FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MIGRASI KERJA NELAYAN KE NON NELAYAN DI MUARA ANGKE, KELURAHAN PLUIT, KECAMATAN PENJARINGAN, JAKARTA UTARA
OLEH: BUDI DHARMA SUDHAWASA C04400063
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN - KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MIGRASI KERJA NELAYAN KE NON NELAYAN DI MUARA ANGKE, KELURAHAN PLUIT, KECAMATAN PENJARINGAN, JAKARTA UTARA Adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapunkepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2006
BUDI DHARMA SUDHAWASA C04400063
ABSTRAK BUDI DHARMA SUDHAWASA. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Migrasi Kerja Nelayan ke Non Nelayan di Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Dibimbing oleh YATRI INDAH KUSUMASTUTI dan MOCH. PRIHATNA SOBARI. Migrasi kerja adalah perpindahan kerja tanpa memperhatikan adanya perpindahan secara geografis. Migrasi kerja ini dilakukan sebagai respon individu atau kelompok masyarakat karena kurang terpenuhinya berbagai kebutuhan seperti papan, pangan, sandang, dan pendidikan. Nelayan adalah tenaga kerja yang pekerjaannya menangkap ikan, baik sebagai langsung (seperti para penebar dan penarik jaring), maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi perahu layar, nahkoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan, termasuk juragan kapal yang ikut melaut) di perairan Indonesia, seperti dari Teluk Jakarta sampai ke Kepulauan Seribu, Sumatera, bahkan sampai Lombok. Non Nelayan adalah tenaga kerja yang pekerjaannya bukan sebagai nelayan, tapi bias merupakan matapencaharian yang menyangkut perikanan, seperti pedagang ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis dan karakteristik pekerjaan yang dimasuki para responden, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nelayan untuk melakukan migrasi kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi kerja nelayan ke non nelayan dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor-faktor yang mendorong nelayan untuk beralih profesi adalah banyaknya jumlah tanggungan keluarga, jam kerja yang tidak menentu, dan ketidakpastian pendapatan. Faktor-faktor yang membuat nelayan tertarik untuk beralih profesi adalah pendapatan yang relatif besar dan kenyamanan bekerja (kepastian dalam memperoleh pendapatan dan lamanya jam kerja). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rata-rata jenis pekerjaan yang dipilih oleh para responden adalah sebagai pedagang. Di samping perolehan pendapatan yang relatif besar, waktu yang digunakan pun relatif sedikit. Hal ini memungkinkan para responden untuk memenuhi kebutuhannya serta lebih peduli pada pendidikan anak. Sebanyak 58,82% responden mengalami penurunan jumlah jam kerja. Selain itu, 94,12% responden mengalami peningkatan produktivitas yang dihitung berdasarkan pendapatan per bulan dibagi jumlah jam kerja responden selama satu bulan.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MIGRASI KERJA NELAYAN KE NON NELAYAN DI MUARA ANGKE, KELURAHAN PLUIT, KECAMATAN PENJARINGAN, JAKARTA UTARA
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
OLEH: BUDI DHARMA SUDHAWASA C04400063
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN - KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Migrasi Nelayan ke Non Nelayan di Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Nama : Budi Dharma Sudhawasa NRP
: C04400063
Disetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.Si. NIP. 131956692
Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. NIP. 131578826
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi, M.Sc. NIP. 130805031
Tanggal Lulus : 2 Februari 2006
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Migrasi Kerja Nelayan ke Non Nelayan di Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis kepada: 1) Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.Si., dan Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S., selaku komisi pembimbing atas bimbingan dan arahannya. 2) Ir. Narni Farmayanti, M.Sc., dan Etty Eidman, S.H., selaku dosen penguji atas masukan dan sarannya terhadap perbaikan skripsi. 3) Bapak H. Wasroh dan Bapak H. Madumar yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data-data yang dibutuhkan selama penelitian, serta kepada seluruh responden yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan. 4) Papa dan Mama tersayang atas doa, pengertian, serta kesabarannya; Ci Sin Hwa dan Ci Mei-mei atas semua bantuan dan dukungannya; Rina atas rasa sayang, motivasi, dan semangatnya.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Februari 2006
Budi Dharma Sudhawasa
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 November 1982 dari Ayah Tan Tek Tjeng dan Ibu Lay Oen Niang. Penulis adalah putra ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Ananda Bogor dan pada tahun yang sama (2000) penulis diterima di IPB melalui Jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis memilih Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama perkuliahan penulis aktif sebagai tenaga sukarela (volunteer) dalam program Coremap (Coral Reef Rehabilitation and Management Program) – LIPI. Pada tanggal 2 Februari 2006, penulis dinyatakan lulus dalam ujian sidang skripsi yang berjudul “Faktorfaktor yang Mempengaruhi Migrasi Kerja Nelayan ke Non Nelayan di Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara”.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xii I. PENDAHULUAN .................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah........................................................................................... 3 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian....................................................................... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 6 2.1 Migrasi Kerja..................................................................................................... 6 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Migrasi ...................................................... 8 2.3 Nelayan............................................................................................................ 11 III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI ............................................................. 13 IV. METODOLOGI .................................................................................................. 15 4.1 Metode Penelitian ............................................................................................ 15 4.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................................... 15 4.2.1 Jenis Data ............................................................................................... 15 4.2.2 Sumber Data ........................................................................................... 16 4.3 Metode Penentuan Responden ........................................................................ 16 4.4 Analisis Data ................................................................................................... 17 4.5 Definisi ............................................................................................................ 17 4.6 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................... 18 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 19 5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian............................................................... 19 5.1.1 Letak dan Keadaan Geografis ................................................................ 19 5.1.2 Kependudukan ........................................................................................ 19 5.1.2.1 Jumlah dan Komposisi Penduduk .............................................. 19 5.1.2.2 Tingkat Pendidikan .................................................................... 20 5.1.2.3 Matapencaharian ........................................................................ 21 5.1.2.4 Agama ........................................................................................ 22 5.1.3 Sarana dan Prasarana .............................................................................. 22 5.1.3.1 Pendidikan .................................................................................. 23 5.1.3.2 Peribadatan ................................................................................. 24 5.1.3.3 Keadaan Perumahan dan Kesehatan .......................................... 25 5.1.4 Keadaan Umum Perikanan ..................................................................... 26 5.1.4.1 Musim dan Daerah Penangkapan ............................................... 26 5.1.4.2 Jenis Perahu atau Kapal.............................................................. 27 5.1.4.3 Jenis Alat Penangkapan Ikan...................................................... 28 5.1.4.4 Pemasaran Hasil Perikanan ........................................................ 29
Halaman 5.2 Profil Responden ............................................................................................. 32 5.2.1 Umur Responden .................................................................................... 32 5.2.2 Lama Responden Tinggal di Muara Angke ........................................... 33 5.2.3 Pendidikan Responden ........................................................................... 34 5.2.4 Jumlah Tanggungan Responden............................................................. 34 5.3 Gambaran Umum Perpindahan Kerja ............................................................. 35 5.4 Jenis dan Karakteristik Pekerjaan Responden ................................................. 37 5.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Migrasi Kerja .......................................... 38 5.5.1 Faktor-faktor Pendorong Migrasi Kerja ................................................. 39 5.5.1.1 Jam Kerja Sebelum Migrasi Kerja ............................................. 40 5.5.1.2 Tingkat Pendidikan Responden .................................................. 42 5.5.1.3 Pengalaman Kerja Sebelum Alih Profesi ................................... 43 5.5.1.4 Jumlah Tanggungan Keluarga .................................................... 45 5.5.1.5 Pendapatan Sebelum Alih Profesi .............................................. 46 5.5.2 Faktor-faktor Penarik Migrasi Kerja ...................................................... 48 5.5.2.1 Pendapatan Setelah Alih Profesi ................................................ 48 5.5.2.2 Tingkat Kenyamanan Kerja Setelah Migrasi Kerja ................... 50 5.5.3 Perbandingan Faktor-faktor Pendorong dan Penarik Migrasi Kerja ...... 51 5.5.3.1 Perbandingan Jenis Pekerjaan dan Durasi Kerja Sebelum dan Sesudah Migrasi Kerja ........................................................ 51 5.5.3.2 Perbandingan Tingkat Pendapatan Rata-rata per Bulan Sebelum dan Sesudah Migrasi terhadap Jumlah Tanggungan Keluarga ................................................................ 53 5.5.3.3 Perbandingan Produktivitas Kerja Sebelum dan Sesudah Alih Profesi ................................................................................ 54 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 57 6.1 Kesimpulan .................................................................................................... 57 6.2 Saran ................................................................................................................ 57 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 58 LAMPIRAN ............................................................................................................... 61
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah dan Komposisi Penduduk di Muara Angke, tahun 2005 ............................ 20 2. Persentase Tingkat Pendidikan di Muara Angke, tahun 2005 ................................ 20 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Matapencahariaan di Kelurahan Pluit, tahun 2005 ......................................................................................................................... 21 4. Jumlah Penganut Agama, tahun 2005 ..................................................................... 22 5. Berbagai Fasilitas Umum di Muara Angke, tahun 2004 ......................................... 22 6. Jenis-jenis Pendidikan Formal di Kelurahan Pluit, tahun 2004 .............................. 23 7. Jenis-jenis Pendidikan Non Formal di Kelurahan Pluit, tahun 2004 ...................... 24 8. Sarana Peribadatan di Kelurahan Pluit, tahun 2004 ................................................ 24 9. Berbagai Fasilitas Kesehatan di Kelurahan Pluit, tahun 2004 ................................ 26 10. Frekuensi Masuknya Kapal Motor dan Perahu Motor Tempel di PPI Muara Angke, tahun 2003 ................................................................................................ 27 11. Jenis Alat Penangkapan Ikan di Muara Angke, tahun 2003 ................................. 29 12. Jumlah Responden Berdasarkan Penggolongan Umur, tahun 2005 ..................... 32 13. Jumlah Responden Berdasarkan Penggolongan Lamanya Waktu Menetap, tahun 2005 ............................................................................................................. 33 14. Jumlah Responden Berdasarkan Penggolongan Tingkat Pendidikan, tahun 2005 ....................................................................................................................... 34 15. Jumlah Responden Berdasarkan Penggolongan Kelompok Tanggungan
Keluarga, tahun 2005 ............................................................................................ 35 16. Gambaran Umum Perpindahan Kerja Responden, tahun 2005............................. 36 17. Alasan Melakukan Perpindahan Kerja, tahun 2005 .............................................. 39 18. Jenis Pekerjaan dan Durasi Kerja Sebelum Migrasi Kerja, tahun 2005................ 41 19. Jumlah Durasi Kerja dan Tingkat Pendapatan Rata-rata Responden per Bulan Sebelum Migrasi, tahun 2005................................................................................ 42 20. Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pendapatan Rata-rata Responden per Bulan Sebelum Migrasi, tahun 2005................................................................................ 43 21. Lamanya Pengalaman Kerja Sebelum Responden Melakukan Migrasi Kerja, tahun 2005 .................................................................................................. 44 22. Lamanya Pengalaman Kerja dan Tingkat Rata-rata Pendapatan Responden per Bulan Sebelum Migrasi, tahun 2005 ..................................................................... 45
Halaman 23. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden dan Tingkat Pendapatan Rata-rata per Bulan Sebelum Migrasi, tahun 2005 ............................................................... 45 24. Jenis Pekerjaan, Pendapatan, Durasi Kerja, dan Produktivitas Responden Sebelum Migrasi Kerja, tahun 2005 ...................................................................... 47 25. Jenis Pekerjaan, Pendapatan, Durasi Kerja, dan Produktivitas Responden Setelah Migrasi Kerja, tahun 2005 ........................................................................ 49 26. Kondisi Durasi Kerja Responden Setelah Alih Profesi, tahun 2005 ..................... 50 27. Perbandingan Jenis Pekerjaan dan Durasi Kerja Sebelum dan Sesudah Migrasi Kerja, tahun 2005 ..................................................................................... 52 28. Pengaruh Jumlah Tanggungan Keluarga Responden terhadap Tingkat Pendapatan Rata-rata per Bulan Sebelum dan Sesudah Migrasi, tahun 2005 ....... 53 29. Perbandingan Produktivitas Kerja Sebelum dan Sesudah Alih Profesi ................ 55
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pendekatan Studi .................................................................................... 14 2. Mekanisme Pelelangan Ikan Melalui TPI Muara Angke ........................................ 30 3. Jalur Pemasaran Ikan Olahan Melalui PHPT di Muara Angke ............................... 31
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Sketsa Lokasi Penelitian.......................................................................................... 62 2. Gambar Foto Udara Kondisi Existing Kawasan Angke.......................................... 63 3. Tabel Hasil Kuisioner Para Responden ................................................................... 64 4. Tabel Hasil Perbandingan Kondisi-kondisi Sebelum dan Sesudah Migrasi Kerja ........................................................................................................................ 66
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut trilogi pembangunan yang terdiri atas pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, serta stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Di masa orde baru, sektor pertanian menjadi unggulan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Memasuki era reformasi, masyarakat semakin menyadari akan potensi Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri atas banyaknya pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan 5,8 juta km2 laut atau 70 % dari luas total Indonesia. Keadaan ini menjadikan sektor perikanan dan kelautan memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi di saat sekarang ini. Kenyataan di lapangan berkata lain, karena banyak nelayan Indonesia yang pindah profesi ke sektor industri, jasa dan pekerjaan lain yang bahkan tidak berhubungan dengan kegiatan menangkap ikan di perairan umum. Krisis ekonomi besar-besaran yang terjadi pada tahun 1998, yang ditandai dengan inflasi dan tingkat suku bunga yang tinggi, merupakan salah satu penyebab kondisi ini, yang mengakibatkan banyaknya usaha-usaha menjadi bangkrut dan tidak sedikit orang yang kehilangan pekerjaannya, dalam hal ini termasuk para nelayan pemilik kapal dan ABK (anak buah kapal), sehingga menimbulkan pengangguran besar-besaran. Kondisi ini menjadi semakin parah dengan adanya kenaikan harga BBM secara bertahap dalam hal ini solar dan minyak tanah, sehingga semakin memberatkan kehidupan sebagai nelayan. Hal ini merupakan beberapa pemicu terjadinya perpindahan kerja. Hal yang kontradiksi terjadi di sini, yaitu di satu sisi potensi perikanan dan kelautan Indonesia sangat besar, dan di sisi lain nelayan banyak yang meninggalkan profesinya, dikarenakan kebijakan pemerintah yang kelihatannya kurang mendukung nelayan kecil. Perpindahan kerja ini dinamakan mobilitas kerja atau migrasi kerja. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mobilitas kerja merupakan respon manusia terhadap kelebihan penggunaan sumberdaya alam. Penyebab lain yang mendorong terjadinya mobilitas kerja
2
adalah pemanfaatan sumberdaya laut yang berlebihan dan tidak ramah lingkungan yang dilakukan oleh nelayan besar dengan menggunakan alat-alat yang relatif lebih modern, sehingga menyebabkan banyaknya nelayan kecil dengan peralatan yang relatif masih tradisional sering tidak mendapatkan hasil tangkapan yang sepadan dengan usaha yang dikeluarkannya. Muara Angke adalah salah satu kawasan pengembangan ekonomi di sektor perikanan dan kelautan sebagai daerah pendaratan ikan yang dekat dengan Kepulauan Seribu, sehingga menjadi pusat transitnya kapal-kapal penangkap ikan. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta (2004), ada berbagai macam fasilitas yang dibuat untuk menunjang kegiatan operasional perikanan di Muara Angke sebagai Pelabuhan Perikanan Nusantara dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), yaitu Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Cold Storage, Tempat Pengecer Ikan, Unit Pengepakan Ikan, Pujaseri (pusat jajanan serba ikan) Masmurni, dan Stasiun Pengoperasian Bahan Bakar Umum (SPBU) Dwifungsi. Adanya TPI semakin memudahkan nelayan untuk langsung menjual hasil-hasil tangkapannya. Selain fasilitas seperti TPI, adanya tempat Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) yang dilakukan oleh masyarakat Muara Angke memudahkan nelayan untuk memasarkan dan mengolah hasil tangkapannya, mengingat produk perikanan yang mudah rusak. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta (2004), PHPT Muara Angke memiliki lahan seluas 5 ha dengan jumlah bangunan 203 unit tempat pengolahan ikan, dimana jumlah ikan yang diolah ratarata 30 ton tiap bulannya, yang terdiri atas berbagai jenis ikan, seperti ikan bilis, bloso, cucut, cumi, pari, petek, samge, tenggiri, dan tongkol. Selain pengolahan ikan dalam bentuk pengeringan, pembuatan terasi, cue, pengasinan, juga dilakukan penyamakan kulit ikan pari untuk diolah menjadi kerajinan tangan berupa tas dan dompet, yang biasanya diekspor ke negara-negara Taiwan, Jepang dan Philipina. Pengolahan ikan secara tradisional yang dilakukan di PHPT Muara Angke dapat membuka peluang usaha baru dan tentunya penyerapan tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran di Muara Angke. Hal ini membuat para nelayan lebih memilih untuk tinggal di Muara Angke.
