5 PELELANGAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 5.1 Proses pelelangan aktual di PPI Muara Angke Proses pelelangan ikan adalah salah satu mata rantai rangkaian kegiatan usaha perikanan tangkap yang secara harus terjadi di setiap pelabuhan perikanan. Prinsipnya kegiatan pelelangan ikan diberlakukan agar tercipta harga yang bersaing/kompetitif dan layak sehingga tidak memberatkan bagi pembeli namun menguntungkan bagi penjual. Secara ekonomis, kegiatan pelelangan sangat berpengaruh terhadap jumlah dan besarnya pendapatan usaha yang diperoleh oleh para pelaku usaha perikanan tangkap. Agar pendapatan usaha yang diperoleh tetap baik dan menguntungkan, maka proses pelelangan seharusnya dilakukan dengan baik pula. Pelaku usaha yang paling merasakan manfaat dari pelelangan ikan adalah nelayan baik itu nelayan pemilik ataupun nelayan pekerja. Nelayan bertindak sebagai penjual dalam proses pelelangan ikan. Nelayan telah mengeluarkan modal untuk keperluan melaut berharap agar hasil tangkapan yang diperoleh mendapatkan nilai jual yang baik dan menguntungkan sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan. Melihat pentingnya nilai dan kelebihan kegiatan pelelangan, kegiatan ini harus terlaksana dengan prosedur dan mekanisme yang baik di setiap pelabuhan perikanan, tidak terkecuali di Pangkalan pendaratan ikan (PPI) Muara Angke. Menurut hasil wawancara dengan Kepala seksi pelelangan ikan UPT PKPP dan PPI Muara Angke, proses pelelangan ikan di PPI Muara Angke telah terlaksana sejak pelabuhan ini dibangun dan sampai saat ini pelelangan berjalan dengan baik walaupun masih terdapat banyak kekurangan dalam pelaksanaanya. Proses pelelangan ikan di PPI Muara Angke masih belum maksimal dalam pelaksanaannya terutama untuk kontrol mutu dan kehigienisan ikan, serta modal dari pelaksana lelang yang dalam hal ini adalah Koperasi Mina Jaya dan seksi pelelangan ikan UPT PKPP dan PPI Muara Angke. Skema pelelangan hasil tangkapan di PPI Muara Angke digambarkan pada Gambar 10 berikut:
62
5.1.1 Persiapan pelelangan Proses bongkar hasil tangkapan di kolam pelabuhan berlangsung setelah kapal masuk ke pelabuhan dan petugas TPI telah datang mengawasi jalannya pembongkaran hasil tangkapan. Pembongkaran hasil tangkapan di PPI Muara Angke dilakukan oleh ABK dan dibantu oleh buruh bongkar yang disediakan oleh TPI dan pengurus kapal (Gambar 11). Lama pembongkaran hasil tangkapan sangat dipengaruhi oleh jumlah ABK yang terlibat, jenis dan jumlah ikan hasil tangkapan. Semakin banyak jumlah ABK yang turut serta dalam proses pembongkaran, maka akan semakin cepat waktu yang dibutuhkan selam proses pembongkaran. Biasanya jumlah ABK yang melakukan proses pembongkaran berjumlah 2-10 orang dengan pembagian tugas yaitu 1-2 orang ABK berada di dalam palkah kapal dan sisanya berada di atas dek kapal. Pembongkaran dimulai dengan memindahkan ikan-ikan dari palkah dengan menggunakan sekop, kemudian dimasukkan kedalam ember. Ikan kemudian akan diangkat ke atas dek kapal dari dalam palkah dengan menggunakan serok panjang dan tali. Setelah terangkat, ikan akan diletakkan dia atas dek kapal untuk disortir ke dalam masingmasing trays. Ikan yang telah disortir dan tersusun dalam trays kemudian diturunkan ke dermaga dengan bantuan para kuli angkut. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ABK dan petugas yang melakukan bongkar tidak memperhatikan mutu ikan. Petugas bongkar sering terlihat menginjak ikan dan berdiri di keranjang ikan. Hal ini jelas dapat meyebabkan kemunduran mutu ikan.
