KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG
Oleh : Harry Priyaza C54103007
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan di dalam proses penyusunannya dimulai dari proposal sampai penulisan skripsi, saya diarahkan dan dibimbing oleh komisi pembimbing karya ini. Skripsi ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2008
Harry Priyaza C54103007
ABSTRAK HARRY PRIYAZA. Kajian Aktivitas dan Kapasitas Fasilitas Fungsional di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kronjo, Tangerang. Dibimbing oleh DINARWAN dan IIN SOLIHIN Pulau Jawa merupakan sentra aktivitas perikanan, khususnya perikanan tangkap, hal tersebut diindikasikan dengan banyaknya pelabuhan perikanan di Pulau Jawa terutama pelabuhan perikanan dengan tipe D. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu tersedianya fasilitas-fasilitas yang mendukung kelancaran aktivitas operasional di pelabuhan, oleh karena itu fasilitas fungsional sangat berperan karena fasilitasnya berkaitan langsung terhadap pelayanan aktivitas operasional tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan unit penangkapan dan produksi di Pangkalan Pendaratan Ikan Kronjo yang diikuti dengan kajian aktivitas dan kapasitas fasilitas fungsional Pangkalan Pendaratan Ikan Kronjo dalam mengantisipasi perkembangan aktivitas operasional di pelabuhan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan analisis data secara deskriptif. Aktivitas operasional perikanan di sekitar wilayah PPI Kronjo terdiri dari aktivitas tambat labuh, pendaratan, penimbangan, pelelangan, pengolahan dan pengangkutan hasil tangkapan di TPI. Secara keseluruhan aktivitas tersebut ramai setiap harinya dan terfokus di sekitar tempat pelelangan ikan (TPI). Unit penangkapan di PPI Kronjo cenderung meningkat, sedangkan produksi cenderung menurun. Jumlah kapal meningkat mengikuti garis trend Yt = 262,4 + 58t, jumlah alat tangkap meningkat mengikuti garis trend Yt = 597 + 0,4t, jumlah nelayan meningkat mengikuti garis trend Yt = 566,7 + 9,7t, sedangkan produksi menurun mengikuti garis trend Yt = 1189,75 - 95,1539t. Aktivitas dan kapasitas fasilitas fungsional di PPI Kronjo yang diteliti adalah tempat pelelangan ikan (TPI), instalasi BBM, bengkel, depot es dan docking. Secara keseluruhan aktivitasnya telah berjalan sesuai dengan fungsinya, kecuali docking yang berfungsi sebagai tempat pembuatan kapal fiber glass yang tidak melayani pembuatan kapal bagi nelayan atau kapal kayu. Kapasitas terpasang dan aktual masing-masing fasilitas tersebut sebagai berikut : TPI (3,27 dan 2,48 ton/hari), Instalasi BBM (20.460 dan 16.000 liter/4 hari), docking (9 dan 6 unit/3 bulan), depot es (93 dan 50 balok es/hari) dan bengkel (8 dan 4 unit/hari). Secara umum tingkat pemanfaatan fasilitas fungsional baik, yang artinya fasilitas fungsional sering digunakan.
Kata kunci : Aktivitas, kapasitas, PPI Kronjo
KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh : Harry Priyaza C54103007
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Penelitian Nama NRP Departemen
: Kajian Aktivitas dan Kapasitas Fasilitas Fungsional di Pangkalan Pendaratan Ikan Kronjo, Tangerang : Harry Priyaza : C54103007 : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Dinarwan, MS NIP. 131 789 335
Iin Solihin, S.Pi, M.Si NIP. 132 165 715
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799
Tanggal lulus : 28 Mei 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Dumai, 13 Desember 1984 dari pasangan Syafrizal dan Ariyasmi. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai di SDN 07 Karang Anyar selama 5 tahun kemudian melanjutkan kelas 6 di SD Baiturrahmah dan lulus pada tahun 1997. Penulis melanjutkan SLTPN 2 Padang selama 3 tahun dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi ke SMU Adabiah dan lulus pada tahun 2003. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2003 melalui jalur USMI. Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis pernah menjadi anggota Departemen Kewirausahaan pada Badan Eksekutif Mahasiswa Perikanan (BEMC) periode 2004-2005. Penulis pernah menjadi anggota bIRU periode 2005-2007. Penulis juga pernah menjadi anggota Departemen Minat dan Bakat (PMB) dan Departemen Penelitian, Pengembangan dan Keprofesian (LitbangProf) pada Himpunan
Keprofesian
Mahasiswa
Pemanfaatan
Sumberdaya
Perikanan
(HIMAFARIN) periode 2004-2005 dan periode 2005-2006. Dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Kajian Aktivitas dan Kapasitas Fasilitas Fungsional di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kronjo, Tangerang”.
KATA PENGANTAR Skripsi berjudul ”Kajian Aktivitas dan Kapasitas Fasilitas Fungsional di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kronjo, Tangerang” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Dinarwan dan Iin Solihin, S.Pi, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing, atas bimbingan dan arahannya selama penyusunan skripsi; 2. Bapak Dudu dan keluarga atas bantuannya selama pengambilan data penelitian; 3. Bapak Adam sebagai pihak pengelola TPI Kronjo atas bantuannya selama pengambilan data penelitian; 4. Kedua orang tua dan adik-adikku atas do’a dan dukungannya selama ini; 5. Teman-teman
PSP’40
yang
telah
banyak
membantu
dalam proses
penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR......................................................................................
i
DAFTAR ISI.....................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
vi
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................
1
1.2 Tujuan .....................................................................................................
2
1.3 Manfaat ...................................................................................................
3
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Fungsi PPI ......................................................................
4
2.2 Fasilitas PPI.............................................................................................
5
2.3 Pelayanan Pelabuhan Perikanan..............................................................
7
2.4 Kapasitas Pelabuhan ...............................................................................
8
2.5 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) ................................................................
8
2.5.1 Pengertian dan fungsi TPI.............................................................
8
2.5.2 Aktivitas Pelelangan di TPI ..........................................................
9
2.5.3 Gedung TPI ................................................................................... 11 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 13 3.2 Bahan dan Alat........................................................................................ 13 3.3 Metode Penelitian ................................................................................... 13 3.4 Metode Pengambilan Data ...................................................................... 13 3.5 Analisis Data ........................................................................................... 17 3.5.1 Analisis Aktivitas Operasional Perikanan..................................... 17 3.5.2 Analisis Trend Linear.................................................................... 17 3.5.3 Analisis Aktivitas dan Kapasitas Fasilitas Fungsional.................. 17 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis......................................................... 21
ii
4.2 Keadaan Iklim dan Penduduk ................................................................. 22 4.3 Keadaan Umum Perikanan di Kab. Tangerang....................................... 23 4.4 Unit Penangkapan ................................................................................... 24 4.5 Produksi Perikanan Laut ......................................................................... 28 4.6 Tingkat Konsumsi Ikan ........................................................................... 30 4.7 Pemasaran Hasil Perikanan Laut............................................................. 31 4.8 Musim dan Daerah Penangkapan Ikan.................................................... 32 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Aktivitas Operasional Perikanan di PPI Kronjo ..................................... 34 5.1.1 Tambat Labuh Armada Penangkapan Ikan ................................... 34 5.1.2 Pendaratan Hasil Tangkapan......................................................... 35 5.1.3 Penimbangan Hasil Tangkapan..................................................... 38 5.1.4 Pengangkutan dan Pemasaran Hasil Tangkapan........................... 38 5.1.5 Pengolahan Hasil Perikanan.......................................................... 39 5.2 Unit Penangkapan dan Produksi Hasil Tangkapan di PPI Kronjo.......... 41 5.3 Aktivitas dan Kapasitas Fasilitas Fungsional di PPI Kronjo .................. 46 5.3.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) ...................................................... 46 5.3.1.1 Kondisi Fisik TPI .............................................................. 46 5.3.1.2 Pelaksanaan Lelang Ikan................................................... 48 5.3.1.3 Retribusi Lelang ................................................................ 52 5.3.1.4 Pengelolaan TPI ................................................................ 54 5.3.2 Instalasi BBM ............................................................................... 56 5.3.3 Docking ......................................................................................... 57 5.3.4 Depot Es ........................................................................................ 58 5.3.5 Bengkel ......................................................................................... 59 5.3.6 Perbandingan Fasilitas Fungsional Berdasarkan Kapasitasnya .... 60 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ............................................................................................. 63 6.2 Saran........................................................................................................ 63 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 64 LAMPIRAN...................................................................................................... 66
iii
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Kriteria Tingkat Pemanfaatan Fasilitas Fungsional PPI Kronjo .................. 18 2. Potensi Perikanan Kabupaten Tangerang Tahun 2006 ................................ 23 3. Institusi di Lingkup Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang Tahun 2006 ................................................................................ 24 4. Armada Penangkapan Ikan Kabupaten Tangerang Periode Tahun 2002-2006 .................................................................................................... 25 5. Jumlah Armada Penangkapan di Kecamatan Kronjo Tahun 2002-006 ....... 26 6. Jumlah Alat Tangkap Ikan Menurut Jenisnya di Kab. Tangerang Tahun 2002-2006 .................................................................................................... 26 7. Jumlah Alat Tangkap Menurut Kecamatan di Kab. Tangerang Tahun 2006 .................................................................................................. 27 8. Jumlah Alat Tangkap di Kecamatan Kronjo Tahun 2002-2006 .................. 27 9. Jumlah Nelayan di Kab. Tangerang Periode Tahun 2002-2006 .................. 28 10. Jumlah Nelayan di Kecamatan Kronjo Periode Tahun 2002-2006.............. 28 11. Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Laut di Kabupaten Tangerang Tahun 2003-2006 ....................................................................... 29 12. Jumlah Produksi Tangkapan Ikan di Kecamatan Kronjo Periode Tahun 2002-2006 .................................................................................................... 30 13. Konsumsi Ikan Menurut Kecamatan Periode Tahun 2002-2006................. 31 14. Perkembangan Jumlah Kapal PPI Kronjo Tahun 2002-2006 ...................... 41 15. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap PPI Kronjo Tahun 2002-2006.......... 42 16. Perkembangan Jumlah Nelayan PPI Kronjo Tahun 2002-2006 .................. 43 17. Perkembangan Jumlah Produksi Ikan PPI Kronjo Tahun 2002-2006 ......... 44 18. Kapasitas Fasilitas Fungsional di PPI Kronjo Tahun 2008.......................... 60
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram Alir Pemasaran Hasil Penangkapan Ikan di Kab. Tangerang ........ 32 2. Trend Perkembangan Jumlah Kapal di PPI Kronjo ...................................... 41 3. Trend Perkembangan Jumlah Alat Tangkap di PPI Kronjo.......................... 42 4. Trend Perkembangan Jumlah Nelayan PPI Kronjo ...................................... 43 5. Trend Perkembangan Jumlah Produksi Ikan PPI Kronjo ............................. 44 6. Diagram Proses Pelelangan Ikan di TPI Kronjo ........................................... 49 7. Komposisi Hasil Penangkapan Ikan yang Masuk Lelang di PPI Kronjo Pada Bulan Mei 2007.................................................................................... 50 8. Struktur Organisasi Pengelola TPI Kronjo ................................................... 54
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Kabupaten Tangerang ........................................................................... 67 2. Peta Kecamatan Kronjo................................................................................. 68 3. Lay out PPI Kronjo ....................................................................................... 69 4. Perhitungan Kapasitas Fasilitas Fungsional di PPI Kronjo .......................... 70 5. Dokumentasi Lapangan................................................................................. 71 6. Peta Daerah Penangkapan Ikan dari PPI Kronjo........................................... 74 7. Lay out Gedung TPI PPI Kronjo................................................................... 75 8. Laporan Produksi Hasil Tangkapan yang Masuk Lelang Pada Bulan Mei 2007............................................................................................. 76 9. Trend Perkembangan Jumlah Unit Penangkapan dan Produksi Pada Tahun 2002-2011 di PPI Kronjo................................................................... 77
vi
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Undang-undang perikanan pasal 41 No. 31 tahun 2004 tentang pelabuhan perikanan, menjelaskan fungsi Pelabuhan perikanan (PP) secara umum yaitu sebagai tempat tambat labuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan, tempat pemasaran dan distribusi ikan, tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan, tempat pengumpulan data tangkapan, tempat pelaksanaan penyuluhan serta pengembangan masyarakat perikanan dan tempat untuk memperlancar kegiatan operasional kapal. Pulau Jawa merupakan sentra aktivitas perikanan, khususnya perikanan tangkap, hal tersebut diindikasikan dengan banyaknya pelabuhan perikanan di Pulau Jawa. Sampai tahun 2005, jumlah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Pulau Jawa sebanyak 281 buah atau sekitar 90,65% dari jumlah seluruh pelabuhan perikanan yang terdapat di Pulau Jawa (Ismail, 2005 vide Risdyaweni, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa peran PPI di Pulau Jawa sangat penting karena di wilayah tersebut banyak terdapat pusat-pusat kegiatan perikanan tangkap dan pusat-pusat konsentrasi komunitas nelayan. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kronjo merupakan salah satu PPI yang terdapat di Kabupaten Tangerang. PPI Kronjo terletak di tepi sungai Pasilian yang bermuara langsung dengan Laut Jawa. PPI Kronjo memiliki peranan yang cukup penting, terlihat dari banyaknya jumlah armada unit penangkapan yang bertambat labuh. Pada tahun 2006 saja jumlah armada penangkapan yang bertambat labuh mencapai 533 unit atau sekitar 20,7% dari total jumlah armada penangkapan di Kab. Tangerang (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang, 2007). Selain itu letaknya yang strategis (dekat dengan daerah penangkapan dan pemasaran hasil tangkapan) menjadi daya tarik pula bagi nelayan dari luar daerah Kabupaten Tangerang untuk dapat mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Kronjo. Berdasarkan pengamatan awal penulis, armada unit penangkapan yang masuk ke PPI Kronjo sekitar 15-20 unit setiap harinya yang terdiri dari armada penangkapan yang pengoperasiannya harian dan mingguan. Armada unit
penangkapan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Kronjo berhadapan langsung dengan gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang jaraknya hanya 4 m dari tempat bertambat labuh, hal tersebut menjadi keuntungan tersendiri sehingga proses atau kegiatan pengangkutan dari kapal ke dermaga berlangsung singkat dan cepat. Ketiga fasilitas yang ada di suatu pelabuhan perikanan (pokok, fungsional dan penunjang) merupakan satu kesatuan fungsi pelabuhan perikanan secara umum. Banyaknya pihak yang menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut seperti pedagang atau bakul dan nelayan menjadi indikator tersendiri bagi aktivitas di PPI Kronjo. Dengan kata lain, ramainya jumlah pengunjung menggambarkan aktivitas pelabuhan perikanan juga tinggi. Guna meningkatkan aktivitas yang terkait dengan pelayanan, kiranya diikuti dengan peningkatan daya dukung fasilitas yang ada. Fasilitas fungsional terkait langsung dengan pelayanan tersebut. Sebagai contoh, sebuah TPI yang termasuk fasilitas fungsional, merupakan tempat bertemunya pelaku aktivitas di pelabuhan perikanan yaitu pedagang, nelayan dan pihak pelabuhan sendiri. TPI berperan sebagai tempat pendaratan dan penanganan hasil tangkapan, tempat penimbangan, pelelangan dan pengepakan hasil tangkapan. Sehubungan dengan hal tersebut, kiranya penting dilakukan penelitian yang mengkaji aktivitas dan kapasitas fasilitas fungsional PPI Kronjo dalam mengantisipasi perkembangan aktivitas operasional perikanan tangkap di wilayah tersebut.
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui perkembangan unit penangkapan dan produksi hasil tangkapan terkait aktivitas operasional perikanan tangkap di wilayah kerja PPI Kronjo. 2. Mengkaji aktivitas dan kapasitas fasilitas fungsional di PPI Kronjo dalam mengantisipasi perkembangan aktivitas operasional perikanan tangkap di wilayah kerja PPI Kronjo.
2
1.3 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi aktual mengenai aktivitas dan kapasitas fasilitas fungsional yang terdapat di PPI Kronjo sehingga dapat dijadikan masukkan bagi pengelola PPI Kronjo khususnya dan dinas kelautan perikanan setempat untuk pengembangan selanjutnya.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Fungsi PPI Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) adalah tempat bertambat dan berlabuhnya perahu atau kapal perikanan, tempat pendaratan hasil perikanan dan merupakan lingkungan kerja kegiatan ekonomi perikanan yang meliputi areal perairan dan daratan, dalam rangka memberikan pelayanan umum dan jasa untuk memperlancar kegiatan perahu atau kapal perikanan dan usaha perikanan (Ditjen. Perikanan, 1997). Menurut
peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
PER.16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan, mengelompokkan PPI sebagai pelabuhan perikanan tipe ke empat dengan kriteria : 1. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan. 2. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 3 GT. 3. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m. 4. Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan. Pangkalan Pendaratan Ikan merupakan salah satu unsur prasarana ekonomi yang dibangun dengan maksud untuk menunjang tercapainya pembangunan perikanan terutama perikanan skala kecil. Sebagai prasarana pelayanan umum (public utilities), fungsi PPI dapat dikelompokkan menjadi (Ditjen. Perikanan, 1997) : •
Prasarana
untuk
memperlancar
kegiatan
produksi
kapal
perikanan,
pengelolaan dan pemasaran hasil perikanan serta pelayanan keperluan logistik. •
Sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan seperti pembinaan dan penyuluhan cara-cara melakukan produksi yang baik.
