Strategi pemenuhan pakan untuk peningkatan produktivitas dan populasi sapi potong Marsetyo Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Kampus Bumi Tadulako, Tondo Palu Sulawesi Tengah (marsetyomarsetyo@yahoo .co .u k)
Abstract Increasing beef demand which exceed national beef production, has lead Indonesian government to increase beef cattle population . Program to increase beef cattle population and productivity must be accompanied by sufficient supply of good quality feed continuously . In order to achieve the targeted beef cattle population and productivity the concept of feed budgeting must be implemented . However, with small holder farming system, feed supply and quality are often limited by (1) lack of knowledge about importance of good quality feed to beef cattle production (2) Lack of access to suitable species or improved forages (3) lack of land to grow improved forages (4) difficult environmental condition to grow forages (5) low income farmers . Strategy to overcome those limitations are by the use and explore a local resource as cattle feed, grow forages on existing land, apply technology to treat and conserve feed, integrated between cattle and crops and estate and apply feeding management . The nutritive value and the use of crop residues such as rice straw, corn stover, peanut straw and estate byproduct such as cacao pods for cattle feed can be improved by the implementation of feed technology . There are also a potential supplements from agroindustrial by product such as cassava, rice bran, copra meal and palm kernel meal which are available to farmers .
Pendahuluan Sapi potong merupakan salah satu komoditas penting dalam pembangunan nasional karena sebagai sumber protein hewani, sumber pendapatan, sumber pupuk, sumber tenaga kerja, pemanfaatan limbah pertanian, dan sebagai tabungan petani . Sepertiga produksi daging dunia disuplai dari ternak ruminansia termasuk sapi potong (FAO, 2004) . Departemen Pertanian (2007) melaporkan bahwa pemintaan daging sapi nasional jauh melebihi kemampuan produksi daging sapi, sehingga harus dilakukan impor sapi . Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian R .I . mencanangkan Program Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) dengan target bahwa pada tahun 2010, Indonesia sudah dapat memproduksi daging sapi 9095% dari kebutuhan nasional (Dirjen Peternakan, 2007) Program P2SDS juga ditargetkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor daging dan ternak sapi, menyelamatkan devisa negara, serta untuk membuka lapangan kerja yang pada akhirnya dapat mengurangi angka kemiskinan . Saat ini Indonesia hanya mampu memenuhi konsumsi masyarakat terhadap daging sapi sebesar 72%, sisanya masih tergantung kepada pasokan impor . Bila keadaan ini dibiarkan, tingkat ketergantungan pada tahun 2010
94
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 ovember 2008
akan mencapai 37%, dan pada tahun 2015 ketergantungan tersebut akan meningkat lagi menjadi 50%. Dengan peningkatan ketegantungan impor daging sapi yang sangat nyata tersebut diperlukan devisa sebesar 23 trilyun Rupiah untuk memenuhinya (Dirjen Peternakan, 2007a,b) . Program peningkatan populasi dan produktivitas sapi potong secara nasional harus diikuti dengan penyediaan pakan yang berkualitas sepanjang tahun . Upaya untuk penyediaan pakan ternak harus dilakukan secara komprehnsif yang meliputi penerapan konsep feed/forage budgetting, perawatan dan pemanfaatan hijauan yang ada, pengembangan hijauan unggul, pengembangan usaha integrasi antara ternak dan tanaman pangan atau tanaman perkebunan, dan penggalian potensi pakan lokal . Penerapan Konsep Feed/Forage Budgetting
Feed budgetting adalah perhitungan kebutuhan pakan seekor sapi dan suplai pakan yang dapat diberikan kepada seekor sapi tersebut . Bila peternak hanya memberikan sapi berupa hijauan sebagai pakan tunggal (sistem cut and carry) maka istilah yang tepat digunakan adalah forage bugetting. Kebutuhan dan suplai pakan dari seekor sapi dapattelah diketahui, maka kebutuhan dan suplai pakan dari beberapa ekor (suatu populasi) dapat dalam kurun waktu tertentu diprediksi . Bila konsep feed bugetting ini sudah dipahami dengan baik maka dapat dilakukan penaksiran apakah pakan yang tesedia disekitar sapi cukup atau tidak . Bila suplai pakan tidak mencukupi maka harus dilakukan langkah-langkah