ANALISIS POLA KEMITRAAN ANTARA PT. XYZ DENGAN NELAYAN/PEMILIK KAPAL DI KAWASAN MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA 1
2
Petrus Tampubolon , Musa Hubeis dan Budi Suhardjo
2
Abstract During the economic crisis, agriculture was the sector that was able to survive and overcome the crisis. The sub-sector of fisheries had the opportunity to contribute to the growth of the Indonesian economy. The fishery products of Indonesia have strong demand in domestic, regional, and international markets. The interdependency between big agricultural enterprises and fishermen in developing fisheries will improve efficiency as well as business opportunities and income through partnership. Partnership is performed to make use of the economic scale condition, where marketing activities and the provision of production facilities will be more efficient when they are performed by a big business scale, and the production activities are more efficient when they are performed by a small business scale. One form of the partnership between a big agribusiness and a small one is the partnership between XYZ Inc. and the fishermen of Muara Angke, which is based on mutual willingness to create efficiency and benefit, as well as to support the government program in empowering small and medium entrepreneurs, and co-operatives. In the partnership between XYZ Inc. and the fishermen of Muara Angke, the fishermen perform their role to catch fish while XYZ Inc. acts as the advisor and the agent to market the products. The enterprise puts its great attention to the improvement of the fishermen’s capability; thus, it offers a number of assistance in the form of either technical and managerial guidance, or financial assistance. According to the results of the analysis using logistic regression, the factors affecting the fishermen’s decision to continue the partnership are the ages of fishermen, their experience, the level of education, the status of ship ownership, the production volume generated by the fishermen and their involvement in the group. Through the partnership, the fishermen get a number of benefits, such as: (1) obtaining capital assistance, (2) gaining facilities in selling their products, (3) receiving cash for their products sold, (4) getting assurance that XYZ Inc. accommodates all the fish they catch. Similarly, the benefits that XYZ Inc. gets include: (1) getting assurance that the fish supply is continually available, (2) receiving profit from selling the fish and providing production facilities for fishermen, (3) getting credit facilities from the bank. From the analysis on the conditions of partnership agents, it is revealed that the condition of the enterprise tends to show its strengths on the factors of marketing, finance, and human resources, while its weaknesses lie on the management, technology, marketing and capital. From the analysis on the selection of partnership patterns between the two agents, it is known that the partnership pattern is nucleus – plasma. Such nucleus – plasma pattern is considered to be the most effective by both agents, considering the conditions of the farmers who still need assistance from the enterprise in terms of production facilities, and both technical and nontechnical guidance from the enterprises considered to have more experience in running fishery business on a big scale. Moreover, the fishermen also want to have assurance in the market demand especially when their catch is abundant. In practice, the nucleus – plasma partnership pattern between the enterprise and fishermen requires operational monitoring by making written agreement between both parties cooperating. This written agreement not only states the rights and duties of each agent, but also includes the partnership regulations that state the type of products the fishermen will sell to their enterprise partner, the quality standard, the amount and the period of sale, means of collecting and transporting, setting prices, payment method and sanction or fine for any breakage of the agreement. PENDAHULUAN I.
