PROSPEK PENDARATAN HASIL TANGKAPAN DI PPI LABUAN KABUPATEN PANDEGLANG - BANTEN
FIEKA RAKHMANIA
SKRIPSI
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : PROSPEK PENDARATAN HASIL TANGKAPAN KABUPATEN PANDEGLANG - BANTEN
DI
PPI
LABUAN
adalah benar merupakan hasil karya saya, dan di dalam proses pembuatannya sejak mulai dari proposal penelitian sampai penulisan, saya diarahkan dan dibimbing oleh komisi pembimbing skripsi ini. Skripsi ini belum pernah ada dalam bentuk apa pun di perguruan tinggi mana pun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2008
Fieka Rakhmania C54102064
ABSTRAK FIEKA RAKHMANIA. C54102064. Prospek Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Labuan - Banten. Dibimbing oleh ANWAR BEY PANE. Aktivitas pendaratan hasil tangkapan sampai proses pendistribusiannya pada suatu pangkalan pendaratan ikan (PPI) ataupun pelabuhan perikanan (PP) merupakan suatu hal yang sangat penting bagi keberadaan PPI/PP tersebut. PPI Labuan sebagai salah satu tempat pendaratan ikan di Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten, berada pada lokasi strategis ditinjau dari daerah penangkapan yang berlokasi di sekitar perairan Selat Sunda mencapai Samudera Hindia dan kedekatan pasar terutama DKI Jakarta. Hal ini menunjukkan adanya peluang pengembangan pendaratan hasil tangkapan (HT) di PPI ini. Penelitian ini bertujuan mengetahui proses pendaratan sampai dengan pendistribusian HT yang didaratkan di PPI Labuan, mengetahui prospek pendaratan dan strategi pengembangannya. Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten pada bulan Oktober s/d November 2006 dan Maret 2007 menggunakan metode survei. Untuk itu diteliti tiga aspek: aspek pendaratan HT, aspek pemasaran HT, dan aspek kemampuan kepelabuhanan. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa di PPI Labuan terdapat aktivitas pendaratan, pemasaran dan pendistribusian HT. Proses pendaratan HT masih dilakukan secara sederhana. Pelaku seluruh proses pendaratan adalah anak buah kapal (ABK). Mutu HT yang didaratkan memiliki kisaran nilai organoleptik 7-8; dalam skala 1-9. Proses pemasaran HT dilakukan dengan dua cara, yaitu cara lelang dan tidak lelang. Daerah tujuan pemasaran dan pendistribusian HT adalah dalam Kabupaten Pandeglang (yaitu berbagai daerah kecamatan selain Kecamatan Labuan), berbagai kota dalam Propinsi Banten (Serang dan Tangerang) dan atau daerah di luar propinsi (DKI Jakarta dan Lampung). Fasilitas dan pelayanan terkait pendaratan, pemasaran dan pendistribusian HT di PPI Labuan adalah dermaga bongkar muat, kolam pelabuhan, breakwater dan turap, gedung TPI, cold storage dan penyediaan kebutuhan melaut. Beberapa fasilitas tersebut masih dalam tahap pembangunan. Prospek pendaratan HT di PPI Labuan adalah cukup baik, terutama mulai tahun 2010. Strategi pengembangan pendaratan HT di PPI Labuan yang dilakukan adalah “Peningkatan kemampuan dan daya saing PPI Labuan”. Kata kunci: pendaratan, hasil tangkapan, pelabuhan perikanan, pangkalan pendaratan ikan (PPI) Labuan
PROSPEK PENDARATAN HASIL TANGKAPAN DI PPI LABUAN KABUPATEN PANDEGLANG - BANTEN
Oleh : Fieka Rakhmania C54102064
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: Prospek Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Labuan, Kabupaten Pandeglang - Banten
Nama Mahasiswa : Fieka Rakhmania Nomor Pokok
: C54102064
Program Studi
: Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Disetujui, Pembimbing,
DR. Ir. Anwar Bey Pane, DEA NIP. 130 338 568
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Prof. DR. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP : 131 578 799
Tanggal Lulus: 24 Maret 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 September 1982 dari pasangan Bapak Minani Sumarsono dan Ibu Mursinah. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri Senen 01 Pagi Jakarta Pusat kemudian menamatkannya di SD Negeri Jampang 2 Kabupaten Bogor dari tahun 1988-1994. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Swasta Harapan Siswa Kotamadya Bogor dari tahun 1994-1997. Tahun 1997, penulis melajutkan studi di SMU Negeri 5 Bogor dan selesai pada tahun 2000. Pada tahun 2002 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Saringan Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama di IPB penulis aktif dalam organisasi mahasiswa seperti Kepengurusan Forum Keluarga Muslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FKM-C) tahun 2003-2005, Kepengurusan himpunan profesi Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (Himafarin) tahun 2004-2005, dan Kepengurusan Asistensi Pendidikan Agama Islam (PAI) tahun 2005-2006. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian lapangan di PPI Labuan pada bulan Oktober - Nopember 2006 dan Maret 2007 dengan judul “Prospek Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Labuan, Kabupaten Pandeglang - Banten”, dibawah bimbingan DR. Ir. Anwar Bey Pane, DEA.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Prospek Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Labuan-Banten” disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Oktober-November 2006 dan Maret 2007. Skripsi ini memberikan informasi mengenai proses pendaratan sampai dengan proses pendistribusian hasi tangkapan yang didaratkan di PPI Labuan, mutu hasil tangkapan, fasilitas dan pelayanan PPI Labuan serta prospek pendaratan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI ini. Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak DR. Ir. Anwar Bey Pane, DEA selaku dosen pembimbing atas arahan, bimbingan, kebaikan dan kesabarannya dalam membimbing penulisan skripsi ini, serta Bapak Ir. Ronny I. Wahyu, M.Phil selaku komisi pendidikan, Ibu DR. Ir. Ernani Lubis, DEA dan Ibu Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku dosen penguji. Penghargaan, penulis sampaikan pula kepada keluarga Bapak Lurah Labuan dan Ibu Aat Sutihat, atas segala bantuan yang telah diberikan selama penelitian dilakukan, dan kepada Staf Sektertaris Daerah Kabupaten Pandeglang, Staf Bappeda Kabupaten Pandeglang, Staf DKP Kabupaten Pandeglang, Staf UPTD Desa Teluk dan Staf pengelola PPI Labuan. Ungkapan terimakasih yang demikian besar juga disampaikan kepada ibu, bapak, kakak dan keluarga, adik serta rekan-rekan atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Kepada berbagai pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan, juga penulis sampaikan ucapan terimakasih. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan tulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Bogor, Maret 2008 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................
i
DAFTAR ISI ............................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
vii
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian ..........................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................
4
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tempat Pendaratan Hasil Tangkapan ..........................................
6
2.2 Pendaratan dan Distribusi Hasil Tangkapan di Tempat Pendaratan ....................................................................................
8
2.3 Kekuatan Hasil Tangkapan di suatu tempat pendaratan ..............
11
2.4 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Labuan, Kabupaten Pandeglang....................................................................................
13
2.5 Prospek Pendaratan Hasil Tangkapan di Suatu Tempat Pendaratan ....................................................................................
14
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................
18
3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan ..................................................
18
3.3 Metode Penelitian .........................................................................
18
3.4 Data yang Dikumpulkan ..............................................................
20
3.5 Analisis Data ................................................................................
23
4. KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah................................................................
30
4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap ...........................................
37
5. PENDARATAN, PEMASARAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI LABUAN 5.1 Pendaratan Hasil Tangkapan .........................................................
55
5.2 Pemasaran Hasil Tangkapan ..........................................................
69
5.3 Penanganan Mutu...........................................................................
73
5.4 Pendistribusian Hasil Tangkapan ..................................................
74
6. KEMAMPUAN FASILITAS DAN PELAYANAN PPI LABUAN 6.1 Fasilitas dan Pelayanan Terkait Pendaratan Hasil Tangkapan ......
79
6.2 Fasilitas dan Pelayanan Terkait Pelelangan/Pemasaran dan Pendistribusian Hasil Tangkapan...................................................
85
7. PROSPEK PENDARATAN HASIL TANGKAPAN DI DARATKAN DI PPI LABUAN 7.1 Prospek Pendaratan Hasil Tangkapan (HT) di PPI Labuan...........
89
7.2 Strategi Pengembangan Pendaratan Hasil Tangkapan Didaratkan di PPI Labuan...........................................................................................
103
8. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan ..................................................................................
110
8.2. Saran ............................................................................................
111
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
112
LAMPIRAN ..............................................................................................
115
DAFTAR TABEL Halaman 1. Matrik Analisis SWOT .........................................................................
16
2. Penghitungan Nilai Minimum-Maksimum Faktor-faktor Internal .......
24
3. Penghitungan Nilai Minimum-Maksimum Faktor-faktor Eksternal ....
27
4. Matrik Internal-Eksternal: Fase dan Strategi Perkembangan ...............
29
5. Panjang Jalan Kabupaten Pandeglang menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan Tahun 2005 .................................................................................. 34 6. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Kabupaten Pandeglang Periode 20012005 .....................................................................................................
38
7. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Kabupaten Pandeglang di setiap PPI Periode 2001-2005................................................................................
38
8. Jenis dan Jumlah Alat Tangkap yang Dioperasikan di Kabupaten Pandeglang Menurut Jenis Pada Tahun 2005........................................................... 39 9. Perkembangan Jumlah Nelayan Kabupaten Pandeglang Periode 2001-2005
41
10. Jumlah Nelayan Kabupaten Pandeglang di setiap PPI Tahun 2005 ....
41
11. Jenis Hasil Tangkapan Dominan Berdasarkan Volume dan atau Nilai Ekonomis Tinggi di Kabupaten Pandeglang Tahun 2005 ....................
42
12. Volume dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di Kabupaten Pandeglang Periode 2001-2005 ............................................................ 43 13. Perkembangan Jumlah Armada Penangkapan Ikan di PPI Labuan Periode 2001 - 2005 ...........................................................................................
49
14. Jenis dan Jumlah Alat Tangkap yang Dioperasikan di PPI Labuan Tahun 2005 ......................................................................................................
50
15. Perkembangan Volume Produksi Hasil Tangkapan Ikan di PPI Labuan Periode 2001 - 2005..............................................................................
52
16. Jenis, Volume dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPI Labuan Tahun 2005 .............................................................................. 60 17. Kemampuan Penyediaan Volume Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di PPI Labuan Tahun 2005 ....................................................................... 65 18. Kemampuan Penyediaan Volume Produksi Jenis-jenis Ikan Dominan di PPI Labuan Tahun 2005 .............................................................................. 66 19. Nilai Mutu Organoleptik Jenis Ikan Dominan menurut Volume dan Nilai di PPI Labuan Tahun 2006 ....................................................................... 69 20. Estimasi Volume Kebutuhan Ikan Daerah-daerah Distribusi PPI Labuan Menurut Daerah Distribusi Tahun 2005 ...............................................
78
21. Peluang Pemanfaatan per Jenis Sumberdaya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut Jawa dan selat Sunda Tahun 2000...............................
99
22. Peluang Pemanfaatan per Jenis Sumberdaya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Samudera Hindia Tahun 2000 .............................................
99
23. Matrik Analisis Faktor Internal (IFAS) Pengembangan Pendaratan Hasil Tangkapan Didaratkan di PPI Labuan ..................................................
105
24. Matrik Analisis Faktor Eksternal (EFAS) Pengembangan Pendaratan Hasil Tangkapan Didaratkan di PPI Labuan .................................................. 106 25. Strategi Pengembangan Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Labuan Berdasarkan Matrik SWOT ..................................................................
107
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Perkembangan dan Kecenderungan Perkembangan Jumlah Armada Penangkapan Ikan Kabupaten Pandeglang Periode 2001 - 2005 ......... 38 2. Sebaran Prosentase Jumlah Alat Tangkap menurut Jenis yang Dioperasikan di Kabupaten Pandeglang Tahun 2005 ................................................. 40 3. Perkembangan dan Kecenderungan Perkembangan Jumlah Nelayan di Kabupaten Pandeglang Periode 2001-2005 .......................................... 41 4. Perkembangan dan Kecenderungan Perkembangan Volume Produksi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di Kabupaten Pandeglang Periode 2001-2005
44
5. Perkembangan dan Kecenderungan Perkembangan Nilai Produksi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di Kabupaten Pandeglang Periode 2001-2005
44
6. Perkembangan dan Kecenderungan Perkembangan Jumlah Armada Penangkapan Ikan di PPI Labuan Periode 2001-2005.......................... 50 7. Perkembangan dan Kecenderungan Perkembangan Volume Produksi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPI Labuan Periode 2001-2005.......... 52 8. Perkembangan dan Kecenderungan Perkembangan Nilai Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di PPI Labuan Perode 2001 - 2005..................
53
9. Proses Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Labuan Tahun 2006 .........
59
10. Komposisi Hasil Tangkapan Dominan menurut Volume: Tongkol, Tembang dan Cumi-cumi di PPI Labuan Tahun 2005 ......................................... 61 11. Hasil Tangkapan Dominan Menurut Nilai Harga Rata-rata per Kilogram di PPI Labuan Tahun 2005 ....................................................................... 62 12. Volume Pendaratan Hasil Tangkapan Dominan per Bulan di PPI Labuan Tahun 2005 ........................................................................................... 63 13. Rantai Pemasaran Hasil Tangkapan PPI Labuan Tahun 2006 .............
72
14. Peta Distribusi Hasil Tangkapan Didaratkan di PPI Labuan Tahun 2007
76
15. Fasilitas Dermaga Bongkar-Muat di PPI Labuan yang Sedang Dibangun, Tahun 2007 ........................................................................................... 80 16. Fasilitas Kolam Pelabuhan di PPI Labuan Tahun 2007 .......................
82
17. Fasilitas Breakwater di PPI Labuan Tahun 2007 (bagian sisi kiri) ......
83
18. Turap yang Dilengkapi dengan Bollard, di Tepian Pantai PPI Labuan Tahun 2007 ...................................................................................................... 84
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian di PPI Labuan Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, Tahun 2007............................................. 115 2. Rencana Layout PPI Labuan Tahun 2005 .............................................
116
3. Tabel Spesifikasi dan Nilai Organoleptik Ikan Basah Departemen Pertanian (Anonymous, 1984)................................................................................ 117 4. Perhitungan Kebutuhan Kapasitas Fasilitas PPI Labuan Tahun 2005 ..
119
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten terletak di ujung bagian barat Pulau Jawa (Lampiran 1); memiliki wilayah yang berhadapan langsung dengan Selat Sunda dan Samudera Hindia. Nelayan-nelayannya selain melakukan penangkapan di kedua perairan tersebut, juga di Laut Jawa. Laut Jawa dan Selat Sunda termasuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Utara Jawa dan Selat Sunda dengan potensi lestari sebesar 847,515 ribu ton per tahun. Potensi lestari ini terdiri dari kelompok ikan pelagis besar 55 ribu ton, ikan pelagis kecil 340 ribu ton, ikan demersal 431 ribu ton, udang dan lobster 11,5 ribu ton, cumi-cumi 5,0 ribu ton, dan ikan karang konsumsi 5,0 ribu ton dengan tingkat pemanfaatan masingmasing sebesar 81%, 130%, 56%, 96,7%, 101%, dan 233% (Anonymous, 1998). Dengan perkataan lain, sebagian besar dari kelompok-kelompok jenis ikan tersebut, terutama di Laut Jawa telah atau mendekati ”over exploited” untuk kelompok-kelompok jenis ikan pelagis kecil, udang dan lobster, cumi-cumi, dan terutama ikan karang konsumsi; hanya kelompok-kelompok jenis ikan demersal dan lobster yang belum mengalami ”over exploited”.
Kondisi ”over exploited” sumberdaya ikan di Laut Jawa ini telah
diindikasikan sejak tahun 1980-an, akan tetapi sampai saat ini belum diketahui kapan Laut Jawa akan dapat pulih. Menurut Wisudo dan Nurani (1994), pada tahun 1992 tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di Selat Sunda diduga baru mencapai 21,26%. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi sumberdaya ikan (SDI) di Selat Sunda jauh lebih baik dibandingkan dengan di Laut Jawa yang sebagian besar kelompok-kelompok jenis ikannya telah “over exploited”; sebagaimana telah disebutkan di atas. Besar potensi Samudera Hindia adalah 890,82 ribu ton per tahun dalam luas sebaran 2035,4 km2 dengan tingkat pemanfaatan secara keseluruhan 57,86% per tahun pada tahun 2000 (Boer et al, 2001). Hal ini menunjukkan potensi sumberdaya ikan di perairan sekitar Kabupaten Pandeglang, terlebih-lebih di perairan Selat Sunda dan Samudera
Hindia, masih dapat dimanfaatkan dan merupakan peluang yang cukup baik dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di daerah ini. Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu pusat penghasil produk perikanan di Provinsi Banten. Jarak dari Ibukota Jakarta sebagai ibukota negara ke ibukota kabupaten ini yaitu Pandeglang adalah 111 km.
Salah satu kawasan pesisir yang berada di
kabupaten ini adalah Labuan dengan jarak 40 km dari Kota Pandeglang. Wilayah ini, selain potensial sebagai daerah pariwisata, dengan kekayaan alam berupa pasir putih, padang lamun, dan rumput laut yang dapat ditemukan di perairan sekitar juga diduga potensial sebagai daerah perikanan tangkap. Wilayah ini juga mudah dicapai dengan tersedianya prasarana jalan raya dan sarana angkutan umum yang baik; yang menghubungkan wilayah ini dengan berbagai kota seperti Jakarta, Bogor, Tangerang, dan lain-lain. Kestrategisan lokasi wilayah ini yang digambarkan oleh potensialitas wilayah wisata, jarak yang dekat ke ibukota Jakarta dan ibukota kabupaten atau ibukota provinsi dan adanya prasarana dan sarana transportasi yang baik, antara lain diduga dapat meningkatkan nilai prospek pendaratan hasil tangkapan di Labuan. Pendaratan hasil tangkapan di Labuan dilakukan pada Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Labuan yang memiliki dua tempat pendaratan dan sekaligus sebagai tempat pelelangan ikan (Lampiran 2) dan beberapa tempat konsentrasi nelayan (TKN) di sepanjang pantainya. Jarak kedua tempat pendaratan ikan tersebut sekitar 300 meter; yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki.
Pada tulisan ini dan selanjutnya untuk
mempermudah, kedua tempat pendaratan tersebut disebut oleh peneliti sebagai ”TPI 2 Labuan” yang terletak di tepi pantai dan ”TPI 1 Labuan” yang terletak di muara sungai; keduanya berada dibawah struktur PPI Labuan. Produksi hasil tangkapan didaratkan di PPI Labuan sangat penting bagi Kabupaten Pandeglang, mencapai 2.150,2 ton, pada tahun 2005; dengan nilai mencapai Rp 13,34 milyar (Anonymous, 2005b). Hasil tangkapan yang didaratkan di Labuan berasal dari beberapa jenis unit penangkapan. Hasil wawancara dengan kepala PPI Labuan menyebutkan bahwa unit penangkapan yang biasa digunakan adalah unit-unit penangkapan mini trawl (jaring arad), pancing (rawai dasar dan rawai tongkol), pukat kantong (payang dan dogol), jaring (jaring insang/gillnet, rampus dan klitik), pukat cincin (mini purse seine), jaring angkat
(bagan tancap dan bagan apung), serta perangkap (bubu). Unit penangkapan yang paling mendominasi adalah mini trawl (jaring arad), yaitu 31,78% dari total unit penangkapan yang ada. Ukuran kapal ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di Labuan pada umumnya hanya mencapai 10 GT. Produksi hasil tangkapan daerah ini berupa kelompok jenis ikan karang, ikan pelagis dan ikan demersal. Beberapa jenis ikan pelagis yang didaratkan adalah cakalang, tongkol, tenggiri, tembang, kembung, dan lain-lain. Hasil tangkapan yang didaratkan beberapa diantaranya merupakan jenis yang bernilai tinggi seperti tenggiri, bawal dan kerapu. Jarak daerah penangkapan terhadap PPI relatif dekat dan dapat dicapai oleh kapal perikanan dengan ukuran yang kurang dari 10 GT. Daerah pendistribusian hingga saat ini masih sebagian besar di sekitar Provinsi Banten dan beberapa sudah didistribusikan ke Jakarta yang berarti berkemungkinan hasil tangkapan yang didaratkan bermutu tinggi, sehingga memberikan dugaan adanya prospek kekuatan hasil tangkapan bagi kedua tempat pendaratan. Kedua tempat pendaratan diduga memiliki prospek kekuatan hasil tangkapan yang baik, namun hasil pengamatan awal memperlihatkan masih belum baiknya proses pendaratan hasil tangkapan di kedua tempat pendaratan. Hal ini terlihat antara lain dengan jarak tempat pelelangan ikan (TPI) terhadap tempat pendaratan yang cukup jauh sehingga nelayan tidak menjadikan TPI sebagai tempat tujuan utama penjualan ikannya. Nelayan yang tidak dapat membawa hasil tangkapannya ke TPI tetapi melakukan penjualan ikannya langsung setelah didaratkan. Selain itu, belum adanya penseleksian kategori hasil tangkapan (mutu, ukuran, dan lain-lain) yang kiranya diperlukan bila akan “menembus” pasar nasional dan internasional, sehingga jenis-jenis ikan dengan prospek nilai tinggi (cumi-cumi, kakap, tenggiri, bawal, kerapu dan ikan kuwe) belum terberdayakan dengan baik. Adanya kestrategisan lokasi/wilayah, proses pendaratan hasil tangkapan yang belum baik, serta adanya dugaan kekuatan hasil tangkapan dari sisi jenis dan mutu yang didaratkan menjadikan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai prospek hasil tangkapan di Kecamatan Labuan. Penelitian yang dilakukan meliputi proses pendaratan, pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan, kekuatan hasil tangkapan dari tiga aspek nilai, yaitu: jenis, mutu, dan volume, serta prospek pendaratan dengan melihat aspek hasil tangkapan yang ditawarkan, lokasi secara geografis, dan daerah distribusi.
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan di lokasi PPI Labuan antara lain: Analisis Musim dan Tingkat Pemanfaatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) di Labuan Kabupaten Pandeglang (Paryadi, 1998); Efisiensi Usaha dan Teknis Unit Penangkapan Payang di Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang (Purwandi, 1996); Studi Tentang Desain dan Konstruksi Mini Purse Seine di Labuan Kabupaten DT II Pandeglang (Gunawan, 1994) dan lain-lain. Hal ini menunjukkan PPI Labuan memiliki potensi untuk berkembang dengan adanya penelitian yang berhubungan dengan aspek musim dan tingkat pemanfaatan ikan, efisiensi usaha dan teknis suatu unit penangkapan, desain dan konstruksi alat tangkap dan lain-lain. 1.2 Perumusan Masalah (1) Belum diketahuinya proses pendaratan, pemasaran sampai pendistribusian hasil tangkapan di PPI Labuan, Kabupaten Pandeglang. (2) Belum diketahuinya prospek pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan dan strategi pengembangannya. 1.3 Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui proses pendaratan, pemasaran sampai dengan proses pendistribusian hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Labuan. (2) Mengetahui prospek pendaratan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Labuan dan strategi pengembangannya. 1.4 Manfaat Hasil penelitian dapat digunakan sebagai: (1) Masukan bagi para pengambil keputusan pada instansi-instansi terkait untuk mengembangkan perikanan tangkap di daerah ini (Dinas Perikanan dan Kelautan), (2) Masukan bagi pengusaha/investor swasta yang bergerak didalam usaha penangkapan ikan, usaha perdagangan ikan, usaha pengolahan ikan; dalam hal ini mengenai hasil tangkapan tesedia di PPI Labuan, dan (3) Masukan bagi para ilmuwan, mahasiswa yang melakukan penelitian yang berhubungan dengan hasil tangkapan di daerah ini.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tempat Pendaratan Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang telah diperoleh oleh nelayan akan didaratkan di suatu tempat pendaratan ikan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh penanganan atau tindakan lanjutan seperti pelelangan/pemasaran, pengolahan sebelum didistribusikan ke
daerah-daerah konsumen. Adapun jenis-jenis tempat pendaratan hasil tangkapan (HT) tersebut menurut Pane (1998) antara lain: (1) Pelabuhan perikanan atau PP tipe A, B, dan C, dan pangkalan pendaratan ikan (PPI atau PP tipe D) menurut klasifikasi tipe pelabuhan perikanan oleh Ditjen Perikanan Tangkap (2) Dermaga pendaratan milik suatu perusahaan perikanan yaitu pada perusahaan perikanan milik negara BUMN/Koperasi, swasta, asing, ataupun hasil kerjasama dengan pihak asing (3) Dermaga khusus perikanan pada pelabuhan niaga (4) Tempat-tempat konsentrasi nelayan (TKN) yang biasanya ditemukan di sekitar daerah muara sungai, tempat-tempat tertentu sepanjang sungai atau sepanjang garis pantai di pemukiman nelayan Dari berbagai jenis tempat pendaratan ikan di atas dan dengan melihat proses pendaratan ikan yang dilakukan di Labuan, maka jenis tempat pendaratan ikan yang dapat ditemukan selain PPI adalah TKN. Tempat pendaratan ikan yang diakui secara resmi untuk pencatatan jumlah hasil tangkapan yang didaratkan adalah PPI. Pelabuhan perikanan dan PPI memiliki tempat pelelangan ikan (TPI). PPI Labuan sebagaimana telah dikemukakan pada bab sebelumnya memiliki dua tempat pendaratan ikan yang sekaligus juga merupakan dua tempat pelelangan yang terpisah; telah disebut penulis sebagai ”TPI 2 Labuan” dan ”TPI 1 Labuan”.
Pada kedua tempat tersebut
terdapat proses pendaratan ikan selain proses pemasaran ikan. Kedua TPI melayani hasil tangkapan yang didaratkan oleh kapal ikan yang berbeda yaitu TPI 2 Labuan dikhususkan melayani kapal ikan jenis mini purse seine sedangkan TPI 1 Labuan melayani perahu penangkapan ikan jenis lainnya seperti payang, bagan, jaring arad, dan lain-lain. Tersedianya tempat pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan berupa PPI di Kecamatan Labuan mendukung berjalannya aktivitas kepelabuhanan di PPI tersebut. Diantara berbagai fungsi kepelabuhanan perikanan adalah sebagai tempat pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan. Direktorat Jendral Perikanan (Anonymous, 1994 vide Lubis, 2005), mengelompokkan pelabuhan perikanan kedalam empat tipe, yaitu: (1) Tipe A (Pelabuhan Perikanan Samudera), yang memiliki beberapa kriteria, yaitu tersedianya lahan seluas 50 ha, diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan berukuran 100-200 ”Gross Tonage” (GT) atau lebih dan kapal pengangkut ikan 500-1000 GT,
melayani kapal-kapal perikanan 100 unit per hari, jumlah ikan yang didaratkan lebih dari 200 ton per hari, dan tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri. (2) Tipe B (Pelabuhan Perikanan Nusantara), dengan kriteria memiliki lahan seluas 30-40 ha, diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan berukuran 50-100 GT atau lebih, melayani kapal-kapal perikanan 50 unit per hari, dengan jumlah ikan yang didaratkan lebih dari 100 ton per hari, memiliki fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri. (3) Tipe C (Pelabuhan Perikanan Pantai) dengan tersedianya lahan seluas 10-30 ha, diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan berukuran 30-50 GT, dapat melayani kapalkapal perikanan 25 unit per hari, dan jumlah ikan yang didaratkan lebih dari 50 ton per hari, serta tersedia fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri. (4) Tipe D (Pangkalan Pendaratan Ikan) dengan beberapa kriterianya adalah tersedianya lahan seluas 10 ha, diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan berukuran kurang dari 30 GT, melayani kapal-kapal perikanan 15 unit per hari, jumlah ikan yang didaratkan lebih dari 10 ton per hari, tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri, serta dekat dengan pemukiman nelayan. Nelayan yang mendaratkan ikan di daerah ini merupakan nelayan tradisional dengan jarak daerah penangkapan yang dekat. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep. 10/Men/2004 tentang pelabuhan perikanan yang mengklasifikasikan pelabuhan perikanan berdasarkan kriteria teknis maka pelabuhan perikanan tipe D memiliki kriteria berikut (Mahyuddin, 2007): 1) Daerah penangkapan ikan disekitar perairan pedalaman dan perairan kepulauan, 2) Ukuran kapal 3 GT, 3) Panjang dermaga 50 meter dan dengan kedalaman kolam pelabuhan 2 meter, 4) Kapasitas tampung 20 unit, dan 5) Luas lahan ninimal 2 ha, Tempat pendaratan ikan di Labuan masih sederhana, namun TPI-nya sudah berkoordinasi
dengan
Dinas
Perikanan
dan
Kelautan
Kabupaten
Pandeglang.
Berdasarkan ukuran kapal yang masuk, jumlah hasil tangkapan yang didaratkan, dan
letaknya yang dekat dengan pemukiman nelayan menjadikan tempat pendaratan ikan ini tergolong kedalam pangkalan pendaratan ikan/PPI (PP tipe D) 2.2 Pendaratan Hasil Tangkapan di Tempat Pendaratan Di suatu pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan (PP/PPI), kegitan pembongkaran dan pendaratan ikan seharusnya dilakukan segera setelah kapal sampai di pelabuhan dengan tujuan untuk menjaga mutu ikan. Penjagaan mutu hasil tangkapan pada saat pembongkaran dan pendaratan dilakukan dengan berhati-hati dalam perlakuan, cermat, teratur, higienik, dan tetap mempertahankan suhu ikan serendah mungkin (Rahayu, 2000). Pembongkaran ikan sebaiknya dilakukan pada pagi atau malam hari, saat temperatur udara rendah dan untuk mencegah hasil tangkapan terkena sinar matahari secara langsung.
Pemberian es tambahan pada saat proses pem-bongkaran dan sebelum
dilelang/dijual dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi peningkatan suhu yang dapat merusak mutu ikan. Proses dalam pendaratan ikan membutuhkan waktu yang dapat mempengaruhi mutu ikan, sehingga waktu yang singkat dan proses pendaratan yang baik akan menjaga mutu ikan. Menurut Pane (1998) ada tiga pola proses pendaratan ikan yang biasa dilakukan:
(1) Pola kesatu: Palkah
Dek kapal
pembongkaran
penurunan
Dermaga
TPI
pengangkutan
Pola proses pendaratan ini biasanya berlaku pada kapal berukuran kecil sampai ukuran sedang yang dilakukan dengan menggunakan bantuan keranjang/basket/tong plastik; dan menggunakan atau tidak papan peluncur untuk memindahkan basket/keranjang/tong plastik dari atas kapal ke dermaga atau dengan menggunakan tenaga manusia. Tenaga kerja biasanya anak buah kapal (ABK) sendiri atau buruh tambahan, dan waktu yang dibutuhkan relatif lama. Pola ini ditemukan antara lain di PPN Pekalongan, PPS Cilacap, PPI Tegal, dan lain-lain.
(2) Pola kedua: Palkah
Dermaga
pembongkaran dan penurunan
TPI
pengangkutan
Pola proses pendaratan ini biasanya dilakukan oleh kapal berukuran besar atau lebih dari 50 GT dengan menggunakan bantuan crane untuk memindahkan ikan dalam basket dari palkah ke dermaga. Jika tanpa crane biasanya menggunakan ban berjalan atau papan peluncur yang terlindung dari cahaya matahari. Pola proses pembongkaran dengan crane dan ban berjalan dapat ditemukan antara lain di pelabuhan-pelabuhan perikanan besar di negara-negara maju Eropa (Perancis, Jerman, Inggris, Belanda, dan lain-lain), seperti PP Boulogne Sur Mer, PP Lorient dan PP Cuxhaven yang dilakukan dengan waktu yang singkat (tidak seperti pola kesatu).
Pembongkaran biasanya
dilakukan pada pukul 23.00 sampai maksimal pukul 04.00 dan pelelangan dimulai pukul
06.00–07.00
waktu
setempat.
