Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Stuktur Komunitas Plankton Pada Ekosistem Mangrove Muara Angke, Jakarta Utara Faisal Hamzah1, Camellia Kusuma Tito1, Yuli Pancawati1 1
Balai Penelitian dan Observasi Laut, Jl. Baru Perancak, Negara, Jembrana, Bali email:
[email protected]
ABSTRAK Keberadaan plankton pada ekosistem mangrove memberikan kontribusi besar terhadap produktivitas primer setelah serasah mangrove. Hal tersebut juga sangat didukung oleh faktor lingkungan yaitu fisika kimia perairan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap struktur komunitas plankton pada ekosistem hutan mangrove Muara Angke, Jakarta Utara. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa kelimpahan fitoplankton dan zooplankton di hutan mangrove Muara Angke berkisar antara 236-4.882 ind/l dan 236-9.9921 ind/l. Struktur komunitas plankton didominasi oleh Pelagothrix sp. dari kelas cyanophyceae, dan Brachionus sp.dari kelas rotifera. Species yang jarang ditemui baik fitoplankton maupun zooplankton di seluruh stasiun pengamatan adalah Gyrodinium sp. (Dinophyceae) dan Favella sp. (Cilliata). Untuk menganalisa faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap struktur komunitas plankton di setiap stasiun digunakan analisa komponen utama (PCA). Hasil analisa komponen utama menunjukan bahwa stasiun 3 dan 5 lebih dicirikan oleh salinitas, stasiun 2 oleh pH dan DO, stasiun 6 dan 7 oleh fosfat serta stasiun 1 dan 4 dicirikan oleh total padatan tersuspensi (TSS). Kata kunci: faktor lingkungan fitoplankton, zooplankton, ekosistem mangrove, Muara Angke
Effect of Environmental Factors on Plankton Structure Community on Mangrove Ecosystem in Muara Angke, North Jakarta ABSTRACT Plankton on mangrove ecosystems contributed to primary productivity, beside mangrove litterfall. Primary productivity is also supported by environmental factors such as physico-chemical parameters. The aim of this study is to determine the influence of environmental factors on the structure of plankton community in mangrove forest in Muara Angke, North Jakarta. The results showed that the abundance of both phytoplankton and zooplankton on mangrove forest were ranged 236-4,882 ind/l and 9,921 ind/l, respectively. Structure of plankton community was dominated by Pelagothrix sp. from cyanophyceae class and Brachionus sp.from rotifera class whereas Gyrodinium sp. (dinophyceae) and Favella sp. (Cilliata) were rarely found. Principal component analysis (PCA) was used to determine the environmental factors that have strong effect on the structure community of plankton community. Results of PCA showed that stations 3 and 5 was characterized by salinity, station 2 was characterized by chemical parameters such as pH and dissolved oxygen (DO), station 6 and 7 was characterized by nutrient; orthophosphate, and station 1 and 4 was characterized by total suspended solid. Keywords: environmental factor, phytoplankton, zooplankton, mangrove ecosystem, Muara Angke
79
PENDAHULUAN Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem di kawasan estuari yang mempunyai banyak fungsi salah satunya adalah sebagai daerah nursery ground, spawning ground maupun feeding ground. Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa lingkungan perairan estuari sangat menunjang perkembangbiakan dan pertumbuhan organisme, khususnya berlimpahnya bahan makanan seperti plankton dan detritus (Nybakken, 1992). Fungsi tersebut sangat didukung oleh ketersedian makanan yang berasal dari serasah dan plankton. Serasah tumbuhan mangrove merupakan komponen utama dalam rantai makanan pada ekosistem mangrove. Serasah tersebut akan didekomposisi menjadi detritus yang dikonsumsi konsumen dan sebagian lagi akan didekomposisikan menjadi unsur hara yang akan dimanfaatkan oleh mangrove maupun fitoplankton. Fitoplankton juga memainkan peranan penting dalam rantai makanan di ekosistem mangrove (Arinardi, 1990; Arinardi et.al., 1994). Plankton di daerah estuari memiliki jenis spesies yang sedikit (Day Junior et