sumber vitamin E, tokoferol dan tokotrienol yang berperan sebagai antioksidan, yaitu suatu zat yang dapat mencegah terjadinya oksidasi. Tokoferol dan tokotrienol dapat menangkap radikal bebas dan mencegah kanker. Minyak dan lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Minyak mengandung asam-asam esensial seperti asam linoleat, linolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh plasma akibat penumpukan kolesterol. Minyak atau lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin A, D, E, dan K [16] 3. Sodium Tripoliphosphate (STPP) STPP merupakan senyawa yang memiliki gugus fosfat yang bersifat polar dan bermuatan negatif. Gugus polar pada STPP bersifat hidrofilik (ion yang suka air) sehingga fraksi fosfat larut dalam molekul air dan mampu membentuk ikatan dengan protein. Dengan adanya ion hidrofilik maka kesetimbangan antara yang larut dan tidak larut menyebabkan terbentuknya gel [13]. Pada pembuatan beras tiruan STPP berfungsi untuk mengenyalkan dengan cara mencegah terjadinya retrogradasi. STPP akan membentuk ikatan silang dengan pati menjadi struktur yang rapat dan padat sehingga retrogradasi dapat dihindari [17]. Selain itu, STPP juga digunakan sebagai bahan pengikat air agar air dalam adonan tidak menguap, sehingga adonan tidak mengalami pengerasan atau kekeringan di permukaan sebelum proses pembentukan adonan [18] 4. Garam Garam yang digunakan adalah garam dapur yang memiliki karakteristik berwarna putih, bersih dari kotoran, kering dan berbentuk kristal. Garam berfungsi sebagai pengawet disamping itu juga berfungsi sebagai bumbu supaya rasa yang dihasilkan tidak hambar, garam yang baik jika dilarutkan airnya tetap jernih. 5. Tepung Beras Tepung beras memiliki warna putih, terasa lembut dan halus dibandingkan dengan tepung ketan. Tepung beras tidak memiliki kandungan gluten sehingga dari sisi nutriasi hal ini menguntungkan karena tidak memperberat fungsi organ cerna. Suhu gelatinisasi tepung beras adalah 82.475°C. Suhu gelatinisasi tepung beras yang cukup tinggi membutuhkan suhu pemasakan yang lebih tinggi untuk membentuk pasta yang kental [19]. Tepung beras memiliki kandungan pati sebesar 76 – 82% [12]. Perbandingan tertentu dari amilosa dan amilopektin dalam tepung beras dapat mempengaruhi tekstur dan cita rasa produk yang dihasilkan [20]. Selain itu, tepung beras juga dapat digunakan untuk meningkatkan kerenyahan dan mengendalikan viskositas dan pencoklatan [21]. Tepung beras dikehendaki terutama untuk pembuatan makanan yang bersifat semi-basah yang masih mempunyai sifat tegar. Sifat tegar berkaitan dengan sifat mudah retak. Apabila sifat retak tersebut tidak dikehendaki maka dapat ditambahkan pati tapioka atau bahan lain untuk mendapatkan tekstur yang tertentu. Tepung beras merupakan bahan mentah yang sangat luwes untuk membuat berbagai macam makanan seperti pembuatan bihun, rempeyek, keripik, dan roti beras. Di antara padi-padian, beras paling aman dikosumsi sebagai bahan makanan tanpa menganggu kesehatan [12] 6. Kalsium Klorida (CaCl2) Perendaman dalam larutan kalsium klorida (CaCl2) bertujuan untuk mempertahankan tekstur beras tiruan yang dihasilkan. Kalsium dapat mempertinggi kekerasan gel karena adanya ikatan kalsium dengan gugus karboksil melalui jembatan kalsium [22]. Umumnya digunakan garam Ca, seperti kalsium klorida, kalsium sitrat, kalsium laktat, kalsium sulfat, dan kalsium 257
