50
5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Pelabuhan Perikanan, termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dibangun untuk mengakomodir berbagai kegiatan para pelakunya seperti kegiatan nelayan, mulai dari proses pendaratan hasil tangkapan, pelelangan hingga pendistribusiannya.
Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan
diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan pendapatan nelayan dengan memberikan kemudahan bagi nelayan antara lain dalam pelayanan penangkapan ikan, pendaratan hasil tangkapan, pemasaran hasil tangkapan serta kebutuhan operasional. Keberhasilan suatu pengoperasian pelabuhan perikanan menurut Lubis (1989) vide Krisdiyanto (2007), meliputi antara lain kelancaran aktivitas mulai dari proses pendaratan hasil tangkapan yang terdiri dari bongkar muatan hasil tangkapan, pelelangan, pengolahan hingga pemasarannya. Pendaratan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan merupakan aktivitas membongkar hasil tangkapan dari dalam palka ke dek kapal dengan menurunkan hasil tangkapan dari palka ke dermaga pendaratan dan mengangkut hasil tangkapan dari dermaga pendaratan tersebut ke TPI (Pane, 2008) yang nantinya akan didistribusikan ke konsumen. Cara pendaratan hasil tangkapan berkaitan erat dengan cara penanganan hasil tangkapan untuk mempertahankan mutunya. Oleh karena itu didalam mendaratkan hasil tangkapan haruslah memperhatikan cara penanganan yang baik karena terkait dengan mutu hasil tangkapan. Kondisi aktual yang diteliti meliputi ; mekanisme, pelaku, penggunaan alat bantu dan penanganan hasil tangkapan.
5.1 Kondisi Aktual Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Muara Angke 5.1.1 Mekanisme pendaratan Mekanisme pendaratan yang di teliti dibatasi hanya pada kapal boukeami. Mekanisme pendaratan hasil tangkapan pada kapal boukeami dimulai dari pengangkutan hasil tangkapan dari dek kapal ke tempat penimbangan yang berada di dermaga pendaratan kemudian di angkut ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Sebagian besar penjualan hasil tangkapan di PPI Muara Angke dilakukan melalui
51
proses pelelangan. Diagram alir untuk mekanisme pendaratan hasil tangkapan yang melalui proses pelelangan di PPI Muara Angke disajikan pada Gambar 8. PENDARATAN
Pembongkaran HT oleh buruh biru Penimbangan HT Pengangkutan HT ke TPI oleh buruh kuning Pelelangan HT
Gambar 8
Diagram alir mekanisme pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Angke, 2010
Pendaratan hasil tangkapan kapal boukeami di PPI Muara Angke dimulai setelah kapal merapat ke dermaga pendaratan. Setelah kapal boukeami merapat di dermaga pendaratan, buruh bongkar naik ke atas kapal untuk menyiapkan tris (keranjang) sebagai wadah hasil tangkapan dan melakukan pembongkaran dari palka ke dek kapal. Proses pembongkaran ikan di PPI Muara Angke berlangsung dimulai sekitar pukul 06.00–09.00 WIB. Menurut hasil pengamatan, lama waktu pembongkaran dipengaruhi oleh banyak jumlah ABK dan buruh bongkar, jenis dan jumlah ikan hasil tangkapan. Semakin banyak jumlah ABK dan buruh bongkar yang ikut dalam proses pembongkaran maka akan semakin mempercepat proses tersebut karena dibutuhkan banyak tenaga dalam proses pembongkaran. Jumlah nelayan yang melakukan pembongkaran hasil tangkapan di PPI Muara Angke berjumlah 5-7 orang buruh bongkar dalam satu kapal. Proses pembongkaran hasil tangkapan dari dalam palka bagi kapal boukeami dimulai dengan membongkar atau mengambil hasil tangkapan dari dalam palka dengan menggunakan tangan yang dikerjakan oleh tiga orang buruh. Satu orang mengambil hasil tangkapan dengan meggunakan tangan dan dua orang lainnya menyimpan hasil tangkapan ke dalam keranjang yang berada di dek kapal.