al., 1989; Melo-Magalhaes, et al., 2011). Jenis spesies yang sering ditemui di estuari adalah dari grup cryptophytes, chlorophytes dan chrysophytes. Komunitas plankton pesisir biasanya didominasi oleh diatom meskipun adakalanya dinofalagellata dapat menjadi dominan selama bulan-bulan tertentu, dan dominan sepanjang waktu di beberapa estuari. Selain itu, variasi plankton baik spasial maupun musiman sangat dipengaruhi oleh adaptasi terhadap salinitas, luminosity, nutrien dan rantai makanan (Melo-Magalhaes, et al., 2011). Hutan Lindung Angke Kapuk merupakan kawasan konservasi di daerah Muara Angke yang terletak di ujung Jakarta dengan luas hutan mencapai 44.7 Ha (Hamzah dan Setiawan, 2010). Luasan tersebut diduga dari tahun ketahun semakin berkurang yang diduga diakibatkan oleh kegiatan manusia seperti reklamasi pantai, pembukaan lahan untuk pertanian dan perikanan budidaya, industri dan pengembangan perumahan (Alikodra, 1996). Selain mengurangai luasan mangrove, aktivitas tersebut juga menghasilkan limbah yang berpotensi merubah komposisi nilai parameter kualitas perairan di ekosistem mangrove utamanya nutrien terlarut. Tidak semua fitoplankton mempunyai kemampuan yang sama dalam memanfaatkan nutrien yang tersedia, sehingga kecepatan tumbuh setiap jenis fitoplankton dalam suatu badan air berbeda, dan akibatnya struktur komunitas dan dominasi fitoplankton dalam suatu badan air selalu berubah (Reynolds, 1989). Struktur komunitas plankton merupakan organisasi kehidupan dari berbagai jenis plankton yang masing-masing spesies memiliki dinamika masing-masing (Nybakken, 1992). Perubahan struktur komunitas plankton bisa menjadi indikator perubahan kualitas air kearah baik ataupun buruk. Karena pentingnya arti struktur komunitas plankton bagi status kualitas air, maka penelitian tentang pengaruh faktor lingkungan terhadap struktur 80
komunitas plankton perlu dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap struktur komunitas plankton di hutan mangrove Muara Angke, Jakarta Utara. LOKASI STUDI Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK) dan Taman Margasatwa Muara Angke (TMMA), Muara Angke, Jakarta Utara pada bulan November 2011. HLAK merupakan daerah konservasi hutan mangrove berada dibawah koordinasi Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta, sedangkan TMMA berada dibawah koordinasi Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) DKI Jakarta, Kementerian Kehutanan. Sebanyak 7 stasiun diambil pada penelitian ini yaitu Stasiun 6 dan 7 yang berlokasi di TMMA, sedangkan stasiun 1, 2, 3, 4, dan 5 berada di HLAK (Gambar 1).
Gambar 1. Lokasi Penelitian METODOLOGI Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan penelitian yang digunakan antara lain: sampel air, sampel plankton yang telah diawetkan dengan formalin 10 % dan formalin 10%. Peralatan yang digunakan adalah plankton net, water sampler (Van Dorn), GPS, botol polietilen, botol film, cool box, alat titrasi Winkler, pH meter, water quality checker (TOA DKK), kertas saring nucleopore 0.45 µm, salinometer, Sedgewick-Rafter Cell, pipet tetes, mikroskop, spektrofotometer dan buku identifikasi. 81
Pengukuran Fisika Kimia Perairan Dalam penelitian ini parameter suhu, salinitas, pH dan DO diukur di lapangan, sedangkan nutrien (ammonia, nitrat dan ortofosfat) dan TSS diukur di laboratorium. Suhu perairan diukur dengan menggunakan water quality checker (TOA DKK), salinitas dengan salinometer dan TSS diukur dengan metode gravimetri. Sementara itu, parameter kimia yakni kandungan oksigen terlarut (DO) diukur metode titrasi winkler, nutrien dengan spektrofotometri, dan pH diukurdengan pH meter. Untuk keperluan analisa nutrien dan TSS, sampel air diambil dengan menggunakan water sampler (Van Dorn) dan dimasukan kedalam botol polietilen, kemudian dimasukan ke dalam cool box dan segera dianalisa di laboratorium. Pengambilan dan Analisa Plankton Plankton diambil di badan air pada vegetasi mangrove saat pasang dengan cara menyaring air pada kedalaman 0-50 cm dari permukaan. Sampel diambil dengan plankton net ukuran mesh size 25 µm. Sampel kemudian diawetkan dengan formalin 10%, dicacah serta dihitung dengan menggunakan mikroskop elektron dan Sedgewick Rafter Cell bervolume 1 ml. Identifikasi plankton berdasarkan buku identifikasi Yamaji (1996). Kelimpahan Plankton (fitoplankton dan zooplankton) dihitung per stasiun pengamatan dengan rumus yang digunakan untuk menghitung kelimpahan fitoplankton adalah sebagai berikut: N=
