PENGELOLAAN PEMANGKASAN TANAMAN TEH (Camellia sinensis (L.) O.Kuntze) DI UNIT PERKEBUNAN TAMBI PT TAMBI, WONOSOBO, JAWA TENGAH
ALDI RADIFAN A24110153
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengelolaan Pemangkasan Tanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O.Kuntze) di Unit Perkebunan Tambi PT. Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Hak cipta dan karya tulis saya dengan ini saya limpahkan kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016
Aldi Radifan NIM A24110153
ii
ABSTRAK ALDI RADIFAN. Pengelolaan Pemangkasan Tanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di Unit Perkebunan Tambi PT. Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah. Dibimbing oleh SUPIJATNO. Kegiatan magang dilaksanakan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman teknis dan manajerial tanaman teh serta mempelajari aspek pemangkasan. Secara umum kegiatan magang ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam mempelajari dan memahami proses kerja secara nyata dan memberikan pengalaman manajerial pada pengelolaan tanaman perkebunan. Adapun tujuan khusus dari magang ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai pengelolaan pemangkasan tanaman teh di Unit Perkebunan Tambi. Kegiatan magang dilaksanakan di Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah pada bulan Februari sampai Juni 2015. Metode langsung dilakukan secara aktif mengikuti dan mengamati kegiatan teknis. Metode tidak langsung dilakukan dengan mengumpulkan laporan manajemen. Hasil magang menyatakan bahwa kriteria pangkasan yaitu tinggi tanaman < 120 cm dan persentase pucuk burung > 70%; jenis pangkasan yang dilakukan yaitu pangkasan bersih dan jambul; waktu pelaksanaan pemangkasan dibagi menjadi dua semester, semester satu pada bulan Februari - Mei dan semester dua pada bulan September - November; gilir pangkas yang dilaksanakan 5 tahun; jumlah tenaga pemangkas dan kapasitas telah memenuhi standar perusahaan; kriteria tersebut telah memenuhi standar Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK). Pemangkasan menggunakan sabit lebih efisien daripada pemangkasan menggunakan mesin dinilai dari kualitas pangkasan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kerusakan cabang yang dihasilkan. Kata kunci :
pemangkasan, pemangkasan mesin, Unit Perkebunan Tambi, teh
ABSTRACT ALDI RADIFAN. Pruning Management of Tea (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) at Plantation Unit of Tambi PT. Tambi, Wonosobo, Central Java. Supervised by SUPIJATNO. Internship activities was conducted in order to improve knowledge, field experience, and to study tea management aspect especially tea pruning. In general internship was to improve students' skills in studying and understanding the real work processes and provide managerial experience in the management of plantation crops. The specific purpose of this internship is to obtain information on the management of pruning Tambi tea plantation unit. Internship activities was conducted at Tambi Plantation, Wonosobo, Central Java from February until June 2015. Direct method was conducted by doing and observing. Indirect method was conducted by collecting management report. Results showed that pruning criteria that plant heigt is < 120 cm and percentage of dormant buds is > 70 %; type of pruning is clean prune and lung prune; prunning implementation time is divided into two semesters, the first semester was in February – May and the second semester in September - November; prunning round implemented 5 years; the quantity and capacity of the prunner has met the standards of the
iii
company; all of criteria were complied for Tea and Quinine Research Center (PPTK). Manual prunning more efficien than machine prunning assessed from quality prunning but not significant for branch damaged. Keywords : prunning, prunning machine, Plantation Unit of Tambi, tea
iv
PENGELOLAAN PEMANGKASAN TANAMAN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI UNIT PERKEBUNAN TAMBI PT TAMBI, WONOSOBO, JAWA TENGAH
ALDI RADIFAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
v
PRAKATA Alhamdulillah atas berkat, nikmat dan rahmat Allah SWT sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Karya ilmiah ini berjudul “Pengelolaan Pemangkasan Tanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di Unit Perkebunan Tambi PT. Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah. Karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Karya ilmiah ini memberikan deskripsi mengenai topik magang yang telah dilakukan penulis sejak Februari - Juni 2015 di Unit Perkebunan Tambi PT.Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah. Penulis menyampaikan terimakasih kepada : 1. Bapak Ruwito dan Ibu Dartini selaku orang tua yang telah memotivasi dan mendoakan selama pembuatan skripsi. 2. Bapak Dr Ir Supijatno, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan arahan yang baik sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 3. Bapak Dr Ir Ade Wachjar, MS dan Ibu Ir Andri Ernawati, MSc Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan saat ujian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 4. Direksi Unit Perkebunan Tambi dan Bapak Tuyitno selaku Kepala Kebun Unit Perkebunan Tambi yang senantiasa memberikan fasilitas, bimbingan dan kesempatan untuk melaksanan magang di Unit Perkebunan Tambi. 5. Bapak Muhammad selaku Kasubag Kebun Unit Perkebunan Tambi sekaligus pembimbing lapangan yang telah membimbing saya dalam kelancaran di lapangan. 6. Kepada staf dan para mandor yang ada di Unit Perkebunan Tambi khususnya di Blok Taman yang telah menerima baik ketika magang.
Bogor, Maret 2016
Aldi Radifan
ix
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Botani Teh
x xi xi 1 1 2 2 2
Syarat Tumbuh Teh
3
Pemangkasan Teh
3
METODE MAGANG Tempat dan Waktu
5 5
Metode Pelaksanaan
5
Pengumpulan Data
6
Analisis Data
8
KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG Sejarah Kebun Luas Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan
9 9 10
Keadaan Iklim dan Tanah
10
Letak Geografi dan Letak Wilayah Administratif
10
Keadaan Tanaman dan Produksi
10
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
12
Kesejehtaraan Karyawan PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis
13 14 14
Pembibitan
14
Pemeliharaan Tanaman Teh Belum Menghasilkan (TBM)
15
Pemupukan
16
Pengendalian Gulma
18
Pengendalian Hama dan Penyakit
20
Pemangkasan Pengelolaan Sisa Pangkasan Pemeliharaan Pohon Pelindung Pemetikan Pengolahan Teh Hitam Aspek Manajerial PEMBAHASAN
21 28 29 30 31 34 38
x
Ketinggian Bidang Petik (Tinggi Tanaman)
38
Diameter Bidang Petik (Diameter Tanaman)
38
Persentase Pucuk Burung
38
Jenis Pangkasan
39
Tinggi dan Diameter Pangkasan
40
Gilir Pangkas
40
Waktu Pelaksanaan Pemangkasan
41
Luas Areal Pemangkasan
42
Alat Pangkas Keterampilan Tenaga Pemangkas Tenaga Pemangkas
42 43 43
Pertumbuhan Tunas Setelah Pemangkasan
44
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
45 45 45
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
46 48
DAFTAR TABEL 1 2
Luas areal tanaman di setiap Blok di Unit Perkebunan Tambi tahun 2015 Produksi dan produktivitas pucuk di Unit Perkebunan Tambi 2010 2014 3 Kondisi tenaga kerja di Unit Perkebunan Tambi 2015 4 Diameter tanaman berdasarkan umur setelah pangkas 5 Rata-rata tinggi pangkasan dan diameter bidang pangkas di Unit Perkebunan Tambi 2015 6 Gilir pangkas beberapa nomor kebun di Unit Perkebunan Tambi 2015 7 Pembagian waktu pelaksanaan pemangkasan di Unit Perkebunan Tambi 2015 8 Persentase kerusakan cabang berdasarkan penggunaan alat pangkas di Unit Perkebunan Tambi 2015 9 Persentase kerusakan cabang berdasarkan usia di Unit Perkebunan Tambi 2015 10 Persentase kerusakan cabang berdasarkan tingkat pendidikan di Unit Perkebunan Tambi 2015 11 Persentase kerusakan cabang berdasarkan lama kerja di Unit Perkebunan Tambi 2015 12 Kapasitas tenaga pemangkas di Unit Perkebunan Tambi 2015
11 11 13 22 24 25 25 26 27 27 28 28
xi
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Kegiatan pembibitan Pemupukan dengan cara ditabur Penyemprotan PPC lewat daun Pengendalian gulma secara kimiawi Pemasangan ferotea (Sex Feromon) Ketinggian tanaman berdasarkan tahun setelah pangkas Persentase pucuk burung dan pucuk peko berdasarkan tahun setelah pangkas di Unit Perkebunan Tambi 2015 8 Jenis pangkasan 9 Pertumbuhan tunas setelah pemangkasan di Unit Perkebunan Tambi 2015 10 Cara pemetikan yang dilakukan di Unit Perkebunan Tambi 2015
14 17 18 19 21 22 23 24 26 31
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Jurnal harian kegiatan magang sebagai karyawan harian lepas di Unit Perkebunan Tambi, PT Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping mandor di Unit Perkebunan Tambi, PT Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping asisten/kepala blok di Unit Perkebunan Tambi, PT Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping kepala sub bagian kebun di Unit Perkebunan Tambi, PT Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah Peta Unit Perkebunan Tambi 2015 Keadaan curah hujan bulanan di Unit Perkebunan Tambi 2005 - 2014 Penggunaan lahan di Unit Perkebunan Tambi 2015 Struktur organisasi Unit Perkebunan Tambi 2015
49 50 51 52 54 55 56 57
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Teh merupakan salah satu komoditas yang berperan penting dalam strategi perekonomian Indonesia. Sebagai salah satu komoditas perkebunan yang menjadi penghasil devisa bagi Indonesia, dengan nilai ekspor sebesar US$ 114.23 juta dengan volume sebesar 5 647 juta ton pada tahun 2014 (Ditjenbun 2013). Pada kurun waktu lima tahun terakhir dari tahun 2010 hingga 2014, areal perkebunan, produksi dan produktivitas teh di Indonesia terus mengalami penurunan. Luas areal semakin menurun akibat konversi kebun teh yang dilakukan. Luas areal pada tahun 2010 adalah 122 898 ha, sedangkan pada tahun 2014 luas areal perkebunan teh di Indonesia menurun menjadi 118 899 ha. Penurunan lahan tersebut mempengaruhi produksi dan produktivitas pada perkebunan teh. Produksi teh pada tahun 2010 sebesar 156 604 ton dengan produktivitas mencapai 1 553 kg ha-1, sedangkan pada tahun 2014 produksi yang dihasilkan hanya 154 369 ton dengan produktivitas hanya 1 298 kg ha-1 (Ditjenbun 2013). Indonesia memiliki sepuluh provinsi sebagai produsen penghasil teh, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Diantara sepuluh provinsi tersebut Jawa Barat menjadi penghasil terbesar dengan nilai produksi sebesar 102 772 ton (71.49%), Sumatera Utara sebesar 13 264 ton (9.22%), Jawa Tengah sebesar 9 680 ton (6.73%), Sumatera Barat 7 619 ton (5.30%), dan Jawa Timur 3 958 (2.75%) ton (Ditjenbun 2013). Budidaya tanaman teh memerlukan perhatian yang intensif. Pembudidayaan tanaman teh bertujuan untuk mendapatkan hasil produksi dalam bentuk daun (vegetatif). Demi mendapatkan hasil yang tinggi dan berkesinambungan maka fase vegetatif harus dipertahankan selama mungkin. Semakin panjang masa vegetatif tanaman teh menunjukkan semakin panjang pula masa produksi tanaman. Peningkatan produksi harus diimbangi dengan kualitas yang baik, maka perlu diperhatikan aspek teknis dalam pengelolaan perkebunan yaitu persiapan lahan, pemeliharaan, pemanenan sampai ke bagian pengolahan. Aspek teknis budidaya yang kurang tepat dan efektif dapat menurunkan produktivitas dan kualitas tanaman teh. Teh memiliki dua sifat genetis yang menghambat pertumbuhan pucuk yaitu pertumbuhan kayu yang lebih besar dibandingkan daunnya dan sifat berkala dari pertumbuhan pucuk itu sendiri (Ghani 2002). Kegiatan budidaya yang berperan penting untuk meningkatkan produktivitas dan menghambat pertumbuhan kayu adalah pemangkasan sedangkan untuk mengatasi sifat berkala pertumbuhan pucuk dapat diatasi dengan pemetikan. Pemangkasan dapat mempertahankan tanaman pada fase vegetatif, merangsang pertumbuhan tunas muda sehingga menghasilkan pucuk lebih banyak, memperbaiki dan mempermudah percabangan tanaman (Suwarto dan Octavianty 2010). Tanaman teh yang tidak dipangkas akan tumbuh menjadi pohon yang tinggi dan dapat mencapai ketinggian 15 m. Tanaman teh yang demikian tidak akan menghasilkan pucuk yang banyak dan pemetikannya akan sulit dilakukan,
2
sehingga mengurangi produksi pucuk teh. Oleh karena itu pengelolaan pemangkasan yang baik merupakan salah satu cara untuk mencapai kesinambungan produksi pucuk teh dan mutu teh (Pusat Penelitian Teh dan Kina 2006). Pemangkasan pada tanaman teh dilakukan pada tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan. Pemangkasan pada tanaman menghasilkan bertujuan untuk mengusahakan pertumbuhan tanaman teh agar tetap pada fase vegetatif, membuat bidang petik tetap rendah, membentuk bidang petik seluas mungkin, merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru dan mengatur fluktuasi produksi harian agar stabil. Pemangkasan pada tanaman belum menghasilkan bertujuan untuk membentuk perdu dengan kerangka percabangan yang ideal dan bidang petik yang luas (Pusat Penelitian Teh dan Kina 2006). Apabila produksi pucuk kering yang dihasilkan suatu perkebunan teh semakin meningkat, maka cara dan pengelolaan pemangkasan yang dilakukan sudah cukup baik, karena tujuan utama dari pemangkasan itu sendiri yaitu agar tanaman teh menghasilkan pucuk lebih banyak dan memudahkan dalam pemungutan hasil. Tujuan Secara umum kegiatan magang bertujuan untuk memperoleh pengalaman kerja, keterampilan dan pengetahuan. Secara khusus kegiatan magang bertujuan untuk mempelajari pengelolaan pemangkasan melalui analisis-analisis aspek pemangkasan yang dilakukan di Unit Perkebunan Tambi PT. Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Teh Tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) termasuk genus Camellia yang berasal dari famili Theaceae. Teh (Camelia sinensis (L.) O.Kuntze) adalah salah satu tanaman penyegar yang sudah cukup dikenal di berbagai lapisan masyarakat di Indonesia. Dalam spesies Camellia sinensis, dikenal beberapa varietas yang penting, seperti varietas Assam, Cina, Cambodia, dan hibrid – hibridnya (Setyamidjaja 2000). Camellia sinensis var Cina dapat tumbuh tinggi mencapai 2.75 m dan perdunya berbatang banyak. Daun – daunnya lebih kecil dibandingkan dengan daun Camellia sinensis var Assam, berwarna hijau tua, dan ujung daunnya agak tumpul. Camellia sinensis var Assam memiliki batang lebih tinggi dan besar dibandingkan Camellia sinensis var Cina, dan jika dibiarkan tumbuh dapat mencapai 6 - 8 m. Daunnya lebar, berbentuk lanset dengan ujung meruncing dan berwarna hijau tua mengkilap, hasilnya banyak, dan kualitasnya baik (Setyamidjaja 2000). Akar tanaman teh umumnya dangkal, pertumbuhan akarnya ke arah lateral dan penyebarannya akan dibatasi oleh perdu di dekatnya. Daun teh berwarna hijau, berbentuk lonjong, ujungnya runcing, dan tepinya bergerigi. Perkembangan
