FASILITAS WISATA KULINER PADA KAWASAN REVITALISASI PELABUHAN PERIKANAN MUARA ANGKE JAKARTA
ARTIKEL ILMIAH Diajukan untuk memenuhi persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Teknik
Disusun Oleh : PUTRI PARAMITHA NIM. 0610650062-65
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR MALANG 2013
FASILITAS WISATA KULINER PADA KAWASAN REVITALISASI PELABUHAN PERIKANAN MUARA ANGKE JAKARTA Putri Paramitha, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Arsitektur Brawijaya Jalan MT. Haryono 167, Malang 65141, Indonesia E-mail:
[email protected] ABSTRAK Pelabuhan Perikanan Muara Angke merupakan potensi wisata Jakarta Utara yang yang mengusung keunikan kuliner hasil perikanan laut. Pelabuhan Perikanan Muara Angke terletak di Jakarta Utara, kawasan pesisir yang merupakan satu-satunya kota di DKI Jakarta yang memiliki garis pantai sepanjang 32 kilometer yang memiliki karakter kebudayaan Betawi pesisir. Berdasarkan potensi tersebut maka Pelabuhan Perikanan Muara Angke dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata berkonsep alam dan budaya setempat, yaitu alam pesisir dengan kebudayaan Betawi pesisir. Hal ini searah dengan program pemerintah setempat mengenai rencana pengembangan Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke, berdasarkan Panduan Rancang Kota Kawasan Pembangunan Terpadu Muara Angke. Perancangan fasilitas wisata kuliner ini menekankan rancangan tata massa dan lansekap, dan tetap menjaga nilai budaya lokal maupun pelestarian lingkungan dengan tetap mengacu pada rencana pengembangan Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Kata kunci: Wisata pesisir, wisata kuliner, arsitektur tradisional Betawi ABSTRACT Fishery port of Muara Angke is potential for tourism in North Jakarta that carries uniqueness culinary marine fisheries. Fishery port of Muara Angke located in North Jakarta, coastal area which is the only city in Jakarta that has a coastline of 32 kilometers which has the character of coastal Betawi culture. Based on the potential so fishery port of Muara Angke can be developed into a tourism area with nature and local culture concept, the natural coast to coast Betawi culture. This is in line with the program of the local government about fishing port development plans and Fish Landing Base Muara Angke, based on City Design Guide Regions Integrated Development Muara Angke. This culinary tourism facility design emphasizes the design layout and landscape masses, and keep the value of the local cultural and environmental preservation with reference to the development plan of the Port Zone Fisheries and Fish Landing Base Muara Angke. Keywords: Coastal tourism, culinary tourism, traditional Betawi architecture PENDAHULUAN Pesisir utara wilayah Jakarta Utara digiatkan oleh pemerintah kota setempat sebagai potensi pariwisata. Pada pembangunan Jalur Wisata Pesisir yang merupakan Program Pemerintah Kota Jakarta Utara untuk tahun 2010, sedikitnya terdapat 12 tujuan wisata yang terbentang
di pesisir Jakarta. Seluruhnya akan dirangkai menjadi satu kesatuan Jalur Wisata Pesisir Jakarta Utara. Selain bertujuan menghidupkan keduabelas objek wisata di pesisir, diharapkan 12 tujuan wisata pesisir ini dapat menjadi tujuan utama wisatawan serta menjadi ciri khas dari kawasan di Jakarta Utara kedepannya.
