Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
STRATEGI PEMENUHAN GIZI MELALUI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH UNTUK PEMBESARAN SAPI POTONG CALON INDUK (Nutritional Fulfillment Strategy Through Utilization of Crop by-Products for Heifer) Y.N. ANGGRAENY, U. UMIYASIH, N.H. KRISHNA dan L. AFFANDHY Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan No. 2 Grati, Pasuruan 67184
ABSTRACT This research aimed to study the influence of vitamin and mineral as suplemen on productivity of heifer that fed a crop by product. This research was done at Beef Cattle Research Station during 6 month based on. Completely randomized design. The treatment were P1 (basal feed + concentrate 1% of body weight), P2 (basal feed + concentrate 1.5% of body weight), P3 (P1 + supplement) and P4 (P2 + supplement). Data were analyzed by Anova and economic analysis was don on BC ratio. The basal feed was 2% body weight (according to DMI requirement). The results show that feed treatment have significant effect (P < 0.05) on ADG, nutrient intake (dry matter, crude protein and energy) also feed efficiency. The treatment have no significant effect (P < 0.05) to body weight at first estrus, feed conversion and BC ratio. The highest ADG was 550 g/head per day (P4), ADG for P1, P2 and P3 were 362.8 g head/ day, 497.2 g head/day and 496 g head/day. The highest CP intake 568.789/h/d (P2), while CP intake P1, P3 and P4 are 437.16 g head/day, 467.34 g head/day and 519 g head/day. Respectively the highest energy intake is 2.58 kg (P2), for P1, P3 and P4 treatment are 2.05 kg, 2.25 kg and 2.43 kg. The highest feed efficiency is 12% (P4), for P1, P2 and P3 treatment are 7.5; 9.8 and 11.4%. It is concluded that supplementation of concentrate, mineral and vitamin have significant effect to daily gain, DM intake, CP intake, energy intake and feed efficiency. Body weight at first estrus has not been influenced by concentrate, mineral and vitamin supplementation Key Words: Supplement, Crop-by Product Feedstuff, Heifer ABSTRAK Aplikasi teknologi pakan dalam memanfaatkan sumber pakan asal limbah antara lain dapat dilakukan dengan pemberian suplemen yang merupakan nutrisi kritis bagi ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian suplemen berupa vitamin dan mineral terhadap produktivitas sapi potong calon induk yang mendapatkan pakan basal asal limbah. Penelitian dilaksanakan di kandang percobaan Loka Penelitian Sapi Potong menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan jumlah materi sebanyak 20 ekor pedet lepas sapih. Perlakuan pakan dibedakan menjadi 4 macam yaitu (P1) Pakan basal + Konsentrat (1% BK berdasar bobot badan); (P2) Pakan basal + konsentrat (1,5% BK berdasar bobot badan); (P3) Pakan Basal + Konsentrat (1% BK berdasar bobot badan) + suplemen; (P4) Pakan Basal + Konsentrat (1,5% BK berdasar bobot badan) + suplemen. Pakan basal diberikan sebanyak 2% BK berdasar bobot badan, terdiri dari rumput gajah, jerami padi dan tumpi jagung; konsentrat terdiri atas campuran bekatul, kulit kopi, onggok, bungkil kelapa; suplemen terdiri atau campuran vitamin dan mineral. Pakan diberikan untuk memenuhi standar kebutuhan PBHH 0,5 kg/ekor/hari pada pedet lepas sapih betina. Penelitian dilaksanakan selama 6 (enam) bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pakan berpengaruh secara nyata (P < 0,05) terhadap PBHH, konsumsi bahan kering (BK), konsumsi protein kasar (PK) dan konsumsi total digestible nutrien (TDN) serta efisiensi pakan dan tidak berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap berat badan pertama birahi, konversi pakan dan BC ratio. PBHH tertinggi adalah 550 g (P4), pada perlakuan P1, P2 dan P3 masing-masing adalah 362,8; 497,2 dan 496 g. Konsumsi BK (per ekor/hari) tertinggi adalah 6,22 kg (P2), pada perlakuan P1, P3 dan P4 masing-masing adalah 5,14; 5,55 dan 5,93 kg. Konsumsi PK (per ekor/hari) tertinggi adalah 568,78 g (P2), pada perlakuan P1, P3 dan P4 masing-masing adalah 437,16; 467,34 dan 5,19 g. Konsumsi TDN (per ekor/hari) tertinggi adalah pada 2,58 kg (P2), pada perlakuan P1, P3 dan P4 masingmasing adalah 2,05; 2,25 dan 2,43 kg. Efisiensi pakan tertinggi adalah pada 12% (P4), pada perlakuan P1, P2 dan P3 masing-masing adalah 7,5; 9,8 dan 11,4%. Disimpulkan bahwa suplementasi konsentrat, mineral dan
