Dinamika Rekayasa Vol. 11 No. 1 Februari 2015 ISSN 1858-3075
Analisis Sedimentasi di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Logending Sedimentation Analysis at Logending Fish Landing Port Sanidhya Nika Purnomo1, Wahyu Widiyanto2, 3 4 5 Trisna Putri Pratiwi , Tika Astritia , dan Idham Riyando Moe 1
1, 2, 3, 4) 5)
5
[email protected],
[email protected]
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman, Jl. Mayjen Sungkono KM 05 Purbalingga
Subdirektorat Hidrologi dan Kualitas Air, Direktorat Bina PSDA, Direktorat Jenderal SDA, Kementerian Pekerjaan Umum
Abstrak— Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Logending merupakan pelabuhan ikan yang dibangun di muara Sungai Ijo. Karena terletak di muara sungai, PPI tersebut sangat rawan terhadap sedimentasi yang dipengaruhi debit aliran sungai dari bagian hulu dan pasang surut air laut dari bagian hilir. Analisis sedimentasi di PPI Logending didahului dengan pengambilan data primer seperti data kecepatan aliran, sampel sedimen, dan potongan melintang sungai, serta data sekunder berupa data pasang surut di perairan Cilacap yang diperoleh dari BMKG Cilacap. Dengan menggunakan data tersebut, selanjutnya dilakukan analisis sedimentasi menggunakan software HEC-RAS berdasarkan pada Persamaan Ackers – White, Meyer – Peter Müller, dan Wilcock. Hasil dari simulasi menunjukkan bahwa Persamaan Meyer – Peter Müller dan Wilcock memberikan kesesuaian yang lebih baik dengan kondisi di lapangan daripada Persamaan Ackers - White, dimana pada tampang 3 (hulu) terjadi erosi, sedangkan pada tampang 2 (tengah) dan tampang 1 (hilir) mengalami deposisi. Adanya proses deposisi yang signifikan di mulut sungai mengindikasikan perlunya pengerukan untuk pemeliharaan (maintenance dredging) secara periodik yang seharusnya mendapat perhatian dari pihak pengelola pelabuhan. Kata kunci—sedimentasi, muara, Ackers – White, Meyer – Peter Müller, Wilcock, HEC-RAS. Abstract— Logending Fish Landing Ports is a fishing port that was built in Ijo estuary. Because it is located at a rivermouth, the port is very prone to sedimentation affected by river flow from the upstream and the tide from downstream part. Analysis of sedimentation in Logending Port is preceded by primary data collection such as flow velocities, sediment samples, and cross-sections of the river, as well as secondary data such as tide in Cilacap waters obtained from Meteorology Beureu Office of Cilacap. By using these data, sedimentation is analyzed using HEC-RAS software based on three equations i.e. Ackers - White, Meyer - Peter Müller, and Wilcock. Results of the simulation show that Meyer - Peter Müller and Wilcock Equation provide better alignment with the field conditions rather than Ackers - White Equations, where cross-section 3 (upstream) experiences erosion, while cross-section 2 (middle) and cross-section 1 (downstream) undergo deposition. The existence of a significant process of deposition in the river mouth indicates the need for maintenance dredging periodically that should get more attention of the manager of the port. Keyword— sedimentation, estuary, Ackers – White, Meyer – Peter Müller, Wilcock, HEC-RAS.
PENDAHULUAN Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Logending terletak di Pantai Logending, yang merupakan muara dari Sungai Ijo, dan terletak di Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Pemerintah mengharapkan PPI Logending dapat menjadi pembangkit kegiatan industri perikanan di Kabupaten Kebumen, dan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk di sekitar pelabuhan. PPI Logending yang terletak di belokan sungai dan dekat dengan muara sungai sangat rawan terhadap pengaruh sedimentasi, khususnya sedimentasi dasar (bed load), serta dikhawatirkan mempengaruhi kegiatan
pendaratan kapal yang beroperasi di pelabuhan, mengingat kinerja pelabuhan sangat tergantung dari kedalaman alur pelayaran dan kedalaman kolam labuhnya. Terlebih, muara sungai sebagai tempat bertemunya debit sungai dan pasang surut air laut merupakan tempat yang rawan terhadap terbentuknya sedimentasi. Untuk itu perlu dilakukan pembahasan mengenai sedimentasi di muara sungai. Pembahasan mengenai sedimentasi di muara sungai telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Mokonio (2013) telah melakukan penelitian mengenai analisis sedimentasi dasar (bed load) di muara Sungai