Latar Belakang Perikanan modern pada dasarnya merupakan suatu pembangunan perikanan yang berorientasi agribisnis. Sasaran akhir dari pembangunan perikanan keseluruhan adalah meningkatkan pendapatan sekaligus kesejahteraan bagi para nelayan. Untuk mencapai
1
Alumni PS MPI, SPs IPB : The best graduate of the first batch alumni of Professional Master Program of IPB, the third graduation ceremony (2003/2004) 2 Staf Pengajar PS MPI, SPs IPB
23 sasaran tersebut, diperlukan langkah-langkah atau strategi pembangunan perikanan yang mengutamakan keterpaduan, baik dalam lingkup lintas sektor, antar sektor maupun wilayah (DKP, 2003). Dengan pendekatan tersebut, strategi pembangunan perikanan berwawasan agribisnis merupakan upaya sistematik yang dipandang ampuh dalam mencapai beberapa tujuan (DKP, 2003) seperti : (1) menarik dan mendorong sektor perikanan, (2) menciptakan struktur perekonomian yang tangguh, efisien dan fleksibel, (3) menciptakan nilai tambah, (4) meningkatkan peningkatan devisa, (5) menciptakan lapangan kerja, dan (6) memperbaiki pembagian pendapatan. Lemahnya perekonomian masyarakat pesisir yang umumnya nelayan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya rendahnya tingkat pendidikan, pola hidup yang cenderung konsumtif, dan kultur masyarakat pesisir yang tidak mendukung bagi pembangunan dan peningkatan kesejahteraan di kawasan itu (DKP, 2003). Oleh karena itu, salah satu upaya yang dianggap tepat adalah melalui kemitraan. Pada dasarnya kemitraan adalah win-win solution partnership yang menekankan pada adanya kesetaraan dalam posisi tawar berdasarkan peran masing-masing pihak yang bermitra. Kemitraan sebagai bentuk kerjasama yang tepat antara nelayan dengan perusahaan besar masih menemui beberapa kendala, yang dapat berasal dari perusahaan maupun mitra usahanya, khususnya menyangkut keterbatasan modal dan kemampuan penguasaan pasar. Oleh karena itu, berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh nelayan perlu difasilitasi, salah satunya adalah melalui kemitraan dengan kelompok pemilik modal besar. Salah satu wujud kerjasama antara agribisnis besar dan agribisnis kecil adalah kerjasama antara PT XYZ dengan nelayan di Muara Angke, yang dilandasi keinginan perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dan keuntungan, serta dukungan terhadap program pemerintah dalam memberdayakan pengusaha kecil, menengah dan koperasi. Bentuk kerjasama antara PT XYZ dengan nelayan di Muara Angke adalah nelayan berperan sebagai penangkap ikan, PT XYZ berperan sebagai pembimbing dan pemasaran hasil. Peningkatan kemampuan nelayan menjadi perhatian perusahaan, yang diwujudkan dalam bentuk bimbingan teknik, manajerial dan bantuan finansial. 2. Permasalahan Kemitraan dilakukan untuk memanfaatkan kondisi skala ekonomi, dimana kegiatan pemasaran dan penyediaan sarana produksi akan lebih efisien bila dilakukan oleh skala usaha besar dan kegiatan produksi lebih efisien bila dilakukan oleh skala usaha kecil. Dalam kajian kemitraan ini, PT XYZ berperan sebagai pembimbing dan pemasaran hasil, serta nelayan di Muara Angke sebagai penangkap ikan. Dari hal yang dimaksud, maka masalahnya dapat dirumuskan, yaitu : (a) Bentuk modul kemitraan apakah yang dibuat antara PT XYZ dengan nelayan di Muara Angke ? (b) Faktor-faktor apakah yang menentukan terjadinya kemitraan antara PT. XYZ dengan nelayan Muara Angke ? (c) Bagaimana tindak lanjut implementasi pada kemitraan yang dipilih oleh PT. XYZ dengan nelayan Muara Angke ? 3. Tujuan a. Menganalisis kondisi masing-masing pelaku kemitraan. b. Memberikan gambaran mengenai pola kemitraan yang selama ini berjalan antara PT XYZ sebagai pemilik modal dengan nelayan/pemilik kapal di Muara Angke. c. Mengindetifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan para nelayan/pemilik kapal untuk memilih PT XYZ sebagai mitra usahanya. d. Mengevaluasi dan mengembangkan pola kemitraan yang seyogianya diterapkan para nelayan/pemilik kapal dalam rangka pengembangan usahanya.
METODOLOGI 1. Lokasi Kajian dilakukan pada pelaksanaan kemitraan antara PT XYZ dengan nelayan mitra di Muara Angke, Jakarta Utara. Muara Angke merupakan salah satu sentra penangkapan ikan di Jakarta. PT XYZ merupakan perusahaan yang bergerak dalam sektor penangkapan perdagangan hasil laut, yang telah lama melakukan kemitraan dengan nelayan.
Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. I No. 1 Februari 2006
24 2. Metode Kerja Berdasarkan survei awal, jumlah nelayan yang bermitra dengan PT XYZ sebanyak 50 nelayan. Berdasarkan penarikan contoh acak sederhana nelayan yang dijadikan sebagai responden berjumlah 33 orang. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan responden dengan alat bantu kuesioner. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif maupun kuantitatif. Identifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan program dilakukan dengan analisis fungsi logistik dari software SPSS 10.0 for Windows. Penjelasan interaksi antara komponen sistem yang sudah diidentifikasi secara keseluruhan dan untuk memodelkan sistem kerja antara perusahaan mitra dengan mitranya digunakan Proses Hierarki Analitik (PHA) dengan penilaian komparasi berpasangan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Expert Choice. Data yang telah diolah diinterpretasikan hasilnya dengan model terkait dan kondisi aktual di lapang. a. Analisis Fungsi Logit Regresi Logistik adalah suatu teknis analisis data yang digunakan untuk menganalisis data yang peubah responnya berupa data berskala biner atau dikotomus (Hosmer and Lemeshow, 1989). Fungsi Logit digunakan untuk melihat peluang nelayan untuk tetap melanjutkan kemitraan, dengan model sebagai berikut :
P ln i = a 0 + a 1 X 1 + a 2 X 2 + a 3 X 3 + a 4 X 4 + a 5 X 5 + a 6 X 6 , dimana 1 − Pi P ln i : peluang nelayan melanjutkan kemitraan 1 − Pi a0 X1 X2 X3 X4 X5 X6
Peubah respon (konstanta) Umur nelayan (tahun), yaitu umur nelayan binaan perusahaan Pengalaman nelayan (tahun) Lama pendidikan formal yang telah diselesaikan oleh nelayan Status nelayan (stat) Produksi yang dihasilkan (prod) Kelompok nelayan (kel_nel)
Model regresi logistik yang digunakan untuk mendapatkan koefisiensi regresi logistik pada kajian ini adalah metode kemungkinan maksimum. Jika antara amatan yang satu dengan amatan yang lain diasumsikan bebas, maka fungsi kemungkinan maksimumnya adalah :
I (β j ) = Π f (Y = y i , x) n
i =1
ß j diduga memaksimumkan persamaan di atas. Untuk memudahkan perhitungan, dilakukan pendekatan logaritma (Hosmer and Lemeshow, 1989) sehingga fungsi log, kemungkinan sebagai berikut : In = ([I(ß)]) = {y i In } Nilai dugaan ß i dapat diperoleh dengan membuat turunan pertama I (ß) terhadap ß i = 0- dengan i = 0, 1, 2, ..., p 1) Pengujian keberartian model Untuk keperluan pengujian tersebut dapat digunakan statistik uji-g dengan hipotesis uji : HO : semua ß i = 0 HI : minimal ada satu ß i ≠ 0 : j = 1, 2, ........, p Dengan rumus yang digunakan adalah : G = - 2 In q
∫ likelihood
tanpa peubah bebas
likelihood dengan peubah bebas 2
Yang memiliki sebaran X dengan derajat bebas q (Hosmer and Lemeshow, 1989).
Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. I No. 1 Februari 2006
25 2) Interpretasi koefisien Menurut Hosmer and Lemeshow (1989), koefisien model logit dituliskan sebagai berikut : ß j = g (x + 1) – g (x) Parameter ß j mencerminkan perubahan dalam fungsi logit g(x) antara dua peubah logit yang dihitung pada dua nilai (misal X = a dan X = b) dinotasikan sebagai : In [Ψ (a,b)] = g (x = a) – g (x = b) = ß j (a - b) b. Metode PHA PHA adalah suatu analisis yang dapat dipakai oleh pengambil keputusan untuk bisa memahami kondisi suatu sistem dan membantu di dalam melakukan prediksi dan pengambilan keputusan (Anomhan, 1992). Menurut Saaty dan Vargas (1987), tahapannya sebagai berikut : 1) Penyusunan hierarki Penyusunan hierarki dimulai dengan mengidentifikasi elemen-elemen suatu masalah, lalu mengelompokkannya ke dalam beberapa kumpulan homogen dan menata kumpulan tersebut pada tingkat yang berbeda. Ada dua macam bentuk hierarki, yakni hierarki struktural dan fungsional. Pada hierarki struktural, suatu sistem yang kompleks disusun ke dalam komponenkomponen pokoknya sesuai urutan menurut sifat strukturalnya. Hierarki fungsional menguraikan sistem yang kompleks menjadi elemen-elemen pokok menurut hubungan esensialnya. 2) Penyusunan matriks perbandingan berpasangan Matriks perbandingan berpasangan adalah elemen-elemen dibandingkan berpasangan terhadap suatu elemen lain yang telah ditentukan. Proses perbandingan berpasangan ini dimulai dari puncak hierarki sampai fokus, kemudian elemen-elemen di bawahnya (A1, A2, A3, .... An) dibandingkan satu sama lain. 3) Skala banding berpasangan Penilaian pertimbangan untuk mengisi matriks digunakan skala banding berpasangan, yaitu membandingkan secara berpasangan, sehingga dapat dinilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kualitatif. Dari hasil penelitian Saaty (1993), pada berbagai masalah, skala 1-9 adalah skala yang terbaik dalam mengkuantitatifkan pendapat. 4) Pengolahan matriks pendapat Dalam model PHA ini, pengolahan matriks dibedakan antara Matriks Pendapat Individu (MPI) dan Matriks Pendapat Gabungan (MPG).
