INTENSITAS KEBISINGAN PADA KAPAL GILLNET DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) BINUANGEUN LEBAK BANTEN
RISNA DEWI ENISA
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Intensitas Kebisingan pada Kapal Gillnet di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Binuangeun Lebak Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2016 Risna Dewi Enisa NIM C44120020
ABSTRAK RISNA DEWI ENISA. Intensitas Kebisingan pada Kapal Gillnet di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Binuangeun Lebak Banten. Dibimbing oleh BUDHI HASCARYO ISKANDAR dan YOPI NOVITA. Kebisingan merupakan salah satu faktor ketidaknyamanan di atas kapal Kepmenaker RI telah mengeluarkan Keputusan Nomor: Per.13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika dan Faktor Kimia di tempat kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dan membandingkan nilai kebisingan yang disebabkan oleh sumber bising di atas kapal gillnet, menentukan luasan area diatas kapal gillnet yang masih berada dalam area aman terhadap tingkat kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas dan mendeskripsikan keberadaan nelayan terhadap sumber kebisingan. Metode yang digunakan yaitu metode studi kasus, dengan objek penelitian adalah satu unit kapal penangkapan ikan, yaitu kapal gillnet KM Sri Kumpul 2. Terdapat 2 sumber kebisingan pada kapal Gillnet KM Sri Kumpul 2 yaitu mesin utama dan generator. Nilai kebisingan mesin utama lebih besar dibandingkan nilai kebisingan generator. Luasan area aman dari bahaya kebisingan di atas KM Sri Kumpul 2 saat mesin utama beroperasi adalah 94,48% dari seluruh luasan kapal, adapun saat generator beroperasi adalah 100% aman dari kebisingan. Nelayan yang berpeluang memperoleh risiko kebisingan saat mesin utama beroperasi adalah nahkoda kapal. Kata kunci : generator, kebisingan, mesin utama, nilai ambang batas
ABSTRACT RISNA DEWI ENISA. Noise Intensity on a Gillnetter in Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Binuangeun Lebak Banten. Supervised by BUDHI HASCARYO ISKANDAR and YOPI NOVITA. Noise is one of the discomfort factors on the ship. The Labor Ministry of Republic Indonesia has issued the Decree Number: Per.13/Men/X/2011 about Threshold Limit Value (TLV) of Chemistry and Physics Factors in the Workplace. The purpose of the research are to determine and compare the noise value caused by the noise source on the gillnetter, to determine the size of safe area on gillnetter toward the noise level which that exceeds the Threshold Limit Value, and to describe the fishermen existence on the noise source. The research use the case study method; by the object of the research was a gillnetter, KM Sri Kumpul 2. The result showed that there were two noise sources on the gillnetter of KM Sri Kumpul 2, as the main engine and generator. The main engine noise value was greater than the generator noise value. The safe area of noise dangers on KM Sri Kumpul 2 when it operates the main engine was 94.48% of the entire area of gillnet vessel; while it operates the generator was 100% safe from the noise. Among the fisherman, captain earned a risk of noise when the main engine was in operation. Keywords: generator, noise, main engine, threshold limit value
INTENSITAS KEBISINGAN PADA KAPAL GILLNET DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) BINUANGEUN LEBAK BANTEN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanhuwata’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihakpihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, 1. Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar MSi dan Dr Yopi Novita SPi MSi selaku dosen Pembimbing; 2. Dr Mochammad Riyanto SPi MSi selaku komisi pendidikan Departemen PSP; 3. Dr Ir Ronny Irawan Wahyu M Phil selaku penguji tamu atas kesediaan waktu, saran, arahan dan masukannya; 4. Ibu Enis (Ibu), Bapak Sarnata (Ayah), Ima Lestari (Adik), dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberi banyak dukungan baik moril maupun materil; 5. Seluruh keluarga KM Sri Kumpul 2 yang telah memberikan bantuan dan tumpangan untuk ikut melaut selama penelitian; 6. Bapak Ahmad Hadi Kepala Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Binuangeun, Pak Rian dan Pak Tabria yang begitu ramah telah memberikan tumpangan di kantor UPTD selama penelitian berlangsung; 7. Mbak Sri Wahyuni dan Mang Obing teman seperjuangan yang sudah menemani melaut dan membantu mengambil data penelitian; 8. Prihatin Ika Wahyuningrum SPi MSi, Dr Fis Purwangka SPi MSi, Bang Dwi Putra Yuwandana, Lukman Hakim, dan Acep M Hidayat yang sudi membantu dalam pengolahan data; 9. Pak Zulfa, Bu Fina, Mang Isman dan Mang Yana atas doa, dukungan, bantuan dan semangat yang selalu diberikan. 10. Bapak Ismawanto guru teladan dan Deri Gumilar yang selalu memberikan motivasi serta dukungan pada saya pribadi dan keluarga. 11. Teman-teman Kost 3R, Geng Surga dan seluruh keluarga PSP 49 yang telah bersedia menjadi tempat berbagi cerita dan banyak memberikan masukkan dan dukungan selama proses penyusunan skripsi; 12. Dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah berkontribusi secara langsung maupun tidak dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.