3
Ketersediaan berbagai fasilitas yang dibuat untuk menunjang kegiatan operasional Pelabuhan Perikanan dan PPI Muara Angke, tidak memberikan jaminan akan kehidupan yang lebih baik bagi para nelayan. Adanya berbagai kesulitan seperti, masa paceklik yang setiap tahun selalu dialami oleh nelayan, penghasilan yang serba tidak pasti, resiko kematian saat menangkap ikan di laut yang menimpa para nelayan, membuat para nelayan berusaha keluar dari lingkaran itu dan menyadari bahwa kehidupan sebagai nelayan adalah tidak pasti. Adanya dua hal yang kontradiktif antara potensi kelautan yang melimpah dengan kemiskinan nelayan yang sampai saat ini masih terjadi, khususnya di Muara Angke sebagai pangkalan pendaratan ikan (PPI), menimbulkan keingintahuan secara pasti mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi migrasi kerja di Muara Angke.
1.2 Perumusan Masalah Muara Angke adalah salah satu daerah di Provinsi DKI Jakarta yang cukup berpotensi dalam pengembangan usaha perikanan, mengingat tempatnya yang tidak jauh dari daerah penangkapan, seperti Kepulauan Seribu dan beberapa daerah penangkapan lainnya. Keberadaan Pangkalan Pendaratan Ikan, menyebabkan banyak nelayan dari berbagai daerah memilih tinggal sementara ataupun menetap di Muara Angke dan melakukan perkawinan dengan penduduk setempat. Perbedaan daerah asal antar nelayan di Muara Angke, menimbulkan perbedaan pola hidup dan tingkah laku, sehingga kebutuhan masing-masing nelayan menjadi berbeda-beda. Secara umum kebutuhan manusia berdasarkan sifatnya ada dua, yaitu (1) fisik seperti sembako, pakaian, tempat tinggal, dan (2) psikologis seperti kasih sayang keluarga. Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi dengan baik, maka orang akan berusaha secara kreatif mencari cara misalnya mencari pekerjaan lain yang sifatnya sampingan dan cukup bisa menjamin kelangsungan hidup keluarganya dimana penghasilan yang didapat lebih tetap sifatnya, sehingga kebutuhan-kebutuhan tersebut bisa dipenuhi. Apabila pekerjaan sampingan tersebut dirasakan lebih bisa menjamin kehidupan rumahtangganya,
4
maka tidak jarang jika banyak orang yang berpindah profesi dan menjadikan pekerjaan sampingannya sebagai pekerjaan tetap seumur hidup. Kondisi ini terjadi juga pada nelayan khususnya di Muara Angke, yang dalam beberapa kasus sering disebutkan bahwa pada masa paceklik, para nelayan terpaksa menjual barang-barang pribadi, seperti TV, kulkas, radio, bahkan tidak sedikit yang berhutang pada tengkulak. Keadaan ini merupakan salah satu dari berbagai alasan yang memaksa nelayan untuk melakukan mobilitas kerja menjadi non nelayan. Selain sebagai sebuah paksaan, keadaan ini juga dipandang oleh kelompok nelayan tertentu di Muara Angke sebagai peluang emas untuk keluar dari lingkaran kemiskinan, dan tidak perlu merasa tergantung kepada tengkulak, serta semua kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan selama menjadi nelayan. Sebenarnya, para nelayan pun menyadari bahwa keputusan untuk memulai sebuah usaha baru memang tidak mudah dan memiliki banyak pertimbangan, tetapi hanya orang-orang yang berani mengambil resiko demi kehidupan yang lebih baik di masa depan yang bisa survive dalam menghadapi tantangan dalam hidup ini. Berdasarkan survei pendahuluan, ternyata masalah migrasi kerja dari nelayan ke non nelayan juga terjadi di Muara Angke. Berdasarkan uraian di atas, masalah yang ditelaah di Muara Angke adalah: 1) Apa saja jenis pekerjaan yang dimasuki oleh para eks nelayan? Bagaimana karakteristik pekerjaan tersebut? 2) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi nelayan untuk melakukan migrasi kerja?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi jenis-jenis pekerjaan yang dimasuki oleh para eks nelayan serta karakteristik pekerjaan tersebut. 2) Menganalsis faktor-faktor yang mempengaruhi nelayan untuk melakukan migrasi kerja.
5
Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: 1) Sebagai salah satu syarat kelulusan bagi mahasiswa Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan - Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 2) Memberikan informasi dan menambah wawasan bagi para pembaca tentang berbagai hal yang menyebabkan nelayan melakukan migrasi kerja. 3) Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam membuat program kerja untuk daerah Jakarta, khususnya Jakarta Utara di Muara Angke.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Migrasi Kerja Migrasi kerja merupakan reaksi atas tekanan interaksi faktor-faktor positif, negatif dan netral (Hugo 1981). Suryana (1979) menyatakan tekanan itu berupa tekanan fisik, ekonomi, sosial, atau budaya, yang mana pergerakan itu didorong oleh keinginan untuk mendapatkan perbaikan tingkat hidup. Suryana (1979) lebih lanjut menyatakan bahwa mobilitas kerja diartikan sebagai perpindahan matapencaharian tanpa memperhatikan adanya perpindahan geografis. Sumaryanto dan Sudaryanto (1989) menyatakan bahwa mobilitas kerja atau kecenderungan migrasi, baik komutasi maupun sirkulasi, dipengaruhi oleh faktor demografis (usia muda dan jumlah anggota keluarga berpengaruh positif), ekspektasi pendapatan di daerah asal (ekspektasi rendah berpengaruh negatif), dan kualitas sumberdaya (kualitas berpengruh negatif). Tujuan komutasi (jenis mobilitas tenaga kerja yang dilakukan dengan cara pulang pergi setiap hari kerja) dan sirkulasi (mobilitas yang dilakukan oleh tenaga kerja yang menginap di daerah tujuan, tetapi basis rumah tinggal tetap di daerah asal) adalah untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. Sumaryanto dan Sudaryanto (1989) lebih lanjut menyatakan bahwa migrasi terutama disebabkan oleh faktor ekonomi, seperti tarikan upah yang lebih tinggi dan keinginan untuk mengisi waktu luang di saat-saat tidak melaut. Para migran umumnya berpendidikan lebih baik, memiliki ketrampilan yang lebih baik demikian pula motivasi untuk maju lebih besar. Ini digambarkan dengan kesediaan para migran menanggung resiko, walaupun biaya (costs) sebagian besar ditanggung sendiri, meskipun keuntungan masih lebih bersifat harapan (Poeloengan 2003). Sjaastad (1962); Bodenhofer (1967) diacu dalam Poeloengan (2003), mendekati migrasi lewat teori human investment, dimana migrasi adalah suatu investasi sumberdaya manusia yang menyangkut biaya-biaya dan keuntungan. Biaya-biaya bermigrasi tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut : 1) Resiko, dalam hal ini menyangkut pekerjaan baru yang dilakukan
7
2) Pendapatan yang hilang (earning forgone) 3) Ketidaknyamanan di lingkungan kerja yang baru 4) Psychic costs (biaya psikhis) karena berbagai ketidaknyamanan tersebut. Keuntungan yang diperoleh adalah pendapatan yang lebih baik yang diperoleh di daerah baru nantinya. Poeloengan (2003) menyatakan bahwa pendapatan yang dimaksud tersebut dalam bentuk expected income (pendapatan yang diharapkan). Pernyataan ini juga diperkuat oleh penelitian Ginting (1994) mengenai analisis faktor penentu keputusan mobilitas kerja sektor pertanian ke non pertanian, dimana pendapatan yang diharapkan berpengaruh nyata pada α = 10%, selain usia dan jumlah beban tanggungan keluarga yang juga berpengaruh nyata pada nilai tersebut. Todaro (1992) menyatakan bahwa perbedaan tingkat upah sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan mobilitas kerja, sedangkan faktor demografi seperti usialah yang berpengaruh terhadap keputusan migrasi kerja. Dari uraian di atas dengan jelas beberapa ahli migrasi menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap keputusan untuk bermigrasi adalah pendapatan yang diharapkan diperoleh di daerah baru. Tentunya tingkat pendapatan di daerah kerja tujuan migran tadi diharapkan lebih tinggi dibandingkan daerah asal. Secara spesifik Pernia (1977) diacu dalam Poeloengan (2003), menemukan tingkat pendapatan migran lebih tinggi 16,35% dari tingkat pendapatan non migran. Hal ini memberikan gambaran mikro bahwa dengan melakukan migrasi, para migran mendapatkan pendapatan dan kesejahteraan yang lebih baik dibanding yang tidak bermigrasi. Migrasi kerja ini juga terjadi di Kelurahan Kali Baru, Jakarta Utara (Maria 1996), dimana migrasi yang dilakukan para nelayan lebih didorong oleh beberapa sebab, yaitu tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan tingkat pendapatan nelayan, dimana lebih dari 50% nelayan yang melakukan migrasi kerja menyatakan bahwa kondisi perumahan dan kondisi sosial ekonominya mengalami peningkatan. Dari hasil penelitian Ginting (1994), dikatakan bahwa alokasi tenaga kerja dari tempat yang kurang produktif ke tempat yang lebih produktif akan memberikan output yang lebih tinggi. Jadi pada dasarnya adanya migrasi kerja akan memberikan dampak positif terhadap pembangunan ekonomi makro suatu
8
wilayah. Adanya migrasi kerja yang menghasilkan pendapatan yang lebih baik, akan memberikan pengaruh pada konsumsi yang pada gilirannya akan memberikan pengaruh pada variabel makro ekonomi lainnya.
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi Faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi secara umum dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor pendorong (push factor) yang berupa situasi kelautan yang tidak sesuai bagi nelayan, dan faktor penarik (pull factor) yang berupa kondisi sektor lain yang lebih menarik (Erwidodo 1992). Sumaryanto dan Sudaryanto (1989) menyatakan bahwa faktor penarik dapat berupa produktivitas yang lebih tinggi di tempat lain atau fasilitas lain yang memungkinkan individu itu memperoleh kehidupan yang lebih baik, seperti jaminan hari tua yang lebih mapan, status sosial yang lebih tinggi, kenyamanan kerja yang lebih baik, sedangkan faktor pendorong umumnya berupa suatu set peubah yang menyebabkan individu tersebut merasa sulit memperbaiki taraf hidupnya di tempat asal, seperti pemilikan aset produktif yang sangat rendah, tingkat pendidikan yang semakin baik, pendapatan yang diharapkan kurang memadai, produktivitas kerja di tempat asal rendah. Kesempatan kerja di bidang perikanan yang luas merupakan hal yang menggiurkan pada jaman dulu, karena banyak nelayan yang berjaya, sehingga banyak orang yang ingin menjadi nelayan, tetapi pada kenyataannya dengan semakin berkembangnya teknologi dan tingkat penguasaan terhadap unit penangkapan serta modal, hanya nelayan-nelayan yang memiliki kreativitas tinggi dan modal yang memadailah yang bisa bertahan. Hal ini menyebabkan banyaknya nelayan-nelayan kecil kesulitan dalam menangkap ikan berhubung unit penangkapan yang masih tradisional, sehingga memaksa para nelayan kecil untuk segera melakukan migrasi kerja jikalau ingin terus bertahan hidup. Faktor pendorong dan penarik yang dominan adalah faktor ekonomi, yaitu perbedaan upah antara nelayan dengan non nelayan dimana penghasilan sebagai nelayan lebih rendah dari penghasilan di sektor industri dan jasa (Todaro 1992). Hal ini memang tidak sepenuhnya benar, karena kalau dikaji lebih mendalam, nelayan memiliki penghasilan yang jauh lebih besar khususnya pada musim
9
panen. Sayangnya kebanyakan nelayan kurang bisa memanfaatkan penghasilannya untuk jangka panjang. Para nelayan lebih tertarik untuk membeli barang-barang seperti elektronik yang sebenarnya kurang dibutuhkan, juga tidak sedikit nelayan yang menghamburkan uangnya untuk berjudi, mabuk-mabukan dan menghabiskannya di tempat-tempat lokalisasi. Menurut Munir (1981) diacu dalam LDFEUI (1981), faktor-faktor pendorong terdiri atas : 1) Makin berkurangnya sumber-sumber alam, 2) Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin, dan 3) Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, SARA di daerah asal. Dan faktor-faktor penarik terdiri atas : 1) Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cocok, 2) Kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih baik, dan 3) Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Pernyataan Munir (1981) di atas diperkuat oleh Yosephine (1989) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor penentu migrasi masuk dan migrasi keluar antar provinsi di Indonesia, menyimpulkan tingkat upah dan kemungkinan untuk memperoleh kesempatan kerja di daerah tujuan sebagai faktor penarik, sedangkan rendahnya tingkat upah di daerah asal sebagai faktor pendorong. Lee (1966) diacu dalam Yosephine (1989) mengatakan bahwa motif ekonomi merupakan motif utama seseorang pindah, dimana migran umumnya mengalir ke daerah yang aktivitas ekonominya sudah maju, yang mana tingkat industrialisasi juga memiliki peranan penting dalam proses migrasi. Lebih jauh Lee (1966) diacu dalam Yosephine (1989) mengatakan bahwa tindakan migrasi merupakan tindakan rasional yang berdasar pada motivasi memaksimalkan kesejahteraan. Utama (1994) dalam penelitiannya mengenai migrasi dari dan ke Sumatera, Jawa dan Kawasan Timur Indonesia, menyatakan ada dua faktor yang mempengaruhi migrasi bagi para transmigran, yaitu:
10
1) Faktor-faktor fisik seperti banyaknya kota besar di suatu daerah yang mencerminkan tingkat aglomerasi, pemusatan kegiatan dan tersedianya infrastruktur fisik maupun sosial. 2) Faktor-faktor ekonomi seperti penanaman modal, tingkat upah, dan kesempatan kerja atau probabilitas memperoleh pekerjaan. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa rata-rata pengaruh di daerah tujuan lebih besar dibanding di daerah asal, yang mana penanaman modal adalah daya tarik utama bagi migrasi di Kawasan Timur Indonesia. Ananta (1993) mengemukakan beberapa penyebab migrasi yaitu: 1) Keputusan pribadi calon migran 2) Keputusan pemerintah melalui program transmigrasi yang mana sebagai upaya untuk meningkatkan mutu modal manusia melalui peningkatan pendidikan. Keputusan untuk bermigrasi juga ditentukan oleh produktivitas, dalam hal ini upah yang diharapkan dari daerah tujuan. Peningkatan mutu modal manusia (lewat pendidikan) merupakan salah satu kunci peningkatan produktivitas. Mobilitas penduduk akan berpengaruh positif terhadap peningkatan produktivitas jika migran memiliki mutu modal manusia yang baik, dalam hal ini berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan si pekerja. Lebih jauh Lee (1966) diacu dalam Ananta (1993) mengemukakan faktorfaktor penyebab pengambilan keputusan bermigrasi adalah sebagai berikut: 1) Faktor-faktor yang ada di daerah asal (faktor-faktor negatif) yaitu sempitnya peluang usaha dan kesempatan kerja, upah yang rendah, tingginya biaya hidup, dan tingginya pajak, 2) Faktor-faktor yang ada di daerah tujuan (faktor-faktor positif) yaitu luasnya peluang usaha dan kesempatan kerja, upah yang tinggi, fasilitas sosial yang gratis atau murah, biaya hidup relatif rendah, adanya institusi ekonomi yang efisien, 3) Faktor pribadi seperti pengaruh psikologis dan karakteristik seseorang, dan 4) Hambatan antara berupa biaya perpindahan.
