PENERAPAN STRATEGI “OPTIMALISASI PROSES BISNIS” UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KEBIJAKAN DAN KINERJA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA M. Iffan Fanani1 Abstract Given the limited fund of national budget, the Government of Republic of Indonesia, either central or local governments, have to have strategies in order to fulfill every state’s necessities that have a lot of number of types and large amount of value. Productivity improvement is a way that can be taken by the government in order to ensure that each state’s expenditure provides benefits for the citizens’ welfare. This paper is going to discuss the strategy that can be implemented by the government in order to improve its productivity considering the limited resources that is available for the government. The strategy explained in this paper is the strategy to improve the productivity using “Business Process Optimization”, that means maximizing the benefits of available resources and minimizing the loss of every conducted process. The strategy of “Business Process Optimization” is taken from a variety of companies’ experiences that have proved their success in productivity improvement. This paper tries to adapt those companies’ strategies for the government environment. Keyword: Limited resources, productivity, business process optimization.
Latar Belakang: Keterbasan Sumber Daya sebagai Tantangan Profil Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) negara kita dari tahun ke tahun konsisten mengalami apa yang disebut dengan “Defisit Anggaran”, suatu keadaan dimana pendapatan negara masih lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhannya. Secara umum, upaya pemerintah RI untuk menutup defisit dari tahun ke tahun ini dilakukan dengan meminjam dana (utang) dari publik atau pihak luar negeri. Fakta ini antara lain tercermin dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang dipublikasikan oleh Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan RI untuk periode 2006-2008. APBN kita mengalami defisit Rp. 29,14 trilyun pada 2006, Rp. 49,84 trilyun pada 2007 dan Rp. 4,38 trilyun pada 2008. APBN-P 2009 dan APBN 2010 pun diproyeksikan mengalami defisit anggaran masing-masing Rp. 129,84 trilyun dan Rp. 98,01 trilyun. Dalam realisasi APBN 2006-2008 dan rencana APBN-P 2009 dan APBN 2010, sebagian defisit ini ditutup dengan pembiayaan dalam bentuk pinjaman.2 Defisit anggaran ini terjadi karena berbagai alasan, terutama karena kebutuhan-kebutuhan negara yang semakin bertambah banyak, baik jenis maupun nilainya, dan sebagian kebutuhan yang lain dianggap 1
Mantan Konsultan PricewaterhouseCoopers Indonesia, Internal Audit Superintendent, PT BUMI ResourceS Tbk. 2 Sebagaimana disajikan dalam situs http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/apbn/ diakses pada 21 April 2010
M. Iffan Fanani Penerapan Strategi “Optimalisasi Proses Bisnis” untuk Peningkatan Produktivitas Kebijakan dan Kinerja Pemerintah Republik Indonesia
sudah tidak memungkinkan lagi untuk terus dipangkas saat ini. Padahal, pada saat yang sama peningkatan penerimaan negara dari pajak atau pendapatan lain masih belum sejalan dengan peningkatan kebutuhan dana itu, sehingga defisit anggaran pun tidak bisa dihindarkan. Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik dari adanya defisit APBN adalah bahwa ternyata dana negara ini terbatas, tidak berlimpah dan akhirnya menjadi terbatas pula kemampuan negara dalam memenuhi semua kebutuhannya. Hal ini sejalan dengan asumsi scarcity of resources (kelangkaan sumber daya) yang mendasari pembahasan ilmu ekonomi dalam berbagai buku teks di bangku perkuliahan. Sering kita dengar dari media massa, sebagian besar kementerian RI mengeluhkan sedikitnya dana APBN yang dialokasikan untuk kebutuhan dan program kerja kementerian mereka. Ini adalah contoh yang tepat untuk menggambarkan konsekuensi dari scarcity of resources. Karena keterbatasan dana APBN, pemerintah tidak memiliki keleluasaan untuk mendanai keseluruhan kebutuhan, dan akhirnya harus membuat pilihanpilihan mengenai kebutuhan yang mana yang harus didahulukan, didanai sebagian, ditunda atau ditolak sama sekali. Pada saat yang sama, keputusan pemerintah dengan defisit anggaran yang diambil membawa risiko yang tidak sedikit. Jika sebuah keluarga bisa menjadi tidak harmonis karena struktur belanja kebutuhan mereka yang “Lebih Besar Pasak daripada Tiang”, maka defisit anggaran dalam sebuah negara bisa pula menghasilkan kekacauan ekonomi dan sosial jika tidak mampu dikelola dengan baik oleh pemerintah. Kunarjo dalam artikelnya “Defisit Anggaran” menyebutkan bahwa defisit anggaran yang gagal dikelola dapat menyebabkan antara lain;1) peningkatan suku bunga dalam negeri; 2) penurunan nilai tukar rupiah atas mata uang asing karena defisit neraca pembayaran yang membengkak; 3) inflasi dalam negeri karena anggaran negara yang ekspansif; dan 4) meningkatnya pengangguran karena biaya investasi yang mahal dibanding suku bunga pasar yang ada.3 Semua hal tersebut berakibat negatif bagi perekenomian negara jika Pemerintah gagal untuk mengelolanya dalam ukuran yang bisa diterima. Berangkat dari kelangkaan sumber daya dan risiko negatif yang mungkin ditimbulkan dari defisit anggaran, maka tantangan yang dihadapi oleh pemerintah kemudian adalah bagaimana mengoptimalkan keterbatasan dana anggaran yang ada untuk seefektif mungkin menyejahterakan atau melayani rakyat, dan seefisien mungkin dengan harapan defisit anggaran itu bisa semakin kecil dan mengurangi tekanan ekonomi bangsa.
