Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.2, 2015
PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP SIFAT FISIK – KIMIA TEPUNG KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) Miatuz Zuhro*, Musthofa Lutfi, La Choviya Hawa Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email:
[email protected]
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dan suhu pengeringan terhadap sifat fisik – kimia tepung kimpul. Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 (dua) faktor dan 3 (tiga) kali pengulangan. Faktor I adalah lama perendaman dengan aquades yaitu (0, 12 and 24 jam). Faktor II yaitu suhu pengeringan (50, 60, 70 and 80°C). Adapun parameter yang diamati meliputi kadar air, bulk density, kadar pati, kadar abu, rendemen dan warna. Data analisis menggunakan ANNOVA, apabila terdapat perbedaan diuji lanjut dengan BNT selang kepercayaan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan lama perendaman dan suhu pengeringan. Lama perendaman berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu dan rendemen. Sedangkan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air (P<0,01). Perlakuan lama perendaman 12 jam dengan suhu pengeringan 70±5°C merupakan perlakuan terbaik dengan nilai kadar air sebesar 4,97%, kadar abu 1,02%, kadar pati 47,17%, bulk density 0,78 gr/ ml dan rendemen 18,1%. Kata Kunci : perendaman, pengeringan, tepung kimpul.
The Influence of Immersion Time and Drying Temperature on Psychochemical Characteristic of Taro Tuber Flour (Xanthosoma sagittifolium)
ABSTRACT The objective of reseach are to study the influence of immersion time and drying temperature on psychochemical characteristic of taro tuber flour. Research design is Completely Randomized Design with 2 (two) factors and (three) replications. First factors is immersion length (0, 12 and 24 hours) and second factors is drying temperature (50, 60, 70 and 80°C). The parameters were observed include moisture, bulk density, starch, ash content, yield and whiteness index. Data are analyzed with ANNOVA. If there is obvious different in the interaction of both treatments, it is followed by BNT at trust interval of 5%. The result showed that immersion length and drying temperature had no effect. Immersion length has obvious influence (P<0,01) to ash content and yield. Drying temperature has obvious influence (P<0,01) to moisture. Treatment of immersion length 12 hours at 70±5°C is the best treatment with moisture for 4,97%, ash content for 1,02%, starch for 47,17%, bulk density 0,78 gr/ml and yield for 18,1%. Key words: immersion, drying, taro tuber flour
26
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.2, 2015
PENDAHULUAN Kebutuhan pangan akan semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk. Berbagai jenis pangan diproduksi dengan meningkatkan kuantitas serta kualitasnya untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Di Indonesia, hampir seluruh kebutuhan pokok berbasis pertanian seperti beras dan gandum dikuasai asing. Untuk menekan ketergantungan pemerintah pada impor beras dan gandum maka dilakukan upaya pemanfaatan bahan pangan lain sebagai pengganti beras dan gandum. Salah satunya adalah jenis umbi-umbian yaitu umbi kimpul. Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) mempunyai potensi sebagai bahan baku tepung mengingat kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi terutama pati sebesar 77,90% (Kresnawati, 2010). Berdasarkan data kandungan gizi dalam Daftar Komposisi Bahan Pangan yang disingkat DKBM, kandungan nilai gizi yang terkandung dalam 100 kimpul segar diantaranya 1,90 protein, 0,20 lemak, dan 23,70 karbohidrat (Kusumo, 2002). Di Indonesia, umumnya kimpul hanya dikonsumsi secara sederhana misalnya dikukus, direbus, dibuat gethuk, perkedel, keripik dan sebagainya. Jika dikaji lebih lanjut, umbi kimpul dapat diolah menjadi berbagai produk olahan yang bernilai jual tinggi misalnya dibuat beras tiruan, campuran cake dan lain-lain. Sehingga diperlukan upaya diversifikasi pengolahan umbi kimpul menjadi tepung. Permasalahan yang terjadi ketika kimpul ini akan dikonsumsi yaitu adanya rasa gatal yang disebabkan adanya senyawa kalsium oksalat (Iwuoha, 1995). Disamping rasanya, senyawa oksalat juga dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mulut dan saluran pencernaan. Agar aman dikonsumsi, kalsium oksalat yang ada pada kimpul harus dikurangi. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan proses perendaman yang dapat menurunkan kadar oksalat (Hartati, 2003). Pembuatan tepung kimpul dengan perendaman ini bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomis, fungsional kimpul dan yang terutama adalah untuk menurunkan kadar oksalat pada kimpul serta memecahkan kendala yaitu warna tepung kimpul yang dinilai kurang cerah dan aromanya yang cenderung langu. Apabila tepung kimpul tanpa perendaman diaplikasikan pada produk pangan, akan mempengaruhi kenampakan fisik, dan aroma dari produk khususnya warna produk yang kurang menarik dan aroma produk yang kurang sedap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dan suhu pengeringan terhadap sifat fisik dan kimia tepung kimpul (Xanthosoma sagittifolium). Adapun sifat fisik tepung yang diamati meliputi rendemen, warna dan bulk density. Sedangkan sifat kimianya meliputi kadar air, kadar abu, dan pati.
METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu cabinet dryer, ayakan 80 mesh, desikator, timbangan analitik, blender merk philips, gelas ukur, loyang, termometer, cawan petri, panci, slicer, wadah plastik tertutup, pisau dan baskom. Bahan yang digunakan yaitu umbi kimpul yang diperoleh dari Pasar Batu Malang. Bahan yang digunakan untuk perendaman yaitu aquades pH 7.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 2 faktor yaitu lama perendaman (0, 12 dan 24 jam) dan suhu pengeringan (50, 60, 70, dan 80°C). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 36 satuan percobaan. Dan hasil pengamatan yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan analisa ragam ANOVA (α=0,01) dengan uji lanjut BNT 5%. Untuk menentukan perlakuan terbaik digunakan metode Bayes (Marimin, 2004). Sifat fisik tepung kimpul yang diamati meliputi rendemen (AOAC, 1995), bulk density (Sharma et al., 2000) dan warna (AOAC, 1995). Sedangkan sifat kimianya meliputi kadar air (AOAC, 1995), kadar abu (AOAC, 1995) dan pati (Luff Schoorl –SNI-01-2892-1992).
27
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.2, 2015
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Kadar air merupakan sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Grafik hubungan antara kadar air terhadap lama perendaman dan suhu pengeringan ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Hubungan Kadar Air Terhadap Lama Perendaman dan Suhu Pengeringan Kadar air tertinggi terjadi pada lama perendaman 24 jam dan suhu pengeringan 50oC sebesar 6,92%. Sedangkan kadar air terendah terjadi pada lama perendaman 24 jam dan suhu pengeringan 80oC sebesar 3,46%. Dari hasil analisa sidik ragam (α=0,01) diketahui bahwa perlakuan suhu pengeringan memberikan perngaruh nyata terhadap kadar air tepung kimpul (P<0,01). Semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan maka kadar air tepung kimpul yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini sesuai dengan penyataan Desroiser (1988), bahwa semakin tinggi suhu udara pengeringan, maka semakin besar panas yang dibawa udara sehingga semakin banyak jumlah air yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Bulk Density Denditas Kamba (bulk density) adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu. Grafik hubungan bulk density terhadap lama perendaman dan suhu pengeringan ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Hubungan Bulk Density Terhadap Lama Perendaman dan Suhu Pengeringan
28
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.2, 2015
Nilai bulk density yang didapat berkisar antara 0,753 - 0,796 gr/ml. Nilai bulk density tertingi terjadi pada perlakuan lama perendaman 0 jam dengan suhu pengeringan 80°C, sedangkan bulk density terendah pada perlakuan lama perendaman 12 jam dengan suhu pengeringan 60°C. Dari hasil analisa sidik ragam (α=0,01) bahwa perlakuan lama perendaman dan suhu pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai bulk density (P>0,05). Bulk density pada hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan bulk density tepung terigu yaitu 0,48 gr/ml. Perbedaan ini menunjukkan bahwa tepung tersebut lebih ringkas. Selain itu, kandungan pati pada tepung kimpul juga berpengaruh terhadap densitas tepung yang dihasilkan. Bahan pangan yang memiliki densitas kamba (bulk density) tinggi menunjukkan kepadatan gizi yang tinggi juga. Hal ini sesuai dengan pendapat Bhatacharya dan Prakash (1994), yang menyatakan bahwa kadar pati yang tinggi pada tepung menyebabkan bulk density meningkat. Hal