PENATAAN LAND USE DAN SISTEM TRANSPORTASI PADA KAWASAN MUARA ANGKE DI JAKARTA Valentina Hidayat, Michael Tedja, Widya Katarina Jurusan Arsitektur, Universitas Bina Nusantara, Jl. K. H. Syahdan No. 9 Jakarta Barat 11480 Telp (62-21) 5345830, Email :
[email protected]
ABSTRACT Muara Angke is one of the fisheries port that serves as a center of economic growth and the fishing industry in North Jakarta. The area which is known as a center of traditional fishing settlements, fishing port, and the largest traditional fisheries processing in Jakarta, has prospects to be developed as a tourist spot that promotes fisheries to public. This research explains the relatedness of land-use and transportation systems which are then applied in Muara Angke to create integrated area for fishing effort as well as nautical tourism. Methods of research that has been conducted is qualitative with comparative studies and field survey. Data analysis was done by using the theory of Geoffrey Broadbent (1973): analysis of environmental aspects, building aspects, and human aspects. Results achieved is the concept of integrated planning and design of the fisheries port and nautical tourism in Muara Angke. (VH) Keywords : Integrated Area, Fisheries Port, Nautical Tourism, Muara Angke
ABSTRAK Muara Angke merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang berperan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan industri perikanan di Jakarta Utara. Kawasan yang dikenal sebagai pusat pemukiman nelayan tradisional, pelabuhan perikanan, dan tempat pengolahan hasil perikanan tradisional terbesar di Jakarta ini memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai tempat wisata yang mempromosikan hasil perikanan kepada masyarakat. Penelitian ini menjelaskan keterkaitan antara land-use dan sistem transportasi yang kemudian diterapkan pada kawasan Muara Angke sehingga dapat menciptakan kawasan terpadu baik untuk usaha perikanan maupun sebagai tempat wisata bahari. Metode penelitian yang telah dilakukan adalah kualitatif dengan melakukan studi banding dan survei lapangan. Analisa data dilakukan dengan menggunakan teori Geoffrey Broadbent (1973) yaitu: analisa aspek lingkungan, aspek bangunan, dan aspek manusia. Hasil yang dicapai adalah konsep perencanaan dan perancangan kawasan terpadu pelabuhan perikanan dan wisata bahari di Muara Angke. (VH) Kata kunci: Kawasan Terpadu, Pelabuhan Perikanan, Wisata Bahari, Muara Angke
1
PENDAHULUAN Transportasi adalah salah satu hal yang paling mendasari aktivitas manusia, menghubungkan hampir semua rutinitas sehari-hari mulai dari bekerja, sekolah, berbelanja, hingga rekreasi (Schiller, 2010 : xxi). Sistem transportasi merupakan kunci untuk pergerakan barang, manusia, informasi, dan ide-ide. Pelaksanaan sistem transportasi dapat dilakukan dengan cara menata akses yang memfasilitasi kegiatan ekonomi, tempat bekerja, interaksi sosial, dan rekreasi. Penataan akses ini dilakukan untuk mengurangi dampak negatif transportasi pada lingkungan. Sistem transportasi diprioritaskan untuk mengurangi perjalanan yang tidak perlu dengan menata land use berdasarkan hubungan antar aktivitas. Sebagian besar dari moda transportasi merupakan kendaraan bermotor yang menggunakan energi dan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Moda transportasi ini sangat bergantung pada bahan bakar fosil, menghasilkan peningkatan emisi gas yang menyebabkan pemanasan global dan pencemaran lingkungan hidup. Menurut Iwan dalam Kompas 2009, sektor transportasi merupakan penyumbang emisi gas buang terbesar di Jakarta, terutama karbon monoksida, yaitu sebesar 92%. Ditambah lagi, kemajuan teknologi yang semakin pesat dan pasar bebas AFTA 2003 menyebabkan banyak produsen menawarkan produk kendaraan bermotor dengan harga kompetitif dan terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Hal ini menyebabkan moda transportasi ini menjadi pilihan utama sebagian besar masyarakat Jakarta. Muara Angke merupakan salah satu kawasan pelabuhan perikanan yang dimiliki kota Jakarta. Dibangun sejak 1978, Muara Angke secara keseluruhan dipersiapkan untuk menampung kegiatan perikanan yang tersebar di beberapa lokasi dalam kawasan Muara Angke (UPT.PKKP&PPI Muara Angke, 2011:5). Sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi dan industri perikanan Jakarta Utara, tingkat efisiensi dan efektivitas kawasan ini harus selalu ditingkatkan. Langkah yang dapat diambil adalah dengan menata kawasan sehingga menjadi lebih terpadu dan aksesibilitas dalam kawasan dapat memperlancar kegiatan perikanan. Kawasan Muara Angke yang selama ini dikenal sebagai pusat pemukiman nelayan tradisional, pelabuhan perikanan, dan tempat pengolahan hasil perikanan tradisional terbesar di Jakarta memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai tempat promosi dan pemasaran hasil perikanan di Jakarta. Namun, menurut Paramitha (2013), kondisi Muara Angke saat ini lebih menekankan