PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN
DEDE HERMAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Peningkatan Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Pangandaran dan Wisata Pantai dalam Meningkatkan Kesejahteraan Nelayan” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor,
April 2009
Dede Hermawan NRP C551040234
ABSTRACT DEDE HERMAWAN, Management Enhancement of the Fish Landing Place of Pangandaran and Marine Tourism to Increase the Welfare of the Fishermen. Under the direction of ANWAR BEY PANE and MOCH. PRIHATNA SOBARI. The Pangandaran county of Ciamis region has coastal area, which used as basis for fishing acitivities and also as marine tourism object. The existing marine tourism object lies side by side with the Pangandaran Fish Landing Place (PFLP) and both are mutually supporting. This research aims to obtain the actual management condition of the PFLP; the demand and economic value of marine tourism at around the Pangandaran beach; to study the welfare level of the fishing community around the PFLP and around the marine tourism object; and to formulate the appropriate action to boost the management of the PFLP and the Pangandaran marine tourism in order to increase the welfare of the fishermen community around them. The research method employed was surveying method where applying purposive sampling to determine the number of respondent population. The result showed that the management of PFLP and marine tourism object still have chance to be improved to increase the welfare of fishermen since the usage from fishery is 50% and the consumer surplus from tourism is Rp. 348,714.00 per annum per individual with economic value of Rp6.817.129.634,00 per annum. The result also pointed out that the welfare level of the Pangandaran Fishermen involved in tourism sector belongs to un-poor category and scores as high for welfare level. Improvement is still needed through synergic management of both the PFLP and marine tourism object by applying appropriate strategy, which is the community - based management. Keywords: fish landing place, fishermen, marine tourism, welfare level, and management.
RINGKASAN DEDE HERMAWAN, Peningkatan Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Pangandaran dan Wisata Pantai dalam Meningkatkan Kesejahteraan Nelayan. Dibimbing oleh ANWAR BEY PANE dan MOCH. PRIHATNA SOBARI Keberadaan pelabuhan perikanan sangat penting dalam menunjang aktivitas perikanan tangkap. Keberadaan pelabuhan perikanan ini mampu membantu pengusaha perikanan, nelayan, pedagang ikan, dan pengolah hasil perikanan untuk meningkatkan pendapatannya. Dengan meningkatnya pendapatan nelayan, maka akan meningkatkan pula tingkat kesejahteraan nelayan. Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis memiliki wilayah pesisir yang digunakan sebagai basis aktivitas perikanan tangkap dan juga merupakan obyek wisata pantai. Obyek wisata pantai yang ada, lokasinya bersebelahan dengan PPI Pangandaran, bahkan keberadaan PPI Pangandaran merupakan salah satu pendukung obyek wisata di Pangandaran. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi aktual mengenai pengelolaan PPI Pangandaran; permintaan dan nilai ekonomi sektor pariwisata di Pantai Pangandaran; mempelajari tingkat kesejahteraan nelayan yang mendaratkan ikan di PPI Pangandaran dan obyek wisata Pantai Pangandaran; dan merumuskan strategi pengelolaan PPI Pangandaran dan obyek wisata pantai Pangandaran untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Penelitian ini dilakukan di PPI Pangandaran dan objek wisata pantai Pangandaran yang terletak di Desa Pangandaran Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah form-form kuesioner untuk wawancara kepada pihak-pihak terkait. Di samping itu juga digunakan sheet data mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan yang berpedoman pada BPS. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dimana penentuan jumlah responden dilakukan secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan PPI Pangandaran dan obyek wisatanya masih memiliki peluang untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan karena pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap baru mencapai 50% dan surplus konsumen kegiatan wisata sebesar Rp348.714,00 per tahun per individu, atau memiliki nilai ekonomi sebesar Rp6.817.129.634,00 per tahun. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan nelayan Pangandaran yang terlibat dalam kegiatan wisata pantai masuk kategori tidak miskin dan tingkat kesejahteraan skor tinggi, namun masih perlu ditingkatkan melalui pengelolaan PPI Pangandaran dan obyek wisata pantai Pangandaran secara sinergis dengan penetapan strategi yang tepat yaitu Pengelolaan PPI Pangandaran dan wisata pantai berbasis masyarakat. Kata kunci : pangkalan pendaratan ikan, nelayan, wisata pantai, kesejahteraan nelayan, pengelolaan
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi 1.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN
DEDE HERMAWAN
Tesis Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis
: Peningkatan Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Pangandaran dan Wisata Pantai dalam Meningkatkan Kesejahteraan Nelayan Nama Mahasiswa : Dede Hermawan Nomor Pokok
: C551040234
Program Studi
: Teknologi Kelautan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. H. Anwar Bey Pane, DEA Ketua
Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS Anggota Diketahui,
Ketua Program Studi Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M. Sc
Tanggal Ujian : 30 Maret 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Judul dari tesis ini adalah
“Peningkatan Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Pangandaran dan Wisata Pantai dalam Meningkatkan Kesejahteraan Nelayan”. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1)
Dr. Ir. H. Anwar Bey Pane, DEA selaku Ketua Komisi Pembimbing atas arahan dan bimbingannya,
2)
Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS., selaku anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan motivasinya.
3)
Gubernur Jawa Barat yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program beasiswa di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
4)
Ir. H. Ahmad Hadadi, M.Si., selaku Kepala Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, atas kesempatan, arahan dan motivasinya.
5)
Ir. H. Darsono, selaku mantan Kepala Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, atas arahan dan motivasinya.
6)
Ir. H. Jafar Ismail MM., selaku Kepala UPTD atas motivasinya.
7)
Kedua orang tua dan mertua penulis atas do’a dan dorongannya.
8)
Istriku tercinta Yeni Nurbayani, S.Ag. dan kedua buah hatiku tersayang Khilda dan Zakki, atas do’a, pengertian serta dorongannya
9)
Kakak-kakak dan adik-adikku atas do’anya.
10) Rekan-rekan pegawai Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, terutama rekanrekan di UPTD Pangandaran atas doa dan pengertianya. 11) Rekan-rekan Program Studi Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor angkatan 2004 atas motivasinya. 12) Bapak H. Romli dan Ibu Hj. Anne di Bagian Pengembangan Karir Setda Provinsi Jawa Barat atas kesempatan dan kerjasamanya.
13) Seluruh responden yang telah bersedia memberikan data dan informasi dengan ikhlas dan sukarela 14) Semua pihak yang telah membantu penulis baik moril maupun materil yang telah diberikan. Semoga segala amal kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amiin. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kesalahan yang harus disempurnakan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak untuk kesempurnaan tesis ini.
Bogor,
Maret 2009
Dede Hermawan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pangandaran Ciamis pada tanggal 2 Juni 1974. Penulis merupakan putra ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Hodin dan Ibu N. Haryati. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri Pangandaran tahun 1993 Melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN), tahun 1994 penulis diterima menjadi mahasiswa di Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung dan menamatkan pendidikan sarjana (S1) pada tahun 1999. Penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian pada tahun 2000 dan diperbantukan di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Benih Udang Galah Pangandaran Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat dan sejak tahun 2002 seiring dengan otonomi daerah penulis berstatus menjadi pegawai Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan ditugaskan di Balai Benih Udang Pangandaran. Tahun 2004 penulis mendapat
kesempatan beasiswa dari Pemerintah
Provinsi Jawa Barat untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan mengambil Program Studi Teknologi Kelautan.
DAFTAR ISTILAH Bagan
Alat tangkap ikan yang berbentuk bangunan seperti rumah yang dilengkapi dengan jaring angkat
Biological overfishing
Tingkat upaya penangkapan dalam suatu perikanan tertentu melampaui tingkat yang diperlukan untuk menghasilkan MSY
Breakwater
Penahan gelombang; bangunan maritim yang dibuat dengan tujuan sebagai pelindung pelabuhan buatan
Cold storage
Tempat penampungan ikan berupa gudang besar yang dilengkapi alat pendingin dengan temperatur antara -60 0C − -20 0C
Dock
Bangunan laut yang berfungsi sebagai tempat tambat atau sandar kapal
Drifting
Proses perendaman (pengoperasian) alat penangkapan ikan di daerah penangkapan
Economic overfishing
Tingkat upaya penangkapan yang melampaui terhadap sumberdaya perikanan dalam rangka memperoleh rente maksimum dalam kondisi berkelanjutan
Fishing ground
Daerah tempat penangkapan ikan
Gill net
Alat tangkap ikan jenis jaring insang yang terdiri atas satu lembar jaring
Hauling
Proses atau kegiatan penarikan alat penangkapan ikan dari daerah penangkapan ikan setelah alat direndam (dioperasikan)
Jaring dogol
Alat tangkap ikan yang dilengkapi kantong yang pengoperasiannya dilakukan dengan cara mengurung ikan secara melingkar kemudian ditarik
Jaring insang
Alat tangkap ikan dari bahan jaring monofilament dan multifilament yang dibentuk menjadi empat persegi panjang, pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung dan pada bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat
Nelayan
Orang yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan
Pancing rawai
Alat tangkap ikan berupa pancing-pancing yang dikaitkan pada pelampung
Rente
Keuntungan sumberdaya
Sejahtera
Terpenuhinya kebutuhan fisik minimum dan rohani dalam kehidupan sehari-hari
Setting
Proses atau kegiatan pemasangan alat penangkapan ikan di daerah penangkapan ikan
Travel cost method
Metode yang mengkaji biaya yang dikeluarkan tiap individu untuk mendatangi tempat rekreasi
Trammel net
Alat tangkap ikan jenis jaring insang yang terdiri atas tiga lembar jaring
Vessel lift
Jenis fasilitas di pelabuhan yang digunakan untuk mengangkat kapal dari kolam pelabuhan ke lapangan perbaikan untuk diperbaiki
Wisata
Bepergian bersama-sama (untuk pengetahuan, bersenang-senang)
Wisata bahari
Bepergian menikmati alam laut
memperluas
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ viii 1 PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1 Latar Belakang .................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah .........................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................
5
1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................
6
1.5
Kerangka Pemikiran ........................................................................
6
2 TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
9
2.1 Pelabuhan Perikanan ........................................................................
9
2.1.1 Fungsi dan peranan pelabuhan perikanan ............................. 10 2.1.2 Fasilitas pelabuhan perikanan ............................................... 11 2.2 Pengelolaan Perikanan dan Pelabuhan Perikanan............................. 12 2.2.1 Pengelolaan perikanan .......................................................... 12 2.2.2 Pengelolaan pelabuhan perikanan ......................................... 14 2.3 Pariwisata ....................................................................................... 20 2.3.1 Permintaan pariwisata .......................................................... 21 2.3.2 Metode biaya perjalanan pariwisata ..................................... 21 2.4
Karakteristik Masyarakat Pesisir atau Nelayan ................................ 23
2.5 Kesejahteraan Masyarakat ............................................................... 24 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 29 3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 29
3.2
Alat Penelitian ............................................................................... 29
3.3
Metode Penelitian ........................................................................... 29
3.4
Analisis Data ................................................................................... 34 3.4.1 Analisis peningkatan pengelolaan pelabuhan perikanan ... 34 3.4.2 Analisis wisata pantai Pangandaran ................................... 34 3.4.3 Analisis tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan ............ 41
Halaman 3.4.4 Strategi peningkatan pengelolaan PPI Pangandaran dan wisata pantai Pangandaran ......................................... 42 4 KEADAAN UMUM KABUPATEN CIAMIS ........................................ 44 4.1
Keadaan Umum Daerah Penelitian ................................................ 44 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim daerah penelitian ................. 44 4.1.2 Penduduk dan ketenagakerjaan .......................................... 45 4.1.3 Prasarana dan sarana umum ............................................... 47
4.2
Keadaan Umum Perikanan Tangkap ............................................. 48 4.2.1 4.2.2 4.2.3 4.2.4 4.2.5
4.3
Potensi dan penyebaran sumberdaya perikanan ................ Musim dan daerah penangkapan ikan ................................ Produksi dan nlai produksi hasil tangkapan ikan ............. Unit penangkapan .............................................................. Prasarana perikanan ...........................................................
48 49 51 53 56
Keadaan Umum Sektor Pariwisata ................................................ 57 4.3.1 Macam dan kondisi aktivitas wisata .................................. 57 4.3.2 Fasilitas wisata dan jumlah pengunjung ............................. 59
5 KONDISI PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN ................................................................................... 61 5.1
Jenis, Produksi dan Hasil Produksi Hasil Tangkapan ................... 61
5.2
Unit Penangkapan .......................................................................... 63 5.2.1 Armada penangkapan ........................................................ 63 5.2.2 Alat penangkapan ikan ...................................................... 65 5.2.3 Nelayan .............................................................................. 73
5.3
Jenis dan Kondisi Fasilitas PPI Pangandaran ................................. 75 5.3.1 Fasilitas pokok ................................................................... 75 5.3.2 Fasilitas fungsional ............................................................ 76
5.4
Pengelolaan dan Penanganan Ikan di PPI Pangandaran ................ 82 5.4.1 Pengorganisasian kepelabuhanan ...................................... 5.4.2 SDM pengelola PPI Pangandaran dan kemampuan pengelolaan ........................................................................ 5.4.3 Pengelolaan fasilitas dan aktivitas PPI Pangandaran ......... 5.4.4 Penanganan ikan di PPI Pangandaran ................................
82 83 84 84
6 KONDISI DAN PENGELOLAAN WISATA PANTAI PANGANDARAN ................................................................................... 86 6.1
Aktivitas Wisata Pantai ................................................................. 86 6.1.1 Taman wisata cagar alam ................................................... 86
Halaman 6.1.2 Wisata air ........................................................................... 86 6.2
Fasilitas Objek Wisata ................................................................... 87 6.2.1 Fasilitas umum ................................................................... 87 6.2.2 Fasilitas wisata ................................................................... 88
6.3
Jumlah Pengunjung/Wisatawan ..................................................... 89
6.4
Karateristik Wisatawan.................................................................... 90 6.4.1 6.4.2 6.4.3 6.4.4 6.4.8
Umur dan jenis kelamin...................................................... Tingkat pendidikan dan status perkawinan.......................... Jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan .............................. Sifat kedatangan dan lama kunjungan wisatawan ............. Aktivitas wisata yang dilakukan dan asala daerah ............. wisatawan ..........................................................................
90 93 95 97 100
6.5
Fungsi Permintaan Wisatawan ....................................................... 103
6.6
Surplus Konsumen dan Nilai Ekonomi ......................................... 104
7 PENINGKATAN PENGELOLAAN PPI PANGANDARAN DAN KETERKAITANNYA DENGAN WISATA PANTAI ........................ 107 7.1
Proyeksi Produksi, Armada Penangkapan dan Jumlah Nelayan Tahun 2009 – 2018 ........................................................................ 107 7.1.1 Proyeksi produksi hasil tangkapan .................................... 107 7.1.2 Proyeksi armada penangkapan .......................................... 108 7.1.3 Proyeksi jumlah nelayan .................................................... 109
7.2
7.3 7.4
Kebutuhan Aktivitas, Fasilitas, SDM Pengelola dan Pengorganisasian Kepelabuhan 10 Tahun Kedepan ...................... 7.2.1 Aktivitas dan fasilitas ........................................................ 7.2.2 Pengorganisasian kepelabuhanan ...................................... 7.2.3 Sumberdaya Manusia pengelola PPI Pangandaran ...........
110 110 111 112
Kegiatan Sinergis PPI Pangandaran Terhadap Kegiatan Wisata Pantai yang Diinginkan ..................................................... 113 Peningkatan Pengelolaan PPI Pangandaran Terkait Kesinergisannya dengan Kegiatan Wisata Pantai ......................... 114 7.4.1 Pengorganisasian ............................................................... 114 7.4.2 Aktivitas dan fasilitas .......................................................... 115 7.4.3 SDM pengelola .................................................................. 117
8 KONTRIBUSI AKTIVITAS PPI DAN WISATA PANTAI PANGANDARAN TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN NELAYAN .............................................................. 119
8.1
Tingkat Kesejahteraan Nelayan ..................................................... 119
Halaman 8.2
Kontribusi Aktivitas PPI dan Wisata Pantai Pangandaran Terhadap Kesejahteraan/Pendapatan Nelayan ............................... 128 8.2.1 Kontribusi aktivitas PPI Pangandaran terhadap pendapatan Nelayan ........................................................... 128 8.2.2 Kontribusi aktivitas wisata pantai Pangandaran terhadap pendapatan Nelayan ............................................ 129
8.3
Peran PPI Sebagai Mitra Kegiatan Wisata Pantai ......................... 130 8.3.1 PPI sebagai penyedia hasil tangkapan ............................... 130 8.3.2 PPI sebagai lokasi objek wisata ......................................... 131 8.3.3 Kegiatan perikanan tangkap sebagai objek wisata ............ 133
8.4
Strategi Peningkatan Pengelolaan PPI Pangandaran dan Wisata Pantai Pangandaran untuk Meningkatkan Ksejahteraan Nelayan .. 134
9 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 146
9.1
Kesimpulan .................................................................................... 146
9.2
Saran ............................................................................................. 146
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 148 LAMPIRAN.................................................................................................... 153
DAFTAR TABEL Halaman 1 Fasilitas pelabuhan perikanan menurut criteria dan jenis fasilitas............. 19 2 Indikator tingkat kesejahteraan menurut BPS dan SUSENAS tahun 2003 ................................................................................................. 28 3 Aspek dan parameter yang diteliti ............................................................ 33 4 Contoh pendugaan tingkat kunjungan wisatawan nusantara di objek wisata Pangandaran berdasarkan jumlah kunjungan tahun 2003 – 2007 .............................................................................................. 35 5 Contoh pendugaan tingkat kunjungan wisatawan nusantara di objek wisata tahun 2007 berdasarkan hasil survey di Pangandaran .................. 36 6 Matrik analisis faktor-faktor internal ....................................................... 42 7 Matrik analisis faktor-faktor eksternal ..................................................... 43 8 Perkembangan jumlah produksi ikan Kabupaten Ciamis 1999 – 2007 .... 52 9 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan menurut kategori di Kabupaten Ciamis tahun 1999 – 2007 ..................................................... 53 10 Perkembangan jumlah alat tangkap ikan di Kabupaten Ciamis tahun 1999 – 2007 ............................................................................................. 54 11 Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Ciamis tahun 1999 – 2007
56
12 Sarana Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Kabupaten Ciamis tahun 2007 . 57 13 Jumlah kunjungan wisatawa ke Kabupaten Ciamis tahun 1999 – 2007 ... 60 14 Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan di Pangandaran kurun waktu 2003 – 2007 ........................................................................ 61 15 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Pangandaran kurun waktu 2003 – 2007 ........................................................................ 64 16 Perkembangan alat penangkapan ikan di Pangandaran kurun waktu 2003-2007 ........................................................................... 72 17 Perkembangan jumlah nelayan Pangandaran kurun waktu 2003 – 2007 .. 73 18 Data kunjungan wisatawan ke objek wisata Pantai Pangandaran tahun 2003 – 2007 ............................................................................................... 89 19 Umur responden pengunjung pantai Pangandaran ................................... 91 20 Jenis kelamin responden pengunjung pantai Pangandaran ...................... 92 21 Tingkat pendidikan responden pengunjung pantai Pangandaran ............. 93 22 Status perkawinan responden pengunjung pantai Pangandaran ............... 94 23 Jenis pekerjaan responden pengunjung pantai Pangandaran ................... 95
Halaman 24 Tingkat pendapatan responden pengunjung pantai Pangandaran ............ 97 25 Sifat kedatangan responden pengunjung pantai Pangandaran ................. 98 26 Lama kunjungan responden pengunjung pantai Pangandaran ................. 99 27 Aktivitas wisata yang dilakukan responden pengunjung pantai Pangandaran .................................................................................. 101 28 Asal daerah responden pengunjung pantai Pangandaran ......................... 102 29 Koefisien penduga fungsi permintaan rekreasi Pantai Pangandaran dengan menggunakan pedekatan individu ............................................... 103 30 Proyeksi produksi hasil tangkapan ikan di PPI Pangandaran tahun 2009 – 2018 .................................................................................... 108 31 Proyeksi jumlah armada penangkapan ikan di PPI Pangandaran tahun 2009 – 2018 ..................................................................................... 109 32 Poyeksi jumlah nelayan di PPI Pangandaran tahun 2009 – 2018 ............. 110 33 Jenis dan ukuran fasilitas – fasilitas di PPI Pangandaran ........................ 111 34 Proyeksi kebutuhan SDM pengelola PPI Pangandaran .......................... 112 35 Proyeksi kebutuhan SDM pengelola badan otorita .................................. 118 36 Pendapatan rata-rata rumah tangga nelayan di Pangandaran tahun 2007 .. 119 37 Indikator pendapatan rumah tangga nelayan di Pangandaran tahun 2007 . 120 38 Pengeluaran rata-rata rumah tangga nelayan di Pangandaran tahun 2007 121 39 Indikator pengeluaran rumah tangga nelayan di Pangandaran tahun 2007 122 40 Skor keadaan tempat tinggal nelayan Pangandaran tahun 2007 .............. 123 41 Skor fasilitas tempat tinggal nelayan Pangandaran tahun 2007 ............... 124 42 Skor kemudahan rumah tangga nelayan Pangandaran mendapatkan pelayanan kesehatan tahun 2007 .............................................................. 125 43 Skor kemudahan rumah tangga nelayan Pangandaran memasukkan anak ke jenjang pendidikan tahun 2007 ................................................... 126 44 Skor kemudahan rumah tangga nelayan Pangandaran mendapatkan fasilitas transportasi tahun 2007 ............................................................... 127 45 Matrik Analisis Faktor Internal (IFAS) Sinergitas PPI dan Wisata Pantai Pangandaran .................................................................................. 136 46 Matrik Analisis Faktor Eksternal (EFAS) Sinergitas PPI dan Wisata Pantai Pangandaran .................................................................................. 138 47 Matrik Internal – Eksternal Sinergitas PPI dan Wisata Pantai Pangandaran ............................................................................................. 139
Halaman 48 Matriks SWOT strategi peningkatan pengelolaan PPI Pangandaran dan Wisata Pantai Pangandaran ............................................................... 140 49 Analisis keterkaitan antar unsur SWOT ................................................... 143
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian .................................................................
7
2 Bagan struktur organisasi PPI .................................................................. 18 3 Perkembangan produksi hasil tangkapan ikan di Pangandaran kurun waktu 2003 – 2007 ......................................................................... 62 4 Perahu penangkapan ikan yang digunakan nelayan Pangandaran ........... 64 5 Trend perkembangan armada penangkapan ikan di Pangandaran ........... 65 6 Trend pekembangan alat penangkapan ikan di Pangandaran ................... 72 7 Trend perkembangan nelayan Pangandaran ............................................. 74 8. Lampu suar yang ada di PPI Pangandaran ............................................... 76 9 Gedung TPI Pangandaran Kabupaten Ciamis .......................................... 78 10 KUD Minasari Kabupaten Ciamis ........................................................... 79 11 Struktur organisasi UPTD – PPI Pangandaran tahun 2007 ...................... 82 12 Trend perkembangan kunjungan wisata pantai Pangandaran .................. 89 13 Sebaran kelompok umur responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran ................................................................................... 91 14 Sebaran jenis kelamin responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran ................................................................................... 92 15 Sebaran tingkat pendidikan responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran ................................................................................... 94 16 Sebaran status perkawinan responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran ................................................................................... 95 17 Sebaran jenis pekerjaan responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran ................................................................................... 96 18 Sebaran tingkat pendapatan responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran ................................................................................... 97 19 Sebaran sifat kedatangan responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran ................................................................................... 98 20 Sebaran lama kunjungan responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran ................................................................................... 99 21 Sebaran aktivitas wisata yang dilakukan responden pengunjung wisata pantai Pangandaran .................................................... 101
Halaman 22 Sebaran asal daerah responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran ................................................................................... 102 23 Kurva permintaan wisatatawan objek wisata Pantai Pangandaran ........... 105 24 Gambaran struktur organisasi pengelola PPI Pangandaran dan objek Wisata Pantai Pangandaran ...................................................................... 114 25 Aktivitas nelayan sedang melakukan demo penangkapan ....................... 134
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Peta lokasi penelitian .............................................................................. 153
2
Analisis regresi untuk pendugaan jumlah kunjungan wisatawan ............. 154
3
Hubungan frekunsi kunjungan dengan umur, pendapatan, biaya Perjalanan dan lama kunjungan .............................................................. 155
4
Data responden nelayan .......................................................................... 157
5
Standar kriteria produksi dan fasilitas pelabuhan perikanan berdasarkan tipe pelabuhan ......................................................................................... 158
6
Salah satu fasilitas wisata pantai yang ada di Pantai Pangandaran ......... 150
7
Salah satu aktivitas wisata yang dilakukan wisatawan di Pantai Pangandaran .............................................................................................. 161
8
Armada/perahu penngkapan ikan yang dimodifikasi menjadi perahu pesiar ............................................................................................. 162
9
Perhitungan keterkaitan unsur SWOT untuk perangkingan strategi sinergitas PPI dan Wisata Pantai Pangandaran ....................................... 163
1 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi
nasional mempunyai tujuan antara lain untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan nelayan.
Pembangunan perikanan dapat dilaksanakan dengan
pengelolaan perikanan yang optimal. Dalam Undang - Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan disebutkan bahwa pengelolaan perikanan harus dapat mendukung
kesejahteraan
nelayan,
menciptakan
kesempatan
kerja,
mengoptimalkan dan menjaga kelestarian stok sumberdaya ikan. Perikanan merupakan usaha manusia dalam memanfaatkan sumber daya ikan sebagai suatu kegiatan usaha atau kegiatan ekonomi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Lubis (2006), bahwa salah satu hal yang mendasari pengembangan pelabuhan
perikanan
adalah
adanya
potensi
sumberdaya
ikan
yang
memungkinkan bisa dikembangkannya tingkat kegiatan perikanannya. Manusia dalam memanfaatkan sumberdaya ikan membutuhkan modal, teknologi dan keterampilan. Sementara itu, dalam memanfaatkan sumberdaya ikan manusia membutuhkan perencanaan kegiatan penangkapan, penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan pasca panen, pengolahan serta pemasaran (Nikijuluw 2002). Salah satu sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pembangunan perikanan adalah ketersediaan pelabuhan perikanan. Tersedianya prasarana pelabuhan perikanan mempunyai arti yang sangat penting dalam usaha menunjang pembangunan perikanan sebagai basic perikanan tangkap.
Hal tersebut dikarenakan, pelabuhan perikanan merupakan tempat
pendaratan, pengolahan, pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan, yang mana merupakan pusat kegiatan peningkatan ekonomi masyarakat nelayan dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran (Lubis 2002). Keberadaan pelabuhan perikanan sangat penting dalam menunjang aktivitas perikanan tangkap.
Keberadaan pelabuhan perikanan ini mampu
membantu pengusaha perikanan, nelayan, pedagang ikan, dan pengolah hasil perikanan untuk meningkatkan pendapatannya (Lubis 2006).
Dengan
meningkatnya pendapatan nelayan, maka akan meningkatkan pula tingkat kesejahteraan nelayan. Pelabuhan perikanan perlu dikelola dengan baik sesuai dengan fungsinya. Diharapkan dengan pengelolaan pelabuhan perikanan yang sesuai akan meningkatkan kegiatan pelabuhan perikanan dan dapat meningkatkan daya serap tenaga kerja perikanan. Pengelolaan suatu pelabuhan perikanan meliputi pengelolaan fasilitas, aktivitas dan sumberdaya manusia (SDM) pengelola yang ada di pelabuhan perikanan
tersebut.
Fasilitas
yang
fungsional/komersial dan penunjang.
dikelola
meliputi
fasilitas
pokok,
Aktivitas yang dikelola meliputi baik
aktivitas yang ditimbulkan oleh adanya produksi hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan (pendaratan, pemasaran, pengolahan dan pendistribusian) maupun aktivitas yang ditimbulkan oleh akibat keberadaan fasilitas pelabuhan (aktivitas tambat labuh, pengisian BBM, bahan kebutuhan melaut lainnya, pembuatan es/pabrik es, dan lain-lain). SDM pengelola pelabuhan perikanan di Indonesia meliputi SDM unit pelaksana teknis (UPT) dan SDM perum prasarana pelabuhan. Dalam pengelolaan pelabuhan perikanan, pihak pengelola mewujudkan pengelolaannya dengan melakukan pelayanan dan mengeluarkan kebijakan atau pengaturan yang bertujuan untuk meningkatkan output pelabuhan perikanan antara lain berupa peningkatan produksi hasil tangkapan didaratkan, peningkatan aktivitas-aktivitas dan fasilitas-fasilitas, serta peningkatan pendapatan pelabuhan perikanan. Berdasarkan gambaran-gambaran di atas, maka peningkatan pengelolaan suatu pelabuhan perikanan juga akan berujung kepada peningkatan pendapatan nelayan/pengusaha penangkapan ikan yang berbasis di pelabuhan perikanan tersebut. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran merupakan pelabuhan perikanan yang membutuhkan sarana dan prasarana untuk
mendukung
pengelolaannya agar berfungsi secara optimal. Pengelolaan PPI Pangandaran setelah tsunami cenderung kurang berjalan dengan lancar. Kondisi ini disebabkan sebagian fasilitas pelabuhan perikanan rusak sebagaimana telah digambarkan di atas, sehingga mengakibatkan kurang optimalnya kinerja pelabuhan. Kondisi tersebut mengharuskan pihak pengelola
PPI Pangandaran untuk berbenah diri merumuskan strategi pengelolaan PPI Pangandaran yang sesuai.
Hal ini terkait erat dengan kelanjutan kehidupan
masyarakat nelayan yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas perikanan tangkap yang berbasis di PPI Pangandaran. Dengan meningkatkan pengelolaan PPI Pangandaran yang optimal, diharapkan tercapai optimalisasi produksi perikanan, yang nantinya mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan.
PPI Pangandaran yang berlokasi di
Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis memiliki wilayah pesisir yang digunakan sebagai basis aktivitas perikanan tangkap dan juga merupakan obyek wisata pantai. Obyek wisata pantai yang ada, lokasinya bersebelahan dengan PPI Pangandaran, bahkan keberadaan PPI Pangandaran merupakan salah satu pendukung obyek wisata di Pangandaran. Sektor perikanan tangkap yang ada di PPI Pangandaran dapat digunakan sebagai penunjang pengembangan sektor pariwisata di wilayah tersebut, sebagai contoh wisatawan dapat membeli ikan sebagai oleh-oleh di PPI Pangandaran (Anonim 1994). Wisatawan yang datang ke Pangandaran selain berasal dari wisatawan lokal juga dari mancanegara. Sebelum tsunami melanda pantai Pangandaran pada tanggal 17 Juli 2006, setiap harinya banyak pengunjung yang menikmati keindahan alam pantai. Pasca tsunami, banyak perubahan fisik yang terjadi, seperti bangunan yang roboh baik yang terkait dengan sektor perikanan tangkap maupun pariwisata. Pembangunan tahap awal sarana prasarana
perikanan tangkap dan
pariwisata mulai dilakukan untuk mendukung keberlangsungan aktivitas kedua sektor tersebut. Selanjutnya perlu pengelolaan aktivitas kedua sektor tersebut, dalam hal ini PPI Pangandaran dan obyek wisata yang ada guna mendapatkan hasil pembangunan yang lebih optimal, yaitu dengan melakukan pengelolaan yang sinergis, mengingat prospek obyek wisata di Pangandaran ke depannya sangat bagus bila bersinergi dengan sektor perikanan tangkap, karena didukung oleh sumberdaya alam dan masyarakat setempat. Sebagian besar masyarakat di Pangandaran bermata pencaharian sebagai nelayan. Berdasarkan cirinya nelayan Pangandaran termasuk nelayan tradisional. Menurut Purbayanto (2008) nelayan tradisonal adalah nelayan yang melakukan
kegiatan penangkapan berdasarkan intuisinya atau pengalaman yang diperoleh secara turun temurun
dan umumnya berpendidikan rendah dan operasi
penangkapan ikan terkonsentrasi di perairan pantai pada jalur penangkapan 1a, Ib dan II. Kondisi inilah yang menyebabkan sebagian besar masyarakat nelayan masih memiliki tingkat kesejahteraan yang masih rendah. Melihat kondisi di atas, penelitian mengenai Peningkatan Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran dan Wisata Pantai Pangandaran dalam Meningkatkan Kesejahteraan Nelayan perlu dilakukan. Hasil penelitian ini diharapkan mampu merumuskan kebijakan peningkatan pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran dan sektor wisatanya. Diharapkan, dengan pengelolaan yang optimal, maka kesejahteraan masyarakat nelayan meningkat dan juga meningkatkan pendapatan daerah.
1.2
Perumusan Masalah Wilayah Pangandaran mempunyai karakteristik alam yang berbatasan
langsung dengan Samudera Indonesia.
Hal ini menjadikan dasar dalam
menentukan kebijakan strategi dalam mengelola alam yang ada guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Pihak Pemerintah Daerah
telah membangun sektor perikanan tangkap dan pariwisata di Pantai Pangandaran. Pembangunan ini sangat sesuai mengingat potensi perikanan Pantai Pangandaran yang cukup besar serta pemandangan alam yang sangat bagus dan indah, sehingga perikanan tangkap dan pariwisata dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Pengembangan sektor perikanan tangkap di Pangandaran dilakukan anatara lain dengan membangun PPI di Pantai Pangandaran sebagai tempat sentralisasi kegiatan perekonomian masyarakat nelayan. Sektor pariwisata yang ada di Pangandaran juga menjadi alternatif pengembangan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pariwisata yang ada berupa wisata alam sangat potensial untuk berkembang dan maju ke depannya, karena trend masyarakat sekarang cenderung lebih suka datang ke obyek wisata alam. Pariwisata yang ditawarkan berupa wisata pantai dengan berbagai pelayanan yang diberikan. Semua pelayanan tersebut bertujuan untuk menarik minat masyarakat untuk datang ke obyek wisata Pantai Pangandaran.
Potensi perikanan tangkap dan pariwisata yang ada di Pantai Pangandaran tidak akan tereksploitasi dengan optimal jika cara pengelolaannya tidak tepat. Cara pengelolaan inilah yang nantinya akan menentukan keberhasilan dan keberlanjutan aktivitas yang ada. Masalahnya, pengelolaan yang ada di PPI Pangandaran dan obyek wisata yang ada kurang sinergi. Hal ini “diperparah” dengan pernah terjadinya tsunami yang melanda daerah Pantai Pangandaran. Informasi mengenai kondisi aktual yang sebenarnya tentang pengelolaan PPI Pangandaran dan pariwisatanya sangat dibutuhkan untuk dasar pengambilan kebijakan.
Informasi mengenai tingkat
kesejahteraan masyarakat nelayan setempat juga perlu diketahui guna mengetahui dampak adanya PPI Pangandaran dan pariwisata selama ini. Diharapkan ada rumusan mengenai pengelolaan PPI Pangandaran dan pariwisatanya untuk mensejahterakan masyarakat nelayan. Dari berbagai kendala dan hambatan di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : a) Seberapa
besar
pengelolaan
PPI
Pangandaran
dapat
meningkatkan
kesejahteraan masayarakat nelayan di Pangandaran. b) Seberapa besar pengelolaan sektor pariwisata pantai dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan di Pangandaran. c) Bagaimana merumuskan cara memadukan pengelolaan PPI Pangandaran dan obyek wisata di Pantai Pangandaran agar dapat berjalan berdampingan untuk meningkatkan kesejahteraan masayarakat nelayan. 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :
1) Mendapatkan kondisi aktual mengenai pengelolaan PPI Pangandaran; 2) Mendapatkan kondisi aktual mengenai permintaan dan nilai ekonomi sektor pariwisata pantai di Pantai Pangandaran; 3) Mendapatkan informasi dan mempelajari mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di sekitar PPI Pangandaran dan obyek wisata Pantai Pangandaran;
4) Merumuskan cara memadukan pengelolaan PPI Pangandaran dan obyek wisata Pantai Pangandaran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan di sekitarnya.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah :
1) Memberikan masukan bagi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis mengenai cara pengelolaan PPI Pangandaran yang optimal; 2) Memberikan masukan bagi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis mengenai cara pengelolaan pariwisata yang optimal di Pantai Pangandaran; 3) Memberikan data atau informasi mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di sekitar PPI Pangandaran dan obyek wisata Pantai Pangandaran kepada Badan Pusat Statistika Kabupaten Ciamis; 4) Memberi masukan bagi investor mengenai peluang usaha di PPI Pangandaran dan obyek wisata Pantai Pangandaran; 5) Memberikan alternatif pengelolaan PPI dan pariwisata yang tepat, dimana dapat diaplikasikan di daerah lain yang mempunyai karakteristik alam yang sama dengan Pantai Pangandaran.
1.5
Kerangka Pemikiran Pembangunan PPI Pangandaran dan pariwisata di Pangandaran bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya dalam hal ini nelayan dan meningkatkan pendapatan daerah. Pembangunan yang ada harus dikelola dengan baik dan sesuai dengan aturan yang ada supaya outputnya optimal tanpa harus merusak sumberdaya alam yang ada. Pengelolaan PPI Pangandaran dan pariwisatanya saat ini perlu diketahui sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan pengelolaan selanjutnya. Persepsi masyarakat nelayan mengenai keberadaan PPI Pangandaran dan pariwisatanya perlu diketahui untuk mendapatkan informasi mengenai dampak keberadaan PPI Pangandaran terhadap sektor pariwisata dan kesejahteraan masyarakat nelayan. Kerangka pemikiran penelitian selengkapnya disajikan pada Gambar 1.
INPUT KERANGKA PEMIKIRAN
PPI PANGANDARAN
Kondisi saat ini : Aktivitas & Pelayanan Fasilitas Pengelolaan PPI Pangandaran SDM Pengelola & Kondisinya
Sudah efektif atau tidak ? Sasaran sudah tercapai atau belum ? Bagaimana pengelolaan yang dilakukan? Apa dampak saat ini terhadap kesejahteraan masyarakat nelayan? (kualitatif & kuantitatif)
PROSES
OUTPUT
PARIWISATA PANTAI
Kondisi saat ini : Aktivitas & Pelayanan Fasilitas Pariwisata Pangandaran SDM Pengelola & Kondisinya Jumlah kunjungan
Perkiraan jumlah kunjungan Kurva permintaan pariwisata Nilai ekonomi pariwisata
Apa dampak saat ini terhadap kesejahteraan masyarakat nelayan? (kualitatif & kuantitatif)
Pengelolaan yang dilakukan : Peningkatan jumlah dan mutu aktivitas (PPI dan wisata pantai) Peningkatan fasilitas (PPI & wisata pantai) Peningkatan pengelolan PPI Pangandaran dan wisata Peningkatan sinergi PPI & wisata pantai
Peningkatan kesejahteraan nelayan : Peran pendapatan nelayan (dari aktivitas perikanan tangkap atau dari akitivitas wisata pantai)
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian pengelolaan PPI dan wisata pantai Pangandaran dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan Kesejahteraan masyarakat nelayan di sekitar PPI Pangandaran dan pariwisatanya dapat diketahui dengan melihat dan mengukur pendapatan, pengeluaran, kondisi tempat tinggal, kemudahan untuk mendapatkan sarana
olahraga, kesehatan keluarga, kemudahan mendapatkan sarana kesehatan, tingkat pendidikan keluarga, kemudahan mendapatkan alat transportasi, kondisi kehidupan beragama dan keamanan di lingkungannya.
Data di atas didapat
dengan cara wawancara terhadap masyarakat nelayan dan data dari dinas terkait, yang diformulasikan ke dalam rumusan dari Badan Pusat Statistik tahun 2003. Analisis SWOT dapat digunakan untuk mendapatkan strategi yang tepat untuk meningkatkan pengelolaan PPI Pangandaran dan obyek wisata pantai Pangandaran secara sinergis sehingga dapat lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan sekitarnya. Informasi mengenai kesejahteraan masyarakat nelayan sekitar digunakan sebagai acuan dan nantinya sebagai pembanding apakah kebijakan yang diambil mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan.
