PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATA PELARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS IX SMPK MARDI WIYATA MALANG Mistiani Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Abstrak: Pemanfaatan sumber belajar berupa bahan ajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Belajar siswa akan lebih mudah jika disertai sumber belajar berupa bahan ajar yang secara khusus dirancang untuk kebutuhan sesuai dengan karakteristik siswa. Pengembangan merupakan upaya menyediakan bahan-bahan pembelajaran yang sebelumnya belum tersedia menjadi tersedia dengan sasaran akhir adalah memudahkan belajar. Model R2D2 merupakan salah satu model desain pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivistik atau constructivistic instructional design. Dalam pelaksanaan pembelajaran, pendekatan konstruktivistik juga membangun interaksi antar pebelajar dan interaksi antara siswa dengan guru. Pengembangan bahan ajar mata pelajaran bahasa Indonesia dengan model R2D2 diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa untuk lebih aktif dan interaktif dalam proses pembelajaran, lebih mudah dalam belajar, senang belajar, dan melakukan kontrol terhadap kegiatan belajarnya. Kata Kunci: pengembangan bahan ajar, model R2D2 PENDAHULUAN Temuan penelitian dari Pudjiono (2006) membuktikan bahwa pemanfaatan sumber belajar berupa bahan ajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pengalaman di lapangan, utamanya pada proses pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks, masih ditemukan beberapa kendala yang menyebabkan proses pembelajaran kurang optimal. Di antaranya, kendala yang berasal dari sumber belajar (buku pembelajaran bahasa Indonesia) dan pembelajar. Dari segi isi, pada buku tidak memberi contoh tema/gambaran yang memudahkan siswa. untuk belajar. Selain itu, pada buku pelajaran yang disediakan tidak ada soal-soal yang bervariasi, seperti menjodohkan, memilih jawaban alternatif, dan jawaban singkat
sehingga kegiatan pembelajaran khususnya saat mengerjakan soal terkesan membosankan. Produk pembelajaran kurang memperhitungkan kebutuhan belajar siswa. Sedangkan dari sisi guru, belum menyediakan bahan ajar yang relevan dengan karakteristik siswa. Pemecahan terhadap masalah pembelajaran di atas dapat dilakukan dengan mengembangkan sumber belajar yang memperhitungkan kepentingan belajar siswa, yaitu kemudahan dalam belajar. Belajar siswa akan lebih mudah jika disertai sumber belajar berupa bahan ajar yang secara khusus dirancang untuk kebutuhan sesuai dengan karakteristik siswa. Apabila siswa merasa mudah dalam belajar, maka diyakini akan meningkatkan hasil belajarnya.
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 438
Pengertian Bahan Ajar Bahan ajar merupakan seperangkat informasi yang harus diserap peserta didik melalui pembelajaran yang menyenangkan. (Iskandarwassid 2013:171). Bahan ajar adalah sebuah susunan atas bahan-bahan yang berhasil dikumpulkan dan berasal dari berbagai sumber belajar yang dibuat secara sistematis (Prastowo 2014:28). Bahan ajar yang dimaksud bisa bahan tertulis maupun tak tertulis (Prastowo 2014:16). Pannen (2001:9) mengungkapkan bahwa bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru atau peserta didik dalam proses pembelajaran. Sementara itu, Prastowo (2011:17) mengungkapkan bahwa bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Lestari (2013) menjelaskan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi pelajaran yang mengacu pada kurikulum yang digunakan dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditentukan. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Widodo (2008:40), bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasanbatasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau
subkompetensi kompleksitasnya.
dengan
segala
Pengembangan Bahan Ajar Pengembangan merupakan upaya menyediakan bahan-bahan pembelajaran yang sebelumnya belum tersedia menjadi tersedia dengan sasaran akhir adalah memudahkan belajar (bdk. Degeng & Miarso, 1993:12). Dengan tersedianya bahan ajar yang secara khusus dirancang untuk kebutuhan pebelajar, maka pebelajar dimungkinkan untuk berinteraksi dengan berbagai sumber belajar sehingga tidak menjadikan guru atau dosen sebagai sumber tunggal pembelajaran. Sebab, menurut Nasir (2005:230), ”Pembelajaran yang hanya berpusat pada pembelajar, di mana pebelajar terbiasa menerima pengetahuan secara instant, menjadikannya kurang aktif dalam menggali ilmu pengetahuan dari berbagai sumber belajar”.
