ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ikan Bandeng (Chanos chanos)
2.1.1
Klasifikasi Klasifikasi ikan bandeng (Chanos chanos) menurut Nelson (2006) adalah
sebagai berikut : Filum Subfilum Superkelas Kelas Subkelas Divisi Subdivisi Superordo Ordo Subordo Familia Subfamilia Genus Spesies
2.1.2
: Chordata : Craniata : Gnathostomata : Actinopterygii : Neopterygii : Teleostei : Ostarioclupeomorpha : Ostariophysi : Gonorynchiformes : Chanoidei : Chanidae : Chaninae : Chanos : Chanos chanos
Morfologi Menurut Bagarinao (1991) dan Lee et al, (1986), Chanos chanos
merupakan spesies tunggal dalam familia Chanidae di ordo Gonorynchiformes. Ordo Gonorynchiformes dicirikan sebagai berikut, mulut kecil dan terminal, mata tertutup oleh lapisan lemak luar kornea atau yang biasa disebut adipose eye. Rahang pendek, sirip dorsal dan sirip anal memiliki selubung basal. Sirip ekor bercabang. Warna tubuh keperakan. Sirip dorsal dan caudal memiliki garis hitam, tubuh memanjang dan compressed. Morfologi ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 1.
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
5 cm
Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos) (Harris et al, 2009)
2.1.3
Habitat Ikan bandeng hidup di perairan pantai, muara sungai, hamparan hutan
bakau, lagoon, daerah genangan pasang surut dan sungai. Ikan bandeng dewasa biasanya berada di perairan litoral. Pada musim pemijaham induk ikan bandeng sering dijumpai berkelompok pada jarak tidak terlalu jauh dari pantai dengan karakteristik habitat perairan jernih, dasar perairan berpasir dan berkarang dengan kedalaman antara 10-30 m (Bagarinao,1991).
2.1.4
Daur Hidup Ikan Bandeng Ikan bandeng dalam pertumbuhannya mengalami beberapa fase, yaitu
telur, larva, juvenil dan ikan dewasa. Ikan bandeng dewasa melakukan pemijahan di laut lepas, telurnya bersifat pelagis dan mengapung di air tenang bersalinitas >34 ppt, namun turbulensi di laut akan membawa telur dari permukaan ke lapisan laut lebih dalam (Bagarinao,1991). Juvenil ikan bandeng dengan besar lebih dari 20 mm memiliki bentuk, karakteristik dan morfologi spesies dewasa. Juvenil ikan bandeng biasanya disebut benih dengan ukuran <10 cm dengan memiliki sirip caudal bercabang, fin-
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
ray lengkap dan warna silver. Habitat juvenil ikan bandeng ditemukan beragam seperti di karang laguna, laguna mangrove, muara, rawa-rawa, sungai pasang surut, dan kolam dengan berbagai karakteristik umum dari deposit makanan dan perairan yang relatif dangkal (Bagarinao,1991). Menurut Lee et al, (1986), bandeng dewasa memiliki panjang 50-150 cm, merupakan ikan pada laut terbuka, perenang cepat dan kuat. Selama musim kawin, ikan bandeng berada di pesisir pantai yang berpasir dengan terumbu karang dan celah-celah batu. Selama bulan Maret-Juni para nelayan melaporkan, bandeng berkelompok dan bergerak perlahan dengan sirip dipunggungnya terlihat keluar seperti hiu di sekitar pantai dan pulau-pulau. Puncak migasi ikan bandeng terjadi pada bulan November dan Desember. Gambar daur hidup ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Daur hidup ikan bandeng (Bagarinao,1991)
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
2.1.5
Budidaya Ikan Bandeng di Karamba Jaring Apung Laut Karamba Jaring Apung (KJA) merupakan sistem budi daya dalam wadah
berupa jaring yang mengapung dengan bantuan pelampung. Menurut Mansyur dan