Namun, dari 12 lokasi wisata itu, masih ada kawasan wisata yang belum tertata rapi dan butuh perawatan yang saat ini mulai dilakukan penataan dan pembangunan. Salah satunya adalah Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke, sebagai salah satu tujuan wisata dalam Jalur Wisata Pesisir Jakarta Utara, yang meski banyak dikenal sebagai tempat pelelangan dan pelabuhan ikan serta kampung nelayan, sesungguhnya menyimpan potensi wisata. Kondisi Muara Angke yang saat ini lebih menekankan pada komersialitas perdagangan perikanan, membuat kawasan Muara Angke menjadi kurang menarik, sehingga perlu konsentrasi pengembangan pariwisata lebih lanjut. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1263 tahun 2006 tentang Panduan Rancang Kota Kawasan Pembangunan Terpadu Muara Angke Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara, Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke kawasan Muara Angke akan ditata sedemikian rupa sehingga tampil lebih representatif dan menjadi barometer perikanan di Indonesia. Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke kedepan akan terbagi menjadi empat zona yaitu Zona Permukiman Nelayan, Zona Ecomarine, Zona Pelabuhan, Zona Industri Kelautan dan Perikanan. Rencana pengembangan kawasan ini diarahkan dalam rangka mewujudkan visi masyarakat sejahtera melalui pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan yang berwawasan lingkungan secara berkelanjutan. Upaya revitalisasi sebuah kawasan yang selain mencakup perbaikan aspek fisik, juga mencakup aspek ekonomi dan aspek sosial. Pengembangan kawasan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan Muara Angke ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan kepada nelayan sebagai masyarakat lokal.
Yang merupakan fasilitas wisata kuliner di pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan Muara Angke adalah Zona Eco-marine. Pada zona Ecomarine yang direncanakan seluas 7Ha ini akan dibangun sebuah zona untuk beraktivitas di pesisir laut berdampingan dengan kerimbunan hutan bakau (mangrove). Di lokasi ini akan dibangun rumah makan hasil perikanan laut (sea food) yang merupakan relokasi Pusat Jajan Serba Ikan yang saat ini berada di lingkungan pelabuhan perikanan. Pengkhususan dan pemisahan lokasi zonasi diharapkan dapat meningkatkan daya tarik Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke, sebagai salah satu tujuan wisata dalam Jalur Wisata Pesisir Jakarta Utara khususnya sebagai tempat tujuan wisata kuliner makanan laut (sea food). Area yang disediakan oleh pemerintah tersebut mempunyai potensi cukup besar, mengingat lokasi rumah makan makanan laut ini nantinya direncanakan akan mengarah ke utara menghadap laut lepas dan sebelah barat menghadap sungai dan hutan lindung mangrove. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan pada proses perancangan Fasilitas Wisata Kuliner Kawasan Pelabuhan Perikanan Muara Angke ini adalah pendekatan deskriptif analitis yang digunakan untuk mengkaji kondisi eksisting, baik melalui data primer maupun sekunder. Deskriptif, karena sangat diharapkan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan sistematis mengenai kajian-kajian fenomena yang didapat dari kondisi eksisting. Analitis, karena dari fenomena yang didapat kemudian akan dilakukan analisis keterhubungan antara penyediaan dan kebutuhan atraksi wisata di lokasi objek. 1. Metode pengumpulan data Pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi langsung ke lapangan, pendokumentasian, dan wawancara.
