TINGKAT PELAKSANAAN FUNGSI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA BATU, KABUPATEN ACEH UTARA
AMNIHANI
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Tingkat Pelaksanaan Fungsi Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 23 Desember 2010 Amnihani
ABSTRAK AMNIHANI, C44061726. Tingkat Pelaksanaan Fungsi Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara. Dibimbing oleh ERNANI LUBIS dan RETNO MUNINGGAR.
Peningkatan fungsi pangkalan pendaratan ikan (PPI) dapat dilakukan melalui pengembangan aktivitas (produksi, pengolahan, dan distribusi hasil perikanan) termasuk segala sarana dan prasarananya. PPI Muara Batu merupakan salah satu PPI di Kabupaten Aceh Utara yang memiliki sumberdaya dan prospek cukup baik karena memiliki jumlah nelayan 885 jiwa, jumlah armada penangkapan ikan 303 unit, dan jumlah alat tangkap ikan 527 unit terbanyak dibandingkan dengan PPI lainnya. Penelitian ini menggunakan metode kasus. Aspek yang diteliti yaitu aspek fasilitas dan aktivitas pangkalan pendaratan ikan yang menunjang fungsi pelabuhan perikanan. Analisis dilakukan secara deskriptif melalui penyajian tabel dan grafik untuk mengetahui perkembangan unit penangkapan dan jumlah produksi serta nilai produksi hasil tangkapan, deskripsi fasilitas dan aktivitas yang terdapat di PPI Muara Batu, dan penentuan alternatif tindakan melalui Analitic Hierarchy Process (AHP). Fungsi pelabuhan perikanan yang optimal merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan dari pembangunan perikanan tangkap. Berjalanya fungsi pelabuhan perikanan sangat dipengaruhi oleh keberadaan berbagai fasilitas dan juga berkaitan erat dengan kelancaran aktivitas pelabuhan. Kondisi beberapa fasilitas pelabuhan memerlukan perhatian seperti alur pelayaran, kolam pelabuhan, pabrik es, SPDN, air bersih, dan jalan di sekitar PPI Muara Batu. Hal ini berpengaruh terhadap kelancaran aktivitas nelayan. Berdasarkan analisis AHP, diperoleh tiga prioritas program alternatif peningkatan fungsi PPI Muara Batu ditinjau berdasarkan aspek fasilitas dan aktivitas pelabuhan, yakni pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran (0,387); mengfungsikan SPDN, pabrik es, dock serta pengadaan air bersih (0,219); serta perbaikan jalan yang rusak dan berlubang (0,191). Kata kunci: aktivitas, fasilitas, dan fungsi pelabuhan perikanan
© Hak cipta IPB, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan, karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
TINGKAT PELAKSANAAN FUNGSI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA BATU, KABUPATEN ACEH UTARA
AMNIHANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Tingkat Pelaksanaan Fungsi Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara
Nama
: Amnihani
NRP
: C44061726
Mayor
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA NIP. 195611231982032002
Retno Muninggar, S.Pi., ME NIP. 197807182005012002
Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP. 196212231987031001
Tanggal lulus: 23 Desember 2010
KATA PENGANTAR Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat mendapat gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2010 ini adalah Tingkat Pelaksanaan Fungsi Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA dan Retno Muninggar, S.Pi., ME, selaku pembimbing yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Dengan senantiasa memohon ampun ke Rabb semesta alam, Allah SWT, dari segala kesalahan dan kelalaian. Semoga hasil penelitian dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan di kemudian hari.
Bogor, Desember 2010 Amnihani
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan penulis kepada: 1. Komisi pembimbing Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA dan Retno Muninggar, S.Pi., ME, atas arahan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini; 2. Dosen penguji tamu Bapak Iin Solihin, S.Pi., M.Si dan Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Bapak Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si., atas kritikan dan saran untuk skripsi ini; 3. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara Bapak Drs. Mukhlis, MP., selaku
kepala Dinas; Bapak Adnan Kasem S.Pi., selaku Kepala Bidang
Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Pesisir; Bapak Ibrahim selaku Kasie Sarana Usaha Perikanan Tangkap; Bapak Azmi, S.Pi., selaku Kasie Prasarana Tangkap dan Tata Ruang Kelautan dan Perikanan; Ibu Dara Malahayati, S.Kel., selaku Staf Bidang Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Pesisir; Ibu Milka Zohra, S.Pi., selaku Staf Sekretariat yang telah membantu dan memberikan data serta informasi yang diperlukan dalam penelitian ini; 4. Bapak Jaman Huri dan Ibu Fitri selaku petugas TPI Muara Batu yang telah membantu dan memberikan data serta informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini; 5. Bapak Kahar selaku staf Balai Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara yang telah membantu dan memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini; 6. Bapak Dahlan selaku Panglima Laot Lhok Kecamatan Muara Batu yang telah membantu dan memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini; 7. Keluarga tercinta, Ayahanda Amiruddin Yusuf, Ibunda Raihan Laili Ahdy, Syurkani, Farid Yulian, dan Raymi Arina yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil, kasih sayang, dan doa yang tiada henti kepada penulis; 8. Sahabat-sahabat HIMAFARIN, IMTR, FDC, dan ASWI atas limpahan ilmu, bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini; 9. Serta semua pihak yang turut membantu dan memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lhokseumawe pada tanggal 30 Agustus 1988 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Amiruddin Yusuf dan Raihan Laili Ahdy. Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMA Negeri 1 Lhokseumawe. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut (USMI) pada tahun 2006 dan terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi anggota Archery Club-IPB periode 20062007, anggota Fisheries Diving Club (FDC)-IPB periode 2007-2010, Koordinator Bidang Rumah Tangga Fisheries Diving Club (FDC)-IPB periode 2007-2008 dan 2009-2010, pengurus Bidang Peralatan Selam Fisheries Diving Club (FDC)-IPB periode 2008-2009, anggota Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
(HIMAFARIN)
periode
2007-2010,
pengurus
Departemen
Kesekretariatan Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2008-2009. Penulis juga aktif di organisasi mahasiswa daerah, diantaranya menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) periode 2006-2010, Bendahara umum Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) periode 2007-2008, Koordinator Departemen Kewirausahaan Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) periode 2008-2009. Selain aktif dibeberapa organisasi, penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Metode Observasi Bawah Air pada tahun ajaran 2008-2009. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Tingkat Pelaksanaan Fungsi Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara”.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
ix
1
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................. 1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
3
2
2.1 Pelabuhan Perikanan ............................................................................. 3 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan ................................................................. 3 2.3 Fasilitas Pelabuhan Perikanan ............................................................... 7 2.4 Aktivitas PPI ......................................................................................... 9 2.5 Analytic Hierarchy Process (AHP) ....................................................... 10 3
METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 13 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 3.2 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ........................................... 3.3 Analisis Data ......................................................................................... 3.3.1 Analisis fasilitas dan aktivitas PPI Muara Batu ........................... 3.3.2 Analisis fungsi PPI Muara Batu ................................................... 3.3.3 Analisis alternatif tindakan dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu ...................................................................................
4
13 13 16 16 17 19
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ...................................... 27 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Aceh Utara ................................................ 4.1.1 Keadaan geografis Kabupaten Aceh Utara .................................. 4.1.2 Keadaan penduduk Kabupaten Aceh Utara .................................. 4.1.3 Kelembagaan perikanan dan kelautan .......................................... 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Aceh Utara ............... 4.2.1 Armada penangkapan ikan Kabupaten Aceh Utara ..................... 4.2.2 Alat penangkapan ikan Kabupaten Aceh Utara ........................... 4.2.3 Nelayan Kabupaten Aceh Utara ................................................... 4.2.4 Daerah dan musim penangkapan Kabupaten Aceh Utara ............ 4.2.5 Produksi dan nilai produksi Kabupaten Aceh Utara .................... 4.3 Keadaan Umum PPI Muara Batu ........................................................... 4.4 Keadaan Perikanan Tangkap PPI Muara Batu ...................................... 4.4.1 Armada penangkapan ikan PPI Muara Batu ................................ 4.4.2 Alat penangkapan ikan PPI Muara Batu ...................................... 4.4.3 Nelayan PPI Muara Batu ..............................................................
27 27 27 29 33 33 34 36 37 39 41 41 41 42 44
iv
4.4.4 Produksi dan nilai produksi PPI Muara Batu ............................... 45 5
FASILITAS DAN AKTIVITAS PPI MUARA BATU ........................... 48 5.1 Fasilitas PPI Muara Batu ....................................................................... 5.2 Aktivitas PPI Muara Batu ..................................................................... 5.2.1 Aktivitas pendaratan ikan ............................................................. 5.2.2 Aktivitas pengolahan .................................................................... 5.2.3 Aktvitas pemasaran ...................................................................... 5.2.4 Aktivitas pelayanan perbekalan melaut .......................................
48 64 65 70 72 77
6
FUNGSI PPI MUARA BATU .................................................................. 82
7
STRATEGI PENINGKATAN FUNGSI PPI MUARA BATU ............. 97 7.1 Prioritas Berdasarkan Kriteria Fungsi .................................................... 97 7.2 Prioritas Berdasarkan Alternatif Tindakan ............................................ 107
8
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 113 8.1 Kesimpulan ........................................................................................... 113 8.2 Saran ...................................................................................................... 114
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 115 LAMPIRAN ..................................................................................................... 118
v
DAFTAR TABEL Halaman 1
Analisis fasilitas PPI Muara Batu ......................................................... 16
2
Analisis pelaksanaan fungsi PPI Muara Batu, 2010 ............................. 17
3
Matriks berbanding dan berpasangan .................................................... 21
4
Skala banding secara berpasangan ........................................................ 22
5
Nilai indeks acak ................................................................................... 25
6
Perkembangan penduduk di Kabupaten Aceh Utara berdasarkan kecamatan periode 2004-2008 ...................................................................... 28
7
Pelaku sistem kenelayanan di Kabupaten Aceh Utara .......................... 32
8
Jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Utara periode 2004-2008 ............................................................................................. 33
9
Jenis dan jumlah alat tangkap ikan yang dioperasikan di Kabupaten Aceh Utara periode 2004-2008 ............................................................. 35
10 Jumlah alat tangkap ikan di Kabupaten Aceh Utara tahun 2008 .......... 36 11 Jumlah nelayan di Kabupaten Aceh Utara periode 2004-2008 ............. 37 12 Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Aceh Utara periode 2004-2008 ................................................... 39 13 Perkembangan armada penangkapan ikan menurut jenisnya di Kabupaten Aceh Utara periode 2004-2008 ................................................... 42 14 Perkembangan jumlah dan jenis alat tangkap ikan di PPI Muara Batu periode 2004-2008 ................................................................................ 43 15 Jumlah nelayan PPI Muara Batu periode 2004-2008 ............................ 44 16 Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan PPI Muara Batu periode 2004-2008 ........................................................................ 46 17 Pemanfaatan dan kondisi fasilitas PPI Muara Batu, 2010 .................... 49 18 Biaya dan alat transportasi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Batu menurut daerah distribusinya ............................................. 75 19 Fungsi PPI Muara Batu .......................................................................... 94
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Perkembangan penduduk di Kabupaten Aceh Utara, 2004 2008 .............. 29 2
Struktur organisasi DKP Kabupaten Aceh Utara ........................................ 31
3
Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Utara, 2004-2008 .............................................................................................. 34
4
Sebaran alat tangkap ikan berdasarkan klasifikasi Statistik Perikanan Tangkap yang terdapat di Kabupaten Aceh Utara 2008 ............................. 36
5
Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Aceh Utara, 2004 2008 ..... 37
6
Perkembangan jumlah produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Aceh Utara, 2004 2008 ..................................................................... 40
7
Kecenderungan perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Aceh Utara, 2004 2008 ........................................................................ 40
8
Jumlah alat tangkap ikan yang beroperasi di PPI Muara Batu tahun 2008... 44
9
Kecenderungan perkembangan jumlah nelayan PPI Muara Batu, 2004 2008 .............................................................................................................. 45
10 Kecenderungan perkembangan jumlah produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Batu, 2004 2008 .................................................... 47 11 Kecenderungan perkembangan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Batu, 2004 2008 ........................................................ 47 12 Dermaga PPI Muara Batu ........................................................................... 50 13 Kapal yang ditambatkan dekat rumah nelayan ........................................... 50 14 Bollard yang terdapat di dermaga PPI Muara Batu .................................... 51 15 Jarak dermaga dengan dek kapal ................................................................. 52 16 Kolam pelabuhan PPI Muara Batu .............................................................. 53 17 Alur pelayaran kapal di wilayah PPI Muara Batu ....................................... 54 18 Turap penahan tanah PPI Muara Batu ........................................................ 54 19 Kondisi jalan dalam komplek PPI Muara Batu ........................................... 55 20 Aktivitas di gedung TPI dan sekitarnya dan penyalahgunaan fungsi gedung TPI sebagai tempat parkir .................................................................. 56 21 Pabrik es ...................................................................................................... 57 22 SPDN PPI Muara Batu ................................................................................ 58 23 Tangki air bersih ......................................................................................... 59 24 Dock PPI Muara Batu .................................................................................. 59 25 Halaman PPI Muara Batu sebagai tempat perbaikan jaring ........................ 60 vii
26 Kantor POKMAKWAS bersanding dengan kantor Panglima Laot ............ 60 27 Gedung work shop PPI Muara Batu ............................................................ 61 28 Kantor pengelola PPI Muara Batu ............................................................... 61 29 Balai pertemuan nelayan PPI Muara Batu .................................................. 61 30 Pos jaga PPI Muara Batu ............................................................................ 62 31 Perkampungan nelayan PPI Muara Batu .................................................... 62 32 MCK PPI Muara Batu dan MCK yang tidak difungsikan dan kotor .......... 63 33 Mesjid PPI Muara Batu ............................................................................... 64 34 Drainase TPI ............................................................................................... 64 35 Pangkalan mengakibatkan kapal ukuran besar tidak dapat masuk ke dermaga sehingga harus menggunakan jasa 'boat becak' ................................. 66 36 Diagram proses pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Batu ................ 67 37 Keranjang dan box fiber menampung hasil tangkapan ............................... 68 38 Tingginya jarak antara kapal dengan dermaga mempersulit pengangkutan
69
39 Kondisi pengasinan saat penggaraman ....................................................... 71 40 Pengasinan saat penjemuran/pengeringan ikan yang dibelah membujur danikan teri ........................................................................................................ 71 41 Ikan kayu ...................................................................................................... 72 42 Parit yang tersumbat sampah ...................................................................... 73 43 Aktivitas penimbangan ikan ........................................................................ 74 44 Aktivitas pengepakan hasil tangkapan olahan ............................................ 75 45 Pemberian es pada hasil tangkapan segar dalam box fiber ......................... 76 46 Alur pemasaran di PPI Muara Batu ............................................................ 77 47 Es yang berasal dari pabrik es Krueng Geukeuh ........................................ 78 48 Es yang berasal dari kios-kios ..................................................................... 79 49 Pembersihan hasil tangkapan dengan menggunakan air kolam pelabuhan... 79 50 Nilai prioritas kriteria dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu .............. 97 51 Diagram koordinasi yang seharusnya terjadi di PPI Muara Batu ............... 104 52 Diagram koordinasi yang terjadi di PPI Muara Batu .................................. 105 53 Nilai prioritas tindakan alternatif peningkatan fungsi PPI Muara Batu ....... 108 54 Model struktur hierarki peningkatan fungsi PPI Muara Batu ..................... 112
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta lokasi penelitian tahun 2010................................................................. 119 2
Layout PPI Muara Batu .............................................................................. 120
3
Nilai AHP dari pihak TPI ............................................................................ 121
4
Nilai AHP dari pihak DKP .......................................................................... 123
5
Nilai AHP dari Panglima Laot .................................................................... 125
6
Nilai AHP dari nelayan ............................................................................... 127
7
Nilai AHP dari pihak pedagang .................................................................. 129
8
Nilai AHP secara keseluruhan .................................................................... 131
ix
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan perikanan (PP)/pangkalan pendaratan ikan (PPI) dalam menjalankan fungsi dan peranannya memerlukan pengelolaan yang tepat, baik terhadap aktivitas maupun fasilitas yang dimiliki PPI. Fungsi pelabuhan perikanan yang optimal merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan dari pembangunan perikanan tangkap. Hal ini dapat dilihat secara nyata jika pembangunan perikanan telah dapat menimbulkan dampak pengganda bagi pertumbuhan sektor ekonomi lainnya, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, pengembangan pelabuhan berpotensi memajukan perekonomian di suatu wilayah sekaligus dapat meningkatkan Penerimaan Negara dan Pendapatan Asli Daerah (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001 vide Kartika, 2007). Kabupaten Aceh Utara merupakan daerah tingkat II di Provinsi Aceh yang memiliki sektor perikanan berkembang cukup baik, mempunyai tiga PPI, yaitu PPI Muara Batu, PPI Geudong, dan PPI Lapang. PPI Muara Batu didirikan pada tahun 2003 dengan status tempat pendaratan ikan (TPI), namun bencana tsunami mengakibatkan TPI rusak dan tidak berfungsi. TPI Muara Batu dibangun kembali pada tahun 2005 dengan status pangkalan pendaratan ikan (PPI) dan mulai dioperasikan tahun 2007. PPI Muara Batu memiliki prospek yang cukup baik karena memiliki beberapa kelebihan, antara lain jenis hasil tangkapan bernilai ekonomis, seperti tenggiri, bawal, cakalang, dan tongkol. Selain itu, PPI Muara Batu terletak tidak jauh dari jalan raya utama Krueng Manee yang berjarak sekitar 700 m dan merupakan akses pemasaran hasil tangkapan potensial menuju kotakota besar seperti Lhokseumawe, Sigli, Langsa, Banda Aceh, dan Medan. Hal ini merupakan salah satu daya tarik bagi para nelayan pendatang untuk mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Muara Batu. Hanya saja PPI Muara Batu yang baru beroperasi selama 2 tahun ini terlihat dari pengamatan langsung di lapangan, belum dikelola dengan baik, gedung-gedung perkantoran layak pakai namun belum difungsikan, dan unit pelayanan teknis (UPT) PPI yang belum berjalan. Berdasarkan dari berbagai penelitian mengenai pelabuhan perikanan, ba-
2
nyak pelabuhan perikanan di Indonesia belum berfungsi secara optimal dengan berbagai alasan, seperti Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muara Ciasem di Jawa Barat mengenai kebutuhan akan fasilitas kepelabuhanan terkait dengan pendaratan dan penanganan hasil tangkapan belum mencukupi; PPP Bojomulyo Juwana di Jawa Timur, permasalahan hampir sama dengan PPP Muara Ciasem yaitu mengenai kebutuhan akan fasilitas kepelabuhanan terkait dengan pendaratan dan penanganan hasil tangkapan belum mencukupi sehingga berdampak pada mutu hasil tangkapan; dan PPI Pontap di Sulawesi Selatan mengenai sistem pelelangan ikan yang tidak berjalan. Penelitian-penelitian sebelumnya tentang pelabuhan perikanan di Aceh di antaranya di PPP Lampulo mengenai keberadaan fasilitas menurut aktivitas PPI dan di PPI Meulaboh mengenai kondisi operasional PPI, namun PPI Muara Batu Kabupaten Aceh Utara belum pernah diteliti sehingga perlu dilakukan pengkajian khususnya terhadap fungsi pelabuhan perikanan.
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mendapatkan informasi kondisi dan pemanfaatan fasilitas dan aktivitas di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Batu. 2) Mengkaji
pelaksanaan
fungsi
Pangkalan
Pendaratan
Ikan
dalam
menunjang pengembangan perikanan di Kabupaten Aceh Utara. 3) Menentukan alternatif tindakan dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu.
1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi instansi terkait untuk pengembangan PPI Muara Batu.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan menurut UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batasbatas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Berbeda dengan pelabuhan niaga, pelabuhan perikanan pada umumnya memiliki ciri-ciri khusus, seperti tempat pendaratan ikan, pelelangan ikan, cold storage, pabrik es, perlengkapan fish processing dan tempat pengadaan sarana penangkapan ikan. Pelabuhan perikanan harus mampu memberikan perlindungan bagi kapal-kapal perikanan yang mengisi bahan bakar, mendaratkan ikan maupun yang berlabuh, melayani penanganan dan pemrosesan hasil tangkapan serta tata niaganya. Selain itu, pelabuhan perikanan harus pula dapat melayani kebutuhan nelayan untuk beristirahat atau melakukan kegiatan sosial lainnya di daratan (Murdiyanto, 2003). Dalam pengklasifikasian pelabuhan perikanan di Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no: KEP.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, PPI termasuk pelabuhan tipe D dengan kriteria, antara lain: (1) Melayani kapal perikanan yang mencakup kegiatan perikanan di wilayah perairan pedalaman dan perairan kepulauan; (2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 3 Gross Tonnage (GT); (3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m dengan kedalaman kolam minus 2 m; dan (4) Mampu menampung sekurang-kurangnya seluas 2 ha.
2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi yang bersifat umum (general function) dan fungsi khusus (special function). Fungsi umum merupakan fungsi yang terdapat pada pelabuhan umum atau pelabuhan niaga yang bukan merupakan
4
perlabuhan perikanan. Fungsi khusus dalam hal ini adalah fungsi-fungsi yang berkaitan dengan masalah perikanan yang memerlukan pelayanan khusus yang belum terlayani oleh adanya berbagai fasilitas fungsi umum, seperti fasilitas pengolahan ikan dan pelelangan ikan (Murdiyanto, 2003). 1) Fungsi umum Berbagai fasilitas yang perlu dibangun untuk memenuhi fungsi umum suatu pelabuhan perikanan, antara lain: (1) Jalan masuk yang aman, yang mempunyai kedalaman air yang cukup serta mudah dilayari oleh kapal yang datang dari laut terbuka menuju pintu gerbang masuk pelabuhan; (2) Pintu atau gerbang pelabuhan dan saluran navigasi yang cukup aman dan dalam; (3) Kolam air yang cukup luas dan dalam serta terlindung dari gelombang dan arus yang kuat untuk keperluan kegiatan kapal di dalam pelabuhan; (4) Bantuan peralatan navigasi baik visual maupun elektronis untuk memandu kapal agar dapat melakukan manuver di dalam areal pelabuhan dengan lebih mudah dan aman; (5) Bila dipandang perlu, dapat mendirikan bangunan penahan gelombang (breakwater) untuk mengurangi pengaruh atau memperkecil gelombang dan angin badai di jalan masuk dan fasilitas pelabuhan lainnya; (6) Dermaga yang cukup panjang dan luas untuk melayani kapal yang berlabuh; (7) Fasilitas yang menyediakan bahan kebutuhan pelayaran seperti bahan bakar minyak, pelumas, air minum, listrik, sanitasi dan kebersihan, saluran pembuangan sisa kotoran dari kapal, penanggulangan sampah, dan sistem pemadam kebakaran; (8) Bangunan rumah dan perkantoran yang perlu untuk kelancaran dan pendayagunaan operasional pelabuhan; (9) Area di bagian laut dan darat untuk perluasan atau pengembangan pelabuhan; (10) Jalan raya atau jalan kereta api/lori yang cukup panjang untuk sistem transportasi dalam areal pelabuhan dan untuk hubungan dengan daerah lain
5
di luar pelabuhan; (11) Halaman tempat parkir yang cukup luas untuk kendaraan industri atau perorangan di dalam pelabuhan sehingga arus lalu lintas di komplek pelabuhan dapat berjalan dengan lancar; dan (12) Fasilitas perbaikan, reparasi, dan pemeliharaan kapal seperti dock dan perbengkelan umum untuk melayani permintaan sewaktu-waktu. 2) Fungsi khusus Fungsi khusus merupakan tugas pelayanan di pelabuhan perikanan yang membedakan pelabuhan perikanan dari pelabuhan lain yang bukan pelabuhan perikanan. Fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi fungsi khusus pelabuhan perikanan ini, antara lain: (1) Fasilitas pelelangan ikan yang cukup luas dan dekat dengan tempat pendaratan; (2) Fasilitas pengolahan ikan seperti tempat pengepakan, pengemasan dan cool storage; (3) Pabrik es; dan (4) Fasilitas penyediaan sarana produksi penangkapan ikan. UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan menerangkan bahwa fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya, berupa: 1) Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan; 2) Pelayanan bongkar muat; 3) Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan; 4) Pemasaran dan distribusi ikan; 5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan; 6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; 7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan; 8) Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan; 9) Pelaksanaan kesyahbandaran; 10) Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan; 11) Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan;
6
12) Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan; 13) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; dan/atau 14) Pengendalian lingkungan. Fungsi
pelabuhan
perikanan
sebagai
sarana
penunjang
untuk
meningkatkan produksi terdapat di Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no: KEP.16/MEN/2006, yaitu: 1) Perencanaan,
pengembangan,
pemeliharaan
serta
pemanfaatan
sarana
pelabuhan perikanan; 2) Pelayanan teknis kapal perikanan; 3) Koordinasi pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan; 4) Pelaksanaan fasilitas dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan produksi, distribusi, dan pemasaran hasil perikanan; 5) Pelaksanaan pengawasan penangkapan, penanganan, pengolahan, pemasaran, dan mutu hasil perikanan; 6) Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi hasil riset, produksi, dan pemasaran hasil perikanan di wilayahnya; 7) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitas wisata bahari; dan 8) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Peranan pelabuhan perikanan di Indonesia (Sub Direktorat Bina Prasarana Perikanan,1982 vide Kartika, 2007) adalah: 1) Pusat aktivitas produksi Pelabuhan perikanan sebagai tempat pendaratan ikan, tempat persiapan operasi penangkapan, dan tempat berlabuh yang aman. 2) Pusat distribusi dan pengolahan Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk pengolahan dan pendistribusian ikan. 3) Pusat kegiatan masyarakat nelayan Pelabuhan perikanan sebagai tempat pembangunan ekonomi serta jaringan informasi antar nelayan dan masyarakat.
7
2.3 Fasilitas Pelabuhan Perikanan Fungsi pelabuhan perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas, baik fasilitas pokok maupun fungsional. Fasilitas-fasilitas pelabuhan dibangun untuk membantu pelabuhan perikanan agar mampu menjalankan fungsi dan peranannya sebagai pelabuhan perikanan serta untuk memberikan kemudahan dan kelancaran bagi masyarakat perikanan dalam melakukan aktivitasnya di pelabuhan. Menurut Lubis (2005), pelabuhan perikanan maupun pangkalan pendaratan ikan harus mempunyai fasilitas yang mampu: 1) Memperlancar kegiatan produksi dan pemasaran hasil tangkapan; 2) Menimbulkan rasa aman bagi nelayan terhadap gangguan alam dan manusia; dan 3) Mempermudah pembinaan serta menunjang pengorganisasian usaha ekonomi nelayan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no: KEP.16/MEN/2006, fasilitas-fasilitas yang dimiliki pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan terbagi menjadi fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. 1) Fasilitas pokok Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan yang berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal, baik sewaktu berlayar, keluar masuk pelabuhan, maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan, terdiri atas: (1) Fasilitas pelindung (breakwater, revetment, dan groin); (2) Fasilitas tambat (dermaga dan jetty); (3) Fasilitas perairan (kolam dan alur pelayaran); (4) Fasilitas penghubung (jalan, drainase, gorong-gorong, dan jembatan); dan (5) Fasilitas lahan (lahan pelabuhan perikanan). Kebutuhan akan fasilitas-fasilitas tersebut di suatu pelabuhan perikanan sangat penting untuk memperlancar berbagai aktivitas yang ada di pelabuhan terutama aktivitas pendaratan ikan. 2) Fasilitas fungsional Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang berfungsi meninggikan nilai guna
8
dari fasilitas pokok yang dapat menunjang kelancaran aktivitas di pelabuhan, terdiri atas: (1) Fasilitas pemasaran hasil perikanan (Tempat Pelelangan Ikan/TPI); (2) Fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi (telepon, internet, SSB, rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas); (3) Fasilitas suplai air bersih, es, listrik, dan bahan bakar; (4) Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkapan ikan (dock/slipway, bengkel, dan tempat perbaikan jaring); (5) Fasilitas penanganan dan pengolahan hasil tangkapan perikanan (transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu); (6) Fasilitas perkantoran (kantor administrasi pelabuhan dan kantor swasta lainnya); (7) Fasilitas transportasi (sarana angkutan ikan); dan (8) Fasilitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Fasilitas-fasilitas tersebut diperlukan di suatu pelabuhan perikanan dalam rangka meningkatkan nilai guna fasilitas pokok dengan memberikan pelayanan yang dapat menunjang aktivitas-aktivitas yang ada di suatu pelabuhan. 3) Fasilitas penunjang Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peran pelabuhan atau para pelaku mendapat kenyamanan dalam melakukan aktivitas di pelabuhan, terdiri atas: (1) Fasilitas pembinaan nelayan (balai pertemuan nelayan); (2) Fasilitas pengelola pelabuhan (mess operator, pos pelayanan terpadu, dan pos jaga); dan (3) Fasilitas sosial dan umum (tempat penginapan nelayan, tempat peribadatan, mandi cuci kakus (MCK), guest house, dan kios). Semakin baik pengelolaan fasilitas pelabuhan, maka fungsi pelabuhan perikanan akan terpenuhi secara optimal, sebagai contoh, jika dermaga bongkar cukup menampung kapal yang membongkar hasil tangkapan dari dalam palkah maka fungsi pelabuhan perikanan sebagai tempat pendaratan ikan terpenuhi (Setiawan, 2006).
