5
5.1
KONDISI PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN
Jenis dan Produksi Hasil Tangkapan
Produksi hasil tangkapan ikan Pangandaran dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dari 2003 – 2007 mengalami kecenderungan meningkat dengan nilai produksi tertinggi terjadi pada tahun 2004 triwulan IV yaitu 279,4 ton atau setara dengan nilai produksi sebesar Rp8.607.356.000,00.
Nilai produksi terendah
terjadi pada tahun 2007 triwulan II yaitu 72,95 ton atau setara dengan nilai produksi sebesar Rp959.397.900,00.
Perkembangan produksi hasil tangkapan
ikan di Pangandaran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 3. Tabel 14 Perkembangan jumlah produksi dan nilai produksi hasil tangkapan ikan per triwulan di Pangandaran kurun waktu 2003 – 2007 Tahun
Triwulan
2003
I II III IV
Produksi (ton)
Jumlah I II III IV
2004 Jumlah
I II III IV
2005 Jumlah
I II III IV
2006 Jumlah
Sumber : KUD Mina Sari (2008) diolah kembali
235,9 188,7 175,4 182,7 782,8 252,3 114,1 229,2 279,4 875,0 198,9 81,8 158,6 138,3 577,6 100,9 75,8 181,4 113,4 471,5
Nilai Produksi (Rp) 2.442.128.488 1.228.957.633 1.080.801.864 997.187.000 5.749.074.985 2.871.201.000 1.269.360.000 1.702.412.000 2.764.383.000 8.607.356.000 1.906.452.600 742.708.450 1.138.867.750 1.370.714.800 5.158.743.600 1.175.532.200 625.413.500 2.590.971.700 1.269.917.500 5.661.834.900
Lanjutan tabel 14 Tahun
Triwulan
2007
I II III IV Jumlah
Produksi (Ton) 157,97 72,95 170,70 145,80 547,42
Nilai Produksi (Rp.) 3.126.596.600 959.397.900 1.642.880.800 2.002.265.400 7.731.140.700
Sumber : KUD Mina Sari (2008) diolah kembali
y = 0,259x2 - 1.061x + 236,9 R2= 64,7
Sumber : KUD Mina Sari (2008) diolah kembali
Gambar 3 Perkembangan produksi hasil tangkapan ikan per triwulan di Pangandaran kurun waktu 2003 – 2007
Hasil tangkapan ikan pada triwulan IV tahun 2004 memiliki produksi yang cukup tinggi, karena pada saat tersebut banyak armada penangkapan ikan dari Pameungpeuk dan Cilacap yang mendaratkan dan menjual hasil tangkapannya di Pangandaran yang disebabkan armada kapal penangkapan dari kedua daerah tersebut di atas tidak dapat mendaratkan hasil tangkapannya di daerahnya masingmasing akibat terjadi pendangkalan kolam labuh.
Terdapat beberapa triwulan yang menunjukkan produksinya turun tetapi nilainya meningkat.
Hal ini antara lain disebabkan karena sebagian besar
produksi mempunyai nilai jual yang tinggi atau sebaliknya produksi naik tetapi nilau jual ikannya turun antara lain karena sebagian besar produksi bernilai jual rendah, atau bisa juga karena berlakunya hukum ekonomi supply and demand dimana harga naik jika produksi rendah, dan harga turun jika produksi tinggi. Jumlah produksi hasil tangkapan ikan di Pangandaran pada tahun 2006 mengalami penurunan yang sangat drastis, hal ini dikarenakan pada tahun tersebut tepatnya pada tanggal 17 Juli 2006 terjadi bencana tsunami yang menimpa Pantai Pangandaran yang mengakibatkan banyak armada penangkapan ikan dan alat penangkapan ikan yang rusak atau hilang, sehingga jumlah trip penangkapan menjadi berkurang yang pada akhirnya menyebabkan jumlah produksi hasil tangkapan ikan juga menurun. Adapun untuk produksi hasil tangkapan ikan pada tahun 2007 belum mengalami peningkatan yang berarti dikarenakan masih banyak armada penangkapan ikan yang belum beroperasi karena masih rusak atau hilang. Selain itu juga disebabkan karena setelah terjadinya bencana tsunami jumlah produksi tangkapan di laut sangat sedikit yang kemungkinan besar disebabkan karena daerah penangkapan ikan masih belum dapat ditentukan dengan benar karena kondisi perairan yang berubah akibat terjadinya bencana tsunami.
5.2
Unit Penangkapan
5.2.1
Armada penangkapan
Armada penangkapan ikan yang beroperasi di Pangandaran terdiri atas 3 (tiga) macam yaitu perahu tanpa motor atau jukung, perahu motor tempel, dan kapal motor. Gambar 4 memperlihatkan salah satu jenis perahu penangkapan yang digunakan di Pangandaran. Sebagian besar nelayan Pangandaran menggunakan perahu motor tempel dari bahan fibre glass untuk kegiatan operasi penangkapan ikan yaitu sebesar 96,72%. Perahu berukuran panjang, lebar, dan dalam masing – masing 7 – 9 meter, 0,6 – 1 meter dan 0,5 – 1 meter. Jenis mesin yang digunakan nelayan diantaranya mesin yang bermerk Kubota dan Robin berkekuatan 7 PK. Mesin
yang bermerk Honda, Jhonson, Marinir, Suzuki, dan Yamaha yang berkekuatan 15 PK, serta Mitsubshi yang berkekuatan 33 PK.
Tabel 15 dan Gambar 5
memperlihatkan perkembangan armada kapal di Pangandaran.
