BAB I
PENGANTAR
1.1
Latar Belakang
“Pendaratan ikan berlangsung selama 24 jam dan tidak ada waktu khusus kapal mendarat. Kegiatan pendaratan ikan pada pagi hari, kebanyakan orang adalah nelayan, buruh nelayan dan orang-orang yang hanya menyaksikan kegiatan ini sambil duduk di atas tambatan tali ataupun berdiri. Untuk kegiatan pendaratan ikan pada malam hari, yang banyak menyaksikan 1 kegiatan ini adalah istri para nelayan.” Kutipan diatas tidak hanya menggambarkan tentang kegiatan pendaratan ikan yang terjadi di kawasan pelabuhan M uara Angke pada pertengahan tahun 1990an, tetapi juga m enggambarkan mengenai kelompok masyarakat yang terlibat, peran masing-masing kelompok, serta pentingnya kegiatan pendaratan ikan bagi kelom pok masyarakat yang terlibat karena kegiatan tersebut berlangsung selama 24 jam per hari. Kegiatan pendaratan ikan ini merupakan proses awal dari rangkaian aktivitas sosial dan ekonomi yang terjadi di M uara Angke. Secara geografis, wilayah M uara Angke terletak di delta M uara A ngke dan berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah
1
M onique Ida Batuna, “Pusat Kegiatan M asyarakat (Community Center) Pemukiman Nelayan M uara Angke”, Tugas Akhir S1, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996, hlm. 16.
2
utara, Kali Asin di sebelah timur, Kali Adem di sebelah barat, dan M uara Karang di sebelah selatan.
2
Sebelum M uara Angke diresm ikan sebagai pusat pelabuhan ikan tradisional di Jakarta, sudah terdapat dua pelabuhan penting di Jakarta yakni Tanjung Priok dan Sunda Kelapa (Pasar Ikan). Kedua pelabuhan ini sudah berdiri sejak masa VOC dan mendapatkan perhatian khusus dalam rencana induk DKI Jakarta tahun 1965 -1985 di 3
bidang transportasi dan kelautan. Tidak hanya berfungsi sebagai pelabuhan nelayan, Tanjung Priok dan Sunda Kelapa juga berfungsi sebagai pelabuhan perdagangan antar pulau dan pelabuhan regional. Be rbeda dengan fungsi Tanjung Priok dan S unda Kelapa, M uara Angke merupakan tempat pendaratan dan pelelangan ikan.
Sejak 1977 dilakukan pembangunan, penataan dan pemusatan kegiatan perikanan sehingga M uara A ngke akhirnya dijadikan sebagai pusat pelabuhan ikan tradisional di
Jakarta.
4
Di bawah Dinas Perikanan P EM DA
DKI Jakarta ,
pembangunan infrastruktur M uara Angke pada 1978 telah siap menampung seluruh kegiatan perikanan yang terletak di beberapa lokasi di kawasan tersebut, antara lain
2
Heuken SJ, Adolf, Atlas Sejarah Jakarta – Historical Atlas of Jakarta (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2014), hlm. 88. 3
DPR Gotong Royong D KI Jakarta, Rencana Induk (Master-Plan) Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1965-1985 (Jakarta: DPR Gotong Royong Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1967), hlm. 59-60. 4
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, Ensiklopedi Jakarta – Culture & Heritage (Jakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2005), hlm. 325-326.
3
sebagai perumahan nelayan, pengolahan hasil perikanan tradisional (PHPT), pemasaran hasil perikanan, serta pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan.
5
Kegiatan perikanan dan kegiatan TPI sudah terbentuk sebelum dilakukan pemusatan di M uara Angke. M eskipun demikian, belum tampak perubahan maupun perkembangan yang signifikan karena tempat ini masih berbentuk pangkalan pendaratan ikan sederhana. Dengan adanya pemusatan, kawasan pelabuhan M uara Angke mulai dibangun, sehingga pangkalan pendaratan ikan yang awalnya hanya menjadi tempat berlabuh kapal-kapal kecil nelayan, dapat pula menampung kapalkapal besar.
6
Pasca pemusatan kegiatan perikanan, data produksi perikanan laut di Jawa selama tiga tahun berturut-turut (1979-1981) menunjukkan bahwa jumlah produksi ikan laut di M uara Angke menempati posisi tertinggi dari lima tempat pendaratan dan pelelangan ikan di DKI Jakarta. Tempat pendaratan dan pelelangan ikan lain diantaranya adalah Sunda Kelapa, Kamal, Kali Baru, dan D onggala. M uara A ngke menghasilkan jumlah produksi terbanyak yakni 12.744 ton pada 1980, disusul Sunda
5
Pemerintah Provinsi D KI Jakarta. Profil UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke (Jakarta: UPT PKPP dan PPI M uara Angke, 2011), hlm. 5. 6
Wawancara dengan Pak Harun Sairi selaku mantan nelayan di M uara A ngke yang kini bekerja sebagai penjaga Kantor HNSI di M uara Angke . 20 Januari 2013. Pukul 10.45 WIB di Kantor HNSI, M uara Angke.
