Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
KETERSEDIAAN PAKAN MENUNJANG PENINGKATAN POPULASI RUMINANSIA KECIL (Availability of Feedstuff to Increase Small Ruminant Population) MURSYID MA’SUM Direktorat Pakan Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Jl. Harsono RM No. 3 Margasatwa, Jakarta Selatan
ABSTRACT Based on the goats and sheep population in 2010, number of those animals to about 17,75 million heads, equivalent to 3.3 million AU (Animal Units), then its need forages about 7.5 million ton DM/year. Potential feed is available from the pasture is estimated to be 13.7 million ton of DM/year can hold about 6 million AU; from the food crops waste product (rice straw, corn and soybeans) for 44.4 million ton DM/year, that can accommodate approximately 19.5 million AU. Six million ha of palm oil plantation can accommodate approximately 12 million AU. Seeing the potential of the feed is available, then the business of goats and sheep, had a great opportunity to develop and could increase its contribution for consumption and meat production, in order to support self-sufficiency beef and buffalo by 2014. Key Words: Goats, Sheep, Feed Availability ABSTRAK Berdasarkan populasi ternak kambing dan domba tahun 2010, yaitu sekitar 17,75 juta ekor, setara dengan 3,3 juta ST (satuan ternak), maka dibutuhkan pakan hijauan sekitar 7,5 juta ton BK/tahun. Potensi pakan yang tersedia dari padang rumput diperkirakan 13,7 juta ton BK/tahun dapat menampung sekitar 6 juta ST ruminansia; dan dari hasil samping tanaman pangan (jerami padi, jagung dan kedele) sebesar 44,4 juta ton BK/tahun, yang dapat menampung sekitar 19,5 juta ST. Sedangkan lahan dan hasil samping perkebunan sawit seluas 6 juta ha, setidaknya dapat menampung ± 12 juta ST. Melihat potensi pakan yang tersedia, maka usaha peternakan kambing dan domba, mempunyai peluang yang besar untuk dikembangkan dan dapat meningkatkan kontribusinya terhadap produksi dan konsumsi daging, khususnya dalam rangka mendukung swasembada daging sapi dan kerbau tahun 2014. Kata Kunci: Kambing, Domba, Pakan
PENDAHULUAN Salah satu alasan dibentuknya Direktorat Pakan Ternak di lingkungan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian adalah dalam rangka merespon tuntutan dan kebutuhan yang kian besar dan yang akan terus bekembang di masyarakat dalam urusan pakan. Walaupun secara teori dan empiris telah lama diketahui bahwa (1) kontribusi pakan terhadap kesehatan hewan, produksi dan produktivitas ternak sangat vital; (2) pakan adalah faktor penting dalam usaha peternakan, karena merupakan 70 – 75% dari total biaya produksi; (3) beberapa bahan pakan, khususnya untuk pakan unggas harus masih diimpor; dan (4)
secara alami Indonesia sebagai negara agraris mempunyai potensi yang cukup besar untuk bisa memenuhi sendiri kebutuhan pakan tersebut, namun sejauh ini belum terlihat upaya-upaya yang serius dari Pemerintah, baik upaya-upaya untuk mengatasi masalahmasalah tersebut maupun upaya untuk memanfaatkan potensi yang ada. Dari sisi lain, juga merespon isu global terkait dengan pakan, yaitu (1) terjadinya kompetisi yang sangat kuat antara feed, food dan fuel. Terjadinya krisis pangan dan krisis energi akan menyeret pakan pada posisi yang sulit; (2) terjadinya perubahan iklim global (climate change), telah mempengaruhi kalender tanam, pola tanam, produksi dan distribusi pangan termasuk bahan pakan di dalamnya; dan (3) tuntutan terhadap
27
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
keamanan pakan (feed safety) yang akan mempengaruhi keamanan pangan asal hewan (food safety). Berkaitan dengan peranannya terhadap swasembada daging sapi, kontribusi daging kambing dan domba terhadap konsumsi daging belum sebesar konsumsi daging unggas dan daging sapi. Namun demikian, daging kambing dan domba mempunyai potensi dan prospek yang cukup besar sebagai substitusi daging sapi. Tulisan ini secara singkat membahas beberapa hal yang terkait dengan judul makalah, yaitu: (1) kondisi peternakan ruminansia kecil (kambing dan domba) saat ini; (2) permasalahan-permasalahan pakan; dan (3) kebijakan dan program pengembangan pakan. KONDISI SAAT INI Jumlah rumah tangga yang mengusahakan ternak kambing sekitar 580 ribu dan untuk domba 305 ribu rumah tangga. Tetapi dilihat dari jumlah rumah tangga yang memelihara ternak kambing dan domba, maka secara berturut adalah 3,43 juta dan 1,17 juta rumah tangga (BPS dan DITJENNAK, 2008). Populasi kambing dan domba dalam kurun lima tahun terakhir menunjukkan kecenderungan naik. Sedangkan untuk produksi daging domba sempat mengalami penurunan pada tiga tahun pertama (Tabel 1 dan 2).
