EMBRYO VOL. 8 NO. 2
DESEMBER 2011
ISSN 0216-0188
PENAMBAHAN KHITOSAN PADA PAKAN IKAN BANDENG (Chanos Chanos) SEBAGAI PENURUN CITA RASA LUMPUR (Geosmine) Hafiluddin, Haryo Triajie Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Abstract Chitosan is a linear polymer of high molecular weight of 2-deoxy 2-amino-glucose, is a product of deacetylation from chitin with strong alkali. Chitosan is easy to degradation, non-toxic and is a flocculant, coagulant as well as chelating metals. The purpose of this study was to determine the effect of the addition of chitosan in reducing odor of mud (geosmin) in fish. The study began with the creation and addition of a solution of chitosan on feed with different concentrations, that was 0, 5, 10 and 15 ppm and the feeding frequency of 0, 2, 4 and 6 days. The analysis performed included organoleptic and proximate analysis. The best results obtained from this research was chitosan levels in feed formulations in reducing the odor of mud on milkfish was 10 ppm. Whereas, the most effective in reducing the smell of mud on milkfish was 4-day feeding. The results of proximate analysis obtained that the fat content of fish best results organoleptic test (addition of 10 ppm and time chitosan feeding for 4 days) decreased compared to controls. Similarly, water content and carbohydrates. As for the ash content and protein percentage increased. Key Words : chitosan, feed, milkfish (Chanos-chanos), mud (geosmin)
Pendahuluan Khitosan adalah polimer linier berberat molekul tinggi dari 2-deoksi 2-amino-glukosa, merupakan produk deasetilasi dari khitin dengan alkali kuat, bersifat polimer kationik sehingga tidak larut dalam air atau alkali pada pH di atas 6.5, tetapi dapat larut cepat dalam asam organik cair seperti asam formiat, asam sitrat dan asam mineral kecuali sulfur. Khitosan mudah mengalami degradasi secara geologis, tidak beracun dan merupakan flokulan, koagulan yang baik serta pengkelat logam. Bandeng merupakan salah satu komuditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat permintaan masyarakat terhadap ikan bandeng yang begitu besar sebab ikan bandeng merupakan sumber protein hewani yang cukup tinggi. Selain itu juga ikan bandeng dikonsumsi oleh seluruh golongan masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan. Daerah produksi bandeng umumnya berada di pantai yang relatif dekat dengan daerah perkotaan sehingga bandeng tersedia dalam jumlah yang cukup. Sementara itu untuk wilayah pedesaan yang jauh dari daerah produksi relatif sulit ditemukan ikan bandeng karena pemasaran
126
bandeng yang masih dalam bentuk segar sangat rawan akan kerusakan. Sisa pakan dan feses umumnya menimbulkan cemaran yang cukup tinggi, terutama mengandung total padatan, nitrat, ammonia, padatan tersuspensi, garam, sulfida, COD, dan BOD, sehingga memerlukan penanganan secara tepat agar tidak mengganggu lingkungan. Tingginya total padatan dan padatan tersuspensi akan menyebabkan terbentuknya warna dan kekeruhan alam perairan semakin lama membentuk lumpur, yang merusak kehidupan jasad renik dalam air dan merusak tempat ikan bertelur. Kekeruhan ini disebabkan adanya partikel-partikel kecil dan koloid yang berukuran 10 nm - 10 mm, berupa bahan organik dan anorganik. Cita rasa lumpur pada ikan olahan merupakan salah satu masalah budidaya perikanan,yang dapat menyebabkan menurunnya permintaan ikan. Penyebab utama rasa lumpur adalah geosmin yang merupakan senyawa metabolit yang dihasilkan oleh spesies tertentu dari alga hijau biru. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengurangi citarasa lumpur pada ikan budidaya, seperti yang dilakukan oleh Erungan et al. (1998) tentang menghilangkan cita rasa lumpur dapat dilakukan dengan cara
Penambahan Khitosan Pada...
