EFISIENSI PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA
MERTHA SUNEA
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Efisiensi Pendaratan dan Pendistribusian Hasil Tangkapan di PPI Muara Angke, Jakarta adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 12 Agustus 2010 Mertha Sunea
ABSTRAK MERTHA SUNEA. C44062675. Efisiensi Pendaratan dan Pendistribusian Hasil Tangkapan di PPI Muara Angke, Jakarta. Dibimbing oleh ANWAR BEY PANE dan THOMAS NUGROHO. Efisiensi pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan penting dilakukan sejak dari PP/PPI. Efisiensi merupakan hasil pelaksanaan pendaratan dan pendistribusian yang dilakukan melebihi dari yang semestinya, baik dari proses maupun dari sisi waktu, sehingga tiba dalam waktu yang lebih cepat dari waktu yang seharusnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif komparatif yaitu metode yang membandingkan parameter-parameter efisiensi pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke, hasil penelitian dengan hasil pra penelitian sebelumnya. Parameter-parameter yang dibandingkan meliputi proses, aktifitas dan lama waktu dalam pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan. Analisis data menggunakan deskriptif dan perhitungan sederhana. Sistem pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Angke berlangsung cukup baik diantaranya telah terdapat pembagian kerja antar buruh angkut di dalam pelaksanaan pendaratan hasil tangkapan tersebut. Sistem pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke juga sudah mampu mempertahankan mutu hasil tangkapan yang didistribusikan. Efisiensi teknis pendaratan dari segi berat hasil tangkapan yang diangkut di PPI Muara Angke tidak terjadi ; karena buruh angkut di PPI Muara Angke tidak memaksimalkan berat hasil tangkapan yang diangkut. Efisiensi teknis dalam segi lama waktu yang di tempuh pada proses pendaratan hasil tangkapan juga tidak terjadi. Nilai efisiensi pendistribusian hasil tangkapan oleh pedagang pengumpul adalah sebesar 1,02 untuk 6 responden pedagang pengumpul yang mendistribusikan hasil tangkapannya dari TPI Muara Angke ke pasar grosir Muara Angke.
Kata kunci : pendaratan, pendistribusian, efisiensi
EFISIENSI PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA
MERTHA SUNEA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Efisiensi Pendaratan dan Pendistribusian Hasil Tangkapan di PPI Muara Angke, Jakarta
Nama
: Mertha Sunea
NRP
: C44062675
Mayor
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui :
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA NIP 19541014 198003 1 003
Thomas Nugroho, S.Pi., M.Si NIP 19700414 200604 1 020
Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M. Sc NIP: 19621223 198703 1 001
Tanggal lulus : 12 Agustus 2010
KATA PENGANTAR
Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2010 ini adalah pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan, dengan judul Efisiensi Pendaratan dan Pendistribusian Hasil Tangkapan di PPI Muara Angke, Jakarta. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada : 1) Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA dan Thomas Nugroho, S.Pi., M.Si selaku Komisi Pembimbing atas segala saran, arahan, perhatian dan motivasi yang sungguh tak ternilai harganya selama penyelesaian skripsi ini ; 2) Dr. Ir. Gondo Puspito, M. Sc selaku dosen penguji tamu ; 3) Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc selaku Ketua Departemen PSP ; 4) Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si selaku komisi pendidikan Departemen PSP; 5) Kepala dan Karyawan Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta yang telah membantu dalam perolehan data sekunder ; 6) Nelayan dan buruh angkut di PPI Muara Angke yang telah membantu dalam perolehan data primer ; 7) Pak Gigih, Mbak Vina dan Teteh Yuni yang telah membantu dalam mempermudah birokrasi di tata usaha Departemen PSP ; 8) Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, 12 Agustus 2010 Mertha Sunea
UCAPAN TERIMA KASIH
Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, baik bantuan secara moril, tenaga maupun materiil yang tentu saja sangat bermanfaat bagi penulis. Penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak yang berjasa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu : 1) Orang tuaku tercinta, Bapak Timbang Siagian dan Mama Raya Mangunsong atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya ; 2) Kakak Helen Rucia, adik Merry Kadhita, dan adik Kheber Imanueldo tercinta yang selalu memotivasi dalam penyelesaian skripsi ini ; 3) Ina, Alvi, Refi, Ciwit, Yasa selama konsultasi bersama ; 4) Sahabat tercinta PSP 43 : Adit, Alin, Alvian, Amni, Anggi, Arif, Ari.W, Bayu, Chumz, Dedong, Esther, Fatra, Firman, Gheaaa, Gini, Hanif, Heru, Ibooo, Icha, Ikechan, Indah, Iniez, Iteeem, Lala (mamihku), Mardia, Maria, Mincee, Muja, Nance, Ncek, Neney, Nur, Pipih, Qbee, Qkee, Rachman, Rahmat, Ratih, Rezky, Rimce, Riri, Rizky, Rusdy, Ryan, Sely, Septa, Septi, Shinta, Troy, Uthy dan Vionce, 5) Rekan-rekan PSP 39, PSP 40, PSP 41, PSP 42, PSP 44 ; Semoga Tuhan YME membalas kebaikan kalian semua dengan kebaikan yang berlipat ganda.
Bogor, 12 Agustus 2010 Mertha Sunea
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Mei 1988. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Timbang Siagian dan Raya Mangunsong.
Pada tahun 2003
penulis lulus dari SLTP Negri 73 Jakarta, dan pada tahun 2006 penulis lulus di Sekolah Menengah Umum Negri 26 Jakarta dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) yang terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada program studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Agriaswara tahun 2006-2007, anggota Departemen Pengembangan Minat dan Bakat Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) tahun 2007-2008, anggota Departemen Kewirausahaan HIMAFARIN tahun 20082009. Penulis juga aktif menjadi asisten Avertebrata Air tahun 2008-2009, asisten Teknologi Alat Penangkapan Ikan 2008-2009, asisten Metode Observasi Bawah Air tahun 2009, dan asisten Manajemen Operasi Penangkapan Ikan tahun 2009. Pada tahun 2010, penulis melakukan penelitian dengan judul “Efisiensi Pendaratan dan Pendistribusian Hasil Tangkapan di PPI Muara Angke, Jakarta” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix DAFTAR TABEL .............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii 1
PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4
2
Latar Belakang ...................................................................................... Tujuan Penelitian .................................................................................. Permasalahan Penelitian......................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................................
1 4 4 4
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendaratan Hasil Tangkapan di PP/PPI ................................................ 5 2.2 Pemasaran dan Pendistribusian Hasil Tangkapan di PPI ..................... 10 2.3 Efisiensi Pendaratan dan Pendistribusian Hasil Tangkapan ................ 12 2.4 Pangkalan Pendaratan Ikan PPI Muara Angke .................................... 14
3
METODE PENELITIAN 3.1 3.2 3.3 3.4
Lama Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... Bahan dan Alat ...................................................................................... Metode Penelitian ................................................................................. Data yang dikumpulkan ......................................................................... 3.4.1 Data utama .................................................................................. 3.4.2 Data tambahan............................................................................. 3.5 Analisis Data ......................................................................................... 3.5.1 Kondisi aktual pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan ............................................................................ 3.5.2 Efisiensi pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan .......... 4
19 19 19 25 25 25 26 26 26
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara........................................................ 4.1.1 Keadaan geografis dan topografis ............................................... 4.1.2 Keadaan penduduk ...................................................................... 4.1.3 Kedaan perikanan tangkap .......................................................... 4.2 Keadaan Umum PPI Muara Angke ........................................................ 4.2.1 Letak geografis dan pengelolaan................................................. 4.2.2 Prasarana umum .......................................................................... 4.2.3 Keadaan perikanan tangkap ........................................................
31 31 32 33 40 40 42 43
x
5
KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 5.1 Kondisi Aktual Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Muara Angke ....... 5.1.1 Mekanisme pendaratan................................................................ 5.1.2 Pelaku pendaratan ....................................................................... 5.1.3 Penggunaan alat dan penanganan hasil tangkapan dalam pendaratan ........................................................................ 5.2 Kondisi Aktual Pemasaran dan Pendistribusian Hasil Tangkapan ......... 5.2.1 Pola pemasaran dan pendistribusian ........................................... 5.2.2 Penggunaan alat bantu dalam pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan ............................................................................ 5.2.3 Penanganan hasil tangkapan di lokasi pendistribusian ...............
6
EFISIENSI PENDARATAN DAN PENDITRIBUSIAN TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE
50 50 53 57 60 60 63 64
HASIL
6.1 Efisiensi Teknis Pendaratan Hasil Tangkapan ........................................ 67 6.2 Mutu Hasil Tangkapan ............................................................................ 77 6.3 Efisiensi Pendistribusian Hasil Tangkapan ............................................. 79 7
KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ............................................................................................. 84 7.2 Saran........................................................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 85 LAMPIRAN ...................................................................................................... 88
xi
DAFTAR TABEL Halaman 1
Ciri-ciri hasil tangkapan yang segar............................................................... 6
2
Fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan sarana operasional di PPI Muara Angke, 2007 ................................................................................................... 17
3
Rancangan pengukuran berat beban hasil tangkapan yang diangkut oleh buruh angkut di PPI Muara Angke, 2010............................................... 21
4
Rancangan pengukuran waktu tercepat pengangkutan hasil tagkapan di PPI Muara Angke, 2010............................................................................. 22
5
Pengukuran rata-rata berat dan rata-rata waktu tempuh pengangkutan hasil tangkapan oleh buruh angkut di PPI Muara Angke, 2010..................... 24
6
Daftar uji organoleptik ................................................................................... 28
7
Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk di Kota Jakarta Utara menurut kecamatan, 2008 ............................................................................. 32
8
Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan berdasarkan kegiatan utama di Kota Jakarta Utara, 2008............................................................................ 33
9
Jumlah armada penangkapan ikan menurut jenis armada di Kota Jakarta Utara, 2004-2008 ........................................................................................... 34
10 Jumlah nelayan di Kota Jakarta Utara 2004 – 2008..................................... 36 11 Jumlah produksi ikan menurut tipe pelabuhan perikanan di Kota Jakarta Utara tahun 2004-2008................................................................................... 38 12 Jumlah kapal baik menurut ukuran Gross Ton (GT) maupun menurut jenis kapal di PPI Muara Angke tahun 2004-2008 ........................................ 43 13 Jumlah dan nilai produksi perikanan di PPI Muara Angke tahun 2004-2008 ..................................................................................................... 46 14 Nilai produksi, produksi dan indikator harga (Ratio N/P) per jenis ikan di PPI Muara Angke, 2008............................................................................. 48 15 Jenis olahan dan jumlah pengolah ikan di Pengolah Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) di PPI Muara Angke, 2010 ............................................ 62 16 Rata-rata data lama waktu angkut hasil perlakuan berat oleh 5 kelompok sampel buruh angkut di PPI Muara Angke .................................................... 68
xii
17 Hasil pengukuran rata-rata berat dan rata-rata waktu tempuh pengangkutan hasil tangkapan dari palkah ke TPI oleh buruh angkut di PPI Muara Angke, 2010............................................................................. 74 18 Pengujian organoleptik ikan yang didaratkan oleh kapal bukoami di PPI Muara Angke, 2010............................................................................. 78 19 Data jumlah, harga dan nilai total penjualan hasil tangkapan oleh 6 responden pedagang pengumpul di pasar grosir Muara Angke pada bulan Maret, 2010.................................................................................. 79 20 Data biaya tetap, biaya tidak tetap dan total biaya pendistribusian hasil tangkapan oleh 6 responden pedagang pengumpul di pasar grosir Muara Angke pada bulan Maret, 2010 ...................................................................... 80 21 Data nilai total penjualan, total biaya pendistribusian, keuntungan dan nilai efisiensi pendistribusian oleh 6 responden pedagang pengumpul di pasar grosir Muara Angke pada bulan Maret, 2010 ................................................ 82
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Jumlah armada penangkapan ikan di Kota Jakarta Utara menurut jenis armada tahun 2004-2008 ....................................................................... 35
2
Jumlah nelayan berdasarkan status kependudukannya tahun 2004 – 2008.................................................................................................... 36
3
Jumlah nelayan berdasarkan status kepemilikannya tahun 2004-2008 ...................................................................................................... 37
4
Jumlah produksi ikan di Kota Jakarta Utara tahun 2004 – 2008 ................... 39
5
Perkembangan jumlah kapal perikanan yang tambat labuh di PPI Muara Angke tahun 2004 – 2008 .............................................................................. 44
6
Perkembangan jumlah produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke tahun 2004-2008 ............................................................................................ 47
7
Perkembangan nilai produksi hasil tangkapan
di PPI Muara Angke,
2004-2008………………………………………………………………….. 47 8
Diagram alir mekanisme pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke....................................................................................... 51
9
Buruh pembogkar hasil tangkapan (buruh biru) di atas kapal bukoami di PPI Muara Angke, 2010............................................................................. 54
9
Buruh pengangkut hasil tangkapan dari dermaga ke TPI (buruh kuning) di PPI Muara Angke, 2010 .............................................................................. 55
11 Buruh pembongkar hasil tangkapan di TPI (buruh merah) di PPI Muara Angke, 2010 .................................................................................................... 56 12 Alat bantu keranjang dan lori dalam pendaratan di PPI Muara Angke tahun 2010 ...................................................................................................... 57 13 Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPI Muara Angke, 2010 ............. 61 14 Rantai pemasaran ikan segar laut di PPI Muara Angke ................................. 62 15 Alat bantu blong dan gerobak dalam pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke, 2010............................................................................. 63 16 Grafik hubungan waktu tempuh pengangkutan terhadap berat hasil tangkapan yang diangkut dari palkah ke dek oleh buruh angkut di PPI Muara Angke, 2010........................................................................................ 69
xiv
17 Grafik hubungan waktu tempuh pengangkutan terhadap berat hasil tangkapan yang diangkut dari dek ke dermaga pendaratan oleh buruh angkut di PPI Muara Angke, 2010 ................................................................. 70 18 Grafik hubungan waktu tempuh pengangkutan terhadap berat hasil tangkapan yang diangkut pada saat penimbangan oleh buruh angkut di PPI Muara Angke, 2010........................................................................................ 71 19 Grafik hubungan waktu tempuh pengangkutan terhadap berat hasil tangkapan yang diangkut dari dermaga ke TPI oleh buruh angkut di PPI Muara Angke, 2010........................................................................................ 72 20 Grafik hubungan waktu tempuh pengangkutan terhadap berat hasil tangkapan yang diangkut dari palkah ke TPI oleh buruh angkut di PPI Muara Angke, 2010........................................................................................ 73 21 Grafik hubungan berat hasil tangkapan yang diangkut terhadap waktu tempuh oleh buruh angkut di PPI Muara Angke, 2010.................................. 76
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Rancangan pengukuran berat beban hasil tangkapan optimum yang dapat diangkut oleh 5 sampel kelompok buruh angkut (pra penelitian) .................. 89
2
Pengukuran rata-rata berat dan rata-rata waktu tempuh pengangkutan hasil tangkapan oleh buruh angkut di PPI Muara Angke............................... 93
3
Pengujian nilai organoleptik ikan yang didaratkan oleh kapal bukoami di PPI Muara Angke ....................................................................... 94
4
Data harga dan jumlah rata-rata pembelian hasil tangkapan oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 ............ 95
5
Data harga dan jumlah rata-rata sewa gerobak oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 ............................ 96
6
Data harga dan jumlah rata-rata sewa fiber oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 ............................ 97
7
Data harga dan jumlah rata-rata sewa bak oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 ............................ 98
8
Data harga dan jumlah rata-rata pembelian plastik oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 ........... 99
9
Data harga dan jumlah rata-rata pekerja yang bekerja oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 ..........100
10 Data harga dan jumlah rata-rata sewa keranjang oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 .......................... 101 11 Data harga dan jumlah rata-rata pembelian es oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 ..........................102 12 Data harga dan jumlah rata-rata biaya kemanan oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 ..........................103 13 Data harga dan jumlah rata-rata penjualan hasil tangkapan oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010.......... 104 14 Perhitungan efisiensi biaya pendistribusian hasil tangkapan oleh responden ke-1 pada Bulan Maret, 2010 ..................................................... 105
xvi
15 Perhitungan efisiensi biaya pendistribusian hasil tangkapan oleh responden ke-2 pada Bulan Maret, 2010 ..................................................... 106 16 Perhitungan efisiensi biaya pendistribusian hasil tangkapan oleh responden ke-3 pada Bulan Maret, 2010 ..................................................... 107 17 Perhitungan efisiensi biaya pendistribusian hasil tangkapan oleh responden ke-4 pada Bulan Maret, 2010 ..................................................... 108 18 Perhitungan efisiensi biaya pendistribusian hasil tangkapan oleh responden ke-5 pada Bulan Maret, 2010 ..................................................... 109 19 Perhitungan efisiensi biaya pendistribusian hasil tangkapan oleh responden ke-6 pada Bulan Maret, 2010 ..................................................... 110
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pelabuhan Perikanan (PP), termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), merupakan prasarana yang dibangun untuk mendukung pembangunan perikanan khususnya perikanan tangkap.
Pelabuhan Perikanan (PP) atau Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) diperlukan dalam pembangunan perikanan tangkap karena peranannya dalam memberikan kemudahan dan keamanan bagi kapal-kapal penangkap ikan dalam mendaratkan hasil tangkapannya serta menyediakan fasilitas yang mendukung dalam penditribusian hasil tangkapan. Pelabuhan perikanan digunakan antara lain sebagai tempat pendaratan hasil tangkapan ikan, pemasaran atau pelelangan, pengolahan dan persiapan dalam pendistribusiannya.
Ikan-ikan yang didaratkan di pelabuhan tersebut selain
ditujukan untuk konsumsi lokal juga dapat didistribusikan keluar daerah ataupun ekspor. Usaha pendistribusian dari pelabuhan baik keluar daerah ataupun ekspor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen di daerah tersebut atau negara tujuan ekspor. Salah satu pelabuhan perikanan yang mempunyai potensi produksi dan pemasaran hasil tangkapan yang cukup besar dan strategis adalah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, Jakarta Utara. PPI Muara Angke mempunyai potensi sumberdaya ikan rata-rata mencapai 100–125 ton/hari (UPT PPI Muara Angke 2008). Selain memiliki potensi yang cukup besar, PPI Muara Angke juga memiliki potensi pemasaran yang cukup startegis dilihat dari letaknya yang sangat strategis, yaitu terletak di Ibu Kota Negara dan didukung sarana dan prasarana yang memadai. Alat tangkap boukeami merupakan alat tangkap yang paling banyak dioperasikan oleh nelayan di PPI Muara Angke yaitu sebesar 40,7% dari jumlah keseluruhan alat tangkap yang berada di PPI Muara Angke. Pada tahun 2008, alat tangkap boukeami mendaratkan hasil tangkapannya sebesar 3.473.565 kg per tahun. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar diandingkan dengan alat tangkap lain yang mendaratkan hasil tangkapan di PPI Muara Angke.
2
Pendaratan hasil tangkapan merupakan pemindahan hasil tangkapan dari atas kapal ke daratan pelabuhan, yang nantinya akan didistribusikan ke daerah pemasaran. Dalam mendaratkan hasil tangkapan harus memperhatikan prosedur yang benar seperti : 1) Mencuci hasil tangkapan sebelum didaratkan, 2) Tidak menggunakan benda-benda keras seperti sekop dan garpu dalam pengambilan ikan di dalam palka kapal karena dapat merusak hasil tangkapan, 3) Menggunakan keranjang yang memiliki celah atau lubang agar air laut atau darah ikan dapat keluar dari keranjang dan tidak mengendap di dalam keranjang, 4) Menghindari hasil tangkapan dari sinar matahari langsung dimana lama waktu pendaratan yang baik dilakukan pada pagi hari ataupun malam hari. Prosedur tersebut harus sesuai dan mampu menjaga mutu hasil tangkapan supaya tetap segar sampai ke konsumen. Pendistribusian hasil tangkapan merupakan kegiatan pemindahan hasil tangkapan dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan alat distribusi seperti gerobak dan lori, kegiatan pendistribusian juga merupakan kegiatan yang positif dalam menunjang kegiatan pemasaran. Sistem distribusi yang baik menentukan kelancaran transaksi hasil tangkapan yang sifatnya lekas busuk (perishable), cepat lambatnya sistem distribusi sangat menentukan kesegaran hasil tangkapan hingga ke konsumen. Hasil tangkapan merupakan salah satu komoditas yang mudah rusak dan cepat mengalami proses pembusukan, terutama pada kondisi iklim yang tropis dimana suhu dan kelembabannya tinggi. Salah satu penyebab utama dari proses pembusukan ikan adalah karena adanya pengaruh bakteri mikroba, khususnya bakteri pembusuk. Dengan demikian, perlu adanya penanganan khusus dalam menangani proses pendaratan hasil tangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan. Penanganan hasil tangkapan dimulai dari pendaratan sampai pada pendistribusian hasil tangkapan ke daerah distribusi adalah penting.
Dengan
adanya penanganan hasil tangkapan yang baik maka mutu atau kualitas ikan tetap baik sehingga hasil tangkapan ikan tersebut memiliki daya jual yang tinggi. Dengan daya jual yang tinggi maka keuntungan yang didapat oleh nelayan ataupun pemilik modal juga besar.
3
Efisiensi adalah ketepatan cara dan kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat dengan tidak membuang lama waktu tenaga dan biaya. Efektivitas adalah semua usaha atau tindakan yang membawa hasil. Efisiensi pendaratan hasil tangkapan adalah kesesuaian proses dan komponen proses pendaratan hasil tangkapan yang melebihi seharusnya. Proses meliputi, proses pendaratan hasil tangkapan dari palka ke keranjang, proses penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga pendaratan dan proses transportasi dari dermaga pendaratan ke TPI. Adapun komponen proses meliputi komponen-komponen yang terdapat di dalam proses yaitu lama waktu, pencucian, mutu ikan, pemanfaatan fasilitas dan proses itu sendiri. Menurut Krisdiyanto (2007) efisiensi pendistribusian hasil tangkapan adalah dimana nilai input (biaya yang dikeluarkan) lebih kecil dibandingkan dengan nilai output (biaya yang didapat). Selain itu, efisiensi pendistribusian hasil tangkapan digambarkan sebagai pendistribusian hasil tangkapan sehingga hasil tangkapan tiba tepat lama waktu dengan jumlah dan mutunya tetap terjaga di setiap titik pendistribusian sampai ke daerah atau sampai ke tangan konsumen.
Pada
pengertian di atas, termasuk di dalam proses adalah cara, tahapan, pelaku, dan alat yang digunakan dalam pelaksanaan pendistribusian hasil tangkapan. Efisiensi merupakan hal penting dalam pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan dengan tujuan agar hasil tangkapan secepatnya sampai ke tangan konsumen dalam kondisi mutu sebaiknya. Selain itu efisiensi pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan bertujuan agar pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan dapat melebihi semestinya, dalam hal ini pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan melebihi nilai optimum yang ditetapkan, baik dari segi proses pelaksanaan, jumlah dan mutunya tetap terjaga sepanjang pendaratan dan pendistribusian dan tiba dalam lama waktu yang lebih cepat dari lama waktu yang semestinya di tempat pendaratan dan pendistribusian dan di tangan konsumen atau daerah komsumen yang dituju. Berdasarkan keadaan di atas, maka penulis tertarik dalam melakukan penelitan mengenai efisiensi pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke dan selanjutnya diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi
4
masukan dalam peningkatan efisiensi pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPI tersebut.
1.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui : (1)
Kondisi aktual mengenai pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke, Jakarta ;
(2)
Efisiensi pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke, Jakarta.
1.3 Permasalahan Penelitian Adapun beberapa permasalahan yang belum diketahui dalam penelitian, antara lain : (1)
Kondisi aktual mengenai pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke, Jakarta;
(2)
Efisiensi pendaratan dan pendisribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke, Jakarta.
1.4 Manfaat Penelitian Dari hasil penlitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai kondisi aktual dan efisiensi pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan bagi: (1)
Pihak instansi yang terkait (Dinas Kelautan dan Perikanan) di dalam pengembangana
PPI
Muara
Angke,
Jakarta;
khususnya
dalam
pengembangan pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan ; (2)
Pihak-pihak lainnya di dalam bidang perikanan di PPI Muara Angke, Jakarta.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendaratan Hasil Tangkapan di PP/PPI Pendaratan hasil tangkapan merupakan pemindahan hasil tangkapan dari atas kapal ke daratan pelabuhan, yang nantinya akan didistribusikan ke daerah pemasaran. Pendaratan dan penanganan hasil tangkapan mempengaruhi mutu hasil tangkapan yang didaratkan di suatu Pelabuhan Perikanan (PP) atau Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Mengingat hasil tangkapan mudah mengalami kemunduran atau mudah sekali rusak jika tidak dilakukan perlakuan khusus, maka cara pendaratan dan penanganan hasil tangkapan di suatu PP/PPI harus mampu menjaga mutu hasil tangkapan supaya tetap baik (Setiawan, 2006). Dalam mendaratkan hasil tangkapan harus memperhatikan prosedur yang benar karena terkait dengan mutu hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan. Prosedur tersebut harus sesuai dan mampu menjaga mutu hasil tangkapan supaya tetap segar. Nelayan dalam melakukan proses pendaratan hasil tangkapan biasanya hanya mengandalkan pengetahuan seadanya, hal ini tidak terlepas dari tingkat pendidikan nelayan yang masih rendah. Proses perubahan mutu hasil tangkapan telah terjadi sejak ikan selesai ditangkap sampai didistribusikan. Ikan ditempatkan di palka kapal, sesampainya di pelabuhan selanjutnya dikeluarkan ke dek kapal sampai dermaga pendaratan bongkar kemudian dari dermaga pendaratan tersebut diangkut menuju TPI dan seterusnya sampai pendistribusian ke konsumen (Mulyadi, 2007). Ikan mempunyai karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan komoditas lain, dengan penanganan yang semestinya diharapkan mampu membantu mempertahankan mutu ikan itu sendiri, karena mutu ikan sebenarnya tidak dapat ditingkatkan lagi tetapi hanya dapat dipertahankan (Junianto, 2003 vide, Setiawan, 2006), dengan menghentikan metabolisme bakteri yang ada di dalam tubuh ikan. Salah satu cara yang dapat digunakan yaitu dengan penyimpanan yang menggunakan es. Cara ini tidak saja mencegah degradasi atau penurunan kesegaran fisik ikan, tetapi juga mencegah penurunan mutu dan penyusutan berat karena hasil tangkapan mengering. Kesegaran hasil tangkapan dapat diketahui dengan ciri-ciri morfologi hasil tangkapan tersebut, seperti kondisi
6
mata, insang, daging dan perut, dan kondisi konsistensi. Ciri-ciri hasil tangkapan yang kondisinya segar digambarkan dalam (Tabel 1). Tabel 1 Ciri-ciri hasil tangkapan yang segar Parameter Tekstur daging
Mata Insang Bau
Keadaan perut dan sayatan daging
Keadaan kulit dan lendir
Hasil tangkapan segar
Hasil tangkapan busuk
Elasitis dan jika ditekan tidak ada Daging kehilangan bekas jari serta padat atau kompak elastisitasnya atau lunak jika ditekan maka bekas tekanannya lama hilang Pupil hitam menonjol dengan kornea Pupil mata kelabu tertutup jernih, bola mata cembung dan lendir seperti putih susu, cemerlang atau cerah bola mata cekung dan keruh Insang berwarna merah atau Warna merah coklat sampai cemerlang atau merah tua tanpa keabu-abuan dan lendir adanya lender tebal Bau segar, atau sedikit berbau amis Bau meusuk seperti asam yang lembut asetat dan lama kelamaan menjadi bau busuk yang menusuk hidung Perut tidak pecah masih utuh dan Perut sobek, warna sayatan warna sayatan daging cemerlang serta daging kurang cemerlang jika ikan dibelah daging melekat kuat dan terdapat warna merah sepanjang tulang belakang pada tulang terutama rusuknya serta jika di belah maka daging akan mudah lepas Warnanya sesuai dengan aslinya dan Warnanya sudah pudar dan cemerlang, lendir di permukaan memucat, lendir tebal dan jernih dan transparan dan baunya menggumpal serta lengket, khas menurut jenisnya. warnanya berubah menjadi putih susu.