29
Analisis Sedimentasi di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Logending
Saluwangko di Desa Tounelet, Kabupaten Minahasa, dimana muara sungai tersebut adalah Danau Tondano menggunakan metode Meyer-Peter, Einstein dan Van Rijn. Anasiru (2006) juga telah meneliti mengenai angkutan sedimen pada muara Sungai Palu akibat perubahan kecepatan yang dipengaruhi oleh pasang surut di muara Sungai Palu. Beberapa publikasi juga menyertakan pengaruh jenis aliran dalam analisis sedimentasinya. Sumer (2003) mempublikasikan pengaruh turbulensi pada transpor sedimen dasar menggunakan pemodelan fisik di laboratorium. Pemodelan matematis juga telah dilakukan dalam memodelkan transpor sedimen. Pemodelan sedimen kohesif di muara Sungai Cimanuk, Indramayu telah dilakukan oleh Rullyanto dkk, pada tahun 2010. Gibson, (2010) juga telah mempublikasikan pemodelan sedimen dasar pada Sungai Cowlitz menggunakan HEC-RAS, dalam menilai resiko banjir dan pengaruhnya akibat sedimentasi. Meskipun publikasi mengenai sedimentasi di sungai cukup banyak, namun analisis sedimentasi di muara sungai menggunakan software HEC-RAS, khususnya pengaruh sedimentasi dasar terhadap PPI Logending belum dilakukan. Untuk itu perlu dilakukan analisis sedimentasi di PPI Logending dengan menggunakan software HEC-RAS. TINJAUAN PUSTAKA A. Sedimentasi di Muara Sungai Muara sungai adalah bagian akhir dari sebuah sungai yang bertemu dengan laut, dimana secara permanen atau periodik terbuka ke arah laut, dan lingkungan aquatik secara fisik dan kimia dipengaruhi oleh karakteristik drainase dan aliran masuk dari laut (Bell, 2000). Sedimentasi di muara sungai dapat terjadi akibat perubahan pola arah aliran akibat adanya debit dari bagian hulu dan pasang surut dari muara. Sedimentasi di muara sungai dapat mengakibatkan tertutupnya muara sungai. Keberadaan sedimen yang menutup muara sungai mengakibatkan sulitnya akses pelayaran pada sebuah pelabuhan. Jika sebuah pelabuhan memiliki indikasi mudah tertutup sedimen, maka dibutuhkan infrastruktur yang mampu mencegah masuknya sedimen atau memerlukan penanganan berupa pengerukan (dredging) secara berkala. B. Analisis Angkutan Sedimen Analisis angkutan sedimen dilakukan untuk menganalisis pergerakan sedimen pada sebuah saluran, sehingga dapat diketahui perubahan dasar salurannya. Perubahan dasar saluran akibat adanya transpor sedimen dibagi menjadi 2 jenis, yaitu degradasi dan agradasi. Degradasi adalah turunnya dasar saluran akibat tergerusnya dasar saluran, sedangkan agradasi
adalah naiknya dasar saluran akibat adanya timbunan angkutan sedimen yang dibawa dari bagian hulu. Beberapa persamaan angkutan sedimen yang dapat digunakan pada analisis angkutan sedimen menggunakan software HEC-RAS adalah Persamaan Ackers – White, Engelund – Hansen, Laursen, Meyer – Peter Müller, Toffaleti, Yang, dan Wilcock. Namun pada analisis sedimentasi di PPI Logending hanya menggunakan 3 persamaan sedimen, dengan mempertimbangkan kesesuaian persamaan angkutan sedimen dengan gradasi butiran sedimen, berat jenis sedimen, dan kondisi di lapangan. Ketiga persamaan yang digunakan untuk analisis angkutan sedimen dasar di PPI Logending adalah Persamaan Ackers – White, Meyer – Peter Müller, dan Wilcock. C. Persamaan Ackers – White Metode analisis angkutan sedimen Ackers-White adalah metode persamaan angkutan sedimen yang dikembangkan dari data penelitian di flume untuk gradasi butiran pasir hingga kerikil halus (US ARMY Corps of Engineers, 2010). Menurut Meyer (2009) metode Ackers-White memiliki keuntungan, diantaranya adalah persamaan Ackers – White memasukkan faktor aliran, mengijinkan adanya pembendungan (backwater), sehingga dapat digunakan untuk muara sungai yang dipengaruhi oleh muka air laut; perhitungan aliran sedimen berdasarkan total sedimen; dan prosedur numeris yang mengijinkan semua pecahan (fraction) sedimen, jika sedimen diambil dari dasar sungai. Persamaan Ackers – White adalah sebagai berikut: = . . .
(1)
dimana g = percepatan gravitasi; Q = debit aliran sungai; X = faktor bilangan tak berdimensi dari angkutan sedimen; ρ = rapat massa air; ω = aliran sedimen. Faktor bilangan tak berdimensi sedimen merupakan hasil dari: =
. . .
dimana
= .
= .
dari
angkutan
(2)
− 1 ;
− 1
"!