3
bunga mengikuti tahap perkembangan daun, bunga teh sebagian besar adalah self steril, biji yang dihasilkan dari pembungaan yang menyerbuk sendiri akan menghasilkan tanaman yang tidak subur (Setyamidjaja 2000). Syarat Tumbuh Teh Tanaman teh umumnya tumbuh di ketinggian 200 - 2 300 m di atas permukaan laut. Tanaman teh dapat tumbuh mulai dari pantai sampai pegunungan. Akan tetapi perkebunan teh umumnya dikembangkan di daerah pegunungan yang beriklim sejuk karena semakin tinggi daerah penanaman teh semakin tinggi mutu produk yang dihasilkan (PPTK 2006). Menurut Setyamidjaja (2000) tanah jenis Andosol di Pulau Jawa sangat cocok untuk ditanami teh dan tanah jenis Podsolik yang berada di Pulau Sumatera. Suhu udara yang baik adalah 13 – 25 oC yang diikuti oleh cahaya matahari yang cerah serta kelembaban relatif pada siang hari sekitar 70%. Tanah yang subur, banyak mengandung bahan organik, tidak bercadas serta mempunyai derajat kemasaman (pH) antara 4.5 - 5.6 (PPTK 2006). Pemangkasan Teh Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan budidaya dalam pemeliharaan teh, agar teh dapat dipetik dengan mudah, cepat, dan efisien sehingga diperoleh jumlah pucuk yang banyak. Kegiatan pemangkasan bertujuan membentuk bidang petik seluas mungkin dan merangsang pertumbuhan tunastunas baru sehingga mampu menghasilkan pucuk dalam jumlah yang besar (Setyamidjaja 2000). Pemangkasan dalam budidaya teh dilakukan pada tanaman menghasilkan dan tanaman yang belum menghasilkan. Pemangkasan pada tanaman teh menghasilkan dimaksudkan untuk mengendalikan tinggi tanaman agar mudah dipetik, mempertahankan pertumbuhan pada fase vegetatif dan memelihara serta membentuk bidang petik. Pemangkasan pada tanaman teh menghasilkan dibagi menjadi pangkasan produksi dan pangkasan bentuk. Jenis pangkasan produksi menurut Sukasman (1988) terdiri atas, pangkasan kepris (cut across prune), pangkasan jambul (lung prune), dan pangkasan bersih (clean prune). Pangkasan kepris merupakan pemangkasan yang dilakukan pada ketinggan 60 - 70 cm dengan tidak disertai pembuangan cabang dan masih terdapatnya sisa-sisa daun pemeliharaan. Pangkasan bersih dilakukan dengan ketinggian pangkasan 45 - 55 cm dengan bidang pangkas yang rata dengan membuang semua ranting-ranting kecil untuk memperbaiki percabangan. Menurut Sukasman (1988) pemangkasan harus dilakukan apabila bidang petik sudah sulit dicapai oleh pemetik, karena dapat menurunkan produksi. Pada tinggi tanaman 120 cm merupakan tinggi maksimal karena sebanding dengan tinggi pemetik di Indonesia yang berkisar antara 155 - 160 cm. Apabila tinggi tanaman lebih tinggi dari pemetik maka hasil pemetikan akan rendah karena bidang petik di luar jangkauan pemetik. Kriteria pemangkasan dalam suatu perkebunan disebabkan karena produksi yang telah menurun, ketinggian bidang petik yang lebih besar dari 110 cm, presentase pucuk dorman lebih besar dari 70 % dan kandungan pati akar lebih
4
besar dari 13 % (PPTK 2006). Pada perkebunan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemangkasan antara lain gilir pangkas, ketinggian tanaman, persentase pucuk burung, tingkat produktivitas, kadar pati dan kebijakan kebun. Alat yang digunakan dalam kegiatan pemangkasan yaitu sabit pangkas, batu asah dan alat ukur ketinggian pangkasan. Ketajaman alat yang digunakan sangat mempengaruhi hasil pangkasan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemangkasan yaitu kerataan, arah kemiringan dan luka pangkas yang tidak pecah. Hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan tunas selanjutnya (PPTK 2006). Gilir pangkas atau siklus pangkas pada perkebunan didasari oleh kondisi tanaman, ketinggian tempat, dan produktivitas tanaman (PPTK 2006). Pangkasan di perkebunan teh biasanya dibagi dalam dua semester yaitu semester satu pada bulan Februari-Mei dan semester dua pada bulan Oktober-November, apabila tanaman teh terdapat pada ketinggian 1 500 - 2 100 m dpl maka pangkasan hanya dilakukan satu kali dalam setahun. Penentuan waktu yang tepat dalam pemangkasan harus memperhatikan kondisi atau kesehatan tanaman. Johan (2006) mengatakan bahwa kegiatan pemangkasan menyebabkan cadangan pati hilang bersama-sama daun pemeliharaan yang dipangkas. Apabila kadar pati dalam akar kurang dari 12 % saat pemangkasan, maka tanaman teh akan mati, sehingga dalam hal menentukan tinggi rendahnya pangkasan harus mempertimbangkan kesehatan tanaman dan ketinggian tempat (elevasi) (PPTK 2006). Selain dari cadangan makanan (pati) yang terdapat pada batang dan akar, energi tersebut dapat juga berasal dari sisa pangkasan yang dikembalikan lagi ke tanaman. Pengembalian sisa pangkasan berguna pula untuk menghindari tanaman teh dari sengatan matahari langsung. Jika sisa pangkasan dibuang maka bahan organik dan unsur hara ini akan hilang, selain itu adanya sisa pangkasan dapat mencegah penguapan sehingga temperatur permukaan tanah terkendali, erosi terhambat dan penyerapan unsur hara tidak akan terganggu (Syakir 2010).
5
METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Unit Perkebunan Tambi PT. Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah. Kegiatan magang dilaksanakan selama 4 bulan mulai bulan Februari hingga Juni 2015. Metode Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan magang dilaksanakan dengan dua metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung dilaksanakan dengan mengikuti semua kegiatan teknis di kebun meliputi pembibitan, pemeliharaan TM dan TBM, pemangkasan, administrasi dan manajerial. Metode tidak langsung dilaksanakan dengan mengambil data sekunder dari arsip-arsip serta laporan-laporan yang ada di perusahaan. Bulan pertama dilaksanakan dengan bekerja sebagai karyawan harian lepas (KHL), kemudian pada bulan kedua dilaksanakan dengan bekerja sebagai pendamping mandor, pada bulan ketiga dilaksanakan dengan bekerja sebagai pendamping kepala blok dan bulan keempat dilaksanakan dengan bekerja sebagai pendamping kepala kebun. Aspek khusus pelaksanaan magang adalah mengenai pengelolaan pemangkasan tanaman teh, sehingga disela-sela waktu kerja penulis, penulis harus mengkhususkan kegiatan tersebut untuk mendapatkan data primer maupun sekunder. Bulan pertama melaksanakan pekerjaan sebagai karyawan harian lepas (KHL) dan melakukan semua kegiatan budidaya tanaman meliputi penanaman, pemeliharaan hingga pemetikan sesuai dengan kegiatan yang dijadwalkan oleh perusahaan. Kegiatan yang dilakukan selama menjadi KHL dapat dilihat pada Jurnal harian kegiatan magang sebagai karyawan harian lepas (KHL) (Lampiran 1). Bulan kedua melaksanakan pekerjaan berdampingan dengan mandor atau sebagai pendamping mandor. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkoordinasian karyawan harian lepas dengan pekerjaan yang akan dilakukan, pembagian kerja, pengawasan kerja karyawan harian lepas, prestasi kerja dan lain sebagainya pada setiap aspek pekerjaan. Kegiatan yang dilakukan selama menjadi pendamping mandor dapat dilihat pada Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping mandor (Lampiran 2). Bulan ketiga melakukan pekerjaan sebagai pendamping kepala blok. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkoordinasian mandor, pengawasan mandor dan membantu mandor dalam melaksanakan tugas dari setiap aspek yang dilaksanakan. Kegiatan yang dilakukan selama menjadi pendamping asisten / kepala blok dapat dilihat pada Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping asisten / kepala blok (Lampiran 3). Bulan keempat melakukan pekerjaan berdampingan dengan kepala kebun yang kegiatannya meliputi penyusunan rencana kerja, melaksanakan rencana kerja, mengawasi pelaksanaan kerja, membuat anggaran tahunan maupun bulanan, menyelenggarakan administrasi dan operasional kebun, dan mengevaluasi hasil
6
kerja. Jurnal harian dibuat setiap hari untuk memastikan kegiatan penulis selama pelaksanaan magang. Pekerjaan sebagai pendamping kepala tidak hanya mempelajari aspek tenis, selain itu mempelajari juga aspek manajerial di kantor kebun. Kegiatan yang dilakukan selama menjadi pendamping kepala kebun dapat dilihat pada Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping kepala (Lampiran 4). Pengumpulan Data Pengamatan yang dilakukan untuk aspek khusus dalam kegiatan magang ini adalah pemangkasan secara langsung di lapangan. Pengamatan ini dapat dilakukan dengan peubah primer dan peubah sekunder. Pengamatan primer merupakan pengamatan yang dilakukan pada pemangkasan tanaman teh secara langsung, sedangkan pengamatan sekunder bersumber dari laporan dan asrsip data perusahaan. Pengumpulan data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengamatan atau mengikuti kegiatan pemangkasan secara langsung dan wawancara dengan pekerja, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan dan arsip perusahaan. Data sekunder yang dikumpulkan dari perusahaan diantaranya data mengenai sejarah kebun, letak wilayah administrasi kebun, kondisi tanah, luas areal dan tata guna lahan kebun, kondisi tanaman (klon dan jenis klon), produksi kebun, peta lokasi kebun, iklim lima tahun terakhir, produksi dan produktivitas, serta hal yang berhubungan dengan aspek khusus yang akan diamati. Pengamatan dilakukan pada tiap blok berdasarkan umur setelah pangkas sesuai dengan data primer yang dibutuhkan sebanyak tiga kali ulangan dengan tanaman contoh sebanyak sepuluh tanaman. Adapun peubah yang telah diamati sebagai berikut : a. Data Primer a. Pengamatan sebelum pemangkasan 1. Tinggi tanaman / tinggi bidang petik. Pengukuran tinggi bidang petik dilakukan dari permukaan tanah sampai ke puncak bidang petik. 2. Diameter bidang petik Pegukuran dilakukan dua arah yaitu barat-timur dan selatan-utara, kemudian dari bidang petik masing-masing diambil rata-ratanya dengan rumus : –
Diameter bidang petik = 3. Persentase pucuk burung Persentase pucuk burung dihitung dengan rumus : Persentase pucuk burung =
–
100%
Perhitungan pucuk burung dilakukan pada tanaman dengan menggunakan lingkaran yang terbuat dari bambu dengan diameter 75 cm. Bambu tersebut di letakan ke atas perdu, kemudian pucuk burung dan
7
pucuk peko yang terdapat di dalamnya dihitung jumlahnya dengan rumus di atas. b. Pengamatan pada saat pemangkasan 1. Tipe / jenis pangkasan Pengamatan dilakukan secara langsung terhadap jenis pangkasan yang akan dilakukan dan melalui wawancara dengan pembimbing kebun. 2. Tinggi Pangkasan Pengamatan dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman yang telah dipangkas dari permukaan tanah hingga luka bekas pangkasan. 3. Diameter bidang pangkas Pengukuran dilakukan dua arah yaitu barat-timur dan selatan utara, kemudian dari bidang pangkas masing-masing diambil rata-ratanya dengan rumus : Diameter bidang pangkas = 4. Persentase kerusakan akibat pemangkasan Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah cabang yang pecah atau rusak setelah pangkasan. Pengamatan ini dilakukan pada sepuluh tanaman contoh yang dipangkas dengan alat yang berbeda oleh pekerja. Persentase kerusakan dihitung dengan rumus : Persentase Kerusakan =
∑ ∑
100%
5. Luas areal pangkasan / hari Pengamatan berdasarkan luas areal pangkasan yang telah ditetapkan kebun dengan realisasi yang akan dilakukan. Pengamatan ini bertujuan untuk mendapatkan data luas pangkasan yang riil dilakukan di kebun. 6. Kebutuhan tenaga pemangkas / hari Penghitungan tenaga pemangkas dihitung berdasarkan jumlah riil dari tenaga pemangkas per hari dengan menghitung secara langsung maupun wawancara dengan mandor. 7. Alat pangkas Pengamatan dilakukan terhadap alat-alat yang digunakan selama pemangkasan berlangsung. 8. Waktu pelaksanaan pemangkasan Pengamatan dilakukan dengan mewawancarai kesesuaian waktu pelaksanaan pemangkasan di kebun dengan rekomendasi yang ada. c. Pengamatan setelah pemangkasan 1. Pertumbuhan pucuk Pertumbuhan pucuk diamati dengan mengukur tinggi tunas baru setiap satu minggu sekali sejak dua minggu setelah pemangkasan sampai pemetikan jendangan dilakukan. Pengamatan dilakukan pada sepuluh tunas yang tumbuh pada sepuluh tanaman contoh yang diambil secara acak pada blok kebun yang telah dilakukan pemangkasan. Tanaman contoh
8
yang diamati ditandai dengan memberikan ikatan kain pada perdu yang sama dan tunas yang sama. 2. Komposisi batang Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung komposisi batang setelah pemangkasan. Cara menghitung komposisi cabang dengan menghitung jumlah batang yang berdiameter < 1 cm, 1 cm sampai dengan 1.99 cm, dan > 2 cm pada sepuluh tanaman contoh. b. Data sekunder 1. Lokasi dan letak geografis Data mengenai lokasi dan letak geografis berhubungan dengan sejarah kebun, letak wilayah administrasi kebun, kondisi tanah, luas areal dan tata guna lahan kebun, kondisi tanaman (klon, jenis klon, umur tanaman), produksi kebun, dan peta lokasi kebun. 2. Data iklim selama 5 tahun terakhir Data iklim sangat mempengaruhi kondisi tanaman dan pertumbuhan pucuk / tunas baru yang tumbuh pada perdu tanaman teh. Data iklim digunakan untuk membandingkan hasil produksi pada tanaman teh yang telah dipangkas dengan pucuk yang dihasilkan. 3. Struktur organisasi Stuktur organisasi dibutuhkan dalam pengelolaan yang baik pada setiap perusahaan. Oleh karenanya struktur organisasi diperlukan sebagai data pada pengamatan ini. Struktur organisasi dimulai dari penggolongan karyawan yang menjadi staf dan non staf. Analisis Data Setelah data terkumpul, pengolahan data dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk melihat hasil pengamatan primer dengan standar yang telah ditetapkan perusahaan maupun standar baku yang berlaku pada pemangkasan teh. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji t student pada taraf nyata 5 %, rata-rata dan persentase. Rumus t student yang digunakan yaitu : t student = ∑
̅ √[
̅ ]
√
sp = Keterangan : ̅ ̅ = Rata – rata pengamatan 1 dan 2 = Ragam contoh 1 dan 2 = Jumlah pengamatan 1 dan 2 Sp = Simpangan baku gabungan Nilai berbeda nyata apabila dan tidak berbeda nyata apabila ; diperoleh dari nilai sebaran t pada taraf 5 % dan derajat bebas ( - 2) (Walpole 1990).
