PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BAHASA INDONESIA BERBASIS PESANTREN MULTIKULTURAL
Kholik Mahasiswa Magiter Pendidikan Bahasa Indonesia
Abstrak: Pesantren sebagai lembaga pendidikan islam di Indonesia yang pada umumnya menyengggarakan berbagai satuan pendidikan, baik dalam bentuk sekolah maupun madrasah. Juga seyogianya menjadikan prinsip pengembangan kurikulum yang bermuatan nilai-nilai multikultural tersebut dalam kegiatan perencanaan, implementasi, dan evaluasi kurikulumnya. Namun dalam praktiknya, butir ini tidak mudah dilakukan oleh pesantren, terutama pesantren tradisional (salafiyah). Bagi pesantren tradisional, kegiatan perencanaan, implementasi, dan evaluasi kurikulum merupakan kegiatan yang belum populer. Kegiatan pendidikan di pesantren tradisional pada umumnya merupakan hasil improvisasi dari seorang kiai secara intuitif yang di sesuaikan dengan perkembangan pesantrennya. Dengan demikian, pengembangan kurikulum pesantren tradisional sangat ditentukan oleh seorang kiai, sehingga nilai-nilai multicultural terutama nilai-nlai demokrasi dan keadilan tidak ditemukan dalam pengembangan kurikulum pesantren tradisional. Sementara itu, pesantren modern (khalafiyah) dalam batas tertentu telah melakukan kegiatan pendidikannya berdasarkan program yang telah direncanakan oleh seorang kiai dan para pembantunya. Implementasi program pendidikan yang dilakukan juga dievaluasi demi perbaikan di masa yang akan datang. Dengan demikian, pengembangan kurikulum pesantren modern ditentukan oleh seorang kiai dan para ustadz yang ada di pesantren tersebut, sehingga prinsip multikultural diasumsikan ada dalam pengembangan kurikulum pesantren modern. Itulah sebabnya, penelitian ini mengambil fokus pengembangan bahan ajar bahasa Indonesia kelas VII semester ganjil berbasis pesantren multikultural. Atas dasar perencanaan, implementasi, dan evaluasi kurikulumnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan desain sistem instruksional berorientasi pencapaian kompetensi (DSI - PK) dengan proses rancangan sistematis tentang pengembangan pembelajaran baik mengenai proses maupun bahan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dalam upaya pencapaian kompetensi komunikatif interaktif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, ada kesesuaian kompetensi teks bahan ajar dengan kebutuhan siswa, hambatan yang dialami guru dalam menerapkan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang berbasis pesantren multikultural dengan pendekatan komunikatif interaktif, minat dan kemampuan siswa dalam memahami dan menangkap makna teks. Sumber belajar yang diperlukan oleh guru yang bersifat komunikatif interaktif, dan kriteria bahan ajar yang diperlukan oleh guru sebagai pendukung pembelajaran. Kata-kata kunci: bahan ajar, bahasa Indonesia, pesantren, multikultural
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 156
PENDAHULUAN Salah satu dimensi yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dunia pendidikan nasional di masa depan adalah kebijakan mengenai kurikulum pendidikan dasar dan menengah, karena kebijakan ini menjadi dasar bagi pelaksanaan proses pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Sistem pendidikan nasional harus mampu menghasilkan kurikulum yang berpotensi menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan semua warga negara Indonesia. Agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan internasional, kurikulum di masa depan perlu dirancang sedini mungkin. Namun untuk itu perlu dilakukan dahulu kajian terhadap kebijakan yang terkait dengan kurikulum yang berlaku pada saat ini.Kajian saat ini difokuskan pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang termuat di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006. Kurikulum pada hakikatnya merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dan dikembangkan dari butir-butir penting yang terkandung didalamnya. Kegagalan menerjemahkan tujuan pendidikan nasional ke dalam kurikulum dapat mengakibatkan kegagalan mencapai tujuan pendidikan nasional dan juga sekaligus gagal mewujudkan cita-cita bangsa dan negara. Definisi kurikulum memang penting karena definisi itu akan memberikan pemahaman kepada pendidik, tenaga kependidikan, siswa, orang tua, dan masyarakat bagaimana kurikulum itu harus dimaknai dan dipergunakan (Sitepu, 2013: 55). Ada berbagai konsep tentang kurikulum diantaranya kurikulum adalah
perencanaan yang lengkap untuk belajar, kurikulum adalah spesifikasi kemampuan dan isi yang harus diajarkan, kurikulum mengandung polapola belajar dan mengajar tertentu, dan kurikulum memuat program evaluasi atas hasil yang diharapkan. Penyusunan dan pengembangan kurikulum harus memperhatikan standart nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, prinsip diversifikasi yang sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan siswa. Di samping itu kurikulum disusun dan dikembangkan sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan iman dan taqwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat siswa, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, agama, dinamika perkembangan global, persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Sebuah kurikulum berisi materi dan proses belajar. Materi bahasa yang di jabarkan dalam sebuah kurikulum menetapkan kompetensi-kompetensi apa yang harus dikuasai oleh siswa dalam hubungannya dengan empat kemampuan bahasa yaitu menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. Proses yang dimaksud disini adalah sejumlah langkah yang perlu dilakukan secara berurutan untuk mengorganisasikan dan mengurutkan materi bahasa itu sesuai dengan tujuan umum dari kegiatan belajar, yaitu tujuan-tujuan pembelajaran spesifik, prestasi yang harus dicapai, jenis-jenis tugas pembelajaran, dan pendekatan yang digunakan dalam pengajaran(Ghazali, 2013: 75). Kurikulum seringkali menggunakan asumsi filsafat pendidikan tertetu tentang bahasa, proses belajar,
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 157
dan tujuan pendidikan praktik.Filsafat pendidikan bahasa adalah teori yang mendasari alam pikiran manusia ihwal pendidikan bahasa atau suatu kegiatan pendidikan bahasa. Kajian filsafat ihwal pendidikan bahasa akan tetap bermanfaat demi pemahaman kita ihwal kebijakan dan praktik pendi-dikan bahasa (ibu, nasional, dan asing) di Indonesia yang sampai sekarang masih carut marut. Berdasarkan filsafat pendidikan bahasa ini maka berkembanglah teori, pendekatan, metode, dan teknik mengajar bahasa. Disadari atau tidak, keistimewaan pendidikan bahasa dalam pendidikan adalah bahwa sukses dalam pe-nguasaan bahasa lisan dan tulis atau literasi, karena pembelajaran segala bidang studi mesti menggunakan medium bahasa. Dengan demikian pendidikan bahasa “Bahasa Indonesia ”mesti ditangani secara professional demi suksesnya pendidikan nasional (Al-wasilah, 2010 : 16). Kurikulum Bahasa. Pertanyaanpertanyaan tentang aspek-aspek bahasa (tata bahasa, fungsi bahasa, wacana lisan dan tulis, situasi komunikasi) dan pertanyaan-pertanyaan tentang cara menyusun urutan materi pada umumnya termasuk dalam pembahasan tentang silabus atau kurikulum. Materi bahasa yang dijabarkan dalam sebuah kurikulum menetapkan kompetensikompetensi apa yang harus dikuasai oleh siswa dalam hubungannya dengan empat kemampuan bahasa, yaitu menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. Proses yang dimaksud di sini adalah sejumlah langkah yang perlu dilakukan secara berurutan untuk mengorganisasikan dan mengurutkan materi bahasa itu sesuai dengan tujuan umum dari kegiatan belajar, yaitu tujuan-tujuan pembelajaran spesifik, prestasi yang harus dicapai, jenis-jenis tugas pembelajaran, dan pendekatan yang digunakan dalam pengajaran (Ghazali, 2013:75).