Tonnek (2003), budidaya ikan bandeng dalam karamba jaring apung di laut memiliki keunggulan komparatif, yaitu efisien dalam penggunaan lahan, tingkat produktivitasnya tinggi, tidak memerlukan sistem irigasi dan pengolahan lahan, unit usaha dapat ditentukan sesuai kemampuan modal dengan menggunakan bahan yang tersedia di sekitar lokasi budidaya, keuntungan lain yaitu mudah dipantau karena wadah budidaya relatif terbatas dan terhindar dari pemangsa dan mudah dilakukan pemanenan. Pemilihan lokasi merupakan hal yang sangat penting serta menentukan keberhasilan budidaya bandeng. Lokasi yang dipilih harus memberikan kelayakan habitat bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan. Disamping itu, aspek kesehatan, sosial, ekonomi, dan legal perlu dipertimbangkan untuk memperlancar kegiatan usaha budidaya. Beberpa faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya bendeng menggunakan karamba jaring apung di laut antara lain, penempatan KJA harus berada di lokasi perairan bebas dari pencemaran, perairan jernih dengan perubahan kualitas air sesuai dengan ambang batas toleransi ikan, terhindar dari angin kencang dan arus serta pasang surut yang kuat, tidak menimbulkan konflik dengan kegiatan lain yang berkaitan dengan pemanfaatan perairan laut, kemudian mudah dijangkau dan dekat dengan pasar (Mansyur dan Tonnek, 2003). Selain memiliki keunggulan, budidaya ikan di Karamba Jaring Apung juga memiliki kelemahan, yaitu salah satunya dalam hal pencegahan penyakit. Kualitas
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
air dalam karamba tidak dapat dikontrol seperti pada tambak, karena kualitas air bergantung dari alam, air yang mengalir tidak dapat dicegah dan tidak dapat dilakukan penyaringan, maka pencegahan ektoparasit dalam karamba tidak dapat dilakukan, pengolahan lingkungan budidaya di karamba dapat dilakukan hanya dengan cara menjaga kebersihan peralatan budidaya. Ikan rucah segar yang langsung diberikan sebagai pakan mempunyai resiko yang tinggi sebagai sumber penularan bibit penyakit pada ikan budidaya (Sim et al, 2005) . Selain itu menurut McVicar (1997) penularan penyakit antar budidaya ikan di karamba maupun antar ikan budidaya dengan ikan liar juga dapat menjadi faktor penyebaan dan infestasi ektoparasit.
2.1.6 Budidaya Ikan Bandeng di Tambak Budidaya ikan bandeng saat ini telah dikenal masyarakat luas. Aplikasi teknologi budidaya ikan bandeng secara umum meliputi teknologi budidaya secara tradisional hingga intensif, namun sebagian besar masyarakat masih menerapkan budidaya secara tradisional. Kegiatan budidaya bandeng di tambak mencakup dua tahapan, yaitu pendederan dan pembesaran. Pada tiap tahapan diperlukan berbagai upaya persiapan seperti pemberantasan hama, pengolahan tanah dasar, dan perbaikan pematang. Teknologi intensif dikembangkan dengan adanya pemberian pakan buatan pada tambak maupun keramba jaring apung. Pada budidaya intensif, padat tebar yang digunakan adalah 50.000 ekor/ha. Ukuran benih yang ditebar beratnya antara 0,3-0,5 g dan setelah berat ikan mencapai 50 gr/ekor digunakan kincir air sebanyak 1-2 unit/ha (Rangka dan Asaad, 2010). Lokasi budidaya ikan bandeng tradisional biasanya berada di kawasan pesisir
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
yang masih mendapatkan pengaruh pasang surut. Teknologi tradisional masih mengandalkan pupuk untuk menumbuhkan pakan alami. Luas tambak tradisional berkisar antara 0,3-2 ha (Rizal, 2009). Pola pemeliharaan ikan bandeng juga dapat dilakukan secara monokultur maupun polikultur (Prasetio dkk, 2010). Kualitas air yang optimal dalam pemeliharaan ikan bandeng di tambak antara lain bersalinitas 12-20 ppm, suhu 28oC-30oC, pH 6,5-9, DO 5ppm (Loka Pengkajian Teknologi Pertanian, 2000). Kondisi lingkungan budidaya yang baik adalah salah satunya bebas dari keberadaan ektoparasit. Kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan ikan bandeng dapat menyebabkan ikan stres, apabila ikan stres maka akan mempermudah ikan bandeng terinfestasi ektoparasit. Parasit dapat masuk ke dalam kolam budidaya karena terbawa oleh air yang masuk, tumbuhan air, binatang renik dan peralatan budidaya. Menurut Mahasri dkk (2009), manajemen budidaya di tambak perlu dilakukan, baik sebelum budidaya yaitu pengeringan, pengapuran, pemupukan, pengairan, dan manajemen selama budidaya yaitu pengontrolan air yang masuk, pergantian air, dan pengontrolan kualitas air. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah perkembangan patogen yang keberadaannya secara alami telah ada dalam lingkungan budidaya (Main and Laranmore, 2004).
