KONDISI PELAYANAN DAN KEBUTUHAN FASILITAS KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE
FAJRINA AULIA
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kondisi Pelayanan dan Kebutuhan Fasilitas Kepelabuhanan terkait Penanganan Hasil Tangkapan di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan di dalam proses penyusunannya sejak dimulai dari proposal sampai penulisan skripsi, saya diarahkan dan dibimbing oleh komisi pembimbing karya ini. Skripsi ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Adapun semua sumber data dan informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Januari 2011 Fajrina Aulia
ABSTRAK FAJRINA AULIA, C44061011. Kondisi Pelayanan dan Kebutuhan Fasilitas Kepelabuhanan terkait Penanganan Hasil Tangkapan di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Dibimbing oleh ANWAR BEY PANE dan THOMAS NUGROHO. Kondisi fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan di pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan berperan penting dalam menentukan mutu hasil tangkapan yang didaratkan. Mutu hasil tangkapan yang didaratkan akan menentukan nilai jual hasil tangkapan tersebut saat pelelangan ataupun pemasaran. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui kondisi aktual dari fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan dan (2) mendapatkan besaran kebutuhan atas fasilitas terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Aspek yang diteliti, yaitu aspek penanganan hasil tangkapan dan aspek fasilitas serta pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan. Kebutuhan fasilitas terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke hingga tahun 2020 adalah ruang lelang TPI seluas 543,3 m2, 685 unit basket per hari, 3.344,83 m3 air bersih per hari, es balok sebanyak 1.503 balok per hari dan cold storage sebanyak 2 unit. Kondisi aktual fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke yang meliputi ruang lelang TPI, basket, air bersih, es balok dan cold storage, adalah sudah terpenuhi keberadaannya baik secara fisik maupun aktivitas. Fasilitas kepelabuhanan yang belum mampu dipenuhi kebutuhannya hingga tahun 2020 adalah air bersih. Pihak PPI Muara Angke hendaknya segera melengkapi fasilitas tersebut dengan membangun pipa saluran air bersih yang menghubungkan secara langsung antara PPI Muara Angke dan PAM sebagai penyedia air bersih.
Kata kunci: fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan, hasil tangkapan, penanganan, PPI Muara Angke
© Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
KONDISI PELAYANAN DAN KEBUTUHAN FASILITAS KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE
FAJRINA AULIA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Kondisi Pelayanan dan Kebutuhan Fasilitas Kepelabuhanan terkait Penanganan Hasil Tangkapan di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke
Nama
: Fajrina Aulia
NRP
: C44061011
Mayor
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Program Studi
: Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Disetujui : Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA NIP 19541014 198003 1 003
Thomas Nugroho, S.Pi., M.Si NIP 19700414 200604 1 020
Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP 19621223 198703 1 001
Tanggal Lulus : 21 Januari 2011
KATA PENGANTAR
Puji dan rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan harapan. Judul dari skripsi ini adalah ”Kondisi Pelayanan dan Kebutuhan Fasilitas Kepelabuhanan terkait Penanganan Hasil Tangkapan di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Januari 2011 Fajrina Aulia
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1) Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA dan Thomas Nugroho, S.Pi, M.Si, atas bimbingan, pengarahan serta perhatiannya selama proses pra penelitian, penelitian, penyusunan skripsi, seminar, sidang hingga perbaikan; 2) Ir. Dinarwan, MS atas kesediaannya menjadi penguji tamu serta masukan yang diberikan dalam rangka memperbaiki skripsi penulis menjadi lebih baik; 3) Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si sebagai Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas petunjuk serta masukan yang diberikan dalam rangka memperbaiki skripsi penulis menjadi lebih baik; 4) Pihak PPI Muara Angke, khususnya Bapak Iwan sebagai Kepala Bagian Fasilitas PPI Muara Angke beserta staf, Bapak Yanto (pihak TPI), Bapak Anwar Sadat (pihak PT. AGB ICE), Bapak Antonius (pihak PT. AGB TUNA) serta nelayan PPI Muara Angke atas segala bantuannya selama penelitian dan pasca penelitian; 5) Pihak Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, khususnya Ibu Ida atas segala bantuannya selama penelitian; 6) Ayah, Mama, Adikku (Rifqi dan Ria), dan R.Rizky Adi B atas segala kasih sayang, motivasi, bantuan serta doanya hingga saat ini; 7) Keluarga besar KH. Mansyur Hamzah atas kasih sayang, bantuan dan doa yang diberikan kepada penulis; 8) Sahabat-sahabatku (Alvi Rahmah, Mertha, Refi, Elwidya, Yasa, Rachmad Caesario, Ariema Rizky A, Rachman Rosadi, Bayu Wiratama, Dedy PW), teman-teman PSP 43, PSP 42 (Ka Asep dan Ka Septa), PSP 44 dan PSP 45; 9) Sahabat-sahabat di SM (Shofura-Mobster): Nissa Fawwaz Adilah, Zumi Nurhasanah, Ita S, Elis N, Lara H, Seffa, Yuni, Dwica, Fitria dan Anita atas segala motivasi dan persahabatannya hingga saat ini; 10) Semua pihak lainnya yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu per satu.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta, pada tanggal 07 Juli 1988 dari pasangan M. Nur Mansyur dan Tutie Hasunah sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri 07 Pagi Jakarta tahun 19942000, SLTP Negeri 15 Jakarta tahun 2000-2003 dan SMU Negeri 26 Jakarta tahun 2003-2006. Selanjutnya pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Tahun pertama di IPB, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Tahun kedua, penulis terseleksi masuk ke Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Rekayasa Tingkah Laku Ikan pada tahun ajaran 2008/2009 dan asisten praktikum mata kuliah Alat Penangkapan Ikan pada tahun ajaran 2008/2009 dan 2009/2010. Selain itu penulis juga aktif pada organisasi kemahasiswaan HIMAFARIN (Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan) pada periode 2007-2008 sebagai Staf Departemen Penelitian dan Pengembangan Keprofesian dan pada periode 2008-2009 sebagai Staf Departemen Kesekretariatan. Dalam rangka menyelesaikan studinya di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Kondisi Pelayanan dan Kebutuhan Fasilitas Kepelabuhanan terkait Penanganan Hasil Tangkapan di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke” di bawah bimbingan Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA dan Thomas Nugroho, S.Pi, M.Si.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................... i DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii 1 PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang ....................................................................................... 1 Permasalahan Penelitian ......................................................................... 4 Tujuan Penelitian ................................................................................... 4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
2.2
2.3 2.4
Penanganan Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan ............................ 5 2.1.1 Mutu hasil tangkapan .................................................................... 5 2.1.2 Proses penanganan hasil tangkapan ............................................... 7 Fasilitas dan Pelayanan Kepelabuhanan di Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan .............................................................. 9 2.2.1 Fasilitas PP dan PPI ....................................................................... 9 2.2.2 Pelayanan kepelabuhanan di PP dan PPI ...................................... 10 2.2.3 Fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan........................................................................... 11 Kebutuhan Fasilitas terkait Penanganan Hasil Tangkapan..................... 15 Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke............................................. 20
3 METODOLOGI 3.1 3.2 3.3 3.4
Waktu dan Tempat ............................................................................... 25 Alat dan Bahan Penelitian .................................................................... 25 Metode Penelitian................................................................................. 25 Analisis Data ........................................................................................ 28
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara ...................................................... 30 4.1.1 Kondisi geografis dan topografi Jakarta Utara .............................. 30 4.1.2 Kondisi demografi dan pendidikan .............................................. 31 4.1.3 Prasarana umum .......................................................................... 36 4.2 Keadaan Perikanan Tangkap Kota Jakarta Utara................................... 41 4.2.1 Produksi dan jenis hasil tangkapan............................................... 41 i
4.2.2 Unit penangkapan ikan ................................................................ 43 4.2.3 Prasarana perikanan tangkap (Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke) ............................................................................. 49 5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN 5.1 5.2 5.3 5.4
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) .............................................................. 63 Air Bersih ............................................................................................ 69 Pabrik Es .............................................................................................. 71 Cold storage ......................................................................................... 73
6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 6.1 6.2 6.3
Proyeksi Produksi Ikan yang Didaratkan .............................................. 77 Proyeksi Frekuensi Kapal Bongkar ....................................................... 80 Kebutuhan Fasilitas terkait Penanganan Hasil Tangkapan..................... 82 6.3.1 Gedung TPI ................................................................................. 82 6.3.2 Kebutuhan air bersih .................................................................... 85 6.3.3 Kebutuhan es balok ..................................................................... 87 6.3.4 Kebutuhan cold storage ............................................................... 89
7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 7.2
Kesimpulan .......................................................................................... 92 Saran .................................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 93 LAMPIRAN ..................................................................................................... 96
ii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Fasilitas pokok, fungsional, dan penunjang di PPI Muara Angke ................. 21
2
Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut kecamatan di Jakarta Utara tahun 2008 ....................................................... 33
3
Jumlah penduduk 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan utama yang dilakukan di Jakarta Utara pada tahun 2008................................................. 34
4
Jumlah penduduk 10 tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Jakarta Utara, 2008 ............................................................... 35
5
Jumlah pelanggan listrik di Jakarta Utara menurut area pelayanan tahun 2004-2008 ......................................................................................... 39
6
Jenis-jenis ikan hasil tangkapan di Jakarta Utara tahun 2008 ....................... 41
7
Jumlah produksi ikan yang didaratkan di Jakarta Utara menurut pelabuhan perikanan tahun 2004-2008 ........................................................ 42
8
Jumlah armada penangkapan ikan di Jakarta Utara menurut jenis armada tahun 2004–2008 ............................................................................ 44
9
Jumlah alat tangkap menurut jenis alat tangkap yang dioperasikan di Jakarta Utara tahun 2004-2008 .................................................................... 46
10 Jumlah nelayan menurut jenis dan status nelayan di Jakarta Utara tahun 2004–2008......................................................................................... 48 11 Jumlah dan nilai produksi perikanan di PPI Muara Angke tahun 2004– 2008 ............................................................................................................ 53 12 Produksi, nilai produksi dan indikator harga ikan dominan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2008 ................................................ 54 13 Jumlah armada perikanan di PPI Muara Angke menurut ukuran GT dan jenis kapal tahun 2004–2008................................................................. 56 14 Jumlah alat tangkap yang dioperasikan nelayan PPI Muara Angke menurut jenis alat tangkap tahun 2004-2008................................................ 58 15 Jumlah dan pertumbuhan nelayan yang beraktivitas di PPI Muara Angke tahun 2004-2008 .............................................................................. 60
iii
16 Proyeksi tahunan produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2011-2020 ......................................................................................... 78 17 Proyeksi frekuensi kapal bongkar di PPI Muara Angke tahun 20112020 ............................................................................................................ 81 18 Dugaan kebutuhan luas ruang lelang TPI di PPI Muara Angke tahun 2011-2020 ................................................................................................... 82 19 Dugaan kebutuhan basket (trays) pada proses penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke tahun 2011-2020 ........................................ 84 20 Dugaan kebutuhan air bersih di PPI Muara Angke tahun 2011-2020 ........... 86 21 Dugaan kebutuhan es balok di PPI Muara Angke tahun 2011-2020 ............. 88 22 Dugaan kebutuhan cold storage di PPI Muara Angke tahun 2011-2020....... 89 23 Dugaan kebutuhan fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke tahun 2015 dan 2020 ............................................................................................................ 91
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Grafik perkembangan jumlah penduduk di Jakarta Utara tahun 20042008 ............................................................................................................32
2
Diagram pie persentase jumlah penduduk menurut kecamatan di Jakarta Utara tahun 2008 ............................................................................. 32
3
Diagram pie persentase jumlah penduduk 10 tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Jakarta Utara tahun 2008 .............. 35
4
Grafik jumlah pelanggan air bersih di Jakarta Utara tahun 2004- 2008 ........ 39
5
Grafik jumlah pelanggan listrik di Jakarta Utara dengan area pelayanan Marunda dan Sunter tahun 2008 ................................................. 40
6
Grafik perkembangan jumlah industri besar atau sedang di Jakarta Utara tahun 2004-2008 ................................................................................ 40
7
Grafik jumlah produksi ikan yang didaratkan di Jakarta Utara tahun 2004-2008 ................................................................................................... 43
8
Grafik perkembangan jumlah armada penangkapan menurut jenis armada di Jakarta Utara tahun 2004-2008.................................................... 45
9
Diagram pie persentase jenis alat tangkap yang beroperasi di Jakarta Utara tahun 2008 ......................................................................................... 46
10 Grafik perkembangan jumlah alat tangkap yang beroperasi di Jakarta Utara tahun 2004-2008 ................................................................................ 47 11 Grafik perkembangan jumlah nelayan di Jakarta Utara 2004-2008 .............. 49 12 Struktur organisasi UPT PKPP dan PPI Muara Angke, 2007 ....................... 52 13 Histogram jumlah jenis ikan dominan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2008 ....................................................................................... 54 14 Grafik perkembangan jumlah produksi perikanan di PPI Muara Angke tahun 2004-2008 ......................................................................................... 55 15 Grafik perkembangan jumlah kapal perikanan yang beraktivitas di PPI Muara Angke selama tahun 2004-2008 ....................................................... 57 16 Diagram pie persentase jumlah dan jenis alat tangkap yang dioperasikan nelayan PPI Muara Angke tahun 2008 .................................... 59 v
17 Grafik perkembangan jumlah alat tangkap yang dioperasikan nelayan PPI Muara Angke tahun 2004-2008 ............................................................ 59 18 Grafik perkembangan jumlah nelayan yang beraktivitas di PPI Muara Angke tahun 2004-2008 .............................................................................. 61 19 (a) Ruang lelang; (b) bagian luar ruang lelang: (1) lubang pembuangan air dan (2) selokan (saluran pembuangan air) di TPI PPI Muara Angke, 2010................................................................................................ 64 20 (a) Basket yang disewakan dan (b) pembersihan basket setelah pelelangan di TPI PPI Muara Angke, 2010 .................................................. 66 21 Pembersihan TPI oleh pihak TPI setelah pelelangan di PPI Muara Angke, 2010................................................................................................ 67 22 Tangki air bersih milik PPI Muara Angke, 2010 .......................................... 69 23 (a) Mobil tangki agen air bersih dan (b) depot pengisian air bersih di PPI Muara Angke, 2010 .............................................................................. 70 24 Pabrik es milik PT. AGB ICE bekerja sama dengan PUSKOPAL Jakarta di PPI Muara Angke, 2010 .............................................................. 72 25 Pendistribusian es balok kepada nelayan di PPI Muara Angke, 2010 ........... 73 26 Cold storage milik PT. AGB TUNA di PPI Muara Angke, 2010 ................. 74 27 Grafik perkembangan volume hasil tangkapan bulanan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2005-2009 (setelah dilakukan moving average) ......................................................................................... 77 28 Grafik perkembangan frekuensi kapal bongkar bulanan di PPI Muara Angke tahun 2005-2009 (setelah dilakukan moving average) ...................... 80
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2005-2009 .........................................................................................97
2
Perhitungan proyeksi produksi ikan bulanan yang didaratkan di PPI Muara Angke mulai Januari 2005 sampai dengan Desember 2009 ...............98
3
Hasil perhitungan proyeksi produksi ikan bulanan yang didaratkan di PPI Muara Angke mulai Januari 2011 sampai dengan Desember 2020 ...... 100
4
Perhitungan proyeksi frekuensi kapal yang beraktivitas di PPI Muara Angke (Januari 2005-Desember 2009) ...................................................... 104
5
Hasil perhitungan proyeksi frekuensi kapal bulanan yang akan beraktivitas di PPI Muara Angke mulai Januari 2011 sampai dengan Desember 2020 ......................................................................................... 106
6
Perhitungan kebutuhan luas ruang lelang di PPI Muara Angke mulai tahun 2011-2020 ....................................................................................... 110
7
Perhitungan kebutuhan basket (trays) di PPI Muara Angke mulai tahun 2011-2020 ....................................................................................... 111
8
Perhitungan kebutuhan air bersih di PPI Muara Angke mulai tahun 2011-2020 ................................................................................................. 112
9
Perhitungan kebutuhan es balok di PPI Muara Angke mulai tahun 2011-2020 ................................................................................................. 115
10 Perhitungan kebutuhan cold storage di PPI Muara Angke mulai tahun 2011-2020 ................................................................................................. 117 11 Perhitungan kebutuhan fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke tahun 2009 ................... 118 12 Fasilitas pokok, fungsional dan penunjang di PPI Muara Angke, 2010 ...... 119 13 Peta lokasi penelitian di PPI Muara Angke, Jakarta Utara ......................... 120 14 Lay out PPI Muara Angke ......................................................................... 121 15 Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia tahun 2005 dan 2008 ..... 122
vii
1
1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pelabuhan perikanan merupakan suatu wilayah yang terdiri dari daratan dan
lautan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan perikanan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang dapat mendukung kegiatan penangkapan ikan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16 tahun 2006 tentang Pelabuhan Perikanan, pelabuhan perikanan diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu tipe A (Pelabuhan
Perikanan
Samudera/PPS),
tipe
B
(Pelabuhan
Perikanan
Nusantara/PPN), tipe C (Pelabuhan Perikanan Pantai/PPP) dan tipe D (Pangkalan Pendaratan Ikan/PPI). Pengklasifikasian ini didasarkan pada potensi wilayah, potensi sumberdaya ikan hingga fasilitas serta pelayanan kepelabuhanan yang tersedia. Pada keempat tipe pelabuhan perikanan ini, ikan sebagai hasil tangkapan yang didaratkan dari berbagai daerah berpotensi selanjutnya akan menjalani proses penanganan hingga pendistribusian ke tangan konsumen, baik konsumen lokal maupun luar daerah. Sumberdaya ikan menjadi salah satu sumber protein hewani terbesar yang dibutuhkan oleh manusia. Semakin meningkatnya permintaan terhadap jumlah ikan sebagai konsumsi manusia maka dapat berdampak semakin banyak pula kegiatan perikanan tangkap yang menghasilkan ikan sebagai hasil tangkapannya. Namun demikian, komoditas ikan memiliki sifat yang mudah mengalami pembusukan. Diperlukan perlakuan khusus untuk menjaga mutu dari hasil tangkapan tersebut. Mutu yang dimiliki oleh komoditas ikan turut berperan menentukan besar kecilnya nilai jual ikan yang akan ditetapkan. Untuk mempertahankan mutu dan harga jual ikan hasil tangkapan diperlukan perlakuan khusus berupa penanganan hasil tangkapan. Penanganan hasil tangkapan yang diterapkan terhadap suatu hasil tangkapan ikan bertujuan menjaga mutu ikan sejak hasil tangkapan tersebut ditangkap sampai dijual. Penanganan hasil tangkapan dilakukan sejak di atas kapal untuk tujuan menjaga mutu hasil tangkapan selama di kapal, sedangkan penanganan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan bertujuan untuk mempertahankan mutu ikan selama proses pendaratan dan pemasaran di pelabuhan perikanan serta
2
selama proses pendistribusian ke daerah distribusi atau konsumen. Guna memperlancar proses penanganan hasil tangkapan, pihak pelabuhan perikanan menyediakan beragam fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan perikanan yang terkait dengan kegiatan penanganan hasil tangkapan tersebut. Secara umum, fasilitas pelabuhan perikanan adalah prasarana dan sarana yang disediakan oleh pihak pelabuhan perikanan guna mendukung aktivitas perikanan yang terjadi di suatu pelabuhan perikanan, sedangkan pelayanan kepelabuhanan merupakan pelayanan atau jasa yang berhubungan dengan pengoperasian fasilitas tersebut di atas yang telah disediakan oleh pihak pelabuhan perikanan (pengadaan fasilitas dapat pula melalui pihak swasta) guna memenuhi kebutuhan para pengguna fasilitas pelabuhan perikanan. Dengan demikian pengertian pelayanan pada penelitian ini semata-mata karena berkaitan dengan keberadaan fasilitas fisik yang sedang dioperasikan. Keberadaan fasilitas fisik yang tidak dioperasikan menunjukkan tidak/belum adanya pelayanan dari fasilitas fisik tersebut. Fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang dimiliki oleh pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan dapat menunjang kegiatan yang terjadi di pelabuhan perikanan seperti kegiatan pendaratan, penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan. Terkait dengan kegiatan yang bertujuan menjaga mutu hasil tangkapan, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pihak pelabuhan perikanan menyediakan berbagai fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang terkait penanganan hasil tangkapan. Fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan tersebut pada umumnya meliputi tempat pelelangan ikan (TPI), basket atau trays, instalasi air bersih, pabrik es dan cold storage. Fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan tersebut diduga memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap tujuan penjagaan mutu hasil tangkapan yang sedang ditangani. Kondisi yang optimal dari fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan secara langsung dapat mengoptimalkan upaya mempertahankan mutu dari hasil tangkapan. Kebutuhan para pengguna (nelayan penjual hasil tangkapan dan pedagang pembeli hasil tangkapan) atas fasilitas terkait penanganan hasil tangkapan di atas, menjadi hal yang sangat penting untuk diketahui oleh pengelola pelabuhan perikanan. Besaran kebutuhan terhadap fasilitas kepelabuhanan tersebut dapat
3
dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak pengelola pelabuhan perikanan untuk memprediksi dan menentukan perlu atau tidaknya dilakukan pengembangan atas fasilitas kepelabuhanan, khususnya fasilitas kepelabuhanan yang terkait penanganan hasil tangkapan. Setiap pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan haruslah memiliki fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang terkait penanganan hasil tangkapan di atas. Salah satu pelabuhan perikanan yang memiliki fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang cukup lengkap adalah PPI Muara Angke. Berdasarkan pengamatan awal peneliti, fasilitas yang dimiliki oleh PPI Muara Angke dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu fasilitas pokok, fungsional dan penunjang. Fasilitas pokok yang diantaranya dermaga, breakwater, kolam pelabuhan, fender, bolder, dan saluran pembuangan air. Fasilitas fungsional yang meliputi TPI, pasar pengecer, pabrik es, tangki air bersih, cold storage, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum/SPBU, docking, kantor UPT, kantor instalasi terkait dan kios ikan bakar. Fasilitas penunjang yang diantaranya pos jaga, MCK dan masjid. Kelengkapan fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan inilah yang membuat PPI Muara Angke menjadi PPI yang terlengkap fasilitasnya dibandingkan pelabuhan perikanan tipe D lainnya yang terdapat di Indonesia. Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke terletak di Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Pangkalan Pendaratan Ikan ini memiliki peran penting di DKI Jakarta setelah PPS Nizam Zachman Jakarta karena memiliki besaran produksi hasil tangkapan yang cukup tinggi. Berdasarkan laporan tahunan yang dimiliki oleh PPI Muara Angke, jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke pada tahun 2009 mencapai 897 ton per bulannya. Besarnya jumlah hasil tangkapan yang didaratkan menuntut penanganan yang tepat agar mutu hasil tangkapan tetap terjamin hingga ke daerah pendistribusian dan pemasaran. Berdasarkan pengamatan awal peneliti, kondisi penanganan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke sebagian besar sudah menerapkan pembekuan hasil tangkapan dengan udara dingin sejak di atas kapal. Oleh karena itu, saat didaratkan hasil tangkapan tersebut dapat langsung dilelang tanpa mengalami penanganan lanjutan seperti pemberian es saat di pelabuhan perikanan.
4
Penanganan dengan cara ini cukup efektif dalam upaya mempertahankan mutu hasil tangkapan, karena dengan dibekukannya hasil tangkapan dapat menghambat aktivitas bakteri yang dapat menurunkan mutu hasil tangkapan. Berdasarkan gambaran-gambaran di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai kondisi pelayanan dan kebutuhan fasilitas kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Hal ini diharapkan dapat berguna untuk memperlancar aktivitas– aktivitas yang ada serta lebih terjaminnya mutu hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke.
1.2
Permasalahan Penelitian Permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya
besaran kebutuhan atas fasilitas kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke untuk sepuluh tahun mendatang.
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk: (1) Mengetahui kondisi aktual dari fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan yang terdapat di PPI Muara Angke; (2) Mendapatkan besaran kebutuhan fasilitas kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke (meliputi lantai pelelangan gedung TPI, basket, air bersih, es balok dan cold storage) untuk sepuluh tahun mendatang.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi sebagai
masukan bagi pengelola pelabuhan perikanan dan instansi terkait lainnya di dalam proses pengembangan PPI Muara Angke, khususnya dalam pengembangan fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang terkait penanganan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke yang meliputi gedung TPI, air bersih, pabrik es dan cold storage.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA Penanganan hasil tangkapan yang baik, membutuhkan penanganan dan fasilitas serta pelayanan kepelabuhanan perikanan yang tepat dalam upaya menjaga mutu hasil tangkapan. Berikut ini diutarakan tentang cara penanganan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan dan fasilitas serta pelayanan terkaitnya.
2.1
Penanganan Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Penanganan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan memiliki peranan yang
sangat penting. Penanganan hasil tangkapan yang baik dapat mempertahankan mutu hasil tangkapan didaratkan untuk proses pengolahan selanjutnya. Penanganan hasil tangkapan selama di pelabuhan perikanan terjadi mulai ikan didaratkan di pelabuhan perikanan hingga ikan tersebut didistribusikan atau dipasarkan.
2.1.1 Mutu hasil tangkapan Mutu hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan harus dipertahankan guna meningkatkan harga jual. Harga jual terhadap hasil tangkapan (ikan) akan tetap tinggi selama mutu hasil tangkapan tersebut masih dalam keadaan segar. Berdasarkan tingkat kesegarannya, mutu hasil tangkapan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu (Ilyas, 1983): 1)
Segar Mempunyai parameter mata cerah, bola mata menonjol, kornea jernih,
insang berwarna merah tanpa lendir serta konsistensi tubuhnya padat dan elastis; 2)
Kurang segar Mempunyai parameter mata agak cerah, bola mata rata, kornea agak keruh,
insang berwarna merah agak kusam sedikit berlendir dan konsistensi tubuhnya agak lunak dan kurang elastis; 3)
Tidak segar Mempunyai ciri bola mata cekung, kornea keruh, insang berwarna coklat,
lendir tebal dan konsistensi tubuhnya lunak serta tidak elastis.
6
Mempertahankan kesegaran dan mutu hasil tangkapan selama mungkin atau paling tidak hasil tangkapan berada dalam keadaan masih cukup segar hingga ke tangan konsumen merupakan tujuan dilakukannya penanganan terhadap hasil tangkapan. Penanganan hasil tangkapan seharusnya dilakukan sejak ikan baru tertangkap, sejak ikan berada di atas kapal. Penanganan hasil tangkapan bukan berarti membuat hasil tangkapan memiliki kondisi yang sama ketika ikan tersebut masih hidup, melainkan memperlambat pembusukan yang terjadi pada ikan akibat adanya aktivitas bakteri dan beberapa faktor yang mempengaruhi pembusukan tersebut. Dengan perkataan lain adalah mempertahankan mutu hasil tangkapan seoptimal mungkin. Menurut Departemen Pertanian (1984) vide Rahayu (2000), berbagai penyebab turunnya atau rusaknya mutu ikan segar sejak di atas kapal sampai ikan didaratkan adalah: 1)
Tidak memperhatikan kebersihan baik alat-alat, wadah ikan (palka, peti kotak ikan) maupun kebersihan dek kapal serta air untuk mencuci ikan;
2)
Bekerja tidak hati-hati, ceroboh dan kasar sehingga menyebabkan tubuh ikan menjadi luka, sobek, patah atau remuk;
3)
Bekerja sangat lambat, terutama saat memisahkan atau memilih ikan di atas dek kapal;
4)
Membiarkan ikan di tempat terbuka dan terkena sinar matahari secara langsung;
5)
Menggunakan alat-alat yang keras dan tajam misalnya ganco, garpu, sekop dan lain-lain sehingga dapat merusak tubuh ikan;
6)
Membiarkan ikan di dalam palka terlalu lama, apalagi bila tidak diberi es;
7)
Menggunakan es atau garam untuk pengawet dalam jumlah yang kurang atau tidak mencukupi;
8)
Menggunakan pecahan es yang ukurannya terlalu besar dan es yang dicampurkan dengan ikan tidak merata;
9)
Penyusunan ikan di dalam palka terlalu tinggi sehingga lapisan ikan di bawah tertindih oleh lapisan ikan di atasnya;
10)
Mencampur ikan yang telah busuk dengan ikan yang masih segar;
7
11)
Pembongkaran ikan dari palka dan pengangkutan ikan ke tempat pelelangan dilakukan dengan kasar;
12)
Setelah di tempat pelelangan, ikan yang disimpan di dalam keranjang atau peti tidak diberi es tambahan.