82
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
vitamin memberikan pengaruh nyata pada PBHH, konsumsi BK, PK dan TDN serta efisiensi pakan, sedangkan bobot badan pertama birahi tidak dipengaruhi oleh suplementasi konsentrat, mineral dan vitamin. Kata Kunci: Suplemen, Pakan Asal Limbah, Sapi Potong Calon Induk
PENDAHULUAN Sebagian besar usaha sapi potong rakyat adalah berskala kecil dan umumnya dilakukan di lahan kering dataran rendah dengan ketersediaan pakan yang relatif kurang. Hal ini cukup berat bagi peternak karena usaha ini juga mempunyai kendala/masalah lain berupa modal yang cukup besar untuk pembelian sapi induk, perbankan yang rumit, keterbatasan lahan, infra struktur serta kelembagaan yang belum mantap; yang apabila dihitung secara parsial biaya pakan plus bunga bank yang harus dibayar tidak dapat ditutup dari penjualan pedet (DIWYANTO, 2003). Oleh sebab itu efisiensi biaya pakan yang merupakan komponen biaya terbesar harus dilakukan; antara lain melalui optimalisasi pemanfaatan limbah. Selain masalah kualitas, program pemberian pakan pada sapi potong terutama bagi sapi calon induk perlu dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal penting diantaranya adalah dicapainya bobot badan yang optimal dibutuhkan saat menjelang perkawinan pertama. COHEN et al. (1980); MUGERWA (1989) mengemukakan bahwa pada sapi, faktor kecepatan pertumbuhan lebih dominan menentukan umur saat pubertas dibandingkan dengan faktor umur itu sendiri. Kelebihan ataupun kekurangan bobot badan akan dapat merugikan peternak karena berdampak negatif terhadap aspek reproduksi; antara lain berupa tidak teraturnya siklus estrus atau bahkan dapat terjadi sterilitas. YUSRAN et al., (1998) menyatakan bahwa kebutuhan protein pada induk sapi potong pada usaha peternakan rakyat hanya terpenuhi 55 – 65% dari standar NRC. Pemberian pakan penguat (PK 21%, TDN 68%) pada sapi Madura muda mampu menghasilkan PBHH sebesar 812 g/hari dan yang mengandung PK 15% hanya sebesar 528 g/hari (ZULBARDI et al., 2000); selanjutnya dinyatakan bahwa kandungan protein pakan sangat berpengaruh terhadap produktivitas sapi potong muda lepas sapih meski kandungan energinya cukup. Aplikasi teknologi pakan dalam memanfaatkan sumber pakan asal limbah antara lain dapat dilakukan
dengan pemberian suplemen yang merupakan nutrisi kritis bagi ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian suplemen berupa vitamin dan mineral terhadap produktivitas sapi potong calon induk yang mendapatkan pakan basal asal limbah MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di kandang percobaan menggunakan RAL dengan materi penelitian adalah 20 ekor pedet lepas sapih; Materi dibedakan menjadi empat perlakuan pemberian pakan yang berbeda yaitu: a. Pakan Basal + Konsentrat (1% BK berdasar bobot badan). b. Pakan Basal + Konsentrat (1,5% BK berdasar bobot badan). c. Pakan Basal + Konsentrat (1% BK berdasar bobot badan) + suplemen. d. Pakan Basal + Konsentrat (1,5% BK berdasar bobot badan) + suplemen. Pakan basal diberikan sebanyak 2% BK berdasar bobot badan, terdiri dari rumput gajah, jerami padi dan tumpi jagung; suplemen terdiri atau campuran vitamin dan mineral. Pakan diberikan untuk memenuhi standar kebutuhan PBHH 0,5 kg/ekor/hari pada pedet lepas sapih betina. Penelitian dilaksanakan selama 6 (enam) bulan. Sebagai pembanding dilakukan pengamatan terhadap 20 ekor pedet lepas sapih yang dipelihara pada usaha peternakan rakyat. Parameter yang diamati adalah PBHH sapi setiap 4 minggu, konsumsi pakan diamati setiap 2 minggu selama 3 hari berturut-turut, konversi pakan setiap 4 minggu, nilai ekonomis ransum dan umur pubertas. Analisis data teknis dengan Anova dan data ekonomi dengan BC ratio. HASIL DAN PEMBAHASAN Susunan konsentrat yang digunakan pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 1, sedangkan bahan penyusun ransum serta kandungan gizinya ditampilkan pada Tabel 2.