Seperti yang telah disampaikan di atas, bagaimana pendekatan yang digunakan dalam pengajaran bahasa ditentukan oleh falsafah apa yang digunakan, dan model kurikulum apa yang digunakan. Kelas yang berorientasi pada pendekatan komunikatif akan menyusun materi bahasa dan urutan kegiatan pengajaran sesuai dengan fungsi-fungsi bahasa tanpa mengabaikan situasi sosial dilingkungan pesantren. perspektif komunikatif memasukkan unsur-unsur dari silabus berbasis komunikasi dan kerangka berbasis situasi. Disisi lain, kelas yang dikelola dengan orientasi pada profisiensi akan mengurutkan materi bahasa sesuai dengan level-level kemampuan yang sudah ditetapkan sebelumnya untuk keempat jenis kemampuan bahasa. Silabus yang berbasis profisiensi akan menjabarkan materi, fungsi, level akurasi dan teknik pengajaran yang relevan untuk tiap level kemampuan dan jenis kemampuan, komponen bahasa dan desain kurikulum. Pesantren merupakan salah satu elemen bangsa Indonesia dan sudah mematenkan diri secara integratif menjadi bagian budaya bangsa yang bercirikan religius. Karena alasan itu pula, Abdurrahman Wahid pernah menandaskan bahwa pesantren merupakan subkultur dari budaya Indonesia. Eksistensi pondok pesantren di tengah-tengah masyarakat tidak perlu di ragukan lagi.Antara pesantren dan masyarakat sudah menjalin hubungan yang saling mengisi dan membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Dengan adanya relasi semacam ini, kiranya semua orang akan mengakui dan menerima jika dikatakan bahwa pesantren merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah dan kehidupan bangsa Indonesia (Jailani. 2012:76). Kurikulum Pondok Pesantren. Madrasah atau sekolah yang
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 158
diselenggarakan oleh pondok pesantren ini menggunakan kurikulum yang sama dengan kurikulum di madrasah atau sekolah lain, yang telah dibakukan oleh kementerian agama atau kementerian pendidikan Nasional. Adapun kurikulum selain madrasah dan sekolah, kurikulum disusun oleh pondok pesantren yang bersangkutan.Hal ini berbeda dengan jenis pesantren salafiyah yang tidak mengenal adanya kurikulum pada madrasah atau sekolah formal yang dituangkan dalam silabus tetapi berupa funun kitab-kitab yang diajarkan pada santri. Pola pembelajaran di pesantren. Sebagaimana diketahui bahwa proses belajar mengajar atau transformasi ilmu pada masa klasik menggunakan sistem tradisional dan hal itu hampir terjadi di seluruh lembaga pendidikan islam. Sistem tersebut juga berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan di tanah air, khususnya di pesantren-pesantren, bahkan hingga kini sistem tersebut tetap dipertahankan oleh sebagian pesantren, walaupun sebagian yang lain sudah memodifikasinya dengan metodemetode modern yang lebih sistematis dan efektif. Bahan ajar merupakan komponen penting dalam pembelajaran. Salah satu kendala utama yang membuat para pendidik jarang membuat bahan ajar sendiri, berdasarkan hasil pengamatan peneliti dilapangan, diantaranya disebabkan oleh tidak dikuasainya cara pembuatan bahan ajar. Hal ini dikarenakan petunjuk atau panduan pembuatan bahan ajar yang ada selama ini terkadang sulit dipahami dan susah untuk dipraktikkan. Maka dari itu, wajar jika para pendidik jarang yang mampu membuat bahan ajar sendiri yang didalamnya memiliki kekhasan tersendiri dalam proses pembelajaran, kondisi siswa atau santri, dan kondisi lingkungannya. Pengembangan materi atau bahan ajar erat kaitannya dengan sumber
acuan yang digunakan. Banyak sumber materi atau bahan ajar yang dapat digunakan, tetapi hendaknya dipilih yang sesuai dengan kondisi pembelajaran, kondisi lingkungan “pesantren berbasis multikultural” . Di samping itu, dalam menyampaikan materi ajar hendaknya dipilih pula metode apa yang dapat dijadikan sarana untuk menyampaian materi atau bahan ajar secara efektif. Keefektifan penyampaian materi ajar juga didukung oleh media yang digunakan. Selain itu, evaluasi mempunyai peran penting dalam rangka masukan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan materi atau bahan ajar yang akan dikembangkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan materi atau bahan ajar, tentu saja banyak ragamnya, tetapi yang terpenting adalah pola pengembangan yang mengacu kepada tujuan pembelajaran. Faktor guru memegang peranan penting dalam pengembangan materi atau bahan ajar.Gurulah yang harus berinisiatif untuk selalu mengadakan perbaikanperbaikan yang berkenaan dengan pembelajaran. Inovasi dan varian pesantren.urgensi kajian tentang pesantren di dalam proses transformasinya adalah dalam rangka memahami lebih jauh terjadinya perubahan-perubahan atau pergeseranpergeseran di tubuh pesantren. Sebab , setiap transformasi berpotensi memunculkan inovasi atau temuantemuan. Dengan kata lain, secara teoritis dapatlah dikatakan bahwa transformasi dapat melahirkan ino-vasi, dan sebaliknya, inovasi juga turut memengaruhi proses transformasi (Soebahar, 2010 :47). Dominasi Berbahasa Indonesia dan Pendidikan Bahasa Indonesia yang baik dipesantren, merupakan hal utama sebagai pengantar komunikasi antara santri dan ustadz (Guru), santri dengan lingkungan /
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 159
masyarakat sekitar, santri dengan santri yang lain yang bersifat multikultural. Dalam pemakaian sehari-hari, menguasai bahasa sering diartikan sebagai mampu berbicara dalam bahasa itu.Secara lebih serius di sini diartikan sebagai kemampuan menggunakan simbol secara bermakna untuk berkomunikasi. Jadi penguasaan bahasa bergantung pada empat kata kunci: penggunaan, simbol, makna, dan komunikasi (Al-wasilah, 2010:45). Penerapan pendidikan multikultural di pondok pesantren.Pondok Pesantren masih dianggap sebagai warisan budaya Bangsa Indonesia. Keberadaannya tidak lepas dari sejarah jaman penjajahan hingga kemerdekaan. Seiring dengan perubahan sosial masyarakat akibat dari proses modernisasi dan globalisasi, pesantren telah mengalami diversifikasi bentuk dan jenis pendidikan. Ada yang berupa pendidikan non formal, pendidikan madrasah dan pendi-dikan sekolah. Berpijak bahwa santri yang berada di pondok pesantren berasal dari berbagai daerah di Indonesia, berbagai bahasa dan budaya yang berbeda-beda, maka tepatlah kalau pendidikan pondok pesantren menerapkan pendidikan multikultural. Bagaimanakah konsep pendidikan multikultural, dan bagaimana pula pendidikan atau proses pembelajaran bahasa Indonesia berbasis (pesantren multikultural) yang diterapkan di pondok pesantren? Sebagai upaya mengembangkan kedisiplinan ilmu tersebut, maka peneliti mencoba mengembangkan materi pembelajaran bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural. Sehingga penerapannya bisa menarik dan mudah dipahami oleh santri/siswa dengan latar belakang suku, dan budaya yang berbeda. Konsep Pendidikan Multikultural. Pendidikan multikultural
adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada para siswa seperti perbedaan etnis, agama, bahasa , gender, kelas sosial, ras, kemampuan, dan umur agar proses belajar menjadi efektif dan mudah. Pendidikan multikultural sekaligus juga untuk melatih dan membangun karakter siswa agar mampu bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam lingkungan mereka. Pendidikan multikultural mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan awal dan tujuan akhir.Tujuan awal pendidikan multikultural yaitu membangun wacana pendidikan multikultural dikalangan guru, dosen, ahli pendidikan, pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan, dan mahasiswa jurusan ilmu pendidikan maupun mahasiswa umum.Harapannya adalah apabila mereka mempunyai wacana pendidikan multikultural yang baik maka kelak mereka tidak hanya mampu untuk membangun kecakapan dan keahlian siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkannya.Akan tetapi juga mampu untuk menjadi transformator pendidikan multi-kultural yang mampu menanamkan nilai-nilai pluralisme, humanisme, dan demo-krasi secara langsung di sekolah kepada para peserta didiknya. Adapun tujuan akhir, pendidikan multikultural ini adalah, peserta didik tidak hanya mampu memahami dan munguasai materi pelajaran yang di pelajarinya. Akan tetapi diharapkan juga bahwa para peserta didik akan mempunyai karakter yang kuat untuk selalu bersikap demokratis, pluralis , dan humanis (Yaqin, 2010:25-26). Pendidikan multikultural (multicultural education) merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 160
lain, pendidikan multikultural merupakan pengembang kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi, dan perhatian. Sedangkan secara luas pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti gender, etnik, ras, budaya, strata sosial, dan agama. Oleh sebab itu, dalam memahami hakikat peserta didik, para pendidik perlu dilengkapi pemahaman tentang ciri-ciri umum peserta didik. Setidaknya secara umum peserta didik dapat dilihat dari empat ciri sebagai berikutpertama peserta didik dalam keadaan sedang berdaya, maksudnya ia dalam keadaan berdaya untuk menggunakan kemampuannya, kemauannya, dan sebagainya kedua peserta didik memiliki keinginan untuk berkembang ke arah dewasa,ketiga peserta didik memiliki latar belakang budaya, etnis, agama yang berbeda,keempat peserta didik melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya dengan potensi-potensi dasar yang dimilikinya secara individu. Pendidikan multikultural difokuskan pada proses pengembangan kemampuan siswa untuk memahami, mengakui, menghormati, dan hidup secara nyaman dan efektif dalam realitas perbedaan. Pertemuan budaya yang berbeda, bisa menciptakan friksi-friksi yang sebenarnya tidak perlu hanya karena tidak adanya pemahaman yang benar, tidak terukurnya keyakinan dan nilai, dan sikap-sikap diskriminatif terhadap perbedaan tersebut. Oleh karena itu, pendi-dikan multikultural dikonseptualisasikan atas dasar empat prinsip yaitu plura-lisme kultural, keadilan sosial, nihilisasi rasisme, sexisme, dan bentuk lain dari prejudis dan diskriminasi, serta inkorporasi budaya dan visi untuk kejadian dan pencapaian pendidikan bagi setiap anak.
