5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA 5.1 Keadaan Umum 5.1.1 Letak dan sejarah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh secara geografis terletak pada 4 0 07’ 30’’ LU dan 960 30’ BT dan terletak di wilayah Keluruhan Ujong Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat. Lokasi PPI Meulaboh sebelum tsunami statusnya adalah sebagai tempat pendaratan ikan (TPI) dan hancur total akibat gempa dan tsunami tahun 2004. Dalam pembangunan kembali lokasi PPI Meulaboh ini mendapat dukungan dari APBD untuk meningkatkan status dari TPI ke PPI Meulaboh. Pembangunan kembali PPI Meulaboh ini dilaksanakan pada tahun 2006 dan pada saat ini telah dapat berfungsi kembali sebagai pusat ekonomi perikanan Kota Meulaboh.
Gambar 8 Kantor operasional PPI Meulaboh. 5.1.2 Pengelolaan PPI Meulaboh Pengelolaan PPI Meulaboh diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat. Dalam melaksanakan aktivitas, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat telah mempunyai struktur organisasi yang tertuang dalam Keputusan Bupati Aceh Barat Nomor: 205 tahun 2005 tentang Uraian Tugas dan Fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat. Adapun struktur organisasinya adalah sebagai berikut:
45
Kepala Dinas Bagian Tata Usaha Sub Bagian Umum dan Perlengkapan
Bidang Program dan Penyuluhan
Bidang Kelautan
Seksi Produksi dan Sarana
Seksi Penyusunan Program dan Pelaporan
Seksi Pengamanan dan Perlindungan Laut
Seksi Penyuluhan
Sub Bagian Kepegawaian
Bidang Perikanan Darat Seksi Teknik Produksi dan Sarana Seksi Bina Usaha
UPTD Gambar 9 Struktur organisasi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat (DKP Kabupaten Aceh Barat, 2007). Dalam hal ini, pengelolaan PPI Meulaboh diselenggarakan oleh bidang kelautan di bawah Seksi Teknik Produksi dan Sarana. Adapun tugas Bidang Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat adalah: 1) Menyusun rencana kerja bidang kelautan; 2) Menyiapkan bahan penyusunan rencana kebijakan umum yang meliputi teknik produksi sarana serta pengamanan perlindungan sumberdaya manusia; 3) Mengkoordinasikan kegiatan kerjasama dengan instansi pemerintah, lembaga swasta yang berhubungan dengan bidang kelautan; 4) Pemeliharaan dan perawatan terhadap sarana dan prasarana aset dinas; 5) Merekomendasikan perizinan bidang kelautan; 6) Pengawasan potensi sumberdaya laut terhadap penjarahan pihak lain;
46
7) Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait baik internal maupun eksternal; 8) Memberi saran dan pendapat kepada pimpinan; 9) Menyiapkan dan menyampaikan laporan tahunan dinas; 10) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan atasan. Seksi Teknik Produksi dan Sarana mempunyai tugas pokok merencanakan, melaksanakan, dan mengkoordinasikan serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan tugas-tugas Seksi Teknik Produksi dan Sarana (Keputusan Bupati Aceh Barat No. 205 tahun 2005). Uraian tugas sebagaimana dimaksud di atas, meliputi (Keputusan Bupati Aceh Barat No. 205 tahun 2005): 1) Penyusunan rencana kegiatan dan program kerja Seksi Teknik Produksi dan Sarana; 2) Mengkoordinasikan dengan instansi terkait dalam penyelenggaraan teknik produksi dan penyediaan sarana serta perlindungan produksi terhadap penjarahan dan pengrusakan dari pihak luar; 3) Menyiapkan sarana dan prasarana perikanan untuk menunjang pengelolaan tempat pendaratan ikan dan pusat pendaratan ikan; 4) Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program teknik produksi dan sarana kelautan; 5) Memberi sarana dan pendapat kepada pimpinan; 6) Menyiapkan dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas; 7) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan. 5.1.3 Fasilitas PPI Meulaboh Tingkat operasional di pelabuhan perikanan sangat dipengaruhi oleh keberadaan fasilitas. Fasilitas yang terdapat di PPI Meulaboh terdiri atas fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Fasilitas pokok yang terdapat di PPI Meulaboh terdiri atas dermaga, kolam pelabuhan, jalan kompleks PPI, drainase dan lahan pelabuhan. Fasilitas fungsional terdiri atas tempat pelelangan ikan (TPI), perkantoran dan pabrik es. Fasilitas penunjang yang terdapat di PPI Meulaboh meliputi semua fasilitas yang menunjang aktivita/memberi kemudahan bagi pelaku dunia usaha (nelayan,
47
pedagang, pengolah), misalnya balai pertemuan nelayan, musholla dan kios. Untuk lebih jelasnya, fasilitas yang terdapat di PPI Meulaboh dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Fasilitas di PPI Meulaboh No Pokok 1 2 3 4 5 6
Fasilitas Dermaga Kedalaman kolam pelabuhan Kolam pelabuhan Jalan Drainase Lahan pelabuhan
Ukuran
Kondisi
800 m2 -1 - (-)2 m 1.000 x 30 m 250 m 400 m 0,5 ha
1 2 1 2 1 2
360 m2 128m2 80 m2
1 3 1
20 x 10 m 10 x 8 m 5x8m
3 3 3
Fungsional 7 Tempat pelelangan ikan 8 Perkantoran 9 Pabrik es Penunjang 10 Balai pertemuan nelayan 11 Tempat peribadatan 12 Kios Sumber: DKP Kabupaten Aceh Barat, 2009; diolah kembali
Keterangan: 1 : berfungsi dengan baik 2 : berfungsi dalam keadaaan rusak 3 : dalam keadaan baik tapi belum berfungsi 4 : dalam keadaan rusak dan belum berfungsi Kondisi fasilitas pokok pada umumnya pada kondisi berfungsi dengan baik seperti dermaga, kolam pelabuhan, drainase dan lahan pelabuhan. Dermaga yang terbuat dari beton dengan luas 100 x 80 meter, dirasa pemanfaatannya optimal dan cukup baik dimana aktivitas tambat dan labuh kapal tidak mengalami antrian yang cukup berarti. Dermaga di PPI Meulaboh juga dilengkapi dengan bolard untuk aktifitas tambat kapal. Hanya saja pada sisi dermaga belum terdapat fender untuk melindungi kapal dari benturan dengan dinding dermaga sehingga nelayan masih menggunakan ban mobil bekas yang diletakkan di sisi badan kapal untuk melindungi kapal dari benturan keras dengan dinding dermaga. Luas kolam pelabuhan PPI Meulaboh adalah 1000 x 30 meter dimana kolam pelabuhan ini memanfaatkan muara sungai Krueng Cangkoi. Kondisi kolam
48
pelabuhan saat ini dirasakan cukup untuk menampung kapal-kapal perikanan yang selama ini melakukan aktivitas bongkar muat di PPI Meulaboh. Namun permasalahan yang muncul pada kolam pelabuhan PPI Meulaboh adalah kedalaman kolam pelabuhan minus -1- (-2) m atau terjadi pendangkalan kolam pelabuhan, terutama di muara Sungai Krueng Cangkoi. Kondisi ini menyebabkan kapal-kapal yang berukuran 10 GT ke atas sering kandas terutama pada kondisi gelombang sedang surut dan mengalami kebocoran sehingga menyebabkan kerugian di pihak nelayan. Kondisi ini yang kemudian membuat kedalaman kolam pelabuhan berada pada kondisi berfungsi tetapi dalam keadaan rusak. Permasalahan lain yang terjadi di kolam pelabuhan adalah adanya jembatan yang melintasi di atas badan sungai (kolam pelabuhan) yang merupakan penghubung antara Kelurahan Ujong Baroh dengan Kelurahan Padang Seurahet, juga menjadi masalah