Lama
waktu
untuk
pembongkaran/pendaratan relatif lebih cepat dibanding pola kesatu.
proses Untuk di
Indonesia, contohnya di PPS Nizam Zachman Jakarta: pendaratan tuna. (3) Pola ketiga: Palkah
TPI
pembongkaran, penurunan, dan pengangkutan Pola proses pendaratan ini biasa dilakukan oleh kapal/perahu motor tempel (PMT)/nelayan tradisional dengan hasil tangkapan yang dibongkar dan diangkut langsung oleh nelayan/ABK dengan menggunakan basket/keranjang/ dipikul. Waktu yang dibutuhkan untuk proses membongkar dan pendaratan relatif lama, seperti yang terjadi pada pola kesatu. Hasil tangkapan yang sudah didaratkan mengalami proses penseleksian/ penyortiran dan penanganan yang dilakukan untuk menjaga mutu ikan. Penseleksian yang seharusnya dilakukan pada proses pendaratan meliputi seleksi jenis, ukuran panjang dan berat, serta mutu ikan (Pane, 1998). Selanjutnya Pane menyatakan bahwa penanganan mutu ikan yang dilakukan selama ini di Indonesia, pada proses pendaratan dan distribusi hasil
tangkapan pada umumnya, setelah dilakukannya penyiraman dan pembersihan dengan air bersih di atas kapal, adalah: (1) Penggunaan es (pecahan/curahan) ataupun tidak, pada saat sebelum pelelangan dilakukan. (2) Penggunaan es (pecahan/curahan) atau tanpa es dan diletakkan dalam basket/ keranjang, ember, atau drum plastik, pada saat pendistribusian dilakukan. Hasil tangkapan yang telah didaratkan di dermaga/darat akan mengalami proses pemindahan dari dermaga/darat ke tempat lain untuk pemasaran atau pengolahan lebih lanjut di tempat pengolahan atau pelelangan ikan di TPI. Pemindahan hasil tangkapan tersebut di atas memerlukan sarana pengangkutan yang akan memudahkan proses pemindahan seperti kereta dorong atau gerobak dan basket/keranjang.
Waktu yang singkat dalam pemindahan akan membantu dalam
penjagaan mutu ikan segar.
2.3 Kekuatan Hasil Tangkapan di Suatu Tempat Pendaratan Kekuatan hasil tangkapan (KHT) adalah kemampuan/keunggulan hasil tangkapan yang ada di suatu tempat pendaratan (Pane, 2000), selanjutnya Pane menyebutkan bahwa kekuatan hasil tangkapan tergantung dari beberapa hal, yaitu jenis ikan yang tersedia, volume produksi/ketersediaan jumlah ikan, harga hasil tangkapan, mutu hasil tangkapan, dan ukuran hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang didaratkan nelayan atau pengusaha penangkapan ikan merupakan kekuatan penyediaan pihak PPI kepada pihak pembeli yaitu pedagang/bakul, pengolah, pemilik restoran dan pihak lain yang berkaitan dengan pemasaran (Pane, 1999). Kebutuhan atau permintaan konsumen atau pembeli terhadap hasil tangkapan merupakan kekuatan permintaan pihak PPI kepada pihak nelayan atau pengusaha penangkapan ikan yang melakukan aktivitas pendaratan hasil tangkapan di PPI tersebut (Kurniasih, 2004). Suatu PPI akan dapat dimasukkan ke dalam golongan memiliki kekuatan hasil tangkapan yang baik atau tidak setelah ditelaah volume produksi, jenis hasil tangkapan,
harga dan mutu, serta daerah distribusi hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPI tersebut. 2.3.1 Volume Produksi, Harga, Mutu, dan Jenis Hasil Tangkapan Volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di suatu PPI dapat mengalami penurunan ataupun peningkatan. Beberapa hal yang diduga menyebabkan penurunan tersebut adalah hasil tangkapan nelayan yang menurun, dan atau banyaknya nelayan yang tidak melakukan pemasaran/pelelangan hasil tangkapannya melalui PPI, sehingga produksi ikan yang didaratkan tidak terdata seluruhnya. Kondisi cuaca yang buruk dan atau adanya perubahan musim yang tidak memungkinkan para nelayan untuk melakukan operasi penangkapan juga akan mempengaruhi jumlah ikan yang tersedia di suatu PPI. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi peningkatan volume produksi di suatu PPI adalah meningkatnya jumlah unit penangkapan yang mendaratkan hasil tangkapan di PPI tersebut dan kondisi perairan yang stabil dan tidak berpengaruh pada proses operasi penangkapan ikan, sehingga nelayan dapat beroperasi tanpa terhalang gangguan cuaca. Peningkatan nilai produksi hasil tangkapan di suatu PPI antara lain disebabkan oleh produksi ikan yang didaratkan menurun sehingga berakibat meningkatnya harga ikan dan oleh adanya jenis-jenis hasil tangkapan yang merupakan ikan ekonomis penting dan mempunyai nilai jual tinggi (Aziza, 2000). Harga dan mutu ikan pada suatu PPI sangat berkaitan dengan jenis hasil tangkapan. Harga dan mutu hasil tangkapan yang baik merupakan suatu kekuatan penyediaan pihak PPI kepada pihak pembeli/permintaan pasar. Menurut Mahendra (2001) besar kekuatan penyediaan ini akan semakin meningkat bila PPI tersebut dapat menyediakan hasil tangkapan dalam mutu yang prima dengan harga yang bersaing. Sebaliknya, harga yang tinggi dapat dijadikan sebagai kekuatan penawaran pihak PPI kepada pihak penjual yaitu nelayan, sehingga untuk mencapai harga hasil tangkapan yang tinggi harus disertai dengan mutu hasil tangkapan yang baik atau prima yang disediakan oleh nelayan/pengusaha penangkapan. Pane (1998), menyebutkan bahwa kekuatan hasil tangkapan di suatu tempat pendaratan selain berhubungan dengan volume produksinya juga dengan karakteristik hasil tangkapan.
Selanjutnya, Pane menyebutkan karakteristik hasil tangkapan yang
didaratkan dibedakan atas empat hal yaitu, karakteristik morfologi hasil tangkapan,
karakteristik mutu hasil tangkapan didaratkan, karakteristik hasil tangkapan ditinjau dari cara penanganan pendaratan, dan karakteristik ukuran hasil tangkapan. Produksi hasil tangkapan yang baik adalah bila memenuhi kondisi keseluruhan karakteristik tersebut, yaitu dilihat dari aspek morfologi bentuk yang ditawarkan dapat memenuhi keinginan konsumen, dari aspek mutu baik dilihat dari organoleptik maupun dari segi kandungan protein yang dimiliki produksi hasil tangkapan memenuhi standar mutu yang baik, aspek penanganan pada saat pendaratan dilakukan dengan baik dengan tujuan menjaga mutu ikan baik dengan cara konvensional maupun cara modern. Menurut Pane (2001), terdapat tiga kategori umum dalam menentukan mutu hasil tangkapan di pelabuhan perikanan, yaitu: •
Kategori 1, I atau A: baik, ikan masih segar sekali, daging padat, amat jernih, insang masih segar.
•
Kategori 2, II atau B: sedang, ikan cukup segar, mata tidak begitu jernih, insang tidak begitu segar.
•
Kategori 3, III atau C: kurang, daging ikan mulai lembek, mata mulai keruh/memerah, insang mulai keruh. Berdasarkan pengelompokkan mutu hasil tangkapan di atas, Pane juga menyatakan
bahwa ikan yang layak konsumsi dalam bentuk basah adalah ikan kategori 1/I/A dan ikan dengan kategori 2/II/B. Ikan dengan kategori 3/III/C merupakan ikan yang tidak layak konsumsi secara basah karena sudah mulai membusuk. 2.4 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Labuan, Kabupaten Pandeglang Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Labuan berada di sebelah Utara Kabupaten Pandeglang, dan terletak di Desa Teluk, Kecamatan Labuan. PPI Labuan berhadapan langsung dengan Selat Sunda di sebelah Barat dan berhadapan dengan Sungai Cipunteun Agung di sebelah Selatan. Kawasan perairan PPI Labuan berada dalam kawasan perairan terbuka berbentuk teluk. PPI Labuan merupakan pelabuhan alam yang menggunakan kawasan teluk sebagai tempat yang terlindung dari gelombang/badai/arus sehingga memungkinkan kapal untuk merapat. Dasar perairan sepanjang teluk relatif landai. Kedalaman 3,0 m baru ditemukan pada jarak sekitar 250 m dari garis pantai. Pada sisi kiri dan kanan teluk terdapat sebaran batu karang yang terlihat muncul di permukaan air pada saat air surut (Anonymous, 2000).
Jarak antara PPI Labuan ke Kota Pandeglang, ibukota Kabupaten Pandeglang adalah sekitar 414 km, sedangkan jarak PPI Labuan ke Kecamatan Carita, sebagai salah satu daerah wisata pantai yang cukup diminati di daerah Banten, adalah sekitar 13 km. Hal ini menunjukkan bahwa PPI Labuan memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai pusat pengembangan usaha perikanan tangkap di daerah ini salah satu contohnya adalah sebagai penyedia ikan segar untuk kebutuhan pariwisata daerah sekitarnya, antara lain Kecamatan Carita. PPI Labuan, merupakan PPI terpenting di Kabupaten Pandeglang. Volume produksi hasil tangkapan didaratkan di PPI Labuan pada tahun 2005 adalah 2.150,2 ton yang merupakan produksi PPI terbesar dibanding PPI-PPI lainnya di Kabupaten Pandeglang; yaitu sekitar 71,4% dari jumlah volume produksi hasil tangkapan Kabupaten Pandeglang. Nilai produksi PPI ini juga tertinggi diantara PPI-PPI lainnya pada tahun yang sama yaitu sebesar Rp 13.336,8 juta atau sekitar 82,3% dari jumlah nilai produksi hasil tangkapan kabupaten ini. 2.5 Prospek Pendaratan Hasil Tangkapan di Suatu Tempat Pendaratan Prospek pendaratan hasil tangkapan di suatu tempat pendaratan merupakan suatu peluang positif bahwa pendaratan di suatu tempat pendaratan akan dapat berkembang untuk masa yang akan datang. Hal ini berguna bagi para investor dan atau para pelaku kegiatan yang berhubungan langsung dengan hasil tangkapan yang didaratkan, seperti pengusaha penangkapan ikan/nelayan, pedagang atau pembeli ikan, pengusaha pengolahan-pembeli ikan, dan lain-lain. Menurut Pane (2000), didalam penilaian pendaratan hasil tangkapan di suatu tempat pendaratan memiliki 2 (dua) kelompok indikator, yaitu: (1) Indikator internal: (a) Memiliki kemampuan penyediaan produksi hasil tangkapan/kemampuan faktor produksi (kemampuan unit penangkapan berproduksi) yang relatif baik dalam satuan ton/unit/hari (b) Memiliki kemampuan fasilitas kepelabuhanan yang relatif baik yang meliputi jenis fasilitas dan pelayanan tersedia, besaran fasilitas dan pelayanan tersedia (c) Memiliki kemampuan pelayanan kepelabuhanan yang mendukung proses pendaratan hasil tangkapan sampai pendistribusiannya
(d) Memiliki kekuatan hasil tangkapan suatu tempat pendaratan yang relatif baik (2) Indikator eksternal: (a) Ketersediaan sumberdaya ikan yang cukup, dari perairan dimana para nelayannya melakukan penangkapan saat ini, dan atau dari peraiaran lainnya dimana para nelayan dapat dan mampu melakukan penangkapan (b) Jarak yang dekat dan lama-waktu yang cepat dari tempat pendaratan ke daerahdaerah distribusi yang relatif dekat (c) Ketersediaan dan kondisi prasarana dan sarana pengangkutan ikan yang relatif mendukung dengan baik (d) Permintaan atau kebutuhan penduduk terhadap hasil tangkapan: •
Di dan sekitar lokasi tempat pendaratan (besaran permintaan daerah setempat/lokal)
•
Di daerah-daerah distribusi (besaran permintaan per kota/daerah distribusi)
(e) Adanya aktivitas-aktivitas eksternal yang membutuhkan hasil tangkapan, misalnya: pariwisata Dengan menggunakan, antara lain teknik skoring terhadap indikator-indikator yang ada di atas, maka akan dapat dinilai prospek pendaratan hasil tangkapan di suatu tempat pendaratan. Pada teknik skoring, nilai-nilai variabel terkait yang diberikan skor dan pembobotan sesuai kriteria yang telah ditetapkan dan selanjutnya dilakukan penghitungan nilai prospek pendaratan hasil tangkapan yang akan dibandingkan dengan kriteria penilaian prospek yang telah disusun sebelumnya. Secara umum penggunaan analisis SWOT juga dapat digunakan untuk menilai prospek pendaratan hasil tangkapan secara cepat.
Analisis SWOT dilakukan untuk
mempelajari faktor-faktor yang menjadi kekuatan (strength) beserta kelemahan (weakness), dan faktor-faktor yang merupakan peluang (opportunity) beserta ancaman (threat). Selain itu analisis ini juga digunakan untuk merumuskan strategi pendaratan kedepan. Strength dan weakness merupakan faktor internal, sedangkan opportunity dan threat adalah faktor eksternal. Analisis SWOT adalah identifikasi secara sistematik terhadap kekuatan dan kelemahan yang merupakan faktor internal serta kesempatan dan ancaman yang merupakan faktor eksternal dari suatu sektor. Analisis ini digunakan untuk memperoleh hubungan antara faktor internal dan eksternal.
Lingkup kekuatan (strength) meliputi segala aspek yang berada dalam sistem pendaratan ikan di Desa Labuan Banten yang memberikan nilai positif bagi prospek pengembangannya. Lingkup kelemahan (weakness) meliputi semua aspek yang berada dalam sistem pendaratan ikan di daerah ini yang merupakan nilai negatif/menghambat bagi prospek pengembangannya. Peluang (opportunity) yang diidentifikasi adalah faktor pendukung dari lingkungan di luar sistem pendaratan ikan di daerah ini, sedangkan lingkup aspek yang diidentifikasi dalam ancaman (threat) adalah faktor luar yang diperkirakan akan menghambat prospek pengembangan pendaratan ikan. Untuk melihat hubungan dari faktor-faktor yang berpengaruh dalam analisis SWOT digunakan matrik yang memudahkan dalam mengidentifikasi prospek pendaratan ikan. Matrik tersebut digambarkan sebagai berikut: Tabel 1 Matrik Analisis SWOT Internal Strength (Kekuatan)
Weakness (Kelemahan)
Eksternal Opportunity (Peluang)
Strategi SO
Strategi WO
Threat (Ancaman)
Strategi ST
Strategi WT
Matrik analisis SWOT menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi, pertama strategi SO (agresive strategy) yang menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk mengambil peluang yang ada, kedua strategi ST (diversification strategy) yang menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk menghindari ancaman yang dihadapi, ketiga strategi WO (turn around strategy) yaitu berusaha untuk mendapatkan peluang dan keuntungan dengan cara mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki, dan keempat strategi WT (defensive strategy) yaitu berusaha meminimumkan kelemahan dan menghindari ancaman yang mungkin terjadi. Analisis SWOT dapat dilakukan secara cepat, namun hasil penilaiannya bersifat lebih umum. Kelemahan metode ini adalah memiliki sifat subyektif dari peneliti yang tidak dapat dihindari. Analisis SWOT dapat ditingkatkan keobyektifannya dengan cara melakukan pendalaman terhadap parameter-parameter yang terdapat di dalam kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman, yang disebut sebagai analisis SWOT Plus oleh Pane (2006). Selanjutnya Pane menyatakan bahwa analisis SWOT plus merupakan analisis SWOT yang diperdalam/ditingkatkan kedalamannya dengan memberikan bukti/fakta atau indikator atas pernyataan yang dibuat dalam faktor-faktor SWOT (kekuatan/strength, kelemahan/weakness, peluang/opportunity dan ancaman/threat).
3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan selama bulan Oktober-Nopember 2006 dan Maret 2007 dengan pengambilan data di PPI Labuan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. 3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan Bahan yang digunakan adalah data primer dan sekunder tentang jenis, jumlah, dan mutu hasil tangkapan yang didaratkan, proses pendaratan, proses pemasaran dan distribusi serta para pelaku didalamnya, dan letak lokasi pendaratan.
Alat yang
digunakan adalah kuesioner yang ditujukan untuk pihak pengelola PPI dan pihak pengguna jasa dan fasilitas pelabuhan. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei. Aspek-aspek yang diteliti meliputi aspek pendaratan hasil tangkapan, aspek pemasaran hasil tangkapan, dan aspek kemampuan kepelabuhanan. Ketiga aspek tersebut diteliti untuk mengetahui proses pendaratan sampai dengan pendistribusian, dan prospek pendaratan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Labuan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. (1) Aspek Pendaratan Hasil Tangkapan Aspek pendaratan hasil tangkapan yang diteliti adalah jenis, jumlah dan mutu hasil tangkapan didaratkan, waktu dan lama proses pendaratan, prasarana-sarana pendaratan yang digunakan dimulai dari pembongkaran ikan dari palkah kapal ke dek, penurunan dari dek ke dermaga dan pengangkutan dari dermaga ke tempat pelelangan ikan di kedua lokasi pendaratan, TPI 1 dan TPI 2 Labuan. (2) Aspek Pemasaran Hasil Tangkapan Aspek pemasaran hasil tangkapan yang diteliti adalah jumlah dan jenis hasil tangkapan yang dipasarkan, harga ikan, proses pemasaran dan pendistribusian, dan sarana prasarana pendistribusian hasil tangkapan.
(3) Aspek Kemampuan Kepelabuhanan Aspek kemampuan kepelabuhanan dari PPI Labuan yang diteliti adalah kemampuan fasilitas kepelabuhanan yang ada yang terkait dengan pendaratan hasil tangkapan (jenis, jumlah, kondisi dan pemanfaatan fasilitas), kemampuan pelayanan pihak pengelola PPI dalam proses pendaratan, pemasaran sampai dengan pendistribusian hasil tangkapan. Data dan informasi yang dibutuhkan untuk meneliti ketiga aspek di atas diperoleh dengan beberapa cara sebagai berikut: 1) Wawancara dilakukan terhadap responden yang berasal dari pihak terkait di PPI Labuan yaitu pihak pengelola PPI dan pihak pengguna atau pemakai jasa dan fasilitas pelabuhan (nakhoda kapal/pemilik kapal, pelaku pemasaran (pedagang-pembeli, dan pengolah-pembeli), dan pelaku pendistribusian (pedagang ikan antarkota), serta pihak-pihak penyedia jasa/fasilitas selain pihak pelabuhan yaitu KUD, swasta, dan lain-lain). Banyaknya sampel responden pada setiap TPI ditentukan secara purposif dan diambil secara acak. Para responden berasal dari nakhoda kapal/pemilik kapal sejumlah lima orang, pengelola PPI dan tempat pelelangan ikan masing-masing satu orang untuk setiap TPI. Responden pelaku pemasaran berasal dari pedagang-pembeli dan pengolah-pembeli masing-masing tiga orang dan pelaku pendistribusian sebanyak tiga orang. 2) Pengamatan akan dilakukan terhadap proses pendaratan (pembongkaran ikan dari palkah kapal ke dek, penurunan dari dek ke dermaga dan pengangkutan dari dermaga ke tempat pelelangan ikan), penanganan hasil tangkapan, pelelangan dan pemasaran/distribusi, dan fasilitas kepelabuhanan yang ada serta terkait dengan pendaratan hasil tangkapan (jenis, jumlah, kondisi dan pemanfaatan fasilitas) serta pengamatan mutu hasil tangkapan yang didaratkan. 3) Pencatatan akan dilakukan terhadap waktu dan lama proses pendaratan, sarana pendaratan yang digunakan (dimulai dari pembongkaran ikan dari palkah ke dek, penurunan dari dek ke dermaga dan pengangkutan dari dermaga ke tempat pelelangan ikan), fasilitas kepelabuhanan yang ada serta terkait dengan pendaratan hasil tangkapan, yaitu: dermaga bongkar-muat, kolam pelabuhan, breakwater dan turap (jumlah, kondisi dan pemanfaatan fasilitas). 4) Penilaian mutu ikan dilakukan dengan melakukan penilaian organoleptik seperti yang disajikan pada Lampiran 3. Banyaknya sampel ditentukan secara purposif untuk total
360 ekor ikan dari 3 jenis ikan paling dominan dalam volume produksi dan 3 jenis ikan dengan nilai ekonomis tinggi; yang masing-masingnya diambil 20 ekor per jenis ikan yang diambil secara acak dan dilakukan sebanyak tiga hari ulangan. 5) Pengumpulan data sekunder dilakukan pada PPI Labuan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, Bappeda Kabupaten Pandeglang, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, dan Badan Pusat Statistik mengenai ketiga aspek yang diteliti. 3.4 Data yang Dikumpulkan: Pengumpulan data dilakukan di tempat pendaratan ikan di TPI 1 dan TPI 2, instansi pemerintah dan swasta yang terkait. Data yang dikumpulkan berupa data utama dan data tambahan. Data utama terbagi menjadi dua, yaitu data utama primer dan data utama sekunder, demikian pula data tambahan terbagi atas data tambahan primer dan data tambahan sekunder. • Data utama primer, meliputi: (1)
Mutu organoleptik 3 jenis hasil tangkapan (HT) paling dominan dari sisi jumlah produksi.
(2)
Mutu organoleptik 3 jenis HT paling ekonomis tinggi.
(3)
Waktu pendaratan dilakukan (jam berapa) dan lama pendaratan (mulai HT dikeluarkan dari dalam palkah ke dek kapal, dari dek kapal ke dermaga, dan demaga ke TPI/tempat pelelangan ikan).
(4)
Proses pendaratan HT yang dilakukan.
(5)
Ada tidaknya prasarana terkait pendaratan yang memadai (kolam pelabuhan, dermaga pendaratan dan gedung TPI)
(6)
Ada tidaknya sarana terkait pendaratan (basket, kereta dorong, air bersih, es, dan lain-lain), kondisi prasarana dan sarana tersebut (baik/rusak).
(7)
Kapasitas prasarana dan sarana yang tersedia.
(8)
Ada tidaknya pelayanan terkait pendaratan HT dan kemampuannya.
(9)
Proses pemasaran/pelelangan dan lama waktu proses pemasaran/pe-lelangan.
(10) Ada tidaknya prasarana pemasaran (gedung TPI)
(11) Ada tidaknya sarana pemasaran (fasilitas pemasaran di dalam gedung TPI: tempat penjualan, basket/keranjang ikan, es, air bersih, dan lain-lain) (12) Kondisi dan kapasitas/jumlah prasarana dan sarana pemasaran yang ter-sedia. (13) Ada tidaknya pelayanan pemasaran dan kemampuannya. (14) Proses penyiapan pendistribusian dan lama waktunya (15) Ada tidaknya sarana pendistribusian di PPI (alat transportasi, wadah tempat ikan, es/sistem pendingin pada alat transportasi, dan lain-lain) (16) Ada tidaknya pelayanan pendistribusian HT dan kemampuannya. (17) Data/informasi nelayan PPI Labuan dan sekitarnya yang menggunakan bahan kimia dalam penanganan HT. • Data utama sekunder, meliputi: (1)
Volume HT per bulan selama tahun 2005 (untuk melihat kemampuan penyediaan produksi HT per bulan dalam satu tahun).
(2)
Volume HT per jenis HT dominan (6 jenis HT dominan) per bulan/data bulanan (untuk melihat kemampuan penyediaan produksi HT per jenis HT dominan per bulan dalam satu tahun untuk 6 jenis HT dominan).
(3)
Jarak PPI ke daerah-daerah distribusi/konsumen (PPI ke kabupaten/kota sekitar, ibukota provinsi sendiri dan terdekat).
(4)
Jarak PPI ke pelabuhan umum dan bandara udara (untuk ekspor).
(5)
Ada/tidaknya lokasi wisata di sekitar PPI.
(6)
Data konsumsi ikan per kabupaten/kota di Kabupaten Pandeglang dan kabupaten/kota disekitarnya, Provinsi Banten, Jawa Barat dan DKI Jakarta.
(7)
Data jumlah penduduk per kabupaten/kota di Kabupaten Pandeglang dan kabupaten/kota disekitarnya, Provinsi Banten, Jawa Barat dan DKI Jakarta.
(8)
Data konsumsi ikan perkapita Kabupaten Pandeglang.
(9)
Adanya/tidak adanya PPI dan TKN di sekitar PPI Labuan, apa saja, jumlahnya, jaraknya ke PPI Labuan.
(10) Data panjang jalan dan jenis jalan dari: 9 PPI ke kota Kabupaten Pandeglang 9 Pandeglang ke kabupaten-kabupaten/kota-kota di sekitar Pandeglang
9 Pandeglang ke ibukota provinsi: Jawa Barat (Bandung), Banten (Serang), dan Jakarta (DKI Jakarta) (11) Jenis angkutan yang tersedia baik darat, laut dan udara dari: 9 PPI ke kota Kabupaten Pandeglang 9 Pandeglang ke kabupaten-kabupaten/kota-kota disekitar Pandeglang 9 Pandeglang ke ibukota provinsi: Jawa Barat (Bandung), Banten (Serang), dan Jakarta (DKI Jakarta) (12) Rencana pengembangan perikanan tangkap Pemda Kabupaten Pandeglang; Provinsi Banten; pemerintah pusat. (13) Data ada/tidaknya lembaga-lembaga perikanan dan pelaku-pelaku terkait. • Data tambahan primer, meliputi: (1)
Gambar/foto mengenai lokasi dan pendaratan ikan, hasil tangkapan di-daratkan, dan fasilitas kepelabuhanan.
• Data tambahan sekunder, meliputi: (1)
Keadaan umum lokasi PP/PPI dan kota/kabupaten: letak geografis, penduduk, keadaan sosial budaya dan kondisi perairan.
(2)
Kondisi perikanan tangkap di lokasi pendaratan, meliputi unit penangkapan ikan (armada penangkapan, jumlah dan jenis alat tangkap dan ABK).
(3)
Peta lokasi PP/PPI.
(4)
Data armada yang melakukan pendaratan dan kunjungan: jumlah frekuensi pendaratan (jumlah kapal yang mendaratkan dan melelang hasil tangkapannya di pelabuhan menurut bulan selama satu tahun terakhir).
(5)
Kabupaten Pandeglang dalam Angka (tahun terakhir).
(6)
Laporan Dinas Perikanan Kabupaten Pandeglang (tahun terakhir).
(7)
Statistik Perikanan Kabupaten Pandeglang (lima tahun terakhir).
3.5 Analisis Data 1) Proses Pendaratan dan Pendistribusian Dilakukan analisis deskriptif proses pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan untuk menjelaskan mengenai jalannya proses pendaratan dan pendistribusian di lokasi
PPI Labuan.
Data kuantitatif hasil tangkapan yang didaratkan akan dianalisis
menggunakan penghitungan rataan dan simpangan baku dan atau analisis grafik. 2) Prospek Hasil Tangkapan Didaratkan Prospek pendaratan hasil tangkapan yang didaratkan dianalisis menggunakan analisis SWOT yang diperdalam (analisis SWOT Plus (Pane, 2006)) terkait dengan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dari prospek pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Adapun lingkup kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman adalah sebagai berikut: a. Kekuatan (Strength) dan Kelemahan (Weakness) Kekuatan dan kelemahan yang diidentifikasi dan dianalisis meliputi faktor-faktor internal PPI Labuan yang berhubungan dengan prospek pendaratan hasil tangkapan di PPI tersebut (Tabel 2), yang memberikan nilai positif atau negatif bagi prospek pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan tersebut untuk masa yang akan datang. Faktorfaktor tersebut meliputi penyediaan hasil tangkapan (jenis ekonomis tinggi, mutu, volume produksi, dan harga ikan), aktivitas pelelangan, armada penangkapan (jumlah dan daya jelajah armada) dan kondisi fasilitas kepelabuhanan (fasilitas pokok, gedung TPI air bersih, penyediaan BBM, prasarana dan sarana perbaikan kapal, sarana basket/wadah Tabel 2 Penghitungan Nilai Minimum-Maksimum Faktor-faktor Internal Kode
Faktor-faktor Internal
Kekuatan (Strength) Penyediaan HT: S1.1Jenis ekonomis tinggi S1.2 Mutu (cukup S1 segar s/d segar) S1.3 Volume produksi S1.4 Harga ikan S2
Skor Minimum
Maksimum
1
3
1
4
1
Bobot
Nilai Minimum
Maksimum
0,30
0,60
0,20
0,80
3
0,20
0,60
1
3
0,20
0,60
1
3
0,15
0,45
1
3
0,05
0,15
3
0,05
0,15
Aktivitas:
0,20
0,15
S3
S2.1 Pelelangan Armada Penangkapan: S3.1 Jumlah armada
1
S4
S3.2 Daya jelajah Fasilitas: S4.1 Gedung TPI
1
2
0,10
0,20
S4.2 Air bersih di
1
2
0,10
0,20
0,05
0,10
TPI S4.3 BBM S4.4 Perbaikan kapal Kelemahan (Weakness) Fasilitas:
W1
W2 W3 W4
W1.1 Sarana basket/wadah HT W1.2 Penyediaan air & es untuk pendaratan & perbekalan melaut W1.3 Perbaikan mesin kapal W1.4 Fasilitas pokok (kelemahan sementara) Kemampuan pengelola PPI Sanitasi di TPI Ukuran armada penangkapan ikan relatif kecil Jumlah
1
2
0,10
0,20
1
2
0,10
0,20
1
2
0,.20
0,40
1
2
0,20
0,40
1
2
0,20
0,40
1
3
0,20
0,60
1
3
0,15
0,15
0,45
1
3
0,10
0,10
0,30
1
3
0,05
0,05
0,15
-
-
1,00
2,45
6,85
0,20
hasil tangkapan, penyediaan air dan es untuk pendaratan dan perbekalan melaut, serta perbaikan mesin kapal), kemampuan pengelola PPI, sanitasi di TPI dan ukuran armada penangkapan ikan. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu fasilitas/sarana terkait proses pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan adalah dengan menghitung kebutuhan kemampuan fasilitas/sarana tersebut. Adapun beberapa fasilitas/sarana yang dihitung kebutuhan kemampuannya adalah: •
Kebutuhan panjang dermaga (Kramadibrata, 1985)
d = (n × P ) + (n − 1) s + 50 atau d = (n × L) + (n − 1) s + 50 Keterangan: d = panjang dermaga (m); n = jumlah kapal yang memakai dermaga (unit/hari); P = panjang kapal (m); L = lebar kapal (m);
s = jarak antar kapal (m); s = 1,15P untuk kapal merapat memanjang s = 1,3L untuk kapal merapat miring
•
Kebutuhan kolam pelabuhan Luas kolam pelabuhan (Anonymous, 1981)
(
)
L = 3,14 × (l ) + (3 × n × l × b ) 2
Keterangan: L = luas kolam pelabuhan (m2); l = rata-rata panjang kapal yang berlabuh (m); n = jumlah kapal yang berlabuh (unit); b = rata-rata lebar kapal (m); Kedalaman kolam pelabuhan (Anonymous, 1981) D = d + 1 H +S +C 2 Keterangan: D= kedalaman kolam pelabuhan (m); d = draft kapal terbesar (m); H= tinggi gelombang maksimum (m); S = tinggi ayunan kapal (m); C = jarak aman antara lunas kapal dengan dasar perairan (m); •
Kebutuhan luas gedung TPI (Anonymous, 1981) N × p −1 Lg = R ×α Keterangan: Lg = luas gedung TPI (m2); N = produksi hasil tangkapan per hari (kg/ hari); p = daya tampung TPI dengan menggunakan bantuan basket 30 kg (kg/m2); R = intensitas lelang (kali/hari); α = perbandingan ruang lelang dengan gedung TPI (0,8 - 0,7)
•
Kebutuhan basket/wadah ikan (Pane, 2000)
JKB =
JHT R KB
Keterangan :
JKB = jumlah kebutuhan basket (unit/hari); JHT = jumlah hasil tangkapan per hari (kg); KB = kapasitas atau daya tampung basket (kg); R
= jumlah pelaksanaan pelelangan per hari (x kali/hari)
b. Peluang (Opportunity) dan Ancaman (Threat) Peluang atau ancaman yang dididentifikasi dan dianalisis meliputi faktor-faktor eksternal PPI Labuan berhubungan dengan prospek pendaratan hasil tangkapan di PPI tersebut (Tabel 3), yang dapat diambil atau memiliki kemungkinan akan dihadapi pihak PPI dalam meningkatkan prospek pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan untuk masa mendatang. Faktor-faktor tersebut meliputi ada/tidaknya sumberdaya ikan (SDI) dan daerah penangkapan ikan (DPI), potensi pasar, prasarana dan sarana umum, kelembagaan pendukung, ada tidaknya rencana pembangunan pelabuhan perikanan baru, pembangunan prasarana umum yang mempengaruhi aktivitas kepelabuhanan seperti limbah dan lainlain. Tabel 3 Penghitungan Nilai Minimum-Maksimum Faktor-faktor Eksternal Faktor-faktor Eksternal Peluang (Opportunity) SDI dan DPI: O1 O1.1 Stok SDI O1.2 DPI O2 Potensi Pasar Prasarana dan sarana umum: O3 O3.1 Transportasi O3.2 Komunikasi, air & listrik Kelembagaan O4 pendukung Ancaman (Threats) Rencana T1 pembangunan PPS baru Rencana T2 pembangunan PLTU Labuan T3 Limbah pariwisata Jumlah Kode
c. Matrik IFAS dan EFAS
Skor Minimum Maksimum 1 1 1
4 4 5
1
4
Bobot
0,25 0,20
0,15
Nilai Minimum Maximum 0,25 0,25 0,20
1,00 1,00 1,00
0,15
0,60
0,15
0,60
1
4
1
2
0,10
0,10
0,20
1
2
0,15
0,15
0,30
1
2
0,10
0,10
0,20
1 -
2 -
0,05 1,00
0,05 1,40
0,10 5,00
Berdasarkan data dan informasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman di atas, kemudian disusun matrik analisis IFAS dan EFAS untuk menganalisis prospek pendaratan hasil tangkapan didaratkan di PPI Labuan dan selanjutnya strategi pengembangannya. Berdasarkan nilai (skor x bobot) untuk faktor internal, diperoleh diperoleh nilai total faktor internal maksimum 6,85 (Tabel 2), maka ditetapkan kriteria penilaian faktor internal sebagai berikut: Baik
= ≥ 80% dari nilai maksimum (≥ 5,48); faktor kekuatan yang dimiliki PPI adalah dominan
Sedang = 60-79% dari nilai maksimum(4,11-5,41); kondisi internal PPI berada dalam keadaan yang sama atau seimbang antara kekuatan dan kelemahan Buruk
= < 60% dari nilai maksimum (< 4,11); faktor kelemahan PPI sangat dominan
Berdasarkan nilai (skor x bobot) untuk faktor eksternal yang diperoleh nilai total faktor internal 5,0 maka ditetapkan kriteria penilaian faktor eksternal sebagai berikut: Baik
= ≥ 80% dari nilai maksimum (≥ 4,00); PPI dapat merespon dengan baik peluang yang ada
Sedang = 60-79% dari nilai maksimum (3,00-3,95); PPI belum dapat merespon dengan baik peluang yang ada Buruk
= < 60% dari nilai maksimum (< 3,00); PPI tidak dapat merespon peluang yang ada
d. Matrik Internal-Eksternal: Fase dan Strategi Perkembangan Faktor-faktor yang digunakan dalam matrik internal-eksternal meliputi faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang diwakili dengan total nilai faktor-faktor tersebut yang diperoleh dari matrik IFAS dan EFAS. Tujuan penggunaan model ini adalah untuk memilih strategi yang tepat untuk diterapkan (Rangkuti, 1997). Matrik internal-eksternal disajikan pada Tabel 4. Selanjutnya Rangkuti menyatakan matrik internal-eksternal dapat meng-identifikasi 9 (sembilan) sel strategi, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) strategi utama, yaitu: 1) Growth strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan atau dalam penelitian ini pertumbuhan pelabuhan perikanan (sel 1, 2 dan 5) atau upaya diversivikasi (sel 7 dan 8).