pada komersialitas perdagangan perikanan yang membuat kawasan menjadi kurang menarik, sehingga perlu konsentrasi pengembangan pariwisata lebih lanjut. Schiller (2010 : xxi) mengatakan bahwa, “Transportasi berkaitan erat dengan perencanaan landuse dan urban design.” Oleh karena itu, diperlukan penataan fungsi lahan pada kawasan Muara Angke sehingga dapat menciptakan kawasan terpadu baik untuk usaha perikanan maupun sebagai tempat wisata bahari. Diharapkan dengan menata fungsi lahan dan aksesibilitas dalam kawasan, sistem transportasi dalam kawasan juga menjadi lebih teratur. Pengangkutan ikan, baik pengangkutan gerobak maupun dengan truk memiliki jalur masing-masing sehingga kehigienisan bahan makanan lebih terjaga. Pemisahan jalur transportasi pengunjung wisata bahari dan pengangkutan ikan dibutuhkan untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung serta tidak mengganggu kegiatan perikanan. Walau demikian, diperlukan penataan sehingga kegiatan perikanan tetap dapat dinikmati oleh pengunjung. Hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas dan kenyamanan kawasan sebagai barometer perikanan serta ikon wisata Jakarta. Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penataan land use dan sistem transportasi serta dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Hashem HashemNejad, et al dan Tayabeh Saghapour. HashemNejad, et al (2010) menjelaskan bahwa Tehran merupakan kota yang sangat bergantung pada kendaraan bermotor yang sudah menjadi tren di masyarakat. Metode penelitian yang dilakukan adalah survey terhadap 8 jalan terpilih di kota Tehran yang ramah terhadap pejalan kaki dan sepeda, serta wawancara dengan kampus dan perencana transportasi dan koordinator Transportation Demand Management yang berada di 8 jalan terpilih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kunci penting dalam transportasi berkelanjutan seperti akses bukan mobilitas, memindahkan orang bukan mobil, merebut kembali ruang kota untuk berjalan dan bersepeda, dan berhenti memberikan subsidi kendaraan bermotor pribadi. Selain desain perencanaan kota bebas kendaraan, pejalan kaki dan sepeda merupakan sebuah aspek kritis untuk kegiatan desain ramah lingkungan. Saghapour (2013) menjelaskan bahwa banyak penelitian yang telah dilakukan di Iran mengenai hubungan antara fungsi lahan dan transportasi umum. Salah satu gap dalam penelitian-penelitian yang telah dilakukan adalah kurangnya penyelidikan tentang peran pembangunan campuran terhadap penggunaan kendaraan bermotor sebagai faktor untuk mencapai transportasi berkelanjutan. Metode 2
penelitian yang dilakukan adalah survey melalui kuesioner dengan responden penduduk kotamadya, mengenai data perjalanan sehari-hari, mengumpulkan data berupa peta kawasan dari Department of City Planning dan informasi sensus penduduk, dan menganalisa data statistik yang digunakan untuk menyelidiki hubungan antara variabel dalam observasi empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di daerah land use mix dengan tingkat tinggi, panjang rata-rata perjalanan dengan kendaraan bermotor oleh penduduk akan berkurang. Di sisi lain, penggunaan kendaraan kompatibel dengan lingkungan akan meningkat. Dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang tepat dalam perencanaan penggunaan tanah dapat membawa kita untuk mencapai transportasi berkelanjutan. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian: • Bagaimana memadukan dua kegiatan utama yang berbeda, yaitu kegiatan industri perikanan dan kegiatan wisata bahari sehingga dapat saling menunjang di kawasan Muara Angke, Jakarta? • Bagaimana penataan land use dan sistem transportasi baik di dalam tapak maupun di dalam bangunan wisata restoran berdasarkan kegiatan-kegiatan yang ada di kawasan Muara Angke, Jakarta? Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: • Memadukan dua kegiatan utama yang berbeda, yaitu kegiatan industri perikanan dan kegiatan wisata bahari sehingga dapat saling menunjang di kawasan Muara Angke, Jakarta. • Menata land use dan sistem transportasi di dalam tapak maupun di dalam bangunan wisata restoran berdasarkan kegiatan-kegiatan yang ada di kawasan Muara Angke, Jakarta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan mampu menjadi alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan di lokasi tersebut sehingga dapat turut mengembangkan kota Jakarta ke arah yang lebih baik.
Penataan Land Use Penataan land use atau tata guna lahan adalah wujud dalam ruang di alam tentang bagaimana penggunaan lahan tertata, baik secara alami maupun direncanakan ( Baja, 2012). Beberapa perencanaan guna lahan dalam upaya perancangan kota berkelanjutan dijelaskan lebih lanjut dalam Wunas (2011) antara lain: • Multi fungsi lahan, • Pemanfaatan lahan dengan lebih kompak atau padat, • Integrasi antara tata guna lahan dengan infrastruktur, • Pemakaian lahan untuk kegiatan skala kecil, • Penyediaan ruang terbuka yang lebih banyak.