2.1.2 Proses penanganan hasil tangkapan Penanganan hasil tangkapan merupakan proses yang dilakukan terhadap ikan hasil tangkapan yang bertujuan untuk menjaga mutu hasil tangkapan. Penerapan penanganan yang tepat terhadap suatu hasil tangkapan maka dapat menghasilkan hasil tangkapan yang memiliki mutu terjamin. Penanganan hasil tangkapan harus berpedoman pada prinsip penanganan hasil tangkapan agar hasil tangkapan yang akan didistribusikan tetap terjamin mutunya. Prinsip dalam penanganan hasil tangkapan adalah ikan yang akan ditangani harus segera diawetkan atau didinginkan (menjalani rantai dingin) dan ikan harus ditangani secara cermat, cepat dan menerapkan aspek sanitasi higienis (bersih). Pada prinsipnya adalah mempertahankan suhu rendah ikan selama proses penanganan hingga ikan diserahkan ke konsumen. Menurut Dassow (1963) vide Soetopo (1979), kesegaran ikan yang didaratkan tergantung pada perlakuan pertama, kecepatan dalam penanganan dan cara penyimpanan di kapal. Ikan dapat menjadi lebih segar jika disimpan dalam pecahan es atau pendingin lainnya. Tahap-tahap penanganan hasil tangkapan yang baik antara lain: 1)
Mengangkat ikan secepatnya dari dalam air;
2)
Mencuci hasil tangkapan ikan dari lumpur dan kotoran lainnya;
3)
Memisahkan ikan menurut jenis, ukuran dan kebutuhan;
4)
Membuang insang dan isi perut untuk ikan-ikan besar dan mencuci dengan air bersih;
5)
Menyimpan ikan dalam pecahan es secukupnya atau pendingin lainnya sampai temperatur 0oC, mengalirkan es yang meleleh dan menghindari tekanan dari atas. Untuk memenuhi hal tersebut ada beberapa cara penanganan ikan segar
yang dapat dilakukan, yaitu: penggaraman, pendinginan dan pembekuan (Wistati,
8
1997). Menurut Ilyas (1983), metode pendinginan ikan yang sudah umum diterapkan secara komersial dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: 1)
Pendinginan dengan es (icing);
2)
Pendinginan dengan udara dingin (chilling in cold air);
3)
Pendinginan dengan air dingin (chilling in cold water). Penanganan hasil tangkapan yang bertujuan mempertahankan mutu hasil
tangkapan dilakukan sejak ikan ditangkap, selama di pelabuhan perikanan hingga ikan tersebut didistribusikan. Setelah ikan tertangkap, sebaiknya ikan langsung ditangani dengan baik agar tidak terjadi kerusakan pada tubuh ikan sehingga menurunkan mutu ikan tersebut. Sesampainya di pelabuhan perikanan, ikan juga harus mengalami penanganan yang tepat hingga proses pendistribusian dilakukan. Oleh karena itu, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, penanganan terhadap hasil tangkapan dapat dibedakan menjadi dua yaitu penanganan selama di atas kapal dan penanganan selama di darat (pelabuhan perikanan). Menurut Wistasti (1997), dalam penanganan ikan segar di atas kapal haruslah dilakukan langkah-langkah berikut ini agar didapatkan hasil tangkapan yang bermutu tinggi : 1)
Wadah palka harus memenuhi persyaratan biologi, teknik, sanitasi, dan higienis serta mematuhi peraturan yang berlaku;
2)
Penanganan hasil tangkapan harus segera sesaat setelah ikan dinaikkan ke dek;
3)
Ikan yang tertangkap dengan alat tangkap trawl, cantrang, lampara dasar dan dogol harus dicuci dari kotoran-kotoran yang melekat;
4)
Ikan yang tertangkap dengan alat tangkap pancing dan bubu harus segera dimatikan untuk memperpanjang masa rigor mortis;
5)
Ikan harus ditangani secara hati-hati dan cermat;
6)
Ikan harus disortir menurut jenis, ukuran dan mutunya;
7)
Ikan yang berukuran besar harus disiangi, kemudian dicuci dengan air bersih;
8)
Baik ikan yang utuh maupun yang telah disiangi harus segera didinginkan sampai sekitar 0oC dengan mempertahankan suhu tersebut selama penyimpanan hingga didaratkan;
9
9)
Pendinginan dapat dilakukan dengan cara pengesan, dalam udara dingin ataupun air laut yang didinginkan;
10)
Apabila pendinginan dilakukan dengan pengesan maka es yang digunakan harus menutupi seluruh tubuh ikan, perbandingan es dengan ikan dipertahankan paling tidak 1:1. Hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan harus segera pula
ditangani secara tepat berdasarkan prinsip penanganan hasil tangkapan. Hasil tangkapan harus mengalami penanganan yang cepat, cermat dan menerapkan aspek sanitasi dan higienis serta mempertahankan kondisi ikan tetap dingin. Penanganan hasil tangkapan di darat merupakan proses lanjutan dari penanganan hasil tangkapan di atas kapal, serta bertujuan untuk mempertahankan mutu ikan sejak didaratkan hingga didistribusikan kepada konsumen akhir. Penanganan ikan hasil tangkapan yang dilakukan selama di darat biasanya dengan penggaraman untuk ikan yang akan dijadikan ikan asin dan pengesan untuk ikan yang masih dalam keadaan segar. Penanganan hasil tangkapan selama di darat pada prinsipnya meliputi (Ilyas, 1983): 1)
Penanganan ikan pada pendaratan dan pengumpulan;
2)
Penanganan ikan di pusat pengolahan;
3)
Penanganan ikan selama pengangkutan;
4)
Penanganan ikan selama pengeceran.
2.2 Fasilitas dan Pelayanan Kepelabuhanan di Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan 2.2.1 Fasilitas PP dan PPI Fasilitas pelabuhan perikanan adalah sarana dan prasarana yang tersedia di pelabuhan perikanan untuk mendukung operasional pelabuhan (Lubis, 2006). Sedangkan pelayanan kepelabuhanan merupakan aplikasi dari fasilitas pelabuhan perikanan berupa layanan jasa yang diberikan dan dikelola oleh pihak pelabuhan perikanan ataupun pihak swasta yang bertujuan untuk mendukung dan menunjang kegiatan operasional di pelabuhan perikanan. Fasilitas pelabuhan perikanan terdiri atas fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas tambahan. Fasilitas pokok merupakan fasilitas yang berfungsi untuk
10
melindungi kegiatan umum di pelabuhan perikanan dari adanya gangguan alam. Fasilitas pokok tersebut diantaranya fasilitas tambat labuh (dermaga dan jetty), fasilitas pelindung (breakwater), fasilitas perairan (kolam pelabuhan dan alur pelayaran), fasilitas lahan (lahan pelabuhan perikanan) dan fasilitas penghubung (jalan). Fasilitas
fungsional
merupakan
pelengkap
fasilitas
pokok
guna
memperlancar pekerjaan atau pemberian pelayanan jasa di pelabuhan perikanan dan meninggikan nilai guna fasilitas pokok yang ada (Lubis, 2006). Fasilitas fungsional terdiri atas gedung pelelangan ikan (TPI), cold storage, air bersih, pabrik es, tangki bahan bakar minyak (BBM), instalasi listrik, slipway, dock kapal, bengkel, tempat pengolahan hasil tangkapan, tempat perbaikan alat tangkap dan perkantoran (syahbandar dan kantor UPT). Fasilitas tambahan atau penunjang memiliki fungsi secara langsung dalam menunjang fungsi pelabuhan perikanan. Fasilitas tambahan terdiri atas telepon umum, balai pertemuan nelayan, mess nelayan, pemadam kebakaran, masjid, puskesmas, gedung sekolah, pemadam kebakaran, MCK (Mandi Cuci Kakus), bank serta fasilitas kios. Menurut Lubis (2006), fasilitas pokok memberi dukungan pada aktivitas bongkar muat dan distribusi hasil tangkapan. Fasilitas fungsional memberikan dukungan pada aktivitas pelelangan, pemasaran serta kegiatan nelayan yang dilakukan di sekitar pelabuhan perikanan. Fasilitas tambahan memberi dukungan pada kelancaran aktivitas pengguna jasa pelabuhan perikanan.
2.2.2 Pelayanan kepelabuhanan di PP dan PPI Pelayanan
kepelabuhanan
merupakan
pelayanan
atau
jasa
yang
berhubungan dengan pengoperasian fasilitas yang disediakan oleh pihak pelabuhan perikanan guna memenuhi kebutuhan para pengguna fasilitas kepelabuhanan. Menurut Tasmas (2008), pelayanan untuk memenuhi keperluan pengguna jasa pelabuhan adalah bersifat langsung. Pelayanan yang diperlukan meliputi berbagai kegiatan mulai dari sarana produksi, pemasaran hasil sampai dengan distribusinya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan BBM seperti bensin dan solar, perbekalan melaut atau apabila membutuhkan perawatan serta
11
perbaikan sarana produksi supaya tetap berfungsi secara optimal. Tenaga yang melakukan pelayanan hendaknya memiliki keahlian tertentu yang diperkuat melalui suatu bentuk surat keterangan atau sertifikat. Pelayanan kepelabuhanan yang diberikan kepada para pengguna jasa dapat dilakukan oleh manajemen pelabuhan perikanan sendiri ataupun melalui pihak swasta apabila biaya pelayanan dirasakan masih mahal, tetapi kemungkinan juga oleh keduanya (pihak pelabuhan bekerja sama dengan swasta) apabila masih ada keahlian atau keterampilan-keterampilan tertentu yang belum sepenuhnya dapat dicukupi oleh pihak swasta. Prinsip efisiensi antara lain ditempuh melalui meniadakan kemungkinan monopoli, supaya selalu tercipta iklim persaingan yang sehat sehingga prinsip pelayanan prima dapat terwujud. Berbagai ketentuan pelayanan kepelabuhanan harus jelas terbaca pada setiap tempat dimana masyarakat pengguna jasa selalu berkumpul. Pelayanan kepelabuhanan yang disediakan oleh pihak pelabuhan perikanan ataupun pihak swasta umumnya mendukung kegiatan operasional dari berbagai fasilitas yang terdapat di pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan. Pelayanan
kepelabuhanan
tersebut
meliputi
pelayanan
pendaratan
dan
pembongkaran hasil tangkapan, pelayanan perbekalan melaut, pelayanan penanganan hasil tangkapan dan pelayanan pendistribusian atau pemasaran.
2.2.3 Fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan Fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang terkait penanganan hasil tangkapan merupakan fasilitas serta pelayanan kepelabuhanan yang dimiliki oleh pelabuhan perikanan yang berperan penting dalam proses penanganan hasil tangkapan selama berada di pelabuhan perikanan. Fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan tersebut diduga dapat secara langsung memberikan pengaruh terhadap mutu serta kesegaran ikan hasil tangkapan yang sedang ditangani. Jika fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan dapat berfungsi secara optimal, dapat dikatakan bahwa semakin optimal pula proses penanganan hasil tangkapan. Fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan antara lain meliputi penyediaan ruang pelelangan (TPI) dan sarana hasil tangkapan (wadah/basket, alat
12
angkut hasil tangkapan dan lain-lain), penyediaan air bersih, penyediaan pabrik es, penyediaan penjagaan kebersihan, penyediaan pengawasan mutu hasil tangkapan yang dijual di TPI, penyediaan ruang pendingin (cool room), penyediaan ruang pembeku dan penyimpanan (cold storage), dan lain-lain. Beberapa fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang terkait dengan penanganan hasil tangkapan berupa tempat pelelangan ikan (TPI), air bersih, pabrik es dan cold storage akan dikemukakan lebih rinci sebagai berikut: 1)
Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Fungsi gedung TPI adalah sebagai tempat untuk melelang hasil tangkapan,
dimana terjadi pertemuan antara penjual dengan pembeli (pedagang atau agen perusahaan perikanan) (Lubis, 2006). Selain itu, TPI juga berfungsi untuk melindungi hasil tangkapan agar tidak terkena sinar matahari secara langsung yang dapat menurunkan mutu hasil tangkapan. Gedung TPI melindungi hasil tangkapan sejak sebelum dilakukan pelelangan, saat pelelangan dan saat setelah pelelangan. Gedung TPI yang baik harus memiliki persediaan air bersih, wadah dan alat angkut hasil tangkapan serta lantai TPI harus miring pada kedua sisinya agar tidak ada air yang menggenang di TPI setelah terjadinya proses pelelangan. Tempat pelelangan ikan juga harus memiliki saluran air untuk menampung air ataupun kotoran yang dihasilkan dari proses pelelangan. Kebersihan TPI harus dijaga setiap saat karena jika TPI tidak terawat kebersihannya maka akan memberikan pengaruh terhadap penurunan mutu ikan hasil tangkapan yang dilelang di gedung TPI tersebut. Letak dan pembagian ruang di gedung TPI juga harus direncanakan supaya aliran produk perikanan dapat berjalan dengan cepat. Hal ini dengan pertimbangan bahwa produk perikanan cepat mengalami penurunan mutu (Lubis, 2006). Karena dengan lancarnya aliran produk perikanan, maka dapat menghambat aktivitas bakteri yang berpengaruh terhadap penurunan mutu ikan. Ruangan yang terdapat pada gedung TPI dibagi menjadi (Lubis, 2006): (1) Ruang sortir, yaitu tempat membersihkan, menyortir dan memasukkan hasil tangkapan ke dalam peti atau keranjang;
13
(2) Ruang pelelangan, yaitu tempat menimbang, memperagakan dan melelang hasil tangkapan; (3) Ruang pengepakan, yaitu tempat memindahkan hasil tangkapan ke dalam peti lain dengan diberi es dan atau garam, selanjutnya siap untuk dikirim; (4) Ruang
administrasi
pelelangan
terdiri
atas
loket-loket
untuk
pembayaran transaksi hasil tangkapan, gudang peralatan lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet dan ruang cuci umum. 2)
Air Bersih Air bersih diperlukan sebagai salah satu bahan perbekalan melaut dan
penanganan hasil tangkapan selama di pelabuhan perikanan. Selama melaut, air bersih dipergunakan untuk air minum, memasak atau konsumsi bagi nelayan. Selama di pelabuhan perikanan, air bersih digunakan untuk mencuci ikan hasil tangkapan, membersihkan lantai TPI, bahan baku pembuat es dan kegiatan lain yang terdapat di pelabuhan perikanan seperti perkantoran, perumahan dan industri pengolahan. Fasilitas dan pelayanan air bersih yang terdapat di suatu pelabuhan perikanan harus mampu menyediakan dan memenuhi kebutuhan akan air bersih demi tetap lancarnya kegiatan operasional yang terdapat di pelabuhan perikanan. Sebagai contoh pelabuhan perikanan yang telah memiliki fasilitas kepelabuhanan perikanan terkait air bersih, PPS Nizam Zachman merupakan pelabuhan perikanan yang telah mampu memenuhi kebutuhan terhadap air bersih. Menurut Hadianti (2010), PPS ini memiliki fasilitas pelayanan air tawar dengan kapasitas yang mencapai 2.400 ton per harinya dengan jumlah pemasok air tawar sebanyak 3 perusahaan. Perusahaan tersebut adalah PT. Palyja, PT. Tirta Sejahtera Abadi (TSA) dan PT. Centra Niaga Eropindo (CNE). 3)
Pabrik es Es merupakan bahan yang dipergunakan dalam kegiatan operasi melaut
maupun
dalam
penanganan
hasil
tangkapan
yang
berfungsi
untuk
mempertahankan mutu hasil tangkapan. Kebutuhan es selama melaut disesuaikan dengan lamanya waktu operasi dan perkiraan jumlah ikan yang akan ditangkap. Sehingga
diharapkan
es
yang
dibawa
selama
melaut
cukup
untuk
mempertahankan mutu hasil tangkapan hingga hasil tangkapan didaratkan di
14
pelabuhan perikanan. Namun, untuk penanganan hasil tangkapan, jumlah kebutuhan es harus disesuaikan dengan ikan hasil tangkapan yang didaratkan sehingga ikan dapat dipertahankan mutunya hingga ke tangan konsumen. Oleh karena itu, pabrik es atau unit pelayanan es harus mampu menyediakan dan memenuhi kebutuhan nelayan terhadap es sebagai perbekalan selama melaut dan penanganan hasil tangkapan selama di pelabuhan perikanan. Salah satu pelabuhan perikanan yang telah memiliki pabrik es yang pembangunannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri adalah PPS Nizam Zachman. Menurut Hadianti (2010),
pelabuhan perikanan tipe A ini
memiliki pabrik es yang menyuplai kebutuhan es di dalam pelabuhan perikanan tersebut dengan kapasitas 4.488 balok yang dapat memproduksi dua jenis es balok, yaitu es balok berbobot 50 kg dan 60 kg. Namun, hingga saat ini pemenuhan terhadap kebutuhan es di PPS ini belum sepenuhnya dapat terpenuhi. Hal ini ditandai dengan masuknya es balok ke kawasan PPS Nizam Zachman Jakarta dari berbagai wilayah seperti Sentul, Cengkareng dan Tangerang. 4)
Cold Storage Cold storage merupakan ruang atau tempat yang digunakan untuk
membekukan dan menyimpan hasil tangkapan yang belum habis dilelang ataupun dijual. Untuk mempertahankan mutu hasil tangkapan yang disimpan, maka dalam proses pembekuan dan penyimpanan digunakan suhu yang rendah hingga -20oC. Hal ini dimaksudkan untuk menghambat aktivitas pembusukan oleh bakteri di dalam tubuh ikan hasil tangkapan. Salah satu pelabuhan perikanan di Jakarta Utara yang memiliki cold storage adalah PPS Nizam Zachman Jakarta. Menurut Hadianti (2010), PPS Nizam Zachman Jakarta memiliki gedung penyedia cold storage yang berdiri di atas lahan seluas 1.554 m2 dan terdapat empat ruangan utama di dalamnya. Ruangan pertama hingga ketiga merupakan cold storage yang berfungsi sebagai ruang penyimpanan hasil tangkapan yang telah dibekukan, sedangkan ruangan keempat adalah Air Blast Freezer (ABF) yang berfungsi sebagai ruang pembekuan hasil tangkapan yang akan disimpan di cold storage. Proses pembekuan hasil tangkapan di ABF
inilah yang
menjadi
langkah awal dalam upaya
15
mempertahankan mutu hasil tangkapan yang selanjutnya akan disimpan di dalam cold storage. Menurut Junianto (2003) vide Setiawan (2006), udara dingin dalam ruang penyimpanan dihasilkan dari penyerapan panas dalam ruangan oleh refrigerant (Freon 12 atau amoniak) pada bagian evaporator. Evaporator tersebut berupa gulungan-gulungan pipa yang disimpan dalam salah satu dinding ruang penyimpanan, kemudian udara dingin dekat evaporator disirkulasikan ke seluruh ruangan dengan suhu yang sudah diatur.
2.3
Kebutuhan Fasilitas terkait Penanganan Hasil Tangkapan Untuk mengetahui kebutuhan fasilitas kepelabuhanan di PPI Muara Angke,
maka dilakukan perhitungan kebutuhan terhadap beberapa variabel, yaitu kebutuhan TPI, kebutuhan air bersih, kebutuhan es dan kebutuhan ruang cold storage. 1)
Kebutuhan tempat pelelangan ikan (TPI) Dalam menghitung kebutuhan terhadap TPI dapat digunakan rumus berikut:
(1)
Luas ruang lelang TPI (Anonim, 1981) S
=
N pxRxa
Keterangan:
(2)
S
: luas ruang pelelangan ikan (m2)
N
: jumlah produksi per hari (kg/hari)
p
: daya tampung produksi (kg/m2)
R
: intensitas lelang per hari (kali/hari)
α
: perbandingan ruang lelang dengan gedung lelang (0,217 – 0,394)
Kebutuhan basket (trays) di PPI Muara Angke (Setiawan, 2006) JKB =
JHT KB
Keterangan : JKB : jumlah kebutuhan basket (unit/hari)
16
JHT : jumlah hasil tangkapan per hari (kg/hari) KB
2)
: kapasitas basket (kg/unit)
Kebutuhan air bersih Kebutuhan air bersih di pelabuhan perikanan terkait penanganan hasil
tangkapan dapat diketahui menggunakan rumus Pane (2005) vide Setiawan (2006), yaitu sebagai berikut: (1)
Kebutuhan air untuk perbekalan kapal a. Per kapal per trip (JA) JA
= N (1 + α) x T x A; (liter/trip)
Keterangan: N : banyak awak kapal (orang) α : koefisien besarnya cadangan air bersih di kapal (0,5) T : lama hari trip penangkapan (hari/trip) A : kebutuhan air per awak kapal per hari untuk kapal motor (50 liter/orang/hari) b. Seluruh kapal per tahun di PP (SJA) SJA
= KM x TT x N x (1 + α) x T x A; (liter/tahun)
Keterangan: KM : banyaknya kapal yang direncanakan yang melakukan pembelian kebutuhan melaut di pelabuhan perikanan (unit). TT : rata-rata banyak trip penangkapan per kapal per tahun yang direncanakan untuk semua kapal di PP (trip/tahun) N
: rata-rata jumlah awak kapal per kapal yang direncanakan di PP (orang/unit)
T
: rata-rata lama trip penangkapan per kapal yang direncanakan untuk semua kapal di PP (hari/trip)
α
: koefisien besarnya cadangan air bersih di kapal (0,5)
A
: kebutuhan air per awak kapal per hari untuk kapal motor (50 liter/orang/hari)
c. Seluruh kapal direncanakan di PP per hari kerja (K AM) KAM = (SJA/360); (liter/hari)
17
(2)
Kebutuhan air untuk membersihkan hasil tangkapan di kapal pada saat pembongkaran di pelabuhan perikanan (KAI) KAI
= β x (KP x P); (liter/hari)
Keterangan: KP
: banyak kapal yang direncanakan melakukan pendaratan hasil tangkapan per hari (unit/hari)
P
: produksi hasil tangkapan yang direncanakan didaratkan per kapal (kg/unit/hari)
β
: rasio kebutuhan air bagi pencucian hasil tangkapan pada waktu pembongkaran (0,2 liter/kg)
(3)
Kebutuhan air untuk membersihkan palka dan bagian lainnya setelah pembongkaran hasil tangkapan di pelabuhan perikanan (K AP) KAP
= γ x KP x VP; (liter/hari)
Keterangan:
: rasio kebutuhan air untuk membersihkan palka yang direncanakan (20 liter/m3/unit)
KP
: rata-rata banyak kapal yang direncanakan melakukan pendaratan hasil tangkapan per hari (unit/hari) : rata-rata volume palka yang direncanakan (m3)
VP (4)
Kebutuhan air untuk membersihkan lantai lelang (KAL) KAL = P x FKL x L; (liter/hari) Keterangan: P
: banyak pencucian per hari (kali/hari)
FKL : faktor konversi kebutuhan air pencucian lantai lelang (6 liter/m2/kali) : luas lantai lelang (m2)
L
(5)
Kebutuhan air bersih untuk pabrik es di PP/PPI a. Kapasitas pabrik es per hari (Anonim, 1981 vide Setiawan, 2006) K
= ε x PH ; (ton/hari)
18
Keterangan:
: koefisien kapasitas pabrik es (1,5 – 2) PH : rata-rata produksi hasil tangkapan per hari yang direncanakan (ton/hari) b. Kebutuhan air bersih untuk pabrik es (liter/hari) KAE = ζ x 1.000 K ; (liter/hari) Keterangan:
: koefisien kebutuhan air bersih pabrik es (1,1 – 1,2) (6)
Dengan demikian kebutuhan air bersih terkait penanganan hasil tangkapan di PP/PPI (KAPP) KAPP
= (KAM + KAI + KAP + KAL + KAE); (liter/hari)
Keterangan: KAPP : kebutuhan air di pelabuhan perikanan terkait penanganan hasil tangkapan (liter/hari) KAM : kebutuhan air bersih nelayan untuk melaut (liter/hari) KAI
: kebutuhan air bersih untuk pencucian ikan saat pembongkaran (liter/hari)
KAP : kebutuhan air bersih untuk membersihkan palka (liter/hari) KAE : Kebutuhan air bersih untuk pabrik es (liter/hari) KAL : Kebutuhan air bersih untuk lantai lelang TPI (liter/hari)
3)
Kebutuhan es Kebutuhan es di pelabuhan perikanan dapat dikelompokkan menjadi
kebutuhan es untuk melaut kapal, kebutuhan es untuk penanganan di gedung TPI dan kebutuhan es untuk penanganan saat pendistribusian. Menurut Pane (2006) vide Setiawan (2006), rumus yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan es di pelabuhan perikanan adalah sebagai berikut: (1)
Kebutuhan es untuk melaut kapal (KEK) KEK
= PHT x δ ; (kg/hari)
19
Keterangan: PHT : Proyeksi produksi hasil tangkapan yang akan didaratkan per hari (kg/hari)
(2)
: Koefisien kebutuhan es (1 kg hasil tangkapan = 3 kg es)
Kebutuhan es untuk penanganan di gedung TPI (KEP) = PHT x ά ; (kg/hari)
KEP
Keterangan: ά
: Koefisien kebutuhan es untuk penanganan (1 kg hasil tangkapan = 0,5 kg es)
(3)
Kebutuhan es untuk penanganan saat pendistribusian (KED) = PHT x έ ; (kg/hari)
KED
Keterangan: έ
: Koefisien kebutuhan es untuk pendistribusian (1 kg hasil tangkapan = 0,8 kg es)
4)
Kebutuhan cold storage Kebutuhan terhadap cold storage dapat diketahui dengan melakukan
perhitungan berikut: CS
=
9 ,57 % PHT K CS
Keterangan : CS
: Kebutuhan cold storage (unit)
KCS : Kapasitas cold storage (kg/ unit) PHT : Proyeksi produksi hasil tangkapan yang akan didaratkan (kg)
20
2.4
Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16 tahun 2006 tentang
Pelabuhan Perikanan Pasal 20 menyatakan bahwa Pangkalan Pendaratan Ikan memiliki kriteria teknis sebagai berikut: (1)
Melayani kapal perikanan yang mencakup kegiatan perikanan di wilayah perairan pedalaman dan perairan kepulauan;
(2)
Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 3 gross tonnage (GT);
(3)
Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m dengan kedalaman kolam minus 2 m;
(4)
Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 gross tonnage (GT) kapal perikanan sekaligus. Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke merupakan pusat pendaratan ikan
yang terdapat di Jakarta dan secara administratif pemerintahan, Muara Angke terletak di Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Menurut Anonim (2008a), sejak tahun 1976 kawasan Muara Angke secara keseluruhan dipersiapkan untuk menampung kegiatan perikanan yang tersebar di beberapa lokasi yang berada di sekitar wilayah Jakarta. Kawasan Muara Angke sampai saat ini telah dimanfaatkan untuk perumahan nelayan, pengolahan hasil perikanan tradisional (PHPT), tambak uji coba serta kawasan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan beserta fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang lainnya. Di kawasan PPI Muara Angke telah dibangun berbagai fasilitas baik yang dibangun oleh Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (UPT PKPP dan PPI), instansi terkait maupun pihak swasta. Fasilitas-fasilitas yang telah dibangun di PPI Muara Angke adalah sebagai berikut:
21
Tabel 1 Fasilitas pokok, fungsional, dan penunjang di PPI Muara Angke
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8. 9.
