FORMULA MATERI-AJAR BAHASA INDONESIA Prof. Dr. Cahyo Yusuf, M.Pd. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Tidar Abstrak Bahasa Indonesia (BI) digunakan untuk berkomunikasi. Ujud komunikasi berupa wacana. Untuk keperluan tertentu, wacana dijabarkan terdiri atas satuan-satuan bahasa yang lebih kecil di bawahnya. Satuan-satuan bahasa ini mempunyai sistem dan karakteristik yang terpadu dengan unsur segmental. BI juga dapat digunakan untuk bahan kajian dengan tujuan meningkatkan pemahaman sistem dan karakteristik BI. Secara induktif, satuan bahasa BI dijabarkan untuk menemukan sistem dan karakteristik. Kegiatan belajar ini tersimpan dalam long term memory menjadi kekayaan batiniah. Secara deduktif, sistem dan karakteristik BI direalisasi menjadi satuan bahasa dengan prinsip jumlah tidak terbatas. Satuan bahasa ini dikembangkan (ditransformasi), kemudian digunakan bersama dengan satuan bahasa lain. Kegiatan belajar ini membentuk kekayaan lahiriah. Secara intuitif, kekayaan batiniah, alih-alih kecakapan batiniah, BI muncul bersamaan dengan unsur segmental dalam kegiatan ber-BI (kekayaan/kecakapan lahiriah). Kecakapan batiniah dan kecakapan lahiriah penting kedua untuk keperluan praktis ber-BI maupun ilmu bahasa (linguistik) dan kegiatan belajar-mengajarkan BI. Rangka-pikir ini dijadikan sebagai filosofi dan jiwa dalam memformula materi-ajar BI yang di dalamnya terdapat substansi dan metodologi pembelajaran. Kata kunci: formula, bahan kajian, komprehensif, holistik, sistem, karakteristik, dan kekayaan batiniah-lahiriah.
PENDAHULUAN Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana 2001, 21) Lambang bunyi bahasa Indonesia (BI) dalam tuturan juga mempunyai sistem dan karakteristik: struktur bentuk dan makna. BI diangkat sebagai mata pelajaran di sekolah, artinya belajar-mengajarkan BI secara formal. Keformalan ini ditekankan, bahwa mata pelajaran BI direncanakan dan diformula secara tepat: komprehensif dan holistik. Kekomprehensifannya, BI dilihat secara luas dan lengkap, yaitu (1) alat komunikasi dengan kompetensi mempraktikkan kecakapan berBI dengan tujuan meningkatkan kelancaran ber-BI, (2) alat berpikir dengan kompetensi mengembangkan logika dengan tujuan meningkatkan daya-nalar, (3) media pembelajaran dengan kompetensi mampu berpikir abstrak dengan tujuan meningkatkan kecerdasan, dan (4) bahan kajian dengan kompetensi memahami sistem dan karakteristik BI dengan tujuan meningkatkan kecermatan ber-BI. Keholistikannya, BI dilihat/dikaji/dipelajari sebagai kesatuan yang utuh daripada sekedar bagian. Untuk meningkatkan kecermatan ber-BI, siswa melakukan penggalian perihal BI (kebahasaan). Siswa menjabarkan (menganalisis) satuan bahasa dalam tuturan/teks berBI. Untuk meningkatkan kelancaran ber-BI, siswa melakukan berbagai kegiatan ber-BI: mendengarkan, berbicara, membaca, menulis.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ”Pembelajaran Bahasa untuk Meningkatkan Kualitas Manusia Indonesia yang Berkarakter dalam Era Mondial”
9
Rangka berpikir berikut juga perlu dipertimbangkan, bahwa BI merupakan bahasa pertama atau bahasa kedua bagi siswa Indonesia yang belajar BI di Indonesia. Artinya, siswa sangat mudah menemukan atau berinteraksi dengan komunitas ber-BI, siswa juga sangat mudah menjumpai atau mendapatkan media massa yang menggunakan BI. Dengan situasi komunikasi ini, siswa mudah meningkatkan kelancaran ber-BI. Substansi di atas diformula menjadi materi-ajar BI yang mencakupi cara pengkajian dan hasil kajian satuan bahasa BI dengan mempertimbangkan kebutuhan dan perkembangan siswa, tujuan