Bogor, Juni 2016 Risna Dewi Enisa
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
3
Waktu dan Tempat
3
Peralatan Penelitian
3
Jenis Data dan Pengumpulan Data
4
Tahapan Penelitian
5
Pengolahan dan Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Hasil
6
Kondisi Kapal Gillnet KM Sri Kumpul 2
6
Pola Distribusi Kebisingan dan Nilai Kebisingan
9
Nilai Kebisingan di atas Kapal vs Nilai Ambang Batas
13
Posisi Nelayan dalam Pola Kebisingan
14
Pembahasan
16
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
21
DAFTAR TABEL 1 Metode pengumpulan data
4
2 Nilai Ambang Batas kebisingan
6
3 Spesifikasi Kapal KM Sri Kumpul 2
6
4 Nilai rata-rata kebisingan yang dihasilkan mesin utama pada tiap titik pengukuran
10
5 Nilai rata-rata kebisingan yang dihasilkan generator pada tiap titik pengukuran
12
DAFTAR GAMBAR 1 Peta lokasi penelitian
3
2 Layout koordinat KM Sri Kumpul 2
4
3 Tahapan penelitian
5
4 General Arrangement KM Sri Kumpul 2
8
5 Mesin Utama KM Sri Kumpul 2
9
6 Generator KM Sri Kumpul 2
9
7 Pola sebaran kebisingan pada kondisi mesin utama menyala
11
8 Pola sebaran kebisingan pada kondisi generator menyala
12
9 Area bahaya dan aman dari kebisingan pada saat mesin utama menyala
13
10 Area bahaya dan aman dari kebisingan pada saat generator menyala
14
11 Posisi ABK saat menuju fishing ground
14
12 Posisi ABK saat kembali fishing base
15
13 Posisi ABK saat setting
15
14 Posisi ABK saat soaking
15
15 Posisi ABK saat hauling
16
DAFTAR LAMPIRAN 1 Gambar Peralatan Penelitian
22
2 Grafik Nilai Kebisingan di Atas Kapal vs Nilai Ambang Batas
23
PENDAHULUAN Latar Belakang Lingkungan kerja yang aman dan nyaman sangat dibutuhkan oleh nelayan di atas kapal untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif. Kebisingan merupakan salah satu faktor ketidaknyamanan di atas kapal dan menjadi salah satu penyebab “penyakit lingkungan“ yang terjadi saat ini. Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa terdapat 250 juta (4,2 %) penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran dari dampak kebisingan dalam berbagai bentuk. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1405/Menkes/SK/XI/2002: kebisingan adalah terjadi bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan. Bising ini merupakan kumpulan nada-nada dengan macam-macam intensitas yang tidak diinginkan sehingga mengganggu kesehatan orang terutama pendengaran. Menurut Iskandar (2012) kebisingan menimbulkan efek pada psikologis dan interaksi sosial, yaitu suara dengan volume yang keras akan mengganggu komunikasi verbal dan akan menimbulkan stres pada diri seseorang. Untuk melindungi pekerja dari bahaya kebisingan di tempat kerja, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah mengeluarkan Keputusan Nomor: Per.13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di tempat kerja, bahwa Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kebisingan yang melebihi ambang pendengaran dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama serta berulang-ulang dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang menetap, gangguan pendengaran yang terjadi akibat terpapar bising dikenal sebagai gangguan pendengaran akibat bising (Luxson et al. 2010). Kebisingan di atas kapal lebih disebabkan karena bunyi mesin kapal. Berdasarkan hasil kajian Somantri (2014) sumber kebisingan pada kapal penangkap ikan yang paling berpotensi mengakibatkan pencemaran adalah mesin utama kapal dan generator. Akan tetapi dari hasil kajian Rumbrawer et al. (2015) pada kapal pukat kecil bermesin tempel menunjukkan terdapat 3 sumber kebisingan, yaitu mesin utama, generator dan winch. Namun dari hasil kajian tersebut terlihat bahwa kebisingan yang dihasilkan oleh winch masih berada pada ambang normal. PPI Binuangeun merupakan PPI terbesar di Kabupaten Lebak yang terletak di Desa Muara, Kecamatan Wanasalam, dengan alat tangkap gillnet yang paling dominan. Kapal gillnet di PPI Binuangeun merupakan salah satu kapal yang dalam pengoperasiannya menghidupkan mesin utama selama 5 jam per hari dengan kebisingan secara kontinyu adalah 2,5 jam saat menuju fishing ground serta 2,5 jam saat kembali ke fishing base dan generator menyala selama 10 jam secara kontinyu per hari kerja pada saat setting, soaking dan hauling. Berdasarkan Per.13/MEN/X/2011 dengan kondisi mesin yang menyala lebih dari 8 jam per hari kerja telah melebihi nilai ambang batas yang dianggap aman. Semakin lama
2 telinga mendengar kebisingan maka semakin besar pula kemungkinan dampak buruk yang akan diakibatkannya, diantaranya yaitu kemampuan pendengaran akan semakin berkurang. Masih kurangnya informasi tentang kebisingan pada kapal perikanan mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul Intensitas Kebisingan pada Kapal Gillnet di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Binuangeun Lebak Banten. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta gambaran lanjutan tentang tingkat kebisingan di atas kapal penangkap ikan dan pengaruhnya terhadap kesehatan Anak Buah Kapal (ABK). Perumusan Masalah Salah satu jenis gangguan fisiologis adalah yang diakibatkan oleh kebisingan. Menurut Iskandar (2012) tekanan suara yang dirasakan melebihi kemampuan fisiologis seseorang akan merusak fisiologis pendengarannya. Kapal gillnet beroperasi selama 16 jam per hari kerja dengan mesin menyala selama 15 jam, dimana memiliki rincian yaitu mesin utama selama 5 jam per hari dengan kebisingan secara kontinyu adalah 2,5 jam saat menuju fishing ground serta 2,5 jam saat kembali ke fishing base dan generator menyala selama 10 jam secara kontinyu per hari kerja pada saat setting, soaking dan hauling. Oleh karena itu agar keselamatan kerja diatas kapal gillnet dapat tercapai, akan dijawab beberapa permasalahan di atas kapal sebagai berikut: 1. Berapa nilai kebisingan yang disebabkan oleh sumber bising di atas kapal gillnet?; 2. Berapa luasan area diatas kapal gillnet yang masih berada dalam area aman?; 3. Bagaimana posisi nelayan terhadap sumber kebisingan?;
Tujuan Penelitian 1. 2. 3.
Tujuan penelitian ini ialah: Menentukan dan membandingkan nilai kebisingan yang disebabkan oleh sumber bising di atas kapal gillnet; Menentukan luasan area di atas kapal gillnet yang masih berada dalam area aman terhadap tingkat kebisingan yang melebihi NAB; Mendeskripsikan keberadaan nelayan terhadap sumber kebisingan;
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai informasi bagi penelitian sejenis dan bahan masukan bagi para pembuat kapal agar dapat membuat kapal yang dilengkapi dengan peredam bising yang baik.