2 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2006) pelabuhan perikanan sebagai pelabuhan khusus
adalah suatu wilayah perpaduan antara daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Menurut Keputusan Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan Nomor 10 tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan pelabuhan perikanan (Anonim 2005) Keputusan Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan Nomor 10 tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan menyatakan bahwa pelaksanaan pengelolaan pelabuhan perikanan sangat penting dilakukan guna mengoptimalkan peran pelabuhan sebagai pendorong perekonomian masyarakat.
Semakin baik
pengelolaan pelabuhan perikanan, diharapkan kesejahteraan masyarakat nelayan tinggi juga (Anonim 2005) Pelabuhan perikanan di Indonesia diklasifikasikan oleh Direktorat Jenderal Perikanan menjadi empat, yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Pengklasifikasian ini bertujuan untuk mempermudah dalam pengelolaan pelabuhan perikanan khususnya dan sebagai dasar pedoman pengembangan pelabuhan perikanan pada umumnya (Lubis 2006).
Dasar
pengklasifikasian ini juga dapat dipakai untuk kebijakan cara pengelolaan pelabuhan perikanan yang sesuai. Menurut Lubis (2006), pelabuhan perikanan di Pangandaran merupakan pelabuhan perikanan jenis Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Ciri-ciri PPI adalah sebagai berikut:
1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di wilayah pedalaman dan perairan kepulauan; 2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 3 Gross Tonnage (GT); 3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya 2 m; 4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus; 5) Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 2 ha;
2.1.1
Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 10 Tahun 2004 tentang
Pelabuhan Perikanan, pelabuhan perikanan mempunyai tugas melaksanakan fasilitas produksi, fasilitas penanganan dan pengolahan, fasilitas pengendalian dan pengawasan mutu, fasilitas pemasaran hasil perikanan di wilayahnya, fasilitas melakukan
pembinaan
masyarakat
nelayan,
fasilitas
pengendalian
dan
pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan, fasilitas kelancaran kegiatan kapal, serta fasilitas pengumpulan data (Anonim 2005). Pasal 41 Undang - Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, dalam rangka mengembangkan pelabuhan perikanan, pemerintah membangun dan membina pelabuhan perikanan yang berfungsi antara lain sebagai: 1) Tempat tambat labuh kapal perikanan; 2) Tempat pendaratan ikan; 3) Tempat pemasaran dan distribusi ikan; 4) Tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan; 5) Tempat pengumpulan data perikanan; 6) Tempat penyelenggaraan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; 7) Tempat untuk memperlancar kegiatan operasional kapal perikanan. Selanjutnya disebutkan bahwa pelabuhan perikanan mempunyai peranan penting dan strategis dalam menunjang peningkatan produksi perikanan, memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan, mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat perikanan, serta mempercepat pelayanan terhadap
seluruh kegiatan yang bergerak di bidang usaha perikanan. Fungsi pelabuhan perikanan dalam arti khusus selalu berkaitan dengan jenis atau tipe dari pelabuhan tersebut. Sebagai contoh, pelabuhan perikanan tipe-D (PPI) mempunyai fungsi tidak sekompleks pelabuhan perikanan tipe-A (PPS) (Anonim 2005).
2.1.2 Fasilitas Pelabuhan Perikanan Fasilitas pelabuhan perikanan adalah sarana dan prasarana yang tersedia di pelabuhan perikanan untuk mendukung operasional pelabuhan. Di dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya, pelabuhan perikanan dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Fasilitas yang ada di pelabuhan perikanan inilah yang nantinya akan mempengaruhi cara pengelolaan tiap-tiap pelabuhan perikanan. Pengelolaan tiap pelabuhan perikanan berbeda satu sama lain, bergantung dari kondisi dan kelengkapan fasilitas pelabuhan perikanan yang ada (Anonim 2005). Dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya, pelabuhan perikanan dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Kapasitas dan jenis fasilitas atau sarana yang ada pada umumnya menentukan skala atau tipe dari suatu pelabuhan dan akan berkaitan pula dengan skala usaha perikanannya (Lubis 2006). Menurut Murdiyanto (2003), pelabuhan harus dapat melindungi kapal yang berlabuh dan beraktivitas di dalam areal pelabuhan.
Agar dapat memenuhi
fungsinya pelabuhan perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas baik fasilitas pokok (basic facilities) maupun fasilitas fungsional (functional facilities). Fasilitas pokok pelabuhan terdiri atas fasilitas perlindungan, fasilitas tambat dan fasilitas perairan pelabuhan, sedangkan fasilitas fungsional terdiri atas berbagai fasilitas untuk melayani berbagai kebutuhan lainnya di areal pelabuhan tersebut. Menurut Lubis (2006) Fasilitas pelabuhan perikanan terdiri atas fasilitas pokok, fungsional, dan tambahan. Fasilitas pokok berfungsi untuk melindungi kegiatan umum di pelabuhan perikanan dari gangguan alam.
Fasilitas fungsional
merupakan pelengkap fasilitas pokok guna memperlancar pekerjaan atau pemberian pelayanan jasa di pelabuhan perikanan dan meninggikan nilai guna fasilitas pokok yang ada. Fasilitas tambahan berfungsi secara tidak langsung didalam menunjang fungsi pelabuhan perikanan.
Fasilitas pokok memberi
dukungan pada aktivitas bongkar muat dan distribusi hasil tangkapan. Fasilitas
fungsional memberikan dukungan pada aktivitas pelelangan, pemasaran, serta kegiatan nelayan yang dilakukan di sekitar pelabuhan.
Fasilitas tambahan
memberi dukungan pada kelancaran aktivitas pengguna jasa pelabuhan perikanan. Fasilitas pokok terdiri atas dermaga, kolam pelabuhan, alat bantu navigasi dan breakwater atau pemecah gelombang. Fasilitas fungsional terdiri dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pabrik es, gudang es, refrigerasi
(cool room, cold
storage), gedung-gedung pemasaran, lapangan perbaikan alat penangkapan ikan, ruangan mesin, tempat penjemuran alat penangkap ikan, bengkel, slipways, gudang jaring, vessel lift, fasilitas perbekalan (tangki dan instalasi air minum, tangki bahan bakar), dan fasilitas komunikasi (stasiun jaringan telepon, radio SSB). Fasilitas penunjang terdiri atas MCK, poliklinik, mess, kantin atau warung, musholla, kantor pengelola pelabuhan, ruang operator, kantor syahbandar, dan kantor beacukai (Lubis 2006).
2.2
Pengelolaan Perikanan dan Pelabuhan Perikanan
2.2.1
Pengelolaan Perikanan Menurut Undang - Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan
bahwa
pengelolaan
sumberdaya
ikan
adalah
rangkaian
kegiatan
yang
berhubungan dengan perencanaan, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundangundangan di bidang perikanan.
Pengelolaan sumberdaya ikan harus sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan dan pengaturannya diatur melalui berbagai perangkat peraturan sehingga diharapkan dapat menjadikan sektor perikanan berkembang dengan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Anonim 2005). Selanjutnya dikatakan dalam Undang - Undang tersebut bahwa pengelolaan perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. kepentingan
penangkapan
ikan
dan
Pengelolaan perikanan untuk pembudidayaan
ikan
harus
mempertimbangkan hukum adat dan atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat (Anonim 2005).
Menurut Undang - Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan Pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tujuan (Anonim 2005): 1) Meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil; 2) Meningkatkan penerimaan dan devisa negara; 3) Mendorong perluasan dan kesempatan kerja; 4) Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan; 5) Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan; 6) Meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing; 7) Meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan; 8) Mencapai pemanfatan sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumberdaya ikan secara optimal; dan 9) Menjamin kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan tata ruang. Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan, Menteri Perikanan dan Kelautan menetapkan (Anonim 2005): 1) Rencana pengelolaan perikanan; 2) Potensi dan alokasi sumberdaya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia; 3) Jumlah tangkapan yang diperbolehkan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia; 4) Jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan; 5) Jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan; 6) Daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan; 7) Persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan; 8) Sistem pemantauan kapal perikanan; 9) Jenis ikan baru yang akan dibudidayakan; 10) Jenis ikan dan penebaran kembali serta penangkapan ikan berbasis budidaya; 11) Pencegahan pencemaran dan kerusakan sumberdaya ikan serta lingkungannya; 12) Rehabilitasi dan peningkatan sumberdaya ikan serta lingkungannya; 13) Ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap; 14) Suaka perikanan; 15) Jenis ikan yang dilindungi.
2.2.2
Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Pengelolaan
pelabuhan
perikanan
bertujuan
antara
lain
untuk
mengoptimalkan peran pelabuhan dalam meningkatkan aktivitas kepelabuhanan termasuk di dalamnya pendaratan, pemasaran, dan pengolahan hasil tangkapan serta pelayanan untuk meningkatkan pendapatan pihak pengelola pelabuhan perikanan dan mendorong peningkatan pendapatan para pelaku/pengguna di pelabuhan perikanan. Keberhasilan dalam pengelolaan suatu pelabuhan antara lain banyak tergantung pada para pengguna yang ada di pelabuhan, misalnya terhadap kuantitas dan kualitas sumberdaya manusianya, keterkaitan dan keharmonisan hubungan antara staf pengelola pelabuhan antara lain kepala pelabuhan dan pegawainya, para pedagang, nelayan, pengolah dan buruh. Para pengguna tersebut harus dapat bekerja secara profesional, saling berkerja sama dalam pelaksanaan pengoperasian dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku. Di samping itu pengguna pelabuhan harus menguasai dan bertanggung jawab terhadap tugas atau pekerjaannya masing-masing (Lubis 2006). Selanjutnya Lubis (2006) menyatakan, agar pengorganisasian dan pengelolaan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan fungsi pelabuhan, maka perlu diketahui terlebih dahulu rincian kegiatan-kegiatan dan fasilitas yang akan dikelola oleh suatu pelabuhan dan kesiapan sumberdaya manusianya dalam mengelola kegiatan dan fasilitas tersebut baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Terdapat tiga kelompok kegiatan utama yang berkaitan erat dengan pengelolaan pelabuhan. Kegiatan-kegiatan tersebut ada kalanya berhubungan atau terpisah antara satu dengan lainnya.
Ketiga kelompok tersebut adalah kegiatan
yang berhubungan dengan : 1) Pengelolaan infrastruktur, suprastruktur dengan semua aktivitas penunjang, antara
lain
investasi
pelabuhan,
penyusunan
anggaran,
perencanaan
pembangunan, pajak, perbaikan dan pemeliharaan fasilitasnya seperti alur pelayaran, mercusuar dan jalan-jalan di lingkungan pelabuhan. 2) Adanya kontak antara penjual dan pemakai jasa pelabuhan (klien), terhadap kapal dan barang-barang atau komoditi perikanan serta pemeliharaannya. Kontak ini secara eksplisit dapat berupa kegiatan-kegiatan ataupun jasa-jasa yang diberikan oleh pelabuhan.
3) Peraturan-peraturan kepelabuhanan antara lain peraturan-peraturan lokal, nasional maupun internasional dalam menentukan sirkulasi maritim, perhitungan statistik, pencatatan keluar masuknya kapal, pencatatan dan pemeliharaan kesehatan awak kapal. Ada beberapa prinsip penting bilamana pengoperasian suatu pelabuhan perikanan dikatakan berhasil (Lubis 2006): 1) Sangat baik dipandang dari sudut ekonomi, yang berarti hasil pengoperasian pelabuhan itu dapat menguntungkan baik bagi pengelola pelabuhan itu sendiri maupun bagi pemiliknya. Disamping itu hasil dari pengoperasian pelabuhan tersebut mempunyai pangaruh positif terhadap perkembangan kota khususnya dan nasional umumnya; 2) Sistem penanganan ikan yang efektif dan efisien.
Dengan kata lain
pembongkaran ikan dapat dilakukan secara cepat disertai penseleksian yang cermat, pengangkutan dan penanganan yang cepat; 3) Fleksibel dalam perkembangan teknologi. Dalam hal pengembangan suatu pelabuhan perikanan adakalanya diperlukan mekanisasi dari fasilitas-fasilitas pelabuhan tersebut, misalnya perlunya vessel lift pada fasilitas dock, tangga berjalan (tapis roulant) untuk pembongkaran dan penyeleksian ikan.
Di
samping itu diperlukan perluasan fasilitas pelabuhan karena semakin meningkatnya produksi perikanan pelabuhan, misalnya perluasan gedung pelelangan, dan perluasan dermaga; 4) Pelabuhan
dapat
berkembang
tanpa
merusak
lingkungan
sekitarnya
(lingkungan alam dan lingkungan sosial), bersih dan higienis; 5) Para pengguna di pelabuhan perikanan dapat bekerja secara aktif dan terorganisasi baik dalam kegiatannya, sehingga segala aktivitas yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan standar dan jadwal kerja yang telah ditetapkan.
1).
Pengelolaan aktivitas pelabuhan perikanan
(1).
Pendaratan hasil tangkapan Pengelolaan aktivitas pendaratan ikan di pelabuhan perikanan meliputi
proses pembongkaran, penyortiran, dan pengangkutan ke gedung TPI yang
bertujuan utama agar ikan yang didaratkan dan diangkut ke TPI sebelum dilelang dapat dipindah/diangkut dengan cepat dan terjaga mutunya. Aktivitas pendaratan ikan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan sangat bergantung kepada kelengkapan fasilitas yang ada di pelabuhan perikanan, seperti dermaga, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran yang dapat memperlancar kapal-kapal perikanan untuk bertambat-labuh. Oleh karena itu pada hakekatnya pengelolaan aktivitas pendaratan terkait pula dengan pengelolaan fasilitas-fasilitasnya. Kelancaran proses pendaratan di pelabuhan perikanan sangat ditentukan oleh fasilitas yang tersedia di pelabuhan perikanan dan tingkat pengetahuan para pelaku di lapangan. Semakin baik tingkat pengetahuan pelaku di lapangan maka akan semakin lancar pula proses pendaratan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan (Lubis 2006). Aktivitas pendaratan di pelabuhan perikanan sangat erat hubungannya dengan proses penanganan ikan hasil tangkapan karena kedua kegiatan tersebut berjalan atau dilakukan pada waktu yang bersamaan. Proses ini nantinya sangat menentukan kualitas atau mutu ikan hasil tangkapan yang didaratkan. Mutu hasil tangkapan (ikan) tersebut haruslah selalu dipertahankan agar harganya selalu tinggi.
Menurut Ilyas (1983), pengelompokan hasil tangkapan berdasarkan
tingkat kesegarannya dibedakan atas tiga kelompok, yaitu ikan segar, Kurang segar, dan tidak segar. Penanganan hasil tangkapan bertujuan mengusahakan agar kesegaran hasil tangkapan dapat dipertahankan selama mungkin, atau setidaknya masih cukup segar pada saat hasil tangkapan sampai ke tangan konsumen. Jadi, begitu hasil tangkapan tertangkap dan dinaikkan ke atas kapal, harus secepat mungkin ditangani dengan baik dan hati-hati.
Demikian selanjutnya sampai hasil
tangkapan disimpan beku dalam cold storage, atau diolah (Moeljanto 1982). Penanganan harus dilakukan dengan cepat dan cermat serta menerapkan aspek sanitasi dan higienis agar diperoleh daya awet yang lama (Aziza 2000).
(2).
Pemasaran ikan Pemasaran merupakan salah satu tindakan suatu keputusan yang
berhubungan dengan pergerakan barang dan jasa dari produsen sampai konsumen (Hanafiah dan Saefudin 1983). Kegiatan pemasaran yang dilakukan di suatu
pelabuhan perikanan bersifat lokal, nasional maupun ekspor bergantung dari tipe pelabuhan tersebut. Pada dasarnya, pemasaran prosuk perikanan bertujuan untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi para nelayan maupun pedagang. Usaha pemasaran ikan dan hasil perikanan lainnya merupakan kegiatan yang berperan dalam pembentukan harga, peningkatan mutu, peningkatan produksi, pengembangan modernisasi perikanan, peningkatan pendapatan, dan kesejahteraan nelayan (Hartati 1996). Pemasaran biasanya tidak dilakukan oleh satu tangan, melainkan oleh beberapa pelaku perantara yang membentuk tataniaga yang panjang, sehingga mengakibatkan biaya pemasaran yang tinggi. Pemasaran ikan
hasil tangkapan nelayan Pangandaran masih bersifat
lokal. Daerah pemasarannya meliputi Ciamis, Bandung, Garut, dan Tasikmalaya. Sebagian besar, ikan yang dipasarkan biasanya dalam bentuk ikan segar. Mekanisme pemasaran ikan di Pangandaran dimulai dari nelayan menurunkan hasil tangkapannya ke PPI Pangandaran yang kemudian dilelang.
Proses
pelelangan tersebut, ikan hasil tangkapan dibeli oleh bakul-bakul yang nantinya akan dijual lagi ke pedagang kecil atau restoran yang nantinya akan sampai ke konsumen. Selain itu, bakul juga menjual ikanya ke pengolah ikan yang kemudian dijual ke grosir dalam bentuk ikan yang sudah diolah (Aprianti 2006).
(3).
Pengolahan ikan Ikan hasil tangkapan yang telah didaratkan di pelabuhan perikanan
selanjutnya akan diolah menjadi beberapa produk olahan dan ada yang langsung dipasarkan dalam bentuk ikan segar. Pengolahan terhadap ikan hasil tangkapan dilakukan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu ikan dalam rangka menghindari kerusakan pasca tangkap. Menurut Lubis (2006), jenis olahan yang umumnya berada di pelabuhan perikanan di Indonesia masih bersifat tradisional dan belum memperhatikan kualitas ikan, sanitasi dan cara pengepakan yang baik seperti pengasinan dan pemindangan. Jenis olahan lainnya yang sering dijumpai di lingkungan pelabuhan perikanan adalah krupuk ikan dan terasi. Pengolahan ikan di PPI Pangandaran masih kurang berkembang. Pengolahan hasil tangkapan hanya dilakukan oleh nelayan atau pedagang eceran
bila ikan hasil tangkapannya tidak habis terjual dalam keadaan segar.
Cara
pengolahan yang dilakukan biasanya adalah pengeringan, penggaraman dan pengasapan.
Hal ini juga disebabkan karena sebagian besar produksi ikan
dipasarkan dalam bentuk segar (Aprianti 2006).
2).
Pengelolaan SDM pelabuhan perikanan Pengelolaan SDM pelabuhan perikanan bertujuan untuk melancarkan
kegiatan dan pelayanan di pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan. Agar tujuan tersebut dapat dicapai tentu harus didukung oleh kemampuan yang memadai dari para pengelola pelabuhan perikanan.
Oleh karena itu setiap
sumberdaya manusia (SDM) pengelola pelabuhan perikanan harus dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang cukup mengenai pelabuhan perikanan (Anonim 2005). Menurut Lubis (2006) secara umum SDM pengelola pelabuhan perikanan untuk klasifikasi Pangkalan Pendaratan Ikan terdiri atas Kepala PPI, sub bagian tata usaha, bagian pelelangan ikan, bagian fasilitas pendaratan dan bagian sarana prasarana pemukiman nelayan (Gambar 2). Pendidikan yang sesuai dengan bidang kerja SDM pengelola pelabuhan perikanan adalah syarat mutlak pengelola pelabuhan perikanan, sedangkan untuk lebih meningkatkan kemampuannya perlu dilakukan pelatihan-pelatihan dan pembinaan teknis dari pihak terkait terutama yang bersifat teknis dan adminsitrasi kepelabuhanan, dan ditunjang pula dengan pembinaan yang menunjang terhadap peningkatan moral SDM pengelola pelabuhan perikanan.
Kepala UPT-PPI
Sub Bagian Tata Usaha
Seksi Fasilitas Pendaratan
Seksi Pelelangan Ikan
Seksi Sarana dan Prasarana Pemukiman Nelayan
Sumber : (Lubis 2002)
Gambar 2. Bagan struktur organisasi PPI
3).
Pengelolaan fasilitas pelabuhan perikanan Pengelolaan fasilitas pelabuhan perikanan berarti pengelolaan fasilitas
yang tersedia di pelabuhan perikanan untuk mendukung operasional pelabuhan. Fasilitas pelabuhan perikanan terdiri atas fasilitas pokok, fungsional, dan tambahan (Lubis 2006). Rincian fasilitas pelabuhan perikanan lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Fasilitas pelabuhan perikanan menurut kriteria dan jenis fasilitas No.
Kriteria Fasilitas
1.
Pokok
2.
Fungsional
Jenis Fasilitas -
3.
Tambahan
Sumber : Lubis (2006)
-
Dermaga Kolam pelabuhan Alat bantu navigasi Pemecah gelombang TPI Pabrik es Gudang es Refrigerasi Gedung pemasaran Lapangan perbaikan alat penangkapan ikan Tempat penjemuran alat penangkap ikan Bengkel Slipways Gudang jaring Vessel lift Fasilitas perbekalan (tangki dan instalasi air minum, tangki bahan bakar) Fasilitas komunikasi MCK Poliklinik Asrama Kantin/warung Mushola Kantor pengelola pelabuhan Ruang operator Kantor syahbandar Kantor bea cukai
2.3
Pariwisata Pariwisata adalah kegiatan yang terjadi karena pengaruh atau hubungan
yang ditimbulkan oleh perjalanan dan persinggahan yang dilakukan orang-orang diluar tempat tinggalnya dengan tidak bermaksud mencari nafkah di tempat tersebut (Muslichun 1978 diacu dalam Hidayati 1997). Rutledge (1971) diacu dalam Muntasib (1992) mendefinisikan rekreasi sebagai usaha atau kegiatan yang dilakukan pada waktu senggang untuk mengembalikan kesegaran fisik maupun mental yang dihasilkan oleh pekerjaan rutin. Rekreasi di alam terbuka (wisata alam) sekarang sedang marak dan berkembang.
Taman buah, pemandangan
pantai dan kampoeng wisata merupakan beberapa obyek wisata yang sedang ramai dikunjungi oleh wisatawan. Kegiatan wisata alam sekarang yang ada di Indonesia memberikan peluang bisnis yang menjanjikan karena Indonesia kaya akan keindahan alamnya; termasuk
keindahan
pantainya,
mengingat
Indonesia
negara
kepulauan.
Perkembangan sekarang, sektor lain seperti perikanan laut dapat dijadikan juga obyek wisata dengan kemasan yang menarik. Kondisi ini mampu mengefektifkan dan mengoptimalkan kinerja sektor yang ada guna meningkatkan pemasukan daerah (Sobari et al. 2007) Kecamatan Pangandaran merupakan suatu wilayah pesisir yang juga digunakan merupakan obyek wisata pantai.
Menurut Fahrudin dan Oktariza
(1995) diacu dalam Hidayati (1997) menyatakan bahwa obyek wisata pantai yang terdapat di Kecamatan Pangandaran terdiri atas Pantai Karangnini, Pantai Pangandaran, Cagar Alam Pananjung, Pantai Karang Tirta, dan Pantai Batu Hiu. Sektor perikanan tangkap yang ada digunakan sebagai penunjang pengembangan sektor pariwisata di Pangandaran, sebagai contoh wisatawan dapat membeli ikan sebagai oleh-oleh di PPI Pangandaran (Anonim 1994). Wisatawan yang datang ke Pangandaran bukan hanya berasal dari wisatawan lokal akan tetapi dari mancanegara juga.
Infrastruktur yang ada sudah mampu mendukung
kelancaran berjalannya sektor pariwisata.
Jalan menuju lokasi wisata Pantai
Pangandaran berupa jalan kabupaten dengan jalan beraspal. Kendaraan umum berupa bus juga sampai ke Pantai Pangandaran (Hidayati 1997).
2.3.1
Permintaan Pariwisata Menurut Lipsey, Courant, Purvis dan Steiner (1995) permintaan adalah
hubungan menyeluruh antara kuantitas komoditas tertentu yang akan dibeli konsumen selama periode waktu tertentu, dengan harga komoditas itu. Wahab (1989) merumuskan permintaan pariwisata sebagai sesuatu yang menunjuk hubungan fungsional yang memberitahukan jumlah yang akan dibeli dengan bermacam-macam harga pada waktu dan tempat tertentu. Permintaan pariwisata dipengaruhi oleh wisatawan, waktu luang, uang (pendapatan), keamanan, jarak, fasilitas objek wisata, selera, kondisi objek wisata itu sendiri dan lain-lain. Permintaan pariwisata timbul karena adanya kebutuhan para wisatawan selama melakukan wisata di suatu tempat dan waktu tertentu. Menurut Yoeti (1996) permintaan rekreasi mempunyai ciri khas, yaitu : 1) Permintaan sangat elastis, namun tidak hanya dipengaruhi oleh harga saja, tetapi oleh banyak faktor; 2) Permintaan sangat sensitif terhadap kondisi sosial politik yang dapat merubah keinginan seseorang untuk melakukan perjalanan rekreasi; 3) Tergantung pada waktu, yaitu adanya waktu luang untuk seseorang melakukan perjalanan rekreasi; 4) Dipengaruhi oleh musim, oleh karena itu terlihat adanya waktu ramai dan waktu sepi; 5) Permintaan terpusat pada tempat tertentu dan; 6) Dipengaruhi oleh pendapatan. Biasanya orang-orang baru akan melakukan rekreasi kalau kebutuhan pokoknya sudah terpenuhi.
2.3.2. Metode Biaya Perjalanan Pariwisata Menurut Fauzi (2000) metode biaya perjalanan ini kebanyakan digunakan untuk menganalisis permintaan terhadap rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation) seperti memancing, berburu, hicking, dan sebagainya. Secara prinsip metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi tempat-tempat rekreasi tersebut. Lipton et al. (1995) diacu dalam Sobari (2007) menyatakan bahwa metode biaya perjalanan merupakan metode yang biasa digunakan untuk memperkirakan
nilai rekereasi dari suatu lokasi
atau objek.
Metode ini merupakan metode
pengukuran secara tidak langsung terhadap barang atau jasa yang tidak memiliki nilai pasar. Teknik ini mengasumsikan bahwa pengunjung pada suatu tempat wisata menimbulkan atau menanggung biaya ekonomi, dalam bentuk pengeluaran perjalanan dan waktu untuk mengunjungi suatu tempat. Fauzi (2000) menyebutkan bahwa metode biaya perjalanan ini dapat digunakan untuk mengukur manfaat dan biaya akibat : 1) Perubahan biaya akses (tiket masuk) bagi suatu tempat rekreasi 2) Pertambahan tempat rekreasi baru 3) Perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi dan 4) Penutupan tempat rekreasi yang ada Tujuan dasar dari metode biaya perjalanan adalah untuk menghitung nilai ekonomi suatu kawasan wisata melalui estimasi rata-rata permintaan terhadap kunjungan wisata di lokasi dimaksud, untuk itu maka perlu diestimasi fungsi permintaan terhadap kunjungan wisata (Sobari 2007). Selanjutnya dikatakan bahwa ada dua teknik yang digunakan dalam menentukan nilai ekonomi berdasarkan Travel Cost Method (TCM), yaitu : (1) Pendekatan melalui Zonasi Pendekatan melalui Zonasi adalah pendekatan yang relatif simple dan murah karena data yang diperlukan banyak mengandalkan data sekunder dan beberapa data sederhana dari responden saat survei. Pendekatan TCM dimulai dari analisis terhadap lokasi yang akan dituju dengan menentukan partisi area yang terdapat di sekitar lokasi tujuan. Setiap zona memiliki dugaan jumlah pengunjung dan populasi katakanlah untuk satu tujuan. Tahap berikutnya adalah menduga biaya perjalanan dari lokasi asal ke lokasi tujuan. (2) Pendekatan Individual Travel Cost Method dengan menggunakan data sebagian besar dari survei Pendekatan ini lebih didasarkan pada data primer yang diperoleh melalui survei dan teknik statistika yang lebih kompleks. Kelebihannya adalah hasil yang didapat lebih akurat. Di dalam menentukan fungsi permintaan untuk kunjungan wisata, pendekatan ini lebih menggunakan teknik ekonometrik seperti regresi sederhana.
Travel Cost Method (TCM) yaitu metode yang mengkaji biaya yang dikeluarkan tiap individu untuk mendatangi tempat rekreasi di sekitar lokasi penelitian. Prinsip yang mendasari metode ini adalah bahwa biaya yang dikeluarkan untuk berwisata ke suatu area dianggap sebagai “harga” akses area tersebut (Grigalunas et al. 1998).
2.4
Karakteristik Masyarakat Pesisir atau Nelayan Satria (2002) mendefinisikan masyarakat sebagai sekumpulan manusia
yang secara relatif mandiri, cukup lama hidup bersama, mendiami wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan sebagian kegiatannya didalam kelompok terebut.
Muluk (1996) menyatakan bahwa klasifikasi
masyarakat dapat dibedakan berdasarkan mata pencaharian utamanya atau berdasarkan sifat mereka bermukim. Dengan demikian, masyarakat nelayan atau pesisir dapat diartikan sekelompok manusia yang bertempat tinggal di wilayah pesisir dan memanfaatkan sumberdaya pesisir atau laut sebagai pekerjaannya. Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, binatang air lainnya atau tanaman air.
Orang yang hanya melakukan
pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat atau peralatan ke dalam perahu atau kapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkap dimasukkan sebagai nelayan, walaupun tidak secara langsung melakukan penangkapan (Sobari dan Suswanti 2007). Masyarakat pesisir memiliki sifat atau karakteristik tertentu yang khas atau unik. Sifat ini sangat erat kaitannya dengan sifat usaha di bidang perikanan yang merupakan mata pencaharian masyarakat.
Karakteristik ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti lingkungan, musim, dan pasar (Mustamin 2003). Beberapa unsur mentalitas masyarakat pesisir atau nelayan, yaitu individualistis merupakan hal yang aneh bagi nelayan, panjang akal, improvisasi, berfikir sintetis (perasaan dan pengetahuan terlibat), pemborosan bahan, waktu, tenaga adalah hal yang biasa, hidup konsumtif, percaya terhadap hal gaib, dan klise-klise adat dipandang lebih bijaksana (Marwy 1985 diacu dalam Mustamin 2003)
Potensi sumberdaya laut dan pesisir sangat memungkinkan nelayan untuk melakukan berbagai kegiatan diversivikasi ekonomi, khususnya dalam musim paceklik. Ada diantara nelayan yang hanya melakukan kegiatan penangkapan saja, sehingga pada saat musim paceklik nelayan cenderung berdiam di rumah, tetapi ada juga yang beralih profesi lain, seperti berjualan. Masyarakat nelayan identik dengan kemiskinan, perumahan yang kumuh dan pendidikan yang terbelakang. Kondisi masyarakat yang seperti inilah yang mengakibatkan kerusakan ekosistem akibat kurangnya pengetahuan mengenai pengelolaan ekosistem pesisir dan laut yang baik dan bertanggung jawab. Menurut Dahuri et al. (2001) menyatakan bahwa kemiskinan seringkali memaksa manusia untuk mengeksploitasi sumberdaya pesisir dengan cara-cara merusak kelestariannya, sekedar untuk memenuhi kebutuhan bertahan hidup sehari-hari.
2.5
Kesejahteraan Masyarakat Menurut Sarman (2000), sejahtera adalah masyarakat yang merasa aman
santosa, selamat dan tak kurang apapun.
Kesejahteraan adalah sesuatu yang
bersifat subyektif dimana setiap orang mempunyai pedoman tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Kesejahteraan masyarakat dapat pula dilihat melalui kondisi maupun fasilitas yang dimiliki suatu tempat tinggal. Pangan, sandang, papan merupakan salah satu ukuran dalam menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat. Faktor makanan
yang
biasa
dikonsumsi
sehari-hari
dapat
dijadikan
indikator
kesejahteraan masyarakat. Faktor makanan sering dihubungkan dengan kesehatan karena terkait dengan gizi yang dikonsumsi oleh masyarakat, misalnya penyebab kekurangan gizi dikarenakan tingkat ekonomi yang masih rendah (BPS 1993). Sebenarnya, kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat subyektif, sehingga ukuran kesejahteraan bagi setiap individu atau keluarga berbeda satu sama lain, namun prinsipnya kesejahteraan berkaitan erat dengan kebutuhan dasarnya. Jika kebutuhan dasarnya sudah dipenuhi, maka dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan dari individu atau keluarga sudah terpenuhi (BPS 1991). Aspek
yang
dapat
digunakan
untuk
menganalisisi
kesejahteraan
masyarakat berdarkan sosial ekonomi dengan melihat konsumsi atau pengeluaran
atau pendapatan, kesehatan, pendidikan, perumahan dan pemukiman, sosial budaya, kesejahteraan rumah tangga dan kriminalitas. Klasifikasi tingkat kesejahteraan atau kemiskinan menurut Sajogyo (1996) diacu dalam Sobari dan Suswanti (2007) adalah sebagai berikut: 1) Tidak miskin apabila nilai per kapita per tahun lebih tinggi dari nilai tukar 320 beras untuk pedesaan dan 480 kg beras untuk daerah kota; 2) Miskin apabila nilai per kapita per tahun lebih rendah dari pada nilai tukar 320 beras untuk pedesaan dan 480 kg beras untuk daerah kota; 3) Miskin sekali apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 240 kg beras untuk pedesaan dan 360 kg beras untuk daerah kota; 4) Paling miskin apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah nilai tukar 180 kg beras untuk pedesaan dan 270 kg untuk daerah kota. Menurut Sobari dan Suswanti (2007), konsep kemiskinan menurut Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah didasarkan pada kebutuhan sembilan bahan pokok dalam setahun, yaitu 100 kg beras, 15 kg ikan asin, 6 kg gula pasir, 6 kg minyak goreng, 9 kg garam, 60 liter minyak tanah, 20 batang sabun, 4 meter tekstil kasar, dan 2 meter batik kasar. Kriteria kemiskinan berdasarkan parameter di atas adalah: 1) Tidak miskin apabila konsumsi per kapita per tahun di atas 200 % dari total 9 bahan pokok; 2) Hampir miskin apabila konsumsi per kapita per tahun di atas 126-200 % dari total 9 bahan pokok; 3) Miskin apabila konsumsi per kapita per tahun di atas 75-125 % dari total 9 bahan pokok; dan 4) Miskin sekali apabila konsumsi per kapita per tahun di atas 75 % dari total 9 bahan pokok. Tingkat kesejahteraan sosial diukur dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga yang didasarkan pada pola pengeluaran untuk pangan, barang dan jasa, rekreasi, dan perlengkapan rumah tangga. Penilaian terhadap kondisi perumahan didasarkan pada jenis dinding rumah, jenis lantai, jenis atap serta status kepemilikan (BPS 1991). Tingkat kesejahteraan sosial ini berkaitan langsung dengan tingkat pendapatan nelayan dan merupakan bentuk yang nampak dari
tingkat kesejahteraan yang disandangnya. Misalkan, orang yang memiliki rumah berubin atau berkeramik, bisa dikatakan memiliki tingkat kesejahteraan yang layak. Pendekatan tingkat kesejahteraan berdasarkan kesehatan dapat dilihat dari kondisi sanitasi perumahan serta kondisi perlengkapan air minum, air mandi, mencuci, dan kakus (BPS 1991). Kemiskinan terkait erat dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Orang dikatakan miskin jika pendapatannya sehari-hari tidak mencukupi kebutuhan minimum rumah tangga (Sumodiningrat 1999).
Kemiskinan yang ada dapat
diukur dari tingkat pendapatan dan pengeluaran; dimana kebutuhan dibatasi hanya kebutuhan minimum saja. Purbayanto (2003) menyatakan sebagian besar atau sekitar 80% kegiatan perikanan tangkap di Indonesia dilakukan oleh nelayan tradisonal. Sementara itu, hanya kurang dari 20% sisanya adalah usaha penangkapan ikan padat modal atau lebih dikenal dengan sebutan industri penangkapan ikan yang melibatkan nelayannelayan terdidik. Kondisi ini telah menyebabkan ketimpangan ekonomi yang cukup besar antara nelayan industri dan nelayan tradisional. Nelayan tradisional inilah yang sebagian besar berada pada garis kemiskinan. Menurut Karunia et al. (2008) peningkatan kesejahteraan nelayan skala kecil dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Gunawan (2007) diacu dalam Karunia et al. (2008) salah satu faktor tersebut adalah kebijakan khusus pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat guna menanggulangi kemiskinan merupakan bagian integral pembangunan nasional yang harus mempunyai arah pembangunan yang jelas. Menurut BPS (1991) kesejahteraan rakyat mempunyai aspek yang sangat komplek dan tidak memungkinkan untuk menyajikan data yang mampu mengukur semua aspek kesejahteraan, sehingga indicator yang digunakan disesuaikan dengan indikator kesejahteraan rumah tangga yang telah ditetapkan oleh BPS. Modifikasi diperlukan untuk menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi di daerah penelitian. Dahuri (2000) menyatakan bahwa tidak adanya akses ke sumber modal, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar serta rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah alasan-alasan terjadinya
kemiskinan di masyarakat nelayan. Alasan lain juga kurangnya prasarana umum di wilayah pesisir, lemahnya perencanaan spasial yang berakhir pada tumpang tindihnya berbagai sektor disuatu kawasan, dan dampak polusi dari suatu lingkungan. Perlu strategi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan melalui pelayanan dan peningkatan program-program pembangunan sosial yang berskala besar atau nasional.
Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan
pendidikan, perbaikan kesehatan dan gizi, perbaikan pemungkiman penduduk, pembuatan sarana dan prasarana sosial lainnya, seperti transportasi, tempat ibadah dan fasilitas umum lainnya di pemukiman warga.
Kondisi ini mampu
memanfaatkan potensi yang ada baik terhadap sumberdaya alam maupun sumberdaya manusiannya yang akan memberikan peranan yang maksimal dalam usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan (Supriana 1997 diacu dalam Mustamin 2003). Indikator tingkat kesejahteraan menurut BPS dan SUSENAS tahun 2003 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Indikator tingkat kesejahteraan menurut BPS dan SUSENAS tahun 2003 No 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11
Indikator kesejateraan Pendapatan rumah tangga Tolak ukur yang digunakan adalah konsep kemiskinan menurut direktorat jenderal tata guna tanah yang menyertakan pendapatan perkapita pertahun dengan konsumsi beras per kapita per tahun. Pengeluaran rumah tangga Tolak ukur yang digunakan adalah kriteria konsep kemiskinan menurut Sajogjo, yang didasarkan pada kebutuhan 9 bahan pokok dalam setahun.
