PENGELOLAAN GULMA PADA PERTANAMAN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI PT. PERKEBUNAN RUMPUN SARI KEMUNING KARANGANYAR, JAWA TENGAH
Oleh M. RISFANDI KHAIR A34101045
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari) dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan dan kebun-kebun yang lebat (QS. An-Naba’: 1316)
Kupersembahkan untuk kedua Orang tuaku, Abang dan Adikku serta Nenekku tercinta
PENGELOLAAN GULMA PADA PERTANAMAN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI PT. PERKEBUNAN RUMPUN SARI KEMUNING KARANGANYAR, JAWA TENGAH
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh M. RISFANDI KHAIR A34101045
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN M. RISFANDI KHAIR. Pengelolaan Gulma pada Pertanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di PT. Perkebunan Rumpun Sari Kemuning (RSK), Karanganyar, Jawa Tengah. (Dibimbingan oleh SOFYAN ZAMAN). Peranan teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) selain sebagai penyedia lapangan kerja, tanaman ini merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan sumbangan devisa non migas bagi negara. Pelaksanaan magang ini bertujuan mempelajari teknik budidaya teh berdasarkan keadaan di lapang, mendapatkan pengetahuan praktek, pengalaman dan keterampilan kerja bidang perkebunan serta mempelajari dan menganalisa sistem pengelolaan gulma di PT. Perkebunan Rumpun Sari Kemuning (RSK), Karanganyar, Jawa Tengah. Selama kegiatan magang penulis bekerja sebagai karyawan harian lepas selama dua bulan, pendamping mandor (supervisor) selama satu bulan, pendamping asisten afdeling selama dua minggu dan pendamping kepala kebun/administratur selama dua minggu. Pengumpulan data dilakukan dalam kegiatan magang ini dengan menggunakan metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung (data primer) dilakukan dengan melaksanakan kegiatan langsung di lapangan dan mengadakan diskusi dengan staf dan karyawan kebun dengan penekanan terhadap aspek khusus yaitu pengelolaan gulma. Sedangkan metode tidak langsung diperoleh dari laporan arsip kebun (harian, bulanan dan tahunan) dan studi pustaka (data skunder). Adanya gulma di perkebunan menimbulkan kesukaran dalam pelaksanaan pemeliharaan seperti menurunkan kapasitas pemetik karena banyaknya gulma merambat yang ikut terbawa dalam pemetikan, meningkatkan biaya pengendalian biaya pengendalian hama dan penyakit pada kondisi populasi gulma yang tak terkendali. Penghambatan terhadap kegiatan pemeliharaan ini menyebabkan ketidakefisienan dalam pengelolaan perkebunan secara umum. Hasil analisis vegetasi gulma di daerah ekologi I (areal TM pada ketinggian < 850 m dpl) terdapat 19 spesies dari 11 famili, di daderah ekologi II (areal TM pada ketinggian 850-1100 m dpl) terdapat 23 spesies gulma dari 12 famili, daerah ekologi III (areal TM pada ketinggian > 1100 m dpl) terdapat 20 spesies dari 9 famili dan daerah ekologi IV (areal bekas pangkasan pada ketinggian > 1100 m dpl) terdapat 20 spesies dari 9 famili. Pengendalian gulma di Perkebunan RSK saat ini menggunakan tiga metode yaitu secara kultur teknis, manual dan kimia. Pemilihan metode ini disesuaikan dengan umur tanaman, komposisi gulma, iklim dan kondisi keuangan perusahaan. Sedangkan proses manajemen pengendalian gulma di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning telah berlangsung dengan baik dimulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Kegiatan pengendalian gulma sangat erat hubungannya dengan pertimbangan ekonomi suatu perusahaan, baik dari segi biaya tenaga kerja maupun bahan serta alat yang digunakan agar pengendalian gulma dapat lebih efektif dan efisien.
Judul
: PENGELOLAAN GULMA PADA PERTANAMAN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI PT. PERKEBUNAN RUMPUN SARI KEMUNING, KARANGANYAR, JAWA TENGAH
Nama
: M. RISFANDI KHAIR
NRP
: A34101045
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Sofyan Zaman NIP: 132 086 363
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP: 130 422 698
Tanggal Lulus: 16 Januari 2006
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan, Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 21 Juni 1983. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari Drs. Chairuddin Wahid dan Rukiah, SPd. Tahun 1995 penulis lulus dari SD Negeri 060870 Medan, kemudian pada tahun 1998 penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 11 Medan. Selanjutnya penulis lulus dari SMU Negeri 3 Medan pada tahun 2001. Tahun 2001 penulis diterima di IPB melalui jalur UMPTN. Selanjutnya tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian. Pada tahun 2004/2005 dan 2005/2006 penulis menjadi asisten luar biasa mata kuliah Pengendalian Gulma. Penulis juga aktif di berbagai organisasi mahasiswa. Tahun 2003/2004 penulis menjadi Staf Divisi Keprofesian dan Kewirausahaan Himagron (Himpunan Mahasiswa Agronomi). Penulis juga aktif di salah satu UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) PSM Agria Swara dari Tahun 2001 sampai 2006. Pada tahun 2002 - 2003 penulis menjadi Staf Departemen Informasi dan Komunikasi di PSM Agria Swara dan tahun 2004 penulis menjadi Staf Departemen Kesekretariatan di PSM Agria Swara.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan kegiatan praktek kerja ini. Skripsi dengan judul “Pengelolaan Gulma pada Pertanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di PT. Perkebunan Rumpun Sari Kemuning, Karanganyar, Jawa Tengah” ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menyelesaikan skripsi ini, penulis telah banyak memperoleh dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ir. Sofyan Zaman selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang selalu sabar membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini 2. Dr. Ir. Eko S, MSi dan Ir. A. Pieter Lontoh, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan sejumlah masukan dan kritikan untuk kesempurnaan skripsi ini 3. Dr. Ir. Suwarto, MSi selaku pembimbing akademik penulis yang telah membimbing penulis menjalani perkuliahan di IPB 4. Kedua orang tuaku, abangku Rizal dan Aldi, kedua adikku Yana dan Yanti serta seluruh keluargaku di Medan atas kasih sayang serta dorongannya selama ini 5. Pak Suroto selaku Administratur di PT. RSK beserta seluruh staf atas kerja samanya selama penulis magang 6. Pak Suwarto dan Ibu Endang beserta keluarga atas bantuan tempat tinggal selama penulis magang 7. Bapak-bapak “Chemist” di PT. RSK yang mau berbagi cerita selama di kebun. 8. Teman-teman Kapayun (F6): Hafiz, Yiyi, Adi, Arif dan Lukman serta penghuni “Basecamp Agronomi”: Opik (terima kasih atas bantuannya selama sidang), Ocid dan Nana atas kebersamaannya selama di Bogor 9. Teman-teman magang di Jawa Tengah: Wulan, Dhyna, Alpha, Malik, Lia, Vidya (terima kasih atas motivasinya), Gamma, Ringus atas kekompakannya
10. Agronomi 38 “funkeh farmer”: F6, Bidadari 9, Power Rangers, Wisnu, Ronald, Johan, Otto, Conrado, Derma, Siddik, Angga, Gulam, Wirhal, Malik, Widi, Jun, Hendra, Yayat, Bubun, Fifi (terima kasih atas pembuatan “lembar persembahan” yang indah), Intan, Evi, Rina, Siska, Rico, N’Cost, Pipin (terima kasih atas pinjaman laptop dan printernya), Blake, Cucup, Lia, Prima, Eka, M’Selly, M’Merry, M’Elly, Saiful, Alpha, Koko, Fuji, Nurul, Nunung, Wiwid, Jippy, Anita dan Wirhal....one 4 all...all 4 one 11. Teman KKP Ragawacana: Adith, Wawan, Nita, Mel dan Shinta atas pengalaman indahnya selama penulis KKP 12. Teman-teman Agria Swara 38: Vera, Pipink (terima kasih atas bantuannya selama seminar), Susan, Rudi, Rina, Rindra, Nieken, Bunga, Rena dan Rika serta adik-adikku tercinta di Agria Swara (Hardi, Fahmi, Ariph, Ary, Paulina, Cony, Jessica cen2 serta teman-teman lainnya yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu) yang telah memberikan nuansa baru bagi hidup penulis
Bogor, Februari 2006 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii PENDAHULUAN ........................................................................................... Latar Belakang .................................................................................... Tujuan .................................................................................................
1 1 2
TINJAUAN PUSATAKA .............................................................................. Botani Teh ............................................................................................ Ekofisiologi Tanaman Teh ................................................................... Gulma di Pertanaman Teh .................................................................... Pengendalian Gulma di Perkebunan Teh .............................................
3 3 3 4 5
METODOLOGI ............................................................................................. Tempat dan Waktu ............................................................................... Metode Pelaksanaan ............................................................................. Pengumpulan Data ...............................................................................
7 7 7 7
KEADAAN UMUM PERKEBUNAN .......................................................... Sejarah Perkebunan Rumpun Sari Kemuning ...................................... Letak Geografis dan Administratif ....................................................... Keadaan Tanah, Topografi dan Iklim .................................................. Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan ................................................... Keadaan Tanaman dan Produksi .......................................................... Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ............................................
9 9 10 11 11 12 13
PELAKSANAAN TEKNIS DI PERKEBUNAN ......................................... Pemupukan ........................................................................................... Pemangkasan ........................................................................................ Pengendalian Gulma ............................................................................ Pengendalian HPT ................................................................................ Pemetikan ............................................................................................. Pengeolahan Teh Hijau ........................................................................
16 16 18 20 21 24 30
PELAKSANAAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN .............................. 34 Pengelolaan tenaga Kerja Tingkat Staf ................................................ 34 Pengelolaan tenaga Kerja Tingkat Non Staf dan Lapangan ................. 35 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... Permasalahan Gulma di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning ........... Kondisi Umum Gulma ......................................................................... Manajemen Pengendalian Gulma ........................................................ Evaluasi Teknik Pengendalian Gulma ................................................. Analisis Ekonomi Pengendalian Gulma ..............................................
39 39 40 43 47 52
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 55 Kesimpulan .......................................................................................... 55 Saran...................................................................................................... 56 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 57 LAMPIRAN .................................................................................................... 60
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks
1.
Luas Areal dan Produksi Teh Kering Indonesia Tahun 2000-2003......
1
2.
Luas Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan di Perkebunan RSK........... 11
3.
Luas Areal Masing-masing Afdeling di Perkebunan RSK ................... 12
4.
Luas Areal dan Komposisi Klon Tanaman Teh di Perkebunan RSK ... 12
5.
Target dan Realisasi Produksi Pucuk Teh Basah di Perkebunan RSK Periode Januari – Mei 2005 ......................................................... 13
6.
Jumlah Karyawan Perkebunan RSK ................................................... 14
7.
Realisasi Pemupukan Rotasi Pertama di Blok A-11 ............................ 17
8.
Rata-rata Tinggi Pangkasan dan Persentase Kerusakan Akibat Pemangkasan di Afdeling A, Blok 9 .................................................... 19
9.
Persentase Realisasi Pemangkasan Tahun 2001 – 2004 ...................... 19
10. Waktu Pelaksanaan Pemetikan Jendangan Pertama ............................ 24 11. Rata-rata Tinggi Jendangan Rotasi Pertama di blok A-11 ................... 24 12. Realisasi Gilir Petik di Tiap Afdeling Tahun 2005 .............................. 25 13. Hubungan Jumlah Pemetik dengan Hanca Petik ................................. 26 14. Kapasitas Pemetik Rata-rata di Perkebunan RSK ................................ 27 15. Persentase Pemotongan Timbangan Pucuk .......................................... 29 16. Realisasi Analisa Pucuk Bulan Januari – April 2005 ........................... 30 17. Isi Paper Sack Tiap Grade Teh Hijau di Perkebunan RSK 2005 ........ 33 18. Luas Areal dan Jumlah Tenaga Kerja Pemupukan di Perkebunan RSK ...................................................................................................... 37 19. Jumlah Tenaga Kerja HPT dan Chemis di Perkebunan RSK .............. 38 20. Luas Areal dan Jumlah Tenaga Kerja Pemetikan di Perkebunan RSK ....................................................................................................... 38 21. Realisasi Intensitas Pengendalian Gulma Berdasarkan Tahun Pangkas di Perkebunan RSK Tahun 2004 ............................................ 39 22. Koefisien Komunitas (C) pada Tiap Strata yang Berbeda ................... 42 23. Realisasi Pelaksanaan Pengendalian Gulma Cara Kimia ..................... 49 24. Realisasi Penggunaan Herbisida Biosat 480 AS .................................. 49 25. Hasil pelaksanaan Dongkel Anak Kayu di Blok A-3 ........................... 50
Nomor
Halaman
26. Realisasi Pelaksanaan Babat Tali Said di Blok A-12 ........................... 51 27. Perbandingan Efisiensi Pengendalian Gulma Secara Manual dan Kimia dalam 1 Tahun /ha ..................................................................... 53 Lampiran 1.
Jurnal Harian Magang .......................................................................... 60
2.
Data Curah Hujan dan Hari Hujan PT Perkebunan RSK Tahun 1995 – 2004 .......................................................................................... 63
3.
Kebutuhan Pupuk Tanaman Teh PT. Perkebunan Rumpun Sari Kemuning Tahun 2005 ......................................................................... 64
4.
Monotoring Produksi Teh Mutu Grade I Bulan Januari – April Tahun 2005 .......................................................................................... 66
5.
Monitoring Produksi Teh Mutu Grade II Bulan Januari – April Tahun 2005 .......................................................................................... 66
6.
Hasil Analisis Vegetasi pada Daerah Ekologi I ................................... 67
7.
Hasil Analisis Vegetasi pada Daerah Ekologi II .................................. 68
8.
Hasil Analisis Vegetasi pada Daerah Ekologi III ................................ 69
9.
Hasil Analisis Vegetasi pada Daerah Ekologi IV ................................ 70
10. Jenis Gulma, Famili, Bahasa Lokal dan Nilai SDR di Tiap Daerah Ekologi ................................................................................... 71
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman Teks
1.
Pelaksanaan Pemupukan ...................................................................... 17
2.
Hasil Pangkasan Bersih di Blok A 11 .................................................. 18
3.
Hasil Pelaksanaan Babat Tali Said ....................................................... 20
4.
Tanaman Teh yang Terserang Penyakit Cacar Daun Teh .................... 23
5.
Pelaksanaan Pengendalian HPT dengan Menggunakan Mist Blower... 23
6.
Pelaksanaan Pemetikan Teh dengan Sistem Nyisir .............................. 28
7.
Penimbangan dan Pengangkutan Pucuk ............................................... 29
8.
Gulma Tali Said yang Merambat ke Atas Bidang Petik (Panah Merah) ................................................................................................. 41
9.
Struktur Organisasi Pengendalian Gulma di Perkebunan RSK ........... 45
10. Gulma Tali Said (Panah Merah) pada Pertanaman Teh ....................... 51
Lampiran 1.
Proses Pengelolaan Pasca Panen Teh Hijau di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning ..................................................................................... 72
2.
Struktur Organisasi PT. Rumpun Sari Kemuning Tahun 2005 ........... 73
3.
Proses Pengolahan Pucuk Teh .............................................................. 74
4.
Areal Pertanaman Teh........................................................................... 75
5.
Pucuk Peko ........................................................................................... 75
6.
Peta Perkebunan Rumpun Sari Kemuning ........................................... 76
PENDAHULUAN Latar Belakang Peranan teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) selain sebagai penyedia lapangan kerja, tanaman ini merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan sumbangan devisa non migas bagi negara. Jika dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya teh menduduki peringkat kelima setelah komoditas karet, kopi, kelapa sawit dan kelapa. Perkebunan teh di Indonesia diusahakan oleh perkebunan besar negara (PBN), perkebunan besar swasta (PBS) dan perkebunan rakyat (PR). Luas areal perkebunan teh pada tahun 2002 adalah 150 707 ha dengan produksi nasional sebesar 165 194 ton. Luas areal estimasi perkebunan teh pada tahun 2003 adalah 152 217 ha dengan produksi sebesar 168 053 ton. Hal ini memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan produksi teh nasional saat ini meskipun sempat terjadi penurunan pada tahun 2002 (Deptan, 2004). Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Teh Kering Indonesia Tahun 2000-2003 Tahun 2000 2001 2002 2003*)
Luas Areal (ha) 153 675 150 872 150 707 152 217
Produksi (ton) 162 587 166 867 165 194 168 053
Produktivitas (kg/ha) 1 420.09 1 523.94 1 469.50 1 472.70
Keterangan: *) data estimasi Sumber: Departemen Pertanian R.I. (2004)
Untuk menghadapi pasar ekspor yang makin ketat dalam persaingan mutu dan teknologi dari negara-negara produsen teh, maka perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan
produksi
teh
baik
secara
kuantitatif
maupun
kualitatif.
Pemeliharaan merupakan salah satu tindakan budi daya yang ikut menentukan keberhasilan peningkatan produksi dan produktivitas tanaman. Salah satu hal yang berpengaruh dalam komponen biaya produksi adalah masalah gulma. Gulma dapat menurunkan hasil teh karena adanya persaingan dalam memperebutkan unsur hara, air, sinar matahari, karbondioksida dan ruang tumbuh. Selain itu
gulma dapat menjadi inang bagi hama dan penyakit tanaman. Kerugian yang ditimbulkan oleh gulma antara lain mengakibatkan penurunan produksi pucuk hingga 40 % (Pusat penelitian Teh dan Kina Gambung, 1997). Pengendalian gulma (weed control) dapat didefenisikan sebagai proses membatasi
investasi
gulma
sedemikian
rupa
sehingga
tanaman
dapat
dibudidayakan secara produktif dan efisien. Pengendalian gulma bertujuan hanya menekan populasi gulma sampai tingkat populasi yang tidak merugikan secara ekonomi atau tidak melampaui ambang ekonomi (economic threshold), sehingga sama sekali tidak bertujuan menekan populasi gulma sampai nol (Sukman dan Yakup, 2002). Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual maupun secara kimia. Pengendalian secara manual yaitu dengan cara mencabuti gulma yang ada. Pengendalian secara kimia yaitu dengan menggunakan herbisida. Jenis herbisida yang dapat dipakai bermacam-macam, namun pada dasarnya terdiri dari tiga jenis yaitu herbisida pra tanam, herbisida pra tumbuh dan herbisida pasca tumbuh (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Keberadaan gulma harus dikendalikan sampai pada tingkat yang tidak merugikan. Pengendalian gulma harus dilakukan secara intensif dengan tetap memperhatikan lingkungan, sehingga pemilihan metode pengendalian gulma harus dilakukan lebih hati-hati (Zaman, 1992).
Tujuan Pelaksanaan magang ini bertujuan: 1. Mempelajari teknik budi daya teh berdasarkan keadaan di lapang 2. Mendapatkan pengetahuan praktek, pengalaman dan keterampilan kerja bidang perkebunan 3. Mempelajari dan menganalisa sistem pengelolaan gulma di PT. Perkebunan Rumpun Sari Kemuning (RSK), Karanganyar, Jawa Tengah.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Teh Tanaman teh (Camellia sinensis (L) O. Kuntze) termasuk famili Theaceae atau Terhstoremiaceae. Terdapat tiga varietas utama tanaman teh yaitu varietas China, Assam dan Cambodia (Darmawijaya, 1985). Tanaman teh berakar dangkal, peka terhadap fisik tanah dan cukup sulit untuk dapat menembus lapisan tanah. Kebanyakan perdu teh memiliki akar tunggang sedalam 90-150 cm dengan diameter sekitar 7.5 cm. Perakaran utama terkonsentrasi sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah (Setyamidjaja, 2000). Letak daun teh duduk berseling pada ruas yang berbuku-buku dan merupakan daun tunggal. Daun teh bergerigi dan memiliki bulu-bulu halus pada daun dan ranting muda. Bulu-bulu tersebut tidak ditemukan pada daun tua. Daun tua bertekstur seperti kulit, permukaan bagian atas mengkilap dan berwarna hijau kelam (Adisewojo, 1982). Bunga teh merupakan bunga tunggal yang tumbuh dari ketiak daun, cabangcabang atau ujung batang, yang perkembangannya mengikuti fase (phase) pertumbuhan daun. Bunga berbentuk bulat, berwarna putih dan halus seperti lilin (smooth waxy apperance). Kelopak bunga berjumlah 5-7 helai, petal 5-7 helai dan terdapat 20 – 200 benang sari berwarna kuning, serta dua kantung sari dan bakal buah (Iskandar, 1988). Bakal buah terdiri dari tiga ruang dan berdinding tebal. Semula dalam tiaptiap ruang terdapat 4-6 bakal biji, sehingga dalam bakal buah terdapat 12-18 bakal biji. Sebagian besar bakal biji tersebut tidak dapat terus tumbuh menjadi biji. Dalam satu buah teh biasanya hanya terdapat satu biji, paling banyak dua atau tiga biji (Iskandar, 1988).