52
Hasil tangkapan yang berada di dek kapal kemudian disortir oleh buruh bongkar dan ABK berdasarkan jenis dan ukuran hasil tangkapan. Kriteria dasar penyortiran jenis hasil tangkapan berdasarkan nilai ekonomis, kemudian hasil tangkapan tersebut dimasukkan ke dalam keranjang yang berbeda. Belum ada penetapan ukuran hasil tangkapan yang baku sebagai acuan pada saat penyortiran hasil tangkapan. Buruh bongkar hanya mengelompokkannya berdasarkan dari kelompok ukuran hasil tangkapan yang ditangkap. Setelah basket terisi dengan hasil tangkapan yang telah disortir kemudian hasil tangkapan diangkut ke dermaga pendaratan. Hasil tangkapan yang telah dibongkar kemudian diangkut ke dermaga pendaratan untuk dilakukan penimbangan hasil tangkapan. Penimbangan hasil tangkapan dilakukan untuk mengetahui berat masing-masing jenis ikan per keranjang kemudian menentukan harga jualnya di Tempat Pelelangan Ikan. Harga jual hasil tangkapan ditentukan oleh juru lelang di TPI. Penentuan harga jual hasil tangkapan oleh juru lelang ditentukan berdasarkan jenis dan ukuran dari hasil tangkapan itu sendiri. Penimbangan hasil tangkapan juga dilakukan untuk menggolongkan hasil tangkapan berdasarkan nilai komoditas, yaitu hasil tangkapan yang bernilai komoditas kecil atau menengah akan dijual ke pasar grosir Muara Angke atau ke PHPT (Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional) dan hasil tangkapan yang bernilai komoditas tinggi akan dijual ke perusahaan pengekspor. Ikan yang bernilai komoditas tinggi selain di ekspor juga dijual ke pasar grosir ataupun pasar pengecer. Ada juga nelayan yang menjual ikan berkomoditas tinggi ke pasar apabila ikan tersebut telah mengalami penurunan mutu ataupun agak cacat sehingga mengurangi nilai jualnya ke pedagang. Setelah dilakukan penimbangan, hasil tangkapan kemudian diangkut secepat mungkin oleh buruh angkut ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Selama
pengangkutan, hasil tangkapan terhindar dari sinar matahari langsung karena gedung TPI memiliki atap yang cukup luas sampai ke dermaga pendaratan, sehingga hasil tangkapan dapat diangkut melalui tempat yang teduh. Bagi kapal boukeami di PPI Muara Angke, setelah keranjang yang berisi hasil tangkapan diletakkan di atas lori, kemudian lori tersebut didorong ke dalam
53
gedung pelelangan oleh buruh angkut. Lori yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan tersebut berjumlah tiga sampai lima unit per kapal, bergantung dari jumlah kapal yang melakukan pendaratan dan jumlah buruh yang tersedia pada saat itu. Setelah sampai ke TPI, kemudian buruh angkut memindahkan keranjang dari atas lori dan menatanya di gedung TPI.
5.1.2 Pelaku pendaratan Pelaku pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Angke meliputi Anak Buah Kapal (ABK) dan buruh angkut. Anak Buah Kapal bertanggung jawab kepada pemilik kapal, sedangkan buruh angkut bertanggung jawab kepada KUD Mina Jaya yang berada di PPI Muara Angke. Anak Buah Kapal bertugas untuk membantu buruh angkut dalam proses pembongkaran di atas kapal, sedangkan buruh angkut melakukan pendaratan dari pembongkaran sampai dengan pengangkutan ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Terdapat tiga kelompok buruh angkut, yaitu buruh angkut dengan seragam biru disebut buruh biru, buruh angkut dengan seragam kuning disebut buruh kuning dan buruh angkut dengan seragam merah disebut buruh merah. Ketiga buruh tersebut dibedakan berdasarkan tugasnya. Buruh angkut tersebut diatas dibedakan berdasarkan tugasnya. Buruh biru bertugas dalam membongkar hasil tangkapan dari palka ke dek kapal dan mengangkut hasil tangkapan ke dermaga pendaratan; buruh angkut lori disebut buruh kuning yang bertugas mengangkut hasil tangkapan dari dermaga pendaratan ke TPI dan buruh bongkar TPI disebut buruh merah yang bertugas dalam membongkar hasil tangkapan di TPI. Dalam proses pembongkaran hasil tangkapan di atas kapal pelaku pendaratan yang terlibat adalah ABK dan buruh biru.
Selama proses
pembongkaran berlangsung ABK dan buruh biru bekerja sama melakukan pembongkaran hasil tangkapan. Jumlah ABK dan buruh biru yang melakukan pembongkaran hasil tangkapan dalam satu kapal sekitar 3-5 orang.