Sistem Transportasi Sistem transportasi adalah satu paket elemen dan interaksi antara mereka yang menghasilkan permintaan untuk berpergian dalam area tertentu dan penyediaan pelayanan transportasi untuk memenuhi permintaan tersebut (Cascetta, 2009). Ada empat prinsip-prinsip utama perencanaan untuk transportasi perkotaan yang berkelanjutan: • Struktur kota harus mengurangi kebutuhan untuk perjalanan. • Perkotaan harus meningkatkan dan mendorong kegiatan berjalan dan bersepeda. • Perkotaan harus dirancang untuk memberikan prioritas kepada publik dibandingkan dengan kendaraan pribadi. • Berupaya mengembangkan struktur perkotaan yang mendorong lebih banyak perpindahan barang dengan kereta api dan air serta mengurangi pergerakan barang oleh jalan.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode pendekatan penelitian kualitatif. Metode penulisan menggunakan metode deduktif, yaitu dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus. Metode yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian adalah sebagai berikut: • Tahap persiapan Untuk menghasilkan data yang lengkap dan akurat, dibutuhkan persiapan antara lain perumusan masalah, tujuan, dan sasaran studi, penentuan lokasi studi, inventarisasi data-data yang ada, pengumpulan studi pustaka, penyusunan teknis pelaksanaan observasi dan survey. 3
• Tahap pengumpulan data a. Data primer meliputi : − Aktivitas dan data perjalanan sehari-hari dalam kawasan pelabuhan ikan Muara Angke melalui observasi lapangan dan wawancara dengan penduduk setempat. − Keadaan tapak melalui observasi lapangan dan studi literatur. − Jumlah penduduk dan luas wilayah melalui wawancara dengan pengelola setempat. b. Data sekunder meliputi: − Rencana tata guna lahan, panjang, dan desain geometrik jalan kawasan melalui studi dokumen dengan sumber Dinas Tata Kota Jakarta. − Peta kawasan melalui studi dokumen dengan sumber Google Maps. − Teori-teori mengenai konsep multi fungsi lahan dan sistem transportasi • Tahap Analisa Analisa data menggunakan teori Geoffrey Broadbent dalam buku “Design in Architecture” (1973), yaitu: aspek lingkungan, aspek bangunan, dan aspek manusia. Hasil dari analisa menggunakan ketiga aspek tersebut merupakan konsep dasar perancangan selanjutnya.
HASIL DAN BAHASAN Studi Banding Studi banding ini merupakan tinjauan terhadap dua kawasan wisata perikanan di dua kota besar dunia, yaitu Fish Market Sydney, Australia dan Tsukiji Fish Market, Tokyo. Kedua kawasan ini dipilih karena memiliki persamaan dengan objek laporan tugas akhir, yaitu terletak di kota besar. Selain itu kedua kawasan ini memiliki tempat pelelangan ikan yang menjadi fungsi utama dalam kawasan. Tempat pelelangan ikan didukung oleh fungsi-fungsi lainnya yang menarik wisatawan untuk mengunjungi kawasan. Sydney Fish Market terletak di pinggir kota Pyrmont, New South Wales, Australia. Kawasan pasar ikan yang berada di tepi Pelabuhan Sydney ini adalah yang terbesar kedua di dunia ini dengan luas 4,3 ha. Fungsi utama dalam kawasan ini adalah tempat pelelangan ikan yang juga menjadi objek wisata tur. Tempat pelelangan ini tidak bersifat publik namun dapat dikunjungi dengan wisata tur berdasarkan jadwal yang telah ditentukan pengelola. Sementara pasar ikan dan pasar buah serta sayur bersifat publik yang terjaga kebersihannya. Kawasan ini menjadi semakin menarik dikunjungi karena terdiri dari restoran-restoran dan tempat makan baik yang indoor maupun outdoor menghadap laut.
Gambar 1. Pasar ikan, kuliner indoor, kuliner outdoor di Sydney Fish Market Berdasarkan site plan diketahui bahwa area kuliner diletakkan di tepi laut yang memiliki potensi view untuk pengunjung. Tempat parkir terletak di sisi luar kawasan yang berdekatan dengan tempat pelelangan ikan dan di dalam kawasan. Pemusatan parkir ini menunjukkan bahwa sirkulasi di dalam kawasan ditujukan untuk pejalan kaki. Bahkan kawasan ini juga telah menyediakan akses untuk pejalan kaki yang menggunakan transportasi umum. Selain kenyamanan pejalan kaki, Sydney Fish Market juga menyediakan akses untuk kaum difabel. Studi banding kedua adalah Tsukiji Fish Market yang merupakan pasar ikan terbesar di dunia. Terletak di kota Tokyo, Jepang, kawasan ini terbagi menjadi area dalam dan area luar. Area dalam terdiri dari tempat pelelangan ikan dan pasar grosir ikan. Area luar terdiri dari pasar ikan eceran, pasar bahan makanan lainnya, pasar alat-alat dapur Jepang, dan restoran terutama restoran sushi.