strategis untuk mengatasi kekurangan pakan . Defist pakan dalam suatu wilayah populasi sapi dapat menurunkan performan sapi (pertumbuhan, reproduksi) yang pada akhirnya dapat menghambat progam peningkatan populasi . Sapi-sapi yang dipelihara pada pakan yang kurang akan menampakan skor kondisi tubuh yang rendah yaitu berkisar 3-4 . Pemahaman feed budgetting yang akurat memungkinkan untuk peningkatan efisiensi penggunaan pakan pada daerah-daerah yang surplus . Bila berdasarkan perhitungan feed budgetting ternyata terdapat kelebihan suplai pakan maka dapat dilakukan penambahan sapi untuk mencapai keseimbangan atau pengawetan pakan untuk dapat digunakan pada musim kekurangan . Penerapan forage budgetting juga dapat memudahkan dalam menentukan luas lahan yang akan ditanami untuk hijauan . Sebagai contoh bila seorang peternak memiliki 4 ekor sapi dengan bobot badan sekitar 200 kg dan peternak tersebut akan menanam rumput gajah untuk diberikan kepada sapinya . Yang menjadi pertanyaan adalah berapa luas lahan untuk penanaman rumput gajah . Kebutuhan pakan/hijauan perekor sapi sekitar 3% bahan kering (BK) dari bobot badan (BB) (Marsetyo, 2003) atau setara dengan 6 kg BK/ ekor atau 24 kg BK/4 ekor sapi/hari . Selama satu tahun peternak tersebut harus dapat menyediakan rumput gajah sebanyak 365 hari x 24 kg BK = 8760 kg BK. Bila kandungan bahan kering rumput gajah sebesar 30%, maka rumput gajah segar yang harus diberikan kepada 4 ekor sapi adalah sebesar 29.200 kg/tahun . Dengan asumsi bahwa produksi rumput gajah dalam I ha sekitar 45 ton BK/tahun (Aminudin, 1987) maka untuk mencukupi kebutuhan hijauan pakan sebanyak 4 ekor sapi, dapat dilakukan penanaman rumput gajah pada lahan seluas 0,20 ha . Strategi Penyediaan Hijauan Pakan
Pada umumnya sistem peternakan sapi potong Indonesia adalah peternakan rakyat yang berintegrasi dengan tanaman pangan (small holder farmers crop-livestock system) . Pada tahun Prosiding Seminar
asional Sapi Potong - Palu, 24
ovember 2008
95
2005 tercatat bahwa rumah tangga petemak mencapai 4 .980 .302, dimana dari jumlah tersebut 58%, adalah rumah tangga peternak sapi potong atau sebanyak 2.888 .575 dengan pendapatan yang relatif rendah (BPS, 2006) . Pada umumnya petemak sapi potong adalah petani yang menanam tanaman pangan, dengan tingkat pemilikan sapi yang terbatas (2-5 ekor) . Dari sisi tenaga kerja sebagian besar waktu petani digunakan untuk mengolah lahan, perawatan tanaman, dan hanya sedikit waktu yang diberikan kepada sapi . Komponen pakan utama sapi rakyat adalah hijauan (Reksohadipordjo, Stiir and Home, 2001) . Peternak pada umumnya mengikat atau menggembalakan sapinya pada lahan-lahan kosong, pinggir jalan dan mengandangkan sapinya di dekat rumah dengan memberi pakan pakai sistem potong angkut (cut and carry) . Stiir and Home (2001) mencatat bahwa pada sistem petemakan sapi rakyat, suplai hijauan dan kualitas hijauan yang diberikan kepada sapi mengalami keterbatasan yang disebabkan oleh beberapa faktor yang meliputi (1) Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya hijauan berkualitas terhadap produktivitas sapi . (2) Peternak kurang memiliki akses informasi atau kesempatan untuk mendapatkan bibit hijauan unggul . (3) . Petemak tidak memiliki lahan untuk menanam hijauan unggul, karena sebagian besar lahannya untuk ditanami tanaman pangan (4) Kondisi iklim lokal yang kurang menguntungkan misalnya curah hujan yang terlalu rendah, musim kemarau yang panjang, tanah yang kurang subur (5) Kurangnya pengetahuan petemak tentang teknologi pengolahan hijauan (forage conservation) . Pengetahuan tersebut sangat penting untuk memanfaatkan kelebihan produksi hijauan berkualitas pada musim hujan dan memanfaatkannya pada musim kering. Produksi hijauan pakan sangat dipengaruhi oleh faktor musim, dimana pada musim kemarau terjadi kekurangan produksi . Sebaliknya pada musim penghujan hijauan tumbuh dengan cepat, sehingga kualitasnya cepat mengalami penurunan bila tidak dipotong secara teratur . Beberapa strategi untuk mengatasi fluktuasi produksi hijauan yang disebabkan oleh perubahan musim adalah sebagai berikut : Merawat dan memanfaatkan semaksimal mungkin hijauan yang sudah ada