2.2
Parasit pada Ikan Bandeng Menurut Gosling (2005) parasit adalah hewan atau tumbuhan yang hidup
dalam organisme hidup lain untuk memperoleh beberapa keuntungan dari inangnya. Parasit dapat menyebabkan penyakit pada ikan. Organisme yang
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
termasuk parasit ikan dapat dikelompokkan atas protozoa, helmint dan arthropoda. Ektoparasit yang menyerang ikan bandeng adalah Caligus sp., Trichodina sp., (Harris et al, 2009). Menurut Lee et al (1986), parasit yang menyerang ikan bandeng yaitu Caligus patulus. Woo (2006) mengatakan bahwa ektoparasit yang menyerang ikan bandeng adalah Caligus epidemicus, Caligus punctatus, Lernaea dan Dactylogyrus.
2.2.1
Caligus
A.
Klasifikasi Menurut Noga (2010), klasifikasi Caligus adalah sebagai berikut :
Filum Kelas Ordo Sub ordo Familia Genus Spesies
B.
: Arthropoda : Copepoda : Siphonostomatoida : Caligoida : Caligidae : Caligus : Caligus patulus Caligus epidemicus Caligus punctatus.
Morfologi Parasit Copepoda yang tergolong dalam familia Caligidae dapat dibedakan
antara organisme jantan dan betina. Pada umumnya, betina lebih besar dibandingkan jantan. Sepasang kantung dengan untaian telur sampai sepanjang 2 cm dan membawa telur sekitar 700 butir (Kismiyati dan Mahasri, 2010). Cephalothorax pada Caligus epidemicus lebar dan panjang, abdomen lebih kecil dan memiliki tiga duri kecil yang terletak di tengah antara batas lateral dan garis tengah. Antena pertama terdiri dari dua segmen, segmen pertama dua kali
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
lebih panjang dari yang kedua, dilengkapi dengan 25 setae. Segmen kedua dilengkapi dengan delapan setae pada daerah luar distal dan lima pada daerah distal dalam (Hewwit, 1971). Gambar Caligus epidemicus dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Caligus epidemicus tampak Dorsal (Woo, 2006)
Caligus punctatus betina memiliki satu kantung telur. Organ genital komplek, bentuk sedikit persegi panjang namun membulat di ujung. Abdomen kecil, caudal ramus kecil dengan tiga setae panjang dan pendek (Maran et al, 2009). Gambar Caligus punctatus dapat dilihat pada Gambar 4.
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
1 mm
Gambar 4. Caligus punctatus (Maran et al, 2009)
C.
Gejala Klinis Parasit pra dewasa dan dewasa aktif bergerak pada permukaan ikan. Kulit
ikan yang terinfestasi umumnya terdapat luka dan menyebabkan pendarahan dan lesi (Woo et al, 2002).
D.
Daur Hidup Caligus epidemicus memiliki daur hidup yang panjang, terdiri dari 2
nauplius, satu copepodid, enam chalimus dan satu pre adult dan adult. Daur hidup Caligus epidemicus dimulai dari telur, setelah 28 jam telur dalam kantung telur akan menetas menjadi nauplius yang terdiri dari 2 instar, nauplius hidup bebas dan bersifat fototaksis negatif. Setelah 6 jam nauplius pertama akan moulting dan menjadi nauplius ke 2. Kemudian setelah 14,5 jam berkembang menjadi Copepodid infektif. Copepodid bersifat lebih aktif daripada nauplius, copepodid berenang bebas dalam air kemudian berkembang menjadi stadia Chalimus I yang ditandai dengan berkembangnya antena dalam waktu 2 hari yang mengalami
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
moulting dan terdiri dari 6 instar, pada stadia Chalimus 6 akan meunjukkan perkembangan organ reproduksi. Stadia Chalimus ke 6 menuju pra dewasa membutuhkan waktu 8 hari, kemudian berkembang lagi menjadi stadia pra dewasa yang berada pada inang dan setelah 5 hari menjadi organisme dewasa (Lin and Ho, 1993). Daur hidup Caligus punctatus dimulai dari telur, 2 instar nauplius, berkembang menjadi Copepodid, kemudian berkembang menjadi stadia Chalimus yang terdiri dari 4 instar, dan akhirnya menjadi organisme dewasa (Kim, 1993). Daur hidup Caligus epidemicus dapat dilihat pada Gambar 5. TELUR DALAM KANTUNG
28 JAM
6 JAM 14,5 JAM
DEWASA
5 HARI 2 HARI
PRADEWASA
PRADEWASA
8 HARI
Gambar 5. Daur Hidup Caligus epidemicus (Lin and Ho, 1993)
2.2.2
Trichodina
A.