Gambar 4 Perahu Penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan Pangandaran Tabel 15 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Pangandaran kurun waktu 2003-2007 Armada Tangkap (Unit) Kapal Motor Perahu Motor Tempel Perahu Tanpa Motor Jumlah Sumber : HNSI Ciamis (2008)
2003
Tahun 2005
2004
2006
2007
4
4
4
4
4
948
946
946
531
1.260
0
0
0
0
0
952
950
950
535
1.264
Jum lah Arm ada Penangkapan Ikan (unit)
1.400 1.200 1.000
y = 74,78x2 - 427,8x + 1.381 R2= 73,87
800 600 400 200 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun Penangkapan
Sumber : HNSI Ciamis (2008) diolah kembali
Gambar 5 Trend perkembangan armada penangkapan ikan di Pangandaran Meningkatnya jumlah armada penangkapan ikan di Pangandaan Tahun 2007 sebagaimana telah dikemukan pada subbab 4.2.4 dikarenakan pada tahun tersebut nelayan Pangandaran mendapatkan bantuan perahu motor tempel dari Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sebagai bantuan pasca tsunami yang telah membuat ratusan buah armada penangkapan ikan di Pangandaran rusak.
5.2.2
Alat penangkapan ikan
Menurut DKP Ciamis (2007) alat penangkapan ikan yang digunakan nelayan Pangandaran berjumlah 6 (enam) jenis alat, yaitu jaring sirang (gillnet monofilament), jaring nilon (gillnet multifilament), jaring tiga lapis/ciker (trammel net), pancing rawai, pukat pantai, dan dogol yang disebut jogol oleh nelayan setempat.
1).
Jaring sirang (Gillnet monofilament)
Jaring
sirang
di
Pangandaran
termasuk
monofilament. Adapun pengoperasiaannya antara lain:
kedalam
jenis
gillnet
a)
penurunan jaring (setting), Setting yang dilakukan nelayan pengandaran sekitar pukul 7 pagi yang dimulai dengan penurunan pelampung, badan jaring, pemberat, pelampung tanda, dan diakhiri dengan pemberat terakhir.
b)
perendaman (drifting), Setelah semua diturunkan (setting), tali selambar yang terhubung dengan tali ris atas diikat pada bagian haluan kapal, lalu mesin kapal dimatikan dan melakukan proses drifting selama 4-6 jam
c)
penarikan jaring (hauling). Setelah dilakukan proses drifting kemudian dilakukan proses penarikan jaring (hauling). Pertama-tama nelayan menarik pemberat dan pelampung tanda, kemudian diikuti dengan penarikan pelampung, badan jaring dan pemberat. Apabila terdapat ikan yang terjerat, penarikan dihentikan sesaat atau jaring ditarik perlahan untuk mengambil hasil tangkapan tersebut. Ikanikan hasil tangkapan langsung dipisahkan menurut jenisnya di atas kapal. Proses hauling di akhiri dengan penarikan pelampung tanda dan pemberat yang pertama kali diturunkan. Pada saat hauling jaring ditarik sekaligus disusun untuk setting berikutnya. Untuk spesifikasi gill net monofilament yaitu jaring terdiri dari 25-30 pieces,
dengan ukuran per piecesnya panjang 45-60 meter, tinggi 2-15 meter, ukuran mata jaring 11,25-15 cm, dan jumlah mata jaring vertikal dan horizontal sebesar 100180 mata dan 400 mata. Bahan jaring adalah nilon monofilament dengan pelampung dan pemberat masing – masing terbuat dari plastik dan batu. Jenis perahu yang digunakan adalah perahu motor tempel dengan waktu pengoperasian siang hari oleh 2-3 nelayan. Daerah penangkapan, yaitu Batu Payung, Batu Lancip, Batu Layar, Batu Nunggal dan hasil tangkapannya adalah lobster, rajungan, layur, petek, tetengkek.
2).
Jaring nilon (Gillnet multifilament)
Sama
halnya
dengan
pengoperasian
gillnet
monofilament
yang
membedakan hanyalah spesifik alat tangkapannya. Untuk tahap pengoperasian gillnet multifilament terdiri dari tiga tahap yaitu :
a.
Penurunan jaring (setting), Setting yang dilakukan oleh nelayan Pangandaran adalah sekitar pukul 7 pagi yang dimulai dengan penurunan pelampung, badan jaring, pemberat, pelampung tanda, dan diakhiri dengan pemberat terakhir.
b.
Perendaman (drifting), Setelah semua diturunkan (setting), tali selambar yang terhubung dengan tali ris atas diikat pada bagian haluan kapal, lalu mesin kapal dimatikan dan melakukan proses drifting selama 4-6 jam
c.
Penarikan jaring (hauling), Setelah dilakukan proses drifting kemudian dilakukan proses penarikan jaring (hauling). Pertama-tama nelayan menarik pemberat dan pelampung tanda, kemudian diikuti dengan penarikan pelampung, badan jaring dan pemberat. Apabila terdapat ikan yang terjerat, penarikan dihentikan sesaat atau jaring ditarik perlahan untuk mengambil hasil tangkapan tersebut. Ikanikan hasil tangkapan langsung dipisahkan menurut jenisnya di atas kapal. Proses hauling diakhiri dengan penarikan pelampung tanda dan pemberat yang pertama kali diturunkan. Pada saat hauling jaring ditarik sekaligus disusun untuk setting berikutnya. Spesifikasi alat tangkap gillnet multifilament yaitu jaring terdiri atas 7-22
pieces, dengan ukuran per piecesnya panjang 40-60 meter, tinggi 5-13 meter, ukuran mata jaring 5-7,5 cm, dan jumlah mata jaring vertikal dan horizontal sebesar 100-173 mata dan 800 mata. Bahan jaring adalah nilon multifilament dengan pelamping dan pemberat masing – masing terbuat dari plastik dan batu. Jenis perahu yang digunakan adalah perahu motor tempel dan kapal motor dengan waktu pengoperasian pada siang hari oleh 2-3 nelayan. Daerah penangkapan, yaitu Karang Luhur, Batu Mandi, Nusakambangan dan hasil tangkapannya adalah bawal, tongkol, lamadang, tenggiri, layaran, dan cucut.