tersendiri bagi aktivitas bongkar muat di PPI Meulaboh. Permasalahannya terletak pada tinggi maksimum jembatan tidak mencukupi untuk kapal yang berukuran 10 GT ke atas untuk melewati di bawah jembatan, padahal untuk mencapai dermaga PPI kapal harus melewati bawah jembatan. Kondisi ini menyebabkan kapal harus membongkar hasil tangkapan dan pengisian bahan perbekalan melaut tidak di darmaga. Nelayan melakukan aktivitas bongkar muat di sisi badan sungai (sepanjang kolam pelabuhan) yang mana kapal bisa melakukan tambat labuh disana. Kondisi ini menyebabkan nelayan harus menambah cost atau biaya untuk membayar kuli untuk mengangkut ikan dari tempat pembongkaran ke tempat pelelangan ikan (TPI). PPI Meulaboh memiliki drainase yang berfungsi dengan baik. Drainase ini berfungsi untuk pembuangan limbah dari hasil aktivitas yang terjadi di PPI seperti pencucian hasil tangkapan dan pembersihan lantai TPI. Pada beberapa bagian parit/drainase ini diakui masih terdapat sampah yang dapat menyumbat parit/drainase, namun dengan adanya petugas kebersihan di PPI maka kondisi ini dapat diatasi. Fasilitas pokok lainnya adalah lahan PPI Meulaboh. Lahan yang mempunyai luas 0,5 ha ini berada pada kondisi berfungsi dalam keadaan rusak, dimana lahan
49
PPI ini dirasa sempit dan tidak memenuhi standar lahan dari sebuah PPI yaitu minimal 2 ha. Fasilitas fungsional terdiri atas tempat pelelangan ikan, perkantoran dan pabrik es. Tempat pelelangan ikan (TPI) dan pabrik es berada pada kondisi berfungsi dalam keadaan baik. Sedangkan perkantoran berada dalam kondisi baik tapi belum berfungsi. Perkantoran yang berukuran 128 m2 ini masih kosong, padahal bangunan ini dalam keadaan sangat baik dan juga permanen. Berbeda halnya dengan fasilitas penunjang, fasilitas yang dibangun untuk dapat menunjang aktivitas dan operasional di PPI Meulaboh masih dalam kondisi baik tetapi belum berfungsi. Seperti balai pertemuan nelayan, tempat peribadatan (mushola) dan kios. Ketiga jenis bangunan ini masih belum dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pembangunan yang telah direncanakan di awal.
5.2 Kondisi Operasional PPI Meulaboh Tingkat operasional merupakan aktifitas pemanfaatan fasilitas pada pelabuhan perikanan, sehingga berdaya guna bagi fasilitas itu sendiri dan fasilitas terkait (Murdiyanto, 2002). Operasional PP/PPI meliputi aktivitas yang berada di wilayah perikanan yaitu pendaratan ikan, pelelangan, pelayanan usaha kebutuhan melaut dan aktivitas pemasaran/pendistribusian hasil tangkapan. 5.2.1 Pendaratan ikan Dalam proses pembongkaran dan pendaratan ikan, nelayan di PPI Meulaboh menggunakan basket atau keranjang dan fiber. Untuk pemindahan hasil tangkapan dari darmaga ke gedung TPI nelayan menggunakan jasa pengangkut (buruh angkut), trolli dan becak. Menurut wawancara, kondisi pembongkaran dan pendaratan ikan seperti ini juga sudah dipraktekkan sebelum peristiwa gempa dan tsunami. Namun untuk saat ini keranjang dan fiber jumlahnya masih sangat terbatas, sehingga harapan ke depannya pihak pengelola PPI Meulaboh dalam hal ini DKP bisa menambah jumlah keranjang atau fiber untuk semakin memudahkan nelayan dalam aktivitas pembongkaran dan pendaratan ikan. Armada yang melakukan aktivitas pendaratan ikan di PPI Meulaboh dibedakan atas perahu tanpa motor (PTM) dan perahu motor (PM). Perahu tanpa motor (PTM) yang terdiri atas perahu tanpa motor kecil, sedang dan besar.