2) Stability strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan. 3) Retrenchment strategy (sel 3, 6 dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (dalam penelitian ini pelabuhan perikanan).
Tabel 4 Matrik Intenal-Eksternal: Fase dan Strategi Perkembangan Total Skor Faktor Strategi Internal Kuat 6,85
Rata-rata 5,48
Lemah 4,11
2,45
Total Skor Faktor Strategi Eksternal
5,00 Tinggi
I
II
III
Pertumbuhan
Pertumbuhan
Penciutan
4,00 V IV Strabilitas
Menengah
Pertumbuhan Stabilitas
VI Penciutan
3,00
Rendah
VII
VIII
IX
Pertumbuhan
Pertumbuhan
Likudasi
1,40 Keterangan:
I
: Strategi konsentrasi melalui integrasi vertikal
II
: Strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal
III : Strategi turnaround IV : Strategi stabilitas V
: Strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal atau stabilitas (tidak ada perubahan terhadap laba)
VI : Strategi divestasi
VII : Strategi diversifikasi konsentrik VIII : Strategi diversifikasi konglomerat IX : Strategi likuidasi atau bangkrut
4. KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, Perairan dan Klimatologi
Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6º21’ - 7º10’ Lintang Selatan dan 104º48’ - 106º11’ Bujur Barat dengan luas daerah 2.747 km2 atau sebesar 29,98% dari luas Provinsi Banten. Wilayah kabupaten ini berada di Ujung Barat dari Provinsi Banten dan memiliki batas administrasi Kabupaten Serang di sebelah Utara, Samudera Indonesia di sebelah Selatan, Selat Sunda di sebelah Barat, dan Kabupaten Lebak di sebelah Timur. Ibukota Kabupaten Pandeglang adalah Kota Pandeglang (Anonymous, 2005a). Posisi di atas menunjukkan bahwa Kabupaten Pandeglang memiliki peluang yang cukup besar dalam pengembangan usaha perikanan dengan kemudahan akses ke beberapa perairan seperti Laut Jawa dan Selat Sunda, serta Samudera Indonesia sebagai daerah penangkapannya.
Sebagaimana diketahui bahwa Laut Jawa dan Selat Sunda serta
Samudera Hindia merupakan perairan laut yang memiliki potensi sumberdaya ikan yang cukup besar (subbab 1.1) bagi Kabupaten Pandeglang. Menurut Anonymous (2005b), panjang pantai Kabupaten Pandeglang mencapai 230 km, dan luas daratan 274.689,91 ha termasuk 10 pulau-pulau kecil yang tersebar di perairan Selat Sunda. Sekitar 10% dari wilayah daratan kabupaten ini memiliki kawasan perairan laut. Dengan demikian, potensi sumberdaya ikan laut yang tersedia cukup besar di atas, dapat dikelola dan dikembangkan. Menurut Anonymous (2005a), bentuk topografi wilayah Kabupaten Pandeglang di daerah Tengah dan Selatan pada umumnya merupakan dataran dengan ketinggian gunung-gunungnya yang relatif rendah yaitu Gunung Payung (480 m), Gunung Honje (623 m), Gunung Tilu (582 m), dan Gunung Raksa (320 m). Luas wilayah Tengah dan Selatan ini merupakan 85,07 % dari luas kabupaten ini. Di daerah Utara Kabupaten Pandeglang, memiliki luas sekitar 14,93 % dari luas kabupaten dan merupakan dataran tinggi karena memiliki gunung-gunung yang tinggi seperti Gunung Karang (1.778 m), Gunung Pulosari (1.346 m) dan Gunung Aseupan (1.174 m). Selanjutnya Anonymous (2005a) menyatakan bila ditinjau dari segi geomorfologi, wilayah Kabupaten Pandeglang
termasuk ke dalam Zona Bogor yang merupakan jalur perbukitan. Kondisi topografi dan geomorfologi tersebut dapat mempengaruhi kelancaran akses transportasi darat jika tidak didukung dengan prasarana dan sarana transportasi yang baik. Kabupaten ini memiliki 5 kecamatan yang berada di daerah pesisir pantai dengan aktivitas perikanan dan atau wisata bahari; dari 31 kecamatan yang berada di daerah ini. Kecamatan-kecamatan pantai tersebut adalah Kecamatan Labuan, Kecamatan Carita (Desa Carita dan Desa Sukanagara), Kecamatan Panimbang (Desa Panimbangjaya dan Desa Citeureup), Kecamatan Sumur (Desa Tamanjaya), dan Kecamatan Sukaresmi. Kecamatan Panimbang dan Kecamatan Sumur merupakan kecamatan yang terletak di daerah pesisir pantai yang memiliki wilayah terluas pertama dan kedua. Total luas kecamatan pantai yang dimiliki oleh Kabupaten Pandeglang adalah sekitar 621,65 km2 atau sebesar 22,63% dari luas total wilayah kabupaten ini, sehingga dapat diduga subsektor perikanan laut memegang peranan yang cukup besar sebagai sumber pendapatan masyarakat dan pemerintah daerah. Sebagaimana telah disebutkan pada subbab 2.4, PPI Labuan berlokasi di Desa Teluk, Kecamatan Labuan. Luas Wilayah Kecamatan Labuan adalah 15,66 km2 dengan ketinggian 3 km di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Pandeglang menurut Anonymous (2005a), mengalami dua musim yaitu musim kemarau pada bulan April sampai Oktober dan musim penghujan pada bulan November sampai Maret. Selanjutnya Anonymous (2005a) menyatakan bahwa pada tahun 2005 curah hujan rata-rata 1.554 mm per tahun dengan rata-rata hari hujan 84 hari per tahun, dengan suhu udara minimum dan maksimum berkisar antara 23,78ºC 31,98ºC dengan suhu udara rata-rata 27,88ºC. Musim merupakan faktor yang sangat berbengaruh pada aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Pada musim penghujan atau musim barat, para nelayan pada umumnya tidak pergi melaut. Mereka tidak melakukan aktivitas berlayar karena arah gerak angin yang kurang menguntungkan untuk proses penangkapan ikan; selain itu juga diikuti cuaca yang kurang mendukung dengan turunnya hujan yang biasanya juga disertai badai di tengah laut. Pada musim ini pun biasanya ikan jarang didaratkan di PPI Labuan. 4.1.2 Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2005 adalah 1.106.788 orang, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 568.156 orang dan perempuan sebanyak 538.632 orang (Anonymous 2005a).
Jika dilakukan
pembandingan jumlah penduduk terhadap tahun 2004, maka telah terjadi pertambahan penduduk sebanyak 5.877 orang atau sebesar 0,53% per tahun. Selanjutnya Anonymous (2005a) menyatakan bahwa laju pertumbuhan penduduk kabupaten ini berdasarkan data hasil sensus penduduk periode 1961-1971 adalah sebesar 2,71% per tahun, periode 19801990 menurun menjadi 2,14% per tahun, dan pada periode 1990-2000 menjadi hanya 1,64% per tahun. Sementara itu berdasarkan hasil registrasi laju pertumbuhan pada periode 2000-2005 diperoleh laju pertumbuhan penduduk semakin mengecil lagi menjadi 1,49% per tahun. Jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang berdasarkan jenis kelamin yang tercatat pada tahun 2005 adalah laki-laki sebanyak 568.156 orang dan perempuan sebanyak 538.632 orang dengan rasio jenis kelamin 1,1:1. Penduduk usia kerja (penduduk yang berumur 10-65 tahun) terdiri dari penduduk angkatan kerja dan bukan angkatan kerja di Kabupaten ini pada tahun 2005 masing-masing tercatat sebanyak 491.096 orang dan 362.654 orang atau total jumlah penduduk usia kerja sebanyak 853.750 orang, yang mewakili 77,1% dari total penduduk kabupaten (Anonymous 2005a). Sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk kabupaten ini adalah sektor pertanian, yang meliputi subsektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan, yaitu sebesar 52,9%.
Sektor lain yang relatif
diminati adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 16,6%. Sementara sektor lainnya masing-masing di bawah 10% (Anonymous, 2005a). Hal ini menunjukkan adanya peranan subsektor perikanan dalam peluang usaha dan penyerapan tenaga kerja di kabupaten ini. Jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang yang tercatat memiliki pekerjaan sebagai nelayan pada tahun 2005 adalah 5.354 orang atau 0,5% dari jumlah seluruh penduduk kabupaten ini. Kecamatan Labuan, sebagai salah satu kecamatan pantai di Kabupaten Pandeglang memiliki jumlah penduduk sebanyak 50.814 orang yang terdiri dari 33.157 orang penduduk dewasa dan 17.657 orang penduduk anak-anak. Jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas di Kecamatan Labuan adalah 39.198 orang, dan jumlah penduduk yang
memiliki mata pencaharian sebagai nelayan sebanyak 2.290 orang (Anonymous, 2005b) atau sebesar 42,8% dari seluruh jumlah nelayan di kabupaten ini. 4.1.3 Prasarana dan Sarana Umum
Prasarana dan sarana umum memiliki pengaruh besar dalam kelancaran menjalankan suatu usaha; salah satunya dalam proses pendistribusian, khususnya dalam hal ini adalah pendistribusian hasil tangkapan sampai kepada konsumen ataupun pihak pengolah produk perikanan selanjutnya pada usaha perikanan tangkap. Ketersediaan prasarana dan sarana umum dengan kondisi yang baik dan memadai juga akan memudahkan proses penyediaan kebutuhan bahan melaut bagi nelayan.
Adapun
prasarana dan sarana umum yang menunjang dalam proses usaha perikanan antara lain adalah perhubungan, komunikasi, listrik dan air. (1) Perhubungan
Prasarana jalan raya memiliki kontribusi besar dalam pembangunan daerah khususnya untuk lalu lintas hasil produksi, termasuk hasil perikanan dan bahan lainnya. Menurut data dari Dinas Perhubungan Umum Bina Marga, panjang jalan otonom di Kabupaten Pandeglang pada akhir tahun 2005 adalah 531,3 km (Tabel 5). Bila dirinci menurut jenis permukaan maka sebesar 81,6 % merupakan jalan beraspal, 15,2% merupakan jalan kerikil, dan 3,3% merupakan jalan tanah. Terdapat 66,5% jalan dalam kondisi baik dan sedang dari seluruh jalan yang ada, sisanya 33,5% dalam keadaan rusak dan rusak berat. Jalan yang berada dalam kondisi baik pada umumnya merupakan jalan nasional dan provinsi (Anonymous 2005a). Tabel 5 Panjang Jalan Kabupaten Pandeglang menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan Tahun 2005 Keadaan
Panjang (km)
1. Jenis Permukaan a. Aspal b. Kerikil c. Tanah d. Tidak Diperinci
433,3 80,8 17,3 Total
2. Kondisi Jalan a. Baik b. Sedang c. Rusak
531,3 102,9 250,2 91,0
87,2
d. Rusak Berat Total
531,3
a
Sumber : Anonymous, 2005
Panjang jalan di Kecamatan Labuan pada akhir tahun 2005 adalah 17,0 km, dengan rincian jenis permukaan: 14,0 km jalan aspal dan 3,0 km jalan batu/kerikil. Panjang jalan provinsi di kabupaten ini adalah 9,163 km dengan jenis permukaan aspal (Anonymous, 2005a). Kota Pandeglang terletak pada jarak 23 km dari Serang (ibukota Provinsi Banten) dan 111 km dari Jakarta (sebagai ibukota Negara) (Anonymous, 2005a). Jarak ibukota Kabupaten Pandeglang dengan beberapa kota di Provinsi Banten dan sekitarnya, yang dapat dijadikan sebagai daerah pemasaran ikan, antara lain sebagai berikut: Lebak (20 km), Tangerang (86 km), Bogor (118 km), Bekasi (140 km), Sukabumi (179 km), Karawang (182 km), Kota Cianjur (182 km), Purwakarta (224 km), Subang (272 km), Bandung (298 km), Indramayu (316 km), Sumedang (343 km), Garut (361 km), Cirebon (369 km), Majalengka (389 km), Kuningan (404 km), Tasikmalaya (404 km) dan Ciamis (419 km) (Anonymous, 2005a). Kondisi jalan yang baik menuju daerah pendistribusian dan atau jarak yang relatif dekat dengan lokasi pendaratan hasil tangkapan akan sangat membantu dalam penjagaan mutu hasil tangkapan yang didistribusikan. Mutu hasil tangkapan yang baik akan meningkatkan nilai jual hasil tangkapan di daerah pemasaran. (2) Komunikasi
Prasarana telekomunikasi yang tersedia di Kabupaten Pandeglang dalam bentuk Kantor Telkom hingga tahun 2005 hanya tercatat 4 kantor yang terdapat di empat kecamatan, yaitu Labuan, Saketi, Menes dan Pandeglang.
Walaupun demikian,
masyarakat yang menggunakan jasa pos semakin meningkat dengan pertumbuhan sebesar 37,79% pada tahun 2004 (Anonymous 2005a).
Pos dan telekomunikasi berperan
menunjang pembangunan daerah Kabupaten Pandeglang namun belum cukup dominan dalam struktur perekonomian di daerah ini. Tanpa adanya kontribusi telekomunikasi dunia usaha tidak akan maju. Sarana pengiriman surat dan barang dikelola oleh PT. Pos Indonesia Kabupaten Pandeglang. Nilai transaksi yang berasal dari sarana ini mengalami peningkatan 6,79% dari Rp 2,4 milyar pada tahun 2004 menjadi Rp 18,4 milyar pada tahun 2005. Jumlah
produksi kantor Pos dan Giro juga mengalami peningkatan 0,61% dari 199.588 transaksi menjadi 320.853 transaksi. Nilai transaksi Rp 138,2 milyar naik 1,67% menjadi Rp 368,7 milyar (Anonymous, 2005a). Jasa pengiriman yang dilayani oleh PT. Pos Indonesia Kabupaten Pandeglang pada tahun 2005 antara lain, pengiriman dan penerimaan paket pos, surat pos, dan wesel pos (Anonymous 2005a). Sarana komunikasi seperti telepon dan jasa pengiriman juga menunjang berjalannya aktivitas usaha perikanan, dalam hal ini khususnya untuk mempermudah proses komunikasi usaha/aktivitas dalam pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan. Penggunaan sarana telepon membantu dalam proses pemasaran seperti untuk memperoleh informasi daerah tujuan pemasaran yang memiliki peluang pemasaran yang baik. Jasa pengiriman yang digunakan dalam aktivitas usaha perikanan di Kabupaten Pandeglang belum terlalu banyak memberikan peranan. Hal ini dapat terlihat dengan daerah-daerah pendistribusian hasil tangkapan yang masih merupakan daerah di sekitar kabupaten ini saja, yaitu daerah-daerah yang masih dapat dijangkau dengan transportasi darat. Sarana komunikasi yang telah tersedia di Desa Teluk, Kecamatan Labuan sudah cukup lengkap. Sarana komunikasi tersebut berupa telepon, telepon seluler, telegram dan faximili. (3) Listrik dan Air
Semakin berkembangnya pembangunan daerah, berpengaruh terhadap kebutuhan akan energi listrik. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya jumlah pelanggan listrik selama tahun terakhir yaitu sebesar 4,26% pada tahun 2005. Jumlah Kwh pada tahun yang sama terjual sebesar 73.467.528 Kwh dengan nilai Rp. 37,765 miliar. Pada tahun 2005, seluruh desa di Kabupaten Pandeglang sudah dapat menikmati manfaat listrik sama seperti tahun sebelumnya (Anonymous, 2005a). Air bersih yang digunakan masyarakat Kabupaten Pandeglang sebagian besar berasal dari air sumur dan PDAM. Kebutuhan masyarakat kabupaten ini terhadap air bersih setiap hari semakin meningkat, tetapi hal ini belum ditunjukkan dengan adanya peningkatan produksi air terjual oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Jumlah produksi air terjual PDAM mengalami penurunan dari Rp 2,437 miliar pada tahun 2004 menjadi Rp 2,430 miliar pada tahun 2005, meskipun pada tahun 2005 jumlah pelanggan
PDAM mengalami peningkatan sebesar 3,01% dari tahun sebelumnya (Anonymous, 2005a) . Air bersih yang dipenuhi oleh PDAM pada tahun 2005 yang terbanyak adalah untuk kebutuhan rumah tangga biasa/tempat tinggal (8.238 pelanggan), lainnya adalah instansi pemerintah (168 pelanggan), masjid, tempat peribadatan dan badan-badan sosial (205 pelanggan), umum (18 pelanggan), perusahaan, perdagangan dan indusrtri (364 pelanggan) (Anonymous, 2005a). Penyediaan air bersih di sebagian besar PPI-PPI di Kabupaten Pandeglang, sebagaimana masyarakat lainnya di kabupaten ini umumnya, berasal dari PDAM dan juga air sumur; khususnya untuk kebutuhan nelayan melaut. Sumber air bersih yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih berasal dari penjualan oleh perorangan dan PDAM yang tersedia di TPI. Hingga saat ini pihak PPI belum mampu memberikan pelayanan penyediaan kebutuhan air bersih yang cukup untuk kebutuhan melaut. Nelayan memperoleh air bersih dengan cara membeli dari usaha perorangan yang juga menyediakan (menjual) kebutuhan melaut lainnya; sedangkan kebutuhan air untuk mencuci ikan yang akan dilelang menggunakan air bersih dari PDAM yang tersedia di TPI atau dengan menggunakan air sumur yang dimiliki warga sekitar TPI. 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.2.1 Unit Penangkapan dan Nelayan (1) Armada
Armada penangkapan ikan yang beroperasi di Kabupaten Pandeglang terdiri dari perahu tanpa motor (PTM), perahu motor tempel (PMT), dan kapal motor (KM). Total armada penangkapan ikan di kabupaten ini pada tahun 2005 berjumlah 777 unit, meliputi PTM sebanyak 156 unit (20,1%), PMT sebanyak 115 unit (14,8%), dan KM sebanyak 602 unit (65,1%) (Anonymous, 2005b). Pada periode 2001-2005, perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang secara keseluruhan adalah berfluktuasi dengan kecenderungan menurun sampai dengan tahun 2003, untuk kemudian meningkat kembali sejak tahun 2004. Bentuk kurva perkembangan jumlah armada tersebut cenderung mengikuti bentuk persamaan polinomial ber-ordo tiga y = 70,333x3 - 422633x2 + 8E8x - 6E11 ; dengan y = jumlah armada penangkapan ikan pada tahun x (unit) dan x = tahun (Gambar 1).
Pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2003 dengan nilai negatif 48,2%; sedangkan tertinggi dengan nilai pertumbuhan positif 32,4% terjadi pada tahun 2002. Perkembangan armada penangkapan ikan jenis PTM pada periode 2001-2005 cenderung mengikuti pola perkembangan seluruh armada penangkapan di atas; akan tetapi armada PMT cenderung terus mengalami penurunan terutama penurunan yang cukup besar pada tahun 2003 (-45%). Untuk armada jenis kapal motor (KM), terutama kapal motor 5-10 GT, setelah menurun pada tahun 2002, jumlahnya mulai meningkat secara tajam pada tahun 2003. Selama periode 2001-2005 tersebut, penurunan jumlah armada PMT yang cukup besar, telah diimbangi dengan peningkatan jumlah armada KM dengan teknologi yang lebih baik. Hal tersebut sejalan dengan pengembangan skala usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten ini dengan memperbesar kapasitas dan teknologi armada penangkapan ikan. Jumlah armada penangkapan ikan Kabupaten Pandeglang, selama periode 2001-2005, disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Jumlah Armada Penangkapan Ikan Kabupaten Pandeglang Periode 20012005 PTM (unit) 2001 149 2002 447 2003 148 2004 156 2005 156 Kisaran 148 - 447 Median Rata-rata Sumber : Anonymous, 2005b Tahun
PMT (unit) 258 220 121 115 115 115 - 258 -
KM (GT) 0-5 5 - 10 565 37 620 28 398 75 422 84 422 84 389 - 620 28 - 84 -
Jumlah (unit) 1.009 1.315 742 777 777 667 - 1.287 -
Pertumbuhan (%) 30,3 -43,6 4,7 0,0 -48,2 - 32,4 2,4 -2,1
Keterangan : PTM = perahu tanpa motor; PMT = perahu motor tempel; KM = kapal motor
1400 Jumlah Armada (unit)
1200 1000 800 600
y = 70,333x 3 - 422633x 2 + 8E+08x - 6E+11
400 200 0 2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Gambar 1 Perkembangan dan Kecenderungan Perkembangan Jumlah Armada Penangkapan Ikan Kabupaten Pandeglang Periode 2001-2005 Tabel 7 Jumlah Armada Penangkapan Ikan Kabupaten Pandeglang di setiap PPI pada Tahun 2005 PPI
PTM (unit)
PMT (unit)
KM (GT) 0-5
≥5
Jumlah (unit) 275
1.
Labuan
22
5
208
40
2.
Sidamukti
8
-
115
24
147
3.
Carita
12
76
12
-
100
4.
Sumur
46
2
10
10
68
5.
Panimbang
16
-
34
10
60
6.
Tamanjaya
29
4
5
-
38
7.
Cikeusik
-
10
24
-
34
8.
Sukanegara
10
18
2
-
30
9.
Citeureup
13
-
12
-
25
Sumber : Anonymous, 2005b
Jumlah
777
Keterangan : PTM = perahu tanpa motor; PMT = perahu motor tempel; KM = kapal motor
Jumlah armada penangkapan ikan terbanyak di kabupaten ini pada tahun 2005, terdapat di PPI Labuan yaitu 275 unit atau sebesar 35,4% dari total armada di Kabupaten Pandeglang. Pada posisi kedua terdapat di PPI Sidamukti yaitu 147 unit (18,9%); sisanya menyebar di 7 TPI lainnya dengan kisaran 25-100 unit per PPI (Tabel 7). (2) Alat Tangkap
Jenis-jenis alat tangkap yang terdapat di Kabupaten Pandeglang adalah beragam yaitu payang, dogol, jaring arad, pukat pantai, mini purse seine, gill net, jaring rampus, jaring klitik, bagan tancap, bagan rakit, pancing, dan beberapa alat tangkap tradisional seperti gorek dan serok (Tabel 8).
Tabel 8 Jenis dan Jumlah Alat Tangkap yang Dioperasikan di Kabupaten Pandeglang Menurut Jenis pada Tahun 2005 Jenis Alat Tangkap 1. Pancing Rawai 2. Bagan Tancap 3. Arad 4. Bagan Rakit 5. Jaring Rampus 6. Gill Net 7. Payang 8. Dogol 9. Gorek 10. mini Purse Seine 11. Pukat Pantai 12. Jaring Klitik 13. Serok Jumlah
Sumber : Anonymous, 2005b; diolah kembali
Jumlah (unit) 212 203 154 152 102 78 78 61 42 34 22 22 1.160
(%) 18,3 17,5 13,3 13,1 8,8 6,7 6,7 5,3 3,6 2,9 1,9 1,9 100,0
Pada tahun 2005, jenis-jenis alat tangkap dominan di kabupaten ini adalah pancing rawai sebanyak 212 unit (18,3%), bagan tancap sebanyak 203 (17,5%), arad sebanyak 154 unit (13,3%), dan bagan rakit sebanyak 152 unit (13,1%) (Gambar 2), sedangkan mini purse seine terdapat sebanyak 0,29% atau 34 unit. Serok sejak tahun 2005 tidak digunakan lagi. Pada tahun yang sama, jumlah alat tangkap yang beroperasi di Kabupaten Pandeglang terbanyak ditemukan di PPI Labuan yaitu sebanyak 409 unit (35,3% dari total unit alat tangkap yang terdapat di kabupaten ini). Pancing Rawai Gorek 18,3% Jaring Klitik Mini Purse Seine Dogol 3,6% 1,9% 2,9% 5,3%
Pancing 18,3%
Gill Net 6,7% Payang 6,7%
Jaring Rampus 8,8%
Bagan Rakit 13,1%
Arad 13,3%
Bagan Tancap 17,5%
Gambar 2 Sebaran Prosentase Alat Tangkap menurut Jenis yang Dioperasikan di Kabupaten Pandeglang Tahun 2005
(3) Nelayan
Nelayan di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2005 berjumlah 5.354 jiwa yang terdiri dari nelayan lokal (4.960 jiwa) dan nelayan pendatang (394 jiwa) (Tabel 9) dan tersebar di sembilan PPI dan sekitarnya yang terdapat di daerah ini (Tabel 10). Perkembangan jumlah nelayan yang berada di Kabupaten Pandeglang selama periode 2001 - 2005 cukup berfluktuasi dengan kisaran pertumbuhan -24,5 sampai dengan 8,2 % per tahun dan cenderung mengikuti bentuk persamaan y = 100,71x2 - 403835x + 4E8 (y = jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang pada tahun x (jiwa); x = tahun; Gambar 3); setelah mengalami penurunan sampai tahun 2003, kemudian secara perlahan mulai meningkat kembali sejak tahun 2004. Penyebaran jumlah nelayan di kabupaten ini tidaklah merata. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan nelayan terhadap suatu PPI tertentu yang menjadi tujuannya untuk mendaratkan hasil tangkapannya. Kecenderungan ini pada umumnya berdasarkan pertimbangan kedekatan relatif jarak lokasi PPI dengan pemukiman nelayan. Pada tahun 2005, jumlah nelayan terbesar di kabupaten ini berada di PPI Labuan berjumlah 2.290 jiwa atau 42,8% dari total nelayan Kabupaten Pandeglang (sub subbab 4.1.2); yang terdiri dari 1.896 jiwa nelayan lokal (penduduk asli) dan 394 jiwa nelayan pendatang.
Tabel 9 Perkembangan Jumlah Nelayan Kabupaten Pandeglang Periode 2001-2005 Nelayan (jiwa) Lokal Pendatang 2001 6.002 602 2002 6.128 635 2003 4.712 396 2004 5.032 495 2005 4.960 394 Kisaran 4.712 - 6.128 394 - 602 Median Rata-rata Simpangan 649,9 112,5 Sumber : Anonymous, 2005b; diolah kembali Tahun
Jumlah (jiwa) 6.604 6.763 5.108 5.527 5.354 5.108 - 6.763 5.527 5.871 758,4
Pertumbuhan (%) 2,4 -24,5 8,2 -3,1 -24,5 - 8,2 -0,4 -17,0 14,3
Jumlah Nelayan (jiwa)
7.000
6.000 y = 100,71x 2 - 403835x + 4E+08
5.000
4.000 2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Gambar 3 Perkembangan dan Kecenderungan Perkembangan Jumlah Nelayan Kabupaten Pandeglang Periode 2001 - 2005
Tabel 10 Jumlah Nelayan Kabupaten Pandeglang di setiap PPI Tahun 2005 PPI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Labuan Carita Sukanegara Panimbang Citeureup Sidamukti Sumur Tamanjaya Cikeusik
Sumber: Anonymous, 2005b
Jumlah
Nelayan (jiwa) Lokal Pendatang 1.896 394 469 174 651 198 817 526 98 131 4.960 394
Jumlah (jiwa) 2.290 469 174 651 198 817 526 98 131 5.354
4.2.2 Produksi Hasil Tangkapan (1) Jenis Hasil Tangkapan
Jenis hasil tangkapan yang dapat ditemui di Kabupaten Pandeglang sangat beragam, mencapai lebih dari 47 jenis ikan. Pada tahun 2005, di kabupaten ini terdapat empat jenis hasil tangkapan dominan, berdasarkan prosentase besaran volume didaratkan yaitu mendekati, sama atau lebih besar dari 5% dari total volume produksi diperoleh: ikan tembang, tongkol, tongkol-banyar dan selar-bentong. Jenis ikan dominan berdasarkan nilai, yang diambil berdasarkan nilai jual lebih besar atau sama dengan Rp 10.000,- per kilogram yang didekati dengan nilai rasio NP/P diperoleh sebanyak tujuh jenis, yaitu kakap merah, tenggiri, kakap biasa, bawal, kerapu, cumi-cumi dan ikan kuwe (Tabel 11).
