DAYA SIMPAN IKAN BANDENG (Chanos chanos F.) MENGGUNAKAN KOMBINASI DAUN SALAM (Eugenia polyantha, Weight.) DAN GARAM DENGAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA
PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Oleh:
RETNO PAMULATSIH A 420 120 015
PROGRAM STUDI PENDIDKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016
HALAMAN PERSETUJUAN
DAYA SIMPAN IKAN BANDENG (Chanos chanos F.) MENGGUNAKAN KOMBINASI DAUN SALAM (Eugenia polyantha, Weight.) DAN GARAM DENGAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
RETNO PAMULATSIH A 420 120 015
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Triastuti Rahayu, S.Si, M.Si NIK.920
i
HALAMAN PENGESAHAN
DAYA SIMPAN IKAN BANDENG (Chanos chanos F.) MENGGUNAKAN KOMBINASI DAUN SALAM (Eugenia polyantha, Weight.) DAN GARAM DENGAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA
OLEH RETNO PAMULATSIH A 420 012 015
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari ,Juli 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Dewan Penguji: (……..……..)
1. Triastuti Rahayu, S.Si, M,Si (Ketua Dewan Penguji)
(……………)
2. Efri Roziaty, S.Si, M.Si (Anggota I Dewan Penguji)
(…………….)
3. Dra. Hariyatmi, M.Si (Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
Prof. Dr. Harun Joko Prayitno, M. Hum. NIP. 196504281993031001
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya. .
Surakarta, 27 Juli 2016 Penulis
Retno Pamulatsih A 420 120 015
iii
DAYA SIMPAN IKAN BANDENG (Chanos chanos F.) MENGGUNAKAN KOMBINASI DAUN SALAM (Eugenia polyantha, Weight.) DAN GARAM DENGAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA
Abstrak
Ikan bandeng merupakan ikan yang bernilai ekonomis tinggi dan menjadi komoditas budidaya karena rasa yang gurih serta harga yang dapat terjangkau oleh masyarakat, namun ikan bandeng mudah mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh bakteri, khamir maupun jamur. Ikan bandeng akan mengalami kerusakan apabila dibiarkan pada suhu ruang selama 12 jam. Daun salam mengandung beberapa senyawa seperti minyak atsiri, tanin, dan flavonoid, yang bersifat anti mikroorganisme, sehingga dapat digunakan sebagai pengawet alami. Tujuan penelitian untuk mengetahui daya simpan ikan bandeng yang diawetkan menggunakan daun salam dan garam dengan lama perendaman yang berbeda. Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor, faktor 1 yaitu larutan pengawet (P0=Akuades sebagai kontrol, P1=Daun salam 40% + garam 8%) dan faktor 2 yaitu lama perendaman (K1=60 menit, K2=90 menit) dengan 4 perlakuan. Hasil penelitian bahwa kualitas pengawetan ikan terbaik adalah pada perlakuan P1K2 (Daun salam 40% + garam 8% dengan perendaman 90 menit) pada jam ke 6 dengan jumlah bakteri sebanyak 1,90 x 1010 cfu/g. Kondisi fisik ikan pada perlakuan P1K2 lebih baik dari perlakuan lainnya lapisan lendir jernih, cerah dan masih berbau netral, tekstur daging agak lunak ,jika ditekan bekas cepat hilang. Pada jam ke-12 kondisi ikan sudah tidak layak konsumsi. Kata Kunci: Ikan bandeng, daun salam, pengawet alami Abstracts
Fish is a fish of high economic value and become a commodity cultivation for a savory flavor and prices can be affordable by the community, but the fish susceptible to damage caused by bacteria, yeasts and fungi. Fish will be damaged if left at room temperature for 12 hours. Bay leaves contain several compounds such as essential oils, tannins and flavonoids, which are anti microorganisms, so it can be used as a natural preservative. The aim of research to determine the shelf life of fish are preserved using bay leaves and salt with different soaking time. This research method using a completely randomized design (CRD) two factors, one that is preservative solutions (P0 = distilled water as a control, P1 = bay leaves 40% + salt 8%) and