50
Sedangkan perahu motor (PM) terdiri atas motor tempel dan kapal motor (lihat tabel 19). Tabel 19 Jumlah armada penangkapan ikan di PPI Meulaboh periode 2005-2007 Jenis Armada (unit) PTM
Tahun 2005 2006 2007
PM
Kecil
Sedang
Besar
17 6 6
24 5 5
22 2 2
Motor Tempel 26 36 36
Kapal Motor 244 350 436
Total 333 399 485
Sumber: BPS Kabupaten Aceh Barat, 2008.
Tabel 19 menunjukkan adanya peningkatan jumlah armada penangkapan ikan yang mendaratkan ikan di PPI Meulaboh. Pada tahun 2005 jumlah armada penangkapan ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Meulaboh sebesar 333 unit. Pada Tahun berikutnya (2006) terjadi peningkatan sebesar 66 unit armada atau 19,82%. Dan pada tahun 2007 juga terjadi peningkatan armada sebesar 66 unit atau 19,82%, dengan rata-rata peningkatan jumlah armada yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Meulaboh yaitu 19,82%. Pendaratan hasil tangkapan di PPI Meulaboh pada tahun 2006 berjumlah 4.126,28 ton dengan nilai produksi Rp 42.042.740,54. Pada tahun berikutnya (2007) volume dan nilai produksi mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan yaitu sebesar 95,36 % atau 8.062,41 ton dengan nilai Rp 82.320.522,32 (95,80%). Pada tahun 2008 volume dan nilai produksi adalah 8.265,07 ton (2.51%) dengan nilai Rp 102.138.969,6 (24,07%). Tabel 20 Volume produksi dan nilai produksi PPI Meulaboh Tahun
Volume Produksi (Ton)
Pertumbuhan (%)
2006 2007 2008
4.126,28 8.062,41 8.265,07
95,36 2,51
Nilai Produksi (Rp.) 42.042.740,54 82.320.522,32 102.138.969,6
Pertumbuhan (%) 95,80 24,07
Sumber: DKP Kabupaten Aceh Barat, 2009.
Jika membandingkan volume dan nilai produksi PPI Meulaboh dengan volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan secara keseluruhan Kabupaten Aceh Barat, pada tahun 2006 PPI Meulaboh memberikan kontribusi
51
28,89% (4.126,28 ton) untuk volume produksi Kabupaten Aceh Barat dan 28,83% (Rp 42.042.740,54) untuk nilai produksi Kabupaten Aceh Barat dari total produksi perikanan tangkap (14.284,07 ton) dan dari total nilai produksi (Rp 145.846.230). Pada tahun 2007 terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya. Hal ini terlihat pada kontribusi PPI Meulaboh dalam peningkatan volume produksi Kabupaten Aceh Barat sebesar 50,20% (8.062,41 ton) dari total volume produksi kabupaten sebesar (16.060,30 ton). Untuk nilai produksi sebesar 41,48% (Rp 82.320.522,32) dari total nilai produksi kabupaten sebesar (Rp 198.471.700). Kondisi ini memperlihatkan adanya pengaruh jumlah armada atau unit penangkapan ikan dari tahun pasca tsunami yang terus meningkat.
Gambar 10 Aktivitas di PPI Meulaboh (pendaratan hasil tangkapan di TPI).
5.2.2 Pelelangan 1) Kondisi bangunan TPI Pembangunan pasca gempa dan tsunami, PPI Meulaboh telah memiliki gedung tempat pelelangan ikan (TPI) permanen yang berjumlah dua unit dimana luas gedung masing-masing adalah 10 x 18 m (lihat Gambar 11). Secara fisik bangunan TPI masih sangat baik, namun disadari bahwa tingkat kebersihan TPI ini masih kurang, dilihat dari saluran pembuangan (parit) yang tersumbat karena sampah. Selain itu, gedung TPI belum dilengkapi oleh sarana air bersih sehingga nelayan atau petugas kebersihan membersihkan lantai TPI masih memakai air yang berasal dari kolam pelabuhan. Selain itu, lokasi gedung PPI Meulaboh yang
52
berdekatan dengan dermaga sehingga sangat memudahkan pemindahan ikan setelah dibongkar di dermaga menuju TPI.
