BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Krisis keuangan dan perbankan yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 telah mengakibatkan banyak bank tutup. Jumlah bank dan kantor bank di Indonesia dari tahun 1995 sampai dengan Desember 2001 tampak pada Tabel 1. Sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 1999 telah terjadi penurunan jumlah bank sebanyak 77 buah. Penurunan terbanyak terjadi antara tahun 1996 sampai dengan tahun 1999 sebanyak 66 buah bank. Per September 2000 jumlah bank di luar Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebanyak 166 bank dengan 5.409 kantor tidak termasuk kantor BRI Unit. Jumlah kantor BRI Unit per September 2000 sebanyak 3.694 kantor.
Sedangkan jumlah BPR menurut data Mei 2000
sebanyak 8.784 buah. Disaat keterpurukan perbankan konvensional yang tidak kunjung bangkit, pemerintah dalam hal ini otoritas moneter (Bank Indonesia) melakukan terobosan yang sebenarnya telah lama ditunggu, yakni memperbolehkan adanya perbankan yang beroperasi dengan prinsip syariah. Menurut Undang-undang Perbankan No.10 / 98 yang merupakan perubahan dari Undang-undang No.7/92, mengatur bahwa Bank Konvensional seperti PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), selanjutnya disebut BRI, dapat membuka Kantor Cabang Syariah. Dengan kata lain, Bank Indonesia memperbolehkan beroperasinya dual banking system yaitu sebuah kantor bank dapat mendirikan dan beroperasi dengan sistem konvensional maupun sistem syariah asalkan pengelolaannya secara jelas dapat dipisahkan.
Tabel 1. Bank dan Kantor Bank di Indonesia No.
Jenis Bank
1
Bank Umum a. Bank Persero - Jumlah Bank - Jumlah Kantor Bank - Jlh. Kantor Unit BRI b. Bank Pemerintah Daerah - Jumlah Bank - Jumlah Kantor Bank c. Bank Sw asta Nasional - Jumlah Bank - Jumlah Kantor Bank d. Bank Asing & Campuran - Jumlah Bank - Jumlah Kantor Bank Sub Jumlah - Jumlah Bank - Jumlah Kantor Bank *)
2
3
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
7 1,301 3,501
7 1,379 3,595
7 1,527 3,691
7 1,602 3,703
5 1,579 3,703
5 1,506 3,725
5 1,508 3,725
27 446
27 490
27 541
27 555
27 554
26 550
26 560
165 3,458
164 3,964
144 4,150
130 3,976
92 3,581
81 3,228
81 3,292
41 83
41 86
44 90
44 121
49 93
52 95
50 96
240 5,288
239 5,919
222 6,308
208 6,254
173 5,807
164 5,379
162 5,456
Bank Perkreditan Rakyat **) a. BPR bukan BKD - BPR baru - Bank Pasar/Bank Desa - BKPD - Pegaw ai b. BPR Badan Kredit Desa - Bank Desa - Lumbung Desa c. LDKP
1,296 161 217 1
1,343 153 217 1
1,405 153 217 1
1,416 153 217 1
1,424 175 217 1
1,419 152 217 1
1,419 152 217 1
3,289 2,056 1,978
3,289 2,056 1,978
3,289 2,056 1,887
3,289 2,056 1,807
3,289 2,056 1,626
3,289 2,056 1,620
3,289 2,056 1,620
Jlh Bank (termasuk BPR)
9,238
9,276
9,230
9,147
8,961
8,918
8,916
Sumber : Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, 2001, Vol III No.12. Keterangan : *) Di luar Unit BRI **) Data Bank Perkreditan Rakyat : Maret 2001
Ketentuan tersebut dikeluarkan berdasarkan atas berbagai pertimbangan. Hasil penelitian Bank Indonesia, menunjukkan bahwa sekitar 30 % masyarakat Indonesia belum bertransaksi dengan bank. Sebagai salah satu alasannya bahwa pengenaan bunga dalam bank dianggap “riba”. Penelitian Bank Indonesia yang dilakukan di pulau jawa mendapatkan hasil yang signifikan mengenai pandangan masyarakat tentang sistem bunga menurut agama, sebagaimana Tabel 2. berikut. Tabel 2. Pandangan Masyarakat tentang Sistem Bunga Perbankan di Jawa 2