Fasilitas pokok Lahan Dermaga Pemecah gelombang Kolam pelabuhan Fender Bolder Turap/tanggul penahan air pasang Jalan kawasan Saluran pembuangan air
Jenis fasilitas Fasilitas fungsional 1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 2. Pasar grosir 3. Pasar pengecer 4. Menara pengawas 5. Navigasi pelayaran/lampu suar 6. Pabrik es 7. Air bersih 8. Cold storage 9. SPBU/SPBB/SPCC/SPDN 10. Dock tradisional 11. Dock diatas 30 GT 12. Tempat perbaikan jaring 13. Waduk penampungan 14. IPAL 15. Kantor UPT/Pengelola 16. Kantor instansi terkait 17. Fasilitas penanganan dan pengolahan ikan 18. Alat transportasi ikan dan angkut es 19. Kios ikan bakar
Fasilitas penunjang 1. Tempat pembinaan nelayan 2. Pos jaga/pos terpadu 3. MCK 4. Tempat peribadatan 5. Tempat penginapan nelayan 6. Kios penunjang 7. Fasilitas IPTEK 8. Sarana kesehatan 9. Sarana pendidikan
Sumber : Anonim (2008a)
Pemanfaatan atau aktivitas dari masing-masing fasilitas yang berada di kawasan PPI Muara Angke dapat diketahui dari penjelasan berikut (Anonim, 2008a): (1)
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat
pelelangan ikan
mempunyai
nilai
strategis dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan nelayan. Fasilitas tersebut memberikan pelayanan lelang dalam proses penetapan harga hasil tangkapan yang didaratkan. Harga yang terbentuk merupakan harga yang menjadi kesepakatan antara juru lelang, pembeli dan pedagang atau nelayan pemilik hasil tangkapan. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan dalam proses penjualan dan pembelian hasil tangkapan tersebut.
22
Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke memiliki tempat pelelangan ikan dengan luas 3.237 m2 yang terdiri atas ruang lelang, ruang kantor, gudang penyimpanan dan lahan parkir. Tempat Pelelangan Ikan ini pun menyediakan fasilitas pendukung kegiatan pelelangan ikan seperti basket/trays, lori, timbangan dan blong. (2)
Pasar Grosir Pasar grosir merupakan salah satu mata rantai distribusi atau pemasaran ikan
yang berada di Muara Angke. Pasar grosir ini menyediakan 870 lapak yang dimanfaatkan oleh 275 pedagang grosir. Aktivitas grosir dilakukan pada malam hari dan ikan yang diperdagangkan selain dari hasil lelang di Muara Angke serta Muara Baru juga berasal dari luar daerah seperti Tuban, Pekalongan, Tegal, Cilacap, Lampung dan daerah lainnya. Perputaran perdagangan ikan di pasar grosir rata-rata mencapai 35 ton hanya dalam satu malam. Untuk meningkatkan pelayanan kepada pedagang dan pembeli ikan, pada tahun 2007-2008 telah dibangun pasar grosir baru dengan kapasitas 216 lapak. (3)
Pasar Pengecer Guna memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan ikan
dalam jumlah kecil, PPI Muara Angke telah menyediakan fasilitas bagi pedagang pengecer. Luas pasar pengecer adalah 1.260 m2 dengan jumlah lapak 150 unit yang dimanfaatkan oleh 148 orang pedagang. Pasar pengecer ini melayani kebutuhan konsumen dan para pengunjung yang akan mengkonsumsi ikan bakar di Pusat Jajan Serba Ikan yang masih berada di kawasan PPI Muara Angke. Penjualan ikan di pasar pengecer dalam satu minggu mencapai 500 kilogram (kg) per pedagang. Puncak keramaian biasanya terjadi pada hari Jum’at, Sabtu dan Minggu. Guna memenuhi kebutuhan masyarakat tingkat menengah ke atas pada tahun 2008 yang lalu dibangun pasar pengecer higienis yang lokasinya berada di sebelah barat pasar grosir lama. (4)
Pabrik Es Guna memenuhi kebutuhan nelayan, pedagang dan pengolah ikan, di
kawasan Muara Angke telah tersedia 1 unit pabrik es dengan kapasitas 300 ton
23
yang dibangun pada tahun 2004. Pabrik es ini merupakan hasil kerja sama antara Pemda DKI Jakarta dengan PT. AGB ICE. (5)
Cold storage Ikan merupakan produk yang cepat sekali mengalami pembusukan apabila
tidak ditangani secara baik. Oleh karena itu, kegiatan penanganan ikan seharusnya dilakukan sejak penangkapan, pendaratan dan pembongkaran, pengangkutan, distribusi dan pemasaran. Untuk penanganan hasil tangkapan, pihak PPI Muara Angke telah mengupayakan 1 unit cold storage. Cold storage yang telah dibangun oleh PT. AGB Tuna pada tahun 2003 diatas lahan seluas 3.000 m2 memiliki kapasitas sebesar 900 ton. Pasokan ikan berasal dari nelayan Muara Angke, Palabuhanratu dan Muncar dengan jenis ikan yang disimpan adalah layur, bawal, cumi dan tenggiri dengan besar biaya penyimpanan sebesar Rp. 20,- per kg per hari. (6)
Stasiun Pengisian Bahan Bakar/Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBB/SPBU) Fasilitas fungsional yang sangat dibutuhkan oleh para nelayan untuk
operasional penangkapan adalah SPBB/SPBU sebagai pemasok bahan bakar. Penyediaan bahan bakar minyak ini baik untuk kebutuhan kapal maupun kendaraan darat sejak tahun 1997 dilayani oleh SPBU dwi fungsi yang dibangun di atas lahan seluas 2.212 m2. Sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah pada tahun 2008 SPBU dwi fungsi dipecah menjadi SPBU untuk melayani kendaraan darat dan SPBB untuk melayani kapal perikanan. Adapun jumlah SPBB yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan nelayan di kawasan PPI Muara Angke adalah 2 unit SPBB terapung yang dikelola oleh pihak swasta. Sarana yang tersedia dan bahan bakar minyak yang terjual di SPBB/SPBU yang berada di darat yaitu sebagai berikut : a. Pompa solar sebanyak 10 unit dengan kapasitas tangki solar 180.000 liter b. Pompa premium sebanyak 3 unit dengan kapasitas tangki premium 50.000 liter c. Pompa pertamax sebanyak 1 unit dengan kapasitas tangki pertamax 20.000 liter
24
d. Penjualan solar (data tahun 2004) 45.811.978 liter e. Penjualan premium (data tahun 2004) 4.680.879 liter f. Penjualan pertamax (data tahun 2004) 245.219 liter g. Dapat melayani 10-25 kapal per hari. (7)
Tempat Pengepakan Ikan Tempat pengepakan ikan merupakan salah satu fasilitas yang disediakan
oleh pemerintah di PPI Muara Angke terutama untuk memenuhi kebutuhan ikan segar di supermarket dan kebutuhan pasar ekspor. Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke memiliki 30 unit gedung pengepakan dengan luas masing-masing 50-200 m2 yang terdiri atas bangunan satu lantai dan dua lantai. Produksi dari pengepakan ini rata-rata per bulan mencapai 75 ton. Adapun negara tujuan ekspor yaitu Singapura, Malaysia dan Hongkong. Jenis ikan yang diekspor meliputi bawal, ekor kuning, kakap merah, kerapu, tenggiri dan lain-lain. Sementara bahan baku diperoleh dari Muara Angke sebanyak 40% dan dipasok dari luar daerah sebanyak 60%. (8)
Pusat Jajan Serba Ikan Pusat jajan serba ikan merupakan fasilitas kios ikan bakar yang dibangun
pada tahun 1996. Jumlah kios yang tersedia adalah 24 unit dengan masing-masing kios berukuran 5 x 17 m. Tujuan pembangunan pusat jajan serba ikan ini yaitu dalam rangka merangsang minat masyarakat untuk mengkonsumsi ikan dan menciptakan peluang pasar produk hasil perikanan khususnya jenis-jenis ikan yang lazim dikonsumsi dalam bentuk bakar. (9)
Instansi lain, Fasos dan Fasum Dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di kawasan PPI
Muara Angke terdapat instansi pemerintah, fasilitas sosial dan fasilitas umum. Adapun instansi tersebut meliputi UPT Dinas Perhubungan Laut, Syahbandar dan Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP), Dewan Perwakilan Daerah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPD HNSI), Pos Polisi KP3 Muara Angke (KP3 = Kesatuan Polisi Pengamanan Pantai), Pos Kesehatan, Pos Pemadam Kebakaran, Terminal Bus Muara Angke, Pasar Inpres (Perusahaan Daerah Pasar Jaya), Rumah Sakit Paru-Paru, Puskesmas serta TK, SD dan SMP.
25
3 METODOLOGI 3.1
Waktu dan Tempat Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Maret 2010 yang bertempat di
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, Jakarta Utara.
3.2
Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan di dalam penelitian ini adalah kuesioner. Untuk bahan
yang digunakan adalah data kuesioner yang merupakan hasil wawancara dengan berbagai pihak terkait, data produksi ikan yang didaratkan dan data frekuensi kapal yang beraktivitas di PPI Muara Angke.
3.3
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Aspek yang diteliti,
yaitu aspek penanganan hasil tangkapan dan aspek fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang terkait penanganan hasil tangkapan. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan berbagai pihak terkait. Pengamatan yang dilakukan berkaitan dengan aktivitas penanganan hasil tangkapan mulai dari pembongkaran hasil tangkapan hingga ikan siap dilelang. Wawancara yang dilakukan berhubungan dengan kondisi fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang terkait penanganan hasil tangkapan. Untuk data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari instansi terkait, yaitu pengelola PPI Muara Angke mengenai data produksi ikan yang didaratkan, armada penangkapan dan fasilitas terkait penanganan hasil tangkapan. Informasi dan data yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung kebutuhan fasilitas kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan selama sepuluh tahun ke depan. Adapun fasilitas kepelabuhanan tersebut meliputi luas ruang lelang TPI, basket, air bersih, es balok dan cold storage.
26
Pengamatan dan wawancara yang dilakukan dapat dirinci sebagai berikut: 1)
Pengamatan (1) Dilakukan pengamatan aktivitas penanganan hasil tangkapan mulai dari pembongkaran dari atas kapal hingga pengangkutan ke gedung TPI yang meliputi proses pembongkaran hasil tangkapan, mekanisme lelang, fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang digunakan. (2) Pengamatan terhadap kondisi fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang terkait dengan penanganan hasil tangkapan ikan selama berada di pelabuhan perikanan. Fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang diamati adalah TPI, fasilitas air bersih, pabrik es dan cold storage.
2)
Wawancara Wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan kepada pihak-pihak terkait.
Pemilihan responden dilakukan secara purposive sampling yaitu memilih responden yang dianggap dapat mewakili kepentingan penelitian yang terdiri atas: pihak pengelola TPI (2 orang), nelayan (6 orang), pengelola pabrik es (1 orang), pengelola cold storage (1 orang), pengelola depot air bersih (1 orang), agen air bersih (1 orang), agen es (1 orang) dan pihak pengelola PPI Muara Angke (1 orang). Data dan informasi yang diambil dari responden tersebut meliputi: (1) Pihak pengelola TPI (2 orang) Kondisi aktual fisik gedung TPI, jumlah basket (trays) yang disediakan oleh TPI, saluran air bersih, mekanisme pelelangan, jadwal pelaksanaan lelang dan biaya yang dikeluarkan untuk pemanfaatan fasilitas TPI (retribusi). (2) Nelayan (6 orang) Jenis armada penangkapan, jumlah dan jenis hasil tangkapan yang didaratkan, kapasitas palka armada penangkapan, proses pembongkaran hasil tangkapan, besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memanfaatkan fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan, penjualan hasil tangkapan (ke penampung atau dilelang di TPI), besarnya kebutuhan es dan air bersih untuk perbekalan melaut.
27
(3) Pengelola pabrik es (1 orang) Status kepemilikan/pengelola, ukuran luas pabrik es, jumlah serta ratarata balok es yang mampu diproduksi dan ditampung, bobot setiap balok es, sarana/alat penunjang, harga jual per balok es, pihak yang terkait
dengan
pendistribusian
pabrik
es,
pihak-pihak
yang
memanfaatkan, dan bahan baku es balok. (4) Pengelola cold storage (1 orang) Status kepemilikan/pengelola, luas cold storage, kapasitas cold storage, jumlah ikan yang masuk dan keluar cold storage, biaya pemanfaatan cold storage, jenis ikan yang masuk cold storage, pihak-pihak yang memanfaatkan dan lamanya waktu penyimpanan. (5) Pengelola depot air bersih (1 orang) Status kepemilikan/pengelola, sumber/asal air bersih, suplai air bersih, kebutuhan air bersih per hari dan tahunan, pihak-pihak yang memanfaatkan, sarana/alat penunjang dan harga jual air bersih. (6) Agen air bersih (1 orang) Tujuan pendistribusian, siapa produsen dan konsumennya, harga jual ke konsumen, jumlah dalam satu kali distribusi, jumlah distribusi dalam satu hari dan alat pendistribusian. (7) Agen es (1 orang) Tujuan pendistribusian, siapa produsen dan konsumennya, harga jual ke konsumen, harga beli dari pabrik, jumlah balok es dalam satu kali distribusi, jumlah distribusi dalam satu hari dan alat pendistribusian. (8) Pihak pengelola PPI Muara Angke (1 orang) Status kepemilikan/pengelola tiap fasilitas kepelabuhanan perikanan, jumlah fasilitas yang terdapat di PPI Muara Angke, ukuran/kapasitas masing-masing fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan, pihak-pihak yang memanfaatkan fasilitas, rencana ke depan untuk fasilitas yang dimiliki oleh PPI Muara Angke dan permasalahan yang ada di PPI Muara Angke.
28
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi: (1) Data produksi hasil tangkapan bulanan yang didaratkan di PPI Muara Angke (5 tahun terakhir, mulai tahun 2005 sampai dengan 2009); (2) Daya tampung/kapasitas TPI, tangki air bersih, pabrik es dan cold storage; (3) Data frekuensi kapal yang beraktivitas bulanan di PPI Muara Angke (5 tahun terakhir, mulai tahun 2005 sampai dengan 2009); (4) Perkembangan jumlah dan jenis unit penangkapan yang ada di Kotamadya Jakarta Utara (selama 5 tahun terakhir); (5) Laporan tahunan PPI Muara Angke dan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta; (6) Data kondisi umum daerah penelitian tingkat kabupaten dalam angka pada 5 tahun terakhir.
3.4
Analisis Data
1)
Analisis kondisi aktual fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke Untuk mengetahui aktivitas penanganan hasil tangkapan dan kondisi aktual
dari fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke dilakukan analisis secara deskriptif, penghitungan rata-rata, tabulasi dan analisis grafik berdasarkan pengamatan dan hasil kuesioner yang telah dikumpulkan. Data dan informasi tersebut dideskripsikan agar dapat tergambar secara jelas kondisi aktual dari proses penanganan hasil tangkapan serta fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang terkait dengan penanganan hasil tangkapan.
2)
Analisis proyeksi jumlah hasil tangkapan dan frekuensi kapal bongkar sampai sepuluh tahun ke depan Analisis proyeksi menggunakan 60 titik data bulanan hasil tangkapan yang
didaratkan dan data bulanan frekuensi kapal yang beraktivitas di PPI Muara Angke selama 60 bulan (5 tahun terakhir, mulai tahun 2005 sampai 2009). Analisis data yang digunakan pada pembahasan ini yaitu metode peramalan (forecasting).
29
Untuk mengetahui model proyeksi yang akan digunakan dalam peramalan, apakah termasuk model polinomial, eksponensial, linear atau model lainnya, Pane (2010) menyatakan bahwa pada tahap pertama dilakukan analisis grafik Yi dengan memplotkan data bulan produksi pada sumbu horizontal (sumbu x) dan data produksi bulanan hasil tangkapan pada sumbu vertikal (sumbu y), kemudian digambarkan
garis
kurvanya
yang
bentuknya
mengikuti
bentuk
pola
kecenderungan sebaran titik-titiknya. Tahap kedua dilanjutkan dengan pemilihan model-model dengan menguji model tersebut dan mencari koefisien korelasi tertinggi. Tahap berikutnya, setelah diperoleh model peramalan produksi, maka dihitung proyeksi produksi ikan yang akan didaratkan. Pada penelitian ini proyeksi produksi ikan yang didaratkan dilakukan selama 120 bulan atau 10 tahun ke depan, yaitu tahun 2011-2020. Cara yang sama seperti di atas diterapkan pula pada data frekuensi kapal bongkar untuk meramalkan proyeksi frekuensi kapal yang akan beraktivitas selama 120 bulan atau sepuluh tahun ke depan. Pada analisis proyeksi di atas baik untuk data produksi bulanan hasil tangkapan yang digunakan selama 60 bulan, yaitu data tahun 2005-2009 maupun data frekuensi kapal bongkar yang digunakan selama 60 bulan, tahun 2005-2009 terlebih dahulu dilakukan moving average dan penggantian data ekstrim dengan nilai rata-rata untuk tujuan ”penghalusan” data. Setelah didapatkan data proyeksi jumlah hasil tangkapan didaratkan dan proyeksi frekuensi kapal yang beraktivitas di PPI Muara Angke selama 10 tahun ke depan, selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan besaran kebutuhan fasilitas kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke, yaitu ruang lelang TPI, basket/trays, air bersih, es balok dan cold storage.
30
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara 4.1.1 Kondisi geografis dan topografi Jakarta Utara Wilayah Jakarta Utara yang menjadi bagian dari pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta terletak pada posisi 6o 06’ 17” LS dan 106o 46’ 37” BT. Wilayah ini mempunyai luas 137,6 km2, yang membentang dari Barat ke Timur sepanjang kurang lebih 35 km, serta menjorok ke darat antara 4 sampai dengan 10 km (Anonim, 2009a). Keadaan ini membuat beberapa wilayah yang terdapat di Jakarta Utara memiliki garis pantai dan perbatasan dengan perairan laut. Sehingga wilayah ini cukup berpotensi dalam bidang perikanan maupun transportasi laut. Kondisi topografi wilayah Jakarta Utara yang diukur berdasarkan ketinggian wilayahnya dari permukaan laut, menurut data BPS Kota Administrasi Jakarta Utara (Anonim, 2009a) diketahui bahwa wilayah tersebut memiliki ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai dengan 2 meter. Di lokasi tertentu ada yang berada di bawah permukaan laut, yang sebagian besarnya terdiri dari rawa–rawa atau empang air payau. Wilayah Jakarta Utara yang merupakan tempat bermuaranya 9 (sembilan) sungai dan lokasi 2 (dua) banjir kanal, menyebabkan wilayah ini menjadi daerah yang rawan banjir, baik kiriman maupun banjir karena air pasang laut. Wilayah ini juga merupakan pantai beriklim panas dengan suhu rata-rata 28,2oC, curah hujan setiap tahun rata-rata 152,48 mm dengan maksimal curah hujan pada bulan Pebruari (707,3 mm) dan kelembaban udara rata-rata 74%, dengan kecepatan angin sekitar 4,76 knot sepanjang tahun. Curah hujan tertinggi tahun 2009 menurun dibanding tahun lalu yang mencapai 1.829,7 mm (Anonim, 2009a). Menurut BPS Kota Administrasi Jakarta Utara, wilayah Jakarta Utara berbatasan dengan (Anonim, 2009a): 1) Sebelah Utara : Laut Jawa dengan koordinat 106o 07’ 00” - 106o 29’ 00” BT dan 005o 10’ 00” - 015o 10’ 00” LS 2) Sebelah Selatan : Kab. Dati II Tangerang, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur
31
3) Sebelah Barat : Kab. Dati II Tangerang dan Jakarta Pusat 4) Sebelah Timur : Kab. Dati II Bekasi dan Jakarta Timur. Berdasarkan penggunaannya, daratan Jakarta Utara dapat dirinci sebagai berikut: 52,7% untuk perumahan, 15,3% untuk areal industri, 10,4% digunakan sebagai perkantoran dan pergudangan dan sisanya sekitar 21,6% merupakan lahan pertanian, lahan kosong dan lahan lainnya (Anonim, 2008b). Lahan kosong yang ada seharusnya dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah daerah. Sehingga semua wilayah yang masih menjadi lahan kosong di Jakarta Utara dapat termanfaatkan dengan baik dan secara tidak langsung juga dapat menambah pemasukan kas daerah. Wilayah Jakarta Utara terbagi dalam 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja, Kecamatan Kelapa Gading dan Kecamatan Cilincing (Anonim, 2009a). Namun dari keenam kecamatan yang dimiliki oleh Jakarta Utara hanya beberapa kecamatan yang memiliki garis pantai, yaitu Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Cilincing dan Kecamatan Tanjung Priok. Hal ini dibuktikan dengan terdapatnya pelabuhan di tiga kecamatan tersebut. Pelabuhan-pelabuhan tersebut diantaranya PPS Nizam Zachman, PPI Kamal Muara dan PPI Muara Angke yang terletak di Kecamatan Penjaringan, PPI Cilincing dan PPI Kalibaru yang terletak di Kecamatan Cilincing, serta Pelabuhan Tanjung Priok yang terletak di Kecamatan Tanjung Priok.
4.1.2 Kondisi demografi dan pendidikan 1) Penduduk dan angkatan kerja Penduduk yang tinggal di wilayah Jakarta Utara terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 1 yang menyajikan perkembangan jumlah penduduk Jakarta Utara selama 5 tahun terakhir, yaitu 2004-2008. Peningkatan jumlah penduduk ini diduga menjadi penyebab semakin padatnya wilayah Jakarta Utara tiap tahunnya.
32
Sumber : Anonim (2009a) (data diolah kembali)
Gambar 1 Grafik perkembangan jumlah penduduk di Jakarta Utara tahun 20042008 Jumlah penduduk Jakarta Utara pada tahun 2008 mencapai angka 1.201.308 jiwa yang terdiri atas 51,08% laki–laki dan 48,92% perempuan. Gambar 2 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduknya tinggal di Kecamatan Tanjung Priok dan Kecamatan Cilincing. Persentase dari masing-masing kecamatan tersebut mencapai 25,98% dan 20,04% dari total penduduk Jakarta Utara pada tahun 2008. Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 2, Kecamatan Koja menjadi kecamatan terpadat di Jakarta Utara dengan kepadatan 17.655 jiwa per km2, diikuti Kecamatan Tanjung Priok dengan kepadatan 12.422 jiwa per km2.
Sumber : Anonim (2009a) (data diolah kembali)
Gambar 2
Diagram pie persentase jumlah penduduk menurut kecamatan di Jakarta Utara tahun 2008
33
Padatnya penduduk di wilayah Jakarta Utara yang mencapai 8.609 jiwa per km2 (Anonim, 2009a), dapat menjadi penyebab terjadinya masalah-masalah sosial seperti masalah perkelahian antar warga ataupun masalah kriminalitas lainnya. Masalah kriminalitas tersebut misalnya pencurian, penganiayaan, penodongan serta peristiwa bentrokan antara warga dan aparat penegak hukum yang terjadi akhir-akhir ini di wilayah Kecamatan Tanjung Priok. Untuk mengantisipasi terjadinya masalah kriminalitas lainnya, pemerintah perlu merumuskan langkah– langkah antisipatif untuk mencegah permasalahan tersebut. Langkah yang dapat dilakukan misalnya dengan lebih menggalakkan program transmigrasi dalam rangka program pemerataan penduduk. Berikut data luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Jakarta Utara yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2
Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut kecamatan di Jakarta Utara tahun 2008
Kecamatan 1. Penjaringan 2. Pademangan 3. Tanjung Priok 4. Koja 5. Kelapa Gading 6. Cilincing Jumlah
Luas wilayah (km2) 35,5 9,9 25,1 13,2 16,1 37,7 137,6
Laki-laki (jiwa) 96.493 64.154 158.312 119.414 54.659 120.626 613.658
Penduduk Perempuan (jiwa) 90.035 56.132 153.801 113.695 53.945 120.165 587.773
Jumlah (jiwa) 186.528 120.286 312.113 233.109 108.604 240.791 1.201.431
Kepadatan penduduk (jiwa/km2) 5.256 12.127 12.422 17.655 6.737 6.065 8.609
Sumber : Anonim (2009a)
Jumlah penduduk yang padat membuat penduduk Jakarta Utara harus berkompetisi satu sama lain demi mendapatkan pekerjaan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Angka lowongan kerja di Jakarta Utara masih jauh lebih rendah dari angka pencari kerja. Berdasarkan data BPS Kota Administrasi Jakarta Utara, pada tahun 2008 di Jakarta Utara tersedia 625 lowongan kerja. Namun tidak semua lowongan kerja terpenuhi penempatannya, meskipun pada tahun tersebut terdapat 6.447 orang pencari kerja (Anonim, 2008b). Kondisi tersebut terjadi diduga karena tidak adanya kesesuaian jenis kualitas pekerja, yaitu antara kualitas pekerja yang tersedia dengan kualitas kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan.
34
Kependudukan berdasarkan usia kerja dan kegiatan utama yang dilakukan oleh penduduk setempat dapat dikelompokkan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja dibagi menjadi dua klasifikasi, yaitu bekerja dan mencari pekerjaan, sedangkan bukan angkatan kerja diklasifikasikan menjadi penduduk yang masih bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Angkatan kerja di Jakarta Utara pada tahun 2008 mencapai jumlah 786.741 jiwa. Angka tersebut terdiri atas 458.816 laki-laki dan 327.925 perempuan dengan persentase masing-masing adalah 58,32% dan 41,68% dari total jumlah penduduk di Jakarta Utara. Jumlah bukan angkatan kerja mencapai 1.110.608 jiwa atau sekitar 58,53% dari jumlah penduduk Jakarta Utara yang memiliki kegiatan utama pada tahun ini. Jumlah penduduk berdasarkan kegiatan utama yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3
Jumlah penduduk 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan utama yang dilakukan di Jakarta Utara pada tahun 2008
Kegiatan utama A. Angkatan kerja 1. Bekerja 2. Mencari kerja Subjumlah B. Bukan angkatan kerja 1. Sekolah 2. Mengurus rumah tangga 3. Lainnya Subjumlah Jumlah
Jenis kelamin Laki – laki (jiwa) Perempuan (jiwa)
Jumlah (jiwa)
399.868 58.948 458.816
277.273 50.652 327.925
677.141 109.600 786.741
39.365
38.742
78.107
4.554
197.275
201.829
26.921 70.840 529.656
17.010 253.027 580.952
43.931 323.867 1.110.608
Sumber : Anonim (2009a)
Berdasarkan data kependudukan tahun 2008 diketahui bahwa jumlah nelayan di Jakarta Utara mencapai 30.091 jiwa. Nelayan tersebut tersebar di beberapa wilayah pesisir Jakarta Utara, yaitu Kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Pluit, Kelurahan Pademangan, Kelurahan Tanjung Priok, Kelurahan Lagoa, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Cilincing dan Kelurahan Marunda (Anonim, 2009a).
35
2) Pendidikan Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai menjadi penentu keberhasilan pendidikan di suatu wilayah. Pada tahun 2008, wilayah Jakarta Utara memiliki 422 Sekolah Dasar (SD) dengan 131.662 murid dan 6.299 guru, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 155 sekolah dengan 123.828 murid dan 4.653 guru, Sekolah Menengah Umum (SMU) sebanyak 82 sekolah dengan 23.878 murid dan 2.258 guru, serta 75 sekolah kejuruan berbagai jenis dengan 23.045 murid dan 1.957 guru (Anonim, 2009a). Berdasarkan data yang ada dapat diketahui jumlah penduduk yang menamatkan pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4
Jumlah penduduk 10 tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Jakarta Utara, 2008
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tidak punya SD / MI SMP SMU Diploma I / II Diploma III / SM Diploma IV / S1 S2 / S3 Jumlah
Laki – laki (jiwa) 72.138 113.618 120.144 205.673 2.272 17.609 27.266 2.840 561.524
Jenis kelamin Perempuan (jiwa) 117.598 144.286 121.568 172.123 3.124 15.622 25.562 1.420 601.303
Jumlah (jiwa) 189.736 257.904 241.712 377.796 5.396 33.231 52.828 4.260 1.162.827
Sumber : Anonim (2009a)
Sumber : Anonim (2009a) (data diolah kembali)
Gambar 3
Diagram pie persentase jumlah penduduk 10 tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Jakarta Utara tahun 2008
36
Tabel 4 menunjukkan bahwa SMU merupakan jenjang pendidikan tertinggi terbanyak yang dicapai oleh penduduk Jakarta Utara. Persentase penduduk yang menamatkan pendidikannya hingga SMU mencapai 32,5%, pendidikan yang ditamatkan terbanyak selanjutnya setelah SMU adalah SD sebanyak 22,2% dan SMP sebanyak 20,7% yang disajikan pada Gambar 3. Selain pendidikan umum, wilayah Jakarta juga memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang berkaitan dengan bidang perikanan, seperti Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta dan Universitas Satya Negara Indonesia (USNI) yang terletak di Jakarta Selatan. Sekolah tinggi ini dibangun dengan tujuan untuk mencetak generasi muda yang paham akan dunia perikanan dan kelautan. Oleh karena itu, generasi muda diharapkan dapat memanfaatkan kekayaan alam Indonesia yang sebagian besar berasal dari laut. Sementara itu, di wilayah Bogor juga terdapat 2 instansi pendidikan yang berkaitan dengan bidang pendidikan perikanan, yaitu Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Bogor dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) yang merupakan bagian dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Keberadaan instansi-instansi yang bergerak di bidang pendidikan perikanan ini diharapkan berfungsi sebagai penyedia tenaga perikanan yang nantinya dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan Indonesia secara optimal.
