867
Pembesaran gelondongan untuk mendukung produksi ... (Irwan Setyadi)
PEMBESARAN GELONDONGAN UNTUK MENDUKUNG PRODUKSI CALON INDUK IKAN BANDENG, Chanos-chanos SECARA TERKONTROL DENGAN MANAJEMEN PAKAN DI KERAMBA JARING APUNG (KJA) Irwan Setyadi, Agus Priyono, Titiek Aslianti, dan Himawan Tirta Yudha Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Jl. Br. Gondol Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Kotak Pos 140, Singaraja, Bali 81101 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Budidaya pembesaran ikan bandeng Chanos chanos di Keramba Jaring Apung (KJA) telah dilakukan di Teluk Pegametan Desa Sumber Kima Kabupaten Buleleng, Bali. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan ikan bandeng dalam upaya mendapatkan calon induk unggul yang dipelihara pada 6 petak KJA masing-masing berukuran 2 m x 2 m x 2 m. Hewan uji berupa gelondongan ikan bandeng dengan panjang dan bobot badan awal rata-rata 9,5 ± 0,52 cm dan 4,3 ± 0,29 g; ditebar dengan kepadatan 2.400.ekor/petak serta dipelihara selama 4 bulan. Pakan berupa pelet diberikan 2 kali sehari sebanyak 4%5% bobot biomassa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang total akhir rata-rata adalah 24,07 ± 0,63 cm, bobot akhir rata-rata 133,83 ± 15,88 g dan sintasan 75,11 ± 11,77%. Total biomassa yang diperoleh sebanyak 10.816 ekor dengan bobot total 1.447,51 kg, sehingga peningkatan bobot biomassa total selama pemeliharaan adalah 1.395,19 kg. Kesimpulan bahwasanya pembesaran gelondongan ikan bandeng di KJA dapat mendukung produksi calon induk ikan bandeng, Chanos chanos. KATA KUNCI:
keramba jaring apung, gelondongan ikan bandeng, Chanos-chanos
PENDAHULUAN Ikan bandeng, Chanos chanos termasuk jenis ikan ekonomis penting yaitu ikan ini sebagai ikan konsumsi dengan harga cukup kompetetif di mana harga di tingkat pengumpul di kota-kota besar seperti Denpasar, Surabaya, dan Jakarta dapat mencapai Rp 20.000,- - Rp 25.000,-/kg, sehingga mengakibatkan adanya permintaan pasok domestik cukup tinggi di samping gizinya yang cukup baik (Ismail et al., 1998) juga merupakan komoditi ekspor ke negara-negara Asia seperti Singapura, Filipina, Taiwan, dan Cina. Untuk memenuhi permintaan pasar, maka dilakukan dengan memenuhi jumlah kebutuhan induk ikan bandeng, sebagai langkah awal tersebut dilakukan dengan produksi calon induk ikan bandeng di KJA mengingat bandeng dapat beradaptasi dan bertoleransi tinggi terhadap salinitas 0-60 ppt (Arsyat & Samai, 1990). Penggunaan KJA lebih efisien karena tidak memerlukan pengolahan tanah, tidak membutuhkan lahan yang luas, jumlah, dan mutu air selalu memadai dapat diterapkan padat penebaran tinggi dan pemanenannya pun mudah. Di samping itu, bandeng yang dihasilkan dari keramba memiliki performasi yang lebih baik, dagingnya tidak berbau lumpur, penampilan lebih bersih, sisik mengkilap kehitaman dan memiliki vitalitas tubuh lebih baik, dan para petani sudah melakukan budidaya tersebut dengan menggunakan benih alam, ternyata pertumbuhannya cukup cepat; namun benih alam yang diperoleh sangat sedikit dan tergantung musim sehingga merupakan kendala utama usaha budidayanya. Dalam rangka diversifikasi usaha budidaya calon induk ikan bandeng, perlu dilakukan produksi massal dalam pembenihannya, sehingga kebutuhan benih dapat dipenuhi secara kontinu. Namun demikian salah satu kendala pada pemeliharaan calon induk bandeng adalah kurangnya penyediaan benih