Produksi daging tahun 2009 sekitar 2.519 ribu ton, dimana kambing dan domba berkontribusi sebesar 74 dan 54 ribu ton atau hanya sebesar 4,96% (KEMTAN, 2010). Berdasarkan populasi ternak kambing dan domba tahun 2010, yaitu sekitar 17,75 juta ekor, yang jumlahnya setara dengan 3,3 juta ST (satuan ternak), maka membutuhkan pakan hijauan sebanyak 7,5 juta ton BK/tahun (DITJENNAK, 2010). LAHAN SUMBER PENGHASIL PAKAN RUMINANSIA Pakan ternak ruminansia umumnya dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu pakan hijauan dan pakan konsentrat serta tambahan vitamin dan mineral sebagai suplemen (tambahan) pakan. Pakan hijauan merupakan makanan utama ternak ruminansia yang berasal dari rumput-rumputan dan leguminosa. Pada dasarnya ada 2 (dua) budidaya TPT, yaitu budidaya untuk dipotong (cut and carry) dan budidaya untuk penggembalaan (grazzing). Budidaya untuk dipotong biasanya dilakukan pada lahan-lahan yang sempit dimana areal tanaman pangan mendominasi areal tersebut, sedangkan skala usaha peternak rata-rata 1 – 4 ekor. Penanaman pada wilayah seperti itu hanya dapat dilakukan pada pematang sawah atau memanfaatkan areal sempit disekitar tanaman pangan. Pola semacam ini dilakukan oleh peternak di Jawa, Lampung dan Bali.
Tabel 1. Populasi kambing dan domba lima tahun terakhir (000 ekor) Komoditi
2006
2007
2008
2009
2010*)
Kambing
13.789
14.873
15.147
15.815
16.841
8.979
9.859
9.605
10.199
10.915
Domba *) Preliminary figures
Sumber: DITJENNAK (2010) Tabel 2. Produksi daging kambing dan domba tahun 2006 – 2010 (ribu ton) Komoditi
2006
2007
2008
2009
2010*)
Kambing
65,0
63,6
66,0
73,8
77,6
Domba
75,2
56,9
47,0
54,3
52,2
28
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
Sedangkan budidaya padang rumput hanya bisa dilakukan di wilayah yang lahannya masih sangat luas dengan pola pemeliharaan ternak secara ekstensif, baik dikandangkan maupun tidak dikandangkan. Pola ini cocok dilakukan pada daerah padat ternak tetapi jarang penduduk seperti di NTT, Sulawesi Tenggara dan Wilayah Indonesia Bagian Timur lainnya. Di Indonesia hijauan pakan dapat diperoleh hampir di setiap tempat, mulai dari padang rumput sampai di pasar-pasar kumuh di kota besar. Untuk wilayah kering, sumber hijauan pakan adalah padang rumput, lahan pertanian pangan, lahan holtikultura, lahan perkebunan dan lahan kehutanan. Sedangkan pada wilayah lahan irigasi sumber hijauan pakan dapat berasal dari pematang dan pinggir saluran irigasi. Di daerah rawa dan pasang surut, hijauan pakan juga mudah dijumpai, karena untuk habitat seperti itu terdapat jenis-jenis rumput yang dapat tumbuh dengan baik. Disamping itu, hijauan pakan juga dapat diperoleh di pinggir-pinggir jalan dan di halaman rumah. Halaman dan pagar rumah merupakan tempat yang penting sebagai sumber hijauan pakan karena letaknya tidak terlalu jauh dari kandang. Jenis-jenis hijauan pakan yang biasanya ada di halaman rumah merupakan tanaman pangan dan tanaman pakan seperti rumput, ubi kayu, pisang, lamtoro, nangka, petai, randu, sengon, gamal, kelor dan sebagainya. Hasil identifikasi NITIS (1994) menyebutkan bahwa lahan sumber penghasil pakan hijauan adalah: (1) Lahan tanaman pangan; (2) Lahan hortikultura; (3) Lahan perkebunan; (4) Padang rumput alam; (5) Tanah bera; (6) Daerah aliran sungai (DAS); (7) Daerah pinggiran hutan; (8) Pangonan dan sepadan jalan; (9) Lahan kritis/marjinal. Jika benar bahwa di Indonesia saat ini terdapat padang rumput sekitar 22 juta ha (BALITBANGTAN, 2006), dengan perkiraan produksi 13,7 juta ton BK/tahun, maka diperkirakan dapat menampung sekitar 6 juta ST. Hasil perhitungan berdasarkan konversi produksi utama padi, jagung dan kedele tahun 2008, maka diperoleh hasil samping dari tanaman pangan (jerami padi, jagung dan kedele) sebesar 44,4 juta ton BK/tahun, ini dapat menampung sekitar 19,5 juta ST. Sedangkan lahan dan hasil samping perkebunan sawit seluas 6 juta ha, setidaknya