Gambar 11 Proses pembongkaran hasil tangkapan di PPI Muara Angke
63
Menurut Departemen Pertanian (1997) vide Rusmali (2004), selama proses pengangkutan ikan sebaiknya ikan diangkut melalui tempat yang teduh agar terhindar dari sinar matahari langsung. Pengaruh sinar matahari langsung dapat menyebabkan penurunan mutu ikan lebih cepat. Sesuai dengan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa proses pengangkutan ikan dari kapal ke TPI tidak dilengkapi dengan pelindung (atap) atau kanopi untuk membantu melindungi ikan agar tidak terkena sinar matahari langsung mulai dari dermaga bongkar sampai ke TPI. Proses pembongkaran ikan di PPI Muara Angke dapat dijelaskan sebagai berikut (Malik 2006): (1) Nelayan melaporkan kedatangan kapal kepada petugas pos pelayanan terpadu. Pelaporan kedatangan kapal tersebut dilakukan dengan menyerahkan dokumen-dokumen kapal yaitu pas biru, surat izin usaha penangkapan, Surat Izin Pelayaran dan Surat Kelayakan Kapal. Kemudian petugas memeriksa dokumen-dokumen tersebut dan mencatat identitas kapal ke dalam buku kedatangan kapal; (2) Nelayan melakukan pembongkaran hasil tangkapan. Pembongkaran hasil tangkapan dilakukan bersamaan dengan penyortiran ikan berdasarkan jenis, ukuran kecil, ukuran sedang, dan ukuran besar. Berdasarkan pengamatan di lapangan, terkadang terlihat ikan bermutu rendah dicampur denagn ikan yang mempunyai mutu baik; dan (3) Penimbangan berat ikan dilakukan oleh nelayan atau pengurus kapal dengan disaksikan oleh pihak dari pelelangan dan dicatat hasilnya dengan menyertakan data nama kapal dan jenis ikan. Catatan berupa slip disertakan pada keranjang ikan agar diketahui oleh para peserta pelelangan. Pengangkutan keranjang ikan dari penimbangan ke tempat pelelangan biasanya menggunakan gerobak atau lori. Setelah proses bongkar selesai, petugas catat menimbang dan mencatat berat hasil tangkapan (Gambar 12). Proses pencatatan hasil tangkapan di PPI Muara Angke diragukan keakuratannya. Berdasarkan pengamatan di lapangan, terjadi perbedaan data hasil pencatatan antara pemilik kapal dan petugas pencatat.
64
Diduga terdapat kemungkinan untuk menguntungkan kepentingan-kepentingan tertentu dalam perbedaan hasil pencatatan tersebut. Hasil tangkapan disortir berdasarkan jenis ikan dan pemilik/nama kapal. Hasil tangkapan kualitas ekspor tidak dipasarkan langsung lewat proses lelang tetapi melalui sistem „opouw‟. Sistem ini adalah sistem yang diberlakukan terhadap hasil tangkapan yang memiliki nilai ekonomis dan kualitas tinggi untuk tidak diikutsertakan dalam proses pelelangan agar menjaga mutu ikan tetap terjaga namun tetap dikenakan retribusi sebesar 5%. Retribusi tersebut dikenakan karena pemilik kapal adalah penjual dan pembeli hasil tangkapan itu sendiri.
(a)
(b)
Gambar 12 Proses Penimbangan (a) dan Pencatatan data (b) Hasil Tangkapan di PPI Muara Angke Hasil tangkapan yang memiliki nilai ekonomis dan mutu rendah kemudian langsung diangkut ke TPI oleh petugas angkut. Petugas yang melakukan proses pengangkutan dilakukan oleh buruh atau kuli angkut yang disediakan oleh TPI dengan sistem upah berdasarkan jumlah trays yang berhasil diangkut. Hasil tangkapan yang diangkut kemudian diletakkan di lantai lelang untuk proses pelelangan selanjutnya. Bahkan terkadang sering terjadi keranjang dibanting ketika diturunkan dari troli ke lantai TPI. Selain itu, ada juga yang masih melakukan pengangkutan hasil tangkapan ke lantai TPI dengan cara menyeret keranjang (trays).
65
Pengangkutan hasil tangkapan ke lantai TPI juga kurang memperhatikan mutu ikan. Hal ini terlihat dari alat angkut (troli ataupun lori) yang digunakan tidak higienis. Troli yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan terbuat dari kayu dan sudah kelihatan membusuk karena telah digunakan sejak lama. Kondisi troli ini juga dapat menurunkan mutu hasil tangkapan yang akan dilelang. Selama pengangkutan ikan ke TPI dan berada
di dalam TPI untuk
menunggu proses pelelangan, hasil tangkapan tidak diberikan penanganan yang baik untuk mempertahankan mutu. Pemberian es tambahan dan pencucian hasil tangkapan dengan menggunakan air bersih sangat jarang terlihat. Kondisi lantai TPI juga terlihat kotor dengan ceceran darah ikan, lendir, potongan-potongan ikan dan genangan air yang dapat mempercepat proses penurunan mutu ikan, terlebih ikan berada di dalam TPI untuk waktu yang cukup lama.