� � �� � �
dimana: N = Jumlah Individu per (m3) Vd = Volume air yang disaring (m3) Vt = Volume air yang tersaring (ml) Vs = Volume air pada sedgwick rafter (ml) n = Jumlah fitoplankton tercacah
Analisa Data Untuk mengetahui hubungan antara kelimpahan plankton dengan faktor lingkungan (parameter fisika kimia perairan) di hutan mangrove Muara Angke, digunakan pendekatan analisis statistik multivariabel yang didasarkan pada analisis komponen utama (Principal Component Analysis). Nantinya akan diketahui parameter fisika-kimia perairan mana saja yang sangat mempengaruhi kelimpahan plankton pada ekosistem mangrove Muara Angke. Untuk pengolahan PCA digunakan software statistica 6.0. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Fisika Kimia Perairan Suhu perairan di ekosistem mangrove Muara Angke berkisar antara 28.8-33.9 °C. Nilai suhu tertinggi terdapat pada stasiun 2 dan terendah terdapat pada stasiun 7. Perbedaan suhu tersebut lebih disebabkan oleh beda waktu pengambilan sampel. Secara umum nilai 82
kisaran suhu tersebut adalah normal bagi perairan umum di daerah tropis. Salinitas berkisar antara 5- . ‰ da pH erkisar a tara . -8.87. Salinitas sangat mempengaruhi produktivitas primer selain cahaya dan suhu dan sering kali menjadi faktor pembatas bagi biota hidup khususnya di ekosistem pesisir termasuk plankton. Secara umum, nilai salinitas dan pH diatas adalah normal bagi ekosistem estuari di daerah tropis. Kandungan oksigen terlarut (DO) berkisar antara 0.45-7.50 mg/l. Diantara 7 stasiun, ditemukan 3 stasiun yang nilai DO-nya kurang dari 2 mg/l (hipoksia) yaitu stasiun 3 (0,45 mg/l), stasiun 5 (0.5 mg/l) dan stasiun stasiun 6 (1.3 mg/l). Fenomena tersebut telah dilaporkan oleh Hamzah dan Setiawan (2010) yang diduga karena ketiga stasiun tersebut banyak sampah organik (mangrove) dan inorganik terutama plastik yang berasal dari Teluk Jakarta sehingga untuk proses penguraian butuh DO yang banyak. Oksigen terlarut dari air diserap oleh sedimen dan digunakan untuk kegiatan respirasi oleh bakteri (Hogarth, 1999) Total padatan tersuspensi (TSS) berkisar antara dan 7.4-10.5 mg/l. Nilai ini lebih tinggi dari penelitian Retnani (2001) ditempat yang sama pada bulan agustus 2001 yaitu berkisar antara 1.75-2.67 mg/l. Tingginya nilai tersebut disebabkan oleh kekeruhan oleh bahanbahan tersuspensi seperti lumpur, asam humus dari dekomposisi tumbuhan, detritus dan bahan organik dari serasah mangrove. Selain itu juga berasal bahanya bahan-bahan pencemar seperti sampah rumah tangga yang sudah tertimbun sejak lama (Hamzah dan Setiawan, 2010) Konsentrasi nitrat di ekosistem mangrove Muara Angke berkisar antara 1.29-2.06 mg/l, sedangkan ammonia, berkisar antara 0.023-0.115 mg/l. Secara umum kondisi nitrat di lokasi penelitian berada dalam kondisi normal untuk pertumbuhan fitoplankton. Sumber nitrat itu sendiri berasal dari serasah mangrove (daun, batang dan buah yang tersuspensi) dan mengalami proses dekomposisi sehingga menghasilkan nitrat. Ammonia yang terukur dalam pengukuran normal untuk pertumbuhan fitoplankton di ekosistem mangrove Muara Angke. Di perairan, ammonia dapat diserap langsung oleh tumbuhan dan dapat dimanfaatkan untuk proses oksidasi oleh bakteri (Hogarth, 1999) Konsentrasi ortofosfat, berkisar antara 0.28-1.4 mg/l. Sumber ortofosfat diduga berasal dari Sungai Angke dan penguraian sisa organisme yang ada di ekosistem mangrove. Secara umum, kandungan nitrat dan fosfat optimum bagi pertumbuhan fitoplankton masingmasing berkisar antara 3.9-15.5 µg/l dan 0.27-5.51 µg/l (Reigman et al., 1996).