4.1.3 Prasarana umum 1) Transportasi Sarana dan prasarana yang berhubungan dengan transportasi sangat dibutuhkan untuk mendistribusikan barang ataupun jasa dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, tidak terkecuali wilayah Jakarta Utara. Transportasi yang telah tersedia di wilayah Jakarta meliputi angkutan laut, darat (termasuk kereta api) dan angkutan udara. Masing–masing jenis pelayanan transportasi sesuai dengan karakter kebutuhan masyarakat. Transportasi angkutan laut didukung oleh empat pelabuhan yang terdapat di Jakarta Utara, diantaranya Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Sunda Kelapa, Pelabuhan Muara Baru dan Pelabuhan Kali Baru. Diantara keempat pelabuhan tersebut, pelabuhan yang paling berpotensi adalah Pelabuhan Tanjung Priok, dikarenakan pelabuhan tersebut merupakan sentra bagi angkutan penumpang dan
37
barang. Menurut data BPS Kota Administrasi Jakarta Utara, selama tahun 2008 terdapat lalu lintas penumpang sebanyak 575.496 jiwa di Pelabuhan Tanjung Priok, dengan perincian penumpang yang datang sebanyak 299.891 jiwa dan penumpang yang berangkat melalui pelabuhan ini sebanyak 275.605 jiwa (Anonim, 2009a). Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan transportasi darat di Jakarta Utara dioperasikan bus, mikrobus, mikrolet dan truk atau kontainer. Berdasarkan data BPS Kota Administrasi Jakarta Utara, rata–rata penumpang yang memanfaatkan jasa biskota setiap harinya mencapai 21.409 jiwa, sedangkan transportasi di atas rel (kereta api) dilayani melalui dua stasiun, yaitu Stasiun Kampung Bandan dan Stasiun Sungai Lagoa. Selama tahun 2008 tercatat sebanyak 746.858 jiwa penumpang yang terangkut di Stasiun Kampung Bandan, sedangkan di Stasiun Sungai Lagoa melayani lalu lintas barang dan telah mengangkut barang senilai Rp. 6.010.700.000. Transportasi udara menjadi kian penting fungsinya untuk dioperasikan di Indonesia karena dapat menghubungkan wilayah-wilayah di Indonesia yang cukup luas dan dipisahkan oleh perairan yang luas dalam waktu tempuh yang lebih cepat dibanding angkutan laut dan darat. Bandar udara yang merupakan bagian penting dari transportasi angkutan udara berfungsi sebagai tempat terjadinya transfer perjalanan orang dan barang dari suatu wilayah ke wilayah lain. Indonesia memiliki dua bandar udara yang masih berfungsi optimal hingga sekarang, yaitu Bandar Udara Soekarno-Hatta dan Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Bandar Udara Soekarno-Hatta merupakan bandar udara utama di Indonesia yang terletak di Kota Tangerang, Banten. Bandar udara ini melayani transfer perjalanan orang (penumpang) dengan tujuan dalam dan luar negeri. Berdasarkan data Subdirektorat Statistik Transportasi, diketahui bahwa selama tahun 2008 pesawat yang berangkat melalui Bandar Udara Soekarno-Hatta mencapai 24.895 unit untuk keberangkatan tujuan luar negeri dan 104.279 unit untuk keberangkatan tujuan dalam negeri. Untuk jumlah penumpang yang berangkat melalui bandar udara ini pada tahun yang sama mencapai 3.581.833 jiwa untuk tujuan luar negeri dan 11.887.056 jiwa untuk tujuan dalam negeri (Anonim, 2009b).
38
Sementara itu, Bandar Udara Halim Perdanakusuma yang terletak di Jakarta Timur hingga kini masih beroperasi. Bandar udara ini hanya melayani penerbangan charter serta kepentingan militer yang kemudian difungsikan sebagai markas Komando Operasi Angkatan Udara I (Koops AU I) TNI-AU.
2) Komunikasi Pelayanan komunikasi yang tersedia di Jakarta Utara guna mendukung kegiatan komunikasi meliputi telekomunikasi dan jasa layanan pos serta giro. Layanan telekomunikasi mencakup pemberian pelayanan jasa berupa telepon, telegram, pulsa telepon selular dan internet. Pelayanan ini didukung dengan adanya fasilitas penunjang diantaranya telepon umum, wartel, warnet dan lain– lain. Kegiatan jasa layanan pos dan giro meliputi pemberian jasa dalam hal mengirim surat maupun barang, wesel, jasa giro dan sebagainya. Kebutuhan masyarakat Jakarta Utara akan jasa layanan pos dan giro dapat dipenuhi melalui berbagai fasilitas yang tersedia. Fasilitas–fasilitas tersebut meliputi 18 kantor pos cabang, 70 loket, 2 agen pos, 38 bis surat dan 8 pos keliling. Selama tahun 2008, volume jasa pelayanan pos mencapai 3.334.007 unit dengan nilai sebesar 429,838 milyar rupiah (Anonim, 2009a).
3) Air dan Listrik Kebutuhan akan air bersih dan listrik merupakan kebutuhan yang mutlak untuk dipenuhi oleh masyarakat, karena kedua subsektor ini menjadi faktor penunjang kehidupan masyarakat. Pelayanan untuk pengadaan air bersih di Jakarta Utara telah diusahakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan PT. Aerta Air Jakarta. Pelayanan untuk pengadaan listrik diusahakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Untuk mendapatkan pelayanan pengadaan air bersih dan listrik tersebut, masyarakat pengguna akan dikenakan beban biaya penggunaan setiap bulannya. Dalam upaya pengadaan air minum, perusahaan air bersih memiliki beberapa jenis pelanggan, yaitu sosial, non niaga, niaga, industri, khusus dan
39
lainnya (Anonim, 2009a). Berikut data jumlah pelanggan air bersih di Jakarta Utara selama tahun 2004-2008.
Sumber : Anonim (2009a) (data diolah kembali)
Gambar 4
Grafik jumlah pelanggan air bersih di Jakarta Utara tahun 20042008
Berdasarkan Gambar 4 di atas diketahui bahwa jumlah pelanggan air bersih di Jakarta Utara mengalami kecenderungan naik selama tahun 2004-2008. Terjadi penurunan jumlah pelanggan air bersih di Jakarta Utara pada saat tahun 2005 sebesar 1.412 jiwa. Kemudian terjadi peningkatan jumlah yang cukup berarti hingga tahun 2008 dengan jumlah pelanggan air bersih di Jakarta Utara mencapai 131.439 jiwa. Hal ini dapat terjadi karena sudah berkurangnya pasokan air bersih dari sumur yang dibuat oleh masyarakat. Masyarakat harus beralih menjadi pelanggan perusahaan pemasok air bersih demi mendapatkan pasokan air bersih. Sementara itu, PLN juga memiliki beberapa jenis pelanggan seperti rumah tangga, sosial, bisnis, industri atau hotel, gedung pemerintah dan jalan umum. Berikut data jumlah pelanggan listrik selama tahun 2004-2008 yang disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5
Jumlah pelanggan listrik di Jakarta Utara menurut area pelayanan tahun 2004-2008
Area pelayanan 1. Marunda 2. Sunter Jumlah Sumber : Anonim (2009a)
2004 85.255 101.434 186.689
2005 88.312 103.291 191.603
Tahun 2006 88.651 105.408 194.059
2007 88.956 106.777 195.733
2008 90.823 108.707 199.530
40
Area pelayanan Sunter memiliki jumlah pelanggan listrik lebih banyak dibanding jumlah pelanggan listrik di area pelayanan Marunda. Berdasarkan Tabel 5, hingga tahun 2008 area pelayanan Sunter telah memiliki pelanggan sebanyak 108.707 pelanggan, sedangkan pelanggan di area pelayanan Marunda mencapai 90.823 pelanggan.
Sumber : Anonim (2009a) (data diolah kembali)
Gambar 5
Grafik jumlah pelanggan listrik di Jakarta Utara dengan area pelayanan Marunda dan Sunter tahun 2008
*)
Sumber : Anonim (2009a) (data diolah kembali); *) = data perkiraan
Gambar 6 Grafik perkembangan jumlah industri besar atau sedang di Jakarta Utara tahun 2004-2008 Gambar 5 di atas menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah pelanggan listrik di Jakarta Utara yang signifikan selama tahun 2004-2008 yang mencapai angka sebanyak 12.841 pelanggan. Kondisi ini diduga disebabkan karena semakin bertambahnya penduduk dan industri yang berkembang di Jakarta Utara. Sehingga membutuhkan pasokan listrik sebagai penunjang segala kegiatan yang
41
membutuhkan listrik. Hal ini dapat dibuktikan oleh Gambar 1 dan 6 yang memperlihatkan perkembangan penduduk dan industri di Jakarta Utara.
4.2
Keadaan Perikanan Tangkap Kota Jakarta Utara
4.2.1 Produksi dan jenis hasil tangkapan Wilayah Perairan Pantai Utara Jakarta merupakan daerah perairan yang cukup potensial untuk dimanfaatkan sumberdaya ikannya baik pelagis maupun demersal, khususnya bagi penduduk Jakarta Utara yang berprofesi sebagai nelayan. Daerah perairan ini memiliki berbagai macam jenis hasil tangkapan, diantaranya kerang hijau (Verna sp.), ikan beronang (Siganus sp.), cumi–cumi (Loligo sp.), ikan belanak (Valamugil sp.) dan lain–lain yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6
Jenis-jenis ikan hasil tangkapan di Jakarta Utara tahun 2008
Jenis ikan 1. Manyung 2. Pisang – pisang 3. Bawal 4. Kakap merah 5. Layur 6. Pari 7. Udang 8. Beloso 9. Gurita 10.Pepetek 11.Ekor kuning 12.Kerapu 13.Selar 14.Kuwe 15.Layang 16.Tembang 17.Teri 18.Cakalang 19.Kembung 20.Tenggiri 21.Madidihang 22.Tuna mata besar 23.Cucut 24.Tongkol 25.Julung–julung Sumber : Anonim (2009c)
Nama Latin Arius thalassinus Casio chrysozomus Formio niger/ Pampus argentus Lutjanus malabaricus Trichiurus spp. Dasyatis sp. Pennaeus sp. Saurida spp. Octopus sp. Leiognathus spp. Caesio cuning Epinephelus sp. Selaroides spp. Caranx spp. Decapterus ruselli Sardinella fimbriata Stelophorus indicus Katsuwonus pelamis Rastrelliger sp. Scomberomorus commersoni Thunnus albacores Thunnus obessus Sphyma sp. Auxis thazard Hemirhampus far
Kelompok Demersal Demersal Demersal Demersal Demersal Demersal Demersal Demersal Demersal Demersal Demersal Demersal Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis Pelagis
42
Produksi ikan di Jakarta Utara merupakan produksi ikan yang didaratkan melalui lima pelabuhan yang ada di Jakarta Utara. Pelabuhan tersebut diantaranya PPS Muara Baru, PPI Muara Angke, PPI Kamal Muara, PPI Kalibaru dan PPI Cilincing. Jumlah produksi ikan di Jakarta Utara pada tahun 2008 berdasarkan data Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara mencapai 72.372 ton (Anonim, 2009c). Produksi ikan terbesar daerah ini disumbangkan oleh PPS Muara Baru yang mencapai 64.726 ton atau sekitar 89,43% dari total produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Jakarta Utara. Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke merupakan penyumbang terbesar kedua setelah PPS Muara Baru yaitu sebesar 6.465 ton atau sekitar 8,93%. Jumlah produksi ikan yang didaratkan di Jakarta Utara menurut pelabuhan perikanan tahun 2004–2008 dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 7. Tabel 7
Jumlah produksi ikan yang didaratkan di Jakarta Utara menurut pelabuhan perikanan tahun 2004-2008
Pelabuhan perikanan 1. PPS Muara Baru (ton) 2. PPI Muara Angke (ton) 3. PPI Kamal Muara (ton) 4. PPI Kalibaru (ton) 5. PPI Cilincing (ton) Jumlah (ton) Pertumbuhan (% / tahun) Kisaran (%/tahun)
2004 21.515
2005 25.884
8.109
9.726
577 327 423 30.951 -
Tahun 2006 74.320
2007 99.992
2008 64.726
10.676
9.308
6.465
588
527
521
468
327 329 36.855
425 343 86.290
533 264 110.619
474 241 72.372
19,07
134,14
28,19
-34,58
-34,58 – 134,14
Sumber : Anonim (2009c) (data diolah kembali)
Produksi perikanan Jakarta Utara selama tahun 2004 hingga 2007 mengalami peningkatan jumlah produksi perikanan yang cukup signifikan. Namun pada tahun 2008 produksi perikanan Jakarta Utara mengalami penurunan jumlah produksi yang cukup besar yaitu mencapai 34,58% dibanding jumlah produksi tahun sebelumnya. Hal ini diduga terjadi karena adanya kenaikan harga bahan bakar minyak pada tahun tersebut. Sehingga banyak nelayan yang memilih untuk tidak melaut dan mengakibatkan menurunnya jumlah produksi hasil
43
tangkapan yang didaratkan di wilayah Jakarta Utara. Adapun informasi mengenai kenaikan harga BBM tersebut dilampirkan pada Lampiran 15.
Sumber : Anonim (2009c) (data diolah kembali)
Gambar 7 Grafik jumlah produksi ikan yang didaratkan di Jakarta Utara tahun 2004-2008
4.2.2 Unit penangkapan ikan Kegiatan penangkapan ikan dapat berjalan apabila seluruh unit penangkapan ikan telah dilengkapi. Unit penangkapan ikan terdiri atas armada penangkapan ikan, alat tangkap ikan dan nelayan. 1) Armada penangkapan ikan Armada penangkapan ikan yang dioperasikan oleh nelayan Jakarta Utara dapat diklasifikasikan menurut jenisnya, yaitu perahu tanpa motor (PTM), perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM). Pada tahun 2008, perahu tanpa motor merupakan jenis armada penangkap ikan yang memiliki jumlah paling sedikit dioperasikan. Jumlahnya hanya mencapai 257 unit atau hanya mencapai 4,07% dari total armada penangkapan ikan yang beroperasi di Jakarta Utara. Kemudian diikuti oleh jumlah perahu motor tempel yang mencapai 692 unit atau sekitar 10,96%. Kapal motor merupakan armada penangkapan yang paling banyak dioperasikan di Jakarta Utara. Jumlahnya mencapai 6.313 unit atau 84,97% dari total armada penangkapan yang beroperasi di Jakarta Utara. Ukuran kapal motor yang dioperasikan oleh nelayan Jakarta Utara berkisar antara 0-5 GT hingga di atas 50 GT. Pada tahun yang sama, kapal motor dengan ukuran 30-50 GT merupakan kapal motor yang paling sedikit dioperasikan di
44
Jakarta Utara. Jumlahnya mencapai 51 unit atau sekitar 0,95% dari total kapal motor yang beraktivitas di Jakarta Utara. Untuk ukuran kapal motor yang dominan dioperasikan di Jakarta Utara adalah kapal motor dengan ukuran 5-10 GT dan jumlahnya mencapai 2.021 unit atau sekitar 37,68%. Data jumlah armada penangkapan ikan di Jakarta Utara menurut jenis armada selama tahun 2004-2008 disajikan pada Tabel 8. Tabel 8
Jumlah armada penangkapan ikan di Jakarta Utara menurut jenis armada tahun 2004–2008
Jenis armada 1.Perahu tanpa motor (unit) 2.Motor tempel (unit) 3.Kapal 0-5 GT motor 5-10 GT (unit) 10-20 GT 20-30 GT 30-50 GT >50 GT Jumlah Jumlah kapal ikan (unit) Pertumbuhan (%/tahun) Kisaran (%/tahun)
2004 489 891 941 771 674 448 63 859 3.756 5.136 -
2005 401 810 883 702 607 403 57 824 3.476 4.687 -8,74
Tahun 2006 638 747 1.235 1.420 583 379 39 653 4.309 5.694 21,48 -8,74 – 21,48
2007 415 783 1.403 1.365 662 358 35 760 4.583 5.781 1,53
2008 257 692 1.728 2.021 431 569 51 564 5.364 6.313 9,20
Sumber : Anonim (2009c) (data diolah kembali)
Selama periode 2004-2008 jumlah armada penangkapan ikan di Jakarta Utara cenderung mengalami peningkatan. Pertumbuhan armada penangkapan ikan di Jakarta Utara pada tahun 2006, 2007 dan 2008 masing-masing mencapai 21,48%; 1,53% dan 9,20%. Berdasarkan perkembangan jumlah armada penangkapan ikan yang beraktivitas di Jakarta Utara dapat diketahui bahwa ratarata pertumbuhan jumlah armada penangkapan ikan yang terjadi di Jakarta Utara mencapai 5,87% per tahunnya. Bila ditinjau dari armada penangkapan ikan yang dominan beraktivitas di Jakarta Utara, kapal motor mengalami penurunan jumlah armada pada tahun 2005. Penurunan jumlah armada mencapai 280 unit atau sekitar 7,45% dari tahun sebelumnya. Namun, kapal motor terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan mulai tahun 2006-2008. Hal ini diduga karena semakin jauhnya fishing
45
ground
sehingga
nelayan
beralih
menggunakan
kapal
motor
untuk
mengefesienkan pelaksanaan operasi penangkapan ikan.
Sumber : Anonim (2009c) (data diolah kembali)
Gambar 8 Grafik perkembangan jumlah armada penangkapan menurut jenis armada di Jakarta Utara tahun 2004-2008 Pada Gambar 8 terlihat pertumbuhan kapal motor di Jakarta Utara mengalami fluktuasi dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,98%. Kapal motor mengalami penurunan jumlah armada saat tahun 2005 dan 2007 yang mencapai 7,45% dan 6,35% dari jumlah armada tahun sebelumnya, sedangkan selama tahun 2006 dan 2008, kapal motor mengalami peningkatan jumlah armada yang mencapai 23,96% dan 17,04%.
2) Alat tangkap ikan Kegiatan usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat khususnya nelayan di Jakarta Utara menggunakan alat tangkap seperti payang, dogol, pukat cincin, gillnet, bagan, rawai tuna, pancing, bubu dan muroami. Alat tangkap gillnet dan rawai tuna banyak dioperasikan oleh nelayan di Muara Baru. Alat tangkap jaring kejer, payang dan bagan banyak dioperasikan oleh nelayan Kamal Muara. Alat tangkap jaring rampus, payang, jaring kejer, bubu dan dogol banyak dioperasikan oleh nelayan Cilincing. Sedangkan di Muara Angke alat tangkap yang banyak dioperasikan adalah bukoami, pukat cincin, jaring cumi, gillnet, bubu, dan cantrang. Alat tangkap yang banyak dioperasikan di Jakarta Utara selama 5 tahun terakhir disajikan dalam Tabel 9 dan Gambar 9.
46
Pada Tabel 9 diketahui bahwa pada tahun 2008, jumlah alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan Jakarta Utara mencapai 11.798 unit (Anonim, 2009c) dengan jenis alat tangkap yang dominan dioperasikan selama tahun 2008 adalah bubu. Berdasarkan Gambar 9, persentase jenis alat tangkap bubu mencapai 41,8%. Sedangkan yang paling sedikit dioperasikan adalah jenis alat tangkap pancing tonda dengan persentase sebesar 1,1% dari total seluruh alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan di Jakarta Utara. Tabel 9
Jumlah alat tangkap menurut jenis alat tangkap yang dioperasikan di Jakarta Utara tahun 2004-2008
Jenis alat tangkap 1. 2. 3. 4.
Payang Dogol Pukat cincin Jaring insang hanyut (gillnet) 5. Bagan perahu 6. Bagan tancap 7. Rawai tuna 8. Pancing tonda 9. Bubu 10. Muroami Jumlah Pertumbuhan (%/tahun) Kisaran (%/tahun)
2004 424 361 269
2005 424 457 269
Tahun 2006 662 457 269
396
396
396
133 136 294 126 6.715 75 9.025 2,0
133 124 2.822 126 5.420 641 11.050 22,4 0 – 22,4
136 294 6.893 75 8.848 -
2007 662 457 269
2008 712 497 279
396
960
133 124 2.822 126 5.420 641 11.050 0
553 124 2.822 126 4.927 798 11.798 6,8
Sumber : Anonim (2009c) (data diolah kembali)
Sumber : Anonim (2009c) (data diolah kembali)
Gambar 9 Diagram pie persentase jenis alat tangkap yang beroperasi di Jakarta Utara tahun 2008
47
Berdasarkan Gambar 10 dapat diketahui bahwa jumlah alat tangkap pada tahun 2008 merupakan jumlah terbanyak dibanding tahun-tahun sebelumnya. Jumlah alat tangkap yang dioperasikan pada tahun 2008 mencapai 11.798 unit, sedangkan jumlah alat tangkap terendah terjadi saat tahun 2004 yang mencapai 8.848 unit.
Sumber : Anonim (2009c) (data diola kembali)
Gambar 10 Grafik perkembangan jumlah alat tangkap yang beroperasi di Jakarta Utara tahun 2004-2008 Selama tahun 2004-2008 jumlah alat tangkap yang dioperasikan di Jakarta Utara cenderung mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,80% per tahun. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan pada jumlah armada penangkapan ikan di Jakarta Utara yang disajikan pada Gambar 8. Dapat diduga bahwa perkembangan yang terjadi terhadap jumlah armada penangkapan ikan dapat mempengaruhi perkembangan jumlah alat tangkap yang akan dioperasikan.
3) Nelayan Nelayan Jakarta Utara dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu nelayan penetap dan nelayan pendatang, sedangkan bila ditinjau dari status kepemilikannya nelayan dibedakan menjadi nelayan pemilik dan nelayan pekerja. Berdasarkan data BPS Kota Administrasi Jakarta Utara yang disajikan pada Tabel 10, pada tahun 2008 jumlah nelayan di Jakarta Utara mencapai 20.215 jiwa. Angka tersebut yang terdiri atas 10.418 jiwa nelayan penetap dan 9.797 jiwa
48
nelayan pendatang. Bila ditinjau dari status kepemilikannya terdiri dari 2.768 jiwa nelayan pemilik dan 17.447 jiwa nelayan pekerja (Anonim, 2009a). Bila dilihat dari jenis nelayan, jumlah nelayan Jakarta Utara pada tahun 2008 didominasi oleh nelayan penetap yang mencapai 51,53% dibanding jumlah nelayan pendatang yang mencapai 48,46% dari jumlah seluruh nelayan di Jakarta Utara. Bila ditinjau dari status kepemilikan armada penangkapan ikan, jumlah nelayan pekerja yang mencapai 86,30% lebih mendominasi daripada jumlah nelayan pemilik. Jumlah nelayan pemilik hanya mencapai 13,70% dari jumlah seluruh nelayan yang beraktivitas di Jakarta Utara. Lebih banyaknya jumlah nelayan pekerja diduga karena keterbatasan modal dan semakin tingginya biaya operasional melaut. Oleh sebab itu banyak nelayan yang memilih menjadi nelayan pekerja dibanding menjadi nelayan pemilik. Tabel 10 Jumlah nelayan menurut jenis dan status nelayan di Jakarta Utara tahun 2004–2008 Jenis nelayan A. Nelayan penetap (jiwa) 1. Pemilik 2. Pekerja Jumlah B. Nelayan pendatang (jiwa) 1. Pemilik 2. Pekerja Jumlah Jumlah 1. Pemilik 2. Pekerja Jumlah nelayan Pertumbuhan (%/tahun) Kisaran (%/tahun)
2004
2005
3.475 3.140 12.953 11.877 16.428 15.017
2.241 7.632 9.873
2.028 6.875 8.903
5.716 5.168 20.585 18.752 26.301 23.920 -9,1
Tahun 2006
2007
2008
2.826 10.690 13.516
2.441 9.586 12.027
1.060 9.358 10.418
1.827 6.191 8.018
1.662 5.545 7.207
1.708 8.089 9.797
4.653 4.103 16.881 15.131 21.534 19.234 -9,9 -10,7 -10,7 – 5,1
2.768 17.447 20.215 5,1
Sumber : Anonim (2009a) (data diolah kembali)
Berdasarkan Gambar 11 jumlah nelayan di Jakarta Utara mengalami peningkatan pada tahun 2008 yaitu menjadi 20.215 jiwa. Jumlah nelayan terbanyak terjadi pada tahun 2004 yang mencapai 26.301 jiwa sedangkan jumlah nelayan terendah terjadi pada tahun 2007 yang mencapai 19.234 jiwa.
49
Sumber : Anonim (2009a) (data diolah kembali)
Gambar 11 Grafik perkembangan jumlah nelayan di Jakarta Utara 2004-2008
4.2.3 Prasarana perikanan tangkap (Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke) 1) Topografi PPI Muara Angke Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke memiliki luas wilayah kurang lebih 649.784 m2 yang secara administrasif terletak di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kawasan Muara Angke telah dimanfaatkan untuk perumahan nelayan, tambak uji coba, bangunan pangkalan pendaratan ikan beserta fasilitas penunjangnya, hutan bakau, tempat pengolahan ikan tradisional, docking kapal, pasar, bank, bioskop, terminal, lahan kosong dan lapangan sepak bola (Anonim, 2006). Kawasan Muara Angke mempunyai kontur permukaan tanah datar dengan ketinggian dari permukaan laut antara 0 – 1 meter. Geomorfologi kawasan pantainya lunak sehingga daya dukung tanah rendah dan proses intrusi air laut tinggi, sedimen dasar laut dominan oleh lumpur (lempung dan danau) (Anonim, 2006). Dasar laut yang berlumpur menjadikan kawasan perairan Muara Angke menjadi daerah penangkapan ikan yang cukup strategis. Dasar laut dengan kontur tersebut merupakan tempat tinggal dari ikan-ikan dasar yang bernilai ekonomis tinggi. Menurut UPT PKPP dan PPI, pasang surut kawasan ini mempunyai sifat harian tunggal. Kisaran antara surut tertinggi dan terendah adalah 1,2 meter dan gerakan periodik ini walaupun kecil tetap berpengaruh pada kondisi pantai
50
kawasan ini. Arus laut pada musim barat berkecepatan 1,5 knot dengan ketinggian gelombang dapat mencapai 1,5 sampai 2 meter (Anonim, 2006). Di kawasan PPI Muara Angke pemerintah telah banyak melakukan pembangunan guna menunjang kegiatan perikanan tangkap di kawasan tersebut. Pembangunan yang dilakukan tersebut meliputi tempat pelelangan ikan, gedung pasar grosir ikan, gedung pengecer ikan, kios, gudang, kantor UPT, kantor yang dimanfaatkan oleh para pengusaha perikanan, pusat jajan serba ikan, tempat pengepakan dan pengolahan ikan serta berbagai fasilitas penunjang lainnya. Fasilitas–fasilitas tersebut telah dimanfaatkan secara baik oleh para pengusaha perikanan dan memberikan lapangan kerja kepada masyarakat sekitar. Pemerintah pun memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk melakukan pembangunan fasilitas penunjang lainnya. Pembangunan fasilitas yang dilakukan oleh pihak swasta di PPI Muara Angke terlihat dari berdirinya gedung cold storage, pabrik es dan gedung tempat penyimpanan ikan yang berfungsi untuk menjaga mutu ikan sebelum didistribusikan dan dipasarkan. Lokasi Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke terletak di daerah yang cukup strategis untuk pemasaran hasil tangkapan. Akses ke tempat ini pun sangat baik karena kondisi jalan sudah beraspal dan terdapat sarana transportasi seperti bis dan angkutan kota.