126 – 132
pemberokan dan perendaman dalam beberapa jenis asam. Hasil penelitian Ihsan et al. (2004) menyebutkan bahwa kualitas organoleptik pada ikan budidaya dengan menggunakan penambahan plankton lebih baik daripada menggunakan tembaga oksida, pupuk urea dan kontrol. Perlakuan pemberokan dan perendaman dengan jenis asam masih menyisakan berbagai masalah yaitu masih adanya bau lumpur dan pengaruh asam pada perairan dan ikan, sehingga perlu alternatif lain untuk mengurangi citarasa lumpur yang ramah lingkungan dan aman untuk dikonsumsi. Salah satu alternatif tersebut yaitu dengan menggunakan khitosan. Khitosan telah digunakan sebagai campuran pakan pada ikan nila (Wahyudi 2001). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan khitosan dalam menurunkan bau lumpur (geosmin) pada ikan bandeng. Metodologi Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah khitosan, aquades, pakan ikan, ikan bandeng, asam asetat 1%, pelarut etil eter, H2SO4 pekat, NaOH, HCL, metal merah 0,1%, selenium, dietil eter, garam psikologis dan tablet kjeldahl. Peralatan yang digunakan selama penelitian adalah labu ukur, gelas ukur, gelas piala, pengaduk, pisau, label, timbangan, pipet, keramba, konpor, saringan, penggaris, pH meter, oven, tabung kjeldahl, tabung sokhlet, labu erlemenyer, tabung reaksi, incubator, pipet, plankton net, tungku pengabuan dan desikator. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui 2 tahap, yaitu tahap persiapan penelitian dan tahap penelitian utama. Tahap persiapan penelitian dilakukan dengan membuat larutan khitosan yang selanjutnya digunakan dalam formulasi pakan ikan. Khitosan yang sudah jadi dicampur pada pakan ikan dengan kosentrasi atau kadar yang berbeda-beda, yaitu 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm. Pembuatan Larutan Khitosan Prosedur untuk membuat larutan khitosan 5 ppm adalah: serpihan khitosan ditimbang sebanyak 5 mg, kemudian 127
(Hafiluddin dan Haryo Triajie)
melarutkannya ke dalam asam asetat 1% sebanyak 10 ml dan diaduk sampai larut lalu dimasukkan ke dalam gelas ukur, setelah itu dimasukkan akuades ke dalam gelas ukur sampai volumenya mencapai 1000 ml pada tera. Prosedur pembuatan larutan khitosan 10 ppm dan 15 ppm sama dengan pembuatan larutan khitosan 5 ppm, masing-masing serpihan khitosan sebanyak 10 mg dan 50 mg. Pakan ikan yang digunakan adalah pakan ikan komersial yang yang merupakan pakan berbentuk pelet, yang biasa digunakan oleh petani ikan. Pakan tersebut kemudian dicampurkan ke dalam masing-masing konsentrasi larutan khitosan yang sudah jadi dengan berat 1 kg. Setelah tercampur antara pakan ikan dengan larutan khitosan, formulasi pakan ikan tersebut dijemur sampai kering dan setelah kering pakan ikan siap diberikan pada ikan di keramba. Pakan ini diberikan dengan frekuensi pemberian pakan setiap kelipatan 12 jam, mulai hari ke-0 sampai hari ke-6. Analisis Pengamatan yang dilakukan meliputi uji organoleptik dan uji proksimat. Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan metode uji kesukaan konsumen (Modifikasi lelana, 1987). Parameter yang diujikan meliputi citarasa lumpur, aroma dan rasa dengan 15 orang penelis dengan menggunakan pembanding ikan bandeng kontrol yang tidak mengandung citarasa lumpur. Uji proksimat yang dilakukan adalah uji kadar air (AOAC 2005), protein (AOAC 2005), lemak (AOAC 2005), kadar abu (AOAC 2005), dan kadar karbohidrat (AOAC 2005). Hasil dan Pembahasan Nilai Organoleptik Hasil uji organoleptik dari empat perlakuan kadar khitosan dan enam perlakuan waktu pemberian pakan dapat diambil hasil yang terbaik. Hasil terbaik yang diperoleh dari penelitian ini, kadar khitosan dalam formulasi pakan yang terbaik dalam mengurangi bau lumpur pada ikan bandeng adalah 10 ppm. Sedangkan waktu terefektif dalam mengurangi bau lumpur pada ikan bandeng adalah selama 4 hari pemberian pakan.