11
2.3 Nelayan Berdasarkan Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan adalah orang yang matapencahariannya melakukan penangkapan ikan. Dalam kesehariannya, nelayan memiliki status yang membedakan posisi masingmasing nelayan itu sendiri. Menurut Hermanto (1986), ada lima macam status nelayan, yaitu: 1) Juragan darat, yaitu orang yang memiliki perahu dan alat tangkap tetapi tidak ikut dalam operasi penangkapan di laut. Juragan darat hanya menerima bagi hasil penangkapannya yang diusahakan orang lain. Biasanya juragan darat menanggung seluruh biaya operasi penangkapan. 2) Juragan darat-laut, yaitu orang yang memiliki perahu, alat tangkap, dan ikut dalam operasi penangkapan. Juragan ini juga menerima bagi hasil sebagai nelayan dan bagi hasil sebagai pemilik unit penangkapan. 3) Juragan laut, yaitu orang yang tidak memiliki perahu dan alat tangkap, tetapi bertanggungjawab dalam operasi penangkapan di laut (nahkoda). 4) Buruh / pandega, yaitu orang yang tidak memiliki unit pengangkapan dan hanya berfungsi sebagai anak buah kapal. Buruh / pandega umumnya menerima bagi hasil penangkapan dan jarang menerima upah harian. 5) Anggota kelompok, bentuk usaha secara kelompok ini merupakan suatu sistem kelembagaan baru dalam usaha penangkapan. Perahu yang diusahakan adalah perahu hasil pembelian dari modal yang dikumpulkan oleh tiap anggota kelompok. Pemimpin kelompok umumnya berfungsi sebagai juragan laut, sedangkan anggota kelompok berfungsi sebagai anak buah kapal. Menurut Satria (2002), nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alatalat/perlengkapan ke dalam perahu/kapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan, tetapi ahli mesin, juru masak, dan yang sejenisnya yang bekerja di atas kapal penangkap ikan dimasukkan sebagai nelayan, walaupun tidak secara langsung melakukan penangkapan. Hal ini lebih menjelaskan pengertian nelayan yang ada dalam buku Ensiklopedia Indonesia (Anonim 1983), menyebutkan bahwa nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara
12
langsung (seperti para penebar dan penarik jaring), maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi perahu layar, nakhoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan) sebagai matapencaharian. Dalam buku Ensiklopedia Indonesia, ada tiga pengertian nelayan yaitu: 1) Nelayan Juragan, yaitu nelayan pemilik perahu dan alat penangkap ikan yang mampu mengupah para nelayan pekerja sebagai pembantu dalam usahanya menangkap ikan di laut. Nelayan juragan memiliki sawah tadah hujan yang dikerjakan pada waktu tertentu saja. Nelayan juragan ada dua macam, yaitu : (1) nelayan juragan laut, bila ia masih aktif di laut, (2) nelayan juragan darat, bila ia sudah tua dan hanya mengendalikan usahanya dari daratan. Pihak lain yang memiliki perahu dan alat penangkap ikan tetapi bukan merupakan kaum nelayan asli, disebut tauke atau cukong. 2) Nelayan Pekerja, yaitu nelayan yang tidak punya alat produksi, tetapi hanya memiliki tenaga yang dijual kepada nelayan juragan untuk membantu menjalankan usaha penangkapan ikan di laut. Dalam hubungan kerja antara nelayan pekerja dan nelayan juragan, berlaku perjanjian tak tertulis yang sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu. Dalam hal ini juragan berkewajiban mengutamakan bahan makanan dan kayu bakar untuk keperluan operasi penangkapan ikan. Jika nelayan pekerja memerlukan lagi bahan makanan untuk dapur keluarga yang ditinggalkannya selama berlayar, maka nelayan itu harus berhutang lagi pada juragan. Hasil penangkapan ikan di laut dibagi menurut pengaturan tertentu yang berbeda-beda dengan juragan yang bersangkutan. Umumnya bagian nelayan pekerja selalu habis untuk membayar hutangnya. 3) Nelayan Pemilik, yaitu nelayan yang hanya memiliki perahu kecil untuk dirinya sendiri dan alat penangkap ikan yang sederhana, sehingga nelayan pemilik disebut juga nelayan perorangan atau nelayan miskin. Tidak memiliki tanah sawah untuk diusahakan pada musim hujan. Sebagian besar dari nelayan pemilik tidak mempunyai modal kerja sendiri, tetapi meminjam dari pelepas uang dengan perjanjian tertentu. Umumnya nelayan-nelayan yang sering kali meminjam uang tergolong nelayan baru yang memulai usahanya dari bawah yang mana suatu saat kelompok ini dapat menjadi nelayan juragan.
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI Mobilitas kerja adalah perpindahan kerja dari angkatan kerja sebelumnya yang dilakukan oleh orang atau kelompok masyarakat tertentu, yang mana tidak diikuti perpindahan secara geografis. Migrasi kerja ini dilakukan oleh orang atau kelompok masyarakat tertentu untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya yang menjadi tanggungannya sebagai kepala keluarga, dengan cara berpindah pekerjaan. Hal ini juga dilakukan oleh sebagian masyarakat nelayan di Muara Angke dengan beralih profesi menjadi non nelayan seperti pedagang, pengolah ikan, tukang becak dan air, dan pengusaha rumah kontrakan. Secara umum ada dua faktor yang mendasari migrasi kerja para nelayan, yaitu (1) faktor pendorong, dimana terdapatnya berbagai kondisi yang merugikan, sehingga nelayan ingin keluar dari pekerjaannya, seperti kurangnya pengalaman bekerja, jam kerja yang tidak sesuai dengan besarnya pendapatan yang diterima selama menjadi nelayan, tingkat pendidikan, banyaknya jumlah tanggungan keluarga, dan (2) faktor penarik, dimana kondisi-kondisi di luar kehidupan nelayan lebih menguntungkan, dilihat dari pendapatan setelah migrasi dan tingkat kenyamanan dalam bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kondisi nelayan sebelum dan sesudah melakukan migrasi kerja baik dari segi pendapatan maupun status pekerjaannya, dengan cara mempelajari, mendeskripsikan, dan membandingkan kedua faktor, yaitu faktor-faktor pendorong dan faktor-faktor penarik. Penelitian ini juga bertujuan untuk mempelajari dan mendeskripsikan berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat Muara Angke.
14
Kondisi awal: 1. status pekerjaan 2. pendapatan
Faktor-faktor pendorong: 1. jam kerja sebelum migrasi. 2. pendapatan sebelum migrasi. 3. tingkat pendidikan sebelum migrasi. 4. banyaknya jumlah tanggungan keluarga. 5. pengalaman sebelum migrasi
Migrasi Kerja Nelayan
Faktor-faktor penarik: 1. pendapatan sesudah migrasi. 2. kenyamanan bekerja.
Kondisi saat ini: 1. status pekerjaan 2. pendapatan
Ket : ---
: Batasan Penelitian
Gambar 1. Kerangka Pendekatan Studi
IV. METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus, dimana satuan kasusnya adalah para eks nelayan yang tinggal di RW 011 di Muara Angke. Menurut Maxfield (1930) diacu dalam Nazir (1988), studi kasus adalah penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Subyek penelitian dapat saja berupa individu, kelompok, lembaga maupun masyarakat. Penulis menggunakan metode studi kasus, karena penulis ingin mempelajari secara intensif latar belakang serta interaksi lingkungan dari unit-unit sosial yang menjadi subjek. Nazir (1988) menyatakan bahwa studi kasus bertujuan untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat, serta karakterkarakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian, dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Sevilla et.al (1993) menyatakan bahwa studi kasus juga berarti usaha pengumpulan data yang meliputi pengalaman-pengalaman masa lampau dan keadaan sekarang dari subyek yang diteliti, termasuk lingkungannya. Menurut Yin (2002), metode studi kasus merupakan metode yang dianggap tepat untuk menjawab pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan “bagaimana” dan “mengapa”, tepat bagi peneliti yang memiliki peluang kecil sekali atau tidak punya peluang sama sekali untuk mengontrol peristiwa atau gejala sosial yang hendak diteliti, serta fokus penelitian adalah peristiwa atau gejala sosial kontemporer (masa kini).
4.2 Jenis dan Sumber data 4.2.1 Jenis data Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data text. Menurut Fauzi (2001), data text adalah data yang berbentuk alphabet maupun angka numerik, dimana data yang dicari berupa tulisan-tulisan hasil wawancara antara penulis dengan para responden, yang juga mencakup angka-angka, seperti hasil pendapatan, umur, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan, status sosial, jenis pekerjaan sebelum pindah dan pekerjaan yang sekarang.
16
4.2.2 Sumber Data Data dilihat dari sumbernya ada dua, yaitu: 1) Data Primer, yaitu data yang didapat dengan cara mewawancara langsung responden atau informan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, dan melalui pengamatan secara langsung di lapangan. Data primer yang dicari berupa umur, tingkat pendidikan, status dalam keluarga, pendapatan, dan alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya migrasi kerja seperti jumlah tanggungan keluarga, jumlah jam kerja yang dibandingkan dengan total pendapatan yang diterima para responden, dan pengalaman kerja. 2) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari lembaga atau instansi terkait yang berada di daerah penelitian, meliputi Kelurahan Pluit, Dinas Perikanan Jakarta Utara, dan UPTPKPI (Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan Pendaratan Ikan). Selain itu data sekunder juga didapat dari bahan bacaan yang berhubungan dengan obyek penelitian. Data sekunder yang dicari berupa data kependudukan mengenai pembagian jumlah penduduk berdasarkan jenis mata pencahariaan dari tahun ke tahun dan kondisi umum lokasi penelitian.
4.3 Metode Penentuan Responden Menurut Babbie (1994), Snowball adalah teknik pencarian responden dengan dimulai dari satu orang kemudian orang tersebut dijadikan informan untuk mencari tahu responden berikutnya dan seterusnya. Orang pertama yang dipilih sebagai responden adalah orang yang disarankan oleh tokoh masyarakat setempat, sehingga informasi mengenai status pekerjaan calon responden sudah diketahui sebelumnya. Responden adalah orang yang memberikan informasi secara detil mengenai dirinya, seperti latar belakang dan identitas diri, sedangkan informan adalah orang yang pernah menjadi responden dan memberikan informasi secara umum mengenai kondisi masyarakat di sekitarnya. Hal ini dilakukan, karena jumlah nelayan yang telah melakukan migrasi kerja, jumlahnya tersebar di berbagai lingkungan RT dan RW yang berbeda, di samping tingkat kesibukan para responden saat ini. Penentuan responden yang telah beralih profesi dari nelayan ke non nelayan berjumlah 17 orang. Jumlah ini diambil berdasarkan
17
ketersediaan masyarakat non nelayan di lapangan untuk dijadikan sebagai responden, mengingat jadwal kerja calon responden yang tidak menentu dan tidak ingin diganggu oleh siapapun ketika sedang beristirahat termasuk anggota keluarganya sendiri.
4.4 Analisis Data Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), dikatakan bahwa analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data yang telah diperoleh lalu diolah dan dianalisis melalui beberapa langkah, yaitu editing, tabulasi, dan analisis. Data yang telah diedit, disusun dalam tabel dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis perbandingan, mengingat hasil-hasil penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif.
4.5 Definisi 1) Nelayan adalah tenaga kerja yang pekerjaannya menangkap ikan, baik secara langsung (seperti para penebar dan penarik jaring), maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi perahu layar, nakhoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan, termasuk juragan kapal yang ikut melaut) di perairan Indonesia, seperti dari Teluk Jakarta sampai ke Kepulauan Seribu, Sumatera, bahkan sampai ke Lombok. 2) Matapencaharian non nelayan adalah matapencaharian di luar penangkapan ikan, termasuk di dalamnya pedagang ikan. 3) Jam kerja adalah waktu dengan satuan jam yang dicurahkan untuk mendapat penghasilan dalam satu hari, dimana waktu untuk mengurus rumah tangga tidak termasuk di dalamnya. 4) Migrasi kerja nelayan adalah perpindahan kerja dari profesi sebagai nelayan ke non nelayan yang tidak diikuti perpindahan geografis. 5) Pendapatan, yaitu penghasilan bersih yang diterima oleh responden dalam satuan rupiah setiap bulannya. 6) Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal paling tinggi yang diikuti oleh responden, dilihat dari lamanya waktu yang digunakan untuk bersekolah.
18
7) Pengalaman adalah lamanya waktu (dalam tahun) seseorang bekerja, baik sebagai nelayan maupun responden. 8) Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya jiwa yang dibiayai oleh responden tapi tidak termasuk responden itu sendiri. 9) Tingkat kenyamanan kerja dilihat dari jam kerja dan besarnya penghasilan yang diterima responden setelah melakukan migrasi kerja yang juga berdampak pada kepedulian responden terhadap pendidikan anak.