factor 2 is long immersion (K1 = 60 minutes, K2 = 90 min) with 4 treatments. The results of the research that the best quality fish preservation is in treatment P1K2 (bay leaves 40% + 8% salt by soaking 90 minutes) on the hour to 6 with the number of bacteria as much as 1.90 x 1010 cfu / g. The physical condition of the fish on the P1K2 treatment better than other treatments slime layer clear, sunny and still smelled neutral, meat texture rather soft, if the former is pressed quickly disappear. At all 12 conditions the fish unfit for consumption. Keywords: milkfish, bay leaf, a natural preservative
1
1. PENDAHULUAN
Salah satu ikan yang hidup di perairan Indonesia adalah ikan bandeng. Ikan bandeng yang ada di pasaran ada dua macam yaitu ikan bandeng yang sudah diolah menjadi ikan bandeng asap dan ikan bandeng yang masih segar. Ikan bandeng merupakan ikan yang bernilai ekonomis tinggi dan menjadi komoditas budidaya karena rasanya yang gurih serta harganya dapat dijangkau oleh masyarakat. Menurut Saparinto (2006) dalam 100 gram daging bandeng segar mengandung 129 kkal energi, 20 g protein, 4,8 g lemak, 150 mg fosfor, 20 mg kalsium, 2 mg zat besi, 150 SI vitamin A, dan 0,05 mg vitamin B1. Sebagai salah satu sumber protein, ikan bandeng mudah mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh bakteri, khamir maupun jamur (Widiastuti, 2005 dalam Syifa 2013). Menurut Rofik dan Rita (2012) ikan bandeng akan mengalami kerusakan apabila hanya dibiarkan pada suhu ruang selama 12 jam. Oleh karena itu perlu adanya bahan untuk mengawetkan ikan bandeng sehingga dapat diterima konsumen dalam keadaan yang masih layak konsumsi Salam merupakan tanaman yang sering dimanfaatkan sebagai tanaman obat, khususnya pada bagian daun. Menurut Purwati (2004) dalam Fitri (2007), daun salam mengandung beberapa senyawa seperti minyak atsiri, tanin, dan flavonoid. Menurut Wafa, dkk (2014), senyawa tannin dan flavonoid bersifat anti mikroorganisme, sehingga bahan yang mengandung beberapa senyawa tersebut dapat digunakan sebagai bahan pengawet alami. Pada penelitian Fitri (2007) menyatakan bahwa variasi konsentrasi daun salam dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada telur asin. Daun salam juga dapat dijadikan sebagai pengawet alami daging ayam, umur simpan daging ayam yang direndam dengan ekstrak daun salam (pH 3,50) dapat diperpanjang selama 2 hari (Cornelia, dkk 2005). Daun salam dapat digunakan sebagai pengawet alami ikan bandeng dengan dikombinasikan menggunakan garam. Penggunaan garam sebagai pengawet produk perikanan sudah lazim dilakukan oleh nelayan tradisional di Indonesia. Menurut Hadiwiyoto (1993), garam mampu menghambat pertumbuhan bakteri dalam daging ikan karena garam mampu menghilangkan kandungan air pada jaringan ikan, sehingga sel-sel mikroba menjadi lisis akibat dari perubahan tekanan osmosa. 2. METODE
Tempat penelitian pengawetan ikan bandeng dilakukan di Laboratorium Pangan Gizi FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta .Untuk tempat pengujian jumlah bakteri dilakukan di Laboratorium Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimental. Rancangan penelitian digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola 2 faktor, yaitu: Faktor I : Larutan Pengawet (P) P0 : Aquades (kontrol) P1 : Daun salam 40% + garam 8%, Faktor II :Lama Perendaman (K) K1 : 60 menit K2 : 90 menit. Parameter dalam penelitian ini adalah populasi bakteri dan kondisi fisik ikan (mata, bau, insang, permukaan tubuh dan tekstur daging). Data dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Untuk data kondisi fisik ikan (mata, bau, insang, permukaan tubuh dan tekstur daging) digunakan analisis deskriptif kualitatif. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Total Jumlah Bakteri Kandungan air dalam daging ikan cukup tinggi merupakan suatu kondisi yang memudahkan bagi pertumbuhan mikroorganisme atau bakteri (Sahputra, 2015). Pada penelitian yang telah dilakukan, 2