(3)
% / .. =$ $ . ,
' #&. . − 1. 32. *+ -
30
Dinamika Rekayasa Vol. 11 No. 1 Februari 2015 ISSN 1858-3075
.0
∗ ∝ 4 √32. *+
(4)
dimana D = diameter sedimen; A, C, n, m = nilai konstanta yang tergantung dari Dgr; Dgr = bilangan tak berdimensi dari diameter butiran; H = kedalaman air; S = rapat relatif sedimen; α = nilai konstanta (menurut Ackers α = 12,3); Fgr = fungsi mobilitas; v0 = kecepatan rerata air; v* = kecepatan geser. Hubungan parameter-parameter konstanta adalah sebagai berikut: 1.0 95:9; ≤ 1
5 = 61 − 0.56*+? @95:9; ≤ ≤ 60B 0 95:9; > 60
(5)
9.66 + 1.34 95:9; ≤ 60B C = 6 0.17 95:9; > 60 0.23
+ 0.14 95:9;
= 6& 1.5 95:9;
≤ 60
> 60
(6)
(9)
dimana qb = angkutan sedimen dalam berat/waktu/satuan lebar, kr = koefisien kekasaran, k’r = koefisien kekasaran berdasarkan butiran, γ = berat jenis air, γs = berat jenis sedimen, g = kecepatan gravitasi, dm = nilai tengah diameter partikel, R = radius hidraulik, S = kemiringan garis energi. Wong dan Parker (2005) mengemukakan bahwa persamaan yang diberikan MPM menghasilkan angkutan sedimen yang berlebih oleh karena kondisi bidang dasar (plane-bed condition) dan ketiadaan koreksi akibat seret (drag correction). Untuk itu diusulkan persamaan sebagai berikut: q∗ = 4.93τ∗R − τ∗ST
.U
untuk
τ∗ST = 0.0470
(10)
dimana B
*+ 2.86*+ − ?*+ @ − 3.53 95:9; =H 0.25 95:9; > 60
!
; " J K. L. ; = 0.047K − KM K "! K − K "! " + 0.25 NO ! K
(7)
ZO∗ =
ZO L
(11)
dan persamaan: ≤ 60B
(8)
Parameter A pada Persamaan 7, mempresentasikan permulaan pergerakan sedimen. Ackers mengusulkan untuk mengambil satu diameter butiran yang mewakili semua sampel sedimen untuk perhitungan yang praktis, sebagai contoh D = D35. D. Persamaan Meyer – Peter Müller (MPM) Salah satu persamaan yang banyak digunakan di laboratorium dan investigasi di lapangan seperti simulasi numeris dari transpor sedimen dasar adalah persamaan yang secara empiris diajukan oleh Meyer – Peter Müller (MPM). Persamaan ini mengijinkan estimasi angkutan sedimen dasar di saluran terbuka, sebagai fungsi dari kelebihan tegangan geser yang digunakan pada air yang mengalir (Wong, 2005). Partikel sedimen yang dapat digunakan pada Persamaan MPM adalah dalam kisaran 0,4 hingga 29 mm dengan berat jenis sedimen 1,25 hingga 4,0. Metode ini dapat digunakan untuk sedimen yang gradasinya baik dan kondisi aliran yang menghasilkan selain hanya bentuk bidang dasar (other-than-plane bed forms). Faktor gesekan Darcy – Weisbach digunakan untuk mendefinisikan perlawanan di dasar saluran. Persamaan angkutan sedimen yang dikembangkan oleh MPM adalah sebagai berikut (US ARMY Corps of Engineers, 2010):
q∗ = 3.97τ∗R − τ∗ST
.[
untuk
τ∗ST = 0.0495
(12)
Dimana q* = angka sedimentasi dasar Einstein (Einstein bedload number) yang berkorelasi dengan sedimen dasar, τ* = tegangan geser Shield ,yang dibandingkan dengan τ*c, yaitu tegangan geser kritis Shield. E. Persamaan Wilcock Salah satu persamaan angkutan sedimen yang cukup baru adalah persamaan angkutan sedimen yang diberikan oleh Wilcock. Wilcock telah meneliti dan mengembangkan beberapa persamaan angkutan sedimen berdasarkan jenis butiran sedimennya, salah satunya adalah pemodelan angkutan sedimen untuk sedimen campuran pasir/kerikil (mixed sand/gravel sediment). Pemodelan dikembangkan menggunakan sebuah kumpulan data dari 48 observasi aliran, angkutan, dan ukuran sedimen dasar menggunakan lima set sedimen yang berbeda, yang dilakukan di flume laboratorium (Wilcock, 2003). Persamaan angkutan sedimen yang digunakan dalam pemodelan sedimen dengan ukuran campuran adalah perkiraan angkutan fraksi sedimen, yang diskalakan dengan proporsi masing-masing fraksi di dasar saluran, adalah fungsi dari Angka Shields dan Angka Shields kritik untuk masing-masing fraksi (Wilcock, 2009). N\∗ =
N\
]\ '^ − 1 \!