Sumber : (Junianto, 2003 vide Setiawan, 2006).
Menurut (Pane, 2008) proses pendaratan hasil tangkapan yang biasa dilakukan oleh nelayan adalah sebagai berikut : 1) Pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke atas dek kapal 2) Penurunan hasil tangkapan dari atas kapal ke dermaga pendaratan 3) Pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga pendaratan ke gedung TPI ad 1) Pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke atas dek kapal Pembongkaran hasil tangkapan dari dalam palka kapal pada umumnya dilakukan oleh anak buah kapal (ABK) secara bergantian. Alat yang digunakan untuk mengambil hasil tangkapan dari dalam palka kapal berupa serok. Hasil tangkapan yang mempunyai ukuran yang lebih besar, biasanya langsung diambil
7
menggunakan tangan oleh salah satu ABK kemudian ditempatkan ke dalam serok, kemudian dipindahkan ke atas dek kapal atau langsung diturunkan ke dermaga pendaratan. Dalam melakukan pembongkaran hasil tangkapan tidak diperbolekan menggunakan sekop atau garpu, guna menghindari luka pada badan hasil tangkapan. Sebelum hasil tangkapan ditimbang, es yang menempel pada tubuh ikan terlebih dahulu harus dipisahkan, supaya lebih memudahkan dalam penimbangan, juga hasil penimbangannya lebih akurat. Setelah ditimbang, hasil tangkapan terlebih dahulu harus diberi es lagi. Wadah untuk hasil tangkapan harus terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, seperti alumunium ataupun plastik. Hasil tangkapan jangan sampai terkena matahari langsung dan es selalu ditambahkan bila diperlukan lama waktu yang lama untuk pelelangan, pengangkutan, atau sebelum pengolahan. Kalau terlalu lama menunggu, hendaknya disimpan di kamar pendingin (cool room). Hasil tangkapan yang dikeluarkan terlebih dahulu dari dalam palka merupakan hasil tangkapan yang di beri es, kemudian dilanjutkan ke palka hasil tangkapan yang diberi garam. Hal ini terkait dengan, kemampuan es dalam mempertahankan mutu hasil tangkapan lebih pendek kapal dibandingkan dengan penggunaan garam (Setiawan, 2006). Biasanya hasil tangkapan yang berada ditumpukan teratas kondisinya cukup segar, akan tetapi untuk ikan yang berada di tumpukan bagian bawah kondisinya sudah rusak. Rusaknya hasil tangkapan karena hari berlayar yang cukup lama (kurang lebih 35 hari), tumpukan hasil tangkapan yang cukup tingggi dan es yang digunakan tidak mampu bertahan lama untuk menjaga kondisi hasil tangkapan agar tetap segar. Pelabuhan perikanan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Perancis dan negara maju lainnya, pembongkaran hasil tangkapannya dilakukan secara mekanik menggunakan katrol, ban berjalan dan mesin sortir (Pane, 2008). Baik buruknya cara pembongkaran hasil tangkapan, alat yang digunakan, kondisi tempat pembongkaran, serta kondisi karyawan akan sangat mempengaruhi mutu hasil tangkapan. Pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke atas dek kapal
8
atau ke dalam keranjang pada saat di pelabuhan harus memperhatikan hal-hal berikut (Batubara, 1989 vide Rahandiansyah, 2003) : (1) Pembongkaran hasil tangkapan dari dalam palka kapal dilaksanakan pagi hari untuk menghindari pengaruh langsung panasnya terik matahari ; (2) Mata rantai pendingin harus tetap terjaga, artinya di tempat-tempat pembongkaran harus dipersiapkan wadah-wadah yang diisi dengan air dingin; (3) Cara pengangkatan hasil tangkapan harus sedemikian rupa, sehingga badan hasil tangkapan tidak tertekuk ; (4) Tempat-tempat yang runcing dan tajam yang akan dilalui oleh hasil tangkapan harus diberi lapisan pelunak, sehingga tidak merusak kulit hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang berada di atas dek kapal tidak langsung diturunkan ke dermaga pendaratan melainkan dilakukan penyortiran terlebih dahulu. Penyortiran ini bertujuan untuk mengelompokan hasil tangkapan berdasarakan jenis, ukuran dan mutunya supaya mempermudah penentuan harga di dalam proses pelelangan nantinya. Penyortiran hasil tangkapan dilakukan di atas dek kapal, yaitu pada saat hasil tangkapan akan dimasukkan ke dalam palka kapal, maupun pada saat membongkarnya. Menurut Departemen Pertanian (1997) vide Rusmali (2002), kegiatan penyortiran hasil tangkapan sebaiknya dilakukan di atas meja yang terbuat dari bahan alumunium, stainless steel atau beton. Tujuannya adalah untuk mempercepat proses pembersihan ikan di dalam penyortiran hasil tangkapan, menghilangkan darah dan kotoran dari atas meja yang pencuciannya dengan menggunakan air bersih. ad 2) Penurunan hasil tangkapan dari atas kapal ke dermaga pendaratan Hasil tangkapan yang sudah disortir dan disusun ke dalam basket kemudian ditempatkan ke haluan kapal yang nantinya diturunkan ke dermaga pendaratan. Penurunan hasil tangkapan dari atas kapal ke dermaga pendaratan dilakukan dengan cara dipikul dan atau di turunkan dengan menggunakan papan luncur yang disandarkan pada haluan kapal dan diletakkan miring. Penurunan basket yang berisi hasil tangkapan dari atas kapal ke dermaga pendaratan biasanya dilakukan oleh sebagian ABK. Jika dalam menurunkan
9
menggunakan papan luncur, maka dua orang ABK menurunkan hasil tangkapan dari atas kapal ke dermaga pendaratan, satu orang ABK menghadang laju basket yang meluncur dan dua orang ABK lainnya mengangkat basket ke alat angkut. Proses pendaratan hasil tangkapan dari kapal tradisional biasanya dilakukan di dermaga pendaratan yang berada di depan gedung tempat pelelangan ikan (TPI) untuk mempermudah pengangkutan hasil tangkapan ke gedung TPI. Hasil tangkapan di tempatkan ke dalam keranjang (basket) menurut jenis, ukuran, dan mutunya. Selanjutnya hasil tangkapan diturunkan dari atas kapal ke dermaga pendaratan. (Wistati, 1997) ad 3) Pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga pendaratan ke gedung TPI Menurut Rahayu (2000) setelah hasil tangkapan diturunkan ke dermaga pendaratan, kemudian di angkut ke gedung TPI. Alat yang digunakan untuk mengangkut adalah lori atau kereta dorong. Pengangkutan dilakukan oleh 7 sampai 10 orang buruh angkut per kapal. Sebelum diangkut ke gedung TPI, hasil tangkapan terlebih dahulu disiram dengan air bersih untuk membersihkan kotoran, lendir dan darah dari tubuh ikan. Fasilitas pendaratan adalah fasilitas yang terdapat di pelabuhan perikanan yang mendukung kelancaran aktivitas pendaratan hasil tangkapan. Keberadaan fasilitas ini tidak bersifat mutlak, sebagai contoh di PPP Lempasing, nelayan dalam mendaratkan hasil tangkapannya tidak di dermaga pendaratan, tetapi mereka menggunakan teluk sebagai dermaga pendaratan alami. Fasilitas yang mendukung aktivitas pendaratan ikan adalah sebagai berikut ; 1)
Dermaga pendaratan Dermaga pendaratan adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat labuh
kapal, bongkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan perbekalan untuk keperluan menangkap ikan di laut (Lubis, 2000). Fasilitas-fasilitas yang terdapat di dermaga pendaratan diantaranya adalah fender dan bollard. Fender adalah fasilitas pelabuhan yang berfungsi untuk menghindari kerusakan kapal akibat benturan badan kapal dengan dinding dermaga pendaratan pada saat bertambat. Bollard merupakan konstruksi untk mengaitkan tali kapal pada saat bertambat. Di pelabuhan perikanan, dermaga pendaratan berfungsi sebagai tempat untuk membongkar muatan (unloading), mengisi bahan bakar (out fitting) dan
10
tempat bertambat (idle berthing). Di pelabuhan tertentu, masing-masing fungsi tersebut mempunyai dermaga pendaratan tersendiri, sehingga terdapat istilah dermaga pendaratan untuk bongkar, dermaga pendaratan untuk mengisi perbekalan dan dermaga pendaratan untuk berlabuh. Namun ada kalanya ketiga kegiatan tersebut dilakukan pada dermaga pendaratan yang sama. 2)
Kolam pelabuhan Kolam pelabuhan adalah daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal
yang akan bersandar di dermaga pendaratan. Kolam pelabuhan merupakan bagian perairan yang menampung kegiatan kapal perikanan untuk melakukan bongkar muat, tambat labuh, mengisi perbekalan dan memutar kapal (Anonim, 1981). Menurut Lubis (2000), kolam pelabuhan menurut fungsinya terbagi menjadi dua, yaitu sebagai tempat alur pelayaran yang merupakan tempat masuk kolam pelabuhan sampai ke dermaga pendaratan dan sebagai kolam putar, artinya daerah untuk berputarnya kapal (turning basin). Kolam putar mempunyai diameter dua kali panjang kapal bagi yang menggunakan kapal tunda dan tiga kali atau lima kali panjang kapal yang tanpa menggunakan kapal tunda. Radius turning basin untuk putaran ideal dua kali panjang kapal, sedangkan untuk radius putaran minimal satu sampai 1,2 kali panjang kapal (Anonim, 1981)
2.2 Pemasaran dan Pendistribusian Hasil Tangkapan di PPI Kegiatan pemasaran yang dilakukan di suatu pelabuhan perikanan bersifat lokal, nasional maupun ekspor tergantung dari tipe pelabuhan tersebut. Pada dasarnya pemasaran produksi hasil tangkapan bertujuan untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi para nelayan maupun pedagang. Dengan demikian, maka sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan ke konsumen harus diorganisir dengan baik dan teratur. Pelelangan ikan adalah kegiatan awal dari pemasaran ikan untuk mendapatkan harga yang layak khususnya bagi nelayan. Menurut (Misran, 1985 vide Setiawan, 2006), sistem rantai pemasaran yang terdapat di beberapa pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan di Indonesia, yaitu : 1) TPI Æ pedagang besar Æ pedagang lokal Æ pengecer Æ konsumen 2) TPI Æ pedagang besar Æ pedagang lokal Æ pengecer
11
3) TPI Æ pengecer Æ konsumen Pada sistem rantai pemasaran pertama, hasil tangkapan dari TPI dibeli oleh pedagang besar, pedagang besar menjualnya ke pedagang lokal di daerah tersebut kemudian pedagang lokal menjualnya ke pengecer, setelah itu sampai ke konsumen (biasanya skala rumah tangga). Pada sistem rantai kedua, hampir serupa dengan sistem rantai pemasaran pertama namun hasil tangkapan dari TPI tidak sampai ke konsumen hanya sampai pada pengecer. Pada sistem rantai pemasaran ketiga, hasil tangkapan dari TPI tidak melalui pedagang besar maupun pedagang lokal namun langsung ke pengecer kemudian dijual ke konsumen. Dalam pemasaran hasil tangkapan memperhatikan kualiatas hasil tangkapan adalah penting. Kualitas pemasaran hasil tangkapan merupakan indikator penting dalam rangkaian proses pendistribusian ikan hasil tangkapan dari produsen sampai ke konsumen akhir. Baik buruknya kualitas pemasaran hasil tangkapan di pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan sangat dipengaruhi oleh kelancaran proses pemasaran atau penyaluran hasil tangkapan itu sendiri. Terkait dengan distribusi hasil tangkapan di pelabuhan, Lubis (2000) mengelompokkannya ke dalam fungsi umum yaitu fungsi untuk menangani barang-barang yang terbagi kedalam dua bagian sebagai berikut : 1) Penanganan barang-barang yang pusat penggerak sirkulasinya ada di hinterland. Fungsi ini umumnya menangani arus barang-barang yang dibawa oleh kapal-kapal dari atau menuju hinterland pelabuhan. 2) Penanganan barang-barang yang pusat-pusat penggerak sirkulasinya di foreland (bersifat kemaritiman) dan di pelabuhan. Fungsi penanganan barang-barang yang pusat penggerak sirkulasinya ada di hinterland terbagi dua yaitu: 1) Fungsi transit, yaitu fungsi yang bersifat langsung jika barang-barang yang dibawa tetap berada di kapal atau tidak memerlukan penyimpanan di gudang dan bersifat tidak langsung bila barang-barang perlu disimpan di gudang. 2) Fungsi industri, yaitu memberikan pelayanan terhadap pabrik-pabrik industri yang terletak di wilayah pelabuhan. Pada aktivitas pendistribusian hasil tangkapan terdapat beberapa istilah yang sering digunakan yaitu :
12
1) Pasar (market) yaitu suatu tempat atau rangkaian kegiatan dari penjual dan pembeli baik berhadapan satu sama lain secara langsung atau melalui suatu alat perhubungan maupun dengan perantara agen atau pedagang perantara untuk melakukan pembelian, penjualan, tukar menukar barang dan jasa ; 2) Perdagangan besar (whole sale), cara penjualan komoditi perikanan secara besar-besaran atau dalam jumlah yang besar ; 3) Pedagang besar (whole saler), pengusaha atau badan usaha yang melakukan penjualan barang dagangan atau komoditi perikanan secara langsung kepada pedagang eceran atau orang lain untuk dijual kembali ; 4) Perdagangan eceran (retail), cara penjualan dalam jumlah yang kecil untuk konsumsi ; 5) Pedagang eceran (retailer), pedagang kecil yang langsung menjual kepada konsumen terakhir ; 6) Volume persediaan, jumlah barang atau komoditi perikanan yang siap untuk dipasarkan di pasar tertentu pada lama waktu tertentu ; 7) Volume penjualan, jumlah barang atau komoditi perikanan yang tertentu dan lama waktu tertentu, dan 8) Harga pasar, harga yang terjadi di pasar tertentu dibayar oleh pembeli untuk suatu jenis dan jumlah barang atau komoditi pada lama waktu tertentu. Biaya pendistribusian hasil tangkapan adalah biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul atau penjual hasil tangkapan untuk mendistribusikan hasil tangkapan dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) menuju daerah tujuan pendistribusian. Adapun biaya tersebut, meliputi ; biaya pembelian hasil tangkapan dari nelayan, biaya sewa mobil pengangkut hasil tangkapan, biaya upah pedagang dan pekerja, biaya es untuk mengawetkan hasil tangkapan, biaya bahan bakar, dan lainnya (Krisdiyanto, 2007).
2.3 Efisiensi Pendaratan dan Pendistribusian Hasil Tangkapan Efisiensi adalah ketepatan cara dan kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat dengan tidak membuang lama waktu tenaga dan biaya. Sedangkan efektivitas adalah semua usaha atau tindakan yang membawa hasil. Menurut Hanafiah dan Saeffudin (1983), efisiensi teknis berarti pengendalian fisik daripada
13
produksi dan dalam term ini mencakup hal-hal : prosedur, teknis, dan besarnya skala operasi, dengan tujuan penghematan fisik seperti mengurangi kerusakan (waste), mencegah merosotnya suatu produk dan menghemat tenaga kerja. Penghematan fisik mengakibatkan pengurangan ongkos. Menurut Dwianto (1991) vide Krisdiyanto (2007), mengatakan bahwa konsep efisiensi teknis merupakan konsep hubungan ratio input-output pada suatu proses produksi dalam satuan fisik atau nilai apapun kombinasi keduanya, tanpa secara khusus memperhatikan keuntungan maksimum. Terhadap hal ini yang penting adalah memaksimumkan produk rata-rata input tertentu dan jika ini tercapai maka secara teknis produksi telah efisien. Dalam analisis ekonomi, efisiensi bertindak sebagai “alat pengukur” untuk menilai
pemilihan-pemilihan.
Efisiensi
pada
umumnya
menunjukkan
perbandingan antara nilai output terhadap nilai-nilai input. Suatu metode produksi dikatakan lebih efisien daripada yang lain apabila metode tersebut menghasilkan output yang lebih tinggi nilainya untuk per satuan input yang digunakan. Efisiensi teknis menggambarkan penggunaan input fisik untuk bereproduksi tanpa meminta begitu banyak biaya. Bila efisiensi teknis tersebut dinilai dengan uang, maka menjadi efisiensi ekonomis (Bishop dan Toussaint, 1997 vide Herlindah, 1994). Efisiensi pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan penting dilakukan sejak di PPI. Efisiensi pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPI merupakan hasil pelaksanaan pendaratan dan pendistribusian yang dilakukan melebihi efektifitasnya yaitu yang melebihi dari semestinya, baik dari sisi proses pelaksanaan maupun dari sisi lama waktu (Pane, 2005 vide Krisdiyanto, 2007). Efektifitas pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan digambarkan sebagai pelaksanaan hasil peendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan, sehingga hasil tangkapan tiba tepat lama waktu dengan jumlah dan mutunya tetap terjaga di setiap titik pendaratan dan pendistribusian sampai ke daerah atau sampai ke tangan konsumen. Pada pengertian di atas, termasuk di dalam proses adalah cara, tahapan, pelaku, dan alat yang digunakan dalam pelaksanaan pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan. Efektivitas teknis pendaratan hasil tangkapan didefinisikan sebagai kesesuaian proses dan komponen proses pendaratan hasil tangkapan dengan yang
14
seharusnya. Proses meliputi, proses pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke keranjang, proses penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga pendaratan dan transportasi dari dermaga pendaratan ke TPI. Komponen proses meliputi komponen-komponen di dalam proses yaitu lama waktu, pencucian, mutu ikan, pemanfaatan fasilitas dan proses itu sendiri. Efektivitas teknis pendaratan hasil pendaratan dipengaruhi oleh: (1) Penanganan hasil tangkapan setelah dilakukan proses penangkapan ; (2) Jumlah es yang membantu mempertahankan kesegaran hasil tangkapan ; (3) Kondisi wadah atau palka penyimpanan hasil tangkapan ; (4) Proses pembongkaran hasil tangkapan saat dilakukan pendaratan ; (5) Kondisi
keranjang
sebagai
wadah
hasil
tangkapan
saat
dilakukan
pembongkaran ; (6) Lama waktu sejak ikan ditangkap, dibawa ke pelabuhan untuk dibongkar selanjutnya dijual ke TPI.
2.4 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, mengelompokkan PPI sebagai pelabuhan perikanan tipe ke empat dengan kriteria (Anonim, 2006) : (1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan ; (2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangya 3 GT ; (3) Panjang darmaga sekurang-kurangnya 50 m dengan kedalaman kolam minus 2m; (4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan. Terdapat dua jenis pengelompokkan fungsi PP/PPI yaitu ditinjau dari pendek kapalatan kepentingan dan dari segi aktivitasnya, namun kedua jenis kelompok tersebut pada dasarnya mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Fungsi PP/PPI berdasarkan pendek kapalatan kepentingan adalah sebagai berikut : (Lubis, 2006)
15
1) Fungsi maritim, yaitu PP/PPI mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat kemaritiman, yaitu suatu tempat kontak bagi nelayan atau pemilik kapal, antara laut dan daratan untuk semua aktivitasnya. 2) Fungsi pemasaran, yaitu suatu tempat awal untuk mempersiapkan pemasaran produksi perikanan dengan melakukan transaksi pelelangan ikan. 3) Fungsi jasa, yaitu meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994) vide Sumiati (2006), PP/PPI merupakan pusat pengembangan ekonomi yang meliputi aspek produksi, pengolahan dan pemasaran. Adapun peranan PP/PPI adalah : 1) Pusat aktivitas produksi, yaitu PP/PPI sebagai tepat para nelayan malakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di laut sampai membongkar hasil tangkapannya ; 2) Pusat aktivitas pengolahan, yaitu PP/PPI menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan untuk mengolah hasil tangkapannya ; 3) Pusat aktivitas pemasaran, yaitu PP/PPI merupakan pusat pengumpulan dan tempat awal pemasaran hasil tangkapan. Di dalam fungsi dan peranannya, PP/PPI dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Fasilitas-fasilitas yang terdapat di PP/PPI umumnya terdiri dari fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas tambahan/penunjang (Lubis 2006) 1) Fasilitas pokok Fasilitas ini berfungsi untuk manjamin keamanan dan kelancaran kapal baik selama waktu berlayar keluar masuk pelabuhan maupun selama waktu berlabuh di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas pokok tersebut antara lain adalah dermaga pendaratan, kolam pelabuhan, alat bantu navigasi, breakwater, atau pemecah gelombang. 2) Fasilitas fungsional Fasilitas ini berguna untuk meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas fungsional ini dikelompokkan antara lain untuk : (1) Penanganan hasil tangkapan dan pemasarannya antara lain tempat pelelangan ikan (TPI) ; fasilitas pemeliharaan dan pengolahan hasil
16
tangkapan ikan seperti gedung pengolahan, tempat penjemuran ikan ; pabrik es ; gedung es ; refrigerasi/fasilitas pendingin seperti cool room,dan cool storage ; dan gedung-gedung pemasaran. (2) Fasilitas pemeliharaan dan perbaikkan armada dan alat penangkapan ikan antara lain lapangan perbaikkan alat penangkapan ikan, ruangan mesin, tempat penjemuran alat penangkapan ikan, bengkel, slipways, gudang jaring, dan vessel lift. (3) Fasilitas perbekalan seperti tangki dan instalasi air minum, tangki bahan bakar. (4) Fasilitas komunikasi yaitu stasiun jaringan telepon dan radio SSB. 3) Fasilitas penunjang Fasilitas ini secara tidak langsung meningkatkan peranan pelabuhan atau para pelaku mendapatkan kenyamanan melakukan aktivitas di pelabuhan. Fasilitas tersebut dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu : (1) Fasilitas kesejahteraan antara lain MCK, poliklinik, mess, kantin/warung, dan musholla. (2) Fasilitas administrasi antara lain kantor pengelola pelabuhan, ruang operator, kantor syahbandar dan kantor bea cukai. Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke terletak di daerah yang cukup strategis, aksesibilitas ke tempat ini sangat baik, kondisi jalan yang beraspal, dengan sarana transportasi yang menuju ke tempat ini adalah bis dan angkutan umum. Dalam perkembangannya secara fungsional Pelabuhan Perikanan dan Pendaratan Ikan Muara Angke yang berstatus sebagai Pangkalan Pendaratan Ikan Daerah telah memiliki fasilitas sebagaimana dimiliki oleh pelabuhan perikanan nusantara. Hal ini dapat ditinjau dari jumlah produksi hasil perikanan dan kelautan yang didaratkan dan dipasarkan, maupun faslitas yang dimiliki (UPT PPI Muara Angke, 2006). Di kawasan PPI Muara Angke telah tersedia atau dibangun berbagai fasilitas baik yang dibangun oleh UPT PKPP dan PPI, instansi terkait maupun pihak swasta, sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan. Fasilitas yang tersedia atau dibangun dimaksud yaitu sebagai berikut :
17
Tabel 2 No I
II
III
Fasilitas pokok, fungsional, dan penunjang di PPI Muara Angke, 2007 Jenis fasilitas Fasilitas pokok 1. Lahan 2. Dermaga pendaratan 3. Pemecah gelombang 4. Kolam pelabuhan 5. Fender 6. Bolder 7. Turap/tanggul penahan air pasang 8. Jalan kawasan 9. Saluran pembuangan air Fasilitas Fungsional 1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 2. Pasar grosir 3. Pasar pengecer 4. Menara pengawasan 5. Navigasi pelayaran/lampu suar 6. Pabrik es 7. Air bersih 8. Cold storage 9. SPBU 10.Dock tradisional 11.Dock diatas 30 GT 12.Tempat perbaikan jarring 13.Waduk penampungan 14.IPAL 15.Kantor UPT/Pengelola 16.Kantor Instansi terkait 17.Fasilitas penanganan dan pengolahan ikan 18.Alat transportasi ikan dan angkut es 19.Kios ikan bakar Fasilitas Penunjang 1. Tempat pembinaan nelayan 2. Pos jaga/pos terpadu 3. MCK 4. Tempat pendaratan 5. Tempat penginapan nelayan 6. Kios penunjang 7. Fasilitas IPTEK 8. Sarana kesehatan 9. Sarana pendidikan
Volume/Luas 71,71 ha 403 m /3.402 m2 1.700 m1 63.993 m2 450 m1 122 buah 1 paket 1 paket 1 paket 1
2.212 m2 5.940 m /870 lapak 1.260 m2/150 lapak 1 unit 2 unit 2.800 m2 1 unit 11.042 m2/6 unit 2.669 m2/2 unit 2.500 m2/5 unit 4 unit 1 unit 1 unit 1 unit 2 unit 10 unit 3.492 m2 Paket swasta 24 unit 2
1 unit 2 unit 6 lokasi 5.877/3 unit 30 unit 65 unit 1 unit 2.260 m2/3 unit 7.028 m2/3 unit
Keterangan : SPBU = Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum IPAL = Instalasi Pengolahan Air Limbah Sumber : (UPT PPI Muara Angke, 2008).