3
Kunarjo, ”Defisit Anggaran”, 2001 297
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
Kerugian Ganda atas Ketidakefektifan Penggunaan Anggaran Negara Risiko kelangkaan sumber daya dan defisit anggaran bisa semakin memburuk tatkala proyek-proyek atau program-program pemerintah beranggaran besar tidak mampu menjawab secara efektif kebutuhan negara atau rakyat. Padahal pada saat yang sama, beberapa kebutuhan lain, yang barangkali juga tak kalah pentingnya, telah kehilangan kesempatannya. Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati dalam suatu kesempatan pernah mengatakan “''Kalau anggaran pendidikan sudah besar, mengalahkan anggaran infrastruktur dan subsidi, tapi kualitas pendidikan tidak meningkat, itu artinya double losses”4. Double losses inilah istilah yang tepat untuk menjelaskan keadaan yang bisa semakin memburuk bagi negara. Contoh lain adalah kemacetan lalu lintas yang menjadi masalah keseharian warga Jakarta dan sekitarnya. Pemerintah daerah Jakarta dan sekitarnya, termasuk pula pemerintah pusat, memang tidak berdiam diri dengan kenyataan akan kemacetan Jakarta dan sekitarnya ini, upayaupaya telah dilakukan termasuk mengeluarkan dana APBN/APBD yang tidak sedikit dan menggandeng investor-investor swasta untuk pembangunan jalan tol yang menghubungkan Jakarta dan kota-kota satelitnya, dan pelebaran jalan-jalan utama. Meskipun demikian, dengan pengalokasian anggaran pembangunan infrastruktur yang besar, ternyata pemerintah belum berhasil juga menyediakan jalan yang bebas kemacetan bagi warga, kemacetan sampai sekarang pun tak kunjung teratasi. Pelebaran jalan di berbagai titik kemacetan hanya cukup berarti untuk memindahkan kemacetan dari titik tersebut ke titik (bottleneck) berikutnya. Sedangkan jalan tol memang mampu menjadi penghubung antar kota yang baik, tetapi tetap belum mampu mengatasi kemacetan dalam kota. Biaya-biaya yang sudah dikeluarkan ini ternyata belum efektif untuk mengurangi kemacetan padahal pada saat yang sama terdapat kebutuhan yang dikorbankan. Double Losses dialami lagi pada kasus penanganan kemacetan ini. Atas semua analisa ini, tantangan kepada pemerintah untuk mengefektifkan dan mengefisienkan APBN menjadi semakin tidak terbantahkan. Belajar dari Dunia Industri Kelangkaan sumber daya juga dihadapi oleh perusahaan-perusahaan dalam berbagai industri, seperti keadaan kekurangan dana, lemahnya sumber daya manusia dan rendahnya kapasitas produksi. Bahkan seringkali tantangan seperti ini masih akan ditambah dengan ancaman dari para 4 Sebagaimana diberitakan http://www.jawapos.com/halaman/ index.php?act= detail&nid=122157, “Sri Mulyani Indrawati Pusing Uang Kuliah”, Sabtu:13 Maret 2010. Diakses pada 18 April 2010. 298
M. Iffan Fanani Penerapan Strategi “Optimalisasi Proses Bisnis” untuk Peningkatan Produktivitas Kebijakan dan Kinerja Pemerintah Republik Indonesia
pesaing yang menggerus pangsa pasar mereka dan mengancam pula kelangsungan hidup perusahaan. Para praktisi dalam industri mempelajari betul keterbatasan sumber daya perusahaan, beberapa dari mereka telah serius memikirkan dan merumuskan berbagai formula untuk keberhasilan bisnis perusahaan. “Produktivitas” adalah salah satu formula yang sudah sangat terkenal untuk menjadi solusi keterbatasan sumber daya perusahaan. Salah satu pembahasan yang baik mengenai pentingnya produktivitas ditulis oleh Jason Jennings dalam bukunya “Less is More; How Great Companies Use Productivity as a Competitive Tool in Business”. Jennings mengungkapkan bahwa beberapa perusahaan, yang menjadi sampel penelitiannya, berhasil menjadi besar “cukup” dengan mereka meningkatkan produktivitas perusahaan, yaitu menghasilkan output yang lebih besar dengan sumber daya yang ada saja. Oleh karenanya, dia memberi judul bukunya “Less is More”. Selama ini tidak sedikit perusahaan yang terjebak dalam upayaupaya yang terlalu mutakhir, mengadakan alat-alat baru atau strategistrategi yang rumit dan berbiaya mahal untuk mencoba meningkatkan pendapatan atau keuntungan mereka. Padahal dengan cara yang lebih sederhana dan murah, perusahaan bisa meraih kinerja keuangan yang lebih baik. Terlalu banyak keputusan bisnis yang dibuat dengan alasan yang salah. Jennings, dari wawancaranya dengan berbagai pimpinan perusahaan terbaik dalam produktifitas, menemukan satu garis merah bahwa perusahaan-perusahaan itu selalu konsisten untuk menjawab terlebih dahulu sebuah pertanyaan sebelum keputusan-keputusan bisnis diambil. “WTGBRFDT?” adalah What is the good