(13.a)
31
Analisis Sedimentasi di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Logending
Z\∗ =
∗ Za\ =
Z ^ − 1ρg \
Za\ ^ − 1 \
(13.b)
(13.c)
Dimana q* adalah variabel angkutan sedimen, yang dapat digunakan untuk merepresentasikan perbandingan volume angkutan, qs, dengan hasil angkutannya (wD), dimana w adalah kecepatan jatuh sedimen, qsi (L2T-1) adalah angkutan sedimen per satuan lebar, dimana i menunjukkan ukuran individu dari fraksi butiran i, s adalah kemiringan dasar saluran, D adalah diameter butiran, τ (ML-1T-2) adalah tegangan geser, τ* adalah tegangan geser kritis, ρ (ML-3) adalah rapat massa, dan g adalah percepatan gravitasi (LT-2). Pada akhirnya teori Persamaan Wilcock berpusat pada pernyataan bahwa angkutan kerikil memiliki potensi untuk bertambah mengikuti pertambahan angkutan pasir. Sebuah referensi yang merupakan bilangan tak berdimensi dihitung untuk bagian pasir pada permukaan dasar saluran (US ARMY Corps of Engineers, 2010): ∗ Z = 0.021 + 0.015b c de
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis angkutan sedimen di PPI Logending dilakukan berdasarkan pengambilan data primer yang dilakukan di 3 lokasi dan data sekunder berupa pasang surut air laut yang diambil dari BMKG Kabupaten Cilacap. A. Lay Out Muara Sungai Ijo Lay out muara Sungai Ijo tampak pada Gambar 1.
3
PPI Logending
2 1
(14)
*
dimana τ rm adalah tegangan geser referensi dan Fs adalah jumlah pasir dalam persen. F. Kecepatan Jatuh Sebagian besar dari teori kecepatan jatuh diturunkan dari gaya gravitasi yang seimbang dan gaya tarik dari artikel jatuh pada kolom air. Salah satu persamaan yang digunakan dalam HEC-RAS adalah kecepatan jatuh yang dikembangkan oleh Rubey pada tahun 1933. Rubey mengembangkan hubungan analisis antara zat alir, properti sedimen, dan kecepatan jatuh berdasarkan kombinasi dari Hukum Stoke (untuk partikel halus pada zat alir yang memiliki viskositas) dan dampaknya pada partikel yang lebih luas di luar bagian Persamaan Stoke. Persamaan ini terlihat cukup cocok untuk butiran lumpur, pasir, dan kerikil. Rubey mengusulkan bahwa bentuk partikel, dengan berat jenis sekitar 2,65, cukup sesuai dengan persamaan ini (US ARMY Corps of Engineers, 2010): = &^ − 1M
(15)
dimana 2 36 36 =f + ! −f ! 3 M ^ − 1 M ^ − 1
(16)
dengan ω adalah kecepatan partikel jatuh, ν = viskositas kinematik, s = berat jenis butiran, d = diameter butiran.
Gambar 1. Muara Sungai Ijo. Gambar 1 merupakan lay out muara Sungai Ijo. Pengambilan data primer dilakukan di 3 lokasi yang dianggap penting, yaitu di bagian hulu (Jembatan Jetis), bagian tengah (sebelum kolam labuh), dan bagian hilir (sebelum breakwater). Berdasarkan Gambar 1 tampak bahwa PPI Logending terletak di belokan luar Sungai Ijo yang hanya berjarak sekitar 700 m dari muara. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh pasang surut muara akan memberikan dampak pengaruh, khususnya sedimentasi di PPI Logending. B. Data Primer dan Data Sekunder Data primer merupakan data yang diambil langsung di lapangan, sedangkan data sekunder merupakan data yang diambil dari pihak lain selaku pengambil data primer. Pada analisis angkutan sedimen di PPI Logending, pengambilan data primer meliputi sampel sedimen dasar (bed load), potongan melintang sungai, serta kecepatan aliran sungai yang digunakan untuk menghitung debit aliran. Data primer diambil pada tanggal 18 Januari 2014 yang bertepatan dengan
32
Dinamika Rekayasa Vol. 11 No. 1 Februari 2015 ISSN 1858-3075
1) Sampel butiran sedimen. Sampel butiran sedimen diambil pada ketiga lokasi yang tertera pada Gambar 1. Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, maka hasil pengujian gradasi sedimen ditunjukkan pada Gambar 2. Titik 2 Titik 1 Persen Lolos, %
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Persen Lolos, %
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
10
10
1
0.1
0.01
1
0.1
0.01
Diameter, mm
Diameter, mm
Persen Lolos, % 10
1
0.1
0.01
Diameter, mm
Gambar 2. Gradasi Butiran Sedimen. Selain diuji gradasi butirannya, sampel sedimen juga diuji berat jenisnya. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium, didapatkan berat jenis rerata untuk tampang 1 adalah sebesar 2,63, pada tampang 2 sebesar 2,58, dan 2,67 untuk tampang 3. Hardiyatmo, 2006, memberikan tabel berat jenis tanah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Berat Jenis Tanah Macam Tanah Kerikil
Berat Jenis (Gs) 2,65 - 2,68
Pasir
2,65 - 2,68
Lanau tak organik
2,62 - 2,68
Lempung organik
2,58 - 2,65
Lempung tak organik
2,68 - 2,75
Humus Gambut Sumber: Hardiyatmo, 2006
2) Distribusi kecepatan. Pengukuran kecepatan dilakukan dengan cara membagi penampang sungai menjadi 4 pias, dan masing-masing pias diukur kecepatannya menggunakan currentmeter. Pengukuran dilakukan pada kedalaman 0,2h, 0,6h, dan 0,8h, dimana h adalah ketinggian muka air yang diukur dari dasar saluran. Distribusi kecepatan dari main channel ketiga tampang melintang disajikan pada Gambar 3. 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
Titik 3
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium dan Tabel 1, tampak bahwa jenis sedimen dasar di muara Sungai Ijo adalah lempung organik dan pasir.