Jawa Barat Jawa Tengah & DIY Jawa Timur Seluruh Pulau Jawa (excl. DKI)
Bertentangan dg ajaran agama 62 % 48 %
Tidak bertentangan dg ajaran agama 22 % 21 %
31 % 45 %
Tidak tahu / Ragu-ragu 16 % 31 %
69 % 55 %
Sumber : Bank Indonesia
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sistem bagi hasil adalah sistem yang dinilai universal dan dapat diterima (94 %) karena bersifat menguntungkan baik bagi bank maupun bagi nasabah. Selain itu, adanya krisis moneter dan perbankan yang berdampak negative spread telah menjadi pemicu dunia perbankan mulai mencoba menjajaki segmen bisnis lain,
yaitu perbankan
dengan prinsip syariah. Perbankan (khususnya Bank Indonesia) telah meyakini bahwa produkproduk syariah tidak akan menimbulkan negative spread. Perbankan syariah mempunyai prinsip bahwa pembagian keuntungan kepada para pemilik dana (deposan) dihitung berdasarkan jumlah pendapatan yang diterima bank, dan pemilik dana memperoleh keuntungan (equivalent rate) sesuai yang telah diperjanjikan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, beberapa bank konvensional mendirikan Kantor Cabang Syariah; seperti Bank BNI, Bank IFI dan Bank Jabar. Sedangkan Bank Syariah Mandiri telah beroperasi sepenuhnya dengan prinsip syariah sejak tahun 1999, disamping Bank Muamalat yang berdiri sejak tahun 1992. Bank-bank tersebut secara agresif mendirikan atau menambah outlet melalui pendirian Kantor Cabang Syariah maupun bekerja sama dengan bank konvensional dalam bentuk perluasan jaringan transaksi pelayanan dan fasilitas ATM Bersama. Perkembangan perbankan syariah tidak terbatas pada bank
3
umum saja melainkan telah lebih dahulu merambah ke Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), saat ini ada 81 BPRS seluruh Indonesia. Tabel 3 . Perkembangan Kelembagaan Bank Syariah KELOMPOK BANK
Des 1999
Des 2000
Des 2001
KP/UUS KC KCP KK KP/UUS KC KCP KK KP/UUS KC KCP KK
Bank Umum Syariah : 1. Bank Muamalat Indonesia
1
9
2 18
1
12
3 27
1
12
2. Bank Syariah Mandiri
1
8
0
0
1
12
0
0
1
23
0
2
17
2 18
2
24
3 27
2
35
4 44
Sub Total
4 38 6
Bank Konvensional yang Buka UUS : 1. Bank IFI
1
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
2. Bank BNI
0
0
0
0
1
7
0
0
1
10
0
0
3. Bank Jabar
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
Sub Total
1
1
0
0
3
9
0
0
3
12
0
0
65
0
0
0
79
0
0
0
81
0
0
0
BPR Syariah
Keterangan : KP / UUS = Kantor Pusat / Unit Usaha Syariah KC = Kantor Cabang KCP = Kantor Cabang Pembantu KK = Kantor Kas Sumber : Bank Indonesia
Mencermati perkembangan bisnis perbankan syariah dan sebagai implementasi visi perusahaan, maka manajemen dengan persetujuan pemilik BRI dalam RUPS luar biasa tanggal 26 Maret 2000, memutuskan untuk masuk juga ke segmen bisnis perbankan syariah. Sebagai bank yang memiliki memiliki moto “melayani seluruh lapisan masyarakat,” maka langkah untuk
melayani
pangsa pasar yang selama ini belum tersentuh oleh dunia perbankan (under bank) adalah tepat. Manajemen memandang bahwa pendirian Kantor Cabang Syariah juga merupakan antisipasi terhadap pemberlakuan Undang-Undang No 22 tahun 2000 tentang Otonomi Daerah. Pada saat ini berkembang wacana bahwa dengan
otonomi
daerah,
setiap
pemerintah
daerah