Jumlah
tersebut dapat bertambah ataupun berkurang bergantung pada banyaknya hasil tangkapan yang didapat dalam satu kapal. Semakin banyak hasil tangkapan yang didapat maka akan semakin banyak pula buruh bongkar yang dibutuhkan dalam
54
membongkar hasil tangkapan di atas kapal. Banyaknya buruh yang bertugas dalam pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Angke sebelumnya ditentukan oleh KUD Mina Jaya ; dimana KUD Mina Jaya ini bertugas untuk mengawasi kinerja buruh angkut yang melakukan proses pendaratan hasil tangkapan. Setelah kapal bersandar di dermaga pendaratan, ABK bersiap membuka palka kapal agar mudah dalam pembongkaran hasil tangkapan ; sedangkan buruh biru mempersiapkan keranjang atau tris sebagai wadah hasil tangkapan. Setelah palka kapal dibuka oleh ABK, salah satu buruh bongkar biru turun ke dalam palka ; sedangkan 2-4 orang buruh angkut lainnya menunggu hasil tangkapan yang telah diangkut dari palka kapal, di atas dek kapal untuk di masukkan kedalam wadah berupa keranjang atau tris.
Buruh biru bertugas dalam membongkar hasil
tangkapan di atas kapal (Gambar 9).
Gambar 9 Buruh pembongkar hasil tangkapan (buruh biru) di atas kapal boukeami di PPI Muara Angke, 2010 Hasil tangkapan yang telah dimasukkan ke dalam keranjang merupakan hasil tangkapan yang telah dilakukan penyortiran. Penyortiran hasil tangkapan telah dilakukan semenjak hasil tangkapan dalam keranjang berada di atas dek kapal. Penyortiran dilakukan oleh buruh biru di atas dek kapal. Penyortiran dilakukan berdasarkan jenis dan ukuran hasil tangkapan yang didapat oleh kapal boukeami. Setelah dilakukan penyortiran, kemudian hasil tangkapan yang berada di atas dek kapal diturunkan ke dermaga pendaratan untuk dilakukan penimbangan hasil tangkapan. Pegawai pemilik kapal bertugas untuk mencatat hasil penimbangan berat hasil tangkapan yang sudah disortir dan terdapat di wadah keranjang. Pencatatan juga dilakukan oleh petugas PPI. Pencatatan ini bertujuan agar memperoleh data
55
banyaknya jumlah hasil tangkapan per jenis ikan yang di daratkan oleh kapal yang sedang mendaratkan hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang sudah ditimbang kemudian di angkut ke TPI.
Gambar 10 Buruh pengangkut hasil tangkapan dari dermaga pendaratan ke TPI (buruh kuning) di PPI Muara Angke, 2010 Sementara penimbangan berlangsung, buruh angkut kuning yang berada di dekat tempat penimbangan bersiap untuk mengangkut hasil tangkapan ke TPI. Buruh angkut kuning akan mengangkut keranjang hasil tangkapan dan mengantar keranjang-keranjang berisi ikan sampai ke Tempat pelelangan Ikan (TPI). Pengangkutan hasil tangkapan dilakukan dengan menggunakan lori (Gambar 10). Dalam satu kali pengangkutan ke TPI, buruh kuning dapat mengangkut dua unit keranjang sekaligus dengan berat maksimum kurang lebih 120 kg. Setelah keranjang hasil tangkapan masuk ke TPI, buruh angkut merah bersiap-siap untuk melakukan tugasnya. Buruh angkut merah bertugas dalam melakukan pembongkaran hasil tangkapan yang telah dilelang. Buruh merah bertugas mengangkut keranjang hasil tangkapan yang telah dibeli oleh pedagang pengumpul melalui proses lelang. Buruh merah mengangkut keranjang tersebut ke area luar TPI agar tidak tertukar dengan keranjang hasil tangkapan yang telah dibeli oleh pedagang pengumpul yang lainnya (Gambar 11).
56
Gambar 11 Buruh pembongkaran hasil tangkapan (buruh merah) di TPI PPI Muara Angke, 2010 Buruh angkut di PPI Muara Angke tidak mempunyai keterikatan dengan pemilik kapal, sehingga buruh angkut dapat mengangkut keranjang hasil tangkapan dari setiap kapal yang mendaratkan hasil tangkapan di PPI. Upah yang diterima oleh buruh angkut bergantung kepada banyaknya jumlah keranjang atau tris yang diangkut oleh buruh angkut. Semakin banyak keranjang yang dibongkar maupun diangkut maka akan semakin banyak pula upah yang diterima oleh buruh. Besarnya upah buruh dihitung berdasarkan banyaknya keranjang yang telah dibongkar maupun diangkut oleh buruh angkut yaitu Rp 1.500,00 per dua unit keranjang.