Tujuan Pengembangan Pengembangan ini bertujuan untuk memecahkan masalah pembelajaran pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas IX di SMPK Mardi Wiyata Malang, yaitu menghasilkan bahan ajar berbentuk cetak (buku ajar) dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme model R2D2. Bahan ajar yang didesain dengan mempertimbangkan karakteristik siswa, memperhatikan komponenkomponen desain teks pembelajaran, typhografi, layout, tingkat kesulitan teks, dan pemutakhiran isi materi diharapkan dapat membangun motivasi, partisipasi, dan kreativitas yang tinggi dalam diri siswa, memudahkan mereka dalam mempelajarinya, aktif membangun pengetahuannya sendiri, dan melakukan kontrol terhadap kegiatan belajarnya sehingga tujuan yang
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 439
diharapkan dapat dicapai secara optimal. Prinsip-Prinsip Bahan Ajar Penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran harus memerhatikan beberapa prinsip. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan (Depdiknas 2006). Bahan Ajar Cetak Bahan ajar cetak disajikan dalam bentuk buku. Buku disusun dengan menggunakan bahasa sederhana, menarik, dilengkapi gambar, keterangan, isi buku, dan daftar pustaka. Secara umum buku dapat dibedakan menjadi empat jenis sebagai berikut: 1) buku sumber, yaitu buku yang dapat dijadikan rujukan, referensi, dan sumber untuk kajian ilmu tertentu. 2) buku bacaan, yaitu buku yang hanya berfungsi untuk bahan bacaan, misalnya cerita, novel, dan lain sebagainya. 3) buku pegangan, yaitu buku yang biasa dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Kompetensi dasar dalam Kurikulum 2013 adalah kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari kompetensi inti. Kompetensi dasar adalah kompetensi yang harus dikuasai peserta didik dalam suatu mata pelajaran di kelas tertentu. Kompetensi dasar setiap mata pelajaran di kelas tertentu ini merupakan jabaran lebih lanjut dari kompetensi inti, yang memuat tiga
ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Acuan yang digunakan untuk mengembangkan kompetensi dasar setiap mata pelajaran pada setiap kelas adalah SKL dan kompetensi inti. Karakteristik Pembelajaran Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan dalam setiap jenjang pendidikan di Indonesia, baik pada jenjang pendidikan dasar, menengah, maupun tinggi. Salah satu alasannya, kemampuan berbahasa (Indonesia) merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengingat sebagian besar iptek itu “terdokumentasi”dalam bentuk referensi yang bermedia bahasa Indonesia. Sebagai konsekuensi dari itu, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebagai salah satu bagian dari jenjang pendidikan dasar, juga memasukkan mata pelajaran tersebut ke dalam kurikulumnya, yaitu Kurikulum 2013. Salah satu hal yang urgen kaitannya dengan mata pelajaran bahasa Indonesia adalah bagaimana caranya agar pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dapat berhasil dengan baik? Jawaban untuk pertanyaan seperti itu tentu banyak sekali variasinya, mengingat banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran bahasa Indonesia, Salah satunya adalah perlu adanya pemahaman mengenai karakteristik pembelajaran bahasa Indonesia oleh praktisi pendidikan, khususnya guru pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia. Dengan
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 440