Klasifikasi Menurut Baker (2007), klasifikasi Trichodina adalah sebagai berikut :
Filum Sub-Filum
SKRIPSI
: Protozoa : Ciliophora
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Kelas Ordo Familia Genus
B.
: Oligohymenophora : Mobilida : Trichodinidae : Trichodina
Morfologi Trichodina memiliki bentuk badan membundar bila dilihat dari ventral dan
membentuk lonjong bila dilihat dari posterior dan anterior. Dalam sitoplasma terlihat makronukleus, dan sejumlah vakuola. Parasit ini memiliki hoocklet yang membentuk lingkaran. Ujung anterior berupa piringan datar, dilengkapi dengan lingkaran dari elemen skeletal seperti gigi kutikuler. Organela lokomotor terdiri dari membranela posterior, terdapat girri dan velum yang berombak-ombak (Mahasri dan Kismiyati, 2008). Hidup pada perairan tawar maupun laut. Menyerang ikan air laut maupun air tawar yang hidup bebas maupun yang dibudidayakan (Baker, 2007). Gambar Trichodina sp. dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Trichodina dengan skala bar 20 µm (Sumber: Zhao and Tang, 2011)
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
C.
Gejala Klinis Menurut Baker (2007), terdapat luka pada kulit ikan yang terserang
Trichodina sp., dan produksi lendir berlebihan. Infeksi berat juga dapat menyebabkan anoreksia dan lemah.. Nafsu makan ikan menurun, dan pada tubuh sering terjadi pendarahan yang dapat menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri dan jamur (Smith and Schwarz, 2009).
D.
Daur Hidup Trichodina sp. memiliki daur hidup langsung. Reproduksi aseksual primer
melalui pembelahan biner. Namun, reproduksi seksual melalui mikro dan makro konjugasi tidak terjadi. Transmisi melalui kontak langsung dalam air (Baker, 2007).
2.2.3
Dactylogyrus
A.
Klasifikasi Menurut Soulsby (1986), Dactylogyrus sp. dapat diklasifikasikan sebagai
berikut: Phylum Class Ordo Familia Genus
B.
: Platyhelminthes : Trematoda/Monogenea : Dactylogyridea : Dactylogyridae : Dactylogyrus
Morfologi Parasit ini sering menyerang pada bagian insang ikan air tawar, payau dan
laut. Cacing dewasa berukuran 0,2-2 mm. Mempunyai dua pasang bintik mata pada ujung anterior. Memiliki sucker yang terletak dekat ujung anterior. Pada
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
ujung posterior tubuh terdapat alat penempel yang terdiri dari 2 kait besar yang dikelilingi 14 kait lebih kecil disebut Opisthaptor (Soulsby, 1986). Gambar Dactylogyrus dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Dactylogyrus (Noga, 2010)
C.
Gejala Klinis Menurut Rohde (2005) ektoparasit ini menyerang kulit maupun isang pada
inangnya. Lesi dan pendarahan juga dapat terjadi apabila serangan ektoparasit ini meningkat sekresi lendir berlebih. Keberadaan parasit ini pada insang akan menyebabkan inang sulit bernafas.
D.
Daur Hidup Dactylogyrus bersifat ovipar, berkembang biak secara langsung dengan
cara bertelur, Dactylogyrus menghasilkan sejumlah telur dilepaskan ke dalam perairan, telur menetas selama 4-5 hari, kemudian menjadi larva bersilia yang berenang bebasdisebut onchomirasidium kemudian mencari inang (Stoskopf, 1993). Daur Hidup Dactylogyrus dapat dilihat pada Gambar 8.
