BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES
2.1 Sejarah dan Perkembangan Furfural pertama kali diisolasi tahun 1832 oleh ilmuwan kimia jerman bernama Johan Dobreiner dalam jumlah yang sangat sedikit dari hasil samping sintesis asam formit. Asam formit tersebut diproduksi dari semut. Kemudian pada tahun 1840 seorang kimiawan skotlandia John Stenhouse menemukan senyawa kimia yang sama dari destilasi beberapa tanaman meliputi jagung, gandum, sekam padi menggunakan asam sulfat. Kemudian dia memutuskan untuk memberikan rumus empiris senyawa tersebut, yaitu: C5H4O2. Dan pada tahun 1901 kimiawan jerman Carl Harris menemukan rumus struktur furfural (“http:en.wikipedia.org/wiki/Furfural”, 2009). Furfural merupakan cairan yang dapat diproduksi dari limbah biomassa pertanian yang mengandung pentosa. Dimana gula aldosanya mengandung formasi cincin kecil yang terdiri dari 5 rantai karbon yang terdapat dalam selulosa pada beberapa tumbuhan, seperti jagung, kapas, ampas tebu, sekam gandum, dan sekam padi (Win, 2005). Tabel 2.1 Persentasi kandungan furfural pada beberapa tanaman Jenis tanaman
Pentosan (%)
Kandungan Furfural
Biji zaitun
21-23
5-6
kulit kapas
20,1
12,8
Sekam Padi
16,9
9,8
Kulit kacang
24
7-8
Kulit coklat
15,4
9
23-25
6-7
Kulit bunga matahari
(Sumber: Al-Showiman, 1998) Dalam Pra rancangan pabrik ini, kulit kapas sebagai bahan baku mempunyai komponen sebagai berikut: 1. Alpha selulosa
: 35-47%
2.
Pentosan
: 19-27 %
3.
Lignin
: 15- 20%
Universitas Sumatera Utara
4.
Kadar abu
: 12 %
(Ahmad, 2010). Furfural (C5H4O2) atau sering disebut dengan 2-furankarboksaldehid, furaldehid, furanaldehid, 2-Furfuraldehid, merupakan senyawa organik turunan dari golongan furan. Senyawa ini berfasa cair berwarna kuning hingga kecoklatan dengan titik didih 161.7oC, densitas (20oC) adalah 1.16 g/cm3. Furfural merupakan senyawa yang kurang larut dalam air namun larut dalam alkohol, eter, dan benzena. Gambar 2.1 menunjukkan struktur molekul dari furfural.
Gambar 2.1 Struktur molekul Furfural (Witono, 2005).
2.2
Kegunaan Furfural Furfural memiliki banyak kegunaan, diantaranya: 1. Sebagai pelarut dalam proses pemurnian minyak pelumas. 2. Sebagai pelarut untuk industri nitroselulosa, selulosa asetat, dan pewarna sepatu. 3. Sebagai bahan baku insektisida, herbisida, dan fungisida. 4. Sebagai bahan baku sintesis untuk senyawa turunan seperti tetrahidrofuran, furfuril alkohol, dan asam furoic.
2.3
Sifat-sifat Bahan
2.3.1 Asam Sulfat 1. Berat molekul
: 98,08
2. Titik lebur
: 10,360C
3. Titik didih
: 3300C
4. Densitas (cair)
: 1,841 gr/cm3
5. Viskositas (pada 300C )
: 15,7 cp
6. Kapasitas panas (fasa cair)
: 1389 J/kmol
Universitas Sumatera Utara
7. Dapat larut dalam etil alkohol dan air. 8. Asam sulfat bersifat sangat korosif. (Perry, 1999, Weast, 1987).
2.3.2 Air (H2O) 1. Berat molekul
: 18,015
2. Titik lebur
: 00C
3. Titik didih
: 1000C
4. Densitas (cair)
: 0,917 gr/cm3
5. Viskositas
: 8,949 Mp
6. Spesifik gravitas
: 1,00
7. Kapasitas panas (fasa cair)
: 75,291 J/kmol
8. Panas spesifik
: 4,179 J/gr 0C
(Perry, 1999, Weast, 1987).
2.3.3 Pentosa (C5H10O5)n
n = 100 (Riegel’s, 1953)
1. Berat molekul
: 150,13
2. Spesifik gravitas
: 1,535
3. Titik lebur
: 1530C
4. Kelarutan
: 117 mg pada suhu 200C per 100 ml dalam air dingin
5. Wujud
: kristal berbentuk cair
(Perry, 1999, Othmer, 1971).