9
KEADAAN UMUM UNIT PERKEBUNAN TAMBI Sejarah PT Perkebunan Tambi Perkebunan Tambi adalah perusahaan yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1865, dikelola oleh pengusaha swasta D. Van den Sluijs (Tanjungsari) dan W. D. Jong (Tambi dan Bedakah). Bulan Maret 1880 perkebunan tersebut kemudian dibeli oleh Mr. P. Van den Berg, A. W. Hole, dan Ed. Yacobson yang kemudian berganti nama menjadi Bagelen Thee en Kina Maatschappij. Saat Jepang menduduki Indonesia perusahaan ini berganti nama menjadi Sai Bai Kigyo Rengokai (SKR). Tanggal 17 Agustus 1945 perusahaan tersebut diambil alih oleh pemerintah Indonesia yang dikelola oleh Pusat Perkebunan Negara (PPN). Tanggal 21 Mei 1952 berdasarkan keputusan Gubernur No. AGR 36/1951/6/11/24, mantan pegawai PPN mendirikan kantor bersama yang diberi nama PT NV eks PPN Sindoro Sumbing. Tanggal 3 Juli 1957 diadakan pertemuan di Kebun Tanjungsari yang kemudian dicapai kesepakatan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Wonosobo dan PT NV Eks Sindoro Sumbing bersama-sama mengelola perkebunan tersebut dengan membentuk perusahaan baru dengan modal masing-masing pihak sebesar 50%. Perusahaan baru ini diberi nama PT NV Perusahaan Perkebunan Tambi dengan akta notaris Raden Sujadi tanggal 13 Agustus 1957 dan pengesahan menteri kehakiman tanggal 18 April 1958 No. JA5/30/25 yang diterbitkan pada lembaran Berita Negara tanggal 12 Agustus 1960 Nomor 65. PT NV Perusahaan Perkebunan Tambi yang saat ini lebih dikenal PT Tambi memiliki tiga unit perkebunan beserta kantor unit perkebunan dan satu unit kantor direksi. Kantor direksi dibangun di pusat kota Wonosobo, tepatnya Jalan Tumenggung Jogonegoro No.39, Wonosobo. Pada tahun 2010 saham PT Perkebunan Sindoro Sumbing dibeli oleh PT Indo Global Galang Pamitra (IGP). PT Tambi saat ini sedang mengembangkan potensi keindahan alam perkebunan sebagai kawasan wisata agro dengan nama Wisata Agro Perkebunan Teh Tambi (Sumber dari arsip Kantor Kebun Unit Perkebunana Tambi, PT Tambi 2012). Visi dan misi PT Tambi sebagai berikut, visi PT Perkebunan Teh Tambi yaitu mewujudkan perusahaan perkebunan teh yang mempunyai produktivitas tinggi, kualitas standar, ramah lingkungan, kokoh, dan lestari. Sedangkan misinya memiliki dua misi yaitu misi bisnis dan misi sosial. Misi bisnisnya yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi dalam rangka pendapatan devisa dan pajak bagi negara. Misi sosialnya yaitu melaksanakan konservasi alam dengan memanfaaatkan tanaman teh sebagai inti lini kedua setelah kehutanan, menyerap tenaga kerja di lingkungan perkebunan sesuai dengan ratio kebutuhan. Letak Geografi dan Letak Wilayah Administratif PT Perkebunan Tambi memiliki tiga unit perkebunan yaitu Unit Perkebunan Tambi, Unit Perkebunan Bedakah dan Unit Perkebunan Tanjungsari. Ketiganya terletak di Wonosobo hanya berbeda lokasi perkebunan. Unit Perkebunan Tambi terletak di Desa Tambi, Kecamatan Kejajar, Kabupaten
10
Wonosobo. Unit Perkebunan Tambi terletak pada ketinggian 1 200 – 2 100 m di atas permukaan laut. Lebih lanjut peta Unit Perkebunan Tambi disajikan pada Lampiran 5. Unit Perkebunan Tambi berjarak 16 km ke arah utara dari kota Wonosobo dan di sebelah barat dari lereng Gunung Sindoro. Keadaan Iklim dan Tanah Curah hujan selama sepuluh tahun terakhir (2005 - 2014) berkisar antara 2 385 – 4 718 mm dan hari hujan berkisar antara 113 - 238 hari. Rata-rata bulan kering 2.8 dan rata-rata bulan basah 8.2, sehingga tipe iklim berdasarkan curah hujan menurut Schmidth-Ferguson adalah tipe B. Suhu di Unit Perkebunan Tambi berkisar antara 17 – 23 oC dengan kelembaban udara berkisar pada angka 80 95%. Data curah hujan di Unit Perkebunan Tambi dapat dilihat pada Lampiran 6. Jenis tanah di Unit Perkebunan Tambi adalah Andosol dengan pH 4.5 5.0. Tekstur tanah Unit Perkebunan Tambi adalah Andesit tua dengan kedalaman efektif solum yaitu 40 - 70 cm. Keadaan drainase di lahan Unit Perkebunan Tambi adalah sedang sampai dengan cepat. Topografi lahan pada umumnya datar hingga berbukit dengan tingkat kemiringan 0 - 45%. Luas Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan Berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun 2015, luas lahan Unit Perkebunan Tambi adalah 273.17 ha. Penggunaan lahan di Unit Perkebunan Tambi dapat dilihat pada Lampiran 7. Luas areal tanaman menghasilkan (TM) yaitu sebesar 221.89 ha dan areal tanaman belum menghasilkan (TBM) dan replanting yaitu sebesar 25.28 ha, sedangkan sisanya seluas 26 ha digunakan untuk pembibitan, kebun perbanyakan, pabrik, agrowisata serta sarana dan prasarana penunjang. Unit Perkebunan Tambi dibagi menjadi empat blok yaitu Blok Pemandangan seluas 68.32 ha, Blok Taman seluas 53.23 ha, Blok Panama seluas 60.96 ha dan Blok Tanah Hijau dengan luas 39.38 ha, kemudian setiap luasan blok dibagi menjadi 15 nomer atau leger. Keadaan Tanaman dan Produksi Tanaman klon teh yang di budidayakan di Unit Perkebunan Tambi adalah Cin 143, TRI 2024, TRI 2025, Gambung 3, Gambung 4, Gambung 7, Ranca Bolang 3, Ranca Bolang 8, dan Tambi Merah (TB Merah). Klon yang diunggulkan di Unit Perkebunan Tambi adalah Gambung 3, 4 dan 7 karena lebih tahan penyakit cacar daun, tahan kondisi kekeringan dan produksi pucuknya yang tinggi. Klon TRI 2024 dan TRI 2025 sangat rentan terhadap cacar daun tetapi mempunyai cita rasa yang disukai oleh konsumen. Tanaman teh asal seedling yang dibudidayakan adalah Assamica, Malabar Pasir Sarongge (MPS), Kiara 8, dan Hibrid. Jarak tanam untuk jenis klon yaitu 120 cm x 75 cm, sedangkan untuk seedling yaitu 130 cm x 90 cm atau tidak beraturan. Populasi per hektar untuk jenis klon sekitar 11 000 pohon dan 7 000 - 10 000 pohon per hektar untuk jenis seedling. Data terkait luas areal tanaman disajikan pada Tabel 1.
12
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan PT Perkebunan Tambi dipimpin oleh seorang direktur yang berasal dari salah seorang pemegang saham. Selain itu, direktur mempunyai wakil yang berasal dari pemerintah daerah Wonosobo. Hal ini terkait kepemilikan saham yang sebagian dipegang oleh perorangan dan sebagian dipegang oleh pemerintah daerah Wonosobo. Unit Perkebunan Tambi dipimpin oleh seorang pemimpin yang diangkat oleh Direksi PT Perkebunan Tambi. Pemimpin Unit Perkebunan Tambi bertugas dalam memimpin, merencanakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi setiap kegiatan pengelolaan dan administrasi bagian kebun, pabrik serta kantor untuk mencapai tujuan perusahaan secara efisien dan efektif. Pemimpin Unit Perkebunan Tambi secara langsung membawahi Kepala Sub bagian Kantor, Kepala Sub bagian Kebun, Kepala Sub bagian Pabrik dan Kepala Sub bagian Agrowisata. Struktur organisasi Unit Perkebunan Tambi dapat dilihat pada Lampiran 8. Kepala bagian kantor bertugas memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi setiap kegiatan kantor berupa pengelolaan keuangan, pembukuan, sumber daya manusia dan masalah umum lainnya dalam ruang lingkup Unit Perkebunan Tambi. Kepala bagian kebun bertugas dalam memimpin, merencanakan, mengkoordinasikan dan mengawasi semua kegiatan yang berhubungan langsung dengan kebun dan tanaman, ketenagakerjaan di kebun serta administrasi kebun. Kepala bagian pabrik bertugas memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi setiap kegiatan administrasi, teknik dan pengolahan teh di pabrik. Kepala bagian Agrowisata bertugas memimpin, merencanakan, mengatur, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas bagian agrowisata, berkewajiban atas pemeliharaan infrastruktur wisata, hotel, dan pekarangan. Tenaga kerja di Unit Perkebunan Tambi meliputi karyawan I, karyawan II (A,B,C,D), dan karyawan borong lepas/tetap. Karyawan I meliputi pimpinan unit perkebunan, asisten kepala sub bagian kantor, kepala sub bagian pabrik, asisten kepala bagian kebun dan sebagian kepala blok. Karyawan II meliputi karyawan pelaksana, karyawan tetap dan karyawan lepas. Karyawan borong tetap/lepas biasanya meliputi para buruh pertanian yang langsung terjun ke lapang seperti tenaga pemetik, tenaga pemeliharaan, dan lain-lain. Sistem pengupahan/gaji yang dibayarkan kepada karyawan II dan karyawan I ditetapkan berdasarkan upah minimal kabupaten (UMK) yang sudah ditetapkan oleh direksi. Tahun 2015 UMK Wonosobo adalah Rp 1 200 000,00 dan merupakan gaji pokok masing-masing karyawan. Selain itu, karyawan II juga akan mendapatkan fasilitas serupa dengan karyawan borong ditambah dengan tunjangan cuti, bonus dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Karyawan II dibayarkan satu bulan sekali dan biasanya pada tanggal 3. Fasilitas yang diperoleh karyawan I sama dengan karyawan II ditambah dengan jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek), tunjangan hari raya (THR), pelayanan kesehatan, tunjangan cuti, bonus dan Dana Pensiun (Dapen). Sistem penggajian untuk karyawan borongan berdasarkan keputusan pimpinan unit perkebunan dengan besar gaji berdasarkan jumlah hari kerja, sedangkan untuk karyawan harian lepas ditetapkan berdasarkan prestasi kerja. Jumlah dan komposisi tenaga kerja di Unit Perkebunan Tambi tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 3. Indeks
13
tenaga kerja (ITK) di Unit Perkebunan Teh Tambi adalah 1.197 orang/ha. Nilai ITK di Unit Perkebunan Tambi lebih kecil dibandingkan dengan rekomendasinya yaitu 1.5-2.0 ha hok-1 (Iskandar 1988). Tabel 3 Kondisi tenaga kerja di Unit Perkebunan Tambi 2015
No
Status
1
Karyawan I Karyawan II E Karyawan II D Karyawan II C Karyawan II B Karyawan II A Lepas Tetap Jumlah :
2 3 4 5 6 7
Jenis kelamin L
P
11
2
Pendidikan Jumlah SMA
4
2
7
13
5
5
5
15
6
6
3
15
8
8
3
1
4
8
17
17
5
6
5
1
17
5 14
1
SD
Jumlah
D3
13
SMP
TT SD
S1
60
5
65
14
20
23
8
65
49 164
155 163
204 327
10 50
38 71
112 147
44 53
204 327
4
2
Sumber : RKAP Unit Perkebunan Tambi (2015)
ITK= ITK=
=
Orang ha-1 Kesejahteraan Karyawan
Unit Perkebunan Tambi menyediakan beberapa fasilitas bagi karyawan antara lain jamsostek, implasemen, tempat ibadah, balai pelayanan kesehatan, koperasi, pakaian kerja, gratifikasi, THR (Tunjangan Hari Raya), kendaraan bermotor, rekreasi dan tempat olahraga. Balai pelayanan kesehatan beroperasi setiap hari senin dan kamis. Karyawan yang mendapatkan pelayanan kesehatan yaitu karyawan I, II serta keluarganya (tiga orang anak), sedangkan bagi karyawan lepas dan pensiunan hanya untuk dirinya. Perusahaan juga memberikan cuti kerja selama 14 hari dalam satu tahun bagi karyawan. Perusahaan memberikan satu stel pakaian kerja setiap tahun. Kendaraan bermotor diberikan kepada karyawan sesuai dengan tugas dan jabatannya. Kegiatan rekreasi dilaksanakan setiap tahun. Keberadaan koperasi karyawan ditujukan untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup karyawan.