5.1.2 Pelaksanaan pelelangan Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, proses pelelangan ikan yang terjadi di PPI Muara Angke secara teknis berjalan dengan lancar. Transaksi pelelangan berlangsung antara pukul 8.00–10.00 WIB tergantung pada waktu kedatangan kapal dan jumlah peserta lelang. Jika peserta lelang telah memenuhi jumlah yang ditentukan maka transaksi pelelangan dapat dimulai. Para peserta lelang di PPI Muara Angke adalah para pedagang, baik pedagang pengumpul maupun pedagang eceran, perwakilan dari pemilik kapal atau yang sering disebut „agen‟ atau „pengurus‟. Para pedagang yang ingin ikut proses pelelangan harus terlebih dahulu mendaftarkan diri kepada penyelenggara lelang dan akan diberi karcis atau tanda pengenal peserta lelang. Pedagang kemudian harus menyimpan uang deposit di kasir lelang baru dapat mengikuti proses lelang. Proses transaksi pelelangan harus dilengkapi dengan prosedur yang jelas. Prosedur pelelangan hasil tangkapan di PPI Muara Angke adalah sebagai berikut (UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2008): (1) Kapal melaporkan kedatangannya ke pengawas perikanan (WASKI), dicatat dokumen dan mendapatkan nomor urut lelang; (2) Proses pembongkaran ikan dengan menyortir ikan berdasarkan jenis dan mutu lalu ditempatkan di dalam keranjang (trays);
66
(3) Penimbangan hasil tangkapan di dermaga dan diawasi oleh juru timbang dari Koperasi Perikanan Mina Jaya kemudian diberi label volume ikan dan nama kapal; (4) Ikan disusun di lantai TPI berdasarkan nomor urut lelang yang didapatkan oleh setiap kapal; (5) Juru lelang mengumumkan dan memanggil peserta lelang untuk memulai proses pelelangan; (6) Ikan dilelang oleh juru lelang dimana jumlah peserta lelang sebanyak 70 orang dan harga ditentukan oleh mekanisme pasar. Penawaran yang dilakukan bersifat meningkat sampai tercapai harga penawaran tertinggi; (7) Seluruh hasil transaksi dicatat oleh juru bakul. Pencatatan hasil transaksi pelelangan meliputi: jenis, ukuran, berat dan harga ikan, nama nelayan dan nama pemenang lelang. Setelah proses pelelangan selesai, maka data diserahkan kepada petugas operator pelelangan; (8) Peserta pemenang lelang umumnya melakukan pencatatan hasil transaksi dan pemenang langsung mengemasi ikannya. Setelah mencatat hasil transaksi ikan, pemilik kapal menerima uang dari petugas kasir; (9) Proses pembayaran oleh pemenang lelang dan penerimaan hasil penjualan oleh pemilik kapal dilakukan sebagai berikut: a. Setelah operator menerima seluruh hasil transaksi pelelangan dari juru bakul, kemudian membuat faktur lelang dengan cara melengkapi data dan menetapkan besarnya retribusi jasa pelelangan. Retribusi jasa pelelangan ikan yang dibebankan kepada nelayan pemilik kapal ditetapkan sebesar 3% dari nilai lelang dan yang dibebankan kepada pemenang lelang sebesar 2%. Setelah itu, faktur lelang tersebut diserahkan kepada petugas kasir; b. Selanjutnya petugas faktur lelang memanggil pemenang transaksi dengan pengeras suara agar membayar nilai transaksi penjualan ikan ditambah biaya jasa pelelangan ikan 2% dan memanggil nelayan pemilik kapal untuk mengambil hasil transaksi sebesar harga penawaran setelah dipotong biaya jasa retribusi 3%;
67
c. Setelah uang hasil retribusi diserakan oleh kasir bendaharawan penerima UPT PKPP dan PPI (Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan Pendaratan Ikan) Muara Angke. Selama proses pelelangan berlangsung, pihak TPI tidak membatasi jumlah orang yang boleh masuk ke area pelelangan sehingga setiap orang dapat saja memasuki dan berlalu lalang area pelelangan. Keranjang yang berisi hasil tangkapan diletakkan secara berhimpitan sehingga tidak ada celah antar keranjang untuk dilewati selama proses pelelangan. Hal ini yang menyebabkan ketika proses transaksi lelang berlangsung, pemilik ikan (agen) berdiri bebas di atas keranjangkeranjang ikan. Kejadian ini dapat menyebabkan kemunduran mutu ikan, karena kotoran di sepatu agen-agen pemilik ikan akan mencemari ikan. Pada saat lelang, juru lelang menggunakan sebatang kayu untuk menunjuk ikan yang selanjutnya akan ditentukan harganya. Penggunaan kayu ini akan menurunkan mutu ikan karena dapat melukai tubuh ikan yang dilelang. Berdasarkan pengamatan, pada saat proses transaksi pelelangan berlangsung terdapat „ketidaklaziman‟ dalam pelaksanaannya. Agen atau penjual ikut terlibat langsung dalam proses tawar menawar ikan. Ketika juru lelang melelang ikan, maka agen atau penjual akan ikut memberikan penawaran sampai ada penawaran yang lebih tinggi terhadap ikan tersebut. Apabila tidak ada penawaran yang lebih tinggi dari penawaran agen maka agen tersebut adalah pemenang lelang dan akan dikenakan biaya retribusi sebesar 5% dengan rincian 3% untuk penjual dan 2% untuk pembeli. Proses pelelangan seperti ini disebut juga dengan sistem pelelangan “opouw”. Wistati (1997) vide Rusmali (2004) mengemukakan bahwa pelelangan ikan dengan sistem “opouw” akan merugikan pembeli karena mereka tidak dapat bersaing untuk mendapatkan harga ikan yang sesuai seperti pada sistem lelang murni. Hasil wawancara dengan beberapa agen (penjual) menyebutkan bahwa mereka memilih untuk meng-”opouw” ikan tersebut agar ikan mendapat penawaran yang tinggi. Agen-agen tidak mempermasalahkan beban biaya retribusi yang harus dibayarkan daripada ikan mereka mendapatkan harga yang tidak cocok. Kejadian seperti ini sudah sering terjadi pada saat proses pelelangan di TPI Muara Angke. Proses pelelangan di PPI Muara Angke dapat dilihat pada Gambar 13.