Gambar 2. Area dalam dan area luar Tsukiji Fish Market 4
Walaupun kawasan ini terletak di pinggir Sungai Sumida, area kuliner tidak diletakan di sisi ini. Area kuliner terletak di sisi luar kawasan yang berbatasan dengan jalan raya sehingga mudah diakses tanpa harus melalui bagian pasar ikan. Area parkir pengunjung terletak di dekat main gate sehingga sirkulasi di dalam kawasan adalah dengan berjalan kaki. Terutama karena tempat wisata ini juga berada dekat dengan sarana transportasi umum kota. Tabel 1. Perbandingan Kriteria Sustainable Transport System di beberapa Lokasi Tsukiji Kawasan LOKASI Sydney Fish Market, Fish Muara KRITERIA SUSTAINABLE TRANSPORT Australia Market, Angke SYSTEM Tokyo Mixed use (lebih dari 1 fungsi) √ √ √ Walkability (400-800m)
√
√
-
Radius halte/stasiun transportasi umum 800m
√
√
-
Sistem transit kapasitas tinggi (20.000-35.000 penumpang/jam/hari)
√
√
-
Lebar jalur pejalan kaki min. 1,5m
√
√
-
Lebar jalur difabel min. 1,5m
√
√
-
Lebar jalur sepeda min. 1,65m
√
√
-
Jalur transportasi umum dibedakan dengan jalur kendaraan pribadi
√
√
-
Area parkir sesuai dengan jumlah penghuni
√
√
-
Luas jalan 20-40% dari luas kawasan
√
√
-
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa baik Sydney Fish Market dan Tsukiji Fish Market telah memenuhi kriteria Sustainable Transport System yang telah dipilih. Sementara kawasan Muara Angke baru memenuhi satu dari sepuluh kriteria yang merupakan potensi untuk pengembangan kawasan. Oleh karena itu, kawasan Muara Angke membutuhkan penataan lebih lanjut sehingga dapat memenuhi sepuluh kriteria dan memajukan kawasan baik dari sektor perdagangan-industri perikanan maupun pariwisata.
Analisa Aspek Lingkungan Hubungan Lingkungan dengan Fungsi Tapak Fungsi-fungsi di sekitar tapak yang berpotensi terhadap tapak adalah Pelabuhan Muara Angke, Rumah Susun Buddha Tsu Chi, pemukiman penduduk, Teluk Jakarta, karya industri dan pergudangan, dan pintu masuk Muara Angke. Pelabuhan Muara Angke berkaitan dengan tapak karena berpotensi menarik wisatawan untuk melihat dan berwisata ke tapak. Oleh karena itu bagian tapak yang berdekatan dengan Pelabuhan Muara Angke merupakan fungsi wisata seperti pujaseri dan pasar ikan sehingga memudahkan pencapaian diantara dua tempat wisata ini. Pengangkutan ikan segar menurut UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke adalah dengan menggunakan mobil pendingin tertutup untuk menjaga kehigienisan ikan tersebut. Hal tersebut menjadi alasan tempat pelelangan ikan tidak perlu diletakkan dekat dengan area wisata yaitu pujaseri karena pengangkutan yang higienis tetap harus menggunakan kendaraan. Permukiman penduduk di sisi selatan tapak merupakan deretan rumah tinggal sebagian masyarakat yang beraktivitas sehari-hari dalam tapak, baik sebagai pedagang pasar, anak buah kapal, pekerja industri maupun nelayan. Hubungan antara 2 fungsi ini adalah tempat tinggal dan tempat bekerja. Tanggapan atas keadaan ini adalah menyediakan akses dari area hunian ke dalam tapak terutama untuk pejalan kaki dan pengguna sepeda sehingga dapat mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Teluk Jakarta sangat berhubungan dengan tapak sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal nelayan. Bagian tapak yang berada di tepi Teluk Jakarta merupakan dermaga sebagai tempat bongkarmuat kapal nelayan. Tempat pelelangan ikan diletakkan di dekat dermaga tersebut karena tempat ini menjadi tujuan selanjutnya setelah ikan diturunkan dari kapal. Diletakkan berdekatan dengan tujuan
5
untuk mengurangi transportasi pengangkutan ikan segar dan agar mudah diawasi oleh petugas pendaratan ikan. Karya industri dan pergudangan yang terletak di luar tapak memiliki hubungan dengan tapak terutama dengan tempat pelelangan ikan. Namun karya industri dan pergudangan ini terletak jauh dari Teluk Jakarta dan tempat pelelangan ikan. Oleh karena itu bagian tapak yang berada sejalur dengan karya industri dan pergudangan di luar tapak juga memiliki fungsi yang sama yaitu karya industri dan pergudangan. Jalur ini diperuntukkan untuk perindustrian ikan yaitu kendaraan pengangkut ikan segar dan memiliki akses secara langsung dari tempat pelelangan ikan tanpa harus memutari tapak. Pintu masuk kawasan Muara Angke berperan penting karena pencapaian ke tapak hanya dapat melalui satu pintu masuk yang berada di sisi tenggara tapak ini. Setelah melalui pintu masuk, terdapat terminal angkutan umum yang terletak sebelum tapak. Oleh karena itu entrance tapak diletakkan pada bagian yang paling dekat dengan pintu masuk kawasan sehingga memudahkan pencapaian ke dalam tapak sekaligus mendekatkan tapak dengan sarana transportasi umum.