Masalah pemasaran dan distribusi hasil tangkapan sangat erat hubungannya dengan peran pelabuhan perikanan, karena pelabuhan perikanan merupakan tempat pertama hasil tangkapan mulai dipasarkan. Salah satu fungsi dari
18
pelabuhan perikanan adalah sebagai pusat pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan. Dengan demikian untuk menjalankan fungsi tersebut, pelabuhan perikanan membutuhkan dukungan fasilitas pemasaran dan distribusi yang memadai, sehingga jalannya distribusi dan pemasaran hasil tangkapan dapat berjalan dengan lancar dan dapat dilakukan pengembangan. Fasilitas yang terdapat di PPI Muara Angke yang berkaitan dalam hal aktivitas pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan yang ada di pelabuhan, adalah berupa dermaga pendaratan, lahan parkir, tempat pelelangan ikan (TPI) dan jenis transportasi yang digunakan.
19
3 METODOLOGI 3.1 Lama waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2010 di PPI Muara Angke, Jakarta.
3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini, yakni hasil tangkapan dan data sekunder hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke, sedangkan alat penelitian yang digunakan meliputi, kuesioner dan stop watch.
3.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif komparatif yaitu metode yang digunakan untuk membandingkan parameter-parameter efisiensi pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke, Jakarta. Adapun hal yang akan dibandingkan antara lain hasil hasil pengukuran pada saat penelitian dengan pra penelitian sebelumnya. Parameter-parameter yang dibandingkan meliputi proses, aktivitas, serta lama waktu yang dibutuhkan dalam pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa selama penelitian berlangsung tidak terjadi hujan. Oleh karena itulah faktor hujan dikeluarkan dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pendaratan dan pendistribusain hasil tangkapan di PPI Muara Angke. Penelitian yang dilakukan hanya dibatasi pada alat tangkap boukeami yang mendaratkan hasil tangkapannya di TPI Muara Angke ; karena alat tangkap boukeami merupakan alat tangkap yang paling banyak beroperasi di PPI Muara Angke, yaitu sebesar 40,7% dari jumlah seluruhnya alat tangkap yang terdapat di PPI Muara Angke. Untuk mendapatkan kondisi aktual pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke dilakukan pengamatan dan wawancara. Pengamatan dan wawancara digunakan untuk mengetahui informasi
20
mengenai proses dan aktivitas yang terkait dengan pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan, serta fasilitas yang digunakan. 1) Pengamatan : (1) Aktivitas pendaratan hasil tangkapan mulai dari pengangkutan keranjang ke TPI sampai pendistribusian hasil tangkapan meliputi cara, tahapan, pelaku dan alat/fasilitas yang digunakan. (2) Cara penanganan mutu hasil tangkapan yang dilakukan, besaran volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan didaratkan/didistribusikan. Dilakukan juga uji organoleptik untuk mengetahui mutu hasil tangkapan yang terdapat di PPI Muara Angke. Pengambilan contoh hasil tangkapan untuk penilaian organoleptik hasil tangkapan yang didaratkan dilakukan terhadap hasil tangkapan dari empat alat tangkap boukeami yang beroperasi di PPI Muara Angke. Sampel uji organoleptik yang dilakukan terhadap ke empat alat tangkap boukeami berupa ikan yang baru didaratkan. Pengamatan organoleptik dilakukan pada saat keranjang berisi ikan berada di tempat pedagang pengumpul dan atau pada saat ikan dijual di pasar grosir Muara Angke. 2) Wawancara : Wawancara
dilakukan
terhadap
pelaku
pendaratan
dan
pelaku
pendistribusian. Untuk pelaku pendaratan (nahkoda dan ABK) (masing-masing 3 orang), buruh angkut (10 orang), pengelola PPI (1 orang), sedangkan untuk pelaku pendistribusian (pedagang pengumpul) (5 orang). Pemilihan sampel dalam menentukan responden menggunakan metode purposive. (1) Pra penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif komparatif, yaitu metode yang membandingkan parameter-parameter efisiensi pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke. Adapun hal yang akan dibandingkan antara lain hasil pengukuran pada saat penelitian dengan pra penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, dilakukan pra penelitian sebelum dilakukannya penelitian. Pra penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan lama waktu dan berat optimum (terpendek kapal) yang masih mampu diangkut oleh buruh angkut di PPI Muara Angke.
Waktu dan berat optimum tersebut yang akan dibandingkan
21
dengan waktu dan berat rata rata pada saat penelitian agar diketahui efisiensi atau tidaknya pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Angke. •
Mengukur lama waktu tercepat (waktu optimum) Perlakuan diberikan kepada 5 orang yang relatif homogen secara purposive
dengan diberi perlakuan lama waktu yang berbeda dalam mengangkut ikan dari palka ke dek kapal, menurunkan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga pendaratan, menimbang di dermaga pendaratan dan mengangkut hasil tangkapan dari dermaga pendaratan ke TPI / tempat penimbangan pada jarak tertentu yang sama (yang telah ditetapkan sebelumnya) dan berat ikan yang sama (yang ditetapkan sebelumnya) (Tabel 3) dengan kondisi basket tidak terjatuh dan ikan tidak menjadi rusak. Tabel 3 Rancangan pengukuran lama waktu tercepat pengangkutan hasil tangkapan di PPI Muara Angke, 2010 Sampel kelompok buruh ke1 2 3 4 5
Lama waktu angkut (detik)
Kapasitas keranjang
Ulangan (kali) 3 3 3 3 3
Sumber : (Krisdiyanto, 2007)
•
Mengukur berat beban hasil tangkapan yang dapat didorong Sebanyak 5 kelompok sampel tenaga kerja/buruh pengangkut (ABK) yang
diambil secara purposive dengan kondisi tubuh relatif homogen (tinggi, bentuk/postur dan kesehatan). Kelompok sampel buruh ini terdiri dari 5 orang dikelompokkan berdasarkan tugasnya, yaitu : ¾ Buruh ke-1
: Menaikkan balok ikan beku dari palka ke dek kapal (buruh biru) ;
¾ Buruh ke-2 & ke-3 : Memasukkan hasil tangkapan dari palka ke dalam keranjang/tris (buruh biru) ; ¾ Buruh 2,3 & 3,4
: Menurunkan hasil tangkapan dalam keranjang dari dek kapal ke dermaga pendaratan (buruh biru) ;
22
¾ Buruh ke-3 & ke-4 : Melakukan
penimbangan
hasil
tangkapan
dalam
keranjang di dermaga pendaratan (buruh biru dan pegawai PPI) ; ¾ Buruh ke-5
: Mengangkut hasil tangkapan dalam keranjang dari dermaga pendaratan ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) (buruh kuning).
Kelompok buruh angkut tersebut diberi perlakuan masing-masing untuk membongkar hasil tangkapan dari palka ke dek kapal, menurunkan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga pendaratan, melakukan penimbangan di dermaga pendaratan dan mengangkut hasil tangkapan dengan menggunakan lori ke TPI. Tabel 4 Rancangan pengukuran berat beban hasil tangkapan yang diangkut oleh buruh di PPI Muara Angke, 2010 Sampel kelompok buruh ke1 2 3 4 5
Beban ikan (kg)
Kapasitas keranjang
Ulangan (kali) 3 3 3 3 3
Sumber : (Krisdiyanto, 2007)
Kelompok sampel buruh tersebut mengangkut 2 basket ikan dengan berat basket yang semakin meningkat (40 kg, 60 kg, 80 kg, 100 kg dan 120 kg) dengan lama waktu tertentu yang sama dan telah ditetapkan sebelumnya pada jarak tertentu yang sama, dari palka ke dek kapal, dek kapal ke dermaga pendaratan, penimbangan di dermaga pendaratan, dan pengangkutan hasil tangkapan ke TPI dengan menggunakan lori, tetapi tanpa membuat basket terjatuh dan atau ikan menjadi rusak (Tabel 4). (2) Penelitian Penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan efisiensi pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke berupa pengamatan, pencatatan dan pengukuran parameter efisiensi pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan, meliputi proses dan lama waktu pendaratan dan pendistribusian
23
hasil tangkapan dari sejumlah sampel 3 kapal yang didaratkan yang diambil secara purposive. 1) Pengamatan yang dilakukan (1) Untuk mendapatkan efisiensi pendaratan hasil tangkapan : • Tahapan-tahapan pendaratan hasil tangkapan ; • Cara pendaratan hasil tangkapan : • Volume pendaratan yang dibongkar/diturunkan/diangkut setiap pelaku ; • Alat yang digunakan dalam proses pendaratan hasil tangkapan, dari palka ke dek kapal, dari dek kapal ke dermaga pendaratan dan dari dermaga pendaratan ke TPI ; • Cara penanganan hasil tangkapan pada proses pendaratan; termasuk didalamnya bahan dan alat yang digunakan dalam proses penanganan; selama pembongkaran di kapal, selama di dermaga pendaratan bongkar, selama di TPI, sebelum didistribusikan dan selama di transportasikan. (2) Untuk mendapatkan efisiensi pendistribusian hasil tangkapan : •
Tahapan-tahapan pendistribusian hasil tangkapan ;
• Cara pendistribusian TPI/tempat pedagang pembeli di PPI ke daerahdaerah konsumen ; •
Pelaku pendistribusian hasil tangkapan : jumlah (orang) yang terlibat, tugas bagi pelaku, volume yang diangkut setiap pelaku pendistribusian ;
•
Alat yang digunakan dalam pendistribusian hasil tangkapan ;
•
Cara penanganan hasil tangkapan pada proses pendistribusian; sebelum didistribusikan dan selama di transportasikan.
2) Pencatatan yang dilakukan Untuk mendapatkan biaya pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke, dilakukan pengambilan/pencatatan data yang didapat dari wawancara dengan pedagang pengumpul. Adapun data yang diperlukan dalam perhitungan biaya pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke, yaitu : • Jumlah atau banyaknya hasil tangkapan yang didistribusikan dalam satu bulan pendistribusian ; • Biaya yang dikeluarkan untuk sewa gerobak angkut dalam satu bulan pendistribusian ;
24
• Biaya yang dikeluarkan untuk sewa fiber dalam satu bulan pendistribusian; • Biaya yang dikeluarkan untuk sewa bak sebagai wadah hasil tangkapan di pasar grosir Muara Angke dalam satu bulan pendistribusian : • Biaya upah pedagang dalam beberapa kali penditribusian atau pengiriman hasil tangkapan ; • Biaya untuk membayar upah pekerja dalam satu kali pendistribusian atau pengiriman hasil tangkapan ; • Jumlah atau banyaknya pekerja dalam pendistribusian hasil tangkapan; • Biaya
yang
dikeluarkan
dalam
penggunaan
es
selama
proses
pendistribusian atau pengiriman hasil tangkapan ; 3) Pengukuran yang dilakukan Pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui berat rata-rata dan lama waktu tempuh rata-rata pengangkutan hasil tangkapan oleh buruh angkut di PPI Muara Angke. Dalam pengukuran tersebut diperlukan 20 orang buruh angkut sebagai sampel untuk mengetahui berat rata-rata dan lama waktu tempuh rata-rata pengangkutan hasil tangkapan oleh buruh angkut di PPI Muara Angke (Tabel 5). Tabel 5
Pengukuran berat rata-rata dan lama waktu tempuh rata-rata pengangkutan hasil tangkapan oleh buruh angkut di PPI Muara Angke, 2010
Orang keBerat (kg) Lama waktu tempuh (detik)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Orang keBerat (kg) Lama waktu tempuh (detik)
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Pengukuran dilakukan dengan mencatat lama waktu mulai dan berakhir (dalam satuan detik). Pengukuran dimulai ketika buruh angkut mulai mengangkut hasil tangkapan dari palka kapal dan pengukuran berakhir ketika hasil tangkapan telah sampai di TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Pengukuran dilakukan di 4 (empat) titik pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan ;
25
(1) Hasil tangkapan dari palka ke dek kapal ; (2) Hasil tangkapan diturunkan dari dek kapal ke dermaga pendaratan bongkar ; (3) Hasil tangkapan ditimbang ; (4) Hasil tangkapan diangkat dari dermaga pendaratan bongkar ke TPI / tempat penimbangan.
3.4 Data yang dikumpulkan 3.4.1 Data utama 1) Data primer meliputi : (1) Lama waktu kapal tiba di PPI Muara Angke ; (2) Lama waktu mulai hasil tangkapan dibongkar ; (3) Proses pembongkaran hasil tangkapan ; (4) Lama waktu pengangkutan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga pendaratan ; (5) Fasilitas yang digunakan untuk pendaratan hasil tangkapan ; (6) Data biaya pendistribusian hasil tangkapan. Biaya tersebut, meliputi ; biaya sewa mobil pengangkut hasil tangkapan, biaya upah pedagang dan pekerja, biaya es untuk mengawetkan hasil tangkapan, biaya bahan bakar, dan lainnya. (2) Data sekunder meliputi : (1) Komposisi dan jumlah alat penangkapan ikan ; (2) Komposisi hasil tangkapan ; (3) Sarana penunjang PPI Muara Angke. (4) Gambar proses pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan. 2) Data tambahan (1) Data primer meliputi : • Peta derah penelitian. (2) Data sekunder meliputi : •
Letak geografis dan luas wilayah ;
•
Jumlah nelayan dan pendidikan ;
•
Mata pencaharian selain sebagai nelayan ;
•
Sarana penunjang perikanan.
26
3.5 Analisis Data 3.5.1 Kondisi aktual pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan Analisis data dilakukan secara deskriptif, tabulatif dan perhitungan statistik untuk mengetahui kondisi aktual pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke, Jakarta. 3.5.2 Efisiensi pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan Dalam pendistribusian hasil tangkapan ini, hanya untuk mengetahui efisiensi teknis pendaratan hasil tangkapan yang dilihat dari berat beban hasil tangkapan yang dapat diangkut dan lama waktu tercepat yang dapat ditempuh oleh buruh angkut. Efesiensi teknis pendaratan hasil tangkapan didefinisikan sebagai kesesuaian proses dan komponen proses pendaratan hasil tangkapan melebihi seharusnya.
yang
Untuk mendapatkan efisiensi teknis pendaratan hasil
tangkapan di PPI Muara Angke dilakukan perbandingan antara efisiensi yang didapat dari perhitungan dengan data-data literatur yang ada. Untuk itu dilakukan pra penelitian untuk penentuan indikator parameter banding efisiensi teknis pendaratan hasil tangkapan.
1) Efisiensi pendaratan hasil tangkapan (1) Pra penelitian Analisis yang digunakan pada tahap pra penelitian adalah analisis regresi linear. Data yang ditabulasikan di Tabel 3 dan Tabel 4 dihitung rata-rata waktu tempuhnya dan rata-rata berat angkutnya. Selanjutnya rata-rata waktu tempuh dan rata-rata berat angkut yang didapat dirata-ratakan lagi menurut ulangan sehingga didapat berat variabel x sebagai waktu tempuh dan berat angkut sebagai variabel y. Nilai x (waktu tempuh) dan y (berat angkut) ini selanjutnya diregresi untuk mendapatkan persamaan umum kuadratik y = ax2 + bx + c. bila persamaan kuadratik tersebut diturunkan (turunan pertama), maka akan didapat nilai x (waktu tempuh), sedangkan nilai y adalah 0. Nilai x merupakan nilai waktu optimum yang mampu diangkut oleh buruh angkut di PPI Muara Angke. Pemplotan titik pada kurva didapatkan dengan cara memasukkan nilai x (waktu tempuh) ke dalam persamaan untuk melihat kecendrungan bentuk dari titik kurva.
27
Nilai R2 didapatkan dari persamaan kuadratik tersebut diatas yang merupakan besarnya nilai determinasi antara x dan y, kemudian dari akar R2 didapatkan r yang merupakan nilai korelasi antara x dan y. Bila nilai r ini lebih besar dari 0,7 (r>0,7), maka hubungan korelasinya adalah sangat erat artinya berat yang diangkut buruh angkut dapat menjelaskan waktu tempuh yang dicapai dan antara keduannya terdapat hubungan.
Bila nilai 0,4 < r ≤ 0,7 maka
hubungannya adalah erat, sedangkan bila nilai r ≤ 0,4 maka hubungannya adalah tidak erat (Krisdiyanto, 2007). Analisis yang sama digunakan seperti analisis diatas, yaitu dilakukan perhitungan berat angkut optimum hasil tangkapan setelah dilakukan pembalikan nilai variabel y adalah waktu pengangkutan ikan dan variabel x adalah berat hasil tangkapan yang diangkut. Hasil akhirnya didapat berat angkut optimum yang dapat diangkut oleh buruh angkut. (2) Penelitian Analisis yang digunakan pada tahap penelitian ini adalah dengan pengukuran waktu rata-rata yang diangkut oleh 20 orang sampel buruh angkut. Rata-rata hasil pengukuran waktu dibandingkan dengan waktu optimum yang diperoleh dari hasil pra penelitian untuk menentukan apakah waktu hasil tangkapan yang diangkut oleh buruh angkut di PPI Muara Angke efisien atau tidak. Dari pengukuran penelitian dapat diketahui lama waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk pendaratan tanpa menyebabkan basket / ikan terjatuh dan ikan rusak mutunya (dinotasikan P).
Nilai ini akan diperbandingkan dengan pra
penelitian yang sudah ada mengenai lama waktu optimum rata-rata (terpendek) yang dibutuhkan oleh nelayan untuk proses pendaratan hasil tangkapan (dinotasikan Q) (Krisdiyanto, 2007) :
Dengan kriteria : P
Efisien, artinya buruh angkut mampu mengangkut keranjang hasil tangkapan dengan lama waktu tempuh yang lebih cepat daripada lama waktu tempuh optimum.
28
P>Q :
Tidak efisien, artinya buruh angkut tidak mampu untuk mengangkut keranjang hasil tangkapan dengan lama waktu tempuh yang lebih cepat daripada lama waktu optimum.
Cara yang sama dilakukan seperti analisis diatas, yaitu dilakukan pengukuran berat rata-rata hasil tangkapan oleh 20 orang. Rata-rata pengukuran berat dibandingkan dengan berat optimum yang diperoleh dari hasil pra penelitian untuk menentukan apakah berat hasil tangkapan yang diangkut oleh buruh angkut efisien ata u tidak. Dari pengukuran penelitian diketahui nilai rata-rata berat yang biasa diangkut oleh kelompok buruh pada jarak tertentu tersebut tanpa menyebabkan basket terjatuh atau ikan menjadi rusak (dinotasikan M). Nilai ini akan diperbandingkan dengan pra penelitian yang sudah dilakukan mengenai berat optimum rata-rata hasil tangkapan yang masih dapat diangkut oleh buruh angkut (dinotasikan N) (Kridiyanto, 2007) :
Dengan kriteria : M > N : Efisien, buruh angkut mampu mengangkut keranjang hasil tangkapan dengan berat hasil tangkapan yang lebih besar daripada berat optimum hasil tangkapan. M < N : Tidak efisien, buruh angkut tidak mampu mengangkut keranjang hasil tangkapan dengan berat hasil tangkapan yang lebih besar daripada berat optimum hasil tangkapan. Untuk mengetahui mutu ikan yang ada di TPI/tempat penimbangan, dapat dilihat secara organoleptik (sifat-sifat fisiknya). Pengujian organoleptik dapat dilihat melalui kriteria-kriteria (Tabel 6). Secara umum penilaian angka organoleptik pada (Tabel 6) secara kualitatif adalah: 1–3:
ikan dalam kondisi sangat busuk
4–5:
ikan dalam kondisi busuk
6–7:
ikan dalam kondisi agak baik
8
:
ikan dalam kondisi baik
9
:
ikan dalam kondisi sangat baik (prima)
29
Tabel 6 Daftar uji organoleptik Spesifikasi 1. MATA - Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih - Cerah bola mata rata, kornea jernih - Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak jernih - Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh - Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh - Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea keruh - Bola mata cekung, pupil putih susu, kornea jernih - Bola mata tenggelam, ditutupi lendir kuning yang tebal 2. INSANG - Warna merah cemerlang, tanpa lendir dan bekteri - Warna merah kurang cemerlang, tanpa lender - Warna merah agak kusam, tanpa lender - Merah agak kusam, tanpa lender - Mulai ada kolaborasi merah muda, merah coklat, sedikit lendir - Mulai ada diskolaborasi, sedikit lender - Perubahan warna merah coklat, lendir tebal - Warna merah coklat atau kelabu, lendir tebal - Warna putih kelabu, lendir tebal sekali 3. KONSITENSI - Padat,elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang - Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek jari dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai dengan jenisnya - Agak lunak, elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek daging dari tulang belakang - Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek daging dari tulang belakang - Lunak , bekas jari terlihat bila ditekan tetapi cepat hilang, mudah menyobek daging dari tulang belakang - Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan dan mudah menyobek daging dari tulang belakang - Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang - Sangat lunak, bekas jari tidak mau hilang bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang Sumber : Deptan (1984) diperbaharui BSN (2006).
Nilai 9 8 7 6 5 4 3 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 8 7 6 5 4 3 2 1
2) Efisiensi pendistribusian hasil tangkapan Dalam pendistribusian hasil tangkapan ini hanya untuk mengetahui efisiensi ekonomis.
Efisiensi ekonomis pendistribusian digunakan untuk menghitung
perbandingan antara total biaya pendistribusian dan total penerimaan dari hasil penjualan hasil tangkapan oleh pedagang pengumpul (palele).
30
Efisiensi
ekonomis
pendistribusian
ini
dapat
dirumuskan
dengan,
perhitungan (Krisdiyanto, 2007) :
Biaya total pendistribusian terdiri adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pendistribusian hasil tangkapan oleh pedagang pengumpul di PPI Muara Angke dari TPI ke pasar grosir Muara Angke dalam satu bulan yaitu pada lama waktu penelitian, antara lain ; biaya sewa gerobak pengangkut hasil tangkapan, biaya upah pedagang dan pekerja, biaya es untuk mengawetkan hasil tangkapan dan biaya lainnya, sedangkan nilai total penjualan hasil tangkapan adalah nilai rata-rata penjualan ikan yang dijual oleh pedagang pengumpul ke pembeli dalam satu bulan yaitu pada lama waktu penelitian.
31
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara Keadaan umum
Kota Jakarta Utara dikemukakan dalam subbab 4.1.1
sampai dengan 4.1.3 di bawah ini ; meliputi keadaan geografis, keadaan penduduk dan kondisi perikanan tangkap di Kota Jakarta Utara. Kondisi perikanan tangkap di Kota Jakarta Utara juga dibagi kedalam tiga bagian yaitu unit penangkapan ikan, produksi hasil tangkapan dan daerah penangkapan ikan.
4.1.1 Keadaan geografis dan topografis Wilayah Kota administrasi Jakarta Utara terletak pada 60 25’ LS dan 1060 5’ BT (Malik, 2006).
Wilayah Jakarta Utara membentang dari barat ke timur
sepanjang kurang lebih 35 km dan “menjorok” ke darat antara 4 sampai10 km. Wilayah Kota Jakarta Utara berbatasan dengan (BPS, 2009) : Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebalah Selatan
: Kab. Dati II Tanggerang, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur
Sebelah Barat
: Kab. Dati II Tanggerang dan Jakarta Pusat
Sebelah Timur
: Kab. Dati II Bekasi dan Jakarta Timur
Menurut Badan Pusat Statistik (2009), ketinggian wilayah Kota Jakarta Utara dari permukaan laut antara 0 sampai dengan 2 meter. Pada lokasi tertentu ada yang berada di bawah permukaan laut yang sebagian besar terdiri dari rawarawa atau empang air payau. Wilayah Kota Jakarta Utara beriklim panas dengan suhu rata-rata 270 C, curah hujan setiap tahunnya rata-rata 142,54 mm dengan maksimal hujan pada bulan September. Luas tanah daratan di Kota Jakarta Utara 139,56 km2, dirinci berdasarkan penggunaanya 52,7% untuk perumahan, 15,3% untuk areal industri, 10,4% digunakan sebagai perkantoran dan pergudangan dan sisanya merupakan lahan pertanian dan lahan lainnya (BPS, 2008) Kota Jakarta Utara terdiri dari enam kecamatan yaitu Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja, Kecamatan Kelapa Gading dan Kecamatan Cilincing. Kawasan Muara Angke terletak pada Kecamatan Penjaringan.
32
Kecamatan Penjaringan berbatasan dengan Laut Jawa dan Kepulauan Seribu di sebelah utara, Kosambi di sebelah barat, Pademangan di sebelah timur, dan Kalideres di sebelah selatan. Kecamatan Penjaringan mempunyai luas wilayah sebesar 35,4870 km2 yang terdiri dari 5 kelurahan, 68 Rukun Warga (RW), 826 Rukun Tetangga (RT) dan 57.622 Kepala Keluarga (BPS, 2009).