4
7
Kelapa pada urutan kedua dengan jumlah produksi 2.472 ton. Pemusatan kegiatan perikanan yang dilakukan oleh PEM D A DKI Jakarta sejak tahun 1977 menjadikan M uara Angke sebagai pusat pelabuhan ikan tradisio nal di Jakarta dengan tingkat produktivitas tertinggi serta menggeser peran Sunda Kelapa yang sebelumnya merupakan pusat pasar dan pelabuhan ikan di Jakarta.
1.2. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
Skripsi ini fokus pada dinamika sosial-ekonomi di M uara Angke sejak dilakukannya pemusatan kegiatan perikanan tahun 1977. Dari permasalahan utama tersebut, muncul beberapa pertanyaan penelitian. Pertama, seperti apa kondisi lingkungan fisik dan demografi M uara Angke setelah dilakukan pemusatan kegiatan perikanan? Kedua, seperti apa proses pemusatan kegiatan perikanan di M uara Angke dan tingkat produktivitas di M uara Angke? Ketiga, apa saja dan seperti apa pola aktivitas sosial-ekonomi yang terjalin dalam kegiatan perikanan di M uara Angke ?
Sebuah penelitian sejarah harus mempunyai batasan secara spasial dan temporal. Ruang lingkup spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah wilayah M uara Angke. Dalam pada itu, Ruang lingkup temporal yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah tahun 1977-1995. Tahun 1977 digunakan sebagai batasan awal penelitian karena pada periode tersebut M uara Angke mulai dijadikan pusat 7
Biro Pusat S tatistik, Produksi Perikanan Laut di Jawa 1979-1981 (Jakarta: BPS, 1983), hlm. 1-3.
5
pelabuhan ikan tradisional di Jakarta, sedangkan tahun 1995 digunakan sebagai batasan akhir penelitian karena pada periode terse but terjadi banjir pasang tertinggi sejak dibangunnya pusat perikanan di pelabuhan M uara Angke, yakni setinggi 1,5 meter. Banjir pasang sering terjadi di M uara A ngke, tetapi banjir pasang tahun 1995 mempengaruhi kinerja pelabuhan M uara Angke sehingga berak ibat pada penurunan penghasilan dan pemasaran ikan di tempat pelelangan ikan pelabuhan M uara Angke.
8
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan. Tujuan pertama adalah untuk medeskripsikan kehidupan sosial dan ekonomi berbagai kelompok masyarakat di M uara Angke, antara lain nelayan, buruh angkut, dan pedagang ikan. Tujuan berikutnya adalah untuk melihat perkembangan kegiatan perikanan di M uara Angke serta kaitannya dengan perikanan laut Jakarta tahun 1977-1995. Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, penelitian ini juga diharapkan dapat menunjukkan keberagaman mata pencaharian masyarakat berdasarkan pada beberapa faktor seperti letak wilayah dan sum ber daya alam.
9
8
Endang Rudiatin, “Kepercayaan dan Kesetiaan – Bentuk dan Fungsi Jaringan Sosial Nelayan M uara A ngke Pantai Utara Jakarta”, Tesis S2, Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 1997, hlm. 36-37. 9
Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah (Y ogyakarta: Tiara Wcana, 2003).
6
1.4. Tinjauan Pustaka
Penelitian lain mengenai masyarakat nelayan serta masyarakat di wilayah pelabuhan nelayan perlu ditinjau agar tidak terjadi kesamaan topik bahasan dengan skripsi ini. Buku yang berjudul Kehidupan Masyarakat Nelayan di Muncar
10
yang
ditulis oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan perlu ditinjau karena buku ini memiliki kesamaan tema besar, yakni kehidupan masyarakat nelayan. M eskipun demikian, buku ini memiliki ruang lingkup spasial dan temporal yang berbeda. Buku ini juga tidak menggunakan sistematika penelitian sejarah karena tulisannya hanya fokus pada kehidupan masyarakat nelayan di M uncar tahun 1989 sehingga tidak dapat diketahui dinamika sosial dan ekonomi masyarakatnya secara komprehensif.