baik di hatcheri maupun alam dan ketidakseragaman ukuran benih. Untuk mengatasi kendala tersebut perlu dilakukan produksi larva secara massal di hatcheri yang dapat digunakan dalam pengadaan larva sampai pembesaran calon induk bandeng di KJA. Peranan pakan dalam budidaya ikan merupakan sarana vital yang dibutuhkan di samping benih karena proporsi paling tinggi dalam biaya produksinya (Sunaryanto, et al., 2001), sehingga jumlah pakan yang diberikan dalam budidaya bandeng memegang peranan penting dalam efektivitas
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
868
penggunaan pakan kaitannya dengan pertumbuhan biomassa. Menurut Djarijah (1995), persentase jumlah pakan yang dibutuhkan semakin berkurang dengan semakin bertambahnya ukuran dan umur ikan, sehingga informasi mengenai hasil pertumbuhan calon induk ikan bandeng diperlukan; gunanya untuk mengetahui tingkat perkembangan calon induk ikan bandeng yang dipelihara di KJA. BAHAN DAN METODE Hewan uji yang digunakan untuk pengamatan ini berasal dari hasil pembesaran yang dilakukan pembudidaya benih di tambak yang sudah terseleksi (tulang ekor tidak bengkok). Benih dibesarkan sampai mencapai ukuran 9,2-10,2 cm atau bobot 4,25-4,65 g; selanjutnya dipelihara di KJA berukuran 2 m x 2 m x 2 m sebanyak 6 petak jaring dengan kepadatan 400 ekor/m3 dengan pemberian pakan diberikan secara ad libidum. Pakan yang diberikan merupakan pakan pelet komersial dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali per hari. Pengamatan pertumbuhan ikan dilakukan dengan pengukuran dan penimbangan ikan setiap 2 minggu sekali pada saat bersamaan dilakukan pembersihan jaring. Kemudian setelah mencapai panjang 15-16 cm dilakukan pemanenan dan juga penyeleksian benih (keseragaman ukuran, bentuk tulang sirip ekor bengkok/sempurna) untuk ditebar di tambak. Sedangkan metode penelitian dilakukan deskriptip dan tabulasi. Untuk parameter penelitian yang diamati meliputi pertambahan bobot, laju pertumbuhan ikan, konsumsi pakan harian dan sintasan. Untuk pertumbuhan panjang total atau pertambahan bobot mutlak mengikuti rumus Weatherley et al. (1972) yaitu: P Lt - Lo
di mana: P = pertambahan panjang rata-rata populasi (cm) Lt = panjang rata-rata akhir penelitian (cm) Lo = panjang rata-rata awal penelitian (cm) Untuk laju pertumbuhan harian mengikuti rumus Zonneveld et al. (1991) yaitu:
Gr { (Wt - wo)/(t) }
Sedangkan untuk penghitungan sintasan benih dilakukan pada umur 6 bulan dengan cara memanen seluruh benih di bak, kemudian dihitung menggunakan rumus Effendie (1997). di mana: S Nt/No x 100%
S = sintasan Nt = jumlah populasi akhir percobaan (ekor) No = jumlah populasi awal percobaan (ekor) Juga dilakukan monitoring kualitas air (salinitas, pH, oksigen terlarut, amoniak, dan suhu) pada periode tertentu, kemudian pemanenan dan penyeleksian benih dilakukan berdasarkan ukuran badan (grading), selanjutnya dilakukan pemeliharaan hingga ukuran calon induk. HASIL DAN BAHASAN Dari hasil pengamatan kegiatan pembesaran gelondongan ikan bandeng, Chanos chanos di KJA terdapat 3 jenis keragaman ukuran gelondongan ikan bandeng : ukuran besar : panjang : 26,2-37,0 cm; bobot 165-546 g; ukuran sedang : panjang 23,6-26,1 cm; bobot 126-164 g; kecil panjang : 18,023,5 cm; bobot 50-125,9 g. Sedangkan pada Tabel 2 pertumbuhan panjang badan rata-rata meningkat selama pemeliharaan 112 hari yaitu 14,30 ± 0,75 cm dan pertumbuhan bobot 129,22±15,60 g.