3).
Jaring tiga lapis/ciker (Trammel net)
Pengoperasian alat tangkap trammel net dilakukan pada pagi hari. Persiapan pertama yang dilakukan, yaitu pencarian daerah penangkapan ikan. Setelah sampai di fishing ground tahap pertama yang dilakukan adalah penurunan
jaring (setting). Urutan setting pertama, yaitu penurunan pelampung tanda 1, tali selambar depan, batu pemberat 1, badan jaring, batu pemberat 2, tali selambar belakang, dan terakhir pelampung tanda 2. Penurunan jaring dapat dilakukan oleh dua orang nelayan, saat jaring diturunkan mesin tetap dihidupkan dan perahu tetap dijalankan dengan kecepatan rendah. Nelayan berada di lambung kiri perahu. Setting dilakukan pada beberapa fishing ground tergantung jumlah jaring yang dibawa. Setelah itu dilakukan proses drifting, kemudian proses pengangkatan jaring (hauling) yang dilakukan dengan cara menarik jaring melalui tali ris atas dan bawah. Hasil tangkapan dilepaskan dari jaring bersamaan dengan penarikan jaring ke atas perahu. Jaring yang terdiri atas 5-50 pieces, dengan ukuran per piecesnya panjang 18-180 meter, tinggi 1,25-1,625 meter, ukuran mata jaring dalam (3,75 cm) dan luar (12,5 cm), dan jumlah mata jaring vertikal (dalam : 23-42 mata dan luar : 1013 mata) dan horizontal (dalam : 1.600 mata dan luar : 480 mata). Bahan jaring adalah nilon monofilament dengan pelampung dan pemberat masing – masing terbuat dari spon dan timah. Jenis perahu yang digunakan adalah perahu motor tempel dengan waktu pengoperasian pada siang hari oleh 2-3 nelayan. Daerah penangkapan, yaitu Karang Luhur, Batu Mandi, Nusakambangan dan hasil tangkapannya adalah udang jerbung.
4).
Pancing rawai
Pengoperasian alat tangkap pancing rawai dilakukan pada pagi hari. Persiapan di laut dilakukan dalam perjalanan ke daerah penangkapan ikan, yaitu mencakup pemasangan umpan, penyiapan pelampung, jangkar, dan menyusun tali temali. Penebaran pancing dilakukan setelah arah dan kekuatan arus diketahui. Pada waktu penurunan alat, mesin kapal dimatikan, kemudian umpan dipasang. Umpan yang digunakan adalah ikan yang sudah mati/kepala ikan bilis. Setting diawali dengan mengangkat ujung-ujung tali utama (main line) dengan tali pemberat dan tali-tali pelampung selanjutnya dilemparkan ke laut. Setelah itu dilanjutkan dengan mengulurkan main line dan melempar tali cabang atau matapancing yang telah dilengkapi dengan umpan. Setelah pelemparan rawai
selesai, jangkar kemudian diturunkan agar kapal berhenti. Setting dilakukan sekitar 1-3 jam. Hauling dilakukan setelah waktu berselang antara 2-3 jam setelah penurunan rawai selesai. Pada waktu penarikan rawai ke atas kapal, letak rawai diatur dengan tujuan memperlancar pemasangan umpan selanjutnya pada waktu rawai akan diturunkan kembali. Hauling dilakukan dalam waktu 2 jam. Setelah pelampung dan pemberat semuanya diangkat kemudian perahu melanjutkan perjalanan ke daerah penangkapan lainnya. Pancing ini mempunyai jumlah mata pancing 200-700 mata, panjang 1.200-3.600 meter, jarak antar pancing 7,5 meter, ukuran mata pancing No.8 dan No.9, dan kedalaman mata pancing terpasang 45-60 meter. Bahan tali utama adalah Kuralon No.300 dan bahan tali cabang adalah PE No.300/400. Jenis perahu yang digunakan adalah perahu motor tempel dengan waktu pengoperasian pada siang hari oleh 2-3 nelayan. Daerah penangkapan, yaitu Pamayang, Lawang, Nusakambangan dan hasil tangkapannya adalah ikan kuwe, manyung, remang, cucut, pari, kakap, bambangan, kerapu, kurau.
5).
Pukat pantai
Secara garis besar pengoperasian pukat pantai terdiri atas tiga tahap, yaitu persiapan, penebaran, dan pengambilan hasil tangkapan. Pada proses persiapan nelayan mempersiapkan alat tangkap, perbekalan, dan perahu. Alat tangkap diletakkan di atas perahu harus dalam keadaan rapi. Setelah itu nelayan melakukan perjalanan menuju fishing ground. Setelah itu nelayan menurunkan tali penarik yang ujungnya terlebih dahulu ditambatkan di pantai. Setelah sampai pada bagian ujung sayap, perahu bergerak setengah limgkaran sambil menebar jaring. Setelah selesai dilanjutkan dengan proses penurunan pelampung tanda yang kemudian perahu dikayuh ke arah pantai. Setelah perahu kembali ke laut untuk mengambil tali kantong dan kembali lagi ke pantai mengikuti jaring selama penarikan. Setelah sampai di pantai nelayan menarik jaring yang kemudian hasil tangkapan ditampung dan dipindahkan ke keranjang.
