II.
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Ikan Bandeng
2.1.
Menurut Saanin (1986), ikan bandeng (Chanos chanos Forks ) memiliki klasifikasi sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub phylum
: Vertebrata
Class
: Pisces
Sub class
: Teleostei
Ordo
: Malacopterygii
Family
: Chanidae
Genus
: Chanos
Spesies
: Chanos chanos Forks
Ikan bandeng memiliki karakteristik tubuh langsing berbentuk seperti peluru dengan sirip ekor bercabang sebagai petunjuk bahwa ikan bandeng memiliki kesanggupan berenang dengan cepat. Tubuh ikan bandeng berwarna putih keperak-perakan dan dagingnya berwarna putih susu. Ikan bandeng yang hidup di alam memiliki panjang tubuh sampai satu meter. Namun, ikan bandeng yang dibudidayakan ditambak memiliki ukuran panjang tubuh maksimal 0.05 m. Bandeng mempunyai daerah hidup yang luas, dapat ditemukan di kawasan tropik hingga sub-tropik (Indo-Pacific-Ocean). Bandeng juga ditemukan hingga Laut Merah, sepanjang pantai Africa dan Asia Timur pada perairan Pacific hingga di kawasan selatan Australia, New Zealand, Japan, Hawai dan Mexico (Khoironi, 2006). Menurut Murtidjo (2002), anak ikan bandeng (Chanos chanos Forsk) yang biasa disebut nener. Sumber nener biasanya terdapat di daerah pantai yang berdasar pasir, landai dan berair jernih. Nener bandeng pada umumnya memiliki panjang sekitar 13 mm waktu ditangkap dan berwarna bening. Nener ikan bandeng memiliki tiga buah titik, dimana dua buah titik adalah mata dan satu titik adalah bagian perutnya.
11
2.2.
Deskripsi Sate Bandeng Sate merupakan salah satu makanan yang sangat popular di Indonesia,
dihidangkan dimana-mana, mulai dari gerobak pedagang kakilima hingga restoran mewah di hotel. Hampir semua orang mengenal sate. Sate adalah makanan yang terbuat dari bahan utama berupa daging yang dipotong kecil-kecil yang kemudian ditusuk dengan menggunakan bambu yang telah dipotong tipis-tipis. Setelah sate ditusuk, kemudian dibakar dengan menggunakan arang dan diberi bumbu. Di Indonesia, sate biasanya disajikan dengan nasi atau lontong. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki variasi sate, mulai dari jenis daging yang digunakan, bahan pembuat bumbu, hingga proses pembuatannya. Daging yang biasa digunakan sebagai bahan baku utama membuat sate dapat berasal dari daging ayam, kambing, bebek, sapi hingga usus. Tidak hanya daging, bumbu sate di Indonesia pun beragam, mulai dari bumbu kacang, bumbu kecap, hingga bumbu kuning. Sate bandeng merupakan salah satu produk olahan yang menggunakan ikan bandeng sebagai bahan baku utamanya dan produk ini banyak dikenal oleh masyarakat luas sebagai makanan khas daerah Banten. Dalam proses pembuatan sate bandeng, ikan bandeng yang telah dibersihkan lalu digemburkan dengan cara dipukul-pukul secara perlahan. Selajutnya tulang dekat ekor dan kepala diputuskan dan ditarik secara hati-hati dari depan. Setelah itu, daging dan duri yang tersisa dikeluarkan dengan cara meremas dari belakang ke depan. Daging ikan kemudian digiling dan dicampur dengan bahan lainnya menjadi satu adonan dan diisikan kembali kedalam kulit ikan dan diluar kulit ikan hingga menyerupai bentuk ikan semula. Selanjutnya jepit ikan dengan bambu yang telah diisi bumbu, mulai dari kepala hingga ekor. Tahap akhir, bakar ikan hingga kecoklatan.
2.3.