869
Pembesaran gelondongan untuk mendukung produksi ... (Irwan Setyadi) Tabel 1. Pertumbuhan panjang badan, bobot badan, laju pertumbuhan harian, dan sintasan gelondongan ikan bandeng, Chanos chanos selama pengamatan di KJA Parameter
Pengamatan KJA
Panjang badan total awal rata-rata Panjang badan total akhir rata-rata Bobot awal rata-rata Bobot akhir rata-rata Pertumbuhan panjang rata-rata Pertumbuhan bobot rata-rata Laju pertumbuhan panjang harian Konsumsi pakan rata-rata Konversi pakan Sintasan
(cm) (cm) (g) (g) (cm) (g) (cm)/hari
(%)
9,5 ± 0,52 24,07 ± 0,63 4,3 ± 0,29 133,83 ± 15,88 14,30 ± 0,75 129,22 ± 15,60 0,13 ± 0,018 90,13 ± 14,13 1,8 ± 0,01 75,11 ± 11,77
Dalam mendukung keberhasilan pembesaran gelondongan ikan bandeng perlu penelitian yang mendasar antara lain mengenai pertumbuhan dan sintasan ikan yang dipengaruhi oleh padat penebaran, pakan, umur, dan kualitas air (suhu, salinitas, ksigen, amoniak, dan pH) (Mayunar et al., 1991). Kemudian salah satu komponen yang menentukan keberhasilan produksi dalam budidaya adalah pakan, yang berpengaruh secara menyeluruh terhadap pertumbuhan ikan karena pakan berfungsi sebagai pemasok untuk memacu pertumbuhan dan sintasannya (Huet, 1971). Ketersediaan pakan baik itu pakan alami maupun buatan akan mempengaruhi kelangsungan produksi secara berkesinambungan. Dalam pembesaran gelondongan ikan bandeng di KJA, kebutuhan pakan buatan seperti pelet sangat diperlukan untuk menambah, mengganti, atau melengkapi nutrisi pakan alami pada saat dibutuhkan oleh gelondongan ikan bandeng yang tersedia setiap saat, lebih mudah disimpan dan nilai gizinya pun dapat diukur sesuai dengan kebutuhan ikan (Zonneveld et al., 1991). Pemberian pakan buatan harus diberikan dengan waktu yang tepat supaya pakan dapat dicerna dan diserap oleh gelondongan ikan sesuai dengan perkembangan stadiumnya (Giri et al., 1999), juga kualitas pakan yang baik diperlukan untuk pertumbuhan, pencegahan infeksi malnutrisi, dan peningkatan kualitas produksi. Untuk keperluan tersebut diperlukan bahan berupa protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral (Suwirya, 1994). Dalam pemeliharaan ikan, dosis pakan merupakan salah satu elemen yang penting karena 60% dari biaya produksi digunakan hanya untuk penyediaan pakan (Lamidi et al., 1994). Menurut Ismail et al. ( 2005) bahwasanya untuk ikan berukuran 100-300 g atau setelah ikan berumur 3-4 bulan maka diberikan pakan 2%-3% dari biomassa/hari; waktu pemberian Tabel 2. Hasil pembesaran gelondongan ikan bandeng, milkfish, Chanos-chanos di KJA Pegametan
Ukuran Besar Sedang Kecil Total SR (%)
Pertumbuhan (ekor) I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
Total (ekor)
544 737 519 1.800 75
696 655 207 1.558 64,92
736 491 411 1.638 68,25
645 917 610 2.172 90,5
531 839 750 2.120 88,33
489 624 415 1.528 63,67
3.641 4.263 2.912 10.816 75,11
SR (%) 25,28 29,6 20,22 75,11
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
870
30 Panjang badan (cm)
25 20 15 10 Panjang badan
5 0 0
14
28
42
56
70
84
98
112
Hari
Gambar 1. Pertumbuhan panjang total gelondongan ikan bandeng, Chanos chanos yang dipelihara di kjramba jaring apung (KJA)
160 Bobot badan (g)
140 120 100 80 60 40 20
Bobot badan
0 0
14
28
42
56
70
84
98
112
Hari