Keadaan tempat tinggal 1. Atap : genting (5), asbes (4), seng (3), sirap (2), daun (1) 2. Dinding: tembok (5), setengah tembok (4), kayu (3), bambu kayu (2), bambu (1) 3. Status: milik sendiri (3), sewa (2), numpang (1) 4. lantai : porselin (5), ubin (4), plester (3), papan (2), tanah (1) 5. luas lantai: > 100 m2 (3), 50-100 m2 (2), <50 m2 (1). Fasilitas tempat tinggal 1. Pekarangan: luas >100 m2 (3), sedang 50-100 m2 (2), sempit <50 m2 (1) 2. Hiburan: diacu dalamo (4), TV (3), tape recorder (2), radio (1) 3. Pendingin: AC (4), lemari es (3), kipas angin (2), alam (1) 4. Penerangan: listrik (3), petromak (2), lampu tempel (3) 5. Bahan bakar: gas(3), minyak tanah (2), kayu arang (1) 6. Sumber air: PAM (6), sumur bor (5), sumur (4), mata air minum (3), air hujan (2), sungai (1) 7. MCK: sendiri (4), umum (3), sungai/laut (2), kebun (1) Kesehatan anggota rumah tangga Banyaknya anggota keluarga yang sakit dalam satu tahun
Kemuahan mendapatkan pelayanan kesehatan dari tenaga medis/para medis (termasuk kemudahan keluarga berencana dan obat-obatan) 1. Jarak rumah sakit terdekat: 0 km (4), 0,01-3 km (3), >3 km (2), missing (1) 2. Jarak ke poliklinik terdekat 0 km (4), 0,01-3 km (3), >3 km (2), missing (1) 3. Biaya berobat: terjangkau (3), cukup terjangkau (2), sulit terjangkau (1) 4. Penanganan berobat: baik (3), cukup baik (2), kurang baik (1) 5. Alat kontrasepsi: mudah didapat (3), cukup mudah didapat (2), sulit didapat (1) 6. Konsultasi KB: mudah (3), cukup (2), sulit (1) 7. Harga obat-obatan: : terjangkau (3), cukup terjangkau (2), sulit terjangkau (1) Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan 1. Biaya sekolah: : terjangkau (3), cukup terjangkau (2), sulit terjangkau (1) 2. Jarak sekolah: 0 km (3), 0,01-3 km (2), >3 km (1) 3. Prosedur penerimaan: mudah (3), cukup (2), sulit (1) Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi 1. Ongkos dan biaya: terjangkau (3), cukup terjangkau (2), sulit terjangkau (1) 2. Fasilitas kendaraan: tersedia (3), cukup tersedia (2), tidak tersedia (1) 3. Kepemilikan: sendiri (3), sewa (2), ongkos (1) Kehidupan beragama
Rasa aman dari gangguan kejahatan Frekuensi terjadinya kejahatan per bulan pada lingkungan timpat tinggal rumah tangga Kemudahan dalam melakukan olahraga Frekuensi responden dalam melakukan olahraga dalam satu minggu
Sumber: (Sobari dan Suswanti 2007)
Kriteria
Skor
Tidak miskin Hampir miskin Miskin Miskin sekali
4 3 2 1
Tidak miskin Hampir miskin Miskin Miskin sekali
4 3 2 1
Permanen (skor 15-21) Semi permanen (skor 1014) Non permanen (skor 5-9)
3 2
Lengkap (skor 21-27) Cukup lengkap (skor 1420) Kurang lengkap (skor 713)
3
Baik (<25% sering sakit) Cukup (25%-50% sering sakit) Kurang (>50% sering sakit)
3 2
Mudah (skor 17-23) Cukup mudah (skor 1216) Sulit (skor 7-11)
3 2 1
Mudah (skor 8-9) Cukup mudah (skor 6-7) Sulit (skor 3-5)
3 2 1
Mudah (skor 7-9) Cukup mudah (skor 5-6) Sulit (skor 3-4)
3 2 1
Toleransi tinggi Toleransi sedang Toleransi rendah Aman (tidak pernah) Cukup aman (pernah) Tidak aman (sering) Mudah (sering) Cukup mudah (agak sering) Sulit (tidak pernah)
3 2 1 3 2 1 3 2 1
1
2 1
1
3 3.1
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran,
Obyek Wisata Pantai Pangandaran dan sekitarnya, yang terletak di Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat (Lampiran 1). Waktu penelitian dilaksanakan selama delapan bulan sejak bulan Mei tahun 2007 sampai dengan bulan Pebruari tahun 2008.
3.2
Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian adalah form-form kuesioner untuk
wawancara kepada pihak-pihak terkait. Di samping itu juga digunakan sheet data mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan yang berpedoman pada BPS (2003) diacu dalam Sobari dan Suswanti (2007).
3.3
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey yang diacu dari
Singarimbun dan Efendi (1989).
Aspek-aspek yang diteliti pengelolaan
kepelabuhanan perikanan, penangkapan ikan dan wisata pantai. Parameter yang diteliti pada aspek pengelolaan kepelabuhanan perikanan adalah aktivitas dan fasilitas kepelabuhanan, SDM pengelola dan pengorganisasian kepelabuhanan. Parameter yang diteliti pada aspek penangkapan ikan adalah aktivitas penangkapan, unit-unit penangkapan, nelayan/pengusaha penangkapan, dan pengelolaan penangkapan oleh nelayan, sedangkan parameter yang diteliti pada aspek wisata pantai adalah aktivitas wisata pantai, sarana prasarana pantai, karateristik pengunjung wisata pantai dan permintaan rekreasi dan konflik lingkungan. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Data dan informasi yang dibutuhkan, yaitu seluruh informasi terkait dengan pengelolaan pelabuhan perikanan, aktivitas penangkapan ikan, dan wisata pantai di Kabupaten Ciamis. Data primer adalah berbagai data dan informasi yang diperoleh langsung dari hasil pengamatan, pengukuran, dan wawancara terhadap responden.
Responden di lapangan merupakan stakeholders yang terkait dengan pengelolaan PPI Pangandaran dan wisata pantai Pangandaran. Jumlah responden terkait diambil secara purposive sampling. Jumlah responden yang diambil untuk pengelolaan PPI Pangandaran adalah sebagai berikut: 1) Pihak pengelola PPI Pangandaran (1 orang) Informasi yang diperoleh berupa kondisi pengelolaan PPI Pangandaran, kebijakan mengenai pengelolaan PPI Pangandaran, rencana pengembangan PPI Pangandaran kedepannya, persepsi tentang pariwisata pantai terutama persepsi tentang kesinergisan pariwisata dan kegiatan perikanan serta kegiatan-kegiatan perikanan apa saja yang dapat dijadikan sebagai objek. Wisata dan pengelolaan sanitasi. 2) Pihak pengelola TPI (2 orang) Informasi yang diperoleh berupa kondisi gedung TPI sekarang,
proses
pelelangan, lamanya pelelangan, jumlah keranjang, dan retribusi pelelangan, dan kondisi pengelolaan sanitasi TPI di PPI Pangandaran, persepsi tentang pariwisata pantai terutama persepsi tentang kesinergisan pariwisata dan kegiatan perikanan serta kegiatan-kegiatan perikanan apa saja yang dapat dijadikan sebagai objek wisata. 3) Nelayan (30 orang) Responden dari nelayan adalah nelayan yang juga terlibat secara langsung dengan kegiatan pariwisata Pantai Pangandaran. Informasi yang diperoleh berupa jenis hasil tangkapan yang didaratkan, pendapatan nelayan, ukuran unit tangkap, jumlah hasil tangkapan, proses pembongkaran hasil tangkapan di atas kapal, alat dan waktu yang digunakan untuk membongkar, wadah yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan, pelaku pembongkaran, kebutuhan es, kebutuhan air tawar saat melaut, lama kapal di dermaga, lama trip, sistem pengelolaan PPI Pangandaran, daerah penangkapan ikan, dan mutu ikan yang didaratkan, persepsi tentang pariwisata pantai terutama persepsi tentang kesinergisan pariwisata dan kegiatan perikanan serta kegiatan-kegiatan perikanan apa saja yang dapat dijadikan sebagai objek wisata dan bagaimana pengaruh pariwisata terhadap pendapatan nelayan.
4) Pedagang ikan (6 orang) Informasi yang diperoleh berupa harga beli ikan, sistem pembelian ikan, harga jual ikan, mutu ikan yang didaratkan, cara penanganan dan pengepakan hasil tangkapan baik di gedung TPI (setelah pelelangan) maupun pada saat pendistribusian, bahan yang digunakan untuk menjaga mutu ikan, tujuan tempat pendistribusian, lama waktu hasil tangkapan sampai ke daerah-daerah konsumen, dan biaya-biaya pendistribusian, persepsi tentang pariwisata pantai terutama persepsi tentang kesinergisan pariwisata dan kegiatan perikanan serta kegiatan-kegiatan perikanan apa saja yang dapat dijadikan sebagai objek wisata dan bagaimana pengaruh pariwisata terhadap pendapatan pedagang ikan. 5) Pengolah ikan (6 orang) Informasi yang diperoleh berupa harga beli ikan, sistem pembelian ikan, mutu ikan yang didaratkan, bentuk olahan yang dihasilkan, sistem sewa lahan, tenaga kerja, perhatian pemerintah terhadap pengelolaan ikan yang ada, tujuan tempat pendistribusian, lama waktu hasil tangkapan sampai ke daerah-daerah konsumen, dan biaya-biaya pendistribusian, persepsi tentang pariwisata pantai terutama persepsi tentang kesinergisan pariwisata dan kegiatan perikanan serta kegiatan-kegiatan perikanan apa saja yang dapat dijadikan sebagai objek wisata dan bagaimana pengaruh pariwisata terhadap pendapatan pengolah ikan. 6) Pihak-pihak yang memberikan pelayanan jasa kepelabuhanan (penyetok es balok dan air bersih (4 orang)) Informasi yang diperoleh berupa produk yang disalurkan, sistem pembayaran, keterkaitan dengan pengelolan PPI Pangandaran, harga jual ke nelayan, dan perhatian pihak pengelola PPI Pangandaran terhadap ketersediaan es dan air bersih. 7) Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis (1 orang) Informasi yang diperoleh berupa permasalahan yang ada di PPI Pangandaran terkait
pengelolaan
PPI
Pangandaran,
rencana
pengembangan
PPI
Pangandaran kedepannya, dan kondisi perikanan di Kabupaten Ciamis serta kebijakan yang diterapkan untuk bersinergi dengan pariwisata.
Selanjutnya untuk informasi mengenai pengelolaan obyek wisata Pangandaran didapat dengan cara wawancara, pengamatan langsung dan pengumpulan data dari. pihak-pihak yang mewakili dan terkait dengan obyek wisata Pangandaran. Jumlah responden yang diambil adalah sebagai berikut: 1) Pihak pengelola obyek wisata Pangandaran (1 orang) Informasi yang diperoleh berupa kondisi pengelolaan obyek wisata Pangandaran, jumlah pengunjung per hari, tiket masuk, obyek wisata apa saja yang bisa dinikmati pengunjung, kendala dalam pengelolaan obyek wisata Pangandaran, kebijakan mengenai pengelolaan obyek wisata Pangandaran, potensi pariwisata yang mungkin bisa dikembangkan lagi, sarana pariwisata, kegiatan wisata, dan rencana strategi obyek wisata Pangandaran kedepannya. 2) Wisatawan (60 orang) Informasi yang diperoleh berupa daya tarik obyek wisata Pangandaran, tiket masuk, persepsi terhadap keberadaan obyek wisata Pangandaran, kesan terhadap kebersihan dan pelayanan petugas di lapangan, dan saran untuk peningkatan pengelolaan PPI Pangandaran. 3) Pihak Dinas Pariwisata Ciamis (1 orang) Informasi yang diperoleh berupa permasalahan yang ada di obyek wisata Pangandaran, rencana pengembangan obyek wisata Pangandaran kedepannya, dan kondisi pariwisata di Kabupaten Ciamis. Pengamatan dilakukan terhadap sarana pariwisata, kegiatan wisata, dan kinerja petugas di lapangan. Data sekunder yang diambil, jumlah pengunjung periode 6 tahun terakhir (2001-2006), jumlah petugas, struktur organisasi, dan jumlah pemasukan ke daerah yang didapat dari Dinas Pariwisata dan BPS Kabupaten Ciamis. Secara rinci mengenai aspek dan parameter yang diteliti serta data yang dikumpulkan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Aspek dan parameter yang diteliti serta data yang dikumpulkan No 1
Aspek yang Diteliti Pengelolaan kepelabuhanan
Parameter yang Diteliti 1.1 Aktivitas kepelabuhanan
1.2 Fasilitas kepelabuhanan
1.3 SDM pengelola kepelabuhanan
1.4 Pengorganisasian kepelabuhanan
2
Penangkapan ikan
2.1 Aktivitas penangkapan
2.2 Unit-unit penangkapan
3
Kegiatan wisata pantai
2.3 Nelayan/pengusaha penangkapan 2.4 Pengelolaan penangkapan oleh nelayan 3.1 Aktivitas wisata pantai 3.2 Sarana prasarana wisata pantai 3.3 Pelaku wisata pantai 3.4 Peneglolaan wisata pantai
Data yang Dikumpulkan Jenis-jenis aktivitas; proses dan efektivitas masing-masing aktivitas, pelaku-pelaku aktivitas (jumlah dan fungsi), biaya dan keuntungan masingmasing aktivitas yang masuk pendapatan para pelaku aktivitas (nelayan, pedagang ikan, pengolah ikan, dll.) Jenis-jenis fasilitas tersedia, kondisi dan tingkat pemanfaatan fasilitas, ukuran dan kapasitas fasilitas, pengadaan failitas Jenis-jenis pelayanan tersedia, system penggunaan/penyewaan fasilitas/ layanan fasilitas, besaran sewa, pengorganisasian pelayanan Latar belakang pendidikan dan keterampilan pengelola, pengalamanpengalaman dan pelatihan-pelatihan yang pernah dilakukan pengelola, kemampuan pengelola Struktur organisasi kepelabuhanan (PPI Pangandaran), fungsi dan wewenang, peraturan dan kebijakan-kebijakan terutama terkait dengan pengelolaan kepelabuhanan perikanan PPI Output pengorganisasian kepelabuhanan/output kepelabuhanan - tingkat produksi hasil tangkapan PPI Pangandaran - Tingkat pelayanan PPI - Tingkat pemasukan PPI Jenis-jenis peralatan penangkapan yang digunakan Produksi hasil tangkapan berdasarkan jenis ikan dan alat yang digunakan Jenis-jenis unit penangkapan yang ada dan jumlah unit-unit penangkapan Jumlah nelayan Tingkat pendapatan nelayan Pengelolaan TPI Pengelolaan TPI oleh KUD Jenis-jenis aktivitas wisata yang dilakukan Sarana dan prasarana wisata pantai yang ada di Pangandaran Karakteristik wisatawan Tingkat kesejahteraan Permintaan rekreasi Organisasi pengelola wisata pantai Fungsi dan wewenang, peraturan dan kebijakan wisata di pangandaran
3.4
Analisis Data
3.4.1
Analisis peningkatan pengelolaan pelabuhan perikanan
1).
Pengelolaan kepelabuhanan Parameter-parameter pengelolaan kepelabuhanan (aktivitas, fasilitas, SDM
pengelola dan pengorganisasian kepelabuhanan) dianalisis secara deskriptif dan dengan penghitungan rata-rata, simpangan, dan analisis grafik untuk mengetahui gambaran kondisi aktual parameter-parameter tersebut. Khusus untuk parameter fasilitas, bila data ukuran fasilitas yang tersedia tidak ada, maka dilakukan pengukuran ulang fasilitas yang ada.
2).
Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan parameter-parameter pengelolaan kepelabuhanan
dilakukan sebagai berikut : a)
Proyeksi produksi hasil tangkapan yang didaratkan 10 tahun ke depan.
b)
Proyeksi jumlah armada penangkapan 10 tahun ke depan.
c)
Proyeksi jumlah nelayan 10 tahun ke depan.
d)
Berdasarkan
proyeksi
produksi
hasil
tangkapan,
jumlah
armada
penangkapan dan jumlah nelayan 10 tahun ke depan di atas dilakukan penghitungan/kajian kebutuhan aktivitas, fasilitas, SDM pengelola, dan pengorganisasian kepelabuhanan untuk 10 tahun mendatang.
3).
Peningkatan pengelolaan Analisis peningkatan pengelolaan kepelabuhanan dilakukan secara
deskriptif dengan membandingkan kondisi aktual aktivitas, fasilitas, SDM pengelola, dan pengorganisasian kepelabuhanan, dan kebutuhannya untuk 10 tahun ke depan.
3.4.2
Analisis wisata Pantai Pangandaran
1).
Karakteristik pengunjung wisata Pantai Pangandaran Data karakteristik responden hasil wawancara baik secara lisan maupun
kuisioner dianalisis secara deskriptif melalui penyajian tabel, grafik dan diagram. Data karakteristik pengunjung yang dianalisis adalah daerah asal, jenis kelamin,
umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan pokok, pendapatan per bulan, motivasi kunjungan, sifat kedatangan, tujuan kunjungan, pernah datang sebelumnya, lama kunjungan, jenis transportasi dan biaya perjalanan, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, motivasi kunjungan dan pekerjaan.
2).
Pendugaan jumlah dan sebaran daerah asal Pengunjung Tingkat kunjungan tahun 2008 diduga dengan pendekatan trend kuadrat
terkecil berdasarkan data tingkat kunjungan tahun 2002 sampai dengan tahun 2007. Data tersebut diperoleh dari pengelola wisata Pantai Pangandaran. Tabel 4 Contoh format pendugaan tingkat kunjungan wisatawan nusantara di objek wisata Pangandaran tahun 2008 berdasarkan jumlah kunjungan tahun 2002-2007 No 1 2 3 4 5 6
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Xi -3 -2 -1 1 2 3
Yi ........... ........... ........... ........... ...........
Model penduga tingkat kunjungan tahun 2008 adalah sebagai berikut :
Yi − α + βXi + ε ................................................................................... (1) Keterangan : Yi Xi
β α ε
= Tingkat kunjugan tahun ke-i (orang per tahun) = Waktu berkala (tahun ke-i) = Intersep = Koefisien regresi = Faktor kesalahan
Tingkat kunjungan tahun 2008 diduga dengan menggunakan persamaan di atas untuk Xi= 4. Sebaran daerah asal pengunjung diduga dari hasil orientasi di lapangan selama penelitian, yaitu dengan cara mencatat daerah asal pengunjung yang datang atau mengunjungi objek wisata Pantai Pangandaran, kemudian
hasil
dugaan sebaran daerah asal pengunjung tersebut dikelompokkan ke dalam beberapa zona. Tabel 5
Contoh format pendugaan tingkat kunjugan wisatawan nusantara tahun 2007 berdasarkan hasil survei di Pangandaran
No
Zona
1 2 3 4 5
A B C D E
3).
Jumlah Kunjugan ........... ........... ........... ........... ...........
Persentase Pengunjung ........... ........... ........... ........... ...........
Kunjungan Tahun 2007 ........... ........... ........... ........... ...........
BPR ........... ........... ........... ........... ...........
Pendugaan nilai manfaat rekreasi berdasarkan pendekatan biaya perjalanan Menurut Hufschmidt et al (1996) diacu dalam Sobari (2007), pendekatan
biaya perjalanan merupakan teknik penilaian secara tidak langsung dari segi manfaat yang berorientasi pasar, yaitu dengan menggunakan pendekatan harga pasar, yaitu dengan mengggunakan pendekatan harga pasar pengganti yang berupa ketersediaan membayar. Pendekatan biaya perjalanan ini digunakan untuk menilai manfaat rekreasi di Pangandaran.
(1).
Pendugaan jumlah pengunjung Pendugaan jumlah pengunjung dihitung berdasarkan persamaan regresi
sebagai berikut :
Yi − α + β Xi + ε ...................................................................................... (2) Keterangan :
Yi Xi
β α ε
= Tingkat kunjugan tahun ke-i (orang per tahun) = Waktu berkala (tahun ke-i) = Intersep = Koefisien regresi = Faktor kesalahan
(2).
Biaya perjalanan Biaya perjalanan (TC) merupakan biaya yang dikeluarkan pengunjung
untuk periode satu kali kunjungan. Biaya tersebut merupakan hasil penjumlahan dari biaya transportasi (Btr), biaya konsumsi rekreasi (Bkr), biaya konsumsi harian (Bkh), biaya pembelian souvenir (Bsv), biaya dokumentasi (Bd) dan biaya lain-lain (BI). Pendekatan biaya perjalanan menggunakan pendekatan zonasi, suatu pendekatan yang membagi daerah di sekitar lokasi menjadi zona-zona konsentrik.
Pengunjung yang datang dikelompokkan ke dalam zona-zona
berdasarkan sebaran daerah pengunjung.
TC = Btr + ( Bkr − Bkh) + Bsv + Bd + BI ................................................... (3) Keterangan :
TC Btr Bkr Bkh Bsv Bd BI 3).
= Biaya perjalanan (Rp per hari per kunjungan) = Biaya transportasi (Rp per orang) = Biaya konsumsi rekreasi (Rp per orang) = Biaya konsumsi harian (Rp per orang) = Biaya pembelian souvenir (Rp per hari per kunjungan) = Biaya dokumentasi (Rp per kunjungan) = Biaya lain-lain (Rp per hari per kunjungan) Pendugaan fungsi permintaan rekreasi Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
pendekatan biaya perjalanan wilayah. Biaya perjalanan rata-rata merupakan ratarata
dari
biaya
transportasi,
konsumsi
selama
rekreasi,
dokumentasi,
penginapan/akomodasi dan biaya lainnya yang dikeluarkan oleh wisatawan selama melakukan kegiatan rekreasi. Menurut Sobari (2007), persamaan permintaan rekreasi merupakan fungsi dari biaya perjalanan rata-rata, , pendapatan, umur, pendidikan dan lama kunjungan seperti pada fungsi di bawah ini : Q = f (X1,X2,X3,X4,X5)....................................................... ............. (4) atau
LnQ = Lnα +β LnX1 + β2LnX2 +β3LnX3 + β4LnX4 + β5LnX5 ......... (5)
Keterangan :
Q X1 X2 X3 X4 X5 α
= Jumlah kunjungan (orang) = Biaya perjalanan rata-rata (Rp) = Pendapatan per tahun (Rp) = Umur (tahun) = Pendidikan (tahun) = Lama kunjungan (jam) = Intersep Sebagaimana diuraikan sebelumnya, terdapat dua teknik yang dapat
digunakan dalam TCM (Travel Cost Method), yaitu pendekatan zonasi dan pendekatan individual.
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk
menetukan fungsi permintaan pengunjung objek wista pantai Pangandaran adalah pendekatan individual. Hal ini berdasarkan pada pernyataan Fauzi A (2004) bahwa teknik metode biaya perjalanan dengan pendekatan individu lebih akurat hasilnya dibandingkan dengan pendekatan zonasi. Sobari (2007) mengatakan bahwa jumlah kunjungan terhadap suatu lokasi wisata dipengaruhi oleh beragam faktor, antara lain biaya perjalanan yang dikeluarkan, pendapatan, umur, pendidikan dan lama kunjungan, sehingga fungsi permintaan dapat dirumuskan sebagai berikut :
LnQ = Lnα +β LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + β4LnX4 + β5LnX5 atau
Q = β’ X1β............................................................................................... (6) atau 1
β X1 = ⎛⎜⎜ Q ⎞⎟⎟
⎝ β '⎠
1
........................................................................................... (7)
dimana : Q = Intensitas kunjungan (kali) X1 = Biaya perjalanan rata-rata (Rp) X2 = Pendapatan per tahun (Rp) X3 = Umur (tahun) X4 = Pendidikan (tahun) X5 = Lama kunjungan (jam)
Persamaan regresi tersebut untuk lebih meyakinkan diuji ketepatan dengan menggunakan uji F. Dengan hipotesis sebagai berikut : Ho : Jumlah kunjungan dipengaruhi oleh biaya perjalanan rata-rata H1 : Jumlah kunjungan tidak dipengaruhi oleh biaya perjalanan rata-rata Dengan kriteria : Jika Fhitung < Ftabel, terima Ho Jika Fhitung > Ftabel, tolak Ho, tolak Ho berarti persamaan regresi dapat digunakan untuk pendugaan.
5).
Pendugaan nilai manfaat rekreasi Dixon dan Hufschmidt (1993) diacu dalam Sobari (2007), menyatakan
bahwa biaya perjalanan pada hakekatnya merupakan suatu pendekatan untuk menentukan kurva permintaan dan menduga surplus konsumen tempat rekreasi secara tidak langsung, yaitu dengan memperlakukan biaya perjalanan dan waktu yang digunakan dalam perjalanan sebagai kesediaan pengunjung untuk membayar (WTP) tempat tersebut.
Untuk menyatakan banyaknya jasa rekreasi yang
dikonsumsi diukur berdasarkan tingkat kunjungan yang dilakukan pada berbagai tingkat harga dan biaya perjalanan. Dalam hal ini, konsumen diasumsikan akan memberikan reaksi atas kenaikan biaya perjalanan. Pendugaan nilai manfaat rekreasi digunakan metode yang berlandaskan pada kesediaan membayar (WTP), yaitu dengan perluasan metode biaya perjalanan.
6).
Surplus konsumen Sobari (2007), surplus konsumen atau Consumer Surplus (CS) merupakan
proxy dari nilai keinginan membayar (WTP) terhadap lokasi rekreasi yang dikunjungi. Surplus konsumen diperoleh dari selisih lebih antara tingkat kepuasan yang diperoleh konsumen (dalam hal ini pengunjung atau wisatawan) dengan biaya atau harga yang harus dibayarkan atau dikeluarkan untuk memperoleh kepuasan tersebut. Tingkat kepuasan wisatawan yang berkunjung ke objek wisata Pantai Pangandaran dapat digambarkan atau direpresentasikan sebagai frekuensi atau jumlah biaya transportasi wisatawan yang berkunjung ke lokasi wisata
transportasi tersebut. Dengan demikian, berdasarkan asumsi di atas, maka semakin tinggi biaya transportasi wisatawan ke suatu lokasi wisata, berarti semakin puas wisatawan tersebut terhadap lokasi wisata yang dikunjungi tersebut, begitu juga sebaliknya. Selain itu, lama kunjungan per sekali kunjung juga dapat menjadi ukuran kepuasan wisatawan terhadap suatu lokasi wisata yang dikunjungi. Dalam menghitung surplus konsumen dari wisatawan objek wisata Pantai Pangandaran, ukuran tingkat kepuasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah biaya transportasi yang dikeluarkan. Untuk melakukan kunjungan wisata atau melakukan kegiatan wisata tersebut, dibutuhkan biaya dalam jumlah tertentu. Biaya yang harus dibayarkan atau dikeluarkan adalah total biaya perjalanan wisatawan per sekali kunjung ke objek wisata Pantai Pangandaran. Dengan demikian, dalam menghitung surplus konsumen hanya melibatkan variabel biaya perjalanan. Berdasarkan asumsi tersebut, maka secara matematis, surplus konsumen dari wisatawan yang berkunjung ke objek wisata Pantai Pangandaran dapat diukur dengan menggunakan fungsi permintaan di bawah ini :
Q = β’ X1β1 ......................................................................................... (8) atau 1
β X1 = ⎛⎜⎜ Q ⎞⎟⎟
⎝ β '⎠
1
....................................................................................... (9)
Selanjutnya, besaran CS atau WTP dapat ditentukan dengan menghitung luas wilayah di bawah kurva permintaan dan di atas garis harga. Untuk menghitungnya, menggunakan persamaan integral sebagai berikut : q1
U=
∫ f (Q)dQ .......................................................................................
(10)
q0
CS = U – TC ......................................................................................... (11) NEK = CS x v.......................................................................................... (12) dimana : = jumlah kunjungan tertinggi q0 = jumlah kunjungan terendah q1 v = jumlah kunjungan tahun 2008 U = luas wilayah antara kurva permintaan dan garis harga CS = surplus konsumen NEK = nilai ekonomi
3.4.3 Analisis tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan
Menurut Sobari dan Suswanti (2007), kesejahteraan nelayan dapat diketahui berdasarkan indikator kesejahteraan yang digunakan BPS dalam SUSENAS tahun 2003. Pada penelitian ini ada sebelas indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan; selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Pendapatan rumah tangga merupakan besaran yang mengukur total pendapatan rumah tangga responden selama satu tahun yang berasal dari usaha perikanan dan usaha lain dengan rumus (Sobari dan Suswanti 2007): TP = Pp + Pnp ...................................................................................... (13) Keterangan: TP : total pendapatan keluarga (rupiah per tahun) Pp : pendapatan dari usaha perikanan (rupiah per tahun) Pnp : pendapatan dari usaha di bidang pariwisata (rupiah per tahun) Pengeluaran rumah tangga merupakan besaran total pengeluaran rumah tangga responden selama satu tahun.
Pengeluaran yang dihitung berupa
pengeluaran untuk bahan pangan maupun non-pangan, yang dirumuskan sebagai berikut (Sobari dan Suswanti 2007): C = Cp + Cnp ....................................................................................... (14) Keterangan: C : total pengeluaran keluarga (rupiah per tahun) Cp : pengeluaran keluarga untuk pangan (rupiah per tahun) Pnp : pengeluaran keluarga untuk non-pangan (rupiah per tahun) Penentuan tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di PPI Pangandaran dan obyek wisatanya semuanya termuat pada Tabel 2. Hasil dari perhitungan akan didapat range skor antara 10 – 35 (24 poin)). Berdasarkan range skor tersebut, tingkat kesejahteraan nelayan dikelompokkan menjadi 3 (24 : 3), yaitu: 1) Tingkat kesejahteraan tinggi jika range skornya 27-35; 2) Tingkat kesejahteraan sedang jika range skornya 19-26; 3) Tingkat kesejahteraan rendah jika range skornya 10-18.
3.4.4
Strategi Peningkatan Pangandaran
Pengelolaan
PPI
dan
Wisata
Pantai
Sebelum melakukan proses pengambilan keputusan yang layak untuk suatu kasus, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya dalam kondisi yang ada saat ini. Dalam hal ini, analisis situasi yang popular digunakan saat ini adalah analisis SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi (Rangkuti 2000). Analisis SWOT didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif adalah dengan memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), serta meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Langkah awal dimulai dengan mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap sinergitas peningkatan pengelolaan PPI dan wisata Pantai Pangandaran terutama faktor-faktor internal dan eksternal yang dibuat dalam bentuk Matrik Analisis Faktor Internal seperti terlihat pada Tabel 6 dan Matrik Analisis Faktor Eksternal seperti terlihat pada Tabel 7. Tabel 6 Matrik Analisis Faktor Internal (IFAS) Kode
Faktor-Faktor Internal
Kekuatan (Strength) S1 S2 . . Sn Kelemahan (Weakness) W1 W2 . . Wn Total Sumber : (Rangkuti 2000)
Keterangan :
Skor
Bobot
Nilai (Skor x Bobot)
Nilai minimum untuk masing-masing unsur kekuatan dan kelemahan adalah 1 dan nilai maksimumnya adalah 4 Tabel 7 Matrik Analisis Faktor Eksternal (EFAS) Kode
Faktor-Faktor Internal
Skor
Bobot
Nilai (Skor x Bobot)
Peluang (Opportunity) O1 O2 . . On Ancaman (Threats) T1 T2 . . Tn Total Sumber : (Rangkuti 2000)
Keterangan : Nilai minimum untuk masing-masing unsur peluang dan ancaman dan kelemahan adalah 1 dan nilai maksimumnya adalah 4 Tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif perumusan strategi. penelitian ini ada tiga model yaitu: -
Matrik Internal-Eksternal
-
Matrik SWOT
-
Matrik BCG
Model yang digunakan dalam
4
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1
Keadaan Umum Daerah Penelitian
4.1.1
Geografi, topografi dan iklim daerah penelitian
Secara geografis wilayah Kabupaten Ciamis berada pada 108020’ sampai dengan 108040’ Bujur Timur (BT) dan 7040’20’’Lintang Selatan (LS). Wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, sebelah Barat dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah Timur dengan Kota Banjar dan Provinsi Jawa Tengah dan sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Ciamis secara keseluruhan mencapai 248.763 ha. Wilayah selatan Kabupaten Ciamis berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia yang membentang di enam kecamatan dengan panjang garis pantai mencapai 91 km (BPS 2007a) Selanjutnya menurut BPS (2007a) bentuk topografi wilayah Kabupaten Ciamis terbagi ke dalam 3 (tiga) kategori : a)
Daerah Utara merupakan pegunungan dan perbukitan dengan ketinggian antara 500 – 1.100 m dari permukaan laut yang di dalamnya banyak terdapat sumber mata air.
b)
Daerah Tengah merupakan persawahan dan daratan dengan ketinggian 25 – 500 m dari permukaan laut yang di dalamnya selain terdapat banyak persawahan juga terdapat perkampungan penduduk dan perkolaman rakyat.
c)
Daerah Timur dan Selatan merupakan daerah pantai dengan ketinggian 0 – 25 m dari permukaan laut. Dengan kondisi keadaan alam di atas wilayah Kabupaten Ciamis cukup
potensial untuk perikanan laut dan pariwisata selain pertanian. Kondisi geografis yang strategis dengan ciri berbeda, yaitu wilayah Utara merupakan dataran tinggi, wilayah Tengah merupakan perpaduan antara dataran tinggi dan rendah, sedangkan wilayah Selatan merupakan dataran rendah (pantai), sangat mempengaruhi karakteristik masyarakat serta keanekaragaman budaya yang bertumpu pada kondisi alam sekitarnya. Kondisi tersebut pula yang menjadi modal dasar pengembangan kepariwisataan serta menjadikan sektor pariwisata di
Kabupaten Ciamis sebagai sektor andalan, dan modal dasar pula untuk pengembangan perikanan khususnya perikanan tangkap di laut. Secara umum Kabupaten Ciamis beriklim tropis yaitu musim hujan dan musim kemarau dengan kelembaban udara 60% – 90%.
Di daerah Selatan
keadaan iklim sangat dipengaruhi oleh kondisi laut, hal ini disebabkan karena letak wilayahnya yang berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Pada saat musim barat angin bertiup dari arah laut dengan kekuatan yang cukup besar dan sering menimbulkan gelombang laut yang cukup besar. Pada musim timur angin bertiup dari arah tenggara dengan kekuatan rata – rata sedang dan tidak menimbulkan gelombang laut cukup besar (BPS 2007a) Sebagian besar wilayah Kabupaten Ciamis menurut klasifikasi SchmidtFerguson umumnya beriklim tipe C (agak basah). Beberapa wilayah memiliki tipe iklim B, D dan E. Keadaan suhu udara berkisar antara 200C sampai dengan 30°C dengan curah hujan yang cukup besar yaitu rata-rata sebesar 1.647,00 mm pertahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 80 kali pertahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis 2007). Kondisi iklim wilayah Kabupaten Ciamis yang termasuk iklim tropis dimana matahari dapat menyinari wilayah ini sepanjang tahun, serta curah hujan yang cukup besar, merupakan potensi yang cukup baik untuk mengembangkan sektor pariwisata khususnya pariwisata pantai terutama bagi wisatawan mancanegara yang sangat senang berjemur di bawah terik matahari di pantai. Di samping itu, kondisi iklim di atas juga sangat mendukung perkembangan perikanan tangkap, karena nelayan relatif dapat melaut sepanjang tahun, kecuali pada musim Barat.
4.1.2
Penduduk dan ketenagakerjaan
Berdasarkan catatan, penduduk Kabupaten Ciamis pada akhir Bulan Desember 2006 sebanyak 1.458.680 orang. Apabila dibandingkan dengan tahun 2005 , jumlah penduduk tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 0,11%. Di Kabupaten Ciamis lebih banyak perempuan yaitu terdiri atas 722.391 orang lakilaki dan 736.289 orang perempuan atau dengan sex ratio sebesar 98% (BPS
2007a).
Artinya setiap 100 orang perempuan penduduk Kabupaten Ciamis
terdapat 98 orang laki-laki. Pertumbuhan penduduk di atas berakibat pada naiknya kepadatan di wilayah Kabupaten Ciamis yang mempunyai luas 2.487,63 km2 menjadi 597 orang per kilometer persegi.
Sebanyak 5,69% penduduk Kabupaten Ciamis
bertempat tinggal di Kecamatan Ciamis, sehingga mempunyai kepadatan tertingi yaitu sebesar 2.506 orang per kilometer persegi. Kepadatan cukup tinggi terdapat di Kecamatan Cikoneng, Cihaurbeuti, Kawali, serta kecamatan – kecamatan pemekaran yaitu Sindangkasih, Baregbeg dan Lumbung. Jumlah rata-rata anggota keluarga di Kabupaten Ciamis sebesar 3,06 atau secara umum setiap keluarga memiliki 3 sampai dengan 4 orang anggota keluarga. Angka beban tanggungan pada tahun 206 sebesar 44,44% ternyata tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun 2005 (BPS 2007a). Jumlah pencari kerja yang terdaftar selama tahun 2006 di Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi Kabupaten Ciamis sebanyak 4.366 orang tediri atas 2.305 laki-laki dan 2.061 perempuan. Berdasarkan pendidikannya pencari kerja tersebut terdiri atas tamatan SLTA sebanyak 3.089 orang, D I – D III sebanyak 437 orang, Sarjana sebanyak 491orang dan SLTP sebanyak 311 orang serta sisanya tamatan SD (BPS 2007a). Besarnya jumlah penduduk dan sudah cukup tingginya tingkat pendidikan rata-rata di Kabupatn Ciamis, merupakan potensi pendukung yang cukup besar dan modal modal dasar yang sangat penting bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis untuk mengembangkan sumber daya alam yang tersedia, terutama sumber daya perikanan tangkap yang berada di bagian selatan wilayah Kabupaten Ciamis serta pengembangan sektor pariwisatanya, khususnya untuk mengembangkan pariwisata pantai yang sangat mempesona dan selalu menjadi primadona objek wisata mancanegara karena letaknya berada di daerah tropis.
4.1.3
Prasarana dan sarana umum
Panjang jalan di seluruh wilayah Kabupaten Ciamis mencapai 4.793,62 km dengan kondisi jalan baik sepanjang 851,56 km, kondisi sedang 1.154,57 km,
kondisi rusak 1.336,6 km dan kondisi rusak berat sepanjang 1.450,8 km, sedangkan menurut jenis permukaan jalan sebagian besar telah diaspal, hanya sebagian jalan yang dikelola desa masih ada yang belum diaspal. Berdasarkan kewenangan pengelolaannya, jalan tersebut dibagi dalam 4 kategori yaitu jalan nasional sepanjang 109,58 km, jalan provinsi sepanjang 100,55 km, jalan kabupaten sepanjang 582,8 km dan sisanya sepanjang 3.838,87 km merupakan jalan desa (BPS 2007a). Pergerakan ekonomi masyarakat yang semakin meningkat dan ditunjang dengan tersedianya jalan raya menyebabkan jumlah kendaraan bermotor di Kabupaten Ciamis semakin bertambah.
Kendaraan bermotor di Kabupaten
Ciamis berjumlah 12.198 mobil penumpang, 13.241 mobil barang, 3.626 mobil bus dan 156.021 sepeda motor. Sarana transportasi lain adalah kereta api melalui Stasiun Ciamis dan Stasiun Bojong (BPS 2007a) Sebagian besar kebutuhan listrik di Kabupaten Ciamis
dilayani
oleh PT PLN. Kebutuhan akan energi listrik yang dirasakan semakin meningkat baik untuk konsumsi rumah tangga maupun dunia usaha. Pada tahun 2006 listrik yang digunakan di Kabupaten Ciamis mencapai 160.466.185 KWH atau baru hanya terpakai 53,33 % dari stok pasokan listrik yang ada di Kabupaten Ciamis yaitu sebesar 300.000.000 KWH (BPS 2007) Kebutuhan air di wilayah Kabupten Ciamis sebagian besar dicukupi dari sumur dan mata air yang banyak tersedia di setiap rumah tangga dengan kualitas yang ckup baik, namun demikian ada juga yang telah memanfaatkan fasilitas air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Ciamis.
Pelanggan
PDAM Kabupaten Ciamis tahun 2006 sebanyak 17.552 pelanggan dengan kategori terbanyak dari pelanggan rumah tangga, dengan jumlah air yang telah disalurkan sebanyak 3.633.215 m3 atau baru mencapai 72,66% dari kapasitas stok air yang ada yaitu sebesar 5.000.000 m3 (BPS 2007a). Sarana informasi yang dapat diakses oleh masyarakat adalah jasa pos yang menyediakan layanan surat-menyurat, antar barang dan transfer uang. Selama tahun 2006 jumlah surat yang dikirim oleh Kantor Pos Kabupaten Ciamis mencapai 128,09 ribu surat dan yang diterima sebanyak 343,37 ribu. Disamping jasa pos di Kabupaten Ciamis juga tesedia jasa telekomunikasi yang cukup
memadai, dengan jumlah pelanggan pada tahun 2006 sebanyak 20.546 pelanggan yang terdiri atas pelanggan bisnis 1.050, residensial 18.863 dan warung telepon umum (wartelum) 439 pelanggan (BPS 2007a). Cukup lengkapnya sarana dan prasaran umum yang ada di Kabupaten Ciamis, baik sarana transportasi, informasi maupun telekomunikasi sangat mendukung untuk mengembangan potensi perikanan tangkap dan pariwisata, terutama dalam pendistribusian hasil tangkapa ikan laut, kemudahan bagi wisatawan untuk dapat mencapai lokasi objek wisata yang tersebar di wilayah Kabupaten Ciamis, serta komunikasi bagi para pelaku usaha perikanan tangkap dan pariwisata
4.2
Keadaan Umum Perikanan Tangkap
4.2.1 Potensi dan penyebaran sumberdaya perikanan
Pengembangan perikanan di Wilayah Kabupaten Ciamis bagian selatan perlu diperhatikan, karena daerah tersebut berhadapan langsung dengan Samudera Hindia sebagai salah satu WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) yang memiliki potensi cukup besar, sehingga dalam pengelolaan untuk meningkatkan pendapatan daerah diperlukan aktivitas, fasilitas dan SDM yang optimum agar kegiatan perikanan di Kabupaten Ciamis dapat berjalan dengan baik. Menurut Pusat Riset Perikanan Tangkap dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi (2005), bahwa kelompok ikan pelagis besar di perairan Samudera Hindia (WPP 9) masih besar peluangnya untuk dimanfaatkan, karena baru dimanfaatkan sebesar 188.280 ton atau 51,41% dari potensi sebesar 366.260 ton per tahun. Begitu juga untuk kelompok ikan pelagis kecil baru dimanfaatkan sebesar 264.560 ton atau 50,44% dari potensi sebesar 526.570 ton per tahun.