3
METODE Metode penelitian yang digunakan yaitu metode studi kasus. Objek penelitian ini adalah satu unit kapal penangkapan ikan, yaitu kapal gillnet KM Sri Kumpul 2 (Lampiran 1). Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di PPI Binuangeun, Lebak, Banten. (Lokasi PPI Binuangeun disajikan pada Gambar 1). Pengambilan data lapang dilakukan pada bulan November 2015 sampai bulan Januari 2016.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Peralatan Penelitian 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Peralatan yang digunakan selama penelitain ini berlangsung antara lain: Sound Level Meter digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan. Alat ini mengukur suara di antara 30 – 130 dB(A) dan dari frekuensi 20-20.000 Hz; Layout kapal digunakan untuk menentukan titik – titik koordinat pengukuran di kapal; Meteran digunakan untuk mengukur jarak antar koordinat di kapal; Stopwatch digunakan untuk mengukur durasi operasi penangkapan ikan di setiap kegiatan; Kamera digunakan untuk mendokumentasikan setiap kegiatan selama penelitian; Alat tulis digunakan untuk memindahkan data yang ada pada Sound Level Meter pada layout kapal.
4 Jenis Data dan Pengumpulan Data Data pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu nilai dan pola intensitas sebaran kebisingan, waktu kerja dan posisi nelayan selama operasi penangkapan di atas kapal, serta keluhan pendengaran dan pengetahuan nelayan tentang kebisingan. Adapun data sekunder yang digunakan yaitu Nilai Ambang Batas (NAB) dari Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor: Per.13/Men/X/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja. Metode pengumpulan data yang digunakan ialah pengukuran langsung, observasi dan wawancara. (Tabel 1).
1. 2.
1. 2. 1. 2. 3.
Tabel 1 Metode pengumpulan data Jenis Data Metode pengumpulan data Tujuan 1: Menentukan dan membandingkan nilai kebisingan yang di sebabkan oleh sumber bising di atas kapal gillnet 1. Jarak pemetaan Pengukuran langsung 2. Nilai kebisingan Pengukuran langsung Tujuan 2: Menentukan luasan area di atas kapal gillnet yang masih berada dalam area aman terhadap tingkat kebisingan yang melebihi NAB 1. Nilai kebisingan Pengukuran langsung 2. Luas kebisingan Pengukuran langsung Tujuan 3: Mendeskripsikan keberadaan nelayan terhadap sumber kebisingan 1. Nilai kebisingan Observasi 2. Nilai posisi nelayan Observasi 3. Jarak nelayan dari sumber kebisingan Pengukuran langsung 4. Keluhan pendengaran dan pengetahuan nelayan Wawancara Pemetaan kebisingan dilakukan dengan membuat titik pengukuran setiap 1 meter pada bagian sisi kapal dan 0,5 meter pada bagian tengah kapal (ukuran lebar kapal adalah 3 meter), sehingga diperoleh beberapa titik koordinat pengukuran yang ditampilkan pada Gambar 2. Penentuan titik di area tersebut dilakukan karena area tersebut sudah mewakili nilai kebisingan dari keseluruhan luas area kapal. Pengukuran kebisingan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan untuk mendapatkan kestabilan data yang dihasilkan.
Keterangan: (a) ruang mesin utama (b) generator (c) knalpot Gambar 2 Layout koordinat KM Sri Kumpul 2
5 Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yang diuraikan dalam bentuk bagan berikut: Mulai Pengukuran kapal contoh
Pemetaan titik sampling
Identifikasi posisi ABK
Pengukuran kebisingan
Pembuatan kontur kebisingan mesin utama dan generator Penentuan tingkat kebisingan berdasarkan NAB
Selesai Gambar 3 Tahapan penelitian Pengolahan dan Analisis Data Prosedur analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Hasil observasi selama operasi penangkapan ikan berlangsung dianalisis secara deskriptif untuk memberikan informasi tentang durasi paparan kebisingan dan posisi nelayan; 2. Data hasil pengukuran nilai kebisingan yang diperoleh dengan menggunakan sound level meter pada di tiap koordinat, dibuat peta kontur kebisingan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Surfer 11. 3. Setelah kontur terbentuk, nilai-nilai kebisingan dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas sebagai acuan dan ditentukan luasan area yang masih berada dalam area aman mengacu pada Per.13/Men/X/2011 (Tabel 2).
6 Tabel 2 Nilai Ambang Batas kebisingan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Kebisingan Waktu pemaparan per hari Intensitas Kebisingan dalam dB(A) 16 82 8 85 Jam 4 88 2 91 1 94 30 97 15 100 Menit 7,5 103 3,75 105 1,88 109 0,94 112 28,12 115 14,06 118 7,03 121 3,52 124 Detik 1,76 127 0,88 130 0,44 133 0,22 136 0,11 139 Catatan : Tidak boleh terpapar lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.
Sumber: Kepmenaker, 2011
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Kapal Gillnet KM Sri Kumpul 2 Spesifikasi kapal gillnet KM Sri Kumpul 2 ditunjukkan pada Tabel 3 dan general arangement pada Gambar 4. Tabel 3 Spesifikasi Kapal Gillnet KM Sri Kumpul 2 No Spesifikasi Ukuran Satuan Keterangan 1 Panjang total (LOA) 12 Meter 2 Panjang garis air (LWL) 9 Meter 3 Lebar (B) 3,40 Meter
7 Lanjutan Tabel 4 Spesifikasi Kapal Gillnet KM Sri Kumpul 2 No Spesifikasi Ukuran Satuan 4 Depth (D) 2,2 Meter 5 Draft (d) 1,7 Meter 6 Kecepatan 7 Knot 7 ABK 4 1 nahkoda, 3 ABK 8 Gross tonnage 6 GT 9 Mesin Utama 30 PK 10 Generator 3 PK 11 Waktu Operasi 16 jam
Keterangan
Yanmar TF Tiger
Operasi penangkapan ikan KM Sri Kumpul 2 berlangsung selama 16 jam, dari pukul 14.00 sampai dengan 06.00. Namun mesin menyala selama operasi kebisingan berlangsung selama 15 jam. Adapun rincian waktunya sebagai berikut, 2,5 jam perjalanan menuju fishing ground, 0,5 jam setting alat tangkap, 7,5 jam perendaman (soaking), 2 jam pengangkatan (hauling) jaring, dan 2,5 jam perjalanan kembali ke fishing base. Ruang kemudi dan ruang akomodasi tepat berada diatas ruang mesin utama (main engine). Ruangan tersebut memiliki dimensi tinggi 2,0 meter, lebar 1,4 meter dan panjang 2,4 meter. Hasil tangkapan yang didapat oleh KM Sri Kumpul 2 diletakkan di atas alat tangkap tanpa menggunakan es. Adapun generator berada di ujung kiri ruang kemudi yang dibiarkan terbuka. Nelayan kapal gillnet KM Sri Kumpul 2 berjumlah 4 orang, dengan rincian tugas yaitu satu orang bertugas sebagai nahkoda, dua orang bertugas sebagai penebar dan penarik jaring serta satu orang terakhir bertugas sebagai pemompa air dan memasak untuk semua nelayan.