dimungkinkan
memberlakukan syariah. Jika kondisi ini terjadi, diharapkan pengalaman BRI 4
dalam usaha syariah dapat digunakan untuk melakukan konversi Kantor Cabang konvensional menjadi Kantor Cabang Syariah. Selain itu wacana yang berkembang bahwa pada masa mendatang pelayanan setoran Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) hanya dapat dilayani oleh bank yang memiliki Kantor Cabang Syariah, telah menjadi pemicu untuk segera mengambil langkah dalam rangka antisipasi dari ancaman berkurang atau bahkan hilangnya pangsa pasar setoran haji. Saat ini BRI telah membentuk Unit Usaha Syariah setingkat Divisi yang berfungsi juga sebagai koordinador dari Kantor-kantor Cabang Syariah. Berdasarkan rencana bisnis sampai dengan lima tahun ke depan, BRI akan mendirikan 36 Kantor Cabang BRI Syariah di seluruh Indonesia. BRI adalah organisasi bisnis, selain sebagai agen pembangunan. Oleh karena itu BRI harus tetap mendapatkan laba yang optimum. Berangkat dari prinsip tersebut, maka setiap pembukaan Kantor Cabang Syariah harus tetap berpedoman prinsip manfaat maksimal. Yaitu, manfaat sebagai lembaga perbankan maupun manfaat perolehan keuntungan. Dengan kata lain, setiap investasi yang dilakukan harus selalu memperhitungkan biaya dan manfaat (cost and benefit). Langkah tindak lanjut rencana bisnis yang tertuang dalam letter of intent pemerintah dengan International Monetary Fund (IMF), BRI melalui Unit Usaha Sayariahnya telah berhasil mendirikan
dua Kantor Cabang Syariah, yaitu di
Mayestik – Jakarta Selatan dan Serang (Kebupaten Serang, Propinsi Banten). Perkembangan kedua KCS BRI ini cukup menggembirakan baik dari sisi pembiayaan
maupun
pendanaan.
Selanjutnya
BRI
dalam
tahun
2002
merencanakan akan mendirikan sebanyak 8 Kantor Cabang Syariah, selanjutnya disebut KCS BRI, yang tersebebar di kota-kota besar pulau Jawa, Sumatera, 5
Kalimantan dan Sulawesi. Enam KCS BRI sisanya direncanakan berdiri pada kuartal empat. Pendirian unit bisnis harus mempertimbangkan faktor lokasi. Penentuan lokasi didasarkan pada perkiraan potensi ekonomi, preferensi masyarakat, peluang pemasaran dan kemungkinan pengembangan bisnis KCS BRI di masa yang akan datang. Bank Indonesia mensyaratkan bahwa setiap pendirian KCS BRI harus dilengkapi dengan laporan hasil studi kelayakan. Untuk memenuhi ketentuan itu, Unit Usaha Syariah BRI melakukan penelitian di daerah-daerah dimana KCS BRI akan didirikan, guna memastikan kelayakannya. Berdasarkan hasil studi mengenai persepsi masyarakat yang dilakukan oleh yang Bank Indonesia serta Muamalat Institute, Malang dinilai memiliki potensi yang besar mengingat masyarakatnya memiliki preferensi terhadap beroperasinya bank syariah. Oleh karena itu, BRI tidak ingin kehilangan momentum ini. Disamping itu, dengan memasuki segmen bisnis perbankan syariah, berarti BRI akan memadukan dua hal yang selama ini belum dilakukan. Pertama, pengalaman dan prestasi BRI di segmen pasar golongan menengah - bawah selama ini, dan kedua perkiraan bahwa sebagian besar segmen bank syariah berada di golongan ini. Sehingga keberadaan KCS BRI akan sangat tepat dan mendukung
pengembangan bisnis syariah pada khususnya dan BRI pada
umumnya. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belankang di atas, dapat dilakukan identifikasi beberapa masalah sebagai berikut : 1. Salah satu milestone dalam kontrak manajemen pada saat dilakukan rekapitalisasi adalah bahwa BRI akan memasuki bisnis perbankan dengan prinsip syariah. 6