2) Pengelolaan PPI Muara Angke Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (UPT PKPP dan PPI) merupakan UPT Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan kawasan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan. Sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 105 Tahun 2002, UPT dan PPI mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut (Anonim, 2008a): (1)
Tugas a. Mengatur, mengelola, dan memelihara fasilitas pelabuhan perikanan, pelelangan ikan dan pangkalan pendaratan ikan beserta sarana penunjangnya;
51
b. Mengelola pemukiman nelayan beserta fasilitas kelengkapannya; c. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban lingkungan kawasan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan. (2)
Fungsi a. Menyusun program dan rencana kegiatan operasional; b. Perencanaan, pemeliharaan, pengembangan dan rehabilitasi dermaga dan pelabuhan; c. Penertiban rekomendasi izin kapal perikanan yang masuk dan keluar pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan dari aspek kegiatan perikanan; d. Pelayanan tambat labuh dan bongkar muat kapal ikan; e. Penyediaan fasilitas penyelenggaraan pelelangan ikan dan penyewaan fasilitas penunjang lainnya; f. Pengelolaan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang menunjang usaha perikanan; g. Pengelolaan sarana fungsional, sarana penunjang dan pengusahaan barang; h. Pelayanan fasilitas sandar kapal, pasar grosir, pasar pengecer, pengolahan ikan, pengepakan ikan gudang hasil perikanan dan usaha olahan ikan; i.
Pengkoordinasian kegiatan operasional instansi terkait yang melakukan aktivitas di pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan;
j.
Penyelenggaraan keamanan, ketertiban dan kebersihan di kawasan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan;
k. Pengelolaan pemukiman nelayan beserta fasilitas kelengkapannya; l.
Pengelolaan urusan ketatausahaan.
Tugas dan fungsi yang telah diatur berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 105 Tahun 2002, telah direalisasikan dan dilaksanakan dengan baik oleh UPT PKPP dan PPI Muara Angke. Hal ini dapat terlihat dari pengelolaan PPI Muara Angke yang sudah terlaksana secara optimal, seperti tersedianya fasilitas-fasilitas yang telah dapat membantu kelancaran aktivitas perikanan yang terjadi di PPI Muara Angke. Fasilitas-fasilitas tersebut adalah
52
fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang yang telah lengkap tersedia di PPI Muara Angke. Sesuai keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 105 Tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Teknis di Lingkungan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta, susunan UPT terdiri atas : (1) Kepala Unit (2) Subbagian Tata Usaha (3) Subbagian Kepelabuhanan Perikanan (4) Seksi Pelelangan Ikan (5) Seksi Fasilitas Usaha (6) Seksi Pemukiman Nelayan, Keamanan dan Ketertiban (7) Sub. Kelompok Jabatan Fungsional Struktur organisasi UPT PKPP dan PPI Muara Angke Jakarta dapat dilihat pada Gambar 12. Kepala Unit
Kepala Seksi Fasilitas Usaha
Kepala Seksi Pelelangan Ikan
Kepala Subbagian Tata Usaha
Kepala Seksi Kepelabuhanan
Kepala Seksi Pemukiman Nelayan, Keamanan dan Ketertiban
Kelompok Jabatan Fungsional Sumber : Anonim (2008a)
Gambar 12 Struktur organisasi UPT PKPP dan PPI Muara Angke, 2007 Struktur organisasi dibuat dengan tujuan mempermudah suatu instansi untuk mengatur berbagai macam kegiatan yang terjadi di dalam instansi tersebut. Untuk
53
di PPI Muara Angke, struktur organisasi UPT PKPP dan PPI Muara Angke telah berjalan dengan sebagaimana mestinya seperti yang disajikan pada Gambar 12. Hal ini dibuktikan dengan telah teroorganisirnya berbagai kegiatan yang terjadi di PPI Muara Angke.
3) Kondisi perikanan tangkap di PPI Muara Angke (1) Jumlah dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan Indikator perkembangan perikanan suatu daerah adalah faktor volume dan nilai produksi perikanan. Jumlah dan nilai produksi perikanan di PPI Muara Angke pada tahun 2004-2008 dapat dilihat dari Tabel 11. Tabel 11 Jumlah dan nilai produksi perikanan di PPI Muara Angke tahun 2004– 2008 Tahun Jumlah produksi (ton) Nilai Produksi (Rp. 1.000.000) Pertumbuhan (%/tahun) Kisaran (%/tahun)
2004
2005
2006
2007
2008
8.109,0
9.726,0
10.676,0
9.308,0
6.46,0
33.261,7
36.517,9
35.768,5
34.341,6
28.972,9
-
19,9
9,8
-12,8
-30,6
-30,6 – 19,9
Sumber : Anonim (2009d) (data diolah kembali)
Ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke merupakan ikan hasil tangkapan yang berasal dari lokal dan luar daerah. Selama tahun 2008 pasokan ikan dari luar daerah biasanya berasal dari berbagai macam daerah seperti : Bandung dengan hasil tangkapan sebanyak 683 ton, Bogor 524 ton, Eretan 10 ton, Indramayu 1.089 ton, Labuhan 900 ton, Cilacap 852 ton, Pekalongan 1.074 ton, Tegal 950 ton, Tuban 992 ton dan Lampung sebanyak 1.014 ton (Anonim, 2009c). Berdasarkan Tabel 11, selama tahun 2008 jumlah produksi perikanan di PPI Muara Angke mencapai 6.465 ton. Jenis hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke sangat beraneka ragam. Komposisi jenis hasil tangkapan yang dominan didaratkan di PPI Muara Angke adalah ikan kakap merah, ikan kembung, ikan layang, ikan lemuru dan ikan selar kuning. Berdasarkan Tabel 12 dan Gambar 13, bila ditinjau dari jumlah produksi, hasil tangkapan yang paling mendominasi adalah ikan layang yang mencapai 723.806 kg atau sekitar 11,19%.
54
Kemudian diikuti ikan lemuru sebanyak 659.054 kg, ikan kembung sebanyak 541.561 kg, ikan selar kuning sebanyak 515.509 kg dan ikan kakap merah sebanyak 432.273 kg. Berikut komposisi produk dominan dari PPI Muara Angke yang disajikan dalam Tabel 12 dan Gambar 13. Tabel 12 Produksi, nilai produksi dan indikator harga ikan dominan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2008 Jenis ikan dominan 1. Kembung 2. Layang 3. Lemuru 4. Selar kuning 5. Kakap
Produksi (P) (ton) 542 724 659 516 432
(%) 8,37 11,19 10,19 7,97 6,68
Nilai produksi (NP) (Rp. 1.000) 1.227.688 2.148.932 1.565.589 761.259 1.521.897
(%) 4,23 7,41 5,40 2,62 5,25
Indikator harga ikan (Rasio NP/P) (Rp./kg) 2.266,94 2.968,93 2.375,50 1.476,71 3.520,69
Sumber : Anonim (2009e) (data diolah kembali)
Sumber : Anonim (2009e) (data diolah kembali)
Gambar 13 Histogram jumlah jenis ikan dominan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2008 Ditinjau dari indikator harga ikan dengan rasio perbandingan antara nilai produksi dengan jumlah produksi, harga ikan kakap merah lebih tinggi dibanding keempat jenis ikan dominan lainnya. Harga ikan kakap merah mencapai Rp. 3.520,69/kg, diikuti oleh ikan layang seharga Rp. 2.968,93/kg, ikan lemuru seharga Rp. 2.375,50/kg, ikan kembung seharga Rp. 2.266,94/kg dan ikan selar kuning seharga Rp. 1.476,71/kg. Berdasarkan Tabel 11 dan Gambar 14, dapat diketahui jumlah produksi perikanan PPI Muara Angke yang terbesar yaitu pada saat tahun 2006 sebesar
55
10.676 ton dengan nilai produksi sebesar Rp. 35.768.529.845. Jumlah produksi perikanan di PPI Muara Angke yang terendah terjadi pada tahun 2008 yaitu 6.465 ton dengan nilai produksi sebesar Rp. 28.972.929.810.
Sumber : Anonim (2009d) (data diolah kembali)
Gambar 14
Grafik perkembangan jumlah produksi perikanan di PPI Muara Angke tahun 2004-2008
Selama tahun 2004-2006 jumlah produksi perikanan di PPI Muara Angke mengalami peningkatan dan mengalami penurunan jumlah produksi perikanan yang cukup berarti hingga tahun 2008. Rata-rata pertumbuhan produksi hasil tangkapan mencapai -3,41% per tahun atau dengan kisaran antara -30,54 hingga 19,94% per tahun. Penurunan jumlah produksi perikanan di PPI Muara Angke diduga akibat penurunan yang terjadi pada jumlah armada penangkapan ikan dan penurunan jumlah alat tangkap yang beroperasi di PPI Muara Angke pada periode yang sama. Sehingga ikan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke juga ikut mengalami penurunan jumlah produksi. Untuk data jumlah armada penangkapan dan jumlah alat tangkap yang beroperasi di PPI Muara Angke disajikan pada Gambar 15 dan Tabel 14. (2) Unit penangkapan ikan di PPI Muara Angke a. Armada perikanan Armada perikanan yang berbasis di PPI Muara Angke mencakup tiga jenis, yaitu perahu tanpa motor (PTM), perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM). Perahu tanpa motor termasuk armada perikanan tradisional sehingga jumlahnya sedikit hingga saat ini, sedangkan perahu motor tempel digunakan oleh nelayan kelas menengah. Jenis perahu yang banyak digunakan di PPI Muara
56
Angke adalah kapal motor yang berukuran berkisar antara 5 GT hingga di atas 50 GT, namun kapal motor dengan ukuran di bawah 10 GT lebih mendominasi kapal perikanan yang beraktivitas di PPI Muara Angke. Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa kapal perikanan yang melakukan aktivitas tambat labuh dan bongkar muat di PPI Muara Angke terdiri atas kapal berukuran 30 GT dan ukuran > 30 GT. Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke memiliki dua jenis kapal perikanan, yaitu kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan. Kapal pengangkut ikan berfungsi untuk mengangkut hasil tangkapan yang ditangkap oleh kapal penangkap ikan yang untuk selanjutnya akan didistribusikan ke tempat lain. Tabel 13 Jumlah armada perikanan di PPI Muara Angke menurut ukuran GT dan jenis kapal tahun 2004–2008 Tahun 30 > 30 Pengangkut ikan Jenis kapal Penangkap Ikan Jumlah kapal (unit) Pertumbuhan (%/tahun) Kisaran pertumbuhan (%/tahun) GT
2004 3.884 1.046 1.407 3.523 4.930 -
2005 3.873 1.337 1.468 3.742 5.210 5,7
2006 3.701 1.191 1.006 3.886 4.892 -6,1
2007 3.662 641 1.008 3.295 4.303 -12,0
2008 3.235 614 1.021 2.828 3.849 -10,6
-12,0 – 5,7
Sumber : Anonim (2009d) (data diolah kembali)
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 13, pada tahun 2008 jumlah armada perikanan di PPI Muara Angke mencapai 3.849 unit. Bila ditinjau dari ukurannya terdiri atas 3.235 unit kapal motor ukuran di bawah 30 GT dan 614 unit kapal motor ukuran di atas 30 GT. Dengan perkataan lain, selama tahun 2008 kapal motor dengan ukuran di bawah 30 GT mendominasi armada perikanan yang beraktivitas di PPI Muara Angke. Namun bila ditinjau dari jenis kapalnya, jumlah kapal penangkap ikan lebih mendominasi dibanding kapal pengangkut ikan. Pada tahun yang sama, kapal penangkap ikan yang beraktivitas di PPI Muara Angke mencapai 2.828 unit dan kapal pengangkut ikan mencapai 1.021 unit.
57
Sumber : Anonim (2009d) (data diolah kembali)
Gambar 15 Grafik perkembangan jumlah kapal perikanan yang beraktivitas di PPI Muara Angke selama tahun 2004-2008 Berdasarkan Gambar 15 di atas, selama periode tahun 2004-2008, jumlah kapal perikanan yang melakukan tambat labuh di PPI Muara Angke terbanyak adalah tahun 2005 yang mencapai 5.210 unit. Kapal perikanan tersebut terdiri atas kapal penangkap ikan sebanyak 3.742 dan kapal pengangkut sebanyak 1.468 unit. Persentase dari masing-masing kapal terrsebut mencapai 71,82% dan 28,18% dari jumlah kapal yang beraktivitas pada tahun tersebut. Berdasarkan ukurannya, kapal perikanan ini terdiri atas kapal berukuran
30 GT sebanyak 3.873 unit atau
sekitar 74,34% dari jumlah kapal yang beraktivitas pada tahun tersebut, sedangkan kapal dengan ukuran > 30 GT sebanyak 1.337 unit atau 25,66%. Sementara itu, jumlah kapal perikanan terendah yang beraktivitas di PPI Muara Angke terjadi saat tahun 2008. Jumlahnya mencapai 3.849 unit atau sebesar 16,6% dari jumlah total kapal perikanan yang beraktivitas di PPI Muara Angke dari tahun 2004 sampai tahun 2008. Kapal-kapal perikanan tersebut terdiri atas kapal penangkap ikan sebanyak 2.828 unit dan kapal pengangkut ikan sebanyak 1.021 unit. Adapun persentase dari masing-masing kapal tersebut adalah 73,47% dan 26,53%. Berdasarkan ukurannya jumlah kapal perikanan tahun 2008 terdiri atas kapal berukuran
30 GT sebanyak 3.235 unit dan ukuran > 30 GT
sebanyak 614 unit dengan persentase masing-masing sebesar 84,05% dan 15,95%. Jumlah kapal perikanan di PPI Muara Angke selama tahun 2004-2008 cenderung menurun dengan rata-rata mencapai -5,75% tiap tahunnya dengan kisaran pertumbuhan antara -12,04 hingga 5,68% per tahun. Keadaan ini diduga
58
disebabkan karena adanya kenaikan harga bahan bakar minyak yang terjadi selama tahun 2008. Bertambah besarnya modal yang harus dikeluarkan untuk mengisi perbekalan melaut membuat nelayan dengan modal terbatas lebih memilih untuk tidak melaut dan tidak mengoperasikan kapalnya. b. Alat tangkap ikan Terdapat beraneka ragam jenis alat tangkap yang beroperasi di PPI Muara Angke. Jenis alat tangkap yang mendominasi operasi penangkapan ikan di PPI Muara Angke antara lain bukoami, jaring cumi, purse seine, bubu, cantrang dan gillnet. Alat tangkap lainnya yang juga beroperasi di PPI Muara Angke yaitu payang, jaring tangsi, lampara, liongbun, pancing dan muroami. Tabel 14
Jumlah alat tangkap yang dioperasikan nelayan PPI Muara Angke menurut jenis alat tangkap tahun 2004-2008
Jenis alat tangkap (unit) 1. Bukoami 2. Bubu 3. Jaring cumi 4. Purse seine 5. Gillnet 6. Cantrang 7. Lainnya Jumlah Pertumbuhan (%/tahun) Kisaran (%/tahun)
2004 803 560 553 982 485 0 140 3.523 -
2005 924 427 569 977 388 286 152 3.723 5,7
Tahun 2006 1.158 324 782 1.097 164 267 64 3.856 3,6 -14,9 – 5,7
2007
2008
1.614 211 616 484 173 125 57 3.280 -14,9
1.605 173 628 376 239 6 66 3.093 -5,7
Sumber : Anonim (2008b) (data diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 14 di atas, pada tahun 2008 jumlah alat tangkap yang dioperasikan nelayan PPI Muara Angke mencapai 3.093 unit. Komposisi alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan PPI Muara Angke terdiri atas beberapa jenis alat tangkap, yaitu bukoami, bubu, jaring cumi, purse seine, gillnet, cantrang dan alat tangkap lainnya. Adapun jumlah dari masing-masing alat tangkap tersebut adalah bukoami sebanyak 1.605 unit, bubu sebanyak 173 unit, jaring cumi sebanyak 628 unit, purse seine sebanyak 376 unit, gillnet sebanyak 239 unit, cantrang sebanyak 6 unit serta alat tangkap lainnya sebanyak 66 unit.
59
Sumber : Anonim (2008c) (data diolah kembali)
Gambar 16
Diagram pie persentase jumlah dan jenis alat tangkap yang dioperasikan nelayan PPI Muara Angke tahun 2008
Gambar 16 menunjukkan bahwa jenis alat tangkap yang dioperasikan nelayan PPI Muara Angke selama tahun 2008 didominasi oleh bukoami. Jumlahnya mencapai 51,89% dari total seluruh alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan PPI Muara Angke. Kemudian diikuti oleh jaring cumi yang mencapai 20,30%, purse seine sebesar 12,16%, gillnet sebesar 7,73%, bubu sebesar 5,59%, alat tangkap lainnya sebesar 2,13% dan yang terendah adalah cantrang yang hanya mencapai 0,19%.
Sumber : Anonim (2008c) (data diolah kembali)
Gambar 17
Grafik perkembangan jumlah alat tangkap yang dioperasikan nelayan PPI Muara Angke tahun 2004-2008
Berdasarkan Gambar 17 jumlah alat tangkap pada tahun 2008 merupakan jumlah terendah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Jumlah alat tangkap pada
60
tahun 2008 mencapai 3.093 unit, sedangkan jumlah alat tangkap terbanyak terjadi saat tahun 2006 yang mencapai 3.856 unit (Anonim, 2008c). Selama periode 2004-2008, jumlah alat tangkap di PPI Muara Angke mengalami peningkatan pada tahun 2006 dan penurunan pada tahun 2008. Ratarata pertumbuhan sebesar -2,85% per tahun dengan kisaran antara -14,9 hingga 5,7% per tahun. c. Nelayan Pada tahun 2008, jumlah nelayan yang beraktivitas di PPI Muara Angke mencapai 11.251 jiwa. Selama tahun 2004 hingga 2008, jumlah nelayan yang beraktivitas terbanyak di PPI Muara Angke terjadi pada tahun 2008 yang mencapai 11.251 jiwa. Jumlah nelayan yang beraktivitas terendah di PPI Muara Angke terjadi pada tahun 2004 yang mencapai 10.573 jiwa. Jumlah nelayan yang beraktivitas di PPI Muara Angke selama tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 15 dan Gambar 18. Tabel 15 Jumlah dan pertumbuhan nelayan yang beraktivitas di PPI Muara Angke tahun 2004-2008 Tahun Nelayan (jiwa) Pertumbuhan (%/tahun) Kisaran (%/tahun)
2004
2005
10.573 10.789 -
2,04
2006 10.805 0,14
2007 11.026 2,04
2008 11.251 2,04
0,14 – 2,04
Sumber : Anonim (2009e) (data diolah kembali)
Selama tahun 2004-2008, jumlah nelayan yang beraktivitas di PPI Muara Angke cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,57% tiap tahunnya dengan kisaran antara 0,14 hingga 2,04% per tahun. Ratarata pertumbuhan tersebut mengindikasikan bahwa selama periode 2004-2008 telah terjadi peningkatan jumlah nelayan di PPI Muara Angke dengan rata-rata sebesar 1,57% per tahunnya.
61
Sumber : Anonim (2009e) (data diolah kembali)
Gambar 18 Grafik perkembangan jumlah nelayan yang beraktivitas di PPI Muara Angke tahun 2004-2008
62
5
KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN Ikan yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, kimiawi, enzimatis
dan mikrobiologi yang berkaitan dengan kemunduran mutu. Pada komoditi perikanan, mutu sangat erat kaitannya dengan kesegaran ikan. Apabila penanganan kurang baik maka proses pembusukan yang terjadi pada ikan akan menjadi lebih cepat (Afrianto dan Liviawaty, 1987 vide Krisdiyanto, 2007). Dengan demikian diperlukan penanganan yang baik guna mempertahankan mutu hasil tangkapan. Penanganan terhadap hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke terdiri atas dua cara yaitu pembekuan dengan udara dingin dan pemberian es. Kedua penanganan ini diberlakukan di atas kapal setelah hasil tangkapan tersebut berhasil ditangkap dan disortir. Pembekuan dengan udara dingin dilakukan setelah hasil tangkapan dikeluarkan dari alat tangkap, yang kemudian dicuci dan disortir menurut jenis dan ukuran. Setelah dilakukan penyortiran, hasil tangkapan dikeringkan dari air bekas pencucian dan dimasukkan ke dalam palka bersuhu hingga -20o C. Palka tersebut berfungsi sebagai tempat pembekuan hasil tangkapan. Sebelum dimasukkan ke dalam palka tempat pembekuan, hasil tangkapan tersebut dimasukkan ke dalam plastik pembungkus dan dicetak di dalam kaleng pencetak berbentuk balok. Pembungkusan hasil tangkapan yang akan dibekukan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah melepaskan hasil tangkapan yang telah membeku dari kaleng cetakan. Pembungkusan ini hanya diberlakukan untuk hasil tangkapan yang berukuran kecil seperti cumi-cumi, kembung dan layang. Untuk ikan berukuran besar seperti tongkol dan marlin, setelah dibersihkan langsung dimasukkan ke dalam palka pembeku tanpa dibungkus oleh plastik pembungkus. Setelah membeku, hasil tangkapan kemudian dikeluarkan dari kaleng cetakan dan dipindahkan ke dalam palka yang berfungsi sebagai ruang penyimpanan yang berpendingin. Hasil tangkapan tersebut akan disimpan di palka penyimpanan berpendingin hingga kapal mendarat di PPI Muara Angke.
63
Kapal yang telah menerapkan sistem penanganan hasil tangkapan dengan mempergunakan palka pembeku dan pendingin salah satunya adalah kapal dengan alat tangkap berupa pancing cumi (squid jig). Keunggulan dari penanganan dengan pembekuan ini adalah ikan tidak perlu ditambahkan es lagi pada saat pendaratan dan pelelangan. Selain itu mutu hasil tangkapan juga lebih terjaga karena ikan tetap berada dalam keadaan beku dan dingin. Hal ini dapat meminimalisir aktivitas bakteri yang dapat menurunkan mutu hasil tangkapan. Cara penanganan hasil tangkapan yang lainnya adalah pemberian es pada hasil tangkapan yang didaratkan. Hasil tangkapan yang berhasil tertangkap, kemudian diangkat ke atas kapal dan langsung dimasukkan ke dalam palka tanpa adanya penyortiran terlebih dahulu. Kemudian hasil tangkapan tersebut diberi es dengan perbandingan es : hasil tangkapan adalah 1 : 1. Pemberian es ini dimaksudkan untuk mempertahankan mutu hasil tangkapan hingga kapal mendarat di PPI Muara Angke. Setelah kapal mendarat, hasil tangkapan disortir menurut jenis dan ukuran. Kemudian hasil tangkapan tersebut ditambah es untuk mempertahankan mutu ikan hingga tempat pendistribusian. Menurut pengamatan di lapangan dan hasil wawancara, kapal yang menerapkan penanganan hasil tangkapan dengan pemberian es diantaranya kapal-kapal yang mengoperasikan alat tangkap purse seine, gillnet dan kapal yang berfungsi sebagai kapal pengangkut. Upaya penanganan hasil tangkapan harus dilakukan seoptimal mungkin dan juga harus didukung dengan kondisi yang optimal dari fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang terkait. Kondisi dari fasilitas yang digunakan diduga dapat mempengaruhi mutu hasil tangkapan tersebut. Fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan yang dimiliki oleh PPI Muara Angke adalah Tempat Pelelangan Ikan, air bersih, pabrik es dan cold storage.
5.1
Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
1)
Kondisi fasilitas Tempat pelelangan ikan di PPI Muara Angke memiliki luas sebesar 2.212
m2 dan terletak di sebelah barat dermaga yang berfungsi sebagai tempat bongkar muat hasil tangkapan yang didaratkan. Berdekatannya letak dermaga dan TPI,
64
yaitu yang berjarak kurang lebih 6,7 meter memudahkan proses pendaratan hasil tangkapan dari dermaga menuju TPI. Selain itu, dengan berdekatannya dermaga dan TPI, setelah didaratkan ikan dapat langsung dipindahkan ke gedung TPI. Sehingga penurunan mutu ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke akibat pengaruh sinar matahari dapat diminimalisir. Gedung TPI di PPI Muara Angke memiliki ruang lelang, kantor TPI dan gudang penyimpanan untuk basket, lori dan timbangan. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, ruang lelang TPI PPI Muara Angke memiliki luas 628,4 m2 dengan daya tampung ruang lelang terhadap hasil tangkapan adalah sebesar 221,7 kg/m2. Suasana ruang lelang di TPI PPI Muara Angke disajikan pada Gambar 19a.
1
2
(a)
(b)
Gambar 19 (a) Ruang lelang; (b) bagian luar ruang lelang: (1) lubang pembuangan air dan (2) selokan (saluran pembuangan air) di TPI PPI Muara Angke, 2010 Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap bangunan TPI dan ruang lelang yang ada di PPI Muara Angke dapat dikatakan bahwa fasilitas tempat pelelangan ikan di PPI Muara Angke berkondisi baik. Pernyataan ini didasarkan pada tingkat kebersihan dan sistem penerangan di gedung TPI, yaitu masih berfungsinya saluran air, memiliki penerangan yang cukup dan tetap terjaganya kebersihan di ruang lelang. Ruang lelang selalu dibersihkan secara teratur setelah dilakukannya pelelangan ikan, yaitu minimal satu kali pembersihan dalam sehari. Selain itu, TPI ini dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang membuang sampah sembarangan, merokok dan meludah serta diletakkan di tempat yang mudah terlihat.
65
Jika ditinjau dari fisik bangunan TPI, konstruksi lantai TPI yang dibuat miring hanyalah lantai yang berada di luar ruang lelang yang menuju ke selokan (saluran pembuangan air). Pada ruang lelang konstruksi lantainya tidak dibuat miring sehingga sering terdapat genangan air di dalam ruang lelang. Menurut Lubis (2006), lantai TPI harus memiliki kemiringan 2 o ke arah saluran pembuangan. Kemiringan lantai tersebut dimaksudkan agar air yang terdapat pada lantai TPI dapat mengalir ke saluran pembuangan sehingga tidak terjadi genangan di lantai TPI. Untuk membersihkan lantai ruang lelang TPI setelah dilakukannya proses lelang hasil tangkapan, para petugas harus menyapu air bekas pencucian basket dan lantai ruang lelang. Penyapuan air bekas pencucian dilakukan ke arah dinding ruang lelang dan melalukan air tersebut melewati lubang pembuangan yang terdapat di bagian bawah dinding ruang lelang, seperti terlihat pada Gambar 19 b1. Setelah melewati lubang pembuangan air, air bekas cucian tersebut akan melalui lantai TPI yang dibuat miring. Kemudian air tersebut dapat secara langsung masuk ke dalam selokan (saluran pembuangan air), seperti yang disajikan pada Gambar 19 b2. Menurut pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, bangunan TPI di PPI Muara Angke cukup berperan penting dalam proses penanganan hasil tangkapan. Hal ini dikarenakan bangunan TPI yang memiliki atap yang cukup luas sampai ke dermaga pendaratan. Sehingga dapat melindungi hasil tangkapan selama proses pendaratan ikan hasil tangkapan dari dermaga ke ruang lelang. Kondisi tersebut cukup berperan dalam meminimalisir penurunan mutu hasil tangkapan akibat terkena sinar matahari. Berdasarkan hasil wawancara, untuk rencana ke depan pihak pengelola PPI Muara Angke berencana untuk membangun TPI PPI Muara Angke menjadi TPI yang memiliki ruang lelang yang berpendingin. Pembangunan tersebut dimaksudkan agar mutu ikan yang dilelang tetap terjaga. 2)
Pelayanan TPI Pelayanan kepelabuhanan yang diberikan oleh pihak pengelola TPI PPI
Muara Angke (KUD Mina Jaya) yaitu berupa pelelangan hasil tangkapan dan peminjaman fasilitas yang terkait dengan proses pelelangan hasil tangkapan. Adapun fasilitas yang dipinjamkan diantaranya basket, timbangan dan lori.