•
Sebagai
pusat
pembangunan
pengembangan industri perikanan.
ekonomi
perikanan
setempat
melalui
Lubis (2000) menyatakan bahwa pada umumnya PPI ditujukan untuk berlabuh atau bertambatnya perahu-perahu penangkapan ikan tradisional yang berukuran lebih kecil dari 5 GT atau untuk perahu-perahu layar tanpa motor. Hasil tangkapan yang didaratkan lebih kecil dari 20 ton/hari dan ditujukan terutama untuk pemasaran lokal. Ada 2 jenis pengelompokkan fungsi PP/PPI yaitu ditinjau dari pendekatan kepentingan dan dari segi aktivitasnya. Menurut Lubis (2000), fungsi PP/PPI berdasarkan pendekatan kepentingan adalah : 1. Fungsi maritim, yaitu PP/PPI sebagai tempat kontak bagi nelayan atau pemilik kapal antara laut dan daratan 2. Fungsi komersial, yaitu fungsi PP/PPI sebagai tempat awal untuk mempersiapkan pendistribusian produksi perikanan dengan melakukan transaksi pelelangan ikan 3. Fungsi jasa, yaitu fungsi PP/PPI yang meliputi seluruh jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai didistribusikan Fungsi PP/PPI dilihat dari segi aktivitas merupakan pusat kegiatan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek pendaratan dan pembongkaran ikan, pengolahan, pemasaran dan pembinaan terhadap masyarakat nelayan. Dengan adanya fungsi pemasaran dalam penjabarannya, maka PP/PPI juga berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan bagi nelayan maupun pedagang. Adanya kegiatan pelelangan ikan di PPI maka kegiatan tersebut merupakan kegiatan awal dari pemasaran ikan untuk mendapatkan harga yang layak (Lubis, 2000). Dalam melaksanakan fungsinya, sebuah PPI perlu dilengkapi beberapa fasilitas untuk menunjang kelancaran aktivitas perikanan. Fasilitas yang tersedia di pangkalan pendaratan ikan terdiri dari fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas pendukung atau penunjang (Ditjen. Perikanan, 1997).
2.2 Fasilitas Pangkalan Pendaratan Ikan Fasilitas PPI menurut Lubis (2000) dibagi 3 macam, yaitu : 1. Fasilitas pokok adalah semua fasilitas yang dibangun oleh pemerintah dan merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam suatu PPI yang
5
terdiri dari : alur pelayaran, kolam pelabuhan, penahan gelombang (breakwater), dermaga dan turap 2. Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang dibangun sebagai kelancaran operasional PPI, dibedakan 2 jenis : 1. Bersifat komersial, terdiri dari : •
Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
•
Tangki BBM dan instalasinya
•
Tangki air tawar dan instalansinya
•
Instalasi listrik
•
Cold storage
•
Dock atau slipway
•
Bengkel
•
Tempat penanganan pengolahan
•
Tempat penjemuran atau perbaikan jaring
2. Bersifat tidak komersial, terdiri dari : •
Sarana bantu navigasi pelayaran
•
Alat komunikasi perikanan seperti SSB, telepon, faksimili dan sebagainya
3. Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang dibangun sebagai pelengkap kebutuhan operasional yang terdiri dari : •
Kantor administrasi
•
Toko/warung serba ada
•
Balai pertemuan nelayan
•
Perumahan karyawan
•
MCK
•
Sarana ibadah
•
Sarana kesehatan
•
Pemukiman nelayan
•
Tempat penginapan nelayan
•
Saluran drainase
•
Saluran pembersihan limbah kapal dan industri perikanan
6
Menurut Ditjen. Perikanan (1997) fungsi PPI dapat dibagi ke dalam 3 kelompok yaitu : 1. Prasarana
untuk
memperlancar
kegiatan
produksi
kapal
perikanan,
pengelolaan dan pemasaran hasil perikanan serta pelayanan keperluan logistik. 2. Sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan seperti pembinaan dan penyuluhan cara-cara melakukan produksi yang baik. 3. Sebagai sentra pengembangan ekonomi perikanan setempat melalui pengembangan industri perikanan.
2.3 Pelayanan Pelabuhan Perikanan Terwujudnya suatu pelayanan prima di pelabuhan perikanan adalah hal yang harus diusahakan karena pelayanan merupakan salah satu kegiatan yang menentukan keberhasilan dalam pembangunan pelabuhan perikanan. Setiap pelabuhan perikanan harus dapat memberikan pelayanan yang dibutuhkan secara tepat, cepat dan efisien. Menurut Dibbs (1970) vide Yulia (2005), fasilitas yang diperlukan dibagi menjadi 2 bagian yang saling berkaitan sehubungan dengan penangkapan, yaitu : 1. Perlunya pelayanan untuk kapal penangkap dan alat tangkap, fasilitas yang diperlukan : •
Tempat tambat sebagai fasilitas bongkar muat hasil tangkapan
•
Fasilitas BBM
•
Fasilitas es
•
Fasilitas perbengkelan kapal termasuk slipway
•
Areal yang mencukupi untuk perbaikan dan penyimpanan alat tangkap
2. Penanganan hasil tangkapan dan semua aspek ”marketing”, diperlukan areal tanah yang memungkinkan pengembangan, yaitu : •
Fasilitas pemasaran
•
Pabrik es dan tempat penyimpanan (gudang) es
•
Cold storage
•
Areal parkir
7
2.4 Kapasitas Pelabuhan Kapasitas adalah kemampuan pembatas dari unit produksi untuk berproduksi dalam waktu tertentu, dan biasanya dinyatakan dalam bentuk keluaran (output) persatuan waktu (Buffa, 1983 vide Irfandy, 1999). Selanjutnya dalam perencanaan kapasitas dapat diringkas sebagai berikut: (Buffa, 1983 vide Irfandy, 1999) •
Memperkirakan permintaan di masa depan, termasuk dampak dari teknologi, persaingan dan lain sebagainya
•
Menjabarkan perkiraan tersebut dalam kebutuhan fisik
•
Menyusun pilihan rencana kapasitas yang berhubungan dengan kebutuhan
•
Menganalisis pengaruh ekonomi pada pilihan rencana
•
Meninjau resiko dan pengaruh strategi pada pilihan rencana
•
Memutuskan rencana Menurut Machfud dan Yudha Agung (1990) vide Kusdiantoro (2001),
Perencanaan kapasitas memerlukan suatu horizontal (batas) waktu yang tergantung pada perkembangan teknologi. Implikasi dari perencanaan kapasitas ini adalah bagaimana kondisi fasilitas pada masa yang akan datang dan bagaimana penggunaannya.
2.5 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 2.5.1 Pengertian dan Fungsi TPI Untuk menunjang kegiatan fungsional PP/PPI disediakan fasilitas-fasilitas khusus. Salah satu fasilitas untuk menunjang fungsi pemasaran PP/PPI adalah tersedianya fasilitas tempat pelelangan ikan. Lubis (2000) mengatakan bahwa fungsi TPI adalah untuk melelangkan ikan, dimana terjadi pertemuan antara penjual (nelayan atau pemilik kapal) dengan pembeli (pedagang atau agen perusahaan perikanan). Secara umum, pelelangan ikan diartikan sebagai suatu metode transaksi dipusat produksi yang diselenggarakan di TPI antara nelayan dan bakul dengan tujuan agar dapat diperoleh harga yang wajar serta pembayaran secara tunai kepada nelayan (Anonymous, 1987 vide Widiastuti, 2003). Sedangkan, Sitinjak (1989) vide Dewi (2004) mengatakan bahwa TPI merupakan lembaga yang
8
membantu nelayan dalam memasarkan ikan hasil tangkapannya melalui pelelangan, disamping sebagai tempat pemungutan retribusi hasil tangkapan sekaligus sebagai pengendali harga. Fungsi TPI adalah sebagai pusat pendaratan ikan, pusat pembinaan mutu hasil perikanan, pusat pengumpulan data, pusat kegiatan para nelayan dibidang pemasaran. Sedangkan tujuan pelelangan ikan adalah menarik sejumlah besar pembeli yang potensial, menjual dengan penawaran tinggi, menerima harga sebaik mungkin dan menjual sejumlah besar ikan dalam waktu sesingkat mungkin. Pelelangan pada umumnya akan berjalan baik apabila permintaan (demand) lebih banyak dari pada persediaan (supply) (Mogohito vide Syafrin, 1993).
2.5.2 Aktivitas di Tempat Pelelangan Ikan Umumnya sesudah nelayan mendaratkan ikan, ikan diserahkan kepada pemilik atau kuasa pemilik (juragan darat). Selanjutnya ikan dibawa ke TPI, kemudian ikan disortir sesuai jenis dan besarnya dan diletakkan dalam basket di lantai TPI. Setelah itu dilakukan proses pelelangan ikan dengan disaksikan oleh juru lelang, petugas pencatat dari TPI, peserta lelang dan pemilik ikan. Setelah harga lelang disetujui, pemenang lelang mengurus bea retribusi kepada petugas TPI yang berfungsi sebagai kasir (Dewi, 2004). Berdasarkan Ditjen. Perikanan (1994a), setelah ditimbang ikan diletakkan ditempat pelelangan ikan. Juru lelang melaksanakan lelang ikan berdasarkan informasi karcis timbang sesuai urutan nomor bongkar. Menurut Anonimous (1994b), kegiatan pelelangan ikan diadakan setiap hari pada jam-jam tertentu yang diatur oleh kepala pelelangan. Pelelangan ikan dapat dimulai setelah memenuhi syarat. Pelelangan ikan dilakukan dengan sistem penawaran meningkat yaitu penawaran dimulai dari harga awal yang telah ditetapkan sebelum dilakukan pelelangan sampai mencapai harga penawaran tertinggi dari calon pembeli. Apabila pada harga penawaran awal tidak ada calon pembeli, maka juru lelang menurunkan harga penawaran secara bertahap dibawah harga awal sampai ada penawaran dari calon pembeli. Berdasarkan Perda Jawa Barat No.5 tahun 2005 Pasal 5 (www.pikiran rakyat.com) menetapkan, penyelenggaraan pelelangan ikan harus memiliki izin
9
dari gubernur. Pemberian izin dimaksudkan untuk pembinaan, pengendalian dan pengawasan pelaksanaan penyelenggaraan pelelangan ikan. Izin diberikan kepada KUD Mina yang memenuhi syarat, yaitu yang memenuhi kriteria sehat pengurus, sehat organisasi dan sehat manajemen. Jika di lokasi TPI tidak terdapat KUD Mina yang memenuhi syarat, penyelenggaraan pelelangan ikan dapat diberikan kepada Dinas yang menangani perikanan pada kabupaten/kota setempat dan hanya bersifat sementara. Tata cara pelaksanaan pelelangan ikan ditetapkan lebih lanjut oleh gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tata cara pelaksanaan pelelangan antara lain meliputi pencucian, penyortiran, penimbangan, pelabelan, penawaran secara bebas dan meningkat. Berdasarkan Peraturan Gubernur tentang pelaksanaan Perda Jawa Barat No.5 tahun 2005 (www.pikiran rakyat.com) tentang penyelenggaraan dan retribusi tempat pelelangan ikan pada pasal 2 mengenai tata cara pelaksanaan pelelangan ikan, yakni : 1. Semua hasil penangkapan ikan di laut harus dijual secara lelang di TPI 2. Hasil penangkapan ikan yang merupakan komoditas ekspor, pelaksanaan pelelangannya harus diprioritaskan, serta penanganannya secara khusus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku 3. Penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : •
Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT)
•
Penerapan Sistem Rantai Dingin Sedangkan berdasarkan pasal 3 nya menetapkan pelaksanaan pelelangan
ikan di TPI harus dilakukan sebagai berikut : 1. Hasil penangkapan ikan di laut yang akan dilelang dalam keadaan bersih, telah disortir menurut jenis, ukuran, mutu dan dimasukkan ke dalam wadah 2. Dilakukan penimbangan oleh juru timbang di TPI dan diberi label yang menyatakan jenis, jumlah/berat ikan dan nama pemilik 3. Ikan yang berkategori busuk atau secara organoleptik tidak layak dikonsumsi manusia, tetap harus dilelang dan ditempatkan secara khusus 4. Lelang dilaksanakan melalui penawaran secara bebas dan meningkat dengan penawar tertinggi sebagai pemenang
10
5. Kepada pemenang lelang dan pemilik ikan diberi karcis lelang dan rekapitulasinya dengan ketentuan sebagai berikut : •
Bagi pemenang lelang dipergunakan untuk perhitungan membayar pada kasir TPI atas ikan yang dibelinya dan sebagai tanda bukti bahwa ikan yang dibawanya merupakan hasil pembelian dari TPI
•
Bagi pemilik ikan sebagai dasar perhitungan penerimaan pembayaran dari kasir TPI atas ikan yang dilelang serta sebagai bukti untuk catatan, perhitungan, tabungan dan simpanannya
2.5.3 Gedung TPI Menurut Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan vide Rahadiansyah 2003, gedung TPI yang baik harus memenuhi syarat-syarat, yakni : 1. Mempunyai persediaan air bersih 2. Mempunyai wadah atau peti untuk melelang hasil tangkapan 3. Tidak terdapat genangan air di lantai pelelangan ikan Ruangan yang ada pada gedung TPI dibagi menjadi (Lubis, 2000) : 1. Ruang sortir, yaitu tempat membersihkan, menyortir dan memasukkan hasil tangkapan ke dalam peti atau keranjang 2. Ruang pelelangan, yaitu tempat menimbang, memperagakan dan melelang hasil tangkapan 3. Ruang pengepakan, yaitu tempat memindahkan hasil tangkapan ke dalam peti lain dengan diberi es dan atau garam, selanjutnya siap untuk dikirim ke daerah tujuan 4. Ruang administrasi pelelangan terdiri dari loket-loket untuk pembayaran transaksi hasil pelelangan, gedung peralatan lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet dan ruang cuci umum Luas gedung TPI ditentukan oleh faktor-faktor jumlah produksi yang harus ditampung oleh gedung pelelangan, jenis hasil tangkapan yang dilelang dan cara peragaan hasil tangkapan saat dilelang. Lantai gedung pelelangan harus miring kira-kira 20. Hal ini dimaksudkan, air dari penyemprotan kotoran sisa-sisa hasil tangkapan setelah selesai aktifitas pelelangan dapat mengalir ke saluran
11
pembuangan dengan mudah sehingga kebersihan tempat pelelangan senantiasa terpelihara (Lubis, 2000). Berdasarkan Perda Serang No.9 tahun 2001 (www.dkp-banten.go.id) tentang pengelolaan TPI, tujuan diadakannya TPI adalah : 1. Agar produksi hasil penjualan ikan meningkat sehingga mendorong nelayan untuk meningkatkan produktivitasnya 2. Agar tercipta ketertiban dalam penjualan ikan di TPI 3. Agar terwujud stabilitas harga penjualan ikan 4. Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan 5. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
12
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan April dan Juni 2007 dan Januari 2008 yang bertempat di PPI Kronjo, Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten.
3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner yang digunakan untuk wawancara, sementara alat yang digunakan yaitu kamera dan alat ukur panjang (meteran).
3.3 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus. Metode kasus menurut Nazir (1983) merupakan penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik. Tujuan metode ini adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta komentar-komentar yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian, dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Aspek yang diteliti adalah aspek teknis aktivitas operasional perikanan di PPI Kronjo, analisis perkembangan unit penangkapan dan produksi hasil tangkapan di PPI Kronjo; dan aktivitas dan kapasitas fasilitas fungsional yang terdapat di PPI Kronjo. Fasilitas fungsional yang teliti adalah Tempat Pelelangan Ikan (TPI), instalasi BBM, bengkel, depot es dan docking.
3.4 Metode Pengambilan Data Data yang diambil mencakup data primer dan data sekunder. 1. Data primer diperoleh dengan melakukan : •
Pengamatan langsung terhadap aktivitas operasional perikanan di PPI Kronjo, yaitu : a. Tambat labuh armada penangkapan
b. Pendaratan hasil tangkapan c. Penimbangan hasil tangkapan d. Pengangkutan dan pemasaran hasil tangkapan e. Pengolahan hasil tangkapan •
Pengamatan langsung terhadap aktivitas di TPI, yakni : a. Jenis-jenis ikan yang didaratkan; b. Pengangkutan ke gedung TPI; c. Waktu pelelangan (awal-akhir); d. Proses pelelangan; e. Peserta pelelangan; f. Sarana atau alat bantu pada saat pelelangan; g. Peragaan saat pelelangan di gedung TPI, yang meliputi: model peragaan, kebutuhan luas lantai gedung yang digunakan;
•
Pengamatan langsung terhadap gedung TPI, yang mencakup : a. Kondisi fisik; b. Penghitungan ukuran panjang dan lebar lantai gedung TPI; c. Pembagian gedung TPI; d. Penghitungan ukuran panjang dan lebar kantor atau ruang lain yang menyatu
dengan
TPI,
seperti
kantor
pengelola
TPI,
ruang
penimbangan, ruang lelang dan ruang pengepakan; e. Saluran air bersih di TPI. •
Pengamatan langsung terhadap fasilitas fungsional lainnya yakni, instalasi BBM, bengkel, depot es, dan docking. Berikut hal-hal yang diamati pada fasilitas tersebut antara lain, kondisi fisik, kapasitas terpasang dan aktual, prosedur pemanfaatannya oleh nelayan, biaya yang dikeluarkan oleh nelayan untuk memanfaatkan fasilitas tersebut, jarak dan waktu tempuh yang dibutuhkan oleh nelayan menuju fasilitas-fasilitas tersebut dari tempat pendaratan hasil tangkapan, dan jenis-jenis armada penangkapan yang memanfaatkannya.
•
Melakukan wawancara dan pengisian kuesioner kepada para responden. Responden diambil secara purposive yang dianggap dapat mewakili kepentingan penelitian, yang terdiri dari : pihak pengelola TPI (1 orang),
14
nelayan (5 orang), bakul/pembeli (1 orang), pengelola bengkel (1 orang), pengelola docking (1 orang), pengelola instalasi BBM (1 orang), dan pengelola depot es (1 orang). Data yang digunakan meliputi : 1. Pihak pengelola TPI Fasilitas/sarana pelabuhan perikanan yang tersedia berkaitan dengan kegiatan pelelangan hasil tangkapan, ukuran (GT) dan jenis-jenis armada penangkapan di PPI Kronjo, jenis-jenis hasil tangkapan yang dilelang, saluran air bersih (lantai gedung TPI, selokan di sekitar TPI), jadwal pelaksanaan lelang, sumber penentuan harga jual dan retribusi lelang. 2. Nelayan Ukuran (GT) dan jenis armada penangkapan, jenis hasil tangkapan, kapasitas palka armada penangkapan, besarnya produksi setiap pendaratan, besarnya biaya setiap pendaratan di pelabuhan, penjualan hasil tangkapan (ke penampug atau dilelang di TPI), proses perbaikan armada penangkapan (tempat, biaya, periode dan lamanya perbaikan), besarnya kebutuhan es untuk perbekalan melaut, proses perbaikan mesin (tempat, biaya, jenis mesin, ukuran/bobot mesin, periode dan lamanya perbaikan), proses perbaikan armada (tempat, waktu, biaya dan periode perbaikan) dan besarnya kebutuhan BBM untuk perbekalan melaut. 3. Bakul/pembeli Asal
pembelian
hasil
tangkapan,
fasilitas
yang
dimiliki
untuk
penyimpanan sementara hasil tangkapan, tujuan hasil tangkapan (konsumsi sendiri atau dijual kembali), besarnya hasil tangkapan yang dibeli (jumlah dan bobot). 4. Pengelola instalasi BBM Status kepemilikan, jumlah fasilitas ini di PPI Kronjo, jenis-jenis dan ukuran (GT) armada penangkapan yang memanfaatkan, ukuran atau volumenya, jenis-jenis armada penangkapan yang memanfaatkan, besarnya volume yang habis setiap harinya (volume rata-rata pemakaian per hari), harga BBM per liter, dan sarana/alat penunjang.