memahami karakteristik pembelajaran bahasa Indonesia, seorang guru paling tidak akan mampu (1) memilih bahan materi yang tepat, (2) memilih metode dan strategi yang membuat proses pembelajaran menjadi lebih hidup dan menyenangkan, dan sebagainya, serta pada muara akhirnya adalah (3) dapat mengantarkan pada ketercapaian tujuan pembelajaran yang diinginkan. Lalu, bagaimanakah karakteristik pembelajaran bahasa Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan seperti itu tentu harus dikaitkan dengan hakikat bahasa Indonesia sebagai sebuah bahasa dan bahasa Indonesia sebagai suatu mata pelajaran. Bahasa Indonesia sebagai Suatu Bahasa Bahasa merupakan alat komunikasi antarmanusia berupa bunyi simbol yang mengandung makna. Dengan bahasa, manusia dapat mengaktualisasikan pikiran dan perasaannya, serta dapat berinterakasi dengan sesamanya untuk berbagai keperluan hidup. Demikian pula bahasa Indonesia, sebagai sebuah bahasa, peran dan fungsinya tidak akan jauh berbeda dengan hal tersebut. Itulah sebabnya, pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah harus mengaitkan dengan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi. Oleh karena itu, pendekatan dan metode yang digunakan guru dalam pembelajaran berpedoman pada fungsi bahasa tersebut, yaitu metode atau pendekatan komunikatif. Bahasa merupakan sebuah sistem. Di dalam bahasa terdapat berbagai komponen yang membentuk sistem bahasa, di antaranya adalah komponen pada tataran bunyi (fonologi), kata (morfologi), kalimat (sintaksis),
makna (semantik), dan sebagainya. Setiap komponen bukannya berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan. Dengan memahami bahwa bahasa Indonesia sebagai sebuah sistem, pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang baik dilakukan secara terpadu (terintegrasi), bukan secara terpisahpisah (parsial). Keterpaduan itu tidak hanya lintas materi, bila perlu lintas bidang atau lintas mata pelajaran. Bahasa akan muncul salah satunya dipengaruhi oleh situasi atau konteks tertentu. Faktor konteks ini akan turut memberi kontribusi dalam proses “pembentukan makna” pada bentuk bahasa yang muncul. Sehubungan dengan hal tersebut, kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia yang baik di sekolah dilakukan tanpa meninggalkan konteks berbahasa. Dengan kata lain, pendekatan kontekstual akan menjadi sebuah alternatif yang tepat untuk digunakan dalam praktik pembelajaran bahasa Indonesia. Di samping hal di atas, bahasa diperoleh seseorang melalui beberapa cara. Salah satunya adalah melalui kegiatan pembelajaran. Agar pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia dapat berhasil dengan baik, pemahaman terhadap terhadap teori pemerolehan bahasa perlu dimiliki oleh para guru bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK), termasuk KTSP, dan Kurikulum 2013. Pada dasarnya mata pelajaran bahasa Indonesia adalah sebuah program pembelajaran yang dilaksanakan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa (dan sastra) Indonesia di kalangan
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 441
para peserta didik. Mata pelajaran tersebut mengemban fungsi sebagai (1) sarana pembinaan kesatuan dan kesatuan bangsa, (2) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu, pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) sarana penyebarluasan pemakaian bahasa dan sastra Indonesia yang baik unutk berbagai keperluan, (5) sarana pengembangan penalaran, dan (6) sarana pemahaman keberagaman budaya Indonesia melalui khasanah kesastraan. Tujuan dan fungsi mata pelajaran bahasa Indonesia tersebut akan menjadi pedoman dan arah dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah. baik secara reseptif (membaca dan menyimak) maupun secara produktif (berbicara dan menulis). Aspek keterampilan, termasuk keterampilan berbahasa Indonesia, biasanya akan dimiliki seseorang apabila ia rajin berlatih. Berdasarkan asumsi tersebut, konsekuensi pembelajaran bahasa Indonesia lebih berorientasi pada praktik berbahasa daripada teori pengetahuan bahasa. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dan siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Bahan ajar sangat menentukan dalam keberhasilan suatu pembelajaran. Bahan ajar harus dikuasai dan dipahami oleh siswa karena membantu dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Model Pengembangan Menurut Willis (2000), model pengembangan pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistik adalah model Layer of Negotiation, Chaos Theory Instructional Design, A-Maze, dan model R2D2. Dengan demikian model R2D2 merupakan salah satu model desain pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik atau constructivistic instructional design (C-ID) yang berarti Reflective Recursive Design and Development (Willis, 2000:5, Willis dan Wright, 2000:5-15, Sitompul, 2004:60-61). Model ini memiliki tiga prinsip yang fleksibel yaitu recursive, reflection, dan participation. Reflection, yaitu perenungan terhadap apa yang telah dan sedang dikerjakan. Dalam hal ini pendekatan yang baru dicoba untuk dilaksanakan, kadang diadopsi, direvisi lagi atau dibuang. Hal-hal yang tidak disepakati diubah kembali dan disesuaikan dengan situasi. Recursive (iterative), artinya suatu gagasan secara terus menerus dikaji sepanjang proses perancangan dan pengembangan. Pendekatan ini terkesan chaotic (semrawut) karena tidak melalui aturan tertentu. Ini berarti apa yang akan dilakukan oleh desainer bergantung pada situasi, proses yang menjadi penuntun atau proses menjadi penting dari pada hasil. Iterative adalah proses pengembangan materi pembelajaran di mana konsumen atau pengguna maupun ahli dapat berpartisipasi secara penuh dalam proses revisi dan reformulasi. Participation, di mana pembelajar, desainer, ahli desain, ahli media dan pihak lain yang dirasa
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 442
terkait dilibatkan secara penuh dalam desain sebagai partisipan, bukan sebagai objek penelitian. Desain dilakukan dalam tim, di mana pengembang juga menjadi anggota tim partisipatori. Sharing dilakukan untuk mengambil keputusan atau kesimpulan secara bersama-sama. Dengan kolaborasi ini diharapkan desain yang dihasilkan dapat mengakomodasi aspirasi penggunanya dan terwujud suatu desain yang baik. Model pengembangan yang dipilih dalam Pengembangan Bahan Ajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia adalah model R2D2 (Recursive Reflective Design and Development) yang dikembangkan oleh Willis. Pemilihan model tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa model R2D2 mengaplikasikan pembelajaran berpendekatan konstruktivistik yang berbeda dengan model desain lainnya yaitu behavioristik. Willis (2000:15) menggambarkan karakteristik desain pembelajaran berpendekatan behavioristik sebagai berikut: (1) prosesnya berurutan dan linier, (2) perencanaannya top down dan sistemik, (3) tujuan mengarahkan/menentukan pengembangan, (4) ahli yang mempunyai kemampuan khusus adalah penting bagi pekerjaan desain pembelajaran, (5) mengajarkan sub skill menjadi penting, (6) tujuan adalah menyampaikan pengetahuan yang terpilih sebelumnya, (7) evaluasi sumatif sangat penting, dan (8) data objektif sangat penting. Berbeda dengan model desain pembelajaran yang berpijak pada behavioristik model R2D2 memiliki karakteristik sbb. (1) proses pengembangan yang bersifat rekursif,