Pujo Semedi dengan bukunya yang berjudul Close to The Stone, Far From The Throne – T he Story of A Javanese Fishing Community 1820-1990s menyajikan sebuah studi yang kronologis dan komprehensif mengenai nelayan di pantai utara Jawa.
11
Desa Wonokerto Kulon di Pekalongan, Jawa Tengah menjadi objek
penelitian dalam buku ini. Buku ini mendeskripsikan mengenai nelayan di Wonokerto dengan mengangkat tema kemiskinan yang melanda hampir seluruh nelayan. Selain itu, buku ini juga mendeskripsikan mengenai usaha penangkapan ikan 10
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kehidupan Masyarakat Nelayan di Muncar – Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Tim ur (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991). 11
Pujo Semedi, Close to The Stone, Far From T he Throne – The Story of A Javanese Fishing Comm unity, 1820-1990s (Yogyakarta: Benang M erah, 2003).
7
oleh nelayan serta hubungan antara nelayan dengan p emilik kapal dan pengusaha perikanan. Selain aspek sosial dan ekonom i, buku ini juga mengulas mengenai intervensi pemerintah dan partai politik terhadap masyarakat nelayan di Wonokerto. Secara spasial dan kontekstual, buku ini berbeda dengan skripsi ini ka rena buku ini fokus pada desa pantai Wonokerto dan kom unitas nelayannya sementara skripsi ini fokus pada perkembangan wilayah M uara Angke sejak dilakukan pemusatan kegiatan perikanan.
M asyhuri dengan bukunya yang berjudul Menyisir Pantai Utara: Usaha dan Perekonom ian Nelayan di Jawa dan Madura, 1850-1940 juga perlu dibahas karena buku ini juga membahas mengenai perekonomian nelayan di wilayah pantai. Fokus penelitian dari buku ini adalah mengenai pertumbuhan usaha penangkapan ikan laut di Jawa dan M adura dalam kurun waktu satu abad dengan penulisan yang bersifat deskriptif-analitis. Buku ini menggambarkan secara lengkap mengenai aspek sosial, ekonomi, politik serta budaya dari masyarakat nelayan pada pertengahan abad 19 hingga pertengahan abad 20. Buku ini fokus mengenai nelayan tradisional beserta asosiasinya.
12
Buku berjudul Nelayan dan Kemiskinan: Studi Ekonom i Antropologi di D ua Desa Pantai perlu ditinjau karena buku ini juga menuliskan mengenai kehidupan ekonomi masyarakat nelayan. Buku ini merupakan sebu ah studi yang ditujukan untuk
12
M asyhuri, Menyisir Pantai U tara: Usaha dan Perekonomian Nelayan di Jawa dan Madura, 1850-1940 (Y ogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 1996).
8
pembangunan ekonomi pedesaan; dalam hal ini desa yang diangkat tidak berlokasi di hinterland, melainkan di pesisir pantai. Di dalam buku ini juga terdapat statistik mengenai kependudukan dan mata pencaharian masyarakat. Aspek ekonomi nelayan dalam buku ini dilihat dari sudut pandang kemiskinan di dua desa menggunakan studi komparasi dengan pendekatan ilmu antropologi.
13
Beberapa skripsi, tesis, maupun tugas akhir juga ada yang menggunakan M uara Angke sebagai ruang lingkup spasialnya, salah satunya adalah skripsi yang berjudul Pusat Kegiatan Masyarakat (Community Center) Pem ukiman Nelayan Muara Angke.
14
Skripsi ini sekilas mendeskripsikan mengenai keadaan pemukiman
dan pelabuhan M uara Angke, kemudian deskripsi tersebut digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan tata ruang pusat kegiatan pemukiman nelayan di M uara Angke. Skripsi ini juga secara sekilas membahas mengenai pola kehidupan masyarakat M uara Angke di pemukiman dan di pelabuhan.
Berbeda dengan fokus skripsi diatas, tesis yang berjudul Kepercayaan dan Kesetiaan – Bentuk dan Fungsi Jaringan Sosial Nelayan Muara Angke Pantai Utara Jakarta
15
menggambarkan mengenai hubungan yang terjalin antara nelayan dan
pedagang di TPI M uara Angke serta kaitannya dengan keberhasilan pranata
13
M ubyarto, dkk, Nelayan dan Kemiskinan: Studi Ekonom i Antropologi di Dua Desa Pantai (Jakarta: Rajawali, 1984). 14
M onique Ida Batuna, op.cit.
15
Endang Rudiatin, op. cit.
9
sosial/formal yang berfungsi sebagai pengatur segala kegiatan ekonomi nelayan sehingga terjadi keselarasan antara nelayan da n pedagang. Dalam hal ini, pranata sosial yang dimaksud adalah institusi pemerintah.