elevasi muka air (m)
tanggal 17 Rabiul Awal 1435 H. Tanggal dalam kalender Hijriyah ini dimaksudkan untuk memberi gambaran posisi bulan pada saat itu yang berpengaruh terhadap kondisi pasang surut. Untuk menganalisis angkutan sedimen di PPI Logending juga dibutuhkan data sekunder berupa pasang surut air laut. Pasang surut air laut yang digunakan dalam analisis ini adalah pasang surut di perairan Cilacap, yang relatif dekat dengan muara Sungai Ijo.
1,37 1,25 - 1,8
1 Tampang 1
2 3 Kecepatan (m/det) Tampang 2
4
5
Tampang 3
Gambar 3. Distribusi kecepatan 3 penampang di bagian tengah saluran. Gambar 3 menunjukkan distribusi kecepatan di 3 penampang sungai yang telah diukur menggunakan currentmeter. Dari Gambar 3 tampak bahwa pada tampang 1 (hulu) ketinggian muka air dan kecepatan alirannya cukup tinggi. Pada tampang 2 (tengah) tampak bahwa ketinggian muka air dan kecepatan aliran yang terjadi adalah yang terkecil jika dibandingkan dengan tampang melintang yang lain. Pada tampang melintang 3 (hilir) tampak bahwa ketinggian muka air dan kecepatan aliran membesar lagi. Data kecepatan di setiap pias pada setiap penampang melintang sungai yang didapatkan di lapangan, selanjutnya diolah menjadi data debit dengan cara menjumlahkan hasil perkalian antara kecepatan dengan luas pias di setiap penampang sungai. Selanjutnya, data debit di tampang 1 dari hasil analisis tersebut dijadikan kondisi batas di bagian hulu dari analisis angkutan sedimen menggunakan software HEC-RAS. 3) Pasang surut. Selain kondisi batas hulu, pada analisis angkutan sedimen menggunakan software HEC-RAS juga membutuhkn kondisi batas di hilir sungai. Kondisi batas hilir yang digunakan dalam analisis angkutan sedimen ini menggunakan data pasang surut jam-jaman yang didapatkan dari Badan Meteorologi Kegempaan dan Geofisika (BMKG) Cilacap untuk Bulan Oktober tahun 2013, seperti tampak pada Gambar 4.
33
Analisis Sedimentasi di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Logending
saluran di bagian hulu dan tengah, namun mengalami kenaikan dasar sungai di bagian hilir sungai. Hal ini menunjukkan adanya deposisi di mulut Sungai Ijo. Selain menghitung besarnya angkutan sedimen, HEC-RAS juga dapat melakukan simulasi perubahan tampang melintang di tiap penampang sungai. Perubahan tampang melintang sungai dari hasil analisis angkutan sedimen di setiap penampang menggunakan Persamaan Ackers – White ditunjukkan pada Gambar 5.
2.5
Elevasi (m)
2 1.5 1 0.5 0 0
100
200
300
400
500
600
700
800
3.5
Jam ke-
3
Berdasarkan Gambar 4 tampak bahwa pasang tertinggi adalah setinggi 2,1 m, sedangkan surut terendah adalah sebesar 0,2 m.
Elevasi (m)
Gambar 4. Grafik pasang surut Cilacap Bulan Oktober 2013 (Sumber: BMKG Cilacap, 2013).
2.5 2 1.5 1
Eksisting
0.5
Setelah simulasi
0 -0.5
1) Ackers – White Hasil analisis angkutan sedimen total di muara Sungai Ijo menggunakan Persamaan Ackers – White di akhir simulasi ditunjukkan pada Tabel 2.
-1 0
Masuk (ton)
Keluar (ton)
3 2 1
280.318,4 1.327.855 1.706.332
1.327.855 1.706.332 1.640.853
Massas out Massas in (ton) 1.047.536,6 378.477 -65.479
Ket.
