PENG GELOLAA AN PANG GKALAN PENDAR P RATAN IK KAN BERKE ELANJUT TAN ( Studi Ka asus Pangk kalan Pendaratan Ik kan Selili Kota Sam marinda, Provinsi Kaalimantan n Timur )
A ASPIANY
SEK KOLAH PASCAS SARJANA A INST TITUT PE ERTANIA AN BOGO OR B BOGOR 2010
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 01 Oktober 1977 dari ayah
H. Amir Hasan, Z dan Ibu Hj.
Zainah. Penulis merupakan Putra keenam dari sembilan bersaudara. Pendidikan formal penulis yaitu pendidikan dasar di SD Negeri 060 Samarinda pada tahun 1982 – 1988, kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 6 Samarinda pada tahun 1989 – 1992 dan SMA Kesatuan 1993 – 1995. Dan pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Samarinda Jurusan Manajemen Perusahan dan Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2002. Sejak tahun 2008 penulis menempuh pendidikan Program Master di Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Tahun 1998 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur ditempatkan dibidang Pesisir dan PulanPulau Kecil. Dan tahun 2008 berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Timur No. SK.826.1/III.3-8839/TUUA/BKD/2008 tanggal 11 September 2008 tentang Surat Keputusan Tugas Belajar. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Pada tahun 1999 penulis menikah dengan Hj. Emilia Sukma Dewi, ST dan telah dikaruniai 1 orang anak Muhammad Sheva Asylia.
Bogor, Agustus 2010
Aspiany
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Berkelanjutan (Studi Kasus Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Bogor, Agustus 2010
Aspiany NRP. P052080281
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
Judul Rencana Penelitian : Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Berkelanjutan (Studi Kasus Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur) Nama Mahasiswa
: Aspiany
NRP
: P052080281
Disetujui: Komisi Pembimbing
Dr. Suaedi, S.Pd, M.Si Anggota
Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc Ketua
Diketahui :
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS NIP. 1960 0204 1985 03 1003
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS NIP. 1956 0404 1980 11 1002
Tanggal Ujian : 28 Juli 2010
Tanggal Lulus :
ABSTRACT ASPIANY. Sustainable fish landing place development(case study of Selili’s fish landing place, Samarinda city). Under direction of TOTOK HESTIRIANOTO and SUAEDI The purposes of this study were : 1) evaluate status of sustainability Selili’s fish landing place development; 2) analyze key factors of Selili’s fish landing place development; and 3) determine optimal scenarios of Selili’s fish landing place development. The results showed that the status of overall sustainability of Selili’s fish landing place development included in the strata of less sustainable (44,50%), with details of each index : ecological dimension 28.38% (less sustainable), economic dimension 59.55% (fairly continuous), socio-cultural dimension 60.90% (fairly continuous), infrastructure & technology dimension 42.69% (less sustainable) and legal and institutional dimension of 29.48% (less sustainable). Retrieved three elements of the key factors (three scenarios) which affect the status of sustainability Selili’s fish landing place development 1) local communities and fish landing place improvement; 2) economic and technology improvement; and 3) level of social and stability of ecological improvement. From these key factors, economic and technology improvement factor most selected by the community. This scenario included in strata of fairly continuous (52,58%). Key words: Selili’s fish landing place, sustainability, management, policy.
SURAT PERNYATAAN
Kami yang tertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa draft tesis : Nama
: Aspiany
NRP
: P052080281
Judul Tesis
: Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Berkelanjutan (Studi Kasus Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur).
Telah diperiksa dan dibaca dengan seksama dan dinyatakan layak untuk diajukan sebagai bahan ujian untuk tertutup.
Menyatakan Ketua Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Totok Hestirianoto, Msc
PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN BERKELANJUTAN ( Studi Kasus Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur )
Oleh :
ASPIANY
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Isdradjat, Msc.
RINGKASAN Aspiany. 2010. Analisis pengelolaan Kebijakan Pangkalan Pendaratan Ikan (Studi Kasus: Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur). Dibimbing oleh: Totok Hestirianoto, dan Suaedi. Pembangunan perikanan dimaksudkan untuk mempertemukan minimal dua kepentingan yaitu pemanfaatan sumberdaya alam dan memberi kesempatan kerja dan peluang berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan suatu pangkalan pendaratan ikan tidak hanya berasal dan sisi internal, tetapi juga tergantung dari perubahan-perubahan yang terjadi di luar pangkalan itu. Hal ini mengakibatkan dibutuhkannya suatu cara untuk membantu memahami proses terjadinya persoalan dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang memiliki ciri-ciri sebagai pangkalan agar pengelola mampu mengantisipasi terjadinya perubahan keadaan sosial, ekonomi dan lingkungan serta adanya perubahan di luar wilayahnya. Sejak Diterbitkannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan serta Peraturan Daerah Kota Samarinda No.20 Tahun 2006 tentang Pelelang dan Pangkalan Pendaratan Ikan Pedoman Umum Pembangunan dan Pengembangan pangkalan pendaratan ikan Selili, ada keinginan pemerintah (DKP dan Dinas Kelautan dan perikanan Kota Samarinda) untuk melaksanakan pembangunan dan pengembangan pangkalan pendaratan ikan. Namun bagaimana merumuskan arah kebijakan pengelolaan suatu pangkalan pendaratan ikan tertentu masih membutuhkan kajian yang mendalam. Salah satu kunci penentu keberhasilan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan adalah efektivitas kebijakan yang dipergunakan sebagai dasar pengelolaan pangkalan. Kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan perlu disusun dengan melibatkan berbagai pihak baik pemerintah pusat maupun daerah, nelayan, masyarakat lokal, dan lembaga swadaya masyarakat, sehingga kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan semua pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Tujuan utama penelitian adalah merumuskan arahan kebijakan yang diperlukan dalam mengelolaan pangkalan pendaratan ikan melalui suatu analisis kebijakan sehingga terwujud pembangunan pangkalan pendaratan ikan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan di pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Secara lebih spesifik dapat diuraikan ke dalam tujuan operasional sebagai berikut: (1) Menganalisis tingkat keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dari dimensi ekologi, ekonomi, sosialbudaya, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan kelembagaan; (2) Menganalisis faktor kunci pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang berkelanjutan berdasarkan faktor pengungkit keberlanjutan dan (3) Merumuskan skenario optimal dan arahan kebijakan yang diperlukan dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kondisi keberlanjutan menggunakan multi dimensional scaling, dan analisis prospektif untuk menentukan faktor kunci dan skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan di masa depan.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan analisis kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda dapat dilakukan melalui prosedur: identifikasi faktor sensitif yang mendukung pengelolaan pangkalan pendaratan ikan, menentukan status keberlanjutan, menetapkan faktor kunci pengelolaan pangkalan pendaratan ikan serta merumuskan arah kebijakan dan prioritasnya. Pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang dilakukan saat ini kurang berkelanjutan dengan indeks keberlanjutan pangkalan pendaratan ikan (IKPPI) 44,50 pada skala 0 - 100. Dari lima dimensi keberlanjutan yang dianalisis, dimensi ekonomi serta dimensi sosial budaya tergolong pada kategori cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi ekologi, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan kelembagaan tergolong kurang berkelanjutan. Faktor-faktor pengungkit yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda adalah: (a) Dimensi ekologi yaitu kesesuaian lokasi, luas lahan, sistem pemeliharaan, ketersediaan tempat pembuangan sampah perikanan, pemanfaatan limbah perikanan, tingkat kualitas air, ketersediaan instalasi pengolahan limbah perikanan. (b) Dimensi ekonomi yaitu pasar komoditas perikanan, jumlah komoditas perikanan, jumlah tenaga kerja, jumlah komoditas unggulan, tingkat ekonomi masyarakat terhadap pangkalan pendaratan ikan, tingkat ketergantung konsumen terhadap pangkalan pendaratan ikan. (c) Dimensi sosial budaya yaitu tingkat penyerapan tenaga kerja, frekuensi terjadinya konflik sosial budaya terhadap keberadaan pangkalan pendaratan ikan, tingkat pendidikan pelaku ekonomi dalam kegiatan di pangkalan pendaratan ikan, Kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan perikanan oleh pangkalan pendaratan ikan (Dinas DKP Kota Samarinda), frekuensi pelaksanaan penyuluhan dan pelatihan terkait perikanan. (d) Dimensi infrastruktur dan teknologi yaitu akses terhadap perkembangan IPTEK, teknologi pengolahan limbah, teknologi informasi harga komoditas perikanan, fasilitas fisik, monitoring lingkungan. (e) Dimensi hukum dan kelembagaan yaitu mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan pangkalan pendaratan ikan, dukungan pemerintah terhadap pengembangan pangkalan pendaratan ikan, sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, dukungan kebijakan daerah Provinsi dan Kab/Kota, kearifan lokal. Faktor kunci pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda merupakan penggabungan faktor pengungkit keberlanjutan pengelolaan pangkalan dan kemudian dianalisis menggunakan analisis prospektif. Hasil analisis diperoleh faktor kunci pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda adalah Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, Dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota, luas lahan, fasilitas fisik, pemanfaatan limbah perikanan, teknologi pengolahan limbah. Skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang optimal adalah Peningkatan ekonomi dan teknologi yaitu sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat dan optimal, dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal, luas lahan berkembang, fasilitas fisik meningkat dan optimal, pemanfaatan limbah meningkat dan optimal, teknologi pengolahan limbah berkembang. Skenario ini memberikan hasil keberlanjutan dengan nilai 52,58. Kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yaitu terwujudnya pangkalan pendaratan ikan yang berkelanjutan melalui peningkatan ekonomi dan teknologi. Secara operasional, kebijakan ini dilakukan dengan sinkronisasi
kebijakan pusat dan daerah meningkat dan optimal, dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal, luas lahan berkembang, fasilitas fisik meningkat dan optimal, pemanfaatan limbah meningkat dan optimal, teknologi pengolahan limbah berkembang.
Kata-kata kunci: pengelolaan, kebijakan, pangkalan pendaratan ikan, keberlanjutan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak-Nya Penelitian dengan Judul “Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Berkelanjutan (Studi Kasus Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka Penulisan Tesis yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS selaku Ketua dan Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc selaku Sekretaris Program S2 pada Program Studi PSL Sekolah Pascasarjana IPB 2. Bapak . Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Suaedi, S.Pd. M.Si. selaku anggota Komisi Pembimbing 3. Terima kasih juga disampaikan kepada seluruh rekan-rekan program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB Angkatan Tahun 2008 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih yang sangat mendalam penulis persembahkan kepada Istri terkasih Hj. Emilia Sukma Dewi, ST, dan Anakku Muhammad Sheva Asylia yang dengan sabar dan penuh kasih sayang mendorong dan mendukung penulis untuk menyelesaikan Tesis ini. Penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi bidang Ilmu Pengetahuan dan semua pihak….Amin
Bogor, Juli 2010
Penulis
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................
i
DAFTAR ISI ...................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
viii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ....................................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ......... .....................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................
5
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................
6
1.5. Kerangka Pemikiran ..........................................................................
6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan ................................................
10
2.2. Pengertian Pelabuhan ..........................................................................
15
2.3. Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan .............................................
16
2.4. Fasilitas Pelabuhan Perikanan .............................................................
17
2.5. Pengelolaan Pelabuhan Perikanan ......................................................
18
2.6 Pengelolaan Akitifitas Pelabuhan Perikanan ......................................
21
2.6.1 Pendaratan Hasil Tangkap Ikan ................................................
21
2.6.2 Pemasaran Ikan ..........................................................................
22
2.6.3 Pengolahan Ikan .........................................................................
23
2.6.4 Pengelolaan SDM Pelabuhan Ikan .............................................
24
2.6.5 Pengelolaan Fasilitas Pelabuhan Perikanan ...............................
25
2.8. Analisis Kebijakan ..............................................................................
28
2.9. Hasil Penelitian Terdahulu ..................................................................
31
ii
III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian.. ...............................................................................
32
3.2. Jenis dan Sumber Data ........................................................................
33
3.3. Teknik Penentuan Responden ............................................................
33
3.4. Metode Analisis Data .........................................................................
34
3.4.1 Analisis Keberlanjutan (Multidimensional Scaling/MDS) ........
34
3.4.2 Analisis Prospektif .....................................................................
43
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Fisik Wilayah ........................................................................
47
4.1.1 Administrasi .............................................................................
47
4.1.2 Kondisi Fisik Wilayah Topografi ..............................................
49
4.1.3 Jenis Tanah ................................................................................
49
4.1.4 Kondisi Geologi.........................................................................
50
4.1.5 Hidrologi....................................................................................
51
4.2. Kependudukan dan Sosial Ekonomi ...................................................
51
4.2.1 Jumlah Penduduk.......................................................................
51
4.2.2 Kepadatan Penduduk .................................................................
53
4.2.3 Penyebaran Penduduk................................................................
54
4.2.4 Tenaga Kerja dan Mata Pencarian Pengangguran .....................
55
4.2.5 Agama........................................................................................
59
4.3. Sumberdaya Perikanan .......................................................................
59
4.3.1 Produksi Perikanan ....................................................................
59
4.3.2 Alat Tangkap .............................................................................
61
4.3.3 Jenis dan Lokasi Pengolahan Hasil Perikanan ..........................
61
4.4. Sosial Ekonomi Nelayan .. ..................................................................
62
4.4.1 Jumlah Nelayan .........................................................................
62
4.4.2 Penghasilan Nelayan..................................................................
63
4.5. Gambaran Umum Kegiatan Pangkalan Pendaratan Ikan Selili...........
63
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Status Keberlanjutan Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan .........
65
5.1.1. Dimensi Ekologi .......................................................................
67
5.1.2. Dimensi Ekonomi .....................................................................
69
5.1.3. Dimensi Sosial Budaya.............................................................
70
iii
5.1.4. Dimensi Infrastruktur dan Teknologi .......................................
72
5.1.5. Dimensi Hukum dan Kelembagaan ..........................................
73
5.2. Analisis Prospektif Keberlanjutan Kawasan ......................................
74
5.3. Skenario Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan ...........................
77
5.4. Arah Kebijakan Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda.............................................................................................
81
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ........................................................................................
88
6.2. Saran...................................................................................................
89
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
91
LAMPIRAN ....................................................................................................
95
iv
DAFTAR TABEL
Halaman 1.
Fasilitas pelabuhan perikanan menurut kriteria dan jenis fasilitas ...........
25
2.
Kategori status keberlanjutan pangkalan pendaratan ikan ........................
39
3.
Pedoman penilaian prospektif dalam pengelolan pangkalan pendaratan ikan ............................................................................................................
4.
44
Pengaruh langsung antar faktor dalam pengelolan pangkalan pendaratan ikan ............................................................................................................
45
5.
Topografi Kota Samarinda ........................................................................
49
6.
Luas masing-masing Jenis Tanah di Wilayah Kota Samarinda ................
50
7.
Luas masing-masing Formasi Geologi di Wilayah Kota Samarinda ........
51
8.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran .............
55
9.
Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin ..
56
10. Banyak alat penangkapan ikan di perairan umum Kota Samarinda .........
60
11. Banyak alat penangkapan ikan laut Kota Samarinda Tahun 2009............
61
12. Jumlah Nelayan PPI Selili 5 (Lima) Tahun Terakhir ...............................
62
13. Perkembangan Penghasilan Nelayan (2008 – 2009).................................
63
14. Penilaian dimensi status keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda .......................................................................
65
15. Perbandingan nilai Indeks IKPPI dengan analisis Monte Carlo ...............
66
16. Hasil analisis Pangkalan Pendaratan Ikan pada nilai stress dan koofisien determinan ................................................................................................
67
17. Faktor – faktor kunci yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. .......................................................................
75
18. Prospektif faktor kunci dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda. ..............................................................................
77
19. Incompatible faktor kunci dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda ...............................................................................
78
20. Definisi masing-masing strategi skenario .................................................
79
21. Hasil penentuan bobot skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda. ..............................................................................
v
80
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.
Kerangka Pemikiran Penelitian .................................................................
9
2.
Bagan struktur organisasi PPI ...................................................................
25
3.
Peta Lokasi Penelitian ...............................................................................
32
4.
Tahapan analisis keberlanjutan menggunakan MDS ................................
35
5.
Skala Ilustrasi indeks keberlanjutan pengelolan pangkalan pendaratan ikan sebesar 50% (Berkelanjutan).............................................................
6.
Ilustrasi indeks keberlanjutan setiap dimensi pengelolan pangkalan pendaratan ikan. ........................................................................................
7.
39
42
Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem (Godet, 1999) .........................................................................................................
44
8.
Peta Kota Samarinda .................................................................................
47
9.
Jumlah Penduduk menurut masing-masing Kecamatan ...........................
53
10. Kepadatan Penduduk Masing-masing Kecamatan ....................................
53
11. Penyebaran penduduk Kota Samarinda ....................................................
54
12. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia Pendidikan ..............
56
13. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia Tenaga Kerja ..........
57
14. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...........................
58
15. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian..............................
58
16. Banyak Penduduk Pemeluk Agama Survey..............................................
59
17. Data Perkembangan Produksi Perikanan Darat dan Laut ........................
60
18. Data Produksi Ikan Darat………………………………………………..
60
19. Saluran Pemasaran Hasil Perikanan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) ..........................................................................................................
64
20. Diagram layang (kite diagram) indeks tingkat keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan ...................................................
66
21. Peran masing-masing elemen aspek ekologi dalam bentuk nilai Root Mean Square (RMS) .................................................................................
68
22. Peran masing-masing elemen aspek ekonomi dalam bentuk nilai Root Mean Square (RMS) .................................................................................
vi
69
23. Peran masing-masing elemen aspek sosial budaya dalam bentuk nilai Root Mean Square (RMS).........................................................................
71
24. Peran masing-masing elemen infrastruktur dan teknologi dalam bentuk nilai Root Mean Square (RMS) ................................................................
72
25. Peran masing-masing elemen aspek hukum dan kelembagan dalam bentuk nilai Root Mean Square (RMS).....................................................
73
26. Analisis kepentingan antar faktor yang sensitif pada perencanaan pengelolaan keberlanjutan Pangkalan Pendaratan Ikan ...........................
vii
76
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1.
Kuisioner
Pengelolaan
Pangkalan
Pendaratan
Ikan
Selili
Berkelanjutan ............................................................................................
95
2.
Hasil analisis MDS.................................................................................... 103
3.
Perubahan Skor Atribut faktor untuk skenario terpilih ............................. 106
4.
Foto Kegiatan di Pangkalan pendaratan ikan Selili .................................. 109
5.
Desain Rancangan Pembangunan dan Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Selili Berkelanjutan .............................................. 111
viii
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional mempunyai tujuan antara lain untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan nelayan. Pembangunan perikanan dapat terlaksanakan dengan pengelolaan perikanan yang optimal. Dalam Undang–Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan disebutkan bahwa pengelolaan perikanan harus dapat mendukung
kesejahteraan
nelayan,
menciptakan
kesempatan
kerja,
mengoptimalkan dan menjaga kelestarian stok sumberdaya ikan. Perikanan merupakan usaha manusia dalam memanfaatkan sumberdaya ikan sebagai suatu kegiatan usaha atau kegiatan ekonomi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Lubis (2006), bahwa salah satu hal yang mendasari pengembangan pelabuhan
perikanan
adalah
adanya
potensi
sumberdaya
ikan
yang
memungkinkan bias dikembangan tingkat kegiatan perikanannya. Manusia dalam memanfaatkan
sumberdaya
ikan
membutuhkan
modal,
teknologi,
dan
keterampilan. Sementara dalam memanfaatkan sumberdaya ikan manusia membutuhkan perencanaan kegiatan penangkapan, penyediaan sarana dan prasarana,
pengembangan
pasca
panen,
pengolahan
serta
pemasaran
(Nikijuluw, 2002). Salah satu sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pembangunan perikanan adalah ketersediaan pelabuhan perikanan. Tersedianya prasarana pelabuhan perikanan mempunyai arti yang sangat penting dalam usaha menunjang pembangunan perikanan sebagai basis perikanan tangkap. Hal tersebut dikarenakan pelabuhan perikanan merupakan tempat pendaratan, pengolahan, pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan, yang mana merupakan pusat kegiatan peningkatan ekonomi masyarakat nelayan dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran ( Lubis, 2002). Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur (2009), Kota Samarinda luas perairan sungai 149.227 km² dengan panjang 920 Km, Produksi tahun (2008) bahwa potensi sumberdaya ikan di Kalirnantan Timur diperkirakan berjumlah 187.225,3 ton per tahun terdiri dari hasil tangkapan di perairan laut 92.175,2 ton, hasil tangkapan di perairan umum 34.687,1 ton, hasil
2
budidaya di tambak 28.194,7 ton dan hasil budidaya di kolam dan karamba di air tawar 2.119,9 ton. Sedangkan pada tahun (2009) total produksi yang didaraatkan 7.497.000/kg dengan nilai 106.668.270.000, Sedangkan menurut Kantor Perikanan Kota Samarinda (2008), produksi ikan di Samaninda untuk ikan laut sebesar 6.537,0 ton, ikan darat sebesar 2.472,5 ton. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Selili berlokasi di Kota Samarinda merupakan sentral pemasaran produksi perikanan baik yang berasal dan hasil perikanan laut maupun perikanan darat. Pangkalan pendaratan ikan Selili ini mendapat pasokan ikan dari luar Kota Samarinda bahkan dan luar propinsi Kalimantan Timur terutama untuk ikan laut berasal dari Sulawesi Selatan, Sulawesi tengah dan Pulau Jawa. Masalah yang dihadapi PPI adalah: 1) lokasi pangkalan pendaratan ikan berada dipermukiman penduduk yang mayoritas bukan nelayan, 2) lahan pangkalan pendaratan ikan pada umumnya termasuk kategori lahan kurang luas, 3) kurangnya perhatian terhadap pangkalan pendaratan ikan dan lingkungan, 4) pangkalan pendaratan ikan hanya pada aspek produksi kurang dikaitkan dengan sistem agribisnis secara utuh, 4) kurangnya informasi pasar, teknologi pengolahan hasil perikanan dan teknologi pengolahan limbah, 5) sarana dan prasarana pangkalan pendaratan ikan yang sangat terbatas, 6) lambatnya proses akuiturasi dan kadangkala terjadi konflik dengan masyarakat setempat, 7) rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan kapasitas kelembagaan, 8) pelaksanaan pangkalan pendaratan ikan kurang mendapat perhatian dari para pengambil keputusan, dan 9) tata kepemerintahan yang belum mapan (DKP, 2005). Terkait dengan rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan kapasitas kelembagaan, permasalahan pangkalan pendaratan ikan yang menjadi kendala adalah: (a) belum adanya pengelolaan di tingkat satuan pangkalan pendaratan ikan yang terpadu, (b) lemahnya kerjasama lintas sektor yang mengakibatkan proses pembinaan dan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan tidak efektif dan efisien, proses penyusunan berbagai program pembangunan yang bersifat sektoral dan top down, (c) kesinambungan program menangani pangkalan pendaratan ikan dari pemerintah daerah tidak berjalan dengan baik dan tidak berkelanjutan. Secara umum SDM pengelolaan pelabuhan perikanan untuk klasifikasikan pangkalan
3
pendaratan ikan terdiri dari atas Kepala PPI, sub bagian tata usaha, bagian pelelangan ikan, bagian fasilitas pendaratan dan sarana prasarana pemukiman nelayan (Lubis, 2006). Berbagai masalah tersebut menyebabkan pangkalan pendaratan ikan digolongkan lambat tumbuh. Selanjutnya dinyatakan bahwa dari sejumlah pelabuhan perikanan yang telah dibangun, 60 % belum berfungsi secara optimal, untuk itu perlu dilakukan pengelolaan yang baik agar pelabuhan perikanan yang ada berfungsi secara optimal menampung, mengolah dan mendistribusikan produksi perikanan yang mana merupakan pusat kegiatan peningkatan ekonomi masyarakat
nelayan
dari
aspek
produksi,
pengolahan
dan
pemasaran
(Lubis, 2002). Di era otonomi daerah dan desentralisasi yang sedang berlangsung di Indonesia juga terdapat tantangan lain. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan
Daerah
Provinsi,
dan
Pemerintahan
Daerah
Kabupaten/Kota, serta Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, akan menempatkan suatu mekanisme pengelolaan multi level dan multi stakeholders serta multi dimensi. Saragih dan Sipayung (2002) menyatakan bahwa dalam melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan akan terjadi benturan antara kepentingan pembangunan dan aspek sosial, ekonomi, dengan pelestarian lingkungan. Benturan antara ketiga aspek kepentingan tersebut akan menimbulkan dampak positif maupun negatif. Keberhasilan suatu pengelolaan pangkalan pendaratan ikan ditentukan oleh kemampuan pengelola untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
pangkalan
pendaratan
ikan
dalam
mengatasi
kekurangan
dan
memanfaatkan kelebihan yang dimilikinya secara efektif dan efisien. Sebagai upaya untuk mendapatkan solusi optimal terhadap dampak yang ditimbulkan maka perlu diterapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dalam pelaksanaan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan akan memberikan manfaat yang optimal bagi semua
4
pihak yang berkepentingan, sehingga pelaksanaan program pembangunan pangkalan pendaratan ikan pada masa yang akan datang dapat terjamin keberlanjutannya. Menurut Djajadiningrat (2001), suatu pembangunan dikatakan berbasis
lingkungan,
jika
dalam
pelaksanaannya
menerapkan
konsep
pembangunan berkelanjutan. Implementasi konsep pembangunan berkelanjutan telah diterapkan pada banyak negara dan oleh berbagai lembaga dengan mengembangkan indikator keberlanjutan antara lain: Centre for International Forest Research (CIFOR) mengembangkan
sistem
pembangunan
kehutanan
berkelanjutan
dengan
mengintegrasikan aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Charles (2001) mengembangkan sistem pembangunan perikanan berkelanjutan dengan memadukan keberlanjutan ekologi, keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial, dan keberlanjutan kelembagaan. Food and Agricultural Organization (FAO) mengembangkan indikator keberlanjutan untuk pembangunan wilayah pesisir berdasarkan aspek ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, teknologi, dan pertahanan keamanan. Commision on Sustainable Development menyusun indikator pembangunan berkelanjutan ke dalam empat kategori yaitu sosial, ekonomi, lingkungan, dan kelembagaan (OECD, 1993; DSD, 2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi pangkalan pendaratan ikan tidak hanya berasal dan sisi internal (dari dalam pangkalan pendaratan ikan sendiri), tetapi juga tergantung dari perubahan-perubahan yang terjadi di luar pangkalan pendaratan ikan itu akibat interaksi dengan kawasan yang terluas dan atau pusat pertumbuhan di sekitarnya serta perubahan kepentingan stakeholder. Hal ini membutuhkan suatu perencanaan yang tepat dan berorientasi jangka panjang agar pengelola mampu mengantisipasi ter adinya perubahan keadaan sosial, ekonomi dan lingkungan serta adanya perubahan di luar pangkalan pendaratan ikan. Kompleksitas permasalahan pangkalan pendaratan ikan pada dasarnya disebabkan oleh permasalahan kebijakan yang dalam proses analisis kebijakan belum memperhatikan aspirasi stakeholder dan berbagai aspek keberlanjutan pembangunan pangkalan pendaratan ikan serta faktor kunci yang mempercepat pengelolaan pangkalan pendaratan ikan secara lokal spesifik. Dengan demikian diperlukan penelitian tentang bagaimana pengelolaan analisis kebijakan
5
pengelolaan
pangkalan pendaratan ikan berkelanjutan. Pengelolaan ini
diharapkan dapat menjawab permasalahan kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan saat ini, yakni sistem pengembangan pangkalan pendaratan ikan belum terpadu, belum mempertimbangkan kebijakannya, belum melibatkan seluruh stakeholder, dan tidak sepenuhnya menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Salah satu kunci penentu keberhasilan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan adalah efektivitas kebijakan yang dipergunakan sebagai dasar pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan perlu disusun dengan melibatkan berbagai pihak baik pemerintah pusat maupun daerah, masyarakat nelayan, masyarakat lokal, dan lembaga swadaya masyarakat, sehingga kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan semua pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Melalui penelitian ini, diharapkan dihasilkan arahan kebijakan strategis yang dapat mengakomodir berbagai kepentingan yang berbeda dan permasalahan yang kompleks secara optimal dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan.