Dengan kata lain, pendidikan multikultural menekankan pada setiap siswa untuk mengembangkan potensi dan kapasitasnya secara maksimal. Setiap siswa penting dan harus diperhatikan secara adil karena masingmasing mempunyai potensi yang unik untuk dikembangkan terlepas dari latar belakang etnis, ras dan budayanya. Manfaat pengembangan pendidikan multikultural adalah mengembangkan model pendidikan kultural untuk kelas bawah (grass roots) dengan harapan melalui pendidikan multikultural akan membentuk masyarakat yang mempunyai sikap inklusif, mengembangkan berbagai media bagi pendidikan multikultural seperti buku panduan, buku bacaan, VCD, dan lain sebagainya, mengembangkan budaya anti kekerasan pada masyarakat, yang dimulai dengan memberikan pendidikan multikultural untuk dapat mengeliminasi konflik, dan membangun strategi dalam membina toleransi antar etnik dan umat beragama pada masyarakat yang pluralistik, yang dimulai dari penanaman afeksi terhadap peserta didik. model pendidikan multikulturalisme yang dikembangkan yaitu pertama berorientasi pada proses dengan urutan pemahaman-pemahaman transformasi internalisasi,kedua mengedepankan penalaran dengan menerapkan strategi induktif dan deduktif ,ketiga mengutamakan pendekatan emansi-patori, keempat memfungsikan semua sistem indera, kelima mengaplikasikan proses komunikatif interaktif, keenam mengutamakan pendekatan multimedia, dan ketujuh tidak terkait perbedaan kelompok. Bagian penting dari pada pendidikan multikultural adalah bagaimana menumbuhkan sensitivitas siswa akan kebudayaan masyarakat yang bersifat plural. Penerapan Pendidikan Multikultural di Pondok Pesantren
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 161
adalah bagaimana kelompok-kelompok etnik yang beragam dapat menentukan sendiri budaya asli yang mereka miliki, serta pada saat yang bersamaan dapat menjadi multikultural. Fokus perhatian pendidikan multikultural adalah memberikan wawasan budaya kepada anggota masyarakat agar mereka dapat hidup berdampingan secara damai dengan kelompok sosial lainnya. Dalam dunia pendidikan, paradigma multikulturalisme digaungkan sebagai salah satu upaya dalam membangun suatu hubungan yang erat, kuat serta mendalam antara keberagaman etnik, ras, agama, budaya dan status masyarakat. Hal ini sebagai langkah awal dalam membangun pendidikan yang merata bagi setiap orang dan menghilangkan pola pikir bahwa pendidikan hanya teruntuk kalangan tertentu saja. Lembaga pendidikan yang berbasis keagamaan, khususnya pondok pesantrenmerupakan institusi yang tepat dalam memberdayakan pendidikan yang bersifat multikultural. Tidak dapat dipungkiri, bahwasannya pondok pesantren tidak hanya menekankan pada pendidikan agama semata. Akan tetapi, juga memberikan nilai plus dalam pembentukan akhlak dan pengembangan potensi anak di dalam setiap pergaulan yang dilandasi sifat kekeluargaan dan saling tolongmenolong. Pesantren yang menjadi basis keagamaan sekaligus pendidikan dari ribuan santri. Disinilah para santri yang kelak akan menjadi penerus bangsa ini dididik sampai mereka menyadari peran dan fungsinya dalam menjalankan eksistensinya sebagai warga negara, tokoh keagamaan atau pejabat publik. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai (values) menghargai perbedaan, saling bersikap arif (wise) dalam memandang perbedaan, bahkan saling tolong menolong menjadi bagian fundamen dalam menanamkan benih-benih
pendidikan pesantren berbasis multikulturalitas. Basis sistem pendidikan di Pondok Pesantren adalah kemajemukan sehingga terjewantah sikap saling mengayomi, menghargai, dan menghormati diantara sesama santri. Sikap demikian, harus juga dilihat bagaimana hubu-ngannya dengan semua penghuni masyarakat di sekitarnya, bagaimana mereka berkomunikasi dan membaur dengan non muslim sehingga tetap terpelihara ke- Bhinekaannya itu. Kehidupan yang berlangsung dalam pondok pesantren telah diatur sedemikian rupa sehingga seorang santri yang belajar di dalamnya akan merasakan bahwa dirinya sedang berada diantara keluarga. Ia diajarkan untuk bergaul dan berkreasi bersama teman-temannya yang mempunyai latar bela-kang berbeda-beda. Segala macam perselisihan dan persaingan yang timbul dari perbedaan struktur budaya, akan mendorong santri untuk lebih memahami arti persatuan dan kebersamaan. Pesantren melihat perbedaan bukanlah jurang yang akan pemisah. Tapi, ia adalah jembatan untuk mendongkrak prestasi dan bakat santri.Dengan berbagai macam perbedaan, mereka dituntut untuk bekerja sama antara satu dengan yang lainnya dan menekan segala ego yang mungkin tim-bul dalam pergaulan mereka menjadi sebuah motivasi untuk bergerak maju dan menghasilkan kreasi dan inovasi yang baru. Dengan kita memperhatikan terhadap aspek nilai, sistem, dan materi, maka pondok pesantren sebagai lem-baga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia memainkan peranan yang sangat vital dalam mempersiapkan masyarakat madani melalui modernisasi sistem pendidikan pesantren. Proses tersebut adalah merupakan transfer of knowledge and inculcation of moral values from one
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 162
generation to another generation. Pola umum yang nyaris diberlakukan di berbagai pondok modern adalah sistem pendidikan multikultur yang menyatu dalam aturan dan disiplin pondok yaitu pertama di pondok modern, tidak diberlakukan penempatan per-manen santri di sebuah asrama. Hal ini ditujukan untuk memberikan variasi kehidupan bagi para santri, juga menuntun mereka, memperluas pergaulan, dan membuka wawasan mereka terhadap aneka tradisi dan budaya santri-santri lainnya. Kedua diberlakukannya aturan mengikat yang melarang santri berbicara menggunakan bahasa daerah. Selain bahasa utama Arab dan Inggris, ketika masuk lingkungan pondok santri hanya dibolehkan berbicara Bahasa Indonesia dalam beberapa kesempatan dan kepentingan. ketiga keberagaman pemikiran dan ijtihad diajarkan kepada santri tanpa pemaksaan, atau mengajarkan mereka untuk memaksakan ide. Sikap toleransi terhadap perbedaan pendapat sangat diung-gulkan sistem pendidikan pondok pesantren. keempat dengan sistem Mu’allimin yang didukung intensitas pendidikan 24 jam, masa pendidikan luar kelas di pondok pesantren cenderung lebih banyak dibandingkan waktu formal pembe-lajaran di dalam kelas. kelima mengajarkan pewawasan santri akan keragaman keyakinan, serta menerapkan pewawasan aneka kultur dan budaya para santri-nya. Hal ini ditujukan untuk membangun kesadaran toleransi keragaman keyakinan yang akan para santri temui disaat hidup bermasyarakat kelak, dan pewawasan kebhinekaan budaya dalam lingkungan yang akan mereka huni. Pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok- kelompoknya seperti gender, etnik, ras, budaya, strata sosial, dan agama. Pendidikan multikultural menekankan pada setiap