15
5. Pengelola docking Jumlah
fasilitas
ini
di
PPI
Kronjo,
status
kepemilikan,
alat-
alat/perlengkapan yang tersedia, ukuran luasnya, jenis-jenis armada penangkapan yang memanfaatkan, ukuran (GT) armada penangkapan yang dibuat, besarnya tarif perbaikan, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan kapal dan banyaknya armada penangkapan yang mampu ditampung setiap harinya serta luas lahan yang tesedia. 6. Pengelola depot es Status kepemilikan/pengelola, ukuran luasnya, jumlah balok es yang mampu ditampung, suplaí balok es, ukuran/bobot setiap balok es, rata-rata jumlah balok es yang ditampung, sarana/alat penunjang, harga jualnya per balok es, pihak-pihak yang memanfaatkan, dan lamanya waktu penyimpanan. 7. Pengelola bengkel Status kepemilikan/pengelola, sarana/perlengkapan yang tersedia, ukuran luasnya,
jenis-jenis
armada
penangkapan
yang
memanfaatkan,
ukuran/bobot mesin yang diperbaiki, besarnya tarif perbaikan, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk perbaikan, banyaknya mesin yang mampu ditampung secara maksimum berdasarkan ukurannya, dan rata-rata jumlah/bobot mesin yang ditampung setiap harinya. 2. Data sekunder diperoleh dengan melakukan pengambilan data : a. Perkembangan produksi hasil tangkapan di PPI Kronjo (minimal 5 tahun terakhir); b. Perkembangan jumlah dan jenis unit penangkapan yang ada di Kabupaten Tangerang (minimal 5 tahun terakhir); c. Perkembangan jumlah nelayan di PPI Kronjo (minimal 5 tahun terakhir); d. Master plan PPI Kronjo atau layout PPI Kronjo; e. Perkembangan produksi hasil tangkapan bulanan (terbaru).
16
3.5 Analisis Data 3.5.1 Analisis Aktivitas Operasional Perikanan Analisis aktivitas operasional perikanan di PPI Kronjo dilakukan secara deskriptif sesuai dengan fakta keadaan di lapangan. Aktivitas operasional tersebut adalah
aktivitas
tambat
labuh,
pendaratan,
penimbangan,
pengolahan,
pengangkutan dan pemasaran hasil tangkapan. Analisis terhadap aktivitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah aktivitas-aktivitas yang ada telah berjalan dengan lancar atau tidak. Parameter dari suatu aktivitas dapat dikatakan lancar adalah apabila aktivitas dilakukan tanpa ada hambatan, seperti tidak terjadi antrian, tidak terjadi pendangkalan kolam pelabuhan dan akses jalan di pelabuhan tidak rusak.
3.5.2 Analisis Perkembangan Unit Penangkapan dan Produksi Hasil Tangkapan. Analisis yang digunakan adalah analisis trend linear untuk mengetahui kecenderungan atau trend perkembangan dari produksi hasil tangkapan dan unit penangkapan yang terdiri dari kapal, alat tangkap dan nelayan. Jenis trend linear yang digunakan adalah metode semi rata-rata, hal ini berkaitan dengan sedikitnya jumlah sampel data yang diperoleh. Berikut persamaan trend linear (Walpole, 1995) :
Ŷ = a + bX Dimana
: ∑ Yi = na + b ∑ Xi
………………………………… (i)
∑ YiXi = a ∑ Xi + b ∑ Xi ………………………………… (ii) Keterangan : Y = variabel yang diprediksi (kapal, alat tangkap, nelayan dan produksi) X = periode waktu analisis
3.5.3 Analisis Aktivitas dan Kapasitas Fasilitas Fungsional Fasilitas fungsional merupakan fasilitas yang berfungsi untuk memberikan pelayanan dan manfaat langsung yang diperlukan untuk kegiatan operasional suatu pelabuhan. Fasilitas fungsional yang akan dianalisis adalah TPI, instalasi BBM, docking, depot es dan bengkel. Aktivitas fasilitas fungsional dianalisis
17
secara deskriptif. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah aktivitas fasilitas tersebut sudah berjalan sesuai dengan fungsi/peranannya masing-masing atau belum. Analisis yang digunakan untuk kapasitas fasilitas fungsional adalah deskriptif komparatif. Analisis dilakukan terhadap kapasitas aktual (KA) atau terpakai pada masing-masing fasilitas fungsional tersebut yang kemudian dibandingkan dengan kapasitas terpasangnya (KT), sehingga dari perbandingan tersebut diperoleh tingkat pemanfaatannya (TP).
Tingkat Pemanfaatan (TP) =
KA x 100 % KT
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan wawancara dengan nelayan, tingkat pemanfaatan dikategorikan ke dalam 4 kelompok yaitu berlebih, baik, cukup dan kurang. Tingkat pemanfaatan dikatakan berlebih apabila nelayan mengakses fasilitas fungsional melebihi kapasitas terpasangnya. Tingkat pemanfaatan dikatakan baik apabila nelayan mengakses fasilitas fungsional sering, pemanfaatan cukup apabila nelayang kadang-kadang mengakses fasilitas pelabuhan tersebut, sedangkan untuk pemanfaatannya kurang apabila nelayan sangat jarang mengakses fasilitas tersebut. Penentuan selang presentase tingkat pemanfaatan fasilitas diperoleh berdasarkan beberapa tahap pembuatan selang frekuensi menurut Usman, 2006 vide Magdalena, 2007 : •
Menentukan banyak selang kelas pada interval 0-100%. Pada penilaian ini digunakan 3 kelas
•
Menentukan lebar kelas atau interval dengan membagi besar wilayah dengan banyak selang kelas. Besar wilayah adalah 100%
Tabel 1. Kriteria Tingkat Pemanfaatan Fasilitas Fungsional PPI Kronjo Tingkat Pemanfaatan
Persentase (%)
kurang
< 33%
cukup
33 - 66%
baik
66% - 100%
berlebih
> 100%
18
Berikut perhitungan kapasitas masing-masing fasilitas fungsional : 1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Metode yang digunakan dalam menganalisis data yang diperoleh adalah perumusan sederhana, dimana kapasitas terpasang di TPI diperoleh dari penentuan jumlah tangkapan rata-rata perhari (ton) dengan menggunakan rumus yang diperoleh dari Ditjen. Perikanan, 1981 vide Zarkasyi, 2006, sebagai berikut :
N =
SxRxa P
Keterangan : S = Luas gedung pelelangan (m2) N = Jumlah hasil tangkapan rata-rata perhari (ton) P = Daya tampung produksi (m2/ton) R = Intensitas lelang perhari (kali) a = Perbandingan ruang lelang dengan gedung lelang (0,217-0,394) Untuk kapasitas aktual atau terpakai diperoleh dari hasil bagi rata-rata data produksi tahunan (rata-rata tahun 2002-2006) dengan jumlah hari dalam setahun (365 hari). 2. Instalasi BBM Penentuan kapasitas terpasang pada instalasi BBM diperoleh dari kapasitas maksimal bahan bakar solar yang ditampung di dalam tangki BBM, sedangkan kapasitas aktualnya berdasarkan rata-rata banyaknya bahan bakar solar yang dimasukkan ke dalam tangki BBM per harinya. 3. Docking atau galangan kapal Metode yang digunakan dalam menganalisis data yang diperoleh adalah perhitungan sederhana yakni dengan cara membagi luas lahan docking yang tersedia (m2) dengan ukuran luas kapal yang ditampung (m2), sehingga diperoleh kapasitas terpasang docking. Penentuan kapasitas aktual atau terpakai didasarkan kepada jumlah kapal yang diletakkan di docking per bulan. 4. Depot es Kapasitas terpasang pada depot es diperoleh dari perhitungan sederhana, yakni dari hasil bagi volume ruang depot es (m3) dengan volume balok es (m3).
19
Untuk kapasitas aktual ditentukan berdasarkan rata-rata jumlah balok es yang disimpan di depot es per hari. 5. Bengkel Penentuan kapasitas terpasang dari bengkel berdasarkan jumlah mesin kapal maksimum yang mampu diperbaiki oleh teknisi bengkel per harinya, sedangkan kapasitas aktual ditentukan berdasarkan rata-rata jumlah mesin kapal yang diperbaiki setiap harinya.
20
4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Topografis Kabupaten Tangerang terletak di bagian timur Propinsi Banten pada posisi 6000’ - 6020’ LS dan 106020’ - 106043’ BT, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah utara
: Laut Jawa
Sebelah selatan : Kabupaten Bogor dan Kota Depok Sebelah barat
: Kabupaten Lebak dan Serang
Sebelah timur
: DKI Jakarta
Luas Kabupaten Tangerang adalah 1.110,38 km2 yang terdiri dari 26 kecamatan, 77 kelurahan dan 251 desa. Diantara 26 kecamatan tersebut terdapat 7 kecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Kronjo, Mauk, Sukadiri, Pakuhaji, Teluknaga, Kemiri dan Kosambi. Kabupaten ini memiliki panjang garis pantai kurang lebih 51 km. Keadaan topografi relatif datar dengan kemiringan yang kecil dan bagian selatan menurun ke utara menuju pantai Laut Jawa. Topografi Kabupaten Tangerang terdiri dari dataran rendah yang terletak di bagian utara dengan ketinggian 0-25 meter di atas permukaan laut dan dataran tinggi di bagian selatan dengan ketinggian lebih dari 25 meter di atas permukaan laut. Dataran tertinggi terdapat di Kecamatan Ciputat, Serpong dan Legok, sedangkan dataran terendah terletak di Kecamatan Teluknaga. Sungai yang mengalir di Kabupaten Tangerang seluruhnya bermuara di Laut Jawa dengan panjang sungai keseluruhan 314,3 km (BPS Kabupaten Tangerang, 2007). Kecamatan Kronjo merupakan salah satu kecamatan pesisir yang terdapat di Kabupaten Tangerang. Batas-batas wilayah Kecamatan Kronjo adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kresek, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tirtayasa, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Mauk. Kecamatan Kronjo mempunyai luas wilayah 68,05 km2 dari luas total wilayah Kabupaten Tangerang 1.110,38 km2 atau sekitar 6,13 % dari total luas wilayah Kabupaten Tangerang dan merupakan kecamatan yang paling luas
dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Kecamatan Kronjo meliputi 18 desa, 77 dusun dan 250 RT.
Desa-desa yang terdapat di Kecamatan Kronjo adalah
Pasilian, Kronjo, Klutuk, Muncung, Waliwis, Jenggot, Cijeruk, Blubuk, Gandaria, Kos Dalam, Mekar Baru, Pagenjahan, Pagedangan Ilir, Bakung, Pasir, Cirumpak, Kedaung (Kecamatan Kronjo, 2007). Secara administratif pangkalan pendaratan ikan (PPI) terletak di Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang. PPI Kronjo merupakan pelabuhan alami yang terletak di tepi sungai yang bermuara langsung ke Laut Jawa. Sungai ini diapit oleh dua desa, yakni Desa Pagedangan Ilir di sebelah timur dan Desa Kronjo di sebelah barat.
4.2 Keadaan Iklim dan Penduduk Temperatur udara Kabupaten Tangerang pada tahun 2006 berdasarkan BMG stasiun Geofisika Klas I Tangerang rata-rata 23,2-32,4 0C, suhu tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 36,6 0C dan suhu terendah terjadi pada bulan Juni yaitu 19,2 0C. Rata-rata kelembaban udara dan intensitas matahari sekitar 78 % dan 56,8 %. Keadaan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari sedangkan ratarata curah hujan dalam setahun adalah 108,4 mm. Hari hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan hujan sebanyak 26 hari. (BPS Kabupaten Tangerang, 2007). Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tangerang jumlah penduduk Kabupaten Tangerang pada tahun 2006 adalah 3.435.205 jiwa, jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Ciputat yaitu 317.257 jiwa dengan tingkat kepadatannya adalah 9.075 jiwa per km2. Dari data BPS Tangerang, dapat diketahui rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk Kabupaten Tangerang dari tahun 2003 hingga 2006 sebesar 2,44 %. Tingkat pertumbuhan penduduk Kabupaten Tangerang terbanyak terdapat di Kecamatan Kemiri yaitu 3,11 %. Kecamatan
Pagedangan
merupakan
kecamatan
yang
memiliki
tingkat
pertumbuhan terendah sekaligus mengalami penurunan yaitu -0,43 %.
22
4.3 Keadaan Umum Perikanan di Kabupaten Tangerang Kawasan komoditas unggulan sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Tangerang memiliki total luas wilayah sebesar 1.381 Ha dan panjang garis pantai sebesar 51 km. Potensi perikanan yang dapat diakses oleh nelayan Kabupaten Tangerang terdapat di perairan Laut Jawa yang mencakup Teluk Banten dan Teluk Jakarta, Selat Sunda dan perairan sebelah timur Sumatera bagian selatan. Jumlah total penduduk Kabupaten Tangerang yang berusaha di sektor perikanan pada tahun 2006 berjumlah 2.784 Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan 9.790 Rumah Tangga Buruh Perikanan (RTBP). Khusus untuk kegiatan penangkapan ikan laut (nelayan) berjumlah 2.497 RTP dan 9.587 RTBP. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Tangerang yang berjenis usaha sebagai nelayan buruh lebih mendominasi dari pada sebagai nelayan biasa. Potensi sektor perikanan Kabupaten Tangerang pada tahun 2006 dibagi atas empat jenis areal (kawasan) diantaranya rawa, situ, sungai dan bekas galian pasir (Tabel 2). Diantara keempat areal tersebut bekas galian pasir memiliki potensi perikanan yang paling besar yaitu 536,51 ha. Hal ini terkait dengan pemanfaatan areal bekas galian pasir yang masih sedikit, berbeda dengan areal yang lainnya dengan pemanfaatannya yang besar terutama areal sungai yang memiliki potensi perikanan paling sedikit di Kabupaten Tangerang. Tabel 2. Potensi Perikanan Kabupaten Tangerang Tahun 2006 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Areal Rawa Situ Sungai Bekas Galian Pasir Laut
Jumlah 197,62 ha 190,54 ha 121 km 536,51 ha 377,40 ha
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Tangerang, 2007
Pada Tabel 3. dapat diketahui bahwa institusi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di Kab. Tangerang ada 3 yaitu, UPTD Balai Benih Ikan, UPTD Air Payau dan UPTD Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Untuk UPTD PPI terdapat di 3 kecamatan yakni Kronjo, Cituis dan Tanjung Pasir. Terdapat enam Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Kabupaten Tangerang yakni, PPI Kronjo, PPI Cituis, PPI Tanjung Pasir, PPI Dadap, PPI Mauk dan PPI
23
Banyawakan. Dari Tabel 3. dapat diketahui bahwa Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai salah satu fasilitas fungsional pelabuhan dimiliki oleh semua PPI di Kabupaten Tangerang. Tabel 3. Institusi di Lingkup Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang Tahun 2006 No. Institusi 1. UPTD Balai Benih Ikan
Lokasi Desa Kaliasin Kec. Balaraja
2.
UPTD Air Payau
Desa Lontar Kec. Kemiri
3.
UPTD PPI
- UPTD PPI Kronjo - UPTD PPI Cituis - UPTD PPI Tanjung Pasir
4.
Tambak Dinas
- Desa Ketapang Kec. Mauk - Desa Lontar Kec. Kemiri - Desa Tanjung Pasir Kec. Teluknaga
5.
TPI
- TPI Kronjo Kec. Kronjo - TPI Banyawakan Kec. Kemiri - TPI Cituis Kec. Paku haji - TPI Tanjung Pasir Kec. Teluknaga - TPI Dadap Kec. Kosambi - TPI Mauk Kec. Mauk
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Tangerang, 2007
4.4 Unit Penangkapan Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan dari nelayan, kapal dan alat tangkap. 1. Kapal Pada tahun 2006 di Kabupaten Tangerang terjadi peningkatan jumlah armada penangkapan ikan secara drastis dari tahun-tahun sebelumnya yakni mencapai 2.576 unit dengan jenis armada penangkapan ikannya adalah perahu motor tempel sebagai unit terbanyak yaitu 2.444 unit. Selama periode tahun 2002-2006 jenis perahu motor tempel merupakan armada penangkapan ikan yang paling mendominasi di Kabupaten Tangerang. Daerah operasi penangkapan ikan yang masih banyak dilakukan hanya di sekitar pantai dengan jarak tempuh yang
24
tidak terlalu jauh menjadi salah satu faktor yang menyebabkan nelayan banyak menggunakan armada penangkapan ikan berupa perahu motor tempel. Perahu tanpa motor paling banyak terdapat pada tahun 2003 yakni 74 unit, namun pada tahun 2004-2005 mengalami kekosongan. Perahu motor tempel pada tahun 2002-2005 jumlah armada meningkat secara perlahan, tetapi pada tahun 2006 meningkat drastis menjadi 2.444 unit. Pada tahun 2002 jumlah armada kapal motor sebesar 291 unit dan pada tahun 2003 mengalami penurunan yang signifikan yakni 89 unit, namun meningkat kembali pada tahun 2006 menjadi 99 unit. Tabel 4. Armada Penangkapan Ikan Kabupaten Tangerang Periode Tahun 2002-2006 No. 1. 2. 3.
Satuan (Unit)
Jenis 2002
2003
2004
2005
2006
Perahu Tanpa Motor Perahu Motor Tempel Kapal Motor
9 1.716
74 1.740
0 1.757
0 1.757
33 2.444
291
89
89
89
99
Jumlah
2.016
1.903
1.846
1.846
2.576
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Tangerang, 2007
Jenis armada penangkapan yang paling banyak digunakan oleh nelayan Kronjo pada tahun 2002-2004 adalah perahu motor tempel dengan ukuran kisaran 5-10 GT. Hal ini dikarenakan pengoperasian armada penangkapan yang masih banyak dilakukan di sekitar pantai Laut Jawa, terkait dengan modal dan biaya pengoperasian yang kecil. Perkembangan jumlah armada penangkapan dari tahun ke tahun relatif mengalami peningkatan hingga tahun 2006 telah mencapai 533 unit. Ukuran jenis armada penangkapan di Kronjo masih bisa dibilang relatif kecil hingga sedang, hal ini terlihat dari ukuran armada yang digunakan oleh nelayan tidak ada yang di atas 20 GT untuk armada jenis perahu motor tempel dan di atas 30 GT untuk kapal motor.