4.1.2 Kedaan penduduk Menurut Badan Pusat Statistik (2009), pada tahun 2008 jumlah penduduk Kota Jakarta Utara sebanyak 1.201.308 jiwa yang terdiri dari 51,08% laki-laki dan 48,92% perempuan. Sebagian besar penduduk Jakarta Utara pada tahun 2008 tinggal di kecamatan Tanjung Priok (25,98 %) dan Cilincing (20.04 %). Kecamatan Koja merupakan kecamatan terpadat di Jakarta Utara dengan kepadatan 17.655 jiwa per km2 diikuti dengan kecamatan Tanjung Priok dengan kepadatan 12.422 jiwa per km2. Kecamatan Cilincing merupakan kecamatan terluas yaitu sebesar 37,6996 km2 diikuti dengan Kecamatan Penjaringan dengan luas sebesar 35,4870 jiwa per km2 (Tabel 7). Tabel 7
Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk di Kota Jakarta Utara menurut kecamatan, 2008
Kecamatan Penjaringan Pademangan Tanjung Priok Koja Kelapa Gading Cilincing Jumlah
Penduduk (jiwa) Kepadatan Luas area (km2) (jiwa/km2) Laki-laki Perempuan Jumlah 35,4870 96.493 90.035 186.528 5.256 9,9187 64.154 56.132 120.286 12.127 25,1255 158.312 153.801 312.113 12.422 13,2033 119.414 113.695 233.109 17.655 16,1212 54.659 53.945 108.604 6.737 37,6996 120.626 120.165 240.791 6.065 137,5553 613.658 587.773 1.201.431 8.609
Sumber : Badan Pusat Statistik (2009)
Kota Jakarta Utara merupakan wilayah administratif yang padat akan penduduk. Dilihat dari jumlah usia kerja dan kegiatan utama yang dilakukan penduduk setempat, dapat dibedakan penduduk berdasarkan angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja dibedakan berdasarkan penduduk yang bekerja dan penduduk yang sedang mencari pekerjaan, sedangkan bukan angkatan kerja dibedakan berdasarkan penduduk yang sedang bersekolah, mengurus rumah
33
tangga, dan lainnya. Menurut Badan Pusat Statistik (2009), jumlah penduduk angkatan kerja yang bekerja adalah lebih banyak yaitu sebesar 677,141 orang, dibandingkan penduduk angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan sebesar 109,600 orang (Tabel 8). Tabel 8
Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan berdasarkan kegiatan utama di Kota Jakarta Utara, 2008 Kegiatan utama
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
A. Angkatan kerja
458.816
327.925
786.741
1. Bekerja 2. Mencari kerja B. Bukan angkatan kerja
399.868 58.948 70.840
277.273 50.652 253.027
677.141 109.600 323.867
39.365 4.554 26.921 529.656
38.742 197.275 17.010 580.952
78.107 201.829 43.931 1.110.608
1. Sekolah 2. Mengurus RT 3. Lainnya Jumlah Sumber : Badan Pusat Statistik (2009)
Berdasarkan data Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, (2009), bahwa jumlah nelayan di Kota Jakarta Utara pada tahun 2008 adalah 30.091 orang. Jumlah tersebut meningkat sebesar 63,9% dibanding tahun 2007 (Tabel 10). Nelayan tersebut diatas menyebar di wilayah pesisir yaitu, Kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Pluit, Kelurahan Pademangan, Kelurahan Tanjung Priok, Kelurahan Lagoa, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Cilincing dan Kelurahan Marunda (BPS, 2009). Selanjutnya BPS menyebutkan bahwa terdapat juga pelaku perikanan lainnya di Kota Jakarta Utara yaitu pengolah ikan, pedagang ikan, pembudidaya ikan hias dan pelaku ekonomi lainnya di sektor perikanan tangkap.
4.1.3 Keadaan perikanan tangkap 1) Armada dan alat penangkapan ikan Usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan Jakarta Utara menggunakan unit penangkapan ikan berupa perahu/kapal dan alat tangkap jaring payang, pukat cincin, jaring rampus, gillnet, bagan, bubu, dan pancing. Nelayan
34
Muara Angke menggunakan alat tangkap jaring payang, pukat cincin, jaring rampus, bubu dan pancing, sedangkan nelayan Muara Baru menggunakan alat tangkap gillnet dan pancing tuna longline. Armada penangkapan ikan yang digunakan nelayan Jakarta Utara yaitu perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor. Armada penangkapan ikan yang banyak digunakan nelayan Jakarta Utara adalah kapal motor berukuran 5-10 GT dan yang paling sedikit digunakan adalah kapal motor berukuran 30-50 GT (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, 2009). Tabel 9 Jumlah armada penangkapan ikan menurut jenis armada di Kota Jakarta Utara, 2004-2008 Jenis armada
PTM (unit) PMT (unit) 0-5 GT KM 5-10 GT (unit) 10-20 GT 20-30 GT 30-50 GT >50 GT Jumlah Jumlah Pertumbuhan
Jumlah armada penangkapan pada tahun (unit) 2004 2005 2006 2007 2008 489 401 638 415 257 891 810 747 783 692 941 883 1.235 1.403 1.728 771 702 1.420 1.365 2.021 674 607 583 662 431 448 403 379 358 569 63 57 39 35 51 859 824 653 760 564 3.756 3.476 4.309 4.583 5.364 5.136 4.687 5.694 5.781 6.313 -8,74 21,50 1,50 9,20
Simpa ngan 221,12 329,46 586,96 694,17 260,02 187,93 23,14 321,52 1871,20 2320,64 -
Kisaran
257-638 692-891 883-1.728 702-2.021 431-674 358-569 35-63 564-859 3.476-5.364 4.687-6.313 -
Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, (2009) Keterangan : PTM : Perahu Tanpa Motor PMT : Perahu Motor Tempel KM : Kapal Motor
Pada tahun 2008, jumlah armada penangkapan di Kota Jakarta Utara sebesar 6.313 unit yang terdiri dari 257 unit atau 4,07% perahu tanpa motor, 692 unit atau 10,96% motor tempel dan 5.364 unit atau 84,97% kapal motor. Jumlah armada dominan adalah kapal motor. Kapal motor berukuran 5-10 GT merupakan jumlah kapal motor terbanyak yaitu sebesar 2.021 unit atau 32,01% dari jumlah armada seluruhnya.
35
Keterangan : PTM : Perahu Tanpa Motor PMT : Perahu Motor Tempel KM : Kapal Motor
Gambar 1
Jumlah armada penangkapan ikan di Jakarta Utara menurut jenis armada tahun 2004-2008
Perkembangan jumlah keseluruhan armada penangkapan ikan di Kota Jakarta Utara selama periode 2004-2008 cenderung meningkat setelah mengalami penurunan jumlah armada yang cukup tajam sebesar 8,74% pada tahun 2005. Rata-rata pertumbuhan armada penangkapan ikan sebesar 5,83% per tahun. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2006 dengan pertumbuhan sebesar 21,48% ; sedangkan penurunan terbesar terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 8,74%. Jumlah armada kapal motor selama periode 2004-2008 cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 9,98% per tahun. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2006 dengan pertumbuhan sebesar 23,96%. Peningkatan jumlah armada terus terjadi hingga pada tahun 2008. 2) Nelayan Nelayan yang beroperasi di wilayah Jakarta Utara umumnya merupakan penduduk asli. Berdasarkan status kependudukannya, nelayan terdiri atas nelayan pendatang dan nelayan penetap. Nelayan pendatang adalah nelayan berasal luar wilayah Jakarta Utara, sedangkan nelayan penetap adalah nelayan yang berasal dari luar maupun dari dalam wilayah Jakarta Utara yang bertempat tinggal menetap di wilayah tersebut.
36
Berdasarkan status kepemilikan sarana penangkap ikan, nelayan di wilayah Jakarta Utara terdiri atas nelayan pemilik dan nelayan pekerja. Nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki sarana penangkapan ikan, yaitu kapal dan alat tangkap. Sementara nelayan pekerja adalah nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan. Menurut Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara (2009), jumlah nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan di wilayah Jakarta Utara pada tahun 2008 sebanyak 30.091 jiwa. Nelayan tersebut terdiri atas 19.460 jiwa nelayan setempat dan 10.631 nelayan pendatang. Apabila ditinjau dari status kepemilikan usaha maka nelayan terbagi atas 4.132 orang nelayan pemilik dan 25.959 orang nelayan pekerja (Tabel 10). Tabel 10 Jumlah nelayan di Kota Jakarta Utara, 2004-2008 Status Nelayan Nelayan Penetap Nelayan Pendatang
Jumlah
Pemilik Pekerja Jumlah Pemilik Pekerja Jumlah Pemilik Pekerja Jumlah
Jumlah nelayan pada tahun (orang) 2004 2005 2006 2007 2008 2.994 3.395 3.588 3.484 2.424 11.223 12.347 13.400 11.452 17.036 14.217 15.742 16.988 14.936 19.460 2.142 1.096 1.305 1.758 1.708 7.736 7.198 6.697 5.996 8.923 9.878 8.294 8.002 7.754 10.631 5.136 4.491 4.893 5.242 4.132 18.959 19.545 20.097 17.448 25.959 24.095 24.036 24.990 22.690 30.091
Ratarata 3.177 13.092 16.269 1.602 7.310 8.912 4.779 20.402 25.180
Simp Angan 462,9 2116 1842 366,4 989,8 1134,8 413,9 2916 2562,8
Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, (2009)
Gambar 2
Jumlah nelayan berdasarkan status kependudukannya tahun 2004-2008 Perkembangan nelayan di Kota Jakarta Utara selama periode 2004-2008
cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 6,79% per tahun (Gambar 2).
37
Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 32,62%. Kecendrungan peningkatan jumlah ini terutama disebabkan oleh peningkatan jumlah nelayan pekerja pada tahun tersebut. Hali ini antara lain disebabkan adanya kebijakan Pemerintah dalam menurunkan harga BBM dari Rp 6.000,00 menjadi Rp 4.500,00 untuk premium dan dari Rp 5.500,00 menjadi Rp 4.300,00 untuk solar (Pertamina, 2008).
Penurunan harga BBM akan menurunkan biaya operasional melaut
sehingga nelayan semakin bersemangat dalam melakukan penangkapan ikan di laut.
Gambar 3 Jumlah nelayan berdasarkan status kepemilikannya tahun 2004-2008 Pada tahun 2007 jumlah nelayan di Kota Jakarta Utara utamanya nelayan pekerja
mengalami penurunan cukup tajam sebesar 15,2%.
Menurut Yana
(2010), penurunan jumlah nelayan di suatu pelabuhan perikanan dapat dikarenakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Makin jauhnya daerah penangkapan ikan (fishing ground) menyebabkan biaya operasionalnya lebih mahal sehingga sebagian nelayan tidak sanggup membiayainya ; 2) Naiknya harga bahan bakar minyak menyebabkan biaya operasional menjadi mahal sehingga sebagian nelayan beralih profesi seperti menjadi pedagang, sopir, buruh pabrik dan tukang ojek ; 3) Mahalnya biaya perawatan sehingga banyak kapal yang rusak tidak dapat beroperasi ;
38
4) Semakin sulitnya hidup di Jakarta dan banyak tempat tinggal mereka yang ditertibkan maka sebagian nelayan kembali ke daerah masing-masing ; dan 5) Beralihnya fungsi kapal ikan menjadi kapal transportasi umum seperti kapal barang dan kapal penumpang. Menurut hasil wawancara dengan beberapa nelayan di PPI Muara Angke, penurunan jumlah nelayan pada tahun 2007 disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak. Kenaikan harga BBM oleh Pemerintah dari Rp 4.500,00 menjadi Rp 6.000,00 untuk premium dan dari Rp 4.300,00 menjadi Rp Rp 5.500,00 untuk solar (Pertamina, 2010) sehingga sebagian banyak nelayan tidak melaut dengan alas an biayanya yang cukup tinggi dan merugikan nelayan. 3) Produksi Hasil Tangkapan Menurut Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara (2009), jumlah produksi ikan di Kota Jakarta Utara pada tahun 2008 sebanyak 80.643.974 kg. Ikan yang didaratkan di Jakarta Utara berasal dari enam pelabuhan yaitu PPS Muara Baru - Jakarta, PPI Muara Angke, PPI Pasar Ikan, PPI Muara Kamal, PPI Cilincing dan PPI Kali Baru.
Pelabuhan Perikanan Samudra Muara Baru
merupakan penyumbang terbesar pertama produksi perikanan di Jakarta Utara yaitu 64.725.526 kg atau 80,26% dari total produksi ikan Kota Jakarta Utara tahun 2008. Selanjutnya, disusul dengan PPI Muara Angke sebesar 14.552.671 kg atau 18,05% dari total produksi ikan (Tabel 11). Tabel 11 Jumlah produksi ikan menurut tipe pelabuhan perikanan di Kota Jakarta Utara, 2004-2008 Tipe pelabuhan perikanan Tahun
PPS Muara Baru (ton) 2004 21.515 2005 25.884 2006 74.320 2007 99.992 2008 64.726 Rata-rata 57.287 Simpangan 29.782,4 Kisaran 78.477
PPI Muara Angke (ton) 11.735 14.696 17.583 17.108 14.553 15.135 2.096,5 5.848
PPI Pasar Ikan (ton) 746 638 688 722 184 596 209 562
Jumlah PPI Kali PPI PPI (ton) baru (ton) Cilincing Kamal (ton) Muara (ton) 577 327 423 35.323 588 327 329 42.462 527 424 343 93.885 521 533 264 119.141 468 474 241 80.644 536 417 320 74.291 43,2 81,2 64,2 31.519,5 120 206 182 83.818
Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, (2009)
39
Produksi ikan di Jakarta Utara tahun 2004 hingga 2007 mengalami peningkatan cukup tajam yaitu rata-rata 56,07% per tahun atau pada kisaran 20,21% sampai 121,10%, namun pada tahun 2008 terjadi penurunan tajam sebesar 32,31% (Gambar 4).
Gambar 4 Jumlah produksi ikan di Kota Jakarta Utara tahun 2004-2008 4) Daerah Penangkapan Ikan Daerah tujuan penangkapan ikan bagi nelayan-nelayan Jakarta Utara cukup beragam dan mencapai lokasi perairan yang jauh. Daerah-daerah penangkapan ikan tersebut antara lain : perairan Bangka Belitung, perairan timur Sumatera, Selat Karimata, Laut Jawa, perairan Kalimantan Barat, perairan Kepulauan Natuna, Teluk Jakata, perairan Karawang, perairan Papua dan perairan Karimun Jawa (Dinas Perikanan DKI Jakarta, 2009). Jenis-jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan Jakarta Utara dari berbagai daerah penangkapan ikan diatas diantaranya adalah cumi-cumi, sotong, udang, pari, kembung, tongkol, tuna, cucut, manyung, tenggiri, kakap, kerapu, bawal dan lain-lain (Dinas Perikanan DKI Jakarta, 2004 vide Malik, 2006). Jenis ikan cumicumi merupakan jenis ikan yang produksinya terbanyak pada tahun 2008 yaitu sebesar 910.383 kg per tahun. Operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan di Jakarta Utara sebagian besar merupakan operasi penangkapan dengan lama waktu yang cukup lama sekitar 1-2 bulan ; diarenakan daerah penangkapan yang cukup jauh seperti yang telah disebutkan diatas.
Daerah penangkapan ikan yang jauh, tanpa
penanganan ikan yang baik selama di kapal akan mengakibatkan turunnya kualitas
40
ikan hasil tangkapan. Oleh karena itu kapal-kapal di Jakarta Utara sebagian besar dilengkapi dengan palka frezzer atau palka pembekuan ikan agar hasil tangkapan yang didaratkan tetap terjaga baik kualitasnya.
4.2 Keadaan Umum PPI Muara Angke 4.2.1 Letak geografis dan pengelolaan Menurut UPT PKPP Muara Angke (2008), Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke mempunyai luas kurang lebih 65 ha yang terletak di daerah Muara Angke.
Secara administratif PPI ini terletak di Kelurahan Pluit, Kecamatan
Penjaringan, Kota Jakarta Utara. Kawasan Muara Angke berbatasan dengan : Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Selatan
: Kali Angke
Sebelah Timur
: Jalan Pluit
Sebelah Barat
: Kali Angke
Lahan milik PPI di atas dimanfaatkan untuk perumahan nelayan, tambak uji coba budidaya air payau, bangunan pangkalan pendaratan ikan serta fasilitas penunjangnya, hutan bakau, tempat pengolahan ikan tradisional, docking kapal, lahan kosong, terminal, dan lapangan sepak bola (UPT PKPP Muara Angke, 2006). Sejak tahun 1976 secara keseluruhan kawasan ini dipersiapkan untuk menampung kegiatan perikanan yang selama ini tersebar di beberapa lokasi seperti PPI Kamal Muara, PPI Kali Baru, PPI Cilincing dan PPI Kali Adem. Untuk memudahkan sekaligus lebih mengintensifkan pembinaan kepada masyarakat nelayan dibuatlah sebuah desa nelayan dilengkapi dengan sarana penunjangnya. Pada tahun 1977, Pemerintah Propinsi DKI Jakarta menetapkan kawasan ini sebagai Pangkalan Pendaratan Ikan dan Pusat Pembinaan Kegiatan Perikanan di DKI Jakarta (UPT PKPP Muara Angke, 2006). Unit Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan merupakan Unit Pelaksanaan teknis Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta di bidang pengelolaan kawasan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan.
Sesuai
dengan
surat
keputusan
Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 105 Tahun 2002 UPT.
Pengelola
41
Kawasan Pelabuhan Perikanan Pendaratan Ikan mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut (UPT PKPP Muara Angke, 2008) : Tugas : 1.
Mengatur, mengelola, dan memelihara fasilitas pelabuhan perikanan pelangan ikan dan pangkalan pendaratan ikan beserta sarana penunjangnya ;
2. Mengelola pemukiman nelayan beserta fasilitas kelengkapannya ; 3. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban lingkungan kawasan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan. Fungsi : 1.
Menyusun program terencana kegiatan operasional ;
2. Perencanaan, pemeliharaan, pengembangan dan rehabilitas dermaga pendaratan dan pelabuhan ; 3. Penertiban rekomendasi izin kapal perikanan yang masuk dan keluar pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan dari aspek kegiatan perikanan ; 4. Pelayanan tambat labuh dan bongkar muat kapal ikan ; 5. Penyediaan
fasilitas
penyelenggaraan
pelelangan
ikan
dan
penyewaan fasilitas penunjang lainnya ; 6. Pengelolaan lahan yang diperutukkan bagi kegiatan usaha yang menunjang usaha perikanan ; 7. Pengelolaan sarana fungsional, sarana penunjang dan pengusahaan barang dan atau pihak ketiga ; 8. Pelayanan fasilitas sandar kapal, pasar grosir, pasar pengecer, pengolahan ikan, pengepakan ikan,gudang hasil perikanan dan usaha olahan ikan ; 9. Pengkordinasian
kegiatan
operasional
instansi
terkait
yang
melakukan aktivitas di pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan ; 10. Penyelenggaraan keamanan, ketertiban, dan kebersihan di kawasan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan ; 11. Pengelolaan pemukiman nelayan beserta fasilitas kelengkapannya ; 12. Pengelolaan urusan ketatausahaan.
42
Berdasarkan tugas dan fungsi di atas dapat diketahui bahwa pengelola kawasan PPI Muara Angke mempunyai tugas dan fungsi dalam mengatur, mengelola dan memelihara fasilitas pelabuhan perikanan yang berhubungan dengan pendaratan hasil tangkapan yaitu Tempat Pelelangan Ikan. Selain itu, pengelola
juga
berfungsi
dalam
penyediaan
pelayanan
fasilitas
untuk
pendistribusian hasil tangkapan seperti pasar grosir, pasar pengecer, pengolahan ikan, gudang hasil perikanan dan usaha pengolahan ikan lainnya. Dengan adanya pengelolaan PPI yang baik diharapkan pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke dapat berjalan dengan baik
4.2.2 Prasarana umum 1) Transportasi/perhubungan Kondisi jalan di lokasi penelitian (PPI Muara Angke) berupa jalan yang sudah di aspal. PPI Muara Angke juga berdekatan dengan jalan utama sehingga cukup mudah terjangkau. Jenis-jenis angkutan umum yang menuju atau dari PPI Muara Angke cukup beragam seperti becak, mobil dan kendaraan umum lainnya, sedangkan angkutan ikan yang terdapat di PPI Muara Angke adalah becak, sepeda motor, mobil dan mobil pick up. Angkutan becak dan sepeda motor digunakan untuk jarak dekat, seperti ke pasar maupun ke pemukiman penduduk, sedangkan angkutan mobil pick up digunakan untuk jarak jauh di luar kawasan Muara Angke, seperti Bogor, Parung, dan daerah lainnya. 2) Komunikasi Kegiatan yang dicakup untuk sektor komunikasi adalah jasa Pos dan Giro dan Telekomunikasi. Kegiatan sub sektor Pos dan Giro meliputi pemberian jasa meliputi pengiriman surat, wesel, paket, jasa giro, jasa tabungan dan sebagainya, sedangkan kegiatan sub sektor telekomunikasi mencakup pemberian jasa dalam hal pemakaian telepon, telegram dan jasa internet. Sektor komunikasi ini mencakup pula jasa penunjang komunikasi, yang mencakup pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang kegiatan komunikasi, seperti warnet, wartel, warpostel, telepon selular dan lain-lain.
Kondisi komunikasi
menuju atau dari PPI Muara Angke cukup lancar. Sebab, hal ini didukung oleh pelayanan jasa dari Pos dan Giro.
43
3) Air dan listrik Sub sektor air bersih diusahakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Masyarakat pengguna dikenakan beban biaya atas penggunaan layanan pengadaan air bersih dan listrik. Kebutuhan air di PPI Muara Angke digunakan untuk perbekalan kapal yang akan melaut, air bersih dan air minum masyarakat. Ketersediaan air bersih atau untuk minum disediakan oleh PDAM, penduduk sekitar PPI Muara Angke juga mencari alternatif lain dengan membuat sumur. Meskipun air sumur bercampur antara asin dan tawar, namun penduduk yang kurang mampu tetap menggunakan air dari sumur-sumur ini. Listrik di PPI Muara Angke dikelola oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Listrik sebagai media penerangan sangat dibutuhkan masyarakat umum khususnya
sektor
perikanan.
Pemanfaatan
listrik
dimanfaatkan
sebagai
penerangan di dermaga-dermaga pendaratan, perkantoran, dan perbaikan unit penangkapan ikan (kapal dan alat tangkap).
4.2.3 Keadaan perikanan tangkap 1) Armada alat penangkapan ikan Ada dua jenis kapal perikanan yang beraktivitas di PPI Muara Angke yaitu kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut. Umumnya kapal yang digunakan terbuat dari bahan kayu. Armada ini masih didominasi oleh kapal penangkap ikan dan kapal yang berukuran ≤ 30 GT. Tabel 12 Tahun
(0) 2004 2005 2006 2007 2008
Jumlah kapal menurut ukuran dan jenis kapal di PPI Muara Angke, 2004-2008 Jumlah kapal menurut GT ≤ 30 >30 (1) 3.884 3.873 3.701 3.662 3.235
(2) 1.046 1.337 1.191 641 614
Jumlah kapal menurut jenis kapal Pengangkut Penangkap Ikan (3) (4) 1.407 3.523 1.468 3.742 1.006 3.886 1.008 3.295 1.021 2.828
Sumber : UPT PKPP Muara Angke (2009)
Jumlah (1+2) atau (3+4) 4.930 5.210 4.892 4.303 3.849
44
Pada tahun 2008 terdapat 3.849 unit armada penangkapan ikan di PPI Muara Angke, terdiri dari 3.235 unit kapal ≤ 30 GT dan 614 unit kapal >30 GT serta terdiri dari 2.828 unit kapal penangkap ikan dan 1.021 kapal pengangkut (Tabel 12). Jumlah kapal yang melakukan tambat labuh di PPI Muara Angke periode 2004-2008 mengalami penurunan, namun pernah mengalami peningkatan pada tahun 2005 (Gambar 5). Kapal-kapal ini terdiri atas kapal pengangkut sebesar 28,2% dan kapal penangkap ikan sebesar 71,8%. Berdasarkan ukurannya, kapalkapal ini terbagi menjadi kapal berukuran ≤ 30 GT sebanyak 74,3% dan kapal berukuran > 30 GT sebanyak 25,7% pada tahun 2005.
Gambar 5 Perkembangan jumlah kapal perikanan yang tambat labuh di PPI Muara Angke, 2004-2008 Menurut Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara (2009), alat penangkapan ikan yang terdapat di PPI Muara Angke terdiri dari berbagai jenis, antara lain yang mendominasi yaitu boukeami, jaring cumi, pukat cincin, bubu, cantrang dan gillnet, selain itu juga terdapat alat tangkap jenis lain seperti muroami, jaring rampus, payang, lampara, pancing dan liongbun. Alat tangkap yang paling banyak dioperasikan oleh nelayan tahun 2008 yang beraktivitas di PPI Muara Angke antara lain boukeami, jaring cumi, pukat cincin dan bubu.
Jumlah alat tangkap boukeami sebanyak 40,7% kemudian
disusul oleh alat tangkap jaring cumi sebesar 21,6% selanjutnya pukat cincin sebesar 17,8% dan bubu sebesar 7,5%.
Jenis alat tangkap lainnya seperti
muroami, jaring rampus, payang, lampara, pancing dan liongbun sebanyak 1,9%. Jumlah alat tangkap terbanyak yang dioperasikan terdapat pada tahun 2006
45
sebesar 3.886 alat dan terjadi penurunan pada tahun 2008 sebesar 4,8% dari tahun sebelumnya (UPT PKPP Muara Angke, 2009). Penurunan jumlah alat tangkap tersebut diduga karena banyak kapal yang berpindah tempat ke pelabuhan lain untuk membongkar hasil tangkapannya karena ketidakcocokan harga pada saat akan melelang hasil tangkapannya. 2) Nelayan Nelayan yang memanfaatkan PPI Muara Angke sebagai tempat tambat labuh maupun bongkar muat terbagi menjadi nelayan penetap dan nelayan pendatang. Nelayan penetap merupakan nelayan yang berasal dari luar maupun dalam wilayah Muara Angke yang bertempat tinggal menetap di wilayah Muara Angke ; sedangkan nelayan pendatang merupakan nelayan yang berasal dari luar wilayah Muara Angke. Klasifikasi nelayan penetap dan pendatang tersebut dapat terbagi lagi menjadi nelayan pekerja dan nelayan hanya pemilik. Nelayan pekerja merupakan nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan di laut ; sedangkan nelayan pemilik merupakan nelayan yang memiliki sarana penangkapan ikan. Para nelayan dengan menggunakan armada penangkapan ikan yang berbasis di PPI Muara Angke melakukan operasi penangkapan ikan di daerah Perairan Bangka Belitung dengan hasil tangkapan 8,6% ; Perairan Timur Sumatera dengan hasil tangkapan 10,3% ; Selat Karimata 13,4% ; Laut Jawa 11, 6 % ; Perairan Kalimantan Barat 5,6% ; Kepulauan Natuna 2,8% ; Teluk Jakarta dan Karawang 0,7% dan Karimun Jawa dengan hasil tangkapan 1,4% (UPT PKPP Muara Angke, 2006). 3) Musim penangkapan Musim penangkapan ikan di Muara Angke terjadi sepanjang tahun namun pada saat terang bulan tidak dilakukan penangkapan ikan. Menurut hasil wawancara dengan beberapa nahkoda (kapten kapal) dan ABK, musim penangkapan ikan terbagi menjadi dua, yaitu musim barat yang terjadi pada bulan November – April, dan musim timur yang terjadi pada bulan April – November. Pada musim barat angin bertiup sangat kuat dan bergelombang besar. Keadaan demikian mengakibatkan banyak nelayan yang tidak mau turun ke laut karena resiko yang terlalu besar. Nelayan banyak menangkap ikan saat musim barat di daerah penangkapan ikan di sekitar Teluk Jakarta dan Perairan Karawang.