pendidikan, dan paradigma kurikulum. Dalam tulisan ini, materi-ajar diformula lebih menekankan pada aspek pengkajian satuan bahasa BI. Kutipan berikut menguatkan perihal formula materi-ajar BI yang penulis usulkan ini, menurut Lim (1992, 117-121), kebahasaan dan tujuan belajar bahasa diformulasi dengan menggunakan kode-kognitif, bahwa bahasa ialah perilaku yang tunduk pada kaidah (sistem bahasa). Karena itu, belajar seperangkat kaidah akan menghasilkan bahasa itu dan pengetahuan tentang fakta (bahasa) dan kaidah formal tentang bahasa sebenarnya dapat membantu membimbing siswa dalam membentuk kebiasaan berbahasa yang benar. Yalden (1985, 120121) menggambarkan keseimbangan fungsi komunikatif dan bentuk bahasa (kebahasaan) di tingkat dasar, tingkat menengah dan tingkat lanjutan. Yalden menyatakan, bahwa rancangan pengajaran bahasa kedua untuk program pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif perlu melibatkan pengajaran bentuk bahasa (kebahasaan). Gambaran keseimbangan fungsi komunikatif dan bentuk bahasa sebagai berikut: Bentuk Bahasa
Fungsi Komunikatif Sistem Seimbang di Tingkat Dasar
Bentuk Bahasa
Fungsi Komunikatif Sistem Seimbang di Tingkat Menegah
Bentuk Bahasa
Fungsi Komunikatif Sistem Seimbang di Tingkat Lanjutan
BI dijadikan bahan kajian, bahwa dalam BI terdapat satuan bahasa (bentuk bahasa) dan sistem-karakteristik, dan ilmu bahasa (inguistik). Satuan bahasa BI ini dikaji untuk menemukan sistem dan karakteristik BI. Proporsi bentuk bahasa (kebahasaan) dan fungsi komunikasi dalam materi-ajar BI disesuaikan dengan perkembangan siswa: tingkat dasar, tingkat menengah, tingkat lanjutan. Persesuaian-perkembangan siswa mencakupi pula tentang pemilihan wacana, kedalaman pengkajian satuan bahasa dan metodologi pengajarannya. BELAJAR SATUAN BAHASA Pada masa prasekolah, anak telah memiliki sistem-bahasa melalui pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa terjadi secara alamiah ketika anak berinteraksi dengan anggota keluarga dan masyarakat. Pada masa ini sedikit terjadi “interfensi”, yaitu orang dewasa (orang tua) mengenalkan (mengajarkan) lambang bunyi agar ditiru oleh anak. Peristiwa bahasa ini tidak disadari, terutama oleh anak, bahwa ia memperoleh bahasa dan sistem bahasa tetapi ia sadar menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Dalam perkembangan anak, dengan sistem 10
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ”Pembelajaran Bahasa untuk Meningkatkan Kualitas Manusia Indonesia yang Berkarakter dalam Era Mondial”
bahasa yang dimiliki, anak bisa merealisasi satuan-satuan bahasa yang mirip dan satuansatuan bahasa yang berbeda. Silahkan peserta seminar merenung mengingat kembali pada masa anak-anak. Pada masa sekolah, siswa memiliki sistem-bahasa melalui kegiatan pembelajaran tentang bahasa. Pembelajaran tentang bahasa dilakukan secara sistematis: (1) siswa melalukan kegiatan belajar-menjabarkan (menganalisis) satuan bahasa dan menemukan sistem bahasa, (2) siswa melakukan kegiatan-belajar merealisasi sistem bahasa menjadi satuan bahasa, (3) siswa melakukan kegiatan-belajar membuat konteks atas dasar satuan bahasa yang dibentuk. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini guru melakukan “rekayasa”, guru memberi perlakuan agar siswa belajar, ini hakikat pembelajaran. Menurut Brown (1987, 6), belajar adalah memperoleh ilmu pengetahuan dari suatu subjek atau keterampilan melalui pengalaman atau pengajaran. Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam kecenderungan berperilaku dan hasil yang diperkuat. Secara khusus, dalam belajar bahasa, Brown menyatakan, bahwa belajar ialah (1) memperoleh, (2) mengingat informasi atau keterampilan, (3) melibatkan kesadaran aktif yang terfokus pada peristiwa-peristiwa dalam individu, (4) relatif permanen tetapi bisa ditunjukkan, (5) melibatkan beberapa bentuk berlatih, mungkin berlatih yang diperkuat, (6) perubahan perilaku. Berdasarkan batasan-batasan ini, kegiatan belajar BI bisa dilakukan dengan cara menjabarkan satuan bahasa untuk menemukan sistem dan karakteristik dengan pendekatan inquiri, metode induktif-deduktif dan teknik bagi unsur, teknik penandaan dan teknik transformasi. FORMULA MATERI-AJAR BAHASA INDONESIA Pengkajian satuan bahasa BI berikut ini merupakan model formula materi-ajar BI, tentu ada model-model lain. Model formula materi-ajar BI ini mencakupi substansi dan tersirat terdapat metodologi (pendekatan, strategi, metode dan teknik) dalam ranah kognitif: pengetahuan, pemahaman, penerapan, penganalisisan, pengevaluasian dan penciptaan. 1. Materi-Ajar Kalimat a. Menentukan wacana Guru atau siswa menentukan wacana dengan ketentuan disesuaikan perkembangan atau minat siswa, misalnya wacana berjudul “Pembelajaran Bahasa Indonesia Monoton” untuk siswa SMA:
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ”Pembelajaran Bahasa untuk Meningkatkan Kualitas Manusia Indonesia yang Berkarakter dalam Era Mondial”
11
b. Menentukan kalimat dalam wacana “Pembelajaran Bahasa Indonesia Monoton”, misalnya kalimat Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah harus direposisi. (k1). c. Menentukan ruas (konstituen) pada kalimat (k1) Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah / harus direposisi. d. Menentukan inti setiap ruas kalimat sehingga menjadi kalimat inti Ruas-kalimat : pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah inti ruas-kalimat: pembelajaran Ruas-kalimat : harus direposisi Inti ruas-kalimat: reposisi e. Mengategorikan setiap ruas kalimat 1) Ruas kalimat : pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah kategori N 2) Ruas-kalimat : harus direposisi kategori V 3) Inti ruas-kalimat: pembelajaran kategori N 4) Inti ruas-kalimat: direposisi kategori V 5) Kalimat inti/kalimat dasar Pembelajaran direposisi. kategori N V 6) Kalimat turunan Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah harus direposisi. kategori N V f. Menentukan sistem (pola) kalimat Kalimat Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah harus direposisi. berpola, alih-alih sistem, kalimat: N V. g. Merialisasi sistem kalimat menjadi kalimat inti Sistem kalimat N V direalisasi menjadi kalimat inti Mereka mengemudi mobel. h. Mengembangkan kalimat inti menjadi kalimat turunan atau kalimat luas Kalimat inti: Mereka mengemudi mobil. dikembangkan menjadi kalimat turunan dengan:
12
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ”Pembelajaran Bahasa untuk Meningkatkan Kualitas Manusia Indonesia yang Berkarakter dalam Era Mondial”
1) menyisipkan kata atau frasa: a) kata berlatih disisipkan sehingga menjadi kalimat turunan Mereka berlatih mengemudi mobil. b) kata ingin disisipkan sehingga menjadi kalimat turunan Mereka ingin mengemudi mobil. c) frasa sedang berlatih disisipkan sehingga menjadi kalimat turunan Mereka sedang berlatih mengemudi mobil. d) frasa tidak berlatih disisipkan sehingga menjadi kalimat turunan Mereka tidak berlatih mengemudi mobil. 2) menegatifkan kalimat: kata tidak ditambahkan sebelum verba sehingga menjadi kalimat turunan Mereka tidak mengemudi mobil. 