Ekofisiologi Tanaman Teh Tanaman teh merupakan tanaman subtropis yang dapat tumbuh baik pada daerah 43 oLU sampai 27 oLS. Tanaman teh dapat tumbuh optimum pada ketinggian 800-2000 m dpl. Tanaman ini juga dapat tumbuh di tempat yang
rendah setinggi permukaan laut, tetapi mutunya sangat rendah. Suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman teh yaitu 18-30 oC (Darmawijaya, 1985). Menurut Darmawijaya (1985) tanaman teh lebih peka tehadap kekeringan jika dibandingkan tanaman perkebunan lainnya. Jumlah curah hujan yang dibutuhkan lebih dari 2000 mm/tahun dengan bulan basah yang nyata ( lebih dari 100 mm/bulan) atau dengan 1-2 kali bulan kering (kurang dari 60 mm/bulan). Menurut Iskandar (1985) sifat fisik tanah harus memberikan kesempatan pada akar tanaman teh untuk berkembang dan tumbuh dengan baik, mampu menahan air, erodibilitas rendah dan infiltrasi yang baik. Tanaman teh toleran terhadap tanah yang asam dengan pH 4.0-5.5.
Gulma di Pertanaman Teh Menurut Sanusi (1986) gulma telah banyak menimbulkan kerugian pada pertanaman teh. Pertumbuhan populasi gulma yang tidak terkendali dapat menekan pertumbuhan tanaman teh dan dapat memperpanjang masa non produktif lebih dari dua tahun. Kerugian lain yang diakibatkan oleh gulma di perkebunan teh adalah menurunkan produksi pucuk hingga mencapai 40 %, meningkatkan biaya pengendalian hama dan penyakit dan menurunkan kapasitas kerja pemetik serta pekerjaan pemeliharaan kebun lainnya (Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, 1997). Salah satu penekan gulma terhadap pertumbuhan tanaman pokok adalah adanya senyawa alelopati. Beberapa jenis gulma yang dapat mengeluarkan zat alelopati adalah Imperata cylindrica, Cyperus sp dan Shorgum sp. Selain berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman pokok, adanya gulma dengan populasi yang tidak terkendali dapat menyulitkan pekerjaan pemeliharaan lainnya. Dampak yang paling merugikan akibat gulma adalah kehilangan hasil produksi yang berarti menurunkan keuntungan perusahaan (Sastroutomo, 1990). Beberapa jenis gulma dapat tumbuh di bawah naungan tanaman teh adalah Setaria plicata, Paspalum conjugatum, Oplismenus compositus, Drymaria cordata dan Oxalis sp. Selain itu terdapat juga jenis gulma yang dapat tumbuh
merayap seperti Mikania sp, Ipomea triloba dan Panicum repens. Gulma-gulma tersebut dapat tumbuh dengan baik di atas perdu tanaman teh (Sanusi, 1986). Permasalahan gulma merupakan masalah yang berlangsung terus-menerus, karena gulma itu sendiri merupakan bagian dari ekosistem yang saling berinteraksi dengan faktor pendukung ekosistem lainnya dalam suatu pertanaman teh. Kondisi kebun yang diharapkan bersih dari masalah gulma, nampaknya suatu hal yang tidak mungkin apabila tidak diikuti dengan pengelolaan gulma yang berkelanjutan (Adilasmana, 2003).
Pengendalian Gulma di Perkebunan Teh Pengendalian gulma di perkebunan teh sejak lama merupakan salah satu kegiatan rutin yang sangat penting dalam pemeliharaan tanaman. Masalah gulma dan usaha pengendaliannya tersebut mendapat perhatian yang lebih besar akhirakhir ini, yaitu dengan semakin meningkatnya biaya pengendalian gulma karena kenaikan harga herbisida dan upah buruh. Dewasa ini biaya pengendalian gulma di perkebunan teh umumnya merupakan biaya pemeliharaan tanaman yang paling tinggi, bahkan melampaui biaya untuk pemupukan (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Pengendalian gulma (weed control) dapat didefenisikan sebagai proses membatasi
infestasi
gulma
sedemikian
rupa
sehingga
tanaman
dapat
dibudidayakan secara produktif dan efisien. Tujuan pengendalian hanya untuk menekan gulma sampai tingkat populasi yang tidak merugikan secara ekonomi (economic threshold), sehingga sama sekali tidak bertujuan menekan populasi gulma sampai nol (Sukman dan Yakup, 2002). Upaya pengendalian gulma pada pertanaman teh umumnya menggunakan cara manual dan kimia, sedangkan cara kultur teknis merupakan akibat tidak langsung dari penerapan tindakan budidaya secara benar. Pada perkebunan teh terutama pada areal produktif, pengendalian secara manual dilakukan dengan cara pembabatan. Tujuan pembabatan ini adalah untuk menekan pertumbuhan gulma dengan menguras cadangan makanan yang terdapat di dalam perakarannya. Penyiangan cara ini jika dilakukan berulang-ulang pada selang waktu yang relatif pendek dapat pula mematikan gulma karena cadangan makanan di dalam perakarannya akan terkuras habis (Muzik, 1990).
Pengendalian gulma pada areal tanaman teh muda umumnya masih dilakukan secara mekanis atau manual, karena adanya kekhawatiran keracunan tanaman teh muda oleh percikan herbisida apabila dilakukan secara kimia. Perlakuan penyiangan sebanyak 8-10 kali/tahun pada areal tanaman teh muda dengan cara mekanis, memerlukan 150-250 HK/ha/tahun. Jumlah tenaga kerja sebanyak itu sering kali tidak tersedia, oleh karena itu kebutuhan akan jenis herbisida yang aman terhadap tanaman teh muda sangat dirasakan oleh para pekebun dewasa ini (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Pengendalian secara kimia sekarang banyak diterapkan oleh perkebunan, terutama perkebunan besar yang memiliki areal yang luas. Hal ini terkait dengan faktor waktu yang terbatas, tenaga kerja dan biaya (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Penggunaan herbisida dalam mengendalikan gulma mempunyai beberapa keuntungan, yaitu tidak melukai tanaman pokok, memperkecil kemungkinan bahaya erosi dan menghemat pemakaian tenaga kerja. Pengaruh negatif pemakaian herbisida adalah efek toksisitasnya terhadap tanaman budidaya dan manusia. Oleh karena itu penggunaan herbisida harus dilakukan secara hati-hati (Zaman, 1992). Herbisida yang banyak digunakan pada pertanaman teh adalah jenis herbisida kontak dan sistemik. Herbisida kontak mempunyai daya kerja untuk mematikan bagian tumbuhan yang terkena, terutama bagian tumbuhan yang berwarna hijau. Gejala kematian bagian yang terkena oleh herbisida ini segera terlihat. Parakuat adalah salah satu jenis herbisida kontak. Sedangkan herbisida sistemik adalah herbisida yang ditranslokasikan ke seluruh tumbuhan. Jenis herbisida sistemik yang umum dipakai di pertanaman teh adalah glifosat. Herbisida ini mempunyai daya berantas yang luas, terutama digunakan untuk mengendalikan gulma tahunan (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Pengendalian dengan herbisida akan berhasil baik apabila digunakan betulbetul efektif terhadap gulma sasaran dan tidak berpengaruh buruk terhadap tanaman pokok. Oleh karena itu perlu mengetahui konsentrasi yang optimum pada tanaman supaya kelebihan pemakaian herbisida dapat dihindari (Sukman dan Yakup, 2002).
METODOLOGI Tempat dan Waktu Kegiatan magang ini dilaksanakan di PT. Perkebunan Rumpun Sari Kemuning (RSK), Karanganyar, Jawa Tengah. Kegiatan magang ini dilaksanakan selama 4 bulan yang dimulai pada awal bulan Februari 2005 sampai awal bulan Juni 2005.
Metode Pelaksanaan Selama kegiatan magang penulis bekerja sebagai karyawan harian lepas (KHL) selama dua bulan, pendamping mandor (supervisor) selama satu bulan, pendamping asisten afdeling selama dua minggu dan pendamping kepala bagian tanaman (administratur) selama dua minggu. Sebagai KHL penulis bekerja langsung dalam kegiatan pemeliharaan tanaman, pemanenan dan pengolahan hasil. Sebagai pendamping mandor penulis melakukan pengawasan dan mengorganisir pelaksanan kerja karyawan. Sebagai pendamping asisten afdeling dan administratur penulis mempelajari cara-cara mengelola kebun (kegiatan manajerial)
mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian /pengawasan. Setiap pelaksanaan kegiatan berlangsung, penulis mengisi jurnal harian magang yang dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1.
Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dalam kegiatan magang ini dengan menggunakan metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung (data primer) dilakukan dengan melaksanakan kegiatan langsung di lapangan dan mengadakan diskusi dengan staf dan karyawan kebun dengan penekanan terhadap aspek khusus yaitu pengelolaan gulma. Sedangkan metode tidak langsung diperoleh dari laporan arsip kebun (harian, bulanan dan tahunan) dan studi pustaka (data skunder). Adapun data dan informasi yang akan digali berkaitan dengan aspek pengelolaan gulma ialah: 1. Permasalahan gulma di perkebunan teh di areal tanaman produktif.
2. Kondisi umum gulma di empat daerah ekologi melalui analisis vegetasi 3. Manajemen pengendalian gulma 4. Evaluasi teknik pengendalian gulma 5. Analisis ekonomi pengendalian gulma Metode analisis vegetasi yang digunakan adalah metode kuadrat. Kuadrat yang digunakan berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 0.5 x 0.5 m. Analisis vegetasi dilakukan di empat daerah ekologi yang berbeda yaitu daerah ekologi I (areal TM pada ketinggian < 850 m dpl), di daerah ekologi II (areal TM pada ketinggian 850-1100 m dpl), daerah ekologi III (areal TM pada ketinggian > 1100 m dpl) dan daerah ekologi IV (areal bekas pangkasan pada ketinggian > 1100 m dpl). Peubah yang diamati dengan metode kuadrat antara lain: 1. Kerapatan Mutlak (KM) = Jumlah individu spesies gulma tertentu dalam petak contoh Kerapatan Nisbi
=
KM spesies tertentu ──────────────── Jumlah KM semua jenis
x 100 %
2. Frekuensi Mutlak (FM) = Jumlah petak contoh yang berisi spesies tertentu
Frekuensi Nisbi
Frekuensi nisbi mutlak spesies tertentu = ────────────────── x 100 % Jumlah nilai frekuensi mutlak semua jenis
3. Dominansi Mutlak (DM) = Nilai penutupan atau biomassa jenis tertentu Dominansi Nisbi
=
DM spesies tertentu ────────────── Jumlah DM semua jenis
x 100 %
4. Nilai Penting = Kerapatan Nisbi + Frekuensi Nisbi + Dominansi Nisbi 5. Summed Dominance Ratio (SDR) = Nilai Penting / 3 2w 6. Koefisien Komunitas (C) = ────── a+b
x 100 %
Keterangan: w : Jumlah dari dua kuantitas terendah untuk jenis dari masing-masing spesies a : Jumah dari seluruh kuantitas pada komunitas pertama b : Jumah dari seluruh kuantitas pada komunitas kedua
KEADAAN UMUM PERKEBUNAN Sejarah Perkebunan Rumpun Sari Kemuning Perkebunan Rumpun Sari Kemuning (RSK) pada awalnya merupakan milik bangsa Belanda dengan nama NV. Cultur Marcave Kemuning. Selama masa penjajahan Belanda hak pemilikan tanah diatur dalam undang-undang agraria Belanda, yaitu pasal 62 tahun 1870 yang memutuskan bahwa pada tanggal 11 April 1925 pemerintahan Belanda memberikan hak guna usaha (HGU) dalam jangka waktu 50 tahun kepada kakak beradik warganya yang bernama Johan dan Vanmender Voor yang berkedudukan di Den Hag, Belanda. Lahan HGU berada di dua Kecamatan yaitu, Kecamatan Ngargoyoso seluas 812.17 ha dan Kecamatan Jenawi seluas 238.83 ha sehingga total luas areal tersebut sebesar 1 051 ha yang pada saat itu ditanami dengan tanaman kopi dan teh. Perusahaan ini diberi nama NV. Cultur Maatshcappij Kemuning yang pengelolaannya
diserahkan
kepada
Firma
Watering
and
Labour
yang
berkedudukan di Bandung. Perkebunan pada tahun 1942-1945 diambil alih oleh pemerintahan Jepang. Kegiatan komersial mengalami kemacetan karena diserahkan kepada penduduk setempat, sehingga oleh masyarakat setempat hanya ditanami palawija dan jarak. Perkebunan Kemuning pada tahun 1945-1948 dikelola oleh Mangkunegara Surakarta yang dipimpin oleh Ir. Sarsito. Kemudian pada tahun 1948-1950 dikelola oleh tentara militer RI yang hasilnya digunakan untuk membiayai perjuangan. Sejak 1 Januari 1953 berdasarkan undang-undang No. 3/1952/RI, HGU NV Cultur Maatshcappij Kemuning dicabut tanpa diserahkan kepada pihak manapun. Saat itu secara intern beberapa karyawan perkebunan teh Kemuning membentuk Koperasi Perusahaan Perkebunan Kemuning (KPPK). Pada tahun 1965 koperasi tersebut dibubarkan karena pengurusnya banyak yang terlibat dengan peristiwa G30S/PKI dan Perkebunan Kemuning sementara dipegang dipegang oleh KODAM IV Dipenogoro dengan luas areal 546 864 ha. Hal ini disebabkan adanya rongrongan PKI dalam usaha merebut sebagian areal perusahaan dan tanaman yang ada tinggal tanaman teh.
Berdasarkan Surat Keputusan Mendagri No.17/HGU/DA/71 pada tanggal 3 November 1971 dibentuk PT Rumpun yang berada dibawah Yayasan Rumpun Dipenogoro. Pada tahun 1980 PT Rumpun dipecah menjadi dua, yaitu: 1. PT. Rumpun Antan dengan komoditi karet, kopi, kelapa, randu dan cengkeh yang terdiri dari beberapa kebun, antara lain: a. Kebun Carui/Kebun Darmo Kradenan di Purwokerto b. Kebun Samudra di Banyumas c. Kebun Carui/Rejidadi di Cilacap d. Kebun Jati di Semarang e. Kebun Sluwak di Pati 2. PT. Rumpun Teh dengan komoditi kopi dan teh yang terdiri dari tiga kebun, yaitu: a. Kebun Kemuning di Karanganyar, Surakarta b. Kebun Medini di Kendal, Semarang c. Kebun Kaligintung di Semarang PT. Rumpun pada bulan Maret 1990 bekerjasama dengan PT. Astra Agro Niaga di Jakarta, kemudian namanya diganti menjadi PT. Rumpun Sari Kemuning. Pada tahun 2003 sampai saat ini pengelolaan PT. Rumpun Sari Kemuning diserahkan sepenuhnya kepada PT. Sumber Abadi Tirtasentosa.
Letak Geografis dan Administratif Perkebunan Rumpun Sari Kemuning (RSK) terletak pada 7.4-7.6 oLS dan 11.1-11.25 oBT dengan ketinggian antara 700-1 300 m dpl. Perkebunan Rumpun Sari Kemuning mempunyai kantor direksi di Jalan Imam Bonjol No.196, Semarang, Jawa Tengah. Kantor pusat di Jalan Boulevard Raya Kelapa Gading Permai, Jakarta Utara. Perkebunan ini terletak di sebelah Barat lereng Gunung Lawu, sekitar 40 km dari Stasiun Balapan Surakarta dan sekitar 8 km dari Tawamangu. Lokasi Perkebunan Rumpun Sari Kemuning berbatasan dengan Perhutani Gunung Sewu di sebelah Timur, kebun karet PTP XVIII di sebelah Barat, Kecamatan Jenawi di sebelah Utara, sedangkan di sebelah Selatan berbatasan dengan Nggadungan dan Kecamatan Ngargoyoso. Secara keseluruhan perkebunan
ini terletak di Desa Kemuning, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Keresidenan Surakarta, Propinsi Jawa Tengah. Peta Perkebunan Rumpun Sari Kemuning dapat dilihat pada Gambar Lampiran 6.
Keadaan Tanah, Topografi dan Iklim Perkebunan Rumpun Sari Kemuning memiliki jenis tanah andosol dan latosol dengan pH tanah 5-5.5. Topografi lahan bervariasi sekitar 24.1 % merupakan perbukitan curam dengan kemiringan berkisar antara 30-40 %. Perkebunan Rumpun Sari Kemuning memiliki tipe iklim B menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson. Curah hujan rata-rata selama 10 tahun terakhir adalah sebesar 3 774 mm/tahun dengan 163 hari hujan/tahun. Rata-rata bulan basah 8.2 dan bulan kering 2.7 dengan nilai Q = 32.9 %. Suhu harian di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning adalah berkisar 20-24
o
C dengan
kelembaban antara 70 - 95 % Data curah hujan selama 10 tahun terakhir terdapat pada Tabel Lampiran 2.
Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan Luas areal konsesi Perkebunan Rumpun Sari Kemuning pada tahun 2005 adalah 437.82 ha. Areal tersebut digunakan untuk tanaman teh, lahan cadangan, albazia, emplasement, jalan, jurang, makam, parit/sungai dan terdapat pula lahan yang tidak dapat ditanami. Luas areal konsesi dan tata guna lahan Perkebunan Rumpun Sari Kemuning dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan di Perkebunan RSK Status Tanaman Areal TM teh Cadangan Albizia Tidak bisa ditanami Emplasemen Jalan Jurang Makam Parit/Sungai Total Sumber: Arsip Perkebunan Rumpun Sari Kemuning, 2005
Luas (ha) 391.97 12.26 0.96 13.33 4.33 10.43 2.83 0.46 1.25 437.82
Lahan produktif tanaman menghasilkan (TM) tersebut terbagi dalam dua afdeling, yaitu Afdeling A terdiri dari 13 blok dan Afdeling B terdiri dari 14 blok. Luas areal masing-masing afdeling dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Areal Masing-masing Afdeling di Perkebunan RSK Luas Total Afdeling A Afdeling B ....……………….. ha ........................... 25.35 25.35 14.57 29.45 44.02 105.81 105.81 68.53 148.26 216.79 214.26 177.71 391.97
Status Tanaman TM 6 TM 7 TM 8 TM 9 Total
Sumber: Arsip Perkebunan Rumpun Sari Kemuning, 2005
Keadaan Tanaman dan Produksi Tanaman teh di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning (RSK) merupakan tanaman teh asal stek (klonal). Jenis-jenis klon yang ada di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning adalah klon TRI 2025, CIN 143 dan Gambung. Dari ketiga klon tersebut klon TRI 2025 yang paling mendominasi pertanaman teh di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning. Tabel 4. Luas Areal dan Komposisi Klon Tanaman Teh di Perkebunan RSK Afd A B Total Rata-rata
Luas Areal (ha) 214.26 177.71 391.97
Jenis Klon (ha) TRI 2025 CIN 143 GMB 23.26 177.71 380.97
8.00 8.00
3.00 3.00
Jumlah Pohon
Populasi (Pohon/ha)
2 354 865 1 933 531 4 288 396
10 991 10 880 10 936
Sumber: Arsip Perkebunan Rumpun Sari Kemuning, 2005
Tahun tanam di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning bervariasi dari tahun 1991-1994. Jarak tanam yang digunakan adalah 120 x 60 cm dengan populasi rata-rata 10 936 pohon/ha. Jika dilihat dari populasi ini, secara umum masih kurang dibandingkan populasi tanaman optimal yaitu 13 888 pohon/ha. Hal ini disebabkan masih ada areal-areal yang kosong, sehingga perlu dilakukan kegiatan
penyulaman untuk mengisi areal yang kosong tersebut. Tahun 2005 tanaman teh yang telah mencapai umur 14 tahun berjumlah 55.5 %, berumur 13 tahun 22.2 %, berumur 12 tahun 14.8 % dan sisanya 7.4 % berumur 9 tahun. Luas areal dan komposisi klon tanaman teh di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning dapat dilihat pada Tabel 4. Produksi teh hijau di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning selalu mengalami fluktuasi yang disebabkan oleh fluktuasi produksi pucuk basah yang dihasilkan dari kebun. Fluktuasi pucuk basah dari tahun ke tahun sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim tahun tersebut, terutama bila terjadi musim kemarau yang berkepanjangan pada tahun 1997. Produksi pucuk teh basah rata-rata pada tahun 2004 sebesar 4 020 225 kg. Sedangkan produksi teh kering pada tahun 2004 mencapai 896 644 kg dengan produktivitas sebesar 2 287 kg/ha. Perkebunan Rumpun Sari Kemuning menargetkan produksi pucuk teh basah pada tahun 2005 sampai dengan bulan April sebesar 1 586 000 kg. Pencapaian realisasi produksi sebesar 1 404 548 kg atau 89.1 % dari target yang telah ditentukan (Tabel 5). Tabel 5. Target dan Realisasi Produksi Pucuk Teh Basah di Perkebunan RSK Periode Januari – Mei 2005 Bulan Januari Februari Maret April Total
Luas Areal Petik (ha) 391.97 368.36 352.72 368.17 1 481.22
Produksi Pucuk Teh Basah Target (kg) Realisasi (kg) % Pencapaian 358 000 355 371 99.2 358 000 323 428 90.3 410 000 346 183 84.4 460 000 379 566 82.5 1 586 000 1 404 548 89.1
Sumber : Arsip Perkebunan Rumpun Sari Kemuning, 2005
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Perkebunan PT. RSK dipimpin oleh seorang administratur (ADM) yang bertanggung jawab langsung kepada direktur area atas pengelolaan unit usaha yang meliputi bidang tanaman, pengelolaan administrasi, penggunaaan materiil, personil serta pengamanan area perkebunan termasuk semua harta kekayaan atau aset perusahaan. Dalam pelaksanaan kerjanya ADM dibantu oleh kepala kebun, kepala tata usaha (KTU) dan mill manager.