15
Media tanam yang digunakan adalah lapisan atas (top soil) dan lapisan bawah (sub soil) tanah. Media tanah menggunakan perbandingan 1 : 2 di setiap polybag, tanah lapisan atas sebanyak 2/3 dan tanah lapisan bawah sebanyak 1/3. Lapisan atas tanah dicampur dengan tawas 600 g, SP 36 600 g, KCl 300 – 500 g, Kieserit 250 g, Dithane M-45 350 g, dan Basamid 200g. Sub soil dicampur dengan tawas 1 000 g, Dithane M-45 300 g, Basamid 150 – 200 g. Setelah penanaman, setek ditutupi sungkup plastik selama 3 – 4 bulan. Hal ini bertujuan agar bibit tidak terserang penyakit dan hama. Bibit yang telah berumur 4 bulan dibuka sungkupnya selama 2 jam, kemudian bertambah 2 jam untuk dua minggu berikutnya hingga 6 minggu. Paranet dibuka secara bertahap 25% berselang satu minggu hingga naungan terbuka seluruhnya. Pemeliharaan yang dilakukan pada bibit adalah pemberian pupuk daun dan fungisida setelah sungkup terbuka hingga bibit berumur 6 – 8 bulan. Setek yang berada di pembibitan diseleksi menjadi tiga grade antara lain grade A, B, dan C. Setek dengan kriteria grade A sudah dapat ditanam di lahan dengan tinggi tanaman 25 cm dan mempunyai 6 helai daun, sedangkan grade B dan C masih dipelihara hingga memenuhi kriteria A agar dapat ditanam. Mahasiswa mengikuti kegiatan penanaman setek sebagai KHL dengan prestasi 127 polybag hok-1. Pemeliharaan Tanaman Teh Belum Menghasilkan (TBM) Sebelum memasuki tahap tanaman menghasilkan (TM) tanaman teh melewati tahap tanaman belum menghasilkan (TBM). Tanaman belum menghasilkan merupakan tanaman teh yang baru ditanam dan berumur kurang dari dua tahun. Kegiatan pemeliharaan pada TBM bertujuan untuk memperpendek masa produktif tanaman serta menjaga kesuburan tanah. Kegiatan yang dilakukan di Unit Perkebunan Tambi adalah penyiangan gulma, pembuatan rorak dan pembentukan bidang petik. Tanah sekitar tanaman teh belum menghasilkan harus bersih dari gulma supaya tidak terjadi persaingan hara antara tanaman teh dengan gulma. Unit Perkebunan Tambi sendiri melaksanakan penyiangan gulma setiap 2 bulan sekali dengan cara clean weeding yaitu penyiangan manual dengan menggunakan parang hingga sekitar tanaman teh bersih dari gulma. Rorak merupakan lubang tadah yang dibuat diantara 2 - 3 baris tanaman yang dibuat secara selang-seling dengan ukuran panjang 2 meter dengan lebar 20 cm dan dalam 40 cm. Rorak berfungsi untuk meresap air hujan, memperbaiki aerasi tanah dan menampung bahan organik. Pembuatan rorak pada TBM berdasarkan elevasi tanah, sehingga rorak akan terlihat sejajar oleh tanaman. Pemeliharaan yang terakhir untuk tanaman teh belum menghasilkan adalah kegiatan centering dan bending untuk pembentukan bidang petik. Centering adalah pemangkasan batang utama pada tanaman teh yang masih muda untuk membentuk bidang petik. Centering dilakukan pada tanaman asal setek dengan kriteria ketinggian minimal 40 cm pada tanaman yang telah berumur 4 bulan dan telah memiliki 2 – 3 percabangan, ketinggian centering yaitu 25 – 30 cm diatas permukaan tanah. Centering bertujuan untuk memacu pertumbuhan cabang sekunder agar membentuk frame melebar dan merata. Kegiatan centering yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu centering I dan centering II. Alat yang digunakan adalah gunting stek dan alat
16
ukur. Centering I dilakukan pada saat tanaman telah berumur 3 – 4 bulan di lapangan yaitu dipangkas setinggi ± 15 – 20 cm dengan meninggalkan minimal 5 lembar daun. Tujuan centering I adalah memotong batang utama yang tumbuh ke atas untuk merangsang ranting yang tumbuh ke samping. Centering II dilakukan setelah 7 bulan dari centering I dengan memotong batang yang tumbuh mengarah ke atas setinggi 25 – 30 cm. Centering II bertujuan untuk menekan pertumbuhan batang yang mengarah ke atas. Kegiatan centering ini harus dilakukan secara hati-hati dan selektif. Kondisi dari tanaman sangat mempengaruhi keberhasilan dari centering. Keuntungan pembuatan bidang petik dengan cara centering yaitu lebih mudah untuk dilakukan dan biaya yang relatif murah, sedangkan kelemahan dari cara ini yaitu biaya pemeliharaan tinggi, perakaran dapat mengalami gangguan, dan dibutuhkan tenaga ahli. Pemupukan Aplikasi pupuk yang dilakukan melalui dua cara yaitu melalui tanah dan daun. Pelaksanaan pemupukan di Unit Perkebunan Tambi dilaksanakan berdasarkan dengan prinsip 4 T yaitu, tepat jenis, tepat dosis, tepat cara dan tepat waktu. Pemupukan dilakukan dalam tiga semester, yaitu awal tahun pada bulan Februari – Maret, pertengahan tahun pada bulan Mei-Juni dan akhir tahun pada bulan Oktober – November. Waktu yang tepat untuk melakukan pemupukan adalah pada kondisi curah hujan 60 – 200 mm minggu-1. Curah hujan yang kurang dari 60 mm minggu-1 menyebabkan pupuk tidak terurai dengan baik, sedangkan curah hujan yang lebih dari 200 mm per minggu menyebabkan pupuk hilang tercuci aliran air (PPTK 2006). Kebutuhan pupuk yang ada di Unit Perkebunan Tambi telah ditetapkan oleh direksi berdasarkan produktivitas tahun sebelumnya. Apabila produktivitas yang dihasilkan meningkat maka pupuk yang diberikan juga lebih banyak. Perbandingan pupuk yang digunakan Unit Perkebunan Tambi adalah Urea (46% N) : SP-36 (36% P2O5) : KCl (60% K2O) : Kieserit (27% MgO) (5 : 1 : 2 : 0,5). Perhitungan jumlah pupuk berdasarkan perbandingan unsur N sebesar 8 % dari produksi kering tahun sebelumnya. Jumlah pupuk rata – rata yang digunakan Unit Perkebunan Tambi untuk TM yaitu, Urea 390 kg/ha/tahun, SP-36 99 kg/ha/tahun, KCL 119 kg/ha/tahun dan Kieserit 66 kg/ha/tahun. Unsur N adalah unsur yang paling banyak dibutuhkan tanaman teh untuk pertumbuhan pucuk. Apabila tanaman teh kekurangan unsur N maka pertumbuhan pucuk burungnya lebih banyak dibandingkan pucuk peko. Pemupukan dilakukan dengan cara ditabur ke dalam lubang pupuk yang telah dibuat satu hari sebelumnya. Lubang pupuk TBM dibuat dengan cara ditugal, sedangkan untuk TM dengan cara dibuat lubang kecil menggunakan kored atau cangkul. Kedalaman lubang sekitar 10 cm dan jarak dari pangkal bawah tanaman ± 10 – 15 cm. Pupuk diberikan antar dua baris tanaman, jarak lubang terhadap tanaman teh ± 15 cm dari tajuk hal ini diharapkan agar pupuk dapat terserap merata oleh dua tanaman. Lubang pupuk harus segera ditutup setelah pupuk dimasukkan untuk menghindari penguapan. Pemupukan melalui tanah disajikan pada Gambar 2.
18
dilaksanakan pada bulan Februari hingga November. Kenyataan yang dilakukan di lapangan penggunaan Zinksulfat dilakukan pada 2 – 3 hari setelah dilakukannya pemetikan. Pemberian Zinksulfat bertujuan untuk mempercepat menyembuhkan luka dan mempercepat pertumbuhan tunas. PPC (Pupuk Pelengkap Cair) diaplikasikan sebanyak 8 kali pada musim kemarau pada bulan Mei – Agustus, pengaplikasian di lapangan 2 kali dalam sebulan dengan interval 15 hari. PPC yang digunakan antara lain Green Asri (GA), Fertifort, Sanfor, Super Top Soil (STS) dan Kompeni dengan dosis yang dianjurkan 0,5 l ha-1. PPC tersebut dicampur dengan Urea dengan dosis 500 g ha-1 dan KCl sebanyak 250 g ha-1 dan Zinksulfat sebanyak 1 kg ha-1. Pupuk dan PPC yang telah di dicampur kemudian dilarutkan air sebanyak 250 – 300 l ha-1. Alat yang dibutuhkan dalam penyemprotan adalah drum, gelas ukur, ember, selang, pengaduk, mesin diesel dan power sprayer. Cara aplikasi pupuk yang dilakukan Unit Perkebunan Tambi adalah pemupukan lewat daun menggunakan drum plastik yang berkapasitas 1 000 l. Penyemprotan pupuk daun yang dilaksanakan di lapangan disemprotkan pada bagian atas daun dan mengenai pucuk. Pupuk daun tersebut diaplikasikan pada pagi hari mulai dari pukul enam hingga pukul sepuluh, karena pada pagi hari stomata yang terdapat pada daun terbuka sehingga pupuk dapat terserap oleh daun. Penyemprotan PPC lewat daun dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Penyemprotan PPC lewat daun Pengendalian Gulma Jenis gulma dominan yang tumbuh di areal Unit Perkebunan Tambi antara lain adalah pacar air (Impatien plathypetala), rendengan (Centela asiatica), babadotan (Ageratum conyzoydes), kirinyuh (Chromolaena odorata (L.)), rumput teki (Paspalum conjugatum), Sida acuta, alang-alang (Imperata cylindrica) dan kentangan (Borreria alata). Populasi gulma di Unit Perkebunan Tambi sangat tinggi saat menjelang dilaksanakannya pemupukan dan pengendalian secara manual merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membersihkannya. Gulma dikendalikan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan , pengurangan inang OPT, dan dapat meningkatkan produksi. Pengendalian gulma yang dilakukan melalui tiga cara yaitu kultur teknis, manual (manual weeding) dan kimiawi (chemical weeding). Pelaksanaannya
19
disesuaikan dengan kondisi gulma dan kondisi tanaman yang ada di kebun. Gulma banyak ditemukan pada TBM dan TM yang telah dipangkas. Hal ini dikarenakan frame tanaman yang belum rapat serta terbukanya permukaan tanah sehingga cahaya matahari mudah masuk pada areal tersebut yang mengakibatkan pertumbuhan gulma semakin cepat. Pengendalian gulma secara kimiawi disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Pengendalian gulma secara kimiawi Pengendalian gulma secara manual (manual weeding) adalah mengendalikan populasi gulma dengan menggunakan tangan dan alat parang atau sabit. Istilah yang dikenal di Unit Perkebunan Tambi untuk pengendalian gulma secara manual adalah babad bokor. Babad bokor merupakan kegiatan pengendalian gulma yang ada di permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah dengan menggunakan sabit. Babad bokor dilaksanakan menjelang pemupukan, agar populasi gulma yang ada di areal tanaman teh menurun sehingga pemupukan yang dilakukan dapat efektif. Pengendalian gulma dilakukan secara hati – hati agar tidak menyebabkan kerusakan pada perakaran dan pangkal batang tanaman teh, karena pada pangkal batang yang rusak dapat menyebabkan masuknya penyakit jamur leher akar. Pengendalian manual kurang efektif pada gulma tahunan yang berkembang biak dengan stolon, rimpang, umbi, sehingga dapat diantisipasi dengan pengendalian gulma secara kimiawi. Herbisida yang digunakan berupa herbisida kontak dan sistemik. Jenis herbisida sistemik yang digunakan Unit Perkebunan Tambi yaitu Bio Up, Round Up, Brangas dan Rambo, sedangkan herbisida kontak yang digunakan yaitu Paracol dan Noxon. Dosis yang digunakan yaitu untuk Bio Up 1.25 l ha-1 , Round Up 1.5 l ha-1 , dan Rambo 3 l ha-1, sedangkan untuk dosis herbisida kontak yaitu Paracol 1 l dan Noxon 1.5 l ha-1, pada setiap pengaplikasian. Herbisida yang umum digunakan di setiap blok yang ada di Unit Perkebunan Tambi yaitu “Round Up” dengan bahan aktif “Isopropilamina Glifosat”. Alat yang digunakan untuk pengendalian gulma secara kimiawi antara lain knapsack sprayer dengan kapasitas 15 l. Pencampuran herbisida dilakukan dekat dengan sumber air dan air yang digunakan adalah air bersih, apabila air yang digunakan kotor akan menyebabkan bahan aktif terikat oleh partikel lain dan mengurangi efektifitas penyemprotan herbisida tersebut.
20
Penyemprotan dilakukan pada pagi hari dari pukul 06.00 hingga pukul 11.00, dilakukan di bawah daun pemeliharaan. Aplikasi herbisida dimulai dari areal yang sulit dan banyak populasi gulma. Pengawasan dibutuhkan dalam kegiatan ini untuk menghindari terjadinya kontak langsung antara herbisida dengan tanaman teh. Rata-rata prestasi kerja yang telah dilakukan untuk pengendalian gulma secara kimiawi adalah 0.65 ha hok-1. Pengendalian Hama dan Penyakit Penyakit yang menyerang tanaman teh adalah cacar daun (blister blight) dan jamur akar. Penyakit cacar dominan menyerang tanaman teh di Unit Perkebunan Tambi. Penyakit cacar sangat merugikan karena bisa menurunkan 50 % produksi. Penyebab penyakit cacar merupakan jamur Exobasiduim vexans yang menyebar dengan spora yang terbawa angin (PPTK 2006). Pengendalian penyakit cacar daun dikendalikan dengan cara kultur teknis dan kimiawi. Secara kultur teknis yaitu dengan menjaga kelembapan lingkungan di sekitar kebun teh, dengan cara memangkas cabang pohon pelindung yang terlalu lebat, mengatur daur pangkas dan petik untuk memutus daur hidup spora jamur penyebab cacar, dan merawat agar gulma tidak tumbuh secara lebat. Pengendalian kimiawi menggunakan fungisida jenis Connasol untuk klon TRI dengan dosis 150-300 cc ha-1 aplikasi-1 dan fungisida jenis Agronil untuk klon Gambung dengan dosis 300-500 g ha-1 aplikasi-1. Pengaplikasian fungisida di lapangan tergantung dari laporan monitoring harian yang telah dilaksanakan. Pengendalian hama dilaksanakan secara mekanis dan kimiawi. Pengendalian secara mekanis diupayakan untuk mengurangi populasi ulat penggulung daun (Homona cofferia) yang mengakibatkan daun teh menjadi tergulung dan terlipat melintang. Pengendalian mekanis dengan memetik daun teh yang terserang atau memusnahkan telur atau hama yang terdapat pada perdu teh. Pengupayaan pengendalian hama di Unit Perkebunan Tambi lebih banyak menggunakan cara mekanis karena sulitnya monitoring hama yang ada di lapangan. Pengendalian hama serangga dengan cara mekanis lainnya, yaitu dengan memasang “sex feromon” (Ferotea) dan mempercepat pertumbuhan tunas dengan pengaplikasian pupuk daun yang dicampur insektisida. Insektisida yang digunakan di Unit Perkebunan Tambi antara lain Kejora dengan bahan aktif alfa sipermetrin, Talstar, Tamabas dengan bahan aktif BPMC dan Crown dengan dosis masing – masing insektisida 200 cc ha-1 aplikasi-1 . Ferotea merupakan perangkap yang dibuat untuk mengurangi populasi serangga betina yang ada. Metode pemasangan ferotea dipilih untuk mengurangi residu insektisida yang berlebihan karena dapat mempengaruhi kelayakan sertifikasi Rainforest Alliance (RA) yang telah didapatkan pada Unit Perkebunan Tambi sendiri. Ferotea merupakan salah satu upaya pengendalian hama yang ramah lingkungan dengan menggunakan perangkap kertas berwarna cerah yang telah diberikan lem dan memperdaya serangga dengan aroma yang dikeluarkan. Saat ini Unit Perkebunan Tambi sudah menerapkan penggunaan ferotea untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh insektisida kimiawi terhadap lingkungan sekitar. Prestasi kerja yang telah dilakukan untuk pengendalian hama dan penyakit secara kimiawi adalah 1.6 ha hok-1. Gambar 5 menunjukkan cara pemasangan ferotea (sex feromon).