Beras Tiruan Berbasis Tepung Kimpul – Arisandy, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.253-261, Januari 2016 monofosfat. Kalsium klorida banyak digunakan sebagai bahan pengeras tektur. Hal ini disebabkan terbentuknya ikatan antara kalsium dengan pektat membentuk kalsium pektat yang tidak larut dalam air. Pembentukan kalsium pektat disebabkan oleh ion Ca2+ yang bereaksi dengan masing-masing gugus karbonil dari dua asam pektinat. Ikatan yang terbentuk akan mencegah kelarutan substansi pektin dan menghasilkan produk yang lebih keras. 7. Alginat Alginat merupakan grup polisakarida alami yang diekstrak dari rumput laut coklat. Dalam dinding sel dan ruang intraseluler rumput laut coklat, alginat ditemukan sebagai campuran garam kalsium, kalium, dan natrium dari asam alginat. Alginat adalah suatu hidrokoloid, yaitu substansi dengan molekul yang sangat besar dan dapat dipisahkan dalam air untuk memberikan kekentalan pada larutan. Alginat merupakan polimer linier dengan berat molekul tinggi sehingga sangat mudah menyerap air [23]. Alginat yang larut air membentuk gel pada larutan asam karena adanya ion kalsium atau kation Ca2+ akan menghentikan pergeseran molekul dan terbentuk struktur gel yang stabil. Secara kasar penambahan kation Ca2+ pada konsentrasi rendah tidak menimbulkan perubahan shear dan membentukgel, sedangkan jumlah Ca2+ yang tinggi menyebabkan perubahan shear yang tinggi dan membentuk gel kalsium alginat [24]. Viskositas dari larutan alginat dipengaruhi oleh konsentrasi, pH, bobot molekul, suhu dan adanya kation logam polivalen. Semakin tinggi konsentrasi atau bobot molekul maka semakin tinggi viskositasnya. Viskositas alginat akan menurun dengan pemanasan, meningkat lagi bila didinginkan kembali, kecuali dengan pemanasan suhu tinggi dan waktu relatif lama akan mengakibatkan degradasi molekul dan menyebabkan penurunan viskositas. Larutan garam alginat menunjukkan sedikit perubahan viskositas pada kisaran pH 4-10, oleh karena itu alginat dengan kisaran pH tersebut biasa digunakan untuk industri makanan [24]. Berdasarkan sifat fisik dan kimia alginat, maka alginat dapat berfungsi sebagai suspending agent, emulsifier, stabilizer, binder, thickened, film former, coating agent, synersis inhibitor, crystalization inhibitor, dan encapsulation agent [25]. Alginat banyak digunakan dalam industri pangan secara luas, bukan sebagai penambah nilai gizi, tetapi menghasilkan dan memperkuat tekstur atau stabilitas pada produk olahan. Larutan alginat dapat menurunkan kadar kolesterol secara efektif, menurunkan tekanan darah, kadar gula darah serta meningkatkan penyerapan kalsium [26] Pembuatan Beras Tiruan Proses pembuatan beras tiruan meliputi beberapa tahapan, yaitu tahap pencampuran komponen pati, hidrokoloid, dan bahan lain, pengulenan dengan menggunakan air hingga mencapai kadar air 25-55%, pencetakan dengan granulator untuk membentuk butiran granula menyerupai beras, pengukusan pada suhu 70°-105°C selama 3-30 menit, serta pengeringan hingga didapatkan produk dengan kadar air kurang dari 20% [13] 1. Pencampuran Pencampuran merupakan unit operasi untuk memperoleh ukuran yang seragam dari satu atau lebih komponen atau bahan pencampur, dengan cara menyebarkan komponen dalam bahan satu ke dalam komponen bahan yang lain. Proses pencampuran tidak berpengaruh langsung baik pada kualitas nutrisi maupun pengawetan bahan pangan, namun memungkinkan komponen-komponen dalam pencampuran untuk bereaksi bersama sehingga membantu meningkatkan sifat sensoris dari bahan pangan [6]. 2. Pencetakan Pencetakan bertujuan untuk memperoleh bentuk yang padat dan seragam [6]. Pembuatan pangan olahan alternatif dari jagung dan ubi kayu yang menyerupai nasi menggunakan alat pencetak granula yang disebut granulator [27]
258