Kepala kebun bertugas mengelola dan mengkoordinasikan pekerjaan yang ada dibawah pengawasannya, baik yang menyangkut teknik maupun administrasi sesuai dengan kebijaksanaan administratur. Dalam melaksanakan kerjanya kepala kebun dibantu oleh kepala afdeling dan kepala teknik. Kepala afdeling bertanggung jawab langsung kepada kepala kebun dan ADM atas pelaksanaan kerja di wilayah yang dipimpinnya. Pelaksanaan tugas kepala afdeling dibantu oleh mandor panen dan mandor rawat. Tindakan administrasi di kantor dilakukan oleh kerani afdeling. Kepala teknik bertanggung jawab atas sarana dan prasarana kebun (mesin atau peralatan yang digunakan untuk pengolahan). Kepala teknik dibantu oleh mekanika dan driver. Kepala tata usaha (KTU) bertugas mengelola administrasi pelaksanaan pengelolaan kebun dan pabrik. Pelaksanaan tugas KTU dibantu oleh personalia umum, kepala keuangan dan kepala gudang. Mill manager bertanggung jawab atas pengelolaan dan hasil produksi kepada admnistratur. Pelaksanaan tugas mill manager dibantu oleh mandor timbang dan mandor olah. Struktur organisasi PT. Perkebunan Rumpun Sari Kemuning (RSK) dapat dilihat pada Gambar Lampiran 2. Karyawan Perkebunan RSK terdiri dari karyawan staf, non staf, bulanan lokal, karyawan harian tetap (KHT) dan karyawan harian lepas (KHL). Jumlah karyawan Perkebunan RSK secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah Karyawan Perkebunan RSK Jabatan
Staf
Bagian Tanaman 4 Umum 1 Teknik Pabrik 1 Total 6 Indeks Tenaga Kerja: 1.65
Non Staf 1 1 1 1 4
Bulanan Lokal 2 13 31 13 59
KHT
KHL
Jumlah
2 5 57 64
591 591
598 17 37 72 724
Sumber: Arsip Perkebunan Rumpun Sari Kemuning, 2005
Karyawan staf dan non staf adalah karyawan yang diangkat berdasarkan surat keputusan dari direksi. Karyawan staf terdiri dari administratur (manajer), kepala pabrik, kepala kebun (tanaman), KTU dan kepala afdeling, sedangkan karyawan non staf terdiri dari kepala gudang, mandor 1 teknik, mandor 1 pabrik,
mandor 1 HPT/chemist. Karyawan bulanan lokal dan karyawan harian tetap adalah karyawan yang diangkat oleh administratur dengan persetujuan direksi, sedangkan karyawan harian lepas adalah karyawan yang bekerja secara temporer apabila kebun membutuhkan pekerja tambahan. Besarnya upah karyawan tidak sama tergantung kedudukannya dalam perusahaan, tetapi bila ada kelebihan jam kerja bagi karyawan maka karyawan tersebut berhak memperoleh gaji lembur yang besarnya dihitung berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja No.72/MEN/1984. Sistem pengupahan untuk karyawan staf dan non staf di PT RSK ditetapkan dari direksi dengan besarnya gaji disesuaikan dengan jabatan dan golongannya masing-masing. Sistem penggajian
untuk
karyawan
harian
tetap
berdasarkan
surat
keputusan
administratur dengan besarnya gaji sesuai dengan hari kerja, sedangkan untuk karyawan harian lepas besarnya gaji berdasarkan prestasi kerja yang diperoleh dan disesuaikan dengan UMR yang berlaku. Pembagian gaji untuk semua karyawan dilakukan setiap awal bulan kecuali karyawan panen yang dilakukan dua kali sebulan. Sistem pengaturan jam kerja yang dilaksanakan di Perkebunan RSK adalah pekerja kebun (pemetik) pukul 06.00-13.00 WIB, pegawai kantor pukul 07.3012.00/13.00-15.30 untuk hari Senin sampai Kamis, pukul 07.00-11.30/13.0015.30 untuk hari Jum’at dan pukul 07.30-13.00 untuk hari Sabtu. Sedangkan sistem pengaturan jam kerja untuk karyawan pabrik (pengolahan) dibagi dalam 3 shift, dengan masing-masing shift 7 jam kerja.
PELAKSANAAN TEKNIS DI PERKEBUNAN Pemupukan Pemupukan merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan tanaman yang bertujuan untuk meningkatkan daya dukung tanah untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.
Jenis dan Dosis Pupuk Kegiatan pemupukan di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning (RSK) menggunakan pupuk anorganik melalui tanah dan daun. Pupuk melalui tanah yang digunakan pada rotasi pertama yaitu Urea (N: 46%) dengan dosis 125 kg/ha, MOP (K2O: 60%) dengan dosis 120 kg/ha. Pemupukan pada rotasi kedua menggunakan Urea dengan dosis 152 kg/ha, ZA (N: 21%, S: 24%) dengan dosis 332 kg/ha. Pupuk daun yang digunakan adalah ZnSO4 dengan dosis 15 kg/ha. Rekomendasi pemupukan tanaman teh di Perkebunan RSK ditetapkan oleh direksi melalui HO (direktorat tanaman) berdasarkan analisis tanah dan daun. Dosis pupuk tiap blok berbeda-beda tergantung kondisi tanaman, kandungan hara dalam tanah dan potensi produksi dari tiap blok. Jenis dan dosis pupuk yang diaplikasikan tidak sesuai dengan rekomendasi pemupukan (Tabel Lampiran 3), hal ini disebabkan karena ketersediaan pupuk yang tidak memadai.
Waktu Pemupukan Waktu pemupukan disesuaikan dengan keadaan curah hujan dan perencanan yang telah dibuat. Pemupukan dalam setahun dibagi menjadi tiga rotasi dengan jenis dan dosis pupuk yang berbeda-beda. Pemupukan rotasi pertama dilakukan pada bulan Februari sedangkan rotasi kedua dilakukan pada bulan April dan Mei. Pemupukan lewat daun di Perkebunan RSK dilakukan enam kali dalam setahun. Aplikasi pemupukan lewat daun dilakukan bersamaan dengan penyemprotan HPT guna efisiensi biaya. Pemupukan ini dilakukan setelah pemetikan agar tidak berpengaruh terhadap mutu pucuk.
Pelaksanaan Pemupukan Pelaksanaan pemupukan dimulai dengan pengangkutan pupuk dari gudang dengan truk pada pukul 06.00 WIB, hal ini bertujuan supaya efek dari penguapan belum begitu besar. Pencampuran pupuk dilakukan tenaga langsir di lapang dengan perbandingan Urea dan MOP yaitu 2½ : 1. Pelaksanaan pemupukan di lapang dilakukan dengan cara menyebarkan pupuk diantara 2-3 baris tanaman dengan sistem giring. Tenaga kerja pemupukan berjumlah 23 orang yang terdiri dari 4 orang sebagai pencampur pupuk, 4 orang sebagai langsir dan 15 orang sebagai penebar pupuk. Alat yang digunakan pada kegiatan pemupukan adalah ember, alas tempat mencampur, karung dan perlengkapan pakaian. Tabel 7. Realisasi Pemupukan Rotasi Pertama Afdeling A B Total
Luas (ha) 214.26 177.71 391.97
Jenis Pupuk Urea (kg) MOP (kg) 32 450 12 850 26 950 10 650 59 400 23 500
HK
ha/HK
426 255 681
0.50 0.60 0.55
Standar Kebun (ha/HK) 0.4
Sumber: Buku Laporan Harian Perkebunan RSK, Februari 2005
Gambar 1. Pelaksanaan Pemupukan Pemupukan daun (ZnSO4) dilakukan dengan cara disemprot bersamaan dengan pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan mist blower dengan kapasitas 12 l dan knapsack sprayer dengan kapasitas 15 l. Kebutuhan tenaga kerja pemupukkan terbagi atas pelangsir dan penabur dengan standar kerja 0.7 ha/HK. Kegiatan pemupukan dilaksanakan dengan
menggunakan tenaga kerja rawat dengan upah Rp 8 000/hari. Penulis mengikuti kegiatan pemupukan selama 8 hari dengan prestasi kerja 0.28 ha/HK.
Pemangkasan Jenis pangkasan yang dilakukan di Perkebunan RSK adalah pangkasan bersih dan pangkasan jambul. Pangkasan bersih ialah pangkasan dengan bidang pangkas yang rata, tetapi pada bagian tengahnya agak rendah seperti mangkuk (narang pitik) dengan membuang semua ranting kecil. Pangkasan jambul ialah pangkasan bersih dengan meninggalkan satu cabang yang berdaun di sisi perdu, pangkasan ini biasanya dilakukan menjelang musim kemarau.
Gambar 2. Hasil Pangkasan Bersih di Blok A 11 Standar tinggi pangkasan pada Perkebunan RSK adalah 60 cm dari permukaan tanah. Pemangkasan dilakukan dengan membuang semua ranting beserta daun-daunnya, yang tertinggal hanya cabang dan ranting utama. Bentuk potongan (luka pangkas) membentuk sudut 45o menghadap ke dalam perdu, bidang pangkas sejajar dengan permukaan tanah atau kemiringan lahan agar sinar matahari yang diterima tanaman merata. Pemangkasan ini dilakukan secara manual dengan menggunakan alat bantu berupa sabit. Alat yang digunakan harus tajam karena cabang atau batang yang dipangkas tidak boleh pecah atau retak. Tinggi pangkasan rata-rata dan persentase kerusakan pangkasan di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8.
Ulangan I II III IV Rata-rata
Rata-rata Tinggi Pangkasan dan Persentase Kerusakan Akibat Pemangkasan di Afdeling A, Blok 9
Tinggi Pangkas (cm) 58.0 57.0 55.8 59.8 57.7
Rata-rata Jumlah Batang/Cabang yang Dipangkas 62.0 89.6 38.8 51.6 60.5
Rata-rata Jumlah Batang/Cabang yang Rusak 8.6 12.8 8.4 9.8 9.9
% Kerusakan 14.09 13.58 23.87 19.57 17.78
Keterangan: Tiap ulangan diambil 5 sampel secara acak Sumber: Pengamatan
Gilir pangkas yang diterapkan di Perkebunan RSK adalah 4 tahun sekali. Luas areal yang dipangkas dalam satu tahun sebesar 25 % dari total areal TM dan disebar dalam beberapa bulan. Pada pelaksanaannya, pemangkasan belum terlaksana seperti yang telah direncanakan tergantung kondisi kebun, iklim dan tenaga kerja. Persentase realisasi pemangkasan berdasarkan tahun pangkas dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Persentase Realisasi Pemangkasan Tahun 2001 – 2004 Tahun Pangkas 2001 2002 2003 2004 Total
Afdeling A (ha) 73.34 63.95 75.97 214.26
Afdeling B (ha) 29.62 46.31 62.04 39.74 177.71
Total Luas (ha) 103.96 110.26 62.04 115.71 391.97
Persentase Pemangkasan (%) 26.52 28.13 15.83 29.52 100.00
Sumber: Buku Laporan Harian Perkebunan RSK, 2001-2004
Sisa pangkasan berupa ranting-ranting dibiarkan membusuk untuk menambah bahan organik tanah. Sisa ranting disingkirkan dari permukaan bidang pangkas agar tidak mengganggu pertumbuhan tunas dan diletakkan diantara barisan tanaman. Pelaksanaan pembersihan ranting ini dilakukan oleh tenaga rawat bersamaan dengan kegiatan dongkel/babat gulma beberapa minggu setelah pemangkasan atau setelah ranting-ranting kering Tenaga kerja pemangkasan adalah karyawan harian lepas dengan sistem upah borongan. Besarnya upah yang dibayarkan Rp 12 000/patok. Standar prestasi kerja karyawan pemangkasan adalah 1 patok/hari (0.04 ha/HK). Mahasiswa
mengikuti kegiatan pemangkasan selama enam hari dengan prestasi kerja yang dicapai adalah sebesar 14 tanaman/HK.
Pengendalian Gulma Pengendalian gulma di perkebunan teh bertujuan untuk menekan kerugian yang ditimbulkan oleh gulma serendah mungkin, melalui tindakan pemberantasan gulma untuk dikendalikan pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Jenis gulma yang tumbuh terdiri atas gulma berkayu seperti Stachytarpheta indica, Melastoma malabatrichum. Gulma tahan naungan seperti Drymaria cordata, Oplismenus compositus, Centella asiatica. Gulma yang merayap ke atas perdu seperti Panicum repens, Commelina benghalensis, Mikania micrantha, Ipomea triloba. Pengendalian gulma di Perkebunan RSK dilakukan secara manual (dongkel/babat) dan secara kimia dengan menggunakan herbisida. Rotasi pengendalian gulma secara manual dan kimia dilakukan 2 kali setahun dengan memperhatikan kondisi kebersihan kebun.
Gambar 3. Hasil Pelaksanaan Babat Tali Said Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan mendongkel atau membabat gulma yang tumbuh di pertanaman teh dengan menggunakan sabit. Gulma dicabut sampai ke akarnya agar tidak tumbuh kembali, tetapi dengan menghindari terjadinya pelukaan pada tanaman teh. Teknis pelaksanaannya dilakukan menurut baris tanaman. Gulma yang telah dibabat biasanya dilkumpulkan di pinggir jalan agar membusuk.
Pengendalian gulma secara kimia (chemist) dilakukan dengan menggunakan herbisida Biosat 480 AS (isopropilamina glifosat 480 g/l). Dosis yang digunakan 1-2 l/ha dengan konsentrasi 5 ml/l dan volume semprot 400 l/ha. Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan knapsack sprayer dengan kapasitas 15 l. Nozel yang digunakan yaitu nozel logam 100 ml dengan standar penyemprotan 1 patok (0.04 ha). Penyemprotan dilakukan dari medan yang sulit ke medan yang mudah dijangkau dan dilakukan sejajar menurut barisan tanaman. Sprayer diarahkan di bawah bidang petik teh atau setinggi gulma (±15 cm) untuk menghindari keracunan pada pucuk tanaman teh. Penyemprotan herbisida dimulai pada pagi hari yang dipimpin oleh seorang mandor herbisida. Mandor herbisida ini membawahi 9 orang karyawan yang terdiri dari 6 orang penyemprot dan 3 orang sebagai langsir. Jumlah komposisi karyawan tersebut dapat berubah tergantung jauh dekatnya sumber air serta jumlah karyawan yang hadir. Tenaga kerja pengendalian gulma secara kimia dibagi dua yaitu sebagai langsir dan peyemprot. Standar kerja karyawan pengendalian gulma secara kimia (chemist) adalah 0.3 ha/HK dan pengendalian gulma secara manual untuk kegiatan babat tali said yaitu 0.05 ha/HK, sedangkan kegiatan dongkel anak kayu yaitu 0.1 ha/HK. Penulis mengikuti kegiatan pengendalian gulma secara manual selama 3 hari dengan prestasi kerja 0.07 ha/HK dan kegiatan pengendalian gulma secara kimia selama 4 hari dengan prestasi kerja 0.15 ha/HK
Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Pengendalian
HPT
di
Perkebunan
RSK
dilakukan
secara
kimia.
Pengendalian dilakukan setelah pendektesian (early warning system) untuk mengetahui intensitas serangan, luas serangan, kebutuhan pestisida, kebutuhan tenaga kerja, dan volume semprot. Aplikasi pengendalian HPT biasanya dilaksanakan jika tingkat serangan telah mencapai 3 % dari areal yang dideteksi. Hama yang paling banyak menyerang tanaman teh di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning adalah Empoasca flavescens, ulat penggulung, mite (tungau),
sedangkan penyakit yang banyak menyerang adalah cacar daun teh (blister blight). Serangan hama Empoasca flavescens berpengaruh terhadap penurunan produksi pucuk teh. Serangan terbesar biasanya terjadi pada musim kemarau. Pada daun yang terserang timbul noda-noda berwarna kemerahan seperti bekas daun terbakar (leaf burn), kemudian mengering dan tepi daun menggulung ke bawah. Gejala selanjutnya adalah pertumbuhan daun menjadi roset, pucuk tidak tumbuh normal dan tampak seperti cakar ayam. Pada serangan berat sebagian daun berwarna kuning kusam, mengeriting dan terjadi kematian pada pinggir daun. Pengendalian hama ini dilakukan dengan menggunakan Confidor 200 SL dengan dosis 100-200 ml/ha, volume semprot 400 l/ha. Ulat penggulung pucuk (Laspeyresia leucostoma) merupakan salah satu hama yang merugikan tanaman teh di Perkebunan RSK. Gejala serangannya yaitu pucuk daun menggulung sehingga pertumbuhannya terhambat. Dari sebelah luar sering terlihat benang-benang dan pada daun sebelah bawah terlihat adanya kepompong. Cara pengendaliannya biasanya dilakukan secara manual dengan memetik pucuk yang terserang dan memusnahkannya. Pengendalian hama ini juga dapat dilakukan secara kimia dengan penyemprotan Decis 300 ml/ha. Serangan terbesar hama mite (tungau) biasanya terjadi pada musim kemarau. Hama ini menyerang daun teh tua khususnya bagian bawah permukaan daun dan bagian petiol. Gejala awal serangan terdapat bercak-bercak kecil pada pangkal daun dan hama ini akan membentuk koloni pada pangkal daun dan sekitar petiol. Serangan berikutnya akan menuju ujung daun. Kemudian daun menjadi berwarna kemerah-merahan dan kering sehingga daun menjadi rontok. Akibat hama ini dapat menimbulkan penurunan produksi pucuk akibat daun teh tua rontok sehingga hanya tinggal ranting-ranting perdu teh. Hama ini dapat dikendalikan dengan menggunakan Kelthane 200 EC dosis 500 ml/ha, volume semprot 600-800 l/ha. Penyakit cacar daun teh disebabkan oleh cendawan Exobasidium vexans. Serangan terbesar biasanya terjadi pada musim hujan, kelembaban udara tinggi dan sinar matahari kurang. Gejala serangan biasanya dimulai dengan adanya bintik-bintik kecil tembus cahaya dengan garis tengah ±0.25 mm, kemudian
bercak membesar dan membentuk tonjolan pada permukaan daun. Bagian tengah bercak berwarna coklat lalu mengering, setelah mengering daun akan gugur. Pengendalian penyakit ini dilaksanakan secara kimia dengan menggunakan Cobox 500 gr/ha dan Kocide 77 WP dengan dosis 125-250 g/ha, volume semprot 5001000 l/ha.