29
Setelah pemangkasan dilaksanakan ranggas atau batang sisa pangkasan diletakkan diatas bidang pangkas selama 3 – 5 hari. Hal ini dilakukan agar frame atau cabang yang telah dipangkas terhindar dari sengatan matahari langsung. Setelah 5 hari sisa pangkas tersebut diturunkan kembali ke tanah dan diletakan di antara 2 baris tanaman teh untuk dijadikan pupuk ataupun mulsa. Selain menambah bahan organik, sisa pangkasan yang ditinggalkan akan membantu dalam mengurangi penguapan tanah dan menurunkan kelembaban. Lumutan atau gosok lumut merupakan kegiatan membersihkan gulma lumut yang hidup pada batang dan ranting tanaman teh. Cabang maupun batang teh yang sudah tua seringkali banyak ditumbuhi lumut. Apabila lumut tersebut tidak dikendalikan maka akan menghambat pertumbuhan tunas baru, kemudian dapat juga mengakibatkan keroposnya batang. Kegiatan gosok lumut dilakukan menggunakan fungisida yang dilakukan satu minggu setelah kegiatan pemangkasan, selain secara kimiawi kegiatan ini juga dilaksanakan dengan cara manual menggunakan sabut kelapa dengan menggosokannya pada lumut yang ada di permukaan percabangan teh. Porokan merupakan kegiatan penggemburan tanah yang telah padat dengan tujuan agar daya resap air ke dalam tanah semakin besar dan memperbaiki aerasi tanah agar pertumbuhan akar akan lebih dalam dan banyak. Pengolahan tanah atau porokan dilakukan dengan menggunakan garpu porok dan dilakukan hanya setelah pemangkasan. Secara teknis dilakukan di seluruh alur antar barisan tanaman teh yang telah dipangkas dengan menekan garpu tersebut sedalam 15 – 20 cm kemudian tanah diangkat. Penggemburan dilaksanakan maksimal 20 hari setelah pemangkasan. Kegiatan terakhir dalam penanganan sisa pangkasan adalah pembuatan rorak. Rorak adalah lubang tadah dengan ukuran panjang 2 m, kedalaman 30 – 40 cm dan lebar 20 – 30 cm. Rorak berguna untuk penampung air, menahan aliran air di permukaan, memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah. Rorak dibuat secara zig – zag diantara 2 – 3 baris tanaman. Pemeliharaan Pohon Pelindung Pertimbangan dalam penggunaan pohon pelindung di Unit Perkebunan Tambi berdasarkan dengan ketinggian tempat, topografi lahan dan kesuburan tanah. Letak ketinggian tempat dari permukaan laut mempengaruhi intensitas dan lamanya penyinaran cahaya matahari (PPTK 2006). Makin tinggi tempat maka makin sedikit penyinarannya dan makin rendah tempat makin banyak penyinarannya. Maka makin rendah tempat makin diperlukan pohon pelindung. Unit Perkebunan Tambi menggunakan pohon pelindung Mintoa, Albizia falca (Sengon), Acasia sp. (Acasia decurens dan Acasia morensis), Leucana diversifolia (Lamtoro merah), Grivellia robusta (Silver oak), Maesopsis eminii (Saman), Toona sureni (Suren). Kegiatan rempelan merupakan kegiatan pemeliharaan pohon pelindung yang bertujuan untuk mengurangi daun – daun yang ada pada pohon pelindung untuk mengatur intensitas cahaya matahari. Kegiatan rempelan dilaksanakan menjelang musim penghujan kecuali untuk lamtoro merah. Rempelan tanaman lamtoro merah dilakukan pada musim kemarau karena bijinya yang sangat mudah tumbuh terutama pada musim penghujan.
30
Pemetikan Unit Perkebunan Tambi menerapkan 2 jenis petikan yaitu petikan jendangan, petikan produksi. Petikan jendangan adalah petikan yang dilakukan pada tahap awal setelah tanaman dipangkas. Petikan jendangan bertujuan untuk membentuk bidang petik yang lebar dan rata dengan meninggalkan daun pemeliharaan yang cukup agar dapat berproduksi secara maksimum. Ketinggian petikan jendangan ditentukan oleh ketinggian pangkasan sebelumnya, semakin rendah pangkasan semakin tinggi petikan jendangan yang dilakukan. Secara umum ketinggian petikan jendangan berkisar antara 15 – 25 cm dari luka pangkas. Pelaksanaan petikan jendangan di Unit Perkebunan Tambi dilakukan 3 - 4 bulan setelah pemangkasan, dengan frekuensi 4 - 5 kali petikan dengan siklus 8 – 10 hari kemudian dilanjutkan dengan petikan produksi. Petikan produksi adalah pemetikan yang dilakukan secara kontinyu setelah petikan jendangan selesai hingga menjelang tanaman akan dipangkas kembali. Pelaksanaan pemetikan produksi ditentukan oleh siklus petik tertentu, siklus petik merupakan selang waktu antara petikan saat ini dengan petikan yang akan datang. Pucuk yang dihasilkan dikategorikan menjadi pucuk peko dengan rumus p dan pucuk burung dengan rumus b. Pemetik yang ada di Unit Perkebunan Tambi lebih banyak melakukan petikan medium terdiri dari pucuk peko dengan dua daun, pucuk peko dengan tiga daun, pucuk burung dengan satu, dua maupun tiga daun muda (p+2, p+3, b+1m, b+2m, b+3m). Gilir petik yang ada di Unit Perkebunan Tambi berbeda-beda di tiap blok. Gilir petik yang ditetapkan Unit Perkebunan Tambi adalah 7 - 20 hari, namun hal ini berbeda dengan kenyataan yang dilakukan dilapangan. Blok Taman memiliki gilir petik selama 9 - 11 hari, Blok Pemandangan 15 - 20 hari, Blok Panama 10 15 hari, Blok Tanah Hijau 7 - 10 hari, semakin tinggi tempat maka semakin lama gilir petik yang dilakukan. Sistem pemetikan yang dilaksanakan di Unit Perkebunan Tambi adalah sistem sawahan. Sistem ini merupakan sistem dengan pembagian lahan seperti petakan sawah atau berkelompok. Jadi setiap kelompok memiliki tanggung jawab dengan lahan petikannya sendiri, hal ini memudahkan dalam pengawasan kualitas dan kuantitas teh yang dihasilkan. Pemetikan yang dilakukan di Unit Perkebunan Tambi adalah petikan semi mekanis dan mekanis, sehingga alat yang digunakan adalah gunting petik dan mesin petik. Unit Perkebunan Tambi menerapkan pemetikan dengan mesin dimulai dari tahun 2012 dengan mesin petik tipe GT 120. Mesin petik digunakan oleh pemetik laki-laki sebanyak 3 hingga 4 orang, 2 orang sebagai operator mesin, 1 orang sebagai pengikut yang memegangi kantong pucuk dan 1 orang sebagai pengangkut pucuk teh yang telah dipetik. Mesin tersebut berkapasitas petik 0.25 ha jam-1 dengan kapasitas pucuk mencapai 350 – 700 kg jam-1. Pemetikan semi mekanis dengan menggunakan gunting dilaksanakan oleh pemetik wanita dengan kebutuhan pemetik yang berbeda-beda yang didasari oleh topografi dan luas areal tiap blok. Jumlah tenaga pemetik paling banyak ada di blok Pemandangan dengan jumlah 48 orang, blok Panama sebanyak 46 orang, blok Taman sebanyak 36 orang dan blok Tanah Hijau sebanyak 35 orang. Gambar 10 menampilkan pemetikan dengan menggunakan mesin dan manual.
32
kadar air yang ada pada pucuk teh, sehingga pucuk menjadi mudah digulung dan digiling. Proses pelayuan menghasilkan perubahan fisik ditandai dengan berkurangnya kadar air yang membuat pucuk menjadi layu, sedangkan perubahan kimia yaitu meningkatnya konsentrasi polifenol dan enzim yang menentukan rasa dan aroma dari teh. Alat yang digunakan untuk proses pelayuan antara lain Withering Through (WT), mesin pemanas, termometer, kipas, alat kebersihan, trolly dan drum besar. Kapasitas WT yaitu 1200 - 1300 kg dan Unit Perkebunan Tambi memiliki 13 buah unit WT. Suhu yang dianjurkan berkisar 25 - 27 oC dan kelembaban 60 70%. Pelayuan berlangsung selama 12 - 18 jam dengan pembalikan pucuk dilakukan setiap 5 - 6 jam sekali. Penggulungan dan penggilingan. Setelah pucuk melalui proses pelayuan, kemudian pucuk memasuki proses penggilingan dengan diawali masuk ke dalam open top roller (OTR). Tahapan ini merupakan tahapan untuk menyiapkan terbentuknya mutu, baik secara fisik maupun kimiawi, dimana pucuk yang telah layu di gulung dengan mesin OTR. OTR merupakan sebuah alat berbentuk tabung bergerak secara memutar dengan kapasitas 350 kg pucuk segar per roller, kegiatan ini berlangsung selama 40 - 45 menit. Unit Perkebunan Tambi memiliki 5 unit mesin OTR, namun untuk mengefisienkan biaya penggunaan mesin OTR hanya digunakan 4 buah apabila pucuk basah yang diolah lebih dari 16 500 kg dan apabila pucuk basah kurang dari 16 500 kg digunakan 3 unit mesin OTR. Mesin penggiling yang digunakan di Unit Perkebunan Tambi yaitu Rotorvene (RV) dengan kapasitas 1 100 - 1 250 kg jam-1. Penggilingan bertujuan untuk mengecilkan ukuran pucuk sesuai dengan keinginan pasar dan konsumen, kemudian memotong hasil tersebut menjadi ukuran yang lebih pendek dan menggerus mengeluarkan seluruh cairan yang ada pada pucuk sehingga pucuk akan berwarna kelabu atau hitam abu-abu. Sortasi bubuk basah. Pemisahan bubuk diawali dari OTR 1 dilakukan sortasi menggunakan rotary roll breaker (RRB) 1 menghasilkan bubuk 1, kemudian melewati RV 1 masuk RRB 2 menghasilkan bubuk 2, kemudian melewati RV 2 dan masuk RRB 3 menghasilkan bubuk 3 dan masuk mesin pengayak. Hasil mesin pengayak adalah bubuk 4 sedangkan bubuk yang tidak lolos ayakan keluar dari ujung pengayak menghasilkan badag. Pada mesin RRB ukuran nomor mesh ayakan dapat diganti sesuai dengan yang diinginkan. Biasanya menggunakan mesh nomor 7 - 7 - 8 atau 6 - 6 - 7 jika ingin menghasilkan grade Pekoe Souchon (PS) dan Broken Pekoe Souchon (BPS). Pemasangan ayakan dengan nomor mesh yang tepat sangat membantu diperolehnya grade yang diinginkan. Selama proses penggilingan, suhu ruangan tidak boleh melebihi 25 °C dan kelembaban dalam ruangan penggilingan berkisar 90 - 95%. Kelembaban dapat diatur dengan menggunakan Humidifier yang berbentuk blower. Fermentasi dan oksidasi. Fermentasi atau oksidasi enzimatis merupakan proses oksidasi senyawa polifenol pada pucuk teh dengan bantuan enzim polifenol oxidase. Tujuan dari proses fermentasi yaitu untuk menghasilkan warna partikel teh, aroma dan rasa. Suhu ruangan fermentasi diatur tidak boleh lebih dari 22° C dengan kelembaban antara 90 - 95%. Untuk mempertahankan kelembaban
33
di ruang fermentasi digunakan humidifier. Waktu yang dibutuhkan untuk proses fermentasi adalah 120 menit, terhitung sejak pucuk masuk ke mesin OTR sampai ke mesin pengeringan. Khusus di ruangan fermentasi, bubuk basah dibiarkan mengalami fermentasi selama 30 menit agar proses fermentasi lebih sempurna. Pengeringan. Pengeringan bertujuan untuk menghentikan proses fermentasi. Proses pengeringan berfungsi untuk mengurangi kadar air dalam bubuk teh sehingga teh kering akan tahan lama dalam penyimpanan, aman dari gangguan jamur dan serangga (hama gudang). Terdapat tiga unit alat pengering model ECP (Endless Chain Pressure) di pabrik Unit Perkebunan Tambi yaitu dua unit Two Circuit Dryer berkapasitas 250 kg jam-1 dan satu unit Three Circuit Dryer berkapasitas 300 kg jam-1. Bubuk yang akan dikeringkan diletakkan di atas trays dan diatur ketebalannya dengan menggunakan baling-baling atau spreader sesuai kebutuhan. Secara perlahan trays bergerak memasuki alat pengering dan setelah sampai ujung penggerak, teh akan jatuh dan kemudian keluar dari mesin pengering. Panas untuk pengeringan diperoleh dari kompor (burner), kemudian merambat ke dinding tungku dalam ruang pembakaran dan mengalir ke dalam pipa api oleh tarikan main fan dan masuk ke mesin pengering. Suhu inlet yang dibutuhkan dalam proses pengeringan adalah rata-rata berkisar 94 – 98° C. Sisa udara panas yang digunakan untuk mengeringkan bubuk teh disebut suhu outlet. Suhu outlet berkisar antara 45 – 50° C. Hasil keringan teh sebelum masuk ke ruang sortasi harus ditimbang sebagai dasar untuk menghitung rendemen teh yang dihasilkan. Tujuan lain dari penimbangan tersebut adalah untuk mengetahui kapasitas mesin pengering, mengetahui hasil kering, dan derajat layu. Sortasi. Sortasi adalah kegiatan memisahkan teh bubuk kering berdasarkan jenis-jenis tertentu sesuai dengan kehendak konsumen. Tujuan sortasi antara lain menyeragamkan bentuk, ukuran dan warna masing-masing grade serta membersihkan teh dari serat, tangkai, debu dan benda asing. Berikut mesin-mesin yang digunakan selama proses sortasi beserta fungsinya antara lain : Bubble Tray : berfungsi untuk memisahkan bubuk teh kering menjadi fraksi
kasar dan halus. Vibrex : mesin yang akan mengangkat serat dan partikel yang ringan berdasarkan daya magnetik silinder besi. Chota : mesin berupa ayakan yang berfungsi untuk memisahkan bubuk teh kering menjadi partikel sesuai jenisnya/grade. Crusher : mesin yang akan memperkecil ukuran bubuk teh kering. Winower : mesin yang akan menyaring bubuk teh kering berdasarkan berat jenisnya serta membersihkan debu dan benda asing.
Pabrik Unit Perkebunan Tambi memiliki tiga unit mesin sortasi yang
fungsinya hampir sama serta terdapat vibrex, crusher dan chota pada masing- masing unit. Mesin tersebut disebut dengan line I, line II dan line III. Bubuk teh kering pertama kali dipisahkan pada mesin bubble tray. Pada bubble tray terdapat 5 corong yang masing-masing corong akan menghasilkan bubuk 1, 2, 3, 4 dan 5. Bubuk 1 dan 2 akan disortasi di line I, bubuk 3 dan 4 akan disortasi pada line II sedangkan bubuk 5 akan disortasi di line III. Selain
34
menerima bubuk 3 dan 4 line II juga menerima hasil chota I berupa BOP grof, hasil chota 2 dan 3 berupa BP 2, serta hasil samping dari line I dan line II. Hasil chota pada line I, II dan III langsung dibawa ke minower untuk disortasi lebih lanjut. Jenis-jenis yang dapat disortasi di minower yaitu dust, BOP, BOPF dan PF. Khusus jenis BTL yang dihasilkan dari chota line 3 dapat langsung dikemas, sedangkan BOP grof dan BP 2 masih disortasi ulang pada line II. Teh hitam yang dihasilkan di pabrik Unit Perkebunan Tambi, dibedakan menjadi tiga grade yaitu : Grade I : PS (Pekoe Souchon), BPS (Broken Pekoe Souchon), BOP (Broken Orange Pekoe), BOPF (Broken Orange Pekoe Fanning), PF(Peko Fanning),
dust, BP (Broken Pekoe), BT ( Broken Tea) dan BM (Broken Mixed). Grade II : PF 2, Dust 2, BP 2, BT 2, BM 2 dan Fanning 2. Grade III : Dust 3, BM 3, Dust 4 dan Bohea.