siswa untuk mengembangkan potensi dan kapasitasnya secara maksimal. Setiap siswa penting dan harus diperhatikan secara adil karena masingmasing mempunyai potensi yang unik untuk dikembangkan terlepas dari latar belakang etnis, ras dan budayanya. Keragaman memang sangat diperlukan da-lam kehidupan sosial di masyarakat majemuk, terutama di Indonesia. Pesan-tren sebagai basis pendidikan yang ideal harus mengusung nilai kebhinne-kaan dan tidak monoton bahkan tertutup. Sistem pendidikan multikultur yang menyatu dalam aturan dan disiplin pondok, yaitu tidak diberlakukan penem-patan permanen santri di sebuah asrama, dilarangnya santri berbicara menggu-nakan bahasa daerah selain bahasa utama Arab dan Inggris di lingkungan pondok, diajarkannya keberagaman pemikiran dan ijtihad kepada santri tanpa pemaksaan, sikap bertoleransi terhadap perbedaan pendapat dan keragaman keyakinan, serta mempunyai wawasan aneka kultur dan budaya. Buku Teks Pelajaran. Pengembangan bahan ajar berbasis pesantren multikultural, Sitepu (2012.5), mengungkapkan, tujuan utama buku teks pelajaran adalah membantu siswa belajar dalam mencapai tujuannya. Buku teks pelajaran memiliki kedudukan dan fungsi khas yang menandainya sebagai buku teks pelajaran. Perbedaan jenis dan sasaran buku yang ditulis, membuat penulisan tiap-tiap jenis buku berbeda walaupun ada prinsip-prinsip umum yang sama. Cara menulis novel, ensiklopedia, autobiografi, atau puisi berbeda satu sama lain karena tujuan, isi, dan sasaran berbeda. Demikian juga buku teks pelajaran mengandung isi, dan sasaran tersendiri seperti yang akan mau di kembangkan oleh peneliti ini yaitu pengembangan bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural yang pasti mempunyai
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 163
acuan dan teknik menulis yang berbeda dengan buku lain. Acuan penulisan buku teks pelajaran “Bahasa Indonesia”. Berdasarkan tujuan dan fungsinya, buku teks pelajaran bertujuan untuk membantu siswa mempelajari pengetahuan baru dan mencapai kemampuan yang di targetkan dalam kurikulum serta membantu guru melaksanakan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dengan bermuara pada tujuan pembelajaran dalam kurikulum. Pengembangan bahan ajar sebagai sebuah proses kerja untuk mencapai sebuah target yang direncanakan tentu saja memiliki tujuan tertentu. Menurut Prastowo (2012:24) berdasarkan pihak-pihak yang menggunakan bahan ajar, fungsi bahan ajar dapat dibedakan menjadi bahan ajar bagi pendidik dan bahan ajar bagi peserta didik. Fungsi bahan ajar bagi pendidik, antara lain menghemat waktu pendidik dalam mengajar, mengubah peran pendidik dari seorang pengajar menjadi fasilitator, meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif, sebagai pedoman bagi pendidik yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang ssemestinya diajarkan kepada peserta didik, dan sebagai alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran. Fungsi bahan ajar bagi peserta didik antara lain peserta didik dapat belajar tanpa harus ada pendidik atau teman peserta didik yang lain, peserta didik dapat belajar kapan saja dan dimana saja ia kehendaki, peserta didik dapat belajar sesuai kecepatannya masing-masing, peserta didik dapat belajar menurut urutan yang dipilihnya sendiri, membantu potensi peserta didik untuk menjadi pelajar yang mandiri, dan sebagai pedoman bagi peserta didik
yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari atau dikuasainya. Prinsip Pengembangan bahan ajar bahasa Indonesia dalam memilih, menentukan, menyusun, dan mengembangkan sumber atau bahan ajar, guru Bahasa Indonesia hendaknya memerhatikan beberapa prinsip diantaranya menimbulkan minat baca. Bahan ajar yang baik seyogyanya dirancang dan dikemas sedemikian rupa untuk dapat menarik dan menimbulkan minat baca bagi para siswa. Bahan dan sumber ajar yang paling banyak digunakan sekarang ini adalah yang berbentuk bahan cetak seperti: hand out, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leafl et. Bentuk bahan ajar seperti ini tentu saja ditujukan dan diperuntukan untuk dibaca siswa. Model desain sistem instruksional berorientasi pencapaian kompetensi (DSI - PK) adalah gambaran proses rancangan sistematis tentang pengembangan pembelajaran baik mengenai proses maupun bahan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dalam upaya pencapaian kompetensi komunikatif interaktif. Prosedur pengembangan DSI – PK terdiri dari tiga bagian penting pertama analisis kebutuhan, yaitu proses penjaringan informasi tentang kompetensi yang dibutuhkan anak didik sesuai dengan jenjang pendidikan. Dalam proses analisis kebutuhan dimaksud meliputi dua hal pokok yaitu analisis kebutuhan akademis dan kebutuhan non akademis. Kebutuhan akademis adalah kebutuhan sesuai dengan tuntutan kurikulum yang tergambarkan dalam setiap bidang studi atau mata pelajaran; sedangkan kebutuhan non akademis adalah kebutuhan di luar kuriku-lum baik meliputi kebutuhan personal, kebutuhan
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 164
sosial atau mungkin kebutuhan vokasional.Kebutuhan ini dijaring dengan berbagai teknik dari lapangan, missal-nya dengan wawancara, observasi, dan mungkin studi dokumentasi.Berdasarkan studi pendahuluan, selanjutnya ditentukan topik atau tema pembelajaran.Tema atau topik pembelajaran bisa ditemukan berdasarkan kebutuhan akademis, kebutuhan non akademis, atau gabungan keduanya.Kompetensi adalah kemampuan yang dapat diukur dan dapat diamati sebagai hasil belajar yang diharapkan bisa dicapai.Untuk meyakinkan bahwa kompetensi adalah hasil belajar yang dapat diamati, maka selanjutnya dikembangkan alat ukur dari setiap kompetensi yang diharapkan.kedua adalah pengembangan, yaitu proses mengorganisasikan materi pelajaran dan pengembangan proses pembelajaran. Materi pelajaran disusun sesu-ai dengan kompetensi yang diharapkan, baik menyangkut data, fakta, konsep, prinsip, dan atau mungkin keterampilan. Sedangkan proses, menunjukkan bagaimana seharusnya siswa mengalami kegiatan pembelajaran. Oleh sebab itu, di da-lamnya meliputi hal-hal yang semestinya dilakukan oleh siswa dan guru dalam upaya mencapai kompetensi.ketiga alat evaluasi, memiliki dua fungsi utama yaitu evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk mengetahui efektifitas program yang telah disusun oleh guru. Hasil evaluasi formatif diguna-kan untuk perbaikan program pembelajaran.Evaluasi sumatif digunakan untuk memperoleh informasi keberhasilan siswa mencapai kompetensi, dan berfungsi sebagai bahan akuntabilitas guru dalam kegiatan pembelajaran. Desain sistem instruksional adalah proses merancang atau merencanakan secara sistematis tentang analisis kebutuhan dan tujuan belajar,
materi pembelajaran, pengembangan strategi dan teknik pembelajaran termasuk merancang pemanfaatan berbagai sumber daya dan potensi yang ada untuk mencapai tujuan belajar. Briggs dalam Sanjaya (2013: 87), dalam rancangan itu termasuk proses pengembangan paket pelajaran, kegiatan pembelajaran, uji coba, revisi dan kegiatan evaluasi hasil belajar. Proses Desain Instruksional mempunyai kajian ya-ng cukup luas, tidak hanya merencanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas, tetapi juga merumuskan berbagai hal yang terkait dengan proses pembelajaran.Sesuai dengan kebijakan pemerintah, pengembangan kurikulum dan proses perencanaan pendidikan diserahkan kepada daerah termasuk guru-guru di sekolah, maka kemampuan mendesain instruksional merupakan sesuatu yang sangat penting bagi guru. Guru dituntut untuk mampu merencanakan program pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kultursekolah atau madrasah masing-masing. METODE Penelitian ini menggunakan model pengembangan DSI-PK (desain sistem pembelajaran berorientasi pencapaian kompetensi). Prosedur pengembangan DSI –PK terdiri dari tiga bagian penting yaitu analisis kebutuhan, pengembangan, dan evaluasi. Analisis kebutuhan, yaitu proses penjaringan informasi tentang kompetensi yang dibutuhkan anak didik sesuai dengan jenjang pendidikan. Dalam proses analisis kebutuhan dimaksud meliputi dua hal pokok yaitu analisis kebutuhan akademis dan kebutuhan non akademis. Kebutuhan akademis adalah kebutuhan sesuai de-ngan tuntutan kurikulum yang tergambarkan dalam setiap bidang studi atau mata pelajaran; sedangkan kebutuhan non akademis adalah kebutuhan di luar kuriku-lum baik meliputi kebutuhan personal, kebutuhan