business reason for doing it?, “Apa alasan untuk melakukan ini?” merupakan pertanyaan yang sederhana tapi tidak menyederhanakan. Dengan pikiran yang selalu fokus pada tujuan besar perusahaan, pertanyaan ini bisa menjadi senjata yang ampuh untuk “membunuh” usulan-usulan yang berbiaya tidak efisien atau justru malah tidak efektif.5 Dengan pertanyaan ini, perusahaan didorong untuk mencapai tujuannya dengan strategi yang lebih sederhana tapi efektif. Kemudian Jennings menyimpulkan ada 11 (sebelas) sikap, tapi tentu saja tidak mudah dilakukan, yang harus dimiliki untuk meningkatkan produktifitas perusahaan, yaitu: memberi perhatian pada hal-hal detil, menuju pada kesederhanaan proses, tidak menyukai waste, menghindari proses birokratis, memiliki sifat kompetitif, memiliki moral tinggi, fokus pada jangka panjang, memiliki kepemimpinan yang
5 Jason Jennings, Less is More; How Great Companies Use Productivity as a Competitive Tool in Business, Penguin Group, 2002, hal. 97-114 299
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
membimbing, bersifat rendah hati, memiliki keyakinan pada kolega dan memiliki rasa saling percaya.6 Semua paparan Jennings bisa menjadi tamparan yang keras bagi pemerintah, bahwa dalam penyelesaian masalah-masalah, pendekatan yang dilakukan tidak harus selalu dengan proyek-proyek bernilai besar sebagaimana yang seringkali pemerintah praktikkan. Mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki bisa menjadi strategi yang jitu dan murah untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi pemerintah. Perusahaan dan Pemerintah tentu saja berbeda, tetapi mengambil pelajaran dari keberhasilan industri mengelola keterbatasan sumber daya nya bisa memberikan inspirasi bagi pemerintah yang serius ingin memberikan pelayanan terbaik bagi rakyat. Bagaimana Produktivitas Bisa Dicapai Produktifitas sering didefinisikan sebagai seberapa efisien sebuah produk itu dihasilkan. Oleh karena itu, bangunan rumus produktifitas adalah keluaran (output) dibagi dengan masukan (input).7 Produktifitas = Output / Input Dari bangunan rumus ini, maka produktifitas yang tinggi bisa diraih dengan: 1) menggunakan input lebih sedikit untuk hasil output yang sama; 2) menggunakan input yang sama untuk hasil yang lebih banyak; 3) menggunakan input lebih sedikit untuk output yang lebih banyak; dan 4) menggunakan input lebih banyak untuk hasil yang lebih banyak lagi. Lebih dari itu, rumus ini sebenarnya tidak berbicara efisiensi saja tetapi juga efektifitas yang telah dicapai. Jumlah input yang sudah dikelola secara efisien tetapi tidak menghasilkan output yang dikehendaki maka tetap saja akan menghasilkan tingkat produktifitas yang lebih rendah. Oleh karena itu, penulis menyebut produktifitas sebagai perpaduan efektifitas dan efisiensi. Meskipun demikian, pada akhirnya kita fahami bahwa produktifitas hanyalah sebuah alat ukur. Perusahaan menggunakan rumus ini untuk mengukur efisiensi dan efektifitas kinerja mereka yang disatukan dalam satu istilah “produktifitas”. Dengan membawa bangunan rumus ini, maka kinerja pemerintah dapat diukur pula efektifitas dan efisiensinya, termasuk mengukur apakah APBN yang telah dikeluarkan itu sudah produktif untuk melayani masyarakat. Karena produktifitas hanyalah sebuah alat ukur, maka upaya organisasi untuk untuk mencapai produktifitas itulah yang menjadi isu pentingnya. Pada paragraf sebelumnya telah disinggung bahwa dengan mengotak-atik rumus produktifitas kita dapat mendesain bagaimana 6 Ibid, hal 211-232 7 Don R Hansen dan Maryanne M Mowen, Management Accounting, South-Western, 2003, hal 455-462 300
M. Iffan Fanani Penerapan Strategi “Optimalisasi Proses Bisnis” untuk Peningkatan Produktivitas Kebijakan dan Kinerja Pemerintah Republik Indonesia
tingkat produktifitas bisa dinaikkan. Dan ini menjadi pijakan dasar bagaimana strategi pencapaian produktifitas itu bisa dicapai. Para praktisi bisnis telah mencoba strategi-strategi untuk mencapai produktifitas yang lebih tinggi, beberapa diantaranya kemudian dipublikasikan dan menjadi rujukan yang klasik bagi para pembelajar lainnya. Beberapa contoh strategi pencapaian produktifitas memberikan petunjuk bahwa produktifitas dapat dicapai dengan metode yang sederhana dan biaya murah, walaupun proses penemuannya sendiri tentulah tidak mudah. Beberapa diantaranya adalah: - Blue Bird dengan Sikap Awak Armadanya yang dapat Dipercaya (Trustable) Penyedia Taksi Blue Bird, dengan strategi bisnis yang dimiliki, adalah perusahaan berprestasi yang