Observasi langsung ke lapangan untuk mendapatkan data-data tentang data fisik kawasan studi, kondisi tapak dan segala potensi tapak yang ada, aktivitas pelaku didalam dan sekitar tapak, serta kebutuhan utama yang diharapkan terpenuhi dengan adanya fasilitas wisata kuliner Kawasan Pelabuhan Perikanan Muara Angke. Survey deskriptif dengan penggambaran kondisi lapangan apa adanya. Untuk itu pendokumentasian sangat penting dalam kegiatan prarancang ini dikarenakan pendekatan deskriptif yang juga menuntud kevalidan informasi. Wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi dari narasumber-narasumber yang terlibat atau yang berperan dalam kawasan studi untuk mendapatkan data yang lebih spesifik dan detail. Sedangkan pengumpulan data sekunder diperoleh dari studi literatur dan studi komparasi. Data studi literatur diperoleh dari peraturan dan kebijakan pemerintah, serta data statistik sebagai masukan untuk memperdalam analisa yang ada. Studi Komparasi dilakukan dengan cara membandingkan dengan faktor pembanding dapat berupa konsep perancangan yang diaplikasikan, aktivitas pelaku, karakteristik bangunan dan fasilitas yang tersedia, serta kelebihan maupun kekurangan objek komparasi. Objek yang dijadikan komparasi adalah perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, kawasan perkampungan yang ditetapkan Pemerintah Jakarta sebagai tempat pelestarian dan pengembangan warisan budaya asli Betawi. Komparasi ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui karakteristik arsitektur Betawi dan fasilitas-fasilitas yang ada sebagai pendukung fungsi wisata. 2. Metode pengolahan data Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa melalui pendekatan konsep perencanaan dan perancangan, yaitu dengan menggunakan teori-teori perancangan arsitektur, studi terdahulu, dan studi objek komparasi yang berkaitan dengan perancangan fasilitas wisata di Kawasan
Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. a. Analisa Proses analisa meliputi analisa ruang (analisa fungsi, pelaku, aktivitas, kebutuhan ruang, hubungan ruang, organisasi ruang); analisa tapak terhadap potensi positif dan negatif tapak dan lingkungan sekitarnya serta aspek-aspek lain yang ada di dalamnya; dan analisa bangunan (bentuk dan tampilan bangunan, material dan struktur bangunan) b. Sintesa Tahapan sintesa merupakan kesimpulan dari analisa yang menghasilkan alternatif-alternatif dan konsep yang dijadikan acuan pada proses perancangan dalam upaya penyelasaian masalah yang timbul pada tahap sebelumnya. 3. Metode Perancangan Dalam proses perancangan, dilakukan dua metode yaitu metode pragmatik dan metode tipologi bangunan tradisional Betawi. Metode pragmatik digunkan untuk memecahkan masalah tata massa dan ruang luar terhadap tapak yang mengacu pada teori-teori dan disesuaikan dengan kondisi lingkunghan sekitar. Sedangkan metode tipologi bangunan tradisonal Betawi, diterapkan pada fasilitas yang terbangun. Perancangan bangunan yang dihasilkan berasal dari tipe-tipe bentuk dan tampilan rumah tradisional Betawi yang dijadikan sebagai landasan dalam melakukan proses perancangan untuk menghasilkan suatu desain. HASIL DAN PEMBAHASAN Kawasan Muara Angke terletak di delta Muara Angke, Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara. Tapak fasilitas wisata kuliner dari Pelabuhan Perikanan Muara Angke ini terletak di dalam kawasan pelabuhan. Berdasarkan Panduan Rancang Kota Kawasan Pembangunan Terpadu Muara Angke yang digunakan sebagai pedoman dalam revitalisasi kawasan
Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke, tapak berada di sisi barat kawasan pelabuhan Muara Angke dengan luas lahan yaitu sebesar 71.216 m² untuk fungsi fasilitas wisata kuliner zona eco marine (Blok E). Kondisi eksisting tapak yang memiliki lahan relatif datar berada pada ketinggian 1 m di atas permukaan air laut pada waktu pasang tertinggi. Tapak dikondisikan telah kosong dari bangunan-bangunan.