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 165
sosial atau mungkin kebutuhan vokasional. Kebutuhan ini dijaring dengan berbagai teknik dari lapangan, misal-nya dengan wawancara, observasi, dan mungkin studi dokumentasi. Berdasarkan studi pendahuluan, selanjutnya ditentukan topik atau tema pembelajaran. Tema atau topik pembelajaran bisa ditemukan berdasarkan kebutuhan akademis, kebutuhan non akademis, atau gabungan keduanya. Kompetensi adalah kemampuan yang dapat diukur dan dapat diamati sebagai hasil belajar yang diharapkan bisa dicapai. Kedua adalah pengembangan, yaitu proses mengorganisasi-kan materi pelajaran dan pengembangan proses pembelajaran. Materi pelajaran disusun sesu-ai dengan kompetensi yang diharapkan, baik menyangkut data, fakta, konsep, prinsip, dan atau mungkin keterampilan. Sedangkan proses, menunjukkan bagai-mana seharusnya siswa mengalami kegiatan pembelajaran. Ketiga adalah evaluasi, yang memiliki dua fungsi utama yaitu evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk mengetahui efektifitas program yang telah disusun oleh guru. Hasil evaluasi formatif digunakan untuk perbaikan program pembelajaran. Evaluasi sumatif digunakan untuk memperoleh informasi keberhasilan siswa mencapai kompetensi, dan berfungsi sebagai bahan akuntabilitas guru dalam kegiatan pembelajaran. Prosedur pengembangan dengan model DSI-PK yaitu (1) menganalisis Kebutuhan proses penjaringan informasi tentang kompetensi yang dibutuhkan peserta didik sesuai jenjang pendidikan, yang meliputi; kebutuhan akademis, (2) kebutuhan sesuai tuntutan kurikulum yang tergambar disetiap bidang studi), kebutuhan nonakademis (kebutuhan diluar kurikulum yang meliputi; kebutuhan personal, kebutuhan sosial,
atau mungkin kebutuhan vokasional), yang dijaring dengan berbagai teknik, (3) menentukan tema atau topik pembelajaran, berdasar-kan kebutuhan akademis, nonakademis, atau keduaduanya, dan kompetensi yang diharapkan disesuaikan dengan topik, (4) pengembangan proses mengorganisa-sikan mata pelajaran dan pengembangan proses pembelajaran, yang dilakukan siswa dan guru dalam mencapai kompetensi, dan (5) pengembangan alat evaluasi yang memiliki fungsi utama yaitu; evaluasi formatif (untuk melihat sejauh mana efektifitas program yang disusun guru, untuk perbaikan program pembelajaran berikutnya), evaluasi sumatif (untuk mempero-leh informasi keberhasilan siswa mencapai kompetensi sebagai bahan akuntabilitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran). Produk yang telah dibuat tidak bisa langsung diuji coba dahulu. Tetapi harus dibuat terlebih dahulu, menghasilkan produk, dan produk tersebut yang diujicoba. Pengujian dapat dilakukan dengan eksperimen yaitu membandingkan efektivitas dan efesiensi sistem kerja lama dengan yang baru. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kebutuhan Data hasil analisis kebutuhan dilakukan pada siswa kelas VII MTs Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Adapun hasil analisis yang dilakukan ada dua, yaitu (1) analisis angket untuk siswa MTs Nurul Jadid yang telah menempuh materi teks berbasis pesantren multikultural, pernyataan tentang kebutuhan materi / bahan ajar berbasis pesantren multikutural berdasarkan strategi komunikatif-interaktif siswa kelas VII MTs. Nurul Jadid, pedoman angket terbuka untuk guru bahasa Indonesia, dan (2) analisis angket karakteristik siswa tentang minat dan
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 166
motivasi siswa dalam mempelajari materi bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural (3) analisis angket kebutuhan kepala biro pendidikan dan kurikulum MTs Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Hasil analisis kebutuhan melalui angket siswa menunjukkan, bahwa siswa kelas VII MTs Nurul Jadid Paiton Probolinggo (1) 60% sangat tidak setuju materi pelajaran yang disajikan meliputi: unsur-unsur bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural, dan menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural, (2) 50% sangat tidak setuju dan 50% tidak setuju diberikan contoh-contoh yang memudahkan kalian memahami materi bahasa Indonesia berbasis pesantren, dan menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural, (3) 50% sangat tidak setuju dan 50% sangat tidak setuju materi pelajaran ditekankan pada keterampilan memahami, menulis, dan menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural, (4) 80% tidak setuju diberikan latihan untuk memahami, menulis, dan menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural, (5) 80% tidak setuju tersedia cukup materi untuk memahami, menulis, dan menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural, (6) 80% tidak setuju materi bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural mudah kalian pahami dan terapkan dalam memahami, menulis, dan menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural, (7) 60% tidak setuju materi pelajaran sesuai dengan kebutuhan kalian dalam memahami, menulis, dan menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural, (8) 50% sangat tidak setuju dan 50% tidak setuju materi pelajaran cukup memadai untuk menyelesaikan latihan memahami,
menulis, dan menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural, (9) 60% sangat tidak setuju soal-soal atau tugas sesuai dengan materi memahami, menulis, dan menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural, serta (10) 50% sangat tidak setuju dan 50% tidak setuju soal-soal bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural setelah selesai pembelajaran dibahas di kelas. Hasil pengisian angket untuk identifikasi karakterstis siswa menunjukkan, bahwa siswa kelas VII MTs Nurul Jadid Paiton Probolinggo (1) 60% sangat tidak setuju guru memberitahukan tujuan pembelajaran bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural pada awal pembelajaran yang berkenaan dengan materi memahami, menulis, dan menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural, (2) 60% tidak setuju guru menyajikan materi memahami, menulis, dan menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural dengan cara ceramah, tanya jawab, diskusi, dan penugasan, (3) 80% tidak setuju guru memilih cara penyajian materi memahami, menulis, dan menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural secara bervariasi sesuai dengan materi yang diajarkan, (4) 90% tidak setuju guru memberikan latihan-latihan bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural secara teratur, (5) 70% tidak setuju guru menggunakan alat bantu ketika mengajar materi memahami, menulis, dan menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural misalnya gambar, LCD, dan lain-lain, serta (6) 70% tidak setuju kegiatan belajarmengajar dengan materi memahami, menulis, dan menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural lebih banyak