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaan Perusahaan PT. XYZ bergerak di bidang usaha penangkapan dan perdagangan hasil laut (ikan dan udang) yang berlokasi di Muara Angke, Jakarta Utara. PT. XYZ juga berperan sebagai pemasok/penyedia kebutuhan bagi kapal-kapal yang hendak berlayar mencari ikan (hasil tangkapan), yaitu solar, oli kapal, garam dan es balok. Perusahaan melakukan pengikatan hubungan dengan para nelayan dan pemilik kapal, agar hasil tangkapan dijual kepada perusahaan. PT. XYZ memberikan modal awal yang selanjutnya diperhitungkan dengan hasil tangkapan yang diperoleh para nelayan dan pemilik kapal tersebut. Perkiraan rataan kebutuhan modal kerja untuk membiayai 1 buah kapal selama berlayar (+ 2 bulan) adalah Rp. 44.045.000,-. Oleh karena itu, PT. XYZ membuat kebijakan bahwa besarnya piutang yang dapat diberikan kepada setiap kapal maksimum Rp. 44.045.000,-. Hasil tangkapan yang dikumpulkan oleh PT XYZ langsung dijual kepada para pedagang melalui mekanisme lelang di TPI Muara Angke, Jakarta Utara. 2. Kondisi Nelayan Responden Responden berjumlah 33 orang nelayan/pemilik kapal dengan rataan umur berada pada umur produksif, yaitu 20-29 tahun. Kebanyakan dari responden memulai profesi sebagai
Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. I No. 1 Februari 2006
26 nelayan secara turun temurun. Berbekal pengalaman inilah, nelayan-nelayan tersebut melakukan kemitraan dengan PT XYZ. Tingkat pendidikan formal para nelayan ini sebagian besar adalah SLTP, sehingga melakukan kemitraan dengan PT. XYZ. Selain itu, jumlah nelayan yang tidak memiliki kapal lebih banyak dibandingkan dengan nelayan yang memiliki kapal sendiri. Kondisi inilah yang menyebabkan responden masih sangat tergantung dengan pola kemitraan dengan pihak lain yang mempunyai modal besar. Analisis kondisi perusahaan dilakukan dengan melihat kondisi lingkungan internal PT XYZ. Faktor-faktor yang diamati adalah keuangan, produksi dan operasi, SDM dan pemasaran. Kondisi nelayan sebagai mitra PT XYZ dianalisis dengan mengamati faktor-faktor kunci, yaitu modal, produksi, teknologi, manajemen dan pemasaran. Model regresi logistik yang digunakan untuk menganalisis peubah-peubah yang mempengaruhi nelayan dalam melaksanakan kemitraan menggunakan data nelayan yang melaksanakan kemitraan. Hasil dugaan model logistik dapat dilihat pada Tabel 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan nelayan dalam melanjutkan kemitraan digunakan analisis model fungsi logit dan dilanjutkan dengan uji-G untuk memastikan keterkaitan antara peubah-peubah penjelas dengan peubah responnya. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh tersebut terdiri atas : (1) umur nelayan, (2) lamanya pengalaman nelayan, (3) tingkat pendidikan nelayan (lama pendidikan formal yang diselesaikan nelayan), (4) status nelayan, (5) tingkat produksi yang dihasilkan dan (6) keanggotaan dalam kelompok nelayan. Dalam kasus ini, yang digunakan sebagai peubah pembanding adalah umur di atas 40 tahun, tingkat pendidikan SLTA dan pengalaman di atas 26 tahun. Tabel 1. Hasil pengolahan fungsi logit mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan Peubah Umur Umur (1) Umur (2) Pengalaman Pengalaman (2) Pendidikan Pendidikan (1) Pendidikan (2) Status Produksi Kelompok Konstanta
Parameter 0,731 9,334 - 0,184 0,037 - 0,132 - 0,828 9,387 - 0,184 - 8,191
SE 0,122 0,634 0,141 0,211 0,166 0,122 0,705 0,104 0,642
Wald 8,621 35,872 8,777 39,445 34,445 3,152 30,863 9,582 15,956 4,186 1,575 30,926
df 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1
Sig 0,009 0,000 0,009 0,000 0,000 0,019 0,000 0,006 0,004 0,018 0,032 0,007
Exp (B) 2,0777 1,132 0,832 1,038 0,877 0,437 1,193 0,832 0,772