non linier, kadang-kadang tak beraturan/chaotic, (2) perencanaan yang bersifat organis, berkembang, reflektif, dan kolaboratif, (3) tujuan bukan merupakan pemandu kegiatan dalam proses mendesain dan mengembangkan, (4) tidak memerlukan uji ahli desain instruksional umum. Ini lantaran para desainer merupakan para ahli bidang studi yang tentunya sudah menguasai pembelajaran secara umum, (5) adanya penekanan pada pembelajaran dalam konteks bermakna, (6) hasil evaluasi formatif merupakan kritik terhadap pembelajaran, (7) data kualitatif merupakan data yang paling berharga. Model ini memberi kesempatan luas kepada pembelajar untuk aktif mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dalam pelaksanaan pembelajaran, pendekatan konstruktivistik juga membangun interaksi antar pebelajar dan interaksi antara pebelajar dengan pembelajar. Model R2D2 memandatkan pengembangan bahan ajar yang dilakukan dengan berkolaborasi dalam tim. Penyusunan bahan ajar melibatkan peranserta pebelajar, pembelajar dan para ahli terkait sehingga menghasilkan bahan ajar yang benar-benar berkualitas. Model R2D2 juga berpusat pada pebelajar (learner-centered) di mana pebelajar dilibatkan langsung dalam penyusunan bahan ajar, sesuatu yang tidak terdapat pada model lain. Dengan melibatkan pebelajar secara langsung dalam penyusunan bahan ajar maka kebutuhan pebelajar akan terakomodasi, bahan ajarpun sesuai dengan kondisi lapangan sehingga diduga dapat menimbulkan motivasi belajar yang tinggi karena
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 443
pebelajarlah yang menentukan sendiri apa dan bagaimana isi serta cara mempelajarinya. Model R2D2 merupakan lawan dari model prosedural. Jika model prosedural menuntut ketaatan penuh pada suatu prosedur di mana desainer pembelajaran dalam menerapkan prinsip desain pembelajaran harus taat dengan langkah-langkah yang ada pada model secara berurutan sedangkan model konstruktivistik lebih fleksibel dan memberi keleluasaan kepada pebelajar untuk berinovasi dan mengembangkan kreativitasnya. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa ada perbedaan yang mendasar antara pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistik model R2D2 dengan lainnya. Mustadji (2000), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran berdasarkan pandangan konstruktivistik (R2D2) mampu mengaktifkan siswa, membangun pengetahuan, memecahkan masalah secara kontekstual dan hasilnya sangat memuaskan. Mahmuludin (2006) menyatakan bahwa produk yang dikembangkan dengan menggunakan model R2D2 dapat melahirkan pebelajar yang aktif untuk berpikir dalam belajar dan memberi suasana yang menyenangkan. Dari beberapa pertimbangan tersebut, pengembangan bahan ajar mata pelajaran bahasa Indonesia dengan model R2D2 diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa untuk lebih aktif dan interaktif dalam proses pembelajaran, lebih mudah dalam belajar, senang belajar, dan melakukan kontrol terhadap kegiatan belajarnya. Di samping itu, dengan bahan ajar yang baru dikembangkan
diharapkan dapat menginspirasi, mendorong, membantu, memperkaya pengetahuan pebelajar dan pembelajar mata pelajaran bahasa Indonesia untuk semakin kreatif dan inovatif. Dasar Pemilihan Model Pengembangan R2D2 Model R2D2 dipilih atas dasar pertimbangan bahwa model ini lebih memungkinkan terjadinya pembelajaran yang kontekstual, komunikatif, kolaboratif dan partisipatif. Model R2D2 memberi banyak kesempatan kepada pebelajar untuk lebih kreatif dan inovatif. Model ini lebih memberdayakan dan memperlakukan siswa sebagai makhluk yang bermartabat dengan ragam potensi dan karakteristiknya yang khas. Model R2D2 sangat menarik karena kaya dengan interaksi yang memunculkan solusi selama proses pengembangan. Proses tersebut lebih terkenal dengan sebutan open sistem, yang menganggap bahwa konsep awal dan kerangka kerja dapat berubah sepanjang proses.