4.6 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian diadakan di kawasan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Pemilihan Muara Angke sebagai tempat penelitian didasarkan pada adanya mobilitas kerja yang memang benar-benar terjadi di sana. Penelitian dilakukan kurang lebih satu bulan yaitu pada bulan Juni tahun 2005.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 5.1.1 Letak dan Keadaan Geografis Pada tahun 1977, Muara Angke yang merupakan bagian dari Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, diresmikan sebagai pusat pemukiman nelayan yang semula tersebar di berbagai lokasi Pantai Utara Jakarta dan menjadi pusat kegiatan perikanan tradisional di DKI Jakarta. Kelurahan Pluit terdiri atas 18 RW (Rukun Warga) dimana 2 RW diantaranya (RW 01 dan RW 11) adalah Muara Angke. Secara geografis Kelurahan Pluit terletak antara 6º.06’50” - 6º.06’56” LS dan 106º.45’56” - 106º.46’28” BT dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: - Sebelah Utara
: Laut Jawa
- Sebelah Timur
: Jalan Karang Pluit
- Sebelah Selatan
: Kali Angke
- Sebelah Barat
: Kali Angke
Luas Kelurahan Pluit 771,19 Ha, dimana luas tanah daratnya 748,05 Ha dan luas tanah-tanah lainnya 23,14 Ha. Pengelolaan tanah dilakukan oleh PT Jakarta Propertindo untuk wilayah Muara Karang dan Pluit, sedangkan untuk wilayah Muara Angke dilakukan di bawah pembinaan Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara. Secara geografis Muara Angke terletak pada posisi 106º.52’ BT dan 06º LS dengan luas 67 Ha dengan pengalokasian tanah: perumahan nelayan (21,266 Ha), pembibitan dan penelitian ikan (9,21 Ha), bangunan pusat pendaratan ikan serta fasilitas penunjang lainnya (5 Ha), hutan bakau (8 Ha), komplek pengolahan ikan (5 Ha), kapal (1,35 Ha), lahan kosong (6,7 Ha), pasar, bank, dan bioskop (1 Ha), serta terminal (2,57 Ha). 5.1.2 Kependudukan 5.1.2.1 Jumlah dan Komposisi Penduduk Muara Angke terdiri atas 2 RW (Rukun Warga) yaitu RW 01 dan RW 011. Penduduk di Muara Angke didominasi oleh penduduk dengan WNI asli sebanyak
20
8.079 jiwa (91,85%), dengan jumlah penduduk laki-laki di ke-2 RW (4.269 jiwa) lebih mendominasi dibanding jumlah penduduk wanita (3.810 jiwa). Ada juga penduduk dengan WNI keturunan sebanyak 717 jiwa (8,15%) dan tidak ada penduduk berkebangsaan asing yang tinggal disana. Secara lebih lengkap data jumlah dan komposisi penduduk di Muara Angke dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah dan Komposisi Penduduk di Muara Angke, tahun 2005. RW 01 011 Jumlah
WNI Asli (jiwa) laki-laki perempuan 2.558 2.231 1.711 1.579 4.269 3.810
WNI Keturunan (jiwa) laki-laki perempuan 130 143 270 174 400 317
Jumlah (jiwa) laki-laki perempuan 2.688 2.374 1.981 1.753 4.669 4.127
Sumber: Laporan Bulanan Kelurahan Pluit, Mei 2005
Sex ratio adalah angka perbandingan jumlah penduduk laki-laki per 100 penduduk wanita (Rusli 1995). Sex ratio (rasio jenis kelamin) pada Tabel 1 bernilai 113, artinya untuk keseluruhan golongan umur di Muara Angke terdapat 113 laki-laki di antara 100 orang penduduk wanita. Angka sex ratio yang lebih besar dari 100 menunjukkan jumlah laki-laki lebih banyak dari jumlah perempuan. 5.1.2.2 Tingkat Pendidikan Secara umum pendidikan adalah dasar dari kemajuan suatu negara. Sistem pendidikan yang memadai dapat membantu perkembangan suatu daerah karena pola berpikir maju dibentuk oleh sistem pendidikan. Berdasarkan data bulanan dari Kantor Kelurahan Pluit (2005), tingkat pendidikan di Muara Angke dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu tidak tamat SD, tamat SD, tamat SLTP, dan tamat SMU. Jumlah penduduk tidak tamat SD adalah 616 orang, tamat SD 4.398 orang, tamat SLTP 2.639, dan tamat SMU 1.143 orang. Persentase tingkat pendidikan penduduk di Muara Angke dapat dilihat pada Tabel 2. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kepedulian masyarakat terhadap pendidikan tinggi masih dirasakan kurang, walaupun 43% penduduknya dapat menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun. Hal ini disebabkan karena mayoritas penduduk di Muara Angke adalah nelayan, yang dalam pekerjaannya tidak terlalu
21
membutuhkan pendidikan formal yang tinggi, melainkan bertumpu pada kekuatan, kemampuan (skills), dan naluri. Tabel 2. Persentase Tingkat Pendidikan Penduduk di Muara Angke, tahun 2005. No 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SMU Total
Jumlah (Orang) 616 4.398 2.639 1.143 8.796
Persentase (%) 7 50 30 13 100
Sumber: Laporan Bulanan Kelurahan Pluit, Mei 2005
5.1.2.3 Matapencaharian Selain sebagai salah satu pusat pendaratan ikan yang ada di wilayah Jakarta Utara, Muara Angke juga merupakan pusat aktivitas kegiatan perikanan tradisional. Hal ini menggambarkan berbagai macam matapencaharian masyarakat di Muara Angke. Tabel 3 menunjukkan status pekerjaan dan jumlah penduduk yang ada di Kelurahan Pluit termasuk Muara Angke. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa jenis pekerjaan sebagai pedagang / wiraswasta sebanyak 14.018 jiwa lebih diminati masyarakat di Kelurahan Pluit dibanding jenis pekerjaan lainnya, hal ini dikarenakan daerah Kelurahan Pluit merupakan salah satu sentra bisnis di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Hal ini terlihat dari banyaknya toko, restoran, dan kios dagang (lapak) yang ada di sepanjang jalan Kelurahan Pluit dan Muara Angke. Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Status Pekerjaan di Kelurahan Pluit, tahun 2005. No 1 2 3 4 5 6
Status Pekerjaan Karyawan Swasta / PNS / ABRI Pedagang / Wiraswasta Nelayan Pensiunan Pertukangan Ibu Rumah Tangga, Pelajar, Fakir Miskin Total
Sumber: Laporan Bulanan Kelurahan Pluit, Mei 2005
Jumlah (jiwa) 8.398 14.018 2.273 341 419
Persentase (%) 19,54 32,61 5,29 0,79 0,97
17.540 42.989
40,80 100,00
22
5.1.2.4 Agama Berbagai agama yang dianut oleh para penduduk di Muara Angke bermacam-macam, disesuaikan dengan keyakinannya masing-masing. Mayoritas penduduk yang tinggal di Muara Angke beragama Islam (Tabel 4). Hal ini terlihat pada saat hari jumat, banyak umat muslim laki-laki yang melakukan sholat jumat, sehingga jalanan menjadi relatif sepi karena yang biasanya beraktivitas adalah laki-laki. Jumlah penganut agama di Muara Angke dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Agama, tahun 2005. No 1 2 3 4
Agama Islam Kristen Katolik Buddha Jumlah
RW 01 4.789 111 61 101 5.062
011 3.490 87 52 105 3.734
Total Jumlah Persentase(%) 8.279 94,13 198 2,25 113 1,28 206 2,34 8.796 100,00
Sumber: Laporan Bulanan Kelurahan Pluit, Mei 2005
5.1.3 Sarana dan Prasarana Sejak ditetapkannya Muara Angke sebagai pusat pemukiman nelayan, maka pemerintah membangun berbagai fasilitas umum, yang tertera pada Tabel 5. Tabel 5. Fasilitas Umum yang Terdapat di Muara Angke, tahun 2004. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jenis-jenis Fasilitas Jalan dan Saluran Perumahan Nelayan Pendidikan Tempat Ibadah Gedung Pertemuan Nelayan Bank Pasar Gedung Puskesmas Gedung Bioskop Lapangan Olah Raga Terminal Bus Pemadam Kebakaran Taman Pos KP3 WC Umum SPBU Total
Sumber: Laporan Bulanan Kelurahan Pluit, Agustus 2004
Satuan (unit) 4.235 1.728 6 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 4 2 1 5.989
23
5.1.3.1 Pendidikan Secara umum sistem pendidikan yang terdapat di lokasi penelitian terdiri atas 2 jenis, yaitu sistem pendidikan formal dan sistem pendidikan non formal. Pendidikan formal yang berlaku pada umumnya meliputi SD, SMP, SMU, dan Madrasah (sekolah umum yang lebih mengutamakan pendidikan berbasis islami). Secara lebih lengkap data mengenai jenis-jenis pendidikan formal di Kelurahan Pluit dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Sarana Pendidikan Formal di Kelurahan Pluit, tahun 2004. Jenis Sekolah SD:
Jumlah Gedung (unit)
Negeri Bersubsidi Swasta Ibtidaiyah Jumlah Negeri Bersubsidi Swasta Tsanawiyah Jumlah Negeri Bersubsidi Swasta Aliyah Jumlah
SMP:
SMA:
Sekolah (unit) 2 0 8 1 11 1 0 9 1 11 1 0 4 0 5
5 0 8 4 17 1 0 9 1 11 1 0 4 0 5
Sumber: Laporan Bulanan Kelurahan Pluit, Agustus 2004
Pendidikan formal diberikan melalui sekolah-sekolah negeri atau swasta, sedangkan pendidikan non formal bisa didapat melalui berbagai tempat kursus keahlian, pesantren, dan taman kanak-kanak. Ketika penulis melakukan penelitian, suasana taman kanak-kanak yang ada di Muara Angke tidak seperti taman kanak-kanak yang ada di kota pada umumnya. Gedung sekolahnya sangat kecil dan dari luar tampak hampir tidak ada tempat bermain bagi anak-anak. Kondisi ini sangat memprihatinkan, mengingat taman kanak-kanak adalah tempat bermain dan melatih kreatifitas bagi anak-anak. Secara lebih lengkap data mengenai berbagai jenis pendidikan non formal di Kelurahan Pluit dapat dilihat pada Tabel 7.
24
Tabel 7. Sarana Pendidikan Non Formal di Kelurahan Pluit, tahun 2004. No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis Kursus Bahasa Inggris Montir Mobil Stir Mobil Komputer Kecantikan Elektronik Taman Kanak-kanak Lain-lain Total
Jumlah (unit) 4 1 1 4 1 22 10 8 51
Sumber: Laporan Bulanan Kelurahan Pluit, Agustus 2004
5.1.3.2 Peribadatan Tempat ibadah yang terdapat di Kelurahan Pluit meliputi masjid dan mushola, gereja, dan vihara atau kelenteng. Selain nuansa islami yang ada di Kelurahan Pluit, jumlah gereja dan vihara memperlihatkan nuansa chinese yang cukup kental. Hal ini terlihat dari banyaknya nama toko-toko dan sekolah-sekolah yang ditulis dalam bahasa mandarin. Secara lebih lengkap data berbagai tempat ibadah di Kelurahan Pluit dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Sarana Peribadatan di Kelurahan Pluit, tahun 2004. No Tempat ibadah Jumlah (unit) 1 Masjid 2 Mushola 3 Gereja 4 Vihara / Kelenteng
4 5 7 3
Sumber: Laporan Bulanan Kelurahan Pluit, Agustus 2004
Pada saat penulis melakukan wawancara di Muara Angke, salah seorang responden sedang mengumpulkan uang sumbangan untuk pembangunan mushola di RW 011. Hal ini dipelopori oleh ketua RT 07 yang menarik iuran sebesar Rp500.000,00 setiap bulannya dari para warga yang rata-rata bekerja sebagai pedagang ikan atau langgan, mengingat penghasilan warga yang cukup besar. Hal ini pun disambut baik oleh para warga dengan tidak adanya keberatan untuk menyumbang, seperti yang diungkapkan oleh salah seorang responden berikut ini:
25
“Daripada uangnya dipakai untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, akan lebih baik jikalau uangnya dipakai untuk membangun rumah Allah, pahalanya juga bisa berlipat-lipat ganda, yah itung-itung nabung buat di akhirat.” 5.1.3.3 Keadaan Perumahan dan Kesehatan Pemukiman di Muara Angke sampai tahun 2003 telah mengalami tujuh tahap pembangunan dengan jumlah rumah yang telah dibangun berjumlah 1.128 unit. Persyaratan penghunian di setiap tahapan pembangunan adalah diprioritaskan bagi nelayan, baik nelayan pemilik, pekerja, pengolah ikan, maupun pedagang ikan. Pada masa sekarang pemukiman nelayan di Muara Angke lebih diprioritaskan bagi penduduk yang mempunyai KTP DKI Jakarta. Banyak masyarakat yang tidak memiliki KTP DKI Jakarta tinggal di Muara Angke dengan cara mengontrak di rumah-rumah penduduk setempat. Kondisi perumahan nelayan di Muara Angke dapat dikatakan baik, karena rata-rata rumahnya sudah permanen dan jalannya sudah beraspal, walaupun masih ada rumah panggung serta rumah sempit di dalam gang. Masyarakat yang sebelumnya tinggal di Muara Kali Adem sebagian besar juga sudah ikut pindah ke Muara Angke dan menempati rumah susun tipe 42/25 sebanyak 600 unit yang dibangun atas kerjasama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan yayasan Buddha Tzu Chi. Kebersihan adalah pangkal kesehatan. Hal ini menjadi motto bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta beserta jajarannya dalam menertibkan kebersihan di Muara Angke dengan diadakannya program kebersihan. Selain fasilitas kebersihan seperti tempat penampungan sampah, program penyadaran terhadap masyarakat Muara Angke mengenai manfaat dari lingkungan yang bersih sangat penting, karena masih banyak juga masyarakat yang membuang sampah rumah tangganya ke sungai, selokan maupun di sekitar rumahnya. Hal ini dapat menimbulkan efek yang dapat merugikan masyarakat itu sendiri, yaitu berupa bau yang tidak sedap serta menjadi tempat bersarangnya nyamuk demam berdarah, sehingga penduduk rentan terhadap penyakit-penyakit seperti demam berdarah dan muntaber. Selokan dan aliran sungai yang terhambat juga membuat Muara
26
Angke menjadi daerah langganan banjir pada saat air laut pasang. Berbagai fasilitas kesehatan di Kelurahan Pluit dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Berbagai Fasilitas Kesehatan di Kelurahan Pluit, tahun 2004. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Fasilitas Kesehatan Puskesmas Pos Kesehatan UPGK Karang Balita Dokter Praktek Apotik Dukun Beranak Klinik Kesehatan Sin She Akupuntur PPKB BKIA Klinik KB Taman Gizi Total
Jumlah (unit) 1 18 5 2 75 6 1 1 5 2 18 1 1 1 137
Sumber: Laporan Bulanan Kelurahan Pluit, Agustus 2004
5.1.4 Keadaan Umum Perikanan 5.1.4.1 Musim dan Daerah Penangkapan Para nelayan mengenal dua macam musim tangkap, yaitu musim barat dan musim timur. Musim barat berlangsung dari bulan Desember sampai Maret, membawa angin kencang yang bertiup dari barat daya ke barat laut dan menyebabkan nelayan tidak dapat melaut, sehingga penghasilan yang diperoleh sangat terbatas. Hal ini menyebabkan banyak nelayan buruh hanya dapat bekerja di darat seperti memperbaiki jala atau alat tangkap yang rusak. Lain halnya dengan musim timur yang membawa angin perlahan dari timur laut ke tenggara. Musim timur berlangsung dari bulan Juni sampai September, dan arus pergerakan ikan searah dengan arah angin. Selain kedua musim tangkap di atas, ada juga musim pancaroba (musim peralihan di antara kedua musim tangkap di atas) yang berlangsung antara bulan April – Mei dan bulan Oktober – November. Besarnya kekuatan mesin kapal sangat menentukan jauh-dekatnya daerah penangkapan ikan. Kapal-kapal kecil (perahu motor tempel) memiliki kapasitas kekuatan mesin kurang dari 10 PK. Kapal-kapal jenis ini hanya dapat menangkap ikan antara Teluk Jakarta sampai ke Kepulauan Seribu, sedangkan untuk kapal-
27
kapal besar dengan kapasitas kekuatan mesin lebih dari 10 GT (Gross Tone), daerah penangkapan ikan dapat mencapai perairan sekitar Sumatra, sepanjang pesisir Pantai Utara Jawa (Pantura), perairan Kalimantan dan Sulawesi, Bangka – Belitung, dan Lampung. 5.1.4.2 Jenis Perahu atau Kapal PPI Muara Angke melayani rata-rata 15 kapal besar dengan daya muat 25 ton ikan per hari. Rata-rata jumlah kapal motor yang berlabuh di PPI Muara Angke pada tahun 2003 sebanyak 376 unit, dengan jumlah maksimal pada bulan Mei, yaitu sebanyak 444 unit, dan jumlah minimum sebanyak 230 unit pada bulan Desember. Rata-rata perahu motor tempel yang berlabuh di PPI Muara Angke sebanyak 71 unit, dengan jumlah maksimal pada bulan Januari, yaitu sebanyak 93 unit, dan jumlah minimum sebanyak 37 unit pada bulan Desember. Hal ini disebabkan pada bulan Desember adalah awal dari musim barat yang membawa angin kencang, sehingga banyak nelayan yang tidak dapat melaut. Berbagai jenis kapal motor dan perahu motor tempel yang berlabuh di PPI Muara Angke dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Frekuensi masuknya Kapal Motor dan Perahu Motor Tempel di PPI Muara Angke, tahun 2003. Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata Maksimum Minimum
Kapal Motor (unit)
Perahu Motor Tempel (unit) 303 246 435 431 444 408 421 408 376 381 427 230 4.510 376 444 230
93 65 88 76 84 67 57 51 65 84 82 37 849 71 93 37
Sumber : Laporan Tahunan UPT PKPI (Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan Pendaratan Ikan) Muara Angke, tahun 2003
28
Setiap tahun jumlah kapal yang berlabuh di PPI Muara Angke berfluktuasi sesuai dengan musim. Perbedaan antara kapal motor dengan perahu motor tempel terletak pada mesin motor kapal. Biasanya mesin motor pada kapal motor sudah didesain untuk kapal-kapal dengan daya tampung relatif besar berkekuatan GT (Gross Tone) seperti kapal-kapal dengan alat tangkap long line dan purse seine. Pada perahu motor tempel, mesin motor dapat dipindah-pindah karena berukuran relatif kecil dan perahu yang menggunakan jenis mesin motor tempel biasanya berbentuk relatif kecil seperti kapal-kapal yang digunakan untuk menangkap rajungan dan ikan-ikan pelagis seperti ikan kerapu. 5.1.4.3 Jenis Alat Penangkapan Ikan Muara Angke sebagai kawasan pusat pendaratan ikan di wilayah Jakarta Utara, memiliki beragam jenis alat penangkapan yang sesuai dengan kapal-kapal yang berlabuh di Muara Angke. Secara lebih lengkap data mengenai jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Muara Angke dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan data pada Tabel 11 dapat dilihat penggunaan jaring rampus paling banyak digemari oleh para nelayan, yaitu 367 unit, sedangkan lainnya long line (269 unit), pukat ikan (240 unit), dan gill net (117 unit) juga banyak digemari oleh para nelayan yang memiliki kapal dan modal yang cukup besar, mengingat hasil tangkapan ikan yang didapat juga besar. Alat tangkap long line yang biasa digunakan untuk menangkap ikan tuna disebut rawai tuna. Rawai tuna atau tuna long line adalah alat penangkap tuna yang paling efektif. Rawai tuna merupakan rangkaian sejumlah pancing yang dioperasikan sekaligus. Satu tuna longliner biasanya mengoperasikan 1.000-2.000 mata pancing untuk sekali turun. Gill net (jaring insang) adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang dan dilengkapi dengan pemberat pada tali ris bawah dan pelampung pada tali ris atasnya. Ada berbagai jenis Gill net yang digunakan, yaitu jaring insang hanyut (drift gill net), jaring insang lingkar (encircling gill net), jaring insang klitik (shrimp gill net), jaring insang tetap (set gill net), dan jaring insang trammel (trammel net).
29
Selain itu, banyak nelayan yang melakukan budidaya kerang hijau. Rakit kerang hijau adalah salah satu tempat budidaya kerang hijau yang dilakukan nelayan dengan teknik bagan tancap melalui metode rakit dan sering disebut sebagai Bagan Rakit Tancap. Selain praktis, metode ini cukup ekonomis karena tidak mengeluarkan biaya yang besar untuk mengerjakannya. Tabel 11. Jenis Alat Penangkapan Ikan di Muara Angke, tahun 2003. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Jenis Alat Payang Purse seine Gill net Gill net cucut Muroami Bubu Jaring udang Jaring tangsi Jaring ikan hias Jaring gembong Jaring tembang Jaring rampus Jaring rajungan Jaring teri Pukat ikan Sero Bagan tancap Pancing dasar Pancing rawe Bagan apung Dogol Long line Total
Jumlah (unit) 4 18 117 31 8 31 27 33 8 21 18 367 64 2 240 81 32 25 36 32 6 269 1.470
Persentase(%) 0,27 1,22 7,96 2,11 0,54 2,11 1,84 2,24 0,54 1,43 1,22 24,96 4,35 0,14 16,33 5,51 2,18 1,71 2,45 2,18 0,41 18,30 100,00
Sumber: Laporan Tahunan Kantor Suku Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Jakarta Utara, tahun 2003
5.1.4.4 Pemasaran Hasil Perikanan Pemasaran merupakan proses berantai yang menghubungkan produsen dengan konsumen. Salah satu fasilitas yang ada di PPI Muara Angke adalah Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Pemasaran berbagai hasil laut (ikan segar) dilakukan melalui TPI Muara Angke. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.