3) memperluas kalimat: a) frasa kemarin siang ditambahkan sehingga menjadi kalimat: Kemarin siang mereka mengemudi mobil. atau Mereka mengemudi mobil kemarin siang. atau Mereka, kemarin siang, mengemudi mobil. b) menambahkan frasa di jalan raya sehingga menjadi kalimat: Mereka mengemudi mobil di jalan raya. Di jalan raya, mereka mengemudi mobil. 4) Pemindahan struktur kalimat: Ruas kalimat-depan dipindah ke tempat-belakang Mengemudi mobil mereka. 5) Pengubahan bentuk verba dan struktur Verba mengemudikan diubah menjadi dikemudi(-kan): Mobil dikemudi(-kan) mereka. 6) Menambahkan kalimat pada kalimat luas sehingga terbentuk paragraf Siswa SMP 1 Semarang Much Abdulrozaq dan Rifando Heri Suryo tak pernah membayangkan suatu saat harus berhadap-hadapan dengan para sopir angkot di tengah terik matahari yang menyentuh ubun-ubun. Mereka tidak ingin berlatih mengemudi, tapi hendak memperkenalkan penelitian di bidang transportasi darat. Jika terus dilakukan pengkajian (penganalisisan) kalimat BI pada berbagai wacana, kalimat BI yang jumlahnya tidak terbatas terdiri atas delapan pola kalimat atau sistem kalimat: a) NV : Daun jatuh. b) NVN : Anak membaca novellet. c) NVNN : Ibu membelikan adik sepotong roti. d) NVFt : Teman tinggal di Klaten. e) NN : Ayah pegawai negeri. f) NAdj : Lembu ini sakit. g) NNum : Sepeda ayah dua. h) NFt : Petani di sawah.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ”Pembelajaran Bahasa untuk Meningkatkan Kualitas Manusia Indonesia yang Berkarakter dalam Era Mondial”
13
Untuk perbandingan, menurut Alwi (2010, 329), bahwa BI terdiri atas enam pola kalimatdasar, alih-alih sistem kalimat: a) SP : Paman datang. b) SPO : Ibu memotong kain. c) SPPel : Anak ini menyerupai ibunya. d) SPK : Adik berada di kamar. e) SPOPel : Ayah membelikan ibu kain batik. f) SPOKet : Joko memasukkan buah di kulkas. Perihal sistem kalimat ini perlu dicakapkan dan dimahirkan kepada siswa untuk keperluan praktis ber-BI dan untuk keperluan ilmu bahasa (linguistik). 2. Materi-Ajar Kata a. menentukan wacana berjudul “Pembelajaran Bahasa Indonesia Monoton” (sama dengan wacana di atas) b. menentukan kata dari wacana di atas, misalnya kata memberdayakan c. menentukan struktur bentuk dan makna kata 1) Kata memberdayakan berstruktur meN-, ber-, D, -kan. 2) Kata memberdayakan bermakna ‘menjadikan … berdaya’ atau ‘melakukan sesuatu agar … mempunyai daya’. 3) Jika kata memberdayakan diterapkan dalam struktur, alih-alih konstruksi … memberdayakan …, kata yang bisa memasuki tempat kosong (…) sebelum dan sesudah memberdayakan ialah, masing-masing misalnya, kata pemerintah dan wanita sehingga membentuk: a) struktur kalimat Pemerintah memberdayakan wanita lingkungan nelayan dengan keterampilan menjahit. b) struktur makna ‘pemerintah memberikan keterampilan menjahit agar wanita lingkungan nelayan berdaya/mempunyai kemampuan menjahit’. d. menentukan sistem kata 1) Sistem pembentukan verba memberdayakan: pangkal daya dibentuk menjadi berdaya dibentuk lagi menjadi berdayakan dan memberdayakan 2) Kata memberdayakan dapat dibentuk/dibangkitkan menjadi nomina dengan pertalian struktur bentuk dan makna: a) pemberdaya ‘orang yang memberdayakan’ b) pemberdayaan ‘proses memberdayakan’. 3) dengan kajian model proses, sistem pembentukan/pembangkitan kata berikut sama dengan sistem kata di atas, misalnya membelajarkan a) pembelajar ‘orang yang membelajarkan’ b) pembelajaran ‘proses membelajarkan’; ‘proses menjadikan ... belajar’ c) Jika membelajarkan diberi tanda (D), pembelajar bermakna ‘orang yang (D)’ dan pembelajaran bermakna ‘proses (D)’. 4) Sistem verba-nomina: bahwa verba berafiks member-D-kan (Vd) berpasangan dengan nomina berafiks pember-(Vd) dan nomina berafiks pember-(Vd)-an.