25
Tabel 5. Jumlah Armada Penangkapan di Kecamatan Kronjo Tahun 20022006 No.
Satuan (Unit)
Jenis 2002
1.
2.
Perahu Motor Tempel (PMT) a. < 5 GT b. 5-10 GT c. 10-20 GT Kapal Motor (KM) a. < 10 GT b. 10-20 GT c. 20-30 GT Jumlah
2003
2004
2005
2006
200 55
246 66
250 70
80 140 -
86 145 -
50 12 -
65 15 -
65 15 -
200 120
213 109
317
392
400
540
533
Sumber : TPI Kronjo, 2007
2. Alat Tangkap Dalam kurun waktu lima tahun dari 2002 hingga 2006 jumlah alat tangkap ikan terbanyak terdapat pada tahun 2005 sebesar 2.678 unit dan paling sedikit pada tahun 2003 yakni 2.060 unit. Jenis alat tangkap yang mendominasi adalah jaring insang hanyut sedangkan yang paling sedikit purse seine atau bisa dikatakan tidak ada hingga tahun 2006. Tabel 6. Jumlah Alat Tangkap Ikan Menurut Jenisnya di Kab. Tangerang Tahun 2002-2006 No.
Jenis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jaring payang Jaring dogol Jaring insang hanyut Jaring lingkar Jaring klitik Jaring insang tetap Bagan tancap Jaring angkat lainnya Pancing lainnya Sero Bubu Alat pengumpul kerang Purse seine Alat tangkap lainnya
13 14
2002 83 220 492 8 526 0 38 61 401 2 25 192 0 62
Satuan (Unit) 2003 2004 2005 81 80 102 119 119 152 532 537 685 16 16 20 526 526 671 2 0 0 38 36 46 61 61 78 401 401 512 2 2 3 39 39 50 192 192 245 1 50
0 50
64 50
2006 60 445 644 28 109 499 29 2 2 23 156 51 0 86
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang, 2007
26
Pada Tabel.6. dapat diketahui bahwa jumlah alat tangkap terbanyak dari tujuh Kecamatan pesisir yang ada di Kabupaten Tangerang adalah Kecamatan Kronjo sebesar 582 unit atau sekitar 22,15 %, yang kemudian diikuti oleh Kecamatan Pakuhaji sebesar 517 unit. Jumlah paling sedikit terdapat di Kecamatan Sukadiri yakni 175 unit. Kecamatan Kronjo mempunyai alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan yaitu gardan, jaring arad, bubu rajungan, jaring kopet, jaring rampus, dogol dan payang. Tabel 7. Jumlah Alat Tangkap Menurut Kecamatan di Kab. Tangerang Tahun 2006 Kecamatan Teluknaga
Jumlah Total Alat Tangkap (unit) 509
Persentase jumlah (%) 19,37
Kosambi
185
7,04
Kronjo
582
22,15
Pakuhaji
517
19,67
Sukadiri
175
6,66
Kemeri
200
7,61
Mauk
460
17,50
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.Tangerang, 2007
Pada Tabel 8. dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu tahun 2002-2006 jenis alat tangkap yang paling banyak digunakan oleh nelayan Kecamatan Kronjo adalah Jaring Insang Hanyut, kemudian diikuti oleh Jaring Dogol dan Jaring Klitik. Sedangkan jenis alat tangkap yang paling sedikit digunakan adalah pancing. Tabel 8. Jumlah Alat Tangkap di Kecamatan Kronjo Tahun 2002-2006 Jenis Jaring payang Jaring dogol Jaring insang hanyut Jaring klitik Bubu Pancing Alat tangkap lainnya
2002 45 170 185 146 18 5 28
Jumlah alat tangkap (unit) per tahun 2003 2004 2005 44 50 85 83 84 108 201 206 198 206 205 165 19 19 22 3 3 2 30 38 21
2006 42 113 200 140 60 1 26
Sumber : TPI Kronjo, 2008
27
3. Nelayan Nelayan di Kabupaten Tangerang terdiri dari nelayan pemilik dan nelayan buruh. Jumlah nelayan dalam kurun waktu 200-2006 berfluktuasi dengan jumlah terbesar pada tahun 2006 yaitu 6.261 orang dengan komposisi jumlah nelayan pemilik 1.617 orang dan nelayan buruh 4.644 orang. Tabel 9. Jumlah Nelayan di Kab. Tangerang Periode Tahun 2002-2006 Tahun
Nelayan Pemilik
Nelayan Buruh
Jumlah
2002
2.016
4.062
6.078
2003
1.248
3.938
5.186
2004
1.358
4.168
5.526
2005
1.466
4.345
5.811
2006
1.617
4.644
6.261
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Tangerang, 2007
Nelayan di Kecamatan Kronjo terdiri dari nelayan tetap dan nelayan pendatang. Nelayan tetap merupakan nelayan asli penduduk Kecamatan Kronjo, sedangkan nelayan pendatang merupakan nelayan yang berasal dari luar daerah Kronjo yang sebagian besar berasal dari daerah Jawa Tengah yaitu Kluwet. Jumlah nelayan pendatang dan nelayan tetap setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Jumlah nelayan terbanyak terdapat pada tahun 2006 masing-masing 415 orang dan 210 orang dengan total 625 orang. Tabel 10. Jumlah Nelayan di Kecamatan Kronjo Periode Tahun 2002-2006 Tahun
Nelayan Tetap
2002
176
Nelayan Pendatang 391
2003
187
417
604
2004
184
414
598
2005
182
403
585
2006
210
415
625
Jumlah 567
Sumber : TPI Kronjo, 2007
4.5 Produksi Perikanan Laut Perkembangan produksi perikanan laut di Kabupaten Tangerang mengalami peningkatan, jumlah produksi terbanyak sebesar 619,7 ton dengan nilai produksi
28
Rp. 8.985.404.000,00 terjadi pada tahun 2006. Jenis ikan yang paling banyak diproduksi setiap tahunnya adalah ikan kembung dengan rata-rata produksi 1.262,25 ton yang kemudian disusul oleh kerang bulu dengan rata-rata produksi 1.131,78 ton. Udang putih mempunyai nilai produksi yang paling tinggi dari jenis ikan lainnya, dengan nilai produksi tertinggi terdapat pada tahun 2003 dan 2004 masing-masing sebesar Rp. 24.100.000.000,00 dan Rp. 24.580.000.000,00 serta nilai produksi terendah terdapat pada tahun 2005 yakni Rp. 20.236.080.000,00. Tabel 11. Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Laut di Kab. Tangerang Tahun 2003-2006 2003
2004
2005
2006
1
Peperek
530,1
Nilai Produksi (Rp. 000.000) 1590,39
540,7
Nilai Produksi (Rp. 000.000) 1622,10
562,1
Nilai Produksi (Rp. 000.000) 1686,339
563,6
Nilai Produksi (Rp. 000.000) 1690,797
2
Manyung
630,8
6308,00
643,4
6434,00
661,3
6613,090
673,9
7413,274
3
Biji Nangka
420,0
1680,00
428,4
1713,60
438,1
1752,468
442,0
1768,128
4
Bambangan
577,3
9236,80
588,9
9422,40
611,7
9787,488
613,9
9823,152
5
Kerapu
361,8
10854,00
369,0
11070,00
381,9
11457,180
361,5
10845,930
6
Kakap
352,4
7048,00
359,0
7190,00
370,3
7406,660
370,1
7402,700
7
Kurisi
432,6
1514,10
441,3
1544,55
454,7
1591,730
448,4
1569,866
Ekor Kuning Tiga waja
407,7
3261,60
415,9
3327,20
429,9
3438,808
429,4
3736,172
418,4
1673,60
426,7
1706,80
439,8
1759,084
442,0
1767,808
10
Cucut
393,3
4719,60
401,0
4812,00
413,3
4952,790
316,9
3834,720
11
Pari
564,7
2541,15
576,0
2592,00
593,5
2967,625
608,5
3042,650
12
Selar
338,2
2029,20
345,0
2070,00
355,5
2132,724
613,5
3681,294
13
Kuwe
456,2
7983,50
465,4
8144,50
479,4
6712,286
471,0
6593,300
14
Tetengkek
416,8
1667,20
425,1
1700,40
438,1
1752,468
460,3
2002,370
15
Belanak
517,5
3622,50
528,0
3696,00
543,9
3805,857
523,4
3663,583
16
Teri
912,4
4562,00
930,6
4653,00
958,9
4792,577
928,8
4911,994
17
Japuh
600,8
1802,40
612,8
1838,40
631,6
2203,478
353,3
1342,639
18
Tembang
954,9
3819,60
974,0
3896,00
1003,5
4014,148
527,9
2111,480
19
Kembung
1250,4
8752,80
1275,4
8927,80
1314,4
9199,157
1208,8
8460,664
20
Tenggiri
530,1
10602,00
540,7
10814,00
557,2
11153,089
563,6
12117,379
21
Layur
582,0
2619,00
593,6
2671,20
611,7
2752,731
492,8
2217,681
22
Ikan lainnya
849,5
2123,75
866,5
2166,25
892,8
9820,448
915,3
10068,036
23
Rajungan
470,4
7056,00
479,8
7197,00
347,2
5207,805
498,4
8722,595
24
Udang Putih
482,0
24100,00
491,6
24580,00
505,9
20236,080
466,8
21471,282
25
Udang lainnya
580,5
6966,00
592,1
7105,20
610,1
7418,305
619,7
8985,404
26
Kerang Bulu
1090,2
3815,70
1112,0
3892,00
1145,7
4010,017
1179,2
8985,404
83,0
332,00
84,6
338,40
226,5
905,996
889,7
4127,214
N o.
8 9
Jenis ikan
27
Kerang Darah
28
Cumi-cumi Jumlah
Produksi (ton)
Produksi (ton)
Produksi (ton)
Produksi (ton)
527,0
7905,00
537,5
8062,50
553,8
8307,705
560,7
3558,896
15731,0
150185,89
16045,5
153187,30
16532,8
157838,133
16543,4
167022,744
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang, 2007
Jumlah produksi tangkapan ikan di Kecamatan Kronjo dalam kurun waktu lima tahun adalah 4.521,42 ton dengan rata-rata produksi 904,28 ton setiap tahunnya. Produksi tertinggi diperoleh sebesar 1.284,39 ton pada tahun 2003
29
dengan persentase 28,41 % dari produksi total. Pada tahun 2004-2006 jumlah produksi berada dibawah rata-rata dan mengalami penurunan hingga 696,13 ton pada tahun 2006 dengan persentase produksi 15,40 %. Tabel 12. Jumlah Produksi Tangkapan Ikan di Kecamatan Kronjo Periode Tahun 2002-2006 Tahun
Jumlah produksi (ton)
Persentase Produksi (%)
2002
930,91
20,59
2003
1.284,39
28,41
2004
807,571
17,86
2005
802,42
17,75
2006
696,13
15,40
Sumber : TPI.Kronjo, 2007
4.6 Tingkat Konsumsi Ikan Rata-rata tingkat konsumsi ikan per kapita/tahun di Kabupaten Tangerang mengalami peningkatan, puncaknya pada tahun 2006 sebesar 371,54 kg dengan rata-rata 14,29 kg. Dalam kurun waktu tahun 2002-2005 Kecamatan Kronjo merupakan kecamatan yang terbesar tingkat konsumsi ikan, kecuali pada tahun 2006 yang berada dibawah Kec. Ciputat dan Kec. Kosambi. Kecamatan Kronjo mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata 15,506 kg per kapita/tahun, sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Legok dengan ratarata 10,312 kg per kapita/tahun. Dalam kurun waktu lima tahun tingkat konsumsi seluruh kecamatan yang terdapat di Kabupaten Tangerang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Tangerang semakin tinggi, oleh karena itu, ketersediaan jumlah produksi ikan juga harus meningkat untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat ini. Sebagian besar setiap kecamatan yang terdapat di Kabupaten Tangerang, tingkat konsumsi ikan antara tahun 2005 dengan 2006 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
30
Tabel 13. Konsumsi Ikan Menurut Kecamatan Periode Tahun 2002-2006 No.
Rata-rata konsumsi ikan (kg) per kapita/tahun
Kecamatan 2002
1
Cisoka
2
Tigaraksa
3
2003
2004
2005
2006
9,12
10,10
10,30
10,61
12,55
10,35
11,27
11,49
11,84
13,55
Jambe
9,25
10,19
10,39
10,71
12,30
4
Cikupa
11,21
11,42
11,64
12,00
14,33
5
Panongan
10,50
11,44
11,66
12,02
14,39
6
Curug
10,14
10,14
10,34
10,65
13,65
7
Legok
9,51
9,51
9,70
9,99
12,85
8
Pagedangan
9,53
9,71
9,90
10,20
13,58
9
Serpong
10,65
11,50
11,72
12,08
14,25
10
Cisauk
10,44
11,49
11,71
12,07
14,50
11
Pamulang
12,41
12,71
12,96
13,35
14,55
12
Ciputat
13,04
14,08
14,36
14,79
16,50
13
Pondok Aren
11,47
11,47
11,69
12,05
14,00
14
Pasar Kemis
10,18
10,18
10,38
10,69
12,85
15
Balaraja
11,42
11,42
11,64
12,00
14,50
16
Jayanti
10,94
10,94
11,15
11,49
13,50
17
Kresek
10,03
10,03
10,23
10,54
12,54
18
Kronjo
14,51
15,29
15,59
16,06
16,08
19
Mauk
12,47
12,47
12,71
13,10
15,79
20
Kemiri
11,47
12,37
12,61
12,99
13,96
21
Sukadiri
11,34
12,43
12,67
13,06
15,45
22
Rajeg
9,94
9,94
10,13
10,44
12,44
23
Sepatan
10,38
11,38
11,60
11,95
13,96
24
Pakuhaji
13,25
13,38
13,64
14,06
16,79
25
Teluknaga
13,02
13,20
13,46
13,87
15,88
26
Kosambi
12,55
13,43
13,69
14,11
16,79
289,12
301,49
307,32
316,68
371,54
11,12
11,60
11,82
12,18
14,29
Jumlah Rata-rata
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang, 2007
4.7 Pemasaran Hasil Perikanan Laut Kegiatan pemasaran hasil perikanan yang sudah dilaksanakan dan sedang berjalan adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen, baik masyarakat Kabupaten Tangerang maupun memenuhi permintaan konsumen Jakarta. Untuk lebih jelasnya, berikut gambar urutan kegiatan pemasaran hasil perikanan laut di Kabupaten Tangerang :
31
Nelayan
Tengkulak
TPI
Bakul
Pengolah
Pedagang luar kota
Pengecer lokal
Konsumen lokal
Pengecer luar kota
Konsumen luar kota Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang, 2007
Gambar 1. Diagram Alir Pemasaran Hasil Penangkapan Ikan di Kabupaten Tangerang Dari Gambar 1. dapat diketahui bahwa hasil tangkapan yang diperoleh oleh nelayan dipasarkan melalui pelelangan ikan di tempat pelelangan ikan (TPI) dan kepada penampung besar atau tengkulak. Dari tengkulak dan TPI hasil tangkapan dibeli oleh para pengolah hasil tangkapan dan bakul. Kemudian dijual kembali kepada para pedagang luar kota, pengecer lokal dan konsumen lokal. Khusus untuk pengecer lokal hasil tangkapan dijual kepada konsumen lokal. Pengecer luar kota memperoleh hasil tangkapan dari pedagang luar kota, kemudian dijual kembali kepada konsumen luar kota.
4.8 Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Nelayan Kronjo mengenal tiga musim yaitu musim barat yang terjadi pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret, musim timur yang berlangsung antara bulan Juni sampai bulan September, musim peralihan yang terjadi pada
32
bulan April sampai Mei (peralihan dari musim barat ke musim timur) dan bulan Oktober sampai November (peralihan dari musim timur ke musim barat). Kegiatan penangkapan dilakukan sepanjang tahun baik saat musim timur, barat maupun peralihan. Musim puncak penangkapan ikan di PPI Kronjo terjadi pada bulan Agustus, sedangkan untuk musim pacekliknya terjadi pada saat musim timur. Daerah operasi penangkapan ikan nelayan Kronjo pada umumnya di sekitar perairan Kronjo antara lain Kepulauan Seribu, Pulau Intan, Pulau Dua, Pulau Batu dan perairan di sekitar Selat Sunda serta di perairan Lampung bagian timur. Armada penangkapan dengan ukuran lebih kecil dari 5 GT pada umumnya melakukan penangkapan hanya di sekitar perairan Kronjo dan kegiatan penangkapannya harian.
33
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Aktivitas Operasional Perikanan di PPI Kronjo 5.1.1 Tambat Labuh Armada Penangkapan Ikan Armada penangkapan ikan dapat dikatakan melakukan kegiatan tambat apabila kapal tersebut bersandar di dermaga untuk melakukan pendaratan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan. Sedangkan armada penangkapan dapat dikatakan melakukan kegiatan berlabuh apabila kapal tersebut bersandar di dermaga untuk beristirahat atau menunggu keberangkatan melaut (Widiastuti, 2003). Dermaga tambat labuh di PPI Kronjo berada di sepanjang aliran sungai Pasilian dengan panjang 800 m. Pelabuhan ini termasuk ke dalam pelabuhan alami, karena tidak terbentuk dengan bantuan manusia. Aktivitas tambat labuh armada penangkapan ikan di PPI Kronjo terdiri dari armada penangkapan dengan trip mingguan dan trip harian, dengan jumlah total armada yang masuk sekitar 1518 unit per hari. Kapal atau armada penangkapan ikan dengan trip harian pada umumnya mengoperasikan alat tangkap Payang, Gardan harian atau Dogol, Jaring Insang Hanyut, Jaring Klitik, Bubu, dan Pancing. Ukuran kapal yang melakukan trip harian adalah termasuk kapal yang mengoperasikan alat tangkap Gardan harian yang berukuran lebih kecil dari 5 GT. Sedangkan kapal ikan yang melakukan trip mingguan adalah kapal yang hanya mengoperasikan alat tangkap Gardan mingguan atau Dogol dengan ukuran 20-35 GT. Armada penangkapan ikan dengan trip mingguan semuanya melakukan tambat di dermaga bongkar. Berbeda dengan armada penangkapan trip harian yang seharusnya melakukan tambat di dermaga bongkar tetapi ada juga yang melakukan tambat di sepanjang aliran sungai Pasilian. Armada penangkapan ikan melakukan tambat di dermaga bongkar untuk menjual hasil tangkapannya di TPI baik itu melalui proses lelang maupun tanpa proses lelang. Hasil tangkapan yang dijual tanpa melalui proses lelang, karena sudah mempunyai pembeli/penampung sendiri atau sering disebut ”langgan” oleh nelayan Kronjo. Armada penangkapan ikan yang tidak melakukan tambat di dermaga bongkar umumnya adalah kapal yang mengoperasikan alat tangkap Jaring Arad dan Jaring
Rajungan. Tempat tambat labuh kapal-kapal kecil ini, berbentuk seperti jembatan bambu yang memanjang, dengan panjang kurang lebih 8 m. Aktivitas tambat labuh armada penangkapan ikan di PPI Kronjo secara umum mengalami permasalahan terhadap kolam pelabuhan. Lebar kolam pelabuhan yang berukuran sekitar 20 m, tidak memadai jumlah armada yang keluar masuk kolam pelabuhan. Sebaiknya pihak pelabuhan berperan dalam mengatur aktivitas keluar masuknya armada, terutama yang melakukan pembongkaran hasil tangkapan di dermaga bongkar diberi jadwal atau batas waktunya. Pengerukan kolam pelabuhan juga perlu dilakukan, karena sering terjadi pendangkalan.