9
2.4 Aktivitas Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan yang telah dibangun hendaknya dapat
berfungsi
secara optimal. Dengan kata lain, sarana pelabuhan perikanan yang ada digunakan untuk mengelola aktivitas yang meliputi proses pendaratan, pengolahan, dan pemasaran ikan. 1) Pendaratan Pengelolaan aktivitas pendaratan ikan di pelabuhan perikanan meliputi beberapa proses, antara lain pembongkaran, penyortiran, dan pengangkutan hasil tangkapan ke TPI. Aktivitas pendaratan ikan di pelabuhan perikanan sangat tergantung kelengkapan fasilitas yang ada di pelabuhan, seperti dermaga, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran yang dapat memperlancar kapal-kapal perikanan untuk bertambat di pelabuhan guna melakukan pembongkaran hasil tangkapan dan menyediakan bahan perbekalan untuk melaut. Hasil tangkapan yang telah dibongkar akan dibawa ke TPI dan selanjutnya dilakukan pelelangan ikan sebagai awal dari proses pemasaran ikan (Lubis, 2007). 2) Pengolahan Hasil tangkapan yang telah didaratkan di pelabuhan selanjutnya dilelang dan dipasarkan dalam bentuk olahan maupun keadaan segar. Pengolahan terhadap hasil tangkapan dilakukan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu hasil tangkapan dalam rangka menghindari kerugikan pasca tangkap. Aktivitas pengolahan hasil tangkapan di pelabuhan biasanya dilakukan pada saat musim ikan untuk menampung produksi perikanan yang tidak habis terjual dalam bentuk ikan segar (Lubis, 2007). Menurut Lubis (2007), jenis olahan yang umumnya berada di pelabuhan perikanan Indonesia kecuali Pelabuhan Perikanan Samudra Jakarta, masih bersifat tradisional dan belum memperlihatkan kualitas ikan, sanitasi, dan cara pengepakan yang baik seperti pada pengolahan ikan asin dan ikan pindang. Jenis olahan akan menentukan luas daerah distribusi atau hinterland dari pelabuhan tersebut. 3) Pemasaran Kegiatan pemasaran yang dilakukan di suatu pelabuhan perikanan dapat
10
bersifat lokal, nasional, maupun ekspor, yaitu tergantung dari tipe pelabuhan tersebut. Pemasaran produksi hasil tangkapan bertujuan untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi para nelayan maupun pedagang. Dengan demikian, sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan ke konsumen harus dikelola dengan baik dan teratur. Pemasaran yang baik hendaknya ditunjang oleh transportasi yang baik pula. Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), pengangkutan (transportasi) berarti bergeraknya atau berpindahnya barang dari tempat produksi dan atau tempat penjualan ke tempat barang tersebut akan dipakai. Apabila fungsi pengangkutan dilakukan tepat waktu, maka fungsi ini akan menciptakan kegunaan waktu atas barang dagangan. Aspek terpenting dari pengangkutan adalah biaya pengangkutan, yang sangat dipengaruhi oleh tarif angkutan. Dengan demikian, biaya atau tarif angkutan yang tinggi akan mempersempit daerah pasar dari barang dagangan. Pengangkutan hasil-hasil perikanan yang sifatnya cepat dan mudah rusak memerlukan kecepatan dan penanganan selama perjalanan. Kecepatan pengangkutan sangat penting dalam tata niaga hasil perikanan. Keterlambatan dalam pengangkutan dapat menurunkan kualitas ikan sehingga harga ikan pun turun.
2.5 Analytic Hierarchy Process (AHP) Pemecahan permasalahan yang kompleks dan tidak terstruktur di bidang perikanan dan kelautan ini dapat dilakukan melalui suatu model analisis yaitu metode Analytic Hierarchy Process (AHP). AHP merupakan metode yang sederhana dan fleksibel yang menampung kreativitas di dalam rancangannya terhadap suatu masalah. AHP merupakan model bekerjanya pikiran yang teratur untuk menghadapi kompleksitas yang ditangkapnya. Metode ini menstruktur masalah dalam bentuk hirarki dan memasukkan pertimbangan-pertimbangan untuk menghasilkan skala prioritas (Nurani, 2002). Teknik AHP menyediakan prosedur yang telah teruji efektif dalam mengidentifikasi dan menentukan prioritas dalam pengambilan keputusan. AHP mencerminkan cara alami manusia bertingkah laku dan berpikir. Namun AHP
11
memperbaiki proses alami ini dengan mempercepat proses berpikir dan meluaskan kesadaran
agar
mencakup
lebih
banyak
faktor
daripada
yang
biasa
dipertimbangkan. AHP adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk mempertimbangkan suatu persoalan sebagai satu keseluruhan dan mengkaji interaksi serempak dari berbagai komponen menjadi suatu hirarki. Proses ini memaparkan persoalan sebagaimana dilihat dalam kompleksitasnya dan diperluas definisi dan strukturnya melalui pengulangan (Saaty, 1991). Menurut Saaty (1991), AHP memerlukan informasi dan pertimbangan dari beberapa peserta dalam proses tersebut untuk mengidentifikasi persoalan yang kritis, mendefinisikan strukturnya, dan menentukan serta menyelesaikan konflik. Melalui serentetan kerja sintesis, AHP mensintesis penilaian-penilaian mereka menjadi suatu taksiran menyeluruh dari prioritas-prioritas relatif berbagai alternatif tindakan. Prioritas-prioritas yang dihasilkan AHP merupakan satuan dasar yang digunakan dalam semua jenis analisis, misalnya garis pedoman, mengalokasikan sumberdaya atau sebagai probabilitas dalam membuat ramalan. AHP
memiliki
banyak
keunggulan
dalam
menjelaskan
proses
pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dengan AHP, proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan yang lebih kecil yang ditangani dengan mudah (Hafid, 2010). Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah (Saaty, 1991): 1) Memberi model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam persoalan yang tidak terstruktur; 2) Memudahkan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan yang kompleks; 3) Dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu sistem dan tidak memaksakan pikiran yang linear; 4) Mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilih elemen sistem dalam berbagai tingkatan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat; 5) Memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk men-
12
dapatkan prioritas; 6) Melacak konsistensi logis dari pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan prioritas; 7) Menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang perbaikan setiap alternatif; 8) Mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka; 9) Tidak memaksakan konsensus tetapi mensintensis suatu hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda; dan 10) Memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan. Beberapa kelemahan yang terdapat dalam metode AHP (Hafid, 2010), antara lain: 1) Terdapat kesulitan dalam penyusunan struktur hirarki yang menggambarkan bagaimana goal yang akan dicapai; 2) Terdapat kemungkinan hasil akhir AHP tidak konsisten, yang memungkinkan struktur hirarki harus diperbaiki; dan 3) Kesulitan meminta tanggapan ulang kepada responden dalam memilih nilai skala berbanding berpasangan. Metode AHP ini dapat digunakan tanpa database, asalkan para analis memahami dan menguasai secara mendalam permasalahan yang akan dipecahkan. Data penerapan metode AHP yang diutamakan adalah kualitas dari responden, tidak tergantung pada kuantitas tertentu. Sebuah hirarki yang telah disusun dengan elemen di tiap tingkatnya menjadi tidak berarti apabila tanpa nilai atau bobot bagi elemen di satu tingkat yang nantinya akan mempengaruhi bobot pada tingkat di bawahnya. Terdapat tiga prinsip dasar dalam analisis AHP, yaitu prinsip penyusunan hirarki, prinsip menetapkan prioritas, dan prinsip konsistensi logis.
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dan pengambilan data dilakukan pada bulan Mei-Juni 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh (Lampiran 1).
3.2 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kasus terhadap fungsi Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara. Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil wawancara dengan pihak-pihak terkait dan pengamatan langsung yang berpedoman pada kuesioner yang ada. Data sekunder merupakan data penunjang yang diperoleh melalui informasi maupun laporan tertulis dari instansi terkait. Aspek-aspek yang diteliti meliputi aspek fasilitas dan aktivitas pelabuhan yang terdapat di PPI Muara Batu. Aspek fasilitas kepelabuhanan, meliputi: 1) Fasilitas pokok; 2) Fasilitas penunjang; dan 3) Fasilitas tambahan. Aspek aktivitas PPI, meliputi: 1) Pendaratan hasil tangkapan; 2) Pelayanan pemasaran/lelang; 3) Pelayanan perbekalan; dan 4) Pengolahan hasil tangkapan. Kedua aspek ini berkaitan erat dengan fungsi pelabuhan perikanan, diteliti dalam rangka memperoleh data dan informasi mengenai kondisi terkini dari kedua aspek
tersebut
sekaligus
mendapat
informasi
mengenai
permasalahan-
permasalahan yang dihadapi PPI Muara Batu. Kondisi terkini mengenai aktivitas pelabuhan serta kondisi fasilitas pelabuhan didapat melalui pengamatan, wawancara, pengisian kuesioner dan pengumpulan data sekunder.
14
1) Pengamatan yang dilakukan, meliputi: (1) Pengamatan
terhadap
kondisi
fasilitas
pelabuhan
perikanan
dan
pemanfaatannya; (2) Pengamatan aktivitas pelabuhan perikanan mulai dari pendaratan hasil tangkapan, pemasaran/lelang, perbekalan melaut nelayan, dan cara pengolahan hasil tangkapan. 2) Wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan kepada pihak-pihak terkait. Pemilihan responden dilakukan secara purposive, yaitu: (1) Nelayan Nelayan yang memberikan informasi sebanyak 10 orang. Informasi yang diperoleh berupa jenis hasil tangkapan yang didaratkan, jumlah hasil tangkapan, proses pembongkaran hasil tangkapan dari atas kapal, lama trip, daerah penangkapan ikan, musim penangkapan, dan pemanfaatan hasil tangkapan. (2) Pedagang/bakul Pedangang/bakul yang memberikan informasi sebanyak 6 orang. Informasi yang diperoleh berupa cara penanganan hasil tangkapan baik penanganan di gedung TPI (setelah pelelangan) maupun pada saat pendistribusian, bahan dan alat yang digunakan untuk menjaga mutu hasil tangkapan, tujuan daerah pendistribusian, lama waktu hasil tangkapan sampai ke daerah-daerah konsumen, dan biaya pendistribusian. (3) Pihak pengelola PPI Pengelola PPI yang memberikan informasi sebanyak 3 orang, diantaranya 2 orang petugas TPI di lapangan dan 1 orang Panglima Laot Lhok Muara Batu. Informasi yang diperoleh berupa kondisi dan pemanfaatan fasilitasfasilitas pelabuhan, kebijakan pengembangan pelabuhan ke depan, dan permasalahan-permasalahan yang ada di PPI Muara Batu. (4) Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara yang memberikan informasi sebanyak 3 orang. Informasi yang diperoleh berupa permasalahan yang terdapat di PPI Muara Batu berhubungan dengan kondisi fasilitas dan aktivitas pelabuhan dan kondisi perikanan di daerah
15
Kabupaten Aceh Utara. 3) Data sekunder yang diambil sehubungan dengan potensi perikanan PPI Muara Batu, yaitu data jenis hasil tangkapan, produksi hasil tangkapan, serta jenis dan ukuran masing-masing fasilitas PPI Muara Batu. Data sekunder yang diperlukan dari instansi terkait, berupa: (1) Tempat pelelangan ikan (TPI) 1. Data produksi dan nilai produksi selama 5 tahun terakhir (tahun 20042008); 2. Data produksi dan nilai produksi hasil perikanan dari laut berdasarkan jenis ikan selama 5 tahun terakhir (tahun 2004-2008); 3. Data produksi dan nilai produksi perikanan yang didaratkan di PPI Muara Batu selama 5 tahun terakhir (tahun 2004-2008); 4. Jumlah kapal yang masuk berdasarkan jenis kapal selama 5 tahun terakhir (tahun 2004-2008); 5. Jenis alat tangkap yang digunakan oleh kapal perikanan di PPI Muara Batu selama 5 tahun terakhir (tahun 2004-2008); dan 6. Data perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Muara Batu selama 5 tahun terakhir (tahun 2004-2008). (2) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara 1. Data produksi dan nilai produksi selama 5 tahun terakhir (tahun 20042008); 2. Keadaan umum daerah perikanan Kabupaten Aceh Utara; 3. Jumlah PPI di Kabupaten Aceh Utara; 4. Jumlah nelayan dan jenis alat tangkap ikan di Kabupaten Aceh Utara; dan 5. Tata letak PPI Muara Batu. (3) Badan Pusat Statistik (BPS) Data keadaan umum daerah Kabupaten Aceh Utara (Kabupaten Aceh Utara dalam Angka selama 5 tahun terakhir).
16
3.3 Analisis Data 3.3.1
Analisis fasilitas dan aktivitas PPI Muara Batu
1) Analisis fasilitas PPI Muara Batu Fasilitas
PPI
Muara
Batu
dianalisis
secara
deskriptif,
dengan
mengidentifikasi jenis, kondisi, kapasitas, dan pemanfaatannya (Tabel 1).
Tabel 1 Analisis fasilitas PPI Muara Batu No.
Fasilitas
Ukuran terpasang
Pemanfaatan
Kondisi
Fasilitas Pokok 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Dermaga Kolam pelabuhan Alur pelayaran Turap penahan tanah Jalan dalam komplek pelabuhan Lahan pelabuhan perikanan
Fasilitas Fungsional 7. 8. 9.
TPI Instalasi listrik Pabrik es
10.
Tangki BBM
11.
Tangki air bersih
12.
Dock/slipway
13.
Tempat perbaikan jaring
14.
Kantor administrasi
15.
Sarana angkut hasil perikanan
Fungsi Penunjang 16.
Balai pertemuan nelayan
17.
Pos jaga
18.
Tempat penginapan nelayan
19.
MCK
20.
Kios
21.
Tempat peribadatan
22.
Saluran limbah air
2) Analisis aktivitas PPI Muara Batu Hal-hal yang diperhatikan dari aktivitas pelabuhan perikanan adalah kelancaran proses dan kemudahan maupun kesulitan oleh para pelaku.
17
Analisis aktivitas di pelabuhan dilakukan secara deskriptif terhadap: (1) Aktivitas pendaratan hasil tangkapan Kegiatan pelabuhan di bidang produksi dapat diketahui melalui pengamatan terhadap kegiatan di dermaga, antara lain bongkar muat hasil tangkapan dengan mengamati dan mempelajari sistem pembongkaran hasil tangkapan serta penyeleksian ikan, dan tata letak fasilitas. (2) Aktivitas pengolahan Kegiatan pengolahan ikan di PPI Muara Batu dianalisis melalui perkembangan jumlah pengolah, jenis pengolahan hasil perikanan, asal bahan baku olahan, dan retribusi untuk pemerintah daerah/pelabuhan dari aktivitas pengolahan yang terjadi di pelabuhan perikanan. (3) Aktivitas pemasaran Kegiatan pemasaran ikan di PPI Muara Batu dianalisis secara deskriptif melalui pengamatan terhadap kegiatan pemasaran, antara lain dengan mengetahui daerah distribusi ikan olahan, prasarana dan sarana transportasi, penanganan selama proses distribusi, alat yang digunakan untuk menjaga mutu hasil tangkapan saat pemasaran, dan kondisi jalan. (4) Aktivitas perbekalan melaut Kegiatan persiapan perbekalan melaut di PPI Muara Batu dianalisis secara deskriptif melalui pengamatan terhadap pemenuhan perbekalan melaut seperti es, air tawar, dan bahan bakar.
3.3.2
Analisis fungsi PPI Muara Batu Fungsi PPI Muara Batu dianalisis secara deskriptif setelah dilakukan
tabulasi fungsi PPI di Muara Batu berdasarkan acuan fungsi PPI menurut UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan (Tabel 2).
Tabel 2 Analisis pelaksanaan fungsi PPI Muara Batu, 2010 No. 1.
Fungsi PPI menurut UU no. 45 tahun 2009 Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan Terdapat dermaga atau jetty untuk kapal bertambat Terdapat kapal yang berlabuh dan bertambat di dermaga
Fungsi PPI Muara Batu
18
Lanjutan analisis pelaksanaan fungsi PPI Muara Batu, 2010 No. 2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Fungsi PPI menurut UU no. 45 tahun 2009 Pelayanan bongkar muat Terdapat kapal yang mendaratkan hasil tangkapan atau melakukan bongkar muat Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan Terdapat laboratorium pembinaan mutu hasil tangkapan Terdapat cool room Terdapat pabrik es Terdapat fasilitas pengolahan hasil perikanan Pemasaran dan distribusi ikan Mempunyai TPI atau tempat pemasaran hasil tangkapan (pasar ikan) Melaksanakan penjualan ikan Mendistribusikan hasil tangkapan ke daerah di luar areal PPI Terdapat jalan raya yang layak untuk memudahkan transportasi Terdapat sarana transportasi yang layak digunakan untuk pendistribusian hasil tangkapan Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan Terdapat fasillitas pengumpulan data perikanan Dilaksanakan pengumpulan data Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan Terdapat balai pertemuan nelayan Dilaksanakannya penyuluhan Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan Terdapat fasilitas penyaluran bahan perbekalan Terdapat penyaluran bahan perbekalan Terdapat dock/slipway Terdapat bengkel Berfungsinya bengkel Terdapat fasilitas perizinan kapal berlayar Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan Terdapat fasilitas pengawasan sumberdaya ikan Terdapat fasilitas pengendalian sumberdaya ikan Melaksanakan pengawasan dan pengendalian
Fungsi PPI Muara Batu
19
Lanjutan analisis pelaksanaan fungsi PPI Muara Batu, 2010 No. 9.
10.
11.
12.
13.
14.
3.3.3
Fungsi PPI menurut UU no. 45 tahun 2009 sumberdaya ikan Pelaksanaan kesyahbandaran Terdapat fasilitas kesyaahbandaran Terlaksananya prosedur kesyahbandaran Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan Terdapat fasilitas karantina ikan Terlaksanannya prosedur karantina ikan, baik untuk ekspor, impor, maupun local Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan Terdapat fasilitas publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan Melaksanakan publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan Terdapat fasilitas riset kelautan dan perikanan Melaksanakan publikasi hasil riset kelautan dan perikanan Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari Terdapat fasilitas pemantauan wilayah pesisir Terdapat fasilitas pemantauan wisata bahari Melaksanakan pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari Pengendalian lingkungan Terdapat instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Terdapat kamar mandi Terdapat tempat pembuangan sampah Terdapat saluran pembuangan yang lancar Berfungsinya IPAL Berfungsinya kamar mandi
Fungsi PPI Muara Batu
Analisis alternatif tindakan dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu Peningkatan fungsi PPI Muara Batu dapat dilihat dari dua aspek antara lain
dari aspek fasilitas dan aspek aktivitas PPI Muara Batu. Permasalahan yang akan dihadapi dalam peningkatan fungsi PPI pada umumnya merupakan permasalahan fasilitas dan aktivitas yang bersifat kompleks. Perumusan masalah ditentukan berdasarkan informasi yang didapat selama penelitian. Pemecahan permasalahan
20
yang kompleks dan tidak teratur dapat diterapkan suatu model analisis yaitu metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Prinsip dasar yang harus dipahami dalam penyelesaian persoalan dengan menggunakan AHP, yaitu: 1) Menyusun hirarki Dalam hal pemahaman persoalan yang kompleks, perlu dilakukan pemecahan persoalan tersebut ke dalam elemen-elemen pokok, kemudian elemen dibagi ke dalam sub-sub elemennya, seterusnya sampai membentuk suatu hirarki. Dalam menyusun hirarki, harus menyusun rincian relevan yang cukup untuk mengambarkan persoalan yang sebaik mungkin. Dalam hal ini, rincian relevan yang dimaksud dalam penyusunan hirarki terdiri dari empat tingkatan: (1) Tingkat pertama adalah adanya fokus yang akan diidentifikasi yaitu peningkatan fungsi PPI Muara Batu; (2) Tingkat kedua adalah pihak yang berkepentingan, dalam hal ini nelayan, pedagang, Panglima Laot, petugas TPI, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara; (3) Tingkat ketiga adalah kriteria terkait fungsi pelabuhan perikanan, yaitu pendaratan ikan, rendahnya mutu hasil tangkapan, terhambatnya pemasaran, SDM pesisir, kegiatan operasional penangkapan ikan, serta pendataan dan administrasi pengelolaan; (4) Tingkat terakhir adalah alternatif tindakan yang akan diusulkan. Hal ini bertujuan untuk memberi pandangan menyeluruh terhadap berbagai hubungan kompleks yang melekat pada situasi dan memungkinkan dalam pengambilan keputusan sebagai dasar penilaian. Alternatif tindakan yang diusulkan, antara lain pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran; perbaikan jalan yang rusak dan berlubang; mengfungsikan SPDN, pabrik es, dock serta pengadaan air bersih untuk kegiatan operasional; pengadaan pelatihan pembinaan mutu, penyuluhan terhadap nelayan dan pengolahan hasil tangkapan; dan mengfungsikan gedung perkantoran PPI. 2) Menetapkan prioritas Penetapan prioritas dimaksud untuk membandingkan tingkat kepentingan
21
dari berbagai pertimbangan yang ada. Perbandingan dilakukan dengan membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan elemen pada satu tingkat di atasnya. Penilaian disajikan dalam bentuk matriks berbanding berpasangan dan dibuat untuk setiap tingkat hirarki. Prioritas setiap elemen diperoleh dengan menyatukan pertimbangan yang telah dibuat. Sintesis dilakukan dengan pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan bilangan tunggal yang menunjukkan prioritas setiap elemen. Langkah-langkah dalam menentukan prioritas yaitu: (1) Membuat matriks berbanding berpasangan Membuat matriks berbanding berpasangan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Matriks berbanding berpasangan C A1 A2 A3 A4 An Keterangan:
A1 1 1/a12 1/a13 1/a14 1/a1n
A2 a12 1 a/a23 1/a24 1/a2n
A3 a13 a23 1 1/a34 1/a3n
A4 a14 a24 a34 1 1/a4n
… … … … … …
An A1n a2n a3n a4n 1
C
= Kriteria atau sifat yang digunakan untuk perbandingan
A1, A2, …, An
= Set elemen yang akan dibandingkan, satu tingkat di bawah C
a12, a13, …, 1
= Kualifikasi pendapat dari hasil komparasi yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj
Penilaian tingkat kepentingan diperiksa dari suatu elemen yang berada di sebelah kiri dibandingkan dengan suatu elemen yang berada di baris atas matriks. Penilaian perbandingan (Tabel 4) berdasarkan pada pernyataan seberapa kuat suatu elemen berkontribusi, mendominasi, mempengaruhi atau menguntungkan pada suatu pertimbangan (sifat yang membandingkan) dibandingkan dengan elemen yang lain. Susunan pernyataan harus mencerminkan tata hubungan yang tepat antara elemen-elemen di suatu tingkat dengan sifat yang ada setingkat di atasnya (Saaty, 1991).
22
Tabel 4 Skala banding secara berpasangan Tingkat kepentingan
Definisi
Penjelasan
Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lain Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen yang lain Satu elemen dengan kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan
1
3
5
Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain
Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain
7
Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lain
9
Satu elemen mutlak lebih penting dari pada elemen yang lainnya
2,4,6,8
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Kebalikan
Jika untuk elemen i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan elemen j, maka elemen j mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan elemen i
Sumber: Saaty, 1991
(2) Mensintesis berbagai pertimbangan Prioritas
menyeluruh
dari
berbagai
pertimbangan
dalam
permasalahan pengambilan keputusan diperoleh dengan cara mensintesis terhadap keseluruhan pertimbangan. Sintesis dilakukan dengan pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan bilangan tunggal yang menunjukan prioritas setiap elemen. Pembobotan dapat dilakukan dengan menggunakan rata-rata nilai proporsional. Formulasi untuk menentukan vektor prioritas dari elemen-elemen pada setiap matriks (Nurani, 2002) adalah: 1. Formulasi dengan menggunakan rata-rata aritmetrik Menjumlahkan nilai-nilai dalam setiap kolom (NKJ)
23
Keterangan: NKJ = Nilai kolom ke-j aij
= Nilai setiap entri dalam matriks pada baris ke- i dan kolom ke-j
n
= Jumlah elemen
Membagi entri dalam setiap kolom dengan jumlah pada kolom untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi (Ndij)
Keterangan: Ndij = Nilai setiap entri dalam matriks yang dinormalisasi pada baris ke-i dan kolom ke-j aij
= Nilai setiap entri dalam matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j
NKJ = Nilai kolom ke-j
Vektor prioritas dari setiap elemen, diperoleh dengan merata-ratakan nilai sepanjang baris (Vpi)
Keterangan: Vpi = Vektor prioritas dari elemen Ndij = Nilai setiap entri dalam matriks yang dinormalisasi pada baris ke-i dan kolom ke-j
2. Formulasi dengan menggunakan rata-rata geometrik Perkalian baris (Zi) menggunakan rumus n
Keterangan: Zi
= Perkalian baris
n
= Jumlah elemen
aij
= Nilai entri setiap matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j
k
= Kolom pertama
24
Perhitungan vektor prioritas atau vektor ciri (eigen vector)
Keterangan: Vpi = Vektor prioritas elemen i Zi
= Perkalian baris i
Jika pengambilan keputusan melibatkan banyak orang, dapat dibuat matriks gabungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: Gij
= Elemen matriks pendapat gabungan pada baris ke-i kolom ke-j
m
= Jumlah responden
aij (k) = Elemen matriks pendapat individu pada baris ke-i kolom ke-j untuk pendapat individu ke-k M
= Jumlah matriks pendapat individu
3) Konsistensi AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui rasio konsistensi (consistency ratio/CR). Nilai rasio konsistensi harus lebih kecil atau sama dengan 100. Jika rasio lebih dari 100, pertimbangan tersebut mungkin acak dan perlu diperbaiki. Rasio konsistensi dihitung dengan rumus sebagai berikut: Perhitungan akar ciri nilai eigen (eigen value) maksimum dengan rumus: Keterangan: VA = Vektor antara Vp = Vektor prioritas aij = Pendapat individu
25
Keterangan: VB = nilai eigen
Keterangan: max = nilai rata-rata VB VB
= nilai eigen
n = jumlah elemen Perhitungan indeks konsistensi (CI), dengan rumus :
Keterangan: CI
= Indeks konsistensi
max
= Nilai rata-rata VB
n
= Jumlah elemen
Perhitungan rasio konsistensi (CR), dengan rumus :
Keterangan: CR
= Rasio konsistensi
CI
= Indeks konsistensi
RI
= Nilai indeks acak
Nilai indeks acak (RI) dari matriks berordo 1 sampai dengan 15, yang digunakan untuk menentukan rasio konsistensi (CR) tercantum dalam Tabel 5 di bawah ini: Tabel 5 Nilai indeks acak n 1 2 3 4 5
RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12
N 6 7 8 9 10
Sumber: Saaty, 1991
RI 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49
N 11 12 13 14 15
RI 1.51 1.48 1.56 1.57 1.59
Keterangan: n
= Ordo
RI = Nilai indeks acak
26
Rasio konsistensi (CR) mempunyai tingkat konsistensi yang tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan bila bernilai lebih kecil atau sama dengan 10%. Hal ini dikarenakan CR merupakan tolak ukur bagi konsistensi atau tidaknya suatu hasil perbandingan berpasangan dalam suatu matriks pendapat. Berdasarkan nilai yang didapatkan di atas, dapat ditentukan nilai prioritas peningkatan fungsi PPI Muara Batu ditinjau dari aspek fasilitas dan aktivitas PPI Muara Batu.
4. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Aceh Utara 4.1.1 Keadaan geografis Kabupaten Aceh Utara Wilayah Kabupaten Aceh Utara secara geografis terletak antara 04 46’00”- 05 00’40” LU dan 96 52’00”- 97 31’00” BT. Wilayah Kabupaten Aceh Utara memiliki batas administrasi dengan Kota Lhokseumawe dan Selat Malaka di sebelah utara, Kabupaten Bener Meriah di sebelah selatan, Kabupaten Aceh Timur di sebelah timur, dan Kabupaten Bireuen di sebelah barat. Luas wilayah daratan Kabupaten Aceh Utara mencapai 3.296,86 km2, sedangkan panjang garis pantai diperhitungkan mencapai 55,34 km atau sekitar 4 mil. Kabupaten Aceh Utara memiliki 8 kecamatan pesisir yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan 12 kecamatan daratan. Kecamatan pesisir antara lain yaitu Kecamatan Muara Batu, Dewantara, Syamtalira Bayu, Samudera, Tanah Pasir, Lapang, Seunoddon, dan Tanah Jambo Aye. Kecamatan daratan antara lain Kecamatan Sawang, Nisam, Nisam Antara, Banda Baro, Kuta Makmur, Simpang Kramat, Geureudong Pase, Meurah Mulia, Matang Kuli, Payang Bakong, Pirak Timu, Cot Girek, Langkahan, Baktiya, Baktiya Barat, Lhoksukon, Tanah Luas, Nibong, dan Syamtalira Aron.
4.1.2
Keadaan penduduk Kabupaten Aceh Utara Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Utara yang tercatat oleh Badan Pusat
Statisitik pada tahun 2008 adalah 526.706 jiwa, yang terdiri dari 258.157 jiwa laki-laki dan 268.549 jiwa perempuan. Perkembangan jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Aceh Utara dari tahun 2004 sampai tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 6. Pada tahun 2004, di Provinsi Aceh terjadi bencana alam gempa dan tsunami dan hampir di seluruh Aceh terkena dampaknya. Namun, di Kabupaten Aceh Utara bencana tersebut tidak terlalu berdampak pada perkembangan penduduk. Pada periode tahun 2004-2008 Kabupaten Aceh Utara mempunyai laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,69%.
28
Tabel 6 Perkembangan penduduk di Kabupaten Aceh Utara berdasarkan periode 2004-2008
kecamatan
Penduduk (jiwa) No.
Kecamatan 2004
2005
2006
2007
2008
Kecamatan Pesisir 1.
Syamtalira Bayu
16.944
17.558
17.566
17.903
18.734
2.
Samudera
21.908
21.466
21.880
22.508
23.011
3.
Tanah Pasir
7.532
7.550
7.721
7.956
8.404
4.
Lapang
7.965
7.985
8.165
8.414
8.368
5.
Tanah Jambo Aye
37.853
38.036
38.928
40.128
41.133
6.
Seunuddon
21.581
21.457
22.442
23.352
24.240
7.
Muara Batu
23.441
23.186
23.959
24.818
25.592
8.
Dewantara
43.107
43.162
43.998
45.263
46.277
Jumlah
180.331
180.400
184.659
190.342
195.759
Kecamatan Daratan 9.
Sawang
29.853
30.865
31.014
31.678
32.080
10.
Nisam
15.853
15.677
15.692
15.998
16.158
11.
Nisam Antara
11.666
11.537
11.548
11.773
11.891
12.
Banda Baro
7.334
7.253
7.260
7.402
7.476
13.
Kuta Makmur
18.626
19.239
20.299
21.250
22.181
14.
Simpang Kramat
6.416
6.484
6.539
6.691
6.793
15.
Geureudong Pase
4.089
4.238
4.240
4.322
3.705
16.
Meurah Mulia
16.253
16.421
16.443
16.766
16.938
17.
Matang Kuli
15.228
15.315
15.400
15.735
15.942
18.
Pirak Timu
6.586
6.624
6.661
6.806
6.896
19.
Paya Bakong
10.863
10.937
11.364
11.804
12.213
20.
Tanah Luas
20.421
20.390
20.584
21.074
21.409
21.
Nibong
8.840
9.087
9.144
9.346
9.474
22.
Syamtalira Aron
15.421
15.444
15.477
15.789
15.961
23.
Lhoksukon
41.764
42.043
42.937
44.212
45.257
24.
Baktiya
31.332
30.544
30.650
31.285
31.652
25.
Baktiya Barat
15.948
15.980
16.382
16.902
17.344
26.
Langkahan
19.370
17.888
18.114
18.574
18.908
27.
Coet Girek
17.057
17.304
17.881
18.225
18.669
Jumlah
312.920
313.270
317.629
325.632
330.947
Jumlah keseluruhan
493.251
493.670
502.288
515.974
526.706
Sumber: BPS Kabupaten Aceh Utara 2005-2009
29
Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Aceh Utara periode 2004-2005 sebesar 0,08%, pada periode 2005-2006 sebesar 1,74%, pada periode 2006-2007 sebesar 2,72%, dan pada periode 2007-2008 laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,08% per tahun. Gambar 1 menjelaskan grafik perkembangan penduduk di
Jumlah Penduduk (jiwa)
Kabupaten Aceh Utara periode 2004-2008.
530000 520000 510000 500000 490000 480000 470000
526706 515974 502288 493251
493670
2004
2005
2006 Tahun
2007
2008
Gambar 1 Perkembangan penduduk di Kabupaten Aceh Utara, 2004-2008
4.1.3
Kelembagaan perikanan dan kelautan Kelembagaan perikanan dan kelautan yang terdapat di Kabupaten Aceh
Utara yaitu Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kabupaten Aceh Utara dan Panglima Laot. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara mempunyai visi mewujudkan masyarakat yang makmur dan produktif melalui pengembangan kelautan dan perikanan dalam pemanfaatan wilayah yang berbasis sumberdaya lokal. Misi Dinas Kelautan dan Perikanan, antara lain pengelolaan wilayah kelautan dan perikanan secara berkelanjutan berbasis teknologi, pemberdayaan sumberdaya kelautan dan perikanan, pemeliharaan dan peningkatan daya dukung serta kualitas sumberdaya kelautan dan perikanan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara memiliki fungsi sebagai perumus kebijakan teknisi di bidang kelautan dan perikanan, penerbitan rekomendasi perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum di bidang kelautan dan perikanan, pengelolaan di bidang ketatausahaan dinas, dan pelaksanaan tugastugas lain yang diberikan Bupati Aceh Utara. Struktur organisasi DKP Kab. Aceh Utara diatur dalam Qanun Kab. Aceh Utara nomor 2 tahun 2008 (Gambar 2).
30
Kelembagaan berkaitan dengan perikanan dan kelautan yang berperan selain DKP ialah Panglima Laot. Panglima Laot merupakan lembaga adat yang berfungsi sebagai ketua adat bagi kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir serta merupakan unsur penghubung antara pemerintah dengan masyarakat pesisir dalam menyukseskan program pembangunan perikanan dan program pemerintah secara umum. Panglima Laot sebagai penggerak dan pemimpin dalam kegiatan penangkapan, penegakan hukum adat laot yang memiliki wewenang, fungsi dan tugas yang mendukung kegiatan para nelayan wilayah pesisir. Panglima Laot dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara terbagi dalam tiga wilayah administrasi kepengurusan, yaitu Panglima Laot Lhok, Panglima Laot Kabupaten/Kota, dan Panglima Laot Provinsi. Lhok adalah suatu wilayah pesisir pantai dan terdapat nelayan yang berdomisili serta melakukan usaha penangkapan ikan. Wilayah tersebut dapat berorientasi untuk satu gampong (desa) pantai, beberapa gampong (desa), kecamatan atau satu kepulauan. Nelayan yang berdomisili di Wilayah Lhok dipimpin oleh Panglima Laot yang dinamakan Panglima Laot Lhok. Panglima Laot berfungsi dan bertugas sebagai pembantu pemerintah dalam membantu program pembangunan perikanan, melestarikan adat-istiadat, diantaranya kebiasaan-kebiasaan masyarakat nelayan (Abdullah dkk, 2006). 1) Panglima Laot Lhok menyelesaikan sengketa antar nelayan di wilayah kerjanya; 2) Panglima Laot Kabupaten/Kota melaksanakan penyelesaian sengketa antara nelayan dari dua atau lebih, jika Panglima Laot Lhok yang bersangkutan sebelumnya belum dapat menyelesaikan, serta mengatur jadwal kegiatan kenduri adat laot sehingga tidak terjadi persamaan waktu pelaksanaan kegiatan kenduri dengan kabupaten/kota lain; 3) Panglima Laot Provinsi mengkoordinir pelaksanaan hukum adat laot di Provinsi Aceh dan menjembatani mengurus kepentingan-kepentingan nelayan di tingkat provinsi. Dalam menjalankan fungsinya, tugas Panglima Laot antara lain: 1) Memelihara dan mengawasi ketentuan-ketentuan hukum adat dan adat laot ; 2) Mengkoordinir dan mengawasi setiap usaha penangkapan ikan di laut;
KEPALA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
SEKRETARIS
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
KASUB BAG PENYUSUNAN PROGRAM DAN PELAPORAN
KABID PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DAN PESISIR
KASI PRASARANA TANGKAP DAN TATA RUANG KELAUTAN DAN PERIKANAN
KASI PENGEMBANGAN SARANA, USAHA, DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERIKANAN
KABID PERIKANAN DAN BUDIDAYA
KASI PENGELOLAAN PESISIR DAN KONSERVASI TAMAN LAUT
KASI PRASARANA DAN TATA RUANG PERIKANAN BUDIDAYA
KASUB BAG KEUANGAN
KABID PENGAWASAN PENGENDALIAN MUTU SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
KASI PENGAWASAN SARANA, PRASARANA DAN PENGENDALIAN SUMBERDAYA
KASI SARANA DAN PRASARANA PEMBENIHAN
KASUB BAG UMUM DAN KEPEGAWAIAN
KASI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU HASIL TANGKAPAN
KASI PENGEMBANGAN PRODUKSI DAN USAHA BUDIDAYA
Sumber: DKP Kab. Aceh Utara, 2009 Gambar 2 Struktur organisasi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara
KASI PERIZINAN USAHA DAN PERLINDUNGAN HUKUM
32
3) Menyelesaikan perselisihan/sengketa yang terjadi diantara sesama anggota nelayan dan kelompoknya; 4) Mengurus dan menyelenggarakan upacara adat laot ; 5) Menjaga/mengawasi agar pohon di tepi pantai tidak ditebang karena ikan akan menjauh ke tengah laut (disesuaikan dengan kondisi dan situasi daerah); 6) Badan penghubung antara nelayan dengan pemerintah dan Panglima Laot dengan Panglima Laot lainnya; dan 7) Meningkatkan taraf hidup nelayan pesisir. Fungsi dan tugas Panglima Laot dapat membantu pemerintah dalam pembangunan perikanan, melestarikan adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan nelayan (Abdullah dkk, 2006). Adanya kelembagaan adat laut, dalam hal ini Panglima Laot, harapannya semakin memudahkan nelayan/masyarakat pesisir untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah daerah (pemda) atau pemerintah provinsi, sehingga kesejahteraan masyarakat pesisir/nelayan dapat meningkat. Selain itu, kelembagaan adat ini (Panglima Laot) dapat berperan lebih dalam memonitoring pelaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah, terutama yang terkait dengan pembangunan yang menyentuh masyarakat pesisir/nelayan agar pembangunan tersebut dapat terlaksana dengan baik, berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efisien). Pelaku sistem kenelayanan di Kabupaten Aceh Utara terdiri dari Panglima Laot, toke boat, toke bangku, toke penampung, dan nelayan (Tabel 7).
Tabel 7 Pelaku sistem kenelayanan di Kabupaten Aceh Utara No.
Pelaku
1.
Panglima laot
2.
Toke boat
3.
Toke bangku
4.
Toke penampung
5.
Nelayan
Fungsi dan Peran Mengayomi, menjaga, membina sistem adat kenelayanan dan kelautan Pemilik (pihak yang menyediakan) boat/kapal yang dipakai oleh nelayan dalam mencari dan mendapatkan hasil tangkapan di laut a. Penyedia modal kerja di laut b. Menjaga stabilitas harga ikan dari dan ke pasar c. Menerima dan membeli hasil tangkapan d. Menjual hasil tangkapan ke toke penampung Memasarkan, mengolah, mendistribusikan hasil tangkapan baik lokal maupun luar daerah. Melaksanakan aktivitas penangkapan ikan (melaut)
Sumber: Abdullah dkk, 2006
33
4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Aceh Utara 4.2.1
Armada penangkapan ikan Kabupaten Aceh Utara Armada penangkapan ikan yang beroperasi di Kabupaten Aceh Utara
terdiri dari sampan (perahu tanpa motor) dan perahu motor (PM) yang terdiri dari perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM). Jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Utara periode 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Utara periode 2004-2008 Tahun
Armada Penangkapan Kabupaten aceh Utara (unit) PTM
2004 2005 2006 2007 2008
391 328 445 481 505
PMT 460 62 69 95 110
Jumlah total
KM 911 1614 2011 2011 1987
Keterangan : 1762 2004 2525 2587 2602
PTM : Perahu tanpa motor PMT : Perahu motor tempel KM
: Kapal motor
Sumber : BPS Aceh Utara 2005-2009
Pada tahun 2004 terjadi bencana alam gempa dan tsunami di Provinsi Aceh yang mengakibatkan hampir seluruh wilayah di Provinsi Aceh mengalami kerusakan. Demikian pula di Kabupaten Aceh Utara, namun tidak mendapatkan dampak yang terlalu signifikan. Pembangunan yang cepat dilakukan oleh pemerintah Aceh juga dibantu oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) baik lokal maupun interlokal dan instansi-instansi swasta, membuat Aceh khususnya Kabupaten Aceh Utara tidak terlalu mengalami penurunan dalam jumlah armada penangkapan ikan. Terlihat pada tahun 2005, armada penangkapan ikan Kabupaten Aceh Utara mengalami peningkatan sebesar 13,70%. Hal ini dikarenakan adanya bantuan dari pihak luar yang membantu pemerintah Aceh dalam pembangunan kembali wilayah Aceh di bidang perikanan yaitu penambahan armada penangkapan ikan. Perkembangan armada penangkapan ikan Kabupaten Aceh Utara secara keseluruhan berfluktuasi (Gambar 3). Pertumbuhan rata-rata per tahun (tahun 2004-2008) armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Utara mengalami peningkatan sebesar 11,92%, dikarenakan adanya bantuan dari pemerintah dan
34
pihak luar, seperti Mensos, Kesra, APBD II, Save The Children, Permata Bank,
Jumlah Armada (unit)
dan Indosiar.
2500 2011
2000
2011
1987
1614
1500
PTM
1000
911
500
460 391
0 2004
PMT 328 62
445
481
505
69
95
110
2005
2006
2007
2008
KM
Tahun Gambar 3 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Utara, 2004-2008
4.2.2
Alat Penangkapan Ikan Kabupaten Aceh Utara Beragam alat tangkap ikan yang terdapat di Kabupaten Aceh Utara
berdasarkan pengelompokan dalam Buku Statistik Perikanan Tangkap, antara lain jenis pukat tarik, pukat kantong, jaring insang, pancing, perangkap, dan jala (Tabel 9). Alat tangkap ikan di Kabupaten Aceh Utara, pada tahun terakhir 2008 antara lain payang, pukat pantai, dan pukat cincin yang tergolong dalam klasifikasi pukat kantong; jaring insang hanyut, jaring insang lingkar, jaring insang tetap, jaring insang tiga lapis, dan jaring klitik yang tergolong dalam klasifikasi jaring insang; rawai tetap, rawai tetap dasar, pancing tonda dan pancing ulur yang tergolong dalam klasifikasi alat tangkap pancing; alat tangkap perangkap serta jala tebar. Dapat dilihat pada Tabel 9, jenis alat tangkap tahun 2008 lebih sedikit daripada tahun 2004. Di tahun 2004 terdapat alat tangkap pukat tarik udang ganda, pukat tarik udang tunggal, pukat tarik berbingkai dan pukat tarik ikan yang tergolong dalam jenis alat tangkap trawl, namun tidak lagi digunakan sejak tahun 2005. Tidak dioperasikan lagi alat tangkap trawl sebenarnya telah diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) nomor 39 tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring
35
Trawl. Namun, hal tersebut baru saja diterapkan di PPI Muara Batu sejak tahun 2005 berdasarkan keputusan bersama oleh Panglima Laot dan para nelayan (Abdullah dkk, 2006). Hal ini ditunjang dengan sumber dari BPS Kabupaten Aceh Utara (Tabel 9). Keterbatasan pengetahuan dan wawasan membuat nelayan enggan dalam melaksanakan Keppres no. 39 tahun 1980, namun dengan adanya penyuluhan yang diberikan oleh pemerintah daerah, peraturan ini dapat diterapkan.
Tabel 9 Jenis dan jumlah alat tangkap ikan yang dioperasikan di Kabupaten Aceh Utara periode 2004-2008 Tahun
Jenis Alat Tangkap
Pukat tarik
Pukat kantong
Jaring insang
Pancing
Perangkap
2004
2005
2006
2007
2008
Pukat tarik udang ganda
93
0
0
0
0
Pukat tarik udang tunggal
62
0
0
0
0
Pukat tarik berbingkai
89
0
0
0
0
Pukat tarik ikan
71
0
0
0
0
Payang
35
13
36
36
34
Pukat pantai
57
0
20
27
29
Pukat cincin
142
10
15
22
Jaring insang hanyut
181
62
163
187
24 217
Jaring insang lingkar
102
186
232
258
297
Jaring insang tetap
257
358
390
402
411
Jaring tiga lapis
242
166
213
239
264
Jaring klitik
29
0
194
222
247
Rawai tetap
248
339
416
380
Rawai tetap dasar
58
268
345
317
356 342
Pancing ulur
93
318
368
332
353
Pancing tonda
57
0
133
169
214
Pancing lainnya
523
232
309
331
456
Bubu
218
65
103
109
64
0
268
271
167 269
0
0
0
327
329
Perangkap lainnya Jala
Jala tebar
Sumber: BPS Aceh Utara 2005-2009
Alat tangkap ikan yang paling dominan di Kabupaten Aceh Utara adalah jenis alat tangkap pancing sebanyak 1.721 unit (42,90%), jaring insang sebanyak
36
1.436 unit (35,80%), dan perangkap sebanyak 436 unit (10,90%) (Tabel 10 dan Gambar 4). Alat tangkap pancing paling dominan dikarenakan karakteristik pancing yang mudah dalam pengoperasian dan biaya operasinal yang lebih ringan serta tidak terdapat kriteria waktu penangkapan (dapat dioperasikan kapan dan dimana saja), sehingga nelayan memilih menggunakan alat tangkap ini.
Tabel 10 Jumlah alat tangkap ikan di Kabupaten Aceh Utara tahun 2008 Jenis Alat Tangkap
Jumlah (Unit)
Pukat kantong
Konversi dalam persen (%)
87
2,2
Jaring insang
1.436
35,8
Pancing
1.721
42,9
Perangkap
436
10,8
Jala tebar
329
8,2
4.009
100
Jumlah Total
Sumber: BPS Kabpubaten Aceh Utara 2009
2% 8% 11% 36%
Pukat kantong Jaring insang Pancing
43%
Perangkap Jala tebar
Gambar 4 Sebaran alat tangkap ikan berdasarkan klasifikasi dalam Statistik Perikanan Tangkap yang terdapat di Kabupaten Aceh Utara 2008
4.2.3
Nelayan Kabupaten Aceh Utara Nelayan adalah orang yang secara aktif dalam operasi penangkapan ikan.
Nelayan di Kabupaten Aceh Utara terdiri dari nelayan tetap, nelayan sambilan utama, dan nelayan sambilan sampingan. Pada tahun 2008, nelayan di Kabupaten Aceh Utara berjumlah 5.327 jiwa yang terdiri dari 2.692 jiwa nelayan tetap dan 2.635 jiwa nelayan sambilan utama. Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Aceh Utara dapat dilihat pada Tabel 11.
37
Tabel 11 Jumlah nelayan di Kabupaten Aceh Utara periode 2004-2008 Tahun
Nelayan Kabupaten Aceh Utara Tetap
Sambilan utama
Sambilan sampingan
Jumlah
2004
3.794
2.547
1.299
7.640
2005
2.004
2.669
0
4.673
2006
2.525
2.697
0
5.222
2007
2.631
2.656
0
5.287
2008
2.692
2.635
0
5.327
Sumber: BPS Kabupaten Aceh Utara 2005-2009
Pada tahun 2005 terjadi penurunan terhadap jumlah nelayan. Hal ini dikarenakan dampak psikologis nelayan terhadap bencana alam gempa dan tsunami yang terjadi pada tahun 2004 di Provinsi Aceh. Sebagian nelayan mengalami traumatis atas kejadian gempa dan tsunami sehingga nelayan memilih pindah profesi dan bermigrasi ke daerah daratan tinggi. Dampak psikologis ini tidak berlangsung lama, sehingga pada tahun 2006 jumlah nelayan tetap dan nelayan sambilan meningkat kembali. Dimulai pada tahun 2005 hingga tahun 2008, di Kabupaten Aceh Utara tidak terdapat nelayan yang berprofesi sebagai nelayan sambilan sampingan (Gambar 5), karena profesi nelayan-nelayan PPI Muara Batu telah beralih sebagai nelayan utama.
Jumlah Nelayan (jiwa)
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
3794 2547
2669
2697 2525
2656 2631
2692 2635
2004
Nelayan Sambilan Utama
1299
2004
0 2005
Nelayan Tetap
0 2006
0 2007
0 2008
Nelayan Sambilan Sampingan
Tahun
Gambar 5 Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Aceh Utara, 2004-2008
4.2.4
Daerah dan musim penangkapan Kabupaten Aceh Utara Daerah penangkapan ikan (DPI) nelayan Kabupaten Aceh Utara adalah di
sekitar perairan Selat Malaka. Penangkapan ikan di suatu DPI dilakukan oleh
38
nelayan di kabupaten ini sangat dipengaruhi oleh cuaca dan musim. Para nelayan tersebut akan melakukan operasi penangkapan ikan di saat perairan tenang dan pada saat gelap bulan (bulan mati) terutama nelayan yang mengoperasikan alat tangkap pukat cincin. Jika cuaca tidak mendukung seperti adanya musim penghujan yang disertai badai (terutama musim barat), maka nelayan memilih untuk tidak melaut. Pada kondisi yang lain, adat istiadat dan hukum laot (hukum laut) yang telah dianut turun-temurun oleh nelayan dan masyarakat adat Kabupaten Aceh Utara memiliki hari atau tanggal tertentu yang tidak diperbolehkan untuk melaut/ pantang melaut ( pantang laot ), yaitu: 1) Khanduri adat laot , yaitu kenduri adat yang dilaksanakan selambatlambatnya tiga tahun sekali atau tergantung kesepakatan dan kesanggupan nelayan setempat. Dinyatakan tiga hari pantang laot pada acara kenduri laot terhitung sejak terbitnya matahari pada hari pertama hingga tenggelamnya matahari pada hari ketiga; 2) Hari Jum’at, yaitu dilarang melaut satu hari terhitung sejak terbit dan tenggelamnya matahari pada hari jum’at; 3) Hari Raya Idul Fitri, yaitu dilarang melaut selama dua hari terhitung sejak tenggelamnya matahari pada hari meugang hingga terbenamnya matahari pada kedua hari raya. Meugang adalah hari sebelum hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha; 4) Hari Raya Idul Adha, yaitu dilarang melaut selama tiga hari terhitung sejak tenggelam matahari pada hari raya meugang hingga terbenamnya matahari pada ketiga hari raya; 5) Hari Kemerdekaan tanggal 17 Agustus, yaitu dilarang melaut selama satu hari sejak terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari pada tanggal 17 Agustus; 6) Tanggal 26 Desember, yaitu hari pantang laot yang baru disepakati dalam Rapat Dewan Meusapat Panglima Laot se-Aceh di Banda Aceh pada tanggal 9-12 Desember 2005, untuk mengenang bencana alam gempa dan tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004. Pantang laot tanggal 26 Desember dimulai sejak terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari pada
39
tanggal 26 Desember. Apabila nelayan melanggar hari-hari yang telah ditentukan untuk tidak melaut, maka nelayan yang melakukan pelanggaran tersebut akan dikenakan sanksi hukum, yaitu: 1) Seluruh hasil tangkapan disita; 2) Dilarang melaut sekurang-kurangnya tiga sampai tujuh hari.
4.2.5
Produksi dan Nilai Produksi Kabupaten Aceh Utara Bencana alam gempa dan tsunami yang terjadi pada tahun 2004 di
Provinsi Aceh khususnya di Kabupaten Aceh Utara memperlihatkan dampak yang begitu nyata terhadap jumlah produksi maupun nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan. Produksi hasil tangkapan tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 51,06% dari tahun sebelumnya. Tercatat dalam Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara, produksi hasil tangkapan tahun 2005 sebesar 3.133,5 ton dengan nilai produksi sebesar Rp 20.494.052.000,00 yang mengalami penurunan sebesar 88,16% (Tabel 12).
Tabel 12 Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Aceh Utara periode 2004-2008 Tahun
Produksi (ton)
Pertumbuhan (%)
2004 2005
6.403,47 3.133,50
2006 2007
10.003 8.918,60
-51,06 219,23
2008
11.439,63
-10,84 28,26
Nilai Produksi (Rp) 173.051.438.000 20.494.052.000 117.030.200.000 110.505.751.000 99.829.139.000
Petumbuhan (%) -88,16 471,04 -5,57 9,66
Sumber: BPS Aceh Utara 2005-2009
Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Aceh Utara terhadap bidang perikanan tangkap ditandai dengan bertambahnya jumlah armada penangkapan ikan serta alat tangkap ikan dan pemulihan psikologis traumatis nelayan, sehingga pada tahun berikutnya (tahun 2006) jumlah produksi hasil tangkapan telah mengalami pertumbuhan positif sebesar 219,23% (10.003 ton) begitu pula dengan nilai produksinya meningkat sebesar 471,04% (Rp 117.030.200.000,00) dibanding dengan tahun sebelumnya.
jumlah produksi (jiwa)
40
14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
11439.63 10003
8918.6
6403.6 3133.5
2004
2005
2006 Tahun
2007
2008
Gambar 6 Perkembangann jumlah produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Aceh Utara, 2004-2008
Perkembangan jumlah produksi hasil tangkapan Kabupaten Aceh Utara periode 2004-2008 sangat berfluktuasi, dengan kisaran produksi 3.133,511.439,63 ton per tahun dan kisaran pertumbuhan -51,06% sampai dengan
Nilai Produksi (x 106)
219,23% per tahun (Tabel 12 dan Gambar 6).