total jumlah koloni bakteri pada P0K1 dan P0K2 (kontrol) jika dibandingkan dengan perlakuan P1K1 dan P1K2 dengan menggunakan perlakuan pengawet alami daun salam dan garam menunjukkan bahwa jumlah koloni bakteri menurun Tabel 1 Total jumlah populasi bakteri pada ikan bandeng
Perlakuan
Jumlah Bakteri (CFU/g)
P0K1
7,27 x 1010
Kontrol dengan perendaman 60 menit
P1K1
3,80 x 1010
Daun salam 40% + garam 8% perendaman 60 menit
P0K2
6,35 x 1010
Kontrol dengan perendaman 90 menit
P1K2
1,90 x 1010
Daun salam 40% + garam 8% pperendaman 90 menit
Keterangan
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa pertumbuhan bakteri pada ikan bandeng dengan perlakuan P0K1 jika dibandingkan dengan perlakuan P1K1 memiliki jumlah bakteri lebih banyak begitu juga pada perlakuan P0K2 memiliki jumlah koloni bakteri lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan P1K2 maka dari data diatas dapat dilihat bahwa hasil dari perhitungan bakteri pada perlakuan perendaman menggunakan daun salam dan garam menunjukkan hasil yang lebih baik karena koloni bakteri yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan kontrol. Dalam hal ini membuktikan bahwa daun salam dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada ikan bandeng Hasil Uji Sensoris pada Ikan Bandeng Uji sensoris digunakan untuk mengetahui kualitas daging selain dari jumlah populasi bakteri dapat juga dilihat dari uji sensoris sebagai ukuran untuk melihat tingkat keberhasilan pengawetan ikan bandeng. Uji sensoris yang digunakan pada penelitian kali ini meliputi pengamatan menggunakan alat indra pada beberapa bagian tubuh ikan bandeng seperti mata, insang, permukaan tubuh, dan tesktur daging, serta aroma/bau dari ikan bandeng dengan kriteria yang teah di tentukan (Sahputra,20015). a. Aroma/Bau Pada umumnya konsumen jika memilih bahan makanan yang utama dilihat dari segi aroma dan bau. Apabila bahan pangan beraroma atau berbau sedap konsumen akan memilih bahan pangan tersebut, namun sebaliknya apabila bahan pangan beraroma atau berbau tidak sedap, maka bahan pangan tersebut akan dipilih oleh konsumen karena dianggap tidak layak untuk dikonsumsi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa ikan badeng kontrol (P0K1) jam ke-0 memiliki aroma yang masih segar dan spesifik sesuai jenisnya. Pada perlakuan lain saat jam ke-0 juga masih memiliki bau yang segar dan spesifik sesuai jenisnya. Namun pada perlakuan P0K1 6-12 jam sudah mulai mengalami pembusukan pada peralkuan P1K1 dan P1K2 muncul bau amonia pada jam ke-6-12 namun pada perlakuan P0K1 dan P0K2 pada jam-12 menunjukkan tanda kebusukan. Aroma tidak sedap/ busuk ini disebabkan karena adanya pembongkaran senyawa-senyawa mikromolekul seperti asam amino dan asam lemak menjadi metabolit-metabolit penyebab bau busuk misalnya ammonia, asam-asam organik dan hidrogen sulfida (Hadiwiyoto, 1993). 3
b. Mata Mata merupakan salah satu parameter untuk menentukan kesegaran ikan secara langsung. Ciri-ciri ikan yang segar memiliki mata yang cerah, kornea jernih dan pupil hitam menonjol, tetapi ikan yang mulai rusak menunjukkan ciri-ciri mata yang akan mengalami perubahan seperti mengeruh, pupil berubah warna dan berlendir.Hasil yang diperoleh dari penelitian ini jika dilihat pada uji kondisi fisik mata ikan mengalami penurunan. Pada jam ke-12 menunjukkan bahwa beberapa perlakaun mata sudah mengalami sedikit perubahan meskipun tidak terlihat jelas bahwa ikan mengalami kebusukan namun jika dibandingkan pada saat 0-jam mata ikan pada perlakuan jam ke-12 mengalami perubahan warna yang mengindikasikan bahwa ikan sudah mulai membusuk (gambar 1).