5.1.2 Pendaratan Hasil Tangkapan Proses pendaratan hasil tangkapan ikan terdiri dari pembongkaran hasil tangkapan ikan dari palka ke atas dek, penurunan hasil tangkapan dari dek ke dermaga dan selanjutnya pengangkutan ke TPI. Aktivitas pendaratan hasil tangkapan ikan berbeda untuk kapal trip mingguan dan kapal trip harian. 1. Aktivitas Pendaratan Hasil Tangkapan Ikan pada Kapal trip mingguan Armada penangkapan ikan dengan trip mingguan yang digunakan oleh nelayan di wilayah Kronjo adalah kapal Gardan. Pada umumnya lama pengoperasian selama 10 hari. Kapal ini biasanya tidak melakukan pembongkaran langsung di dermaga bongkar, tetapi tergantung dari sisa bekal es yang umumnya dapat berlangsung selama beberapa jam atau selama sehari, terkadang nelayan dengan sengaja memperlambat proses pembongkaran. Tujuan memperlambat pembongkaran hasil tangkapan ini selain untuk istirahat juga untuk mengamati harga jual ikan hasil tangkapan yang ada di TPI saat itu. Proses pembongkaran hasil tangkapan ikan dari dalam palka umumnya dilakukan pada malam hari dan pagi hari. Khusus untuk kapal yang melakukan pembongkaran pada pagi hari jadwalnya dimulai dari pukul 0300-0500 WIB, sedangkan yang malam hari jadwalnya dari pukul 2000-2300 WIB. Lama proses pembongkaran hasil tangkapan rata-rata 8 jam tergantung dari banyaknya jumlah hasil tangkapan. Kapal Gardan setiap tripnya rata-rata bisa memperoleh hasil tangkapan sebesar 1-3 ton.
35
Proses penyortiran dilakukan bersamaan saat pembongkaran di atas dek kapal ikan. Hasil tangkapan dibongkar dari palka yang kemudian dimasukkan ke dalam keranjang berdasarkan jenis dan kualitas atau tingkat kesegarannya. Selama proses pembongkaran dan penyortiran ini, semua nelayan yang terdiri dari ABK dan nahkoda kapal ikut berpartisipasi. Peralatan yang digunakan pada saat pembongkaran dan penyortiran ikan hasil tangkapan adalah ember kecil, keranjang plastik, piring plastik dan skop yang difungsikan sebagai alat pengeruk untuk mengeluarkan ikan hasil tangkapan dari palka ke atas dek. Penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga bongkar dilakukan dengan menggunakan alat bantu papan kayu yang berukuran panjang 5 m dan lebar 50 cm. Penurunan ikan hasil tangkapan baru dilakukan apabila keranjang yang telah disortir cukup banyak di dek kapal. Hasil tangkapan tersebut diluncurkan atau didorong ke dermaga bongkar oleh nelayan yang berada di atas dek kapal kemudian disambut oleh nelayan yang berada di dermaga bongkar. Hasil tangkapan yang telah diturunkan ke dermaga bongkar kemudian diangkut ke TPI oleh ABK kapal tanpa menggunakan alat bantu seperti lori, karena jarak dari dermaga bongkar ke TPI berdekatan yakni 4 m. Sebagian kapal ikan yang melakukan trip mingguan ada juga yang memanfaatkan jasa angkut untuk mengangkut hasil tangkapan ke TPI. Orang-orang yang berprofesi sebagai jasa angkut biasanya penduduk yang tinggal di sekitar PPI Kronjo dan mereka mendapatkan upah dalam bentuk ikan dari hasil tangkapan tersebut. Mereka mengumpulkannya dari tiap pengangkutan hasil tangkapan ikan ke TPI untuk dijual kembali dan untuk dikonsumsi sendiri. 2. Aktivitas Pendaratan Hasil Tangkapan Ikan pada Kapal trip harian Nelayan dengan kapal ikan yang melakukan trip harian ikut melelangkan hasil tangkapannya di TPI, namun mereka hanya sebagian kecil saja. Kapal-kapal tersebut mulai berangkat melaut sekitar pukul 0300-0400 pagi dan pendaratan hasil tangkapannya di dermaga bongkar pada siang harinya, yakni sekitar pukul 11001200 WIB yang sekaligus melakukan pembongkaran hasil tangkapan. Lama proses pembongkaran ikan sekitar satu hingga dua jam per kapalnya dengan jumlah hasil tangkapan mencapai 1 kwintal apabila sedang musim puncak dan pada saat tidak musim puncak atau paceklik diperoleh 30 kg.
36
Seperti halnya dengan kapal ikan yang melakukan trip mingguan, proses pembongkaran dan penyortiran dilakukan secara beriringan di atas kapal dan menggunakan alat bantu piring plastik sebagai sekop atau pengeruk hasil tangkapan dari dalam palka. Untuk proses penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ikan ke dermaga bongkar tidak menggunakan alat bantu apapun termasuk papan kayu. Hasil tangkapan yang telah dimasukkan ke dalam keranjang kemudian diturunkan sekaligus diangkut oleh nelayan dari dek kapal ke TPI untuk selanjutnya ditimbang. Gedung TPI dengan dermaga bongkar sebagai tempat pendaratan ikan berjarak 4 m. Hal tersebut merupakan kemudahan proses pengangkutan hasil tangkapan, sehingga penurunan mutu dan kualitas hasil tangkapan dapat diminimalisir. Sarana penunjang guna pelayanan PPI Kronjo terhadap aktivitas pendaratan masih sangat minim. Salah satu sarana penunjang tersebut yaitu papan luncur, yang berfungsi untuk menurunkan hasil tangkapan ke dermaga bongkar. Papan luncur tidak disediakan oleh pihak pengelola PPI Kronjo, oleh karena itu setiap armada penangkapan ikan menyediakannya sendiri. Sarana ini sangat membantu bila terjadi pendangkalan kolam pelabuhan dan bagi armada penangkapan dengan trip mingguan yang membawa hasil tangkapan dalam jumlah yang banyak. Aktivitas pembongkaran di dermaga bongkar dilakukan oleh nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di TPI. Nelayan yang melakukan pembongkaran hasil tangkapannya berada di tangkahan atau luar dermaga bongkar tidak mendaratkan hasil tangkapannya di TPI, karena mempunyai penampungpenampung yang berada di wilayah TPI. Nelayan yang pengoperasian penangkapannya mingguan mendaratkan semua hasil tangkapannya di dermaga bongkar, karena penampung-penampungnya berada di TPI. Untuk nelayan yang pengoperasian penangkapannya harian atau one day fishing, sebagian ada juga yang tidak mendaratkan hasil tangkapannya di TPI. Seperti, nelayan jaring rajungan yang mendaratkan hasil tangkapannya ke penampungnya langsung yang berada di luar wilayah TPI. Hal ini menjadi kendala dalam pendataan produksi oleh pihak pengelola pelabuhan. Perlu adanya tindakan tegas dari pihak pengelola pelabuhan terhadap para penampung yang membeli hasil tangkapan tanpa melalui
37
TPI. Berdasarkan ketentuan di suatu pelabuhan setiap hasil tangkapan yang didaratkan harus masuk ke TPI terlebih dahulu.
5.1.3 Penimbangan Hasil Tangkapan Ikan Aktivitas penimbangan dilakukan setiap hasil tangkapan ikan diangkut ke TPI, kecuali armada penangkapan ikan yang melelangkan hasil tangkapannya. Hasil tangkapan yang dilelang berasal dari hasil tangkapan armada penangkapan ikan dengan trip harian. Untuk armada dengan trip mingguan, seluruh proses penimbangan dilakukan oleh “langgan” selaku pembeli langsung dari nelayan. Para “langgan” yang menempati ruang timbang di TPI mempunyai alat timbang sendiri, yakni jenis timbangan gantung yang sengaja dibawa untuk menimbang hasil tangkapan yang diangkut ke TPI. Kegiatan penimbangan dilakukan di TPI oleh pembeli hasil tangkapan nelayan. Pembeli merupakan pedagang besar atau sering dikenal dengan sebutan “langgan”. Para pembeli ini menempati ruang timbang dalam melakukan aktivitas menimbang hasil tangkapan yang masuk dan kemudian menjualnya ke bakulbakul atau pedagang eceran dan ke wilayah pasar Kec. Kronjo. Sarana atau fasilitas penunjang yakni timbangan yang ada di TPI adalah milik pribadi pembeli, sedangkan sarana pengelola TPI tidak dimanfaatkan.
5.1.4 Pengangkutan dan Pemasaran Hasil Tangkapan Alat angkut yang dipergunakan oleh para pedagang (termasuk bakul dan langgan) untuk mengangkut dan mendistribusikan hasil tangkapan ke daerah tujuan antara lain : 1. Colt bak, kapasitas 36 keranjang 2. Becak, kapasitas 8 keranjang atau basket plastik (sekitar 240 kg) 3. Motor, kapasitas 2-3 keranjang Aktivitas pengangkutan ini rutin setiap harinya, terutama becak dan motor dengan tujuan pemasarannya masih di sekitar kawasan daerah Kecamatan Kronjo, diantaranya ke rumah-rumah warga di sekitar PPI dan ke pasar-pasar tradisional. Pengangkutan ikan hasil tangkapan dengan menggunakan minibus atau colt bak biasanya tujuan pemasarannya ke luar daerah Kecamatan Kronjo.
38
Daerah tujuan pemasaran dalam kabupaten meliputi kecamatan yang ada di Kab. Tangerang diantaranya : Kecamatan Curug, Cisoka, Balaraja, Kresek, Mauk dan Pasar Kemis, sedangkan untuk daerah tujuan pemasaran antar kota dalam propinsi yaitu daerah Serang. Tujuan pemasaran luar propinsi diantaranya Jakarta, Bogor, Subang dan Sukabumi. Kondisi jalan di sekitar wilayah PPI Kronjo yang sebagian besar rusak dan tidak beraspal mengganggu kelancaran aktivitas pengangkutan dan pemasaran hasil tangkapan baik di dalam maupun di luar wilayah PPI Kronjo. Hal ini perlu perhatian dari pihak pengelola PPI. Untuk jangka pendek sebaiknya jalan yang rusak atau belubang ditimbun dengan kerikil atau batu, agar kendaraan yang lewat tidak terjebak oleh lubang. Sedangkan untuk jangka panjang, seluruh jalan di wilayah PPI Kronjo di aspal.
5.1.5 Pengolahan Hasil Perikanan Jenis pengolahan ikan di wilayah sekitar PPI Kronjo terdapat dua macam yaitu : (a) Pengasinan Usaha pengolahan ikan asin di wilayah sekitar PPI Kronjo masih dalam skala usaha kecil atau skala rumah tangga dengan tenaga kerja sebanyak 2 sampai 5 orang. Kapasitas produksi per hari mencapai 10 sampai 30 kg. Jenis ikan yang diolah adalah ikan bloso (Sanrida sp.), betetan (Amblyrhynchiehthys sp.) dan pepetek (Leiognathus sp.). Ikan olahan ini dipasarkan di pasar-pasar Kronjo. Harga jual ikan asin bervariasi, untuk ikan bloso dijual dengan harga Rp 9.000,00 per kg, ikan pepetek dijual dengan harga Rp 6.000,00 per kg dan ikan betetan dijual dengan harga Rp 2.500,00 per kg. Terdapat dua jenis produk ikan asin olahan, yaitu ikan asin yang dibelah membujur pada garis tubuhnya dan ikan asin yang utuh (tidak dibelah). Perbedaan kedua jenis produk ikan asin tersebut berpengaruh terhadap jumlah garam yang dibutuhkan dalam proses pengasinannya. Untuk membuat ikan asin utuh tanpa dibelah dari 1 kwintal ikan segar dibutuhkan garam sebanyak 10 kg, sedangkan untuk membuat ikan asin yang dibelah dibutuhkan garam yang lebih banyak yaitu 20 kg.
39
Pengolahan ikan asin di wilayah sekitar PPI Kronjo tergolong pengolahan tradisional. Usaha ini dilakukan oleh masyarakat nelayan yang bertempat tinggal di sekitar pelabuhan. Mutu dan kualitas ikan masih rendah, dimana sebagian besar ikan yang diolah menjadi ikan asin adalah ikan yang kondisinya sudah tidak baik untuk dijual. Keberadaan usaha pengolahan ikan asin sangat membantu dalam pendistribusian ikan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Kronjo, namun disisi lain keberadaan pengolahan ini mengganggu lingkungan karena tempat pengolahannya terletak diantara perumahan penduduk. Untuk itu diperlukan adanya lahan untuk lokalisasi tempat pengolahan ikan asin. (b) Perebusan rajungan Pengolahan rajungan dengan cara perebusan di wilayah sekitar PPI Kronjo diusahakan oleh 1 rumah tangga produksi (RTP). Tempat pengolahan ini berada sekitar 60 m dari utara gedung TPI. Volume perebusan rajungan setiap harinya rata-rata 45 kg. Bahan baku rajungan dibeli dengan harga Rp 6.000,00 per kg dan harga jualnya setelah perebusan bisa mencapai Rp 25.000,00 per kg. Hasil perebusan rajungan ini biasanya dikirim ke penampung-penampung rajungan di Tangerang untuk diproses dan dijual kembali ke restoran-restoran yang ada di Tangerang dan Jakarta. Rajungan (Portunus pelagicus) diperoleh dari nelayan yang mengoperasikan alat tangkap Jaring Rajungan. Sebagian besar alat tangkap Jaring Rajungan menjual hasil tangkapannya ke tempat perebusan rajungan, karena keterikatan modal dengan pemilik usaha yang juga merupakan salah seorang ”langgan” di PPI Kronjo. Lingkungan di sekitar tempat perebusan rajungan kotor dan bau. Hal ini disebabkan oleh sisa hasil perebusan rajungan yang tidak dimanfaatkan kembali dan dibiarkan menumpuk di tempat sampah. Sarana penunjang kelancaran operasional perikanan seperti tempat penjemuran atau perbaikan jaring tidak tersedia di pelabuhan. Berdasarkan pengamatan di lapangan ketidaktersediaan sarana atau fasilitas ini disebabkan oleh ketersediaan lahan yang tidak mendukung atau terbatas dan rendahnya minat nelayan. Biasanya nelayan memperbaiki jaringnya sendiri dan penjemuran dilakukan di depan rumahnya.