Besarnya upah buruh tersebut
ditentukan oleh KUD Mina Jaya yang berada di PPI Muara Angke. Faktor yang dapat mempengaruhi lama waktu pendaratan ikan salah satunya adalah jumlah buruh angkut.
Semakin banyak buruh angkut maka proses
pendaratan ikan akan semakin cepat, begitupun sebaliknya. Jumlah buruh angkut yang tercatat di PPI Muara Angke saat ini berjumlah 74 orang buruh angkut yang terdiri dari ; 22 orang buruh biru, 33 orang buruh kuning dan 19 orang buruh merah. Jumlah buruh angkut tersebut belum mencukupi kebutuhan buruh angkut di PPI Muara Angke. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Angke belum berjalan dengan baik. Hal ini dapat terlihat dengan masih adanya antrian keranjang di atas dek kapal dan di dermaga pendaratan.
57
5.1.3 Penggunaan alat bantu dan penanganan hasil tangkapan dalam pendaratan a) lori.
Penggunaan alat bantu dalam pendaratan Alat yang digunakan selama proses pendaratan yaitu berupa keranjang dan Keranjang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan yang sudah
dipersiapkan sebelum melakukan operasi penangkapan, sehingga hasil tangkapan yang baru ditangkap dapat langsung dimasukkan ke dalam keranjang.
Lori
digunakan oleh buruh angkut kuning untuk mengangkut hasil tangkapan ke TPI. Dalam satu unit lori dapat mengangkut dua unit keranjang atau tris (Gambar 12b).
12a. Keranjang
12b. Lori
Gambar 12 Alat bantu keranjang dan lori dalam pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Angke, 2010 Penyediaan fasilitas alat bantu pendaratan di PPI Muara Angke dikelola oleh KUD Mina Jaya ; dimana KUD Mina Jaya juga bertugas dalam mengelola dan merawat fasilitas alat bantu pendaratan yang tersebut. Dalam mengelola fasilitas alat bantu pendaratan, KUD Mina Jaya bertugas mencatat banyaknya keranjang, dan lori yang terpakai setiap harinya ; sedangkan dalam merawat fasilitas alat bantu tersebut, KUD Mina Jaya menyediakan tempat untuk menyimpan keranjang, dan lori. Perawatan fasilitas keranjang sebagai alat bantu pendaratan dilakukan setiap hari ; sedangkan perawatan fasilitas alat bantu pendaratan lori tidak dilakukan. Keranjang yang telah selesai digunakan sebagai wadah hasil tangkapan, kemudian dibersihkan dengan cara disiram air dengan menggunakan selang.
Cara ini
bertujuan agar keranjang hasil tangkapan yang telah selesai digunakan menjadi
58
bersih dan tidak berbau. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, perawatan alat bantu keranjang ini dilakukan setiap hari setelah kegiatan lelang selesai. Fasilitas alat bantu pendaratan sangat dibutuhkan oleh pemilik kapal untuk mendaratkan hasil tangkapannya ke pasar Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Pemilik kapal menggunakan fasilitas alat bantu tersebut setelah kapal bersandar di dermaga pendaratan. Banyaknya fasilitas alat bantu keranjang yang dibutuhkan dalam satu kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya terkait dengan banyaknya hasil tangkapan yang didapat oleh kapal tersebut.
Semakin banyak hasil
tangkapan yang akan didaratkan maka akan semakin banyak pula jumlah fasilitas alat bantu keranjang dan lori yang dibutuhkan. Dalam penggunaan fasilitas alat bantu pendaratan tersebut, pemilik kapal dikenakan biaya sewa yaitu untuk sewa keranjang Rp 1.500,00 per unit dan sewa lori Rp 15.000,00 per unit.