Gambar 3. Pengaruh potensi lingkungan sekitar terhadap tapak
Sirkulasi di Sekitar Tapak dan dalam Tapak Pola sirkulasi yang sesuai dalam penataan kawasan pelabuhan perikanan ini adalah pola triplet, yaitu pemisahan jalur masuk antara jalur kendaraan, jalur pejalan kaki dan jalur servis. Pemisahan jalur sirkulasi antara pengunjung dan servis bertujuan agar sirkulasi servis tidak mengganggu sirkulasi pengunjung. Pemisahan jalur sirkulasi antara kendaraan dan pejalan kaki bertujuan untuk menghindari crossing yang mengganggu kenyamanan pejalan kaki. Sirkulasi dalam tapak dibagi menjadi 3 yaitu pejalan kaki dan sepeda, kendaraan pengunjung wisata (pribadi maupun umum), dan kendaraan servis meliputi kendaraan servis pelabuhan maupun servis wisata. Sirkulasi pejalan kaki merupakan penghubung antara sirkulasi kendaraan, dengan kejelasan berupa perbedaan peil dan bahan. Bentuk sirkulasi kendaraan bermotor di dalam tapak adalah linear sehingga bagian lainnya dikhususkan untuk pejalan kaki dan pengguna sepeda.
Gambar 4. Sirkulasi di luar dan dalam tapak Sistem transportasi yang akan diterapkan dalam tapak sebagai upaya pembangunan berkelanjutan adalah transportasi publik, car pooling, car sharing, bersepeda, dan berjalan kaki. Keberadaan terminal angkutan umum di sisi selatan tapak berpotensi menyediakan transportasi publik sebagai sarana pencapaian pengunjung wisata dan pekerja untuk ke dalam tapak maupun ke luar tapak. Selanjutnya terdapat car sharing berupa shuttle mini bus yang mengelilingi kawasan, baik untuk pengunjung wisata maupun pekerja. Shuttle ini menggunakan tenaga yang dapat diperbaharui yaitu tenaga surya yang diubah menjadi listrik dan disimpan dalam bentuk baterai dalam kendaraan. Baterai ini kemudian di-charge kembali dengan tenaga surya yang dikumpulkan oleh solar panel. 6
Gambar 5. Skema sistem transportasi dalam kawasan Car pooling terdapat di area wisata sebagai wadah parkir kendaraan bermotor pengunjung wisata sehingga pengunjung wisata dapat berkeliling dengan shuttle, sepeda, dan berjalan kaki. Untuk menarik pengunjung wisata bersepeda, maka disediakan bike shelter dengan sepeda-sepeda yang disediakan khusus untuk berkeliling dalam kawasan. Penyediaan sarana transportasi non motor ini juga diimbangi dengan penyediaan jalur pejalan kaki dan sepeda yang sesuai dengan standarisasi. Lebar jalur pejalan kaki yang digunakan adalah 1.75meter dan lebar jalur sepeda 1.5meter, yang terletak di kedua sisi setiap jalan dalam kawasan.
Zoning dalam Tapak Kegiatan utama dalam tapak dapat dikelompokkan secara umum sebagai berikut, yaitu kegiatan wisata, kegiatan penerima pengunjung, kegiaan pendaratan ikan, kegiatan pemasaran ikan, kegiatan pergudangan ikan, dan kegiatan pengelolaan tapak. Alur dari kegiatan tersebut dapat dilihat pada gambar 5 yang kemudian diterapkan dalam tapak berupa penataan zoning tapak. Penataan zoning dalam tapak, selain berdasarkan skema alur kegiatan juga berdasarkan analisa-analisa sebelumnya, seperti analisa potensi sekitar tapak, view, matahari, angin, sirkulasi, dan sebagainya.
Gambar 6. Skema alur kegiatan secara umum dan penataan zoning dalam tapak Penataan zoning kemudian lebih didetailkan berdasarkan bangunan-bangunan dalam tapak. Hubungan antara satu ruang dengan ruang lainnya diperoleh dari analisa kegiatan manusia. Hubungan antar ruang ini mempengaruhi peletakan ruang dan pencapaian antara ruang-ruang tersebut.
Gambar 7. Diagram hubungan ruang dalam tapak
7
Infrastruktur dalam Tapak Berdasarkan jenis transportasi, jaringan jalan dalam tapak dibagi menjadi jalur pedestrian, jalur pengendara sepeda dan jalur kendaraan bermotor. Jalur pedestrian dan pengguna sepeda dirancang sesuai dengan standar yang berlaku sehingga kedua jalur tersebut nyaman dan aman digunakan untuk meminimalisasi penggunaan kendaraan bermotor. Lebar jaringan jalan dirancang sesuai dengan rencana kota Jakarta. Pedagang kaki lima ikan dan jajanan diatasi dengan menyediakan space tertentu di dalam area wisata. Sumber tenaga listrik diperoleh dari jaringan PLN dengan menyediakan satu buah gardu utama untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam tapak. Gardu utama ini diletakkan di sisi selatan tapak dekat dengan entrance dan termasuk dalam area pengeloa. Gardu utama kemudian dibagi lagi menjadi gardu-gardu distribusi listrik di setiap bangunan. Selain itu disediakan genset power pada setiap bangunan sebagai cadangan listrik.