tapak terdapat sungai yang memisahkan antara area tapak dengan kawasan hutan bakau Suaka Margasatwa Muara Angke. Di sebelah timur tapak telah terbangun Pelabuhan penyeberangan wisata dari dan menuju ke Kepulauan Seribu. Di sekeliling tapak telah terbangun jalan yang terhubung dengan jalan di dalam kawasan pelabuhan perikanan Muara Angke. Untuk menuju area tapak bisa melalui area sektor industri perikanan atau permukiman
3 2 7
25 8, 4 2 3 0
2 5 2
Gambar 1. Tapak Fasilitas wisata kuliner
Batas-batas tapak fasilitas wisata antara lain adalah : a. Sebelah Utara : Laut Jawa b. Sebelah Timur : Pelabuhan Penyeberangan Penumpang c. Sebelah Selatan : Kawasan Permukiman Nelayan PPI Muara Angke d. Sebelah Barat : Sungai Angke dan hutan Lindung Mangrove Terdapat perubahan bentuk daratan antara kondisi eksisting dengan peta rencana dalam Panduan Rancang Kota Kawasan Pembangunan Terpadu Muara Angke yang digunakan sebagai pedoman dalam revitalisasi kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Pada kondisi eksisting, di sebelah barat laut tapak terdapat daratan yang dalam rencana revitalisasi nantinya akan dikeruk. Ada pula bagian tapak yang merupakan perairan pada kondisi eksisting, direklamasi menjadi daratan. Lokasi tapak fasilitas wisata kuliner zona eco marine berada pada sisi paling barat laut kawasan pelabuhan perikanan Muara Angke. Area tapak tersebut membentang mengarah ke utara menghadap laut lepas dan di sebelah barat
Gambar 2. Potensi lingkungan tapak fasilitas wisata kuliner
Laut yang berbatasan langsung dengan tapak merupakan potensi alam pesisir yang dapat dimanfaatkan dalam proses perancangan fasilitas wisata kuliner. Pemanfaatan laut sebagai potensi alam pesisir dapat dimaksimalkan sebagai potensi view utama dari dalam tapak, serta sebagai orientasi fungsi bangunan. View ke luar tapak arah utara yaitu view ke arah Laut ini merupakan view positif yang menarik. Pelabuhan penyeberangan penumpang yang berada di sisi timur tapak fasilitas wisata kuliner (zona eco marine) merupakan fasilitas pelabuhan penyeberangan wisata untuk penumpang yang akan menuju Kepulauan Seribu. Pelabuhan ini mulai dibangun sejak tahun 2006 dan diresmikan pada awal 2012. Mengingat fungsi pelabuhan ini sebagai fasilitas penyeberangan bagi wisatawan yang akan menyeberang ke Kepulauan Seribu, yang berarti juga mendukung
fungsi fasilitas wisata di Pelabuhan Muara Angke. Keberadaan pelabuhan penumpang ini dapat menjadi pertimbangan yang dapat mendukung keberadaan fasilitas wisata kuliner zona eco-marine yang akan dibangun nantinya, ataupun sebaliknya, perancangan fasilitas wisata kuliner dapat mendukung dan berintegrasi dengan keberadaan pelabuhan penumpang yang berdampingan letaknya. Suaka Margasatwa Muara Angke yang merupakan kawasan hutan bakau ini terletak berdampingan berdampingan dengan tapak perancangan fasilitas wisata kuliner Pelabuhan Perikanan Muara Angke, dengan dibatasi oleh Sungai Angke. Keberadaan hutan Bakau Suaka Margasatwa Muara Angke ini merupakan potensi lingkungan tapak yang dapat dimaksimalkan sebagai potensi view positif dari dalam tapak, serta sebagai orientasi fungsi bangunan. Konsep Ruang Kefungsian utama fasilitas wisata kuliner di kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke dibedakan ke dalam tiga macam fungsi, yaitu: 1. Fungsi primer a. Wisata kuliner b. Wisata pesisir 2. Fungsi sekunder a. Fungsi pertunjukan b. Fungsi jual-beli 3. Fungsi tersier a. Pengelolaan b. Pemenuhan kebutuhan bagi pengunjung c. Service dan maintenance Organisasi ruang didasarkan atas hubungan ruang dan alur sirkulasi yang terjadi antar ruang baik secara makro maupun mikro, yang dijabarkan dalam bentuk diagram.