40
60
80
100
Gambar 5.a. Perubahan tampang melintang 3 (hulu) menggunakan Persamaan Ackers – White 0.5 0 -0.5 -1 Eksisting
-1.5
Setelah simulasi -2 0
Tabel 2. Hasil analisis Angkutan Sedimen Persamaan Ackers - White Tampang Melintang
20
Jarak (m)
Elevasi (m)
C. Analisis Angkutan Sedimen Analisis angkutan sedimen di PPI Logending dilakukan dengan menggunakan software HEC-RAS berdasarkan data-data primer dan sekunder, serta berdasarkan 3 metode analisis angkutan sedimen, yaitu Metode Ackers – White, Meyer – Peter Müller, dan Wilcock. Ketiga buah metode ini dipilih karena dikembangkan untuk gradasi butiran sedimen yang hampir sama dengan sedimen di PPI Logending, serta memiliki kondisi hidrodinamik yang mirip dengan muara Sungai Ijo. Simulasi dilakukan untuk waktu simulasi kurang lebih selama 1 tahun.
20
40
60
80
100
Jarak (m)
Gambar 5.b. Perubahan tampang melintang 2 (tengah) menggunakan Persamaan Ackers – White
Degradasi Degradasi Agradasi
-0.8 -1
Berdasarkan analisis angkutan sedimen menggunakan software HEC-RAS, Persamaan Ackers – White memberikan hasil bahwa total kumulatif sedimen yang keluar di tampang 3 dan tampang 2 lebih banyak dari pada total kumulatif sedimen yang masuk. Pada tampang 3 selisih total kumulatif sedimen yang keluar dengan total kumulatif sedimen yang masuk adalah 1.047.536,6 ton dan di tampang 2 adalah sebesar 378.477 ton. Akan tetapi, total kumulatif sedimen yang masuk di tampang 1 lebih banyak dari pada total kumulatif sedimen yang keluar dengan selisih 65.479 ton. Hal tersebut mengakibatkan penurunan dasar
Elevasi (m)
-1.2 -1.4 -1.6 -1.8
Eksisting
-2
Setelah simulasi
-2.2 0
10
20
30
40
50
60
70
Jarak (m)
Gambar 5.c. Perubahan tampang melintang 1 (hilir) menggunakan Persamaan Ackers – White
34
Dinamika Rekayasa Vol. 11 No. 1 Februari 2015 ISSN 1858-3075
0.4 0.2 0
Elevasi (m)
Dari Gambar 5.a sampai dengan Gambar 5.c tampak bahwa pada tampang 3 dan 2 mengalami degradasi akibat adanya erosi, sedangkan pada tampang 1 mengalami agradasi akibat adanya deposisi. Degradasi yang terjadi pada tampang 3 mencapai 0,986 m, dan pada tampang 2 sebesar 0,985 m. Agradasi yang terjadi pada tampang 1 adalah sebesar 0,64 m.
Masuk (ton)
Keluar (ton)
3 2 1
11.204.29 745.843.8 605.621.3
745.843,8 605.621,3 423.177,4
Eksisting Setelah simulasi
-1.2 0
20
40
60
80
100
Jarak (m)
Gambar 6.b. Perubahan tampang melintang 2 (tengah) menggunakan Persamaan Meyer – Peter Müller
Ket. Degradasi Agradasi Agradasi
Besarnya angkutan sedimen di akhir simulasi menggunakan Persamaan MPM menunjukkan bahwa di bagian tampang 3, Sungai Ijo mengalami degradasi yang ditunjukkan dengan total kumulatif sedimen yang keluar lebih besar dari pada total kumulatif sedimen yang masuk dengan selisih sebesar 734.639,51 ton.Di sisi lain, di bagian tampang 2 dan 1, total kumulatif sedimen yang masuk lebih besar dari total kumulatif sedimen yang keluar, yaitu dengan selisih sebesar 140.222,5 ton di tampang 2 dan 182.443,9 di tampang 1, sehingga dasar sungai mengalami agradasi. Hal ini sedikit berbeda dengan hasil dari Persamaan Ackers – White, terutama untuk tampang 2. Perubahan penampang melintang sungai di muara Sungai Ijo menggunakan persamaan Meyer – Peter Müller untuk masing-masing penampang disajikan pada Gambar 6.
-0.2
-0.7
-1.2 Eksisting
-1.7
Setelah simulasi -2.2 0
10
20
30
40
50
60
70
Jarak (m)
Gambar 6.c. Perubahan tampang melintang 1 (hilir) menggunakan Persamaan Meyer – Peter Müller Berdasarkan Gambar 6.a hingga Gambar 6.c tampak bahwa pada tampang 3 mengalami degradasi, namun pada tampang 1 dan tampang 2 mengalami agradasi. Degradasi yang terjadi pada tampang 3 adalah sebesar 0,644 m, sedangkan agradasi yang terjadi pada tampang 2 dan 3 adalah sebesar 0,336 m dan 1,786 m. 3) Wilcock Hasil analisis angkutan sedimen total di muara Sungai Ijo menggunakan Persamaan Wilcock di akhir simulasi ditunjukkan pada Tabel 4.