4.2.2
Musim dan daerah penangkapan
Musim penangkapan ikan di Kabupaten Ciamis tidak dapat dipastikan pada tiap tahunnya, karena sangat dipengaruhi oleh alam (angin dan stok ikan), akan tetapi biasanya kegiatan penangkapan ikan di Perairan Kabupaten Ciamis dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim puncak dan musim paceklik. Musim
puncak terjadi pada musim timur, sedangkan musim paceklik terjadi pada musim barat. Musim timur berlangsung pada Bulan Mei - Oktober, yang merupakan musim puncak dimana para nelayan mendapatkan hasil tangkapan yang banyak. Pada musim timur tersebut tidak berombak besar, sehingga nelayan mudah melakukan kegiatan penangkapan ikan. Musim barat berlangsung pada Bulan November - April yang merupakan musim paceklik. Pada musim barat nelayan mendapatkan hasil tangkapan yang sedikit bahkan tidak mendapatkan hasil tangkapan sama sekali, hal ini disebabkan keadaan ombak laut yang besar, sehingga nelayan sulit melakukan kegiatan penangkapan ikan (DKP Ciamis 2003), dan terutama ukuran armada penangkapan ikan yang masih kecil (sub bab 4.2.4). Musim penangkapan ikan di Kabupaten Ciamis berlangsung sepanjang tahun, sedangkan musim ikan berbeda-beda tergantung jenis ikan yang ditangkap. Kapal-kapal nelayan dari Kabupaten Ciamis menangkap ikan di WPP 9 (Samudera Hindia), namun demikian tidak semua WPP 9 dijadikan daerah penangkapan ikan karena perairan WPP 9 sangat luas yang membentang dari perairan laut di Provinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD) sampai ke perairan laut Nusa Tenggara Timur.
Jauhnya daerah penangkapan ikan yang ditempuh
tegantung antara lain pada ukuran kapal dan kapasitas mesin kapal yang dimiliki (DKP Ciamis 2007). Penentuan daerah penangkapan ikan merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan dalam kegiatan operasi penangkapan ikan. Daerah operasi penangkapan ikan di Perairan Kabupaten Ciamis diatur dalam tiga jalur penangkapan yang disesuaikan dengan mesin dan alat tangakap yang digunakan nelayan setempat. Pengaturan ini dilakukan selain untuk penertiban dan menghindari penyerobotan daerah penangkapan ikan. Adapun jalur-jalur yang digunakan nelayan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Petanian
tanggal
15 April 1999 Nomor 392/KPTS/lk.120/4/99 tentang Jalur Penangkapan Ikan adalah :
Jalur I
:
Jalur Ia
: 0 – 3 mil
Jalur Ib
Alat penangakapan ikan menetap
Alat tangkap ikan tidak tetap yang tidak dimodifikasi
Perahu tanpa motor dengan panjang kurang dari 10 meter
: 3 – 6 mil •
Alat penangkapan ikan yang dimodifikasi
•
Armada perikanan tangkap : 1. Tanpa motor dan motor tempel dengan panjang perahu kurang dari 10 meter 2. Motor
tempel
dan
motor
dalam
dengan
panjang
perahu/kapal kurang dari 12 meter dengan muatan kurang dari 5 GT 3. Purse seines dengan panjang alat tangkap kurang dari 150 meter 4. Drift gill net dengan panjang alat tangkap kurang dari 1.000 meter Jalur II
6 – 12 mil •
Kapal perikanan motor dalam dengan muatan kurang dari 60 GT
•
Kapal penangkap ikan dengan alat penangkapan ikan : 1. Purse seiner, kapal bukan group, panjang alat tangkap kurang dari 600 meter dan dua kapal bukan group dengan panjang alat tangkap kurang dari 1.000 meter 2. Tuna long line, mata pancing kurang dari 1.200 meter
•
Kapal perikanan pukat teri dan lift net
•
Kapal perikanan untuk penelitian, survey, ekspolarasi, dan latihan sesuai dengan persetujuan Dirjen Perikanan
Jalur III
: > 12 mil
•
Kapal perikanan dengan bendera Indonesia dengan bobot kapal kurang dari 200 GT
•
ZEEI, Selat Malaka, kapal perikanan berbendera Indonesia dengan bobot kapal kurang dari 200 GT, Fish net lebih dari 60 GT
•
ZEEI di luar Selat Malaka 1. Kapal Perikanan berbendera Indonesia dan bendera asing untuk semua alat penangkapan ikan dengan bobot kapal kurang dari 350 GT 2. Purse seiner 350 – 800 GT dan purse seiner group beroperasi di luar 100 mil laut.
Nelayan tradisional di Kabupaten Ciamis menentukan fishing ground berdasarkan pengalaman. Jarak yang ditempuh oleh nelayan sekitar 1 – 5 mil yang termasuk jalur penangkapan ke satu. Daerah penangkapan ikan meliputi perairan Teluk Pananjung, Teluk Parigi, Karapyak, Perairan Nusakambangan, dan Perairan Cilacap. Jenis – jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan Kabupaten Ciamis dari berbagai daerah penangkapan ikan di atas sangat beragam, diantaranya yang banyak tertangkap adalah udang dogol, udang jerung, udang karang, ikan bawal hitam bawal putih, kakap putih, kakap merah, tenggiri, tongkol, kerapu, layur dan cucut.
4.2.3
Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan ikan
Menurut DKP Ciamis (2007), produksi perikanan tangkap Kabupaten Ciamis tahun 2007 adalah sebesar 1.665,52 ton atau senilai Rp21.508369.145,00. Produksi
tersebut
mengalami
peningkatan
dibandingkan dengan tahun 2006.
sebesar
9%
(1.605,62
ton)
Jumlah produksi hasil tangkapan terbesar
terjadi pada bulan Januari dan terkecil terjadi pada bulan Mei.
Jenis hasil
tangkapan ikan di wilayah Kabupaten Ciamis pada tahun 2007 yang terbanyak adalah ikan layur, layang, tiga waja, kembung, udang krosok dan udang jerbung (Tabel 8).
Tabel 8 Perkembangan jumlah produksi ikan Kab. Ciamis Tahun 1999 – 2007 Tahun
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata pertumbuhan per tahun Kisaran pertumbuhan per tahun
Jumlah (ton)
3.091,0 1.711,5 2.529,8 2.168,2 2.599,6 1.871,0 1.205,7 1.605,6 1.665,5
Pertumbuhan per tahun (%) -80,6 32,4 -16,7 16,6 -38,9 -55,2 24,9 36,0 -12,7 116,6
Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2008) diolah kembali
Rata-rata pertumbuhan produksi hasil tangkapan ikan di wilayah Kabupaten Ciamis selama tahun 1999 – 2007 adalah negatif yaitu -12,7 dengan kisaran -80,6% – 36,0% per tahun. Pertumbuhan positif produksi hasil tangkapan ikan yang relatif tinggi hanya terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 36,0% . Produksi perikanan di wilayah Kabupaten Ciamis pada periode tersebut di atas cenderung terus menurun hal ini antara lain disebabkan karena menurunnya jumlah armada penangkapan yang ada di wilayah Kabupaten Ciamis dan juga relatif berkurangnya alat penangkapan ikan yang digunakan. Turunnya produksi juga disebabkan berkurangnya trip yang dilakukan dalam setahun karena sulitnya memprediksi cuaca, terutama arah dan besarnya angin yang tidak menentu dan kencang, sehingga sangat rawan untuk melaut. Penurunan drastis yang terjadi pada tahun 2000 dibandingkan dengan tahun 1999, disebabkan oleh berkurangnya armada penangkapan ikan dari jenis kapal motor, yang lebih memilih beroperasi di pantai utara, sedangkan kenaikan cukup tinggi yang terjadi pada tahun 2007 disebabkan oleh rusaknya sejumlah besar armada dan alat penangkapan ikan di Pangandaran akibat terjadinya bencana tsunami pada tanggal 17 Juli 2006, sehingga produksi penangkapan ikan rendah.
4.2.4
Unit penangkapan ikan
1).
Armada penangkapan
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis (2008), menyatakan bahwa jumlah armada penangkapan ikan di wilayah Kabupaten Ciamis tahun 2007 sebanyak 2.189 unit, terdiri atas kapal motor sebanyak 4 unit (0,2%), perahu motor tempel sebanyak 2.071 unit (94,6%) dan perahu tanpa motor sebanyak 114 unit (5,2%) (Tabel 9). Tabel 9 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan menurut kategori di Kabupaten Ciamis tahun 1999 – 2007 TAHUN Kategori 1999 2000 2001 2002 2003 Armada (unit) Kapal 23 4 4 4 4 Motor Perahu 886 951 1.142 1.244 1.510 Motor Tempel Perahu 46 61 38 38 30 Tanpa Motor 955 1.016 1.184 1.286 1.544 Jumlah Pertumbuhan 6,0 14,2 7,9 16,7 per tahun (%) Rata – rata pertumbuhan per tahun (%)
2004
2005
2006
2007
4
4
4
4
1.548
1.548
962
2.071
122
122
144
114
1.674
1.674
1.110
2.189
7,8
0
-5,1
49,3
5,7
Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2008) diolah kembali
Rata – rata pertumbuhan armada penangkapan ikan di wilayah Kabupaten Ciamis selama sembilan tahun terakhir (1999 – 2007) adalah cukup kecil yaitu 5,7% namun pada tahun 2007 tingkat pertumbuhan armada penangkapan ikan di wilayah Kabupaten Ciamis adalah yang tertinggi yaitu sebesar 49,3%. Besarnya pertumbuhan jumlah armada penangkapan ikan wilayah Kabupaten Ciamis pada tahun 2007 terutama diakibatkan oleh meningkatnya jumlah perahu motor tempel yaitu adanya bantuan perahu motor tempel ke wilayah Kabupaten Ciaamis sebanyak 1.500 unit dari Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sebagai salah satu upaya recovery setelah
terjadinya bencana tsunami yang melanda Wilayah bagian Selatan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat
2).
Alat penangkapan ikan
Jumlah alat penangkapan ikan yang dioperasikan dan digunakan oleh para nelayan di wilayah Kabupaten Ciamis pada tahun 2007 sebanyak 3.460 unit. Jenis alat tangkap ikan yang paling dominan adalah gill net yaitu sebanyak 2.806 unit (81,10%). Alat tangkap lain adalah jaring arad, pancing rawai tetap, dogol, bagan dan trammel net/ciker (Tabel 10) (DKP 2007). Rata-rata pertumbuhan alat tangkap ikan di Kabupaten Ciamis selama tahun 1999 – 2007 menurun yaitu -1,35%, dengan tingkat pertumbuhan terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 60,46% sedangkan pada tahun 2001, 2003 dan 2006 mengalami pertumbuhan negatif. Tabel 10 Perkembangan alat tangkap ikan di Kab. Ciamis tahun 1999 – 2007 Alat Tangkap
1999 33 841
2000 36 2.503
Jaring Arad (unit) Gill Net (basket) Pancing Rawai Tetap 297 399 (unit) Dogol (unit) 195 Bagan (unit) Tramell Net/Ciker 595 661 (basket) Jumlah 1.766 3.794 Pertumbuhan (%) 53,2 Rata-rata pertumbuhan per tahun (%)
Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2008) diolah kembali
TAHUN 2001 31 1.686
2002 31 1.686
2003
53 1.309
551
551
253
195 -
195 13
141 36
661
661
203
3.124 -21,5
3.137 0,4
1.995 -57,4
Lanjutan tabel 10 Alat Tangkap
2004 22 1.359
TAHUN 2005 2006 22 32 1.359 926
2007 43 2.806
Komposisi 2007 (%) 1,2 81,1
153 97 16
205 110 20
5,9 3,2 0,6
144 1.368 -49,0
276 3.460 60,5 -1,3
8,0 100,0 -
Jaring Arad (unit) Gill Net (basket) Pancing Rawai Tetap (unit) 242 242 Dogol (unit) 158 160 Bagan (unit) 36 36 Tramell Net/Ciker (basket) 219 219 Jumlah 2.036 2.038 Pertumbuhan (%) 2,0 0,1 Rata-rata pertumbuhan per tahun (%)
Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2008) diolah kembali
3).
Nelayan
Jumlah nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah Kabupaten Ciamis tahun 2007 sebanyak 6.545 orang. Berdasarkan statusnya, nelayan di Kabupaten Ciamis dibedakan menjadi dua jenis yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Adapun jumlah nelayan pemilik di Kabupaten Ciamis adalah sebanyak 4.619 orang (70,57%) dan nelayan buruh sebanyak 1.926 orang (29,43%) (Tabel 11). Rata-rata pertumbuhan jumlah nelayan di Kabupaten Ciamis selama sembilan tahun (1999 – 2007) adalah cukup kecil yaitu 3,13%. Dengan demikian pada setiap tahunnya berbeda dengan pertumbuhan armada dan alat tangkap yang mengalami pertumbuhan negatif dalam beberapa tahun, pertumbuhan nelayan ternyata hampir setiap tahun mengalami pertumbuhan positif dengan tingkat pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 28,20%. Perkembangan
jumlah
nelayan
di
wilayah
Kabupaten
Ciamis
kemungkinan besar disebabkan semakin sedikitnya lapangan kerja yang tersedia, sehingga pada akhirnya memilih menjadi nelayan, hal ini disebabkan oleh pada dasarnya tidak perlu keahlian dan pelatihan khusus untuk menjadi seorang nelayan.
Oleh karena itu menjadi seorang nelayan menjadi pilihan terakhir
sebagai pekerjaan. Hal ini juga didukung dengan berdirinya SMK Kelautan di
Pangandaran yang memiliki jurusan Pengolahan Hasil Tangkapan Ikan dan Penangkapan Ikan. Tabel 11 Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Ciamis tahun 1999 – 2007 Status Nelayan (RTP) Tahun
Nelayan
Nelayan
Pemilik
Buruh
Rata-rata
Pertumbuhan Jumlah
Pertumbuhan
(%)
(%)
1999
2.883
1.500
4.383
2000
3.003
1.500
4.503
2,7
2001
3.531
1.500
5.031
10,5
2002
3.876
1.500
5.376
6,4
2003
4.598
1.500
6.098
11,8
2004
4.709
1.500
6.209
1,8
2005
4.709
1.168
5.877
(5,7)
2006
4.619
1.296
5.915
0,6
4.619 1.926 6.545 2007 Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2008) diolah kembali
28,2
4.2.5
-
5,63
Prasarana perikanan
Sebagaimana
telah
disebutkan
di
atas,
bahwa
pelabuhan
perikanan/pangkalan pendaratan ikan merupakan salah satu prasarana perikanan tangkap guna mendukung kegiatan perikanan tangkap. Sebagai prasarana perikanan tangkap untuk mendukung kegiatan perikanan tangkap, Kabupaten Ciamis memiliki prasarana perikanan tangkap berupa Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang oleh pemerintah daerah setempat masih disebut sebagai Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebanyak 10 unit yang tersebar di beberapa kecamatan, seperti terlihat dalam Tabel 12. Dari 10 unit PPI yang ada dan tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Ciamis tersebut, yang masih aktif atau beroperasi hanya PPI Mina Sari di Pangandaran, PPI Mina Rasa di Cijulang dan PPI Mina Bahari di Cimerak, dengan produksi yang paling tinggi ada di PPI Mina Sari Pangandaran, sedangkan PPI yang lain bisa dikatakan tidak berfungsi.
Tabel 12 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Kabupaten Ciamis tahun 2007 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Tanah/Bangunan
Lokasi
PPI Mina Galuh PPI Putra Kendal PPI Majingklak PPI Mina Sari PPI Mina Pari PPI Mina Rasa PPI Mina Karya PPI Mina Bahari PPI Purbasari PPI Muara Gatah
Bagolo/Kalipucang Ciawitali/Kalipucang Pamotan/Kalipucang Pangandaran Parigi Batukaras/Cijulang Nusa Wiru/Cijulang Legokjawa/Cimerak Masawah/Cimerak Muaragatah/Cimerak
Luas Tanah (m2) 24 24 96 856 216 206 20 40 54 60
Sumber : DKP Kabupaten Ciamis (2007)
4.3
Keadaan Umum Sektor Pariwisata
4.3.1
Macam dan kondisi aktivitas wisata
Ditinjau dari segi kepariwisataan, Kabupaten Ciamis memiliki potensi alam yang menguntungkan.
Menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Ciamis (2007) terdapat tidak kurang dari 19 objek wisata berada di wilayah Kabupaten Ciamis yang terbentang dari utara sampai dengan selatan, yang dikelompokkan ke dalam tiga jenis objek wisata yaitu
objek wisata
pegunungan, objek wisata budaya dan objek wisata pantai (Lampiran 1). 1).
Wisata Pegunungan
Wisata pegunungan yang ada di Kabupaten Ciamis antara lain : a) Situ Lengkong Panjalu, terletak sekitar 2 km sebelah Utara Kota Ciamis. Selain untuk berenang dan bermain ski, wisatawan juga dapat menikmati kabut pegunungan. Objek wisata ini juga merupakan objek wisata budaya yang dikenal dengan upacara tradisional “nyangku”. b) Curug Tujuh Cibalong, memiliki daya tarik utama tujuh air terjun (curug). Terletak di daerah Panjalu kira-kira 10 km sebelah Utara Kota Ciamis. c) Wana Wisata Situ Mustika, memiliki luas sekitar 3 ha yang dikelola Perum Perhutani terletak di Desa Karangpaningal Kecamatan Cisaga kira-kira 24 km ke arah Selatan Kota Ciamis. Objek wisata ini dapat dimanfaatkan wisatawan untuk berkemping, memancing dan mendaki.
2).
Wisata Budaya
Wisata budaya yang terdapat di Kabupaten Ciamis antara lain : a) Astana Gede Kawali, merupakan ojek wisata budaya yang terkenal sebagi sisa sejarah Kerajaan Pasundan. Daya tarik wisata di kawasan ini adalah monumen sejarah berupa prasasti yang terbuat dari batu. Objek wisata ini terletak di Kecamatan Kawali kira-kira 5 km sebelah utara Kota Ciamis. b) Karang Kamulyan, terletak sekitar 16 km ke arah Selatan Kota Ciamis berlokasi di Desa Karang Kamulyan, Kecamatan Cijeungjing dengan luas 25 ha. Di objek wisata ini wisatawan dapat menemukan sisa-sisa dari legenda Ciung Wanara. Selain itu berbagai fasilitas penunjang wisata seperti tempat parkir, toilet, kamar mandi dan tempat jajanan makanan dapat dijumpai di objek wisata ini.
3).
Wisata Pantai
Kabupaten Ciamis memiliki beberapa objek wisata pantai yang cukup terkenal dengan keindahannya, dan dilengkapi sarana dan prasarana pariwisata yang cukup lengkap pula. Beberapa objek wisata pantai yang ada di Kabupaten Ciamis adalah : a) Pantai Indah Pangandaran, merupakan objek wisata pantai yang terletak di Desa Pangandaran atau sekitar 92 km ke arah Selatan Kota Ciamis dengan beberapa keunikannya seperti dapat melihat matahari terbit dan terbenam dalam satu tempat serta pantai yang indah dengan hamparan pasir warna coklat dan putih. Acara akbar yang menjadi agenda rutin dilakukan di sini adalah Pesta Laut dan Festival Layanglayang Internasional. b) Pantai Batu Hiu, terletak di Desa Cibenda Kecamatan Parigi kirakira 14 km sebelah Barat Kecamatan Pangandaran (sekitar 106 km ke arah Selatan Kota Ciamis). Panorama alam yang dinikmati adalah pemandangan di sebuah bukit ke arah Samudera Indonesia yang terdapat sebuah batu karang besar berbentuk seekor ikan hiu besar.
c) Pantai Batu Karas, terletak di Desa Batu Karas Kecamatan Cijulang kira-kira 123 km ke arah Selatan Kota Ciamis. Objek wisata ini merupakan primadona bagi wisatawan yang suka berselancar (surfing) karena memiliki panjang gelombang sampai 2 km. Selain berselancar kegiatan wisata lain yang dapat dilakukan adalah berenang dan berkemah.
4.3.2
Fasilitas Wisata dan Jumlah Pengunjung
Sebagai upaya untuk menunjang kegiatan paiwisata di Kabupaten Ciamis, cukup tersedia sarana akomodasi atau penginapan yang tersebar sejak memasuki kota Ciamis dan sebagai pusatnya ada di Objek Wisata Pantai Pangandaran. Pada tahun 2006 di Kabupaten Ciamis terdapat 217 hotel dan losmen dengan jumlah kamar sebanyak 3.198 kamar dengan tempat tidur sebanyak 5.664 unit. Rata-rata tamu yang menggunakan jasa akomodasi per hari sebanyak 8 orang wisatawan nusantara dan 575 orang wisatawan nusantara (Disparbud Kabupaten Ciamis 2007) Selain sarana akomodasi, fasilitas pariwisata lain yang tersedia adalah sarana tranportasi yang cukup lengkap dari kendaraan darat berupa angkutan umum, jasa travel maupun pesawat terbang dengan telah dibangunnya Bandara Nusa Wiru di Kecamatan Cijulang, juga tersedia sarana telekomunikasi dari mulai jasa pos, telepon bahkan internet (BPS Ciamis 2007) Sarana wisata lain yang ada di Kabupaten Ciamis adalah berupa pusat perbelanjaan oleh-oleh, lahan parkir, toilet dan persewaan kendaraan baik sepeda, sepeda motor, mobil bahkan kendaraan ATV untuk sekedar berkeliling di area wisata. Seluruh fasilitas wisata yang ada di Kabupaten Ciamis dalam kondisi yang baik dan layak, sehingga dapat memuaskan para wisatawan (Disparbud Ciamis 2007). Menurut Disparbud Kabupaten Ciamis (2007) pengunjung/wisatawan yang datang ke Kabupaten Ciamis sebagian besar merupakan wisatawan nusantara yang kebanyakan berasal dari kabupaten-kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Barat, akan tetapi ada juga wisatawan yang berasal dari luar Provinsi Jawa Barat bahkan wisatawan mancanegara. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke
Kabupaten Ciamis selama kurun waktu 10 tahun terakhir berfluktuasi dengan kecenderungan turun. Jumlah wisatawan cenderung meningkat periode tahun 1999 – 2004, namun setelah periode tersebut jumlah wisatawan mengalami penurunan tajam hingga 92,8% (Tabel 13). Tabel 13 Jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Ciamis tahun 1999 – 2007 Tahun
Jumlah Wisatawan (orang)
Pertumbuhan (%)
Wisnu
Wisman
Jumlah
Wisnu
1999
984.565
39.206
1.023.771
2000
1.033.833
15.562
1.049.395
5,0
-60,3
2,5
2001
1.047.737
15.114
1.062.851
1,3
-2,9
1,3
2002
1.238.226
16.139
1.254.365
18,2
6,8
18,0
2003
1.416.450
4.215
1.420.665
14,4
-73,9
13,3
2004
1.432.313
14.979
1.447.292
1,1
255,4
1,9
2005
743.215
7.410
750.625
-48,1
-50,5
-48,1
2006
579.837
2.602
582.439
-22,0
-64,9
-22,4
2007
554.973
8.028
563.001
-4,3
208,5
-3,3
-4,3
27,3
-4,6
Kisaran 66,3 Sumber : Disparbud Kabupaten Ciamis (2008) diolah kembali
31,7
66,1
Rata – rata pertumbuhan (%)
Wisman
Jumlah
Keterangan : Wisnu = Wisatawan Nusantara/Domestik Wisman = Wisatawan Mancanegara Menurunnya jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Ciamis disebabkan oleh banyaknya musibah yang menimpa atau terjadi di daerah wisata dan sekitarnya misalnya musibah longsornya tanah di Objek Wisata Baturaden Purwokerto, Bom Bali, Tsunami Aceh, Gempa Bumi Yogyakarta dan Tsunami Pangandaran. Peristiwa-peristiwa tersebut baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi minat wisatawan unuk berkunjung ke daerah wisata.
5
5.1
KONDISI PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN
Jenis dan Produksi Hasil Tangkapan
Produksi hasil tangkapan ikan Pangandaran dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dari 2003 – 2007 mengalami kecenderungan meningkat dengan nilai produksi tertinggi terjadi pada tahun 2004 triwulan IV yaitu 279,4 ton atau setara dengan nilai produksi sebesar Rp8.607.356.000,00.
Nilai produksi terendah
terjadi pada tahun 2007 triwulan II yaitu 72,95 ton atau setara dengan nilai produksi sebesar Rp959.397.900,00.
Perkembangan produksi hasil tangkapan
ikan di Pangandaran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 3. Tabel 14 Perkembangan jumlah produksi dan nilai produksi hasil tangkapan ikan per triwulan di Pangandaran kurun waktu 2003 – 2007 Tahun
Triwulan
2003
I II III IV
Produksi (ton)
Jumlah I II III IV
2004 Jumlah
I II III IV
2005 Jumlah
I II III IV
2006 Jumlah
Sumber : KUD Mina Sari (2008) diolah kembali
235,9 188,7 175,4 182,7 782,8 252,3 114,1 229,2 279,4 875,0 198,9 81,8 158,6 138,3 577,6 100,9 75,8 181,4 113,4 471,5
Nilai Produksi (Rp) 2.442.128.488 1.228.957.633 1.080.801.864 997.187.000 5.749.074.985 2.871.201.000 1.269.360.000 1.702.412.000 2.764.383.000 8.607.356.000 1.906.452.600 742.708.450 1.138.867.750 1.370.714.800 5.158.743.600 1.175.532.200 625.413.500 2.590.971.700 1.269.917.500 5.661.834.900
Lanjutan tabel 14 Tahun
Triwulan
2007
I II III IV Jumlah
Produksi (Ton) 157,97 72,95 170,70 145,80 547,42
Nilai Produksi (Rp.) 3.126.596.600 959.397.900 1.642.880.800 2.002.265.400 7.731.140.700
Sumber : KUD Mina Sari (2008) diolah kembali
y = 0,259x2 - 1.061x + 236,9 R2= 64,7
Sumber : KUD Mina Sari (2008) diolah kembali
Gambar 3 Perkembangan produksi hasil tangkapan ikan per triwulan di Pangandaran kurun waktu 2003 – 2007
Hasil tangkapan ikan pada triwulan IV tahun 2004 memiliki produksi yang cukup tinggi, karena pada saat tersebut banyak armada penangkapan ikan dari Pameungpeuk dan Cilacap yang mendaratkan dan menjual hasil tangkapannya di Pangandaran yang disebabkan armada kapal penangkapan dari kedua daerah tersebut di atas tidak dapat mendaratkan hasil tangkapannya di daerahnya masingmasing akibat terjadi pendangkalan kolam labuh.
Terdapat beberapa triwulan yang menunjukkan produksinya turun tetapi nilainya meningkat.
Hal ini antara lain disebabkan karena sebagian besar
produksi mempunyai nilai jual yang tinggi atau sebaliknya produksi naik tetapi nilau jual ikannya turun antara lain karena sebagian besar produksi bernilai jual rendah, atau bisa juga karena berlakunya hukum ekonomi supply and demand dimana harga naik jika produksi rendah, dan harga turun jika produksi tinggi. Jumlah produksi hasil tangkapan ikan di Pangandaran pada tahun 2006 mengalami penurunan yang sangat drastis, hal ini dikarenakan pada tahun tersebut tepatnya pada tanggal 17 Juli 2006 terjadi bencana tsunami yang menimpa Pantai Pangandaran yang mengakibatkan banyak armada penangkapan ikan dan alat penangkapan ikan yang rusak atau hilang, sehingga jumlah trip penangkapan menjadi berkurang yang pada akhirnya menyebabkan jumlah produksi hasil tangkapan ikan juga menurun. Adapun untuk produksi hasil tangkapan ikan pada tahun 2007 belum mengalami peningkatan yang berarti dikarenakan masih banyak armada penangkapan ikan yang belum beroperasi karena masih rusak atau hilang. Selain itu juga disebabkan karena setelah terjadinya bencana tsunami jumlah produksi tangkapan di laut sangat sedikit yang kemungkinan besar disebabkan karena daerah penangkapan ikan masih belum dapat ditentukan dengan benar karena kondisi perairan yang berubah akibat terjadinya bencana tsunami.
5.2
Unit Penangkapan
5.2.1
Armada penangkapan
Armada penangkapan ikan yang beroperasi di Pangandaran terdiri atas 3 (tiga) macam yaitu perahu tanpa motor atau jukung, perahu motor tempel, dan kapal motor. Gambar 4 memperlihatkan salah satu jenis perahu penangkapan yang digunakan di Pangandaran. Sebagian besar nelayan Pangandaran menggunakan perahu motor tempel dari bahan fibre glass untuk kegiatan operasi penangkapan ikan yaitu sebesar 96,72%. Perahu berukuran panjang, lebar, dan dalam masing – masing 7 – 9 meter, 0,6 – 1 meter dan 0,5 – 1 meter. Jenis mesin yang digunakan nelayan diantaranya mesin yang bermerk Kubota dan Robin berkekuatan 7 PK. Mesin
yang bermerk Honda, Jhonson, Marinir, Suzuki, dan Yamaha yang berkekuatan 15 PK, serta Mitsubshi yang berkekuatan 33 PK.
Tabel 15 dan Gambar 5
memperlihatkan perkembangan armada kapal di Pangandaran.
Gambar 4 Perahu Penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan Pangandaran Tabel 15 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Pangandaran kurun waktu 2003-2007 Armada Tangkap (Unit) Kapal Motor Perahu Motor Tempel Perahu Tanpa Motor Jumlah Sumber : HNSI Ciamis (2008)
2003
Tahun 2005
2004
2006
2007
4
4
4
4
4
948
946
946
531
1.260
0
0
0
0
0
952
950
950
535
1.264
Jum lah Arm ada Penangkapan Ikan (unit)
1.400 1.200 1.000
y = 74,78x2 - 427,8x + 1.381 R2= 73,87
800 600 400 200 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun Penangkapan
Sumber : HNSI Ciamis (2008) diolah kembali
Gambar 5 Trend perkembangan armada penangkapan ikan di Pangandaran Meningkatnya jumlah armada penangkapan ikan di Pangandaan Tahun 2007 sebagaimana telah dikemukan pada subbab 4.2.4 dikarenakan pada tahun tersebut nelayan Pangandaran mendapatkan bantuan perahu motor tempel dari Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sebagai bantuan pasca tsunami yang telah membuat ratusan buah armada penangkapan ikan di Pangandaran rusak.
5.2.2
Alat penangkapan ikan
Menurut DKP Ciamis (2007) alat penangkapan ikan yang digunakan nelayan Pangandaran berjumlah 6 (enam) jenis alat, yaitu jaring sirang (gillnet monofilament), jaring nilon (gillnet multifilament), jaring tiga lapis/ciker (trammel net), pancing rawai, pukat pantai, dan dogol yang disebut jogol oleh nelayan setempat.
1).
Jaring sirang (Gillnet monofilament)
Jaring
sirang
di
Pangandaran
termasuk
monofilament. Adapun pengoperasiaannya antara lain:
kedalam
jenis
gillnet
a)
penurunan jaring (setting), Setting yang dilakukan nelayan pengandaran sekitar pukul 7 pagi yang dimulai dengan penurunan pelampung, badan jaring, pemberat, pelampung tanda, dan diakhiri dengan pemberat terakhir.
b)
perendaman (drifting), Setelah semua diturunkan (setting), tali selambar yang terhubung dengan tali ris atas diikat pada bagian haluan kapal, lalu mesin kapal dimatikan dan melakukan proses drifting selama 4-6 jam
c)
penarikan jaring (hauling). Setelah dilakukan proses drifting kemudian dilakukan proses penarikan jaring (hauling). Pertama-tama nelayan menarik pemberat dan pelampung tanda, kemudian diikuti dengan penarikan pelampung, badan jaring dan pemberat. Apabila terdapat ikan yang terjerat, penarikan dihentikan sesaat atau jaring ditarik perlahan untuk mengambil hasil tangkapan tersebut. Ikanikan hasil tangkapan langsung dipisahkan menurut jenisnya di atas kapal. Proses hauling di akhiri dengan penarikan pelampung tanda dan pemberat yang pertama kali diturunkan. Pada saat hauling jaring ditarik sekaligus disusun untuk setting berikutnya. Untuk spesifikasi gill net monofilament yaitu jaring terdiri dari 25-30 pieces,
dengan ukuran per piecesnya panjang 45-60 meter, tinggi 2-15 meter, ukuran mata jaring 11,25-15 cm, dan jumlah mata jaring vertikal dan horizontal sebesar 100180 mata dan 400 mata. Bahan jaring adalah nilon monofilament dengan pelampung dan pemberat masing – masing terbuat dari plastik dan batu. Jenis perahu yang digunakan adalah perahu motor tempel dengan waktu pengoperasian siang hari oleh 2-3 nelayan. Daerah penangkapan, yaitu Batu Payung, Batu Lancip, Batu Layar, Batu Nunggal dan hasil tangkapannya adalah lobster, rajungan, layur, petek, tetengkek.
2).
Jaring nilon (Gillnet multifilament)
Sama
halnya
dengan
pengoperasian
gillnet
monofilament
yang
membedakan hanyalah spesifik alat tangkapannya. Untuk tahap pengoperasian gillnet multifilament terdiri dari tiga tahap yaitu :
a.
Penurunan jaring (setting), Setting yang dilakukan oleh nelayan Pangandaran adalah sekitar pukul 7 pagi yang dimulai dengan penurunan pelampung, badan jaring, pemberat, pelampung tanda, dan diakhiri dengan pemberat terakhir.
b.
Perendaman (drifting), Setelah semua diturunkan (setting), tali selambar yang terhubung dengan tali ris atas diikat pada bagian haluan kapal, lalu mesin kapal dimatikan dan melakukan proses drifting selama 4-6 jam
c.
Penarikan jaring (hauling), Setelah dilakukan proses drifting kemudian dilakukan proses penarikan jaring (hauling). Pertama-tama nelayan menarik pemberat dan pelampung tanda, kemudian diikuti dengan penarikan pelampung, badan jaring dan pemberat. Apabila terdapat ikan yang terjerat, penarikan dihentikan sesaat atau jaring ditarik perlahan untuk mengambil hasil tangkapan tersebut. Ikanikan hasil tangkapan langsung dipisahkan menurut jenisnya di atas kapal. Proses hauling diakhiri dengan penarikan pelampung tanda dan pemberat yang pertama kali diturunkan. Pada saat hauling jaring ditarik sekaligus disusun untuk setting berikutnya. Spesifikasi alat tangkap gillnet multifilament yaitu jaring terdiri atas 7-22
pieces, dengan ukuran per piecesnya panjang 40-60 meter, tinggi 5-13 meter, ukuran mata jaring 5-7,5 cm, dan jumlah mata jaring vertikal dan horizontal sebesar 100-173 mata dan 800 mata. Bahan jaring adalah nilon multifilament dengan pelamping dan pemberat masing – masing terbuat dari plastik dan batu. Jenis perahu yang digunakan adalah perahu motor tempel dan kapal motor dengan waktu pengoperasian pada siang hari oleh 2-3 nelayan. Daerah penangkapan, yaitu Karang Luhur, Batu Mandi, Nusakambangan dan hasil tangkapannya adalah bawal, tongkol, lamadang, tenggiri, layaran, dan cucut.
3).
Jaring tiga lapis/ciker (Trammel net)
Pengoperasian alat tangkap trammel net dilakukan pada pagi hari. Persiapan pertama yang dilakukan, yaitu pencarian daerah penangkapan ikan. Setelah sampai di fishing ground tahap pertama yang dilakukan adalah penurunan
jaring (setting). Urutan setting pertama, yaitu penurunan pelampung tanda 1, tali selambar depan, batu pemberat 1, badan jaring, batu pemberat 2, tali selambar belakang, dan terakhir pelampung tanda 2. Penurunan jaring dapat dilakukan oleh dua orang nelayan, saat jaring diturunkan mesin tetap dihidupkan dan perahu tetap dijalankan dengan kecepatan rendah. Nelayan berada di lambung kiri perahu. Setting dilakukan pada beberapa fishing ground tergantung jumlah jaring yang dibawa. Setelah itu dilakukan proses drifting, kemudian proses pengangkatan jaring (hauling) yang dilakukan dengan cara menarik jaring melalui tali ris atas dan bawah. Hasil tangkapan dilepaskan dari jaring bersamaan dengan penarikan jaring ke atas perahu. Jaring yang terdiri atas 5-50 pieces, dengan ukuran per piecesnya panjang 18-180 meter, tinggi 1,25-1,625 meter, ukuran mata jaring dalam (3,75 cm) dan luar (12,5 cm), dan jumlah mata jaring vertikal (dalam : 23-42 mata dan luar : 1013 mata) dan horizontal (dalam : 1.600 mata dan luar : 480 mata). Bahan jaring adalah nilon monofilament dengan pelampung dan pemberat masing – masing terbuat dari spon dan timah. Jenis perahu yang digunakan adalah perahu motor tempel dengan waktu pengoperasian pada siang hari oleh 2-3 nelayan. Daerah penangkapan, yaitu Karang Luhur, Batu Mandi, Nusakambangan dan hasil tangkapannya adalah udang jerbung.
4).
Pancing rawai
Pengoperasian alat tangkap pancing rawai dilakukan pada pagi hari. Persiapan di laut dilakukan dalam perjalanan ke daerah penangkapan ikan, yaitu mencakup pemasangan umpan, penyiapan pelampung, jangkar, dan menyusun tali temali. Penebaran pancing dilakukan setelah arah dan kekuatan arus diketahui. Pada waktu penurunan alat, mesin kapal dimatikan, kemudian umpan dipasang. Umpan yang digunakan adalah ikan yang sudah mati/kepala ikan bilis. Setting diawali dengan mengangkat ujung-ujung tali utama (main line) dengan tali pemberat dan tali-tali pelampung selanjutnya dilemparkan ke laut. Setelah itu dilanjutkan dengan mengulurkan main line dan melempar tali cabang atau matapancing yang telah dilengkapi dengan umpan. Setelah pelemparan rawai
selesai, jangkar kemudian diturunkan agar kapal berhenti. Setting dilakukan sekitar 1-3 jam. Hauling dilakukan setelah waktu berselang antara 2-3 jam setelah penurunan rawai selesai. Pada waktu penarikan rawai ke atas kapal, letak rawai diatur dengan tujuan memperlancar pemasangan umpan selanjutnya pada waktu rawai akan diturunkan kembali. Hauling dilakukan dalam waktu 2 jam. Setelah pelampung dan pemberat semuanya diangkat kemudian perahu melanjutkan perjalanan ke daerah penangkapan lainnya. Pancing ini mempunyai jumlah mata pancing 200-700 mata, panjang 1.200-3.600 meter, jarak antar pancing 7,5 meter, ukuran mata pancing No.8 dan No.9, dan kedalaman mata pancing terpasang 45-60 meter. Bahan tali utama adalah Kuralon No.300 dan bahan tali cabang adalah PE No.300/400. Jenis perahu yang digunakan adalah perahu motor tempel dengan waktu pengoperasian pada siang hari oleh 2-3 nelayan. Daerah penangkapan, yaitu Pamayang, Lawang, Nusakambangan dan hasil tangkapannya adalah ikan kuwe, manyung, remang, cucut, pari, kakap, bambangan, kerapu, kurau.