Gambar 11 Gedung tempat pelelangan ikan (TPI) PPI Meulaboh. 2) Aktivitas pelelangan dan pengelolaannya Kegiatan pelelangan di PPI Meulaboh baik sebelum dan setelah tsunami tidak berjalan. Kegiatan yang ada pada umumnya hanya penimbangan ikan. Hal ini terjadi karena umumnya ikan sudah ada pemiliknya, yaitu pemberi modal atau Toke Bangku. Modal di sini terdiri atas biaya hidup nelayan selama melaut, penyediaan es dan penyediaan bahan bakar minyak (BBM) sebagai bahan dasar pengoperasian kapal. Toke Bangku adalah pihak yang cukup vital dalam jalannya perekonomian kelautan karena Toke Bangku lah yang akan menentukan harga pasar dan segmentasi pasar (Panglima Laot, 2005). 3) Retribusi lelang Yang menjadi acuan dalam penarikan retribusi adalah Perda Kabupaten Aceh Barat No. 2 tahun 2002 tentang Pajak Hasil Usaha Perikanan. Dalam perda tersebut pada bab III Dasar pengenaaan dan tarif pajak pasal 4 disebutkan dasar pengenaan pajak adalah harga pasar atau harga standar nilai jual yang berlaku di tempat transaksi. Besarnya tarif pajak yang dikenakan diatur dalam pasal 5 yang menyebutkan tarif pajak ditetapkan 5% dari nilai jual. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwasanya retribusi terhadap pajak hasil perikanan ini tidak berjalan. Pemasukan daerah dari retribusi hasil usaha perikanan ini diperoleh dari tender/fakter pengelolaan PPI Meulaboh kepada
53
lembaga atau personal. Hasil tender inilah yang kemudian menjadi pemasukan untuk daerah yang berasal dari PPI Meulaboh. Pelaksanaan fakter dimulai dari pemerintah daerah (Pemda) yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan pengumuman berupa syarat atau ketentuan bagi lembaga atau perusahaan atau personal yang akan mengikuti tender/fakter seperti batas minimal awal ke dana tender, batas waktu pendaftaran, dan
lain-lain.
Selain itu,
pemda
berfungsi
untuk
membentuk
panitia
penyelenggara yaitu DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) dan DPKKD (Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah) Kabupaten Aceh Barat. Kedua dinas inilah yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan tender/fakter. Pelaksanaan tender/fakter dilakukan sesuai dengan pengumuman yang telah dikeluarkan pemda. Lembaga atau perusahaan atau personal yang telah melakukan pengajuan ke pihak panitia, wajib membayar 50% di awal pada saat penawaran fakter. Uang 50% ini dijadikan jaminan sebagai salah satu bentuk keikutsertaan dalam tender/fakter ini. Jika perusahaan/lembaga/personal yang telah membayar 50% ini tidak menang/menjadi pemilik fakter dalam tender maka uang tersebut akan dikembalikan lagi. Bagi pihak yang melakukan penawaran tertinggi dalam pelaksanaan tender maka pihak tersebut yang akan menjadi pemilik tender dan sisa 50% lagi akan dibayar setelah diketahui pemenang tender tersebut. Alur pelaksanaan tender/fakter terhadap pengelolaan TPI di PPI Meulaboh dapat dilihat pada Gambar 12, dimana pelaksanaan tender/fakter ini telah dimulai dari tahun 2001, yang artinya sebelum kejadian gempa dan tsunami, tender/fakter terhadap pengelolaan PPI Meulaboh ini telah ada. . Pemda
Fungsi dan peran: Mengeluarkan pengumuman, membentuk panitia penyelenggara yaitu DKP dan DPKKD
Pelaksanaan tender, pihak yang melakukan penawaran tertinggi menjadi pemilik fakter
Lembaga/ perusahaan/ personal melakukan pengajuan ke pihak panitia
Gambar 12 Alur pelaksanaan tender/ fakter terhadap pengelolaan TPI di PPI Meulaboh.