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
173.051438 117.0302
110.505751
99.829139
20.494052 2004
2005
2006 Tahun
2007
2008
Gambar 7 Kecenderungan perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Aceh Utara, 2004-2008
Perkembangan nilai produksi hasil tangkapan Kabupaten Aceh Utara juga menunjukkan nilai yang berfluktuasi. Dapat dilihat pada Gambar 7, nilai produksi mengalami penurunan yang sangat tajam pada tahun 2005, diakibatkan dampak dari bencana alam gempa dan tsunami yang terjadi pada tahun 2004, yaitu sebesar 88,20%. Peningkatan nilai produksi terjadi di tahun 2006 yaitu sebesar 471,10% dari tahun sebelumnya. Adapun kisaran pertumbuhan nilai produksi hasil
41
tangkapan Kabupaten Muara Batu periode 2004-2008 adalah -88,16% sampai dengan 471,10%.
4.3 Keadaan Umum PPI Muara Batu Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Batu terletak di wilayah Desa Tanoh Anoe, Kecamatan Muara Batu dengan ibu kota Krueng Manee, Kabupaten Aceh Utara. PPI Muara Batu didirikan pada tahun 2003 dan masih berstatus Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Muara Batu. Bencana alam gempa dan tsunami yang terjadi pada tahun 2004 membuat TPI Muara Batu rusak. Pembangunan kembali TPI Muara Batu dilaksanakan pada tahun 2005 dan dioperasionalkan sejak tahun 2007 dengan status Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Batu.
4.4 Keadaan Perikanan Tangkap PPI Muara Batu 4.4.1
Armada penangkapan ikan PPI Muara Batu Armada penangkapan ikan di PPI Muara Batu dapat diklasifikasikan
menjadi tiga jenis, yaitu perahu tanpa motor (PTM), perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM). Perahu tanpa motor adalah perahu yang pengoperasiannya tidak menggunakan mesin tetapi menggunakan layar atau dayung. Perahu motor tempel adalah perahu/kapal yang pengoperasiannya menggunakan mesin motor tempel (outboard motor), sedangkan kapal motor adalah kapal
yang
pengoperasiannya menggunakan mesin yang disimpan di dalam badan kapal (inboard motor). Perahu motor tempel dan kapal motor yang terdapat di PPI Muara Batu menggunakan bahan bakar solar. Merek mesin yang biasa digunakan adalah Yanmar. Dapat dilihat pada Tabel 13, perkembangan jumlah dan jenis armada penangkapan ikan menurut jenisnya periode 2004-2008 di PPI Muara Batu. Perkembangan armada penangkapan ikan di PPI Muara Batu cenderung berfluktuasi. Sama halnya dengan perkembangan armada penangkapan ikan Kabupaten Aceh Utara. Dampak akan bencana alam dan tsunami yang terjadi pada tahun 2004 tidak berpengaruh nyata terhadap perkembangan armada penangkapan ikan di PPI Muara Batu khususnya bagi kapal motor. Hal ini dikarenakan nelayan mendapatkan bantuan dari pemerintah dan pihak luar
42
berkenaan dengan penambahan armada penangkapan ikan berupa kapal motor, seperti Mensos, Kesra, APBD II, Save The Children, Permata Bank, dan Indosiar.
Tabel 13 Perkembangan armada penangkapan ikan menurut jenisnya di PPI Muara Batu periode 2004-2008
Tahun
Armada Penangkapan Ikan PPI Muara Batu (unit) PTM
PMT
Jumlah
KM
2004 2005
70 32
88 0
198 298
2006 2007
57 68
0 9
344 331
2008 89 15 306 Sumber: BPS Kabupaten Aceh Utara 2005-2009
356 330 391 408 410
Pada tahun 2004-2005, armada penangkapan ikan PPI Muara Batu mengalami penurunan sebesar 7,30%, diakibatkan bencana alam gempa dan tsunami yang terjadi pada tahun 2004 di Aceh. Pada periode tahun 2005-2006 armada penangkapan ikan mengalami peningkatan sebesar 18,50%, karena adanya bantuan dari pemerintah dan pihak luar. Pada tahun 2007 dan 2008, armada penangkapan ikan jenis kapal motor mengalami penurunan sebesar 3,80% dan 7,60% dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan karakteristik perairan di muara Sungai Kuala Manee mengalami pendangkalan, baik di pantai sekitar PPI maupun di kolam pelabuhan PPI, sehingga kapal motor sulit untuk masuk dan keluar daerah PPI. Berbeda dengan penggunaan perahu tanpa motor dan perahu motor tempel yang cenderung mengalami penambahan unit. Hal ini dikarenakan ukuran perahu motor tempel dan perahu tanpa motor lebih kecil dibandingkan kapal motor, sehingga perahu tanpa motor dan perahu motor tempel cenderung lebih mudah masuk ke wilayah PPI Muara Batu. Pertumbuhan rata-rata per tahun (tahun 2004-2008) armada penangkapan ikan PPI Muara Batu adalah 15,20%.
4.4.2
Alat tangkap ikan PPI Muara Batu Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di PPI Muara Batu beragam,
terdiri dari pukat tarik udang ganda, pukat tarik udang tunggal, pukat tarik
43
berbingkai, pukat tarik ikan, payang, pukat pantai, pukat cincin, jaring insang hanyut, jaring insang lingkar, jaring insang tetap, jaring tiga lapis, jaring klitik, rawai tetap, rawai tetap dasar, pancing ulur, pancing tonda, bubu dan jala tebar. Perkembangan jumlah alat tangkap ikan di PPI Muara Batu periode tahun 20042008 dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Perkembangan jumlah dan jenis alat tangkap ikan di PPI Muara Batu periode 2004-2008 Tahun
Jenis Alat Tangkap 2004
2005
2006
2007
2008
Pukat tarik udang ganda
19
0
0
0
0
Pukat tarik udang tunggal
15
0
0
0
0
Pukat tarik berbingkai
12
0
0
0
0
Pukat tarik ikan
17
0
0
0
0
6
8
6
11
6
Pukat pantai
12
0
4
7
5
Pukat cincin
32
7
3
15
Jaring insang hanyut
41
0
22
27
17 25
Jaring insang lingkar
27
25
31
29
33
Jaring insang tetap
59
92
96
99
95
Jaring tiga lapis
55
0
0
0
43
Jaring klitik
7
0
26
28
31
Rawai tetap
41
72
55
51
Rawai tetap dasar
15
64
46
50
42 44
Pancing ulur
23
35
49
46
46
Pancing tonda
13
0
18
20
28
134
27
41
59
59
Bubu
38
5
14
13
Perangkap lainnya Jala tebar
14
0
0
23
28 21
0
0
0
39
43
Jumlah 580 Sumber: BPS Kabupaten Aceh Utara 2005-2009
335
411
517
566
Pukat tarik
Payang Pukat kantong
Jaring insang
Pancing
Pancing lainnya Perangkap Jala
Di tahun 2005, alat tangkap ikan yang dioperasikan oleh nelayan PPI Muara Batu mengalami penurunan jenis, seperti pukat tarik udang berganda, pukat tarik udang tunggal, pukat tarik udang berbingkai, dan pukat tarik ikan tidak
44
dioperasikan lagi di PPI Muara Batu. Tidak dioperasikan lagi pukat tarik dikarenakan adanya peraturan pemerintah daerah dan keputusan bersama oleh Panglima Laot dan para nelayan yang melarang adanya
pengoperasian alat
tangkap pukat tarik. Perkembangan jumlah alat tangkap ikan yang beroperasi di PPI Muara Batu berfluktuasi. Alat tangkap ikan yang dominan di PPI Muara Batu pada tahun 2008 adalah jaring insang sebanyak 227 unit (40%), kemudian pancing sebanyak 219 unit (39%), dan perangkap 49 unit (9%) (dapat dilihat pada Gambar 8).
9%
7% 5% Pukat kantong 40%
Jaring insang Pancing
39%
Perangkap Jala tebar
Gambar 8 Jumlah alat tangkap ikan yang beroperasi di PPI Muara Batu tahun 2008
4.4.3
Nelayan PPI Muara Batu Nelayan di PPI Muara Batu terdiri dari nelayan tetap, sambilan utama,
dan sambilan sampingan. Pada tahun 2008 nelayan PPI Muara Batu berjumlah 885 jiwa, terdiri dari 448 jiwa nelayan tetap dan 437 jiwa nelayan sambilan utama. Tabel 15 dan Gambar 9, memperlihatkan
rata-rata mata pencaharian
utama nelayan PPI Muara Batu tahun 2008 adalah nelayan tetap. Tabel 15 Jumlah nelayan PPI Muara Batu periode 2004-2008 Tahun
Nelayan PPI Muara Batu Tetap
Sambilan Utama
Jumlah
Sambilan Sampingan
2004
766
544
232
1.542
2005 2006
330 401
449 462
0 0
779 863
2007 2008
435 448
441 437
0 0
876 885
Sumber: BPS Kabupaten Aceh Utara 2005-2009
45
Pekembangan jumlah nelayan PPI Muara Batu berfluktuasi. Pada tahun 2005, jumlah nelayan PPI Muara Batu mengalami penurunan hingga 49,50% dari tahun sebelumnya, atau 1.542 jiwa sehingga menjadi 779 jiwa. Hal ini dikarenakan dampak dari bencana alam gempa dan tsunami yang terjadi di tahun 2004. Nelayan-nelayan PPI Muara Batu mengalami traumatis terhadap bencana, sehingga sebagian nelayan berpindah profesi dan bermigrasi ke daerah yang berdaratan tinggi.
Dampak traumatis nelayan tidak berlangsung lama, secara
berlahan jumlah nelayan PPI Muara Batu mengalami peningkatan (dapat dilihat pada Gambar 9). Begitu pula di tahun 2005, profesi nelayan sambilan tidak ditekuni lagi oleh nelayan-nelayan PPI Muara Batu. Hal ini dikarenakan nelayan-
Jumlah Nelayan (jiwa)
nelayan PPI Muara Batu profesinya telah beralih sebagai nelayan utama.
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Nelayan Tetap 766 544
462 401
449 330
448 437
441 435
232
2004
0 2005
0 2006
0 2007
0 2008
Nelayan Sambilan Utama Nelayan Sambilan Sampingan
Tahun Gambar 9 Kecenderungan perkembangan jumlah nelayan PPI Muara Batu, 2004-2008
Laju perkembangan jumlah nelayan PPI Muara Batu tahun 2005-2006 mengalami
peningkatan
sebesar
10,80%.
Pada
tahun
2006-2007
laju
perkembangan nelayan juga mengalami peningkatan sebesar 1,50% dan terakhir 2007-2008 meningkat 1,10%.
4.4.4
Produksi dan Nilai Produksi PPI Muara Batu Bencana alam gempa dan tsunami yang terjadi pada tahun 2004
memberikan dampak yang nyata terhadap jumlah produksi maupun terhadap nilai produksi hasil tangkapan PPI Muara Batu. Jumlah produksi hasil tangkapan pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 50,40% yaitu 615,20 ton dari tahun
46
sebelumnya 1.350,60 ton dan juga nilai produksi hasil tangkapan mengalami penurunan sebesar 87,10% atau menjadi Rp 3.625.005.000,00 dari tahun sebelumnya Rp 27.990.090.000,00 (Tabel 16).
Tabel 16 Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan PPI Muara Batu periode 2004-2008 Produksi dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan PPI Muara Batu Tahun
Produksi (ton)
Nilai Produksi (Rp)
2004
1.350,6
27.990.090.000
2005 2006 2007 2008
615,2 3.418,4 2.961,5 3.240,33
3.625.005.000 41.206.100.000 36.694.412.000 35.022.800.000
Sumber: BPS Kabupaten Aceh Utara 2005-2009
Dengan dilaksanakannya kembali pembangunan PPI Muara Batu oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara yang ditandai dengan bertambahnya armada penangkapan serta alat tangkap ikan dan pemulihan psikologis nelayan, maka pada tahun berikutnya (tahun 2006) jumlah produksi hasil tangkapan mengalami peningkatan yang sangat pesat sebesar 455,60% atau menjadi 3.418,4 ton dan peningkatan yang sangat pesat pula pada nilai produksi sebesar 1036,70% atau Rp 41.206.100.000,00. Perkembangan jumlah produksi hasil tangkapan PPI Muara Batu periode 2004-2008 sangat berfluktuasi (lihat Gambar 10), dengan kisaran produksi 615,2 – 3.418,4 ton per tahun dan kisaran pertumbuhan -54,4% sampai dengan 455,6% per tahun. Perkembangan nilai produksi hasil tangkapan PPI Muara Batu juga menunjukkan nilai yang berfluktuasi, terlihat pada Gambar 11. Pada tahun 2005, nilai produksi hasil tangkapan menurun yang disebabkan oleh bencana alam dan tsunami. Namun, di tahun 2006 nilai produksi hasil tangkapan mengalami peningkatan kembali. Kisaran pertumbuhan nilai produksi hasil tangkapan PPI Muara Batu pada periode 2004-2008 sebesar -87,10% sampai dengan 1036,70%.
Produksi (ton)
47
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
3418.4 2961.5
3240.33
1350.6 615.2 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Nilai Produksi (x 106)
Gambar 10 Kecenderungan perkembangan jumlah produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Batu, 2004-2008
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
41.2061 36.694412
35.0228
2007
2008
27.99009
3.625005 2004
2005
2006 Tahun
Gambar 11 Kecenderungan perkembangan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Batu, 2004-2008.
5. FASILITAS DAN AKTIVITAS PPI MUARA BATU Berjalannya fungsi pelabuhan perikanan sangat dipengaruhi oleh keberadaan fasilitas dan juga berkaitan erat dengan kelancaran aktivitas pelabuhan. Fasilitas pokok memberi dukungan pada aktivitas bongkar muat dan distribusi hasil tangkapan, serta fasilitas fungsional memberi dukungan pada aktivitas pemasaran serta kegiatan nelayan yang dilakukan di sekitar pelabuhan, sedangkan fasilitas penunjang memberi dukungan pada kelancaran aktivitas pengguna jasa pelabuhan perikanan (Lubis, 2007).
5.1 Fasilitas PPI Muara Batu PPI Muara Batu memiliki fasilitas pelabuhan berupa fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas tambahan. Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar atau pokok yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan yang berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal, baik sewaktu berlayar keluar masuk pelabuhan maupun berlabuh di pelabuhan (Anonymus, 2004). Fasilitas pokok yang terdapat di PPI Muara Batu antara lain dermaga, kolam pelabuhan, jalan dalam komplek pelabuhan, alur pelayaran, turap penahan tanah dan lahan pelabuhan perikanan. Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang berfungsi meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok yang dapat menunjang kelancaran aktivitas di pelabuhan. Fasilitas fungsional yang terdapat di PPI Muara Batu antara lain tempat pelelangan ikan (TPI), telepon, instalasi listrik, pabrik es, tangki BBM, tangki air bersih, dock, tempat perbaikan jaring, dan kantor administrasi. Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peran pelabuhan atau para pelaku mendapat kenyamanan dalam melakukan aktivitas di pelabuhan. Fasilitas penunjang yang terdapat di PPI Muara Batu antara lain balai pertemuan nelayan, pos jaga, tempat penginapan nelayan, MCK, kios, tempat peribadatan dan saluran air limbah.
49
Tabel 17 Pemanfaatan dan kondisi fasilitas PPI Muara Batu, 2010 No.
Fasilitas
Ukuran terpasang
Pemanfaatan
Kondisi
Fasilitas pokok Dermaga Kolam pelabuhan Alur pelayaran Turap penahan tanah 5. Jalan dalam komplek pelabuhan 6. Lahan pelabuhan perikanan Fasilitas fungsional 1.
2. 3. 4.
150 meter 150 x 100 m2 200 meter 200 meter
Dimanfaatkan Dimanfaatkan Dimanfaatkan Dimanfaatkan
Baik Pendangkalan Pendangkalan Baik
250 meter
Dimanfaatkan
Baik
2 ha
Dimanfaatkan
Baik
Tidak dimanfaatkan Tidak dimanfaatkan Dimanfaatkan Tidak dimanfaatkan Tidak dimanfaatkan Tidak dimanfaatkan Dimanfaatkan Dimanfaatkan Tidak dimanfaatkan
7.
TPI
24 x 12 m2
8.
Telepon
1 unit
9.
Instalasi listrik
1.300 KVA
10.
Pabrik es
25 x 11 m2
11.
Tangki BBM
20.000 liter
12.
Tangki air bersih
150 liter
13. 14.
Dock Tempat perbaikan jaring
12 x 9 m2 40 x 30 m2
15.
Kantor administrasi
10 x 9 meter
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Fungsi penunjang 16.
Balai pertemuan nelayan
20 x 9 m2 2
17.
Pos jaga
12 x 10 m
18.
Tempat penginapan nelayan/ perumahan nelayan
209 unit
Dimanfaatkan Tidak dimanfaatkan
Baik
Dimanfaatkan
Baik
Tidak dimanfaatkan 20. Kios Dimanfaatkan 21. Tempat peribadatan 100 x 45 m2 Dimafaatkan 22. Saluran air limbah 40 cm Dimanfaatkan Sumber: DKP Kabupaten Aceh Utara, 2010; diolah kembali 19.
MCK
6 x 4 m2
Baik
Kotor Baik Baik Kotor
(1) Dermaga Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang berfungsi sebagai tempat untuk bertambat dan berlabuhnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan, dan
50
mengisi bahan perbekalan untuk melaut (Lubis, 2005). Dermaga di PPI Muara Batu (Gambar 12) terletak pada alur Sungai Kuala Manee, terbuat dari beton dengan panjang 150 m. Pemanfaatan dermaga PPI Muara Batu optimal dan cukup baik, dapat dilihat dari aktivitas tambat dan labuh kapal tidak mengalami antrian.
Gambar 12 Dermaga PPI Muara Batu
Dermaga yang berfungsi sebagai tempat berlabuh dan bertambatnya kapal, tidak dimanfaatkan dengan baik oleh nelayan. Masih terdapat kapal yang tidak ditambatkan di dermaga, hal ini karena pemilik kapal lebih suka menambatkan kapalnya di dekat rumah mereka (Gambar 13).
Gambar 13 Kapal yang ditambatkan di dekat rumah nelayan
51
Dermaga PPI Muara Batu dilengkapi dengan bollard untuk aktivitas tambat kapal (Gambar 14). Bollard adalah suatu bentuk struktur di ujung permukaan dermaga (quay edge) dipakai untuk mengikat tali tambat kapal (Murdiyanto, 2003). Hanya saja pada sisi dermaga belum terdapat fender untuk melindungi kapal dari benturan dengan dinding dermaga sehingga nelayan masih menggunakan ban mobil bekas yang diletakkan di sisi badan kapal untuk melindungi kapal dari benturan keras dengan dinding dermaga yang dapat menyebabkan badan kapal rusak.
Gambar 14 Bollard yang terdapat di dermaga PPI Muara Batu
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pandangkalan yang terjadi di alur pelayaran dan kolam pelabuhan PPI Muara Batu, mengakibatkan kapal yang berukuran ≥10 GT mengalami hambatan untuk masuk ke pelabuhan, sehingga nelayan menggunakan perahu motor tempel atau perahu tanpa motor untuk mengangkut hasil tangkapannya ke pelabuhan. Kendala lainnya adalah tingginya dermaga yang melebihi tinggi dek kapal, sehingga saat mendaratkan hasil tangkapan, nelayan harus mengeluarkan tenaga lebih untuk menarik muatan ke dermaga (Gambar 15). Jarak antara dek kapal dengan dermaga sekitar 3 meter. Perlu adanya perhatian oleh pihak pemerintah untuk mengatasi permasalahan pendangkalan yang terjadi di alur palayaran dan kolam
pelabuhan,
agar
terciptanya
kelancaran
aktivitas
operasional
penangkapan ikan. Pendangkalan berpengaruh terhadap pengoptimalan fungsi pelabuhan perikanan, seperti fungsi tambat labuh kapal perikanan.
52
Gambar 15 Jarak dermaga dengan dek kapal
Lokasi dermaga terletak di depan gedung TPI terpisah oleh lebar jalan dengan jarak kurang lebih 15 meter. Dekatnya jarak dermaga dengan TPI memudahkan nelayan dalam proses pengangkutan ikan ke TPI. Dermaga tambat ini sekaligus berfungsi sebagai dermaga muat.
(2) Kolam pelabuhan Kolam pelabuhan adalah lokasi perairan tempat masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga. Kolam pelabuhan PPI Muara Batu terbentuk secara alami. Luas kolam PPI Muara Batu adalah 150 x 100 m2, kolam pelabuhan ini memanfaatkan muara Sungai Kuala Manee. Kondisi kolam pelabuhan cukup untuk menampung kapal-kapal perikanan yang selama ini melakukan aktivitas bongkar muat di PPI Muara Batu (Gambar 16). Permasalahan yang terjadi saat ini adalah terjadinya pendangkalan di kolam pelabuhan PPI Muara Batu. Kondisi ini menyebabkan kapal-kapal yang berukuran ≥10 GT sering kandas terutama pada kondisi perairan sedang surut, sehingga
dapat
mengakibatkan
ketidaklancaran
aktivitas
operasional
penangkapan ikan yang berujung pada pengoptimalan fungsi pelabuhan perikanan.
53
Gambar 16 Kolam pelabuhan PPI Muara Batu
(3) Alur pelayaran Alur pelayaran adalah bagian perairan pelabuhan yang merupakan pintu masuk kolam pelabuhan sampai ke dermaga. Alur pelayaran berfungsi sebagai jalan masuk atau keluar bagi kapal-kapal yang berlabuh di pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan (Lubis, 2005). Alur pelayaran di PPI Muara Batu berupa alur muara sungai dengan panjang kurang lebih 200 m dari pantai. Lebar muara sekitar 100 meter dengan kedalaman muara minus 0,5 hingga minus 2 meter (Gambar 17). Alur pelayaran ini sering mengalami pendangkalan karena banyaknya sedimen yang terbawa dari laut oleh arus. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no: KEP.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, menjelaskan PPI dengan tipe D memiliki kedalaman kolam sekurangkurangnya minus 2 meter, sehingga kondisi ini menyebabkan kapal-kapal ukuran ≥10 GT kesulitan untuk masuk atau keluar dari PPI. Alur pelayaran hendaknya memiliki alat bantu navigasi yang berfungsi untuk memberikan peringatan atau tanda-tanda terhadap bahaya yang tersembunyi (misalnya batu karang di suatu perairan); memberikan petunjuk/bimbingan agar kapal dapat berlayar dengan aman di sepanjang pantai, sungai, dan perairan lainnya; dan memberikan petunjuk dan bimbingan pada waktu kapal akan keluar masuk pelabuhan atau ketika kapal akan merapat dan membuang jangkar (Lubis, 2005). Alur pelayaran di PPI Muara Batu tidak dilengkapi dengan rambu-rambu atau alat bantu navigasi, namun
54
hal ini tidak menyulitkan nelayan karena nelayan tersebut telah sangat menguasai jalur pelayaran di PPI Muara Batu, meskipun mereka melakukan pelayaran pada malam hari.
Gambar 17 Alur pelayaran kapal di wilayah PPI Muara Batu
(4) Turap penahan tanah Turap penahan tanah berupa bangunan dinding atau tembok yang berfungsi untuk menahan struktur tanah di sekitar pinggiran sungai dan pantai agar tidak roboh atau terkena abrasi. Turap penahan tanah di PPI Muara Batu berupa kombinasi antara batuan asli dengan blok beton (Gambar 18). Panjang turap penahan tanah di PPI Muara Batu adalah 200 m memanjang dari batas dermaga. Kondisi turap terlihat baik.
Gambar 18 Turap penahan tanah di PPI Muara Batu
55
(5) Jalan dalam komplek pelabuhan Jalan dalam komplek PPI Muara Batu dalam kondisi yang baik beraspal (Gambar 19). Hanya saja jalan menuju dan keluar PPI Muara Batu dalam kondisi yang rusak, berbatu, dan berlubang. Hal ini dikarenakan pada saat pembuatan turap penahan tanah, jalan tidak dapat menahan beban dari truk pengangkut batu dan beton. Jalan yang dahulunya bagus beraspal menjadi rusak, berbatu, dan berlubang. Ini menyebabkan aktivitas distribusi dan transportasi menjadi terhambat. Panjang jalan menuju dan keluar PPI kurang lebih 700 meter dengan lebar jalan 4 meter. Di sepanjang pinggiran jalan dipenuhi oleh rumah-rumah nelayan.
Gambar 19 Kondisi jalan dalam komplek PPI Muara Batu
(6) Lahan pelabuhan PPI Muara Batu mempunyai lahan dengan luas sekitar 2 ha dan berada dalam kondisi yang baik. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan dalam KEP.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, menjelaskan pelabuhan perikanan tipe D memiliki lahan seluas 2 ha. Di dalam lahan tersebut terdapat Solar Package Dealer Nelayan (SPDN), tempat pelelangan ikan (TPI), gedung perkantoran, tangki air bersih, tempat perbaikan jaring, balai pertemuan nelayan, MCK (mandi cuci kakus), tempat pengolahan ikan, pos jaga, dan work shop.
56
(7) Tempat pelelangan ikan (TPI) Tempat pelelangan ikan (TPI) merupakan pusat kegiatan jual beli hasil tangkapan. Menurut Widodo dan Suadi (2006), tempat pelelangan ikan merupakan sentral untuk kegiatan pemasaran ikan hasil tangkapan di laut, dengan melakukan pemasaran dalam provinsi, antar provinsi dan tujuan ekspor. Tujuan utamanya diadakan TPI adalah agar nelayan dapat memasarkan hasil tangkapannya dengan harga layak dan dapat menjangkau pasar domestik maupun pasar ekspor. PPI Muara Batu memiliki satu buah gedung TPI (Gambar 20a) dengan luas sekitar 24 x 12 m2. Gedung TPI di PPI Muara Batu belum difungsikan sebagaimana mestinya, seperti tempat aktivitas pelelangan ikan. Ini terlihat sewaktu-waktu gedung TPI dijadikan tempat parkir motor oleh pengunjung PPI (Gambar 20b). Kondisi lantai PPI yang terkadang kotor disebabkan tidak berfungsinya instalasi air bersih untuk mencuci lantai. Saluran limbah di gedung TPI banyak terdapat sampah menjadikan parit tersumbat. Nelayan biasanya menggunakan air muara sungai untuk mencuci lantai TPI.
(a)
(b)
Gambar 20 (a) Aktivitas di gedung TPI dan sekitarnya, (b) Penyalahgunaan fungsi gedung TPI sebagai tempat parkir
(8) Telepon Sarana komunikasi yang dimiliki PPI Muara Batu adalah 1 unit telepon umum, yaitu suatu sistem telekomunikasi untuk meneruskan berita dengan percakapan (Anonymous, 2009), berada di jalan komplek PPI Muara Batu.
57
Sarana komunikasi ini disediakan oleh pemerintah untuk masyarakat nelayan/umum yang berada di sekitar PPI Muara Batu. Sarana komunikasi ini berfungsi namun tidak dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat nelayan/umum, dikarenakan masyarakat nelayan telah memiliki alat komunikasi sendiri berupa telepon genggam untuk kegiatan mereka.
(9) Instalasi listrik Instalasi listrik di PPI Muara Batu berasal dari PLN setempat dengan kapasitas 1.300 KVA. Listrik digunakan untuk penerangan di gedung TPI dan gedung perkantoran di PPI. Biaya atas pemakaian listrik ditanggung oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara.
(10) Pabrik es Pabrik es di PPI Muara Batu (Gambar 21) mempunyai luas sekitar 25 x 11 m2. Pabrik es ini dalam kondisi baik namun tidak difungsikan, karena daya listrik yang tidak mencukupi, sehingga pabrik ini tidak dapat dioperasikan.