Gambar 2. Pertumbuhan bobot badan gelondongan ikan bandeng, Chanos chanos yang dipelihara di keramba jaring apung (KJA) pakan 2-3 kali per hari, juga kemampuan daya cerna pada usus ikan diperhitungkan mengingat cukup terbatas sebagai pencerna makanan dalam jumlah yang relatif kecil dan waktu yang relatif tidak lama (Effendie, 1997), untuk itu, supaya usus terus dalam kondisi terisi disarankan frekuensi pemberian pakan buatan maupun alami dilakukan secara optimal. Namun demikian kapasitas lambung juga turut menentukan banyak sedikitnya jumlah pakan yang dikonsumsi (Kohno & Nose, 1971 dalam Melianawati & Suwirya, 2005). Menurut Sudrajat et. al., 2005 bahwa pakan yang dikonsumsi oleh ikan jumlahnya akan berbeda, menurut ukuran mulut dan jenis ikan sehingga ketersediaan pakan yang seimbang dalam segi ukuran, mutu dan jenis pakan pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan ikan. Ukuran mulut dan kemampuan membuka mulut menentukan ukuran pakan yang dapat dimakan pada setiap jenis ikan (Priyadi & Chumaidi, 2005). Menurut Ismail et al. ( 2005), bahwasanya untuk ikan berukuran 100-300 g atau setelah ikan berumur 3-4 bulan maka diberikan pakan 2%-3% dari biomassa/hari; waktu pemberian pakan 2-3 kali per hari, sehingga kebutuhan akan pakan pelet sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh ikan.
871
Pembesaran gelondongan untuk mendukung produksi ... (Irwan Setyadi)
Tabel 3. Sebaran produksi gelondongan ikan bandeng dari KJA Pegametan Ukuran ikan (g)
Tambak (ekor) Perancak Pejarakan
Besar (165-546) Sedang (126-164,9) Kecil (50-125,9)
760 760 810
2.518 -
KJA (ekor) 3.503 2.132
Kemudian beberapa hal yang harus diperhatikan dalam produksi calon induk ikan bandeng di KJA antara lain penempatan keramba harus di lokasi perairan yang bebas dari pencemaran, terlindung dari pengaruh angin, arus, gelombang yang besar dan banjir di muara sungai, sirkulasi air akibat arus dari pasang surut tidak terlalu kuat, terhindar dari penempelan organisma air (fouling), pelapisan massa air tidak terlalu besar < 20 ppt, arus air optimum berkisar 20-50 cm/detik, dapat mempertahankan oksigen terlarut tidak kurang dari 4-5 mg/L, memudahkan pembuangan sisa pakan dan feses ikan sehingga mengurangi stres pada ikan, tidak mengganggu jalur pelayaran, lokasi dekat dengan tambak, dilakukan penjagaan untuk mengurangi pencurian ikan. (Rachmansyah & Usman, 1998). Selanjutnya sintasan ikan bandeng juga didukung oleh kualitas air media pemeliharaan selama penelitian menunjukkan kisaran yang cukup baik pH, suhu, oksigen terlarut, amoniak maupun salinitas (Tabel 4). Secara umum menunjukkan bahwa kualitas air selama penelitian masih dalam kisaran yang baik untuk mendukung kehidupan ikan bandeng. Untuk nilai salinitas masih memenuhi persyaratan mengingat ikan bandeng dapat beradaptasi dan bertoleransi tinggi terhadap salinitas 0-60 ppt (Arsyat & Samai.1990). ikan kerapu macan masih bisa hidup pada salinitas 35 ppt (Supito et al., 1998); pH yang sesuai untuk pertumbuhan ikan adalah 6,5-9,5 dan kandungan amoniak dalam air kurang dari 1,2 mg/L (Boyd, 1982). Sedangkan nilai yang baik untuk oksigen yang terlarut dalam air untuk menunjang kehidupan organisme di dalam air yaitu minimal 2 mg/L jika oksigen terlarut dalam air menurun, mengakibatkan gerakan ikan lambat dan tidak lincah serta hampir semua akan bergerak ke atas permukaan air. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada ikan tersebut biasanya diusahakan dengan melakukan pergantian air yang seimbang sehingga kondisi kualitas air stabil. Kemudian untuk nilai amoniak cenderung menurun dengan adanya pergantian air dua kali sehingga bahan-