ini disebabkan kadar pati memiliki berat molekul yang tinggi sehingga menghasilkan densitas yang tinggi pula. Kadar Abu Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Grafik hubungan kadar abu terhadap lama perendaman dan suhu pengeringan ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Hubungan Kadar Abu Terhadap Lama Perendaman dan Suhu Pengeringan Nilai kadar abu yang cenderung mengalami naik turun antar perlakuan. Pada perendaman 0 jam dan 12 jam nilai kadar abu cenderung turun, tetapi pada perendaman 24 jam naik kembali. Nilai kadar abu berkisar antara 0,77 – 1,87%. Dari hasil analisa sidik ragam (α=0,01) menunjukkan bahwa lama perendaman berpengaruh terhadap kadar abu tepung kimpul (P<0,01). Pada penelitian ini dihasilkan nilai kadar abu yang lebih rendah. Hal tersebut diduga karena adanya proses perendaman. Semakin lama perendaman, maka nilai kadar abu semakin rendah. Menurut Ridal (2003), perbedaan kandungan mineral tersebut diduga karena semakin lama waktu fermentasi, akan semakin banyak komponen-komponen dalam bahan yang hilang akibat terlarut dengan air medium fermentasi. Sedangkan perbedaan suhu pengeringan tidak memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu tepung kimpul. Secara keseluruhan semakin lama perendaman maka kadar abu semakin menurun berarti semakin baik kualitas tepung yang dihasilkan. Sebaliknya semakin tinggi kadar abu semakin buruk kualitas tepung. Kadar Pati Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dua fraksi amilosa dan amilopektin. Grafik hubungan antara kadar pati terhadap lama perendaman dan pengeringan ditunjukkan pada Gambar 4. Nilai kadar pati tertinggi yaitu 47,70% pada perlakuan perendaman 24 jam dengan suhu 80°C. Sedangkan kadar pati terendah didapatkan pada perlakuan perendaman 12 jam dengan suhu 80°C sebesar 46,72%.
yaitu suhu lama lama
29
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.2, 2015
Gambar 4. Grafik Hubungan Kadar Pati Terhadap Lama Perendaman dan Suhu Pengeringan Nilai kadar pati pada penelitian ini lebih rendah dari standar yaitu 75%. Penurunan pati tersebut diduga disebabkan karena saat proses pengolahan yaitu pada saat chips kimpul dicuci setelah direndam atau difermentasi. Hal ini menyebabkan sebagian pati mengendap dalam air dan tidak ikut dalam proses penepungan. Hal tersebut sejalan dengan Abera dan Rakshit (2003) melaporkan bahwa kadar pati dapat berkurang karena partikel-partikel pati yang berukuran lebih kecil ikut terbuang bersama partikel serat halus selama proses pencucian pati. Rendemen Rendemen merupakan presentase berat tepung yang dihasilkan dari berat bahan yang digunakan. Grafik hubungan rendemen dengan lama perendaman dan suhu pengeringan ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Hubungan Rendemen Terhadap Lama Perendaman dan Suhu Pengeringan Rata-rata rendemen tepung kimpul mengalami naik turun untuk setiap perlakuannya. Nilai rendemen berkisar antara 12,77 – 19,83 %. Rendemen terendah didapat pada perlakuan lama perendaman 24 jam dengan suhu pengeringan 60°C. Pada kondisi tersebut potongan chips kimpul belum kering secara keselurahan dan kadar air masih tinggi karena sel chips kimpul yang direndam akan menyerap air lebih banyak seiring dengan peningkatan waktu perendaman sehingga teksturnya keras dan sulit dihancurkan. Pernyataan tersebut didukung oleh Herudiyanto dan Agustina (2009) mengatakan bahwa tingkat kekerasan bahan akan mempengaruhi proses penggilingan dimana bahan yang lebih keras akan
30
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.2, 2015