(a)
(b)
(c)
Gambar 1. Perubahan kondisi fisik mata ikan perendaman jam ke-0 (a), ke-6 (b), ke-12(c)
c. Insang Insang juga merupakan bagian dari tubuh ikan yang bisa dijadikan sebagai parameter kualitas kesegaran ikann namun karena tempatnya kurang terlihat yaitu tertutup oleh operkulum keadaan insang jarang diperlihatkan oleh konsumen. Insang pada ikan merupakan pusat darah mengambil oksigen dari dalam air. Ikan segar memiliki insang yang berwarna merah cemerlang, sedagkan ikan yang mulai mengalami pembusukan mempunya insang berwarna merah coklat hingga abu-abu (Raharjo, 2015). Dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa keadaan insang pada saat 0 jam masih terlihat baik, warnanya masih terlihat merah segar. Pada penelitian yang dilakukan, diamati dari ikan pada saat 0-jam, 6 jam hingga 12 jam insang mengalami perubahan warna dari merah kecoklatan hingga abu-abu (gambar 2). Kondisi insang yang mengalami perubahan warna ini disebabkan karena darah yang terpusat pada insang yang telah mengalami oksidasi dan berubah menjadi gelap atau abu-abu (Hadiwiyoto, 1993).
(a)
(b)
(c)
Gambar 2. Perubahan kondisi fisik insang pada ikan perendaman jam ke-0 (a), ke-6 (b), ke-12(c)
d. Permukaan Tubuh Permukaan tubuh pada ikan juga merupakan parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas kesegaran pada ikan. Ciri-ciri permukaan tubuh ikan yang segar mengkilat cerah dan terdapat lapisan lendir yang jernih, sedangkan ikan yang mengalami penurunan kesegaran permukaan tubuhnya terlihat kusam (Hadiwiyoto, 1993). Pada perlakuan P0K1 dan P0K2 pada jam 4
ke-12 cenderung kering, sedikit berlendir dan kusam, untuk perlakuan P1K1 dan P2K1 pada jam ke 12 basah, berlendir, karena pada perlakuan ini diberikan garam sebagai campuran dari pengawet, sehingga jumlah air yang keluar lebih banyak, hal ini disebabkan karena garam menyebabkan peristiwa osmosis pada tubuh ikan sehingga kandungan air dalam tubuh ikan akan keluar ke permukaan luar tubuh.