Tabel 11 Jenis Hasil Tangkapan Dominan Berdasarkan Volume dan atau Nilai Ekonomis Tinggi di Kabupaten Pandeglang Tahun 2005 No.
Jenis ikan
Volume Produksi (ton) (%)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Tembang 613,0 Tongkol 458,6 Tongkol-Banyar 221,7 Selar-Bentong 140,3 Cumi-cumi 112,8 Tengkek 81,1 Ikan Kuwe 72,5 Tenggiri 49,9 Kakap Merah 18,3 Kerapu 16,2 Bawal 6,5 Kakap Biasa 5,4 Jumlah 1.796,3 Sumber : Anonymous, 2005b; diolah kembali
20,3 15,2 7,4 4,7 3,7 2,7 2,4 1,7 0,6 0,5 0,2 0,2 59,6
Nilai Produksi (Rp juta) 447,8 3.575,6 1.632,2 905,1 1.585,3 335,2 780,3 862,4 376,5 233,3 97,2 88,2 10.919,2
Rasio (NP/P) Rp/kg 730,6 7.796,4 7.361,8 6.452,0 14.052,7 4.134,6 10.760,7 17.294,8 20.628,5 14.372,4 14.865,8 16.196,5 -
(2) Volume dan Nilai Produksi
Total volume produksi ikan laut yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang, tercatat di Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten ini pada tahun 2005, adalah 3.012,5 ton; dan mengalami pertumbuhan sebesar positif 26,6% dari tahun sebelumnya. Pada tahun yang sama, nilai produksinya mencapai Rp 16.210,2 juta atau mengalami pertumbuhan sebesar 30,1% dibanding tahun sebelumnya. Perkembangan volume produksi hasil tangkapan kabupaten Pandeglang selama periode 2001-2005 sangat berfluktuasi; dengan kisaran produksi 2.177,4-3.586,7 ton per tahun dan kisaran pertumbuhan -39,3% sampai dengan 34,4% per tahun (Tabel 12). Namun secara keseluruhan kurva produksi cenderung mengikuti bentuk persamaan y = 74,29x2 - 297656x + 3E8 (y = volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di
Kabupaten Pandeglang pada tahun x (kg); x = tahun; Gambar 4). Fluktuasi volume produksi hasil tangkapan di kabupaten ini selama periode tersebut berkesesuaian dengan fluktuasi yang terjadi pada jumlah armada penangkapan ikan yang beroperasi (sub subbab 4.2.1). Tabel 12 Volume dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di Kabupaten Pandeglang Periode 2001-2005 Tahun
Volume Produksi (ton)
Pertumbuhan (%)
Nilai Produksi (Rp juta)
Pertumbuhan (%)
2001
2.668,3
-
10.075,6
-
2002
3.586,7
34,4
15.539,1
54,2
2003
2.177,4
-39,3
8.839,9
-43,1
2004
2.380,2
9,3
12.460,2
41,0
2005
3.012,5
26,6
16.210,2
30,1
Kisaran
2.177,4 - 3.586,7
-39,3 - 34,4
8.839,9 - 16.210,2
Median
2.668,3
17,9
12.460,2
35,5
Rata-rata
2.765,0
7,75
12.625,0
20,55
Sumber : Anonymous, 2005b; diolah kembali
-43,1 - 54,2
Perkembangan nilai produksi hasil tangkapan kabupaten ini juga menunjukkan nilai yang sangat berfluktuasi. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 5, kurva nilai produksi secara keseluruhan memiliki kesesuaian bentuk dengan persamaan y = 492,32x2 - 2E6x + 2E9 (y = nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Labuan pada tahun x (Rp
juta); x = tahun) yang menunjukkan kecenderungan untuk meningkat sejak tahun 2004 setelah mengalami penurunan pada tahun 2003. Kisaran pertumbuhan nilai produksi hasil tangkapan pada periode 2001-2005 ini adalah berkisar dari negatif 43,1% hingga positif 54,2%.
Volume Produksi (ton)
4.000 2
+08
y = 74,29x - 297656x + 3E
3.000
2.000
1.000
0 2001
2002
2003 Tahun
2004
2005
Gambar 4 Perkembangan dan Kecenderungan Perkembangan Volume Produksi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di Kabupaten Pandeglang Periode 2001-2005
Nilai Produksi (Rp juta)
18.000
2
+06
y = 492,32x - 2E
15.000
+09
x + 2E
12.000 9.000 6.000 3.000 0 2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Gambar 5 Perkembangan dan Kecenderungan Perkembangan Nilai Produksi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di Kabupaten Pandeglang Periode 20012005 4.2.3 Daerah dan Musim Penangkapan Ikan
Daerah penangkapan ikan (DPI) nelayan Kabupaten Pandeglang sebagaimana telah dikemukakan pada subbab 1.1 adalah di sekitar perairan Selat Sunda, Laut Selatan Jawa hingga ke Samudera Hindia, dan Laut Jawa (Utara); sebagaimana juga telah dinyatakan oleh Anonymous (2005b). Wilayah daerah penangkapan nelayan kabupaten ini cukup luas dan memiliki potensi sumber daya ikan yang besar untuk dikembangkan dalam usaha perikanan tangkap, terutama perairan Selat Sunda dan Samudera Hindia. Laut Jawa ditengarai sampai saat ini masih dalam kondisi overfishing terutama untuk ikan-ikan pelagis (subbab 1.1). Penangkapan ikan di suatu DPI yang dilakukan oleh nelayan-nelayan kabupaten ini sangat dipengaruhi oleh cuaca dan musim. Para nelayan tersebut akan melakukan operasi penangkapan ikan di saat perairan dalam keadaan tenang. Jika cuaca tidak mendukung seperti adanya musim penghujan yang biasanya disertai badai di tengah laut, maka nelayan tidak akan berlayar dan menangkap ikan. Musim penangkapan ikan nelayan-nelayan Kabupaten Pandeglang terbagi dalam tiga musim, yaitu musim barat, musim timur dan musim peralihan. Musim-musim ini akan berdampak kepada tingkat aktivitas melaut para nelayan dan jumlah produksi hasil tangkapannya. Adapun uraian untuk ketiga musim tersebut adalah sebagai berikut:
• Musim timur, pada musim ini aktivitas penangkapan mencapai frekuensi tertinggi sehingga menyebabkan terjadinya musim puncak pendaratan ikan yang biasanya terjadi sekitar bulan Mei sampai Agustus, • Musim peralihan pada musim ini aktivitas penangkapan yang dilakukan nelayan berada pada frekuensi yang normal dan menghasilkan volume produksi ikan normal terjadi dalam dua kali dalam setahun, yaitu musim peralihan awal yang terjadi sekitar bulan Maret sampai April dan musim peralihan akhir yang terjadi sekitar bulan September sampai Oktober, dan • Musim barat pada musim cuaca dalam kondisi yang buruk sehingga nelayan jarang atau bahkan sama sekali tidak pergi melaut dengan alasan keamanan dan keselamatan sehingga hal ini mengakibatkan frekuensi pendaratan ikan rendah dan disebut sebagai musim paceklik. Umumnya terjadi sekitar bulan November sampai Februari. Ketiga musim di atas searah dengan pendapat Kurniasih (2001) yang juga menyebutkan bahwa terdapat tiga musim yang mempengaruhi tingkat aktivitas penangkapan di Laut Jawa untuk nelayan-nelayan Provinsi Jawa Tengah, yaitu musim barat, musim timur dan peralihan; walaupun terdapat pegeseran bulan-bulan terjadinya ketiga musim. Musim barat biasanya terjadi pada bulan Desember sampai Februari, musim timur terjadi pada bulan Maret sampai Mei dan musim peralihan dari kedua musim sebelumnya terjadi pada bulan Juni sampai November. 4.2.4 Prasarana dan Kelembagaan Perikanan Tangkap (1) Dinas dan PPI
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang berlokasi di Kota Pandeglang; ibukota Kabupaten Pandeglang. Dinas ini mengkoordinir seluruh PPI/TPI yang berada dalam wilayah Kabupaten Pandeglang. Terdapat 9 PPI di Kabupaten Pandeglang yang berada di 5 kecamatan, dengan usaha perikanan tangkap yang aktif (Tabel 6 dan Tabel 9; sub subbab 4.2.1). PPI terbesar adalah PPI Labuan; ditinjau dari tingginya aktivitas pendaratan hasil tangkapan di PPI ini yang diindikasikan oleh tingginya jumlah armada penangkapan (Tabel 6) dan jumlah nelayan (Tabel 9). Kesembilan PPI tersebut adalah: 1) PPI Labuan di Kecamatan Labuan; 2) PPI Carita di Kecamatan Carita;
3) PPI Panimbang di Kecamatan Panimbang; 4) PPI Sukanagara di Kecamatan Carita; 5) PPI Citeureup di Kecamatan Panimbang; 6) PPI Sidamukti di Kecamatan Sukaresmi; 7) PPI Sumur di Kecamatan Sumur; 8) PPI Taman Jaya di Kecamatan Sumur; 9) PPI Cikeusik di Kecamatan Cikeusik. (2) PPI Labuan
Jarak PPI Labuan dengan jalan raya sangat dekat sekitar 300 m; terlebih jarak TPI 1 Labuan dengan Pasar Labuan hanya terpisah oleh lebar badan Sungai Cipunteun Agung. Sungai ini, dengan lebar sekitar 4 m, dapat dilalui dengan bantuan perahu kecil, sehingga pemasaran ikan di pasar Labuan hingga sampai ke tangan konsumen lokal relatif singkat. Kondisi topografi pada area pelabuhan dan sekitarnya merupakan daerah datar dengan kemiringan 0-2%. Areal yang tersedia untuk pengembangan PPI sekitar 4,3 ha, dibatasi oleh Sungai Cipunteun Agung di sebelah Selatan dan areal kebun kelapa milik swasta di sebelah Utara. Pemanfaatan lahan pada area ini telah tercampur antara daerah kerja pelabuhan dengan pemukiman penduduk (Anonymous, 2000). Pemanfaatan lahan yang telah tercampur dengan pemukiman penduduk tersebut dapat menjadi salah satu penghambat dalam pengembangan PPI ini, karena lahan yang seharusnya dapat digunakan untuk perluasan daerah kerja pelabuhan telah dipadati oleh pemukiman penduduk. Hal ini terjadi karena lahan PPI Labuan masih “terbuka” sehingga mudah dimasuki oleh para nelayan baik lokal maupun pendatang. Pendangkalan terjadi pada muara Sungai Cipunteun Agung yang selama ini menjadi hambatan bagi kelancaran keluar masuknya kapal/perahu ke TPI 1 PPI Labuan (Anonymous, 2000). Pendangkalan yang terjadi di muara sungai ini disebabkan oleh pengendapan lumpur yang terbawa oleh aliran arus sungai menuju ke arah laut. Kondisi fisik PPI Labuan secara umum adalah baik. PPI ini dibangun sebagai tempat pendaratan hasil tangkapan para nelayan di sekitar daerah Labuan.
TPI 1
merupakan TPI lama, namun masih aktif, TPI 2 dibangun untuk menghindari pendangkalan muara Sungai Cipunteun Agung. Perbedaan peng-gunaan kedua TPI terletak pada ukuran kapal yang dapat mendaratkan ikan. Di TPI 1 hanya kapal kecil
seperti perahu tanpa motor, perahu motor tempel, dan kapal motor dengan ukuran 0-5 GT yang dapat mendaratkan hasil tangkapan, sedangkan kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya di TPI 2 merupakan kapal motor dengan ukuran 5-10 GT. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola PPI Labuan, PPI ini telah memiliki sarana telekomunikasi yang baik (tersedia 2 unit saluran telepon dengan kondisi baik). Demikian pula telah tersedia sarana penerangan berupa listrik PLN.
Daya listrik
terpasang di PPI ini adalah 1.300 KvA, yang digunakan untuk penerangan aktivitasaktivitas PPI seperti pelelangan. Untuk aktivitas pelelangan tersedia 2 (dua) unit gedung TPI (subbab 1.1). Berdekatan dengan PPI Labuan, pada jarak yang relatif sama, sebagaimana telah disebutkan di atas, terdapat prasarana umum lainnya yang juga mendukung kegiatan ekonomi masyarakat nelayan Labuan yaitu pasar ikan dan pasar tradisional (Pasar Labuan). Pasar ikan berperan dalam pemasaran lanjutan bagi sekitar 45,1% dari hasil tangkapan yang didaratkan dan dilelang di PPI ini. Adapun lembaga keuangan yang dapat ditemui di daerah ini adalah 2 (dua) unit bank yaitu Bank BRI dan Bank Jabar dengan jarak sekitar 500 km dari PPI Labuan. Kelembagaan lain yang terkait dengan aktivitas perikanan adalah adanya Koperasi Unit Desa (KUD) Mina di PPI ini. KUD Mina sebagai koperasi nelayan berperan dalam menyediakan dan menjual berbagai alat dan kebutuhan melaut. KUD Mina biasanya dapat ditemukan pada setiap PPI yang terdapat di kabupaten ini, namun kegiatan yang dilakukan sering kali mengalami “naik-turun”, hal ini disebabkan oleh berbagai hal antara lain masih rendahnya kemampuan sumberdaya manusia (SDM) pengurus KUD, kurangnya perhatian nelayan, kurang lancarnya pembayaran alat dan bahan kebutuhan melaut oleh nelayan terutama pada saat tidak musim ikan, dan lain lain. (a) Armada Penangkapan Ikan, Alat Tangkap dan Nelayan di PPI Labuan
Seluruh jenis armada penangkapan ikan yang terdapat di Kabupaten Pandeglang, sebagaimana yang telah disebutkan pada sub subbab 4.2.1, dapat ditemukan di PPI Labuan. Pada tahun 2005 jumlah armada penangkap ikan di PPI Labuan adalah 275 unit atau sekitar 35,4% dari total armada penangkap ikan di Kabupaten Pandeglang berada di PPI ini.
Jumlah unit armada penangkapan ikan di PPI ini pada tahun yang sama
didominasi oleh kapal motor (KM) berukuran kurang dari atau sama dengan 10 GT
sebesar 248 unit atau 90,2% dari seluruh unit armada penangkapan ikan, sisanya adalah PTM dan PMT. Pada Tabel 13 dapat dilihat perkembangan jumlah armada penangkap ikan di PPI Labuan selama periode 2001-2005. Perkembangan jumlah armada penangkap ikan di PPI Labuan berfluktuasi sepanjang periode 2001-2005 dan secara keseluruhan perkembangannya cenderung mengikuti persamaan y = 9,6429x2 - 38665x + 4E7 (y = jumlah armada Tabel 13 Perkembangan Jumlah Armada Penangkapan Ikan di PPI Labuan Periode 2001-2005 KM (unit)
PTM (unit)
PMT (unit)
≤5 GT
5-10 GT
Jumlah
Jumlah (unit)
2001
6
10
352
20
372
388
-
2002
30
-
353
20
373
403
3,9
2003
22
4
200
31
231
257
-36,2
2004
22
4
210
38
248
274
6,6
2005
22
5
208
40
248
275
0,4
Kisaran
6 - 30
4 - 10
200 - 353
20 - 38
231 - 373
257 - 403
-36,2 - 6,6
Median
22
4
210
31
248
275
2,1
Rata-rata
20
5
265
30
294
319
6
Tahun
Sumber : Anonymous, 2005b
Pertumbuhan (%)
penangkap ikan di PPI Labuan pada tahun x (unit); x = tahun); yang memiliki kecenderungan akhir yang mulai meningkat pada tahun 2004 setelah sebelumnya mengalami penurunan sampai tahun 2003 (Gambar 6).
Selama periode yang sama,
pertumbuhan berkisar -36,2% sampai dengan 6,6% per tahun.
Pertumbuhan negatif
terbesar (-36,2%) terjadi pada tahun 2003. Meskipun demikian, pada tahun 2004 terjadi pertumbuhan positif tertinggi (6,6%) dan tetap positif pada tahun 2005. Pertumbuhan bernilai negatif yang terjadi pada tahun 2003 disebabkan oleh perbesaran skala usaha penangkapan ikan yaitu adanya perbesaran skala usaha dengan meningkatkan ukuran armada penangkapan ikan. Hal ini secara umum juga terjadi di Kabupaten Pandeglang (sub subbab 4.2.1) Alat tangkap dominan yang digunakan oleh nelayan di PPI ini pada tahun 2005 adalah jaring arad sebanyak 130 unit (32%), pancing sebanyak 65 unit (16%), dogol sebanyak 49 unit (12%) dan payang 44 unit (10,8%) (Tabel 14). Berdasarkan wawancara dengan nelayan, alat tangkap arad memiliki jumlah yang dominan karena dianggap efektif untuk menghasilkan tangkapan ikan dalam jumlah besar.
Rasio jumlah alat tangkap per kapal/perahu pada tahun 2005 adalah 1,49. Hal ini menunjukkan terdapat kapal/perahu yang menggunakan lebih dari satu alat tangkap atau dalam setiap 100 unit kapal/perahu, digunakan sejumlah 149 unit alat tangkap.
Jumlah Armada (unit)
500 400 300 200
2
+07
y = 9,6429x - 38665x + 4E
100 0 2001
2002
2003 Tahun
2004
2005
Gambar 6 Perkembangan dan Kecenderungan Perkembangan Jumlah Armada Penangkapan Ikan di PPI Labuan Periode 2001-2005
Tabel 14 Jenis dan Jumlah Alat Tangkap yang Dioperasikan di PPI Labuan Tahun 2005 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Alat Tangkap
Arad Pancing Dogol Payang Gillnet Jaring Rampus Mini Purse seine Bagan Rakit Bagan Tancap Jaring Klitik Jumlah Sumber: Anonymous, 2005b
Jumlah (unit) 130 65 49 44 40 32 20 17 8 4 409
Komposisi (%) 31,8 15,9 12,0 10,8 9,8 7,8 4,9 4,2 2,0 1,0 100,0
Sebagaimana telah dikemukakan pada subbab 4.2.1 Tabel 7, jumlah nelayan di PPI Labuan pada tahun 2005 merupakan jumlah nelayan terbanyak di kabupaten Pandeglang; yaitu 42,8%. Menurut para nelayan, hal ini terjadi karena perikanan tangkap di PPI Labuan lebih berkembang bila dibandingkan dengan PPI lainnya, terutama dari
segi pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan. Nelayan pendatang juga hanya dapat ditemukan di PPI Labuan dengan jumlah 394 jiwa (17,2%). Nelayan (pemilik dan pekerja) yang terdapat di PPI Labuan sebagian besar merupakan penduduk asli daerah ini, yaitu 1.896 jiwa atau 82,8%. Nelayan pendatang dari luar daerah umumnya berasal dari daerah Jawa Tengah, antara lain dari daerah Tegal. (b) Produksi dan Nilai Produksi di PPI Labuan
Perkembangan volume dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI ini pada periode 2001-2005 dapat dilihat pada Tabel 15, Gambar 7 dan Gambar 8. Perkembangan volume produksi hasil tangkapan ikan di PPI Labuan periode 2001-2005 berfluktuasi cukup tinggi terutama tahun 2001 sampai dengan tahun 2003.
Kisaran
pertumbuhan pada periode tersebut adalah -23,0 sampai deangn 58,8%.
Secara
keseluruhan perkembangan volume produksi cenderung mengikuti bentuk persamaan y = 41,413x2 - 165990x + 2E8 (y = volume produksi hasil tangkapan di PPI Labuan pada
tahun x (ton); x = tahun) yang memiliki kecenderungan akhir yang meningkat setelah sebelumnya mengalami penurunan pada kurun 2001-2003 (Gambar 7). Pada periode tersebut di atas penurunan volume produksi terbesar yang terjadi pada tahun 2002 ke tahun 2003, dengan pertumbuhan sebesar negatif 41,5% atau dari 2.811,6 ton menjadi 1.644,7 ton. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengelola PPI dan nelayan, hal ini terjadi karena adanya penjualan hasil tangkapan oleh nelayan di tengah laut sehingga hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Labuan menurun tajam. Selain itu, jumlah kapal/armada penangkapan ikan pada tahun 2002-2003 juga mengalami penurunan yang sangat tajam yaitu sebesar negatif 36,2% sebagai akibat adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (sub subbab 4.2.4). Sebaliknya pada tahun 2004 mulai terjadi peningkatan volume produksi sebesar positif 2,1%. Hal ini juga disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah kapal/armada penangkapan ikan pada tahun tersebut sebesar 6,6% dari tahun sebelumnya (sub subbab 4.2.4).
Tabel 15 Perkembangan Volume Produksi Hasil Tangkapan Ikan di PPI Labuan Periode 2001-2005
Volume Produksi (ton) 2.028,9 2001 2.811,6 2002 1.644,7 2003 1.678,7 2004 2.150,2 2005 1.644,1- 2.811,6 Kisaran 2.028,9 Median 2.062,7 Rata-rata Sumber : Anonymous, 2005b Tahun
Pertumbuhan (%) -
Nilai Produksi (Rp juta) 8.041,7
38,6 -41,5 2,1 28,1 -41,5 - 38,6 15,1 6,8
12.769,7 9.829,9 10.783,6 13.336,8 8.041,7- 13.336,8 10.783,6 10.952,3
Pertumbuhan (%) 58,8 -23,0 9,7 23,7 -23,0 - 58,8 16,7 17,3
Volume Produksi (ton)
3.000 2.500
2
y = 41,413x - 165990x + 2E
+08
2.000 1.500 1.000 500 0 2001
2002
2003 Tahun
2004
2005
Gambar 7 Perkembangan dan Kecenderungan Perkembangan Volume Produksi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPI Labuan Periode 2001-2005
Penurunan volume produksi hasil tangkapan ikan tidak hanya disebabkan oleh penurunan jumlah armada saja, tetapi juga dimungkinkan oleh beberapa faktor lainnya, yaitu stok sumberdaya ikan (SDI) dan musim ikan sebagaimana dinyatakan oleh Kurniasih (2004). Stok SDI dan musim ikan mempengaruhi jumlah hasil tangkapan yang diperoleh nelayan. Apabila stok SDI tersedia dan musim ikan terjadi, maka dengan upaya penangkapan yang tetap, terlebih-lebih bila upaya penangkapan meningkat, secara langsung akan meningkatkan jumlah hasil tangkapan dan begitu pula sebaliknya. Perkembangan jumlah armada
Nilai Produksi (Rp Juta)
16.000 14.000
+06
y = 860,41x - 2E 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 2001
2002
2003 Tahun
2004
2005
Gambar 8 Perkembangan dan Kecenderungan Perkembangan Nilai Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di PPI Labuan Periode 2001-2005
yang beroperasi juga berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang diperoleh, apabila armada tangkap berkembang baik dari segi jumlah dan atau dari segi kapasitas muat (tonage) maka secara langsung akan meningkatkan hasil tangkapan dan demikian juga sebaliknya. Nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Labuan selama periode 20012005 juga menunjukkan nilai yang berfluktuasi dengan pola yang berkecenderungan selalu positif mengikuti bentuk persamaan y = 860,41x - 2E6 (Gambar 8). Hal ini menunjukkan secara umum nilai produksi akan selalu meningkat. Jenis hasil tangkapan yang dapat ditemukan di PPI Labuan cukup beragam. Hal ini disebabkan daerah penangkapan yang berlokasi di sekitar daerah teluk. Kawasan teluk biasanya untuk sebagian jenis ikan merupakan daerah yang akan dilalui ikan ketika akan beruaya untuk kelangsungan siklus hidupnya. Adapun jenis hasil tangkapan dominan di PPI ini antara lain tongkol, tembang, cumi-cumi, ikan kuwe, kembung dan selar. (c) Daerah Penangkapan Ikan (DPI) dan Musim
Lokasi penangkapan ikan nelayan PPI Labuan adalah relatif sama dengan nelayannelayan lainnya di Kabupaten Pandeglang, yaitu Selat Sunda, Selatan Jawa/Samudera Hindia dan Laut Jawa (subbab 4.2.3), namun berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan diketahui sekitar perairan Selat Sunda, Tanjung Panaitan, dan Kepulauan Seribu.
Musim penangkapan ikan di PPI Labuan adalah sama dengan musim penangkapan ikan di daerah-daerah lain di sepanjang Pantai Utara Jawa. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan dan pihak pengelola PPI Labuan terdapat tiga musim penangkapan di daerah ini yang sama dengan musim penangkapan bagi nelayan-nelayan lain di Kabupaten Pandeglang. Ketiga musim tersebut sebagaimana telah disebutkan pada subbab 4.2.3, adalah musim timur, musim peralihan dan musim barat. Khusus pada musim timur, dimana aktivitas penangkapan nelayan PPI Labuan tertinggi, penangkapan ikan dengan menggunakan perahu motor tempel dengan alat tangkap pancing dan gillnet dilakukan hanya di sekitar perairan Teluk Labuan yang dapat ditempuh dalam waktu 1-2 jam perjalanan; sedangkan penangkapan ikan dengan alat tangkap payang, dogol dan arad yang juga dilakukan secara harian, lokasi penangkapan umumnya di daerah perairan Teluk dan sekitar perairan Selat Sunda yang dapat ditempuh dalam waktu 2-3 jam perjalanan. Proses penangkapan ikan tersebut diatas dilakukan dalam satu hari, dan lama waktu operasi penangkapan harian ini biasanya sekitar 5-7 jam atau 5-12 jam.
Nelayan mulai melaut dari pukul 05.00 WIB dan tiba di tempat
pendaratan pukul 11.00-12.00 WIB atau 17.00-18.00 WIB. Penangkapan ikan dengan kapal motor berukuran sama dengan atau lebih dari 8 GT dengan menggunakan alat tangkap mini purse seine pada musim timur tersebut, biasanya dapat melakukan operasi penangkapan selama 3-5 hari termasuk perjalanan menuju fishing ground dan kembali ke PPI, dengan lokasi penangkapan Selat Sunda atau Samudera Hindia hingga mencapai perairan Labuhan Maringgai. Pada saat tidak musim ikan di perairan sekitar perairan Teluk, maka kapal-kapal mini purse seine melakukan operasi penangkapan di daerah sekitar Labuhan Maringgai. Hasil tangkapan yang telah diperoleh biasanya akan di daratkan di tempat pendaratan terdekat dengan tujuan mempertahankan mutu ikan.
6. PENDARATAN, PEMASARAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI LABUAN
5.1 Pendaratan Hasil Tangkapan
Nelayan yang telah melakukan proses penangkapan dan memperoleh hasil tangkapan akan menuju lokasi tempat pendaratan ikan untuk mendaratkan dan menjual hasil tangkapannya. Hasil tangkapan akan mengalami proses pendaratan yang dilakukan untuk membongkar ikan dari palkah ke atas dek, menurunkan ikan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga pendaratan, mengangkut ikan dari dermaga pendaratan ke TPI dan selanjutnya menjualnya di tempat pelelangan.
Proses pendaratan hasil tangkapan
merupakan awal dari rangkaian proses yang dilakukan untuk membawa hasil tangkapan sampai ke tangan pengolah dan atau konsumen. Pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan dilakukan pada dua tempat pendaratan yang sekaligus juga memiliki tempat pelelangan ikan (subbab 1.1). Sebagaimana telah disebutkan pada subbab 4.2.4, tidak semua kapal/perahu yang akan mendaratkan hasil tangkapannya dapat memasuki perairan sungai dimana TPI 1 Labuan berlokasi karena kedalaman perairan sungai yang tidak sesuai untuk ukuran draft kapal tertentu yang berukuran 1,5 meter atau lebih akibat adanya pendangkalan. Ukuran draft ini sama atau bahkan lebih tinggi dari kedalaman perairan sungai. Pada TPI 2 dengan posisi yang terletak di pinggir laut, sedikit lebih memudahkan bagi kapal dengan ukuran 5 - 10 GT untuk mendaratkan hasil tangkapannya. Akan tetapi, jika perairan kolam pelabuhan sedang dalam kondisi surut maka para nelayan harus menambatkan kapalnya di tengah kolam pelabuhan dan ABK membawa hasil tangkapan dengan cara berenang hingga mencapai tepi pantai. Pendangkalan dan kurangnya kedalaman perairan di atas, menjadi kendala yang sering ditemukan dalam pendaratan hasil tangkapan di kedua TPI di PPI Labuan. Kedalaman perairan sungai dan kolam pelabuhan yang terus mengalami proses pendangkalan, menyulitkan kapal untuk memasuki lokasi tempat pendaratan ikan atau kolam pelabuhan. Proses pendangkalan perairan sungai di TPI 1 terjadi karena posisi TPI 1 Labuan yang terletak di kawasan muara sungai, yaitu sungai Cipunteun Agung; sedangkan proses pendangkalan kolam pelabuhan di TPI 2 terjadi karena adanya
pengaruh gelombang yang cukup besar dan arus laut dari kedua sisi pantai kolam pelabuhan. 5.1.1 Proses Pendaratan
Proses pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan umumnya dilakukan dengan membongkar hasil tangkapan yang disimpan dalam palkah kapal ke atas dek dan kemudian menurunkannya ke darat (dermaga pendaratan masih dalam proses pembangunan) di atas lahan tepi pantai atau tepi sungai yang dapat digunakan sebagai tempat meletakkan hasil tangkapan (HT). Selanjutnya, hasil tangkapan tersebut dibawa ke TPI (TPI 1 atau TPI 2). Berdasarkan hasil pengamatan di kedua tempat pendataran, proses pendaratan yang terkait dengan cara ikan didaratkan di kedua tempat pendaratan relatif sama, perbedaan hanya terlihat pada waktu hasil tangkapan didaratkan. Terdapat dua waktu pendaratan hasil tangkapan pada kedua tempat pendaratan yaitu, di TPI 2 Labuan pendaratan biasanya dilakukan sekitar pukul 03.00-05.00 WIB dan sekitar pukul 16.00-18.00 WIB, sedangkan waktu pendaratan hasil tangkapan di TPI 1 Labuan biasanya dilakukan sekitar pukul 04.00-05.00 WIB dan sekitar pukul 11.00-12.00 WIB.
Berdasarkan laporan
tahunan PPI Labuan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang, kisaran jumlah perahu/kapal yang melakukan pendaratan hasil tangkapannya di PPI Labuan setiap harinya adalah 8-30 unit per hari, yaitu sekitar 2-8 unit perahu/kapal di TPI 1 dan sekitar 6-22 unit di TPI 2. Lama waktu dilakukannya proses pendaratan hasil tangkapan di tempat ini tergantung pada jumlah hasil tangkapan yang diperoleh para nelayan dan bersifat relatif. Hasil pengukuran terhadap lama waktu proses pendaratan terlama adalah sekitar 2 jam; yang dibutuhkan untuk proses pendaratan hasil tangkapan dengan berat maksimum 2 ton dengan tenaga bongkar anak buah kapal (ABK) 4-8 orang. Lama waktu tersingkat yang dibutuhkan untuk proses pembongkaran hasil tangkapan dengan berat minimum 2 kwintal dengan tenaga bongkar 4-8 orang ABK adalah 10-15 menit. Dengan demikian satu orang ABK mampu mengangkut sampai 0,5 ton hasil tangkapan dalam waktu satu jam (1 ABK = 0,5 ton HT/jam). Hal di atas bersesuaian dengan hasil wawancara terhadap nelayan pemilik dan nakhoda kapal penangkap ikan, bahwa rata-rata lama waktu tersingkat dengan hasil
tangkapan minimum sebanyak 2 kuintal adalah sekitar 15 menit; dengan jumlah ABK yang melakukan pendaratan hasil tangkapan 4-6 orang.