54
5.2.3 Kegiatan pelayanan perbekalan melaut Menurut Ditjen. Perikanan (1997) diacu dalam Fatmawati (2003), fungsi pangkalan pendaratan ikan meliputi prasarana untuk memperlancar kegiatan produksi kapal perikanan, pengelolaan dan pemasaran hasil perikanan serta pelayanan keperluan logistik sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan seperti pembinaan dan penyuluhan cara-cara melakukan produksi yang baik, dan sebagai
sentral
pengembangan
ekonomi
perikanan
setempat
melalui
pengembangan industri perikanan. 1) Penyediaan perbekalan Penyediaan perbekalan sebagian besar disediakan oleh pemilik kapal atau pemodal, yang dalam istilah di PPI Meulaboh penyedia modal ini disebut Toke Bangku. Penyediaan perbekalan atau pemberian modal melaut kepada nelayan dilakukan setelah melalui tahapan persetujuan kedua belah pihak antara nelayan dan Toke Bangku, dimana nelayan harus menjual hasil tangkapannya kepada Toke Bangku. Kebutuhan perbekalan melaut dapat dibeli di kios-kios di sekitar PPI. Aktivitas pelayanan perbekalan meliputi pelayanan kebutuhan es, pelayanan kebutuhan air bersih dan pelayanan kebutuhan BBM (solar). Panglima Laot (2005) menyebutkan bahwa awal dari kegiatan melaut adalah dengan adanya modal kerja melaut, meliputi biaya hidup nelayan selama melaut, biaya pembelian es sebagai pengawet hasil tangkapan, dan bahan bakar minyak (BBM) sebagai bahan dasar pengoperasian boat/kapal untuk melaut. Modal melaut dipinjamkan oleh Toke Bangku kepada nelayan untuk memenuhi modal kerja melaut, dengan keharusan hasil tangkapan nelayan tersebut akan dibeli oleh Toke Bangku dengan keuntungan yang diperoleh Toke Bangku sebesar 5% dari total keuntungan hasil tangkapan dan ditambah pemotongan dari biaya belanja melaut. Pemotongan biaya belanja melaut akan digulirkan kembali dalam siklus sebagai modal melaut. Skema perhitungan modal kerja melaut dapat dilihat pada Gambar 13.
55
A. Modal kerja melaut (es, BBM, living cost)
Pemodal/Toke Bangku
B. Hasil penjualan
C. [(5% x B) + A] Toke Bangku
E. Modal kerja selanjutnya (E=A)
D. [(95% x B) – A]
G. Toke Boat (50% x D) H. Nelayan (50% x D)
F. Laba (5% x B) Gambar 13 Skema perhitungan modal kerja melaut. Perhitungan keuntungan dari hasil melaut selanjutnya adalah bagi hasil antara nelayan. Sisa hasil 95% setelah dipotong biaya belanja melaut maka akan dibagikan kepada Toke Boat dan nelayan, yang didasarkan pada klasifikasi atau jenis boat/kapal, jumlah personal yang terlibat, waktu melaut dan jenis hasil tangkapan. Untuk boat/kapal pukat banting (jaring) dengan lama melaut (trip) satu hingga tiga hari dengan jumlah nelayan 15 orang, maka pembagian sisa hasil usaha 95% akan dipotong kembali sebanyak 15%. Hasil pemotongan 15% ini akan dibagi kepada pawang sebesar 5%, masinis sebesar 5% dan sisa 5% adalah untuk tenaga kerja khusus berdasarkan kecakapannya masing-masing (pembagian bisa lebih dari satu orang). Untuk sistem bagi hasil nelayan pukat banting (jaring) dapat dilihat pada Gambar 14. Untuk jenis unit penangkapan pancing, dengan lama melaut (trip) 7 (tujuh) sampai 15 (lima belas) hari dan jumlah nelayan dua hingga empat orang, maka pembagian sisa hasil usaha akan dibagi rata masing-masing 50% untuk Toke Boat dan nelayan sebagai penghasilan. Setelah itu, Toke Boat akan memberi kepada pawang dan masinis serta tenaga kerja khusus lainnya berdasarkan kesepekatan di antara mereka (lihat Gambar 15).