Agroindustri Agroindustri berasal dari dua kata agricultural dan industry yang berarti
suatu industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya atau suatu industri yang menghasilkan suatu produk yang digunakan sebagai
12
sarana atau input dalam usaha pertanian. Definisi industri dapat dijabarkan sebagai kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang, dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut3. Menurut Saragih (2010), Agroindustri adalah industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri. Sedangkan keterkaitan tidak langsung, berupa kegiatan ekonomi lain yang menyediakan bahan baku (input) lain diluar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan dan lain-lain, beserta kegiatan ekonomi lain yang memasarkan dan memperdagangkannya. Pengembangan kegiatan agroindustri mempunyai dampak yang cukup besar terhadap pembangunan negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Bagi negara berkembang, agribisnis mempunyai peranan sangat penting bukan saja untuk mendorong sektor pertanian dan meningkatkan nilai tambah hasil-hasil sektor pertanian, akan tetapi juga untuk penyerapan tenaga kerja serta meningkatkan penghasilan dan daya beli masyarakat (Pasambuna, 2003).
2.4.
Agroindustri Pengolahan Ikan Menurut Saragih (2008) pengertian agroindustri pengolahan ikan adalah
industri pengolahan dengan menggunakan bahan baku komoditas perikanan seperti ikan, udang, ubur-ubur, dan lain-lain. Komoditas perikanan tersebut diolah menjadi bahan pangan untuk dikonsumsi. Saat ini Indonesia harus menguasai agroindustri, terutama agroindustri perikanan. Hal ini dikarenakan agribisnis dan agroindustri terbukti mampu membuka lapangan kerja baru, meningkatkan pendidikan dan menyiapkan SDM yang memenuhi tuntutan kuantitas dan kualitas4.
3
[Anonim]. 2009. Agroindustri. http://agribisnis.blogspot.com/2009/12/agroindustri.html [diakses tanggal 23 Februari 2012] 4 Saragih, Bungaran. 2008. Ubah Mindset Sekarang, atau Terjengkang. www.trobos.com [dikases tanggal 25 Maret 2012]
13
2.5.
Industri Kecil Menurut Surat Keputusan Mentri Perindustrian No. 135/M/SK/8/1997,
yang dimaksud dengan industri kecil adalah suatu badan usaha/industri dimana: 1) Industri modal untuk mesin-mesin dan peralatan sejumlah Rp 70.000.000,ke bawah. 2) Investasi per tenaga kerja Rp 625.000,- ke bawah. 3) Pemiliknya adalah warga Negara Indonesia. Disamping kriteria secara kuantitaf, terdapat pula kriteria industri kecil secara kualitatif yaitu sebagai berikut : 1) Pemilik adalah golongan ekonomi lemah dan pada umumnya sekaligus menjadi pimpinan dan memerlukan bimbingan kewiraswastaan. 2) Administrasi perusahaan umumnya bersifat sederhana dan kurang teratur serta belum berbentuk badan hokum. 3) Tidak berkemampuan untuk menyediakan jaminan guna mendapatkan kredit dari dunia perbankan. 4) Hubungan kerja antara pengusaha dan karyawan maih belum formal dan msih bersifat kekeluargaan 5) Pada umumnya sistem pembiayaan/permodalan belum memungkinkan untuk mengadakan persediaan yang cukup untuk kontinuitas produksi. 6) Proses produksi masih sederhana dan sebagian besar masih bersifat tradisional 7) Mutu produksi pada umumnya belum tetap dan desainnya kurang dapat mengikuti selera pasar. 8) Lemah dalam pemasaran produk-produk sendiri. Berdasarkan ciri-ciri diatas, dapat dilihat bahwa industri kecil memiliki kelemahan dalam beberapa aspek seperti aspek teknis produksi, permodalan, manajemen dan pemasaran. Dengan demikian menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam pengembangan usaha bergantung kemampuan perusahaan dalam menguasai aspek-aspek tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik industri kecil merupakan industri yang menggunakan tenaga kerja 5 hingga 19 orang.
14
2.6.