30
Kapal datang / masuk pelabuhan
Proses Bongkar
Penimbangan
Dilelang oleh Juru Lelang (jumlah peserta lelang 70 orang, harga ditentukan mekanisme pasar)
Pencatatan Produksi Proses Pengolahan Ekspor (rekomendasi tidak lelang untuk jaga mutu, retribusi 5% (3% untuk nelayan dan 2% untuk bakul))
Pemenang Lelang / Bakul
Luar Daerah Jabotabek
Pasar Muara Angke (Grosir, Pengecer, Unit Pengolah)
Sumber: Laporan Bulanan Kelurahan Pluit, Agustus 2004
Gambar 2. Mekanisme Pelelangan Ikan melalui TPI Muara Angke Berdasarkan Gambar 2, pada saat kapal memasuki pelabuhan, maka pihak kapal harus melapor ke kantor UPT PKPI & PPI (Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan & Pangkalan Pendaratan Ikan) untuk menyerahkan dokumen-dokumen yang diperlukan dan dicatat, serta mendapatkan
31
nomor urut lelang. Pada proses bongkar, hasil-hasil laut akan disortir berdasarkan jenis dan mutunya, lalu ditempatkan ke dalam trays. Pada proses penimbangan, ikan-ikan akan diberi label berdasarkan volume dan nama kapal. Selanjutnya ikanikan yang sudah ditimbang, dikelompokkan menjadi 2, yaitu ikan-ikan yang khusus dilelang dan ikan-ikan yang diperuntukkan bagi kebutuhan ekspor. Para pemenang lelang akan melakukan packing mengingat produk perikanan mudah rusak, agar ikan-ikan hasil lelang dapat segera dijual ke pasar Muara Angke (pedagang grosir, pengecer, dan unit pengolah) maupun ke luar daerah Jabotabek. Di PHPT terdapat sekitar 300 unit pengolahan ikan dengan jenis pengolahan pengasinan, pemindangan, pengasapan, pembuatan terasi dan penyamakan kulit. Persentase jenis pengolahan yang terbesar adalah jenis pengolahan pengasinan antara 80-90%. Biasanya para pengolah juga ikut memasarkan hasil olahannya, sehingga dapat memberikan pemasukan yang lebih bagi para pengolah itu sendiri. Pengolah
Pedagang besar (grosir)
Pengecer (local)
Pengecer luar Jakarta
Konsumen Gambar 3. Jalur Pemasaran Ikan Olahan melalui PHPT di Muara Angke Selain pemasaran ikan segar yang ada di PPI Muara Angke, ada juga pemasaran ikan olahan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3. Biasanya para pengolah juga ikut memasarkan langsung hasil olahannya ke pedagang pengecer
32
lokal. Hal ini dilakukan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar dengan cara memotong biaya pemasaran (ongkos, pembagian keuntungan dengan pedagang besar / grosir). Sekitar 70% ikan segar dan ikan olahan di Muara Angke dijual ke pasar lokal maupun ke pasar di luar Jakarta lewat pengecer atau pedagang besar (grosir), sedangkan sisanya diekspor dalam bentuk ikan segar, olahan atau beku. Daerah tujuan pemasaran ikan segar dan ikan olahan adalah Jakarta, Bandung, Bogor, dan Serang. Negara-negara tujuan ekspor adalah Malaysia, Hongkong, dan Singapura. Volume rata-rata ekspor ikan di Muara Angke dapat mencapai 4 ton per hari, dimana hasil-hasil laut yang diekspor yaitu udang, bawal, kakap merah, kerapu dan tenggiri. 5.2 Profil Responden Profil responden menggambarkan siapa dan bagaimana kondisi kehidupan para responden yang mengalami peralihan profesi dari nelayan ke non nelayan. Beberapa data mengenai profil responden adalah umur, lamanya responden tinggal di Muara Angke, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan keluarga. 5.2.1 Umur Responden Jumlah responden berdasarkan umur digolongkan menjadi tiga, yaitu kelompok umur 37 – 45 tahun, 46 – 54 tahun, dan kelompok umur ≥ 55 tahun. Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden, umur rata-rata para responden adalah 49 tahun, dengan umur minimumnya 37 tahun, dan umur maksimumnya 67 tahun (Lampiran 1). Secara lebih lengkap data jumlah responden berdasarkan penggolongan umur di Muara Angke dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah Responden Berdasarkan Penggolongan Umur, tahun 2005. No 1 2 3
Kelompok umur 37 - 45 46 - 54 55+ Total
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
Jumlah orang 7 8 2 17
Persentase (%) 41 47 12 100
33
Tabel 12 menunjukkan bahwa sekitar 88% responden berumur 37 – 54 tahun. Hal ini menandakan bahwa kebanyakan para responden yang beralih profesi berada dalam usia produktif, dalam arti kisaran usia tersebut adalah masamasa puncak seseorang dalam memenuhi semua kebutuhan rumahtangganya. Secara umum usia cukup berpengaruh terhadap jumlah tanggungan keluarga dan tingkat kemapanan hidup seseorang. Semakin tinggi usia seseorang, maka semakin dewasa cara berpikir dan bertindaknya, sehingga dapat mengkaji ulang bila ingin menambah jumlah tanggungan keluarga dengan bercermin pada tingkat penghasilannya. Selain itu, tingkat kemapanan hidup seseorang diasumsikan tercapai pada saat orang tersebut memiliki pekerjaan yang tetap. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa usia muda adalah usia yang cenderung masih mencari jenis pekerjaan tetap, sehingga tingkat kemapanan masih belum stabil. 5.2.2 Lama Responden Tinggal di Muara Angke Jumlah responden berdasarkan lamanya waktu menetap di Muara Angke digolongkan menjadi tiga, yaitu antara 10 – 19 tahun, 20 – 29 tahun, dan 30 – 39 tahun. Lamanya waktu menetap di Muara Angke rata-rata 19,18 tahun, dengan waktu menetap maksimum adalah 33 tahun, dan waktu menetap minimumnya 10 tahun (Lampiran 1). Untuk lebih jelas, data jumlah responden berdasarkan penggolongan lamanya waktu menetap di Muara Angke dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Jumlah Responden Berdasarkan Penggolongan Lamanya Waktu Menetap di Muara Angke, tahun 2005. No 1 2 3
Lama Menetap (tahun) 10 - 19 20 - 29 30 - 39 Total
Jumlah orang 9 5 3 17
Persentase (%) 53 29 18 100
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
Informasi mengenai lamanya responden tinggal di Muara Angke dapat menggambarkan asal-usul kepindahan responden ke Muara Angke. Kebanyakan responden mengatakan bahwa penyebab kepindahannya ke Muara Angke adalah karena penggusuran yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat nelayan di
34
Tanjung Priuk pada tahun 1993. Berdasarkan Tabel 13, dari total responden yang berjumlah 17 orang, 53% di antaranya tinggal di Muara Angke kurang lebih selama 10 – 19 tahun. 5.2.3 Pendidikan Responden Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden, tingkat pendidikan formal para responden dikategorikan ke dalam 5 kelompok, yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tidak tamat STM, dan Tamat SMU. Kelompokkelompok ini dikategorikan berdasarkan tingkat pendidikan formal yang dirasakan atau tidak oleh para responden. Kebanyakan para responden bersekolah hanya sampai tingkat SD saja, yaitu sebanyak 12 orang. Jumlah ini dihitung berdasarkan tingkat pendidikan formal yang sempat dirasakan para responden, baik belum selesai maupun sudah selesai. Ada juga beberapa responden yang tidak bersekolah sebanyak 3 orang. Ada juga 1 responden yang bersekolah sampai tingkat STM, walau belum tamat, dan 1 responden yang tamat SMU. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Jumlah Responden Berdasarkan Penggolongan Tingkat Pendidikan, tahun 2005. No 1 2 3 4 5
Tingkat pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tidak tamat STM Tamat SMU Total
Jumlah orang 3 9 3 1 1 17
Persentase (%) 18 52 18 6 6 100
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
Berdasarkan Tabel 14, dari 17 responden yang diwawancara, 70% responden hanya mengenyam pendidikan formal sampai tingkat SD saja. Hal ini lebih dipengaruhi karena pekerjaan sebagai nelayan tidak membutuhkan tingkat pendidikan formal yang tinggi. 5.2.4 Jumlah Tanggungan Responden Tabel 15 menunjukkan penggolongan responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga, yaitu antara 1 – 3 orang, 4 – 6 orang, dan 7 – 9 orang. Rata-
35
rata jumlah tanggungan keluarga yaitu 4 orang, dengan jumlah tanggungan minimum 1 orang, dan jumlah maksimumnya 9 orang (Lampiran 1). Tabel 15. Jumlah Responden Berdasarkan Kelompok Tanggungan Keluarga, tahun 2005. No 1 2 3
Kelompok tanggungan (orang) 1-3 4-6 7-9 Total
Jumlah (orang)
Persentase (%) 7 7 3 17
41 41 18 100
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
Tabel 15 menunjukkan kelompok jumlah tanggungan keluarga responden terbanyak berkisar antara 1 - 3 orang dan 4 - 6 orang dengan total persentase masing-masing 41%. Jumlah tanggungan keluarga dipengaruhi oleh kecenderungan faktor tingginya pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendapatan, maka jumlah tanggungan keluarga cenderung semakin banyak. Keadaan ini diperkuat oleh beberapa responden yang menikah lagi atau berbuat amal dengan cara menampung anak-anak yatim. Jumlah tanggungan keluarga dihitung dari jumlah anggota keluarga selain responden. 5.3 Gambaran Umum Perpindahan Kerja Perpindahan kerja yang dilakukan oleh hampir sebagian besar masyarakat nelayan di Muara Angke adalah tindakan yang dimaksudkan untuk keluar dari berbagai permasalahan yang selalu dihadapi, baik dari segi ekonomi seperti pendapatan yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk biaya sekolah anak-anak, maupun segi sosial yang lebih ke arah psikologis keluarga. Untuk lebih jelas, gambaran umum perpindahan kerja para responden dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16, sebanyak 64,70% responden (11 orang) beralih profesi sebagai pedagang. Kesebelas responden tersebut mencakup 23,53% ABK (4 orang), 23,53% nahkoda kapal (4 orang), dan 17,65% juragan (3 orang). Responden tersebut memilih profesi sebagai pedagang, karena melihat temantemannya banyak yang sukses setelah beralih ke usaha dagang. Hal ini
36
ditunjukkan dalam bentuk kepemilikan aset seperti rumah dan mobil yang mewah, di samping memiliki tabungan untuk berangkat naik haji. Hal inilah yang memotivasi para responden untuk ikut meningkatkan taraf kehidupannya, di samping juga meningkatkan status sosial dalam masyarakat. Keinginan untuk mencoba pun timbul, walaupun sempat terbentur dengan modal, sehingga banyak responden yang berusaha meminjam uang kepada saudara-saudaranya agar dapat memiliki modal untuk berdagang. Hal ini seperti yang dilakukan oleh pak Rdwn yang berjualan fiber dengan modal awal sebesar Rp70.000.000,00. Modal yang dikeluarkan cukup besar mengingat fiber harus dibeli secara tunai kepada pemasoknya. Sebagian modal ini didapatnya dari pinjaman sanak saudaranya. Dari 64,70% (11 orang) yang memilih pekerjaan sebagai pedagang, 35,29% berjualan ikan di lapak (6 orang), 5,88% berjualan es campur di pasar kaki lima di Muara Angke (1 orang), 5,88% menjual nasi uduk (1 orang), 5,88% berjualan fiber (1 orang), 5,88% menjadi supplier rajungan (1 orang), 5,88% membuka industri otak-otak (1 orang). Tabel 16. Gambaran Umum Perpindahan Kerja Responden, tahun 2005. Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jenis Pekerjaan Dulu Juragan Kapal Pancing Juragan Jaring Udang Melele (ikan teri) Nahkoda Kapal Bagang Nahkoda Pukat Harimau Nahkoda Kapal Tongkol Nahkoda Kapal Tongkol Nahkoda Jaring Udang ABK Jaring Udang ABK Kapal Tongkol ABK Perahu Rajungan ABK Perahu Rajungan ABK Kapal Tenggiri ABK Jaring Pelak ABK Jaring Fillet Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional
Jenis Pekerjaan Sekarang Pedagang Ikan Pedagang Ikan Penyewaan rumah Pedagang Ikan Penjual Es Campur Pedagang Ikan Penjual Nasi Uduk Tukang Angkut Air Pedagang Ikan Tukang Becak Tukang Becak Supplier Rajungan Industri Pengolah Otak-otak Langgan Pedagang Ikan Pedagang Fiber Pemulung Botol Aqua
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
Berdasarkan hasil wawancara, alasan para responden beralih profesi, karena merasa jenuh dengan pekerjaannya, baik sebagai ABK, juru mudi, maupun
37
juragan kapal yang ikut melaut. Selain itu, kondisi psikologis-ekonomi keluarga (kekhawatiran responden terhadap keluarga di rumah karena perjalanan melaut yang dapat menghabiskan waktu berhari-hari, kekhawatiran keluarga terhadap responden mengingat kondisi di laut tidak pernah menentu, meningkatnya biaya hidup seiring dengan jumlah tanggungan, hasil laut yang sering merugi) menyebabkan para responden secara berangsur-angsur memilih untuk beralih profesi, ada yang menjadi pedagang ikan, penjual es campur, tukang becak, tukang angkut air, pengusaha otak-otak, pengusaha rumah kontrakan, dan ada juga yang menjadi langgan. Langgan (pengurus nelayan) adalah seseorang yang membantu membiayai para nelayan yang melaut dengan perhitungan pembagian komisi sekitar 7 – 10% dari hasil tangkapan. 5.4 Jenis dan Karakteristik Pekerjaan Responden Perbedaan berbagai jenis pekerjaan responden menyebabkan perbedaan pada karakteristik masing-masing pekerjaan itu. Hal ini dapat diketahui dari beberapa faktor seperti cara berusaha, lokasi usaha dan waktu yang digunakan untuk melakukan usaha tersebut. Ada beberapa responden yang beralih profesi menjadi pedagang ikan, supplier rajungan, pengusaha dalam bidang pengolahan ikan, penjual es campur di pasar, tukang air dan becak, sampai ada juga yang membeli beberapa rumah untuk dijadikan rumah kontrakan. Sebagai seorang pedagang ikan, ikan yang dijual berasal dari sumber produsen yang berbeda-beda, ada yang langsung membeli di tempat pelelangan, ada juga yang bekerja sama dengan nelayan yang melaut dengan cara memberikan modal pinjaman untuk membeli bahan baku selama di laut (langgan). Rata-rata para pedagang ikan menghabiskan waktunya di lapak, yaitu tempat yang biasa dipakai untuk berjualan ikan, antara jam 5 sore sampai jam 6 pagi keesokan harinya. Seorang eksportir rajungan dan seorang pembuat otak-otak mengatakan bahwa keduanya dapat menghabiskan 15 – 16 jam sehari di pabriknya, karena selain memproduksi, kedua responden juga menangani pemasaran produk-produk yang dijualnya. Seorang penjual es campur lebih banyak menghabiskan waktunya di siang hari dengan berjualan di pasar Muara Angke. Seorang tukang air dan tukang becak biasa menghabiskan waktunya antara pagi sekitar jam 5 – jam 12
38
siang untuk jasa angkutan air, dan jam 4 pagi – jam 10 siang untuk angkutan becak. Tukang air biasanya mengangkut air bersih pesanan warga sekitar yang kerap digunakan oleh warga untuk minum dan memasak, sedangkan angkutan becak biasa dimanfaatkan oleh pedagang dan pembeli ikan untuk mengangkut barang-barang yang dijual atau dibeli warga dari dan ke tempat pelelangan. Pekerjaan sebagai tukang air dilakukan oleh salah seorang responden karena dilihatnya sebagai peluang, mengingat pekerjaan ini belum ada yang melakukannya. Berdasarkan hasil wawancara, ada juga beberapa responden yang memiliki usaha sampingan. Selain karena keinginan untuk membantu sesama, hal ini juga dilakukan sebagai cara untuk beradaptasi dengan kondisi usaha yang terkadang tidak menentu. Sebagai seorang pedagang nasi uduk, pak Tchd masih menyempatkan dirinya untuk memberikan pelajaran les mengaji jika ada anakanak tetangga yang ingin belajar. Kegiatan ini memang memberikan pemasukan tambahan, tetapi pak Tchd tidak pernah memberlakukan tarif tertentu. Hal ini dilakukannya karena khawatir ada beberapa anak tetangga yang tidak bisa mengaji hanya karena tidak memiliki uang untuk membayar les mengaji. Usaha sampingan juga dilakukan oleh pak Wsrh yang sehari-hari berprofesi sebagai pedagang ikan, dengan membuka warung kecil di ujung gang rumahnya. Warung kecil ini dikelola oleh bu Wsrh dan memberikan pemasukan yang cukup besar per harinya, yaitu rata-rata Rp50.000,00. Dengan pemasukan tambahan ini, pak Wsrh dapat menyisihkan uang hasil penjualan ikan untuk berangkat ke tanah suci. 5.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Migrasi Kerja Secara umum migrasi kerja yang terjadi di Muara Angke disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari dalam (sifatnya mendorong) dan faktor yang berasal dari luar (sifatnya menarik). Faktor pendorong mencakup berbagai kondisi yang tidak menguntungkan para responden sebelum beralih profesi, sedangkan faktor penarik mencakup berbagai kondisi yang diinginkan para responden setelah responden beralih profesi. Selain itu, dilakukan perbandingan antara kedua faktor agar dapat melihat perubahan yang terjadi antara kondisi sebelum dan sesudah alih profesi.