Selain itu, di pabrik Unit Perkebunan Tambi juga memproduksi teh celup yang biasanya menggunakan bubuk teh kering jenis dust, fanning dan PF. Setelah dihasilkan beberapa jenis bubuk teh kering kemudian dilakukan pengemasan pertama. Bubuk teh kering dikemas dalam karung berkapasitas maksimal 60 kg. Setelah dikemas karung-karung yang telah diisi tersebut disusun di gudang berdasarkan jenis masing-masing. Tumpukan karung tidak boleh bersentuhan langsung dengan dinding dan lantai gudang. Pengepakan. Pengepakan merupakan upaya memberikan wadah pada produk teh dengan tujuan untuk melindungi teh dari kerusakan, mempermudah pengangkutan dan efisien selama penyimpanan di gudang. Teh yang akan disimpan di gudang terlebih dahulu dikemas dalam karung plastik. Kriteria gudang yang baik sebagai tempat penyimpanan teh antara lain mempunyai suhu ruang sekitar 24o C dengan kelembaban kurang dari 70% serta udara dapat mengalir dengan lancar. Lantai gudang dialasi kayu (pallet) setinggi 12 cm. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontak langsung antara teh dengan lantai yang dapat menyebabkan kerusakan teh. Aspek Manajerial Pelaksanaan aspek manajerial yang dilakukan selama magang di Unit Perkebunan Tambi selama 4 bulan sebagai karyawan harian lepas pada bulan pertama, sebagai pendamping pembimbing pada bulan kedua, sebagai pendamping kepala blok pada bulan ketiga dan pada bulan terakhir penulis menjadi pendamping kepala sub bagian kebun. Pekerjaan yang dilakukan selama 3 bulan menjadi pendamping pembimbing, kepala blok dan kasubag kebun meliputi proses POACE yaitu Planning (perencanaan), Organizing (pengaturan), Actuating (pelaksanaan), Controlling (pengawasan), Evaluating (evaluasi). Planning (perencanaan) adalah suatu strategi yang dibuat untuk mencapai target yang telah ditetapkan, selain itu strategi pula dapat digunakan untuk mengantisipasi hal-hal diluar keinginan. Organizing (pengaturan) merupakan suatu sistem dimana seorang pimpinan harus mengatur seluruh anggota bawahannya untuk dapat bekerja sama dalam bekerja agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Actuating (pelaksanaan) adalah proses penerapan rencana atau strategi yang telah diatur agar bisa dijalankan oleh
35
seluruh anggota perusahaan dalam keadaan dan situasi yang nyata untuk dapat mencapai tujuan bersama. Seorang pimpinan dan karyawan harus memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi agar semua pihak dapat bekerja sama dalam menjalankan tugasnya dengan baik dan penuh tanggung jawab. Controlling (pengawasan) yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diatur, dan dilaksanakan telah sesuai dengan target yang diharapkan, sehingga tujuan bersama dapat dicapai. Evaluating (evaluasi) yaitu proses penilaian dari seluruh kegiatan yang telah direncanakan, seberapa besar efektivitas strategi yang telah direncanakan dengan penerapan yang dilakukan di lapangan. Evaluasi dapat menilai kinerja di setiap blok untuk mengetahui kekurangan dan mengembangkan strategi yang akan dilakukan di masa yang akan datang. Pembimbing Pembimbing adalah orang yang bertaggung jawab terhadap berbagai kegiatan di lapang agar mengikuti standar dan teknis yang telah ditetapkan di Unit Perkebunan Tambi. Seorang pembimbing langsung membawahi para pekerja harian lepas dan berkoordinasi dengan kepala blok dalam melaksanakan tugasnya sehingga kewenangan pembimbing dalam menentukan keputusan harus mendapat persetujuan dari seorang kepala blok. Pembimbing di Unit Perkebunan Tambi terdiri atas pembimbing petik, pemeliharaan, proteksi dan pembibitan. Pembimbing petik. Pembimbing petik adalah pembimbing yang bertanggung jawab terhadap kegiatan di lapang mengenai seluruh aspek pemetikan. Pembimbing petik melakukan perencanaan gilir petik, menentukan areal yang harus dipetik dan waktu pelaksanaan pemetikan. Pengaturan yang dilakukan oleh pembimbing petik dapat meliputi pembagian wilayah petikan per kelompok, pembagian petugas angkut daun dan berorganisai dengan pengemudi dalam pengambilan pucuk di lapangan serta lamanya kegiatan petikan yang dilakukan. Kewenangan pembimbing dalam menentukan lamanya kegiatan petikan merupakan pelaksanaan dari rencana produksi yang telah ditetapkan, menulis pembukuan dari setiap hasil petikan dan absensi pemetik. Pembimbing petik langsung mengawasi pemetik dalam melaksanakan pemetikan, menegur apabila ada pekerja yang melakukan kesalahan secara teknis dan mengawasi secara langsung penimbangan pucuk. Evaluasi yang dilakukan setiap selesai pekerjaan dapat berupa besaran upah dan kualitas maupun kuantitas pucuk yang telah dipetik. Pembimbing petik berkoordinasi langsung dengan kepala blok sehingga setiap kebijakan dan kewenangan pembimbing petik harus mendapat persetujuan dari kepala blok dahulu. Jumlah total pembimbing petik di Unit Perkebunan Tambi adalah 10 orang yang dibagi kedalam 4 blok. Masing-masing pembimbing berbeda-beda dalam mengawasi jumlah pekerja, blok Taman memiliki 2 orang pembimbing yang membawahi 36 orang pemetik, blok Tanah Hijau memiliki 2 orang pembimbing yang membawahi 35 orng pemetik, blok Pemandangan memiliki 3 orang pembimbing yang membawahi 48 orang pemetik dan blok Panama memiliki 3 orang pemetik yang membawahi 46 orang pemetik.
36
Pembimbing pemeliharaan. Pembimbing pemeliharaan adalah pembimbing yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemeliharaan kebun meliputi pemangkasan, pemupukan, dan kegiatan pemeliharaan lainnya yang berkaitan dengan kelangsungan dan kelancaran setiap kegiatan yang ada di kebun. Pembimbing pemeliharaan merencanakan waktu dan areal pemeliharaan, kebutuhan tenaga kerja, alat dan bahan yang akan digunakan, serta besaran upah. Pengaturan yang dilakukan berupa mengatur tenaga kerja dalam kegiatan pemeliharaan, mengatur areal pupuk yang akan diaplikasikan, dan berkoordinasi dengan pembimbing petik dalam mengaplikasikan pupuk daun. Tugas yang dilaksanakan pembimbing pemeliharaan berupa mencatat luasan yang telah dikerjakan, merekap upah tenaga kerja, mengisi dan membuat laporan kegiatan pemeliharaan yang dikerjakan stiap harinya. Pengawasan yang dilakukan adalah melakukan pengawasan selama kegiatan pemeliharaan berlangsung. Evaluasi setiap pekerjaan dapat berupa menilai hasil pangkasan, ketepatan pemupukan, keefektifan pengendalian gulma. Kegiatan yang dilakukan pembimbing pemeliharaan kemudian diserahkan kepada kepala blok untuk dievaluasi. Unit Perkebunan Tambi memiliki 4 orang pembimbing pemeliharaan dan jumlah tenaga kerja yang bersifat musiman. Pembimbing proteksi. Pembimbing proteksi bertugas untuk mengawasi kegiatan yang berhubungan dengan proteksi tanaman. Pembimbing proteksi melakukan perencanaan dengan melakukan identifikasi Early Warning System (EWS) dengan berkoordinasi dengan bagian keamanan kebun untuk menentukan areal yang harus diberi perlakuan pestisida, insektisida maupun herbisida, alat dan bahan yang akan digunakan, berkoordinasi dengan pembimbing petik dan pembimbing pemeliharaan dalam menentukan waktu pelaksanaan proteksi tanaman. Pengaturan yang dilakukan adalah mengatur tenaga kerja dalam kegiatan proteksi tanaman, melakukan absensi serta memotivasi pekerja. Tugas yang dilaksanakan yaitu bertanggung jawab atas alat dan bahan yang telah digunakan, mencatat luasan yang telah dikerjakan, merekap upah tenaga, mengisi dan membuat laporan kegiatan proteksi tanaman. Pengawasan yang dilakukan adalah melakukan pengawasan terhadap kegiatan proteksi tanaman. Unit Perkebunan Tambi memiliki 4 orang pembimbing proteksi dan jumlah tenaga kerja yang bersifat musiman. Pembimbing pembibitan. Pembimbing pembibitan bertugas untuk mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan penanaman, pemilihan indukan tanaman teh, dan pemeliharaan bibit. Pembimbing pembibitan melakukan perencanaan berupa kebutuhan bibit yang akan digunakan dalam areal kebun yang akan dilakukan replanting. Pembimbing pembibitan langsung berkoordinasi dengan kepala sub bagian kebun untuk memenuhi bibit yang akan digunakan. Perencanaan yang dilakukan adalah pemeliharaan tanaman teh yang akan dijadikan induk atau yang akan di setek, perencanaan cutting dan tipping, dan menentukan kriteria bibit yang sudah siap ditanam di lapangan. Tugas yang dilaksanakan berupa tanggung jawab atas kebutuhan bibit teh yang telah ditanam, mencatat upah pekerja, mengklasifikasikan kriteria bibit dan membuat laporan pembibitan. Pengawasan yang dilakukan meliputi segala kegiatan pemeliharaan yang ada di pembibitan, mengawasi saat indukan akan di cutting dan mengawasi
37
saat indukan akan ditanam. Evaluasi yang dilakukan pembimbing pembibitan berupa jumlah bibit yang hidup dan dapat ditanam beserta kekurangan kebutuhan bibit tersebut. Unit Perkebunan Tambi memiliki 1 orang pembimbing pembibitan dengan jumlah tenaga kerja yang bersifat musiman. Kepala Blok Kepala blok merupakan pimpinan yang membawahi langsung seluruh pembimbing, kepala blok bertanggung jawab langsung atas kinerja pembimbingnya terhadap kepala sub bagian kebun. Kepala blok memiliki kewenangan atas perencanaan, pengaturan, penugasan, pengawasan dan evaluasi di setiap blok yang dipimpinnya. Kepala blok bertugas merencanakan seluruh pekerjaan yang telah dicatat di dalam RKAP, baik pemetikan, pemeliharaan dan proteksi tanaman. Seorang kepala blok harus dapat mengatur setiap kegiatan yang diprioritaskan. Tugas seorang kepala blok adalah menilai kinerja dan efektifitas kerja pembimbingnya dalam mencapai target produksi dan menjaga hubungan antar tiap pembimbing agar dapat berkoordinasi dengan baik. Pengawasan setiap pekerjaan yang dilakukan dengan mengawasi seluruh kegiatan baik di lapangan maupun laporan yang telah dibuat, pengawasan seorang kepala blok juga dapat mempengaruhi kualitas tenaga kerja yang ada. Evaluasi dilakukan setiap hari dengan seluruh pembimbing di ruangan kantor blok dengan cara berdiskusi mengenai masalah dari setiap aspek yang telah dilakukan di lapangan dan diskusi mengenai realisasi yang telah dikerjakan dengan target yang telah ditetapkan. Kepala blok memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan yang akan dilakukan untuk proses pengelolaan kebun agar dapat tercapai target dengan persetujuan kepala sub bagian kebun. Unit Perkebunan Tambi memiliki 4 orang kepala blok yang masing-masing terbagi menjadi seorang di setiap blok yang ada. Kepala Sub Bagian Kebun Kepala Sub Bagian Kebun merupakan pemimpin di Unit Perkebunan Tambi yang langsung membawahi satu bagian Unit Perkebunan dan bertanggung jawab langsung kepada Pimpinan Unit Perkebunan dan Kepala Bagian Tanaman. Kasubag Kebun memiliki kewenangan atas perencanaan, pengaturan, penugasan, pengawasan dan evaluasi di Unit Perkebunan yang di pimpinnya. Kasubag Kebun bertugas merencanakan seluruh pekerjaan Unit Perkebunan dengan membuat Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) untuk bagian kebun. Kasubag Kebun mengatur seluruh kegiatan kebun berdasarkan RKAP yang telah dibuat, penentuan target produksi bulanan maupun dalam satu tahun, penentuan waktu pemangkasan, penentuan waktu pemupukan, maupun penentuan penggunaan pestisida. Tugas yang dipegang seorang Kasubag Kebun adalah berkoordinasi dengan kepala blok mengenai target produksi, pencapain target bulanan dan pengarahan teknis kepada kepala blok. Kasubag Kebun mengawasi langsung kegiatan yang ada di lapangan maupun laporan yang telah dibuat oleh setiap kepala blok. Evaluasi dilakukan satu kali setiap minggu yang dilaksanakan di kantor kebun untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan yang ada di lapangan. Unit Perkebunan Tambi memiliki seorang Kasubag Kebun yang langsung membawahi 4 blok yang ada di Unit Perkebunan Tambi
38