Gambar 21 Pabrik es PPI Muara Batu
(11) Tangki BBM Tangki BBM (bahan bakar minyak) solar atau Solar Package Dealer Nelayan (SPDN) di PPI Muara Batu berjumlah 1 unit (Gambar 22) digunakan untuk menampung bahan bakar solar bagi kebutuhan melaut kapal-kapal
58
nelayan. Kapasitas dari tangki SPDN PPI Muara Batu adalah 20.000 liter. Kondisi SPDN ini masih baik, namun tidak difungsikan, dikarenakan pemasok solar tidak dapat masuk ke area PPI diakibatkan jalan yang rusak, berbatu, dan berlubang; dan juga dikarenakan sistem pemakaian nelayan yang merugikan pihak SPDN, yaitu sistem kredit dalam pembelian solar yang dilakukan oleh nelayan tidak lancar dalam pengembaliaannya.
Gambar 22 SPDN PPI Muara Batu
(12) Tangki air bersih Tangki dan instalasi air merupakan fasilitas yang harus dimiliki oleh pelabuhan perikanan. Tangki air bersih di PPI Muara Batu (Gambar 23) terdapat 1 unit, dengan volume 150 liter. Tangki air bersih ini dalam kondisi baik namun tidak difungsikan dikarenakan saluran air bersih di PPI Muara Batu tidak lancar, sehingga dapat menghambat peran dan aktivitas di pelabuhan perikanan. Fungsi air tawar di pelabuhan perikanan adalah sebagai bahan perbekalan dalam aktivitas operasional penangkapan ikan, pabrik es, air minum dan untuk pembersihan hasil tangkapan serta fasilitas yang tersedia. Permasalahan air bersih ini membuat nelayan yang ingin membersihkan TPI maupun hasil tangkapan menggunakan air muara sungai/kolam pelabuhan.
59
Gambar 23 Tangki air bersih PPI Muara Batu
(13) Dock Kapal perikanan memerlukan pemeliharaan untuk mempertahankan kondisi kapal agar tetap dapat melakukan operasi penangkapan ikan. Sarana perbaikan kapal seperti badan kapal oleh nelayan di PPI Muara Batu berupa 1 unit dock yang berukuran 12 x 9 m2 (Gambar 24). Dock PPI Muara Batu dalam kondisi baik. Dock ini dimanfaatkan perorangan, dengan maksud tidak ada tenaga ahli di dock ini. Jika kapal mengalami kerusakan, pemilik kapal yang memperbaiki sendiri dengan bantuan fasilitas dock.
Gambar 24 Dock PPI Muara Batu
(14) Tempat perbaikan jaring Komplek PPI Muara Batu begitu luas, sehingga dapat dipakai nelayan untuk memperbaiki jaring. Biasanya para nelayan memperbaiki jaringnya di
60
halaman yang bersebelahan dengan TPI (Gambar 25), namun ada juga nelayan yang memperbaiki jaring di rumah mereka masing-masing. Aktivitas perbaikan jaring biasanya dilakukan pada hari jum’at dan pada rentang waktu setelah aktivitas pendaratan dan sebelum berangkat melaut.
Gambar 25 Halaman PPI Muara Batu tempat perbaikan jaring
(15) Kantor administrasi PPI Muara Batu memiliki fasilitas gedung perkantoran 5 unit, berupa 2 unit yang sudah difungsikan dan 3 unit yang belum difungsikan. Gedung yang sudah difungsikan antara lain kantor POKMAKWAS (kelompok masyarakat pengawas) bersanding dengan kantor Panglima Laot dan kantor pengelola TPI yang berada dalam gedung TPI (Gambar 26); dan balai pertemuan nelayan. Gedung yang belum difungsikan antara lain gedung work shop (Gambar 27), pos jaga, dan kantor pengelola PPI Muara Batu (Gambar 28). Gedung perkantoran ini dalam keadaan baik dan juga permanen.
(a)
(b)
Gambar 26 a dan b Kantor POKMASWAS bersanding dengan kantor Panglima Laot
61
Gambar 27 Gedung work shop PPI Muara Batu
Gambar 28 Kantor Pengelola PPI Muara Batu
(16) Balai pertemuan nelayan (BPN) Balai pertemuan nelayan (Gambar 29) memiliki luas sekitar 20 x 9 m2. Kondisi balai ini dalam keadaan yang baik dan permanen. BPN ini dimanfaatkan nelayan untuk pertemuan seperti rapat, pelatihan mengenai perikanan, dan acara adat berkaitan dengan perikanan ('kenduri laot'). Balai pertemuan nelayan ini berkapasitas ± 200 orang.
Gambar 29 Balai pertemuan nelayan PPI Muara Batu
62
(17) Pos jaga Pos jaga yang terdapat di PPI Muara Batu memiliki luas 12 x 10 m 2. Pos jaga ini dalam kondisi yang baik dan permanen (Gambar 30), namum tidak difungsikan. Ini dikarenakan masyarakat nelayan berada dalam kondisi lingkungan yang aman dan masih dapat menjaga lingkungannya sendiri.
Gambar 30 Pos jaga PPI Muara Batu
(18) Tempat penginapan nelayan Tempat penginapan atau perumahan nelayan berada di luar komplek PPI namun masih di kawasan PPI Muara Batu bercampur dengan penduduk yang bukan nelayan (Gambar 31). Tipe perumahan nelayan berupa semi permanen dan permanen. Selain sebagai tempat tinggal, beberapa rumah dipakai sebagai tempat produk hasil perikanan, kios, dan warung makan.
Gambar 31 Perkampungan nelayan PPI Muara Batu
63
(19) MCK (Mandi cuci kakus) MCK berfungsi sebagai tempat mandi, cuci, dan kakus. Luas MCK di PPI Muara Batu 6 x 4 m2 dan terdiri dari 4 ruangan terletak di dalam komplek PPI (Gambar 32a). MCK dalam kondisi fisik yang baik namun tidak terawat dan tidak difungsikan (Gambar 32b) dikarenakan ketersediaan air yang tidak mencukupi.
(a)
(b)
Gambar 32 (a) MCK di PPI Muara Batu, (b) MCK tidak difungsikan dan kotor
(20) Kios Kios bahan perbekalan di PPI Muara Batu menjual berbagai alat untuk persiapan melaut, seperti bahan makanan dan sparepart alat tangkap. Jumlah kios di PPI Muara Batu adalah 15 unit yang diusahakan secara perorangan oleh penduduk setempat.
(21) Tempat peribadatan Tempat peribadatan yang terdapat di PPI Muara Batu berupa masjid (Gambar 33). Masjid sebagai sarana ibadah masyarakat nelayan terletak sekitar 70 m dari komplek PPI Muara Batu. Masjid yang berukuran 45 x 10 m2 ini dikelola oleh masyarakat lokal. Kondisi fisik masjid ini baik dan difungsikan oleh masyarakat setempat.
64
Gambar 33 Mesjid PPI Muara Batu
(22) Saluran air limbah Saluran air limbah berfungsi sebagai tempat saluran pembuangan limbah cair terutama limbah dari TPI. Saluran air limbah di PPI Muara Batu berbentuk selokan kecil di sekeliling lantai TPI dan berakhir di muara sungai. Saluran air limbah ini mempunyai lebar 0,4 m. Terdapat banyak sampah di saluran limbah air ini sehingga mengakibatkan saluran terhambat dan mengeluarkan bau tidak sedap (Gambar 34).
Gambar 34 Drainase TPI
5.2 Aktivitas PPI Muara Batu Menurut Lubis (2005) bahwa pengelolaan pelabuhan perikanan dikatakan berhasil apabila pelabuhan perikanan tersebut berfungsi sebagaimana mestinya dalam menunjang kegiatan perikanan. Aktivitas-aktivitas operasional kepelabu-
65
hanan perikanan yang ada di PPI Muara Batu terdiri atas pendaratan, pengolahan, pemasaran, dan perbekalan melaut nelayan. Pelaksanaan seluruh kegiatan kepelabuhanan perikanan tersebut memerlukan suatu pengorganisasian agar dapat berjalan lancar dan sesuai dengan yang diharapkan dengan memperhatikan asas efektif dan efesien. Efektivitas aktivitas merupakan salah satu indikator untuk menentukan keberhasilan pengelolaan pelabuhan perikanan. Keberhasilan suatu pengelolaan pelabuhan antara lain banyak tergantung pada pelaku-pelaku yang ada di pelabuhan, misalnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusianya, keterkaitan dan keharmonisan hubungan antara staf pengelola pelabuhan antara lain kepala pelabuhan dengan pegawainya, pedagang, nelayan, pengolah, dan buruh.
5.2.1
Aktivitas pendaratan ikan Aktivitas pendaratan ikan dimulai dari kapal perikanan memasuki alur
pelayaran pelabuhan yang kemudian menambatkan kapalnya pada sisi dermaga. Selanjutnya kapal perikanan tersebut dapat melakukan kegiatan kepelabuhanan lainnya, seperti pembongkaran, berlabuh, dan mengisi perbekalan untuk penangkapan selanjutnya. Pendaratan kapal dikatakan berjalan dengan lancar apabila kapal yang akan memasuki wilayah pelabuhan tidak mengalami hambatan saat memasuki alur palayaran dan kolam pelabuhan. Pendaratan ikan di PPI Muara Batu berlangsung dari pukul 05.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB dan pukul 16.00 WIB sampai dengan 18.00 WIB. Adakalanya nelayan melakukan pendaratan di waktu malam. Kapal yang mendarat tersebut memanfaatkan air pasang agar tidak mengalami hambatan akibat pendangkalan pada saat melewati alur pelayaran di kolam pelabuhan. Namun, jika terdapat kapal yang berukuran ≥10 GT terlambat mendarat di pelabuhan, maka kapal tersebut mendarat di luar kolam PPI. Armada penangkapan ikan PPI Muara Batu umumnya melakukan trip harian, walau demikian proses pendaratan berlangsung lancar, tidak mengalami antrian kapal karena waktu pendaratan bervariasi. Kapal-kapal yang mendarat di PPI Muara Batu merapat di dermaga dengan cara menyamping (badan kapal menempel pada dermaga). Tidak semua kapal merapat pada dermaga di dalam
66
kolam PPI, sebagian kapal merapat di bagian luar kolam PPI dan sebagian lagi di lokasi di belakang perumahan nelayan. Permasalahan yang dihadapi pada proses pendaratan adalah adanya sedimentasi yang mengakibatkan pendangkalan pada alur pelayaran dan kolam pelabuhan. Pendangkalan di alur pelayaran dan kolam pelabuhan hanya berpengaruh pada aktivitas pendaratan kapal berukuran ≥10 GT. Walau demikian dapat menyebabkan aktivitas pendaratan hasil tangkapan mengalami hambatan. Jika kondisi perairan surut, nelayan kapal ≥10 GT harus menggunakan jasa perahu motor tempel atau perahu tanpa motor (disebut dengan boat becak ) untuk mengangkut hasil tangkapan ke TPI (Gambar 35 a, b, dan c). Sedimentasi tersebut mengakibatkan kapal berukuran ≥10 GT hanya bisa melakukan tambat labuh di luar kolam pelabuhan. Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditranspor oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan (Anonymous, 2010). Delta (bentukan dari proses pengendapan erosi) yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai di daerah pantai. Menurut Kepala Sub Direktorat Pengendalian Pencemaran Laut, problem erosi yang diakibatkan sedimentasi di Indonesia sudah mencapai tahap kritis. Sedimentasi bahkan semakin tahun semakin meningkat, mengakibatkan
beberapa muara sungai di Sumatra, Kalimantan, dan Jawa
menjadi dangkal. Hal ini terjadi juga pada muara Sungai Kuala Manee.
(a)
(b)
(c)
Gambar 35 a,b dan c Pendangkalan mengakibatkan kapal ukuran ≥10GT tidak dapat masuk ke dermaga sehingga harus menggunakan jasa boat becak
67
Salah satu indikasi keberhasilan pengelolaan pelabuhan perikanan adalah dari segi ekonomi, sebuah pelabuhan harus dapat menguntungkan bagi pengelola atau pemilik (Lubis, 2005). Terkait dengan biaya tambat labuh, selama ini pihak PPI Muara Batu belum dapat melakukan pungutan biaya tambat labuh sebagai kewajiban bagi kapal perikanan yang masuk ke pelabuhan perikanan. Hal tersebut disebabkan peraturan daerah mengenai pajak hasil perikanan belum selesai dibentuk, sehingga pelaksanaannya sulit diterapkan. Proses pendaratan ikan hasil tangkapan di PPI Muara Batu meliputi proses pembongkaran, penyortiran, dan pengangkutan hasil tangkapan ke TPI. Berikut adalah diagram proses pendaratan kapal di PPI Muara Batu (Gambar 36).
Kapal motor
Pembongkaran dan penyortiran
Boat becak
Dermaga
TPI
Gambar 36 Diagram proses pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Batu
1) Pembongkaran Pembongkaran merupakan proses pemindahan ikan dari blong atau palkah kapal ke dermaga. Proses pembongkaran diawali dengan armada penangkapan ikan masuk ke area kolam pelabuhan dan bertambat di pelabuhan, kemudian para awak buah kapal (ABK) melakukan pembongkaran dan penyortiran terhadap hasil tangkapan di geladak kapal. Setelah disortir, dilakukan pengangkutan dari kapal ke TPI. Pembongkaran ikan berlangsung dari pukul 05.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB dan pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB. Adakalanya pembongkaran hasil tangkapan dilakukan pada malam hari, tergantung pada saat dilakukan pendaratan. Lamanya waktu pembongkaran masing-masing kapal tergantung pada banyaknya hasil tangkapan yang didaratkan. 2) Penyortiran Penyortiran ikan dilakukan di atas kapal setelah kapal menambatkan tali di dermaga. Proses penyortiran diawali dengan pengeluaran ikan dari palkah atau blong ikan. Setelah ikan diletakkan di dek kapal, dilakukan penyortiran
68
terhadap hasil tangkapan berdasarkan ukuran dan jenis hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang telah
disortir dimasukkan ke dalam box fiber maupun
keranjang. Keranjang (Gambar 37a) maupun box fiber (Gambar 37b) yang digunakan nelayan merupakan milik para toke bangku yang memberikan modal melaut kepada nelayan yang bersangkutan. Keranjang dan box fiber yang telah berisikan hasil tangkapan diangkut ke TPI.
(a)
(b)
Gambar 37 Keranjang (a) dan box fiber (b) untuk menampung hasil tangkapan
3) Pengangkutan hasil tangkapan ke TPI Ikan yang telah dibongkar dan disortir di geladak kapal kemudian diangkut ke dermaga menuju TPI yang terletak sekitar 20 meter dari dermaga. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa permasalahan yang dihadapi nelayan pada proses pengangkutan hasil tangkapan ke TPI adalah tingginya jarak antara dek kapal dengan dermaga (Gambar 38 a dan b), yang menjadikan proses pengangkutan hasil tangkapan ke TPI terhambat. Jarak antara dek kapal dengan dermaga sekitar 3 meter, sehingga nelayan harus menggunakan tali untuk menarik box fiber atau keranjang yang menampung hasil tangkapan ke atas dermaga, sehingga penggunaan waktu menjadi tidak efektif. Waktu yang dibutuhkan pada proses pengangkutan dari dermaga ke TPI sekitar 1-2 jam untuk ±700 kg ikan. Pengangkutan dari kapal ke TPI dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia, tidak menggunakan alat bantu seperti dongkrak atau sarana angkut lainnya. Proses pengangkutan ikan ini menggunakan jasa boat becak yang dikoordinir oleh toke bangku /pemilik modal. Biaya yang
69
dikeluarkan untuk menggunakan jasa ini adalah 10% dari penjualan hasil tangkapan.
(a)
(b)
Gambar 38 a dan b Tingginya jarak antara kapal dengan dermaga mempersulit pengangkutan
Selama proses pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga pendaratan ke TPI, hasil tangkapan tidak terhindar dari matahari. Namun, dengan jarak dermaga yang dekat dengan TPI, yaitu 20 meter, dan juga dengan kesigapan para nelayan maka hasil tangkapan dapat terhindar dari teriknya sinar matahari langsung sehingga kualitas hasil tangkapan masih dapat terjaga. Menurut Anonymous (1997) vide Sunea (2010), cara penanganan yang baik saat pengangkutan hasil tangkapan dari kapal ke dermaga pendaratan dan selanjutnya ke TPI adalah sebagai berikut: 1) Ikan secepat mungkin diangkut ke tempat penimbangan dengan menggunakan alat angkut lori atau kereta dorong atau dipikul; 2) Selama pengangkutan, agar terhindar dari sinar matahari langsung sebaiknya ikan diangkut melalui tempat yang teduh atau ikan ditutupi; dan 3) Kereta dorong hanya digunakan untuk mengangkut ikan dalam wadah. Selain hal-hal di atas, lama waktu pendaratan juga diperhatikan. Waktu pendaratan yang tepat dan lama waktu pendaratan yang semakin singkat sangatlah dibutuhkan agar kemunduran mutu ikan dapat diminimalisir (Sunea, 2010).
70
Aktivitas
pendaratan ikan dapat berjalan dengan baik, jika keberadaa
fasilitas dalam kondisi yang baik.
Fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang
berjalannya aktivitas pendaratan ikan antara lain alur pelayaran, sistem ramburambu navigasi, kolam pelabuhan, dan dermaga. Pendangkalan yang terjadi pada alur pelayaran dan kolam pelabuhan hendaknya diatasi agar lebih memudahkan aktivitas pendaratan ikan di PPI Muara Batu, dengan demikian kapal yang berukuran ≥10 GT akan dapat masuk ke PPI. Dermaga hendaknya memiliki fender untuk memudahkan nelayan dalam melindungi kapal mereka dari benturan antara badan kapal dengan dermaga.
5.2.2
Aktivitas pengolahan Hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Batu, sebagian besar dijual
dalam kondisi segar dan sebagian lagi diolah terlebih dahulu kemudian dijual dalam bentuk ikan hasil olahan. Pengolahan dimaksudkan untuk memberi nilai tambah terhadap produk dan menjaga mutunya tetap baik dalam jangka waktu yang panjang. Terdapat 2 jenis olahan hasil tangkapan di PPI Muara Batu, yaitu pengolahan ikan asin (pengasinan) dan pembuatan ikan kayu. (1) Pengasinan Pengasinan adalah proses pembuatan ikan asin dengan cara penggaraman (Gambar 39 a dan b) dan pengeringan ikan (Gambar 40 a dan b). Usaha pengolahan ikan asin di PPI Muara Batu masih dalam skala usaha kecil atau skala rumah tangga dengan tenaga kerja sebanyak 5 – 8 orang. Kapasitas produksi per hari mencapai 10 sampai 30 kg. Biasanya jenis ikan yang diolah adalah ikan teri, ikan selar, dan ikan pepetek. Harga jual ikan asin ini bervariasi, ikan teri yang sudah diolah harganya mencapai Rp 9.000,00/kg, ikan selar olahan seharga Rp 6.000,00/kg, dan ikan pepetek olahan Rp 6.500,00/kg. Ada dua bentuk ikan asin olahan, yaitu ikan asin yang dibelah membujur pada garis tubuhnya dan ikan asin yang utuh (tidak dibelah). Bentuk ikan asin ini berpengaruh terhadap jumlah garam yang dibutuhkan dalam proses pengasinan dan juga berpengaruh terhadap ukuran ikan. Jumlah garam yang dibutuhkan untuk membuat ikan asin utuh dua kali lebih banyak dari pada
71
ikan asin dibelah membujur. Ikan hasil olahan dipasarkan secara lokal ke pasar-pasar tradisional Kabupaten Aceh Utara dan ke luar wilayah Kabupaten Aceh Utara.
(a)
(b)
Gambar 39 Kondisi saat penggaraman ikan teri
(b) (a) Gambar 40 a dan b Pengasinan saat penjemuran/pengeringan ikan yang dibelah membujur dan ikan teri
(2) Pembuatan ikan kayu Proses pembuatan ikan kayu yaitu dengan cara merebus ikan dalam air bergaram selama jangka waktu tertentu. Ikan kayu yang telah direbus, dibelah menjadi dua bagian kemudian tulang dari ikan dibuang. Penambahan garam dimaksudkan
untuk
memperbaiki
tekstur
ikan
agar
lebih
kompak,
memperbaiki citra rasa dan memperpanjang daya tahan simpan. Jenis ikan yang diolah untuk pembuatan ikan kayu adalah ikan tongkol (Gambar 41). Garam yang digunakan adalah garam yang beryodium.
72
Gambar 41 Ikan kayu
Aktivitas pengolahan dapat didukung oleh fasilitas intalasi air bersih, yaitu untuk
membantu nelayan dalam menjaga mutu dan membersihkan hasil
tangkapan sebelum diolah lebih lanjut. Hanya saja intalasi air bersih di PPI belum berfungsi, sehingga nelayan menggunakan air kolam pelabuhan untuk mencuci hasil tangkapannya. Hendaknya pihak pelabuhan segera mengfungsikan instalasi air bersih yang ada di PPI Muara Batu.
5.2.3
Aktivitas pemasaran Awal dari pemasaran ikan yang seharusnya adalah melalui pelelangan ikan
di TPI. Pelelangan ikan adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan harga yang layak bagi penjual/nelayan maupun bagi pembeli (Lubis, 2005). Namun proses pelelangan ikan ini belum dilakukan di PPI Muara Batu, karena semua hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan sudah ada pemiliknya, yaitu pemilik modal/ toke bangku . Tidak hanya di PPI Muara Batu saja pelelangan ikan tidak berjalan, tapi hampir di seluruh pelabuhan perikanan di Indonesia. Hal ini dimungkinkan terjadi karena penangkapan ikan di Indonesia masih tradisional, yang nelayannya minim akan modal (diacu dalam Wiyono, 2006). Diantara pelabuhan perikanan di Indonesia yang tidak menjalankan proses pelelangan adalah PPI Jayanti Kabupaten Cianjur, hasil tangkapan tidak melalui mekanisme pelelangan melainkan langsung diberikan kepada bakul sebagai pemilik modal atau dan dipasarkan ke konsumen (Ahdiat, 2010); PPP Labuhan Lombok, hasil tangkapan yang didaratkan tidak mengalami pelelangan karena telah dimiliki oleh dua perusahaan ikan yang berada di sekitar wilayah tersebut yaitu UD Baura dan
73
UD Versace (Gigentika, 2010); PPI Meulaboh Kabupaten Aceh Barat, kegiatan pelelangan hasil tangkapan tidak berjalan dikarenakan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI sudah ada pemiliknya yaitu yang memberikan modal neyalan untuk melaut (Hafinuddin, 2010); dan PPI Pontap Kota Palopo dan PPI Kota Dumai tidak melakukan mekanisme pelelangan ikan hanya mekanisme penjualan biasa antara nelayan dan pengumpul (Marwan, 2010; Sari, 2010). PPI Muara Batu memiliki 1 unit gedung TPI permanen dengan luas 24 x 2
12 m (lihat Gambar 20). Secara fisik gedung TPI masih sangat baik, namun tingkat kebersihan TPI masih kurang diperhatikan, diindikasikan dari saluran pembuangan (parit) tersumbat karena sampah (Gambar 42). Sarana air bersih belum terdapat di PPI sehingga nelayan atau petugas kebersihan masih membersihkan lantai TPI memakai air yang berasal dari kolam pelabuhan.
Gambar 42 Parit yang tersumbat sampah
Kegiatan penjualan ikan di PPI Muara Batu dilakukan dengan cara penjualan biasa. Kegiatan yang ada di TPI pada umumnya hanya penimbangan ikan (Gambar 43). Hal ini terjadi karena pada umumnya ikan yang didaratkan sudah ada pemiliknya, yaitu toke bangku sebagai pemilik modal. Modal yang diberikan oleh toke bangku terdiri dari penyediaan bahan bakar solar dan es. Toke bangku adalah pihak yang cukup vital dalam jalannya
perekonomian
perikanan karena toke bangku yang menentukan harga dan segmentasi pasar (Abdullah dkk, 2006).
74
Gambar 43 Aktivitas penimbangan ikan di TPI
Retribusi terhadap pajak hasil perikanan di PPI Muara Batu tidak berjalan. Hal ini dikarenakan peraturan daerah (perda) Kabupaten Aceh Utara mengenai pajak hasil perikanan belum selesai dibentuk, sehingga tidak ada pemasukan untuk daerah terhadap hasil usaha perikanan. Biaya operasional PPI Muara Batu berasal dari iuran tiap nelayan Rp1.000,00/hari/aktivitas. Penarikan tidak setiap saat dilakukan, tergantung pada ada tidaknya aktivitas pendaratan. Iuran digunakan untuk kebersihan lingkungan PPI. Aktivitas pemasaran di PPI Muara Batu antara lain pemasaran lokal, antar kabupaten, dan antar provinsi. Aktivitas pemasaran lokal meliputi pemasaran hasil tangkapan dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara dan sekitarnya. Pemasaran antar kabupaten meliputi pemasaran di luar Kabupaten Aceh Utara namun masih dalam wilayah Provinsi Aceh. Pemasaran antar provinsi yang tujuan pemasaran di luar Provinsi Aceh, seperti Medan. Pemasaran hasil tangkapan di PPI Muara Batu meliputi pemasaran hasil tangkapan segar dan olahan. Pemasaran hasil tangkapan segar (dapat dilihat pada Tabel 18) untuk daerah lokal (Muara Batu dan sekitarnya), dilakukan oleh pedagang atau bakul dengan menggunakan sepeda, sepeda motor, dan becak. Pemasaran lokal meliputi daerah-daerah pelosok Kabupaten Aceh Utara, sehingga pedagang lebih memilih sepeda motor untuk menjual hasil tangkapan yang sebelumnya dibeli di PPI Muara Batu pada toke penampung . Pemasaran hasil tangkapan segar untuk skala antar kabupaten dan antar provinsi, pengusaha atau toke penampung menggunakan L300 (pick up). Sebelum proses pemasaran
75
dilakukan, pengusaha melakukan pengepakan dan pengangkutan hasil tangkapan dengan menggunakan box fiber. Box fiber berkapasitas 150 kg. Pemberian es curah di dalam box fiber berguna untuk menjaga hasil tangkapan agar tetap segar sampai di daerah tujuan. Hasil tangkapan olahan di PPI Muara Batu didominasi oleh ikan asin. Hasil tangkapan olahan ini dipasarkan secara lokal dan antar kabupaten, seperti Lhokseumawe, setelah sebelumnya dilakukan pengepakan (Gambar 44).
Gambar 44 Aktivitas pengepakan hasil tangkapan olahan Tabel 18 Biaya dan alat transportasi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Batu menurut daerah distribusinya, 2010 Daerah tujuan pemasaran Langsa Lhokseumawe Sigli Takengon Banda Aceh Medan
Jarak yang ditempuh
Biaya distribusi (Rp/kg ikan)
Alat transportasi
250 km atau 3 jam 30 km atau 45 menit 120 km atau 2 jam 240 km atau 4 jam 400 km atau 6 jam 550 km atau 6 jam
1.300.000,00/1.950 kg 100.000,00/150 kg 500.000,00/750 kg 1.300.000,00/1.950 kg 1.300.000,00/1.950 kg 1.000.000,00/1.500 kg
L300 Becak L300 L300 L300 L300
Harga jual yang tinggi pada pemasaran dapat diperoleh dari adanya penanganan yang baik terhadap hasil tangkapan. Penanganan yang baik juga bertujuan agar hasil tangkapan tetap dalam keadaan segar sampai ke tangan konsumen. Penanganan hasil tangkapan dapat dilakukan dengan mengkondisikan hasil tangkapan dalam suhu rendah sampai di bawah 0º C. Proses pembusukan hasil tangkapan akan terhambat pada suhu kurang dari 0º C karena kegiatan bakteri pembusuk berhenti. Penanganan hasil tangkapan dapat dilakukan dengan
76
cara pemberian es. Menurut Moeljanto (1992) vide Annajah (2010) bahwa cara penanganan hasil tangkapan dengan menggunakan es merupakan cara termurah dan termudah. Penanganan juga harus diperhatikan pada saat pengangkutan hasil tangkapan ke daerah pemasaran. Penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Batu dilakukan dengan cara pemberian es. Penanganan dilakukan oleh nelayan sejak hasil tangkapan masih berada di atas kapal. Hasil tangkapan tersebut dimasukkan ke dalam palkah atau blong yang kemudian diberi es. Hasil tangkapan yang telah didaratkanpun mendapatkan penanganan kembali dengan cara pemberian es (Gambar 45 a dan b). Es yang digunakan adalah es yang sudah dihancurkan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan Moeljanto (1992) vide Annajah (2010), bahwa pemberian es yang sudah dihancurkan dalam penanganan hasil tangkapan adalah agar tidak melukai hasil tangkapan.