1.2 Rumusan Masalah Melihat permasalahan yang berkaitan dengan pengelolan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda secara berkelanjutan maka rumusan masalah yang timbul adalah . 1.
Bagaimana status berkelanjutan dalam pengelolan pangkalan pendaratan ikan Silili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur.
2.
Bagaimana faktor–faktor
pengungkit pengelolaan pangkalan pendaratan
ikan. 3.
Bagaimana skenario optimal dalam pengelolan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda secara berkelanjutan.
1.3 Tujuan Penelitian 1.
Mengkaji status berkelanjutan dalam pengelolan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur.
2.
Menganalisis faktor–faktor pengungkit pengelolaan pangkalan pendaratan ikan.
6
3.
Merekomendasikan skenario optimal dalam pengelolan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda secara berkelanjutan.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1.
Ilmu pengetahuan dalam bidang aplikasi pengembangan pengelolaan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, agar dapat membantu dalam menyelesaikan
permasalahan
pengelolaan
khususnya
di
pengelolaan
pangkalan pendaratan ikan. 2.
Semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan agar dapat mengambil keputusan dengan hasil yang lebih baik.
3.
Pemerintah baik tingkat daerah maupun pusat sebagai acuan dalam menyusun kebijakan pangkalan pendaratan ikan.
1.5 Kerangka Pemikiran Pangkalan pendaratan ikan perlu dikelola dengan baik agar tujuan pembangunan yang telah ditetapkan. Pada konsep pembangunan berkelanjutan tujuan ekonominya adalah dengan meningkatkan pendapatan nelayan dan masyarakat lokal, tujuan sosialnya adalah mencegah terjadinya konflik dan kesenjangan dan menciptakan keadilan dalam masyarakat, dan tujuan aspek lingkungan adalah menjaga keanekaragaman hayati, konservasi lahan dan air, aplikasi dan inovasi teknologi tepat guna dan berfungsinya kelembagaan. Tujuantujuan tersebut dicapai jika semua stakeholder yang terlibat dapat bersinergi secara optimal setiap langkah dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Kondisi pengelolaan pangkalan pendaratan saat ini merupakan hasil dari pengelolaan yang telah dilakukan sebelumnya. Pengelolaan pangkalan pendaratan ikan didasarkan pada berbagai kebijakan pembangunan yang ditetapkan baik dari pemerintah maupun pemerintah daerah secara kontinu. Berdasarkan hasil pemantauan dan laporan berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak pengelolaan pangkalan pendaratan ikan saat ini relatif belum berkembang secara optimal. Hal ini merupakan permasalahan yang perlu dikaji lebih lanjut terkait
7
dengan keberlanjutan pembangunan. Prinsip pembangunan berkelanjutan menjadi relevan untuk diterapkan agar dapat memberikan solusi optimal terhadap konflik antara kepentingan pembangunan dengan pelestarian lingkungan hidup. Keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dapat diketahui dan indikator pembangunan berkelanjutan yang mencakup berbagai aspek. Pada penelitian indikator yang digunakan mencakup lima dimensi yaitu ekologi, ekonomi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan kelembagaan. Dimensi teknologi digunakan karena pengelolaan pangkalan pendaratan ikan berbasis yang pada umumnya masih dengan cara-cara tradisional. Pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dalam pengembangan perikanan dan usaha lainnya
memerlukan penerapan teknologi untuk mencapai tingkat
perkembangan yang diinginkan. Dimensi
kelembagaan digunakan karena
pangkalan pendaratan ikan dapat dijadikan acuan norma khususnya terkait dengan keragaman budaya dan perilaku masyarakatnya. Hal ini pula berkaitan dengan hukum dan kelembagaan yang telah mendominasi perkembangan dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan infrastruktur dan teknologi. Kelima dimensi tersebut secara simultan akan mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Masing-masing dimensi tersebut memiliki atribut dan kriteria tersendiri yang mencerminkan pengaruh terhadap keberlanjutan dimensi yang bersangkutan. Berbagai atribut serta kriteria yang digunakan ditentukan berdasarkan preferensi para pakar dan stakeholder. Untuk menilai (assessment) keberlanjutan dan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan saat ini dilakukan dengan menggunakan metode multi variable non parametrik yang disebut multidimensional scalling (MDS). Analisis MDS hanya memberikan gambaran kondisi serta faktor-faktor sensitif yang disebut faktor-faktor pengungkit pengelolaan pangkalan pendaratan ikan sesaat atau semacam “Potret” sesaat. Jika penilaian menghasilkan indek keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan (IKPPI) termasuk dalam kategori berkelanjutan maka hal tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan pangkalan pendaratan ikan aktual telah dilaksanakan secara baik dan benar yang dilandasi, diarahkan dan diatur oleh
8
kebijakan yang baik dan benar, dengan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Bagaimanapun proses yang dilalui dalam menghasilkan kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan tersebut tidak perlu dipersoalkan, karena pada kenyataannya kebijakan tersebut telah menghasilkan kondisi pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang berkelanjutan. Langkah selanjutnya adalah memberikan rekomendasi agar kebijakan yang ada terus digunakan dan memberikan penguatan pada faktor- faktor pengungkit utama atau faktor kunci yang telah teridentifikasi mampu memberikan pengaruh besar agar tingkat keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dapat terus meningkat. Jika penilaian menghasilkan IKPPI termasuk dalam katagori belum berkelanjutan, maka perlu dikenali permasalahan yang ada di dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Faktor-faktor kunci pengelolaan pangkalan pendaratan ikan merupakan masukan dalam penyusunan skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili. Penyusunan skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan perlu melibatkan semua pihak stakeholder dan pakar. Skenario ini diharapkan memberikan gambaran masa depan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan kaitan dengan keberlanjutan dimensi-dimensi yang dikaji. Skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dapat disimulasikan untuk melihat kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi pada masa depan dengan menggunakan analisis prospektif. Hasil analisis prospektif pengelolaan pangkalan pendaratan ikan berkelanjutan tersebut akan menghasilkan alternatif skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan pada masa datang beserta arahan kebijakan. Hasil analisis yang dibangun dengan berbagai intervensi (alternatif skenario) dapat digunakan untuk memprediksi kebijakan yang memberikan kinerja paling optimal sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Skenario optimal yang dihasilkan merupakan gambaran masa depan yang akan diwujudkan oleh sistem. Selanjutnya, intervensi yang dapat memberikan kinerja paling optimal dalam mencapai tujuan sistem merupakan rekomendasi arahan kebijakan yang dapat disarankan untuk diadopsi oleh semua pihak yang berkepentingan dalam sistem untuk diimplementasikan dengan memperhatikan kemampuan
9
sumberdaya yang dimiliki oleh sistem tersebut. Secara skematis, kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Kebijakan Pengelolaan PPI yang ada
Kondisi PPI Selili Saat Ini
Indikotor Keberlanjutan
Rekomendasi Pengelolan PPI Berkelanjutan
Ya
Status Berkelanjutan Pengelolaan PPI
Tidak
Berkelanjutan
Skenario Pengelolaan PPI
Faktor - Foktor Pengungkit Pengelolaan PPI
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pembangunan Berkelanjutan Konsep pembangunan berkelanjutan akhir-akhir ini menjadi suatu konsep pembangunan yang diterima oleh semua negara di dunia untuk mengelola sumberdaya alam agar tidak mengalami kehancuran dan kepunahan. Konsep berlaku untuk seluruh sektor pembangunan termasuk pembangunan sektor perikanan. Konsep pembangunan berkelanjutan bersifat multidisiplin karena banyak aspek pembangunan yang harus dipertimbangkan, antara lain aspek ekologi, ekonomi, sosial-budaya, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan kelembagaan. Walaupun banyak pendapat ahli yang lain memberikan persyaratan pembangunan berkelanjutan dengan aspek-aspek yang hampir sama tetapi dengan cara dan pendekatan yang berbeda. Secara prinsip, pembangunan berkelanjutan merupakan upaya terpadu dan terorganisasikan untuk mengembangkan kualitas hidup secara berkelanjutan, dengan
cara
mengatur
penyediaan,
pengembangan,
pemanfaatan,
dan
pemeliharaan sumberdaya secara berkelanjutan dengan prasyarat terselenggaranya suatu sistem kepemerintahan yang baik (good governance). Pembangunan berkelanjutan juga diartikan sebagai pemaduan tujuan sosial, ekonomi, dan ekologi. Walaupun secara konseptual pemaduan ini masuk akal, tetapi implementasinya tidaklah sederhana. Hal ini antara lain karena permasalahan sosial, ekonomi dan ekologi yang terpisahkan atau dipisahkan secara spasial. Konsep pembangunan berkelanjutan pertama kali diperkenalkan oleh the World Commission on Environment and Development (WCED) pada tahun 1987 dengan laporannya berjudul Our Common Future (Kay dan Alder, 1999). Laporan ini dibuat oleh sekelompok ahli yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland, sehingga laporan tersebut sering disebut sebagai Laporan Brundtland (The Brundtland Report). Dalam laporan tersebut terkandung definisi pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa membatasi peluang generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan pengertian ini, Belier (1990) mengemukakan prinsip justice of fairness yang bermakna manusia dan berbagai generasi yang berbeda mempunyai tugas dan
11
tanggung jawab satu terhadap yang lainnya seperti layaknya berada di dalam satu generasi. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan akan ada perpaduan antara dua kata yang kontradiktif yaitu pembangunan yang menuntut perubahan dan pemanfaatan sumberdaya alam, dan berkelanjutan yang berkonotasi “tidak boleh mengubah” di dalam proses pembangunan yang berkelanjutan. Persekutuan antara kedua kepentingan ini pada dasarnya mengembalikan developmentalis dan environmentalis back to basic yaitu oikos dimana kepentingan ekonomi dan lingkungan hidup disetarakan (Saragih dan Sipayung, 2002). Young (1992) dalam Kay dan Alder (1999) mengemukakan adanya tiga tema yang terkandung dalam definisi pembangunan berkelanjutan, yaitu: integritas lingkungan, efisiensi ekonomi, dan keadilan kesejahteraan (equity). Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukan oleh Munasinghe (1993), bahwa pembangunan dikatakan berkelanjutan jika memenuhi tiga dimensi, yaitu: secara ekonomi dapat efisien serta layak, secara sosial berkeadilan, dan secara ekologis lestari (ramah lingkungan). Makna dari pembangunan berkelanjutan dari dimensi ekologi memberikan penekanan pada pentingnya menjamin dan meneruskan ada generasi mendatang sejumlah kuantitas modal alam (natural capital) yang dapat menyediakan suatu hasil berkelanjutan secara ekonomis dan jasa lingkungan termasuk keindahan alam. Konsep lain yang masih berkaitan dengan hal tersebut adalah konsep pemanfaaatan sumberdaya yang berkelanjutan (sustainable use of resources) yang bermakna bahwa pemanenan, ekstraksi, ataupun pemanfaatan sumberdaya tidak boleh melebihi jumlah yang dapat diproduksi atau dihasilkan dalam kurun waktu yang sama. Reid (1995) dalam Kay dan Alder (1999) mengemukakan persyaratan agar pembangunan berkelanjutan dapat terwujud, yaitu: integrasi antara konservasi dan pengembangan, kepuasan atas kebutuhan dasar manusia, peluang untuk memenuhi kebutuhan manusia yang bersifat “non materi”, berkembang ke arah keadilan sosial dan kesejahteraan, menghargai dan mendukung keragaman budaya, memberikan peluang penentuan identitas diri secara sosial dan menumbuhkan sikap ketidak-tergantungan diri, dan menjaga integritas ekologis.
12
Cicin-Sain dan Knecht (1998) mengemukakan bahwa pembangunan berkelanjutan mencakup tiga penekanan, yaitu: (1) pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia; (2) pembangunan yang sesuai dengan lingkungan; dan (3) pembangunan yang sesuai dengan keadilan kesejahteraan, yaitu keadilan penyebaran keuntungan dari pembangunan yang mencakup: a) intersocietal equity misalnya antar kelompok dalam masyarakat, menghargai hak khusus masyarakat lokal dan lain-lain; b) intergenerational equity yaitu tidak membatasi peluang atau pilihan bagi generasi mendatang; c) international equity yaitu memenuhi kewajiban (obligasi) terhadap bangsa lain dan terhadap masyarakat internasional mengingat adanya kenyataan saling ketergantungan secara global. Dalam hal pengelolaan sumberdaya alam, telah disepakati secara global mengenai bagaimana seharusnya sumberdaya alam dikelola agar berkelanjutan sebagai dasar bagi peningkatan kesejahteraan manusia dan kegiatan ekonomi. Kesepakatan
ini
jelas
bahwa
pengelolaan
sumberdaya
alam
harus
mempertimbangkan ketiga aspek sekaligus yakni ekonomi, ekologi, dan sosial. Sejalan dengan hal ini, upaya mengubah pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan menjadi hal utama untuk mendukung upaya perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan sebagai prasyarat peningkatan kesejahteraan masyarakat generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk itu, harus memperhatikan prinsip: penggunaan sumberdaya tidak lebih cepat dibandingkan kemampuannya untuk melakukan pemulihan kembali (rehabilitasi), tidak menghasilkan polusi lebih cepat dibandingkan kemampuan untuk menetralisir secara alami (Radzicki dan Trees, 1995). Secara
operasional,
pembangunan
berkelanjutan
sinergik
dengan
pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan didefinisikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (UU 23/1997). Definisi ini menegaskan bahwa pengertian pengelolaan Iingkungan mempunyai cakupan yang luas, karena tidak saja meliputi upaya-upaya pelestarian lingkungan melainkan juga mencegah proses terjadinya degradasi lingkungan, khususnya melalui proses penataan
13
lingkungan. Dengan demikian, perlu disadari bahwa upaya-upaya pengelolaan lingkungan di Indonesia harus dilakukan tidak saja bersifat kuratif melainkan juga bersifat preventif. Di masa depan, upaya-upaya yang lebih bersifat preventif harus lebih diproritaskan, dan hal ini menuntut dikembangkannya berbagai opsi pengelolaan
lingkungan,
baik
melalui
opsi
ekonomi
maupun
melalui
proses–proses peraturan dan penataan penggunaan lahan (Setiawan, 2003). Hubungan timbal balik antara aspek ekonomi dan sumberdaya alam dan lingkungan kemudian menjadi sangat penting. Betapa tidak ekstraksi terhadap sumberdaya alam yang dilakukan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan menghasilkan benefit dan limbah. Aktivitas manusia secara langsung maupun tidak langsung telah dan akan memberikan dampak terhadap resistensi sumberdaya alam dan lingkungan. Pengelolaan sumberdaya alam merupakan suatu hal yang sangat penting dibicarakan dan dikaji dalam kerangka pelaksanaan pembangunan nasional kita. Dengan potensi sumberdaya alam yang berlimpah sesungguhnya kita dapat melaksanakan proses pembangunan bangsa ini secara berkelanjutan tanpa harus dibayangi rasa cemas dan takut akan kekurangan modal bagi pelaksanaan pembangunan tersebut. Pemanfaatan secara optimal kekayaan sumber daya alam ini akan mampu membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh bangsa Indonesia Namun demikian perlu disadari eksploitasi secara berlebihan tanpa perencanan yang baik bukannya mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan namun malah sebaliknya akan membawa malapetaka yang tidak terhindarkan. Akibat pengelolaan sumberdaya alam yang tidak memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan dapat kita lihat pada kondisi lingkungan yang mengalami degradasi baik kualitas maupun kuantitasnya. Demikian juga dengan jenis flora dan fauna di dalamnya sebagian besar sudah terancam punah. Perairan yang sangat luas sudah tercemar sehingga ekosistemnya terganggu. Demikian juga dengan dampak eksploitasi mineral yang terkandung dalam perut bumi juga mulai merusak keseimbangan dan kelestarian alam sebagai akibat proses penggalian, pengolahan dan pembuangan limbah yang tidak dilakukan secara benar.
14
Pengelolaan sumberdaya alam selama ini tampaknya lebih mengutamakan meraih keuntungan dan segi ekonomi sebesar-besarnya tanpa memperhatikan aspek sosial dan kerusakan lingkungan. Pemegang otoritas pengelolaan sumberdaya alam berpusat pada negara yang dikuasai oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah tidak lebih sebagai penonton. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan cenderung bersifat sektoral, sehingga kadangkala menjadi kebijakan yang tumpang tindih. Sentralisasi kewenangan tersebut juga mengakibatkan pengabaian perlindungan terhadap hak azasi manusia. Selama puluhan tahun praktek pengelolaan sumber daya alam tersebut dilaksanakan telah membawa dampak yang sangat besar bagi daerah. Berdasarkan implementasi dan UU No.23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yang mendefinisikan tiga konsep utama dalam pembangunan berkelanjutan yaitu: kondisi SDA, kualitas lingkungan dan faktor demografi. Oleh karena itu, perlu adanya optimalisasi usaha untuk menyusun penghitungan kualitas lingkungan. Tujuan dari penghitungan kualitas lingkungan adalah: a) memberikan deskripsi tujuan dan aktivitas manusia (sosial dan ekonomi) dan fenomena alami keadaan lingkungan dan demografi, b) memberikan informasi yang komprehensif untuk masyarakat dan pembuat kebijakan, c) sebagai alat yang sangat membantu dalam mengevaluasi pengelolaan demografi dan lingkungan. Agar upaya pelestarian lingkungan berjalan secara efektif dan efisien serta berkelanjutan, dibutuhkan kebijakan untuk mewujudkan hal tersebut. Dalam skenario politik ekonomi yang rumit saat ini, amatlah penting untuk menetapkan kebijakan lingkungan dan sosial yang kuat disemua tingkatan. Demikian juga penegakan hukum harus berjalan secara efektif agar pelestarian keanekaragaman hayati dapat berjalan dengan baik. Redclift (1990) mengemukakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah proses pemanfaatan sumberdaya alam, arah investasi pembangunan, arah pengembangan teknologi dan kelembagaan yang semuanya harmonis, dan meningkatkan berbagal potensi masa kini dan di masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi umat manusia.
15
2.2 Pengertian Pelabuhan Pelabuhan perikanan sebagai pelabuhan khusus adalah suatu wilayah perpaduan antara daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan (Lubis, 2006). Menurut Keputusan Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan Nomor 10 tahun 2004 tentang pelabuhan perikanan, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasiiitas keselamatan pelayaran dan kegiatan pelabuhan perikanan (DKP, 2005). Keputusan Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan Nomor 10 tahun 2004 tentang pelabuhan perikanan menyatakan bahwa pelaksanaan pengelolaan pelabuhan perikanan sangat penting dilakukan guna mengoptimalkan peran pelabuhan sebagai pendorong perekonomian masyarakat. Semakin baik pengelolaan pelabuhan perikanan, diharapkan kesejahteraan masyarakat nelayan tinggi juga (DKP, 2005). Pelabuhan perikanan di Indonesia diklasifikasikan oleh Direktur Jenderal Kelautan dan Perikanan menjadi empat, yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), Pelabunan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pengklasifikasian ini bertujuan untuk mempermudah dalam pengelolaan pelabuhan perikanan khususnya dan sebagai dasar
pedoman
pengembangan
pelabuhan
perikanan
pada
umumnya
(Lubis, 2006). Dasar pengklasifikasian ini juga dapat dipakai untuk kebijakan cara pengelolaan pelabuhan perikanan yang sesuai. Pelabuhan perikanan di Selili merupakan pelabuhan perikanan jenis pangkalan pendaratan ikan (Lubis, 2006). Ciri-ciri PPI adalah sebagal berikut: 1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di wilayah pedalaman dan perairan kepulauan; 2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 Gross Tonnage (GT);
16
3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya 2 m; 4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus; 5) Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 2 ha;
2.3 Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No, 10 Tahun 2004 tentang pelabuhan perikanan, pelabuhan perikanan mempunyai tugas melaksanakan fasilitas produksi, fasilitas penanganan dan pengolahan, fasilitas pengendalian dan pengawasan mutu, fasilitas pemasaran hasil perikanan di wilayahnya, fasilitas melakukan
pembinaan
masyarakat
nelayan,
fasilitas
pengendalian
dan
pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan, fasilitas kelancaran kegiatan kapal, serta fasilitas pengumpulan data (DKP, 2005). Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, dalam rangka mengembangkan pelabuhan perikanan, pemerintah membangun dan membina pelabuhan perikanan yang berfungsi antara lain sebagai: 1) Tempat tarnbat labuh kapal perikanan; 2) Tempat pendaratan ikan; 3) Tempat pemasaran dan distribusi ikan; 4) Tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan; 5) Tempat pengumpulan data perikanan; 6) Tempat penyelenggaraan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; 7) Tempat untuk memperlancar kegiatan operasional kapal perikanan. Selanjutnya disebutkan bahwa pelabuhan perikanan mempunyai peranan penting dan strategis dalam menunjang peningkatan produksi perikanan, memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan, mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat perikanan, serta mempercepat pelayanan terhadap seluruh kegiatan yang bergerak di bidang usaha perikanan. Fungsi pelabuhan perikanan dalam arti khusus selalu berkaitan dengan jenis atau tipe dan pelabuhan
17
tersebut. Sebagai contoh, pelabuhan perikanan tipe-D (PPI) mempunyal fungsi tidak sekompleks pelabuhan perikanan tipe-A (PPS) (DKP, 2005).
2.4 Fasilitas Pelabuhan Perikanan Fasilitas pelabuhan perikanan adalah sarana dan prasarana yang tersedia di pelabuhan perikanan untuk mendukung operasional pelabuhan. Di dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya, pelabuhan perikanan dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Fasilitas yang ada di pelabuhan perikanan inilah yang nantinya akan mempengaruhi cara pengelolaan tiap-tiap pelabuhan perikanan. Pengelolaan tiap pelabuhan perikanan berbeda satu sama lain, bergantung dan kondisi dan kelengkapan fasilitas pelabuhan perikanan yang ada (DKP, 2005). Dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya, pelabuhan perikanan dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Kapasitas dan jenis fasilitas atau sarana yang ada pada umumnya menentukan skala atau tipe dan suatu pelabuhan dan akan berkaitan pula dengan skala usaha perikananrya (Lubis, 2006). Menurut Murdiyanto (2003), pelabuhan harus dapat melindungi kapal yang berlabuh dan beraktivitas di dalam areal pelabuhan. Agar dapat memenuhi fungsinya pelabuhan perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas baik fasilitas pokok (basic facilities) maupun fasilitas fungsional (functional facilities). Fasilitas pokok pelabuhan terdiri atas fasilitas perlindungan, fasilitas tambat dan fasilitas perairan pelabuhan, sedangkan fasilitas fungsional terdiri atas berbagai fasilitas untuk melayani berbagai kebutuhan lainnya di areal pelabuhan tersebut. Fasilitas pelabuhan perikanan terdiri atas fasilitas pokok, fungsional, dan tambahan. Fasilitas pokok berfungsi untuk melindungi kegiatan umum di pelabuhan perikanan dan gangguan alam (Lubis, 2006). Fasilitas fungsional merupakan pelengkap fasilitas pokok guna memperlancar pekerjaan atau pemberian pelayanan jasa di pelabuhan perikanan dan meninggikan nilai guna fasilitas pokok yang ada. Fasilitas tambahan berfungsi secara tidak langsung didalam menunjang fungsi pelabuhan perikanan. Fasilitas pokok memberi dukungan pada aktivitas bongkar muat dan distribusi hasil tangkapan. Fasilitas fungsional memberikan dukungan pada aktivitas pelelangan, pemasaran, serta kegiatan nelayan yang dilakukan di sekitar pelabuhan. Fasilitas tambahan memberi dukungan pada
18
kelancaran aktivitas pengguna jasa pelabuhan perikanan. Fasilitas pokok terdiri atas dermaga, kolam pelabuhan, alat bantu navigasi dan breakwater atau pemecah gelombang. Fasilitas fungsional terdiri dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pabrik es, gudang es, refrigerasi (cool room. cold storage), gedung-gedung pemasaran, lapangan perbaikan alat penangkapan ikan. ruangan mesin, tempat penjemuran alat penangkap ikan, bengkel, slipways, gudang jaring, vessel lifi, fasilitas perbekalan (tangki dan instalasi air minum, tangki bahan bakar), dan fasilitas komunikasi (stasiun jaringan telepon, radio SSB). Fasilitas penunjang terdiri atas MCK, polikilnik, mess, kantin atau warung, musholla, kantor pengelola pelabuhan, ruang operator, kantor syabbandar. dan kantor beacukai (Lubis, 2006).
2.5 Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Menurut Undang - Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan bahwa
pengelolaan
sumberdaya
ikan
adalah
rangkaian
kegiatan
yang
berhubungan dengan perencanaan, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundangundangan di bidang perikanan. Pengelolaan sumberdaya ikan harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan pengaturananya diatur melalui berbagai perangkat peraturan sehingga diharapkan dapat menjadikan sektor perikanan berkembang dengan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (DKP, 2005). Selanjutnya dikatakan dalam Undang-Undang tersebut bahwa pengelolaan perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat dan atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat (DKP, 2005). Menurut Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan Pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tuiuan (DKP, 2005): 1) Meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil; 2) Meningkatkan penerimaan dan devisa negara; 3) Mendorong perluasan dan kesempatan kerja;
19
4) Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan; 5) Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan; 6) Meningkatkan produktivitas, mutu. nilai tambah, dan daya saing; 7) Meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan; 8) Mencapai pemanfatan sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumberdaya ikan secara optimal; dan 9) Menjamin kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan tata ruang. Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan, Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan (DKP, 2005): 1)
Rencana pengelolaan perikanan;
2)
Potensi dan alokasi sumberdaya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia;
3)
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia;
4)
Jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan;
5)
Jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan,
6)
Daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan;
7)
Persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan;
8)
Sistem pemantauan kapal perikanan;
9)
Jenis ikan baru yang akan dibudidayakan;
10) Jenis ikan dan penebaran kembali serta penangkapan ikan berbasis budidaya; 11) Pencegahan pencemaran dan kerusakan sumberdaya ikan serta lingkungannya; 12) Rehabilitasi dan peningkatan surnberdaya ikan serta iingkungannya; 13) Ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap; 14) Suaka perikanan; 15) Jenis ikan yang dilindungi.