Untuk hasil tangkapan
maksimum 2 ton yang dibawa kapal penangkap ikan berukuran 10 GT, maka lama waktu pendaratan membutuhkan waktu sekitar 2 jam; yang dilakukan oleh 4-8 orang ABK. Dengan demikian, satu orang ABK dapat mengangkut sekitar 0,5 ton hasil tangkapan dalam waktu satu jam. Proses pendaratan yang dilakukan di PPI Labuan masih bersifat sederhana. Pendaratan tersebut dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia dan alat seadanya seperti sekop dan tangan, serta belum memperhatikan cara yang tepat untuk menjaga mutu hasil tangkapan. Pendaratan hasil tangkapan di kedua tempat pendaratan dilakukan dengan membongkar terlebih dahulu hasil tangkapan dari dalam palkah kapal. Pembongkaran dilakukan dengan menggunakan sekop untuk ikan-ikan yang berukuran kecil dan menggunakan tangan untuk ikan-ikan yang berukuran besar.
Pembongkaran
menggunakan sekop adalah jelas akan melukai tubuh ikan, dan akibatnya mutu ikan akan menurun. Jika ikan sudah berada di dalam wadah yang mudah diangkut (seperti keranjang/basket atau tong plastik besar/blong) maka langsung dibawa ke darat dengan cara dipikul menggunakan bambu oleh dua orang tenaga pengangkut (ABK). Proses penyortiran yang dilakukan di PPI ini hanya berdasarkan jenis ikan. Penyortiran berdasarkan jenis ini dilakukan dengan cara memilah dan menempatkan ikan dalam wadah yang berbeda untuk ikan dengan jenis berbeda. Penyortiran berdasarkan mutu dan ukuran ikan hanya dilakukan secara “sepintas” dan tidak dilakukan berdasarkan suatu patokan/standar nilai tertentu, namun hanya berdasarkan penilaian subyektif dari pelaku penyortiran (ABK). Penyortiran hasil tangkapan dilakukan pada saat ikan dibongkar dari dalam palkah ke dek kapal; dan dilakukan tanpa mencuci ikan. Pencucian ikan hanya dilakukan di atas kapal pada waktu proses penangkapan selesai; sebelum ikan dimasukkan ke dalam palkah. Ikan yang telah disortir pada waktu pembongkaran di atas, akan dimasukkan ke dalam suatu wadah yang diletakkan di atas dek. Wadah yang digunakan oleh para nelayan adalah beragam seperti keranjang plastik/basket dengan daya tampung 25-30 kg, tong plastik/blong dengan daya tampung sampai dengan 80 kg, ataupun wadah lainnya
yang dapat digunakan untuk mengangkut ikan. Keberagaman jenis dan ukuran wadah ikan ini disebabkan oleh tidak adanya wadah tertentu yang disediakan oleh pihak pengelola TPI PPI Labuan sehingga para nelayan menggunakan wadah yang mereka miliki ataupun yang disediakan oleh juragan ikan yang membiayai seluruh proses penangkapan (langgan). Wadah-wadah berisi ikan yang telah disortir tersebut di atas, selanjutnya akan mengalami proses pengangkutan ke darat yang dilakukan oleh ABK. Ikan yang sudah didaratkan sebagian besar tidak mengalami proses penyortiran lagi. Hasil tangkapan yang sudah didaratkan sebagian besar langsung dibawa ke TPI untuk dilelang, sebagian sisa lainnya ada yang langsung dijual ke pedagang-pembeli ikan (pelele), dan sebagian lagi khususnya jenis udang-udangan langsung dibawa ke pengumpul ikan. Proses pendaratan yang dilakukan di PPI Labuan di atas (Gambar 1) kiranya dapat diketegorikan sesuai dengan pola kesatu proses pendaratan yang diklasifikasikan oleh Pane (1998) yang tertera dalam subbab 2.2, hanya di PPI Labuan, dermaga pendaratan untuk sampai waktu tertentu belum ada (dalam proses pembangunan), diganti lahan daratan berupa tepi pantai atau sungai. Proses pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan di atas mirip seperti yang terjadi di PPI Sidem Kabupaten Tulung Agung, Jawa Timur. Menurut Herawati (2000), proses pendaratan ikan yang terjadi di PPI Sidem terdiri dari proses pembongkaran, penyortiran dan penurunan hasil tangkapan. Perbedaannya hanya terletak pada proses penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke darat. Di PPI Labuan proses penurunan hasil tangkapan dari atas dek kapal ke darat dilakukan oleh ABK tanpa menggunakan perahu kecil/jukung, sedangkan di PPI Sidem menggunakan perahu kecil/jukung.
Pembongkaran dan penyortiran hasil tangkapan (Palkah Æ Dek)
Penurunan hasil tangkapan (Dek Æ Dermaga/darat)
Pengangkutan hasil tangkapan (Dermaga/darat Æ TPI)
Gambar 9 Proses Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Labuan Tahun 2006
Di PPI Labuan, seluruh pekerjaan yang dilakukan pada proses pendaratan hasil tangkapan dikerjakan oleh ABK masing-masing kapal penangkap ikan. Hal ini dilakukan selain untuk meminimalkan biaya pendaratan, juga dikarenakan jumlah hasil tangkapan yang didaratkan masih dapat ditangani oleh ABK masing-masing kapal.
5.1.2 Kekuatan Hasil Tangkapan Didaratkan di PPI Labuan
Kekuatan hasil tangkapan di suatu tempat pendaratan, sebagaimana telah disebutkan pada subbab 2.3, tergantung dari jenis ikan yang tersedia, volume produksi, harga, mutu hasil tangkapan dan ukuran hasil tangkapan. Namun tidak seluruh komponen kekuatan hasil tangkapan yang akan dikaji. Ukuran hasil tangkapan tidak dikaji pada penelitian ini mengingat keterbatasan dana dan waktu penelitian. (1) Kekuatan Jenis Hasil Tangkapan Didaratkan
Secara umum, PPI Labuan memiliki kekuatan jenis hasil tangkapan didaratkan dengan keragaman yang tinggi; dengan lebih dari 25 jenis hasil tangkapan didaratkan. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 16. Berdasarkan data tesebut telah diperoleh 3 jenis ikan dominan dari sisi volume dan 6 jenis ikan dominan bernilai ekonomis tinggi atau komersial tinggi; sebagaimana dijelaskan dibawah ini. Jenis hasil tangkapan dominan dari sisi volume di PPI Labuan, yang ditetapkan berdasarkan prosentase volume mendekati, sama atau lebih besar dari 5% dari total volume yang didaratkan pada tahun 2005 adalah tongkol, tembang dan cumi-cumi (Gambar 16). Harga rata-rata masing-masing jenis ikan ini, yang dilakukan melalui pendekatan rasio nilai produksi per volume produksi (nilai rasio NP/P) Rp 6.958,- per kg untuk tongkol, Rp 654,- per kg untuk tembang, dan Rp 22.071,- per kg untuk cumi-cumi. Tabel 16 Jenis, Volume dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPI Labuan Tahun 2005 No.
Jenis HT 1 2 3 4 5 6 7
Tongkol Tembang Cumi-cumi Ikan Kuwe Kembung Selar Sunglir
Volume Produksi (ton) (%) 496,7 23,1 478,0 22,2 102,7 4,8 66,3 3,1 61,1 2,8 57,0 2,6 49,9 2,3
Nilai Produksi (Rp juta) 3.456,4,312,7,2.266,5,668,0,389,4,335,9,446,2,-
Rasio NP/P (Rp/kg) 6.958,2 654,2 22.071,0 10.071,5 6.370,4 5.895,8 8.937,9
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 25
Tenggiri Kurisi Layang Manyung Kakap Pepetek Kerapu Layur Tiga Waja Julung-julung Ekor Kuning Pari Bawal Cakalang Tuna Cucut Ikan Terbang Udang lainnya Rupa-rupa Jumlah
46,3 39,9 33,5 19,2 18,4 17,0 13,5 11.6 10,4 9,2 7,6 6,0 4,7 4,6 4,0 3,8 2,2 0,2 586,3 2.150,2
2,2 1,9 1,6 0,9 0,9 0,8 0,6 0,5 0,5 0,4 0,4 0,3 0,2 0,2 0,2 0,2 0,1 0,0 27,3 100,0
Sumber : Anonymous, 2005b; data diolah kembali
788,8,202,0,185,9,126,4,372,1,24,5,198,2,72.9,73,2,45,3,26,3,24,7,75,4,36,7,25,2,21,2,1,3,0,2,3.161,5,13.336,7,-
17.030,1 5.056,1 5.546,0 6.590,4 20.177,1 1.443,5 14.654,0 6.284,9 7.073,4 4.923,9 3.460,1 4.135,7 15.888,6 7.978,3 6.334,7 5.527,3 590,9 1.000,0 5.392,1 6.202,5
Pada tahun 2005, jenis hasil tangkapan dominan tersebut ditemui di PPI Labuan hampir sepanjang tahun.
Tongkol tersedia sepanjang tahun dan musim puncak
pendaratan terjadi pada bulan Juli. Tembang hampir tersedia sepanjang tahun kecuali pada bulan Januari dan musim puncak terjadi pada bulan Juni-Juli. Cumi-cumi tersedia sepanjang tahun dan musim puncak terjadi pada bulan April-Mei. Tongkol 23,1%
Lainnya 49,9%; > 22 jenis (0,0% - 3,1%)
Tembang 22,2%
Cumi-cumi 4,8%
Gambar 10 Komposisi Hasil Tangkapan Dominan menurut Volume di PPI Labuan Tahun 2005: Tongkol, Tembang dan Cumi-cumi
Jenis hasil tangkapan ekonomis tinggi di PPI ini, yang ditentukan berdasarkan pendekatan nilai rasio NP/P lebih besar atau sama dengan Rp 10.000,- per kg sebagaimana pada subbab 4.2.2, adalah cumi-cumi, kakap, tenggiri, bawal, kerapu dan ikan kuwe, masing-masing dengan harga rata-rata sebesar Rp 22.071,- per kilogram untuk
cumi-cumi, Rp 20.177,- per kilogram untuk kakap, Rp 17.030,- per kilogram untuk tenggiri, Rp 15.888,- per kilogram untuk bawal, Rp 14.654,- per kilogram untuk kerapu, dan Rp 10.071,- per kilogram untuk ikan kuwe cumi-cumi, kakap, tenggiri, dan bawal merupakan hasil tangkapan ekonomis tinggi yang memiliki harga tertinggi di atas Rp 15.000,- per kilogram (Gambar 11). Pada tahun 2005, cumi-cumi merupakan jenis hasil tangkapan yang paling bernilai komersil tinggi dan juga merupakan hasil tangkapan dominan ke-3 di PPI Labuan serta tersedia sepanjang tahun.
Cumi-cumi umumnya merupakan jenis sumberdaya ikan
dengan volume produksi yang kecil pada hampir setiap tempat pendaratan ikan di Indonesia, Namun di PPI Labuan produksinya bisa mencapai 838,5 kg per hari. Jenis hasil tangkapan bernilai komersil/ekonomis tinggi lainnya di PPI Labuan pada tahun yang sama adalah kakap tersedia sepanjang tahun dan musim puncak pada bulan Juli-Agustus; tenggiri juga tersedia sepanjang tahun dengan musim puncak pada bulan Mei; demikian pula ikan kerapu tersedia sepanjang tahun dengan musim puncak terjadi pada bulan Mei; bawal hanya tersedia pada
25.000 20.000 15.000 10.000
Cumi-cumi; Rp 22.071,-/kg Kakap; Rp 20.177,-/kg Tenggiri; Rp 17.030,-/kg Bawal ; Rp 15.889,-/kg Kerapu; Rp 14.654,-/kg Ikan Kuwe; Rp 10.072,-/kg Lainnya; > 19 Jenis; Rp 509,9,-/kg- Rp 8.938,-/ kg
5.000 0 Gambar 11 Hasil Tangkapan Dominan menurut Nilai Harga Rata-rata per Kilogram di PPI Labuan Tahun 2005: Cumi-cumi, Kakap, Tenggiri, Bawal, Kerapu dan Ikan Kuwe
bulan Januari-September, sedangkan ikan kuwe tersedia sepanjang tahun dan musim puncak terjadi pada bulan Desember (Gambar 12). Berdasarkan uraian di atas, diperoleh bahwa kekuatan jenis hasil tangkapan di PPI Labuan adalah:
1) Sangat beragam, dengan lebih dari 25 jenis spesies didaratkan per tahun. 2) Terdapat 3 jenis hasil tangkapan dominan dari sisi volume, yaitu jenis tongkol, tembang dan cumi-cumi. Tongkol dan cumi-cumi tersedia sepanjang tahun dengan musim puncak antara lain: tongkol 1 bulan per tahun (Juli) dan cumi-cumi 2 bulan per tahun (April dan Mei). Tembang tersedia selama 11 bulan kecuali Januari dengan musim puncak 2 bulan per tahun (Juni dan Juli). 3) Terdapat 6 jenis hasil tangkapan bernilai komersil tinggi, dengan harga rata-rata di atas Rp 10.000,- per kg, yaitu cumi-cumi, kakap, tenggiri, bawal, kerapu, dan ikan kuwe. Kakap, tenggiri, kerapu dan ikan kuwe tersedia sepanjang tahun, dengan musim puncak selama: kakap 2 bulan (Juli dan Agustus), tenggiri, kerapu dan ikan kuwe 1 bulan (masing-masing pada bulan: Mei untuk tengiri dan kerapu dan Desember untuk ikan kuwe). Bawal tersedia selama 9 Produks i per bulan (k g/bln)
Bulan
0
40.000
80.000
120.000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des
(a)
0
Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des
Produksi per bulan (kg/bln) 50.000 100.000
150.000
(b) Produk s i pe r bulan (kg/bln)
Bulan
0
8.000
16.000
24.000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des
(c) a. Hasil Tangkapan Dominan menurut Volume: (a) Tongkol, (b) Tembang dan (c) Cumi-cumi Gambar 12 Volume Pendaratan Jenis Hasil Tangkapan Dominan per Bulan PPI Labuan Tahun 2005
Produksi per bulan (kg/bln)
Produksi per bulan (kg/bln)
0
8.000
16.000
24.000
0
8.000
16.000
24.000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ag Sep Okt Nop Des
B u la n
B u la n
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des
(a)
(b)
Prouksi per bulan (kg/bln) 4.000 8.000
0
Produksi per bulan (kg/bln) 12.000
900
1.800
2.700
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ag Sep Okt Nop Des
B u la n
B u lan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ag Sep Okt Nop Des
0
(c)
(d)
Produksi per bulan (kg/bln)
0
1.000
2.000
3.000
0
4.000
Produksi per bulan (kg/bln) 500 1.000
1.500
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des
B u la n
B u la n
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des
(e)
(f)
b. Hasil Tangkapan Dominan Bernilai Ekonomis Tinggi: (a) Cumi-cumi, (b) Ikan Kuwe, (c) Tenggiri, (d) Kerapu, (e) Kakap, dan (f) Bawal Gambar 12 Lanjutan
bulan dalam setahun (Januari-September) dengan musim puncak 1 bulan pertahun (Februari). (2) Kekuatan Volume Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan
Kisaran volume produksi hasil tangkapan PPI Labuan selama periode 2001-2005 adalah 1.644,1-2.811,6 ton sedangkan untuk Kabupaten Pandeglang selama periode tersebut adalah 2.177,4-3.586,7 ton (sub subbab 4.2.2). Dengan demikian sekitar 75,578,4% dari jumlah keseluruhan hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang adalah didaratkan di PPI Labuan. Kekuatan penyediaan total volume hasil tangkapan PPI Labuan pada tahun 2005 adalah cukup tinggi, yaitu rata-rata 179,2 ton per bulan atau 7,7 ton per hari (Tabel 17). Tabel 17 Kemampuan Penyediaan Volume Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di PPI Labuan Tahun 2005 Produksi (ton) 1. Total produksi tahun 2005 2. Rata-rata produksi per bulan 3. Rata-rata produksi per hari
2.150,2 -
Sumber: Anonymous, 2005a; data diolah kembali
Rata-rata Produksi (ton) 179,2 7,7
Kisaran Produksi (ton) 39,2 - 374,5 1,3 - 12,5
Kemampuan penyediaan produksi ikan di PPI Labuan menurut jenis ikan dominan berdasarkan volume dan harga rata-rata per bulan dan per hari pada tahun yang sama, dapat dilihat pada Tabel 18. Kemampuan rata-rata produksi per bulan diperoleh dengan membagi total produksi tahun 2005 dengan 12 bulan pendaratan; sedangkan kemampuan rata-rata produksi per hari diperoleh dengan membagi rata-rata produksi per bulan dengan 25 hari pendaratan.
Tabel 18 Kemampuan Penyediaan Volume Produksi Jenis-jenis Ikan Dominan di PPI Labuan Tahun 2005
Jenis Ikan Dominan
Total Produksi (ton)
Produksi per Bulan (kg/bln) Rata-rata
Kisaran
Produksi per hari (kg/hari) Rata-rata
Kisaran
I. Menurut Volume 1. Tongkol
496,7
41.395,4
1.308,0 - 100.374,6
1.655,8
52,3 - 4.013,9
2. Tembang
478,0
39.832,3
0,0 - 145.497,0
1.593,3
0,0 - 5.819,9
3. Cumi-cumi II. Menurut Harga Rata-rata 1. Cumi-cumi
102,7
8.557,6
500,0 - 20.963,0
342,3
20,0 - 838,5
102,7
8.557,6
500,0 - 20.963,0
342,3
20,0 - 838,5
2. Ikan Kuwe
66,3
5.526,8
110,0 - 19.888,3
221,1
4,4 - 795,5
3. Tenggiri
46,3
3.859,6
705,2 - 10.522,1
154,4
28,2 - 420,9
4. Kakap
18,4
1.536,8
476,0 - 3.500,0
61,5
19,0 - 140,0
5. Kerapu
13,5
1.127,3
335,5 - 2.500,0
45,1
13,4 - 100,0
6. Bawal
4,7
395,3
0,0 - 1.474,0
15,8
0,0 - 59,0
a
Sumber: Anonymous, 2005 ; data diolah kembali
(3) Kekuatan Mutu Hasil Tangkapan Didaratkan
Di PPI Labuan, kondisi hasil tangkapan yang dibongkar dari dalam palkah masih cukup segar sampai dengan segar. Berdasarkan pengamatan, kondisi ini setara dengan skala mutu organoleptik pada kisaran 7-8; pada skala 1-9. Secara umum kondisi fisik mata ikan agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabuabuan, kornea agak keruh; insang berwarna merah, kurang cemerlang dan tanpa lendir; daging dan perut utuh, serta berbau netral; konsistensi agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, kadang agak lunak tergantung pada jenisnya seperti ikan kuniran. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum adanya sedikit penurunan mutu hasil tangkapan dari kondisi awal yang terjadi selama penyimpanan dalam palkah. Sebagian besar ikan didaratkan merupakan hasil penangkapan dalam satu hari dan nelayan tidak membawa perbekalan es untuk menjaga mutu hasil tangkapan yang diperolehnya. Pembongkaran hasil tangkapan di PPI Labuan dari dalam palkah ke atas dek yang menggunakan alat sekop (sub subbab 5.1.1) yang terbuat dari besi, terkadang kondisi sekop sudah berkarat dengan ujung yang cukup tajam, sehingga dapat melukai atau merusak mutu hasil tangkapan yang didaratkan. Proses pembongkaran ikan sebaiknya jangan sampai menyebabkan luka/memar pada ikan sehingga menurunkan mutu hasil tangkapan; seperti penggunaan benda-benda keras seperti sekop dan garpu (Moeriyanto, 1982).
Penyortiran ikan berdasarkan ukuran dan mutu baru dilakukan secara “sepintas”; sesuai dengan kemampuan pengamatan dan pengalaman ABK yang melakukannya (sub subbab 5.1.1). Kemampuan tersebut adalah jelas berbeda-beda karena belum terstandarisasi; sebagaimana juga belum dilakukan di PP/PPI lainnya di seluruh Indonesia. Proses pendaratan di PPI Labuan selain dilakukan pada pagi hari, juga dilakukan pada siang dan sore hari. Pada siang dan sore hari, suhu udara sudah meninggi, terutama pada siang hari. Suhu udara sekitar di PPI ini pada siang hari berkisar antara 27-31ºC. Proses pendaratan yang dilakukan pada siang hari dan dengan sinar matahari yang langsung mengenai ikan akan sangat berpengaruh menurunkan mutu hasil tangkapan. Pada saat kapan waktu dilakukannya proses pendaratan, jelas akan mempengaruhi mutu hasil tangkapan didaratkan. Hal ini terkait dengan suhu dan sinar matahari yang langsung mengenai hasil tangkapan sebagaimana disebutkan oleh Moeljanto (1992), bahwa penurunan mutu hasil tangkapan terkait dengan aktivitas penguraian oleh enzim; yang semakin cepat dan mencapai puncaknya pada suhu 37ºC. Selanjutnya Moeljanto menyebutkan, bakteri pembusuk hidup pada suhu antara 0-30ºC, dengan suhu optimal 15ºC. Bila suhu diturunkan dengan cepat sampai dibawah 0ºC, maka proses pembusukan akan terhambat. Penurunan wadah hasil tangkapan dari atas dek kapal ke daratan/dermaga dilakukan satu per satu oleh ABK dengan ataupun tanpa menggunakan alat bantu. Alat bantu dibutuhkan jika air pasang, biasanya digunakan dua buah balok kayu panjang yang digunakan sebagai alas untuk meluncurkan wadah ikan dari kapal ke darat. Setelah berada di atas daratan/dermaga hasil tangkapan akan langsung mengalami proses pemasaran. Ikan-ikan yang proses pemasarannya dilakukan dengan cara lelang akan dibawa langsung ke TPI oleh ABK. Setiba di TPI, hasil tangkapan akan ditimbang dan diletakkan di atas lantai lelang tanpa menggunakan wadah. Kondisi lantai ruang lelang di TPI 1 dan TPI 2 adalah datar, kotor dan ditemukan genangan air, ceceran darah ikan dan potongan-potongan ikan. Menurut Lubis (2000), lantai ruang lelang harus miring ke arah saluran pembuangan, dengan kemiringan sekitar 2º, yang dimaksudkan agar air dari penyemprotan kotoran sisasisa ikan setelah selesai aktivitas pelelangan dapat mengalir ke saluran pembuangan
dengan mudah sehingga kebersihan tempat pelelangan senantiasa terpelihara. Lantai ruang lelang TPI Labuan belum menerapkan hal tersebut. Hasil tangkapan yang diletakkan tanpa wadah di atas lantai ruang lelang, menyebabkan ikan mudah terinjak oleh para pelaku pelelangan saat proses lelang dilakukan dan sangat mudah untuk terkena bakteri yang semakin mempercepat penurunan mutu hasil tangkapan. Hasil pengamatan organoleptik terhadap tiga jenis hasil tangkapan dominan menurut volume dan tiga jenis hasil tangkapan bernilai ekonomis tinggi, pada saat hasil tangkapan tiba di TPI tertera pada Tabel 16. Mutu hasil tangkapan jenis ikan dominan menurut volume yang didaratkan di PPI Labuan memiliki rata-rata nilai organoleptik yang sama untuk mata, insang, daging dan konsistensi (7,9). Hal ini menunjukkan jenis ikan tersebut memiliki mutu cukup segar sampai dengan segar. Rata-rata nilai organoleptik jenis ikan dominan menurut rata-rata nilai, adalah sama untuk mata, insang dan konsistensi (7,8) sedangkan untuk daging berbeda yaitu 7,7; meskipun demikian secara umum dapat disimpulkan mutu jenis ikan ini adalah cukup segar sampai dengan segar. Pada Tabel 19 dapat dilihat nilai mutu hasil tangkapan ikan dominan yang terdapat di PPI Labuan secara umum memiliki mutu organoleptik dengan rata-rata nilai 7,8 atau kisaran rata-rata 7,7-7,9. Hal tersebut berarti mutu ikan berada dalam kondisi cukup segar sampai dengan segar. Dari hasil perhitungan, diduga sebanyak 56,7% dari hasil tangkapan dominan di atas bermutu segar dan 43,3% bermutu cukup segar. Hal ini disebabkan ikan merupakan hasil tangkapan dalam waktu operasi selama satu hari (trip kurang dari 12 jam), namun dengan adanya pendaratan pada waktu siang hari, dan digunakannya sekop, menyebabkan mutu ikan yang seharusnya ”sangat segar” menurun menjadi ”segar” bahkan sebagian menjadi ”cukup segar”.
Tabel 19 Nilai Mutu Organoleptik Jenis Ikan Dominan menurut Volume dan Nilai di PPI Labuan Tahun 2006 Jenis Ikan Dominan a. Menurut Volume 1. Tongkol
Mata 8,0
Nilai Organoleptik Insang Daging 7,8
7,9
Konsistensi 8,0
Rata-rata 7,9
2. Tembang 3. Cumi-cumi Rata-rata b. Menurut Rata-rata Nilai 1. Kakap 2. Tenggiri 3. Bawal Rata-rata Rata-rata a dan b Simpangan baku Kisaran Rata-rata Kisaran Skala
7,7 7,9 7,9
7,8 8,0 7,9
7,7 8,0 7,9
7,9 7,9 7,9
7,8 8,0 -
7,7 7,7 7,9 7,8 7,7 - 8,0 7-8
7,8 7,7 7,8 7,8 7,7 - 8,0 7-8
7,6 7,7 7,8 7,7 7,6 - 8,0 7-8
8,0 7,7 7,8 7,8 7,7 - 8,0 7-8
7,8 7,7 7,8 7,8 0,1 7,7 - 7,9 7-8
5.2 Pemasaran Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan yang telah didaratkan oleh nelayan PPI Labuan, selanjutnya akan mengalami proses pemasaran. Proses pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan di PPI ini dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu: 1) Langsung dibeli oleh “langgan” atau pihak yang membiayai proses penangkapan ikan atau bahkan membiayai pembelian armada penangkapan. Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan, untuk jenis udang khususnya, dengan biaya melaut berasal dari langgan akan langsung dibawa ke tempat langgan karena hal ini sesuai dengan perjanjian kedua pihak tersebut. Harga ikan akan ditentukan oleh pihak langgan. 2) Langsung dibeli pada saat di tempat hasil tangkapan didaratkan (tanpa melalui TPI). Pada saat hasil tangkapan sampai di daratan para pembeli ikan yang di daerah ini disebut ”pelele” sudah menunggu di tempat pendaratan untuk membeli ikan yang akan dijual langsung oleh pemilik kapal yang tidak memiliki langgan dan tidak akan menjual hasil tangkapannya melalui tempat pelelangan ikan. 3) Dibawa langsung ke TPI untuk dilakukan penjualan dengan proses pelelangan. Cara pertama dan kedua di atas, merupakan proses penjualan dengan cara tanpa lelang. Nelayan yang tiba di lokasi pendaratan hasil tangkapan dapat memilih sistem penjualan hasil tangkapan yang diperolehnya sesuai dengan keinginan masing-masing, yaitu dengan proses penjualan secara lelang ataupun tanpa lelang. Sebagian besar hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPI Labuan akan dilelang di TPI; diduga 70% dari total hasil tangkapan yang didaratkan adalah dilelang. Pendugaan
dilakukan dengan melakukan penghitungan terhadap jumlah kapasitas muat kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Labuan dan membandingkan dengan jumlah hasil tangkapan yang dilelang di TPI. Hasil tangkapan yang berupa udang-udangan biasanya sudah menjadi milik langgan kecuali pada saat jenis udang ini tertangkap oleh nelayan tanpa langgan maka hasil tangkapannya tersebut akan dilelang di TPI. Kapal yang melakukan lelang di TPI 2 umumnya adalah kapal mini purse seine yang melakukan operasi penangkapan selama 1-3 hari. Kapal/perahu yang melakukan lelang di TPI 1 umumnya adalah kapal/perahu jaring rampus, jaring klitik, jaring insang, jaring arad/mini trawl, dan lain-lain dengan lama waktu operasi penangkapan selama sehari (one day fishing trip). Waktu dimulainya proses pelelangan pada umumnya dilakukan setelah seluruh kapal selesai mendaratkan dan membawa seluruh hasil tangkapannya yang akan dilelang ke TPI. Proses pelelangan ikan di kedua TPI ini dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari. Pada TPI 2 proses pelelangan dilakukan sekitar pukul 06.00-08.00 WIB dan pukul 18.3020.00 WIB, sedangkan di TPI 1 dilakukan sekitar pukul 06.00-08.00 WIB dan pukul 11.30-13.00 WIB. Lamanya proses pelelangan ikan tergantung banyaknya hasil tangkapan yang dilelang, dalam suatu proses lelang dibutuhkan waktu sekitar 15-20 menit untuk melelang ikan sebanyak 100-200 kg. Proses pelelangan dimulai setelah seluruh ikan yang akan dilelang telah ditimbang dan diletakkan di atas lantai lelang.
Ikan biasanya diletakkan di lantai tanpa
menggunakan wadah dan ditumpuk, untuk ikan-ikan dengan ukuran besar tumpukan disusun secara beraturan seperti tuna, manyung, dan lain-lain, sedangkan ikan dengan ukuran kecil seperti kurisi, cumi-cumi, dan lain-lain tumpukan tidak disusun rapi atau disebut “gundukan”. Pelelangan dipimpin oleh seorang juru tawar yang didampingi oleh juru catat yang berasal dari pihak TPI dan dihadiri oleh pemilik ikan dan peserta lelang. Pada saat proses pelelangan dimulai juru tawar akan menentukan harga awal ikan yang dilelang sesuai dengan harga ikan yang berlaku di pasar saat itu, kemudian harga akan dinaikkan per seribu rupiah dan para peserta lelang akan mengacungkan tangan tanda setuju dengan penawaran yang diberikan juru tawar. Peserta lelang yang setuju dengan harga tertinggi di atas harga lelang awal akan mendapatkan ikan yang dilelang dengan menyetujui untuk membayar sesuai harga penawaran yang diberikan oleh juru tawar. Pembayaran dilakukan oleh pihak pembeli/bakul dengan cara dicicil sebanyak dua kali;
pertama pada saat mengajukan menjadi peserta lelang dan kedua setelah ikan terjual kepada pihak selanjutnya. Pada saat peneliti melakukan pengamatan di kedua lokasi TPI PPI Labuan, terdapat dua tempat dilakukannya pelelangan, yaitu di dalam dan di luar gedung TPI. Pelelangan yang dilakukan diluar gedung TPI tidak memungut biaya retribusi kepada peserta lelang. Pembeli yang membeli ikan dengan cara ini pada umumnya adalah sama dengan pembeli pada proses pelelangan di TPI, yaitu pengumpul ikan, pengecer dan pengolah ikan. Setelah proses pelelangan tersebut selesai; maka untuk selanjutnya ikan akan didistribusikan dan dijual hingga sampai ke tangan konsumen. Rantai pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Labuan dapat digambarkan seperti Gambar 13. Retribusi dalam proses pelelangan yang diselenggarakan oleh pihak TPI PPI merupakan suatu hal yang bersifat wajib untuk disetorkan oleh pihak nelayan/penjual ikan dan pembeli ikan (bakul), yang biasa disebut dengan retribusi lelang.