dapat menampung ± 12 juta ST. Hasil penelitian MA’SUM (1997) menunjukkan bahwa daerah-daerah di wilayah provinsi Sumatera Selatan dan Jambi, populasi ternak ruminansia yang ada, hanya membutuhkan kurang dari 50% dari potensi pakan hijauan yang tersedia. Artinya, berdasarkan potensi pakan yang tersedia, daerah-daerah tersebut masih dapat menampung lebih banyak ternak ruminansia. Berdasarkan angka-angka diatas, maka untuk ternak ruminansia, secara makronasional tidak akan kekurangan pakan. PERMASALAHAN PAKAN RUMINANSIA Untuk pakan hijauan, persoalan klasik masih terus terjadi, yaitu: (1) pakan hijauan yang melimpah pada musim hujan tidak dimanfaatkan untuk memenuhi kekurangan/ kelangkaan pakan di musim kemarau; (2) ternak ruminansia masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Untuk kambing sekitar 50% dan domba sekitar 90% yang luas lahannya kian sempit; dan (3) baru sebagian kecil peternak yang mengadopsi teknologi pakan (penyimpanan, pengolahan ataupun pengawetan). Untuk pakan konsentrat, industri pakan ruminansia belum berkembang sebagaimana industri pakan unggas. DIREKTORAT PAKAN TERNAK (2011) sebesar 10 juta ton, 89% adalah untuk pakan unggas. Produksi pakan konsentrat (sapi potong dan sapi perah) masih kurang dari 1% dari seluruh produksi pabrik pakan (skala besar). Untuk kambing dan domba tidak data. Sebagian besar konsentrat untuk ternak ruminansia merupakan produksi dari pabrik pakan skala menengah (Koperasi) dan skala kecil (kelompok). Produksi pakan yang beredar dan diperdagangkan masih belum sesuai dengan standard mutu (PTM/SNI) dan belum terregistrasi di Kementerian Pertanian. Oleh karena itu, belum ada sertifikasi dan labelisasi. Pengalaman dalam memfasilitasi kegiatan pabrik pakan skala kecil, pada umumnya terbentur pada sulitnya mencari sumberdaya manusia yang mempunyai kompetensi yang dibutuhkan. Seperti, manajemen pabrik pakan, pengetahuan tentang cara pembuatan pakan yang baik dan yang mampu menyusun
29
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
formulasi pakan berbasis bahan pakan yang tersedia (lokal). Dilain pihak, peternak belum banyak mengadopsi teknologi pakan dan menggunakan hijauan pakan (rumput dan leguminosa) yang unggul/berkualitas. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PAKAN Kebijakan pengembangan pakan diarahkan untuk menjawab dua tantangan besar pakan, yaitu: (1) penyediaan pakan (feed security) dan (2) peningkatan mutu pakan (feed safety), yang berbasis sumberdaya lokal, dengan tujuan akhir kemandirian pakan. Feed security mencakup aspek kecukupan ketersediaan, kontinyuitas pasokan, kemudahan akses, standardisasi kualitas dan harga bersaing. Feed safety mencakup aspek pemenuhan standar baku mutu pakan dan bebas dari segala cemaran fisik, kimiawi dan biologis. Kebijakan pengembangan pakan saat ini difokuskan untuk mendukung Program PSDSK 2014 dan Restrukturisasi perunggasan, selain perogram lain terkait dengan pelayanan teknis minimal di bidang pakan.