5).
Pukat pantai
Secara garis besar pengoperasian pukat pantai terdiri atas tiga tahap, yaitu persiapan, penebaran, dan pengambilan hasil tangkapan. Pada proses persiapan nelayan mempersiapkan alat tangkap, perbekalan, dan perahu. Alat tangkap diletakkan di atas perahu harus dalam keadaan rapi. Setelah itu nelayan melakukan perjalanan menuju fishing ground. Setelah itu nelayan menurunkan tali penarik yang ujungnya terlebih dahulu ditambatkan di pantai. Setelah sampai pada bagian ujung sayap, perahu bergerak setengah limgkaran sambil menebar jaring. Setelah selesai dilanjutkan dengan proses penurunan pelampung tanda yang kemudian perahu dikayuh ke arah pantai. Setelah perahu kembali ke laut untuk mengambil tali kantong dan kembali lagi ke pantai mengikuti jaring selama penarikan. Setelah sampai di pantai nelayan menarik jaring yang kemudian hasil tangkapan ditampung dan dipindahkan ke keranjang.
Pukat ini mempunyai panjang jaring 25 – 60 meter, panjang sayap 120 – 150 meter, dan ukuran mata (sayap 5 cm, badan 3,125 – 8,75 cm, dan kantong 1 – 2,5 cm). Bahan jaring adalah plastik dengan pelampung dan pemberat masing – masing terbuat dari plastik dan timah. Jenis perahu yang digunakan adalah perahu motor tempel dan perahu tanpa motor dengan waktu pengoperasian pada siang hari oleh 6 – 18 nelayan. Daerah penangkapan, yaitu Cilacap, Nusakambangan, Batu Karas dan hasil tangkapannya adalah tongkol, kakap, kerapu, ekor kuning, beronang, udang jerbung, udang dogol dan udang krosok.
6).
Jaring dogol
Tahap pengoperasian jaring dogol yaitu jaring dipasang membentuk lingkaran. Pada proses ini pertama kali dilakukan penurunan pelampung pada satu sayap, lalu dilanjutkan dengan penurunan kantong dan disusul dengan sayap selambar. Setelah jaring terpasang sempurna kemudian jaring ditarik ke arah perahu beberapa saat hingga kedua sayap saling merapat. Setelah melakukan penarikan jaring hingga sayap terentang sempurna, kemudian dilakukan prroses hauling. Penarikan jaring dilakukan secara bersama antara tali selambar bagian kanan dan kiri untuk menjaga badan jaring agar tetap terentang sempurna, sehingga akan mencegah ikan ke arah vertikal. Setelah dilakukan proses hauling kemudian dilakukan pemindahan hasil tangkapan ke dalam tempat yang telah disediakan. Jaring ini mempunyai panjang jaring-sayap 25-100 meter, ukuran mata (sayap 5 cm, badan 3,125-8,75 cm, dan kantong 1-2,5 cm), dan bahan jaring adalah nilon dengan pelamping dan pemberat masing – masing terbuat dari plastik dan timah. Jenis perahu yang digunakan adalah perahu motor tempel dengan waktu pengoperasian pada siang hari oleh 4 nelayan. Daerah penangkapan yaitu, Cilacap, Nusakambangan, Batu Karas dan hasil tangkapannya adalah udang dogol, rebon, dan udang krosok.
7).
Bagan
Bagan merupakan salah satu alat penangkapan ikan yang masuk kedalam kategori lifnet atau jaring ikan yang cara pengoperasian dalam penangkapan
ikannya dilakukan dengan cara mengangkat jaring, sehingga ikan terperangkap di jaring. Di Pangandaran dan sekitarnya, alat tangkap ikan ini lebih dikenal dengan nama “bagang.” Kontruksi bagan ini sebagian besar terbuat dari bambu yang dibentuk sedemikian rupa menyerupai bangunan rumah. Bagan berdasarkan penempatan daerah penangkapannya terdiri atas dua jenis yaitu bagan tancap dan bagan apung. Bagan tancap sesuai dengan namanya adalah jenis bagan yang peralatannya ditancap (permanen tidak bisa dipindah-pindah) dan biasanya ditempatkan tidak jauh dari pantai, sedangkan bagan apung adalah jenis bagan yang sesuai namanya terapung-apung di laut dengan menggunakan pelampung – pelampung yang terbuat dari drum-drum plastik dan dilengkapi jangkar supaya tidak terbawa arus laut dan dapat dipindah-pindah lokasi penempatannya sesuai dengan keinginan pemiliknya. Sepintas bagan ini sama kontruksinya dengan keramba jaring apung (KJA) yang bias digunakan untuk budidaya ikan, hanya ukuran bagan lebih kecil jika dibandingkam dengan ukuran KJA. Jenis ikan yang tertangkap oleh bagan, baik bagan tancap maupun bagan apung adalah jenis-jenis ikan pelagis atau jenis-jenis ikan yang berenang di permukaan air laut yang biasanya berukuran kecil dan sifatnya bergerombol (schooling), antara lain ikan layangan dan petek. Alat tangkap ini sangat efektif untuk menangkap ikan layangan dan ikan teri.
Apabila sedang musim ikan
layangan dan teri, bagan dapat menangkap ikan layangan dan teri antara 4 – 6 ton dalam satu malam. Tabel 16 dan Gambar 6 menunjukkan perkembangan alat penangkapan ikan di Pangandaran sejak tahun 2003 – 2007.
Tabel 16 Perkembangan jumlah alat penangkapan ikan di Pangandaran menurut jenis tahun 2003 – 2007 Jenis Alat Tangkap (Unit)
No
Tahun 2003
2004
2005
2006
2007
1.
Pancing rawai
84
85
85
50
85
2.
Pukat pantai
37
12
12
14
14
3.
Gill net
843
737
737
475
1.648
4.
Dogol
141
158
158
97
97
5.
Tramell Net/ Ciker
83
94
94
52
52
6.
Bagan
36
36
0
16
20
1.224
1.122
1.086
704
1.916
2007
2008
Jumlah
Sumber : HNSI Ciamis (2008) diolah kembali
J u m lah a la t ta n g k a p (u n it)
2500 2000
y = 163x2 - 653533x + 7E+08 R2 = 69,82
1500 y = 163x2 – 653.533x + 7E + 08 R2 = 69,82
1000 500 0 2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Sumber : HNSI Ciamis (2008) diolah kembali
Gambar 6 Trend perkembangan jumlah alat penangkapan ikan di Pangandaran Kurun waktu tahun 2003 – 2007
5.2.3
Nelayan
Kemajuan perikanan merupakan titik tolak kemajuan daerah pesisir. Nelayan sebagai motor pengerak dalam kegiatan penangkapan ikan memiliki peranan penting dalam operasi penangkapan ikan. Tingkat pengetahuan akan metode pengoperasian alat tangkap dan keberadaan ikan merupakan hal penting harus dimiliki oleh nelayan. Selama ini nelayan Pangandaran memperoleh pengetahuan mengenai metode pengoperasian dan tentang fishing ground dari pengalaman dan coba-coba atau “try and error”. Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktifitas yang sangat aktif di Pangandaran, hal ini terjadi karena kegiatan perikanan merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat Pangadaran selain pariwisata. Nelayan di Pangandaran tidak hanya berasal dari penduduk asli setempat tetapi sebagian juga berasal dari Tasikmalaya, Cilacap, Pameungpeuk dan Sukabumi. Menurut Undang – Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Perikanan, nelayan adalah sumberdaya manusia yang memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan operasi penangkapan ikan. Pada umumnya keahlian dalam operasi penangkapan ikan yang dimiliki nelayan berdasarkan pengalaman ynag telah didapatkan. Nelayan yang ada di Pangandaran berdasarkan kepemilikan alat tangkap dibedakan dua yaitu: a)
Juragan atau nelayan pemilik adalah golongan nelayan yang memiliki fasilitas produksi atau kapal penangkapan ikan. Nelayan ini ditunjuk sebagai ketua kelompok nelayan, masing-masing ketua kelompok memiliki anak buah kapal. Nelayan pemilik atau ketua kelompok nelayan berperan di dalam proses pendaratan.
b)
Nelayan buruh adalah nelayan yang terjun langsung dalam operasi penangkapan ikan dan tidak memiliki alat tangkap. Mereka merupakan pihak pelaksana dan lainnya adalah adalah kapal yang menggunakan motor dalam untuk menaikkan hasil tangkapan ikan ke atas kapal. Nelayan Pangandaran tidak hanya berasal dari penduduk asli setempat
sebagian juga berasal dari Tasikmalaya, Cilacap, Pameungpeuk dan Sukabumi. Perkembangan jumlah nelayan Pangandaran dapat dilihat pada Tabel 17 dan Gambar 7.
Tabel 17 Perkembangan jumlah nelayan Pangandaran kurun waktu 2003 – 2007 Tahun
Status Nelayan 2003
Nelayan Pemilik
2004
2005
2006
2007
647
674
689
874
943
Nelayan Buruh
1.369
1.435
1.794
1.890
1.923
Jumlah
2.016
2.109
4.488
4.770
4.873
Sumber : HNSI Ciamis (2008) diolah kembali
J u m l a h N e l a y a n (o r a n g )
2500 y = 156,3x – 311.699 R2 = 89,53 R
2000 1500
Nelayan Pemilik Nelayan Buruh
1000
y = 79,2x – 158.031 R2 = 87,67 R
500 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Sumber : HNSI Ciamis (2008) diolah kembali
Gambar 7 Trend perkembangan jumlah nelayan Pangandaran menurut status nelayan tahun 2003 – 2007 Keberadaan nelayan di Pangandaran selama kurun waktu 5 (lima) tahun dari 2003 – 2007 memiliki kecenderungan meningkat setiap tahun baik untuk nelayan pemilik atau pun untuk nelayan buruh dengan tingkat pertumbuhan sebesar 218,5% untuk nelayan buruh dan 105,5% untuk nelayan pemilik. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan perikanan khusunya perikanan tangkap di Pangandaran dalam lima tahun terakhir menjadi pilihan mata pencaharian.
5.3
Jenis dan Kondisi Fasilitas PPI Pangandaran
Pendaratan ikan merupakan muara dari operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Kegiatan pendaratan ini memerlukan fasilitas-fasilitas yang mendukung agar nilai jual dari ikan hasil tangkapan nelayan tidak merosot. Menurut DKP Ciamis (2007), beberapa fasilitas pendaratan yang tersedia di Pangandaran, adalah :
5.3.1
Fasilitas pokok
Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar yang diperlukan untuk melindungi kapal atau perahu yang mendaratkan hasil tangkapan dari gangguan alam (Direktorat Jendral Perikanan 1994).
Fasilitas kepelabuhanan yang bersifat
pokok yang ada di Pangandaran seperti dermaga, kolam pelabuhan, break water dan alat bantu navigasi sampai saat ini belum tersedia. Fasilitas yang mungkin dapat dikatakan tersedia adalah alat bantu navigasi yang berupa lampu suar (Gambar 8), itu pun hanya berfungsi untuk penanda bahwa di tempat tersebut terdapat daratan yang dapat digunakan untuk berlabuh. Bahkan kolam pelabuhan dan dermaga yang maerupakan fasilitas pokok yang paling penting hanya berupa kolam dan dermaga alam yang digunakan untuk menambatkan perahu atau armada penangkapan ikan sebagai tanda bahwa di tempat tersebut ada pangkalan pendaratan ikan. Tidak adanya atau kurangnya faslitas pokok di PPI Pangandaran mengakibatkan hasil tangkapan ikan yang didaratkan relatif sedikit karena hanya berasal dari hasil tangkapan ikan yang dilakukan armada kecil (perahu) sedangkan armada penangkapan ikan besar tidak dapat mendaratkan hasil tangkapannya karena terbatasnya kapasitas dan kedalaman kolam pelabuhan dan fasilitas lain untuk memudahkan kapal berlabuh. berkembang.
Akibatnya PPI Pangandaran sulit untuk
Gambar 8. Lampu suar yang ada di PPI Pangandaran 5.3.2
Fasilitas fungsional
Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok dengan cara memberikan pelayanan yang diperlukan di suatu pelabuhan perikanan (Direktorat Janderal Perikanan 1994). Beberapa fasilitas fungsional yang seharusnya ada di Pelabuhan Perikanan (PP), termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) menurut Lubis (2004) digolongkan menjadi tiga kelompok utama, yaitu (1)
Fasilitas penanganan dan pemasaran hasil tangkapan Kelompok fasilitas yang termasuk kedalam fasilitas penanganan dan pemasaran hasil tangkapan adalah tempat pelelangan ikan, fasilitas pemeliharaan dan pengelolaan hasil perikanan, pabrik es, gudang, refrigasi
(2)
Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan armada dan alat penangkapan ikan Kelompok fasiltas yang menjadi bagian dari fasilitas pemeliharaan dan perbaikan armada dan alat penangkapan ikan adalah lapangan perbaikan alat
penangkapan ikan, ruang mesin, tempat penjemuran alat penangkapan ikan, bengkel, slipway, gudang jaring. (3)
Fasilitas perbekalan
(4)
Kelompok fasilitas penunjang yang menjadi bagian dari fasilitas pebekalan adalah tangki dan instalasi air bersih, dan tangki bahan bakar
(5)
Fasilitas komunikasi Kelompok fasilitas penunjang yang menjadi bagian dari fasilitas komunikasi adalah fasilitas stasiun jaringan telepon, dan radio SSB. Dari kempat kelompok fasilitas fungsional yang ada di Pangandaran
sampai saat ini baru tersedia tempat pelelangan ikan, koperasi mina, pabrik es dan fasilitas air bersih, sehingga jumlah ikan yang dapat ditampung relatif sedikit karena kurangnya fasilitas untuk menampung dan mengolah hasil tangkapan ikan agar tetap segar dan kualitasnya terjaga dengan baik.
1).
Tempat pelelangan ikan
Tempat pelelangan ikan (TPI) Pangandaran didirikan pada tahun 1973 oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Perikanan yang bertujuan untuk mengembangkan usaha perikanan tangkap di Pangandaran khususnya dalam pengaturan tataniaga.
Pengelolaan TPI di Pangandaran berdasarkan
Peraturan Bupati Ciamis diserahkan kepada koperasi mina, yaitu Koperasi Unit Desa (KUD) Minasari, yang bertindak menjadi penyelenggara pelelangan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis sebagai Penanggung jawab TPI Pangandaran. Sumber keuangan yang diperoleh TPI adalah berasal dari retribusi sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 juncto Peraturan Gubernur Jawa Barat 13 Tahun 2006 tentang tentang Retribusi, yang mengatur besarnya retribusi lelang sebesar 5% (3% dibebankan kepada bakul dan 2 % dibebankan kepada nelayan). TPI di Pangandaran beroperasi setiap hari kecuali hari Jum’at libur, dikarenakan sudah menjadi kebiasaan nelayan Pangandaran turun-temurun bahwa pada hari Jum’at nelayan dilarang atau tidak boleh pergi melaut untuk
menghormati Hari Jum’at yang dianggap hari suci karena sebagian besar nelayan Pangandaran adalah beragama Islam. Proses pendaratan ikan dari kapal atau perahu diangkut dengan menggunakan keranjang plastik (trays). Selanjutnya hasil tangkapan diletakkan per jenis ikan di lantai TPI, baru kemudian dilakukan pelelangan. Gambar 9 menunjukkan Gedung Tempat Pelelangan Ikan di Pangandaran.
Gambar 9 Gedung Tempat Pelelangan Ikan Pangandaran Cara penanganan hasil tangkapan ikan di TPI Pangandaran dengan cara meletakkan hasil tangkapan ikan di lantai pelelangan, menunjukkan bahwa penanganan hasil tangkapan ikan di Pangandaran masih belum memperhatikan aspek kebersihan/higienis, hal ini tentu saja harus menjadi bahan pemikiran pengelola TPI setempat untuk lebih memperhatikan kebersihan tempat lingkungan sehingga hasil tangkapan ikan yang dilelang tetap terjaga mutunya. 2).
KUD Minasari
Sebagai pengelola kegiatan pelelangan ikan di TPI Pangandaran KUD Minasari didirikan pada tanggal 2 Januari 1992 dengan nama KPL (Koperasi Perikanan Laut) setelah mengalami perubahan nama, maka pada 2 November
2000 menjadi KUD Minasari. KUD Minasari ini diawasi dan dibina oleh Dinas Kelautan dan Perikanan serta instansi terkait di Kabupaten Ciamis. Gambar 10 menunjukkan Gedung Kantor KUD Minasari Pangandaran.
Gambar 10 Gedung Kantor KUD Minasari Pangandaran Hampir seluruh nelayan Pangandaran masuk menjadi anggota KUD Minasari. Salah satu keuntungan yang didapat nelayan dengan masuk menjadi anggota KUD Minasari adalah jika terjadi musim paceklik, KUD akan memberikan bantuan kepada
nelayan berupa sembako gratis dan pinjaman
keuangan dengan bunga yang sangat lunak antara 3-6% per tahun bahkan tidak dikenakan bunga sama sekali. Hal ini tentu tidak akan nelayan dapatkan jika tidak menjadi anggota KUD atau dengan kata lain tidak menjual hasil tangkapan melalui TPI tetapi langsung menjual kepada bakul, meskipun harga jualnya lebih tinggi dibandingkan jika menjual di TPI.
3).
Fasilitas air bersih dan jaringan listrik
Fasilitas air bersih di pangandaran disediakan oleh KUD minasari dengan menyediakan bak-bak air di bagian belakang TPI dengan kapasitas 3x0.5x1 meter. Air bersih yang ada di TPI Pangandaran berasal dari PDAM Tirta Galuh Pangandaran Kabupaten Ciamis, sehingga kebersihannya sudah cukup memadai. Aktivitas pendaratan ikan di TPI Pangandaran pada umumnya memulai aktivitasnya dari pukul 03.00 sampai 10.00 oleh karena itu TPI Pangandaran dilengkapi dengan jaringan listrik yang memadai. Pabrik es di Pangandaran berjumlah dua unit yang berlokasi kurang dari 3 (tiga) kilometer dari TPI Pangandaran, yaitu Pabrik Es Budi Darma dan Pabrik es Dawuan. Pabrik es bukan milik PPI tetapi murni milik swasta yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan es nelayan dan pedagang ikan di Pangandaran. Kapasitas produksi pabrik es ini masing-masing sebanyak 300 balok per hari. Kapasitas produksi sebesar ini, pada saat produksi hasil tangkapan ikan melimpah kadang tidak mencukupi untuk memasok kebutuhan es di TPI, sehingga untuk mengatasinya mendatangkan balok-balok es dari daerah Pabrik Es Sari Petojo yang terletak di daerah Cilacap yang berjarak sekitar 60 km dari Pangandaran.
4).
Fasilitas Tambahan
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994) fasilitas tambahan adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peran pelabuhan dan tidak dapat dimasukkan kedalam dua kelompok golongan di atas (5.1.1 dan 5.1.2). Menurut Lubis (2006) fasilitas tambahan atau penunjang dapat dikelompokkan menjadi a)
Fasilitas kesejahteraan, yaitu MCK, Poliklinik, musola, kantin dan mess
b)
Fasilitas administrerasi, yaitu kantor syah bandar, kantor bea cukai
kantor
pengelolan, kantor operator. Keberadaan dua kelompok fasilitas penunjang di Pangandaran yang sampai saat ini sudah tersedia adalah fasilitas mushola, kantin dan MCK. Menurut Lubis dan Pane (2006), pada dasarnya fasilitas yang dimiliki oleh Pelabuhan Perikanan sama dengan fasilitas yang dimiliki oleh Pangkalan Pendaratan Ikan, hanya kapasitas fasilitasnya yang berbeda. Menurut Lubis et al.
(2005) bahwa berdasarkan kepentingannya terhadap kebutuhan pengoperasian suatu pelabuhan perikanan secara ideal, maka terdapat 9 unsur yang termasuk dalam kategori fasilitas pelabuhan perikanan yang “mutlak diperlukan” atau “vital” yaitu : 1) dermaga pendaratan ikan dan muat; 2) kolam pelabuhan ; 3) system rambu-rambu yang mengatur keluar masuknya kapal, 4) tempat pelelangan ikan; 5) pabrik es; 6) tangki dan instalasi air; 7) tempat penyediaan bahan bakar; 8) bengkel reparasi kapal; 9) kantor adminsitrasi.
Berdasarkan keberadaan
fasilitas di atas, maka sebagai PPI, PPI Pangandaran memang belum dapat dikatakan sebagai PPI yang ideal, sehingga perlu dikembangkan agar fasilitas yang dimilikinya lebih memadai.
5.4
Pengelolaan dan Penanganan Ikan di PPI Pangandaran
5.4.1
Pengorganisasian kepelabuhanan
Berdasarkan Keputusan Bupati Ciamis Nomor : 296 Tahun 2004 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja, Unit Pelaksana Teknis Dinas - Pangkalan Pendaratan Ikan (UPTD - PPI) Pangandaran mempunyai Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja ; melaksanakan sebagian tugas dinas di bidang pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan dan tugas lainnya. Dalam melaksanakan Tugas Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Organisasi meliputi ; Tiga Sasaran Pokok, yaitu : 1).
Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan, terdiri atas : (1)
Pengelolaan Administrasi Umum, Kepegawaian, dan Keuangan serta Pengelolaan Retribusi.
2).
(2)
Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan.
(3)
Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pangkalan Pendaratan Ikan.
(4)
Pengelolaan Bidang Perbengkelan.
Program Pembinaan terdiri atas : (1)
Pembinaan Kelompok nelayan yang tersebar di beberapa wilayah Rukun Nelayan (RN).
(2)
Pembinaan Kelompok Pengolah Ikan yang tersebar di sentra pengolahan ikan
(3)
Pembinaan Para Bakul Ikan di setiap wilayah Pangkalan Pendaratan Ikan.
(4)
Melaksanakan Program Pelatihan sesuai dengan kebutuhan Kelompok Binaan.
3).
Program Pengawasan (1)
Pengawasan Produksi Ikan hasil laut yang dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) di setiap wilayah Pangkalan Pendaratan Ikan
(2)
Pengawasan Perijinan, yang terdiri atas ; Surat Ijin Penangkapan Ikan, Surat Ijin Pengolahan, Surat Ijin Budidaya Ikan dan Ijin Bakul.
(3)
Pengawasan dan Pelestarian Sumberdaya Ikan dan lingkungannya oleh Pokmaswas, Instansi terakit serta semua pemangku kepentingan.
Gambar 11 menunjukkan struktur organisisasi PPI Pangandaran.
Sumber : DKP Ciamis (2008)
Gambar 11 Strutur organisasi UPTD – PPI Pangandaran tahun 2007
5.4.2
SDM Pengelola PPI Pangandaran dan kemampuan pengelolaan
Jumlah SDM yang terdapat di PPI Pangandaran sangat terbatas sekali, sampai tahun 2007 jumlah SDM yang mengelola PPI Pangandaran hanya 5 orang termasuk kepala UPTD – PPI Pangandaran. Di samping jumlahnya yang sangat minim klasifikasi pendidikan dari masing-masing individu juga sangat tidak mendukung, karena dari 5 orang SDM yang ada 1 orang Diploma IV Perikanan,
1 orang sarjana teknis sipil, 1 orang sarjana ilmu pemerintahan dan 2 orang lulusan dari SLTP. Disamping kualifikasi pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pengelolaan PPI, diklat-diklat yang diikuti juga sangat terbatas, yaitu 2 orang pernah mengikuti pelatihan SSK 60 mil, satu orang pernah ikut diklat teknis pengolahan perikanan dan satu orang memiliki sertifikat pelatihan administrasi kepelabuhanan, sedangkan diklat teknis mengenai pengelolaan pelabuhan perikanan itu sendiri belum ada satu pun yang pernah mengikutinya. Sumberdaya Manusia pengelola PPI adalah tolak ukur keberhasilan atau berjalannya operasional PPI itu sendiri. Dengan kondisi SDM seperti di atas sangat tidak mengherankan jika kegiatan PPI Pangandaran selama ini masih belum berjalan secara optimal.
5.4.3
Pengelolaan fasilitas dan aktivitas PPI Pangandaran
Kegiatan perikanan sering diidentikan dengan limbah ikan dan bau amis, sementara kegiatan pariwisata cenderung menggambarkan kebersihan dan keindahan, sehingga antara keduanya sering terjadi kontradisi yang berkaitan dengan lokasi perikanan yang sering dijauhkan dengan lokasi pariwisata. Menurut Hidayati (1997), sesungguhnya perikanan tangkap selain sebagai kegiatan ekonomi juga dapat dikembangkan sebagai suatu kegiatan rekreasi atau pariwisata. Hasil wawancara terhadap wisatawan diketahui bahwa di Pantai Pangandaran, limbah dan bau amis tidak terlalu menjadi permasalahan yang sangat mengganggu kegiatan rekreasi, karena kondisinya dalam taraf wajar (walaupun seharusnya tidak boleh terjadi), karena memang banyak tempat penginapan-penginapan yang digunakan oleh wisatawan terletak di bagian timur dari Pantai Pangandaran yang note bene merupakan basis pelaksanan kegiatan perikanan. Adanya sinergi tersebut diduga karena kegiatan perikanan yang ada di Pangandaran masih berskala kecil dan masih terkonsentrasi di PPI Pangandaran. Salah satu bentuk sinergi yang sangat nyata terjadi di Pangandaran adalah penggunaan perahu-perahu nelayan yang tidak digunakan untuk melaut biasanya
disewakan untuk mengantar wisatawan mengelilingi pantai di sekitar cagar alam terutama pada waktu musim liburan seperti hari Sabtu Minggu dan libur sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan perikanan masih selalu terkendala oleh daerah
penangkapan
karena
armada
yang
digunakan
berskala
kecil.
Kemungkinan konflik kepentingan yang lebih besar akan terjadi antara sektor perikanan tangkap dan sektor pariwisata saat sektor perikanan tangkap di Pangandaran dikembangkan. Kemungkinan konflik tersebut, telah ditanggapi oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis, dengan mengadakan pembangunan PPI yang letaknya agak jauh dari pusat pariwisata Pangandaran, sebaiknya pembangunan yang dilakukan tidak mengabaikan aspek kesinergisan yang telah terjadi dimana kegiatan perikanan ditopang oleh pariwisata atau sebaliknya.
Hal tersebut akan tetap
sinergi bila pusat pemasaran hasil perikanan tetap dipertahankan di areal pariwisata Pangandaran. Dengan demikian pembangunan
perikanan
khususnya TPI yang
dilaksanakan di Pangandaran harus tetap memperhatikan aspek pariwisata karena kegiatan pariwisata di Pangandaran
merupakan pasar yang menjanjikan bagi
nelayan. Berdasarkan wawancara terhadap nelayan dan penjual ikan keberadaan wisatawan terutama di hari libur nasional bisa meningkatkan pendapatan lebih dari hari-hari biasa.
5.4.4
Penanganan ikan di PPI Pangandaran
Seringkali kegiatan penanganan (handling) hasil tangkapan ikan identik dengan menjaga mutu ikan setelah didaratkan, tetapi untuk menjaga mutu ikan sebaikanya dilakukan sejak ikan diangkat ke atas perairan. Kegiatan handling hasil tangkapan di Pangandaran dilakukan sejak ikan masih di atas perahu/kapal. Akan tetapi penanganan yang dilakukan oleh nelayan hanya berupa penyortiran berdasarkan jenis yang dipisahkan dengan menggunakan wadah berupa keranjang-keranjang dari anyaman bambu. Rata-rata nelayan Pengandaran tidak membawa es, ketika melaut hal ini disebabkan fishing trip nelayan Pangandaran biasanya hanya satu hari atau one day fishing, sehingga mutu hasil tangkapan ikan masih baik sekali.
Setelah kegiatan penanganan ikan di kapal atau perahu selesai, maka kegiatan selanjutnya adalah pendaratan ikan, yang terdiri atas tiga tahap, yaitu pembongkaran, penyortiran, dan pendaratan. Proses pendaratan ikan dilakukan setelah kapal atau perahu berlabuh di pantai timur kemudian ikan dibongkar dari perahu. Tahap selanjutnya ikan dipindahkan ke TPI dengan cara dipikul menggunakan keranjang-keranjang plastik atau trays, karena tidak memiliki dermaga maka nelayan Pangandaran mendaratkan ikan dengan cara digotong. Ikan-ikan yang didaratkan selanjutnya ditimbang dan hasilnya dicatat oleh petugas KUD, kemudian diletakkan di tempat yang telah ditentukan untuk dilelang.
6
KONDISI PENGELOLAAN WISATA PANTAI PANGANDARAN
6.1
Aktivitas Wisata Pantai
6.1.1
Taman wisata cagar alam
Taman wisata cagar alam merupakan suatu taman konservasi yang dikelola oleh perhutani dengan luas mencapai 640 Ha. Letak Cagar Alam ini berada di antara Pantai Barat dan Timur tepatnya berada di antara Teluk Pananjung.
Tempat ini merupakan areal konservasi rusa dan monyet ekor
panjang. Selain keunikan satwa yang mendiami areal konservasi tersebut, kawasan ini juga memiliki gua-gua alam yang mamiliki kekhasan tersendiri antar gua, keberadaan gua-gua tersebut memberikan daya tarik tersendiri untuk wisatawan yang mengunjungi Pangandaran. Di samping gua-gua alam, juga terdapat guagua buatan peninggalan jaman Jepang.
6.1.2
Wisata air
Wisata air yang ada di Pangandaran cukup beragam dan unik, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Salah satu keunikan yang ada adalah dua pantai yang berdekatan yaitu Pantai Timur dan Pantai Barat, tetapi dengan karakteristik yang berbeda. Pantai Timur mempunyai karateristik dasar pantai yang curam, tetapi ombaknya kecil, sedangkan Pantai Barat mempunyai karateristik dasar pantai yang landai, tetapi memiliki ombak yang besar. Dengan karateristik yang berbeda tersebut secara alamiah terjadi pemanfaatan pantai yag berbeda pula, Pantai Timur lebih banyak digunakan untuk kegiatan penangkapan ikan, sedangkan Pantai Barat cenderung dipergunakan sebagai lokasi wisata air khususnya berenang dan naik perahu. Keunikan lain dari pantai Pangandaran dengan adanya dua pantai tersebut adalah dapat melihat matahari terbit dan matahari terbenam di satu tempat, Pantai Timur untuk melihat matahari terbit pada pagi hari dan Pantai Barat untuk melihat matahari terbenam pada sore hari. Dengan memiliki dua pantai yang memiliki karakteristik berbeda sangat menguntungkan bagi Pangandaran, karena kegiatan wisata yang dilakukan
menjadi semakin beragam. Aktivitas wisata air yang dilakukan di pantai timur adalah berupa olah raga air speed boat, paralayang, banana boat, dan perahu layar, sedangkan kegiatan wisata yang dilakukan di pantai barat adalah berenang, surfng, bermain pasir, bola voli pantai, sepak bola dan berkelling pantai menggunakan sepeda tandem, kuda poni, maupun ATV.
6.2
Fasilitas Objek Wisata
Fasilitas-fasilitas yang tersedia di kawasan wisata Pantai Pangandaran antara lain terdiri atas fasilitas umum dan fasilitas wisata. Fasilitas umum adalah fasilitas yang disediakan untuk kepentingan umum, sedangakan fasilitas wisata adalah fasilitas yang disediakan sebagai sarana untuk rekreasi.
6.2.1
Fasilitas umum
1).
Areal parkir
Areal parkir merupakan hal yang penting diperhatikan untuk kenyamanan wisatawan. Pantai Pangandaran sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Jawa Barat memiliki tempat parkir yang terletak di sebelah barat Cagar Alam. Kondisi tempat parkir tersebut tidak terlalu luas dan pada umumnya hanya mobil-mobil pribadi atau carteran/sewaan yang memarkir kendaraan di tempat tersebut. Dengan sifat kedatangan wisatawan yang musiman dengan puncak kedatangan tertinggi pada waktu Idul Fitri tempat parkir tersebut tidak mampu menampung kendaraan yang datang ke Pantai Pangandaran, sehingga wisatawan biasanya memarkir mobilnya di pantai atau di hotel- hotel yang disewa, selain itu, di Pantai Pangandaran tidak terdapat tempat parkir khusus kendaraan roda dua yang dikelola oleh pemerintah, sehingga pemilik kendaraan roda dua umumnya memarkir kendaraannya di tempat penitipan swasta yang berada di tepi pantai.
2).
Air bersih dan tampat ibadah
Kebutuhan sanitasi merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan pengelola kawasan wisata, di kawasan wisata Pantai dan Cagar Alam Pangandaran telah tersedia fasilitas MCK dan tempat ibadah dengan kapasitas yang sangat memadai. Fasilitas MCK banyak terdapat di pantai barat hingga
pantai timur, sedangkan tempat ibadah terdapat di dalam dan di luar kawasan cagar alam Pangandaran.
3).
Sarana Telekomunikasi
Fasilitas komunikasi yang terdapat di Pantai Pangandaran sampai saat ini sudah cukup lengkap, termasuk sinyal semua operator telpon seluler telah menjangkau kawasan wisata Pantai Pangandaran. Kondisi ini sangat memudahkan para wisatawan.
Selain sarana telekomunikasi jaringan internet juga sudah
tersedia di Pangandaran.
6.2.2
Fasilitas wisata
1).
Penginanpan, hotel dan rumah makan
Tempat penginapan, hotel dan rumah makan di kawasan wisata Pangandaran menyebar dari pantai barat hingga pantai timur. Secara keseluruhan hotel, penginapan dan rumah makan ada dalam keadaan baik, walaupun beberapa bulan yang lalu sempat terjadi bencana tsumani yang menghancurkan sebagian sebagian besar penginapan, hotel dan rumah makan yang berada di pantai barat dan sebagian kecil di pantai timur. Secara umum kerusakan yang dialami hotelhotel dan rumah makan di Pangandaran yang diakibatkan oleh bencana tsunami telah diperbaiki dan dibangun kembali, sehingga saat ini sudah dapat dioperasionalkan kembali untuk menerima dan melayani wisatawan yang datang ke pantai Pangandaran.
2).
Pasar seni
Pasar seni merupakan pusat souvenir kawasan wisata Pangandaran. Pembangunan kawasan pasar seni tersebut didasari untuk menata pedagangpedagang souvenir yang tidak tertatap rapi di kawasan Pantai Pangadaran. Pasar seni ini berada di Jalan Pramuka sebelah barat kawasan Pantai Pangandaran yang selalu dilalui oleh rute masuk wisatawan ke kawasan Pantai Pangandaran, sehingga memudahkan para wisatawan mencari oleh-oleh taua souvenir khas Pangandaran. 6.3
Jumlah Pengunjung/Wisatawan
Menurut Disparbud Ciamis (2007), jumlah pengunjung ke objek Wisata Pantai Pangandaran tahun 2007 yaitu sebanyak 257.244 orang wisatawan. Jumlah wisatawan tersebut terdiri atas 252.893 orang wisatawan nusantara (wisnu) yang mengalami penurunan dibanding tahun 2006 sebesar 14,3% dan 4.351 orang wisatawan mancanegara yang mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 63,0%. Tabel 18 dan Gambar 11 menunjukkan perkembangan jumlah kunjungan wisatawan ke objek Wisata Pangandaran pada kurun waktu 2003 – 2007. Tabel 18 Data jumlah kunjungan wisatawan ke objek Wisata Pantai Pangandaran kurun waktu tahun 2003 – 2007 Tahun
Jumlah Wisatawan (orang) Wisnu
Wisman
Jumlah
Pertumbuhan (%) Wisnu
Wisman
Jumlah
2003
972.804
1.381
974.185
-
-
-
2004
968.297
3.145
971.442
-0,47
56,09
-0,28
2005
381.631
2.573
384.204
-153,73
-22,23
-152,85
2006
289.102
1.608
290.710
-32,01
-60,01
-32,16
2007 252.893 4.351 257.244 -14,32 Sumber : Disparbud Kabupaten Ciamis (2008) diolah kembali
63,04
-13,01
Sumber : Disparbud Kabupaten Ciamis (2008) diolah kembali
Gambar 12 Trend perkembangan jumlah kunjungan wisatatawan ke objek Wisata Pantai Pangandaran kurun waktu tahun 2003 - 2007 Berdasarkan Tabel 19 dan Gambar 12 terlihat bahwa kunjungan wisatawan ke objek Wisata Pantai Pangandaran khususnya wisatawan nusantara cenderung
mengalami penurunan terutama tahun 2003-2005 dan tahun 2005-2007. Penurunan kunjungan wisatawan ke Pangandaran baik yang terjadi pada tahun 2005 maupun tahun 2007 sangat berkaitan dengan peristiwa yang terjadi di Pangandaran sendiri maupun di luar Pangandaran. Penurunan jumlah wisatawan tahun 2005 lebih terkait dengan terjadinya bencana tsunami di Nangroe Aceh Darusalam, sedangkan tahun 2007 penurunan kunjungan terjadi karena bencana tsunami di Pangandaran tahun sebelumnya tepatnya tanggal 17 Juli 2006. Pengamatan selama penelitian memperlihatkan bahwa wisatawan sudah mulai berdatangan kembali (cukup ramai) ke objek wisata Pantai Pangandaran.
6.4
Karakteristik Wisatawan
Karakteristik wisatawan pada saat penelitian dilakukan pada bulan Desember 2008 diperoleh dari hasil wawancara. Karakteristik wisatawan terdiri atas umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, sifat kedatangan, lama kunjungan,
dan daerah asal
wisatawan.
6.4.1
Umur dan jenis kelamin
Karateristik responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran pada bulan Desember 2007 berdasarkan kelompok umur menunjukkan bahwa pengunjung dari kelompok umur 20–25 mempunyai persentase terbesar, yaitu 36% hal ini dikarenakan sebagian besar responden adalah mahasiswa dan produkstif).
Pengunjung pada kelompok umur
pelajar (umur
14–19 tahun mempunyai
persentase 18,33%, pengunjung pada kelompok umur 26–31 tahun mempunyai persentase 20%,
pengunjung pada kelompok umur 32–37 tahun mempunyai
persentase 10%, pengunjung pada kelompok umur 38–43 tahun mempunyai persentase 6,67%, dan sebesar 5,00% pengunjung dengan kelompok umur 44–49 tahun. Pengunjung wisata Pantai Pangandaran yang paling sedikit berada pada kelompok umur 50–55 tahun. Tabel 20 dan Gambar 13 menunjukkan karakteristik pengunjung wisatawan Pantai Pangandaran. Berdasarkan Tabel 19 dan Gambar 12 terlihat bahwa karateristik responden pengunjung objek wisata Pantai Pangandaran didominasi oleh kelompok umur produktif, hal ini dikarenakan
sebagian besar pengunjung wisata Pantai Pangandaran masih berstatus sebagai pelajar dan mahasiswa. Tabel 19 Kelompok umur responden pantai Pangandaran, Desember 2007 No.