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Pengertian tentang usaha kecil menenngah (UKM) tidak selalu sama,
tergantung konsep yang digunakan oleh suatu negara. Mengacu pada UndangUndang Nomor 9 Tahun 1995, kriteria usaha kecil dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimilikinya adalah : 1) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau 2) memiliki hasil penjualan paling banyak 1 miliar/tahun. sedangkan untuk kriteria usaha menengah adalah : 1) untuk sektor industri, memiliki total asset paling banyak 5 miliar, dan 2) untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 3 miliar. INPRES No. 10 Tahun 1999 mendefinisikan usaha menengah adalah unit kegiatan yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200 juta sampai maksimal Rp 10 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha). Definisi dan kriteria yang digunakan untuk UKM saat ini dirasa sudah tidak sesuai dengan kondisi dunia usaha, serta kurang dapat digunakan sebagai acuan oleh instansi atau institusi lain, karena setiap institusi menggunakan pengertian yang berbeda-beda. Menurut Partomo dan Soejoedono (2002), kriteria umum UKM dilihat dari ciri-cirinya pada dasarnya bisa dianggap sama, yaitu sebagai berikut : 1) Struktur organisasi yang sangat sederhana 2) Tanpa staf yang berlebihan 3) Pembagian kerja yang “kendur” 4) Memiliki hirarki manajerial yang pendek 5) Aktivitas sedikit yang formal, dan sedikit menggunakan proses perencanaan 6) Kurang membedakan asset pribadi dan asset perusahaan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sekitar 53,57% dari semua UKM bergerak pada bidang pangan dan pertanian. Karena itu, pengindustrian aneka pangan lokal perlu diarahkan pada pengembangan dan 15
pemberdayaan UKM bidang pangan dan pengolahan hasil pertanian, sehingga pangan yang aman, bermutu dan bergizi bagi masyarakatnya bisa disediakan. Secara nasional, pengembangan dan pemberdayaan UKM perlu dilakukan dengan fokus pada penciptaan nilai tambah sehingga pangan lokal mempunyai nilai (nilai gizi, nilai ekonomi, nilai budaya, nilai kebangsaan) yang sama, bahkan jika mungkin lebih tinggi dari pada produk yang berbasis impor yang saat ini mulai mendominasi menu pangan Indonesia (Hariyadi, 2011).
2.7.
Strategi Pengembangan UKM Dalam menghadapi krisis ekonomi seperti saat ini, teori dynamic dan teori
resource-based strategy merupakan teori yang dapat diterapkan dalam pengembangan UKM nasional (Suryana, 2001). Resource-based strategy adalah strategi perusahaan yang memanfaatkan sumber daya internal yang superior untuk menciptakan kemampuan inti dalam menciptakan nilai tambah untuk mencapai keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Akibatnya perusahaan kecil tidak lagi bergantung pada strategi kekuatan pasar melalui monopoli dan fasilitas pemerintah. Dalam pengembangan UKM, strategi ini lebih murah dan ampuh karena memanfaatkan sumberdaya lokal yang dimilikinya. Sumber daya perusahaan yang dapat dikembangkan antara lain tanah, teknologi, tenaga kerja (kemampuan dan pengetahuannya), modal dan warisan bakat keahlian yang turun menurun (Partomo dan Soejoedono, 2002).
2.8.
Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai strategi pengembangan usaha telah banyak dilakukan
dan pada umumnya tujuan dari penelitian mengenai strategi pengembangan usaha adalah untuk (1) mengidentifikasi dan menganalisis faktor internal dan eksternal suatu perusahaan/organisasi, (2) menyusun alternatif strategi yang tepat untuk perusahaan/organisasi yang diteliti. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang dapat menjadi acuan mengenai strategi pengembangan usaha, khususnya industri pengolahan dengan komoditas hasil perikanan, antara lain Tresnaprihandini (2006) meneliti tentang
16
Formulasi Strategi Pengembangan Usaha Kerupuk Udang dan Ikan Pada Perusahaan “Candramawa” Di Kabupaten Indramayu. Dari penelitian ini diketahui bahwa tingkat konsumsi ikan dan udang masyarakat Indonesia pada tahun 2002 masih rendah dikarenakan penyajiannya yang rumit, bau amis serta dapat menimbulkan alergi. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya pengolahan lebih lanjut dengan tujuan meningkatkan konsumsi ikan dan udang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi yang paling tepat yang dapat diterapkan oleh perusahaan.Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah matriks IFE dan EFE, matriks SWOT, matriks IE dan QSPM. Berdasarkan hasil analisis matriks IFE diketahui bahwa kekuatan utama pada perusahaan ini adalah adanya loyalitas distributor, sedangkan kelemahan utamanya adalah kapasitas produksi yang belum optimal. Berdasarkan matriks EFE diketahui bahwa peluang utama yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan adalah tingkat konsumsi kerupuk yang meningkat, sedangkan ancaman utama yang dihadapi adalah perusahaan pesaing lebih cepat dalam mengadaptasi teknologi. Hasil Matriks IE memperlihatkan bahwa perusahaan berada pada kuadran IV, yaitu tumbuh dan bina dimana strategi yang tepat yang dapat dilakukan
perusahaan
yaitu
penetrasi
pasar,
pengembangan
pasar
dan
pengembangan produk. Dari anaslisis matriks SWOT diperoleh tiga belas alternatif strategi yang dapatditerapkan oleh perusahaan. Dan hasil akhir dari penelitian ini diperoleh melalui analisis QSPM sehingga diperoleh prioritas strategi alternatif terbaik yang dapat dijalankan perusahaan yaitu menjalin kerjasama dengan perusahaan besar pengekspor kerupuk. Ardhi (2008) meneliti tentang Perancangan Strategi Pengembangan Usaha Melalui Pendekatan Arsitektur Strategik (Studi Kasus BANISI, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat). Dari penelitian ini diketahui bahwa sumber daya ikan merupakan salah satu tumpuan ekonomi dimasa yang akan datang. Hal ini dikarenakan ikan telah menjadi salah satu komoditi pangan yang penting, tidak hanya untuk Indonesia melainkan juga untuk masyarakat dunia. Bahkan para ahli memperkirakan bahwa konsumsi ikan masyarakat global akan semakin meningkat.
17
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah matriks EFE, matriks IE, matriks SWOT, Arsitektur strategi. Hasil matriks IE menempatkan perusahaan berada pada kuadran V. Pada posisi ini perusahaan dapat dikelola dengan strategi pertahankan dan pelihara (hold dan maintain). Dilihat dari sisi internal perusahaan, kekuatan utama perusahaan adalah pengendalian mutu yang baik dan adanya hubungan baik yang terjalin antara perusahaan dengan agenagen, sedangkan kelemahan utamanya antara lain tumpang tindih pekerjaan dan rendahnya produksi. Dilihat dari sisi eksternal perusahaan, diketahui bahwa peluang yang harus dimanfaatkan perusahaan antara lain dukungan pemerintah dan trend konsumsi ikan yang meningkat, sedangkan ancaman terbesar yang dihadapi perusahaan adalah adanya produk pengganti dan duplikasi produk oleh perusahaan lain. Amir (2008) meneliti tentang Strategi Pengembangan Usaha Abon Ikan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Dari penelitian ini diketahui bahwa ikan sebagai salah satu produk hasil perikanan memiliki jumlah produksi yang paling besar dibandingkan dengan produk perikanan lainnya, disamping itu perkembangan disektor perikanan cukup potensial karena kebutuhan masyarakat akan pangan hewani semakin meningkat. Penelitian ini menggunakan analisis matriks IFE dan EFE, matriks IE, dan analisis SWOT dan metode PHA. Berdasarkan penelitian