20
Pengelolaan
pelabuhan
perikanan
bertujuan
antara
lain
untuk
mengoptimalkan peran pelabuhan dalam meningkatkan aktivitas kepelabuhanan termasuk di dalamnnya pendaratan, pemasaran, dan pengolahan hasil tangkapan serta pelayanan untuk meningkatkan pendapatan pihak pengelola pelabuhan perikanan dan mendorong peningkatan pendapatan para pelaku/pengguna di pelabuhan perikanan. Keberhasilan dalam pengelolaan suatu pelabuhan antara lain banyak tergantung pada para pengguna yang ada di pelabuhan, misalnya terhadap kuantitas dan kualitas sumberdaya manusianya. Keterkaitan dan keharmonisan hubungan antara staf pengelola pelabuhan antara lain kepala pelabuhan dan pegawainya, para pedagang, nelayan, pengolah dan buruh. Para pengguna tersebut harus dapat bekerja secara profesional, saling berkerja sama dalam pelaksanaan pengoperasian dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku. Di samping itu pengguna pelabuhan harus menguasai dan bertanggung jawab terhadap tugas atau pekerjaannya masing-masing (Lubis, 2006). Selanjutnya menyatakan, agar pengorganisasian dan pengelolaan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan fungsi pelabuhan, maka perlu diketahui terlebih dahulu rincian kegiatan-kegiatan dan fasilitas yang akan dikelola oleh suatu pelabuhan dan kesiapan sumberdaya manusianya dalam mengelola kegiatan dan fasilitas tersebut baik dan segi jumlah maupun kualitasnya (Lubis, 2006). Terdapat tiga kelompok kegiatan utama yang berkaitan erat dengan pengelolaan pelabuhan. Kegiatan-kegiatan tersebut ada kalanya berhubungan atau terpisah antara satu dengan lainnya. Ketiga kelompok tersebut adalah kegiatan yang berhubungan dengan: 1) Pengelolaan
infrastruktur,
suprastruktur
dengan
semua
aktivitas
penunjang, antara lain investasi pelabuhan, penyusunan anggaran. perencanaan
pembangunan,
pajak,
perbaikan
dan
pemeliharaan
fasilitasnya seperti alur pelayaran, mercusuar dan jalan-jalan di lingkungan pelabuhan. 2) Adanya kontak antara penjual dan pemakai jasa pelabuhan (klien), terhadap kapal dan barang-barang atau komoditi perikanan serta pemeliharaannya. Kontak ini secara eksplisit dapat berupa kegiatankegiatan ataupun jasa-jasa yang diberikan oleh pelabuhan.
21
3) Peraturan-peraturan kepelabuhanan antara lain peraturan-peraturan lokal, nasional maupun internasional dalam rnenentukan sirkulasi maritim, perhitungan statistik, pencatatan keluar masuknya kapal, pencatatan dan pemeliharaan kesehatan awak kapal. Ada beberapa prinsip penting bilamana pengoperasian suatu pelabuhan perikanan dikatakan berhasil (Lubis, 2006): 1
Sangat baik dipandang dan sudut ekonomi, yang berarti hasil pengoperasian pelabuhan itu dapat menguntungkan baik bagi pengelola pelabuhan itu sendiri maupun bagi pemiliknya. Disamping itu hasil dan pengoperasian pelabuhan tersebut mempunyai pangaruh positif terhadap perkembangan kota khususnya dan nasional umumnya;
2
Sistem penanganan ikan yang efektif dan efIsien. Dengan kata lain pembongkaran ikan dapat dilakukan secara cepat disertai penseleksian yang cermat, pengangkutan dan penanganan yang cepat;
3
Fleksibel dalam perkembangan teknologi. Dalam hal pengembangan suatu pelabuhan perikanan adakalanya diperlukan mekanisasi dari fasilitasfasilitas pelabuhan tersebut, misalnya perlunya vessel lifi pada fasilitas dock, tangga berjalar (tapis roulant) untuk pemnbongkaran dan penyeleksian ikan. Di samping itu diperlukan perluasan fasilitas pelabuhan karena semakin meningkatnya produksi perikanan pelabuhan, misalnya perluasan gedung pelelangan, dan perluasan dermaga;
4
Pelabuhan dapat berkembang tanpa merusak lingkungan sekitarnya (lingkungan alam dan lingkungan sosial), bersih dan higienis;
5
Para pengguna di pelabuhan perikanan dapat bekerja secara aktif dan terorganisasi baik dalam kegiatannya. Sehingga segala aktivitas yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan standar dan jadwal kerja yang telah ditetapkan.
2.6
Pengelolaan Aktifitas Pelabuhan Perikanan
2.6.1 Pendaratan Hasil Tangkapan Pengelolaan aktifitas pendaratan ikan di pelabuhan perikanan meliputi proses pembongkaran, penyotiran, dan pengangkutan kegedung pangkalan
22
pendaratan ikan yang bertujuan utama agar ikan yang didaratkan dan diangkut ke pangkalan pendaratan ikan sebelum dijual dapat dipindah/diangkut dengan cepat dan terjaga mutunya. Aktivitas pendaratan ikan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan sangat bergantung kepada kelengkapan fasilitas yang ada di pelabuhan perikanan, seperti dermaga, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran yang dapat memperlancar kapal-kapal perikanan untuk bertambat-labuh. Oleh karena itu pada hakekatnya pengelolaan aktivitas pendaratan terkait pula dengan pengelolaan fasilitas-fasilitasnya. Kelancaran proses pendaratan di pelabuhan perikanan sangat ditentukan oleh fasilitas yang tersedia di pelabuhan perikanan dan tingkat pengetahuan para pelaku di lapangan. Semakin baik tingkat pengetahuan pelaku di lapangan maka akan semakin lancar pula proses pendaratan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan (Lubis, 2006). Aktivitas pendaratan di pelabuhan perikanan sangat erat hubungannya dengan proses penanganan ikan hasil tangkapan karena kedua kegiatan tersebut berjalan atau dilakukan pada waktu yang bersamaan. Proses ini nantinya sangat menentukan kualitas atau mutu ikan hasil tangkapan yang didaratkan. Mutu hasil tangkapan (ikan) tersebut haruslah selalu dipertahankan agar harganya selalu tinggi. Menurut Ilyas (1983), pengelompokan hasil tangkapan berdasarkan tingkat kesegarannya dibedakan atas tiga kelornpok, yaitu ikan segar, kurang segar, dan tidak segar. Penanganan hasil tangkapan bertujuan mengusahakan agar kesegaran hasil tangkapan dapat dipertahankan selama mungkin, atau setidaknya masih cukup segar pada saat hasil tangkapan sampai ke tangan konsumen. Jadi begitu hasil tangkapan tertangkap dan dinaikkan ke atas kapal harus secepat mungkin ditangani dengan baik dan hati-hati. Demikian selanjutnya sampai hasil tangkapan disimpan beku dalarn cold storage atau diolah (Moeljanto, 1982). Penanganan harus dilakukan dengan cepat dan cermat serta menerapkan aspek sanitasi dan higienis agar diperoleh daya awet yang lama (Aziza, 2000). 2.6.2 Pemasaran ikan Pemasaran merupakan salah satu tindakan suatu keputusan yang berhubungan dengan pergerakan barang dan jasa dan produsen sampai konsumen (Hanafiah dan Saefudin, 1983). Kegiatan pemasaran yang dilakukan di suatu
23
pelabuhan perikanan bersifat 1okal nasional maupun ekspor bergantung dan tipe pelabuhan tersebut. Pada dasarnva, pemasaran produk perikanan bertujuan untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi para nelayan maupun pedagang. Usaha pemasaran ikan dan hasil perikanan lainnya merupakan kegiatan yang berperan dalam pembentukan harga. peningkatan mutu, peningkatan produksi, pengembangan modernisasi perikanan, peningkatan pendapatan, dan kesejahteraan nelayan. Pemasaran biasanya tidak dilakukan oleh satu tangan melainkan oleh beberapa pelaku perantara yang membentuk tataniaga yang panjang, sehingga mengakibatkan biaya pemasaran yang tinggi. Pemasaran ikan hasil tangkapan nelayan Selili masih bersifat lokal. Daerah pemasarannya meliputi Bontang, Balikpapan, Tenggarong, dan Sanggata. Sebagian besar, ikan yang dipasarkan biasanya dalam bentuk ikan segar. Mekanisme pemasaran ikan di Selili dimulai dan nelayan menurunkan hasil tangkapannya ke pangkalan pendaratan ikan Selili yang kemudian dilelang. Proses pelelangan tersebut, ikan hasil tangkapan dibeli oleh bakul-bakul yang nantinya akan dijual lagi ke pedagang kecil atau restoran yang nantinya akan sampai ke konsurnen. Selain itu, bakul juga menjual ikanya ke pengolah ikan yang kemudian dijual ke grosit ia1am bentuk ikan yang sudah diolah (Aprianti, 2006).
2.6.3 Pengolahan Ikan Ikan hasil tangkapan yang telah didaratkan di pelabuhan perikana selanjutnya akan diolah menjadi beberapa produk olahan dan ada yang langsung dipasarkan dalam bentuk ikan segar. Pengolahan terhadap ikan hasil tangkapan dilakukan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu ikan dalarn rangka menghindari kerusakan pasca tangkapan. Jenis olahan yang umumnya berada di pelabuhan perikanan di Indonesia masih bersifat tradisional dan belum memperhatikan kualitas ikan, sanitasi dan cara pengepakan yang baik seperti pengasinan dan pemindangan (Lubis, 2006). Jenis olahan lainnya yang serirg dijumpai di lingkungan pelabuhan perikanan adalah kerupuk ikan dan terasi. Pengolahan ikan di pangkalan pendaratan ikan Selili masih kurang berkembang. Pengolahan hasil tangkapan hanya dilakukan oleh nelayan atau
24
pedagang eceran bila ikan hasil tangkapannya tidak habis terjual dalam keadaan segar.
Cara
pengolahan
yang dilakukan
biasanya
adalah
pengeringan,
penggaraman dan pengasapan. Hal ini juga disebabkan karena sebagian besar produksi ikan dipasarkan dalam bentuk segar (Aprianti, 2006).
2.6.4 Pengelolaan SDM Pelabuhan Perikanan Pengelolaan SDM pelabuhan perikanan bertujuan untuk melancarkan kegiatan dan pelayanan di pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan. Agar tujuan tersebut dapat dicapai tentu harus didukung oleh kernampuan yang mernadai dan para pengelola pelabuhan perikanan. Oleh karena itu setiap sumberdaya manusia (SDM) pengelola pelabuhan perikanan harus dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang cukup mengenai pelabuhan perikanan (DKP, 2005). Secara umum SDM pengelola pelabuhan perikanan untuk klasifikasi Pangkalan Pendaratan Ikan terdiri atas Kepala PPI, sub bagian tata usaha, bagian pelelangan ikan, bagian fasilitas pendaratan dan bagian sarana prasarana permukiman nelayan lihat Gambar 2, (Lubis, 2006). Pendidikan yang sesuai dengan bidang kerja SDM pengelola pelabuhan perikanan adalah syarat mutlak pengelola pelabuhan perikanan, sedangkan untuk lebih meningkatkan kemampuannya perlu dilakukan pelatihan-pelatihan dan pembinaan teknis dan pihak terkait terutama yang bersifat teknis dan adminsitrasi kepelabuhanan, dan ditunjang pula dengan pembinaan yang menunjang terhadap peningkatan moral SDM pengelola pelabuhan perikanan.
25
KEPALA UPT-PP1
Sub Bagian Tata Usaha
Seksi Fasilitas Prasarana Pendaratan
Seksi Sarana dan Pemukiman Ne1ayan
Seksi Pelelangan Ikan
Sumber: Lubis (2002)
Gambar 2 Bagan struktur organisasi PPI 2.6.5 Pengelolaan Fasilitas Pelabuhan Perikanan Pengelolaan fasilitas pelabuhan perikanan berarti pengelolaan fasilitas yang tersedia di pelabuhan perikanan untuk mendukung operasional pelabuhan. Fasilitas pelabuhan perikanan terdiri atas fasilitas pokok, fungsional, dan tambahan (Lubis, 2006). Rincian fasilitas pelabuhan perikanan lebih jelas dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Fasilitas pelabuhan perikanan menurut kriteria dan jenis fasilitas. No
Kriteria Fasilitas Pokok
Fungsional
Tambahan
Jenis Fasilitas -
Dermaga Kolam Pelabuhan Alat bantu navigasi Pemecah gelombang TPl Pabrik es Gudang es Refrigerasi Gedung pemasaran Lapangan perbaikan alat penangkapan ikan Tempat penjemuran alat penangkap ikan Bengkel Slipways Gudang jarring Vessel lift Fasilitas perbekalan (tangki dan instalasi air minum, tangki bahan bakar) - Fasilitas koinunikasi
- MCK
26
-
Poliklinik Asrama Kantin/warung Mushola Kantor pengelola pelabuhan Ruang operator - Kantor syahbandar Sumber : Lubis (2006)
Menurut Direktur Jenderal Kelautan dan Perikanan (1994), bahwa aspekaspek tersebut secara terinci adalah sebagai berikut: 1.
Produksi : bahwa pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan melakukan kegiatan kegiatan produksinya, mulai dan memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di laut sampai membongkar hasil tangkapannya;
2.
Pengolahan : bahwa pelabuhan perikanan menyediakan sarana yang dibutuhkan untuk mengolah hasil tangkapannya;
3.
Pemasaran : bahwa pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan dan pemasaran hasil tangkapannya. Pelabuhan perikaaan juga dapat diklasifikasikan menurut letak dan jenis
usaha perikanannya. Pelabuhan perikanan apabila dilihat dari banyaknya faktor yang ada pengklasifikasian dapat dipengaruhi oleh berbagai parameter, antara lain: 1. Luas Lahan, letak dan jenis konstruksi bangunan, 2. Tipe dan ukuran kapal-kapal yang masuk pelabuhan, 3. Jenis penikanan dan skala usahanya, 4. Distribusi dan tujuan ikan hasil tangkapan. Pelabuhan perikanan menurut tipe konstruksi bangunan. dibagi menjadi: 1. Pelabuhan perikanan alam 2. Pelabuhan perikanan buatan; 3. Pelabuhan perikanan semi alam. Pelabuhan Perikanan berdasarkan jenis dan skala usaha perikanannya Lubis (1989) dapat dibagi menjadi : 1. Pelabuhan perikanan berskala besar atau perikanan laut dalam; 2. Pelabuhan perikanan berskala menengah; 3. Pelabuhan perikanan berskala kecil perikanan pantai.
27
Pelabuhan perikanan berdasarkan daerah operasi penangkapan dibagi menjadi: 1. Pelabuhan perikanan lam lepas; 2. Pelabuhan perikanan lepas pantai; 3. Pelabuhan perilcanan pantai. Di Indonesia, Direktur Jenderal Kelautan dan Perikanan mengelompokkan pelabuhan perikanan menjadi 4 tipe yaitu: Ciri Pelabuhan Samudra (A), 1. Diperuntukkan bagi kapal-kapal diatas 100 GT, 2. Melayani kapal-kapal perikanan 100 unit / hari, 3. Jumlah ikan yang didaratkan lebih dan 200 ton/ hari, 4. Pemasaran lokal dan luar negeri, 5. Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industh perikanan. Nusantara (B), 1. Diperuntukkan bagi kapal-kapal 50-100 GT, 2. Melayani kapal-kapal penikanan 50 unit /hari, 3. Jumlah ikan yang didaratkan 100 ton/ hari, 4. Pemasaran lokal dan luar negeri, 5. Tersedianya fasilitas pembinaan mutu sarana pemasaran dan lahan kawasan industry. Pantai (C), 1. Diperuntukkan bagi kapal-kapal 10-30 GT, 2. Melayani kapal-kapal perikanan 25 unit/ hari, 3. Jumlah ikan yang didaratkan 50 ton/ hari, 4. Pemasaran lokal dan antar daerah, 5. Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, pemasaran dan lahan kawasan industry. Pendaratan ikan (D), 1. Diperuntukkan kapal-kapal <30 GT, 2. Melayani kapal-kapal perikanan 15 unit per hari, 3. Jumlah ikan yang didaratkan> 10 ton per hari, 3. Pemasaran lokal, 4. Tersedianya fasilitas pembinaan mutu sarana pemasaran
dan lahan kawasan
industri perikanan (Direktur Jenderal Kelautan dan Perikanan, 1994) Pada umumnya fasilitas pelabuhan perikanan terdiri dari: 1.
Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar/pokok yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk melindungi kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan terhadap gangguan alam dan memberikan kemudahan serta keamanan bagi kapal dalam pelayarannya. Fasilitas pokok ini terdiri dan dermaga, kolam pelabuhan, alat bantu navigasi, pernecah gelombang (break water).
2.
Fasilitas Fungsional adalah fasilitas yang berfungsi meningkatkan nilai guna dan fasilitas pokok yang dapat menunjang aktivitas di pelabuhan. Fasilitas ini
28
tidak sama di setiap pelabuhan dan disediakan sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan tersebut. Fasilitas fungsional ini dapat dikelompokkan: a.
Penanganan hasil tangkapan dan pemasaran yaitu Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pabrik es, cold storage dan lain-lain;
b.
Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan armada dan alat penangkap ikan yaitu bengkel, ruangan mesin, slip way dan lain-lain;
3.
Fasilitas Penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peranan pelabuhan atau para pelaku mendapatkan kenyamanan dalam melakukan aktivitis di pelabuhan, misalnya fasilitas kesejaliteraan (poliklinik, musholla, kantin dan warung), fasiitas administrasi (kantor pengelola pelabuhan, ruang operator).
2.8 Analisis Kebijakan Secara umum istilah kebijakan dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu (Anderson, 1999). Kebijakan publik didefinisikan oleh Eyestone (1971) sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungan. Dunn (1999) memberikan pengertian kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Jadi kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Kebijakan adalah peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan (mempengaruhi pertumbuhan) baik besaran maupun arahnya yang melingkupi kehidupan masyarakat umum. Kebijakan dikatakan efektif apabila penerapan kebijakan dan instrumennya dapat menghasilkan perubahan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Sementara itu, dikatakan efisien jika kebijakan tersebut membutuhkan biaya yang rendah. Tahapan kebijakan terdiri dan fase formulasi kebijakan dan fase implementasi kebijakan, sedangkan analisis kebijakan aktivitas menciptakan pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan (Clay dan Shaffer, 1984 dalam Sanim, 2003). Kebijakan publik adalah segala ketentuan yang ditetapkan oleh pejabat publik yang bersangkut paut dengan publik dan apa yang dilakukan atau tidak
29
dilakukan oleh pejabat publik sesuai dengan kewenangannya. Masalah dalam perumusan kebijakan publik terletak pada aktor, mekanisme dan proses kebijakan publik, dan substansi. Untuk itu dalam mencapai tujuan terciptanya suatu kebijakan publik yang berpihak pada rakyat serta Iahirnya kebijakan yang menjamin partisipasi publik, diperlukan beberapa strategi. Strategi yang perlu dilalcukan, adalah penguatan organisasi kelompok masyarakat. Advokasi kebijakan dengan merancang aturan main dalam formulasi kebijakan publik yang proposional dan partisipatif komunikasi politik dengan memperbanyak ruang interaksi antar pihak dalam hal-hal yang menyangkut kebijakan publik. Dampak dan suatu kebijakan mempunyai beberapa dimensi dan semua harus diperhitungkan yaitu: (1) Dampak kebijakan pada masalah-masalah publik .dan dampak kebijakan pada orang-orang yang terlibat, dengan demikian mereka atau individu-individu yang diharapkan uniuk dipengaruhi oleh kebijakan harus dibatasi. Ada juga dampak yang diinginkan (intended consequences) dan ada dampak yang tidak diinginkan (unintended consequences); (2) Kebijakan yang mungkin mempunyai dampak pada keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok diluar sasaran atau tujuan kebijakan, atau
juga dinamakan dampak yang
melimpah (externalities or spillover effects), (3) Kebijakan yang mungkin mempunyai dampak pada keadaan-keadaan sekarang dan keadaan-keadaan dimasa yang akan datang, dengan kata lain kebijakan yang berdampak berdasarkan dimensi waktu yakni masa sekarang dan masa yang akan datang; (4) Kebijakan yang mempunyai dampak dalam bentuk biaya langsung dan biaya tidak langsung, artinya ada biaya yang langsung dikeluarkan oleh program tersebut dan ada biaya tidak langsung dikeluarkan oleh pihak lain, apakah oleh pemerintah, swasta atau masyarakat; dan (5) Kebijakan yang mempunyai dampak terhadap biaya-biaya yang tidak biasa dihitung, tetapi dapat dirasakan oleh semua pihak. Analisis kebijakan menyediakan informasi yang berguna untuk menjawab pertanyaan: (1) apa hakekat permasalahan, (2) kebijakan apa yang sedang atau pernah dibuat untuk mengatasi masalah dan apa hasilnya, (3) seberapa berinakna hasil tersebut dalam memecahkan masalah, (4) alternatif kebijakan apa yang tersedia untuk menjawab masalah, dan hasil apa yang dapat diharapkan. Jawaban
30
terhadap pertanyaan tersebut membuahkan informasi tentang: masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan. Metodologi analisis kebijakan merupakan perpaduan elemen-elemen dari berbagai disiplin seperti ilmu politik, sosiologi, psikologi, ekonomi, ilmu terapan ain dan tennasuk ilmu lingkungan. Analisis kebijakan bersifat deskriptif, valuatif dan dapat pula bersifat normatif yang bertujuan menciptakan dan dan melakukan kritik terhadap klaim pengetahuan tentang nilai kebijakan untuk generasi masa lalu, masa kini, dan masa mendatang (Dunn, 2004). Metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia, yaitu: (1) perumusan masaiah menghasilkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan; (2) peramalan menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dan penerapan alternatif kebijakan, termasuk tidak melakukan sesuatu; 3) rekomendasi menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan relative dari konsekuensi di masa depan dan suatu pemecahan masalah; (4) pemantauan menghasiikan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu dan diterapkannya alternatif kebijakan; dan (5) evaluasi menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dan konsekuensi pemecahan masalah. Analisis kebijakan diambil dan berbagai macam disiplin dan profesi yang tujuannya bersifat deskriptif, evaluatif dan preskriptif. Sebagai disiplin ilmu terapan, analisis kebijakan meminjam tidak hanya ilmu sosial dan perilaku tetapi juga administrasi publik, hukum, etika dan berbagai macam cabang analisis sistem ai matematika terapan. Analisis kebijakan dapat diharapkan untuk menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang masuk akal mengenai tiga macam pertanyaan: (1) nilai yang pencapaiannya merupakan tolok ukur utama untuk melihat apakah masalah telah teratasi, (2) fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai-nilai, dan (3) tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai. Analisis kebijakan pada dasarnya adalah suatu upaya untuk mengetahui apa yang sesungguhnya dilakukan pemerintah, mengapa mereka melakukan hal tersebut dan apa yang menyebabkan mereka melakukannya dengan cara yang berbeda-beda. Analisis kebijakan merupakan suatu proses pencarian kebenaran
31
yang bermuara pada penggambaran dan penjelasan mengenai sebab-sebab dan akibat dan tindakan pemerintah. Ada tiga jenis analisis kebijakan, yaitu: (1) analisis prospektif, (2) analisis retrospektif, dan (3) analisis terintegrasi (Dunn, 1994). Analisis prospektif merupakan analisis kebijakan yang terkait dengan produksi dan transformasi informasi sebeluin tindakan kebijakan dilakukan. Analisis retrospektif, sebaliknya serkaitan dengan produksi dan transformasi informal setelah tindakan kebijakan dilakukan. Analisis tenintegrasi adalah analisis kebijakan yang secara utuh mengkaji seluruh daur kebijakan dengan menggabungkan analisis prospektlf dan retrospektif.
2.9. Hasil Penelitian Terdahulu Fauzi dan Anna (2002) menggunakan metode MDS untuk melakukan analisis keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan diperairan pesisir DKI Jakarta secara berkelanjutan dengan cara menyusun sebanyak 47 atribut dan 15 faktor sensitive yang digunakan untuk menentukan nilai indeks keberlanjutan yang dikelompokkan ke dalam lima dimensi, yaitu: dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi teknologi, dimensi etika, dan dimensi ekologi. Susilo (2003), dan Mersyah (2005) menggunakan metode MDS untuk menilai keberlanjutan pengelolaan suatu sumberdaya dengan mengelompokkan atribut ke dalam lima dimensi, yaitu: dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial-budaya,
dimensi
teknologi,
dimensi
hukum
dan
kelembagaan.
Pengelompokan atribut ke dalam dimensi tersebut didasarkan atas konsep dasar pembangunan berkelanjutan yang secara ekonomi harus layak, secara sosial berkeadilan, dan secara ekologi ramah lingkungan (Munasinghe, 1993). Hardy Benry Simbolon (2009) menggunakan metode MDS untuk menilai keberlanjutan pengelolaan suatu sumberdaya dengan mengelompokkan atribut ke dalam lima dimensi, yaitu: dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosialbudaya, dimensi infrastruktur dan teknologi, dimensi hukum dan kelembagaan (Munasinghe, 1993). Dan menggunaka Analisis prospektif untuk menentukan faktor kunci kemungkinan dimasa akan datang tentang pengelolaan Kawasan transmigrasi Rasau Jaya Kabupaten Pontianak (Godet, 1999)
32
BAB. III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Pengelolan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Selili, Secara berkelanjutan di Kecamatan Samarinda Ilir Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Penetapan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan Kota Samarinda merupakan salah satu Kota di Provinsi Kalimantan Timur yang mempunyai potensi dan memungkinkan untuk dilakukan Pengelolan PPI berkelanjutan. Peta Lokasi penelitian dapat lihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian
33
Penetapan lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan pertimbangan: 1. Pangkalan pendaratan ikan yang diharapkan memberikan kontribusi terhadap dinamika ekonomi daerah. 2. Lokasi pangkalan pendaratan ikan yang dekat dengan permukiman penduduk yang perkerjaannya bukan sebagai nelayan. 3. Luas lahan pangkalan pendaratan ikan yang masih terlalu minim. Waktu penelitian akan dilaksanakan selama ± 5 bulan, dalam periode bulan Januari 2010 – Mei 2010 . 3.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan untuk keperluan penelitian ini mencakup data primer dan sekunder. Data sekunder bersumber dari dinas, instansi, lembaga berbagai laporan, dokumen, hasil studi terdahulu, dan lain-lain yang terkait dengan bidang penelitian. Data primer dipengumpulan dalam analisis keberlanjutan pengelolan pangkalan pendaratan ikan di Kota Samarinda dilakukan melalui wawancara, diskusi, kuisioner, dan survey lapangan dengan responden di wilayah studi yang terdiri dari berbagai pakar dan stakeholder yang terkait dengan topik penelitian ini. 3.3 Teknik Penentuan Responden Teknik penentuan responden dalam rangka menggali informasi dan pengetahuannya
ditentukan/dipilih
secara
sengaja
(purposive
sampling).