83
Tabel 1. Parameter Fisika-Kimia Perairan di Hutan Mangrove Muara Angke, November 2011 Parameter Suhu
Stasiun
Satuan 1
2
3
4
5
6
7
°
30,9
33,9
30
30,6
29,6
30,2
28,8
‰
12,60
6,10
18,4
17,30
5,50
9,70
5,00
mg/l mg/l mg/l
0,052 2,01 0,28
0,023 1,97 0,51
0,075 2,06 1,29
0,050 1,34 0,61
0,052 1,29 0,60
0,115 1,42 0,79
0,08 1,8 1,4
pH
-
7,27
8,87
7,2
7,32
7,16
7,22
7,18
DO
mg/l
7,50
6,85
0,45
5,65
0,50
1,30
7,18
TSS
mg/l
9,90
9,70
10,50
9,30
7,40
9,00
7,50
Salinitas Ammonia Nitrat Orto Fosfat
Komposisi Jenis Plankton Fitoplankton Hasil identifikasi fitoplankton menunjukan bahwa selama penelitian, perairan Muara angke dihuni paling sedikit oleh 8 spesies fitoplankton yang yang masuk kedalam 3 kelas, yakni diatom, dinophyceae dan cyanophyceae (Tabel 2). Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada dominansi species fitoplankton yang ditemukan di setiap stasiun. Secara umum, kelimpahan fitoplankton tertinggi ditemukan di stasiun 7 dengan kelimpahan 4882 ind/l dan terendah di stasiun 6 dengan kelimpahan 236 ind/l. Tingginya kelimpahan fitoplankton pada stasiun 7 diduga disebabkan oleh tingginya kelimpahan Pelagothrix sp., dimana spesies ini memiliki tingkat daya adaptasi yang tinggi terhadap grazing zooplankton dan predasi organisme lain, ketersedian nutrien, kecerahan (Retnani, 2001; Setiawan, 2004). Rendahnya kelimpahan fitoplankton pada stasiun 6 diduga lebih disebabkan oleh kekeruhan perairan yang cukup tinggi. Stasiun 6 merupakan stasiun yang berada di ujung TMMA yang mendapat pengaruh kegiatan manusia (antropogenik) dan mangrove (Sonneratia alba dan Nypha) itu sendiri. Kandungan bahan organik yang berasal dari serasah mangrove bisa menjadi penghambat penetrasi cahaya ke dalam perairan. Selain itu juga berasal dari masukan partikel tersuspensi dari Sungai Angke. Tabel 2 mengungkapkan bahwa berdasarkan jenis fitoplankton komunitas fitoplankton Muara Angke didominasi oleh diatom yang meliputi 6 spesies yakni Coscinodiscus asteromphalus, Coscinodiscus sp., Isthmia nervosa, Pleurosigma sp., Isthmia nervosa, Pleurosigma sp., Thalassiosira sp., dan Cocconeis sp.; sedangkan berdasarkan kepadatan maka komunitas didominasi oleh cyanophyceae dari species Pelagothrix sp. Diatom umumnya menang berkompetisi dengan kelas yang lainnya termasuk dinoflagelata pada kondisi nitrogen yang terbatas. Kondisi pasang juga sangat mempengaruhi keberadaan diatom, karena pada saat itu nutrien akan ikut terbawa dari laut menuju hutan mangrove sehingga menyuplai banyak makanan yang diperlukan oleh fitoplankton. Selain itu, kelas diatom (bacillariophyceae) lebih mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang
84
buruk, kelas ini bersifat kosmopolitan serta mempunyai toleransi dan daya adaptasi yang tinggi (Arinardi et al., 1994) Tabel 2. Kelimpahan Fitoplankton di Hutan Mangrove Muara Angke (ind/l). Stasiun
Organisme 1
2
3
4
5
Coscinodiscus asteromphalus
118
-
236
-
-
Coscinodiscus sp.
-
118
591
118
Isthmia nervosa
-
-
827
118
Pleurosigma sp.
945
-
118
118
Thalassiosira sp.