68
(a)
(b)
Gambar 13 Proses pelelangan ikan dipimpin oleh juru lelang (a) dan pencatatan data lelang (b) di PPI Muara Angke tahun 2010 Berdasarkan pengamatan, ikan yang dilelang di TPI Muara Angke adalah ikan dengan mutu rendah. Ikan-ikan tersebut dilelang karena tidak memiliki nilai jual tinggi jika langsung dijual ke pasaran. Ikan dimasukkan ke dalam trays dengan kondisi membeku dan terkotak-kotak oleh bongkahan es. Sebagian kondisi ikan telah terpisah antara kepala dan tubuh ikan. Kondisi ini meyebabkan ikan tidak memungkinkan untuk diuji secara organoleptik. Pihak penyelenggara pelelangan terlihat tidak memperhatikan masalah ini karena tidak adanya tindak lanjut untuk menyikapi buruknya mutu ikan di TPI Muara Angke. Buruknya mutu ikan ini seharusnya mendapat tanggapan serius dari pihak penyelenggara pelelangan di TPI Muara Angke.
5.1.3 Proses akhir pelelangan Setelah proses tawar menawar selasai dan telah ditentukan pemenang lelang, ikan akan diberi label data berat dan pemenang ikan per keranjang. Kemudian juru lelang akan memanggil pemilik ikan dan pemenang ikan untuk proses
pembayaran
dan
pengenaan
retribusi
lelang.
Yustiarani
(2008)
mengemukakan bahwa pelaksanaan pengambilan retribusi diatur oleh TPI, dimana setelah selesai melakukan pelelangan ikan, para pemilik ikan yang melakukan pelelangan ikan langsung menyetor kepada kasir TPI sebesar 3% dari hasil penjualan. Pihak TPI akan mengecek apabila ada pemilik ikan yang belum
69
menyetorkan retribusi lelang ke kasir TPI. Para pemenang lelang kemudian akan mengemasi ikannya. Proses ini dilakukan dengan cara memindahkan ikan-ikan tersebut dari trays TPI ke trays masing-masing untuk segera didistribusikan ke tempat tujuan masing-masing ataupun ke tempat pengasinan dengan bantuan para buruh atau kuli angkut. Pencucian alat-alat pelelangan seperti trays juga masih belum terlaksana dengan baik dan benar. Setelah pencucian selesai, masih terdapat potongan ikan, ceceran darah dan lendir serta genangan air di sekeliling trays. Trays tersebut kemudian akan disusun bertumpuk untuk digunakan kembali pada proses pelelangan berikutnya. Selain itu, terdapat juga trays yang sudah dalam kondisi rusak dan belum diperbaiki namun masih tetap digunakan. Kondisi trays yang seperti ini tentu akan merusak tubuh ikan yang dilelang dan kemudian akan menurunkan mutu ikan tersebut. Uraian-uraian diatas secara garis besar dapat menyimpulkan bahwa proses pelelangan hasil tangkapan di TPI Muara Angke belum berjalan dengan benar. Hal ini dapat dilihat dari adanya sistem pelelangan „opouw‟, proses tawar menawar pada transaksi lelang, kondisi mutu ikan yang rendah serta belum memadainya fasilitas penunjang proses pelelangan. Saluran distribusi hasil tangkapan di PPI Muara Angke dapat digambarkan pada Gambar 14.