Perawatan dan pemanfaatan hijauan meliputi rumpu/legum yang sudah dimiliki oleh peternak, maupun legum pohon yang ada di sekitar peternak . Produktivitas dan kualitas rumput alam maupun unggul dapat ditingkatkan melalui beberapa cara yang meliputi manajemen pemotongan yang baik, pemupukan yang teratur dengan pupuk organik atau anorganik, penanarnan campuran antara rumput dan legum (Stiir dan Home, 2001) . Komponen legum pohon yang berpotensi untuk dapat dimanfaatkan oleh peternak adalah garnal (Gliricidia sepium), lamtoro (Leucaena leucocephala) dan turi (Sesbania glandiflora) . Legum pohon merupakan tanaman yang tetap hidup/tumbuh pada saat musim kemarau dan kondisi kering dimana pada saat itu tanaman pakan ternak yang lain tidak dapat tumbuh. Legum pohon memiliki kandungan protein kasar tinggi . Legum pohon juga dapat berperan sebagai pagar hidup, untuk kayu bakar, sebagai produk pangan (sayur) dan komponen pagar . Legum pohon tersebut kaya akan kandungan protein dan dapat diberikan kepada sapi baik sebagai pakan tunggal maupun sebagai suplemen . Marsetyo et al . (2008) melaporkan bahwa pertumbuhan sapi Bali muda yang mendapatkan daun gamal sebagai pakan tunggal, daun gamal sebagai suplemen rumput lapang dan yang mendapatkan rumput lapang saja, masingmasing adalah 0,27, 0,31 dan 0,20 kg/hari . Daun gamal mengandung protein kasar 18-30% dan kecernaan in vitro 60-65% sangat toleran terhadap pemotongan, toleran terhadap
96
Prosiding Seminar
asionat Sapi Potong - Palu, 24
ovember 2008
kekeringan yang panjang dan memiliki produksi biomas yang tinggi yaitu sekitar 5-16 ton/Ha/tahun atau sekitar 2-20 ton bahan kering/ha/tahun ( AS, 1980) . Hingga saat ini penggunaan daun gamal sebagai pakan sapi masih terbatas, dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat akan potensi gamal sebagai pakan ternak . Demikian juga dengan legum pohon yang lain . Daun lamtoro dan turi sebagai contoh, sangat disukai oleh sapi dan terbukti dapat meningkatkan PBBH yang nyata dibandingkan bila hanya diberikan rumput lapang saja. Daun lamtoro dan turi masing-masing mengandung protein kasar 25% dan 31,68% (Aminudin, 1987 ; Reksohadiprodjo, 1987) . Penanaman hijauan unggul
Penanaman hijauan unggul dapat dilakukan pada beberapa tempat misalnya di sekitar rumah (halaman belakang rumah) atau di kebun (upland) . Hijauan juga dapat ditanam di pematang, atau sebagai pagar hidup . Hijauan tersebut juga dapat ditanam sebagai tanaman campuran dengan tanaman pangan . Penanaman hijauan di areal pekarangan memiliki beberapa keuntungan antara lain, jaraknya dekat dengan rumah sehingga memudahkan untuk dipotong dan diberikan kepada ternak di kandang dan memudahkan untuk program pengawetan . Disamping itu penanaman hijauan di pekarangan relatif lebih aman karena mudah dalam pengawasan. amun penanaman hijauan di areal pekarangan juga memiliki keterbatasan yaitu luas areal yang relatif sempit. Bila peternak memiliki banyak sapi dan membutuhkan hijauan yang banyak pula maka penanaman di pekarangan saja tidak mencukupi . Produksi hijauan harus dimaksimalkan melalui pemupukan, pendangiran gulma dan penyiraman secara berkala . Areal pekarangan juga sering dipakai untuk tanaman sayuran, atau pohon tinggi yang menyebabkan sinar matahari kurang bisa menembus pekarangan . Sinar matahari sangat dibutuhkan oleh tanaman pakan ternak untuk pertumbuhannya (Stiir dan Horne, 2001) . Hijauan yang dapat ditanam bisa berupa rumput unggul (rumput gajah, raja, benggala, setaria, Brachiaria mulato), legum (Clitoria ternatea, Centrosema pubescens, centrosema pascuorum, Macroptilium lathyroides) dan legum pohon . Manajemen Pemberian Pakan
Pakan-pakan yang tinggi kandungan protein kasarnya harus diberikan kepada sapi-sapi yang masih muda melalui program penyapihan dini, karena sapi-sapi tersebut memerlukan nutrien untuk pertumbuhannya . Pada sapi-sapi dewasa dapat diberikan pakan yang kualitasnya agak rendah dan medium untuk memenuhi kebutuhan nutrien penyangga hidup pokok . Pengawetan hijauan
Pengawetan hijauan dapat dilakukan terhadap rumput lapang, hijauan unggul seperti rumput gajah, rumput raja, rumput Braciaria mulato, Setaria, Brachiaria dan tanaman legum unggul seperti Stylo, Centro, Calopo dan sebagainya . Pengawetan hijauan juga dapat dilakukan terhadap legum pohon seperti daun lamtoro dan daun gamal . Sebaiknya hijauan yang dikeringkan kandungan airnya berkisar antara 10-15% . Hhay yang sudah dikeringkan dapat disimpan pada tempat khusus (gudang) dan dapat diberikan kepada sapi pada saat dibutuhkan .