-
-
-
Cocconeis sp. Cyanophyceae
-
591
-
Pelagothrix sp.
118
-
Gyrodinium sp.
-
Jumlah (ind/l)
1181
6
7
Diatom -
-
-
-
-
118
118
-
-
-
591
-
236
-
-
-
-
-
1299
-
118
4488
-
236
-
-
-
-
709
2008
1653
591
236
4882
-
Dynophyceae
Secara umum, keberadaan fitoplankton yang berasal dari kelas Cyanophyceae erat kaitannya dengan produktivitas primer suatu perairan. Fitoplankton yang berperan penting dalam produktivitas primer berasal dari filum Chrysophyta (Coccolithoporidae, Haptophyceae) dan Cyanophyceae (blue-green algae) yang memberikan konstribusi sekitar 95% seluruh produktivitas primer perairan (Nybakken, 1992). Keberadaan diatom yang ditemukan di seluruh stasiun pada ekosistem mangrove di Muara Angke terkait dengan ukuran fitoplankton, dimana fitoplankton yang ukuran lebih besar mendominasi dibandingkan dengan ukuran yang lebih kecil. Kondisi perairan Muara Angke sangat ditentukan oleh salinitas dimana komposisi fitopla kto pada sali itas le ih dari ‰ e iliki ko posisi je is ya g irip de ga fitoplankton air laut. Hasil pengukuran menunjukan bahwa salinitas di semua stasiun kura g dari ‰ da ha ya e dekati ‰ pada stasiu . ‰ da . ‰ (Tabel 1). Hal ini menunjukan adanya faktor lain yang menyebabkan komposisi fitoplankton tersebut sama dengan air laut. Masukan air laut pada saat pasang yang berasal dari Teluk Jakarta diduga menjadi penyebabnya. Selain itu, adanya faktor dari beberapa jenis diatom yang memiliki laju pertumbuhan dan toleransi yang tinggi serta mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan estuari, bersifat kosmopolit dan tahan terhadap kondisi ekstrim di estuari menyebabkan komposisinya mirip dengan di laut (Odum, 1971; Retnani, 2001). Zooplankton Hasil identifikasi zooplankton menunjukan bahwa selama penelitian, perairan Muara Angke dihuni paling sedikit oleh 7 species zooplankton yang masuk kedalam 3 kelas, yakni 85
Crustasea, Rotifera, dan Cilliata (Tabel 3). Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak ada dominansi jenis zooplankton yang ditemukan di setiap stasiun pengamatan. Secara umum, kelimpahan zooplankton tertinggi ditemukan di stasiun 3 dengan kelimpahan 9921 ind/l dan terendah di stasiun 4 dan 5 dengan masing-masing kelimpahan 236 ind/l. Tingginya kelimpahan zooplankton pada stasiun 3 diduga disebabkan oleh tingginya kelimpahan Brachionus sp (kelas Rotifera). Brachionus sp merupakan species dari kelas rotifera yang memiliki lama hidup yang singkat, namun memiliki sistem reproduksi yang cepat. Selain itu, menyukai perairan yang kaya bahan organik dan sangat dipengaruhi oleh suhu dan pH perairan (Setiawan, 2004). Tabel 3. Kelimpahan zooplankton di Hutan Mangrove Muara Angke (ind/l) Organisme
Stasiun 1
2
3
4
5
6
7
Acartia clausi
2008
354
1535
-
-
-
591
Macrosetella sp.
-
-
354
-
-
-
118
Temora discaudata
827
354
591
-
-
-
-
Tigriopus sp.
-
-
-
-
118
-
118
354
3543
7205
236
-
354
591
Favella sp.
-
-
118
-
-
-
-
Tintinnopsis sp.