3.5 3 2.5
Elevasi (m)
-0.6
-1
Elevasi (m)
Tampang Melintang
Massas out Massas in (ton) 734.639,51 -140.222,5 -182.443,9
-0.4
-0.8
2) Meyer – Peter Müller Hasil analisis angkutan sedimen total di muara Sungai Ijo menggunakan Persamaan MPM di akhir simulasi ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil analisis Angkutan Sedimen Persamaan MPM
-0.2
2
Tabel 4. Hasil analisis Angkutan Sedimen Persamaan Wilcock
1.5 1
Eksisting
0.5
Setelah simulasi
0
Penampang Melintang
Masuk (ton)
Keluar (ton)
3 2 1
1.748,77 141.933,1 73.459,42
141.933,1 73.459,42 19.006,41
-0.5 -1 0
20
40
60
80
Jarak (m)
Gambar 6.a. Perubahan tampang melintang 3 (hulu) menggunakan Persamaan Meyer – Peter Müller
100
Massas out Massas in (ton) 140.184,33 -68.473,68 -54.453,1
Ket. Degradasi Agradasi Agradasi
Simulasi angkutan sedimen menggunakan Persamaan Wilcock memiliki kecenderungan yang sama dengan Persamaan MPM, yaitu terjadi degradasi di tampang 3, serta agradasi di tampang 2 dan 1, dan masing-masing memiliki selisih massa sebesar
35
Analisis Sedimentasi di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Logending
140.184,33 ton di tampang 3, sejumlah 68.473,68 ton di tampang 2, dan sebanyak 54.453,01. Perubahan penampang melintang sungai di muara Sungai Ijo menggunakan persamaan Wilcock untuk masing-masing penampang disajikan pada Gambar 7. 3.5 3
Elevasi (m)
2.5 2 1.5 1
Eksisting
0.5
Setelah simulasi
0 -0.5 -1 0
20
40
60
80
namun pada tampang 2 dan tampang 1 mengalami deposisi. Erosi yang terjadi pada tampang 1 adalah sebesar 0,123 m, sedangkan deposisi yang terjadi pada tampang 2 dan 3 adalah sebesar 0,164 m dan 0,533 m. Perubahan tampang melintang sungai berdasarkan ketiga persamaan menunjukkan bahwa pada tampang 3 terjadi erosi pada dasar saluran dan terjadi deposisi pada tampang 1, akan tetapi pada tampang 2 terjadi perbedaan hasil analisis. Pada tampang 2, analisis menggunakan Persamaan Ackers – White terjadi erosi, sedangkan pada Persamaan Meyer – Peter Müller dan Wilcock terjadi deposisi. Perubahan elevasi dasar sungai jika dilihat dari potongan memanjang sungai saat kondisi eksisting dan dengan ketiga persamaan angkutan sedimen tampak pada Gambar 8.
100
0.5 Elevasi dasar sungai (m)
Jarak (m)
Gambar 7.a. Perubahan tampang melintang 3 (hulu) menggunakan Persamaan Wilcock 0.4 0.2
Elevasi (m)
0 -0.2
0 -0.5 -1 -1.5 -2
-0.4
-2.5
-0.6 -0.8
0
Eksisting
-1
200
400
600
800
1000
Jarak antar potongan melintang (m)
Setelah simulasi
-1.2 0
20
40
60
80
100
Eksisting
Ackers - White
MPM
Wilcock
Jarak (m)
Gambar 8. Perubahan profil memanjang dasar sungai. Gambar 7.b. Perubahan tampang melintang 2 (tengah) menggunakan Persamaan Wilcock -0.8 -1
Elevasi (m)
-1.2 -1.4 -1.6 -1.8
Eksisting
-2
Setelah simulasi
-2.2 0
10
20
30
40
50
60
70
Jarak (m)
Gambar 7.c. Perubahan tampang melintang 1 (hilir) menggunakan Persamaan Wilcock Berdasarkan Gambar 7.a hingga Gambar 7.c tampak bahwa pada penampang melintang 3 mengalami erosi,
Pada Gambar 8 tampak bahwa untuk semua persamaan angkutan sedimen, di tampang 3 terjadi degradasi dasar saluran. Akan tetapi pada tampang 2, terjadi fenomena yang berbeda dari Persamaan Ackers – White jika dibandingkan dengan Persamaan MPM atau Persamaan Wilcock, dimana untuk Persamaan Ackers – White mengalami degradasi, sedangkan pada Persamaan MPM dan Wilcock mengalami agradasi. Ketiga persamaan tersebut menunjukkan fenomena yang sama lagi untuk tampang 1, dimana hasil perubahan dasar saluran untuk seluruh persamaan adalah terjadinya deposisi di mulut Sungai Ijo. Untuk memperkirakan hasil dari persamaan mana yang paling tepat, maka ketiga persamaan yang digunakan dibandingkan dengan kondisi di lapangan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, pengukuran tampang melintang sungai, kecenderungan dasar saluran pada tampang 2, dan foto udara pada Gambar 1, dapat disimpulkan bahwa Persamaan Meyer – Peter Müller dan Wilcock menunjukkan kecenderungan yang sama dengan kondisi di lapangan.