83
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 1. Bahan penyusun konsentrat serta kandungan gizinya Kandungan nutrisi
Bahan
Volume (kg)
Bekatul
0,3
86
Kulit kopi
0,2
Onggok
0,3
Bungkil kelapa Urea
PK (%)
TDN
7,6
92 87
0,19
86
0,01
100
BK
Ca
P
60
0,23
0,13
12
57
0,042
0,1
0,25
76
0,38
0,04
21,6
73
0,21
0,65
2,25
0
0
0
(%)
(% BK)
Tabel 2. Bahan penyusun ransum serta kandungan gizinya Kandungan nutrisi Bahan Rumput Gajah Jerami padi Tumpi Konsentrat
BK (%) 21,00 40,83 96,28 87,64
PK%
TDN
8,30 4,50 7,63 11,53
50,00 45,19 59,09 66,07
Ca
P
0,53 0,13 0,45 0,23
0,29 0 0 0,53
(% BK)
Pencapaian estrus Hasil pengamatan menunjukkan bahwa estrus pertama yang tercepat terjadi pada perlakuan C (523 ± 132 hari) selanjutnya adalah pada perlakuan A (608 ± 65 hari), D (631 ± 83 hari) dan B (680 ± 6 hari). Dengan bobot badan awal penelitian yang berkisar antara 127,90 ± 25 kg sampai dengan 150,30 ± 39 kg diperoleh rataan bobot badan birahi pertama pada masing-masing perlakuan adalah 179,60 ± 34 kg (perlakuan C); 185,60 ± 55 kg (B), 185,80 ± 24 kg (D) dan 189,20 ± 41 (A), sedangkan birahi dipeternakan rakyat sebagai pembanding adalah 257 kg. Nutrisi secara nyata mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan hewan. Masa puber terjadi pada bobot badan tertentu. Rata-rata umur dan bobot badan pada estrus pertama ditampilkan pada Tabel 3. Pengaturan tatalaksana pemeliharaan yang tepat pada sapi dara diharapkan dapat memaksimalkan produktivitasnya sebagai penghasil anak. Estrus pada sapi sangat ditentukan oleh pertumbuhan dan pertambahan bobot badan mulai lepas sapih hingga fase dara: faktor ini lebih menentukan umur pubertas dari pada faktor umur sapi (BEARDEN dan FUQUAI, 1980). Variasi bobot badan yang tinggi di daerah dataran tinggi dapat menggambarkan adanya variasi pola tatalaksana pemeliharaan oleh peternak.
Tabel 3. Rata-rata umur dan bobot badan sapi PO dara pada saat estrus pertama Uraian
Perlakuan A
B
C
D
Umur awal penelitian (hari)
521± 91
557 ± 0
395 ± 140
523 ± 67
Umur estrus pertama (hari)
608 ± 65
680 ± 6
523 ± 132
631 ± 83
Waktu pencapaian estrus (hari)
87 ± 28
123 ± 6
128 ± 8
108 ± 20
Bobot badan awal penelitian (kg)
150,30 ± 39
130,40 ± 44
129,30 ± 34
127,90 ± 25
Bobot badan estrus pertama (kg)
189,20 ± 41
185,60 ± 55
179,60 ± 34
185,80 ± 24
84
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
merupakan bangsa ternak asli dari dataran tropis, yang dapat beranak pertama pada umur 36 – 51 bulan dan jarak beranak 16 – 18 bulan (WILLIAMSON dan PAYNE, 1993), sehingga estrus pertama berkisar pada umur 27 – 42 hari.