2.3.4 Toluena 1. Berat molekul
: 92,14
2. Titik leleh
: -950C
3. Titik didih
: 110,60C
4. Densitas (cair)
: 0,8669 gr/cm3
5. Viskositas (pada 200C)
: 0,590 cp
6. Massa molar
: 92,14 g/mol
7. Kelarutan dalam air
: 0,47 g/l (pada 20-250C)
(Perry, 1999, Weast, 1987).
Universitas Sumatera Utara
2.3.5 Furfural (C5H4O2) 1. Berat molekul
: 96,09
2. Titik lebur
: -36,50C
3. Titik didih
: 161,70C
4. Titik kritis
: 6700K pada tekanan 55 bar
5. Titik nyala
: 62 0C
6. Densitas
: 1,12 x 103 gr/cm3
7. Viskositas
: 8,949 Mp
8. Kapasitas panas (fasa cair)
: 159,5 J/mol 0 K
(Weast, 1987, www.chemistry//furfural.com).
2.4
Proses Pembuatan Furfural Furfural dapat dibuat dari bahan-bahan yang mengandung pentosan. Produksi
furfural secara komersil dapat berlangsung dalam siklus batch dan kontinu dengan katalis yang bersifat asam. Perbedaan utama dari kedua proses tersebut adalah: Tabel 2.2 perbedaan proses batch dan kontinu Parameter
Proses batch
Proses kontinu
Umpan
Kulit Kapas
Kulit Kapas
Jumlah reaktor
1
2
Kondisi operasi
Atmosferik, 128-160
Produk samping
Sedikit
Konversi reaksi
50%
Waktu tinggal di reaktor
Lama (5 jam)
Pemurnian furfural
Destilasi azeotropik
RI: 1 atm, 700C RII: 68 atm, (200-300oC) Lebih sedikit RI: 90% RII: 85% RI: 1 jam RII: Singkat (2-5 menit) Ekstraksi dan distilasi
(Sumber: Wijanarko dkk, 2006) Proses kontinu memiliki beberapa keunggulan dibandingkan proses batch, meskipun kondisi operasinya 68 atm dan suhu tinggi. Keunggulannya diantaranya adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Waktu tinggal di reaktor relatif singkat
sehingga nantinya terjadinya
polimerisasi pentosa menghasilkan produk samping dapat dihindari. 2. Dengan waktu tinggal yang relatif singkat, maka volume reaktor yang dibutuhkan lebih kecil dibanding proses batch. 3. Pada proses kontinu konversi pentosan menjadi furfural lebih besar dibanding proses batch, dimana konversi pentosan proses kontinu 85% sedangkan proses batch hanya 50%.
2.5
Seleksi Proses Menurut David Tin Win (2005), proses batch membutuhkan biaya operasi
yang tinggi dan membutuhkan steam yang cukup banyak, serta waktu tinggal yang cukup lama yaitu sekitar 5 jam dan hanya mampu menghasilkan konversi pentosan menjadi furfural sebesar 50%. Sedangkan proses kontiniu membutuhkan biaya produksi yang lebih sedikit, waktu tinggal yang singkat sekitar 0,5-100 detik, serta mampu menghasilkan konversi pentosan menjadi furfural sekitar 80-85%. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka digunakan proses kontinu.
2.6
Deskripsi Proses Proses pembuatan furfural yang digunakan dalah proses kontiniu dengan
urutan prosesnya meliputi: tahap perlakuan awal bahan baku, tahap hidrolisis dan tahap pemurnian atau pemisahan produk.
2.6.1 Tahap Perlakuan Awal terhadap Bahan Baku Pada tahap perlakuan awal, bahan baku yaitu kulit kapas (cotton hulls) dimasukkan kedalam mesin penghancur (crusher). Didalam crusher kulit kapas dihancurkan sampai menjadi potongan-potongan kecil yang ukurannya antara 3-10 mm. Kulit kapas yang dalam bentuk potongan-potongan kecil (chip) kemudian dimasukkan ke dalam ekstraktor cair-padat. Di dalam ekstraktor cair-padat, kulit kapas yang mengandung Alpha selulosa = 47 %, Pentosan = 21 %, Lignin = 20 %, Kadar Abu
= 12 % diekstraksi dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) 5N,
13,3080 % untuk memperoleh pentosan yang terkandung di dalamnya atau proses leaching (Zeitsch, Karl J. 1990). Pentosan 21 %, yang terkandung dalam kulit kapas
Universitas Sumatera Utara
larut dalam asam sulfat. Keluaran dari ekstraktor cair-padat merupakan pentosan yang sudah larut, dan masih mengandung potongan-potongan kulit kapas 3-10 mm. Kemudian dimasukkan ke dalam filter press untuk memisahkan potongan-potongan kulit kapas dari pentosan yang sudah larut dalam asam.