39
5.5.1 Faktor-faktor Pendorong Migrasi Kerja Berdasarkan hasil wawancara, ada beberapa alasan yang mempengaruhi perpindahan kerja para responden. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 17. Pendapatan para nelayan sangat dipengaruhi oleh alasan-alasan ini, yaitu biaya operasional meningkat seiring dengan meningkatnya harga barang-barang kebutuhan pokok termasuk harga solar. Selain itu, seorang responden mengatakan bahwa limbah pabrik yang dibuang oleh perusahaan-perusahaan tidak bertanggung jawab sudah mencapai 1 jam perjalanan hingga ke Pulau Damar di Kepulauan Seribu. Hal ini menyebabkan para nelayan sulit mendapatkan hasil tangkapan dengan unit penangkapan tradisional, sehingga banyak nelayan tradisional bangkrut. Selain itu, pekerjaan nelayan sangat tidak menentu karena bergantung pada musim. Pada saat musim timur, nelayan pergi melaut. Pada saat musim barat, kondisi cuaca yang buruk menyebabkan kapal-kapal tidak dapat melaut, sehingga banyak nelayan yang menganggur. Tabel 17. Alasan Melakukan Perpindahan Kerja, tahun 2005. No 1 2 3 4
Alasan Pindah Kerja Biaya operasional meningkat sedangkan hasil tangkapan menurun Minimnya modal untuk melaut dan sulit mendapat pinjaman Penghasilan kecil, hidup nelayan tidak pasti Biaya pendidikan anak-anak dan harga barangbarang kebutuhan yang terus meningkat.
Jumlah (orang) 4
Persentase (%) 23,53
1
5,88
6 6
35,29 35,29
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
Berdasarkan Tabel 17, 35,29% responden mengatakan bahwa penghasilan semasa menjadi nelayan sangat kecil dan kehidupannya bersifat tidak pasti. Kehidupan nelayan tidak seperti petani yang sawahnya tetap. Lahan yang luas membuat hasil tangkapan dapat bergerak ke tempat yang tidak terduga. Hal ini disebabkan karena ikan adalah mahluk hidup yang dapat bergerak untuk mencari makanan dan tempat yang cocok untuk berkembang biak. Pada saat perairan tercemari limbah, maka ikan-ikan akan bergerak mencari perairan yang tidak tercemar. Hal ini membuat semakin jauhnya jarak tempuh yang berdampak pada meningkatnya biaya perbekalan. Kesulitan hidup yang dialami nelayan semakin
40
lengkap dengan naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok dan biaya sekolah anak-anak. Rangkaian berbagai kesulitan inilah yang membuat para responden memilih untuk beralih profesi. 5.5.1.1 Jam Kerja Sebelum Migrasi Para nelayan di Muara Angke memiliki jumlah jam kerja yang berbedabeda sesuai dengan unit penangkapan ikan yang digunakan. Perbedaan unit penangkapan juga dipengaruhi oleh daerah penangkapan ikan (fishing ground). Hal ini disebabkan karena unit penangkapan ikan tertentu dapat menghabiskan waktu dua bulan di laut, seperti kapal yang khusus menangkap ikan tongkol. Berdasarkan penuturan salah seorang responden, selama perbekalan masih cukup, kapal-kapal besar dapat mengarungi perairan hingga ke Pulau Sumatera, Selat Malaka, Lombok, dan Bali. Berdasarkan Tabel 11, banyaknya unit penangkapan yang digunakan di daerah fishing ground yang sama akan menyebabkan hasil tangkapan menurun, sehingga akan berdampak pada banyaknya unit penangkapan yang tidak dapat beroperasi, mengingat harga perbekalan yang semakin meningkat dan hasil tangkapan yang menurun, dan akhirnya mengurangi jumlah nelayan. Hal ini mendorong para nelayan untuk beralih profesi. Tabel 18 menunjukkan jenis pekerjaan dan durasi kerja rata-rata per bulan sebelum para responden beralih profesi. Durasi kerja para responden berkisar antara 240 – 510 jam per bulan dengan rata-rata 315,88 jam. Berdasarkan UU Ketenagakerjaan mengenai jam kerja buruh, dikatakan bahwa seorang buruh memiliki waktu kerja per hari sebesar 8 jam. Jika durasi kerja per hari melebihi kuota yang ditentukan, maka kelebihannya dihitung lembur. Jika satu bulan dihitung menjadi 30 hari, maka durasi kerja per bulan para responden adalah 240 jam. Hal ini berarti ada kelebihan rata-rata jam kerja per bulan sebesar 75,88 jam.
41
Tabel 18. Jenis Pekerjaan dan Durasi Kerja Sebelum Migrasi Kerja, tahun 2005. Kondisi Sebelum Migrasi Jenis Pekerjaan Durasi kerja per bulan (jam) 1 Juragan Kapal Pancing 300 2 Juragan Jaring Udang 270 3 Melele (ikan teri) 270 4 Nahkoda Kapal Bagang 510 5 Nahkoda Pukat Harimau 300 6 Nahkoda Kapal Tongkol 300 7 Nahkoda Kapal Tongkol 300 8 Nahkoda Jaring Udang 390 9 ABK Jaring Udang 240 10 ABK Kapal Tongkol 300 11 ABK Perahu Rajungan 270 12 ABK Perahu Rajungan 270 13 ABK Kapal Tenggiri 360 14 ABK Jaring Pelak 390 15 ABK Jaring Fillet 300 16 Nelayan Tradisional 240 17 Nelayan Tradisional 360 Rata-rata 315,88 Nilai Tengah 300 Nilai Maksimum 510 Nilai Minimum 240 No
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
Berbeda dengan pekerja di pabrik atau di perusahaan yang jika bekerja melebihi waktunya, maka perusahaan tersebut akan memberikan tambahan penghasilan sebagai pengganti upah lembur. Para nelayan tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu, mengingat pendapatan nelayan cenderung dihitung berdasarkan jumlah hasil tangkapan ikan. Jika jumlahnya sedikit, maka penghasilannya pun sedikit, dan sebaliknya. Jadi tidak peduli berapa lamanya waktu yang dihabiskan untuk menangkap ikan di laut, yang terpenting adalah banyaknya hasil tangkapan yang didapat. Hal ini berdampak negatif karena memicu penangkapan ikan dengan menggunakan bom maupun racun, sebagai akibat dari persaingan yang ketat untuk berebut mendapatkan hasil tangkapan. Durasi kerja per bulan tertinggi dimiliki oleh responden yang bekerja sebagai nahkoda kapal bagang, yaitu 510 jam, sedangkan yang terendah adalah 240 jam dengan profesi sebagai juragan tradisional dan abk jaring udang. Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa kebanyakan responden bekerja dengan kisaran durasi kerja antara 240 – 300 jam per bulan, yaitu sebanyak 12 orang atau 70,59%. Hal ini
42
memberikan gambaran mengenai waktu kerja minimum seorang nelayan berkisar antara 8 – 10 jam per hari, dengan asumsi 1 bulan adalah 30 hari. Kisaran durasi kerja ini memberikan dampak pada rendahnya rata-rata pendapatan yang diperoleh responden setiap bulannya, yaitu Rp375.362,50. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Jumlah Durasi Kerja dan Tingkat Pendapatan Rata-rata Responden per Bulan Sebelum Migrasi, tahun 2005. No 1 2 3
Kelompok Durasi Kerja (jam) < 300 300 – 400 > 400 Total
Rata-rata Pendapatan (Rp) 375.362,50 525.000,00 600.000,00 1.500.362,50
∑ Responden (orang) 12 4 1 17
Persentase (%) 70,59 23,53 5,88 100,00
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
5.5.1.2 Tingkat Pendidikan Responden Berdasarkan Tabel 14, yaitu jumlah responden berdasarkan penggolongan tingkat pendidikan menunjukkan sekitar 70% dari total responden hanya bersekolah sampai tingkat SD, 18% tidak bersekolah, 6% sekolah sampai tingkat STM, dan 6% lulus SMU. Banyaknya responden yang bersekolah hanya sampai SD lebih disebabkan oleh profesi sebagai nelayan tidak membutuhkan pendidikan formal yang tinggi, melainkan lebih mengutamakan uang sebagai modal, kekuatan fisik, keahlian, dan naluri dalam menangkap ikan. Pada saat kekuatan fisik dan keahliannya melemah karena faktor usia, beban kerja dan kondisi cuaca yang tidak menentu selama di laut, maka para responden berpikir keras untuk mencari pekerjaan di darat dengan penghasilan yang lebih pasti dan tingkat resiko yang lebih rendah. Tabel 20 menggambarkan tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan rata-rata responden per bulan sebelum migrasi. Pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata pendapatan responden yang tidak bersekolah sebesar Rp1.016.666,67, masih lebih besar dibanding nilai rata-rata pendapatan responden yang bersekolah sampai tingkat STM, yaitu senilai Rp1.000.000,00. Tabel 20 membuktikan bahwa tingkat pendidikan bagi nelayan tidak terlalu berpengaruh pada rata-rata tingkat pendapatan. Hal ini cukup masuk akal, mengingat waktu yang seharusnya digunakan untuk bersekolah, dialokasikan untuk membantu
43
orangtua melaut, sehingga kemampuan dan pengalaman melaut jauh lebih banyak diterima dibanding responden yang bersekolah. Tabel 20. Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pendapatan Rata-rata Responden per Bulan Sebelum Migrasi, tahun 2005. No 1 2 3 4 5
Tingkat pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tidak tamat STM Tamat SMU Total
Rata-rata Pendapatan (Rp) 1.016.666,67 477.777,78 866.666,67 1.000.000,00 600.000,00 3.961.111,12
Jumlah (orang) 3 9 3 1 1 17
Persentase (%) 18 52 18 6 6 100
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
Para nelayan juga menyadari bahwa pendidikan yang rendah membuat orang tidak dapat memiliki banyak pilihan dalam bekerja. Hal ini menginspirasikan para nelayan untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi agar tidak bekerja menjadi nelayan seperti orangtuanya, mengingat pekerjaan sebagai nelayan bersifat tidak pasti. Para orangtua ingin agar anak-anaknya tidak mengalami kondisi kehidupan yang sulit, karena pendidikan yang rendah cenderung sulit mencari pekerjaan selain nelayan dan buruh. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang responden sebagai berikut: “Kita mah sebagai orangtua pasti akan berusaha untuk nyekolahin anakanak selama anak masih sanggup dan mao sekolah. Toh semua itu buat bekal hidup mereka nantinya. Setidaknya kalopun kita sebagai orangtua meninggal dan ngga bisa kasih warisan apa-apa, tapi ilmu yang anakanak dapet bisa sangat berguna buat mereka untuk memperbaiki hidupnya, jangan kayak bapaknya, hidup susah.” 5.5.1.3 Pengalaman Kerja Sebelum Alih Profesi Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden, lamanya waktu pengalaman kerja sangat bergantung pada tingkat kejenuhan dan kenyamanan kerja responden. Tabel 21 menunjukkan rata-rata pengalaman kerja responden yaitu 13,35 tahun dengan pengalaman maksimum 23 tahun dan pengalaman minimum 3 tahun, dimana para responden telah menjalaninya secara turun temurun sejak masih kecil seperti yang tercantum pada Tabel 12.
44
Tabel 21. Lamanya Pengalaman Kerja Sebelum Responden Melakukan Migrasi Kerja, tahun 2005. No Jenis Pekerjaan 1 Juragan Kapal Pancing 2 Juragan Jaring Udang 3 Melele (ikan teri) 4 Nahkoda Kapal Bagang 5 Nahkoda Pukat Harimau 6 Nahkoda Kapal Tongkol 7 Nahkoda Kapal Tongkol 8 Nahkoda Jaring Udang 9 ABK Jaring Udang 10 ABK Kapal Tongkol 11 ABK Perahu Rajungan 12 ABK Perahu Rajungan 13 ABK Kapal Tenggiri 14 ABK Jaring Pelak 15 ABK Jaring Fillet 16 Nelayan Tradisional 17 Nelayan Tradisional Rata-rata Nilai Tengah Nilai Maksimum Nilai Minimum
Pengalaman (tahun) 10 3 19 10 23 17 18 17 5 20 6 15 7 10 20 12 15 13.35 15 23 3
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
Profesi sebagai nelayan, walau bersifat warisan (sedikit banyak sudah tahu cara mengerjakannya) mulai banyak ditinggalkan, mengingat suasana melaut jaman dulu dengan sekarang berbeda, baik dari segi pencemaran perairan akibat limbah, modernisasi dalam unit penangkapan, maupun besar kecilnya modal yang diinvestasikan. Kondisi ini semakin parah dengan naiknya harga barang-barang perbekalan seperti solar dan bensin. Tabel 21, menunjukkan bahwa para responden memilih untuk beralih profesi karena jenuh dan sudah tidak menemukan kenyamanan dalam bekerja, baik dari lingkungan pekerjaan maupun dari segi pekerjaan itu sendiri (beban pekerjaan bertambah dengan pendapatan yang sama). Beberapa responden mengeluhkan besarnya pendapatan yang diterima setiap bulannya hampir tidak memiliki daya beli terhadap barang kebutuhan hidup keluarga sehari-hari. Berdasarkan Tabel 22, rata-rata pendapatan terkecil adalah pada responden dengan kelompok pengalaman kerja antara >10 – 17 tahun, sedangkan rata-rata pendapatan terbesar adalah pada kelompok pengalaman kerja lebih dari 17 tahun.