Hal ini menunjukkan masih adanya peluang untuk memperbaiki pola pemeliharaanya; dengan harapan akan mempunyai capaian pertambahan bobot badan yang lebih baik yang mampu mempercepat terjadinya estrus pertama. Hasil penelitian LAWRENCE (1980) menunjukkan bahwa bangsa sapi perah Holstein yang diberi pakan berkualitas dapat mencapai pubertas pada umur 381 hari dengan bobot badan 299 kg, sebaliknya apabila diberikan pakan jelek umur pubertas yang dicapai adalah 572 hari dengan bobot badan 268 kg. Sapi di daerah tropis sering mendapat pakan dalam jumlah tidak cukup dalam jangka waktu yang panjang, sehingga sapi betina muda baru mengalami estrus pertama pada umur dua tahun atau lebih. Sapi Onggole
konsumsi pakan dan produktivitas ternak Hasil pengamatan terhadap konsumsi zat nutrisi, kecernaan, efisiensi pakan dan konversi pakan ditampilkan pada Tabel 4. Pertambahan bobot badan harian (PBHH) pada penelitian ini dipengaruhi oleh perlakuan suplementasi konsentrat dan mineral. Hasil pengamatan terhadap konsumsi zat nutrisi, kecernaan, efisiensi pakan dan konversi pakan ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 4. Kebutuhan dan konsumsi zat nutrisi Uraian BB awal (kg)
Perlakuan A
B
C
D
150,30
130,40
129,30
127,90
BB birahi pertama (kg)
189,20
185,60
179,60
185,80
PBHH (g/ekor/hari)
362,80a
497,20b
496,00bc
550,00d
BK (kg/ekor/hari) Kebutuhan
4,21
3,77
3,74
3,71
Konsumsi
5,14a
6,22bc
5,55a
5,93ab
Selisih
+0,93
+2,45
+1,81
+2,22
496,03
418,66
PK (g/ekor/hari) Kebutuhan
450,37 a
bc
Konsumsi
437,16
568,78
Selisih
-13,21
+72,75
416,53
a
519,09ab
+48,68
+102,56
467,34
TDN (kg/ekor/hari) Kebutuhan
2,30
2,06
2,05
2,03
Konsumsi
2,05a
2,58bc
2,25ab
2,43bc
Selisih
-0,25
+0,52
+0,20
0,40
BK (%)
33,40
43,80
43,00
39,60
PK (%)
47,20
54,80
60,80
57,80
TDN (%)
44,00
56,80
56,80
53,40
11,09
10,34
8,84
8,52
7,5a
9,8a
11,40ab
12,00bc
Kecernaan
Konversi pakan (kg BK/kg PBHH) Efisiensi pakan (%)
Kebutuhan zat nutrisi dihitung berdasarkan KEARL (1982) dengan capaian PBHH 500 g/ekor/hari a, b, c, d notasi yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (P ≤ 0,05)
85
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Pertambahan bobot hidup harian (PBHH) pada penelitian ini dipengaruhi oleh perlakuan suplementasi konsentrat dan mineral. PBHH terendah adalah pada perlakuan A (362,80 g/ekor/hari) sedangkan PBHH tertinggi adalah pada perlakuan D (550,00 g/ekor/hari). PBHH pada perlakuan B adalah 497,20 g/ekor/hari dan C adalah 496,00 g/ekor/hari. YEATES dan SCMIDT (1974) menyatakan bahwa sapi perah dara dengan PBHH sebesar 500 g/ekor/hari akan mengalami pubertas sekitar umur antara 450 – 540 hari. Tercapainya produksi berupa PBHH disebabkan terpenuhinya kebutuhan zat nutrisi. Pada perlakuan B, C dan D, pemenuhan kebutuhan bahan kering terjadi pada semua perlakuan, sedangkan pemenuhan kebutuhan protein kasar dan energi hanya terjadi pada perlakuan B, C dan D, pada perlakuan A tidak terjadinya pemenuhan kebutuhan PK (13,21 g/ekor/hari) dan energi (0,25kg/ekor/hari) sehingga PBHH hanya mencapai 362,80 g/ekor/hari. Suplementasi konsentrat dan mineral dengan kandungan serta jumlah yang berbeda tidak menyebabkan perbedaan nyata pada kecernaan BK, PK dan TDN. Efisiensi pakan dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan suplementasi konsentrat dan mineral.