Gambar 4. Tanaman Teh yang Terserang Penyakit Cacar Daun Teh
Gambar 5. Pelaksanaan Pengendalian HPT dengan Menggunakan Mist Blower Alat yang digunakan untuk pengendalian hama dan penyakit adalah knapsack sprayer (kapasitas 15 liter) dan mist blower (kapasitas 12 liter). Kegiatan pengendalian HPT biasanya dilaksanakan secara bersamaan dengan pemupukan melalui daun. Tenaga kerja (karyawan) pengendalian HPT terdiri dari penyemprot dan laden (langsir). Standar kerja pengendalian HPT di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning adalah 0.5 ha/HK, sedangkan penulis melaksanakan kegiatan pengendalian HPT selama 5 hari dengan prestasi kerja 0.3 ha/HK.
Pemetikan Pemetikan harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku (sistem pemetikan) agar kualitas dan kuantitas tanaman teh dapat terjaga. Sistem pemetikan yang diterapkan pada suatu perkebunan, yaitu dengan melihat jenis petikan, rumus petik, standar pemetikan, hanca petik dan gilir petik..
Jenis Pemetikan Jenis pemetikan yang dilaksanakan di Perkebunan RSK meliputi pemetikan jendangan, pemetikan produksi dan pemetikan rampasan. Sebelum tanaman dijendang terlebih dahulu dilakukan pengambilan 40 % dari tiap perdu tanaman teh untuk diambil pucuknya yang tepat berukuran 80 cm dari permukaan tanah. Tujuan dari perlakuan ini adalah membentuk bidang petik yang lebar dan rata dengan ketebalan daun pemeliharaan yang optimal agar tanaman dapat berproduksi maksimal. Tabel 10. Waktu Pelaksanaan Pemetikan Jendangan Pertama Afd A B
Blok
Luas Areal (ha)
Rata-rata Tinggi Pangkasan (cm)
11 12 12
8.16 15.64 15.45
60.2 58.0 59.8
Pelaksanaan Pemetikan Jendangan Setelah Pangkas (bulan) 3 3 2.5
Sumber: Pengamatan
Tabel 11. Rata-rata Tinggi Jendangan Rotasi Pertama di Blok A-11 Ulangan I II III Rata-rata
Tinggi Pangkasan (cm) 60.8 61.2 58.6 60.2
Rata-rata Tinggi Jendangan (cm) 79.6 80.6 80.2 80.13
Keterangan: Tiap ulangan diambil 10 sampel secara acak Sumber: Pengamatan
Pemetikan jendangan dilakukan 2.5-3 bulan setelah pangkas (Tabel 10) dan 60 % dari areal telah memenuhi syarat untuk dijendang yaitu apabila tinggi bidang petik telah mencapai 80 cm dari permukaan tanah (20 cm dari luka pangkas).
Pemetikan jendangan dilakukan 5-6 kali rotasi petik. Agar tinggi perdu rata maka pada saat dilakukan pemetikan jendangan digunakan alat ukur berbentuk salib dengan tinggi 80 cm dan lebar 100 cm. Rata-rata tinggi jendangan di Blok A-11 dapat dilihat pada Tabel 11. Pemetikan produksi yang diterapkan di Perkebunan RSK adalah petikan medium. Rumus petikan medium terdiri dari peko dengan satu daun (p+1), peko dengan dua daun (p+2), peko dengan tiga daun (p+3), pucuk burung dengan satu daun muda (b+1m) dan pucuk burung dengan dua daun muda (b+2m). Pemetikan produksi dilaksanakan terus menerus dengan daur petik tertentu sampai tanaman dipangkas kembali. Pucuk yang dipanen adalah peko yang manjing (memenuhi syarat) termasuk pucuk burung yang berada di atas bidang petik. Pucuk yang baru muncul jika diperkirakan pada gilir petik berikutnya sudah tua harus dipetik. Pemetikan rampasan dilaksanakan menjelang tanaman dipangkas dengan memetik secara manual semua pucuk yang memenuhi syarat untuk diolah tanpa memperhatikan daun yang ditinggalkan. Pemetikan rampasan termasuk pemetikan berat yang biasa dilakukan kurang lebih dua minggu sebelum pemangkasan
Gilir Petik dan Hanca Petik Gilir petik adalah selang waktu antara satu pemetikan dengan pemetikan berikutnya pada satu blok yang dinyatakan dalam hari. Gilir petik yang diterapkan di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning yaitu 11 hari. Panjang pendeknya gilir petik ditentukan oleh kecepatan tumbuh pucuk yang dipengaruhi iklim dan ketinggian tempat serta kondisi kesehatan tanaman (Tabel 12). Tabel 12. Realisasi Gilir Petik di Tiap Afdeling Tahun 2005 Bulan Januari Februari Maret April
Afdeling A (hari) 8 - 12 7 - 13 11 - 13 10 - 12
Afdeling B (hari) 8 - 12 9 - 12 11 - 14 10 - 14
Sumber:Buku Laporan Harian Perkebunan RSK, Januari - April 2005.
Hanca petik adalah areal yang akan dipetik dalam satu hari. Hanca petik berkaitan dengan gilir petik. Pengaturan hanca petik dan rotasi petik ditentukan
oleh kepala afdeling. Setiap afdeling terdiri dari beberapa blok. Setiap blok dipegang oleh satu orang mandor pemetikan. Hubungan antara jumlah pemetik dan rasio pemetik dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Hubungan Jumlah Pemetik dengan Hanca Pemetik Bulan Januari Februari Maret April Rata-rata
Jumlah Pemetik (orang) Afdeling A Afdeling B 248 216 231 205 226 217 234 207 235 211
Hanca Pemetik (Patok/HK) Afdeling A Afdeling B 1.799 1.714 1.932 1.805 1.975 1.706 1.907 1.788 1.903 1.753
Sumber: Buku Laporan Harian Perkebunan RSK, Januari - April 2005
Jika dihitung berdasarkan rumus maka luas areal yang dapat dipetik per hari di afdeling A adalah: Luas areal petik/hari
= Luas areal yang dipetik Gilir petik + 1 = 214.26 11+1 = 17.855 ha Dari hasil perhitungan luas areal yang dapat dipeti per hari, maka hanca
petik per orang di afdeling A pada bulan Januari dapat dihitung dengan rumus: Hanca seorang pemetik
= Luas areal petik/hari x Jumlah patok/ha Jumlah pemetik pada bulan Januari = 17.855 x 25 248 = 1.799 patok (719 m2)
Kapasitas Pemetik Kapasitas pemetik adalah kemampuan pemetik untuk mengambil pucuk teh dalam tiap harinya. Kapasitas pemetik tiap pemetik di Perkebunan RSK bervariasi sekitar 15-40 kg. Kapasitas pemetik tergantung dari kondisi pucuk di lapang yang dipengaruhi oleh iklim, keterampilan pemetik serta topografi areal yang akan dipetik. Penulis melaksanakan kegiatan pemetikan selama 6 hari dengan kapasitas pemetik 2.5 - 5 kg. Standar kapasitas pemetik per HK di Perkebunan RSK adalah
35-40 kg. Rata-rata kapasitas pemetik pada bulan Januari sampai April 2005 masih di bawah standar yang telah ditetapkan (Tabel 14). Tabel 14. Kapasitas Pemetik Rata-rata di Perkebunan RSK Bulan Januari Februari Maret April Rata-rata
Afdeling A Afdeling B Rata-rata ................................ kg/HK ............................... 30.77 27.89 29.33 30.31 26.52 28.42 28.17 27.59 27.88 33.01 28.28 30.65 30.57 27.57 29.07
Sumber: Buku Laporan Harian Perkebunan RSK, Januari-April 2005
Kebutuhan Tenaga Pemetik Tenaga pemetik sangat diperlukan dalam upaya pengumpulan hasil petikan di perkebunan teh. Kebutuhan tenaga kerja di perkebunan didasarkan atas jumlah pemetik, keterampilan pemetik serta kondisi tanaman di lapang. Berdasarkan ratarata kapasitas pemetik di lapang (tabel 14), target produksi pucuk per ha tahun 2005 dan hari kerja efektif dalam satu tahun, maka rasio tenaga pemetik dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Rasio Tenaga Pemetik = Produksi pucuk/ha/tahun x (100 + A) % Produktivitas pekerja riil x HKE 1 tahun = 13062 x (100 + 10)% 29.07 x 300 = 14368.2 8721 = 1.65 Berdasarkan rumus di atas, maka dapat diketahui bahwa rasio tenaga pemetik di Perkebunan RSK tahun 2005 adalah 1.65 artinya untuk tahun 2005 kebutuhan tenaga pemetik di Perkebunan RSK yang mempunyai luas areal produktif 391.97 ha adalah 647 orang.
Sistem Pemetikan Sistem pemetikan yang berlaku di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning yaitu sistem nyisir dan nyasak. Sistem nyisir adalah sistem pelaksanaan pemetikan yang dilakukan bergerak searah baris tanaman (berjajar seperti sisir) yang dipimpin oleh seorang mandor. Sedangkan sistem nyasak dilaksanakan berlawanan arah dengan baris tanaman. Kelebihan dari sistem nyasak adalah
memudahkan meratakan bidang petik karena pucuk yang berada dipinggir tanaman tidak ikut terambil, biasanya sistem ini dilaksanakan pada saat pemetikan jendangan. Sedangkan kelebihan sistem nyisir adalah untuk menghindari terlewatnya pucuk yang akan dipetik. Kedua sistem ini dilaksanakan untuk mempermudah pengawasan mandor dalam pelaksanaan pemetikan.
Pelaksanaan Pemetikan Pelaksanaan pemetikan di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning rata-rata dimulai pada pukul 06.00-14.00 WIB atau tergantung kondisi pucuk di lapang. Pemetikan dimulai dari pinggir kebun yang jauh dari jalan sampai mendekati tempat penimbangan untuk mempermudah pengangkutan pucuk. Pada areal yang curam, pemetikan dimulai dari tempat yang rendah menuju tempat yang lebih tinggi.
Gambar 6. Pelaksanaan Pemetikan Teh dengan Sistem Nyisir Pemetikan dilakukan secara manual dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk. Pucuk yang memenuhi syarat dan semua pucuk burung yang berada di atas bidang petik harus dipetik habis. Pemetikan dengan lima jari tangan (ditarik) tidak dibenarkan, karena dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman. Selama pemetikan berlangsung pucuk dimasukkan ke dalam keranjang. Setelah keranjang penuh pucuk dikumpulkan ke dalam waring yang telah disediakan untuk ditimbang serta diangkut ke pabrik pengolahan.
Penimbangan dan Pengangkutan Pucuk Penimbangan dilakukan oleh kerani timbang. Setiap afdeling terdapat dua kerani timbang. Masing-masing mandor dan kerani timbang mencatat hasil pucuk yang diperoleh masing-masing pemetik yang menjadi tanggung jawabnya. Setelah selesai penimbangan, pucuk dinaikkan ke dalam truk untuk diangkut ke pabrik pengolahan.
Gambar 7. Penimbangan dan Pengangkutan Pucuk Pemotongan
hasil timbangan
pucuk
dilakukan setiap
pelaksanaan
penimbangan. Besar persentase pemotongan pucuk tergantung kondisi cuaca dan keadaan pucuk di lapang. Persentase pemotongan penimbangan pucuk baik di kebun maupun di pabrik dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Persentase Pemotongan Timbangan Pucuk % Pemotongan
Kondisi Lapang Tidak hujan Basah (tidak hujan) Hujan
Kebun 3 5 7
Pabrik 5 7 10
Sumber: Buku Laporan Harian Perkebunan RSK, 2005
Analisa Pucuk Analisa pucuk adalah pemisahan pucuk yang didasarkan pada bagian muda, tua dan rusak. Analisa pucuk bertujuan untuk menilai pucuk yang akan diolah,
menentukan harga pucuk dan memperkirakan persentase mutu teh produk yang akan dihasilkan. Analisa pucuk dilakukan dengan mengambil contoh pucuk secara acak per mandor dari withering trough (WT) dengan menggunakan keranjang plastik yang telah disediakan di pabrik. Kemudian secara acak diambil sebanyak 100 gram tiap keranjang plastik (tiap mandor) untuk dianalisa. Analisa dilakukan dengan memisahkan daun muda (p+1, p+2, p+3, b+1m dan b+2m) dengan daun tua dan rusak. Hasil pemisahan pucuk ditimbang dan dihitung persentase masing-masing kelompok yaitu halus, kasar dan rusak. Standar analisa pucuk di Perkebunan RSK adalah ≥ 45 %. Realisasi Analisa Pucuk di Perkebunan RSK dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Realisasi Analisa Pucuk Bulan Januari – April 2005 Bulan Januari Februari Maret April Rata-rata
% Halus Afd A Afd B 45 46 45 47 45 46 45 45 45 46
Pengelompokan Pucuk % Kasar Afd A Afd B 54 52 53 52 53 52 53 53 53.25 52.25
% Rusak Afd A Afd B 1 2 2 1 2 2 2 2 1.75 1.75
Sumber: Buku Laporan Harian Perkebunan RSK, 2005
Pengolahan Teh Hijau Proses pengolahan teh hijau di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning (RSK) segera dilaksanakan setelah pucuk yang telah dipetik tiba di pabrik. Tahapan proses pengolahan teh hijau di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1.
Pelayuan Pelayuan bertujuan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase dan menurunkan kandungan air dalam pucuk hingga 65-70 %, agar pucuk menjadi lentur dan mudah tergulung. Mesin yang dipakai untuk proses pelayuan ini adalah rotary panner (RP), yaitu berupa tabung silinder yang berputar dan dipanasi hingga mencapai suhu 100 oC.
Pucuk teh yang akan dilayukan dimasukkan melalui conveyor dengan tempat pengisian (feed hopper) kemudian diratakan dengan alat perata yang berputar (leaf spreader) dengan maksud agar pucuk yang masuk ke dalam mesin menjadi rata tidak menggumpal. Di atas conveyor dipasang blower yang meniup angin ke dalam silinder dengan maksud untuk membuang udara jenuh (uap air) dari hasil pemanasan pucuk tersebut dari dalam silinder. Lamanya pelayuan berkisar antara 4-8 menit. Tingkat layu yang tepat dapat diketahui secara visual ditandai dengan keadaan pucuk layu yang berwarna hijau cerah, mengeluarkan aroma yang khas dan jika pucuk layu tersebut kita genggam dan kita peras dengan satu tangan tidak mengucur airnya tetapi terasa lengket di tangan. Pucuk yang baru keluar dari mesin pelayuan dibeberkan di lantai agar dingin sebelum masuk ke mesin penggulungan. Mesin pelayuan di Perkebunan RSK terdapat empat buah
Penggulungan Penggulungan bertujuan untuk membentuk daun teh menjadi gulungangulungan kecil dan mengeluarkan cairan sel agar menempel di permukaan daun. Mesin yang digunakan adalah orthodox roller (OR) dengan kapasitas 40 dan 140 kg teh yang telah layu. Lamanya penggulungan berkisar antara 15-20 menit tergantung kualitas bahan baku pucuk. Pucuk layu yang keluar dari mesin ini selsel daunnya telah pecah dan bercampur dengan oksigen maka kemungkinan terjadinya fermentasi makin besar, untuk mencegah fermentasi maka segera setelah keluar dari mesin harus segera dikeringkan pada mesin pengering pertama. Mesin OR yang terdapat di Perkebunan RSK berjumlah 2 buah dengan kapasitas 140 kg dan 1 buah dengan kapasitas 40 kg.
Pengeringan Awal Pengeringan awal bertujuan untuk membuat cairan sel daun lebih pekat dan menurunkan kadar air hingga 30-35 %. Mesin pengering yang dipakai adalah mesin ECP (endless chain pressure) atau mesin pengering dengan rantai yang tidak terputus dengan lebar 4-6 kaki dan terdiri dari 4 tingkat bak pengering. Untuk mengeringkan pucuk dan mencegah fermentasi maka harus digunakan
udara panas yang tinggi antara 110-135 oC yang berasal dari angin luar yang dihisap oleh blower melalui tungku api besi panas. Pembagian angin harus rata pada seluruh tingkatan agar diperoleh derajat keringan yang sama. Lamanya pengeringan awal sekitar 20-25 menit. Mesin ECP yang terdapat di Perkebunan RSK berjumlah 2 buah.
Pengeringan Akhir Pengeringan akhir bertujuan untuk menurunkan kadar air teh kering hingga 3-4 %, memperbaiki bentuk gulungan dan mengkilatkan kenampakan teh kering. Mesin pengering akhir yang digunakan yaitu rotary dryer (RD) dan mesin pengering ball tea. Kedua mesin ini berbentuk silinder berputar yang digerakkan oleh sebuah electrometer dengan kecepatan putaran 15-45 kali per menit dengan sumber panas didapat dari burner yang dipasang untuk memanaskan silinder. Panas yang dipakai pada awal pengeringan jangan melebihi 100 oC dan menurun sampai 70 oC pada akhir pengeringan. Teh setengah kering yang keluar dari ECP ditimbang sejumlah kapasitas RD yaitu sebesar 100 kg teh kering per putaran, kemudian baru dimasukkan ke dalam mesin. Lama pengeringan antara 30-60 menit, sedangkan jika menggunakan mesin ball tea berkisar antara 6-12 jam dengan kapasitas mesin lebih besar dari RD. Setelah teh keluar dari mesin pengering dibeberkan dahulu sampai dingin baru dimasukkan ke dalam karung kemudian ditimbang untuk mengetahui rendemen dari bahan baku basahnya yaitu berkisar antara 22-23 %.
Sortasi Kering Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan, memurnikan dan membentuk jenis mutu teh hijau sesuai permintaan pasar. Sortasi dilakukan dengan menggunakan mesin kemudian dilanjutkan secara manual apabila hasil sortasi belum baik terutama untuk mutu grade I. Mesin sortasi yang digunakan di Perkebunan RSK adalah meksy layer yang berfungsi untuk memisahkan teh berdasarkan ukurannya, middleton berfungsi untuk memisahkan tulang dan menyeragamkan partikel teh, crusher berfungsi untuk memotong teh yang
partikelnya masih besar agar ukurannya sesuai standar dan winnower yang berfungsi untuk membuang debu. Perkebunan RSK membagi mutu teh menjadi dua grade yaitu grade I dan grade II. Grade I terdiri dari Gun Powder (GP), Peko Super Kecil (PSK), Peko Super Besar (PSB) dan Cun Mee (CM). Sedangkan grade II terdiri dari Kempring, Dust, Tulang dan Lokal. Hasil monotoring produksi teh hijau di Perkebunan RSK tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel Lampiran 4 dan 5.
Pengemasan Pengemasan bertujuan melindungi produk dari kerusakan, memudahkan transportasi dan efisiensi dalam penyimpanan di gudang. Pengemasan teh hijau di Perkebunan RSK menggunakan paper sack (kantong kertas) kemudian karung plastik sebagai lapisan luar. Pada bagian dalam paper sack dilapisi dengan alumunium foil yang bersifat impermeabel untuk mencegah penyerapan air oleh teh karena teh bersifat higroskopis. Bagian luar paper sack ditulis identitas dari masing-masing mutu teh jadi antara lain nama jenis mutu teh, nomor chop dan beratnya. Isi tiap paper sack masing-masing mutu teh yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Isi Paper Sack Tiap Grade Teh Hijau di Perkebunan RSK Tahun 2005 Grade PSK PSB GP 1, 2, 3 CM 1, 2, 3 SM 1, 2, 3 Dust Tulang Lokal Sumber: Kantor Pabrik Perkebunan RSK, 2005
Isi Paper Sack (kg) 50 45 50 50 40 50 25 25
Penulis mengikuti kegiatan pengolahan teh hijau selama 6 hari dengan lama bekerja 7 jam/hari. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan pelayuan, penggulungsan, pengeringan awal, pengeringan akhir, sortasi, analisa kering dan pengemasan.
PELAKSANAAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN Pengelolaan Tenaga Kerja Tingkat Staf Pengelolaan manajemen tingkat staf di Perkebunan RSK dipimpin oleh seorang administratur (manajer) yang pelaksanaannya dibantu oleh staf bawahannya. Pelaksanaan pengelolaan tingkat staf dalam bidang tanaman dilakukan oleh kepala tanaman/kebun dan dibantu oleh kepala afdeling dengan persetujuan administratur.