14
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ”Pembelajaran Bahasa untuk Meningkatkan Kualitas Manusia Indonesia yang Berkarakter dalam Era Mondial”
5) Sistem makna, bahwa verba berafiks member-D-kan (Vd) berpasangan dengan nomina bermakna pember-(Vd) ‘orang yang Vd’ dan pember-(Vd)-an ‘proses Vd’. e. merialisasi sistem-kata menjadi satuan kata 1) Sistem kata di atas dapat direalisasi menjadi struktur kata: member-D-kan pember-D pember-D-an memberhentikan pemberhenti pemberhentian memberlakukan pemberlaku pemberlakuan 2) Jika dilakukan kajian-kata terus, sistem kata lain dapat ditemukan, misalnya meng-D, peng-D, peng-D-an. 3) Sistem ini dapat direalisasi menjadi konstruksi kata: meng-D peng-D peng-D menghitung penghitung penghitungan menggambar penggambar penggambaran f. menggunakan kata dalam struktur kalimat 1) Kata menggambar digunakan dalam konstruksi kalimat, misalnya Orang itu menggambar bunga. 2) Kata penggambar digunakan dalam konstruksi kalimat, misalnya Penggambar itu sudah tua. 3) Kata penggambaran digunakan dalam konstruksi kalimat, misalnya Penggambaran bunga itu sangat cepat. Perihal sistem kata ini perlu dicakapkan dan dimahirkan kepada siswa untuk keperluan praktis ber-BI dan keperluan ilmu bahasa (linguistik). 3. Materi-Ajar Karakteristik Kata dalam Kalimat Pembahasan kalimat dan kata BI di atas mengandung pula perihal karakteristik kalimat dan kata BI. Secara eksplisit, jika ditinjau dari segi struktur bentuk, kata membeli dan kata mengajar bentuknya sama, yaitu berstruktur meN-D. Kata membelikan dan mengajarkan juga sama struktur bentuknya, yaitu meN-D-kan, contoh: a. Ayah saya sudah membeli beras merah. Np V Nnp b. Ibu guru sedang mengajar siswa kelas IV. Np V Np c. Ayah saya sudah membelikan ibu beras merah. Np V Np Nnp d. Ibu guru sedang mengajarkan bahasa Indonesia. Np V Nnp Pembandingan: a. karakteristik berbeda, bahwa kata membeli ‘melakukan beli’ diikuti nomina-nonpersona (Nnp), sedangkan mengajar ‘melakukan ajar’ diikuti nomina-persona (Np), b. karakteristik berbeda, bahwa kata membelikan ‘melakukan beli untuk orang lain’ diikuti Np, sedangkan mengajarkan ‘melakukan ajar’ diikuti Nnp.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ”Pembelajaran Bahasa untuk Meningkatkan Kualitas Manusia Indonesia yang Berkarakter dalam Era Mondial”
15
c. karakteristik berbeda, bahwa kata membeli dan membelikan, bahwa membeli diikuti Nnp, sedangkan membelikan diikuti Np, d. karakteristik berbeda, bahwa kata mengajar dan mengajarkan, bahwa mengajar diikuti Np, sedangkan mengajarkan diikuti Nnp, e. karakteristik sama, bahwa membeli dan mengajar diikuti satu nomina, f. karakteristik berbeda, bahwa membelikan diikuti dua nomina, sedangkan mengajarkan diikuti satu nomina. Perihal karakteristik verba ini perlu dicakapkan dan dimahirkan kepada siswa untuk keperluan