Pukat ini mempunyai panjang jaring 25 – 60 meter, panjang sayap 120 – 150 meter, dan ukuran mata (sayap 5 cm, badan 3,125 – 8,75 cm, dan kantong 1 – 2,5 cm). Bahan jaring adalah plastik dengan pelampung dan pemberat masing – masing terbuat dari plastik dan timah. Jenis perahu yang digunakan adalah perahu motor tempel dan perahu tanpa motor dengan waktu pengoperasian pada siang hari oleh 6 – 18 nelayan. Daerah penangkapan, yaitu Cilacap, Nusakambangan, Batu Karas dan hasil tangkapannya adalah tongkol, kakap, kerapu, ekor kuning, beronang, udang jerbung, udang dogol dan udang krosok.
6).
Jaring dogol
Tahap pengoperasian jaring dogol yaitu jaring dipasang membentuk lingkaran. Pada proses ini pertama kali dilakukan penurunan pelampung pada satu sayap, lalu dilanjutkan dengan penurunan kantong dan disusul dengan sayap selambar. Setelah jaring terpasang sempurna kemudian jaring ditarik ke arah perahu beberapa saat hingga kedua sayap saling merapat. Setelah melakukan penarikan jaring hingga sayap terentang sempurna, kemudian dilakukan prroses hauling. Penarikan jaring dilakukan secara bersama antara tali selambar bagian kanan dan kiri untuk menjaga badan jaring agar tetap terentang sempurna, sehingga akan mencegah ikan ke arah vertikal. Setelah dilakukan proses hauling kemudian dilakukan pemindahan hasil tangkapan ke dalam tempat yang telah disediakan. Jaring ini mempunyai panjang jaring-sayap 25-100 meter, ukuran mata (sayap 5 cm, badan 3,125-8,75 cm, dan kantong 1-2,5 cm), dan bahan jaring adalah nilon dengan pelamping dan pemberat masing – masing terbuat dari plastik dan timah. Jenis perahu yang digunakan adalah perahu motor tempel dengan waktu pengoperasian pada siang hari oleh 4 nelayan. Daerah penangkapan yaitu, Cilacap, Nusakambangan, Batu Karas dan hasil tangkapannya adalah udang dogol, rebon, dan udang krosok.
7).
Bagan
Bagan merupakan salah satu alat penangkapan ikan yang masuk kedalam kategori lifnet atau jaring ikan yang cara pengoperasian dalam penangkapan
ikannya dilakukan dengan cara mengangkat jaring, sehingga ikan terperangkap di jaring. Di Pangandaran dan sekitarnya, alat tangkap ikan ini lebih dikenal dengan nama “bagang.” Kontruksi bagan ini sebagian besar terbuat dari bambu yang dibentuk sedemikian rupa menyerupai bangunan rumah. Bagan berdasarkan penempatan daerah penangkapannya terdiri atas dua jenis yaitu bagan tancap dan bagan apung. Bagan tancap sesuai dengan namanya adalah jenis bagan yang peralatannya ditancap (permanen tidak bisa dipindah-pindah) dan biasanya ditempatkan tidak jauh dari pantai, sedangkan bagan apung adalah jenis bagan yang sesuai namanya terapung-apung di laut dengan menggunakan pelampung – pelampung yang terbuat dari drum-drum plastik dan dilengkapi jangkar supaya tidak terbawa arus laut dan dapat dipindah-pindah lokasi penempatannya sesuai dengan keinginan pemiliknya. Sepintas bagan ini sama kontruksinya dengan keramba jaring apung (KJA) yang bias digunakan untuk budidaya ikan, hanya ukuran bagan lebih kecil jika dibandingkam dengan ukuran KJA. Jenis ikan yang tertangkap oleh bagan, baik bagan tancap maupun bagan apung adalah jenis-jenis ikan pelagis atau jenis-jenis ikan yang berenang di permukaan air laut yang biasanya berukuran kecil dan sifatnya bergerombol (schooling), antara lain ikan layangan dan petek. Alat tangkap ini sangat efektif untuk menangkap ikan layangan dan ikan teri.
Apabila sedang musim ikan
layangan dan teri, bagan dapat menangkap ikan layangan dan teri antara 4 – 6 ton dalam satu malam. Tabel 16 dan Gambar 6 menunjukkan perkembangan alat penangkapan ikan di Pangandaran sejak tahun 2003 – 2007.
Tabel 16 Perkembangan jumlah alat penangkapan ikan di Pangandaran menurut jenis tahun 2003 – 2007 Jenis Alat Tangkap (Unit)
No
Tahun 2003
2004
2005
2006
2007
1.
Pancing rawai
84
85
85
50
85
2.
Pukat pantai
37
12
12
14
14
3.
Gill net
843
737
737
475
1.648
4.
Dogol
141
158
158
97
97
5.
Tramell Net/ Ciker
83
94
94
52
52
6.