40
5.2 Unit Penangkapan dan Produksi Hasil Tangkapan di PPI Kronjo 1. Kapal Dalam kurun waktu 5 tahun dari tahun 2002 hingga 2006 jumlah armada unit penangkapan ikan di PPI Kronjo mengalami peningkatan. Hanya pada tahun 2006 mengalami sedikit penurunan dari tahun sebelumnya, dengan jumlah armada sebanyak 533 unit. Jumlah armada penangkapan ikan diperoleh pada tahun 2005 sebanyak 540 unit, sedangkan paling sedikit terjadi pada tahun 2002 dengan jumlah 317 unit. Tabel 14. Perkembangan Jumlah Kapal PPI Kronjo Tahun 2002-2006 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Jumlah kapal (unit) 317 392 400 540 533
Sumber : TPI Kronjo, 2007
Berdasarkan data jumlah kapal di PPI Kronjo pada tahun 2002-2006 dapat diketahui kecenderungan garis trend kapal terus naik setiap tahunnya. Kecenderungan tersebut tergambar dari persamaan Yt = 262,4 + 58t (Yt = jumlah kapal pada tahun ke t), yang artinya bahwa setiap penambahan satu tahun akan meningkatkan jumlah kapal sebesar 58 unit. Dari persamaan dan garis trend pada Gambar 2 dapat diketahui bahwa jumlah kapal setiap tahunnya meningkat cukup tinggi. Lin e a r T r e n d M o d e l Y t = 2 6 2 .4 + 5 8 * t V a r ia b le A c tu a l F its
550
A c c u r a c y M e a su r e s MA PE 5.14 5 MAD 23.68 0 MSD 7 95.44 0
Armada (unit)
500
450
400
350
300 2002
2003
2004 Ta h u n
2005
2006
Gambar 2. Trend Perkembangan Jumlah Kapal di PPI Kronjo
41
2. Alat Tangkap Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa perkembangan jumlah alat tangkap ikan di PPI Kronjo pada tahun 2002 hingga 2006 mengalami fluktuasi. Jumlah alat tangkap tertinggi diperoleh pada tahun 2005 yaitu 617 unit dan yang paling rendah pada tahun 2006 yaitu 582 unit. Perbedaan jumlah alat tangkap ikan tidak berbeda jauh setiap tahunnya, yang artinya tingkat penyebaran atau fluktuasinya kecil. Tabel 15. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap PPI Kronjo Tahun 20022006 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Jumlah alat tangkap (unit) 586 605 601 617 582
Sumber : TPI kronjo, 2007
Berdasarkan data jumlah alat tangkap pada Tabel 15. diperoleh trend linear dengan persamaan Yt = 597 + 0,4t (Yt = jumlah alat tangkap pada tahun ke t), yang artinya bahwa setiap penambahan satu tahun jumlah alat tangkap sebesar 0,4 unit atau bisa dikatakan tidak terjadi peningkatan/tetap. Dari persamaan dan garis trend dibawah dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan jumlah alat tangkap yang kecil. Line ar T rend M odel Yt = 597 + 0.4* t
Alat tangkap (unit)
620
Var iab le A c tu al F its A c c u r ac y M easu r es MA PE 1.901 MAD 11.360 MSD 163.440
610
600
590
580 2002
2003
2004 Ta hun
2005
2006
Gambar 3. Trend Perkembangan Jumlah Alat Tangkap di PPI Kronjo
42
3. Nelayan Seperti terlihat pada Tabel 16. dapat diketahui jumlah nelayan di PPI Kronjo dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 2002 hingga 2006 mengalami fluktuasi, dengan tingkat fluktuasi yang tinggi. Jumlah nelayan pada tahun 2006 diperoleh jumlah terbanyak yakni 625 orang. Sedangkan jumlah terkecil diperoleh pada tahun 2002 yaitu 567 orang. Tabel 16. Perkembangan Jumlah Nelayan PPI Kronjo Tahun 2002-2006 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Jumlah nelayan (orang) 567 604 598 585 625
Sumber : TPI Kronjo, 2007
Pada Gambar 4. dapat diketahui kecenderungan jumlah nelayan terus naik setiap tahunnya. Kecenderungan tersebut tergambar dari persamaan trend linear Yt = 566,7 + 9,7t (Yt = jumlah nelayan pada tahun ke t), yang artinya bahwa setiap penambahan satu tahun akan meningkatkan jumlah nelayan sebesar 9,7 orang. Linear Trend Model Yt = 566.7 + 9.7* t 630
Variable A ctual F its
Nelayan (orang)
620
A ccuracy Measures MA PE 2.012 MA D 11.960 MSD 185.980
610 600 590 580 570 560 2002
2003
2004 Tahun
2005
2006
Gambar 4. Trend Perkembangan Jumlah Nelayan PPI Kronjo
43
4. Produksi Ikan Pada Tabel 17. menunjukkan perkembangan produksi ikan di PPI Kronjo dalam kurun waktu tahun 2002-2006 mengalami fluktuasi. Produksi ikan terbesar terdapat pada tahun 2003 sebesar 1284,39 ton, sedangkan jumlah terkecil diperoleh pada tahun 2006 yakni 696,13 ton. Tabel 17. Perkembangan Jumlah Produksi Ikan PPI Kronjo Tahun 2002-2006
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Jumlah produksi (ton) 930,91 1284,39 807,57 802,42 696,13
Sumber : TPI Kronjo, 2007
Berdasarkan data jumlah produksi pada Tabel 17. diperoleh persamaan trend linear yaitu Yt = 1189,75 - 95,1539t (Yt = jumlah produksi pada tahun ke t), yang artinya setiap penambahan satu tahun terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 95,16 ton. Dari garis trend linear dan persamaan tersebut dapat diketahui bahwa terjadi penurunan produksi yang tinggi. Linear Trend Model Yt = 1189.75 - 95.1539* t 1300
Variable A ctual F its
Produksi (ton)
1200
A ccuracy Measures MA PE 11.0 MA D 114.0 MSD 23541.2
1100 1000 900 800 700 2002
2003
2004 Tahun
2005
2006
Gambar 5. Trend Perkembangan Jumlah Produksi Ikan PPI Kronjo
Unit penangkapan ikan di PPI Kronjo terdiri dari kapal, alat tangkap dan nelayan. Pada tahun-tahun yang akan datang menunjukkan bahwa ketiga unit
44
penangkapan tersebut cenderung meningkat. Sedangkan jumlah produksi hasil tangkapan cenderung mengalami penurunan. Kecenderungan meningkatnya jumlah kapal yang masuk ke PPI Kronjo disebabkan oleh hasil tangkapan yang cepat terjual sehingga menjadi daya tarik bagi nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Kronjo. Jenis kapal yang paling banyak digunakan adalah kapal motor tempel yang berukuran kecil dari 5 GT dan merupakan kapal yang pengoperasiannya harian atau one day fishing. Alat tangkap di PPI Kronjo cenderung tidak mengalami peningkatan, hal tersebut disebabkan oleh jarangnya nelayan membeli atau membuat alat tangkap yang baru. Alat tangkap tersebut biasanya diperbaiki sendiri oleh nelayan dan digunakan terus hingga tidak bisa diperbaiki lagi. Kecenderungan meningkatnya jumlah nelayan di PPI Kronjo disebabkan oleh mata pencaharian masyarakat Kecamatan Kronjo sebagian besar sebagai nelayan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka harus pergi melaut. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh semakin sulitnya mencari mata pencaharian atau pekerjaan lain di kota. Selain itu peningkatan tersebut disebabkan oleh para nelayan pendatang yang membawa teman atau saudaranya untuk menjadi nelayan ketika mereka pulang ke daerahnya. Jumlah produksi di PPI Kronjo cenderung menurun yang disebabkan oleh daerah penangkapan ikan yang masih banyak dilakukan di sekitar perairan Kronjo, sehingga sumberdaya yang tersedia semakin berkurang. Hal tersebut dilakukan oleh nelayan terkait dengan biaya bahan bakar yang semakin mahal. Pengetahuan nelayan terhadap daerah penangkapan yang potensial masih rendah yakni dengan menggunakan insting atau kebiasaan saja. Peningkatan jumlah nelayan akan mengakibatkan penghasilan nelayan menurun bila tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah produksinya. Oleh karena itu perlu perhatian dari pihak terkait, untuk perkembangan ke depan diperlukan perluasan daerah penangkapan ikan yang sudah ada agar jumlah produksinya juga meningkat. Dengan kecenderungan peningkatan jumlah unit penangkapan tersebut, diharapkan kepada pihak pengelola PPI Kronjo untuk lebih meningkatkan sarana
45
dan prasarana pelabuhan terutama peningkatan pelayanan terkait dengan aktivitas operasional kepelabuhanan. Aktivitas operasional tersebut diantaranya aktivitas tambat labuh, pendaratan, pelelangan, dan pengangkutan hasil tangkapan ikan dari TPI. Peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan tersebut berupa kelengkapan dan ketersediaan fasilitas-fasilitas pelabuhan yang terdiri dari fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. Fasilitas fungsional berperan dalam peningkatan pelayanan pelabuhan, diantaranya penyediaan bahan perbekalan melaut seperti es, air bersih dan bahan bakar, penyediaan fasilitas pendaratan seperti keranjang-keranjang tempat hasil tangkapan dan alat pengangkut ikan, penyediaan fasilitas pemeliharaan armada seperti fasilitas slipway atau docking dan bengkel.
5.3 Aktivitas dan Kapasitas Fasilitas Fungsional di PPI Kronjo 5.3.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 5.3.1.1 Kondisi Fisik TPI Gedung tempat pelelangan ikan (TPI) terletak tepat di depan dermaga bongkar dengan luas secara keseluruhan adalah 481 m2. Gedung TPI terbagi atas beberapa bagian, yaitu : •
Kantor TPI, berfungsi sebagai tempat para petugas TPI melakukan tugastugasnya dalam memberikan pelayanan kepada nelayan yang ingin melakukan pelelangan di TPI. Kantor yang memiliki luas 85 m2 ini terbagi atas 4 ruangan yakni ruang kepala/manager TPI, ruang kasir, ruang arsip dan ruangan tempat menerima tamu.
•
Ruang lelang, berfungsi sebagai tempat kegiatan pelelangan ikan dengan luas 154 m2.
•
Ruang lapak, berfungsi sebagai tempat pengepakan atau penyimpanan sementara hasil tangkapan yang telah dilelang TPI dengan luas 179 m2.
•
Ruang timbang, berfungsi sebagai tempat penimbangan hasil tangkapan yang masuk ke TPI dengan luas 63 m2. Fasilitas atau sarana pendukung dalam proses pelelangan di PPI Kronjo,
diantaranya :
46
- Timbangan gantung sebanyak 3 buah, - Timbangan dorong sebanyak 1 buah, - Toa (berfungsi sebagai pengeras suara saat proses lelang ikan) sebanyak 1 buah. Lantai gedung TPI berbahan ubin berwarna coklat dengan ukuran (20x20cm), dibersihkan setiap 2 hari sekali pada pagi hari sebelum dilakukannya aktivitas di TPI. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan air sungai. Selokan atau saluran pembuangan air mengelilingi gedung TPI dan bermuara di sungai tepatnya di depan dermaga bongkar. Sering terjadi penumpukan sampah di selokan. Jenis-jenis sampah yang banyak dijumpai adalah ikan-ikan dan sampah anorganik yang menyebabkan saluran air selokan terhambat. Kondisi fisik dari gedung TPI dan pemanfaatannya saat ini cukup baik, tetapi aspek perawatan perlu diperhatikan dengan baik. Bangunan gedung TPI dimanfaatkan untuk menjalankan aktivitas pelelangan, penyortiran, pengepakan dan pelayanan administrasi (kantor TPI). Proses perawatan dirasakan masih kurang, terlihat dari proses pembersihan lantai TPI yang dilakukan hanya 2 hari sekali. Padahal aktivitas perikanan di TPI berjalan ramai setiap harinya. Alangkah baiknya pembersihan dilakukan setiap hari atau setiap pagi sebelum aktivitas di TPI dan sore hari saat aktivitas di TPI selesai. Kotornya lingkungan di TPI akan mengganggu kelancaran aktivitas perikanan di TPI dan akan menurunkan mutu ikan. Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 4.) dimana daya tampung produksi rata-rata harian 47 m2/ton, ruang lelang yang terpasang dengan luas 154 m2 dan gedung TPI dengan luas 481 m2, diperoleh kapasitas TPI terpasang sebesar 3,27 ton. Sedangkan kapasitas TPI aktual atau terpakai diperoleh sebesar 2,48 ton per hari, yang diperoleh dari hasil bagi rata-rata produksi tahunan (rata-rata produksi tahun 2002-2006) dengan 365 hari (jumlah hari dalam setahun). Hal tersebut menunjukkan bahwa TPI yang ada masih mampu menampung produksi hasil tangkapan yang didaratkan di TPI. Menurut pengelola TPI alat timbangan yang dimiliki oleh TPI tidak pernah dimanfaatkan oleh nelayan, terutama bagi nelayan yang ikut lelang. Keranjang yang disediakan dan dipinjamkan oleh pihak pengelola TPI kepada nelayan yang melelangkan hasil tangkapannya di TPI sebanyak 150 buah, namun sudah hilang
47
semuanya. Sarana penunjang ini diperoleh dari bantuan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang pada tahun 2005. Meskipun demikian, nelayan juga mempunyai keranjang sendiri jadi pinjaman keranjang tersebut hanya berupa tambahan saja.
5.3.1.2 Pelaksanaan Lelang Ikan Pelaksanaan lelang ikan di PPI Kronjo berlangsung pada pukul 1300 sampai 1500 wib. Dalam satu hari biasanya terdapat 3 sampai 6 kapal ikan yang melakukan pelelangan di TPI Kronjo. Proses lelang dipimpin oleh seorang juru tawar dari pihak TPI Kronjo dan dihadiri oleh juru catat, peserta lelang dan nelayan pemilik ikan. Proses lelang dimulai setelah basket yang penuh ikan hasil tangkapan diangkut ke TPI. Ikan hasil tangkapan itu kemudian dikeluarkan dari basket dan diletakkan di atas lantai TPI dan disusun menjadi 5 sampai 6 gundukan ikan. Setelah semua ikan disusun menjadi beberapa gundukan maka pelelangan dimulai. Petugas pelelangan yaitu juru tawar akan menyebutkan harga penawaran ikan untuk setiap jenis ikan per satu gundukannya melalui pengeras suara. Harga penawaran awal disesuaikan dengan harga ikan di pasaran saat itu, kemudian meningkat sampai tercapai harga penawaran tertinggi dari calon pembeli. Biasanya calon pembeli akan mengacungkan tangan, tanda setuju dengan harga yang ditawarkan. Apabila pada harga penawaran awal tidak ada calon pembeli yang setuju dengan harga yang ditawarkan, maka juru tawar akan menurunkan harga penawaran secara bertahap di bawah harga awal sampai ada penawaran dari calon pembeli. Setelah terjadi kesepakatan harga, ikan akan langsung diangkut oleh para pemenang lelang. Pemenang lelang melakukan pembayaran kepada petugas kasir dan menerima karcis lelang sebagai bukti telah melakukan pembayaran. Setelah proses pembayaran selesai, kasir segera memanggil nelayan pemilik ikan untuk mengambil uang hasil penjualan ikan sebesar harga yang disepakati. Berikut diagram singkat proses pelelangan di TPI Kronjo :
48
Basket tiba di TPI Pengeluaran ikan dari basket Penyusunan gundukan ikan Pelelangan Pengangkutan ikan keluar TPI
Gambar 6. Diagram Proses Pelelangan Ikan di TPI Kronjo Selama proses lelang berlangsung juru catat mencatat nama nelayan pemilik ikan, pemenang lelang dan harga penawarannya. Setelah proses lelang selesai catatan diserahkan kepada kasir. Biasanya nelayan pemilik ikan melakukan juga pencatatan, yaitu mencatat nama pemenang lelang dan harga ikan untuk catatan sendiri. Kasir membuat atau mengisi karcis lelang berdasarkan catatan yang diterima dari juru catat dan sekaligus menetapkan biaya retribusi. Karcis lelang dibuat rangkap 3, masing-masing diserahkan pada nelayan pemilik ikan dengan karcis berwarna putih, pemenang lelang dengan karcis berwarna kuning dan arsip TPI dengan karcis berwarna putih. Untuk ikan hasil tangkapan yang tidak dilelang tetap diangkut ke TPI, yang kemudian langsung ditimbang oleh “langgan” nya. Setelah ditimbang, “langgan” langsung mencatat berat ikan, jenis ikan dan bakul ikan yang membeli ikan tersebut. Jenis-jenis ikan yang masuk ke ”langgan” pada umumnya adalah rajungan (Portunus sp.), udang (Paneus sp.), kakap (Lutjanus sp.), kerapu (Ephinephelus sp.) dan pari (Dasyatis sp.). Jenis-jenis ikan hasil tangkapan dominan yang masuk pelelangan adalah ikan pepetek (Leiognathus sp.) sebesar 30%, ikan kurisi (Nemipterus sp.) sebesar 12%, ikan biji nangka/kuniran (Upeneus sp.) sebesar 8% dan ikan selar (Selaroides sp.) sebesar 7%. Ikan pari selain ditampung oleh ”langgan” juga ada yang masuk lelang, perbedaannya terletak pada ukurannya. Ikan pari yang masuk ”langgan” mempunyai ukuran yang lebih besar dari pada yang masuk lelang, hal ini disebabkan oleh jangkauan wilayah penangkapannya yang berbeda. Armada yang menjual hasil tangkapannya ke ”langgan” adalah armada yang pengoperasiannya mingguan, sehingga ukuran hasil tangkapan yang diperoleh lebih besar
49
dibandingkan armada yang pengoperasiannya harian. Komposisi jenis ikan dominan yang dilelang di PPI Kronjo pada bulan Mei 2007 dapat dilihat pada Gambar 7.
japuh tembang 6% 5% tetengkek 6% selar 7%
cumi-cumi 4%
pepetek 30%
lain-lain 3% pari 5%
cucut 6% kembung 3%
kurisi 12%
teri 5%
biji nangka 8%
Gambar 7. Komposisi Hasil Penangkapan Ikan yang Masuk Lelang di PPI Kronjo Pada Bulan Mei 2007 Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak pengelola Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kronjo, nelayan-nelayan yang ingin ikut serta melelangkan hasil tangkapannya tidak dikenakan persyaratan. Khusus untuk nelayan singgah, yakni nelayan yang hanya menumpang saja melelangkan hasil tangkapannya di TPI Kronjo, nelayan tersebut harus melapor terlebih dahulu ke pihak pengelola TPI dengan mendaftarkan nama kapalnya. Hasil tangkapan yang dilelang di TPI Kronjo tidak melalui proses penimbangan terlebih dahulu, karena para nelayan telah terbiasa dengan sistem taksiran. Mereka menganggap cara tersebut lebih praktis dan cepat, namun hal itu menyebabkan sulitnya mendata volume ikan yang dilelang secara tepat dan pada akhirnya menyebabkan sulitnya untuk menentukan besarnya retribusi lelang. Penanganan dan perlakuan nelayan terhadap hasil tangkapan yang dilelang masih rendah. Dari palkah hasil tangkapan dimasukkan ke dalam keranjang, kemudian dikeluarkan dari keranjang dan ditumpuk berbentuk gundukan saja per jenisnya di lantai lelang. Hal ini dapat menyebabkan kondisi fisik, mutu dan kualitas hasil tangkapan tersebut menurun.