-
-
118
-
118
-
-
Jmh ind/l
3189
4251
9921
236
236
354
1418
Crustacea
Rotifera Brachionus sp. Cilliata
Tabel 3 juga mengungkapkan bahwa berdasarkan jenis zooplankton, komunitas zooplankton Muara Angke didominasi oleh crustacea yang meliputi 4 spesies yakni Acartia clausi, Macrosetella sp., Temora discaudata dan Tigriopus sp.; sedangkan berdasarkan kepadatan maka komunitas didominasi oleh rotifera dari species Brachionus sp. Hal ini juga sama dengan yang dilakukan oleh Wiadnyana (1985) di perairan Teluk Jakarta dimana marga Acartia dari kelas Crustacea merupakan dominan ditemukan perairan tersebut selain Parcalanus, Centropages, Labidocera dan Corycaeus. Acartia clausi mempunyai penyebaran yang luas mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan yang buruk dan keberadaanya sangat dipengaruhi oleh suhu, cahaya, bahan padatan tersuspensi dan khlorofil (Ayukai 1987). Kelas Rotifera yang hanya diwakili oleh Brachionus sp menunjukan kemampuan spesies tersebut dalam beradaptasi terhadap lingkungan estuari. Tingginya tingkat kelimpahan zooplankton dalam suatu perairan bisa terjadi karena predator yang memangsa, perubahan kondisi lingkungan (fisika-kimia) dan ketersedian makanan (bahan organik maupun fitoplankton). Golongan Rotifera dan Crustacea cenderung memakan bahan organik dalam bentuk partikel kecil, sedangkan Ciliata memanfaatkan bahan organik dalam bentuk terlarut (Odum, 1971). Terdapat berbagai jenis organisme dan zooplankton yang mampu mengkonsumsi detritus dari daun-daun pohon 86
mangrove dan berperan dalam proses dekomposisi bahan organik (Hogarth, 1999; Retnani, 2001). Hubungan Kelimpahan Plankton Dengan Faktor Lingkungan (Parameter Fisika Kimia Perairan) Dalam suatu perairan termasuk perairan ekosistem mangrove, kelimpahan plankton sangat dipengaruhi oleh faktor/kualitas lingkungan perairan. Pengaruh kualitas lingkungan perairan pada kelimpahan plankton di hutan mangrove Muara Angke akan disajikan melalui grafik principal component analysis/Analisis Komponen Utama (PCA/AKU). Grafik AKU digunakan untuk mempermudah melihat karakteristik setiap stasiun berdasarkan parameter yang mempengaruhinya. Sebaran stasiun diplotkan kedalam kuadran, dalam setiap kuadran akan terlihat faktor-faktor mana yang muncul. Grafik yang memuat sumbu 1 dan 2 membawa informasi paling banyak, sedangkan sumbu 1 dan 3 memperlihatkan sisa informasi yang mungkin tidak terlihat jelas pada sumbu 1 dan 2. Secara umum, Gambar 6 dan 7 memperlihatkan pengelompokan stasiun berdasarkan parameter lingkungan yang mencirikannya. Kedua gambar tersebut mengisyaratkan bahwa terdapat pengelompokan stasiun, namun dalam kondisi yang menyebar. Penyebaran stasiun tersebut bisa disebabkan oleh kondisi lingkungan dalam hal ini adalah parameter fisika dan kimia ekosistem mangrove Muara Angke. Terdapat empat kelompok stasiun, yaitu kelompok ke-1 terdiri dari stasiun 5 dan 7.Kelompok ke-2 terdiri dari stasiun 1, 4, dan 6, sedangkan pengelompokan ke-3 dan ke-4 untuk stasiun masing-masing 2 dan 3 (Gambar 6B). Stasiun 3 lebih dicirikan parameter fisika yang sangat tinggi yaitu salinitas (dilihat dari panjang sumbunya), sedangkan stasiun 2 lebih dicirikan oleh parameter pH dan DO, namun pH lebih dominan berpengaruh pada stasiun ini. Stasiun 7, 5 , 1 dan 4 lebih dicirikan oleh parameter TSS dan nitrat, namun konsentrasinya sangat kecil untuk stasiun 7 dan 5 dan berkebalikan dengan stasiun 1 dan 4, dimana TSS mendominasi dibandingkan dengan nitrat. Stasiun 6 lebih dicirikan oleh ortofosfat dan ammonia.
87
Projection of the variables on the factor-plane ( 1 x 2) Active and Supplementary variables *Supplementary variable
1.0 TSS
Sal
NO3-N
0.5 Factor 2 : 23.86%
A
PO4-P NH3-N
0.0
Suhu pH
DO
*N
-0.5
-1.0 -1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0 Active Suppl.