36
Dinamika Rekayasa Vol. 11 No. 1 Februari 2015 ISSN 1858-3075
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Analisis angkutan sedimen yang dilakukan di PPI Logending menggunakan software HEC-RAS dengan 3 persamaan angkutan sedimen menunjukkan hasil bahwa pada Persamaan Ackers – White ditampang 3 (hulu) dan tampang 2 (tengah) terjadi erosi sedalam 0,986 m dan 0,985 m dengan selisih sedimen 1.047.536,6 ton dan 378.477 ton, sedangkan di tampang 1 (hilir) terjadi deposisi setinggi 0,641 m dengan selisih sedimen 65.479 ton. Analisis angkutan sedimen yang dilakukan dengan Persamaan Meyer – Peter Müller menunjukkan adanya erosi di tampang 3 sedalam 0,644 m dengan selisih sedimen sebesar 734.639,51 ton, serta deposisi di tampang 2 dan 1 setinggi 0,336 m dan 1,786 m dengan selisih sedimen sebesar 140.222,5 ton dan 182.443,9 ton. Perhitungan transpor sedimen menggunakan persamaan Wilcock menunjukkan adanya erosi di tampang 3 sedalam 0,123 m dengan selisih sedimen sebesar 140.184,33 ton, serta deposisi di tampang 2 dan 1 setinggi 0,164 m dan 0,533 m dengan selisih sedimen sebesar 68.473,68 ton dan 54.453,01 ton. Persamaan Meyer – Peter Müller dan Wilcock merupakan persamaan yang dapat menggambarkan proses sedimentasi di muara Sungai Ijo.
DAFTAR PUSTAKA Anasiru, Triyanti, 2006, Angkutan Sedimen Pada Muara Sungai Palu, Jurnal Smartek, Vol. 4, No. 1, pp 25 – 33. Bell, R., Green, M., Hume, T., Gorman., R., 2000, Estuariee: What Regulate Sedimentation in Estuaries, Water Atmosphere 8 (4), pp. 13 – 14 Badan Meteorologi Kegempaan dan Geofisika, 2013, Data Pasang Surut Bulan Oktober Tahun 2013, Cilacap Gibson, Stanford, 2010, Mobile Bed Modelling, of The Cowlitz River Using HEC-RAS: Assesing Flooding Risk and Impact Due To System Sediment, 2nd Joint Federal Integracy Conference, Las Vegas, June 27 – July 1 Hardiyatmo, Hary Christady, 2006, Mekanika Tanah I, Beta Offset, Yogyakarta Meyer, Z., Coufal, R., Zawadzki, T., 2009, Sediment Transport Calculating Using the Ackers-White Method in River with Compound Cross-Section, available: http://www.geotechnika.zut.edu.pl/o_nas/publikacje/pub_zm/S antaFe%2009.pdf Mokonio, O., Mananoma, T., Tanudjaja, L., Binilang., A., 2013, Analisis Sedimentasi di Muara Sungai Sawungko, di Desa Tounelet, Kecamatan Kakas, Kabupaten Minahasa, Jurnal Sipil Statik, Vol. 1, No. 6, pp. 452 – 458. Rullyanto, A., Suprijo., T., Riandini., F., 2010, Pemodelan Transport Sedimen Kohesif di Muara Sungai Cimanuk, Indramayu, JTM, Vol. XVII, No. 2, pp. 73 – 81. Sumer, B.M., Chua, L. H. C., Cheng, N. S., Fredsoe, J., 2003, Influence of Turbulence on Bed Load Sediment Transport, ASCE Journal of Hydraulic Engineering, Vol. 129, No. 8, pp. 585 – 596. US ARMY Corps of Engineers, 2010, HEC-RAS River Analysis
System: Hydraulic Reference Manual, California B. Saran Wilcock, P., Pitlick, J., Cui., Y., 2009, Sediment Transport Primer Hasil analisis angkutan sedimen di muara Sungai Ijo Astimating Bed-Material Transport in Gravel-bed Rivers, menunjukkan adanya pendangkalan di muara sungai, United States Department of Agriculture, General Techinal Report RMRS-GTR-226 yaitu terjadi diantara tampang 2 hingga mulut Sungai Ijo. Oleh karena itu untuk menjaga kinerja PPI Logending, Wilcock, R., Crowe., J., C., 2003, Surface-based Transport Model for Mixed-Size Sediment, ASCE Journal of Hydraulic Engineering, perlu dilakukan pengerukan (dredging) yang dilakukan Vol. 129, No. 2, pp. 120 – 128 secara periodik. Wong, M., Parker, G., 2005, Re-Analysis and Correction of Bedload Relation of Meyer – Peter and Müller Using Their Own Database, Manuscript Number HY/2004/023810, available: http://hydrolab.illinois.edu/people/parkerg/_private/Preprints/M PMWongParkerver.12-05.pdf
37