Kelompok Umur
1 2 3 4 5 6 7
14 – 19 20 – 25 26 – 31 32 – 37 38 – 43 44 – 49 50 – 55 Jumlah
Jumlah Pengunjung (orang) 11 22 12 6 4 3 2 60
Persentase (%) 18,33 36,67 20,00 10,00 6,67 5,00 3,33 100,00
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
7%
5%
3%
14 - 19
18%
20 - 25
10%
26 - 31 32 - 37 38 - 43
20%
37%
44 - 49 50 - 55
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Gambar 13 Sebaran kelompok umur resonden pengunjung wisata Pangandaran, Desember 2007 Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran ternyata didominasi oleh pengunjung berjenis kelamin lakilaki yaitu sebesar 63,33%, sedangkan pengunjung berjenis kelamin perempuan hanya sebesar 36,67% saja, hal ini menunjukkan bahwa memang secara alamiah
kaum laki-laki lebih menyukai kegiatan-kegiatan rekreasi terutama untuk menghilangkan kejenuhan dan kepenatan setelah bekerja atau hanya sekedar untuk melepaskan lelah sambil melihat pemandangan laut dan pantai Pangandaran. Tabel 20 dan Gambar 14 menunjukkan tingkat kunjungan responden ke wisata pantai Pangandaran berdasarkan jenis kelamin. Tabel 20 Jenis kelamin responden pengunjung Pantai Pangandaran, Desember 2007 No.
1 2
Jenis Kelamin
Laki – laki Perempuan Jumlah
Jumlah Pengunjung (orang) 38 22 60
Persentase (%) 63,33 36,67 100,00
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
37% Laki - laki Perempuan 63%
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Gambar 14 Sebaran jenis kelamin pengunjung wisata Pantai Pangandaran, Desember 2007 Dengan melihat Tabel 20 dan Gambar 14 terlihat bahwa kebanyakan pengunjung wisata Pantai Pangandaran berjenis kelamin laki-laki. Hal ini erat kaitannya dengan jenis aktivitas wisata pantai yang kebanyakan memang cenderung lebih cocok untuk kaum laki-laki, seperti bermain bola di pantai, berenang dan surfing. Di samping itu juga, kaum laki-laki jiwa bepetualangnya
lebih besar dibandingkan kaum perempuan, sehingga pegunjung ke objek Wisata Pantai Pangandaran lebih didominasi oleh kaum laki-laki.
6.4.2
Tingkat pendidikan dan status perkawinan
Berdasarkan hasil penelitian, pengunjung wisata Pantai Pangandaran dengan persentase terbesar adalah pengunjung dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi sebesar 40,00%, dan yang mempunyai persentase terkecil adalah pengunjung dengan tingkat pendidikan SD yaitu sebesar 8,33%. Hal ini sesuai dengan jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan responden yang sebagian besar adalah PNS dengan tingkat golongan III ke bawah.
Disamping itu juga
pengujung objek Wisata Pantai Pangandaran sebagian besar masih berstatus seagai pelajar dan mahasiswa, sehingga jika melihat Tabel 21 dan Gambar 15 terlihat bahwa sebagian besar pengunjung memiliki tingkat pendidikan SMU dan Perguruan Tinggi. . Tabel 21
No.
1 2 3 4
Tingkat pendidikan responden pengunjung Pantai Pangandaran, Desember 2007
Tingkat Pendidikan
SD SMP SMU Perguruan Tinggi Jumlah
Jumlah Pengunjung (orang) 5 12 19 24 60
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Persentase (%) 8,33 20,00 31,67 40,00 100,00
8% 20%
40%
SD SMP SMU Perguruan Tinggi
32%
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Gambar 15 Sebaran tingkat pendidikan responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran, Desember 2007 Berdasarkan status responden, dari 60 responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran 36 orang responden atau 60,00% pengunjung berstatus belum menikah, hal ini disebabkan sebagian besar pengunjung adalah pelajar dan mahasiswa serta kelompok umur usia produkstif, sedangkan sisanya sebesar 40,00% pengunjung berstatus sudah menikah atau dengan kata lain kelompok usia yang sudah mapan atau sudah memiliki penghasilan sendiri Tabel 22 dan Gambar 16 menunjukkan tingkat kunjungan responden pengunjung Pantai Pangandaran berdasarkan status perkawinan. Tabel 22 Status perkawinan responden pengunjung Pantai Pangandaran, Desember 2007 No.
1 2
Status Perkawinan
Menikah Belum Menikah Jumlah
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Jumlah Pengunjung (orang) 24 36 60
Persentase (%) 40,00 60,00 100,00
40% Menikah Belum Menikah 60%
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Gambar 16 Sebaran status perkawinan responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran, Desember 2007 6.4.3
Jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan
Berdasarkan jenis pekerjaannya, dari 60 responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran persentase terbesar adalah PNS/TNI yaitu sebesar 35,00% sedangkan pengunjung dengan presentase terkecil adalah pengunjung yang masih berstatus pelajar yaitu sebesar 6,67%.
Hal ini disebabkan karena penelitian
dilakukan pada saat liburan sekolah sehingga banyak dari pengunjung berstatus sebagai pelajar dan mahasiswa serta PNS yang jika dilihat kebanyakan juga bersifat rombongan atau datang dengan keluarganya, seperti
terlihat
pada
Tabel 23 dan Gambar 17. Tabel 23
No.
1 2 3 4 5
Jenis pekerjaan responden pengunjung pantai Pangandaran, Desember 2007
Jenis Pekerjaan
Pelajar Mahasiswa PNS/TNI Karyawan Wiraswasta Jumlah
Jumlah Pengunjung (orang) 4 16 21 11 8 60
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Persentase (%) 6,67 26,67 35,00 18,33 13,33 100,00
7%
13%
Pelajar 27%
18%
Mahasiswa PNS/TNI Karyawan Wiraswasta
35%
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Gambar 17 Sebaran jenis pekerjaan responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran, Desember 2007 Tingkat pendapatan wisatawan yang berkunjung ke objek wisata Pantai Pangandaran sangat beragam. Jenis pekerjaan sangat berpengaruh terhadap jumlah pendapatan yang diperoleh wisatawan. Pendapatan wisatawan mempengaruhi tingkat pengeluaran atas pembelian jasa wisata di pantai. Idealnya semakin tinggi pendapatan, maka semakin tinggi pula daya beli terhadap jasa wisata yang ada di objek wisata pantai Pangandaran. Berdasarkan Tabel 24 dan Gambar 18, dapat dilihat bahwa tingkat pendapatan wisatawan didominasi oleh wisatawan yang memiliki pendapatan Rp1.500.001,00 – Rp2.000.000,00 dengan persentase sebesar 25,00%, dilanjutkan dengan
wisatawan yang memiliki pendapatan Rp0,00 – R500.000,00 dan
wisatawan yang memiliki pendapatan Rp2.000.001,00 – Rp2.500.000,00 dengan persentase sebesar 20,00%, Rp1.000.001,00 – Rp1.500.000,00 dengan persentase sebesar 15,00%,
Rp500.001,00 – Rp1.000.000,00 dengan persentase sebesar
11,67%, serta wisatawan yang memiliki pendapatan > Rp5.000.000,00 memiliki persentase sebesar 8,33%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden termasuk pendapatan menengah ke bawah apabila dilihat dari jennis pekerjaan sebagian besar adalah PNS golongan III ke bawah.
Tabel 24
Tingkat pendapatan responden pengunjung Pantai Pangandaran, Desember 2007
No.
1 2 3 4 5 6
Jenis Pekerjaan
0 – 500.000 500.001 - 1.000.000 1.000.001 - 1.500.000 1.500.001 - 2.000.000 2.000.001 - 2.500.000 > 2.500.000 Jumlah
Jumlah Pengunjung (orang) 12 7 9 15 12 5 60
Persentase (%) 20,00 11,67 15,00 25,00 20,00 8,33 100,00
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
8%
0 - 500.000
20%
500.001 - 1.000.000
20%
1.000.001 - 1.500.000 12% 25%
15%
1.500.001 - 2.000.000 2.000.001 - 2.500.000 > 2.500.000
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Gambar 18 Sebaran tingkat pendapatan responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran, Desember 2007 6.4.4
Sifat kedatangan dan lama kunjungan wisatawan
Sifat kedatangan wisatawan ke objek wisata Pantai Pangandaran didominasi oleh wisatawan yang datang bersama keluarga dengan persentase sebesar 45,00%.. Wisatawan yang datang bersama pasangan memiliki persentase sebesar 30,00%, dilanjutkan oleh wisatawan yang datang bersama teman dengan persentase sebesar 20,00%, dan wisatawan yang berkunjung sendiri dengan
persentase sebesar 5,00%. Sebaran sifat kedatangan wisatawan ke objek wisata Pantai Pangandaran dapat dilihat pada Tabel 25 dan Gambar 19. Tabel 25 Sifat kedatangan responden pengunjung Pantai Pangandaran, Desember 2007 No.
1 2 3 4
Sifat Kedatangan
Sendiri Teman Pasangan Keluarga Jumlah
Jumlah Pengunjung (orang) 3 12 18 27 60
Persentase (%) 5,00 20,00 30,00 45,00 100,00
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
5% 20% 45%
Sendiri Teman Pasangan Keluarga
30%
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Gambar 19 Sebaran sifat kedatangan responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran, Desember 2007 Daerah asal wisatawan yang berkunjung ke objek wisata Pantai Pangandaran mempengaruhi lama tidaknya kunjungan wisatawan di objek wisata ini. Karena sebagian besar berasal dari daerah yang relatif dekat dengan objek wisata Pantai Pangandaran seperti Ciamis, Tasikmalaya dan Cilacap, maka sebagian besar responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran kebanyakan tidak menginap. Tabel 26 dan Gambar 20 menunjukkan sebaran lama kunjungan wisatawan ke objek wisata Pantai Pangandaran.
Tabel 26
No.
1 2 3 4
Lama kunjungan responden pengunjung Pantai Pangandaran, Desember 2007
Lama Kunjungan (jam) 2–4 5–7 8 – 10 > 11 Jumlah
Jumlah Pengunjung (orang) 8 12 23 17 60
Persentase (%) 13,33 20,00 38,33 28,33 100,00
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
13% 28% 20%
2-4 5-7 8 - 10 > 11
39%
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Gambar 20 Sebaran lama kunjungan responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran, Desember 2007 Lama kunjungan wisatawan ke objek wisata Pantai Pangandaran didominasi oleh wisatawan yang berkunjung selama 8-7 jam dengan persentase sebesar 38,33% dan lama kunjungan yang terendah 2-4 jam dengan persentase sebesar 13,33% atau dengan kata lain didominasi oleh wisatawan yang tidak menginap. Daerah asal wisatawan yang didominasi oleh wisatawan yang berdomisili di Ciamis dan sekitarnya menyebabkan para wisatawan lebih memilih untuk tidak menginap di kawasan objek wisata Pantai Pangandaran karena jarak tempuh menuju pantai ini tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya serta hampir sebagian besar wisatawan yang berkunjung menggunakan kendaraan pribadi sebagai alat transportasinya. 6.4.5 Aktivitas wisata yang dilakukan dan asal daerah wisatawan
Wisatawan yang berkunjung ke objek wisata pantai Pangandaran datang dengan beragam aktivitas. Berdasarkan hasil wawancara dengan 30 orang wisatawan, aktivitas wisata terbesar yang dilakukan wisatawan saat berkunjung ke objek wisata pantai Pangandaran ini adalah melakukan olahraga air dengan persentase sebesar 53,33%. Hal ini berkaitan dengan faktor umur dari wisatawan yang berkunjung ke objek wisata pantai Pangandaran yang didominasi oleh wisatawan yang tergolong umur produktif, sehingga wisatawan memilih kawasan ini sebagai tempat untuk mengisi waktu liburan dengan olahraga air, walaupun sebenarnya para wisatawan merasa kurang nyaman terhadap kebersihan di sekitar pantai. Aktivitas melihat pemandangan memiliki persentase sebesar 18,33%, naik perahu sebesar 13,33%, main pasir sebesar 11,67% dan sisanya sebesar 3,33% melakukan aktivitas wisata lain seperti memancing dan mengambil kerang-kerang di pantai. Besarnya aktivitas olah raga air yang dilakukan oleh responden disebabkan karena sebagian besar responden berasal dari daerah yang secara geografis cukup jauh letaknya dari pantai, sehingga kunjungan ke pantai dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan melakukan kegiatan yang memang hanya bisa dilakukan di pantai.
Hal ini juga disebabkan karena sebagian besar
pengunjung wisata Pantai Pangandaran didominasi juga oleh kaum laki-laki yang memang lebih menyukai kegiatan maupun aktivitas yang bersifat menantang dan lebih bersifat petualangan misalnya naik perahu motor tempel ke tengah laut dengan ombak laut Pantai Barat Pangandaran yang cukup besar dan bermain jet ski yang sangat membutuhkan keberanian yang cukup tinggi untuk mencobanya. Tabel 27 dan Gambar 21 menunjukkan sebaran aktivitas wisata yang dilakukan oleh wisatawan di objek wisata pantai Pangandaran. Berdasarkan daerah asalnya, wisatawan yang berkunjung ke objek wisata Pantai Pangandaran umumnya berasal dari Ciamis dengan persentase sebesar 30,00%, Bandung dengan persentase sebesar 23,33%, Tasikmalaya dengan persentase sebesar 18,33%, Cilacap dengan persentase sebesar 15,00% dan Jakarta dengan persentase sebesar 6,67% serta sisanya berasal dari Sumedang dengan persentase sebesar 5,00% dan Kuningan dengan persentase sebesar 1,67%.
Tabel 27
Aktivitas wisata yang dilakukan responden pengunjung Pantai Pangandaran, Desember 2007
1
Aktivitas Wista yang Dilakukan Olah raga pantai
2
Naik perahu
8
13,33
3
Main pasir
7
11,67
4
Melihat pemandangan
11
18,33
5
Lain-lain
2
3,33
60
100,00
No.
Jumlah Pengunjung (orang) 32
Persentase (%) 53,33
Jumlah Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
18%
3%
Olah raga pantai Naik perahu Main pasir 54%
12% 13%
Melihat pemandangan Lain-lain
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Gambar 21 Sebaran aktivitas wisata yang dilakukan responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran, Desember 2007 Tabel 28 dan Gambar 22 menunjukkan bahwa daerah asal wisatawan didominasi oleh wisatawan yang berasal dari Ciamis, Tasikmalaya dan Bandung ini disebabkan oleh pelaksanaan penelitian yang berlangsung pada bulan Desember 2008 tidak bertepatan dengan musim liburan baik libur sekolah atau libur hari raya. Selama penelitian berlangsung pun, tidak ada wisatawan mancanegara yang berkunjung ke objek wisata pantai Pangandaran. Hal ini disebabkan oleh merebaknya isu mengenai masih trauma datangnya tsunami, serta
informasi tentang badai tropis, puting beliung dan banjir yang menyebabkan ketakutan wisatawan untuk berkunjung ke pantai Paangandaran. Alasan ini dibenarkan oleh pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis melalui wawancara yang dilakukan oleh penulis. Tabel 28
No.
1 2 3 4 5 6 7
Asal daerah responden pengunjung Pantai Pangandaran, Desember 2007 Jumlah Pengunjung (orang) 18 11 14 9 4 3 1 60
Asal Daerah
Ciamis Tasikmalaya Bandung Cilacap Jakarta Sumedang Kuningan Jumlah
Persentase (%) 30,00 18,33 23,33 15,00 6,67 5,00 1,67 100,00
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
7%
5%
Ciamis
2% 30%
15%
Tasikmalaya Bandung Cilacap Jakarta
23%
18%
Sumedang Kuningan
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Gambar 22 Sebaran daerah asal responden pengunjung wisata Pantai Pangandaran, Desember 2007
6.5
Fungsi Permintaan
Fungsi permintaan rekreasi pantai Pangandaran diperoleh dengan meregresikan jumlah intensitas kunjungan, biaya perjalanan yang dikeluarkan, pendapatan, umur, pendidikan dan lama kunjungan responden.
Perhitungan
dilakukan dengan pendekatan OLS. Nilai-nilai koefisien hasil analisis persamaan di atas diuraikan dalam Tabel 29. Tabel 29
Koefisien penduga fungsi permintaan rekreasi pantai Pangandaran dengan menggunakan pendekatan individu
Variabel Koefisien Penduga Konstanta 5,3717 Biaya Perjalanan (X1) -0,5015*** Pendapatan (X2) 0,0871 Umur (X3) 0,1546 Pendidikan (X4) 0,0552 Lama kunjungan (X5) -0,0107 Keterangan : R Square = 0,2660 F hitung = 3,2616 *** Nyata pada taraf selang kepercayaan 99% atau α = 0,005
P-value 0,0820 0,0004 0,8085 0,7030 0,9419 0,9435
Sumber : Data primer (diolah) 2008
Dengan menggunakan pendekatan individu, maka diperoleh model permintaan rekreasi sebagai berikut : Ln Q = 5,3717 – 0,5015Ln X1 + 0,0871Ln X2 + 0,1546Ln X3 + 0,0552Ln X4 – 1,477LnX5 ............................................. (15) Keterangan : X1 X2 X3 X4 X5 Q
= = = = = =
biaya perjalanan pendapatan umur pendidikan lama kunjungan permintaan rekreasi
Persamaan di atas kemudian ditransformasikan ke dalam fungsi (kurva) permintaan asal, yaitu permintaan suatu komoditas dipengaruhi oleh harga
komoditas itu sendiri dengan faktor lain dianggap/diasumsikan tetap (ceteris paribus) , sehingga persamaannya menjadi : Q = 1379,1098 X1-0,5015 ........................................................... (16) Atau X1 = 1,821446583 . 106 ......................................................... (17) Q 1,994017946 6.6
Surplus Konsumen dan Nilai Ekonomi
Melakukan kunjungan wisata atau melakukan kegiatan wisata, dibutuhkan biaya dalam jumlah tertentu. Biaya yang harus dibayarkan atau dikeluarkan adalah total biaya perjalanan wisatawan per sekali kunjung ke objek wisata Pantai Pangandaran. Dengan demikian, dalam menghitung surplus konsumen hanya melibatkan variabel biaya perjalanan. Berdasarkan asumsi tersebut, maka secara matematis, surplus konsumen dari wisatawan yang berkunjung ke objek wisata Pantai Pangandaran dapat diukur dengan menggunakan fungsi permintaan dengan menggunakan pendekatan individu, menghasilkan fungsi permintaan rekreasi sebagai berikut : Q
= 1379,1098 X-0,5015 .....................................................(18)
X
= 1,821446583 . 106 ................................................... (19)
Atau
Q 1,994017946 Keterangan : X Q
= biaya perjalanan = permintaan rekreasi Secara grafik, persamaan dengan menggunakan pendekatan individu,
digambarkan pada Gambar 23.
Biaya Perjalanan (Rp)
Jumlah kunjungan (kali) Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Gambar 23 Kurva permintaan wisatawan objek wisata Pangandaran dengan menggunakan pendekatan individu Selanjutnya, untuk menghitung luasan di bawah kurva permintaan pada Gambar 22, dilakukan dengan mensubstitusikan persamaan (19) ke dalam persamaan (15), sehingga diperoleh persamaan berikut : q1
U=
∫ f (Q)dQ
.............................................................................................. (20)
q0
Dengan demikian maka diperoleh persamaan : q1
U=
1,821446583 .10 6 ∫ Q1,994017946 dQ = 1.523.715,769 q0
CS = U-TC ................................................................................................. (21) CS = 3,48714769 x 105 NEK = CS * v ........................................................................................... (22) NEK = 6,817129634 x 1010
Keterangan : CS = surplus konsumen (consumer surplus) NEK = nilai ekonomi TC = biaya perjalanan v = konstanta Untuk menentukan batas bawah (q0) dan batas atas (q1) digunakan data kunjungan terendah yaitu satu kali dan data kunjungan tertinggi yaitu enam kali. Hasil perhitungan persamaan dihitung dengan menggunakan software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen kegiatan wisata sebesar Rp348.714,00 per tahun per individu. Berdasarkan data kunjungan wisatawan ke objek wisata pantai Pangandaran dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis tahun 2005 – 2007, maka dengan menggunakan analisis regresi (Lampiran 2) dapat diduga kunjungan wisatawan ke objek wisata pantai Pangandaran pada tahun 2008 adalah sebanyak 195.493 orang. Dengan demikian nilai ekonomi yang didapat dari objek wisata Pantai Pangandaran yaitu Rp6.817.129.634,00 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan selama kunjungan masih dapat ditingkatkan, dengan demikian penghasilan yang didapat baik oleh pemerintah daerah mapun masyarakat nelayan yang terlibat dalam kegiatan wisata pantai juga dapat meningkat,
apalagi jika jumlah
kunjungan wisatawan yang datang juga semakin bertambah, maka secara tidak langsung maupun langsung juga akan dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Dengan
meningkatnya pendapatan,
maka
diharapkan
juga
akan
dapat
meningkatkan kesejahteraan nelayan yang terlibat dalam kegiatan wisata pantai di PPI Pangandaran.
7
7.1
PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN KETERKAITANNYA DENGAN WISATA PANTAI
Proyeksi Poduksi, Armada Penangkapan dan Jumlah Nelayan Tahun 2009 – 2018
Jumlah produksi hasil tangkapan ikan, armada penangkapan ikan dan jumlah nelayan di PPI Pangandaran pada kurun waktu 2003 – 2007 telah dikemukan pada bab 5.
Berdasarkan data-data tersebut, maka dapat
diproyeksi/diprediksi jumlah produksi hasil tangkapan ikan, jumlah armada penangkapan ikan dan jumlah nelayan di PPI Pangandaran untuk sepuluh tahun ke depan atau untuk kurun waktu 2009 – 2018. Berdasarkan data-data hasil proyeksi jumlah produksi hasil tangkapan ikan, armada penangkapan ikan dan jumlah nelayan di PPI Pangandaran untuk sepuluh tahun ke depan, maka dapat ditentukan kebutuhan fasilitas yang harus yang disiapkan sedini mungkin .
7.1.1 Proyeksi produksi hasil tangkapan
Melalui proses regresi untuk jumlah produksi hasil tangkapan ikan di PPI Pangandaran tahun 2003 - 2007 sebagaimana tercantum pada sub bab 5.1, maka dengan menggunakan program Microsoft Excel 2003, maka didapat persamaan : yi = 0,259x2 – 1061xi + 236,9 R2 = 64,7 dimana : yi = proyeksi jumlah produksi hasil tangkapan tahun ke-i xi = tahun penangkapan R2 = tingkat keakuratan kurva Berdasarkan persamaan di atas R2 menunjukkan angka yang cukup signifikan (>50), sehingga persamaan ini layak untuk dipergunakan untuk memprediksi jumlah produksi hasil tangkapan ikan di PPI Pangandaran sepuluh tahun ke depan atau untuk kurun waktu 2009 – 2018. Proyeksi jumlah hasil produksi tangkapan ikan di PPI Pangandaran sepuluh tahun ke depan seperti terlihat pada Tabel 30.
Tabel 30 Proyeksi produksi hasil tangkapan ikan di PPI Pangandaran tahun 2009 – 2018 Tahun
Jumlah Produksi (ton)
2009
551,8
2010
618,2
2011
717,8
2012
850,6
2013
1.016,5
2014
1.215,5
2015
1.447,7
2016
1.713,1
2017
2.011,6
2018
2.343,3
Berdasarkan Tabel 30 di atas dapat dikemukan bahwa jumlah produksi hasil tangkapan ikan di PPI Pangandaran setiap tahun (xi) mengalami peningkatan (yi) secara kuadratik dimana pada tahun 2018 jumlah produksi hasil tangkapan ikan di PPI Pangandaran adalah sebesar 2.343,3 ton
7.1.2
Proyeksi armada penangkapan
Berdasarkan data armada penangkapan ikan yang ada di PPI Pangandaran sejak tahun 2003 – 2007, maka dihitung proyeksi jumlah armada penangkapan untuk 10 tahun kedepan (2009 – 2018) dengan cara meregresikan data di atas dengan menggunkan menggunakan program Microsoft Excel 2003, maka didapat persamaan : yi = 74,78x2 – 427,8xi + 1391 R2 = 73,87 dimana : yi = proyeksi jumlah armada penangkapan ikan tahun ke-i xi = tahun R2 = tingkat keakuratan kurva
sehingga dapat dihitung proyeksi jumlah armada penangkapan ikan di PPI Pangandaran untuk tahun 2009 – 2018 seperti terlihat lebih jelas pada Tabel 31. Tabel 31 Proyeksi jumlah armada penangkapan ikan di PPI Pangandaran tahun 2009 – 2018 Jumlah Armada Penangkapan (unit)
Tahun
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
2.061 2.755 3.598 4.591 5.734 7.026 8.467 10.059 11.800 13.690
Tabel 31 menunjukkan bahwa jumlah armada penangkapan ikan di PPI Pangandaran akan meningkat secara kuadratik dimana pada tahun 2018 berjumlah 13.690 unit armada penangkapan ikan
7.1.3
Proyeksi jumlah nelayan
Berdasarkan data jumlah nelayan pada tabel 18 pada sub bab 5.3, maka dengan cara meregresikan data jumlah nelayan yang ada di PPI Pangandaran tersebut, maka
dengan menggunakan program Microsoft Excel 2003, maka
didapat persamaan untuk nelayan buruh: yi = 156,3x – 311699 R2 = 89,53 dan persamaan untuk nelayan pemilik : yi = 79,2x – 158031 R2 = 87,67
dimana : yi = proyeksi jumlah nelayan buruh/pemilik Panngandaran tahun ke-i xi = tahun R2 = tingkat keakuratan kurva sehingga proyeksi jumlah nelayan di PPI Pangandaran pada tahun 2009 – 2018 dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 32. Tabel 32 Proyeksi jumlah nelayan di PPI Pangandaran tahun 2009 – 2018 Tahun
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Jumlah Nelayan (orang) Nelayan Buruh Nelayan Pemilik
2.308 2.464 2.620 2.777 2.933 3.089 3.246 3.402 3.558 3.714
1.082 1.161 1.240 1.319 1.399 1.478 1.557 1.636 1.715 1.795
Tabel 32 menunjukkan bahwa jumlah nelayan di PPI Pangandaran baik nelayan pemilik maupun nelayan buruh secara linier mengalami kenaikan dimana pada tahun 2018 akan berjumlah 3.714 orang nelayan buruh dan 1.795 orang nelayan pemilik.
7.2
Kebutuhan Aktivitas, Fasilitas, SDM Pengelola dan Pengorganisasian Kepelabuhanan 10 Tahun Kedepan
7.2.1
Aktivitas dan fasilitas
Berdasarkan proyeksi jumlah armada penangkapan ikan, jumlah nelayan dan jumlah hasil produksi ikan di PPI Pangandaran 10 tahun ke depan yang produksinya mencapai 2.343,3 ton per tahun, maka berdasarkan standar klasifikasi pelabuhan perikanan menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Lampiran 5),
maka PPI
Pangandaran dapat dimasukkan ke dalam Standar Pelabuhan Perikanan tipe C,
sehingga fasilitas – fasilitas yang ada di PPI Pangandaran juga harus dikembangkan sesuai dengan standar Pelabuhan Perikanan Tipe C seperti terlihat pada Tabel 33. Hal ini seharusnya sudah dilakukan mulai tahun 2013. Tabel 33
No
Jenis dan ukuran fasilitas kepelabuhan tersedia di PPI Pangandaran tahun 2008 dan seharusnya bila dikembangkan menjadi pelabuhan perikanan tipe C
Fasilitas
1. Panjang dermaga (m) 2. Kedalaman kolam (m) 3. Luas kolam pelabuhan (m2) 4. Luas gedung pelelangan (m2) 5. Ketersediaan lahan (ha) Keterangan :
Ukuran Fasilitas Seharusnya Bila Jadi PP Tersedia Tipe C *) 200 2–3 5.000 100 350 1 2–4
*) Dihitung berdasarkan standar klasifikasi pelabuhan perikanan menurut Dirjen Perikanan Tangkap 7.2.2
Pengorganisasian kepelabuhanan
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa kedepan PPI Pangandaran diperkirakan akan menjadi Pelabuhan Perikanan tipe C, sehingga organisasi yang ada juga harus ditingkatkan sehingga pengelolaan PPI Pangandaran dapat berjalan dengan baik. Peningkatan ini dilakukan dengan kenaikan esselon pihak pengelola dari esselon IV ke esselon III untuk kepala pelabuhan, non esselon menjadi esselon IV untuk esselon di bawahnya serta penyesuaian organisasi dengan kebutuhan pengelolaan pelabuhan perikanan tipe C yaitu : 1)
Kepala Pelabuhan
2)
Urusan Tata Usaha
3)
Seksi Sarana Pelabuhan
4)
Seksi Tata Operasional Pelabuhan
5)
Kelompok Jabatan Fungsional
7.2.3
Sumberdaya Manusia pengelola PPI Pangandaran
Selama ini SDM pengelola yang ada di PPI Pangandaran hanya terdiri dari 5 orang saja termasuk kepala UPTD-PPI Pangandaran sendiri, serta dengan kapasitas pendidikan yang tidak sesuai dengan bidang pekerjaannya sehingga pengelolan PPI cenderung tidak berjalan dengan baik. Sehubungan dengan hal tersebut sudah seharusnya SDM pengelola di PPI Pangandaran ditambah atau ditingkatkan baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitasnya. Ke depan jumlah dan kualitas SDM pengelola PPI Pangandaran harus ditingkatkan dengan tingkat pendidikan yang sesuai. Hal ini perlu dilakukan mengingat fungsi dan tanggung jawab dari petugas pelabuhan yang besar terhadap seluruh kegiatan yang ada di pelabuhan, yaitu : 1)
Pengaturan dan pengkoordinasian kegiatan di pelabuhan perikanan;
2)
Penyediaan fasilitas pelabuhan perikanan
3)
Perijinan penggunaan lahan fasilitas
4)
Keamanan dan ketertiban; dan
5)
Pengumpulan dan pengolahan data perikanan.
Mengingat beratnya tanggung jawab yang dipikul oleh petugas pelabuhan perikanan maka sedikitnya PPI Pangandaran memiliki jumlah pegawai seperti terlihat pada Tabel 34. Tabel 34 Kebutuhan SDM pengelola PPI Pangandaran No
Kualifikasi Pendidikan
Jumlah (Orang)
1.
S1 Perikanan Tangkap
3
2.
S1 Pengolahan Perikanan
1
3.
S1 Akuntansi
1
4.
S1 Teknik Kelautan
1
5.
D3 Perikanan Tangkap
5
6.
D3 Pengolahan Perikanan
3
7.
D3 Akuntansi
2
8.
SLTA
10
7.3
Kegiatan Sinergis PPI Pangandaran Terhadap Kegiatan Wisata Pantai yang Diinginkan
Jika dilihat dari pengamatan selama penelitian kunjungan wisatawan ke objek wisata di Kabupaten Ciamis khususnya ke kawasan objek wisata pantai Pangandaran relatif mulai meningkat satu tahun terakhir dan nilai ekonomi tahun 2008 yang mencapai Rp6.817.129.634,00 per tahun, secara umum dapat dikatakan bahwa sektor wisata pantai adalah sektor andalan bagi Kabupaten Ciamis. Sejalan dengan itu, pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Ciamis menunjukkan bahwa ada sedikit perbedaan dalam hal perolehan pendapatan pelaku usaha perikanan (keluarga nelayan) sebagai akibat dari status kepemilikan dan keterlibatan dalam mengakses pembangunan di sektor pariwisata. Nelayan yang biasanya hanya mengandalkan pendapatan dari sektor penangkapan ikan sekarang mendapat pendapatan tambahan dari usaha pariwisata. Banyak diantara keluarga nelayan yang bekerja di sektor pariwisata seperti pedagang ikan asin, rumah makan dan usaha pengangkutan wisatawan dengan perahu untuk tujuan pesiar atau perahu pesiar. Bila didekati dari sudut suplai bahan pangan di sebagian rumah makan mengindikasikan adanya bentuk keterkaitan pariwisata dengan sektor perikanan. Karateristik dari sebagian besar rumah makan di Pangandaran dalam hal menu yang menyediakan menu seafood, di samping menu Sunda dan makanan Indonesia.
Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku menu seafood pada
umumnya dipasok dari hasil tangkapan ikan setempat yang didaratkan di PPI Pangandaran baik itu dari TPI langsung maupun dari bakul atau pasar ikan setempat. Hal ini disebabkan hasil perikanan dan pasar setempat mampu memasok kebutuhan ikan dan udang untuk rumah makan yang ada. Hasil ikan dan udang dari Pangandaran selain dipasarkan ke luar daerah, juga untuk memasok kebutuhan ikan dan udang segar bagi rumah makan yang ada di Pangandaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usaha pariwisata mempunyai keterkaitan dengan perikanan setempat.
7.4
Peningkatan Pengelolaan PPI Pangandaran Terkait Kesinergisannya dengan Kegiatan Wisata Pantai
7.4.1
Pengorganisasian
Dengan semakin berkembangnya pariwisata yang ada di objek wisata Pangandaran secara tidak langsung akan menuntut kemampuan pihak pengelola untuk lebih profesional dalam pengelolaannya. Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa wisata pantai Pangandaran memiliki nilai ekonomi yang cukup besar yang berarti pula pendapatan yang dihasilkan dari obyek wisata pantai Pangandaran ke kas daerah cukup besar, namun ternyata pembangunan di obyek wisata pantai Pangandaran sendiri berjalan cukup lambat. Oleh karena itu akan lebih baik apabila pengelolaan pariwisata dan PPI di obyek wisata Pangandaran dilakukan oleh sebuah badan otorita yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala Daerah (Bupati), sehingga retribusi yang diterima dapat dikelola dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan pelayanan dan membangun infrastruktur yang mendukung sektor perikanan dan obyek wisata pantai di Pangandaran. Gambaran organisasi yang dapat diterapkan untuk pengelolaan PPI Pangandaran dan objek wisata Pantai Pangandaran seperti terlihat pada Gambar 24.
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEPALA BAGIAN PENGELOLAAN PARIWISATA
KEPALA BAGIAN PENGELOLAAN PPI
BUPATI KEPALA BADAN OTORITA
DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAANA KEPALA BAGIAN TATA USAHA KEPALA BAGIAN KEPALA BAGIAN HUMAS DAN PROMOSI PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN
Gambar 24 Usulan struktur organisasi pengelolaan sinergis PPI Pangandaran dan Objek Wisata Pantai Pangandaran : Badan Otorita
Tanggung jawab dari badan otorita ini tidak hanya mengelola fasilitas pariwisata dan juga PPI yang ada tapi juga bertugas untuk mengembangkan fasilitas-failitas wisata yang perlu ditambahkan serta promosi pariwisata sehingga wisatawan akan lebih banyak berkunjung ke objek wisata Pangandaran,serta mengkaji secara mendalam kegiatan-kegiatan perikanan tangkap yang dapat dikembangkan sebagai objek wisata. Ke depan diharapkan badan otorita ini tidak hanya mengelola kawasan obyek wisata dan PPI Pangandaran saja tapi juga mengelola seluruh obyek wisata dan PPI yang ada di wilayah selatan Kabupaten Ciamis mulai pantai Karang Nini sampai pantai Batu Karas. Setiap keputusan yang diambil oleh Kepala Badan Otorita harus selalu berkoordinasi dan mendapat persetujuan dari Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan serta Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sebagai “trisula’ kepemimpinan yang saling mengikat, sehingga keputusan yang diambil menjadi keputusan dan tanggung jawab dari ketiga kepala instansi tersebut di atas.
7.4.2
Aktivitas dan fasilitas
Aktivitas dan fasilitas wisata yang
ada di objek wisata Pangandaran
sampai saat ini dirasakan masih kurang baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Aktivitas wisata yang ditawarkan selama ini lebih terfokus pada kegiatan rutin di pantai yang sebagian besar obyek wisata pantai di Indonesia memilikinya seperti berenang, bermain pasir, naik perahu pesiar dan menikmati pemandangan alam pantai. Oleh karena itu perlu pengembangan yang lebih baik agar wisatawan yang datang juga dapat ditingkatkan. Fasilitas yang sampai saat ini masih kurang adalah fasilitas parkir yang jika dilihat dari segi luasnya masih kurang, terbukti pada saat liburan panjang lahan parkir tidak dapat menampung kendaraan yang datang sehingga akhirnya di parkir di ruas-ruas jalan sehingga sangat mengganggu kenyamanan wisatawan. Di samping luas areal parkir yang perlu ditingkatkan, hal lain yang perlu dikembangkan yaitu fasilitas pendukung di lahan parkir terutama sarana air bersih dan sarana peribadatan yang memadai sehingga pengunjung tidak kesulitan mencari toilet dan masjid.
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa sampai saat ini aktivitas wisata yan ditawarkan di objek wisata Pangandaran masih merupakan aktivitas rutin yang dapat dilakkan dan ditemukan di lokasi objek wisata pantai manapun, oleh karena itu mengingat jumlah pengunjung yang cenderung meningkat dari tahun – tahun sudah saatnya apabila fasilitas wisata yang ada dikembangkan sambil membuka wahana wisata baru yang memang dapat dikembangkan di Pangandaran. Fasilitas wisata yang dapat dikembangkan di Pangandaran antara lain : 1)
Mengembangkan show window ikan hias air laut yang tidak saja untuk tujuan wisata, namun juga untuk tujuan pendidkan kecintaan terhadap laut. Ikan hias laut pada kenyataannya banyak ditangkap nelayan (khususnya nelayan pencari ikan hias) dari pantai Pangandaran seperti ikan buntal, memerak, kambing-kambing, kepe-kepe dan lain-lain.
Bahkan tidak
menutup kemungkinan membuat akuarium ikan laut raksasa yang berfungsi tidak hanya sebagai koleksi ikan hias air laut tapi juga dapat ditujukan untuk melindungi ikan-ikan laut langka, sehingga dapat terus terpelihara. 2)
Lahan untuk pengembangan jenis-jenis wisata pantai masih cukup tersedia di kawasan wisata Pangandaran sehingga dapat pula mengembangkan failitas wisata seperti yang dikembangkan di Pantai Ancol Jakarta, yaitu gelanggang samudera atau arena olahraga air seperti selancar (surfing), jet ski dan banana boat.
3)
Mengembangkan fasilitas – fasilitas olah raga ekstrim yang mungkin dilakukan di pantai seperti buggy jumping, atau outbond, atau wisata pegunungan yang ke depan kegiatan – kegiatan wisata alam seperti ini pada masa sekarang dan ke depan banyak digemari masyarakat.
4)
Mengembangkan paket-paket wisata bahari yang erat kaitannya dengan bidang perikanan misalnya demo penangkapan ikan, demo pengolahan ikan dan simulasi cara pelelangan ikan dengan tujuan untuk memancing wisatawan membeli ikan yang segar dan sehat serta mengajak wisatawan untuk kembali ke alam (back to nature) sehingga hidup mennjadi lebih sehat.
5)
Mengembangakan pasar ikan yang higienis dan sehat sehingga kesan pasar ikan yang kotor dan bau dapat dihilangkan, yang pada akhirnya akan menjadikan hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPI Pangandaran memiliki nilai jual yang relatif tinggi karena kualitasnya terjaga dengan baik, sehingga wisatawan yang datang pun merasa nyaman dan selanjutnya berkeinginan untuk menikmati hidangan yang berasal dari ikan laut
(sea
food),
terutama
wisatawan
mancanegara
yang
sangat
memperhatikan kebersihan dan kualitas makanan yang disajikan baik dari cara penanganan ketika masih mentah sampai penanganan sesudah masak.
7.4.3
SDM pengelola
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa SDM pengelola agar kesinergisan antara pariwisata dan perikanan tangkap dapat berjalan dengan baik, maka sebaiknya dilakukan oleh sebuah badan otorita. Semakin berkembangnya suatu usaha maka semakin dituntut pula usaha itu sendiri untuk lebih profesional dalam mengelola usaha dimaksud. Oleh karena itu SDM yang duduk di badan otorita yang dibentuk untuk mengelola objek wisata Pangandaran harus benarbenar orang yang mengerti tentang bidang pariwisata dan perikanan tangkap, sehingga perlu diseleksi dengan ketat. Agar SDM pengelola yang ada dapat bekerja maksimal, maka penggajian didasarkan kinerja dari masing-masing SDM (insentif berbasis kinerja), sehingga motivasi dari masing-masing SDM pengelola benar-benar terfokus untuk mengelola objek wisata Pangandaran termasuk juga pengelolaan PPI Pangandaran sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan wisata di Pantai Pangandaran. Oleh karena itu, SDM pengelola yang diberikan tanggung jawab untuk mengelola badan otorita ini harus memenuhi kriteria-kriteria dan spesifikasi pendidikan yang cukup menunjang dan sesuai dengan bidang yang dikerjakannya guna keberhasilan dari badan otorita itu sendiri. Adapun kebutuhan SDM pengelola badan otorita lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 35.