Penetapan harga penyewaan fasilitas alat bantu
pendistribusian tersebut ditentukan oleh pihak KUD Mina Jaya.
b) Penanganan hasil tangkapan dalam pendaratan Untuk mempertahankan mutu ikan sebaik mungkin sebagai bahan mentah/makanan, maka di dalam industri perikanan tangkap, kesempurnaan penanganan (handling) ikan sejak dari pembongkaran sampai pelelangan memegang peranan sangat penting. Jika penanganannya buruk maka mutu ikan akan cepat rusak. Mutu dan kualitas ikan di pangkalan pendaratan ikan harus diperhatikan agar tetap baik sehingga nilai jualnya tetap tinggi. Agar mutu dan kualitas ikan tetap baik maka perlu penanganan yang baik mulai dari ikan ditangkap sampai ikan dipasarkan, dengan demikian secara tidak langsung bisa meningkatkan pendapatan nelayan karena harga jual ikan yang tetap tinggi. Di PPI Muara Angke, hasil tangkapan yang didaratkan merupakan hasil tangkapan yang telah dibekukan atau di frezzer di palka frezzer di kapal ; sehingga hasil tangkapan yang terdapat di palka kapal berupa balok-balok ikan yang telah beku. Pada saat pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke dek kapal oleh buruh bongkar penanganan hasil tangkapan dilakukan dengan baik. Buruh bongkar biru
59
tidak menggunakan alat bantu seperti ganco untuk mengangkut hasil tangkapan dari palka ke dek kapal ; karena penggunaan alat bantu seperti ganco dapat merusak kualitas hasil tangkapan. Buruh biru hanya menggunakan tangan untuk mengangkut balok-balok ikan yang terdapat di palka ke atas dek kapal. Penanganan hasil tangkapan pada saat hasil tangkapan berada di atas dek kapal berupa penyortiran hasil tangkapan. Penyortiran hasil tangkapan dilakukan oleh dua orang buruh biru. Penyortiran hasil tangkapan berdasarkan jenis dan ukuran hasil tangkapan. Dengan adanya penyortiran hasil tangkapan berdasarkan jenis dan ukuran, maka akan memudahkan calon pembeli hasil tangkapan pada kegiatan lelang yang akan dilakukan di TPI. Setelah dilakukan penyortiran hasil tangkapan di atas dek kapal, hasil tangkapan kemudian diturunkan ke dermaga pendaratan untuk dilakukan penimbangan. Penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga pendaratan dilakukan dengan cara mengangkut keranjang dengan menggunakan tangan dan menurunkannya ke dermaga pendaratan. Hasil tangkapan yang telah berada di dermaga pendaratan kemudian di angkut ke tiang penimbangan untuk ditimbang beratnya dalam satu keranjang. Pada saat penimbangan, keranjang hasil tangkapan yang berada di dermaga pendaratan banyak yang mengantri. Hal ini dikarenakan, hanya terdapat satu unit alat penimbangan hasil tangkapan per kapal.
Dengan adanya antrian hasil
tangkapan di dermaga pendaratan, maka hasil tangkapan yang berada dalam keranjang akan lebih lama terkena sinar matahari. Semakin lama hasil tangkapan terkena sinar matahari langsung, maka akan semakin berkurang pula kualitas hasil tangkapan tersebut. Setelah penimbangan hasil tangkapan dilakukan, kemudian hasil tangkapan diangkut ke TPI.
Pengangkutan hasil tangkapan tersebut dilakukan dengan
menggunakan lori.
Dalam satu kali pengangkutan dengan menggunakan lori
dapat mengangkut dua unit keranjang berisi hasil tangkapan sekaligus. Menurut pengamatan, penanganan hasil tangkapan pada saat pengangkutan hasil tangkapan ke TPI dilakukan dengan cara mendorong hasil tangkapan dengan cepat ke TPI oleh buruh kuning. Hal ini dilakukan agar keranjang hasil tangkapan
60
yang mengantri di dermaga pendaratan tidak menunggu lebih lama lagi untuk diangkut ke TPI. Selama proses pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga pendaratan ke TPI, hasil tangkapan terhindar dari sinar matahari langsung. Hal ini dikarenakan bangunan Tempat Pelelangan Ikan yang terdapat di PPI Muara Angke memiliki atap yang cukup luas sehingga mencapai dermaga pendaratan. Dengan adanya atap yang luas, maka hasil tangkapan dapat terhindar dari teriknya sinar matahari langsung ; sehingga kualitas hasil tangkapan dapat terjaga dengan baik. Menurut Anonymous (1997), cara penanganan yang baik saat pengangkutan hasil tangkapan dari kapal ke dermaga pendaratan dan selanjutnya ke TPI adalah sebagai berikut : 1) Ikan
secepat
mungkin
diangkut
ke
tempat
penimbangan
dengan
menggunakan alat angkut lori atau kereta dorong atau dipikul ; 2) Selama pengangkutan, agar terhindar dari sinar matahari langsung sebaiknya ikan diangkut melalui tempat teduh atau ikan ditutupi ; dan 3) Kereta dorong hanya digunakan untuk mengangkut ikan dalam wadah. Selain hal-hal diatas, lama waktu pendaratan juga diperhatikan. Lama waktu pendaratan yang tepat dan lama waktu pendaratan hasil tangkapan yang semakin singkat sangat dibutuhkan ; sehingga kemunduran mutu ikan dapat diminimalisir.