Agen (nelayan pemilik)
Pedagang kecil/bakul
Konsumen
sistem opouw
Pengolah ikan
Pedagang besar/ perusahaan
Gambar 14 Bagan saluran distribusi hasil tangkapan di PPI Muara Angke tahun 2010
70
5.2 Pengelola pelelangan di PPI Muara Angke 5.2.1 Koperasi perikanan Mina Jaya 1) Sejarah singkat Koperasi perikanan Mina Jaya Pembentukan koperasi perikanan di DKI Jakarta terbagi dalam dua (2) periode yakni sebelum pentatuan dan sesudah penyatuan koperasi primer. Pada masa sebelum penyatuan, tahun 1960 di Jakarta hanya ada satu Koperasi Perikanan, yaitu Koperasi perikanan Pulau Seribu di Kepulauan Seribu. Pada bulan November 1960 dilakukanlah gerakan pembentukan koperasi di Jakarta daratan, masing-masing di Kamal Muara, Bintang Mas, Kalibaru dan Marunda sehingga terdapat lima Koperasi Tingkat Primer. Selanjutnya pada bulan Desember 1960 kelima Koperasi Primer tersebut membentuk Koperasi Pusat Perikanan Laut (KPPL) Jakarta yang kemudian diberi pengesahan Hak Badan Hukum pada tanggal 2 Maret 1963 nomor 471/BH/I. Pada tanggal 14 Agustus 1968 diadakan Rapat Anggota untuk penyesuaian dengan Undang-undang No.12 tahun 1967 yang disahkan dengan Badan Hukum Nomor: 471/BH/I/12–67 pada tanggal 24 Oktober 1968 dengan nama Gabungan Koperasi Perikanan (GKP) Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Profil Koperasi perikanan Mina Jaya 2008). Setelah penyatuan, pada tanggal 30 Desember 1974 diselenggarakan Rapat Anggota Khusus gabungan Koperasi Perikanan DKI Jakarta dengan hasil melakukan penyatuan bagi seluruh Koperasi Perikanan di DKI Jakarta, sehingga merubah Anggaran Dasar Koperasi Perikanan Mina Jaya Jakarta yang merupakan awal terbentuknya Koperasi Perikanan Mina Jaya DKI Jakarta dan disahkan dengan Hak Badan Hukum No.471.a/BH/I/12–6 tanggal 9 Juni 1975. Pada tanggal 21 Desember 1995 Rapat Anggota Perubahan Anggaran Dasar untuk menyesuaikan
dengan
Perkoperasian
dan
Undang-undang Nomor 25 tahun 1992
tentang
kemudian
Hukum
disahkan
dengan
Badan
No.172/BH/PAD/KWK.9/VI/1996 dengan keputusan tetap bernama Koperasi perikanan Mina Jaya Propinsi DKI Jakarta. Sesuai Anggaran Dasar, daerah kerja Koperasi perikanan Mina Jaya meliputi wilayah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
71
2) Keanggotaan Koperasi Perikanan Mina Jaya DKI Jakarta memiliki anggota yang terdiri dari nelayan pemilik alat tangkap perikanan, pengolah ikan, bakul, serta masyarakat yang berkecimpung dalam kegiatan perikanan. Tahun 2008, Koperasi Perikanan Mina Jaya DKI Jakarta memiliki anggota sebanyak 2.187 anggota yang terdiri dari 2.042 anggota laki-laki dan 145 anggota perempuan. Angota tersebut diklasifikasikan menjadi 9 kelompok (Tabel 13). Tabel 13 menunjukkan bahwa anggota Koperasi Mina Jaya DKI Jakarta tahun 2008 didominasi oleh anggota kelompok pemilik alat perikanan, pengolah ikan, bakul, dan nelayan ABK. Hal ini disebabkan karena kebanyakan pemilik alat tangkap banyak yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta. Selain pemilik alat tangkap, nelayan juga banyak yang berdomisili di DKI Jakarta yang bekerja sebagai ABK. Koperasi Perikanan Mina Jaya memberikan jaminan berupa asuransi kepada para anggotanya yang lebih dipentingkan kepada nelayan domisili asli DKI Jakarta. Berdasarkan jumlah dan jenis kegiatan anggota Koperasi Perikanan Mina Jaya DKI Jakarta, seharusnya pihak koperasi hanya merekrut anggota lebih banyak kepada nelayan serta pelaku usaha perikanan lainnya bukan merekrut anggota non perikanan.
Tabel 13 Jumlah anggota Koperasi Perikanan Mina Jaya DKI Jakarta menurut jenis kegiatan anggota, 2008 Anggota Koperasi 1. Pemilik jaring gillnet 2. Pemilik jaring rampus 3. Pemilik jaring kembung 4. Pemilik alat lainnya 5. Nelayan ABK 6. Bakul dan pedagang ikan 7. Pengolah ikan 8. Pedagang kelontong 9. Lain-lain Jumlah Sumber: Koperasi Perikanan Mina Jaya
Laki-laki 162 182 129 90 435 414 418 102 110 2.042
Perempuan 10 11 23 6 32 34 25 4 145
Jumlah 172 193 152 96 435 446 452 127 114 2.187
72
3) Bidang Permodalan Koperasi Perikanan Mina Jaya Koperasi perikanan Mina Jaya membutuhkan modal usaha untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagai koperasi perikanan. Modal yang diperoleh oleh Koperasi perikanan Mina Jaya berasal dari berbagai sumber yaitu simpanan pokok, simpanan wajib anggota, sisa hasil usaha, donasi dan cadangan modal (Tabel 14).