Factor 1 : 42.93%
Gambar 6. Grafik hasil PCA di ekosistem mangrove Muara Angke pada sumbu 1 dan 2. (A) Parameter lingkungan yang diamati; (B) Sebaran stasiun berdasarkan parameter lingkungan yang mempengaruhi. Projection of the variables on the factor-plane ( 1 x 3) Active and Supplementary variables *Supplementary variable
A
B
1.0
0.5
Factor 3 : 14.85%
Sal Suhu
TSS
0.0
NH 3 -N
pH
DO -0.5
*N PO4 -P
NO3 -N
-1.0 -1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
Factor 1 : 42.93%
Gambar 7. Grafik hasil PCA di ekosistem mangrove Muara Angke pada sumbu 1 dan 3. (A) Parameter lingkungan yang diamati; (B) Sebaran stasiun berdasarkan parameter lingkungan yang mempengaruhi Dikarenakan nilai dari sumbu 1 (42,93%) dan sumbu 2 (23,86%) belum cukup menjelaskan nilai ragam sebesar 75 %, maka dalam hal ini sumbu 3 (14.85%) diikutkan sehingga nilai ragamnya lebih dari 75%. Jika dilihat berdasarkan Gambar 7A dan 7B, pengelompokan stasiun hasil antara sumbu 1 dan 3 menyebar dan masing-masing dicirikan oleh parameter fisika kimia. Stasiun 4, 5, dan 6 lebih dicirikan oleh salinitas, sedangkan stasiun 3 dan 7 lebih dicirikan oleh parameter nutrien yaitu ammonia dan orto fosfat, namun ortofosfat lebih mendominasi dibandingkan ammonia. Stasiun 1 lebih dicirikan TSS dan suhu, sedangkan stasiun 2 lebih dicirikan oleh pH, DO dan nitrat. 88
Apabila dikaitkan dengan kelimpahan plankton di hutan mangrove Muara Angke khususnya yang ditemukan pada stasiun 3, maka kemunculan plankton dipengaruhi oleh tingginya nilai nutrien khususnya orto fosfat dan salinitas pada stasiun tersebut. Hal ini juga didukung oleh tingginya nilai korelasi antara kelimpahan plankton dengan orto fosfat (0.73) serta dengan kandungan oksigen terlarut (0.39). Nutrien lainya seperti nitrat dan ammonia juga memberikan kontribusi, namun pengaruhnya tidak sebesar ortofosfat dengan korelasi terhadap kelimpahan plankton adalah masing-masing 0,27 dan 0,14. Nilai korelasi antara kelimpahan plankton dengan parameter suhu juga tergolong tinggi namun tidak bersifat linear (-0,5). Artinya pada saat kelimpahan plankton tinggi sangat dipengaruhi oleh rendahnya nilai suhu (Tabel 4). Tabel 4. Matriks korelasi antara kelimpahan plankton dengan parameter fisika kimia Suhu
Sal
NH3-N
NO3-N
PO4-P
pH
DO
TSS
*N
Suhu 1.000000 Sal
-0.062097 1.000000
NH3-N -0.642363 0.079558
1.000000
NO3-N 0.338098
-0.228369 1.000000
0.139614
PO4-P -0.568304 0.035211
0.517657
0.178643 1.000000
pH
0.931992
-0.304097
-0.634349 0.348441 -0.333081 1.000000
DO
0.358872
-0.181407
-0.459200 0.373613 -0.249358 0.393553
1.000000
TSS
0.519759
0.725447
-0.153415 0.585160 -0.192747 0.289135
0.046256 1.000000
*N
-0.502098 -0.097051
0.145328
0.278127 0.731288
-0.269062 0.395306 -0.327185 1.000000
Keterangan (note): DO=kandungan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen), pH=pH, suhu=temperature, sal=salinity, TSS=total padatan tersuspensi (Total Suspended Solid), NH3-N=ammonia, NO3-N=nitrate, PO4-P= ortho phosphate, *N=Kelimpahan Plankton (Abundance of plankton)
KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kelimpahan fitoplankton dan zooplankton di hutan mangrove Muara Angke berkisar antara 236-4.882 ind/l dan 236-9.9921 ind/l. Struktur komunitas fitoplankton di hutan mangrove Muara Angke didominasi oleh Pelagothrix sp. dari kelas Cyanophyceae dan Brachionus sp. dari kelas Rotifera. Terdapat spesies yang jarang ditemui adalah Gyrodinium sp (Dynophyceae) dan Favella sp. (Cilliata). Hasil analisa analisa komponen utama menunjukan terdapat pengaruh faktor/kondisi lingkungan terhadap struktur komunitas plankton disetiap stasiunnya. Hal tersebut bisa dilihat pada setiap stasiunnya dimana stasiun 3 dan 5 lebih dicirikan oleh salinitas, stasiun 2 oleh pH dan DO, stasiun 6 dan7 oleh fosfat serta stasiun 1 dan 4 dicirikan oleh TSS. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui perbedaan pengaruh faktor lingkungan pada musim yang berbeda terhadap struktur komunitas 89