5.2 Kondisi Aktual Pendistribusian Hasil Tangkapan 5.2.1 Pola pendistribusian Pola pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke ada dua, yaitu melalui proses pelelangan di TPI dan tidak melalui proses pelelangan. Setelah proses pelelangan di TPI hasil tangkapan selanjutnya akan di jual ke pasar grosir Muara Angke atau ke pasar pengecer Muara Angke ; sedangkan yang tidak melalui proses pelelangan akan didistribusikan ke Pengolahan Hasil perikanan Tradisional (PHPT) ataupun ke perusahaan pengekspor. Menurut hasil wawancara, semua hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke terlebih dahulu di lelang di TPI ; akan tetapi untuk hasil tangkapan yang ditangkap oleh kapal yang beroperasi hanya satu hari melaut atau one day
61
fishing, pelelangan tidak dilakukan karena hasil tangkapan yang didaratkan langsung dijual ke pasar pengecer Muara Angke. Kegiatan lelang dilakukan pada pukul 09.30 – 11.30 WIB, selama kegiatan lelang TPI ramai dikunjungi oleh pedagang ikan di pasar grosir atau sering disebut palele.
Pedagang pengumpul yang datang ke TPI merupakan pedagang yang
sudah terdaftar menjadi anggota atau peserta lelang ; sehingga hanya anggota lelang saja yang dapat mengikuti kegiatan lelang di TPI Muara Angke.
Gambar 13 Gedung Tempat Pelelangan Ikan di PPI Muara Angke, 2010 Penjualan ikan hasil tangkapan di pasar grosir Muara Angke oleh pedagang pengumpul dilakukan pada malam hari dari pukul 18.00 – 05.00 WIB. Pengunjung atau konsumen ramai pada malam hari yang melakukan transaksi jual beli hasil tangkapan. Aktivitas pasar grosir ini dilakukan pada malam hari dan ikan yang diperdagangkan selain dari hasil proses lelang di TPI Muara Angke serta PPS Muara Baru Jakarta, juga berasal dari luar daerah seperti
Tuban,
Pekalongan, Tegal, Cilacap, Lampung dan daerah lainnya (UPT PPI Muara Angke, 2008). Pasar grosir Muara Angke merupakan salah satu mata rantai distribusi atau pemasaran ikan yang berada di Muara Angke. Pada pasar grosir ini tersedia 870 lapak yang dimanfaatkan oleh 275 pedagang grosir (UPT PPI Muara Angke, 2008). Sebagian besar pembeli di pasar grosir ini merupakan agen ikan yang akan menjual hasil tangkapan ke pedagang pengecer. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, hasil tangkapan yang tidak dipasarkan melalui proses pelelangan di TPI akan didistribusikan ke Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) maupun ke perusahaan pengekspor. Jenis
62
ikan yang akan didistribusiakan ke perusahaan pengekspor adalah jenis ikan ekonomis tinggi seperti cumi, kakap dan tenggiri ; sedangkan jenis ikan yang diolah di PHPT antara lain : ikan bilis, bloso, cucut, cumi, layang, pari, petek, samge, tenggiri, tongkol dan lain-lain dengan jumlah produksi rata-rata sebanyak 30-40 ton perhari (UPT PPI Muara Angke, 2008).