layak dipelajari oleh siapapun. Saat ini Blue Bird adalah penyedia taksi terbesar di negara ini, yang menguasai pasar jasa penyedia taksi secara mayoritas terutama di kawasan Jabodetabek, kawasan dengan pasar pengguna Taksi terbesar di Indonesia. Kedudukannya belum bisa bisa digoyahkan oleh para pesaingnya yang sudah sangat banyak. Salah satu indikator menarik atas kesuksesan Blue Bird adalah loyalitas para pelanggannya yang terus terjaga, tidak berpindah dari Blue Bird, bahkan tatkala tarif taksi ini lebih tinggi dibanding tarif taksi-taksi yang lain sampai sekarang. Blue Bird dalam pelayanannya memberikan sikap yang bisa dipercaya (trustable) kepada pelanggannya, rasa aman dan rasa nyaman diberikan oleh para sopir kepada para penumpangnya, suatu sikap yang sulit ditemui di kota besar semacam Jakarta. Bagi warga Jakarta, rasa aman dan nyaman inilah value yang ingin mereka dapat dari sebuah penyedia taksi, dan Blue Bird berhasil memberikannya. Menjadi trustable di mata pelanggan bukan pekerjaan mudah tapi bukan pula pekerjaan mahal. Yang dilakukan Blue Bird antara lain adalah membangun hubungan dengan sopir secara harmonis, memberikan pelatihan termasuk menegaskan value Blue Bird, dan bersikap disiplin dan tegas terhadap setiap pelanggaran. Upaya ini mampu membangun awak Blue Bird agar memiliki sikap trustable. Upaya Blue Bird ini terlihat menjadi lebih sederhana dan efektif apalagi jika dibandingkan dengan upaya-upaya yang dilakukan para pesaingnya, misalnya dengan memasang TV di kendaraan. Blue Bird memberi contoh kembali bagaimana produktifitas perusahaan diraih dengan cara-cara yang seringkali tidak terduga karena sederhananya, walaupun tentu saja tidak mudah. Lean Management (Lean) oleh Berbagai Perusahaan Secara sederhana, Lean Management dapat ditafsirkan sebagai suatu proses perbaikan terus menerus untuk menghilangkan waste yang -
301
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
tidak memberi nilai tambah bagi produksi (output) dalam rangka meminimalkan biaya produksi (input). Lean banyak dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan di Jepang. Dan Toyota, sebuah pabrikan mobil terkemuka di dunia, adalah perusahaan yang berhasil mempraktikkan dan mengembangkan metode ini secara sukses, yang kemudian melahirkan sebuah teknik yang disebut Toyota Production System (TPS). Dengan cara menghilangkan waste, metode lean ingin mencapai produktifitas yang lebih tinggi. Dalam pengoptimalan proses produksi untuk menghilangkan waste, perusahaan akan berhasil juga mencapai proses produksi yang lebih cepat dan alur produksi yang lebih singkat. Oleh karena itu, para pakar sering menyebut bahwa tujuan dari metode ini adalah pengurangan/penghilangan waste untuk efisiensi input dan peningkatan kecepatan produksi untuk meningkatkan output. Lean banyak sekali dipelajari, dipraktikkan dan dikembangkan, sehingga lean banyak sekali memiliki variasi dalam penerapannya. Meskipun demikian, biasanya terdapat 5 prinsip yang digunakan untuk mengevaluasi proses bisnis berdasarkan Lean, yaitu8: 1. Mendefinisikan kembali apa saja yang dianggap nilai tambah (value) oleh pelanggan. Berdarkan prinsip pertama ini maka tujuan utama perusahaan adalah pelanggan. Oleh karena itu, apa yang menurut pelanggan adalah nilai tambah dari produk, maka itu harus terus dipertahankan dan ditingkatkan. Tujuan perusahaan sudah bukan lagi pencapaian masing-masing departemen, fungsi atau unit usaha, tetapi secara akumulatif bertujuan mendukung nilai tambah bagi pelanggan. 2. Mengidentifikasi keseluruhan proses produksi. Setetelah perusahaan mampu menentukan value dalam pandangan pelanggan, maka perusahaan mulai mengidentifikasi keseluruhan proses-proses dalam perusahaan dengan fokus untuk melihat proses apa saja yang tidak memberi nilai tambah bagi pelanggan. Proses yang tidak memberi value hanya akan menambah biaya dan tidak menambah output 3. Mendesain ulang proses produksi tanpa waste dan yang meningkatkan nilai tambah bagi pelanggan. 4. Melakukan suatu proses produksi jika memang diperlukan (driven by demand). Misalnya, bahan baku untuk proses produksi baru akan didatangkan pada saat dibutuhkan. Menurut metode lean, bahan baku persediaan adalah waste yang hanya menambah biaya produksi, misalnya dengan munculnya biaya penyimpanan (gudang, Peter Hines, Modul Lean Thinking: Applying the Lean Principles of Improving Performance at Less Cost to the Office and Service Industry, Lean Enterprise Research Centre: Cardiff University.