46
Pada musim timur angin bertiup tidak terlalu kuat dan bergelombang tidak sekuat pada musim barat sehingga memungkinkan nelayan untuk meningkatkan operasi penangkapannya. Daerah penangkapan yang menjadi tujuan nelayan saat musim timur yaitu perairan Bangka Belitung, perairan timur Sumatera, perairan Indramayu, Cirebon dan Semarang. 4) Produksi ikan Jumlah dan nilai produksi perikanan di pelabuhan perikanan merupakan salah satu indikator perkembangan perikanan di suatu daerah. Semakin besar jumlah produksi perikanan disuatu pelabuhan perikanan maka dapat dikatakan pelabuhan tersebut semakin berkembang. Begitu pula dengan nilai produksi, semakin besar nilai produksi perikanan di suatu pelabuhan perikanan maka dapat dikatakan pelabuhan tersebut semakin berkembang. Produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke pada tahun 2008 sebesar 14.553 ton.
Jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu
sebesar 17.108 ton dengan persentase penurunan sebesar 14,9 %. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara (2009), produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke cenderung mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 6,8 %. Pada tahun 2005 dan 2006 produksi hasil tangkapan meningkat cukup tinggi yaitu sebesar 14.696 ton dan 17.583 ton dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 25,2 % dan 19,6%.
Peningkatan jumlah hasil tangkapan tersebut dapat
dipengaruhi dari kinerja nelayan dan musim penangkapan. Tabel 13 Jumlah dan nilai produksi perikanan di PPI Muara Angke tahun 2004-2008 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
Jumlah Produksi (ton) 11.735 14.696 17.583 17.108 14.553
Nilai Produksi (Rp 106) 43.778 41.513 43.826 45.625 40.572
Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, (2009)
47
Gambar 6
Perkembangan jumlah produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke, 2004-2008
Nilai produksi hasil tangkapan pada tahun 2008 di PPI Muara Angke sebesar Rp 40.572.000.000,00 (Tabel 13). Nilai ini cenderung menurun dibanding tahun sebelumnya dengan persentase penurunan sebesar 11,1 %. Peningkatan nilai produksi hasil tangkapan mulai terjadi pada tahun 2005 sampai 2007 (Gambar 7). Nilai produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke mencapai titik tertinggi pada tahun 2007, yaitu sebesar Rp 45.625.089.405.
Gambar 7
Perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke, 2004-2008
Dengan melihat jumlah dan nilai produksi per jenis hasil tangkapan yang didaratkan di suatu Pelabuhan Perikanan, maka indikator harga rata-rata hasil tangkapan tiap jenis per tahunnya dapat dihitung dengan cara menghitung ratio
48
NP/P yaitu membagi nilai produksi dengan jumlah produksinya untuk setiap jenis hasil tangkapan (Pane, 2010). Komposisi produksi hasil tangkapan yang banyak didaratkan pada tahun 2008 adalah ikan bloso, cakalang, cucut, cumi-cumi, kembung, pari, lemuru, tembang, tenggiri dan tongkol (UPT PKPP Muara Angke, 2009). Adapun jenis ikan yang dihasilkan oleh berbagai unit penangkapan ikan yang terdapat di PPI Muara Angke tahun 2008 sangat bervariasi. Jenis ikan yang banyak dihasilkan, disajikan pada (Tabel 14). Tabel 14
Nilai produksi, produksi dan indikator harga (Ratio NP/P) per jenis ikan di PPI Muara Angke tahun 2008 Produksi (kg)
No
Jenis Ikan
1
Bawal putih Kuro Ekor kuning Bawal hitam Krapu Peperek Kakap merah Kwe Teri Golok-golok Layur Tongkol Manyung Como Sontong Kembung Bentrong Cucut Kambingkambing Selar Bloso Tenggiri Tembang Cakalang Baby tuna Pari Layang Lemuru Cumi-cumi Lain-lain
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nilai Produksi (Rp)
(%)
(Rp 103)
(%)
544 926 9.939 30.219 33.918 45.222 45.228 47.131 50.247 50.909 67.274 67.770 81.209 88.025 90.446 90.734 91.380 107.522
0,01 0,01 0,15 0,47 0,52 0,70 0,70 0,73 0,78 0,79 1,04 1,05 1,26 1,36 1,40 1,40 1,41 1,66
16.124,50 15.524,10 64.955,55 346.527,75 218.943,27 232.207,75 724.895,99 574.667,65 269.358,78 275.631,00 404.960,45 500.703,05 718.372,30 368.261,43 827.724,70 601.326,93 485.066,80 325.737,88
0,06 0,05 0,22 1,2 0,76 0,8 2,5 1,98 0,93 0,95 1,4 1,73 2,48 1,27 2,86 2,08 1,67 1,12
130.202 152.999 217.829 275.459 286.032 289.011 293.202 305.834 361.415 378.716 910.383 1.864.984
2,01 2,37 3,37 4,26 4,42 4,47 4,54 4,73 5,59 5,86 14,08 28,85
(kg)
697.347,83 2,41 721.863,95 2,49 786.647,67 2,72 1.172.302,44 4,05 751.580,95 2,59 337.346,15 1,16 917.060,53 3,17 759.453,50 2,62 1.565.556,33 5,4 1.883.095,85 6,5 5.118.682,15 17,67 7.291.002,62 25,16
Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, (2009)
Ratio NP/P (Rp/Kg)
%
29.640,63 14,00 16.764,69 7,92 6.535,42 3,09 11.467,21 5,42 6.455,08 3,05 5.134,84 2,43 16.027,59 7,57 12.192,99 5,76 5.360,69 2,53 5.414,19 2,56 6.019,57 2,84 7.388,27 3,49 8.845,97 4,18 4.183,60 1,98 9.151,59 4,32 6.627,36 3,13 5.308,24 2,51 3.029,50 1,43 5.355,89 4.718,10 3.611,31 4.255,81 2.627,61 1.167,24 3.127,74 2.483,22 4.331,74 4.972,32 5.622,56 3.909,42
2,53 2,23 1,71 2,01 1,24 0,55 1,48 1,17 2,05 2,35 2,66 1,85
49
Dari Tabel 14 terlihat bahwa terdapat beberapa jenis ikan yang produksi dan nilai produksinya dominan yaitu Cumi-cumi, Lemuru, Layang, Pari, dan Baby tuna. Berdasarkan ratio nilai produksi terhadap produksi, maka jenis ikan yang memiliki nilai komersial tinggi atau dugaan harga tinggi adalah Bawal putih (Rp 29.640,63 per kg), Kuro (Rp 16.764,69 per kg), Kakap merah (Rp 16.027,59 per kg), Kue (Rp 12.192,99 per kg) dan Bawal hitam (Rp 11.467,21 per kg).
50
5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Pelabuhan Perikanan, termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dibangun untuk mengakomodir berbagai kegiatan para pelakunya seperti kegiatan nelayan, mulai dari proses pendaratan hasil tangkapan, pelelangan hingga pendistribusiannya.
Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan
diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan pendapatan nelayan dengan memberikan kemudahan bagi nelayan antara lain dalam pelayanan penangkapan ikan, pendaratan hasil tangkapan, pemasaran hasil tangkapan serta kebutuhan operasional. Keberhasilan suatu pengoperasian pelabuhan perikanan menurut Lubis (1989) vide Krisdiyanto (2007), meliputi antara lain kelancaran aktivitas mulai dari proses pendaratan hasil tangkapan yang terdiri dari bongkar muatan hasil tangkapan, pelelangan, pengolahan hingga pemasarannya. Pendaratan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan merupakan aktivitas membongkar hasil tangkapan dari dalam palka ke dek kapal dengan menurunkan hasil tangkapan dari palka ke dermaga pendaratan dan mengangkut hasil tangkapan dari dermaga pendaratan tersebut ke TPI (Pane, 2008) yang nantinya akan didistribusikan ke konsumen. Cara pendaratan hasil tangkapan berkaitan erat dengan cara penanganan hasil tangkapan untuk mempertahankan mutunya. Oleh karena itu didalam mendaratkan hasil tangkapan haruslah memperhatikan cara penanganan yang baik karena terkait dengan mutu hasil tangkapan. Kondisi aktual yang diteliti meliputi ; mekanisme, pelaku, penggunaan alat bantu dan penanganan hasil tangkapan.
5.1 Kondisi Aktual Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Muara Angke 5.1.1 Mekanisme pendaratan Mekanisme pendaratan yang di teliti dibatasi hanya pada kapal boukeami. Mekanisme pendaratan hasil tangkapan pada kapal boukeami dimulai dari pengangkutan hasil tangkapan dari dek kapal ke tempat penimbangan yang berada di dermaga pendaratan kemudian di angkut ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Sebagian besar penjualan hasil tangkapan di PPI Muara Angke dilakukan melalui
51
proses pelelangan. Diagram alir untuk mekanisme pendaratan hasil tangkapan yang melalui proses pelelangan di PPI Muara Angke disajikan pada Gambar 8. PENDARATAN
Pembongkaran HT oleh buruh biru Penimbangan HT Pengangkutan HT ke TPI oleh buruh kuning Pelelangan HT
Gambar 8
Diagram alir mekanisme pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Angke, 2010
Pendaratan hasil tangkapan kapal boukeami di PPI Muara Angke dimulai setelah kapal merapat ke dermaga pendaratan. Setelah kapal boukeami merapat di dermaga pendaratan, buruh bongkar naik ke atas kapal untuk menyiapkan tris (keranjang) sebagai wadah hasil tangkapan dan melakukan pembongkaran dari palka ke dek kapal. Proses pembongkaran ikan di PPI Muara Angke berlangsung dimulai sekitar pukul 06.00–09.00 WIB. Menurut hasil pengamatan, lama waktu pembongkaran dipengaruhi oleh banyak jumlah ABK dan buruh bongkar, jenis dan jumlah ikan hasil tangkapan. Semakin banyak jumlah ABK dan buruh bongkar yang ikut dalam proses pembongkaran maka akan semakin mempercepat proses tersebut karena dibutuhkan banyak tenaga dalam proses pembongkaran. Jumlah nelayan yang melakukan pembongkaran hasil tangkapan di PPI Muara Angke berjumlah 5-7 orang buruh bongkar dalam satu kapal. Proses pembongkaran hasil tangkapan dari dalam palka bagi kapal boukeami dimulai dengan membongkar atau mengambil hasil tangkapan dari dalam palka dengan menggunakan tangan yang dikerjakan oleh tiga orang buruh. Satu orang mengambil hasil tangkapan dengan meggunakan tangan dan dua orang lainnya menyimpan hasil tangkapan ke dalam keranjang yang berada di dek kapal.
52
Hasil tangkapan yang berada di dek kapal kemudian disortir oleh buruh bongkar dan ABK berdasarkan jenis dan ukuran hasil tangkapan. Kriteria dasar penyortiran jenis hasil tangkapan berdasarkan nilai ekonomis, kemudian hasil tangkapan tersebut dimasukkan ke dalam keranjang yang berbeda. Belum ada penetapan ukuran hasil tangkapan yang baku sebagai acuan pada saat penyortiran hasil tangkapan. Buruh bongkar hanya mengelompokkannya berdasarkan dari kelompok ukuran hasil tangkapan yang ditangkap. Setelah basket terisi dengan hasil tangkapan yang telah disortir kemudian hasil tangkapan diangkut ke dermaga pendaratan. Hasil tangkapan yang telah dibongkar kemudian diangkut ke dermaga pendaratan untuk dilakukan penimbangan hasil tangkapan. Penimbangan hasil tangkapan dilakukan untuk mengetahui berat masing-masing jenis ikan per keranjang kemudian menentukan harga jualnya di Tempat Pelelangan Ikan. Harga jual hasil tangkapan ditentukan oleh juru lelang di TPI. Penentuan harga jual hasil tangkapan oleh juru lelang ditentukan berdasarkan jenis dan ukuran dari hasil tangkapan itu sendiri. Penimbangan hasil tangkapan juga dilakukan untuk menggolongkan hasil tangkapan berdasarkan nilai komoditas, yaitu hasil tangkapan yang bernilai komoditas kecil atau menengah akan dijual ke pasar grosir Muara Angke atau ke PHPT (Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional) dan hasil tangkapan yang bernilai komoditas tinggi akan dijual ke perusahaan pengekspor. Ikan yang bernilai komoditas tinggi selain di ekspor juga dijual ke pasar grosir ataupun pasar pengecer. Ada juga nelayan yang menjual ikan berkomoditas tinggi ke pasar apabila ikan tersebut telah mengalami penurunan mutu ataupun agak cacat sehingga mengurangi nilai jualnya ke pedagang. Setelah dilakukan penimbangan, hasil tangkapan kemudian diangkut secepat mungkin oleh buruh angkut ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Selama
pengangkutan, hasil tangkapan terhindar dari sinar matahari langsung karena gedung TPI memiliki atap yang cukup luas sampai ke dermaga pendaratan, sehingga hasil tangkapan dapat diangkut melalui tempat yang teduh. Bagi kapal boukeami di PPI Muara Angke, setelah keranjang yang berisi hasil tangkapan diletakkan di atas lori, kemudian lori tersebut didorong ke dalam
53
gedung pelelangan oleh buruh angkut. Lori yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan tersebut berjumlah tiga sampai lima unit per kapal, bergantung dari jumlah kapal yang melakukan pendaratan dan jumlah buruh yang tersedia pada saat itu. Setelah sampai ke TPI, kemudian buruh angkut memindahkan keranjang dari atas lori dan menatanya di gedung TPI.
5.1.2 Pelaku pendaratan Pelaku pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Angke meliputi Anak Buah Kapal (ABK) dan buruh angkut. Anak Buah Kapal bertanggung jawab kepada pemilik kapal, sedangkan buruh angkut bertanggung jawab kepada KUD Mina Jaya yang berada di PPI Muara Angke. Anak Buah Kapal bertugas untuk membantu buruh angkut dalam proses pembongkaran di atas kapal, sedangkan buruh angkut melakukan pendaratan dari pembongkaran sampai dengan pengangkutan ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Terdapat tiga kelompok buruh angkut, yaitu buruh angkut dengan seragam biru disebut buruh biru, buruh angkut dengan seragam kuning disebut buruh kuning dan buruh angkut dengan seragam merah disebut buruh merah. Ketiga buruh tersebut dibedakan berdasarkan tugasnya. Buruh angkut tersebut diatas dibedakan berdasarkan tugasnya. Buruh biru bertugas dalam membongkar hasil tangkapan dari palka ke dek kapal dan mengangkut hasil tangkapan ke dermaga pendaratan; buruh angkut lori disebut buruh kuning yang bertugas mengangkut hasil tangkapan dari dermaga pendaratan ke TPI dan buruh bongkar TPI disebut buruh merah yang bertugas dalam membongkar hasil tangkapan di TPI. Dalam proses pembongkaran hasil tangkapan di atas kapal pelaku pendaratan yang terlibat adalah ABK dan buruh biru.
Selama proses
pembongkaran berlangsung ABK dan buruh biru bekerja sama melakukan pembongkaran hasil tangkapan. Jumlah ABK dan buruh biru yang melakukan pembongkaran hasil tangkapan dalam satu kapal sekitar 3-5 orang.
Jumlah
tersebut dapat bertambah ataupun berkurang bergantung pada banyaknya hasil tangkapan yang didapat dalam satu kapal. Semakin banyak hasil tangkapan yang didapat maka akan semakin banyak pula buruh bongkar yang dibutuhkan dalam
54
membongkar hasil tangkapan di atas kapal. Banyaknya buruh yang bertugas dalam pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Angke sebelumnya ditentukan oleh KUD Mina Jaya ; dimana KUD Mina Jaya ini bertugas untuk mengawasi kinerja buruh angkut yang melakukan proses pendaratan hasil tangkapan. Setelah kapal bersandar di dermaga pendaratan, ABK bersiap membuka palka kapal agar mudah dalam pembongkaran hasil tangkapan ; sedangkan buruh biru mempersiapkan keranjang atau tris sebagai wadah hasil tangkapan. Setelah palka kapal dibuka oleh ABK, salah satu buruh bongkar biru turun ke dalam palka ; sedangkan 2-4 orang buruh angkut lainnya menunggu hasil tangkapan yang telah diangkut dari palka kapal, di atas dek kapal untuk di masukkan kedalam wadah berupa keranjang atau tris.
Buruh biru bertugas dalam membongkar hasil
tangkapan di atas kapal (Gambar 9).
Gambar 9 Buruh pembongkar hasil tangkapan (buruh biru) di atas kapal boukeami di PPI Muara Angke, 2010 Hasil tangkapan yang telah dimasukkan ke dalam keranjang merupakan hasil tangkapan yang telah dilakukan penyortiran. Penyortiran hasil tangkapan telah dilakukan semenjak hasil tangkapan dalam keranjang berada di atas dek kapal. Penyortiran dilakukan oleh buruh biru di atas dek kapal. Penyortiran dilakukan berdasarkan jenis dan ukuran hasil tangkapan yang didapat oleh kapal boukeami. Setelah dilakukan penyortiran, kemudian hasil tangkapan yang berada di atas dek kapal diturunkan ke dermaga pendaratan untuk dilakukan penimbangan hasil tangkapan. Pegawai pemilik kapal bertugas untuk mencatat hasil penimbangan berat hasil tangkapan yang sudah disortir dan terdapat di wadah keranjang. Pencatatan juga dilakukan oleh petugas PPI. Pencatatan ini bertujuan agar memperoleh data
55
banyaknya jumlah hasil tangkapan per jenis ikan yang di daratkan oleh kapal yang sedang mendaratkan hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang sudah ditimbang kemudian di angkut ke TPI.
Gambar 10 Buruh pengangkut hasil tangkapan dari dermaga pendaratan ke TPI (buruh kuning) di PPI Muara Angke, 2010 Sementara penimbangan berlangsung, buruh angkut kuning yang berada di dekat tempat penimbangan bersiap untuk mengangkut hasil tangkapan ke TPI. Buruh angkut kuning akan mengangkut keranjang hasil tangkapan dan mengantar keranjang-keranjang berisi ikan sampai ke Tempat pelelangan Ikan (TPI). Pengangkutan hasil tangkapan dilakukan dengan menggunakan lori (Gambar 10). Dalam satu kali pengangkutan ke TPI, buruh kuning dapat mengangkut dua unit keranjang sekaligus dengan berat maksimum kurang lebih 120 kg. Setelah keranjang hasil tangkapan masuk ke TPI, buruh angkut merah bersiap-siap untuk melakukan tugasnya. Buruh angkut merah bertugas dalam melakukan pembongkaran hasil tangkapan yang telah dilelang. Buruh merah bertugas mengangkut keranjang hasil tangkapan yang telah dibeli oleh pedagang pengumpul melalui proses lelang. Buruh merah mengangkut keranjang tersebut ke area luar TPI agar tidak tertukar dengan keranjang hasil tangkapan yang telah dibeli oleh pedagang pengumpul yang lainnya (Gambar 11).
56
Gambar 11 Buruh pembongkaran hasil tangkapan (buruh merah) di TPI PPI Muara Angke, 2010 Buruh angkut di PPI Muara Angke tidak mempunyai keterikatan dengan pemilik kapal, sehingga buruh angkut dapat mengangkut keranjang hasil tangkapan dari setiap kapal yang mendaratkan hasil tangkapan di PPI. Upah yang diterima oleh buruh angkut bergantung kepada banyaknya jumlah keranjang atau tris yang diangkut oleh buruh angkut. Semakin banyak keranjang yang dibongkar maupun diangkut maka akan semakin banyak pula upah yang diterima oleh buruh. Besarnya upah buruh dihitung berdasarkan banyaknya keranjang yang telah dibongkar maupun diangkut oleh buruh angkut yaitu Rp 1.500,00 per dua unit keranjang.
Besarnya upah buruh tersebut
ditentukan oleh KUD Mina Jaya yang berada di PPI Muara Angke. Faktor yang dapat mempengaruhi lama waktu pendaratan ikan salah satunya adalah jumlah buruh angkut.
Semakin banyak buruh angkut maka proses
pendaratan ikan akan semakin cepat, begitupun sebaliknya. Jumlah buruh angkut yang tercatat di PPI Muara Angke saat ini berjumlah 74 orang buruh angkut yang terdiri dari ; 22 orang buruh biru, 33 orang buruh kuning dan 19 orang buruh merah. Jumlah buruh angkut tersebut belum mencukupi kebutuhan buruh angkut di PPI Muara Angke. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Angke belum berjalan dengan baik. Hal ini dapat terlihat dengan masih adanya antrian keranjang di atas dek kapal dan di dermaga pendaratan.
57
5.1.3 Penggunaan alat bantu dan penanganan hasil tangkapan dalam pendaratan a) lori.
Penggunaan alat bantu dalam pendaratan Alat yang digunakan selama proses pendaratan yaitu berupa keranjang dan Keranjang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan yang sudah
dipersiapkan sebelum melakukan operasi penangkapan, sehingga hasil tangkapan yang baru ditangkap dapat langsung dimasukkan ke dalam keranjang.
Lori
digunakan oleh buruh angkut kuning untuk mengangkut hasil tangkapan ke TPI. Dalam satu unit lori dapat mengangkut dua unit keranjang atau tris (Gambar 12b).
12a. Keranjang
12b. Lori
Gambar 12 Alat bantu keranjang dan lori dalam pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Angke, 2010 Penyediaan fasilitas alat bantu pendaratan di PPI Muara Angke dikelola oleh KUD Mina Jaya ; dimana KUD Mina Jaya juga bertugas dalam mengelola dan merawat fasilitas alat bantu pendaratan yang tersebut. Dalam mengelola fasilitas alat bantu pendaratan, KUD Mina Jaya bertugas mencatat banyaknya keranjang, dan lori yang terpakai setiap harinya ; sedangkan dalam merawat fasilitas alat bantu tersebut, KUD Mina Jaya menyediakan tempat untuk menyimpan keranjang, dan lori. Perawatan fasilitas keranjang sebagai alat bantu pendaratan dilakukan setiap hari ; sedangkan perawatan fasilitas alat bantu pendaratan lori tidak dilakukan. Keranjang yang telah selesai digunakan sebagai wadah hasil tangkapan, kemudian dibersihkan dengan cara disiram air dengan menggunakan selang.
Cara ini
bertujuan agar keranjang hasil tangkapan yang telah selesai digunakan menjadi
58
bersih dan tidak berbau. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, perawatan alat bantu keranjang ini dilakukan setiap hari setelah kegiatan lelang selesai. Fasilitas alat bantu pendaratan sangat dibutuhkan oleh pemilik kapal untuk mendaratkan hasil tangkapannya ke pasar Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Pemilik kapal menggunakan fasilitas alat bantu tersebut setelah kapal bersandar di dermaga pendaratan. Banyaknya fasilitas alat bantu keranjang yang dibutuhkan dalam satu kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya terkait dengan banyaknya hasil tangkapan yang didapat oleh kapal tersebut.
Semakin banyak hasil
tangkapan yang akan didaratkan maka akan semakin banyak pula jumlah fasilitas alat bantu keranjang dan lori yang dibutuhkan. Dalam penggunaan fasilitas alat bantu pendaratan tersebut, pemilik kapal dikenakan biaya sewa yaitu untuk sewa keranjang Rp 1.500,00 per unit dan sewa lori Rp 15.000,00 per unit.
Penetapan harga penyewaan fasilitas alat bantu
pendistribusian tersebut ditentukan oleh pihak KUD Mina Jaya.
b) Penanganan hasil tangkapan dalam pendaratan Untuk mempertahankan mutu ikan sebaik mungkin sebagai bahan mentah/makanan, maka di dalam industri perikanan tangkap, kesempurnaan penanganan (handling) ikan sejak dari pembongkaran sampai pelelangan memegang peranan sangat penting. Jika penanganannya buruk maka mutu ikan akan cepat rusak. Mutu dan kualitas ikan di pangkalan pendaratan ikan harus diperhatikan agar tetap baik sehingga nilai jualnya tetap tinggi. Agar mutu dan kualitas ikan tetap baik maka perlu penanganan yang baik mulai dari ikan ditangkap sampai ikan dipasarkan, dengan demikian secara tidak langsung bisa meningkatkan pendapatan nelayan karena harga jual ikan yang tetap tinggi. Di PPI Muara Angke, hasil tangkapan yang didaratkan merupakan hasil tangkapan yang telah dibekukan atau di frezzer di palka frezzer di kapal ; sehingga hasil tangkapan yang terdapat di palka kapal berupa balok-balok ikan yang telah beku. Pada saat pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke dek kapal oleh buruh bongkar penanganan hasil tangkapan dilakukan dengan baik. Buruh bongkar biru
59
tidak menggunakan alat bantu seperti ganco untuk mengangkut hasil tangkapan dari palka ke dek kapal ; karena penggunaan alat bantu seperti ganco dapat merusak kualitas hasil tangkapan. Buruh biru hanya menggunakan tangan untuk mengangkut balok-balok ikan yang terdapat di palka ke atas dek kapal. Penanganan hasil tangkapan pada saat hasil tangkapan berada di atas dek kapal berupa penyortiran hasil tangkapan. Penyortiran hasil tangkapan dilakukan oleh dua orang buruh biru. Penyortiran hasil tangkapan berdasarkan jenis dan ukuran hasil tangkapan. Dengan adanya penyortiran hasil tangkapan berdasarkan jenis dan ukuran, maka akan memudahkan calon pembeli hasil tangkapan pada kegiatan lelang yang akan dilakukan di TPI. Setelah dilakukan penyortiran hasil tangkapan di atas dek kapal, hasil tangkapan kemudian diturunkan ke dermaga pendaratan untuk dilakukan penimbangan. Penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga pendaratan dilakukan dengan cara mengangkut keranjang dengan menggunakan tangan dan menurunkannya ke dermaga pendaratan. Hasil tangkapan yang telah berada di dermaga pendaratan kemudian di angkut ke tiang penimbangan untuk ditimbang beratnya dalam satu keranjang. Pada saat penimbangan, keranjang hasil tangkapan yang berada di dermaga pendaratan banyak yang mengantri. Hal ini dikarenakan, hanya terdapat satu unit alat penimbangan hasil tangkapan per kapal.