Tabel 14 Sumber modal Koperasi perikanan Mina Jaya, 2006–2008 Jenis sumber Modal 1. Simpanan pokok 2. Simpanan wajib 3. Cadangan 4. Donasi Jumlah Modal Sisa Hasil Usaha (SHU)
2006 (Rp) 31.777.500 93.534.221 203.086.233 10.575.000 338.972.954 191.951.449
2007 (Rp) 32.502.500 98.804.221 102.547.648 10.575.000 244.429.369 112.081.007
2008 (Rp) 33.842.500 107.187.221 132.809.520 10.575.000 284.414.241 52.411.011
Sumber : Koperasi Perikanan Mina Jaya 2008
Tabel di atas menunjukkan sumber modal Koperasi perikanan Mina Jaya terbesar berasal dari cadangan modal.
Pada tahun 2008, cadangan modal
Koperasi perikanan Mina Jaya sebesar Rp.132.809.520,00, kemudian jumlah simpanan wajib sebesar Rp.107.187.221,00 dan simpanan pokok sebesar Rp.33.842.500,00. Namun jika dilihat dari nilai sisa hasil usaha dari tahun 2006 sampai 2008, sisa hasil usaha Koperasi perikanan Mina Jaya terus menurun. Tahun 2006 sisa hasil usaha sebesar Rp.191.951.449,00, jumlah ini terus menurun hingga tahun 2008 menjadi Rp.52.411.011,00. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua I Koperasi perikanan Mina Jaya Muara Angke Bapak Mahdi Yunus, hal ini disebabkan oleh banyaknya pinjaman anggota yang belum lunas. Menunggaknya pengembalian pinjaman oleh anggota koperasi berakibat pada semakin kecilnya sisa hasil usaha yang terkumpul di akhir tahun. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua I Koperasi perikanan Muara Angke, besar simpanan wajib anggota koperasi adalah sebesar Rp.25.000,00 dan simpanan
pokok
sebesar
Rp.5000,00
setiap
bulan.
Jika
dilihat
dari
perkembangannya, jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib dari tahun 2006
73
sampai 2008 terus berkembang. Hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya jumlah anggota selama tahun 2006 sampai tahun 2008.
4) Volume Usaha Koperasi Perikanan Mina Jaya Ada berbagai macam usaha yang dilakukan oleh Koperasi perikanan Mina Jaya sebagai sumber pendapatan antara lain dalam bidang usaha umum, unit simpan pinjam dan penyelenggaraan pelelangan. Berikut adalah rincian jenis-jenis usaha Koperasi perikanan Mina Jaya sabagai sumber pendapatan:
(1) Usaha umum Pada tahun 2008, jumlah pemasukan yang berhasil dikumpulkan oleh Koperasi perikanan Mina Jaya adalah sebesar Rp.96.217.488. Jumlah tersebut paling banyak berasal dari unit usaha lain-lain sebesar 17%, unit usaha penyewaan lapak sebesar 17%, unit usaha peminjaman kredit sebesar 17%, unit usaha tenaga kerja bongkar muat sebesar 15% dan unit usaha penyewaan trays sebesar 14%. Selama periode tahun 2006–2008, jumlah pemasukan nelayan terus berkurang dikarenakan oleh jenis usaha dock sudah tidak dikelola oleh koperasi sejak tahun 2008, masih banyaknya jenis usaha yang mengalami penurunan pemasukan dan masih adanya data pemasukan yang belum terakumulasi (Tabel 15) . Selama tahun 2006 sampai 2007 dari sembilan jenis usaha tersebut di atas, jenis usaha yang paling banyak mempengaruhi pemasukan Koperasi Perikanan Mina Jaya adalah pemasukan yang berasal dari dock atau usaha perbaikan dan perawatan kapal karena usaha dock masih dikelola oleh koperasi namun sejak tahun 2008 usaha ini dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Balai Teknologi Penangkapan Ikan (UPT BTPI) sehingga mengakibatkan penurunan yang drastis pada pemasukan Koperasi perikanan Mina Jaya.
74
Tabel 15 Jenis usaha umum Koperasi Perikanan Mina Jaya, 2006–2008 1.
2.
3. 4. 5. 6.