mengasilkan partikel yang lebih besar sehingga jumlah bahan yang lolos saat proses pengayakan akan semakin sedikit. Sedangkan rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan lama perendaman 0 jam dengan suhu pengeringan 80°C.. Saat pengeringan suhu 80°C kandungan air dan komponen-komponen lain yang larut dalam air akan banyak menguap sehingga chips kimpul akan semakin kering dan mudah dihancurkan. Chips kimpul yang telah kering dengan sempurna akan mempermudah proses penggilingan dan pengayakan sehingga rendemen yang dihasilkan tinggi. Warna RGB adalah model warna pencahayaan yang apabila ketiga warna tersebut dikombinasikan maka menghasilkan warna putih. Tabel nilai Red Green Blue ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Red (R), Green (G) dan Blue (B) pada Berbagai Variasi Lama Perendaman dan Suhu Pengeringan Perlakuan Lama Suhu Perendaman Pengeringan (Jam) (°C) 0 50 12 50 24 50 0 60 12 60 24 60 0 70 12 70 24 70 0 80 12 80 24 80
Nilai Red
Green
Blue
140 131 126 128 136 130 140 130 137 141 135 133
143 134 129 131 139 134 143 134 139 144 138 135
142 133 131 133 139 133 146 133 141 145 138 135
Secara visual tidak ada perbedaan warna sampel pada setiap perlakuan. Warna sampel secara keseluruhan sama yaitu putih agak keabu-abuan. RGB disebut juga ruang warna yang dapat divisualisasikan sebagai sebuah kubus dengan tiga sumbunya yang mewakili komponen warna merah (red), hijau (green), biru (blue). Model warna RGB menggambarkan warna dalam hal jumlah cahaya merah, hijau, dan biru di dalamnya. Nilai merah, hijau, biru yaitu jangkauan dari 0 sampai 255, dengan putih didefinisikan sebagai (255, 255, 255), hitam (0, 0, 0), merah (255, 0, 0), hijau (0, 255, 0), dan biru sebagai (0, 0, 255) (Santoso, 1999). Warna merupakan salah satu parameter fisik yang penting dalam sebuah produk pangan. Hal ini dikarenakan seseorang umumnya akan menetapkan pilihan awal terhadap suatu produk berdasarkan kenampakan visual dari produk tersebut (Rangana, 1987). Warna adalah atribut kualitas yang paling penting bersama-sama dengan tekstur dan rasa. Warna merupakan salah satu profil visual yang menjadi kesan pertama konsumen dalam menilai bahan makanan (Susanto, 1994). Sehingga bisa dikatakan warna sangat mempengaruhi kualitas produk terutama tepung. Dari nilai RGB pada tabel diatas yang mempunyai warna paling cerah (putih) yaitu pada perlakuan lama perendaman 0 jam dengan suhu pengeringan 70°C, sedangkan yang paling gelap yaitu pada perlakuan lama perendaman 24 jam dengan suhu pengeringan 60°C. Tetapi secara kasat mata, warna setiap perlakuan tidak ada perbedaan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Saridewi, 2008) tentang tepung talas menggunakan indeks warna L* (Kecerahan) didapatkan bahwa lama perendaman berpengaruh terhadap warna tepung tersebut. Hal ini disebabkan karena semakin lama perendaman semakin banyak komponen penimbul warna seperti pigmen yang terbuang. Proses perendaman dapat menghilangkan kadar protein yang dapat menyebabkan warna kecoklatan saat pengeringan atau pemanasan. Perlakuan Terbaik Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Bayes, perlakuan terbaik dengan nilai skor tertinggi yaitu pada lama perendaman 12 jam dengan suhu pengeringan 70°C. Nilai parameter yang didapatkan
31
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.2, 2015
pada perlakuan ini meliputi kadar air sebesar 4,97%, kadar abu 1,02%, pati 47,17%, bulk density 0,782 gr/ml, nilai red 255, green 161, blue 151 dan rendemen sebesar 18,1%.