Pemilihan responden disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan jumlah responden yang akan diambil yaitu responden yang dapat dianggap mewakili dan memahami permasalahan yang diteliti dibagi 2 golongan : 1. Responden dari pihak terkait (Stakeholder) secara sengaja (purposive sampling). Seperti Nelayan, Agen besar (punggawa) dan kecil ( pedagang pengecer) dan Masyarakat lokal sekitar Pangkalan pendaratan ikan. 2. Responden dari kalangan pakar yang terpilih. Responden yang dipilih memiliki kepakaran sesuai dengan bidang yang dikaji Seperti: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur dan Kota Samarinda, Universitas Negeri Mulawarman, BAPEDA Kota Samarinda,
34
BAPEDALDA
Kota
Samarinda.
Beberapa
aspek
pertimbangan
dalam
menentukan pakar menggunakan kriteria : 1. Memiliki pengalaman yang kompeten sesuai bidang kajian. 2. Memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dan kompetensi sesuai bidang kajian. 3. Memiliki kredibilitas yang tinggi dan bersedia atau tinggal di lokasi kajian. 3.4
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
kondisi keberlanjutan menggunakan multi dimensional scaling dan analisis prospektif
untuk
menentukan
faktor
kunci
dan
skenario
pengelolaan
pengembangan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan.
3.4.1 Analisis Keberlanjutan Perumusan kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan berkelanjutan memerlukan data dan informasi tentang kinerja pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang ada saat ini. Kinerja pengelolaan tersebut ditunjukkan dalam bentuk nilai indeks keberlanjutan (IKPPI). Analisis keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu tahapan penentuan atribut pengelolaan pangkalan pendaratan ikan berkelanjutan yang mencakup lima dimensi (dimensi ekologi, ekonomi,
sosial-budaya,
infrastruktur
dan
teknologi
serta
hukum
dan
kelembagaan), tahap penilaian setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap dimensi, analisis ordinasi yang berbasis metode “multidimensional scaling” (MDS), penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan existing condition yang dikaji baik secara umum maupun pada setiap dimensi (Fauzi dan Anna, 2002). Secara lengkap tahapan analisis keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan disajikan pada Gambar 4.
35
MULAI
Penentuan Atribut (meliputi berbagai kategori)
Kondisi Pengelolaan pangkalan pendaratan ikan S I i
Skoring Pangkalan Pendaratan Ikan (Mengkonstruksi Angka Good, bad dan anchor) Multidimensial Scalling Ordination (untuk setiap atribut)
Stimulasi Monte Carlo (Analisis ketidakpastian)
Leveraging Factor (Analisis anomaly)
Analisis Keberlanjutan Gambar 4 Tahapan analisis keberlanjutan menggunakan MDS Keberlanjutan pembangunan di suatu wilayah atau daerah dapat diketahui dari indikator pembangunan berkelanjutan yang mencakup berbagai aspek. Pada penelitian indikator yang digunakan mencakup lima dimensi yaitu ekologi, ekonomi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi, serta hukum dan kelembagaan. Konsep pembangunan berkelanjutan didekati dari tiga dimensi yaitu ekologi, ekonomi dan sosial-budaya (Munasinghe, 1993), namun dalam penelitian ini aspek infrastruktur dan teknologi serta hukum dan kelembagaan diangkat sebagai dimensi dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Dimensi teknologi digunakan karena pengelolaan pangkalan pendaratan ikan berbasis pengelolaan yang pada umumnya masih dengan cara-cara tradisional. Pangkalan pendaratan ikan memerlukan penerapan teknologi untuk mencapai tingkat perkembangan yang diinginkan. Dimensi hukum dan kelembagaan digunakan karena masyarakat pada pengelolaan pangkalan pendaratan ikan
pada umumnya memerlukan
regulasi dan penegakan hukum yang dapat dijadikan acuan norma dalam
36
pengembangan pengelolaan pangkalan khususnya terkait dengan keragaman budaya dan perilaku masyarakatnya. Hal ini pula berkaitan dengan kelembagaan yang telah mendominasi perkembangan dimensi ekologi, ekonomi, sosial, dan teknologi. Kelima dimensi tersebut secara simultan akan mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Masing-masing dimensi tersebut memiliki atribut dan kriteria tersendiri yang mencerminkan pengaruh terhadap keberlanjutan dimensi yang bersangkutan. Berbagai atribut serta kriteria yang digunakan ditentukan berdasarkan preferensi para pakar dan stakeholder. Metode MDS dapat memotret tingkat keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan pada saat ini (existing condition) yang dilihat dari semua dimensi pembangunan. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, hasil perhitungan/analisis ataupun data sekunder yang tersedia maka setiap atribut diberikan skor atau peringkat yang mencerminkan keberlanjutan dari dimensi pembangunan yang bersangkutan. Skor ini menunjukkan nilai yang "buruk" di satu ujung dan nilai "baik" di ujung yang lain (Alder et al, 2000). Nilai "buruk" mencerminkan kondisi yang paling tidak menguntungkan bagi pengelolaan pangkalan pendaratan ikan berkelanjutan. Sebaliknya, nilai "baik" mencerminkan kondisi yang paling menguntungkan. Di antara dua ekstrim nilai ini terdapat satu atau lebih nilai antara tergantung dari jumlah peringkat pada setiap atribut. Jumlah peringkat pada setiap atribut ditentukan oleh tersedia tidaknya literatur yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah peringkat (Susilo, 2003). Atribut-atribut yang digunakan untuk menilai keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan pada setiap dimensi adalah sebagai berikut: Atribut-atribut yang akan dikaji pada dimensi ekologi antara lain: Sistem pemeliharaan pangkalan pendaratan ikan, Tingkat pemanfaatan lahan pangkalan pendaratan ikan, Ketersediaan tempat pembuangan sampah hasil perikanan, Kesesuaian lokasi Pangkalan Pendaratan Ikan, Pemanfaatan limbah perikanan di pangkalan pendaratan ikan, Tingkat kualitas air disekitar pangkalan pendaratan ikan, Ketersediaan instalasi pengolahan limbah perikanan, dan Sarana air bersih untuk pembersihan limbah perikanan di pangkalan pendaratan ikan.
37
Atribut-atribut yang akan dikaji pada dimensi ekonomi antara lain: Kontribusi pangkalan pendaratan ikan terhadap pendapatan asli daerah (PAD), Rataan penghasilan nelayan/pembudidaya ikan relatif terhadap UMR Provinsi Kaltim, Rataan penghasilan nelayan/pembudidaya ikan relatif terhadap total pendapatan, Transfer keuntungan (yang menikmati keuntungan dari usaha terkait), Perubahan nilai APBD bidang perikanan (5 tahun terakhir), Kelayakan finansial pangkalan pendaratan ikan, Jumlah pasar bagi komoditas perikanan di dalam kawasan Kota Samarinda, Pasar bagi komoditas perikanan yang berasal dari pangkalan pendaratan ikan, Pasar komoditas perikanan dari pangkalan pendaratan ikan, Keberadaan bantuan/subsidi pemerintah daerah di pangkalan pendaratan ikan, Jumlah tenaga kerja di pangkalaan pendaratan ikan, Jumlah jenis komoditas yang menjadi unggulan di kawasan kota Samarinda, Tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar terhadap keberadaan pangkalaan pendaratan ikan, Tingkat ketergantungan konsumen terhadap keberadaan pangkalan pendaratan ikan, Rata-rata jarak lokasi pangkalan pendaratan ikan dengan pemukiman penduduk dan Kondisi prasaran jalan menuju lokasi pangkalan pendaratan ikan. Atribut-atribut yang akan dikaji pada dimensi sosial budaya antara lain: Jumlah masyarakat sekitar yang terlibat dalam kegiatan perikanan di pangkalan pendaratan ikan, Peran serta masyarakat sekitar yang terlibat dalam kegiatan perikanan di pangkalan pendaratan ikan, Frekuensi terjadinya konflik sosial budaya terhadap keberadaan pangkalan pendaratan ikan, Tingkat penyerapan tenaga kerja dalam kegiatan pangkalan pendaratan ikan, Tingkat pendidikan pelaku ekonomi dalam kegiatan perikanan di pangkalan pendaratan ikan, Kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan perikanan oleh pangkalan pendaratan ikan (Dinas DKP Kota Samarinda), Frekuensi pelaksanaan penyuluhan dan pelatihan terkait perikanan, dan Frekuensi kegiatan gotong royong masyarakat di sekitar kawasan pangkalan pendaratan ikan. Atribut-atribut yang akan dikaji pada dimensi infrastruktur dan teknologi antara lain: Ketersediaan basis data terkait kegiatan perikanan di pangkalan pendaratan ikan, Tempat pengawasan kesehatan ikan di pangkalan pendaratan ikan, Ketersediaan air bersih untuk kegiatan perikanan di pangkalan pendaratan ikan, Monitoring lingkungan di pangkalan pendaratan ikan, Jalan
38
penghubung antar konsumen dengan lokasi pangkalan pendaratan ikan, Tempat pos keamanan dan pelayanan informasi di pangkalan pendaratan ikan, Penggunaan teknologi dalam pengolahan komoditas perikanan di pangkalan pendaratan ikan, Keberadaan drainase di pangkalan pendaratan ikan, Akses terhadap perkembangan IPTEK, Teknologi pengolahan limbah/sisa perikanan di pangkalan pendaratan ikan, Ketersediaan industri pendukung kegiatan perikanan di pangkalan pendaratan ikan, Teknologi informasi harga komoditas perikanan di pangkalan pendaratan ikan, Fasilitas fisik, Penerapan sertifikasi produk perikanan, dan Ketersediaan energi listrik.Infrastruktur pemasaran produk perikanan. Atribut-atribut yang akan dikaji pada dimensi Hukum dan kelembagaan antara lain: Ketersediaan peraturan terkait perikanan secara formal di pangkalaan pendaratan ikan, Ketersediaan perangkat hukum adat/agama penunjang kegiatan perikanan di pangkalan pendaratan ikan, Dukungan pemerintah terhadap penggembangan kawasan di pangkalan pendaratan ikan (5 tahun terakhir), Perjanjian kerjasama pangkalan pendaratan ikan dengan daerah, Mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan kawasan pangkalaan pendaratan ikan, Sinkronisasi kebijakan dari pusat dan daerah, Dukungan kebijakan dari pemerintah daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kearifan lokal, Ketersediaan lembaga sosial, Lembaga keuangan mikro (bank/kredit), Lembaga penyuluhan (pendidikan dan pelatihan perikanan/aqua bisnis), Keberadaan kelompok usaha perikanan di sekitar kawasan pangkalan pendaratan ikan, Kerjasama antar kelompok nelayan/pembudidaya ikan, Kerjasama atau kemitraan dengan lembaga non pemerintah, dan Keberadaan badan pengawas mutu/standarisasi produk. Nilai skor dari masing-masing atribut dianalisis secara multidimensional untuk menentukan satu atau beberapa titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan pangkalan pendaratan ikan yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik baik (good) dan titik buruk (bad). Adapun nilai skor yang merupakan nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
39
Tabel 2 Kategori status keberlanjutan pangkalan pendaratan ikan Nilai Indeks 0-25 26-50 51-74 75-100
Melalui
metode
Kategori Buruk Kurang Cukup Baik
MDS,
maka
posisi
titik
keberlanjutan
dapat
divisualisasikan melalui sumbu horizontal dan sumbu vertikal. Dengan proses rotasi, maka posisi titik dapat divisualisasikan pada sumbu horizontal dengan nilai indeks keberlanjutan diberi nilai skor 0 % (buruk) dan 100 % (baik). Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks keberlanjutan lebih besar atau sama dengan 50% (> 50%), maka sistem dikatakan berkelanjutan (sustainable) dan tidak berkelanjutan jika nilai indeks kurang dari 50% (< 50%). Ilustrasi hasil ordinasi nilai indeks keberlanjutan dapat dilihat pada Gambar 5. Nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram) seperti pada Gambar 6 . Buruk
50%
Baik
100 %
0%
Gambar 5 Skala ilustrasi hasil ordinasi nilai indeks keberlanjutan Untuk selanjutnya nilai skor dari masing-masing atribut dianalisis secara multi dimensional untuk menentukan satu atau beberapa titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik "baik" (good) dan titik "buruk" (bad). Untuk memudahkan visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinasi (Alder et al., 2000). Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan software Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries). Teknik Rapfish adalah suatu metode multi disiplin yang digunakan untuk mengevaluasi perbandingan perikanan berkelanjutan berdasarkan jumlah atribut yang banyak tetapi mudah untuk dinilai.
40
Dalam analisis Rapfish setiap data yang diperoleh diberi skor yang menunjukkan status sumberdaya tersebut. Ordinasi Rapfish dibentuk oleh aspek ekologi, ekonomi, etika, sosial, dan teknologi. Hasil statusnya menggambarkan keberlanjutan di setiap aspek yang dilaporkan dalam bentuk skala 0 sampai 100%. Manfaat dari teknik Rapfish ini adalah dapat menggabungkan berbagai aspek untuk dievaluasi komponen keberlanjutannya dan dampaknya terhadap perikanan dalam ekosistem laut dan dapat menduga hubungannya dengan FAO Code of Conduct (Alder et al., 2000). Rapfish didasarkan pada teknik ordinasi (menempatkan sesuatu pada urutan atribut yang terukur) dengan Multi Dimensional Scaling (MDS). Prosedur analisis Rapfish dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: 1. Analisis terhadap data pengelolaan pangkalan pendaratan ikan melalui data statistik, studi literatur, dan pengamatan di lapangan. 2. Melakukan skoring dengan mengacu pada literatur. 3. Melakukan analisis MDS dengan software SPSS untuk menentukan ordinasi dan nilai stress melalui ALSCAL Algoritma. Teknik ordinasi (penentuan jarak) di dalam MDS didasarkan pada jarak Euclidian yang dalam ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut:
d=
(x − x 1
2
2
2
2
)
+ y1 − y2 + z1 − z2 + ...
Konfigurasi atau ordinasi dari suatu objek atau titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian (dij) dari titik i ke titik j dengan titik asal (δij) sebagaimana persamaan berikut:
dij = α + βδij + ε Metode ALSCAL mengoptimasi jarak kuadrat (squared distance=dij) terhadap kuadrat (titik asai-Oijk), yang dalam tiga dimensi (i, j, k) ditulis dalam formula yang disebut S-Stress sebagai berikut:
S =
⎡∑ ⎢ i 1 ⎢ ∑ m k −1 ⎢ ⎣ m
∑ (d − o ) ∑ ∑o
2 2 ijk
2 ijk
j
4 ijk
i
j
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦
41
Jarak kuadrat merupakan jarak Euclidian yang dibobot, atau ditulis:
oijk2 = ∑ wka (xia − x ja ) r
2
a=1
4. Melakukan "rotasi" untuk menentukan posisi perikanan pada ordinasi "bad' dan "good" dengan Excell dan Visual Basic. Goodness of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran nilai S-Stress yang dihitung berdasarkan nilai S. Nilai Stress yang rendah menunjukkan good fit, sementara nilai S yang tinggi menunjukkan bad fit. Di dalam Rapfish, model yang baik ditunjukkan jika nilai stress lebih kecil dari 0.25 (S < 0.25). 5. Melakukan
sensitivity
analysis
dan
Monte
Carlo
Analysis
untuk
memperhitungkan aspek ketidakpastian. Tahap proses ordinasi menggunakan perangkat lunak modifikasi Rapfish (Kavanagh 2001). Perangkat lunak Rapfish merupakan pengembangan MDS yang ada di dalam perangkat lunak SPSS, untuk proses rotasi, kebalikan posisi (fliping), dan beberapa analisis sensitivitas telah dipadukan menjadi satu perangkat lunak. Melalui MDS, posisi titik keberlanjutan tersebut dapat divisualisasikan dalam dua dimensi (sumbu horizontal dan vertikal). Untuk memproyeksikan titik-titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi, dengan titik ekstrem "buruk" diberi nilai skor 0% dan titik ekstrem "baik" diberi skor nilai 100%. Posisi keberlanjutan sistem yang dikaji akan berada di antara dua titik ekstrem tersebut. Nilai ini merupakan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan (IKPPI) yang dilakukan pada saat ini. Analisis ordinasi ini juga dapat digunakan hanya untuk satu dimensi saja dengan memasukkan semua atribut dari dimensi yang dimaksud. Hasil analisis akan mencerminkan seberapa jauh status keberlanjutan dimensi tersebut. Jika analisis setiap dimensi telah dilakukan maka analisis perbandingan keberlanjutan antar dimensi dapat dilakukan dan divisualisasikan dalam bentuk diagram layanglayang kite diagram (Gambar 6).
42
G Gambar 6 IIlustrasi inddeks keberlaanjutan setiaap dimensi pengelolan pangkalan pendaratan p i ikan. Padaa tahap selaanjutnya, diilakukan annalisis sensiitivitas untuuk melihat a atribut apa yang y paling sensitif mem mberikan koontribusi terrhadap IKPP PI di lokasi p penelitian. Pengaruh P daari setiap atribut dilihaat dalam beentuk perubaahan "root m mean squaree" (RMS) orrdinasi, khussusnya pada sumbu-X atau skala sustainabilitas ( (Alder et al.., 2000), Sem makin besarr nilai perubbahan RMS akibat hilangnya suatu a atribut terteentu maka semakin bbesar pula peranan attribut tersebbut dalam p pembentuka an nilai IKPP PI pada skalaa sustainabilitas, atau denngan kata laain semakin s sensitif atribbut tersebut dalam menentukan keb berlanjutan ppengelolaan pangkalan p pendaratan ikan i di lokassi studi. Untuuk mengevalluasi pengarruh galat (errror) acak pada p proses pendugaan n nilai ordinassi pengelolaan pangkalaan pendarataan ikan diguunakan analisis "Monte C Carlo". Men nurut Kavannagh (2001) dan Fauzi dan Anna (2002) analissis "Monte C Carlo" juga berguna untuuk mempelaajari: 1.
Pengaru uh kesalahaan pembuaatan skor atribut yaang disebabbkan oleh pemahaaman kondissi lokasi pennelitian yang g belum sem mpurna atau u kesalahan pemahaaman terhadaap atribut ataau cara pembbuatan skor aatribut,
2 2.
Pengaru uh variasi peemberian skkor akibat peerbedaan opini atau pennilaian oleh peneliti yang berbedda;
43
3.
Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi);
4.
Kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing data)
5.
Tingginya nilai "stress" hasil analisis keberlanjutan, (nilai "stress" dapat diterima jika < 25%).
3.4.2
Analisis Prospektif Untuk merumuskan kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan
berkelanjutan digunakan analisis prospektif. Analisis prospektif merupakan suatu upaya untuk mengeksplorasi kemungkinan di masa yang akan datang tentang pengelolaan pangkalan pendaratan ikan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dari para stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda. Hasil analisis prospektif adalah faktor-faktor kunci yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan pengelolaan pangkalan yang telah disepakati bersama stakeholder di masa mendatang. Selanjutnya faktor kunci tersebut digunakan untuk mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan dari pengelolaan pangkalan pendaratan ikan berkelanjutan. Penentuan faktor kunci dan arah kebijakan tersebut penting dan sepenuhnya merupakan pendapat dari pihak yang berkompeten sebagai pelaku dan ahli dalam bidang pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dan pembangunan berkelanjutan. Pendapat tersebut diperoleh melalui bantuan kuesioner dan wawancara langsung di wilayah studi. Tahapan dalam melakukan analisis prospektif adalah: 1.
Menentukan faktor kunci untuk masa depan dari yang dikaji. Pada tahap ini dilakukan identifikasi seluruh faktor penting, menganalisis pengaruh dan ketergantungan seluruh faktor dengan melihat pengaruh timbal balik dengan menggunakan matriks, dan menggambakkan pengaruh dan ketergantungan dari masing-masing faktor ke dalam 4 kuadran utama (Gambar 7).
44
Pengaruh
Faktor Penentu
Faktor Penghubung
INPUT
STAKE
Faktor Bebas
Faktor Terikat
UNUSED
OUTPUT
Ketergantungan Gambar 7 Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem (Godet, 1999). Analisis prospektif dilakukan dalam rangka menghasilkan skenario pengelolan pangkalan pendaratan ikan secara berkelanjutan di Kota Samarinda untuk masa yang akan datang dengan menentukan faktor dominan yang berpengaruh terhadap kinerja. Pengaruh antar faktor diberikan skor oleh pakar dengan menggunakan pedoman penilaian analisis prospektif seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Pedoman penilaian prospektif dalam pengelolan pangkalan pendaratan ikan Keterangan
Skor
0
Tidak ada pengaruh
2
Berpengaruh sedang
1
Berpengaruh kecil
3
Berpengaruh sangat kuat
Skor
Keterangan
Adapun pedoman pengisian pengaruh langsung antar faktor berdasarkan pedoman penilaian dalam analisis prospektif adalah sebagai berikut: a. Dilihat dahulu apakah faktor tersebut tidak ada pengaruhnya terhadap faktor lain, jika ya beri nilai 0. b. Jika tidak, selanjutnya dilihat apakah pengaruhnya sangat kuat, jika ya beri nilai 3.
45
c. Jika tidak, baru dilihat apakah berpengaruh kecil = 1, dan berpengaruh sedang = 2. Pengaruh antar faktor, selanjutnya disusun dengan menggunakan matriks seperti Tabel 4 berikut ini. Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem, yang dilakukan pada tahap pertama analisis prospektif dengan menggunakan matriks pengaruh langsung antar
faktor
dalam
pengelolaan
pengembangan
kawasan
transmigrasi
berkelanjutan sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Skor pengisian adalah: skor 0 apabila tidak ada pengaruh, skor 3 apabila pengaruhnya sangat kuat, skor 1 apabila pengaruhnya kecil, dan skor 2 apabila pengaruhnya sedang. Tabel 4 Pengaruh langsung antar faktor dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Dari Terhadap
A
B
C
D
E
F
G
A B C D E F G Keterangan : A-I = Faktor penting dalam system 2.
Menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama
3.
Mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi bagaimana elemen kunci dapat berubah dengan menentukan keadaan (state) pada setiap faktor, memeriksa perubahan mana yang dapat terjadi bersamaan, dan menggambarkan skenario dengan memasangkan perubahan yang akan terjadi dengan cara mendiskusikan skenario dan implikasinya terhadap sistem.
4.
Menentukan keadaan (state) suatu faktor. Ketentuan-ketentuan yang harus diikuti pada tahap ini adalah: (a) keadaan harus memiliki peluang sangat
46
besar untuk terjadi (bukan khayalan) dalam suatu waktu di masa datang, (b) keadaan bukan merupakan suatu tingkatan atau ukuran suatu faktor tetapi mempakan deskripsi tentang situasi dari sebuah faktor, (c) setiap keadaan harus diidentifikasikan dengan jelas, (d) bila keadaan dalam suatu faktor lebih dari satu maka keadaan-keadaan tersebut harus dibuat secara kontras, dan e) mengidentifikasi keadaan yang peluangnya sangat kecil untuk terjadi atau berjalan bersamaan (mutual compatible). 5.
Membangun skenario yang mungkin" terjadi. Langkah-Iangkah dalam membangun skenario terhadap tahapan faktor-faktor yang mungkin terjadi adalah: (a) skenario yang memiliki peluang besar untuk terjadi di masa datang disusun terlebih dahulu, (b) skenario merupakan kombinasi dari faktor-faktor. Oleh sebab itu, sebuah skenario harus memuat seluruh faktor, tetapi untuk setiap faktor hanya memuat satu tahapan dan tidak memasukkan pasangan keadaan yang mutual incompatible, (c) setiap skenario (mulai dari alternatif paling optimis sampai alternatif paling pesimis) diberi nama, dan (d) memilih skenario yang paling mungkin terjadi.
6.
Implikasi skenario. Merupakan kegiatan terakhir dalam analisis prospektif yang meliputi: (a) skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas kontribusinya terhadap tujuan studi, (b) skenario tersebut didiskusikan implikasinya, dan (c) tahap selanjutnya menyusun rekomendasi kebijakan dari implikasi yang sudah disusun (Hardjomidjojo, 2004). Pembahasan
tentang
implementasi
skenario
pengelolaan
pangkalan
pendaratan ikan dilakukan dengan melibatkan semua stakehoider secara partisipatif. Wakil stakeholder dipilih secara sengaja (purposive sampling). Dasar pertimbangan dalam menentukan atau memilih pakar untuk dijadikan responden adalah: (1) mempunyai pengalaman yang memadai sesuai dengan bidangnya, (2) mempunyai reputasi, kedudukan/jabatan dan telah menunjukkan kredibilitas sebagai stakeholder yang konsisten atau ahli pada bidang yang diteliti dan (3) kesediaan untuk menjadi responden.