Keterangan Unit Garam a. Garam Pelabuhan b. Garam PHPT Minyak Tanah a. Pelabuhan b. Dock c. PHPT Air PAM Oli MCK Jasa a. Kerjasama KPNDP DKI b. Tenaga kerja pelabuhan c. Tenaga kerja BM d. Gudang/rumah e. Lapak f. Pinjaman kredit g. Giro/tabungan h. Administrasi KTA i. Fee Garam Pel/PHPT j. Wartel k. Trays l. Lain-lain Jumlah
2006 (Rp)
2007 (Rp)
2008 (Rp)
51.401.950 19.991.050
39.573.475 14.382.000
923.300 2.485.500
470.000.000 528.750.000 379.500.000 18.063.790 400.000 5.980.000
470.050.000 206.300.000 206.300.000 19.389.085 400.000 12.704.400
60.000 5.943.984
14.940.000 5.475.000 6.000.000 14.525.000 11.000.000 27.382.000 14.382.000 14.388.192 1.378.000 992.865 25.315.000 3.491.000 1.603.230.847
500.000 8.670.000 114.900.000 16.500.000 25.512.572 1.877.604 250.000 29.962.000 10.511.388 1.177.782.524
2.270.000 14.565.000 4.050.000 16.500.000 16.141.500 695.204 2.043.000 13.805.000 16.735.000 96.217.488
Sumber: Koperasi Perikanan Mina Jaya 2008
(2) Unit penyelenggaraan pelelangan ikan Pada era sebelum reformasi, tempat pelelangan ikan (TPI) di DKI Jakarta dikelola langsung oleh Dinas Perikanan DKI Jakarta, namun setelah era reformasi TPI Muara Angke dikelola Koperasi Perikanan Mina Jaya. Pengelolaan ini didasarkan pada: a. Perda No.3 tahun 1999; b. SK Gubernur DKI Jakarta No.3 tahun 1999 tanggal 26 Januari 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan oleh Koperasi Perikanan di DKI Jakarta;
75
c. SK Gubernur DKI Jakarta No: 3277/1999 tanggal 29 Juni 1999 tentang Penunjukan Koperasi Perikanan Mina Jaya DKI Jakarta sebagai Penyelenggara Pelelangan Ikan di TPI Muara Angke; dan d. SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta No: 993/2002 tanggal 17 Juni 2002 tentang Penunjukan Koperasi Perikanan Mina Jaya DKI Jakarta sebagai Penyelenggara Pelelangan Ikan di TPI Muara Angke. Pendapatan yang diterima Koperasi Perikanan Mina Jaya sebagai penyelenggara pelelangan ikan di TPI Muara Angke berasal dari pungutan retribusi. Pungutan retribusi sebesar 5% oleh Koperasi perikanan Mina Jaya berdasarkan SK Gubernur No: 2074/200 tanggal 10 Agustus 2000, tentang Penetapan Presentase Pengenaan Retribusi Pemakaian Tempat Pelelangan Ikan Dan Biaya Penyelenggaraan Pelelangan Ikan oleh Koperasi Perikanan Mina Jaya. Pungutan berasal dari nelayan sebesar 3% dan bakul sebesar 2%, sedangkan bagian Koperasi perikanan Mina Jaya sebesar 2% dari 5% retribusi yang diterima. Berikut realisasi retribusi pelelangan ikan di TPI Muara Angke ditampilkan pada Tabel 16. Tabel 16 Realisasi retribusi pelelangan ikan, 2006–2008 Tahun 2006 2007 2008 Jumlah
Produksi (Kg) 10.625.824 9.307.945 6.464.709 26.398.478
Omzet (Rp) 35.782.322.780 34.025.290.800 28.972.929.810 98.780.543.390
Retribusi 5% (Rp) 1.789.116.139 1.701.264.540 1.448.646.490 4.939.027.169
Bagian Mina Jaya (Rp) 715.646.455 680.505.816 579.458.596 1.975.610.867
Sumber: Koperasi Perikanan Mina Jaya 2008
Tabel 16 menunjukkan bahwa pada tahun 2008 penerimaan Koperasi perikanan Mina Jaya adalah sebesar Rp.579.458.596,00. Jumlah penerimaan ini selalu berkurang selama rentan tahun 2006 sampai 2008. Berdasarkan tabel, berkurangnya penerimaan ini dikarenakan oleh semakin menurunnya jumlah produksi perikanan setiap tahunnya. Sebagian retribusi pelelangan dikembalikan kepada nelayan sebagai dana sosial dalam berbagai bentuk seperti asuransi, dana paceklik dan tabungan. Dana sosial yang diberikan oleh pihak Koperasi perikanan Mina Jaya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Bagian retribusi Koperasi Perikanan Mina Jaya digunakan untuk keperluan biaya-biaya pelaksanaan kegiatan (Tabel 17).
76
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua I Koperasi perikanan Mina Jaya Muara Angke, asuransi diberikan kepada nelayan jika terjadi kecelakaan di laut maupun darat, asuransi jika ada nelayan yang meninggal dan asuransi lainnya. Namun beliau mengatakan bahwa asuransi yang diberikan masih ditujukan bagi sebagian kecil nelayan saja karena kerterbatasan dana yang dimiliki Koperasi perikanan Mina Jaya.