KESIMPULAN Lama perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air, kadar pati, bulk density, dan warna. Sedangkan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap kadar abu dan rendemen. Suhu pengeringan pada kadar air, berpengaruh sangat nyata . Sedangkan pada kadar abu, bulk density, kadar pati, rendemen dan warna tidak berpengaruh nyata. Tepung kimpul terbaik diperoleh dari perlakuan lama perendaman 12 jam dengan suhu pengeringan 70±5°C dengan nilai kadar air sebesar 4,97%, kadar abu 1,02%, kadar pati 47,17%, bulk density 0,782 gr/ml, rendemen sebesar 18,1%.
DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemist. Inc. Washington D.C. Abera, S., K, Rakshit. 2003. Comparison of Physicochemical and Functional Porperties of Cassava Starch Extracted From Fresh Root and Dry Chips. Starch/Starke Vol. 55 : 287 – 296. Bathacharya, S., M. Prakash. 1994. Extrusion Blends of Rice and Chiken Pea Flours : A Respobse Surface Analysis. J. Food engineering. 21 : 315 : 330 Desrosier, W. N. 1998. Teknologi Pengawetan Pangan. Diterjemahkan Oleh M. Muldjoharjo. UI-Press. Jakarta. Hartati, N.S., T.K, Prana. 2003. Analisis Kadar Pati dan Serat Kasar Tepung Beberapa Kultivar Talas (Colocasia esculenta L. Schoot). Jurnal Natur Indonesia 6 (1) : 29-33 (2003). Herudiyanto, M dan V.A. Agustina. 2009. Pengaruh Cara Blansing pada Beberapa Bagian Tanaman Katuk (Sauropus anrogynus L.Merr) terhadap Warna dan Beberapa Karakteristik Lain Tepung Katuk. Skripsi Universitas Padjajaran. Bandung. Iwuoha, I.C., A.F, Kalu. 1995. Calcium Oxalate and Physico-Chemical Properties of Cocoyam (Colocasia esculetta and Xanthosoma sagittifolium) Tuber Flour as Affect by Processing. Food Chemistry 54, 61-66 John Wiley and Chisester, New York. Kusumo, S. 2002. Panduan Karakterisasi dan Evaluasi Plasma Nuftah Talas. Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Komisi Nasional Plasma Nuftah. Bogor. Rangana, S. 1987. Quality Control of Fruits and Vegetables Products. Tata me. Graw Hill Publishing Company Limited. New Delhi. Ridal. 2003. Teknologi Pembuatan Tepung dan Pati Ubi-Ubian Untuk Menunjang Kesehatan Pangan. Majalah Pangan X (37) : hal, 37-45 Puslitbang Bulog. Jakarta. Santoso, U., G,Murdjati. 1999. Ekstraksi, Filtrasi Membran dan Uji Stabilitas Zat Warna dari Kulit Manggis (Garcinia mangostana). Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang. Saridewi, D. 1992. Mempelajari Pengaruh Lama Perendaman dan Pemasakan Terhadap Kandungan Asam Oksalat dan Kalsium Oksalat pada Umbi Talas (Colocasia essculenta L. Schott). Institut Pertanian Bogor. Sharma, S. K., S. J. Mulvaney., S. S. Rizvi. 2000. Foods Process Engineering. John Wiley & Sons – Inc. Canada. Susanto, T., B, Saneto. 1994. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. Widiowati, S., M.G, Waha., B.A, Santoso. 1998. Ekstraksi dan Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Fungisional Pati Beberapa Varietas Talas (Colocasia esculenta (L) Schott). Dalam Prosiding seminar Nasional Teknologi Hasil Pertanian. FTP Unibraw. Malang.
32