Pendamping Kepala Kebun Kepala kebun bertanggung jawab penuh terhadap administratur. Tugas dan tanggung jawab kepala kebun ialah melaksanakan anggaran pendapatan dan belanja yang telah disetujui, melaksanakan koordinasi dengan karyawan dalam segala hal yang berhubungan dengan perusahaan, melaksanakan peraturan perburuhan yang telah disetujui oleh pemerintah, pengusaha serta buruh, memimpin bagian kebun dan bertanggung jawab terhadap semua pelaksanaan kerja di kebun. Perencanaan yang dilakukan oleh kepala kebun adalah mengkoordinir dan membantu penyusunan rencana kerja dan anggaran kebun (RKAP), rencana anggaran bulanan (RAB), permohonan modal kerja (PMK) dan laporan bulanan kebun. Kepala kebun mengontrol seluruh kegiatan kebun setiap hari dan memeriksa hasil laporan di tiap afdeling. Kepala kebun juga mengarahkan mandor yang sedang bertugas serta menanyakan masalah yang mungkin ditemukan di lapangan baik yang berhubungan dengan kultur teknis maupun manajemen. Penulis melaksanakan tugas sebagai pendamping kepala kebun selama 9 hari kerja.
Pendamping Kepala Afdeling Kepala afdeling sebagai bawahan langsung dari kepala kebun yang bertanggung jawab atas pengelolaan kebun pada masing-masing afdeling, menangani dan mengevaluasi pengelolaan tanaman dan pemetikan di kebun pada afdeling yang dikuasainya.
35 Kepala afdeling bersama kepala kebun menyusun target produksi setiap blok kebun, mengawasi dan mengevaluasi kegiatan pengelolaan tanaman terutama kegiatan pemetikan pada afdeling yang dikuasai agar realisasi biaya tidak menyimpang dari anggaran yang direncanakan dan mengupayakan realisasi produksi sesuai dengan target yang direncanakan. Kepala afdeling mengawasi, menilai dan mengendalikan pelaksanaan kerja di lapangan. Pengawasan dilakukan setiap hari dengan mengelilingi blok kebun sekaligus memberikan bimbingan teknis tentang pelaksanaan panen dan pemeliharaan kepada para mandor maupun karyawan. Penulis melaksanakan tugas sebagai pendamping kepala afdeling selama 12 hari kerja.
Pengelolaan Tenaga Kerja Tingkat Non Staf dan Lapangan Pengelolaan manajemen di Perkebunan RSK meliputi karyawan staf dan non staf. Karyawan non staf terdiri dari koordinator HPT/chemist dan mandor lapangan Kegiatan pengelolaan lapangan terdiri dari kegiatan rawat, HPT/chemist dan panen. Sistem upah tenaga kerja lapangan terdiri dari dua macam, yaitu sistem upah berdasarkan hari kerja dan sistem upah berdasarkan hasil kerja (borongan). Sistem upah berdasarkan hari kerja digunakan pada kegiatan HPT, pengendalian gulma dan pemupukan. Besar upah kegiatan pemupukan dan pengendalian gulma manual (babat/dongkel) sebesar Rp 8 000,00 per hari. Sedangkan kegiatan pengendalian gulma secara kimia (chemist) dan HPT sebesar Rp 8 000,00 per hari ditambah premi Rp 4 000 per hari. Sistem upah borongan digunakan pada kegiatan pemangkasan dan pemetikan. Besar upah untuk kegiatan pemangkasan sebesar Rp 12 000 per patok. Sedangkan besar upah kegiatan pemetikan tergantung hasil analisis pucuk basah tiap mandor. Jika analisis pucuk ≥ 45 % maka besar upah karyawan adalah Rp 290,00 per kg pucuk, dan apabila analisis pucuk < 44 % maka besar upah karyawan Rp 225,00 per kg pucuk. Kegiatan pelaksanaan di lapangan dipimpin oleh mandor yang terdiri dari mandor rawat, mandor chemist, mandor HPT dan mandor panen. Setiap mandor mengawasi jalannya pekerjaan dan bertanggung jawab secara langsung kepada
36 kepala afdeling. Setiap mandor wajib melaporkan kegiatan harian dengan mengisi buku laporan harian mandor.
Pendamping Koordinator HPT/Chemist Koordinator
HPT/chemist
bertugas
mengatur
kelancaran
kegiatan
penyemprotan. Tugas utama koordinator ini adalah mengkoordinir dan mengawasi kegiatan HPT, pengendalian gulma secara kimia (chemist). Koordinator HPT/chemist bersama-sama dengan kepala afdeling menyusun permohonan modal kerja (PMK) setiap bulannya untuk merencanakan kebutuhan bahan, tenaga kerja dan luas areal yang akan dikerjakan. Selain itu koordinator HPT/chemist juga menentukan blok-blok yang akan disemprot berdasarkan persetujuan kepala kebun dan laporan dari mandor HPT/chemist. Evaluasi pekerjaan di lapang dilakukan pada akhir bulan dengan melihat hasil pekerjaan karyawan berdasarkan laporan dari masing-masing mandor, membandingkan antara target dengan realisasi hasil penyemprotan yang telah dicapai dan membuat laporan kepada kepala kebun untuk kemudian ditindaklanjuti. Penulis melaksanakan tugas sebagai pendamping koordinator chemist selama 3 hari kerja.
Pendamping Mandor Rawat Mandor rawat terdiri dari mandor dongkel/babat, mandor pemangkasan dan mandor pemupukan. Jumlah mandor rawat di Afdeling A sebanyak 2 orang dan Afdeling B sebanyak 3 orang. Mandor pengendalian gulma secara manual (dongkel/babat) bertanggung jawab terhadap kelancaran kegiatan dongkel/babat secara langsung di lapang. Mandor babat/dongkel bertugas mengawasi jalannya kegiatan pengendalian gulma secara manual dengan berpedoman terhadap buku kerja asisten (BKA) yang telah dibuat oleh kepala afdeling, memberikan petunjuk areal yang akan dikerjakan dan mencatat hasil kegiatan pengendalian gulma secara manual meliputi tempat dan luas areal yang dikerjakan serta jumlah tenaga kerja yang hadir. Mandor pemangkasan mempunyai tugas dan tanggung jawab mengawasi secara langsung kegiatan pemangkasan di lapang, memberikan petunjuk teknis
37 pelaksanaan pemangkasan dan areal yang akan di pangkas. Mandor ini membawahi sekitar 10-15 karyawan pemangkas dengan sistem upah borongan. Mandor pemupukan bertanggung jawab secara langsung dalam kegiatan pemupukan di lapang seperti pengawasan pengangkutan pupuk dari gudang, pencampuran pupuk di lapang dan memberikan petunjuk areal yang akan dipupuk. Setelah selesai hasil kegiatan pemupukan dicatat dalam buku kerja harian mandor. Jumlah mandor dan karyawan pemupukan tergantung jumlah pupuk yang digunakan dan areal yang akan dikerjakan (Tabel 18). Tabel 18. Luas Areal dan Jumlah Tenaga Kerja Pemupukan di Perkebunan RSK Afdeling A B Total
Luas Areal (ha) 214.26 177.71 391.97
Jumlah Mandor (orang) 3 3 6
Rata-rata Jumlah Karyawan Pemupukan (orang) 30 20 50
Sumber: Arsip Perkebunan Rumpun Sari Kemuning, 2005
Penulis melaksanakan tugas sebagai mandor dongkel/babat selama 6 hari kerja, pendamping mandor pemupukan selama 10 hari kerja.
Pendamping Mandor HPT/Chemist Pengendalian HPT dipimpin oleh koordinator HPT yang bertanggung jawab kepada kepala kebun. Koordinator HPT/chemist membawahi mandor HPT, deteksi HPT dan mandor chemist. Mandor HPT dan chemist bekerja berdasarkan rencana kerja yang telah disusun oleh koordinator. Mandor HPT dan chemist bertugas membuat bon permintaan barang (BPB) yang telah disetujui dan diperiksa oleh atasan, mengawasi jalannya penyemprotan, memberikan petunjuk areal yang akan disemprot, mencatat hasil kegiatan penyemprotan meliputi lokasi dan luas areal yang dikerjakan, mencatat jumlah karyawan yang hadir dan jumlah dan jenis bahan (obat) yang digunakan. Deteksi HPT bertugas mendeteksi tingkat serangan hama dan penyakit tanaman di tiap blok dan melaporkannya kepada koordinator HPT. Penulis melaksanakan tugas sebagai mandor HPT selama 6 hari kerja, pendamping mandor chemist selama 2 hari kerja.
38 Tabel 19. Jumlah Tenaga Kerja HPT dan Chemist di Perkebunan RSK Karyawan HPT Chemis Total
Mandor Deteksi Jumlah Mandor Jumlah Karyawan ....……………….. orang …………………… 2 1 9 0 1 9 2 2 18
Sumber: Arsip Perkebunan Rumpun Sari Kemuning, 2005
Pendamping Mandor Panen Perkebunan Rumpun Sari kemuning (RSK) memiliki 16 orang mandor panen. Mandor panen bertanggung jawab terhadap terhadap hanca dan gilir petik serta kebersihan masing-masing kebun. Setiap mandor membawahi sekitar 21 - 42 tenaga kerja pemetik. Setiap mandor bertugas mencatat hasil petik harian yang diserahkan kepada juru timbang pabrik untuk mengetahui selisih penimbangan di kebun dengan di pabrik. Mandor petik juga bertanggung jawab secara langsung terhadap kegiatan pemetikan, memberikan petunjuk tentang areal yang akan dipetik, mengawasi pelaksanaan pemetikan di lapang dan mencatat hasil kegiatan pemetikan yang memuat jumlah karyawan yang hadir, jumlah hasil petikan dan tempat serta luas areal yang dipetik. Penulis melaksanakan tugas sebagai mandor pemetikan selama 1 hari kerja. Tabel 20. Luas Areal dan Jumlah Tenaga Kerja Pemetikan di Perkebunan RSK Afdeling A B Total
Luas Areal (ha) 214.26 177.71 391.97
Jumlah Mandor (orang) 8 8 16
Sumber: Arsip Perkebunan Rumpun Sari Kemuning, 2005
Rata-rata Jumlah Karyawan Pemetikan (orang) 248 217 465
HASIL DAN PEMBAHASAN Permasalahan Gulma di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning Kehadiran gulma di areal pertanaman teh dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan menimbulkan kesukaran dalam operasi pemeliharaan tanaman teh. Menurut Rahman (1975) penurunan hasil pucuk akan lebih besar dari 12 persen apabila tidak dilakukan tindakan pengendalian gulma. Mekanisme pengaruh gulma terhadap tanaman teh dapat terjadi secara langsung melalui peristiwa persaingan dalam memperoleh unsur hara, air dan mungkin juga pengaruh alelopati yang dapat meracuni tanaman. Adanya gulma di perkebunan menimbulkan kesukaran dalam pelaksanaan pemeliharaan seperti menurunkan kapasitas pemetik karena banyaknya gulma merambat yang ikut terbawa dalam pemetikan, meningkatkan biaya pengendalian hama dan penyakit pada kondisi populasi gulma yang tak terkendali. Penghambatan terhadap kegiatan pemeliharaan ini menyebabkan ketidakefisienan dalam pengelolaan perkebunan secara umum. Pertanaman teh di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning (RSK) saat ini seluruhnya
merupakan
tanaman
menghasilkan.
Permasalahan
gulma
di
Perkebunan RSK sangat dirasakan pada areal tanaman teh menghasilkan yang baru dipangkas. Hal ini disebabkan intensitas/rotasi pengendalian gulma yang masih rendah. Tabel 21. Realisasi Intensitas Pengendalian Gulma Berdasarkan Tahun Pangkas di Perkebunan RSK Tahun 2004 Blok
Tahun Setelah Intensitas/Rotasi Pengendalian Gulma Pangkas (kali/tahun) A-3, A-6, A-16, B-2 1 TSP 3-6 A-5, A-15, B-4 2 TSP 2-6 B-5, B-6, B-10, B-14 3 TSP 1-3 A-4, A-14, B-11 4 TSP 1-2 Sumber: Hasil Analisis Data Perkebunan RSK, 2004
Intensitas pengendalian gulma pada areal tanaman teh produktif sangat tergantung dari keadaan penutupan tajuk tanaman teh, yang ditentukan oleh umur atau jangka waktu setelah pangkas. Areal tanaman teh yang dipangkas akan
40 kembali terbuka terhadap cahaya matahari dan akan segera ditumbuhi gulma sejalan dengan tumbuhnya kembali tunas-tunas baru pada tanaman teh. Waktu yang diperlukan dari saat tanaman dipangkas hingga terbentuk kembali tajuk yang menutup tanah secara penuh berkisar antara 6 bulan atau lebih dari 1 tahun. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi kesehatan tanaman (Ohsawa, 1982). Intensitas pengendalian gulma akan tinggi pada tahun pertama setelah pemangkasan, sekitar 8-10 kali per tahun dan selanjutnya makin menurun pada tahun-tahun berikutnya. Pada umumnya tindakan penyiangan ulang dilakukan pada saat pertumbuhan populasi gulma mencapai penutupan (weed coverage) sekitar 40 persen karena pada saat itu gulma relatif belum menimbulkan persaingan dengan tanaman teh dan dalam kondisi peka terhadap herbisida serta belum sempat menghasilkan biji (Sanusi, 1985). Permasalahan gulma secara umum meliputi keragaman jenis gulma dengan sifat-sifat botani dan variasi jenis gulma antar areal. Permasalahan gulma ini dapat ditinjau dari dua aspek yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain yaitu aspek budidaya dan ekonomi.
Kondisi Umum Gulma
Hasil Analisis Vegetasi Hasil analisis vegetasi gulma di daerah ekologi I (areal TM pada ketinggian < 850 m dpl) terdapat 19 spesies dari 11 famili, di daerah ekologi II (areal TM pada ketinggian 850-1100 m dpl) terdapat 23 spesies gulma dari 12 famili, daerah ekologi III (areal TM pada ketinggian > 1100 m dpl) terdapat 20 spesies dari 9 famili dan daerah ekologi IV (areal bekas pangkasan pada ketinggian > 1100 m dpl ) terdapat 20 spesies dari 9 famili. Pada Tabel Lampiran 10 dapat dilihat beberapa jenis gulma, famili dan nama lokal di tiap daerah ekologi serta nilai Summed Dominance Ratio (SDR) masing-masing spesies.
41 Dominansi Gulma di Tiap Ekologi Teh Secara keseluruhan kebun (daerah ekologi) spesies gulma didominansi oleh gulma golongan berdaun lebar (broadleaf). Jenis spesies gulma golongan berdaun lebar relatif sama. Hal ini dimungkinkan karena curah hujan dan jenis tanah di setiap areal yang sama. Namun demikian dalam hal komposisi dominansi gulma yang tumbuh kenyataannya berbeda, seperti spesies Commelina benghalensis yang dominan di daerah ekologi IV, tetapi pada daerah ekologi II spesies ini kurang dominan. Berdasarkan Tabel Lampiran 6, 7, 8 dan 9 di tiap ekologi didominansi oleh gulma berdaun lebar dengan jenis gulma yang berbeda-beda. Pada daerah ekologi I didominansi oleh gulma Borreria alata (23.75 %) dan Axonopus compressus (22.34 %), pada daerah ekologi II didominansi oleh gulma Ageratum conyzoides (19.63 %) dan Drymaria cordata (15.23 %), pada daerah ekologi III didominansi oleh gulma Commelina benghalensis (19.40 %) dan Drymaria cordata (16.39 %) dan pada daerah ekologi IV didominansi oleh gulma Commelina benghalensis (32.24 %) dan Borreria alata (9.65 %).
Gambar 8. Gulma Tali Said yang Merambat ke Atas Bidang Petik (Panah Merah) Tali said (Commelina benghalensis) merupakan salah satu jenis gulma golongan berdaun lebar yang sering ditemukan dan dirasakan sangat mengganggu pertumbuhan tanaman teh, mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi sehingga menjadi pesaing nitrogen yang berat terhadap tanaman pokok dan merupakan tanaman inang bagi hama Helopeltis. Karena tumbuhnya menjalar di atas permukaan tanah serta merambat ke atas bidang petik tanaman teh, gulma ini
42 seringkali menyulitkan dalam pemberantasannya (Gambar 8). Pada saat pemetikan pucuk teh, daun-daun gulma ini sering terbawa sehingga dikhawatirkan dapat menurunkan kualitas teh yang telah diolah (Sabur, 1990; Ohsawa, 1982). Menurut Ohsawa (1982), gulma Borreria alata (Goletrak) tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan tanaman teh. Gulma ini efektif dikendalikan dengan pemangkasan (pembabatan) setiap 2 bulan sekali.
Koefisien Komunitas Adanya keragaman yang besar dalam suatu komunitas gulma antara berbagai ekologi teh yang berbeda di kawasan perkebunan RSK memberi petunjuk bahwa cara pengendalian gulma di kawasan yang secara ekologi heterogen tersebut tidak dapat diseragamkan. Karena itu kebijakan pengendalian gulma hendaklah ditetapkan secara diskriminatif. Tabel 22. Koefisien Komunitas (C) pada Tiap Strata yang Berbeda Daerah Ekologi I dan II I dan III I dan IV II dan III II dan IV III dan IV
Nilai Koefisien Komunitas (%) 46.63 48.64 46.97 57.34 46.68 68.09
Keterangan: Tiap daerah ekologi diambil 5 sampel secara acak Sumber: Pengamatan
Koefisien komunitas digunakan untuk menilai adanya variasi atau kesamaan dari berbagai komunitas dalam suatu area. Menurut Wirjahardja dan Pancho (1975), tingkat kesamaan atau perbedaan komuniti gulma pada suatu daerah dapat dibandingkan dengan menghitung “Coefficient of Community” atau “Coefficient of Similarity” Berdasarkan Tabel 22, persentase koefisen komunitas (C) keenam strata mempunyai nilai yang kecil (dibawah 70%), artinya banyak perbedaan keadaan vegetasinya, jadi perlu adanya perbedaan dalam strategi pengendalian gulma.
43 Faktor-faktor yang mempengaruhi Keragaman Jenis Gulma 1. Altitud (Ketinggian) dan iklim Komposisi gulma berbeda menurut altitud, karena setiap jenis gulma memiliki perbedaan daya adaptasi. Hasil penelitian Nasution (1980) menunjukan bahwa hasil inventarisasi gulma pada pertanaman karet menunjukkan bahwa altitud dan curah hujan mempengaruhi keragaman komuniti gulma. Keadaan iklim kebun yang memiliki tipe iklim B menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson sesuai untuk pertumbuhan gulma yang mampu bersaing dengan tanaman teh di daerah tropis dan curah hujan yang relatif merata sepanjang tahun yaitu 3774 mm/thn dengan 163 hari hujan/tahun cukup ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan berbagai jenis gulma tertentu seperti Borreria alata, Drymaria cordata dan Commelina benghalensis. 2. Kondisi Areal (Pola Kultur Teknis) Masalah gulma di pertanaman teh terutama sangat dirasakan pada areal tanaman teh muda dan pada areal tanaman produktif yang baru dipangkas (Rahman, 1975). Hal ini dikarenakan pada areal tanaman teh yang dipangkas akan kembali terbuka terhadap cahaya matahari, dan akan segera ditumbuhi gulma. Intensitas pengendalian gulma pada areal tanaman teh produktif sangat tergantung dari keadaan penutupan tajuk tanaman teh. Hasil survei menunjukkan bahwa pada areal yang berbeda intensitas naungannya, yakni pada areal tanaman menghasilkan dan bekas pangkasan memiliki perbedaan komposisi jenis gulma dan nilai SDR. Berdasarkan Tabel Lampiran 9, nilai SDR gulma Commelina benghalensis pada areal bekas pangkasan (daerah ekologi IV) memiliki persentase yang lebih tinggi jika dibandingkan pada daerah ekologi I, II dan III.
Manajemen Pengendalian Gulma Pengelolaan gulma di PT. Perkebunan Rumpun Sari Kemuning berpedoman kepada RKAP (Rencana Kerja Anggaran Perusahaan) yang telah disetujui oleh direksi. RKAP dibuat satu tahun sekali yang berisi rencana kegiatan pengelolaan kebun yang meliputi kegiatan pemeliharaan (rawat), pemanenan dan pengolahan
44 hasil yang didalamnya memuat target produksi, rencana biaya (budget), kebutuhan tenaga kerja serta kebutuhan alat dan bahan (material). Permohonan modal kerja (PMK) tingkat afdeling dibuat tiap bulan sekali yang memuat areal yang dikerjakan, kebutuhan biaya, tenaga kerja serta kebutuhan material dalam melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pemanenan. Proses manajemen pengendalian gulma di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning telah berlangsung dengan baik dimulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi.