Tabel 35 Kebutuhan SDM pengelola badan otorita No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Kualifikasi Pendidikan
S1 Manajemen S1 Planologi S1 Komunikasi S1 Pariwisata S1 Perikanan Tangkap S1 Pengolahan Perikanan S1 Akuntansi S1 Teknik Kelautan D3 Perikanan Tangkap D3 Pengolahan Perikanan D3 Akuntansi D3 Pariwisata SLTA
Jumlah (Orang)
1 2 2 3 3 2 2 2 5 3 2 3 20
8
8.1
KONTRIBUSI AKTIVITAS PPI DAN WISATA PANTAI PANGANDARAN TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN NELAYAN Tingkat Kesejahteraan Nelayan
Kesejahteraan
nelayan
dalam
konseptualisasi
kesejahteraan nelayan menggunakan konsep dari BPS.
model
peningkatan
Menurut BPS (1991)
kesejahteraan mempunyai aspek yang sangat kompleks dan tidak memungkinkan untuk menyajikan data yang mampu mengukur semua aspek kesejahteraan, sehingga indikator yang digunakan dalam penelitian disesuaikan dengan indikator kesejahteraan rumah tangga yang telah dimodifikasi.
8.1.1
Indikator tingkat pendapatan rumah tangga
Pendapatan rumah tangga nelayan di Pangandaran diperoleh dari hasil kerja anggota rumah tangga yang dikelompokkan menjadi pendapatan usaha perikanan dan usaha pariwisata.
Hasil perhitungan pendapatan rata-rata dari
usaha perikanan ternyata lebih besar dari pendapatan rata-rata dari usaha pariwisata, total pendapatan rata-rata sebesar Rp12.300.000,00 per tahun dengan pendapatan per kapita Rp3.619.626,00 per tahun (Tabel 36.) Tabel 36 Pendapatan rata-rata rumah tangga nelayan di Pangandaran tahun 2007 No.
1. 2. 3. 4.
Pendapatan Rumah Tangga
Pendapatan usaha perikanan Pendapatan usaha pariwisata Total pendapatan Pendapatan per kapita
Pendapatan (Rp)
12.300.000,00 610.000,00 12.910.000,00 3.619.626,00
Persentase (%) 95,27 4,73 100,00 28,04
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Kriteria kemiskinan didasarkan pada kebutuhan sembilan bahan pokok dalam setahun sesuai dengan harga yang berlaku di daerah penelitian. Sembilan bahan pokok yang jumlahnya telah ditetapkan, disetarakan dengan pendapatan per kapita per tahun dari rumah tangga nelayan Pangandaran. Jumlah sembilan bahan pokok yang ditetapkan adalah 100 kg beras, 15 kg ikan asin, 6 kg gula pasir, 6 kg
minyak goreng, 60 liter minyak tanah, 9 kg garam, 20 batang sabun, 4 meter tekstil kasar, dan 2 meter batik kasar. Berdasarkan harga yang berlaku pada saat penelitian, jumlah sembilan bahan pokok dalam setahun tersebut adalah sebesar Rp1.290.000,00. Pendapatan per kapita per tahun rumah tangga nelayan Pangandaran yang diteliti menggunakan kriteria yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Tata Guna Tanah. Kriteria diacu dalam Sobari dan Suswanti (2007) tersebut adalah tidak miskin jika pendapatan per kapita per tahun lebih dari Rp2.580.000,00 (di atas 200% dari harga sembilan bahan pokok setahun), hampir miskin jika pendapatan per kapita per tahun bernilai antara Rp1.612.500,00 - Rp2.580.000,00 (125% 200% dari harga sembilan bahan pokok setahun), miskin jika pendapatan per kapita per tahun bernilai antara Rp967.500,00 - Rp1.612.500,00 (75% - 125% dari harga sembilan bahan pokok setahun), dan miskin sekali jika pendapatan per kapita per tahun bernilai kurang dari Rp967.500,00 (di bawah 75% dari harga sembilan bahan pokok setahun). Tabel 37 No.
1. 2. 3. 4.
Indikator pendapatan rumah tangga nelayan Pangandaran tahun 2007 Kriteria
Tidak miskin (pendapatan per kapita per tahun > Rp. 2.580.000) Hampir miskin (pendapatan per kapita per tahun Rp1.612.500Rp2.580.000) Miskin (pendapatan per kapita per tahun Rp967.500Rp1.612.500) Miskin sekali (pendapatan per kapita per tahun < Rp967.500) Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%)
24
80,00
6
20,00
-
-
-
-
30
100,00
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Berdasarkan Tabel 37 terlihat bahwa pendapatan per kapita per tahun rumah tangga nelayan Pangandaran termasuk kategori tidak miskin karena ratarata pendapatan per kapita per tahun sebesar Rp 3.619.626,00 atau setara dengan
280,59% dari harga sembilan bahan pokok. Responden nelayan Pangandaran yang termasuk dalam kategori tidak miskin sebanyak 24 orang (80,00%) dan hamper miskin 6 orang (20,00%).
8.1.2
Indikator tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga
Pengeluaran rumah tangga nelayan secara garis besar terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan non pangan (Tabel 26). Dari Tabel 38 tersebut terlihat bahwa pengeluaran kebutuhan pangan lebih besar daripada untuk untuk pemenuhan kebutuhan non pangan, ini memberikan indikasi bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga nelayan Pangandaran masih rendah. Tabel 38 No.
Pengeluaran rata-rata rumah tangga nelayan Pangandaran tahun 2007 Pengeluaran Rumah Tangga
Pendapatan (Rp.)
1.
Pengeluaran pangan
9.370.000
2.
Pengeluaran non pangan
1.460.000
3.
Total pengeluaran
4.
Pengeluaran per kapita
10.830.000 3.036.449
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Tingkat pengeluaran rumah tangga nelayan Pangandaran dapat diukur dengan menggunakan konsep kemiskinan menurut kriteria kemiskinan Sajogyo. Kriteria kemiskinan Sajogyo adalah menyetarakan nilai sejumlah beras per tahun dengan pengeluaran per kapita per tahun rumah tangga nelayan Pangandaran. Harga beras rata-rata rumah tangga nelayan Pangandaran dalam penelitian ini adalah Rp5.500,00 per kilogram. Harga beras tersebut dikalikan sejumlah beras yang dikonsumsi masyarakat pedesaan berdasarkan konsep Sajogyo dan disetarakan dengan pengeluaran per kapita per tahun rumah tangga nelayan Pangandaran. Konsep kemiskinan Sajogyo mempunyai empat kriteria, yaitu tidak miskin apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih dari Rp1.760.000,00 (konsumsi > 320 kg beras per tahun), hampir miskin apabila pengeluaran per kapita per tahun Rp1.320.000,00 - Rp1.760.000,00 (konsumsi 240 - 320 kg beras per tahun), miskin apabila pengeluaran per kapita per tahun Rp990.000,00
Rp1.320.000,00 (konsumsi 180 - 120 kg beras per tahun), dan miskin sekali apabila pengeluaran per kapita per tahun kurang dari Rp990.000,00 (konsumsi < 180 kg beras per tahun). Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun rumah tangga nelayan Pangandaran seluruhnya dikategorikan tidak msikin
karena nilai rata-rata
pengeluaran per kapita per tahun sebesar Rp3.036.449,00 atau setara dengan 552,08 kg beras di daerah pedesaan seperti terlihat pada Tabel 39. Tabel 39 juga menunjukkan bahwa rumah tangga nelayan Pangandaran seluruhnya termasuk kategori tidak miskin karena kriteria Sajogyo hanya menggolongkan pengeluaran berdasarkan harga beras di daerah penelitian dan tidak melihat harga barang lainnya yang juga mempengaruhi tingkat pengeluaran secara keseluruhan. Tabel 39 Indikator pengeluaran rumah tangga nelayan Pangandaran berdasarkan Kriteria kemiskinan Sajogyo tahun 2007 No.
Kriteria
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1.
Tidak miskin (pengeluaran per kapita per tahun > Rp1.760.000)
2.
Hampir miskin (pengeluaran per kapita per tahun Rp1.320.000-Rp1.760.000)
0
3.
Miskin (pengeluaran per kapita per tahun Rp990.000-Rp1.320.000)
0
4.
Miskin sekali (pengeluaran per kapita per tahun < Rp.990.000)
0
Jumlah
30
30
100,00 0 0 0 100,00
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
8.1.3
Indikator keadaan tempat tinggal dan fasilitas tempat tinggal
Keadaan tempat tinggal rumah tangga nelayan Pangandaran sebanyak 23 keluarga (76,67%) sudah menggunakan atap terbuat dari genting dan 7 keluarga (23,33%) menggunakan atap dari daun atau jerami. Bilik rumah yang ditempati rumah tangga nelayan Pangandaran yaitu 15 keluarga (50,00%) menggunakan tembok, 8 keluarga (26,67%) menggunakan setengah tembok dan 7 keluarga (23,33%) masih menggunakan kayu. Status kepemilikan rumah sebanyak 26
keluarga (86,67%) milik sendiri, 2 keluarga (6,67%) sewa dan 2 keluarga (6,67%) masih berstatus numpang di rumah orang tua. Lantai rumah responden yang sudah menggunakan lantai porselin sebanyak 5 keluarga (16,67%), 7 keluarga (23,33%) menggunakan lantai ubin, 15 keluarga (50,00%) menggunakan lantai plester, dan 3 keluarga (10,00%) menggunakan lantai papan. Luas lantai yang berukuran luas (> 100 m2) sebanyak 6 keluarga (20,00%), berukuran sedang (50100 m2) sebanyak 23 keluarga (76,67%) dan yang mempunyai lantai sempit (< 50%) sebanyak 1 keluarga (3,33%) (Tabel 40). Tabel 40 No.
Skor keadaan tempat tinggal nelayan Pangandaran tahun 2007 Kriteria
Rumah tangga (keluarga) 26
Persentase (%) 86,67
1.
Permanen (skor 15-21)
2.
Semi permanen (skor 10-14)
4
13,33
3.
Non permanen (skor 5-9)
0
0,00
30
100,00
Jumlah Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Berdasarkan Tabel 40 keadaan tempat tinggal rumah tangga nelayan Pangandaran termasuk ke dalam kategori permanent (skor 15-21) sebanyak 26 keluarga (86,67%) dan 4 keluarga (13,33%) termasuk semi permanent. Hasil yang didapat menggambarkan bahwa perhatian rumah tangga nelayan Pangandaran terhadap keadaan tempat tinggal cukup besar. Fasilitas tempat tinggal yang dijadikan salah satu indikator keadaan sosial ekonomi adalah luas pekarangan, fasilitas hiburan yang dimiliki, alat pendingin, sumber penerangan, bahan baker, sumber air dan MCK yang dimiliki. Hasil penelitian menunjukkan rumah tangga nelayan Pangandaran yang fasilitas tempat tinggalnya termasuk dalam kategori lengkap sebanyak 6 keluarga (20%) dan sisanya yaitu 24 keluarga (80%) memiliki fasilitas cukup. Hasil dari perhitungan menggambarkan bahwa walaupun pendapatan yang diperoleh nelayan Pangandaran sebagian besar termasuk kategori tidak miskin, namun dalam hal fasilitas tempat tinggal sebagian besar memiliki fasilitas yang cukup seperti terlihat pada Tabel 41.
Tabel 41
No.
Skor fasilitas tempat tinggal rumah tangga nelayan Pangandaran tahun 2007 Kriteria
1.
Lengkap (skor 15-21)
2.
Cukup (skor 10-14)
3.
Kurang (skor 5-9) Jumlah
Rumah tangga (keluarga)
6
Persentase (%) 20,00
24
80,00
0
0,00
30
100,00
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
8.1.4
Indikator kesehatan anggota rumah tangga dan kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan
Kesehatan anggota rumah tangga keluarga nelayan yang dapat dilihat dalam menentukan skor yaitu keseluruhan anggota rumah tangga yang ada dan beberapa orang yang sakit dalam satu bulan. Apabila dalam satu bulan dari seluruh anggota rumah tangga kurang dari 25% sering sakit termasuk dalam kategori bagus (skor 3), antara 25-50% sering sakit termasuk dalam kategori sedang (skor 2), dan jika lebih dari 50% sering sakit termasuk kategori kurang (skor 1). Rumah tangga nelayan Pangandaran ada 27 keluarga yang menyatakan kesehatan anggota keluarganya termasuk dalam kategori bagus, karena anggota keluarganya yang sakit dalam satu bulan kurang dari 25% dan 3 keluarga (10%) yang menyatakan anggota keluarganya termasuk dalam kategori cukup, karena anggota keluarganya yang sakit dalam satu bulan antara 25% - 50%.. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan meliputi jarak ke rumah sakit terdekat, jarak ke tempat pelayanan kesehatan terdekat, biaya berobat, penanganan berobat, alat kontrasepsi, dan konsultasi KB. Skor untuk indikator kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan adalah mudah (14-18), cukup (1013) dan sulit (6-9). Jarak seluruh rumah tangga nelayan Pangandaran (100%) dengan rumah sakit terdekat berjarak lebih dari 3 km. Rumah sakit terdekat berada di Banjar dengan jarak lebih dari 18 km dari lokasi penelitian. Adapun jarak ke tempat
pelayanan terdekat seperti dokter, puskesmas dan puskesmas pembantu seluruhnya (100%) antara 0,01-2 km. Penanganan berobat bagi rumah tangga nelayan Pangandaran, 15 keluarga (50%) menyatakan bahwa biaya berobat yang harus dikeluarkan sudah terjangkau dan juga 15 keluarga (50%) menyatakan cukup terjangkau. Biaya berobat ke puskesmas hanya Rp10.000,00 termasuk obat-obatan, sedangkan untuk berobat ke dokter umum Rp35.000,00 – Rp50.000,00 termasuk obat. Penanganan berobat dari tenaga medis menurut rumah tangga nelayan Pangandaran, 26 keluarga (86,67) menyatakan baik dan 4 keluarga menyatakan cukup. Tenaga medis yang tersedia di puskesmas Pangandaran memiliki 3 orang dokter, 4 orang bidan dan 13 orang perawat. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) rumah tangga nelayan Pangandaran baik cara mendapatkan alat kontrasepsi maupun konsultasi KB memiliki jumlah yang sama yaitu 10 keluarga (33,33%) menyatakan mudah didapat dan 20 keluarga (66,67%) menyatakan cukup mudah didapatkan. Tabel 42 Skor kemudahan rumah tangga nelayan Pangandaran mendapatkan pelayanan kesehatan tahun 2007 No.
Kriteria
1.
Mudah (skor 14 -18)
2.
Cukup mudah (skor 10 – 13)
3.
Sulit (skor 6 – 9) Jumlah
Rumah tangga (keluarga) 10
Persentase (%) 33,33
20
66,67
0
0,00
30
100,00
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Tabel 42 menunjukkan bahwa rumah tangga nelayan Pangandaran menyatakan mudah dalam memperoleh pelayanan kesehatan adalah 10 keluarga (33,33%) dan 20 keluarga (66,67%) menyatakan cukup mudah dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
8.1.5 Indikator kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan
Tingkat kesejahteraan keluarga dapat dianalisis dengan indikator kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan yang dapat dilihat dari tiga faktor yaitu biaya sekolah, jarak ke sekolah dari rumah masing-masing dan prosedur penerimaan. Skor akhir adalah 3 untuk kriteria mudah (skor 7-10), 2 untuk kriteria cukup (skor 5-6) dan 1 untuk kriteria sulit (skor 3-4). Berdasarkan hasil wawancara seluruh keluarga responden (100%) memiliki anggota keluarga yang masih bersekolah. Biaya pendidikan yang harus dikeluarkan untuk anak-anak bagi 6 keluarga (20%) rumah tangga nelayan masih terjangkau, dan 24 keluarga (80%) menyatakan cukup terjangkau. Jarak antara sekolah dengan rumah menurut seluruh keluarga (100%) responden rumah tangga nelayan yaitu 0,01-3 km, yang biasanya ditempuh dengan berjalan kaki, naik sepeda atau satu kali naik angkutan umum. Prosedur penerimaan murid baru ada 4 keluarga (13,33%) responden menyatakan mudah dan 26 keluarga (86,67%) menyatakan bahwa penerimaan murid baru cukup mudah. Tabel 43 Skor kemudahan rumah tangga nelayan Pangandaran memasukkan anak ke jenjang pendidikan tahun 2007 No.
Kriteria
1.
Mudah (7-9)
2.
Cukup mudah (5-6)
3.
Sulit (3-4)
Rumah tangga (keluarga)
Jumlah
Persentase (%)
6
20,00
24
80,00
0
0,00
30
100,00
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
Tabel 43 menunjukkan bahwa ada 6 keluarga (20%) rumah tangga nelayan Pangandaran yang menyatakan mudah dalam memasukkan anak ke jenjang pendidikan dan 24 keluarga menyatakan cukup mudah untuk memasukkan anak ke jenjang pendidikan.
8.1.6 Indikator kemudahan mendapatkan fasilitas trasnportasi
Indikator kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi yang dilihat adalah biaya /ongkos trasnportasi, ketersediaan saran transportasi dan kepemilikan kendaraan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 8 keluarga (26,67%) rumah tangga nelayan Pangandaran yang menyatakan biaya yang dikeluarkan untuk fasilitas transportasi dapat terjangkau, fasilitas kendaraan yang ada di Pangandaran sudah tersedia dan sudah mempunyai kendaraan sendiri, serta 22 keluarga (23,33%) menyatakan biaya yang dikeluarkan untuk fasilitas transportasi cukup terjangkau, fasilitas kendaraan cukup tersedia dan belum memiliki kendaraan sendiri seperti terlihat pada Tabel 44. Tabel 44 Skor kemudahan rumah tangga nelayan Pangandaran mendapatkan fasilitas transportasi tahun 2007
No.
Kriteria
1.
Mudah (6-7)
2.
Sedang (4-6)
3.
Sulit (2-3)
Rumah tangga nelayan (keluarga)
Jumlah
Persentase (%)
8
26,67
22
73,33
0
0,00
30
100,00
Sumber : Data primer diolah kembali (2008)
8.1.7
Indikator kehidupan beragama dan rasa aman dari gangguan tindak kejahatan
Kehidupan beragama dijadikan sebagai salah satu indikator untuk melihat menyatakan toleransi antar umat beragama tinggi dan tidak pernah terjadi bentrokan sesama umat beragama (100%). Perbedaan pendapat di antara sesama umat beragama tidak menjadi masalah yang harus diperdebatkan tetapi menjadi masalah yang harus dimusyawarahkan. Rasa aman dari gangguan tindakkejahatan dilihat dari sering tidaknya responden mengalami tindak kejahatan. Seluruh responden rumah tangga nelayan Pangandaran menyatakan bahwa daerah sekitar tempat tinggalnya aman dan tidak pernah terjadi perkelahian antar warga.
8.1.8
Indikator kemudahan melakukan olahraga
Kemudahan melaukan olahraga dapat dilihat dari sering tidaknya responden melakukan olahraga.
Responden yang sering melakukan olahraga
hanya 2 keluarga (6,67%), 4 keluarga (13,33%) cukup sering melakukan olahraga dan 24 keluarga (80%) menyatakan jarang melakukan olahraga. Berdasarkan data-data yang terdapat pada 11 indikator kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik pada SUSENAS 1991 diacu dalam Sobari dan Suswanti (2007) yang dimodifikasi menjadi tiga kategori tingkat kesejahteraan, yaitu tingkat kesejahteraan tinggi (skor 27-35), tingkat kesejahteraan sedang (skor 19-26) dan tingkat kesejahteraan rendah (skor 1-18). Rumah tangga nelayan Pangandaran yang sudah termasuk dalam kategori tingkat kesejahteraan tinggi ada 26 keluarga (86,67%) dan hanya 4 keluarga (13,33%) yang termasuk kategori tingkat kesejahteraan sedang Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun kontribusinya kecil (4,73%) karena hanya satu aktivitas wisata yang diteliti, aktivitas wisata pantai ternyata mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan Pangandaran, sehingga masuk dalam kategori tingkat kesejahteraan tinggi. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Radiawan, et al. (1991) bahwa aktivitas pariwisata sedikit banyak akan berdampak terhadap masyarakat sekitarnya baik positif maupun negatif. Salah satu dampak positifnya adalah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Hal ini tebukti dengan aktivitas wisata pantai di Pangandaran yang secara langsung meningkatkan kesejahteraan rumah tanga nelayan
di
Pangandaran.
8.2
Kontribusi Aktivitas PPI Pangandaran dan Wisata Pantai Pangandaran terhadap Kesejahteraan/Pendapatan Nelayan
8.2.1
Kontribusi aktivitas PPI Pangandaran terhadap pendapatan nelayan
Nilai produksi ikan yang didaratkan di PPI Pangandaran selama kurun waktu 5 tahun yaitu 2003 – 2007 menunjukan trend peningkatan, dengan nilai produksi tertinggi terjadi pada tahun 2004 triwulan IV yaitu 279,39 ton atau setara dengan nilai produksi sebesar Rp8.607.356.000,00 dan nilai produksi terendah
terjadi pada tahun 2007 triwulan II 72,95 ton atau setara dengan nilai produksi sebesar Rp 959.397.900,00. Hasil wawancara dan pengamatan diperoleh hasil bahwa sangat sedikit sekali hasil tangkapan yang dijual nelayan kepada bakul atau pedagang ikan tanpa melalui proses pelelangan di PPI, hal ini berarti bahwa keberadaan PPI di Pangandaran sangat berperan membantu nelayan dalam memasarkan ikan dengan harga yang layak sehingga harga tidak terlalu jatuh. Dengan demikian secara langsung maupun tidak langsung keberadaan PPI Pangandaran sangat membantu dalam meningkatkan pendapatan nelayan.
8.2.2
Kontribusi aktivitas wisata pantai terhadap pendapatan nelayan Pangandaran
Selama kurun waktu 5 tahun jumlah wiatawan yang datang ke Pangandaran mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2006 yang mengalami penurunan drastis. Penurunan ini hanya bersifat sementara karena dipengaruhi oleh terjadinya bencana dan musibah di sejumlah objek wisata yang secara tidak langsung mempengaruhi tingkat kunjungan wisatawan ke objek wisata Pantai Pangandaran, namun secara umum terjadi kecenderungan meningkat. Dengan meningkatnya jumlah wisatawan berarti mengingkatkan pula pendapatan yang diterima oleh Pemda Kebupaten Ciamis baik yang diperoleh melalui penerimaan tiket atau pun retribusi, dengan mengetahui bahwa harga tiket masuk ke kawasan pantai Pangandaran saat itu mencapai Rp 3.000,00, maka pada tahun 2007 pemerintah daerah Kabupaten Ciamis memperoleh pendapatan sebesar Rp3.147.273.000,00. Data pendapatan non tiket baik yang diperoleh penginapan, cagar alam dan restoran tidak didapatkan tetapi berdasarkan setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Dinas Pendapatan Darah (Dispenda) Kabupaten Ciamis yang mencapai Rp33.556.000,00, maka dapat diestimasi pendapatan pada sektor tersebut mencapai lebih dari 3 miliar per tahun. Jika melihat nilai ekonomi aktivitas wisata pantai Pangandaran, maka kontribusi wisata masih bisa ditingkatkan sampai dua kalinya sesuai dengan nila ekonomi wisata pantai Pangandaran, yaitu sebesar Rp6. 817.129.634,00 per tahun. Melihat besarnya pendapatan yang diperoleh oleh pengelola kawasan pariwisata Pantai Pangandaran, maka diperlukan suatu alternatif yang nyata untuk
meningkatkan jumlah kunjungan wisata baik dari wisatawan lokal atau pun wisatawan mancanegara sebanyak-banyaknya, untuk mewujudkan hal tersebut maka pengelola harus memberikan pelayanan yang terbaik agar citra Pangandaran di mata wisatawan baik.
Hal nyata yang dapat dilakukan adalah dengan
menyediakan fasilitas untuk mengadakan tour keliling perairan, perjalanan hiking ke dalam kawasan cagar alam dengan pemandu-pemandu yang terampil, paket perjalanan bahari, kegiatan wisata penangkapan ikan dan sebagainya. Kegiatankegiatan tersebut sangat mungkin dilakukan mengingat kawasan pantai Pangandaran yang unik dan menarik serta memiliki cagar alam dengan panorama goa-goa alam dan buatan serta bukit-bukit yang eksotik dan menantang. Ada kecenderungan bahwa dewasa ini obyek-obyek wisata atau kegiatan wisata yang penuh dengan tantangan dan menguji mental sangat digemari. Halhal tersebut di obyek wisata pantai Pangandaran cukup beragam dan cukup menantang, sehingga sangat tepat jika terus dikembangkan dan ditingkatkan, baik pelayanannya maupun sarana dan prasarananya.
8.3
Peran PPI Sebagai Mitra Kegiatan Wisata
8.3.1
PPI sebagai penyedia hasil tangkapan
Tempat pelelangan ikan sebagai salah satu fasilitas fungsional yang terdapat di PPI Pangandaran merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi dan dapat dijadikan sebagai objek wisata. Di PPI wisatawan dapat membeli ikan segar yang baru didaratkan dalam bentuk fresh. Menurut beberapa responden yang diwawancarai dengan adanya PPI wisatawan atau pemilik restoran dapat dengan mudah mendapatkan ikan dengan kualitas cukup baik dan harga yang lebih murah dibandingkan jika harus mencari ke tempat lain. Hasil wawancara terhadap penjual ikan yang memiliki lapak di sekitar pantai timur mengemukanan bahwa ikan yang mereka jual pada umumnya dibeli oleh wisatawan yang berkunjuang ke Pangandaran. Bila melihat jumlah ikan yang didaratkan di TPI yang mencapai 3,6 ton per hari akan memberikan peluang kepada ibu-ibu nelayan untuk menjual ikan ke wisatawan dalam jumlah yang lebih banyak lagi. Tingkat produksi yang cukup tinggi tersebut seharusnya juga
dibarengi dengan tingginya penjualan kepada wisatawan yang berkunjung ke Pantai Pangandaran, tetapi kondisi tersebut tidak terjadi. Hal ini terjadi karena kondisi ikan segar mutunya mudah sekali menurun sehingga tingkat penjualan ikan dalam bentuk segar ke pada wisatawan sulit untuk ditingkatkan, oleh karena itu diperlukan diversifikasi produk perikanan agar lebih bertahan lama dan wisatawan dapat membelinya dalam jumlah banyak sebagai oleh-oleh khas Pangandaran, selama ini produk olahan perikanan yang menjadi oleh-oleh khas di Pangandaran adalah ikan asin dan ikan asap. Sebenarnya peningkatan penjualan ikan segar dapat diupayakan oleh pihak TPI dengan menyediakan bok-bok ikan yang dilengkapi es untuk menjaga tingkat kesegaran ikan. Melihat kondisi di atas, maka menurut (Pane, 2004) seharusnya PPI sebagai penyedia hasil tangkapan mempunyai peran sebagai berikut : 1)
Menyediakan jumlah dan jenis ikan yang dibutuhkan konsumen/pengolah ikan/wisatawan secara cukup.
2)
Menyediakan hasil tangkapan ikan didaratkan dengan kualitas sebaik mungkin (prima).
3)
Adanya pelayanan penyediaan hasil tangkapan ikan selain untuk pelaku lelang juga untuk konsumen atau pembeli langsung.
4)
Proses pelayanan penyediaan hasil tangkapan ikan yang singkat dan terbuka.
5)
Penyediaan fasilitas – fasilitas yang terkait dengan penyediaan hasil tangkapan ikan serta kebersihannya.
8.3.2
PPI sebagai lokasi objek wisata
Pada dasarnya kegiatan di PPI pangandaran memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan dan dapat dijadikan sebagai suatu objek pariwisata. Hal tersebut dapat diketahui dari pengamatan dimana sebagian wisatawan ada yang berada di sekitar PPI untuk menyaksikan kegiatan yang dilakukan oleh nelayan. Sebagaimana telah disebutkan di atas proses pendaratan ikan dilakukan dengan mengangkut ikan hasil tangkapan dari pantai timur ke arah TPI dengan menggunakan keranjang-keranjang yang dipikul bersama oleh dua orang, selama
proses pendaratan ikan tersebut nampak sekali diperlukan keterampilan dan kecekatan dari nelayan, bila tidak dikhawatirkan akan terjadi kecelakaan seperti ikan tumpah atau oleng. Proses penurunan dan pengangkutan keranjang-keranjang tersebut bila diamati memiliki daya tarik tersendiri, karena proses tersebut memerlukan kekompakan dan keserasian antar pelakunya, hal ini dapat di disaksikan oleh wisatawan sebagai suatu hal yang menarik, karena menurut Susilowati, Nikijulu dan Manadianto (1993) diacu dalam Hidayati (1997) menyebutkan bahwa wisatawan menyukai hal-hal baru yang belum pernah dilihatnya. Terlebih bila selama kegiatan pendaratan ikan tersebut nelayan menyuarakan “yel-yel” khas Pangandaran yang memberikan semangat kepada nelayan dan berdaya tarik untuk wisatawan. Ikan-ikan dalam keranjang yang telah didaratkan diangkut ke TPI untuk di timbang dengan cara dipikul. Setelah dilakukan penimbangan kemudian ikan dilelang. Adapun pelelangan biasanya tergantung kepada bakul, walaupun pelelangan masih bersifat tradisional yaitu nelayan sendiri yang melelang ke pedagang ikan tetapi hal tersebut cukup menarik untuk disaksikan. Hal tersebut cukup beralasan karena selama proses pelelangan ada saja wisatawan yang menyaksikan kegiatan pelelangan yang berlangsung di TPI. Dengan demikian fungsi lain dari tempat pelelangan ikan adalah sebagai tempat transfer ilmu pengetahuan. Para wisatawan selalu tertarik untuk melihat jenis-jenis ikan yang berhasil ditangkap oleh nelayan baik langsung ke nelayan atau ke personil TPI. Ketertarikan wisatawan ini selama ini telah di dukung oleh sikap para pengelola TPI yang ramah terhadap para wisatawan. Aktivitas pelelangan di atas sangat penting memperhatikan kebersihan (sanitasi dan higienitas) di ruang lelang, bahkan sejak di dermaga pendaratan hasil tangkapan.
Beberapa faktor penting dalam menjaga kebersihan ruang lelang
menurut Pane (2007) adalah bentuk dan konstruksi keranjang/basket/wadah hasil tangkapan, selain faktor kepedulian dan kebiasaan para pelaku di pelelangan. Keranjang/basket yang bentuk dan konstruksinya tidak baik dapat menyebabkan terjadinya ceceran lender/mucus, darah dan cairan yang berasal dari penggunaan es di lantai pelelangan dan dermaga pendaratan. Mengatasinya hal tersebut Pane
et al. (2008) mengusulkan untuk menggunakan keranjang/basket hasil tangkapan ikan ramah lingkungan, yaitu suatu basket yang memiliki desain khusus yang dapat mengatasi masalah terjadinya ceceran di atas yang mengotori lantai pelelangan dan dermaga pendaratan hasil tangkapan ikan. Proses pelelangan tersebut dapat dikemas sedemikian rupa sehingga prosesnya dapat lebih menarik bagi wisatawan, misalnya saja dengan memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk ikut dalam kegiatan pelelangan atau menyediakan tempat khusus di dalam atau di luar TPI untuk membeli ikan dengan tingkat harga yang sama dengan yang dijual oleh tempat pelelangan ikan. Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah dengan membangun tempat penjualan ikan segar yang langsung dapat dimasak secara terpusat, sehingga persaingan antar pedagang lebih menguntungkan konsumen, atau membangun pasar ikan yang higienis di pusat wisata pantai Pangandaran dengan dilengkapi restoran murah untuk memasak ikan yang telah dibeli.
8.3.3 Kegiatan perikanan tangkap sebagai objek wisata
Salah satu faktor yang menjadi daya tarik perikanan tangkap di pantai Pangandaran adalah banyaknya perahu-perahu ikan yang ditambatkan di tepi pantai, selain itu daya tarik lain timbul ketika nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan pukat pantai dimana wisatawan dapat ikut menarik jaring secara beramai-ramai. Hal tersebut merupakan pengalaman yang dapat dikemas menjadi paket wisata di Pangandaran Kegiatan perikanan yang mungkin dapat diupayakan untuk objek wisata adalah kegiatan penangkapan ikan berupa : a.
Demo penangkapan Demo penangkapan merupakan kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan bersama wisatawan. Demo ini sebaiknya dilakukan di pinggir pantai timur sebagai pusat aktivitas penangkapan ikan (Gambar 25).
b.
Tour penangkapan Tour penangkapan merupakan trip penangkapan yang diikuti oleh wisatawan dalam beberapa jam saja, alat yang dapat digunakan adalah pukat pantai di siang hari atau bagan apung yang banyak dioperasikan di Pananjung
Sumber : Koleksi pribadi
Gambar 25 Aktivitas nelayan sedang melakukan demo penangkapan Kegiatan demo dan tour dapat dilakukan pada hari-hari tertentu misalnya pada hari Sabtu dan Minggu atau pada hari libur nasional agar tidak mengganggu aktifitas penangkapan yang dilakukan oleh nelayan. Diharapkan dengan adanya kegiatan
semacam
itu
semakin
banyak
wisatawan
yang
mengunjungi
Pangandaran, karena tertarik oleh keindahan alam dan sektor perikanannya.
8.4
Strategi Peningkatan Pengelolaan PPI Pangandaran dan Wisata Pantai Pangandaran dalam Meningkatkan Kesejahteraan Nelayan
Strategi yang tepat yang akan digunakan dalam peningkatan pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran dan Wisata Pantai Pangandaran dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan dianalisis dengan menggunakan Analisis SWOT terhadap faktor - faktor
strategis internal (kekuatan dan
kelemahan) seperti terlihat pada Tabel 45 dan faktor - faktor strategis eksternal (peluang dan ancaman) seperti terlihat pada Tabel 46.
8.4.1
Kekuatan (Strength)
1.
Sumberdaya manusia tersedia. Menurut BPS (2007), jumlah penduduk Pangandaran pada tahun 2006 adalah 45.084 orang, dengan komposisi 22.637 orang laki-laki dan 22.447 orang perempuan.
2.
Memiliki potensi pariwisata yang memiliki nilai jual yang tinggi. Hal ditandai dengan keindahan alamnya dan tingginya tingkat kunjungan wisatawan ke objek Wisata Pantai Pangandaran pada masa sebelum terjadinya peristiwa tsunami dan setahun terakhir (2008).
3.
Nelayan terampil dalam penguasaan teknologi penangkapan. Nelayan di selatan Jawa Barat mudah menyerap teknologi penangkapan yang berkembang. Salah satunya mampu beralih dari perahu kayu ke perahu fibre glass.
4.
Fasilitas lengkap dan aksesibilitas ke tempat wisata memadai (sub bab 6.2).
5.
Pemanfaatan Sumberdaya Ikan < 50 % dari potensi yang ada. Jumlah dan jenis ikan yang ada masih dapat ditingkatkan produksinya. (sub bab 4.2).
6.
Lingkungan perairan mempunyai tingkat kesuburan perairan yang tinggi. Lingkungan perairan di selatan Jawa Barat mempunyai tingkat kesuburan perairan yang tinggi, sehingga sumberdaya ikan melimpah.
8.4.2
Kelemahan (Weakness)
1.
Belum adanya dermaga dan kolam pelabuhan di PPI Pangandaran untuk berlabuh bagi armada penngkapan dan mendaratkan hasil tangkapan ikan (sub bab 5.4).
2.
Sanitasi dan higienitasi yang masih belum memadai di TPI PPI Pangandaran, indikasinya masih tercium bau busuk di sekitar TPI.
3.
Masih lemahnya koordinasi antara Bidang/Dinas/Badan/Lembaga terkait. Salah satu contohnya adalah dalam penertiban PKL tidak adanya koordinasi antara Dinas Pol PP dan Disparbud, sehingga PKL yang liar dan berjualan di pinggir pantai terus berkembang.
Belum berkembangnya jaringan pemasaran wisata.
4.
Obyek wisata
Pangandaran belum tercantum dalam paket wisata di penyelenggara wisata baik domestik maupun internasional. Lemahnya modal usaha para nelayan, sehingga nelayan belum banyak
5.
memiliki Kapal Motor untuk menangkap ikan lebih jauh ke tengah laut (sub bab 4.2). Lemahnya pelayanan kepariwisataan.
6.
Organisasi pendukung wisata
seperti pemandu wisata dan hotel belum terwadahi dalam suatu wadah organisasi yang profesional. Berdasarkan hasil wawancara para pemandu wisata yang ada di Pangandaran ternyata belum seluruhnya masuk menjadi anggota pemandu wisata. Tabel 45 Matrik Analisis Faktor Internal (IFAS) Sinergitas PPI dan Wisata Pantai Pangandaran KETERANGAN
SKOR
BOBOT
NILAI
KEKUATAN 1. Sumberdaya manusia tersedia. 2. Memiliki potensi pariwisata yang memiliki nilai jual yang tinggi. 3. Nelayan terampil dalam penguasaan teknologi penangkapan. 4. Fasilitas lengkap dan aksesibilitas ke tempat wisata memadai. 5. Pemanfaatan Sumberdaya Ikan < 50 % dari potensi yang ada. 6. Lingkungan perairan mempunyai tingkat kesuburan perairan yang tinggi. KELEMAHAN 1. Belum adanya dermaga dan kolam pelabuhan di PPI Pangandaran. 2. Sanitasi dan higienitasi yang masih belum memadai di TPI PPI Pangandaran. 3. Masih lemahnya koordinasi antara Bidang/Dinas/Badan/Lembaga terkait. 4. Belum berkembangnya jaringan pemasaran wisata. 5. Lemahnya modal usaha para nelayan. 6. Lemahnya pelayanan kepariwisataan.
4 3 2 4 3 3 2 3 2 2 2 3
0,15 0,10 0,05 0,20 0,05 0,05 0,05 0,10 0,10 0,05 0,10 0,10
0,60 0,30 0,10 0,40 0,15 0,15 0,10 0,30 0,20 0,10 0,20 0,30
TOTAl
1,00
2,90
8.4.3
Peluang (Opportunity)
1.
Sumberdaya alam mendukung.
Masih cukup besarnya potensi
sumberdaya ikan di Wilayah Pengelolaan Perairan Samudera Hindia (WPP 9). 2.
Keanekaragaman komoditas unggulan tersedia. Sebagai daerah tropis keanekaragman hayati di Pantai Pangandaran dan Samudera Hindia sangat bervariasi.
3.
Terdapatnya pengusaha ekspor bidang perikanan dan kelautan. Di daerah Pangandaran sudah ada eksportir, salah satunya adalah PT ASI.
4.
Potensi yang belum dimanfaatkan masih cukup besar terutama sumberdaya kelautan non hayati seperti keindahan alam, gelombang laut yang cukup besar untuk surfing, keunikan memiliki dua pantai (timur dan barat).
5.
Banyaknya jenis ikan yang menjadi komoditas ekspor. Komoditas ikan unggulan di selatan Jawa Barat mempunyai orientasi pasar ekspor seperti ikan layur, bawal putih, kerapu, kakap dan udang.
6.
Jumlah penduduk yang tinggi.
Merupakan konsumen yang potensial,
untuk pariwisata dan pembelian ikan (sub bab 4.1.3).
8.4.4
Ancaman (Threats)
1.
Kurangnya tenaga ahli dibidang kelautan dan perikanan (sub bab 4.2).
2.
Keterbatasan dalam informasi data dan informasi terutama untuk sumberdaya kelautan non hayati (sub bab 4.2).
3.
Penegakan peraturan perundangan masih rendah.