45
Pengelompokkan lamanya pengalaman kerja bertujuan untuk memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (41,18%) memiliki latar belakang pengalaman melaut antara 3 – 10 tahun. Tabel 22. Lamanya Pengalaman Kerja dan Tingkat Rata-rata Pendapatan Responden per Bulan Sebelum Migrasi, tahun 2005. No 1 2 3
Kelompok Pengalaman (tahun) < 10 10 – 17 > 17 Total
Rata-rata Pendapatan (Rp) 700.000,00 470.000,00 860.000,00 2.030.000,00
∑ Responden (orang) 7 5 5 17
Persentase (%) 41,18 29,41 29,41 100,00
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
5.5.1.4 Jumlah Tanggungan Keluarga Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, jumlah tanggungan keluarga responden mempengaruhi tinggi-rendahnya tingkat pendapatan rata-rata per bulan para responden. Pada Tabel 23, dapat dilihat bahwa pendapatan rata-rata responden terbesar, yaitu Rp807.143,00 merujuk pada kelompok tanggungan antara 1 – 3 orang, sedangkan pendapatan rata-rata terkecil, yaitu Rp566.667,00 merujuk pada kelompok tanggungan antara 7 – 9 orang. Pengelompokkan jumlah tanggungan keluarga ini bertujuan untuk memperlihatkan bahwa sebagian besar responden, yaitu 82% memiliki jumlah tanggungan keluarga antara 1 – 3 orang dan 4 – 6 orang. Tabel 23. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden dan Tingkat Pendapatan Rata-rata per Bulan Sebelum Migrasi, tahun 2005. No 1 2 3
Kelompok Tanggungan (orang) 1-3 4-6 7-9 Total
Pendapatan rata-rata per bulan Sebelum Migrasi (Rp) 807.143,00 671.429,00 566.667,00 2.045.239,00
Jumlah Responden (orang) 7 7 3 17
Persentase (%) 41 41 18 100
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
Tabel 23, menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga berbanding terbalik dengan rata-rata pendapatan responden tiap bulannya. Kondisi inilah yang mendorong migrasi kerja para responden, selain ingin mencari kelebihan dalam
46
penghasilan. Hal ini sangat terlihat jelas pada Tabel 23. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga, yaitu 7 – 9 orang, maka semakin kecil rata-rata pendapatannya, yaitu Rp566.667,00. Dengan kata lain rata-rata responden hanya dapat memberi uang kepada anggota keluarganya per orang per hari sebesar Rp2.361,11 dengan rumus perhitungan : rata-rata pendapatan per bulan yaitu Rp566.667,00, dibagi rata-rata jumlah tanggungan yaitu 8 orang, dibagi 30 hari. Dengan uang sebesar itu, jika responden sendiri belum termasuk, adalah sangat logis bila responden memilih untuk beralih profesi agar dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. 5.5.1.5 Pendapatan Sebelum Alih Profesi Pendapatan para responden sebelum melakukan alih profesi besarnya bermacam-macam, tergantung dari jenis pekerjaan, beban kerja, dan tanggung jawab responden selama masih menjadi nelayan di kapal. Pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan responden adalah Rp679.411,76 dengan ratarata durasi kerja 315,88 jam, dan produktivitasnya sebesar Rp2.274,12 per jam. Pendapatan maksimal sebesar Rp2.000.000,00 dengan durasi kerja maksimal 510 jam, dan produktivitas maksimalnya sebesar Rp7.407,41. Pendapatan minimal sebesar Rp300.000,00 dengan durasi kerja minimalnya 240 jam, dan produkivitas minimumnya sebesar Rp769,23. Tabel 24, menunjukkan produktivitas para responden selama menjadi nelayan dan memberikan gambaran yang jelas mengapa responden melakukan migrasi kerja. Nilai produktivitas kerja responden per bulan didapat dengan cara membagi pendapatan responden per bulan dengan durasi kerja responden per bulannya. Tabel 24, menunjukkan bahwa produktivitas kerja (di luar faktor usia) para responden berkisar antara Rp769,23 per jam dengan pekerjaan sebagai nahkoda jaring udang, sampai Rp7.407,41 per jam dengan pekerjaan sebagai nelayan yang mencari ikan teri (melele). Tabel 24 menunjukkan perbedaan produktivitas yang sangat tajam antara beban kerja yang dihadapi oleh nahkoda jaring udang dengan nelayan yang pekerjaannya melele. Seorang nahkoda mesti jeli dan memiliki perasaan (feeling) yang kuat dalam mengarahkan kapalnya ke daerah penangkapan udang, dengan resiko tidak mendapat hasil sangat besar padahal
47
biaya perbekalan tetap harus dibayar. Kondisi ini sangat berbeda jauh dibanding nelayan yang melele, dengan beban kerja yang jauh lebih ringan, waktu penangkapan relatif singkat, dan unit penangkapan yang cukup sederhana dapat membuahkan hasil yang lebih besar dibanding nahkoda jaring udang. Berbagai kondisi inilah yang menjadikan pendapatan sebagai faktor pendorong utama para responden melakukan migrasi kerja di luar situasi dan kondisi di kapal maupun keluarga di rumah. Tabel 24. Jenis Pekerjaan, Pendapatan, Durasi Kerja, dan Produktivitas Responden Sebelum Migrasi Kerja, tahun 2005. No
Jenis Pekerjaan
1 Juragan Kapal Pancing 2 Juragan Jaring Udang 3 Melele (ikan teri) 4 Nahkoda Kapal Bagang 5 Nahkoda Pukat Harimau 6 Nahkoda Kapal Tongkol 7 Nahkoda Kapal Tongkol 8 Nahkoda Jaring Udang 9 ABK Jaring Udang 10 ABK Kapal Tongkol 11 ABK Perahu Rajungan 12 ABK Perahu Rajungan 13 ABK Kapal Tenggiri 14 ABK Jaring Pelak 15 ABK Jaring Fillet 16 Nelayan Tradisional 17 Nelayan Tradisional Rata-rata Maksimum Minimum
Pendapatan per bulan (Rp) 800.000,00 1.500.000,00 2.000.000,00 600.000,00 1.000.000,00 300.000,00 400.000,00 300.000,00 300.000,00 600.000,00 500.000,00 750.000,00 600.000,00 600.000,00 300.000,0 400.000,00 600.000,00 679.411,76 2.000.000,00 300.000,00
Durasi Kerja per bulan (jam) 300 270 270 510 300 300 300 390 240 300 270 270 360 390 300 240 360 315,88 510 240
Produktivitas Kerja per bulan (Rp/Jam) 2.666,67 5.555,56 7.407,41 1.176,47 3.333,33 1.000,00 1.333,33 769,23 1.250,00 2.000,00 1.851,85 2.777,78 1.666,67 1.538,46 1.000,00 1.666,67 1.666,67 2.274,12 7.407,41 769,23
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
Beberapa tahun lalu UMR (Upah Minimum Regional) seorang buruh pabrik sekitar Rp625.000,00 per bulan. Jika jam kerjanya ditambah maka akan dihitung lembur, sehingga penghasilannya akan ditambahkan sesuai dengan banyaknya jam kerja lembur. Pendapatan ini sangat berbeda sekali nilainya dengan pendapatan para responden ketika masih menjadi nelayan ABK dan nahkoda kapal. Pada kenyataannya, ada 10 dari 17 responden (58,82%) memiliki pendapatan di bawah nilai UMR, walaupun nilai rata-rata penghasilan para
48
responden lebih besar dari nilai UMR. Tidak hanya itu saja, rata-rata durasi kerja per bulannya pun lebih banyak (315,88 jam) dibanding durasi kerja minimal yang telah ditetapkan di dalam UU Ketenagakerjaan, yaitu 8 jam per hari (240 jam per bulan). Hal-hal inilah yang menyebabkan pendapatan sebagai faktor pendorong utama dalam migrasi kerja. 5.5.2 Faktor-faktor Penarik Migrasi Kerja Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden, ada dua faktor yang menarik para responden untuk keluar dari kehidupan nelayan. Kedua faktor tersebut adalah penghasilan yang tinggi dan tingkat kenyamanan yang diperoleh responden setelah beralih profesi. 5.5.2.1 Pendapatan Setelah Migrasi Kerja Berdasarkan hasil wawancara, pendapatan responden setelah alih profesi merupakan faktor penarik migrasi kerja yang paling dominan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh pak Mdmr: “yah namanya juga orang idup de, pengen nyari kelebihan / peningkatan.. jangan cuma segini-segini aja”. Hal serupa juga diungkapkan oleh pak Slm berikut ini: “saya alih kerjaan juga karena pengen nyari kelebihan ,bisa buat biaya anak-anak sekolah”. Pendapatan setelah alih profesi merupakan pendapatan yang paling diharapkan setelah para responden mencoba usaha barunya dan menjadikan pekerjaan tersebut sebagai matapencahariaan utama. Tabel 25 menunjukkan produktivitas para responden terhadap pendapatan dan durasi kerja setelah alih profesi, serta memberikan gambaran yang jelas mengapa para responden tertarik untuk melakukan migrasi kerja. Pada Tabel 25 dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan responden setelah alih profesi adalah Rp4.420.000,00 dengan rata-rata durasi kerja 283,23 jam, dan produktivitas rata-rata per hari sebesar Rp20.486,29 per jam. Sebagian besar responden berprofesi sebagai pedagang, baik pedagang ikan, es campur, nasi uduk, maupun fiber.
49
Tabel 25. Jenis Pekerjaan, Pendapatan, Durasi Kerja, dan Produktivitas Responden Setelah Migrasi Kerja, tahun 2005. No
Jenis Pekerjaan
1 Pedagang Ikan 2 Pedagang Ikan 3 Pedagang Ikan 4 Pedagang Ikan 5 Pedagang Ikan 6 Pedagang Ikan 7 Pedagang Fiber 8 Penjual Es Campur 9 Penjual Nasi Uduk 10 Supplier Rajungan 11 Industri Pengolah Otak-otak 12 Tukang Becak 13 Tukang Becak 14 Pemulung Botol Aqua 15 Langgan 16 Penyewaan rumah 17 Tukang Angkut Air Rata-rata Nilai Maksimum Nilai Minimum
Pendapatan per bulan (Rp) 1.500.000,00 6.000.000,00 1.500.000,00 10.000.000,00 6.000.000,00 12.000.000,00 4.000.000,00 3.000.000,00 1.500.000,00 10.000.000,00 10.000.000,00 240.000,00 600.000,00 200.000,00 6.000.000,00 2.000.000,00 600.000,00 4.420.000,00 12.000.000,00 200.000
Durasi Kerja per bulan (jam) 150 270 300 360 540 570 420 360 270 480 360 60 180 90 180 15 210 283,23 570 15
Produktivitas Kerja (Rp/Jam) 10.000,00 22.222,22 5.000,00 27.777,78 11.111,11 21.052,63 9.523,81 8.333,33 5.555,56 20.833,33 27.777,78 4.000,00 3.333,33 2.222,22 33.333,33 133.333,33 2.857,14 20.486,29 133.333,33 2.222,22
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
Profesi sebagai pedagang ikan mampu mendatangkan pendapatan maksimal sebesar Rp12.000.000,00, dengan durasi kerja maksimal 570 jam, sedangkan produktivitas maksimal sebesar Rp133.333,33 per jam diperoleh melalui usaha rumah kontrakan, mengingat sangat sedikit waktu yang dikeluarkan untuk bekerja, yaitu 15 jam per bulan. Pendapatan minimum didapat melalui pekerjaan sebagai pemulung botol aqua sebesar Rp200.000,00, dengan produktivitas per jam sebesar Rp2.222,22. Tabel 25 menunjukkan bahwa hampir semua produktivitas responden setelah beralih profesi mengalami peningkatan, dibandingkan dengan nilai produktivitas kerja responden sebelum alih profesi seperti yang tercantum pada Tabel 24. Mengacu pada Tabel 24 dan 25, ada beberapa responden yang mengalami penurunan pendapatan yang disertai penurunan durasi kerja, sehingga bila dihitung berdasarkan produktivitas, maka pendapatannya meningkat. Contohnya seorang nelayan tradisional beralih profesi sebagai pemulung botol aqua.
50
Produktivitas per jam sebagai nelayan tradisional adalah Rp1.666,67 dengan penghasilan per bulan Rp400.000,00 dan durasi kerja per bulan 240 jam. Produktivitas sebagai pemulung botol aqua adalah Rp2.222,22 dengan penghasilan per bulan Rp200.000,00 dan durasi kerja per bulan 90 jam. Jika profesi sebagai pemulung botol aqua dikerjakan selama 240 jam sebulan, maka nilai produktivitasnya Rp2.222,22 dikalikan dengan 240 jam, hasilnya adalah Rp533.332,80. Pendapatan ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan sebagai nelayan tradisional. Selain itu, tingkat kepastian akan penghasilannya lebih tinggi dan resiko merugi sangat kecil. 5.5.2.2 Tingkat Kenyamanan Kerja Setelah Migrasi Kerja Tingkat kenyamanan kerja para responden setelah migrasi kerja dilihat dari tingkat pendapatan, termasuk kepastian dalam menghasilkannya, dan jumlah jam kerjanya. Berdasarkan Tabel 25, penghasilan per bulan yang didapat oleh para responden mengalami peningkatan bahkan sampai berkali-kali lipat. Hal ini erat kaitannya dengan penggunaan waktu (jumlah jam kerja) yang dikeluarkan untuk mendapatkan penghasilan tersebut, ada yang semakin meningkat, dan ada yang semakin efisien. Berdasarkan Tabel 24 dan 25, durasi kerja sebelum dan sesudah migrasi mengalami peningkatan dan penurunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Kondisi Durasi Kerja Responden Setelah Alih Profesi, tahun 2005. No Kondisi Durasi Kerja Responden 1 Durasi Kerja Meningkat 2 Durasi Kerja Menurun 3 Durasi Kerja Tetap Total
Jumlah (orang) 7 10 0 17
Persentase (%) 41,18 58,82 0,00 100
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
Sebanyak 58,82% responden mengalami penurunan jumlah jam kerja (Lampiran 2). Hal ini memberi gambaran bahwa penggunaan waktu kerja di darat lebih dapat dipastikan dibanding pekerjaan di laut. Adanya peningkatan kualitas kenyamanan kerja (tingkat pendapatan & efisiensi waktu kerja) berdampak pada kepedulian para responden terhadap tingkat pendidikan anak.
51
5.5.3 Perbandingan Faktor-faktor Pendorong dan Penarik Migrasi Kerja 5.5.3.1 Perbandingan Jenis Pekerjaan dan Durasi Kerja Sebelum dan Sesudah Migrasi Kerja Perbedaan jenis pekerjaan berdampak pada perilaku pekerja, dimana para pekerja harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Hal ini juga berdampak pada durasi kerja per bulan, dimana para pekerja harus terbiasa dengan jam kerjanya, baik yang meningkat maupun menurun. Jumlah jam kerja yang semakin sedikit akan membuat pekerja yang kreatif, berpikir berulang kali untuk mengisi kekosongan waktu yang hilang dengan kegiatan yang berguna. Jam kerja yang meningkat akan memaksa tubuh dan pikiran pekerja untuk bekerja ekstra banyak untuk mendapatkan penghasilan yang ekstra besar pula. Hal ini juga terjadi pada para nelayan yang melakukan migrasi kerja. Berdasarkan Tabel 27, 58,82% responden mengalami penurunan jumlah jam kerja setelah melakukan migrasi kerja, walaupun 41,18% responden mengalami peningkatan jumlah jam kerja. Hal ini lebih banyak disebabkan oleh perbedaan jenis pekerjaan yang dilakukan para responden. Sebagai contoh, seorang ABK jaring udang dengan jumlah jam kerja per bulan sekitar 240 jam mengalami peningkatan jumlah jam kerja menjadi 570 jam setelah beralih profesi sebagai pedagang ikan dan langgan. Hal ini disebabkan karena responden tersebut melakukan dua pekerjaan sekaligus setiap bulannya. Lain halnya dengan responden yang berprofesi sebagai ABK jaring pelak dengan jumlah jam kerja per bulan sekitar 390 jam, mengalami penurunan jam kerja menjadi 180 jam per bulan setelah beralih profesi sebagai langgan. Berdasarkan Tabel 27, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan rata-rata durasi kerja para responden setelah beralih profesi mengalami penurunan dari 315,88 jam hingga 283,23 jam, atau dengan kata lain penurunan per bulannya mencapai 32,65 jam. Selain itu, jumlah minimum durasi kerja setelah migrasi kerja, yaitu 15 jam per bulan, turut menguatkan manfaat dari alih profesi. Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi efisiensi penggunaan waktu setelah migrasi kerja. Pada Tabel 27 dapat dilihat, walaupun durasi kerja maksimal dicapai oleh responden setelah melakukan alih profesi, yaitu 570 jam tetapi penghasilan yang diterima sangat berbeda jauh, mengingat pendapatan nelayan serba tidak pasti.
52
Tabel 27. Perbandingan Jenis Pekerjaan dan Durasi Kerja Sebelum dan Sesudah Migrasi Kerja, tahun 2005. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Sebelum Migrasi Durasi Jenis per Pekerjaan bulan (jam) Juragan Kapal 300 Pancing Juragan Jaring 270 Udang Melele (ikan 270 teri) Nahkoda Kapal 510 Bagang Nahkoda Pukat 300 Harimau Nahkoda Kapal 300 Tongkol Nahkoda Kapal 300 Tongkol Nahkoda Jaring 390 Udang ABK Jaring Udang 240 ABK Kapal Tongkol ABK Perahu Rajungan ABK Perahu Rajungan ABK Kapal Tenggiri
300 270 270 360
Sesudah Migrasi Durasi Jenis per Pekerjaan bulan (jam)
Perubahan Durasi Kerja Naik (orang)
Turun (orang)
Tetap (orang)
Pedagang Ikan
540
√
-
Pedagang Ikan
300
√
-
Penyewaan rumah
15
√
-
Pedagang Ikan
360
√
-
Penjual Es Campur
360
Pedagang Ikan
150
√
-
Penjual Nasi Uduk
270
√
-
Tukang Angkut Air
210
√
-
Pedagang Ikan & Langgan Tukang Becak Tukang Becak Supplier Rajungan Industri Pengolah Otak-otak
ABK Jaring 390 Langgan Pelak 15 ABK Jaring Pedagang 300 Fillet Ikan 16 Nelayan Pedagang 240 Tradisional Fiber 17 Nelayan Pemulung 360 Tradisional Botol Aqua Jumlah 315,88 Rata-rata 510 Maksimum 240 Minimum Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
570
√
-
√
-
180
√
-
60
√
-
480
√
-
420
√
-
180
√
-
270
√
-
360
√
90 7 (41,18%) 283,23 570 15
√
-
10 (58,82%)
0 (0%)
53
5.5.3.2 Perbandingan Tingkat Pendapatan Rata-rata per Bulan Sebelum dan Sesudah Migrasi terhadap Jumlah Tanggungan Keluarga Berdasarkan Tabel 28, pendapatan rata-rata responden per bulan mengalami peningkatan lebih dari 4,5 hingga 8,5 kali lebih besar dibanding pendapatan rata-rata responden per bulan pada Tabel 24. Sebelum beralih profesi, responden dengan jumlah tanggungan keluarga antara 7 – 9 orang, memiliki ratarata pendapatan per bulan Rp566.667,00. Jika pendapatan ini dirata-rata, maka tiap orang dalam anggota keluarga responden hanya mendapat Rp2.361,11. Dengan pendapatan ini sangat jelas jika responden mengambil keputusan untuk melakukan alih profesi. Tabel 28. Perbandingan Tingkat Pendapatan Rata-rata per Bulan Sebelum & Sesudah Migrasi terhadap Jumlah Tanggungan Keluarga Responden, tahun 2005. No 1 2 3
Kelompok Tanggungan (orang) 1-3 4-6 7-9 Total
Pendapatan rata-rata per bulan Sebelum Migrasi (Rp) 807.143,00 671.429,00 566.667,00 2.045.239,00
Pendapatan Jumlah rata-rata per bulan Sesudah Responden (orang) Migrasi (Rp) 3.833.333,00 7 3.740.000,00 7 4.800.000,00 3 12.373.333,00 17
Persentase (%) 41 41 18 100
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
Setelah beralih profesi, responden dengan beban tanggungan keluarga antara 7 – 9 orang memiliki rata-rata pendapatan per bulan sebesar Rp4.800.000,00. Jika pendapatan ini di rata-rata, maka tiap orang dalam anggota keluarga responden mendapat uang sebesar Rp20.000,00 per hari. Jika responden tersebut dimasukkan ke dalam perhitungan (rata-rata pendapatan per bulan dibagi 9 orang dibagi 30 hari), maka tiap orang dalam keluarga responden mendapat uang sebesar Rp17.777,78 per hari. Kondisi ini masih memungkinkan terpenuhinya kebutuhan sehari-hari masing-masing anggota keluarga.