EMBRYO VOL. 8 NO. 2
DESEMBER 2011
ISSN 0216-0188
bandeng yang mendapatkan formulasi pakan dengan kadar khitosan 10 ppm. Nilai rata-rata panelis terhadap citarasa lumpur pada ikan bandeng akibat pengaruh pemberian formulasi pakan dengan kadar 10 ppm berkisar antara 3,73 (citarasa lumpur agak kuat) sampai 6,80 (citarasa lumpur sedikit).
Rata-rata nilai organoleptik yang dijadikan dasar penilaian terbaik dapat dilihat pada tabel 1 . Citarasa Lumpur Gambar 1 menyajikan diagram nilai rata-rata organoleptik citarasa lumpur pada ikan
Tabel 1. Rata-rata organoleptik ikan bandeng pada berbagai perlakuan Penilaian Kadar Khitosan Hari Cita Rasa Lumpur 0 3,73 2 4,40 0 ppm 4 4,80 6 6,13 0 3,73 2 4,27 5 ppm 4 4,67 6 6,40 0 3,73 2 4,13 10 ppm 4 5,87 6 6,80 0 3,73 2 3,73 15 ppm 4 5,07 6 6,80
Aroma 3,60 4,53 4,93 6,00 3,60 5,20 4,93 5,60 3,60 4,93 6,13 6,27 3,60 4,53 5,47 6,67
Rasa 4,40 4,53 5,20 6,53 4,40 4,27 5,47 6,13 4,40 4,13 6,00 6,67 4,40 4,00 5,47 6,27
8,00 6,80
7,00 5,87
Cita rasa lumpur
6,00 5,00 4,13 4,00
3,73
3,00 2,00 1,00 0,00 0
2
4
6
Waktu Pemberian Pakan (hari)
Gambar 1.
Nilai rata-rata citarasa lumpur ikan bandeng (Chanos-chanos) dengan perlakuan pakan khitosan 10 ppm.
Saat H0 dimana ikan belum mengalami perlakuan pemberian formulasi pakan dengan kadar khitosan 10 ppm, panelis rata-rata menyatakan bahwa ikan bandeng terpolusi, artinya citarasa lumpur yang terkandung dalam ikan bandeng agak kuat sehingga nilai
128
organoleptiknya mempunyai kisaran yang rendah. Citarasa lumpur yang agak kuat ini disebabkan karena ikan bandeng yang mengkonsumsi pakan komersial tersebut diduga mengkosumsi juga beberapa jenis
Penambahan Khitosan Pada...
126 – 132
Nilai Aroma (%)
plankton yang berpotensi menyebabkan citarasa lumpur. Lelana (1993) melaporkan bahwa penyebab citarasa lumpur merupakan senyawa organik yang larut dalam air, dapat diuapkan dan larut dalam eter serta alkohol. Wahyudi (2001) menambahkan bahwa berkurangnya citarasa lumpur pada ikan bandeng disebabkan karena geosmin pada ikan terikat pada lemaj lemak yang diikat oleh khitosan dan dikeluarkan bersama feces.
(Hafiluddin dan Haryo Triajie)
Aroma Pengaruh penambahan khitosan pada pakan lebih kuat pada saat ikan bandeng menginjak hari ke-4 sebelum masa pemanenan, dibandingkan ikan bandeng kontrol yang tidak mengalami penambahan kadar khitosan 10 ppm pada pakannya. Rata-rata nilai organoleptik untuk aroma berkisar antara 3,60 sampai 6,27 yang secara deskriptif berkisar antara kurang suka dan biasa (Gambar 2).
8,00 6,00 4,00
6,13
6,27
4
6
4,93 3,60
2,00 0,00 0
2
Waktu Pemberian Pakan (hari) Gambar 2. Nilai rata-rata aroma ikan bandeng (chanos-chanos) dengan perlakuan pakan khitosan 10 ppm. Nilai rata-rata organoleptik aroma pada ikan control yaitu 3.60, yang berarti panelis memberikan nilai kurang suka terhadap aroma daging bandeng yang tidak mengalami perlakuan penambahan khitosan 10 ppm pada pakan. Pada hari ke-4 sebelum pemanenan, ikan bandeng telah mengalami perubahan pada tingkat penilaian panelis yang menyatakan biasa terhadap aroma ikan bandeng. Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama masa pemanenan, kesukaan panelis terhadap aroma daging bandeng semakin bertambah. Perubahan aroma yang terjadi diduga akibat pengaruh penambahan kadar khitosan 10 ppm menyebabkan perubahan-perubahan komponen-komponen di dalam tubuh ikan, seperti protein, lemak, karbohidrat dan air. Namun demikian, aroma/bau lumpur yang terdapat pada ikan bandeng dari hasil penelitian ini tidak bisa hilang secara total, hanya mengalami perubahan pengurangan bau lumpur.