(a)
(b)
Gambar 45 a dan b Pemberian es pada hasil tangkapan segar dalam box fiber
Pemasaran di PPI Muara Batu melibatkan beberapa pelaku perikanan antara lain, nelayan, pemilik modal, penampung, pengecer, dan pengolah. Berikut adalah alur pemasaran di PPI Muara Batu (Gambar 46). Panglima Laot memiliki peranan dalam hal pemasaran di PPI Muara Batu dan apapun yang berhubungan antara usaha penangkapan dengan masyarakat pesisir yang masih dalam kawasan Panglima Laot (Abdullah dkk, 2006).
77
'Toke Boat'/pemilik kapal dan Nelayan
'Toke Bangku'/pemilik modal
'Toke Penampung'
Konsumen luar Kab. Aceh Utara
Pengolah
Muge/pengecer
Gambar 46 Alur pemasaran di PPI Muara Batu
Aktivitas pemasaran dapat berjalan baik bila didukung oleh beberapa fasilitas seperti jalan dalam komplek pelabuhan, telepon, TPI, pabrik es, tangki air bersih, kantor administrasi, instalasi listrik, tempat parkir yang baik dan juga sistem pengangkutan yang baik. Jalan dalam komplek pelabuhan berpengaruh dalam proses distribusi. Jalan yang layak akan memudahkan proses distribusi. Dengan demikian, pihak PPI hendaknya mengatasi permasalahan jalan yang rusak dan berlubang untuk memperlancar proses distribusi. Pemasaran yang baik memiliki harga jual yang tinggi, harga jual yang tinggi dapat diperoleh dari adanya penanganan yang baik terhadap hasil tangkapan (Setiawan, 2006). Biasanya penanganan hasil tangkapan menggunakan es, karenannya dibutuhkan kapasitas es yang banyak untuk menangani hasil tangkapan yang banyak pula di PPI Muara Batu. Namun pabrik es di PPI Muara Batu tidak berfungsi diakibatkan daya listrik yang tidak mencukupi. Hendaknya pemerintah menanggulangi masalah tersebut, agar dapat membantu nelayan dalam penanganan hasil tangkapan.
5.2.4
Aktivitas perbekalan melaut Penyaluran perbekalan melaut kapal penangkapan ikan merupakan salah
satu bentuk jasa yang diberikan pihak pelabuhan perikanan. Penyediaan perbekalan sebagian besar disediakan toke bangku yang juga sebagai pemodal. Penyediaan perbekalan atau pemberian modal melaut kepada nelayan dilakukan setelah melalui tahapan persetujuan kedua belah pihak antara nelayan dan toke
78
bangku , dimana nelayan harus menjual hasil tangkapannya kepada toke bangku . Awal dari kegiatan melaut adalah adanya modal kerja melaut, meliputi biaya hidup nelayan selama melaut, biaya pembelian es sebagai pengawet hasil tangkapan, dan bahan bakar minyak (BBM) sebagai bahan dasar pengoperasian kapal untuk melaut (Abdullah dkk, 2006). Aktivitas pelayanan perbekalan melaut meliputi pelayanan kebutuhan es, kebutuhan air bersih dan kebutuhan solar. 1) Penyediaan es PPI Muara Batu memilliki pabrik es dengan luas 25 x 11 m2 dan dalam kondisi fisik yang baik. Pabrik es dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara. Pabrik es tersebut belum berfungsi, dikarenakan daya listrik yang tidak mencukupi. Nelayan PPI Muara Batu menggunakan es yang berasal dari kios-kios yang berada di PPI untuk tetap menjaga hasil tangkapannya agar tetap segar. Adapun pasokan es ke PPI berasal dari pabrik es di luar daerah (Gambar 47), yaitu Krueng Geukeuh, namun tetap belum mencukupi kebutuhan jika tidak diimbangi dengan es yang berada di kios-kios sekitar PPI (Gambar 48). Permasalahan yang dihadapi adalah harga es di kios-kios lebih tinggi dibandingkan dengan yang berasal dari pabrik es, yaitu harga1 kantong plastik es ukuran 1 kg adalah Rp 800,00 sedangkan harga 1 balok es ukuran 25 kg dihargai Rp 12.000,00. Pasokan es dari pabrik es di luar daerah PPI belum mencukupi untuk keseharian nelayan.
Gambar 47 Es yang berasal dari pabrik es Krueng Geukeuh
79
Gambar 48 Es yang berasal dari kios-kios
Pihak Dinas Kabupaten Aceh Utara diharapkan dapat mengaktifkan pabrik es yang berada di PPI Muara Batu untuk memberikan kemudahan kepada nelayan dalam memenuhi kebutuhan es dengan harga yang relatif lebih murah. 2) Penyediaan dan pemanfaatan air bersih Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, keberadaan air bersih di komplek PPI Muara Batu tidak memadai, sehingga untuk membersihkan hasil tangkapan dan lantai TPI menggunakan air kolam pelabuhan (Gambar 49). Hal ini tentunya jauh dari kondisi hieginis yang tentunya akan berpengaruh terhadap mutu hasil tangkapan pasca pendaratan dan pembongkaran ikan. Air bersih di pelabuhan perikanan (PP) digunakan untuk air minum dan memasak bahan makanan, mencuci, kebutuhan bahan baku pabrik es, dan kebutuhan bahan tambahan bagi industri pengolahan (Pane, 2005).
Gambar 49 Pembersihan hasil tangkapan menggunakan air kolam pelabuhan
80
3) Penyediaan kebutuhan solar PPI Muara Batu memiliki Solar Package Dealer Nelayan (SPDN) yang terletak di pinggir dermaga. SPDN ini memiliki kapasitas 20.000 liter. Jika SPDN ini berfungsi dengan baik, maka kemungkinan nelayan akan sangat dimudahkan dalam persiapan melaut terutama persiapan bahan bakar solar. Saat ini, nelayan memenuhi kebutuhan bahan bakarnya dari kios-kios eceran. Harga solar di SPBU (Stasiun Pemberhentian Bahan Bakar Umum) adalah Rp 4.800,00. Nelayan menggunakan drum atau jirigen sebagai alat untuk membeli solar di kios eceran, dengan harga
Rp 5.000,00/liter. Dalam sekali trip,
nelayan membutuhkan solar dalam jumlah banyak yaitu 80-100 liter/trip. Pedagang eceran membeli bahan bakar solar dengan menggunakan jerigen di SPBU yang berjarak 4 km dari PPI Muara Batu, namun terdapat kebijakan dari pihak SPBU yang tidak mengizinkan pembeli membeli BBM dalam jerigen. Hal ini dikarenakan kekhawatiran akan terjadinya penimbunan BBM. Kondisi seperti ini menyulitkan pedagang eceran bahan bakar dan akan berdampak pada nelayan. Dapat dilihat bahwa fasilitas-fasilitas di PPI Muara Batu, terutama pada fasilitas fungsional hampir seluruhnya tidak dimanfaatkan. Padahal fasilitas tersebut sangat dibutuhkan dalam kelancaran aktivitas penangkapan di PPI Muara Batu, seperti TPI, pabrik es, tangki BBM, tangki air bersih, dan kantor administrasi. Hal ini mengindikasikan tidak berjalannya pengelolaan dengan baik terhadap fasilititas-fasilitas tersebut. Jika dikaitkan dengan keberadaan dan kondisi fasilitas yang ada, fungsi-fungsi kepelabuhanan PPI Muara Batu belum berjalan lancar dan baik. Keberadaan dan kondisi fasilitas di pelabuhan perikanan sangat perlu diperhatikan karena peran pelabuhan perikanan di suatu daerah yaitu sebagai media dalam memfasilitasi aktivitas perikanan tangkap di daerah tersebut. Berdasarkan analisis aktivitas pelabuhan di atas, terlihat bahwa aktivitas kepelabuhanan di PPI Muara Batu masih kurang dalam pengoptimalannya, antara lain aktivitas proses pendaratan ikan terhambat dikarenakan pendangkalan di alur pelayaran dan kolam pelabuhan; aktivitas pelelangan tidak berjalan sehingga tidak ada retribusi untuk pendapatan daerah; dan aktivitas perbekalan melaut seperti kebutuhan air bersih yang tidak difasilitasi membuat nelayan membersihkan hasil
81
tangkapan dan lantai TPI dengan memanfaatkan air kolam, kebutuhan akan es yang tidak tercukupi membuat nelayan harus membelinya dengan harga yang sedikit lebih mahal di kios-kios sekitar, kebutuhan akan BBM (solar) yang tidak difasilitasi mempersulit nelayan dalam melakukan kegiatan melaut.
6. FUNGSI PPI MUARA BATU Fungsi pelabuhan perikanan yang optimal merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan dari pembangunan perikanan tangkap. Hal ini dapat dilihat secara nyata jika pembangunan perikanan telah dapat menimbulkan dampak pengganda bagi pertumbuhan sektor ekonomi lainnya, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan pelabuhan berpotensi memajukan perekonomian di suatu wilayah sekaligus dapat meningkatkan Penerimaan Negara dan Pendapatan Asli Daerah (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001 vide Kartika, 2007). Berdasarkan UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan, pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya memiliki 14 fungsi, berupa: 1) Pelayanan tambat labuh kapal perikanan; 2) Pelayanan bongkar muat; 3) Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan; 4) Pemasaran dan distribusi ikan; 5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan; 6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; 7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan; 8) Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan; 9) Pelaksanaan kesyahbandaran; 10) Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan; 11) Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan; 12) Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan; 13) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; dan 14) Pengendalian lingkungan. Fungsi PPI Muara Batu bila didasarkan pada UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan, maka hanya terdapat beberapa fungsi yang terlaksana, seperti yang di uraikan di bawah ini.
83
1) Pelayanan tambat labuh kapal perikanan Menurut Lubis (2005), pelabuhan perikanan sebagai pusat kegiatan pendaratan dan pembongkaran hasil tangkapan di laut. Pelabuhan perikanan sebagai tempat pemusatan armada penangkapan ikan untuk mendaratkan hasil tangkapan, tempat berlabuh yang aman, menjamin kelancaran pembongkaran hasil tangkapan, dan penyediaan bahan perbekalan. Fungsi pelabuhan perikanan dalam pelayanan tambat labuh kapal perikanan berjalan di PPI Muara Batu walaupun terdapat sedikit kendala. Dengan adanya dermaga sepanjang 200 meter dan bollard di sepanjang dermaga memudahkan kapal untuk melakukan aktivitas tambat di dermaga PPI tersebut. Dermaga tidak dilengkapi fender. Pada kenyataannya, pada saat kapal akan menambat pada dermaga, maka baik kapal maupun dermaga perlu dilindungi agar tidak terjadi kerusakan akibat benturan. Akibat benturan ini sebagian energinya diserap oleh fender dan sisanya ditahan kontruksi (Kramadibrata, 2002). Walaupun tidak dilengkapi juga navigasi dan mercusuar, kapal perikanan baik perahu tanpa motor, perahu motor tempel maupun kapal motor tetap dapat masuk dengan mudah ke PPI Muara Batu, karena nelayan telah menguasai jalur pelayaran wilayah tersebut. Kendala yang dihadapi adalah adanya pendangkalan di kolam pelabuhan dan alur pelayaran PPI sehingga menyulitkan nelayan untuk melakukan aktivitas tambat dan labuh dengan kapal motor berukuran ≥10 GT. Kapal yang bertambat tidak lain untuk membongkar hasil tangkapan, memuat perbekalan (solar, es, dan air tawar) maupun untuk istirahat. 2) Pelayanan bongkar muat Fungsi pelayanan bongkar muat telah berjalan di PPI Muara Batu. Terdapat kapal-kapal perikanan yang bertambat di PPI Muara Batu untuk melakukan aktivitas bongkar hasil tangkapan dan pemuatan bahan perbekalan melaut. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kapal perikanan di PPI Muara Batu yang mendaratkan hasil tangkapannya dimulai pukul 05.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB dan pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB dan juga adakalanya dilakukan pendaratan pada malam hari. Hasil tangkapan yang didaratkan tidak mengalami proses pelelangan. Hal ini karena
84
hasil tangkapan yang didaratkan telah ada pemilikinya yaitu toke bangku sebagai
pemilik
modal.
Pada
proses
pendaratan,
terdapat
aktivitas
pembongkaran dan pengangkutan hasil tangkapan ke TPI. Sebelumnya hasil tangkapan telah dibongkar dan disortir di atas kapal. Setelah kapal merapat di kolam pelabuhan, nelayan langsung mengangkut hasil tangkapan ke dermaga lalu ke TPI dengan menggunakan tenaga manusia. Nelayan membutuhkan waktu untuk membongkar hasil tangkapan hingga pengangkutan rata-rata 1-2 jam untuk sekitar 700 kg ikan. Permasalahan terhadap aktivitas bongkar hasil tangkapan adalah dangkalnya kolam pelabuhan akibat sedimentasi dan tingginya jarak antara dek kapal dengan dermaga, sehingga menghambat nelayan dalam membongkar hasil tangkapan ke dermaga. Kapal yang bertambat di pelabuhan tidak hanya untuk membongkar hasil tangkapan, tetapi juga untuk memuat perbekalan (solar, es, dan air tawar). Kebutuhan solar diperoleh nelayan dari pedagang eceran seharga Rp 5.000,00/liter. Kapal perikanan di PPI Muara Batu melakukan trip harian dengan 80-100 liter solar. Kebutuhan es diperoleh nelayan dari kios yang berada di sekitar PPI Muara Batu seharga Rp 800,00/kg dan dari pabrik es di luar PPI Muara Batu seharga Rp 12.000,00/25 kg. Nelayan PPI Muara Batu tidak dapat memenuhi kebutuhan air tawar dalam penanganan hasil tangkapan dan kebersihan TPI, yaitu masih menggunakan air kolam pelabuhan. Kendala yang terdapat dalam aktivitas pemenuhan perbekalan adalah pabrik es yang belum difungsikan, SPDN yang terhambat pemasokannya, dan intalasi air tawar yang tidak berjalan lancar mengakibatkan pelayanan dalam pemenuhan perbekalan tidak optimal. 3) Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk membina peningkatan mutu serta pengendalian mutu ikan dalam menghindari kerugian dari pasca tangkap. Fungsi ini merupakan salah satu fungsi yang penting terutama pada saat musim ikan, yaitu untuk menampung produksi perikanan yang tidak habis terjual dalam bentuk segar (Lubis, 2005). Fungsi pelabuhan perikanan dalam pembinaan mutu dan pengolahan hasil tangkapan telah berjalan di PPI Muara Batu walaupun masih terbatas.
85
Pelaksanaan pembinaan mutu di PPI Muara Batu dilakukan secara tentatif, dengan arti tidak ada jadwal yang ditetapkan, diberikan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Aceh Utara. Pembinaan ini sangat bermanfaat bagi nelayan dan para pengguna jasa pelabuhan. Melalui pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan, pengolah mengetahui jenis hasil tangkapan yang layak dan tidak layak dikonsumsi, tata cara pengolahan hasil perikanan yang memenuhi standar mutu, dan keuntungan hasil perikanan yang bermutu tinggi. Pengolahan memegang peranan penting untuk memberikan nilai tambah pada ikan. Pengolahan juga berfungsi agar harga ikan minimum dapat dipertahankan (tetap stabil), seperti saat musim ikan dimana harga ikan menjadi murah dan pada saat paceklik harga ikan menjadi mahal (Sumiati, 2008). Pengolahan hasil tangkapan di PPI Muara Batu hanya berupa pengasinan dan pembuatan ikan kayu. Aktivitas pengolahan ikan dilakukan di sekitar PPI Muara Batu. Ikan-ikan yang diolah berasal dari ikan yang didaratkan oleh nelayan. Ikan yang diolah adalah ikan yang tidak laku terjual dan kualitasnya kurang segar, antara lain jenis ikan teri, pepetek, tongkol, dan selar. Pembinaan mutu masih sangat kurang, dapat dilihat dari tidak adanya air bersih di sekitar PPI sehingga para nelayan memanfaatkan air kolam pelabuhan untuk mencuci hasil tangkapannya dan membersihkan lantai TPI. Pabrik es yang ada tidak berfungsi, sehingga nelayan dan pedagang lebih sulit untuk menjaga mutu hasil tangkapannya agar tetap segar. Nelayan dan pedagang harus membeli es dari luar PPI untuk menjaga mutu hasil tangkapan mereka walau dengan harga yang mahal. 4) Pemasaran dan distribusi ikan Pemasaran hasil perikanan sebagai kegiatan ekonomi yang membawa atau menyampaikan barang dari produsen, dalam hal ini nelayan, sampai ke konsumen baik industri pengolahan ikan maupun rumah tangga (Rangkuti, 2002 vide Widodo dan Suadi, 2006). Menurut Kotler (1992), terdapat empat macam saluran pemasaran barang konsumsi dengan panjang yang berbeda, yaitu saluran nol tingkat, satu tingkat, dua tingkat, dan tiga tingkat. Saluran pemasaran PPI Muara Batu hanya terdiri dari saluran tiga tingkat (Gambar
86
46). Saluran tiga tingkat, hasil tangkapan dari nelayan diserahkan ke toke bangku /pemilik modal. Dari toke bangku dijual ke toke penampung lalu menjualnya ke pengecer, pengolah dan langsung ke konsumen di luar PPI Muara Batu. Hasil tangkapan yang telah dibeli oleh toke penampung , didistribusikan secara lokal, antar kabupaten dan juga antar provinsi. Hasil tangkapan yang didistribusikan berupa hasil tangkapan segar maupun olahan. Pendistribusian secara lokal menggunakan alat transportasi sepeda, sepeda motor, dan becak. Pendistribusian antar kabupaten dan antar provinsi menggunakan alat transportasi mobil pick up atau L300 yang disewa. Kondisi jalan dari PPI Muara Batu menuju jalan raya rusak dan berlubang sekitar 700 meter. Hal ini menyulitkan proses pendistribusian. Diacu dalam Lubis (2005), pelabuhan perikanan seharusnya berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi pihak nelayan maupun bagi pedagang. Dengan adanya pelelangan ikan yang merupakan kegiatan awal pemasaran untuk mendapatkan harga yang layak, khususnya bagi nelayan, maka sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan ke konsumen harus diorganisir secara baik dan teratur. Fungsi pemasaran dan distribusi ikan di PPI Muara Batu belum berjalan optimal. Gedung TPI yang terdapat di PPI ini tidak difungsikan untuk memasarkan ikan melalui pelelangan ikan melainkan hanya sistem penjualan biasa setelah dilakukan penimbangan ikan. 5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan Fungsi pelabuhan perikanan sebagai pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan telah berjalan di PPI Muara Batu. Petugas TPI di lapangan yang bertugas mendata hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Batu, menjalankan tugasnya setiap hari. Data tersebut dikumpulkan dan diserahkan ke Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara. Kendala yang dialami adalah gedung-gedung perkantoran yang belum difungsikan karena belum adanya dana untuk menyediakan fasilitas sarana perkantoran, sehingga petugas TPI harus pulang dan pergi untuk mendata hasil tangkapan. Jika gedung perkantoran sudah difungsikan, maka petugas akan lebih mudah
87
melaksanakan tugasnya mendata hasil tangkapan di PPI Muara Batu. 6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan Fungsi pelabuhan perikanan dalam melaksanakan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan telah berjalan di PPI Muara Batu. Sumber daya manusia di PPI Muara Batu masih dikatagorikan rendah. Tingkat pendidikan nelayan rata-rata adalah sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Melihat kondisi pendidikan yang rendah, pihak DKP Kabupaten Aceh Utara sebaiknya melakukan penyuluhan secara intensif. Hal ini dikarenakan seharusnya dalam kegitan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan ini, nelayan memperoleh pengetahuan tentang cara menangkap ikan yang baik dan benar, alat tangkap yang produktif dan dilarang, cara penanganan hasil tangkapan dan teknologi penangkapan yang efesien dan efektif, dan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan perikanan. PPI Muara Batu memiliki 1 unit gedung balai pertemuan nelayan dengan luas 20 x 9 m2 (Gambar 29). Balai pertemuan nelayan ini digunakan oleh para nelayan untuk musyawarah antar nelayan dan acara adat, seperti kenduri laot , serta pengadaan pelatihan perikanan. Pemerintah daerah melakukan penyuluhan terhadap nelayan secara tentatif. Fungsi ini menunjukkan bahwa pelabuhan perikanan dapat dijadikan sebagai lapangan kerja bagi penduduk di sekitarnya dan sebagai tempat pembinaan masyarakat perikanan seperti nelayan, pedagang, pengolah, dan buruh angkut agar mampu menjalankan aktivitasnya dengan baik. Melalui penyuluhan ini, para pelaku atau pengguna di pelabuhan tersebut diharapkan dapat menguasai kegiatannya lebih baik lagi sehingga masing-masing pengguna memperoleh manfaat dan keuntungan yang optimal (Lubis, 2005). 7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan Fungsi pelabuhan perikanan dalam pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan secara langsung tidak berjalan di PPI Muara Batu. Bahan perbekalan seperti air bersih, bahan bakar solar, dan pabrik es untuk kelancaran operasional kapal perikanan tidak berjalan di PPI Muara Batu. PPI Muara Batu memilliki tangki air bersih namun tidak berfungsi (tidak terdapat air didalamnya), memiliki tempat penampungan bahan bakar solar (SPDN)
88
namun tidak berfungsi akibatnya nelayan mencari solar di luar PPI Muara Batu. Tidak berfungsinya pabrik es juga menghambat nelayan dalam kelancaran persiapan operasional melaut. PPI Muara Batu juga memiliki fasilitas dock yang berfungsi namun tidak memiliki teknisi yang tetap. PPI Muara Batu tidak memiliki fasilitas bengkel untuk para nelayan, sehingga jika ada ada mesin kapal yang mengalami kerusakan, nelayan membawanya ke bengkel motor di luar PPI. Perizinan untuk kapal melaut didapat dari syahbandar dan Panglima Laot atas kesepakatan musyawarah. 8) Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan Potensi sumberdaya perikanan laut berlimpah, untuk memanfaatkannya dapat dilakukan dengan cara penangkapan ikan. Namun, semakin tinggi aktivitas penangkapan ikan maka sumberdaya ikan dapat cepat habis, sehingga perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian sumberdaya perikanan. Menurut Soemarto (1975), sumber perikanan tidak dapat dieksploitasi tanpa batas. Intensitas penangkapan adakalanya meningkat dengan hebat, yang menyebabkan hasil tangkapan merosot. Dalam hal ini sumber tersebut (hasil tangkapan) dapat dikatakan mismanaged sebab penggunaan alat tangkap tidak disesuaikan dengan pertumbuhan
intensitas penangkapan. Di bidang
penangkapan, eksploitasi yang tidak diperhitungkan dapat menimbulkan overfishing, sedangkan apabila tidak diarahkan (tidak selektif dimana semua jenis ikan ditangkap) dapat menimbulkan biological unbalance yang dapat merusak kelestarian sumber-sumber perikanan tersebut. Eksploitasi sumber perikanan dengan menggunakan cara yang tidak wajar seperti menggunakan racun dan alat peledak dapat menghancurkan sumber perikanan tersebut. Fungsi pelabuhan perikanan sebagai tempat pelaksanaan dan pengawasan sumberdaya ikan telah berjalan di PPI Muara Batu. Hal tersebut ditunjang dengan adanya peraturan yang melarang pengoperasian alat tangkap trawl khususnya di PPI Muara dikarenakan adanya peraturan dari pemerinah yaitu keputusan bersama oleh Panglima Laot dan para nelayan (Abullah dkk, 2006). Diacu pada Soetarmo (1975), penjagaan kelestarian sumber perikanan sangat mutlak dilakukan, antara lain dengan usaha melindungi tempat pemijahan dan dengan pembatasan kegiatan penangkapan.
89
9) Pelaksanaan kesyahbandaran Syahbandar merupakan pejabat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan Laut. Syahbandar memiliki fungsi keselamatan dan keamanan seperti yang dimaksud dalam Undang-undang no. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran Bab XI Syahbandar pasal 208 antara lain mengawasi kelaiklautan kapal, keselamatan, keamanan dan ketertiban di pelabuhan; mengawasi tertib lalu lintas kapal di perairan pelabuhan dan alur pelayaran; mengawasi kegiatan alih muat di perairan pelabuhan; mengawasi kegiatan pekerjaan bawah air dan salvage; mengawasi kegiatan penundaan kapal; mengawasi pemanduan; mengawasi bongkar muat barang berbahaya serta limbah bahan berbahaya dan beracun; mengawasi pengisian bahan bakar; mengawasi ketertiban embarkasi dan debarkasi penumpang; mengawasi pengerukan dan reklamasi; mengawasi kegiatan pembangunan fasilitas pelabuhan; melaksanakan bantuan pencarian dan penyelamatan; memimpin penanggulangan pencemaran dan pemadam kebakaran di pelabuhan; dan mengawasi perlindungan lingkungan maritim (Anonymous, 2008). Adapun wewenang syahbandar tercantum dalam Undang-undang no. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran Bab XI Syahbandar pasal 209 yaitu mengkoordinir seluruh kegiatan pemerintahan di pelabuhan; memeriksa dan menyimpan surat, dokumen, dan warta kapal; menerbitkan persetujuan kegiatan kapal di pelabuhan; melakukan pemeriksaan kapal; menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar; melakukan pemeriksaan kecelakaan kapal; menahan kapal atas perintah pengadilan; dan melaksanakan sijil kapal (Anonymous, 2008). Berdasarkan fungsi, tugas, dan wewenang syahbandar yang tercantum pada Undang-undang no. 17 tentang Pelayaran Bab XI Syahbandar, fungsi pelabuhan perikanan dalam pelaksanaan kesyahbandaran di PPI Muara Batu berjalan namun belum secara optimal. Fungsi, tugas, dan wewenang yang dilaksanakan adalah memeriksa Surat Persetujuan Berlayar, Surat Izin Usaha Penangkapan (SIUP), Surat Penangkapan Ikan (SPI), Pass Biru dan barangbarang muatan serta mengurus perizinan kapal penangkapan ikan yang beroperasi. Tugas syahbandar dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan Panglima Laot sesuai dengan tugasnya yaitu mengkoordinasi dan mengawasi
90
setiap usaha penangkapan ikan di laut (Abdullah dkk, 2006). Selanjutnya dikatakan juga bahwa Panglima Laot memiliki beberapa kekuasaan yang salah satunya berkaitan dengan pelaksanaan kesyahbandaran, yaitu kekuasaan mengatur wilayah penangkapan ikan dan alat tangkap yang digunakan, kekuasaan yang berhubungan dengan masalah pelaksanaan adat laot, kekuasaan yang berkaitan dengan masalah administrasi khususnya tentang keberadaan syahbandar berhubungan dengan pengaturan administrasi nelayan, dan kekuasaan masalah sosial. Nelayan yang mempunyai kapal memperoleh izin melaut di kantor syahbandar yang terletak di Pelabuhan Krueng Geukeuh. 10) Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan Karantina adalah pengasingan dari seseorang atau sesuatu, biasanya sebelum masuk ke suatu negara dari negara lain. Hal ini dilakukan karena diduga terdapat suatu penyakit pada barang yang akan dikarantina. Masa pengasingan biasanya terjadi di pelabuhan atau bandara, lalu dilakukan penelitian yang mengidentifikasikan bahwa barang tersebut mengancam kesehatan atau tidak (Anonymous, 2010). Di Indonesia, pelaksanaan karantina ikan berada di bawah Pusat Karantina Ikan (Puskari), sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no. 05/MEN/2003 sebagai salah satu organisasi Eselon II di lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan (yang sekarang berganti nama Kementrian Kelautan dan Perikanan), yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan karantina ikan (Anonymous, 2007). Tindakan karantina ikan mempunyai posisi dan peranan yang sangat strategis dalam rangka melindungi dan melestarikan sumberdaya ikan dari resiko yang dapat timbul akibat masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan yang berbahaya. Selain itu, karantina ikan juga merupakan salah satu instrumen dalam subsistem perdagangan produk perikanan di tingkat nasional maupun internasional, melalui Sertifikat Kesehatan Ikan. Fungsi pelabuhan perikanan dalam pelaksanaan karantina ikan belum berjalan di PPI Muara Batu. Skala perikanan di Provinsi Aceh masih tergolong tradisional khususnya di Kabupaten Aceh Utara. Jika ada pendistribusian hasil tangkapan segar, tidak ada pemeriksaan atau dikarantina terlebih dahulu, langsung menuju lokasi yang telah ditentukan.