Beras Tiruan Berbasis Tepung Kimpul – Arisandy, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.253-261, Januari 2016 3. Pengukusan Proses pengukusan meliputi pemutusan ikatan hidrogen dari pengembangan granula pati. Secara mikroskopik, perubahan granula pati saat pemanasan pada suhu kamar berlangsung cepat dan meliputi tahap penyerapan air hingga 25-30% yang bersifat reversible. Pada tahap selanjutnya, yaitu pada suhu sekitar 65°C, granula pati mulai mengembang dan menyerap air dalam jumlah banyak yang bersifat irreversible [12]. Tekanan dan suhu ruang pengukusan menyebabkan pemekaran dan pengembangan struktur rongga yang baik pada produk. Hal ini menyebabkan cepatnya proses pengeringan dan cepatnya rehidrasi [6] 4. Pengeringan Pada proses pengeringan pada pembuatan beras cepat tanak, beras yang mengalami gelatinisasi, dikeringkan berfungsi untuk membuat biji-biji beras menjadi berpori dan dalam keadaan struktur terbuka. Hasil olahan akhirnya berupa biji-biji kering yang terlepas satu sama lain, tanpa menggerombol dan volumenya 1,5-3 kali volume timbunan beras mentahnya [12] Faktor-Faktor Mutu / Kualitas Beras Tiruan 1. Reaksi Pencoklatan Umbi-umbian merupakan salah satu komoditi yang mudah mengalami reaksi pencoklatan terutama setelah umbi dikupas. Hal ini membuat umbi tak terlindungi dari udara luar yang menyebabkan reaksi oksidasi. Enzim yang berada dalam umbi menjadi aktif bersama udara sehingga terjadi reaksi pencoklatan (Enzymatic browning). Reaksi pencoklatan enzimatis terjadi pada bahan yang banyak mengandung senyawa fenolik. Senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan enzimatis beberapa diantaranya adalah katekin, tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin [10] 2. Kandungan Amilosa dan Amilopektin Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut dengan amilosa dan amilopektin. Peranan perbandingan amilosa dan amilopektin sangat mempengaruhi tekstur nasi [28]. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin dapat menentukan tekstur, pera atau lengketnya nasi cepat atau mengeras. Semakin tinggi kadar amilosa dalam beras, maka semakin keras nasi yang dihasilkan. Sebaliknya semakin tinggi kadar amilopektin, maka semakin pulen dan lengket nasi yang dihasilkan [14]. Kadar amilosa beras diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu beras amilosa sangat rendah (<10%), beras beramilosa rendah (10-20%), beras beramilosa sedang (20-24%), beras beramilosa tinggi (25%) [29] 3. Gelatinisasi Pati Proses gelatinisasi pati adalah proses perubahan sifat fisik pati karena adanya air dan pemberian energi. Pada awal gelatinisasi, granula pati yang berisi amilosa dan amilopektin akan mulai menyerap air. Penyerapan air akan semakin meningkat dengan meningkatnya suhu pemasakan yang menyebabkan granula pati mengembang (Swelling). Pada saat swelling, amilosa mulai berdifusi keluar dan akhirnya terbentuk matriks gel setelah granula pecah. Suhu disaat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi [30] . SIMPULAN Umbi kimpul termasuk jenis umbi-umbian lokal inferior yang memiliki banyak manfaat. Salah satu manfaat dari umbi kimpul yaitu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan beras tiruan. Kemampuan umbi kimpul sebagai bahan baku beras tiruan didapat dari senyawa pati yang terkandung didalam umbi. Jika dibandingkan dengan beras pada umumnya, beras
259
Beras Tiruan Berbasis Tepung Kimpul – Arisandy, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.253-261, Januari 2016 tiruan berbasis tepung kimpul lebih unggul. Keunggulan beras tiruan berbasis tepung kimpul ini terletak pada nasi yang dihasilkan lebih punel jika dibandingkan dengan beras biasa. DAFTAR PUSTAKA 1) Kusumo, S, Khasanah M, Moeljopawiro S. 2002. Panduan Karakterisasi dan Evaluasi Plasma Nuftah Talas. Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Komisi Nasional Plasma Nufftah 2) Ayu, D.C dan Sudarminto, S.Y. 2014. Sifat Fisik Kimia Tepung Kimpul. Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2 (2):110-120 3) Bradburry and Halloway. 