50
Petugas TPI sebaiknya mengarahkan nelayan tentang pentingnya untuk menggunakan keranjang saat melelangkan hasil tangkapan. Selain kemudahan dalam pendataan produksinya, juga dapat menjaga kualitas dan mengurangi kerusakan fisik hasil tangkapan yang dilelang. Pengelola PPI Kronjo sebaiknya juga memperhatikan penanganan hasil tangkapan mulai dari saat pembongkarannya dari palkah sampai pelelangannya di TPI. Hal tersebut bertujuan agar hasil tangkapan terjaga mutu dan kualitasnya, sehingga dapat meningkatkan harga penjualan dan minat konsumen untuk membeli hasil tangkapan di PPI Kronjo. Berdasarkan pengamatan di lapangan hasil tangkapan yang dikeluarkan dari dalam palkah di sortir dan dimasukkan langsung ke dalam keranjang atau basket. Hasil tangkapan dicuci menggunakan air kolam pelabuhan, sehingga yang dapat menyebabkan hasil tangkapan terkontaminasi. Hal itu disebabkan oleh air kolam pelabuhan tidak bersih dan higienis, karena banyak terdapat sampah dan genangan minyak sisa pembakaran armada penangkapan. Seharusnya air yang digunakan adalah air yang berkualitas dan memenuhi persyaratan kebersihan dan kehigienisannya, seperti halnya air minum. Pelelangan ikan di PPI Kronjo belum terlaksana dengan baik karena sebagian besar ikan yang didaratkan tidak masuk lelang. Penjualan di luar pelelangan disebabkan oleh tidak kuatnya pengamanan dan pengawasan terhadap aktivitas pendaratan yang dilakukan oleh petugas TPI. Disamping itu kurangnya pembinaan terhadap nelayan serta adanya sistem “langgan” atau tengkulak. Nelayan lebih berminat untuk menjual hasil tangkapannya kepada “langgan”. Adanya keterikatan antara nelayan dengan “langgan” dikarenakan lemahnya permodalan nelayan untuk melaut. Nelayan rela melakukan kerjasama karena adanya hubungan timbal balik, dimana “langgan” berperan sebagai pemberi pinjaman modal sedangkan nelayan harus menjual hasil tangkapannya 100% kepada “langgan”. Di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kronjo yang menguasai pasar adalah ”langgan” atau tengkulak. Hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan sebagian besar ditampung oleh mereka. Ikatan atau kerjasama antar nelayan dengan ”langgan” terikat dengan kuat, disebabkan oleh kuatnya pengaruh mereka di
51
pelabuhan dan mempunyai modal yang besar. Sistem harga ikan yang dibeli pada nelayan yang terikat dengan ”langgan” ditentukan oleh “langgan”nya sendiri bukan berdasarkan harga pasar, sehingga harga ikan tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh nelayan tersebut. Mentalitas nelayan untuk menjangkau daerah penangkapan ikan (DPI) yang lebih jauh agar mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak menjadi lemah dikarenakan harga ikan yang dijual nantinya tidak sesuai dengan besarnya biaya operasional. Banyaknya nelayan yang menjalin kerjasama dengan “langgan” karena adanya kemudahan mereka dalam meminjam uang, tidak banyak syarat-syarat seperti meminjam di bank atau lembaga perkreditan lainnya. Sebenarnya nelayan sendiri tahu akan resiko yang dihadapi bila melakukan kerjasama dengan tengkulak atau ”langgan”, namun terpaksa dilakukan demi memenuhi kebutuhan hidup. Di satu sisi ”langgan” berperan dalam pemberian pinjaman modal bagi nelayan, namun disisi lain mereka tidak memberikan imbalan yang setimpal dengan usaha dari nelayan. Para nelayan yang terikat kerjasama dengan ”langgan” tidak akan bisa berkembang dan meningkatkan taraf hidupnya. Nelayan tidak bisa lepas dari kerjasama tersebut meskipun mereka sudah mampu untuk mengembalikan pinjaman modal kepada ”langgan”. Pemerintah daerah diharapkan peran sertanya terhadap permasalahan yang cukup rumit ini. Kerja sama antara pihak PPI Kronjo dengan pemerintah daerah dapat dilakukan berupa pemberian pinjaman modal kepada nelayan oleh pemerintah daerah dan pihak PPI Kronjo yang berperan dalam mengatur dan mengontrol alur keuangannya kepada nelayan. Pemerintah daerah juga sebaiknya melakukan kerjasama juga dengan pihak-pihak lain terkait dengan pengadaan anggaran atau dana. Memang, biaya yang tidak kecil untuk hal ini dan membutuhkan proses dan waktu yang cukup lama. Namun, hal ini perlu dilakukan demi meningkatkan kesejahteraan nelayan dan bebas dari keterikatan dengan ”langgan”.
5.3.1.3 Retribusi di TPI Penarikan retribusi kepada peserta lelang yang memenangkan lelang dilakukan pada saat pemenang lelang melakukan pembayaran melalui kasir TPI.
52
Pemenang lelang harus membayar selain harga yang telah disepakati pada saat lelang ditambah dengan retribusi sebesar 2% dari harga tersebut. Sedangkan penarikan retribusi kepada nelayan pemilik ikan dilakukan pada saat nelayan mengambil uang dari hasil tangkapan yang dilelang. Uang tersebut kemudian di potong untuk retribusi sebesar 3% dari harga yang terbentuk, sehingga uang retribusi yang diterima oleh TPI sebesar 5%. Ketentuan tersebut berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Tangerang No. 5 tahun 2004 tentang retribusi lelang. Adapun rincian penggunaan retribusi lelang sebesar 5% menurut ketentuan Perda tersebut adalah sebagai berikut : (a) Penerimaan Pemerintah Daerah sebesar 1,60% (b) Biaya operasional dan pemeliharaan TPI sebesar 0,80%, terdiri dari : •
Dana pembinaan atau pengawasan sebesar 0,35%;
•
Dana pembangunan daerah perikanan sebesar 0,30%;
•
Dana operasional puskud Mina sebesar 0,15%.
(c) Biaya lelang sebesar 2,60% dengan rincian sebagai berikut : •
Penyelenggaraan dan administrasi pelelangan sebesar 1,65%;
•
Tabungan nelayan sebesar 0,35%;
•
Dana paceklik sebesar 0,25%;
•
Dana sosial kecelakaan di laut sebesar 0,25%;
•
Dana keamanan sebesar 0,10%. Dana retribusi lelang sebesar 2,40% yang digunakan untuk pemerintah
daerah dan untuk biaya operasional dan pemeliharaan TPI, disetorkan kepada Dinas Perikanan Propinsi Banten melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang. Sedangkan dana retribusi sebesar 2,60% yang digunakan sebagai biaya lelang dikelola oleh pihak TPI. Besarnya retribusi yang harus disetorkan pihak TPI kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang ditentukan dengan sistem target setiap tahunnya yang didasarkan atas jumlah produksi yang didaratkan. Besarnya target retribusi lelang berbeda untuk setiap PPI dan diusahakan selalu meningkat setiap tahunnya atau minimal tetap. Pada tahun 2006 besar target retribusi lelang yang harus disetorkan oleh PPI Kronjo adalah Rp 50.000.000,00 (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang, 2007). Pada kenyataannya target tersebut belum
53
dapat dicapai oleh PPI Kronjo. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengelola TPI, jumlah retribusi yang dilelang pada tahun 2006 sebesar Rp 28.000.000,00 per tahun atau sebesar 56% dari target yang ditentukan.
5.3.1.4 Pengelolaan TPI PPI merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) perikanan yang bertugas untuk melakukan pengelolaan, pemeliharaan, dan pengembangan PPI dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat nelayan dan pengusaha perikanan. Secara yuridis di PPI Kronjo telah terbentuk sebuah UPTD, namun secara organisasi UPTD tersebut belum terbentuk atau belum adanya pelaku yang menduduki jabatan-jabatan di UPTD tersebut, sehingga pengelolaan PPI Kronjo hanya terbatas pada ruang lingkup pengelolaan gedung TPI dan proses pelelangannya. Menurut Ditjen. Perikanan, 1995 vide Widiastuti, 2003, bahwa kegiatan pelelangan dilaksanakan oleh Koperasi Unit Desa (KUD) yang dinilai mampu oleh Pemda. Sepanjang di daerah tersebut belum ada yang mampu, maka pengelolaan dan penyelenggaraan lelang di TPI Kronjo berada di bawah pembinaan Sub Dinas Usaha Tani dan Nelayan (USTANEL) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang. Selama ini TPI Kronjo dikelola oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang dengan pelaksanaan teknis dilakukan oleh Sub Dinas Usaha Tani dan Nelayan.
Manager Tata Usaha
Juru Tawar
Juru Catat
Juru Timbang
Kasir
Sumber : TPI Kronjo, 2007
Gambar 8. Struktur Organisasi TPI Kronjo
54
Berikut tugas masing-masing dari struktur organisasi TPI Kronjo : •
Manager, bertugas dalam memimpin, mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan fungsi TPI sebagai tempat kegiatan pelelangan hasil tangkapan
•
Tata Usaha, bertugas dalam melaksanakan urusan administrasi, rumah tangga, kepegawaian dan keuangan TPI
•
Juru Tawar, bertugas memimpin pelelangan dengan melakukan tawarmenawar pada saat pelelangan
•
Juru Catat, bertugas melakukan pencatatan terhadap hasil tangkapan yang akan dilelang yakni, harga ikan, pemilik ikan (nelayan) dan pemenang lelang pada saat proses lelang
•
Juru Timbang, bertugas untuk melaksanakan penimbangan berat ikan saat pelelangan dan penginventarisasian data produksi hasil tangkapan
•
Kasir, bertugas dalam penerimaan dan pembayaran hasil transaksi lelang (perantara pemenang lelang dengan nelayan pemilik ikan). Pegawai organisasi pengelola TPI di PPI Kronjo berstatus sebagai pegawai
honorer yang ditunjuk oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang, hanya manajer TPI yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil. Pihak pengelola TPI berkewajiban setiap bulannya untuk melaporkan volume dan nilai produksi ikan yang dilelang serta menyetor retribusi lelang kepada pihak Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa bagian tata usaha memegang peranan penting, karena secara tidak langsung juga mengemban fungsi manajer. Aktivitas di lapangan sebagian besar diatur oleh bagian tata usaha, seperti pelaksanaan lelang. Selain manajer, struktur pengelola TPI yang lainnya sudah bertugas sesuai dengan fungsinya masing-masing. Pelaporan data produksi bulanan kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang berjalan kurang baik oleh pihak TPI. Pelaksanaan pendataan yang masih manual merupakan kendala untuk menyajikan data yang akurat dan tepat waktu. Pelaporan tersebut dilakukan oleh bagian tata usaha dengan batas maksimal waktu pelaporan adalah setiap tanggal 5 pada bulan berikutnya.
55
5.3.2 Instalasi BBM Instalasi BBM di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kronjo berjumlah 1 unit yang digunakan untuk menampung bahan bakar solar bagi kebutuhan melaut kapal milik nelayan. Fasilitas ini dimanfaatkan oleh semua jenis kapal yang terdapat di PPI Kronjo namun, sebagian besar dimanfaatkan oleh kapal Gardan atau
Dogol
yang
pengoperasiannya mingguan.
Sedangkan
kapal
yang
pengoperasiannya harian sebagian besar menggunakan bahan bakar minyak tanah. Kapasitas dari tangki BBM ini adalah 20.460 liter dan jumlah BBM yang terpakai rata-rata 4.000 liter/hari. Solar dipasok dari pertamina Cilegon dengan frekuensi 8 kali dalam sebulan atau 2 kali seminggu dengan setiap pengisian rata-rata sebesar 16.000 liter. Pengelola dari tangki BBM ini adalah PT. GMU (Gema Mitra Utama) yang mempunyai 6 orang pegawai. Fasilitas yang bersebelahan dengan TPI ini baru didirikan pada awal tahun 2007. Sebelumnya pengelola BBM di PPI Kronjo adalah Koperasi Serba Usaha (KSU) yang kemudian mengalami permasalahan intern sehingga tidak berjalan lagi. Instalasi BBM yang buka 24 jam ini didirikan di atas lahan dengan luas sekitar 10 m x 12 m yang berstatus milik sendiri. Sebelumnya lahan ini milik penduduk setempat yang dijadikan sebagai tempat depot es. Pihak pengelola PPI Kronjo memiliki wewenang dalam mengontrol setiap aktivitas di instalasi BBM, karena berada di dalam wilayah pelabuhan. Aktivitas-aktivitas tersebut mulai dari pengangkutan BBM ke pelabuhan dengan menggunakan mobil pertamina sampai penyalurannya ke armada-armada penangkapan di pelabuhan. Bahan bakar solar ini dijual hanya untuk kebutuhan perbekalan melaut armada penangkapan ikan sebesar Rp 4.300,00 per liter dengan perolehan subsidi dari pemerintah. Kebutuhan solar untuk kapal-kapal besar dengan trip mingguan bisa mencapai 400 sampai 600 liter per trip, sedangkan untuk kapal-kapal kecil dengan trip harian rata-rata mencapai 20 sampai 50 liter per trip. Nelayan mengisi bahan bakarnya ke instalasi BBM dalam bentuk dirigen ataupun drum. Sebagian nelayan ada juga yang ngutang dulu ke pengelola instalasi BBM, proses pembayarannya dilakukan setelah hasil tangkapan terjual.
56
Kondisi bangunan instalasi BBM di PPI Kronjo tergolong baru dan terjaga kebersihannya. Luas areanya mampu menampung atau melayani pengisian BBM. Lokasinya yang strategis, berhadapan langsung dengan dermaga bongkar muat memberikan kemudahan bagi nelayan untuk mengangkut dirigen atau drum tempat pengisian BBM. Bentuk pengisiannya sama dengan pengisian bahan bakar kendaraan atau SPBU.
5.3.3 Docking Docking merupakan fasilitas yang digunakan sebagai tempat pembuatan kapal. Wilayah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kronjo hanya mempunyai 1 unit docking. Docking ini berlokasi dipinggir sungai yang juga merupakan sebagai alur pelayaran. Pengelolaan dilakukan secara perseorangan yakni oleh PT. Intertuna dengan status tanah adalah sewa kepada pemerintah (PU Pengairan) sebesar 5 juta/tahun. Docking yang memiliki luas 1.250 m2 ini hanya dimanfaatkan untuk pembuatan kapal, yakni kapal dengan bahan fiber glass. Berbagai jenis kapal yang dibuat diantaranya kapal penumpang, kapal patroli dan kapal penangkap ikan. Kapal-kapal yang dibuat adalah pesanan dari berbagai daerah antara lain Aceh, Bengkulu, Lampung dan Pulau Jawa. Kapal penangkap ikan merupakan jenis kapal yang paling banyak dipesan dibandingkan jenis kapal yang lainnya. Lahan docking di PPI Kronjo mampu menampung kapal dengan kapasitas maksimal sebesar 9 unit dengan rata-rata luas kapal 140 m2 (panjang = 20 m dan lebar = 7 m). Rata-rata waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian pembuatan kapal adalah 3 bulan dengan jumlah kapal 4-6 unit. Docking di PPI Kronjo berfungsi sebagai tempat pembuatan kapal yang berbahan fiber glass saja. Fasilitas ini tidak melayani bagi kebutuhan nelayan di PPI Kronjo, karena nelayan masih menggunakan kapal yang berbahan kayu. Nelayan tidak mampu untuk membeli armada penangkapan yang berbahan fiber glass, karena membutuhkan modal yang besar. Nelayan melakukan pembuatan, pengecatan maupun perbaikan fisik armada penangkapan dilakukan di daerah Karangantu (PPI Karangantu) dan di daerah asal mereka (bagi nelayan pendatang). Nelayan Kronjo mengalami kesulitan apabila
57
ingin melakukan aktivitas tersebut. Pihak pengelola PPI Kronjo sebaiknya menyediakan fasilitas ini bagi nelayan agar memberikan keefektifan waktu, biaya dan tenaga dalam perbaikan atau pembuatan armada penangkapan.
5.3.4 Depot Es Depot es merupakan tempat penyimpanan balok es sementara sebelum disalurkan kepada para nelayan. Balok-balok es ini digunakan nelayan untuk mengawetkan ikan, selain itu ada juga yang dimanfaatkan untuk keperluan konsumsi oleh masyarakat. Ada sekitar 5 unit depot es yang berfungsi di PPI Kronjo, namun yang paling sering dimanfaatkan adalah depot es yang berlokasi di sekitar gedung TPI terkait dengan lokasinya yang strategis dan mudah dijangkau oleh konsumen. Ukuran depot es di PPI Kronjo cukup seragam dengan ukuran panjang 2,2 m, lebar 1,7 m dan tinggi 2 m. Ukuran balok es adalah panjang 1,3 m, lebar 0,25 m dan tinggi 0,25 m. Dari ukuran depot es dan balok es dapat dihitung jumlah balok es maksimal yang mampu ditampung depot es yaitu 93 buah (Lampiran 4.). Ratarata jumlah balok es yang dimasukkan ke depot es adalah 50 buah. Harga jual per balok es adalah Rp 8.500,00. Lamanya waktu penyimpanan 1-2 hari dan maksimal bisa mencapai 5 hari. Pengelolaan depot es dilakukan secara perseorangan oleh penduduk setempat. Aktivitas kendaraan yang mengangkut es keluar masuk depot es dikontrol oleh pihak pengelola pelabuhan, karena berada di dalam wilayah PPI Kronjo. Untuk depot es yang berada di sekitar gedung TPI, pihak PPI mengenakan ”biaya keamanan” sebesar Rp 30.000,00 per bulan kepada pihak pengelola depot es, karena telah memanfaatkan lahan milik PPI Kronjo. Jumlah depot es yang ada di sekitar gedung TPI adalah 2 unit. Truk-truk pengangkut balok-balok es milik penyuplai beroperasi setiap hari. Balok-balok es tersebut disalurkan langsung ke armada-armada penangkapan yang akan beroperasi dan ke depot-depot es setelah melakukan pemesanan sebelumnya. Untuk armada penangkapan harian biasanya membutuhkan 10-20 balok es, sedangkan armada penangkapan mingguan sekitar 200 balok es. Aktivitas pengangkutan balok es di PPI Kronjo ramai setiap harinya mulai dari pagi hingga sore harinya dan terkadang sampai malam hari tergantung dari
58
pesanan. Jumlah kendaraan yang menyuplai es dalam sehari bisa mencapai 5-6 truk. Depot es yang sering dimanfaatkan hanya satu unit yaitu yang berlokasi di wilayah TPI, tepatnya di lapangan parkir TPI. Hal tersebut menyebabkan terjadinya hambatan saat proses pemasukan dan pengambilan balok es, sehingga dapat mengganggu aktivitas keluar masuknya kendaraan dari tempat parkir TPI. Ukuran badan jalan yang kecil menyebabkan kemacetan apabila truk-truk pengangkut balok es datang ke tempat perbekalan yang sekaligus berada di kawasan TPI. Sebaiknya, pihak PPI menyediakan tempat tersendiri untuk menurunkan es agar tidak menghambat aktivitas kendaraan lain yang melewati jalan yang termasuk ramai dilalui tersebut. Pihak pengelola TPI sebaiknya memindahkan lokasi depot es ke wilayah sekitar TPI yang tidak menyebabkan kemacetan kendaraan yang melewati TPI.