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 167
diorientasikan pada aktivitas siswa (7) 80% tidak setuju Guru selalu membicarakan tugas-tugas yang diberikan sebelumnya (8) 50% sangat tidak setuju dan 50% tidak setuju Guru menggunakan alat-alat bantu ketika mengajar, misalnya gambar, televisi, radio, LCD proyektor, dan lain-lain (9) 60% Guru tidak setuju memberikan perlakuan khusus kepada siswa yang memerlukan bantuan, misalnya memberikan tugas tambahan (10) 50% sangat tidak setuju dan 50% tidak setuju Kegiatan belajar mengajar lebih banyak diorientasikan pada siswa dari pada guru sehingga siswa aktif di kelas. Hasil analisis kebutuhan juga menunjukkan, siswa kelas VII MTs Nurul Jadid Paiton Probolinggo (1) 70% setuju siswa perlu mengetahui tema dan cara mencarinya, (2) 60% setuju siswa perlu mengetahui alur dan cara mencarinya, (3) 80% setuju siswa perlu mengetahui penokohan dan cara mencarinya, (4) 60% setuju siswa perlu belajar mengetahui latar dan cara mencarinya, (5) 70% setuju siswa perlu mengetahui sudut pandang dan cara mencarinya, (6) 60% sangat setuju siswa perlu mengetahui bahasa cerpen dan majas, (7) 70% setuju siswa perlu mengetahui amanat dan cara mencarinya, (8) 40% setuju dan 40% sangat setuju siswa perlu mengetahui dan belajar membuat topik, tujuan, tema, dan pengembangannya, (9) 70% setuju siswa perlu belajar membuat pembuka, isi, dan penutup, serta (10) 100% setuju siswa perlu belajar menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural. Berdasarkan hasil analisis angket karakteristik siswa ini memberi gambaran tentang kemampuan, latar belakang pengetahuan, dan tingkat perkembangan kognitif siswa, serta minat dan motivasi siswa sebelum mengikuti proses belajar mengajar dengan bahan ajar yang dikembangkan. Secara umum siswa menunjukkan
kemampuan, pengetahuan, kognitif, serta minat dan motivasi yang baik terhadap pembelajaran bahasa Indonesia khususnya materi bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural. Hasil Pengembangan Bahan Ajar Bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural Berdasarkan Pendekatan komunikatifinteraktif pada Siswa Kelas VII MTs Nurul Jadid Paiton Probolinggoadalah berupa buku paket. Dilihat dari aspek fisik, buku tersebut memiliki karakteristik: ukuran 25 cm x 17 cm, kertas HVS dengan ketebalan 80 gram, ukuran font 12, tipe huruf menggunakan garamond, sedangkan dilihat dari isinya mengandung beberapa komponen, yaitu komponen pendahuluan, isi, dan penutup. 1) Komponen Pendahuluan Di dalam komponen pendahuluan ini, terdapat beberapa bagian, yaitu: kata pengantar, daftar isi, dan peta konsep bahan ajar.
Gambar 1 Komponen Pendahuluan 2) Komponen Isi Di dalam komponen isi, terdapat beberapa bagian, yaitu: materi memahami bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural baik secara lisan maupun tulisan dengan strategi mencatat (informasi T), materi memproduksi teks deskripsi dan eksposisi dengan pendekatan komunikatif- interaktif, dan materi menelaah bahan ajar bahasa Indonesia
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 168
berbasis pesantren multikultural dengan strategi menyoroti.
Gambar 2 Bagian Isi 3) Komponen penutup Pada bagian ini berisi daftar pustaka dan biografi penulis (sampul belakang). Ketepatan Produk Ketepatan bahan ajar bertujuan untuk menilai produk sudah tepat atau belum tepat. bahan ajar bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural berdasarkan pendekatan komunikatif- interaktif yang telah dikembangkan peneliti. Peneliti memilih sebagai validator adalah satu orang dosen bahasa dan sastra Indonesia sebagai validator ahli isi, satu orang dosen bahasa dan sastra Indonesia sebagai validator ahli perancang dan media pembelajaran, serta satu orang guru bahasa Indonesia MTs Nurul Jadid Paiton Probolinggo kelas VII. Dalam penelitian ini lembar validasi akan digunakan untuk menilai produk bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural
berdasarkan pendekatan komunikatifinteraktif yang telah dikembangkan peneliti. Berdasarkan hasil analisis lembar validasi ahli materi, ahli perancang dan media pembelajaran, dan ahli guru, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar valid, menunjukkan bahan ajar sudah tepat. Data yang diperoleh dari validator digunakan untuk menilai pengembangan bahan ajar bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural berdasarkan pendekatan komunikatifinteraktif. Secara keseluruhan penilaian validator dikatakan baik jika persentase darimasing-masing aspek berada pada selang 55%-100%. Nilai yang diberikan validator pada masing-masing aspek dianalisis dengan menggunakan rumus persentase penilaian. Selanjutnya pengambilan kesimpulan. Dalam penelitian ini lembar validasi akan digunakan untuk menilai produk bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural berdasarkan pendekatan komunikatifinteraktif yang telah dikembangkan peneliti. Validator terdiri dari satu orang dosen bahasa dan sastra Indonesia sebagai validator ahli isi, satu orang dosen bahasa dan sastra Indonesia sebagai validator ahli perancang dan media pembelajaran, serta satu orang guru bahasa Indonesia MTs Nurul Jadid Paiton Probolinggo kelas VII. Adapun skala penilaian yang digunakan validator untuk menilai produk pengembangan dipaparkan dalam tabel berikut.
Tabel 1 Skala Penilaian Penilaian Angka Kriteria telah terpenuhi 4 Kriteria kurang terpenuhi 3 Kriteria sangat kurang terpenuhi 2 Kriteria tidak terpenuhi 1
Skala = 80-100% = 60-79% = 40-59% = 20-39%
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 169
Tabel 2 Hasil Analisis Lembar Validasi Ahli Isi SKOR ASPEK CATATAN/SARAN 4 3 2 1
No. 1 2 3 4 5
Kesesuaian dan keruntutan daftar isi dengan materi. Kejelasan materi yang ditampilkan Kesesuaian latihan-latihan soal dengan materi Kesesuaian materi dengan indikator yang akan dicapai Pendekatan komunikatifinteraktif pada bahan ajar sudah tercermin
√ √ √ √ √
Jumlah Poin Persentase Dari hasil analisis lembar validasi bahan ajar bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural untuk ahli isi bahwa (1) kesesuaian dan keruntutan daftar isi dengan materi kriteria telah terpenuhi, (2) kejelasan materi yang ditampilkan kriteria telah terpenuhi, (3) kesesuaian latihan-latihan soal dengan materi kriteria kurang terpenuhi, (4) kesesuaian materi dengan indikator yang akan dicapai kriteria kurang terpenuhi, serta
20 100% (5) pendekatan komunikatif- interaktif pada bahan ajar sudah tercermin kriteria telah terpenuhi. Berdasarkan hasil analisis lembar validasi bahan ajar bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural untuk ahli isi bahwa bahan ajar yang dikembangkan dapat disimpulkan persentase penilaian validator 90% menunjukkan bahwa bahan ajar sangat valid.