Desain pengembangan R2D2 memiliki tujuh karakteristik, yaitu: (1) proses pengembangan pembelajaran (Instructional Development Process) bersifat Recursive, non-linear, dan kadang-kadang semrawut (chaotic), (2) desain bersifat reflektif dan kolaboratif, (3) tujuan muncul dari pekerjaan desain dan pengembangan, (4) pakar pengembangan yang bersifat umum tidak perlu ada, (5) pembelajaran menekankan pada belajar dalam konteks yang bermakna, (6) menekankan pada penilaian formatif, dan (7) data kualitatif mungkin lebih berharga (Mustaji, 2009:23). Prosedur Pengembangan R2D2 Prosedur pengembangan dalam desain R2D2 memiliki 3 aktivitas yang terfokus dan dilakukan
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 444
secara non linier, yaitu: (1) define focus, (2) design and development focus, dan (3) dissemination focus. Ketiga fokus ini pada dasarnya bersifat fleksibel, artinya bukan merupakan suatu keharusan sebagaimana langkah-langkah yang bersifat sistemik atau prosedural. Desain pembelajaran ini bukanlah cara penerapan teknis yang secara mutlak mengharuskan untuk menyesuaikan kondisi yang ada dengan solusi tertentu. DesainUji Coba. Uji coba produk pengembangan merupakan tahap yang sangat menentukan, sebab dari uji coba inilah dapat diukur apakah produk yang dihasilkan berhasil atau tidak. Artinya, dari uji coba produk diperoleh gambaran yang konkret tentang sejauh mana produk yang dihasilkan benar, layak, efektif, efisien, dan menarik. Uji coba produk dalam pengembangan bahan ajar terdiri dari (1) desain uji coba, (2) subyek uji coba, (3) jenis data, (4) instrument pengumpulan data, dan (5) teknik analisa data. Desain Uji Coba Pada prinsipnya desain uji coba produk pengembangan dilaksanakan sebagai langkah awal evaluasi formatif dengan memfokuskan pada uji coba lapangan dengan tujuan akhir untuk memperbaiki atau menyempurnakan produk bahan ajar. Kegiatan uji coba ini merupakan kegiatan kerekursifan proses pengembangan sehingga hasil dari uji coba menjadi bahan perbaikan bahan ajar yang dikembangkan. Desain uji coba produk yang dilakukan melewati lima tahap, yaitu: (1) review ahli
materi, (2) review ahli media, (3) uji coba perorangan, (4) uji coba kelompok kecil, dan (5) uji coba lapangan. Subyek Uji Coba Subyek uji coba produk pengembangan bahan ajar ini terdiri dari ahli materi, ahli media, dan siswa SMPK Mardi Wiyata Malang. a.
b.
c.
Ahli materi yaitu dosen yang memiliki keahlian dalam pendidikan bahasa Indonesia. Ahli media pembelajaran yaitu seorang memiliki keahlian di bidang media pembelajaran. Tujuannya, memperoleh penilaian, pendapat dan saran tentang desain produk bahan ajar yang dikembangkan. Audience (Siswa SMP Mardi Wiyata Malang) sebagai pengguna produk bahan ajar. Tujuannya, memperoleh penilaian, pendapat, dan saran tentang tingkat efektivitas, efisiensi, dan kemenarikan bahan ajar yang telah dikembangkan.
Jenis Data Jenis data uji coba produk pengembangan ini lebih bersifat deskriptif kualitatif. Data yang akan diperoleh dan dianalisis dari uji coba produk pengembangan ini mencakup: (1) data hasil penilaian, tanggapan, kritik, dan saran dari ahli isi dan ahli media, (2) data hasil penilaian, komentar, dan tanggapan dari uji coba perorangan, (3) data hasil penilaian, komentar dan tanggapan dari uji coba kelompok kecil, (4) data hasil penilaian, komentar dan tanggapan dari uji coba lapangan. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh sejumlah data yang diperlukan dalam
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 445
pengembangan (Arikunto, 2002:136). Instrumen yang akan digunakan dalam pengumpulan data berupa angket, yang digunakan untuk mengumpulkan data dari ahli isi, ahli media, dan audience (siswa). Teknik Analisis Data. Data yang dihimpun mempunyai 2 kategori yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Maka untuk menganalisis data yang telah dihimpun menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan persentase (data kuantitatif). Teknik analisis deskriptif kualitatif di mana data yang diperoleh berupa data hasil penilaian, tanggapan, kritik, dan saran dari ahli isi dan ahli media yang dijadikan pijakan untuk memperbaiki produk bahan ajar. HASIL Bahan ajar