129
Rasa Hasil penilaian organoleptik terhadap rasa ikan bandeng yang dikukus lewat perlakuan pemberian pakan dengan kadar khitosan 10 ppm tersaji pada gambar 3. Ratarata nilai organoleptik rasa ikan bandeng terendah adalah 4,40 sedangkan tertinggi adalah 6,67 dengan kisaran tingkat kesukaan panelis antara tidak suka dan biasa. Gambar 3 menunjukkan bahwa panelis paling menyukai rasa ikan bandeng pada hari ke-6. Semakin lama perlakuan waktu dengan pemberian pakan berkadar khitosan 10 ppm akan memberikan rasa yang paling disukai oleh panelis. Pada hari ke-4 sejak perlakuan pemberian pakan berkadar khitosan 10 ppm, sudah ada perubahan tingkat kesuksesan panelis dari kurang suka menjadi biasa. Hasil ini memberikan indikator yang cukup menggembirakan dalam kaitannya dengan penurunan citarasa lumpur yang ada pada ikan mengingat dalam uji organoleptik ikan bandeng hanya mengalami perlakuan pengukusan saja.
EMBRYO VOL. 8 NO. 2
DESEMBER 2011
N ilai R asa (% )
Untuk meningkaatkan rasa, penambahan bumbu dalam pemasakan menjadi alternatif
ISSN 0216-0188
termudah yang bisa dilaksanakan.
8,00 6,00
6,67 6,00 4,40
4,13
0
2
4,00 2,00 0,00 4
6
Waktu Pemberian Pakan (hari) Gambar 3. Nilai rata-rata rasa ikan bandeng (chanos-chanos) dengan perlakuan pakan khitosan 10 ppm.
bandeng kontrol yang tidak mengalami perlakuan penambahan pakan dengan kadar khitosan 10 ppm. Komposisi proksimat hasil terbaik (khitosan 10 ppm) dan perbandingannya dengan kontrol tersaji pada tabel 2.
Nilai Proksimat Hasil terbaik dari uji organoleptik kemudian ini dilakukan analisa proksimat terhadap ikan bandeng yang terdiri dari kadar lemak, kadar protein, kadar air, kadar abu, dan kadar karbohidrat. Komposisi kimia hasil terbaik ini kemudian dibandingkan dengan ikan
Tabel 2. Hasil analisis proksimat ikan bandeng (Chanos-chanos) Kadar Proksimat Kontrol (%) Lemak 0.45 Protein 15.38 Air 79.42 Abu 0.86 Karbohidrat 3.88 Kadar Lemak Tabel 2 menunjukkan bahwa ikan bandeng hasil organoleptik terbaik (pakan dengan khitosan 10 ppm dan waktu pemberian pakan pada hari ke-4) memiliki kadar lemak 0.38%, nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan kontrol yang memiliki nilai kadar lemak 0.45%. Berkurangnya kadar lemak pada penambahan khitosan 10 ppm dalam pakan disebabkan karena banyak lemak yang terikat oleh khitosan, digumpalkan dan dikeluarkan bersama feces. Serat lemak di dalam ransum pakan terutama serat larut air diduga sebagai penyebab rendahnya kadar lemak. Serat
130
Khitosan 10 ppm (%) 0.38 16.21 78.77 0.98 3.66
makanan dapat mengikat asam empedu dan lemak. Semakin banyak serat makanan yang dikonsumsi maka daya ikat serat terhadap empedu dan lemak semakin meningkat. Asam empedu dan lemak yang terikat oleh serat akan dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran (Muchtadi 1992). Kadar Protein Tabel 5 memperlihatkan bahwa ikan bandeng yang mendapat perlakuan pemberian pakan dengan khitosan 10 ppm mempunyai nilai kadar protein lebih tinggi (16.21%) dibandingkan dengan kontrol (15.38%). Perbedaan kadar protein antara kontrol dengan
Penambahan Khitosan Pada...