Gambar 4 General Arrangement KM Sri Kumpul 2
8
9
Pola Distribusi Kebisingan dan Nilai Kebisingan Sumber kebisingan di atas kapal gillnet KM Sri Kumpul 2 berasal dari dua sumber. Sumber kebisingan pertama berasal dari mesin utama (Gambar 5) dan sumber kebisingan kedua berasal dari generator (Gambar 6). Kedua mesin ini tidak pernah menyala secara bersamaan. Mesin utama menyala ketika perjalanan menuju fishing ground dan kembali ke fishing base, sedangkan generator menyala pada saat aktivitas pengoperasian alat tangkap dilakukan, yaitu setting, soaking dan hauling. Mesin utama digunakan sebagai penggerak kapal dan generator digunakan sebagai sumber listrik bagi penerangan saat operasi alat tangkap dilakukan pada malam hari.
Gambar 5 Mesin Utama KM Sri Kumpul 2
Gambar 6 Generator KM Sri Kumpul 2
10 Sumber Kebisingan: Mesin Utama Ruang mesin berada di bawah ruang kemudi dengan dimensi ruang 1,25 meter, lebar 2,8 meter dan panjang 3,5 meter dan terbuat dari material kayu. Mesin utama menggunakan mesin diesel merk Yanmar TF berukuran 30 PK dan menghasilkan kebisingan selama 5 jam dengan rincian waktu operasi adalah 2,5 jam waktu kapal menuju fishing ground dan 2,5 jam waktu kapal kembali ke fishing base. Mesin utama pada KM Sri Kumpul 2 terletak pada ruang tertutup bercelah yang berada di bawah dek kapal. Konstruksi ruang tempat sumber kebisingan mesin berupa kayu lapis atau papan dengan ketebalan 3,5 cm pada bagian atas dan pada sisi lain memiliki tebal 5 cm. Mesin ini sudah berumur 13 tahun. Pengukuran tingkat kebisingan saat kondisi mesin utama menyala menghasilkan data nilai kebisingan pada tiap titik pengukuran. Nilai kebisingan pada tiap titik pengukuran saat kondisi mesin utama menyala dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 5 Nilai rata-rata kebisingan yang dihasilkan mesin utama pada tiap titik pengukuran Nilai Kebisingan (dB(A)) Koordinat 0 1 1.5 2 3 0 73,26 74,13 74,63 74,23 74,03 1 75,56 76,37 80,37 75,80 74,37 2 77,5 80,97 83,07 84,33 77,30 3 80,3 90,37 88,17 86,30 77,27 4 85,33 97,20 92,07 89,70 97,23 5 82,26 91,03 92,37 91,10 89,23 6 80,4 79,90 90,47 78,20 75,07 7 76,53 77,57 77,40 77,57 75,33 8 74,33 74,53 74,87 74,13 74,03 9 72,76 73,26 73,30 73,23 71,17 10 72,23 71,76 71,97 11 70,86 71,43 71,23 12 67,5 Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai kebisingan yang tertinggi pada kondisi mesin utama menyala yaitu sebesar 97,23 dB(A) dan nilai terendah sebesar 67,5 dB(A). Nilai perbedaan antara nilai kebisingan tertinggi dan terendah sebesar 24,87 dB(A) dengan jarak 8 m. Sebaran kebisingan pada kondisi mesin utama menyala dapat dilihat pada Gambar 7.
11
Keterangan: (a) ruang mesin utama (b) ruang generator (c) knalpot Gambar 7 Pola sebaran kebisingan pada kondisi mesin utama menyala Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa pola sebaran kebisingan mesin utama ketika menyala dibagi ke dalam enam zona. Warna merah merupakan zona yang memiliki nilai kebisingan paling tinggi dengan jarak 0 sampai 1 meter dari sumber kebisingan. Zona selanjutnya yaitu orange dengan jarak 1 sampai 2 meter dari sumber kebisingan. Warna kuning merupakan zona ketiga nilai kebisingan tertinggi yang berjarak 1 sampai 1,5 meter dari sumber kebisingan. Adapun warna hijau yaitu zona yang berjarak 2 sampai 3 meter dari sumber kebisingan. Warna biru memiliki jarak 3 sampai 7,5 meter dari sumber kebisingan. Zona terakhir yang merupakan zona terendah yaitu zona ungu memiliki jarak 7,5 sampai 8 meter dari sumber kebisingan.
Sumber Kebisingan: Generator Mesin generator menghasilkan kebisingan selama 10 jam dengan rincian yaitu 0,5 jam saat setting alat tangkap, 7,5 jam saat perendaman (soaking), dan 2 jam saat pengangkatan jaring (hauling). Kegiatan setting, soaking, dan hauling dilakukan satu kali dalam satu kali operasi penangkapan. Mesin generator berada di ruang terbuka, yang terletak di ujung kiri ruang kemudi. Mesin ini menggunakan merk Tiger berukuran 3 PK dan merupakan mesin buatan tahun 2015. Pengukuran pun dilakukan pada kondisi generator menyala, dan nilai kebisingan di tiap titik pengukuran pada kondisi generator menyala dapat dilihat pada Tabel 5.