66
Tempat pelelangan ikan di PPI Muara Angke memberikan pelayanan lelang untuk pengusaha perikanan ataupun nelayan yang ingin melelang hasil tangkapannya. Dengan adanya pelelangan hasil tangkapan diharapkan pengusaha perikanan ataupun nelayan mendapatkan harga yang optimal untuk hasil tangkapan yang dilelang. Untuk mengikuti proses pelelangan hasil tangkapan, para pembeli atau pedagang pengumpul harus melakukan pendaftaran terlebih dahulu sebagai peserta lelang. Peserta lelang yang telah terdaftar kemudian menyimpan uangnya di bagian keuangan kantor TPI PPI Muara Angke. Para peserta lelang yang terdiri atas pembeli atau pedagang pengumpul dan pemilik hasil tangkapan akan dikenakan biaya retribusi sebesar 2% untuk pembeli dan 3% untuk pemilik hasil tangkapan. Retribusi tersebut sudah termasuk biaya peminjaman basket, lori dan timbangan.
(a) Gambar 20
(b)
(a) Basket yang disewakan dan (b) pembersihan basket setelah pelelangan di TPI PPI Muara Angke, 2010
Basket yang disewakan di TPI PPI Muara Angke berbentuk kotak dan terbuat dari plastik keras dengan ukuran 55 x 41 x 42,5 cm serta berkapasitas 50 kg/basket, yang disajikan pada Gambar 20a. Saat ini persediaan basket di TPI Muara Angke sebanyak 2.000 unit. Namun basket yang sudah dimanfaatkan hingga saat ini hanya sebanyak 1.000 unit per harinya. Untuk memanfaatkan basket tersebut, pihak TPI menetapkan harga sewa yang berkisar antara Rp. 1.500/basket.
67
Kondisi basket yang telah dimanfaatkan di TPI sudah banyak yang mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut berupa sisi-sisi basket yang pecah dan masih adanya sisa-sisa kotoran yang tidak dibersihkan secara sempurna yang lama kelamaan dapat membuat basket pecah pada bagian sisinya. Kerusakan ini dikarenakan kurangnya kesadaran dari pihak-pihak yang memanfaatkan basket tersebut, seperti pedagang dan pembeli hasil tangkapan. Penggunaan basket harusnya dilakukan secara hati-hati agar kondisi basket tidak cepat rusak karena mengingat fungsi basket tersebut sebagai wadah hasil tangkapan selama pelelangan dilakukan. Kondisi basket diduga ikut berperan dalam menentukan baik tidaknya penanganan dan mutu ikan yang dilelang.
Gambar 21 Pembersihan TPI oleh pihak TPI setelah pelelangan di PPI Muara Angke, 2010 Berdasarkan pengamatan di lapangan, setelah digunakan dalam proses pelelangan, basket yang telah digunakan selanjutnya disusun di dalam TPI, kemudian basket tersebut disemprot hingga kotorannya terbuang seperti yang terlihat pada Gambar 20b. Setelah bersih, basket dipindahkan ke dalam gudang penyimpanan. Selanjutnya pihak TPI membersihkan lantai TPI dengan menyemprot dan menyapu lantai TPI tersebut dengan menggunakan sapu lidi. Kemudian air bekas pembersihan dialirkan ke saluran pembuangan melalui lubang-lubang pembuangan yang terdapat di bagian bawah dinding bangunan ruang lelang di TPI. Pembersihan ruang lelang TPI dapat dilihat pada Gambar 21. Kegiatan lelang di TPI PPI Muara Angke dilakukan setiap harinya, yaitu mulai pukul 09.30 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB. Peserta lelang harus
68
melakukan pendaftaran atau melapor terlebih dahulu sekaligus menyimpan uang sebagai alat untuk membayar hasil tangkapan yang didapatkan dalam proses lelang ke bagian keuangan di kantor TPI. Setelah itu para peserta lelang dipersilahkan untuk mengikuti lelang di ruang lelang TPI PPI Muara Angke yang telah disediakan. Penyetoran uang ke bagian keuangan ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkat kerugian yang ditanggung oleh pihak TPI. Sebelum diterapkannya sistem penyetoran uang ini pihak TPI sering mengalami kerugian yang disebabkan oleh peserta lelang yang berhutang dalam proses pembelian hasil tangkapan yang dilelang. Mekanisme pelelangan ikan di TPI PPI Muara Angke dimulai sejak kapal mendaratkan hasil tangkapannya di TPI ini. Setelah kapal bersandar pada dermaga, dilakukan pembongkaran hasil tangkapan dari dalam palka ke dek kapal. Kemudian ikan tersebut disortir dan ditimbang per jenis hasil tangkapan. Selanjutnya hasil tangkapan tersebut dipindahkan ke ruang lelang untuk diikutsertakan dalam proses pelelangan. Berdasarkan pengamatan saat dilakukan pelelangan, hasil tangkapan yang dilelang di ruang lelang merupakan hasil tangkapan yang didaratkan oleh kapal-kapal yang telah menerapkan pembekuan dengan udara dingin. Oleh karena itu tidak ada perlakuan khusus atau penanganan hasil tangkapan seperti pemberian es pada hasil tangkapan yang akan dilelang. Pelelangan yang dilakukan di TPI PPI Muara Angke merupakan pelelangan murni yang mempertemukan antara peserta lelang, juru lelang dan pemilik hasil tangkapan. Hal ini berbeda dengan proses pelelangan di PPS Nizam Zachman Jakarta. Menurut Hadianti (2010) aktivitas pelelangan ikan yang ada di PPS Nizam Zachman Jakarta bukanlah pelelangan murni, melainkan pelelangan dengan sistem opow. Sistem opow merupakan sistem penjualan ikan dimana ikan yang didaratkan dibeli oleh pemilik kapal, lalu akan dipasarkan atau dijual kembali oleh pemiliki kapal. Keuntungan dari sistem opow ini adalah pemilik kapal dapat memonopoli pemasaran, sedangkan kerugiannya adalah pedagang ikan tidak dapat membeli hasil tangkapan yang didaratkan dengan harga lelang.
69
5.2
Air Bersih
1)
Kondisi fasilitas Air yang dipergunakan untuk kebutuhan melaut dan penanganan hasil
tangkapan harus memenuhi syarat sanitasi dan higienis. Sumber air bersih di suatu pelabuhan dapat berasal langsung dari sumber alami seperti sungai, setu, danau, sumur artesis dan waduk buatan; dan sumber olahan seperti perusahaan daerah air minum (PDAM) dan air laut olahan (Pane, 2008). Namun, air yang dihasilkan dari sumber alami tersebut tidak dapat dimanfaatkan langsung untuk memenuhi kebutuhan air bersih di pelabuhan perikanan. Air tersebut harus menjalani pengolahan lanjutan untuk memenuhi persyaratan kebersihan dan layak minum. Sumber air bersih yang digunakan di PPI Muara Angke berasal dari PAM (Perusahaan Air Minum) yang beroperasi di sekitar wilayah DKI Jakarta, salah satunya adalah Tirta Ayu Lestari (TAL). Air bersih ini digunakan untuk perbekalan melaut, cold storage, kebutuhan kantor pelabuhan dan perusahaan swasta yang berada di sekitar PPI Muara Angke.
Gambar 22 Tangki air bersih milik PPI Muara Angke, 2010 Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke memiliki 2 unit tangki air bersih dengan total volume 20 m3 yang terdapat di dermaga muat di depan pintu gerbang PPI Muara Angke yang disajikan pada Gambar 22. Namun kebutuhan air bersih di PPI Muara Angke yang mencapai 3 kilo liter per bulannya tidak dapat terpenuhi sepenuhnya oleh pihak PAM dan baru terpenuhi sekitar 30% dari total keseluruhan kebutuhan akan air bersih. Pihak UPT mengatakan bahwa PPI Muara Angke belum memiliki pipa saluran yang mengalirkan secara langsung air bersih
70
dari PAM ke PPI Muara Angke. Oleh karena itu kebutuhan akan air bersih belum dapat terpenuhi secara maksimal. 2)
Pelayanan air bersih Untuk memenuhi kebutuhan perbekalan melaut ataupun kebutuhan air
bersih lainnya, pihak nelayan ataupun pihak yang membutuhkan air bersih dapat memasok air dengan cara memesan langsung kepada pihak PAM dan melalui depot-depot air bersih yang berada di PPI Muara Angke. Untuk pemesanan kepada pihak PAM, nelayan ataupun pengusaha perikanan dapat secara langsung menelepon kepada pihak PAM. Selanjutnya pihak PAM akan memberikan surat jalan kepada agen air bersih untuk mengantarkan langsung air bersih tersebut kepada pemesan atau konsumen.
(a)
(b)
Gambar 23 (a) Mobil tangki agen air bersih dan (b) depot pengisian air bersih di PPI Muara Angke, 2010 Berdasarkan keterangan agen air bersih di PPI Muara Angke, dalam sehari agen tersebut dapat mengantarkan sebanyak 5 hingga 20 mobil per harinya ke PPI Muara Angke. Adapun kapasitas per mobil tangki air bersih adalah 5.000 liter. Mobil tangki yang mendistribusikan air bersih ke PPI Muara Angke disajikan pada Gambar 23a. Harga yang ditetapkan mengikuti standar harga PAM, yaitu tarif rata-rata PAM di Jakarta yang mencapai Rp 7.025 per meter kubik. Selain melalui pemesanan kepada pihak PAM, nelayan juga dapat memenuhi kebutuhan perbekalan melautnya melalui pemesanan air bersih kepada depot-depot air bersih, seperti yang terlihat pada Gambar 23b. Harga yang
71
ditawarkan pun cukup terjangkau, yaitu Rp. 2.000 per jerigen dengan kapasitas per jerigen adalah 20 liter air bersih. Dalam satu hari per depot air bersih dapat melayani hingga 100 gerobak air bersih dengan komposisi satu gerobak adalah 20 jerigen. Selain untuk perbekalan melaut, depot air bersih inipun melayani permintaan air bersih untuk warung makan (warteg), PT. dan pedagang ikan. Untuk pemesanannya biasanya tiap pelanggan sudah memiliki agennya masingmasing, sehingga pelanggan bisa langsung memesan kepada agennya tersebut.
5.3
Pabrik Es
1)
Kondisi fasilitas Pelabuhan perikanan yang memiliki fasilitas lengkap, penyediaan es
dilakukan oleh pihak pelabuhan perikanan sendiri tanpa mendatangkan es dari luar. Namun pihak pelabuhan perikanan akan mendatangkan es dari luar jika sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan untuk aktivitas perikanan. Hal tersebut disebabkan semakin tingginya aktivitas pendaratan dan penanganan hasil tangkapan (Christanti, 2005). Dalam proses penanganan hasil tangkapan, es berfungsi untuk menjaga mutu ikan hasil tangkapan agar tetap segar selama operasi penangkapan ikan hingga dilakukannya proses pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan tersebut. Oleh sebab itu pihak Pemda DKI Jakarta melakukan kerja sama dengan pihak PT. AGB ICE (AGB = Asean Great Bussiness) dalam hal pembangunan dan pengelolaan pabrik es balok. Luas lahan yang dikelola oleh pihak PT. AGB ICE untuk pembangunan pabrik es adalah 2.800 m2. Sedangkan luas bangunan pabrik es yang dibangun oleh pihak PT. AGB ICE mencapai 760 m2. Pabrik es ini memiliki fasilitas pembuat es yang cukup lengkap, yaitu 4 buah bak dan mesin pembuat es yang bersuhu -40oC (Air Blast Freezer/ABF). Pabrik es yang disajikan pada Gambar 24 memiliki kapasitas produksi sebanyak 6.000 balok es per harinya. Es balok yang diproduksi oleh pabrik ini merupakan es balok yang digunakan dalam proses penanganan hasil tangkapan dan bukan untuk konsumsi. Namun berdasarkan hasil wawancara, untuk saat ini pabrik es hanya memproduksi sesuai dengan permintaan konsumen, yaitu nelayan yang jumlahnya mencapai 2.000 balok es per harinya.
72
Gambar 24 Pabrik es milik PT. AGB ICE bekerja sama dengan PUSKPOAL Jakarta di PPI Muara Angke, 2010 Jika dibandingkan dengan data yang ada, pada tahun 2009 pabrik es ini telah menjual es balok dengan rata-rata 1.283 per harinya. Hal ini mendukung pernyataan bahwa pabrik es tersebut tidak memproduksi sesuai kapasitas maksimum produksinya melainkan menyesuaikannya dengan permintaan yang ada. Penyesuaian jumlah produksi terhadap jumlah permintaan es ini dilakukan untuk menekan biaya produksi dan meminimalisir mubazirnya jumlah es yang diproduksi. 2)
Pelayanan pabrik es Harga es balok yang ditetapkan oleh pabrik es cukup terjangkau untuk
nelayan maupun pengusaha perikanan di PPI Muara Angke. Harga yang ditetapkan oleh pabrik es ini adalah Rp. 7.000 per balok es. Namun harga ini bukanlah harga beli yang harus dibayar oleh nelayan. Berdasarkan wawancara kepada pihak nelayan, harga yang harus dibayar oleh nelayan adalah Rp. 14.000 untuk per balok esnya. Es yang diproduksi oleh pabrik es milik PT. AGB ICE berbobot 50 kg per balok es. Air yang digunakan untuk membuat es balok ini berasal dari sumur filter dengan jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi satu balok es adalah sebanyak 0,7 m3 air. Es balok yang dihasilkan termasuk kualitas yang cukup baik, walaupun bagian tengah balok es berwarna putih.
73
Gambar 25 Pendistribusian es balok kepada nelayan di PPI Muara Angke, 2010 Guna memperlancar dan mempermudah pelayanan akan kebutuhan es balok untuk berbagai kegiatan perikanan di PPI Muara Angke, pihak PT. AGB ICE bekerja sama dengan koperasi TNI AL (PUSKOPAL). Kerja sama tersebut berupa pendistribusian dan pemasaran es balok. Bagi pelanggan yang membutuhkan es balok dapat secara langsung melakukan pemesanan dan pembayaran ke PUSKOPAL. Kemudian agen tersebut akan melakukan pemesanan kepada pihak pabrik es serta melakukan pengantaran pesanan es balok kepada pelanggan yaitu nelayan di PPI Muara Angke, seperti yang terlihat pada Gambar 25. Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke merupakan pelabuhan perikanan tipe D yang fasilitasnya cukup lengkap untuk mendukung kegiatan di PPI Muara Angke khususnya penanganan hasil tangkapan. Dalam memenuhi kebutuhan para pengguna pelabuhan perikanan akan kebutuhan es balok, PPI Muara Angke sudah memiliki fasilitas pabrik es yang dibangun sebagai penyuplai es balok di PPI ini.
5.4
Cold storage
1)
Kondisi fasilitas Cold storage berfungsi untuk mempertahankan suhu tubuh ikan serta
menjaga mutu ikan supaya tetap baik. Dengan begitu ikan tersebut memiliki standar higienis yang tinggi dan tetap memiliki nilai jual yang tinggi saat hendak didistribusikan dan dipasarkan. Di PPI Muara Angke terdapat 9 unit cold storage dengan rincian sebagai berikut: 7 unit cold storage yang dikelola oleh pihak swasta (milik pribadi para pengusaha perikanan yang beraktivitas di PPI Muara
74
Angke), 1 unit cold storage dikelola oleh PT. AGB TUNA yang merupakan Penanaman Modal Asing/PMA dan 1 unit cold storage yang dikelola oleh UPT PPI Muara Angke. Dari kesembilan unit cold storage yang dimiliki oleh PPI Muara Angke hanya cold storage milik UPT PPI Muara Angke dan PT. AGB TUNA yang fungsinya diperuntukkan untuk umum.
Gambar 26 Cold storage milik PT. AGB TUNA di PPI Muara Angke, 2010 Salah satu cold storage yang telah menjalankan fungsinya dan diperuntukkan untuk umum hingga saat ini adalah cold storage milik PT. AGB TUNA. Cold storage tersebut terletak di pintu gerbang PPI Muara Angke, seperti yang disajikan pada Gambar 26. Cold storage ini dibangun pada tahun 2002 dan langsung beroperasi di tahun yang sama. Bangunan cold storage memiliki luas 500 m2 dan mampu menampung hasil tangkapan sebanyak 900 ton. PT. AGB TUNA memiliki 3 unit Air Blast Freezer (ABF) sebagai alat pembeku ikan hasil tangkapan yang berkapasitas 3,5 ton per ABF dan tempat penyimpanan ikan hasil tangkapan beku. 2)
Pelayanan cold storage Pelayanan terkait penanganan hasil tangkapan yang diberikan oleh pihak
PT. AGB TUNA adalah pembekuan hasil tangkapan dengan ABF dan penyimpanan hasil tangkapan beku di dalam cold storage. Adapun lama penyimpanan hasil tangkapan tergantung hasil kesepakatan antara pemilik ikan dan pihak cold storage. Untuk dapat membekukan hasil tangkapan, pemilik ikan dikenakan biaya sebesar Rp. 1.000-1.500 per kg ikan. Untuk biaya penyimpanan di cold storage pemilik ikan dikenakan biaya sebesar Rp. 20 per kg per harinya.
75
Pemilik ikan yang menjadi pelanggan cold storage ini adalah nelayan dan pengusaha perikanan yang tidak memiliki cold storage untuk menyimpan hasil tangkapannya dan berasal dari wilayah di sekitar PPI Muara Angke. Biasanya pemilik ikan membawa ikan hasil tangkapannya ke cold storage setelah terjadi proses pembongkaran. Ikan yang dimasukkan ke dalam cold storage dimaksudkan untuk mempertahankan mutu ikan serta menstabilkan harga ikan apabila ikan tersebut akan dijual. Jenis ikan yang biasanya disimpan/didinginkan/dibekukan di cold storage ini adalah ikan layur, ikan bawal, cumi dan tenggiri. Pada tahun 2007, pihak UPT PPI Muara Angke membangun lagi 1 unit cold storage berkapasitas 900 ton. Pembangunan cold storage ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan nelayan ataupun pengusaha perikanan akan fasilitas penyimpanan ikan hasil tangkapan di cold storage. Namun menurut Baharum (2010) hingga kini cold storage tersebut belum bisa dioperasikan untuk umum karena tarif sewa yang ditetapkan berdasarkan Perda belum ada. Untuk proses penanganan hasil tangkapan PPI Muara Angke telah menyediakan fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan berupa dibangunnya cold storage di PPI ini. Tersedianya cold storage di PPI Muara Angke membuat PPI ini menjadi PPI yang cukup lengkap fasilitasnya bila dibandingkan dengan PPI lain di Indonesia, sebab tidak semua PPI memiliki cold storage. Berdasarkan penjabaran mengenai fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang dimiliki, PPI Muara Angke memiliki fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang cukup lengkap. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan fasilitas dan pelayanan kepelabuhanannya yang sudah mampu memenuhi kebutuhan para pengguna pelabuhan perikanan. Terutama kegiatan perikanan yang berkaitan dengan penanganan hasil tangkapan mulai dari hasil tangkapan ditangkap, didaratkan hingga didistribusikan dan dipasarkan. Kelengkapan fasilitas di PPI Muara Angke dapat dilihat pada Lampiran 12.
76
6
KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Fasilitas PPI Muara Angke terkait penanganan hasil tangkapan diantaranya
adalah ruang lelang TPI, basket, air bersih, pabrik es dan cold storage. Fasilitasfasilitas tersebut harus berfungsi secara optimal agar mampu memenuhi kebutuhan para pengguna pelabuhan perikanan. Terpenuhinya kebutuhan para pengguna pelabuhan perikanan akan meningkatkan daya tarik bagi PPI Muara Angke karena pengguna merasa puas atas fasilitas dan pelayanan yang diberikan oleh pihak pelabuhan perikanan ini. Kepuasan para pengguna pada akhirnya akan diikuti oleh meningkatnya jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan tersebut. Secara otomatis pula kondisi tersebut akan berkaitan dengan kebutuhan fasilitas di PPI Muara Angke, terutama fasilitas yang terkait dengan penanganan hasil tangkapan. Ketersediaan fasilitas terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke dapat mempengaruhi kelancaran aktivitas penanganan hasil tangkapan yang didaratkan. Pengadaan dan pembangunan fasilitas di suatu pelabuhan perikanan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhannya, agar pembangunan fasilitas dapat berfungsi secara optimal dan tidak akan sia-sia. Menurut Pane (2010), salah satu kriteria dasar dalam merencanakan pengembangan suatu pelabuhan perikanan adalah volume produksi ikan yang didaratkan di pelabuhan perikanan tersebut. Besarnya volume produksi ikan yang didaratkan dapat dijadikan pertimbangan dalam merancang dan merencanakan pengadaan dan pengembangan suatu fasilitas di pelabuhan perikanan. Dengan begitu pengadaan dan pengembangan fasilitas tidak akan sia-sia. Parameter dalam menentukan kebutuhan pengembangan fasilitas terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke diantaranya adalah jumlah hasil tangkapan yang didaratkan dan jumlah kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPI ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan proyeksi terhadap jumlah hasil tangkapan dan jumlah kapal yang akan beraktivitas di PPI Muara Angke selama sepuluh tahun mendatang.
77
6.1
Proyeksi Produksi Ikan yang Didaratkan Proyeksi terhadap hasil tangkapan yang akan didaratkan merupakan langkah
awal yang diperlukan dalam penghitungan besarnya kebutuhan fasilitas pelabuhan perikanan. Fasilitas tersebut meliputi ruang lelang, basket, air bersih, es balok, dan cold storage. Proyeksi produksi ikan pada penelitian ini menggunakan data bulanan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke selama periode 60 bulan yaitu tahun 2005-2009. Dengan demikian digunakan 60 titik data bulanan hasil tangkapan yang didaratkan dalam melakukan proyeksi produksi ikan yang akan didaratkan selama sepuluh tahun mendatang. Analisis grafik yang dihasilkan menunjukkan bahwa proyeksi bulanan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke menggunakan model kuadratik (ax2 + bx + c). Model kuadratik adalah suatu model persamaan yang pangkat tertinggi dari variabelnya adalah 2, seperti yang disajikan pada Gambar 27. Model ini dipilih karena menghasilkan proyeksi yang nilainya tidak berbeda jauh dengan nilai yang terdapat pada data sekunder. Dengan kata lain nilai proyeksinya masih berada dalam range nilai pada data sekunder yang digunakan, yaitu data bulanan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke.
Bulan ke- (Tahun 2005-2009)
Gambar 27 Grafik perkembangan volume hasil tangkapan bulanan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2005-2009 (setelah dilakukan moving average) Pengolahan data terhadap model tersebut menghasilkan persamaan matematika Y = 0,0527x2 + 9,6255x + 987,2504 dengan nilai R2 = 0,4393. Kecilnya nilai R2 yang dihasilkan diduga karena masih terdapatnya nilai-nilai
78
yang cukup ekstrim dan simpangan data yang cukup besar walaupun telah dilakukan upaya memperkecilnya seperti melakukan moving average data. Perhitungan proyeksi produksi ikan selengkapnya disajikan dalam Lampiran 2. Berdasarkan persamaan di atas, selanjutnya dapat dilakukan penghitungan proyeksi produksi ikan bulanan yang didaratkan di PPI Muara Angke hingga sepuluh tahun mendatang. Adapun proyeksi produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke hingga sepuluh tahun mendatang disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Proyeksi tahunan produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2011-2020 Tahun
Produksi (ton)
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Rata-rata (2011-2020)
6.687,0 6.584,0 6.663,0 6.925,0 7.369,0 7.995,0 8.803,0 9.794,0 10.966,0 12.321,0 8.410,6
Pertumbuhan
Produktivitas per
ton
(%)
hari (ton/hari)
-102,8 79,4 261,6 443,9 626,1 808,3 990,6 1.172,8 1.355,0 626,1
-1,5 1,2 3,9 6,4 8,5 10,1 11,2 12,0 12,4 7,1
18,6 18,3 18,5 19,2 20,5 22,2 24,5 27,2 30,5 34,2 23,4
Keterangan: 1 tahun = 360 hari.
Untuk penghitungan proyeksi produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke diasumsikan bahwa kondisi dan jumlah unit penangkapan ikan di PPI Muara Angke pada sepuluh tahun mendatang adalah sama seperti kondisi tahun terakhir. Kondisi yang dimaksudkan diantaranya alat tangkap, gross tonnage dan ukuran PK mesin kapal yang beraktivitas di PPI Muara Angke. Untuk menghitung kebutuhan fasilitas yang terkait penanganan hasil tangkapan diasumsikan bahwa jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke pada sepuluh tahun mendatang adalah kurang lebih sama seperti jumlah hasil tangkapan yang didaratkan pada tahun 2005-2009. Rata-rata produksi ikan yang didaratkan tahun 2005-2009 adalah 9.409,1 ton per tahun atau pada kisaran 6.464,7 – 10.770,5 ton per tahun, seperti yang disajikan pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil proyeksi produksi ikan, diduga jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke akan mengalami penurunan pada tahun
79
2011-2012 sebesar 102,8 ton, seperti yang disebutkan pada Tabel 16. Penurunan hasil tangkapan yang didaratkan pada tahun 2011-2012, mengindikasikan adanya penurunan aktivitas perikanan di PPI Muara Angke. Aktivitas perikanan tersebut diantaranya aktivitas penangkapan ikan, pendaratan hasil tangkapan, pelelangan hingga pendistribusian hasil tangkapan. Pada tahun 2013-2020 diduga akan terjadi peningkatan jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke. Pada tahun 2013, hasil tangkapan di PPI Muara Angke akan mencapai 6.663 ton yang kemudian akan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 12.321 ton pada tahun 2020. Produksi ikan yang didaratkan di suatu pelabuhan perikanan dianggap tinggi apabila pelabuhan perikanan tersebut mampu menghasilkan atau menyediakan hasil tangkapan dalam jumlah yang besar. Berdasarkan Permen Kelautan dan Perikanan No. 16 tahun 2006 tentang Pelabuhan Perikanan pasal 18, untuk klasifikasi PPN disebutkan bahwa jumlah ikan yang didaratkan di PP tipe B ini rata-rata 30 ton/hari. Hal ini secara tidak langsung menyebutkan bahwa jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke yang termasuk pelabuhan perikanan tipe D sudah termasuk tinggi Pada kurun waktu 2005-2009, rata-rata jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke mencapai 9.409,1 ton per tahun atau mencapai 26,1 ton per harinya. Bila dibandingkan dengan hasil proyeksi jumlah hasil tangkapan hingga sepuluh tahun mendatang, diduga akan mengalami penurunan menjadi rata-rata hasil tangkapan yang didaratkan sebesar 8.410,6 ton per tahun atau 23,4 ton per harinya. Jumlah hasil tangkapan yang berfluktuatif ini hendaknya disikapi dengan melakukan upaya-upaya yang dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya meningkatkan daya dukung pelabuhan perikanan, baik dari sisi pemenuhan kebutuhan akan fasilitas maupun pelayanan kepelabuhanan. Berfungsinya fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan dapat memperlancar berbagai aktivitas yang terdapat di pelabuhan perikanan ini. Lancarnya aktivitas perikanan di PPI Muara Angke akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengguna pelabuhan perikanan untuk melakukan aktivitasnya
80
di pelabuhan perikanan ini. Adapun aktivitas yang dilakukan para pengguna seperti tambat labuh kapal, pengisian perbekalan, dan pendaratan hingga pemasaran hasil tangkapan.