8
302
M. Iffan Fanani Penerapan Strategi “Optimalisasi Proses Bisnis” untuk Peningkatan Produktivitas Kebijakan dan Kinerja Pemerintah Republik Indonesia
pekerja gudang, asuransi, dll). Oleh karena itu, lebih efisien jika perusahaan tidak menyimpang bahan baku. Tetap mereka mendatangkannya pada saat proses produksi membutuhkannya. 5. Berjuang untuk kesempurnaan proses produksi. Produk cacat adalah waste dan keberadaannya hanya akan menambah biaya produksi pula, misalnya karena adanya biaya perbaikan, biaya pekerjaan ulang dan bahkan biaya ketidakpuasan pelanggan. Lean ini banyak menginspirasi berbagai perusahaan besar untuk membangun produktifitas dengan cara yang sederhana. - CEMEX dengan Kecepatan dan Ketepatan Pengiriman Barang9 Sebagaimana dibahas dalam “Harvard Business Essential: Enterpreneur’s Toolkit”, CEMEX adalah produsen semen besar di dunia. Tetapi, produknya yang berupa semen tidak menawarkan ruang yang luas bagi perusahaan untuk berinovasi dan menarik pelanggan dari keunikan barang. Para manajemen CEMEX menyadari bahwa untuk membesarkan perusahaan mereka tidak bisa menawarkan produk yang sama saja dengan kompetitor lain. Alih-alih berusaha mencari teknologi-teknologi maju, manajemen CEMEX justru mengambil inisiatif yang sederhana untuk menarik para pelanggan, yaitu menjual semen dengan janji ketepatan dan kecepatan waktu pengantaran barang. Hasilnya, CEMEX mampu memenuhi 90% komitmen waktu pengiriman dan jauh di atas para pesaingnya yang rata-rata hanya mampu mencapai 35% komitmen waktu pengiriman. Kecepatan dan ketepatan waktu ini diapresiasi oleh para pelanggan mereka dan pada akhirnya justru para pelanggan bersedia membayar pada harga premium untuk produk CEMEX. Banyak perusahaan-perusahaan yang sudah membuktikan bahwa produktifitas adalah kekuatan besar yang bisa dicapai dengan metode sederhana. Dan ini bisa menjadi inspirasi pula bagi Pemerintah Republik Indonesia untuk mengambil filosofinya dalam membangun kinerja pelayanan masyarakat. Bagaimana Pemerintah dapat Menjadi Produktif Terdapat satu benang merah mengenai strategi yang dipraktikkan oleh perusahaan-perusahaan untuk mencapai produktifitas, yang cocok untuk diimplementasikan dalam praktik pemerintahan. Benang merah itu bisa disebut sebagai “Optimalisasi Proses Bisnis”. “Optimalisasi Proses Bisnis” mengandung pengertian bahwa perusahaan-perusahaan yang Harvard Team, Harvard Business Essential: Entrepreneur’s Toolkit, Harvard Business School Publishing, 2005, hal 14.
9
303
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
produktif berusaha memaksimalkan manfaat dari apa-apa yang mereka sudah punya dan meminimalkan kerugian dari apa-apa yang mereka kerjakan. Belajar dari berbagai strategi yang sudah dikembangkan untuk menuju produktifitas, maka suatu perangkat prinsip dapat dibangun secara khusus untuk menjadi petunjuk bagi pemerintah dalam mewujudkannya pula. Prinsip-prinsip untuk penerapan Optimalisasi Proses Bisnis dalam lingkungan pemerintahan ini adalah: Fokus Pada Tujuan Kinerja pemerintah harus selalu didasarkan pada tujuan pelayanan rakyat. Pada faktanya, seringkali fungsi-fungsi dalam pemerintahan tidak memberi nilai tambah bagi pelayanan kecuali justru meningkatkan biaya dan keruwetan birokrasi bagi rakyat. Dengan fokus pada tujuan pelayanan, seorang pemimpin pemerintahan tidak akan segan-segan merestrukturisasi ulang departemen-departemen atau dinas-dinas agar lebih ramping dan lincah. tujuan yang bersifat departemental atau sektoral yang tidak mendukung kepada pelayanan rakyat diarahkan untuk dihilangkan. Dengan prinsip ini, upaya untuk meminimalkan kerugian, ketidakefisienan dan biaya ekonomi tinggi akan menjadi arah utama dari strategi Optimalisasi Proses Bisnis yang dilakukan oleh pemerintah. Akan tetapi, yang perlu menjadi penekanan selanjutnya, pemerintah perlu memahami bahwa efisiensi bukanlah tujuan itu sendiri. Tujuannya tetap pelayanan kepada masyarakat yang dilakukan secara efisien.