Dengan nilai konstanta – 8,191, maka pada saat semua peubah bernilai 0, yaitu pada saat nelayan berada pada golongan umur di atas 40 tahun, lamanya pengalaman lebih dari 26 tahun, tingkat pendidikan SLTA, status bukan sebagai pemilik kapal, produksi tetap/menurun dan bukan merupakan anggota kelompok, peluang nelayan untuk melanjutkan kemitraan adalah : In
Pi = - 8,191 I − Pi Pi - 8,191 =e I − Pi
P=
e −8,191 = 0,03% −8,191 I +e
Berdasarkan uji G didapatkan nilai -2 log likelihood sebesar 30,851. Angka tersebut kecil, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak semua peubah bebas dimasukkan dalam persamaan. Peubah yang tidak dimasukkan dalam persamaan adalah peubah pengalaman (1) atau
Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. I No. 1 Februari 2006
27 nelayan yang memiliki pengalaman selama 5-15 tahun. Dari hasil uji Wald didapat hasil koefisien intersep nyata secara statistik pada taraf α = 5%. Pelaksanaan kemitraan antara PT XYZ dengan nelayan di Muara Angke diharapkan dapat terlaksana dengan baik, walaupun banyak kendala yang terjadi. Namun demikian, pelaksanaan kemitraan tetap memberikan manfaat baik bagi nelayan mitra maupun bagi PT XYZ. Manfaat yang diterima nelayan mitra dengan adanya kemitraan adalah : a. mendapat bantuan permodalan b. kemudahan menjual hasil tangkapan c. hasil tangkapan dibayar tunai d. PT XYZ menampung seluruh hasil tangkapan nelayan Manfaat yang diterima PT XYZ dengan adanya kemitraan adalah : a. menjamin kontinuitas pasokan ikan b. memperoleh keuntungan baik dari hasil penjualan ikan maupun dari penjualan sarana produksi yang disediakan bagi nelayan c. PT XYZ dinilai layak untuk memperoleh fasilitas kredit dari bank. 3. Analisis pelaku-pelaku kemitraan a. Analisis kondisi PT XYZ Analisis kondisi perusahaan, dilakukan untuk melihat kinerja manajemen dalam perusahaan, yang berkaitan dengan faktor kunci keuangan, SDM, produksi dan operasi, serta pemasaran, sehingga terlihat kondisi perusahaan secara keseluruhan. Hal ini untuk memudahkan perusahaan dalam menyusun strategi-strategi yang harus dilakukan pada kondisi saat ini. b. Analisis nelayan Kondisi nelayan di Muara Angke diamati melalui faktor kunci yang berkaitan erat dengan aspek-aspek yang dimiliki nelayan secara umum, yaitu modal, produksi, manajemen dan pemasaran. 4. Analisis pola kemitraan nelayan dengan perusahaan PT XYZ a. Analisis evaluasi pola kemitraan Analisis ini dilakukan untuk menentukan pola kerjasama yang paling sesuai untuk diterapkan PT XYZ dan nelayan, berkenaan dengan faktor yang mempengaruhi kemitraan, pelaku kemitraan dan tujuan kemitraan, sehingga pelaksanaan kerjasama tersebut dapat berjalan dengan lebih baik dan efisien. Dengan demikian, manajemen perusahaan dapat membandingkan pelaksanaan sistem kerjasama yang dilakukan saat ini, dengan pola kerjasama yang sebaiknya diterapkan, baik dari segi pemasaran, peluang pasar, efisiensi usaha, kelangsungan usha dan pengembangan usaha. b. Identifikasi model Tingkat hierarki keputusan tersusun dari atas ke bawah, terdiri atas lima tingkat kemitraan, yaitu fokus, faktor kunci, pelaku, tujuan dan alternatif bentuk kemitraan. Dalam hal ini, level pertama adalah fokus kemitraan, yaitu pemilihan pola kemitraan antara PT XYZ dengan nelayan. Pada level kedua dicantumkan faktor kunci kemitraan yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi dilakukannya kemitraan. Faktor-faktor tersebut adalah manajemen, permodalan, aksesibilitas pasar dan penguasaan teknologi. Pada level ketiga terdapat dua pelaku kemitraan, yaitu PT XYZ dan nelayan mitra. Pada level keempat dicantumkan tujuan kemitraan, antara lain peluang pasar, kontinuitas produk, efisiensi usaha, pengembangan dan kelangsungan usaha. Pada tingkat terakhir, yaitu level kelima terdapat alternatif pilihan pola kemitraan yang ada, yaitu pola dagang umum, pola kerjasama operasional agribisnis (KOA), pola inti plasma, pola keagenan dan pola subkontrak. Berdasarkan hasil analisis, maka faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan nelayan untuk melanjutkan