PEMBAHASAN Ketinggian Bidang Petik (Tinggi Tanaman) Tinggi tanaman teh akan bertambah seiring bertambahnya umur pangkas, berdasarkan Gambar 6 pada umur satu tahun setelah pangkas ketinggian tanaman hanya 71.33 cm, pada umur dua tahun setelah pangkas 83.50 cm, pada umur tiga tahun setelah pangkas 101.32 cm dan pada umur empat tahun setelah pangkas tinggi tanaman mencapai 115.84 cm. Pelaksanaan pemangkasan tetap dilakukan karena produksi pucuk yang dihasilkan tanaman sudah menurun, kondisi tanaman yang sudah rusak, kurangnya jangkauan pemetik terhadap tanaman. Sukasman (1988) menyatakan ketinggian tanaman teh yang efektif untuk dilaksanakannya pemetikan adalah 120 cm, hal ini karena ketinggian pemetik di Indonesia yang hanya memiliki tinggi 155 – 160 cm. Menurut Johan dan Dalimoenthe (2009) tinggi bidang petik yang ideal sekitar 80 – 110 cm, apabila ketinggian bidang petik lebih dari 120 cm maka sudah tidak ergonomis bagi pemetik, hal ini akan mempengaruhi efektifitas pemetikan dan kapasitas tenaga pemetik, sehingga produksi yang didapat tidak optimum. Diameter Bidang Petik (Diameter Tanaman) Diameter menjadi parameter tanaman yang siap untuk dipangkas. Diameter tanaman yang lebar menandai kesehatan tanaman, semakin lebar diameter akan menghasilkan pucuk yang lebih banyak pula. Permasalahan yang ada apabila bidang petik terlalu lebar maka akan menyulitkan pemetik dan dapat menutup jalan kontrol, sehingga kegiatan pemeleliharaan dan pemetikan tanaman akan sulit. Tabel 4 menunjukkan bahwa hasil pengamatan yang telah dilakukan di Unit Perkebunan Tambi tahun 2015 memiliki diameter rata-rata 78 cm pada umur satu tahun setelah pangkas, 93.7 cm pada umur dua tahun setelah pangkas, 108.4 cm pada umur tiga tahun setelah pangkas dan 128.5 cm pada umur empat tahun setelah pangkas. Lebar diameter tersebut sudah ideal jika dibandingkan dengan pengamatan yang dilakukan Rosiantim (2013) di Unit Perkebunan Tambi, perbedaan diameter tanaman dapat terjadi karena jenis klon dan kesehatan tanaman. Persentase Pucuk Burung Indikator yang terakhir adalah pertumbuhan pucuk burung yang mengindikasikan kandungan zat pati yang terdapat pada tanaman teh tersebut. Pucuk burung merupakan pucuk yang dalam keadaan dorman. Semakin banyak pucuk burung yang tumbuh maka semakin sedikit kriteria pucuk yang memenuhi syarat untuk dapat diproduksi. Tanaman teh akan menghasilkan pucuk burung lebih banyak dibandingkan pucuk peko dengan semakin meningkatnya umur daun pemeliharaan (Sukasman 1990). Kekuatan pertumbuhan tunas pada tanaman yang dipangkas didukung oleh cadangan pati dalam akar, batang, cabang dan ranting tanaman. Tingginya jumlah
39
pucuk burung mengindikasikan tingginya zat pati hasil fotosintesis yang terakumulasi dari akar teh. Semakin aktif pertumbuhan pucuk tanaman atau semakin banyak pertumbuhan pucuk, maka semakin banyak pula zat pati yang terpakai, sehingga persediaan zat pati semakin berkurang dalam persediaan (PPTK 2006). Pucuk dalam keadaan dorman akan berperan lebih singkat sebagai sink dalam mekanisme asimilasi karena hasil fotosintat tidak digunakan untuk menumbuhkan tunas baru melainkan untuk penuaan sel-sel daun. Hasil fotosintat kemudian akan terakumulasi kembali ke dalam akar dan hal ini merupakan saat yang tepat dilakukannya pemangkasan karena pertumbuhan pucuk pasca pemangkasan akan membutuhkan energi yang besar. Energi tersebut akan diperoleh oleh tanaman dari pembongkaran dalam akar dan cabang. Apabila persentase pucuk dorman yang ada lebih dari 70 % maka tanaman tersebut siap untuk dipangkas. Gambar 7 menunjukkan bahwa hasil pengamatan pada umur empat tahun setelah pangkas persentase pucuk burung pada tanaman teh yang ada di Unit Perkebunan Tambi sebesar 81.53%. Secara umum perhitungan pucuk tidak dilaksanakan di Unit Perkebunan, namun dari data pengamamatan Unit Perkebunan Tambi dapat dikatakan sesuai saat melakukan pangkasan. Jenis Pangkasan Unit Perkebunan Tambi merupakan perkebunan yang berada pada dataran tinggi, berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan jenis pangkasan yang dilakukan di Unit Perkebunan Tambi adalah pangkasan bentuk pada TBM dan pangkasan produksi pada TM. Pangkasan produksi yang dilakukan adalah pangkasan bersih dan pangkasan jambul. Pembagian pangkasan menjadi pangkasan bersih dan pangkasan jambul berdasarkan musim. Pangkasan bersih dilakukan pada saat musim penghujan, sedangkan pangkasan jambul dilakukan pada awal musim kemarau. Pangkasan bersih merupakan pangkasan dengan bidang pangkas yang rata tetapi pada bagian tengahnya agak rendah dengan membuang semua rantingranting berukuran kurang dari 1 cm, agar percabangan yang tumbuh lebih baik. Sukasman (1988) mengatakan bahwa pada pangkasan bersih akan dihasilkan tunas yang tumbuh subur sehingga seluruh tunas akan mencapai bidang pangkasan, selain itu sinar matahari dapat menembus bagian bawah tanaman sehingga dapat menumbuhkan tunas bagian bawah yang dormansinya lebih kuat. Jenis pangkasan bersih juga mempengaruhi panjang tunas dan lamanya stadia peko dibanding dengan pangkasan kepris (Tobroni dan Kurniayu 1988). Pangkasan jambul merupakan pangkasan yang menyisakan sedikitnya 3 batang tanaman dan 200 helai daun yang sehat utuk menciptakan agroklimat pada tanaman tersebut. Pangkasan tersebut dimaksudkan agar luka pangkas yang dihasilkan dapat tertutupi oleh sisa daun yang tertinggal dan agar mempercepat pertumbuhan bagi tunas – tunas baru yang akan tumbuh. Ketinggian pangkasan untuk keduanya berkisar antara 45 – 60 cm dari permukaan tanah (PPTK 2006). Pelaksanaan yang terjadi dilapangan banyak juga pangkasan setengah bersih yang dilakukan oleh tenaga pemangkas. Pihak kebun sendiri mengerti kesulitan yang terjadi di lapang, sehingga pangkasan setengah bersih diterima oleh pihak kebun. Kerugian yang ditimbulkan pada pangkasan setengah bersih
40
adalah tunas yang tumbuh kecil karena tunas tersebut tumbuh dari batang pensil di sisi perdu, sedangkan keuntungan dari pangkasan setengah bersih adalah tunas baru akan lebih cepat tumbuh. Tobroni dan Kurniayu (1988) mengatakan besarnya bagian tanaman yang ditinggalkan pada pangkasan setengah bersih yang terdiri dari sebagian besar cabang dan ranting yang masih muda mengakibatkan kesempatan untuk tumbuhnya tunas baru lebih cepat. Tinggi dan Diameter Pangkasan Tinggi pangkasan yang ada di Unit Perkebunan Tambi berkisar antara 50 – 55 cm di atas permukaan tanah. Pangkasan yang dilakukan pertama kali pada tanaman teh berada pada ketinggian 45 cm kemudian naik 5 cm setiap akan dipangkas kembali. Saat tanaman telah mencapai ketinggian maksimal setinggi 60 cm maka pangkasan dilakukan di awal ketinggian menjadi 45 cm. Sistem pangkasan yang ditetapkan oleh kepala kebun adalah sistem pangkasan naik turun. Sistem pangkasan naik turun diterapkan perusahaan untuk mengantisipasi terjadinya benggul (knot) yang ada pada tanaman. Pangkasan yang dilakukan secara berulang – ulang akan menyebabkan terbentuknya bongkol – bongkol seperti kaki kambing atau tanduk rusa. Bentuk percabangan (frame) yang demikian menyebabkan terhambatnya aliran hara dan air dari akar ke daun atau sebaliknya dan menghambat pertumbuhan pucuk (Sukasman 1990). Apabila ditemukan adanya benggul pada tanaman, maka benggul tersebut dihilangkan atau untuk mengantisipasi agar tidak terjadinya benggul maka tanaman dipangkas beberapa cm diatas maupun dibawah luka lama. Menurut Johan dan Dalimoenthe (2003) tinggi pangkasan yang lebih rendah dari 40 cm akan menyebabkan percabangan yang terbentuk terlalu rendah sehingga menyulitkan pemetik, sedangkan tinggi pangkasan yang lebih dari 70 cm akan menyulitkan apabila tanaman akan dipangkas kembali. Tabel 5 menunjukkan ketinggian pangkasan yang dilaksanakan setinggi 53.36 cm. Hal tersebut tidak berbeda jauh dengan ketinggian yang ditargetkan perusahaan sebesar 55 cm dengan diameter tanaman sebesar 71.97 cm. Gilir Pangkas Gilir pangkas merupakan indikator waktu yang menandakan pemangkasan terdahulu dengan pemangkasan yang akan dilakukan selanjutnya. Gilir pangkas dapat dipengaruhi oleh letak ketinggian perkebunan itu sendiri. Semakin tinggi tempat dari permukaan laut maka gilir pangkasnya akan semakin panjang. Menurut PPTK (2006) ketinggian tempat daerah pertumbuhan teh dibagi menjadi tiga : (1) daerah rendah (< 800 m dpl) daur pangkas berkisar 2 - 3 tahun, (2) daerah sedang (800 – 1 200 m dpl) daur pangkasnya berkisar 3 - 4 tahun, (3) daerah tinggi (> 1 200 m dpl) daur pangkasnya 4 - 5 tahun. Unit Perkebunan Tambi yang berada pada ketinggian > 1200 m dpl dapat dikategorikan sebagai daerah tinggi dengan pergiliran pangkasan antara 4 - 5 tahun. Sukasman (1988) untuk daerah tinggi (1 200 – 2 000 m dpl) dengan ketingian pangkasan antara 45 – 60 cm, petikan jendangan yang dilakukan setinggi 20 cm, dan laju pertumbuhan
41
bidang petik 10 cm, untuk mencapai ketinggian bidang petik 120 cm akan diperlukan daur pangkasan selama 5 tahun. Tabel 6 merupakan jadwal pergiliran pangkas dari beberapa nomor kebun yang ada di Unit Perkebunan Tambi. Tabel tersebut menunjukkan bahwa pergiliran pangkas yang dilakukan tidak ada yang kurang dari 5 tahun. Terdapat juga beberapa nomor kebun yang melewati batasan siklus pangkas yang ada seperti Blok Taman dengan nomor kebun 4 dan 11, Blok Panama dengan nomor kebun 3 dan 15 dan Blok Tanah Hijau dengan nomor kebun 15. Keputusan untuk mempertahankan tanaman untuk tidak dipangkas berdasarkan siklus yang ada karena nomor – nomor kebun tersebut masih produktif dalam menghasilkan pucuk, mundurnya siklus pangkas akibat terlambatnya pangkasan terdahulu dan frame tanaman belum begitu rapat akibat penanaman ulang (replanting). Waktu Pelaksanaan Pemangkasan Penentuan waktu pemangkasan adalah waktu yang tepat untuk dilaksanakannya pemangkasan, sehingga dapat diperoleh hasil pangkasan yang optimal. Penentuan waktu pemangkasan pada perkebunan biasanya memperhatikan kondisi tanaman, iklim, suhu serta ketinggian tempat dari permukaan laut (PPTK 2006). Pemangkasan menyebabkan tanaman kehilangan sebagian cabang dan daun sehingga proses asimilasi yang akan membentuk bahan makanan juga hilang atau berkurang (PPTK 2006). Pemangkasan sebaiknya dilaksanakan pada waktu tanaman sedang sehat karena tanaman yang sehat akan memiliki cadangan pati untuk dapat tumbuh kembali (Sukasman 1988). Zat pati dialirkan oleh air yang ada dalam tanaman dari akar ke arah luka pangkas yang dapat menyembuhkan luka pangkasan dan mempercepat pertumbuhan tunas. Pelaksanaan pemangkasan akan berhasil apabila kandungan pati cukup tinggi dan media tanah masih banyak mengandung air (PPTK 2006). Tabel 7 menunjukkan bahwa pemangkasan yang ada di Unit Perkebunan Tambi dibagi menjadi dua semester. Pemangkasan yang dilaksanakan yaitu Semester I saat akan berkahirnya musim penghujan antara bulan Januari – Mei dan Semester II saat menjelang musim hujan antara bulan September – November. Pemilihan waktu semester I (Januari – Mei) berdasarkan dengan pada saat berakhirnya musim penghujan karena sinar matahari mulai banyak, suhu udara sedikit meningkat, curah hujan mulai berkurang, sehingga cadangan pati dalam akar mulai dibongkar untuk petumbuhan tunas baru (PPTK 2006). Sedangkan pemilihan waktu semester II (September – November) disebabkan karena hujan mulai turun dan pertumbuhan pucuk mulai meningkat pula, karena tanaman telah membongkar cadangan makanannya dari awal musim kemarau (Juni) (Sukasman 1988). Selain itu cahaya yang diperlukan tanaman untuk fotosintesis juga masih mencukupi apabila pada awal musim penghujan. Terdapat salah satu blok yang ada di Unit Perkebunan Tambi hanya melakukan pemangkasan dalam I semester saja dikarenakan Blok tersebut berada pada ketinggian > 1700 m dpl. Muhammad (2014) menyatakan hal tersebut bertujuan waktu tumbuhnya tunas tidak pada kelembaban yang tinggi yang menyebabkan tunas terserang penyakit cacar yang dapat mengakibatkan kematian pada tunas baru.