Tabel 4. Nilai kualitas air pada pembesaran gelondongan ikan bandeng, Chanos chanos di KJA Pegametan Parameter Salinitas (ppt) Oksigen terlarut (mg/L) Amoniak (mg/L) Suhu (°C) pH
Nilai 32-33 6,89-7,63 0,006-0,056 28,3-29,2 8,18-8,20
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
872
bahan organiknya terurai dan tidak berbahaya untuk sintasan ikan jika nilainya tidak melebihi dari 1 mg/L (Pescod, 1973). Jadi kwalitas air selama penelitian tersebut masih berada dalam batas toleransi untuk pembesaran gelondongan ikan bandeng di KJA KESIMPUL AN Pembesaran gelondongan ikan bandeng di KJA dapat mendukung produksi calon induk ikan bandeng, Chanos chanos dengan hasil pengamatan akhir di KJA menunjukkan bahwa panjang total akhir rata-rata adalah 24,07 ± 0,63 cm; bobot akhir rata-rata 133,83 ± 15,88 g; dan sintasan 75,11 ± 11,77%. Total biomassa yang diperoleh sebanyak 10.816 ekor dengan bobot total 1447,51 kg. UCAPAN TERIMA KASIH Kegiatan penelitian ini dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2010 dan juga Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tatam Sutarmat, Kadek Sulandra, Muslim Romdlianto, Agus Supriyatna, Ahwat, Nyoman Restiada, I Komang M. Suriyasa, dan Gusti Putu Adi Karunika yang telah membantu kegiatan penelitian pembesaran gelondongan ikan bandeng di KJA juga kepada Darsudi, Ayu Kenak, Ari Arsini, Kadek Ani Ariani, dan Deny Puji Utami yang telah menganalisis pakan dan kualitas air. DAFTAR ACUAN Arsyat, H. & Samsi, S. 1990. Budidaya ikan bandeng, Chanos chanos. INFIS manual Seri No. 11. Direktorat Jenderal Perikanan, 56 hlm. Dalam Ismail, A., Manadiyanto & Hermawan, S. 2005. Kajian usaha Bandeng umpan dan bandeng konsumsi pada tambak di Kamal. Jakarta Utara. Prosiding Seminar Teknologi Perikanan Pantai. Bali, 6-7 Agustus 1998, hlm. 192 -193. Boyd, E.C.1982. Water quality management for pond fish culture. Elseiver Scientific Publishing Company. Auburn University. Auburn. Alabama, 318 pp. Djarijah, A.S. 1995. Pakan ikan alami. Penerbit Kanisius. Yogyakarta, 87 hlm. Effendi. 1997. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 halaman. Huet, M. 1971. Texbook of Fish Culture and Cultivation of Fish. Fishing New Book Ltd. England, 436 pp. Ismail, A., Manadiyanto, & Hermawan, S. 1998. Kajian usaha bandeng umpan dan bandeng konsumsi pada tambak di Kamal. Jakarta Utara. Prosiding Seminar Teknologi Perikanan Pantai. Bali, 6-7 Agustus 1998. ISBN 979-8186-70-2, hlm. 192-193. Kohno, H. & Nose. 1971. Relationship between the amount of taken and growth in fish. Frequency of feeding for maximum daily ration. Bull. Jap. Soc. Sci. Fish, 3: 169. Dalam Melianawati, R. & Suwirya, K. 2005. Pengaruh perbedaan dosis pakan terhadap pertumbuhan juvenil Kakap Merah L. argentimaculatus. Buku Perikanan Budidaya Berkelanjutan. Pusat Riset Perikanan Budidaya