3) Melakukan akselerasi pengembangan pastura dan cut and carry. Pola budidaya ternak, sangat terkait dengan ketersediaan (daya dukung) sumberdaya alam dan budaya suatu masyarakat. Oleh karena itu, budidaya sapi secara intensif (dikandangkan) dimana cara pemberian pakannya secara cut and carry; ataupun pola budidaya ekstensif (dilepas) di padang penggembalaan ataupun pangonan, baik secara perorangan maupun kolektif, harus didorong untuk dapat memperoleh pakan dengan mudah dan berkualitas. 4) Memanfaatkan teknologi dengan basis bahan pakan lokal. Teknologi pada dasarnya dibuat untuk mempermudah kehidupan kita. Sudah banyak teknologi pakan tepat guna dihasilkan, tetapi belum diadopsi oleh peternak, seperti teknologi pengolahan, pengawetan dan penyimpanan pakan. Pemanfaatan teknologi pakan ini harus terus didorong untuk memudahkan peternak memperoleh pakan berkualitas dengan mudah. Kebijakan penyediaan pakan ruminansia
Strategi pengembangan pakan ruminansia Strategi pengembangan pakan dilakukan di wilayah-wilayah sentra ternak, dengan kegiatan-kegiatan: 1) Meningkatkan ketersediaan sumber benih/bibit tanaman pakan ternak (TPT). Dengan meningkatkan ketersediaan benih/bibit TPT unggul dan berkualitas, diharapkan secara mudah dapat diakses oleh peternak untuk menanam dan mengembangkan pakan hijauan sendiri di lahan-lahan yang dimiliki. 2) Meningkatkan pemanfaatan lahan melalui kegiatan integrasi ternak dan pemanfaatan lahan hutan. Perlunya ada lahan khusus untuk peternakan adalah sangat mendesak saat ini. Namun hal ini tidak berarti budidaya ternak berhenti karena tidak ada lahan khusus untuk peternakan tersebut. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana memanfaatan lahan-lahan yang ada saat ini, baik lahan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan lain-lain yang mempunyai potensi dalam penyediaan pakan.
30
Kebijakan penyediaan pakan ruminansia dilakukan terhadap dua hal, yaitu: (1) penyediaan pakan hijauan dan (2) penyediaan pakan konsentrat. Untuk penyediaan pakan hijauan, kebijakannya meliputi penyediaan benih/bibit TPT, unit usaha TPT, pemanfaatan lahan, dan kawasan gembala. Sedangkan untuk penyediaan pakan konsentrat, kebijakannya meliputi unit pengolah/pabrik pakan dan unit usaha bahan pakan. Penyediaan benih/bibit TPT melibatkan UPT Pusat, UPT Daerah, kelompok ternak dan swasta. Dengan tersedianya sumber-sumber bibit/benih TPT, diharapkan akan muncul unit usaha TPT. Kebijakan penyediaan TPT melalui pemanfaatan lahan dilakukan dengan integrasi ternak ke dalam lahan sumber penghasil TPT, seperti lahan tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan dan lain-lain. Kebijakan penyediaan TPT melalui kawasan gembala dilakukan dengan mengidentifikasi lahan yang tersedia, peningkatan kualitas padang gembala, penyediaan air, dan optimalisasi pemanfaatannya.