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Gambar 8. Daur Hidup Dactylogyrus (Stoskopf, 1993).
2.2.4
Lernaea
A.
Klasifikasi Menurut Noga (2010) klasifikasi Lernaea adalah sebagai berikut :
Filum Kelas Ordo Familia Genus
B.
: Arthropoda : Copepoda : Cyclopoida : Lernaeidae : Lernaea
Morfologi Lernaea dewasa memiliki semipherical chepalothorax kecil yang terdapat
mulut. Memiliki holdfast yang digunakan untuk menancap pada tubuh inang, Sedangkan abdomen berada di air. Parasit ini tumbuh optimum pada suhu 26-28o C (Woo, 2006). Gambar morfologi Lernaea dapat dilihat pada Gambar 9.
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Gambar 9. Lernaea (Woo, 2006)
C.
Gejala Klinis Ikan yang terserang di permukaan tubuhnya terdapat garis seperti benang
putih, terdapat bercak merah dan menyebabkan lesi (Kismiyati dan Mahasri, 2010). Bersifat epizootik pada ikan budidaya sehingga menyebabkan mortalitas yang tinggi. Bersifat patogen pada benih ikan karena ukurannya yang relatif besar (Woo, 2006).
D.
Daur Hidup Lernaea memiliki tiga instar nauplius yang hidup bebas dan lima instar
pada copepodid. Stadia nauplius tidak makan dan mengalami moulting sampai tiga kali. Copepodid biasanya berada pada insang dan relatif tidak bergerak. Nauplius membutuhkan waktu tujuh hari hingga menjadi stadia Copepodid. Lernaea betina bersifat sebagai parasit, sedangkan yang jantan akan mati setelah mengalami kopulasi. Lernaea melalukan metamorfosis hanya pada satu inang (Woo, 2006). Gambar daur hidup Lernaea dapat dilihat pada Gambar 10.
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
B A
C Gambar 10. Daur Hidup Lernaea (Griffiths, D. 2002) Keterangan : A: Nauplius ; B: Copepodid; C: Lernaea dewasa
2.2.4
Pseudorhabdosynochus
A.
Klasifikasi Menurut Wu et al (2005), Pseudorhabdosynochus dapat diklasifikasikan
sebagai berikut : Phylum Kelas Ordo Familia Genus
B.
: Platyhelminthes : Monogenea : Dactylogyridea : Diplectenidae : Pseudorhabdosynochus
Morfologi Parasit dari familia diplectanidae ini disebut juga cacing insang,
merupakan parasit yang cukup berbahaya dan sering ditemukan pada insang berbagai ikan laut (Woo et al, 2002). Bagian kepala dilengkapi dengan dua pasang mata yang memiliki ukuran yang berbeda, cacing ini memiliki esofagus yang pendek dan meiliki haptor pada bagian posterior tubuh. (Wu et al, 2005). Gambar Pseudorhabdosynochus dapat dilihat pada Gambar 11.
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
Gambar 11. Pseudorhabdosynochus (Dyer, 1995)
C.
Gejala Klinis Menurut Woo (2006), ikan yang terserang parasit golongan Diplectanid
Monogenea ini tidak menunjukkan gejala klinis seperti pendarahan maupun hiperplasia. Keberadaan parasit ini pada insang akan menyebabkan inang sulit bernafas (Rohde, 2005).
D.
Daur Hidup Menurut Baker (2007) ektoparasit ini berkembang biak secara langsung
dengan cara bertelur. Dalam perkembangannya, telur berada di dasar. Telur-telur tersebut akan menetas menjadi larva, berenang bebas dan bersifat infektif. Kemudian larva ini akan berenang mencari inang baru. Daur Hidup Pseudorhabdosynochus dapat dilihat pada Gambar 12.
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
A D B
C
Gambar 12. Daur Hidup Pseudorhabdosynochus (Rohde, 2005) Keterangan: a. Parasit dewasa pada insang; b. Telur ; C. Telur menetas; D. larva.
SKRIPSI
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA...
HILMA PUTRI FIDYANDINI