54
5.5.3.3 Perbandingan Produktivitas Kerja Sebelum dan Sesudah Alih Profesi Untuk melihat perbandingan produktivitas kerja responden sebelum dan sesudah alih profesi secara jelas, dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 menunjukkan bahwa pekerjaan sesudah alih profesi memiliki nilai produktivitas kerja yang relatif lebih tinggi dibanding pekerjaan sebelum alih profesi. Nilai produktivitas kerja ini dilihat dari besarnya pendapatan responden dibagi jumlah jam kerja selama sebulan. Dari 17 orang responden, hanya 1 orang yang mengalami penurunan produktivitas kerja setelah beralih profesi dari Rp5.555,56 per jam menjadi Rp5.000,00 per jam. Responden tersebut merasa lebih nyaman dan lebih pasti dalam menghasilkan pendapatan di darat, walaupun produktivitas kerjanya menurun. Perasaan nyaman ini timbul karena keluarga responden maupun responden itu sendiri tidak perlu cemas akan kejadian-kejadian alam atau kondisi cuaca yang tidak diinginkan selama di laut. Berikut ini adalah penuturan salah seorang responden: “bapak mah lebih seneng kerja di darat de dibanding di laut. Di laut mah keadaannya ngga menentu, kadang di tengah laut teh hujan, udara dingin, kalo badan kita lagi kurang sehat mah gampang sakit. Uda gitu keluarga kita juga jadi kuatir, cemas gitu karena mikirin kalo pas di laut kitanya kenapa-kenapa.… Lain halnya dengan di darat, setiap hari bisa ketemu istri dan anak-anak”. Peningkatan produktivitas kerja setelah beralih ke profesi yang baru dialami oleh ke 16 orang responden lainnya. Sebagai contoh responden yang pekerjaan sebelumnya melele dengan produktivitas kerja selama sebulan sebesar Rp7.407,41 per jam. Setelah beralih profesi sebagai orang yang menyewakan rumahnya, beliau dapat meningkatkan produktivitas kerjanya dalam sebulan hingga Rp133.333,33 per jam. Hal ini tercermin dengan efisiensi penggunaan waktu kerja dari 270 jam sebulan menjadi 15 jam sebulan. Berdasarkan Tabel 29, jika nilai total rata-rata produktivitas kerja sebelum migrasi kerja yaitu Rp36.326,77, maka produktivitas rata-rata setelah alih profesi meningkat hingga 9,5 kali dibanding produktivitas rata-rata sebelum alih profesi yaitu Rp345.885,94. Berbagai peningkatan ini terlihat jelas, karena 94,12% responden mengalami peningkatan produktivitas kerja, yaitu minimum antara Rp1.666,67 menjadi Rp2.222,22, dan maksimum antara Rp7.407,41 menjadi Rp133.333,33.
55
Tabel 29. Perbandingan Produktivitas Kerja Sebelum dan Sesudah Alih Profesi, tahun 2005. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Sebelum Alih Profesi ProduktiJenis vitas Kerja Pekerjaan per bulan (Rp/Jam) Juragan Kapal 2.666,67 Pancing Juragan 5.555,56 Jaring Udang Melele (ikan 7.407,41 teri) Nahkoda Kapal 1.176,47 Bagang Nahkoda Pukat 3.333,33 Harimau Nahkoda Kapal 1.000,00 Tongkol Nahkoda Kapal 1.333,33 Tongkol Nahkoda 769,23 Jaring Udang ABK Jaring 1.250,00 Udang ABK Kapal 2.000,00 Tongkol ABK Perahu 1.851,85 Rajungan ABK Perahu 2.777,78 Rajungan ABK Kapal Tenggiri ABK Jaring Pelak ABK Jaring Fillet Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional
Total Rata-rata
Sesudah Alih Profesi ProduktiJenis vitas Kerja Pekerjaan per bulan (Rp/Jam) Pedagang Ikan 11.111,11 Pedagang Ikan Penyewaan rumah Pedagang Ikan
Naik (org)
5.000,00
√ √
27.777,78
√
Penjual Es Campur
8.333,33
√
Pedagang Ikan
10.000,00
√
5.555,56
√
2.857,14
√
21.052,63
√
3.333,33
√
4.000,00
√
20.833,33
√
23.809,52
√
33.333,33
√
22.222,22
√
11.111,11
√
2.222,22
√
Penjual Nasi Uduk
Pedagang Ikan Pedagang 1.666,67 Fiber Pemulung 1.666,67 Botol Aqua 36.326,77 Total
345.885,94
2.136,87 Rata-rata
20.346,23
1.000,00
Turun (org)
√
133.333,33
Tukang Angkut Air Pedagang Ikan Tukang Becak Tukang Becak Supplier Rajungan Industri 1.666,67 Pengolah Otak-otak Langgan 1.538,46
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
Perubahan
16 (94,12%)
1 (5,88%)
56
Hal ini menunjukkan bahwa secara umum produktivitas kerja rata-rata setelah alih profesi adalah produktivitas rata-rata maksimal yang diinginkan oleh para responden. Peningkatan produktivitas kerja para responden lebih banyak disebabkan karena penggunaan waktu kerja yang relatif lebih sedikit setelah melakukan alih profesi dibanding penggunaan waktu kerja sebelum alih profesi.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1) Berbagai jenis pekerjaan yang dimasuki para responden meliputi: pedagang ikan baik segar maupun olahan, pedagang hasil bumi, penjual es campur, menjadi pengurus nelayan (langgan), bahkan ada juga yang membangun beberapa rumah untuk dijadikan rumah kontrakan. 2) Faktor-faktor pendorong migrasi kerja yang dominan adalah jumlah jam kerja dan tingkat pendapatan yang dihitung berdasarkan produktivitas, serta jumlah tanggungan keluarga yang lebih dipengaruhi pada besarnya tingkat pendapatan responden. Faktor-faktor penarik migrasi kerja yang dominan adalah tingkat pendapatan dan tingkat kenyamanan kerja yang didapatkan responden setelah beralih profesi. 3) Karakteristik pekerjaan responden setelah migrasi kerja dapat dilihat dari jumlah jam kerja, lokasi usaha, berbagai produk yang dijual, serta para konsumennya.
6.2 Saran Saran yang dianjurkan dalam penelitian ini, yaitu: 1) Perlu diberikan pendidikan dan pelatihan di bidang non nelayan oleh pemerintah kepada masyarakat nelayan di Muara Angke, sehingga jika ada nelayan yang ingin beralih profesi menjadi non nelayan, sudah memiliki bekal keterampilan untuk bekerja atau menekuni usaha-usaha yang ada. 2) Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai dampak migrasi kerja nelayan ke non nelayan terhadap sumberdaya perikanan dan kelautan di Muara Angke.
LAMPIRAN
Lampiran 2. Gambar Foto Udara Kondisi Existing Kawasan Angke
Sumber: Laporan Tahunan Kantor Suku Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Jakarta Utara, tahun 2003 63
Lampiran 2. Gambar Foto Udara Kondisi Existing Kawasan Angke
Sumber: Laporan Tahunan Kantor Suku Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Jakarta Utara, tahun 2003 63
Lampiran 3. Tabel Hasil Kuisioner Para Responden Kondisi Sebelum Migrasi Kerja
Nama (bapak) Dan Daerah Asal
Umur (tahun)
Lama Menetap (tahun)
Wasroh, Indramayu
50
10
Lulus SD
6
51
12
Tidak Lulus SR
3
55
12
Tidak Sekolah
3
45
12
Lulus Aliyah (SMU)
1
Madumar, Serang
45
12
Lulus SD
7
Tauchid, Serang
53
12
Tidak Lulus SD
Kusnan, Indramayu
53
12
Salim, Indramayu
49
Taryono, Indramayu
Pendidikan
Jumlah Tanggungan (jiwa)
Pekerjaan
Juragan jaring udang
Jam Kerja per bulan (jam)
Pendapatan (Rp)
Pengalaman (tahun)
Pekerjaan
Pedagang ikan
270
1.500.000,-
3
360
400.000,-
12
270
750.000,-
15
240
600.000,-
15
Abk jaring udang
240
300.000,-
5
5
Nahkoda kapal tongkol
300
300.000,-
17
Tidak Lulus SD
3
Abk perahu rajungan
270
500.000,-
6
Tukang becak
12
Tidak Lulus SD
5
Abk jaring pelak
390
600.000,-
10
Langgan
40
13
Tidak Lulus SD
7
300
400.000,-
18
Pedagang ikan
Daud Sidik, Indramayu
67
22
Tidak sekolah
5
390
300.000,-
17
Pengangkut air
Wiyanto, Indramayu
45
24
Tidak Lulus SD
1
360
600.000,-
7
Darbud, Pekalongan
45
25
Tidak Lulus SD
5
300
600.000,-
20
Husein, Indramayu
52
25
Tidak Lulus SD
4
510
600.000,-
10
Durma, Pekalongan Jusuf, Pekalongan Ridwan, Tangerang
Juragan tradisional Abk rajungan Juragan tradisional
Nahkoda kapal tongkol Nahkoda jaring udang Abk kapal tenggiri Abk kapal tongkol Nahkoda kapal bagang
Pemulung botol aqua Supplier rajungan Pedagang fiber Pedagang ikan & langgan Penjual nasi uduk
Industri pengolahan otak-otak Tukang becak Pedagang ikan
Kondisi Sesudah Migrasi Kerja Jam Kerja Pendapatan Alasan untuk per (Rp) migrasi kerja bulan (jam) Biaya operasional 300 1.500.000,tinggi, hasil sedikit Minimnya 90 200.000,biaya melaut. Limbahnya 480 10.000.000,terlalu banyak Limbahnya 360 4.000.000,terlalu banyak Ingin mencari 570 12.000.000,- kelebihan untuk rumah tangga Penghasilan 270 1.500.000,- kecil, hidup tdk pasti Penghasilan 60 200.000,- kecil, hidup tdk pasti Ingin mencari kelebihan untuk 180 6.000.000,rumah tangga & sekolah anak Untuk biaya 150 1.500.000,- anak-anak sekolah Penghasilan 210 600.000,- kecil, hidup tdk pasti Penghasilan 420 10.000.000,- kecil, hidup tdk pasti Untuk biaya 180 600.000,anak sekolah Untuk biaya 360 10.000.000,- anak-anak sekolah
65
Lanjutan Lampiran 3. Tabel Hasil Kuisioner Para Responden Mustafa, Pekalongan
54
27
Tidak sekolah
2
Melele
270
2.000.000,-
19
Usaha rumah kontrakan
15
2.000.000,-
Kasir, Pekalongan
42
31
Tidak Lulus SD
3
Abk jaring fillet
300
300.000,-
20
Pedagang ikan
270
6.000.000,-
Saniman, Pekalongan
49
32
Tidak Lulus STM
9
Nahkoda pukat harimau
300
1.000.000,-
23
Penjual es campur
360
3.000.000,-
Leman, Pekalongan
37
33
Lulus SD
6
Juragan kapal pancing
300
800.000,-
10
Pedagang ikan
540
6.000.000,-
Rata-rata Maksimum
49 67
19,18 33
4–5 9
315,88 510
679.411,76 2.000.000,00 300.000,00
13.35 23
283,23 570 15
4.420.000,00 12.000.000,00 200.000
Minimum
37
10
1
240
SD SD SR, STM, sekolah Pesantren
Penghasilan kecil, hidup tdk pasti Untuk biaya anak-anak sekolah Penghasilan kecil, hidup tdk pasti Biaya operasional tinggi, hasil sedikit
3
66
Lampiran 4. Tabel Hasil Kuisioner Para Responden Nama Wasroh Durma Jusuf Ridwan Madumar
Tauchid Kusnan Salim Taryono Daud Sidik
1 JP Juragan jaring udang Juragan tradisional Abk rajungan Juragan tradisional Abk jaring udang Nahkoda kapal tongkol Abk perahu rajungan Abk jaring pelak Nahkoda kapal tongkol Nahkoda jaring udang
2 JP Pedagang ikan Pemulung botol aqua Supplier rajungan Pedagang fiber Pedagang ikan & langgan
1 DK
2 DK
1 Pdpt
3
2 Pdpt
1 Prodktvs
3
2 Prdktvs
3
270
300
Naik
1.500.000,-
1.500.000,-
Tetap
5.555,56
5.000,00
Turun
360
90
Turun
400.000,-
200.000,-
Turun
1.111,11
2.222,22
Naik
270
480
Naik
750.000,-
10.000.000,-
Naik
1.851,85
4.000,00
Naik
240
360
Naik
600.000,-
4.000.000,-
Naik
2.500,00
11.111,11
Naik
240
570
Naik
300.000,-
12.000.000,-
Naik
1.250,00
21.052,63
Naik
Penjual nasi uduk
300
270
Turun
300.000,-
1.500.000,-
Naik
1.000,00
5.555,56
Naik
Tukang becak
270
60
Turun
500.000,-
200.000,-
Turun
1.851,85
4.000,00
Naik
Langgan
390
180
Turun
600.000,-
6.000.000,-
Naik
1.538,46
33.333,33
Naik
Pedagang ikan
300
150
Turun
400.000,-
1.500.000,-
Naik
1.333,33
10.000,00
Naik
Pengangkut air
390
210
Turun
300.000,-
600.000,-
Naik
769,23
2.857,14
Naik
Keterangan: 1
= Kondisi Sebelum Migrasi
2
= Kondisi Sesudah Migrasi
3
= Perubahan (naik / turun)
JP
= Jenis Pekerjaan
DK
= Durasi Kerja
Pdpt
= Pendapatan
Prdktvs
= Produktivitas
67
Lanjutan Lampiran 4. Tabel Hasil Kuisioner Para Responden Nama Wiyanto Darbud Husein Mustafa Kasir Saniman
Leman
1 JP Abk kapal tenggiri Abk kapal tongkol Nahkoda kapal bagang Melele Abk jaring fillet Nahkoda pukat harimau Juragan kapal pancing
2 JP Industri pengolahan otak-otak Tukang becak Pedagang ikan Usaha rumah kontrakan Pedagang ikan
1 DK
2 DK
1 Pdpt
3
2 Pdpt
1 Prodktvs
3
2 Prdktvs
3
360
420
Naik
600.000,-
10.000.000,-
Naik
1.666,67
23.809,52
Naik
300
180
Turun
600.000,-
600.000,-
Tetap
2.000,00
3.333,33
Naik
510
360
Turun
600.000,-
10.000.000,-
Naik
1.176,47
27.777,78
Naik
270
15
Turun
2.000.000,-
2.000.000,-
Tetap
7.047,41
133.333,33
Naik
300
270
Turun
300.000,-
6.000.000,-
Naik
1.000,00
22.222,22
Naik
Penjual es campur
300
360
Naik
1.000.000,-
3.000.000,-
Naik
3.333,33
8.333,33
Naik
Pedagang ikan
300
540
Naik
800.000,-
6.000.000,-
Naik
2.666,67
11.111,11
Naik
68