2. Sebagai tindak lanjut dari kontrak manajemen, maka Direksi telah menetapkan bahwa BRI memasuki segmen bisnis perbankan syariah dengan cara dual banking system. 3. Rencana manajemen tersebut telah mendapatkan persetujuan pemegang saham, melalui rapat luar biasa pemegang saham yang dilakukan tanggal 26 Maret 2000. 4. Berdasarkan rencana bisnis, dalam lima tahun ke depan BRI akan mendirikan 36 Kantor Cabang Syariah dan 15 Kantor Cabang Pembantu Syariah di seluruh Indonesia. Sampai akhir tahun 2002, BRI merencanakan mendirikan 8 Kantor Cabang Syariah yang tersebar di beberapa kota pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. 5. Untuk merealisasikan rencana tersebut, melalui surat keputusan Nokep : S.74-DIR/PPP/12/2001 tanggal 7 Desember 2001, Direksi telah membentuk organisasi Unit Usaha Syariah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero). Selanjutnya Direksi juga sudah menerbitkan Surat Keputusan Nokep:S.75DIR/PPP/12/2001 tanggal 7 Desember 2001 tentang Struktur Organisasi Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu Syariah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero). 6. Kebijakan manajemen BRI menggariskan bahwa setiap investasi yang akan dilakukan
harus
mempertimbangan
manfaat
dan
biayanya.
Artinya
manfaatnya harus lebih besar dibandingkan dengan biaya investasi yang dikeluarkan. 7. Bank Indonesia mensyaratkan bahwa setiap pembukaan Kantor Cabang / Cabang Pembantu Syariah harus dilengkapi dengan laporan hasil studi kelayakan.
7
8. Manajemen BRI telah memberikan beberapa alternatif daerah / lokasi untuk pendirian KCS. Alternatif
tersebut harus dianalisis kelayakan bisnisnya.
Salah satu alternatif daerah / lokasi yang di tawarkan adalah kota Malang. 9. Untuk mengetahui kelayakan pendirian KCS di suatu lokasi, BRI perlu melakukan survey lapang dan penyusuan laporan hasil studi kelayakan bisnis. C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah serta dikaitkan dengan judul tesis ini, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah rencana pendirian Kantor Cabang Syariah BRI, Malang secara bisnis layak dilaksanakan. Artinya apakah rencana investasi tersebut dapat mencapai tujuan, khususnya meningkatkan profitabilitas perusahaan sehingga dapat menunjang tercapainya visi dan misi perusahaan.” D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi tujuan dan manfaat sebagai berikut : 1. Tujuan Penelitian a. Mengkaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendirian KCS BRI Malang. b. Mengkaji dan menganalisis potensi ekonomi, peluang pasar, tingkat persaingan antar bank, tingkat kejenuhan antar bank serta preferensi masyarakat dengan dibukanya KCS BRI Malang. c. Mengkaji dan menganalisis potensi pasar perbankan syariah meliputi kemungkinan peningkatan pendanaan, pembiayaan yang dapat disalurkan, dan pelayanan jasa perbankan syariah lainnya di Malang. d. Menghitung jumlah investasi yang diperlukan untuk pembukaan KCS BRI Malang
8
e. Menilai tingkat kelayakan bisnis pendirian KCS BRI Malang berdasarkan kriteria analisis yang dilakukan berdasarkan asumsi-asumsi bisnis perbankan yang lazim.
9
UNTUK SELENGKAPNYA TERSEDIA DI PERPUSTAKAAN MB IPB
10