1.5. Metode dan Sumber
Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terbagi dalam lima tahap, yakni pem ilihan topik, heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi, interpretasi, dan penulisan sejarah.
16
Setelah dilakukan pemilihan topik, tahap
selanjutnya adalah pengum pulan sumber. Sumber-sum ber yang digunakan berupa sumber tertulis maupun lisan. Pengumpulan sumber-sumber tersebut dilakukan dengan cara m engumpulkan sumber-sumber dari buku bacaan, data statistik, berita di koran atau majalah, serta wawancara yang berhubungan dengan aktivitas di Pelabuhan M uara Angke tahun 1977-1995.
Sumber tertulis yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari surat kabar dan data statistik tahun 1970-1990an serta buku-buku penunjang yang yang diperoleh di Perpustakaan Nasional, Perpustakaan KKP (Kementrian Kelautan dan Perikanan) , Biro Pusat Statistik, Perpustakaan S t. Kolese Ignatius, dan Perpustakaan P usat Universitas Gadjah M ada. Berbagai sumber tertulis berupa data mengenai kegiatan operasional serta data mengenai pemukiman diperoleh dari UP T Pelabuhan M uara 16
Kuntow ijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Y ogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995), hlm. 90.
10
Angke. Sementara sumber lisan didapatkan dari wawancara yang bersifat informal dengan narasumber yang berasal dari kalangan nelayan dan masyarakat perikanan di M uara Angke.
Setelah sumber-sumber tersebut terkumpul, selanjutnya dilakukan verifikasi sumber. Verifikasi sumber tertulis dilakukan dengan cara verifikasi internal dan eksternal. Verifikasi internal dilakukan untuk menguji keaslian isi tulisan dengan cara membandingkannya dengan sumber-sumber yang sezaman. Verifikasi eksternal dilakukan untuk menguji keaslian media yang digu nakan sumber, seperti bentuk tulisan, bahasa, dan lain sebagainya. Sementara verifikasi sumber lisan dilakukan dengan cara melakukan perbandingan hasil wawancara dengan berbagai kelom pok masyarakat, seperti nelayan, pengolah, dan petugas UPT Pelabuhan M uara Angke agar didapatkan data yang bersifat objektif.
Setelah dilakukan verifikasi, langkah selanjutnya adalah menginterpretasi sumber. Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai biang subjektivitas.
17
Pada
tahap ini dilakukan penafsirkan fakta -fakta dalam sum ber sejarah agar kemudian dapat disusun secara kronologis dengan menjunjung tinggi objektivitas penulisan. Sementara itu, penulisan sejarah dalam penelitian ini bersifat deskriptif-naratif.
17
ibid., hlm. 101.
11
1.6.
Sistematika Penulisan
Tulisan diawali dengan pengantar atau BAB I yang terdiri dari latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode dan sumber penelitian, serta sistematika penulisa n. Pada bagian selanjutnya, yaitu BAB II membahas mengenai kondis i kelingkungan dan kependudukan di M uara Angke pada 1977-1995. Bab ini perlu ditulis agar pembaca mengetahui gambaran umum mengenai lingkungan M uara Angke serta kondisi um um masyarakat setempat.
Bagian selanjutnya yakni BAB III membahas mengenai proses pemusatan kegiatan perikanan yang terjadi di M uara Angke. Selain itu, bab ini juga membahas mengenai tingkat produktivitas di tempat pelelangan ikan M uara Angke. Kemudian, bab ini juga membahas mengenai kemiskinan dan tidak adanya perubahan ekonomi di M uara Angke meskipun telah dilakukan pemusatan kegiatan perik anan serta adanya tingkat produktivitas yang tinggi di tempat pelelangan ikan M uara Angke.
Bab IV membahas mengenai kelompok masyarakat yang terlibat dalam aktivitas perikanan serta peran masing-masing kelompok masyarakat di M uara Angke. Kelompok-kelompok tersebut antara lain nelayan (pemilik, pandega, dan pengolah), buruh angkut, dan pedagang. A gar tim bul pemahaman yan g mendalam mengenai kehidupan sosial-ekonomi masyarakat M uara Angke, pengetahuan akan kegiatan operasional di pelabuhan hingga pemasaran saja tidak cukup. Perlu adanya peninjauan menggunakan pendekatan sosial untuk menilai kualitas kehidupan sosial -
12
ekonomi masyarakat di pelabuhan ini. Kemudian, tulisan diakhiri dengan bab terakhir atau BAB V yang berisi kesimpulan.