Salah satunya
penertiban PKL di pinggir pantai belum bisa diselesaikan. 4.
Belum terbentuknya system jaringan informasi antar daerah.
Belum
adanya organisasi resmi yang berperan dalam kegiatan mengumpulkan para
pemandu
wisata
atau
organisasi
yang
menghimpun
para
pelaku/pedagang ikan atau para pengusaha hotel dan restoran yang betulbetul aktif melakukan kegiatan. 5.
Harga BBM tinggi sehingga harga BBM tidak terjangkau oleh nelayan kecil.
Hasil pengamatan menunjukkan masih ada nelayan yang
menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar mesin kapal/perahunya karena tidak mampu/berat membeli solar. Tabel 46 Matrik Analisis Faktor Eksternal (EFAS) Sinergitas PPI dan Wisata Pantai Pangandaran KETERANGAN
SKOR
BOBOT
NILAI
PELUANG 1. Sumberdaya alam mendukung. 2. Keanekaragaman komoditas unggulan tersedia. 3. Terdapatnya pengusaha ekspor bidang perikanan dan kelautan. 4. Potensi yang belum dimanfaatkan masih cukup besar terutama sumberdaya kelautan non hayati. 5. Banyaknya jenis ikan yang menjadi komoditas ekspor. 6. Jumlah penduduk yang tinggi. ANCAMAN 1. Kurangnya tenaga ahli dibidang kelautan dan perikanan. 2. Keterbatasan dalam informasi data dan informasi terutama untuk sumberdaya kelautan non hayati. 3. Penegakan peraturan perundangan masih rendah. 4. Belum terbentuknya system jaringan informasi antar daerah. 5. Harga BBM tinggi sehingga harga BBM tidak terjangkau oleh nelayan kecil.
4 3 2 4 3 4 1 2 3 2 2
0,15 0,10 0,05 0,10 0,05 0,10 0,10 0,10 0,10 0,05 0,10
0,60 0,30 0,10 0,40 0,15 0,40 0,10 0,20 0,30 0,10 0,20
TOTAL
1,00
2,85
Nilai-nilai yang diperoleh dari identifikasi faktor-faktor internal (2,90) dan eksternal (2,85), selanjutnya digunakan dalam menganalisis matrik internaleksternal.
Berdasarkan analisis tersebut diperoleh posisi sinergitas PPI dan
Wisata Pantai Pangandaran pada saat ini berada pada fase pertumbuhan dan strategi pengembangan yang ada pada posisi integrasi horizontal seperti terlihat pada Tabel 47. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rangkuti (2000) bahwa perusahaan (dalam hal ini sinergitas PPI dan Wisata Pantai Pangandaran dengan kondisi berada pada sel 2 dalam matrik internal-eksternal berada dalam keadaan yang sangat potensial untuk dikembangkan, tujuannya adalah unuk meningkatkan penjualan dan keuntungan dengan cara memanfaatkan keuntungan yang dimiliki.
Perusahaan yang berada pada sel ini dapat melakukan perluasan daerah tujuan pemasaran, penambahan fasilitas produksi dan teknologi melalui pengembangan internal maupun eksternal. Tabel 47 Matrik Internal – Eksternal Sinergitas PPI dan Wisata Pantai Pangandaran
Total skor faktor strategi internal Kuat Rata-rata Lemah 3,00 2,00
1,00
4,00 Tinggi Total skor faktor internal
I Pertumbuhan
3,00 Menengah
IV Pertumbuhan
II Pertumbuhan V Pertumbuhan
III Penciutan
VI Penciutan
Stabilitas
2,00 Rendah
VII Pertumbuhan
VIII Pertumbuhan
IX Likuidasi
1,00 Tahap selanjutnya setelah mengetahui posisi Pengelolaan PPI dan wisata Pantai Pangandaran, adalah membuat matrik SWOT dan strategi-strategi untuk peningkatan pengelolaan PPI dan wisata Pantai Pangandaran seperti terlihat pada Tabel 48.
Tabel 48 Matriks SWOT (S) Sumberdaya manusia tersedia.Menurut BPS (2007), jumlah penduduk Pangandaran pada tahun 2006 adalah 45.084 orang, dengan komposisi 22.637 orang laki-laki dan 22.447 orang perempuan. Memiliki potensi pariwisata yang memiliki nilai jual yang tinggi. Hal ditandai dengan tingginya tingkat kunjungan wisatawan ke objek Wisata Pantai Pangandaran Nelayan terampil dalam penguasaan teknologi penangkapan. Nelayan di Selatan Jawa Barat mudah menyerap teknologi penangkapan yang berkembang. Fasilitas lengkap dan aksesibilitas ke tempat wisata memadai . Pemanfaatan Sumberdaya Ikan < 50 % dari potensi yang ada. Jumlah dan jenis ikan yang ada masih dapat ditingkatkan produksinya. Lingkungan perairan mempunyai tingkat kesuburan perairan yang tinggi. Lingkungan perairan di selatan jawa barat mempunyai tingkat kesuburan perairan yang tinggi, sehingga sumberdaya ikan melimpah.
(W) 1. Belum adanya dermaga dan kolam pelabuhan untuk berlabuh armada penngkapan mendaratkan hasil tangkapan ikan di pangkalan pendaratan ikan. 2. Sanitasi dan higienitasi yang masih belum memadai di TPI PPI Pangandaran. 3. Masih lemahnya koordinasi antara Bidang/Dinas/Badan /Lembaga terkait.. 4. Belum berkembangnya jaringan pemasaran wisata. Obyek wisata Pangandaran tidak tercantum dalam paket wisata di penyelenggara wisata. 5. Lemahnya modal usaha para nelayan, sehingga nelayan belum banyak memiliki Kapal Motor untuk menagkap ikan lebih jauh ke tengah laut 6. Lemahnya pelayanan kepariwisataan. Organisasi pendukung wisata sepertipemandu wisata dan hotel belum terwadahi dalam suatu wadah organisasi yang profsional.
Strategi SO (O) Peningkatan produksi penangkapan. Rendahnya produktivitas perikanan 1. Sumberdaya alam mendukung. Masih cukup besarnya potensi 1. nelayan dapat bersumber pada relatif rendahnya teknologi penangkapan. sumberdaya ikan di Wilayah Pengelolaan Perairan Samudera Untuk menangani masalah ini aplikasi teknologi penangkapan perlu Hindia (WPP 9). ditingkatkan. Untuk mewujudkan hal ini diperlukan adanya kemitraan yang 2. Keanekaragaman komoditas unggulan tersedia. Sebagai daerah tropis keanekaragman hayati di Pantai Pangandaran dan menguntungkan antara nelayan dengan perusahaan serta adanya dukungan Samudera Hindia sangat bervariasi. yang sehat dari pemerintah untuk segera merealisaikan pembangunan 3. Terdapatnya pengusaha ekspor bidang perikanan dan kelautan. pelabuhan perikanan. Di daerah Pangandaran sudah ada eksportir, salah satunya 2. Program pengembangan kawasan pantai sebagai obyek wisata agar dapat adalah PT ASI. segera terlaksana. Pembangunan sarana dan prasarana wisata serta 4. Potensi yang belum dimanfaatkan masih cukup besar teruatama penambahan wahana atau penambahan aktivitas-aktivitas wisata yang sumberdaya kelautan non hayati. menarik dan menantang 5. Banyaknya jenis ikan yang menjadi komoditas ekspor. 3. Pengembangan usaha dan budidaya ikan hias laut. Sejak dini dipersiapkan Komoditas ikan unggulan di selatan Jawa Barat mempunyai pengembangan usaha pemeliharaan atau budidaya ikan hias laut sebagai orientasi pasar ekspor. alaternatif usaha lain yang menguntungkan. 6. Jumlah penduduk yang tinggi. Merupakan konsumen yang potensial, untuk pariwisata dan pembelian ikan.
Strategi WO 1. Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan. Banyak aktivitas destruktif yang sifatnya merusak lingkungan yang akhirnya secara tidak langsung umumnya merugikan masyarakat dan secara khusus merugikan pemerintah daerah, sehingga perlu adanya sosialisasi penambahan pengetahuan yang menyangkut kelestarian lingkungan. 2. Peningkatan kualitas dan kemampuan sanitasi dan higienitas di TPI PPI Pangandaran bagi para pelaku di PPI Pangandaran (pengelola PPI dan pengguna PPI Pangandaran). 3. Pengembangan prasarana pelabuhan perikanan. Perlu adanya pembenahan dan pengembangan prasarana pelabuhan perikanan, agar hasil tangkapan dapat didaratkan dan tertangani dengan baik sehingga kualitas yang diharapkan tercapai. 4. Peningkatan kualitas nelayan. Hal yang perlu mendapat perhatian antara lain dalam hal pengawakan kapal/kepelautan, kemampuan penggunaan instrumentasi penangkapan dengan teknologi yang lebih maju, dan kemampuan penanganan dengan alat tangkap dengan skala yang lebih besar. 5. Perluasan pasar. Dengan memperbaiki sistem ataupun membuka akses pasar, baik lokal, nasional maupun internasional. Strategi WT 1. Meningkatkan pengelolaan perikanan tangkap dan wisata pantai berbasis masyarakat. Segala aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan perikanan tangkap dan wisata pantai dilakukan dengan melibatkan seluruh masyarakat yang disalurkan melalui lemabaga swadaya masyarakat yang ada. 2. Peningkatan penegakan hukum. Penegakan hukum dalam sektor perikanan adalah hal yang paling mendasar. Banyak aktivitas destruktif yang sifatnya merugikan masyarakat dan pemerintah daerah yang terjadi akibat lemahnya penegakan hukum. Kasus pemboman ikan, perebutan wilayah penangkapan dan penyalah gunaan ijin penangkapan merupakan contoh konkrit yang tak terelakan. Dengan demikian aspek penegakan hukum ini dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu yang panjang.
1. FAKTOR INTERNAL 2. 3. 4. 5. 6.
FAKTOR EKSTERNAL
(T) 1. Kurangnya tenaga ahli dibidang kelautan dan perikanan 2. Keterbatasan dalam informasi data dan informasi terutama untuk sumberdaya kelautan non hayati 3. Penegakan peraturan perundangan masih rendah 4. Belum terbentuknya system jaringan informasi antar daerah 5. Harga BBM tinggi sehingga harga BBM tidak terjangkau oleh nelayan kecil.
Strategi ST 1. Pengelolaan perikanan tangkap dan wisata pantai seara terpadu dengan melibatkan seluruh instansi terkait, sehingga anggaran yang tersedia di masing-masing instansi dapat difokuskan dalam mempercepat pembangunan sarana dan prasarana perikanan tangkap dan wisata pantai. 2. Pengaturan sistem niaga yang tepat, sehingga nilai jual produk perikanan relatif tinggi. Dalam pelaksanaannya dibentuk badan usaha yang berbadan hukum tetap yang beranggotakan nelayan dan stakeholders yang terlibat di adalam aktivitas perikanan tangkap dan wisata pantai
Berdasarkan matrik strategi SWOT pada Tabel 48, diperoleh dua belas alternatif strategi sinergitas peningkatan pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran dan wisata pantai Pangandaran dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan yaitu: a.
Strategi SO
(1). Peningkatan produksi penangkapan.
Rendahnya produktivitas perikanan
nelayan dapat bersumber pada relatif rendahnya teknologi penangkapan. Untuk menangani masalah ini aplikasi teknologi penangkapan perlu ditingkatkan. Untuk mewujudkan hal ini diperlukan adanya kemitraan yang menguntungkan antara nelayan dengan perusahaan serta adanya dukungan yang sehat dari pemerintah untuk segera merealisaikan pembangunan pelabuhan perikanan (2). Program pengembangan kawasan pantai sebagai obyek wisata agar dapat
segera terlaksana.
Pembangunan sarana dan prasarana wisata serta
penambahan wahana atau penambahan aktivitas-aktivitas wisata yang menarik dan menantang (3). Pengembangan usaha dan budidaya ikan hias air laut.
Sejak dini
dipersiapkan pengembangan usaha pemeliharaan atau budidaya ikan hias laut sebagai alaternatif usaha lain yang menguntungkan, mengingat komoditas dan keanekaragaman hayati unggulan cukup tersedia
b.
Strategi ST
(1). Pengelolaan perikanan tangkap dan wisata pantai secara terpadu dengan
melibatkan seluruh instansi terkait, sehingga anggaran yang tersedia di masing-masing
instansi
dapat
difokuskan
dalam
mempercepat
pembangunan sarana dan prasarana perikanan tangkap dan wisata pantai. (2). Pengaturan sistem niaga yang tepat, sehingga nilai jual produk perikanan
relatif tinggi. Dalam pelaksanaannya dibentuk badan usaha yang berbadan hukum tetap yang beranggotakan nelayan dan stakeholders yang terlibat di adalam aktivitas perikanan tangkap dan wisata pantai
c.
Strategi WO
(1). Pengembangan prasarana pelabuhan perikanan. Perlu adanya pembenahan
dan pengembangan prasarana pelabuhan perikanan, agar hasil tangkapan dapat didaratkan dan tertangani dengan baik sehingga kualitas yang diharapkan tercapai. (2). Peningkatan kualitas dan kemampuan sanitasi dan higienitas di TPI PPI
Pangandaran bagi para pelaku di PPI Pangandaran (pengelola PPI dan pengguna PPI Pangandaran). (3). Peningkatan kualitas nelayan. Hal yang perlu mendapat perhatian antara
lain dalam hal pengawakan kapal/kepelautan, kemampuan penggunaan instrumentasi penangkapan dengan teknologi yang lebih maju, dan kemampuan penanganan dengan alat tangkap dengan skala yang lebih besar. (4). Perluasan pasar.
Dengan memperbaiki sistem ataupun membuka akses
pasar, baik lokal, nasional maupun internasional (5). Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan.
Banyak aktivitas destruktif yang sifatnya merusak lingkungan yang akhirnya secara tidak langsung umumnya merugikan masyarakat dan secara khusus
merugikan pemerintah daerah.
Perlu
adanya sosialisasi,
penambahan pengetahuan yang menyangkut kelestarian lingkungan.
d.
Strategi WT
(1). Meningkatkan pengelolaan perikanan tangkap dan wisata pantai berbasis
masyarakat.
Segala aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan
perikanan tangkap dan wisata pantai dilakukan dengan melibatkan seluruh masyarakat yang disalurkan melalui lemabaga swadaya masyarakat yang ada. (2). Peningkatan penegakan hukum. Penegakan hukum dalam sektor perikanan
adalah hal yang paling mendasar. Banyak aktivitas destruktif yang sifatnya merugikan masyarakat dan pemerintah daerah yang terjadi akibat lemahnya penegakan hukum. Kasus pemboman ikan, perebutan wilayah penangkapan dan penyalahgunaan ijin penangkapan merupakan contoh konkrit yang tak terelakan. Dengan demikian aspek penegakan hukum ini dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu yang panjang.
Alternatif strategi yang telah disusun selanjutnya ditentukan tiga strategi utama yang diprioritaskan untuk diterapkan dalam peningkatan pengelolaan PPI Pangandaran dan Wisata Pantai Pangandaran yang sesuai dengan kondisi internal dan eksternal melalui pembobotan dan skoring (Lampiran 9).
Selanjutnya
dilakukan perangkingan untuk menentukan tiga strategi utama yang akan diterapkan (Tabel 49). Tabel 49 No.
Analisis keterkaitan antar unsur SWOT
Unsur SWOT
Keterkaitan
Jumlah Bobot
Ranking
Pengembangan perikanan tangkap: S1, S2, S3, S4, O1, O2 Pengembangan wisata bahari: S6, O1 Pengembangan usaha ikan hias laut : O2, O3
21
4
5
12
6
11
Pengelolaan sumberdaya secara terpadu : S1, S3, S4, T1, T4 Pengaturan sistem tata niaga (pemasaran) : S1, S5, S6, T3
22,5
3
14
10
Strategi SO
1.
SO1
2.
SO3
3
SO3
Strategi ST
4.
ST1
5.
ST2
Strategi WO
6. 7.
WO1 WO2
Terbatasnya sarana dan prasarana pelabuhan : W1, W2, O4, O5 Kurangnya pengetahuan tentang sanitasi dan higienitas: W2, W7, O4, O5, O6,
24
2
20
6
Lanjutan tabel 49. No.
Unsur SWOT
7.
WO2
8.
WO3
9.
WO4
10.
WO5
Keterkaitan
Jumlah Bobot
Ranking
20
6
17,5
8
15
9
17,5
7
28
1
20
5
Kurangnya pengetahuan tentang sanitasi dan higienitas: W2, W7, O4, O5, O6, SDM nelayan masih rendah : W6, O1, O2, O3, O4 Modal usaha yg terbatas : W7, O1, O2, O3, O4 Minimnya informasi tentang potensi dan daya dukung lingkungan : W1, W5, W6, O1, O2, O3, O4
Strategi WT
11.
WT1
12.
WT2
Pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat : W1, W3, W4, W6, W7, T1, T3, Pengawasan kegiatan penangkapan ikan : W1, W5, W6, T2, T3
Berdasarkan Tabel 49 di atas dapat dketahui 3 (tiga) alternatif strategi dalam upaya meningkatkan pengelolaan PPI Pangandaran dan wisata pantai Pangandaran dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan. Strategi pertama yang dapat dilakukan oleh pihak pengelola adalah srtategi WT1 yaitu meningkatkan pengelolaan perikanan tangkap dan wisata pantai berbasis masyarakat. Segala aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan perikanan tangkap dan wisata pantai dilakukan dengan melibatkan seluruh masyarakat yang disalurkan melalui lemabaga swadaya masyarakat yang ada. Strategi kedua yang dapat menjadi prioritas bagi pihak pengelola adalah strategi WO1 yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan. Banyak aktivitas destruktif yang sifatnya merusak lingkungan yang akhirnya secara tidak langsung umumnya merugikan masyarakat dan secara khusus merugikan pemerintah daerah. Perlu adanya sosialisasi dan penambahan pengetahuan yang menyangkut kelestarian lingkungan.
Strategi ketiga adalah strategi ST1 yaitu mengelola perikanan tangkap dan wisata pantai secara terpadu dengan melibatkan seluruh instansi terkait, sehingga anggaran yang tersedia di masing-masing instansi dapat difokuskan dalam mempercepat pembangunan sarana dan prasarana perikanan tangkap dan wisata pantai. Dari ketiga strategi di atas, maka dapat diambil satu strategi utama (grand strategy) dalam peningkatan pengelolaan PPI dan wisata Pangandaran Pembentukan Badan Otorita untuk mengelola PPI dan wisata Pantai Pangandaran secara terpadu dan berkelanjutan dengan melibatkan peran serta masyarakat di sekitarnya.
9
KESIMPULAN DAN SARAN
9.1
Kesimpulan
(1)
Secara umum kondisi aktual pengelolaan PPI Pangandaran kurang memadai terutama fasilitas – fasilitas dan kemampuan personil yang ada.
(2)
Surplus konsumen kegiatan wisata sebesar Rp348.714,00 per tahun per individu dengan demikian nilai ekonomi yang didapat oleh objek wisata Pantai Pangandaran yaitu Rp6.817.129.634,00 per tahun.
(3)
Berdasarkan indikator tingkat kesejahteraan BPS yang digunakan diperoleh bahwa tingkat kesejahteraan nelayan Pangandaran termasuk ke dalam kategori kesejahteraan tinggi.
(4)
Berdasarkan kriteria kemiskinan Sajogyo, maka diperoleh hampir seluruh rumah tangga nelayan Pangandaran termasuk kategori tidak miskin.
(5)
Total rata-rata pendapatan nelayan Pangandaran adalah Rp12.910.000,00 per tahun, meliputi kontribusi usaha perikanan tangkap 95,27% dan usaha pariwisata 4,73%.
(6)
Telah terdapat sinergi antara kegiatan perikanan tangkap dengan pariwisata walaupun masih dalam tahap awal dan perlu terus dikembangkan, khususnya untuk kegiatan penjualan ikan hasil tangkapan dan kegiatan rekreasi bahari penyewaan kapal/perahu nelayan untuk kegiatan rekreasi berupa keliling cagar alam Pangadaran melalui laut.
(7)
Strategi utama dalam upaya meningkatkan pengelolaan PPI Pangandaran dan wisata pantai Pangandaran dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan yang dapat dilakukan oleh pihak pengelola PPI dan wisata pantai Pangandaran adalah meningkatkan pengelolaan perikanan tangkap dan wisata pantai berbasis masyarakat.
9.2
Saran
(1)
Perlu dilakukan pengelolaan PPI Pangandaran dan wisata pantai pariwisata yang tepat sehingga dapat lebih meningkatkan kesejahteraan nelayan, untuk itu diusulkan dibuat suatu badan otorita yang menanganinya.
(2)
Diperlukan pengembangan fasilitas agar ikan yang didaratkan lebih banyak dan dapat memicu timbulnya industri-industri pengolahan di sekitar PPI Pangandaran.
(3)
Perlu dilakukan suatu trobosan baru mengenai promosi kegiatan perikanan tangkap yang dipaketkan dengan kegiatan pariwisata.
(4)
Secara umum kondisi PPI Pangandaran harus sudah ditingkatkan pengelolaannya mengingat potensi sumberdaya ikan yang masih besar untuk dieksploitasi.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1981. Standar Rencana Induk dan Pokok-Pokok Desain untuk Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Pertanian. Jakarta: PT. Inconeb. .
. 2005. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 10 Tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan. Jakarta. CV. Tamita Utama. Jakarta
.
. 2005. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. CV. Tamita Utama. Jakarta.
Aprianti Y. 2006. Analisis Teknologi Penangkapan Ikan Tepat Guna di Pangandaran Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Aziza L. 2000. Studi Perbandingan Fasilitas Pangkalan Pendaratan Ikan Labuhan Mainggai dan Lempasing Berkaitan dengan Kualitas Produksi Ikan yang Didaratkan. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 1991. Statistik Kesejateraan Rumah Tangga 1991: Metode dan Analisis. Jakarta. Badan Pusat Statistik. . .
. 2003. Indikator Kesejahteraan Rakyat Indonesia. Jakarta. Badan Pusat Statistik. . 2007a. Ciamis dalam Angka.Ciamis. Badan Pusat Statistik.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 1994. Proposal Alternatif Penataan Kegiatan Perikanan Laut. Ciamis. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis. .
. 2007. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis. Ciamis. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis.
[Disparbud] Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. 2007. Laporan Tahunan Dinas Pariwista dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis. Ciamis. Dinas Pariwista dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis. Dahuri R. 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteraan Rakyar. Jakarta. LISPI bekerjasama dengan Ditjen P3K DELP. .
. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta. PT. Pradya Paramita.
Diniah. 2008. Pengenalan Perikanan Tangkap. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Djulaeti N. 1995. Proses Analisis Potensi Tangkapan dan Pendataan Hasil Tangkapan Ikan di Pelabuhanratu Sukabumi. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor. Fauzi A. 2000. Persepsi terhadap nilai Ekonomi Sumberdaya. Makalah Penelitian untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (13-18 November 2000). Bogor : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Hanafiah AM dan AM Saefudin. 1983. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta. Universitas Indonesia Press. Hidayati E. 1997. Potensi Perikanan Tangkap dalam Pengembangan Pariwista Pantai di Pangandaran. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Karunia L, J Haluan, DR Monintja dan A Ratnawati. 2008. Analisis Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Nelayan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Buletin PSP. Volume VXII No. 1. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lipsey RG, P. Courant, DD Purvis and PO Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Edisi ke-10. Wasana dan Kirbrandoko, penterjemah. Jakarta:Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Economics. Ed ke-10. Lubis E. 1998. Pola Pengelolaan Pelabuhan Perikanan yang Efisien dan Efektif di Wilayah Perairan Laut Jawa dan Laut Cina Selatan. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi Dewan Riset Nasional. Jakarta. Lubis E. 1998. Pola Pengelolaan Pelabuhan Perikanan di Wilayah Perairan Selat Malaka dan Laut Cina Selatan yang Efisien dan Efektif. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis E. 1999. Pola Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Buletin PSP. Volume VIII No. 2. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis E. 2006. Pengantar Pelabuhan Perikanan. Buku I Bahan Kuliah Program Pascasarjana m.a Pelabuhan Perikanan. Bogor : Laboratorium Pelabuhan Perikanan Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Lubis E. 2002. Analisis Sistem Pelabuhan Perikanan. Buku I Bahan Kuliah Program Pascasarjana m.a Pelabuhan Perikanan. Bogor : Laboratorium Pelabuhan Perikanan Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis E. 2003. Konsep Pembangunan dan Pengembangan Pelabuhan Perikanan. Konsep Pengembangan Sektor Perikanan dan Kelautan di Indonesia. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakulatas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis E, AB Pane, Y Kurniawan, J Chaussade, C Lamberts dan P Pottier. 2005. Atlas Perikanan Tangkap dan Pelabuhan Perikanan di Pulau Jawa. Kerjasama antara Program Kajian Kepelabuhanan Perikanan dan Transportasi Maritim (PK2PTM) Lembaga Penelitian IPB dengan Geolittomer LETG UMR 6554 CNRS Universite de Nantes Lubis E dan AB Pane. 2006. Tingkat Kondisi dan Keberadaan Fasilitas Pelabuhan Perikanan di Pulau Jawa. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Tangkap. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis E dan AB Pane. 2006. Kajian Pengklasifikasian Pelabuhan Perikanan di Indonesia: Kasus Pulau Jawa. Kumpula Pemikiran tentang Teknologi Peikanan Tangkap yang Bertanggungjawab Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Moeljanto. 1982. Pendinginan dan Pembekuan Ikan. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Muluk C. 1996. Sistem Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir. Paper Pelatihan Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu. Angkatan V. Bogor. Mulyadi MD. 2007. Analisis Pendaratan dan Penanganan Hasil Tangkapan dan Fasilitas Terkait di Pelabuhan Peikanan Nusantara (PPN) Pekalongan. [Skripsi]. Bogor. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. . Muntasib. 1992. Penyusunan Interpretasi Bagi Pengunjung di Taman Wisata Penanjung Pangandaran. [Tesis]. Bogor. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Murdiyanto B. 2003. Pelabuhan Perikanan. Fungsi, Fasilitas, Panduan Operasional, Antrian Kapal. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Mustamin. 2003. Analisis dampak Ko-Manajemen Terhadap Tingkat Kesejahteraan Nelayan di Kecamatan Pulau-Pulau Sambilan Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. [Tesis]. Bogor. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Nikijuluw V. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta. Kerjasama antara P3R dengan PT Pustaka Cidesindo. Pane AB. 2007. Evaluasi Peran Basket/Wadah Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu. Makalah Seminar Perikanan Tangkap. Desember 2007. Laboratorium Hasil Tangkapan dan Industri Perikanan. Bagian Kepelabuhanan Perikanan dan Kebijakan Pengelolaan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Pane AB, I Solihin, Dinarwan dan E Lubis. 2008. Kajian Basket Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu : Model Basket Hasil Tangkapan Ramah Lingkungan. Laporan Penelitian Hibah PHK – A3. Laboratorium Hasil Tangkapan dan Industri Perikanan. Bagian Kepelabuhanan Perikanan dan Kebijakan Pengelolaan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Pangemanan PA 1993. Aplikasi Model Biaya Perjalanan untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Manfat Rekreasi di Taman Bunaken Sulawesi Utara. [Tesis]. Bogor. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Purbayanto A. 2003. Konsep Pengembangan Perikanan Tangkap Berkelanjutan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Nelayan. Konsep Pengembangan Sektor Perikanan dan Kelautan di Indonesia. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakulatas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Rangkuti F. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, cetakan ke-6. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Radiawan H, IM Putra dan IGN Arintapuja. 1991. Dampak Pariwisata terhadap Masyarakat Sekitarnya. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Sabda A. 2003. Aplikasi Model Biaya Perjalanan untuk Menduga Fungsi Permintaan Rekreasi di Obyek Wisata Pasir Putih Kabupaten Situbondo Jawa Timur. [Tesis]. Bogor. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Sajogyo. 1996. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. Yogjakarta: Aditya Media. Sarman. 2000. Masalah Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta. Puspa Swara.
Satria A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta. PT Pustaka Cidesindo. Singarimbun M dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta : LP3S. Sobari MP. 2007. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Laut : Travel Cost Method. Modul Training. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sobari MP dan NA. Farida. 2007. Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Terhadap Pembangunan Wilayah Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah. Buletin Ekonomi Perikanan Vol. VII No. 1. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Isntitut Pertanian Bogor. Bogor. Sobari MP dan W. Suswanti. 2007. Tingkat Kesejahteraan Nelayan Bagan Motor Teluk Banten Kabupaten Serang Provinsi Banten. Buletin Ekonomi Perikanan Vol. VII No. 2. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Isntitut Pertanian Bogor. Bogor. Sobari MP., A. Fauzi dan M. Iqbal. 2006. Analisis Nilai Ekonomi Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh di Kota Sabang. Jurnal Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 3. Pusat Studi Pesisir dan Kelautan. Universitas Bung Hatta. Padang. Sumodiningrat. 1999. Kemiskinan: Teori, Fakta, dan Kebijakan. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas. Indonesia. Undang - Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Jakarta. Diterbitkan oleh Sekretaris Jenderal. Yoeti OA. 1996a. Pemasaran Pariwisata. Bandung: Angkasa. .
. 1996b. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
LOKASI PENELITIAN
Lampiran 2. Analisis regresi untuk pendugaan jumlah kunjungan wisatawan SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,5158 R Square 0,2660 Adjusted R Square 0,1844 Standard Error 0,5055 Observations 51 ANOVA Df 5 45 50
SS 4,1663 11,4967 15,6630
Coefficients 5,3717
Standard Error 3,0200
X Variable 1 X Variable 2 X Variable 3 X Variable 4
-0,5015 0,0871 0,1546 0,0552
0,1308 0,3572 0,4029 0,7525
X Variable 5
-0,0107
0,1504
Regression Residual Total
Intercept
MS 0,8333 0,2555
t Stat 1,7787 3,8341 0,2439 0,3837 0,0733 0,0712
F 3,2616
Significance F 0,0135
Pvalue 0,0820
Lower 95% -0,7108
Upper 95% 11,4542
Lower 95,0% -0,7108
Upper 95,0% 11,4542
0,0004 0,8085 0,7030 0,9419
-0,7649 -0,6324 -0,6569 -1,4603
-0,2381 0,8066 0,9661 1,5707
-0,7649 -0,6324 -0,6569 -1,4603
-0,2381 0,8066 0,9661 1,5707
0,9435
-0,3137
0,2922
-0,3137
0,2922
Lampiran 3. Hubungan frekuensi kunjungan dengan umur, pendapatan, biaya perjalanan dan lama kunjungan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Frekuensi 6 4 3 3 4 5 1 1 2 4 5 2 3 4 5 2 3 6 2 3 2 3 3 2 6 4 2 3 2 2 5 4 5 3 4 3 1 1 2 2 5 4 4 4 2
Pendapatan 1.250.000 1.750.000 250.000 750.000 2.250.000 2.750.000 1.250.000 2.250.000 1.250.000 1.250.000 250.000 1.250.000 1.750.000 1.250.000 250.000 750.000 2.250.000 1.750.000 2.250.000 1.750.000 750.000 1.250.000 2.250.000 1.250.000 1.750.000 1.750.000 2.250.000 2.250.000 750.000 2.250.000 1.750.000 750.000 250.000 2.750.000 1.750.000 2.250.000
Umur 16 24 25 17 21 23 19 30 52 22 22 15 30 31 16 23 14 18 25 25 30 17 23 35 26 31 30 17 29 16 33 27 29 24 37 37 24 45 23 22 18 36 30 15 53
Pendidikan 9 12 12 6 15 15 9 15 15 15 12 9 15 12 9 12 9 6 12 12 15 6 9 15 15 15 15 9 15 12 15 12 15 15 15 15 9 15 12 9 6 12 12 9 12
Biaya Perjalanan 150.000 250.000 400.000 100.000 300.000 300.000 600.000 750.000 400.000 250.000 200.000 200.000 225.000 225.000 225.000 250.000 250.000 100.000 250.000 250.000 350.000 75.000 350.000 350.000 300.000 400.000 400.000 300.000 350.000 350.000 300.000 300.000 300.000 400.000 450.000 125.000 750.000 600.000 100.000 450.000 100.000 600.000 350.000 200.000 550.000
Lama Kunjungan 3 8 9 10 5 10 6 12 9 3 5 9 10 9 8 12 10 8 6 15 9 9 5 12 8 8 5 9 4 8 4 24 24 6 24 8 8 7 9 10 6 24 7 24 10
Lanjutan Lampiran 3.
No. 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Frekuensi 3 5 3 1 1 1 2 2 2 1 2 1 1 2 1
Pendapatan 1.750.000 2.750.000 1.750.000 750.000 750.000 2.250.000 2.250.000 750.000 1.750.000 750.000 2.750.000 1.750.000 2.750.000 2.250.000 1.750.000
Umur 42 35 24 23 20 25 40 24 23 22 47 42 38 45 24
Pendidikan 12 15 15 9 9 15 15 9 12 12 15 12 15 12 12
Biaya Perjalanan 850.000 650.000 125.000 500.000 700.000 600.000 250.000 125.000 125.000 850.000 550.000 500.000 600.000 700.000 600.000
Lama Kunjungan 24 7 5 14 12 12 5 7 7 7 24 36 36 36 10
Lampiran 4. Data Responden Nelayan
No
Pendapatan per Bulan (Rp.)
Jumlah Anggota
Pengeluaran per Bulan (Rp.)
Perikanan
Keluarga (Orang)
Pangan
Nama Responden
1
Tato
2
Par
3 4 5
Pariwisata
Non Pangan
900.000
50.000
3
800.000
75.000
1.000.000
25.000
4
950.000
200.000
Suharli
750.000
75.000
3
750.000
50.000
Ade
750.000
75.000
3
700.000
75.000
Sela
600.000
50.000
4
500.000
200.000
6
Ngadiman
1.500.000
25.000
4
800.000
50.000
7
Empung
1.500.000
75.000
5
800.000
75.000
8
Pipin
750.000
50.000
3
725.000
150.000
9
Eno
750.000
25.000
3
700.000
75.000
10
Nurdin
900.000
50.000
4
800.000
150.000
11
Dindin
1.500.000
50.000
5
800.000
200.000
12
Pipit
750.000
50.000
4
700.000
150.000
13
Rahmat
750.000
75.000
4
700.000
150.000
14
Sudin
1.000.000
50.000
3
800.000
50.000
15
Warso
1.500.000
25.000
4
750.000
75.000
16
Ratno
750.000
50.000
5
700.000
200.000
17
Ikin
750.000
50.000
2
750.000
150.000
18
Heri
900.000
50.000
4
850.000
200.000
19
Andi
750.000
50.000
4
700.000
75.000
20
Paimin
1.000.000
50.000
2
900.000
150.000
21
Hadi
900.000
50.000
3
900.000
200.000
22
Maniri
1.500.000
25.000
3
750.000
150.000
23
Agus
1.500.000
50.000
3
900.000
50.000
24
Joko
900.000
25.000
4
800.000
75.000
25
Herman
750.000
50.000
4
750.000
200.000
26
Kundang
1.500.000
50.000
4
900.000
50.000
27
Yayat
1.500.000
50.000
2
800.000
150.000
28
Saeful
900.000
75.000
3
900.000
50.000
29
Asep
750.000
75.000
4
750.000
75.000
30
Atang
1.500.000
75.000
4
800.000
150.000
Lampiran 5.
Standar kriteria produksi dan fasilitas pelabuhan perikanan berdasarkan tipe pelabuhan
Jenis Standar Produksi (ton/thn)
Fasilitas Pokok 1. Breakwater (m) 2. Alur Pelayaran - Lebar (m) - Dalam (m) 3. Kolam Pelabuhan - Luas (m) - Dalam (m) 4. Dermaga Dermaga Bongkar - Panjang (m) - Lebar (m) - Dalam (m) Dermaga Layanan - Panjang (m) - Lebar (m) - Dalam (m) 5. Fasilitas Tambat 6. Sarana Jalan dan Drainase Fasilitas Fungsional 1. Gedung Pelelangan - Kantor TPI (m2) - Ruan Sortir (m2) - Ruang Lelang (m2) - Ruang Pengepakan (m2) 2. Tangki air bersih + Instalasi (ton) 3. Tangki BBM + Instalasi + Dispenser (ton) 4. Listrik + Instalasi (unit) 5. Instalasi Komunikasi/SSB (unit) 6. Pabrik Es (ton) 7. Depot Es (unit) 8. Bangunan Prosessing (m2) 9. Bengkel (m2) 10.Docking/Sleepway (GT)
A 5.000-10.000
Tipe Pelabuhan Perikanan B C 2.500-5.000 1.000-2.500
D < 1000
-
-
-
-
40-50 3-3,5
30-40 3
20-30 2-3
20-30 <2
10.000 3-3,5
10.000 3
5.000 2-3
< 5.000 <2
300 5-8 3
200 5-8 3
200 4-5 2-3
100 2-4 1,5-2
300 5-8 3 -
200 5-8 3 -
-
-
50 200 400
50 125 250
50 75 150
50 150
200
125
75
50
100
50
1
1
100
50
1
1
1
1
1
1
1 150 1
1 75 1
1 1
1 1
500 200
250 150
50
25
50
30
10
-
Keterangan Tanda “-“ disesuaikan dengan kondisi
Lanjutan lampiran 5 Jenis Fasilitas Tambahan 1. BPN 2. Kantor PP (m2) 3. Kantor Bersama (m2) 4. Pos Jaga (unit) 5. MCK (unit) 6. Pasar Ikan (unit) 7. Terminal ( unit) 8. Sekolah (unit) 9. Gedung Olah Raga (unit) 10.Toko BAP (unit) 11.Kantin (unit) 12.Masid (unit) 13.Poliklinik (unit) 14.Perumahan Nelayan (unit) 15.Perumahan Pegawai (unit) Kebutuhan Lahan (ha) Sumber : Anonymous (2004)
A
Tipe Pelabuhan Perikanan B C
D
100 100 200 1 1 1 1 1
100 100 200 1 1 1 1 1
50 50 100 1 1 1 1 1
50 50 100 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
8-15
5-10
2-4
1-2
Keterangan
Lampiran 6 Salah satu fasilitas wisata pantai yang ada di Pantai Pangandaran
Lampiran 7 Salah satu aktivitas wisata yang dilakukan wisatawan di Pantai Pangandaran
Lampiran 8. Armada/perahu penngkapan ikan yang dimodifikasi menjadi perahu pesiar
Lampiran 9 Perhitungan nilai keterkaitan antar unsur SWOT No.
Unsur SWOT
1.
SO1
2.
SO3
3
SO3
4.
ST1
5.
ST2
6.
WO1 WO2
7.
8.
WO3
9.
WO4
10.
WO5
11.
12.
WT1
WT2
Keterkaitan Pengembangan perikanan tangkap: S1, S2, S3, S4, O1, O2 Pengembangan wisata bahari: S6, O1 Pengembangan usaha ikan hias laut : O2, O3 Pengelolaan sumberdaya secara terpadu : S1, S3, S4, T1, T4 Pengaturan sistem tata niaga (pemasaran) : S1, S5, S6, T3 Terbatasnya sarana dan prasarana pelabuhan : W1, W2, O4, O5 Kurangnya pengetahuan tentang sanitasi dan higienitas: W2, W7, O4, O5, O6, SDM nelayan masih rendah : W6, O1, O2, O3, O4 Modal usaha yg terbatas : W7, O1, O2, O3, O4 Minimnya informasi tentang potensi dan daya dukung lingkungan : W1, W5, W6, O1, O2, O3, O4 Pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat : W1, W3, W4, W6, W7, T1, T3, Pengawasan kegiatan penangkapan ikan : W1, W5, W6, T2, T3
Bobot
Skor
Nilai (Bobot x Skor)
6
3,5
21
2
2,5
5
2
3,0
6
5
4,5
22,5
4
3,5
14
4
6
24
5
4
20
5
3
17,5
5
3
15
7
2,5
17,5
7
4
28
5
4
20