Gambar 8. Skema distribusi jaringan listrik dan jaringan air bersih Untuk meningkatkan kualitas wisata dalam tapak maka jaringan air bersih harus ditata dengan baik sehingga air bersih yang digunakan sesuai standar kebersihan. Sumber air bersih dalam tapak menggunakan PDAM sehingga air yang disalurkan dari pipa-pipa lebih terjamin kebersihannya. Setiap bangunan dalam tapak memiliki katup dan saluran pipa PDAM. Sistem drainase dalam tapak dapat dibagi atas air kotor dan air hujan, air kotoran, dan air limbah. Air kotor dan air hujan disalurkan melalui saluran di sekeliling unit bangunan dan setelah melalui bak kontrol akan disalurkan ke saluran drainase, kemudian diteruskan ke laut. Air kotoran ditampung dalam tangki STP kemudian air hasil penyaringan diteruskan ke bak control, saluran drainase, dan diteruskan ke laut. Air limbah akan dialirkan melalui saluran khusus yang diberi air dengan tekanan tertentu sebagai upaya pembersihan dalam jangka waktu tertentu. Agar limbah tidak mencemari laut, maka limbah diendapkan terlebih dahulu di IPAL. Limbah dalam tapak bersifat organik sehingga pengendapannya dapat dimanfaatkan menjadi tanah yang subur untuk vegetasi.
Gambar 9. Skema distribusi jaringan air kotor dan air limbah Penyediaan tempat sampah sementara di setiap bangunan bertujuan untuk menghindari penumpukkan sampah di satu titik. Sampah di setiap TPS ini menjadi tanggung jawab masing-masing bangunan dan akan diangkut oleh truk sampah setiap hari. Sampah dikelola oleh masing-masing pengguna bangunan, yaitu dipisahkan antara sampak organik dan anorganik. Sampah organik dapat diolah lebih lanjut menjadi pupuk atau ditimbun bersama tanah. Sampah anorganik yang dapat didaur ulang dapat diolah oleh penduduk sekitar kawasan.
Gambar 10. Skema distribusi jaringan sampah 8
Analisa Aspek Manusia Pelaku Kegiatan dalam Tapak Penataan kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan nelayan dan pengunjung yang berwisata ke tempat tersebut. Nelayan yang dimaksud dalam analisa serta perancangan ini adalah: orang yang mencari ikan di laut dengan kapal, anak buah kapal, pedagang ikan, buruh angkut dan bongkar ikan, pekerja di pergudangan ikan, dan pedagang pujaseri. Sementara yang termasuk sebagai pengunjung kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan adalah: pembeli pasar ikan, konsumen pujaseri, wisatawan yang tertarik melihat kegiatan perikanan, dan pemasok barang.
Jenis dan Waktu Kegiatan Aktivitas yang berlangsung pada kawasan terjadi dalam 24 jam, namun tidak semua serempak berlangsung. Ada aktivitas yang bergantian waktu seperti tempat pelelangan ikan yang berlangsung pagi hari dan pasar ikan yang berlangsung sore hingga subuh. Berdasarkan tabel waktu kegiatan, diketahui aktivitas terpadat dalam tapak berlangsung antara pukul 10.00 hingga 17.00. Perancangan secara makro adalah penataan land use dalam tapak secara keseluruhan beserta sirkulasi berdasarkan hubungan aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam tapak. Perancangan secara mikro adalah area kegiatan wisata terutama untuk aktivitas pujaseri. Target pasar perancangan mikro adalah pengunjung wisata pujaseri dan pekerja pujaseri. Waktu dengan aktivitas terpadat dalam tapak adalah pukul 15.00 hingga 00.00. Waktu tersebut merupakan bagian dari waktu operasional pasar ikan dan pujaseri.