56
A. Modal kerja melaut (es, BBM, living cost)
Pemodal/Toke Bangku
B. Hasil penjualan
D. [(95% x B) – A]
C. [(5% x B) + A]
Toke Bangku Pawang
5%
Masinis
5%
ABK
5%
E. 15% x D
E. 80% x D
Nelayan
Toke Boat
Gambar 14 Sistem bagi hasil nelayan pukat banting (jaring) di Kabupaten Aceh Barat/PPI Meulaboh.
A. Modal kerja melaut (es, BBM, living cost)
Pemodal/Toke Bangku
B. Hasil penjualan
C. [(5% x B) + A]
Toke Bangku
D. [(95% x B) – A]
50% x D
50% x D
Toke Boat
Nelayan
Pawang Masinis ABK
Gambar 15 Sistem bagi hasil nelayan pancing di Kabupaten Aceh Barat/PPI Meulaboh.
57
(1) Aktivitas penyediaan es Kompleks Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh telah memiliki Pabrik es dengan luas pabrik 4 x 20 meter. Pabrik es ini dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat dengan kapasitas hasil produksi adalah 10 ton per hari. Dari hasil wawancara diketahui bahwa penyediaan es di PPI Meulaboh masih mencukupi untuk aktivitas perbekalan melaut. Dibandingkan sebelum tsunami, penyediaan es pasca tsunami relatif lebih mudah. Hal ini dikarenakan pabrik es yang dibangun di PPI Meulaboh pasca tsunami berada di dalam komplek PPI Meulaboh sedangkan pada saat sebelum peristiwa tsunami pabrik es tidak berada di kompleks PPI Meulaboh melainkan di daerah panggong. Nelayan membutuhkan es untuk aktivitas melaut dalam satu hari mencapai 6 ton, dengan harga es per balok Rp. 12.000,-
Gambar 16 Pabrik es di kompleks PPI Meulaboh. (2) Aktivitas penyediaan air bersih Sumber air bersih di PPI Meulaboh yang digunakan sebelum dan sesudah peristiwa gempa dan tsunami adalah dari sumur. Air bersih ini diambil dari sumur rumah nelayan yang memang berdekatan dengan PPI Meulaboh. Kebutuhan air bersih ini digunakan oleh nelayan untuk kebutuhan logistik selama melaut. Bagi pengguna atau pengelola PPI Meulaboh kondisi ini belum menjadi masalah karena mereka masih memanfaatkan air kolam pelabuhan untuk
58
membersihkan lantai TPI setelah aktivitas penimbangan atau pengepakan hasil tangkapan, pencucian hasil tangkapan sebelum ditimbang, bahkan untuk MCK. Hal ini tentunya jauh dari kondisi hieginis yang tentunya akan sangat berpengaruh terhadap mutu hasil tangkapan pasca pembongkaran atau pendaratan. (3) Aktivitas penyediaan BBM Nelayan PPI Meulaboh dalam pemenuhan kebutuhan solar masih memanfaatkan SPBU. Harga solar di SPBU adalah Rp. 4800,-. Kebutuhan solar untuk kapal yang melakukan aktivitas melaut one day fishing adalah 60 liter. Sedangkan kebutuhan bahan bakar (solar) untuk kapal yang melaut selama 10 hari adalah 600 liter. Nelayan menggunakan drum atau jerigen sebagai alat untuk membeli solar di SPBU. Lokasi SPBU itu sendiri berjarak sekitar 1 km dari PPI Meulaboh, sehingga terkadang nelayan harus mengeluarkan cost/biaya lagi untuk mengangkut drum/jerigen dengan menggunakan becak. Belum lagi dengan masalah lain dari dampak ketiadaan SPBN/SPDN di lokasi PPI Meulaboh yaitu nelayan terkadang tidak bisa membeli solar dengan menggunakan jerigen dikerenakan SPBU tidak memperkenankan pembeli membeli BBM dalam jerigen. Kondisi ini tentunya mempersulit nelayan dalam aktivitas penyedian perbekalan berupa BBM (solar). Kondisi ini tidak lain dari dampak ketiadaan SPBN/SPDN di kompleks PPI Meulaboh. Pasca tsunami aktivitas pembangunan SPBN ini sempat berjalan, namun karena adanya kekeliruan atau kesalahan dari pihak yang menjalankan pembangunan/pemegang proyek, yaitu pada tahap penancapan tiang pancang sehingga pihak donatur yang merupakan negara pemberi bantuan bencana tsunami menarik kembali donasi dan akan dilanjutkan jika pihak pemegang proyek bersedia untuk merekontruksi pembangunan yang telah ada sesuai dengan permintaan donatur. 5.2.4 Pemasaran Aktivitas pemasaran hasil tangkapan di PPI Meulaboh dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu pemasaran lokal, regional, dan antar propinsi.