Berlakunya
retribusi lelang ini yang menjadi salah satu penyebab nelayan memilih untuk tidak menjual ikannya melalui proses lelang di TPI. Besarnya pemugutan retribusi lelang di PPI Labuan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang No. 12 tahun 2001, tentang retribusi pasar grosir (Anonymous, 2007) dengan rincian sebagai berikut: a. Sumber pungutan berasal dari: •
Nelayan/pejual ikan sebesar 5%
•
Bakul/pembeli ikan sebesar 3%
b. Diperuntukkan: •
Pemda melalui bendahara Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang sebesar 4%
•
Biaya operasional TPI sebesar 2%
•
Simpanan nelayan sebesar 1%
•
Dana paceklik yang dibagikan pada saat paceklik atau setahun sekali setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri sebesar 0,5%
•
Dana sosial kecelakaan di laut sebesar 0,5%
Nelayan
Lelang
Di luar TPI
Pembeli : Pengumpul ikan
Tanpa Lelang
Dalam TPI
Langgan
Pembeli : Pengolah ikan
Pembeli : Pelele Konsumen
Gambar 13 Rantai Pemasaran Hasil Tangkapan PPI Labuan Tahun 2006 Keterangan: = pelaku pemasaran; = proses pemasaran; = tempat pemasaran
5.3 Penanganan Mutu
•
Penanganan Mutu Ikan pada saat Pendaratan
Setelah kapal tiba dengan membawa hasil tangkapannya dan bertambat di PPI Labuan, para ABK langsung membongkar hasil tangkapan tersebut. Hal ini dilakukan agar mutu hasil tangkapan yang akan dijual tidak mengalami penurunan mutu yang lebih besar. Selama proses pembongkaran dari palkah ke dek, penurunan ke daratan/dermaga dan diangkut ke TPI, ikan tidak mengalami proses pencucian sebagian nelayan sudah melakukan proses pencucian ikan setelah ikan tertangkap sebelum ikan dimasukkan ke dalam wadah untuk disimpan dalam palkah (khususnya untuk alat tangkap arad/mini trawl), hal ini dilakukan di daerah fishing ground. Kisaran lama-waktu ikan berada di dalam palkah untuk kapal/perahu dengan trip penangkapan ikan satu hari adalah 3-5 jam, sedangkan untuk trip penangkapan hingga 3 hari adalah 24 jam. Selama proses
pendaratan hasil tangkapan tersebut, nelayan juga tidak menggunakan es atau apapun lainnya untuk mempertahankan mutu ikan. •
Penanganan Mutu pada Pemasaran/Pelelangan dan Pendistribusian Hasil Tangkapan
Dalam proses pelelangan, selain tidak menggunakan wadah, para pelaku lelang juga tidak menggunakan es untuk mempertahankan mutu ikan.
Penggunaan wadah dan
pemberian es dalam proses pelelangan ikan akan membuat mutu hasil tangkapan terjaga mutunya sehingga akan diperoleh nilai/harga jual yang tinggi.
Hal ini dapat
menguntungkan bagi pihak PPI, nelayan dan penjual/pembeli ikan (Kurniasih, 2004). Pentingnya hal ini dalam penjagaan mutu hasil tangkapan sebenarnya sudah diketahui sebagian besar pelaku pelelangan ikan di PPI Labuan, namun mereka menganggap penggunaan wadah dan pemberian es dalam proses pelelangan hanya akan menambah biaya yang dikeluarkan dan dianggap merugikan. Pendistribusian
hasil
tangkapan
akan
dilakukan
pemasaran/pelelangan di TPI selesai dilaksanakan.
setelah
melalui
proses
Pada subbab sebelumnya telah
disebutkan bahwa ikan pada proses pendaratan tidak dicuci lagi hingga menjalani proses pelelangan/pemasaran. pembeli/pengumpul
ikan
Pencucian hasil tangkapan akan dilakukan oleh para setelah
ikan
dilelang/dipasarkan
atau
sebelum
ikan
didistribusikan. Penanganan mutu hasil tangkapan dilakukan oleh pembeli/pengumpul ikan sebagai persiapan pendistribusian. Hal yang dilakukan dalam proses ini adalah penyortiran ikan berdasarkan jenis, mutu relatif dan ukuran relatif yang dilanjutkan dengan pencucian dengan air bersih kemudian ditaruh dalam wadah yang dapat ditutup seperti kotak styrofoam, fiber box, tong plastik/blong atau pun wadah lain yang dapat digunakan dalam proses pendistribusian karena tidak ditentukan dan disediakannya wadah yang dibutuhkan dalam proses ini. Penanganan mutu tersebut di atas pada umumnya dilakukan di ruang lelang sesaat setelah pelelangan selesai dilakukan. Air bersih untuk mencuci ikan dapat diperoleh dengan menggunakan air PDAM yang tersedia di gedung TPI. Wadah terlebih dahulu diberi lapisan es curah atau es balok yang telah dihancurkan sebelum ikan diletakkan didalamnya ikan kemudian ditaruh secara bersusun di atas lapisan es; dengan komposisi sekitar 0,2-0,9 kg es untuk 1 kg ikan. Kemudian wadah
ditutup rapat dan siap didistribusikan.
Pada hakekatnya, banyaknya es curah yang
diberikan juga disesuaikan dengan jarak daerah tujuan pendistribusian. Semakin jauh jarak tujuan pendistribusian, semakin banyak es yang digunakan. 5.4 Pendistribusian Hasil Tangkapan i.
Daerah Tujuan Distribusi
Pendistribusian ikan dilakukan dengan menggunakan berbagai kendaraan sebagai sarana angkut yang dapat digunakan oleh para pedagang pengumpul untuk mencapai tempat/daerah pemasaran yang dituju. Hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Labuan akan didistribusikan untuk tujuan dipasarkan dalam Kabupaten Pandeglang, untuk tujuan daerah pemasaran antar kota dalam Provinsi Banten dan atau untuk tujuan daerah di luar provinsi. Pada dasarnya daerah distribusi suatu pelabuhan perikanan tipe D/PPI adalah meliputi pasar domestik atau lokal daerah tersebut sampai dengan antar kecamatan dalam suatau kawasan daerah tingkat II (kabupaten). Meskipun demikian, dapat ditemukan PPI yang dapat melakukan distribusi pemasaran mencapai daerah antar kabupaten atau bahkan mencapai daerah antar provinsi salah satunya adalah PPI Labuan ini. Hal ini terjadi karena PPI ini memiliki mutu hasil tangkapan didaratkan yang baik hingga distribusi pemasarannya dapat mencapai provinsi DKI Jakarta dan Lampung (Gambar 14). Daerah tujuan distribusi sebagian besar hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Labuan adalah untuk tujuan pemasaran dalam Kabupaten Pandeglang yaitu Kecamatan Carita (10 km), Kecamatan Menes (10 km), Kecamatan Saketi (20 km), Kecamatan Cimanuk (35 km) dan Kota Pandeglang (41 km). Distribusi pemasaran hasil tangkapan untuk tujuan antar kota dalam Provinsi Banten antara lain Serang (100 km) dan Tangerang (200 km); sedangkan daerah tujuan pemasaran diluar provinsi adalah DKI Jakarta (300 km) dan Lampung (melalui laut dengan waktu perjalanan sekitar 12 jam). Sarana angkut/kendaraan yang dapat ditemui dan biasa digunakan di sekitar PPI Labuan adalah sepeda, becak, sepeda motor, mobil bak terbuka, mobil box dan truk. Kendaraan tersebut akan membawa ikan basah (hasil tangkapan) dengan menggunakan wadah-wadah yang pada umumnya merupakan milik pengusaha ikan secara perorangan
(subbab 5.3). Sarana angkut yang digunakan untuk mendistribusikan ikan ke luar kota adalah mobil box dan truk. Kondisi jalan lokasi PPI Labuan dan sekitarnya kurang baik karena belum beraspal (tanah) dan terdapat banyak lubang disepanjang jalan.
Namun, jalan di Kecamatan
Labuan dan jalan menuju kecamatan ini adalah dalam kondisi baik dan hampir secara keseluruhan terbuat dari aspal (subbab 4.1.3). Hal ini mendukung kemudahan pendistribusian hasil tangkapan keluar daerah PPI Labuan.
Provinsi Lampung
Kab. Serang
Labuan
Tangerang
Kec. Cimanuk
Gambar 14 Peta Distribusi Hasil Tangkapan Didaratkan di PPI Labuan Tahun 2007 5.4.2 Volume Kebutuhan Daerah Distribusi dan Kekuatan Permintaan Hasil Tangkapan
Volume kebutuhan ikan untuk pasar lokal PPI Labuan (Kecamatan Labuan) adalah 970,5 ton atau 45,1% dari total produksi hasil tangkapan PPI ini. Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Labuan belum dapat menyerap seluruh volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Labuan. Dengan demikian surplus volume produksi PPI ini adalah sebesar 54,9%. Kabupaten Pandeglang, yang memiliki produksi hasil tangkapan 3.012,5 ton pada tahun 2005 (sub subbab 4.2.2), termasuk didalamnya produksi hasil tangkapan PPI
Labuan 2.150,2 ton pada tahun yang sama, memiliki dugaan kebutuhan konsumsi ikan sebesar 21.139,7 ton. Pada hakekatnya besaran dugaan kebutuhan ikan kabupaten ini selain sudah dapat menyerap produksi hasil tangkapan PPI Labuan yang ada juga merupakan peluang dan tantangan “terdekat” bagi PPI Labuan untuk memenuhinya. Pada subbab 5.4.1 di atas telah disebutkan bahwa daerah distribusi PPI Labuan adalah mulai dari pasar daerah setempat atau lokal sampai dengan pasar antar provinsi. Besar volume kebutuhan daerah-daerah distribusi dapat merupa-kan volume kebutuhan hasil tangkapan terhadap PPI ini. Besar kebutuhan relatif ikan daerah-daerah distribusi diestimasi dengan melakukan perhitungan perkalian jumlah penduduk dengan konsumsi ikan per kapita dari tiap daerah distribusi tersebut (Tabel 20). Diperoleh dugaan bahwa volume kebutuhan total ikan daerah distribusi adalah sebesar 477.830,3 ton per tahun; suatu angka yang sangat besar untuk menjadi peluang dan tantangan bagi PPI Labuan. Angka kebutuhan ini tentu saja belum menggambarkan kebutuhan ”riil” hasil tangkapan terhadap PPI Labuan*) karena untuk setiap daerah distribusi hasil tangkapan yang dipasarkan tidak hanya berasal dari PPI ini saja, namun juga berasal dari PP/PPI lainnya, selain konsumsi ikan bisa juga berasal dari ikan air tawar/budidaya. Namun demikian, data kebutuhan ”relatif” ini dapat menggambarkan besarnya kebutuhan ikan dari daerah-daerah tujuan distribusi pemasaran PPI Labuan; yang dapat menjadi peluang dan tantangan bagi PPI ini. Volume kebutuhan ikan tertinggi dari daerah distribusi PPI Labuan adalah DKI Jakarta, yaitu sebesar 164.332,1 ton atau 34,4% dari total volume kebutuhan. Estimasi kebutuhan ikan daerah-daerah distribusi tingkat kabupaten lainnya dan kota Provinsi Banten yang menjadi daerah-daerah distribusi PPI Labuan adalah Pandeglang 21.139,7 ton, Serang 63.506,5 ton, Tangerang 35.650,4 ton, Lebak 21.755,7 ton, Kota Tangerang 29.361,4 ton dan Kota Cilegon 6.387,2 ton; sedangkan dugaan kebutuhan ikan daerah distribusi Provinsi Lampung adalah 135.697,3 ton atau sebesar 28,4% dari total volume kebutuhan. Berdasarkan prosentase volume pendaratan PPI Labuan terhadap total dugaan volume kebutuhan ikan daerah-daerah distribusi PPI ini, maka PPI Labuan baru memenuhi 0,4% dari total kebutuhan daerah-daerah distribusi tersebut. Walaupun angka ini bersifat ”relatif”, namun dapat menggambarkan masih besarnya kebutuhan akan hasil
tangkapan yang perlu didaratkan di PPI ini; dan ini pada hakekatnya menggambarkan besarnya kebutuhan permintaan terhadap PPI ini. Daya serap pasar juga sebanding dengan kemampuan produksi olahan. Di sekitar lokasi PPI Labuan sudah terdapat usaha pengolahan ikan yaitu berupa pengasinan dan pemindangan ikan serta usaha pembuatan kerupuk ikan yang masih sangat sederhana. *) Mengingat terbatasnya dana penelitian dan waktu studi, maka penghitungan kebutuhan ”riil”
Tabel 20 Estimasi Volume Kebutuhan Ikan Daerah-daerah Distribusi PPI Labuan PPI Labuan tidak dapat dilakukan menurut Daerah Distribusi Tahun 2005 Daerah Distribusi a. Provinsi Banten 1. Kabupaten Pandeglang 2. Kabupaten Serang 3. Kabupaten Tangerang 4. Kabupaten Lebak 5. Kota Tangerang 6. Kota Cilegon b. Provinsi DKI Jakarta c. Provinsi Lampung Jumlah Volume Kebutuhan Jumlah Volume Pendaratan PPI Labuan Prosentase Pendaratan terhadap Kebutuhan (%)
Jumlah Penduduk (jiwa) 1.106.788 3.324.949 1.866.512 1.139.043 1.537.244 334.408 8.603.776 7.104.572 -
Konsumsi Ikan per Kapita (kg/jiwa)
Volume Kebutuhan di PPI Labuan (ton)
19,1 19,1 19,1 19,1 19,1 19,1 19,1 19,1 -
21.139,7 63.506,5 35.650,4 21.755,7 29.361,4 6.387,2 164.332,1 135.697,3 477.830,3 2.150,2 0,4
6. KEMAMPUAN FASILITAS DAN PELAYANAN PPI LABUAN
Suatu pelabuhan perikanan didalam pelaksanaan fungsi dan peranannya akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas.
Kapasitas dan jenis fasilitas-fasilitas yang ada
umumnya akan menentukan skala atau tipe dari suatu pelabuhan dan akan berkaitan pula dengan skala usaha perikanannya (Lubis, 2005). Selanjutnya Lubis menyatakan bahwa berkembangnya fasilitas-fasilitas tersebut dapat berarti bertambahnya fasilitas baru dan atau bertambahnya kapasitas dari fasilitas yang telah ada. Jenis dan kapasitas fasilitas yang ada berkembang sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan. Fasilitas yang terdapat di PPI Labuan terdiri dari fasilitas pokok, fungsional dan tambahan. Pada bab ini akan disajikan fasilitas dan pelayanan yang terdapat di PPI Labuan terkait dengan proses pendaratan, pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan.
6.1 Fasilitas dan Pelayanan Terkait Pendaratan Hasil Tangkapan
Proses pendaratan hasil tangkapan yang dilakukan oleh suatu armada penangkapan ikan akan menjadi lebih cepat, mudah dan dapat menghasilkan mutu hasil tangkapan yang baik jika mendapatkan fasilitas dan pelayanan yang mendukung proses tersebut. Fasilitas pokok terkait pendaratan hasil tangkapan adalah: a. Dermaga Bongkar-Muat Dermaga yang dimiliki oleh PPI Labuan (Gambar 15 dan Lampiran 2) masih dalam tahap pembangunan. Dermaga ini berlokasi tepat di depan TPI 2 dan posisinya tegak lurus dengan daratan yang merupakan bagian dari wilayah TPI 2 PPI Labuan. Dermaga ini merupakan fasilitas yang akan digunakan oleh nelayan pada saat melakukan aktivitas pendaratan hasil tangkapannya dan memuat bahan perbekalan untuk melaut. Dermaga bongkar dan muat yang turapnya terbuat dari susunan batu-batuan ini, dibangun sepanjang 20 meter dari rencana 50 meter (tahun 2010) dengan lebar 4 meter. Berdasarkan
hasil
pengamatan
di
lokasi
penelitian
dan
wawancara
dengan
nelayan/petugas PPI, bongkar muat dilakukan oleh nelayan di tepi lahan darat kolam pelabuhan untuk kapal dengan ukuran lebih dari 5 GT; ataupun di tepi sungai Cipunteun Agung untuk kapal berukuran 5 GT atau kurang dari ukuran tersebut dan perahu.
Gambar 15 Fasilitas Dermaga Bongkar-Muat di PPI Labuan yang Sedang Dibangun, Tahun 2007
Kebutuhan panjang dermaga bongkar dan muat suatu PPI/PP bergantung pada jumlah kapal yang melakukan tambat labuh.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan
menggunakan data jumlah perahu/kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Labuan yaitu berkisar 8-30 unit perahu/kapal (sub subbab 5.1.1) dan dengan menggunakan prosentase perbandingan terhadap jenis perahu/kapal dan jenis alat tangkap sehingga diperoleh estimasi jenis dan jumlah alat tangkap dan perahu/kapal dengan asumsi 1 perahu/kapal mengoperasikan 1 jenis alat tangkap.
Jenis dan jumlah
perahu/kapal berdasarkan alat tangkap adalah kapal mini purse seine (2 unit), kapal jaring arad (2 unit), kapal pancing rawai (25 unit), perahu gillnet (1 unit). Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 4 diperoleh kebutuhan panjang dermaga di PPI Labuan adalah 345,86 m. Jika dilakukan perbandingan antara kebutuhan panjang dermaga hasil perhitungan dengan panjang dermaga terpasang di PPI ini, maka fasilitas dermaga yang sedang dibangun ini belum dapat memenuhi kebutuhan tambat labuh kapal saat ini dan pembangunan dermaga harus terus dilakukan dengan penambahan panjang sekitar 325,86 m. Kendala di atas dapat menjadi penghambat dalam kelancaran proses bongkar muat bila seluruh kapal yang ada sudah menggunakan dermaga yang ada untuk pendaratan hasil tangkapan. Akan terjadi antrian pendaratan hasil tangkapan yang mempengaruhi lama-waktu pendaratan hasil tangkapan yang berdampak pada menurunnya mutu ikan.
b. Kolam Pelabuhan Menurut Lubis (2000), kolam pelabuhan adalah daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga.
Selanjutnya Lubis menyebutkan
bahwa kolam pelabuhan menurut fungsinya terbagi dua, yaitu berupa alur pelayaran yang merupakan pintu masuk kolam pelabuhan sampai ke dermaga dan kolam putar atau daerah perairan untuk berputarnya kapal (turning basin). Kolam pelabuhan di PPI Labuan (Gambar 16) memanfaatkan bentuk perairan yang merupakan kawasan perairan teluk; dengan batas-batas fisiknya berupa turap, break water dan dermaga. Kolam pelabuhan ini berfungsi sebagai tempat olah gerak, pendaratan, memuat bahan kebutuhan melaut dan tambat labuh, untuk kapal motor berukuran 5-10 GT. Luas kolam pelabuhan yang tersedia di PPI Labuan adalah 2.350 m2, dengan kedalaman 2-2,5 m. Daya tampung kolam pelabuhan adalah sekitar 50 unit perahu/kapal dan dikelola oleh syahbandar. Kebutuhan luas kolam pelabuhan di suatu PP/PPI bergantung pada jumlah dan ukuran kapal yang berlabuh dalam satu hari, sehingga kapal dapat masuk dan keluar wilayah pelabuhan tanpa mengalami hambatan dalam melakukan olah geraknya; sedangkan kedalamannya bergantung pada ukuran draft kapal. Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 4), luas kolam yang dibutuhkan untuk PPI Labuan adalah 1.874,85 m2; sedangkan kedalamannya adalah 4,00 m. Selisih ukuran kolam pelabuhan yang terpasang dengan hasil perhitungan menunjukkan daya tampung kolam pelabuhan yang lebih besar dari kebutuhan saat ini, sedangkan untuk kedalaman kolam pelabuhan dibutuhkan pengerukan sekitar 1,50-2,00 m.
Gambar 16 Fasilitas Kolam Pelabuhan di PPI Labuan Tahun 2007
Dari hasil pengamatan yang dilakukan di lokasi penelitian dan wawancara dengan para nelayan/pihak PPI, tidak ditemukan adanya kendala yang cukup berarti dengan luas kolam pelabuhan.
Sebaliknya, kedalaman kolam pelabuhan sering menjadi kendala
nelayan untuk memasuki wilayah PPI (subbab 5.1). Hal ini menyebabkan waktu dan biaya bongkar muat menjadi lebih banyak. Alur pelayaran yang terdapat di PPI Labuan ada 2 (dua) pertama merupakan alur dari muara sungai dengan panjang sekitar 5.000 meter menuju TPI 1; dengan lebar sungai sekitar 5 meter dan kedalaman muara 2 meter. Alur pelayaran di PPI ini sering terganggu karena mengalami pendangkalan. Hal ini merupakan salah satu dampak dari lokasi alur pelayaran tersebut bertepatan dengan muara sungai yang memiliki tingkat sedimentasi tinggi. Sedimentasi terjadi akibat butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan dan mengendap di sungai sebagai akibat dari berkurangnya laju aliran air saat memasuki laut. Kedua, merupakan alur pelayaran dari arah laut menuju TPI 2; kedalaman berkisar 2-2,5 m. Pendangkalan kolam pelabuhan mulai terjadi pada jarak 1 km dari garis pantai. Hal ini sebagai akibat pasir laut yang terbawa oleh arus air laut yang kuat ke daerah perairan dengan arus yang lemah.
Berkurangnya kekuatan arus air laut ini mengakibatkan
terbentuknya endapan di daerah perairan yang memiliki arus lebih lemah. Pendangkalan ini sebenarnya dapat diatasi, yaitu dengan melakukan pengerukan kolam pelabuhan secara berkala. Namun, hal ini belum dapat dilakukan secara rutin karena membutuhkan biaya yang besar.
c. Breakwater dan Turap Breakwater/pemecah gelombang merupakan suatu struktur bangunan kelautan yang berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah di sekitar pantai terhadap pengaruh gelombang laut (Lubis, 2005); sedangkan turap adalah suatu struktur bangunan yang berfungsi untuk melindungi pantai atau daerah sekitar pantai dari abrasi. Kedua bangunan ini terdapat di PPI Labuan. Hal ini disebabkan oleh lokasi PPI ini menghadap ke laut terbuka yang membutuhkan adanya breakwater (Gambar 17) sebagai penahan gelombang dan juga berada di daerah muara sungai yang membutuhkan turap (Gambar 18) untuk menahan tanah di daerah sepanjang tepian muara sungai dan pantai agar tidak terbawa oleh arus air.
Gambar 17 Fasilitas Breakwater di PPI Labuan Tahun 2007 (bagian sisi kiri)
Breakwater yang terdapat di PPI Labuan bertipe timbunan dan terbuat dari bahan batuan asli dan terpasang di sisi kiri dan kanan kolam pelabuhan. Fasilitas ini juga masih dalam tahap pembangunan dan tidak ditemukan data yang akurat mengenai ukuran breakwater yang sudah terpasang. Struktur bangunan turap penahan tanah di tepian pantai PPI Labuan terbuat dari batu bersemen sepanjang 50 meter. Fasilitas ini juga dilengkapi dengan bollard, untuk mengaitkan tali kapal yang sedang bertambat.
Gambar 18 Turap, yang dilengkapi dengan Bollard, di Tepian Pantai PPI Labuan Tahun 2007
d. Alat bantu pendaratan hasil tangkapan Di PPI Labuan, alat bantu dan tenaga kerja dalam proses pendaratan hasil tangkapan, seperti basket hasil tangkapan, kereta dorong, buruh bongkar dan lain-lain, belum disediakan oleh pihak PPI. Seluruh alat pengangkut ikan dan keranjang yang dibutuhkan dalam proses ini sepenuhnya berasal dari nelayan atau pedagang, nelayan pemilik armada penangkapan ataupun langgan.
Pembongkaran hasil tangkapan dan
pengangkutan dari tempat pendaratan ke TPI dilakukan oleh para ABK. Pembongkaran hasil tangkapan oleh ABK dilakukan selama jumlah hasil tangkapan yang didaratkan masih dapat diatasi oleh para ABK untuk meminimalkan biaya pendaratan yang dikeluarkan oleh nelayan. Beberapa tahun yang lalu pihak pengelola TPI Labuan pernah menyediakan keranjang ikan yang terbuat dari bahan plastik (basket) untuk mempermudah nelayan dalam proses memindahkan hasil tangkapan, namun sarana ini tidak bertahan lama karena rusak atau pun hilang. Sampai saat ini pihak TPI belum dapat menyediakan kembali sarana ini atau sarana yang lain dikarenakan biaya yang dibutuhkan besar. Selain itu juga dibutuhkan kesadaran para nelayan sebagai pengguna untuk menjaga dan merawat basket hasil tangkapan. 6.2 Fasilitas dan Pelayanan Terkait Pelelangan/Pemasaran dan Pendistribusian Hasil Tangkapan
Fasilitas pelabuhan yang terkait dengan pelelangan/pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan antara lain: basket/wadah ikan, tempat pelelangan ikan (TPI), pengadaan air bersih, pengadaan es dan alat angkut. Ketersediaan fasilitas ini akan mendukung kecepatan proses sampainya hasil tangkapan dari pihak nelayan kepada konsumen selain memiliki peranan yang besar dalam upaya penjagaan mutu hasil tangkapan selama proses ini berlangsung. a. Basket/wadah ikan Wadah ikan merupakan salah satu alat yang dibutuhkan dalam penanganan hasil tangkapan dari atas kapal sampai ikan didistribusikan. Jenis dan ukuran wadah ikan yang digunakan di berbagai tempat pendaratan cukup beragam. Di PPI Labuan, wadah ikan yang digunakan juga sangat beragam, diantaranya adalah basket plastik, tong plastik (blong), ember dan berbagai macam wadah yang dapat digunakan untuk mempermudah pemindahan ikan. Wadah ikan di TPI 1 merupakan milik perorangan nelayan/pemilik kapal, jenis dan ukurannya pun sangat beragam. Wadah ini hanya digunakan untuk membawa hasil tangkapan dari kapal ke TPI. Setelah tiba di TPI ikan akan diletakkan di lantai (subbab 5.2). Ikan yang telah dibeli dengan cara lelang selanjutnya akan diletakkan dalam wadah lain yang dimiliki/dibawa sendiri oleh pihak pembeli/bakul. Wadah ikan yang digunakan di TPI 2 juga merupakan milik perorangan (nelayan/pemilik kapal) dengan jenis dan ukuran yang cukup beragam. Namun, untuk ikan yang akan di lelang di TPI biasanya menggunakan tong plastik dengan daya tampung 80 kg atau diletakkan di lantai sama halnya seperti yang dilakukan di TPI 1 hingga proses selanjutnya. Keberagaman bentuk dan ukuran wadah akan mempengaruhi daya tampung suatu wadah, sehingga untuk menghitung kebutuhan basket/wadah ikan di suatu PP/PPI dibutuhkan suatu ukuran wadah yang seragam sebagai acuan, yaitu basket plastik berukuran 57 x 39 x 27 cm3 dengan daya tampung 30 kg. Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 4), kebutuhan basket dengan daya tampung 30 kg di PPI Labuan untuk kedua TPI PPI Labuan adalah 100 unit dalam tiap proses pelelangan. b.Gedung TPI
Gedung TPI dibutuhkan sebagai prasarana tempat terjadinya transaksi antara nelayan dan pedagang-pembeli (bakul) berupa pelelangan. Gedung TPI terdiri dari ruang lelang dan kantor TPI. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya PPI Labuan memiliki dua unit TPI, yaitu TPI 1 dan TPI 2 yang letaknya berbeda namun masih berada dalam kawasan PPI Labuan. TPI 1 Labuan terletak di sisi muara Sungai Cipunteun Agung, sedangkan TPI 2 Labuan terletak di tepi pantai. Bangunan gedung TPI 1 merupakan bangunan permanen, lantai ruang lelangnya terbuat dari semen berkeramik biru berkontur dan tiang-tiangnya terbuat dari bata bersemen. Luas bangunan TPI 1 secara keseluruhan adalah 100 m2 (12 x 8,3 m2). Gedung TPI 1, pemakaiannya terbagi menjadi dua, yaitu ruang kantor TPI seluas sekitar 28 m2 (12 x 2,3 m2) dan ruang lelang seluas 72 m2 (12 x 6 m2). Gedung TPI 1 terletak di sisi muara sungai dan menghadap ke arah selatan atau tepat berhadapan langsung dengan aliran Sungai Cipunteun Agung. Bangunan gedung TPI 2 juga merupakan bangunan permanen, lantai ruang lelangnya terbuat dari semen berkeramik putih polos dan tiang-tiangnya terbuat dari bata bersemen. Luas bangunan gedung ini secara keseluruhan adalah 264 m2 (22 x 12 m2) terbagi menjadi ruang kantor TPI seluas 72 m2 (6 x 12 m2) dan ruang lelang seluas 192 m2 (16 x 12 m2). Gedung TPI 2 terletak di tepi pantai dengan jarak sekitar 50 meter dari garis pantai. Bangunan ini menghadap ke arah timur dan berhadapan langsung dengan kolam pelabuhan PPI Labuan. Kedua gedung TPI tersebut digunakan untuk aktivitas lelang hampir setiap hari. Pelelangan tidak dilaksanakan jika tidak ada hasil tangkapan yang akan dilelang karena nelayan tidak melaut, seperti kapal mini purse seine yang tidak beroperasi pada saat terang bulan ataupun musim paceklik. Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 4) diperoleh kisaran luas gedung TPI yang dibutuhkan oleh PPI Labuan pada tahun 2005, yaitu 22,20-213,42 m2. Total luas gedung TPI 1 dan TPI 2 PPI ini adalah 364 m2, sehingga dapat disimpulkan pada tahun 2005 luas gedung TPI PPI Labuan memadai untuk menampung pelelangan hasil tangkapan di tempat pendaratan tersebut. c. Pengadaan air bersih dan es balok Air bersih:
Air bersih dibutuhkan antara lain dalam penanganan hasil tangkapan untuk mencuci ikan sebelum pemasaran/pelelangan dan pendistribusian.
Penyediaan untuk aktivitas
tersebut sudah dapat dipenuhi oleh pihak pelabuhan dan dapat diperoleh di TPI. Namun untuk kebutuhan air selain untuk kedua hal tersebut di atas, nelayan/bakul harus mencari atau membeli sendiri untuk memenuhi kebutuhannya pada pihak lain. Penduduk yang tinggal di lingkungan PPI pada umumnya memiliki sumur artesis, sehingga untuk kebutuhan air bersih yang kurang dari 80 liter masih dapat dipenuhi dengan sumur penduduk yang umumnya juga nelayan. Kebutuhan air bersih lebih dari 80 liter dapat diperoleh dengan membeli dari pihak swasta/usaha perorangan yang juga menyediakan kebutuhan perbekalan melaut. Es : Pengesan hasil tangkapan setelah bongkar muat dan sebelum pelelangan tidak dilakukan di PPI Labuan. Para nelayan belum merasakan dibutuhkannya hal tersebut karena volume hasil tangkapan yang tidak besar sehingga proses bongkar muat dan pelelangan pun cepat dilakukan.
Terjadinya proses yang cepat ini dianggap tidak
memberikan pengaruh besar terhadap penurunan mutu ikan. Es balok pada tahap pemasaran hasil tangkapan hanya digunakan oleh para bakul yang akan menjual ikan segar kepada pihak pembeli selanjutnya dengan jarak daerah yang cukup jauh.
Jarak terdekat dibutuhkannya pengesan adalah Kecamatan Carita
dengan jarak tempuh sekitar 10 km. Seharusnya, pada proses pemasaran, tidak hanya bakul saja yang menggunakan es untuk mempertahankan mutu ikan; tetapi juga nelayan pada saat menunggu proses sampai terjualnya ikan kepada bakul. Es hendaknya digunakan pada ikan sejak ikan tertangkap, didaratkan dan kemudian dipasarkan dan didistribusikan untuk tujuan mempertahankan mutu ikan sebaik mungkin. Terkait penyediaan es di PPI ini pihak PPI Labuan belum dapat memberikan pelayanan penyediaan kebutuhan es, sehingga nelayan/bakul yang membutuhkan untuk penjagaan mutu ikan segar harus membeli dari pihak swasta/perorangan. Pihak penyedia es balok merupakan pengusaha lokal yang mendapat pasokan dari pabrik es balok di Kota Pandeglang.
Keberadaan KUD Mina di suatu pelabuhan akan sangat membantu nelayan dan bakul dalam memenuhi kebutuhannya dengan cara menanggulangi biaya pembelian air bersih, es, dan berbagai kebutuhan usaha mereka untuk sementara hingga mereka dapat membayar setelah memperoleh uang dari hasil melaut. Namun, menurut hasil wawancara dengan pihak KUD, mereka menyatakan, karena kurangnya modal dan banyaknya nelayan/bakul yang belum dapat membayar hutangnya maka KUD Mina di Labuan untuk sementara tidak dapat melakukan hal tersebut. d. Alat angkut Berbagai jenis alat angkut yang digunakan untuk pendistribusian hasil tangkapan dapat ditemui di PPI Labuan antara lain untuk jarak relatif dekat adalah gerobak kayu beroda dua, sepeda dan becak, sedangkan untuk jarak yang relatif jauh adalah sepeda motor, mobil kap terbuka, mobil boks dan truk. Alat angkut tersebut pada umumnya merupakan milik usaha perorangan yang menyediakan jasa transportasi atau pengiriman barang. e. Cold Storage PPI Labuan sudah membangun sebuah cold storage dengan ukuran luas 60 m2 yang tujuannya dapat digunakan untuk menyimpan dan menjaga mutu hasil tangkapan sebelum didistribusikan ke luar daerah Labuan. Namun cold storage ini belum dapat dioperasikan karena biaya operasional yang tinggi dan tidak dapat dipenuhi oleh pihak pengelolanya yaitu pihak PPI Labuan.