47
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Kondisi Fisik Wilayah 4.1.1 Administrasi Kota Samarinda terletak pada Koordinat 117º03’00” ~ 117º18’14” Bujur Timur dan 00º19’02” ~ 00º42’34” Lintang Selatan, dengan batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Kec Muara Badak (Kab Kukar)
Sebelah Timur
: Kec Anggana & Sanga-Sanga (Kab Kukar)
Sebelah Selatan
: Kec Loa janan (Kab Kukar)
Sebelah Barat
: Kec Muara Badak Tenggarong Seberang (Kab Kukar)
Gambar 8 Peta Kota Samarinda
48
Kota Samarinda mempunyai luas wilayah sekitar 718,00 km², yang secara administratif terbagi menjadi 6 kecamatan yaitu, Kecamatan Palaran, Samarinda Ilir, Samarinda Seberang, Sungai Kunjang, Samarinda Ulu dan Samarinda Utara. Sedangkan jumlah desa di Kota Samarinda sebanyak 53 Desa. Sebagai salah satu kecamatan yang terletak di wilayah Kota Samarinda, di Kecamatan Samarinda Ilir terdapat pelabuhan perikanan yang dikelola Dinas kelautan dan perikanan Kota Samarinda, yaitu PPI Selili. Secara administratif
Kecamatan Samarinda Ilir
mempunyai batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Samarinda Utara
Sebelah Timur
: Kabupaten Kutai Kartanegara
Sebelah Selatan
: Sungai Mahakam
Sebelah Barat
: Kecamatan Samarinda Ulu
Pangkalan pendaratan ikan Selili terletak distasiun iklim terdekat dari kawasan pangkalan pendaratan ikan adalah stasiun Lapang Udara Temindung Kota Samarinda
± 5
termasuk iklim Tropika Humida dengan curah hujan
berkisar antara 1500-4500 mm per tahun. Temperatur udara minimum rata-rata 21°C dan maksimum 34°C dengan perbedaan temperatur siang dan malam antara 5°-7°C.Temperatur minimum umumnya terjadi pada bulan Oktober sampai Januari, sedangkan temperatur maksimum terjadi antara bulan Juli sampai dengan Agustus. Kelurahan Selili merupakan satu di antara kelurahan yang berada diKecamatan Samarinda ilir dengan luas wilayah 149 hektar. Kelurahan ini berjarak 1 Km dari pusat pemerintahan Kecamatan, 5 Km dari pusat pemerintahan Kota Samarinda dan 5,2 Km dari Ibukota Propinsi. Kelurahan Selili berada pada ketinggian tanah 5 meter di atas permukaan laut, topografi kawasan pangkalan pendaratan ikan didominasi topografi bergelombang, dari kemiringan landai sampai curam, dengan ketinggian berkisar antara 0-1500 meter dpl dengan kemiringan 60 %. Struktur Geologi didominasi oleh batuan sedimen liat berlempung dan terdapat pula kandungan batuan endapan tersier dan batuan endapan kwartener. Formasi batuan endapan utama terdiri dari batuan pasir
49
kwarsa dan batuan liat. Kelembaban udara rata-rata mencapai 86 % dengan kecepatan angin rata-rata 5 knot perjam. 4.1.2 Kondisi Fisik Wilayah Topografi Berdasarkan topografinya, maka wilayah Kota Samarinda berada di ketinggian antara 0-200 dpl, dan hampir 24,17 % berada di ketinggian 0-7 dpl, umumnya terletak di dekat Sungai Mahakam sekitar 41,10 % berada dalam ketinggian 7-25 dpl, dan 32,48 % berada di ketinggian 25-100 dpl. Tabel 5 Topografi Kota Samarinda No
Kemiringan (%)
Luas (KM2)
Persentase (%)
1
0-2
219,61
30,61
2
3-14
198,58
27,68
3
15,40
194,06
27,05
4
> 40
105,17
14,68
Sumber: Bappeda Kota Samarinda (2008)
4.1.3 Jenis Tanah Sesuai dengan kondisi iklim di Kota Samarinda yang tergolong dalam tipe iklim tropika humida, maka jenis-jenis tanah yang terdapat di daerah inipun tergolong ke dalam tanah yang bereaksi masam. Jenis-jenis tanah yang terdapat di Kota Samarinda, menurut Soil Taxanomy USDA tergolong kedalam jenis tanah: Ultisol, Entisol, Histosol, Inceptiols dan Mollisol atau bila menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor terdiri dari jenis tanah: Podsolik, Alluvial, Organosol. Ciri dan sifat tanah-tanah Podsolik (Ultisol) biasanya ditandai dengan: 1. Pencucian yang intensif terhadap basa-basa, sehingga tanah bereaksi masam dan dengan kejenuhan basa yang rendah. 2. Karena suhu yang cukup tinggi dan pencucian yang berlangsung terus menerus mengakibatkan pelapukan terhadap mineral liat sekunder dan oksidaoksidanya. 3. Terjadi pencucian liat di lapisan atas (eluviasi) dan penimbunan liat di lapisan bawahnya (illuviasi). Tanah Podsolik (Ultisol) merupakan jenis tanah yang arealnya terluas di Kota Samarinda dan masih tersedia untuk dikembangkan sebagai daerah
50
pertanian. Persediaan air di daerah ini umumnya cukup tersedia dari curah hujan yang tinggi. Penggunaan tanah dari jenis tanah ini sebagai daerah pertanian, biasanya memungkinkan produksi yang baik pada beberapa tahun pertama selama unsur-unsur hara dipermukaan belum habis melalui proses biocycle. Pada dasarnya jenis-jenis tanah di Kota Samarinda (menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor dan Padanannya menurut Soil Taxanomy) terdiri dari: Podsolik (Ultisol) , Alluvial (Entisol) , Gleisol (Entisol), Organosol (Histosol) dan Lithosol (Entisol). Luas jenis tanah dan penyebarannya di Kota Samarinda dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6 Luas masing-masing Jenis Tanah di Wilayah Kota Samarinda. Jenis Tanah
Luas (Ha)
%
Jumlah
71.800
100
3.453
4,81
No 1
Alluvial
2
Alluvial/Gambut
16.294
24,68
3
Podsolik/Litosol
8.266
12,52
4
Podsolik
30.010
45,45
5
Lain-Lain
13.777
12,12
Sumber: Bappeda Kota Samarinda (2008)
Dari tabel diatas ternyata bahwa jenis tanah Podsolik mempunyai luasan yang tertinggi di wilayah Kota Samarinda dengan 30.010 hakter atau 45,45%, sedangkan jenis tanah Alluvial tidak bergambut mencapai luas 3.453 hakter atau 4,81% dari luas Kota Samarinda. 4.1.4 Kondisi Geologi Struktur geologi di wilayah Kota Samarinda diketahui berdasarkan hasil survey dan atau pemetaan geologi yang dimuat dalam buku "Geology of Indonesia, Volume IA". Oleh R.W. Van Bemmelen, 1949, pada umumnya berumur Praktertier hingga Kwarter. Beberapa formasi geologi yang terdapat diwilayah Kota Samarinda diantaranya adalah, Kampung Baru Beds, Balikpapan Beds, Pulau Balang Beds dan Pemaluan Beds lihat pada tabel 7.
51
Beberapa Wilayah geologi telah mengalami perubahan yang ditandai dengan adanya patahan. Formasi ini terdiri dari Grewake, batu pasir kwarsa, batu gamping, batu lempeng dan tufa dasitik dengan sisipan batu bara.
Tabel 7 Luas masing-masing Formasi Geologi di Wilayah Kota Samarinda. No
Formasi
Luas (Ha)
%
Jumlah
71.800
100
1
Kampung Baru Beds
11.314
11,34
2
Balikpapan Beds
33.953
53,29
3
Pulau Balang Beds
16.977
26,65
4
Pemaluan Beds
9.556
8,72
Sumber: Bappeda Kota Samarinda (2008)
4.1.5 Kondisi Hidrologi Berdasarkan kondisi hidrologinya Kota Samarinda dipengaruhi oleh sekitar 20 Daerah Airan Aungai ( DAS) . Sungai Mahakam adalah sungai utama yang membelah Kota Samarinda dengan lebar antara 300-500 meter, sungaisungai lainnya adalah anak-anak sungai yang bermuara di sunagai Mahakam yang meliputi: 1. Sungai Karang Mumus dengan luas DAS sekitar 218,60 Km 2. Sungai Palaran dengan luas DAS 67,68 Km 3. Anak sungai lainnya antara lin , Sungai Loa Bakung, Lao Bahu, Bayur, Betepung, Muang, Pampang, Kerbau, Sambutan, Lais, Tas, Anggana, Loa Janan, Handil Bhakti, Loa Hui, Rapak Dalam, Mangkupalas, Bukuan, Ginggang, Pulung, Payau, Balik Buaya, Banyiur, Sakatiga, dan Sungai Bantuas. 4.2 Kependudukan dan Sosial Ekonomi 4.2.1 Jumlah Penduduk Penduduk Kota Samarinda dari tahun ke tahun mencatat kenaikan yang cukup berarti. Sampai dengan tahun 2008 jumlah penduduk di Kota Samarinda sebanyak 602.117 jiwa. Pada tahun 2008 sebagian besar penduduk Kota Samarinda berada di Kecamatan Samarinda Utara sebanyak 151.007 jiwa atau sekitar 25,08 %. Pola persebaran penduduk di Kota Samarinda tidak banyak
52
berubah dari tahun ke tahun. Tingkat kepadatan penduduk di Kota Samarinda. adalah
893
jiwa/km².
Kepadatan
penduduk
pada
setiap
kecamatan
menggambarkan pola persebaran penduduk secara keseluruhan. Berdasarkan pola persebaran dan luas wilayahnya, terlihat belum merata, sehingga terlihat adanya perbedaan kepadatan penduduk yang mencolok antar kecamatan. Dari enam kecamatan yang ada terlihat bahwa Kecamatan Samarinda Seberang memiliki kepadatan penduduk tertinggi, yaitu 2.322 jiwa/km² diikuti oleh Kecamatan Samarinda Ulu dengan kepadatan 1.819 jiwa/km². Sedangkan untuk Kecamatan Samarinda Utara dan Palaran yang mempunyai wilayah lebih luas, kepadatan penduduk hanya 544 jiwa/km² dan 239 jiwa/km². Ditinjau dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki di Kota Samarinda masih lebih banyak dibanding perempuan. ini terlihat dari rasio jenis kelamin yang lebih besar dari 100. Berdasarkan data statistik antara tahun 2006 hingga 2008 Jumlah penduduk Kota Samarinda pada tahun 2006 sebesar 588.135 jiwa, tahun 2007 sebesar 593.827 jiwa, dan tahun 2008 sebesar 602.117 jiwa. Jumlah penduduk Kota Samarinda sebagian besar terkosentrasi di kecamatan Samarinda utara yaitu sebanyak 151.007 jiwa disusul Kecamatan Samarinda ulu yaitu sebanyak 105.971 jiwa, Kecamatan Samarinda ilir sebanyak 108.742 jiwa, kecamatan sungai kunjang sebanyak 98.687 jiwa, Kecamatan Samarinda Seberang sebesar 93.997 jiwa dan yang paling rendah jumlah penduduknya pada Kecamatan Palaran sebesar 43.713 Jiwa, lihat pada Gambar 9.
53
Samarinda Utara
277,8
Samarinda Ulu
58,26
Sungai Kunjang
69,23
Samarinda Seberang
40,48
151007 105971 98687 93997
89,7
Samarinda Ilir
0
Jumlah Penduduk (Jiwa)
108742
182,53
Palaran
Luas Wilayah (KM²)
20000
43713 40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
Sumber : BPS Kota Samarinda (2008)
Gambar 9 Jumlah Penduduk menurut masing-masing Kecamatan 4.2.2 Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk yang mendiami/tinggal dalam suatu wilayah atau daerah dalam luasan dan waktu tertentu.
Jumlah
penduduk dan kepadatan penduduk pada suatu tempat dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui kecenderungan penyebaran penduduk. Jumlah penduduk yang besar cenderung mengelompok pada tempat-tempat tertentu sehingga menyebabkan pola penyebaran bervariasi, lihat pada Gambar 10.
Kepadatan Penduduk Masing‐masing Kecamatan Tahun 2008 Samarinda Utara 1,819
Samarinda Ulu
1,425
Sungai Kunjang
58,26
1,212
Samarinda Ilir Palaran
105,971
Luas Wilayah (KM²)
93,997 89,7 108,742
43,713
0
Kepadatan Penduduk (KM²/Jiwa)
69,23 98,687
2,322 40,48
Samarinda Seberang
544
277,8
151,007
100
182,53
200
Jumlah Penduduk (Jiwa)
239
300
400
500
600
Sumber: BPS Kota Samarinda (2008)
Gambar 10 Kepadatan Penduduk Masing-masing Kecamatan
54
4.2.3 Penyebaran Penduduk Penyebaran penduduk di wilayah Kota Samarinda secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu : 1. Penyebaran penduduk di daerah perkotaan. 2. Penyebaran penduduk di daerah pedesaan / pinggiran Kota Berdasarkan Peta Penyebaran Penduduk, penyebaran penduduk Kota Samarinda dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk terkonsentrasi di daerah perkotaan, dibagian wilayah Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda Ilir dan Samarinda Utara. Akumulasi penduduk yang sebagian besar berada di daerah perkotaan tersebut dikarenakan daerah perkotaan merupakan pusat pemerintahan, industri, perdagangan dan jasa. Disamping itu, faktor kemudahan sarana transportasi dan komunikasi yang memadai serta adanya berbagai fasilitas sosial-ekonomi yang lebih baik, menyebabkan sebagian besar penduduk terkonsentrasi di daerah perkotaan. Penyebaran penduduk di daerah pedesaan atau pinggiran kota pada umumnya terdapat di sepanjang jalan yang ada lihat pada Gambar 11. Kecenderungan ini disebabkan oleh faktor kemudahan transportasi, tersedianya air minum dan pemanfaatan tanah disekitar tanggul sungai yang subur untuk usaha pertanian yang sifatnya masih berpindah-pindah. Areal-areal tanah yang terletak jauh dari aliran sungai biasanya bebas dari penggarapan masyarakat. 151,007 (25,08 %)
160.000 140.000 108,742 (18,06 %)
120.000 100.000
93,997 (15,61 %)
98,687 (16,39 %)
105,971 (17,60%)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
80.000 60.000
43,713 ( 7,27 % )
40.000 20.000
18.253 4.048
897
6.923
5.826
2.778
0 Palaran
Samarinda Ilir
Samarinda Seberang
Sungai Kunjang
Samarinda Ulu Samarinda Utara
Sumber: BPS Kota Samarinda (2008)
Gambar 11 Penyebaran penduduk Kota Samarinda
Luas Wilayah (KM²)
55
4.2.4 Tenaga Kerja dan Mata Pencarian Pengangguran Pencari kerja di Kota Samarinda setiap tahun terus mengalami peningkatan, baik dari segi jumlah maupun kualitas. Tak seimbangnya antara jumlah angkatan kerja dengan lowongan kerja yang tersedia, menyebabkan pengangguran di Samarinda terus bertambah. Selain itu, masalah perburuhan di kota ini juga terus meningkat. Melihat kondisi tersebut, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Samarinda membentuk tim khusus untuk menangani masalah ketenagakerjaan yang ada di kota ini. Untuk diketahui, tahun 2008 Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Samarinda mencatat, pencari kerja yang terdaftar mencapai 10.437 orang. Sedangkan lowongan kerja yang tersedia hanya 4.798. Tak sebandingnya lowongan kerja dengan jumlah pencari kerja, menyebabkan jumlah pengangguran di kota ini terus meningkat. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kota Samarinda pada tahun 2006 sebesar 14.507 orang, tahun 2007 sebesar 11.162 orang, dan tahun 2008 sebesar 10.437 orang, Sedangkan jumlah pengangguran di Kota Samarinda tahun 2006 sebesar 26.986 orang, tahun 2007 sebesar 26.157 orang dan tahun 2008 sebesar 23.952 orang, Jumlah partisipasi angkatan kerja disajikan pada tabel 8. Jumlah pengangguran dalam kurun waktu tersebut mengalami peningkatan sebagai akibat banyaknya perusahaan perkayuan yang menghentikan kegiatannya akibat kebijakan di sektor kehutanan sehingga banyak tenaga kerja yang mengalami PHK, Jumlah pencari kerja menurut tingkat pendidikan disajikan pada tabel 9.
Tabel 8 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran No Jenis Kelamin
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Tingkat Pengangguran
Jumlah
10,437
23,925
1
Laki-laki
7.480
15,494
2
Perempuan
2.957
8,458
Sumber: BPS Kota Samarinda (2008)
56
T Tabel 9 Jum mlah Pencari Kerja Menuurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Keelamin No
Tingkat T Pend didikan Jumlaah
Jen nis Kelamin Laki-laki
Jumlah
Perem mpuan
7.480
2.9557
10.437
1
SD/MII
305
663
368
2
SLTP//MTS
584
1448
732
3
SLTA//SMK/MA
4.420
2225
4.645
4
D1/D2 2/D3
731
9999
1.730
5
SARJA ANA
1.440
1.5222
2.962
S Sumber: BPS S Kota Samariinda (2008)
1 1.
Data Kelurahan K Seelili Kelu urahan Selilli dengan jjumlah pennduduk 14.6656 jiwa terdiri dari
p penduduk laaki-laki berjuumlah 7.4211 jiwa dan penduduk p w wanita berjum mlah 7.235 j jiwa . Jumlaah pendudukk berdasarkann kelompok usia dapat ddilihat pada Gambar G 12 d untuk juumlah penduuduk berdasaarkan kelom dan mpok usia tennaga kerja daapat dilihat p pada Gambaar 13.
Komposisi Pe enduduk Berd dasarkan Kellompok Usia Pendidikan 514
618 K Kelompok Ussia (tahun)
2099
00 – 03
70 070
04 – 06 20 052
07 – 12 13 – 15
2303
16 – 18 19>
S Sumber : Kellurahan Selili (2008)
Gambar 12 Kompossisi Penduduuk Berdasarkkan Kelompook Usia Pend didikan
57
Komposisi Pe K enduduk Berd dasarkan Kelo ompok Usia TTenaga Kerja K Kelompok Ussia (tahun)
691
3141
2492 10 – 14
187
15 – 19 1735
20 – 26 3 3393
27 – 40 41 – 56
3 3017
57 > Lain‐lain
S Sumber : Kellurahan Selili (2008)
Gambar 13 1 Komposissi Pendudukk Berdasarkaan Kelompokk Usia Tenagga Kerja 2 2.
Tenaga a Kerja Tenaaga kerja menurut Kusuumosuwidhoo (1981), addalah penduuduk dalam
u kerja yaitu seluruh penduduk berusia usia b 10-664 tahun yanng dapat meemproduksi b barang dan jasa, jika ada permintaaan terhadapp tenaga meereka, dan jiika mereka m berparttisipasi dalaam aktivitas tesebut, seh mau hingga jika dilihat dari komposisi usia tenagaa kerja makka di keluraahan Selili merupakan p penduduk berdasarkan b m p penduduk yang produkttif. Apabila hal ini dapaat terus dipeertahankan, maka m akan s semakin mempercepat daerah d ini m mengarah keppada kompossisi pendudu uk tua yang t tentunya akkan menunjaang dalam ppenyediaan sumber s dayaa manusia, sebaliknya j juga akan menimbulkan m n masalah baaik mengenaii kesempatann belajar dann berusaha. J Jumlah pendduduk berdassarkan tingkkat pendidikaan disajikan pada gambaar 14. Kelu urahan Selilii memiliki penduduk dengan d latarr belakang pendidikan p y yang berbeda-beda, diiharapkan ddengan perbbedaan penddidikan terssebut akan m mendorong tercapainyaa pembanguunan di berb bagai bidangg ke arah yang y lebih m maju.
58
Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan 1.099
Lain‐lain e. Kursus/Ketrampilan d. Sekolah luar Biasa c. Pendidikan Keagamaan b. Madrasah
Jumlah Penduduk (jiwa)
a. Pondok Pesantren 618
Lulusan Pendidikan … f.
121
Akademi (D1‐D3)
b. a.
54
Sarjana (S1‐S3)
e.
d.
SLTA
c.
SLTP
543 1.223 1.187
Sekolah Dasar 192
Taman Kanak‐Kanak Lulusan Pendidikan 0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Sumber : Kelurahan Selili (2008)
Gambar 14 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan 3.
Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk kelurahan Selili bervariasi, sebagian besar
sebagai karyawan swasta, dan selebihnya bekerja sebagai pegawai negeri, pertukangan, pedagang, nelayan, petani, jasa, pemulung, pensiunan dan ABRI. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada gambar 15.
Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Lain‐lain
7.941
Jasa
32
Pemulung
26
Nelayan
60
Pensiunan
12
Pertukangan
Jumlah Penduduk (Jiwa)
138
Tani
41
Wiraswasta/pedagang
105
c. Swasta
5.124
b. ABRI
9
a. Pegawai Negeri Sipil
1.691
Karyawan 0
2000
4000
6000
8000
10000
Sumber : Kelurahan selili (2008)
Gambar 15 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
59
4 4.2.5 Agama Berd dasarkan BP PS tahun 22008, agamaa yang di anut pendu uduk Kota S Samarinda m meliputi Agama Islma, Kriste Proteestan, Katoliik, Budha, dan d Hindu. S Sebagian Beesar pendudduk memeluuk Agama Isslam sebanyyak 491.842 2 jiwa atau 9 91,13% , diiikuti pemeluuk agama kriisten Protestaan sebanyakk 25.438 jiwaa (4,71%) , K Kristen Katoolik 14.248 jiwa (2,64% %) , Budha sebanyak 6..389 jiwa (11.18%) dan H Hindu seban nyak 973 jiw wa (0,18%). Sedangkan Tempat Ibaadah menuru ut Jenisnya h hingga tahuun 2008 addalah, Mesjjid sebanyaak 261 buaah, Langgaar/Musholla s sebanyak 56 61 buah, Gereja sebanyyak 71 buaah, Pura Hinndu sebanyaak 3 buah, W Wihara Buddha sebanyyak 8 buah dan Kelennteng sebannyak 1 buaah. Jumlah p penduduk peemeluk agam ma dapat lihaat pada Gam mbar 16.
Banyak Penduduk Pemelluk Agama SSurvey Tahun 2008 14248 (2,64%)
6389 (1,18%)
25438 (4,71 %)
973 (0,18 %) 8366 (0,15 %)
491.842 (91,13 %)
Islam Kristen Protestan Kristen Katolik Budha Hindu Lainnyaa
D Data: BPS Koota Samarinda (2008)
Gambar 166 Banyak Peenduduk Pem meluk Agam ma Survey 4 Sumberrdaya Perik 4.3 kanan 4 4.3.1 Prod duksi Perikaanan Perkembangan di d Sektor Keelautan dan Perikanan yaang meruukan sektor u unggulan b bagi pertum mbuhan ekkonomi Ko ota Samarinnda. Saat ini telah m mengemban ngkan produ uksi perikannan untuk menjamin kketersediaan n gizi dan p pangan bag gi masyarakkat, meninggkatkan keaanekaragamaan produk perikanan, t termasuk ikaan hias, bernnilai dan berrdaya saing tinggi, t meniingkatkan ekkspor, serta m memperbaik ki pendapattan dan keesejahteraan masyarakat perikanann terutama
60
nelayan kecil. Jumlah produksi perikanan darat dan laut yang didaratkan di pangkalan pendaratan ikan Selili lihat pada Gambar 17.
16000,0
14372,0
14000,0
Perikanan Laut Ikan Laut (Ton)
12000,0 10000,0
9660,0
9048,0 7401,0
8000,0 6000,0
9223,0 7072,0
9009,0 7497,0 6537,0
6300,0
5324,0
4000,0
2259,0
2151,0
2472,5
2000,0
1197,0
Perikanan Darat Ikan Darat (Ton) Jumlah (Ton)
0,0
2005
2006
2007
2008
2009
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Samarinda (2009)
Gambar 17 Data Perkembangan Produksi Perikanan Darat dan Laut Melihat Data produksi ikan darat yang menurun perlunya perbaikan diaspek lingkungan didaerah hulu, agar dimasa akan datang hasil perikanan darat dapat meningkat dan lingkungan tetap terjaga. Jumlah komoditas produksi ikan darat Gambar 18. 5.000,00 4.732,30 4.500,00 4.000,00
4.211,40
3.500,00
4.293,20
4.143,20
3.988,40
3.822,40 Baung
3.503,20 3.232,40
3.000,00 2.500,00
2.993,20
2.972,30 2.324,30
2.434,20 2.112,30
2.000,00
2.272,30 1.993,30
2.150,30 1.773,30
1.500,00 1.000,00 500,00
1.124,10 913,4
972,4 711,2
854,1 642,2
270,20
207,10
501,20
0,00 2005
2006
2007
Jelawat 2.822,30
Patin Lais
2.032,30 1.582,40
Gabus Mujair Sepat Siam
721,2 523,1 150,30 2008
641,9 418,5 104,30 2009
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Samarinda (2009)
Gambar 18 Data Produksi Ikan Darat
61
4.3.2 Alat Tangkap Alat tangkap merupakan salah satu sarana dasar yang dibutuhkan kapal perikanan pada saat beroperasi. Macam dan jenis alat tangkap disajikan alat penangkapan ikan di perairan umum Kota lihat pada tabel 10, sedangkan jenis alat penangkapan ikan laut lihat pada tabel 11, dipergunakan nelayan yang beroperasi di pangkalan pendaratan ikan Selili antara lain sebagai berikut : Tabel 10. Banyak alat penangkapan ikan di perairan umum Kota Samarinda Tahun (1) 1. 2007
Jaring Insang (2) 68
Jaring Angkat (3) 46
Pancing
Perangkap
Lainnya
Jumlah
(4) 297
(5) 99
(6) 32
(7) 542
2.
2008
68
46
310
106
31
561
3.