6.2
Proyeksi Frekuensi Kapal Bongkar Proyeksi terhadap jumlah kapal yang akan beraktivitas di PPI Muara Angke
didasarkan pada data frekuensi kapal bongkar muat bulanan selama periode waktu 60 bulan, yaitu tahun 2005-2009. Berdasarkan perhitungan dan analisis grafik terhadap data frekuensi kapal bongkar muat bulanan di PPI Muara Angke didapat model kuadratik (ax2 + bx + c) seperti pada Gambar 28. Pemilihan model kuadratik karena model tersebut menghasilkan proyeksi yang nilainya tidak berbeda jauh dengan nilai yang terdapat pada data sekunder. Dengan kata lain nilai proyeksinya masih berada dalam range nilai pada data sekunder yang digunakan, yaitu data frekuensi kapal yang beraktivitas di PPI Muara Angke.
Bulan ke- (Tahun 2005-2009)
Gambar 28 Grafik perkembangan frekuensi kapal bongkar bulanan di PPI Muara Angke tahun 2005-2009 (setelah dilakukan moving average) Persamaan matematika yang diperoleh untuk melakukan perhitungan proyeksi jumlah kapal bongkar yang akan beraktivitas di PPI Muara Angke adalah Y = 0,0165 x2 – 3,4851 x + 448,8448, dengan nilai R2 sebesar 0,71. Kecilnya nilai R2 yang dihasilkan diduga karena masih terdapatnya nilai ekstrim pada data frekuensi kapal bongkar bulanan selama kurun waktu lima tahun tersebut.
81
Untuk perhitungan proyeksi jumlah kapal bongkar selengkapnya disajikan dalam Lampiran 3. Proyeksi frekuensi kapal yang akan beraktivitas di PPI Muara Angke selama sepuluh tahun mendatang disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Proyeksi frekuensi kapal bongkar di PPI Muara Angke tahun 20112020 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Rata-rata
Jumlah kapal bongkar per tahun (unit/tahun) 3.326 3.225 3.182 3.196 3.267 3.394 3.579 3.821 4.120 4.476 3.559
Pertumbuhan Unit % -101 -3,02 -43 -1,34 14 0,43 71 2,21 127 3,91 185 5,44 242 6,76 299 7,82 356 8,64 128 3,43
Jumlah kapal bongkar per hari (unit/hari) 9 9 9 9 9 9 10 11 11 12 10
Keterangan: 1 tahun = 360 hari
Proyeksi frekuensi kapal bongkar pada Tabel 17 di atas menunjukkan bahwa adanya penurunan jumlah kapal yang akan beraktivitas di PPI Muara Angke. Penurunan jumlah kapal bongkar tersebut diduga terjadi pada tahun 20112013 dengan rata-rata penurunan jumlah kapal sebesar 2,18% per tahun. Pada tahun 2011 frekuensi kapal yang beraktivitas diduga mencapai 3.326 unit. Frekuensi tersebut kemudian terus mengalami penurunan menjadi 3.182 unit pada tahun 2013. Namun pada tahun 2014-2020 diperkirakan akan terjadi peningkatan jumlah kapal yang akan beraktivitas di PPI Muara Angke. Rata-rata pertumbuhan diduga mencapai 5,03% tiap tahunnya dengan kisaran pertumbuhan antara 0,43 – 8,64% per tahun. Peningkatan tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola PPI Muara Angke untuk melakukan berbagai upaya perbaikan dan pengembangan fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan. Sehingga upaya tersebut dapat menjadi daya tarik bagi kapal penangkap ikan untuk bertambat labuh dan mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Muara Angke. Adapun upaya tersebut dapat berupa penetapan biaya sewa tambat labuh yang terjangkau, perbaikan dermaga dan kolam pelabuhan, serta biaya perbekalan melaut yang terjangkau.
82
6.3
Kebutuhan Fasilitas terkait Penanganan Hasil Tangkapan
6.3.1 Gedung TPI Gedung tempat pelelangan ikan di PPI Muara Angke terdiri atas TPI lama dan TPI baru, namun yang masih beroperasi hingga saat ini hanya TPI baru. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa kebutuhan luas ruang lelang pada tahun 2009 adalah seluas 593,7 m2, seperti yang disajikan pada Lampiran 11. Sedangkan luas ruang lelang yang tersedia adalah seluas 628,4 m2. Hal ini menunjukkan bahwa pengadaan ruang lelang di TPI PPI Muara Angke telah mampu menampung seluruh hasil tangkapan yang dilelang di TPI Muara Angke selama tahun 2009. Berikut dugaan kebutuhan luas ruang lelang TPI di PPI Muara Angke selama 2011-2020 yang disajikan pada Tabel 18. Adapun perhitungan kebutuhan luas ruang lelang TPI di PPI Muara Angke selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 18 Dugaan kebutuhan luas ruang lelang TPI di PPI Muara Angke tahun 2011-2020 Tahun
Proyeksi produksi hasil tangkapan (ton) *)
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
6.686,5 6.583,7 6.663,1 6.924,7 7.368,6 7.994,7 8.803,0 9.793,6 10.966,4 12.321,5
Kebutuhan luas ruang lelang TPI (m2) 294,9 290,3 293,8 305,4 324,9 352,5 388,2 431,9 483,6 543,3
Keterangan: *) = Hasil proyeksi dari Tabel 16; Luas ruang lelang TPI saat ini = 628,4 m2
Dugaan kebutuhan luas ruang lelang TPI hingga sepuluh tahun mendatang dimaksudkan untuk mengetahui besaran kebutuhan akan daya tampung ruang lelang di TPI terutama untuk kegiatan pelelangan hasil tangkapan. Data tersebut kemudian digunakan untuk memperkirakan upaya apa yang harus dilakukan oleh pihak pengelola TPI guna mempersiapkan kebutuhan yang berkaitan dengan aktivitas lelang di TPI. Terpenuhinya kebutuhan tersebut secara langsung dapat memperlancar aktivitas lelang di TPI Muara Angke.
83
Untuk mengetahui seberapa besar kebutuhan luas ruang lelang hingga sepuluh tahun mendatang terdapat beberapa variabel yang harus diketahui terlebih dahulu. Variabel tersebut diantaranya daya tampung produksi (p) dan perbandingan antara ruang lelang dengan gedung lelang (α). Daya tampung produksi (p) merupakan variabel yang menunjukkan seberapa banyak hasil tangkapan yang dapat ditampung per m2. Variabel tersebut dapat diketahui dengan melakukan perbandingan antara kapasitas per basket (kg) dengan luas alas yang dimiliki oleh basket tersebut (m2). Untuk mendapatkan nilai alpha (α), dilakukan perbandingan antara luas ruang lelang dengan luas TPI. Nilai alpha yang dimiliki oleh PPI Muara Angke masih berada di dalam range yaitu sebesar 0,284. Tabel 18 menunjukkan bahwa diduga akan terjadi penurunan kebutuhan luas ruang lelang TPI untuk kegiatan pelelangan hasil tangkapan selama tahun 2011-2012.
Namun sejak tahun 2013-2020 diduga akan terjadi peningkatan
kebutuhan atas ruang lelang TPI dari 293,8 m2 menjadi seluas 543,3 m2. Dengan ruang lelang TPI Muara Angke seluas 628,4 m2, maka hingga tahun 2020 TPI PPI Muara Angke masih mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu, pengelola TPI PPI Muara Angke belum perlu melakukan pengembangan ataupun penambahan terhadap luas ruang lelang TPI. Produktivitas ruang lelang merupakan perbandingan antara produksi hasil tangkapan yang didaratkan dengan luas ruang lelang TPI. Setelah dilakukan perhitungan, diketahui bahwa produktivitas ruang lelang di TPI PPI Muara Angke adalah sebesar 17,1 ton/m2 selama tahun 2009. Hal ini memiliki arti bahwa setiap m2 lantai ruang lelang TPI telah mampu menampung hasil tangkapan sebanyak 17,1 ton. Dengan kata lain, rata-rata per hari pendaratan untuk setiap m2 lantai TPI telah mampu menampung hasil tangkapan sebanyak 0,0476 ton hasil tangkapan selama tahun 2009. Untuk produktivitas ruang lelang TPI yang dibutuhkan tahun 2011-2012 diduga akan mengalami penurunan sebesar 0,1 ton/m2. Namun pada tahun 20132020 diduga akan mengalami peningkatan produktivitas sebesar 9 ton/m2. Hal ini seiring dengan penurunan dan peningkatan proyeksi produksi hasil tangkapan yang didaratkan di TPI PPI Muara Angke selama dua periode waktu tersebut.
84
Untuk menunjang aktivitas perikanan, TPI di PPI Muara Angke menyediakan basket sebagai alat bantu dalam proses pendaratan dan penanganan hasil tangkapan. Pada tahun 2009 kebutuhan basket sebagai wadah hasil tangkapan adalah sebanyak 215.410 unit atau rata-rata kebutuhan basket per hari adalah sebanyak 598 unit. Perhitungan kebutuhan basket pada tahun 2009 disajikan pada Lampiran 11. Bila dibandingkan dengan jumlah basket yang tersedia di TPI PPI Muara Angke yang mencapai 2.000 unit, maka dapat dikatakan bahwa ketersediaan basket di TPI PPI Muara Angke telah mampu memenuhi kebutuhan basket selama tahun 2009. Dugaan kebutuhan jumlah basket hasil tangkapan selama sepuluh tahun mendatang mulai tahun 2011-2020 disajikan pada Tabel 19. Data tersebut merupakan hasil perhitungan yang disajikan pada Lampiran 7. Berdasarkan perhitungan kebutuhan basket, diketahui bahwa kebutuhan basket diduga mengalami penurunan mulai tahun 2011-2012, yaitu dari 371 unit per hari menjadi 366 unit per hari. Namun mulai tahun 2013-2020 diduga akan mengalami peningkatan kebutuhan basket, yaitu mulai dari 370 unit per hari menjadi 685 unit per harinya. Tabel 19 Dugaan kebutuhan basket (trays) pada proses penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke tahun 2011-2020 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Proyeksi produksi hasil tangkapan (ton) *) 6.686,5 6.583,7 6.663,1 6.924,7 7.368,6 7.994,7 8.803,0 9.793,6 10.966,4 12.321,5
Kebutuhan basket per hari (unit) 371 366 370 385 409 444 489 544 609 685
Keterangan: *) = Hasil proyeksi dari Tabel 16; Kapasitas basket = 50 kg
Secara umum, kebutuhan basket selama sepuluh tahun mendatang diduga akan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kebutuhan basket di TPI PPI Muara Angke pada tahun 2009. Namun, ketersediaan basket di TPI PPI Muara Angke masih dapat memenuhi kebutuhan terhadap basket hingga sepuluh
85
tahun mendatang. Hal ini menunjukkan bahwa pihak TPI PPI Muara Angke tidak perlu menambah ketersediaan basket namun sebaiknya lebih merawat dan memelihara basket tersebut. Perawatan dan pemeliharaan dapat dilakukan dengan cara tetap membersihkan basket setelah digunakan pada proses pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan. Selain itu, untuk mengurangi timbulnya kerusakan pada basket sebaiknya para pengguna dapat mempergunakan basket tersebut secara lebih hati-hati. Kapasitas basket yang tersedia di PPI Muara Angke adalah 50 kg dan bentuknya yang memiliki tinggi sebesar 42,5 cm, terkadang tidak dapat menampung hasil tangkapan yang berukuran besar seperti marlin. Akhirnya hasil tangkapan yang berukuran besar tersebut terpaksa diletakkan di lantai TPI yang kondisi kebersihannya kurang higienis sehingga dapat menyebabkan penurunan mutu ikan tersebut. Terkait dengan kondisi tersebut, sebaiknya pihak TPI PPI Muara Angke dapat menyediakan basket dengan ukuran yang lebih besar. Sehingga hasil tangkapan yang berukuran besar pun dapat tertampung dalam basket dan terhindar dari penurunan mutu hasil tangkapan itu sendiri. Basket yang tersedia di PPI Muara setiap harinya memiliki kemungkinan kemunduran jumlah dan umur teknis. Hal tersebut dapat disebabkan oleh usia dan kerusakan akibat perlakuan yang tidak hati-hati selama basket-basket tersebut digunakan. Untuk menghindari dan mengurangi kerusakan basket akibat ketidakhati-hatian dalam penggunaannya, diperlukan kesadaran dari berbagai pihak khususnya para pengguna basket di TPI PPI Muara Angke.
6.3.2 Kebutuhan air bersih Air bersih merupakan kebutuhan vital yang harus dipenuhi pihak pelabuhan perikanan. Ketersediaan air bersih akan mempengaruhi kelancaran aktivitasaktivitas di pelabuhan perikanan, yang sebagian besar aktivitasnya membutuhkan air bersih. Kebutuhan tersebut diantaranya untuk air minum, memasak, mencuci, bahan baku pabrik es dan kebutuhan bahan tambahan bagi industri pengolahan. Salah satu pengguna air bersih di pelabuhan perikanan adalah nelayan. Terkait dengan aktivitas penangkapan ikan, nelayan menggunakan air bersih untuk air
86
minum, memasak, mandi, mencuci peralatan dan membersihkan hasil tangkapan (Pane, 2008). Pada penelitian ini akan dilakukan perhitungan terhadap kebutuhan air bersih di PPI Muara Angke yang berkaitan dengan proses penanganan hasil tangkapan. Kebutuhan air bersih tersebut diantaranya adalah kebutuhan air untuk perbekalan
melaut,
membersihkan hasil tangkapan
saat
pembongkaran,
membersihkan palka dan bagian lainnya setelah pembongkaran hasil tangkapan, membersihkan lantai lelang dan kebutuhan air bersih untuk pabrik es. Untuk mengetahui seberapa besar kebutuhan air bersih di PPI Muara Angke selama
sepuluh
tahun
mendatang
maka
dilakukan
pendugaan
yang
perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 8. Berikut pendugaan kebutuhan air bersih di PPI Muara Angke selama sepuluh tahun mendatang yang disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Dugaan kebutuhan air bersih di PPI Muara Angke tahun 2011-2020 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Kebutuhan air bersih per hari (m3 per hari) 2.469,86 2.396,13 2.365,14 2.376,89 2.431,37 2.528,59 2.668,55 2.851,24 3.076,67 3.344,83
Kebutuhan air bersih per tahun (m3 per tahun) 889.148,63 862.607,85 851.451,98 855.681,02 875.294,97 910.293,83 960.677,60 1.026.446,28 1.107.599,87 1.204.138,37
Keterangan: 1 tahun = 360 hari
Tabel 20 menunjukkan bahwa pada tahun 2011-2013 diduga akan terjadi penurunan jumlah kebutuhan air bersih di PPI Muara Angke mulai dari 2.469,86 m3 per hari menjadi 2.365,14 m3 per hari. Penurunan kebutuhan air bersih ini sesuai dengan penurunan pada proyeksi jumlah kapal bongkar di PPI Muara Angke. Dapat dikatakan bahwa menurunnya frekuensi kapal bongkar yang beraktivitas di PPI Muara Angke akan berdampak pada berkurangnya kebutuhan air bersih di PPI Muara Angke yang artinya akan mengurangi pemasukan bagi PPI Muara Angke.
87
Pada tahun 2014-2020 diduga akan terjadi peningkatan jumlah kebutuhan air bersih di PPI Muara Angke. Peningkatan tersebut dimulai dari jumlah permintaan air bersih pada tahun 2014 sebanyak 2.376,89 m3 per harinya menjadi 3.344,83 m3 per harinya pada tahun 2020. Ketersediaan tangki air bersih di PPI Muara Angke yang bervolume 20 m3 belum mampu untuk memenuhi kebutuhan air bersih sampai dengan tahun 2020. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada pihak UPT, hingga kini kebutuhan air bersih belum dapat terpenuhi dengan baik oleh pihak pengelola PPI Muara Angke. Hal ini dikarenakan PPI Muara Angke belum memiliki pipa saluran air bersih yang langsung berasal dari PAM. Oleh karena itu, guna memperlancar aktivitas yang terkait dengan kebutuhan air bersih di PPI Muara Angke sebaiknya pengelola segera melengkapi fasilitas air bersih. Upaya melengkapi fasilitas tersebut dapat berupa pembangunan pipa saluran air bersih yang secara langsung menghubungkan PPI Muara Angke dengan PAM.
6.3.3 Kebutuhan es balok Es juga merupakan unsur penting dalam berbagai aktivitas di PPI Muara Angke di samping air bersih, terutama dalam proses penanganan hasil tangkapan. Pemberian es terhadap hasil tangkapan dimaksudkan untuk menghambat penurunan mutu hasil tangkapan akibat aktivitas pembusukan oleh bakteri. Pemberian es dapat dilakukan saat operasi penangkapan ikan, pendaratan, pelelangan dan pendistribusian serta pemasaran hasil tangkapan. Selama tahun 2009 diketahui bahwa kebutuhan es di PPI Muara Angke adalah 1.314 balok per hari atau sekitar 472.981 balok per tahun. Adapun perhitungan kebutuhan es di PPI Muara Angke selama tahun 2009 disajikan pada Lampiran 11. Jumlah produksi yang mencapai 2.000 balok es per hari, pabrik es di PPI Muara Angke telah mampu memenuhi kebutuhan es balok selama tahun 2009. Untuk kebutuhan es balok di PPI Muara Angke selama 2011-2020 yang disajikan pada Tabel 21 dan pendugaan kebutuhan es balok disajikan pada Lampiran 9.
88
Tabel 21 Dugaan kebutuhan es balok di PPI Muara Angke tahun 2011-2020 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Kebutuhan es per hari (balok) (ton) 816 40,8 803 40,2 813 40,6 845 42,2 899 44,9 975 48,8 1.074 53,7 1.195 59,7 1.338 66,9 1.503 75,2
Kebutuhan es per tahun (balok) (ton) 293.636 14.681,8 289.120 14.456,0 292.607 14.630,3 304.096 15.204,8 323.588 16.179,4 351.083 17.554,2 386.581 19.329,1 430.082 21.504,1 481.585 24.079,2 541.091 27.054,5
Keterangan: 1 tahun = 360 hari; 1 balok es = 50 kg
Untuk menghitung dugaan kebutuhan es balok selama sepuluh tahun mendatang digunakan data proyeksi hasil tangkapan yang akan didaratkan oleh kapal-kapal dengan alat tangkap berupa purse seine, gillnet dan kapal yang berfungsi sebagai kapal pengangkut. Hal ini dikarenakan kapal-kapal tersebut merupakan kapal yang masih mempergunakan es balok dalam proses penanganan hasil tangkapannya. Berdasarkan data Tabel 21, dugaan kebutuhan es hingga sepuluh tahun mendatang menunjukkan adanya penurunan jumlah kebutuhan es balok di PPI Muara Angke pada tahun 2011-2012. Penurunan tersebut mulai dari 293.636 balok es per tahun menjadi 289.120 balok es per tahun. Sesuai dengan proyeksi hasil tangkapan, pendugaan terhadap kebutuhan es akan mengalami peningkatan yang dimulai pada tahun 2013-2020. Rata-rata peningkatan yang terjadi adalah 98 balok per tahunnya atau pada kisaran 32 – 165 balok es per tahun. Pabrik es yang dikelola oleh PT. AGB ICE memiliki kapasitas produksi maksimum hingga 6.000 balok es atau setara dengan 300 ton per harinya. Artinya pabrik es tersebut masih dapat memenuhi kebutuhan es di PPI Muara Angke hingga sepuluh tahun mendatang. Oleh karena itu, tidak perlu diadakan penambahan untuk kapasitas produksi ataupun penambahan jumlah pabrik es di PPI Muara Angke.
89
6.3.4 Kebutuhan cold storage Cold storage dibangun di suatu pelabuhan perikanan dimaksudkan sebagai sarana untuk mempertahankan mutu dan harga jual hasil tangkapan yang tidak dilelang dan tidak dijual dalam waktu dekat. Sehingga hasil tangkapan tersebut dapat dijual pada saat yang tepat tanpa mengurangi harga jualnya akibat menurunnya mutu hasil tangkapan. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, pada tahun 2009 hasil tangkapan yang disimpan di cold storage mencapai 1.030,7 ton. Jumlah tersebut masih dapat ditampung pada 2 cold storage dengan kapasitas 900 ton per unit di PPI Muara Angke. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan cold storage di PPI Muara Angke masih mampu menampung/memenuhi kebutuhan bagi para penggunanya selama tahun 2009. Adapun perhitungan kebutuhan cold storage selama tahun 2009 disajikan pada Lampiran 11. Dugaan terhadap kebutuhan cold storage di PPI Muara Angke hingga sepuluh tahun mendatang dapat dilihat pada Tabel 22. Adapun pendugaan kebutuhan cold storage hingga sepuluh tahun mendatang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Tabel 22 Dugaan kebutuhan cold storage di PPI Muara Angke tahun 2011-2020 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Dugaan hasil tangkapan yang masuk cold storage (ton) 640 630 638 663 705 765 842 937 1.049 1.179
Kebutuhan cold storage (unit) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Keterangan: kapasitas cold storage 1 = 900 ton; cold storage 2 = 900 ton
Untuk menghitung kebutuhan cold storage di PPI Muara Angke digunakan data jumlah hasil tangkapan yang tidak dilelang dan tidak dijual dalam waktu dekat. Sehubungan dengan tidak adanya data tersebut, peneliti melakukan pendugaan untuk mendapatkan persentase jumlah hasil tangkapan yang akan disimpan dalam cold storage.
90
Persentase tersebut didapat dengan melakukan perbandingan antara rata-rata kapasitas ideal cold storage dengan rata-rata hasil tangkapan yang didaratkan selama kurun waktu 2005-2009. Adapun rata-rata kapasitas ideal cold storage sebesar 900 ton, sedangkan rata-rata hasil tangkapan yang didaratkan selama lima tahun terakhir adalah 9.409,1 ton per tahun. Perbandingan dari kedua variabel tersebut menghasilkan persentase sebesar 9,57%. Artinya jumlah hasil tangkapan yang akan disimpan di cold storage diduga mencapai 9,57% dari total jumlah hasil tangkapan yang akan didaratkan selama satu tahun. Persentase tersebut selanjutnya digunakan dalam menentukan besarnya jumlah hasil tangkapan yang akan disimpan di cold storage selama tahun 2011-2020. Diperkirakan hasil tangkapan yang akan disimpan dalam cold storage mengalami penurunan pada tahun 2012 mencapai 1,5% dibandingkan tahun 2011. Pada periode tahun 2013-2020 hasil tangkapan yang disimpan di cold storage diduga akan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 8,2 % per tahunnya. Berdasarkan Tabel 22, pada tahun 2020 diduga jumlah hasil tangkapan yang akan disimpan di cold storage sebesar 1.179 ton. Jumlah hasil tangkapan tersebut masih dapat ditampung dalam 2 cold storage di PPI Muara Angke yang berkapasitas sebesar 1.800 ton. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah hasil tangkapan yang akan disimpan belum melebihi kapasitas cold storage umum yang beroperasi di PPI Muara Angke. Dengan kata lain, pihak pengelola PPI Muara Angke tidak perlu menambah fasilitas cold storage, karena cold storage di PPI Muara Angke masih dapat menampung/memenuhi kebutuhan para penggunanya hingga sepuluh tahun mendatang. Berdasarkan pembahasan mengenai kebutuhan fasilitas terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke diduga terjadi penurunan dan peningkatan terhadap beragam kebutuhan tersebut. Berikut disajikan dugaan kebutuhan fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan di PPI Muara Angke selama lima tahun dan sepuluh tahun mendatang yang disajikan pada Tabel 23.
91
Tabel 23
Tahun
Dugaan kebutuhan fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke tahun 2015 dan 2020 Fasilitas Luas ruang lelang TPI Trays atau basket
2015
Es balok Cold storage Air bersih Luas ruang lelang TPI Trays atau basket
2020
Es balok Cold storage Air bersih
Satuan m2 per tahun Unit per hari Unit per tahun balok per hari balok per tahun Unit per tahun m3 per hari m3 per tahun m2 per tahun Unit per hari Unit per tahun balok per hari balok per tahun Unit per tahun m3 per hari m3 per tahun
Perkiraan kebutuhan 324,90 409 147.372 899 323.588 2 2.431,37 875.294,97 543,30 685 246.429 1.503 541.091 2 3.344,83 1.204.138,37
Keterangan: 1 tahun = 360 hari
Untuk kebutuhan luas ruang lelang, basket, pabrik es dan cold storage tidak perlu diadakan perencanaan untuk pengembangan terhadap fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan tersebut. Hal ini dikarenakan peningkatan yang akan terjadi belum melewati batas maksimum dari persediaan ataupun kapasitas ideal dari masingmasing fasilitas. Dengan kata lain PPI Muara Angke masih mampu dalam memenuhi kebutuhan terhadap fasilitas-fasilitas tersebut. Untuk kebutuhan air bersih, pihak PPI Muara Angke perlu merencanakan dan menyediakan fasilitas yang terkait dengan kebutuhan tersebut. Penyediaan fasilitas tersebut berupa pembangunan pipa saluran air yang secara langsung menghubungkan PPI Muara Angke dengan PAM. Dengan begitu pihak PPI Muara Angke dapat secara optimal menyediakan air bersih. Terpenuhinya kebutuhan air bersih dapat memperlancar aktivitas perikanan di PPI Muara Angke, terutama proses penanganan hasil tangkapan.
92
7 7.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1) Kondisi aktual fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke, yang meliputi ruang lelang TPI, basket, air bersih, es balok dan cold storage, adalah sudah terpenuhi keberadaannya baik secara fisik maupun aktivitas. 2) Kebutuhan fasilitas terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke telah mencukupi sampai tahun 2020, yaitu ruang lelang TPI seluas 543,3 m2, basket sebanyak 685 unit per hari, es balok sebanyak 1.503 balok per hari dan cold storage sebanyak 2 unit. Hanya kebutuhan air bersih sebanyak 3.344,83 m3 per hari yang fasilitasnya belum dapat mencukupi.
7.2
Saran 1) Pengelola PPI Muara Angke perlu melengkapi fasilitas air bersih, yaitu dengan membangun pipa saluran air bersih yang menghubungkan secara langsung antara PPI Muara Angke dan PAM sebagai penyedia air bersih; 2) Perlu ada pengaturan pemakaian basket supaya para penggunanya dapat menjaga dan merawat basket sehingga menjadi bersih dan tahan lama; 3) Pengelola PPI Muara Angke perlu merencanakan pengembangan terhadap TPI yang sudah ada saat ini menjadi TPI yang memiliki ruang lelang berpendingin; 4) Para pengguna TPI perlu menjaga kebersihan basket, ruang lelang dan saluran pembuangan air yang ada di TPI dan lingkungan di sekitarnya.
93
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1981. Standar Rencana Induk dan Pokok-Pokok Desain untuk Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Pertanian. Jakarta: PT. Inconeb. Anonim. 2006. Potensi Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Jakarta: UPT Pegelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta. Anonim. 2008a. Profil Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Jakarta: UPT Pegelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta. Anonim. 2008b. Jakarta Utara dalam Angka 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakara Utara. Anonim. 2008c. Laporan Tahunan PPI Muara Angke Tahun 2008. Jakarta: Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Anonim. 2009a. Jakarta Utara dalam Angka 2009. Jakarta: Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakara Utara. Anonim. 2009b. Statistik Transportasi tahun 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik Indonesia. Anonim. 2009c. Data Statistik Perikanan. Jakarta: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara. Anonim. 2009d. Laporan Tahunan PPI Muara Angke Tahun 2009. Jakarta: Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Anonim. 2009e. Pelabuhan Perikanan / Pangkalan Pendaratan Ikan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009. Jakarta: Bidang Perikanan. Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. Baharum, Z. 2010. Habiskan Miliaran Rupiah Cold Storage Belum Operasi. [terhubung tidak berkala]. www.kompasiana.com. [02 September 2010].