5.3.5 Bengkel Bengkel merupakan sarana perbaikan mesin-masin armada penangkapan. Di wilayah sekitar PPI Kronjo hanya terdapat bengkel-bengkel kecil yang berjumlah 8 unit yang tersebar di sepanjang alur pelayaran. Bengkel-bengkel ini diusahakan secara perseorangan oleh penduduk setempat. Pihak pengelola PPI berperan dalam mengontrol aktivitas, kinerja bengkel dan pelayanannya bagi konsumen, yakni nelayan. Bengkel-bengkel di PPI Kronjo sudah berfungsi dengan semestinya, namun hanya bisa memperbaiki kerusakan-kerusakan kecil saja pada mesin kapal. Untuk kerusakan mesin yang cukup besar, biasanya nelayan membawanya ke tempat asal kapal ini dibuat yakni di PPI Karangantu. Ukuran setiap bengkel hampir seragam yakni sekitar 4m x 5m dengan kapasitas terpasang rata-rata 6-8 buah mesin per kapal dengan berbagai bobot dan ukuran mesinnya. Biasanya bengkel mampu menampung 2-4 buah mesin kapal per harinya. Berbagai jenis mesin yang mampu ditampung dan diperbaiki adalah pancang, lapak (bukaan jaring), dudukan mesin dan pipa propeler. Fungsi bengkel di PPI Kronjo sebenarnya lebih sering sebagai tempat pengelasan mesin-mesin kapal. Hal ini terlihat dari alat-alat yang dimiliki oleh bengkel, diantaranya genset (mesin las), travo las listrik, cutting off (pemotong besi), oksigen pemotong dan kawat. Tarif perbaikan terutama pengelasan dudukan
59
mesin yang bisa mencapai 250 ribu rupiah dengan perhitungan biaya 15 ribu rupiah per potongan kawatnya. Proses perbaikan setiap mesin bisa mencapai 2-3 jam tergantung besarnya kerusakan mesin. Untuk proses pengelasan kecil biasanya membutuhkan waktu setengah hingga satu jam. Menurut nelayan rutinitas perbaikan atau pengelasan adalah 2 kali dalam sebulan, hal ini karena seringnya penggunaan armada penangkapan untuk melaut. Berdasarkan pengamatan di lapangan sarana bengkel perlu dikembangkan terkait dengan peralatan-peralatan yang menunjang untuk perbaikan mesin yang mengalami kerusakan berat, demi kelancaran kegiatan penangkapan ikan. Lokasi bengkel yang berdekatan dengan tempat tambat labuh kapal memberikan kemudahan nelayan untuk pengangkutan mesin kapal yang rusak. Menurut pengelola PPI Kronjo, bengkel-bengkel yang terdapat di pelabuhan masih berskala kecil. Terlihat dari sarana penunjang dan peralatannya yang masih sederhana dan terbatas. Keterbatasan Modal dan SDM sangat mempengaruhi perkembangan fasilitas fungsional ini. Perlu adanya perhatian dari pihak-pihak terkait demi lancarnya aktivitas dan peningkatan pelayanan perbaikan mesin armada penangkapan. Agar nantinya dapat meningkatkan minat nelayan untuk melakukan perbaikan di PPI Kronjo.
5.3.6 Perbandingan Fasilitas Fungsional Berdasarkan Kapasitasnya Fasilitas fungsional yang diamati pada PPI Kronjo adalah docking, bengkel, TPI, instalasi BBM dan depot es. Dari kelima fasilitas tersebut dapat diketahui bahwa instalasi BBM yang paling banyak dipakai dengan tingkat pemanfaatan sebesar 78,20%, sedangkan yang paling sedikit adalah bengkel yang dimanfaatkan hanya sebesar 50%. Tabel 18. Kapasitas Fasilitas Fungsional di PPI Kronjo Tahun 2008 No.
Fasilitas Fungsional
Kapasitas Terpasang
Kapasitas Aktual
1 2 3 4 5
TPI Instalasi BBM Docking Depot es Bengkel
3,27 ton/hari 20.460 liter/4 hari 9 unit/3 bulan 93 balok es/hari 8 unit/hari
2,48 ton/hari 16.000 liter/4 hari 6 unit/3 bulan 50 balok es/hari 4 unit/hari
Tingkat Pemanfaatan (%) 75,84 % 78,20 % 66,67 % 53,76 % 50 %
Sumber : Hasil pengamatan di lapangan dan wawancara, 2008
60
Berdasarkan perbandingan antara kapasitas terpasang dengan kapasitas aktual di peroleh tingkat pemanfaatan TPI sebesar 75,84%, hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatannya baik, yang juga didukung oleh aktivitas yang ramai setiap harinya di TPI. Tingkat pemanfaatannya yang masih cukup jauh di bawah 100% ini tidak perlu dilakukan penambahan luasan TPI, namun yang perlu diperhatikan adalah peningkatan pelayanan dan kebersihan lingkungan sehingga nantinya dapat meningkatkan minat nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapannya di TPI. Selain itu, perlu adanya pembinaan dari pihak pelabuhan kepada nelayan. Tingkat pemanfaatan bahan bakar solar sebesar 78,20 % menunjukkan bahwa fasilitasnya sering dimanfaatkan oleh nelayan. Dari jumlah total armada penangkapan ikan 18 unit per hari, ada sekitar 6 sampai 8 unit per hari (33,3% sampai 44,4% dari total armada penangkapan ikan per hari) yang melakukan pengisian bahan bakar solar. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatannya masih bisa ditingkatkan lagi. Saat ini, masih banyak nelayan yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar, terkait dengan harga bahan bakar solar yang semakin tinggi. Fasilitas ini dimanfaatkan oleh semua jenis kapal yang terdapat di PPI Kronjo namun, sebagian besar dimanfaatkan oleh kapal Gardan atau Dogol yang pengoperasiannya mingguan. Sedangkan kapal yang pengoperasiannya harian sebagian besar beralih menggunakan bahan bakar minyak tanah. Minyak tanah mudah diperoleh karena jumlah penampungnya banyak, ada sekitar 13 unit yang tersebar di wilayah sekitar PPI Kronjo, selain itu harganya yang lebih murah dari solar yakni Rp 3.000,00 per liter. Minyak tanah yang digunakan sebagai bahan bakar tersebut dicampur dengan oli. Hal ini bertujuan menjaga mesin kapal dari kerusakan akibat penggunaan minyak tanah. Untuk meningkatkan pemanfaatan fasilitas ini diperlukan adanya subsidi BBM dari pemerintah daerah atau harga khusus bagi nelayan. Sehingga nantinya nelayan yang menggunakan bahan bakar minyak tanah beralih menggunakan bahan bakar solar. Berdasarkan perbandingan kapasitas terpasang dengan kapasitas aktual dapat diketahui bahwa tingkat pemanfaatan docking sebesar 66,67% tergolong baik dan sering dimanfaatkan. Fasilitas ini hanya melayani kebutuhan pembuatan kapal yang berbahan fiber glass. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatannya ternyata
61
bukan untuk melayani kebutuhan kapal milik nelayan kronjo. Docking ini justru dimanfaatkan oleh dinas, perusahaan-perusahaan perikanan dan perusahaan lainnya yang berasal dari luar daerah Kecamatan Kronjo. Berdasarkan pengamatan di lapangan pihak pengelola PPI tidak berperan dalam mengontrol ataupun berpartisipasi, karena sebenarnya jenis docking ini bukan termasuk fasilitas yang disediakan oleh pelabuhan. Selain itu tempat docking ini tidak berada di dalam wilayah PPI Kronjo, hanya saja letaknya berbatasan dengan pelabuhan ini. Sebaiknya pihak pelabuhan menyediakan fasilitas ini karena nelayan membutuhkannya untuk perbaikan atau pembuatan armada penangkapan. Depot es yang diperhitungkan kapasitasnya hanya satu buah yang berlokasi di lapangan parkir TPI dan merupakan yang paling ramai aktivitasnya. Tingkat pemanfaatannya diperoleh sebesar 53,76% menunjukkan bahwa pemanfaatannya cukup, yang artinya fasilitas tersebut kadang-kadang dimanfaatkan oleh nelayan. Pemanfaatan fasilitas fungsional ini masih dapat ditingkatkan lagi, apalagi depot es lainnya yang berada di luar wilayah TPI. Perlu adanya peningkatan terhadap pelayanan, yakni berkaitan dengan harga yang lebih terjangkau dan kualitas balok es yang tersedia. Hasil perbandingan antara kapasitas terpasang dengan kapasitas aktual bengkel diperoleh tingkat pemanfaatannya sebesar 50% atau termasuk cukup pemanfaatannya, yang artinya nelayan kadang-kadang mengakses fasilitas bengkel. Hal tersebut dapat dilihat dari pemanfaatan bengkel masih terbatas pada pengelasan mesin dan perbaikan-perbaikan mesin yang skalanya masih kecil. Alat bantu untuk perbaikan mesin yang masih minim dan modal yang lemah menjadi permasalahan yang cukup berpengaruh terhadap tingkat pemanfaatan fasilitas bengkel. Oleh karena itu, perlu adanya peran serta dari pihak pengelola pelabuhan dalam penyediaan sarana-sarana pendukung dalam perbaikan mesin kapal. Dengan adanya kelengkapan sarana-sarana tersebut dapat meningkatkan daya tarik nelayan untuk memanfaatkan fasilitas ini.
62
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Diduga akan terjadi perkembangan terhadap armada penangkapan ikan, berikut alat tangkap dan nelayannya. Namun akan terjadi penurunan pada tingkat produksi ikan. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa produktivitas penangkapan ikan di wilayan PPI Kronjo akan menurun. 2. Aktivitas pada fasilitas fungsional di PPI Kronjo berjalan lancar dan sesuai dengan fungsinya, kecuali docking yang tidak melayani pembuatan kapal bagi nelayan. Kapasitas fasilitas fungsional yang ada cukup mendukung kelancaran aktivitas di sana. 3. Tingkat pemanfaatan fasilitas TPI (75,84%), instalasi BBM (78,20%) dan docking (66,67%) tergolong baik. Sedangkan tingkat pemanfaatan fasilitas depot es (53,76%) dan bengkel (50%) tergolong cukup. Pada tahun-tahun mendatang, pemanfaatan fasilitas fungsional cenderung akan menurun; seiring dengan menurunnya tingkat produksi.
6.2 Saran 1. Melihat hasil kajian, maka diperlukan adanya upaya peningkatan pemanfaatan fasilitas fungsional dilihat dari segi pelayanannya. 2. Perlu dilakukan analisa mendalam mengenai upaya optimal terhadap sumberdaya ikan di perairan Kronjo dalam rangka kontinuitas SDI.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Tangerang Dalam Angka. Kantor Pusat Statistik Kabupaten Tangerang. Tangerang. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Surat Menteri peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan. Jakarta. Dewi, MK. 2004. Pola Produksi, Rasio NP/P dan Faktor Yang Mempengaruhinya Untuk Hasil Tangkapan Lemuru Didaratkan di PPI Muncar, Jawa Timur. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Direktorat Jenderal Perikanan. 1994a. Petunjuk Teknis Pengelolaan Pelabuhan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 1994b. Petunjuk Teknis Pengelolaan Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan. Jakarta : Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 1997. Buku Petunjuk Pelaksanaan Struktur Organisasi dan Manajemen Pangkalan Pendaratan Ikan. Direktorat Bina Prasarana. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta. 158 hal. Irfandy, S. 1999. Pemilihan Kapasitas Optimum Mesin Industri Menengah Pengolahan CPO (Crude Palm Oil) Menjadi RBDPD (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) Produksi CV. Wira Agro Utama. Skripsi (tidak dipublikasikan). Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kusdiantoro, 2001. Studi Pemanfaatan dan Tata Letak Fasilitas PPN Kejawanan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lubis, E. 2000. Buku I : Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bahan Kuliah Pelabuhan Perikanan. Laboratorium Pelabuhan Perikanan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 79 hal. Magdalena, K. 2007. Tingkat Kepuasan Nelayan Terhadap Pelayanan Penyediaan Kebutuhan Melaut di PPS Nizam Zachman. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nazir, M. 1983. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Rahadiansyah, D. 2003. Analisis Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPI Pangandaran, PPI Prigi dan PPI Cijulang di Teluk Parigi Kabupaten Ciamis. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 79 hal. Risdyaweni, M. 2005. Tingkat Operasional Pangkalan Pendaratan Ikan di Kabupaten Situbondo dan Prioritas Pengembangannya. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sarkim, Kartono. 2007. www.pikiran rakyat.com. 20 Mei 2007. Sekretaris Negara RI. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Lembaga Negara 2004/118. Jakarta : 56 hal. Syafrin, N. 1993. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penangkapan Usaha Penangkapan Ikan. Tesis (tidak dipublikasikan). Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Widiastuti, Meilia Dwi. 2003. Studi Pendataan Hasil Tangkapan di PPI Kronjo Kabupaten Tangerang, Banten. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. www.dkp-banten.go.id/info/p_publik.php - 10k. 20 Mei 2007. Yulia, Sri. 2005. Kajian Operasional dan Tingkat Pelayanan PPN Palabuhanratu Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Zarkasyi, Ibnu. 2006. Pengaruh Keberadaan Tangkahan Terhadap Pengoperasian PPI Bengkalis. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
65
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Kabupaten Tangerang
67
Lampiran 2. Peta Kecamatan Kronjo
68
Lampiran 3. Lay out PPI Kronjo
Sumber : TPI Kronjo, 2007
Keterangan : 1. Gedung TPI 2. Kantor TPI 3. Depot es 4. Gedung BPN
6. Mesjid 7. Tempat parkir 8. Sawah 9. Tempat pengolahan rajungan
11. Bengkel 12. Kantor syahbandar 13. Perumahan Penduduk 14. Jembatan
16. Dermaga bongkar 17. Pagar pembatas 18. Pasar dan terminal 19. Perumahan Nelayan
69
Lampiran 4. Perhitungan Kapasitas Fasilitas Fungsional di PPI Kronjo 1. Tempat pelelangan ikan (TPI) a. Kapasitas terpasang
N =
SxRxa P
Diketahui : S : Luas gedung TPI (m2) N : Jumlah hasil tangkapan rata-rata per hari (ton/hari) N : Jumlah hasil tangkapan rata-rata per hari (ton/hari) P : Daya tampung produksi (47 m2/ton) R : Intensitas lelang per hari (1 kali) a : Perbandingan ruang lelang dengan gedung lelang (0,32) Ditanya : Kapasitas terpasang gedung TPI? Jawab : N =
481 x1 x 0 ,32 47
= 3,27 ton/hari b. Kapasitas aktual N = rata-rata produksi tahunan (tahun 2002-2006) : jumlah hari dalam setahun =
904,284 365
= 2,48 ton/hari 2. Docking Kapasitas terpasang = luas lahan docking (m2) : rata-rata luas kapal (m2/unit) = 1250 : (20x7) = 9 unit 3. Depot es Kapasitas terpasang = = = =
volume depot es (m3 ) : volume balok es (m3/buah) (2,2x1,7x2) : (1,3x0,25x0,25) 7,48 : 0,08 92 buah
70
Lampiran 5. Dokumentasi Lapangan
Kapal bertambat
Pembongkaran ikan
Gedung TPI
Kapal berlabuh
Pengangkutan ikan ke TPI
Pelelangan ikan
71
Ruang Lapak
Pengiriman ikan
Penyusunan ikan yang di lelang
Ruang Timbang
Saluran Air
Docking
72
Bengkel
Instalasi BBM
Depot Es
73
Lampiran 6. Peta Daerah Penangkapan dari PPI Kronjo
Sumber : Dinas Hidro Oseanografi TNI-AL (1990) vide Widiastuti (2003)
74
Lampiran 7. Lay out Gedung TPI PPI Kronjo
75
Lampiran 8. Laporan Produksi Hasil Tangkapan yang Masuk Lelang Pada Bulan Mei 2007 Produksi (Kg) Tanggal No.
Jenis Ikan
1
Peperek
2
Manyung
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
(Kg)
1050
1500
792
1408
1670
780
1500
758
970
690
1700
350
678
1500
520
500
640
490
495
890
895
645
492
600
620
610
605
952
960
951
950
27161
-
300
-
42
40
-
200
-
-
-
40
-
-
25
-
-
-
-
-
40
47
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
87
7080
Biji 3
Nangka
240
520
289
260
430
275
400
198
265
188
470
100
185
450
150
125
145
120
150
180
200
147
122
110
135
105
110
254
260
255
250
4
Kerapu
-
230
204
-
-
-
240
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
674
5
Kurisi
340
760
262
400
745
255
710
280
360
240
760
140
235
750
200
190
240
187
245
270
290
244
190
220
240
200
210
355
361
356
348
10583
6
Cucut
190
440
-
200
390
210
405
225
175
145
410
70
146
400
135
130
155
125
160
86
100
160
127
100
133
80
90
176
178
177
160
5678
7
Pari
148
320
224
172
280
205
300
148
120
90
320
40
89
300
90
100
125
90
130
130
135
130
91
98
107
70
80
110
120
111
102
4575
8
Selar
195
450
268
270
400
240
410
220
260
180
420
100
175
400
180
125
140
120
160
160
170
142
121
105
120
90
91
254
255
155
248
6624
Tetengkek
200
340
258
265
320
170
320
187
165
120
360
60
105
310
100
120
130
110
145
150
170
133
114
120
134
115
116
160
169
161
150
5477
-
220
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
70
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
290
115
207
65
107
200
100
90
95
80
110
135
160
105
82
80
96
75
77
151
154
152
146
4378 4310
9 10
Belanak
11
teri
147
170
313
170
200
295
215
130
156
12
Japuh
168
310
234
210
150
215
150
150
154
95
175
60
70
150
105
110
115
105
130
110
130
117
107
100
111
80
82
154
161
155
147
13
Tembang
190
230
306
262
270
282
300
230
205
145
308
80
130
300
110
35
145
30
168
89
128
148
35
115
125
96
98
207
212
209
180
5368
14
Kembung
124
-
275
120
-
250
220
70
56
48
-
20
35
-
30
-
47
25
520
40
50
48
28
30
37
24
25
52
61
55
48
2338
15
Tenggiri
-
50
-
-
-
-
-
-
50
-
-
25
-
-
-
-
-
-
-
20
37
-
-
-
-
-
-
54
56
57
46
395
16
Layur
15
150
-
-
-
-
40
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
265
48
-
52
60
-
-
150
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
310
155
250
240
120
170
230
280
185
79
48
296
30
45
260
38
70
74
64
76
90
105
75
78
68
71
60
62
77
79
78
74
3627
Ikan 17
lainnya Cumi-
18
cumi
Sumber : TPI Kronjo, 2008
76
Lampiran 9. Trend Perkembangan Jumlah Unit Penangkapan dan Produksi Pada Tahun 2002-2011 di PPI Kronjo Unit Penangkapan
Tahun
Produksi (ton)
Kapal (unit)
Alat Tangkap (unit)
Nelayan (orang)
2002
320
597
576
1094,60
2003
378
598
586
999,45
2004
436
598
596
904,30
2005
494
599
606
809,15
2006
552
599
615
714,00
2007
610
599
625
618,85
2008
668
600
635
523,70
2009
726
600
644
428,55
2010
784
601
654
333,40
2011
842
601
664
239,75
77