42
Luas Areal Pangkasan Luas areal pangkasan dalam satu tahun yang ditetapkan Unit Perkebunan Tambi adalah sebesar 24.52% dari luas areal tanaman menghasilkan (TM). Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa pemangkasan yang terbagi menjadi dua semester dibagi menjadi 79 % pada semester pertama dan 21% pada semester kedua. Pertimbangan melakukan pemangkasan yang lebih besar pada semester pertama adalah untuk menstabilkan produksi pucuk yang ada. Saat akhir musim penghujan produksi pucuk sedang melimpah sehingga tanaman dapat diapangkas sebesar 79% karena hasil produksi masih dapat menutupi target, namun pada saat musim kemarau tiba pucuk yang diproduksi rendah itulah sisa pangkasan harus diselesaikan agar mencapai target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 54.4 ha. Puslitbangbun (2010) menyatakan untuk menstabilkan produksi pucuk harian agar tidak terjadi fluktuasi produksi yang terlalu besar antara saat flush dan saat minus, sehingga pada waktu flush produksi tidak terlalu melimpah dan pada waktu kemarau tidak terlalu sedikit. Setiap blok yang ada di Unit Perkebunan Tambi melaksanakan 2 – 3 nomor kebun, kebijakan yang diberlakukan oleh kepala kebun dengan melihat jenis klon tanaman, nomor kebun yang berdekatan dan pekerjaan selesai dalam waktu yang berdekatan. Hal ini dimaksudkan agar pertumbuhan pucuk dapat serempak dan dapat dijendang secara bersamaan. Pembagian nomor kebun dilaksanakan oleh kepala kebun sendiri kemudian diinformasikan kepada setiap kepala blok yang ada. Setiap blok akan melaksanakan pemangkasan 2 hingga 3 nomor kebun seluas 8 ha – 12 ha, kebijakan yang diambil oleh kepala kebun berdasarkan jenis klon tanaman dan nomor kebun yang berdekatan. Target yang ingin dicapai adalah pemangkasan yang dapat diselesaikan dalam waktu yang berdekatan agar tunasa yang tumbuh dapat serempak dan dapat dijendang secara bersamaan. Alat Pangkas PPTK (2006) merekomendasikan pemotongan cabang atau ranting yang besarnya lebih kecil dari ibu jari (< 2 cm) menggunakan gaet pangkas, sedangkan yang lebih besar dari ibu jari (> 2 cm) menggunakan gergaji pangkas. Alat pangkas yang biasa digunakan untuk pemangkasan tanaman teh berupa sabit dan gergaji pangkas. Ketajaman alat menjadi salah satu faktor keberhasilan pemangkasan, sehingga luka yang dihasilkan licin (Adisewojo 1982). Alat pangkas yang digunakan di Unit Perkebunan Tambi berupa sabit dan gergaji pangkas. Penggunaan sabit pangkas lebih dominan dilakukan di Unit Perkebunan Tambi. Pertimbangan yang menjadikan sabit menjadi alat pangkas adalah sabit lebih mudah digunakan oleh tenaga pemangkas. Penggunaan gergaji pangkas digunakan apabila terget pangkasan belum tercapai pada waktunya. Biaya perawatan yang mahal menjadi penghambat penggunaan gergaji pangkas dan kesulitan yang terjadi di lapang adalah gergaji pangkas sulit membentuk bidang pangkas karena tenaga pemangkas kurang terampil dalam menggunakan. Apabila ditinjau dari kerusakan cabang akibat pemangkasan terkait penggunaan alat pangkas pada Tabel 8 bahwa penggunaan alat pangkas manual maupun mesin tidak berbeda nyata pada kerusakan di setiap diameter batang tanaman teh. Saat
43
ini penggunaan sabit masih dinilai lebih efisien oleh perusahaan karena masih sedikit lebih baik kualitas kerusakan cabang yang dihasilkan dan efisien dalam penggunaan waktu. Keterampilan Tenaga Pemangkas Berdasarkan Usia, Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Berdasarkan pengamatan dan data Tabel 9 yang telah dianalisis, kerusakan cabang yang dilakukan pekerja > 50 tahun dan < 50 tahun menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada batang yang berdiameter < 1 cm. Sedangkan untuk batang yang berdiameter 1 – 1.99 cm dan > 2 cm kedua kelompok pekerja tersebut tidak berpengaruh nyata dengan kerusakan yang dilakukan. Dengan demikian dapat dikatakan pekerja yang berusia < 50 tahun akan menurunkan kemungkinan kerusakan cabang karena pekerjaan pemangkasan memerlukan energi dan fisik yang prima. Hal ini dinyatakan juga oleh Novri (2010) yang melakukan pengamatan terkait tenaga pemangkas di Unit Perkebunan Tambi. Berdasarkan pengamatan dan data Tabel 10 yang telah dianalisis, kerusakan cabang yang dilakukan pekerja yang memiliki tingkat pendidikan TTSD dan TSD menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Pada batang berdiameter < 1 cm pekerja TSD lebih sedikit dalam melakukan kesalahan namun hasilnya tidak berbeda nyata, sedangkan pada diameter 1 – 1.99 cm pekerja TTSD lebih sedikit melakukan kealahan dan pada cabang diameter > 2 cm pekerja TSD lebih sedikit namun dari keseluruhannya tidak ada perbedaan antar kedua kelompok ini. Novri (2010) menyatakan pendidikan tidak mempengaruhi keterampilan tenaga pemangkas yang melakukan pekerjaan pangkasan tanaman teh di Unit Perkebunan Tambi. Pernyataan tersebut dibuktikan pada penelitian penulis tahun ini yang menunjukkan juga bahwa tidak ada perbedaan antara pekerja yang TSD dan TTSD dalam hal pekerjaan memangkas. Berdasarkan pengamatan pada Tabel 11 yang telah dianalisis, kerusakan cabang yang dilakukan pekerja yang memiliki pengalaman > 10 tahun menunjukkan persentase kerusakan yang lebih rendah dibandingkan tenaga kerja yang memiliki pengalaman < 10 tahun. Ketiga kerusakan cabang tidak ada perbedaan yang nyata dari kedua kelompok tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman tidak berpengaruh terhadap hasil pekerjaan pemangkasan yang dilakukan, hal tersebut sama dengan pengamatan yang dilakukan Novri (2010) yang menyatakan pengalaman tidak mempengaruhi hasil kerusakan pada percabangan. Tenaga Pemangkas Tenaga pemangkas yang ada di Unit Perkebunan Tambi merupakan tenaga kerja musiman dengan sistem upah borongan. Pelaksanaan pemangkasan sendiri langsung dibawahi oleh pembimbing pemeliharaan dari masing-masing blok. Jumlah total tenaga pemangkas yang ada di Unit Perkebunan Tambi dapat dilihat pada Tabel 12 sebanyak 11 orang.
44
Jumlah pekerja tersebut lebih sedikit jika dibandingkan dengan hasil perhitungan yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan rumus : Jumlah pemangkas per hari = luas areal pangkasan (ha/hari) kapasitas standar (ha/hari) Kapasitas standar = kemampuan yang diacapai pekerja dalam satu hari Kebutuhan tenaga pemangkas yang ada di Unit Perkebunan Tambi sendiri setelah dilakukan penghitungan adalah sebanyak 13 orang dengan komposisi di setiap blok memiliki 2 – 4 pekerja. Unit Perkebunan Tambi telah efektif mempekerjakan 11 orang pekerja dengan nilai rata-rata kapasitas tenaga kerja sebesar 0.049 ha orang-1 dengan ketetapan standar oleh perusahaan 0.040 ha orang-1. Hal ini membuat pekerjaan pemangkasan tidak selesai tepat waktu sehingga membuat tanaman melewati siklus pangkasnya dan dapat merugikan perusahaan karena dapat menurunkan produksi akibat terlambatnya dilakukan petikan jendangan. Kekurangan tenaga pemangkas memang menjadi permasalahan perusahaan saat ini, karena kurangnya minat dari pemuda yang mau menjadi tenaga pemangkas dan minimnya upah yang diberikan. Dari hasil pengamatan luas pangkasan per hari didapat hasil yang berbedabeda pada setiap blok yang ada di Unit Perkebunan Tambi. Luas pangkasan per hari dipengaruhi oleh jumlah dan kapasitas tenaga itu sendiri. Kapasitas tenaga paling besar terdapat di Blok Tanah Hijau karena tenaga pemangkas di Blok tersebut memang terampil dan handal dalam hal memangkas, oleh karena itu Blok Tanah Hijau menjadi Blok yang tepat waktu dalam menyelesaikan pangkasan. Pertumbuhan Tunas Setelah Pemangkasan Pertumbuhan pucuk hasil pangkasan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur tanaman, kesuburan tanah dan letak ketinggian. Berdasarkan hasil pertumbuhan tunas di blok Taman pada Gambar 9, jenis klon Gambung dapat tumbuh setelah 4 Minggu Setelah Pangkas (MSP) dengan tinggi 1.331 cm dan pertumbuhan tunas setinggi 4 – 5 cm setiap minggunya. Pada umur 6 minggu setelah pangkas tinggi tunas sebesar 5.077 cm. Pada umur 8 minggu setelah pangkas ketinggiannya mencapai 10.085 cm. Pada umur 10 minggu setelah pangkas tinggi tunas 15.273 cm dan pada umur 12 minggu setelah pangkas tunas yang telah tumbuh 21.503 cm. Pertumbuhan yang cepat dari klon Gambung 3 sangat bermanfaat untuk mempercepat petikan jendangan yang akan dilaksanakan. Pemetikan jendangan dilaksanakan 3 bulan setelah pangkas. Ketentuan tinggi tunas untuk dapat dilaksanakannya petikan jendangan adalah lebih dari 20 cm. Setyamidjaja (2000) mengatakan ketinggian jendangan berkisar antara 10 – 25 cm di atas luka pangkas agar dapat membentuk bidang petik yang rata.
45
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pelaksanaan pemangkasan di Unit Perkebunan Tambi sangat mempertimbangkan kondisi tanaman dan tenaga kerja, agar lebih efisien dalam pengeluaran dan memaksimalkan pendapatan perusahaan. Kriteria tanaman yang akan dipangkas juga telah memenuhi standar PPTK seperti tinggi bidang petik tanaman yang akan dipangkas sebesar 115.84 cm, diameter bidang petik yang lebar hingga mencapai 128.5 cm dan tanaman yang ada memiliki persentase pucuk burung yaitu sebesar 81.53% langsung dilaksanakan pemangkasan. Jenis pangkasan yang telah ditetapkan sudah memenuhi standar PPTK yaitu pangkasan bersih dan pengantisipasian agar tanaman tidak mati dilaksanakan pangkasan jambul. Tinggi pangkasan hampir memenuhi standar yang telah ditetapkan perusahaan yaitu 53.56 cm dengan sistem pangkasan tetap untuk meminimalisir terjadinya bonggol (knot) pada tanaman. Gilir pangkas yang ditetapkan adalah 5 tahun karena Unit Perkebunan Tambi termasuk perkebunan yang berada di dataran tinggi. Hingga bulan Juni 2015 baru 27.99 ha atau 65.1 % dari luasan yang akan dipangkas pada semester satu pada tahun 2015, hal ini menandakan pelaksanaan masih dibawah target perusahaan yang mentargetkan sebesar 42.99 ha pada semester 1. Keterampilan tenaga pemangkas tidak dipengaruhi oleh usia, tingkat pendidikan dan pengalaman. Penggunaan alat pangkas manual dan alat pangkas mesin tidak berpengaruh terhadap kerusakan cabang hasil pangkasan. Jumlah tenaga pemangkas di Unit Perkebunan Tambi sebanyak 11 orang lebih efisien dibandingkan dengan perhitungan sebesar 13 orang dan mempunyai kapasitas sebesar 0.049 ha orang-1 di atas standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu 0.04 ha orang-1. Klon Gambung 3 sesuai ditanam di daerah dataran tinggi, karena lebih tahan terhadap penyakit cacar daun. Tunas klon Gambung 3 cepat mengalami pertumbuhan pasca pemangkasan. Pada 12 minggu setelah pemangkasan klon Gambung 3 telah mencapai kriteria untuk dipetik jendangan dengan tinggi yang sudah mencapai 21.503 cm. Saran Produksi yang baik dan optimum harus didukung oleh perawatan atau pemeliharaan tanaman yang baik pula. Proses pemangkasan memerlukan keahlian, kecepatan dan keterampilan khusus untuk mengurangi terjadinya kerusakan cabang yang dilakukan oleh pekerja. Penggunaan mesin pangkas harus lebih dimanfaatkan dengan memberikan pelatihan terhadap para pekerja agar lebih efisien dalam pelaksanaan pemangkasan. Peran pengawas juga dibutuhkan dalam menentukan kualitas pangkasan yang baik.
46
DAFTAR PUSTAKA Adisewojo RS. 1982. Bercocok Tanam Teh. Bandung (ID) : Sumur Bandung. [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Statistik Perkebunan Indonesia 2011 – 2014 : Teh [internet]. [diunduh 2014 Maret 8]. Tersedia pada: http://www.ditjenbun.deptan.go.id. Ghani MA. 2002. Buku Pintar Mandor : Dasar-Dasar Budidaya Teh. Bogor (ID) : Penebar Swadaya. Iskandar SH. 1988. Budidaya Tanaman Teh. Jurusan Budidaya Pertanian. Bogor (ID) Johan ME, Dalimoenthe SL, Purnama R. 2003. Strategi Peningkatan Produktivitas Tanaman Teh Asal Biji. Prosiding Simposium Teh Nasional 2003; Bandung, Indonesia. Bandung (ID) : Pusat Penelitian Teh dan Kina. 22 – 33 hal. Johan ME. 2006. Pengaruh istirahat petik pada pangkasan terhadap pertumbuhan tunas dan produktivitas jendangan. Jurnal Penelitian Teh dan Kina (Indonesian Journal of Tea and Chinchona Research). 9 (3) : 63 – 68. Johan ME, Dalimoenthe SL. 2009. Pemetikan pada Tanaman Teh. Bandung (ID) : PPTK. Muhammad. 2014. Pemangkasan Tanaman Teh dan Pekerjaan Ikutannya. Prosiding. Dalam : Seminar Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja PT Perkebunan Tambi 2014. Novri R. 2010. Pengelolaan Pemangkasan Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di Unit Perkebunan Tambi, PT Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [PPTK] Pusat Penelitian Teh dan Kina. 2006. Petunjuk kultur teknis tanaman teh. Bandung (ID) : Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. [Puslitbangbun] Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Teh. Jakarta (ID) : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian. Rosiyantim L.S. 2013. Pemangkasan tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di Unit Perkebunan Tambi, PT Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Setyamidjaja D. 2000. Teh Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen. Yogyakarta (ID) : Kanisius. Sukasman. 1988. Pemangkasan pada tanaman teh menghasilkan. Prosiding Seminar Pemangkasan Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Bandung. 4962. Sukasman. 1990. Pengaruh Kandungan Pati dalam Akar Terhadap Pertumbuhan Tanaman Teh Setelah Dipangkas. Prosiding Simposium Teh IV 1982; Semarang, Indonesia. Semarang (ID) : Balai Penelitian Teh dan Kina Gambung. 209 – 217 hal. Suwarto, Octavianty Y. 2010. Budidaya Tanaman Perkebunan Unggulan. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. 259 hal. Syakir M. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Teh. ISBN. Bogor (ID). Tjasjono B. 1999. Klimatologi Umum. ITB. Bandung (ID).
47
Tobroni M, Kurniayu S. 1988. Pengaruh Waktu dan Jenis Pangkasan terhadap Kandungan Pati dalam Akar, Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Teh (Camelia sinensis (L) O. Kuntze) klon TRI 2024. Prosiding Seminar Pangkasan Teh Gambung. Bandung. Indonesia. Bandung (ID). 65 – 76 hal. Walpole R.E. 1992. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Terjemahan dari : Introduction to Statistics 3rd edition. Penerjemah : Bambang Sumantri. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 515 hal.
48
LAMPIRAN
53
Lampiran 4 (Lanjutan) Prestasi Kerja Tanggal
Uraian Kegiatan
08-Jun-15 Administrasi Kantor
Kepala Blok yang diawasi (orang)
Areal yang diawasi (ha)
Lama Kegiatan (jam)
Lokasi/Blok
Kantor
Pengambilan Data Sekunder 09-Jun-15 Administrasi Kantor Rapat Persiapan Rainforest Alliance Certified 10-Jun-15 Persiapan Sertifikasi
Kantor
11-Jun-15 Administrasi Kantor
Kantor
Persiapan Sertifikasi
Kantor
Pengambilan Data Sekunder
Kantor
Kantor Kantor
12-Jun-15 Pembuatan Laporan Kebun
Kantor
13-Jun-15 Pembuatan Laporan Kebun
Kantor
14-Jun-15 Libur 15-Jun-15 Persiapan Presentasi dan Diskusi 16-Jun-15 Presentasi 17-Jun-15 Pamitan dan Pulang
Kantor Agrowisata
58
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Juni 1993. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Ayah Ruwito dan Ibu Dartini. Penulis berasal dari Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Bekasi. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Aren Jaya XV dan lulus pada tahun 2005, kemudian menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Bekasi tahun 2008. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas di SMA KORPRI Bekasi dan lulus pada tahun 2011. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian pada tahun 2011 melalui Jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama pendidikan di IPB, penulis mengikuti kepanitian berbagai kegiatan. Kepanitiaan yang diikuti diantaranya sebagai panitia acara di MPD (Masa Perkenalan Departemen) Agronomi dan Hortikultura tahun 2013, sebagai anggota panitia acara Gathering panitia FBBN 2015, sebagai anggota panitia Festival Bunga dan Buah Nusantara (FBBN) tahun 2015. Penulis juga aktif dalam organisasi dalam kampus IPB diantaranya menjadi anggota di Himpunan Mahasiswa Agronomi (Himagron).