Tabel 3 Hasil Analisis Lembar Validasi Ahli Perancang dan Media Pembelajaran No. 1 2 3
4
5
6 7
ASPEK Keruntutan/kesistematisan materi. Keserasian materi dengan indikator yang akan dicapai. Kemenarikan penyajian gambar untuk pemahaman siswa dalam belajar. Kemampuan bahan ajar dalam meningkatkan pengetahuan memahami, menulis, dan menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural. Kemenarikan desain gambar dan sampul yang memberi kesan positif, sehingga mampu menarik minat pembaca. Kemudahan dalam membaca teks/tulisan. Kesesuaian dan kepaduan warna yang dipilih.
SKOR 4 3 √
2
1
CATATAN/SARAN
√ √
√
√
√ √
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 170
Kemudahan bahan ajar dalam pemahaman materi. Kejelasan petunjuk pada 9 penggunaan bahan ajar. Jumlah Poin Persentase 8
√ √ 33 91,6 %
Dari hasil analisis lembar validasi bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural untuk ahli perancang dan media pembelajaran bahwa (1) keruntutan/kesistematisan materi kriteria telah terpenuhi, (2) keserasian materi dengan indikator yang akan dicapai kriteria telah terpenuhi, (3) kemenarikan penyajian gambar untuk pemahaman siswa dalam belajar kriteria telah terpenuhi, (4) kemampuan bahan ajar dalam meningkatkan pengetahuan memahami, menulis, dan menelaah bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural telah terpenuhi, (5) kemenarikan desain gambar dan sampul yang memberi kesan positif, sehingga mampu menarik minat pembaca kriteria sangat kurang
terpenuhi, (6) kemudahan dalam membaca teks/tulisan kriteria kurang terpenuhi, (7) kesesuaian dan kepaduan warna yang dipilih kriteria telah terpenuhi, (8) kemudahan bahan ajar dalam pemahaman materi kriteria kurang terpenuhi, serta (9) kejelasan petunjuk pada penggunaan bahan ajar kriteria kurang terpenuhi. Berdasarkan hasil analisis lembar validasi bahan ajar bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural untuk ahli perancang dan media pembelajaran bahwa bahan ajar yang dikembangkan dapat disimpulkan persentase penilaian validator 93% menunjukkan bahwa bahan ajar cukup valid dan layak diuji cobakan.
Tabel 4Hasil Analisis Lembar Validasi Guru NO.
ASPEK
Kesesuaian materi yang disampaikan dengan kompetensi dasar. Kesesuaian rangkaian kegiatan 2 dengan materi pembelajaran. Keterpusatan kegiatan 3 pembelajaran pada siswa. Keterlibatan proses mental 4 dalam mengembangkan pengalaman pembelajaran. Keabstrakan konsep dan tingkat kesulitan latihan sesuai dengan 5 kemampuan berpikir siswa MTs Nurul Jadid Paiton Probolinggo Kesesuaian materi dan contoh 6 mendukung kemandirian belajar bagi siswa kelas VII. Kemudahan petunjuk 7 penggunaan bahan ajar dalam proses pembelajaran. Jumlah Poin Persentase 1
SKOR 4 3
2
1
CATATAN/SARAN
√ √ √ √
√
√
√ 26 93%
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 171
Dari hasil analisis lembar validasi bahan ajar bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural untuk ahli praktisi bahwa (1) kesesuaian materi yang disampaikan dengan kompetensi dasar kriteria telah terpenuhi, (2) kesesuaian rangkaian kegiatan dengan materi pembelajaran kriteria telah terpenuhi, (3) keterpusatan kegiatan pembelajaran pada siswa kriteria kurang terpenuhi, (4) keterlibatan proses mental dalam mengembangkan pengalaman pembelajaran kriteria telah terpenuhi, (5) keabstrakan konsep dan tingkat kesulitan latihan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa MTs Nurul Jadid Paiton Probolinggo kriteria telah terpenuhi, (6) kesesuaian materi dan contoh mendukung kemandirian belajar
bagi siswa kelas VII kriteria telah terpenuhi, serta (7) kemudahan petunjuk penggunaan bahan ajar dalam proses pembelajaran kriteria kurang terpenuhi. Berdasarkan hasil analisis lembar validasi bahan ajar bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural untuk ahli praktisi bahwa bahan ajar yang dikembangkan dapat disimpulkan persentase penilaian validator 93% menunjukkan bahwa bahan ajar sangat valid. Analisis Angket Respon Siswa Dalam penelitian ini angket yang digunakan adalah angket respon siswa pada pembelajaran bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural berdasarkan pendekatan komunikatif- interaktif yang telah diuji coba.
80% 70% 60% 50%
Tidak Setuju
40%
Kurang Setuju
30%
Setuju
20%
Sangat Setuju
10% 0% 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Grafik 1 Hasil Analisis Angket Respon Siswa Tabel 5 Keterangan Hasil Analisis Angket Respon Siswa No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pernyataan Petunjuk penggunaan bahan ajar sangat mudah di pahami. Bahasa yang digunakan dalam bahan ajar mudah dipahami. Bahan ajar bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural ini mendorong rasa ingin tahu saya. Bahan ajar bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural ini meningkatkan motivasi belajar saya. Bahan ajar bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural ini menambah pengetahuan saya. Bahan ajar mudah digunakan. Isi materi mudah di pahami. Tampilan bahan ajar begitu menarik. Latihan dalam bahan ajar mempermudah saya untuk lebih memahami materi bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural.
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 172
Berdasarkan tabel 4.18 dan 4.19, diketahui bahwa siswa kelas VII MTs Nurul Jadid Paiton Probolinggo (1) 70% setuju petunjuk penggunaan bahan ajar sangat mudah dipahami, (2) 70% setuju bahasa yang digunakan dalam bahan ajar mudah dipahami, (3) 50% setuju dan 50% sangat setuju bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural ini mendorong rasa ingin tahu saya, (4) 80% setuju bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural ini meningkatkan motivasi belajar saya, (5) 60% setuju bahan ajar bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural ini menambah pengetahuan saya, (6) 40% kurang setuju dan 40% setuju bahan ajar mudah digunakan, (7) 50% kurang setuju isi materi mudah dipahami, (8) 60% kurang setuju tampilan bahan ajar begitu menarik, serta (9) 60% setuju latihan dalam bahan ajar begitu menarik. Berdasarkan hasil analisis angket respon siswa ini memberi gambaran tentang respon siswa terhadap bahan ajar yang dikembangkan. Secara umum siswa menunjukkan respon baik terhadap bahan ajar bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural berdasarkan pendekatan komunikatif- interaktif yang telah dikembangkan dan dilaksanakan. Revisi Produk Revisi produk bersifat tentatif, artinya bisa dilakukan atau tidak. Di dalam pengembangan bahan ajar bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural berdasarkan pendekatan komunikatif- interaktif ini revisi dilakukan berdasarkan penilaian, komentar, dan saran dari validator. Revisi dilakukan untuk menjadikan bahan ajar lebih efektif, efisien, dan menarik berdasarkan penilaian dari lembar validasi ahli isi, perancang dan media pembelajaran, serta praktisi. Dengan demikian, bahan ajar ini dapat dijadikan salah satu pilihan guru yang akan membelajarkan materi