94
Christanti, N. 2005. Tingkat Penyediaan dan Kebutuhan Es untuk Kapal Ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hadianti, A. 2010. Kualitas Pelayanan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 193 halaman. Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid I, Teknik Pendinginan Ikan. Jakarta : CV. Paripurna. 237 halaman. Krisdiyanto, D. 2007. Analisis Efisiensi Pendaratan dan Pendistribusian Hasil Tangkapan di PPI Camplong Kabupaten Sampang Madura. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lubis, E. 2006. Buku I: Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bogor: Bagian Pelabuhan Perikanan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Mulyadi, MD. 2007. Analisis Pendaratan dan Penanganan Hasil Tangkapan dan Fasilitas Terkait di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 135 halaman. Nizam. 2008. Perbandingan harga bensin di seluruh dunia. [terhubung tidak berkala]. www. infoindonesia.wordpress.com. [08 Agustus 2008]. Pane, AB. 2008. Bahan Kuliah Teknik Perencanaan Pelabuhan perikanan: Fungsi Air (Air Tawar/Air Bersih) dan kebutuhannya di Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pane, AB. 2010. Komunikasi Pribadi. Dosen pada Bagian Kepelabuhanan dan Kebijakan Pengelolaan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Rahayu, IS. 2000. Studi Aspek Teknik Penanganan Ikan yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta. [Skripsi]. Bogor: Program Studi
95
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 72 halaman. Setiawan, H. 2006. Analisis Pendaratan dan Penanganan Hasil Tangkapan dan Hubungannya dengan Fasilitas Terkaitnya Di PPP Bajomulyo Juwana Pati. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 148 halaman. Soetopo, H. 1979. Suatu studi pendahuluan tentang penanganan hasil tangkapan ikan. [Karya ilmiah]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 79 halaman. Tasmas, MPS. 2008. Tingkat Kepuasan Pengusaha Penangkapan Ikan Terhadap Pelayanan Penyediaan Fasilitas di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 143 halaman. Wistati, A. 1997. Proses Pendaratan, Penanganan dan Distribusi Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta. [Laporan Praktek Lapangan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 64 halaman.
96
LAMPIRAN
97
Lampiran 1
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2005-2009
Produktivitas Pertumbuhan Ratarata per hari (ton) (%) (ton/hari) 9.808,4 817,4 27,2 10.693,8 891,2 73,79 9,03 29,7 9.307,9 775,7 -115,49 -12,96 25,9 6.464,7 538,7 -236,94 -30,55 18,0 10.770,5 897,5 358,82 66,60 29,9 9.409,1 784,1 20,00 8,00 26,1 Kisaran pertumbuhan 2005-2009 (%/tahun)
Produksi ikan yang Rata-rata didaratkan per bulan (ton/tahun) (ton/bulan)
Pertumbuhan (ton)
2,5 9,03 -3,8 -12,96 -7,9 -30,55 12,0 66,60 0,7 8,00 -30,55 – 66,60
Sumber: Anonim, 2009d (data diolah kembali)
Grafik perkembangan volume produksi ikan bulanan yang didaratkan di PPI Muara Angke (2005-2009)
Sumber: Anonim, 2009d (data diolah kembali)
(%)
98
Lampiran 2
Perhitungan proyeksi produksi ikan bulanan yang didaratkan di PPI Muara Angke mulai Januari 2005 sampai dengan Desember 2009
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
Tahun
2005
2006
2007
2008
x 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Yt (kg) 692.703 687.879 849.737 794.447 691.582 617.047 744.793 1.021.159 898.363 1.030.125 736.148 1.044.413 610.514 776.985 935.527 775.778 989.335 791.641 864.447 870.895 799.124 619.961 1.062.169 1.597.448 1.170.380 647.924 760.773 940.965 879.984 641.562 580.151 771.439 867.509 631.039 755.567 660.652 381.167 380.860 533.250 636.611 543.899 595.206
Mt (kg) 817.366 810.517 817.943 825.092 823.536 848.349 862.898 872.870 860.348 852.078 817.897 845.066 891.152 937.808 927.052 912.490 926.255 917.143 904.636 880.945 872.657 878.355 879.279 853.728 775.662 709.894 687.639 668.679 643.316 615.309 611.446 606.866 590.108 581.382 566.679 549.827
99
Lanjutan lampiran 2: Bulan Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
Tahun
2008
2009
x 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Yt (kg) 525.194 570.340 762.795 454.612 553.337 527.438 369.091 277.598 665.175 781.946 750.992 752.130 1.021.984 1.303.411 769.351 1.360.423 1.122.046 1.596.367
Mt (kg) 538.726 537.719 529.114 540.108 552.219 569.477 582.554 623.953 685.042 685.589 761.073 808.465 897.543 -
Sumber: Data sekunder (2010) (data diolah kembali)
Keterangan: x = waktu; Yt = volume produksi (kg); Mt = rata-rata 12 bulan (kg) Persamaan trendnya y = 0,0527 x2 – 9,6255 x + 987,2504; dengan R2 = 0,4393.
100
Lampiran 3
Tahun
2011
2012
2013
Hasil perhitungan proyeksi produksi ikan bulanan yang didaratkan di PPI Muara Angke mulai Januari 2011 sampai dengan Desember 2020
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
x 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108
Nilai proyeksi produksi (kg) 565.586 563.712 561.943 560.280 558.722 557.270 555.923 554.682 553.546 552.515 551.590 550.770 550.056 549.448 548.944 548.547 548.254 548.068 547.986 548.010 548.140 548.375 548.715 549.161 549.713 550.369 551.132 551.999 552.973 554.051 555.235 556.525 557.920 559.421 561.027 562.738
Total (kg)
6.686.540
6.583.704
6.663.103
101
Lanjutan lampiran 3: Tahun
2014
2015
2016
2017
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret
x 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147
Nilai proyeksi produksi (kg) 564.555 566.477 568.505 570.638 572.877 575.221 577.671 580.226 582.887 585.653 588.524 591.501 594.584 597.772 601.065 604.464 607.968 611.578 615.293 619.113 623.040 627.071 631.208 635.451 639.799 644.252 648.811 653.475 658.245 663.120 668.101 673.187 678.379 683.676 689.078 694.586 700.200 705.919 711.743
Total (kg)
6.924.736
7.368.605
7.994.708
102
Lanjutan lampiran 3: Tahun
2017
2018
2019
2020
Bulan April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
x 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187
Nilai proyeksi produksi (kg) 717.673 723.708 729.849 736.095 742.447 748.904 755.467 762.135 768.908 775.787 782.772 789.861 797.057 804.358 811.764 819.276 826.893 834.616 842.444 850.377 858.416 866.561 874.811 883.166 891.627 900.193 908.865 917.642 926.525 935.513 944.607 953.806 963.111 972.521 982.036 991.657 1.001.383 1.011.215 1.021.153 1.031.195
Total (kg)
8.803.047
9.793.620
10.966.428
103
Lanjutan lampiran 3: Tahun
2020
Bulan Agustus September Oktober Nopember Desember
x 188 189 190 191 192
Nilai proyeksi produksi (kg) 1.041.344 1.051.597 1.061.957 1.072.421 1.082.991
Sumber: Hasil olahan data sekunder (2010)
Total (kg)
12.321.471
104
Lampiran 4
Tahun
2005
2006
2007
Perhitungan proyeksi frekuensi kapal yang akan beraktivitas di PPI Muara Angke (Januari 2005-Desember 2009) Bulan
X
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Jumlah kapal (unit) 338 380 442 419 476 443 473 465 465 475 271 426 359 295 367 430 448 423 376 454 381* 439* 348* 361* 310 288 335 418 390 338 340 355 367 301 431 380
Ratarata (unit)
Total (unit)
423
5.073
390
4.681
354
4.253
Mt (unit) 411 432 451 455 464 464 430 420 399 365 344 375 380 393 409 426 416 415 400 397 368 349 328 342 348 354 364 368 358 340 359 367 347 323
105
Lanjutan lampiran 4: Tahun
2008
2009
Bulan
X
Jumlah kapal (unit)
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
255 248 316 369 380 309 324 355 367 301 431 380 348 348 348 264 288 260 277 263 348 256 263 348
Ratarata (unit)
Total (unit)
336
4.035
301
3.611
Mt (unit) 326 314 314 324 340 347 347 331 356 367 365 362 371 338 319 302 287 270 287 281 281 296 -
Keterangan: * = Data hasil estimasi Sumber: Data sekunder (2010) (data diolah kembali)
Keterangan: x = waktu; Yt = jumlah kapal (unit); Mt = rata-rata 5 bulan (unit) Persamaan trendnya Y = 0,0165 x2 – 3,4851 x + 448,8448 ; dengan nilai R2 = 0,7106.
106
Lampiran 5
Tahun
2011
2012
2013
Hasil perhitungan proyeksi frekuensi kapal bulanan yang akan beraktivitas di PPI Muara Angke mulai Januari 2011 sampai dengan Desember 2020 Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
X 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108
Nilai proyeksi (unit) 282 281 280 279 278 277 276 276 275 274 273 273 272 271 271 270 269 269 268 268 267 267 267 266 266 266 266 265 265 265 265 265 265 265 265 265
Rata-rata (unit)
Total (unit)
277
3.326
269
3.225
265
3.182
107
Lanjutan lampiran 5: Tahun
2014
2015
2016
2017
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret
X 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147
Nilai proyeksi (unit) 265 265 265 265 266 266 266 267 267 267 268 268 269 269 270 270 271 272 272 273 274 275 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 287 288 289 290 292 293
Rata-rata (unit)
Total (unit)
266
3.196
272
3.267
283
3.394
108
Lanjutan lampiran 5: Tahun
2017
2018
2019
2020
Bulan
X
April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186
Nilai proyeksi (unit) 294 296 297 299 300 302 303 305 307 308 310 312 314 315 317 319 321 323 325 327 329 331 333 335 338 340 342 344 347 349 351 354 356 359 361 364 366 369 371
Rata-rata (unit)
Total (unit)
298
3.579
318
3.821
343
4.120
109
Lanjutan lampiran 5: Tahun
2020
Bulan Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
X 187 188 189 190 191 192
Sumber: Hasil olahan data sekunder (2010)
Nilai proyeksi (unit) 374 377 380 382 385 388
Rata-rata (unit)
Total (unit)
373
4.476
110
Lampiran 6
Perhitungan kebutuhan luas ruang lelang di PPI Muara Angke mulai tahun 2011-2020
Kebutuhan luas ruang lelang TPI (m2)
Tahun 2011 294,9
2012 290,3
Keterangan: S = Luas ruang lelang TPI (m2); p = Daya tampung produksi (kg/m2); R = Intensitas lelang per hari (kali/hari)
2013 293,8
N α
2014 305,4
2015 324,9
2016 352,5
2017 388,2
2018 431,9
2019 483,6
= Jumlah produksi per hari (kg/hari) = Perbandingan ruang lelang dengan gedung lelang (0,217-0,394)
Dimana nilai : p
=
R
= 1 kali/hari
= 50 kg/0,2255 m2 = 221,7 kg/m2 ;
α
=
Contoh perhitungan kebutuhan luas ruang lelang TPI tahun 2011: Tahun 2011
=
= 294,9 m2
= 628,4 m2/2.212 m2 = 0,284
2020 543,3
111
Lampiran 7
Perhitungan kebutuhan basket (trays) di PPI Muara Angke mulai tahun 2011-2020
1. Perkiraan jumlah hasil tangkapan yang akan didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2011-2020 Jumlah hasil tangkapan per hari kg/hari ton/hari
Tahun 2011 18.574,0 18,6
2012 18.288,0 18,3
2013 18.509,0 18,5
2014 19.235,0 19,2
2015 20.468,0 20,5
2016 22.208,0 22,2
2017 24.453,0 24,5
2018 27.204,0 27,2
2019 30.462,0 30,5
2020 34.226,0 34,2
2017 489 176.061
2018 544 195.872
2019 609 219.329
2020 685 246.429
2. Perkiraan kebutuhan basket di PPI Muara Angke tahun 2011-2020 Jumlah kebutuhan basket Unit/hari Unit/tahun
Tahun 2011 371 133.731
; Dimana: JKB KB
2012 366 131.674
2013 370 133.262
2014 385 138.495
2015 409 147.372
= jumlah kebutuhan basket (unit/hari); JHT = kapasitas basket (kg/unit)
Contoh perhitungan kebutuhan basket di PPI Muara Angke tahun 2011:
JKB2011 =
=
= 371 unit/hari = 133.731 unit/tahun
2016 444 159.894
= jumlah hasil tangkapan per hari (kg/hari);
112
Lampiran 8
Kelompok armada 1. Kapal angkutan 2. KM GT
30
3. KM > 30 GT a. Subjumlah air untuk melaut kapal
Perhitungan kebutuhan air bersih di PPI Muara Angke mulai tahun 2011-2020
Kebutuhan air seluruh armada menurut tahun rancangan 2014 2015 2016 2017
Standar kebutuhan 50 liter/orang/ hari 50 liter/orang/ hari 50 liter/orang/ hari liter per hari
239.032,0
231.822,0
228.711,0
229.698
234.784,0
243.969,0
257.252,0
274.634,0
296.114,0
321.693,0
1.461.627,0
1.417.540,0
1.398.516,0
1.404.554,0
1.435.653,0
1.491.815,0
1.573.039,0
1.679.325,0
1.810.673,0
1.967.083,0
716.222,0
694.619,0
685.297,0
688.255,0
703.495,0
731.015,0
770.816,0
822.898,0
887.261,0
963.904,0
2.416.881,0
2.343.981,0
2.312.523,0
2.322.507,0
2.373.932,0
2.466.799,0
2.601.107,0
2.776.856,0
2.994.047,0
3.252.680,0
m3 per hari
2.416,9
2.344,0
2.312,5
2.322,5
2.373,9
2.466,8
2.601,1
2.776,9
2.994,0
3.252,7
Pemakaian 1. Membersihkan hasil tangkapan 2. Membersihkan palka kapal 3. Membersihkan lantai lelang TPI
2011
Standar kebutuhan
2012
2011
2013
2012
2018
Kebutuhan air bersih menurut tahun rancangan (liter per hari) 2013 2014 2015 2016 2017 2018
2019
2019
2020
2020
0,2 liter/kg
10,3
10,2
10,3
10,7
11,4
12,3
13,6
15,1
16,9
19,0
20 liter/m3
4.619,0
4.480,0
4.420,0
4.439,0
4.537,0
4.714,0
4.971,0
5.307,0
5.722,0
6.216,0
6 liter/m2/hari
3.770,4
3.770,4
3.770,4
3.770,4
3.770,4
3.770,4
3.770,4
3.770,4
3.770,4
3.770,4
113
Lanjutan lampiran 8: Pemakaian
Standar kebutuhan
4. Kebutuhan 2 liter/kg pabrik es es/hari balok b. Subjumlah kebutuhan air bukan untuk melaut (liter per hari) Total jumlah kebutuhan air bersih m3 per hari (a + b) Total jumlah kebutuhan air bersih m3 per tahun
Kebutuhan air bersih menurut tahun rancangan (liter per hari) 2013 2014 2015 2016 2017 2018
2011
2012
2019
2020
44.577,0
43.891,0
44.421,0
46.165,0
49.124,0
53.298,0
58.687,0
65.291,0
73.110,0
82.143,0
52.976,6
52.151,6
52.620,9
54.384,6
57.442,7
61.795,2
67.442,0
74.383,2
82.618,9
92.148,8
2.469,9
2.396,1
2.365,1
2.376, 9
2.431,4
2.528,6
2.668,6
2.851,2
3.076,7
3.344,8
889.148,6
862.607,9
851.451,9
855.681,0
875.294,9
910.293,8
960.677,6 1.026.446,3 1.107.599,9 1.204.138,4
Contoh perhitungan untuk kebutuhan air bersih tahun 2011: a. Kebutuhan air bersih untuk melaut (m3 per hari): a.1 a.1.1 Kebutuhan untuk kapal angkutan = (765 x 60 x 5 x (1 + 0,5) x 5 x 50) liter/tahun = 86.051.411 liter/tahun = 86.051,4 m3/tahun a.1.2 Kebutuhan untuk KM 30 GT KM purse seine = (206 x 30 x 33 x (1 + 0,5) x 10 x 50) liter/tahun = 153.096.684 liter/tahun = 153.096,7 m3/tahun KM selain purse seine = (1.842 x 15 x 9 x (1 + 0,5) x 20 x 50) liter/tahun = 373.088.988 liter/tahun = 373.089 m3/tahun a.1.3 Kebutuhan untuk KM > 30 GT KM purse seine = (243 x 30 x 33 x (1 + 0,5) x 10 x 50) liter/tahun = 180.258.999 liter/tahun = 180.259 m3/tahun KM selain purse seine = (269 x 8 x 12 x (1 + 0,5) x 40 +50) liter/tahun = 77.580.959 liter/tahun = 77.581 m3/tahun
114
Lanjutan lampiran 8: a.2 KAM = SJA/360 a.2.1 Kebutuhan untuk kapal angkutan = (86.051.411/360) liter/hari = 239.032 liter/hari = 239,0 m3/hari a.2.2 Kebutuhan untuk KM 30 GT KM purse seine = (153.096.684/360) liter/hari = 425.269 liter/hari = 425,3 m3/hari KM selain purse seine = (373.088.988/360) liter/hari = 1.036.358 liter/hari = 1.036,4 m3/hari a.2.3 Kebutuhan untuk KM > 30 GT KM purse seine = (180.258.999/360) liter/hari = 500.719 liter/hari = 500,7 m3/hari KM selain purse seine = (77.580.959/360) liter/hari = 215.503 liter/hari = 215,5 m3/hari b. Kebutuhan air bersih bukan untuk melaut: b.1 Membersihkan hasil tangkapan KAI = β x (KP x P) = = (0,2 x 9 x 5,6) liter/hari = 10,32 liter/hari = 0,010 m3/hari b.2 Membersihkan palka kapal KAP = γ x KP x VP = = (20 x 9 x 25) liter/hari = 4.619 liter/hari = 4,6 m3/hari b.3 Membersihkan lantai lelang TPI KAL = P x FKL x L = (1 x 6 x 628,4) liter/hari = 3.770,4 liter/hari = 3,8 m3/hari b.4 Kebutuhan pabrik es balok b.4.1 Kapasitas pabrik es per hari = (2 x 18,6) ton/hari = 37,15 ton/hari b.4.2 Kebutuhan air bersih untuk pabrik es KAE = σ x 1.000 K = (1,2 x 1.000 x 37,15) = 44.577 liter/hari = 44,6 m3/hari Total kebutuhan air bersih = (a + b) = 2.416.881,0 + 52.976,6 = 2.469.857,30 liter/hari = 2.469,86 m3/hari Keterangan: Keterangan rumus dapat dilihat pada subbab 2.3
115
Lampiran 9 Macam kebutuhan Kebutuhan es untuk melaut Kebutuhan es untuk penanganan ikan di TPI Kebutuhan es untuk distribusi ikan Total kebutuhan es balok per hari
Total kebutuhan es balok per tahun
Perhitungan kebutuhan es balok di PPI Muara Angke mulai tahun 2011-2020 2011
2012
Kebutuhan es balok seluruh armada menurut tahun rancangan (kg/hari) 2013 2014 2015 2016 2017 2018
2019
2020
28.453,0
28.015,0
28.353,0
29.467,0
31.355,0
34.020,0
37.459,0
41.675,0
46.665,0
52.431,0
1 kg hasil tangkapan = 0,5 kg es
4.742,0
4.669,0
4.726,0
4.911,0
5.226,0
5.670,0
6.243,0
6.946,0
7.778,0
8.739,0
1 kg hasil tangkapan = 0,8 kg es
7.587,0
7.471,0
7.561,0
7.858,0
8.361,0
9.072,0
9.989,0
11.113,0
12.444,0
13.982,0
40.783,0
40.156,0
40.640,0
42.236,0
44.943,0
48.762,0
53.692,0
59.734,0
66.887,0
75.152,0
40,8
40,2
40,6
42,2
44,9
48,8
53,7
59,7
66,9
75,2
Standar kebutuhan 1 kg hasil tangkapan = 3 kg es
kg per hari ton per hari balok per hari kg per tahun ton per tahun balok per tahun
816
803
813
845
899
975
1.074
1.195
1.338
1.503
14.681.796,0
14.455.996,0
14.630.334,0
15.204.809,0
16.179.422,0
17.554.172,0
19.329.060,0
21.504.085,0
24.079.247,0
27.054.547,0
14.682,0
14.456,0
14.630,0
15.205,0
16.179,0
17.554,0
19.329,0
21.504,0
24.079,0
27.055,0
293.636
289.120
292.607
304.096
323.588
351.083
386.581
430.082
481.585
541.091
116
Lanjutan lampiran 9: Contoh perhitungan untuk kebutuhan es balok tahun 2011: a. Kebutuhan untuk melaut (ton per hari) = (9.484* x 3) = 28.453 kg/hari = 28,5 ton/hari = 569 balok es/hari b. Kebutuhan es balok untuk penanganan hasil tangkapan di TPI (ton per hari) = (9.484* x 0,5) = 4.742 kg/hari = 4,7 ton/hari = 95 balok es/hari c. Kebutuhan es balok untuk pendistribusian hasil tangkapan (ton per hari) = (9.484* x 0,8) = 7.587 kg/hari = 7,6 ton/hari = 152 balok es/hari Kebutuhan total = (a + b + c) = (28.453 + 4.742 + 7.587) kg/hari = 40.783 kg/hari = 40,8 ton/hari = 816 balok/hari Keterangan: - Keterangan rumus dapat dilihat pada subbab 2.3 - Bobot balok es = 50 kg/balok es - * = Proyeksi hasil tangkapan dari kapal yang mempergunakan es dalam proses penanganan hasil tangkapan
117
Lampiran 10 Perhitungan kebutuhan cold storage di PPI Muara Angke mulai tahun 2011-2020 1.
Perkiraan jumlah hasil tangkapan yang akan didaratkan di PPI Muara Angke tahun 2011-2020
Jumlah hasil tangkapan per hari kg/tahun ton/tahun
2.
2011 6.686.540 6.687
2012 6.583.704 6.584
2013 6.663.103 6.663
2014 6.924.736 6.925
Tahun 2015 2016 7.368.605 7.994.708 7.369 7.995
2017 8.803.047 8.803
2018 9.793.620 9.794
2019 10.966.428 10.966
2017
2018
2019
2020 12.321.471 12.322
Perkiraan kebutuhan cold storage di PPI Muara Angke tahun 2011-2020 Tahun
Kebutuhan cold storage Proyeksi ht yang masuk cold storage (ton) CS Unit
2011 640,00
2012 630,00
0,36 2
2013 638,00
0,35 2
2014 663,00
0,35 2
2015 705,00
0,37 2
2016 765,00
0,39 2
842,00
0,43 2
937,00
0,47 2
1.049,00
0,52 2
2020 1.179,00
0,58 2
0,66 2
Contoh perhitungan untuk kebutuhan cold storage tahun 2011: CS2011
=
9 ,57 % PHT K CS
=
= 0,36 ≈ 2 unit
Keterangan: - Apabila hasil perhitungan kebutuhan cold storage > 1, maka 2 unit cold storage (dengan kapasitas ideal masing-masing per unit = 900 ton) yang telah tersedia di PPI Muara Angke telah menampung hasil tangkapan melebihi kapasitas idealnya, sehingga diperlukan penambahan fasilitas cold storage lagi untuk hasil yang optimal dalam menjaga kualitas hasil tangkapan.
118
Lampiran 11 Perhitungan kebutuhan fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke tahun 2009 Tahun
Fasilitas Luas ruang lelang TPI Trays atau basket
2009
Es balok Cold storage Air bersih
Satuan m per tahun Unit per hari Unit per tahun balok per hari balok per tahun Unit per tahun m3 per hari m3 per tahun 2
Perkiraan kebutuhan 474,9 598 215.410 1.314 472.981 2 2.172,6 782.134,0
Ruang lelang TPI S2009 = (10.770.514/360) / (221,7 x 1 x 0,284) = 474,9 m2 Basket (trays) JKB2009 = (10.770.514/360) / 50 = 598 unit/hari = 215.410 unit/tahun Es balok a. Kebutuhan untuk melaut (ton per hari) KEK = (15.277 x 3) = 45.832 kg/hari = 45,83 ton/hari = 917 balok es/hari b. Kebutuhan es balok untuk penanganan hasil tangkapan di TPI (ton per hari) KEP = (15.277 x 0,5) = 7.639 kg/hari = 7,64 ton/hari = 153 balok es/hari c. Kebutuhan es balok untuk pendistribusian hasil tangkapan (ton per hari) KED = (15.277 x 0,8) = 12.222 kg/hari = 12,22 ton/hari = 244 balok es/hari Kebutuhan total = (45,83 + 7,64 + 12,22) ton/hari = 65,69 ton/hari = 1.314 balok/hari = 23.649 ton/tahun = 472.981 balok/tahun Cold storage CS2009 = (9,57% x 10.770,5) / 1.800 = 0,57 ≈ 2 unit Air bersih a. Kebutuhan melaut = 2.093.004 liter/hari = 2.093,00 m3/hari b. Kebutuhan non melaut = 79.590,45 liter/hari = 79,6 m3/hari Total kebutuhan
= 2.172.594 liter/hari = 2.172,6 m3/hari =782.134,0 m3/tahun
Keterangan: -
Rumus perhitungan kebutuhan dapat dilihat pada subbab 2.3
119
Lampiran 12 Fasilitas pokok, fungsional dan penunjang di PPI Muara Angke, 2010 Kelompok fasilitas
Fasilitas Pokok
Jenis fasilitas 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 1.
Lahan Dermaga pendaratan Pemecah gelombang Kolam pelabuhan Fender Bolder Turap/tanggul penahan air pasang Saluran pembuangan air Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
2. Pasar pengecer 3. Navigasi pelayaran/lampu suar 4. Pabrik es 5. 6. 7. 8. 9. Fasilitas fungsional
Air bersih Cold storage SPBU Dock tradisional Dock diatas 30 GT dan Tempat perbaikan jaring
10. Waduk penampungan dan IPAL 11. Kantor UPT/Pengelola
12. Kantor Instansi terkait
13. Fasilitas penanganan dan pengolahan ikan
Fasilitas Penunjang
14. Alat transportasi ikan dan angkut es 15. Kios ikan bakar 1. Pos jaga/pos terpadu (trantip) 2. MCK 3. Masjid 4. Tempat pendaratan 5. Kios penunjang 6. Fasilitas IPTEK 7. Sarana kesehatan 8. Sarana pendidikan
Sumber: Data primer, 2010 Keterangan: SPBU = Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum; IPAL = Instalasi Pengolahan Air Limbah
Volume/Luas 71,71 ha 403 m / 3.402 m2 1.750 m 3 m / 63.993 m2 450 m 122 unit 1.400 m 3.900 m 2.212 m2 / 3.237 m2 800 lapak (4.000 m2); 212 lapak (1.900 m2); 70 lapak (400 m2) 3 m2 / 2 unit 2.800 m2 (lahan); 760 m2 (bangunan) 1 unit 9 unit 1.800 m2 / 1 unit 2.300 m2 / 3 unit 4 unit 500 m2 (pelabuhan); 1.800 m2 (perumahan) 288 m2 2 200 m (syahbandar); 30 m2 (Adpel tingkat 5 muara angke, syahbandar dishub, kantor kesehatan); 160 m2 (pos polisi); 120 m2 (pemadam kebakaran) 3.800 m2 / 30 unit (ekspor); 308 m2 / 22 unit (tradisional) Paket swasta 2.040 m2 / 24 unit 20 m2 / 2 unit 180 m2 / 6 unit 2 400 m dan 100 m2 / 2 unit 5.877/3 unit 65 unit 1 unit 2.260 m2/3 unit 7.028 m2/3 unit
120
Lampiran 13 Peta lokasi penelitian di PPI Muara Angke, Jakarta Utara
U
PPI Muara Angke
Teluk Jakarta
T S
B
6o 06’ 17” LS
106o 46’ 37” BT
Sumber: Microsoft Encarta Premium, 2009
121
Lampiran 14
Lay out PPI Muara Angke
U
T S
B
Sumber: UPT PKPP dan PPI Muara Angke, 2010
122
Lampiran 15 Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia tahun 2005 dan 2008 Tahun 2005
Oktober Juni
2008 Desember Sumber : Nizami (2008)
Jenis BBM
Harga awal
Premium Solar Premium Solar Premium Solar
Rp. 2.500/liter Rp. 2.100/liter Rp. 4.500/liter Rp. 4.300/liter Rp. 6.000/liter Rp. 5.500/liter
Harga setelah dinaikkan/diturunkan Rp. 4.500/liter Rp. 4.300/liter Rp. 6.000/liter Rp. 5.500/liter Rp. 5.000/liter Rp. 4.800/liter