-
Bersifat Kreatif tetapi Sederhana Dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh negara, maka penyelesaian masalah harus selalu didasarkan dengan pendekatan yang kreatif dan sederhana. Sebagaimana contoh-contoh dalam dunia industri di atas, seringkali penyelesaian masalah bisa dilakukan dengan cara yang mudah dan murah. Prinsip ini mendorong pemerintah untuk selalu memaksimalkan setiap potensi dan sumber daya yang sudah dimiliki daripada merumuskan kebijakan-kebijakan yang berbiaya tinggi. Pemanfaatan teknologi informasi bisa menjadi suatu strategi yang kreatif dan sederhana. Dengan perkembangannya yang semakin maju, teknologi informasi telah banyak memudahkan berbagai proses manusia dengan biaya yang relatif murah dibanding dengan manfaat yang bisa diperoleh atasnya. Di Singapura, Ijin ekspor, dapat ditingkatkan kualitas dan kecepatannya dengan pemanfaatan E-Government. Dengan pemrosesan melalui metode on-line, ijin ekspor yang sebelumnya harus melalui 21 formulir dan memerlukan waktu sekitar 3 minggu, dapat dipangkas hanya dengan 1 formulir dan disetujui dalam 15 detik saja. E-
304
M. Iffan Fanani Penerapan Strategi “Optimalisasi Proses Bisnis” untuk Peningkatan Produktivitas Kebijakan dan Kinerja Pemerintah Republik Indonesia
Government telah berhasil meningkatkan pelayanan dan kepuasan rakyat atas pelayanan pemerintah Singapura, bahkan mampu memotong biaya pemerintah lebih dari 25%.10 Membangun Kesempurnaan Setiap kerusakan adalah biaya, itu berlaku juga dalam pengelolaan pemerintahan. Contoh paling nyata dalam prinsip ini adalah bagaimana menyempurnakan pekerjaan infrastruktur, seperti jalan dan jembatan, agar awet, tahan lama dan tidak mudah rusak. Setiap kerusakan yang terjadi memunculkan tambahan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, termasuk juga biaya sosial yang mungkin muncul dari kerusakan tersebut yang seringkali lebih mahal bagi masyarakat.
-
Membangun Komunikasi yang Positif Profil demografis negara Indonesia sangat beragam, wilayah yang luas, beragam suku, bahasa, pendidikan, termasuk pula agama. Keinginan kuat dari pemerintah untuk suatu pelayanan yang baik belum tentu diterima secara jelas oleh rakyat dan terkadang mengakibatkan kesalahpahaman yang merugikan. Oleh karena itu, pada kasus Indonesia, komunikasi yang lugas dan baik antara pemerintah dengan rakyat wajib dilakukan dalam setiap “optimalisasi proses bisnis” yang digagas oleh pemerintah, untuk menghindari kegagalan yang sia-sia dalam upaya ini. -
Penilaian Kinerja Semua kinerja pemerintah harus memiliki ukuran prestasi yang jelas dengan penilaian yang bersifat periodik. Kinerja yang tidak dinilai mendorong pemerintah untuk bersikap apa adanya. Oleh karena itu, upaya “Optimalisasi Proses Bisnis” harus dilengkapi pula dengan perangkat target dan penilaiannya yang memungkinkan pemerintah mengukur tingkat keberhasilan dalam proses optimalisasi ini. -
Untuk pencapaian produktifitas, maka 5 (lima) prinsip “Optimalisasi Proses Bisnis” dapat digunakan oleh pemimpin pemerintahan untuk memulai evaluasi atas proses birokrasi yang ada. Tetapi, strategi Optimalisasi Bisnis Proses bisa dijalankan jika pemerintah memiliki keinginan untuk menjalankannya. Sehingga prinsip ini akan memberi petunjuk bagi para pemimpin pemerintahan yang memang ingin meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat, dan tidak akan memberi manfaat bagi pemerintahan yang tidak ingin berubah.