Luasan Ruang Hasil analisa kebutuhan ruang yang didapat kemudian dianalisa lebih lanjut untuk mendapatkan luasan ruang. Berdasarkan tabel program ruang, diketahui perkiraan luasan yang dibutuhkan : Luas lahan makro = 120,000 m2 Luas lahan yang boleh dibangun = 48,000 m2 Luas lantai yang boleh dibangun = 38,400 m2 Banyak lantai yang boleh dibangun = 4 lantai Luas lantai bangunan = 38,826 m2 (lebih 1.2%) Banyak lantai bangunan = 4 lantai Luas lahan mikro = 25,852 m2 Luas lahan yang boleh dibangun = 40% x 25,852 m2 = 10,341 m2 Luas lantai yang boleh dibangun = 0,8 x 10,341 m2 = 8,273 m2 Banyak lantai yang boleh dibangun = 4 lantai Luas lantai bangunan = 5,622 m2 + (20% x 5,622) = 6,747 m2 Banyak lantai bangunan = 4 lantai
Kebutuhan Parkir Perhitungan kebutuhan parkir ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan parkir di zona wisata pasar ikan eceran dan pujaseri. Hasil dari perhitungan adalah jumlah parkir yang memadai berdasarkan rasio parkir dan jumlah pengunjung restoran yang efektif. Jumlah pengunjung resto = 1,300 orang Jumlah pengunjung efektif = 75% x 1,300 orang = 975 orang Rasio parkir = 1 mobil : 5 orang Jumlah kebutuhan parkir = 975 : 4 = 195 mobil = 200 mobil Luas kebutuhan parkir luar = 200 mobil x 12.5 m2 = 2,500 m2 Rasio lahan parkir (100%) = 15% penghijauan, 30% parkir, 55% sirkulasi Sirkulasi = (55% : 30%) x 2,500 m2 = 4,500 m2 Penghijauan = (10% : 30%) x 2,500 m2 = 1,000 m2 Luas total parkir luar = 2,500 m2 + 4,500 m2 + 1,000 m2 = 8,000 m2 Jadi, jumlah parkir mobil yang disediakan untuk pengunjung adalah 200 lot mobil dengan luas lahan 8,000 m2. Jumlah parkir motor dalam tapak dihitung berdasarkan rasio jumlah pengunjung pujaseri. Perhitungan jumlah parkir motor kurang lebih sebagai berikut : 9
Jumlah pengunjung pujaseri = 430 orang Jumlah pengunjung efektif = 75% x 430 orang = 353 orang Rasio parkir = 1 motor : 2 orang Jumlah kebutuhan parkir = 353 : 2 = 177 motor (Dibagi menjadi 2 kelompok kunjungan) Luas kebutuhan parkir luar = 88 motor x 2 m2 = 176 m2 Rasio lahan parkir (100%) = 15% penghijauan, 30% parkir, 55% sirkulasi Sirkulasi = (55% : 30%) x 176 m2 = 324 m2 Penghijauan = (10% : 30%) x 176 m2= 60 m2 Luas total parkir luar = 176 m2 + 324 m2 + 60 m2 = 600 m2 Jadi, jumlah parkir motor yang disediakan untuk pengunjung pujaseri adalah 88 lot motor dengan luas lahan 600 m2.
Hubungan Ruang Hubungan antara satu ruang dengan ruang lainnya diperoleh dari analisa kegiatan manusia. Hubungan antar ruang ini mempengaruhi peletakan ruang dan pencapaian antara ruang-ruang tersebut. Berdasarkan matriks hubungan ruang, keterkaitan antar ruang yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut :
Gambar 11. Diagram hubungan ruang area wisata dan pelabuhan perikanan
Analisa Aspek Bangunan Gubahan Massa Bangunan Bentuk dasar massa bangunan dipertimbangkan terhadap fungsi bangunan, kemudahan pengembangan, sifat ruang dan kegiatan yang ada, serta kesesuaian dengan kondisi lingkungan. Berdasarkan pertimbangan di atas, dipilih bentuk dasar yang merupakan pengembangan dari bentuk bujursangkar dan lingkaran, dengan modifikasi dan pencampuran kedua bentuk tersebut sehingga mampu memberikan nilai estetika dan identitas bangunan. Bangunan-bangunan dalam kawasan mengambil analogi bentuk-bentuk yang terdapat pada laut seperti ombak, kerang, dan kapal. Bentuk lingkaran dimodifikasi menajdi bentuk gelombang seperti ombak yang mendasari bentuk bangunanbangunan dalam kawasan. Bentuk lingkaran juga dimodifikasi menjadi bentuk kerang yang mencirikan hasil perikanan. Sementara bangunan restoran terinspirasi dari bentuk kapal yang identik dengan kegiatan dalam tapak makro. Kesan yang ingin diciptakan dari luar bangunan adalah restoran merupakan bagian dari sebuah kapal. Sementara kesan dari dalam restoran adalah pemandangan maupun suasana seperti di dalam kapal.
Gambar 12. Ombak laut, kerang, dan kapal sebagai konsep bentuk bangunan
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 10
Fungsi kegiatan perikanan dalam tapak sudah menunjukan potensi sebagai barometer perikanan Jakarta namun penataan serta infrastrukturnya masih belum memadai. Sementara untuk fungsi wisata dalam tapak belum mencitrakan ikon wisata yang menarik dan nyaman untuk dikunjungi. Berdasarkan studi banding, kawasan Muara Angke belum memenuhi kriteria sustainable transport system. Oleh karena itu dibutuhkan penataan land use dan sistem transportasi untuk dapat memadukan kegiatan industri perikanan dan kegiatan wisata bahari dalam kawasan Muara Angke di Jakarta sehingga dapat saling menunjang. Penataan land use dan sistem transportasi dalam tapak dapat dilakukan dengan menata sirkulasi dan zoning tapak berdasarkan analisa aspek lingkungan, manusia, dan bangunan. Secara umum tapak dibagi menjadi dua zona berdasarkan dua kegiatan utama di dalamnya, yaitu zona wisata dan zona kegiatan perikanan. Entrance utama (area wisata) terpisah dari entrance servis (kegiatan perikanan) walaupun sama-sama berada di sisi selatan tapak. Sistem transportasi yang akan diterapkan dalam tapak sebagai upaya pembangunan berkelanjutan adalah transportasi publik, car pooling, car sharing, bersepeda, dan berjalan kaki. Sirkulasi yang paling diutamakan dalam tapak adalah pejalan kaki, yaitu dapat menjangkau semua bangunan. Lebar jalur pejalan kaki yang digunakan adalah 1.75meter dan lebar jalur sepeda 1.5meter, yang terletak di kedua sisi setiap jalan dalam kawasan. Sirkulasi kendaraan bermotor berbentuk linear dan diletakan hanya di bagian tengah kawasan sehingga tidak mengganggu sirkulasi pejalan kaki.