12 Tabel 6 Nilai rata-rata kebisingan yang dihasilkan generator pada tiap titik pengukuran Nilai Kebisingan (dB(A)) Koordinat 0 1 1.5 2 3 55,17 54,27 53,37 50,37 48,50 0 60,43 61,00 59,67 57,07 56,20 1 66,37 73,87 71,83 57,30 74,63 2 64,13 73,17 73,90 70,03 63,13 3 57,23 69,27 69,47 69,60 55,97 4 56,00 65,93 65,17 64,07 54,03 5 6 53,47 53,33 53,70 52,70 50,93 51,53 50,27 50,67 49,77 48,90 7 50,03 48,40 49,30 49,17 48,20 8 48,73 49,37 48,80 48,87 47,53 9 48,70 48,77 48,53 10 43,40 42,97 42,53 11 40,13 12 Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai kebisingan yang tertinggi saat kondisi generator menyala yaitu sebesar 74,63 dB(A), sedangkan nilai terendah yaitu sebesar 40,13 dB(A). Nilai perbedaan antara nilai kebisingan tertinggi dan terendah sebesar 34,50 dB(A) dengan jarak 10 m. Sebaran kebisingan ketika generator menyala dapat dilihat pada Gambar 8.
Keterangan: (a) ruang mesin utama (b) ruang generator (c) knalpot Gambar 8 Pola sebaran kebisingan pada kondisi generator menyala Gambar 8 menunjukkan bahwa pola sebaran kebisingan generator ketika menyala di bagi ke dalam empat zona. Warna kuning merupakan zona yang memiliki nilai kebisingan paling tinggi yang memiliki jarak 0 sampai 1 meter dari sumber kebisingan. Zona kedua terbesar yaitu hijau dengan jarak 1 sampai 4
13 meter dari sumber kebisingan. Warna biru merupakan zona ketiga nilai kebisingan tertinggi dengan berjarak 4 sampai 10 dari sumber kebisingan. Zona terakhir yang merupakan zona terendah yaitu zona ungu yang memilik jarak 10 sampai 11 meter dari sumber kebisingan. Nilai Kebisingan di atas Kapal vs Nilai Ambang Batas Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI menyebutkan bahwa NAB untuk lama waktu terpapar kebisingan selama 8 jam adalah 85 dB(A). Sementara itu, pada kondisi mesin utama menyala didapatkan hasil pengukuran waktu kerja di kapal adalah 5 jam per hari dengan kebisingan secara kontinyu adalah 2,5 jam saat menuju fishing ground dan 2,5 jam saat kembali ke fishing base. Dengan demikian, melalui interpolasi standard NAB yang sudah ada diperoleh nilai NAB untuk waktu kerja 2,5 jam adalah 90,25 dB(A). Dari nilai kebisingan pada saat mesin utama menyala (Tabel 4) dapat dikatakan bahwa titik pengukuran mesin utama yang berada pada dekat sumber kebisingan berada di atas NAB. Pola sebaran bahaya dan aman dari kebisingan pada saat mesin utama menyala disampaikan pada Gambar 9.
Keterangan: (a) ruang mesin utama (b) ruang generator (c) knalpot area bahaya Gambar 9 Area bahaya dan aman dari kebisingan pada saat mesin utama menyala Gambar 9 menunjukkan bahwa kotak putih berarsir merupakan area bahaya dari kebisingan dengan luas sebesar 2,25 m2 yang berjarak 0 sampai 1 meter dari sumber kebisingan. Sementara sisa area tanpa arsir merupakan area aman dari kebisingan dengan luas area sebesar 38,55 m2. Pada kondisi generator menyala didapatkan hasil pengukuran waktu kerja di kapal adalah 10 jam secara kontinyu, yaitu pada saat operasi alat tangkap setting, soaking dan hauling. Sehingga melalui interpolasi standard NAB yang sudah ada diperoleh nilai NAB untuk waktu kerja 10 jam adalah 84,25 dB(A). Dari nilai kebisingan pada saat generator menyala (Tabel 4) dapat disimpulkan bahwa semua titik pengukuran memiliki nilai kebisingan berada di bawah NAB. Pola sebaran bahaya dan aman dari kebisingan pada saat generator menyala disampaikan pada Gambar 10.
14
Keterangan: (a) ruang mesin utama (b) ruang generator (c) knalpot Gambar 10 Area bahaya dan aman dari kebisingan pada saat generator menyala Gambar 10 menunjukkan bahwa pola sebaran yang terbentuk pada saat generator menyala terdapat 4 pola warna yaitu kuning, hijau, dan ungu. Dapat disimpulkan bahwa seluruh area kapal Gillnet KM Sri Kumpul 2 pada saat generator menyala adalah aman dari bahaya kebisingan.
Posisi Nelayan dalam Pola Kebisingan Posisi nelayan dalam setiap aktivitas penangkapan ikan berlangsung selalu berubah-ubah baik pada saat mesin utama menyala maupun pada saat generator menyala, mulai dari perjalanan menuju fishing ground sampai kembali lagi ke fishing base.
Sumber Kebisingan: Mesin Utama Mesin utama menyala pada saat perjalanan menuju fishing ground dan kembali ke fishing base dengan durasi masing-masing selama 2,5 jam. Posisi nelayan di atas KM Sri Kumpul 2 selama operasi penangkapan ikan berlangsung pada kondisi mesin utama menyala dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Keterangan: : Nahkoda : nelayan lain Gambar 11 Posisi nelayan saat menuju fishing ground Gambar 11 menunjukan bahwa nahkoda berada pada zona merah. Adapun ketiga nelayan lain terpapar pada zona biru.
15
Keterangan: : Nahkoda : nelayan lain Gambar 12 Posisi nelayan saat kembali fishing base Pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa nahkoda dan nelayan 1 terpapar pada zona merah, nelayan 2 terpapar pada zona kuning, dan nelayan 3 terpapar pada hijau. Sumber Kebisingan: Generator Generator menyala ketika aktivitas operasi alat tangkap dilakukan, yaitu setting, soaking dan hauling. Durasi generator menyala yaitu 10 jam dengan rincian sebagai berikut: 0,5 jam setting, 7,5 jam soaking dan 2 jam hauling. Posisi nelayan di atas KM Sri Kumpul 2 selama operasi penangkapan ikan berlangsung pada kondisi generator menyala dapat dilihat pada Gambar 13, 14 dan 15.