91
11) Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan Fungsi pelabuhan perikanan untuk publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan serta kapal pengawas kapal perikanan belum berjalan di PPI Muara Batu, hanya terdapat aktivitas pendataannya saja. 12) Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan Fungsi pelabuhan perikanan sebagai tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan belum berjalan di PPI Muara Batu. Di PPI Muara Batu belum terdapat papan pengumuman, sehingga petugas hanya melakukan pendataan mengenai perkembangan aktivitas perikanan di PPI tersebut. Publikasi hanya dilakukan secara lisan dengan alat pengeras suara. 13) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari Fungsi pelabuhan perikanan dalam pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari belum berjalan di PPI Muara Batu. Secara khusus, polisi air dan udara (AIRUD) tidak ditempatkan di PPI Muara Batu. AIRUD adalah satuan di dalam Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mendukung tugas-tugas kepolisian lewat air (sungai/laut) dan udara (Anonymous, 2010). Tugas pokok polisi perairan adalah membina dan menyelenggarakan fungsi kepolisian perairan tingkat pusat dalam rangka melayani, melindungi, mengayomi, serta memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dan penegakan hukum di wilayah Indonesia (Anonymous, 2009). AIRUD tidak ditempatkan di PPI Muara Batu dikarenakan masyarakat pesisir masih merasa sanggup menjaga keamanan wilayahnya. 14) Pengendalian lingkungan Fungsi pelabuhan perikanan dalam pengendalian lingkungan belum berjalan di PPI Muara Batu. Pelabuhan sebagai titik simpul dari berbagai kegiatan
yang
meliputi
berbagai
sektor
memungkinkan
terjadinya
ketidakseimbangan dalam berbagai segi kehidupan dalam lingkungan pelabuhan tersebut (Kramadibrata, 2002). Lingkungan di sekitar pelabuhan masih terlihat kurang baik.
Dilihat dari faktor kebersihan, masih banyak
sampah yang terdapat di sekitar TPI, salah satunya di saluran pembuangan yang berada di sekitar TPI. Selain itu juga di sekitar TPI masih ada pedagang
92
yang membuang potongan-potongan ikan dan air pencucian secara sembarang, seperti di lantai TPI atau di luar saluran pembuangan. Di sekitar pelabuhan jarang ditemukan tempat sampah, sehingga banyak nelayan dan pengguna jasa pelabuhan juga membuang sampah secara sembarang. Kamar mandi yang terdapat di PPI Muara Batu tidak berfungsi dan dalam kondisi kotor. PPI Muara Batu tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah, dikarenakan di sekitar PPI tidak terdapat pabrik yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Fungsi PPI Muara Batu bila didasarkan pada UU no. 45 tahun 2009 tentang perikanan, maka ada beberapa fungsi yang dijalankan dan ada yang tidak dijalankan (Tabel 19). Fungsi pelabuhan perikanan yang berjalan di PPI Muara Batu antara lain pelayanan tambat labuh kapal perikanan, pelayanan bongkar muat, pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan, pemasaran dan distribusi ikan, pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan, tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan, tempat pelaksanaan pangawasan dan pengendalian sumberdaya ikan, dan pelaksanaan kesyahbandaran. Adapun fungsi pelabuhan perikanan yang tidak berjalan di PPI Muara Batu antara lain pelaksanaan kegiatan operasional kapal, tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan, publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan, tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan, pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari, dan pengendalian lingkungan. Fungsi pelabuhan perikanan tidak hanya berjalan namun harus optimal dalam penerapannya, karena fungsi pelabuhan perikanan yang optimal merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan dari pembangunan perikanan tangkap (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001 vide Kartika, 2007). Pelaksanaan fungsi PPI Muara Batu dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Pelaksanaan fungsi PPI Muara Batu, 2010 No. 1.
Fungsi PPI menurut UU Fungsi PPI Muara Batu no. 45 tahun 2009 Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan Terdapat dermaga atau jetty untuk Terdapat dermaga sepanjang 150 kapal bertambat meter dan dilengkapi dengan bollard
93
Lanjutan pelaksanaan fungsi PPI Muara Batu, 2010 No.
2.
3.
Fungsi PPI menurut UU no. 45 tahun 2009 Terdapat kapal yang berlabuh dan bertambat di dermaga
Pelayanan bongkar muat Terdapat kapal yang mendaratkan hasil tangkapan atau melakukan bongkar muat
Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan Terdapat laboratorium pembinaan mutu hasil tangkapan Terdapat cool room Terdapat pabrik es Terdapat fasilitas pengolahan hasil perikanan
4.
5.
Pemasaran dan distribusi ikan Mempunyai TPI atau tempat pemasaran hasil tangkapan (pasar ikan) Melaksanakan penjualan ikan
Fungsi PPI Muara Batu Terdapat kapal yang berlabuh dan bertambat, namun pendangkalan yang terjadi di kolam pelabuhan dan alur pelayaran, menghambat aktivitas ini Terdapat kapal yang mendaratkan hasil tangkapan, namun mengalami hambatan karena pendangkalan yang terjadi di kolam pelabuhan dan alur pelayaran Fasilitas dalam penyediaan bahan perbekalan tidak terpenuhi
Tidak terdapat laboratorium pembinaan mutu hasil tangkapan Tidak terdapat cool room Terdapat pabrik es namun tidak berfungsi Terdapat fasilitas pengolahan hasil perikanan secara tradisional Diberikan penyuluhan secara tentatif kepada nelayan sekitar oleh pihak DKP
Terdapat TPI di PPI Muara Batu dalam kondisi yang baik namun tidak difungsikan Terdapat aktivitas penjualan ikan dengan cara penjualan biasa, bukan pelelangan Mendistribusikan hasil tangkapan ke Pendistribusian dilakukan antara daerah di luar areal PPI lain ke Sigli, Banda Aceh, dan Medan Terdapat jalan raya yang layak untuk Jalan raya dalam kondisi yang baik, memudahkan transportasi namun jalan dari komplek PPI menuju jalan raya utama dalam kondisi yang rusak dan berlubang Terdapat sarana transportasi yang Terdapat sarana transportasi yang layak digunakan untuk pendistribusian digunakan untuk pendistribusian, hasil tangkapan antara lain sepeda motor, becak, dan L300 Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan Terdapat fasillitas pengumpulan data Tidak terdapat fasilitas perkantoran perikanan untuk menunjang aktivitas
94
Lanjutan pelaksanaan fungsi PPI Muara Batu, 2010 No.
6.
7.
8.
9.
Fungsi PPI menurut UU no. 45 tahun 2009
Fungsi PPI Muara Batu
pengumpulan data perikanan Dilaksanakan pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan oleh petugas TPI lapangan Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan Terdapat balai pertemuan nelayan Terdapat balai pertemuan nelayan berukuran 24x 12 m2 dengan kapasitas 200 orang dalam kondisi yang baik Dilaksanakannya penyuluhan Penyuluhan dilaksanakan secara tentatif oleh pihak DKP Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan Terdapat fasilitas penyaluran bahan Terdapat fasilitas bahan perbekalan perbekalan seperti pabrik es, SPDN, dan instalasi air bersih namun tidak berfungsi Terdapat aktivitas penyaluran bahan Penyediaan bahan perbekalan perbekalan didapat nelayan dari luar PPI Terdapat dock/slipway Terdapat dock di PPI Muara Batu namun tidak memiliki teknisi khusus Terdapat bengkel Tidak terdapat bengkel Berfungsinya bengkel Jika nelayan ingin memperbaiki mesin kapal, nelayan harus membawanya ke bengkel di luar PPI Muara Batu Terdapat fasilitas perizinan kapal Tidak terdapat kantor syahbandar di berlayar PPI Muara Batu, nelayan mendapatakan perizinan kapal dari syahbandar di Pelabuhan Krueng Geukuh dan Panglima Laot Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan Terdapat fasilitas pengawasan Tidak terdapat fasilitas pengawasan sumberdaya ikan sumberdaya ikan Terdapat fasilitas pengendalian Tidak terdapat fasilitas sumberdaya ikan pengendalian sumberdaya ikan Melaksanakan pengawasan dan Dengan adanya peraturan dari pengendalian sumberdaya ikan pemerintang tentang larangan pengoperasian alat tangkap trawl dan keputusan bersama antara nelayan dan Panglima Laot, maka alat tangkap trawl tidak lagi beroperasi di perairan PPI Muara Batu Pelaksanaan kesyahbandaran Terdapat fasilitas kesyaahbandaran Tidak terdapat fasilitas kesyahbandaran di PPI Muara Batu
95
Lanjutan pelaksanaan fungsi PPI Muara Batu, 2010 No.
10.
11.
12.
13.
14.
Fungsi PPI menurut UU no. 45 tahun 2009 Terlaksananya prosedur kesyahbandaran
Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan Terdapat fasilitas karantina ikan
Fungsi PPI Muara Batu Nelayan yang mempunyai kapal memperoleh izin melaut di kantor syahbandar yang terletak di Pelabuhan Krueng Geukuh
Tidak terdapat fasilitas karantina ikan di PPI Muara Batu Terlaksanannya prosedur karantina Perikanan di PPI Muara Batu masih ikan, baik untuk ekspor, impor, tergolong tradisional, sehingga hasil maupun local tangkapan yang didaratkan langsung didistribusikan ke daerah tujuan tanpa melakukan karantina ikan Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan Terdapat fasilitas publikasi hasil Tidak terdapat fasilitas publikasi pelayanan sandar dan labuh kapal hasil pelayanan sandar dan labuh perikanan dan kapal pengawas kapal kapal perikanan dan kapal perikanan pengawas kapal perikanan Melaksanakan publikasi hasil Hanya terdapat aktivitas pelayanan sandar dan labuh kapal pendataannya saja perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan Terdapat fasilitas riset kelautan dan Tidak terdapat fasilitas riset perikanan kelautan dan perikanan Melaksanakan publikasi hasil riset Publikasi dilakukan secara lisan kelautan dan perikanan dengan alat pengeras suara Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari Terdapat fasilitas pemantauan Tidak terdapat fasilitas pemantauan wilayah pesisir wilayah pesisr di PPI Muara Batu Terdapat fasilitas pemantauan wisata Tidak terdapat fasilitas pemantauan bahari wisata bahari Melaksanakan pemantauan wilayah Polisi air dan udara (AIRUD) tidak pesisir dan wisata bahari ditempatkan di PPI Muara Batu, karena masyarakat sekitar merasa masih mampu menjaga daerah pesisirnya sendiri Pengendalian lingkungan Terdapat instalasi pengolahan air Tidak terdapat IPAL limbah (IPAL) Terdapat kamar mandi Terdapat kamar mandi Terdapat tempat pembuangan Terdapat tempat pembuangan sampah sampah tetapi sangat terbatas jumlahnya Terdapat saluran pembuangan yang Terdapat saluran pembuangan atau
96
Lanjutan pelaksanaan fungsi PPI Muara Batu, 2010 No.
Fungsi PPI menurut UU no. 45 tahun 2009 Lancar
Berfungsinya IPAL
Berfungsinya kamar mandi
Fungsi PPI Muara Batu parit namun terlihat banyak sampah sehingga menghambat lancarnya aliran parit tersebut Tidak terdapat dan berfungsinya IPAL di PPI Muara Batu karena tidak terdapatnya pabrik yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar Kamar mandi di PPI Muara Batu tidak berfungsi dan dalam kondisi yang kotor, karena aliran air yang tidak lancar
7. STRATEGI PENINGKATAN FUNGSI PPI MUARA BATU Strategi peningkatan fungsi pelabuhan perikanan dilakukan dengan menentukan prioritas alternatif tindakan yang sesuai untuk PPI Muara Batu. Berdasarkan Analytic Hierarchy Process (AHP), maka untuk menjalankan strategi ini diperlukan banyak pihak yang berkepentingan dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu, diantaranya nelayan, pedagang, Panglima Laot, Pengelola TPI, dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Aceh Utara. 7.1 Prioritas berdasarkan Kriteria Fungsi Berdasarkan hasil penelitian, kriteria yang dapat dijadikan masukan dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu, yaitu pendaratan ikan, mutu hasil tangkapan, pemasaran, SDM pesisir, kegiatan operasional kapal perikanan, pendataan dan administrasi. Hasil perhitungan nilai prioritas kriteria dengan menggunakan software Expert Choice 2000 for Windows dapat dilihat pada Gambar 50.
Pendaratan Ikan (0,485)
Kegiatan Operasional Kapal Perikanan (0,304)
Pemasaran (0,075)
Mutu Hasil Tangkapan (0,048)
Pendataan dan Administrasi (0,047)
SDM Pesisir (0,040)
Gambar 50 Prioritas kriteria dan nilainya dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu
98
1) Pendaratan ikan Gambar 50 menunjukkan bahwa prioritas tertinggi penentuan kriteria dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu adalah pendaratan ikan (0,485). Prioritas ini menjadi pilihan utama karena terhambatnya aktivitas pendaratan ikan akan berdampak luas pada aktivitas PPI lainnya seperti aktivitas operasional kapal dan aktivitas pemasaran. Permasalahan yang terjadi adalah pendangkalan akibat sedimentasi di alur pelayaran dan kolam pelabuhan. Telah dijelaskan sebelumnya, kapal berukuran ≥10 GT tidak dapat masuk ke PPI, sehingga untuk mendaratkan hasil tangkapan ke TPI alternatif yang dipakai oleh nelayan setempat adalah menggunakan jasa 'boat becak' yang merupakan jenis perahu tanpa motor atau perahu motor tempel. Permasalahan ini menjadi sangat penting bila mengacu kepada Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan KEP.16/MEN/2006 mengenai fasilitas pokok pelabuhan. Aktivitas pendaratan ikan berkaitan erat dengan fasilitas perairan (kolam dan alur pelayaran) yang tergolong pada fasilitas pokok pelabuhan, yaitu fasilitas dasar yang diperlukan dalam kegiatan suatu pelabuhan yang berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal, baik sewaktu berlayar, keluar masuk pelabuhan, maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan (Anonymous, 2006) dan juga merupakan fasilitas yang mutlak adanya pada awal pembangunan pelabuhan perikanan (Lubis, 2005). Oleh karenanya apabila pendaratan ikan mengalami hambatan dalam aktivitasnya akan berdampak
pada
terhambatnya
aktivitas-aktivitas
Pendangkalan diakibatkan oleh sedimentasi
perikanan
lainnya.
yang merupakan proses
pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai di daerah pantai, biasanya terjadi di mulut-mulut sungai (Anonymous, 2010). Begitu pula yang terjadi di PPI Muara Batu, pendangkalan terjadi di jalur masuk alur pelayaran yang merupakan mulut Sungai Kuala Manee dan di kolam pelabuhan. Penggunaan jasa 'boat becak' menghabiskan 10% dari hasil penjualan hasil tangkapan. Dengan begitu keuntungan yang didapat nelayan dari hasil penjualan menjadi lebih rendah. Sesampainya di dermaga, nelayan pengguna 'boat becak' tersebut juga mengalami hambatan dalam mengangkut hasil tangkapan dari perahu ke dermaga. Hal ini terjadi karena tingginya dermaga
99
melebihi tingginya perahu, sekitar 3 meter, sehingga memerlukan bantuan buruh pengangkut untuk membantu mengangkut hasil tangkapan ke dermaga. Untuk 1 box fiber dibiayai Rp 15.000,00. Hal ini juga dapat mengurangi keuntungan nelayan. Alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran serta mengfungsikan gedung perkantoran PPI, dalam arti mengaktifkan UPT PPI tahap awal dalam merangkum permasalahan dan memegang wewenang dalam mengambil keputusan terhadap masalah terkait. Alternatif tindakan lebih jelasnya dapat dilihat pada subbab berikutnya. 2) Kegiatan operasional kapal perikanan Prioritas kriteria kedua dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu adalah kegiatan operasional kapal perikanan (0,304). Kebutuhan akan operasional kapal atau dikenal juga dengan kebutuhan perbekalan melaut belum tersedia di PPI Muara Batu, seperti bahan bakar solar, es, dan air bersih. Dilihat untuk ketiga kebutuhan tesebut, PPI memiliki fasilitas-fasilitas tersebut dalam kondisi yang baik namun belum berfungsi. Solihin (2008) mengatakan bahwa aktivitas ekonomi yang tidak kalah pentingnya dalam menentukan usaha penangkapan ikan dan pengolahan hasil tangkapan adalah penyediaan kebutuhan
melaut
terutama
untuk
usaha
penangkapan
yang
telah
menggunakan motor dan berlangsung dalam kurun waktu yang relatif lama. Hal ini terkait dengan kelancaran operasi penangkapan ikan dan penanganan mutu ikan hasil tangkapan baik selama operasi penangkapan, penanganan ikan di TPI, maupun saat pendistribusiannya. Dengan demikian, kelancaran operasional kapal akan berimbas pada aspek ekonomi nelayan. Dapat kita lihat, armada penangkapan ikan di PPI Muara Batu hampir semua menggunakan motor yang membutuhkan bahan bakar. Es dibutuhkan untuk penanganan hasil tangkapan
baik saat berada di atas kapal maupun saat
berada di TPI dan distribusi, karena kegiatan bakteri pembusuk pada hasil tangkapan berhenti pada suhu 0ºC (Moeljanto, 1992 vide Annajah, 2010). Penanganan hasil tangkapan menggunakan es merupakan cara termudah dan termurah. Oleh karenanya nelayan PPI Muara Batu masih menggunakan es
100
dalam penanganan hasil tangkapan mereka. Air di pelabuhan perikanan digunakan untuk air minum dan memasak bahan makanan, mencuci hasil tangkapan, kebutuhan bahan baku pabrik es, dan kebutuhan tambahan bagi industri pengolahan (Pane, 2005). Namun di PPI Muara Batu karena belum berfungsinya instalasi air bersih nelayan terpaksa menggunakan air kolam pelabuhan untuk mencuci hasil tangkapan dan TPI. Terkait dengan kegiatan operasionalnya, kapal memerlukan dock-ing atau perbaikan agar kapal dalam kondisi yang layak laut. Menurut Imron (2006) proses docking dilakukan sesuai dengan kebutuhan atau kerusakan yang dialami oleh kapal. Pada umumnya, dalam kurun waktu satu tahun perlu dilakukan dock-ing kapal. Selanjutnya dikatakan bahwa dock-ing kapal perlu dilakukan agar selain kapal dalam kondisi layak laut juga membuat umur teknis kapal akan lebih panjang. Di PPI Muara Batu tidak terdapat teknisi khusus untuk kegiatan dock-ing kapal. Kebutuhan akan perbekalan melaut diperoleh nelayan dari luar PPI. Seandainya kebutuhan ini tersedia di PPI, maka nelayan akan lebih mudah dalam perolehannya dan harganya akan lebih murah daripada di luar PPI. Alternatif tindakan yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan permasalah ini adalah mengfungsikan SPDN, pabrik es, dock serta pengadaan air bersih untuk operasional kapal; perbaikan jalan yang rusak dan berlubang, hal ini berkaitan dengan distribusi dalam pengadaan SPDN; serta menfungsikan gedung perkantoran PPI, berkaitan dengan UPT PPI yang memegang wewenang dalam pengambilan keputusan permasalahan ini. Alternatif tindakan lebih jelasnya dapat dilihat pada subbab berikutnya. 3) Pemasaran Prioritas kriteria ketiga dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu adalah pemasaran (0,075). Pelabuhan perikanan dapat berfungsi sebagai pembuka akses bagi distribusi dan perdagangan komoditas perikanan dari suatu
wilayah
tertentu.
Disamping
itu,
pelabuhan
perikanan
dapat
menciptakan mekanisme pasar yang memungkinkan semua pihak yaitu nelayan sebagai penjual ikan dan bakul sebagai pembeli ikan mendapatkan harga yang layak. Mekanisme ini dimungkinkan karena perdagangan ikan di pelabuhan dilakukan dengan menggunakan sistem lelang (Solihin, 2008). Juga
101
dapat dilihat berdasarkan Soemarto (1975), pemasaran ikan yang harus dibina sebaik-baiknya adalah pelelangan. Pelelangan dimaksudkan untuk membantu nelayan dalam memupuk modal usaha (saving). Tujuan dari pelelangan adalah mencari pembeli potensial sebanyak mungkin untuk menjual ikan hasil tangkapan nelayan tanpa merugikan pedagang pengumpul (Hanafiah dan Saefuddin, 2003). Telah dijelaskan sebelumnya, pemasaran yang dilakukan di PPI Muara Batu adalah sistem penjualan ikan biasa, tanpa melalui pelelangan. Hal ini dikarenakan hasil tangkapan yang didaratkan sudah ada pemiliknya, yaitu toke bangku yang memberikan modal kepada nelayan untuk melaut. Hal ini tidak hanya terjadi di PPI Muara Batu Kabupaten Aceh Utara, namun juga terjadi pada banyak pelabuhan perikanan di Indonesia, antara lain PPI Jayanti Kabupaten Cianjur, hasil tangkapan tidak melalui mekanisme pelelangan melainkan langsung diberikan kepada bakul sebagai pemilik modal atau dan dipasarkan ke konsumen (Ahdiat, 2010); PPP Labuhan Lombok, hasil tangkapan yang didaratkan tidak mengalami pelelangan karena telah dimiliki oleh dua perusahaan ikan yang berada di sekitar wilayah tersebut yaitu UD Baura dan UD Versace (Gigentika, 2010); PPI Meulaboh Kabupaten Aceh Barat, kegiatan pelelangan hasil tangkapan tidak berjalan dikarenakan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI sudah ada pemiliknya yaitu yang memberikan modal neyalan untuk melaut (Hafinuddin, 2010); dan PPI Pontap Kota Palopo dan PPI Kota Dumai tidak melakukan mekanisme pelelangan ikan namun hanya mekanisme penjualan biasa antara nelayan dan pengumpul (Marwan, 2010; Sari, 2010). Berdasarkan penelitian, pemasaran di PPI Muara Batu membutuhkan perhatian dalam hal proses distribusi atau pengangkutan. Pengangkutan (transport) berarti bergeraknya atau pemindahan barang-barang dari tempat produksi dan/atau tempat penjualan ke tempat dimana barang-barang tersebut akan dipakai. Pengangkutan hasil-hasil perikanan yang sifatnya cepat dan mudah rusak memerlukan kecepatan serta penanganan (handling) tambahan selama perjalanan. Kecepatan pengangkutan sangat penting dalam tata niaga hasil perikanan, sebab kalau terlambat ada dua resiko yang mungkin diderita oleh pedagang bersangkutan, pertama resiko yang disebabkan oleh turunnya
102
harga barang di pasar yang dituju, dan kedua resiko merosotnya kualitas barang (Hanafiah dan Saefuddin, 2003). Prasarana yang terdapat di PPI Muara Batu, yaitu jalan dalam kondisi rusak dan berlubang. Dapat mengakibatkan terhambatnya proses distribusi dan berdampak pada mutu hasil tangkapan. Kondisi jalan yang rusak dan berlubang dapat mengakibatkan benturan pada hasil tangkapan yang sifatnya mudah rusak, sehingga dapat mengakibatkan penurunan mutu hasil tangkapan. Tidak hanya distribusi ikan yang terhambat, namun akses untuk operasional kapal seperti bahan bakar solar tidak bisa masuk ke PPI dikarenakan kondisi jalan yang tidak mendukung. Alternatif tindakan yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan ini adalah memperbaiki jalan yang rusak dan berlubang serta mengfungsikan gedung perkantoran PPI dalam arti mengaktifkan UPT PPI yang mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan. Pembahasan alternatif tindakan dapat dilihat pada subbab berikutnya. 4) Mutu hasil tangkapan Prioritas kriteria keempat dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu adalah rendahnya mutu hasil tangkapan (0,048). Menjaga mutu hasil tangkapan sangat penting guna mendapat nilai jual yang tinggi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya hasil tangkapan yang cepat dan mudah rusak serta busuk dapat ditangani dengan menggunakan es, dikarenakan proses pembusukan hasil tangkapan akan terhambat pada suhu kurang dari 0ºC karena kegiatan bakteri pembusuk berhenti (Moeljanto, 1992 vide Annajah 2010). Di PPI Muara Batu nelayan dalam menjaga mutu hasil tangkapan hanya menggunakan es, namun fasilitas pabrik es yang terdapat di PPI Muara Batu tidak berfungsi. Dengan demikian nelayan mendapatkan es dengan membeli dari pedagang eceran dengan kemungkinan harga yang lebih tinggi yaitu Rp 800/kg, sehingga terkadang nelayan dalam kegiatan melaut tidak menyediakan es untuk menjaga hasil tangkapannya saat berada di laut yang berakibat pada menurunnya mutu hasil tangkapan di PPI Muara Batu. Pasokan es balok dari pabrik es yang berasal dari luar PPI jumlahnya hanya sedikit, sehingga perlu difungsikan kembali pabrik es di PPI Muara Batu. Menjaga mutu hasil tangkapan tidak hanya dengan menggunakan es na-
103
mun juga dengan cara penanganan baik saat pengangkutan hasil tangkapan dari kapal ke dermaga dan selanjutnya ke TPI, misalnya ikan secepat mungkin diangkut ke tempat penimbangan dengan menggunakan alat angkut lori atau kereta dorong atau dipikul selama pengangkutan, agar terhindar dari sinar matahari langsung. Sebaiknya ikan diangkut melalui tempat yang teduh atau ikan ditutup dan kereta dorong hanya digunakan untuk mengangkut ikan dalam wadah (Anonymous, 1997). Waktu pendaratan yang tepat dan lama waktu pendaratan yang semakin singkat sangatlah dibutuhkan agar kemunduran mutu ikan dapat diminimalisir (Sunea, 2010). Permasalahan yang dihadapi saat pengangkutan dari kapal ke dermaga adalah pengangkutan yang terjadi dua kali, pertama saat kapal berukuran ≥10 GT harus memindahkan hasil tangkapan ke perahu tanpa motor atau perahu motor tempel ('boat becak') yang diakibatkan adanya pendangkalan sehingga kapal motor ukuran ≥10 GT tidak dapat masuk ke dermaga, dan kedua, perahu motor tempel atau perahu tanpa motor ('boat becak') mengalami hambatan saat pengangkutan hasil tangkapan ke dermaga diakibatkan tingginya dermaga melebihi tingginya dek kapal sehingga waktu yang dibutuhkan untuk pengangkutan juga lebih lama. Alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah pengerukan kolam pelabuhan agar efektifitas pengangkutan hasil tangkapan dari kapal ke dermaga dapat terjadi; mengfungsikan SDPN, pabrik es, dock serta pengadaan air bersih untuk perbekalan; serta mengfungsikan gedung perkantoran PPI atau UPT PPI yang mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan. Pembahasan alternatif tindakan dapat dilihat pada subbab berikutnya. 5) Pendataan dan administrasi Prioritas kriteria kelima dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu adalah pendataan dan administrasi (0,047). Sebelumnya dapat kita telaah terdapat kekurangan pelaku/stakeholder yang bahwasanya berperan sangat penting dalam berjalannya fungsi PPI Muara Batu, yaitu kelembagaan formal. Tidak berjalannya fungsi PPI Muara Batu secara optimal diperkirakan akar permasalahannya adalah tidak berfungsinya kelembagaan formal yang menaungi PPI Muara Batu, yaitu Unit Pelayanan Teknis (UPT) PPI Muara
104
Batu. Kelembagaan yang berjalan dalam PPI Muara Batu hanyalah kelembagaan informal, yaitu Panglima Laot. Pada sebuah PP/PPI seharusnya memiliki kepala PP/PPI yang bertindak sebagai pengkoordinasi dan penanggungjawab terhadap aktivitas yang terdapat di PPI. PPI Muara Batu yang statusnya sebagai pelabuhan perikanan tipe D, pengelolaan dilakukan langsung oleh pemerintah daerah (pemda), seharusnya pemerintah daerah membentuk komisi khusus yang bertanggung jawab langsung kepadanya. Dalam hal ini komisi khusus yang dimaksud adalah Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) PPI dan pemerintah daerah yang dimaksud adalah Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kabupaten Aceh Utara. Hal ini tertuang dalam Qanun no. 2 Kabupaten Aceh Utara. Diagram koordinasi kelembagaan yang seharusnya terjadi di PPI Muara Batu dapat dilihat pada Gambar 51.