praktis ber-BI dan untuk keperluan ilmu bahasa (linguistik). SIMPULAN BI diajarkan untuk meningkatkan kelancaran ber-BI dan kecermatan ber-BI. Kelancaran ber-BI dicapai oleh siswa dengan berbagai kegiatan (praktik) ber-BI, yaitu belajar mendengarkan, belajar berbicara, belajar membaca dan belajar menulis. Kegiatan praktik ber-BI merupakan kecakapan lahiriah. Kecermatan ber-BI dicapai oleh siswa dengan berbagai kegiatan belajar menjabarkan (menganalisis) satuan-satuan BI dan menemukan sistem-karakteristik BI. Kegiatan menganalisis BI merupakan kecakapan batiniah. Kecakapan batiniah secara intuitif mendukung kegiatan ber-BI. Kelancaran ber-BI dan kecermatan ber-BI, keduanya penting dalam kegiatan belajar-mengajarkan BI. Satuan bahasa BI dijabarkan dimulai dari konteks wacana dan dibentuk kemudian dipasangan dengan satuan lain sehingga terbentuk wacana pula: (1) menentukan wacana (teks tulisan sederhana), (2) menentukan satuan bahasa berupa kalimat, frasa, kata, dll, (3) menjabarkan satuan bahasa, (4) menandai jabaran satuan bahasa, (5) menentukan sistem dan karakteristik satuan bahasa yang dijabarkan, (6) merealisasi sistem bahasa menjadi satuan bahasa, dan (7) memasangkan satuan bahasa yang dibentuk pada satuan bahasa lain atau menjadi satuan bahasa yang lebih besar. SARAN Pemformulaan materi-ajar BI untuk ketepatan ber-BI, guru selalu melakukan pengkajianpengkajian satuan bahasa BI pada berbagai wacana. Setelah mengetahui dan memahami serta berpengalaman mengkaji, guru membelajarkan siswa tentang substansi yang dikaji dan cara mengkaji, artinya siswa melakukan kegiatan belajar yang hampir sama yang dilakukan oleh guru. Agar proses belajar-mengajar terarah, dalam persiapan, guru memformula materi-ajar BI. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan.dkk. 2010. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Brown, H. Douglas. 1987. Principles of Language Learning and Teaching. Tokyo: PrenticeHal. Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Edisi Ketiga. Cetakan Kelima. 16
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ”Pembelajaran Bahasa untuk Meningkatkan Kualitas Manusia Indonesia yang Berkarakter dalam Era Mondial”
Lim Kiat Boey. 1992. Pengantar Linguistik untuk Guru Bahasa. Terj. Jakarta: P.T. Rebia Indah Prakarsa. Yalden, Janice. 1985. The Communacative Syllabus: Evolution, Design and Implementation. New York. Pergamon Press. Yusuf, Cahyo. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Semarang: Bandungan Institute. -------. 2009. Pengajaran Kalimat; Tinjauan Fungsi dan Kategori Sintaktis. Semarang: Bandungan Institute. --------. 2013. Morfofonologi Bahasa Indonesia. Semarang: Bandungan Institue.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ”Pembelajaran Bahasa untuk Meningkatkan Kualitas Manusia Indonesia yang Berkarakter dalam Era Mondial”
17