Perencanaan Perencanaan pengendalian gulma dibuat setiap bulan oleh koordinator chemist/HPT dalam kegiatan penyemprotan bekerja sama dengan kepala afdeling dalam penyusunan kegiatan rawat dan dibawah tanggung jawab kepala tanaman. Rencana kerja tersebut dalam bentuk buku kerja asisten (BKA) yang memuat areal yang dikerjakan, waktu pelaksanaan, jumlah dan jenis material yang diperlukan dan kebutuhan tenaga kerja. Sebelum penyusunan BKA, koordinator chemist/HPT dan kepala afdeling melakukan survei ke seluruh blok yang harus dikendalikan untuk menentukan areal mana yang menjadi prioritas utama dalam kegiatan rawat dan penyemprotan. Dalam survei tersebut dilihat tingkat kepadatan dan dominansi gulma di lapang sehingga dapat ditentukan cara pengendalian gulma yang akan digunakan serta kebutuhan tenaga kerja yang akan digunakan. Survei lokasi penyemprotan penting dalam pelaksanaan di lapang karena survei tersebut dapat memperhitungkan letak sumber air terdekat sehingga kebutuhan air dapat diperkirakan. Rencana kerja yang telah dibuat diajukan dalam pertemuan bulanan dan dibahas bersama-sama dengan administratur, kepala tanaman, kepala afdeling, kepala pabrik, kepala teknik serta para mandor dari tiap afdeling. Jika telah disetujui maka rencana kerja ini menjadi pedoman pelaksanaan kerja di lapang. Untuk penyediaan alat dan barang, koordinator dan mandor penyemprotan berkoordinasi dengan kepala gudang.
45 Struktur Organisasi Koordinasi pengendalian gulma secara manual (rawat) di lapangan dipegang oleh kepala afdeling, sedangkan pengendalian gulma secara kimia dipegang oleh koordinator chemist/HPT. Struktur organisasi pengendalian gulma di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning dapat dilihat pada Gambar 9.
Kepala Tanaman/Kebun Koordinator HPT/Chemist
Kepala Afdeling
Mandor Chemist
Mandor Rawat
Karyawan Chemist
Karyawan Rawat
Gambar 9. Struktur Organisasi Pengendalian Gulma di Perkebunan RSK
Pelaksanaan Pelaksanaan pengendalian gulma secara kimia dimulai dengan persiapan alat semprot, air dan herbisida yang akan digunakan. Jenis herbisida yang digunakan ditentukan oleh direksi. Mandor chemist membawa herbisida ke lapang sesuai dengan bon permintaan barang (BPB) yang telah disetujui dan diperiksa atasan. Jumlah air yang diangkut tergantung ketersediaan sumber air di lokasi penyemprotan. Hasil survei menunjukkan bahwa air yang digunakan umumnya tercampur tanah sehingga dapat mengurangi keefektifan penyemprotan. Penentuan jenis dan dosis herbisida yang akan digunakan dalam aplikasi di lapang perlu diperhatikan karena adanya kemungkinan penumpukan bahan aktif di tanah yang akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme tanah, sehingga pemakaian jenis herbisida yang sama dalam jangka waktu yang lama perlu dihindari. Selain itu perlu diperhatikan kondisi dominansi gulma di kebun terutama gulma-gulma yang resisten. Sehingga dosis yang digunakan tidak harus seragam untuk semua jenis gulma atau mencari jenis herbisida yang lebih efektif.
46 Tugas karyawan dalam pelaksanaan pengendalian gulma dibagi menjadi dua yaitu sebagai penyemprot dan langsir. Sebelum penyemprotan dimulai, karyawan langsir membuat larutan herbisida dan membawa larutan kepada karyawan semprot. Pengawasan pelaksanaan penyemprotan
merupakan tanggung jawab
mandor chemist. Mandor chemist mempunyai wewenang untuk memberikan hanca dan petunjuk tempat dimulai dan berakhirnya penyemprotan agar tidak terjadi pengulangan pada areal yang sama. Untuk pengendalian secara manual, mandor rawat bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pelaksanaan kegiatan dongkel anak kayu atau babat tali said. Mandor rawat mempunyai wewenang untuk memberikan petunjuk areal yang akan dikerjakan dan memberikan hanca kepada masing-masing tenaga kerja Disamping kegiatan perencanaan yang matang serta pelaksanaan yang cermat dan teliti, kegiatan pengawasan yang intensif dan kontinu merupakan kunci suksesnya program pengendalian. Kegiatan pengawasan ini harus didukung dengan alat bantu administrasi, antara lain: a) jadwal pelaksanaan kerja yang meliputi tanggal pelaksanaan, lokasi dan luasan yang dikerjakan, jumlah tenaga kerja dan jumlah herbisida hasil kegiatan harian dan b) buku kerja harian yang memuat hasil kegiatan pelaksanaan pengendalian gulma dengan prestasi kerja yang didapat setiap hari. Alat bantu tersebut diharapkan dapat membantu manajemen
dalam
mengawasi
dan
mengevaluasi
pelaksanaan
kegiatan
pengendalian gulma.
Evaluasi Evaluasi dilakukan dalam jangka waktu tertentu guna mengamati pengaruh aplikasi pengendalian terhadap kondisi gulma sehingga dapat diketahui jenis gulma yang mati, abnormal dan resisten serta perubahan komposisi jenis gulma dominan (weed shifting). Evaluasi dilakukan per bulan, per triwulan dan per tahun. Evaluasi dilakukan oleh kepala afdeling untuk pengendalian gulma secara manual dan koordinator chemist untuk pengendalian gulma secara kimia.
47 Evaluasi Teknik Pengendalian Gulma Pengendalian gulma di perkebunan teh bertujuan untuk menekan kerugian yang ditimbulkan oleh gulma serendah mungkin, melalui tindakan eradikasi. Oleh karena itu pengendalian gulma diarahkan dengan menggunakan sistem “selective weeding” bukan “clean weeding”. Keadaan daerah kebun yang sebagian besar memiliki curah hujan yang cukup tinggi dapat menghambat upaya pengendalian yang dilakukan terutama pengendalian secara kimia karena dapat mengurangi keefektifan hasil pengendalian. Selain itu kondisi topografi pertanaman teh yang memiliki kemiringan yang tinggi dengan resiko erosi yang besar menyulitkan tindakan teknis pengendalian gulma di lapangan. Keadaan ini berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan karena teknis pengendalian gulma di lapang tergantung dari tenaga kerja sebagai pelaksana. Pengendalian gulma di Perkebunan Rumpun Sari kemuning (RSK) saat ini menggunakan
tiga metode yaitu secara kultur teknis, manual dan kimia.
Pemilihan metode ini disesuaikan dengan umur tanaman, komposisi gulma, iklim dan kondisi keuangan perusahaan.
Cara Kultur Teknis Pengendalian gulma secara kultur teknis merupakan akibat tidak langsung dari penerapan teknik budi daya yang baik sehingga tidak terdapat program khusus dari pihak perusahaan. Prinsip dari pengendalian ini ialah usaha untuk mempercepat pertumbuhan tajuk agar saling menutupi, mempertahankan populasi yang optimal dan membentuk kanopi yang subur sehingga perdu memiliki lapisan daun pemeliharaan yang tebal. Penanaman dengan jarak tanam yang sangat jarang memberikan kesempatan pada gulma untuk tumbuh leluasa. Peningkatan kepadatan tanaman meningkatkan efek naungan terhadap gulma
sehingga
mengurangi pertumbuhan dan
reproduksinya. Jarak tanam optimum yang digunakan di Perkebunan RSK yaitu 120 x 60 cm. Pemupukan
merupakan
salah
satu
teknis
budidaya
yang
perlu
dilaksanakan agar tanaman memperoleh tambahan hara yang berguna bagi
48 pertumbuhan tanaman sehingga mampu bersaing dengan gulma. Pupuk yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan tanah dan tanaman agar tanaman mampu menyerap unsur-unsur secara efisien. Jika terjadi kelebihan pupuk maka tanaman tidak dapat menyerap semua unsur yang diberikan sehingga pupuk yang tersisa akan dimanfaatkan oleh gulma yang mempunyai daya saing yang kuat. Selain itu waktu aplikasi pemupukan dilakukan pada saat setelah aplikasi pengendalian gulma baik secara manual atau kimia. Hal ini ditujukan untuk mencegah proses pertumbuhan kembali gulma secara cepat. Pemetikan juga secara tidak langsung mempengaruhi tingkat kerapatan gulma. Oleh karena itu pemetikan harus dilakukan berdasarkan sistem dan gilir petik yang tepat. Pelarangan petik gigir merupakan salah satu teknis pengendalian gulma secara kultur teknis, hal ini bertujuan agar tajuk antar tanaman tidak saling menutupi, karena pemetikan yang tidak benar (petik gigir) akan merangsang perkecambahan biji gulma dan pertumbuhan gulma. Hal ini didukung oleh pernyataan Ohsawa (1982) bahwa pada areal tanaman teh menghasilkan (TM) yang memiliki kanopi (tajuk) tertutup menyebabkan beberapa jenis gulma seperti Erechtites valerianifolia, Ageratum conyzoides dan Erigeron sumetrensis terhambat pertumbuhannya. Selain itu sistem petik dengan membentuk bidang petik dengan bidang petik yang rata akan menjaga ketinggian perdu yang juga memperpanjang siklus pangkas, sehingga gangguan gulma setelah pemangkasan dapat dihindari dan biaya pengendalian gulma dapat dikurangi.
Cara Kimia Pengendalian gulma secara kimia telah sangat umum dilakukan di perkebunan. Pengendalian gulma secara kimia (chemist) di Perkebunan RSK biasanya dilakukan 2 kali/tahun. Rata-rata prestasi kerja pelaksanaan pengendalian gulma secara kimia diatas standar kerja yang telah ditetapkan oleh kebun. Ini berarti pelaksanaan pengendalian gulma secara kimia telah terealisasi dengan baik. Realisasi pengendalian gulma secara kimia dapat dilihat pada Tabel 23.
49 Tabel 23. Realisasi Pelaksanaan Pengendalian Gulma Cara Kimia Bulan Januari Februari Maret April Rata-rata
Luas yang Dikerjakan (ha) Afd A Afd B 29.40 22.07 28.41 29.70 25.31 27.08 0 43.62
Jumlah TK (HK) Afd A Afd B 70 74 76 73 63 63 0 99
Prestasi Kerja (ha/HK) Afd A Afd B 0.42 0.29 0.37 0.40 0.40 0.43 0 0.44 0.39 0.39
Standar Kerja (ha/HK) 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33
Sumber: Buku Laporan Harian Perkebunan RSK, Januari – April 2005
Jenis herbisida yang digunakan di Perkebunan RSK saat ini adalah Biosat 480 AS dengan bahan aktif isopropilamina glifosat 480 g/l. Herbisida ini merupakan herbisida yang aman bagi pertanaman teh dan bersifat sistemik. Dosis yang biasanya digunakan saat ini adalah 1-2 l/ha dengan konsentrasi 5 ml/1 l air. Dosis tersebut dapat berubah sesuai dengan kondisi gulma di lapang. Berdasarkan Tabel 24, hasil analisis data pekerjan pengendalian gulma secara kimia diperoleh rata-rata penggunaan herbisida Biosat pada areal TM yaitu 1.8 liter/ha (rekomendasi penggunaan bahan yaitu 1 - 2 l/ha). Tabel 24. Realisasi Penggunaan Herbisida Biosat 480 AS Bulan Januari Februari Maret April
Blok Afd A Afd B 13 11 16 13 6 3 2 5 2 6 5 8 12 14 15 16 -
Luas yang Dikerjakan (ha) Afd A Afd B 14.83 12.92 14.57 9.15 19.41 13.65 9.00 16.05 9.76 15.15 15.55 11.93 15.45 18.85 9.32 14.57 97.69 122.47
Mei Total Rata-rata/ha Sumber: Laporan Harian Perkebunan RSK, Januari – Mei 2005
Penggunaan Biosat (liter) Afd A Afd B 22 21 22 14 29 21 17 24 29 30 30 23 28.5 40 20 30 179 221.5 1.83 1.81
Cara Manual Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan menerapkan prinsip ”selective weeding”. Pengendalian gulma secara manual ditekankan untuk mengendalikan gulma-gulma yang sulit dikendalikan secara kimia. Kelemahan
50 pengendalian gulma secara manual yaitu tanaman teh sering luka karena menggunakan sabit, gulma tidak di dongkel sampai ke akarnya. Pengendalian gulma secara manual di Perkebunan RSK terdiri dari dongkel anak kayu dan babat tali said. 1. Dongkel anak kayu Kegiatan dongkel anak kayu dilakukan dengan mencabut atau memotong gulma yang tumbuh sampai ke akarnya serta menghindari pelukaan pada tanaman teh. Jenis gulma yang dicabut atau dipotong sebagian besar merupakan gulma berkayu atau yang sulit dikendalikan secara kimia seperti Stachytrapheta indica, Clidemia hirta, Mikania micrantha, Ipome triloba. Tenaga kerja untuk kegiatan dongkel anak kayu sekitar 18-24 orang tergantung luasan yang dikerjakan dengan standar kerja 0.1 ha/HK. Hasil pelaksanaan kegiatan dongkel anak kayu di Perkebunan RSK dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Hasil Pelaksanaan Dongkel Anak Kayu di Blok A-3 Luas yang Dikerjakan (ha) 1.9 2.6 2.7 2.6 Rata-rata
Jumlah Tenaga Kerja (HK) 18 25 26 24
Prestasi kerja (ha/HK) 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Standar Kerja (ha/HK) 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Sumber: Laporan Harian Perkebunan RSK, 26 - 29 April 2006
Berdasarkan tabel di atas pelaksanaan dongkel anak kayu di Perkebunan RSK terealisasi dengan baik, dimana target yang dicapai sesuai dengan prestasi kerja yang dihasilkan. 2. Babat Tali Said Kegiatan babat tali said dikhususkan kepada tindakan pembabatan gulma Commelina benghalensis (tali said) yang mendominasi di areal tertentu tetapi tidak menutup kemungkinan untuk pengendalian jenis gulma lainnya. Jenis gulma
51 ini sangat sulit dikendalikan secara kimia dan memiliki pertumbuhan yang sangat cepat. Pelaksanaan kegiatan babat tali said hampir sama dengan kegiatan dongkel anak kayu yaitu mencabut gulma sampai ke akarnya dan hasil buangan dikumpulkan di pinggir jalan di luar arel pertanaman teh. Jumlah tenaga kerja babat tali said berkisar 10-33 orang tergantung kondisi gulma dan luasan yang dikerjakan Tabel 26. Realisasi Pelaksanaan Babat Tali Said di Blok A-12 Luas yang Dikerjakan (ha) 0.3 0.4 0.4 0.5 Rata-rata
Jumlah Tenaga Kerja (HK) 10 28 27 33
Prestasi Kerja (ha/HK) 0.03 0.01 0.01 0.01 0.015
Standar Kerja (ha/HK) 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
Sumber: Laporan Harian Perkebunan RSK, 16 - 19 Mei 2005
Target pelaksanaan babat tali said tidak terealisasi dengan baik (Tabel 26), hal ini dikarenakan sulitnya pengendalian gulma Commelina benghalensis karena gulma yang dikendalikan telah hampir menutupi seluruh tanaman teh yaitu berkisar 80-90% (Gambar 10). Penutupan gulma yang sangat tinggi ini dikarenakan intensitas atau rotasi pengendalian gulma yang ditetapkan di Perkebunan RSK sangat rendah yaitu 2 kali setahun.
Gambar 10. Gulma Tali Said (Panah Merah) pada Pertanaman Teh
52 Menurut Sabur (2003) pengendalian gulma tali said secara manual/mekanis umumnya tidak efektif, karena potongan bagian gulma yang tertinggal dapat segera tumbuh kembali (regrowth) menjadi individu baru. Bahkan sudah banyak keluhan dari para praktisi kebun bahwa populasi gulma ini juga sangat sulit untuk dapat diberantas dengan herbisida kimia.
Analisis Ekonomi Pengendalian Gulma Kegiatan pengendalian gulma erat hubungannya dengan pertimbangan ekonomi satu perusahaan baik dari segi biaya tenaga kerja, bahan serta alat yang digunakan dan sebagainya agar pengendalian gulma dapat lebih efektif dan efisien. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual dan kimia. Pengendalian gulma secara kimia memiliki beberapa keuntungan yaitu mengurangi resiko kerusakan akar akibat pengendalian gulma secara manual, erosi tanah yang terjadi lebih kecil, mempermudah pekerjaan dan tenaga kerja lebih sedikit. Akan tetapi pengendalian gulma secara kimia dengan satu jenis herbisida hanya mengendalikan beberapa jenis gulma tertentu dan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan dominansi gulma baru. Pengendalian gulma secara manual mampu mengendalikan semua jenis gulma tetapi dalam pelaksanaanya pengendalian gulma secara manual ini sering menimbulkan luka pada tanaman teh yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembagan tanaman serta daya resistensi tanaman terhadap hama dan penyakit. Luasan yang digunakan dalam analisis pengendalian gulma adalah areal TM seluas 314.17 ha. Pengendalian gulma dilaksanakan dengan kombinasi manual (2 rotasi) dan kimia (2 rotasi). Analisis ekonomi terhadap pengendalian gulma dilakukan untuk mengetahui biaya yang lebih efisien jika dibandingkan dengan pengendalian gulma secara manual dengan kimia. Analisis ekonomi pengendalian gulma hanya membandingkan biaya tenaga kerja dan herbisida yang digunakan.
Efisiensi Pengendalian Gulma Kebutuhan tenaga kerja pengendalian gulma secara manual lebih besar dibandingkan pengendalian gulma secara kimia. Tetapi pengendalian gulma
53 secara manual hanya menggunakan alat bantu sabit dan tidak dipengaruhi oleh ketersediaan herbisida. Namun demikian dalam perkebunan skala luas, hal ini tidak menjamin biaya pengendalian menjadi lebih murah karena kebutuhan tenaga kerja yang banyak dengan rotasi pengendalian yang lebih sering, dalam jangka yang panjang akan memerlukan biaya yang lebih besar (Tabel 27). Tabel 27. Perbandingan Efisiensi Pengendalian Gulma Secara Manual dan Kimia dalam 1 Tahun /ha Pembanding Standar Kerja Kebutuhan TK (2 kali rotasi/tahun) Biaya Tenaga Kerja Alat dan Bahan
Manual
Kimia
DAK 10 HK/ha 20 HK
BTS 20 HK/ha 40 HK
@ Rp 8 000 = Rp 160 000 Sabit
@ Rp 8 000 = Rp 320 000 Sabit
Total Rp 160 000 Rp 320 000 Ket: DAK (Dongkel Anak Kayu), BTS (Babat Tali Said)
3 HK/ha 6 HK @ Rp 12 000 = Rp 72 000 Biosat 2 l/ha x Rp 27 000/l x 2 rotasi = Rp 108 000 Rp 180 000
Keefektifan Pengendalian Gulma Rotasi pengendalian gulma di Perkebunan RSK untuk manual yaitu 2 kali/tahun. Pengendalian gulma secara manual mampu mengendalikan semua jenis gulma tertekan hanya 1 bulan, setelah itu gulma mampu tumbuh kembali. Hal ini menyebabkan terdapat beberapa bagian kebun yang telat dibersihkan. Akibatnya target pengendalian gulma secara manual khususnya babat tali said sering tidak tercapai. Pengendalian gulma secara kimia dengan satu jenis herbisida hanya mampu mengendalikan beberapa jenis gulma saja. Cara ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan dominansi gulma, hal ini disebabkan keselektifan biokimia gulma terhadap herbisida dan kesempatan tumbuh bagi gulma yang toleran akan menggantikan spesies yang peka. Pengendalian gulma cara kimia memungkinkan terjadinya resiko keracunan pada tanaman teh jika tidak dilakukan dengan benar. Pengendalian gulma secara kimia akan sangat efektif dalam perkebunan skala luas jika dibandingkan dengan pengendalian gulma secara manual. Namun dalam pelaksanaannya pengendalian gulma secara manual bagaimanapun juga tidak dapat ditinggalkan karena beberapa jenis gulma tertentu seperti gulma yang
54 merambat dan toleran terhadap herbisida lebih mudah dikendalikan dengan cara ini.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Melalui kegiatan magang kita dapat mengetahui secara praktis tentang proses pengelolaan perkebunan teh terutama aspek teknis budi daya maupun sistem manajemen di dalamnya. Selain itu kegiatan magang juga memberikan pengalaman serta keterampilan kerja di bidang perkebunan. Kegiatan teknis budidaya tanaman teh di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning (RSK) telah berlangsung cukup baik. Kegiatan ini meliputi pemupukan, pemangkasan, pengendalian gulma, pengendalian HPT, pemetikan dan pengolahan. Permasalahan gulma yang ditemui dalam kegiatan pengendalian gulma di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning (RSK) antara lain standar intensitas/rotasi pengendalian gulma manual dan kimia yang masih rendah yaitu masing-masing 2 kali/tahun, realisasi pengendalian gulma manual (babat tali said) yang tidak terealisasi dengan baik dan beberapa jenis gulma yang masih sulit dikendalikan seperti gulma Commelina benghalensis. Hasil analisis vegetasi menunjukkan perbedaan dominansi gulma di tiap daerah ekologi. Hal ini dipengaruhi oleh faktor altitud (ketinggian) dan iklim serta kondisi areal pertanaman teh. Secara keseluruhan kebun (daerah ekologi I, II, III dan IV) didominansi oleh gulma golongan berdaun lebar (broadleaf) seperti Commelina benghalensis, Borreria alata, Drymaria cordata, Ageratum conyzoides dan sebagainya. Pengendalian gulma di Perkebunan RSK saat ini menggunakan
tiga
metode yaitu secara kultur teknis, manual dan kimia. Pemilihan metode ini disesuaikan dengan umur tanaman, komposisi gulma, iklim dan kondisi keuangan perusahaan. Sedangkan proses manajemen pengendalian gulma di Perkebunan RSK telah berlangsung dengan baik dimulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Pengendalian gulma cara kimia sangat efektif dalam perkebunan skala luas, namun dalam pelaksanaannya pengendalian gulma secara manual tidak dapat
56 ditinggalkan mengingat beberapa jenis gulma sulit dikendalikan dengan hanya menggunakan satu jenis herbisida.