7. PROSPEK PENDARATAN HASIL TANGKAPAN DI PPI LABUAN DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA
7.1 Prospek Pendaratan Hasil Tangkapan (HT) di PPI Labuan 7.1.1 Faktor-faktor Internal Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Labuan (1)
Fasilitas pendaratan hasil tangkapan
Faktor-faktor kekuatan bagi pendaratan hasil tangkapan dari sejumlah fasilitasfasilitas terkait pendaratan di PPI Labuan baru dapat diperoleh pada akhir tahun 2010, faktor-faktor kekuatan tersebut masih menjadi faktor-faktor kelemahan bagi pendaratan hasil tangkapan pada saat ini. Faktor-faktor tersebut adalah dermaga bongkar-muat, kolam pelabuhan, alur pelayaran, breakwater dan turap. Dermaga bongkar muat, kolam pelabuhan dan breakwater telah ada di PPI Labuan. Namun, kondisi ketiga fasilitas tersebut masih dalam tahap pembangunan dan baru selesai pembangunannya pada tahun 2010. Turap, yang saat ini sudah terpasang di sepanjang pantai di hadapan TPI 2 sepanjang 50 m, mengalami kerusakan karena terjangan ombak yang kuat (subbab 6.1). Panjang dermaga bongkar muat yang telah tersedia baru mencapai 20 m dari rencana 50 m pada tahun 2010 (subbab 6.1), dan saat ini belum memadai untuk menampung kapal yang melakukan bongkar muat, sehingga belum dapat digunakan dalam proses pendaratan hasil tangkapan. Berdasarkan sub subbab 5.1.1, kisaran jumlah perahu/kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Labuan pada tahun 2005 adalah 8-30 unit, sedangkan lama-waktu pendaratan terlama yang dibutuhkan adalah sekitar 1 ton per jam. Dermaga bongkar tersebut di atas dapat menampung 1 (satu) unit kapal mini purse seine dengan panjang sekitar 12 m. Dengan posisi kapal merapat memanjang, maka lama waktu yang dibutuhkan untuk mendaratkan hasil tangkapan dengan besaran rata-rata pendaratan hasil tangkapan per hari di PPI Labuan sekitar 7,7 ton (sub subbab 5.1.2) adalah sekitar 8 jam per hari. Kolam pelabuhan dan alur pelayaran telah tersedia di PPI Labuan, sebagaimana disebutkan dalam subbab 6.1, namun mengalami kendala yaitu pengendapan yang terjadi di sekitar wilayah perairan PPI Labuan. Hal ini berpengaruh terhadap kolam pelabuhan dan alur pelayaran, yaitu mengakibatkan kolam pelabuhan sulit atau tidak dapat dilalui
oleh kapal.
Sehingga kapal hanya dapat bertambat di kolam pelabuhan untuk
membongkar hasil tangkapannya. Breakwater yang terpasang pada kiri dan kanan pintu masuk kolam pelabuhan (subbab 6.1), walau masih belum selesai dibangun, cukup membantu untuk meredam gelombang yang datang ke arah kolam pelabuhan dan arus dari sisi kanan dan kirinya, sehingga kapal/perahu yang melakukan tambat labuh dapat beraktivitas tanpa terganggu oleh gelombang. (2)
Fasilitas pemasaran
Faktor-faktor kekuatan bagi pemasaran hasil tangkapan dari sejumlah fasilitasfasilitas terkait pemasaran di PPI Labuan baru berupa gedung TPI dan sarana air bersih. Adapun faktor-faktor kelemahan terkait fasilitas pemasaran adalah basket/wadah ikan, sanitasi di TPI dan ketersediaan es. Secara umum, kondisi fisik gedung TPI tersebut dalam keadaan cukup baik dan sudah dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya, yaitu untuk melelang ikan. Pelelangan pada hakekatnya merupakan pertemuan antara penjual (nelayan/ pemilik kapal) dengan pembeli (pedagang atau agen usaha perikanan) (Lubis, 2006). Hal ini mengindikasikan bahwa PPI Labuan tidak hanya menyediakan prasarana dan sarana pemasaran/pelelangan hasil tangkapan serta melakukan proses lelang, namun juga pada dasarnya melakukan peningkatan “daya tawar” nelayan peserta lelang terhadap pembeli ikan. Satu nelayan tidak lagi berhadapan hanya dengan satu pedagang pembeli, tetapi dengan “banyak pilihan” pedagang pembeli ikan. Sebagaimana telah disebutkan dalam subbab 6.2, bahwa PPI Labuan memiliki 2 unit gedung TPI dengan luas masing-masing gedung adalah 100 m2 untuk TPI 1 dan 264 m2 untuk TPI 2.
Disediakannya lokasi TPI 2 telah sesuai dengan kebutuhan kapal
penangkapan ikan yang tidak dapat memasuki wilayah perairan TPI 1 yang berupa muara sungai; sehingga nelayan-nelayan dengan ukuran kapal >5 GT membutuhkan lokasi pendaratan yang baru (alasan dibangunnya dermaga pendaratan baru termasuk gedung TPI 2). Pada subbab 6.2 telah disebutkan bahwa, air bersih telah tersedia di TPI. Penyediaan air ini ditujukan untuk pencucian ikan sebelum proses pelelangan dan
setelahnya untuk tujuan distribusi, sedangkan untuk aktivitas selain kedua hal tersebut air bersih belum tersedia. Alat bantu yang pada umumnya digunakan dalam proses pemasaran/ pelelangan ikan di suatu TPI adalah basket/wadah ikan.
Penggunaan basket bertujuan agar
mempermudah perpindahan ikan dari satu tempat ke tempat lain dan upaya penjagaan mutu.
Meskipun demikian, di PPI Labuan penggunaan basket dalam proses
pemasaran/pelelangan di TPI belum diterapkan oleh pihak pengelola dan para peserta lelang. Cara penempatan ikan untuk diperagakan dalam proses pelelangan di TPI Labuan adalah dengan meletakkannya langsung di atas lantai ruang lelang tanpa menggunakan wadah apapun. Cara di atas tidak higienis dan menurunkan mutu ikan, karena ikan bersentuhan langsung dengan lantai TPI dan para nelayan penjual dan pedagang-pembeli juga “menginjak” lantai tersebut. Kondisi lantai ruang lelang mendatar atau tidak memiliki posisi yang miring ke arah saluran pembuangan (sub subbab 5.1.2). Kondisi lantai yang datar tersebut mengakibatkan sulitnya lantai TPI dibersihkan dan menjadi kotor. Hal ini dapat menyebabkan berkembangnya bakteri yang terdapat dalam kotoran, lendir, darah dan potongan sisa-sisa ikan yang tertinggal di lantai dan selanjutnya mencemari ikan-ikan segar yang diletak-kan di atas lantai tersebut. Es balok untuk tujuan digunakan dalam aktivitas penangkapan dan keseluruhan aktivitas proses pendaratan sampai dengan pendistribusian belum dapat disediakan oleh pihak pengelola PPI Labuan (subbab 6.2). Sehingga es balok didatangkan dari pabrik es yang berada di Kota Pandeglang. (3)
Fasilitas dan persepsi para pelaku terkait penanganan mutu hasil tangkapan
Faktor kekuatan PPI Labuan terkait penanganan mutu hasil tangkapan belum dapat diidentifikasi, sedangkan faktor-faktor kelemahannya adalah penyediaan sarana air bersih, es dan basket/wadah hasil tangkapan yang belum dapat dilakukan oleh pihak pengelola PPI Labuan. Penjelasan tentang basket telah dikemukakan di sub subbab 7.1.1 butir (2). Fasilitas terkait penanganan mutu hasil tangkapan yang disediakan PPI Labuan adalah sarana air bersih (subbab 6.2), tetapi fasilitas ini hanya dapat digunakan untuk mencuci ikan sebelum proses pelelangan dan atau pencucian ikan dalam proses persiapan distribusi, belum dapat digunakan dalam proses pendaratan hasil tangkapan karena belum tersedia di dermaga pendaratan. Air bersih tersebut berasal dari PDAM daerah setempat.
Penanganan mutu hasil tangkapan di PPI Labuan menurut sebagian nelayan belum dapat dilakukan secara optimal karena air bersih hanya tersedia untuk dan di TPI saja; dan es juga belum dapat disediakan oleh pihak pengelola PPI Labuan (subbab 6.2). Pihak pengelola PPI Labuan belum dapat menyediakan sarana tersebut karena biaya pengadaannya yang besar. (4)
Kemampuan penyediaan hasil tangkapan : jenis, mutu dan volume
Faktor-faktor kekuatan PPI Labuan terkait penyediaan hasil tangkapan adalah: adanya jenis-jenis ikan bernilai ekonomis tinggi dan bermutu cukup segar s/d segar, volume pendaratan yang besar (terbesar di Kabupaten Pandeglang), dan harga jual yang cukup tinggi bagi para nelayan. Uraian untuk setiap faktor tersebut adalah sebagai berikut: Hasil tangkapan bernilai ekonomis tinggi di PPI Labuan dengan mutu cukup segar s/d segar adalah seperti cumi-cumi, kakap, tenggiri, bawal dan kerapu (sub subbab 5.1.2). Hal ini merupakan faktor kekuatan bagi pendaratan hasil tangkapan PPI Labuan. Terdapat jenis ikan dominan ekonomis tinggi yang juga merupakan jenis ikan dominan volume, seperti cumi-cumi dan ikan kuwe.
Hal ini merupakan faktor kekuatan
berdasarkan jenis hasil tangkapan yang dimiliki oleh PPI Labuan. Jenis ikan dominan ekonomis tinggi, yang juga merupakan jenis ikan dominan volume di PPI ini adalah cumi-cumi. Pada tahun 2005, total hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang 71,4 % -nya didaratkan di PPI Labuan (sub subbab 4.2.4). Selain itu PPI ini memiliki kemampuan penyediaan volume hasil tangkapan didaratkan tahun 2005 yang cukup besar yaitu rata-rata 179,2 ton per bulan atau pada kisaran atau 39,2-374,5 ton per bulan (sub subbab 5.1.2) atau ekivalen dengan rata-rata 7,7 ton per hari atau pada kisaran 1,3-12,5 ton per hari. Mutu hasil tangkapan di PPI Labuan berdasarkan rata-rata nilai organoleptik (Tabel 18) berada pada kisaran 7-8; pada skala 1-9. Hal ini menunjukkan mutu hasil tangkapan yang didaratkan di PPI ini berkisar cukup segar s/d segar. Harga rata-rata terbesar per jenis ikan berdasarkan pendekatan rasio NP/P (sub subbab 5.1.2) untuk jenis ikan dominan volume adalah Rp 22.071,- per kilogram untuk cumi-cumi, dan Rp 6.958,- per kg untuk tongkol. Hal ini menunjukkan harga-harga untuk
jenis ikan dominan volume adalah cukup tinggi; kecuali jenis ikan selar. Kisaran harga rata-rata untuk jenis dominan ekonomis tinggi adalah berkisar dari Rp 10.071,- per kilogram (ikan kuwe) hingga Rp 22.071,- per kilogram (cumi-cumi).
Hal ini
menunjukkan faktor kekuatan jenis hasil tangkapan bernilai ekonomis tinggi dengan volume dominan yang dimiliki oleh PPI Labuan. Pada tahun 2005, harga cumi-cumi di Jepang adalah US$ 2,5 per kilogram atau sekitar Rp 24.000,- per kilogram, sedangkan harga ekspor cumi-cumi di Indonesia adalah sekitar Rp 16.104,- per kilogram (Anonymous, 2006). Hal ini menunjukkan harga cumicumi dalam negeri dan ekspor adalah cukup tinggi sehingga cumi-cumi memiliki potensi pasar yang tinggi baik di Indonesia maupun untuk ekspor. Faktor-faktor kekuatan lainnya dari PPI Labuan terkait penyediaan volume produksi hasil tangkapan adalah: adanya kelebihan penyediaan volume hasil tangkapan yang didaratkan terhadap kebutuhan pasar lokal dan adanya ikan-ikan olahan yang diproduksi tanpa menggunakan bahan kimia berbahaya. Kelebihan penyediaan volume hasil tangkapan ini diindikasikan dengan adanya selisih antara volume hasil tangkapan yang didaratkan dengan kebutuhan ikan pasar lokal Kecamatan Labuan sebesar 54,9% (sub subbab 5.4.2). Pada tahun 2005, dengan rata-rata konsumsi produksi ikan per kapita di Kabupaten Pandeglang adalah 19,1 kg/kapita maka volume kebutuhan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Labuan untuk pasar lokal (Kecamatan Labuan) adalah 970,5 ton per tahun. Dengan demikian prosentase pendaratan terhadap kebutuhan adalah 221,5%, atau sebaliknya prosentase kebutuhan Kecamatan Labuan terhadap pendaratan adalah 45% (sub subbab 5.4.2); dengan asumsi seluruh kebutuhan tersebut merupakan ikan hasil tangkapan dari laut. Hal ini menunjukkan adanya surplus volume hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Labuan untuk dapat memenuhi kebutuhan luar Kecamatan Labuan sebesar 54,9% dari total volume. Volume yang dapat dipasarkan untuk luar kecamatan di atas ini merupakan kekuatan penyediaan PPI Labuan terhadap permintaan hasil tangkapan untuk pengolahan dan atau juga untuk luar daerah. Pengusaha pengolah ikan memiliki peluang untuk membuat atau mengembangkan usaha pengolahan ikan di daerah ini dengan tersedianya bahan baku ikan tersebut di atas; demikian pula pedagang ikan antar daerah/antar kota. Usaha pengolahan ikan yang ada di sekitar PPI Labuan saat ini adalah pengasinan, pemindangan, dan pembuatan kerupuk
ikan (sub subbab 5.4.2). Salah satu keunggulan pengolahan ikan di daerah Labuan adalah tidak menggunakan bahan kimia sebagai pengawet ikan. Kedua hal tersebut merupakan kekuatan bagi PPI Labuan sebagai tempat pengolahan ikan dan penyedia ikan olahan yang aman dari bahan kimia berbahaya. (5)
Armada penangkapan ikan
Faktor kekuatan PPI Labuan terkait armada penangkapan ikan adalah: adanya kemampuan nelayan meningkatkan jenis dan volume hasil tangkapannya, dan adanya jumlah armada penangkapan yang cukup besar dengan daya jelajah yang cukup baik (sub subbab 4.2.4). Adapun faktor kelemahan yang dimiliki PPI ini adalah ukuran armada masih relatif kecil, walaupun daerah penangkapan ikan (DPI)-nya telah mencapai Labuhan Maringgai. Jenis alat tangkap yang beroperasi di PPI Labuan cukup beragam, ini tertera pada Tabel 11.
Keberagaman jenis alat tangkap tersebut merupakan salah satu indikasi
kemampuan nelayan untuk memperoleh hasil tangkapan yang lebih banyak ditinjau dari sisi jenis ikan bernilai ekonomis tinggi dan volume. Alat-alat tangkap yang dioperasikan telah disesuaikan dengan lokasi DPI dan ikan tujuan penangkapan. Beberapa jenis alat tangkap yang dioperasikan di PPI Labuan dan jenis sasarannya antara lain, payang (untuk menangkap jenis ikan pelagis besar: tongkol, tenggiri, dan lain-lain), dogol (untuk menangkap udang), mini purse seine (untuk menangkap jenis ikan pelagis: kembung, tenggiri, tongkol) dan lain-lain. Hal ini merupakan faktor kekuatan PPI Labuan dalam upaya memproduksi jenis hasil tangkapan bernilai ekonomis tinggi. Jumlah armada penangkapan ikan yang beroperasi di PPI Labuan pada tahun 2005 merupakan terbesar (34,5%) dari seluruh jumlah armada yang terdapat di Kabupaten Pandeglang (sub subbab 4.2.1).
Kapal motor mini purse seine melakukan operasi
penangkapan ikan selama 3-5 hari, termasuk perjalanan menuju fishing ground dan kembali ke PPI, dengan daerah penangkapan mencapai Labuhan Maringgai (sub subbab 4.2.4); yang menunjukkan bahwa daya jelajah armada penangkapan ikan yang ada adalah cukup baik. Di PPI Labuan sebagaimana telah disebutkan di atas, ukuran armada penangkapan masih relatif kecil, walaupun DPI telah mencapai lokasi yang cukup jauh, seperti Labuhan Maringgai. Relatif masih kecilnya ukuran armada tersebut akan berpengaruh
pada ruang untuk membawa bahan perbekalan dan penyimpanan hasil tangkapan yang diperoleh. (6)
Fasilitas melaut
Faktor kelemahan terkait fasilitas melaut di PPI Labuan adalah fasilitas dermaga bongkar yang masih dalam tahap pembangunan. Faktor kekuatan terkait pengadaan bahan-bahan kebutuhan melaut adalah adanya usaha swasta penyedia kebutuhan melaut yang bekerjasama dengan pihak pengelola PPI Labuan. Fasilitas dermaga bongkar yang pembuatan dan fungsinya bersamaan dengan dermaga muat, belum dapat digunakan. Fasilitas ini belum dapat digunakan karena masih dalam tahap pembangunan dan baru selesai pada tahun 2010. Bahan-bahan kebutuhan melaut, seperti air bersih dan es (sub subbab 7.1.1 butir (3)), serta bahan bakar minyak belum dapat disediakan oleh pihak pengelola PPI Labuan. Dengan demikian pihak pengelola PPI Labuan perlu mengadakan kerjasama dengan pihak/perusahaan yang dapat menyediakan bahan-bahan tersebut. Adanya perusahaanperusahaan swasta yang bergerak dibidang penyediaan kebutuhan melaut (es dan air bersih) dengan modal dan jaringan usaha yang luas membantu PPI Labuan dalam penyediaan kebutuhan melaut nelayan. (7)
Fasilitas perbaikan unit penangkapan
Faktor-faktor kekuatan PPI Labuan terkait fasilitas perbaikan unit penangkapan adalah tersedianya fasilitas perbaikan perahu/kapal; dan tersedianya lahan tempat penjemuran dan perbaikan jaring/alat tangkap. Uraian untuk faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: Telah tersedia fasilitas perbaikan kapal di PPI Labuan dalam lahan seluas 100 x 10 m2 yang terletak bersebelahan dengan lokasi TPI 1. Akan tetapi fasilitas perbaikan mesin kapal, belum dapat disediakan oleh pihak pengelola PPI Labuan karena belum mempunyai biaya untuk pengadaannya. Hal ini merupakan faktor kelemahan bagi PPI ini. Lahan seluas 100 x 50 m2 telah tersedia dan dapat digunakan oleh nelayan PPI Labuan untuk menjemur dan memperbaiki jaring/alat tangkap yang mereka pergunakan
untuk melaut. Hal ini merupakan faktor kekuatan PPI Labuan dalam penyediakan tempat untuk perawatan alat tangkap. (8)
Kemampuan pihak pengelola PPI Labuan dalam pengelolaan PPI
Faktor kelemahan PPI Labuan terkait kemampuan pihak pengelola PPI dalam hal pengelolaan adalah: belum adanya tenaga atau sumberdaya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan atau pendidikan terkait dengan pengelolaan pelabuhan perikanan; dan belum adanya pencatatan data keseluruhan aktivitas kepelabuhanan PPI Labuan dalam suatu pembukuan. Dengan demikian terdapat keterkaitan antara kedua faktor kelemahan tersebut, yaitu belum adanya kemampuan pengelolaan pelabuhan perikanan dari SDM yang ada. Secara administrasi tercatat 6 orang sumberdaya manusia (SDM) di PPI ini; yaitu dua orang pegawai negeri sipil (PNS) dan empat orang honorer yang mengelola PPI Labuan dengan rincian jabatan Kepala TPI, Bendahara TPI dan Sekretaris TPI masing masing satu orang pada tiap TPI. Tingkat pendidikan SDM tersebut adalah seorang sarjana pertanian dan lima orang tamatan SMA dan atau sederajat. Hal ini menunjukkan belum adanya SDM yang memiliki spesifikasi keilmuan terkait dengan bidang pengelolaan pelabuhan perikanan. Pencatatan data aktivitas PPI Labuan dalam suatu pembukuan belum dapat ditemukan. Hal ini mengindikasikan kinerja pengelolaan PPI ini belum baik. 7.1.2 Faktor-faktor Eksternal Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Labuan (1)
Ketersediaan dan kemampuan fasilitas prasarana umum
Transportasi:
Faktor-faktor peluang PPI Labuan bagi pengembangan hasil tangkapannya adalah tersedianya prasarana dan sarana transportasi darat, laut dan udara yang relatif baik dari dan menuju lokasi Labuan. Secara umum dapat dikatakan transportasi merupakan faktor peluang penting bagi pengembangan atau pendistribusian hasil tangkapan di PPI Labuan. Dengan perkataan lain, dari aspek transportasi, pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan memiliki prospek yang tinggi untuk dikembangkan. Transportasi darat dari lokasi Labuan, baik ke kecamatan-kecamatan di Kabupaten Pandeglang, ke kabupaten lainnya (Serang, Tangerang, dan lain-lain) dan ke ibukota Provinsi Banten maupun ke provinsi-provinsi tetangga sekitar (DKI Jakarta, dan Jawa
Barat), berlangsung lancar. Secara umum jalan yang digunakan merupakan jalan aspal dan dalam kondisi sedang s/d baik (sub subbab 4.1.3); sarana angkutan umum baik untuk penumpang dan angkutan barang, termasuk angkutan ikan dengan cara penyewaan, tersedia dan mudah didapatkan (subbab 5.4). Jarak PPI Labuan ke lokasi-lokasi daerah distribusi di atas, juga relatif cukup dekat dan mudah dijangkau dari PPI ini (subbab 5.4). Lokasi Labuan terhadap Pulau Sumatera yang hanya dibatasi oleh Selat Sunda memudahkan pengangkutan dan pendistribusian barang, termasuk ikan, dari dan keluar daerah ini. Transportasi laut dari dan keluar provinsi Banten untuk pengangkutan barang, termasuk ikan, dapat dilakukan melalui Pelabuhan Indonesia II Banten (Pelindo II Banten) yang merupakan salah satu dari 12 cabang pelabuhan yang dikelola oleh PT. (persero) Pelabuhan Indonesia II yang berkedudukan di Tanjung Priok Jakarta Utara. Secara administratif Pelindo II Banten berada di Kecamatan Cindawan, Kota Cilegon, Provinsi Banten dengan jarak 11 km dari pusat kota Cilegon ke arah Anyer. Pelabuhan udara telah terdapat di provinsi Banten, yaitu Bandara Soekarno-Hatta. Pelabuhan udara ini merupakan bandara Internasional utama Indonesia yang melayani penerbangan nasional dan internasional (ekspor). Komunikasi, Air dan Listrik:
Secara umum komunikasi, air dan listrik merupakan faktor peluang PPI Labuan. Dengan perkataan lain, pendaratan hasil tangkapan di Labuan memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan ditinjau dari ketersediaan prasarana umum berupa komunikasi, air dan listrik. Pada lokasi PPI Labuan, Desa Teluk, Kecamatan Labuan sudah tersedia sarana telekomunikasi seperti telepon, telepon seluler, telegram dan faximili (sub subbab 4.1.3). Kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Pandeglang,
Kota Pandeglang, kabupaten-
kabupaten lainnya di provinsi Banten dan daerah luar Banten telah terjangkau dengan sarana komunikasi telepon lokal, interlokal dan Sambungan Langsung Internasional (SLI) baik melaui telepon pribadi maupun telepon umum kartu dan koin, serta warung telekomunikasi (wartel) (sub subbab 4.1.3). Sarana komunikasi lain yang juga dapat digunakan adalah telegram, faximili dan jaringan internet.
Lokasi Labuan, sebagaimana di banyak daerah lain di Kabupaten Pandeglang, telah dimasuki jaringan air PDAM. Air sumur juga merupakan sumber air tawar lainnya bagi sebagian penduduk (sub subbab 4.1.3). Jaringan listrik sudah mencapai lokasi Labuan dan sudah dapat digunakan oleh hampir seluruh penduduk desa-desa lain di Kabupaten Pandeglang. Penggunaan listrik pada lelang hasil tangkapan adalah dibutuhkan, yaitu untuk lampu-lampu penerangan dan lain-lain saat proses lelang berlangsung. (2)
Ketersediaan Daerah Penangkapan Ikan (DPI) dan Sumberdaya Ikan (SDI)
Daerah Penangkapan Ikan (DPI):
Faktor peluang selanjutnya di PPI Labuan adalah tersedianya banyak DPI bagi nelayan Labuan untuk mengoperasikan unit penangkapannya mulai di sekitar wilayah perairan Selat Sunda, Samudera Hindia dan Laut Jawa. Lokasi daerah penangkapan nelayan PPI Labuan saat ini adalah di sekitar perairan Selat Sunda, Tanjung Panaitan dan Kepulauan Seribu (sub subbab 4.2.4). Lokasi PPI Labuan sendiri berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan Samudera Hindia (subbab 1.1 dan 4.2.4). Potensi jenis dan stok Sumberdaya Ikan (SDI):
PPI Labuan memiliki peluang pengembangan pendaratan hasil tangkapan yang baik berdasarkan potensi jenis dan stok SDI yang dimiliki perairan-perairan atau DPI-DPI di atas. Hal ini berdasarkan Boer, et al (2001) yang menyatakan bahwa potensi jenis-jenis sumberdaya ikan perairan Laut Jawa dan Selat Sunda yang masih memiliki peluang untuk dimanfaatkan (penangkapan) adalah ikan demersal (59,8%) dan
lobster (85,3%),
sedangkan untuk wilayah perairan Samudera Hindia masih memiliki peluang pemanfaatan (penangkapan) jenis-jenis SDI yang cukup besar; yaitu ikan-ikan pelagis besar 48,8%, pelagis kecil 45,6%, demersal 34,0%, udang penaeid 37,8% dan lobster 55,0% (Tabel 21 dan 22). Tabel 21 Peluang Pemanfaatan per Jenis Sumberdaya Ikan Laut di Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut Jawa dan Selat Sunda Tahun 2000 No. 1. 2.
Jenis Ikan Ikan Pelagis Besar Ikan Pelagis Kecil
Potensi (10 ton/tahun) 3
55,0 214,2
Pemanfaatan (%) 195,8 178,7
Peluang Pemanfaatan (%) -
3. Ikan Demersal 4. Ikan Karang Konsumsi 5. Udang Penaeid 6. Lobster 7. Cumi-cumi Seluruh SDIL Sumber: Boer, et al, 2001
431,2 9,5 10,8 0,5 5,0 726,2
40,2 111,6 225,5 14,7 203,5 97,6
59,8 85,3 2,4
Tabel 22 Peluang Pemanfaatan per Jenis Sumberdaya Ikan Laut di Wilayah Pengelolaan Perikanan Samudera Hindia Tahun 2000 No.
Jenis Ikan
1. Ikan Pelagis Besar 2. Ikan Pelagis Kecil 3. Ikan Demersal 4. Ikan Karang Konsumsi 5. Udang Penaeid 6. Lobster 7. Cumi-cumi Seluruh SDIL Sumber: Boer, et al, 2001
(3)
Potensi (10 ton/tahun)
Pemanfaatan (%)
297,8 429,0 135,1 12,9 10,7 1,6 3,8 890,8
51,2 54,5 66,0 213,2 62,2 45,0 144,0 57,9
3
Peluang Pemanfaatan (%) 48,8 45,6 34,0 37,8 55,0 42,1
Daya serap pasar antar kota, antar provinsi/luar provinsi
Faktor peluang bagi pengembangan pendaratan hasil tangkapan PPI Labuan antara lain adalah adanya daya serap pasar dari daerah-daerah distribusi PPI Labuan bahkan hingga “menembus” pasar nasional. Hal ini dapat terlihat dengan banyaknya peluang pasar dan daerah tujuan distribusi yang masih dapat diperoleh PPI Labuan (sub subbab 5.4.1). Daerah distribusi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Labuan meliputi daerah pemasaran dalam Kabupaten Pandeglang (yaitu berbagai daerah kecamatan selain Kecamatan Labuan), berbagai kota dalam Provinsi Banten (Serang berjarak 100 km dari Labuan dan Tangerang 200 km dari Labuan) dan atau daerah di luar provinsi {(DKI Jakarta (300 km) dan Lampung (melalui laut dengan waktu perjalanan sekitar 12 jam)} (subbab 5.4). Potensi atau daya serap pasar di luar daerah Labuan adalah sangat besar yaitu 440.632,7 ton. Perbandingan kebutuhan pasar-pasar luar daerah Labuan tersebut terhadap volume pendaratan hasil tangkapan PPI Labuan adalah sangat tinggi, yaitu lebih dari 20 ribu kali produksi hasil tangkapan PPI ini; suatu indikasi sangat tingginya daya serap pasar di luar daerah Labuan.
(4)
Kelembagaan-kelembagaan pendukung
Faktor-faktor peluang bagi PPI Labuan berikutnya adalah adanya lembaga-lembaga pendukung, antara lain: telah terbentuknya struktur Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pandeglang, lembaga perbankan, pasar tradisional dan pasar ikan. Adapun faktor ancaman bagi PPI Labuan adalah: KUD Mina yang belum berjalan lancar, dan limbah pariwisata. Telah terbentuknya struktur Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang yang secara langsung mengkoordinir kesembilan PPI yang berada di kabupaten ini (sub subbab 4.2.4), mengindikasikan bahwa aktivitas perikanan tangkap di Kabupaten Pandeglang secara umum cukup terkoordinir dengan baik termasuk yang terjadi di PPI Labuan. Keberadaan lembaga keuangan di sekitar lokasi PPI Labuan membantu kelancaran proses transaksi perdagangan dalam suatu lokasi perdagangan hasil tangkapan. Terdapat 2 (dua) unit bank yang berlokasi di Kecamatan Labuan yaitu Bank BRI dan Bank Jabar (sub subbab 4.2.4). Kelembagaan yang terkait dengan aktivitas kenelayanan di PPI ini adalah adanya Koperasi Unit Desa (KUD) Mina di PPI ini (sub subbab 4.2.4). KUD Mina ini sebagai koperasi nelayan, baru berperan dalam menyediakan dan menjual berbagai alat dan kebutuhan melaut saja; hal ini juga tidak selalu lancar kegiatannya, sehingga mengakibatkan penyediaan kebutuhan melaut juga dilakukan oleh pihak swasta. Prasarana perdagangan yang terdapat di Kecamatan Labuan adalah Pasar Labuan yang berlokasi bersamaan dengan Pasar Ikan Labuan (sub subbab 4.2.4). Lokasi pasar tersebut mudah dicapai dengan berbagai sarana transportasi.