plankton. Selain itu perlu diketahui juga faktor pembatas bagi kehidupan plankton selain nitrogen pada ekosistem mangrove. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ini disampaikan kepada Nyoman Surana dan Purnomo Dwi Saputro yang membantu dalam pengambilan sampel. Penulis juga mengucapakan terima kasih kepada Prof. Yudhi S. Garno atas bimbingan dan arahannya dalam penulisan karya ilmiah ini. Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan studi observasi kualitas ekosistem estuari TA 2011 pada Balai Penelitian dan Observasi Laut, Balitbang KP KKP. DAFTAR PUSTAKA Abida, I. W. (2010). Struktur Komunitas dan Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Muara Sungai Porong Sidoarjo. Jurnal Kelautan, 3(1):36-41 Alikodra, H.S. (1996). Dampak Reklamasi Teluk Jakarta pada Ekosistem Mangrove. Media Konservasi, 5(1): 31-34 Arinardi, O. H. (1990). Zooplankton di Perairan Pantai Kartini, Jepara, Jawa Tengah, 19861987. Oseanologi di Indonesia, 23:13-23 Arinardi, O. H., Trimaningsih & Sudirjo. (1994). Pengantar tentang Plankton serta Kisaran Kelimpahan dan Plankton Predominan di Sekitar Pulau Jawa dan Bali. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta Ayukai, Tenshi. (1987). Feeding by The Planktonic Calanoid Copepod Acratia Clausi Gisebrecht on Natural Suspended Particulate Matter of Varying Quanity And Quality. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, 106(2): 137-149 Day Junior, J. W., Hall, C. A. S., Kemp, W. M., & Yáñez- Arancibia, A. (1989). Estuarine Ecology. New York. J. Wiley, 555 p. Hamzah, F & A. Setiawan. (2010). Akumulasi Logam Berat Pb, Cu, dan Zn di Hutan Mangrove Muara Angke, Jakarta Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 2(2): 41-52 Hogarth, P. J. (1999). The Biology of Mangrove. Oxford University Press.United Kingdom. 228 p Melo-Magalhaes, E.M., Moura, A. N., Medeiros, P. R. P., Lima, E. L. R & Koening, M.L. (2011). Phytoplankton of The Sao Fransisco River Estuarine Region (Northeastern Brazil): A Study of Its Diversity. Braz. J. Aquat. Sci. Technol, 15(1):95-105. Nybakken, J. W. (1992). Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Cetakan Kedua. Diterjemahkan oleh H.M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo, dan S.Sukarjo. PT. Gramedia. Jakarta, Indonesia. 443h. Odum, E.P. (1971). Fundamentals of Ecology. W.B. Saunders Company. Philadelphia. Perumal, N.V., M. Rajkumar., P.Perumal., K.T. Rajasekar. (2009). Seasonal Variations of Plankton Diversity in the Kaduviyar Estuary, Nagapattinam, Southeast Coast of India. J. Environmental Biology, 30(6):1035-1046. Reigman, R., M. de Boer, & L. de Senerpont Domis. (1996). Growth of Harmful Marine Algae in Multispecies Cultures. Journal of Plankton Research, Vol. 18(10): 1851 – 1866.
90
Retnani. A. D. (2001). Struktur Komunitas Plankton di Perairan Mangrove Angke Kapuk, Jakarta Utara. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Reynolds, C. S. (1989). Temporal Succession and Spasil Heterogenity in Phytoplankton In U. Sommer (ed.). Plankton Ecology. Springler-Verlag, 9-51. Setiawan, E. (2004). Karakteristik fisika kimia perairan dan kaitannya dengan struktur komunitas plankton di Perairan Sekitar Pulau Pagerungan, Sumenep, Jawa Timur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 74 hal. Wiadnyana, N. N. (1985). Biomassa Zooplankton di Perairan Teluk Jakarta. Oseanologi di Indonesia, 19:33-40 Yamaji, I. E. (1966). Illustration of Marine Plankton of Japan. Hoikusha, Osaka, Japan.360 p.
91