Gambar 3. Organisasi ruang makro fasilitas wisata kuliner kuliner
View Tapak Sebagai penyelesaian yang berkaitan dengan view dan orientasi bangunan terhadap bentuk tapak, maka orientasi dan view maksimal ke arah Laut Jawa dan hutan mangrove, maka orientasi bangunan rumah makan di dalam zona wisata ini nantinya akan lebih dipertegas ke arah arah Laut Jawa dan hutan mangrove. Sedangkan untuk view ke dalam tapak, diarahkan kepada plasa berupa taman terbuka sebagai point of interest pada kawasan wisata selain taman mangrove terbuka. Tanggapan Iklim Bentuk tapak menjadikan tapak memiliki potensi terhadap orientasi bangunan yang sama baik arah hadap utara-selatan maupun timur-barat. Orientasi bangunan yang terbaik terhadap arah datang sinar yaitu orientasi tegak lurus dari arah utara-selatan karena menerima radiasi yang lebih sedikit dibandingkan barat-timur. Selain itu juga melalui rasio bentuk bangunan yang
ramping memanjang sehingga radiasi dan sinar yang berlebih dapat direduksi oleh sisi pendek bangunan. Lokasi tapak yang berada di tepi laut berpengaruh pada faktor kelembaban udara yang cukup tinggi. Barier-barier alami untuk angin tidak hanya diperlukan pada sisi tapak yang berbatasan dangan laut, tetapi juga pada sisi tapak yang berbatasan dengan jalan raya, untuk mengurangi debu yang berasal dari jalan, sehingga angin yang diterima bangunan pada tapak merupakan udara sejuk tanpa mengandung konsentrasi debu yang tinggi. Kenyamanan area atau zona pada tapak dipengaruhi oleh kondisi angin. Area atau zona yang terletak dekat dengan laut memiliki kecepatan angin cukup tinggi dan angin yang berhembus dari luar membawa kandungan air yang tinggi ke dalam tapak. Sirkulasi Penyelesaiaan untuk pencapaian dan sirkulasi diantaranya adalah adanya beberapa alternatif pencapaian ke dalam tapak, dan membuat jalur kendaraan bermotor di sekitar tapak bersifat satu arah sehingga meminimalkan terjadinya crossing antar kendaraan. Jalur kendaraan yang dibuat searah adalah jalan yang berada di sisi timur, barat, utara dan jalan di antara tapak zona eco marine dan tapak pelabuhan penyeberangan. Bukan hanya sirkulasi kendaraan, sirkulasi manusia juga harus diperhatikan agar tidak terjadi saling silang, dan menciptakan bagi pengunjung pejalan kaki. Beberapa alternatif pencapaian ke dalam tapak diantaranya adalah pencapaian langsung, pencapaian tersamar dan pencapaian memutar. Pencapaian digunakan sebagai akses utama, sehingga jarak pencapaian yang ditempuh relatif dekat. Pencapaian tersamar digunakan sebagai akses kedua untuk kendaraan bermotor, dan lebih diutamakan pejalan kaki untuk menciptakan integrasi sirkulasi antara tapak wisata yang akan dirancang dengan tapak pelabuhan penyeberangan. Pencapaian memutar diterapkan pada
tapak dekat pantai. Alternatif pencapaian memutar ini dimanfaatkan bagi pengunjung yang ingin menikmati keindahan panorama pantai muara angke. Keberadaan pelabuhan penyeberangan di sisi timur tapak fasilitas wisata menjadi pertimbangan aksesibilitas diantara kedua fungsi tersebut guna menciptakan integrasi sirkulasi antara tapak wisata yang akan dirancang dengan tapak pelabuhan penyeberangan. Untuk itu dirancang akses dan sirkulasi bagi pejalan kaki yang mudah dicapai dengan berjalan kaki bagi pengunjung pelabuhan yang ingin menuju fasilitas wisata kuliner, atau sebaliknya Zoning Pada tapak fasilitas wisata kuliner, zona publik diletakkan mengeliling pada sisi luar utara, sisi luar barat, sisi luar timur dan sisi luar selatan tapak . Zona semi publik menyebar pada bagian tengah tapak fasilitas wisata kuliner. Zona servis di antara zona publik dan semi publik, atau menyebar di beberapa titik lokasi dalam tapak.