Laut. Gondol. hlm. 133-141. Lamidi, Asmanelli, & Syafara, Z. 1994. “Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan lemak, Cheilinus undulatus dengan frekuensi pemberian pakan yang berbeda”. J. Penelitian Budidaya Pantai, 10(5): 81-87. Mayunar, Redjeki, S., & Murtiningsih, S. 1991. Pemeliharaan larva kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus, dengan berbagai frekuensi pemberian ransum rotifer. Dalam Wardoyo, Setiawati, K.M., & Setiadharma, T. 2005. Pengaruh Peningkatan Frekuensi Pemberian Pakan Buatan terhadap aktivitas kanibal, pertumbuhan dan sintasan larva kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Buku Perikanan Budidaya Berkelanjutan. Pusat Riset Perikanan Budidaya. ISBN 979-8186-97-4, hlm. 159-164. Pescod, M.B. 1973. Investigation of rational effluent and stream standart of tropical countries. ATT Bangkok, 59 pp. Priyadi, A. & Chumaidi. 2005. “Pengaruh pemberian pakan alami yang berbeda terhadap biomassa dan nisbah konversi pakan ikan Tilan merah, Mastacembellus erythrotaenia Bleeker”. Buku Perikanan Budidaya Berkelanjutan. Pusat Riset Perikanan Budidaya. ISBN: 979-8186-97-4, hlm. 89-94.
873
Pembesaran gelondongan untuk mendukung produksi ... (Irwan Setyadi)
Rachmansyah & Usman. 1998. Produksi induk bandeng dalam Keramba Jaring Apung di Laut. Prosiding Seminar Teknologi Perikanan Pantai. Bali, 6-7 Agustus 1998. ISBN 979-8186-70-2, hlm. 208-217. Sudradjat, A. & Saputra, A. 2005. Pengembangan Budidaya ikan kerapu di Pulau Belitung. Prosiding. Seminar Nasional Tahunan Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, tanggal 30 Juli 2005. Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada, BDP 151-156. Sunaryanto, Sulistyo, A., Chaidir, I., & Sudjiharno. 2001. Pengembangan teknologi budidaya kerapu: Permasalahan dan kebijaksanaan. Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Agribisnis Kerapu. Peningkatan daya saing agribisnis Kerapu yang berkelanjutan melalui penerapan IPTEK Jakarta, 28-29 Agustus 2001. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian, BPPT Jakarta, hlm. 1-15. Supito, Kuntiyo, & Djuidah, S. 1998. Kajian pembesaran kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus. Sudradjat, A. & Saputra, A. 2005. Pengembangan Budidaya ikan kerapu di Pulau Belitung. Prosiding. Seminar Nasional Tahunan Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, tanggal 30 Juli 2005. Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada, BDP 151-156. Suwirya, K. 1994. Kecernaan beberapa sumber lemak pakan pada udang windu, Penaeus monodon. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai. Maros. J. Penelitian Budidaya Pantai, 10(1): 43-48. Weatherley, A.H. 1972. Fish and invertebrate culture. Water management in closed system. Wiley interscience. New York, 145 pp. Dalam Susanto, B., Setyadi, I., & Sumiarsa, G.S. 2005. Pertumbuhan crablet Rajungan Portunus pelagicus turunan 1 (F-1) dengan jenis pakan berbeda. Buku Perikanan Budidaya Berkelanjutan. Pusat Riset Perikanan Budidaya. ISBN : 979-8186-97-4, hlm. 187-196. Zonneveld, N., Huisman, E.A., & Boon, J.H. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan. Pustaka Utama. Gramedia. Jakarta, hlm. 308-318.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
874