kemitraan adalah faktor umur nelayan, pengalaman, tingkat pendidikan, status kepemilikan kapal, produksi yang dihasilkan nelayan dan keikutsertaan dalam kelompok. Melalui kemitraan manfaat yang diterima nelayan dengan adanya kemitraan adalah : (1) mendapatkan bantuan permodalan, (2) kemudahan menjual hasil tangkapan, (3) hasil tangkapan dibayar tunai dan (4) PT XYZ menampung seluruh hasil tangkapan. Sedangkan manfaat yang diterima oleh PT XYZ adalah : (1) terjaminnya kontinuitas pasokan ikan, (2) memperoleh keuntungan dari hasil penjualan ikan dan sarana produksi bagi nelayan, (3) memperoleh fasilitas kredit dari bank. Dari analilsis
Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. I No. 1 Februari 2006
28 kondisi pelaku kerjasama, didapatkan bahwa kondisi perusahaan cenderung menunjukkan kekuatan yang terletak pada faktor pemasaran, keuangan dan SDM. Sedangkan kelemahan perusahaan terletak pada faktor produksi. Sebaliknya, kondisi nelayan cenderung menunjukkan kekuatan pada faktor produksi dan kelemahan terletak pada manajemen, teknologi, pemasaran dan modal.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan PT XYZ merupakan suatu perusahaan di bidang perdagangan hasil perikanan yang melakukan kemitraan agribisnis pola inti plasma dengan nelayan di kawasan Muara Angke. Dari fungsi logit didapatkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi nelayan untuk melanjutkan kemitraan adalah faktor umur, pengalaman, tingkat pendidikan, status kepemilikan kapal, produksi atau tangkapan yang dihaislkan nelayan dan keikutsertaan dalam kelompok nelayan. Analisis dengan PHA menunjukkan bahwa kondisi perusahaan secara keseluruhan lebih memiliki banyak faktor kekuatan seperti jumlah SDM, informasi pasar, sumber dana, sumber penerimaan, fasilitas produksi dan kontinuitas produksi, dibandingkan dengan faktor kelemahan seperti mutu SDM dan kontinuitas pemasaran. Kondisi nelayan secara keseluruhan memiliki faktor kekuatan seperti kontinuitas pemasaran, jumlah dan kontinuitas produksi dan pengendalian, dibandingkan faktor kelemahannya seperti mutu produksi dan informasi pasar. Pola kerjasama alternatif yang sesuai untuk diterapkan adalah pola inti plasma. 2. Saran Mengoptimalkan kerjasama perusahaan PT XYZ dengan nelayan melalui pembentukan kelompok nelayan untuk memudahkan penyampaian informasi program-program kemitraan yang ditawarkan perusahaan dan sebagai mediator terhadap masalah-masalah yang terjadi pada kedua pelaku kemitraan. Pola inti plasma yang terpilih sebagai pola kemitraan agribisnis antara PT XYZ dengan nelayan di kawasan Muara Angke perlu diperjelas dengan membuat perjanjian tertulis, untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti adanya keterlambatan pembayaran dari perusahaan kepada nelayan mitra, yang dapat menghilangkan kepercayaan nelayan mitra terhadap perusahaan. Untuk meningkatkan hasil yang diperoleh nelayan dan mutu hasil tangkapan, sebaiknya perusahaan melakukan pembinaan dan pelatihan penangkapan dan pengendalian mutu bagi nelayan mitranya.
DAFTAR PUSTAKA Anomhan, R.I. 1992. Penentuan Bentuk Kerjasama Koperasi, BUMN dan Perusahaan Swasta dengan Metode Proses Hierarki analitik : Kasus Kerjasama KUD Pasir Jambu dengan PTP XIII dan KPBS Pengalengan dengan PT Indomilk. Skripsi pada Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. DKP. 2003. Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-pulau Kecil yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Hosmer, D.W. and Lemeshow. 1989. Applied Logistic Regression. John Wiley and Sons. Inc, New York. Saaty, T. L. and L.G. Vargas. 1987. The Analytical Hierarchy Process Theoretical Developments and Some Applications. Pergamon Journals Limited, Pittsburgh. __________. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin (Terjemahan). PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. I No. 1 Februari 2006