Gambar 4. Zoning tapak fasilitas wisata kuliner
Tata Massa dan Ruang Luar Pola tata massa yang diterapkan pada fasilitas wisata Pelabuhan Perikanan Muara Angke ini adalah berbentuk linierradial. Pola radial diterapkan pada masingmasing fasilitas wisata sehingga memudahkan pencapaian serta menghindari kebosanan, sedangkan pola linier merupakan tanggapan dari analisa potensi bentuk tapak dan mendekati potensi alam view laut. Pola linier
Penyebaran massa-massa yang mendekati potensi alam merupakan salah satu bentuk penerapan konsep bangunan menyesuaikan dengan lingkungan, yaitu mendekati potensi view utama ke arah laut dan hutan bakau. Pola tata massa linier juga seperti pola tata massa khas bangunan pesisir betawi.
Pola penataan dan penyebaran vegetasi pada tapak vasilitas wisata kuliner didasarkan pada pertimbangan matahari, arah angin, dan fungsi estetika. Pola penyebaran vegetasi pada ruang terbuka mengadaptasi penempatan vegetasi pada permukiman betawi umumnya yang cenderung acak.
Gambar 5. Tata massa fasilitas wisata kuliner
Area parkir yang dirancang pada tapak dibedakan menjadi tempat parkir mobil, parkir bus, dan parkir sepeda motor. Area parkir diposisikan di sisi selatan, utara dan barat tapak zona eco marine. Tempat parkir di sisi selatan menggunakan jenis pola tegak lurus, sedangkan untuk tempat parkir di sisi utara dan barat menggunakan pola menyudut yang efektif untuk diterapkan pada tempat parkir di tepi jalan. Pada area parkir menggunakan vegetasi sebagai peneduh dari panas sinar matahari.
Gambar 6. Ruang luar fasilitas wisata kuliner
Gambar 7. Penyebaran vegetasi fasilitas wisata kuliner
Konsep Bangunan Penerapan konsep bangunan tradisional Betawi pada bangunan dalam tapak fasilitas wisata kawasan pelabuhan perikanan Muara Angke dilakukan pada bentuk dan tampilan bangunan dalam upaya mempertahankan lokalitas budaya setempat, juga yang telah beradaptasi dengan iklim pesisir pantai. Bentuk dan tampilan bangunan betawi pesisir ini diaplikasikan pada struktur panggung, pengolahan bentuk atap, serambi depan dan balaksuji, elemen arsitektural dan ornamen pada bangunan yang menjadi karakteristik yang mempunyai kemampuan mengatasi iklim daerah pesisir yang mempunyai sinar matahari yang terik, aliran udara yang besar dan curah hujan yang tinggi. Sebagai elemen arsitektural khas Betawi, pada bangunan tapak fasilitas wisata diaplikasikan dengan jendela dan pintu krapyak, ornamen khas betawi pada atap, bentuk lisplang gigi balang, dan ornamen langkan.
Penyebaran massa-massa yang mendekati potensi alam merupakan salah satu bentuk penerapan konsep bangunan menyesuaikan dengan lingkungan, yaitu mendekati potensi view utama. Pola tata massa linier dengan bangunan berjejer di sepanjang tepian air juga merupakan penerapan pola tata massa bangunan Betawi pesisir umumnya.
Gambar 8. Konsep tampilan bangunan fasilitas wisata kuliner
HASIL DESAIN Gambar 10. Tata massa dan ruang luar fasilitas wisata kuliner
Pencapaian ke dalam tapak dapat melalui pencapaian langsung, pencapaian tersamar dan pencapaian memutar. Pencapaian langsung dari jalan raya di sisi selatan tapak sebagi entrance bagi pejalan kaki. Pencapaian tersamar ke tapak zona eco-marine melalu jalan di sisi timur tapak yang memisahkan dengn pelabuhan penyeberangan penumpang Kepulauan Seribu sebagai entrance kendaraan bermotor. Pencapaian dari sisi ini dapat menciptakan integrasi sirkulasi antara tapak zona eco marine dengan tapak pelabuhan penyeberangan. Untuk pencapaian memutar diperuntukkan bagi kendaraan bermotor. Gambar 9. Site plan kawasan fasilitas wisata kuliner
Pola tata massa yang diterapkan pada fasilitas wisata kuliner Pelabuhan Perikanan Muara Angke ini adalah berbentuk linier-radial. Pola radial diterapkan guna memudahkan pencapaian serta menghindari kebosanan, sedangkan pola linier merupakan tanggapan dari analisa potensi bentuk tapak dan mendekati potensi alam view laut.