126 – 132
hasil terbaik uji organoleptik tersebut disebabkan protein pakan yang terikat dalam khitosan terurai kembali saat pencernaan dalam tubuh sehingga meningkatkan kadar protein pada ikan. Kadar Air Hasil pengujian kadar air pada ikan bandeng dengan pemberian pakan dan khitosan 10 ppm memperolah hasil sebesar 78.77%, nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan kontrol yaitu 79.42% (Tabel 2). Adanya penurunan kadar air ini disebabkan karena khitosan memiliki sifat selektif permeable terhadap air dan gugus aktif dari khitosan mampu mengikat senyawa air sehingga kandungan air pada pakan banyak terbuang bersama faces. Kadar Abu Kadar abu merupakan mineral yang terkandung dalam suatu bahan dan merupakan parameter adanya pencemaran atau kotoran seperti debu. Nilai kadar abu ikan bandeng pada penelitian ini menunjukkan nilai sebesar 0.98%, nilai ini lebih besar dibandingkan dengan kadar abu pada kontrol sebesar 0.86% (Tabel 2). Adanya perbedaan nilai kadar abu ini disebabkan karena khitosan merupakan polimer yang mengandung banyak serat, sehingga dimungkinkan khitosan yang ada dalam tubuh ikan merupakan penyebab tingginya kadar abu pada ikan bandeng tersebut. Kadar Karbohidrat Tabel 5 memperlihatkan bahwa kadar karbohidrat ikan bandeng dari hasil terbaik uji proksimat menunjukkan nilai kadar karbohidrat sebesar 3.66%, nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai kadar abu pada kontrol (3.88%). Penurunan kadar karbohidrat ini dimungkinkan karena ikan bandeng membutuhkan waktu untuk mampu beradaptasi dengan pakan yang diberikan, disamping itu juga adanya penurunan kadar lemak akan mengurangi energi yang diserap oleh ikan sehingga berpengaruh dalam perubahan karbohidrat. Kesimpulan Hasil terbaik yang diperoleh dari penelitian ini, kadar khitosan dalam formulasi 131
(Hafiluddin dan Haryo Triajie)
pakan yang terbaik dalam mengurangi bau lumpur pada ikan bandeng adalah 10 ppm. Sedangkan waktu terefektif dalam mengurangi bau lumpur pada ikan bandeng adalah selama 4 hari pemberian pakan. Untuk analisis proksimat diketahui, kadar lemak ikan ikan bandeng hasil terbaik uji organoleptik (penambahan khitosan 10 ppm dan waktu pemberian pakan selama 4 hari) mengalami penurunan dibandingkan kontrol. Begitu pula dengan kadar air dan karbohidrat. Sedangkan untuk kadar abu dan protein prosentasenya mengalami kenaikan antara hasil terbaik uji organoleptik (penambahan khitosan 10 ppm dan waktu pemberian pakan selama 4 hari) dibandingkan dengan kontrol. Daftar Pustaka Erungan, A.C.; Assik, A.N.; Erlina, M.D.; Siringoringo. 1998. Effect of fallow and acid on muddy flavour of milk fish product. Aquaculture production and management. Food processing and preservation. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 5 (2):17-18. Insan, I.;Rusmaedi, Setijaningsih, L.;Suhenda, N. 2004. Management of phytoplankton producing off flavor in the culture of giant gouramy in rain fed pond. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 10 (5): 81-89. Lelana, I.Y.B. 1987. Geosmin And Off Flavor In Channel Catfish. Disertation. Auburn University. UMI Disertation information Service. Auburn, Alabama, USA. Lelana, I.Y.B. 1993. Lingkungan dan citarasa pada ikan. Simposium Perikanan Indonesia I. Jakarta. 25-27 Agustus 1993. 11 hal Muchtadi, T.R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
EMBRYO VOL. 8 NO. 2
DESEMBER 2011
Wahyudi, B. 2001. Pengaruh khitosan dalam formulasi pakan ikan terhadap kandungan kandungan lemak terkontaminasi geosmin dan
132
ISSN 0216-0188
pertumbuhan ikan nila hitam (Oreochromis neloticus). Skripsi. Teknologi Hasil Perikanan. IPB.