Saran Perlu adanya peningkatan standar intensitas atau rotasi pengendalian gulma berdasarkan tahun pangkas, karena diduga akan lebih efektif dalam mengendalikan gulma. Pemetaan gulma juga perlu dibuat untuk mengetahui kondisi gulma di setiap areal serta pemilihan metode pengendalian yang tepat. Selain itu kondisi alat semprot yang kurang memadai memungkinkan perlu dilakukannya penggantian serta pemeliharaan peralatan secara berkala.
DAFTAR PUSTAKA Adilasmana, S. 2003. Pengelolaan Gulma pada Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) Menghasilkan di Perkebunan Papandayan PTPN VIII Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 108 hal Adisewojo, R.S. 1982. Bercocok Tanam Teh. Edisi ke Tiga. Sumur Bandung. Bandung. 334 hal. Darmawijaya, M. I. 1985. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Produksi Teh. Hal 1-46. Dalam Pedoman Teknis Budidaya Tanaman Teh. Balai Penelitian Teh dan Kina Gambung, Bandung. Departemen Pertanian R. I. 2004. Pusat Data dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian Indonesia. Jakarta. http://www.deptan.go.id. [19 Desember 2004] Iskandar, S.H. 1988. Budidaya Tanaman Teh. Kumpulan Diktat Pelatihan Guru SMT Pertanian Bidang Perkebunan. Institut Pertanian Bogor. 210 hal. Muzik, J.J. 1990. Weed Biology and Control. Mc Graw Hill Co. New York, San Fransisco, Toronto, London, Sidney, Mexico, Panama. 273 p Nasution, U. 1980. Inventarisasi Gulma di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Hubungannya dengan Pengelolaan Gulma. Konferensi ke-IV Himpunan Ilmu Gulma Indonesia. Hal 193-198 Ohsawa, M. 1982. Weed of Tea Plantations. P 435-447. In W. Holzner and M. Numata (Eds). Biology and Ecology of Weeds. Dr. V. Junk Publisher, The Hague. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung. 1997. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh. Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia. Bandung. 151 hal. Rahman, F. 1975. Weed control in tea. Two and A Bud 22 (2). Sabur, A. M. 1990. Masalah Gulma Tali Said (Commelina benghalensis L.) di Pertanaman Teh dan Pengendaliannya dengan Herbisida. Simposium Teh V. Bandung, 27 Februari - 1 Maret 1990. BPTK Gambung. Bandung _____. 2004. Pengendalian Tali Said (Commelina benghalensis L.) Secara Kimiawi di Perkebunan Teh. Prosiding Konferensi Nasional XVI; Himpunan Ilmu Gulma Indonesia. SEAMEO BIOTROP. Bogor 15-17 Juli 2003. Hal 87-93.
58 Sanusi, M. 1985. Pengendalian Gulma di Pertanaman teh. Lecture note pada Penataran pengelolaan Gulma di Perkebunan, BIOTROP. _____. 1986. Pengaruh Persaingan Beberapa Jenis Gulma terhadap Pertumbuhan Tanaman Teh Muda. BPTK 1 (1): 7- 20. Sastroutomo, S. S. 1990. Ekologi Gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 217 hal Setyamidjaja, J. 2000. Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 154 hal. Sukman, Y. dan Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT Raja Grafindo Persada Jakarta. 159 hal. Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo dan J. Wiroatmodjo (Eds). 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT Gramedia. Jakarta. 210 hal. Wirjahardja, S., J.P. Pancho. 1975. Weed Survey Sampling Methods and Vegetation Analisis. Workshop on Res. Meth. in Weed Sci. Bandung. Paoer no 12; 20 p Zaman, S. 1992. Pengelolaan Gulma pada Pertanaman Teh di Perkebunan Goalpara PT Perkebunan XII Sukabumi. Laporan Keterampilan Profesi, Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 50 hal
60
Lampiran 1. Jurnal Harian Magang Tanggal 07-02-05 08-02-05 11-02-05 12-02-05 14-02-05 15-02-05 16-02-05 17-02-05 18-02-05 19-02-05 21-02-05 22-02-05 23-02-05 24-02-05 26-02-05 28-02-05 01-03-05 02-03-05 03-03-05 05-03-05 07-03-05 08-03-05 09-03-05 10-03-05 12-03-05 14-03-05 15-03-05 16-03-05 17-03-05 18-03-05
Status KHL
Jenis Kegiatan Tiba di lokasi dan perkenalan Pemupukan Pemupukan Pemupukan Pemupukan Pemupukan Pemupukan Pengamatan pemangkasan Pemangkasan Pemangkasan Pemangkasan Pemangkasan Pemangkasan Dongkal anak kayu Dongkal anak kayu Dongkal anak kayu Chemist Chemist Chemist Chemist HPT HPT HPT HPT HPT Pengamatan pemetikan Pemetikan Pemetikan Pemetikan Pemetikan
Lokasi (Blok) Kantor Pusat B7/B8 B8/B15 B11/B13 B13/B14 B14/B9 B9/B10 A11 A11 A11 A11 A11 A11 B14 B14 B14 A2 A2 A2 A2 A13 A15 A15 A15 A15 B8 B8 B8 B7/B8 B7
Mahasiswa 0.11 ha 0.28 ha 0.28 ha 0.28 ha 0.28 ha 0.14 ha 7 tanaman 14 tanaman 14 tanaman 10 tanaman 10 tanaman 0.07 ha 0.07 ha 0.07 ha 0.15 ha 0.15 ha 0.15 ha 0.15 ha 0.3 ha 0.3 ha 0.3 ha 0.2 ha 0.2 ha 3 kg 5 kg 4 kg 2.5 kg
Prestasi Kerja (satuan/HK) Karyawan 0.74 ha 0.67 ha 0.67 ha 0.70 ha 0.72 ha 0.70 ha borongan borongan borongan borongan borongan 0.11 ha 0.12 ha 0.10 ha 0.33 ha 0.33 ha 0.38 ha 0.38 ha 0.67 ha 0.67 ha 0.78 ha 0.67 ha 0.67 ha borongan borongan borongan borongan
Standar 0.4 ha 0.4 ha 0.4 ha 0.4 ha 0.4 ha 0.4 ha 1 patok 1 patok 1 patok 1 patok 1 patok 0.1 ha 0.1 ha 0.1 ha 0.3 ha 0.3 ha 0.3 ha 0.3 ha 0.5 ha 0.5 ha 0.5 ha 0.5 ha 0.5 ha 35-40 kg 35-40 kg 35-40 kg 35-40 kg
61
Lampiran 1. Jurnal Harian Magang (Lanjutan) Tanggal 19-03-05 21-03-05 22-03-05 23-03-05 24-03-05 25-03-05 28-03-05 29-03-05 30-03-05 31-03-05 02-04-05 04-04-05 05-04-05 06-04-05 07-04-05 08-04-05 09-04-05 12-04-05 13-04-05 14-04-05 16-04-05 18-04-05 19-04-05 20-04-05 21-04-05 23-04-05 25-04-05 26-04-05 27-04-05
Status KHL
Pendamping mandor
Jenis Kegiatan Pemetikan Penanganan pasca panen Penanganan pasca panen Penanganan pasca panen Penanganan pasca panen Penanganan pasca panen HPT Pupuk daun Pupuk daun Pupuk daun Pupuk daun Dongkel anak kayu Babat tali said Babat tali said Babat tali said Babat tali said Babat tali said Chemist Chemist HPT HPT HPT Pemupukan Pemupukan HPT Pemupukan Pemupukan Pemupukan Pemetikan
Lokasi (Blok) B7 Pabrik Pabrik Pabrik Pabrik Pabrik B3 A6 A6 B15 B15 A4 A11 A11 A11 A11 A11 B14 B14 A4 B4 A14 B12 B12 A14 B15/B8 B7/B8 B14 B12
Prestasi Kerja (satuan/HK) Mahasiswa Karyawan Standar 3 kg borongan 35-40 kg -
62
Lampiran 1. Jurnal Harian Magang (Lanjutan) Tanggal 28-04-05 29-04-05 02-05-05 03-05-05 04-05-05 06-05-05 07-05-05 09-05-05 10-05-05 11-05-05 12-05-05 13-05-05 16-05-05 17-05-05 18-05-05 19-05-05 20-05-05 21-05-05 25-05-05 26-05-05 27-05-05 28-05-05 30-05-05 01-06-05 02-06-05 03-06-05 04-06-05 05-06-05 06-06-05
Status Pendamping Afdeling
Pendamping Kepala Kebun
Pendamping Koordinator Chemist/HPT -
Jenis Kegiatan
Lokasi (Blok)
Survei pemupukan dan diskusi Survei pemupukan dan diskusi Survei pemetikan dan diskusi Pembuatan BKA dan diskusi Rekap data dan diskusi Survei pemupukan Survei pemupukan dan diskusi Survei pemetikan dan diskusi Rekap data dan diskusi Rekap data dan diskusi Rekap data dan diskusi Rekap data dan diskusi Diskusi Diskusi Diskusi Diskusi Diskusi Diskusi Diskusi Diskusi Diskusi Diskusi
Afdeling B dan Kantor Afdeling B dan Kantor Afdeling B dan Kantor Kantor Kantor Afdeling A dan Kantor Afdeling A dan Kantor Kantor Kantor Kantor Kantor Kantor Kantor Kantor Kantor Kantor Kantor Kantor Kantor Kantor Kantor Kebun
Diskusi Diskusi Pengamatan dan Pengumpulan data akhir Pengamatan dan Pengumpulan data akhir Pengamatan dan Pengumpulan data akhir Perpisahan Perpisahan
Kebun Kebun Kantor Kantor Kantor -
Prestasi Kerja (satuan/HK) Mahasiswa Karyawan Standar -
-
-
63
Lampiran 2. Data Curah Hujan dan Hari Hujan PT Perkebunan RSK Tahun 1995 – 2004 Bulan
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
Januari Februari
698 692
26 22
436 514
22 25
496 541
17 19
621 606
21 23
791 518
22 20
479 549
27 19
570 334
23 18
500 482
20 17
482 622
17 24
Maret April
547 244
23 12
448 204
22 14
150 461
13 21
791 744
26 26
503 221
19 16
773 848
27 27
450 600
16 18
547 459
16 16
491 110
Mei Juni
251 372
14 13
52 26
8 7
239 52
9 4
345 385
15 18
122 61
10 5
193 71
13 6
68 156
6 9
100 0
6 0
39 0 61 204 648 432 4188
4 0 4 15 27 21 181
33 83 65 475 655 309 3300
2 8 8 23 25 17 181
22 1 0 15 278 684 2939
1 1 0 1 13 24 123
330 41 218 466 333 502 5382
19 7 9 26 18 19 227
92 61 0 395 962 663 4389
4 4 0 19 27 25 171
2 36 3 373 789 180 4296
2 4 2 18 28 12 185
103 19 121 574 423 388 3806
7 2 7 21 20 12 159
10 12 7 62 307 429 2915
1 2 1 5 17 24 125
Juli Agustus September Oktober November Desember Total
CH
2004
CH
HH
CH
Rata-rata HH
CH
HH
592 714
26 25
566.5 557.2
20.1 21.2
20 9
405 235
22 14
510.5 412.6
20.4 17.3
11.8 33
11 4
345 56
17 3
172.7 121.2
10.9 6.9
0 11 60.3 142 316 399 2678.1
0 2 7 12 16 19 141
244 0 28.5 62.5 578.5 587.5 3848
8 0 4 4 17 19 159
87.5 26.4 56.4 276.8 528.9 457.4 3 774.0
4.4 3.0 4.2 14.4 20.8 19.2 162.8
Keterangan: CH = Curah Hujan (mm); HH = Hari Hujan (hari)
Catatan: Klasifikasi iklim berdasarkan Schmidth-Fergusson: A (sangat basah) Q ≤ 14.3 %, B (basah) 14.3% ≤ Q ≥ 33.3%, C (agak basah) 33.3% ≤ Q ≥ 60%, D (sedang) 60% ≤ Q ≥ 100%, E (agak kering) 100% ≤ Q ≥ 167%, F (kering) 167% ≤ Q ≥ 300%, G (sangat kering) 300% ≤ Q ≥ 700% dan H (ekstrim kering) Q ≥ 700% Penentuan nilai Q menggunakan persamaan Q = Rata-rata Bulan Kering (CH < 60 mm/bln) x 100% Rata-rata Bulan Basah (CH > 100mm/bln) = 2+3+5+1+1+3+1+4+4+3 x 100% 9+7+7+11+8+8+10+6+8+8 = 27 x 100% 82 = 32.93 % (tipe iklim B atau basah)
64
Lampiran 3. Kebutuhan Pupuk Tanaman Teh PT Perkebunan Rumpun Sari Kemuning Tahun 2005 Afdeling A Blok 1 2 3 4 5 6 11 12 13 14 15 16 17 Total
Luas (Ha) 16.34 20.76 19.6 16.84 15.55 19.41 8.16 15.64 14.83 20.5 14.87 14.57 17.19 214.26
Jumlah Pokok 206 334 254 675 218 086 187 489 151 876 223 582 95 900 201 222 183 896 238 987 168 408 179 667 131 873 2 441 995
Tahun Tanam 1992 1992 1992 1991 1991 1992 1994 1991 1992 1991 1992 1993 1994
SPH 12 628 12 268 11 127 11 134 9 767 11 519 11 752 12 866 12 400 11 658 11 325 12 331 7 671 148 446
Rotasi I (kg) Urea MOP 2 478 1 953 3 149 2 481 2 973 2 342 2 554 2 012 2 358 1 858 2 944 2 319 1 238 975 2 372 1 869 2 249 1 772 3 109 2 450 2 255 1 777 2 210 1 741 2 607 2 054 32 496 25 603
Rotasi II (kg) Urea Za SP-36 2 478 5 425 3 252 3 149 6 892 4 131 2 973 6 507 3 900 2 554 5 591 3 351 2 358 5 163 3 094 2 944 6 444 3 863 1 238 2 709 1 624 2 372 5 192 3 112 2 249 4 924 2 951 3 109 6 806 4 080 2 255 4 937 2 959 2 210 4 837 2 899 2 607 5 707 3 421 32 496 71 134 42 637
Rotasi III (kg) Urea MOP Kieserit 2 478 1 953 2 892 3 149 2 481 3 675 2 973 2 342 3 469 2 554 2 012 2 981 2 358 1 858 2 752 2 944 2 319 3 436 1 238 975 1 444 2 372 1 869 2 768 2 249 1 772 2 625 3 109 2 450 3 629 2 255 1 777 2 632 2 210 1 741 2 579 2 607 2 054 3 043 32 496 25 603 37 925
ZnSO4 (kg) 245 311 294 253 233 291 122 235 222 308 223 219 258 3 214
65
Lampiran 3. Kebutuhan Pupuk Tanaman Teh PT Perkebunan Rumpun Sari Kemuning Tahun 2005 (Lanjutan) Afdeling B Blok 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Total
Luas (ha) 6.65 13.65 14.15 16.05 15.15 11.08 11.93 11.37 11.99 12.92 15.45 9.15 18.85 9.32 177.71
Jumlah Pokok 34 425 149 760 175 154 197 616 158 105 126 649 118 863 122 830 144 215 152 668 174 976 77 426 230 090 97 999 1 960 776
Tahun Tanam 1993 1993 1991 1991 1991 1991 1991 1991 1991 1991 1991 1993 1991 1991
SPH 5 177 10 971 12 378 12 313 10 436 11 430 9 963 10 803 12 028 11 816 11 325 8 462 12 206 10 515 11 034
Rotasi I (kg) Rotasi II (kg) Rotasi III (kg) Urea MOP Urea Za SP-36 Urea MOP Kieserit 1 004 795 1 004 2 195 446 1 004 795 1 177 2 070 1 631 2 070 4 532 2 716 2 070 1 631 2 416 2 146 1 691 2 146 4 698 2 816 2 146 1 691 2 505 2 434 1 918 2 434 5 329 3 194 2 434 1 918 2 841 2 298 1 810 2 298 5 030 3 015 2 298 1 810 2 682 1 680 1 324 1 680 3 679 2 205 1 680 1 324 1 961 1 809 1 426 1 809 3 961 2 374 1 809 1 426 2 112 1 724 1 359 1 724 3 775 762 1 724 1 359 2 012 1 818 1 433 1 818 3 981 803 1 818 1 433 2 122 1 960 1 544 1 960 4 289 866 1 960 1 544 2 287 2 343 1 846 2 343 5 129 1 035 2 343 1 846 2 735 1 388 1 093 1 388 3 038 613 1 388 1 093 1 620 2 859 2 253 2 859 6 258 1 263 2 859 2 253 3 336 1 420 1 118 1 420 3 113 932 1 420 1 118 1 650 26 954 21 241 26 954 59 005 23 039 26 954 21 241 31 455
ZnSO4 (kg) 100 205 212 241 227 166 179 171 180 194 232 137 283 140 2 666
66
Tabel Lampiran 4. Monotoring Produksi Teh Kering Mutu Grade I Bulan Januari – April Tahun 2005 Produksi Rendemen (%) Basah Kering Januari 355 371 79 673 22.42 Februari 323 428 72 480 22.41 Maret 346 183 77 581 22.41 April 379 566 85 679 22.57 Total 1 404 548 315 413 89.81 Rata-rata 351 137 78 853 22.45 Sumber: Kantor Pabrik Perkebunan RSK, 2005
CM
Bulan
kg 4 384 4 429 4 012 4 583 17 408 4 352
% 5.50 6.11 5.17 5.35 22.13 5.53
PSB kg 15 856 14 665 15 732 17 900 64 153 16 038
PSK % 19.90 20.23 20.28 20.89 81.30 20.33
kg 10 085 9 294 11 299 11 832 42 520 10 630
% 12.66 12.82 14.56 13.81 53.85 13.46
Grade I kg % 30 325 36.06 28 388 39.17 31 043 40.01 34 315 40.05 124 071 155.29 31 018 38.82
Tabel Lampiran 5. Monitoring Produksi Teh Kering Mutu Grade II Bulan Januari – April Tahun 2005 Kempring Dust kg % kg % Januari 0 0 7 564 9.49 Februari 7 682 10.60 5 995 8.27 Maret 7 855 10.12 6 593 8.50 April 8 984 10.49 8 199 9.57 Total 24 521 31.21 28 351 35.83 Rata-rata 8 174 10.40 7 088 8.96 Sumber: Kantor Pabrik Perkebunan RSK, 2005 Bulan
Tulang kg % 9 547 11.98 8 702 12.01 9 468 12.20 9 082 10.60 36 799 46.79 9 200 11.70
Lokal I kg 20 198 13 523 14 711 17 455 65 887 16 472
% 25.35 18.66 18.96 20.37 83.34 20.84
Lokal II kg % 12 039 15.11 8 190 11.30 7 911 10.20 7 644 8.92 35 784 45.53 8 946 11.38
Grade II kg % 49 348 61.94 44 092 60.83 46 538 59.99 51 364 59.95 191 342 242.71 47 836 60.68
67
Tabel Lampiran 6. Hasil Analisis Vegetasi pada Daerah Ekologi I No.