Gambar 11. Pencapaian menuju tapak fasilitas wisata kuliner
Konsep bangunan pada fasilitas wisata pelabuhan Muara Angke mengangkat budaya arsitektur lokal bangunan tradisional rumah Betawi. Konsep bangunan tradisional Betawi diterapkan melalui bentuk dan tampilan fasilitas terbangun. Dari analisa rumah tradisional Betawi didapatkan tipe yang menjadi ciri dasar bangunan tersebut. Tipologi bentuk dan tampilan rumah Betawi yang dijadikan sebagai konsep dasar pada bentuk dan tampilan fasilitas terbangun pada kawasan fasilitas wisata ini menggunakan bentuk dasar atap rumah Betawi berupa atap joglo, kebaya, dan gudang. Selain bentuk atap rumah, terdapat pula karakter khusus pada rumah tradisional betawi yaitu struktur panggung dan balaksuji. Selain itu konsep tampilan bangunan diperoleh dari bentuk ornamen ynag menjadi ciri khas elemen arsitektural bangunan Betawi. Elemen khas arsitektur tradisional Betawi yang diterapkan pada bangunan dalam fasilitas wisata antara lain Jendela, pintu, dan ventilasi rumah khas tradisional betawi memiliki bukaan yang lebar, Jendela pada rumah Betawi umumnya berupa jendela krapyak dan jendela bujang, dengan ukiran pada lubang angin di atas jendela dan pintu utama. Ornamen-ornamen khas rumah tradisional Betawi lainnya adalah pada bentuk lisplang gigi baling, dan ornament bentuk langkan. Untuk material, bangunan di dalam tapak fasilitas wisata kawasan pelabuhan perikanan Muara Angke, secara umum menggunakan material batu bata sebagai dinding karena mempertimbangkan fungsi yang diwadahi didalamya. Namun ada beberapa bangunan fungsi tertentu yang dapat menggunakan kombinasi material dinding bata dan papan kayu seperti kios ikan pada zona eco marine.
Bangunan rumah makan
Bangunan penerima
Bangunan pendopo
Bangunan Toko souvenir
Bangunan kios ikan
Bangunan mushola
Gambar 12. Bangunan pada fasilitas wisata kuliner
KESIMPULAN Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke, sebagai salah satu tujuan wisata dalam Jalur Wisata Pesisir Jakarta Utara, yang meski banyak dikenal sebagai tempat pelelangan dan pelabuhan ikan serta kampung nelayan, sesungguhnya menyimpan potensi wisata sebagai tempat tujuan wisata kuliner khas pesisir. Rencana pemerintah dalam rangka pengembangan jalur wisata pesisir merupakan alasan utama pengambilan kajian sekaligus perancangan Fasilitas wisata pada kawasan revitalisasi pelabuhan perikanan dan pendaratan ikan Muara Angke ini. Perancangan Fasilitas wisata pelabuhan perikanan Muara Angke memanfaatkan potensi alam dan budaya betawi pesisir. Dengan mengangkat budaya arsitektur lokal serta memperhatikan keadaan lingkungan kawasan sekitar tapak merupakan bentuk upaya perancangan yang berbasis pada potensi wisata alam pesisir. Penerapan konsep perancangan yang berbasis pada potensi wisata alam pesisir Fasilitas wisata pelabuhan perikanan Muara Angke ini terdapat beberapa poin yaitu : 1. Mengambil konsep arsitektur bangunan Betawi dalam perancangan bangunan sebagai tanggapan terhadap konsep fasilitas wisata yang berbasis pada potensi lingkungan setempat. 2. Menyesuaikan antara teori tata massa terhadap kawasan melalui berbagai analisa tapak. Sehingga potensi view, sirkulasi, vegetasi, iklim dan topografi yang terdapat di area tapak serta sekitar tapak menjadi pertimbangan dasar dalam perancangan tata massa. 3. Selain sebagai wahana rekreasi, adanya Fasilitas wisata pelabuhan perikanan Muara Angke ini secara langsung juga berperan bagi kelestarian lingkungan. Fungsi penting Fasilitas wisata pelabuhan perikanan Muara Angke tersebut adalah dalam hal memperluas area terbuka hijau,
4.