Keterangan: : Nahkoda : nelayan lain Gambar 13 Posisi nelayan saat setting Gambar 13 menunjukkan bahwa pada saat setting tidak ada nahkoda maupun nelayan lain yang berada pada zona bahaya. Secara berurutan nahkoda, nelayan 2, dan nelayan 3 terpapar pada zona hijau adapun nelayan 1 terpapar pada zona biru.
Keterangan: : Nahkoda : nelayan lain Gambar 14 Posisi nelayan saat soaking
16 Gambar 14 menunjukkan bahwa ketika soaking semua nelayan berada pada zona hijau atau secara keseluruhan para nelayan terpapar pada zona aman dari kebisingan.
Keterangan: : Nahkoda : nelayan lain Gambar 15 Posisi nelayan saat hauling Gambar 15 menunjukkan bahwa ketika hauling, nahkoda berada pada zona hijau. Adapun ketiga nelayan berada pada zona biru.
Pembahasan Menurut Martasuganda (2008) berdasarkan klasifikasi konstruksi alat tangkap yang dioperasikan pada kapal gillnet KM Sri Kumpul 2 dapat dimasukkan ke dalam jaring insang satu lembar. Jaring insang satu lembar adalah jaring insang yang jaring utamanya terdiri dari satu lembar jaring, tinggi jaring ke arah dalam atau mesh depth dan ke arah panjang mesh length disesuaikan dengan target tangkapan, daerah penangkapan dan metode pengoperasian. Pengoperasian jaring insang ini yaitu di permukaan sampai kolom perairan. Sedangkan klasifikasi berdasarkan metode pengoperasian, jaring insang ini termasuk jaring insang hanyut, yaitu jaring insang yang cara pengoperasiannya dibiarkan hanyut di perairan dan salah satu ujungnya diikatkan pada kapal. Kapal Gillnet KM Sri Kumpul 2 beroperasi selama 16 jam dalam satu kali pengoperasian, namun mesin menyala selama 15 jam dengan rincian mesin utama selama 5 jam per hari dengan kebisingan secara kontinyu adalah 2,5 jam saat menuju fishing ground serta 2,5 jam saat kembali ke fishing base dan generator menyala secara kontinyu selama 10 jam, saat kegiatan setting, soaking dan hauling. Kapal penangkapan ikan tradisional merupakan salah satu lingkungan kerja yang rawan dari kebisingan. Menurut Suma’mur (1996) kebisingan yang sering ditemukan di lingkungan kerja adalah: (1) kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state, wide band noise) misalnya mesin-mesin, kipas angin dan dapur pijar, (2) kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (stedy state, norroe band noise) misalnya gergaji siruler dan katup gas, (3) kebisingan terputus-putus (intermillent) misalnya lalu lintas dan pesawat terbang di lapangan udara, (4) kebisingan implusif (impact or implusive noise) misalnya pukulan, tembakan bedil atau meriam dan ledakan serta (5) kebisingan implusif berulang misalnya mesin tempa di perusahaan. Kebisingan yang ada di atas KM Sri Kumpul 2 dapat diklasifikasikan sebagai kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state, wide band noise).
17 Berdasarkan kajian Somantri (2014) terdapat dua sumber kebisingan pada kapal penangkapan ikan lift net yang beropereasi di perairan Pulo Ampel, Serang, Banten, yaitu mesin utama dan generator. Namun pada kajian Rumbrawer et al. (2015) terdapat tiga sumber kebisingan pada kapal pukat cincin kecil bermesin tempel, yaitu mesin utama, generator, dan mesin winch (penarik tali cincin). Pada kajian ini terdapat dua sumber kebisingan pada kapal penangkapan ikan gillnet yang beroperasi di perairan Binuangeun, Lebak Banten, yaitu mesin utama dan generator. Data pengukuran nilai kebisingan pada kapal gillnet KM Sri Kumpul 2 menunjukkan bahwa mesin utama menghasilkan kebisingan yang lebih tinggi dari pada generator, dengan perbedaan nilai kebisingan yaitu nilai maksimal pada mesin utama adalah 97,23 dB(A), nilai minimal adalah 67,5 dB(A), dan nilai ratarata adalah sebesar 79,06 dB(A). Adapun pada generator adalah nilai maksimal yaitu sebesar 74,63 dB(A), nilai minimal sebesar 40,13 dB(A), dan nilai rata-rata adalah sebesar 55,96 dB(A). Hal ini berbanding terbalik dengan kajian Somantri (2014) yaitu pada kapal lift net menghasilkan nilai kebisingan generator lebih besar dibandingkan nilai kebisingan mesin utama, dengan perbedaan nilai kebisingan yaitu nilai maksimal pada generator adalah 104,72 dB(A), nilai minimal sebesar 70,01 dB(A), dan nilai rata-rata adalah sebesar 93,85 dB(A). Adapun nilai maksimal pada mesin utama adalah 105,36 dB(A), nilai minimal sebesar 72,63 dB(A), dan nilai rata-rata sebesar 91,19 dB(A). Perbedaan nilai kebisingan pada kajian ini dengan kajian Somantri (2014) dapat disebabkan oleh merk dan ukuran mesin yang berbeda. Kapal gillnet KM Sri Kumpul 2 menggunakan mesin utama bermerk Yanmar TF berukuran 30 PK dan berumur 13 tahun sedangkan pada kajian Somantri (2014) mesin utama menggunakan merk Mitsubishi berukuran 120 PS berumur 12 tahun. Adapun generator pada kajian ini menggunakan merk Tiger berukuran 3 HP sedangkan pada kajian Somantri (2014) generator bermerk Mitsubishi berukuran 120 PS. Berdasarkan kajian Mardan dan Riandadari (2013) nilai kebisingan yang berada di atas nilai ambang batas dapat berdampak pada tuli sangat berat. Karena nilai kebisingan mesin utama berada di atas Nilai Ambang Batas maka dapat diperkirakan bahwa suara bising mesin utama berpotensi untuk menghasilkan dampak buruk pada kesehatan pendengaran nelayan. Zona warna merah pada kajian ini merupakan zona tertinggi dengan nilai kebisingan pada mesin utama sebesar 90,47-97,23 dB(A) dengan jarak 0 sampai 1 meter dari sumber kebisingan. Adapun pada generator nilai kebisingan tertinggi adalah berwarna kuning dengan nilai sebesar 73,17-74,63 dB(A) dengan jarak 0 sampai 1 meter dari sumber kebisingan. Dilihat dari daerah kebisingan pada kontur yang terbentuk, warna merah menyebar pada jarak 0 sampai 1 meter dari sumber kebisingan secara tidak sempurna. Hal ini karena mesin utama berada di bawah ruang kemudi yang teredam oleh tempat duduk yang terbuat dari papanpapan berukuran 3 cm, sehingga kebisingan hanya terkonsentrasi pada daerah ruang kemudi yang berada tepat di atas ruang mesin. Pola sebaran kebisingan pada generator tertinggi yaitu berwarna kuning yang berarti generator 100% berada dibawah Nilai Ambang Batas yaitu aman dari kebisingan atau telah memenuhi standar Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI mengenai batas waktu maksimal karyawan. Menurut Suma’mur (1996) untuk mengurangi kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan dengan menempatkan peredam pada sumber getaran serta menurut Tambunan (2005) dalam Somantri