10 Gassan Al-Kibsi (dkk). Putting Citizens On-Line, Not In Line. Halaman 64-73. (On-line). https://www.mckinseyquarterly.com/Putting_citizens_on-line_not_in_line_1020. diakses pada 21 April 2010. 305
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
Secara teknis, metode yang dipakai dalam manajemen lean dapat diadaptasi oleh pemerintah untuk mengevaluasi produktifitas kinerjanya, yaitu: - Pendefinisian Masalah: yaitu mendefinisikan masalah yang akan diselesaikan atau pelayanan masyarakat yang ingin ditingkatkan. - Pemetaan Proses yang Ada: yaitu memetakan proses pemerintahan yang sudah ada berkaitan dengan masalah atau pelayanan yang sedang dibahas. Jika itu adalah pelayanan, maka proses apa saja yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyediakan pelayanan tersebut. Pemetaan ini harus mencakup semua proses yang ada untuk memastikan semua proses bisa dievaluasi. - Identifikasi Ruang Perbaikan: Pada langkah ini, pemerintah mengidentifikasi apa saja yang merupakan waste, proses tanpa nilai tambah, ketidakefisienan, atau juga kebijakan-kebijakan yang tidak efektif. Ruang Perbaikan inilah yang akan diisi dengan inisiatif Optimalisasi Proses Bisnis. - Initiatif Optimalisasi Proses Bisnis: Fokus pada tahap ini adalah strategi baru untuk menghilangkan semua kegagalan kinerja pemerintah yang sudah teridentifikasi pada tahap sebelumnya. Dengan berdasar 5 prinsip di atas, inisiatif perbaikan dapat didesain terutama dengan pendekatan yang efisien dan efektif. Inisiatif bisa sangat berbeda tergantung pada masalah yang dihadapi dan kondisi sumber daya pada masing-masing masalah. - Perbaikan Terus Menerus: Inisiatif yang diambil barangkali tidak mencapai produktifitas tertinggi yang diharapkan. Oleh karena itu, langkah untuk mengevaluasinya secara berulang-ulang diperlukan untuk semakin mempertajam strategi inisiatif. Kelebihan dan Kelemahan Strategi “Optimalisasi Proses Bisnis” Kelebihan Strategi Optimalisasi Proses Bisnis dibahas dalam rangka memberikan solusi strategi bagi pemerintah atas keterbatasan sumber daya (APBN/APBD) yang dimiliki. Dengan strategi ini, pemerintah diharapkan mampu menyediakan pelayanan secara efektif walaupun dengan sumber daya yang terbatas. Lebih dari itu, strategi ini sebenarnya menawarkan cara “menang” yang cepat bagi para pemimpin pemerintahan, terutama bagi mereka yang baru menjabat. Sifatnya yang sederhana tidak menuntut pemimpin pemerintah untuk menunggu waktu yang lama untuk mendapatkan hasil sebagaimana yang terjadi pada kebijakan atau proyek pemerintah berbiaya besar. Bagi seorang pemimpin pemerintahan, yang perlu dilakukan untuk mengawali proses ini adalah membentuk sebuah tim ahli kecil yang secara sungguh-sungguh mengevaluasi masalah dengan berdasar metode dan prinsip di atas. 306
M. Iffan Fanani Penerapan Strategi “Optimalisasi Proses Bisnis” untuk Peningkatan Produktivitas Kebijakan dan Kinerja Pemerintah Republik Indonesia
Sesaat setelah pelantikannya pada tahun 2007 sebagai Presiden Perancis, Nicolas Sarkozy, bekerja sama dengan Perdana Menteri Francois Fillon, segera mengumumkan sebuah program reformasi untuk menurunkan jumlah pengeluaran negara (efisiensi). Mereka mengatakan bahwa program ini bertujuan untuk melayani secara lebih baik tetapi dengan pengeluaran yang lebih efisien. Program direncanakan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, tetapi dengan pencapaian-pencapaian jangka pendek yang telah ditetapkan. Program ini mampu mengidentifkasi 370 inisiatif untuk untuk mewujudkan target, termasuk diantaranya adalah pemanfaatan metode manajemen lean dalam berbagai pelayanan pemerintah, pengembangan teknologi informasi dan pengembangan organisasi berbasis kinerja.11 Krisis ekonomi sempat menghantam Eropa pada tahun 2008, dan tentu saja memberikan efek pada program pemerintah Perancis ini. Meskipun demikian, Program Presiden Sarkozi dapat menjadi bukti bahwa pemanfaatan strategi peningkatan produktifitas telah pula dikembangkan oleh pemerintahan negara lain. Kelemahan Karena strategi ini lebih mendorong “Quick Win” bagi pemerintah, maka strategi ini, jika tidak dirumuskan secara tepat, bisa menjebak pemerintah dalam kebijakan yang tidak komprehensif dan akhirnya justru memunculkan masalah-masalah baru. Contohnya adalah penerapan Just in Time (JIT) sebagai bagian manajemen Lean Toyota yang ternyata menghasilkan masalah baru berupa ancaman interupsi proses produksi dan biaya lingkungan yang juga meningkat karena lingkaran pemasokan persedian bahan baku yang menjadi lebih berulang-ulang. Kendala dalam Penerapan Strategi “Optimalisasi Proses Bisnis” Meskipun seorang pemimpin pemerintahan telah memiliki keinginan yang kuat untuk meningkatkan produktifitasnya, kendala-kendala sudah ada secara melekat dalam kondisi sekarang dan dapat menghadang kesuksesan strategi Optimalisasi Proses Bisnis dalam mencapai produktifitas, antara lain: Pengotoran Sistem Politik Sistem politik negara kita melibatkan pemerintah sebagai pelaksana negara dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai wakil rakyat untuk mengevaluasi pelaksanaan kinerja pemerintah. Berbagai kebijakan penting harus dikonsultasikan kepada DPR sebelum pelaksanannya dan akan pula dievaluasi pada akhirnya. Sistem ini