tersebut dilihat dari faktor eksternal lingkungan didapat peluang dan ancaman yang mempengaruhi usaha ini. Peluang utama yang dihadapi KUB Hurip Mandiri adalah adanya dukungan Pemda Sukabumi dalam pengembangan UKM di Sukabumi, sedangkan ancaman utamanya adalah ketersediaan bahan baku yang tergantung musim dan kenaikan harga BBM. Dilihat dari faktor internal perusahaan kekuatan perusahaan adalah lokasi perusahaan strategis, rasa dan tekstur produk yang baik, adanya labelisasi kemasan, pengalaman perusahaan selama 14 tahun, loyalitas pelanggan, adanya hubungan kekeluargaan dan kerjasama yang kuat dan telah ada pembagian tugas sedangkan kelemahan utama dari perusahaan ini adalah faktor sumber dana yang terbatas serta kurangnya promosi produk. Hasil dari matriks IE menunjukkan posisi KUB Hurip Mandiri berada pada kuadran II yang memberikan rekomendasi
18
untuk tumbuh dan berkembang dan strategi yang dapat diterapkan adalah strategi intensif. Hasil
pengolahan
PHA
diperoleh
prioritas
alternatif
strategi
pengembangan usaha abon ikan yaitu (1) meningkatkan kualitas produk dan mutu pelayanan kepada konsumen serta pemasok; (2) aktif melakukan kegiata promosi; dan (3) memperluas jaringan distribusi dan pemasaran. Harianja (2009) meneliti tentang Strategi Pengembangan Usaha Daging Rajungan CV. Mutiara Laut Kabupaten Serang Provinsi Banten. Dari penelitian ini diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara dengan potensi sumber daya laut yang besar, baik secara kuantitas maupun keberagamannya. Hal tersebut dikarenakan produk perikanan memiliki nilai yang cukup potensial untuk dikembangkan terlebih ketika produk hasil perikanan tersebut telah diolah menjadi suatu produk yang bernilai tinggi. Alat analisis yang digunakan antara lain teknik Delphi, matriks IFE dan EFE, matriks IE dan SWOT serta QSPM. Hasil matriks IE menggambarkan posisi CV. Mutiara Laut berada pada posisi V, yaitu tahap hold and maintain. Berdasarkan matriks SWOT diperoleh delapan alternatif strategi dan dari hasil matriks QSP diperoleh prioritas strategi bagi CV. Mutiara Laut antara lain meningkatkan kualitas produk dan pelayanan, memanfaatkan perolehan pendanaan yang ditawarkan perbankan untuk meningkatkan kapasitas produksi, mengembangkan produk baru pada pasar konsumen yang sudah ada, mempertahankan
dan
meningkatkan
kerjasama
dengan
pemasok
untuk
mendapatkan jaminan bahan baku yang berkualitas, membuka pabrik baru di daerah Karangantu untuk mempermudah konsumen yang datang kedaerah sekitar dalam pembelian daging rajungan CV. Mutiara Laut, mengusahakan kontinuitas produksi, melakukan pelabelan kemasan, memperbaiki struktur organisasi dan manajemen dalam mengembangkan perusahaan. Berdasarkan penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa ikan merupakan salah satu produk hasil perikanan yang memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan karena disamping memiliki nilai yang cukup potensial, ikan juga mengandung banyak gizi serta dapat diolah menjadi berbagai produk olahan yang bernilai tinggi. Untuk itu, terdapat berbagai kebijakan pemerintah dalam
19
pengembangan sektor perikanan, salah satunya yaitu kebijakan industrialisasi perikanan. Pada penelitian yang terkait dengan strategi pengembangan usaha pada komoditas perikanan terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan adalah topik strategi dengan konsep pengembangan usaha, komoditas utama yang dibahas merupakan komoditas perikanan dan objek penelitian yang dikaji merupakan produk olahan ikan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada jenis produk yang dihasilkan serta hasil penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Tresnaprihandini (2006) dan Harianja (2009) memiliki persamaan pada alat analisis yaitu matriks IFE, EFE, IE, SWOT dan QSPM. Persamaan alat analisis antara peneliti dengan kedua peneliti lainnya hanya pada tahap pemasukan (matriks IFE dan EFE) dan tahap pencocokan (matriks IE dan SWOT), sedangkan pada tahap keputusan terdapat perbedaan alat analisis, antara lain Ardhi (2008) menggunakan alat analisis dengan pendekatan arsitektur strategik dan Amir (2008) menggunakan metode PHA. Daftar referensi skripsi dari peneliti terdahulu dapat dilihat pada Lampiran 2.
20