yang dihasilkan berwujud media cetak dengan judul “Buku Ajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas IX”, berisikan kumpulan materi yang dapat dijadikan sumber informasi bagi siswa maupun guru. Adapun susunan bahan ajar yang dikembangkan sebagaiberikut: (1) Cover/Sampul, (2) Kata Pengantar, (3) Daftar Isi, (4) Kompetensi inti dan Kompetensi Dasar (5) Bab, Judul, dan Peta Konsep (6) Kompetensi inti dan Kompetensi Dasar tiap bab Tujuan Pembelajaran, (7) Uraian Materi, (8) Tugasproyek/portofolio, (9) Refleksi, (10) UjiKompetensi, (11) Daftar Pustaka, (l2) Glosarium, (13) Lampiran, (14) Lembarkosonguntukcatatan.Hasilreve wahliisiterhadapprodukbuku ajar 76,47%. Hasil validasi ahli media
menyatakan rerata produk buku ajar 83,3%. Hasil uji coba perorangan menyatakan bahwa produk masih perlu direvisi baik kesalahan ketik, tanda baca maupun penggunaan huruf kapital dan huruf kecil. Hasil uji coba kelompok kecil kepada 10 responden menyatakan rerata pencapaian produk buku ajar 65,8%. Sedangkan rerata pencapaian produk buku ajar dalam uji lapangan kepada 31 responden menyatakan 82,5%.Tanggapan guru mata pelajaran menyatakan rerata pencapaian produk buku ajar 96%. SIMPULAN Berdasarkan jawaban angket hasil uji coba lapangan menunjukkan rerata pencapaian produk buku dalam uji lapangan kepada 31 siswa sebagai berikut: rerata produk buku ajar = 82,5%. Tanggapan guru mata pelajaran terhadap produk buku ajar dengan rerata pencapaian = 96%. Apabila persentase dikonversi dengan tabel tingkatvaliditas maka disimpulkan bahwa produk pengembangan berada dalam kualifikasi baik sehingga layak untuk digunakan. SARAN a. Pengembangselanjutnyahendakny alebihmemperkayaisimateribuku ajar. b. Berdasarkan saran dari ahli media, pengembang selanjutnya perlu memperluas daftar pustaka sehingga lebih memperkaya materi atau bahan ajar. c. Perludikembangkanperangkatpen unjangbahanajar yaitu lembar kerjapebelajar. d. Jika model yang digunakan dalam pengembangan ini (R2D2) hendak diadopsi oleh
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 446
pengembang pada program studi atau lembaga yang lain, makaperlu melakukananalisis terhadap karakteristikmata pelajaran dankarakteristiksiswa. e. Dapat dikembangkan dalam bentuk bahan ajar digital atau multi media interaktif.
Kundharu dkk. 2014. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu Lestari, Ika. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Padang: Akademia Lwin May, dkk. 2005.How to Multyply Your Child’s Intelligence(Terj).Jakarta: Indeks
DAFTAR RUJUKAN
Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia no. 68 Tahun 2013 Prastowo, Andi. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogjakarta: Diva Press Rohimah, Ima. 2014. Bupena Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas IX. Jakarta: Erlangga Trianto. 2007. 68 Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.Jakarta: Prestasi Pustaka Tri Priyatni, Endah. 2014. Desain Pembelajaran Bahasa Indonesia Dalam Kurikulum 2013.Jakarta: Bumi Aksara Widodo, Chomsin S dan Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT Elex Media Kompetindo
Depdiknas. 2006. Kurikulum Standar Isi 2006. Badan Standar Nasional Pendidikan Depdiknas 2008. Panduan PengembanganBahan Ajar. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Depdiknas.2015. Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan. Jakarta: KementerianPendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Dimyati & Mudjiono.2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta Rineka Cipta Dimyati & Mudjiono.2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Ghazali, Abdul Syukur. 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan Pendekatan Komunikatif Interaktif. Bandung: Refika Aditama. Hamiyah, Nur.dkk. 2014. Strategi BelajarMengajar di Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka Jakarta Iskandarwassid dan Sunendar Dadang. 2013. Strategi PembelajaranBahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya Kosasih. 2014. Jenis-Jenis Teks. Bandung:Yrama Widya. ______ 2015. Mandiri Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga
NOSI Volume 4, Nomor 3, Agustus 2016__________________________________Halaman | 447