Pemanfaatan Limbah Pertanian/Perkebunan
Seperti yang yang telah disebutkan di atas bahwa mayoritas peternak sapi adalah petani yang juga menanam berbagai komoditas tanaman pangan . Kondisi tersebut mencerminkan betapa
Prosiding Seminar
asionat Sapi Potong - Palu, 24
ovember 2008
97
pentingnya integrasi antara tanaman pangan dengan sapi . Proyeksi penggunaan lahan untuk tanaman pangan mengalami penurunan pada beberapa komoditi seperti padi, kacang tanah, ubi jalar. amun beberapa komoditi justru akan mengalami kenaikan seperti jagung, kedelai dan kacang hijau (Tabel 1) Tabel I
Proyeksi luas panen tanaman pangan (hektar) Tahun
Komoditas 2006
2007
2008
2009
2010
Padi
11 .715 .709
11 .613 .419
11 .512 .022
11 .411 .510
11 .311 .876
Padi sawah
10.627 .788 1 .087 .985
10 .542 .959
10 .458 .806 1 .053 .593
10 .375 .326 1 .036 .807
10 .292 .511 1 .020 .288
3 .856 .202
Padi gogo Jagung
1 .070 .651
4 .747 .794
682 .968
4 .133 .048 750 .758
4 .429 .770
Kedelai
825 .276
907 .190
5 .088 .649 997 .235
Kac . tanah
714.627
710 .280
697 .398
334.256
343 .776
705 .960 353 .567
701 .666
Kac . hijau
373 .994
1 .162 .982 172 .308
1 .119 .178
1 .077 .024
363 .637 1 .036 .457
166.518
160 .992
155 .515
Ubi kayu Ubi jalar Sumber : Bamualim dkk . (2007).
997 .419 150 .289
Limbah hasil pertanian/perkebunan dapat berupa pakan dasar (jerami padi, jerami jagung, jearmi kacang tanah dan kulit buah kakao) karena kandungan nutrisi pakannya relatif rendah (Tabel 2). Terdapat pula beberapa limbah pertanian/perkebunan yang berpotensi untuk digunakan sebagai pakan penguat/suplemen dengan kandungan nilai nutrisi seperti yang tercantum pada Tabel 3 . Jerami padi merupakan limbah pertanian yang paling potensial dan terdapat hampir di seluruh daerah di Indonesia, dengan produksi sekitar 52 juta ton (BPS, 2004) . Data BPS (2004) menunjukkan bahwa jerami padi di Indonesia sebagian besar (36-62%) dibakar petani atau dikembalikan ke tanah sebagai kompos . Penggunaan jerarni sebagai pakan ternak baru berkisar antara 31-39%, sedangkan sisanya antara 7-16% digunakan untuk keperluan industri . Tiap hektar areal tanaman padi dapat menghasilkan rata-rata 3,86 ton/ tahun bahan kering jerami padi . Berdasarkan potensi produksi jerami padi dan asumsi satu unit ternak setara dengan seekor sapi dengan bobot badan 325 kg, dan konsumsi bahan kering sebesar 2% dari bobot badan, maka pemanfaatan jerami padi dapat menampung kurang lebih 10 juta unit ternak (hampir setara dengan populasi sapi potong nasional) . amun penggunaan jerami sebagai bahan pakan memiliki beberapa keterbatasan yaitu kandungan protein kasar, kalsium dan fosfor yang rendah masing-masing adalah 3-5%, 0,15% dan 0,10%, serta kandungan serat kasar yang tinggi (31,5-46,5%). Akibatnya kecernaan pakan menjadi rendah yaitu 35-40% . Kandungan nutrisi jerami dapat ditingkatkan dengan cara yang sederhana, yaitu fermentasi dan amoniasi, penambahan urea atau suplementasi dengan pakan-pakan yang kaya akan protein seperti bungkil kelapa, legum pohon seperti daun garnal, lamtoro dan turi (Potikanond et al ., 1987 ; Dixon and Egan, 1937) . Seiain jerami padi lirpbah pertanian lain yang berpotensi sebagai sumber pakan sapi adalah jerami jagung, jerami kedelai dan kacang tanah . Jerami tersebut memiliki kandungan nutrisi yang lebih balk dibandingkan dengan jerami padi (Tabel 2).