Selain
asuransi koperasi perikanan Mina Jaya juga
mengeluarkan dana paceklik dalam bentuk sembako. Dana yang dikeluarkan Koperasi perikanan Mina Jaya dapat dilihat pada Tabel 18. Menurut Yustiarani (2008), tabungan nelayan dan bakul berlaku untuk nelayan-nelayan penetap yang merupakan anggota Koperasi perikanan Mina Jaya. Kebanyakan nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Muara Angke merupakan nelayan pendatang dari luar Jakarta sehingga mereka tidak ada yang menabung dan hanya akan merasakan dana sosial berupa asuransi dan dana paceklik yang dikeluarkan oleh koperasi. Menurut wawancara dengan Ketua I Koperasi bahwa hak nelayan yang tidak terdaftar sebagai anggota Koperasi perikanan Mina Jaya hanya mendapatkan asuransi jiwa dan dana paceklik yang dikeluarkan melalui pemilik atau pengurus kapal. Tabel 17 Pembagian pembiayaan kegiatan dari hasil retribusi pelelangan Jenis biaya
Persentase dari 2% bagian koperasi (%)
Persentase dari seluruh retribusi (%)
1. Biaya penyelenggaraan lelang
a. Biaya lelang b. Biaya keamanan dan kebersihan c. Biaya pembinaan dan pengawasan 2. Dana sosial a. Asuransi nelayan b. Dana paceklik c. Tabungan nelayan dan bakul 3. Biaya administrasi perkantoran a. Biaya kantor b. Telepon, air dan listrik c. Biaya pemeliharaan Jumlah
42,50
0,85
5,00
0,10
7,50
0,15
7,50 7,50 10,00
0,15 0,15 0,20
7,50 2,50 10,00 100,00
0,15 0,05 0,2 2,00
77
Tabel 18 Dana yang dikeluarkan untuk kesejahteraan nelayan, 2006–2008 Uraian 1. Tabungan nelayan 2. Tabungan bakul 3. Asuransi 4. Dana paceklik Jumlah
2006 (Rp) 28.185.601 42.278.402 80.386.150 77.885.150 228.735.303
2007 (Rp) 26.236.974 39.355.026 57.290.000 75.200.000 198.082.000
2008 (Rp) 33.202.977 22.135.318 25.720.000 29.141.250 135.334.863
Sumber: Koperasi Perikanan Mina Jaya 2008
5.2.2 Seksi pelelangan ikan UPT PKPP dan PPI Muara Angke Seksi pelelangan ikan adalah bagian kerja dari UPT PKPP dan PPI Muara Angke yang secara khusus membantu mengurus dan memantau proses pelelangan ikan di TPI Muara Angke. Sesuai dengan Peraturan Daerah, Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 tahun 2001 tentang bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Sekretariat Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan pasal 40 Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 25 tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta, Pembentukan Susunan dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta, tugas pokok seksi pelelangan ikan adalah (UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2008): a. Melaksanakan pemantauan dan penyelenggaraan pelelangan ikan; b. Melaksanakan pemeliharaan dan perawatan tempat pelelangan ikan; c. Melakukan pemeliharaan sanitasi dan higiene tempat pelelangan ikan; d. Melaksanakan pemantauan penanganan mutu hasil perikanan di lokasi pelelangan ikan; e. Melaksanakan
peningkatan
kemampuan
tata
cara
penyelenggaraan
pelelangan ikan; f. Melaksanakan pemantauan dan pencatatan pemasukan ikan dan hasil laut lainnya baik dari laut maupun dari luar daerah di pelabuhan dan pangkalan pendaratan ikan; g. Melaksanakan pemungutan retribusi pemakaian tempat pelelangan ikan; dan h. Melaksanakan evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan operasional;
78
Berdasarkan uraian tugas-tugas di atas, seksi pelelangan ikan UPT PKPP dan PPI Muara Angke memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap baik dan buruknya proses pelelangan di TPI Muara Angke. Tidak berjalan dengan baiknya proses pelelangan hasil tangkapan di TPI Muara Angke juga adalah tanggung jawab dari seksi pelelangan UPT PKPP dan PPI Muara Angke. Hal ini diakui oleh kepala seksi pelelangan ikan UPT PKPP dan PPI Muara angke yang menyebutkan bahwa belum optimalnya kinerja yang dilakukan pihaknya sehingga proses pelelangan di PPI Muara angke belum maksimal. Beliau juga meminta dukungan dari pihak pelaksana pelelangan yakni Koperasi perikanan Mina Jaya serta masyarakat khususnya nelayan dan pedagang ikan untuk membantu meningkatkan kualitas pelelangan di PPI Muara Angke. Dalam meningkatkan kualitas pelelangan serta untuk memajukan TPI di PPI Muara Angke, pengelola TPI PPI Muara Angke telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pelayanan baik secara administrasi maupun kelancaran dan ketepatan pelayanan. Peningkatan pelayanan tersebut adalah sebagai berikut (UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2008): a. Peningkatan pelayanan bongkar sesuai keseimbangan timbang; b. Peningkatan pelayanan timbang berikut form catatan timbangan yang harus ditandatangani juru timbang dan pemilik ikan; c. Penertiban lelang meliputi penertiban jenis dan mutu ikan; d. Peningkatan pecatatan bakul melalui form yang telah terprogram agar dengan cepat dapat mengetahui limit nilai lelang setiap peserta sesuai dengan uang jaminan yang telah disetorkan ke kasir TPI; e. Komputerisasi atau masuknya sistem komputer dimulai dari data bakul sampai data struk tagihan kepada pemenang lelang dan struk pembayaran untuk pemilik ikan; f. Pembuatan kartu peserta lelang; g. Pemagaran gedung TPI; dan h. Pengadaan sarana pelelangan berupa trays, lori, gerobak dan sound system;