mengurangi polusi udara, menjaga kualitas air tanah, dan mengurangi pemanasan global. Fasilitas wisata dapat menjadi jawaban permasalahan tingkat polutan dan suhu udara yang tinggi. Fasilitas wisata kuliner pelabuhan perikanan Muara akan dimanfaatkan kebutuhan publik terhadap waterfront management dengan membangun konsep kolam retensi dan maksimalisasi ruang terbuka hijau. Pembangunan kolam retensi dan ruang terbuka hijau tersebut selain akan meningkatkan kemampuan water management sebagai drainase untuk mengantisipasi air pasang, gelombang laut dan curah hujan yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Ashihara, Yosinobu. 1983. Merancang Ruang Luar. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November Black. 1999. Australian departement of tourism. Press. http//www. Edukasi. Net. (diakses 16 Mei 2011) Cahyani, Nurul. 2007. Pengembangan Kawasan Wisata Tanjung Papuma. Skripsi tidak dipublikasikan. Malang : Universitas Brawijaya Ching,. Francis DK. 2000. Arsitektur Bentuk, Ruang dan Tatanan. Jakarta: Erlangga Dahlan, E.N. 2005. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. IPB Press. Bogor. Direktorat Jendral Pengembangan Destinasi Pariwisata. 2009. Prinsip Dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat. Jakarta: Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata. Fandeli, Chafid. 2000. Pengertian Dan Konsep Dasar Ekowisata. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Fitriyati, N. 1998. Studi Peranan Tanaman sebagai Pereduksi kebisingan. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor . Bogor. (tidak dipublikasikan). Hakim, Rustam dan Utomo, Hardi. 2002. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap. Jakarta: Bina Askara. Harun, Ismet B., Kartakusumah, Dan Hisman., Ruchiat, Rachmat & Soediarso Umar. 1991. Rumah Tradisional Betawi. Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Ingels. 1980. Komponen Perancangan Lansekap. Press. http//www. Edukasi. Net. (diakses 16 Mei 2011) Keputusan Menteri Kimpraswil. 2002. Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan. Jakarta: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Lawson, Fred & Manuel Baud, Bovy. 1977. Tourism And Recreation Development, Boston: The Architectural Press Ltd, London Publishing Company Inc. Laurie. 2002. Lansekap Tropis. Press. http//www. Edukasi. Net. (diakses 3 Mei 2011). Munasef, Bambang. 1995. Pedoman Perencanaan Pariwisata. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh November. Neufert, Ernst. 1992. Data Arsitek Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga Prasita, V.DJ. 1996. Konservasi Sumbar Daya Tanah dan Air. Jakarta: Kalam Mulia Rohcman. 2002. Lansekap Tropis. http//www. Edukasi. Net. (Diakses 3 Mei 2010). Saidi, R. 1994. Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta. Jakarta: LSIP.
Sastrawati, Isfa. 2003. Prinsip Perancangan Kawasan Tepi Air, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota PWK ITB. Bandung: Institut Teknologi Bandung Siswantari. 2000. Kedudukan dan Peran Belakang Betawi dalam Pemerintahan serta Masyarakat Jakarta. Tesis. Depok: Program Studi Ilmu Sejarah Bidang Ilmu.