Dengan adanya antrian hasil
tangkapan di dermaga pendaratan, maka hasil tangkapan yang berada dalam keranjang akan lebih lama terkena sinar matahari. Semakin lama hasil tangkapan terkena sinar matahari langsung, maka akan semakin berkurang pula kualitas hasil tangkapan tersebut. Setelah penimbangan hasil tangkapan dilakukan, kemudian hasil tangkapan diangkut ke TPI.
Pengangkutan hasil tangkapan tersebut dilakukan dengan
menggunakan lori.
Dalam satu kali pengangkutan dengan menggunakan lori
dapat mengangkut dua unit keranjang berisi hasil tangkapan sekaligus. Menurut pengamatan, penanganan hasil tangkapan pada saat pengangkutan hasil tangkapan ke TPI dilakukan dengan cara mendorong hasil tangkapan dengan cepat ke TPI oleh buruh kuning. Hal ini dilakukan agar keranjang hasil tangkapan
60
yang mengantri di dermaga pendaratan tidak menunggu lebih lama lagi untuk diangkut ke TPI. Selama proses pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga pendaratan ke TPI, hasil tangkapan terhindar dari sinar matahari langsung. Hal ini dikarenakan bangunan Tempat Pelelangan Ikan yang terdapat di PPI Muara Angke memiliki atap yang cukup luas sehingga mencapai dermaga pendaratan. Dengan adanya atap yang luas, maka hasil tangkapan dapat terhindar dari teriknya sinar matahari langsung ; sehingga kualitas hasil tangkapan dapat terjaga dengan baik. Menurut Anonymous (1997), cara penanganan yang baik saat pengangkutan hasil tangkapan dari kapal ke dermaga pendaratan dan selanjutnya ke TPI adalah sebagai berikut : 1) Ikan
secepat
mungkin
diangkut
ke
tempat
penimbangan
dengan
menggunakan alat angkut lori atau kereta dorong atau dipikul ; 2) Selama pengangkutan, agar terhindar dari sinar matahari langsung sebaiknya ikan diangkut melalui tempat teduh atau ikan ditutupi ; dan 3) Kereta dorong hanya digunakan untuk mengangkut ikan dalam wadah. Selain hal-hal diatas, lama waktu pendaratan juga diperhatikan. Lama waktu pendaratan yang tepat dan lama waktu pendaratan hasil tangkapan yang semakin singkat sangat dibutuhkan ; sehingga kemunduran mutu ikan dapat diminimalisir.
5.2 Kondisi Aktual Pendistribusian Hasil Tangkapan 5.2.1 Pola pendistribusian Pola pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke ada dua, yaitu melalui proses pelelangan di TPI dan tidak melalui proses pelelangan. Setelah proses pelelangan di TPI hasil tangkapan selanjutnya akan di jual ke pasar grosir Muara Angke atau ke pasar pengecer Muara Angke ; sedangkan yang tidak melalui proses pelelangan akan didistribusikan ke Pengolahan Hasil perikanan Tradisional (PHPT) ataupun ke perusahaan pengekspor. Menurut hasil wawancara, semua hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke terlebih dahulu di lelang di TPI ; akan tetapi untuk hasil tangkapan yang ditangkap oleh kapal yang beroperasi hanya satu hari melaut atau one day
61
fishing, pelelangan tidak dilakukan karena hasil tangkapan yang didaratkan langsung dijual ke pasar pengecer Muara Angke. Kegiatan lelang dilakukan pada pukul 09.30 – 11.30 WIB, selama kegiatan lelang TPI ramai dikunjungi oleh pedagang ikan di pasar grosir atau sering disebut palele.
Pedagang pengumpul yang datang ke TPI merupakan pedagang yang
sudah terdaftar menjadi anggota atau peserta lelang ; sehingga hanya anggota lelang saja yang dapat mengikuti kegiatan lelang di TPI Muara Angke.
Gambar 13 Gedung Tempat Pelelangan Ikan di PPI Muara Angke, 2010 Penjualan ikan hasil tangkapan di pasar grosir Muara Angke oleh pedagang pengumpul dilakukan pada malam hari dari pukul 18.00 – 05.00 WIB. Pengunjung atau konsumen ramai pada malam hari yang melakukan transaksi jual beli hasil tangkapan. Aktivitas pasar grosir ini dilakukan pada malam hari dan ikan yang diperdagangkan selain dari hasil proses lelang di TPI Muara Angke serta PPS Muara Baru Jakarta, juga berasal dari luar daerah seperti
Tuban,
Pekalongan, Tegal, Cilacap, Lampung dan daerah lainnya (UPT PPI Muara Angke, 2008). Pasar grosir Muara Angke merupakan salah satu mata rantai distribusi atau pemasaran ikan yang berada di Muara Angke. Pada pasar grosir ini tersedia 870 lapak yang dimanfaatkan oleh 275 pedagang grosir (UPT PPI Muara Angke, 2008). Sebagian besar pembeli di pasar grosir ini merupakan agen ikan yang akan menjual hasil tangkapan ke pedagang pengecer. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, hasil tangkapan yang tidak dipasarkan melalui proses pelelangan di TPI akan didistribusikan ke Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) maupun ke perusahaan pengekspor. Jenis
62
ikan yang akan didistribusiakan ke perusahaan pengekspor adalah jenis ikan ekonomis tinggi seperti cumi, kakap dan tenggiri ; sedangkan jenis ikan yang diolah di PHPT antara lain : ikan bilis, bloso, cucut, cumi, layang, pari, petek, samge, tenggiri, tongkol dan lain-lain dengan jumlah produksi rata-rata sebanyak 30-40 ton perhari (UPT PPI Muara Angke, 2008).
Pedagang pengumpul (palele) Melalui TPI Pedagang Pengecer
Nelayan • Pendarat HT • Penjual HT
Pengolah PHPT
Konsumen
Tidak melalui TPI Perusahaan Pengekspor Keterangan :
= Rantai pemasaran diluar batas penelitian
Gambar 14 Rantai pemasaran hasil tangkapan segar di PPI Muara Angke, 2010 Hasil tangkapan yang didistribusikan ke PHPT merupakan hasil tangkapan yang akan diolah kembali. Adapun jenis olahan yang terdapat di PHPT Muara Angke, antara lain jenis olahan ; ikan asin, ikan pindang, terasi, kerupuk kulit pari, pengolah kulit pari, dan pengolah limbah ikan. Jenis olahan dan jumlah pengolah ikan di PHPT dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Jenis olahan dan jumlah pengolah ikan di Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) di PPI Muara Angke, 2010 No Jenis Olahan Unit Pengolahan 1 Ikan asin 189 2 Ikan pindang 1 3 Terasi 1 4 Kerupuk kulit pari 4 5 Pengolah kulit pari 3 6 Pengolahan limbah ikan 3 Jumlah 201 Sumber : (UPT PPI Muara Angke, 2008)
63
Pemasaran ikan keluar daerah Jakarta dilakukan oleh pihak pedagang pengumpul. Pada umumnya, sebelum melakukan pendistribusian, pedagang di PPI Muara Angke memilih ikan dengan kualitas yang segar dan baik. Hal ini terkait dengan proses pendistribusian yang melalui jarak yang jauh sehingga pedagang tetap dapat mempertahankan kualitas dan kesegaran ikan sampai ke daerah distribusi atau ke tangan konsumen.
5.2.2 Penggunaan alat bantu dalam pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan Alat bantu yang digunakan dalam pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke adalah keranjang (Gambar 12a), blong (Gambar 15a) dan gerobak (Gambar 15b). Keranjang dan blong merupakan wadah tempat menyimpan hasil tangkapan namun kapasitas blong lebih besar dibandingkan dengan keranjang. Gerobak merupakan alat pengangkut yang yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan ke pasar grosir Muara Angke. Kapasitas gerobak lebih besar dibandingkan dengan lori. Lori hanya dapat mengangkut dua unit keranjang sedangkan gerobak dapat mengangkut sampai enam unit keranjang.
15a. Blong
15b. Gerobak
Gambar 15 Alat bantu blong dan gerobak dalam pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke, 2010 Penyediaan fasilitas alat bantu pendistribusian di PPI Muara Angke dikelola oleh KUD Mina Jaya ; dimana KUD Mina Jaya juga bertugas dalam mengelola dan merawat fasilitas yang tersebut.
Dalam mengelola fasilitas alat bantu
pendistribusian, KUD Mina Jaya bertugas mencatat banyaknya keranjang, blong, dan gerobak yang terpakai setiap harinya ; sedangkan dalam merawat fasilitas alat
64
bantu tersebut, KUD Mina Jaya menyediakan tempat untuk menyimpan keranjang, blong, dan gerobak. Fasilitas alat bantu pendistribusian sangat dibutuhkan oleh pedagang pengumpul untuk mendistribusikan hasil tangkapannya ke pasar grosir Muara Angke. Pedagang pengumpul di pasar grosir Muara Angke menggunakan fasilitas alat bantu tersebut setelah kegiatan lelang hasil tangkapan di TPI.
Setelah
kegiatan lelang selesai, hasil tangkapan yang telah dibeli oleh pedagang pengumpul kemudian dibawa keluar TPI untuk dimasukkan ke dalam keranjang ataupun blong. Penggunaan keranjang ataupun blong terkait langsung dengan banyaknya hasil tangkapan yang dibeli oleh pedagang pengumpul melalui hasil lelang. Semakin banyak hasil tangkapan yang dibeli oleh pedagang pengumpul, maka akan semakin banyak pula keranjang ataupun blong yang dibutuhkan untuk mendistribusikan hasil tangkapan ke pasar grosir Muara Angke. Dalam penggunaan fasilitas alat bantu pendistribusian tersebut, pedagang pengumpul dikenakan biaya sewa yaitu untuk sewa keranjang Rp 1.500,00 per unit, sewa blong Rp 5.000,00 per unit, dan sewa gerobak Rp 15.000,00 per unit. Penetapan harga penyewaan fasilitas alat bantu pendistribusian tersebut ditentukan oleh pihak KUD Mina Jaya.
5.2.3 Penanganan hasil tangkapan di lokasi pendistribusian Ikan yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, kimiawi, enzimatis dan mikrobiologi yang berkaitan erat dengan kemunduran mutu. Pada komoditi perikanan, mutu sangat erat kaitannya dengan kesegaran ikan.
Apabila
penanganan yang dilakukan kurang baik, maka masa keadaan dimana daging ikan menjadi kejang setelah mati dan seterusnya proses ikan menjadi busuk lebih cepat (Afrianto dan Liviawaty, 1987 vide Krisdiyanto, 2007) Pendistribusian ikan dilakukan pada siang hari. Hal ini disebabkan karena pelelangan ikan dilakukan pada pukul 09.30-11.00 WIB. Namun, hasil tangkapan yang tidak melalui kegiatan lelang terlebih dahulu, pendistribusian hasil tangkapan dapat dilakukan kapan saja.
Pengiriman atau pendistribusian ikan
biasanya dilakukan pada siang hari yang memungkinkan terjadinya penurunan
65
mutu ikan.
Suhu yang tinggi (250-320C) inilah sebagai penyebab terjadinya
penurunan mutu. Proses pendistribusian hasil tangkapan ke pasar grosir Muara Angke dilakukan setelah dilakukan pelelangan ikan di TPI. Hasil tangkapan yang telah dibeli oleh pedagang pengumpul kemudian di masukkan ke dalam keranjang ataupun blong. Setelah itu, hasil tangkapan diangkat ke atas gerobak pengangkut yang akan didistribusikan ke pasar grosir Muara angke. Dalam satu gerobak pengangkut dapat diisi oleh 6-8 unit keranjang hasil tangkapan atau 3-4 unit blong wadah hasil tangkapan. Pendistribusian hasil tangkapan dengan menggunakan gerobak pengangkut dilakukan oleh buruh angkut dengan berjalan kaki sampai ke tempat pendistribusian yaitu pasar grosir Muara Angke. Buruh angkut segera mungkin mendorong gerobak yang berisi hasil tangkapan ke pasar grosir Muara Angke. Hal ini bertujuan agar hasil tangkapan yang berada di dalam keranjang tidak terkena sinar matahari langsung. Setelah sampai di pasar grosir Muara Angke, hasil tangkapan yang berada dalam keranjang ataupun di dalam blong diturunkan satu per satu dengan menggunakan tangan. Hasil tangkapan tersebut kemudian dipindahkan ke dalam bak-bak kecil yang bertujuan agar memudahkan pedagang pengumpul dalam menjual hasil tangkapannya. Penyimpanan hasil tangkapan di pasar grosir Muara Angke dalam bak-bak kecil sebelumnya dilakukan penyortiran hasil tangkapan.
Penyortiran hasil
tangkapan tersebut berdasarkan jenis dan ukuran hasil tangkapan. Adapun tujuan dilakukanya penyortiran yaitu agar memudahkan pedagang pengumpul dan pembeli dalam proses jual beli hasil tangkapan. Selain itu, penyortiran hasil tangkapan di pasar grosir Muara Angke dilakukan agar memudahkan pedagang pengumpul dalam penanganan hasil tangkapan. Penanganan hasil tangkapan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berbeda-beda. Penanganan yang biasa dilakukan oleh pedagang pengumpul di pasar grosir Muara Angke berupa penanganan dengan pemberian es ataupun dengan pemberian air. Penanganan hasil tangkapan di pasar grosir Muara Angke dibedakan berdasarkan jenis hasil tangkapan. Penanganan dengan menggunakan
66
es biasanya dilakukan untuk jenis hasil tangkapan seperti kembung, kakap, lemuru, dan tenggiri ; sedangkan penanganan hanya dengan menggunakan air biasanya dilakukan untuk jenis hasil tangkapan seperti jenis udang dan bawal. Menurut (Moeljanto, 1992 vide Aryadi, 2007) pedagang merupakan pelaku utama yang bertanggung jawab atas penanganan ikan setelah nelayan. Apabila penanganan lebih lanjut diabaikan, maka kualitas ikan akan berkurang cepat. Selama penyimpanan dan penjajakan, sebaiknya ikan selalu diberi es. Apabila pedagang memiliki modal yang cukup sebaiknya dilengkapi dengan unit pendingin (cool box).
Selain itu, kebersihan lingkungan tetap dijaga agar
kesegaran ikan dapat dipertahankan lebih lama. Ikan yang dijual oleh pedagang kecil sebaiknya diletakkan di atas meja yang bersih atau menggunakan es dalam wadah yang diletakkan di atas meja, sehingga sisa ikan yang belum terjual dapat disimpan dalam cool box atau dibiarkan saja dalam peti yang berisi es.
67
6
EFISIENSI PENDARATAN DAN PENDITRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE
6.1 Efisiensi Teknis Pendaratan Hasil Tangkapan Proses penting yang perlu diperhatikan setelah ikan ditangkap adalah proses pendaratan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan. Dalam proses pendaratan hasil tangkapan tersebut diperlukan efisiensi teknis guna menghambat kemunduran mutu ikan.
Efisiensi teknis juga bertujuan guna mempercepat
sesampainya ikan ke tangan konsumen.
Pelaku yang terlibat dalam proses
pendaratan hasil tangkapan adalah nelayan dan buruh angkut sangat menentukan terjadinya efisiensi pendaratan hasil tangkapan. Buruh angkut di PPI Muara Angke bertugas : 1) membongkar hasil tangkapan dari palka ke dek kapal, 2) menurunkan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga pendaratan, 3) melakukan penimbangan di dermaga pendaratan, 4) mengangkut hasil tangkapan ke TPI. Dalam membongkar hasil tangkapan dari palka ke dek kapal biasanya diperlukan 2-3 orang buruh angkut.
Jumlah buruh angkut tersebut sudah
ditentukan sebelumnya oleh pegawai KUD Mina Jaya. Buruh angkut pertama bertugas masuk ke dalam palka untuk membongkar dan mengangkut hasil tangkapan yang berada di dalam palka tersebut ke dek kapal, sedangkan buruh kedua dan ketiga bertugas untuk memasukan hasil tangkapan yang telah dibongkar oleh buruh pertama dan dimasukkan ke dalam keranjang. Hasil tangkapan yang telah dimasukkan ke dalam keranjang kemudian diturunkan ke dermaga pendaratan. Dalam menurunkan hasil tangkapan dari atas dek kapal ke dermaga pendaratan dilakukan tanpa menggunakan alat bantu. Penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga pendaratan diperlukan 4-6 orang buruh angkut. Dua orang buruh angkut berada di atas dek kapal dan dua orang buruh lainnya berada di dermaga pendaratan untuk mengangkut hasil tangkapan dan meletakkannya di dermaga pendaratan. Di dermaga pendaratan kemudian dilakukan penimbangan hasil tangkapan. Pada proses penimbangan diperlukan 2 orang buruh angkut untuk mengangkut keranjang hasil tangkapan ke alat penimbang, setelah hasil tangkapan
68
ditimbang kemudian hasil tangkapan diangkut ke lori untuk di angkut ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Pengangkutan hasil tangkapan ke TPI ini dilakukan oleh satu orang buruh dengan menggunakan alat pengangkut lori. Dalam proses pendaratan, buruh angkut di PPI Muara Angke bekerja secara berkelompok.
Buruh angkut tersebut diberi perlakuan masing-masing untuk
mengangkut 2 basket ikan dengan menggunakan lori (alat pengangkut) sebanyak 5 kelompok dengan kondisi tubuh relatif homogen (tinggi, bentuk/postur dan kesehatan). Berat basket semakin meningkat dengan lama waktu tertentu dan pada jarak tertentu yang sama dari palka ke TPI/tempat penimbangan, tetapi tanpa membuat basket terjatuh dan atau ikan menjadi rusak (Tabel 16).
Perlakuan tersebut
bertujuan untuk mendapatkan data lama waktu angkut hasil perlakuan berat oleh 5 kelompok responden buruh di PPI Muara Angke. Setelah diperoleh data rata-rata berat dan lama waktu yang diperlukan buruh angkut di PPI Muara Angke dalam mendaratkan hasil tangkapan dari palka ke dek kapal, kemudian data tersebut diplotkan ke dalam kurva. Pemplotan titik pada kurva didapatkan dengan cara memasukkan nilai x (rata-rata berat) ke dalam persamaan untuk melihat kecenderungan bentuk dari titik kurva. 1) Lama waktu optimum (terpendek kapal) pengangkutan hasil tangkapan oleh buruh angkut dari palka ke TPI (1) Hasil pra penelitian Tabel 16 Rata-rata data lama waktu angkut hasil perlakuan berat oleh 5 kelompok responden buruh di PPI Muara Angke Perlakuan berat (kg)
120 ∆
100 ∆
80 ∆
60 ∆
40
Rata-rata data percobaan lama waktu pengangkutan (detik) Palka Æ dek Dek kapal Æ Penimbangan Dermaga Jumlah kapal dermaga HT pendaratan Buruh (Buruh 1&2) pendaratan (Buruh 3&4) Æ TPI (1-5) (Buruh 2&3) (Buruh 5) 7,7 23,1 6,9 49,3 86,9 0,31 1,51 0,64 1,40 1,63 6,3 21,0 6,7 48,1 82,1 0,31 1,25 0,42 1,33 1,94 6,9 22,0 6,3 47,8 83,0 0,70 1,25 0,31 1,97 2,20 5,5 19,7 5,1 46,3 76,5 0,64 1,55 0,23 1,70 1,72 4,9 19,1 5,1 42,7 71,7 0,58 1,55 0,23 1,29 2,01
∆ Keterangan : selang kelas = 20 kg ; ∆ = simpangan baku
69
a. Palka-dek kapal
Gambar 16
Grafik hubungan lama waktu tempuh pengangkutan terhadap berat hasil tangkapan yang diangkut dari palka ke dek kapal oleh buruh angkut di PPI Muara Angke, 2010.
Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan dari (Tabel 16), dengan menggunakan rata-rata lama waktu tempuh dari palka ke dek kapal sebagai variabel x dan rata-rata berat sebagai variabel y, diperoleh persamaan kuadrat y = -12,48x2 + 184,9x – 572,6. Turunan pertama dari persamaan kuadrat tersebut adalah y’ = -24,96x + 184,9. Dengan demikian, dengan membuat persamaan kuadrat diatas sama dengan nol, maka lama waktu optimum pengangkutan oleh buruh angkut di PPI Muara Angke adalah 7,41 detik. Nilai lama waktu sebesar 7,41 detik merupakan lama waktu optimum yang bisa diangkut oleh buruh angkut dari palka ke dek kapal. Nilai R2 sebesar 0,820 merupakan nilai determinasi yang menunjukan bahwa model dugaan yang disajikan dapat mewakili model observasi sebesar 82,00 %. Nilai korelasi yang didapat adalah R= 0,91 yang menunjukkan bahwa hubungan antara lama waktu pengangkutan dan berat hasil tangkapan yang diangkut oleh buruh angkut adalah erat artinya berat yang diangkut oleh buruh angkut dapat menjelaskan lama waktu tempuh yang dicapai dan ada hubungan antara keduanya.
70
b. Dek kapal-dermaga pendaratan
Gambar 17
Grafik hubungan lama waktu tempuh pengangkutan terhadap berat hasil tangkapan yang diangkut dari dek kapal ke dermaga pendaratan oleh buruh angkut di PPI Muara Angke Tahun 2010.
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa persamaan yang didapat dari analisis regresi adalah y = -4,611x2 + 214,7x – 238,4. Dengan menurunkan persamaan tersebut maka didapat persamaan turunan pertama adalah y’ = -9,22x + 241,7. Dengan membuat persamaan turunan pertama menjadi nol maka didapat nilai optimum lama waktu tempuh pengangkutan oleh buruh angkut yaitu sebesar 23,28 detik. Nilai lama waktu 23,28 detik merupakan nilai lama waktu optimum buruh angkut dalam mengangkut hasil tangkapan dari palka ke dek kapal. Persamaan diatas juga memiliki nilai determinasi sebesar R2 = 0,805 yang yang menunjukan bahwa model dugaan yang disajikan dapat mewakili model observasi sebesar 80,50 %.
Nilai korelasi dapat diperoleh dengan cara
mengakarkan nilai determinasi tersebut. Dengan demikian dapat diperoleh nilai korelasi dari persamaan tersebut sebesar R = 0,90 yang menunjukkan bahwa hubungan antara lama waktu pengangkutan dan berat hasil tangkapan yang diangkut oleh buruh angkut adalah erat, artinya berat yang diangkut oleh buruh angkut dapat menjelaskan lama waktu tempuh yang dicapai dan ada hubungan antara keduanya.
71
c. Penimbangan
Gambar 18
Grafik hubungan lama waktu tempuh pengangkutan terhadap berat hasil tangkapan yang diangkut pada saat penimbangan oleh buruh angkut di PPI Muara Angke Tahun 2010.
Dari grafik diatas diperoleh persamaan kuadrat y = -22,62x2 + 305,1x 920,4. Turunan pertama dari persamaan kuadrat tersebut adalah y’ = -45,24x + 305,1, dengan membuat persamaan kuadrat diatas sama dengan nol, maka lama waktu optimum yang masih dapat diangkut oleh buruh angkut di PPI Muara Angke adalah 6,74 detik.
Nilai lama waktu sebesar 6,74 detik merupakan lama
waktu optimum pada saat penimbangan hasil tangkapan. Nilai determinasi yang diperoleh sebesar R2 = 0,842 nilai ini dapat menunjukan bahwa model dugaan yang disajikan dapat mewakili model observasi sebesar 84,20 %.
Nilai korelasi
yang didapat adalah R= 0,92 yang dapat
menunjukkan bahwa hubungan antara lama waktu pengangkutan hasil tangkapan dan berat hasil tangkapan yang diangkut oleh buruh angkut adalah erat.
72
d. Dermaga pendaratan-TPI
Gambar 19
Grafik hubungan lama waktu tempuh pengangkutan terhadap berat hasil tangkapan yang diangkut dari dermaga pendaratan ke TPI oleh buruh angkut di PPI Muara Angke Tahun 2010.
Dari grafik dapat dilihat bahwa persamaan yang didapat dari analisis regresi adalah y = -1,538x2 + 154,0x – 374,9. Dengan menurunkan persamaan tersebut maka didapat persamaan turunan pertama adalah y’ = -3,08x + 154,0. Dengan membuat persamaan turunan pertama menjadi nol maka didapat nilai optimum lama waktu tempuh yang dapat diangkut oleh buruh angkut yaitu sebesar 50,07 detik. Nilai lama waktu 50,07 detik merupakan nilai lama waktu optimum buruh angkut dalam mengangkut hasil tangkapan dari palka ke dek kapal. Persamaan diatas juga memiliki nilai determinasi sebesar R2 = 0,769 yang yang menunjukan bahwa model dugaan yang disajikan dapat mewakili model observasi sebesar 76,90 %.
Nilai korelasi dapat diperoleh dengan cara
mengakarkan nilai determinasi tersebut. Dengan demikian dapat diperoleh nilai korelasi dari persamaan tersebut sebesar R = 0,88 yang menunjukkan bahwa hubungan antara lama waktu pengangkutan dan berat hasil tangkapan yang diangkut oleh buruh angkut adalah erat, artinya berat yang diangkut oleh buruh angkut dapat menjelaskan lama waktu tempuh yang dicapai dan ada hubungannya.