Bagan
36
36
0
16
20
1.224
1.122
1.086
704
1.916
2007
2008
Jumlah
Sumber : HNSI Ciamis (2008) diolah kembali
J u m lah a la t ta n g k a p (u n it)
2500 2000
y = 163x2 - 653533x + 7E+08 R2 = 69,82
1500 y = 163x2 – 653.533x + 7E + 08 R2 = 69,82
1000 500 0 2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Sumber : HNSI Ciamis (2008) diolah kembali
Gambar 6 Trend perkembangan jumlah alat penangkapan ikan di Pangandaran Kurun waktu tahun 2003 – 2007
5.2.3
Nelayan
Kemajuan perikanan merupakan titik tolak kemajuan daerah pesisir. Nelayan sebagai motor pengerak dalam kegiatan penangkapan ikan memiliki peranan penting dalam operasi penangkapan ikan. Tingkat pengetahuan akan metode pengoperasian alat tangkap dan keberadaan ikan merupakan hal penting harus dimiliki oleh nelayan. Selama ini nelayan Pangandaran memperoleh pengetahuan mengenai metode pengoperasian dan tentang fishing ground dari pengalaman dan coba-coba atau “try and error”. Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktifitas yang sangat aktif di Pangandaran, hal ini terjadi karena kegiatan perikanan merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat Pangadaran selain pariwisata. Nelayan di Pangandaran tidak hanya berasal dari penduduk asli setempat tetapi sebagian juga berasal dari Tasikmalaya, Cilacap, Pameungpeuk dan Sukabumi. Menurut Undang – Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Perikanan, nelayan adalah sumberdaya manusia yang memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan operasi penangkapan ikan. Pada umumnya keahlian dalam operasi penangkapan ikan yang dimiliki nelayan berdasarkan pengalaman ynag telah didapatkan. Nelayan yang ada di Pangandaran berdasarkan kepemilikan alat tangkap dibedakan dua yaitu: a)
Juragan atau nelayan pemilik adalah golongan nelayan yang memiliki fasilitas produksi atau kapal penangkapan ikan. Nelayan ini ditunjuk sebagai ketua kelompok nelayan, masing-masing ketua kelompok memiliki anak buah kapal. Nelayan pemilik atau ketua kelompok nelayan berperan di dalam proses pendaratan.
b)
Nelayan buruh adalah nelayan yang terjun langsung dalam operasi penangkapan ikan dan tidak memiliki alat tangkap. Mereka merupakan pihak pelaksana dan lainnya adalah adalah kapal yang menggunakan motor dalam untuk menaikkan hasil tangkapan ikan ke atas kapal. Nelayan Pangandaran tidak hanya berasal dari penduduk asli setempat
sebagian juga berasal dari Tasikmalaya, Cilacap, Pameungpeuk dan Sukabumi. Perkembangan jumlah nelayan Pangandaran dapat dilihat pada Tabel 17 dan Gambar 7.
Tabel 17 Perkembangan jumlah nelayan Pangandaran kurun waktu 2003 – 2007 Tahun
Status Nelayan 2003
Nelayan Pemilik
2004
2005
2006
2007
647
674
689
874
943
Nelayan Buruh
1.369
1.435
1.794
1.890
1.923
Jumlah
2.016
2.109
4.488
4.770
4.873
Sumber : HNSI Ciamis (2008) diolah kembali
J u m l a h N e l a y a n (o r a n g )
2500 y = 156,3x – 311.699 R2 = 89,53 R
2000 1500
Nelayan Pemilik Nelayan Buruh
1000
y = 79,2x – 158.031 R2 = 87,67 R
500 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Sumber : HNSI Ciamis (2008) diolah kembali
Gambar 7 Trend perkembangan jumlah nelayan Pangandaran menurut status nelayan tahun 2003 – 2007 Keberadaan nelayan di Pangandaran selama kurun waktu 5 (lima) tahun dari 2003 – 2007 memiliki kecenderungan meningkat setiap tahun baik untuk nelayan pemilik atau pun untuk nelayan buruh dengan tingkat pertumbuhan sebesar 218,5% untuk nelayan buruh dan 105,5% untuk nelayan pemilik. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan perikanan khusunya perikanan tangkap di Pangandaran dalam lima tahun terakhir menjadi pilihan mata pencaharian.
5.3
Jenis dan Kondisi Fasilitas PPI Pangandaran
Pendaratan ikan merupakan muara dari operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Kegiatan pendaratan ini memerlukan fasilitas-fasilitas yang mendukung agar nilai jual dari ikan hasil tangkapan nelayan tidak merosot. Menurut DKP Ciamis (2007), beberapa fasilitas pendaratan yang tersedia di Pangandaran, adalah :
5.3.1
Fasilitas pokok
Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar yang diperlukan untuk melindungi kapal atau perahu yang mendaratkan hasil tangkapan dari gangguan alam (Direktorat Jendral Perikanan 1994).
Fasilitas kepelabuhanan yang bersifat
pokok yang ada di Pangandaran seperti dermaga, kolam pelabuhan, break water dan alat bantu navigasi sampai saat ini belum tersedia. Fasilitas yang mungkin dapat dikatakan tersedia adalah alat bantu navigasi yang berupa lampu suar (Gambar 8), itu pun hanya berfungsi untuk penanda bahwa di tempat tersebut terdapat daratan yang dapat digunakan untuk berlabuh. Bahkan kolam pelabuhan dan dermaga yang maerupakan fasilitas pokok yang paling penting hanya berupa kolam dan dermaga alam yang digunakan untuk menambatkan perahu atau armada penangkapan ikan sebagai tanda bahwa di tempat tersebut ada pangkalan pendaratan ikan. Tidak adanya atau kurangnya faslitas pokok di PPI Pangandaran mengakibatkan hasil tangkapan ikan yang didaratkan relatif sedikit karena hanya berasal dari hasil tangkapan ikan yang dilakukan armada kecil (perahu) sedangkan armada penangkapan ikan besar tidak dapat mendaratkan hasil tangkapannya karena terbatasnya kapasitas dan kedalaman kolam pelabuhan dan fasilitas lain untuk memudahkan kapal berlabuh. berkembang.