2009
68
48
323
116
31
586
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kaltim (2009)
Tabel 11 Banyak alat penangkapan ikan laut Kota Samarinda Tahun (1)
Pukat Pukat Pukat Jaring Jaring Pancing Perangkap Lainnya Jumlah Tarik Kantong Cincin Insang Angkat (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1. 2007
287
393
-
169
-
70
19
-
938
2. 2008
277
398
-
180
-
65
21
-
941
3. 2009
277
402
-
184
-
69
22
-
954
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kaltim (2009)
4.3.3 Jenis dan Lokasi Pengolahan Hasil Perikanan Ikan merupakan bahan makanan yang mudah membusuk (perishable food), sehingga upaya pengolahan dan pengawetan mutlak diperlukan, guna menjaga agar produk yang telah dihasilkan petani ikan/nelayan dapat sampai ditangan konsumen dalam keadaan baik dan layak dimakan (eatable). Karena tanpa perlakuan pengawetan, ikan dalam suhu tropis hanya dapat bertahan paling lama 8 (delapan) jam di udara terbuka. Untuk mempertahankan
62
mutu ikan diperlukan suatu penanganan, berupa proses pengolahan / pengawetan baik bersifat tradisional maupun cara modern. Adapun jenis ikan olahan yang diproduksi di Kota Samarinda berdasarkan tingkat teknologi : 1. Secara Tradisional (curing), meliputi : Pengeringan/gereh, Pemindangan, Pengasapan/pemanggangan/pembakaran dan Fermentasi (terasi dan kecap ikan) 2. Secara Modern, meliputi : Pendinginan (cold storage) dan Pembekuan
4.4 Sosial Ekonomi Nelayan 4.4.1 Jumlah Nelayan Kondisi sosial ekonomi nelayan di Kota Samarinda umumnya dan yang memanfaatkan PPI Selili pada khususnya. Jumlah nelayan PPI Selili lihat pada tabel 12 berikut berdasarkan hasil survey sekunder dan institusional pada BPPPI Selili serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Samarinda. Tabel 12 Jumlah Nelayan PPI Selili. 2005 No
Desa
2006
Nelayan
2007
Nelayan Jml
Jrg ABK
2008
Nelayan Jml
Jrg ABK
2009
Nelayan Jml
Jrg ABK
Nelayan Jml
Jrg ABK
Jml Jrg ABK
1
102 1045 1147 117 1249 1366 123 1112 1235 122 1019 1141 122 1173 1295
2
164 1755 1919 208 2046 2254 208 1845 2053 207 1690 1897 207 1946 2153
3
184 1531 1715 215 1545 1760 224 1499 1723 223 1373 1596 223 1580 1803
4
20
158
178
34
96
130
30
125
155
30
115
145
30
132
162
5
38
175
213
92
348
440
70
250
320
69
229
298
69
264
333
6
34
161
195
31
85
116
37
122
159
37
112
149
37
129
166
Jumlah
542 4825 5367 697 5369 6066 692 4953 5645 688 4538 5226 688 5224 5912
Sumber : Laporan Tahunan PPI Selili (2008)
63
4.4.2 Penghasilan Nelayan Sebagai salah satu indikator yang dipergunakan untuk mengukur tingkat hidup dan kesejahteraan nelayan adalah tingkat penghasilan yang diterima oleh keluarga nelayan. Perkembangan penghasilan nelayan mengalami kenaikan, hal ini disebabkan harga ikan yang cukup baik terutama ikan ekonomis penting. Perkembangan hasil nelayan disajikan pada tabel 13. Tabel 13 Perkembangan Penghasilan Nelayan
1
Nelayan Maju
Besarnya Penghasilan 2008 2009 1.902.760 1.958.890
2
Nelayan Tradisional
1.291.750
No
Tipe Nelayan
1.320.995
Kenaikan (%) 2,9 2,2
Sumber : Laporan Tahunan PPI Selili (2008)
4.5 Gambaran Umum Kegiatan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Selili Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Selili berlokasi di Kelurahan Selili, Kecamatan Samannda Ilir, Kota Samarinda merupakan satu di antara sentral pemasaran hasil-hasil perikanan baik ikan laut maupun ikan air tawar. Sebagai sentral pemasaran hasil perikanan di Kota Samarinda, Pangkalan Pendaratan Ikan Selilli mendapat pasokan ikan segar yang dibawa langsung oleh nelaya atau melalui pedagang pengumpul dari luar kota Samarinda bahkan dan luar proninsi Kalimantan Timur. terutama ikan laut yang berasal dari daerah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, sedangkan untak ikan air tawar berasal dari daerah hulu sungai Mahakam seperti dari daerah Muara Kaman, Kota Bangun, Muara Muntai Pangkalan Pendaratan Ikan Selili terletak di jalan Lumba-lumba dan dibagian belakang dilalui Sungai Mahakam, sehingga sangat strategis untuk kegiatan Pendaratan, bongkar muat ikan, pelelangan dan sarana pendistribusian ikan kelembaga tataniaga yang lebih rendah. Kegiatan pendaratan, bongkar muat, pelelangan dan pendistribusian ikan dilakukan pada pagi hari mulai pukul 02.00 sampai dengan pukul 07.00 Wita. Pada awal operasinya seluruh ikan yang masuk maupun yang keluar dari Pangkalan Pendaratan Ikan Selili diangkut dengan menggunakan angkutan air, namun seiring dengan perkembangannya maka
64
angkutan air mulai bergeser ke angkutan darat, seperti: truk, mobil, motor, dan sepeda. Jenis-jenis ikan yang didistribusikan sebagian besar ikan laut diantaranya : Belanak (Mugil .spp.), Bandeng (Chanos chanos F), Tembang (Sardinella fimbriata), Layang (Decapterus russelli), Tongkol (Euthynnus spp), Kembung (Rastrelliger), Biji Nangka (Upeneus spp.), Menangin (Polynemus spp.), Sembilang (Plotosus canius), Gulamah (Scienidae sp), Serisi (Nemipterus spp.), Kakap putih (Lates calcarifer Bloch), Tenggiri (Scomboromorus commersoni), Lemuru (Sardinella longiceps), Selangat (Dorosoma chacuda), Cumi-cumi (Loligo spp), Udang (Penaeaus sp), Kakap merah (Lutjanus spp.), Ekor kuning (Caesio sp), Trakulu (Caraxn spp.), Kerapu (Epinephelus spp.), Lauro (Polynemus spp.) Sedangkan untuk jenis air tawar hanya sebagian kecil saja yang dibeli dan didistribusikan diantaranya ; Gabus (Canna striatus), Patin (Pangasius pangasius), Puyu (Anabas testudenius), Biawan (Helestoma temincki,C.V), Toman (Canna mikropeltes C.V), Ikan Mas (Cyprinus carpio L.), Jelawat (Leptobarbus hoeveni), Lele (Clarias batrachus), Lais (Belodontichthys dinema (Bikr.), Pipih (Notopterus chitala (H.B), Baung (Macrones nemurus (C.V), Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii), Nelayan
Agen
Pedagang Pengecer
Konsumen
Gambar 19 Saluran Pemasaran Hasil Perikanan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Melalui Pangkalan Pendaratan Ikan Selili ikan yang telah dibeli oleh agen dari nelayan dijual kembali ke pedagang pengecer. Hasil data lapangan diketahui bahwa pedagang pengecer yang berjualan ikan di sekitar Pangkalan Pendaratan Ikan Selili atau yang menggunakan sepeda dan sepeda motor, menjual ikannya langsung ke konsumen akhir sedangkan untuk pedagang pengecer yang menggunakan mobil selain memasarkan ikan langsung ke konsumen akhir, ada sebagian yang memasarkan ikan ke pedagang ikan di pasar, baru kemudian oleh pedagang ikan di pasar, ikan dijual kembali ke konsumen.
65
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Status Keberlanjutan Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Penilaian pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dengan menggunakan indeks keberlanjutan yang ditetapkan berdasarkan lima (5) dimensi keberlanjutan yaitu : dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial budaya, dimensi infrastruktur dan teknologi serta dimensi hukum dan kelembagaan. Penentuan status keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan
membagi atas empat (4) kategori nilai yaitu: kategori nilai 0 – 25 tidak berkelanjutan, nilai 25 – 50 kurang berkelanjutan, nilai 50-75 cukup berkelanjutan dan nilai 75 – 100 berkelanjutan. Berdasarkan penilaian dari lima (5) dimensi dan enam puluh empat (64) atribut/ elemen didapatkan status keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan sebesar 44.50 yang termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan. Hasil analisis kategori status keberlanjutan dengan Multi Dimension Scaling (MDS) dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Penilaian dimensi status keberlanjutan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda Dimensi Keberlanjutan
pengelolaan
pangkalan
Indeks RAP-PPI
Bobot
Indeks Pembobotan
Ekologi
28.38
0.35
9.96
Ekonomi
59.55
0.28
17.13
Sosial
60.90
0.17
10.49
Teknologi
42.69
0.10
4.36
Hukum & Kelembagaan
29.48
0.08
2.55
Total Indeks Gabungan Kategori Keberlanjutan
44.50 KURANG BERKELANJUTAN
Hasil analisis status keberlanjutan masing-masing dimensi menunjukkan nilai indeks dimensi ekologi 28.38, dimensi ekonomi 59.55, dimensi sosial 60.90, dimensi teknologi 42.69 serta dimensi hukum dan kelembagaan 29.48. Nilai indeks keberlanjutan dengan menggunakan diagram layang-layang (kite diagram) dapat dilihat pada Gambar 19.
66
Gambar 20 Diagram layang (kite diagram) indeks tingkat keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Hasil analisis Monte Carlo yang digunakan untuk mengevaluasi pengaruh galat pada pendugaan nilai ordinansi keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaraatan ikan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% terhadap hasil analisis IKPPI menggunakan analisis Multi Dimension Scaling (MDS). Perbandingan hasil nilai analisis Monte Carlo dengan analisis MDS dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Perbandingan nilai Indeks IKPPI dengan analisis Monte Carlo Dimensi Keberlanjutan Ekologi Ekonomi Sosial budaya Infrastruktur & Teknologi Hukum dan kelembagaan
Indeks Keberlanjutan (%) Nilai MDS Nilai Monte carlo 28.38 29.31 59.55 58.52 60.90 60.41 42.69 43.21 29.48 31.26
Deviasi -0.93 1.13 0.49 -0.52 -1.78
Hasil kajian juga menunjukkan semua atribut dan elemen yang digunakan dalam kajian keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan memiliki nilai keakuratan yang tinggi dengan kesalahan yang kecil terhadap pelaksanaan pemberian skoring atribut karena pemahaman yang kurang sempurna, variasi skoring karena perbedaan opini pendapat, proses input dan analisis data yang berulang-ulang. Nilai kajian dapat dipertanggunjawabkan bila nilai koofisien determinan (R2) mendekati nilai 1 serta nilai Stress lebih kecil dari 0,25%
67
(Kavanagh, 2001). Hasil perlakuan menggunakan metode RAP-PPI menunjukkan nilai Stress rata-rata 0.12% – 0.14% dan nilai koofisien determinan (R2) rata rata 0.95 yang mendekati nilai 1. Nilai Stress dan koofisien determinan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel
16
Hasil analisis Pangkalan Pendaratan Ikan koofisien determinan
Parameter
Ekologi
Ekonomi
Stress R2
0.14 0.95
0.13 0.95
pada nilai stress dan
Dimensi Sosial & Infrastruktur & Budaya Teknologi 0.13 0.13 0.95 0.95
Hukum & Kelembagaan 0.12 0.95
Untuk melihat atribut yang sensitif dan memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan dilakukan analisis Root Mean Square (RMS). Dengan analisis tersebut dapat diketahui nilai perubahan atribut terhadap sumbu ordinansi X. Dimana semakin besar nilai perubahan RMS, semakin menunjukkan sensitifitas terhadap keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Hasil analisis Root Mean Square (RMS ) disajikan berdasarkan masing-masing dimensi yang digunakan.
5.1.1. Dimensi Ekologi Atribut yang digunakan untuk melihat pengaruh dimensi ekologi terhadap keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan
sebanyak delapan (8)
elemen. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan nilai keberlanjutan dimensi ekologi sebesar 28.38 yang termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan dapat dilihat pada lampiran 2. Terdapat Tujuh (7) elemen yang sensitif mempengaruhi setelah dilakukan analisis leverage yaitu : (1) kesesuaian lokasi, (2) luas lahan PPI, (3) sistem pemeliharaan, (4) ketersediaan tempat pembuangan sampah perikanan, (5) pemanfaatan limbah perikanan, (6) tingkat kualitas air, (7) ketersediaan instalasi pengolahan limbah perikanan. Hasil analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 21.
68
Leverage of Attributes Sarana air bersih untuk pembersihan limbah perikanan di PPI
0,42
3,71
Ketersediaan instalasi pengolahan limbah perikanan
Tingkat kualitas air di sekitar PPI
4,67
Attribute
Pemanfaatan limbah perikanan di PPI
4,95
6,47
Kesesuaian lokasi PPI
Kertersedian tempat pembuangan sampah hasil perikanan
3,63
5,08
Luas lahan PPI
3,71
Sistem pemeliharaan pangkalan pendarataan ikan
0
1
2
3
4
5
6
7
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 21
Peran masing-masing atribut dimensi ekologi dalam bentuk nilai Root Mean Square (RMS)
Beberapa atribut yang sensitif memberikan dampak yang mempengaruhi keberlanjutan seperti kesesuaian lokasi pangkalan pendaratan ikan saat ini yang kurang
layak
sebagai
pelabuhan
perikanan
terletak
dikelilingi
banyak
perusahan–perusahan serta masyarakat umum yang mayoritas bukan nelaya melainkan pekerja buruh bangunan, guru, PNS dan swasta. Hal ini sangat mengganggu masyarakat sekitar dari hal kebisingan dan kebauan. Hal ini dikarenakan perkembangan kota yang semakin pesat perlunya solusi masalah tata ruang wilayah. Dukungan lainnya adalah luas lahan Pangkalan pendaratan ikan Selili hanya 1,2 Ha,kurang sesuai, Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2004) mengenai kriteria teknis untuk tipe pelabuhan, pangkalan pendaratn ikan termasuk tipe D minimal memiliki lahan sekurang–kurangnya seluas 2 Ha. Karena pangkalan pendaratan ikan tersebut berada dipermukiman penduduk sehingga perlu waktu dan membiayaan yang sangat besar untuk pembebasan lahan. Perlu ditingkatkan sistem pemerliharan bangunan fasilitas fisik agar dapat terjaga saat ini dan akan datang. Agar dibangun tempat pembuangan sampah hasil sisa perikanan yang terencana agar polusi udara dan kebauan dapat dikurang pencemarannya. Kurangnya penyuluahan tentang pemanfaatan limbah perikanan yang bisa sebagai alternatif pakan ikan dan dapat meningkatan perekonomian
69
nelayan. Tingkat kualitas air yang buruk yang diakibatkan masih rendahnya pengetahuan nelaya terhadap lingkungan sekitar pangkalan dengan membuang sisa limbah perikanan ke sungai juga disebabkan industrialisasi yang berada disekitar pangkalan pendaratan ikan. Ketersediaan instalasi pengolahan limbah perikanan yang belum tersedia saat ini untuk dipersiapkan agar dikemudian jika telah dibangun maka akan sangat memiliki nilai berharga dimana tidak boleh langsung membuang limbah produk olahan langsung ke sungai yang dapat mencemari lingkungan. Pencemaran disebabkan kerusakan ekologis sungai seperti kematian habitat ikan serta gangguan kesehatan bagi masyarakat yang memanfaatkan sungai dalam aktifitas kehidupan sehari-hari. 5.1.2. Dimensi Ekonomi Dimensi ekonomi menggunakan enam belas (16) atribut/ elemen untuk menduga pengaruh keberlanjutan terhadap pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Berdasarkan hasil analisis menunjukkan nilai keberlanjutan dimensi ekonomi sebesar 59.55 yang termasuk kategori cukup berkelanjutan dapat dilihat pada Lampiran 2. Untuk melihat atribut-atribut yang sensitif memberikan pengaruh sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan menggunakan analisis leverage Hasil analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 22. Leverage of Attributes 0,64
Kondisi prasarana jalan menuju lokasi PPI Jarak lokasi PPI dengan pemukiman penduduk
1,79
Tingkat ketergantungan konsumen terhadap PPI
2,14 2,43
Tingkat ekonomi masyarakat terhadap PPI Jumlah komoditas unggulan di PPI
2,61 2,67
Jumlah tenaga kerja di PPI Attribute
Keberadaan bantuan/sussidi pemerintah daerah di PPI
1,38
Pasar komoditas perikanan dari PPI
3,80 1,60
Pasar bagi komoditas perikanan yang berasal dari PPI Jumlah komoditas perikanan di Samarinda
2,53
Kelayakan finansial PPI
1,44
Perubahan nilai APBD bidang perikanan (5 tahun terakhir)
1,41
Transfer keuntungnan
1,42 1,47
penghasilan nelayan ikan terhadap total pendapatan Penghasilan nelayan terhadap UMR Provinsi Kaltim
1,52
Kontribusi PPI Terhadap (PAD) sektor perikanan
1,55 0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 22
Peran masing-masing atribut dimensi ekonomi dalam bentuk nilai Root Mean Square (RMS)
70
Berdasarkan analisis menunjukkan ada enam (6) yaitu : (1) pasar komoditas perikanan, (2) jumlah komoditas perikanan, (3) jumlah tenaga kerja, (4) jumlah komoditas unggulan, (5) tingkat ekonomi masyarakat terhadap PPI, (6) tingkat ketergantung konsumen terhadap PPI. Dalam pasar komoditas pangkalaan pendaratan ikan sudah sesuai kriteria teknis untuk tipe pelabuhan, pangkalan pendaratn ikan termasuk tipe D (DKP 2004) yang bersifat pemasaran lokal. Jumlah komoditas perikanan yang didaratkan cukup banyak jenisnya dan perlu ditambah jenis ikan yang didaratkan agar menambah nilai ekonomi pangkalan. Berjalannya aktifitas pangkalan sangat dipengaruhi jumlah tenaga kerja yang sudah sesuai standar pangkalan pendaratn ikan. Saat ini sudah cukup baik dalam mendaratkan komoditas unggulan serta perlunya
menambah
komoditas
unggulan
yang
didaratkan
agar
dapat
meningkatkan pendapatan nilai ekonomi pengelolaan pangkalan. Keberadaan pangkalan pendaratn ikan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat dengan cara melakukan pembelian yang murah dan dapat keuntungan dari pejualan di luar pangkalan pendaratan ikan ( pedagang pengecer). Hal yang tidak kalah penting tingkat konsumsi ikan masyarakat Kota Samarinda yang tinggi makan ikan berarti tingkat ketergantungan konsumen tinggi dengan keberadaan pangkalan pendaratan ikan.
5.1.3. Dimensi Sosial Budaya Dimensi sosial budaya menggunakan sembilan (9) atribut/elemen untuk menduga pengaruh keberlanjutan terhadap pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan nilai keberlanjutan dimensi sosial budaya sebesar 60.90 termasuk kategori cukup berkelanjutan dapat dilihat pada Lampiran 2. Untuk melihat atribut-atribut yang sensitif memberikan pengaruh sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan menggunakan analisis leverage. Berdasarkan analisis menunjukkan ada lima (5) yaitu : (1) Tingkat penyerapan tenaga kerja (2) Frekuensi terjadinya konflik sosial budaya terhadap keberadaan PPI, (3) Tingkat pendidikan pelaku ekonomi dalam kegiatan di PPI (4) Kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan perikanan oleh PPI ( Dinas DKP Kota Samarinda), (5)
71
Frekuensi pelaksanaan penyuluhan dan pelatihan terkait perikanan. Hasil analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 23. Leverage of Attributes
2,27
Jarak pemukiman ke kawasan PPI Frekuensi kegiatan gotong royong masyarakat di sekitar kawasan PPI
2,76
3,35
Attribute
Frekuensi pelaksanaan penyuluh dan pelatihan terkait perikanan Kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan perikanan oleh PPI ( Dinas DKP Kota Samarinda
3,19
Tingkat pendidikan pelaku ekonomi dalam kegiatan perikanan PPI
3,16
5,01
Tingkat peyerapan tenaga kerja dalam kegiatan PPI
4,33
Frekuensi terjadinya konflik sosial budaya terhadap keberadaan PPI Peran serta masyarakat sekitar yang terlibat dalam kegiatan perikanan di PPI
0,84
Jumlah masyarakat sekitar yang terlibat dalam kegiatan perikanan di PPI
0,32 0
1
2
3
4
5
6
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 23
Peran masing-masing atribut dimensi sosial budaya dalam bentuk nilai Root Mean Square (RMS)
Tingkat penyerapan tenaga kerja dalam kegiatan perikanan saat ini tinggi dan sudah maksimal dengan terbukti 34 agen dan 550 pedagang pengecer belum termasuk buruh . Sesuai kriteria SK Menteri DKP (2003) menyatakan bahwa jumlah tenaga yang berkerja di pangkalan pendaratan ikan kurang lebih 500 orang, perlunya melibatkan tenaga kerja masyarakat sekitar pangkalan pendaratan ikan. Sangat jarang terjadi konflik antara pengelola pangkalan dengan penduduk sekitar
karena
perekonomi
penduduk
sekitar
menjadi
meningkat
perekonomiannya. Sedang pendidik pelaku ekonomi dalam kegiatan perikanan di pangkalan pendaratan ikan masih rendah hanya saampai SMA perlu peningkatan sumberdaya manusianya dimasa yang akan datang. Pentingnya kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam kegaiatan perikanan di pangkalan pendaratan ikan masih kurang. Oleh karean itu diperlukan penyuluhan terhadap masyarakat ditumbuhkan dan dikembangkan terhadap pangkalan pendaratan ikan yang akan mampu meningkatkan peran serta masyarakat untuk memaksimalkan nilai produk perikanan serta meningkatkan tarap hidup. Saat ini frekuensi penyuluhan dan pelatihan terkait perikanan sudah berjalan dengan baik dengan bukti begitu banyak masyarakat menjadi pelaku usaha dibidang perikanan baik skala kecil maupun besar.
72
5.1.4. Dimensi Infrastruktur dan Teknologi Dimensi infrastruktur dan teknologi menggunakan enam belas (16) atribut/ elemen untuk menduga pengaruh keberlanjutan terhadap pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan nilai keberlanjutan infrastruktur dan teknologi sebesar 42.69 termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan dapat dilihat pada Lampiran 2. Untuk melihat atribut-atribut yang sensitif memberikan pengaruh sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan menggunakan analisis leverage. Berdasarkan analisis menunjukkan ada lima (5) yaitu : (1) Akses terhadap perkembangan IPTEK (2) teknologi pengolahan limbah, (3) Teknologi informasi harga komoditas perikanan (4) fasilitas fisik, (5) monitoring lingkungan. Hasil analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 24. Leverage of Attributes Infrastruktur pemasaran produk perikanan
0,37
Ketersediaan energi listrik
0,11
Penerapan sertifikasi produk perikanan
0,12
Fasilitas fisik di PPI
1,95
Teknologi informasi harga komoditas perikanan di PPI
2,23
Ketersediaan industri pendukung kegiatan di PPI
0,62
Attribute
Teknologi pengolahan limbah/sisa perikanan di PPI
2,57
Akses terhadap perkembangan IPTEK
2,61 0,92
Keberadaan drainase di PPI Teknologi dalam pengolahan komoditas perikanan di PPI
1,00
Pos keamanan dan pelayanan informasi di PPI
1,08
Jalan penghubung antara konsumen dengan lokasi PPI
1,12
Monitoring lingkungan di PPI
1,96
Ketersediaan air bersih untuk kegiatan perikanan di PPI
1,09
Tempat pengawasan kesehatan ikan di PPI
0,99
Ketersediaan basis data terkait kegiatadi PPI
1,02 0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
Root M ean Square Change in Ordination whe n Selected Attribute Remove d (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 24 Peran masing-masing atribut dimensi infrastruktur dan teknologi dalam bentuk nilai Root Mean Square (RMS) Perlunya dibangunan akses terhadap perkembangan IPTEK agar pangkalan pendaratan ikan menjadi tempat ilmu pendidikan dan pengetahuan dibidang perikanan. Dan perlunya pembangun teknologi pengolahan limbah sisa perikanan agar diolah menjadi pakan ikan dan dapat meningkatkan nilai ekonomi pangkalan pendaratan ikan dimasa yang akan datang. Serta perlu dibuat jaringan teknologi informasi harga komoditas perikanan agar memudahkan akses tentang perikanan dimasa akan datang.
73
Penyediaan fasilitas fisik merupakan faktor utama pendukung yang harus tersedia dan terus dikembangkan untuk pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Karena bangunan saat ini banyak yang mengalami kerusakan dan perlu pembagunan yang baru. Dalam hal monitoring lingkungan saat ini sudah tersedia dan perlu di tingkatkan frekuensinya agar perubahan lingkungan dipangkalan pendaratn ikan selalu terpantau dan terdata.
5.1.5. Dimensi Hukum dan Kelembagaan Dimensi infrastruktur dan teknologi menggunakan lima belas (15) atribut/ elemen untuk menduga pengaruh keberlanjutan terhadap pengembangan kawasan agropolitan Perpat. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan nilai keberlanjutan infrastruktur dan teknologi sebesar 29.48 yang termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan dapat dilihat pada Lampiran 2. Untuk melihat atribut-atribut yang sensitif memberikan pengaruh sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan menggunakan analisis leverage. Berdasarkan analisis menunjukkan ada lima (5) yaitu : (1) mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan PPI (2) dukungan pemerintah terhadap pengembangan PPI (3) sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah (4)
dukungan kebijakan daerah
Provinsi dan Kab/Kota, (5) kearifan lokal. Hasil analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 25. Leverage of Attributes
Keberadaan badan pengawas mutu/standarisasi produk
2,51
Kerjasama atau kemitraan dengan lembaga non pemerintah
2,76
Kerjasama antara kelompok nelayan/pembudidaya ikan
2,86
Attribute
Keberadaan kelompok usaha perikanan disekitar PPI
2,90
Lembaga penyuluhan (pendidikan dan pelatihan/aquabisnis)
2,92
Lembaga keuangan mikro (Bank/kredit)
2,91
Ketersediaan lembaga sosial
2,87
Kearifan lokal
3,65
Dukungan kebijakan daerah provinsi dan kabupaten/Kota
3,65
Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah
3,58
Mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembang PPI
5,47
Perjanjian kerjasama PPI dengan daerah terkait
1,61
Dukungan pemerintah terhadap pengembangan di PPI
3,16
Ketersediaan perangkat hukum adat/agam di PPI
0,23
Ketersediaan peraturan perikanan secara formal di PPI
2,01 0
1
2
3
4
5
6
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 25 Peran masing-masing atribut dimensi hukum dan kelembagan dalam bentuk nilai Root Mean Square (RMS)
74
Mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan pangkalan pendaratan ikan aksesnya lebih mudah dan perlu ditingkatkan. Dalam dukungan pemerintah terhadap pengembangan di pangkalan pendaratan ikan masalah anggaran lima tahun tidak adanya perubahan maka perlu kebijakan pemerintah untuk peningkatan anggaran dalam menunjang perkembangan pangkalan pendaratan ikan dimasa akan datang. Belum terjadi sinkronisasi program secara vertikal dari pemerintah hingga pemerintah daerah. Beban pembiayaan sebagian besar menjadi tanggung jawab pemerintah sementara kontribusi pemerintah daerah sangat terbatas, sedangkan pangkalan pendaratan ikan yang dibangun sangat banyak sehingga tidak optimal dalam pengelolaan pangkalan pendaratn ikan dan dukungan kebijakan daerah Provinsi dan Kab/Kota yang masih mementingan pertumbuhan daerah masing-masing dan perlunya duduk bersama untuk membahas kepenting bersama untuk menyatukan satu tujuan untuk peningkatan. Kebijakan Provinsi dan Kab/Kota kurang berjalan baik dikarenakan kebijakan yang ditetapkan bersifat sektoral sehingga kurang sesuai dengan karakteristik spesifikasi wilayah. Hal ini karena kebijaka yang diterapkan top down dan kurang memperhatikan aspirasi di wilayah yang menjadi sasaran pembangunan. Bersifat sektoral sehingga tidak terjadi keterpaduan pembangunan baik tahap perencanan, maupun pelaksanaan dan evaluasi. Karena kawasan pangkalan pendaratn ikan terletak dilokasi penduduk yang mayoritasnya bukan nelayan melainkan pekerja seperti pegawai negeri sipil, guru, buruh bangunan dan karyawan perusahan serta berbagai suku yang ada menjadikan kearifan lokal telah banyak ditinggal oleh masyarakat setempat.
5.2. Analisis Prospektif Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Untuk melihat kemungkinan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan berkelanjutan maka diperlukan skenario perecanaan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dengan menggunakan analisis prospektif. Penentuan faktor-faktor kunci dalam analisis ini menggunakan gabungan faktor kunci yang sensitif dan berpengaruh terhadap masing-masing dimensi pada kinerja status keberlanjutan. Dari lima (5) dimensi yang mempengaruhi status keberlanjutan dengan enam puluh empat (64) elemen/atribut yang digunakan maka didapatkan dua puluh
75
delapan (28) atribut/ elemen faktor yang digunakan pada analisis prospektif dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Faktor–faktor kunci yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Dimensi
Ekologi
Ekonomi
No
Instalasi pengolahan limbah perikanan Kualitas air disekitar PPI Pemanfaatan limbah perikanan Kesesuaian lokasi PPI Ketersediaan tempat pembuangan sampah
6
Luas lahan PPI Sistem pemeliharaan Pasar komoditas perikanan di PPI Jumlah komoditas perikanan di PPI Jumlah tenaga kerja di PPI Komoditas unggulan di PPI
7 1 2 3 4 5
Sosial Budaya
Infrastruktur & Teknologi
Hukum & Kelembagaan
Faktor-faktor sensitif
1 2 3 4 5
6 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Tingkat ekonomi masyarakat terhadap PPI Tingkat ketergantunagan konsumen di PPI Tingkat penyerapan tenaga kerja Kegiataan pemberdayaan masyarakat PPI Frekuensi konflik sosbud keberadaan di PPI Tingkat pendidik pelaku ekonomi di PPI Frekuensi penyuluhan dan pelatihan di PPI Fasilitas fisik di PPI Teknologi pengolahan limbah perikanan Monitoring lingkungan di PPI Akses terhadap perkembangan IPTEK Teknologi informasi harga komoditas ikan Dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah Mekanisme kerjasama lintas sektoral di PPI Dukungan pemerintah dlm pengembanganPP Kearifan lokal
Berdasarkan hasil analisis prospektif tingkat kepentingan antar faktor didapatkan enam (6) faktor elemen/ atribut yang mempunyai pengaruh kuat dan tingkat ketergantungan rendah untuk peningkatan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda yaitu:
76
(1) Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah (2) Dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota (3) Luas lahan (4) Fasilitas fisik (5) Pemanfaatan limbah perikanan dan (6) Teknologi pengolahan limbah Keenam (6) faktor tersebut yang sebaiknya dikembangkan menjadi prioritas pengembangan dan pembangunan untuk meningkatkan keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dari dua puluh delapan (28) faktor yang dilakukan analisis. Adapun hasil analisis Prospektif dapat dilihat pada Gambar 25.
Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
2,50 Dukungan kebijakan daerah Prov dan Kab/ Kota
Pengaruh
2,00
Fasilitas fisik
Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah
Luas lahan Teknologi pengolahan limbah
1,50 Pemanfaatan limbah perikanan
1,00 Jumlah komoditas perikanan
0,50
-
Tingkat ekonomi masyarakat terhadap PPI
Kegiatan pemberdayaan masyarakat di PPI
Jumlah tenaga Pasar komoditas perikanan kerja Monitoring lingkungan Tingkat kualitas air Jumlah komoditas unggulan Kesesuaian lokasi Frekuensi penyuluhan Tingkat penyerapan tenaga Kearifan lokal dan pelatihan di PPI Dukungan pemerintah Sistem pemeliharaan kerja Frekuensi terjadinya konflik terhadap perkembangan PPI Tingkat pendidikan pelaku sosial budaya Akses perkembangan IPTEK ekonomi dalam PPI
-
0,50
1,00
Ketergantungan
Gambar 26
Ketersediaan tempat pembuangan sampah hasil perikanan
1,50
2,00
2,50
Tingkat ketergantungan konsumen terhadap PPI
Analisis kepentingan antar faktor yang sensitif pada perencanaan pengelolaan keberlanjutan Pangkalan Pendaratan Ikan
77
5.3. Skenario Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Deskripsi kemungkinan perubahan kondisi (state) masing-masing faktor kunci dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan di masa yang akan datang memiliki jumlah kemungkinan yang berbeda. Deskripsi kemungkinan perubahan kondisi masing-masing faktor kunci dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dapat dilihat pada tabel 18. Tabel 18
No 1
2.
3.
Prospektif faktor kunci dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda. Keadaan (state) Masa Depan Faktor
Faktor Strategis
A
B
C
D
Sinkronisasi kebijakan pusat dan daaerah
1A
1B
1C
1D
Menurun
Tetap
Meningkat tetapi belum optimal
Meningkat dan optimal
2A
2B
2C
2D
Menurun
Tetap
Meningkat tetapi belum optimal
Meningkat dan optimal
3A
3B
Tetap
Berkembang
Dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota Luas lahan
4.
Fasilitas fisik
4A Menurun
4B Tetap
4C Meningkat
5.
Pemanfaatan limbah perikanan
5A Menurun
5B Tetap
5C Meningkat tetapi belum optimal
Teknologi pengolahan limbah
6A Tetap
6B Berkembang
6
5D Meningkat dan optimal
Berdasarkan hasil identifikasi bagaimana elemen kunci dapat berubab dengan menentukan keadaan (state) pada setiap faktor dan memeriksa perubahan
78
tidak dapat terjadi bersamaan (incompatible). Perubahan faktor yang dapat terjadi bersamaan merupakan skenario-skenario yang mungkin terjadi pada pengelolaan pangkalan pendarataan ikan lihat pada tabel 19. Tabel 19
No 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Incompatible faktor kunci dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda Keadaan (state) Masa Depan Faktor
Faktor Strategis
A
B
C
D
Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah
1A
1B
1C
1D
Menurun
Tetap
Meningkat tetapi belum optimal
Meningkat dan optimal
2A
2B
2C
2D
Menurun
Tetap
Meningkat tetapi belum optimal
Meningkat dan optimal
3A
3B
Tetap
Berkembang
4A
4B
4C
4D
Menurun
Tetap
Meningkat tetapi belum optimal
Meningkat dan optimal
5A
5B
5C
5D
Menurun
Tetap
Meningkat tetapi belum optimal
Meningkat dan optimal
6A Tetap
6B Berkembang
Dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota Luas lahan
Fasilitas fisik
Pemanfaatan limbah perikanan
Teknologi pengolahan limbah
Berdasarkan Tabel 19 dan Tabel 20 disepakati tiga skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda yaitu; Peningkatan masyarakat dan pangkalan pendaratan ikan, Peningkatan ekonomi dan Teknologi, dan Tingkat kemajuan sosial dan kestabilan ekologi, Skenario ini dirumuskan dari hasil
79
memasangkan berbagai kondisi (state) setiap faktor yang mungkin terjadi di masa yang akan datang dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda. Tabel 20 Definisi masing-masing strategi skenario. No.
Skenario
1.
Peningkatan masyarakat dan pangkalan pendaratan ikan : (1C), (2D), (3A), (4C), (5C),(6B)
2.
Peningkatan ekonomi dan teknologi : (1D), (2D), (3B), (4D), (5D),(6B)
3.
Tingkat kemajuan sosial dan kestabilan ekologi : (1C), (2D), (3B), (4C), (5D),(6B)
Definisi a. Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat tetapi belum optimal b. Dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal c. Luas lahan tetap d. Fasilitas fisik meningkat tetapi belum optimal e. Pemanfaatan limbah meningkat tetapi belum optimal f. Teknologi pengolahan limbah berkembang a. Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat dan optimal b. Dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal c. Luas lahan berkembang d. Fasilitas fisik meningkat dan optimal e. Pemanfaatan limbah meningkat dan optimal f. Teknologi pengolahan limbah berkembang a. Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat tetapi belum optimal b. Dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal c. Luas lahan berkembang d. Fasilitas fisik meningkat tetapi belum optimal e. Pemanfaatan limbah meningkat dan optimal f. Teknologi pengolahan limbah berkembang
Hasil diskusi dan pengisian kuesioner oleh stakeholder diperoleh skor bobot dan prioritas skenario. Tabel 21 menunjukkan bahwa dari tiga alternatif skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda yang terpilih berdasarkan responden tertinggi adalah skenario peningkatan ekonomi dan teknologi (skor 21 dan persentase 42%) dan skenanio tingkat kemajuan sosial dan
80
kestabilan ekologi (skor 17 dan persentase 34%). Kedua skenario ini merupakan pilihan yang paling optimal untuk pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda di masa mendatang. Tabel 21
Hasil penentuan bobot skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda.
No.
Skenario
Skor
Persentase
1.
Peningkatan masyarakat dan pangkalan
12
24
pendaratan ikan 2.
Peningkatan ekonomi dan teknologi
21
42
3.
Tingkat kemajuan sosial dan kestabilan
17
34
50
100
ekologi Jumlah
Skenario pertama yang terpilih peningkatan ekonomi dan teknologi mempunyai keadaan yakni: sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat dan optimal (dimensi hukum dan kelembagaan), dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal (dimensi kelembagaan), luas lahan berkembang (dimensi ekologi), fasilitas fisik meningkat dan optimal (dimensi teknologi), pemanfaatan limbah perikanan meningkat dan optimal (dimensi ekologi), teknologi pengolahan limbah berkembang (dimensi teknologi). Keadaan pada skenario terpilih dua yaitu tingkat kemajuan sosial dan kestabilan ekologi mempunyai keadaan sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat tetapi belum optimal (dimensi hukum dan kelembagaan) dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal (dimensi kelembagaan), luas lahan berkembang (dimensi ekologi), fasilitas fisik meningkat tetapi belum optimal (dimensi teknologi), pemanfaatan limbah perikanan meningkat dan optimal (dimensi teknologi), teknologi pengolahan limbah berkembang (dimensi teknologi). Keadaan pada dua skenario terpilih tersebut dapat dicapai melalui berbagai upaya peningkatan kelima faktor kunci.
81
5.4. Arahan Kebijakan Pengelolaan Pangakalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda. Kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda dengan memperhatikan kondisi saat ini, hasil analisis keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan di masa mendatang, faktor kunci keberlanjutan, dan pendapat pakar. kebijakan dan dilakukan secara partisipatif Kondisi pangkalan pendaratan ikan sejak dibangun tahun 1992
yang
berada dialiran sungai kurang mendapatkan perhatian berbeda dengan pangkalan pendaratan ikan yang berada didaerah pesisir pantai wilayah Pulau Kalimantan. Hal ini menghasilkan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang tidak optimal hingga saat ini. Berbagai kebutuhan dasar pembangunan fisik belum sepenuhnya tersedia seperti
instalasi pengolahan limbah untuk perikanan, sarana dan
prasarana jalan menuju kawasan dan di dalam kawasan, kemampuan sumberdaya manusia dan kondisi lahan sulit untuk dikembangkan, serta kelembagaan yang belum optimal berperan dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Berbagai peraturan yang berkaitan dengan kebijakan pembangunan dan pengembangan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan telah menjadi dasar dalam pelaksanaan pembangunan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda. Pasal 41 UU No.31/ 2004 tentang perikanan dalam rangka mengembangkan mengatur tentang pembangunan pelabuhan perikanan, pemerintah membangun dan membina pelabuhan perikanan dilaksanakan secara terencana dan bertahap serta terpadu dengan pembangunan sektoral dan pembangunan daerah ini belum dilaksanakan sepenuhnya karena masih bersifat top down dan sektoral, dan adanya kendala otonomi daerah. Akibatnya, pengelolaan pangkalan pendaratan ikan tidak berkembang optimal dan menjadi beban pemerintah serta kurang didukung oleh institusi sektoral dan pemerintah daerah. UU No. 32/ 2004 tentang pemerintahan daerah menetapkan bahwa pemerintah daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan (termasuk urusan pilihan) berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dampak pelaksanaan UU ini adalah rendahnya perhatian pemerintah daerah karena prioritas pembangunan pangkalan pendaratan
82
ikan disesuaikan dengan kepentingan masing-masing pemerintah daerah dan pengembangan pangkalan pendaratan ikan kurang mendapat prioritas. PP No. 38/ 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah,
pemerintahan
daerah
provinsi,
dan
pemerintahan
daerah
kabupaten/kota mengatur bahwa dalam menyelenggarakan urusan harus memenuhi norma, standar, prsedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh menteri dengan memperhatikan keserasian
hubungan pemerintah dengan pemerintah
daerah dan antar pemerintah daerah serta melibatkan pemangku kepentingan terkait dan berkoordinasi dengan Mendagri. Secara operasional, belum ada norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam pelaksanaan pengembangan kawasan transmigrasi. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No, 10 Tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan, pelabuhan perikanan mempunyai tugas melaksanakan fasilitas produksi, fasilitas penanganan dan pengolahan, fasilitas pengendalian dan pengawasan mutu, fasilitas pemasaran hasil perikanan di wilayahnya, fasilitas melakukan
pembinaan
masyarakat
nelayan,
fasilitas
pengendalian
dan
pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan, fasilitas kelancaran kegiatan kapal, serta fasilitas pengumpulan data, tetapi belum sesuai dengan aturan dan prosuder. Hasil analisis keberlanjutan menunjukkan bahwa pengelolaan pangkalan pendaratan ikan saat ini belum berkelanjutan. Semua dimensi yang dianalisis menunjukkan kondisi yang belum berkelanjutan. Faktor-faktor pengungkit yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan adalah kesesuaian lokasi, tingkat pemanfaatan lahan, sistem pemeliharaan, ketersediaan tempat pembuangan sampah perikanan, pemanfaatan limbah perikanan, tingkat kualitas air, ketersediaan instalasi pengolahan limbah perikanan, pasar komoditas perikanan, jumlah komoditas perikanan, jumlah tenaga kerja, jumlah komoditas unggulan,
tingkat ekonomi masyarakat terhadap pangkalan pendaratan ikan,
tingkat ketergantung konsumen terhadap pangkalan pendaratan ikan, Tingkat penyerapan tenaga kerja, Frekuensi terjadinya konflik sosial budaya terhadap keberadaan pangkalan pendaratan ikan, Tingkat pendidikan pelaku ekonomi dalam kegiatan di pangkalan pendaratan ikan,
kegiatan pemberdayaan
masyarakat dalam kegiatan perikanan oleh pangkalan pendarataan ikan (Dinas
83
DKP Kota Samarinda), frekuensi pelaksanaan penyuluhan dan pelatihan terkait perikanan, akses terhadap perkembangan IPTEK, teknologi pengolahan limbah, teknologi informasi harga komoditas perikanan, fasilitas fisik, monitoring lingkungan, mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan pangkalan pendaratan ikan, dukungan pemerintah terhadap pengembangan pangkalan pendaratan ikan, sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, dukungan kebijakan daerah Provinsi dan Kab/Kota, dan kearifan lokal. Berbagai faktor tersebut merupakan hal-hal yang menentukan kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan berkelanjutan. Pemilihan faktor kunci diantara berbagai faktor tersebut akan memberikan tingkat efisiensi dan efektivitas implementasi kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor kunci pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang berkelanjutan adalah Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, Dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota, Luas lahan, Fasilitas fisik, Pemanfaatan limbah perikanan, Teknologi pengolahan limbah. Skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang optimal adalah peningkatan ekonomi dan teknologi dengan kondisi masa depan yaitu: sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat dan optimal, dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal, luas lahan berkembang, fasilitas fisik meningkat dan optimal, pemanfaatan limbah meningkat dan optimal, teknologi pengolahan limbah berkembang. Skenario ini memberikan hasil keberlanjutan dengan nilai 52,58. Berdasarkan hasil tersebut dirumuskan kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yaitu terwujudnya pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang berkelanjutan menurut skenario peningkatan ekonomi dan teknologi. Secara operasional, kebijakan ini dilakukan dengan sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat dan optimal, dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal, luas lahan berkembang, fasilitas fisik meningkat dan optimal, pemanfaatan limbah meningkat dan optimal, teknologi pengolahan limbah berkembang. Guna mewujudkan kondisi tersebut maka kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dilakukan melalui tahapan pencapaian kondisi menurut skenario tingkat kemajuan sosial dan stabilitas ekologi kemudian
84
selanjutnya
mengikuti
skenario
peningkatan
masyarakat
dan
pangkalan
pendaratan ikan. 1. Peningkatan sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah. Peningkatan sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah adalah untuk mencapai sasaran dari kebijakan untuk mencukupi sesuai kebutuhan daerah. Untuk itu, kebijakan pusat dapat dilaksanakan sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi komflik serta harus dapat memperhatikan masalah-masalah yang terjadi baik ditingkat nelaya, punggawa, agen kecil dan pengelola pangkalan pendaratan ikan agar optimal guna meningkatan kesejahteraan perekonomian masyarakat dan semua kepentingan stakeholder yang terlibat dalam kegiatan pangkalan pendaratan ikan. Berdasarkan pengertian bahwa kebijakan pusat harus dapat melihat secara menyeluruh, terpadu, seimbang, dan berkelanjutan dalam pengambilan kebijakan agar dapat melibatkan pemerintah daerah. Di karenakan kebijakan yang ditetapkan bersifat nasional sehingga kurang sesuai dengan karakteristik spesifikasi wilayah pangkalan pendaratan ikan. Hal ini karena kebijakan diterapkan top down dan kurang memperhatikan aspirasi diwilayah yang menjadi sasaran pembangunan. Upaya-upaya yang dapat ditempuh antara lain adalah peningkatan tertatanya sistem dan manajemen kinerja organisasi dan aparat pemerintah pusat dan daerah dalam memberikan layanan kepada masyarakat sesuai dengan standar nasional dan daerah, berkembangnya sistem informasi manajemen dalam mendukung peningkatan kapasitas, profesionalitas dan kapabilitas dari organisasi dan aparat pemerintah pusat dan daerah, pemeratanya pelayanan antar wilayah terutama di kawasan daerah pedalaman dan perkotaan, pengoptimalan kerjasama pemerintah pusat, daerah dan swasta dalam penguatan kelembagaan, dan mengoptimalkan kerjasama, kemitraan dan jejaring kerja antara masyarakat sipil, DPRD, partai politik dan pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan daerah.
85
2. Peningkatan dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota. Perkembangan politik di Provinsi Kalimantan Timur, baik Kabupaten dan Kota menunjukkan dinamika yang ditandai oleh meningkatnya partisipasi organisasi kemasyarakatan baik melalui organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, organisasi keagamaan, dan partai politik. Dalam penyusunan peraturan daerah dalam bentuk proses konsultasi, dialog publik dan sosialisasi masih dipandang belum optimal. Peningkatan dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota diperkirakan akan terus berkembang. Peran organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, organisasi keagamaan, dan partai politik akan semakin penting dan nyata dalam perumusan kebijakan publik. Selain itu, organisasi dan aparat pemerintah daerah dituntut untuk semakin profesional dalam memberikan layanan kepada masyarakat secara lebih baik, bermutu, mudah dan tanpa diskriminasi. Upaya-upaya yang dapat ditempuh antara lain adalah peningkatan tertatanya sistem dan manajemen kinerja organisasi dan aparat pemerintah Provinsi dan Kab/Kota dalam memberikan layanan kepada masyarakat sesuai dengan standar nasional dan daerah, berkembangnya sistem informasi manajemen dalam mendukung peningkatan kapasitas, profesionalitas dan kapabilitas dari organisasi dan aparat pemerintah Provinisi dan Kab/Kota, pemeratanya pelayanan antar wilayah terutama di kawasan daerah pedalaman dan perkotaan, pengoptimalan kerjasama pemerintah daerah dan swasta dalam penguatan kelembagaan, dan mengoptimalkan kerjasama, kemitraan dan jejaring kerja antara masyarakat sipil, DPRD, partai politik dan pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan daerah. 3. Peningkatan luas lahan Peningkatan luas lahan diarahkan untuk peningkatan lahan yang bermanfaat untuk pembangunan fasilitas fisik yang dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat
dan
perekonomian
pangkalan
pendaratan
ikan.
Ketersedian lahan yang cukup luas merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan apalagi lokasi pangkalan berada didaerah yang moyoritas bukan
86
nelayan melainkan pegawai negeri sipil, guru, karyawan perusahan dan buruh bangunan. Ini suatu masalah yang harus di cermati di masa akan datang. Dengan kondisi lahan yang kurang luas, maka memerlukan biaya yang relatif tinggi untuk pembebasan lahan atau pemindahan lokasi pangkalan pendaratan ikan di kawasan yang lebih strategis. 4. Peningkatan fasilitas fisik Peningkatan fasilitas fisik dibutuhkan untuk mendukung kegiatan perekonomian seperti perikanan, industri, dan jasa maupun aktivitas sosial budaya. Fasilitas fisik yang paling vital di Pangkalan pendaratan ikan adalah fasilitas fungsional. Dengan peningkatan fasilitas fisik sangat berpengaruh kepada wilayah disekitarnya seperti Sungai Kapih, Handil, Samboja dan Balikpapan. 5. Peningkatan pemanfaatan limbah perikanan. Kurangnya pemanfaatan limbah perikanan yang terjadi saat ini diikuti oleh laju kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan yang terjadi baik di perkotaan maupun pedesaan. Kerusakan sumberdaya ikan dan penurunan mutu lingkungan secara drastis tersebut menyebabkan perubahan tatanan dan fungsi lingkungan hidup. Hal ini menyebabkan munculnya, rusaknya keanekaragaman hayati. Selain itu, perubahan tersebut berdampak pada timbulnya konflik sosial dalam pengnelolaan pangkalan pendaratan ikan dan meningkatnya kerugian bagi masyarakat yang terkena dampak kerusakan lingkungan. Berbagai upaya pelestarian sumberdaya alam dan pemeliharaan lingkungan telah banyak dilakukan untuk menjaga kelestarian fungsi sumberdaya alam dan lingkungan dengan melibatkan pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi dan swasta. Peningkatan limbah perikanan dapat diolah menjadi pakan ikan dan dapat menambah nilai ekonomi pangkalan pendaratan ikan. Hal yang sangat penting dan harus mendapatkan penanganan yang serius yaitu: 1. Perlu adanya optimalisasi pengendalian pencemaran air, udara dan lahan dan pencegahan kerusakan kawasan-kawasan yang dilindungi seperti kawasan sungai.
87
2. Perlu adanya penegakan hukum dalam pencegahan dan penanggulangan ketaatan pengelola pangkalan pendaratan ikan. 3. Perlu adanya penataan sistem pengelolaan ligkungan dalam mengantisipasi berbagai isu, produksi bersih dan persyaratan komoditi yang ramah lingkungan. 4. Perlu adanya penghormatan, perlindungan dan pelestarian kearifan lokal yang berkembang di masyarakat tradisional dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dan lingkungan. 5. Perlu adanya kerjasama seluruh pemangku kepentingan (pemerintah daerah, masyarakat, LSM, perguruan tinggi dan swasta) dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dan pelestarian lingkungan secara berkelanjutan. 6. Peningkatan Teknologi pengolahan limbah. Peningkatan teknologi pengolahan limbah sangat diperlukan agar produkproduk perikanan memberikan nilai tambah lagi para nelayan maupun masyarakat sekitar. Pengembangan teknologi pengolahan limbah hasil perikanan pada dasarnya untuk mencegah kerusakan lingkungan dan permintaan pasar, karena saat ini pasar produk yang dalam proses produksi memiliki manfaat serta memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Pengadaan teknologi pengolahan limbah tergantung pada ketersediaan bahan baku limbah yang akan diolah, sehingga diperlukan jaminan mengenai ketersediaan dan kontinuitas produk perikanan.
88
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1.
Status keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda masuk dalam kategori kawasan pangkalan pendaratan ikan kurang berkelanjutan, dengan nilai 44,50.
2.
Faktor-faktor pengungkit yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda : a. Dimensi
ekologi
yaitu
kesesuaian
lokasi,
luas
lahan,
sistem
pemeliharaan, ketersediaan tempat pembuangan sampah perikanan, pemanfaatan limbah perikanan,
tingkat kualitas air,
ketersediaan
instalasi pengolahan limbah perikanan. b. Dimensi ekonomi yaitu pasar komoditas perikanan, jumlah komoditas perikanan, jumlah tenaga kerja, jumlah komoditas unggulan, tingkat ekonomi masyarakat terhadap pangkalan pendaratan ikan,
tingkat
ketergantung konsumen terhadap pangkalan pendaratan ikan. c. Dimensi sosial budaya yaitu tingkat penyerapan tenaga kerja, frekuensi terjadinya konflik sosial budaya terhadap keberadaan pangkalan pendaratan ikan, tingkat pendidikan pelaku ekonomi dalam kegiatan di pangkalan pendaratan ikan, Kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan perikanan oleh pangkalan pendaratan ikan ( Dinas DKP Kota Samarinda),
frekuensi pelaksanaan penyuluhan dan pelatihan terkait
perikanan d. Dimensi infrastruktur dan teknologi yaitu akses terhadap perkembangan IPTEK, teknologi pengolahan limbah, teknologi informasi harga komoditas perikanan, fasilitas fisik, monitoring lingkungan e. Dimensi hukum dan kelembagaan yaitu mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan pangkalan pendaratan ikan, dukungan pemerintah
terhadap
pengembangan
pangkalan
pendaratan
ikan,
sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, dukungan kebijakan daerah Provinsi dan Kab/Kota, kearifan lokal.
89
3. Skenario pengelolaan keberlanjutan pangkalan pendaratan ikan dirumuskan dalam tiga (3) skenario dari lima (6) faktor kunci yaitu Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, Dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota, Luas lahan, Fasilitas fisik, Pemanfaatan limbah perikanan, Teknologi pengolahan limbah, berikut: a) Peningkatan ekonomi dan teknologi yaitu sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat dan optimal, dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal, luas lahan berkembang, fasilitas fisik meningkat dan optimal, pemanfaatan limbah meningkat dan optimal, teknologi pengolahan limbah berkembang. Skenario ini memberikan hasil keberlanjutan dengan nilai 52,58. b) Tingkat kemajuan sosial dan kestabillitas ekologi yaitu sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat tetapi belum optimal, dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal, luas lahan berkembang, fasilitas fisik meningkat tetapi belum optimal, pemanfaatan limbah
meningkat
dan
optimal,
teknologi
pengolahan
limbah
berkembang. c) Peningkatan
masyarakat
dan
pangkalan
pendaratan
ikan
yaitu
sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat tetapi belum optimal, dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat tetapi belum optimal, luas lahan tetap, fasilitas fisik meningkat tetapi belum optimal, pemanfaatan limbah meningkat tetapi belum optimal, teknologi pengolahan limbah berkembang.
6.2 Saran 1.
Untuk penyusunan kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda berkelanjutan disarankan perlu modifikasi atribut-atribut dan faktor kunci yang sesuai dengan karakteristik kawasan.
2.
Dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dimasa akan datang, hasil penelitian ini agar menjadi masukan untuk restrukturisasi program dan penyusunan skala prioritas pembangunan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda.
90
3.
Kepada pemerintah daerah agar lebih responsif, konsisten dan berani mengambil atau membuat kebijakan untuk peningkatan koordinasi antar sektor/dinas pemerintahan di daerah.
4.
Kepada pihak swasta/investor diharapkan mampu membuka peluang kerjasama/bermitra dengan pihak pengelola pangkalan pendaratan ikan yang menguntungkan dalam upaya mengembangkan pangkalan pendaratn ikan kearah yang lebih baik.
91
DAFTAR PUSTAKA Alde, J, Pitcher,T.J., Preikshot, D., Kaschener, K, and Feriss, B. 2000. How Good is Good? A Rapid Appraisal Technique for Evaluation of the Sustainability Status of Fisheries of the North Atlantic. In Pauly and Pither (Eds). Methods for Evaluation the Impact of Fisheries Center Research Reports,2000 Vol 8 (2) Anderson,J.A. 1999. Public Policy Making. New York University Press. New York Aprianti Y, 2006. Analisis Teknologi Penangkapan Ikan tepat guna di Pangandaran Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Aziza L, 2000. Studi Perbandingan Fasilitas Pangkalan Pendaratan Ikan Pelabuhan Mainggai dan lempasing Berkaitan dengan Kualitas Produksi Ikan yang Didaratkan [Skripsi]. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Beller, W. 1990. How to Sustain a Small Island. In Beller, W., P. d. Ayala and P.Hein (Editors): Sustainable Developmen and Environmental Managemen of Small Island. Man and the Biosphere Series, Vol. 5 UNESCO and The Parthenon Publishing Group, Paris. [BPS Kota Samarinda] Badan Pusat Statistik Kota Samarinda. 2008 Kota Samarinda Dalam Angka 2009. Samarinda Budihasono, S. 2008. Program RALED (Rapid Assessment Techniques for Local Economic Development) dan Program Penentuan Bobot untuk Aspek PEL Manual Raled Revisi 26 Mei 2008. Jakarta. Budiharsono,S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan Pradnya Paramitha. Jakarta. Charles, A.T. 2001. Sustainable Fisheries Systems. Blackwell Science. UK. Cicin-Sain, B. and Knecht, R.W. 1998. Integrated Coastal and Ocean Management. Island Press, Washington DC. [CSD] Commission on Sustainable Development. 2001. Indicators of Sustainable Development: Framework and Methodology. Commission on Sustainable Development Background Paper No. 3. Division for Sustainble Development New York. Djajadiningrat, S.T. 2001. Untuk Generasi Masa Depan Pemikiran, Tantangan dan Permasalah Lingkungan Penerbitan Studi Tekno Ekonomi, Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung.