SPECIES
Jumlah Individu dalam Plot 1
2
3
4
Kerapatan 5
KM
KN
Frekuensi FM
FN
Dominansi DM
NP
SDR
DN
1
Borreria alata
28
173
29
57
72
359
24.13
5
12.82
77.3
35.14
72.09
24.03
2
Axonopus compressus
6
226
135
5
33
405
27.22
5
12.82
53.8
24.45
64.49
21.50
3
Commelina benghalensis
8
39
0
54
15
116
7.80
4
10.26
25.5
11.60
29.66
9.89
4
Ageratum conyzoides
37
27
5
15
17
101
6.79
5
12.82
10.5
4.78
24.39
8.13
5
Drymaria cordata
107
0
75
0
0
182
12.23
2
5.13
3.25
1.48
18.84
6.28
6
Digitaria adscendens
0
107
32
0
0
139
9.34
2
5.13
9.25
4.21
18.68
6.23
7
Erechtites valerianifolia
0
0
0
3
5
8
0.54
2
5.13
5.5
2.50
8.17
2.72
9
Centella asiatica
52
0
0
0
0
52
3.49
1
2.56
3
1.36
7.41
2.47
8
Starchytapheta indica
0
10
0
0
0
10
0.67
1
2.56
9
4.09
7.32
2.44
10 Bidens pilosa
0
0
0
6
2
8
0.54
2
5.13
2.5
1.14
6.81
2.27
11 Cyperus kyllingia
0
0
29
0
0
29
1.95
1
2.56
3
1.36
5.87
1.96
12 Polygala paniculta
0
2
3
0
0
5
0.34
2
5.13
0.85
0.39
5.86
1.95
13 Paspalum conjugatum
0
0
0
0
21
21
1.41
1
2.56
3
1.36
5.33
1.78
14 Eleusine indica
5
0
0
0
0
5
0.34
1
2.56
5
2.27
5.17
1.72
15 Ipomea triloba
6
0
0
0
0
6
0.40
1
2.56
3.5
1.59
4.55
1.52
16 Oplismenus compositus
18
0
0
0
0
18
1.21
1
2.56
1.5
0.68
4.45
1.48
17 Mikania micrantha
0
0
0
0
12
12
0.81
1
2.56
0.75
0.34
3.71
1.24
18 Synedrella nodiflora
10
0
0
0
0
10
0.67
1
2.56
1
0.45
3.68
1.23
19 Erigeron sumatrensis 0 2 0 0 0 2 0.13 1 2.56 1.75 0.80 3.49 1.16 Total 278 588 311 144 12 1488 100 39 100 220 100 300 100 Keterangan: KM: Kerapatan Mutlak, KN: Kerapatan Nisbi (%), FM: Frekuensi Mutlak, FN: Frekuensi Nisbi (%), DM: Dominansi Mutlak (gram), DN: Dominansi Nisbi (%), NP: Nilai Penting, SDR: Summed Dominance Ratio (%). Diambil 5 contoh sampel pada areal TM dengan ketinggian < 850 m dpl
68
Tabel Lampiran 7. Hasil Analisis Vegetasi pada Daerah Ekologi II NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
SPECIES Ageratum conyzoides Drymaria cordata Borreria alata Synedrella nodiflora Erechtites valerianifolia Peperomia pellucida Oplismenus compositus Digitaria adscendens Commelina benghalensis
Centella asiatica Eleusine indica Emilia sonchifolia Cyperus rotundus Bidens pilosa Impatiens platypetala Galinsoga parviflora Oxalis latifolia Clidemia hirta Richardia brassiliana Phylantus niruri Cyperus kyllingia Sporobolus diander Setaria plicata Total
Jumlah Individu dalam Plot 1 2 3 4 5 36 7 25 39 145 36 8 244 20 188 103 13 34 23 1 8 27 3 31 15 1 7 1 3 3 0 0 0 14 94 0 28 75 0 0 21 0 0 61 0 27 0 4 0 1 10 0 36 0 1 0 0 0 12 26 2 7 4 0 0 0 0 0 60 0 5 5 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 16 0 0 0 3 0 2 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 4 0 1 0 0 0 252 107 2 3 506
Kerapatan KM KN 252 16.24 496 31.96 174 11.21 84 5.41 15 0.97 108 6.96 103 6.64 82 5.28 32 2.06 47 3.03 38 2.45 13 0.84 60 3.87 10 0.64 3 0.19 16 1.03 3 0.19 2 0.13 3 0.19 2 0.13 4 0.26 4 0.26 1 0.06 1552 100
Frekuensi FM FN 5 9.09 5 9.09 5 9.09 5 9.09 5 9.09 2 3.64 2 3.64 2 3.64 3 5.45 3 5.45 2 3.64 3 5.45 1 1.82 2 3.64 1 1.82 1 1.82 2 3.64 1 1.82 1 1.82 1 1.82 1 1.82 1 1.82 1 1.82 55 100
Dominansi DM DN 129.3 33.55 17.9 4.64 72.9 18.92 37.4 9.70 22.4 5.81 17.1 4.44 8.1 2.10 7.2 1.87 10.4 2.70 5.1 1.32 12 3.11 4.3 1.12 5 1.30 7.2 1.87 14.3 3.71 4.8 1.25 0.7 0.18 5.8 1.50 1 0.26 1.2 0.31 0.5 0.13 0.6 0.16 0.2 0.05 14.8 100
NP
SDR
58.88 45.69 39.22 24.21 15.87 15.03 12.37 10.79 10.21 9.81 9.20 7.41 6.98 6.15 5.72 4.09 4.01 3.45 2.27 2.26 2.21 2.23 1.93 300
19.63 15.23 13.07 8.07 5.29 5.01 4.12 3.60 3.40 3.27 3.07 2.47 2.33 2.05 1.91 1.36 1.34 1.15 0.76 0.75 0.74 0.74 0.64 100
Keterangan: KM: Kerapatan Mutlak, KN: Kerapatan Nisbi (%), FM: Frekuensi Mutlak, FN: Frekuensi Nisbi (%), DM: Dominansi Mutlak (gram), DN: Dominansi Nisbi (%), NP: Nilai Penting, SDR: Summed Dominance Ratio (%). Diambil 5 contoh sampel pada areal TM dengan ketinggian 850 - 1100 m dpl
69
Tabel Lampiran 8. Hasil Analisis Vegetasi pada Daerah Ekologi III No.
Species
Jumlah individu dalam Plot Kerapatan Frekuensi Dominansi NP SDR 1 2 3 4 5 KM KN FM FN DM DN 1 Commelina benghalensis 21 12 26 63 93 215 9.25 5 11.11 116 37.8 58.21 19.40 2 Drymaria cordata 0 348 495 80 0 923 39.72 3 6.67 8.5 2.77 49.16 16.39 3 Oplismenus compositus 0 21 360 33 21 435 18.72 4 8.89 26.6 8.68 36.29 12.10 4 Borreria alata 7 60 5 50 45 167 7.19 5 11.11 48.7 15.9 34.19 11.40 5 Setaria plicata 0 0 159 0 0 159 6.84 1 2.22 18 5.87 14.94 4.98 6 Digitaria adscendens 2 134 0 0 0 136 5.85 2 4.44 6.05 1.97 12.27 4.09 7 Erechtitas valerianifolia 0 1 1 2 1 5 0.22 4 8.89 7.75 2.53 11.63 3.88 8 Emilia sonchifolia 107 0 0 0 0 107 4.60 1 2.22 14.5 4.73 11.56 3.85 9 Axonopus compressus 12 7 39 0 0 58 2.50 3 6.67 7 2.28 11.45 3.82 10 Impatiens platypetala 0 0 0 6 4 10 0.43 2 4.44 14.5 4.73 9.61 3.20 11 Ageratum conyzoides 5 0 8 0 11 24 1.03 3 6.67 3.8 1.24 8.94 2.98 12 Bidens pilosa 0 8 0 1 8 17 0.73 3 6.67 4.1 1.34 8.74 2.91 13 Sida rhombifolia 0 1 0 0 0 1 0.04 1 2.22 11 3.59 5.85 1.95 14 Richardia brasiliensis 0 12 0 0 0 12 0.52 1 2.22 8.5 2.77 5.51 1.84 15 Centella asiatica 0 0 3 8 0 11 0.47 2 4.44 0.5 0.16 5.08 1.69 16 Cynodon dactylon 26 0 0 0 0 26 1.12 1 2.22 2 0.65 3.99 1.33 17 Eleusine indica 0 6 0 0 0 6 0.26 1 2.22 3 0.98 3.46 1.15 18 Synedrella nodiflora 0 0 0 0 8 8 0.34 1 2.22 2.5 0.82 3.38 1.13 19 Cyclosorus aridus 0 0 1 0 0 1 0.04 1 2.22 2.5 0.82 3.08 1.03 20 Galinsoga parviflora 0 3 0 0 0 3 0.13 1 2.22 1 0.33 2.68 0.89 Total 180 610 1096 243 191 2324 100 45 100 306.5 100 300 100 Keterangan: KM: Kerapatan Mutlak, KN: Kerapatan Nisbi (%), FM: Frekuensi Mutlak, FN: Frekuensi Nisbi (%), DM: Dominansi Mutlak (gram), DN: Dominansi Nisbi (%), NP: Nilai Penting, SDR: Summed Dominance Ratio (%). Diambil 5 contoh sampel pada areal TM dengan ketinggian > 1100 m dpl
70
Tabel Lampiran 9. Hasil Analisis Vegetasi pada Daerah Ekologi IV No.
Species
Jumlah individu dalam Plot
Kerapatan
Frekuensi
Dominansi
NP
SDR
1 2 3 4
Commelina benghalensis Borreria alata Drymaria cordata Oplismenus compositus
1 20 6 0 0
2 167 7 71 0
3 29 49 10 59
4 105 2 37 63
5 30 48 120 25
KM 351 112 238 147
KN 23.05 7.35 15.63 9.65
FM 5 5 4 3
FN 11.90 11.90 9.52 7.14
DM 245 38.5 3.25 13.5
DN 61.78 9.70 0.82 3.40
96.73 28.96 25.97 20.20
32.24 9.65 8.66 6.73
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Axonophus compressus Impatiens platypetala Rostellularia obtusa Digitaria adscendens Erechtites valerianifolia Ageratum conyzaoides Synedrella nodiflora Panicum repens Centella asiatica Cyperus rotundus Cynodon dactylon Sporobolus diander Cyrtococcum acrescens Richardia brasiliensis Bidens pilosa Emilia sonchifolia
102 0 0 0 0 0 0 22 0 0 25 12 0 4 0 0
91 121 6 55 0 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 3 83 0 0 0 0 0 2 29 0 0 0 0 0 0
0 0 22 24 3 16 7 0 0 0 0 0 18 0 0 2
0 3 0 0 3 0 0 0 5 0 0 0 0 0 2 0
193 127 111 79 6 31 7 22 7 29 25 12 18 4 2 2
12.67 8.34 7.29 5.19 0.39 2.04 0.46 1.44 0.46 1.90 1.64 0.79 1.18 0.26 0.13 0.13
2 3 3 2 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1
4.76 7.14 7.14 4.76 4.76 4.76 2.38 2.38 4.76 2.38 2.38 2.38 2.38 2.38 2.38 2.38
9.5 10.5 8 4 16 8.5 18 7.5 0.75 3.25 2.5 4.5 0.8 1 1.2 0.5
2.39 2.64 2.02 1.01 4.03 2.14 4.53 1.89 0.19 0.82 0.63 1.13 0.20 0.25 0.30 0.13
19.83 18.13 16.45 10.96 9.19 8.94 7.37 5.71 5.41 5.10 4.65 4.30 3.76 2.90 2.81 2.64
6.61 6.04 5.48 3.65 3.06 2.98 2.46 1.90 1.80 1.70 1.55 1.43 1.25 0.97 0.94 0.88
Total 0 0 0 2 2 1523 100 42 100 397 100 300 100 Keterangan: KM: Kerapatan Mutlak, KN: Kerapatan Nisbi (%), FM: Frekuensi Mutlak, FN: Frekuensi Nisbi (%), DM: Dominansi Mutlak (gram), DN: Dominansi Nisbi (%), NP: Nilai Penting, SDR: Summed Dominance Ratio (%). Diambil 5 contoh sampel pada areal bekas pangkasan > 1100 m dpl
71 Tabel Lampiran 10. Jenis Gulma, Famili, Bahasa Lokal dan Nilai SDR di Tiap Daerah Ekologi No.
Jenis/Species
Famili
Bahasa Lokal
Nilai SDR di Tiap Daerah Ekologi (%) I II III IV
1
Commelina benghalensis
Commelinaceae
Tali said, Petungan
9.79
3.40
19.4
32.24
2
Borreria alata
Rubiaceae
Goletrak
23.75
13.07
11.4
9.65
3
Drymaria cordata
Caryophyllacea
Jukut ibun, Cebungan
6.14
15.23
16.39
8.66
4
Ageratum conyzoides
Compositae
Babadotan, Wedusan
8.05
19.63
2.98
2.98
5
Axonopus compressus
Gramineae
Rumput pahit
22.34
0
3.82
6.61
6
Oplismenus compositus
Gramineae
Jampang kerincing
1.47
4.12
12.09
6.73
7
Digitaria adscendens
Gramineae
Jampang piit
6.12
3.60
4.09
3.65
8
Erechtites valerianifolia
Compositae
Sintrong
2.72
5.29
3.88
3.06
9
Synedrella nodiflora
Compositae
Babadotan lalaki
1.22
8.07
1.13
2.46
10
Impatiens platypetala
Balsaminaceae
Pacar tere
0
1.91
3.2
6.04
11
Centella asiatica
Lamiaceae
Antanan, Pegagan
2.43
3.27
1.69
1.8
12
Bidens pilosa
Compositae
Ketul, Hareuga
2.26
2.05
2.91
0.94
13
Emilia sonchifolia
Compositae
Jonge, Jawi rowo
0
2.47
3.85
0.88
14
Eleusine indica
Gramineae
Rumput belulang
1.72
3.07
1.15
0
15
Setaria plicata
Gramineae
Sauheun
0
0.64
4.98
0
16
Rostellularia obtusa
Acanthaceae
-
0
0
0
5.48
17
Peperomia pellucida
Piperaceae
-
0
5.01
0
0
18
Cyperus rotundus
Cyperaceae
Teki
0
2.33
0
1.7
19
Richardia brasilensis
Rubiaceae
Goletrak beuti
0
0.76
1.84
0.97
20
Cynodon dactylon
Gramineae
Jukut kakawatan
0
0
1.33
1.55
21
Cyperus kyllingia
Cyperaceae
Teki badot
1.94
0.74
0
0
22
Stachytarpheta indica
Verbenaceae
Jarong
2.44
0
0
0
23
Galinsoga parviflora
Compositae
Bribil, Balakaciut
0
1.36
0.89
0
24
Sporobolus diander
Gramineae
Jukut nyenyerean
0
0.74
0
1.43
25
Sida rhombifolia
Malvaceae
Sidagori
0
0
1.95
0
26
Polygala paniculata
Polygalaceae
Akar wangi
1.95
0
0
0
27
Panicum repens
Gramineae
Lampuyangan
0
0
0
1.91
28
Paspalum conjugatum
Gramineae
Rumput pahit
1.76
0
0
0
29
Ipomea triloba
Convolvulaceae
Kembang bulao
1.52
0
0
0
30
Oxalis latifolia
Oxalidaceae
Calingcing
0
1.34
0
0
31
Cyrtococcum acrescens
Gramineae
Kasup, Raguman
0
0
0
1.26
32
Mikania micrantha
Papilionaceae
Sembung rambat
1.23
0
0
0
33
Erigeron sumatrensis
Compositae
Jalantir
1.16
0
0
0
34
Clidemia hirta
Melastomataceae
Harendong
0
1.15
0
0
35
Cyclosorus aridus
Gramineae
Pakis kadal
0
0
1.03
0
36
Phylantus niruri
Euphorbiaceae
Meniran
0
0.75
0
0
100
100
100
100
Total
72
Penerimaan pucuk teh dari kebun
Penimbangan pucuk teh tiap mandor
Pewiwiran Ketebalan penumpukan max 40 cm
Pelayuan Mesin: Rotary Panner T:90-100oC, KA:65-70%, t:4-8 menit
Penggulungan Mesin: Orthodox Roller t: 15-20 menit, Kapasitas 40 kg & 140 kg
Pengeringan awal Mesin: ECP T: 110-135oC, KA: 30-35%, t: 20-25 menit
Pengeringan akhir 1.Rotary Dryer T: 70-100oC, t: 30-60menit, KA: 18-22% 2. Ball tea (pengeringan poles) analisa kering t: 6-12 jam, T: 70-100oC, KA: 4-5%
Sortasi Mesin: Meksy Layer, Middleton Crusher, Winnower
Pengemasan
Penyimpanan
Gambar Lampiran 1. Proses Pengelolaan Pasca Panen Teh Hijau di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning
73
MANAGER SUROTO KA. TANAMAN BAMBANG DJOKO P KOORD. HPT PANUT RAHARJO
DETEKSI SULARTO (PHL) WARJONO (PHL)
KA. AFD. OA JOKO SUGIARTO
KA. ADMINISTRASI DWI KORANTO KA. AFD. OB DJOKO DARYANTO
MANDOR PANEN TETEN SULARNO DANU SARWONO SRIYANTO JUMADI SUNARNO
MANDOR PANEN I NYOMAN R GIGIH P. MICHAEL PP M RIFAI SUTARTO SUNARTO
BAMBANG EKO SRI HARJANTO
SUPRIYANTO PURWANTO
MANDOR RAWAT DWI WARSITO HAMRI GIGIH PH
MANDOR RAWAT SULARTO SUGIYANTO HARJONO
KERANI TIMBANG MO. SUMARDI PURWOTO
KERANI TIMBANG SUPARNO SUPARNO G
KA PABRIK/TEKNIK P. SUHARNO
KR. I GUD. MAT SUPAR
MDR. I PROSES WAWAN KUSTIAWAN
MDR. I TEKNIK SUWARTO
KR. PERSONALIA AGUS SETYAWAN
KERANI SUKARNO
DRIVER/HELPER SLAMET WIDODO MARDIS (PHT)
KR. P/U+ASSET SUWARSO
MDR. PROSES SUGITO PITOYO SUNARTO
KR.KEUANGAN SUPARSO KASIR LIENA LISTYOWATI DATA BASE PRIYANTO ANALISA SUMARNO JOKO SUPRIYONO KERANI AFDELING SUTARMI SATPAM BAMBANG S WAGITO DALYONO CIPTO KEMAN SLAMET AGUS SRITIYASNO BANDRIYO SUPARMAN (PHL)
MDR SORTASI ARIS PRIYANTO EKO WURYANTO WAHYONO SUTOPO MAINTENANCE SUMARNO HARYATMO AMIRUDIN SUWARDI DWI WINARNO TIMBANG PUCUK KEMO JAELANI KR. KERINGAN SUROTO LABORAT TANTI
DRIVER MURYANTO
Gambar Lampiran 2. Struktur Organisasi PT. Rumpun Sari Kemuning Tahun 2005
MDR. TEKNIK SUKATNO EKO BM. PUCUK 4 ORANG (PHT)
74 Gambar Lampiran 3. Proses Pengolahan Pucuk Teh
Gambar a. Pewiwiran Pucuk Teh yang Siap Diolah
Gambar d. Proses Pengeringan Awal
Gambar b. Proses Pelayuan
Gambar e. Proses Pengeringan Akhir
Gambar c. Mesin Penggilingan (Orthodox roller)
Gambar f. Proses Pengeringan Poles
75
Gambar Lampiran 4. Areal Pertanaman Teh
Gambar Lampiran 5. Pucuk Peko
Gambar Lampiran 6. Peta Perkebunan Rumpun Sari Kemuning