Akibatnya PPI Pangandaran sulit untuk
Gambar 8. Lampu suar yang ada di PPI Pangandaran 5.3.2
Fasilitas fungsional
Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok dengan cara memberikan pelayanan yang diperlukan di suatu pelabuhan perikanan (Direktorat Janderal Perikanan 1994). Beberapa fasilitas fungsional yang seharusnya ada di Pelabuhan Perikanan (PP), termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) menurut Lubis (2004) digolongkan menjadi tiga kelompok utama, yaitu (1)
Fasilitas penanganan dan pemasaran hasil tangkapan Kelompok fasilitas yang termasuk kedalam fasilitas penanganan dan pemasaran hasil tangkapan adalah tempat pelelangan ikan, fasilitas pemeliharaan dan pengelolaan hasil perikanan, pabrik es, gudang, refrigasi
(2)
Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan armada dan alat penangkapan ikan Kelompok fasiltas yang menjadi bagian dari fasilitas pemeliharaan dan perbaikan armada dan alat penangkapan ikan adalah lapangan perbaikan alat
penangkapan ikan, ruang mesin, tempat penjemuran alat penangkapan ikan, bengkel, slipway, gudang jaring. (3)
Fasilitas perbekalan
(4)
Kelompok fasilitas penunjang yang menjadi bagian dari fasilitas pebekalan adalah tangki dan instalasi air bersih, dan tangki bahan bakar
(5)
Fasilitas komunikasi Kelompok fasilitas penunjang yang menjadi bagian dari fasilitas komunikasi adalah fasilitas stasiun jaringan telepon, dan radio SSB. Dari kempat kelompok fasilitas fungsional yang ada di Pangandaran
sampai saat ini baru tersedia tempat pelelangan ikan, koperasi mina, pabrik es dan fasilitas air bersih, sehingga jumlah ikan yang dapat ditampung relatif sedikit karena kurangnya fasilitas untuk menampung dan mengolah hasil tangkapan ikan agar tetap segar dan kualitasnya terjaga dengan baik.
1).
Tempat pelelangan ikan
Tempat pelelangan ikan (TPI) Pangandaran didirikan pada tahun 1973 oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Perikanan yang bertujuan untuk mengembangkan usaha perikanan tangkap di Pangandaran khususnya dalam pengaturan tataniaga.
Pengelolaan TPI di Pangandaran berdasarkan
Peraturan Bupati Ciamis diserahkan kepada koperasi mina, yaitu Koperasi Unit Desa (KUD) Minasari, yang bertindak menjadi penyelenggara pelelangan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis sebagai Penanggung jawab TPI Pangandaran. Sumber keuangan yang diperoleh TPI adalah berasal dari retribusi sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 juncto Peraturan Gubernur Jawa Barat 13 Tahun 2006 tentang tentang Retribusi, yang mengatur besarnya retribusi lelang sebesar 5% (3% dibebankan kepada bakul dan 2 % dibebankan kepada nelayan). TPI di Pangandaran beroperasi setiap hari kecuali hari Jum’at libur, dikarenakan sudah menjadi kebiasaan nelayan Pangandaran turun-temurun bahwa pada hari Jum’at nelayan dilarang atau tidak boleh pergi melaut untuk
menghormati Hari Jum’at yang dianggap hari suci karena sebagian besar nelayan Pangandaran adalah beragama Islam. Proses pendaratan ikan dari kapal atau perahu diangkut dengan menggunakan keranjang plastik (trays). Selanjutnya hasil tangkapan diletakkan per jenis ikan di lantai TPI, baru kemudian dilakukan pelelangan. Gambar 9 menunjukkan Gedung Tempat Pelelangan Ikan di Pangandaran.
Gambar 9 Gedung Tempat Pelelangan Ikan Pangandaran Cara penanganan hasil tangkapan ikan di TPI Pangandaran dengan cara meletakkan hasil tangkapan ikan di lantai pelelangan, menunjukkan bahwa penanganan hasil tangkapan ikan di Pangandaran masih belum memperhatikan aspek kebersihan/higienis, hal ini tentu saja harus menjadi bahan pemikiran pengelola TPI setempat untuk lebih memperhatikan kebersihan tempat lingkungan sehingga hasil tangkapan ikan yang dilelang tetap terjaga mutunya. 2).
KUD Minasari
Sebagai pengelola kegiatan pelelangan ikan di TPI Pangandaran KUD Minasari didirikan pada tanggal 2 Januari 1992 dengan nama KPL (Koperasi Perikanan Laut) setelah mengalami perubahan nama, maka pada 2 November
2000 menjadi KUD Minasari. KUD Minasari ini diawasi dan dibina oleh Dinas Kelautan dan Perikanan serta instansi terkait di Kabupaten Ciamis. Gambar 10 menunjukkan Gedung Kantor KUD Minasari Pangandaran.
Gambar 10 Gedung Kantor KUD Minasari Pangandaran Hampir seluruh nelayan Pangandaran masuk menjadi anggota KUD Minasari. Salah satu keuntungan yang didapat nelayan dengan masuk menjadi anggota KUD Minasari adalah jika terjadi musim paceklik, KUD akan memberikan bantuan kepada
nelayan berupa sembako gratis dan pinjaman
keuangan dengan bunga yang sangat lunak antara 3-6% per tahun bahkan tidak dikenakan bunga sama sekali. Hal ini tentu tidak akan nelayan dapatkan jika tidak menjadi anggota KUD atau dengan kata lain tidak menjual hasil tangkapan melalui TPI tetapi langsung menjual kepada bakul, meskipun harga jualnya lebih tinggi dibandingkan jika menjual di TPI.
3).