Kondisi jalan yang
menghubungkan pasar dengan daerah-daerah di sekitarnya relatif baik dan beraspal. Daerah Labuan sangat berdekatan dengan lokasi wisata bahari yaitu Carita dan Tanjung Lesung, sehingga produksi hasil tangkapan baik berupa ikan segar maupun dalam bentuk produk olahan akan sangat diminati oleh para turis domestik maupun mancanegara. Hal ini merupakan peluang bagi PPI Labuan untuk dapat memasarkan produksi hasil tangkapannya melalui lokasi wisata tersebut. Meskipun demikian, posisi strategis di atas juga menimbulkan masalah baru untuk kebersihan lingkungan sekitar daerah Labuan, termasuk lokasi PPI Labuan. Keberadaan wisatawan akan dapat menimbulkan masalah lingkungan yaitu bertambahnya limbah
wisata (berasal dari restoran, hotel dan wisatawan) pada daerah tersebut. Adanya sampah pada jalur pelayaran akan mempengaruhi/ mengganggu olah gerak kapal penangkapan ikan pada saat berlayar ataupun pada saat melakukan operasi penangkapan. Sampah yang berserakan sudah dapat ditemukan pada sekitar pantai daerah Labuan, sedangkan gangguan pada saat nelayan melaut belum terasa. Dengan demikian, hal ini merupakan faktor ancaman untuk prospek pengembangan pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan. (5)
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah Pandeglang dan Banten
Faktor ancaman selanjutnya bagi PPI Labuan adalah terkait rencana tata ruang wilayah daerah Pandeglang dan Banten yaitu adanya rencana tata ruang wilayah Kabupaten Tangerang untuk pembangunan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cituis dan proyek pembangunan PLTU di Labuan. Rencana
Kabupaten
Tangerang
untuk
pembangunan Pelabuhan Perikanan Samudera di Cituis, Desa Surya Bahari, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang (Joniansyah, 2004), dapat menjadi ancaman setidaktidaknya menjadi pesaing bagi pengembangan pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan. Proyek pembangunan pusat tenaga listrik uap (PLTU) di daerah Kabupaten Pandeglang yang berlokasi di Kecamatan Labuan yang merupakan salah satu diantara 10 proyek pembangkitan di Jawa(Mulyadi, 2007), diperkirakan dapat memiliki dampak negatif bagi aktivitas kepelabuhanan di PPI Labuan yaitu pendangkalan dan kekeruhan di perairan sekitar pada tahap konstruksi sebagai akibat dari adanya partikel endapan dari pengurukan yang terjadi.
Hal ini merupakan ancaman bagi armada penangkapan ikan untuk
memasuki daerah perairan PPI Labuan. 7.1.3 Prospek Pendaratan Hasil Tangkapan
Prospek pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan adalah cukup baik, terutama mulai tahun 2010 dimana seluruh fasilitas pokok telah selesai dibangun.
Hal ini
diindikasikan oleh sepuluh indikator prospek pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan berikut: (1) Potensi SDI masih mencukupi, (2) Banyak dan luasnya daerah-daerah penangkapan ikan yang tersedia,
(3) Tersedianya jenis-jenis ikan bernilai ekonomis tinggi, bermutu baik (cukup segar s/d segar), volume produksi cukup tinggi dan harga jual yang cukup tinggi bagi para nelayan di PPI ini (4) Tersedianya jumlah armada yang cukup dengan daya jelajah yang cukup baik, (5)
Lokasi PPI Labuan yang strategis (daratan dan perairan),
(6) Telah adanya sebagian fasilitas-fasilitas kepelabuhanan untuk pen-daratan, pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan, (7) Adanya kegiatan lelang murni hasil tangkapan, (8) Tersedianya prasarana-sarana umum: transportasi, komunikasi, air dan listrik yang baik, (9) Memiliki potensi pemasaran yang tinggi baik lokal maupun antar daerah/kota, (10) Adanya kelembagaan-kelembagaan pendukung yang dapat menun-jang pengembangan pendaratan hasil tangkapan di PPI ini. Walaupun demikian terdapat kelemahan-kelemahan internal (sub subbab 7.1.1) dan ancaman-ancaman dari faktor eksternal (sub subbab 7.1.2) yang perlu diatasi, yaitu dengan cara: 1)
Lebih meningkatkan kemampuan armada untuk tujuan pengeksploitasian SDI di daerah-daerah penangkapan ikan yang ada,
2)
Menyelesaikan pembangunan fasilitas pokok tepat waktu pada tahun 2010 dan melengkapi fasilitas pendukungnya yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan,
3)
Meningkatkan kemampuan pengelolaan PPI dan pengelolaan sanitasi serta kemampuan “menembus” pasar di daerah-daerah distribusi,
4)
Mengembangkan sikap bahwa rencana PPS baru Cituis adalah sebagai tantangan, bukan sebagai ancaman,
5)
Meningkatkan penggunaan fasilitas dan pelayanan untuk menghadapi pesaing pelabuhan perikanan baru (PPS Cituis),
6)
Memanfaatkan “kekuatan HT” yang ada sebagai “kekuatan PPI Labuan” untuk menghadapi pesaing pelabuhan perikanan baru di atas,
7)
Meningkatkan daya saing (fasilitas, pelayanan, aktivitas dan produktivitas) PPI Labuan
7.2 Strategi Pengembangan Pendaratan Hasil Tangkapan Didaratkan di PPI Labuan
Faktor-faktor internal telah diperoleh dari hasil identifikasi terhadap kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) yang dimiliki oleh PPI Labuan (sub subbab 7.1.1 dan 7.1.2) untuk selanjutnya disusun dalam matrik faktor strategi internal (Internal Strategic Factor Analysis Summary/IFAS) pada Tabel 23, sedangkan faktor eksternal diperoleh dengan mengidentifikasi peluang (opportunity) dan ancaman (threats) yang berasal dari faktor-faktor luar PPI Labuan untuk selanjutnya disusun dalam matrik faktor strategi eksternal (Eksternal Strategic Factor Analysis Summary/EFAS) pada Tabel 24. Setiap faktor yang telah diidentifikasi di atas memiliki kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis, selanjutnya masing-masing faktor tersebut diberi skor dengan memberikan skala berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi pengembangan pendaratan hasil tangkapan, kemudian diberi bobot sesuai dengan tingkat kepentingannya. Nilai setiap faktor diperoleh dari perkalian bobot dan skor di atas. Strategi pengembangan pendaratan hasil tangkapan didaratkan di PPI Labuan berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan tertera pada Tabel 25. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap faktor-faktor internal (Tabel 23) diperoleh total nilai (skor x bobot) sebesar 4,80. Nilai tersebut berada dalam kisaran nilai 4,11-5,41 atau kriteria sedang; yang menunjukkan kondisi internal PPI Labuan berada dalam keadaan yang seimbang antara kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya (subbab 3.5). Hasil identifikasi terhadap faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) PPI Labuan (Tabel 24) diperoleh total nilai (skor x bobot) sebesar 4,75. Nilai tersebut adalah ≥ 4,00 atau memiliki kriteria baik, yang menunjukkan kondisi PPI Labuan dapat merespon dengan baik peluang yang ada (subbab 3.5). Nilai-nilai yang diperoleh dari identifikasi faktor-faktor internal (4,80) dan eksternal (4,75), selanjutnya digunakan dalam menganalisis matrik internal-eksternal (subbab 3.5). Berdasarkan analisis tersebut diperoleh posisi perkembangan PPI Labuan pada saat ini berada pada fase pertumbuhan dan strategi perkembangan yang ada pada posisi integrasi horizontal. Strategi ini dapat dilakukan dengan cara menyelesaikan fasilitas pokok yang masih dalam tahap pembangunan sesuai target (tahun 2010), penyediaan sarana basket dan es untuk hasil tangkapan dan perbaikan sanitasi di TPI, penyediaan peralatan dan teknisi perbaikan mesin kapal, SDM baru yang berkualifikasi pelabuhan perikanan dan
bekerjasama dengan pihak swasta dalam pengadaan perbekalan melaut (untuk faktor internal); sedangkan untuk faktor eksternal dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan hasil tangkapan (jenis, mutu, volume, dan harga) dan memperluas daerah tujuan distribusi dan pasar hasil tangkapan dengan penerapan sistem rantai dingin dalam prosesnya. Tabel 23 Matrik Analisis Faktor Internal (IFAS) Pengembangan Pendaratan Hasil Tangkapan Didaratkan di PPI Labuan Kode
Faktor-faktor Internal
Kekuatan (Strength) Penyediaan HT: S1.1Jenis ekonomis tinggi S1.2 Mutu (cukup segar S1 s/d segar) S1.3 Volume produksi S1.4 Harga ikan Aktivitas: S2 S2.1 Pelelangan
Skor
Bobot
3 2,5
0,20
3 2 2
Nilai (Skor x Bobot) 0,60 0,50
S3.1 Jumlah armada
2
S3.2 Daya jelajah
2
Fasilitas: S4.1 Gedung TPI S4 S4.2 Air bersih di TPI S4.3 BBM S4.4 Perbaikan kapal Kelemahan (Weakness) Fasilitas: W1.1 Sarana basket/wadah HT W1.2 Penyediaan air & es untuk pendaratan & W1 perbekalan melaut W1.3 Perbaikan mesin kapal W1.4 Fasilitas pokok (kelemahan sementara) Kemampuan pengelola W2 PPI W3 W4
Sanitasi di TPI Ukuran armada penangkapan ikan relatif kecil Total
2 2 2 2
Meningkatkan penanganan mutu HT sejak di kapal s/d pendistribusian
0,60 0,40 0,15
0,30
Armada penangkapan: S3
Kemungkinan Pengembangan
0,05
0,10 0,10
0,10
1
0,20 0,20 0,20 0,20
0,20
1
0,20 0,20
1
0,20
2
0,40
1
0,15
0,15
2
0,10
0,20
1
0,05
0,05
1,00
4,80
Meningkatkan prasaranasarana pelelangan Meningkatkan kemampuan/daya jelajah aramada penangkapan ikan Meningkatkan prasaranasarana perbaikan armada penangkapan ikan Pengadaan sarana basket/wadah ikan untuk mendukung aktivitas pendaratan & pemasaran HT Penyelesaian pembangunan pada tahun 2010 Penyediaan sarana basket dan es untuk HT dan perbaikan sanitasi di TPI Penyediaan peralatan dan teknisi perbaikan mesin kapal Perlu SDM Baru yang berkualifikasi kepelabuhanan perikanan Perlu pelatihan tentang pengelolaan pelabuhan perikanan Peningkatan ukuran/kapasitas tampung armada penangkapan ikan
Tabel 24 Matrik Analisis Faktor Eksternal (EFAS) Pengembangan Pendaratan Hasil Tangkapan Didaratkan di PPI Labuan Kode
Faktor-faktor Eksternal
Peluang (Opportunity) SDI dan DPI: O1.1 Stok SDI O1 O1.2 DPI
Skor
Bobot
3 4
0,25
0,75 1,00
O2
Potensi Pasar
5
0,20
O3
Prasarana dan sarana umum: O3.1 Transportasi O3.2 Komunikasi, air & listrik
4 4
0,15
Kelembagaan pendukung
2
0,10
O4
Nilai (Skor x Bobot)
1,00 0,60 0,60 0,20
Kemungkinan Pengembangan Peningkatan upaya penangkapan untuk meningkatkan produksi Peningkatan daya jelajah armada Pemenuhan permintaan pasar Pemanfaatan seluruh prasarana-sarana secara optimal Melakukan kerjasama dengan lembagalembaga tersebut
Ancaman (Threats)
T1
Rencana pembangunan PPS baru
2
0,15
0,30
T2
Rencana pembangunan PLTU Labuan
2
0,10
0,20
T3
Limbah pariwisata
2
0,05
0,10
1,00
4,75
Total
Kembangkan sikap PPS baru sebagai tantangan bukan ancaman dengan upaya: peningkatan pelayanan, kemudahan perijinan, dll Persiapan dana tambahan untuk pengerukan kolam pelabuhan Bekerjasama dengan pihak terkait untuk menjaga kebersihan lingkungan
Tabel 25 Strategi Pengembangan Pendaratan Hasil Tangkapan di PPI Labuan Berdasarkan Matrik SWOT IFAS Kekuatan (S) • Fasilitas TPI cukup baik • Aktivitas pelelangan cukup baik • Air bersih tersedia • HT (Jenis, mutu, volume & harga) baik • Bahan kebutuhan melaut (air & es) tesedia • Armada cukup baik • Fasilitas perbaikan kapal cukup baik
• SDI & DPI tersedia • Potensi Pasar masih cukup besar • Prasarana & sarana umum (transportasi, komunikasi, air & listrik) tersedia • Terdapat kelembagaan pendukung
Ancaman (T) • Adanya rencana pembangunan PPS baru • Adanya rencana pembangunan PLTU Labuan
• Ancaman terjadinya
penumpukan limbah
• Fasilitas pokok (dermaga, kolam pelabuhan, alur pelayaran,breakwater & turap) dalam pembangunan & selesai tahun 2010 • Sarana HT, seperti bsket belum disediakan oleh pengelola TPI/PPI • Sanitasi TPI belum baik • Ukuran armada relatif kecil • Sarana perbaikan mesin kapal belum tersedia • Kemampuan pengelola PPI Labuan
EFAS Peluang (O)
Kelemahan (W)
Strategi SO
Strategi WO
1) Mengoptimalkan penggunaan 1) Meningkatkan kemampuan armada untuk meningkatkan armada untuk tujuan produksi HT (jenis, mutu, pengeksploitasian SDI di volume & harga) daerah-daerah penangkapan 2) Mengoptimalkan penggunaan ikan yang ada fasilitas dan produksi HT yang 2) Menyelesaikan fasilitas ada di PPI Labuan untuk pokok & lengkapi fasilitas meningkatkan pemenuhan pendukungnya diperlukan kebutuhan pasar di daerahuntuk meningkatkan daerah distribusi kemampuan pendaratan & 3) Meningkatkan fasilitas yang pemasaran HT mendukung sistem rantai 3) Meningkatkan kemampuan dingin untuk pemasaran ke pengelolaan PPI & daerah-daerah distribusi pengelolaan sanitasi serta 4) Meningkatkan kerjasama kemampuan “menembus” dengan lembaga pendukung pasar di daerah-daerah untuk tujuan peningkatan distribusi kemampuan nelayan, peagangpembeli ikan, pengolah ikan dan lain-lain dalam hal modal kerja dan sebagainya Strategi ST Strategi WT 1) Mengembangkan sikap: PPS 1) Meningkatkan daya saing baru sebagai tantangan bukan (fasilitas, pelayanan, sebagai ancaman aktivitas dan produktivitas) 2) Meningkatkan penggunaan PPI Labuan fasilitas dan pelayanan untuk menghadapi pesaing baru di PPS Cituis 3) Memanfaatkan “kekuatan HT”
pariwisata
yang ada sebagai “kekuatan PPI Labuan” untuk menghadapi pesaing baru di PPS Cituis
Hal tersebut di atas sesuai dengan pernyataan Rangkuti (1997) bahwa perusahaan (dalam penelitian ini pelabuhan perikanan khususnya PPI Labuan) dengan kondisi berada pada sel 2 dalam matrik internal-eksternal (subbab 3.5) berada dalam keadaan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan, tujuannya adalah untuk meningkatkan penjualan (dalam penelitian ini adalah hasil tangkapan) dan keuntungan (dalam penelitian ini pihak pengelola PPI Labuan dan pihak pengguna jasa dan fasilitas pelabuhan), dengan cara memanfaatkan keuntungan yang dimiliki (khususnya kekuatan hasil tangkapan dan pemasaran sebagaimana telah disebutkan di atas). Perusahaan yang berada di sel ini dapat melakukan perluasan daerah tujuan pemasaran, fasilitas produksi dan teknologi melalui pengembangan internal maupun eksternal melalui akuisisi atau kerjasama dengan perusahaan lain. Berdasarkan strategi SWOT pada Tabel 25, diperoleh empat belas strategi pengembangan pendaratan hasil tangkapan PPI Labuan. Keempat belas strategi tesebut diharapkan dapat digunakan sebagai arahan dan kebijakan dari program yang dilakukan oleh PPI Labuan. Diperoleh strategi SO sebagai berikut: 1) Mengoptimalkan penggunaan armada untuk meningkatkan produksi HT (jenis, mutu, volume & harga) 2) Mengoptimalkan penggunaan fasilitas dan produksi HT yang ada di PPI Labuan untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan pasar di daerah-daerah distribusi 3) Meningkatkan fasilitas yang mendukung sistem rantai dingin untuk pemasaran ke daerah-daerah distribusi 4) Meningkatkan kerjasama dengan lembaga pendukung untuk tujuan peningkatan kemampuan nelayan, pedagang-pembeli ikan, pengolah ikan dan lain-lain dalam hal modal kerja dan sebagainya Strategi WO yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan kemampuan armada untuk tujuan pengeksploitasian SDI di daerahdaerah penangkapan ikan yang ada 2) Menyelesaikan fasilitas pokok & lengkapi fasilitas pendukungnya diperlukan untuk meningkatkan kemampuan pendaratan & pemasaran HT
3) Meningkatkan kemampuan pengelolaan PPI & pengelolaan sanitasi serta kemampuan “menembus” pasar di daerah-daerah distribusi Strategi ST yang didapatkan adalah: 1) Mengembangkan sikap: PPS baru sebagai tantangan bukan sebagai ancaman 2) Meningkatkan penggunaan fasilitas dan pelayanan untuk menghadapi pesaing baru di PPS Cituis 3) Memanfaatkan “kekuatan HT” yang ada sebagai “kekuatan PPI Labuan” untuk menghadapi pesaing baru di PPS Cituis Strategi WT yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan daya saing (fasilitas, pelayanan, aktivitas dan produktivitas) PPI Labuan Berdasarkan strategi SO, ST, WO dan WT yang telah dikemukakan di atas, maka diusulkan strategi pengembangan pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan yang dilakukan adalah strategi “Peningkatan kemampuan dan daya saing PPI Labuan”. Peningkatan kemampuan secara prinsip ditujukan pada peningkatan faktor-faktor kekuatan PPI Labuan yaitu peningkatan kemampuan fasilitas dan pelayanan. Peningkatan daya saing secara prinsip ditujukan pada pemanfaatan faktor-faktor peluang PPI Labuan yaitu kekuatan hasil tangkapan (jenis, mutu, volume dan harga) dan penerapan sistem rantai dingin dalam pendistribusian hasil tangkapan.
8. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
1) Proses pendaratan hasil tangkapan sampai dengan proses pendistribusiannya di PPI Labuan adalah sebagai berikut: (1). Proses pendaratan hasil tangkapan masih bersifat sederhana. Proses pendaratan dimulai dengan melakukan pembongkaran dan penyortiran hasil tangkapan dari dalam palkah kapal ke dalam wadah di atas dek; selanjutnya diangkut/dibawa ke daratan. Pendaratan dilakukan di dua tempat: tempat pendaratan tepi sungai (TPI 1) dan tepi pantai (TPI 2). (2). Pemasaran hasil tangkapan di PPI Labuan dibedakan menjadi dua cara, yaitu pemasaran dengan cara lelang dan tanpa lelang. Pemasaran melalui pelelangan dilakukan di dalam ataupun di luar gedung tempat pelelangan ikan (TPI). Pemasaran tanpa lelang terjadi pada nelayan yang sudah terikat perjanjian dengan “langgan” atau pihak yang telah membiayai operasi penangkapan ikannya; nelayan wajib menjual hasil tangkapannya kepada pihak “langgan”. (3). Pendistribusian hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Labuan meliputi daerah tujuan lokal (daerah Kecamatan Labuan), antar kecamatan/kota (Carita, Menes, Saketi, Cimanuk, Pandeglang, Serang dan Tangerang) dan antar provinsi (DKI Jakarta dan Lampung) 2) PPI Labuan memiliki prospek pendaratan hasil tangkapan yang cukup baik, terutama mulai tahun 2010, saat fasilitas pokok selesai dibangun. Diperoleh 10 indikator prospek pendaratan bagi PPI Labuan. Strategi pengembangan pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan yang dilakukan adalah “Peningkatan kemampuan dan daya saing PPI Labuan”
8.2 Saran
1) Perlu adanya perbaikan, yang terkait dengan penjagaan mutu ikan, dalam rangkaian proses pendaratan sampai dengan proses pendistribusian hasil tangkapan. 2) Perlu adanya upaya perbaikan dalam pengelolaan dan meningkatkan pelayanan di PPI Labuan. 3) Perlu adanya ketepatan waktu dalam penyelesaian pembangunan fasilitas-fasilitas pokok sesuai dengan rencana. 4) Perlu adanya peningkatan ukuran dan daya jelajah armada penangkapan ikan. 5) Perlu adanya kemudahan bagi nelayan untuk memperoleh bahan perbekalan melaut.
DAFTAR PUSTAKA Afrianto dan Liviawati. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. __ hal. Anonymous, 1981. Standar Rencana Induk dan Pokok-pokok Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan. PT. Inconeb. Jakarta. 196 hal. Anonymous. 1984. Standar Pertanian Indonesia Bidang Perikanan, Petunjuk Pengujian Organoleptik. Departemen Pertanian. Jakarta. 10 hal. __________. 1998. Potensi Pemanfaatan dan Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi Pengkajian Stok Sumberdaya Perikanan Laut-Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor. __ hal. __________. 2000. Laporan Draft Final Kajian Lingkungan PPI Labuan untuk Pekerjaan Studi dan Detail Desain Prasarana Pelabuhan Perikanan di Indonesia Bagian Barat (tidak dipublikasikan). Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang. Pandeglang. __ hal. __________. 2005a. Pandeglang dalam Angka Tahun 2005. __ hal. __________. 2005b. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang 2005. Pandeglang. __ hal. __________. 2006. Atraktor Rangsang Cumi-cumi Bertelur. Departemen Kelautan dan Perikanan. Majalah Demersal. http://ikanmania.wordpress. com/2008/01/01atraktor-rangsang-cumi-cumi-bertelur/ [18 Maret 2008] Aziza, L. 2000. Studi Perbandingan Fasilitas PPI Labuhan Maringgai dan Lempasing Berkaitan dengan Kualitas Produksi Ikan yang Didaratkan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 77 hal. Boer, M., K. A. Aziz, J. Widodo, A. Djamali, A. Ghofar dan R. Kurnia. 2001. Potensi, Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Sumber Daya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Direktorat Riset dan Ekplorasi Sumberdaya Hayati, Direktorat Jenderal Penyerasian Riset dan Eksplorasi Laut, Departemen Kelautan dan Perikanan - Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut-Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 58 hal. Gunawan, T. 1994. Studi Tentang Desain dan Konstruksi Mini Purse Seine di Labuan, Kabupaten DT II Pandeglang. Skripsi (tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 91 hal. Joniansyah. 2004. Tangerang Minta Izin Bangun Pelabuhan Perikanan Modern. Artikel. http:// www. tempointeraktif.com/2004/10/30brk/20041030-05id.html [7 April 2008] Kurniasih, S. 2004. Analisis Perbandingan Hasil Tangkapan Ikan di PPI Wonokerto dan PPI Jambean Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Skripsi (tidak
dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 82 hal. Kramadibrata. 1985. Perencanaan Pelabuhan. Ganeca Exact. Bandung. __ hal. Lubis, E. 2005. Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bahan Kuliah m.a Pelabuhan Perikanan. Buku I. Laboratorium Pelabuhan Perikanan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. __ hal. Mahendra, R. 2001. Studi Persaingan Hasil Tangkapan dan Aktivitas Kepelabuhanan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Bajomulyo. Skripsi (tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 123 hal. Mulyadi, A. 2007. PLTU Labuan Banten. asepmul.blogspot.com/2007/03/ turun.html - 49k Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. 39 hal. Moeriyanto. 1982. Penanganan Ikan Segar. PT Penebar Swadaya. Jakarta. 31 hal. Pane, A.B. 1998. Bahan Kuliah Mata Kuliah Analisis Hasil Tangkapan (Dasar): Penanganan Hasil Tangkapan (HT). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. __ hal. _________. 1998. Bahan Kuliah Mata Kuliah Analisis Hasil Tangkapan (Dasar): Pendataan Hasil Tangkapan (HT) dan Analisis Keakuratan Data HT. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. __ hal. _________. 2000. Bahan Kuliah Mata Kuliah Analisis Hasil Tangkapan (Dasar): Kekuatan Hasil Tangkapan (HT). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. __ hal. _________. 2000. Bahan Kuliah Mata Kuliah Analisis Hasil Tangkapan (Lanjutan): Prospek Pendaratan Hasil Tangkapan Didaratkan di Suatu Tempat Pendaratan/di Suatu Daerah. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. __ hal. _________. 2006. (Komunikasi Pribadi). Dosen Departeman Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Paryadi, Y. 1998. Analisis Musim dan Tingkat Pemanfaatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) di Labuan Kabupaten Pandeglang. Skripsi (tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. __ hal. Purwandi, S. 1996. Efisiensi Usaha Teknis Unit Penangkapan Payang di Kecamatan Labuan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. __ hal.
Rahayu, I.S. 2000. Studi Aspek Teknik Penanganan Ikan yang Didaratkan di PPSJ. Skripsi (tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 72 hal. Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis - Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 200 hal. Wisudo, S.H., T.W. Nurani. 1994. Teknologi Penangkapan Ikan Pilihan yang Layak Dikembangkan di Labuan, Jawa Barat. Makalah Seminar Hasil Penelitian. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. __ hal.
Lampiran 1 Lokasi Penelitian di PPI Labuan Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, Tahun 2007
Lampiran 2 Rencana Layout PPI Labuan Tahun 2005
Lampiran 3 Tabel Spesifikasi dan Nilai Organoleptik Ikan Basah Departemen Pertanian (Anonymous, 1984) Ciri Fisik
1. Mata
2. Insang
3. Daging dan Perut
4. Konsistensi
Spesifikasi cerah, bola mata menonjol, kornea jernih cerah, bola mata rata, kornea jernih agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak keruh bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea keruh bola mata cekung, pupil putih susu, kornea keruh bola mata tenggelam, ditutupi lendir kuning yang tebal warna terang cemerlang, tanpa ledir dan bakteri warna merah, kurang cemerlang, tanpa lendir warna merah, agak kusam, tanpa ledir merah, agak kusam, sedikit lendir mulai ada diskolorasi merah muda, merah coklat, sedikit lendir mulai ada diskolorasi, sedikit lendir perubahan warna merah coklat, lendir tebal warna merah coklat atau kelabu, lendir tebal warna putih kelabu, lendir tebal sekali sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut dagingnya utuh, bau isi perut segar sayatan daging cemerlang, warna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut dagingnya utuh, bau netral sayatan daging cemerlang, warna asli, sedikit ada pemerahan pada tulang belakang, perut agak lembek, ginjal merah mulai pudar, bau netral sayatan daging masih cemerlang, di dua perut agak lembek, agak kemerahan pada tulang belakang, perut agak lembek, sedikit bau susu sayatan daging mulai pudar, di dua perut lembek, banyak pemerahan pada tulang belakang, bau seperti susu sayatan daging tidak cemerlang, di dua perut lunak, pemerahan sepanjang tulang belakang, rusuk mulai lembek, bau perut sedikit asam sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali pada sepajang tulang belakang, dinding perut lunak sekali, bau asam amoniak sayatan daging kusam sekli, warna merah jelas pada sepanjang tulang belakang, dinding perut membundar, bau busuk padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai dengan jenisnya
Nilai 9 8 7 6 5 4 3 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1
9
8
7
6 5
4
2
1 9
8
Ciri Fisik
Spesifikasi Nilai agak lunak, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang 7 agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang 6 agak lunak, belum ada bekas jari bila ditekan, mudah menyobek daging dari tulang belakang 5 lunak, bekas jari terlihat bila ditekan tetapi cepat hilang, 4. Konsistensi mudah menyobek daging dari tulang belakang 4 lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan dan mudah menyobek daging dari tulang belakang 3 lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang 2 sangat lunak, bekas jari tidak mau hilang bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang 1 Sumber: Standar Pertanian Indonesia Bidang Perikanan, Petunjuk Pengujian Organoleptik, Departemen Pertanian, 1984
Secara umum penilaian angka organoleptik di atas secara kualitatif adalah: 1 – 3 : Ikan dalam kondisi sangat busuk 4 – 5 : Ikan dalam kondisi busuk 6 – 7 : Ikan dalam kondisi agak baik 8 : Ikan dalam kondisi baik 9 : Ikan dalam kondisi sangat baik (prima)
Lampiran 4 Perhitungan Kebutuhan Kapasitas Fasilitas PPI Labuan Tahun 2005 1) Kebutuhan Panjang Dermaga PPI Labuan Tahun 2005 (d ; m)
d = (n × P ) + (n − 1) s + 50 Keterangan : d = panjang dermaga (m) n = jumlah kapal yang memakai dermaga (unit/hari) P = panjang kapal (m) s = jarak antar kapal (m); s = 1,15P untuk kapal merapat memanjang Tabel A Dimensi Perahu/Kapal di PPI Labuan Tahun 2005 Jenis perahu/kapal
P
L
D
5 - 10 GT <5 GT PMT
8,45 - 12,00 6,00 - 7,50 1,81 - 2,96
2,75 - 3,20 1,00 - 1,10 0,55 - 0,65
1,20 0,50 0,92
(Kapal mini purse seine) (2 x 12,0) + (2 -1) x 13,8 = 37,80 (Kapal arad) (2 x 8,45) + (2 -1) x 9,72 = 26,62 (Kapal pancing rawai) (2 x 7,50) + (25 -1) x 8,63 = 222,12 (perahu gillnet) (2 x 2,96) + (2 -1) x 3,40 = 9,32 + Panjang dermaga bongkar-muat yang dibutuhkan = 295,86 + 50 = 345,86 m Panjang dermaga bongkar-muat terpasang/tersedia = 20,00 mMaka, penambahan panjang dermaga yang dibutuhkan adalah: =325,86 m 2) Kebutuhan Kolam Pelabuhan a. Luas Kolam Pelabuhan (L ; m2)
(
)
L = 3,14 × (l ) + (3 × n × l × b ) 2
Keterangan : l = rata-rata panjang kapal yang berlabuh (m) n = jumlah kapal yang berlabuh (unit) b = rata-rata lebar kapal (m) (Kapal mini purse seine) (3,14 x 12,02) + (3 x 2 x 12,0 x 3,20) (Kapal arad) (3,14 x 8,452) + (3 x 2 x 8,45 x 2, 75) (Kapal pancing rawai) (3,14 x 7,502) + (3 x 25 x 7,50 x 1,10) (gillnet) (3,14 x 2,962) + (3 x 2 x 2,96 x 0,90) Maka, luas kolam pelabuhan yang dibutuhkan adalah Luas kolam pelabuhan yang tersedia adalah
= 682,56 = 363,63 = 795,38 = 33,28 + =1.874,85 m =2.350,00 m
Lampiran 4 (Lanjutan) b. Kedalaman Kolam Pelabuhan PPI Labuan Tahun 2005 (D ; m)
D = d + 1 H +S +C 2 Keterangan : d = draft kapal terbesar ; 4,31 m H = tinggi gelombang maksimum ; 0,5 m S = tinggi ayunan kapal ; 0,3 m C = jarak aman antara lunas kapal dengan dasar perairan ; 0,5 meter D = 3,20 + ½(0,5) + 0,3 + 0,5 = 4,00 m Maka, pengerukan kolam pelabuhan yang dibutuhkan adalah : D = 4,00 - 2,50 = 1,50 m sampai dengan D = 4,00 - 2,00 = 2,00 m 3) Kebutuhan Luas Gedung TPI PPI Labuan Tahun 2005 N × p −1 Lg = R ×α Keterangan: Lg = luas gedung TPI (m2) N = produksi hasil tangkapan per hari (kg/ hari) p = daya tampung TPI dengan menggunakan bantuan basket 30 kg (kg/m2) R = intensitas lelang (kali/hari) α = perbandingan ruang lelang dengan gedung TPI (0,8 - 0,7) Tabel B Kisaran Kebutuhan Luas Gedung TPI PPI Labuan Tahun 2005
Komponen Kisaran N p R
Kisaran Kebutuhan Luas TPI (m2)
Nilai 1.300 - 12.500 0,0074 2
22,20 - 213,42
4) Kebutuhan Basket/Wadah Ikan
JKB =
JHT R KB
Keterangan : JKB = Jumlah kebutuhan basket (unit/hari) JHT = Jumlah hasil tangkapan per hari (kg); R = 2 kali/hari KB = Kapasitas atau daya tampung basket (kg) Kebutuhan basket PPI Labuan tahun 2005: a. TPI 1: JKB (30 kg) ={(1.114,5/30)/2} = 19 unit/hari b. TPI 2: JKB (30 kg) = {94.858,4/30)/2} = 81 unit/hari