98
Prosiding Seminar
asional Sapi Potong - Palu, 24
ovember 2008
Tabel 2
Kandungan nutrisi hasil ikutan tanaman pangan untuk pakan sapi potong Bahan
Jerami padi Jerami jagung Jerami kedelai Jerami kac. tanah Daun ubi kayu Sumber : Bamualim dkk., 2007
Bahan kering (%)
Protein kasar
39,8 38,9 84,8 19,2 20,4
5,5 7,6 7,7 10,1 9,0
% dari bahan kering Abu Serat kasar 28,1 24,4 42,2 25,2 30,9
23,8 10,6 8,6 12,3 10,7
Lernak 0,9 1,7 1,8 1,0 1,5
Limbah industri tanaman pangan/perkebunan juga berpotensi untuk dapat dimanfaatkan untuk pakan suplemen antara lain onggok, dedak padi, bungkil kelapa, dan bungkil kelapa sawit . Onggok adalah pakan sapi yang sangat murah dan merupakan sumber energi bagi sapi . Onggok dapat diberikan pada sapi potong dalam bentuk segar atau kering baik dalam bentuk irisan (slice), potongan, ataupun tepung . Onggok kering dapat diberikan sampai pada level 65% dari total ransum . Palatabilitas onggok dapat ditingkatkan dengan penambahan molasses (tetes) . Kandungan nutrisi onggok tetera pada Tabel 3 . ilai nutrisi onggok dapat ditingkatkan dengan pemanfaatan mikroba yang dikenal dengan istilah solid state fermentation . Dalam proses ini kandungan karbohidrat dapat difermentasi dengan mudah oleh beberapa mikroba. Mikroba-mikroba tersebut membutuhkan karbohidrat, nitrogen anorganik dan beberapa mineral seperti zat besi, kalsium, zeng, untuk pertumbuhannya (Ramos et al., 1983) . Dedak padi merupakan salah satu bahan yang paling populer sebagai sumber pakan ternak . Produksi dedak padi di Indonesia sekitar 5,4 juta ton tahun 2005 (Broto dkk ., 2007) dan berpotensi meningkat setiap tahun seiring dengan peningkatan produksi beras . Komposisi kimia dedak padi tertera pada Tabel 3 . Dedak padi sangat disukai oleh sapi sebagai sumber energi, namun pengunaannya sebaiknya dicampur dengan pakan yang tinggi kandungan protein (Masetyo et al., 2007) . Penambahan dedak padi pada sapi Bali muda yang mendapatkan rumput saja dapat menaikkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) dari 103 g/hari menjadi 225 g/hari (Tabel 4). amun terdapat hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan dedak padi sebagai pakan sapi yaitu cepat mengalami kerusakan (tengik) yang diakibatkan oleh peruraian lemak menjadi komponen asam lemak, peroksida dan lain-lain oleh enzim lipase dan atau lipoksigenase (Broto dkk ., 2007) . Bungkil kelapa merupakan produk yang terbentuk hasil pembuatan minyak pada industri minyak kelapa. Bungkil kelapa sawit dan bungkil inti sawit merupakan sisa hasil pembuatan minyak kelapa sawit . Tepung biji kapas merupakan produk hasil penggilingan dari biji kapas utuh, dimana akibat penggilingan tersebut, kandungan gosipol berkurang, sedang nilai nutrisinya meningkat . Bahan-bahan tersebut mengandung mengandung lemak kasar yang tinggi, sehingga pemberiannya kepada ternak terbatas . Sebaiknya pemberian kepada sapi tidak melebihi level 1% dari bobot badan (Marsetyo, 2003) . Biji kapas utuh juga dapat diberikan sebagai sumber protein dan energi bagi sapi . amun karena tinggi kandungan lipidnya, sebaiknya dibeikan pada sapi tidak melebihi 0,5% dari bobot badan/hari .