bahan ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural. SIMPULAN DAN SARAN Kajian Produk Pengembangan Bahan Ajar bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural berdasarkan Pendekatan komunikatif-interaktif pada Siswa/santri/santri/santri Kelas VII MTs Nurul Jadid Paiton Probolinggo menggunakan pengembangan model DSI-PK (desain sistim instruksional berorientasi pencapaian kompetensi). Tahap Pendefinisian (Define) Dari hasil analisis angket untuk siswa/santri/santri/santri MTs Nurul Jadid yang telah menempuh materi bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural, pernyataan tentang kebutuhan materi bahasa Indonesia berbasis pesantren multikultural berdasarkan pendekatan komunikatifinteraktif siswa/santri/santri/santri kelas VII MTs. Nurul Jadid, serta analisis angket karakteristik siswa/santri/santri/santri tentang minat dan motivasi siswa/santri/santri/santri dalam mempelajari bahasa dan sastra indonesia. Dengan adanya Bahan Ajar bahasa indonesia berbasis pesantren multikultural yang dilengkapi pendekatan komunikatif-interaktif, serta menggunakan telaah-telah materi yang religious yang diaplikasikan melalui kitab alqur’an dan hadist sebagai peneguhan jiwa santri. sehingga siswa/santri/santri/santri mudah dalam memahami materi dan mengaplikasikan sesuai karakteristiknya. Analisis tugas dilakukan untuk merinci isi materi kompetensi dasar memahami, menulis, dan menelaah bahan ajar dalam bentuk garis besar. Dari analisis konsep yang dilakukan didapatkan suatu peta konsep langkah-langkah memahami secara lisan dan tulis, langkah-langkah menulis teks cerpen, serta menelaah dan merevisi teks cerpen. Perumusan tujuan pembelajaran
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 173
mencakup tujuan pembelajaran untuk mendengarkan teks cerpen secara lisan, cara mencari tema, langkah-langkah menulis teks cerpen, serta menelaah dan merevisi teks cerpen. Tahap Perancangan (Design) Tujuan tahap ini adalah untuk menyiapkan bahan ajar memahami, menulis, dan menelaah serta merevisi teks atau bahan ajar berdasarkan pendekatan komunikatif-interaktif. Tahap ini terdiri dari tiga langkah, yaitu (1) penyusunan tes acuan patokan, (2) pemilihan media, dan (3) pemilihan format. Tahap Pengembangan (Develop) Tujuan tahap ini adalah untuk menghasilkan Bahan Ajar bahasa indonesia berbasis pesantren multikultural berdasarkan pendekatan komunikatif-interaktif yang sudah direvisi dari para ahli (validator). Tahap ini meliputi, yaitu validasi bahan ajar memproduksi teks atau bahan ajar berdasarkan pendekatan komunikatifinteraktif, simulasi, dan uji coba. Validasi bahan ajar berbasis pesantren multikultural ini dilakukan oleh para ahli diikuti dengan revisi. Peneliti memilih sebagai validator adalah satu orang dosen bahasa dan sastra Indonesia sebagai validator ahli isi, satu orang dosen bahasa dan sastra Indonesia sebagai validator ahli perancang dan media pembelajaran, serta satu orang guru bahasa Indonesia MTs Nurul Jadid Paiton Probolinggo kelas VII sebagai ahli praktisi. Simulasi merupakan uji coba produk bahan ajar, memproduksi berdasarkan pendekatan komunikatif-interaktif. Dalam pengembangan bahan ajar/buku paket yang telah dirancang dengan uji coba kelompok kecil pada 10 siswa/santri kelas VII MTs Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Siswa/santri yang dipilih mencerminkan karakter siswa/santri baik dari jenis kelamin dan kecerdasan. Keunggulan Bahan Ajar bahasa indonesia berbasis pesantren
multikultural ini adalah adanya tiga strategi, yaitu strategi mencatat (informasi T), strategi menulis terbimbing, dan strategi menyoroti. Selain itu, bahan ajar ini disusun dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan diaplikasikan siswa/santri/santri/santri. Sedangkan kelemahan bahan ajar ini adalah terletak pada KD yang disajikan. Dalam bahan ajar ini KD yang disajikan hanya ada tiga, yaitu memahami, memproduksi, dan menelaah serta merevisi teks cerpen. Saran Pemanfaatan Pengembangan Bahan Ajar bahasa indonesia berbasis pesantren multikultural berdasarkan pendekatan komunikatif-interaktif dapat diaplikasikan pada sekolah atau madrasah lain yang berbasis pesantren multikultural karena dalam bahan ajar tersebut materi-mataeri yang ditampilkan mudah dipahami dan mudah diaplikasikan sesuai karakteristik pesantren. Model pengembangan 4-D ini terdiri dari empat tahap pengembangan, yaitu pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebaran (disseminate). Dengan berbagai keterbatasan, untuk tahap penyebaran tidak dilakukan oleh peneliti, sehingga untuk peneliti selanjutnya disarankan melakukan tahap penyebaran (disseminate). Pengembangan Bahan Ajar bahasa indonesia berbasis pesantren multikultural berdasarkan pendekatan komunikatif-interaktif menggunakan tiga strategi, yaitu strategi mencatat (informasi T), strategi menulis terbimbing, dan strategi menyoroti. Peneliti menyarankan pada peneliti lain untuk mengembangkan Bahan Ajar bahasa indonesia berbasis pesantren multikultural dengan menggunakan strategi yang berbeda sehingga makin memperkaya khazanah pengetahuan pembaca.
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 174
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Yunus. 2012. PembelajaranBahasaBerbasisPend idikanKarakter. Bandung: RefikaAditama Alwasilah, H. 2010. FilsafatBahasaDan Pendidikan. Bandung: RemajaRosdakarya Aly, Abdullah.201. Pendidikan Islam Multikultural Di Pesantren.Yogyakarta: PustakaPelajar Bakri, Masykuri. Wediningsih, Dyah. 2011. MembumikanNilaiKarakterBerbasi sPesantren. Jakarta:Nirmana Media Busri, Hasan. Badrih, Moh. 2015. Linguistik Indonesia. Malang: UniversitasNegeri Malang Chaer, Abdul. 2011. RagamBahasaIlmiah. Jakarta: RinekaCipta Ghazali, A. Syukur. 2013. PembelajaranKeterampilanBerbaha sa, DenganPendekatanKomunikatifInteraktif. Bandung: RefikaAditama Iskandarwassid. Sunendar, Dadang. 2013. StrategiPembelajaranBahasa. Bandung: RemajaRosdakarya Jailani, Imam.A. 2012. PendidikanPesantrenSebagaiPotret KonsistensiBudayaDitengahHimpit anModernitas. JurnalKarsa (Jurnal Social Dan BudayaKeislaman).Islam, BudayaPesantren. Stain Pamekasan Kaelan, M.S. 2013. Pembahasan Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Paradigma Mas’ud, Abdurrahman. IntelektualPesantren.Yogyakar: LKis Prastowo, Andi. 2014. PanduanKreatifMembuatBahanAjar Inovatif. Jogjakarta: Diva Press Sanjaya, Wina. 2013. Perencanaan Dan System Pembelajaran. Jakarta : Kencana
Sitepu. 2012. PenulisanBukuTeksPelajaran. Bandung: RemajaRosdakarya Sugiono. 2012. MetodePenelitianPendidikan. Bandung: Alfabeta Sulalah. 2011. PendidikanMultikultural. Malang: UIN - Maliki Pres Suprayogo, Imam.2014. MenghidupkanJiwaIlmu. Jakarta: Elex Media Komputindo Solichin, M. Muchlis. 2012. RekonstruksiPendidikanPesantrenS ebagai Character Building MenghadapiTantanganKehidupan Modern. JurnalKarsa (Jurnal Social Dan BudayaKeislaman). Islam, BudayaPesantren. Stain Pamekasan,12(2)58-74 Schunk,Daleh H. 2012. Learning Theories.Yogyakarta: PustakaPelajar Trianto. 2012. Mendesain Model PembelajaranInovatifProgresif. Jakarta: Kencana Ulfatin, Nurul. 2014. MetodePenelitianKualitatif Di BidangPendidikan,Teori Dan Aplikasinya. Malang: Bayumedia Publishing Wahyuni, Sri. Syukur, Abdul. 2013. AsesmenPembelajaranBahasa. Malang: RinekaAditama Yaqin, M, Ainul. 2010. PendidikanMulticultural,Cross Cultural Understanding.Yogyakarta: Pilar Media Yaqin, M. Ainul. Mas’ud. Abdurrahman. 2010. IntelektualPesantren.Yogyakar: Lkis
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 175