Fasilitas air bersih dan jaringan listrik
Fasilitas air bersih di pangandaran disediakan oleh KUD minasari dengan menyediakan bak-bak air di bagian belakang TPI dengan kapasitas 3x0.5x1 meter. Air bersih yang ada di TPI Pangandaran berasal dari PDAM Tirta Galuh Pangandaran Kabupaten Ciamis, sehingga kebersihannya sudah cukup memadai. Aktivitas pendaratan ikan di TPI Pangandaran pada umumnya memulai aktivitasnya dari pukul 03.00 sampai 10.00 oleh karena itu TPI Pangandaran dilengkapi dengan jaringan listrik yang memadai. Pabrik es di Pangandaran berjumlah dua unit yang berlokasi kurang dari 3 (tiga) kilometer dari TPI Pangandaran, yaitu Pabrik Es Budi Darma dan Pabrik es Dawuan. Pabrik es bukan milik PPI tetapi murni milik swasta yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan es nelayan dan pedagang ikan di Pangandaran. Kapasitas produksi pabrik es ini masing-masing sebanyak 300 balok per hari. Kapasitas produksi sebesar ini, pada saat produksi hasil tangkapan ikan melimpah kadang tidak mencukupi untuk memasok kebutuhan es di TPI, sehingga untuk mengatasinya mendatangkan balok-balok es dari daerah Pabrik Es Sari Petojo yang terletak di daerah Cilacap yang berjarak sekitar 60 km dari Pangandaran.
4).
Fasilitas Tambahan
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994) fasilitas tambahan adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peran pelabuhan dan tidak dapat dimasukkan kedalam dua kelompok golongan di atas (5.1.1 dan 5.1.2). Menurut Lubis (2006) fasilitas tambahan atau penunjang dapat dikelompokkan menjadi a)
Fasilitas kesejahteraan, yaitu MCK, Poliklinik, musola, kantin dan mess
b)
Fasilitas administrerasi, yaitu kantor syah bandar, kantor bea cukai
kantor
pengelolan, kantor operator. Keberadaan dua kelompok fasilitas penunjang di Pangandaran yang sampai saat ini sudah tersedia adalah fasilitas mushola, kantin dan MCK. Menurut Lubis dan Pane (2006), pada dasarnya fasilitas yang dimiliki oleh Pelabuhan Perikanan sama dengan fasilitas yang dimiliki oleh Pangkalan Pendaratan Ikan, hanya kapasitas fasilitasnya yang berbeda. Menurut Lubis et al.
(2005) bahwa berdasarkan kepentingannya terhadap kebutuhan pengoperasian suatu pelabuhan perikanan secara ideal, maka terdapat 9 unsur yang termasuk dalam kategori fasilitas pelabuhan perikanan yang “mutlak diperlukan” atau “vital” yaitu : 1) dermaga pendaratan ikan dan muat; 2) kolam pelabuhan ; 3) system rambu-rambu yang mengatur keluar masuknya kapal, 4) tempat pelelangan ikan; 5) pabrik es; 6) tangki dan instalasi air; 7) tempat penyediaan bahan bakar; 8) bengkel reparasi kapal; 9) kantor adminsitrasi.
Berdasarkan keberadaan
fasilitas di atas, maka sebagai PPI, PPI Pangandaran memang belum dapat dikatakan sebagai PPI yang ideal, sehingga perlu dikembangkan agar fasilitas yang dimilikinya lebih memadai.
5.4
Pengelolaan dan Penanganan Ikan di PPI Pangandaran
5.4.1
Pengorganisasian kepelabuhanan
Berdasarkan Keputusan Bupati Ciamis Nomor : 296 Tahun 2004 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja, Unit Pelaksana Teknis Dinas - Pangkalan Pendaratan Ikan (UPTD - PPI) Pangandaran mempunyai Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja ; melaksanakan sebagian tugas dinas di bidang pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan dan tugas lainnya. Dalam melaksanakan Tugas Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Organisasi meliputi ; Tiga Sasaran Pokok, yaitu : 1).
Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan, terdiri atas : (1)
Pengelolaan Administrasi Umum, Kepegawaian, dan Keuangan serta Pengelolaan Retribusi.
2).
(2)
Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan.
(3)
Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pangkalan Pendaratan Ikan.
(4)
Pengelolaan Bidang Perbengkelan.
Program Pembinaan terdiri atas : (1)
Pembinaan Kelompok nelayan yang tersebar di beberapa wilayah Rukun Nelayan (RN).
(2)
Pembinaan Kelompok Pengolah Ikan yang tersebar di sentra pengolahan ikan
(3)
Pembinaan Para Bakul Ikan di setiap wilayah Pangkalan Pendaratan Ikan.
(4)
Melaksanakan Program Pelatihan sesuai dengan kebutuhan Kelompok Binaan.
3).
Program Pengawasan (1)
Pengawasan Produksi Ikan hasil laut yang dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) di setiap wilayah Pangkalan Pendaratan Ikan
(2)
Pengawasan Perijinan, yang terdiri atas ; Surat Ijin Penangkapan Ikan, Surat Ijin Pengolahan, Surat Ijin Budidaya Ikan dan Ijin Bakul.
(3)
Pengawasan dan Pelestarian Sumberdaya Ikan dan lingkungannya oleh Pokmaswas, Instansi terakit serta semua pemangku kepentingan.
Gambar 11 menunjukkan struktur organisisasi PPI Pangandaran.