Prosiding Seminar
asional Sapi Potong - Palu, 24
ovember 2008
99
Tabel 3
Jenis dan komposisi kimia pakan yang penguat yang mungkin tersedia secara lokal
Jenis pakan
BK (%)
Onggok kering' 82,40 Kulit inti kakao' 68,40 Kulit buah kakao' 17,00 Dedak padi' 86,40 Limbah sagu' 80,36 Ampas tahu' 15,80 Ampas tempe' 36,50 Bungkil kelapa2 85,64 Bungkil kelapa sawitz 87,92 Biji kapas utuh 2 90,23 BK = bahan kering, PK = protein kasar, DF = Marsetyo (2003)
Abu (%)
PK (%)
6 .64 12,20 11,20 4,53 2,90 6,21 4,20 9,9 neutral
2,20 16,60 7,16 20,00 1,18 18,60 17,20 24,25 17,12 22,4 detergent fibre,
DF (%) 17,30
66,26
Gross energy (MJ/kg BK) 15,62 19,33 14,97 19,18
Ca (%) 0,29 0,36 2,00 0,34 0,83 0,40
P
(%)
0,52 0,23 1,00 0,11 0,24 0,20 -
52,90 46,80 19,45 18,00 54,9 67,4 51,1 Ca = kalsium, P = fosfor, Sumber I )Bakrie (1996), 2)
Potensi Kulit Buah Kakao Sebagai Pakan Sapi Indonesia merupakan negara produsen kakao (Theobroma cacao) terbesar ketiga di dunia, yaitu sekitar 13,6% dari produksi dunia setelah Pantai Gading dan Ghana . Dari total luas areal perkebunan kakao nasional yaitu 1,19 juta hektar, sekitar 92,8% merupakan perkebunan rakyat. Produksi kakao nasional tahun 2006 mencapai 779,5 ribu ton dan Sulawesi Tengah merupakan pemasok terbesar kedua secara nasional sebesar 17,7% setelah Sulawesi Selatan sebesar 20,7% (Suryani dan Zulfebriansyah, 2007) . Kulit buah kakao merupakan sumber pakan yang potensial bagi temak ruminansia termasuk sapi potong . Ditinjau dari segi potensi biomasnya, jumlah kulit buah kakao yang diproduksi secara nasional sangat melimpah (Goenadi dan Prawoto, 2007) . Ashun (1975) mengasumsikan bahwa bila satu hektar lahan ditanami sebanyak 800 pohon, dimana satu pohon akan menghasilkan 30 buah per tahun, dengan rataan berat per buah kakao adalah 400 gram, proporsi kulit buah kakao sebesar 75%, dengan kandungan air 40%, maka produksi kulit buah kakao dalam satu hektar adalah 800x3OxO,4xO,75xO,60 = 4.320 kg kulit buah kakao kering. Bila luas lahan kakao di Indonesia adalah 1,19 juta hektar maka produksi kulit buah kakao kering secara nasional adalah 1 .190 .000 x 4 .320 kg = 5 .140 .800 ton per tahun . Setiap kilogram kulit buah kakao yang dibeikan kepada sapi jantan muda (steers) dapat menghasilkan energi metabolisme sebesar 8,28 MJ. Sapi tersebut membutuhkan energi metabolisme sebesar 66,94 MJ untuk dapat menaikkan bobot badan sebesar 1 kg atau setara dengan 8 kg kulit buah kakao . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa secara nasional sekitar 642 .600 ton daging sapi dapat diproduksi per tahun dari pemanfaatan kulit buah kakao . Dalam penggunaan kulit buah kakao sebagai pakan diperlukan upaya untuk meningkatkan nilai nutritifnya (Wong et al ., 1987 ; Guntoro dan Rai Yasa, 2005; Marsetyo et al ., 2008) . Kandungan protein kasar (PK) yang rendah (7.48%) dan neutral detergent fibre ( DF) yang tinggi (55,04%) (Marsetyo et al., 2008) menyebabkan daya cerna dari kulit buah kakao rendah . Kulit buah kakao perlu mendapatkan perlakuan sebelum diberikan kepada ternak . Salah satu perlakuan yang dapat meningkatkan protein kadar dan menurunkan kadar DF kulit buah kakao adalah dengan fermentasi Aspergilus niger (Guntoro dan Rai Yasa, 2005 ; Marsetyo et al., 2008) . Marsetyo et al . (2008) melaporkan bahwa perlakuan fermentasi dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan PK dari 7,48% menjadi 14,04% dan menurunkan DF dari 55,04% menjadi 51,06% . amun metode pemberian pakan kulit buah kakao pada sapi masih perlu diteliti lebih lanjut .