92
[Dkp Provinsi Kaltim] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur. 2009. Laporan Produksi Perikanan Didaratkan di PPI Selili. [Dkp Provinsi Kaltim] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur. 2009. Laporan Banyak Alat Tangkap Perairan Umum dan Laut Kota Samarinda 2009. [Dkp Kota Samarinda] Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Samarinda 2009. Laporan Produksi Perikanan Darat dan Laut 2009. Dunn, W.N. 1999. Public Policy An Introduction, Second Edition, University of Pittsburgh, Prentice Hall Inc, New Jersey. Dunn, W.N. 2004. Analisis Kebijakan Publik.Gadjah Mada University Press, Jogjakarta. [FAO] Food and Agriculture Organization. 1976. A Framework for Land Evaluation, FAO Soil Bulletin No. 32 Rome, Italy. Fauzi, A. Dan Anna, S. 2002. Evaluasi Status Keberlanjutan Pembangunan Perikanan. Aplikasi Pendekatan Rapfish (studi kasus : Perairan Pesisir DKI Jakarta). Jurnal Pesisir dan Lautan. 4 (3) : 14 – 21. Fakultas Perikanan IPB, Bogor. Gilbert, A. 1996. Criteria for Sustainability in the Development of Indicators for Sustainable Development. Chemosphere Journal 33 (9): 1739-1748. Godet, M. 1999. Scenarios and Strategy. A. Toolbox for Scenario Planning Librairie des Arts Matiers, Paris, France. Hadry, BS. 2009. Model Analisis Kebijakan Pengembangan Kawasan Transmigtrasi Berkelanjutan. Aplikasi Pendekatan Rapfish dan Analisis Prospektif (studi kasus : Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya Kabupaten Pontianak). Program studi Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB, Bogor. Hanafiah, AM dan AM, Saefudin. 1983. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta Universitas Indonesia Press. Hardjomidjojo, H. 2004. Bahan kuliah Analisis Prospektif. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Harger,J.R.E. and Meyer, F.M. 1996. Definition of Indicators for Environmentally Sustainable Development. Chemosphere Journal 33 (9): 1749-1775. Kavanagh, P. 2001. Rapid Apprisal of Fisheries (Rapfish) Project. Rapfish Software Description (for Microsoft Excel). University of British Columbia. Fisheries Centre, Vancouver
93
Kay, R.. and Alder, J. 1999. Coastal Planning and Management. Routledge, New York. [Kepmen] Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2004. Tentang Pelabuhan Perikanan. Lubis, E. 2003. Konsep Pembangunan dan Pengembangan Pelabuhan Perikanan. Konsep Pengembangan Sektor Perikanan dan Kelautan di Indonesia. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis, E. 2003. Pola Pengelolaan Pelabuhan Samudera Jakarta dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Buletin PSP.Volume VIII No.2 Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis, E. 2006. Pengantar Pelabuhan Perikanan. Buku I Bahan Kuliah Program Pascasarjana m.a Pelabuhan Perikanan Bogor : Laboratorium Pelabuhan Perikanan Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis, E. dan AB, Pane. 2006. Tingkat Kondisi dan Keberadaan Fasilitas Pelabuhan Perikanan di Pulau Jawa. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Tangkap. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis, E. dan AB, Pane. 2006. Kajian Pengklasifikasian Pelabuhan Perikanan di Indonesia: Kasus Pulau Jawa. Kumpulan Pemikiran tentang Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Munasinghe, M. 1993. Environmental Economic and Sustainble Development. The International Bank for Reconstruction and Development/THE WORLD BANK. Washington, D.C. 20433, U.S.A. Murdiyanto, B. 2003. Pelabuhan Perikanan. Fungsi, Fasilitas, Panduan Operasional, Antrian Kapal. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Nikijuluw, V. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta Kerjasama antara P3R dengan PT. Pustaka Cidesindo. [Perda Kota Samarinda No 20/2006] Peraturan Pelelang dan Pangkalan Pendaratan Ikan.
94
Purbayanto, A. 2003. Konsep Pengembangan Perikanan Tangkap Berkelanjutan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Nelayan. Konsep Pengembangan Sektor Perikanan dan Kelautan di Indonesia. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakulatas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Setiawan, B. 2003. Konsep Dasar dan Prinsip-Prinsip Pengelolaan Lingkungan dalam Seminar Penyusunan Pedoman Mekanisme Kerjasama Pengelolaan Lingkungan Antar Daerah. 10 Juli 2003. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Susilo, S.B. 2003. Keberlanjutan Pembangunan Pulau-Pulau Kecil: Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pori, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Disertasi Program Pascasarjan Institut Pertanian Bogor. Rahayu, SP. 2003. Studi Pemanfaatan Sarana dan Prasarana di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Selili Kota Samarinda. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Mulawarman, Samarinda. Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
LAMPIRAN
95
Pangkalan
Pendaratan
Ikan
Selili
No
Dimensi dan Atribut
Skala Penilaian
Baik Buruk Hasil Skor
Lampiran 1. Kuisioner Pengelolaan Berkelanjutan.
1
2
3
4 5 6
A
DIMENSI EKOLOGI
1
Sistem pemeliharaan Pangkalan Pendaratan Ikan
(0) Tidak sering (setiap dua tahun sekali) (1) Sedang (setiap satu tahun sekali)
2
0
1
2
0
1
2
0
0
2
0
1
2
0
0
1
2
0
2
0
0
2
0
0
(2) Sering (setiap enam bulan sekali) (0) Tidak optimal
2
Tingkat pemanfaatan lahan PPI
(1) Kurang optimal (2) Sangat optimal (0)tidak ada;
3
Ketersediaan tempat pembuangan sampah hasil perikanan
(1)ada tetapi sederhana; (2)ada dalam kondisi baik (0) Tidak sesuai
4
Kesesuaian lokasi PPI
(1) Kurang sesuai (2) Sangat sesuai (0) Tidak tersedia
5
Pemanfaatan limbah perikanan di PPI
(1) Tersedia tetapi tidak layak (2) Tersedia dan layak (0) Buruk (kelas 1,2,3 tercemar berat)
6
Tingkat kualitas air di sekitar PPI
7
Ketersediaan instalasi pengolahan limbah perikanan
8
Sarana air bersih untuk pembersihan limbah perikanan di PPI
(1) Baik (kelas 4 tercemar sedang) (0) Tidak tersedia (1) Tersedia tetapi tidak layak (2) Tersedia dan layak (0) Tidak tersedia (1) Tersedia tetapi tidak layak (2) Tersedia dan layak
No
1
Dimensi dan Atribut
Skala Penilaian
2
3
B
DIMENSI EKONOMI (0)rendah <30%;
1
Kontribusi PPI terhadap Pendapatan Asli Daerah(PAD) sektor perikanan Rataan penghasilan nelayan/pembudidaya ikan relatif terhadap UMR Provinsi Kaltim
(0)rendah <30%;
Rataan penghasilan nelayan/pembudidaya ikan relatif terhadap total pendapatan
(0)rendah <30%;
Transfer keuntungan (Yang menikmati keuntungan dari usaha terkait)
(0) lebih besar ke luar kawasan
Perubahan nilai APBD bidang perikanan (5 tahun terakhir)
(0)berkurang;
2
3
4
5
(1)sedang 30-50%;
Baik Buruk Hasil Skor
96
4 5 6
2
0
1
2
0
1
2
0
1
2
0
1
2
0
1
1
0
1
2
0
2
1
0
1
2
0
0
2
0
1
(2)tinggi >50% (1)sedang 30-50%; (2)tinggi >50% (1)sedang 30-70%; (2)tinggi >70% (1) seimbang; (2) lebih besar ke dalamkawasan (1)tetap; (2)bertambah (0) tidak layak ( <= BEP)
6
Kelayakan finansial PPI
(1) layak (> BEP ) Ket : BEP = balik modal
Jumlah pasar bagi komoditas perikanan di dalam kawasan Samarinda
(0) tidak ada;
(0) tidak ada;
8
Pasar bagi komoditas perikanan yang berasal dari PPI
9
Pasar komoditas perikanan dari PPI
7
Keberadaan bantuan/ 10 subsidi pemerintah daerah di PPI
(1) ada namun masih kurang; (2) ada dan mencukupi (1) ada; (0) lokal; (1) regional; (2) nasional (0) suatu keharusan mutlak; (1) cukup ketergantungan (2) tidak suatu keharusan/ketergantungan rendah
97
(0) sedikit/kurang ( 1-5 Orang ) 11 Jumlah tenaga kerja di PPI
(1) sedang ( 5-10 Orang )
2
0
2
2
0
2
2
0
2
2
0
2
2
0
2
2
0
1
(2) banyak ( 10-15 Orang ) Jumlah Jenis komoditas 12 yang menjadi unggulan di kawasan
(0) satu komoditas
Tingkat pertumbuhan 13 ekonomi masyarakat sekitar terhadap keberadaan PPI
(0) Rendah; (< 30 %)
Tingkat ketergantungan 14 konsumen terhadap keberadaan PPI
(0) Rendah; (<25 %)
Rata-rata Jarak lokasi PPI 15 dengan pemukiman penduduk
(0) dekat (< 1 km)
(1) dua komoditas (2) lebih dari dua komoditas (1) sedang; (30-50 %) (2) tinggi (>50 %) (1) sedang; (25-50 %) (2) tinggi (>50 %) (1) cukup jauh (1-5 km) (2) jauh (>5 km) (0) buruk (>60% sulit dilalui/diakses)
16
Kondisi prasarana jalan menuju lokasi PPI
(1) cukup baik (>75% dapat dilalui/diakses) (2) baik (100% dapat dilalui/diakses)
No
Dimensi dan Atribut
Skala Penilaian
Baik Buruk Hasil Skor
98
3
4 5 6
1
2 DIMENSI SOSIAL C BUDAYA 1
2
Jumlah masyarakat sekitar yang terlibat dalam kegiatan perikanan di PPI
(0) Kurang (<25 %)
Peran serta masyarakat sekitar yang terlibat dalam kegiatan perikanan di PPI
(0) Rendah (<25 %)
(1) Sedang (25-50 %)
2
0
1
2
0
1
2
0
2
2
0
2
2
0
1
2
0
1
3
0
2
3
0
0
2
0
1
(2) Banyak (>50 %) (1) Sedang (25-50 %) (2) Tinggi (>50 %)
3
Frekuensi terjadinya konflik (0) Sering (setiap tahun) sosial budaya terhadap (1) pernah(3-4 kali) keberadaan PPI (2) Tidak pernah terjadi
4
Tingkat peyerapan tenaga kerja dalam kegiatan PPI
(0) Rendah (<250 orang) (1) Sedang (250-500 orang) (2) Tinggi (>500 orang) (0) Rendah ( tidak sekolah )
5
Tingkat pendidikan pelaku ekonomi dalam kegiatan perikanan PPI
(1) Sedang ( SD, SMP, SMA )
(0) tidak ada;
6
Kegiatan Pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan perikanan oleh PPI ( Dinas DKP Kota Samarinda )
(2) Tinggi ( Penguruan Tinggi )
(1) ada tetapi kurang berjalan; (2) ada dan berjalan (0) Tidak pernah dilakukan
7
Frekuensi pelaksanaan penyuluhan dan pelatihan terkait perikanan
(1) satu kali dalam 3 bulan (2) satu kali dalam sebulan (3) >1 kali dalam sebulan
8
Frekuensi kegiatan gotong royong masyarakat di sekitar kawasan PPI
((0) tidak pernah/pada momen tertentu saja (1) sekali dalam sebulan (2) dua kali dalam sebulan; (3) > 2 kali dalam sebulan
9
Jarak pemukiman ke kawasan PPI
(0) dekat (< 1 km) (1) cukup jauh (1-5 km) (2) jauh (>5 km)
No
1
Dimensi dan Atribut
Skala Penilaian
2
3
Baik Buruk Hasil Skor
99
4 5 6
D DIMENSI INFRASTRUKTUR & TEKNOLOGI
1
Ketersediaan basis data terkait kegiatan perikanan di PPI
2
Tempat pengawasan kesehatan ikan di PPI
3
Ketersediaan air bersih untuk kegiatan perikanan di PPI
(0) belum ada (1) ada namun tidak lengkap (2) ada dan lengkap (selalu di perbaharui) (0) belum ada (1) ada namun tidak lengkap (2) ada dan lengkap (selalu di perbaharui)
2
0
0
2
0
1
2
0
1
2
0
2
2
0
1
2
0
1
2
0
1
2
0
1
2
0
0
(0) belum ada (1) ada, tapi belum mencukupi (2) ada dan tersedia dengan baik (0) belum ada;
4
Monitoring lingkungan di PPI
(1) ada, tapi belum berfungsi,belum memadai (2) ada dan tersedia dengan baik
5
6
7
Jalan penghubung antar konsumen dengan lokasi PPI
Tempat pos keamanan, dan pelayanan informasi di PPI Penggunaan teknologi dalam pengolahan komoditas perikanan di PPI
(0) buruk (>60% sulit dilalui/diakses) (1) cukup baik (>75% dapat dilalui/diakses) (2) baik (100% dapat dilalui/diakses) (0) tidak ada; (1) ada tetapi kurang berjalan; (2) ada dan berjalan (0) tidak ada (1) sekali-sekali (pada kondisi/pekerjaan tertentu) (2) sering (pada setiap kondisi/pekerjaan) (0) belum ada;
8
Keberadaan drainase di PPI
(1) ada, tapi tidak berfungsi; (2) ada dan sudah berfungsi dengan baik
9
Akses terhadap perkembangan IPTEK
(0) tidak dapat dilakukan (tidak ada akses) (1) dapat dilakukan namun sulit atau terbatas (2) dapat dilakukan dengan mudah dan banyak
100
Teknologi pengolahan 10 limbah/sisa perikanan di PPI
Ketersediaan industri 11 pendukung kegiatan perikanan di PPI
(0) tidak ada (1) ada namun masih secara sederhana (2) ada dan telah menggunakan teknologi modern
2
0
0
2
0
1
2
0
0
2
0
0
2
0
0
2
0
1
2
0
1
(0) tidak tersedia (1) tersedia namun tidak berfungsi atau terbatas (2) tersedia, berfungsi dan mencukupi (0) tidak ada
12
Teknologi informasi harga komoditas perikanan di PPI
(1) ada namun masih secara sederhana (2) ada dan telah menggunakan teknologi modern (0) ada; 25 -50 % pembangunan
13 Fasilitas fisik
(1) ada, 50% pembangunan (2) ada, 100 % pembangunan (0) belum ada;
14
Penerapan sertifikasi produk perikanan
(1) ada, namun belum diterapkan/belum jelas (2) ada, telah diterapkan dan jelas (0) belum ada;
15 Ketersediaan energi listrik
Infrasturktur pemasaran 16 produk perikanan
(1) ada, namun belum tersebar merata (2) ada dan telah terdistribusi dengan baik (0) tidak tersedia; (1) tersedia namun belum berfungsi (2) tersedia dan telah berfungsi
No
1 E
Dimensi dan Atribut
Skala Penilaian
Baik Buruk Hasil Skor
101
3
4 5 6
2 DIMENSI KELEMBAGAAN (0) tidak ada
1
2
3
Ketersediaan peraturan terkait perikanan secara formal di PPI
Ketersediaan perangkat hukum adat/agama penunjang kegitan perikanan di PPI Dukungan pemerintah terhadap pengembangan kawasan di PPI (5 tahun terakhir)
(1) ada namun masih terbatas dalam penerapan
2
0
2
2
0
0
2
0
1
2
0
0
2
0
2
2
0
1
2
0
1
2
0
0
(2) ada dan banyak telah diterapkan/dirasakan (0) tidak ada (1) ada namun masih terbatas dalam penerapan (2) ada dan banyak telah diterapkan/dirasakan (0) berkurang dari tahun ke tahun (1) tetap dari tahun ke tahun (2) bertambah dari tahun ke tahun (0) tidak ada
4
5
6
Perjanjian kerjasama PPI dengan daerah terkait perikanan
(1) ada namun masih terbatas dalam penerapan
Mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan kawasan PPI
(0) susah atau banyak persyaratan;
Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah
(2) ada dan banyak telah diterapkan/dirasakan
(1) biasa saja (normal/pada umumnya) (2) lebih mudah (sederhana/praktis) (0) tidak sinkron; (1) kurang sinkron; (2) sinkron (0) tidak ada;
7
Dukungan kebijakan dari pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota
(1) ada namun masih kurang mendukung; (2) ada dan telah mendukung sepenuhnya (0) tidak ada
8
Kearifan lokal
(1) ada namun telah banyak tertinggalkan (2) ada dan masih banyak digunakan
102
(0) tidak ada; 9
Ketersediaan lembaga sosial
(1) ada namun masih belumberjalan/berfungsi
2
0
0
2
0
1
2
0
0
2
0
0
2
0
0
2
0
0
2
0
0
(2) ada & telah berfungsi/berjalan dengan optimal (0) tidak ada;
10
Lembaga keuangan mikro (bank/kredit)
(1) ada namun masih belumberjalan/berfungsi (2) ada & telah berfungsi/berjalan dengan optimal (0) tidak ada;
Lembaga Penyuluhan 11 (pendidikan dan pelatihan perikanan/aquabisnis)
(1) ada namun masih belumberjalan/berfungsi (2) ada & telah berfungsi/berjalan dengan optimal (0) tidak ada;
Keberadaan kelompok 12 usaha perikanan di sekitar kawasan PPI
(1) ada namun masih belumberjalan/berfungsi (2) ada & telah berfungsi/berjalan dengan optimal (0) tidak ada;
13
Kerjasama antar kelompok nelayan /pembudidaya ikan
(1) ada namun masih belumberjalan/berfungsi (2) ada & telah berfungsi/berjalan dengan optimal (0) tidak ada;
Kerjasama atau kemitraan 14 dengan lembaga non pemerintah
(1) ada namun masih belumberjalan/berfungsi (2) ada & telah berfungsi/berjalan dengan optimal (0) tidak ada;
Keberadaan badan 15 pengawas mutu/standarisasi produk
(1) ada namun masih belumberjalan/berfungsi (2) ada & telah berfungsi/berjalan dengan optimal
103
Lampiran 2. Hasil analisis MDS RAPFISH Ordination 60 UP
Other Distingishing Features
40
20 28,38 0
Real Fisheries
BAD 0
20
40
60
80
GOOD 100 120
References Anchors
-20
-40 DOWN -60 Fisheries Sustainability
Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur sebesar 28,38% RAPFISH Ordination 60 UP
Other Distingishing Features
40
20
Real Fisheries 0
BAD 0
20
40
60
80
GOOD 100 120
References Anchors
59,55 -20
-40 DOWN -60 Fisheries Sustainability
Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur sebesar 59,55%
104
RAPFISH Ordination 60 UP
Other Distingishing Features
40
20 60,90 0
Real Fisheries
BAD 0
20
40
60
80
GOOD 100 120
References Anchors
-20
-40 DOWN -60 Fisheries Sustainability
Nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur sebesar 60,90% RAPFISH Ordination 60 UP
Other Distingishing Features
40
20 42,69 0
Real Fisheries
BAD 0
20
40
60
80
GOOD 100 120
References Anchors
-20
-40 DOWN -60 Fisheries Sustainability
Nilai indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur sebesar 42,69%
105
RAPFISH Ordination 60 UP
Other Distingishing Features
40
29,48
20
BAD
0 0
GOOD 20
40
60
80
100
Real Fisheries References
120
-20
-40 DOWN -60 Fisheries Sustainability
Nilai indeks keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur sebesar 29,48%
106
Lampiran : 3. Perubahan Skor Atribut faktor untuk skenario terpilih
Dimensi dan Atribut
EKOLOGI 1. Sistem pemeliharaan Pangkalan Pendaratan Ikan 2. Luas lahan PPI 3. Ketersediaan tempat pembuangan sampah hasil perikanan 4. Kesesuaian lokasi PPI 5. Pemanfaatan limbah perikanan di PPI 6. Tingkat kualitas air di sekitar PPI 7. Ketersediaan instalasi pengolahan limbah perikanan 8. Sarana air bersih untuk pembersihan limbah perikanan di PPI EKONOMI 1. Kontribusi PPI terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor perikanan 2. Rataan penghasilan nelayan/pembudidaya ikan relatif terhadap UMR Provinsi Kaltim 3. Rataan penghasilan nelayan/pembudidaya ikan relatif terhadap total pendapatan 4. Transfer keuntungan (Yang menikmati keuntungan dari usaha terkait) 5. Perubahan nilai APBD bidang perikanan (5 tahun terakhir) 6. Kelayakan finansial PPI 7. Jumlah pasar bagi komoditas perikanan di dalam kawasan Samarinda 8. Pasar bagi komoditas perikanan yang berasal dari PPI 9. Pasar komoditas perikanan dari PPI 10. Keberadaan bantuan/ subsidi pemerintah daerah di PPI 11. Jumlah tenaga kerja di PPI 12. Jumlah Jenis komoditas yang menjadi unggulan di kawasan 13. Tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar terhadap keberadaan PPI 14. Tingkat ketergantungan konsumen terhadap keberadaan PPI 15. Rata-rata Jarak lokasi PPI dengan pemukiman penduduk 16. Kondisi prasarana jalan menuju lokasi PPI SOSIAL DAN BUDAYA 1. Jumlah masyarakat sekitar yang terlibat dalam kegiatan perikanan di PPI 2. Peran serta masyarakat sekitar yang terlibat dalam kegiatan perikanan di PPI 3. Frekuensi terjadinya konflik sosial budaya terhadap keberadaan PPI
Saat ini
Skor Atribut Skenario Tingkat Peningkat kemajuan ekonomi sosial dan dan kestabilan teknologi ekologi
1 1 0
1 2 0
1 2 0
1 0 0 0 1
1 1 0 0 1
1 2 1 0 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 2
1 2
1 2
1 0 1 2 2
1 0 1 2 2
1 0 1 2 2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
107
4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tingkat peyerapan tenaga kerja dalam kegiatan PPI Tingkat pendidikan pelaku ekonomi dalam kegiatan perikanan PPI Kegiatan Pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan perikanan oleh PPI ( Dinas DKP Kota Samarinda ) Frekuensi pelaksanaan penyuluhan dan pelatihan terkait perikanan Frekuensi kegiatan gotong royong masyarakat di sekitar kawasan PPI Jarak pemukiman ke kawasan PPI
INFRASTRUKTUR DAN TEKNOLOGI 1. Ketersediaan basis data terkait kegiatan perikanan di PPI 2. Tempat pengawasan kesehatan ikan di PPI 3. Ketersediaan air bersih untuk kegiatan perikanan di PPI 4. Monitoring lingkungan di PPI 5. Jalan penghubung antar konsumen dengan lokasi PPI 6. Tempat pos keamanan, dan pelayanan informasi di PPI 7. Penggunaan teknologi dalam pengolahan komoditas perikanan di PPI 8. Keberadaan drainase di PPI 9. Akses terhadap perkembangan IPTEK 10. Teknologi pengolahan limbah/sisa perikanan di PPI 11. Ketersediaan industri pendukung kegiatan perikanan di PPI 12. Teknologi informasi harga komoditas perikanan di PPI 13. Fasilitas fisik 14. Penerapan sertifikasi produk perikanan 15. Ketersediaan energi listrik 16. Infrasturktur pemasaran produk perikanan DIMENSI DAN KELEMBAGAAN 1. Ketersediaan peraturan terkait perikanan secara formal di PPI 2. Ketersediaan perangkat hukum adat/agama penunjang kegitan perikanan di PPI 3. Dukungan pemerintah terhadap pengembangan kawasan di PPI (5 tahun terakhir) 4. Perjanjian kerjasama PPI dengan daerah terkait perikanan 5. Mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan kawasan PPI 6. Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah 7. Dukungan kebijakan dari pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota 8. Kearifan lokal 9. Ketersediaan lembaga sosial 10. Lembaga keuangan mikro (bank/kredit) 11. Lembaga Penyuluhan (pendidikan dan pelatihan perikanan/aquabisnis) 12. Keberadaan kelompok usaha perikanan di sekitar kawasan PPI 13. Kerjasama antar kelompok nelayan /pembudidaya ikan 14. Kerjasama atau kemitraan dengan lembaga non pemerintah 15. Keberadaan badan pengawas mutu/standarisasi produk
2 1
2 1
2 1
1
1
1
2
2
2
0
0
0
1
1
1
0
0
1
1 1 2 1 1 1
1 1 2 1 1 1
1 1 2 1 1 1
1 0 0 1
1 0 1 1
1 0 2 1
0 0 0 1 1
0 1 0 1 1
0 2 1 1 1
2
2
2
0
0
1
1
1
1
0
0
0
2
2
2
1 1
2 1
2 2
0 0 1 0
0 0 1 0
0 0 1 1
0
0
0
0 0
0 0
0 0
0
0
0
108
Penilaian dimensi status keberlanjutan skenario optimal PPI Dimensi Keberlanjutan
Indeks RAP-PPI
Bobot
Indeks Pembobotan
Ekologi
47.44
0.35
16.67
Ekonomi
59.55
0.28
17.13
Sosial
60.90
0.17
10.49
Teknologi
51.16
0.10
5.22
Hukum & Kelembagaan
35.44
0.08
3.07
Total Indeks Gabungan
52.58
Kategori Keberlanjutan
BERKELANJUTAN
DIAGRAM LAYANG-LAYANG Ekologi
100 80 60 4028,38
Hukum & Kelembagaan 29,48
Ekonomi 59,55
20 0
42,69 60,90 Infrastruktur dan Teknologi
Sosial Buday a
Kondisi saat ini DIAGRAM LAYANG-LAYANG Ekologi
100 80 6047,44 40
Hukum & Kelembagaan 35,44
Ekonomi 59,55
20 0
51,16 60,90 Infrastruktur dan Teknologi
Sosial Buday a
Kondisi setelah di Skenario
Perbandingan Status Keberlanjutan kondisi saat ini dan kondisi setelah diskenario
109
Lampiran 4. Foto Kegiatan di Pangkalan pendaratan ikan Selili
Kondisi di Pangkalan pendaratan ikan Selili
Pedagang pengecer di Pangkalan pendaratan ikan Selili
110
Pelelangan hasil tangkapan di Pangkalan pendaratan ikan Selili
111
Lampiran 5. Desain Rancangan Pembangunan dan Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Selili Berkelanjutan.