18 (2014) suara dapat diredam dengan menggunakan dinding atau komponenkomponen struktural lainnya sebagai media rambat (structure sound noise). Nilai Ambang Batas (NAB) adalah waktu maksimum kontak pada lingkungan bising yang diizinkan untuk berada dalam intensitas kebisingan (sumber) atau angka 85 dB(A) yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI menyebutkan bahwa NAB untuk lama waktu terpapar kebisingan selama 8 jam adalah 85 dB (A). Sementara itu, pada kondisi mesin utama menyala didapatkan hasil pengukuran waktu kerja di kapal adalah 5 jam per hari dengan kebisingan secara kontinyu adalah 2,5 jam saat menuju fishing ground dan 2,5 jam saat kembali ke fishing base. Dengan demikian, melalui interpolasi standard NAB yang sudah ada diperoleh nilai NAB untuk waktu kerja 2,5 jam adalah 90,25 dB(A). Adapun mesin generator menyala selama 10 jam per hari kerja dan Nilai Ambang Batas (NAB) untuk waktu kerja 10 jam setelah di interpolasi adalah 84,25 dB(A). Nilai kebisingan yang tertinggi pada kondisi mesin utama menyala yaitu sebesar 97,23 dB(A). Berdasarkan kajian Hidayat et al. (2012) tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh mesin utama lebih tinggi dari suara mesin pemboran batuan dan main mrusher yang nilai kebisingannya sebesar 86,13 dB(A). Adapun pada kajian Gyamfi at al. (2015) nilai kebisingan mesin utama setara dengan mesin bor yang digunakan di perusahaan tambang di wilayah Ashanti di Ghana yaitu sebesar 97,0 dB(A). Nilai terendah mesin utama menyala sebesar 67,5 dB(A). Nilai perbedaan antara nilai kebisingan tertinggi dan terendah sebesar 24,87 dB(A) dengan jarak diantara kedua titik sebesar 8 m. Nilai kebisingan yang tertinggi pada kondisi generator menyala yaitu sebesar 74,63 dB(A) adapun nilai terendah yaitu sebesar 40,13 dB(A). Nilai perbedaan antara nilai kebisingan tertinggi dan terendah sebesar 34,50 dB(A) dengan jarak diantara kedua titik sebesar 10 m. Area aman merupakan area yang intensitas kebisingannya seimbang dengan waktu terpapar kebisingan per hari kerja sesuai dengan Kepmenaker RI. Nilai kebisingan pada KM Sri Kumpul 2 berbeda pada setiap sumber kebisingan. Dilihat dari Tabel 4 dan 5 dapat diketahui untuk area aman KM Sri Kumpul 2 dari mesin utama yaitu 28,35 m2 di bagian haluan dan 10,2 m2 dibagian buritan atau 94,48% dari keseluruhan luas area kapal dengan jarak 1 sampai 7 meter dari sumber kebisingan. Sedangkan area aman dari mesin generator adalah 100% dari luasan KM Sri Kumpul 2. Terdapat 5 aktivitas pada saat operasi penangkapan ikan berlangsung, yaitu perjalanan menuju fishing ground, setting alat tangkap, soaking alat tangkap, hauling alat tangkap, dan perjalanan kembali ke fishing base. Posisi nelayan KM Sri Kumpul 2 berubah-ubah pada setiap aktivitas penangkapan tersebut. Berdasarkan pola posisi posisi di atas kapal pada saat operasi penangkapan ikan dapat diketahui bahwa selama proses penangkapan ikan berlangsung, terlihat bahwa dari seluruh kegiatan operasi penangkapan ikan nahkoda kapal mendapatkan paparan yang paling besar. Mayoritas posisi nahkoda di atas kapal berada di zona merah yang nilai kebisingannya 91-97 dB(A) untuk mesin utama dan 66-69 dB(A) untuk generator. Durasi nelayan yang bertugas mengemudikan kapal atau nahkoda berada pada saat mesin utama menyala mencapai 5 jam dengan masing-masing 2,5 jam yaitu saat berangkat menuju fishing ground dan kembali ke fishing base dengan jarak 1 meter dari sumber kebisingan. Pada generator menyala durasi kebisingan mencapai 10 jam dengan jarak 2,5 meter dari
19 sumber kebisingan. Sementara itu, intensitas suara di kapal yang diterima nelayan berbeda untuk waktu masing-masing aktivitas penangkapan ikan. nelayan 1, nelayan 2, dan nelayan 3 berada pada area aman ketika aktivitas penangkapan berangkat menuju fishing ground, setting alat tangkap, soaking alat tangkap dan hauling alat tangkap. Adapun area bahaya yang nelayan 1, nelayan 2, dan nelayan 3 rasakan adalah ketika perjalanan kembali ke fishing ground. Menurut hasil kajian Gupta dan Ghatak (2011) kebisingan berakibat buruk pada fisiologis dan psikologis, seperti abnormal tingkat detak jantung, kesulitan mendengar, masalah dalam komuniksai dan kesulitan tidur. Hasil kajian tersebut sesuai dengan hasil kajian Shahid dan Bashir (2013) yang mana kebisingan juga berdampak terhadap gangguan pendengaran, intensitas bising yang tinggi dapat menyebabkan gangguan psikologis dan sosiologis. Berdasarkan kajian Savale (2014) suara keras saat jam sibuk menyebabkan kelelahan, iritasi dan mengganggu aktivitas otak, sehingga dapat mengurangi kemampuan berpikir dan bekerja. Berdasarkan hasil wawancara pada nelayan KM Sri Kumpul 2, sampai saat ini nelayan merasa terganggu dengan adanya suara bising pada kapal namun seiring berjalannya waktu mereka merasa terbiasa namun berdasarkan hasil kajian Somantri (2014) hal itu bukan karena mereka dapat beradaptasi dengan baik namun lebih dikarenakan penurunan sensitifitas yang terjadi karena mereka terbiasa dengan suara bising di atas kapal, sehingga kebisingan yang ada sudah tidak begitu terasa.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
2.