DKP Kabupaten Aceh Utara
UPT PPI Muara Batu
Panglima Laot Lhok
Nelayan Gambar 51 Diagram koordinasi yang seharusnya terjadi di PPI Muara Batu
Berdasarkan wawancara kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara, bahwa pihak DKP Kabupaten Aceh Utara telah membentuk komisi/kelembagaan formal di PPI Muara Batu. Hanya saja kelembagaan formal ini belum berjalan dengan berbagai alasan, antara lain tidak adanya fasilitas perkantoran yang tersedia di PPI dan jauhnya jarak PPI dengan rumah pegawai kelembagaan. Namun terdapat petugas lapangan dari DKP Kabupaten Aceh Utara yang ditempatkan di TPI berstatus pegawai honorer yang setiap harinya datang untuk mendata hasil perikanan yang didaratkan di PPI. Petugas TPI ini hanya bertugas untuk mendata hasil
105
perikanan dan tidak memiliki wewenang dalam mengambil tindakan terkait PPI, seperti halnya kepala PPI. Jika PPI mempunyai masalah, masalah tersebut hanyalah sebagai wacana, pegawai lapangan tersebut tidak dapat mengambil keputusan atau tindakan. Di bawah ini terdapat diagram koordinasi yang terjadi di PPI Muara Batu (Gambar 52).
DKP Kabupaten Aceh Utara
Petugas TPI Batu
Panglima Laot Lhok
Nelayan Gambar 52 Diagram koordinasi yang terjadi di PPI Muara Batu
Permasalahan yang sangat eksklusif di PPI Muara Batu saat ini adalah tidak berfungsinya kelembagaan formal yang menaungi PPI. Walaupun terdapat petugas TPI yang setiap hari mendata hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Batu, namun telah dijelaskan sebelumnya bahwa jika ada permasalahan yang berkaitan dengan PPI, petugas lapangan di TPI dan juga kelembagaan nonformal (kelembagaan Panglima Laot) tidak mempunyai wewenang dalam mengambil keputusan untuk mengatasi permasalahan yang ada, padahal kelembagaan formal dalam PPI sangatlah penting. Tugas-tugas yang terdapat dalam kelembagaan formal PPI sangat berkaitan erat dengan kelancaran aktivitas PPI. Seperti halnya permasalahan fasilitas dan aktivitas terkait dengan fungsi kepelabuhanan di PPI, dalam penyelesaiannya diperlukan lembaga formal yang bertindak sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang belaku. Kelembagaan informal, dalam hal ini adalah Panglima Laot, hanya berfungsi dalam menyelesaikan sengketa antar nelayan di
106
wilayahnya (Abdullah dkk, 2006), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk itulah, sangat diperlukan berfungsinya kelembagaan formal yang ada di PPI. Alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalah ini adalah mengfungsikan gedung perkantoran PPI Muara Batu. Pembahasan akan alternatif tindakan dapat dijelaskan pada subbab berikutnya. 6) SDM pesisir Prioritas kriteria terakhir dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu adalah SDM pesisir (0,040). Menurut Widodo dan Suadi (2006), komponen sistem manusia perikanan laut secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi nelayan, rumah tangga dan komunitasnnya, pengolah (pascapanen) dan pedagang (pemasaran), serta lingkungan sosial ekonomi. Komponenkomponen tersebut saling berinteraksi dalam mempengaruhi pola pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan. Seperti yang telah dijelaskan sumber daya manusia di PPI Muara Batu masih dikatagorikan rendah. Tingkat pendidikan nelayan rata-rata adalah sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Melihat kondisi pendidikan yang rendah, pihak DKP Kabupaten Aceh Utara sebaiknya melakukan penyuluhan secara intensif. Pada kegiatan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan perlu mendapatkan pengetahuan tentang cara menangkap ikan yang baik dan benar, alat tangkap yang produktif dan dilarang, cara penanganan hasil tangkapan dan teknologi penangkapan yang efesien dan efektif, dan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan perikanan. Menurut Soemarto (1975) bahwa berbagai pengetahuan, sistem usaha, dan cara-cara penangkapan/pemeliharaan yang produktif perlu diajarkan/disuluhkan. Cara pemasaran, berorganisasi, peningkatan skill dengan latihan-latihan diadakan untuk dapat menerima perkembangan teknologi yang mutakhir. Penyuluhan yang diberikan pihak pemerintah bersifat tentatif, tidak berkelanjutan. Berdasarkan hasil wawancara, penyuluhan terakhir diadakan pada tahun 2005. Penyuluhan berguna untuk menambah wawasan masyarakat pesisir berkaitan dengan perikanan. Seperti yang diacu pada Lubis (2005) melalui penyuluhan para pelaku atau pengguna di pelabuhan dapat menguasai
107
kegiatannya lebih baik lagi sehingga masing-masing pengguna memperoleh manfaat dan dan keuntungan yang optimal. Alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalah ini adalah pengadaan pelatihan pembinaan mutu, penyuluhan terhadap nelayan dan pengolahan hasil tangkapan dan akan dibahas lebih lanjut pada subbab selanjutnya. Dalam kriteria peningkatan fungsi PPI Muara Batu, dibatasi dalam dua aspek yaitu fasilitas dan aktivitas. Pelabuhan perikanan/PPI dalam menjalankan fungsi dan peranannya diperlukan adanya pengelolaan yang tepat, baik terhadap aktivitas maupun fasilitas yang dimiliki PPI. Keberadaan fasilitas PPI Muara Batu mempunyai pengaruh besar terhadap kelancaran aktivitas PPI Muara Batu.
7.2 Prioritas berdasarkan Alternatif Tindakan Berdasarkan penelitian, ditentukan alternatif tindakan dalam rangka peningkatan fungsi PPI Muara Batu. Alternatif tindakan tersebut antara lain pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran; perbaikan jalan yang rusak dan berlubang; mengfungsikan kembali SPDN, pabrik es, dock serta pengadaan air bersih untuk kegiatan operasional; pengadaan pelatihan pembinaan mutu, penyuluhan
terhadap
nelayan
dan
pengolahan
hasil
tangkapan;
dan
mengfungsikan kembali gedung PPI. Hasil perhitungan nilai prioritas alternatif tindakan dengan menggunakan software Expert Choice 2000 for Windows dapat dilihat pada Gambar 53. 1) Pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran Pilihan alternatif tindakan peningkatan fungsi PPI Muara Batu mengerucut pada usaha pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran sungai Kuala Manee sebagai prioritas utama dengan nilai 0,387 (Gambar 53). Seperti yang telah dijelaskan Kramadibrata (2002) bahwa pengerukan diperlukan juga untuk memelihara kedalaman suatu kolam/alur pelayaran atau alur sungai (maintanance dredging), dikarenakan adanya proses pergerakan dan pengendapan lumpur (sedimen transport). Pengendapan yang terjadi di kolam pelabuhan dan alur pelayaran membuat aktivitas pendaratan, penjagaan mutu hasil tangkapan, dan operasional kapal menjadi belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari sulitnya kapal nelayan untuk melakukan aktivitas tambat
108
labuh di PPI Muara Batu. Pendangkalan membuat nelayan PPI Muara Batu mengalami kerugian yang diakibatkan kandas atau bocornya kapal nelayan. Selain itu, saat kondisi perairan surut, nelayan tidak dapat mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Muara Batu secara langsung terutama untuk kapal motor berukuran ≥ 10 GT. Kondisi ini tentunya pengurangi pendapatan nelayan karena harus membayar biaya angkut hasil tangkapan ke PPI Muara Batu. Terhambatnya pengangkutan hasil tangkapan dapat berpengaruh pada mutu hasil tangkapan. Tidak hanya di PPI Muara Batu, banyak pelabuhan di Indonesia yang kolamnya memerlukan pengerukan besar misalnya Belawan, Palembang, Tanjung Priok, Surabaya dan Pontianak, dikarenakan letak pelabuhan-pelabuhan tersebut berada di sungai (Kramadibrata, 2002).
Pengerukan Kolam Pelabuhan dan Alur Pelayaran (0,387) Mengfungsikan SPDN, Pabrik Es, Dock serta Pengadaan Air Bersih untuk Operasional Kapal (0,219) Perbaikan Jalan yang Rusak dan Berlubang (0,191)
Mengfungsikan Gedung Perkantoran PPI (0,104) Pengadaan Pelatihan Pembinaan Mutu, Penyuluhan terhadap Nelayan dan Pengolahan Hasil Tangkapan (0,099)
Gambar 53 Nilai prioritas tindakan alternatif peningkatan fungsi PPI Muara Batu
2) Mengfungsikan SPDN, pabrik es, dock serta pengadaan air bersih untuk kelancaran operasional Prioritas alternatif tindakan peningkatan fungsi PPI Muara Batu kedua yaitu mengfungsikan SPDN, pabrik es, dock serta pengadaan air bersih untuk kelancaran kegiatan operasional (0,219). Fasilitas SPDN telah tersedia di PPI
109
dengan kondisi yang baik. SPDN merupakan bahan utama dan sangat dibutuhkan untuk bahan perbekalan melaut, terlebih untuk usaha penangkapan yang telah menggunakan motor dan berlangsung dalam kurun waktu yang relatif lama (Solihin, 2008). Begitu pula dengan armada penangkapan ikan di PPI Muara Batu didominasi oleh kapal motor yang menggunakan bahan bakar solar. Permasalahan yang terjadi pada SPDN adalah sistem kredit dalam pembelian solar
yang dilakukan oleh nelayan tidak
lancar dalam
pengembaliannya. Dalam hal ini pihak SPDN bisa melakukan perbaikan sistem pembelian, dimana sebelumnya nelayan yang membeli solar dengan 50% dari harga terlebih dahulu, setelah proses penangkapan dan pemasaran baru sisanya dibayar kembali. Permasalahan lain yang terjadi pada SPDN adalah pemasok yang sulit masuk ke PPI, dengan begitu pihak PPI (kelembagaan formal) dapat mengupayakan pendekatan dengan Dinas Pekerjaan Umum untuk perbaikan jalan PPI. Permasalahan pada pabrik es yang terdapat di PPI adalah daya listrik yang kurang mencukupi. Pihak PPI mempunyai kewenangan dalam mengupayakan penambahan daya listrik untuk pabrik es, karena nelayan PPI Muara Batu masih membutuhkan es untuk menjaga mutu hasil tangkapan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya es dibutuhkan untuk penanganan hasil tangkapan baik saat berada di atas kapal maupun saat berada di TPI dan distribusi, karena kegiatan bakteri pembusuk berhenti pada suhu 0ºC (Moeljanto, 1992 vide Annajah, 2010). Selanjutnya dikatakan bahwa penanganan hasil tangkapan menggunakan es merupakan cara termudah dan termurah. Begitu pula pada pengadaan air bersih yang tidak berfungsi di PPI serta dock yang tidak memiliki teknisi khusus, pihak PPI dapat mengusulkan teknisi untuk bekerja tetap di dock. Pentingnya keberadaan dock, karena pada umumnya dalam kurun waktu satu tahun kapal perlu dilakukan doking. Doking kapal perlu dilakukan agar kapal dalam kondisi layak laut dan hal ini juga membuat umur teknis kapal akan lebih panjang (Imron, 2006). Tindakan solusi sampingan masih dapat diterapkan untuk mendukung kelancaran operasional kapal, seperti pemenuhan solar, es dan air bersih nelayan yang saat ini masih dibeli dari luar PPI walau dengan harga yang sedi-
110
sedikit lebih mahal. 3) Perbaikan jalan yang rusak dan berlubang Prioritas ketiga dalam alternatif tindakan peningkatan fungsi PPI Muara Batu adalah perbaikan jalan yang rusak dan berlubang (0,191). Alternatif tindakan ini dapat merangkum tiga kriteria yaitu pemasaran, kegiatan operasional, dan mutu hasil tangkapan serta dapat memudahkan pengguna yang aktivitasnya terkait dengan PPI. Permasalahan terhadap pemenuhan solar di PPI salah satunya adalah jalan yang rusak dan berlubang sehingga pemasok solar sulit menuju ke SPDN yang ada di PPI. Kondisi jalan yang rusak dan berlubang juga akan menghambat proses pemasaran dan juga dapat merusak mutu hasil tangkapan akibat dari goncangan dan benturan yang ditimbulkan sarana angkutan. Menurut Widodo dan Suadi (2006), pemasaran hasil perikanan sebagai satu subsistem ekonomi perikanan memegang peranan penting dalam pengembangan usaha perikanan dan peningkatan nilai jual produk perikanan. Seperti yang telah dijelaskan, pemasaran di PPI Muara Batu membutuhkan perhatian dalam hal proses distribusi atau pengangkutan. Pengangkutan hasil-hasil perikanan yang sifatnya cepat dan mudah rusak memerlukan kecepatan serta penanganan (handling) tambahan selama perjalanan. Kecepatan pengangkutan sangat penting dalam tata niaga hasil perikanan, sebab kalau terlambat ada dua resiko yang mungkin diderita oleh pedagang bersangkutan, yaitu pertama resiko yang disebabkan oleh turunnya harga barang di pasar yang dituju, dan kedua resiko merosotnya kualitas barang (Hanafiah dan Saefuddin, 2003). Dengan demikian, prasarana jalan dengan kondisi rusak dan berlubang dapat mengakibatkan terhambatnya proses distribusi dan berdampak pada mutu hasil tangkapan. 4) Mengfungsikan gedung perkantoran PPI Prioritas keempat dalam alternatif tindakan peningkatan fungsi PPI Muara Batu adalah mengfungsikan gedung perkantoran PPI (0,104). Dengan mengfungsikan gedung perkantoran PPI Muara Batu dapat memudahkan dalam pendataan dan administrasi berkaitan dengan aktivitas perikanan. Mengfungsikan
gedung
perkantoran
PPI
dalam
arti
mengfungsikan
kelembagaan formal di PPI Muara Batu, memberikan anggaran untuk
111
melengkapi fasilitas perkantoran; menegaskan sistem kerja pegawai PPI agar administrasi di PPI berjalan. Permasalahan-permasalahan yang terjadi di PPI dapat diambil tindakan dalam penyelesaiannya bukan hanya menjadi wacana, karena itu merupakan tugas dan wewenang kelembagaan formal di PPI. 5) Pengadaan pelatihan pembinaan mutu, penyuluhan terhadap nelayan dan pengolahan hasil tangkapan Prioritas terakhir dalam alternatif tindakan peningkatan fungsi PPI Muara Batu adalah pengadaan pelatihan pembinaan mutu, penyuluhan terhadap nelayan dan pengolahan hasil tangkapan (0,099). Berbagai pengetahuan, sistem usaha dan cara-cara penangkapan/pemeliharaan yang produktif
perlu
diajarkan/disuluhkan.
Cara
pemasaran,
berorganisasi,
peningkatan skill dengan latihan-latihan diadakan untuk dapat menerima perkembangan teknologi yang mutakhir (Soemarto, 1975). Akvitas perikanan yang terjadi di PPI Muara Batu masih tergolong tradisional, pendidikan yang diperoleh para nelayan juga masih tergolong rendah. Oleh karenanya, penyuluhan dan pelatihan yang sederhana namun kreatif perlu diadakan untuk menambah wawasan para nelayan PPI Muara Batu. Alternatif tindakan ini menjadi prioritas terakhir karena aktivitas perikanan masih tergolong tradisional dapat diberdayakan walaupun umumnya pendidikan nelayan masih rendah. Hanya saja dengan diadakan pelatihan dan penyuluhan akan menjadi lebih baik dalam memberdayakan potensi perikanan yang terdapat di PPI Muara Batu. Dapat dilihat pada lampiran hasil AHP (Lampiran 2-7), bahwa hasil AHP yang didapat memiliki nilai inconsistency lebih kecil dari pada 0,1. Hal tersebut menunjukkan bahwa data-data yang didapat termasuk dalam kategori konsisten atau sesuai (Saaty, 1991). Model struktur hierarki peningkatan fungsi PPI Muara Batu dapat dilihat pada,Gambar,54.
Peningkatan Fungsi PPI Muara Batu
Tingkat I Tujuan
Tingkat II Pihak yang berkepentingan
Tingkat III Kriteria
Tingkat IV Alternatif tindakan
Nelayan
Pendaratan ikan (0,485)
Pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran (0,378)
Pedagang
Mutu hasil tangkapan (0,048)
Perbaikan jalan yang rusak dan berlubang (0,191)
Panglima Laot
Pemasaran (0,075)
Petugas TPI
SDM Pesisir (0,040)
Mengfungsikan kembali SPDN, pabrik es, dock serta pengadaan air bersih (0,219)
DKP Kabupaten Aceh Utara
Kegiatan operasional kapal perikanan (0,304)
Pengadaan pelatihan pembinaan mutu, penyuluhan terhadap nelayan dan pengolahan hasil tangkapan (0,099)
Gambar 54 Model struktur hirarki peningkatan fungsi PPI Muara Batu
Pendataan dan administrasi (0,047)
Mengfungsikan gedung perkantoran PPI (0,104)
8. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1) Terdapat beberapa fasilitas yang tidak difungsikan di PPI Muara Batu, antara lain gedung perkantoran PPI, pabrik es, SPDN, tangki air bersih, kamar mandi pos jaga, dan work shop. Hal ini mengindikasikan tidak berjalannya pengelolaan dengan baik terhadap fasilititas-fasilitas tersebut. Aktivitas kepelabuhanan di PPI Muara Batu masih kurang dalam pengoptimalannya, antara lain terhambatnya proses pendaratan ikan karena pendangkalan di alur pelayaran dan kolam pelabuhan; aktivitas pelelangan tidak berjalan sehingga tidak ada retribusi untuk kontribusi pendapatan daerah; aktivitas perbekalan melaut seperti kebutuhan air bersih yang tidak difasilitasi membuat nelayan membersihkan hasil tangkapan dan TPI dengan memanfaatkan air kolam, kebutuhan akan es yang tidak tercukupi sehingga nelayan harus membeli dengan harga yang sedikit lebih mahal dari luar PPI, kebutuhan akan BBM (solar) yang tidak difasilitasi mempersulit nelayan dalam melakukan kegiatan melaut. 2) PPI Muara Batu berdasarkan UU no. 45 tahun 2009 mengenai fungsi pelabuhan perikanan, terdapat delapan fungsi yang terlaksana, antara lain pelayanan tambat labuh kapal perikanan, pelayanan bongkar muat, pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil tangkapan, pemasaran dan distribusi ikan, pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan, tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan, tempat pelaksanaan pengawasan
dan
pengendalian
sumberdaya
ikan,
dan
pelaksanaan
kesyahbandaran. Fungsi PP yang tidak terlaksana di PPI Muara Batu antara lain pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan, tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan, publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan, tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan, pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari, dan pengendalian lingkungan. 3) Dalam rangka peningkatan fungsi PPI Muara Batu, maka prioritas alternatif
114
tindakannya adalah pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran (0,387); mengfungsikan kembali SPDN, pabrik es, dock serta pengadaan air bersih untuk kegiatan operasional (0,219); perbaikan jalan yang rusak dan berlubang (0,191); mengfungsikan gedung perkantoran PPI (0,104); dan pengadaan pelatihan pembinaan mutu, penyuluhan terhadap nelayan dan pengolahan hasil tangkapan (0,099).
8.2 Saran Berdasarkan informasi yang diperoleh dari penelitian tentang fungsi PPI Muara Batu, maka penulis menyarankan agar: 1) Perlu adanya peningkatan fungsi PPI yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan dengan mengelola berbagai fasilitas yang mendukung aktivitas PPI Muara Batu. 2) Perlu adanya lembaga formal yang menaungi PPI dan mendukung segala aktivitas di PPI Muara Batu, mengatasi pendangkalan yang terjadi di kolam pelabuhan dan alur pelayaran dengan pengerukan; mengfungsikan SPDN, pabrik es, dock serta pengadaan air bersih untuk memperlancar proses operasional kapal penangkapan, dan memperbaiki jalan yang rusak dan berlubang untuk memperlancar proses pemasaran dan aktivitas lainnya di darat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A., Sulaiman T., dan T. Muttaqin. 2006. Selama Kearifan adalah Kejayaan Eksistensi Panglima Laot dan Hukum Adat Laot di Aceh. Banda Aceh: Yayasan Kehati. Hal 34, 60, 65, dan 163-171. Ahdiat, K. M. 2010. Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap dan Wisata Bahari secara Terpadu Berbasis di PPI Jayanti Kabupaten Cianjur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Annajah, R. 2010. Keberadaan Fasillitas Menurut Aktivitas di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo Banda Aceh [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Anonymous. 2004. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.16/MEN/2006 Tentang Pelabuhan Perikanan. Jakarta: DKP ______. 2007. Kelembagaan UPT Karantina www.ikanmania.wordpress.com. 30 Desember 2007 .
Ikan.
______. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Jakarta. ______. 2009. Tugas Pokok Polisi Perairan. Direktorat Kepolisian Perairan Babinkam Polri. www.google.com. 21 Januari 2009 . ______. 2009. Daftar Istilah Telepon. www.telkom.co.id. ______. 2010. Karantina. http://id.wikipedia.org. 19 September 2010 . ______. 2010. Sedimentasi. September 2010 .
http://id.wikipedia.org/wiki/Sedimentasi.
20
______. 2010. Polisi Air dan Udara. http://id.wikipedia.org. 17 April 2010 . [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara. 2005. Aceh Utara Dalam Angka 2004. Kabupaten Aceh Utara: BPS. ______. 2006. Aceh Utara Dalam Angka 2005. Kabupaten Aceh Utara : BPS. ______. 2007. Aceh Utara Dalam Angka 2006. Kabupaten Aceh Utara : BPS. ______. 2007. Kecamatan Muara Batu Dalam Angka 2006. Kabupaten Aceh Utara: BPS. ______. 2008. Aceh Utara Dalam Angka 2007. Kabupaten Aceh Utara: BPS. ______. 2009. Aceh Utara Dalam Angka 2008. Kabupaten Aceh Utara: BPS. Diniah. 2006. Pentingnya Penanganan Hasil Tangkapan di Atas Kapal dalam Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauta, Institut Pertanian Bogor. Bogor: Intramedia.
116
Ditjen Perikanan. 1981. Fungsi dan Peranan Sarana Pelabuhan Perikanan. Pertemuan Teknis Kepala Pelabuhan Perikanan. Jakarta: 28hal. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara. 2008. Profil Kelautan dan Perikanan Aceh Utara. Kabupaten Aceh Utara: DKP. Gigentika, S. 2010. Kinerja Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai Labuhan Lombok, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hafinuddin, 2010. Tingkat Operasional PPI Meulaboh Skripsi . Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hanafiah, A. M dan A. M. Saefudin, 2006. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). 11 hlm. Hanafiah, A. M dan A. M. Saefudin, 2006. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Hal 200. Indrianto, J. 2006. Pengelolaan Aktivitas dan Pengembangan Pelabuhan Perikanan Pantai Muara Ciasem Kabupaten Subang Ditinjau dari Aspek Fasilitas dan Kualitas Pemasaran Hasil Tangkapan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kramadibrata, S. 2002. Perencanaan Pelabuhan. Bandung: Penerbit ITB. Kartika, R. 2007. Peningkatan Fungsionalisasi Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Labuan Kabupaten Pandeglang Skripsi . Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kotler, P. 1992. Manajemen Pemasaran, Jilid 2 Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Lembaga Penerbit Universitas Indonesia. Lembaga Hukum Adat Laot Pannglima Laot Lhok. 2008. Daftar Nama-nama Nelayan, Pemilik Kapal Motor dan Sampan Bermotor dalam Kecamatan Muara Batu. Lembaga Hukum Adat Laot Pannglima Laot Lhok Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara. Lubis, E. 2005. Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bogor: Laboratorium Pelabuhan Perikanan, Departemen Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 10, 18-28, dan 34-35. Lubis, E. 2007. Pemanfaatan dan Pengembangan Pelabuhan Perikanan. Bogor: Departemen Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Marwan, U. M. 2010. Proyeksi Dampak Penyelanggaraan Pelelangan Ikan di PPI Pontap Kota Palopo Sulawesi Selatan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Moeljanto, R. 1992. Penanganan Ikan Segar. Jakarta: Penebar Swadaya. Murdiyanto, B. 2003. Pelabuhan Perikanan. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
117
Nurani, T. W. 2002. Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarcy Process): Bahan Kuliah. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. [Pemda] Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara. 2009. Peta Prasarana Wilayah Indonesia Kabupaten Aceh Utara. www.penataanruang.net. Saaty, L. T. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Jakarta Pusat: PT Pustaka Binaman Pressindo. Sari, I. T. 2010 Peran Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kota Dumai dalam Mendukung Aktivitas Penangkapan Ikan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Setiawan, H. 2006. Analisis Pendaratan dan Penanganan Hasil Tangkapan dan Hubungannya dengan Fasilitas terkaitnya di Pelabuhan Perikanan Pantai Bajomulyo Junawa Pati [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Solihin, I. dan S. Hariwijudo. 2006. Profil SDM Perikanan Tangkap Indonesian dalam Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauta, Institut Pertanian Bogor. Bogor: Intramedia. Hal 153. Solihin, I. 2008. Jasa Pelabuhan Perikanan. iinsolihin.wordpress.com. 8 Oktober 2008 . Soemarto. 1975. Ilmu Perikanan Pengusahaan dan pengelolaan. Jakarta: Akademi Usaha Perikanan. Hal 45. Sumiati. 2008. Kajian Fasilitas dan Produksi Hasil Tangkapan dalam Menunjang Industri Pengolahan Ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertaniaan Bogor. Sunea, M. 2010. Efesiensi Pendaratan dan Pendistribusian Hasil Tangkapan di PPI Muara Angke Jakarta [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Widodo, J. dan Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal 34. Wiyono, E. S. 2006. Analisis Kebijakan Perikanan Pantai di Indonensia dalam Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauta, Institut Pertanian Bogor. Bogor: Intramedia.
119
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian tahun 2010
PPI Muara Batu
Sumber: www.penataanruang.net, 2009
120
Lampiran 2 Layout PPI Muara Batu
Sumber : DKP Aceh Utara, 2005
121
Lampiran 3 NIilai AHP dari pihak TPI
122
Sambungan nilai AHP dari pihak TPI
123
Lampiran 4 Nilai AHP dari pihak DKP
124
Sambungan nilai AHP dari pihak DKP
125
Lampiran 5 Nilai AHP dari pihak Panglima Laot
126
Sambungan nilai AHP dari pihak Panglima Laot
127
Lampiran 6 Nilai AHP dari pihak nelayan
128
Sambungan nilai AHP dari pihak nelayan
129
Lampiran 7 Nilai AHP dari pihak pedagang
130
Sambungan nilai AHP dari pihak pedagang
131
Lampiran 8 Nilai AHP secara keseluruhan
132
Sambungan nilai AHP secara keseluruhan