73
e. Jumlah lama waktu pendaratan dari palka ke TPI
Gambar 20
Grafik hubungan lama waktu tempuh pengangkutan terhadap berat hasil tangkapan yang diangkut dari palka ke TPI oleh buruh angkut di PPI Muara Angke Tahun 2010.
Secara keseluruhan proses pendaratan dari mulai palka sampai ke TPI didapat lama waktu optimum sebesar 87,45 detik. Nilai ini diperoleh dengan cara membuat persamaan turunan pertama dari persamaan y = -0,329x2 + 57,54x – 240,5 menjadi nol. Adapun persamaan turunan pertama tersebut adalah y’ = 0,66x + 57,54. Nilai lama waktu sebesar 87,45 detik merupakan lama waktu optimum yang bisa diangkut oleh buruh angkut dari palka ke TPI. Nilai R2 sebesar 0,847 merupakan nilai determinasi yang menunjukan bahwa model dugaan yang disajikan dapat mewakili model observasi sebesar 84,70 %. Nilai korelasi yang didapat adalah R= 0,92 yang menunjukkan bahwa hubungan antara lama waktu pengangkutan dan berat hasil tangkapan yang diangkut oleh buruh angkut adalah erat artinya berat yang diangkut oleh buruh angkut dapat menjelaskan lama waktu tempuh yang dicapai dan ada hubungan antara keduanya.
74
(2) Hasil penelitian Berdasarkan hasil penelitian, pada pengukuran lama waktu rata-rata pengangkutan keranjang hasil tangkapan dari palka ke TPI menggunakan 20 responden buruh angkut di PPI Muara Angke : Tabel 17
Hasil pengukuran rata-rata berat dan lama waktu tempuh pengangkutan hasil tangkapan dari palka ke TPI oleh buruh angkut di PPI Muara Angke, 2010
Kelompok Buruh ke-
Berat (kg)
Rata-rata Simp baku
a.
Rata-rata lama waktu pengangkutan (detik) Dek kapal Penimbangan Dermaga Jumlah Æ waku HT pendaratan dermaga pendaratan Æ TPI pendaratan 9,3 67,9 12,8 43,3 133,2
Palka Æ dek kapal
85,0 11,30
1,55
19,31
2,38
3,39
20,37
Palka ke dek kapal Dari tabel diatas menunjukan bahwa lama waktu rata-rata yang dibutuhkan
untuk mengangkut hasil tangkapan dari palka ke dek kapal adalah 9,25 detik (Tabel 17). Berdasarkan hasil pra penelitian lama waktu optimum (terpendek kapal) pengangkutan yang masih mampu ditempuh oleh buruh angkut dari palka ke dek kapal di PPI Muara Angke adalah 7,41 detik. Apabila dibandingkan, lama waktu tempuh yang dicapai buruh angkut untuk mengangkut 1 keranjang dari palka ke dek kapal berisi ikan hasil tangkapan selama ini belum efisien. Buruh angkut sebenarnya masih mampu untuk mengangkut keranjang hasil tangkapan dari palka ke dek kapal dengan lama waktu tempuh yang lebih cepat daripada lama waktu tempuh yang biasa dicapai. b.
Dek kapal ke dermaga pendaratan Dari (Tabel 17) diatas dapat dilihat bahwa lama waktu rata-rata yang
dibutuhkan oleh buruh angkut untuk mengangkut hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga pendaratan adalah 67,9 detik, sedangkan berdasarkan hasil pra penelitian lama waktu optimum yang diperoleh adalah 23,28 detik. Terdapat selisih lama waktu yang cukup besar antara lama waktu rata-rata dengan lama waktu optimum yang diperoleh yaitu sebesar 44,62 detik. Apabila dibandingkan, lama waktu tempuh yang dicapai buruh angkut untuk mengangkut 1 keranjang berisi ikan hasil tangkapan selama ini belum efisien.
75
Buruh angkut sebenarnya masih mampu untuk mengangkut keranjang hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga pendaratan dengan lama waktu tempuh yang lebih cepat daripada lama waktu tempuh yang biasa dicapai. c.
Penimbangan di dermaga pendaratan Lama waktu rata-rata yang dibutuhkan pada saat penimbangan adalah 12,75
detik (Tabel 17).
Berdasarkan hasil pra penelitian lama waktu optimum
(terpendek kapal) pengangkutan yang masih mampu ditempuh oleh buruh angkut di PPI Muara Angke adalah 6,74. Apabila dibandingkan, lama waktu tempuh yang dicapai buruh angkut untuk mengangkut 1 keranjang berisi ikan hasil tangkapan selama ini belum efisien. Buruh angkut sebenarnya masih mampu untuk mengangkut keranjang hasil tangkapan pada saat penimbangan dengan lama waktu tempuh yang lebih cepat daripada lama waktu tempuh yang biasa dicapai. d.
Dermaga pendaratan ke TPI Pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga pendaratan memerlukan lama
waktu rata-rata adalah 43,3 detik (Tabel 17). Berdasarkan hasil pra penelitian lama waktu optimum (terpendek kapal) pengangkutan yang masih mampu ditempuh oleh buruh angkut di PPI Muara Angke adalah 50,07 detik. Apabila dibandingkan, lama waktu tempuh yang dicapai buruh angkut untuk mengangkut 1 keranjang berisi ikan hasil tangkapan selama ini sudah efisien. Buruh angkut telah mampu untuk mengangkut keranjang hasil tangkapan dari dermaga pendaratan ke TPI dengan lama waktu tempuh yang lebih cepat daripada lama waktu tempuh yang biasa dicapai. Hal ini dikarenakan, pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga pendaratan ke TPI telah menggunakan alat bantu pengangkutan yaitu lori. e.
Jumlah total lama waktu pendaratan dari palka ke TPI Dari (Tabel 17) diatas menunjukan bahwa lama waktu rata-rata yang
dibutuhkan untuk mengangkut hasil tangkapan dari palka ke dek kapal adalah 133,2 detik. Berdasarkan hasil pra penelitian lama waktu optimum (terpendek kapal) pengangkutan yang masih mampu ditempuh oleh buruh angkut di PPI Muara Angke adalah 87,45 detik. Apabila dibandingkan, lama waktu tempuh yang dicapai buruh angkut untuk mengangkut 1 keranjang berisi ikan hasil tangkapan selama ini belum efisien. Buruh angkut sebenarnya masih mampu
76
untuk mengangkut keranjang hasil tangkapan dengan lama waktu tempuh yang lebih cepat daripada lama waktu tempuh yang biasa dicapai. 2) Berat optimum hasi tangkapan yang dapat diangkut oleh buruh angkut dari palka ke TPI (1) Hasil pra penelitian Perhitungan berat optimum terpendek kapal menggunakan cara yang sama dengan perhitungan berat optimum, yaitu dengan dilakukan analisis regresi linear. Data rata-rata berat digunakan sebagai variabel x dan data lama waktu sebagai variabel y sehingga diperoleh persamaan kuadrat y = -0,002x2 + 0,437x + 58,33. Turunan pertama dari persamaan kuadrat tersebut adalah y’= -0,004x + 0,437. Dengan demikian, dengan membuat turunan pertama persamaan diatas sama dengan nol, maka berat optimum yang masih mampu diangkut oleh buruh angkut di PPI Muara Angke adalah 109,25 kg. Grafik dan persamaan mengenai hal tersebut disajikan dalam Gambar 19.
Gambar 21 Grafik hubungan berat hasil tangkapan yang diangkut terhadap lama waktu tempuh oleh buruh angkut di PPI Muara Angke, 2010 Dari grafik dan persamaan diatas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa nilai berat sebesar 109,25 kg merupakan berat optimum yang masih mampu diangkut oleh buruh angkut.
Nilai R2 sebesar 0,94 merupakan nilai determinasi yang
menunjukkan bahwa model dugaan yang disajikan dapat mewakili model observasi sebesar 94,00 %.
Nilai korelasi yang didapat adalah 0,97 yang
menunjukkan bahwa hubungan antara berat hasil tangkapan yang diangkut dengan lama waktu tempuh pengangkutan adalah sangat erat artinya lama waktu tempuh yang dicapai bergantung kepada berat yang diangkut dan ada hubungan antara keduanya.
77
(2) Hasil penelitian Teknis pembongkaran hasil tangkapan sampai pengangkutan hasil tangkapan dalam keranjang dari dek kapal sampai ke TPI akan mempengaruhi lama pemindahan. Jarak tempuh mempengaruhi lama pemindahan ikan dari kapal ke TPI. Jarak tempuh kapal sampai ke TPI di PPI Muara Angke cukup dek kapalat sekitar kurang lebih 20 m dengan karakteristik jalan yang cukup baik. Berdasarkan hasil penelitian, berat rata-rata satu keranjang berisi hasil tangkapan, yang diangkut dari kapal sampai ke TPI oleh buruh angkut, adalah 85 kg (jumlah responden buruh angkut = 20 orang). Pengangkutan ini memerlukan lama waktu angkut rata-rata, yaitu 2 menit 13,5 detik (133,2 detik) atau rata-rata pengangkutan hasil tangkapan adalah sebesar 1,57 detik/kg (Tabel 17). Berdasarkan hasil pra penelitian, berat optimum yang mampu diangkut oleh buruh angkut di PPI Muara Angke adalah sebesar 109,25 kg ; sedangkan berat rata-rata hasil tangkapan yang diangkut oleh buruh angkut di PPI sebesar 85 kg per keranjang. Apabila dibandingkan berat hasil tangkapan yang diangkut oleh buruh angkut pada penelitian terhadap hasil pra penelitian tersebut maka belum efisien. Terdapat selisih berat rata-rata hasil tangkapan sebesar 24,25 kg per dua keranjang. Berat hasil tangkapan dalam keranjang yang diangkut tersebut tidak dimaksimalkan, karena buruh tidak memasukkan hasil tangkapan tersebut kedalam keranjang dengan kapasitas penuh keranjang yaitu sebesar 50-60 kg. Seharusnya, buruh angkut dapat mengangkut hasil tangkapan lebih dari berat optimum hasil tangkapan yang masih dapat diangkut oleh buruh angkut di PPI Muara Angke yaitu 109,25 kg.
6.2 Mutu Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang banyak didaratkan di PPI Muara Angke berupa ikan bloso, cakalang, cucut, cumi-cumi, kembung, pari, lemuru, tembang, tenggiri dan tongkol. Hasil tangkapan dengan jenis demikian mudah mengalami kemunduran mutu. Tetapi karena di kapal penangkapan terdapat palka pendingin atau frezzer untuk pembekuan hasil tangkapan maka kualitas ikan sampai di darat masih tetap terjaga
78
Berdasarkan pengukuran organoleptik yang dilakukan masing-masing terhadap hasil tangkapan yang didaratkan oleh 4 kapal penangkap cumi (boukeami), maka didapatkan rata-rata nilai organoleptik hasil tangkapan yang didaratkan untuk kapal boukeami tersebut sebesar 6,4 ; perhitungan organoleptik secara lengkap terdapat pada (Lampiran 3).
Pengukuran organoleptik hasil
tangkapan ini dilakukan di tempat pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke yaitu pasar grosir Muara Angke. Pada lampiran 3, kondisi mutu ikan hasil tangkapan di atas dapat dikatakan hampir seragam ; ikan hasil tangkapan berada dalam nilai organoleptik 6-7 atau ikan dalam keadaan agak baik.
Menurut hasil pengamatan dan wawancara,
kualitas ikan dalam keadaan agak baik dikarenakan adanya penanganan ikan di atas kapal yaitu ikan di bekukan di dalam frezzer sehingga sesampainya di tempat pendaratan mutu ikan masih dalam keadaan baik. Hal ini juga bergantung pada penanganan hasil tangkapan di tempat pendistribusian ikan yaitu pasar grosir Muara Angke. Tabel 18 Pengujian organoleptik ikan yang didaratkan oleh kapal boukeami di PPI Muara Angke, 2010 Kapal boukeami ke1 2 3 4
Spesifikasi Organoleptik Ikan Mata Insang Konsistensi Mata Insang Konsistensi Mata Insang Konsistensi Mata Insang Konsistensi Rata-rata organoleptik Kisaran
Rata-rata nilai 6,6 6,7 6,5 6,5 6,5 6,6 6,6 6,4 6,4 6,1 6,4 6 6,4 6,1 - 6,7
Penanganan hasil tangkapan di pasar grosir Muara Angke cukup baik, para pedagang pengumpul terlebih dahulu memisahkan hasil tangkapan berdasarkan jenis dan ukurannya.
Setelah itu, penanganan hasil tangkapan dilakukan
79
berdasarkan jenisnya. Penanganan yang dilakukan dapat berupa pemberian es maupun hanya direndam dengan air saja. Selain penanganan hasil tangkapan, lama
waktu pendaratan dan
pendistribusian hasil tangkapan juga harus diperhatikan. Lama waktu pagi dan malam hari merupakan lama waktu yang baik dalam melakukan pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan. Keadaan suhu pada siang hari yang panas dan ikan disinari langsung oleh terik matahari dapat menurunkan mutu ikan.
6.3 Efisiensi Pendistribusian Hasil Tangkapan Efisiensi ekonomis pendistribusian hasil tangkapan digunakan untuk menghitung perbandingan antara nilai total penjualan hasil tangkapan oleh pedagang pengumpul (palele) di pasar grosir Muara Angke dan total biaya pendistribusian
yang
dikeluarkan
oleh
pedagang
pengumpul
untuk
mendistribusikan hasil tangkapan dari TPI ke pasar grosir Muara Angke. Nilai total penjualan hasil tangkapan adalah nominal uang yang didapat setelah pedagang melakukan suatu usaha jual beli hasil tangkapan terhadap pembeli.
Nilai total penjualan hasil tangkapan yang diperoleh pedagang
pengumpul di PPI Muara Angke merupakan hasil perkalian antara jumlah penjualan hasil tangkapan dalam satu bulan dengan harga penjualan hasil tangkapan.
Data jumlah penjualan hasil tangkapan, harga penjualan hasil
tangkapan dan nilai total penjualan hasil tangkapan ditunjukkan pada Tabel 19. Tabel 19 Data jumlah, harga dan nilai total penjualan hasil tangkapan oleh 6 responden pedagang pengumpul di pasar grosir Muara Angke pada bulan Maret, 2010 Responden ke1 2 3 4 5 6
Jumlah penjualan (kg) 8.277,0 15.438,0 26.102,0 5.425,0 24.118,0 26.474,0
Harga penjualan (Rp) 15.500,00 15.100,00 15.100,00 15.700,00 13.900,00 14.900,00
Nilai total penjualan (Rp) 128.293.500,00 233.113.800,00 394.140.200,00 85.172.500,00 335.240.200,00 394.462.600,00
Nilai total penjualan hasil tangkapan dari masing-masing responden pedagang pengumpul di pasar grosir Muara Angke terkait secara langsung dengan jumlah penjualan hasil tangkapan yang dijual oleh pedagang pengumpul ke
80
konsumen. Pada responden keenam nilai total penjualan hasil tangkapan lebih tinggi yaitu Rp 394.462.600,00 karena jumlah penjualan hasil tangkapan yang dijual juga lebih besar dibandingkan dengan responden lainnya yaitu 26.474 kg (Lampiran 19) ; sedangkan pada responden keempat nilai total penjualan hasil tangkapannya lebih rendah apabila dibandingkan dengan responden lainnya yaitu Rp 85.172.500,00 karena jumlah penjualan hasil tangkapan yang dijual paling sedikit yaitu 5.425 kg (Lampiran 17). Biaya pendistribusian adalah biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul untuk mendistribusikan hasil tangkapan ke daerah tujuan distribusi. Biaya pendistribusian di PPI Muara Angke merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul untuk mendistribusikan hasil tangkapan dari TPI ke pasar grosir Muara Angke. Biaya pendistribusian ini termasuk dengan biaya pembelian hasil tangkapan di PPI Muara Angke. Biaya yang dikeluarkan dalam pendistribusian hasil tangkapan dapat dilkelompokkan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang nilainya dianggap tetap dan harus dikeluarkan dalam suatu waktu ; sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan dan nilainya dapat berubah. Data biaya tetap, biaya tidak tetap, dan total biaya pendistribusian oleh 6 responden pedagang pengumpul yang berada di PPI Muara Angke ditunjukan pada Tabel 20. Tabel 20
Data biaya tetap, biaya tidak tetap dan total biaya pendistribusian hasil tangkapan oleh 6 responden pedagang pengumpul di pasar grosir Muara Angke pada bulan Maret, 2010
Responden ke1 2 3 4 5 6
Total biaya tetap (Rp) 250.000,00 250.000,00 250.000,00 250.000,00 250.000,00 250.000,00
Total biaya tidak tetap (Rp) 125.747.005,00 228.479.114,00 384.035.006,00 84.147.175,00 328.394.656,00 387.513.578,00
Total biaya pendistribusian (Rp) 125.997.005,00 228.729.114,00 384.285.006,00 84.397.175,00 328.644.656,00 387.763.578,00
Biaya tetap yang dikeluarkan oleh pedagang pasar grosir Muara Angke dalam satu bulan adalah Rp 250.000,00 untuk sewa lapak. Biaya tersebut tetap dikeluarkan oleh pedagang pengumpul, walaupun kegiatan jual beli hasil tangkapan di pasar grosir Muara Angke tidak berjalan.
81
Biaya tidak tetap dikeluarkan oleh pedagang di pasar grosir Muara Angke untuk keperluan pendistribusian hasil tangkapan dari TPI ke pasar grosir Muara Angke, dengan rincian sebagai berikut : biaya sewa gerobak, biaya sewa fiber, biaya sewa bak, biaya pembelian plastik pembungkus, biaya upah pekerja, biaya sewa keranjang, biaya pembelian es, biaya keamanan dan biaya retribusi sebesar 3% dari total penjualan hasil tangkapan. Biaya tidak tetap yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul berkaitan dengan jumlah penjualan hasil tangkapan yang akan di jual di pasar grosir Muara Angke. Semakin besar jumlah penjualan hasil tangkapan yang akan dijual di pasar grosir Muara Angke, maka akan semakin besar biaya tidak tetap yang akan dikeluarkan oleh pedagang pengumpul.
Misalnya, pada responden keenam
jumlah penjualan hasil tangkapan yaitu sebesar 26.474 kg per bulan. Jumlah penjualan hasil tangkapan ini merupakan jumlah penjualan hasil tangkapan yang terbesar dibandingkan dengan responden lainya, maka akan semakin besar pula biaya tidak tetap yang dikeluarkan oleh responden keenam untuk keperluan hasil tangkapan yaitu sebesar Rp 387.513.578,00. Biaya tidak tetap tersebut digunakan antara lain untuk pembelian hasil tangkapan ; biaya sewa bak, biaya sewa keranjang, biaya sewa fiber, dan biaya lainnya. Total biaya pendistribusian terkait langsung dengan biaya tidak tetap yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul.
Pada responden keenam total biaya
pendistribusian yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan dengan pedagang pengumpul lainnya yaitu sebesar Rp 387.763.578,00 ; karena biaya tidak tetap yang dikeluarkan responden keenam juga besar yaitu sebesar Rp 387.513.578,00. Pada responden keempat total biaya pendistribusian yang dikeluarkan paling kecil dibandingkan dengan responden lainnya yaitu sebesar Rp 84.397.175,00 ; karena biaya tidak tetap yang dikeluarkan oleh responden keempat juga paling sedikit yaitu sebesar Rp 84.147.175,00. Efisiensi pendistribusian dilakukan untuk membandingkan output dengan input dari masing-masing 6 responden pedagang pengumpul di pasar grosir Muara Angke. Output dari pedagang pengumpul di pasar grosir Muara Angke adalah nilai total penjualan hasil tangkapan yang dijual oleh pedagang pengumpul ke pembeli dalam satu bulan yaitu lama waktu penelitian, sedangkan input adalah
82
total biaya pendistribusian yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul untuk mendistribusikan hasil tangkapan dari TPI ke pasar grosir Muara Angke dalam satu bulan, antara lain : biaya tetap untuk sewa lapak dan biaya tidak tetap (biaya sewa gerobak, biaya sewa fiber, biaya sewa bak, biaya upah pedagang dan pekerja, biaya es untuk mengawetkan hasil tangkapan dan biaya lainnya). Data mengenai nilai total penjualan, total biaya pendistribusian dan nilai efisiensi pendistribusian ditunjukkan pada Tabel 21. Tabel 21 Data nilai total penjualan, total biaya pendistribusian, keuntungan dan nilai efisiensi pendistribusian oleh 6 responden pedagang pengumpul di pasar grosir Muara Angke pada bulan Maret, 2010 Responden ke-
Nilai total penjualan (Rp)
1 2 3 4 5 6 Rata-rata
128.293.500,00 233.113.800,00 394.140.200,00 85.172.500,00 335.240.200,00 394.462.600,00 261.737.133,33
Keterangan :
Total biaya pendistribusian (Rp) 125.997.005,00 228.729.114,00 384.285.006,00 84.397.175,00 328.644.656,00 387.763.578,00 256.636.089,00
Keuntungan (Rp) 2.296.495,00 4.384.686,00 9.855.194,00 775.325,00 6.595.544,00 6.699.022,00 5.101.044,33
Efisiensi pendistribusian (TBP /NTP) (%) 1,02 1,02 1,03 1,01 1,02 1,02 1,02
NTP : Nilai Total Penjualan TBP : Total Biaya Pendistribusian
Keuntungan terbesar yaitu Rp 9.855.194,00 diperoleh oleh responden ketiga, sedangkan keuntungan terkecil yaitu sebesar Rp 775.325,00 diperoleh oleh responden keempat. Besarnya keuntungan yang diperoleh oleh pedagang pengumpul terkait dengan besarnya nilai total penjualan yang diterima dan total biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul. Semakin besar nilai total penjualan yang didapat oleh pedagang pengumpul maka akan semakin besar pula keuntungan yang didapat. Sebaliknya, semakin kecil biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul maka keuntungan yang didapat akan semakin besar. Total biaya merupakan penjumlahan dari total biaya tetap, total biaya pembelian hasil tangkapan, dan total biaya pendistribusian hasil tangkapan. Dari tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata nilai efisiensi pendistribusian hasil tangkapan dari keenam responden pedagang pengumpul di PPI Muara Angke sebesar 1,02. Nilai tersebut dapat diartikan bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan mampu menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,02.
83
Nilai efisiensi pendistribusian yang terbesar adalah sebesar 1,03 yang terdapat pada responden ketiga. Nilai efisiensi pendistribusian tersebut diperoleh dari pembagian antara nilai total penjualan hasil tangkapan oleh pedagang pengumpul dengan total biaya pendistribusian.
Semakin besar nilai efisiensi
pendistribusian hasil tangkapan ; artinya total biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul untuk mendistribusikan hasil tangkapan akan semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa responden ketiga merupakan responden yang paling efisien dalam mendistribusikan hasil tangkapan dari TPI ke pasar grosir Muara Angke. Pada responden keempat nilai efisiensi pendistribusian yang didapat sebesar 1,01.
Nilai efisiensi pendistribusian tersebut diperoleh dari pembagian antara
nilai total penjualan hasil tangkapan oleh pedagang pengumpul dengan total biaya pendistribusian. Nilai efisiensi pendistribusian tersebut merupakan nilai efisiensi pendistribusian terkecil yang didapat dari keenam responden di pasar grosir Muara Angke. Semakin kecil nilai efisiensi pendistribusian hasil tangkapan ; artinya total biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul untuk mendistribusikan hasil tangkapan akan semakin besar.
Hal ini menunjukkan
bahwa responden keempat merupakan responden yang paling tidak efisien dalam mendistribusikan hasil tangkapannya dari TPI ke pasar grosir Muara Angke.
84
7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1) Kondisi pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Angke berlangsung cukup baik diantaranya telah terdapat pembagian kerja antar buruh angkut di dalam pelaksanaan pendaratan hasil tangkapan tersebut. Kondisi pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke sudah mampu mempertahankan mutu hasil tangkapan yang didistribusikan. Penggunaan es, air dan bak sebagai wadah hasil tangkapan dapat mempertahankan mutu ikan selama di tempat pendistribusian yaitu pasar grosir Muara Angke. 2) Efisiensi teknis pendaratan dari segi berat hasil tangkapan yang diangkut di PPI Muara Angke tidak terjadi ; karena buruh angkut di PPI Muara Angke tidak memaksimalkan berat hasil tangkapan yang diangkut. Berat optimum yang diperoleh sebesar 109,25 kg, sedangkan rata-rata berat hasil tangkapan yang diangkut oleh buruh angkut adalah 85 kg. Efisiensi teknis dalam segi lama waktu yang di tempuh pada proses pendaratan hasil tangkapan juga tidak terjadi. Lama waktu optimum yang diperoleh adalah sebesar 87,45 detik, sedangkan rata-rata lama waktu yang bisa di tempuh oleh buruh angkut adalah 133,2 detik. Nilai efisiensi pendistribusian hasil tangkapan dari TPI Muara Angke ke pasar grosir Muara Angke sebesar 1,02 untuk 6 responden yang terdapat di PPI Muara Angke.
7.1 Saran 1) Agar efisiensi teknis pendaratan hasil tangkapan dapat tercapai maka buruh angkut perlu meningkatkan kemampuan pengangkutan hasil tangkapan dan lebih mempersingkat lama waktu pengangkutan di dalam pendaratan. 2) Agar efisiensi pendistribusian hasil tangkapan dari Tempat Pelelangan Ikan ke pasar grosir Muara Angke dapat tercapai maka pedagang pengumpul perlu memperkecil biaya pendistribusian hasil tangkapan dari TPI ke pasar grosir Muara Angke.