1 00
Prosiding Seminar
asionat Sapi Potong - Palu, 24
ovember 2008
Respon Sapi Terhadap Terhadap Pakan Lokal
Respon sapi Bali muda yang mendapatkan pakan lokal di beberapa wilayah tertera pada Tabel 4 . Sapi Bali muda yang mendapatkan rumput lapang atau sisa hasil pertanian (misalnya jerami jagung) memiliki kecernaan pakan dan PBBH yang rendah . Dengan penambahan pakan suplemen yang mengandung protein tinggi seperti daun gamal atau bungkil kelapa maka nilai kecernaan dan PBBHnya mengalami peningkatan secara nyata (Tabel 4). Dalam suatu study pustaka Marsetyo et al. (2006) melaporkan bahwa sapi Bali yang hanya mendapatkan rumput lapang memiliki rataan PBBH 200 g/gari . Penelitian dengan menggunakan sapi Bali muda dengan hanya diberikan rumput lapang saja di Palu, Grati dan Kupang menunjukkan PBBH yang rendah (Tabel 4) Dengan pemberian pakan suplemen performan sapi Bali dapat ditingkatkan (Siregar dan Talib, 1992 ; Marsetyo et al., 2007) . Siregar dan Talib (1992) melaporkan bahwa sapi Bali dapat mencapai PBBH sampai 700 g/gari setelah mendapatkan pakan tambahan berupa campuran sagu, dedak padi, bungkil kelapa dan sisa Wan Tabel 4
Performan sapi Bali muda yang mendapatkan pakan lokal di beberapa wilayah yang berbeda .
Lokasi Palu l
Jenis pakan
Konsumsi pakan (% bobot badan) 2,38 3,08 2,87 3,34 4,01 3,21 3,43
Rumput lapang (RL) RL + dedak padi RL + (dedak padi + bungkil kelapa) Hay Rumput gajah (HRG) HRG + gamal Gamal 100% Jerami jagung (JJ) JJ + gamal 3,85 JJ + (dedak padi + bungkil kelapa) 3,95 Grati' Rumput gajah segar (RGS) RGS + lamtoro Rumput lapang Lamtoro 100% Kendari2 Rumput lapang (RL) 2,73 RL + gamal 2,64 3,36 Gamal + dedak padi Kendari 2 RL + kulit buah kakao (non fermentasi) RL + kulit buah kakao (fermentasi) Lombok' Hay daun turi 2,94 Hay daun lamtoro 2,98 Hay daun kelor 2,27 Kupang' Rumput lapang (RL) RL + putak Daun lamtoro Sumber : 'ACIAR Progress Report (2007), ACIAR Final Report (2008)
Kecernaan bahan kering (%) 58,5 58,2 62,8 54,7 58,2 58,8 55,4 59,1 61,3 -
52,4 55,1 59,5
PBBH (g/hari) 103 225 292 174 280 269 232 311 402 162 193 104 330 207 182 257 280 330 434 395 220 73 66 130
Kesimpulan
Program peningkatan populasi dan produkstivitas sapi potong harus diikuti dengan program peningkatan suplai pakan . amun pada kondisi peternakan sapi potong rakyat, penyediaan pakan sering mendapatkan hambatan berupa (1) kurangnya pengetahuan petani/peternak mengenai peranan hijauan unggul terhadap produktivitas sapi (2) kurangnya akses informasi
Prosiding Seminar
asionat Sapi Potong - Palu, 24
ovember 2008
101
dan kesempatan untuk mendapatkan bibit hijauan unggul (3) kurangnya lahan untuk penanaman hijauan unggul (4) kondisi lingkungan lokal yang kurang menguntungkan untuk pertumbuhan hijauan Langkah strategis untuk mengatasi hambatan tersebut dengan menerapkan konsep feed budgetting secara akurat, perawatan hijauan yang ada, penanaman hijauan unggul, pengawetan dan penyimpanan hijauan pada musim surplus pakan, pengintegrasian sapi dengan tnaman pangan/perkebunan, . Penggalian potensi pakan lokal baik yang besumber dari limbah pertanian/perkebunan juga harus dilakukan untuk mendukung pogam peningkatan populasi sapi potong . Pertambahan bobot badan harian sapi yang mendapatkan rumput lapang, rumput gajah, jerami jagung rendah dan dapat ditingkatkan dengan penambahan pakan yang mengandung protein tinggi . Daftar Pustaka ACIAR Progress Report, 2007 . Strategies to increase growth of weaned Bali cattle . Project number LPS 2004 023 . ACIAR Final Report, 2008 . Opportunities to use cocoa pods and forages to address feed gaps in the dry season in Southeast Sulawesi . Project number SMAR/2007/013 . Aminudin, S ., 1987 . Beberapa jenis dan Metoda Pengawetan Hijauan Pakan Ternak Tropika . Fakulats Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto . Ashun, P.K ., 1975 . Cocoa By-Products For Livestock Feeding . Cucispectus Agriculturae Scienticus, 35 :119-129 . Bamualim, A., Kuswandi, Azahari, A ., Haryanto, B ., 2007 . Sistem usahatani tnaman-ternak. Makalah disampaikan pada Seminar dan Ekspose Sistem Integrasi Tanaman Pangan dan Temak, tanggal 22-23 Mei 2007 di KP Muara Bogor . Bakrie, B ., 1996 . Feeding management of ruminant livestock in Indonesia. In : Ruminant utrition and Production in The Tropics and Subtropics . B . Bakrie, J. Hogan, J .B . Liang, A.M.M. Tareque and R .C . Upadhyay . Australian Centre for International Agricultural Research, Canberra. BPS, 2004 . Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik, Jakarta. BPS, 2006 . Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik, Jakarta . Broto, W ., Widowati, S ., Rachmat, R and Santosa, B.A.S ., 2007 . Perspektif Pemanfaatan Bekatul untuk kebutuhan pangan dan pakan . Makalah disampaikan pada Seminar dan Ekspose Sistem Integrasi Tanaman Pangan dan Ternak, tanggal 22-23 Mei 2007 di KP Muara Bogor . Dirjen Peternakan, 2007a . Populasi Sapi Potong 2003-2007. Dirjen Peternakan, 2007b . Swasembada daging sapi 2010 harapan dan realitas . Makalah di sampaikan pada Seminar tentang Sapi Potong yang diselenggarakan oleh ISPI Cabang Sulawesi Tengah di Palu, tanggal 7 Juni 2007 . Dixon, R .M . and Egan, A.R ., 1987 . Strategies for optimizing use of fibrous crop residues as animal feeds . In Ruminant Feeding Systems Utilising Fibrous Agricultural Residues . IDP Canberra . FAO, 2004 . FAOSTAT DATA, 2004 . FAO, Rome, Italy . Goenadi, D .H., dan Prawoto, A.A., 2007 . Kulit buah kakao sebagai bahan pakan trnak . Makalah disampaikan pada Seminar dan Ekspose Sistem Integrasi Tanaman Pangan dan Ternak, tanggal 22-23 Mei 2007 di KP Muara Bogor . Guntoro, S dan I.M. Rai Yasa, 2005 . Penggunaan limbah kakao terfermentasi untuk pakan ayam buras petelur . Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 8 :261-268 . Marsetyo, 2003 . Feeding Strategies to Reduce Intake Substitution of Forages by Supplements in Beef cattle . PhD Thesis . University of Queensland, Australia. Marsetyo, S.P ., Quigley, and D .P . Poppi, 2008 . Effect of Aspergillus niger and Urea on the crude protein and neutral detergent fibre content of cocoa pods in Central Sulawesi, Indonesia . Proceeding of Australian Society of Animal Production, p . 57 . Marsetyo, Damry, Quigley, S.P ., McLennan, S .R . and Poppi, D.P ., 2007 . Effect of Rice Bran and Copra meal Supplements on Intake, Digestibility and Growth Rate of Bali Calves Fed ative
1 02
Prosiding Seminar
asionat Sapi Potong - Patu, 24
ovember 2008
Grass in Indonesia. Marsetyo, Priyanti, A, Pamungkas D ., 2006 . Growth perfomance of young Bali cattle under various feeding management . Proceeding of International Seminar of Tropical Animal Production, Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia .A .S ., 1980 . Firewood crops. Shrub and tree species for energy production . ational Academy of Sciences, Washington, DC . Potikanond, ., Saengchot, I. and Cheva-Isarakul, B ., 1987 . Crop residues from rice-based cropping systems for large ruminant production . In Ruminant Feeding Systems Utilising Fibrous Agricultural Residues . IDP Canberra. Ramos, A.V., Torre, de la, M. and Campilo, C .L ., 1983 . Solid state fermentation of cassava with Rhizopus oligosporus RRL 2710 . In : Production and Feeding of Single Cell Protein . (Eds . Ferranti, M.P. and Fletcher, A . Applied Science Publisher . London. Siregar, A .R. and Talib, C ., 1992 . Penggemukan sapi Bali dan Ongole di Tawaeli, Sulawesi Tengah . Prosiding Agroindustri Peternakan di Pedesaan . Balai Penelitian Ternak, Bogor . Stiir, W.W. and Home, P .M., 2001 . Mengembangkan teknologi hijauan makanan ternak bersama petani kecil . Kerjasama antara ACIAR dengan Direktorat Jenderal Produksi Peternakan dan Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur . Suryani, D . dan Zulfebriansyah, 2007 . Komoditas Kakao : Potret dan Peluang pembiayaan . Economic Review . pp : 1-8. Reksohadiprodjo, S ., 1987 . Pakan Ternak Gembala. BPFE Yo akarta. Wong, H.K ., O. Abu Hassan, S .M.I . Muhd, 1987 . Utilisation of cocoa by-products as'ruminants feed . Proceedings . 6h. Annual Workshop of the Australian-Asian Fibrous Agriculture, Research etwork, Canberra. pp .95-103 .
Prosiding Seminar
asional Sapi Potong - Patu, 24
ovember 2008
103