Sumber : DKP Ciamis (2008)
Gambar 11 Strutur organisasi UPTD – PPI Pangandaran tahun 2007
5.4.2
SDM Pengelola PPI Pangandaran dan kemampuan pengelolaan
Jumlah SDM yang terdapat di PPI Pangandaran sangat terbatas sekali, sampai tahun 2007 jumlah SDM yang mengelola PPI Pangandaran hanya 5 orang termasuk kepala UPTD – PPI Pangandaran. Di samping jumlahnya yang sangat minim klasifikasi pendidikan dari masing-masing individu juga sangat tidak mendukung, karena dari 5 orang SDM yang ada 1 orang Diploma IV Perikanan,
1 orang sarjana teknis sipil, 1 orang sarjana ilmu pemerintahan dan 2 orang lulusan dari SLTP. Disamping kualifikasi pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pengelolaan PPI, diklat-diklat yang diikuti juga sangat terbatas, yaitu 2 orang pernah mengikuti pelatihan SSK 60 mil, satu orang pernah ikut diklat teknis pengolahan perikanan dan satu orang memiliki sertifikat pelatihan administrasi kepelabuhanan, sedangkan diklat teknis mengenai pengelolaan pelabuhan perikanan itu sendiri belum ada satu pun yang pernah mengikutinya. Sumberdaya Manusia pengelola PPI adalah tolak ukur keberhasilan atau berjalannya operasional PPI itu sendiri. Dengan kondisi SDM seperti di atas sangat tidak mengherankan jika kegiatan PPI Pangandaran selama ini masih belum berjalan secara optimal.
5.4.3
Pengelolaan fasilitas dan aktivitas PPI Pangandaran
Kegiatan perikanan sering diidentikan dengan limbah ikan dan bau amis, sementara kegiatan pariwisata cenderung menggambarkan kebersihan dan keindahan, sehingga antara keduanya sering terjadi kontradisi yang berkaitan dengan lokasi perikanan yang sering dijauhkan dengan lokasi pariwisata. Menurut Hidayati (1997), sesungguhnya perikanan tangkap selain sebagai kegiatan ekonomi juga dapat dikembangkan sebagai suatu kegiatan rekreasi atau pariwisata. Hasil wawancara terhadap wisatawan diketahui bahwa di Pantai Pangandaran, limbah dan bau amis tidak terlalu menjadi permasalahan yang sangat mengganggu kegiatan rekreasi, karena kondisinya dalam taraf wajar (walaupun seharusnya tidak boleh terjadi), karena memang banyak tempat penginapan-penginapan yang digunakan oleh wisatawan terletak di bagian timur dari Pantai Pangandaran yang note bene merupakan basis pelaksanan kegiatan perikanan. Adanya sinergi tersebut diduga karena kegiatan perikanan yang ada di Pangandaran masih berskala kecil dan masih terkonsentrasi di PPI Pangandaran. Salah satu bentuk sinergi yang sangat nyata terjadi di Pangandaran adalah penggunaan perahu-perahu nelayan yang tidak digunakan untuk melaut biasanya
disewakan untuk mengantar wisatawan mengelilingi pantai di sekitar cagar alam terutama pada waktu musim liburan seperti hari Sabtu Minggu dan libur sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan perikanan masih selalu terkendala oleh daerah
penangkapan
karena
armada
yang
digunakan
berskala
kecil.
Kemungkinan konflik kepentingan yang lebih besar akan terjadi antara sektor perikanan tangkap dan sektor pariwisata saat sektor perikanan tangkap di Pangandaran dikembangkan. Kemungkinan konflik tersebut, telah ditanggapi oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis, dengan mengadakan pembangunan PPI yang letaknya agak jauh dari pusat pariwisata Pangandaran, sebaiknya pembangunan yang dilakukan tidak mengabaikan aspek kesinergisan yang telah terjadi dimana kegiatan perikanan ditopang oleh pariwisata atau sebaliknya.
Hal tersebut akan tetap
sinergi bila pusat pemasaran hasil perikanan tetap dipertahankan di areal pariwisata Pangandaran. Dengan demikian pembangunan
perikanan
khususnya TPI yang
dilaksanakan di Pangandaran harus tetap memperhatikan aspek pariwisata karena kegiatan pariwisata di Pangandaran
merupakan pasar yang menjanjikan bagi
nelayan. Berdasarkan wawancara terhadap nelayan dan penjual ikan keberadaan wisatawan terutama di hari libur nasional bisa meningkatkan pendapatan lebih dari hari-hari biasa.
5.4.4
Penanganan ikan di PPI Pangandaran
Seringkali kegiatan penanganan (handling) hasil tangkapan ikan identik dengan menjaga mutu ikan setelah didaratkan, tetapi untuk menjaga mutu ikan sebaikanya dilakukan sejak ikan diangkat ke atas perairan. Kegiatan handling hasil tangkapan di Pangandaran dilakukan sejak ikan masih di atas perahu/kapal. Akan tetapi penanganan yang dilakukan oleh nelayan hanya berupa penyortiran berdasarkan jenis yang dipisahkan dengan menggunakan wadah berupa keranjang-keranjang dari anyaman bambu. Rata-rata nelayan Pengandaran tidak membawa es, ketika melaut hal ini disebabkan fishing trip nelayan Pangandaran biasanya hanya satu hari atau one day fishing, sehingga mutu hasil tangkapan ikan masih baik sekali.
Setelah kegiatan penanganan ikan di kapal atau perahu selesai, maka kegiatan selanjutnya adalah pendaratan ikan, yang terdiri atas tiga tahap, yaitu pembongkaran, penyortiran, dan pendaratan. Proses pendaratan ikan dilakukan setelah kapal atau perahu berlabuh di pantai timur kemudian ikan dibongkar dari perahu. Tahap selanjutnya ikan dipindahkan ke TPI dengan cara dipikul menggunakan keranjang-keranjang plastik atau trays, karena tidak memiliki dermaga maka nelayan Pangandaran mendaratkan ikan dengan cara digotong. Ikan-ikan yang didaratkan selanjutnya ditimbang dan hasilnya dicatat oleh petugas KUD, kemudian diletakkan di tempat yang telah ditentukan untuk dilelang.