Perlakuan pakan D menghasilkan efisiensi pakan tertinggi (12%), sedangkan pada perlakuan A, B dan C masing – masing adalah 7,5; 9,8 dan 11, 40%. Meskipun suplementasi berpengaruh secara nyata (P ≤ 0,05) pada efisiensi pakan namun tidak memberikan pengaruh pada konversi pakan. Analisis ekonomi Pendekatan terhadap analisis input – output didasarkan pada nilai pakan dan pendapatan, diprediksikan dari harga dan PBHH yang dicapat. Hasil perhitungan ekonomi dan nilai BC ratio pada pemeliharaan sapi dara menggunakan suplemen berupa konsentrat, mineral dan vitamin ditampilkan pada Tabel 5. Nilai BC ratio yang merupkan rasio out put dengan biaya usaha berkisar 3,61 – 4,46 lebih tinggi dari pada nilai BEP; yang berarti semua perlakuan pakan mampu memberikan keuntungan. Nilai BC ratio tidak dipengaruhi oleh perlakuan pemberian suplemen konsentrat, mineral dan vitamin. BC ratio tertinggi terjadi pada perlakuan C (4,46), sedangkan pada perlakuan adalah B (4,18); 3,99 (D) dan 3,61 (A).
Tabel 5. Analisis ekonomi Harga (Rp)
Uraian
A
B
C
D
120,85
109,12
108,41
106,68
200
200
200
200
tumpi
184,90
171,42
170,60
168,61
konsentrat
1084,19
1407,18
1000,31
1384,08
suplemen
0
0
250
250
1589,95
1887,72
1729,32
2109,36
Nilai jual PBHH
5460,00
7470,00
7440,00
8250,00
Keuntungan
3870,05
5582,18
5710,68
6140,61
3,61
4,18
4,46
3,99
Input jerami rumput gajah
Total biaya input Output
B/C
Harga: Jerami Rumput gajah Tumpi Konsentrat Suplemen (per kg) Daging (per kg bobot hidup)
86
= Rp. 100 = Rp. 100 = Rp. 175 = Rp. 550 = Rp. 2.500 = Rp. 15.000
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
KESIMPULAN
LAWRENCE, T.J.L. 1980. Growth in Animals. Butterworth. London.
Suplementasi konsentrat, mineral dan vitamin memberikan pengaruh nyata pada PBHH, konsumsi BK, PK dan TDN serta efisiensi pakan, sedangkan bobot badan pertama birahi tidak dipengaruhi oleh suplementasi konsentrat, mineral dan vitamin. Berdasarkan analisis ekonomi menggunakan BC ratio maka pemberian pakan pada sapi dara menggunakan 1% konsentrat dengan suplemen vitamin dan mineral adalah yang paling menguntungkan.
MUKASA-MUGERWA, E. 1989. A review of reproductive performance of female bos indicus (zebu) cattle. In: Monograph No. 6 International Livestock centre for Africa. Addis Ababa.
DAFTAR PUSTAKA BEARDEN, H.J. and J.W. FUQUAY. 1980. Applied Animal Reproduction. Preston Publishing Co. Inc. Virginia. COHEN, R.D.H., D.L. GARDEN dan J.P. LANGLANDS. 1980. A note on the relationship between live weight and the incidence of oestrus in Hereford heiferss. J. Anim. Prod. DIWYANTO, K. 2003. Pengelolaan plasma Nutfah untuk mendukung industri sapi potong berdaya saing. Pros. Seminar Pengembangan sapi Lokal. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya Malang. KEARL. 1982. Nutrient Requarement of Ruminant in Developing Countries.
SCHMIDT, G.H dan L.D. VAN VLECK. 1974. Principles of Dairy Cattle. W.H. Freeman and Co. San Fransisco. WILLIAMSON dan PAYNE, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. YEATES, N.T.M. and P.J. SCHIMDT. 1974. Beef Cattle production. Butterworths. London. YUSRAN, M.A., T. PURWANTO, B. SURYANTO, M.SABRANI, M. WINUGROHO and E. TELENI. 1998. Application of surge feeding for improving the post partum an estrus of ongole cows calve in rainy season in dry land of East Java. Seminar the 2nd ISTAP, Juli 1998. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta. ZULBARDI, M., KUSWANDI, M. MARTAWIDJAYA, C. THALIB dan D.B. WIJONO. 2000. Daun gliricidia sebagai sumber protein pada sapi potong. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Cisarua – Bogor, 18 – 19 September 2000. Puslitbang Peternakan. Bogor.
87