85
DAFTAR PUSTAKA [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori. SNI 01-2346-2006. [DEPTAN] Departemen Pertanian. 1984. Standar Pertanian Indonesia Bidang Perikanan Petunjuk Pengujian Organoleptik. Departemen Pertanian. Jakarta. 10 Hal. Anonim. 1981. Standar Rencana Induk dan Pokok-Pokok Desain untuk Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan. Direktorat Jeendral Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta: PT. Inconeb. Anonim. 2006. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 Tentang Pelabuhan Perikanan. Jakarta. Aryadi, O. 2007. Pengendalian Kualitas Ikan pada Distribusi Hasil Tangkapan di PPP Cilauteurem Kecamatan Pameungpeuk [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. BPS Kota Jakarta Utara. 2008. Jakarta Utara dalam Angka 2008. Kota Jakarta Utara. Badan Pusat Statistik Kota Jakarta Utara. BPS Kota Jakarta Utara. 2009. Jakarta Utara dalam Angka 2008. Kota Jakarta Utara. Badan Pusat Statistik Kota Jakarta Utara. Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Jakarta Utara. 2009. Data Statistik Perikanan. Kota Jakarta Utara : Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Jakarta Utara. Hanafiah, A. M. Saefuddin. 1983. Tata Niaga Hasil Perikanan. Penerbit UI (UI Press). Haririyah. 2002. Efektifitas Teknis Pendaratan Hasil Tangkapan Tonda di Pelabuhan Perikanan Nusantara Bungus. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Herlindah, R. 1994. Analisis Efisiensi Teknis dan Ekonomis Unit Penangkapan Tuna Longline di PT. Perikanan Samodra Besar, Benoa-Bali [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
86
Krisdiyanto, D. 2007. Analisis Efisiensi Pendaratan dan Pendistribusian Hasil Tangkapan di PPI Camplong Kabupaten Sampang Madura [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lubis, E. 2000. Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bogor: Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis , E. 2006. Pengantar Pelabuhan Perikanan. Buku I. Laboratorium Pelabuhan Perikanan. Departemen Suberdaya Perikanan. FPIK-IPB. Bogor. Malik, J.S. 2006. Kajian Distribusi Hasil Tangkapan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, Jakarta Utara [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Mulyadi, M. D. 2007. Analisis Pendaratan dan Penanganan Hasil Tangkapan dan Fasilitas Terkait di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pane, A.B. 2008. Bahan Kuliah Analisis Hasil Tangkapan (Dasar). Bogor : Departemen Pemnafaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Pane, A.B. 29 Mei 2010. Komunikasi Pribadi. Dosen Mata Kuliah Analisis Hasil Tangkapan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Pertamina. 2008. Harga Minyak Nasional. www.pertamina.co.id. [14 Juli 2010]. Rahadiansyah, D. 2003. Analisis Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPI Pangandaran PPI Prigi dan PPI Cijulang di Teluk Parigi Kabupaten Ciamis [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rahayu, I. S. 2000. Studi Aspek Teknik Penanganan Ikan yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudra Jakarta [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rusmali, K. W. 2002. Analisis Pendaratan dan Pemasaran hasil tangkapan dan Dampaknya Terhadap Sanitasi di Pelabuhan Perikanan Samudra Jakarta, Muara Baru DKI Jakarta [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
87
Setiawan, H. 2006. Analisis pendaratan dan Penanganan Hasil Tangkapan dan Hubungannya dengan Fasilitas Terkaitnya di PPP Bajomulyo Juwana Pati [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sumiati. 2008. Kajian Fasilitas dan Produksi Hasil Tangkapan dalam Menunjang Industri Pengolahan Ikan di PPN Palabuhanratu Sukabumi [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Wistati, A. 1997. Proses Pendaratan, Penanganan, dan Distribusi Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Samudra Jakarta [Laporan Praktek Lapang] Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Yana, A.T. Analisis Preferensi Konsumen terhadap Ikan Pelagis di Muara Angke Jakarta [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
88
LAMPIRAN
89
Lampiran 1 Rancangan pengukuran berat beban hasil tangkapan optimum yang dapat diangkat oleh 5 sampel kelompok buruh angkut (pra penelitian) Kelompok buruh ke -
Berat Perlakuan (kg) 120 100
1
80 60 40 120
2 100 80
Ulangan ke 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1
Palka Æ dek kapal 7 8 7 7 6 6 6 6 7 5 5 4 5 5 5 8 7 8 8 7 7 6
Data percobaan lama waktu pengangkutan (detik) Dek kapal Æ Penimbangan Dermaga pendaratan Æ dermaga pendaratan TPI 22 23 20 19 20 21 20 22 20 18 20 17 18 19 15 24 24 21 20 22 23 22
8 7 8 8 8 9 7 5 8 6 6 6 5 6 5 6 4 6 7 5 8 8
48 47 48 45 47 48 48 46 45 47 43 45 42 40 42 52 49 52 48 50 51 51
Jumlah 85 85 83 79 81 84 81 79 80 76 74 72 70 70 67 90 84 87 83 84 89 87
89
90
Kelompok buruh ke -
2
Berat Perlakuan (kg) 80 60 40 120 100
3
80 60 40
4
120 100
Ulangan ke -
Palka Æ dek kapal
2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1
6 7 6 5 5 5 4 4 8 9 8 6 5 5 8 7 8 6 4 5 4 6 4 8 7 8 6
Data percobaan lama waktu pengangkutan (detik) Dek kapal Æ Penimbangan Dermaga pendaratan Æ dermaga pendaratan TPI 23 21 19 22 19 20 20 16 22 25 21 21 21 23 21 24 21 20 21 19 19 21 16 25 24 22 19
5 6 3 4 7 5 4 5 9 7 6 6 5 5 6 6 7 5 4 4 4 5 6 7 8 6 7
48 48 49 46 47 45 43 45 48 49 51 49 51 50 52 48 48 49 46 47 45 42 44 52 51 51 48
Jumlah 82 82 77 77 78 75 71 70 87 90 86 82 82 83 87 85 84 80 75 75 72 74 70 92 90 87 80
90
91 Kelompok buruh ke -
Berat Perlakuan (kg)
Ulangan ke -
100
2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
80 4
60 40 120 100
5
80 60 40
Palka Æ dek kapal 6 5 7 5 8 8 6 5 5 4 4 9 7 6 6 8 7 8 7 8 6 6 6 7 7 4
Data percobaan lama waktu pengangkutan (detik) Dek kapal Æ Penimbangan Dermaga pendaratan Æ dermaga pendaratan TPI 21 22 22 24 22 19 21 18 20 21 17 26 25 23 19 23 21 23 24 21 20 23 19 21 21 23
6 5 5 9 3 6 6 3 6 4 3 8 7 6 8 8 6 7 6 6 5 5 7 6 7 5
52 52 52 49 48 51 47 49 46 44 46 47 43 51 43 42 45 47 45 42 44 41 43 40 37 39
Jumlah 85 84 86 87 81 84 80 75 77 73 70 90 82 86 76 81 79 85 82 77 75 75 75 74 72 71
91
92
Lanjutan lampiran 1 Kelompok buruh ke -
Berat Perlakuan (kg)
120
100 Rata-rata 80
60
40 Simpangan Baku
Ulangan ke -
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Palka Æ dek kapal 8 7,6 7,4 6,6 6,4 6 7 6,2 7,6 6,2 5,2 5 5,2 5,2 4,2 1,1
Data percobaan lama waktu pengangkutan (detik) Penimbangan Dermaga Dek kapal Æ pendaratan Æ TPI dermaga pendaratan 23,8 24,2 21,4 19,6 21,4 22 21,6 23,4 21 19,2 21,4 18,4 19,6 20,4 17,4 1,9
7,6 6,6 6,4 7,2 6,4 6,6 6,6 6,2 6 5 5 5,4 5,2 5,2 4,8 0,9
49,4 47,8 50,6 46,6 48,4 49,2 50 47,2 46,2 48 44,6 46,2 43,6 41,2 43,2 2,7
Jumlah
88,8 86,2 85,8 80 82,6 83,8 85,2 83 80,8 78,4 76,2 75 73,6 72 69,6 5,7
92
93
Lampiran 2 Pengukuran rata-rata berat dan rata-rata lama waktu tempuh pengangkutan hasil tangkapan oleh buruh angkut di PPI Muara Angke, 2010
Sampel kelompok buruh angkut ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Berat 96 78 86 90 102 78 86 63 88 93 110 92 85 90 84 82 78 64 74 81
Palka Æ dek kapal 11 8 10 8 9 9 10 10 9 11 13 7 10 8 6 9 8 9 10 10
Data percobaan lama waktu pengangkutan (detik) Dek kapalÆdermaga Dermaga pendaratan Penimbangan pendaratan ÆTPI 37 13 47 54 15 43 93 17 47 80 10 44 81 11 40 95 13 43 56 14 42 78 11 45 63 10 41 90 12 37 72 11 51 53 11 45 25 11 42 78 13 43 64 14 39 92 19 46 74 14 46 56 12 42 72 10 38 45 14 45
Jumlah 108 120 167 142 141 160 122 144 123 150 147 116 88 142 123 166 142 119 130 114
93
94
Lampiran 3 Pengujian nilai organoleptik ikan yang didaratkan oleh kapal boukeami di PPI Muara Angke, 2010 Kapal Boukeami ke-1 Spesifikasi Organoleptik Ikan Mata Insang Konsistensi Rata-rata
1
2
3
6 6 6
7 7 7
7 7 7
Nilai Organoleptik Ikan ke4 5 6 7 8 6 6 6
7 7 7
7 6 7
7 7 6
6 7 6
9
10
6 7 6
7 7 7
Ratarata 6.6 6.7 6.5 6.6
Kapal Boukeami ke-2 Spesifikasi Organoleptik Ikan Mata Insang Konsistensi Rata-rata
1
2
3
7 7 7
6 6 6
7 7 7
Nilai Organoleptik Ikan ke4 5 6 7 8 7 6 7
6 6 6
6 6 7
7 7 7
6 6 6
9
10
7 7 6
6 7 7
Ratarata 6.5 6.5 6.6 6.53
Kapal Boukeami ke-3 Spesifikasi Organoleptik Ikan Mata Insang Konsistensi Rata-rata
1
2
3
7 7 6
6 6 6
6 6 6
Nilai Organoleptik Ikan ke4 5 6 7 8
Ratarata
9
10
7 7 7
7 6 6
6 6 6
Nilai Organoleptik Ikan ke4 5 6 7 8
9
10
Ratarata
6 7 7
6 6 6
6.1 6.4 6
6 6 6
7 7 7
7 7 7
7 6 7
6.6 6.4 6.4 6.47
Kapal Boukeami ke-4 Spesifikasi Organoleptik Ikan Mata Insang Konsistensi
1
2
3
6 6 6
6 7 6
6 6 6
6 6 5
7 7 6
6 6 6
6 6 6
6 7 6
95
Lampiran 4 Data harga dan jumlah rata-rata pembelian hasil tangkapan oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 Respoden ke1 2 3 4 5 6 Rata-rata
Harga rata-rata pembelian hasil tangkapan (Rp/kg) 14.100,00 13.900,00 13.900,00 14.200,00 12.900,00 13.800,00 13.866,67
Jumlah rata-rata pembelian hasil tangkapan per hari (kg) 267,0 498,0 842,0 175,0 778,0 854,0 569,0
Banyaknya hari pada bulan Maret 31 31 31 31 31 31 31
Jumlah rata-rata pembelian hasil tangkapan dalam satu bulan (kg) 8.277,0 15.438,0 26.102,0 5.425,0 24.118,0 26.474,0 17.639,0
Sumber : Hasil wawancara dengan pedagang pengumpul
95
96
Lampiran 5 Data harga dan jumlah rata-rata sewa gerobak oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 Respoden ke1 2 3 4 5 6 Rata-rata
Harga rata-rata sewa gerobak (Rp/unit) 15.000,00 10.000,00 15.000,00 15.000,00 15.000,00 15.000,00 14.166,67
Harga rata-rata sewa gerobak per hari (unit) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
Banyaknya hari pada bulan Maret 31 31 31 31 31 31 31
Jumlah rata-rata sewa gerobak dalam satu bulan (Rp/unit) 31,0 31,0 31,0 31,0 31,0 31,0 31,0
Sumber : Hasil wawancara dengan pedagang pengumpul
96
97
Lampiran 6 Data harga dan jumlah rata-rata sewa fiber oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 Respoden ke1 2 3 4 5 6 Rata-rata
Harga rata-rata sewa fiber (Rp/unit) 5.000,00 5.000,00 5.000,00 5.000,00 5.000,00 5.000,00 5.000,00
Harga rata-rata sewa fiber per hari (unit) 4,0 6,0 8,0 4,0 7,0 9,0 6,3
Banyaknya hari pada bulan Maret 31 31 31 31 31 31 31
Jumlah rata-rata sewa fiber dalam satu bulan (Rp/unit) 124,0 186,0 248,0 124,0 217,0 279,0 196,3
Sumber : Hasil wawancara dengan pedagang pengumpul
97
98
Lampiran 7 Data harga dan jumlah rata-rata sewa bak oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 Respoden ke1 2 3 4 5 6 Rata-rata
Harga rata-rata sewa bak (Rp/unit) 1.000,00 1.000,00 1.500,00 1.000,00 1.500,00 1.000,00 1.166,67
Jumlah rata-rata sewa bak per hari (unit) 4,0 5,0 6,0 5,0 5,0 5,0 5,0
Banyaknya hari pada bulan Maret 31 31 31 31 31 31 31
Jumlah rata-rata sewa bak satu bulan (unit) 124,0 155,0 186,0 155,0 155,0 155,0 155,0
Sumber : Hasil wawancara dengan pedagang pengumpul
98
99
Lampiran 8 Data harga dan jumlah rata-rata pembelian plastik oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 Respoden ke1 2 3 4 5 6 Rata-rata
Harga rata-rata pembelian plastik pembungkus (Rp/pack) 9.500,00 9.500,00
Jumlah rata-rata pembelian plastik pembungkus per hari (pack) 2,0 2,0
Banyaknya hari pada bulan Maret 31 31 31 31 31 31 31
Jumlah rata-rata pembelian plastik pembungkus dalam satu bulan (pack) 62,0 62,0
Sumber : Hasil wawancara dengan pedagang pengumpul
99
100
Lampiran 9 Data upah dan jumlah rata-rata pekerja yang bekerja oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 Respoden ke1 2 3 4 5 6 Rata-rata
Upah rata-rata pekerja (Rp/orang) 40.000,00 35.000,00 50.000,00 30.000,00 45.000,00 50.000,00 41.666,67
Jumlah rata-rata pekerja per hari (orang) 2,0 3,0 3,0 2,0 2,0 3,0 2,5
Banyaknya hari pada bulan Maret 31 31 31 31 31 31 31
Jumlah rata-rata pekerja satu bulan (orang) 62,0 93,0 93,0 62,0 62,0 93,0 77,5
Sumber : Hasil wawancara dengan pedagang pengumpul
100
101
Lampiran 10 Data harga dan jumlah rata-rata sewa keranjang oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 Respoden ke1 2 3 4 5 6 Rata-rata
Harga rata-rata sewa keranjang (Rp/unit) 1.500,00 1.500,00 1.500,00 1.500,00 1.500,00 1.500,00 1.500,00
Jumlah rata-rata sewa keranjang per hari (unit) 3,0 2,0 2,0 2,0 3,0 2,0 2,3
Banyaknya hari pada bulan Maret 31 31 31 31 31 31 31
Jumlah rata-rata sewa keranjang dalam satu bulan (unit) 93,0 62,0 62,0 62,0 93,0 62,0 72,3
Sumber : Hasil wawancara dengan pedagang pengumpul
101
102
Lampiran 11 Data harga dan jumlah rata-rata pembelian es oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 Respoden ke1 2 3 4 5 6 Rata-rata
Harga rata-rata pembelian es (Rp/balok) 7.000,00 7.500,00 7.000,00 7.000,00 7.500,00 7.000,00 7.166,67
Jumlah rata-rata pembelian es per hari (balok) 6,0 9,0 12,0 6,0 10,5 13,5 9,5
Banyaknya hari pada bulan Maret 31 31 31 31 31 31 31
Jumlah rata-rata pembelian es satu bulan (balok) 186,0 279,0 372,0 186,0 325,5 418,5 294,5
Sumber : Hasil wawancara dengan pedagang pengumpul
102
103
Lampiran 12 Data biaya dan jumlah rata-rata biaya keamanan oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 Respoden ke1 2 3 4 5 6 Rata-rata
Biaya rata-rata biaya keamanan (Rp/hari) 2.000,00 2.000,00 2.000,00 2.000,00 2.000,00 2.000,00 2.000,00
Jumlah rata-rata pembayaran biaya kemanan per hari (hari) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
Banyaknya hari pada bulan Maret 31 31 31 31 31 31 31
Jumlah rata-rata pembayaran biaya kemanan per bulan (hari) 31,0 31,0 31,0 31,0 31,0 31,0 31,0
Sumber : Hasil wawancara dengan pedagang pengumpul
103
104
Lampiran 13 Data harga dan jumlah rata-rata penjualan hasil tangkapan oleh 6 orang pedagang pengumpul di PPI Muara Angke pada Bulan Maret, 2010 Respoden ke1 2 3 4 5 6 Rata-rata
Harga penjualan hasil tangkapan (Rp/kg) 15.500,00 15.100,00 15.100,00 15.700,00 13.900,00 14.900,00 15.133,33
Jumlah rata-rata penjualan hasil tangkapan (kg) 267,0 498,0 842,0 175,0 778,0 854,0 569,0
Banyaknya hari pada bulan Maret 31 31 31 31 31 31 31
Jumlah rata-rata penjualan hasil tangkapan per bulan (kg) 8.277,0 15.438,0 26.102,0 5.425,0 24.118,0 26.474,0 17.639,0
Sumber : Hasil wawancara dengan pedagang pengumpul
104
105
Lampiran 14 Perhitungan efisiensi biaya pendistribusian hasil tangkapan oleh responden ke-1 pada bulan Maret, 2010 No A
B
C
D E
Uraian BIAYA TETAP Sewa lapak
banyak
satuan
harga
jumlah
1,0 bulan 250.000,00 Total biaya tetap BIAYA TIDAK TETAP Pembelian hasil tangkapan 8.277,0 kg 14.100,00 Sewa gerobak 31,0 unit 15.000,00 Sewa fiber 124,0 unit 5.000,00 Sewa bak 124,0 unit 1.000,00 Plastik pembungkus 0,0 unit 9.500,00 Upah pekerja 62,0 orang 40.000,00 Sewa keranjang 93,0 unit 1.500,00 Es 186,0 balok 7.000,00 Biaya keamanan 31,0 hari 2.000,00 Retribusi 3,0 persen (%) 128.293.500,00 Total biaya tidak tetap TOTAL BIAYA PENDISTRIBUSIAN PENERIMAAN Penjualan HT 8.277,0 kg 15.500,00 NILAI TOTAL PENJUALAN KEUNTUNGAN EFISIENSI PENDISTRIBUSIAN
250.000,00 250.000,00 116.705.700,00 465.000,00 620.000,00 124.000,00 0,00 2.480.000,00 139.500,00 1.302.000,00 62.000,00 3.848.805,00 125.747.005,00 125.997.005,00 128.293.500,00 128.293.500,00 2.296.495,00 1,02
106
Lampiran 15 Perhitungan efisiensi biaya pendistribusian hasil tangkapan oleh responden ke-2 pada bulan Maret, 2010 No A
B
C
D E
Uraian BIAYA TETAP Sewa lapak
banyak
Satuan
harga
jumlah
1,0 Bulan 250.000,00 Total biaya tetap BIAYA TIDAK TETAP Pembelian hasil tangkapan 15.438,0 Kg 13.900,00 Sewa gerobak 31,0 Unit 10.000,00 Sewa fiber 186,0 Unit 5.000,00 Sewa bak 155,0 Unit 1.000,00 Plastik pembungkus 0,0 Unit 9.500,00 Upah pekerja 93,0 Orang 35.000,00 Sewa keranjang 62,0 Unit 1.500,00 Es 279,0 Balok 7.500,00 Biaya keamanan 31,0 Hari 2.000,00 Retribusi 3,0 persen (%) 233.113.800,00 Total biaya tidak tetap TOTAL BIAYA PENDISTRIBUSIAN PENERIMAAN Penjualan HT 15.438,0 Kg 15.100,00 NILAI TOTAL PENJUALAN KEUNTUNGAN EFISIENSI PENDISTRIBUSIAN
250.000,00 250.000,00 214.588.200,00 310.000,00 930.000,00 155.000,00 0,00 3.255.000,00 93.000,00 2.092.500,00 62.000,00 6.993.414,00 228.479.114,00 228.729.114,00 233.113.800,00 233.113.800,00 4.384.686,00 1,02
107
Lampiran 16 Perhitungan efisiensi biaya pendistribusian hasil tangkapan oleh responden ke-3 pada bulan Maret, 2010 No A
B
C
D E
Uraian BIAYA TETAP Sewa lapak
banyak
Satuan
harga
jumlah
1,0 Bulan 250.000,00 Total biaya tetap BIAYA TIDAK TETAP Pembelian hasil tangkapan 26.102,0 kg 13.900,00 Sewa gerobak 31,0 unit 15.000,00 Sewa fiber 248,0 unit 5.000,00 Sewa bak 186,0 unit 1.500,00 Plastik pembungkus 0,0 unit 9.500,00 Upah pekerja 93,0 orang 50.000,00 Sewa keranjang 62,0 unit 1.500,00 Es 372,0 balok 7.000,00 Biaya keamanan 31,0 hari 2.000,00 Retribusi 3,0 persen (%) 394.140.200,00 Total biaya tidak tetap TOTAL BIAYA PENDISTRIBUSIAN PENERIMAAN Penjualan HT 26.102,0 kg 15.100,00 NILAI TOTAL PENJUALAN KEUNTUNGAN EFISIENSI PENDISTRIBUSIAN
250.000,00 250.000,00 362.817.800,00 465.000,00 1.240.000,00 279.000,00 0,00 4.650.000,00 93.000,00 2.604.000,00 62.000,00 11.824.206,00 384.035.006,00 384.285.006,00 394.140.200,00 394.140.200,00 9.855.194,00 1,03
108
Lampiran 17 Perhitungan efisiensi biaya pendistribusian hasil tangkapan oleh responden ke-4 pada bulan Maret, 2010 No A
B
C
D E
Uraian BIAYA TETAP Sewa lapak
banyak
satuan
harga
jumlah
1,0 bulan 250.000,00 Total biaya tetap BIAYA TIDAK TETAP Pembelian hasil tangkapan 5.425,0 kg 14.200,00 Sewa gerobak 31,0 unit 15.000,00 Sewa fiber 124,0 unit 5.000,00 Sewa bak 155,0 unit 1.000,00 Plastik pembungkus 0,0 unit 9.500,00 Upah pekerja 62,0 orang 30.000,00 Sewa keranjang 62,0 unit 1.500,00 Es 186,0 balok 7.000,00 Biaya keamanan 31,0 hari 2.000,00 Retribusi 3,0 persen (%) 85.172.500,00 Total biaya tidak tetap TOTAL BIAYA PENDISTRIBUSIAN PENERIMAAN Penjualan HT 5.425,0 kg 15.700,00 NILAI TOTAL PENJUALAN KEUNTUNGAN EFISIENSI PENDISTRIBUSIAN
250.000,00 250.000,00 77.035.000,00 465.000,00 620.000,00 155.000,00 0,00 1.860.000,00 93.000,00 1.302.000,00 62.000,00 2.555.175,00 84.147.175,00 84.397.175,00 85.172.500,00 85.172.500,00 775.325,00 1,01
109
Lampiran 18 Perhitungan efisiensi biaya pendistribusian hasil tangkapan oleh responden ke-5pada bulan Maret, 2010 No A
B
C
D E
Uraian BIAYA TETAP Sewa lapak
banyak
satuan
harga
jumlah
1,0 bulan 250.000,00 Total biaya tetap BIAYA TIDAK TETAP Pembelian hasil tangkapan 24.118,0 kg 12.900,00 Sewa gerobak 31,0 unit 15.000,00 Sewa fiber 217,0 unit 5.000,00 Sewa bak 155,0 unit 1.500,00 Plastik pembungkus 0,0 unit 9.500,00 Upah pekerja 62,0 orang 45.000,00 Sewa keranjang 93,0 unit 1.500,00 Es 325,5 balok 7.500,00 Biaya keamanan 31,0 hari 2.000,00 Retribusi 3,0 persen (%) 335.240.200,00 Total biaya tidak tetap TOTAL BIAYA PENDISTRIBUSIAN PENERIMAAN Penjualan HT 24.118,0 kg 13.900,00 NILAI TOTAL PENJUALAN KEUNTUNGAN EFISIENSI PENDISTRIBUSIAN
250.000,00 250.000,00 311.122.200,00 465.000,00 1.085.000,00 232.500,00 0,00 2.790.000,00 139.500,00 2.441.250,00 62.000,00 10.057.206,00 328.394.656,00 328.644.656,00 335.240.200,00 335.240.200,00 6.595.544,00 1,02
110
Lampiran 19 Perhitungan efisiensi biaya pendistribusian hasil tangkapan oleh responden ke-6 pada bulan Maret, 2010 No A
B
C
D E
Uraian BIAYA TETAP Sewa lapak
banyak
satuan
harga
jumlah
1,0 bulan 250.000,00 Total biaya tetap BIAYA TIDAK TETAP Pembelian hasil tangkapan 26.474,0 kg 13.800,00 Sewa gerobak 31,0 unit 15.000,00 Sewa fiber 279,0 unit 5.000,00 Sewa bak 155,0 unit 1.000,00 Plastik pembungkus 62,0 unit 9.500,00 Upah pekerja 93,0 orang 50.000,00 Sewa keranjang 62,0 unit 1.500,00 Es 418,5 balok 7.000,00 Biaya keamanan 31,0 hari 2.000,00 Retribusi 3,0 persen (%) 394.462.600,00 Total biaya tidak tetap TOTAL BIAYA PENDISTRIBUSIAN PENERIMAAN Penjualan HT 26.474,0 kg 14.900,00 NILAI TOTAL PENJUALAN KEUNTUNGAN EFISIENSI PENDISTRIBUSIAN
250.000,00 250.000,00 365.341.200,00 465.000,00 1.395.000,00 155.000,00 589.000,00 4.650.000,00 93.000,00 2.929.500,00 62.000,00 11.833.878,00 387.513.578,00 387.763.578,00 394.462.600,00 394.462.600,00 6.699.022,00 1,02