3.
Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut: Nilai kebisingan yang disebabkan oleh mesin utama ialah berkisar antara 6797,23 dB(A) dengan rata-rata 79,27 dB(A). Adapun nilai kebisingan yang disebabkan oleh generator ialah berkisar antara 40,13-73,90 dB(A) dengan rata-rata 55,59 dB(A). Sehingga dapat diketahui bahwa nilai kebisingan mesin utama lebih besar dibandingkan nilai kebisingan generator. Luasan area aman dari bahaya kebisingan di atas KM Sri Kumpul 2 saat mesin utama beroperasi adalah 94,48% dari seluruh luasan kapal. Adapun saat generator beroperasi adalah 100% aman dari bahaya kebisingan. Nelayan yang berpeluang memperoleh risiko kebisingan saat mesin utama beroperasi adalah nahkoda kapal, yaitu nelayan yang bertugas sebagai pengemudi kapal. Adapun nelayan lainnya tidak berpotensi besar untuk mendapat dampak buruk yang disebabkan oleh kebisingan.
Saran Membuat standarisasi struktur ruang mesin utama maupun generator yang mampu meredam kebisingan dengan baik.
20
DAFTAR PUSTAKA Savale A P. 2014. Effect of noise pollution on human being : its prevention and control. Journal of Environmental Research And Development 8(4):10261036. Gupta S, Ghatak S. 2011. Environmental noise assessment and its effect on human health in an urban area. International Journal Of Environmental Sciences 1(7):0976 – 4402. Gyamfi C, Amankwaa I, Sekyere F, Boateng D. 2015. Noise Exposure and Hearing Capabilities of Quarry Workers in Ghana: A Cross-Sectional Study. Journal of Environmental and Public Health 1(4):1687-9805. Hidayat S, Purwanto, Hardiman G. Kajian kebisingan dan persepsi ketergangguan masyarakat akibat penambangan batu andesit di desa jeladri, kecamatan winongan, kabupaten pasuruan jawa timur. Jurnal Ilmu Lingkungan 10(2): 95-99. Iskandar Z. 2012. Psikologi Lingkungan. Bandung(ID): PT Refika Aditama. Kepmenaker. 2011. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. [diunduh 2016 Maret 30]. Tersedia pada: http://www.djpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2011/bn684-2011.pdf Kepmenkes. 2002. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. [diunduh 2016 Maret 30]. Tersedia pada: www.gbcindonesia.org Luxson M, Darlina S, Malaka T. 2012. Kebisingan di tempat kerja [Tesis]. Palembang (ID): STIK Bina Husada. Mardan H, Riandadari D. 2013. Analisa kebisingan tempat kerja terhadap produktivitas kerja mekanik di PT. UMC Pucang Surabaya. Jurnal Teknik Mesin 1(2):52-61. Martasuganda S. 2008. Jaring Insang. Bogor (ID): Departeman Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan-Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Rumbrawer B, Pamikiran R, Pangalila F. 2015. Sebaran intensitas suara pada kapal pukat kecil bermesin tempel KM Mitra Usaha. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2 25-32. Shahid K, Bashir H. 2013. Psychological and physiological effects of noise pollution on the residents of major cities of Punjab (Pakistan). Peak Journal of Physical and Environmental Science Research 1(4):41-50. Somantri G G. 2014. Tingkat kebisingan pada kapal penangkap ikan (studi kasus pada modern boat lift net KM Omega Jaya di Pulo Ampel Serang, Banten) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suma’mur P K. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta (ID): PT Gunung Agung.
21
LAMPIRAN Lampiran 1 Gambar Peralatan Penelitian
Kapal Gillnet KM Sri Kumpul 2
Meteran
Kamera
Sound Level Meter
Stopwatch
Alat Tulis
22 Lampiran 2 Grafik Nilai Kebisingan di Atas Kapal vs Nilai Ambang Batas
23
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Lebak pada tanggal 13 April 1994 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Sarnata dan Ibu Enis. Riwayat pendidikan penulis yaitu pada tahun 2006 lulus dari SDN 2 Sukamulya, Lebak, Banten. Pada tahun 2009 lulus dari SMPN 6 Cibeber, Lebak, Banten. Pada Tahun 2012 lulus dari SMAN 1 Cibeber, Lebak, Banten. Kemudian pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Semasa kuliah penulis tidak hanya aktif di perkuliahan namun juga di beberapa organisasi dan kepanitiaan. Organisasi yang diikuti adalah Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Banten sebagai anggota pada kepengurusan tahun 2012, Bimbingan Remaja dan Anak-Anak (BIRENA) Alhurriyyah IPB pada kepengurusan tahun 2012-2014 di Divisi Hubungan Luar dan Multimedia, serta aktif di organisasi Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) FKM FPIK pada tahun 2014-2015 sebagai Sekretaris dan Koordinator Akhwat. Kepanitiaan yang pernah diikuti penulis antara lain: Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru IPB (2013), Islamic Youth Camp (2013) dan (2014), Golden Ocean (2014) dan (2015) serta FPIK Berkurban (2014) dan (2015). Penulis juga pernah berkesempatan menjadi Asisten Praktikum Ikhtiologi pada tahun ajaran 2013/2014.