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
Untuk penyediaan pakan konsentrat, kebijakannya yang meliputi unit pengolah/pabrik pakan, dilakukan dengan memfasilitasi unit/alat pengolah pakan dan pabrik pakan skala kecil. Sedangkan untuk unit usaha bahan pakan dimaksudkan agar dapat mensuport pabrik pakan skala kecil dalam memperoleh bahan pakan yang siap digunakan oleh pabrik pakan. Program penyediaan pakan hijauan antara lain adalah: Pengembangan sumber benih/bibit TPT (UPT Pusat dan Daerah, kelompok dan swasta) Pengembangan desa mandiri pakan (lumbung pakan, kebun TPT, embung dan lain-lain) Penguatan kawasan penggembalaan (integrasi, padang penggembalaan, hutan dan lain-lain) Pengembangan unit pengolah pakan dan pabrik pakan skala kecil berbasis sumber daya lokal Bimbingan teknologi dan manajemen pakan.
Berkaitan dengan perbedaan sifat dari usaha peternakan unggas dan ruminansia, maka kebijakan pengawasan mutu pakan dibedakan, yaitu: (1) untuk pakan unggas ras, dilakukan penerapan yang ketat terhadap standar mutu; (2) untuk unggas lokal, jika diproduksi oleh pabrik pakan skala besar maka dilakukan kebijakan yang sama untuk pakan unggas ras; tetapi jika diproduksi oleh pabrik pakan skala kecil, maka akan dilakukan peningkatan kapasitas produksi dan kualitasnya agar dapat memenuhi standar; dan (3) untuk ternak ruminansia, kebijakan yang dilakukan adalah melakukan penataan dan pendampingan. Sistem pengawasan mutu pakan mencakup beberapa subsistem yang saling terkait, yaitu standar mutu pakan dan bahan pakan, cara pembuatan pakan yang baik (Good Feed Processing Practice = GFP), pengujian mutu pakan oleh laboratorium yang terakreditasi, pendaftaran pakan dan labelisasi, pejabat fungsional pengawas mutu pakan serta ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang hal-hal di atas. PENUTUP
Kebijakan pengembangan mutu pakan Kebijakan pengembangan mutu pakan meliputi (1) pengembangan standar mutu pakan, (2) peningkatan mutu pakan, dan (3) pengawasan mutu pakan. Saat ini telah ditetapkan standar 56 bahan pakan dan 38 pakan. Beberapa jenis pakan lainnya sedang dalam proses penetapan standarnya. Peningkatan mutu pakan dilakukan dengan mendorong dan memfasilitasi penerapan teknologi pakan dan fasilitasi unit usaha pengolahan pakan serta pabrik pakan skala kecil. Sedangkan pengawasan mutu pakan dilakukan dengan sertifikasi mutu pakan oleh laboratorium pakan yang telah terakreditasi, dan melalui labelisasi produk pakan yang diedarkan untuk diperdagangkan. Kebijakan pengawasan mutu pakan Pelaksanaan pengawasan mutu pakan, dibuat kebijakan tersendiri karena hal ini sangat terkait dengan kebijakan pengembangan mutu pakan dan jaminan terhadap mutu pakan.
Melihat potensi pakan yang tersedia, maka usaha peternakan kambing dan domba, mempunyai peluang yang besar untuk dapat meningkatkan kontribusinya terhadap produksi dan konsumsi daging, khususnya dalam rangka mendukung swasembada daging sapi dan kerbau tahun 2014. DAFTAR PUSTAKA AGUS, A. 2010. Kemandirian dan keamanan pakan, tantangan masa depan pembangunan peternakan. Pidato pengukuhan jabatan guru besar pada Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. BADAN LITBANG PERTANIAN. 2006. Hijauan Pakan Ternak di Indonesia. BPS dan DITJENNAK. 2008. Survei Rumah Tangga Peternakan Nasional 2008. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. DITJENNAK. 2008. Restrukturisasi Perunggasan. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.
31
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011
DITJENNAK. 2010. Statistik Peternakan 2010. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. DIREKTORAT PAKAN TERNAK. 2011. Rencana strategis (Renstra) Direktorat Pakan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011 – 2014. KEMTAN. 2010. Blue Print Program Swasembada Daging Sapi 2014. Kementerian Pertanian, Jakarta.
32
MA’SUM, M. 1997. Estimation of carrying capacity using satellite data for livestock development in South Sumatra and Jambi Provinces, Indonesia. Tesis. Gifu University Jepang. NITIS, I.M. 1994. Forage production system for sustainable environment. Plenary paper in Proc. of 7th AAAP Animal Science Congress. Bali, Indonesia.