2.6.2 Tahap hidrolisis dan dehidrasi Keluaran dari filter press kemudian dimasukkan ke dalam reaktor. Reaksi hidrolisis dan reaksi dehidrasi terjadi pada reaktor yang berbeda. Dalam hal ini dipakai 2 buah reaktor, dimana pada reaktor I terjadi reaksi hidrolisis dan pada reaktor II terjadi reaksi dehidrasi dengan mekanisme reaksi sebagai berikut. Derajat Polimerisasi untuk bahan baku yang mengandung selulosa, r = 100- 200, Dalam hal ini, diambil r = 100,
(
Perry,
1999) 1. Hidrolisis pentosan menjadi pentosa. 2 SO4 ( C5H8O4 )100 + 100 H2O H → 100 C5H10O5
2. Dehidrasi pentosa menjadi furfural. 2 SO4 100 C5H10O5 H → 100 C5H4O2 + 300 H2O
Reaktor I memiliki kondisi operasi tekanan atmosferik dan temperatur 700C dengan waktu tinggal 1jam (Bernard, 1982). Sedangkan reaktor II memiliki kondisi operasi diatas tekanan atmosferik yaitu 1000 psi pada suhu 220oC dengan waktu tinggal antara 0,5-100 sekon (Medeiros, 1985). Air yang digunakan pada reaksi dehidrasi sebelumnya juga mengalami pemanasan awal pada heater sampai suhu 900C. Pada reaksi hidrolisis dalam reaktor I pentosan akan bereaksi menghasilkan pentosa. Kemudian pentosa akan mengalami reaksi dehidrasi membentuk furfural pada reakor II. Campuran keluaran dari reaktor II tersebut masih mengandung zat-zat pengotor seperti pentosa yang bersisa, pentosan (volatil), air dan asam sulfat. Untuk menguranginya, campuran tersebut melalui beberapa tahap pemurnian. Sebelum masuk ke dalam tahap pemurnian
Universitas Sumatera Utara
campuran terlebih dahulu melewati cooler untuk menurunkan suhu sampai titik didih campuran tersebut
2.6.3 Tahap pemurnian ( Refining ) Campuran keluaran dari reaktor yang sebelumnya melalui cooler kemudian diumpankan ke dalam kolom ekstraktor. Kedalam kolom ekstraktor ditambahkan pelarut toluena yang nantinya akan mengikat furfural dari asam sulfat. Sedangkan kandungan air dan komponen lainnya disalurkan ke unit pengolahan limbah. Larutan furfural yang terikat didalam toluena dialirkan kedalam kolom destilasi untuk memisahkan furfural dari toluena. Toluena memiliki titik didih yang lebih rendah dari furfural sehingga toluena menguap dan memisah dari furfural. Kemudian toluena bisa digunakan kembali kedalam kolom ekstraksi. Dan dari kolom destilasi tersebut diperoleh furfural dengan kemurnian 98 %.
Universitas Sumatera Utara
FLOWSHEET PRA RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN FURFURL DARI KULIT KAPAS STEAM 230 C
KONDENSAT 230 C
AIR PENDINGIN 30C
AIR PENDINGIN 5C
AIR PROSES
TC
22
17
FC
KE UNIT PENGOLAHAN LIMBAH
4
TC
TC
1
6
E-224
E-510
P-511
12
FC
FC
23
FC
E-513 J-113
P-514
P-512 2
PI
P-223 PI
15 C-112
TC
LI
J-111 TC
9
10
TC
FC
FC
FC
FC
11
M-110
P-132
R-210
P-211
FC
TC
PC
E-413 FC
13 H-130
PC
TC
LI
J-131
PC
TC
7
E-221
P-222
JE-225 14
E-226
T-414 R-220
18
16
8
FC
20
LI
JE-227
19
TC
P-415
E-417
P-418
FC
FC
FC
5 FC
3
FC
T-310
LI
LI
RESIDU LI
P-121
M-120
F-312
P-311
E-314
P-313
P-315
D-410
P-114 LC
21
F-122
24
TC FC
TC
FC LI
E-411
P-412
E-416
P-611
25
F-610
26
AIR PENDINGIN BEKAS 35C
AIR PENDINGIN BEKAS 45 C
KONDENSAT 230 C
KONDENSAT 132,595 C
Universitas Sumatera Utara