e. Tekstur daging Tekstur daging termasuk juga dalam parameter untuk menentukan mutu kesegaran pada ikan. Umumnya konsumen pada saat membeli ikan akan menekan beberapa bagian pada tubuh ikan untuk mengetahui kesegaran daging ikan apakah ikan tersebut masih segar atau tidak. Pada umumnya tekstur daging yang segar memiliki tekstur yang kenyal dan apabila ditekan menggunakan jari bekas mudah hilang, namun pada ikan yang mengalami penurunan kualitas akan muncul tanda-tanda sebaliknya seperi jika daging ikan ditekan bekas akan lama hilang. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa permukaan daging terlihat saat ditekan, namun pada perlakuan P0K1 yang terlihat sangat jelas jika daging ditekan bekas tidak cepat hilang (gambar 3). Dan berdasarkan uji sensoris permukaan daging pada keseluruhan perlakuan mengalami penurunan mutu daging dari saat 0 jam, 6 jam dan 12 jam. Melihat hal tersebut menunjukkan bahwa ikan mulai menurun. Kekenyalan pada daging berkurang karena terputusnya benang-benang daging dan rusaknya dinding sel pada ikan (Hadiwiyoto, 1993 dalam Raharjo, 2015)
(a)
(b)
(c)
Gambar 3. Perubahan kondisi fisik tekstur daging pada ikan perendaman jam ke-0 (a), ke-6 (b), ke12(c)
Dari hasil uji sensoris yang didapatkan pada perlakuan P0K1 dan P0K2 pada saat jam ke 6 sudah mengalami kebusukan dan tidak layak untuk di konsumsi, namun pada perlakuan P1K1 dan P1K2 masih bisa di konsumsi tetapi hanya bagian daging saja yang dapat di konsumsi karena pada bagian kepala sudah mengalami ciri-ciri pembusukan dan biasanya saat memasak bagian kepala akan dihilangkan. Secara keseluruhan ikan mengalami penurunan kualitas namun pada perlakuan P1K1 dan P1K2 masih bisa dikonsumsi. 4. PENUTUP
Kualitas pengawetan ikan terbaik adalah pada perlakuan P1K2 (Daun salam 40% + garam 8% dengan perendaman 90 menit) pada jam ke 6 dengan jumlah bakteri sebanyak 1,90 x 1010 cfu/g. Kondisi fisik ikan pada perlakuan P1K2 lebih baik dari perlakuan lainnya lapisan lendir jernih, cerah dan masih berbau netral, tekstur daging agak lunak, jika ditekan bekas cepat hilang. 6 jam masih layak konsumsi
5
DAFTAR PUSTAKA Cornelia, Melanie, dkk. 2005. “Peranan Ekstrak Kasar Daun Salam (Syzygium polyanthum, Wight.) dalam Menghambat Pertumbuhan Total Mikroba dan Escherichia coli pada Daging Ayam Segar”. Jurnal. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, Vol. 3 No. 2. Fitri, Ana. 2007. “Pengaruh Penambahan Daun Salam (Eugenia polyantha, Wight) Terhadap Kualitas Mikrobiologis, Kualitas Organoleptis dan Daya Simpan Telur Asin pada Suhu Kamar”. Skripsi. Surakarta : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret. Hadiwiyoto, Suwedo. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Yogyakarta: Liberty. Purwati, A. 2004. Berita Keanekaragaman Hayati: “Sembilan Tanaman Obat Unggulan Hasil Uji Klinis Badan POM 2004”. http://www.beritabumi.or.id/berita3.php?idberita=148 [10 Maret 2016]. Raharjo, Devita. 2015. “Daya Simpan Ikan Bandeng Segar yang Diawetakan Menggunakan Pengawet Alami Kombinasi Daun Jambu Mete (Anacardium occidentale) dan Garam”. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Rofik, Syafiul dan Rita Dwi Ratnani. 2012. Ekstrak Daun Api-Api (Avecennia marina) Untuk Pembuatan Bioformalin Sebagai Antibakteri Ikan Segar. Prosiding SNST ke-3 Tahun 2012. Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang. Sahputra, Nandhika W. 2015. “Daya Simpan Ikan Bandeng Yang Diawetkan Menggunakan Pengawet Alami Kombinasi Daun Salam (Eugenia polyantha, Weight.)Dan Garam”. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta Saparinto, Cahyo, Ida Purnomowati, dan Diana Hidayati. 2006. Bandeng Duri Lunak. Yogyakarta : Kanisius. Wafa, Ali, Anisa Ulfah, Oty Kiki, dan Moh Arham. 2014. “Komhandan”. Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat. Widiastuti, IM. 2005. Bakteri Pathogen Pada Ikan Pendang Dalam Kadar Garam Yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Santika 28 (2) : 279-287.
6