Pedagang pengumpul (palele) Melalui TPI Pedagang Pengecer
Nelayan • Pendarat HT • Penjual HT
Pengolah PHPT
Konsumen
Tidak melalui TPI Perusahaan Pengekspor Keterangan :
= Rantai pemasaran diluar batas penelitian
Gambar 14 Rantai pemasaran hasil tangkapan segar di PPI Muara Angke, 2010 Hasil tangkapan yang didistribusikan ke PHPT merupakan hasil tangkapan yang akan diolah kembali. Adapun jenis olahan yang terdapat di PHPT Muara Angke, antara lain jenis olahan ; ikan asin, ikan pindang, terasi, kerupuk kulit pari, pengolah kulit pari, dan pengolah limbah ikan. Jenis olahan dan jumlah pengolah ikan di PHPT dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Jenis olahan dan jumlah pengolah ikan di Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) di PPI Muara Angke, 2010 No Jenis Olahan Unit Pengolahan 1 Ikan asin 189 2 Ikan pindang 1 3 Terasi 1 4 Kerupuk kulit pari 4 5 Pengolah kulit pari 3 6 Pengolahan limbah ikan 3 Jumlah 201 Sumber : (UPT PPI Muara Angke, 2008)
63
Pemasaran ikan keluar daerah Jakarta dilakukan oleh pihak pedagang pengumpul. Pada umumnya, sebelum melakukan pendistribusian, pedagang di PPI Muara Angke memilih ikan dengan kualitas yang segar dan baik. Hal ini terkait dengan proses pendistribusian yang melalui jarak yang jauh sehingga pedagang tetap dapat mempertahankan kualitas dan kesegaran ikan sampai ke daerah distribusi atau ke tangan konsumen.
5.2.2 Penggunaan alat bantu dalam pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan Alat bantu yang digunakan dalam pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke adalah keranjang (Gambar 12a), blong (Gambar 15a) dan gerobak (Gambar 15b). Keranjang dan blong merupakan wadah tempat menyimpan hasil tangkapan namun kapasitas blong lebih besar dibandingkan dengan keranjang. Gerobak merupakan alat pengangkut yang yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan ke pasar grosir Muara Angke. Kapasitas gerobak lebih besar dibandingkan dengan lori. Lori hanya dapat mengangkut dua unit keranjang sedangkan gerobak dapat mengangkut sampai enam unit keranjang.
15a. Blong
15b. Gerobak
Gambar 15 Alat bantu blong dan gerobak dalam pendistribusian hasil tangkapan di PPI Muara Angke, 2010 Penyediaan fasilitas alat bantu pendistribusian di PPI Muara Angke dikelola oleh KUD Mina Jaya ; dimana KUD Mina Jaya juga bertugas dalam mengelola dan merawat fasilitas yang tersebut.
Dalam mengelola fasilitas alat bantu
pendistribusian, KUD Mina Jaya bertugas mencatat banyaknya keranjang, blong, dan gerobak yang terpakai setiap harinya ; sedangkan dalam merawat fasilitas alat
64
bantu tersebut, KUD Mina Jaya menyediakan tempat untuk menyimpan keranjang, blong, dan gerobak. Fasilitas alat bantu pendistribusian sangat dibutuhkan oleh pedagang pengumpul untuk mendistribusikan hasil tangkapannya ke pasar grosir Muara Angke. Pedagang pengumpul di pasar grosir Muara Angke menggunakan fasilitas alat bantu tersebut setelah kegiatan lelang hasil tangkapan di TPI.
Setelah
kegiatan lelang selesai, hasil tangkapan yang telah dibeli oleh pedagang pengumpul kemudian dibawa keluar TPI untuk dimasukkan ke dalam keranjang ataupun blong. Penggunaan keranjang ataupun blong terkait langsung dengan banyaknya hasil tangkapan yang dibeli oleh pedagang pengumpul melalui hasil lelang. Semakin banyak hasil tangkapan yang dibeli oleh pedagang pengumpul, maka akan semakin banyak pula keranjang ataupun blong yang dibutuhkan untuk mendistribusikan hasil tangkapan ke pasar grosir Muara Angke. Dalam penggunaan fasilitas alat bantu pendistribusian tersebut, pedagang pengumpul dikenakan biaya sewa yaitu untuk sewa keranjang Rp 1.500,00 per unit, sewa blong Rp 5.000,00 per unit, dan sewa gerobak Rp 15.000,00 per unit. Penetapan harga penyewaan fasilitas alat bantu pendistribusian tersebut ditentukan oleh pihak KUD Mina Jaya.
5.2.3 Penanganan hasil tangkapan di lokasi pendistribusian Ikan yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, kimiawi, enzimatis dan mikrobiologi yang berkaitan erat dengan kemunduran mutu. Pada komoditi perikanan, mutu sangat erat kaitannya dengan kesegaran ikan.