1988. Chemistry of Tropical Root Crops: Significance for Nutrition and Agricultur In The Pacific. Chemistry Department Australian Centre for International Agriculture Research. Canberra 4) Noor, Z.1992. Senyawa Anti Gizi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta 5) Hetterscheid, W. 1996. Amorphallus: Introduction and Taxonomic Description. International Aroid Society. http://www/aroid.org/genra.amophallus/amintro.html. Tanggal akses : 6/11/2014 6) Fellows, P. J. 1990. Food Processing and Technology : Principles and Practices. Ellis Harwood. New York 7) Rahmawati, E. 1993. Pembuatan Chip Kimpul (Xanthosoma Sagittifolium. L Schoot) Kajian Dari Cara Proses serta Konsentrasi Garam dan Abu. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang 8) Jatmiko, G. P. 2013. Karakeristik Fisiko Kimia, Bioaktif, dan Organoleptik Mie dari Umbi Kimpul (Xanthosoma sagittifolium). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya 9) Syarief, R dan A, Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian. Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta 10) Susanto, T dan Saneto, B. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu. Surabaya 11) Lubis, S dan Sudaryono. 2007. Studi Pendahuluan Pembuatan Beras Kaya Iodium. http://www.pascapanen.litbang.deptan.go.id. Tanggal akses : 9/11/2014 12) Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. UGM Press. Yogyakarta 13) Kurachi, H. 1995. Process of Making Enriched Artificial Rice. http://www.freepatentsonline.com/5403606. Tanggal akses : 10/11/2014 14) Astawan, M. 2004. Sehat Bersama Aneka Pangan Serat Alami. Tiga Serangkai. Solo 15) Murtini, E.S. 2007. Teknologi Pengolahan Umbi-umbian dan Serealia. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang 16) Putri, D. P. 2013. Minyak Goreng. Universitas Diponegoro. Semarang. http://www.eprints.undip.ac.id/43721/3/AnggitaDP_G2A009083_BabIIKTI.pdf. Tanggal akses : 10/11/2014 17) Trenggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. UGM Press. Yogyakarta 18) Astina, N.H. 2007. Pembuatan Mie Basah dengan Penambahan Wortel. Departemen Teknologi Pertanian. Sumatera Utara 19) Supriyadi, D. 2012. Studi Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin dan Kadar Air terhadap Kerenyahan dan Kekerasan Model Produk Gorengan. Skripsi. IPB. Bogor 20) Astawan M, Wresdiyati, Koswara S. 2004. Pemanfaatan Iodium dan Serat Pangan dari Rumput Laut untuk Peningkatan Kecerdasan dan Pencegahan Penyakit Degeneratif. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, IPB. Bogor
260
Beras Tiruan Berbasis Tepung Kimpul – Arisandy, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.253-261, Januari 2016 21) Utami, C.M. 2011.Pembuatan Beras Tiruan Berbasis Tepung Ubi Jalar Putih dan Tepung Beras (Kajian Proporsi Tepung Komposit dan Konsentrasi Tepung Porang). Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang 22) Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 23) McHugh, D. J. 2003. A Guide To The Seaweed Industry. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Roma 24) Rasyid, A. 2005. Beberapa Catatan Tentang Alginat. Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta 25) Anggadiredja J, Zatnika A, Sujatmiko W, Ismail S, Moor Z. 1993. Teknologi Produk Perikanan dalam Industri Farmasi ; Potensi dan Pemanfaatan Makro Alga Laut. Fakultas Perikanan Intitut Pertanian Bogor. Bogor 26) Astawan, M. 2003. Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal. http://www.kompas.com/kesehatan/news/0302/21/195529.html. Tanggal akses : 10/11/2014 27) Joelijani, B. O. 2005. Produksi Pangan Olahan Alternatif dari Jagung dan Ubi Kayu. http://www.bppt.go.id. Tanggal akses 10/11/2014 28) Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta 29) Pramita, C. 2011. Pemanfaatan Tepung Talas Belitung/Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) Sebagai Beras Tiruan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang 30) Fardiaz. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
261