59
Aktivitas pemasaran lokal meliputi pemasaran hasil tangkapan dalam wilayah Meulaboh dan sekitarnya. Pemasaran regional meliputi pemasaran di luar Kabupaten Aceh Barat atau Meulaboh tetapi masih dalam wilayah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Terakhir pemasaran antar propinsi yang tujuan pemasaran di luar propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang mencakup daerah Sumatera Utara. Pemasaran hasil tangkapan di PPI Meulaboh meliputi pemasaran hasil tangkapan segar dan hasil tangkapan olahan. Pemasaran hasil tangkapan segar untuk daerah lokal (Meulaboh dan sekitarnya), dilakukan oleh pedagang atau bakul dengan menggunakan sepeda, sepeda motor dan becak. Pemasaran lokal meliputi daerah-daerah pelosok Kabupaten Aceh Barat, sehingga pedagang lebih memilih sepeda motor untuk menjual hasil tangkapan yang sebelumnya dibeli di PPI Meulaboh atau pada Toke Bangku. Pemasaran hasil tangkapan segar untuk skala regional dan antar propinsi, pengusaha atau Toke Penampung menggunakan mobil L300 (pick up) dan truck. Sebelum proses pemasaran ini dilakukan, pengusaha melakukan pengepakan ikan dengan menggunakan fiber. Ikan dimasukkan kedalam fiber dan kemudian diisi es dan penaburan garam untuk pengawetan hasil tangkapan. Hasil tangkapan olahan di PPI Meulaboh didominasi oleh ikan asin. Pemasaran hasil tangkapan olehan ini juga meliputi 3 kelompok, yaitu lokal, regional dan antar propinsi. Hanya saja pemasaran hasil tangkapan olahan lebih dilakukan di kios-kios yang sebelumnya produk ikan olahan itu didatangkan atau dibeli dari pengolah PPI Meulaboh. Gambar 17 merupakan proses atau alur pemasaran di PPI Meulaboh, yang berawal Toke Boat/ nelayan yang melakukan aktivitas melaut untuk mendapatkan hasil tangkapan hingga hasil tangkapan sampai ke konsumen selaku pembeli. Toke Bangku adalah pihak yang memberi modal melaut sehingga hasil tangkapan dijual ke Toke Bangku. Kemudian setelah Toke Bangku menetapkan harga jual ke pasar, maka hasil tangkapan ini baru beralih ke konsumen dan Toke Penampung. Hasil tangkapan yang telah berada di Toke Penampung akan beralih kembali kepada Muge (pengecer), Jambo Reuboh (pengolah) dan konsumen luar Kabupaten Aceh Barat seperti konsumen regional (wilayah NAD) dan antar
60
propinsi (seperti Medan). Sedangkan Muge adalah pihak yang melakukan pemasaran skala lokal (Kota Meulaboh dan sekitarnya). Toke Boat/ Nelayan
Toke Bangku (pemilik modal)
Toke Penampung (distributor)
Konsumen
Konsumen luar Kab. Aceh Barat Regional (wilayah NAD)
Jambo Reuboh (pengolah)
Muge (pengecer)
konsumen
Konsumen lokal (wilayah Kab. Aceh Barat)
Antar propinsi (seperti Medan)
Gambar 17 Alur pemasaran di PPI Meulaboh.
Gambar 18 Aktivitas pengepakan hasil tangkapan untuk pemasaran.