Apabila
penanganan yang dilakukan kurang baik, maka masa keadaan dimana daging ikan menjadi kejang setelah mati dan seterusnya proses ikan menjadi busuk lebih cepat (Afrianto dan Liviawaty, 1987 vide Krisdiyanto, 2007) Pendistribusian ikan dilakukan pada siang hari. Hal ini disebabkan karena pelelangan ikan dilakukan pada pukul 09.30-11.00 WIB. Namun, hasil tangkapan yang tidak melalui kegiatan lelang terlebih dahulu, pendistribusian hasil tangkapan dapat dilakukan kapan saja.
Pengiriman atau pendistribusian ikan
biasanya dilakukan pada siang hari yang memungkinkan terjadinya penurunan
65
mutu ikan.
Suhu yang tinggi (250-320C) inilah sebagai penyebab terjadinya
penurunan mutu. Proses pendistribusian hasil tangkapan ke pasar grosir Muara Angke dilakukan setelah dilakukan pelelangan ikan di TPI. Hasil tangkapan yang telah dibeli oleh pedagang pengumpul kemudian di masukkan ke dalam keranjang ataupun blong. Setelah itu, hasil tangkapan diangkat ke atas gerobak pengangkut yang akan didistribusikan ke pasar grosir Muara angke. Dalam satu gerobak pengangkut dapat diisi oleh 6-8 unit keranjang hasil tangkapan atau 3-4 unit blong wadah hasil tangkapan. Pendistribusian hasil tangkapan dengan menggunakan gerobak pengangkut dilakukan oleh buruh angkut dengan berjalan kaki sampai ke tempat pendistribusian yaitu pasar grosir Muara Angke. Buruh angkut segera mungkin mendorong gerobak yang berisi hasil tangkapan ke pasar grosir Muara Angke. Hal ini bertujuan agar hasil tangkapan yang berada di dalam keranjang tidak terkena sinar matahari langsung. Setelah sampai di pasar grosir Muara Angke, hasil tangkapan yang berada dalam keranjang ataupun di dalam blong diturunkan satu per satu dengan menggunakan tangan. Hasil tangkapan tersebut kemudian dipindahkan ke dalam bak-bak kecil yang bertujuan agar memudahkan pedagang pengumpul dalam menjual hasil tangkapannya. Penyimpanan hasil tangkapan di pasar grosir Muara Angke dalam bak-bak kecil sebelumnya dilakukan penyortiran hasil tangkapan.
Penyortiran hasil
tangkapan tersebut berdasarkan jenis dan ukuran hasil tangkapan. Adapun tujuan dilakukanya penyortiran yaitu agar memudahkan pedagang pengumpul dan pembeli dalam proses jual beli hasil tangkapan. Selain itu, penyortiran hasil tangkapan di pasar grosir Muara Angke dilakukan agar memudahkan pedagang pengumpul dalam penanganan hasil tangkapan. Penanganan hasil tangkapan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berbeda-beda. Penanganan yang biasa dilakukan oleh pedagang pengumpul di pasar grosir Muara Angke berupa penanganan dengan pemberian es ataupun dengan pemberian air. Penanganan hasil tangkapan di pasar grosir Muara Angke dibedakan berdasarkan jenis hasil tangkapan. Penanganan dengan menggunakan
66
es biasanya dilakukan untuk jenis hasil tangkapan seperti kembung, kakap, lemuru, dan tenggiri ; sedangkan penanganan hanya dengan menggunakan air biasanya dilakukan untuk jenis hasil tangkapan seperti jenis udang dan bawal. Menurut (Moeljanto, 1992 vide Aryadi, 2007) pedagang merupakan pelaku utama yang bertanggung jawab atas penanganan ikan setelah nelayan. Apabila penanganan lebih lanjut diabaikan, maka kualitas ikan akan berkurang cepat. Selama penyimpanan dan penjajakan, sebaiknya ikan selalu diberi es. Apabila pedagang memiliki modal yang cukup sebaiknya dilengkapi dengan unit pendingin (cool box).
Selain itu, kebersihan lingkungan tetap dijaga agar
kesegaran ikan dapat dipertahankan lebih lama. Ikan yang dijual oleh pedagang kecil sebaiknya diletakkan di atas meja yang bersih atau menggunakan es dalam wadah yang diletakkan di atas meja, sehingga sisa ikan yang belum terjual dapat disimpan dalam cool box atau dibiarkan saja dalam peti yang berisi es.