-
11 Francois Bouvard, Thomas Dohrmann, dan Nick Lovegrove, The Case for Government Reform Now, Halaman 8-9. (On-line). https://www.mckinseyquarterly .com/ The_case_for_government_reform_now_2371. Diakses pada 21 April 2010 307
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
adalah alat pengawasan terbaik bagi pemerintah. Tetapi sistem ini juga memungkinkan oposisi pemerintahan untuk selalu melakukan kritik tidak konstruktif atau menjegal setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah hanya untuk tujuan menjatuhkan lawan politik. Dengan kondisi seperti ini, inisiatif pemerintah dengan strategi Optimalisasi Proses Bisnis tentu tidak akan mudah. Kemampuan pemerintah untuk mengkomunikasikan inisiatif-inisiatifnya adalah kata kunci untuk keberhasilan strategi, sebagaimana disebutkan dalam prinsip strategi di atas. - Kualitas Aparat Pemerintah Penerapan setiap inisiatif tentu akan melibatkan sejumlah aparat pemerintah dan juga departemen-departemen dalam pemerintahan. Budaya aparat yang koruptif, malas dan enggan untuk produktif bisa menjadi halangan pemerintah. Strategi untuk menangani masalah dalam kualitas aparat pemerintah ini bisa sangat beragam sesuai dengan kondisi masingmasing. Sebagai contoh, dalam upayanya untuk mereformasi struktur pengeluaran anggaran pemerintah, Presiden Perancis Nicolas Sarkozy membentuk Komite Pengawas untuk memastikan setiap inisiatif yang telah direncanakan benar-benar dilaksanakan oleh departemendepartemen terkait. Komite Pengawas melaporkan hasilnya 3 (tiga) bulan kepada Presiden dan Perdana Menteri. - Kesadaran Bernegara Bagi negara berkembang seperti Indonesia, tingkat kesadaran bernegara masyarakat relatif lebih rendah. Hal ini seringkali tidak berhubungan dengan nasionalisme tetapi karena kondisi rakyat sendiri secara individual sudah tidak menguntungkan, misalnya karena kemiskinan, dan pemerintah sendiri dianggap belum memberikan kontribusi yang maksimal bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat ini. Berbagai kebijakan yang sebenarnya baik bagi rakyat bisa jadi dipahami secara salah. Sikap-sikap penolakan terhadap kebijakan pemerintah bisa muncul karena mengusik kepentingan pribadi rakyat. Kesimpulan Dengan keterbatasan APBN/APBD, kinerja pemerintah Indonesia harus semakin produktif untuk tujuan kesejahteraan rakyat. Upaya pemerintah untuk meningkatkan produktifitas dapat dimulai dengan belajar dari berbagai organisasi yang sudah terbukti berhasil membangun produktifitasnya. Optimalisasi Proses Bisnis adalah sari pati strategi yang sudah banyak diambil oleh berbagai organisasi tersebut. Optimalisasi Proses Bisnis mengandung pengertian bahwa produktifitas dicapai dengan memaksimalkan manfaat dari apa-apa yang sudah dimiliki dan meminimalkan kerugian dari apa-apa yang sedang dikerjakan. Dengan penerapan strategi ini, diharapkan setiap sumber daya (APBN/APBD) yang 308
M. Iffan Fanani Penerapan Strategi “Optimalisasi Proses Bisnis” untuk Peningkatan Produktivitas Kebijakan dan Kinerja Pemerintah Republik Indonesia
dimiliki oleh pemerintah dimanfaatkan secara efektif untuk setiap kepentingan rakyat. Daftar Pustaka Al-Kibsi, Gassan (dkk). Putting Citizens On-Line, Not In Line. (On-line). https://www.mckinseyquarterly.com/Putting_citizens_on-line_not_in_line _1020. diakses pada 21 April 2010. Bouvard, Francois; Thomas Dohrmann; dan Nick Lovegrove. The Case for Government Reform Now. (On-line). https://www.mckinseyquarterly. com/The_case_for_government_reform_now_2371. Diakses pada 21 April 2010 Carreira, Bill. Lean Manufacturing That Works: Powerful Tools for Dramatically Reducing Waste and Maximizing Profits. New York: Amacom. 2005 Gifford and Pinchot, Elizabeth. The End of Bureaucracy and The Rise of The Intelligent Organization, San Fransisco: Barret-Koehler Publishers, 1993. Hansen, Don R dan Mowen, Maryanne M. Management Accounting, Ohio: SouthWestern. 2003 Jason Jennings, Jason. Less is More; How Great Companies Use Productivity as a Competitive Tool in Business. USA: Penguin Group, 2002 Kirzner, I.M. Competition and Entrepreneurship. University of Chicago Press: Chicago. 1973 Liker, Jeffrey K. The Toyota Way: 14 Prinsip Manajemen dari Perusahaan Manufaktur Terhebat di Dunia. Jakarta:Erlangga, 2006 Mankiew, N. Gregory Mankiew. Principles of Economics. Mason: South-Western Cengage Learning. 2009 Osborne, David dan Ted Gaebler. Reinventing Government: How the Enterpreneurial Spirit is Transforming the Public Sector. New York: Penguin. 1993 Taghizadegan, Salman. Essentials of Lean Six Sigma. Oxford UK: Elsevier Inc. 2006
309