Gambar 10. Pencapaian, sirkulasi, zoning dalam tapak hasil analisa Area dermaga TPI dan pergudangan tidak dilalui kendaraan bermotor sehingga tidak mencemari pengangkutan ikan. Walau demikian, tetap dapat diakses pengunjung dengan berjalan kaki dan sepeda yang disewakan. Area wisata untuk fungsi pujaseri termasuk restoran diletakan di sisi utara tapak yang memiliki potensi view paling baik. Berdasarkan program ruang, diketahui perkiraan luas lantai bangunan yang dibutuhkan yaitu 38,826 m2, sementara berdasarkan KDB dan KLB, luas lantai yang boleh dibangun pada lahan 12 ha adalah 38,400 m2. Luas lantai yang dibutuhkan lebih 1.2% dari yang ditentukan namun masih dalam jangkauan 38,400 m2. Kebutuhan parkir mobil berdasarkan jumlah pengunjung adalah sebanyak 200 lot mobil dengan luas lahan 8,000 m2, sementara kebutuhan parkir motor sebanyak 88 lot motor dengan luas lahan 600 m2. Parkir mobil berada setelah gedung pameran dan berfungsi sebagai car pooling sehingga pengunjung wisata dapat berkeliling kawasan dengan shuttle, bersepeda, dan berjalan kaki. 11
Berdasarkan analisa aspek bangunan, didapatkan bentuk bangunan-bangunan yang mengambil analogi bentuk-bentuk pada laut seperti ombak, kerang, dan kapal. Bentuk lingkaran dimodifikasi menajdi bentuk gelombang seperti ombak yang mendasari bentuk bangunan-bangunan dalam kawasan. Bentuk lingkaran juga dimodifikasi menjadi bentuk kerang yang mencirikan hasil perikanan. Sementara bangunan restoran terinspirasi dari bentuk kapal yang identik dengan kegiatan dalam tapak makro.
Saran Saran penulis untuk pengembangan hasil penelitian berikutnya adalah mengadakan survey lapangan secara langsung untuk mengetahui keadaan eksisting kawasan dan sekitarnya, karena penataan land use dan sistem transportasi dipengaruhi oleh kegiatan dalam tapak dan potensi di sekitar tapak. Dalam penataan land use sebaiknya tidak menghilangkan fungsi lahan eksisting dan berdasarkan hubungan kegiatan manusia yang beraktivitas di dalam kawasan.
REFERENSI Anonim. 9 September, (2009). Polusi Jakarta Kota Terburuk Ketiga di Dunia. Kompas, diakses 22 Januari 2014 dari http://megapolitan.kompas.com/ Baja, S. (2012). Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah. Yogyakarta: Andi Offset. Broadbent, Geoffrey. (1973). Design in Architecture:Architecture and the Human Sciences. (Edisi 1). New York: John Wiley&Sons. Cascetta, E. (2009). Transportation Systems Analysis: Models and Applications. New York: Springer. HashemNejad, H., M. Feyzi, Sedigh, M. (2010). Investigating the Occupant's Behaviors and Perceptions Concerning the Sustainable Transportation System in Tehran City. Journal of Sustainable Development. Volume 3, No. 4: 145-152, diakses 26 Februari 2014 dari www.ccsenet.org Paramitha, P. (2013). Fasilitas Wisata Kuliner pada Kawasan Revitalisasi Pelabuhan Perikanan Muara Angke Jakarta. Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Diakses 26 Februari 2014 dari http://arsitektur.ub.ac.id/ Saghapour, T. (2013). Achievement of Sustainable Transportation Through Land-Use Mix at Local Level: Case Studies of Two Urban Districts in Shiraz City, Iran. Journal of Sustainable Development. Volume 6, No. 11: 71-81, diakses 26 Februari 2014 dari www.ccsenet.org Schiller, P.L., Eric C.B., Kenworthy, J.R. (2010). An Introduction to Sustainable Transportation: Policy, Planning and Implementation. United Kingdom: The Cromwell Press Group. UPT.Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. (2011). Profil UPT.PKPP&PPI Muara Angke. Wunas, S. (2011). Pengembangan Konsep Multi Fungsi Lahan di Kawasan Sub Urban Makassar. Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Volume 5, No. 1: 1-10, diakses 26 Februari 2014 dari http://journal.unhas.ac.id/
RIWAYAT PENULIS Valentina Hidayat lahir di kota Purwokerto pada tanggal 03 Februari tahun 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang arsitektur pada tahun 2014.
12